Ceritasilat Novel Online

Playgirl Dari Pak King 3

Playgirl Dari Pak King Karya Batara Bagian 3


"Setan, agaknya percuma ditunggu. Aku mulai mengantuk!"

"Aku juga. Hm, rupanya kita harus gigit jari. Eh, aku mau tidur, Kam Ek, tapi biar di sini saja sehingga tahu kalau131 sewaktu-waktu ia keluar!"

"Dan kita besok harus berangkat,"

Gan Ki mengerutkan kening.

"Sialan, masa gagal sama sekali?"

"Sudahlah,"

Si janggut jengkel.

"Tidur saja semua dan mari sama-sama di sini!"

Tiga laki-laki itu mengangguk.

Mereka benar-benar mengantuk karena kentongan sudah dipukul dua kali.

Malam telah lewat dan mereka gemas sekali terhadap Kiok Eng.

Kalau bukan karena harus bersikap manis dan mencoba menarik hati barang-kali tiga laki-laki ini sudah akan bersikap kasar, mengetuk atau memanggil Kiok Eng lagi.

Dan ketika mereka berjajar dan tidur di luar pintu, Kiok Eng diam-diam tertawa tapi juga gemas kepada mereka maka tiga orang itu tidur dan dengkur mereka sebentar saja terdengar seperti babi.

"Hm, menyebalkan, tapi juga gigih. Kalau aku tidak sedang mendongkol kepada Dewa Mata Keranjang itu barangkali kusambut juga mereka itu, hitung-hitung sebagai mempermainkan lelaki. Tapi besok aku harus pergi, dan celaka sekali kamar ini tak memiliki jendela di bagian belakang. Sialan!"

Kiok Eng juga mengumpat dan memaki bentuk kamar itu.

Ada jendela tapi di bagian depan, bukan di belakang atau samping kamar.

Mungkin sengaja dibuat begitu agar setiap tamu dapat keluar masuk diawasi.

Tidak ada yang lari dengan mengemplang uang kamar misalnya.

Dan ketika malam itu Kiok Eng tidur nyenyak setelah mendapatkan rencana baru, yakni ia tak akan pulang melapor kegagalannya, ia akan mencari dan menemukan orang-orang gagah yang lebih lihai maka keesokannya gadis ini bangun dan membuka pintu kamarnya.

Ia tak perduli lagi kepada tiga laki-laki di depan itu dan suara132 pintu dibanting cukup keras.

Hal ini sengaja dilakukan gadis itu untuk melihat apa yang nanti tiga laki-laki itu lakukan.

Apakah mereka berani mengganggunya.

Tapi begitu ia melenggang dan meninggalkan kamarnya, si jenggot pendek tersentak dan bangun membuka mata mendadak dua temannya yang lain juga melompat dan bangun berdiri.

"Heii..!"

Yang tampan berseru.

"Kau mau ke mana, nona. Apakah mau pergi!"

"Benar, dan kami juga mau berangkat.

"Heii, tunggu dan kami masih ingin berkenalan!"

Tiga laki-laki itu gugup sendiri.

Mereka berloncatan dan masing-masing tak mau keduluan.

Mereka melompat dan mengejar Kiok Eng.

Tapi karena Kiok Eng masih harus mencari pelayan atau pemilik losmen untuk membayar, dia tentu saja tak mau pergi begitu saja mendadak sambil menyeringai pemilik berkata bahwa sewa kamarnya sudah dibayar.

Pemilik dan pelayan sama-sama ada di situ, rupanya tidak tidur semalam suntuk! "Apa?"

Kiok Eng tertegun.

"Sudah dibayar-?"

"Benar, sudah dibayar, nona. Tapi kalaupun belum kami juga tidak bermaksud menarik sewa kamar. Adalah keberuntungan dan rejeki besar bagi kami kalau ada tamu seperti nona. Lihat, kamar-kamar kami cepat penuh!"

Kiok Eng menoleh.

Dari sana-sini tiba-tiba menguak pintu-pintu kamar dan dari sana-sini pula nongol kepala laki-laki bermacam-ragam.

Mulai dari yang muda sampai yang tua.

Mulai dari yang tampan sampai kepada yang buruk dengan gigi mencuat sana-sini.

Dan ketika Kiok Eng tertegun karena suara gaduh tiga orang laki-laki itu133 kiranya membangunkan tamu-tamu lain, losmen ini ternyata penuh orang maka semua keluar dan Kiok Eng muak tapi juga geli melihat kakek-kakek yang lupa masih bercelana kolor saja.

Dan tiga orang dari Ang-houw- piauwkiok itu berseru memanggil-manggil.

"Nona, tunggu... tunggu dulu. Kami juga mau pergi. Sewa kamar sudah kami bayar!"

Kiok Eng terbelalak.

"Kalian yang membayar?"

"Benar,"

Pemilik mendahului.

"Mereka itulah yang membayar sewa kamarmu, nona. Dan gara-gara kedatanganmu rumah penginapanku mendadak menjadi penuh!"

Kiok Eng terkekeh.

Tiba-tiba ia tertawa dan giginya yang berderet rapi tampak begitu bersih dan indah.

Kiok Eng telah mencuci muka di kamarnya tadi.

Dan ketika ia hendak marah tapi tak jadi, tak disangkanya bahwa tiga laki-laki itulah yang membayar sewa kamarnya maka begitu berhadapan iapun mengangguk.

"Ang-twako, terima kasih. Tapi rasanya tak mungkin aku menunggu kalian. Biarlah lain kali kita bertemu dan sekali lagi terima kasih!"

"Eh-eh, nanti dulu. Kita tentu setujuan dan sama-sama. Tunggu, kami juga ingin mengiringmu!"

"Hi-hik, jalan kaki?"

"Tidak, kami membawa kereta kosong, nona. Mari berangkat dan sama-sama!"

"Heii, jangan mau!"

Seorang lelaki tiba-tiba berseru.

"Yang mereka bawa bukan kereta indah, Bu Beng Siocia, melainkan pedati dan kereta kuda yang jelek!"

"Benar,"

Lelaki lain tiba-tiba bersahutan.

"Yang dibawa134 adalah kereta jelek, nona. Mendingan naik kuda atau berlari cepat dengan kami orang-orang kang-ouw!"

Kiok Eng terbelalak.

Empat lelaki gagah tiba-tiba berlompatan dan mereka itulah yang berteriak membujuk dirinya.

Ang-twako dan dua temannya yang lain tampak merah mukanya karena ditelanjangi.

Tak dapat disangkal bahwa kereta yang mereka tawarkan memang pedati untuk mengangkut barang, bukan kereta indah apalagi yang enak ditumpangi.

Tapi karena Ang-twako ini tak mau kalah dan ia juga melompat maju maka ia berkata nyaring.

"Nona, kami siap mencarikan kereta indah dan bagus untukmu, bukan pedati di luar itu. Kalau nona tidak percaya mari kami tunjukkan kareta di tempat alamat kami ada sebuah kereta indah yang pantas untukmu!"

"Sudahlah,"

Kiok Eng tertawa.

"Kalian tak perlu ribut-ribut sendiri, Ang-twako. Aku tak ingin dibujuk siapapun karena aku ingin pergi dengan caraku sendiri. Terima kasih atas semua kebaikan kalian dan tak perlu aku ikut dirimu."

"Ha-ha, Ang-houw-piauwkiok sia-sia. Ah, percuma semalam menunggu-nunggu!"

Si jenggot pendek menoleh.

Entah siapa yang bicara seperti itu karena dari sekian banyak orang suara itu bergema nyaring, suaranya ke mana-mana.

Dan karena dia tak tahu siapa yang bicara sementara tawa dan ejekan terdengar di sana-sini, laki-laki ini marah maka dia habis sabar menghadapi Kiok Eng, gadis itu rupanya tak dapat dibujuk.

"Nona, kami ingin benar mengikat persahabatan denganmu. Sejak kemarin kami menunggu, masa sekarang kau tiba-tiba pergi dan tidak memberi135 kesempatan kepada kami!"

"Aku sudah bilang, aku tak mau diganggu. Biarlah lain kali kita ketemu dan selamat tinggal!"

Kiok Eng mulai marah juga, orang mulai memaksa dan bersikap kasar.

Mungkin mentang-mentang merasa memberi ini-itu lalu hendak seenaknya.

Iapun mulai berkilat.

Dan ketika benar saja laki-laki itu menghadang dan ia tak dapat lewat, Ang-twako ini minta agar sukalah dia bersama- sama, Kiok Eng tak sabar maka ia mendorong dan laki- laki itu disuruhnya minggir.

"Maaf, aku harus pergi, dan akupun pergi. Terima kasih atas semua kebaikan kalian tapi jangan coba-coba memaksa aku untuk bersama kalian!"

Laki-laki itu mengelak.

Ia tak mau didorong tapi kesempatan itu justeru dipergunakan Kiok Eng melompat.

Ia bergerak dan tahu-tahu telah melewati orang ini, menuju pintu keluar.

Tapi ketika Ang-twako dan dua temannya berseru keras, malu dan penasaran maka mereka berjungkir balik dan Ang-twako atau si jenggot pendek itu kembali tahu-tahu telah menghadang.

"Bu Beng Siocia, kau tak dapat menghargai kebaikan kami. Masa baik-baik kami memintamu lalu begini saja kau pergi. Tunggu, kami tak mau dipandang rendah!"

Kiok Eng terkejut dan marah.

Si jenggot pendek ini tiba- tiba mencengkeram pundaknya agar tidak melanjutkan langkah, dua yang lain mengepung di kiri kanan dan mencegah dia keluar.

Dan karena sudah berkali-kali gadis ini menahan marah, beberapa kali bersabar karena orang dinilai berbuat baik, memberinya ini-itu maka sekarang dia membentak dan marah melihat cengkeraman itu.

"Orang she Ang, aku dapat membayar kembali sewa136 kamar dan apa yang kaubayar. Tapi tak usah macam- macam kalau aku tak dapat bersamamu. Memangnya apa kalian ini, tikus-tikus busuk yang tak tahu diri!"
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Kiok Eng berkelit dan mengelak cengkeraman itu, lalu begitu dia mundur dan menggerakkan kaki kirinya maka melayanglah sebuah tendangan ke bawah pusar laki-laki itu. ''Dess!"

Laki-laki itu berteriak dan menjerit mengaduh- aduh.

Dia memegangi bawah pusarnya dan dua temannya yang lain terkejut.

Tadi dua orang itu terpesona oleh kain panjang Kiok Eng yang tersingkap, paha begitu halus dan putih terlihat.

Indahnya! Tapi begitu teman mereka berteriak dan Ang-twako mengaduh-aduh, tendangan Kiok Eng tepat mengenai anggauta rahasianya maka tentu saja dua yang lain terbelalak dan marah.

Ang-twako juga mendesis-desis dan dia berputaran sejenak seperti orang kena penyakit ayan.

Nyeri dan sakit yang menusuk-nusuk begitu hebat terasa.

Tapi setelah beberapa detik kemudian rasa sakit itu hilang, Kiok Eng memang tidak terlalu keras menendang maka laki-laki ini membentak dan mengejar Kiok Eng yang sudah menyelinap keluar.

Gadis ini mempergunakan kesempatan selagi dua yang lain tadi bengong.

"Bu Beng Siocia, kau semakin tak boleh pergi lagi. Kau telah menyakiti aku!"

"Hm,"

Kiok Eng tiba-tiba ingin memberi pelajaran, kalau tidak begitu laki-laki ini barangkali akan terus mengejar- ngejar.

"Baik kalau kau bicara seperti itu, orang she Ang. Dan biar aku berhenti melihat apa yang hendak kaulakukan.... wut!"

Laki-laki itu sudah melompat, menubruk dan menerkamnya dan orang ini bagai srigala kelaparan yang tak mau membiarkan mangsanya lolos.137 Ia tidak lagi menerkam pundak Kiok Eng melainkan buah dadanya.

Buah dada Kiok Eng memang montok dan besar, semua mata laki-lakipun pasti melotot dan mengilar, apalagi pakaian gadis itu sengaja dibuat dengan belahan di tengah, hasil kerja gurunya sebelum turun gunung.

Tapi begitu Kiok Eng mengelak dan tertawa dingin, kepandaian laki-laki ini masih di bawah Hung-wangwe maupun anak buahnya maka Kiok Eng mendengus dan begitu ia menggerakkan kakinya lagi maka ujung sepatu melayang dan untuk kedua kalinya lagi tepat menghantam bawah pusar lawan, kali ini lebih keras.

"Aduh!"

Laki-laki ini terpental dan bergulingan.

Ia merintih dan meraung tak keruan dan berputar-putar melipat lutut.

Namun ketika kemudian ia roboh dan tak bergerak-gerak lagi, pingsan, maka dua temannya mencabut golok dan mereka itu maju menerjang Kiok Eng.

"Keparat, kau mencelakai Ang-twako. Jangan kabur!"

Kiok Eng tertawa mengejek.

Tentu saja ia tak perlu kabur karena kepandaian tiga orang ini amatlah rendahnya.

Sedangkan Hung-wangwe dan delapanbelas pembantunya saja tak takut ia hadapi, apalagi dua orang ini.

Maka begitu ia berkelit dan kuku menjentik, golok mencelat terlempar maka dua orang itu berteriak dan sebagai pelajaran Kiok Eng juga menghadiahi tendangan di bawah pusar.

"Kalianpun orang-orang yang tak pantas untukku. Pergilah, dan jangan coba-coba mengganggu aku lagi..... des-dess!"

Dua orang itu menjerit, terlempar dan mengaduh-aduh dan seketika gemparlah tamu-tamu penginapan melihat itu.

Yang bukan orang-orang kang- ouw, yang datang karena mengira Kiok Eng pelacur kelas tinggi yang mencari mangsa di penginapan itu,138 desas-desus telah menyebar di telinga para laki-laki hidung belang mendadak angkat kaki dan kabur.

Tiga kali mereka melihat Kiok Eng menendang anggauta rahasia, dapat mereka rasakan betapa sakit dan nyerinya.

Maka begitu mereka terkejut dan tiga orang Ang-houw-piauwkiok ini menjadi korban, semua gempar dan ramai maka penginapan itu menjadi ribut sementara Kiok Eng melenggang dan meneruskan langkahnya keluar dari penginapan itu..la seketika membuat jera para laki-laki di situ termasuk empat orang kang-ouw yang tadi mengejek Ang-twako dan kawan-kawannya.

Mereka inipun mengkeret dan kuncup nyalinya.

Sekali gebrakan saja Kiok Eng mengalahkan tiga orang itu, dapat diukur betapa tingginya kepandaian gadis itu.

Dan ketika mereka tiba- tiba tak berani coba-coba dan otomatis membiarkan Kiok Eng pergi, gadis itu tertawa mengejek maka dengan tenang dan langkah pasti gadis ini meninggalkan tempat itu.

Kaum lelaki yang semula menganggapnya gampangan mendadak menjadi pucat.

Mereka melihat Kiok Eng tak ubahnya siluman ganas yang sewaktu-waktu dapat menerkam mereka.

Dan ngeri oleh hajaran gadis itu yang selalu menendang anggauta rahasia, ini membuat kaum lelaki gentar maka penginapan itu menjadi bahan pembicaraan sekaligus kekaguman yang bercampur kengerian tentang sepak terjang Kiok Eng.

Mereka terus membicarakan itu sampai datangnya seorang pemuda baju putih, yang tertegun dan mendengar ribut-ribut itu dan terbelalaklah pemuda ini mendengar itu semuanya.

Tapi ketika ia tertawa dan mengangguk-anggukkan kepalanya, pemuda ini bukan lain adalah Tan Hong maka bergeraklah pemuda itu mengejar Kiok Eng.

Semalam ia kehilangan jejak dan berputar-putar di139 sekitar Bu-lim.

"la menuju ke selatan? Sendiri? Bagus, coba kususul!"

"Heii..!"

Pemilik losmen yang melihat Tan Hong bergerak tiba-tiba berseru.

"Kau mau apa, anak muda. Gadis itu galak bagai harimau diganggu anaknya. Jangan coba- coba mengejar. Nanti anu-mu ditendang!"

"Ha-ha, benar,"

Yang lain tertawa dan berseru pula.

"Pingsan kau nanti, anak muda. Sayangilah milik satu- satumu itu atau nanti tak dapat menikmati surga. Kau masih muda!"

Namun Tan Hong tersenyum dan menoleh.

Ia melambaikan tangan dan kakinya terus bergerak melangkah.

Dan ketika ia nampak melangkah begitu enak namun tahu-tahu telah jauh di jalan raya, gerak kakinya ternyata cepat dan luar biasa maka pemuda itu lenyap dan hanya suaranya saja yang terdengar.

"Terima kasih, aku dapat menjaga diriku, saudara- saudara. Dan sesungguhnya ia adalah orang yang kucari-cari. Selamat tinggal!"

Tan Hong tak terlihat lagi di depan losmen.

Pemilik dan beberapa orang berlari melihat dan alangkah kagetnya mereka itu karena anak muda yang baru saja di depan mereka itu tahu-tahu sudah jauh di sana, hampir di batas kota.

Dan ketika pemuda itu berkelebat dan melayang ke atas, meloncat dan lenyap melewati pintu gerbang yang tinggi maka sadarlah mereka bahwa pemuda baju putih itupun kiranya bukan orang biasa.

"Iblis, ilmu meringankan tubuhnya hebat sekali. Aih, tentu hebat kalau pemuda dan gadis itu bertemu!"

"Benar,"

Suara yang lain menyahut.

"Mari kita susul mereka, Cam-twako. Siapa tahu bakal140 ada pertandingan seru!"

Inilah dua orang kang-ouw yang masih tersisa di situ.

Teman mereka yang lain sudah pergi dan gentar tapi mereka masih bercakap-cakap sendiri.

Melihat gerak- gerik Tan Hong mereka tertarik, pemuda itu tenang- tenang saja dan sama sekali tidak menunjukkan muka gentar.

Dari sini saja mereka tahu bahwa Tan Hong adalah pemuda berisi.

Dan ketika benar saja pemuda itu melompati pintu gerbang dan ilmu meringankan tubuhnya demikian luar biasa, mereka terkejut sekaligus tertarik maka dua orang ini menyusul tapi bayangan Tan Hong tentu saja tidak kelihatan.

Dan ketika orang-orang itu bubaran sementara dua orang kang-ouw terakhir mengejar Tan Hong, Tan Hong sendiri mengejar Kiok Eng maka gadis yang baru saja menumpahkan kemarahannya di penginapan itu berlari cepat melepas kejengkelan.

Kiok Eng menuju ke selatan tapi di sebuah hutan tiba-tiba ia melihat sesuatu yang menarik perhatiannya, yakni duduknya seseorang membelakangi dirinya, membuat api unggun dan di atas api itu tampak beberapa ekor ikan gurami besar dipanggang.

Kiok Eng merasa aneh bagaimana di tempat itu ada gurami, padahal ia tak melihat empang atau sungai.

Dan ketika bau ikan bakar menusuk hidungnya dan mau tak mau iapun tiba di mulut hutan ini, laki-laki itu memang duduk di situ maka dengan kaget Kiok Eng mendengar sapaan lembut, orang itu masih membelakanginya.

"Bu Beng Siocia, mari nikmati ikan bakar bersamaku. Lihat, mereka sudah matang!"

Kiok Eng terkejut.

Ia tiba-tiba terbelalak karena namanya ternyata sudah dikenal.

Ia tak tahu siapa laki-laki ini tapi rambut lelaki itu yang sudah mulai beruban menunjukkan bahwa tentu dia bukan pria muda lagi.

Dan anehnya, ini141 yang membuat Kiok Eng tertarik, laki-laki itu juga berkacamata.

Gagang kacamata di belakang telinganya itu nampak.

Baru kali ini ia bertemu dengan orang yang berkacamata! Dan karena ia sendiri juga berkacamata dan sapaan lembut tadi menggetarkan hatinya, ia melompat dan ingin tahu maka Kiok Eng terkejut sekaligus tertegun ketika laki-laki ini menoleh, tersenyum lebar, tangan membalik ikan bakar yang sudah matang.

"Mari.... duduklah, Bu Beng Siocia. Ada empat ikan bakar untuk kita. Dua untukmu dan dua untukku. Kau tentu lapar karena belum sarapan, duduklah, buat apa tergesa- gesa."

Sepasang mata lembut namun tajam luar biasa menyambut Kiok Eng.

Sekarang Kiok Eng melihat jelas wajah laki-laki ini.

Usianya sekitar empatpuluh tahun dan wajahnya gagah serta cakap.

Jenggot pendek juga menghiasi dagunya dan kumisnya yang tipis beruban terpampang manis.

Jenggot itu juga sudah ada yang memutih namun biarpun begini tetap saja laki-laki ini gagah.

Dia tampak jantan dan gagah benar.

Kiok Eng kagum.

Tapi ketika pandang matanya bentrok dengan sepasang mata laki-laki ini di balik kacamata putihnya, sepasang mata tajam yang mencorong bagai naga maka Kiok Eng tertegun dan tak terasa iapun tergetar dan mundur.

Wibawa atau wajah serta pandang mata itu begitu besar, berpengaruh! "Si...

siapa kau!"

Kiok Eng sampai tergagap, namun akhirnya mampu menenangkan guncangan hatinya.

"Bagaimana tahu namaku dan apa maksudmu mengundangku ke mari!"

"Ehh... ha-ha!"

Laki-laki itu tertawa, tiba-tiba tak dapat menahan geli.

"Aku tak mengundang maupun menolakmu, nona. Aku sudah di sini dan kebetulan142 kaupun lewat sini. Nah, karena kau tentu melewati aku dan tak enak rasanya diam begitu saja maka kutawari kau dan diterima atau tidak terserah dirimu. Kalau kau mau melanjutkan perjalananmu silahkan, aku juga tidak mengganggu."

Kiok Eng tertegun.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tawa dan pandang mata laki-laki itu tiba-tiba begitu sejuk dan enak didengar.

Tawanya lembut sesuai dengan wajahnya pula.

Wajah itu meskipun gagah tapi juga lembut.

Hm, dan iapun dipersilahkan melanjutkan perjalanannya lagi kalau mau.

Kiok Eng tiba-tiba merasa ditantang.

Dan karena ia tertarik dan curiga kepada laki-laki empatpuluhan tahun ini, yang tersenyum dan memandangnya bersinar-sinar maka iapun lalu duduk dan penasaran menatap tajam wajah itu, yang biasa dan tenang-tenang saja.

"Maaf, kau tahu namaku. Tentunya aku boleh bertanya siapakah kau ini dan bagaimana mengenal aku. Bukankah baru kali ini kita bertemu!"

"Ha-ha, benar. Tapi aku sudah melihatmu sejak kemarin di Bu-lim. Dan tadipun aku juga melihat sepak terjangmu. Ha-ha, tahu rasa orang-orang itu. Memang harus dihajar!"

"Eh, kau tahu itu? Kau melihat semuanya?"

Kiok Eng terkejut.

"Benar, tapi aku cuek saja. Mendahului dan memanggang ikan di sini tapi tak tahunya arah perjalananmu malah sama denganku. Hm, ini namanya jodoh. Kau hebat dan luar biasa sekali!"

"Tapi kau.... berapa lama meninggalkan kota?"

"Kurang lebih sepuluh menit yang lalu. Kenapakah?"

"Sepuluh menit yang lalu? Ah, aku juga sepuluh menit143 yang lalu. Tapi kau... kau sudah duduk dan memanggang ikan di sini. Dan aku tak melihat bayanganmu!"

"Ha-ha, lupakan itu, Bu Beng Siocia. Buat apa dipikir dan untuk apa pula. Eh, ikan ini sampai hangus!"

Kiok Eng terkejut dan membelalakkan mata, dialihkan perhatiannya karena ikan di atas api mulai hangus.

Laki- laki itu terlambat membalik tapi sekarang ia tertawa dan mengangkat ikan itu.

Dan ketika satu demi satu diletakkan di atas daun segar, Kiok Eng masih terbelalak tapi pura-pura tak dilihatnya maka laki-laki itu menawarkan.

"Mari... mari, Bu Beng Siocia. Ambil bagianmu dan kita sarapan. Maaf, minumnya hanya air putih dan silahkan minum kalau kaupun mau."

Laki-laki itu mengambil botol air minumnya, sebotol air putih segar tapi Kiok Eng tak bergerak juga sejak tadi.

Gadis ini sedang terkejut dan tertegun akan jawaban tadi.

Bahwa laki-laki itu sudah meninggalkan kota sepuluh menit yang lalu dan sudah memanggang ikan pula di sini, padahal dia juga berlari cepat tapi tak melihat laki-laki ini di depannya.

Tapi ketika ia ditepuk dan sadar dari kekagetannya, rasa bengongnya lenyap mendadak ia merah padam memandang laki-laki itu, tidak segera menerima tawaran ikan panggang.

"Maaf, aku tak mau menyentuh makananmu kalau pertanyaanku belum dijawab. Siapakah kau dan dari mana asalmu."

"Hm, itu? Ha-ha...!"

Tawa itu lagi-lagi pecah, renyah.

"Aku orang she Yong, Bu Beng Siocia. Namaku Lip. Jadi lengkapnya adalah Yong Lip. Dan asalku? Ah, aku tak berasal dari mana-mana. Tempat tinggalku tak tetap, aku perantau miskin. Aku..."

Suara itu tiba-tiba merendah.

"Aku mengembara mencari anak-anakku yang hilang."144 Kiok Eng terkejut. Wajah yang gagah dan cakap itu mendadak berkerut, muram. Lalu ketika dua titik air mata menetes turun maka pria ini menangis! Tapi begitu laki- laki itu merasa dua titik air matanya sendiri mendadak ia mengusap dan tertawa lagi. Pengendalian dirinya begitu cepat.

"Eh, apa yang kulakukan ini. Cengeng benar. Ha-ha, ayo makan, nona. Sekarang pertanyaanmu sudah kujawab!"

Kiok Eng kagum.

Tiba-tiba ia sudah melihat wajah yang gembira dan berseri-seri lagi.

Orang itu, pria berumur empat-puluhan tahun ini, ternyata dapat menindas perasaannya begitu cepat, Ia sudah pulih lagi dan tawanya yang empuk serta lembut itu terdengar lagi.

Dan ketika ia menawarkan sepotong ikan besar dan Kiok Eng menerima, ia terharu sekaligus kagum maka ia melihat laki-laki itu sudah menggigit ikannya.

"Wah, empuk, gurih sekali. Dagingnya tebal!"

Kiok Eng terbawa.

Ia menggigit dan tertawa dan tiba-tiba ia seakan sudah berkenalan lama dengan laki-laki ini.

Sikap dan pandang matanya yang lembut benar-benar lain dari sikap atau pandang mata laki-laki kepadanya.

Biasanya, sorot kekaguman dan berahi tampak pada pandang mata setiap lelaki yang memandangnya.

Tapi Yong Lip ini, pria ini, sama sekali biasa-biasa saja dan tidak tampak berminyak seperti biasanya laki-laki lain memandang.

Memang dia melihat ada pandang mata kagum pada laki-laki itu, tapi tidak terisi berahi atau hal- hal semacam itu.

Pandang mata ini bersih dan betul-betul kekaguman murni, terbukti dari pujian pria ini di sela-sela makannya bahwa ia cantik, itu saja.

Dan ketika pria itu melanjutkan makannya dan sepotong ikan gurami sudah habis, disusul yang kedua maka laki-laki itu tertawa ketika Kiok Eng bertanya apakah betul dia cantik,145 pertanyaan yang sesungguhnya bersifat pancingan apakah betul laki-laki ini tidak memujinya di balik berahi.

"Ha-ha, cantik? Kau memang cantik, cantik sekali. Dan kecantikanmu itu semakin merangsang dengan gaya pakaianmu yang seperti ini. Lihat, kau sengaja membuka belahan bajumu memperlihatkan sebagian milikmu yang seharusnya tak boleh diperlihatkan pria lain. Dan kau mengenakan pula kain panjang seperti model orang- orang Barat itu. Hm, kalau kau anakku tentu sudah kujitak, kularang dan tak boleh berpakaian seperti ini. Tapi untunglah, kau bukan anakku. Ha-ha!"

Kiok Eng terkejut.

Ia jadi merah oleh kata-kata ini tapi justeru tampaklah olehnya bahwa pria empatpuluhan tahun ini tak tergerak birahinya oleh kecantikannya.

Pria ini biasa-biasa saja dan bahkan mengkritik model pakaiannya yang seperti itu.

Ini adalah perbuatan subonya Bhi Cu, sejenak ada rasa panas dan merah di mukanya itu.

Tapi mendengar bahwa ia akan dijitak, kalau ia puteri laki-laki ini maka Kiok Eng mendongkol menjawab, tak kalah garang.

"Kalau kau berani menjitakku maka akupun juga akan menjitak kepalamu, biarpun kau ayahku!"

"Ha-ha!"

Laki-laki itu tertawa bergelak.

"Kau berani dan kurang ajar, Bu Beng Siocia. Tapi justeru ini yang membuatku semakin tertarik. Hm, wajahmu mengingatkan akan seseorang. Dan usiamu, ah... tepat sekali dengan usia puteriku sekarang. Kau tentu delapanbelas tahun umurmu. Tepat tidak!"

Kiok Eng mengangguk.

"Benar."

"Dan sekarang kau mau ke mana? Mencari apa?"

Kiok Eng tiba-tiba ingat.

Ditanya begini mendadak ia146 berseri.

Tadi laki-laki itu berkata bahwa dari kota Bu-lim ke situ hanya sepuluh menit saja, itupun sudah memanggang ikan dan menunggunya.

Berarti laki-laki ini tentu orang lihai dan ingin benar ia tahu sampai di mana kelihaiannya.

Bukankah ia memang mencari orang-orang lihai untuk menggempur dan menghancurkan Dewa Mata Keranjang.

Kalau ini orang yang dapat diandalkan maka harus dibujuknya, ditempelnya.

Maka begitu ia melompat dan tidak menghabiskan sisa ikan, ia berseri dan bersinar maka ia berseru.

"Yong-twako (kakak Yong), aku sedang mencari dua orang musuh besarku yang amat lihai. Kalau kau dapat membantuku menangkap atau merobohkan. musuh- musuhku ini maka apapun siap kuberikan untukmu!"

"Hm, bagaimana kau memanggilku tadi?"

Pria ini membetulkan letak kacamatanya, berkedip.

"Yong- twako? Ah, kau sudah gila? Usiaku dua kali usiamu, anak bengal. Sebut aku paman atau nanti kutampar pantatmu. Aku tak perlu kau rayu dan tak dapat dirayu!"

"Apa?"

"Kau bak perlu merayuku. Aku bukan seperti orang lain yang akan mudah jatuh cinta padamu."

"Bukan... bukan itu!"

Kiok Eng tiba-tiba membentak, wajahnya terbakar.

"Aku ingin mendengar lagi bahwa kau akan menampar pantatku. Coba ulangi!"

Pria ini tertegun. Sekarang ia melihat kemarahan Kiok Eng tapi tak perduli, alis matanya berkerut namun tiba- tiba ia tertawa. Dan ketika ia mengangguk dan ditantang untuk mengulangi, tentu saja ia bisa maka iapun berkata.

"Hm, apa susahnya mengulangi kata-kata. Benar, aku akan menamparmu kalau kau menyebutku Yong-twako.147 Aku pantas sebagai pamanmu, bukan kakak. Nah, jangan panggil Yong-twako atau nanti pantatmu kugebuk."

"Kau berani? Kau bisa? Baik!"

Kiok Eng tiba-tiba terbakar.

"Lihat dan dengar kata-kataku, orang she Yong. Aku tetap dan akan memanggilmu Yong-twako. Nah, Yong-twako.... Yong-twako....."

Kiok Eng mulai memanggil-manggil nama orang ini, bukan sebagai rayuan melainkan tantangan untuk melihat bukti kata- kata laki-laki itu.

Dan ketika Yong Lip, laki-laki ini, terbelalak dan tertegun mendengar gadis itu terus memanggil-manggilnya sebagai Yong-twako mendadak ia bangkit berdiri dan tanpa sungkan-sungkan lagi ia menampar pantat Kiok Eng.

"Anak bengal, disuruh memanggil paman malah menyebut kakak. Baik, akupun akan membuktikan kata- kataku dan setiap panggilan berarti setiap tamparan.... plak-plak!"

Kiok Eng terkejut dan berkelit, tetap saja kena dan ketika sepuluh teriakan juga berarti sepuluh tamparan, kian lama kian pedas akhirnya Kiok Eng menjerit dan menerjang lawannya itu. Jari-jarinya terbuka dengan serangan maut Tangan Pedang.

"Keparat, kaukira apa kau ini. Enak saja menampar pantat orang. Mampuslah ..... wutt!"

Sepasang Tangan Pedang menyambar dari kiri kanan, menghantam laki-laki itu tapi alangkah kagetnya Kiok Eng ketika dengan mudah laki-laki ini mengelak.

Sederhana dan ringan sekali orang she Yong ini berkelit.

Dan ketika empat bacokan Tangan Pedang lewat sia-sia, mendesing dan laki-laki itu hanya mendengus atau tertawa pendek- pendek maka semua serangan Kiok Eng gagal dan bukan main kagetnya gadis itu melihat kehebatan lawan.

"Bagus, rupanya kau mulai pamer. Baiklah, awas148 seranganku dan sekarang hati-hatilah-., tar-tarr!"

Rambut di kepala Kiok Eng meledak, kaku menotok lawan dan laki-laki itu berseru keras.

Ia sudah mendapat bacokan Tangan Pedang dan kini tiba-tiba serangan rambut sakti.

Ia terbelalak dan mengeluarkan seruan keras, seruan yang disangka Kiok Eng sebagai tanda kaget atau gentar.

Tak tahu bahwa seruan itu sebenarnya lebih bersifat heran dan kaget, bukan kaget karena gentar tapi kaget karena mengenal gaya serangan itu, Sin-mauw Sin-hoat atau Silat Rambut Sakti.

Dan ketika ia mengelak dan mulai bergerak dengan langkah-langkah aneh, maju mundur dan semua lecutan mengenai tempat kosong, sama seperti Kiam-ciang atau Tangan Pedang tadi maka laki-laki ini bergumam.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Heran, kaumainkan Sin-mauw-hoat, berarti kau murid Sin-mauw Sin-ni si nenek galak. Dan kau tadi mainkan Kiam-ciang, milik nenek Bi Hwa dan Bi Giok. He, kau murid nenek-nenek itu, bocah bengal. Pantas begini lihai.... sst-sstt!"

Laki-laki itu menggeser-geser kakinya dengan cepat sehingga ujung celananya mendesis-desis.

Ia berseru dan mengelak sana-sini dan sekalipun belum pernah membalas.

Dan ketika ia membelalakkan mata semen tara Kiok Eng kaget dan tersentak berjingkat, laki- laki ini tahu asal mula ilmu-ilmunya maka lawan tiba-tiba menghela napas panjang pendek dan ketika satu lecutan rambut menyambar mukanya mendadak ia menangkis.

"Plakk!"

Dan....

Kiok Eng terpelanting.

Bukan main kagetnya gadis itu menerima tangkisan ini.

Baru sekali ia beradu tenaga dan seketika itu juga ia terguling-guling.

Kiok Eng kaget bukan main.

Tapi ketika ia meloncat bangun dan menghentikan serangannya, lawan membalik dan menginjak padam sisa-sisa api unggun maka laki-laki itu bergumam tak jelas dan ....

pergi meninggalkan Kiok149 Eng.

"Heiii...."

Kiok Eng terkejut, berkelebat dan mengejar lawan.

"Tunggu orang she Yong, kita masih belum selesai!"

Namun begitu ia berjungkir balik dan tiba di depan orang ini tiba-tiba laki-laki itu memutar tubuhnya kembali dan melangkah lebar ke arah semula.

Kiok Eng membentak dan berkelebat lagi menghadang laki-laki itu tapi orang she Yong inipun membalik dan memutar tubuhnya lagi.

Dan ketika tiga kali berturut-turut Kiok Eng menghadang selalu bertemu punggung, ia marah sekali maka Kiok Eng menggerakkan tangan dan punggung itu dihantamnya.

Tapi begitu laki-laki itu menangkis tanpa menoleh, serangkum angin dahsyat menyambutnya maka Kiok Eng terjengkang dan laki-laki itu sudah bergerak cepat tak mau diganggu lagi.

"Aku tak mau bicara. Kau anak bengal harus sedikit bersopan-santun.... dess!"

Kiok Eng terguling-guling dan terlempar.

Ia kaget bukan main dan hampir tak percaya.

Tiga kali ia menyerang tapi tiga kali itu pula ia gagal.

Namun ketika ia meloncat bangun dan.

laki-laki itu sudah meninggalkannya dengan langkah lebar-lebar, sebentar kemudian sudah masuk ke hutan dan ia tertinggal maka Kiok Eng berteriak dan memanggil laki-laki itu, ilmu meringankan tubuhnya dipergunakan.

"Paman Yong....!"

Laki-laki itu menoleh.

Ia tersenyum dan rupanya gembira oleh panggilan ini.

Kiok Eng sudah tidak memanggilnya Yong-twako lagi.

Gadis itu sudah mulai tahu adat.

Tapi ketika ia menggerakkan kakinya lagi dan Kiok Eng mengejar, pria ini sudah meneruskan langkah maka dengan terbelalak dan muka pucat Kiok Eng melihat betapa ia tak mampu mengejar lawan, padahal ia sudah tancap gas!150

"Paman Yong, tunggu...!"

Laki-laki itu tertawa.

Ia tetap melangkah lebar-lebar sementara Kiok Eng sudah mengerahkan ilmunya Sin- bian Gin-kang.

Dengan ilmu.

meringankan tubuh ini ia terbang melewati pohon-pohon besar dengan amat cepatnya.

Kiok Eng bagaikan burung besar yang berkelebatan tanpa sayap.

Sepasang lengannya itulah yang kini dikembangkan menyerupai sayap.

Tapi ketika tetap saja ia tak mampu menyusul sementara orang she Yong itu enak melangkahkan kakinya lebar-lebar, tetap dengan jarak yang tetap pula sehingga amat mengherankan tapi juga mengagetkan bagaimana bisa begitu, Kiok Eng seketika sadar bahwa ia berhadapan dengan orang yang betul-betul berkepandaian tinggi maka gadis yang berteriak tapi tak dihiraukan ini tiba-tiba menjadi marah sekali.

"Paman Yong, berhenti. Atau nanti ku-robohkan kau!"

Ancaman ini disambut tawa pendek laki-laki itu.

Ia kini sudah keluar hutan dan Kiok Eng jatuh bangun di belakang.

Menyusul orang ini seperti mengejar pesawat terbang jet saja.

Dan karena Kiok Eng sudah marah tak dihiraukan lagi, ia meraup gin-ciam atau jarum peraknya maka dua-puluh sinar putih berkeredep menyambar laki- laki itu.

"Berhenti, atau kau mampus...... ser-serr!"

Namun Kiok Eng kaget sendiri.

Lawan tak mengelak atau seperti tak tahu sambaran jarum-jarumnya itu, padahal kepandaiannya sudah demikian tinggi.

Dan ketika ia berteriak dan menyesal kenapa berlaku ganas, jarum mengenai punggung laki-laki itu tiba-tiba ia tertegun karena seperti membentur punggung baja saja jarum- jarumnya itu runtuh, patah-patah.

Dan saat itu barulah151 orang she Yong ini menoleh, tertawa.

"Bocah, lain kali harus berlaku sopan lagi kalau ingin bertemu denganku. Sekarang ini menyesal sekali aku terlanjur jemu melihat wajahmu. Nah, selamat tinggal dan mudah-mudahan ada jodoh untuk ketemu lagi!"

Kiok Eng terkejut.

Laki-laki itu mengebutkan lengannya dan mendadak ia lenyap.

Segulung asap membungkus dirinya dan ketika asap ini bergerak tahu-tahu ia telah meluncur di atas bukit.

Di luar hutan itu ada bukit lagi di mana kemudian asap ini turun dan lenyap di punggung bukit sebelah sana.

Dan ketika Kiok Eng tertegun dan terisak-isak, kemarahan dan kekecewaannya menjadi satu maka muncullah bayangan Tan Hong, pemuda baju putih itu.

"Bu Beng Siocia, aku mencari-carimu!"

Kiok Eng menoleh.

Ia terkejut dan kaget melihat pemuda ini.

Tan Hong tahu-tahu di mulut hutan itu dan sempat melihat asap putih yang menghilang di balik bukit.

Pemuda itupun tampaknya juga ternganga, takjub.

Tapi begitu ia menyeringai dipandang Kiok Eng, maju dan tertawa ha-ha-he-he maka ia menjura.

"Nona, aku tadi mendengar pekikanmu. Siapa paman Yong itu, dan kau... eh, rasanya habis bertempur!"

Tan Hong memang heran, Ia melihat pakaian Kiok Eng yang penuh debu, dari kejauhan sempat melihat gadis ini sedang menyerang seseorang.

Tapi begitu ia terbelalak maka Kiok Eng yang sedang kecewa oleh paman Yong itu tiba-tiba melengking dan menerjangnya.

Kini semua kemarahan ditumpahkan kepada pemuda ini.

"Tan Hong, kau pemuda kutu buduk. Ada apa mencari- cariku dan mau apa. Terimalah, kematianmu sudah152 dekat.... singg! Tangan Pedang gadis ini menyambar, langsung membabat leher Tan Hong dan tentu saja Tan Hong terkejut. Tapi karena ia selalu waspada dan sejak tadi ia siap sedia, Kiok Eng sedang marah maka iapun menangkis dan.... dukk, dua-duanya terpental.

Jilid V "BAGUS!"

Kiok Eng meledak, melengking-lengking.

"Berani benar kau menangkis pukulanku, Tan Hong. Kalau begitu terima ini dan coba tangkis lagi....... duk- dukk!"

Kiok Eng menerjang dan melepaskan Tangan Pedangnya, membacok dan .

menikam dan Tan Hong tentu saja menangkis.

Pemuda itu tak mungkin berkelit lagi karena Kiok Eng berkelebatan cepat.

Kedua tangannya bergerak lebih cepat dan akibatnya pemuda itu dipaksa menangkis.

Tapi ketika semuanya ini justeru membuat kemarahan Kiok Eng meluap, gadis itu membentak dan menggerakkan rambut di kanan kiri kepalanya maka Sin-mauw-hoat atau Silat Rambut Sakti dikeluarkan pula untuk menghajar Tan Hong.

..

"Plak-plakk!"

Sibuklah pemuda ini menghadapi serangan-serangan itu.

Kiok Eng marah besar dan semakin ditangkis ia semakin menjadi gila.

Tan Hong yang tak bermaksud bertempur sungguh-sungguh menjadi kelabakan.

Dan ketika ujung lengan baju atau saputangan juga melecut dan meledak seperti ular, Tan Hong berteriak maka tiga kali ia terpelanting oleh kemarahan ini.

"Hei, tunggu. Jangan sewot. Aku... aku mau bicara dulu!"

"Tak ada yang perlu dibicarakan. Kau musuhku, Tan153 Hong. Kau orang yang harus kubunuh. Mampuslah.... plak-plak-dess!"

Tan Hong terlempar dan terbanting, bergulingan menjauhkan diri dan pucatlah pemuda ini melihat amukan lawan.

Kemarahan Kiok Eng benar- benar tumpah semua di situ.

Ini gara-gara paman Yong tadi.

Dan karena melihat bahwa ia bakal semakin celaka, gadis itu bertubi-tubi melepas atau menyabet rambutnya yang kaku untuk mengarah nyawanya maka Tan Hong mengeluh dan akhirnya dengan satu seruan panjang ia melompat dan kabur melarikan diri.

"Kiok Eng, kau gila. Kau kesetanan!"

"Biar.., biar aku kesetanan. Aku memang setan yang akan melahap tubuhmu, Tan Hong. Jangan lari dan terima ini!"

Kiok Eng marah melihat lawannya kabur, mengejar dan melepas jarum-jarum rahasia namun Tan Hong menangkis meruntuhkan jarum-jarum itu.

Dan karena pemuda itu terus berlari dan memasuki hutan, lenyap dan meninggalkan Kiok Eng sendirian maka gadis itu berhenti dan membanting-banting kakinya.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tan Hong, kau pengecut. Kau tak pantas menjadi putera ayahmu Dewa Mata Keranjang. Hayo, bertanding dan jangan lari. Hayo, mana itu kegagahanmu!"

Namun Tan Hong sudah lenyap.

Ia tak mau menghadapi gadis yang sedang kesetanan ini dan sia-sia Kiok Eng memanggil.

Gadis itu seperti orang tak waras saja yang bertolak pinggang membanting-banting kaki.

Tapi begitu sadar dan lawan lenyap, Kiok Eng teringat paman Yong tadi maka gadis ini terisak dan tiba-tiba tersedu-sedu.

Kiok Eng sakit sekali oleh sikap laki-laki itu.

Baru kali inilah dia bertemu laki-laki aneh yang kepandaiannya begitu luar biasa.

Bahkan, jauh di atas Dewa Mata Keranjang sendiri.

Dan kecewa bahwa orang seperti154 itulah yang seharusnya dicari, ditempel, maka gadis ini mengguguk tak kesampaian maksudnya, Ia terpukul sekaligus malu oleh paman Yong itu.

Tapi karena orang dirasa sombong dan menghinanya, ia ingin mencari lagi maka Kiok Eng tiba-tiba berkelebat dan mengejar ke bukit di mana orang she Yong itu menghilang.

Tan Hong sama sekali tak diperdulikannya lagi dan orang she Yong inilah yang akan dicari.

Laki-laki itu amat luar biasa dan tentu dapat dipakai untuk menghadapi Dewa Mata Keranjang.

Dan teringat betapa mudah ia dikalahkan, sepuluh kali pantatnya ditampar pulang balik maka kemarahan sekaligus kekaguman timbul di hati gadis ini.

Kalau saja paman Yong mau membantunya segala yang sudah-sudah akan dihabiskannya, bahkan ia mau menuruti apa saja yang akan dikatakan laki-laki itu.

Tapi kalau tidak, hmm? dia akan mengadu jiwa! Empat hari Kiok Eng berputaran mencari orang ini.

Bukit dan sungai dilalui, bahkan juga jurang-jurang lebar dilompati.

Dan ketika siang itu ia tiba di tepi sungai Huang-ho, air yang lebar dan deras menghentikan perjalanannya maka tiba-tiba ia tertegun sekaligus girang luar biasa melihat orang yang dicari-cari ada di sebuah perahu, bercakap atau berbincang sejenak dengan pemilik perahu dan rupanya hendak menyeberang.

"Paman...!"

Bentuk dan pakaian orang itu tak dilupakannya. Kiok Eng berteriak dan memanggil dan dua orang di perahu itu menoleh. Tapi begitu ia datang tiba-tiba perahu bergerak dan paman Yong itu sudah menyeberang.

"Paman!"

Kiok Eng kaget dan kecewa.

Ia melihat perahu sudah menentang arus dan kedatangannya yang terlambat155 membuat perahu sebentar saja sudah mencapai beberapa tombak.

Paman Yong, orang yang dicari-cari, masuk dan tidak mengacuhkannya di dalam gubuk.

Dan ketika Kiok Eng tertegun serta pucat dan merah berganti- ganti, baru kali inilah dia mengejar-ngejar seorang pria, bukan sebaliknya maka gadis itu menggigil dan tali penambat perahu tiba-tiba dilihatnya tak jauh dari situ.

Kiok Eng berkelebat dan menyambar ini.

Dan begitu ia berseru keras maka tali itu dilontarkan ke tengah dan tepat sekali melilit atau menggubat tongkol kayu di buritan perahu.

"Rrttt...!"

Perahu tertahan dan tersentak.

Pemiliknya berteriak karena perahu tiba-tiba membalik.

Kiok Eng menarik dan tertawa girang di sana.

Dan ketika pemilik menjadi marah dan berlarian memaki-maki gadis itu, perahu bisa oleng dan terbalik maka ia memukulkan dayungnya tapi tali terlalu kuat untuk ditebas sekali saja.

"Heii, kau gadis kurang ajar. Apa maumu!"

Dayung mental.

Pemilik mengulang pukulannya lagi namun kali ini ia terpeleset.

Perahu yang miring ke kanan kiri ditarik Kiok Eng membuat laki-laki itu terjatuh.

Namun ketika perahu kian menepi dan tinggal beberapa meter dari gadis itu mendadak terdengar gumam dan dari gubuk perahu menyambar sebutir batu hitam yang tepat menghantam putus tali yang ditarik Kiok Eng ini.

"Tas!"

Kiok Engpun terpelanting.

Sekarang gadis ini yang terkejut dan memaki-maki, bergulingan meloncat bangun namun perahu sudah membalik dan meluncur lagi ke tengah.

Paman Yong, laki-laki itu, tampak keluar sebentar mengendalikan perahu dan menolong pemiliknya.

Lalu ketika dayung diberikan dan pemiliknya156 bekerja maka perahu memotong arus dan Kiok Eng mengepal tinju.

"Keparat!"

Gadis itu marah dan penasaran sekali, Ia melihat perahu meluncur baru beberapa meter saja dan tidak sejauh tadi. Maka membentak dan berseru nyaring iapun meloncat dan berjungkir balik mengejar perahu.

"Paman Yong, tunggu aku!"

Kiok Eng sudah mengukur.

Dengan ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi ia yakin dapat turun di perahu itu.

Perahu baru delapan sampai sepuluh meter saja meninggalkan tepian, masih ada kesempatan baginya menyusul.

Tapi ketika perahu tiba-tiba digedruk dan bersamaan itu melesat ke depan, pemiliknya terpelanting dan kaget berteriak keras maka perahu terbang dan Kiok Eng tercebur di sungai.

"Haaiiii....!"

Kiok Eng kaget sekali.

Ini lagi-lagi tak diperhitungkan dan jatuhlah ia ke air.

Pemilik, yang juga terpelanting namun sudah bangun di sana melihat gadis itu luput menyambar perahunya, jatuh dan tercebur di sungai.

Dan ketika ia terkejut namun terbahak-bahak, Kiok Eng basah kuyup dan memaki-maki berenang ke tepi maka perahu terus meluncur dan menuju ke seberang.

Kiok Eng marah dan menggigit bibir.

Ia meloncat keluar ketika secara kebetulan seorang nelayan muda datang dengan perahunya yang baru, kecil namun kuat dan sempat melihat kejadian itu, geli dan terpingkal di sana.

Dan ketika Kiok Eng melotot dan tentu saja sengit, ia merasa dipermainkan maka dengan tubuh basah kuyup ia meloncat ke perahu ini dan sekali kakinya bergerak iapun telah menendang nelayan itu.

"Jangan ketawa-ketawa, kaupun akan kujadikan tikus air.157 Nah, kupinjam perahumu dan enyahlah!"

Nelayan itu berteriak. Ia baru saja datang ketika tiba-tiba melihat Kiok Eng berkelebat. Dan sebelum ia tahu apa yang terjadi maka gadis itu sudah berada di perahunya dan iapun mencelat tercebur ke sungai.

"Haiiii.... byuurrrr!"

Adegan inipun membuat pemilik di sana terpingkal.

Perahu yang ditumpangi paman Yong itu sudah tigaperempat melampaui lebar sungai, tinggal sedikit lagi dan saat itulah kawannya ditendang Kiok Eng.

Tapi ketika Kiok Eng membentak dan menggerakkan dayung, perahu melesat dan meluncur di atas permukaan air maka ia pucat melihat perahu itu terbang dan Kiok Eng tahu-tahu sudah melewati setengah dari lebar sungai.

"Heii, tuan Yong. Gadis itu mengejar!"

"Duk!"

Suara itu lagi-lagi terdengar.

Gedrukan kaki, yang kuat dan menggetarkan perahu mendadak membuat perahu dan pemiliknya ini meloncat kaget.

Laki-laki yang baru saja berseru itu sekonyong-konyong berteriak.

Ia terpelanting dan jatuh dari perahunya.

Tapi tepat bersamaan dengan itu mendadak perahunya juga meloncat dan....

terbang melewati permukaan sungai.

Sang pemilik tak tahu apa yang terjadi karena tiba-tiba suara keras terdengar mengguncang seisi perahu.

Ia terpental dan jatuh bangun lagi dua kali.

Namun ketika ia terhuyung dan bangkit berdiri ternyata perahunya telah mendarat di pasir lunak dan penyewanya itu telah lenggang kangkung menuju hutan dengan kedua tangan dipondong di belakang punggung.

Dan saat itulah terdengar suara keras lagi untuk yang kedua kalinya.

Ia menoleh dan alangkah kagetnya melihat Kiok Eng158 menyambar dan turun dengan perahunya.

Perahu yang ditumpangi gadis itu gedobrakan, menghantam tanah dan pasir lunak dan celakanya pasir yang muncrat berhamburan ini menyambar pula wajah pemilik perahu.

Dan ketika laki-laki itu terpekik namun Kiok Eng sudah berjungkir balik mendahului perahunya, ia marah sekali kepada paman Yong dan laki-laki ini maka pemilik perahu yang tak menertawainya ketika ia tercebur di sungai sudah ditendangnya dan mencelat mengalami hal yang sama.

"Nah, kaupun jadilah tikus air yang bu suk. Tertawa dan terpingkal-pingkallah seperti tadi, dess.... byurr!"

Laki-laki itupun mencelat, masuk dan tercebur sungai namun Kiok Eng sudah mengejar paman Yong itu.

Laki-laki ini tersenyum-senyum di sana sementara kakinya terus bergerak memasuki hutan.

Kedua tangan tetap dipondong di belakang punggung dan dengan langkah lebar-lebar tetapi santai ia tak menoleh lagi ke belakang.

Semua ribut dan kegaduhan itu seakan tak mampu menarik perhatiannya sama sekali.

Kiok Eng panas dan terbakar.

Dan ketika ia dikejar dan Kiok Eng melengking-lengking maka ia sedikit mempercepat Langkahnya karena desir baju gadis itu didengarnya beberapa tombak dari dirinya.

"Paman Yong, berhenti. Atau nanti kau kumaki habis- habisan!"

"Hm, makilah... habis-habisanlah. Aku masih jemu melihat mukamu, anak bengal. Untuk apa mengejar- ngejar aku dan mau bicara apa pula."

"Ah, kau mau bicara?"

Kiok Eng terbelalak, girang.

"Bagus, kalau begitu berhenti sebentar, paman Yong. Aku mau bicara tentang musuh-musuhku. Kepandaianmu159 amat tinggi, kau tentu dapat membantu aku menghajar musuh-musuhku itu. Kau Namun laki-laki ini mengibas. Kiok Eng yang mempercepat larinya ketika mengejar sambil bicara ini mendadak dibuat kecewa dan marah karena paman Yong itu mendadak mempercepat langkahnya pula hingga tak tersusul. Kiok Eng kaget dan penasaran karena taktiknya gagal. Ia akan mengajak bicara laki-laki itu sampai tahu-tahu ia nanti akan mendekati. Tapi begitu lawan bergerak mempercepat langkah dan ia tentu saja gagal, Kiok Eng sengit sekali maka ia teringat pantangan laki-laki ini yang tentu marah dan berhenti.

"Orang she Yong, kau terkutuk dan keparat. Tapi aku pasti dapat membuatmu berhenti. Nah, berhenti, Yong- twako.... berhenti!"

Orang itu mendadak berhenti.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Ia terkejut dan menoleh karena Kiok Eng sekarang memanggilnya Yong-twako.

Sebutan ini memang paling tak disukanya karena gadis itu seperti anaknya, bukan adiknya.

Maka ketika ia berhenti dan Kiok Eng girang, ia mengejar lagi mendadak kegirangannya lenyap karena paman Yong itu mengangkat tangannya menyetop.

"Stop, berhenti dulu. Apa kau memanggilku tadi? Yong- twako? Eh, kau gadis binal yang liar, bocah. Kutampar pantatmu kalau berani memanggilku seperti itu!"

"Biarlah, tamparlah!"

Kiok Eng meronta dan terkejut. Angin pukulan kuat menghalanginya untuk maju.

"Kau memang she Yong, orang keparat. Kenapa aku tak boleh memanggilmu sesuka hatiku. Nah, Yong-twako... Yong- twako!"

Namun ketika laki-laki itu berkelebat dan Kiok Eng berteriak, seruan atau maki-makiannya terhenti di tengah jalan maka ia terlempar dan terbanting.160 Kiok Eng tadi memanggil-manggil dengan sebutan Yong- twako agar lawan mau berhenti dan dapat dikejar.

Tapi ketika ia tak dapat maju dan lawan tetap tak dapat didekati, ia kini malah ditampar dua kali maka Kiok Eng meringis karena pantatnya menjadi pedas dan sakit sekali.

Orang she Yong itu benar-benar menampar pantatnya.

Ia marah tapi meloncat bangun lagi.

Dan ketika ia memaki-maki dan paman Yong itu mendelik mendadak laki-laki ini tertawa dan....

membalikkan tubuh melangkah lebar lagi, pergi.

"Ha-ha, siapa yang kaumaki-maki itu. Kau anak gendeng yang tidak waras. Ha-ha, aku jadi geli kepadamu, anak bengal. Dan coba kulihat apakah kau berani mengejar- ngejar aku lagi di kota!"

Kiok Eng terbelalak.

Paman Yong ini menerobos hutan dan sebentar kemudian sudah melangkah cepat, Ia heran dan kaget serta penasaran karena berkali-kali ia mengejar tetap juga tak mampu menyusul.

Lawan tampaknya melangkah dengan enak namun buktinya ia tak mampu mendahului, padahal semua kepandaiannya sudah dikerahkan.

Tapi begitu lawan bergerak lagi dan kini memasuki sebuah kota, Kiok Eng tak perduli maka gadis itu membentak dan mengejar lagi.

"Orang she Yong, berhenti.... berhenti kataku!"

"Ha-ha, aku mau berhenti kalau kau dapat menangkap bajuku. Nah, tangkaplah aku, anak liar. Dan beranikah kau mengejar-ngejar aku di dalam kota!"

"Siapa tidak berani?"

Kiok Eng mendidih.

"Di tempat kaisarpun aku akan mengejarmu, orang she Yong. Dan lihat masa aku tak dapat menangkap ujung bajumu..... wut!"

Kiok Eng menjejak kuat-kuat, mereka tiba di pintu gerbang dan seketika orang-orang di situ berteriak kaget.161 Mereka melihat dua orang kejar-mengejar dengan cepat, yang satu bergerak dengan langkah lebar-lebar tetapi cepatnya bukan main sementara yang lain adalah gadis berbaju hitam berkacamata hitam pula, masih remaja namun tampaknya galak dan pemarah, buktinya membentak dan mengejar laki-laki di depannya itu dengan bentakan atau suara nyaring.

Dan ketika Kiok Eng meloncat dan saat itu paman Yong melewati dua orang membawa sayuran, dipikul bersama empat keranjang mereka maka laki-laki ini lincah berkelit dan memasuki celah-celah keranjang sayuran itu.

"Bress!"

Kiok Eng terjungkal di keranjang dua orang ini.

Pemiliknya berteriak dan terpelanting sementara sayurannya tumpah.

orang she Yong itu terbahak-bahak dan bukan main marahnya Kiok Eng melihat kegagalannya ini.

Ia hampir saja terjerumus dan terbenam di keranjang sayuran itu, untung, ia cepat mengelak dan menyelamatkan mukanya dari keranjang sayur itu.

Dan ketika ia meloncat bangun dan memaki- maki, pemilik sayuran juga memaki namun tak dihiraukan maka Kiok Eng meloncat dan mengejar lagi lawannya yang menggemaskan itu.

"Hati-hati,"

Lawannya itu berseru.

"Semakin ke dalam semakin ramai, anak liar. Jangan membuat susah atau rugi orang lain!"

Kiok Eng tak menjawab.

Ia terus mengejar dan kini dari mulutnya terdengar desis-desis kemarahan.

Begitu marahnya Kiok Eng sampai ia hampir menabrak tembok di sebuah tikungan tajam.

Untung dengan gerakan tangannya ia mampu menolak dan melindungi dirinya.

Dan ketika ia terus mengejar sementara kini orang-orang juga bertambah banyak mereka temui, paman Yong itu keluar masuk di jalan-jalan kecil akhirnya mereka tiba di162 pasar.

Dan celakanya laki-laki ini berolok-olok.

"Hei, awas.... awas orang gila!"

Ia menoleh dan menuding Kiok Eng.

"Minggir..... minggir ada gadis gila!"

Kiok Eng gusar sekali.

Pasar yang masih ramai sekonyong-konyong bubar.

Orang-orang yang ada di situ berlarian dan kaum wanita atau kakek-kakek serentak mencari tempat perlindungan.

Orang she Yong ini masuk dan menuju ke barisan buah-buahan.

Dan karena ia masuk dan mendorong gerobak atau apa saja ke sana ke mari maka Kiok Eng menerjang dan kacaulah pasar itu oleh ulah dua orang ini.

"Orang she Yong, berhenti. Atau pasar ini kuobrak-abrik!"

"Ha-ha, di sana ada pasukan keamanan. Kalau kau mengobrak-abrik maka mereka akan datang dan menangkapmu, eh!"

Laki-laki itu mengelak, Kiok Eng menimpuk kepalanya dengan lima buah jeruk sebesar kepala orang.

Dan ketika jeruk itu hancur menghantam gerobak, orang sepasar berteriak kalang-kabut maka paman Yong ini masuk ke tempat rempah-rempah dan penjual daging.

Di sini ia masuk keluar seraya mulutnya terus berteriak-teriak tentang gadis gila.

Pasar yang masih penuh orang menjadi gaduh.

Dan ketika Kiok Eng terus mengejar namun paman Yong itu keluar lagi maka di pintu pasar berdiri belasan pasukan keamanan dengan pentung hitam di tangan.

"Aih, tolong. Ada gadis gila mengejar-ngejarku. Tangkap.... tolong tangkap dia!"

Belasan orang itu terbelalak.

Mereka adalah penjaga keamanan yang kebetulan mendengar ribut-ribut itu.

Melihat Kiok Eng tiba-tiba mereka tertegun, takjub.

Gilakah gadis ini? Sayang, begitu cantiknya! Dan ketika163 laki-laki she Yong itu menyelinap dan lolos keluar, Kiok Eng membentak dan menerjang pula maka belasan orang ini menghadang dan pentungan di tangan mengancam gadis itu.

Maksudnya main-main dan untuk sekedar menakuti.

Tapi apa yang terjadi? Begitu Kiok Eng berkelebat begitu pula belasan penjaga ini terlempar.

"Minggir....!"

Kiok Eng menampar dan menendang orang-orang itu.

Kontan mereka berteriak dan Kiok Eng lolos di pintu pasar, memekik dan memaki-maki paman Yong itu karena inilah pembuat ulahnya.

Dia disangka gadis gila.

Dan ketika lawannya itu terbahak dan lolos di sana maka orang she Yong ini memasuki daerah pertokoan.

Ia masuk keluar di situ dan apa saja disambar untuk dilemparkan ke belakang.

Maksudnya adalah untuk menggalangi Kiok Eng namun gadis itu tetap maju.

Kiok Eng terus mengejar dan mencaci-maki lawannya ini.

Dan ketika gadis itu terus memburu dan seisi kota gempar, barisan keamanan berdatangan maka derap atau langkah kaki mengepung pusat pertokoan itu.

"Ha-ha, celaka. Kau benar-benar gila. Ah, kau gila tak malu-malu mengejar lelaki di pusat kota.'"

"Tak perduli! Kau yang menyuruhku dan membuatku begini, orang she Yong. Kalau kaukira aku segan mengejarmu di kota maka kau keliru. Aku tak takut mengejarmu di manapun saja."' "Benar, dan sekarang pasukan keamanan sudah mengepung tempat ini. Heii, kaul tak boleh mengganggu mereka, anak liar. Kita pergi saja ke tempat lain yang sunyi ... wut!"

Lelaki ini akhirnya melayang ke, atas rumah, langsung ke wuwungan dan dari situ ia meloncat164 ke wuwungan yang lain.

Lalu ketika ia berlompatan dari rumah yang satu ke rumah yang lain maka Kiok Engpun berkelebat dan mengejar lewat rumah-rumah penduduk pula.

Panas dan tak mau sudah karena benar-benar dipermainkan.

"Orang she Yong, aku tak mau melepasmu selama masih terlihat di depan mataku. Nah, ke ujung duniapun pasti tetap kukejar!"

"Celaka.... celaka. Anak macam apa kau ini,"

Lelaki itu mengeluh.

"Baik, aku benar-benar akan ke ujung dunia, anak bengal. Kalau kau benar-benar tetap mengejarku maka kau benar-benar gadis keras kepala dan keras kemauan!"

Kiok Eng tak menghiraukan pasukan yang berteriak- teriak di bawah.

Orang-orang itu ternganga dan terbelalak melihat mereka, yang kejar-mengejar di rumah-rumah penduduk.

Tapi begitu paman Yong itu melayang turun di rumah terakhir, lari dan keluar lewat gerbang yang lain maka Ui-kiang ditinggalkan dan para penduduknya menganggap baru saja kedatangan siluman.

"Iblis, kuntilanak cantik! Mereka rupanya bukan manusia- manusia biasa melainkan mahluk-mahluk siluman dari sungai Huang-ho. Celaka, daganganku diobrak-abrik tapi untung tidak parah!"

"Benar, dan aku juga, asim. Rempah-rempahku cerai- berai tapi heii... ini ada kepingan-kepingan uang!"

"Dan aku juga! "Aku juga....!"

Pasar itu tiba-tiba berobah.

Mereka yang semula bersungut dan marah-marah dagangannya berantakan mendadak terbelalak dan berseri-seri melihat potongan- potongan uang di antara barang-barang mereka.

Ada165 yang sepuluh tail tapi ada pula yang limapuluh, tergantung dari besar kecilnya barang-barang mereka yang berantakan.

Dan ketika mereka takjub karena itulah perbuatan laki-laki she Yong, lelaki inilah yang mengganti rugi barang-barang yang diinjak Kiok Eng maka tiba-tiba mereka mengharap mudah-mudahan dua orang itu datang lagi dan mengobrak-abrik dagangan mereka! Apa yang didapat orang orang itu memang merupaken suatu keuntungan.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Harga barang-berang mereka diganti dua kali lipat, bahkan ada yang lebih.

Tapi karena tak mungkin kejadian itu terulang lagi karena yang bersangkutan sudah jauh dan kabur meninggalken Ui- kiang maka Yong Lip atau orang she Yong ini diam-diam kagum kepada Kiok Eng.

Sebenarnya, diam-diam orang she Yong ini ingin menguji Kiok Eng apakah benar gadis itu berani mengejarnya di depan orang banyak, di kota.

Kalau berani, maka gadis ini benar-benar hebat, tak perduli malu atau perasaan lain yang mengganggu sebagaimana layaknya kaum wanita mengejar-ngejar pria.

Kalau tidak, maka berarti gadis itu masih "normal".

Tapi melihat bahwa gadis itu benar-benar berani mengejarnya di kota, cuek saja terhadap orang banyak yang bisa menganggapnye tak tahu malu mengejar-ngejar pria maka laki-laki ini menarik napas panjang dan geleng-geleng kepala.

Nyata bahwa didikan nenek May-may atau Bi Hwa telah merasuk dalam.

Dia tahu bahwa pada dasarnya gadis itu baik.

wataknya bukanlah seperti itu dan dia merasa sayang bahwa gadis seperti itu "dirusak"

Nenek-nenek tak bertanggung jawab yang menjadi guru gadis itu.

Dari ilmu silat Kiam-ciang dan rambut sakti tahulah dia bahwa inilah murid nenek May-may dan nenek Bi Hwa, juga Bi Giok.

dua nenek kakak beradik yang menciptakan atau memiliki Kiam-ciang (Tangan Pedang).

Tapi kagum166 bahwa gadis itu memang luar biasa, memiliki kemauan dan kekerasan hati yang kuat maka ia masih ingin menguji lagi kata-kata gadis itu bahwa lari ke ujung duniapun ia tetap akan dikejar.

Laki-laki ini tersenyum dan tertawa.

Dia akan melihat apakah benar gadis itu akan mengejarnya sampai ke ujung dunia.

Maka begitu keluar dari Ui-kiang iapun lalu melangkah lebar-lebar kembali ke sungai Huang-ho, bukan ke tempat semula melainkan mencari tempat bertebing.

Dan ketika tempat itu didapatkan ia lalu meloncat dan mencari tempat deras, terjun dan mempergunakan sepasang kakinya untuk berjalan di atas air.

Dengan gerakan luar biasa ia bergerak-gerak di permukaan sungai Huang-ho itu, menyeberang.

Dan ketika ia menoleh dan melambaikan tangan ke belakang, Kiok Eng tetap mengejarnya di situ maka ia tertawa, mengerahkan suaranya berseru.

"Hei, lihat dan kejar aku, anak bengal. Berani dan dapatkah kau melakukan seperti apa yang kulakukan!"

Kiok Eng tertegun.

Sekarang ia melihat kesaktian luar biasa dari orang she Yong ini yang belum pernah dilihat.

Arus deras dan sungai yang lebar diseberangi dengan kedua kakinya yang ringan dan ber gerak-gerak.

Tanpa sepotong papan atau apapun paman Yong itu menyeberangi sungai Huang-ho seperti orang melayang- layang tanpa bobot.

Bukan main hebatnya! Dan ketika sebentar kemudian orang itu sudah sampai di seberang dengan satu lompatan sederhana, berjalan di atas air seperti berjalan di atas tanah saja maka Kiok Eng yang merasa tak sanggup melakukan ini terkejut dan pucat di seberang.

"Hayo, kejar aku. Lakukan seperti apa yang kulakukan!"

Kiok Eng menggigil.

Dia marah tapi juga kaget dan kagum memandang paman Yong itu.

Sebelas gurunya,167 ditambah dia sendiri, tak dapat menyeberangi sungai seperti cara laki-laki ini, berjalan begitu saja di air.

Tapi karena dia memiliki ilmu meringankan tubuh dan Kiok Eng membentak mengayun tubuh maka dia telah mematahkan sebatang pohon pek-hu di mana sepasang daunnya yang lebar ia sambitkan ke permukaan air dan begitu ia berjungkir balik turun maka ia telah berdiri di atas sepasang daun ini, langsung menggerak-gerakkan kaki menyeberangi sungai Huang-ho! "Baik, kau boleh mengejek aku, orang she Yong.

Tapi aku dapat juga menyeberang meskipun tak seperti caramu!"

"Ha-ha, hebat. Tapi aku ingin pergi lagi'"

Dan membalik serta tidak mau menunggu gadis itu laki-laki ini sudah melangkah lebar-lebar lagi untuk pergi dan mendahului Kiok Eng.

Ia tak mau disusul dan Kiok Eng menggigit bibir di sana.

Arus deras tak jadi halangan karena sebentar kemudian iapun sudah tiba di seberang, meloncat dan berjungkir balik dan mengejar lawannya itu.

Dan ketika mereka kembali kejar-mengejar namun Kiok Eng tetap tertinggal, sekuat apapun gadis ini mengerahkan semua ilmu lari cepatnya maka laki-laki itu mendaki sebuah puncak gunung di mana jurang-jurang lebar menanti mereka.

"'Awas, hati-hati, anak bandel. Banyak kabut tebal di sini!"

Kiok Eng tak perduli.

Ia terus mengejar dan melompati jurang-jurang menganga.

Mula-mula dapat melihat jurang-jurang itu tapi akhirnya kabut tebal benar-benar menghalang, Ia mulai kaget karena dua kali ia terperosok, untung dapat berjungkir balik meloncat keluar dengan jalan menepuk dinding jurang.

Tapi ketika ia kehilangan lawan dan orang she Yong itu lenyap maka168 Kiok Eng tiba-tiba sudah terjebak di sebuah tempat di mana keempat penjurunya penuh kabut melulu.

Dan hawa pun tiba-tiba menggigit dengan amat di-nginnya! "Paman Yong!"

Kiok Eng berhenti.

"Di mana kau!"

Tak ada jawaban.

Kiok Eng terkejut dan mulai ngeri karena ia tak dapat turun ataupun naik.

Halimun tebal yang bergerak di tempat itu telah mengurungnya, tebal dan pekat sehingga jari tangan sendiri-pun tak dapat dilihat.

Dan ketika Kiok Eng melengking dan memanggil- manggil namun tiada jawaban, marah dan takutnya mulai timbul maka Kiok Eng tiba-tiba bingung dan hujanpun turun.

"Keparat!"

Kiok Eng mulai panik.

"Jahanam terkutuk kau orang she Yong. Di mana kau menjebak aku dan tempat apa ini!"

Kiok Eng basah kuyup.

Hujan dan kabut mengurungnya.

Kiok Eng memaki-maki namun tak dapat keluar.

Dan ketika empat jam dia seperti itu, dingin dan basah maka Kiok Eng mulai menangis.

Ia mengutuk dan memaki-maki paman Yong itu namun seberapa nyaringpun ia berteriak tetap saja tak ada jawaban laki-laki itu.

Kiok Eng tak tahu bahwa ia berada di Liang-san, mendaki puncaknya yang amat tinggi namun dari arah yang lain.

Jadi tak tahu bahwa itulah tempat Dewa Mata Keranjang.

Daerah yang dimasuki adalah daerah Kabut Dewa-Dewi, tempat di mana Air Terjun Dewa-Dewi berada tak jauh dari situ, di sebelah bawah bagian kanan.

Dan ketika empat jam ia diguyur hujan dan kabut dingin, menggigil namun dapat mengerahkan sinkang bertahan maka Kiok Eng akhirnya mendeprok dan tersedu-sedu di situ.

Baru kali ini ia merasa takut dan ngeri.

Empat penjuru di sekelilingnya hanya kabut dan kabut melulu.

Ia tak dapat melihat apa- apa.

Dan ketika keadaan semakin gelap dan gelap, Kiok169 Eng mengutuk dan memaki laki-laki itu mendadak di saat ia kedinginan dan basah kuyup sebuah tangan kuat mencengkeramnya.

Kiok Eng berjengit.

"Marilah, maaf. Turun dan ikuti aku!"

Kiok Eng kaget bukan main.

Suara paman Yong dikenalnya dan saat itu juga ia girang tapi juga marah.

Seketika ia meloncat dan menghantam muka orang ini.

Ia tak dapat melihat apa-apa namun ia tahu bahwa wajah paman Yong itu ada di sebelah kirinya.

Dan ketika ia menghantam dan suara keras terdengar nyaring, orang itu mengelak dan pukulannya rupanya mengenai pundak maka paman Yong tertawa dan melepaskan cengkeramannya.

"Jangan menyerang, atau kau kutinggalkan lagi dan tak mungkin kau dapat turun."

"Keparat, bedebah!"

Kiok Eng mendengus-dengus.

"Kau laki-laki jahanam, orang she Yong. Kau menjebak aku di tempat siluman. Kau iblis!"

"Simpan saja kemarahanmu,"

Orang itu tertawa.

"Ini sudah malam, anak bengal. Kau kedinginan dan perlu istirahat. Ayo, pegang tanganku dan kita turun!"

Kiok Eng menyambar lengan laki-laki ini.

Orang menyodorkan lengannya dan dengan kuat ia mencengkeram.

Sekarang bukan laki-laki itu yang mencengkeram melainkan dia.

Sekuat tenaga dia mencengkeram dan mengerahkan kekuatannya.

Besipun dapat dibuatnya hancur! Tapi ketika dari lengan itu muncul tenaga tolak yang lembut namun kuat, liat dan dahsyat maka Kiok Eng tertegun mendengar tawa laki- laki ini.

"Kalau kau membunuhku maka kaupun tak dapat keluar170 dari tempat ini. Sudahlah, tahan kemarahanmu dan nanti di tempat yang enak kaulampiaskan kebencianmu ini. Salahmu sendiri kenapa mengejar-ngejar aku."

Kiok Eng marah bukan main.

Baru kali ini ia dipermainkan orang habis-habisan setelah Dewa Mata Keranjang dan anak isterinya.

Kalau ia dapat rasanya ia ingin mencekik mampus laki-laki ini.

Namun karena orang she Yong itu lihai bukan main dan kepandaian serta kehebatannya berulang kali dibuktikan maka Kiok Eng hanya mendesis dan di tengah kegelapan itu laki- laki ini mengajaknya turun, menembus gelap dan tebalnya kabut.

"Dengar dan ikuti kata-kataku. Tujuh langkah ke depan? belok kiri tiga langkah dan ke kanan sebelas langkah..."

Kiok Eng marah ditahan.

Ia tak tahu kenapa laki-laki itu bicara seperti itu, satu demi satu menghitung dan iapun disuruh mengikuti.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tapi ketika mereka mulai turun dan ia heran serta kagum bagaimana laki-laki itu tepat menghitung langkah-langkahnya maka ia coba menyimpang dengan langkahnya sendiri.

Dan alangkah kagetnya Kiok Eng ketika laki-laki itu menyuruhnya ke kanan sembilan langkah maka iseng-iseng ia meneruskan langkahnya sampai kesepuluh.

Tapi begitu ia menginjak tempat kosong dan kiranya itu adalah tepian jurang yang dalam, Kiok Eng menjerit namun paman Yong itu menyambar dan menarik tangannya maka selamatlah dia dari kengerian yang dalam.

"Hm, bandel dan suka membantah orang tua,"

Laki-laki itu bergumam, tertawa "Kenapa mesti coba-coba dan memasuki bahaya? Eh, kiri kanan kita jurang yang dalam, bocah.

Kalau besok pagi kau melihat pasti ngeri.

Turut kataku kalau ingin selamat, atau nanti tak sampai di tujuan dan kau remuk di bawah dimangsa ular."171 Kiok Eng mengusap keringat dinginnya.

Di samping marah ia juga kagum kepada laki-laki ini.

Tapi karena sikap dan kata-kata lelaki itu selalu menusuk hatinya maka ia diam saja dan mendengus.

Ia sekarang tak berani lagi coba-coba dan hitungan demi hitungan yang diserukan temannya ini diikuti.

Dan ketika setengah jam kemudian mereka terbebas dari kabut tebal dan Kiok Eng melihat bintang dan bulan di atas sana maka gadis ini melepas kan cengkeramannya dan paman Yong itu menuding sebuah pondok bambu yang lampunya kelap- kelip.

"Nah, sampai. Di situ kau boleh istirahat dan lampiaskan kebencianmu."

Kiok Eng menggigil.

Tanpa menunggu waktu lagi ia meloncat dan berkelebat ke tempat itu.

Ia ingin marah dan menunggu laki-laki ini di sana, siap melabrak.

Tapi begitu tiba di pondok dan melihat sestel pakaian wanita, tergantung dan melambai memandangnya maka iapun tertegun dan menoleh ke belakang, tepat ketika laki-laki itu juga sudah berada di belakangnya dan tersenyum.

"Untukmu,"

Hanya itu katanya pendek.

"Pakailah dan aku akan berdiri di sana. Ada sedikit arak kalau kau mau."

Kiok Eng membelalakkan mata.

Sebotol kecil arak, di atas meja kecil di dalam pondok bambu ini ternyata telah disediakan untuknya.

Bukan main, ia tertegun dan menjublak, lupa kepada marahnya.

Dan karena ia merasa dingin dan paman Yong itu melangkahkan kaki berdiri di luar sana, menjauh, maka ia masuk dan marah tapi juga berterima kasih ia melepas pakaiannya dan menyambar pakaian wanita itu.

Dan alangkah herannya, pakaian ini pas benar.

Dan ketika ia bersicepat mengenakan pakaian itu dan meloncat keluar lagi maka paman Yong itu membalik dan tertawa memujinya.172

"Ha-ha, cantik sekali. Lebih cantik daripada, pakaianmu yang serba hitam itu!"

Kiok Eng tak tahan.

"Orang she Yong, kau memberikan semuanya ini untukku? Kaukira aku akan menghapus kemarahanku dan kau bebas?"

"Terserah,"

Laki-laki itu berkata seenak nya.

"Yang jelas aku tak bermaksud apa-apa, anak liar. Semata menolongmu dan memberikan pakaian kering agar tidak kedinginan. Kalau kau mau marah silahkan, tidakpun lebih baik. Aku ingin tidur dan beristirahat."

Lalu melangkah dan masuk ke pondok bambu itu, enak melewati Kiok Eng maka Kiok Eng membentak dan meng gerakkan tangannya menyambar.

Namun luput! Paman Yong itu mengelak dan iapun sudah di dalam.

Dan ketika Kiok Eng membalik dan menerjang maka pria inipun merebahkan tubuhnya dan pukulan Kiok Eng yang dahsyat mengenai tempat kosong, lewat di atas kepalanya ketika tepat dia merebahkan tubuhnya tadi.

"Wuuttt!"

Kiok Eng terkejut dan membalik.

Ia tak melihat laki-laki ini mengelak dengan cara sesungguhnya.

Yang terjadi adalah seolah dia tergesa melancarkan pukulan, luput dan mengenai angin kosong.

Tapi ketika ia membalik dan menerjang lagi, paman Yong itu menggeliat dan kakinya- pun mengenai tempat kosong, pria ini sudah bergeser dan tengkurap di sudut maka bentakan atau teriakan Kiok Eng seolah tak didengarnya sama sekali.

Paman Yong ini bahkan menguap dan ketika Kiok Eng menerjang dan memukul atau menendangnya bertubi- tubi ia hanya mengangkat perut atau kakinya.

Bagian- bagian tubuh yang akan diserang gadis itu selalu digerakkannya berkelit hingga tak ada satupun yang kena.

Semua itu dilakukan tanpa melihat! Dan ketika Kiok173 Eng melengking dan menggunakan rambutnya, meledak dan menotok maka barulah paman Yong itu membuka mata yang tadi rupanya dipejamkan, dikucek-kucek, seperti orang siap tidur.

"Eh-eh, apa ini. Kenapa kau mengamuk!"

Dan bangkit namun leher diputar seperti orang melemaskan otot maka rambut itu meledak di belakang kepalanya dan dinding pondok hancur. Tarr!"

Barulah pria ini tersentak.

Ia seakan baru tahu bahwa Kiok Eng mengejarnya dengan pukulan bertubi-tubi.

Rambut dan tangan gadis itu bergerak menyambar- nyambar sejak tadi.

Dan ketika ia terkejut tapi tertawa lebar, seakan acuh dari semua serangan itu maka ia membalik dan....

ngeloyor pergi.

"He-he, tidak bisa tidur. Uh, kau tak sabaran menunggu sampai besok. Baiklah, kalau aku tak boleh tidur di sini biar kau saja yang tidur sendirian.... tar-tar-wutt!"

Dan pukulan atau ledakan rambut yang lewat di sisi atau belakang kepalanya tiba-tiba disusul gerak langkah laki- laki itu yang lebar-lebar.

Sama seperti kemarin atau beberapa waktu yang lalu paman Yong ini mempergunakan kesaktiannya yang luar biasa.

Ia mengayun kakinya dengan enak tapi semua serangan luput menyambar.

Dan ketika ia bergerak dan sudah di luar, Kiok Eng membentak namun lawan berkelebat tiba- tiba pria itu sudah menghilang.

Kiok Eng tersengal-sengal, Ia marah dan melampiaskan marahnya tetapi gagal.

Sebelas kali ia menyerang lawannya itu tapi dengan cara dan langkah-langkah aneh paman Yong itu mampu mengelaknya.

Dan ketika kini laki-laki itu hilang dan ia sendirian di situ, memaki dan berteriak-teriak maka lolong srigala atau aum harimau yang didapat.

Kiok Eng sadar bahwa ia masih di dalam174 hutan.

Sesungguhnya ia telah diselamatkan paman Yong itu dari jebakan kabut ke tempat yang lebih baik.

Namun karena lawan mempermainkannya berulang-ulang dan ia amat sakit hati sekali, marah namun tak dapat melampiaskan marahnya itu maka Kiok Eng menangis dan tersedu-sedu di dalam pondok, sifat kewanitaannya timbul.

"Orang she Yong, kau terkutuk. Kau laki-laki jahanam, bedebah!"

Namun Kiok Eng percuma memaki kalang-kabut.

Pria itu entah ke mana dan iapun tiba-tiba merasa capai, lelah.

Empat hari ia mencari laki-laki itu tapi akhirnya hanya dimaki-maki.

Bukankah ia mencari untuk bersahabat? Bukankah ia jelas bukan tandingan lawannya itu.

Dan bingung serta marah tapi juga kagum akhirnya Kiok Eng melempar tubuh di lantai pondok.

Ia melepas kecewanya dengan tangis dan tinju terkepal-kepal.

Menghadapi orang itu seperti menghadapi siluman saja, tak mungkin menang.

Dan ketika Kiok Eng bertanya-tanya siapakah sebenarnya orang she Yong ini, laki-laki luar biasa dengan kepandaiannya yang luar biasa pula maka tak terasa angin malam yang dingin mengusap wajahnya dengan lembut dan berulang-ulang.

Ia mengeluh dan mulai mengantuk.

Kepala mulai berat diangkat dan iapun meniup padam lampu di pondok bambu itu.

Dan ketika ia berpikir bahwa besok ia akan mencari dan keluar hutan, tak tahu bahwa ia berada di tempat amat rahasia di mana jalanan berliku dan potong-memotong, tempat yang membuat orang masuk tak bisa keluar maka gadis ini tertegun ketika keesokannya ia mencium bau gurih dari panggang ikan.

Mula-mula Kiok Eng mendengar kicau burung seperti halnya di Bukit Angsa.

Lalu cecowetan kera-kera hutan175 yang turun dari pohon.

Tapi ketika hidungnya mencium sesuatu yang tak ada di tempat tinggalnya, bau sedap ikan bakar maka ia meloncat bangun dan....

dilihatnya orang she Yong itu duduk memanggang santapannya, tersenyum-senyum.

"Stop, aku tak mau bertengkar. Kalau kau menyerangku maka aku benar-benar akan pergi."

Kiok Eng tertegun.

Ia mengepal tinju namun menarik napas dalam-dalam melihat pria ini.

Kalau menurutkan kemarahannya ingin ia menerjang dan menyerang lagi.

Tapi mendengar bahwa laki-laki ini akan meninggalkannya kalau ia menyerang, padahal mencarinya saja setengah mati maka Kiok Eng terisak dan meloncat keluar, bukan untuk menyerang melainkan untuk coba berbaik satu sama lain.

Namun laki-laki itu menuding, tertawa.

"Jangan ke sini dulu, cuci mukamu. ada sungai kecil di sebelah kiri itu. Baru kau boleh duduk dan kita sarapan bersama."

Kiok Eng tak menjawab, Ia berkelebat dan benar saja dilihatnya sebuah sungai kecil di situ, sungai gunung yang airnya jernih dan segar.

Suara gemericiknya yang bening sudah membuat orang merasa segar untuk mandi.

Tapi karena di situ ada laki-laki dan Kiok Eng hanya membasuh mukanya saja maka membetulkan rambut dan merapikan pakaiannya ia berkelebat lagi ke paman Yong itu.

Dan pria itu memandangnya bersinar- sinar.

"Selamat pagi,"

Sapanya.

"kau kelihatan segar dan semakin menarik. Hm, duduklah dan kita ngobrol- ngobrol."

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiok Eng duduk.

Tanpa basa-basi lagi ia menyambar176 ikan bakar itu, menggigit dan mengunyahnya tanpa permisi.

Dan ketika laki-laki ini hanya tertawa dan mengambil ikannya sendiri, menggigit dan menikmati sarapannya yang sederhana maka dia membuka percakapan.

"Kau getol sekali mengejar-ngejar aku, siang malam tak perduli. Apa maumu dan kenapa begitu? Bukankah aku tak pernah menanam permusuhan denganmu?"

Kiok Eng terisak, namun menahan marah, tak mau segera menjawab.

"Apakah kau tahu bahwa aku risi dikejar-kejar begini? Seperti orang punya hutang saja, atau maling mencuri harta karun istana!"

Laki-laki itu tertawa, melanjutkan.

"Eh, kau mau menjawab pertanyaanku, bukan? Nah, bicaralah. Aku juga masih punya urusan."

"Kau... kau laki-laki sombong!"

Itu jawaban Kiok Eng pertama kalinya.

"Kau berkepandaian tinggi, paman Yong, tapi juga sombongnya selangit. Kau tak mau menolong orang yang sesungguhnya butuh pertolongan!"

"Ha-ha, bicara juga,"

Pria ini terbahak.

"Kau aneh, anak bengal. Kapan kau bicara tentang pertolongan dan bukankah selama ini justeru kau menyerang dan memusuhi aku."

"Itu karena kesombonganmu!"

Kiok Eng menangkis.

"Kenapa dulu kau menampar dan memukul pantatku!"

"Eh, ha-ha.... itukah?"

Laki-laki ini tertawa bergelak.

"Yang mulai dulu bukan aku, anak bengal, melainkan kau. Kenapa kau menyebutku Yong-twako padahal seharusnya paman. Apa kata orang kalau kau memanggilku seperti itu. Dikiranya apa aku nanti. Pacarmu! Ih, masa setua ini pacaran dengan gadis177 muda? Orang bisa menganggapku pelalap daun muda, bocah liar. Dan tentu saja aku tak mau. Aku bukan model laki-laki hidung belang. Sekarang hidupku sudah baik- baik!"

"Hm, baik-baik? Jadi dulu kau tidak baik-baik?"

Orang she Yong ini menarik napas dalam, mengangguk, tersenyum pahit.

"Dulu hidupku memang berantakan, bergajulan. Tapi sekarang aku sudah merobahnya dan merasakan pahit getir dari semua perbuatanku cukup membuat aku menyesal. Hm, sudahlah, tak usah bertanya tentang masa laluku dan sekarang katakan apa maksudmu demikian gigih mengejar-ngejar aku."

"Aku mau minta tolong...."

"Sudah kaukatakan tadi, tentang apa."

"Dulu sudah kuberitahukan bahwa aku mencari Dewa Mata Keranjang dan seorang musuhku yang lain..."

"Hm, Dewa Mata Keranjang?"

Pria ini menggeleng.

"Dia tak ada di tempatnya lagi, pergi. Aku sudah mencarinya tetapi tak ada."

"Kau mencarinya?"

Kiok Eng tertegun.

"Untuk aku?"

"Bukan, untuk aku sendiri,"

Laki-laki itu tertawa.

"Aku juga ingin bertemu dengan kakek itu, anak bengal, tapi ia sudah pergi. Hm, mungkin gara-gara kaumusuhi dan kaudatangi itu."

Kiok Eng bangkit berdiri.

"Paman Yong kapan kau mencari kakek itu? Bagaimana kau yakin bahwa kakek itu benar-benar pergi?"

"Hm, kemarin aku mencarinya, anak bengal. Dan tentu saja aku yakin karena rumahnya kosong."

"Kemarin? Kemarin kau bersama aku, tidak ke mana-178 mana!" ''Benar, tapi tahukah kau di mana kakek itu tinggal?"

"Liang-san!"

"Bagus, dan tahukah kau di mana sekarang ini kau berada?"

"Di mana?"

Kiok Eng tertegun.

"Justeru aku ingin tahu, paman Yong. Kau selalu membuat penasaran dan mempermainkan orang!"

"Kita di Liang-san,"

Jawaban ini membuat Kiok Eng terkejut.

"Kemarin ketika kau terkurung di Kabut Dewa- Dewi maka aku ke tempat kakek itu tapi kakek itu tak ada."

"Kau... kita... di Liang-san?"

"Benar."

"Kau bohong! Kau sengaja menyelamatkan kakek itu agar tidak kucari-cari!"

"Tidak, dengarlah. Aku tak perlu bohong,"

Pria ini mengulapkan lengan dan buru-buru menyabarkan gadis itu.

"Kita benar-benar di Liang-san, anak bengal. Dan kemarin ketika kau terjebak di tengah-tengah kabut itu aku telah datang dan menemui Dewa Mata Keranjang. Tapi rumahnya kosong, kakek itu telah pergi."

Dan menarik gadis itu agar duduk kembali pria ini melanjutkan.

"Aku tak perlu menyembunyikan atau menyelamatkan Dewa Mata Keranjang. Dengan kepandaiannya yang tinggi, dibantu isteri dan anak laki- lakinya tak mungkin kau dapat mengganggunya. Hm, tidak. Aku tak perlu melakukan itu, anak bengal. Untuk membuktikan ini aku dapat mengajakmu ke sana. Tapi duduklah dan tenang dulu dan ceritakan kepadaku siapakah sebenarnya kau ini."179 Kiok Eng meronta. Ia tak mau ditarik duduk dan membentak melepaskan diri. Dan begitu ia lepas dan menyambar ke depan maka ia keluar dan bermaksud membuktikan ini. Tapi alangkah kagetnya Kiok Eng ketika dua kali ia menuruti jalanan setapak ternyata ia kembali juga di tempat paman Yong itu. Laki-laki ini tersenyum dan membiarkan dia berputaran. Gadis ini tak tahu bahwa ia berada di tempat paling rahasia dari Dewa Mata Keranjang yang jalanannya mengandung unsur- unsur pat-kwa. Tanpa kunci atau petunjuk jalan tak mungkin ia mampu keluar. Dan ketika benar saja untuk kelima kalinya ia masih kembali dan datang di tempat semula, Kiok Eng kesal dan membanting kakinya maka gadis ini berteriak, gemas.

"Paman Yong, tempat setan apakah ini. Kenapa lima kali keluar lima kali pula masuk ke sini!"

"Ha-ha, duduklah,"

Orang she Yong itu tertawa.

"Sudah kubilang duduk dan tenang-tenanglah dulu, bocah liar. Kau selalu keras kepala dan membantah omongan orang tua."

"Kau mempermainkan aku!"

"Tidak....."

"Kalau begitu tunjukkan kepadaku bahwa kita di Liang- san dan kakek itu meninggalkan rumahnya!"

"Hm, kau begini tak sabaran? Baik, makan dulu sisa ikanmu, bocah. Baru setelah itu aku mengantarmu."

"Perutku kenyang!"

"Kalau begitu kau tunggu aku menghabiskan makanku."

Dan membanting kaki merasa jengkel, orang she Yong itu menghabiskan ikan bakarnya maka Kiok Eng hampir menjerit ketika laki-laki ini belum juga bangkit berdiri,180 padahal sudah selesai.

"Paman Yong, kau jangan mempermain kan aku!"

"Hm, sabar. Aku belum selesai, anak bengal. Ambilkan minumku baru setelah itu kita keluar."

"Minum apa!"

"Arak di pondok itu. Bukankah masih ada sisa dan biar kulicinkan tenggorokanku agar enak."

Kiok Eng hampir menjerit-jerit, Ia menggedruk kaki dengan amat kuatnya dan baru setelah itu berkelebat ke pondok.

Semalam ia mencicipi sedikit saja arak laki-laki ini dan kini ia membawanya keluar.

Tapi karena ia marah dan gemas dipermainkan, arak tidak diberikannya baik- baik melainkan dilempar maka orang she Yong itu menangkapnya dan tertawa, bangkit berdiri.

"Bocah, begini caramu memberi minum orang tua. Hm, kurang ajar. Tapi terima kasih!"

Dan menenggak sampai habis botol kosong itupun dibuang dan baru laki-laki ini berkelebat.

"Hayo, ikuti aku dan kita keluar!"

Kiok Eng bergerak.

Ia mengejar dan segera melihat langkah-langkah aneh dari temannya itu, menghitung dan berseru agar ia mengikuti langkah-langkah kakinya itu.

Dan karena semalam ia nyaris celaka membuat ulah sendiri, Kiok Eng mengikuti dan benar-benar tak mau melanggar kata-kata pria itu maka aneh bin ajaib setelah dia melalui hutan bambu mendadak puncak dari Liang- san itu dilihatnya, juga rumah yang didiami Dewa Mata Keranjang, dengan tangga berbatu di bawah rumah itu! "Ha-ha, lihat, apakah aku bohong.

Bukankah ini Liang- san dan itu rumah Dewa Mata Keranjang!"

Kiok Eng tak menjawab, tertegun.181

"Mari,"

Orang she Yong itu menarik dan tiba-tiba menyendal tangannya.

"Kau lihat rumah itu, bocah. Dan buktikan apakah Dewa Mata Keranjang ada di tempat!"

Kiok Eng terkejut tapi berseri.

Ia disendai dan luar biasa sekali tubuhnya tiba-tiba dibawa terbang.

Dia, yang sudah memiliki ilmu meringankan tubuh ternyata terangkat dan dibawa lari dengan amat cepatnya oleh paman Yong ini.

Ilmu meringankan tubuhnya seakan tak berarti dibanding ilmu meringankan tubuh laki-laki itu.

Dan ketika sebentar kemudian mereka sudah tiba dan sampai di puncak, berhenti di depan rumah ini maka langsung saja orang she Yong itu membuka pintunya.

Kiok Eng diajak ke dalam dan sahabatnya ini tertawa- tawa biasa, Ia disuruh memeriksa dan melihat keadaan rumah itu.

Dewa Mata Keranjang memang tak ada.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dan ketika Kiok Eng tertegun dan kecewa, ia kembali dan melihat kawannya itu di ruang depan maka paman Yong ini melambaikan tangan.

"Bagaimana, apakah aku bohong. Dan perlukah kira-kira aku menyembunyikan kakek itu. Ha-ha, duduklah. Kita nikmati udara segar dari pegunungan asli, bocah. Dan kita sambung lagi omong-omong kita tadi."

Kiok Eng melempar pantatnya di kursi bambu.

Ia kesal dan kecewa tapi matanya bersinar-sinar memandang paman Yong ini.

Orang sudah berbaik kepadanya dan iapun menaruh harapan.

Tidak sekarang tentu besok, begitu pikirnya.

Dan karena ia mengharap laki-laki ini mau membantunya mencari Dewa Mata Keranjang, juga muridnya yang lihai maka Kiok Eng duduk dan sudah berhadapan dengan laki-laki ini.

Dan kebetulan iapun ditanya, siapa musuhnya yang lain itu, musuh yang belum disebut-sebut.

"Aku sudah membuktikan kepadamu bahwa kita benar-182 benar di Liang-san. Nah musuhmu yang ini tidak ada, sekarang siapa musuhmu yang lain itu. Apakah banyak musuh-musuh yang kau cari."

"Hm, di dunia ini hanya dua orang saja yang kucari. Satu adalah kakek itu sedang yang lain adalah muridnya!"

"Muridnya?"

"Ya, muridnya. Musuh yang telah membunuh ayahku!"

"Eh!"

Laki-laki ini terkejut, wajah seketika berubah.

"Siapa yang kau maksud, anak bengal? Tahukah kau murid Dewa Mata Keranjang itu?"

"Namanya Fang Fang, tentu saja aku tahu. Dan meskipun kabarnya ia lebih lihai daripada gurunya namun aku tidak takut dan akan menyeretnya di kaki ibuku!"

"Jagad Dewa Batara!"

Laki-laki itu ber seru.

"Kau mulai mengungkit-ungkit rahasia pribadi keluargamu, anak bengal. Siapakah ibumu dan ayahmu yang dibunuh itu. Dan bolehkah aku tahu siapakah sebenarnya kau ini, selain sebagai murid Sin-mauw Sin-ni dan nenek Bi Hwa atau Bi Giok!"

Kiok Eng beradu pandang.

Pria ini tiba-tiba memandangnya gemetar dan ia merasa heran melihat paman Yong itu agak pucat.

Wajah yang gagah dan tampan itu agak menggigil.

Tapi ketika ia bertanya dan laki-laki itu terkejut, rupanya sadar maka ia tertawa dan seketika pulih lagi sikapnya yang aneh tadi.

"Aku, eh... ha-ha. Aku ngeri kalau membayangkan kau ini tiba-tiba menganggapku sebagai musuh yang telah membunuh ayahmu itu. Aku jadi teringat kepada putera- puteriku yang hilang dan kata-katamu tadi membuat aku takut."183

"Takut?"

"Hm, takut untuk sesuatu yang tidak kuduga, anak bengal. Misalnya tiba-tiba aku dimusuhi anak-anakku sendiri itu!"

"Tepi kepandaianmu tinggi. Kau memiliki kesaktian yang hebat!"

"Ah, apalah gunanya itu kalau tak dapat kumpul dengan keluarga. Aku selalu kesepian, sendiri. Sudahlah, bolehkah kutahu tentang dirimu lebih jelas lagi dan siapakah ibu atau ayahmu yang dibunuh itu."

"Aku tek tahu siapa ayahku,"

Kiok Eng tiba-tiba sedih, muram. 'Tapi ibuku, hmm .... dia wanita baik dan amat sayang kepadaku."

"Kau tak tahu siapa ayahmu?"

Lelaki ini tertegun, heran.

"Tidak,"

Kiok Eng agak merah mukanya.

"Ibu tak suka memberitahukan tentang ayahku, paman Yong. Kecuali kalau kelak aku dapat membunuh atau menyeret musuh ibuku itu, Fang Fang yang telah membunuh ayahku!"

"Hm, dan Dewa Mata Keranjang?"

Laki-laki ini bersinar- sinar.

"Apa permusuhannya denganmu, anak bengal? Bukankah kau baru saja turun dunia kang-ouw dan tak mungkin mengikat permusuhan?"

"Aku diutus guru-guruku untuk membawa dan menyeret kakek ini. Dewa Mata Keranjang membuat sakit hati guru-guruku!"

"Hm, sudah kuduga. Permusuhan lama. Tapi sebenarnya tak baik membawa-bawa anak kecil ke dalam pertikaian pribadi. Tiga subomu itu tak mengenal kasihan!"

"Kau menganggapku anak kecil?"

Kiok Eng meradang.

"Eh, umurku sudah delapan belas tahun, paman Yong.184 Ibu dan subo-su boku sudah menganggapku dewasa!"

"Ha-ha, itu sangkamu. Tapi sesungguhnya kau masih anak kecil. Lihat saja betapa bodohnya kau diperintah gurumu untuk memusuhi Dewa Mata Keranjang, padahal kakek itu sesungguhnya tak menanam permusuhan dengan subo-subomu. Eh, tahukah kau apa sebabnya guru-gurumu memusuhi Dewa Mata Keranjang, anak bodoh. Dapatkah kau menjawab dan apakah guru- gurumu sudah memberi tahu!"

Kiok Eng terkejut.

Ia tak dapat menjawab karena sesungguhnya subo-subonya memang tidak pernah menceritakan apakah sebabnya ia disuruh mencari dan membunuh kakek ini.

Tapi karena kakek itu adalah guru Fang Fang dan laki-laki ini telah membunuh ayahnya, Kiok Eng berkerut dan mengedikkan kepala iapun menjawab.

"Aku memang tidak tahu apakah alasan suboku menyuruhku mencari kakek itu. Tapi kupikir alasannya gampang, karena kakek itu adalah guru Fang Fang, orang yang telah membunuh ayahku!"

"Ha-ha, bagaimana kalau bukan begitu? Bagaimana kalau karena alasan lain?"

"Alasan lain?"

Kiok Eng menggeleng.

"Tak mungkin, tak ada alasan lain, paman Yong. Tentu karena alasan itu subo-suboku memerintahkan aku mencari Dewa Mata Keranjang. Murid kakek itu adalah musuh besar ibuku, dan subo-suboku tentu saja berpihak kepada ibuku karena aku murid mereka!"

"Hm, tak mungkin. Aku sangsi. Kalau begitu siapakah ibumu itu dan kapan ayahmu dibunuh murid Dewa Mata Keranjang."185 Kiok Eng ragu-ragu.

"Maaf, kau sudah mengorek rahasia pribadiku tapi sedikitpun aku belum tahu tentang rahasia pribadimu Apakah paman mau menceritakan tentang diri paman pula dan kita sama tahu?"

"Aku? Hmm, aku Yong Lip, perantau celaka. Kau sudah tahu itu dan tak ada rahasia lain."

"Tidak, aku belum tahu tentang anak atau isterimu, paman. Siapa dan di mana mereka dulu. Kau tak menceritakan ini."

"Aku ayah yang buruk,"

Laki-laki itu tertawa getir.

"Keluarga aku tak punya, anak bengal. Kecuali isteri- isteriku yang meninggalkan aku. Aku, ah.... aku memang laki-laki sialan. Aku kini merana karena sepak terjangku dulu. Aku tak memiliki cerita menarik tentang keluarga."

"Hm, paman ditinggalkan isteri-isteri yang menyeleweng?"

Kiok Eng mencoba tahu. 'Tidak, tapi, ah.... sudahlah. Ini kesalahanku."

Lalu menarik napas dalam-dalam paman Yong ini menatap Kiok Eng lagi.

"Kau boleh ceritakan tentang keluargamu kalau kau suka. Tapi kalau tidak tentu saja aku tak memaksa."

"Nanti dulu,"

Kiok Eng bersinar-sinar.

"Bolehkah kutahu apakah paman sekarang duda?"

"Ha-ha, untuk apa itu?"

Laki-laki ini tertawa, meledak.

"Macam-macam saja pertanyaanmu, anak bengal. Kau benar-benar anak kecil!"

"Tidak, aku ada pikiran cemerlang,"

Kiok Eng bercahaya mukanya, tetap nekat "Maukah paman menjawab pertanyaanku apakah paman ini duda!" ? "Hm, dibilang begitu boleh juga. Tapi apa maksudmu dengan pertanyaan ini."186

"Begini,"

Kiok Eng menjawab cepat, tak malu-malu.

"Ibuku adalah janda yang bertahun-tahun ini tanpa suami, paman. Bagaimana kalau kau mendampinginya dan menikah saja dengan ibuku. Dia cantik dan lembut, pasti kau suka!"

Mata pria ini terbelalak.

Kiok Eng, yang bicara ceplas- ceplos tiba-tiba saja membuat wajah lelaki itu merah.

Kian lama kian merah sampai akhirnya ia mendelik.

Gadis itu menawarkan ibunya seperti barang dagangan saja! Tapi ketika dilihatnya bahwa gadis ini tidak main- main, tidak bermaksud kurang ajar melainkan sungguh- sungguh semata demi ibunya, Kiok Eng bicara begitu untuk ibunya maka lelaki she Yong yang semula marah dan hendak membentak gadis itu tiba-tiba tertawa bergelak dan iapun hanya menampar pundak gadis ini.

"Bocah liar, kau benar-benar liar. Enak saja menawarkan ibumu seperti orang menawarkan pisang goreng. Heh, apa keinginanmu di balik semua kata-kata ini!"

"Gampang saja,"

Kiok Eng tertawa, tak takut.

"Kalau kau menjadi suami ibuku maka pasti kau akan membantuku mencari musuh ibuku, paman, Fang Fang yang membunuh ayahku itu. Nah, kau tentu suka kalau sudah bertemu ibuku. Ia cantik dan lembut. Kau akan kubawa ke sana, ke tempat tinggalku!"

Laki-laki ini tertawa bergelak.

Ia geli melihat sikap yang polos dari gadis ini dengan pola berpikirnya yang sederhana pula.

Hampir ia tadi membentak dan marah karena menganggap gadis ini keterlaluan, tak tahu malu dan di luar batas.

Tapi setelah tahu bahwa tidak terkandung maksud-maksud buruk di situ, gadis ini sesungguhnya bersih dan lugu maka ia melepaskan cengkeramannya dan berhenti tertawa, batuk-batuk.187

"Sial, bertemu gadis seperti kau lama-lama bisa ikut gila. Hm, aku tak berniat kawin dan mencari isteri lagi, anak bengal Biarpun ibumu cantik tak mungkin aku jatuh cinta. Sudahlah, aku tak mau bicara tentang menikah kalau anak-anakku belum kutemukan. Sst, ada orang datang- ..!"

Kiok Eng terkejut.

Ia marah dan panas mendengar orang she Yong ini bicara seperti itu.

Ibunya, yang cantik, dilecehkan begitu saja.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukan main panasnya! Tapi ketika laki-laki ini menaruh telunjuk di mulut dan berkata ada orang datang, ia tak mendengar atau melihat apa- apa maka paman Yong itu menyuruhnya keluar.

"Di bawah ada orang naik, dua jumlahnya. Kau lihat siapa mereka dan cegat kalau orang jahat!"

Kiok Eng menajamkan telinga.

Ia penasaran dan baru beberapa detik kemudian ia mendengar desir angin di bawah.

Dan ketika ia terkejut karena kalah dulu, paman Yong itu mendengarnya maka ia melompat dan berkelebat keluar.

Dan Kiok Eng tertegun melihat dua bayangan hijau naik ke atas.

"Keparat, paman Yong itu benar-benar lihai. Ia telah mendengar dan tahu bahwa di bawah ada orang datang!"

Gadis ini kagum.

Dua bayangan itu, yang masih jauh di bawah ternyata sebentar kemudian sudah tiba di atas.

Mereka adalah seorang wanita bersanggul tinggi dan seorang pemuda, masing-masing mengenakan pakaian serba hijau.

Dan ketika mereka tiba di puncak dan berkelebat di depan rumah maka dua orang itu melihat Kiok Eng yang berdiri di pintu depan.

"Dewa Mata Keranjang memiliki isteri muda lagi. Keparat, itu bininya yang baru, Kong Lee. Inilah tempat tinggalnya dan hati-hati'"188 Wanita baju hijau, yang berkelebat dan menyambar cepat di depan tiba-tiba berseru kepada pemuda di sebelahnya dengan suara tinggi. Ia melihat Kiok Eng dan langsung menganggap gadis itu sebagai isteri muda Dewa Mata Keranjang, kakek yang dikenal sebagai laki- laki yang gemar berganti isteri. Dan ketika pemuda di sebelahnya itu terbelalak dan kagum tapi marah memandang Kiok Eng, kagum karena di puncak gunung ada gadis secantik itu tapi marah karena itulah bini muda Dewa Mata Keranjang, orang yang rupanya di benci maka ia membentak dan bersama wanita baju hijau langsung menyerang Kiok Eng! "Tak tahu malu, gadis begini muda mau juga menjadi isteri seorang tua bangka.... singg!"

Pedang di tangan pemuda itu menyambar Kiok Eng, langsung menusuk dan Kiok Eng tentu saja kaget.

Bukan tusukan itu yang membuatnya kaget melainkan wajah dari pemuda berbaju hijau ini.

Wajah itu persis seperti Fang Fang, bagai pinang dibelah dua dengan gambar atau lukisan yang disimpan di saku bajunya itu.

Dan begitu pedang menyambar sementara wanita di sebelah juga membentak dan menerjang maju, pedang dicabut dan langsung membacok pula maka Kiok Eng berkelit mundur dan mulutnyapun berteriak nyaring, marah dan keras.

"Fang Fang, jahanam keparat!"

Wanita dan pemuda itu terkejut.

Serangan mereka luput namun bentakan atau seruan Kiok Eng lebih mengejutkan mereka.

Dan karena mengira di belakang mereka ada orang lain dan mereka menoleh maka melihat tak ada siapa-siapa mendadak gadis itu ganti menerjang dan Kiok Eng marah sekali karena mengira inilah musuh yang dicari-carinya itu.

Pemuda baju hijau189 itu disangkanya Fang Fang! "Bagus, kau datang mencari kematian, orang she Fang.

Terimalah pukulanku dan mampuslah....

plak-dess!"

Kiok Eng tak memperdulikan pedang lawan dan pukulannya terus masuk, menghantam dan membuat pemuda baju hijau berteriak dan terpentallah dia menangkis pukulan gadis ini.

Dan ketika Kiok Eng mengejar dan bertubi-tubi melepas serangannya lagi, pemuda yang disangka Fang Fang itu adalah musuh besarnya maka pemuda itu sibuk sementara wanita di sebelahnya menjadi pucat dan terkejut melihat amukan Kiok Eng.

"Ibu, bini muda si Dewa Mata Keranjang ini gila. Tolong, bantu aku.... des-dess!"

Ia menerima lagi pukulan- pukulan Kiok Eng, mengelak dan menangkis tapi Kiok Eng menyerang bagai orang kalap.

Pedang digerakkan tapi tak kuat menahan pukulan gadis itu.

Dan ketika wanita baju hijau terkejut dan marah maka iapun melengking dan Kiok Eng diserangnya dari samping.

"Kuntilanak betina, siapa namamu. Mana suamimu dan kenapa menyebut-nyebut Fang Fang kepada puteraku. Ia adalah Kong Lee. Jahanam Fang Fang adalah musuh kami pula.... plak-crit!"

Dan baju Kiok Eng yang robek oleh sambaran pedang tiba-tiba membuat gadis itu tertegun dan mengurangi serangannya, ganti diserang wanita ini dan terbelalaklah Kiok Eng melihat wanita itu marah besar.

Dan ketika di sana pemuda baju hijau itu bergulingan meloncat bangun dan memakinya maka ibu dan anak menyerangnya gencar.

Jilid VI "EH-EH, siapakah kalian,"

Kiok Eng mengelak dan berloncatan ke sana ke mari, mulai ragu.

"Apakah ini190 bukan Fang Fang karena wajahnya mirip!" 'Mirip hidungmu"

Wanita berpedang membentak.

"Fang Fang adalah musuh kami, bocah. Dan bagaimana kau tahu bahwa puteraku mirip dengannya. Fang Fang sekarang sudah empatpuluhan tahun, sedang puteraku ini baru sembilanbelas!"

Gadis itu tertegun, Ia tersentak juga karena wanita ini benar.

Gambar di sakunya itu adalah gambar duapuluh tahun lalu, jadi merupakan gambar Fang Fang di waktu muda.

Sekarang, tentu musuhnya itu sudah berusia sekitar empatpuluhan tahun, jelas bukan pemuda ini karena pemuda itu masih muda, sembilanbelas tahun.

Maka meloncat dan berjungkir balik menjauh iapun lalu berseru agar lawan-lawannya mundur.

Ia salah sangka.

"Stop, kalau begitu hentikan serangan kalian. Aku Kiok Eng yang juga mencari Dewa Mata Keranjang atau Fang Fang. Siapakah bibi dan aku bukan bini muda tua bangka itu!"

Ibu dan anak menarik pedang masing-masing.

Mereka sebenarnya kagum tapi juga panas tak mampu mendesak gadis ini.

Tadi mereka sudah mencecar tapi gadis itu pandai berkelit.

Dan karena dari pertemuan tenaga itu mereka tahu bahwa gadis ini amat hebat, sinkangnya lebih tinggi daripada mereka maka merekapun mundur dan pemuda gagah itu girang mendengar Kiok Eng bukan bini muda Dewa Mata Keranjang, mereka kiranya sama-sama salah kira.

"Ibu, gadis ini ternyata bukan isteri Dewa Mata Keranjang. Kalau begitu kita bertanya baik-baik dan jangan serang lagi."

"Hm, benar. Kalau begitu siapa kau,"

Wanita itu menghentikan serangan dan memandang Kiok Eng,191 terkejut tapi juga heran.

"Kenapa kau ada di sini, bocah. Bagaimana bisa di tempat Dewa Mata Keranjang dan mana jahanam itu!"

"Aku di sini karena juga mencarinya, sayang kakek itu tak ada. Hm, sekarang siapakah bibi dan permusuhan apa yang membuat bibi mencari kakek itu."

"Muridnya membunuh ayah dari puteraku ini. Maka dia kucari-cari dan Dewa Mata Keranjangpun harus bertanggung jawab!"

"Ah, suami bibi dibunuh Fang Fang? Kalau begitu sama, ayahkupun dibunuh jahanam keparat itu. Aku juga memusuhi Dewa Mata Keranjang dan muridnya karena mereka membunuh ayahku!"

"Kau siapa? Siapa ayah atau ibumu itu?"

"Ayah..."

Kiok Eng tertegun, tak tahu namanya! "Ibu, hm.... aku tak perlu memberitahukannya kepadamu, bibi. Pokoknya Fang Fang membunuh ayahku dan aku hendak menuntut balas! Siapakah bibi dan hendak menuntut balas! Siapakah bibi dan dari mana asalnya."

"Hm,"

Wanita itu mencibir.

"Kaupun tak perlu tahu siapa aku, bocah. Tapi karena aku sudah tiba di sini biarlah kubuktikan omonganmu apakah benar tua bangka itu tak ada di sini. Kong Lee, mari kita masuk!"

Wanita itu berkelebat menarik tangan puteranya.

Ia tak mau memberitahukan siapa dirinya karena Kiok Eng juga tak memberitahukan ayah ibunya.

Dan ketika ia masuk dan lenyap di dalam rumah maka Kiok Eng menarik napas tapi tiba-tiba iapun pucat dan berkelebat masuk.

Ada paman Yong di situ! Ia harus mencegah wanita ini bertemu pamannya itu.

Maka berkelebat dan khawatir wanita itu bertemu paman Yong buru-buru gadis ini192 mengejar dan ia lega ketika dilihatnya wanita itu tak melihat siapa-siapa di dalam.

Ibu dan anak masuk keluar kamar tapi akhirnya dengan mendongkol menendang meja kursi di situ.

Dewa Mata Keranjang tak ada, penghuninya kosong! Maka ketika berkelebat kembali keluar dan tertegun melihat Kiok Eng tersenyum-senyum, hal yang membuat wanita ini marah maka wanita itu membentak kenapa Kiok Eng tersenyum-senyum.

"Aku tersenyum karena dapat membuktikan kepadamu bahwa kakek itu benar-benar tak ada di sini. Aku tak bohong. Nah, kenapa tak boleh tersenyum dan kenapa kau harus marah-marah."

"Sudahlah,"

Pemuda di sebelah menarik tangan ibunya, melihat ibunya hendak bergerak dan mungkin menyerang Kiok Eng.

"Gadis ini ada benarnya juga, ibu, ia tak bermaksud mengejek atau menghinamu. Kita pergi dan lain kali ke sini lagi."

Dan meminta agar Kiok Eng tidak bersikap aneh-aneh, pandang mata pemuda itu sudah bicara maka pemuda itu membalik dan membawa lari ibunya turun gunung.

"Kiok Eng, musuh kita sama. Kalau kelak kau dapat menemukan dua orang itu tolong jangan dibunuh dulu karena kami ingin mendapat bagian juga!"

"Hm,"

Kiok Eng mengangguk, merasa suka tapi juga penasaran melihat wajah pemuda ini.

"Kau begitu juga, Kong Lee. Kalau menemukan dua orang itu harap ditangkap dulu dan beri tahu aku. Jangan dipakai sendiri!"

Pemuda itu melambaikan tangan.

Dia dan ibunya sudah turun gunung dan sebentar kemudian lenyap.

Kiok Eng penasaran tapi juga diam-diam geli apakah dua orang itu dapat membekuk Dewa Mata Keranjang.

Melihat kepandaiannya tadi mereka masih amat rendah.

Padahal ia yang sudah berkepandaian tinggi rasanya masih juga193 sukar mengalahkan Dewa Mata Keranjang.

Tapi begitu mereka lenyap dan ingat akan paman Yong mendadak Kiok Eng berkelebat kembali dan masuk ke rumah itu, yakin bahwa laki-laki itu bersembunyi.

"Paman Yong, keluarlah. Musuh sudah pergi...!"

Tak ada jawaban.

Kiok Eng mengulangi tiga kali seruannya dan tiba-tiba terdengar seruan dari balik gunung bahwa laki-laki itu ada di sana.

Dan ketika Kiok Eng berkelebat dan pergi ke sini ternyata paman Yong itu tepekur dengan sedih! "Eh, apa yang kaulakukan di sini, paman.

Kenapa bersembunyi.

Tapi untung kau tidak memperlihatkan diri.

Musuh telah pergi!"

"Hm, aku tahu. Tapi aku tiba-tiba tak nyaman. Eh, sekarang apa yang akan kaulakukan, anak bengal. Bagaimana setelah sekarang kau tahu Dewa Mata Keranjang tak ada di sini."

"Aku mau pergi, tapi kenapa kau murung!"
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Aku..."

Pria ini bangkit berdiri.

"Entahlah, aku tiba-tiba ingin menemui wanita itu dan puteranya. Hm, siapa anak muda gagah tadi? Kong Lee? Bagus, aku ingin menyusulnya dan barangkali kita berpisah sebentar."

"Tunggu!"

Kiok Eng membentak, mata tiba-tiba membelalak, marah.

"Kau mau mengejar wanita itu, paman? Kau jatuh cinta kepada ibunya?"

"Eh!"

Pria ini terkejut, terbelalak memandang Kiok Eng.

"Apa kau bilang? Jatuh cinta kepada wanita baju hijau itu? Ha-ha, aku mau menemui puteranya, bocah, bukan ibunya. Aneh sikapmu ini dan kenapa tadi kau tiba-tiba juga berubah cemas dan menyusul mereka ke dalam!"

Kiok Eng semburat.

Menghadapi laki-laki ini agaknya tak194 perlu dia berpura-pura.

Mata yang tajam dan awas pandangan itu telah mengetahui sikapnya tadi.

Memang, ia cemas dan menyusul ketika wanita itu dan puteranya melompat ke dalam.

Fear Street Sketsa Kematian Face Sapta Siaga 02 Rahasia Jejak Bundar Petualangan Tom Sawyer Karya Mark Twain

Cari Blog Ini