Ceritasilat Novel Online

Penganugerahan Para Malaikat 6

Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien Bagian 6



"Cermin Im Yang ini terdiri dari dua bagian", sang guru menerangkan.

"Bila menyorot orang dengan bagian putihnya, akan membuat orang itu pingsan. Kalau menyorotnya dengan bagian merah, akanmembuatnya sadar kembali". Namun begitu Chi Ching Cu masih tetap khawatir akan kesungguhan ucapan In Hong. Maka ketika sang murid bersiap-siap berangkat, dia menyuruhnya bersumpah, bahwa akan mentaati perintahnya.

"Suhu tak usah khawatir", kata In Hong.

"Seandainya Teecu berobah pendirian, biarlah tubuh Teecu hancur jadi debu".

"Bagus", sang guru mengangguk sambil tersenyum puas. In Hong pamit pada gurunya, menuju ke kota See-kie. Di tengah jalan In Hong bertemu dengan Sin Kong Pa, yang memperkenalkan diri sebagai paman gurunya. In Hong segera berlutut di hadapan Sin Kong Pa.

"Ingin ke mana kau?", tanya Sin Kong Pa sambil membanguni In Hong.

"Suhu menyuruh Teecu membantu Bu Ong untuk menghancurkan Touw Ong", In Hong menerangkan.

"Bukankah kau anak Kaisar Touw Ong?", tanya Sin Kong Pa.

"Benar", In Hong mengangguk. Tak patut seorang anak memerangi ayahnya sendiri", kata Sin Kong Pa.

"Tapi Touw Ong lalim, hingga banyak yang berontak terhadapnya". Kata In Hong.

"Aku ingin membela pihak yang benar lagi bijaksana".

"Salah sekali pendapat Jie Taycu", ujar Sin Kong Pa.

"Dengan berbuat begitu Taycu akan dicap sebagai anak durhaka. Bayangkan, seandainya Bu Ong berhasil merebut kekuasaan dari tangan ayahmu, Kuil leluhurmu akan ikut dimusnakan. Apakah nantinya kau masih punya muka untuk bertemu dengan leluhurmu di alam baqa?". In Hong menganggap ucapan itu cukup beralasan, membuatnya ragu untuk melaksanakan maksudnya semula.

"Tapi saya telah bersumpah di hadapan Suhu untuk membantu pihak Chiu Bu Ong", katanya kemudian.

"Sumpah apa yang pernah kau ucapkan?", tanya Sin Kong Pa.

"Seandainya Teecu berobah pikiran, badan Teecu akan hancur jadidebu", In Hong menerangkan.

"Jangan takut! Bagaimana mungkin manusia akan berubah jadi debu!?". Sin Kong Pa tersenyum luar biasa.

"Sebaiknya kau turut nasehatku, agar kau tak malu terhadap leluhurmu. Kini Souw Hok telah memimpin pasukan kerajaan untuk menggempur pihak See-kie. Sebaiknya kau bergabung dengannya. Aku sendiri akan menghubungi orang-orang sakti lainnya untuk membantu kalian".

"Justeru Souw Tat Kie, anak perempuan Souw Hok, yang telah membunuh ibuku dengan cara yang amat keji", kata In Hong penuh dendam.

"Bagaimana mungkin sekarang Teecu dapat bekerja sama dengan ayah dari musuh besar saya!?".

"Tunggu sampai kau membuat jasa bagi kerajaan, barulah kau membalas kematian ibumu!".

"Tapi...", In Hong tetap ragu.

"Biar bagaimana juga, kau harus berbakti terhadap ayahmu", desak Sin Kong Pa. In Hong mempertimbangkan sejenak, kemudian memutuskan untuk menuruti saran Sin Kong Pa. Sin Kong Pa meninggalkan sang Pangeran dengan wajah berseri. In Hong merobah maksud semula, datang ke perkemahan Souw Hok, minta penjaga menyampaikan kedatangannya. Sang penjaga segera masuk, memberitahukan kedatangan In Hong pada Souw Hok. Souw Hok segera keluar menyambut sang Pangeran, menyilakannya masuk ke dalam perkemahan. Banyak soal yang mereka perbincangkan, mulai dari lenyapnya In Hong, yang ternyata ditolong oleh Chi Ching Cu, sampai tugas yang dibebankan pada Souw Hok untuk menggempur kota See-kie..... Keesokan harinya In Hong memimpin pasukan kerajaan Touw, menantang perang pihak See-kie. Mendapat tantangan itu, Oey Hui Houw berkata pada Kiang Chu Gie,bahwa dia kenal baik In Hong, yang pernah diselamatkan nyawanya pada sepuluh tahun yang silam. Dia minta diberi kesempatan untuk menemui Pangeran itu. Kiang Chu Gie meluluskan permintaannya. Oey Hui Houw keluar kota bersama keempat anaknya. Namun In Hong tak mengenalinya, tanpa banyak bicara lagi menyerang dengan tombaknya. Oey Hui Houw terpaksa menangkisnya. Keempat putera Hui Houw serentak membantu ayahnya, menyerang In Hong. Dikeroyok begitu, In Hong agak kewalahan. Maka suatu ketika, setelah berhasil mengelak dari serangan Hui Houw dan anak-anaknya, dia agak menjauhkan kuda tunggangannya, menyorot diri Hui Houw dengan bagian putih dari cermin wasiatnya. Seketika Oey Hui Houw jatuh terguling dari atas Kerbau Saktinya dan pingsan hingga dengan mudahnya ditawan oleh The Lun. Oey Thian Hoa berusaha menolong ayahnya, tapi dirinya pun ditangkap dengan cara yang sama. Ketiga anak Oey Hui Houw lainnya, yang merasa tak mampu menghadapi kesaktian lawan, terpaksa harus lari masuk ke dalam kota. Oey Hui Houw dan Oey Thian Hoa dibawa ke perkemahan lawan. In Hong yang ingin memperlihatkan kehebatannya pada anak buah Souw Hok, memerintahkan membawa kedua tawanan yang masih pingsan itu ke hadapannya. Kemudian menyorot mereka dengan bagian merah dari cerminnya. Seketika Hui Houw dan Thian Hoa siuman dari pingsannya.

"Bukankah engkau Jie Taycu?", tanya Hui Houw begitu siuman, agak dongkol dia.

"Bagaimana kau tahu?", In Hong balik bertanya.

"Aku takkan pernah dapat melupakan Taycu yang pernah kubantumeloloskan diri dari istana".

"Jadi kau Jenderal Oey yang pernah menolongku?", In Hong terperanjat, segera beranjak dari tempat duduknya, membuka tali pengikat tubuh Hui Houw dan anaknya. Oey Hui Houw menuturkan apa yang dialaminya. In Hong membebaskan ayah dan anak itu seraya memperingatkan.

"Dengan kubebaskan Jenderal sekarang ini, berarti telah kubalas budimu tempo hari. Lain waktu hendaknya Jenderal berlaku hati-hati, bila sampai tertawan lagi, aku takkan dapat mengampunimu lagi!". Hui Houw mengucapkan terima kasih, mengajak anaknya meninggalkan kubu lawan. The Lun memprotes kebijaksanaan In Hong itu.

"Nanti aku akan dapat menawan mereka lagi". Kata sang Pangeran. Hari berikutnya In Hong menantang Kiang Chu Gie. Kiang Chu Gie menyambut tantangan tersebut dengan naik "See Put Siang'nya. Didampingi oleh Yo Chian dan Teng Sian Giok. Begitu berhadapan dengan Chu Gie, In Hong langsung menyerang dengan tombaknya. Chu Gie segera menangkis dengan pedangnya. Setelah bertanding beberapa jurus, Kiang Chu Gie melontarkan "Ta Sin Pian' (Ruyung Pemukul Dewa)nya. In Hong yang mengenakan pakaian wasiat, biar kena dihajar ruyung wasiat, tidak sampai melukainya. Dia mengeluarkan 'Im Yang Ceng- nya. Yo Chian yang mengetahui kehebatan cermin itu, segera memperingatkan Chu Gie.

"Lekas mundur Susiok, dia memegang cermin wasiat!". Chu Gie segera mengundurkan diri. Teng Sian Giok maju, menyerang In Hong dengan 'Ngo Kong Cio'nya. In Hong yang sedang memusatkan perhatiannya ke diri Chu Gie, tak sempat mengelak atau menghalau batu yang dilontarkan Sian Giok,mengakibatkan wajahnya matang biru oleh hajaran batu, membuatnya terpaksa harus melarikan diri. Kiang Chu Gie menarik pasukannya kembali ke dalam kota.

"Teecu yakin cermin wasiat yang dipergunakan In Hong adalah milik Chi Supek", kata Yo Chian pada Chu Gie setiba mereka di markas.

"Untuk membuktikan kebenaran dugaan saya, Teecu akan pergi ke Tay Hoa-san menemui Chi Supek". Kiang Chu Gie menyetujui usul itu. Yo Chian menemui Chi Ching Cu di goa In Siao-tong di gunung Tay Hoa-san, berpura-pura ingin meminjam cermin Im Yang "Untuk apa kau meminjam cermin itu?", tanya Chi Ching Cu. Baru pada saat itu Yo Chian berterus-terang mengenai ulah In Hong yang memerangi pihak See-kie dengan menggunakan 'Im Yang Ceng'.

"Benar-benar durhaka anak itu, disuruh membantu Seekie, malah memusuhinya", gumam Chi Ching Cu. Chi Ching Cu menyuruh Yo Chian pulang duluan, dia akan menyusul kemudian. Sehari setelah Yo Chian kembali, Chi Ching Cu tiba di markas Chu Gie. Kiang Chu Gie menyambut gembira kedatangan pertapa sakti itu. Keesokan harinya Chi Ching Cu tampil di medan tempur menghadapi In Hong. In Hong amat terperanjat ketika melihat gurunya.

"Suhu", sapanya dengan suara agak gemetar.

"Sudah lupakah kau pada sumpahmu sendiri, In Hong?", tanya Chi Ching Cu.

"Ingat Suhu", sahut In Hong.

"Tapi saya adalah putera Touw Ong. Bagaimana mungkin Teecu membantu Chiu Bu Ong untuk memerangi ayah sendiri!? Teecu yakin, Suhu tentu tak ingin Teecu menjadi anak durhaka".

"Sudah menjadi kehendak Thian, bahwa Touw Ong akan musna dan digantikan oleh Chiu Bu Ong. Bila kau membantu Bu Ong, keluargamutakkan habis tersapu dari muka bumi ini. Ingatlah akan sumpahmu In Hong, robahlah pendirian itu, agar dirimu tidak ikut hancur!".

"Tidak Suhu", In Hong tetap pada pendiriannya.

"Izinkanlah saya menghancurkan See-kie, setelah itu Teecu akan meminta maaf pada Suhu". Chi Ching Cu amat gusar, menyerang muridnya dengan pedangnya. Tiga kali In Hong hanya mengelaki serangan gurunya, kemudian berkata.

"Teecu rasa cukup sudah menjalani kewajiban sebagai murid dengan tak membalas serangan Suhu. Bila Suhu masih juga menyerang, Teecu terpaksa akan membalasnya".

"Murid murtad!", Chi Ching Cu tambah marah, kembali melancarkan serangan. In Hong membuktikan ucapannya, dia mulai balas menyerang. Terjadilah perang tanding sengit antara guru dan murid, saling menyerang dan menangkis. Setelah bertempur beberapa saat, In Hong mengeluarkan cermin Im Yang. Chi Ching Cu terpaksa harus melarikan diri, bila tidak, dirinya akan celaka oleh cermin miliknya yang telah disalahgunakan oleh muridnya. In Hong menarik pasukannya. Memperbincangkan kehadiran gurunya pada Souw Hok, juga taktik yang akan digunakan selanjutnya dalam menggempur See-kie. Tiba-tiba masuk seorang prajurit melaporkan ada seorang Tojin bernama Ma Goan ingin bertemu dengan In Hong. In Hong segera menyambutnya dengan wajah berseri, menyilakannya masuk ke dalam kemah dan menjamunya. Kedatangan Ma Goan yang bergelar It Kie Sian ini, ternyata atas permintaan Sin Kong Pa untuk membantu In Hong. Senang benar perasaan In Hong. Keesokannya Ma Goan maju ke medan perang, menantang pihak See-kie. Kiang Chu Gie yang menyambut langsung tantangan tersebut, didampingi para pembantunya yang perkasa. Begitu berhadapan, Ma Goan menyerang Chu Gie dengan pedangnya. Kiang Chu Gie menangkis dengan pedang pula. Setelah pertarungan berlangsung belasan jurus, Chu Gie melontarkan 'Ta Sin Pian' ke arah Ma Goan. Tiba-tiba dari tengkuk Ma Goan tersembul tangan raksasa, menangkap 'Ruyung Pemukul Dewa' Chu Gie, memasukkannya ke dalam kantong kulit macan tutul. Kiang Chu Gie amat terperanjat menyaksikan perkembangan itu. Bu Yong, salah seorang pembantu Chu Gie yang tugas pokoknya mengangkut ransum, tanpa mendapat perintah langsung menyerang Ma Goan. Tangan raksasa Ma Goan yang semula siap mencengkeram Chu Gie, jadi berbalik menangkap Bu Yong, membantingnya ke tanah, lalu membeset kedua kakinya, hingga tubuh Bu Yong terbelah dua, diambil jantungnya dan dimakannya lahap sekali. Kiang Chu Gie dan para pembantunya ngeri melihatnya, cepat-cepat lari masuk ke dalam kota. Selagi Chu Gie kebingungan menghadapi Ma Goan tiba-tiba datang Bun Chiu Kong Hoat Tian Chun, yang mengajarkan siasat pada Chu Gie. Legalah perasaan Chu Gie setelah mendapat petunjuk dari pertapa sakti itu. Tengah hari, Chu Gie seorang diri mendekati perkemahan lawan dengan menunggang 'See Put Siang', seakan sedang mengamati posisi lawan. Seorang prajurit melaporkan munculnya Chu Gie pada pimpinannya. Ma Goan yang sedang berbincang-bincang dengan Souw Hok dan In Hong, menjadi geram mendengar laporan itu, langsung keluar kemah,memburu Kiang Chu Gie.

"Jangan kabur kau!"

Hardiknya setelah dekat.

Chu Gie tetap duduk tenang di atas "See Put Siang'nya, bahkan memandang Ma Goan sambil senyum.

Sikap Chu Gie membuat Ma Goan semakin dongkol, dianggapnya pemimpin pasukan See-kie itu memandang remeh terhadapnya.

Tanpa banyak bicara lagi, dia langsung menyerang Chu Gie dengan pedangnya.

Chu Gie menangkis dengan pedang pula, kemudian balas menyerang.

Tapi setelah bertanding beberapa jurus, dia melarikan diri.

Ma Goan mengejarnya.

Setelah menikung, mendadak Kiang Chu Gie menghilang.

Beberapa saat Ma Goan mencarinya, tapi tak berhasil menemukannya, hingga akhirnya dia beristirahat di kaki bukit.

Tiba-tiba terdengar dentuman meriam yang berasal dari atas bukit.

Ma Goan mendongak, terlihat olehnya Kiang Chu Gie sedang menemani Bu Ong makan minum.

Sedang para pengawal dengan sikap sinis mencemo'ohkan Ma Goan.

Ma Goan tambah panas hatinya, segera memburu ke atas.

Namun ketika Ma Goan sudah dekat, mendadak Bu Ong dan lain- lainnya lenyap.

Ma Goan lantas turun lagi ke bawah dengan hati kesal.

Setibanya di kaki bukit, kembali terlihat Chu Gie sedang menemani Rajanya makan di atas bukit.

Ma Goan memburu ke atas lagi, tapi orang yang diburunya tiba-tiba lenyap pula.

Demikianlah dia naik turun bukit sebanyak 10 kali, dari mulai senja sampai malam, hingga terang cuaca kembali.

Akibatnya dia jadi sangat letih dan lapar.

Tiba-tiba dia melihat seorang wanita jalan mendatangi.

Ma Goan segera menangkap wanita itu, melucuti pakaiannya,menusuk dadanya dengan pedang.

Darah muncrat, langsung direguknya.

Kemudian merogohkan tangannya ke dalam dada wanita itu, mencari jantungnya untuk dimakan.

Tapi tak berhasil menemukan jantung yang diinginkannya.

"Aneh!?', gumamnya.

"bagaimana mungkin orang bisa hidup tanpa jantung?". Ia tercenung heran. Tiba-tiba muncul Bun Chiu Kong Hoat Tian Chun seraya menghardiknya.

"Lekas berlutut manusia keji! Saat ajalmu telah tiba!". Ma Goan bermaksud melompat bangun untuk melakukan serangan, tapi dia merasakan sekujur tubuhnya lemah, tak lagi memiliki tenaga. Diliputi rasa takut akan kematiannya, la segera berlutut sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi dengan memegang 'Ta Sin Pian' yang berhasil direbutnya dari Kiang Ch? Gie. Memohon Bun Ch?u Kong Ho?t Tian Chun sudi mengampuninya.

"Sudah terlambat". Kata Bun Chiu Tian Chun sambil mengangkat pedang, bersiap memeganggal kepala Ma Goan. Tiba-tiba terdengar suara mencegah.

"Sudilah Toheng mengampuninya". Bun Chiu Tian Chun berpaling, ternyata yang mencegahnya tadi, adalah Chun Tee Cin-jin.

"Nama Ma Goan tidak tercantum dalam Daftar Penganugrahan Malaikat", Chun Tee Cin-jin menerangkan.

"'Di samping itu dia memang telah ditakdirkan untuk menjadi pengikut Agama Buddha. Sudilah Toheng menyerahkannya padaku, agar keburukan sifatnya dapat dibersihkan oleh ajaran-ajaran Sang Buddha". Bun Chiu Kong Hoat Tian Chun meluluskan permintaan orang suci dari wilayah Barat itu. Sementara itu Chun Tee Cin-jin lalu berkata pada Ma Goan.

"Kau memang sudah ditakdirkan untuk menjadi pengikut Buddha, maka sebaiknya kau ikut aku ke Barat, agar dapat menghayati Tiga Seni' ditepi telaga 'Delapan Kebajikan' dan mengecap kebahagiaan di 'Hutan Tujuh Pusaka'.". Ma Goan mengangguk. Chun Tee Cin-jin mengambil Ruyung Pemukul Dewa milik Chu Gie yang berhasil direbut Ma Goan, menyerahkannya pada Bun Chiu untuk dikembalikan pada pemiliknya. Kemudian mengajak Ma Goan meninggalkan tempat itu. Tak kunjung kembalinya Ma Goan ke perkemahan pihak Touw, membuat In Hong amat gelisah. Hari berikutnya dia memimpin pasukan, menantang pihak See-kie berperang tanding. Kiang Chu Gie keluar dari pintu gerbang dengan menunggang 'See Put Siang'nya. In Hong langsung menyerang dengan menusukkan tombaknya, begitu lawannya muncul. Kiang Chu Gie melawannya dengan bersenjatakan pedang. Tapi setelah bertanding beberapa jurus, Chu Gie melarikan diri. In Hong mengejarnya. Chi Ching Cu yang berada di angkasa, membuka 'Thay Khek To' (Gambar/Denah Thay Khek), segera muncul sebuah Kim Kiauw' (Jembatan Emas) di depan Chu Gie. Kiang Chu Gie naik ke jembatan emas itu. Ketika In Hong tiba di tepi jembatan, Chi Ching Cu menggerakkan gambar Thay Kheknya, yang menimbulkan tiupan angin yang cukup keras. Tiba-tiba saja In Hong kehilangan jejak Kiang Chu Gie. Ketika In Hong hendak memutar kuda meninggalkan tempat itu, telah terlambat baginya. Dirinya telah berada di dalam gambar wasiat itu, yang membuatnya melihat segala apa yang ada dalam pikirannya. Bila dia menganggap dirinya masuk ke dalam perangkap lawan, langsung muncul prajurit yang menyerangnya, membuatnya harus menghadapimereka dengan sekuat tenaga. Begitu timbul keinginannya untuk menangkap Chu Gie, sang Perdana Menteri See-kie itu mendadak muncul di hadapannya. Ketika ingat akan kota-raja, dirinya seperti memasuki istana Kaisar, bertemu dengan Oey. Nio Nio dan Yo Nio Nio. Setibanya di ujung gambar wasiat tersebut, dia bertemu dengan arwah ibunya, yang menyesalkannya.

"Engkau telah mengingkari sumpah pada gurumu, tubuhmu akan lebur jadi debu!".

"Tolonglah saya ibu!", In Hong memohon. Namun Kiang Honghouw telah lenyap dari hadapannya. Tiba-tiba In Hong mendengar suara gurunya.

"Masih kenalkah kau akan suaraku, In Hong?".

"Kenal Suhu", sahut In Hong.

"Ampunilah saya Suhu, Teecu berjanji akan membantu Bu Ong dengan sepenuh tenaga".

"Sudah kasip! Siapakah yang telah membuatmu berobah pikiran?", suara Chi Ching Cu lagi.

"Sin Kong Pa", In Hong memberitahu.

"Ampunilah saya Suhu". Walau merasa berat, namun Chi Ching Cu mengeraskan hati menggulung 'Thay Khek To'nya. In Hong bersama kudanya lebur menjadi debu! Chi Ching Cu mengucurkan air mata setelah muridnya tiada, biar bagaimana hubungan antara guru dan murid membekas cukup dalam. Kemudian dia pamit pada Kiang Chu Gie. Di lain pihak. Souw Hok amat terperanjat mendengar kematian In Hong. Segera mengirim kurir untuk menyampaikan berita duka-cita itu pada Kaisar. Tapi di hati kecilnya ingin cepat-cepat takluk pada pihak See-kie, hanya saja dia belum dapat menemukan cara terbaik untuk itu. Kiang Chu Gie seakan dapat menyelami hasrat Souw Hok. Tengah malamnya dia memerintahkan para pembantunya memimpin sejumlah pasukan menyerbu perkemahan musuh. Souw Hok dan anaknya sama sekali tidak melakukan perlawanan,membiarkan diri mereka ditawan. Sebaliknya The Lun berusaha melakukan perlawanan, tapi tak lama kemudian dirinya pun kena diringkus. Dengan ditangkapnya para pemimpin mereka, sebagian besar pasukan kerajaan Touw menyerah atau tertawan. Hanya sebagian kecil saja yang berhasil meloloskan diri. Souw Hok bersama anak buahnya digiring ke dalam kota See-kie. Kiang Chu Gie bukan saja memerintahkan untuk membebaskan Souw Hok dan anaknya, juga The Lun. Memperlakukan mereka baik sekali. Setelah berbincang-bincang sejenak, Chu Gie mengharapkan mereka bersedia membantu Bu Ong. Tawaran Chu Gie langsung diterima oleh Souw Hok dan lain-lainnya. Berita takluknya Souw Hok disampaikan pada Touw Ong. Kaisar kaget campur sedih ketika mendengar kabar itu. Dia tak menyangka kalau mertuanya bersedia mengabdi pada pihak See-kie. Segera memanggil Souw Tat Kie. Souw Tat Kie pun telah mendengar kabar itu dari seorang pembantu kepercayaannya. Maka begitu berada di hadapan Kaisar, dia langsung berlutut sambil menangis.

"Saya benarbenar amat sedih mendengar kabar, bahwa ayah saya telah mengabdi pada Bu Ong. Itu merupakan suatu penghianatan terhadap kerajaan. Dengan demikian ayah beserta seluruh anggota keluarga harus dihukum mati. Saya sebagai salah seorang anggota keluarga Souw, rela dipenggal untuk menebus sebagian dosa dari ayah saya".

"Jangan menangis manis". Kaisar membangunkan Permaisurinya.

"Bila kau terus bersedih, akan dapat merusak kecantikanmu nanti. Aku memanggilmu bukan untuk memenggal kepalamu, tapi ingin menegaskan, bahwa perbuatan ayah dan saudaramu sama sekali tak ada sangkut-pautnya dengan dirimu. Kau tetap merupakan Permaisuriku!".

"Oh, terima kasih Baginda. Sampai matipun saya takkan dapatmelupakan budi Baginda". Souw Tat Kie kembali berlutut, memeluk kaki Kaisar.... SEMBILAN Kong Seng Cu menyuruh Pek In Tongcu memanggil In Kiao, putera sulung Touw Ong yang kini jadi muridnya.

"Ada perintah apa Suhu memanggil Teecu?", tanya In Kiao sambil berlutut di hadapan gurunya.

"Sekarang kuanggap telah tiba waktunya bagimu turun gunung untuk membantu Bu Ong. Tapi ........", Kong Seng Cu tak meneruskan ucapannya, seakan ragu untuk mengungkapkannya.

"Tapi apa, Suhu?", tanya In Kiao segera.

"Kau adalah putera Touw Ong, relakah kau membantu Bu Ong memerangi ayahmu?".
Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya rela Suhu, sebab belakangan ini ayah telah dipengaruhi Souw Tat Kie, hingga sering bertindak kejam, mengakibatkan tewasnya para menteri yang setia. Bahkan ibu kandung Teecu pun meninggal akibat hasutan Souw Tat Kie".

"Bagus bila kau berpendapat begitu", Kong Seng Cu mengangguk. Lalu menyuruh muridnya pergi ke lembah Chio Chu-gay. In Kiao pamit pada gurunya. Setiba di lembah yang dimaksud, In Kiao melihat sebuah jembatan batu putih. Di ujung jembatan terdapat sebuah goa yang terlihat indah. Ketika In Kiao melintasi jembatan, pintu goa mendadak terbuka sendiri. Di dalam goa terlihat sebuah meja batu, yang di atasnya terdapat 7 butir kacang yang mengepulkan asap dan memancarkan aroma wangi, tampaknya lezat sekali. In Kiao tak dapat menahan selera, melahap kacang tersebut tanpa sisa, kemudian meninggalkan goa itu.Begitu dia keluar, goa tersebut mendadak lenyap, membuatnya bengong. Tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang luar bisa pada dirinya. Semua tulangnya seakan bergerak, dalam sekejap bentuk tubuhnya berobah. Dia memiliki 6 tangan dan 3 muka. Di masing-masing wajahnya terdapat 3 mata. Perobahan itu benar-benar membuat In Kiao sangat terperanjat. Selagi In Kiao bengong, datanglah Pek In Tongcu memberitahukan, bahwa In Kiao dipanggil oleh guru mereka. Kong Seng Cu senang menyaksikan perobahan atas diri In Kiao.

"Dengan memiliki 3 muka dan 6 tangan, kau akan lebih perkasa dalam menghadapi lawan", katanya. Kemudian dia menyerahkan "Hoan Thian Eng' (Cap Wasiat), 'Liok Hun Cong (Genta/Lonceng Pencabut Arwah), juga sepa sang pedang wasiat kepada muridnya seorang ini.

"Sekarang berangkatlah kau ke See-kie untuk membantu Kiang Chu Gie", ujarnya lebih lanjut.

"Aku akan menyusul ke mudian". Sesaat sebelum In Kiao berangkat, sang guru telah berpesan.

"Kau harus setia pada Bu Ong, jangan sekali-kali menentangnya". Jangan khawatir Suhu", kata In Kiao.

"Seandainya Teecu ingkar janji, biarlah kepala Teecu dicangkul orang hingga binasa".

"Baik, aku percaya". Kong Seng Cu mengangguk. In Kiao pamit pada gurunya. Panorama di sepanjang jalan menuju ke See-kie yang begitu indah, menimbulkan kesan di hatinya, betapa mulia dan agungnya Tuhan pencita alam ini. Di gunung Pak Liong-san, In Kiao memperoleh dua pembantu . Bun Liang dan Ma San, yang masing-masing memiliki tiga mata juga. Beberapa waktu kemudian In Kiao telah pula bertemu dengan seorang Tosu yang menunggang macan, memperkenalkan dirinya bernama Sin Kong Pa, berasal dari perguruan Kun Lun. Setelah saling memperkenalkan nama masing-masing. Sin Kong Pabertanya .

"Bukankah kau Putera Mahkota kerajaan Touw?".

"Dari mana bapak tahu?", tanya In Kiao.

"Dari ketepatan ramalanku". Sin Kong Pa tersenyum luar biasa.

"Salah sekali kalau Taycu membantu fihak lawan untuk memerangi ayah sendiri. Bukankah setelah Kaisar Touw mangkat nanti, kau sebagai Putera Mahkota akan menggantikan kedudukannya!?". *Menurut aturan memang begitu, tapi kerajaan Touw telah ditakdirkan hancur akibat kelalim an ayahku dan digantikan dengan dinasti Chiu", kata In Kiao.

"Apa kau kira Kiang Chu Gie seorang yang baik?", Sin Kong Pa masih belum berputus asa untuk membujuk In Kiao.

"Kiang Chu Gie terkenal bijaksana, selalu memperhatikan bawahannya", ujar In Kiao.

"Dengan mendapat bantuannya, Bu Ong akan berhasil membangun dinasti baru".

"Itu hanya luarnya. Tapi sesungguhnya Chu Gie berhati kejam! Buktinya adikmu, In Hong, telah dibunuhnya".

"Aku tak percaya"

In Kiao menggelengkan kepala.

"Kau dapat membuktikan sendiri", kata Sin Kong Pa.

"Bila aku dusta, kau boleh memihak See-kie. Tapi bila ternyata benar apa yang kukatakan itu, kau harus membalas kematian adikmu. Aku akan mengundang orang-orang sakti untuk membantumu". Begitu selesai berkata, Sin Kong Pa segera berlalu. In Kiao melanjutkan perjalanan dengan penuh diliputi keraguan. Setiba di dekat kota See-kie, In Kiao menyuruh Bun Liang dan Ma San menyelidiki akan kebenaran ucapan Sin Kong Pa. Hasilnya benar-benar membuat panas hati In Kiao.

"Adik Taycu telah dibunuh oleh Kiang Chu Gie dengan menggunakan gambar wasiat Thay Khek", Ma San memberitahukan. Berita itu telah melenyapkan keraguan In Kiao, segera menggabungkan diri dengan Kolonel Thio San, yang kala itu mendapat tugas dari Touw Ong untuk menggempur See-kie.Keesokan harinya In Kiao memimpin pasukan, menantang pihak See- kie berperang. Kiang Chu Gie menyambut tantangan itu dengan didampingi oleh Na Cha dan lain-lainnya. Begitu melihat Chu Gie, In Kiao langsung melancarkan serangan. Namun Na Cha segera mewakili Chu Gie menghadapi In Kiao. Setelah bertempur beberapa jurus, In Kiao melontarkan 'Cap wasiat- nya, berhasil memukul jatuh Na Cha dari Roda Angin dan Apinya. Melihat Na Cha dikalahkan lawan, Oey Thian Hoa segera mengeprak 'Giok Kie Lin' (Kie Lin Kumala)-nya, menghantam In Kiao dengan sepasang gadanya. In Kiao menyambut serangan Thian Hoa. Dengan demikian Na Cha jadi lolos dari bahaya maut. Sebaliknya Oey Thian Hoa jatuh terguling dari binatang tunggangannya, akibat mendengar bunyi 'Genta Pencabut Arwah dan ditawan musuh. Oey. Hui Houw berusaha menolong anaknya, cepat memajukan 'Kerbau Sakti'-nya. Tapi sebelum tercapai maksudnya, In Kiao telah membunyikan 'Lok Hun Cong'-nya, mengakibatkan Hui Houw jatuh terguling dari kerbaunya dan diringkus musuh. Kiang Chu Gie menarik pasukannya. In Hong membawa pasukan kembali ke perkemahan. Selanjutnya membebaskan Oey Hui Houw dan anaknya, sebagai balas budi, karena dirinya pernah diselamatkan Hui Houw pada beberapa tahun yang silam. Di fihak lain, setibanya di markas, Yo Chian berkata pada Chu Gie .

"Menurut Teecu, baik Cap Wasiat yang merobohkan Na Cha, maupun 'Lonceng (Genta) Pencabut Arwah' yang di gunakan In Kiao adalah milik Kong Seng Cu. Teecu ingin menemui pertapa sakti itu di gunung Kiu Sian-san, untuk membuktikan dugaan tersebut". Kiang Chu Gie mengizinkan Yo Chian berangkat.Berkat kesaktiannya, dalam waktu singkat Yo Chian telah tiba di goa To Goan-tong di gunung Kiu Sian-san. Setelah memberi hormat pada Kong Seng Cu, Yo Chian menceritakan ulah In Kiao yang bermaksud menghancurkan fihak See-kie. Kong Seng Cu amat gusar ketika mendengar kabar itu, me nyuruh Yo Chian pulang duluan. Dia akan menyusul kemudian. *** Dalam pertempuran berikutnya, Teng Kiu Kong berhasil menangkap Ma San, yang langsung membawanya ke hadapan Kiang Chu Gie. Chu Gie memerintahkan Teng Kiu Kong untuk memenggal kepala Ma San. Tapi setiap kali kepala Ma San putus terpenggal, selalu menyatu kembali dengan tubuhnya, hidup lagi. Wie Hok menggantikan pekerjaan algojo, tapi selalu sama hasilnya. Saking kewalahan menghadapi kesaktian Ma San, Chu Gie memerintahkan para pembantunya yang juga memiliki kesaktian, untuk membakar Ma San dengan menyemburkan api asli dari diri masing-masing. Ketika mendengar maksud Chu Gie, Ma San tertawa terbahak-bahak, kemudian berkata.

"Maaf, aku tak dapat berdiam lebih lama di sini!". Begitu selesai berkata, Ma San menghilang dari hadapan orang banyak. Yo Chian pergi lagi, sekali ini menemui In Tiong Cu, akan meminjam 'Cermin Penglihat Siluman, untuk mengetahui, siluman apa Ma San sesungguhnya. In Tiong Cu bersedia meminjam kan cermin wasiatnya. Yo Chian mengucapkan terima kasih, pamit pada In Tiong Cu, bergegas kembali ke See-kie. Ketika bertempur melawan Ma San pada hari berikutnya, Yo Chian sempat menyorot lawannya dengan Cermin Wasiatnya, terlihat sebuah pelita yang berkelap-kelip pada cermin tersebut.Setelah mengetahui siapa Ma San sesungguhnya, Yo Chian segera meninggalkan lawannya, memberitahukan hal itu pada Chu Gie dan lain-lainnya.

"Di muka bumi hanya ada tiga pelita wasiat", kata Wie Hok pada Yo Chian.

"yaitu di Istana Pat Cheng, di istana Giok Sie dan di gunung Leng Kiu-san. Pergilah ke tiga tempat itu dan lihatlah, apa pelita di sana masih menyala!?". Yo Chian segera berangkat. Ternyata pelita wasiat milik Jian Teng Tojin di gunung Leng Kiu-san yang tidak menyala lagi. Ia menuturkan apa yang terjadi di See-kie kepada sang pertapa. Jian Teng menyatakan, akan segera berangkat ke See-kie untuk menemui Chu Gie. *** Kedatangan Kong Seng Cu di See-kie disambut gembira oleh Kiang Chu Gie. Kong Seng Cu berjanji akan menghadapi muridnya besok. Sang pertapa menepati janji, begitu terang cuaca pada keesokan harinya, dia mendatangi perkemahan pasukan Touw, minta bertemu dengan In Kiao. In Kiao agak gugup ketika bertemu dengan gurunya, menyilakan Kong Seng Cu masuk ke perkemahan.

"Tidak usah", tolak Kong Seng Cu.

"Kita bicara di sini saja!".

"Ada soal apa Suhu datang ke mari?". In Kiao berpura-pura tak tahu akan maksud kedatangan gurunya.

"Sudah lupakah kau akan sumpahmu?", Kong Seng Cu balik bertanya sambil menahan geram hati.

"Sama sekali tidak Suhu", sahut In Kiao. Lalu menceritakan keterangan yang diperoleh dari Sin Kong Pa, bahwa adik kandungnya tewas oleh gambar wasiat Thay Khek. Teecu menyadari sepenuhnya, bahwa ayah Teecu tidak adil. Tapi apa salahnya adik Teecu sampai harus dibunuh oleh Kiang Chu Gie denganmenggunakan gambar wasiat!?", ujarnya lebih lanjut "Harus kau ketahui In Kiao, Sin Kong Pa amat membenci Kiang Chu Gie. Itu pula sebabnya dia menghasutmu untuk memusuhi Chu Gie", kata Kong Seng Cu.

"Mengenai kematian adikmu memang sudah ditakdirkan begitu".

"Tapi sulit dipercaya kalau In Hong sengaja masuk ke dalam perangkap gambar wasiat itu. Dia tentu dipancing masuk hingga binasa. In Kiao tetap penasaran.

"Teecu mohon janganlah Suhu melibatkan diri dalam kasus Kiang Chu Gie ini. Setelah Teecu berhasil membalas sakit hati In Hong, saya akan segera menemui Suhu untuk membicarakan soal lainnya".

"Ingat akan sumpahmu In Kiao!", Kong Seng Cu memperingati muridnya.

"Bisa celaka kau bila mengingkarinya!".

"Biarpun harus binasa saya rela, asal sebelumnya dapat membalas sakit hati In Hong pada kakek yang berhati kejam itu!". Kong Seng Cu tak lagi dapat menahan diri menghadapi muridnya yang kepala batu, menyerangnya dengan perasaan tak keruan. Tiga kali berturut-turut In Kiao hanya mengelak atau menangkis, sebagai pengungkapan rasa hormat seorang murid terhadap gurunya. Tapi ketika Kong Seng Cu masih menyerang lagi, In Kiao langsung melontarkan cap wasiat ke udara, yang membuat Kong Seng Cu terpaksa harus melarikan diri. Sebab dia sadar, bila dirinya sampai terhajar cap wasiat, akan berakibat fatal. Kong Seng Cu menemui Chu Gie.

"Muridku telah dihasut oleh Sin Kong Pa", ucapnya jengkel. Selagi Kiang Chu Gie dan lain-lainnya tengah mencari siasat untuk menghadapi senjata sakti yang dimiliki In Kiao dan Ma San, tiba-tiba datang Jian Teng Tojin. Pemunculan pertapa sakti itu telah melegakan perasaan orang banyak Jian Teng Tojin mengajarkan Chu Gie, cara bagaimana menyingkirkan Ma San.Keesokan harinya, seorang diri Kiang Chu Gie maju melawan Ma San. Setelah bertanding beberapa jurus, Kiang Chu Gie melarikan diri ke arah Tenggara. Ma San terus mengejarnya. Di situ telah menanti Jian Teng Tojin, yang langsung menimpuk Ma San dengan pelitanya. Diri Ma San tersedot ke dalam pelita tersebut. Jian Teng Tojin meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Leksu membawa pelita itu ke tempat persemayamannya. Kini In Kiao memimpin sendiri pasukannya, bertekad menghancurkan kubu See-kie. Jian Teng meminta Chu Gie menghadapi In Kiao dengan membawa 'Sin Huang Kie' (Panji pohon Sin Kuning) dan 'Chian To Pek Lian' (Seribu bunga Teratai Putih), untuk melindungi diri dari serangan benda-benda wasiat In Kiao. Kenyataannya, diri Chu Gie tak terpengaruh oleh daya cap wasiat yang dilontarkan In Kiao, malah cap wasiat itu yang tergantung terus di udara, tak dapat turun menghantam lawan. Sekarang giliran Chu Gie melontarkan 'Ta Sin Pian'-nya, yang menghajar telak diri In Kiao, membuat sang Putera Mahkota jatuh terguling dari kudanya, melarikan diri dengan menempuh jalan bawah tanah. Sedang pembantunya, Bun Liang, yang gelang wasiatnya telah dihancurkan oleh 'Kan Kun Choan'-nya Na Cha, sebelum sempat melarikan diri, jantungnya telah ditembus oleh ujung tombak pusa ka Lo Chia (Na Cha), melayang jiwanya. *** Selagi In Kiao bermurung diri akibat kekalahan yang dideri tanya, tiba- tiba seorang Tojin datang menemuinya. Pendeta yang berambut merah dan bermata tiga itu bernama Lo Soan, bergelar Yam Tiong Sian, berasal dari Hwe Liong-san (Gunung Naga Api). Kedatangannya atas undangan Sin Kong Pa untuk membantu In Kiao menghancurkan fihak See-kie.In Kiao menyambut hangat. Menjamunya. Lo Soan memimpin pasukan kerajaan Touw, tampil di me dan perang. Kiang Chu Gie maju menghadapi lawan. Lo Soan langsung menyerang Chu Gie dengan sepasang 'Hui Yam Kiam' (Pedang Asap Terbang)-nya. Chu Gie waspada, menangkis dengan pedang pula. Oey Thian Hoa dan lain-lainnya membantu Chu Gie menempur Lo Soan. Menghadapi pengeroyokan yang tak bisa dianggap enteng itu, Lo Soan segera menggerakkan tubuh, seketika dirinya jadi memiliki 3 kepala dan 6 tangan. Dengan 'Ngo Liong Lun' (Roda Lima Naga) dia berhasil memukul jatuh Thian Hoa dari 'Giok Kie Lin'-nya. Kim Cha dan Bhok Cha cepat menolongnya. Kiang Chu Gie melontarkan ruyung wasiatnya, Lo Soan ja tuh dari kudanya terkena senjata wasiat lawannya. Lo Soan cepat-cepat melarikan diri. Namun Lo Soan masih penasaran. Pada tengah malamnya dia mendatangi pintu gerbang See-kie. Dengan menggunakan senjata wasiat 'Pembuat Mega dalam jarak jauh', menembaki kota See-kie dengan api, hingga menimbulkan kebakaran hebat di berbagai tempat. Markas Kiang Chu Gie juga tak luput dari am ukan api. Belum puas akan hasil perbuatannya, Lo Soan melepaskan juga Poci wasiat, yang mengeluarkan ribuan burung gagak api, terbang melayang di atas kota, menambah besar bencana itu. Kemudian Lo Soan melepaskan pula 'Ngo Liong Lun' (Roda Lima Naga). yang menjelma menjadi lima ekor Naga Api, menyembur-nyemburkan api, membuat kota See-kie menjadi lautan api! Di mana-mana terdengar jerit tangis rakyat. Bu Ong berlutut di tangga istana, memohon pada Thian .

"Ya Tuhan, seandainya perbuatan hamba ini salah, hukumlah saya, tapi hindarkanlah rakyat See-kie dari mala-petaka dan kesengsaraan".Pada saat See-kie dicekam kepanikan, muncullah Liong Kit Kong-ciu, puteri Hao Thian Siang-tee yang dibuang ke bumi dan bermukim di Hong Hong-san. Liong Kit Kiong-ciu yang sedang melayang di angkasa dengan didampingi Pek In Tong-jie, melihat kota See-kie tengah dilanda api. Dia segera menyuruh Pek In Tong-jie menebarkan 'Jala Embun dan Es' yang dapat melingkup kobaran api. Seketika api padam. Lo Soan amat marah menyaksikan perkembangan itu, segera melontarkan 'Ngo Liong Lun' ke arah Puteri Langit. Liong Kit Kiong-ciu mengeluarkan 'Su Hay Peng' (Vas/Jambangan Empat Samudera), menyedot 'Ngo Liong Lun' ke dalamnya. Kemudian sang puteri menudingkan 'Jie Liong Kiam' (Pedang Sepasang Naga)- nya ke kuda Lo Soan, membuat kuda berikut penunggangnya jatuh terguling. Lo Soan cepat melompat bangun, bermaksud menyerang Liong Kit Kiong-ciu dengan senjata wasiat lain, tapi sang Kiongciu telah lebih dulu menudingkan 'Jie Liong Kiam'-nya, yang mengakibatkan Lo Soan terguling lagi. Melihat lawannya jauh lebih sakti, Lo Soan tak berani me nandingi lebih lama lagi, cepat-cepat melarikan diri. Puteri Liong Kit tak mengejarnya, membaca mantera, tak lama turun hujan deras, yang memadam kan sisa kebakaran di kota See-kie. Setelah itu dia turun dari burung tunggangannya, menemui Kiang Chu Gie. Chu Gie menyambut gembira kehadiran sang Puteri Langit, mengharapkannya sudi membantu Bu Ong. Dengan jasa-jasa yang didirikannya nanti, kemungkinan akan dapat menebus kesalahannya dan diperkenankan kembali ke Istana Langit! Liong Kit Kiong-ciu bersedia memenuhi harapan Chu Gie. Sebuah kamar khusus disediakan bagi Liong Kit Kiong-ciu, sebagaitempat beristirahatnya selama berada di See-kie. *** Lo Soan sedang beristirahat di kaki sebuah gunung. Tibatiba dia mendengar orang bersenandung. Lo Soan cepat melompat bangun, berpaling ke asal suara, terlihat seseorang sedang mendatangi. Sedang apa Toheng di sini?", tanya orang itu begitu berada di depan Lo Soan.

"Sedang beristirahat sehabis melakukan perjalanan jauh", sahut Lo Soan. Kemudian balik bertanya.

"Siapa saudara?".

"Aku Lie Cheng, murid Jian Teng Tojin", sahut orang itu. Sesungguhnya orang yang baru datang itu ayah Na Cha. Setelah meninggalkan jabatannya, dia berguru pada Jian Teng Tojin, menanti tiba saat yang tepat untuk membantu Chiu Bu Ong. Beberapa waktu yang lalu, Jian Teng menitah Lie Cheng turun gunung untuk membantu Kiang Chu Gie memerangi Touw Ong. (Cerita tentang Lie Cheng dapat anda baca dalam KISAH NA CHA (LO CHIA' di buku 'DEWI KWAN IM SANG PENOLONG' terbitan kami juga -- - Pen.).

"Ke mana tujuan saudara?", tanya Lo Soan lagi.

"Ke See-kie untuk membantu kiang Chu Gie". Begitu mendengar nama Kiang Chu Gie, Lo Soan langsung menyerang Lie Cheng. Kenapa kau menyerangku?", Lie Cheng melompat ke sisi.

"Setiap orang yang ingin membantu Kiang Chu Gie akan kumampuskan!", Lo Soan melancarkan serangan lagi.

"Siapa kau sesungguhnya?", lagi-lagi Lie Cheng harus menghindari serangan lawan.

"Namaku Lo Soan, musuh Kiang Chu Gie!", kembali Lo Soan menyerang Lie Cheng. Lie Cheng menangkis, kemudian balas menyerang. Terjadipertarungan sengit. Tangkis-serang silih berganti, masing-masing berdaya merobohkan lawan. Beberapa jurus kemudian Lie Cheng berhasil membunuh Lo Soan dengan pagoda wasiatnya. Lie Cheng melanjutkan perjalanan ke See-kie. Kiang Chu Gie menyambut gembira kedatangan Lie Cheng, mengajaknya bersama-sama dengan orang sakti lainnya merundingkan cara menghadapi In Kiao. Lie Cheng juga gembira bertemu gurunya di markas Chu Gie.

"Dengan cara apa kita dapat menaklukkan In Kiao?", tanya Kong Sen Cu pada Jian Teng Tojin.

"Cap wasiat yang ada di tangannya amat berbahaya", sahut Jian Teng.

"Untuk menghadapinya kita harus menggunakan 'Yam Kong Kie' (Panji Sinar Api). 'Cheng Lian Po Sek Kie! (Panji Teratai Hijau), 'Kie Sian Kie' (Panji Pengumpul Dewa) dan 'Sin Huang Kie' (Panji Pohon Sin Kuning) --- Pada saat ini kita baru memiliki 'Sin Huang Kie'.".

"Di mana kita dapat meminjam Panji sakti lainnya?", tanya Kong Seng Cu pula.

"Panji Sinar Api adalah milik Loo Cu dan Panji Teratai Hijau milik Surga Barat", Jian Teng menerangkan.

"Tapi aku belum tahu siapa yang memiliki Panji Pengumpul Dewa".

"Akan kupinjam kedua Panji itu", kata Kong Seng Cu.

"Mengenai Panji Pengumpul Dewa dapat kita cari kemudian". Kong Seng Cu segera berangkat menemui Loo Cu dan Chun Tee Cin-jin di Surga Barat. Usahanya ternyata membawa hasil yang diharapkan. Kini tinggal Panji Pengumpul Dewa yang belum diperoleh. Tak seorang pun tahu siapa yang memiliki Panji sakti tersebut!?! Touw Heng Sun memperbincangkan soal panji itu dengan isterinya. Kamar Touw Heng Sun bersebelahan dengan kamar yang ditempati Liong Kit Kiong-ciu, hingga sang Puteri Langit sempat mendengar pembicaraan Heng Sun dengan isterinya.Liong Kit Kiong-ciu menemui Touw Heng Sun, memberitahukannya, bahwa Panji Pengumpul Dewa adalah milik ibunya. Hanya Lam Khek Sian Ang yang dapat meminjam panji tersebut. Touw Heng Sun segera menyampaikan hal itu pada Jian Teng Tojin, Kong Seng Cu dan lain-lainnya. Kong Seng Cu segera pergi ke Kun Lun-san menemui Lam Khek Sian Ang, meminta pertolongannya untuk meminjam Panji Pengumpul Dewa'. Lam Khek Sian Ang menyatakan kesediaannya untuk membantu, berangkatlah dia ke Yao Chi menemui Sengbo. Lam Khek Sian Ang berlutut di depan pintu istana Yao Chi yang tertutup rapat, mengemukakan maksud kedatangannya. Terdengar alunan musik merdu, pintu istana terbuka sendiri. Keluar empat pasang Dewi sambil membawa 'Panji Pengumpul Dewa', memberikan kepada Lam Khek Sian Ang. Lam Khek Sian Ang mengucapkan terima kasih, bergegas menuju ke See-kie. Bersamaan dengan sampainya Lam Khek Sian Ang, Bun Chiu Kong Hoat Tian Chun telah pula datang di See-kie. Dengan lengkapnya Panji-panji sakti itu, Jian Teng Tojin mulai mengatur siasat menghadapi In Kiao. Bun Chiu Kong Hoat Tian Chun dengan membawa Panji Te ratai Hijau dan Chi Ching Cu membawa Panji Sinar Api, pergi ke gunung Kie-san. Sedang Jian Teng dengan membawa Panji Pohon Sin Kuning milik Chu Gie, akan menjaga di tengah gunung. Bu Ong dengan membawa Panji Pengumpul Dewa menghadang In Kiao di bagian Barat. Setiba kentongan pertama, Oey Hui Houw memimpin pa sukan menyerbu perkemahan tentara Touw. In Kiao yang mendengar suara ribut-ribut di luar kemah, segera ke keluar. Empat putera Oey Hui Houw . Thian Hoa, Thian Lok, Thian Ciok danThian Siang, langsung mengurungnya. Mereka dibantu pula oleh Na Cha dan Yo Chian. In Kiao menggerakkan Genta/Lonceng Pencabut Arwah ke arah Na Cha. Na Cha segera menimpukkan 'Kim Choan' (Bata Emas), tepat mengenai Genta In Kiao. Benturan itu menimbulkan percikan sinar emas. In Kiao amat terkejut, tapi dia belum berputus asa, menimpukkan cap wasiatnya ke diri Yo Chian, tapi cap wasiat itu tak berhasil melukai Yo Chian. Menjadi ciut nyali In Kiao, segera menjauhi Na Cha dan Yo Chian, menggerakkan gentanya ke arah Oey Thian Hoa, yang mengakibatkan Thian Hoa jatuh terguling dari atas "Giok Kie Lin-nya. In Kiao menggunakan kesempatan itu menerobos keluar kepungan lawan, melarikan diri ke gunung Kie-san. Tapi begitu sampai di kaki gunung tersebut, tiba-tiba melihat Bun Chiu Tian Chun telah berdiri di depannya. In Kiao memberi hormat, bertanya.

"Kenapa Susiok menghalangi jalan majuku?".

"Hari ini tibalah saatnya kepalamu dihancurkan dengan cangkul!", sahut Bun Chiu. In Kiao sangat marah, segera menusuk Bun Chiu Tian Chun dengan tombaknya. Bun Chiu menangkis dengan pedangnya. In Kiao melontarkan cap wasiatnya. Bun Chiu mengembangkan Panji Teratai Hijaunya, yang memancarkan sinar keemasan ke angkasa dan membuat cap wasiat In Kiao seakan tergantung di angkasa, tak dapat bergerak ke sasaran. In Kiao terpaksa menarik kembali cap wasiatnya, melarikan diri ke arah Selatan. Tapi belum jauh jarak yang ditempuhnya, di depannya telah berdiriChi Ching Cu. Tanpa berkata lagi In Kiao melontarkan cap wasiatnya ke arah Chi Ching Cu. Chi Ching Cu segera membuka Panji Sinar Apinya, menggerakkannya beberapa kali, membuat cap wasiat itu tak dapat meluncur turun. In Kiao terpaksa harus menariknya kembali, lari ke tengah-tengah gunung. Tapi di situ telah dihadang oleh Jian Teng Tojin, berkata .

"Gurumu telah menyediakan 100 cangkul untuk menghancurkan kepalamu". Alangkah geramnya In Kiao mendengar ucapan itu, menimpuk Jian Teng Tojin dengan cap wasiatnya. Jian Teng segera membentangkan Panji Pohon Sin Kuning. Kiang Chu Gie yang mendampingi Jian Teng, melontarkan Ruyung Pemukul Dewa'-nya, membuat cap wasiat In Kiao terus menggantung di udara. In Kiao sangat gugup, segera menarik kembali cap wasiatnya, kabur ke Utara. Jian Teng Tojin melepaskan gledek dari telapak tangannya, di empat penjuru terdengar suara pertempuran, mengakibatkan In Kiao mempercepat lari kudanya. Namun jalan gunung dirasakan makin sempit, terpaksa In Kiao harus turun dari kudanya, melanjutkan buronnnya. Tiba-tiba terdengar suara dentuman meriam. Di bagian de pan berdiri banyak sekali pasukan See-kie, sedang Jian Teng terus mengejarnya. In Kiao bermaksud melarikan diri dengan amblas ke dalam tanah. Jian Teng merangkapkan tangan, tubuh In Kiao terjepit di antara dua bukit, hanya kepalanya saja yang masih menongol keluar. Bu Ong yang menyaksikan peristiwa itu dari atas gunung, memohon agar para orang sakti sudi membebaskan In Kiao, sebab dia tak sampai hati melihat Putera Mahkota kerajaan Touw disiksa begitu. ?Tak mungkin Tuanku, dia musuh kita!", kata Chu Gie.

"Lagi pulasegalanya sudah merupakan takdir, kita tak dapat menentang kehendak Thian". Jian Teng menyilakan Bu Ong turun gunung. Kemudian meminta Kong Seng Cu membawa naik cangkul yang memang telah disiapkan. Walau sesungguhnya hati Kong Seng Cu sangat sedih, karena mengingat hubungannya selama ini dengan In Kiao, muridnya. Tapi apa hendak dikata, semua itu sudah merupakan tak dir, maka diturutinya permintaan Jian Teng Tojin. Bu Kie yang ditugaskan melaksanakan hukuman mati tersebut. Bu Kie memacul kepala In Kiao hingga sang Putera Mahkota ini menemui ajalnya. Arwah In Kiao tidak langsung melayang ke Pesanggrahan Penganugrahan Malaikat, tapi menuju ke kota-raja untuk menghadap ayahnya, Touw Ong, yang kala itu sedang tidur nyenyak sehabis minum arak bersama Souw Tat Kie di Menara Menjangan. Roh In Kiao menyarankan pada ayahnya, agar membuang sifat buruknya selama ini. Memerintah dengan adil, mencari pembantu yang jujur lagi perkasa dan berpandangan jauh ke depan. Sebab tak lama lagi Kiang Chu Gie akan menyerang kerajaan Touw (Siang). Arwah Putera Mahkota itu pun memberitahukannya, bahwa kini dia tak lagi dapat membela ayahnya, sebab telah tewas akibat dicangkul kepalanya. Touw Ong amat terperanjat, terjaga dari tidurnya. Sekujur tubuhnya basah oleh keringat dingin. Kaisar menceritakan mimpinya pada Souw Tat Kie dan Ouw Hie Moy. Sang Permaisuri bersama Ouw Hie Moy berusaha menghibur Kaisar. Selang beberapa waktu Touw Ong mulai tenang kembali. Beberapa hari kemudian Han Yong melaporkan mengenai kematian In Kiao pada Kaisar. Touw Ong amat gusar, segera memerintahkan Kolonel Ang Kim menggempur kota See-kie.*** Kedatangan pasukan yang dipimpin Ang Kim justru menggembirakan hati Chu Gie, sebab dengan munculnya serangan sekali ini, genaplah sudah jumlah 36 serangan yang dilancarkan musuh, seperti yang telah ditakdirkan. Hari pertama, Ang Kim memerintahkan perwira bawahannya yang bernama Kie Kong, menantang perang. Lam Kong Koa yang menyambut tantangan tersebut. Kie Kong langsung menabaskan golok bergagang panjangnya begitu bertemu lawannya. Lam Kong Koa menangkis dengan tombaknya. Dalam waktu relatif singkat pertarungan telah berlangsung lebih dari 30 jurus, masing-masing berusaha ingin menang, tapi nyatanya masih sulit diduga siapa yang akan unggul dalam perang tanding Kie Kong membaca mantera, dari kepalanya mengepul uap hitam dan dari dalam uap muncul seekor anjing siluman yang menggigit tangan Lam Kong Koa, membuat perwira See-kie itu harus melarikan diri. Keesokan harinya Pe Hian Cong ditugaskan oleh Ang Kim maju bertanding Teng Kiu Kong mendapat giliran menghadapi lawan. Begitu berhadapan, Teng Kiu Kong segera menyerang dengan golok bergagang panjangnya, yang cepat ditangkis oleh tombak Pe Hian Cong. Pertarungan itu berjalan tidak seimbang, ilmu golok Teng Kiu Kong ternyata jauh lebih tinggi, membuatnya terus memperlancar serangannya. Dalam beberapa jurus saja kepala Hian Cong tertabas putus oleh golok Kiu Kong. Ang Kim amat marah ketika mendengar pembantunya tewas, memimpin langsung pasukannya menantang Kiang Chu Gie. Kiang Chu Gie tampil menyambut tantangan lawan. Ang Kim bermaksud membacok Chu Gie dengan golok gagang panjangnya.Kie Siok Beng, perwira muda See-kie, yang merupakan putera ke 72 Chiu Bun Ong, telah mewakili Kiang Chu Gie me. nangkis serangan lawan dengan tombaknya. Terjadilah perang tanding yang sengit. Setelah berlangsung sekitar 30 jurus, Ang Kim melarikan diri sambil melemparkan sebuah Panji Putih ke tanah, mengacungkan golok ke atas. Tiba-tiba saja Panji itu berobah menia di sebuah pintu gerbang. Ang Kim lari masuk ke dalam pintu gerbang tersebut. Kie Siok Beng mengejarnya, tapi tak dapat melihat langsung lawannya. Sebaliknya Ang Kim dapat melihat jelas Siok Beng, hingga dengan mudahnya dia menamatkan riwayat musuhnya dengan tabasan goloknya. Kemudian Ang Kim menghapus ilmunya, hingga dirinya terlihat kembali. Teng Sian Giok yang hendak membalas kematian Siok Beng, langsung menyerang Ang Kim. Setelah bertanding beberapa waktu, Ang Kim bermaksud memanfaatkan ilmu menghilangnya lagi. Tapi Sian Giok cukup cerdik, dia tak memasuki pintu gerbang ajaib itu, hanya menimpukkan batu ke dalam dan berhasil melukai wajah Ang Kim, memaksanya harus melarikan diri. Akan tetapi pada keesokan harinya Ang Kim kembali menantang Teng Sian Giok berperang tanding lagi. Sebelum berangkat, Touw Heng Sun telah mengingatkan isterinya, agar jangan sekali-kali masuk ke pintu gerbang ajaib ciptaan Ang Kim. Pembicaraan mereka terdengar oleh Liong Kit Kiong-ciu, yang langsung menemui suami isteri itu, meminta penjelasan mengenai kepandaian Ang Kim. Setelah jelas persoalannya, sang Puteri Langit menemui Chu Gie, minta diberi seekor kuda untuk menangkap lawan. Kiang Chu Gie memenuhi permintaan Liong Kit Kiong-ciu. Dengan demikian, pertarungan sekali ini berlangsung antara Ang Kimdengan Puteri Langit. Setelah bertanding beberapa jurus, Ang Kim melemparkan Panji Putihnya dan begitu jauh ke tanah, berobah menjadi pintu gerbang. Liong Kit Kiong-ciu juga melemparkan sehelai Panji Putih, begitu menyentuh tanah, berobah pula menjadi pintu gerbang. Sang puteri masuk ke dalam pintu gerbang ciptaannya, lenyap dari pandangan Ang Kim. Ang Kim terperanjat menyaksikan perkembangan itu, bengong untuk beberapa saat lamanya. Sementara itu Liong Kit Kiong-ciu telah keluar dari bagian belakang pintu, menabaskan pedang ke lawannya. Walau dia seorang bidadari, tapi tenaganya sebagai wanita hanya mampu melukai bahu lawan. Ang Kim berteriak kesakitan, cepat-cepat kabur tanpa menghiraukan bendera putihnya lagi. Liong Kit Kiong-ciu mengejarnya. Untuk dapat meloloskan diri, Ang Kim melompat turun dani kudanya, kabur melalui lapisan bawah tanah, Akan tetapi sang puteri amblas pula ke dalam tanah, terus mengejarnya! Setiba di pantai Utara, Ang Kim melepas sebuah benda wasiatnya ke atas air, yang menjelma menjadi seekor ikan Paus. Ang Kim naik ke punggung ikan raksasa itu meneruskan buronnya. Puteri Liong Kit juga melemparkan sebuah benda wasiatnya ke permukaan laut, segera berobah wujud menjadi seekor Paus Suci. Liong Kit Kiong-ciu melanjutkan pengejarannya dengan naik ikan Pausnya itu, yang jauh lebih laju berenangnya dibandingkan dengan ikan ciptaan Ang Kim, sehingga jarak di antara mereka semakin menciut. Akhirnya Liong Kit Kiong-ciu melontarkan 'Tali Penangkap Naga' ke angkasa dan meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Lek-su untukmenangkap Ang Kim dan membawanya ke Seekie ...... Kiang Chu Gie beserta para pembantunya menyaksikan Ang Kim jatuh di depan markas mereka dalam keadaan terikat. Tak lama kemudian tampak pula Liong Kit Kiong-ciu. Kiang Chu Gie mengucapkan terima kasihnya pada sang puteri. Liong Kit Kiong-ciu hanya tersenyum, kembali ke kamarnya. Kiang Chu Gie memutuskan hukuman mati bagi Ang Kim. Lam Kong Koa ditugaskan untuk melaksanakan hukuman tersebut. Akan tetapi, ketika putusan itu akan dilaksanakan, telah muncul Goat Hee Loo-jin, yang meminta Lam Kong Koa menunda dulu pelaksanaan hukuman mati tersebut. (Goat Hee Loo-jin adalah Dewa yang berkuasa menetapkan jodoh manusia --- Pen.). Goat Hee Loo-jin diajak menemui Kiang Chu Gie. Chu Gie menyambut ramah kehadiran Dewa jodoh. Menurut Goat Hee Loo-jin. Ang Kim memang berjodoh dengan Liong Kit Kiong-ciu. Bila Ang Kim telah jadi suami Puteri Langit yang dibuang ke bumi itu, akan banyak membantu pihak See-kie dalam menghancurkan pasukan Touw nanti. Kiang Chu Gie menerima saran Goat Hee Loo-jin, membatalkan hukuman mati atas diri Ang Kim. Kemudian mengutus Teng Sian Giok menemui Liong Kit Kiong-ciu untuk menyampaikan pesan Goat Hee Loo-jin.

"Aku dibuang ke dunia gara-gara pernah melakukan kesalahan di Yao Chi", kata Liong Kit Kiong-ciu dalam menanggapi saran itu.

"Aku tak ingin menambah kesalahan lagi!". Teng Sian Giok menyampaikan jawaban sang Puteri pada Chu Gie. Goat Hee Loo-jin meminta Sian Giok mengantarnya ke kamar sang Puteri Langit.

"Pembuangan Tuan Puteri ke dunia ini bukanlah sematamata ataskesalahan yang kau lakukan, tapi maksud utamanya adalah untuk terlaksananya jodohmu dengan Ang Kim. Nantinya kau pasti akan diterima kembali di tempat kediamanmu di Langit. Di samping itu, tak lama lagi pasukan yang dipimpin Kiang Chu Gie akan bergerak ke Timur dalam menumbangkan kekuasaan Touw Ong. Tuan Puteri dan Ang Kim akan memperoleh pahala dalam pertempuran tersebut. Setelah itu istana Yao Chi akan mengirim utusan untuk menjemputmu kembali". Kata Goat Hee Loo-jin. Liong Kit Kiong-ciu diam, masih ragu dia.

"Semua ini sudah menjadi kehendak Thian, biarpun kau ingin menentangnya, akan sia-sia belaka", kata Goat Hee Loo jin pula.

"Bila demikian, baiklah". Sang Puteri akhirnya menerima juga. Ang Kim dibebaskan. Dia bersama pasukannya takluk pada pihak See- kie. Pernikahan Ang Kim dan Liong Kit Kiong-ciu dilangsungkan pada tanggal 3 bulan ke tiga dalam tahun pemerintahan Touw Ong yang ke . T A M A TMENYUSUL PUNCAK HIKAYAT HONG SIN HANCURNYA SEBUAH KERAJAAN Karya . Siao Shen Sien Penyadur . Benny L. Jayasaputra * Dapatkah Chiu Bu Ong menumbangkan Touw Ong? Tindakan apa yang diambil Kiang Chu Gie yang dibantu para orang sakti dan Dewa terhadap Kaisar yang zalim? Bagaimana nasib Souw Tat Kie? Siapa saja yang memperoleh penganugrahan Malaikat? Para Dewa terlibat dalam api peperangan, saling adu kesaktian! Semua ini dapat anda jumpai di buku 'HANCURNYA SEBUAH KERAJAAN', yang merupakan episode terakhir dari SERI HIKAYAT HONG SIN! Penuh dengan hal-hal yang luar biasa, lagi mengasyikkan! ________________SATU Pada tanggal 4 bulan ke tiga dalam tahun pemerintahan Touw Ong ke 35, Kiang Chu Gie mengajukan surat pada Chiu Bu Ong, yang isinya mengungkapkan kelaliman Touw Ong serta memberitahukan, bahwa banyak Raja- muda telah sepakat dalam pertemuan yang diadakan di Beng-kun, untuk bersamasama memerangi Kaisar, agar rakyat bebas dari penderitaan yang dialami selama ini. Akhirnya Chu Ge (Chu Gie) mengharapkan Bu Ong untuk menetapkan tanggal dimulainya menggerakkan pasukan. Namun Bu Ong agak berat menerima usul Chu Gie. Alasannya.

"Hal itu bertentangan dengan pesan ayahku. Dengan berbuat begitu aku jadi tak berbakti terhadap orangtua dan tak setia pada Kaisar. Lebih baik kita bersabar menanti hingga Touw Ong merobah kelakukannya".

"Beberapa hari yang lalu telah datang utusan Raja-muda Timur, Selatan dan Utara. Mereka meminta kita bersama- sama memerangi Kaisar yang lalim", Kiang Chu Gie memberitahu.

"Biarkan saja mereka yang menyerang Touw Ong, sedang kita menjaga wilayah sendiri", kata Bu Ong.

"Tapi sebaiknya Tuanku ikut bergabung untuk menggempur kerajaan Touw, agar rakyat tidak tambah menderita akibat penindasan sewenang-wenang".

"Tepat sekali saran menteri Kiang", Shan Gie Seng mendukung Chu Gie.

"dengan kita menyerang kerajaanTouw (Siang), kemungkinan akan membuat Touw Ong sadar akan kekeliruannya dan memperbaiki segala kesalahannya, hingga rakyat dapat hidup tenang dan bahagia".

"Baiklah Toahu", Bu Ong mengangguk.

"Berapa banyak pasukan yang kita butuhkan untuk itu!?".

"Sebaiknya Tuanku mengangkat Menteri Kiang sebagai Panglima Tertinggi dan dialah yang akan menentukan besarnya pasukan yang harus dikerahkan", Shan Gie Seng menyarankan. Bu Ong langsung menyetujuinya.

"Untuk keperluan itu kita harus mendirikan panggung buat bersembahyang pada Langit dan Bumi serta semua Malaikat gunung dan Malaikat Sungai", kata Shan Gie Seng lagi.

"Laksanakanlah segala yang Toahu anggap perlu", Bu Ong memberi mandat pada Shan Gie Seng. Lam Kong Koa dan Shin Chia diperintahkan mendirikan panggung di gunung Kie-san. Setelah rampung, Shan Gie Seng melaporkannya pada Raja, bahwa dia telah memilih hari ke 15 bulan ke tiga untuk melakukan upacara bagi pengangkatan Kiang Chu Gie sebagai Goan-swe (Panglima Tertinggi) di 'Panggung Emas' yang baru selesai dibangun... Setiba tanggal 15, pagi-pagi sekali Bu Ong memimpin para Menteri datang ke rumah Kiang Chu Gie. Setelah petasan dipasang sebanyak tiga kali, pintudibuka. Shan Gie Seng berjalan di muka, diikuti Bu Ong dan para Menteri lainnya masuk ke dalam rumah Chu Gie. Kiang Chu Gie yang berdandan sebagai orang pertapaan, membalas hormat Bu Ong, lalu bersama-sama keluar. Setiba di pintu gerbang, Bu Ong kembali memberi hormat pada Perdana Menterinya yang merupakan juga ayah angkatnya. Para pembantunya segera memanggul Chu Gie, dinaikkan ke dalam kereta. Atas usul Shan Gie Seng, Bu Ong memegang ujung belakang pakaian Chu Gie sejauh tiga langkah. Kiang Chu Gie dibawa ke gunung Kie-san dengan upacara penuh kehormatan... Panggung Emas itu bertingkat tiga. Di seputar tingkat pertama ditempatkan 25 orang yang masing-masing mengenakan pakaian kuning, biru, putih, merah dan hitam, dengan memegang panji yang warnanya serupa dengan warna pakaian mereka. Di tingkat dua berdiri 365 orang yang masing-masing memegang panji merah tua, menghadap ke segala penjuru. Di tingkat tiga berdiri 72 prajurit dengan memegang beraneka jenis senjata. Shan Gie Seng menghampiri kereta Chu Gie, memintanya turun dari kendaraan, lalu bersama-sama menaiki panggung emas. Di tingkat pertama Shan Gie Seng meminta Chu Giemeng. hadap ke Selatan. Lalu Shan Gie mengumandangkan Kidung Suci' ditujukan pada para Malaikat, yang mengungkapkan kelaliman Touw Ong; membuat Chiu Bu Ong khawatir juga kelaliman itu menimbulkan mala-petaka, hingga memutuskan untuk mengangkat Kiang Chu Gie sebagai Panglima Tertinggi, menggempur Touw Ong agar rakyat terhindari dari mala- petaka yang lebih hebat. Selesai membawakan 'Kidung Suci', Shan Gie Seng turun. Chiu Kong Tan yang mengajak Chu Gie naik ke tingkat dua, lalu mengumandangkan juga 'Kidung Suci', yang bunyinya hampir sama dengan yang dibawakan Shan Gie Seng di tingkat pertama. Tapi kini ditujukan kepada matahari, bulan, bintang-bintang, angin, hujan dan Li-tay Siang-tee. Kiang Chu Gie diminta berdiri menghadap ke arah Timur. Kemudian Siao Kong Shi mengajak Chu Gie ke tingkat tiga, membawakan 'Kidung Suci' yang ditujukan pada Houw Thian Siang-tee dan Houw Tu Sin Kie dengan maksud serupa. Kiang Chu Gie berlutut ke arah Utara. Beberapa waktu kemudian Chu Gie bangkit, Siao Kong Shi menyilakannya membentangkan panji kerajaan dan mengibarkannya pada tiang yang telah disiapkan. Kiang Chu Gie diberi topi emas, mengenakan 'Jubah Kebesaran dan menerima pedang pusaka yang melambangkan kekuasaannya dalam memimpin pasukankerajaan Chiu. Bu Ong diminta naik ke atas panggung. Kiang Chu Gie menyilakan sang Junjungan duduk menghadap ke Selatan, lalu dia berlutut di hadapan Bu Ong seraya mengucapkan banyak terima kasih atas kepercayaan Raja terhadapnya. Dengan demikian selesailah sudah upacara itu. Bu Ong pamit pada ayah angkatnya yang kini telah menjadi Panglima Besar kerajaan Chiu. Na Cha dan lain-lainnya mengucapkan selamat pada Kiang Chu Gie. Hampir bersamaan dengan itu, terdengar musik merdu dari angkasa, disusul dengan turunnya Goan Sie Tian Chun. Orang-orang lalu berlutut di hadapan sang Dewa, kemudian mengiringinya naik ke atas panggung, menyilakannya duduk. Dupa wangi mulai dibakar. Kiang Chu Gie berlutut di hadapan gurunya.

"Ini merupakan hasil Samadhimu selama 40 tahun", kata Goan Sie.

"jangan kau sia-siakan kepercayaan yang telah diberikan Raja kepadamu. Pimpinlah pasukan secara bijaksana dalam menumbangkan kelaliman Touw Ong". Goan Sie Tian Chun menyuruh Pek Hok Tongcu menuang secawan arak. Lalu sambil mengangsurkannya pada Chu Gie, sang guru melanjutkan bicaranya.

"Dengan ini kudo'akan kau memperoleh hasil gemilang dari tugasyang dipercayakan Raja kepadamu". Kiang Chu Gie menyambut cawan arak itu sambil terus berlutut, mengeringkan isinya. Sang Guru mengangsurkan cawan arak berikutnya pada Chu Gie seraya berkata.

"Dengan secawan arak ini kuharapkan kau dapat membawa kedamaian di dunia". Chu Gie menyambutnya dan kembali mengeringkan isinya. Cawan yang baru saja kosong kembali diisi.

"Dengan arak secawan ini kuharap kau dapat menghimpun para Raja-muda", ucap sang guru, Setelah mengeringkan isi cawan yang ke tiga, Kiang Chu Gie memohon pada gurunya agar meramalkan keadaan pasukan yang akan dipimpinnya. Goan Sie Tian Chun memenuhi harapan Chu Gie, meramalkan dalam bentuk sajak. Kemudian mengajak pengiringnya melayang ke angkasa, kembali ke istana Giok Sie. Kiang Chu Gie kembali ke kota See-kie. Di dalam pertemuan dengan Bu Ong, Chu Gie memohon agar sang Junjungan turut serta dalam pasukan yang akan bergerak ke Kota-raja. Chiu Bu Ong langsung menyatakan kesediaannya. Oey Thian Hoa diangkat sebagai pemimpin barisan depan. Lam Kong Koa dan Bu Kie memimpin sayap kiri dan sayap kanan. Sedang Lo Chia (Na Cha) bertugas memimpin barisan belakang. Yo Chian, Touw Heng Sun dan The Lun ditugaskanmengangkut ransum. Pasukan See-kie yang berjumlah 600.000 bergerak ke Tiauwko (Kota-raja) pada tanggal 24 bulan ke 3 tahun ke 35 dari pemerintahan Touw Ong. Atas usul Chu Gie, selama Bu Ong menyertai pasukan, Shan Gie Seng dan Oey Kun dipercayakan mengurus soal dalam dan luar negeri See-kie. Ketika pasukan yang dipimpin Chu Gie tiba di Shou Yangsan, telah dihadang oleh Pek le dan Siok Chie. Mereka menyatakan ingin berbicara dengan pemimpin pasukan. Kiang Chu Gie mengundang Bu Ong untuk bersama-sama menemui mereka.

"Terimalah salam kami Paduka dan tuan Chu Gie", Pek le dan Siok Chie memberi hormat.

"Apa maksud kalian ingin bertemu dengan kami?", tanya Chu Gie.

"Kami hanya ingin tahu, ke mana tujuan pasukan tuan?", tanya Siok Chie.

"Kami sedang menuju ke lima kota untuk berkumpul dengan para Raja-muda di Beng-kun, lalu akan bersama- sama ke Kota-raja, untuk menghukum Kaisar yang lalim", Kiang Chu Gie menerangkan "Setahu kami, anak takkan membicarakan kesalahan ayahnya", Pek le yang sejak semula berdiam diri, kini mulai berbicara.

"Lebih tak patut lagi kalau kita mengangkat senjata untuk menumbangkan kekuasaanKaisar. Kenapa tak memakai cara bijaksana untuk meluruskan kekeliruannya?".

"Saudara hanya memandang persoalan ini dari satu sudut saja. Kerajaan Touw kini sangat kacau, tak ada lagi kebajikan akibat Kaisar yang tak melaksanakan kewajiban, mengakibatkan rakyat amat menderita. Kami akan ikut bersalah bila membiarkan keadaan terus berlarut". *** ) "Anak yang tidak berbakti pada otangtua adalah durhaka dan menyatakan perang terhadap Kaisar berarti tidak setia", kata Pek le. Orang-orang gagah See-kie amat dongkol melihat sikap Pek le dan Siok Chie, bermaksud menghajar mereka, tapi telah dicegah oleh Chu Gie, yang segera membujuk kedua orang itu agar tak menghalangi gerak maju pasukannya. Berkat kebijaksanaan Kiang Chu Gie, Siok Chie dan Pek le tak menghalangi lebih jauh, hingga pasukan See-kie dapat melanjutkan perjalanannya. Touw Ong amat terperanjat ketika menerima laporan, bahwa Thio San telah binasa dan Ang Kim takluk pada pihak See-kie. Sedangkan Kiang Chu Gie telah diangkat sebagai Goanswe (Panglima Tertinggi, kerap pula diterjemahkan sebagai Jenderal ---Pen). Untuk beberapa saat lamanya Touw Ong berdiam diri. Para Menteri yang mendampinginya tahu, bahwa Junjungan mereka telah menerima kabar yang takmengenakkan, tapi mereka tak berani bertanya. Suasana menjadi hening. Namun keadaan itu tak berlangsung lama, Touw Ong telah menerangkan isi laporan yang baru diterimanya.

"Aku mengharapkan saran kalian", sabdanya kemudian. Banyak Menterinya saling lirik, ada pula yang menunduk, seakan sedang memikirkan cara terbaik. Namun selama itu tak seorang pun mengemukakan pendapatnya. Kemudian tiba-tiba ada seorang Menteri-muda yang bernama Hui Lian memberanikan diri mengemukakan pendapatnya sambil berlutut di hadapan Kaisar.

"Kiang Chu Gie adalah seorang murid sesat dari perguruan Kun Lun, sebaiknya Baginda mengutus Khong Soan untuk menggempurnya. Hamba yakin Khong Soan dapat membasmi lawan dengan kesaktiannya". Touw Ong menyetujui usul itu, memerintahkan Khong Soan yang kala itu jadi penguasa kota Sam San-koan, untuk menyerang See-kie. Begitu menerima perintah Kaisar, Khong Soan segera berangkat menuju ke See-kie dengan membawa 100.000 prajurit. Pasukan Khong Soan telah bertemu dengan pasukan yang dipimpin Chu Gie di Kim Khe-leng (Bukit Ayam Emas), tapi berhubung telah gelap cuaca, Khong Soan memerintahkan pasukannya mendirikan perkemahan, baru akan menantang Chu Gie berperang tanding pada keesokan harinya.Dalam pada itu Kiang Chu Gie merasa tak tenang ketika melihat munculnya pasukan kerajaan Touw. Dia mulai meramal dan dari hasil nujumannya diketahui, bahwa dengan munculnya pasukan yang dipimpin Khong Soan itu, maka genaplah sudah jumlah 36 pasukan Touw yang menyerang See-kie. Keesokan harinya Khong Soan menantang Chu Gie berperang tanding. Kiang Chu Gie menyambut tantangan itu dengan menunggang 'See Put Siang'. Dia segera tertarik melihat lima sinar. Hijau, Kuning, Merah, Putih dan Hitam, yang terpancar dari bahu Khong So?n, Tanpa banyak bicara lagi Khong Soan menyerang Chu Gie dengan golok bergagang panjang. Ang Kim mewakili Chu Gie menyambut serangan lawan. Setelah bertanding beberapa jurus, Ang Kim melemparkan panji wasiatnya ke tanah, yang segera berubah menjadi pintu. Khong Soan bukannya terkejut, malah tertawa menyaksikan perkembangan itu. Dia membalikkan kuda tunggangannya, membuat sinar di bahu kirinya menyorot ke bawah. Seketika tubuh Ang Kim lenyap tersedot sinar tersebut. Kemudian Khong Soan bertempur dengan Teng Kiu Kong. Kiang Chu Gie melontarkan ruyung wasiatnya untuk membantu Kiu Kong. Namun ruyung itu lenyap tertelan sinar merah musuh.Perkembangan itu benar-benar berada di luar dugaan Chu Gie, membuatnya sangat terperanjat dan segera menarik mundur pasukannya. Khong Soan tak mengejarnya. Setiba di kemah, Chu Gie menitah Na Cha, Oey Thian Hoa dan Lui Chin Cu menyerbu kemah lawan pada malam harinya.... Di lain pihak, setiba di kemahnya, Khong Soan menggoyangkan kelima sinarnya. Tubuh Ang Kim menggelinding di tanah, segera ditawan. Sedang ruyung Kiang Chu Gie disimpannya baik-baik. Tiba-tiba angin bertiup keras, Khong Soan berfirasat kurang enak, segera menujum, maka diketahuinya apa yang direncanakan Chu Gie, cepat-cepat dia menyiapkan langkah pengaman. Dalam penyerbuan malam itu, Lui Chin Cu berhasil memukul hancur kepala Chiu Sin, tapi dia sendiri tertawan oleh sinar yang terpancar dari bahu Khong Soan. Na Cha mengalami hal yang sama. Nasib Oey Thian Hoa lebih buruk lagi. Untuk beberapa jurus dia bertanding dengan Kho Kie Nen. Kepandaian silat mereka boleh dikata seimbang. Tapi kemudian Kho Kie Nen melepas kelabang wasiatnya. Kelabang itu menyengat Kie Lin Kumala, membuat binatang tunggangan Thian Hoa itu menjompak kesakitan, sehingga tubuh Thian Hoa terlempar jatuh.Kho Kie Nen menggunakan kesempatan itu menikam dada dan memenggal kepala Thian Hoa. Arwah Oey Thian Hoa melayang ke Pesanggrahan Penganugrahan Malaikat.... Keesokan harinya kepala Oey Thian Hoa telah tergantung di depan perkemahan musuh, membuat pasukan See-kie amat berduka. Oey Hui Houw sangat sedih atas kematian anaknya. Lam Kong Koa menghiburnya, kemudian menyarankan agar Hui Houw meminta bantuan Chong Hek Houw di Chongshia. Dengan garuda saktinya Hek Houw tentu akan dapat memusnakan kelabang wasiat Kho Kie Nen. Oey Hui Houw menganggap saran Lam Kong Koa cukup baik, dengan perkenan Chu Gie, berangkatlah dia ke Chongshia. Setelah melakukan perjalanan beberapa waktu, Hui Houw tiba di kaki gunung Hui Hong-san. Perhatiannya segera saja tertarik pada tiga orang yang sedang berlatih ilmu perang. Ketiga orang itu mengenali Hui Houw, langsung mengundangnya ke kemah mereka, menjamunya. Mereka memperkenalkan diri sebagai Bun Peng, Chui Eng dan Chio Hiong. Oey Hui Houw menginap semalam di kemah ketika orang gagah itu. Keesokan harinya Bun Peng bersama kedua temannya ikut Hui Houw ke Chong-shia. Penjaga keamanan di muka rumah Chong Hek Houwsegera memberitahukan majikannya akan kedatangan keempat tamu itu. Chong Hek Houw segera keluar untuk menyambut Hui Houw berempat. Pertemuan mereka berlanjut saling mengangkat saudara, karena merasa cocok satu dengan lainnya. Peristiwa itu kemudian lebih dikenal sebagai 'Ngo Gak Siang Hui' (Pertemuan Lima Gunung). Bun Peng dikenal sebagai 'See Gak' (Gunung Barat); Chui Eng sebagai 'Tiong Gak' (Gunung Tengah); Chio Hiong sebagai 'Pak Gak' (Gunung Utara); Oey Hui Houw sebagai 'Tong Gak' (Gunung Timur) dan Chong Hek Houw sebagai 'Lam Gak' (Gunung Selatan). Setelah saling berbasa-basi sejenak, Oey Hui Houw menceritakan peristiwa yang dialaminya, lalu mengungkapkan maksud kedatangannya. Chong Hek Houw langsung menyatakan kesediaannya membantu. Mereka segera berangkat ke Kim Khe-leng. Kiang Chu Gie menyambut gembira kedatangan mereka, menjamu Chong Hek Houw dan saudara-saudara angkatnya. Keesokan harinya Hek Houw mengajak Bun Peng, Chui Hiong dan Oey Hui Houw untuk menantang Kho Kie Nen. Kho Kie Nen langsung menyambut tantangan itu. Tapi setelah bertanding beberapa saat, Kho Kie Nen mulai kewalahan, segera mengeluarkan kantongkelabang wasiatnya, melontarkan binatang-binatang beracunnya ke arah Hek Houw dan kawan-kawannya. Chong Hek Houw segera mengeluarkan 'Thiat Cui Sin Eng? (Garuda Sakti Berparuh Besi)nya, melalap habis semua kelabang lawan. Melihat kelabang wasiatnya musna, perasaan Kho Kie Nen jadi sangat kacau. Oey Hui Houw menggunakan kesempatan itu menusukkan tombaknya ke dada Kie Nen dan tewas seketika. Menyaksikan anak buahnya tewas, Khong Soan menyedot Hui Houw dengan 'Sin Kong' (Sinar Sakti)nya dan usahanya membawa hasil seperti yang diharapkannya. Keesokan harinya Kiang Chu Gie tampil menyambut tantangan Khong So?n. Yo Chian yang mendampingi Chu Gie, menyorot Khong Soan dengan 'Cao Yao Ceng' (Cermin Pengamat Siluman). Terlihat di situ 'Ma Nao' (Batu Kwarsa) yang dibentuk oleh lima warna, bergelinding ke depan dan ke belakang. Khong Soan amat gusar menyaksikan ulah Yo Chian, membacoknya dengan goloknya. Yo Chian segera menangkis dengan 'Sam Kong To' (Golok tiga sinar)nya. Setelah bertanding sekitar 30 jurus, Yo Chian mengeluarkan 'Anjing Langit'-nya, tapi langsung tersedot oleh sinar sakti Khong Soan.Wie Hok berusaha membantu Yo Chian dengan melontarkan 'Ciang Mo Cu' (Alu Penakluk Iblisnya, tapi senjata wasiat itu telah pula tersedot sinar merah yang terpancar dari tubuh Khong Soan. Yo Chian dan Wie Hok terpaksa melarikan diri. Khong Soan menghampiri Kiang Chu Gie. Tapi sebelum dia sempat menyerang Panglima Besar See-kie, Lie Cheng yang berada di belakang Chu Gie, telah melontarkan 'Kim Ta' (Pagoda Emas)nya. Khong Soan menggerakkan sinar saktinya, menyedot Pagoda Emas tersebut. Melihat ayah mereka kehilangan benda wasiatnya, Bhok Cha dan Kim Cha cepat majukan diri menggempur Khong So?n. Kendati dikeroyok bertiga, sikap Khong Soan tetap tenang, menggerakkan 'Sin Kong', menyedot ayah dan anak ke dalamnya. Panas hati Chu Gie kehilangan banyak pembantu, memacu 'See Put Siang'nya menempur Khong Soan. Khong Soan menyorotkan sinar hijau ke diri Chu Gie. Kiang Chu Gie yang tahu akan kelihayan sinar tersebut, segera membuka 'Sin Huang Kie' (Panji Bunga Sin Kuning) nya. Seketika bertebaranlah ribuan bunga Sin yang melindunginya, membuat sinar hijau tak berhasil menembus dirinya. Dalam pada itu Liong Kit Kong-ciu telah datang membantu melontarkan pedang pusakanya, menusukbahu kiri Khong Soan. Khong Soan melarikan diri sambil menahan sakit. Setiba di kemah, langsung mengambil obat, memborehi lukanya, seketika sembuhlah dia. Kiang Chu Gie kembali ke perkemahan dengan sikap murung. Tiba-tiba datang Jian Teng Tojin. Chu Gie menyilakan pendeta sakti itu masuk ke dalam kemah dan menuturkan kesaktian yang dimiliki Khong Soan. Keesokan harinya Jian Teng Tojin yang menghadapi Khong So?n. Setelah bertarung beberapa jurus, Jian Teng melontarkan 'Teng Hay Cu' (Mutiara Penenteram Laut), tapi pusaka itu tersedot masuk ke dalam sinar sakti Khong Soan. Jian Teng penasaran, melontarkan pula 'Cai Pun Beng' (Mangkuk Wasiatnya, lagi-lagi tertelan oleh sinar sakti lawannya. Jian Teng sangat terperanjat menyaksikan keampuhan senjata lawan, cepat-cepat melarikan diri keperkemahan pihak See-kie, memperbincangkan prihal kesaktian lawan dengan Chu Gie, mencari upaya menghadapinya. Tiba-tiba seorang penjaga melaporkan akan kedatangan Chun Tie. Chu Gie segera menyilakannya masuk. Setelah berbasa-basi sejenak, Chun Tie mengungkapkanmaksudnya.

"Kedatanganku untuk menemui orang-orang yang ditakdirkan jadi penganut agama Barat (Buddha). Kudengar Khong Soan memimpin pasukan memerangi pihak See-kie, aku bermaksud membawanya ke Barat". Senang sekali hati Chu Gie mendengar maksud Chun Tie. Tanpa membuang waktu lagi, Chun Tie mendatangi perkemahan kerajaan Touw, minta bicara dengan Khong Soan. Khong Soan menemui Chun Tie dengan sikap curiga "Maksudku ke mari bukan ingin mencari permusuhan, tapi mau bersahabat", Chun Tie menerangkan maksud keda tangannya.

"Akan kuajak kau ke Barat, kau dapat meneruskan Samadhi dalam ketenangan, akhirnya akan memperoleh badan abadi. Bukankah itu lebih baik daripada kau berada di sini!?".

"Aku tak sudi mendengar ocehanmu", kata Khong Soan.
Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Turutlah kata-kataku, kau pasti takkan menyesal...". Khong Soan tak sudi mendengar ucapan Chun Tie lebih jauh, langsung membacoknya. Chun Tie tidak berusaha mengelak, hanya menggerakkan 'Cit Po Biao Su' (Dahan Tujuh Pusaka)nya. Golok Khong Soan seperti didorong oleh tenaga luar biasa ke sisi. Kejadian itu benar-benar berada di luar dugaan Khong Soan, tapi dia bukannya takut, malah penasaran. Segera menyorot diri Chun Tie dengan sinar saktinya, bermaksud menyedotnya. Tapi kenyataannya, Khong Soan sendiri yangmembelalakkan mata, amat tercengang ia, sebab mendadak saja topi dan pakaian perangnya terlepas, hancur berkeping. Kudanya melesak ke dalam tanah. Dari sinar-sinar terangnya terdengar suara gledek. Bersamaan dengan itu telah muncul sebuah Arca dengan 12 tangan, yang antara lain memegang panji, genta emas, anak panah emas, tombak dan kapak perak. Chun Tie menghampiri Arca sambil bersenandung, mengikatkan selembar selempang sutera di leher Arca itu.

"Perlihatkanlah bentuk aslimu, saudaraku", ucapnya kemudian. Diri Khong Soan segera berubah menjadi seekor burung merak. Chun Tie pergi ke perkemahan Chu Gie dengan naik burung merak itu. Pamit tanpa turun lagi ke bumi. Orang-orang gagah di pihak See-kie yang semula ditawan oleh sinar sakti Khong Soan, dibebaskan seluruhnya. Bendabenda wasiat dikembalikan kepada para pemiliknya. Chong Hek Houw mengajak tiga orang saudara angkatnya kembali ke Hui Hong-san. Jian Teng Tojin juga pamit pada Kiang Chu Gie. Pasukan See-kie melanjutkan perjalanan. Beberapa waktu kemudian mereka tiba di luar kota Sie Sui-koan, Na Cha menggantikan kedudukan mendiang Oey ThianHoa dan kedudukannya semula dipegang oleh Lam Kong Koa. Kiang Chiu Gie memecah pasukan menjadi tiga bagian, yang masing-masing bertugas menyerang kota Sie Sui- koan, Chia-beng-koan dan Cheng-liong-koan. Oey Hui Houw dipercayakan memimpin 100.000 pasukan untuk menyerang Cheng-li-ong-koan. Ang Kim memimpin 100.000 pasukan lainnya untuk menyerbu Chia-beng- koan. Kiang Chu Gie dengan pasukannya menggempur Sie Suikoan.Pek le Siok ChieDUA Pasukan yang dipimpin Ang Kim berbaris dengan gagahnya. Beberapa hari kemudian tibalah mereka di luar kota Chiabeng-koan, mendirikan kemah di situ. Keesokan harinya Khie Kong ditugaskan untuk menantang penguasa kota Chia-beng-koan, Ouw Sin, berperang tanding. Ouw Sin memerintahkan seorang pembantunya yang bernama Chi Kun, untuk menyambut tantangan tersebut. Chi Kun membawa sejumlah pasukan keluar pintu gerbang kota, segera terjadi pertarungan cukup seru dengan Khie Kong yang bersenjatakan golok. Biarpun telah berlangsung lebih dari 50 jurus, pertandingan mereka masih berjalan seimbang. Khie Kong membaca mantera, dari ubun-ubunnya mengepul asap hitam dan dari dalam asap muncul kepala anjing, yang langsung menggigit muka Chi Kun. Chi Kun yang berusaha mengelak dari serangan kepala anjing, membuat pertahanannya jadi terbuka. Khie Kong tak menyia-nyiakan kesempatan baik itu, membabat kepala Chi Kun hingga putus, tewas seketika. Anak buah Chi Kun lari masuk ke dalam kota. Keesokan harinya Souw Choan Tiong yang menantang penguasa kota Chia-beng-koan. Ouw Sin menugaskan Ouw In Peng untuk menghadapi Souw Choan Tiong. Namun tanpa menemui banyak kesulitan Souw ChoanTiong berhasil menusuk Ouw In Peng hingga tewas. Kehilangan dua pembantu yang sangat diandalkan dalam tempo dua hari, menjadikan Ouw Sin berduka. Dia berniat untuk menyerah saja pada pihak See-kie. Namun maksudnya itu ditentang oleh adiknya, Ouw Lui. Ouw Lui tampil menghadapi pihak See-kie pada keesokan harinya. Belum lama pertandingan berlangsung, ia telah kena diringkus oleh Lam Kong Koa, yang segera membawanya ke hadapan Ang Kim. Ang Kim lalu memerintahkan memenggal batang lehernya. Tapi baru saja kepala Ouw Lui digantung di depan perkemahan, tiba-tiba dia telah muncul kembali dalam keadaan segar bugar, membuat semua orang yang menyaksikannya jadi terperanjat. Lam Kong Koa kembali berperang tanding dengannya dan berhasil menangkapnya pula. Liong Kit Kiong-ciu sempat mendengar peristiwa aneh tersebut, dia segera menitah memisahkan dua rambut kepala Ouw Lui dan menusukkan sebatang jarum ke dalam kepalanya. Setelah itu barulah dia memerintahkan untuk memenggal kembali kepala Ouw Lui dan nyatanya sekali ini Ouw Lui tak dapat hidup lagi. Kematian sang adik telah memantapkan niat Ouw Sin untuk takluk pada lawan. Dia lantas menyurati Ang Kim, mengemukakan maksudnya itu.Ang Kim membalas surat Ouw Sin, menyatakan pula kalau dia bersama pasukannya akan masuk ke kota Chia- beng-koan keesokan harinya. Selagi Ouw Sin sedang bersiap-siap menyerah itulah, seorang pembantunya mengabarkan, bahwa ada seorang pertapa wanita yang berpakaian serba merah dan tidak beralas kaki, ingin bertemu dengannya. Pertapa wanita itu ternyata adalah Hwe Leng Seng Bo dari gunung Kiu Beng-san, guru Ouw Lui. Maksud kedatangannya ingin membalas sakit hati muridnya. Atas titah Hwe Leng Seng Bo, Ouw Sin menurunkan kembali bendera Chiu yang baru dipasang, lantas menaikkan lagi Panji Touw yang semula telah diturunkan. Kemudian Hwe Leng Seng Bo memilih 3000 prajurit yang masih muda dan kuat, menyuruh mereka mengenakan pakaian serba merah dan tak mengenakan alas kaki. Di punggung mereka masing-masing ditempelkan selembar kertas merah dan ditelapak kaki mereka diterakan huruf 'Hong' (Angin) dan 'Hwe' (Api). Di tangan kiri memegang golok, sedang tangan kanan memegang panji. Sang wanita pertapa melatih mereka sungguh-sungguh, dia ingin membentuk mereka sebagai 'Hwe Liong Peng' (Pasukan Naga Api). Ang Kim amat gusar ketika Ouw Sin tidak menepati janjinya. Dia segera memerintahkan Souw Choan Tiongmenantang perang. Tapi Ouw Sin telah menggantungkan papan penundaan perang di atas pintu gerbang. Ang Kim hanya dapat mengurung kota Chia-beng-koan dengan perasaan amat mendongkol. Selesai melatih 'Pasukan Naga Api', Hwe Leng Seng Bo keluar dari pintu gerbang kota dengan menunggang 'Kim Gan To' (Onta Bermata Emas)nya, menantang Ang Kim berperang tanding. Ang Kim langsung menyambut tantangan lawan. Hwe Leng Seng Bo bersenjatakan sepasang 'Tay Ah Kiam', manakala digerak-gerakkan mirip dengan gulungan api. Ang Kim bermaksud melawannya dengan menggunakan Kie Mui Tun' (Menghilang di balik pintu panji atau Panji Wasiat)nya. Akan tetapi Hwe Leng Seng Bo yang mengenakan Topi Mega Emas' yang ditutupi kain kuning tipis, langsung membuka kain penutup tersebut, serta merta memancarkan sinar emas yang menyilaukan pandang dan melingkupi diri Ang Kim, sehingga Ang Kim tak dapat melihatnya. Sedangkan Hwe Leng Seng Bo dapat melihat jelas lawannya. Maka tidaklah heran, kalau dengan mudahnya Hwe Leng Seng Bo berhasil melukai Ang Kim dengan sabetan pedang, membuat pimpinan pasukan See-kie itu terpaksa harus melarikan diri sambil menahan rasa sakit. Hwe Leng Seng Bo memanfaatkan kesempatan itumemimpin "Pasukan Naga Api'nya, menyerbu ke perkemahan lawan,membakar apa saja yang dijumpainya. Cukup banyak prajurit yang dipimpin Ang Kim tewas di tangan 'Pasukan Naga Api'nya Hwe Leng Seng Bo. Mendengar suara ribut-ribut, Liong Kit Kiong-ciu segera melarikan kudanya sambil menghunus pedang, berpapasan dengan suaminya, tapi Ang Kim tak sempat untuk menceritakan apa yang telah terjadi, sedangkan kobaran api semakin besar jua. Selagi Liong Kit Kiong- ciu hendak membaca mantera untuk memadamkan api, dirinya terkena sabetan pedang Hwe Leng Seng Bo. Walau Liong Kit Kong-ciu sempat mengelak, tapi tak urung menderita luka ringan, cepat-cepat meninggalkan medan laga. Ouw Sin amat gembira menyaksikan kemenangan gemilang Hwe Leng Seng Bo. Di lain pihak Ang Kim baru mengekang kudanya setelah ia berada sejauh 70 li dari tempatnya berkemah. Cukup besar kerugian yang diderita pasukan Ang Kim, selain sejumlah alat perang, juga kehilangan hampir sepuluh ribu prajurit. Liong Kit Kiong-ciu yang berhasil menyusul suaminya, segera mengobati luka dirinya, juga suaminya, dengan obat mujarab. Ang Kim mengirim surat pada Kiang Chu Gie, meminta bala-bantuan pada Panglima Tertingginya.Kiang Chu Gie mengernyitkan alis seusai membaca surat Ang Kim, meminta Lie Cheng mengurus perkemahan di luar kota Sie Sui-koan. - "Selama aku pergi, usahakanlah tidak terjadi bentrokan fisik antara pasukan kita dengan pasukan Sie Sui-koan", pesan nya. Kiang Chu Gie mengajak Na Cha, Wie Hok beserta 3000 prajurit berangkat ke Chiang-beng-koan.... Ang Kim bersama isteri menyambut kedatangan Chu Gie melaporkan apa yang dialaminya. Kiang Chu Gie mengajak Wie Hok, Na Cha dan sejumlah pasukan, mendatangi pintu gerbang kota Chia-beng-koan, menantang lawan berperang tanding. Tak lama pintu gerbang terbuka, Hwe Leng Seng Bo keluar dengan naik 'Kim Gan To', diiringi oleh pasukan khususnya. Begitu saling berhadapan, Hwe Leng Seng Bo menyerang Chu Gie dengan sepasang pedang wasiatnya. Kiang Chu Gie menyambut serangan lawan dengan pedang pula. Na Cha dan Wie Hok membantu menyerang Hwe Leng Seng Bo. Agak kewalahan Hwe Leng Seng Bo dikeroyok bertiga, segera membuka kain penutup 'topi Mega Emas'nya, yang langsung memancarkan sinar emas, membuat Chu Gie bertiga silau, hingga tak dapat melihat di mana Hwe Leng Seng Bo berada!? Seng Bo tak menyia-nyiakan peluang itu, berhasilmelukai Chu Gie dengan pedangnya. Kiang Chu Gie memutar See Put Siang', melarikan diri. Pasukan Naga Api' mulai menyerang dengan ganasnya, hingga menimbulkan banyak korban di pihak See-kie. Sementara itu Hwe Leng Seng Bo tak membiarkan Chu Gie lolos, terus mengejarnya dengan menunggang 'Onta Bermata Emas'nya. Kiang Chu Gie berusaha melarikan 'See Put Siang'nya lebih cepat lagi, namun tetap dibayangi Seng Bo, malah jarak di antara mereka semakin dekat saja. Beberapa saat kemudian Hwe Leng Seng Bo berhasil menghajar punggung Chu Ge (Chu Gie) dengan Gada, yang mengakibatkan Panglima Tertinggi pasukan See-kie itu jatuh dari binatang tunggangannya. Seng Bo bermaksud memenggal batang leher Chu Gie, tapi sebelum terlaksana maksudnya, tampak mendatangi seorang Tojin sambil bersenandung. Hwe Leng Seng Bo yang mengenali Tojin itu adalah Kong Seng Cu, membuatnya batal membunuh Chu Gie, balik menusukkan pedangnya ke diri Kong Seng Cu. Bersamaan dari 'Kim Shia Koan (Topi Mega Emas) nya memancarkan sinar emas. Namun Kong Seng Cu yang mengenakan 'Sao Shia le' (Jubah Penyapu Mega), telah membuyarkan sinar emas yang dilepaskan Seng Bo, untuk kemudian lenyap sama sekali. Tusukan pedang Seng Bo pun lewat di sisinya. Hwe Leng Seng Bo penasaran, menerjang sambilmenggerakkan sepasang pedangnya. Namun sebelum serangannya mengenai sasaran, Kong Seng Cu lebih dulu telah melontarkan 'Cap wasiat'nya, berhasil meremukkan batok kepala Hwe Leng. Setelah berhasil membinasakan Hwe Leng Seng Bo, Kong Seng Cu mengeluarkan sebutir pil, mengobati luka Chu Gie. Beberapa waktu kemudian Kiang Chu Gie siuman dari pingsannya, mengucapkan terima kasih pada penolongnya. Kong Seng Cu membantunya naik ke See Put Siang "Aku hendak ke istana Pek Yu untuk mengembalikan Kim Shia Koan' pada Tong Thian Kauw-cu", katanya sambil memungut Cap wasiat dan Topi Mega Emas. Di lain saat dia telah lenyap dari hadapan Chu Gie. Chu Gie kembali ke kemah dengan menunggang 'See Put Siang? Tapi belum jauh dia berlalu, terlihat Sin Kong Pa mendatangi. Kiang Chu Gie bermaksud menghindarinya. Tapi Sin Kong Pa sempat melihatnya, segera menghampirinya.

"Sekali ini kau takkan lepas lagi dari tanganku!", katanya.

"Kenapa kau begitu membenciku? Kita 'kan tidak saling bermusuhan!?", tanya Chu Gie.

"Lupakah kau, bahwa pernah menghinaku denganmengandalkan bantuan Lam Khek Sian Ang ketika di Kun Lun-san?", ujar Sin Kong Pa.

"Sekali ini aku tak sudi membiarkanmu lolos lagi!". Terjadi pertempuran di antara mereka. Tapi berhubung sedang terluka, Kiang Chu Gie tak kuat untuk bertanding terlalu lama, segera melarikan diri ke arah Timur. Sin Kong Pa mengejarnya, kemudian dengan Mutiara Pembuka Langit'nya berhasil memukul roboh Chu Gie dari binatang tunggangannya. Kong Pa turun dari macan tunggangannya, bermaksud menamatkan riwayat Chu Gie. Tapi sebelum terlaksana maksudnya, tiba-tiba muncul Kie Liu Sun di hadapannya. Kie Liu Sun memang sengaja menunggu di situ atas permintaan dari istana Giok Sie, untuk menyelamatkan nyawa Kiang Chu Gie. Sin Kong Pa yang tahu akan kesaktian Kie Liu Sun, cepatcepat ingin melarikan diri, tapi telah kasip! Kie Liu Sun berhasil menangkapnya dengan tambang wasiatnya, kemudian meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Leksu membawa Sin Kong Pa ke lembah Kie Lin- gay di gunung Kun Lun-san. Kie Liu Sun memasukkan sebutir pil ke mulut Chu Gie, selang sesaat Panglima Perang See-kie siuman dari pingsan nya. Kiang Chu Gie menghaturkan banyak terima kasih, lalu pamit untuk kembali ke Chia-beng-koan. Kie Liu Sun berangkat ke istana Giok Sie....Sesungguhnya Goan Sie Tian Chun sebelumnya telah mengetahui akan kedatangan Kie Liu Sun, maka ia menantinya di muka istananya. Setelah memberi hormat, Kie Liu Sun melaporkan mengenai ulah Sin Kong Pa.

"Benar-benar sudah keterlaluan sikapmu!", Goan Sie memaki Sin Kong Pa.

"Kenapa kau begitu membenci Chu Gie dan menghasut orang-orang gagah dari tiga gunung dan lima puncak untuk memusuhi See-kie? Bila saja aku tidak menjaga keselamatan Chu Gie, dia tentu sudah jadi korbanmu, Dengan begitu akan berantakanlah urusan Penganugrahan Malaikat yang telah kupercayakan padanya. Di samping itu, sesuai dengan kehendak Thian, dia harus membantu Chiu Bu Ong meruntuhkan dinasti Siang!". Selesai berkata, Goan Sie Tian Chun meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Lek Su untuk membuka lembah Kie Lingay, mengurung Sin Kong Pa dalam lembah itu sampai Kiang Chu Gie berhasil menunaikan tugasnya.

"Saya protes! Tidak adil!", seru Sin Kong Pa penasaran.

"Kenapa pula harus protes!? Bukankah sudah jelas kau sengaja ingin mencelakai Chu Gie? Bila tak kutahan, kau tentu akan berupaya terus untuk menghancurkan karir Chu Gie, bahkan membinasakannya. Tapi bila aku menahanmu, kau tentu akan mencapku memihak Chu Gie". Goan Sie diam sejenak, seakan sedangmempertimbangkan sesuatu.

"Sekarang begini saja, aku bersedia membebaskanmu bila kau bersedia bersumpah", katanya kemudian. Sin Kong Pa yang memandang enteng sumpah, langsung saja bersumpah.

"Seandainya Teecu terus menghasut orangorang sakti untuk mengganggu Chu Gie, biarlah badan Teecu akan jadi penyumbat sumber Laut Utara".

"Kau boleh pergi sekarang!", kata Goan Sie Tian Chun. Sin Kong Pa tak ingin membuang-buang waktu lagi, segera meninggalkan istana Giok Sie. Kie Liu Sun juga ikut memohon diri. Setiba di Pek Yu Kiong (Istana Pek Yu), Kong Seng Cu meminta seorang Totong untuk menyampaikan kedatangannya pada Tong Thian Kauw-cu. Tak lama kemudian dia disilakan masuk. Kong Seng Cu berlutut di hadapan Tong Thian Kauw-cu sambil menyerahkan "Topi Mega Emas dan menuturkan prihal Kiang Chu Gie yang memimpin pasukan ke Timur untuk menumbangkan kekuasaan Touw Ong. Tapi ketika di Chia-bengkoan telah dihalangi, bahkan dilukai oleh Hwe Leng Seng Bo,maka Kong Seng Cu terpaksa membantu Chu Gie dan berhasil membunuh Hwe Leng Seng Bo. Kedatangannya adalah ingin mengembalikan 'Kim Shia Koan' milik Seng Bo pada Tong Thian Kauw-cu yang merupakan guru dari Hwe Leng. Tong Thian Kauw-cu mendengarkan penuturan Kong Seng Cu dengan saksama, selang sesaat dia berkata."Kematian muridku adalah karena ulahnya sendiri, maka aku takkan menyalahkanmu atau Chu Gie. Tolong kau sampaikan pada Chu Gie, teruskanlah perjuangannya, misinya akan selalu dilindungi Dewa, sebab telah menjadi kehendak Thian". Kong Seng Cu mengucapkan terima kasih atas kebijaksanaan Tong Thian Kauw-cu, kemudian pamit. Tapi baru saja dia keluar dari istana Pek Yu, terlihat beberapa orang murid Tong Thian Kauw-cu tengah menantinya dengan wajah yang tak sedap dipandang. Bahkan dua orang di antaranya, Kim Leng Seng Bo dan Kui Leng Seng Bo, langsung menghampirinya sambil menghunus pedang.

"Kenapa kalian marah-marah?", tanya Kong Seng Cu.

"Kami ingin membalas sakit hati Hwe Leng", sahut Kui Leng Seng Bo sambil menusukkan pedang. Kong Seng Cu cepat menangkis dengan pedangnya. Setelah bertarung beberapa jurus, Kong Seng Cu melontarkan 'Poan Thian Eng' (Cap wasiat)nya. Kui Leng Seng Bo yang menyadari sulit baginya untuk menangkis cap wasiat itu, segera merobah dirinya ke bentuk aslinya, berupa seekor kura-kura! - Kim Leng Seng Bo, To Po Tojin, U In Sian dan lain-lain murid Tong Thian Kauw-cu tambah panas hati ketika menyaksikan saudara seperguruan mereka terkalahkan. Serentak mereka mencabut senjata, mengeroyok Kong Seng Cu. Kong Seng Cu menyadari, repot baginya menghadapibegitu banyak musuh, segera lari masuk ke dalam istana Pek Yu untuk menemui Tong Thian Kauw-cu.

"Kenapa kau kembali lagi?", tanya sang Kauw-cu.

"Murid- murid Susiok mengeroyok saya untuk membalas sakit hati Hwe Leng", Kong Seng Cu menerangkan.

"sudilah Susiok menenangkan mereka". Tong Thian Kauw-cu amat marah mendengar ulah para muridnya, segera menitah dua murid lainnya. Hwe Tong dan Sui Tong, untuk memanggil para muridnya yang coba menghadang Kong Seng Cu. Begitu para muridnya datang menghadap, Tong Thian Kauw-cu langsung memaki-maki mereka. To Po Tojin dan lain-lainnya hanya menundukkan muka tanpa berani bersuara. Kong Seng Cu mengucapkan terima kasih, keluar dari istana, menuju ke Kiu Sian-san. Ketika Kiang Chu Gie dalam perjalanan kembali ke Chiabeng-koan, pasukan Chiu saat itu amat sibuk mencari-cari keberadaan dirinya. Di tengah jalan dia telah bertemu dengan Wie Hok. Wie Hok amat girang dapat bertemu dengan pimpinannya, terus mendampingi Chu Gie sampai ke perkemahan mereka. Ang Kim bersama sejumlah perwira menyambut kedatangan Kiang Chu Gie di luar kemah.... Setelah beristirahat selama tiga hari, Kiang Chu Giememimpin pasukan menuju ke pintu gerbang Chia-beng- koan. Ouw Sin amat terperanjat ketika mendengar kabar pemunculan Kiang Chu Gie. Dia menduga Hwe Leng Seng Bo tentunya telah binasa, segera berunding dengan pembantu kepercayaannya yang bernama Ong Seng. Ong Seng menyarankan agar menimpakan semua kesalahan ke diri Hwe Leng Seng Bo dan membuat surat pernyataan takluk.

"Cukup baik saranmu", Ouw Sin menuruti saran pembantunya. Dia mengutus Ong Seng menyampaikan pernyataan takluk kepada Chu Gie. Selesai membaca surat Ouw Sin, Chu Gie meminta Ong Seng memberitahukan pimpinannya, bahwa dia bersama pasukan akan masuk kota pada keesokan harinya. Lega hati Ouw Sin ketika menerima kabar itu, lalu memerintahkan pada pembantunya untuk menurunkan panji dinasti Touw (Siang), menaikkan panji Chiu. Keesokan harinya Ouw Sin bersama pasukannya menyambut kedatangan rombongan Kiang Chu Gie dengan membakar dupa. Setelah Chu Gie menempati markas tentara Chia- bengkoan, Ouw Sin berlutut di hadapannya seraya menuturkan sebabnya dia batal takluk pada Ang Kim. Dia memohon pada Chu Gie agar sudi mengampuni kesalahannya itu.Kiang Chu Gie berpendapat, bahwa Ouw Sin seorang yang tak dapat dipegang janjinya, sering berubah-ubah pendirian, maka dia menjatuhkan hukuman mati bagi Ouw Sin untuk mencegah timbulnya bahaya di kemudian hari. Kemudian Chu Gie mengangkat Kie Kong sebagai penguasa kota Chia-beng-koan. Hari berikutnya Kiang Chu Gie mimpin pasukannya bergerak ke Sie Sui-koan. *** Setelah melakukan perjalanan selama beberapa hari, Oey Hui Houw yang memimpin 100.000 pasukan tiba di luar kota Cheng-liong-koan. Hui Houw memerintahkan membangun perkemahan, baru menantang perang pada keesokan harinya. Khu In, penguasa kota Cheng-liong-koan, memerintahkan pembantunya yang bernama Be Hong, menyambut tantangan lawan. Di pihak See-kie memajukan Teng Kiu Kong. Segera terjadi perang tanding yang cukup seru antara Be Hong dengan Teng Kiu Kong, silih berganti menyerang ataupun menangkis, masing-masing berusaha menjatuhkan lawan. Setelah berlangsung sekitar 30 jurus, Teng Kiu Kong dapat melihat kelemahan lawan, hingga dia berhasil memenggal kepala Be Hong dengan golok bergagang panjangnya.Teng Kiu Kong kembali ke kemah dengan kemenangan. Oey Hui Houw menyambut gembira kembalinya sang perwira yang perkasa. Sebaliknya Khu In amat sedih atas kematian pembantu nya. Keesokan harinya dia memimpin langsung pasukannya. Kehadirannya disambut oleh Oey Thian Siang, putera bungsu Hui Houw yang baru berusia 17 tahun, namun telah mahir ilmu perang. Ketika Khu In hendak menyerang Thian Siang, telah dicegah oleh seorang pembantunya yang bernama Kho Kui.

"Biar saya saja yang melayani bocah itu!". Kho Kui maju bersenjatakan sepasang kapak. Terjadi perang tanding yang cukup tegang, tapi selewat 6 jurus, Thian Siang berhasil menyarangkan ujung tombaknya ke dada Kho Kui, yang mengakibatkan pembantu Khu In jatuh terjungkal dari kudanya dan tewas. Khu In tak lagi dapat menahan diri, menyerang Thian Siang. Putera bungsu Oey Hui Houw menghadapinya dengan gagahnya, bahkan beberapa waktu kemudian dia telah berhasil menusukkan ujung tombaknya ke paha kiri Khu In, membuat penguasa kota Cheng-liong-koan menjerit kesakitan dan lari masuk ke dalam kota. Khu In mengobati lukanya, dalam sekejap telah sembuh seperti sedia kala.Pada pagi harinya Khu In kembali memimpin pasukannya, datang ke perkemahan lawan, menantang Thian Siang berperang tanding lagi. Oey Thian Siang menyambut tantangan tersebut. Begitu saling berhadapan, tanpa banyak bicara lagi mereka saling menyerang dan menangkis. Khu In yang bermaksud membalas sakit hati, amat bernafsu melancarkan serangan. Namun setiap serangannya dapat ditangkis atau dielakkan oleh lawannya. Malah kemudian Thian Siang berhasil memukul Khu In dengan senjata 'Gin Chiang Kian'nya, yang mengakibatkan penguasa kota Chengliong-koan muntah-muntah darah dan lari masuk ke dalam kotanya.... Keesokan harinya Oey Hui Houw memimpin pasukannya menyerang kota Ceng-liong-koan, namun usahanya tak membawa hasil. Berturut-turut tiga hari Hui Houw melancarkan serangan, tapi selalu gagal, sementara menarik mundur pasukannya, kembali ke perkemahan untuk mengatur siasat berikutnya.... - Khu In amat muram campur dongkol atas kekalahan yang dideritanya, tapi untuk sementara dia tak tahu harus bagaimana menghadapi lawan. Pada saat itu seorang pembantunya yang bernama Tan Kie, yang ditugaskan mengangkut ransum, telah kembali ke Chengliong-koan. Begitu mendengar pimpinannya menderita kekalahanmenghadapi pasukan Chiu, Tan Kie coba menghiburnya.

"Jangan khawatir Jenderal, biar saya besok yang akan menangkap Oey Thian Siang, agar bapak dapat membalas dendam padanya". ristobildun Tan Kie memimpin pasukan dengan menunggang 'Kim Cheng Souw' (Binatang mirip anjing berkaki sapi, bermata emas). Dia langsung mendatangi kubu pertahanan pihak Chiu. Teng Kiu Kong yang menyambut kehadiran Tan Kie. Segera terjadi perang tanding yang cukup sengit, golok Teng Kiu Kong membabat ganas ke sana ke mari, tapi selalu dapat dielakkan atau ditangkis dengan "Tong Mo Chu' (Alu Iblisnya Tan Kie. Malah beberapa waktu kemudian Tan Kie telah menyemburkan sinar kuning dari mulutnya, tepat mengenai Teng Kiu Kong, mengakibatkan perwira See- kie itu jatuh dari kudanya dan ditawan lawan. Kiu Kong dibawa menghadap Khu In. Dia bukan saja tidak minta belas kasihan, malah memaki-maki. Khu In naik pitam, memerintahkan memenggal kepala Kiu Kong dan menggantungnya di pintu gerbang kota.co Oey Hui Houw amat sedih mendengar berita kematian Teng Kiu Kong yang sangat tragis. Tan Kie kembali mendatangi kubu pertahanan pasukan Chiu pada keesokan harinya. Tiga putera Oey Hui Houw. Thian Lok, Thian Ciok dan Thian Siang, serentak menyambut datangnya lawan.Tan Kie menghadapi Oey bersaudara dengan menunggang Kim Cheng Souw' dan memegang sepasang Alu Iblis nya. Pada mulanya dia masih sanggup mengimbangi serangan-serangan lawan, tapi berangsur- angsur keteter, bahkan suatu ketika lutut kanannya harus merasakan tusukan tombak Thian Lok dan terpaksa menjauhi ketiga musuhnya. Thian Lok mengejarnya sambil menusukkan tombaknya lagi. Tan Kie menangkis dengan Alu Iblisnya, bersamaan menyemburkan sinar kuning. Begitu tersembur, Thian Lok merasakan sekujur tubuhnya lemah, jatuh terjungkal dari atas kudanya, ditawan oleh pasukan lawan. Thian Ciok dan Thian Siang kembali ke kemah, memberitahukan ayahnya mengenai ditawannya sang kakak. Semakin sedih Hui Houw jadinya.... Khu In yang ingin membalas dendamnya pada Thian Siang, hari berikutnya maju ke medan perang, menantang pihak Chiu. Pemunculannya sekali ini agak beda dari sebelumnya. Dia tidak mengenakan topi perang, tapi memakai karpus yang lazim dipergunakan sebagai tutup kepala Padri. Thian Siang menusuk dada lawan dengan tombaknya, yang langsung ditangkis oleh Khu In dengan golok bergagang panjangnya.Ilmu tombak Thian Siang amat lihay, membuat Khu In terpaksa melarikan diri. Thian Siang mengejarnya. Tiba-tiba dari kepala Khu In muncul sinar putih dan dari dalam sinar tersebut melesat sebutir 'Ang Cu' (Mutiara Merah) yang berputar di angkasa. mam Ketika Thian Siang menengadah memandang mutiara tersebut, tiba-tiba pening kepalanya, lemah sekujur tubuhnya, jatuh dari atas kuda, yang langsung ditawan lawan. Khu In kembali ke dalam kota, menyuruh pembantunya membawa Thian Siang ke hadapannya. Thian Siang bukannya minta belas kasihan, bahkan mengumpat lawannya, membuat Khu In naik pitam, langsung memerintahkan menggantung Thian Siang di atas pintu gerbang kota. Oey Hui Houw amat sedih atas kematian puteranya, segera mengirim kurir untuk menyampaikan suratnya pada Kiang Chu Gie. Kiang Chu Gie sangat terperanjat ketika menerima kabar tentang gugurnya Teng Kiu Kong dan Oey Thian Siang secara tragis. Teng Sian Giok menangis sedih ketika tahu ayahnya gugur, meminta izin pada Chu Gie agar diperkenankan pergi ke Chengliong-koan untuk membalas sakit hati. Chu Gie meluluskannya, menyuruh Na Cha mendampingi Sian Giok.Belum lama Sian Giok berangkat, Touw Heng Sun tiba di perkemahan pasukan Chiu seusai mengangkut ransum. Dia heran tak melihat isterinya. Dari penjelasan Chu Gie baru dia tahu mengenai kepergian Teng Sian Giok yang ingin membalas sakit hati atas kematian ayahnya. Touw Heng Sun turut berduka, segera menyusul sang isteri ke Cheng-liong-koan. Setelah bertemu dengan Teng Sian Giok dan lain-lainnya, malam harinya Touw Heng Sun masuk ke dalam kota Chengliong-koan dengan mengambil jalan bawah tanah. Dia berhasil menemukan tempat Oey Thian Lok ditahan, menghiburnya agar tabah dan bersabar beberapa waktu, sebab tak lama lagi pasukan Chiu akan menyerbu kota itu. Kemudian diam-diam dia menurunkan jenazah Thian Siang yang tergantung di pintu gerbang kota, membawanya ke kubu See-kie. Begitu melihat jenazah puteranya dalam keadaan sangat menyedihkan, Oey Hui Houw tak dapat lagi menahan tangisnya. Selang beberapa saat baru dia memasukkan jenazah anaknya ke dalam peti mati dan menyuruh putera lainnya, Thian Ciok, mengiringi jenazah saudaranya ke See-kie.... Keesokan harinya penjaga kota Cheng-liong-koan geger, sebab mayat Thian Siang hilang secara misterius. Segera dilaporkannya hal itu pada Khu In.Khu In terperanjat menerima laporan tersebut, menitah Tan Kie mendatangi kubu pertahanan lawan. Touw Heng Sun yang menyambut kehadiran Tan Kie. Teng Sian Giok yang ingin membalas sakit hati ayahnya, ikut suami menyongsong musuh..Begitu melihat Touw Heng Sun, Tan Kie langsung mengayunkan alunya. Touw Heng Sun cepat menangkis dengan Toya (Pentungan)nya. Terjadi perang tanding yang cukup seru, saling menyerang dan menangkis, berebut unggul. Tapi Tan Kie tak sabar bertanding dengan cara itu, segera menyemburkan sinar kuning, yang mengakibatkan Heng Sun jatuh terkulai dan menjadi tawanan pasukan yang mengiringi Tan Kie. Melihat suaminya ditawan, Teng Sian Giok segera melontarkan 'Ngo Kong Cio'nya, tepat mengenai mulut Tan Kie, akibatnya bibir si penyembur-sinar pecah dan rontok beberapa buah giginya, membuatnya lari masuk ke dalam kota sambil menahan sakit. Melihat keadaan Tan Kie sedemikian rupa, Khu In menanyakan sebab-musababnya. Tan Kie menceritakan pengalaman pahitnya. Khu In berusaha menghibur bawahannya, kemudian memerintahkan membawa Touw Heng Sun ke hadapannya. Tapi ketika beberapa prajurit hendak menggiring HengSun ke hadapan pimpinan mereka, mendadak sang tawanan lenyap tanpa bekas, membuat mereka bengong keheranan.... Touw Heng Sun kembali ke kubu pasukan Chiu, menemui Oey Hui Houw. Tiba-tiba datang laporan, bahwa The Lun yang ditugaskan mengangkut ransum telah kembali, ingin bertemu dengan Oey Hui Houw. Oey Hui Houw segera menyilakannya masuk. The Lun heran melihat touw Heng Sun ada di kemah Hui Houw.


Pendekar Naga Geni 8 Keruntuhan Netra Raja Petir 13 Rahasia Tonggak Sangga Jaka Wulung 2 Jurus Tanpa Nama

Cari Blog Ini