Ceritasilat Novel Online

Rahasia Jubah Merah 12

Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle Bagian 12



Syafina terdiam sebentar. Di dalam kepalanya ia memikirkan kata-kata Cio San dan kata-kata Kim Sim Koksu tadi. Ia lalu berkata.

"Mengingat perkataan Kim Sim Koksu tadi, aku jadi bertanya-tanya. Mengapa pikiranmu begitu terbebani? Mengapa kau selalu diliputi kesedihan? Padahal kau orang yang penuh bakat. Namamu menjulang di dunia persilatan. Bahkan kaisar pun mengakui kehebatanmu. Mengapa jiwamu selalu hampa dan kosong?"

Cio San pun bingung menjawabnya. Ia hanya bisa berkata.

"Entahlah. Bukankah setiap manusia mempunyai tantangan hidupnya sendiri-sendiri?"

Putri cantik asal Mongolia ini akhirnya tidak bisa berkata-kata lagi. Jawaban Cio San bukanlah jawaban yang ia cari. Tetapi ia sungkan bertanya lebih lanjut.1207 Malah Cio San yang melanjutkan.

"Mungkin jiwaku tak akan kosong lagi jika ada seseorang yang mengisinya."

"Kau belum menemukan orang itu?"

"Belum."

"Kenapa tidak mencarinya?"

Tanya Syafina penasaran.

"Jika takdirnya belum sampai, walaupun aku menghancurkan jiwa ragaku untuk mencarinya ke seluruh pelosok bumi, aku tak akan menemukannya. Tetapi jika takdirnya telah tiba, meskipun aku bersembunyi di dasar bumi paling bawah pun, orang ini justru akan tetap menemukanku."

"Bagaimana jika takdir menentukan bahwa kalian tak akan bertemu?"

"Maka aku akan hidup sebagai orang baik-baik."

Hidup sebagai orang baik-baik. Amat sangat ringan dan gampang terdengar. Hampir seluruh orang mengatakannya. Tapi sungguh untuk melakukannya diperlukan keberanian tersendiri.

"Menurutku kau hanya cepat menyerah!"

Sanggah Syafina.

"Mungkin di masa lalu seseorang melukaimu dengan sangat dalam, sehingga kau menutup diri jika ada perempuan yang datang. Orang1208 seperti engkau amat mudah menaklukan wanita. Amat mudah mencari pasangan jiwa."

Cio San tertawa di dalam hati. Ia baru saja menghadapi pertempuran terhebat sepanjang hidupnya. Kini Syafina malah mengajaknya berdebat. Memang bagi perempuan, tidak ada "benar"

Dan "salah."

Mereka mengikuti keinginan hatinya saja.

Jika mereka ingin mengatakan sesuatu, mencari keributan, atau melakukan apa yang mereka mau, maka mereka akan melakukannya.

Tidak perduli apa dan bagaimana keadaan yang sedang mereka hadapi.

Ini adalah ciri-ciri perempuan.

Sebuah sifat yang membuat mereka menarik dan menyebalkan pada saat yang sama.

"Mungkin kau benar. Tapi mungkin juga kau salah. Bisa saja semua ini terjadi karena hatiku memang belum menemukan seseorang yang cocok,"

Kata Cio San sambil tersenyum kecut.

"Itu karena kau terlalu pilih-pilih!"

"Aku tidak boleh memilih? Jadi jika ada kerbau datang padaku, meminta ku nikahi, aku harus menerimanya?"1209

"Eh... ya tidak harus begitu. Tapi masakan tidak ada perempuan cantik yang datang memberi cintanya untukmu?"

"Tidak"

Jawaban ini singkat, padat dan jelas.

"Aku tak percaya!"

Dengus Syafina.

"Contohnya kau. Apakah kau mau datang memberi cinta padaku?"

Tanya Cio San sungguh-sungguh.

"Aku...eh...aku..."

Tentu saja ia tak dapat menjawab.

"Ish!"

Ia hanya dapat membanting kaki. Setelah lama terdiam, Syafina berkata.

"Perempuan pada umumnya tidak suka mendatangi laki-laki. Para laki-laki lah yang harus mendatangi mereka."

"Mengapa perempuan tak boleh mendatangi laki-laki?"

"Huh! Karena aturannya sudah begitu!"

Kata Syafina gemas.

"Siapa pula yang membuat aturan ini? Mengapa orang lain harus mematuhi aturan yang ia buat?"

"Ah entahlah! Gemas aku berbicara padamu!"

Sambil berkata begitu Syafina meremas lengan Cio San yang sedang dipapahnya.1210

"Aaaaah...aduh...!"

"Rasakan. Itu akibatnya jika kau berdebat denganku!"

Wajahnya menampakkan kemarahan tetapi bibirnya membentuk senyum yang indah sekali.

Seperti bulan sabit di malam yang terang.

Di hadapan Kim Sim Koksu, Cio San menampak kan kegagahannya.

Namun di hadapan Syafina, ia justru menunjukkan kelemahannya.

Jika perasaan seorang laki-laki kepada seorang perempuan sudah mendalam, ia tak akan ragu-ragu untuk menunjukkan kelemahannya.

Entah bagaimana perasaan Cio San kepada Syafina.

Entah bagaimana pula perasaan Syafina kepada Cio San.

Kedua manusia ini hanya bisa berjalan menyusuri takdir.

Sampai akhirnya jalan mereka bertemu, atau malah sebaliknya memisahkan mereka.

Jalan yang sedang mereka susuri kini mulai terang karena pagi telah menjelang.

Dari kejauhan Cio San dapat melihat sebuah rombongan yang sedang beristirahat dan membakar api anggun.

Ia tahu salah seorang dari rombongan ini adalah sang kaisar sendiri.1211 Empat orang berjaga dan mungkin yang lainnya sedang tertidur pulas di dalam sebuah tenda sederhana.

Begitu Cio San dan Syafina mendekati mereka, ke empat orang ini dengan tangkas telah membuat pertahanan ketat hanya dengan menggunakan letak berdiri mereka.

Pandangan mata orang biasa tak mungkin melihat hal ini, tetapi Cio San bukan orang biasa.

Seorang penjaga yang masih cukup muda dan berbadan tegap maju dan berkata.

"Berhenti!"

Cio San dan Syafina menurut.

"Maaf, bolehkah cayhe (saya) bertanya siapakah gerangan tuan berdua, dan mau apa malam- malam melewati jalan ini?"

Laki-laki yang bertanya ini memiliki wibawa yang sangat besar.

Cambangnya sangat lebat hingga menutupi seluruh wajah bagian hidung dan bibir ke bawah.

Sinar matanya mencorong tajam.

Mau tidak mau hati Cio San cukup mencelos juga berhadapan dengannya.

Karena sudah yakin siapa rombongan ini sebenarnya, Cio San mengeluarkan lencana naga, dan berkata.

"Nama hamba Cio San, dan ini putri Syafina dari kerajaan Qara Del. Kami bermaksud bertemu1212 dengan Yang Mulia kaisar, tetapi tentu saja kami tidak berani mengganggu tidur Yang Mulia."

Begitu melihat lencana naga itu sang penjaga hanya tersenyum.

"Bagi kami lencana ini tak ada artinya."

"Oh,"

Cio San mengangguk dan tersenyum saja sambil memasukan lencana naga ke balik bajunya.

Ia jadi salah tingkah sendiri tak tahu harus berbuat apa.

Syafina menarik lengannya dan mengajaknya duduk di sebuah batu yang berada tak jauh dari sana.

Sebelum mereka sempat beranjak ke sana, sang penjaga berkata.

"Jika Cio-Hongswee mau duduk bersama kami dan menikmati beberapa cawan arak, kami sungguh merasa terhormat."

Tentu saja ia mau.

Maunya pun sangat cepat.

Kini Cio San, Syafina, dan penjaga itu sudah duduk mengelilingi api unggun.

Penjaga yang lain duduk kembali ke posisi penjagaan mereka.

Cio San mempersilahkan Syafina untuk tidur dan beristirahat.

Ia telah mengajak putri cantik ini bertualang dan menderita selama beberapa hari.

Dalam hati ia merasa sangat bersalah.

Sang putri pun menurut kata Cio San dan memilih rerumputan empuk yang berada di dekat Cio San untuk tidur.

Tak berapa lama ia sudah tertidur.

Tidurnya pun nampak anggun sekali.1213 Cio San sedang asik menatap wajah Syafina yang tertidur saat sang penjaga yang duduk di hadapannya menyodorkan secawan arak.

Cio San menerimanya sambil menyatakan terima kasih.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Memang nama Cio-hongswee sebanding dengan kemampuannya. Selama ini belum pernah ada orang yang sanggup melewati barisan para sastrawan,"

Kata sang pengawal memulai obrolan. Ia lalu memperkenalkan namanya, Li Ping Han.

"Aih, sesungguhnya saya hanya berhasil melewati 3 siucay (sastrawan). Sastrawan yang lain membiarkan saya lewat,"

Jelas Cio San.

"Oh, itu karena para siucay telah menyadari siapa Hongswee sebenarnya. Mereka mengirimkan pesan melalui burung merpati kepada kami,"

Kata Li Ping Han sambil tersenyum.

Wajah orang ini sungguh menyenangkan.

Sorot matanya, senyumnya, tutur katanya.

Mengingatkan Cio San kepada Beng Liong.

Tentulah orang ini memiliki pangkat yang sangat tinggi di dalam kekaisaran.

Cio San bersikap sederhana saja kepadanya, karena ia memang paling nyaman bersikap seperti ini.

Li Ping Han pun senang karena Cio San bersikap seperti ini.

Mereka seperti sahabat lama yang baru saja berjumpa kembali.1214

"Li-toako (kakak Li), siapakah sebenarnya para sastrawan ini? Tentu mereka bukan mantan tentara yang sudah purna tugas?"

Tanya Cio San. Li Ping Han tersenyum dan berkata.

"Benar. Sesungguhnya mereka adalah pendekar-pendekar hebat puluhan tahun yang lalu, saat kita belum lahir. Begitu mereka cuci tangan dari dunia Kang Ouw, kekaisaran meminta mereka untuk menjadi pengawal rahasia kaisar."

"Oh begitu. Jadi mereka sudah mengawal berapa kaisar sampai sekarang?"

Tanya Cio San lagi.

"Setahuku baru 2 ini. Kaisar yang sekarang, dan mendiang kaisar yang lalu. Kenapa kau bertanya? Ah aku mengerti, kau pasti bertanya-tanya mengapa mereka tidak muncul saat kejadian pemberontakan Beng Liong dahulu, kan?"

Li Ping Han sangat cerdas. Ia bisa menebak isi hati Cio San dengan cepat sekali. Cio San pun hanya bisa mengangguk sambil tertawa masam.

"Setahuku, mereka memang sengaja tidak turun karena mereka ingin melihat kemampuanmu. Selain itu juga kau kan menyamar sebagai kaisar, tentu saja mereka harus menjaga kaisar yang sebenarnya di tempat persembunyiannya,"

Jelas Li Ping Han.1215 Cio San mengangguk mengerti. Memang pergerakan kekaisaran ini sungguh hebat dan penuh perhitungan.

"Sastrawan yang paling lemah di antara mereka, itu tingkatan silatnya sudah sama tingginya dengan ketua-ketua partai persilatan seperti Bu Tong-pay atau Go Bi-pay. Tetapi sastrawan yang terkuat ilmunya sangat tinggi, mungkin hampir setara dengan maha guru kekaisaran kita, Kim Sim Koksu,"

Kata Li Ping Han lagi.

Mau tidak mau Cio San terhenyak.

Orang-orang sehebat ini mau menjadi pengawal kaisar, jika mereka mau, salah seorang saja sudah bisa membunuh kaisar dan melakukan pemberontakan! Mereka rela berjalan kaki di tengah malam hanya agar dapat melindungi sang kaisar.

Kesetiaan dan kerendah-hatian mereka sungguh terpuji.

Di dalam dunia Kang Ouw, orang-orang seperti ini mungkin sudah memiliki partai atau perguruan besar yang jumlahnya ribuan orang.

Hidup dalam kekayaan yang berlimpah.

Mengetahui bahwa kaisar dilindungi oleh orang-orang yang hebat seperti ini, hati Cio San menjadi lebih tenang.

Tetapi musuh di depan sana mempunyai gerakan yang rahasia dan tak diduga-1216 duga.

Bersikap tenang sambil tetap waspada adalah hal terbaik yang bisa dilakukannya.

Sambil minum arak mereka bercerita banyak hal.

Li Ping Han bertanya tentang beberapa sahabat Cio San seperti Suma Sun, Cukat Tong, Kao Ceng Lun, dan Gan Siau Liong.

"Kami di istana mendengar bahwa Suma- tayhiap terluka dan sampai sekarang tak sadarkan diri, kabar mengenai istrinya juga...,"

Li Ping Han tak tega meneruskan kata-katanya.

"Hal ini juga sangat membuat saya prihatin, toako (kakak). Saat saya meninggalkannya, ia masih tak sadarkan diri. Tetapi Cukat Tong dan istrinya menjaganya di sana. Segala jalan penyembuhan sudah dicoba. Semoga saja ia bisa sembuh seperti sedia kala,"

Cio San tidak bercerita bahwa Cukat Tong dan Bwee Hua sedang pergi ke pegunungan Himalaya untuk mencari Gan Siau Liong.

"Dan bagaimana dengan Gan-bengcu (ketua Gan)? Apa yang dicarinya di pegunungan Himalaya sana? Kami di istana mendengar gerutuan beberapa kalangan Bu Lim (kalangan persilatan) tentang Gan- bengcu yang meninggalkan tanggung jawabnya sebagai Bu Lim Beng Cu (ketua dunia persilatan) di1217 saat keadaan sedang genting seperti ini,"

Tukas Li Ping Han.

"Bengcu menitipkan tanggung jawab ini kepada saya. Dan saya akan berusaha sebaik-baiknya untuk tidak mengecewakan kepercayaan bengcu,"

Demi sahabat-sahabatnya tentu saja ia rela "sedikit"

Berbohong.

Gan Siau Liong tidak pernah menitipkan urusan ini kepadanya.

Semua ini ia lakukan semata- mata sebagai tanggung jawabnya kepada seorang sahabat.

Seorang sahabat dapat memintanya untuk menerjang lautan api, atau terjun ke jurang berisi pedang.

Ia akan melakukannya dengan senang hati.

Karena ia tahu, sahabat itu pun akan melakukan hal yang sama jika ia memintanya.

Jika seorang sahabat menyakiti atau melukai hatinya dan dirinya, ia tak akan membalasnya.

Karena ia lebih memilih terluka daripada melukai sahabatnya.

Ini memang sudah sifatnya.

Sudah menjadi ciri khas yang tertanam di dalam jiwanya.

Orang lain boleh menertawakannya, tetapi mereka tak akan sanggup melakukan hal yang ia lakukan.

Jumlah sahabat yang ia miliki meskipun tidak banyak, sesungguhnya juga tidak sedikit.

Karena ia menyukai1218 bersahabat dengan orang lain.

Itulah kebanggaannya.

Itulah harga dirinya.

Semakin Li Ping Han mengobrol dengan Cio San, semakin dilihatnya pemuda ini sangat sederhana, ramah, dan suka bercanda.

Tetapi Li Ping Han selalu dapat melihat bayangan kesedihan di mata Cio San.

Walaupun mata itu tetap menyinarkan cahaya kehidupan yang sangat terang.

Ia telah banyak bertemu dengan pendekar- pendekar angkatan muda.

Telah banyak kenal dengan mereka.

Tapi umumnya mereka tinggi hati dan terlalu percaya diri.

Dalam diri Cio San, yang terlihat hanyalah kepolosan dan kewajaran.

Ia seperti seorang anak kecil yang sibuk bermain seorang diri dengan mainannya.

Tak perduli dunia sekacau apa, anak kecil ini tetap bermain dengan senang hati.

Itulah sifat Cio San yang sebenarnya.

Li Ping Han dapat menyelami hal ini karena ia telah banyak bertemu banyak orang dan sifatnya masing-masing.

Mempelajari mereka, dan mengambil hikmah dari pengalaman-pengalamannya yang luas.

Jika kesedihan terpancar dalam jiwa Cio San, semua hanya karena jiwa pemuda itu begitu haus akan cinta.1219 Cinta yang mungkin tidak bisa ia peroleh dari sahabat-sahabat terbaiknya.

Mau atau tidak, seorang lelaki harus mengakui bahwa sahabat tak akan mampu menggantikan kekasih, seperti juga kekasih tak akan dapat menggantikan sahabat.

Cinta keduanya berbeda.

Cio San memang penuh cinta akan persahabatan, tetapi ia tidak memiliki cinta dari seorang kekasih.

Apakah karena ini jiwa Cio San begitu hampa? Tetapi mengapa ia begitu gembira? Mengapa pula ia tidak boleh gembira? Cio San berbaring di atas rerumputan.

Pagi telah menjelang.

Perjalanan masih panjang.

Ia mengguna kan tangannya sebagai bantal.

Memandang sisa-sisa bintang yang masih bersinar di langit.

Untuk sekejap ia pun terlelap.

Melepaskan segala letih dan lelahnya walau hanya sebentar.

Li Ping Han melihat ini dan hanya tersenyum saja.

Kewajibannya untuk menjaga rombongan ini sangat besar.

Ia tidak "berani"

Terlelap walau sebentar saja.

Ia bangkit dan berdiri lalu memeriksa keadaan sekitar.

Kuda-kuda mereka sudah beristirahat dengan cukup.

Sebuah kereta yang cukup reot pun dalam1220 keadaan baik.

Perbekalan masih banyak, dan anggota- anggota yang lainnya pun masih tetap berjaga.

Rasa damai seperti ini mengapa begitu cepat berakhir? Tak berapa lama lagi mereka akan memasuki peperangan.

Entah mereka hancur atau menang, hanya langit yang tahu.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ada tugas-tugas negara yang harus ia jalankan.

Jiwa dan raganya sudah milik tanah airnya sepenuhnya.

Nasib para tentara dan serdadu selalu menyedihkan.

Berada di dalam intrik para pemimpin nya.

Jika salah bersikap mereka akan dibenci rakyat.

Tetapi mereka tidak pernah memiliki pilihan sepanjang hidup mereka.

Mereka hanya memahami kata "patuh."

Jiwa dan raga mereka adalah milik negara sepenuhnya.

Dan keadaan mereka justru yang paling menderita.

Jika ada perang merekalah yang maju lebih dulu.

Jika keadaan damai mereka selalu mendahulukan kepentingan rakyat.

Yang hidup mewah hanyalah para panglima.

Tetapi masih banyak orang yang ingin jadi tentara.

Menyerahkan hidupnya bagi orang lain.

Seperti Li Ping Han yang tetap dengan gagah menjalankan tugasnya mengawal kaisar.

Sungguh bukan sebuah tugas yang gampang.

Ia tidak dapat1221 tidur nyenyak seperti Cio San yang kini sudah mulai mengorok.

Sedikit saja ia memejamkan mata, bisa- bisa seluruh negeri hancur berantakan.

Matahari sudah meninggi.

Embun masih membekas di rerumputan.

Li Ping Han sudah menyiap kan pasukannya yang hanya terdiri dari 4 orang termasuk ia sendiri.

Dengan sopan ia membangunkan Cio San.

Dengan sekali sentuh, Cio San sudah sadar sepenuhnya.

"Dalam beberapa menit kita akan berangkat. Makanan untukmu dan tuan putri Syafina sudah kami persiapkan. Mohon makan dahulu,"

Katanya sambil menyodorkan dua mangkuk sup hangat.

Cio San menerimanya dengan penuh terima kasih.

Dengan perlahan ia membangunkan putri Syafina.

Mereka kemudian makan bersama-sama dengan para pengawal kaisar.

Gaya mereka sederhana.

Tenang dan tak banyak bicara.

Para pengawal ini semuanya masih muda.

Tapi sekali pandang Cio San yakin ilmu silat mereka tinggi sekali.

Saat mereka makan, seseorang keluar dari tenda.

Semua yang ada disini hendak berdiri dan memberi hormat tetapi orang yang keluar dari tenda itu segera mencegahnya.1222

"Santai saja. Tetaplah makan."

Orang ini masih muda, hampir sebaya dengan Cio San.

Tatap matanya bersinar tajam.

Alisnya runcing ke atas seperti sayap elang.

Bibirnya tersenyum namun dagunya selalu terangkat dengan tinggi.

Sekali pandang saja Cio San sudah tahu bahwa orang ini adalah sang kaisar sendiri! Syafina hendak meletakkan mangkok dan menjura, ia sebenarnya ingin berkata "Semoga Kaisar Panjang Umur!", tetapi kaisar segera mencegahnya.

"Kita sedang dalam penyamaran, tentu tidak perlu melakukan hal-hal seperti ini, bukan?"

Ia bergabung dengan rombongan dan mengambil mangkuk sup yang memang sudah disediakan untuknya.

"Hmmm, harum sekali? Ta Cia yang membuatnya?"

Tanyanya. Orang yang bernama Ta Cia mengangguk penuh hormat. Kaisar makan dengan santai. Gayanya seperti orang biasa saja. Sambil mengunyah, ia malah berkata.

"Maafkan tidak bisa menjamu Hongswee dan tuan putri Syafina dengan cukup pantas."

Cio San dan Syafina kaget juga saat mengetahui bahwa kaisar ternyata mengenal mereka.

Mungkin1223 semalam sang kaisar sempat terbangun dan mendengar obrolan mereka.

Cio San tersenyum.

Ia tahu tidak perlu bersikap menjilat di hadapan kaisar ini.

Ia malah bersikap biasa saja dan berkata.

"Bisa makan bersama dengan toako (kakak) sungguh merupakan kebanggan tersendiri,"

Syafina menoleh kepadanya dengan penuh canggung. Seolah merasa tidak setuju dan malu atas sikap Cio San yang berbicara dengan kaisar seperti ini. Tapi sang kaisar malah tertawa, ujarnya.

"Justru berada di dekat Hongswee malah membuat hatiku tenang dan riang. Kita harus merayakan hari ini dengan sedikit arak. Setuju?"

Arak telah tertuang di sebuah pagi yang tenang di dalam sebuah hutan yang indah.

Hanya orang-orang yang telah mengalami permasalahan yang begitu dahsyat yang bisa memahami keindahan yang sederhana.

Semua orang yang berada di dalam rombongan ini tentu saja sudah mengalaminya.

Karena itu mereka begitu menikmati keadaan ini.

Seumur hidup Syafina tak pernah menyangka bahwa ia akan duduk bersama dengan kaisar Tionggoan, bercakap-cakap dan bercanda sambil minum arak dengannya.

Seumur hidup pula ia tak1224 menyangka bahwa kaisar yang kekuasaannya paling luas di muka bumi ini hanyalah seorang pemuda sederhana yang lugas dan polos.

Tak pernah pula disangkanya bahwa kaisar ini rela berjalan dalam sebuah rombongan kecil, tidur di tenda paling murah, dan naik kereta reot.

Jika ia menceritakan hal ini kepada orang lain, tak ada seorang pun yang akan percaya.

Kaisar, Cio San, dan Syafina bercakap-cakap cukup lama, di saat yang sama ke empat prajurit ini telah membersihkan dan membereskan tempat itu.

Tak berapa tempat itu sudah bersih dan rapi.

Kuda sudah disiapkan dan kereta pun sudah siap berangkat.

"Kita sudah bisa berangkat?"

Tanya kaisar kepada Li Ping Han yang dijawab perwira gagah itu dengan mengangguk.

"Nah, kalian ikutlah ke dalam kereta. Di situ kita bisa bercerita sepuasnya,"

Kaisar, Cio San, dan Syafina naik ke dalam kereta.

Li Ping Han dan salah seorang duduk di depan sebagai kusirnya.

Ta Cia dan seorang lagi masing- masing mengendarai kudanya sendiri.

Begitu masuk di dalam kereta reot itu, Cio San langsung menyadari satu hal.

Kereta ini hanya luarnya yang reot.

Di bagian dalam sangat nyaman, dan segala keperluan ada di1225 sana.

Ia yakin, kereta ini memiliki banyak tuas rahasia yang berfungsi sebagai alat pertahanan melawan musuh.

Benar saja, saat sang kaisar menekan sebuah tuas, tahu-tahu muncul sebotol arak dan sebuah piring berisi camilan kecil berupa kacang-kacangan.

Bukan kacang-kacangan biasa, melainkan sejenis kacang- kacangan yang tumbuh diluar Tionggoan dan rasanya enak sekali.

Kaisar menawarkan kepada mereka, dan mulai membuka obrolan.

"Hongswee sudah bertemu dengan guruku, bukan?"

Cio San mengangguk, sebelum ia sempat membuka suara, kaisar sudah bertanya lagi.

"Ia memberitahukan kepadamu tentang daftar yang ia buat?"

"Benar, yang mulia,"

Cio San lalu menceritakan daftar itu beserta urut-urutannya.

"Suma-tayhiap sekarang berada di urutan ke empat?"

Tanyanya sedikit kaget. Lanjutnya.

"Dari terakhir yang kudengar, guruku mengeluarkannya dari 50 besar!"

Sekarang justru Cio San yang kaget. Setelah berfikir sebentar ia tersenyum dan berkata.

"Berarti Koksu yang mulia tahu, bahwa pengobatan Suma- tayhiap berhasil dan ia telah sembuh!"1226

"Hmmm, benar juga. Setelah kejadian di dermaga dan Suma-tayhiap menderita sakit, urutan nya melorot jauh. Tetapi nampaknya guru telah mengetahui kesembuhannya. Sungguh, betapa luas pengetahuannya. Betapa dalam ilmu guruku ini.,"

Matanya menerawang dengan kagum.

"Kim Sim Koksu memang pantas disebut "batu penjuru dunia."

Menjadi patokan dan petunjuk bagi kita semua,"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Cio San dengan kagum pula.

"Julukan itu terakhir disandang oleh mendiang Thio Sam Hong. Rasanya cukup pantas juga disandang oleh guruku,"

Kata sang kaisar tersenyum senang.

"Tetapi yang paling bikin aku senang, adalah keberadaan Hongswee dalam pihakku. Untuk hal ini, aku sungguh sangat berterima kasih sekali. Negara akan memberikan imbalan yang pantas untuk jasa- jasa ini,"

Dalam hati Cio San hanya tertawa.

Jika bukan karena serangan-serangan gelap terhadap sahabat- sahabatnya, ia tentu tidak akan turut campur dalam urusan Negara.

Jika bukan karena penderitaan kaum- kaum jelata karena peperangan ini, ia tentu sudah menyepi di sebuah lembah yang tenang sambil minum arak sampai mampus.1227

"Seandainya sahabat-sahabat Hongswee pun bisa turut membantu rakyat di dalam peperangan ini, sungguh aku dapat tidur dengan tenang,"

Tukas sang Kaisar.

"Mengenai Suma-tayhiap, jika ia tidak ingin melakukan sesuatu, ia tak akan pernah melakukannya meskipun raja akhirat sendiri yang dating meminta nya. Ini sudah menjadi sifatnya. Bahkan hamba sendiri pun tidak mampu memintanya melakukan hal yang tidak ingin ia lakukan,"

Jelas Cio San.

"Bagus! Memang begitulah seharusnya seorang pendekar! Melakukan sesuatu harus datang dari hati nurani. Bukan karena terpaksa. Salut! Sungguh Salut!"

Seru sang Kaisar.

"Eh, tetapi jika kini guru memasukkannya ke urutan 4, ilmu pedangnya memang sudah sangat meningkat hebat!"

"Oh, memangnya sebelum ia dikeluarkan dari 50 besar, berada di urutan berapakah ia?"

Tanya Cio San.

"Urutan ke 8,"

Kata Kaisar. Seketika mata Cio San berkilat. Ia senang ilmu Suma Sun meningkat setelah sembuh dari sakitnya. Tetapi ia1228 justru khawatir, jika Suma Sun mencapai taraf ini, ia akan kehilangan kemanusiaannya lagi. Kembali menjadi "dewa"

Lagi. Ia akan membunuh lagi. Mentari bersinar, rumput yang hijau, samudra yang luas, serta manusia yang mati oleh pedang Suma Sun. Kesemuanya adalah hal-hal "sederhana"

Yang sudah digariskan langit. Ungkapan itu adalah sebuah ungkapan yang sangat terkenal di masa jaya-jayanya Suma Sun sebagai "dewa."

Membayangkan bahwa ungkapan ini akan terdengar kembali, membuat Cio San merinding.

"Tak berapa lama lagi, Kim Sim Koksu nampak nya harus merubah lagi daftar yang beliau buat, karena Suma-tayhiap akan segera menduduki peringkat pertama,"

Kata Cio San dengan sungguh- sungguh.

"Eh?"

"Karena sebentar lagi, orang yang akan mampus karena pedangnya akan begitu banyak sampai-sampai samudera yang luas ini tak mampu lagi menampung mayat mereka."

Tanpa suara. Tanpa darah. Yang ada hanya kematian.1229 BAB 52 KEMBALI DATANG, KEMBALI HIDUP, KEMBALI CINTA "Apakah Suma-tayhiap memang semenakutkan itu?"

Tanya sang kaisar.

"Ketinggian ilmunya sukar diukur, karena jiwa dan pikirannya pun sulit di duga. Selama ini ia telah hidup tenang bersama keluarganya, mengharapkan lahirnya seorang anak. Tapi putranya ini tewas sebelum sempat dilahirkan. Istrinya pun terluka. Dia sendiri pun terluka dalam yang sangat berat. Kita hanya bisa berharap bahwa pengobatannya berhasil,"

Jawab Cio San.

"Jika memang berhasil, apakah ada kemungkinan ilmunya meningkat dengan begitu tajam?"

Tanya kaisar lagi.

"Sejauh pengalaman hamba, kemungkinannya memang seperti itu. Dendam bisa menambah kekuatan seseorang. Amarah akan menambah daya tempurnya. Meskipun amarah mungkin akan1230 membuka banyak titik kelemahan, hamba pikir Suma Sun pasti akan berhasil menutupi titik kelemahan ini."

"Saat Hongswee mengalahkannya di dermaga, apakah karena Hongswee melihat titik kelemahannya itu?"

Tanya sang kaisar lagi. Cio San cukup heran juga mengetahui bahwa ternyata sang kaisar pun mengetahui peristiwa pertempuran dirinya dan Suma Sun di dermaga.

"Suma Sun adalah petarung yang mampu menyesuaikan diri. Sekali saja sebuah jurus atau serangan berhasil kepada dirinya, saat itu pula ia akan belajar untuk menutupi kelemahannya. Jurus yang sama tak akan pernah bisa digunakan menghadapi Suma Sun dua kali,"

Jelas Cio San.

"Hmmm, sangat menarik. Jadi bagaimana cara Hongswee mengalahkannya dulu di dermaga?"

Sang kaisar rupanya masih penasaran.

"Saat itu hamba sudah kalah, untung saja Suma- hujin399 menolong hamba dengan menyerang suami nya sendiri dari arah belakang. Tanpa campur tangan nya, hamba tentu sudah tewas,"

Kata Cio San. 399 Nyonya Suma ? Ang Lin Hua1231

"Begitu rupanya,"

Tukas sang kaisar.

"Banyak orang bilang, Suma Sun memang tidak memiliki ilmu pedang tertinggi, tidak memiliki ginkang (ilmu meringinkan tubuh) tertinggi, tapi ia tidak dapat dibunuh. Justru ia lah yang membunuh orang."

"Ungkapan ini sepertinya tidak terlalu berlebihan, yang Muila,"

Kata Cio San. Tiba-tiba saja Cio San merinding sendiri. Bagaimana jika kaisar menganggap Suma Sun adalah ancaman bagi negara, dan mencoba menyingkirkannya? Ia tidak berani berpikir. Kereta berjalan cukup jauh, ketika tiba-tiba berhenti.

"Mengapa berhenti?"

Tanya kaisar kepada Li Ping Han yang sedang berada di depan.

"Ada seseorang datang menuju kemari,"

Jawab Li Ping Han. Segera Cio San mengerti kenapa kereta itu berhenti. Daerah yang mereka lalui seharusnya bersih dari siapapun. Karena siapapun yang akan berpapasan dengan kaisar, harus melewati 5 sastrawan yang menjaga di depan.

"Tidak ada kabar dari burung merpati? Mengapa ia bisa lewat?"

Tanya kaisar lagi.1232

"Inilah yang hamba herankan, paduka,"

Jawab Li Ping Han.

Kaisar lalu menekan sebuah tuas.

Dengan segara bagian dalam kereta berubah menjadi sebuah benteng pertahanan yang amat kuat.

Sangat mengagumkan! Orang yang datang di depan sana semakin mendekat.

Kaisar mengintip dari sebuah lubang kecil di balik "benteng pertahanan"

Itu.

"Aku tidak kenal orang ini. Ia mungkin menyamar. Apakah Hongswee mengenalnya?"

Kini Cio San yang mengintip melalui lubang itu, ia pun hanya bisa menggeleng. Terdengar suara Li Ping Han.

"Selamat siang, enghiong (pendekar). Kami ingin bertanya, apakah tuan melihat 5 orang sahabat kami di depan sana?"

Orang itu menjawab dengan sopan, suaranya terdengar berat dan gagah.

"Tidak tuan. Sepanjang hari cayhe (saya) berjalan, tidak bertemu seorang pun kecuali rombongan tentara yang sudah sangat jauh perginya."1233 Mendengar suara ini, Syafina terhenyak. Cio San mengetahui ini dan bertanya dengan perlahan.

"Kau kenal?"

Syafina tidak menjawab, ia hanya mengintip dari lubang kereta. Wajahnya memucat.

"Ia., ia tunanganku..,"

Entah kenapa Cio San merasa kata-kata ini sengaja diucapkan Syafina. Apakah perempuan memang selalu seperti ini? "Turunlah, putri,"

Kata kaisar. Ia menekan tuas dan pintu pun terbuka. Syafina pun turun dengan perlahan. Lelaki gagah yang berada di hadapannya pun berubah wajahnya. Terasa seluruh beban di dalam hidupnya terhapus hilang saat ia menatap wajah putri yang cantik itu.

"Akhirnya aku menemukanmu, Sya!"

Syafina tidak menjawab apa-apa.

Ia memang tidak dapat menjawab.

Perempuan mana pun jika berada di dalam posisi seperti dirinya, tentu tak akan sanggup menjawab apa-apa.1234 Li Ping Han memerintah salah seorang anak buahnya untuk menyusul ke depan, melihat keadaan 5 sastrawan.

Anak buah itu melesat dengan cepat.

Ginkangnya sangat mengagumkan.

Tetapi di saat seperti ini, kedua anak muda yang sedang berdiri berhadap-hadapan itu tidak perduli dengan ginkang seseorang.

"Mengapa kau ada di sini?"

Akhirnya Syafina berani bersuara.

"Aku., akumencarimu,"

Jawab lelaki gagah itu.

"Mengapa begitu terlambat kau mencariku?"

"Aku harus menyelesaikan tugas rahasia dari guru. Segera setelah tugas itu selesai, aku langsung mencarimu, Sya."

Bulir-bulir air berkumpul di pelupuk matanya.

Perasaannya begitu bercampur aduk.

Ia lari dari rumah justru karena lelaki ini.

Ia pergi sejauh-jauhnya agar lelaki ini mengejarnya dan menjemputnya.

Ia bahagia ketika kemudian lelaki ini benar-benar menemukannya.

Ada perasaan marah mengapa lelaki ini tidak segera menemukannya.

Karena ia sendiri telah menemukan Cio San!1235 Syafina tidak tahu apakah ia harus tertawa atau menangis.

Begitu ingin ia berlari menuju lelaki ini, memeluknya dan melepas kerinduan.

Di saat yang sama ia sendiri merasa kakinya terbelenggu oleh sebuah rantai yang tertaut pada seseorang di belakangnya.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seseorang di sana! Ia melangkah pelan-pelan.

Setiap langkah diisinya dengan pertimbangan yang sebaik-baiknya.

Ia harus memilih.

Dan semakin dekat langkahnya kepada lelaki di hadapannya itu, semakin ia tahu bahwa hatinya tertinggal di belakang.

Dan ia pun memutuskan! "Aku sepertinya aku tidak bisa aku...

tidak mau pulang.

Aku sudah menemukan"

"Kau harus pulang, putri,"

Terdengar suara laki- laki di belakangnya "Pulang?"

Syafina bertanya dengan heran.

Herannya pun dengan amarah.1236 Ia telah memilih untuk menyerahkan seluruh jiwa dan cintanya untuk lelaki di belakangnya ini.

Namun sang lelaki malah menyuruhnya pergi! Hanya diperlukan sepersekian detik bagi perempuan untuk mengubah pendiriannya.

Juga diperlulan sepersekian detik bagi seorang wanita untuk membenci lelaki yang dicintainya.

"Baik! Aku pulang!"

Ia menoleh pada Cio San dengan penuh amarah. Seolah-olah seluruh hatinya sudah hancur berantakan.

"Kita tak akan bertemu lagi!"

Ingin rasanya Cio San berkata untuk membiarkan takdir langit yang memutuskan. Tetapi ia diam saja. Syafina bergerak ke arah kereta, ia menjura kepada kaisar.

"Saya mohon diri. Terima kasih atas kebaikan padu,"

Sang kaisar segera memotongnya dan berkata.

"Aih, tidak perlu banyak aturan begini, liehiap (pendekar wanita), sebagai sesama orang persilatan kita kan harus selalu saling membantu,"1237 Syafina mengangguk dan tersenyum. Tetapi air matanya telah berlinang. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada Cio San. Bagi seorang wanita, terkadang ucapan "selamat tinggal"

Pun tidak pantas diucapkan untuk seorang lelaki. Walaupun sebagian besar lelaki seperti ini pernah mengisi hati mereka. Sekali lagi Cio San merasakan kejamnya kata "pernah."

"Pernah"

Bukanlah sebuah kata yang sederhana. Ia adalah kata yang menjarah jiwa.

"Mari pergi,"

Syafina tersenyum sambil menggandeng tangan lelaki gagah itu.

Ingin rasanya Cio San menampar dirinya sendiri, namun ia tidak bisa.

Ia terpaksa membiarkan wanita yang dicintainya pergi, karena ia memiliki alasan.

Alasannya yang paling utama bahwa adalah ia sendiri pernah terluka.

Ia pernah merasakan perihnya perasaan ketika orang yang ia cintai pergi dengan orang lain.

Tetapi ia justru rela merasakan perasaan itu lagi karena ia tidak ingin lelaki lain merasakan hal yang sama.

Ia tidak ingin menjadi penyebab kepedihan hati lelaki lain.

Ia tidak ingin merebut kebahagiaan orang lain.1238 Ia memang selalu berpikir tentang orang lain.

Ia tidak pernah berpikir tentang dirinya sendiri.

Jika orang lain menyakiti perasaannya, ia tak akan membalas.

Ia cukup bahagia jika ia sendiri tidak menyakiti hati orang lain.

Lalu bagaimana dengan hati Syafina? Cio San di pilihan yang sulit.

Haruskah ia menyakiti Syafina ataukah menyakiti lelaki itu? Tetapi di dalam keadaan ini, Syafina adalah tunangan yang sah dari lelaki itu.

Ditinjau dari sudut manapun, ia lah yang berada sebagai orang ketiga di dalam hubungan ini.

Kereta masih berhenti.

Pengawal yang pergi ke depan belum kembali.

Cio San masih berdiri mematung memandang sepasang kekasih yang bertemu kembali dan kini telah pergi menjauh.

Jika ia tidak menyuruhnya pergi, wanita itu tak akan pergi.

Jika seorang wanita telah pergi, ia tidak akan kembali.

Jika ia tidak kembali, maka ia tak menjadi jodohnya.

Jodoh adalah sebuah hal yang amat sangat sulit dimengerti.

Jika jodoh, ia akan datang.

Tetapi jika tidak diusahakan, jodoh tak akan datang.

Padahal, mau1239 berusaha sekuat apapun, jika bukan jodoh, tentu tak akan datang.

Lalu bagaimana seorang manusia harus bersikap? Cio San hanya bisa mengasihani dirinya sendiri dan mencoba percaya, bahwa jika jodoh, seorang wanita yang telah akan kembali datang, kembali hidup, dan kembali cinta.

Itulah mungkin cinta yang sebenarnya.

Takdir akan mengacaukan jalannya, tetapi pada akhirnya mereka akan bertemu di suatu tujuan.

Tetapi bagaimana jika Syafina bukan jodohnya? Bagaimana pula jika Syafina bukan jodohnya hanya gara-gara Cio San menyuruhnya pergi? Semua hal ini lebih memusingkan daripada rencana jahat dari penjahat yang paling culas sekalipun.

"Mengapa kau membiarkan nona itu pergi, hongswee?"

Kaisar kembali bertanya.

"Karena lelaki itu adalah tunangannya, paduka,"

Jawab Cio San.

"Bagaimana jika ternyata nona itu lebih mencintaimu daripada tunangannya itu?"

"Maka ia tak akan pergi,"

Jawab Cio San pelan.1240

"Bagaimana ia tidak pergi, jika justru kaulah yang mengusirnya pergi?"

Cio San tak dapat menjawabnya.

Ia tak dapat pula menjawab, lelaki macam apa dirinya ini.

Yang membiarkan gadis yang ia cintai untuk pergi.

Padahal ia tahu si gadis berharap bahwa ia akan menariknya kembali ke dalam pelukannya, meminta nya untuk tidak pergi.

Tetapi ia justru memintanya untuk pergi! Lelaki macam apakah Cio San? Apakah ia terlalu mengutamakan kegagahan sehingga menyampingkan kebahagiaan diri sendiri? Para pendekar sejati memang tidak ada yang bahagia.

Mereka kesepian.

Karena mereka tidak seperti manusia umumnya.

Justru karena mereka tidak seperti manusia umumnya, maka mereka melakukan hal-hal yang tidak dapat dipahami orang lain.

Banyak orang menganggap mereka tolol dan dungu.

Banyak orang menganggap mereka munafik.

Tetapi hanya langit yang mengetahui ketulusan hati mereka.

Karena perbuatan-perbuatan mereka sanggup menggetarkan langit!1241 Sang pengawal yang baru kembali dari tugasnya menyelidiki keadaan di depan sana, kini sudah kembali.

"Jejak para siucay (sastrawan) menghilang dengan aneh. Tidak ada bekas pertempuran atau apa pun,"

Lapor sang pengawal itu.

"Biarkan hamba yang menyelidiki, paduka,"

Pinta Cio San.

"Silahkan!"

Jawab sang kaisar.

Cio San melesat pergi.

Sepanjang jalan ia tidak melihat hal yang mencurigakan.

Jejak para sastrawan ini pun berhenti di satu titik.

Setelah itu mereka semua menghilang! Ia memeriksa dengan seksama.

Sungguh tak ada satu hal pun yang menarik perhatian di sepanjang jalan.

Otaknya berpikir cepat.

Ia menoleh ke atas dan memperhatikan ranting-ranting pohon.

Segera tubuhnya pun melayang dan melenting ke atas ranting pohon.

Di pepohonan yang tinggi menjulang itu ia memperhatikan rantingnya satu persatu.

Meskipun tidak terlihat dengan mata telanjang, Cio San dapat memperhatikan bahwa ada beberapa dahan yang sedikit patah dari batangnya.

Patahannya hanya sedikit sekali.

Tidak sampai membuat dahan-dahan1242 terlepas dari batangnya.

Besar robekan dahan ini hanya beberapa ujung kuku.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi ia dapat melihatnya.

Dengan hati-hati ia memeriksa seluruh dahan, dan mencoba mengikuti patahan-patahan yang sangat kecil itu.

Matanya sangat awas.

Gerak tubuhnya pun sangat lincah meloncat kesana kemari mengikuti jejak patahan dahan.

Hingga ia sampai kepada sebuah sungai.

Kemana pun ke 5 Siucay ini pergi, ia tak akan bisa melacaknya melalui jalur sungai, karena ia tahu, sungai ini akan bertemu dengan sebuah sungai besar yang menjadi lintas utama kendaraan perairan.

Ia memutuskan untuk kembali.

Secepat kilat ia telah kembali di hadapan kaisar.

"Hongswee menemukan jejak mereka?"

Tanya kaisar.

"Ia paduka. Tetapi jejak itu menuju sungai, tapi hamba tak dapat menyusuri jejak mereka melalui sungai,"

Tukas Cio San.

"Kira-kira apa yang terjadi?"

"Menurut pandangan hamba, mereka mungkin memang sengaja pergi menghilang. Atau ada orang1243 sakti yang mampu melumpuhkan mereka tanpa mereka bisa melawan sama sekali,"

Kata Cio San.

"Apa? Bagaimana mungkin seseorang dapat melumpuhkan mereka tanpa perlawanan sama sekali? Orang sesakti apa dia? Mengapa pihak musuh memiliki orang setangguh ini?"

Cio San tak dapat menjawab.

Ia mempunyai tebakannya sendiri, tetapi ia tak akan mengatakannya kepada siapa pun sebelum ia benar-benar membuktikan siapa orang ini.

Manusia jahat yang bersembunyi di balik bayang-bayang.

Pelaku utama semua kejahatan ini! "Apa yang harus kita lakukan, pengawal Li?"

Tanya kaisar kepada Li Ping Han.

"Menurut hamba, kita harus tetap meneruskan perjalanan,"

Jawabnya tenang.

"Baiklah,"

Jawab kaisar.

Ketenangan Li Ping Han cukup mengagumkan.

Cio San jadi bertanya-tanya sendiri dalam hati, bagaimana kemampuan yang sebenarnya dari pengawal terpercaya kaisar ini? Ia memutuskan untuk memperhatikan lebih jauh tentang orang ini.1244 Perjalanan pun dimulai kembali.

Sepanjang perjalanan pikiran Cio San memang tak bisa lepas dari dua kejadian ini.

Perginya Syafina dan hilangnya kelima siucay.

Apakah kedua peristiwa ini saling berkaitan? Jika iya, apa kaitannya? Wajah kaisar sendiri menampakan sedikit kekhawatiran, tetapi keagungan dan ketenangannya masih tampak jelas.

Ia mencoba untuk memulai percakapan dengan santai.

"Jika perang ini selesai, kuharap kau mau pergi ke Qara Del,"

Qara Del adalah daerah tempat tinggal Syafina.

"Apakah ada tugas dari paduka?"

"Tidak. Tetapi aku hanya merasa kau benar- benar harus menemui nona itu lagi,"

Jelas sang kaisar.

"Aku tahu kau memintanya pergi sebenarnya adalah untuk melindunginya dari peperangan ini. Melindungi nya dari setiap permasalahan yang kau hadapi. Karena kau berpikir, kau hanya mendatangkan masalah ke dalam hidup orang lain. Apakah aku salah menduga?"

Cio San tak dapat menjawab.

Ia hanya mampu tersenyum.

Ia memang pernah berpikir seperti ini, kata-kata kaisar ini justru menambah keyakinannya sendiri.

Ia mungkin tidak pantas bahagia.

Hidup sebagaimana manusia pada umumnya.

Ia mungkin1245 ditakdirkan untuk terjebak di berbagai macam urusan kehidupan.

Sehingga ia tidak memiliki kehidupannya sendiri.

Ia merasa bahwa ia memiliki hak untuk tidak berbahagia.

Jika orang boleh berbahagia, mengapa ia tidak boleh bersedih? Di dalam kesedihan ada kenikmatan yang hanya bisa dimengerti oleh orang- orang yang terluka.

Ia terlalu terbiasa dengan kesedihan, sampai-sampai ia merasa aneh jika hidupnya tidak diliputi kesedihan.

Apakah karena kesedihan ia mampu bertahan hingga saat ini? "Kau tahu bukan, bahwa kesedihan dapat melahirkan kekuatannya tersendiri.

Di masa lalu, ada seorang pendekar besar yang menciptakan ilmu pukulan maha dahsyat yang berdasarkan perasaan sedih ini,"

Tukas sang kaisar.

"Apakah yang paduka maksud adalah Sin-tiauw enghiong Yo-tayhiap?"

Tentu saja semua orang persilatan tahu siapa Yo-tayhiap ini.

"Benar. Ilmu pukulannya amat sakti dan tak ada satu orang pun yang sanggup mempelajarinya. Kau tahu nama ilmu itu?"1246 Cio San mengangguk.

"Tapak Duka Nestapa."

Kaisar tersenyum senang.

"Benar sekali!"1247 BAB 53 SEMUA TANPA PEDANG, DI BAWAH LANGIT Rombongan ini melaju ke depan. Mereka bergegas ingin sampai ke depan, di medan peperangan yang tampaknya telah menanti. Sebuah pesan melalui burung merpati datang memberitahukan bahwa perang telah di mulai. Wajah sang Kaisar mengeras. Matanya mencorong tajam membaca berita itu. Cio San memberanikan diri untuk bertanya.

"Jika perang sudah terjadi, apa rencana Yang Mulia selanjutnya? Apakah terjun langsung, atau.,"

Kaisar tidak menjawab, ia malah menatap Li Ping Han.

"Kami telah menyiapkan tempat tersembunyi di mana kami bisa mengamati perang dan memberi perintah. Mohon Hongswee turut bersama kami ke tempat itu,"kata Li Ping Han. Untuk sekejap Cio San terheran mengapa ia tidak diperintahkan untuk terjun ke medan perang,1248 tenaganya jelas sangat diperlukan di sana. Tetapi ia segera menyadari bahwa rombongan kaisar ini sangat membutuhkan perlindungan darinya karena kejadian menghilangnya 5 siucay tadi.

"Apakah Kim Sim Koksu (Guru besar Kim Sim) tidak turut di dalam rombongan ini?"

Tanya Cio San.

"Entahlah. Gerak gerik beliau tidak bisa di duga. Semua tergantung kebijaksanaan beliau sendiri. Terkadang beliu terjun ke dalam pasukan untuk turut mengatur prajurit, terkadang beliu turut dalam pertempuran, tapi terkadang juga beliau tetap di belakang dan memperhatikan situasi. Dalam hal ini, kami tidak pernah berani untuk meminta beliau melakukan apa-apa,"

Jelas Li Ping Han. Cio San mengangguk mengerti. Memang untuk tingkatan manusia yang "paripurna"

Seperti Kim Kok Su, perbuatan dan sikap mereka tak pernah bisa diduga.

Sayup sayup di depan terdengar bunyi menggelegar.

Mereka telah mendekati peperangan yang dahsyat.

Cio San bergidik.

Ia belum pernah mengalami peperangan dahsyat seperti ini.

Beberapa tahun yang lalu ia pernah turut berperang mempertahankan istana dari serangan pemberontak.1249 Tetapi peperangan itu tidak sebesar dan semenakutkan peperangan yang akan dihadapinya ini.

Dari jumlah pasukan, persenjataan, dan alasan penyebabnya.

Mengapa manusia harus berperang, padahal toh akhirnya mereka akan mati juga? Rombongan bergerak memutar.

Mereka tidak langsung menuju daerah peperangan melainkan mengambil jalur lain yang berbeda.

Rupanya rombongan menuju tempat rahasia yang tadi dijelaskan Li Ping Han.

Semakin dekat, suara gemuruh peperangan semakin membahana.

Bau darah, asap, dan mesiu mulai memenuhi udara.

Di kejauhan Cio San bisa memandang pertempuran yang sangat dahsyat itu! Puluhan ribu orang di sebuah dataran yang luas beradu senjata.

Ada yang kepalanya terbabat putus, ada yang lengannya dibacok, ada yang kakinya dihujam tombak.

Entah berapa puluh ribu panah yang melayang di angkasa.

Entah berapa banyak jiwa meregang oleh panah-panah ini.

Rombongan kaisar terus bergerak.

Menapaki sebuah bukit kecil yang tersembunyi.

Betapa hebat sais kereta, kuda, dan keretanya sendiri.

Di jalanan1250 yang sesukar ini, kereta dapat melaju dengan cukup kencang tanpa ada kesulitan berarti.

Semakin dekat ke puncak, suara gemuruh peperangan semakin terdengar jelas, pemandangan mengerikan pun semakin terlihat dengan jelas.

Jarak bukit dengan medan perang itu cukup jauh.

Tetapi segalanya jelas terlihat dan terdengar dari sini.

Siapa pun yang menemukan tempat ini, tentulah seorang ahli perang yang amat hebat, selain juga memiliki keberuntungan amat besar.

Dengan letak bukit yang tersembunyi, daerahnya yang sukar dijangkau, serta jarak pandang yang bagus, bukit ini sendiri sudah menjadi sebuah benteng tersendiri yang sangat kokoh.

Cio San keluar dari kereta dan membantu para pengawal yang dengan sigap membentuk lagi sebuah benteng sederhana dengan menggunakan batang- batang pohon yang roboh.

Mereka juga menggunakan tanaman-tanaman dan dedaunan untuk menyamar kan keadaan kereta.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam sekejap saja, kereta sudah tidak kelihatan, dan benteng kokoh sudah dibuat.

Kaisar di dalam kereta memperhatikan keadaan perang dengan seksama.

Para pengawal menuju ke tempat-tempat yang sudah mereka sepakati.

Masing-1251 masing berjaga di sana.

Yang paling jauh berjaga-jaga di bagian bawa bukit.

Jika ia melihat sesuatu yang mencurigakan, ia bisa mengirimkan tanda bahaya kepada yang lain.

Yang paling dekat adalah Li Ping Han.

Ia mungkin orang kepercayaan kaisar yang paling dekat.

Cio San sendiri mengagumi kecekatannya.

Li Ping Han memanjat sebuah pohon.

Dari situ ia bisa lebih jelas melihat jalannya peperangan yang amat sangat dahsyat itu.

Cio San juga mengikutinya dan duduk di sebuah dahan yang lain.

Dua pengawal yang lain berjaga-jaga di bawah melindungi kereta kaisar.

Di kejauhan Cio San mulai mempelajari peperangan itu.

Pasukan kerajaan menggunakan baju zirah dari tembaga.

Panji-panji mereka berwarna emas.

Pasukan khusus kekaisaran menggunakan baju zirah mentereng yang berwarna emas.

Dari kejauhan gerakan mereka menimbulkan kilatan cahaya yang menyilaukan.

Pasukan musuh ternyata tidak kalah banyaknya.

Mereka menggunakan baju zirah tembaga dan baju zirah berwarna keperakan.

Panji mereka berwarna hitam bergambar macan.

Panah berterbangan memenuhi langit.

Suara mesiu pun meledak1252 menghancurkan apa saja.

Penemuan bubuk mesiu sekitar seratus tahun yang lalu, berdampak besar pada peperangan.

Semakin banyak orang yang mati, semakin mudah pula membunuh mereka.

Apa gunanya ilmu silat melawan gempuran mesiu seperti itu? Li Ping Han melihat jalannya pertempuran dengan seksama.

Ia lalu mengeluarkan sebuah sangkakala yang cukup besar dari balik pinggangnya.

Saat ia meniupkannya, suaranya terdengar sangat bergemuruh.

Nada-nada yang mengalun berbeda- beda.

Nada ini merupakan perintah kepada pasukan untuk bergerak sesuai siasat.

Amat sangat pintar! Pasukan kerajaan lalu bergerak sesuai perintah nada-nada itu.

Rupanya ini merupakan nada-nada rahasia yang hanya beberapa orang dari pasukan yang mengerti.

Orang-orang inilah yang kemudian mengendalikan pasukan di medan pertempuran.

Sebelum nada-nada sangkakala itu dibunyikan, Cio San dapat melihat jelas bahwa pasukan kekaisaran agak sedikit terdesak meskipun jumlah mereka banyak.

Dengan adanya panduan dari nada-nada ini, keadaan pasukan kekaisaran menjadi lebih baik.1253 Mereka menjadi lebih teratur dan lebih trengginas.

Terlihat pasukan lawan mulai kewalahan.

Li Ping Han tidak hanya mengatur pasukan, tetapi juga menggunakan busur panah untuk menyerang titik-titik berbahaya milik musuh.

Bidikannya sangat tepat dan tenaganya sangat kuat.

Sungguh kepandaian yang sangat mengagumkan! Pasukan kekaisaran mulai mampu merebut keadaan dan menguasai pertempuran! Tapi hal ini hanya berjalan sebentar karena kembai terlihat pasukan Kekaisaran mulai terdesak lagi.

Bukan karena pasukan lawan, melainkan karena semburan-semburan api berwarna biru.

Semburan ini membawa bau yang sangat busuk, bagaikan bau bangkai manusia.

Di mana api dan aroma itu menyembur, di situ puluhan orang mati terkapar dengan mengerikan.

Pemandangan ini sangat menakutkan.

Cio San dapat melihat apa yang terjadi.

Pek Giok Kwi Bo.

Nenek ini bergerak dengan sangat cepat dan telengas.

Ke mana ia bergerak, puluhan orang mati.

Tak ada yang sanggup menghentikannya.

Para ahli silat yang berada di dalam pasukan kekaisaran pun tak1254 dapat menghentikan nenek ini.

Api biru beracun berasal dari hembusan mulutnya.

Nafasnya mengeluarkan api bagaikan naga yang mengamuk marah! Siapapun yang terkena hembusan nafas ini mati gosong oleh api beracun.

Cio San hanya bisa bergidik.

Ia teringat keadaan tumpukan mayat saat ia dulu menyelidiki pasukan musuh.

Semuanya mati menggosong dalam keadaan yang menggenaskan.

Rupanya perbuatan nenek iblis ini.

Ia mengepalkan tinjunya.

Ingin sekali ia terbang turun ke bawah untuk bertarung dengan nenek itu.

Li Ping Han memperhatikan segala peristiwa ini.

Raut wajahnya menampakkan kekhawatiran besar, namun ia bersikap sangat tenang.

"Kita tidak memiliki pendekar tangguh yang sanggup menghadapinya,"

Kata pengawal itu.

"Saya bersedia turun ke sana jika Yang Mulia Kaisar memerintahkan,"

Kata Cio San. Li Ping Han menggeleng.

"Kehadiran Hongwsee di sini lebih diperlukan."

"Tapi kita di sini hanya duduk sambil memandang para prajurit mati sia-sia,"

Tukas Cio San.1255

"Tidak. Ada rencana yang lebih besar yang harus kita hadapi. Kita hanya bisa menunggu,"

Jelas pengawal kepercayaan kaisar itu.

Dalam hati Cio San sebenarnya paham pasti ada siasat yang sedang dijalankan oleh Li Ping Han, tetapi hatinya tidak bisa tenang melihat pembantaian hebat di depan matanya.

Sebagai seorang pendekar, hati kecilnya berteriak memaksanya untuk terjun ke medan laga.

Inilah perbedaan pendekar dan para jenderal perang.

Di dalam peperangan, para pendekar tak akan pernah bisa menjadi jenderal karena hati dan jiwa mereka tidak akan mungkin tega mengorbankan prajurit lain.

Hanya jenderal yang benar-benar tangguh dan teruji yang mampu dengan tenang menjalankan rencana-rencananya meskipun keadaan semakin terdesak.

Meskipun banyak korban yang berjatuhan.

Menjadi jenderal perang ternyata tidak semudah bayangan orang.

Kebanyakan orang mengira menjadi jenderal hanyalah duduk santai sambil mengatur siasat.

Ternyata jauh lebih menyeramkan dan menakutkan dari itu.

Cio San baru benar-benar memahaminya setelah mengalami sendiri.1256 Waktu terus berjalan, dan kematian terus terjadi.

Di pihak musuh, Pek Giok Kwi Bo merajalela.

Teman-temannya yang juga merupakan pendekar- pendekar kaum sesat juga menggila dengan dahsyatnya.

Para petarung yang membela kekaisaran sangat sedikit yang bisa menandingi mereka.

Sekali lagi Cio San terpana, dan ia menyesali keputusan kaum Bu Lim yang menyatakan menjauhkan diri dari urusan kekaisaran.

Karena hal ini justru melemahkan tanah air.

Pada awalnya kaum Bu Lim memang tidak ingin memihak pada perseteruan di dalam kekaisaran, tetapi langkah ini seperti pisau bermata dua.

Ketika tanah air di serang, maka tak ada seorang pun pendekar sakti yang mempertahankan nya.

Jika tanah air kembali dikuasai oleh bangsa lain seperti jaman dahulu dijajah oleh bangsa Goan (Mongolia), maka sepenuhnya ini merupakan kesalahan para pendekar dunia persilatan.

Memang ada banyak pendekar yang turut mendaftar menjadi prajurit saat perang berlangsung, tapi umumnya mereka ini pendekar kelas menengah yang alasan bergabungnya hanyalah karena uang.

Para pendekar1257 hebat kelas atas, malah lebih suka menyendiri atau saling beradu silat.

Pasukan musuh terus bergerak maju.

Gerakan mereka tak tertahankan karena dibantu oleh pasukan panah yang sangat hebat.

Panah mereka sangat banyak, jauh lebih tepat, lebih cepat, dan lebih mematikan.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagaimana musuh melatih pasukan panah yang begitu dahsyat? Cio San memusatkan pandangannya.

Ia kemudian dapat melihat bahwa pasukan musuh menggunakan senjata panah yang berbeda.

Mereka tidak menggunakan busur biasa harus dipentang dulu kemudian dilepaskan anak panahnya, melainkan menggunakan sebuah busur kecil yang tidak perlu dipentang, cukup menekan tuas kecil maka 5 anak panah dapat ditembakkan sekaligus.

Busur itu pun dapat menyimpan puluhan anak panah.

Seseorang tidak memerlukan kekuatan yang besar untuk menarik busurnya.

Ia cukup menekan sebuah tuas dengan jari telunjuknya.

Rupanya senjata panah ini yang dulu menyerangnya bersama Suma Sun dan hampir membuat mereka terbunuh.

Memang bukan serangan dari senjata ini yang dulu membahayakan jiwanya,1258 melainkan sebuah anak panah yang diluncurkan secara licik, dengan kemampuan yang sangat mengagumkan yang hampir menembus jantungnya.

Tetapi senjata panah ini yang dulunya dilancarkan dengan sangat banyak sehingga ia tidak bisa menangkis panah utama yang ditujukan ke jantungnya itu.

Cio San mengepalkan tinjunya.

Musuh besarnya sudah di depan mata, jika ia mau terjun ke medan peperangan, ia mungkin akan bertemu musuh besarnya itu.

Tetapi di sini, kaisar membutuhkan perlindungannya.

Di depan matanya, banyak manusia yang dibantai dengan begitu kejamnya.

Ia melihat pasukan kekaisaran mulai kocar- kacir.

Pek Giok Kwi Bo dan kawan-kawannya telah berhasil mngobrak-abrik pasukan kekaisaran dengan cukup mudah.

Semakin lama pasukan kekaisaran semakin mundur.

Musuh seolah bertambah banyak, hadir dari kiri dan kanan.

Tahu-tahu bagian dalam menyeruak keluar.

Dan entah bagaimana dari luar bisa menyorong ke dalam.

"Aku tahu mengapa mereka bisa sebanyak itu. Karena mereka adalah pasukan kekaisaran yang membelot,"

Seru Li Ping Han.1259

"Membelot?"

"Ya. Selama ini kita dipusingkan dengan pasukan yang musnah dan hilang begitu saja. Seolah- olah musuh terlalu banyak dan menelan mereka. Tapi kini aku yakin, sebagian besar pasukan ini tidak musnah dan mati. Mereka bergabung dengan pasukan musuh,"

Kata Li Ping Han.

"Gaya serangan pasukan ini merupakan ciri khas serangan pasukan kekaisaran. Pasukan lain tidak mungkin mempelajarinya. Pasukan kita rupanya telah berkhianat."

Cio San mengerti.

Hal ini cocok dengan penyelidikannya dahulu.

Ia merasa banyak sekali pasukan yang dikirim, namun korban mati yang ia temukan tidaklah begitu banyak.

Sebagian tubuh mereka dibakar agar mengacaukan jumlah.

Tetapi jika seseorang mau teliti, ia dapat melihat jumlah yang mati jauh lebih sedikit daripada yang dikirimkan dahulu.

Cio San mengira mereka ditawan.

Ia sama sekali tidak mengira bahwa mereka malah bergabung dengan pasukan musuh.

Tentu karena uang.

Hanya uang yang dapat merubah seorang kawan menjadi lawan.

Pembantaian terus berlangsung.

Darah muncrat di mana-mana.1260 Potongan tubuh manusia melayang dan bergelimpangan.

Teriakan bercampur dengan dentingan bunyi senjata.

Pemandangan yang paling mengerikan adalah ketika manusia membunuh manusia yang lain untuk alasan yang sama sekali tidak dipahami oleh mereka sendiri.

Ketika Cio San memalingkan wajahnya, ia justru melihat hal yang jauh lebih mengerikan dari itu.

Pek Giok Kwi Bo sedang membunuh untuk kesenangan.

Setiap ia bergerak puluhan orang jatuh hangus oleh api beracun.

Para pendekar lain yang membantunya pun tidak kalah ganasnya.

Jumlah orang yang mereka bunuh hari itu jauh lebih banyak daripada siapapun yang membunuh di sepanjang hidupnya.

Teriakan yang mati sungguh mengenaskan.

Cio San sudah tidak kuat lagi.

Air matanya berlinang membasahi wajahnya.

Ia sudah siap melayang turun ke bawah.

Ketika didengarnya sesuatu datang dari kejauhan.

Kepakan sayap puluhan burung.

Sekejap jantungnya hampir berhenti berdetak.

Kini wajahnya berseri-seri bahagia.

Selama ini1261 sahabat-sahabatnya tidak pernah berhenti mengecewakannya.

Cukat Tong telah tiba! Tetapi ia tidak sendirian.

Ada seseorang datang bersamanya.

Ang Hoat Kiam Sian.

Sang Dewa Pedang Rambut Merah! Dewa kematian telah muncul kembali.

Seketika rasa bahagia Cio San berubah menjadi sedikit ketakutan.

Ia tahu apa yang sanggup diperbuat Suma Sun jika lelaki itu mencapai puncak kemarahan nya.

Hari ini, hanya sedikit manusia yang akan lolos dari kematian! Cukat Tong terbang rendah.

Burung-burungnya menukik dengan tajam.

Tak ada seorang pun yang menyadari kedatangan kedua orang pendekar itu.

Suma Sun melayang turun dengan perlahan.

Jubah putihnya melambai.1262 Begitu ia mendarat di medan laga, puluhan orang terlempar hanya karena kibasan kain bajunya.

Ia tidak lagi menggunakan pedang.

Lengan baju kanannya yang menutupi lengannya yang buntung telah berubah menjadi sebuah senjata yang lebih menakutkan dari pedang mana pun! Ke mana Suma Sun bergerak, pasukan musuh berjatuhan tanpa ampun! Cio San bergidik.

Sahabatnya itu telah mencapai tahap tertinggi dalam ilmu pedang, yaitu tahap "Tanpa Pedang."

Ia tidak memerlukan pedang, karena tubuhnya dan apa yang ada pada tubuhnya telah mampu diubahnya menjadi pedang! Blaaaaaar! Dhueeeeeeeeeeerrrrrrr! wuuuuusssssssss! wuuuuuuuuuusssss! Kemana ia bergerak, ledakan dan sabetan lengan bajunya pun bergerak dengan dahsyatnya.

Lengan bajunya dapat menjadi lembut bagaikan cambuk, namun dapat keras menegang bagai pedang tanpa tanding.

Tingkat ketinggian tenaga dalam Suma Sun sudah mencapai tahap "tak terbayang."

Hanya orang yang memiliki ketinggian tenaga dalam tahap1263 sempurna baru bisa menggerakkan lengan baju seperti itu.

Ketika Suma Sun menghabisi musuh di darat, Cukat Tong menghancurkan musuh lewat udara.

Ia melemparkan bola-bola berisi mesiu yang menghancurkan persenjataan dan pertahanan musuh.

Para pasukan pemanah musuh mulai mengincarnya.

Tapi Cukat Tong dan burung-burungnya bergerak dengan sangat cepat.

Mereka terbang tinggi dan menghindari panah musuh.

Perajurit musuh pun tidak berani menembak sembarang karena khawatir panahnya justru akan menghujam kawan sendiri yang tengah bertempur.

Suma Sun berhenti bergerak.

Di hadapannya adalah seorang laki-laki yang tinggi besar.

Ia memakai topi bambu yang menutupi wajahnya.

"Kau Suma Sun?"

Tanyanya. Suma Sun tentu tidak bisa melihat orang, tetapi seluruh inderanya yang lain bekerja dengan begitu sempurna. Ia dapat menduga.

"Tuan adalah Si Raja Golok dari Timur?"1264 Yang ditanya hanya menjawab dengan mencabut goloknya perlahan dari sarungnya.

"Kita lihat siapa yang lebih cepat. aku atau kau,"

Katanya.

Gerakannya sangat cepat.

Tidak ada suara sama sekali.

Tahu-tahu goloknya telah mengincar leher Suma Sun.

Tapi gaya menghindar Suma Sun pun tidak kalah cepatnya.

Ia hanya mundur satu langkah, golok itu sudah lewat di depannya.

Ia bergerak satu kali lagi.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kali ini entah bagaimana golok itu telah berpindah tangan.

Si Raja Golok dari Timur hanya bisa melongo melihat bagaimana kini goloknya telah berada di genggaman tangan kiri Suma Sun.

Dalam sejarah dunia persilatan sejak dulu sampai sekarang, baru kali ini ada jagoan golok nomer wahid yang goloknya diambil begitu gampang.

Seperti mengambil manisan dari tangan anak-anak.

Ia tidak tahu harus marah ataukah menangis.

"Jujurusaapa itu?"

"Semua Tanpa Pedang Di Bawah Langit,"

Jawab Suma Sun pelan.1265 Si Raja Golok mengayunkan tangannya dan menghajar batok kepalanya sendiri.

Baginya hidupnya sendiri sudah tak lagi berguna.

Hidup seribu tahun pun ia tak akan mampu sampai pada tahap seperti Suma Sun.

Rasa putus asa dan malu karena goloknya dirampas dengan mudah membuatnya menghabisi nyawanya sendiri.

Jika seseorang berhadapan dengan Suma Sun, sebaiknya ia memang mengambil nyawanya sendiri.

Suma Sun yang sekarang jauh lebih menakutkan daripada Suma Sun yang dahulu.

Cio San semakin bergidik.

Suma Sun kembali bergerak.

Kali ini melayang tinggi setinggi kepala orang.

Ia lalu mengibaskan tangan kanannya.

Tubuhnya berputar bagaikan angin puyuh! Lalu dengan mengerankan pedang serta golok dari prajurit-prajurit yang berada di sekitarnya seolah- olah terhisap masuk ke dalam angin puyuh itu! Semua Tanpa Pedang Di Bawah Langit.

Setelah pulih dari lukanya, Suma Sun malah mampu membuka titik-titik rahasia di dalam tubuhnya.

Titik-titik ini memberikan kekuatan sakti yang amat sangat dahsyat.

Tak ada seorang pun yang1266 mengetahui rahasia titik-titik ini jika ia belum mengalami kelumpuhan seluruh tubuh seperti yang dialami Suma Sun.

Ratusan pedang dan golok terhisap ke dalam angin puyuh itu.

Ketika angin itu berhenti, pedang dan golok itu telah berubah menjadi sebuah bola besi yang sangat besar ! Suma Sun menendangnya jauh ke angkasa.

Bahkan prajurit yang sedang bertempur pun terpaksa berhenti sejenak melihat kejadian ini.

"Siapa yang ingin selamat silahkan buang pedang,"

Kata Suma Sun dengan tenang dan pelan.

Tetapi kalimat ini terdengar jelas masuk ke telinga setiap mereka yang ada di situ.

Betapa tingginya khi-kang milik pendekar ini! Ia berjalan dengan tenang ke depan.

Ribuan prajurit musuh dihadapannya mundur dengan perlahan.

Mereka semua memang sudah siap untuk mati.

Tapi tidak ada dari mereka yang siap mati di tangan Suma Sun.

Tahu-tahu Pek Giok Kwi Bo muncul dari balik kerumunan pasukan musuh.

Tangannya membawa1267 sebuah tabuhan perang yang sangat besar.

Nenek itu lalu memukulnya dengan sangat kuat.

Boooooooommmmmmmmm! Booooooooommmmmmm! Suma Sun telah menutup jalan pendengarannya sebelum tetabuhan itu dibunyikan.

Tetapi tetap saja bunyi dentuman yang dihasilkan telah mempu menggetarkan jantung.

Karena nenek itu memukulnya dengan tenaga dalam dan cara yang khusus.

Para prajurit banyak yang terkapar mati dengan urat jantung yang putus dan gendang telinga yang pecah.

Cukat Tong yang masih melayang di udara pun kini jatuh menghujam bumi karena burung-burungnya semua mati menggenaskan.

Siapa pun yang tidak memiliki tenaga dalam yang cukup tinggi akan mati dengan urat jantung yang terputus.

Suma Sun tidak dapat bergerak.

Ia sebenarnya justru lebih menderita daripada orang lain.

Karena orang buta pasti memiliki indera lain yang jauh lebih tajam daripada orang lain.

Pendegarannya akan lebih tajam daripada orang lain, penciumannya, perasanya, seluruh tubuhnya!1268 Jadi ketika suara dentuman tetabuhan ini mengguntur dan membunuh siapa saja, justru Suma Sun sangat menderita.

Meskipun ia telah menutup indera pendengarannya, getaran dentuman ini masih bisa dirasakan kulitnya, jantungnya, seluruh tubuhnya.

Pihak musuh rupanya telah mempersiapkan senjata untuk menghadapi Suma Sun.

Pendekar itu kini diam terpaku dan tak dapat bergerak.

Seluruh pergerakannya harus ia lakukan dengan hati-hati karena salah gerak sedikit dapat menghancurkan jantungnya.

"Serang dia!"

Teriak Pek Giok Kwi Bo.

Beberapa pendekar hebat yang menjadi anak buahnya kemudian berkelebat ke depan.

Ada 4 orang yang menyerang secara bersamaan.

Cio San pun melompat ke depan.

Ia tak dapat menahan diri lagi.

Demi nyawa sahabatnya, perintah kaisar pun berani ia langgar.

Tapi Cio San jelas kalah langkah.

Ia berada ratusan Li jauhnya.

Musuh hampir menjangkau Suma Sun.

Hati Cio San mencelos.

Ia tak dapat melakukan apa-apa dari sana.

Air matanya menderai.1269 Duarrr ! Duarrrr! Duarrr! Duarrrr! Empat buah ledakan kecil terjadi.

Ledakan itu berasal dari lemparan bola mesiu yang dilontarkan Cukat Tong dari udara.

Dalam gerak jatuhnya ia masih bisa memberi pertolongan pada Suma Sun.

Sekali lagi Cukat Tong menggerakkan tangannya ke depan, benang-benang halus yang ia gunakan untuk mengendalikan burung, telah melilit di tubuh Suma Sun.

Dengan satu kali hentakan, ia telah melontarkan Suma Sun ke atas.

Melihat ini, lega lah hati Cio San.

Dengan ringan ia melayang turun ke bawah.

Dalam 20 langkah, ia telah tiba di medan pertempuran.

Tak ada seorang pun di muka bumi ini sanggup menyamai kecepatan gerakan langkahnya.

Pek Giok Kwi Bo yang melihat Cio San datang mendekat, segera bergerak.

Posisinya jauh lebih dekat ke Suma Sun daripada ke Cio San.

Karena itu ia memilih menyerang Suma Sun, karena ia tahu Cio San tak akan bisa menyelamatkan sahabatnya itu.

Nenek iblis itu bergerak bersama dentuman terakhir yang ditabuhnya.

Ia bergerak bersama gelombang suara yang dihasilkan dari tetabuhan itu.

Bahkan ia lebih cepat! Belum lagi gelombang itu1270 terdengar dan mencapai Suma Sun, gerakan nenek iblis itu telah mendahului.

Suma Sun mengibaskan lengan bajunya ke depan.

Lengan baju yang amat sangat dahsyat.

Tetapi yang dihadapinya adalah seseorang nenek iblis yang sangat licik.

Nenek itu menggunakan api! Api beracun itu melahap lengan baju Suma Sun! Seketika tenaga dalam sakti yang mengalir di lengan baju itu hilang seketika.

Gas beracunnya menghambur masuk melalui kulit Suma Sun.

Wajahnya berubah ungu saat racun itu menjalar ke dalam tubuhnya.

"Naga Menggerung Menyesal!"

Terdengar teriakan dari kejauhan. Sinar keemasan berbentuk naga yang sedang mengamuk meluncur dengan deras. Inilah tapak yang pernah mengguncang dunia persilatan. Sinar emas itu menghujam dada Pek Giok Kwi Bo. Sang nenek berjumpalitan mundur.

"Hahahahahaha,"

Ia tetap tertawa meskipun darah termuntahkan dari tenggorokannya. Pukulan Cio San dilakukan dengan penuh amarah, kekuatannya menjadi berlipat ganda. Tetapi nenek itu hanya tertawa senang.1271

"Kau tak apa-apa?"

Tanya Cio San pada Suma Sun.

Pendekar itu berjumpalitan di udara dan mengerahkan tenaga dalamnya.

Dengan mudah racun yang tadi terserap kulitnya sudah berhasil ia keluarkan seluruhnya.

Wajahnya kini bercahaya seperti biasa.

Tetapi Suma Sun tetap masih tenang seperti sedia kala.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia hanya mengangguk.

Betapa lega hati Cio San, tetapi kini ia baru menyadari.

Ada puluhan layang-layang merah di angkasa telah mendekati bukit di mana sang Kaisar bersembunyi.

Ia telah terpancing.

Manakah yang harus ia pilih? Kaisar atau sahabat?1272 BAB 54 MUSUH DALAM SELIMUT Ada belasan atau mungkin puluhan layang-layang di udara.

Cio San dapat menduga bahwa pasti ada penunggang yang berada di atas layang-layang itu.

Ia menoleh kepada Suma Sun untuk benar-benar memastikan sahabatnya itu baik-baik saja.

Pendekar pedang itu tampak biasa saja, seolah tak ada apa-apa yang terjadi padanya.

Segala racun telah berhasil ia keluarkan seluruhnya dari tubuhnya.Hanya lengan bajunya yang hancur hangus terbakar.

Cukat Tong pun sudah mendarat dengan ringan di atas bumi yang penuh dengan tumpukan mayat di mana-mana.

Bau darah dan belerang menyesakkan hidung.

Ketiga pendekar itu berdiri dikelilingi sisa-sisa pasukan kawan dan musuh yang terdiam.

Tak perduli kawan dan lawan, para prajurit seluruhnya dalam keadaan yang sangat memprihatinkan.1273 Suma Sun mengancungkan tangan kirinya ke depan.

Katanya.

"Kau ingin menghancurkan layang-layang di atas sana?"

"Tidak. Aku ingin kembali ke sebuah bukit kecil di sana,"

Jawab Cio San sambil menunjuk. Meskipun Suma Sun tak dapat melihat, ia dapat "mendengar"

Arah itu.

Cio San ingin pergi ke bukit itu karena ia tahu, Suma Sun dan Cukat Tong sudah tidak membutuhkannya lagi di sini.

Mereka berdua saja sudah cukup untuk menghadapi semua orang yang berada di medan pertempuran ini.

Ia melangkah dengan mantap menyongsong tangan Suma Sun yang masih mengacung ke depan.

Ia pun menyambut tangan itu dengan tangannya sendiri.

Bertahun-tahun mereka bersahabat, mungkin baru kali ini mereka saling menggenggam tangan.

Saling percaya.

Saling menguatkan.

Masing-masing memahami bahwa mereka tidak akan saling mengecewakan satu sama lain.

Apabila engkau memiliki satu saja sahabat seperti ini di sepanjang hidupmu, sesungguhnya kau tidak memerlukan orang lain lagi.1274 Cio San menoleh kepada Cukat Tong dan berkata.

"Jangan biarkan ia membunuh terlalu banyak orang.

"Aku tidak dapat menjamin hal ini,"

Tukas Cukat Tong sambil tertawa."Pergilah. Serahkan semua ini kepada kami."

Ganggaman tangan semakin erat.

Suma Sun cukup memutar tubuhnya satu kali, lalu ia melemparkan Cio San sangat jauh.

Sang jenderal Phoenix melayang bagaikan burung Hong yang terbang menghujam menembus awan.

Tubuhnya melesat secepat kilat ke arah bukit di mana sang kaisar bersembunyi.

Dengan sebuah poksai (salto) yang indah, Cio San sudah mendarat dengan mulus.

Li Ping Han dan para anak buahnya telah berjaga-jaga mengelilingi kereta perang sang kaisar.

Cio San tahu sang kaisar cukup aman berada di dalam kereta itu.

"Saudara sekalian baik-baik saja kah?"

Tanyanya.

"Sejauh ini kami baik. Tetapi lemparan peledak dari layang-layang di atas telah cukup menghancurkan daerah pertahanan kita,"

Jawab Li Ping Han.1275 Cio San memperhatikan sekeliling, memang keadaan di sana sudah sangat gawat.

Satu-satunya pertahanan yang tersisa adalah tumpukan batu karang dan pepohonan yang menutupi kereta kaisar.

Selain itu, tidak ada lagi unsur pertahanan yang bias mereka andalkan.

Dari atas langit bau belerang semakin tajam.

Para penyerang sudah mempersiapkan serangan berikutnya.

"Apa yang bisa saudara-saudara lakukan dalam menghadapi serangan ini?"

Tanya Cio San.

"Kami bisa memanah peledak itu ketika masih di udara, tetapi ada beberapa yang lolos dan tidak bias dihindari,"

Jawab Li Ping Han.

"Baik,"

Gumam Cio San.

"Berikutnya, cayhe (saya) yang akan menghancurkan peledak itu, para saudara harap memanah yang tersisa."

"Siap!"

Jawab beberapa pengawal gagah itu.

Peledak pun diluncurkan dari udara.

Datangnya sangat deras.

Puluhan, bahkan ratusan peledak yang amat sangat dahsyat daya hancurnya.

Cio San tidak perlu menunggu lebih lama, segera ia menghantam peledak itu jauh sebelum senjata mengerikan itu mendekati mereka.1276

"Naga Menggerung Menyesal!"

Siapa yang mampu meragukan kedahsyatan pukulan itu? Siapa yang jantungnya tidak bergetar saat kata-kata itu diucapkan? Pukulan jarak jauh yang amat sangat diandalkannya.

Jurus legendaris itu tidak pernah mengecewakannya! Ledakan dahsyat terjadi di langit.

Suaranya menggelegar bagaikan guntur di siang hari.

Semua kepala menengadah ke angkasa.

Layang-layang berjatuhan bagaikan kawanan burung yang terpotong sayapnya.

Oleng dan meluncur menghempas ke bumi.

Rupanya ledakan senjata yang dihasilkan oleh pukulan Cio San telah berhasil menghancurkan pula layang-layang yang berisi para penyerang.

Hanya dalam sekali pukul ia berhasil mematahkan siasat musuh yang menyerang dari udara.

Wussssssssss! Sebuah suara yang amat sangat dikenal Cio San.

Suara lirih yang jauh lebih menakutkan dari suara apapun.

Suara yang menyusup di antara keriuhan suara ledakan di angkasa.1277

"Awas panah!"

Terdengar Suma Sun mengirimkan suara dari jarak jauh kepada Cio San.

Tetapi bahkan suara Suma Sun pun kalah cepat dengan laju suara mendesis itu.

Cio San bergerak! Tetapi ia terlambat! Panah itu sudah menghujam masuk ke dalam kereta.

Braaaaaaakkkk! Jlebbbbbbbbb! Panah kecil itu menusuk dada kaisar dan tembus menancap di dinding belakang kereta.

Betapa mengerikannya kekuatan panah ini.

Betapa hebat sang pemanahnya! Siapa gerangan dirinya? "Yang mulia!"

Seluruh pengawal berlari ke arah sang kaisar yang kini terkulai lemas.

Darah hitam menyembur dari mulutnya bagaikan air mancur di dalam taman.

Darah itu amat hitam.

Panah itu rupanya sudah diolesi racun yang amat mematikan.

Dalam hitungan detik saja telah mampu menghitam kan darah manusia.

Keji.1278 Hanya Li Ping Han masih berdiri tegap di tempatnya.

Ia memandang tubuh kaisarnya dengan nanar.

Ada kesedihan, ada rasa kasihan, ada rasa bersalah.

Namun juga ada rasa lega di sana.

Cio San memandangnya dengan penuh tanda tanya.

Mengapa Li Ping Han merasa lega? Daya pikirnya bekerja dengan keras.

Dalam sekejap saja, Cio San sudah memahami segalanya.

Namun ia diam.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia tidak ingin membongkar rahasia besar yang tersimpan rapat ini.

"Kaisar telah tewas! Kaisar telah tewas!"

Terdengar gemuruh suara dari pihak lawan.

Mereka bersorak sorai gembira.

Cio San hanya bisa memandang Li Ping Han.

Pasukan kerajaan yang mendengar sorak sorai ini jadi kehilangan kendali.

Mereka kehilangan semangat berperang.

Apa yang harus mereka perjuangkan? Kaisar mereka telah tewas.

Pemendangan yang terjadi di atas bukit memang bisa sedikit terlihat karena batu- batu dan pepohonan yang tadinya menutupi keadaan di sana sudah hancur terkena peledak.

Mereka yang memiliki mata tajam, akan mampu menyaksikan apa yang terjadi di bukit kecil itu.1279

"Letakkan senjata! Menyerahlah!"

Para prajurit musuh seperti mendapat angin.

Keberanian mereka bertambah.

Daya tempur mereka meningkat dalam sekejap.

Mereka menang! Para prajurit kerajaan mulai membuang senjata mereka satu persatu-satu.

Dan tanpa ampun kepala mereka ditebas oleh musuh.

Alangkah kejamnya pasukan musuh.

Pasukan kerajaan telah kehilangan seluruh semangatnya.

Para penglima pun sudah tak tahu harus berbuat apa.

Satu persatu mereka dibantai tanpa melakukan perlawanan sama sekali.

Cio San tetap memandang Li Ping Han dengan penuh keheranan.

"Paduka, tidak membuka rahasia yang sebenarnya?"

Tanyanya. Sekejap Li Ping Han tersentak. Ia hanya memandang Cio San, lalu berkata.

"Cukup. Sudah cukup. Aku tak ingin ada peperangan lagi. Sudah terlalu banyak orang yang mati karena ini semua"

"Lalu kenapa paduka tidak segera membuka penyamaran dan kembali memberi semangat kepada pasukan? Kenapa di saat-saat seperti ini, paduka1280 justru menyerah? Bukankah nyawa yang telah terbuang untuk kekuasaan paduka hanya terbuang sia-sia?"

Kata Cio San dengan setengah berteriak. Para pengawal lain tidak mengerti mengapa Cio San memanggil atasan mereka dengan sebutan "Paduka."

Mereka berpikir mungkin Cio San sudah sedikit gila akibat peperangan.

Lalu Li Ping Han memegang wajahnya.

Dengan sekali gerakan ia menarik lapisan kulit yang menutupi wajahnya.

Muncul wajah agung sang kaisar.

Wajah itu Nampak sangat agung dan berwibawa.

Tetapi begitu diliputi kesedihan.

"Cio-hongswee, mohon bantu aku untuk menyelamatkan pasukan yang tersisa. Kita telah kalah segalanya. Kalah pasukan, kalah siasat, kalah ilmu, dan kalah segalanya. JIka perang diperpanjang, aku khawatir tiada lagi manusia yang tersisa di bumi ini."

Ya, Cio San memahaminya.

Pasukan kerajaan memang sudah sangat terdesak.

Musuh seperti memiliki siasat yang sangat beragam dan berbahaya yang datang bagaikan gelombang badai yang tak pernah berhenti.

Para penglima kerajaan tak sanggup menghadapi siasat dahsyat ini.1281 Siapa gerangan di balik siasat ini? Siapa gerangan di balik kekejaman ini? "Kau mundurkan lah pasukan.

Selamatkanlah yang tersisa,"

Pinta sang kaisar.

Cio San hanya bisa mengangguk.

Segera ia melayang turun bergabung dengan Cukat Tong dan Suma Sun yang masih bertempur menyelamatkan pasukan yang tersisa.

Amarahnya melebur bersama kesedihan.

Keinginannya hanya satu, menghancurkan siapa saja yang terlibat dengan pembantaian yang mengerikan ini.

Suma Sun dan Cukat Tong memandangnya dengan iba.

Mereka tahu, kemampuan mereka bertiga masih belum sanggup untuk meruntuhkan siapa pengatur siasat ini.

Rasanya sejak awal mereka telah terjatuh dalam permainan besar ini.

Segala sesuatu tertata rapi dan mengalir bagaikan alur kehidupan yang harus mereka jalani.

Ternyata semuanya adalah bagian dari siasat besar untuk menggulingkan kekuasaan.

Dan mereka adalah buah-buah catur kecil yang harus dihabiskan sebelum sang lawan sampai pada sang raja.1282 Dalam hati Cio San merintih.

Ia telah bosan terhempas dalam pusaran perebutan kekuasaan.

Sejak kecil ia telah terseret ke dalam gelombang dahsyat ini.

Kehilangan orang tua, guru, dan sahabat.

Kini terjadi lagi.

Dalam siasat dan pengaturan yang tidak kalah hebatnya.

Semuanya berkaitan.

Semuanya terjalin dalam potongan-potongan cerita kecil yang menjelma menjadi sebuah kisah yang besar nan agung.

Kekuasaan.

"Celaka!"

Tukas Suma Sun. Cio San dan Cukat Tong menoleh. Suma Sun sedang menuding ke arah bukit tempat kaisar terbunuh.

"Ada apa?"

Tanya Cio San.

"Musuh mengirimkan pasukan khusus ke bukit!"

Teriak Suma Sun.

"Cepat, lempar aku! Cukat Tong, kau bantu menarik mundur pasukan!"

Suma Sun dan Cio San kembali bergandeng tangan.

Sekali gerak, Cio San sudah melayang ke udara.

Tetapi kembali terdengar suara wussssssssss! Panah itu mengejar lagi.1283 Semua hal ternyata sudah direncanakan sedemikan rupa! Segala hal sampai yang sekecil-kecilnya! Suma Sun melemparkan potongan tombak ke arah panah itu.

Tetapi bahkan kehebatan lemparan Suma Sun pun masih kalah cepat dengan luncuran panah yang kini mengejar pundak Cio San! Sang jendral Phoenix memutar tubuh.

Ia tahu ia tidak punya kuda-kuda yang cukup untuk melancarkan pukulan dahsyatnya.

Ia dapat menggunakan ginkang (ilmu meringankan tubuh) nya yang sangat tinggi untuk tahu-tahu berhenti atau merubah gerak di udara.

Tetapi ia tidak ingin melakukannya, karena ia tahu hal ini akan memperlambat sampainya ia di atas bukit untuk menolong kaisar.

Ia pun ingin melakukan satu hal, mengirimkan pesan yang padat dan jelas kepada siapa pun pengatur siasat dahsyat ini.

Aku tidak takut kepadamu! Cio San memutar tubuh dan menyambut anak panah dengan dua jarinya.

Cukup dua jari.

Anak panah itu terjepit dengan sempurna.

Penempatan waktu, kecepatan, naluri, serta perasaan yang terlibat di dalam gerakan ini sungguh tak dapat diungkapkan dalam kata-kata.

Siapa yang memanah panah ini adalah seorang yang1284 sungguh hebat dalam ilmunya dan tiada tandingan nya.

Tapi siapa yang mampu menangkap panah itu, justru dia lah pendekar sakti sebenarnya.

Cio San memasukkan panah itu dibalik bajunya.

Sekejap ia melihat panah itu tidak beracun.

Berarti sang pemanah mengetahui bahwa menggunakan racun terhadap dirinya adalah sia-sia.

Dalam hati Cio San bergidik juga.

Ternyata perhitungan si pengatur siasat sangat matang.

Ia sengaja tidak mengolesi racun di anak panah itu juga agar panah itu dapat melaju lebih kencang.

Sang pendekar muda ini melayang turun, dengan indah.

Ia terlambat, kaisar sudah tidak berada di sana.

Para pengawalnya pun sudah tewas dengan menggenaskan.

Telinganya mendengar derap kami pasukan yang melayang melalui jalan belakang bukit.

Ia segera bergegas ke sana.

Ketika sampai di bawah ternyata Pek Giok Kwi Bo sudah berada di sana menunggunya.

"Jika kau maju selangkah lagi, aku akan membunuh kaisar busuk ini,"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ancam si nenek iblis. Tentu saja Cio San tidak ingin sembarang bergerak. Hatinya mencelos, tetapi wajahnya biasa-1285 biasa saja. Ia bahkan tersenyum dan berkata.

"Kalian sudah menang. Untuk apa lagi membawa paduka?"

"Hahaha. Apalah artinya kemenangan jika kita tidak menyimpan pialanya?"

Tawa si nenek iblis. Matanya memendang Cio San dengan penuh nafsu. Seolah ingin menelan pendekar muda itu bulat-bulat. Cio San mengerti arti pandangan ini, dan di dalam hati ia sungguh merasa jijik. Tetapi ia kembali tersenyum dan berkata.

"Jika dipikir-pikir, bukankah justru lebih baik kau membawa aku pergi?"

"Membawamu?"

Tanya si nenek iblis.

"Ya. Aku tahu kau benar-benar menginginkan nya. Dalam lima ratus tahun, ku jamin belum ada orang seperti aku,"

Tukas Cio San.

Pek Giok Kwi Bo menjilat bibir bawahnya.

Ia mengakui perkataan Cio San.

Dalam 500 tahun, belum ada orang yang tampan, berilmu tinggi, dengan darah murni dan tenaga sakti seperti pemuda itu.

Jika si nenek memakannya, bisa dibayangkan berlipat-lipat keuntungan yang dapatkan.

Tenaga sakti, darah murni, dan wajah tampan yang bisa ia pakai bersenang-senang terlebih dahulu.1286 Sejenak nenek itu melamun memikirkan betapa beruntungnya dirinya memiliki Cio San.

Tetapi seseorang mengirimkan suara dari kejauhan memerintahkan nenek itu untuk segera bergegas.

Mendadak wajah si nenek berubah penuh ketakutan dan kepatuhan.

"Kau tinggal di sini! Jika kau berani menyusulku, segara ku makan kaisar ini hidup-hidup! Pasukan jaga dia jangan sampai meninggalkan tempat ini!"

Kata si nenek iblis.

Segera setelah meninggalkan perintah, tubuhnya melesat dengan cepat.

Cio San mengukur sebentar, di dalam hati ia mengakui kecepatan nenek itu setara dengan dirinya.

Amat sangat sulit mengalahkan nenek ini.

Tak lama setelah nenek itu pergi, Cio San berkata kepada pasukan penjaga yang terdiri dari beberapa pendekar tangguh.

"Kalian tahu bahwa kalian bukan tandinganku bukan?"

"Ya, kami tahu. Tetapi dengan bersatu, kami semua pasti mampu menahanmu. Tidak menang, tapi juga tidak kalah,"

Jawab salah seorang.

Cio San memperhitungkan kata-kata ini.

Jika ia bergerak, mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama.

Si nenek pasti akan sudah jauh sekali.

Ia sendiri1287 pun pasti akan kehilangan tenaga.

Ia berusaha menimbang-nimbang dengan cepat.

Akhirnya ia memilih berlari kembali ke atas bukit.

Para penjaga mengejarnya dari belakang.

Sambil berlari Cio San mengirmkan suara kepada Cukat Tong.

Sang raja maling mendengar permintaan sahabatnya dengan jelas.

Ia mengeluarkan sebuah sempritan kecil dan meniupnya.

Dalam hitungan detik, burung-burung peliharaannya yang tadi ia istirahatkan di dalam hutan berterbangan menuju bukit di mana Cio San berada.

Sang jenderal phoenix melompat ke jurang yang dalam dan terjal.

Ia membalikkan tubuhnya ke belakang dan melontarkan pukulan jarak jauhnya yang sejak tadi memang sudah ia persiapkan.

"Naga Bertempur di Alam Liar."

Jurus ketiga dari 18 Tapak Naga.

Pukulan itu mengeluarkan sinar keemasan yang menghujam keras ke para pengejarnya yang seakan- akan kaget Cio San mampu melontarkan serangan dari keadaan yang begitu sulit.

Sinar naga itu menghantam mereka tanpa ampun, mereka terhempas jauh ke belakang.

Terluka dalam cukup parah.1288 Tubuh Cio San melayang ke jurang terjal di bawahnya.

Ia selalu percaya terhadap kemampuan sahabatnya.

Jika burung-burung peliharaan Cukat Tong tidak datang tepat waktu, tentu saja tubuhnya akan hancur menghujam ke dalam jurang, meskipun setingga apapun ilmu ginkangnya.

Tetapi ia percaya Cukat Tong tidak akan mengecewakannya.

Dan tentu saja Cukat Tong tidak mengecewakan sahabatnya.

Burung burung itu menyambut deras laju Cio San dengan sangat sempurna, mendapat "pijakan"

Ini, Cio San lalu melenting lagi ke depan, kawanan burung mengejarnya lagi, mendapat pijakan lagi, melenting lagi, begitu seterusnya sehingga Cio San melayang dengan selamat di antara kedua sahabatnya.

Cukat Tong dan Suma Sun pun telah berhasil menarik mundur pasukan.

Meskipun mereka mundur, setidaknya mereka tidak tercerai berai dan dihancurkan lawan.

Ketiga orang sahabat itu segera memimpin pasukan untuk mundur ke dalam hutan.

Setelah semua masuk cukup dalam ke hutan, Cio San lalu membagi-bagi mereka dalam pasukan kecil.

Kelompok kecil ini ditempatkannya untuk1289 berjaga-jaga dan bertahan.

Hanya mereka yang sehat yang berjaga-jaga, prajurit yang terluka segera mendapat perawatan seadanya.

"Apakah masih ada panglima yang tersisa?"

Tanya Cio San.

"Aku."

Mendengar suara itu, Cio San cukup lega, itu adalah suara Khu-goanswe (Jendral Khu). Seorang jendral kerajaan yang hampir menjadi paman mertuanya.

"Mohon goanswe mengambil alih pasukan,"

Kata Cio San. Sang jendral tua yang gagah besar itu menggeleng.

"Di saat seperti ini, Hongswe lah yang paling pantas memimpin kami."

Cio San tertegun. Kembali lagi ia mendapat beban yang cukup berat. Dalam keadaan biasa, ia mungkin akan menerima. Tetapi dalam keadaan seperti, ia mengeraskan hati untuk menolak.

"Cayhe harus menyelamatkan kaisar."

"Apa? Kaisar masih hidup?"

Tanya Khu-goanswe.

"Ya. Paduka tertawan musuh,"

Jelas Cio San.1290

"Aihhhh..,"

Sang jendral berpikir keras apa yang harus ia lakukan.

"Apakah hongswe akan menyusup ke tempat musuh untuk menyelamatkan kaisar?"

"Ya. Sekarang juga cayhe berangkat,"

Kata Cio San.

"Baiklah. Biar aku yang menangani keadaan di sini. Urusan ini sepenuhnya berada di tangan Hongswee. Kami benar-benar berharap Hongswee dapat menyelamatkan kaisar,"

Pinta Khu-goanswe dengan sungguh-sungguh.

"Baik goanswe. Doakan cayhe dapat menunaikan tugas ini dengan baik. Cayhe mohon diri."

Cio San kemudian melesat pergi dari situ. Ia menemui Suma Sun dan Cukat Tong yang sedang berjaga-jaga.

"Kau pergi sekarang?"

Tanya Cukat Tong.

"Ya. Mau kah kau ikut denganku?"

Cukat Tong hanya tertawa. Tentu saja ia mau.

"Suma-tayhiap, aku terpaksa mempercayakan penjagaan di sini kepadamu. Mohon maaf sedikit merepotkanmu,"

Kata Cio San kepada Suma Sun. Pendekar buta itu hanya mengangguk, katanya dingin.

"Pergilah."1291 Cio San dan Cukat Tong berangkat. Suma Sun mengantarkan kepergian mereka sampai di ujung hutan. Setelah kedua sahabatnya itu pergi, ia tidak segera kembali. Justru ia mengambil jalan memutar. Cio San dan Cukat Tong yang sudah cukup jauh dari sana tidak menjadi heran melihat perbuatan Suma Sun.

"Jika seekor serigala sudah muncul kembali naluri pemburunya, rasa-rasanya manusia yang bakal mampus akan menjadi cukup banyak,"

Kata Cukat Tong.

"Sejujurnya, aku justru lebih senang ia kembali seperti ini. Meskipun menjadi dingin dan acuh, setidaknya aku tak perlu lagi mengkhawatirkan dirinya,"

Tukas Cio San.

"Suma Sun yang sekarang justru sangat jauh berbeda dengan Suma Sun yang dahulu,"

Ujar Cukat Tong.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh?"

"Ya. Suma Sun yang dahulu membunuh orang berdasarkan dendam. Suma Sun yang sekarang membunuh orang berdasarkan cinta,"

Tukas si Raja Maling.1292 Cio San mengerti betul arti kata-kata ini.

Jika seseorang sudah kehilangan seluruh kehidupannya, maka ada 2 hal yang sanggup membuat orang itu bertahan hidup.

Yang pertama adalah benci, yang kedua adalah cinta.

Dan cinta kadang begitu menakutkan.

Ia pernah menyaksikan orang yang membunuh karena cinta.

Perbuatan itu jauh lebih menyedihkan ketimbang orang yang membunuh karena benci.

Karena cinta dapat menguatkan dan melemahkan.

Ia membuat orang waras menjadi gila dan orang gila menjadi waras.

Di dunia ini, satu- satunya hal yang sanggup merubah sejarah hidup manusia selain kebencian, tentu saja adalah cinta.

Apakah karena itu Cio San sangat takut untuk jatuh cinta? Apakah ia takut cinta dapat merubah seluruh kehidupannya? Merubahnya menjadi seorang yang asing? Karena itukah, ia menutup hatinya sepenuhnya dari perasaan terhadap seorang perempuan? Ternyata selain indah, cinta itu memang menakutkan.

Kau mungkin akan menuduh seseorang sebagai pengecut karena ia takut untuk jatuh cinta.

Tetapi jika1293 kau telah mengalami hal-hal mengerikan yang terjadi karena cinta, tentu kau pun akan bisa mengerti.

Hari sudah semakin gelap.

Kedua orang sahabat ini menyusup di dalam kegelapan hutan.

"Melihat peperangan ini, aku menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita akhir-akhir ini, ternyata telah diatur dengan seksama oleh si ?dia"

Kata Cukat Tong.

"Ya. Kau pun bisa menebaknya bukan? Begitu pintar ia mengatur bidak-bidak caturnya sehingga kita sendiri pun tidak menyadari bahwa kita merupakan bagian dari permainan ini,"

Ujar Cio San.

"Percobaan pembunuhan kepadamu, kepada Suma Sun, dan juga apa yang terjadi kepada diriku, apakah merupakan semua ulahnya?"

"Tentu saja. Bahkan sampai pada hal yang sekecil-kecilnya. Aku bahkan curiga, si pengatur siasat ini pun memperhitungkan kapan kita bernafas, kapan kita makan, dan kapan kita buang air,"

Kata Cio San sambal tertawa.

"Kau sudah tahu siapa dirinya?"1294

"Tentu saja. Ia adalah seorang musuh dalam selimut."

"Siapa?"

"Kita akan segera bertemu dengannya!"1295 BAB 55 MALAM YANG PANJANG Cukat Tong dan Cio San berjalan dengan santai. Mereka menyadari betul apa yang akan mereka hadapi di depan. Musuh yang teramat sangat kuat. Karenanya mereka sebisa mungkin menghilangkan ketegangan dan keraguan di dalam hati mereka dengan mengobrol dengan santai.

"Terakhir bertemu, ku lihat kau bersama seorang perempuan. Kenapa sekarang kau malah sendirian?"

Tanya Cukat Tong. Sebenarnya ini pertanyaan yang cukup menusuk, tetapi karena Cio San tahu Cukat Tong sedang mencoba mengajaknya bercanda, ia menjawab dengan santai.

"Perempuan cantik seperti bidadari seperti dia, mana mau kuajak bertualang segala ??? "Lah, bukannya saat kita bertemu itu, kalian sedang bertualang ?"1296

"Semakin sering kau ajak seorang perempuan bertualang, semakin dalam hatinya ingin kembali ke rumah,"

Tukas Cio San. Lama mereka berjalan dalam diam, lalu Cukat Tong kembali bertanya.

"Menurutmu, apa sumber kebahagiaan dalam hidup?"

Tanya Cukat Tong. Cio San tidak menjawab. Malahan ia hanya melengos.

"Uang?"

Tanya Cukat Tong. Cio San tetap melengos.

"Kemahsyuran?"

Cio San tetap melengos.

"Cinta?"

Begitu Cukat Tong menanyakan itu, Cio San segera menoleh kepadanya dan berkata sambil tertawa.

"Jika ada lelaki yang mengatakan cinta adalah sumber kebahagiaannya, maka ku jamin, hidupnya pasti lebih sering menderita."

"Lalu apa?"

Cukat Tong masih penasaran.

"Aku tidak tahu,"

Tawa Cio San terbahak bahak.

"Jika aku tahu, memangnya kau pikir hidupku akan selucu ini?"

Mereka berdua terbahak-bahak.1297 Semakin dahsyat pertarungan yang akan mereka hadapi, semakin mereka tertawa dan bersenang-senang.

"Aku heran padamu. Kau tampan. Kau telah melakukan banyak hal yang mengagumkan. Kau pun sangat memahami hati perempuan. Seharusnya orang sepertimu sudah bergelimangan harta dan wanita. Tapi mengapa kulihat tidak ada satupun wanita yang menempel kepadamu? Mengapa juga ku lihat kau hidup rudin seperti ini?"

Tanya Cukat Tong sambil tertawa. Jawab Cio San.

"Semakin kau mengerti sifat perempuan, semakin kau tidak ingin berurusan dengannya"

"Lalu bagaimana kau memuaskan kebutuhanmu?"

Tanya Cukat Tong dengan wajah heran.

"Jika kau ingin makan, kau cukup datang ke warung. Kau tak perlu memiliki warungmu sendiri"

Tawa Cio San.

"Dari seluruh ocehanmu sejak tadi, ku rasa omonganmu inilah yang paling masuk akal. Mengapa aku tidak pernah memikirkannya?"1298 Mereka berdua tertawa. Meskipun beban hidup mereka sebagian besar disebabkan urusan perempuan, tidak sedikit pun hal itu mempengaruhi mereka saat ini. Meski di masa lalu, kedua sahabat ini sempat bersitegang tentang seorang wanita, malam ini mereka telah memutuskan di dalam hati mereka untuk mengesampingkan segala permasalahan dan menikmati gelak tawa.

"Eh, bagaimana hasil perjalananmu ke Himalaya? Mengapa kau dapat kembali secepat ini?"

Tanya Cio San.

"Seperti yang kau tahu, dengan menggunakan burung-burungku perjalanan kami menjadi lebih cepat. Meski akhirnya burung-burung ini tidak bisa digunakan saat kami menemui daerah bersalju, setidaknya perjalanan kami jauh lebih singkat ketimbang lewat darat."

Lanjutnya.

"Cukup sulit mencari orang di tengah pegunungan dengan cuaca seperti itu. Untunglah aku sempat sedikit-sedikit belajar dari Suma Sun. Kami akhirnya bertemu dengannya."

"Kau bertemu dengan Gan-bengcu? Bagaimana kabarnya?"

"Ia terluka parah karena salah mempelajari ilmu."1299

"Ilmu? Bagaimana ceritanya?"

"Dalam perjalanannya, ia menemukan sebuah mayat laki-laki yang terbalut es di dalam sebuah jurang. Mayat itu sudah berumur puluhan tahun, namun tetap utuh karena dilindungi cuaca yang dingin. Di tubuh mayat itu terdapat tulisan-tulisan yang mengajarkan tentang ilmu silat. Rupanya Gan- siauya mempelajari ilmu di tubuh mayat itu tetapi salah mempelajarinya. Ia terluka parah dan hampir lumpuh. Beruntung kami menemukannya dan membawanya pulang. Dan yang lebih beruntung lagi, begitu kami keluar dari jurang itu, sebuah longsoran es yang sangat dahsyat kemudian menutupi jurang itu,"

Kisah Cukat Tong.

"Wah, beruntung sekali! Syukurlah Thian (langit) masih memberikan perlindungan kepada kalian!"

"Tetapi mayat itu kemudian tertutup es selamanya. Seingatku ada beberapa barang berharga yang ikut terkubur bersamanya selama-lamanya."

"Dasar otak maling. Yang kau pikirkan selalu pusakan berharga. Hahaha. Memangnya barang apa yang tidak sempat kau ambil?"

Tanya Cio San.

"Sebuah suling emas!"1300

"Hmmmmm. Apa lagi?"

"Ada beberapa kitab dan beberapa senjata. Bwee HUa berhasil mengambil satu senjata. Sebuah pedang lemas yang sangat berharga. Dari hawanya saja sudah ketahuan pedang itu merupakan mustika yang sangat sakti."

"Apakah pedang itu merupakan mustika pedang yang selama ini dicari-cari kaum persilatan?"

Tanya Cio San.

"Iya, menurut Bwee Hua,"

Jelas Cukat Tong.

"Hmmmm, berarti lengkap sudah 6 mustika ditemukan. Empat mustika berada padaku; yaitu mustika ular, mustika sutra, dan mustika ikan. Mustika yang ke-empat sudah kuberikan kepadamu saat aku menyembuhkanmu. Mustika yang ke-lima adalah mustika kitab yang kini berada di gudang kekaisaran. Mustika ke-enam adalah mustika pedang. Dan mustika Kulit yang sampai sekarang masih belum ditemukan. Apakah mustika pedang berada padamu?"

"Bwee Hua yang membawanya,"

Jawab Cukat Tong. Cio San ingin bertanya di mana Bwee Hua saat ini, tetapi ia memutuskan untuk tidak bertanya.

"Lalu bagaimana keadaan Gan-bengcu?"1301

"Kami sudah mengantarkannya ke kapal milik nya. Ada kedua orang tuanya di sana yang merawatnya."

"Baguslah,"

Desah Cio San menghela nafas.

"Tak berapa lama lagi kita akan memasuki daerah kekuasaan musuh, apa rencanamu?"

Tanya Cukat Tong.

"Mereka pasti telah menunggu kedatangan kita. Mereka tahu kita mungkin akan melalui jalan udara, sehingga kemungkinan mereka akan mempersiapkan penyambutan. Lewat jalan darat dan air pun pasti sudah dijaga ketat,"

Jawab Cio San.

"Lalu lewat mana?"

"Kita tidak perlu menyerang ke sana. Kita tunggu saja mereka di sini!"

"Itu rencanamu ??? Cio San hanya mengangguk.

"Dari mana kau yakin bahwa mereka akan mengejar kita ke sini?"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanya Cukat Tong lagi.

"Karena mereka tahu tentara kita sedang kocar- kacir sehingga mereka tidak ingin melepaskan kesempatan ini. Kesempatan untuk menghancurkan1302 seluruhnya kekuatan kekaisaran. Karena mereka tahu, masih banyak prajurit yang loyal terhadap dinasti ini."

Cio San berhenti sejenak dan memperhatikan keadaan sekitar. Lalu berkata.

"Kita menunggu mereka di sini"

Cukat Tong menurut saja, namun ia bertanya,"Lalu bagaimana dengan nasib kaisar yang sudah diculik?"

"Mereka tidak akan membunuhnya saat ini. Karena jika mereka ingin membunuhnya, mereka tak perlu menculiknya. Mereka ingin menggunakan kaisar sebagai sandera, untuk memaksa dinasti ini turun dari tahta,"

"Betul juga. Lalu apa rencanamu? Kita menunggu saja di sini ??? "Kita pergunakan teknik gerilya. Dengan mengandalkan ginkang dan kegelapan malam, kita hancurkan tentara mereka sedikit demi sedikit.?? Cukat Tong berpikir sebentar, lalu ia berkata.

"Baiklah. Terserah kau saja!"

"Jangan khawatir. Kita kan masih punya satu senjata rahasia!"

Ujar Cio San.

"Apa itu?"1303

"Bwee Hua!"

"Kau mempercayakan tugas kepadanya? Kau mempercayainya? Bahkan aku saja tidak percaya kepadanya!"

Kata Cukat Tong dengan penuh rasa sedih.

"Mau tidak mau, aku harus meminta pertolongannya."

Cukat Tong hanya terdiam sambil tersenyum perih.

"Memang jika kau yang memintanya, ia akan melakukan apapun yang kau mau."

Alangkah menyedihkannya keadaan ini. Tetapi ini adalah sebuah kenyataan yang harus mereka semua terima.

"Aku akan menuliskan surat kepadanya saat ini juga. Bisakah kau mengirimkannya??? "Aku dapat memanggil burung pengantar pesan kami kapan saja. Kujamin pasti sampai ke Bwee Hua,?? tukas Cukat Tong.

"Baiklah."

Dengan cepat merobek kain bajunya dan menuliskan pesan di kain itu.1304 Bwee Hua yang terhormat, Kali ini bangsa dan negara membutuhkan pertolongan mu.

Juga mengingat persahabatan kita, aku meminta tolong kepadamu.

Kerahkan segala upayamu untuk melemahkan musuh di markas mereka.

Aku berjanji akan membalas pertolonganmu dengan melakukan apapun yang kau minta selama hal ini tidak bertentangan dengan hukum negara, dan hukum dunia persilatan Tertanda Cio San Ia segera menggulung kain itu dan memberikannya pada Cukat Tong.

Sang raja maling lalu meniup sebuah peluit yang hampir tak ada suaranya.

Tak berapa lama sebuah burung gagak pun datang.

Cukat Tong mengikat lembaran kain itu dan menerbangkan gagaknya menghilang di kegelapan malam.1305

"Terima kasih,"

Kata Cio San yang hanya dibalas oleh anggukan kecil oleh Cukat Tong. Biasanya mereka berdua tidak pernah saling mengucapkan terima kasih. Tetapi untuk hal yang menyangkut Bwee Hua, terdapat sedikit kecanggungan di antara mereka berdua.

"Mari bersiap. Kita bersemedhi untuk mengumpulkan tenaga."

"Mari!"

Kedua orang sakti ini kemudian melayang ke pucuk pepohonan.

Mengambil sikap semedhi dan segera tenggelam dalam semedhi itu.

Mereka betul- betul mengumpulkan tenaga dan menenangkan pikiran.

Selama ini tak seorang pun yang dapat mengukur ketinggian ilmu silat Cukat Tong, karena ia tak pernah menghadapi pertarungan hidup dan mati.

Ia tidak pernah menunjukkan ilmu silatnya yang sebenarnya.

Namun ketika Cio San sempat bergebrak dengan Cukat Tong beberapa waktu yang lalu, di dalam hati Cukat Tong bergidik membayangkan kemampuan sahabatnya itu.

Cukat Tong yang sebenarnya belum lah muncul di permukaan!1306 Hening dan tenang.

Kegelapan malam di dalam hutan rimba.

Tak ada setitik cahaya pun karena rembulan dan bintang tertutup awan mendung.

Malam ini mungkin akan ada hujan lebat.

Mereka semakin dalam memasuki semedhi masing-masing.

Pikiran yang kosong.

Tenaga yang terkumpul.

Jiwa yang menyatu dengan alam.

Entah berapa lama mereka berada di dalam keheningan.

Seolah-olah tidak menyadari bahwa dari kejauhan tentara musuh sudah bergerak diam-diam.

Jumlah mereka sangat banyak namun mereka bergerak dalam gelap dan kesunyian.

Nampaknya mereka ingin membuat serangan tiba-tiba terhadap tentara kekaisaran.

Cio San dan Cukat Tong masih melakukan semedhi mereka di atas pohon.

Tentara musuh berjalan di bawah mereka tanpa menyadari bahwa kedua orang pendekar sakti itu sedang berada di atas pohon.

Rombongan ribuan tentara itu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melewati tempat itu.

Sebuah tempat yang diapit dua bukit kecil.

Tidak ada seorang pun dari mereka yang menyadari bahwa1307 tempat itu adalah tempat penyerangan yang sempurna.

Cio San ternyata memilih bersemedhi di situ karena ia menyadari betapa sempurnanya tempat itu.

Pengetahuannya tentang peperangan dan taktik tentu saja ia pelajari sekilas dari kita Bu Bhok.

Sekilas saja sudah cukup baginya.

Begitu tentara memasuki daerah itu, mereka harus memperkecil barisan karena jalan di tempat itu dikelilingi dua bukit yang mempersempit jalan mereka.

Dua bukit ini tidak terlalu mencolok, dan jalannya pun tidak terlalu terlihat menyempit.

Hanya orang yang benar-benar paham keadaannya baru bisa memahami betapa sempurnanya keadaan tempat itu.

Jalur yang menyempit ini ternyata cukup panjang.

Barisan tentara yang terakhir telah memasuki jalan sempit ini, sedangkan barisan terdepan malah belum keluar.

Cio San membuka matanya.

Cukat Tong membuka matanya.

Mereka melayang turun.

Dengan ginkang yang sempurna mereka bergerak!1308 Di dalam kegelapan mereka melumpuhkan satu persatu tentara itu dengan begitu cepat mulai dari barisan paling belakang! Barisan yang di depan tidak tahu apa yang terjadi di belakang mereka! Ginkang (ilmu meringankan tubuh) serta ilmu totok kedua orang ini sudah berada di puncak kesempurnaannya.

Begitu menakutkan! Begitu tanpa ampun! Jika kau berada di sana, kau sendiri pun tak akan percaya akan kejadian ini.

Dua bayangan yang bergerak bagai malaikat kematian.

Dua bayangan yang bergerak di balik bayang-bayang! *** Suma Sun berdiri dengan tenang.

Ia mungkin tidak pernah setenang ini dalam hidupnya.

Padahal ia tahu, musuh berat sedang datang menghampirinya dari kejauhan.

Ia tidak menenteng pedang, karena ia tidak lagi memerlukan pedang.1309 Ia telah mengganti bajunya yang tadi gosong terbakar.

Kini jubah barunya yang berwarna putih menyala, berkilat di dalam kegelapan malam yang kelam.

Entah berapa lama ia berdiri di sana.

Wajahnya tidak menampakkan ketegangan seperti orang yang akan berhadapan dengan peperangan.

Wajahnya kosong melompong seperti orang sedang melamun.

Tetapi jiwanya terisi penuh dengan semangat membara.

Di saat seperti ini, baju yang dipakainya adalah pedang.

Rambutnya yang menjuntai tak diikat adalah pedang.

Dedaunan yang berada di sekitarnya adalah pedang.

Bahkan debu yang menempel di ujung sepatunya pun adalah pedang! Lalu musuh pun datang! Barisan terdepan adalah barisan para pendekar yang cukup sakti.

Sedangkan barisan belakang adalah prajurit biasa yang kini sedang dilumpukan Cio San dan Cukat Tong satu persatu tanpa ada seorang pun dari pasukan ini yang menyadarinya.1310 Barisan para pendekar sakti terhenti.

Sesosok pria tampan yang berpakain seputih salju sedang menghalangi jalan mereka.

"Kau Suma Sun?"

Tanya salah seorang. Tentu saja Suma Sun tidak menjawab. Ia berada di sana untuk membunuh orang. Bukan untuk menjawab pertanyaan.

"Hmmm. Manusia sombong! Kau pikir kau bisa menghadapi keroyokan kami?"

Ada sekitar 100 orang barisan pendekar yang berada di hadapan Suma Sun. Seluruhnya adalah pendekar hebat kelas atas. Suma Sun maju selangkah demi selangkah dengan sangat tenang.

"Siapa yang ingin hidup, silahkan mundur,"

Ia mengucapkannya pun dengan sangat tenang pula.

Tentu saja mereka tertawa.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan jumlah sebanyak ini, tak ada seorang pendekar pun yang sanggup mengalahkan mereka.

***1311 Cio San dan Cukat Tong telah menghentikan pergerakan mereka.

Lebih dari duapertiga musuh telah mereka lumpuhkan dalam sekejap.

Meskipun dengan cara sembunyi-sembunyi dan bertentangan dengan nilai-nilai kependekaran, namun mereka tetap melakukannya.

Kini mereka berdua memandang jauh ke depan.

Di mana barisan yang tersisa sedang maju untuk menyerang tentara kekaisaran.

"Akan banyak orang yg mati malam ini, kau tidak khawatir?"

Tanya Cukat Tong.

"Khawatir atau tidak, apakah ada bedanya? Memangnya Suma Sun akan berhenti menjadi Suma Sun hanya gara-gara kau khawatir?"

Bibir Cio San tersenyum tetapi di dalam hati ia khawatir. Ia bukan mengkhawatirkan keadaan Suma Sun. Yang ia khawatirkan adalah berapa banyak orang yang harus mereka kuburkan malam ini.

"Memang jika ia ingin membunuh orang, tiada sesuatu pun yang sanggup menghalangi"

Tukas Cukat Tong.

"Bahkan dewa kematian sekalipun menuruti kemauannya. Jika dewa kematian sedang berlibur,1312 tetapi Suma Sun hendak membunuh orang, maka sang dewa harus menghentikan liburannya dan datang memenuhi keinginan Suma Sun"

Tawa Cio San.

"Jangan jangan Suma Sun adalah dewa kematian itu sendiri?"

Ujar Cukat Tong. Cio San menggeleng sambil menghela nafas.

"Tidak. Dewa masih memiliki perasaan."

Lanjutnya.

"Kita hanya melumpuhkan para tentara ini dengan totokan. Sebenarnya adalah untuk menyelamatkan mereka sendiri dari kematian. Tetapi hanya itu yang sanggup kita lakukan. Sisanya lagi tak dapat kita selamatkan karena jika kita bergerak lebih jauh, gerakan kita akan ketahuan dengan barisan depan yang jauh lebih tangguh,"

"Kau sengaja menyisakan barisan yang tangguh untuk Suma Sun?"

"Tidak. Karena kita tak dapat bergerak lebih jauh. Kita harus segera pergi ke benteng musuh untuk menyelamatkan Kaisar."

Malam ini, akan ada ratusan orang yang mati.

Hal ini adalah sebuah hal yang wajar dalam sebuah peperangan.1313 Hal ini adalah sebuah hal yang wajar jika mereka berhadapan dengan Suma Sun.1314 BAB 56 HUKUM ALAM Langkah Suma Sun begitu lembut, seolah-olah ia begitu takut merusak rerumputan pada jalan yang dilaluinya.

Ratusan pendekar kini sudah mengepungnya dalam sebuah lingkaran yang besar.

Lalu dengan cepat mereka mengeluarkan sesuatu dari balik punggung mereka.

Kentongan! Ratusan orang memukul kentongan dengan sangat riuh.

Suasana di malam yang gelap itu berubah menjadi ramai.

Rupanya inilah cara mereka menghadapi Suma Sun.

Menggunakan keributan untuk mengacaukan perhatian Suma Sun.

Suara ratusan kentongan semakin beradu.

Suara gemuruh yang memecahkan telinga! Apalagi kentongan ini dipukul dengan mengerahkan tenaga dalam.

Dari kejauhan suara kentongan ini terdengar menggelegar.

Cukat Tong memandang Cio San dengan1315 penuh rasa khawatir.

Kata.

"Mereka telah menemu kan cara untuk melawan Suma Sun."

Cio San tersenyum menggeleng.

"Suma Sun hanya bisa dikalahkan dengan cara yang sama sebanyak satu kali. Setelah itu ia akan menemukan cara untuk memecahkannya."


Pendekar Hina Kelana 26 Misteri Wiro Sableng 078 Pendekar Gunung Fuji Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala

Cari Blog Ini