Ceritasilat Novel Online

Playgirl Dari Pak King 4

Playgirl Dari Pak King Karya Batara Bagian 4


Bukan apa-apa melainkan semata menjaga agar wanita itu jangan bertemu laki-laki ini.

Ia tak mau paman Yong itu melihat wanita cantik lain.

Ada ibunya di sana! Maka karena tak mau wanita itu bertemu laki-laki ini, syukur paman Yong tak ada dan ia lega maka pertanyaan laki-laki itu sejenak membuatnya tertegun tapi dengan muka memerah ia berkata jujur, Kiok Eng memang gadis yang suka bicara apa adanya.

"Aku, hmm.... aku memang tak mau wanita itu bertemu dengan paman. Maksudku, hm... sederhana saja. Aku tak mau paman jatuh cinta kepada wanita itu!"

"Eh, ada apakah? Kenapa begitu?"

"Tidak, aku masih mengharapkan ibuku di sana, paman. Kalau kau jatuh cinta kepada wanita lain bagaimana dengan ibuku. Terus terang aku tak suka kau jatuh cinta selain kepada ibuku!"

"Ha-ha!"

Tawa itu bergelak menggetarkan gunung, Kiok Eng sampai mundur terkejut.

"Kiranya itu maksudmu, bocah. Sialan, siapa mau jatuh cinta lagi kalau dulu aku sudah merasakan pahit getirnya rumah tangga. Ah, tidak. Biar kepada ibumu atau wanita lain tak mungkin aku jatuh cinta. Kau salah! Aku hanya ingin menemui pemuda itu dan biar kau tunggu sebentar di sini nanti aku kembali lagi.'"

Kiok Eng terkejut.

Paman Yong bergerak dan tiba-tiba tubuhnya sudah meluncur di bawah gunung, cepat sekali dan hanya tawanya itu yang tinggal dan masih menggetarkan Kiok Eng.

Tapi begitu pria itu lenyap dan Kiok Eng membentak, ia tak mau laki-laki itu bertemu195 wanita baju hijau maka ia mengejar dan berseru nyaring.

"Paman Yong, berhenti. Kau tak boleh menemui wanita itu atau biar aku menemanimu!"

"Ha-ha, gerak langkahku tak boleh dihalangi. Aku bebas ke mana aku suka, bocah. Kau tunggu saja di situ atau nanti kita saling mencari!"

"Tidak, tunggu, paman Yong. Aku tak mau kau ke sana atau biar aku ikut bersamamu!"

Namun paman Yong lenyap.

Laki-laki itu telah menghilang dengan amat cepatnya dan Kiok Eng marah sekali, Ia khawatir untuk ibunya dan tak mau laki-laki itu bertemu wanita lain.

Maka melengking dan mengejar namun sia-sia, kepandaian laki-laki itu memang hebat sekali akhirnya Kiok Eng berhenti dan menangis mengepalkan tinju.

Tiba-tiba saja ia menjadi benci kepada wanita baju hijau itu.

Kalau tahu begini mungkin ia bunuh wanita itu.

Ini saingan berat ibunya! Dan ketika ia membanting kaki dan apa boleh buat menunggu di situ, betapapun ia mengharap laki-laki ini kembali dan membantu dirinya maka di sana paman Yong itu meluncur dan mengejar Kong Lee serta ibunya.

Ibu dan anak sudah pergi jauh meninggalkan Liang-san ketika tiba-tiba seperti siluman pundak pemuda itu ditepuk orang.

Kong Lee kaget dan menoleh ke belakang dan dilihatnya seorang pria empatpuluhan tahun melayang di belakangnya, terbang mengikuti dan tersenyum-senyum menepuknya.

Laki-laki itu tak menginjak tanah dan Kong Lee tentu saja terkejut bukan main.

Ia terkejut sekaligus tertegun melihat wajah yang gagah dan tampan dari pria empatpuluhan tahun ini, dengan kacamata putih namun menambah kecakapan wajahnya.

Dan ketika dia berseru tertahan dan berhenti196 berlari, pria itu menunjuk agar dia tak bersuara namun sang ibu sudah terlanjur kaget, berhenti dan menoleh maka Kong Lee berdesir karena pria empatpuluhan tahun itu sudah menghilang, seperti siluman! "Eh, ada apa.

Kenapa berhenti.

Dan kenapa kau berseru seperti orang kaget!"

Sang ibu, yang tak melihat dan tentu saja tak tahu ini bertanya. Mereka sudah berhenti dan pemuda itu celingukan, wajahnya berubah. Tapi ketika dia sadar dan mengusap keringat, gemetar, Kong Lee berkata bahwa seseorang menepuk pundak-. nya.

"Ada orang menyentuh bahuku. Dia pria tampan berkacamata putih!"

"Kau gila?"

Sang ibu terkejut.

"Tak ada siapa-siapa di sini, Kong Lee. Tak ada orang. Jangan kau melantur yang tidak-tidak dan hayo lanjutkan perjalanan kita!"

"Tapi, ah.... nanti dulu!"

Sang putera terbelalak, kaget, tapi juga penasaran.

"Aku benar-benar melihat orang ini, ibu. Dia tersenyum-senyum kepadaku!"

"Kau tidak melihat siluman?"

"Barangkali, tapi jelas dia manusia. Dia.... ah, tampan sekali. Sudah berusia empatpuluhan namun gagah dan cakap. aku tak tahu siapa dia. Tapi coba kita cari dan jangan buru-buru pergi dulu!"

Pemuda ini melompat dan mencari-cari laki-laki gagah itu, tak perduli kepada ibunya yang tertegun dan terbelalak di sana dan wanita baju hijau tentu saja berdesir.

Sikap puteranya sungguh- sungguh, tak mungkin bohong, apalagi main-main.

Maka berkelebat dan mencari pula ia sudah mengelilingi tempat itu tapi orang yang dicari tentu saja tak ada.

Kong Lee menjadi pucat dan dia meragukan penglihatannya.

Tadi itu manusia ataukah siluman! Dan ketika dia putus asa dan sang ibu memandangnya terbelalak,197 menyangsikan kata-katanya maka dia menjadi gugup, juga bingung.

"Sungguh, aku berani sumpah, ibu. Orang itu benar- benar ada di belakangku dan tadi dia menepuk bahuku!"

"Tapi nyatanya tak ada. Mungkin kau melamun dan mimpi sambil berjalan!"

"Ah, tak mungkin. Aku sadar sesadar-sadarnya, ibu, tak mungkin bermimpi. Tapi baiklah kita lanjutkan perjalanan dan barangkali memang aku bermimpi, mimpi aneh!"

Ibunya tersenyum dan menarik tangannya.

Sekarang ia menggandeng puteranya ini dan berkelebat lagi, lari.

Tadi ia dan puteranya hampir berendeng dengan ia yang ada di depan, puteranya agak ke belakang.

Maka menarik dan membawa lari puteranya wanita ini ingin puteranya tenang.

Tapi tiba-tiba pundaknya ditowel orang lagi.

Kong Lee terkejut dan menoleh dan pria itu ada di belakangnya lagi.

Dia berteriak kepada ibunya namun saat itu leher kanan sang ibu tiba-tiba kaku.

Wanita baju hijau ini terkejut karena ketika ia mau menoleh mendadak lehernya tak dapat digerakkan.

Aneh! Namun ketika leher dapat digerakkan lagi dan mereka berhenti maka pria itu menghilang lagi dan Kong Lee pucat.

"Dia.... dia iblis! Ah, laki-laki itu tertawa kepadaku dan apakah ibu tadi melihatnya. Dia itulah yang kumaksud!"

"Sialan,"

Sang ibu mengutuk.

"Aku tak dapat melihatnya, Kong Lee. Tadi leher kananku sakit dan aku tak dapat menoleh!"

"Eh, jadi ibu tak tahu?"

"Tidak, tapi ketika leherku dapat kuputar lagi ternyata aku tak melihat apa-apa. Masa kau bohong!"198

"Eh, aku tak bohong,"

Sang putera menjadi penasaran.

"Aku bicara sungguh-sungguh, ibu. Dia benar-benar ada di belakangku. Entahlah apa maksudnya tapi mari kita lanjutkan perjalanan lagi. Nanti kutangkap tangannya itu!"

Kata-kata terakhir ini diucapkan sambil mendesis, lirih dan perlahan agar orang itu tak mendengar.

Kong Lee penasaran dan marah juga, merasa dipermainkan.

Maka ketika dia mengajak ibunya dan sang ibu mengangguk, merasa penasaran juga maka bergeraklah mereka kembali melanjutkan perjalanan.

Dan baru seratus meter orang itu muncul lagi, menepuk bahu Kong Lee dan ketika Kong Lee berteriak keras lagi-lagi ibunya tak dapat menoleh.

Leher ibunya nyeri mendadak dan ketika hilang nyeri itu maka orang itupun hilang pula.

Begitu tiga empat kali! Dan ketika Kong Lee menjadi marah dan berteriak penasaran, dia luput menyambar tangan laki-laki itu maka terdengar suara dan tawa yang menyusup di telinga pemuda ini, sang ibu tak mendengar.

"Kong Lee, kalau kau ingin bertemu aku tinggalkanlah ibumu sebentar. Aku di hutan depan itu dan jangan beri tahu ibumu bahwa kita akan bertemu muka."

Kong Lee tertegun.

Sekarang dia mendapat ajakan dan tentu saja disambut penuh semangat.

Dia penasaran berkali-kali tak dapat menunjukkan orang ini kepada ibunya.

Dia tahu dan yakin bahwa seorang berkepandaian amat luar biasa menggodanya, entah apa maksudnya.

Maka melihat hutan di depan dan girang tetapi juga gemas, dia dan ibunya benar-benar dipermainkan maka pemuda ini berkata biarlah ibunya di situ dulu karena dia akan mencari orang itu di situ.

"Ibu berhenti dulu di mulut hutan ini, aku akan masuk ke dalam."199

"Eh, kau mau apa, Kong Lee? Kenapa membiarkan ibumu di sini?"

"Orang itu memanggilku. Dia akan menemuiku kalau ibu tak ikut. Nah, biar kulihat dia dan kutanya apa maksudnya!"

"Kong Lee...!"

Tapi pemuda itu sudah melepaskan diri.

Dia memberi tahu ibunya bahwa dia tak lama, kalau ada apa-apa tentu dia berteriak atau memberi tanda.

Dan tertegun melihat puteranya memasuki hutan maka wanita ini, yang khawatir tapi tak mau melanggar akhirnya diam dan menunggu Kong Lee sudah masuk dan berkelebat ke dalam.

Dia tak takut dan justeru marah.

Pemuda ini betul- betul pemberani meskipun sudah beberapa kali diganggu.

Dan ketika dia menuju ke tengah hutan dan menyibak semak dan belukar, mencabut pedang dan mencari-cari orang itu maka orang itu tiba-tiba muncul di sampingnya dan berkata.

"Kong Lee, aku di sini!"

Pemuda itu terkejut.

Di balik sebatang pohon muncul laki- laki yang mengganggunya itu, tersenyum dan berdiri dan kehadirannya benar-benar seperti iblis.

Dan ketika dia membalik dan tentu saja terkejut, marah, maka pemuda itu membentak siapakah orang itu dan apa maksudnya mengganggunya sebegitu rupa.

"Kau siapa, kenapa menyuruhku ke sini dan menggangguku sedemikian rupa!"
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Hm, ke sinilah,"

Senyum dan pandang mata itu lembut memancar, sifat kebapakan atau kasih yang besar memancar di situ.

"Aku hendak bicara sedikit denganmu, Kong Lee. Kalau kau setuju maka kita selanjutnya200 bersama-sama. Tapi kalau tidak tentu saja aku tak memaksa."

Kong Lee tertegun.

Dia belum menyimpan pedangnya tapi senyum dan pandang mata itu sudah melenyapkan kemarahannya.

Senyum itu begitu lembut, sejuk.

Dan ketika dia bertemu pandang mata yang lembut dan penuh kasih, pandang mata seperti ayah terhadap anaknya maka pemuda ini tergetar karena pandang mata itu seperti pandang mata yang menyimpan kerinduan besar! "Kau....

locianpwe...

siapakah? Kenapa memanggilku dan menyuruhku ke sini!"

"Hm, tenanglah. Jangan sebut aku locianpwe, Kong Lee. Aku adalah orang she Yong dan namaku Lip. Kausebutlah aku paman dan simpanlah pedangmu."

Kong Lee seperti disihir.

Dia masih tergetar dan terpengaruh pandang mata dan senyum lembut itu.

Dia seakan berhadapan dengan seseorang yang amat dekat dengannya tapi dia tak tahu siapa laki-laki ini.

Senyum dan pandang mata kebapakan itu menyentuhnya tajam, menyengat dan memberikan aliran listrik namun dia justeru merasa nikmat.

Seumur hidup belum pernah dirasakannya sorot mata lembut dan senyum penuh kasih itu.

Sorot dan senyum seorang laki-laki yang pantas menjadi paman atau ayahnya.

Maka ketika dia disuruh menyimpan pedang dan diapun sudah menyimpan pedangnya, dia seakan berdekatan dengan keluarga dekat maka tepukan atau sentuhan halus di bahunya sungguh terasa mesra bagai tepukan seorang ayah terhadap anaknya.

"Hm, aku mau mengajakmu tinggal bersama-sama, mencari musuh besarmu itu. Bukankah ibumu bernama201 Eng Eng? Bukankah kau cucu murid Bhi-kong-ciang Lin Lin?"

Kong Lee kaget.

"Locianpwe, eh.... paman tahu?"

"Hm, aku tahu semuanya, Kong Lee. Dan aku juga tahu di mana musuh yang kaucari-cari itu. Tapi musuh- musuhmu amat lihai, kau dan ibumu bukan tandingan. Kalau kau mencari dan ingin membalaskan sakit hati maka tindakanmu lucu dan menggelikan. Nenek gurumu sendiri Bhi-kong-ciang Sia Cen Lin bukan tandingan Fang Fang atau Dewa Mata Keranjang itu, apalagi kau dan ibumu!"

Kong Lee tertegun.

Dia melihat orang ini seakan lebih tahu dari dia dan ibunya sendiri.

Tapi karena dia telah membuktikan bahwa orang ini memang luar biasa sekali, dapat menghilang dan muncul lagi seperti siluman maka dia percaya kata-katanya namun hal itu bukan berarti dia takut.

"Kau barangkali benar, tapi aku tidak takut menghadapi Dewa Mata Keranjang ataupun muridnya itu!"

"Ha-ha, kau gagah. Tapi kepandaianmu rendah sekali, Kong Lee. Menghadapi gadis di puncak gunung tadi saja kau dan ibumu tak akan menang. Padahal gadis itu belum tentu dapat menangkan Dewa Mata Keranjang."

"Eh, paman tahu?"

"Aku melihatnya, Kong Lee, dan gadis itu adalah sahabatku, la, hm.... jawab dulu pertanyaanku tadi. Maukah kau bersama-sama aku dan mencari musuh besarmu itu bersama-sama."

"Maksud paman mau mengambilku sebagai murid? Mau menjadi guruku?"

Kong Lee terbelalak.

"Boleh dibilang begitu, tapi barangkali lebih. Aku ingin202 menjadi paman atau ayahmu karena aku juga selama ini hidup sendiri."

"Ah, kalau begitu mau, paman. Tapi?"

"Sst, ini ada syaratnya. Jangan berteriak-teriak, Kong Lee. Nanti ibumu datang. Aku hendak memberi tahu kepadamu bahwa kalau kau mau mempelajari ilmu-ilmuku maka syaratnya adalah tak boleh ada orang lain di sampingmu, biarpun itu ibumu!"

Pemuda ini terkejut, seketika mundur. Dan ketika dia terbelalak dan menimbang-nimbang, berpikir dan menggeleng maka dia menarik napas dalam.

"Paman, aku tak mungkin melakukan itu. Aku tak dapat meninggalkan ibuku. Masa ia harus kehilangan puteranya dan seorang diri? Tidak, aku tak dapat menerimanya, paman. Terima kasih tapi aku tak dapat meninggalkan ibuku. Biarpun kau berkepandaian tinggi namun aku harus tetap berada di samping ibuku karena akulah satu-satunya anak yang harus melindungi dan membelanya. Ibuku sudah cukup merana bertahun- tahun!"

Laki-laki ini tergetar. Dia kagum dan mengangguk- angguk mendengar jawaban itu, namun masih mencoba lagi d iapun berkata.

"Kau tak akan dapat mengalahkan Dewa Mata Keranjang dan muridnya kalau tetap bersama ibumu, Kong Lee. Kepandaianmu masih rendah sekali!"

"Aku belum mencoba, tapi aku tidak takut. Kata-katamu belum kubuktikan paman, biarlah apa katanya nanti kalau kata-katamu benar. Dalam hal ini kau tak mampu membujukku!"

"Hm, hebat. Gagah tapi juga sombong. Baiklah, aku tak203 memaksamu, Kong Lee. Tapi kalau sewaktu-waktu kau mau mencariku maka jentiklah kelenengan kecil ini dan aku pasti datang, asal kau tidak bersama ibumu!"

Kong Lee menerima sebuah kelenengan kecil.

Dia heran tapi juga merasa ajaib bahwa hanya dengan kelenengan itu saja dia dapat memanggil laki-laki ini.

Sepertinya bukan memanggil manusia tetapi jin! Dan ketika dia tersenyum dan mengamati kelenengan itu, kagum, maka paman Yong ini berkelebat dan lenyap seperti iblis.

"Kong Lee, jangan pergunakan benda itu secara sembarangan. Aku pergi karena ibumu datang!"

Pemuda itu terkejut.

Baru saja laki-laki itu pergi maka ibunya benar-benar datang.

Wanita ini tak sabar menunggu puteranya dan masuk tak perduli lagi.

Kalau puteranya marah biarlah marah! Dan ketika ia berkelebat namun Kong Lee telah menyimpan kelenengannya, wanita itu cemberut maka ia membentak tak melihat siapa-siapa.

"Kong Lee, apa kerjamu di sini. Mana laki-laki yang kau bilang itu!"

"Dia telah pergi,"

Sang anak menarik napas.

"aku telah bertemu dan bercakap-cakap dengannya, ibu. Sayang dia tak mau berlama-lama dan pergi begitu kau datang."

"Siapa dia,"

Sang ibu terbelalak.

"Dan apa maunya!"

"Dia mau mengambilku murid. Aku senang, ibu, tapi sayang aku menolaknya."

"Mengambil murid? Seenaknya saja? Eh, manusia macam apa dia itu, Kong Lee. Ada aku ibunya tapi tak dianggap!"

"Dia berkepandaian amat tinggi,"

Pemuda ini kagum.

"Dia hebat, ibu, dan kau telah membuktikannya pula. Tapi204 betapa-pun aku tak dapat memenuhi permintaannya karena aku tak mau meninggalkanmu sendirian!"

"Meninggalkanku sendirian? Apa maksudmu?"

"Dia ingin mengambilku murid, ibu, tapi kau tak boleh ikut bersamaku. Nah, karena itu kutolak dan lebih baik aku tetap bersamamu biarpun tak menjadi muridnya."

Sang ibu tertegun.

Kong Lee segera menceritakan kepada ibunya akan pertemuan tadi, betapa dia akan mewarisi ilmu-ilmu tinggi tapi dia harus berpisah dengan ibunya.

Dan ketika dia berkata bahwa laki-laki itu rupanya mengenal ibunya dan juga nenek gurunya, berkata bahwa nenek gurunya sendiri tak sanggup menghadapi Dewa Mata Keranjang apalagi Fang Fang maka wanita baju hijau ini terkejut.

"Dia bicara seperti itu? Dia mengenal aku?"

"Benar, ibu, dan rupanya dia tahu baik sampai di mana kepandaian ibu maupun aku. Dan dia mengatakan bahwa ibu maupun aku bukan tandingan Dewa Mata Keranjang dan muridnya!"

"Kalau begitu siapa dia, siapa orang aneh ini!"

"Aku juga tak mengetahuinya jelas, tapi dia orang she Yong. Namanya Lip."

"Hm, Yong Lip? Ibu tak kenal...., aku tak pernah mendengar nama ini. Tapi bagaimanakah rupanya!"

"Gagah dan cakap, berkesan agung. Dan matanya, hmm.... aku berdebar, ibu. Lembut dan sejuk sekali, bagai mata seorang ayah!"

"Kong Lee...!"

"Maaf, aku bicara apa adanya, ibu. Dia baik dan ternyata lembut sekali. Seumur hidup baru kali inilah aku205 mendapat tatapan sejuk seorang laki-laki berumur. Dia pantas menjadi ayah atau pamanku!"

Wanita baju hijau terkejut.

Ia terbelalak memandang puteranya dan Kong Lee semburat.

Dia merasa kelepasan bicara tapi tak mungkin menariknya kembali.

Dan ketika ibunya terisak dan menyambar lengannya, diajak berkelebat pergi maka mereka meninggalkan hutan itu dan Kong Lee minta maaf banwa kerinduannya akan ayah rupanya terefleksi pada orang gagah she Yong itu.

Entah kenapa hati pemuda ini tergetar betul akan senyum dan pandang mata paman Yong itu.

Seumur hidup dia tak akan lupa kepada senyum dan pandang mata itu.

Pandang mata yang lembut dan sejuk.

Pandang mata seorang ayah! Dan ketika dia terkenang dan teringat pandang mata ini mendadak pemuda itu menyuruh ibunya berhenti dan dengan aneh dia ganti memegang lengan ibunya itu.

"Ibu, bolehkah aku bicara? Maukah kau mendengar sedikit kata-kataku ini?"

"Kau mau bicara apa?"

Sang ibu terkejut.

"Aneh sikapmu ini, Kong Lee. Ada apa mendadak berhenti dan memegang lengan ibumu!"

"Aku mau bicara sedikit, yakni... eh, apakah ibu tak kesepian selama ini hanya berdua saja denganku!"

Sang ibu terbelalak.

"Apa?"

"Maaf, aku tiba-tiba timbul ide bagus, ibu. Bagaimana kalau kau tidak sendirian saja. Maksudku, eh... bagaimana kalau ibu mencari teman hidup dan aku mempunyai ayah!"

"Kong Lee!"

Pemuda ini mencelat.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sang ibu membentak dan kaget206 serta marah dan tiba-tiba menerjang puteranya itu.

Kong Le ditampar dan dihajar ibunya.

Dan ketika dia terbanting namun bergulingan meloncat bangun, terkejut, maka ibunya bergerak dan berdiri di depannya dengan tangan bertolak pinggang, wajahnya merah padam.

"Kong Le, kau... kau mau menjual ibumu? Kau menawarkan ibumu kepada orang she Yong itu? Kau bicara ini dengan laki-laki itu?"

"Tidak..., maaf! Eh, aku tidak bicara apa-apa tentang ini, ibu. Aku tidak menawarkan dirimu kepada paman Yong itu. Aku hanya sekali ini bicara dan itupun kepadamu langsung! Kau jangan salah paham!"

Sang putera terkejut, pucat dan gelisah karena sang ibu salah paham.

Dia dikira menawar-nawarkan ibunya ini dan tentu saja dia menolak.

Bukan itu maksudnya.

Dia hanya ingin membahagiakan ibunya, juga karena tiba-tiba dia juga ingin punya ayah, seperti Yong Lip itu! Maka ketika dia buru-buru menjelaskan dan sang ibu melemaskan kepalan, reda, maka ibunya menarik napas dalam-dalam dan terisak, membanting kaki.

"Kong Lee, bicara macam apa kau tadi. Ayahmu dibunuh orang, ibu tak mau menikah lagi. Kalau Fang Fang dan gurunya belum dibunuh tak mau aku mengingat laki-laki. Kau tak usah bicara seperti itu dan ibu tak mau menikah!"

"Maaf,"

Pemuda ini tertegun, menunduk "Aku salah bicara, ibu. Aku kiranya terlalu gegabah. Aku sembrono. Baiklah kau-maafkan aku dan aku tak akan bicara tentang itu lagi. Aku.... aku tadi tiba-tiba rindu akan hadirnya seorang ayah!"

Sang ibu memeluk dan merangkul puteranya ini.

Wanita itu menangis dan Kong Lee tiba-tiba juga mengucurkan207 air mata.

Tak disangkanya ibunya sedemikian benci kepada laki-laki dan tak mau menikah lagi.

Maka ketika dia diam saja dan balas memeluk ibunya, kekecewaannya dipendam maka dia mengajak ibunya pergi dan tak seorangpun di antara mereka melihat adanya seseorang yang mengintai mereka dari dalam hutan.

Orang itu mengusap air matanya yang juga basah tapi begitu ibu dan anak pergi diapun menghilang.

Inilah paman Yong itu.

Dan ketika hutan itu kembali sunyi dan laki-laki ini kembali ke Liang-san maka Kiok Eng, yang menunggu dan duduk di kaki gunung tiba-tiba girang melihat lelaki itu datang, langkahnya gontai namun wajah itu berseri-seri.

"Paman Yong....!"

Laki-laki itu mengangguk.

Kiok Eng menyambut dan berseri melihat lelaki ini sendiri.

Berarti wanita baju hijau itu tak perlu dikhawatirkan dan harapan ibunya masih terbuka.

Kiok Eng inipun juga ingin agar ibunya menjadi isteri paman Yong ini, lucu! Namun melihat laki-laki itu tiba-tiba berhenti dan berkerut keningnya maka Kiok Eng merasa berdebar juga.

"Paman Yong, bagaimana hasilnya. Mana pemuda itu. Kau mencari dia ataukah ibunya!"

"Hm, kau..., kenapa berpakaian seperti ini lagi? Mana pakaian yang kuberikan itu?"

Kiok Eng tertawa.

"Kau berkerut karena pakaianku ini? Hi-hik, akupun ingin bebas dan tak dihalang-halangi, paman. Kalau kau ingin mengembalikan pakaian yang kauberikan itu silahkan ambil, aku lebih suka dengan pakaianku yang ini!"

Kiok Eng menyambar dan melempar pakaian yang diberikan laki-laki itu.

Itu adalah pakaian di mana ia harus bertukar dan berganti, setelah empat jam ia menggigil di Kabut Dewa-Dewi, terkurung hujan dan hawa dingin.

Dan karena tadi ia mendongkol dan208 melepas pakaian itu, mengambil dan mengenakan pakaiannya sendiri yang serba hitam maka paman Yong itu tak senang dan berkerut melihat ini.

Tapi ia cuek saja.

Ia bahkan ingin membuat laki-laki ini mendongkol.

Maka ketika pakaian dilempar dan dikembalikan iapun menantang.

"Nah, bagaimana kalau begini. Bukankah sudah kembali seperti aku yang lama!"

"Hm, kau benar-benar binal. Tapi aku sedang gembira, bocah, tak apa kau membuatku mendongkol seperti itu. Aku telah menemukan satu di antara tiga anakku yang hilang!" .

"Apa'"

"Benar, aku telah menemukan satu di antaranya. Nah, aku ingin berpesta dan mari tinggalkan gunung!"

"Heii..!"

Kiok Eng berkelebat, laki-laki itu memutar tubuhnya, siap pergi.

"Tunggu dulu, paman. Kalau benar begitu kenapa anak itu tak bersamamu. Di mana dia!"

"Dia? Ha-ha, sedang ikut keluarganya mencari kerabat yang lain. Aku telah menemukannya tapi sementara ini dia tak mau ikut aku, masih ada keperluan lain. Tapi karena aku telah menemukannya dan ingin merayakan ini maka aku ingin berpesta dan kau kuberi satu permintaan yang pasti kululuskan, sebagai rasa girangku!"

"Ah, paman mau memberiku sesuatu? Minta apa saja boleh?"

"Ha-ha, aku sedang gembira, bocah. asal dapat kuberikan tentu kuberikan. Mintalah, dan setelah ini kita merayakan dengan makan istimewa. Kau belum tahu rasanya bebek hutan panggang kecap, bukan? Aku mau209 mencarinya, dan setelah itu kita berpesta!"

Kiok Eng terbelalak. Ia melihat laki-laki ini berseri dan gembira wajahnya, semakin cakap dan tampan dengan mata yang bahagia itu. Tapi tertawa dan merasa mendapat kesempatan, ia akan diberi "hadiah"

Berupa sebuah permintaan, apapun boleh maka ia berseru.

"Bagus, kau telah berjanji, paman. Aku akan minta sesuatu kepadamu!"

"Ha-ha, ilmu kepandaian, bukan? Boleh, tapi satu saja. Sebagai ahli silat tentu ini yang kau minta."

"Tidak, aku bukan minta itu, paman. Melainkan minta agar kau ikut denganku pulang. Aku ingin mengenalkan ibuku kepadamu"' "Apa?"

"Paman sudah berjanji, tak boleh ditolak!"

Laki-laki itu terkejut.

Dalam girang dan bahagianya dia ingin memberi sesuatu kepada gadis ini, biasanya tentu ilmu silat.

Maka mendengar kata-kata ini dan dia dipandang tajam, hal itu memang bukan permintaan berat akhirnya dia tertawa dan menjewer telinga gadis ini.

"Baik, kau menjebakku seperti kuntilanak, anak bengal. Aku tahu maksudmu tapi jangan sangka aku akan jatuh cinta kepada ibumu, ha-ha!"

Kiok Eng girang.

Ia tertawa dan melonjak dan ditepuknya bahu paman Yong itu.

Ia tak perduli kata-kata terakhir karena kesempatan bagi ibunya mulai terbuka.

Paman Yong itu sudah tahu wanita baju hijau dan sekarang dia harus tahu ibunya.

Boleh lihat, siapa yang lebih cantik! Dan karena maksudnya memang hendak mencarikan suami bagi ibunya, paman Yong ini dirasa tepat dan pas sekali maka Kiok Eng menari kegirangan dan210 menyambar lengan orang.

"Paman Yong, terima kasih. Kalau begitu secepatnya kita ke Bukit Angsa!"

"Nanti dulu. Aku juga ingin merayakan kegembiraanku ini. bocah. Aku ingin mencari bebek hutan dan membuatnya panggang kecap. Harus dicari yang paling gemuk dan setelah itu rasakan panggang bebekku!"

"Hi-nik, aku belum lapar. Tapi ibu juga pandai masak. Kalau kau dapat menyuguhkan bebek panggang ibu dapat menyuguhkan angsa panggang. Hayo, kita pergi, paman. Aku tak sabar kau datang di tempat tinggalku!"

Laki-laki itu tersenyum.

Dia tertawa melihat kegembiraan gadis ini dan diam-diam terharu.

Maka menurut dan ditarik lengannya diapun bergerak dan Kiok Eng membawanya turun gunung.

Tapi karena dia ingin merayakan kegembiraannya dulu dan mengajak Kiok Eng ke hutan di mana dia bertemu dengan Kong Lee maka di sinilah pria ini berhenti dan setelah matanya berputar dan mencari-cari maka didapatlah bebek hutan yang gemuk dan sekali tangannya menjentik maka bebek itu roboh dan sudah disambarnya.

"Ha-ha, mengaso dulu, anak bengal. Buatkan api unggun dan kita makan di sini."

"Aku belum lapar...."

"Nanti perutmu berkeruyuk. Sudahlah, buat api unggun dan lihat sedapnya bebek panggangku!"

Kiok Eng tertawa.

Setelah paman Yong ini berjanji mau ke tempat ibunya maka apapun akan diturut, Ia semakin dekat dengan pria ini dan rasa suka atau senangnya semakin mendalam.

Entahlah, ada sesuatu yang membuatnya begitu tertarik dengan pria empatpuluhan211 ini.

Bukan sekedar kepandaiannya yang mengagumkan tapi juga sikap dan tindak-tanduknya.

Laki-laki ini gagah dan jantan.

Dan yang hebat, tak roboh oleh rayuan atau wajah cantik.

Ia sudah membuktikan itu! Maka kagum dan juga tertarik, Kiok Eng merasa seperti berhadapan dengan paman atau ayahnya sendiri maka gadis itu gembira dan kini mereka sudah duduk di hadapan api unggun.

Paman Yong dengan cekatan telah membuang kepala dan bulu-bulu bebek itu.

Cakarnyapun dibuang dan tinggallah seonggok daging montok yang bersih keputih-putihan.

Dan ketika laki-laki itu menusukkan sebatang kayu di tengah-tengah bebek ini, menaruh dan memutar-mutarnya di atas api unggun maka bebek panggang yang gemuk dan sudah diberi bumbu itu menguarkan bau sedap yang membuat perut Kiok Eng berkeruyuk! "Ha-ha, bagaimana, bocah.

Bukankah kau tidak tahan!"

"Hm,"

Kiok Eng mengangguk, tertawa.

"Kau benar, paman. Perutku tiba-tiba lapar. Kau kiranya tukang masak yang hebat. Aih, liurku bisa menetes!"

"Ha-ha, tahan dulu. Lihat minyaknya mulai keluar. Ha, bebek ini benar-benar gemuk. Tapi aku akan mengurapinya dengan kecap dan bakal lebih sedap lagi!"

Kiok Eng menonton dan tertawa lebar, Ia tak diperbolehkan memanggang atau campur tangan karena laki-laki itu hendak bekerja sendiri.

Paling-paling hanya api unggun itu yang harus dijaga.

Dan ketika Kiok Eng kagum karena bau sedap semakin membubung lagi, laki- laki itu telah mengoleskan kecap maka ia mendecak dan menopangkan tangannya di bawah dagu.

"Uihhh, hebat sekali, paman. Bebek panggangmu mulai matang. Lihat, kulitnya mulai coklat kenitaman. Dan baunya, hmm ..... sedap sekali. Luar biasa!"212 Laki-laki itu tertawa senang. Dia menepuk punggung Kiok Eng dan dipersilahkannya gadis itu mencicipi. Sekerat daging telah diambil. Dan ketika dia memberikan 'Uihhh, hebat sekali, paman. Bebek panggangmu malai matang. Lihat, kulitnya mulai coklat kehitaman. Dan baunya, hmm .... sedap sekali. Luar biasa", dan Kiok Eng menerima maka gadis itu mendecak kagum. Dagingnya empuk dan gurih, harum! "Sedap! Gila, sedap sekali. Eh, kau ahli masak jempolan, paman. Ibupun rasanya kalah. Dari mana kau belajar ini dan bagaimana bisa demikian enak dan sedap!"

"Ha-ha, pertama tentu saja harus dari pengalaman. Aku sudah belasan tahun hidup sendiri, tak ada yang melayani. Dan karena dulu aku pernah tinggal di istana maka dari sanalah aku belajar dan mencoba masakan- masakan."

"Ah, istana? Jadi paman ini seorang bangsawan? Pantas, paman memiliki wajah yang agung dan berwibawa. Paman mungkin seorang pangeran!"

"Hm..!"
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Pria ini menarik napas, kele-pasan bicara.

"Aku orang biasa, anak baik. Aku bukan bangsawan. Masalah istana memang benar aku pernah tinggal di sana, tapi bukan sebagai kerabat atau keluarga dekat kaisar!"

"Tapi paman memiliki wajah yang agung. Dan sepasang mata paman, ah... luar biasa sekali. Sejuk dan amat bijaksana!"

"Ha-ha, ini model rayuanmu yang lain? Jangan main- main, kutampar pantatmu nanti, anak bengal. Aku tak perlu dirayu dan tak butuh dirayu!"

"Tidak, aku bicara sungguh-sungguh. Paman memang memiliki mata yang lembut dan tajam, sejuk. Boleh tanya213 semua orang dan aku tidak merayu atau memujimu!"

Kiok Eng agak merah, memang kagum dan menyatakan kekagumannya tapi malah disangka merayu.

Dan ketika laki-laki itu tertawa dan mengibas lengannya, sepotong paha bebek mulai memasuki perut maka laki-laki itu menarik napas dan ganti bertanya kepada Kiok Eng.

"Secarang lanjutkan ceritamu kalau kau inat Siapakah namamu sebenarnya dan siapakah ibumu itu. Aku hanya mengenal guru-gurumu tapi tidak kedua orang tuamu."

"Hm, dan paman...., paman juga mau menceritakan riwayat paman lebih jauh? Apakah aku juga boleh tahu?"

Laki-laki itu tertawa.

"Kau tak mau rugi?"

"Bukan begitu, tapi masa aku menceritakan diriku sedang kau tidak, paman. Mana keadilanmu. Bukankah tidak adil."

"Ha-ha, aku tak banyak mempunyai cerita. Intinya sudah kau tahu. Aku duda dan sedang mencari-cari anakku."

"Nah, itu! Aku belum mendengar bagaimana kau menemukan anakmu yang satu itu, yang kini kegembiraannya kita rayakan. Masa kau pelit dan tak mau memberi tahu!"

"Hm, baiklah. Kalau begitu siapa mulai dulu?"

"Sebaiknya paman..."

"Tidak, aku orang tua. Seharusnya kau!"

"Ah, justeru bukankah karena ini maka yang tua mengalah pada yang muda? Wah, kau mbeling, paman. Mau enaknya saja!"

"Ha-ha, tapi yang muda harus tahu hormat kepada yang tua. Nah, kauceritakan siapa namamu dan ibumu itu. Bu Beng Siocia bukan namamu yang benar!"214 Kiok Eng tersenyum. Berhadapan dan bicara dengan pria ini sungguh menyenang kan dan menarik. Dan kagum bahwa pria ini juga pandai memanggang ikan, tanda bahwa selama ini memang hidup sendiri dan harus mencukupi kebutuhan diri sendiri maka Kiok Eng menarik napas panjang namun senyumnya itu tetap tidak meninggalkan bibirnya yang indah, mengembang namun juga menyembunyikan rahasia, tak mau membuka semua.

"Namaku Eng, dan ibuku... hm, namanya Ceng. Kau boleh panggil Ceng-hujin kalau nanti bertemu. Tapi, eh... kau kenapa?"

Kiok Eng kaget, Ia baru menerangkan sekelumit ketika mendadak paman Yong itu mencelat.

Laki-laki ini berseru keras dan menggigil memandangnya, pucat.

Namun ketika dia turun kembali dan duduk dengan pantat berdebuk, rupanya sedang mengalami guncangan hebat tiba-tiba dia sudah dapat menenangkan keadaannya lagi dan tertawa bergelak.

Hutan tergetar hebat! "Ha-ha, kau adalah Kiok Eng? Kau puteri ibumu Ceng Ceng? Pantas, wajah dan bentuk tubuhmu ini mengingatkan aku akan seseorang, bocah.

Tak tahunya kau adalah Kiok Eng.

Ha-ha, sungguh luar biasa sekali.

Aku adalah sahabat ayahmu dan dulu kau pernah diculik dua suami isteri sesat.

Ah, kau kiranya bocah perempuan itu.

Ha-ha, Thian sungguh Agung!"

Kiok Eng berubah.

Ia berdiri dan bangkit dengan kaget karena tak menyangka bahwa paman Yong ini tahu siapa dirinya.

Baru diberi tahu sedikit saja tiba-tiba sudah tahu semua.

Dan ketika ia terkejut karena semua itu benar, dulu ia pernah diculik dan dibawa suami isteri sesat maka Kiok Eng menggigil dan terbelalak memandang laki-laki ini.

Seingatnya ibunya tak pernah bercerita bahwa215 mendiang ayahnya mempunyai sahabat! "Paman, kau....

kau tahu itu? Kau sahabat ayah?"

"Ha-ha, benar, bukan? Kau adalah Kiok Eng dan ibumu adalah Ceng Ceng? Pantas, dan gurumu Lui-pian Sian-li adalah guru ibumu juga, Kiok Eng. Pantas kau lihai mainkan saputangan seperti ujung cambuk. Ah, kiranya ini keponakanku Kiok Eng yang lucu dan nakal itu. Thian Maha Agung!"

Laki-laki itu meraih dan meremas-remas bahunya, bersinar dan tertawa-tawa tapi dari sepasang mata itu mengucur air mata deras.

Kiok Eng terkejut dan iapun tertegun.

Namun ketika ia didekap dan paman Yong itu mencium pipinya, kaget dan tersentak maka gadis ini melepaskan diri, meronta.

"Paman...!"

Laki-laki itu sadar.

Dia terbawa oleh perasaannya yang luar biasa tapi kini sudah tenang kembali.

Dia menghapus air matanya dan memandang Kiok Eng dengan isak-isak kecil.

Jelas dia menahan-nahan haru dan Kiok Eng merah padam.

Kalau saja paman Yong itu berlaku tak senonoh tentu ia sudah menerjang dan mengamuk.

Ia tadi dicium pipinya, ciuman yang membuat ia merinding karena baru kali itu.

ada pria menciumnya.

Ciuman yang membuat ia tak akan lupa karena begitu lembut dan amat mesra, bukan cium kurang ajar tapi semacam cium seorang ayah, cium yang betapapun juga membuat gadis ini jengah dan malu! Tapi ketika laki-laki itu sadar dan mengusap air matanya, berbinar dan duduk meraih Kiok Eng maka dia memegang lengan gadis itu lembut.

"Hm, hari ini aku berbahagia dua kali. Maafkan aku, anak baik. Aku tak menyang ka bahwa kau adalah Kiok Eng. Ah, memang sejak mula aku merasakan sesuatu yang dekat denganmu dan baru sekarang kutahu. Ha-ha, kau tak tahu, bukan?"216 Kiok Eng menggeleng.

"Aku mengerti kenapa kau tak tahu. Dan ibumu, hmm.... tentu tak pernah bercerita tentang aku. Tentu yang diceritakan adalah Fang Fang dan gurunya, musuh- musuh yang amat dibenci. Baiklah, sekarang tak perlu kau cerita apapun, Kiok Eng. Aku sudah tahu dan mengerti semua. Aku, hmm.... sahabat ayahmu ini agaknya harus bicara dengan cara yang lain. Kau ....."

Mata itu menatap tajam sejenak, lembut.

"kau mungkin bingung mendengar ceritaku, anak baik. Tapi tak apalah, kelak kau akan mengerti dan aku jadi ingin cepat-cepat bertemu ibumu!"

"Hm!"

Kiok Eng bersinar, girang.

"Paman ingin cepat- cepat bertemu ibu? Paman sudah kenal baik dengan ibu dan mendiang ayahku'"

"Ha-ha, baik sekali, Kiok Eng, amat baik. Tapi aku tak suka mendengar kau menyebut ayahmu sebagai mendiang!"

"Maksud paman?"

"Ayahmu masih hidup. Dia ada di dunia ini dan masih hidup'"

Kiok Eng kaget.

Sekarang ia yang ganti mencelat dan mengeluarkan seruan keras.

Kalau saja sebelumnya ia tak memiliki kepereayaan dan kekaguman kepada laki- laki ini tentu ia akan tertawa nyaring.

Tapi karena laki-laki itu dikenalnya baik dan tak mungkin bohong, untuk apa bohong maka ketika turun dan meluncur lagi ke bawah ia seakan berteriak.

"Paman, betulkah ayahku masih hidup? Di mana dia dan bagaimana kau tahu?"

"Hm, duduklah..... duduk yang baik,"

Paman Yong ini tertawa, matapun berseri-seri.

"Ibumu tak tahu kalau217 ayahmu masih hidup, Kiok Eng. Dan karena masih hidup maka tak selayaknya kau memusuhi Dewa Mata Keranjang ataupun muridnya!"

Kiok Eng membelalakkan mata.

Sampai di sini ia berkerut dan sinar keraspun muncul.

Tapi beradu dan bertatap dengan pandang mata penuh kelembutan itu iapun cair dan gemetar, duduk dengan kaki menggigil.

Laki-laki ini telah tahu tentang ibu dan dirinya begitu baik, bahkan dulu ketika melihat ilmu-ilmu silatnyapun paman Yong ini sudah mampu menebak bahwa ia adalah murid dari guru-gurunya itu, nenek May-may dan lain-lain.

Maka menaruh harapan sekaligus kepercayaan kepada laki-laki ini, Kiok Eng menangkap kesungguhan yang serius maka iapun bertanya dengan suara gemetaran.

Namun laki-laki itu telah menariknya duduk, menyuruhnya bersikap tenang dan Kiok Eng benar-benar terguncang oleh berita ayahnya ini.

Ayahnya masih hidup.

Ayahnya masih ada di dunia ini.

Tapi karena ia bingung oleh cerita ibunya dan betapapun cerita itu juga membekas cukup dalam, kini ia digempur oleh berita sebaliknya yang amat mengejutkan maka Kiok Eng mencoba tenang namun tetap saja menggigil.

"Aku akan bercerita kalau kau mendengarkan. Dan bahwa ayahmu masih hidup hal ini benar-benar kuyakini. Eh, apa kata ibumu tentang ayahmu itu, Kiok Eng. Pernahkah ia menyebut namanya atau Dercerlta tentang sepak terjangnya!"

Kiok Eng menggeleng, terkejut.

"Dan kau tak merasa heran akan Ini?"

"Hm,"

Gadis ini bersuara.

"Ibu tak pernah bicara tentang ayah, paman. Yang dibicarakan selalu Fang Fang, musuh besarnya itu!"218

"Lucu,"

Laki-laki ini tertawa.

"Kau bodoh dan lucu, Kiok Eng. Kalau begitu kau benar-benar tak tahu siapa ayahmu itu. Dan kau juga tentu tak tahu siapa she-mu! Apakah tidak ganjil?"

Gadis ini terkejut.

"Paman, pengetahuanku tentang ayah memang kuakui minim sekali, tapi itu karena ibu tak suka bicara tentang ayah. Kalau aku bertanya atau mendesak padanya maka ibu marah-marah dan menangis. Apakah aku harus menyakiti hati orang tuaku sendiri?"

"Bagus, tapi bukankah kau dapat bertanya kepada guru- gurumu itu? Apakah mereka juga tak mau bicara? Kalau tidak, kenapa kau tak curiga dan menyelidiki lebih jauh? Hm, aku tahu akan ini sebanyak yang kuketahui tentang ibu dan dirimu, Kiok Eng. Ayahmu tak pernah diceritakan karena sesungguhnye ibumu itu benci kepada ayahmu!"

"Benci?"

Kiok Eng kaget.

"Kenapa benci?"

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau tanya sendiri ibumu kelak, Kiok Eng. Dan aku memang tak menyelahkan. Ayahmu, hmm..... dia memang kurang ajar dan tak baik. Dia suka menyakiti hati wanita!"

"Paman...."' "Nanti dulu. Aku kenal ayahmu karena dia adalah sahabatku. Aku akan bercerita tentang ini, Kiok Eng. Tapi apakah kau tak akan benci kepada ayahmu nanti. Dia bersalah dan sepatutnya menerima hukuman atas kesalahannya itu. Tapi tentunya kau sebagai anaknya tak boleh memusuhi ayahmu sendiri!'' "Hm,"

Gadis ini pucat, mulai berkeringat.

"Kau benar- benar rupanya tahu baik keadaan keluargaku, paman. Tapi beranikah kau bersumpah bahwa apa yang kaukatakan adalah benar. Kau.... kau mulai menjelek-219 jelekkan ayahku. Aku tersinggung!"

"Ha-ha, orang baik tak usah dibilang jahat, Kiok Eng, sama seperti orang jahat tak usah dibilang baik. Aku berani bersumpah dan tentu saja benar!"

"Hm, baikiah. Dan berani kuuji di depan ibu?"

"Kenapa tidak? lbumu tak mungkin dapat menyangkal, Kiok Eng. Dan ayahmu itu memang aaa wataknya yang jelek. Dia .... hmm. dia bermata keranjang!"

Kiok Eng terbelalak.

Dia terkejut dan memandang laki- laki ini namun paman Yong itu menarik napas dalam- dalam.

Bicara sampai di sini agaknya dia tak senang juga.

Laki-laki itu marah.

Namun ketika Kiok Eng membuang sisa makanannya dan bebek itu habis maka laki-laki ini tersenyum dan batuk-batuk.

"Hm, bagaimana.. ya? Apakah kuteruskan juga?"

"Teruskan,"

Kiok Eng meminta.

"tapi di mana sekarang ayahku itu, paman. Benarkah kau tahu."' "Aku tahu, tapi jangan tergesa-gesa. Jangan-jangan ceritaku nanti membuat kau membenci ayahmu itu dan tak suka melihatnya!"

"Aku rindu ayah..."

Kiok Eng tiba-tiba basah matanya, mulai tak dapat menahan diri.

"Aku rindu ayah dan karena itu benci kepada Dewa Mata Keranjang dan muridnya, paman. Kalau aku dapat bertemu dengannya tak mungkin aku membencinya. Apakah dia tak juga sayang kepadaku!"

"Hm, dia sayang kepadamu, dan berkali-kali menangis mengenangmu. Ayahmu sayang kepadamu, Kiok Eng. Namun cap buruk terlanjur melekat di dirinya dan itulah yang membuatnya susah."220

"Tentang wataknya itu?"

"Benar."

"Aku tak perduli, paman. Asal dia sayang kepadaku aku tetap mencinta dan mengharapkannya. Aku rindu hadirnya seorang ayah!"

Laki-laki itu memejamkan mata.

Kiok Eng menangis dan menubruk laki-laki ini dan orang itupun tiba-tiba memeluk dan mendekap Kiok Eng.

Dibelai dan diusapnya gadis itu penuh kasih sayang.

Dan ketika Kiok Eng mengguguk dan tak sadar merebahkan dirinya di dada laki-laki ini maka paman Yong itupun menangis! "Kiok Eng, kau..., kau benar-benar mengharapkan ayahmu? Kau tidak membencinya? Ingat, ayahmu itu seorang mata keranjang, Kiok Eng.

Dia banyak menyakiti hati wanita meskipun di luar itu dia baik dan berwatak pendekar."

"Aku tak membencinya. Aku sayang dan haus cinta kasihnya, paman. Asal dia mencintaiku dan menyayangku akupun tak perduli itu. Tapi masa sekarang ini dia masih juga mata keranjang. Aku dapat membujuknya dan kupikir dapat merobah wataknya itu."

"Kau yakin?"

"Kuusahakan sekuat tenaga, paman. Tapi ceritakan dulu tentang ayahku itu dan di mana dia sekarang!"

"Hm, sementara ini tak perlu dulu di mana dia sekarang. Tapi bagaimana sikapmu kalau melihat dia isterinya banyak!"

Kiok Eng tergetar.

"Kau tak memikirkan punya ibu-ibu tiri? Kau tak memikirkan bagaimana dengan kekasih-kekasihnya yang221 lain ayahmu itu juga mempunyai keturunan?"

Kiok Eng pucat.

"Anak baik, ayahmu itu memang memuakkan. Bagaimana kalau tiba-tiba kau diperkenalkan dengan saudara-saudaramu lain ibu. Apakan kau tak membencinya dan marah-marah seperti ibumu itu!'' Kiok Eng meloncat bangun. Sampai di sini ia tak kuat lagi dan memekik nyaring. Kasih dan sarangnya kepada ayah tiba-tiba berubah menjadi benci. Bagaimana kalau semua itu benar. Bagaimana kalau ia mempunyai ibu-ibu tiri dan anak-anak dari ayahnya itu. Dan ketika ia tak kuat dan menerjang sebatang pohon, menghantam dan melepas pukulan Bhi-kong-ciang maka robohlah pohon itu disambar pukulannya yang dahsyat.

"Paman, akan kubunuh dia kalau begitu. Akan kuhancurkan kepalanya kalau sedemikian bejat wataknya..... brukkk!'' dan pohon itu yang tumbang berdebum ke tanah akhirnya disambut helaan napas panjang laki-laki ini, yang bangkit berdiri.

"Nah, itulah resikonya mendengar cerita ayahmu. Kiok Eng. Daripada bertemu lebih baik tidak. Hm. maaf kalau aku membuatmu marah. Sepak terjang ayahmu memang tak terpuji."

Kiok Eng terkejut.

Paman Yong itu memutar tubuhnya dan melangkah pergi, langkahnya gontai dan mukanyapun pucat.

Dia telah bercerita sejenak tentang ayah kandung gadis itu, khawatir dan kekhawatirannya terbukti.

Tapi ketika Kiok Eng melompat dan menghadangnya di tengah jalan, laki-laki ini berhenti maka Kiok Eng melihat betapa paman Yong itu menggigit bibir dan menahan tangis dengan mata merah.

Mukanya pucat dan gemetaran.222

"Paman, kau mau ke mana. Bukankah kau terikat janji denganku!"

"Masihkah kauperlukan aku? Jangan-jangan hanya kepedihan dan kedukaan yang kau dapat, Kiok Eng. Lebih baik kita berpisah dan kau tenang-tenanglah menemui ibumu. Tanyakan tentang semua yang kukatakan dan buktikan itu."

"Tidak, aku memang akan pulang, paman. Tapi bersamamu. Aku menuntut janjimu dan jangan pergi. Aku tak perduli yang lain-lain dan biarlah ibu melihatmu. Kalau ayahku bejat biarlah ibu menikah lagi dan kautolonglah ia menghibur hatinya yang gundah!"

Laki-laki ini tertegun.

"Kau mau memaksa aku mendampingi ibumu?"

"Tidak memaksa, paman, melainkan memohon. Aku.., ah, entahlah. Aku merasa suka dan cocok denganmu. Kau jujur dan gagah. Dan kau, hmm... tentu dapat membalaskan sakit hati ibuku kepada ayahku yang terkutuk itu, kalau benar dia masih hidup dan belum mati!"

"Dia masih hidup, dia..."

"Aku ingin tiba-tiba dia mati. Ah, tak mau aku bicara tentang ayahku lagi, paman. Kalau dia mata keranjang biarlah kuanggap mampus dan tak usah punya ayah lagi!"

"Hm!"

Laki-laki ini menggigil, sejenak memejamkan mata.

"Benar dugaanku, Kiok Eng. Inilah yang menyebabkan ibumu tak suka bicara tentang ayahmu. Tapi tak seharusnya kau memusuhi Dewa Mata Keranjang. Kakek itu tak tahu apa-apa dan tak ada sangkut-pautnya dengan masalah ini. Ibumu tak benar!"223

"Maksud paman?"

"Fang Fang tak membunuh ayahmu, Kiok Eng. Apalagi Dewa Mata Keranjang yang tak tahu apa-apa itu. Kau boleh marah-marah kepada ayahmu tapi jangan kepada Dewa Mata Keranjang. Tahukah kau kenapa kakek itu harus dimusuhi pula!"

"Karena dia guru Fang Fang!"

"Dan Fang Fang, kenapa kaumusuhi? Bukankah dia tak membunuh ayahmu?"

Kiok Eng tertegun.

"Paman, masalah ini akan kutanyakan kepada ibu. Tapi jawablah kenapa Dewa Mata Keranjang harus kumusuhi. Kalau kau tahu akan semua guru dan kisah keluargaku tentunya kau dapat menjawab pertanyaan ini!"

"Memang, sederhana saja,"

Laki-laki itu mengangguk.

"Kau diharuskan memusuhi kakek itu karena guru- gurumu dendam kepadanya, Kiok Eng. Padahal kalau kau tahu maka subo-subomu itu adalah isteri dari kakek itu sendiri. Nah, apakah ini bukan urusan pribadi sebenarnya. Dan apakah tidak lucu bahwa guru-gurumu yang isteri Dewa Mata Keranjang itu saling bantu- membantu dan satu sama lain tak pernah bermusuhan!"

"Apa? Subo-suboku isteri Dewa Mata Keranjang?"

"Kautanyalah sendiri kepada mereka, Kiok Eng, atau kepada ibumu karena ibumu adalah juga murid Lui-pian Sian-li Yan Bwee Kiok. Nah, bagaimana ini apakah tak selayaknya kau membuang rasa permusuhanmu kepada Dewa Mata Keranjang."

Kiok Eng terbelalak.

Berhadapan dengan paman Yong ini ia menerima kejutan bertubi-tubi.

Tadi tentang ayahnya yang masih hidup, lalu tentang watak ayahnya yang224 doyan perempuan.

Dan ketika kini ia dibuat kaget karena para subonya itu adalah isteri Dewa Mata Keranjang, pantas kakek itu mengerti dan tertawa-tawa menyebut ilmu-ilmu silatnya maka ia tertegun dan terkejut sekali.

Apa-apaan ini? Apakah ia dipermainkan para subonya? Namun teringat bahwa di Liang-san ada wanita lain yang menjadi isteri dari Dewa Mata Keranjang, yakni ibu dari Tan Hong tiba-tiba Kiok Eng membanting kaki dan berseru.

"Paman, barangkali kau benar. Tapi aku juga dapat menjawab pertanyaanmu akan ini. Subo membenci kakek itu karena Dewa Mata Keranjang berganti-ganti isteri, menyia-nyiakan subo!"

"Hm, begitukah? Jawabanmu tidak benar, Kiok Eng. Dewa Mata Keranjang tak pernah menyia-nyiakan semua isterinya karena mereka itulah yang pergi dan meninggalkan kakek itu. Malah sekarang subomu semua berkumpul dan rukun-rukun saja."

"Tapi di sana ada wanita baru. Kakek itu telah melupakan subo-suboku!"

"Hm, begitukah kiramu? Tidak,"

Laki-laki ini tertawa getir.

"Wanita baru itupun tak perlu dibenci, Kiok Eng. Ia dulu justeru ingin bergabung dengan semua subomu tapi subomu yang menolak. Tanyakan saja ini kepada subomu dan boleh aku berhadapan langsung!"

Kiok Eng tergetar, Ia jadi semakin terkejut menerima tantangan ini. Laki-laki ini banyak tahu! Dan kaget serta penasaran siapakah sebenarnya laki-laki ini, ia ingin secepatnya bertemu ibunya maka Kiok Eng mengepal tinju dan berkata, gemas.

"Baiklah, paman. Aku mendongkol dan penasaran akan semua kata-katamu ini. Kau mengunci maksud balas dendamku. Tadi tak boleh225 memusuhi Fang Fang sekarang ditambah lagi dengan tak boleh memusuhi Dewa Mata Keranjang itu. Kau aneh, kau satu-satunya orang yang membuyarkan semua angan-anganku. Kalau begini aku tak dapat menyeret Fang Fang atau Dewa Mata Keranjang itu!"

"Masalah Fang Fang karena dia tak membunuh ayahmu, sedang masalah Dewa Mata Keranjang karena sesungguhnya kakek itu adalah suami dari subo-subomu juga. Hm, kakek itu tak layak kaumusuhi, Kiok Eng. Kalau subomu yang memusuhi adalah patut, tapi itu semua terserahyang bersangkutan. Sedang ayahmu...."

"Aku tak mau bicara tentang ayah!"

Gadis ini membentak, membanting kaki.

"Aku tak ingin dia hidup, paman. Lebih baik mati. Ah, aku menyesal kau membawa kabar ini. Tapi mudah-mudahan ibu menyanggahnya dan kau yang tidak betul!"

Laki-laki ini menarik napas.

Dia mengangguk dan menyerahkan persoalan dan tak mau bicara lagi.

Kiok Eng marah-marah membicarakan ayahnya.

Maka berjalan dan membiarkan diri disambar lengannya Kiok Eng mengajak temannya ini menemui ibunya, pulang.

Di sepanjang jalan mereka jadi kurang gembira dan Kiok Eng yang semula berseri-seri menjadi cemberut.

Apa yang didengar dan akan dibuktikan dengan laki-laki ini membuatnya berdebar.

Benarkah ayahnya masih hidup? Benarkah Fang Fang bukan pembunuh ayahnya? Kalau benar, kenapa ia disuruh memusuhi Fang Fang dan Dewa Mata Keranjang? Apakah karena Fang Fang murid kakek lihai itu? Kalau begini jadi terbalik.

Bukan karena Fang Fang pembunuh ayahnya melainkan karena laki- laki itu adalah murid Dewa Mata Keranjang, orang yang dimusuhi sebelas subonya.

Dan mendengar betapa subonya adalah isteri atau bekas isteri-isteri Dewa Mata226 Keranjang maka Kiok Eng semburat merah dan marah tapi juga malu! Apa-apaan subonya itu? Kalau kakek itu tak meninggalkan isteri-isterinya bukan kah para subonya yang salah? Ah, ia menjadi penasaran sekali! Dan paman Yong ini, siapakah dia? Benarkah sahabat ayahnya? Kiok Eng bingung.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dan ketika ia mengerling dan melirik wajah itu ternyata laki-laki ini menunduk dan berjalan dengan lamunannya sendiri, tenang dan tidak nampak khawatir dan Kiok Eng bimbang.

Ia akan pulang dan mempertemukan orang ini dengan ibunya.

Kalau orang ini bicara bohong tentu tak mau diajak.

Tapi buktinya mau, dan wajah itupun tenang dan berbinar- binar meskipun agak muram.

Hm, siapa laki-laki ini? Bagaimana tahu banyak tentang gurunya dan ibunya? Kiok Eng gregeten.

Kalau saja gadis itu tahu siapa pria di sebelahnya ini mungkin ia akan meloncat dan berjengit seperti disengat kalajengking.

Karena pria yang berjalan dan hendak ditemukan dengan ibunya itu bukan lain adalah Fang Fang, murid Dewa Mata Keranjang alias ayah kandungnya sendiri! Bagaimana Fang Fang tiba-tiba muncul dan berganti nama sebagai Yong Lip? Ini memang ada ceritanya, marilah kita ikuti sebentar.

=== Belasan tahun yang lalu, setelah keonaran dan pemberontakan di kota raja berakhir maka Fang Fang, yang waktu itu masih muda dan berusia duapuluhan tahun kembali ke Liang-san dan menyucikan diri.

Pemuda yang sebentar saja sudah amat dikenal di mana-mana itu malah lebih hebat dari gurunya,227 kepandaiannya lebih tinggi dan Dewa Mata Keranjang sendiri mengakui kelihaian muridnya itu.

Hal ini diperoleh Fang Fang setelah dulu bertapa dua bulan di puncak Liang-san, hancur dan patah hati serta berbagai macam persoalan yang melibatkannya dengan wanita, terutama kehancuran hatinya gagal membina kasih dengan seorang gadis Inggeris yang cantik dan agung, Sylvia gadis bermata biru yang dulu mengikuti ayahnya sebagai utusan bangsa Barat, yang mengadakan perdagangan dan jual beli dengan Tiongkok.

Tapi karena bangsa Barat memperjualbelikan senjata api, yang akhirnya menimbulkan keributan dan pecahnya pemberontak maka Tuan Smith, ayah gadis itu disuruh pulang dan kembali ke negerinya.

Fang Fang mengejar namun di lautan dia ditembak.

Sylvia, dan kakaknya James, pemuda gagah putera- puteri Tuan Smith ternyata mengetahui sepak terjang Fang Fang yang menjalin cinta dengan gadis-gadis kang- ouw.

Satu di antaranya malah hamil dan disusul yang lain-lain pula.

Dan ketika gadis itu menangis dan berlari pulang, kembali ke negerinya maka Fang Fang mengejar dan di tengah laut mereka bertemu.

Jilid VII NAMUN pertemuan itu tak menggembirakan.

Fang Fang, yang cintanya ngebet dan setengah mati harus mengalami kenyataan pahit.

Ia ditolak mentah-mentah dan pujaannya itupun memutuskan semua hubungannya dengan tegas.

Bahkan gadis itu berkata bahwa kepergiannya adalah untuk menikah, dengan orang lain.

Dan ketika semua itu tentu saja amat memukul murid Dewa Mata Keranjang ini, Fang Fang limbung dan terhuyung akhirnya dia terlempar ke laut oleh sebuah228 tembakan tiba-tiba.

Pemuda yang gagah perkasa ini hancur dan robek hatinya.

Ia benar-benar belum pernah mencintai seorang wanita seperti gadis kulit putih itu.

Keagungan dan watak Sylvialah yang membuat dia tergila-gila.

Belum pernah ditemukannya gadis seperti itu.

Tapi karena hubungan berakhir dengan menyakitkan dan seorang nelayan menyelamatkan pemuda ini dari laut maka Fang Fang luntang-lantung dan kembali ke kota raja menerima panggilan gurunya.

Dia harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya dan gadis-gadis yang dihamili menuntut.

Fang Fang menolak dan dia dihajar.

Keputusasaan dan kepedihan hatinya membuat pemuda ini acuh, tak perduli kepada kemarahan dan hajaran suhunya.

Dan ketika ia hampir dibunuh namun tak jadi, Bu-goanswe mengingatkan Dewa Mata Keranjang maka kakek itu memaki-maki menyatakan muridnya goblok.

"Tahu tidak, gurumu ini sudah berhubungan dengan sekian banyak wanita tapi tak satupun memberi keturunan. Dan kau, eh.... tiga gadis jadi semua, Fang Fang. Kau akan mempunyai tiga anak sekaligus dari tiga kekasih-kekasihmu itu. Ini berkah, rejeki besar. Kenapa ditolak dan tak mau? Bodoh dan goblok luar biasa. Kau lebih baik minggat dan enyah dari mukaku, Fang Fang. Jangan mengaku murid lagi kalau tidak mencari kekasih-kekasihmu itu. Kau boleh tidak memperdulikan ibunya tapi jangan anaknya, anak kandungmu itu!"

Pemuda ini menunduk dan diam saja.

Dimaki dan dihajar babak-belur ia bahkan ingin mati.

Bukan karena persoalan itu melainkan karena patah hatinya itu.

Ia tidak mau mencari gadis-gadis itu karena sedemikian besarnya rasa cintanya kepada gadis Inggeris itu.

Ia229 acuh dan lebih baik dibunuh daripada menerima akibat hubungannya dengan tiga kekasihnya itu.

Ia terjebak oleh nafsu bukannya cinta sejati.

Dulu ia sekedar menurutkan dorongan birahi karena gejolak darah mudanya, juga karena sepak terjang gurunya yang berganti-ganti isteri ini.

Melihat gurunya begitu mesra dan adegan-adegan lain yang membuat mukanya merah.

Gurunya itu acap kali tak menghiraukan sekitar, main cium dan ngak-ngik-ngok kalau kekasih-kekasih barunya datang.

Dan karena semua ini menambah gejolak mudanya, mudah merangsang nafsu dan iapun tak tahan maka ketika kekasih-kekasih gurunya itu muncul membawa murid-murid perempuannya maka iapun ikut- ikutan dan kisah cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.

Murid-murid kekasih gurunya itu juga menerima dan tergelincirlah mereka ke alam memabokkan, melakukan perbuatan intim dan celakanya Fang Fang tidak hanya dengan satu atau dua gadis saja.

Siapapun asal cantik dan menarik tentu disuka.

Dan ketika tiga dari sekian gadis-gadis itu hamil dan pemuda ini tertegun, nasi telah menjadi bubur maka di tengah-tengah semua itu ia jatuh cinta berat kepada seorang gadis agung bernama Sylvia.

Ada hal-hal mengesankan yang membuat pemuda itu tak dapat lupa.

Pertama adalah ketatnya gadis itu menjaga diri, menjaga kesucian.

Berapa kali Fang Fang mencoba namun gagal.

Dan karena ia selalu tak berhasil dan barangkali rasa penasaran ini yang amat kuat, ia mendesak dan pernah setengah memaksa maka ia mendapat pukulan ketika gadis itu "berkhotbah".

"Wanita tidak sama dengan laki-laki. Aib dan noda tak dapat dihapus, Fang Fang, kecuali dengan darah dan nyawa., laki-laki boleh mengotori dirinya dan selalu bersih sementara wanita seumur hidup bakal dihujat230 kalau sekali saja kotor. Apakah begini cintamu terhadapku? Tak segan merusak dan menghancurkan nama baik seorang wanita yang seharusnya dijunjung dan dijaga seutuh-utuhnya? Tidak, cinta begini bukan cinta, Fang Fang, melainkan nafsu. Dan nafsu selalu mengerikan, tak pernah puas dan minta lagi sampai akhirnya bosan. Kalau kau mencintaiku bukan begini caranya, meminta dan mendesak. Kau semata mementingkan kesenanganmu sendiri bukannya orang yang kaucinta!"

"Eh,"

Fang Fang tertegun, waktu itu memprotes.

"Kau bicara apa, Sylvia. Kenapa menuduhku dengan cinta yang kotor. Bukankah ini justeru pernyataanku yang tulus dan amat muni. Salahkah bila seorang pemuda ingin mencium dan membelai kekasihnya. Salahkah mereka kalau ingin mengajaknya bercumbu dan menikmati yang namanya cinta!"

"Cinta? huh, itu kesalahanmu, Fang Fang. Yang ini bukan cinta melainkan nafsu berahi. Dan berahi berhubungan dengan aku, ego. Kalau tidak diterima tentu memaki dan marah-marah. Cinta sejati tak pernah menuntut, cinta sejati selalu memberi. Sedang kau ini, apa yang kaulakukan? Kau mendesak dan setengah memaksa. Cinta model apa yang kaukatakan ini kalau bukan berahi. Hayo, katakan tidak marah kalau kau kutolak. Buktikan kepadaku bahwa cintamu adalah cinta yang tulus bukannya nafsu!"

Pemuda itu ketanggor.

Dia bahkan digurui dan diberi "wejangan", murid Dewa Mata Keranjang ini terpaku.

Dan ketika dia ditantang untuk tidak marah, kalau marah berarti nafsu maka gadis itu selanjutnya berkata bahwa milik seorang wanita bukan untuk diberikan sembarangan, biarpun itu pria yang amat dicintanya231 sekalipun.

"Lihat bagaimana kalau sampai terjadi pembuahan. Apa yang biasa dilakukan pria pada umumnya? Mereka lari dari tanggung jawab, Fang Fang, sementara wanita yang menjadi korban harus menangis dan menderita sepanjang hidupnya. Dan aku tak mau ini! Kau boleh gagah dan kupercaya, bertanggung jawab. Tapi tak seharusnya mahkota yang kupunyai kuberikan begitu saja. Tunggulah sampai kita di jenjang pernikahan dan jangan mendesak-desakku seperti ini agar aku tak menganggapmu manusia rendah. Orang gagah harus menjunjung tinggi kesucian, harga diri. Dan kau tahu apa artinya itu!"

Fang Fang terpukul.

Akhirnya ia menghela napas panjang karena semuanya benar.

Ia menekan gejolak berahinya dan kagum.

Ia mula-mula marah dan tak dapat disangkal bahwa ia ingin memaksa.

Api berahinya telah naik ke kepala tapi omongan dan kata-kata gadis itu memukulnya.

Bukankah seorang gagah harus mampu menjaga diri? Bukankah sebagai murid Dewa Mata Keranjang ia tak boleh memaksa kalau gadis itu tak mau? Ceng Ceng dan lain-lain tergelincir karena mereka itu menerimanya.

Sedang gadis ini, puteri Tuan Smith ini menolak dan berkata tegas.

Ia harus tahu diri, terpukul! Dan ketika untuk hal-hal lain gadis itu juga memiliki prinsip yang sama, menjunjung harga diri dan kebenaran maka sepak terjang ayahnya yang dianggap tidak sesuai juga tidak segan-segan diprotes.

"Ayah bermain api, melanggar larangan pemerintahmu. Hm, Tiongkok sudah jelas tidak memperbolehkan jual beli senjata api, Fang Fang, tapi ayah secara sembunyi- sembunyi bahkan melakukan jual beli besar-besaran. Ayah tidak benar, perbuatannya menciptakan neraka232 bagi negeri ini. Lihat pemberontakan-pemberontakan yang terjadi, bukankah karena jual beli senjata api ini? Ah, aku tak ingin tinggal di sini, Fang Fang. Aku ingin pergi!"

Gadis itu lalu ribut-ribut dengan ayahnya.

Fang Fang mendengar bahwa ayah dan anak bertengkar.

Sang ayah menangkis dengan jawaban bahwa perbuatannya adalah atas perintah Gubernur Jenderal, dia hanya abdi setia dari negaranya sana.

Dan ketika gadis itu ramai dalam soal-soal lain pula, mengecam pembantu- pembantu ayahnya yang dinilai keji maka sang ayah berang dan menuding bahwa tingkah laku puterinyapun tidak benar.

"Kau mengecam tapi tak pandai melihat borok sendiri. Eh, jangan sok pinter dan benar sendiri, Sylvia. Urusan negara tak usah kau turut campur. Sekarang justeru aku ingin mengecam hubunganmu dengan pemuda pribumi itu. Tidakkah kau harus malu bergaul intim dengan Fang Fang, pemuda bejat itu. Apa kata orang kalau puteriku terhormat galang-gulung dengan murid Dewa Mata Keranjang!"

"Ayah bicara apa?"

"Pemuda bejat itu, Sylvia, murid Dewa Mata Keranjang itu. Kau harus melepaskan hubunganmu dan jauhi Fang Fang. Dia sudah milik orang lain, berganti-ganti pacar. Gadis macam apa kau ini tak tahu malu menjalin hubungan dengan pemuda itu. Apakah keluarga Smith tidak hancur namanya kalau terdengar Gubernur Jenderal!"

Sang gadis terbelalak.

Tuan Smith diminta menjelaskan kata-katanya itu dan bagai petir di siang bolong segala rahasia Fang Fang dibuka, bahwa pemuda itu pemuda233 mata keranjang yang pacarnya seabrek.

Sylvia mula- mula tak percaya tapi bukti-bukti segera muncul, satu demi satu hingga Ia menjerit merasa dikhianati.

Fang Fang, pemuda itu ternyata menipunya.

Sudah mempunyai kekasih masih juga menyatakan cinta kepadanya, hal yang membuat ia hampir pingsan.

Dan ketika itu awal malapetaka bagi hubungan mereka, Fang Fang akhirnya mengaku dan tak dapat ber kelit maka putuslah hubungan itu dan Sylvia membanting-banting kaki melepaskan marahnya kepada pemuda ini, ketika hubungan itu diputuskan.

"Lihat, jahanam keparat. Apa jadinya kalau dulu aku roboh mengikuti kemauanmu, Fang Fang. Bukankah aku yang menderita dan kau orang laki-laki bisa saja seenaknya berkelit dan menghindar. Bagaimana dengan kekasih-kekasihmu itu. Apa jawabmu setelah mereka hamil dan menuntut tanggung jawabmu? Kau cuek dan acuh saja? Kau tak perduli? Beginilah laki-laki! Habis manis sepah dibuang, Fang Fang. Sungguh tak tahu malu dan tak berahlak. Aku tak mau melihat mukamu lagi dan enyahlah dariku!"

Sejak itu Sylvia tak mau bertemu dengannya lagi.

Gadis ini membanting pintu kamar dan selanjutnya pulang.

Cinta pemuda ini menjadi hancur berkeping-keping dan sejak itu Fang Fang seperti orang linglung.

Ia dituntut dan dimintai tanggung jawabnya oleh gadis-gadis yang dihamili.

Dan ketika ia pergi dan gadis-gadis itu marah, menyerang tapi tak dapat mengalahkannya maka Ceng Ceng dan lain-lainnya itu menghilang dan sejak itu terjadi perobahan besar di diri pemuda ini.

Fang Fang terpukul dan robek.

Pertemuannya dengan Sin-kun Lo-jin menambah luka di hatinya.

Orang tua sakti yang mengupas tentang bahagia dan tidak bahagia itu234 menyadarkannya akan perbuatan-perbuatannya yang melenceng.

Dan ketika ia selanjutnya bertapa dan menyucikan diri, membuang semua kekotoran dan hawa nafsu yang tidak sehat maka pemuda ini sudah menjadi laki-laki lain di mana kemudian pada usianya yang hampir empat-puluh laki-laki ini telah menjadi pria sakti yang amat bijaksana, penyabar dan penyayang sampai akhirnya ia bertemu dengan Kiok Eng atau puteri kandungnya itu di tengah jalan.

"Paman memikirkan apa?"

Pria ini terkejut.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia sedang melamun dan mereka sudah memasuki Bukit Angsa.

Pagi itu dia dan puterinya akan menemui Ceng Ceng, juga nenek-nenek sakti lain yang menurut Kiok Eng tinggal di atas sana.

Maka ketika tiba- tiba gadis itu menegur dan hutan di bawah sana sudah lewat, mereka mulai mendaki maka pertanyaan ini menarik semua ingatan laki-laki itu dari masa lalunya, menarik napas panjang.

"Paman tak pernah bicara, selalu berkerut-kerut. Apa yang paman pikirkan dan tidakkah paman mendengar kicau merdu burung-burung yang menyambut kita!"

"Hm, aku teringat masa laluku,"

Pria ini tersenyum, pahit.

"Aku tak sadar dan maaf kalau pertanyaanmu tak kudengar, Kiok Eng. Tapi apakah ini tempat tinggalmu dan di manakah ibu atau subo-subomu itu."

"Kita naik ke atas, lalu menuruni sebuah lembah. Lihat pemandangan begini indah, paman. Masa kau tidak memperhatikannya dan melamun melulu!"

"Hm, benar,"

Pria ini mengangguk, sekarang cecowetan dan kicau burung terdengar olehnya.

"Indah juga tempat ini, Kiok Eng, hampir seperti Liang-san. Tapi mana lembah seperti katamu itu."235

"Di atas, di leher bukit. Ada celah di sana, paman. Aku sudah tak sabar bertemu ibu dan mari cepatlah. Aku tiga kali memanggilmu tapi kau diam saja!"

"Maaf, aku tak dengar. Tapi marilah, aku juga ingin bertemu ibumu dan lihat apakah dia seperti dulu!"

"Hi-hik, paman mulai menaksir? Nha, kau sudah tergerak hatimu, paman. Ibu masih seperti dulu dan cantik. Kau cocok untuknya daripada ibu si Kong Lee itu!"

"Hm..!"

Dan Kiok Eng yang terkekeh melihat orang tersenyum lalu menyambar dan membawa laki-laki ini ke atas.

Mereka sudah masuk keluar hutan dan kini perjalanan terakhir.

Sepanjang jalan Kiok Eng memperhatikan pria gagah ini dan semakin diperhatikan semakin dia tertarik.

Paman Yong ini gagah dan tampan sekali.

Dalam usianya yang sudah empatpuluhan itu laki- laki ini tampak mempesona.

Entahlah, ada sesuatu yang kuat yang memancar dari laki-laki ini.

Mungkin senyumnya, atau sepasang matanya yang lembut namun mencorong teduh itu.

Dan karena dia semakin kagum dengan kepandaian sang paman yang demikian hebat maka Kiok Eng sudah merancangkan bahwa nanti kalau dia bertemu ibunya akan dibujuknya ibunya itu untuk mendampingi laki-laki ini, suka menjadi isterinya! "Aku butuh ayah seperti ini, butuh pelindung dan pengayom yang penuh kasih sayang.

Aku cocok dia menjadi suamimu, ibu.

Aku ingin kau hidup tak sendiri lagi.

Aku suka paman Yong Lip!"

Begitu Kiok Eng akan membujuk dan bicara dengan ibunya.

Gadis ini bersinar- sinar dan berseri dan ia menaruh harapan lebih besar lagi.

Kalau paman Yong ini dapat menjadi suami ibunya tentu Dewa Mata Keranjang dan lain-lainnya itu dapat ditundukkan.

Dia yakin bahwa pria ini lebih hebat daripada kakek itu bahkan Fang Fang, musuh yang236 katanya dipuji-puji setinggi langit itu! Maka ketika tiba-tiba paman Yong bicara tentang ibunya dan ia menganggap laki-laki itu mulai tertarik, bertanya apakah ibunya masih seperti dulu maka tentu saja ia menjawab bahwa ibunya masih cantik dan pantas, Ia tak tahu bahwa yang dimaksudkan pria ini adalah apakah ibunya masih pemarah, sukar diajak bicara dan apakah pertemuan nanti gagal lagi seperti dulu.

Maka ketika Kiok Eng tertawa dan menyendal tangan laki-laki itu, yang disendal tersenyum dan menekan debaran hatinya maka mereka sudah di leher gunung dan celah atau lembah yang dimaksud sudah di depan mata, di bawah mereka.

"Itu, lihat,"

Gadis ini berseru.

"Itu tempat tinggal subo dan ibuku, paman. Kalau bukan aku yang membawamu tentu kau akan celaka. Orang luar tak boleh masuk!"

"Hm, begitukah? Baik, mari. Tapi kenapa tak ada orang di sana."

"Sebentar lagi subo atau yang lain muncul. Mereka tentu tak menyangka kedatangan kita tapi jangan khawatir, aku akan menerangkan kepada mereka!"

Gadis ini tertawa meluncur turun, bergerak dan sudah berteriak memberi tanda dengan pekikan ayam hutan.

Suara nyaring pendek keluar dari perutnya dan teman seperjalanannya tersenyum.

Fang Fang, pria ini tentu saja tak perlu takut atau khawatir menghadapi kenyataan nanti.

Dia hanya berdebar oleh sambutan ibu gadis ini, wanita yang mungkin akan mengenalnya dengan cepat kalau dia tidak hati-hati.

Dan ketika benar saja beberapa bayangan berkelebatan dan pekik lain terdengar menyambut, juga seperti kokok ayam hutan maka tiga nenek rupawan muncul dan menghadang.

"Kiok Eng, siapa laki-laki yang kaubawa itu. Tidak tahukah kau bahwa pantang tempat kita dimasuki laki-237 laki!"

"Maaf,"

Kiok Eng berhenti dan berjungkir balik.

"Ini sahabat baruku, ji-subo. Paman Yong yang ingin bertemu ibu. Dia mengenal kalian dan kita semua!"

Tiga nenek berdiri berjajar.

Fang Fang, laki-laki ini, cepat berhenti dan membungkuk.

Dia sudah berhadapan dengan nenek Lin Lin dan Bi Hwa serta Bi Giok.

Inilah tiga di antara sebelas nenek lihai.

Dan ketika ia membungkuk namun lawan tertegun, nenek itu dan dua lainnya tentu saja pangling maka dengan lembut dan penuh hormat laki-laki ini berkata.

"Sam-wi locianpwe (tiga orang tua gagah), kalian masih sehat dan baik-baik saja? Maaf, aku Yong Lip datang mengganggu, locianpwe. Muridmu inilah yang membawaku dan kini datang ke sini. Aku tak sengaja."

"Hm, kau... Yong Lip? Orang dari mana? Siapa dirimu? Aku tak merasa kenal, bocah. Tapi aku serasa ingat wajahmu!"

"Benar,"

Bi Hwa, nenek di sebelah menyambung. Dia heran dan kaget serta penasaran serasa mengenal laki- laki ini. Maklum, Fang Fang sudah berkacamata dan usianyapun empatpuluhan.

"Aku serasa mengenal dirimu, orang she Yong. Tapi aku tak mengenal namamu. Heh, siapa kau ini!"

"Aku. juga,"

Bi Giok membelalakkan mata.

"Laki-laki ini serasa kulihat, enci. Tapi namanya belum. Eh, ada apa dia datang dan kenapa lancang memasuki wilayah ini. Tidak tahukah dia bahwa hukumannya maut'"

"'Sabar,"

Kiok Eng menengahi, cepat ke tengah tak mau temannya mendapat kesan buruk. Paman Yong ini belum ketemu ibunya. Gagal maksudnya nanti. Maka terge-sa238 dan menyuruh subonya sabar gadis ini berkata lagi, kepala dikedikkan.

"Subo, paman Yong datang atas undanganku. Harap jangan diganggu. Dia adalah tamu dan ingin secepatnya kupertemukan ibu. Di manakah ibu dan subo-subo yang lain? aku tak ingin subo mengganggu karena dia sahabat baik mendiang ayahku. Nanti kita bicara lagi setelah paman Yong ketemu ibu!"

"Ibumu keluar,"

Ji-subonya tiba-tiba berkata, mata tak berkedip memandangi pria ini.

"Kalau dia tamumu boleh- boleh saja, Kiok Eng. tapi tak boleh terus masuk ke lembah. Cukup di sini dan kau saja yang ke dalam!"

"Eh."

Kiok Eng terkejut.

"Kenapa begitu, subo? Kan rumahku di dalam? Masa paman Yong harus di sini?"

"Kau harus bicara dulu dengan kami, terutama mengenai tugasmu. Bagaimana dengan perintah kami dan mana itu Dewa Mata Keranjang dan muridnya!"

Kiok Eng tertegun.

"Kau gagal?"

Kiok Eng mengangguk.

"Hm, memalukan. Dan sekarang datang-datang membawa lelaki!. Eh, kau harus bertemu semua gurumu dulu, Kiok Eng, melapor dan setelah itu menerangkan tentang laki-laki ini. Kau dapat dianggap melanggar larangan, kau diancam hukuman!"

Kiok Eng menarik napas.

"Subo, masalah itu dapat dibicarakan nanti. Banyak yang ingin kuceritakan bagaimana aku gagal. Tapi yang jelas aku ingin masuk bersama paman Yong ini ke rumahku. Aku tak akan membawanya ke rumah subo karena dia akan kuajak ke rumahku sendiri, di tempat ibu."

"Tidak bisa!"

Bentakan itu sengit.

"Kau memalukan kami,239 Kiok Eng, kau melanggar larangan. Apakah kau tidak tahu dosa!"

"Sudahlah,"

Paman Yong tiba-tiba berkata, tersenyum.

"Kau tak boleh membuat marah subo-subomu, Kiok Eng. Mereka benar, kau telah membiarkan aku masuk. Temuilah mereka dulu dan jangan khawatir tentang aku di sini. Aku akan menunggu."

Kiok Eng menoleh.

Tiba-tiba ia ingat bahwa paman Yong ini bukanlah laki-laki biasa.

Dengan kepandaiannya yang tinggi tentu dia dapat masuk dan melewati guru-gurunya ini.

Ia tak perlu khawatir.

Maka mengangguk dan tertawa berseri, hal yang membuat gurunya melotot maka gadis itu berkata dan setuju.

"Baiklah, paman. Kau benar. Aku terpaksa masuk sendiri dan kau tinggallah di sini selama kau suka. Kalau subo hendak menyidangku di dalam itupun tidak terlalu salah, aku telah membawa laki-laki dan melanggar pantang."

Lalu menoleh kepada subonya gadis ini menyambung.

"Subo, aku siap memenuhi perintahmu. Marilah kita masuk dan kutemui subo-subo yang lain."

Nenek Lin Lin tertegun, Ia mengerutkan kening melihat muridnya tak ngotot lagi, padahal biasanya gadis ini amat keras hati dan keras kemauan.

Timbul rasa curiganya.

Maka mendengus dan memandang laki-laki itu lagi, tajam melekat iapun berkata Kepada dua rekannya untuk berjaga.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Murid kita aneh, biar aku mengantarnya ke dalam dan kalian menunggu orang she Yong ini. Jangan sampai dia lari!"

Nenek Bi Hwa dan Bi Giok mengangguk.

Mereka tentu saja juga curiga dan heran akan sikap murid mereka itu.

Bukan Dewa Mata Keranjang atau muridnya yang dibawa240 melainkan seorang pria gagah yang tenang dan meyakinkan sikapnya.

Pandang mata pria itu tajam namun lembut dan getaran kuat terasa oleh mereka.

Laki-laki ini bukan sembarangan! Maka mengangguk dan mendengus pula, laki-laki itu harus dijaga maka Bi Giok berkata agar nenek Lin Lin membawa masuk Kiok Eng.

"Jangan khawatir, semutpun tak dapat lepas dari kami. Kau pergilah, enci Lin. Bawa murid kita dan beritahukan yang lain-lain!"

Kiok Eng mengerutkan kening.

Ia tadi mengira bahwa ketiga gurunya ini akan turut bersama dan paman Yong sendirian di situ.

Maka ketika hanya ji-subonya ini yang berangkat dan dua yang lain menjaga di situ, jadi seakan mengurung atau siap menangkap temannya maka ia menjadi khawatir dan kurang senang.

Tapi paman Yong itu lagi-lagi berkata kepadanya, tenang.

"Kiok Eng, pergilah. Gurumu inipun benar. Jangan khawatir aku di sini karena mereka tentu tak akan menggangguku. aku tamu baik-baik."

Kiok Eng tertawa. Akhirnya ia kembali sadar bahwa pria itu adalah pria yang amat lihai. Gurunyapun tak mungkin menang, ia yakin itu. Maka mengangguk dan berkelebat turun iapun berseru dan meluncur ke bawah.

"Baik, tunggu aku sebentar, paman. Dan ji-wi subo (guru berdua) harap jangan mengganggu tamuku. Paman Yong tamuku dan tolong dijaga baik-baik!"

Bhi-kong-ciang Sia Cen Lin mendengus.

Sekali lagi ia marah melihat sikap muridnya dan memberi kedipan kepada dua rekannya.

Bi Giok dan Bi Hwa mengangguk, mengerti isyarat itu.

Dan ketika Lin Lin atau rekan mereka itu berkelebat memutar tubuh, menyusul muridnya maka Fang Fang melihat betapa Kiok Eng tak241 mampu disusul, sang guru tetap tertinggal di belakang.

"Ha-ha, nakal anak itu. Dikejarpun malah tancap gas!"

Dua nenek melotot merah.

Mereka juga melihat bahwa sang murid tak mau direndengi, lenyap dan akhirnya menghilang di balik lembah.

Dan ketika rekan mereka juga lenyap dan menghilang di sana maka mereka membalik dan dua bersaudara nenek-nenek lihai ini saling mengedip.

"Orang she Yong, kau mentertawai kami? Memangnya kau dapat bergerak lebih cepat daripada kami? Lancang, jaga mulutmu, bocah, atau nanti kuhajar!"

"Maaf,"

Fang Fang tahu dua nenek ini akan mencari gara-gara.

"aku tak mentertawai siapa-siapa, ji-wi locianpwe, melainkan justeru mengagumi muridmu itu. Hm, Kiok Eng sudah di atas ji-subonya tadi, ini tentu, berkat gemblengan kalian. Aih, aku harus berterima kasih dan bersyukur bahwa kalian benar-benar telah menurunkan semua kepandaian untuknya!"

"Kau bicara apa? Bersyukur karena apa?"

Fang Fang terkejut.

Dua nenek itu tahu-tahu melompat dan sudah berdiri di dekatnya, tangan menegang dan jari-jari-pun siap menyambar.

Ia akan diserang.

Tapi menghela napas dan tak mau ribut ia harus pandai bicara maka laki-laki ini mundur dan merangkapkan tangan, sikap mengalah yang dianggap penakut! "Ji-wi locianpwe, aku akan pergi kalau kalian tak suka aku di sini.

Tapi kalau kalian menghendaki tentu saja aku senang untuk menunggu Kiok Eng.

Maaf, kalau aku salah bicara."

"Hm,"

Nenek di sebelah kiri tertawa "Kau mau pergi atau tidak apa urusanku? Tapi aku penasaran oleh tawamu242 tadi, orang she Yong. Kau merendahkan rekanku nenek Lin Lin dan minta kau bertanggung jawab. Cabut sikapmu tadi dan berlututlah minta maaf!"

"Benar,"

Nenek di sebelah kanan membentak, merasa sependapat.

"Maaf tak boleh hanya di bibir saja, orang she Yong tapi juga harus diikuti dengan perbuatar nyata. Nah, berlututlah dan ulangi permintaan maafmu!"

Pria ini berkerut kening.

Kalau dulu, duapuluh tahun yang lalu tentu dia akan menolak dan tertawa mengejek.

Biarpun dua nenek ini lebih tua tingkatannya tapi sikap dan bicara mereka amat sombong.

Sebenarnya mereka memang hendak menghina, merendahkan.

Tapi karena Fang Fang sekarang lain dengan dulu, penyabar dan penuh kasih maka iapun tersenyum dan menganggap tiada jeleknya berlutut di depan orang-orang tua.

Maka iapun berlutut.

"Ji-wi locianpwe, aku memenuhi permintaan kalian. Maaf, sudah kuulangi pernyataanku dan terima kasih."

Dua nenek itu terbelalak.

Mereka terkejut tapi tiba-tiba terkekeh.

Orang she Yong ini ternyata demikian pengecut dan mudah dihina, tak sesuai dengan wajah dan sikapnya yang gagah itu.

Maka ketika mereka geli dan menjadi sebal, tak disangka bahwa pria ini demikian penurut maka Bi Giok mengangkat lututnya dan dengan lutut itu ia menendang wajah laki-laki ini! "Orang she Yong, kau tak pantas menjadi sahabat muridku.

Duduklah di sana!"

Fang Fang merasa keterlaluan.

Ia sudah berlutut sesuai perintah tapi kini malah ditendang lagi, siapa tahan! Tapi dasar penyabar dan tak ingin ribut iapun memberikan dagunya tapi secepat itu pula ia memegang ujung kaki si nenek dan menjengkangkan diri sambil mencubit.243

"Augh!"

Siapa yang berteriak ini kurang jelas.

Fang Fang terguling-guling sementara si nenek berjengit.

Sepintas gerakan Fang Fang tadi seperti menyelamatkan wajahnya dan kebetulan saja menangkap kaki si nenek, mendorong dan terlempar berjengkangan.

Tapi tangkapan yang disertai cubitan itu dikerahkan dengan tenaga sinkang dan nenek Bi Giok mendesis pucat karena ibu jarinya serasa retak! "Maaf...

maaf....!"

Fang Fang bangun dan cepat-cepat menjura, terbongkok-bongkok, kacamatanya miring dan hampir lepas, dibetulkan.

"Kalau ji-wi tak senang biarlah aku pergi, locianpwe. Aku tak suka mengganggu tapi juga tak ingin diganggu."

Nenek Bi Giok melotot.

Saudaranya tentu saja tak tahu dan peristiwa itu berjalan dengan amat cepatnya.

Cubitan yang dilakukan Fang Fang seakan tak sengaja, jadi Bi Giok juga bingung apakah pria itu sengaja menyerangnya dan membuat ibu jarinya serasa retak.

Tapi melihat laki-laki itu mundur dan berjengkangan, saudaranya terkekeh maka iapun tersenyum masam dan akhirnya tertawa, meskipun sambil mendesis karena ibu jari kakinya masih terasa sakit! "Heh-heh, kau laki-laki pengecut, penakut.

Tak usah pergi kalau muridku belum kembali.

Duduk di sana, orang she Yong.

Tunggu perintah kami dan jangan macam- macam.

Hah, laki-laki macam apa kau ini!"

Fang Fang tersenyum, Ia telah memberi pelajaran kepada nenek itu tanpa si nenek merasa.

Ia seakan tertendang tapi justeru si neneklah yang kesakitan.

Ia telah melindungi dagunya tadi.

Maka duduk dan bersandar batu besar, tenang dan tidak memandang dua244 nenek itu lagi maka pria mi sudah coba menenangkan keadaan dengan pura-pura ketakutan, membuat seriang nenek itu dan ini berhasil.

Untuk beberapa saat dia tak diganggu, dua nenek di sana memandang dan justeru berbisik-bisik sendiri, mengatakan dia penakut dan pengecut dan mereka merasa heran bagaimana murid mereka Kiok Eng dapat berkenalan dengan pria macam ini.

Dan ketika Fang Fang melenggut dan angin semilir mulai membuatnya nikmat dan tidur-tidur ayam, Fang Fang mendengar semua bisik-bisik itu tapi tentu saja tersenyum dan tak mau bereaksi maka berkelebat tujuh bayangan dan tiba-tiba dia sudah dibentak.

"Hei, orang she Yong! Bangun dan berdirilah. Kaukah yang ingin bertemu ibunya Kiok Eng dan mengaku sahabat ayah muridku!"

Fang Fang membuka mata.

Tenang dan seakan di rumah sendiri iapun bangkit dan memandang tujun orang itu.

Nenek Bi Giok dan Bi Hwa juga melompat dan kini sembilan orang mengepung pria ini.

Kacamata digeser ke tengah dan Fang Fangpun membungkuk, tersenyum.

Dan ketika ia memberi hormat dan kantuknya segera hilang, heran tak melihat Kiok Eng di situ maka pria ini menjawab, kalem.

"Sin-mauw Sin-ni locianpwe, kau sehat-sehat dan baik saja? Ah, selamat bertemu lagi, locianpwe. Dan kuhaturkan hormat kepada locianpwe-locianpwe yang lain di sini. Aku Yong Lip maaf mengganggu atas undangan muridmu."

Tujuh nenek terbelalak.

Mereka telah menyidang Kiok Eng dan di tempat mereka tadi gadis itu bercerita banyak.

Kegagalan atas Dewa Mata Keranjang juga dilaporkan.

Dan ketika terakhir gadis itu menutup tentang orang she Yong ini, laki-laki berkepandaian tinggi yang245 amat dikagumi muridnya maka mereka tertegun dan gadis itu menutup.

"Tidak sombong, subo semua tak mungkin dapat mengalahkannya. Teecu telah berkali-kali menguji dan tak menang. Paman Yong ini andalanku dan dialah satu- satunya orang yang ingin kumintai bantuannya untuk menggempur Dewa Mata Keranjang. Tapi karena dia juga bercerita bahwa ayah teecu masih hidup, mana ibu dan biar kutanya ini maka subo harap jangan mengganggunya karena terus terang saja teecu membawanya ke mari untuk menjodohkannya dengan ibu!"

Nenek Lin Lin dan lain-lain tertegun.

Mereka berubah mendengar kata-kata muridnya ini dan semua terbelalak.

Kiok Eng yang akan mendapat marah malah membuat mereka terheran-heran dan penasaran.

Pujian akan laki- laki she Yong itu dianggap setinggi langit, hampir mereka tak percaya.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi karena yang bicara seperti itu adalah murid sendiri dan Kiok Eng tak mungkin bohong, nenek yang lain mengangguk-angguk dan saling pandang maka Kiok Eng yang ingin bertemu dengan ibunya diberi tahu bahwa ibunya di belakang..

"Kau boleh temui ibumu, tapi jangan temui dulu orang she Yong itu. Biar kami buktikan!"

"Ah, ibu ada?"

Gadis ini terbelalak.

"Tadi ji-subo bilang keluar!"

"Hm, aku sengaja membohongimu agar pria itu tidak masuk ke dalam. Kami belum tahu siapa dia tapi keteranganmu semua ini justeru membuat kami penasaran. Baik, temui ibumu, Kiok Eng, dan setelah itu susullah kami!"

Sang ji-subo, nenek Lin Lin berkata.

Kiok Eng mengangguk dan berkelebat ke belakang.246 Sekarang ia girang bahwa ibunya ternyata ada di situ, mendongkol tapi tertawa tak mendapat hukuman.

Ia dibohongi sudah termasuk hukuman.

Dan ketika ia lenyap dan para subonya saling pandang, bergerak dan berkelebat pula maka dua di antara mereka menyusul Kiok Eng untuk mengetahui pembicaraan.

Tujuh yang lain keluar lembah dan itulah kini yang ditemui Fang Fang, ketika pria itu lenggut-lenggut dan tidur ayam.

Dan ketika tujuh nenek sudah mengepung sementara Bi Hwa dan Bi Giok juga meloncat bergabung dengan rekan- rekannya ini maka rata-rata semuanya heran melihat ketenangan dan sikap laki-laki ini, apalagi setelah laki- laki itu juga mengenal nenek May-may dan langsung menjura dan menye but namanya.

"Hm, kau mengenal aku?"

Nenek itu terkejut, mengerutkan kening.

"Kau siapa orang she Yong, aku serasa mengenalmu tapi lupa-lupa ingat!"

"Aku juga!"

Nenek yang lain berseru.

"Aku serasa mengenalnya, enci May. Tapi entah di mana dan kapan!"

"Dan aku juga, wajah dan mata itu serasa kukenal. Tapi siapa!"

Fang Fang tersenyum dan mengangguk-angguk.

Sekarang dia yakin bahwa wajahnya benar-benar telah berubah, maklumlah, duapuluh tahun tidak berjumpa adalah waktu yang cukup lama.

Dan karena ia girang bahwa nenek-nenek itu lupa-lupa ingat, ia tak ingin memperkenalkan diri dulu maka dengan kalem ia bicara, menjawab.

"Cuwi locianpwe mungkin melihat seseorang yang mirip denganku. Sedangkan kalian, ah.... siapa tidak mengenal nama besar kalian? Sin-mauw Sin-ni locianpwe terkenal dengan rambutnya yang panjang indah, dan Siang-kiam247 locianpwe Bi Hwa dan Bi Giok tentu saja terkenal karena Tangan Pedang mereka. Ah, semua dapat kukenal satu per satu, locianpwe, itu bukan lain karena nama besar kalian yang sudah tersohor. Aku girang bahwa kalian berkumpul di sini dan kagum bahwa kalian masih cantik- cantik dan gagah!"

Sembilan nenek itu terbelalak. Mereka semburat tapi juga senang bahwa seorang laki-laki masih memuji mereka, terang-terangan. Siapa tidak bangga! Tapi Bhi Cu nenek berpayudara besar tiba-tiba membentak.

"Kau persis Dewa Mata Keranjang, perayu dan pengobral puji-pujian manis! Eh, siapa kau sebenarnya, orang she Yong. Katakan atau nanti kuhajar!"

"Hm, benar,"

Yang lain tiba-tiba ingat, gaya dan sikap ini mengingatkan mereka pada Dewa Mata Keranjang.

"Kau ringan memuji-muji kami, orang she Yong. Siapakah dirimu dan benarkah sahabat dari keluarga muridku. Kau bicara bahwa ayah muridku masih hidup, katanya mengenal baik tentang keluarga Kiok Eng dan kami di sini!"

"Dan kau berani mati mengeluarkan racun yang membuat murid kami terpengaruh. Eh, terangkan siapa kau ini, Yong-siauwcut. Atau nanti kami membunuhmu untuk menebus dosa!"

Laki-laki itu menarik napas.

Ia diberondong pertanyaan dan dimaki.

Sembilan nenek ini tak bersahabat dengannya dan sebutan siauwcut (orang rendah) itupun membuat kuping panas.

Kalau dulu tentu dia marah! Tapi pria yang sudah mencapai kesabaran dan kebijaksanaannya ini malah mengangguk-angguk, menarik napas dalam.

"Locianpwe, apa saja yang dikatakan muridmu tentang248 aku? Bolehkah aku sedikit tahu?"

"Dia mengatakan bahwa kau berkata ayahnya masih hidup, dan kau sombong karena berkali-kali mengalahkannya!"

"Hm, ada lagi?"

"Ada, kau hendak mengawini ibunya, menaksir!"

"Ah,"

Laki-laki ini terkejut, tak percaya.

"Begitu? Kurasa tidak. Ah, ha-ha... kalian ini main-main saja, locianpwe. Masa sebegitu jauh Kiok Eng berkata begitu. Hm, kalian bohong. Mana anak itu dan mana pula ibunya."

"Nah, apalagi ini kalau bukan bukti? Kau katanya lihai, orang she Yong. Coba kulihat sampai di mana kelihaianmu dan pantaskah menjadi ayah tiri muridku... wutt!"

Bhi Cu tiba-tiba menyerang, berada paling depan dan sejak tadi penasaran oleh sikap pria ini.

Orang she Yong itu begitu tenang dan kalem, rasa percaya dirinya tampak begitu kuat.

Dan karena ia penasaran dan sikap itu dianggap menantang, tak takut kepada mereka di situ maka iapun melepas pukulan dan angin dahsyat menyambar wajah laki-laki ini.

Tapi Yong Lip atau laki-laki itu mengelak.

Sudah terbayang di benak nenek Bhi Cu bahwa kawan- kawannya yang ada di belakang laki-laki itu pasti bergerak dan akan memukul.

Kalau Yong Lip berani mengelak mundur tentu teman-temannya di belakang siap membantu, mungkin pukulan atau tendangan akan dilancarkan.

Tapi ketika laki-laki itu mengelak dengan mendorong tubuh ke belakang, wajah sampai ke pinggang ditarik ke belakang maka pukulannya luput dan kaki atau sepasang kaki laki-laki itu tetap tidak bergerak, se incipun tidak pindah!249

"Dar!"

Akhirnya pukulan itu menghajar tanah.

Luar biasa dan hebat sekali orang she Yong ini berhasil menyelamatkan dirinya.

Cara berkelitnya demikian mudah dan bersahaja, gampang! Dan ketika semua mata terbelalak memandangnya, nenek Bhi Cu tertegun maka nenek Ai Ping berseru keras dan ganti memukul.

"Bocah ini memandang ringan. Coba kupukul dia apakah tidak bergeser!"

Pukulan dari belakang menyambar.

Tadi pria ini mendoyongkan tubuh tanpa memindahkan kaki dan sekarangpun ia mengelak serangan itu, juga dengan cara yang sama tapi bukan ke belakang melainkan ke depan.

Dan ketika ia membungkuk dan pukulan lewat di atas punggungnya, menghantam nenek Bhi Cu maka nenek itu berseru kaget dan tentu saja mengelak cepat.

"Dar!"

Pukulan itupun menghajar tanah. Dua kali laki-laki itu diserang dan dua kali pu Ia luput mengenai angin, bukan main kagetnya dua nenek itu. Tapi ketika yang lain mau bergerak dan pria itu mengangkat tangan maka buru- buru ia berseru.

"Stop, stop! Aku tak ingin membuat ribut-ribut, cuwi- locianpwe. Harap jangan menyerang dan mana muridmu Kiok Eng. Aku datang secara damai!"

Namun sembilan nenek-nenek terlanjur kaget.

Mereka sudah membuktikan omongan Kiok Eng dan tentu saja penasaran.

Sebagai orang-orang persilatan tentu saja mereka tersinggung.

Dua pukulan rekan mereka begitu dilecehkan.

Yang pertama dikelit dengan cara mudah sedang yang kedua tanpa menengok ke belakang.

Ini sudah memerahkan muka, semua merasa tertampar.

Dan ketika nenek Bhi Cu mendelik dan mengeluarkan250 suara dari kerongkongan, menjerit maka nenek itu menubruk lagi dan nenek Ai Ping juga menyergap dan mencengkeram punggung.

Dua serangan sekaligus meluncur dari muka dan belakang.

"Hayoh kau elak!"

Laki-laki ini terkejut.

Ia mengangkat tangannya tapi tak digubris, berseru dan buru-buru mencegah namun malah diterjang.

Dan ketika dua serangan menubruk dan menyergap muka belakang, tak mungkin main doyong ke muka atau belakang maka ia miringkan tubuh dan....

dua nenek itu bertubrukan dan saling kaget sendiri.

"Heiii, awas..... bres-bress!"

Dua-duanya saling teriak.

Mereka bertabrakan dan tentu saja satu dan yang lain menghantam dan menangkis.

Orang she Yong itu berkelit ke kiri dan dua seranganpun luput.

Hebatnya, laki-laki itu masih tidak menggeser kakinya, jadi masih di situ dan karena dua tubuh saling hantam maka ia berada di tengah-tengah.

Dua nenek itu roboh di atas pinggangnya.

Namun ketika ia tegak lagi dan mengangkat bahu masing-masing nenek, mendorong dan menolak maka dua nenek itu terhuyung dan masing- masing pucat memandang orang she Yong itu.

"Iblis... kau iblis!"

Yang lain-lain kaget dan tersentak.

Mereka melihat untuk ketiga kalinya orang ini mampu menghindar tanpa memindahkan kaki, luar biasa.

Tapi ketika nenek Bi Hwa dan Bi Giok berseru keras, menerjang dari kiri kanan maka dua nenek itu menghantam dan kesempatan lagi bagi mereka untuk maju ke depan.

"Awas!"

Laki-laki itu terbelalak.

Ia sekarang sudah diserang dari251 kiri dan kanan dan untuk ini tak mungkin berdiam diri lagi.

ada dua jalan untuk menyelamatkan diri, pertama menangkis dan menggerakkan lengan ke kiri kanan atau meloncat tinggi, membiarkan pukulan lewat di bawah kakinya.

Tapi karena cara kedua tentu tak berguna banyak, begitu ia turun tentu diserang dan dipukul lagi maka laki-laki ini mengembangkan lengan dan cara pertama itulah yang dipakai.

"Ji-wi locianpwe, maaf....!"

Dua nenek itu melotot.

Pukulan mereka diterima sepasang lengan laki-laki itu dan ini berarti tantangan.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Mereka hendak diajak adu tenaga.

Maka membentak dan menambah tenaga merekapun memperkuat pukulan dan akibatnya, mereka mengeluh dan terbanting roboh.

"Dess!"

Bukan hanya dua nenek itu yang terkejut.

Tujuh nenek lain, yang sudah mendengar kehebatan laki-laki ini dari Kiok Eng juga terperanjat dan tersentak.

Rekan mereka Bi Hwa dan Bi Giok terbanting dan menjerit, mereka itu roboh dan terlempar bergulingan.

Tapi ketika mereka dapat meloncat bangun dan tak apa-apa, orang she Yong ini tak melukai teman mereka maka semua terkejut dan juga kagum.

Ini benar-benar hebat, padahal mereka tahu betapa kuat pukulan nenek bersaudara tadi! "Locianpwe, tahan...

jangan serang aku.

Eh, maaf kalau aku membuat marah kalian, ji-wi locianpwe.

Tapi jangan serang dan beri kesempatan padaku bertemu murid kalian atau ibunya!"

"Keparat!"

Nenek Bi Hwa dan Bi Giok terlanjur marah, menuding dan gemetar.

"Kau telah menghina aku, bocah, tak usah berpura-pura dan coba terima serangan kami lagi.... singgg!"

Nenek Bi Giok menerjang dan252 melompat lagi.

Kini Tangan Pedangnya bekerja dan suara mendesing tajam yang mengerikan itu cukup membuat orang pucat.

Tangan itu berkilauan pula seperti pedang tajam.

Dan ketika angin sambarannya membuat daun-daun terpapas, rontok dan jatuh maka dapat dibayangkan hebatnya Kiam-ciang atau Tangan Pedang ini.

Nenek-nenek lain melompat mundur.

Namun Yong Lip, orang yang sesungguhnya Fang Fang ini berkelit mundur.

Laki-laki itu tahu kehebatan Kiam- ciang namun tak mau menangkis, bukan takut melainkan menjaga agar lawan tidak semakin marah lagi.

Kalau dia menangkis tentu lawan terkejut, terbanting dan roboh terguling-guling lagi, kecuali dia mempergunakan Bian- kangnya atau Tenaga Kapas untuk meredam Tangan Pedang.

Namun karena Bian-kang itu adalah milik Dewa Mata Keranjang dan tentu dia cepat dikenal, padahal bukan maksudnya untuk segera membuka rahasia maka dia berkelit dan ketika Kiam-ciang menyambar pukulan itupun menghajar batu besar di belakangnya.

"Crass!"

Batu itu belah.

Dapat dibayangkan betapa luar biasanya tangan si nenek ini.

Tangannya benar-benar seperti pedang ampuh dan batu itupun menggelinding.

Namun karena saudaranya juga melepas serangan dan begitu lawan berkelit pukulan itu juga menyambar maka laki-laki yang tak ada kesempatan berkelit ini merobohkan diri ke tanah dan tidur menggulingkan badan membiarkan pukulan itu lewat seinci di samping telinga kirinya.

"Crak!"

Tanah meletup dan menghamburkan debu dan kerikil.

Dua nenek itu sama-sama gagal sementara lawan sudah meloncat bangun dengan baju dikebut-kebutkan.

Sekali lagi laki-laki ini berseru agar jangan mereka menyerang, Bi Hwa maupun Bi Giok terbelalak.

Tapi begitu sadar dan253 meluap gusar merekapun menerjang dan dua-duanya terpukul dan marah bukan main.

Pukulan mereka tak membawa hasil.

"Orang she Yong, kau kiranya lihai. Bagus, kau pamer kepandaian di sini. Cobalah elak serangan kami atau kau menangkis... crik-crak!"

Dua Tangan Pedang silih berganti menyambar, dikelit dan dikejar dan lawanpun segera berlompatan.

Tapi ketika dua nenek itu berkelebatan menyambar-nyambar dan Tangan Pedang semakin hebat menyerang maka laki-laki ini mengerahkan ginkangnya dan "wut", iapun sudah beterbangan dan sama-sama mengelilingi nenek itu seperti burung menyambar-nyambar.

"Ji-wi locianpwe, kalian terlalu. Siapa mengajak bermusuh. Ah, biarlah kalian habiskan tenaga sendiri dan aku tak perlu melayani kalian!"

Tubuhnya naik turun di antara dua nenek itu dan lawan terkejut bukan main karena tubuh yang berkelebatan menyambar-nyambar itu bagai kapas tertiup angin.

Tangan Pedang mereka yang dahsyat menderu-deru hanya memukul lawan seperti hembusan angin kencang saja, membuat tubuh laki-laki itu tertiup dan tentu saja bacokan atau tusukan mereka gagal.

Mana mungkin menyerang lawan yang dihembus sedikit saja sudah terbang menjauh, persis kapas atau benda ringan yang tak mungkin disentuh.

Dan ketika dua nenek itu melengking karena serangan mereka gagal, keringat mulai membanjir sementara lawan masih enak- enak berseliweran seperti burung menari-nari maka tujuh nenek di luar terbelalak dan kagum.

Mereka penasaran dan juga takjub akan kepandaian ini.

Itu ilmu meringankan tubuh yang luar biasa, jauh di atas nenek Bi jiok maupun Bi Hwa.

Dan ketika semua kagum dan menonton berseri, pertandingan menjadi seru maka254 dua nenek menjerit dan membentak-bentak karena belum satu kalipun tangan mereka menyentuh tubuh lawan.

Tak mampu! "Jahanam, keparat! Ayo tangkis serang an kami, orang she Yong.

Ayo balas dan jangan pandai menghindar saja.

Ayo, mana kepandaianmu yang lain!"

"Aku tak ingin bermusuhan,"

Laki-laki itu menjawab.

"aku datang bukan untuk bertanding, Bi Giok-locianpwe, melainkan bersahabat dan hidup secara damai. Aku tak akan membalas dan hentikanlah serangan kalian."

"Keparat, kau memandang rendah kami? Kaukira kami mau kau hina?"

"Ah, tidak, ji-wi locianpwe. Justeru aku yang muda menghormat dan menghargai kalian yang begini gagah dan masih cepat bertanding. Kalian seperti srikandi- srikandi mengagumkan. Kalian hebat!"

"Pujianmu kosong, kau menghina dan melecehkan kami. Ayo sambut!"

Dan dua Tangan Pedang yang kembali mendesing dan menyambar, dibacokkan sekuat tenaga tapi seperti tadi maka tubuh laki-laki ini-pun terdorong dan terhembus menjauh, belum apa-apa sudah tertiup di sana dan tentu saja dua nenek gagal.

Bi Giok dan Bi Hwa mendelik.

Dan ketika di sana terdengar tawa dan kekeh kagum, tujuh temannya memuji lawan maka dua nenek ini marah dan memaki.

"Bhi Cu, apa kau ini. Kenapa tertawa. Tidakkah kau ingat betapa pukulanmu tadi luput menyambar. Heh, maju dan bantu kami, Bhi Cu. Ini adalah musuh!"

"Benar, dan kau juga, Ai Ping. Bukankah kami membantumu tapi sekarang kau terkekeh. Keparat, maju dan serang laki-laki she Yong ini!"255 Dua nenek semburat. Mereka tadi tertawa dan terkekeh paling geli, keras. Bukan untuk menghina teman mereka melainkan justeru kagum dan memang geli. Orang ini memang hebat, berkali-kali Tangan Pedang rekan mereka meniup mendahului. Tapi begitu dibentak dan sadar, lawan adalah musuh maka mereka berkelebat dan maju sambar-menyambar.

"Bagus, kau benar, Bi Giok. Ia tadi membuat malu aku. Ih, mari kita hajar!"

"Dan kita ketok kepalanya!"

Bhi Cu melengking dan gemas serta penasaran.

"Ia tadi mempermainkan aku, Bi Hwa. ayo kita keroyok dan lihat apakah kata-kata Kiok Eng benar!"

Empat nenek berkelebatan menyambar-nyambar.

Dari kiri dan kanan sudah maju nenek Bhi C u dan Ai Ping, dari depan dan belakang menyerang nenek Bi Giok dan Bi Hwa.

Tapi ketika mereka menghantam dan serangan itu justeru menimbulkan angin kuat menyambar, tubuh lawan terhembus dan menjauh maka mereka gagal dan melotot bingung.

Lawan tak dapat didekati.

"Eh!"

Bhi Cu memekik.

"Jangan pergunakan ilmu siluman, orang she Yong. Ber-tempurlah yang gagah dan jangan kabur!"

"Hm, ini adalah ilmu meringankan tubuhku, bukan ilmu siluman. Kenapa kalian marah-marah, Bhi Cu locianpwe? Aku menghendaki kalian berhenti malah sekarang mengeroyok. Aku tak mau bertempur."

"Kau laki-laki atau bencong? Kalau laki-laki balaslah kami, kalau bencong harap pergi dan jangan temui Kiok Eng!"

"Aku ingin bertemu ibunya, tak akan pergi kalau belum256 dapat..."

"Nah-nah! Apa ini. Kau mata keranjang Keparat, kau sudah mulai menunjukkan hidung belangmu!"

Dan si nenek yang marah menerjang bertubi-tubi akhirnya kecewa tak dapat menyentuh.

Lawan selalu tertiup ke belakang kalau dihembus angin pukulan mereka, ini yang susah.

Dan ketika pertempuran berjalan limapuluh jurus tapi lawan belum juga dapat dirobohkan, empat nenek itu memekik-mekik maka Sin-mauw Sin-ni, nenek Rambut Sakti menjeletarkan rambutnya.

"Uihh, rupanya aku harus maju! Ayo, siapa membantuku, Lin Lin. Apakah kita biarkan keparat she Yong ini mempermainkan kita!"

"Benar,"

Lin Lin, nenek Kilat Biru ber kelebat pula, tangannya berkeratak.

"Kita habisi dia, May-may. Ayo maju dan serang!"

"Eh,"

Laki-laki itu berkerut.

"Kalian benar-benar mau mengeroyokku, cuwi-locianpwe? Tidak malu-malu? Hm, aku jadi ingin pergi. Aku harus bertemu Kiok Eng kalau begitu!"

Namun dua nenek terakhir di belakang Sin-mauw Sin-ni dan Bhi-kong-ciang Lin Lin tiba-tiba berkelebat dan menyusul rekan mereka itu, membentak.

"Orang she Yong, kau mau ke mana?"

Dan menerjang serta mencegah laki-laki itu pergi maka nenek ini menghantamkan pukulannya sementara Sin-mauw Sin-ni May-may meledakkan rambut dan Bhi-kong-ciang Lin Lin melepas pukulan Kilat Biru.

"Des-dess!"

Laki-laki itu dikurung dan dihujani pukulan.

Dari delapan penjuru sembilan nenek itu melepas pukulan beruntun, dan karena setiap pukulan tentu mendorong laki-laki itu257 ke tengah, diterima dan dihantam pukulan baru maka akibatnya orang she Yong ini terdampar dan mau tidak mau harus menangkis.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia tak mungkin menggunakan ilmu meringankan tubuhnya saja karena pukulan-pukulan itu amatlah cepat dan dahsyat.

Semua marah dan ingin me-robohkanya.

Dan ketika apa boleh buat ia harus menangkis, semua pukulan diterima dengan pukulan lunak maka sembilan nenek itu kena gempur dan alangkah kagetnya mereka merasa dan melihat ilmu pukulan ini.

"Im-bian-kun (Pukulan Kapas)!"

Bukan hanya dua nenek Bi Hwa yang terkejut.

May-may, nenek terakhir yang mengajak kawan-kawannya juga tersentak dan berseru tertahan.

Rambutnya tadi bertemu telapak tangan lunak dan pukulannya yang keras amblas ke telapak lawan itu.

Inilah Bian-kun atau Tangan Kapas yang lihai.

Tapi karena ilmu itu warisan tunggal Dewa Mata Keranjang dan inilah yang mengejutkan mereka, semua melotot dan terlempar berjungkir balik maka sadarlah mereka siapa kiranya pria mengaku Yong Lip ini.

"Dia.... dia Fang Fang. Terkutuk, ini bocah itu!"

"Benar,"

Bi Giok menjerit.

"Dia Fang Fang, enci May. Sekarang aku ingat dan pantas dia tahu tentang kita. Ah, tangkap dia. Bunuh!"

Nenek yang lain-lain ingat.

Mereka segera sadar bahwa inilah Fang Fang.

Tiada orang lain di dunia ini yang mewarisi kepandaian si Dewa Mata Keranjang kecuali anak muda itu, sang murid.

Mereka tadi ragu-ragu dan sudah curiga tapi terpengaruh oleh wajah dan kacamata itu.

Fang Fang sekarang sudah berubah dan anak ini penyabar benar.

Sikapnya juga halus dan kalem serta258 tenang.

Ah, inilah bocah itu! Maka begitu yang lain-lain ingat dan serentak mencabut senjata, maju dan menerjang lagi maka Fang Fang, yang harus menanggalkan penyamarannya sebagai Yong Lip itu menarik napas panjang-panjang.

"Hm, kalian sudah mengenalku, locianpwe. Bagus. Tapi bukan maksudku untuk bertanding dengan kalian dan harap kalian minggir. Aku ingin bertemu Kiok Eng dan isteriku Ceng Ceng."

"Keparat, kau hendak membongkar rahasia? Kau hendak membuat malu kami? Enyahlah ke neraka. Kiok Eng sudah tak mempunyai ayah, Fang Fang, dan kau adalah pembunuh ayahnya.... wiirrr-plak-plakk!"

Fang Fang yang menangkis dan mengelak sana-sini dibuat sibuk oleh serbuan nenek-nenek itu.

Mereka sekarang mengenalnya dan inilah akibatnya.

Tapi karena dia tak ingin bermusuh dan semua itu adalah isteri-isteri gurunya, jelek-jelek harus dihormati maka Fang Fang yang sekarang berkepandaian amat tinggi ini mengelak sana-sini dan menangkis atau mengibas yang membuat lawan-lawannya terbanting bergulingan.

Joko Sableng Muslihat Sang Ratu Dewa Arak 58 Mayat Hidup Merivale Mall 05 Korban Gosip

Cari Blog Ini