Ceritasilat Novel Online

Rahasia Jubah Merah 5

Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle Bagian 5



Bentak Yan-wangwe yang berperawakan gendut dan sedikit botak.

"Kalau mau bekerja kau harus sungguh-sungguh. Jika setengah-setengah seperti ini, upahmu akan ku potong!"

A San mengangguk. Sam Siu ingin membelanya tapi setelah dipikir hal ini hanya akan mengeruhkan suasana, Sam Siu mengurungkan niatnya.

"Siapkan kudaku!"

Bentak Yan-wangwe lagi.

"Baik chungcu."

Sahut mereka berdua sambil bergegas.

131 Panggilan untuk majikan pemilik rumah462 Tak berapa lama kuda sudah siap.

Kuda pribadi milik Yan-wangwe adalah sebuah kuda hitam yang tinggi besar.

Kuda ini adalah kuda pilihan daerah padang rumput yang harganya sangat mahal.

Kuda ini sangat setia kepada tuannya, dan lagi sangat pintar.

Melihat kudanya sudah bersih, dan wangi, apalagi pelana yang terpasang terlihat mewah dan serasi, Yan- wangwe terlihat puas.

Ia lalu berkata.

"Untung kerjamu bagus. Hari ini aku tidak memotong upahmu!"

Sambil berkata begitu ia menaiki kuda gagahnya. Kuda ini agak sedikit berontak saat dinaiki juragan gendut ini. Untung Sam Siu dengan sigap sudah menahan kendali kuda dan menenangkan sang kuda gagah ini.

"Aaah! Kuda goblok! Percuma kubeli kau mahal- mahal! Sudah setahun ini masih saja kau tidak mau tunduk pada majikanmu!"

Dengan tergopoh-gopoh ia mengendalikan kudanya itu. Kuda-kuda bagi para pelayan dan pengawal pun sudah disiapkan A San. Beberapa orang ini berlaku kasar dan mendorong A San yang dianggap menutupi jalan mereka.

"Minggir!"463 A San hanya bisa menyabarkan dirinya, dan meminta maaf. Seluruhnya rombongan itu berisi 6 orang. Mereka kemudian membedal kuda dan berangkat dengan semangat. Debu mengudara. Sam Siu hanya tertawa. Katanya.

"Begitu galaknya Yan-wangwe sampai-sampai kudanya saja takut dan emoh kepadanya."

"Oh, bukankah kuda pilihan seperti sangat cerdas? Mengapa sampai satu tahun masih belum bisa akrab dengan tuannya. Haha."

Tawa A San.

"Seperti yang kubilang tadi, mungkin karena Yan-wangwe terlalu galak. Aku saja yang baru bekerja 2 bulan di sini sudah bisa mengakrabkan diri dengan kuda itu."

Tukas Sam Siu.

"Haha. Kau tidak boleh berbicara yang buruk terhadap chungcu-mu sendiri. Apalagi dia kan calon mertuamu."

Goda A San.

"Haha. Sialan!"

Maki Sam Siu sambil melempar lumpur.

Sambil bercanda mereka kemudian masing- masing membersihkan diri lalu bersiap-siap untuk464 makan siang.

Biasanya tak lama lagi lonceng tanda makan siang akan dibunyikan.

A San mencoba memaksa meregangkan otot- otot tubuhnya yang kaku karena terlalu banyak berbaring.

Dengan berjalan-jalan sendirian sejenak, ia merasa tubuhnya menjadi lebih segar.

Apalagi udara daerah rumah itu yang banyak ditumbuhi pepohonan dan bunga-bungaan segar.

Sambil berjalan-jalan, A San memperhatikan suasana sekitar.

Ada beberapa orang yang lalu lalang, melakukan pekerjaan masing- masing.

Sebuah rumah besar jenis Ceng132 seperti ini memang memerlukan banyak orang untuk mengurusi nya.

Ia dan Sam Siu walaupun baru 2 bulan bekerja di sana, sudah mengenal hampir seluruh pekerja yang ada di Ceng itu.

Saat makan siang adalah saat di mana mereka semua bertemu dan bercengkerama dengan akrab.

Mereka berdua pun sangat menikmati saat-saat ini karena inilah saat dimana mereka bisa mempelajari banyak hal tentang tempat ini.

Sam Siu tentu saja menggunakan kesempatan ini untuk mengetahui kabar berita nona kesayangannya.

Tidak perlu waktu 132 perkampungan465 lama bagi A San untuk melihat Sam Siu sudah duduk semeja dengan nona pelayan yang kemarin datang menemui mereka.

Entah apa yang mereka bicarakan.

Di sini, para pekerja jika makan memang bercampur antara laki-laki dan perempuan.

Terkadang ada cerita cinta antar para pekerja ini.

A San suka memperhatikan hal ini.

Otaknya pun bekerja untuk menebak-nebak apa saya yang terjadi di antara mereka-mereka.

Kadang-kadang ia pun tersenyum sendiri.

"Hey, kenapa senyum-senyum sendiri?"

Tanya seorang pekerja yang kebetulan duduk berhadapan dengan A San di sebuah meja makan yang panjang.

"Ah, tidak apa-apa, koko133. Hanya teringat sebuah kejadian lucu di masa lalu"

Jelas A San.

"Kau yang mengurus kuda? Yang menggantikan si tua Souw dan anaknya?"

"Iya benar sekali koko."

Jawab A San sambil mengangguk.

"Kasihan sekali nasib mereka"

Kata si pekerja.

"Oh? Memangnya ada apa, koko?"

Tanya A San. 133 kakak466

"Aku juga baru tahu hal ini. Beberapa hari yang lalu, ia dan anaknya mati bunuh diri"

"Hah?"

"Iya. Kabarnya harta simpanan mereka hilang dicuri orang. Karena tidak kuat menahan sedih, mereka berdua membunuh diri."

"Aih, sungguh malang sekali nasib mereka."

"Itulah. Aku dan beberapa pekerja di sini rencananya akan datang melayat ke rumahnya sehabis makan siang. Sekedar memberikan sumbangan ala kadarnya."

Jelas si koko.

"Apakah aku boleh ikut, koko?"

Tanya A San sungguh-sungguh.

"Eh? Beneran? Terserah sih. Kau toh kan tidak mengenalnya?"

"Yah, mendiang Souw-lopek134 kan merupakan orang yang aku gantikan, rasanya cukup pantas jika aku dan Sam Siu datang melayat."

"Baiklah. Terserah kau saja." 134 Orang yang sudah tua467 Setelah melanjutkan makan, mereka pun berangkat ke rumah duka. Rumah si tua Souw berada di sebuah desa yang berada di luar kota kecil itu. Walaupun tidak terlalu jauh, jaraknya pun tidak dekat. Sesampai di sana rumah duka terlihat cukup banyak orang, meskipun tidak terlalu ramai. Rupanya si tua Souw ini merupakan orang yang baik di daerah itu sehingga banyak tetangga yang turut berduka pula. A San dan rombongan berbaur dengan para pelayat. Dari carita para tetangga, ia baru tahu jika ternyata si tua Souw tinggal sendirian bernama anak laki-lakinya. Istrinya sudah mati lama. Anak laki- lakinya sendiri juga merupakan pemuda yang otaknya sedikit terbelakang. Mereka hidup dari bekerja di rumah Yan-wangwe.

"Kasihan sekali nasib Souw-lopek, mereka sudah bertahun-tahun bekerja pada Yan-wangwe, tanpa sebab akibat mereka dipecat."

Cerita salah seorang pelayat yang merupakan tetangga si tua Souw.

"Dipecat?"

Tanya A San.

"Iya. Yan-wangwe memang begitu. Namanya sudah terkenal sebagai hartawan yang semaunya sendiri. Jika tidak suka, langsung main pecat. Kau kan468 kerja di sana. Masa tidak tahu?"

Nampaknya si pelayat ini tidak menutup-nutupi ketidaksukaannya terhadap hartawan itu.

"Aih, Souw-lopek tidak pernah bercerita apa- apa. Kami para pekerja juga tidak diberitahukan oleh atasan kami tentang pemecatan Souw-lopek... sungguh menyedihkan..."

Tukas A San sungguh- sungguh.

"Kau harus berhati-hati saat bekerja di sana. Salah sedikit kau bisa dipecat! Lalu kemudian kau mati bunuh diri. Kami sampai kerepotan membersihkan muntahannya di mana-mana?"

"Muntah?"

"Ya! Ia mati minum racun bersama anaknya itu. Sungguh menyedihkan."

"Minum racum? Ah menyedihkan sekali. Racun apa gerangan?"

Tanya A San.

"Entahlah racun apa. Sepertinya ia mencampur kan sendiri racun itu ke dalam makanan atau minumannya."

"Aih, sungguh malang sekali nasib Souw-lopek. Kudengar ia bunuh diri karena uang tabungannya dicuri orang?"

Tanya A San.469

"Sepertinya begitu. Minggu lalu rumahnya kebobolan maling. Dari yang kudengar ia kehilangan uang pesangon setelah dipecat Yan-wangwe."

"Sungguh malang nasib Souw-lopek, ia pasti sedih sekali saat kejadian itu"

Kata A San penuh simpati.

"Ya sebenarnya kasihan. Tapi uang pesangon itu tidak seberapa. Lagian ia juga saat mengalami pencurian itu terlihat tabah dan sabar. Cuma, yah, entahlah. Kita kan tidak tahu isi hatinya. Bisa jadi ia hanya menutupi saja perasaan hatinya."

Tukas si tetangga.

"Oh, apakah Souw-lopek meninggalkan surat atau pesan terakhir?"

"Setahuku sih tidak. Ia tidak bisa membaca dan menulis. Sungguh malang memang nasibnya. Keluarga sudah tidak punya. Hanya kamilah para tetangga mengurusinya saat ini."
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

A San manggut-manggut mendengar cerita panjang lebar dari si tetangga tersebut.

Tak lama kemudian mereka harus minta diri untung segera pulang meneruskan pekerjaan.470 Saat pulang A San melihat Sam Siu sedang bersantai.

Ia memang tidak ikut melayat karena harus menjaga istal kuda.

Mereka memang sering berjaga bergantian jikalau salah seorang memiliki keperluan keluar rumah itu.

"Kabar apa yang kau dengar si nona mungil itu?"

Tanya A San langsung.

"Eh, tahu darimana kau jika aku mendapat kabar bagus?"

"Wajahmu bercahaya sampai ke rumah duka Souw-lopek. Hahah."

Tawa A San.

"Si nona mungil itu cerita kalau nona besarnya masih marah-marah. Katanya aku bodoh dan tolol."

Kata Sam Siu.

"Dimaki bodoh dan tolol kok kau malah senang?"

Kata A San menggoda.

"Kan kau yang cerita sendiri, jika perempuan memaki seorang laki-laki bodoh dan tolol, itu berarti si perempuan memiliki kemauan dan keinginan yang tidak dimengerti oleh si laki-laki"

Jelas Sam Siu.471

"Nampaknya kau sudah memahami sekali pelajaran yang kuberikan, Siu-ko. Jika begini terus kurasa kau harus memanggilku suhu135."

Tawa A San.

"Aku justru akan memanggil kongkong136 kepadamu. Pengetahuanmu tentang sifat perempuan sungguh tiada bandingnya. Hahahah. Jika bukan karena pengalaman ratusan tahun bersama ribuan perempuan, ku kira kongkong-ku yang tercinta ini tidak mungkin selihai ini. Hahaha."

A San iku tertawa pula.

Ia telah memutuskan sejak beberapa tahun yang lalu, bahwa untuk segala urusan mengenai perempuan, ia hanya akan tertawa.

Menangis tidak akan menyelesaikan masalah.

Ia sudah terlalu lihai dalam menangis.

Kali ini ia belajar untuk tertawa.

Walaupun segala urusan di dunia ini tidak dapat diselesaikan dengan tawa, urusan-urusan ini tak dapat pula diselesaikan dengan menangis.

Ia telah menderita cukup lama, telah berpikir cukup lama.

Segala kepedihan yang telah dilaluinya guru 136 kakek472 membuatnya belajar banyak hal.

Membuatnya memperhatikan banyak hal.

Dirinya bukan manusia sempurna yang mengerti dan menguasai segala hal.

Bukan makhluk paling cerdas dan cakap dalam mengatasi segala persoalan.

Ia memiliki kelemahan-kelemahannya sendiri.

Memiliki sisi menyedihkan yang tidak ingin ia tunjukkan kepada orang lain.

Jadi ia memilih tertawa.

Selama ini ia sudah begitu ahli dalam menertawakan dirinya sendiri.

Jika orang lain menertawakan dirinya, ia akan tertawa lebih keras daripada orang lain.

Jadi ia memilih tertawa.

Semua orang di dunia ini sebaiknya memilih tertawa pula.

Dunia yang semuram ini harus sedikit dicerahkan oleh tawa manusia.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan, Siu-ko?"

Tanya A San setelah puas tertawa.

"Aku akan datang lagi kepadanya nanti malam"

Tegas Sam Siu dengan yakin.473

"Lalu apa yang akan kau katakan kepada Yan- siocia. Apakah seperti rencana kita semalam? Mengatakan bahwa kau memiliki rencana untuknya?"

"A...ku masih belum yakin..."

Ujar Sam Siu.

"Kau memaksa datang menemui seorang perempuan, tapi tak yakin apa yang ingin kau bicara kan?"

Tanya A San tersenyum.

"Ia akan menganggapku sudah gila bukan? Aih..."

"Haha. Ia justru akan menganggapnya manis. Datanglah kepadanya dan katakan ini kepadanya. Katakan bahwa kau hanya ingin menemuinya. Hal yang lain tidaklah penting. Menemuinya adalah hal yang paling penting di dunia ini."

"Jika ia merengut dan mengusirku seperti tadi malam?"

"Katakan bahwa kau sudah memiliki rencana dan berharap agar ia bersabar."

"Sebenarnya apa sih rencanamu?"

Tanya Sam Siu penasaran.

"Kau kan sudah berjanji untuk percaya kepadaku, Siu-ko?"

Senyum A San.474

"Iya. Tetapi aku tetap penasaran. Ini kan menyangkut hidupku, aku harus tahu."

Ini menyangkut hidup banyak orang. A San tersenyum.

"Jika semuanya sudah selesai ku atur, yakinlah bahwa kau orang pertama yang kuberitahu, Siu-ko. Percayalah kepadaku."

"Baiklah."

Dua orang sahabat yang saling percaya, rasanya cukup memberi harapan di dalam kehidupan yang muram ini.

Setelah menyelesaikan pekerjaan sore hari.

Mereka pun masih menungguh kedatangan Yan- wangwe kembali.

Kuda-kuda yang dipakai rombongan itu harus diurus pula.

Bekerja sebagai pengurus kuda harus selalu siap sedia setiap waktu.

Harus menjaga dan merawat hewan-hewan itu, dan mempersiapkan mereka jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

Untunglah menjelang gelap rombongan Yan- wangwe sudah pulang sehingga Sam Siu dan A San tidak perlu menunggu terlalu lama.

Setelah cukup beristirahat sampai hampir tengah malam, Sam Siu pun bangkit untuk membersihkan diri dan berdandan.

A San yang saat itu475 tertidur, untuk menghilangkan sakit karena totokan yang masih sedikit tersisa, akhirnya harus terbangun juga.

"Kau sudah siap?"

Tanyanya. Sam Siu mengangguk.

"Doakan aku!"

Bisiknya lirih sambil menepuk pundak A San, yang kemudian dibalas pula oleh A San.

"Tentu saja. Hati-hati!"

Sam Siu pun berangkat.

Sebenarnya A San ingin menyelinap dan mengikuti Sam Siu juga.

Tapi setelah berpikir sebentar, ia memutuskan untuk mengurungkan niatnya.

Cahaya lentera di bilik itu sudah dimatikan sejak tadi.

Dengan sigap ia bergerak cepat, memeriksa segala isi bilik kecil itu.

Ia ingin tahu siapa Sam Siu sebenarnya.

Selama 2 tahun ini, ia tak pernah menanyakan asal usul Sam Siu.

Sebaliknya, Sam Siu pun tidak pernah menanyakan asal-usul A San.

Mereka berdua bersahabat akrab tanpa memahami latar belakang masing-masing.

Kini A San memutuskan untuk mencari tahu.476 Di dalam kegelapan matanya bersinar terang.

Saat kecil dulu ia pernah hidup cukup lama di dalam kegelapan, sehingga otot dan syaraf matanya terlatih melihat di dalam kegelapan.

Tubuhnya pun memiliki kemampuan untuk bergerak amat sangat cepat.

Bahkan di dunia ini, boleh dibilang gerak tubuhnya lah yang paling cepat di antara manusia-manusia yang tercipta di kolong langit ini.

Ia telah memeriksa seluruh yang harus diperiksa.

Ia meninggalkan bagian yang paling ia curigai untuk diperiksa terakhir.

Selama ini ia selal memperhatikan mata dan perhatian Sam Siu mengarah ke salah satu kaki dipan mereka.

Seseorang yang menyimpan barang harga di suatu tempat, selalu akan berusaha menutupinya.

Tetapi justru ada saat di mana ketika nalurinya mendorongnya untuk melakukan kekeliruan dan menunjukkan rahasianya.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

A San telah menguasai hal-hal semacam ini dengan sangat baik.

Ia lalu mengangkat dipan itu dan memperhatikan.

Kaki dipan itu terbuat dari bambu oleh sebab itu memiliki ruang di dalamnya.

Di dalam ruang itu ia menemukan sebuah kotak kecil.477 Kotak kecil berwarna merah terang.

Di dalam kotak itu terdapat sebuah cincin indah dari bahan berwarna merah pula.

Bahan ini terbuat dari sejenis batu-batuan kristal merah yang indah.

Ada tulisan sebuah huruf yang terukir di cincin itu ?Ma?.

?Ma? berarti kuda.

Cincin ini walaupun bukan cincin murahan.

Juga bukan cincin mahal yang langka.

Bahan untuk membuat cincin ini adalah sebuah bahan dari kristal yang biasanya dijadikan sebagai bahan pewarna.

Pewarna yang dihasilkan pun berwarna merah seperti batu kristal itu.

Merah seperti ini, dalam bahasa Hokkian di sebut ?Cu? (mandarin.

Zhu.

Dalam bahasa Inggris, warna ini disebut ?Vermillion? atau ?Scarlett?).

Para pelukis dan seniman menggunakan bahan ini sebagai pewarna.

Para tabib menggunakan surbuknya untuk pengobatan.

Tidak ada yang aneh dari cincin ini.

Tulisannya pun tidak aneh.

Yang aneh adalah bahan batu kristal seperti ini sangat jarang dipakai untuk membuat cincin.

Itu saja.478 Tulisan ?Ma? yang berarti ?Kuda? pun tidak mencurigakan.

Kata ?Ma? ini bisa merupakan nama ?she? (marga) keluarga yang umum di Tionggoan.

Mungkin saja nama keluarga Sam Siu yang sebenarnya adalah ?Ma?.

Atau bisa pula nama ini merupakan penghormatan kepada pemilik cincin ini untuk kepandaiannya mengurusi ?Kuda?.

A San semakin bersemangat untuk mencari tahu.

Setelah penyelidikannya selesai, ia lalu mengembalikan benda itu ke tempat semula.

Ia sendiri sudah sangat lihay untuk memperkatikan letak sebuah benda sesuai posisinya.

Jadi jika ia menyentuhnya sedikit saja, ia tahu bagaimana cara mengembalikannya ke tempat semula.

Kemampuan ini berlaku untuk barang orang lain.

Dan terutama bagi barang-barangnya sendiri.

Jika ada sedikit saja perubahan terhadap letak posisi benda apapun di sekelilingnya, ia akan tahu.

Oleh karena itu ia tahu jika sebelumnya ada orang lain datang memeriksa ke bilik mereka saat mereka sedang makan siang tadi.

Ia pun juga tahu bahwa orang yang menyusup dan memeriksa bilik mereka ini pun sudah tahu keberadaan cincin milik Sam Siu.479 Kepandaian ini tidak ia dapatkan sejak lahir.

Ia mengembangkannya perlahan-lahan.

Apalagi seorang sahabat karibnya pun membimbing dan mengajarkan nya tentang hal ini.

Teman karibnya itu bahkan mendapat julukan "Raja Maling."

Semua orang di muka bumi tahu dan kenal siapa Raja Maling.

Semua orang di muka bumi pun tahu siapa nama sahabat karib dari si ?Raja Maling? ini.480 BAB 21 APAPUN DEMI CINTA Saat Sam Liu kembali, A San sudah tertidur dengan pulas.

Terdengar suara mendengkur pula.

Sam Siu bergerak hati-hati agar tidak membangunkan sahabatnya yang sedang tertidur itu.

Tapi A San segera tersadar.

"Eh, sudah pulang? Bagaimana hasilnya?"

"Oh, maaf membuat kau terbangun. Semua berjalan lancar. Aku membuatnya semakin penasaran. Hehe."

Kata Sam Siu. A San mengangguk-angguk sambil tersenyum.

"Bagus. Sekarang beristirahatlah. Kemungkinan besok aku akan memberitahumu apa yang harus kau lakukan"

Sam Siu mengangguk pula. Tetapi pemuda ini tidak langsung tidur, malah duduk di ujung dipan sambil melamun. Wajahnya menunjukkan raut yang bahagia.481 Menyadari ini A San bertanya.

"Apa yang barusan kalian lakukan?"

"Heheh"

Sam Siu tertawa. Tawanya menjelas kan banyak hal.

"Kau mencium dia ya? Hahah"

Tawa A San.

"Hahaha..."

Tawa juga kadang menjadi sebuah jawaban.

"Ini merupakan sebuah kemajuan yang luar bisa. Hahaha"

Tawa A San.

"Ya. Aku sendiri tidak menduga aku berani melakukannya. Tapi kami berbicara dan ia meletakkan wajahnya di depan wajahku sangat dekat. Aih...betapa cantik. Betapa anggun dan lembut."

Mata Sam Siu menerawang, senyum tak memudar dari bibirnya.

"Karena wajahnya sangat dekat dengan wajahmu, kau tak dapat menahan diri untuk mencium nya ya?"

"Hehe. Tentu saja"

Ini adalah cara perempuan minta dicium. Laki- laki manapun jika menghadapi keadaan seperti ini akan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Sam Siu.482

"Seandainya ia membatalkan pernikahannya dan memilihmu, apa yang akan kau lakukan?"

"Hah?"

Sam Siu tidak bisa menjawab. Ini pertanyaan yang sudah ada di benaknya sejak beberapa hari yang lalu. Ia hanya takut menanyakan nya kepada dirinya sendiri.

"Menurutmu apa yang harus kulakukan?"

Tanyanya.

"Apakah kau sungguh-sungguh cinta kepadanya?"

A San balik bertanya.

"Ya"

Jika kau mencintai seseorang, seolah-olah hidupmu jauh lebih berarti dari hidupnya.

Bukan saja tidak berarti, tetapi jika kau harus mati pun kau akan rela.

Tidak banyak orang yang merasakan cinta sedalam ini.

Tetapi tidak sedikit pula orang yang hidupnya menderita karenanya.

Cinta mendorongmu untuk melakukan hal-hal yang mengagumkan.

"Kau pasti tahu jika ayahnya tak bakal setuju?"

Tukas Cio San.483 Sam Siu mengangguk. Hal ini adalah hal utama yang paling mengganggu pikirannya.

"Aku yakin kau akan berkata bahwa kau akan rela melepasnya pergi jika itu bisa membuatnya bahagia."

Kata A San.

"Benar."

"Tapi kau tahu dan yakin dengan pasti bahwa ia tidak bahagia dengan pernikahan ini"

"Benar."

Apakah seorang laki-laki mengatakan bahwa ia merelakan kekasihnya pergi dengan orang lain asalkan kekasihnya itu bahagia, adalah seorang yang pengecut? Bahagia itu hanya sementara.

Setelah itu seorang manusia harus menjalani pula kesedihan dan kepedihan.

Apakah jika kekasihnya itu pergi, maka ia akan bahagia? Tetapi jika kekasihnya itu memilih untuk tinggal, apakah si laki-laki juga sanggup membahagia kannya? Bahagia itu fana.484 Seseorang dapat dimanjakan, dapat dijaga, dapat dihidupi dan dihujani dengan kemewahan, tetapi tidak ada jaminan bahwa ia akan bahagia.

Seseorang dapat dihujani dengan kesusahan, kelaparan, dan kesepian, tetapi tidak ada jaminan bahwa ia tidak berbahagia.

Karena bahagia itu fana.

Bahagia adalah bayang-bayang yang menggantung di benak umat manusia.

Membuat mereka melakukan hal-hal yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

Hal-hal ini kadangan mengagumkan.

Kadang pula sangat menakutkan.

Bahkan menjijikkan.

"Ku pikir, aku lebih baik memberitahukan rencanaku sekarang. Mumpung perasaan hatimu sedang berbahagia"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tukas Cio San. Sam Siu mengangguk.

"Menurutku jika cintanya terlalu mendalam kepadamu, ia akan mengajakmu lari dari sini"

Jelas A San.

"Apa? Kau sungguh-sungguh? Ia..ia..memilih meninggalkan kemewahan dan memilih untuk hidup485 terlunta bersamaku? Itu tidak mungkin!"

Bantah Sam Siu.

"Kau tidak memahami kekuatan cinta seorang perempuan. Jika ia sudah menyukai seseorang, ia akan melakukan cara apapun agar dapat bersama orang itu"

"Apakah itu termasuk rela menderita terlunta-lunta?"

Tanya Sam Siu.

"Sekarang memang kau miskin, tetapi jika seorang wanita menganggap kau memiliki sesuatu yang bisa membuatnya bahagia di masa depan, ia akan memilihmu. Lebih baik ia menderita untuk sementara waktu, lalu kemudian bahagia di masa depan. Daripada jika ia harus hidup dalam kemewahan tetapi menderita selamanya."

Lanjut A San.

"Jika pun kau sekarang tidak memiliki apa-apa, belum tentu besok kau tidak memiliki apa-apa pula. Kau lelaki sejati, wajahmu tampan, tubuhmu tegap dan sehat. Apa pula yang harus ditakutkan. Uang dan kehormatan bisa dicari. Tetapi cinta sejati, jika hilang, kau tak akan pernah menemukannya lagi."

Sam Siu berpikir dengan lama. Dari wajahnya mengalir keringat yang cukup deras. Tubuhnya486 bergetar, dan matanya berkaca-kaca. Setelah lama berpikir, ia akhirnya berkata.

"Kau benar."

A San tersenyum. Entah apa makna senyum ini. Terlihat aneh dan menyedihkan. Sam Siu pun menyadarinya.

"Mengapa kau tersenyum seperti itu?"

"Cinta sejati, tidak hanya mengenal kebahagiaan, tetapi juga penderitaan. Jika kau berani menjalaninya, kau akan menjadi manusia yang lebih baik. Apa kau siap?"

Ia terdiam sejenak, lalu menjawab.

"Aku siap!"

A San memandangnya dengan kagum. Laki-laki yang melakukan hal-hal bodoh demi cinta, adalah laki-laki yang harus dikagumi.

"Kau tidurlah. Besok aku akan mengatur semuanya untukmu"

Kata A San.

"Baiklah. Aku percaya sepenuhnya kepadamu"

S***487 Pagi-pagi sekali A San sudah bangun.

Ia bersiap- siap untuk membeli beberapa keperluan di kota.

Sam Siu kini bertugas sendirian mengurusi kuda.

Setelah A San membeli segala keperluannya, hari ternyata sudah cukup terang.

Ia berjalan dengan tenang dan santai, tetapi sebenarnya ia telah menyelediki keadaan sekitar.

Setelah yakin bahwa tidak ada seorang pun yang membuntutinya, ia menuju ke sebuah tempat yang memang sejak lama sudah ingin ditujunya.

Sebuah kedai teh kecil di pinggiran sungai, tempat kemaren ia dan Sam Sui mampir.

Pemilik kedai ini rupanya bersiap-siap akan tidur.

Kedai arak semacam ini memang buka sampai fajar menjelang.

Lalu tutup untuk kemudian buka di siang hari.

"Maaf sekali tuan, kami akan tutup."

Jawab pemilik kedai yang sudah terlihat setengah baya itu. Dengan tersenyum A San berkata.

"Angin dari barat menyapa. Apakah saudara merasakan cahaya nya?"488 Pemilik kedai itu tertegun, lalu bertanya.

"Cahaya di depan mata masakah kami buta? Tapi entah siapakah pembawa cahaya ini?"

"Raja tanpa mahkota, adalah kaisar di tengah cahaya."

Betapa terkejutnya pemilik kedai itu.

"Mari silahkan masuk..."

Begitu A San memasuki kedai itu, si pemilik kedai ingin cepat-cepat menutup pintu kedai itu, namun A San mencegahnya.

"Jangan ditutup. Justru akan menimbulkan kecurigaan."

"Aih tapi tapi... bagaimana mungkin siauwjin137 tidak memberi hormat kepada Kauwcu138 ..."

Kata si pemilik kedai lirih.

"Aku sudah bukan kauwcu lagi, harap cianpwee139 tidak berlaku sungkan."

Ujar A San menenangkan.

"Sekali menjadi Kauwcu, maka selamanya menjadi kauwcu. Mana berani siaujin bersikap kurang ajar."

Katanya penuh hormat. Lanjutnya.

"Jadi selama 137 Saya orang rendahan 138 Ketua 139 Anda yang lebih tua489 ini kauwcu menyepi di sini. Maafkan sungguh siauwjin pantas mampus."

Sambil berkata begitu ia sudah siap-siap membenturkan kepalanya ke meja.

"Jika cianpwee bunuh diri, lalu siapa yang akan membantu cayhe?"

Tanya A San.

"Kauwcu ada perintah apa? Siauwjin siap menyumbang nyawa!"

Walaupun ucapannya lirih, ketegasan dan kesungguhan hati terdengar jelas di dalam suaranya.

"Semua yang cayhe butuhkan ada di catatan ini, ada berapa anggota kita di kota ini?"

"Seluruhnya berjumlah 123 orang. Tersebar di berbagai penjuru kota."

Tanya A San.

"Bukankah anggota kita ada pula yang menjadi opas140 di kota?"

"Ada beberapa, Kauwcu."

"Apakah cianpwee bisa mempercayainya?"

Tanya Cio San. 140 Sejenis polisi, kelompok pengamanan kota490

"Bisa kauwcu. Hampir semua anggota kita disini sangat terpercaya."

"Cayhe sudah bertemu dengan beberapa dari mereka, saat berkeliling kota dahulu. Namun kupikir hanya cianpwee lah yang cayhe percaya."

Tukas A San.

"Aih, terima kasih sekali kauwcu. Siauwjin siap mengorbankan nyawa. Turunkan saja perintah."

"Baca saja catatan ini. Lalu lakukan seperti yang tertulis di dalamnya. Pilihlah orang yang benar-benar cianpwee percaya. Jika sudah selesai, cayhe akan mengirimkan surat kepada Ang-kauwcu141 tentang jasa cianpwee."

"Siap laksanakan perintah!"

Ang-kauwcu adalah Ang Lin Hua.

Salah seorang wanita terbaik yang pernah dikenalnya dengan sangat dekat.

Yang juga merupakan istri dari sahabat dekatnya, Suma Sun.

Saat ia pergi dahulu, ia meninggalkan jabatan Kauwcu kepada Ang Lin Hua, yang merupakan putri satu-satunya dari Kauwcu yang lama.

141 Ketua Ang491 Menjadi ketua dari sebuah perkumpulan yang amat sangat besar, yang anggotanya tersebar di seluruh pelosok dunia, bukanlah sebuah pekerjaan mudah.

Dan ia sendiri merasa tidak mampu melaksanakannya.

Jika boleh memilih, ia akan memilih menyepi di gunung atau di pinggiran danau yang tenang.

Menikmati musik dan sastra, menikmati arak bersama sahabat-sahabat terbaiknya.

Dan ia memang memilih jalan itu.

Tetapi dunia dengan segala permasalahannya telah memanggilnya untuk kembali.

Dan demi kemanusiaan serta persahabatan, ia harus kembali.

Dan ia kembali.

Walaupun wajahnya kini ditutupi jenggot lembut, rambutnya pun tidak tersisir rapi, pakaian yang dipakainya kumal, bilik yang ditinggalinya kumuh, dirinya tetaplah dirinya.

Meskipun setiap hari ia terhina, menjadi jongos dan diperintah orang lain dengan cara yang sangat menyakitkan hati, dirinya adalah dirinya.

Harga dirinya mungkin sudah lama terkoyak moyak.

Harapannya sudah lama pudar di dalam492 kegelapan.

Kebanggaannya mungkin telah sirna seluruhnya.

Tapi dirinya tetaplah dirinya.

Cio San adalah Cio San.

Cio San bukan orang lain.

Jika kau membunuhnya berkali-kali, ia akan tetap muncul kembali.

Datang dengan senyum yang sama.

Selamanya Cio San cuma dia seorang.

Tak akan ada Cio San yang kedua.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Besok tiada yang lain, kelak tiada yang berikutnya.

Sepanjang jaman hanya ada satu.

Seluruh dunia mencintainya atau membencinya pun ia tidak perduli.

Karena Cio San adalah Cio San.

Ia telah menyepi selama tiga tahun.

Mencoba memahami dan mengambil hikmah dari seluruh kejadian yang menimpanya.

Ia telah lahir kembali oleh segala kesulitan dan penderitaan.

Orang seperti Cio San selalu terlahir kembali.

Itulah mengapa ia mendapat julukan Hongswee.

Jenderal Phoenix.

Burung Hong142 selalu lahir kembali 142 Phoenix493 dari abu jasadnya.

Menjadi api yang bersinar terang, menjadi bahan pembicaraan orang selama-lamanya.

Saat terlahir kembali, ia menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

Cio San pergi melangkah dengan ringan.

Seluruh tugas yang butuh ia kerjakan telah ia kerjakan.

Seluruh rencana yang butuh dijalankan telah ia jalankan.

Jika semua hal yang butuh dikerjakan di muka bumi ini sudah dikerjakan, maka manusia hanya bisa mempercayakan nasib kepada langit.

Ia selalu percaya kepada langit, karena ia pun percaya kepada dirinya sendiri.

Jika langit menurunkan hujan, ia akan berteduh.

Jika menurunkan panas ia akan memanfaatkan cahaya nya.

Jika menurunkan badai ia akan menerjangnya.

Ia selalu menerjang.

Walau ia terluka dan terjatuh, ia akan terus berlari ke depan.

Dengan caranya sendiri, dengan kekuatannya sendiri.

Memang ada waktu bagi seseorang untuk memulihkan lukanya.

Dan Cio San telah pulih.

Selama bertahun-tahun ini ia menyembuhkan luka dan mengumpulkan kekuatan.494 Kini ia kembali.

Cio San berjalan pulang kembali ke rumah keluarga Yan.

Siang sudah menjelang.

Di sepanjang jalan, banyak pengemis meminta-minta.

Orang berlalu lalang dengan ramai.

Sekali lagi ia menggunakan pikirannya untuk memeriksa berbagai macam orang.

Kadang ia merasa senang dengan kebiasaannya membaca orang lain.

Tetapi lebih sering ia terluka dengan kemampuannya ini.

Cio San telah memutus kan hanya menggunakan kemampuannya jika ia benar-benar memerlukannya.

Selama bertahun-tahun ia berlatih untuk menahan diri agar pikirannya tidak secara langsung membaca orang lain.

Walaupun sulit, ia sudah mulai bisa mengendalikannya.

Sesampai di rumah, ia segera merapikan barang belanjaannya lalu menemui Sam Siu.

Sahabatnya itu rupanya sedang beristirahat setelah sejak pagi bekerja.

"Kau lama betul. Urusan apa saja yang kau kerjakan?"

Tanya Sam Siu sambil tertawa.

"Urusanmu!? tukas Cio San sambil tertawa pula. Lanjutnya.

"Makan siang nanti, temuilah si nona mungil pelayan nona Yan."

"Apa yang harus kukatakan?"495

"Tulislah surat untuk nona Yan. Ajak ia melarikan diri malam ini juga."

"Apa? Kau gila?"

"Jika kau tidak mengajaknya, justru ia yang akan mengajakmu nantinya"

Kata Cio San.

"Eh? Beneran? Apa kau pikir wanita memang seperti ini?"

"Tidak semua, tapi aku yakin Yan-siocia memang seperti ini."

Sam Siu menatap sahabatnya dalam-dalam. Ia baru mengenalnya beberapa tahun. Tetapi ada semacam keunikan tersendiri di dalam diri sahabatnya itu, yang membuat ia percaya sepenuhnya.

"Baik. Aku percaya kepadamu."

"Bersiaplah. Tulislah surat itu dan berikan kepada si nona saat makan siang. Bungkuslah barang- barangmu. Tengah malam nanti, aku akan membantu kalian kabur dari sini."

"Bagaimana caranya?"

"Aku akan membuat keributan. Jika saat itu terjadi, bersiaplah untuk menyelinap bersama Yan- siocia lewat pintu belakang. Kau tahu pintu itu, kan?496 Pintu tempat biasanya para pelayan keluar masuk."

Jelas Cio San.

"Tempat itu di jaga ketat. Bagaimana aku bisa melewatinya?"

"Percayakan kepadaku"

Jawab Cio San.

"Lalu saat aku sudah lolos pintu itu? Apa yang harus ku lakukan?"

"Ada seorang sahabatku yang menunggumu di luar. Ia akan siap mengantarmu ke manapun kau mau."

"Aih...aku..tidak..tahu harus kemana."

Cio San memandangnya dalam-dalam.

"Demi cintamu. Kau harus rela berkorban. Aku yakin kau tahu apa yang harus kau perbuat"

Sam Siu memandangnya dalam-dalam pula. Seolah-olah Cio San telah membaca seluruh keadaan dirinya. Lalu ia berkata.

"Aku tidak mengenalmu sebelumnya. Selama dua tahun ini hanya kau sahabat karibku. Aku rela mengorbankan diriku ini, adalah juga karena aku percaya sepenuhnya padamu. Pertanyaan ku hanya satu. Apakah selama ini keputusanku untuk mempercayaimu sudah benar?"497 Cio San mengangguk mantap. Sam Siu pun mengangguk dengan mantap. Yang dibutuhkan oleh seorang sahabat sebenarnya hanyalah sebuah anggukan kecil. Anggukan kecil ini bermakna sangat dalam. Hanya orang-orang yang mempunyai persahabatan yang tuluslah yang benar-benar mengerti arti anggukan kecil ini. Lalu Cio San berkata.

"Jika nanti di masa depan, kau menemukan kesulitan dan kepedihan hati karena perbuatanku, aku ingin kau mengerti bahwa aku melakukan ini semua untukmu. Demi kebaikanmu. Aku tahu lelaki yang kuat, dan memiliki hati yang tulus. Aku hanya memiliki sebuah pertanyaan kepadamu. Apakah penilainku ini benar?"

Sam Siu mengangguk mantap.

Mereka lalu bersalaman.

Air mata menetes di pipi Sam Siu.

Perpisahan akan segera tiba.

Perpisahan selalu menyakitkan.

Tetapi perpisahan selalu menyimpan harapan-harapan baru tentang masa depan.

Sam Siu lalu bersiap-siap.

Segala petunjuk Cio San dilaksanakannya.

Saat makan siang tiba, ia pun498 menyerahkan surat itu secara diam-diam kepada si nona pelayan yang cantik mungil itu.

Sore hari setelah seluruh pekerjaan mereka selesai, Sam Siu dan Cio San beristirahat.

Cio San membantu Sam Siu memberekan barang-barangnya.

Mereka melakukannya dengan diam-diam agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Setelah selesai, Cio San memilih tidur.

Hal ini menimbulkan keheranan dalam hati Sam Siu, tanyanya "Kau bisa tidur dalam suasana seperti ini, A San?"

"Saat tidak ada lagi yang bisa dilakukan, aku memilih tidur untuk memulihkan tenaga dan menjernihkan pikiran."

Jelasnya.

Sam Siu hanya mengangguk-angguk saja.

Sejak awal bertemu, ia sudah memiliki kekaguman yang begitu besar terhadap sahabatnya ini.

Perbuatannya, pemikirannya, dan tindakannya, walaupun sederhana, selalu menimbulkan kekaguman tersendiri.

Jika langit runtuh sekalipun, Sam Siu akan mempercayakan nyawanya kepada sahabatnya ini.

Ada banyak kejadian yang terjadi selama ia hidup bersama A San.

Meskipun bukan kejadian yang heboh dan besar, sikap dan tindakan A San selalu tepat, jujur, dan berani.

Ia telah belajar mempercayai499 nya.

Lelaki yang sedang tiduran sambil mendengkur di hadapannya ini bukan lelaki sembarangan.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sam Siu tidak pernah menanyakan asal usulnya, tetapi ia paham dan sadar, lelaki ini bukan orang sembarangan.

Ada kejadian di masa lalunya yang membuat sahabatnya ini tidak pernah membuka diri untuk bercerita.

Ia pun tidak pernah berniat untuk bertanya, karena ia tahu A San pun tidak pernah berniat untuk menanyakan masa lalunya pula.

Persahabatan yang tulus didasarkan oleh kepercayaan dan harapan masa depan.

Bukan atas kejadian dan cerita-cerita masa lalu.

Jauh di lubuk hati Sam Siu, ia yakin A San pun memiliki penilaian yang sama terhadap dirinya.

Ia yakin bahwa A San pun menilai bahwa dirinya ini pun memiliki nilai-nilai yang setara dengan dirinya.

Karena itulah A San memilih Sam Siu sebagai sahabatnya.

Persahabatan selalu jauh lebih dalam daripada sekedar berkumpul bersama.

Tengah malam hampir tiba.

Sam Siu berbaring namun tak dapat memejamkan mata.

Kejadian yang akan terjadi nanti mungkin akan merubah seluruh hidupnya.500 Cio San terbangun.

Tenaganya telah pulih seluruhnya.

Pikirannya pun jernih.

Ia telah siap menghadapi semua ini.

Dengan wajah dan senyum yang cerah ia bangkit dari tidurnya.

Sam Siu pun bangkit.

Melihat senyum di wajah sahabatnya, kepercayaan diri Sam Siu pun terkumpul kembali.

"Aku heran kepadamu, kau selalu mampu membuat orang lain merasa lebih baik."

Kata Sam Siu sambil tersenyum.

Orang yang selalu mempu membuat orang lain merasa lebih baik, adalah mereka yang telah mengalami berbagai macam kejadian terburuk dalam hidupnya.

Orang yang mampu membuat orang lain tertawa dengan lepas, biasanya adalah mereka yang paling mampu menyembunyikan air mata kesedihan nya.

Orang yang paling kuat dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup, biasanya adalah orang yang paling lemah kekuatannya.

Tetapi orang-orang seperti ini selalu hidup demi orang lain.

Justru dari sinilah kekuatan mereka lahir dan tumbuh.

Cio San adalah salah satu dari orang-orang seperti ini.

"Kau sudah siap?"

Tanya Cio San.501

"Tentu saja!"

Jawabannya tegas dan menantang. Mereka lalu bersalaman dan berpelukan di dalam kegelapan kamar yang sempit itu.

"Pergilah"

"Aku pergi"

Betapa gagahnya Sam Siu melangkah.

Meskipun dengan mengendap-endap di dalam kegelapan, langkah-langkahnya dilakukan dengan keberanian.

Orang yang berani memang bukanlah orang yang tidak mempunyai rasa takut, melainkan orang yang mampu menaklukkan rasa takutnya itu.

Cio San menegakkan tubuhnya.

Ia hanya bisa mempercayakan semua rencana ini kepada langit.

Hanya bisa mempercayakan keberhasilan rencana ini kepada penilaian-penilaiannya tentang sifat dan watak manusia.

Ia lalu bergerak.

Gerakan yang sangat lincah dan tak dapat diikuti oleh mata.

Dalam sekejap ia telah terbang membumbung ke atap rumah.

Gerakan yang sangat cepat itu sama sekali tidak menimbulkan apa- apa.

Jika ia bergerak di siang hari yang terang benderang pun, belum tentu ada orang yang mampu502 melihat gerakannya.

Apalagi saat ia melakukan gerakan ini di tengah malam buta.

Dari tangannya ia melempar sesuatu ke depan.

Tidak terdengar suara apa-apa, hanya terlihat kilatan api di atap rumah.

Dari atas atap ia memperhatikan segala sesuatu.

Tidak ada yang mencurigakan.

Orang kepercayaannya yang tadi pagi sudah ia perintahkan pun sudah berada di posisi yang ditentukan.

Dengan sigap Cio San melompat turun.

Lalu dengan keras ia berteriak.

"Kebakaran! Kebakaran!"

Tak berapa lama sudah ramai orang berkumpul di api yang semakin membesar itu! Keadaan menjadi ramai dan kacau.

Begitu banyak orang berusaha untuk memadamkan api itu.

Cio San pun pura-pura memadamkan api yang ia buat sendiri itu.

Ia sebelumnya sengaja memilih tempat yang tidak orang tinggal disitu.

Tempat yang terbaik adalah atap gudang tempat penyimpanan bahan makanan.

Dengan kelihaian matanya, Cio San melihat Sam Siu dan Yan Niu Niu berhasil meloloskan diri melewati503 pintu kecil yang mereka rencanakan.

Penjaga di sana telah terbius oleh jarum-jarum rahasia.

Ini merupakan perbuatan orang suruhan Cio San.

Lega sekali hati Cio San ketika melihat sahabatnya berhasil melosokan diri bersama kekasihnya.

Anak buahnya yang ia suruh berjaga tak jauh dari pintu kecil itu pun sudah bersiap di sana dengan beberapa orang terpercayanya.

Mereka juga sudah siap dengan beberapa kuda.

Begitu Sam Siu dan Yan Niu Niu datang, kuda- kuda itu kemudian berlari ke segala arah.

Tujuannya untuk mengacaukan jejak, karena Sam Siu dan Yan Niu Niu sendiri sekarang sudah berada di pundak 2 orang suruhan Cio San.

Dengan cepat mereka menyusup melalui rumah-rumah dan gang-gang kecil.

Tak berapa lama mereka sudah di tepi sungai.

Di sana sebuah perahu sudah menanti mereka.

"Tuan, terima kasih atas pertolongannya,"

Kata Sam Siu penuh hormat.

"Tidak perlu siauya143. Anda adalah sahabat tuan kami. Sekarang cepatlah naik perahu. Seorang sahabat kami sudah siap mengantar anda kemana 143 Tuan muda504 saja."

Jawab si tuan penolong yang ternyata ada pemilik kedai teh.

Sam Siu dan Yan Niu Niu tanpa ragu menaiki dan menghilang di balik kabut malam.

Tak berapa lama api di rumah Yan-wangwe sudah berhasil dipadamkan.

Semua orang dapat bernafas dengan lega.

Tetapi Cio San tahu, tak berapa lama lagi, sang empunya rumah akan sadar bahwa anak perempuan satu-satunya sudah menghilang.

Dan benar saja, kini telah terdengar suara marah-marah membentak dari Yan-wangwe.

Ia memerintahkan seluruh anak buahnya mencari nona itu.

Setelah beberapa lama tanpa hasil, ia memerintah kan untuk mengumpulkan seluruh penghuni mulai dari keluarga sampai pelayan dan para pengawal.

Tadi butuh waktu lama pula untuk mengetahui bahwa Sam Siu tidak ada di dalam barisan ini.

"Kau!"

Bentak si hartawan kepada Cio San.

"Di mana kawanmu?"

"Dia...dia...kabur..."

Jawab Cio San penuh rasa takut.

"Kabur? Mengapa tidak sejak tadi kau laporkan kepadaku?"505

"Hamba...hamba...takut"

Wajah Cio San pucat ketakutan.

"Pengawal! Bawa dia dan pukul dia! Tanya sampai dia mengakui semua kejadian ini!"506 BAB 22 PENGORBANAN SEORANG SAHABAT Beberapa pengawal yang berbadan besar itu menghampirinya. Ia gemetar ketakutan. Sebuah tendangan mendarat telak di perutnya. Ia terjengkang ke belakang. Hajaran, pukulan, dan tendangan merengsek masuk menghujam tubuhnya. Ia tidak mengerahkan tenaganya sama sekali. Di saat menyamar seperti ini, tak ada yang bisa ia lakukan kecuali menerima hajaran itu dengan hati yang lapang. Di saat biasa, para tukang pukul seperti ini akan mampus menggenaskan jika Cio San menggerakkan ujung kelingking saja. Tetapi saat ini bukanlah saat itu. Saat ini adalah saat di mana ia harus merelakan dirinya menjadi sasaran pukulan dan hinaan orang lain agar sahabatnya dapat meloloskan diri. Wajahnya bengkak. Dari bibir dan hidungnya mengalir darah segar. Ulu hatinya terasa sakit sekali. Tangan dan kakinya hampir tak dapat digerakkan. Darah mengucur deras dari kepalanya yang bocor.507 Sambil terus menghajar, para tukang pukul ini menanyakan segala hal yang berhubungan dengan menghilangnya Sam Siu dan Yan Niu Niu.

"A...ku...ti...dak..tahu...ke..mana...mereka..lari..."
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berulang kali Cio San menjawab ini sembari menerima hajaran terus menerus.

Amat menyakitkan dan amat pedih penderitaannya.

Wajahnya sudah tak dapat dikenali.

Darah mengalir membasahi wajahnya.

Pakaiannya pun belepotan darah dan debu.

Di tengah malam seperti ini, keadaan Cio San sudah seperti hewan buruan yang tertangkap dan dikuliti.

Begitu hebat penyiksaan yang ia terima demi persahabatan.

Jika pun harus mati demi sahabatnya, Cio San akan rela berulang kali menyerahkan nyawa nya.

"Buk! Buk!"

Bunyi tubuh yang dikeroyok dengan sangat kejam ini.

Betapa payahnya ia menerima penyiksaan ini.

Semua orang yang berada di sana memalingkan muka tidak tega.

Sampai-sampai para tukang ini lelah sendiri lalu berhenti.

Tubuh itu tergeletak di tanah tak bergerak.508

"Jangan bunuh dia. Tunggu sampai sadar lalu siksa lagi!"

Perintah Yan-wangwe (Hartawan Yan).

"Yang lain, segera menyebar mencari keparat yang membawa lari anakku!"

Semua orang mematuhi perintah.

Di sini Yan- wangwe adalah raja.

Tak ada satu perkataannya pun yang boleh dibantah.

Cio San hampir tak sadarkan diri.

Sepanjang pemukulan itu, ia memang tidak mengerahkan tenaga dalam sama sekali.

Ia sengaja melakukannya agar para pemukulnya tidak terlempar dan mati.

Ia memiliki ilmu-ilmu ajaib yang membuatnya dapat menghancur kan mereka semua dalam satu kali gerak sederhana.

Tetapi ia memilih untuk tidak melakukannya.

Ia rela dipermalukan, disakiti, dan dihina.

Entah demi apa.

Ia berbaring lemah tak berdaya.

Sepanjang hidupnya ia baru pertama kali ini dihajar sedemikian rupa oleh orang lain.

Tetapi ia yakin, pengorbanannya ini akan terbayar lunas.

Menjelang terang tanah, suasana mulai sepi.

Saat kejadian tadi, memang banyak orang sekitar yang datang menonton keramaian.

Mereka-mereka ini509 adalah tetangga dari Yan-wangwe.

Tembok besar yang mengelilingi gedung-gedung megah milik Yan-wangwe menghalangi orang-orang ini untuk masuk.

Tetapi dari suara yang terdengarm, mereka memahami apa yang terjadi.

Cio San masih terkapar tak berdaya.

Cahaya matahari yang terbit pelan-pelan mulai menyinari tubuhnya.

Ia merasakan kehangatan yang mampu mengurangi rasa sakit dan perih di sekujur tubuhnya.

"Byuuurrrrr!"

Seember air kotor disiram ke wajahnya.

Entah air apa ini, baunya sangat busuk dan menyengat.

Begitu terlihat ia menggerakkan tubuh nya, pukulan dan tendangan kembali menghantam tubuhnya.

Jika bukan karena latihan keras dan khasiat jamur aneh yang dulu pernah dimakannya, Cio San pasti sudah mati dengan tubuh hancur.

Meskipun tenaga saktinya tidak ia kerahkan, setidaknya tubuh nya sendiri sudah sangat kuat tanpa pengerahan tenaga sakti itu.

"Kemana keparat itu membawa kabur anakku? Katakan?!! Cepat katakan!!!"510 Tentu saja tak ada kata-kata yang keluar dari mulut Cio San. Jika raja neraka sendiri yang datang bertanya kepadanya pun, ia tak akan menjawab.

"Tuan, ada beberapa opas144 datang."

Terdengar suara salah seorang anak buah Yan-wangwe.

"Ahhh... para opas ini selalu datang terlambat!"

Dengus si tuan besar ini.

"Selamat pagi wangwe."

Tegur salah seorang opas.

"Pagi !"

Jawab si wangwe sambil mendengus.

"Kami mendengar ada kejadian di sini"

Kata si opas.

"Semua orang juga sudah mendengar ada kejadian di sini!"

Bentaknya tidak suka. Rupanya Yan- wangwe memiliki kebencian tersendiri terhadap para opas ini. Salah seorang anak buah Yan-wangwe lalu menceritakan seluruh kejadian. Salah satu opas lalu memeriksa tubuh Cio San yang tergeletak tak berdaya.

"Hah? Dia ini adalah buronan yang kita cari-cari selama ini!"

"Benarkah?"

Tanya salah seorang opas lagi. 144 polisi511

"Benar, cian-bu145. Ciri-cirinya persis benar."

Jawab si opas yang memeriksa.

"Heh? Buronan apa?"

Tanya Yan-wangwe tertarik.

"Dia ini adalah salah satu pencuri ulung yang merupakan buronan negara."

"Apakah kau yakin?"

Tanya Yan-wangwe.

"Yakin sekali. Kami sudah mendapat perintah mencari orang ini, rupanya ia selama ini bersembunyi di sini."

"Omongan bau kentut! Memangnya siapa yang menyembunyikan dia?"

Bentak Yan-wangwe. Rupanya ia takut akan tersangkut paut masalah buronan kerajaan.

"Apakah wangwe mengijinkan kami untuk membawanya ke markas? Kami akan menanyai dan membawanya ke pengadilan"

Kata sang cian-bu.

"Eh... bawa saja. Tapi tolong tanyakan juga kemana kawan sekongkolnya membawa lari putriku!" *** 145 kapten512 Cio San dimasukkan ke dalam ruang tahanan kecil di markas opas. Ketika ia akhirnya mampu memulihkan kesadarannya seutuhnya, dilihatnya beberapa opas sudah berada di dalam ruang tahanan itu pula. Duduk disampingnya dengan penuh prihatin.

"Aih, kauwcu. Mengapa kauwcu (ketua) membiarkan mereka melakukan hal ini kepada kauwcu. Satu perintah saja, akan siauwjin (aku orang rendah) habisi seluruh isi rumah Ceng itu!"

Kata salah seorang opas. Cio San duduk bersila, lalu tersenyum. Terasa amat sakit baginya untuk tersenyum sedikit saja.

"Tak apa-apa. Memang harus begini rencananya"

Katanya lirih sambil menahan sakit.

"Begitu mendapat perintah dari pemilik kedai, kami langsung menyiapkan segalanya."

Kata si cian- bu.

"Terima kasih sekali, koko. Tanpa bantuan kalian sekalian, rencanaku tak akan berhasil."

Kata Cio San sambil tersenyum. Senyum yang perih karena menahan perih di wajahnya.513 Ada sebagian senyum yang memang terasa perih. Dan biasanya rasa perih itu berada di hati, bukan di wajah.

"Aih, mana berani siauwjin146 dapat menerima panggilan ?koko? ini. Kauwcu jangan berlaku sungkan."

Jawab si cian-bu. Cio San hanya mengangguk tersenyum. Katanya.

"Saatnya kita melanjutkan rencana berikutnya"

"Siap"

Kata beberapa orang yang berada di dalam ruang tahanan itu.

Mereka pun meminta diri keluar dari situ.

Cio San lalu bersemedi untuk memusatkan tenaga saktinya.

Jika ia mau, dalam beberapa jam saja tubuhnya akan pulih seketika.

Tetapi ia melakukannya sedikit demi sedikit.

Hanya seperlunya saja untuk menghilangkan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siang menjelang.

Di ruangan tahanan yang kecil dan sempit itu hanya ia seorang yang berada di sana.

Ada beberapa ruang tahanan pula di situ, tetapi kosong pula.

146 Aku orang rendah514 Ia memilih tidur untuk menjernihkan pikirannya.

Masih banyak yang harus ia hadapi nanti.

Seluruh rencananya harus berjalan dengan sempurna.

Setelah beberapa jam tertidur, terdengar suara pintu dibuka.

Pintu ini adalah pintu utama ruangan di mana bilik-bilik tahanan berada.

Seorang tamu datang berkunjung dengan diantar seorang opas.

Tamu itu lalu duduk di hadapan Cio San.

Mereka terpisah terali besi kokoh yang mengurung tubuh Cio San.

Si opas yang mengantar pun keluar dan mengunci pintu dari luar.

Nona mungil pelayan yang cantik.

"Kau tidak apa-apa?"

Tanyanya prihatin. Dengan memasang tampang melas, Cio San mengangguk.

"Sungguh tak tega aku melihat keadaanmu."

Kata si nona lagi.

"Terima kasih, nona. Ada keperluan apa nona kemari?"

Tanya Cio San lirih.

"Aku... aku hanya ingin melihat keadaanmu saja. Apakah kau baik-baik saja?"

Tanyanya sedih.515 Cantik juga.

"Yah, seperti yang nona liat"

Kata Cio San sambil tertawa sedih.

"Aih, kau jangan memanggilku nona. Aku cuma pelayan."

Katanya tersenyum sedih pula.

Jika tersenyum, nona ini sungguh manis.

Tubuhnya mungil dan lesung pipitnya menggemaskan.

Si nona lalu bercerita keadaan di luar.

Bahwa Yan-wangwe telah mengerahkan banyak orang mencari Sam Siu dan Yan Niu Niu tetapi sampai sore itu belum membawa hasil.

Cio San mendengarkannya dengan penuh perhatian.

Lalu nona itu berkata.

"Aku ingin memberitahukan sebuah rahasia kepadamu. Sini."

Katanya sambil berbisik.

Cio San maju ke depan menjulurkan kepalanya.

Si nona juga menjulurkan kepalanya seperti hendak berbisik ke telinga Cio San.

Tetapi kali ini bukan bibirnya yang berbicara.

Kali ini jarinya yang berbicara.

Ia menggores sebuah luka kecil di leher Cio San.

Cio San secara nalurikan menarik badannya ke belakang sambil keheranan.

"Nona apa maksudmu?"516

"Aku menggoreskan racun di lehermu. Jangan khawatir, racun ini tidak bakalan membunuhmu seketika. Mungkin tengah malam nanti baru kau mampus."

Cio San hanya bisa terbelalak ketakutan.

"Sekarang ini tubuhmu kaku, dan lidahmu kelu bukan? Nah, nikmati saja. Aku pulang dulu."

Ia pergi sambil tersenyum.

Perempuan yang pergi sambil tersenyum meninggalkan laki-laki yang menderita bukan cuma dia seorang.

Jumlah perempuan seperti ini tak pernah bisa dihitung secara pasti.

Ia mengetuk pintu yang dikunci dari luar.

Setelah terbuka, bayangannya pun kemudian menghilang.

Cio San tersenyum.

Racun yang sanggup membuat kepalanya pusing saja, sampai saat ini belumlah ditemukan orang.

Apalagi yang sanggup membunuhnya.

Persekongkolan busuk ini semakin menarik baginya.

Tak berapa lama si cian-bu datang.

"Kauwcu tidak apa-apa?"

Tanyanya.517

"Tentu saja"

"Semua tebakan dan rencana Kauwcu benar- benar terjadi sesuai kenyataan. Sungguh Siauwjin merasa bangga memiliki kauwcu seperti anda"

Katanya.

"Aku sudah bukan Kauwcu lagi. Kauwcu kalian adalah Suma-hujin147."

Kata Cio San.

Si cian-bu tidak membantah tetapi juga tidak mengiakan.

Ia hanya menunduk dengan penuh rasa hormat.

Selama ini partai mereka yang besar selalu mendapat hinaan orang.

Dituduh sesat dan meresahkan.

Baru ketika Cio San menjadi Kauwcu lah, partai mereka ini kembali disegani dan dihormati.

Kejadian di istana kaisar yang menghebohkan itu, memangnya siapa pula manusia di dunia ini yang belum pernah mendengar? Ia baru pertama kali bertemu dengan lelaki gagah di hadapannya ini.

Bertemunya pun saat lelaki ini sudah tidak lagi menjabat menjadi ketuanya.

Tetapi rasa hormatnya yang dalam tidak akan mungkin pudar barang secuil pun.

Keyakinan dan rasa percayanya 147 Nyonya Suma (Ang Lin Hua)518 terhadap lelaki yang berada di dalam tahanan ini semakin besar dan bertambah besar.

Cio San telah menuliskan perintah dan petunjuk yang amat sangat jelas.

Seolah-olah dia sudah mengerti segala kejadian yang akan terjadi nanti.

Lelaki ini masih muda.

Jauh lebih muda dari dirinya malah.

Tetapi akal dan kehebatannya sangat sulit dicarikan tandingan.

Belum pernah sepanjang partainya berdiri ratusan tahun yang lalu, mereka memiliki ketua yang demikian muda, cerdas, namun sederhana.

"Tugas kalian sudah hampir selesai. Jika urusan ini beres seluruhnya, aku akan melaporkan kepada Suma-Kauwcu."

Kata Cio San sambil tersenyum.

"Tidak perlu, Kauwcu. Selama hidup bisa berbakti kepada Kauwcu, kami sudah merasa sangat puas."

Kata si kapten sambil menjura. Cio San pun menjura.

"Ada orang-orang seperti kalian inilah yang membuat partai kita berjaya."519 BAB 23 PERJALANAN SEPASANG KEKASIH Saat tengah malam, terlihat beberapa opas sedang mengangkat mayat. Mayat itu dibungkus dengan lilitan beberapa kain kotor. Tak berapa lama, mereka pun membakar mayat itu di halaman belakang markas mereka.

"Ah, untunglah keparat ini mati. Meskipun kita tak sempat membawanya ke pengadilan, kematian adalah hukuman yang pantas baginya,"

Kata seorang opas yang diikuti oleh anggukan yang lain setuju.

"Sekarang kita tinggal membuat laporas saja kepada atasan tentang hal ini"

Katanya.

"Apa yang akan kau tuliskan?"

Tanya temannya.

"Kita tulis saja bahwa ia tertangkap mencuri di rumah Yan-wangwe, dan ia mati dikeroyok penjaga di sana."

"Bagus juga usulmu."520 Si nona mungil pelayan rumah Yan-wangwe menonton peristiwa ini dari balik kegelapan. Ia tersenyum puas dan segera menghilang di dalam kegelapan. Tak lama setelah si nona pergi, salah seorang opas kemudian terbang menghilang pula. Tentu saja si opas ini adalah Cio San. Ratusan li148 dari sana, Sam Siu dan Yan Niu Niu sudah tidur tenang di atas perahu kecil itu. Sang tukang perahu dengan cepat membawa perahunya keluar dari kota asal mereka. Kini mereka telah memasuki daerah lain. Kedua sejoli yang dimabuk asmara itu seperti tidak lagi memperdulikan kejadian yang mereka alami. Bila cinta sudah mengisi hati, maka yang ada hanyalah asa dan harapan yang membuai. Hal ini berlaku untuk setiap orang. Perempuan dan laki-laki. Tua maupun muda.

"Tuan, kita sekarang sudah memasuki daerah Ban Sing. Tak lama lagi kita akan memasuki dari San Tung,"

Tukas tukang perahu. 148 kilo521
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kami sangat berterima sekali atas bantuanmu, in-hiap (tuan penolong),"

Kata Sam Siu.

"Aih, diantara sesama sahabat, tidak perlu mengucapkan terima kasih segala,"

Tukas si tukang perahu sambil tersenyum.

"Sayang, siapakah sebenarnya A San ini? Mengapa ia begitu hebat mengatur pelarian kita?"

Tanya Yan Niu Niu.

"Hmmm, aku sendiri tidak pernah bertanya kepadanya tentang latar belakang kehidupannya. Yang ku tahu, ia adalah seorang sahabat yang sangat bisa diandalkan. Setia kawan dan jujur. Aku mengenalnya sekitar dua tahun ini,"

Jelas Sam Siu.

"Kau baru mengenalnya dua tahun ini tetapi ia sudah berkorban begitu besar untukmu?"

Tanya si nona lagi.

"Jika aku yang harus melakukan pengorbanan ini untuknya, aku akan melakukannya,"

Tukas Sam Siu dengan gagah. Persahabatan antar laki-laki memang adalah hal yang cukup mengeherankan bagi perempuan.522

"Tuan penolong, maukah tuan menjelaskan siapa tuan A San ini? Agar kelak kami dapat berterima kasih."

Tanya Yan Niu Niu kepada si tukang perahu.

"Mengenai nama aslinya, sungguh saya tak dapat memberitahukan. Tetapi yang bisa saya ceritakan, beliau adalah salah satu buronan yang paling dicari kerajaan."

"Hah?"

Sepasang kekasih ini melongo keheranan.

"Apa yang telah ia perbuat?"

"Beliau biasanya mencuri harta benda orang kaya, lalu dibagi-bagikannya kepada orang miskin. Sedangkan beliau sendiri tetap hidup dalam kemiskinan. Sebenarnya beliau memang sudah mengincar harta Yan-wangwe, tapi belum sempat rencana itu terlaksana, terjadilah kejadian ini."

Begitu mendengar nama ayahnya disebut, wajah Yan Niu-Niu langsung berubah. Sam Siu merasakan hal ini dan mencoba menenangkannya.

"Sayang, kau tak perlu khawatir. Aku akan selalu menjagamu. Kita akan hidup bersama selamanya. Dan susah dan senang. Bersediakah kau?"523 Wajah si nona bersemu merah, kekhawatirannya perlahan-lahan menyurut.

"Tentu saja, sayang. Ada kau disampingku, tak ada hal yang perlu kutakutkan"

"Kau tak takut hidup miskin?"

Tanya Sam Siu.

"Jika berusaha toh, kau pasti akan berhasil. Miskin sedikit pun toh aku tak perduli. Aku sudah punya kau."

Begitu tenang dirinya mengucapkan kata-kata ini.

Jika seorang perempuan memahami betapa dalamnya kata-kata ini, dan betapa rindunya seorang laki-laki mendengarkan ucapan ini, mereka tak akan mengucapkannya sembarangan.

Yan Niu Niu pun tidak mengucapkannya sembarangan.

Ia tahu benar bahwa ucapan itu akan menguatkan kekasihnya itu, dan menguatkan hatinya sendiri.

Seorang laki-laki yang tidak putus asa, serta seorang perempuan yang sabar menemaninya.

Hal ini adalah hal yang paling mengharukan di dalam kehidupan manusia sejak dahulu.

Di tangah malam yang dingin, di sungai yang tenang.

Cahaya bintang dan rembulan menerangi jalan kedua anak muda ini.

Cinta akan menerangi524 kehidupan yang kelam.

Jika terlalu membara, ia akan membakar siapapun yang mengecapnya.

Jika terlalu dingin, maka cinta itu akan mati dan beku.

Cinta seharusnya tenang bagaikan cahaya lentera di tengah malam yang gelap.

Menerangi jalan, dan menuntun langkah.

Perjalanan akhirnya sampai ke tempat yang dituju.

Si tukang perahu meminta maaf karena tak dapat mengantarkan mereka lebih jauh.

Sebelum pergi ia memberi sebuah kantong yang berisi uang.

"Uang ini tidak banyak. Tetapi dapat dipakai untuk kehidupan kalian selama beberapa bulan. Maaf hanya ini yang bisa diberikan oleh tuan kami, A San. Beliau sendiri memang tidak pernah mempunyai uang berlebih,"

Jelas si tukang perahu.

"Aih, bahkan sesudah melakukan semua rencana inipun, ia masih mengorbankan seluruh tabungannya selama bekerja. Benar-benar seorang sahabat sejati,"

Tukas Sam Siu penuh terima kasih.

Mereka berdua lalu memberi hormat dan meminta diri.

Dan perjalanan kehidupan pun dimulai.525 Amat sangat tidak mudah untuk hidup dengan cara seperti ini.

Sepasang kekasih yang kawin lari hidupnya selalu tidak pernah tenang.

Tetapi ada cinta yang akan menjaga mereka.

Sayagnya cinta saja tidak cukup.

Dalam kehidupan manusia, cinta saja tidak pernah cukup.

Selama berhari-hari mereka menempuh perjalanan.

Dengan uang yang ada, mereka membeli kuda dan perbekalan.

Juga membeli beberapa helai pakaian.

Perjalanan pun dilakukan dengan tenang.

Mereka menyamar sebagai dua orang petani.

Wajah mereka dikotori dengan arang agar tidak mudah dikenali.

Hal ini malah menambah keasyikan dan kemesraan tersendiri.

"Sayang, masih jauh lagikah tempat itu?"

Tanya Yan Niu Niu.

"Sehari perjalanan lagi, sayang. Sabar sedikit ya..."

Kata Sam Siu dengan mesra.

"Aih, aku takut."

"Apa yang kau takutkan, sayang."526

"Aku takut ayahmu tak akan menerima aku."

"Ah, tidak mungkin. Kita menempuh perjalanan sejauh ini adalah untuk menemui ayah. Meskipun dulu aku lari dari rumah, tetapi aku yakin ayah akan memaafkan aku,"

Jelas Sam Siu sambil tersenyum.

"Dulu mengapa engkau lari dari rumah?"

"Aku tidak betah. Setiap hari hanya disuruh mempelajari kitab suci."

Yan Niu Niu menarik muka.

"Eh? Kitab suci? Memangnya ayahmu sejenis pendeta?"

"Benar. Beliau adalah seorang hwesio149."

"Hah? Jika beliau adalah hwesio, bagaimana mungkin kau lahir? Hwesio kan tidak boleh menikah?"

Tanya si nona. Ada perubahan di wajah Sam Siu. Seperti ada kesedihan yang tiba-tiba datang menghiasi wajahnya. Katanya.

"Dulu kami adalah sebuah keluarga. Tetapi semua berubah sejak terjadi sebuah kecelekaan. Rumah kami terbakar. Ibu dan kakakku meninggal dalam kecelekaan itu. Hanya aku dan ayah yang 149 bhiksu527 selamat. Karena sedih, beliau akhirnya memilih menjadi hwesio."

"Oh, kasihan sekali nasibmu sayang. Aku berjanji akan menjaga dan mencintaimu selamanya."

"Karena itulah, bagaimana pun juga, kita harus tetap meminta restu dari ayahku. Meskipun ayahmu tidak merestui hubungan kita, setidaknya ayahku menyetujuinya,"

Sam Siu tersenyum.

"Eh, dulu sebelum menjadi hwesio, apa pekerjaan ayahmu?"

"Beliau adalah seorang siucai150. Menyukai puisi, dan musik. Beliau adalah pelukis juga. Lukisan beliau banyak yang terjual dulunya, meskipun beliau belum seperti siucai yang terkenal lainnya."

"Oh, aku ingin sekali mempelajari puisi dan melukis. Aku juga suka bermain musik. Kau harus mendengarkanku bermain khim151."

Tawa si nona manja.

"Kalau cuma permainan khim, hampir setiap hari aku mendengarkannya dari balik jendelamu, sayang,"

Tawa Sam Siu. sastrawan 151 kecapi528

"Eh, jadi kau mencuri dengar? Jangan-jangan kau mengintip juga ya? Dasar nakal!"

Si nona memukul kekasihnya.

Pukulan yang manja.

Pukulan kekasih yang manja adalah satu-satunya pukulan yang menyenangkan di dunia ini.

Sedangkan pukulan yang paling tidak menyenangkan adalah pukulan kekasih yang menangkap basah kau berbuat serong.

Perjalanan dilalui dengan mesra dan kecupan- kecupan yang hangat.

Sam Siu mampu menjaga diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang sebelum mereka menikah.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepanjang jalan saling bercerita satu sama lain.

Menceritakan apa yang mereka suka, apa yang mereka tidak suka.

Sambil menikmati alam, mengarungi kehidupan bersama kekasih tercinta.

Rasa-rasanya semua orang pun menginginkan hal demikian.

Akhirnya perjalanan mereka sampai pula.

Sebuah bio152 agama Buddha yang terpencil di daerah kaki pegunungan.

Mereka telah melalui perjalanan selama berhari-hari, jadi begitu tempat yang tertuju sudah terlihat, bukan main senangnya perasaan mereka.

152 kuil529

"Kau bilang ayahmu tinggal di rumah?"

"Ya bio ini adalah rumah kami. Ayah yang membangunnya dengan menggunakan sisa hartanya."

"Hebat sekali...Aku tak sabar bertemu dengan beliau."

Sam Siu tersenyum. Ia pun sudah tidak sabar. Sudah lebih dari tiga tahun ia tidak berjumpa dengan ayahnya. Sesampai di gerbang bio, ada beberapa hweesio muda yang sedang menyapu pelataran.

"Gi-hudya153 (sebutan bagi pendeta buddha), selamat pagi. Apakah masih mengenalku?"

Sapa Sam Siu kepada salah seorang. Para hweesio itu menoleh.

"Siauya154 ? Waaaaaah akhirnya kau pulang juga!"

Mereka menyambutnya dengan gembira. Mereka saling berpeluk dan mengucap salam.

"Wah, kau tambah besar! Sudah pergi lama, tahu-tahu pulang membawa istri. Selamat!"

Ramai mereka menyambut pemuda ini. 153 Sebutan bagi pendeta Buddha 154 Tuan Muda530

"Eh, apakah ayah sehat-sehat?"

Tanya Sam Siu.

"Tentu saja, beliau ada di..."

"Ehhm..."

Terdengar suara batuk. Rupanya keramaian ini mengundang orang yang terbatuk ini keluar. Usianya belum begitu tua. Tetapi siapapun dapat melihat bahwa penderitaan yang hebat, telah membuat usianya nampak lebih dari setengah abad.

"Ayah..."

Sam Siu berlari menuju orang itu dan berlutut di kakinya.

"Kau sudah pulang"

Kalimat ini bukan kalimat pertanyaan, juga bukan kalimat pernyataan.

"Anak sudah pulang ayah..."

Sang ayah diam saja. Lelaki itu lalu menatap ke depan, seorang perempuan berdiri di sebelah kereta kuda.

"Kau membawa istri?"

Tanya si ayah.

"Kami belum menikah ayah. Anak tidak berani menikah sebelum mendapat restu dari ayah."531

"Karena ingin menikah jadi kau pulang kemari?"

Tanya si ayah tajam. Sam Siu tak tahu apa yang harus ia katakan. Wajahnya masih berlutut mencium kaki ayahnya. Yan Niu Niu hendak maju ke depan memperkenalkan diri, namun kata-kata tajam sang ayah menghentikan langkahnya.

"Berhenti nona. Kuil kami terlarang bagi kaum perempuan."

"Ayah mohon maafkan anak."

Kata Sam Siu penuh kesedihan.

"Kau hanya datang kemari untuk memohon restuku, bukan? Nah pergilah. Kau telah mendapatkan restuku"

Kata si ayah dengan datar. Ia lalu berbalik punggung dan melangkah pergi dari situ. Si anak tetap berlutut dan berjalan mengikuti ayahnya dari belakang.

"Ayah... ayah... kumohon maafkan lah anak... ayah... kumohon..."

Siapapun yang melihat pemandangan ini akan terenyuh hatinya.

Seorang anak yang berlutut532 menyembah menyeret wajah di tanah, sedangkan ayahnya berjalan pergi meninggalkannya.

Hubungan anak dan ayah, terkadang begitu renggang.

Tetapi perasaan cinta di hati mereka sesungguhnya begitu dalam.

Air mata Sam Siu menetes membasahi tanah.

Ia masih berlutut dan menyembah dengan penuh hormat.

Sekali pun ia tidak berani mengangkat wajahnya.

Semua orang terpana dan tak tahu harus melakukan apa melihat kejadian ini.

Betapa memilukan dan menyayat hati.

"Ayah... maafkanlah anak..."

Tiada hal yang paling mengharukan selain pemandangan seorang anak yang memohon ampun kepada orang tuanya. Atas kesalahan-kesalahannya.

"Pergi."

Dan pula, tiada hal yang paling menghancurkan jiwa selain pemandangan seorang ayah mengusir anaknya pergi.

Sang ayah tetap membalik punggung.533 Entah karena ia sendiri tak sanggup melihat pemandangan ini, atau karena ia sendiri menyembunyikan air matanya.

Semua yang berada di sana, begitu terpana, sampai-sampai tak sadar bahwa sudah ada tiga bayangan yang hadir di situ pula.

Bayangan ini bergerak begitu cepat dan tersembunyi, sehingga tak ada seorang pun yang menyadari kedatangannya.

"Rupanya kau disini. Haha"

Suara ini adalah suara Yan-wangwe155.

"Tidak sia-sia usaha kita."

Suara ini adalah suara si nona mungil pelayan.

"Hmmmm"

Suara ini milik seorang tua yang janggutnya menjuntai.

Tubuhnya hitam legam.

Kepalanya gundul.

Ada dua buah anting-anting emas menggantung di telinganya.

Bajunya seperti bhiksu tetapi berwarna merah darah.

Semua orang yang di sana menatap kaget.

Beberapa bhiksu muda itu bergerak cepat.

155 Hartawan Yan534

"Lindungi Thaysu156."

Seru mereka serempak.

Dalam sekejap mereka sudah membentuk sebuah barisan pertahanan.

Sam Siu menoleh kaget, dengan cepat ia bergerak menuju Yan Niu Niu dan menariknya pergi.

Alangkah herannya saat ternyata Yan Niu Niu bergerak cepat dan menotok tubuhnya kaku! 156 Bhiksu utama535 BAB 24 LELAKI YANG MENUNGGU Sang ayah terkejut melihat hal ini, tetapi wajahnya tenang.

Lalu dengan dingin ia bertanya.

"Apa yang kalian inginkan?"

"Kitab Bu Bok!"

Jawab si bhiksu hitam. Ayah Sam Siu tersenyum dingin.

"Walaupun kalian membunuh kami, kitab itu tak akan ku serahkan"

"Sayang... sayang... apa yang kau lakukan?"

Sam Siu bertanya tak percaya. Jauh di dalam hatinya ia telah mengerti apa yang terjadi. Yan Niu Niu tertawa dingin.

"Kau lelaki bodoh. Sampai kapan kau mau menutupi jati dirimu?"

Sam Siu terkulai lemas, tidak menyangka jika selama ini ia telah dijebak.

"Apakah... apakah... A San mengkhianatiku pula? Aih..."

"Sahabatmu itu sudah jadi abu gosong."

Sahut nona mungil pelayan.536 Tak terkira betapa hancur hati Sam Siu. Ia kehilangan seluruh tenaga dan semangatnya. Beberapa bhiksu muda yang berjumlah 5 orang itu diam tak bergerak. Berdiri tegak melindungi ayah Sam Siu.

"Jika kau tidak menyerahkannya baik-baik, aku akan membunuh kalian semua dan mengobrak abrik kuil ini. Bukankah lebih baik kau berikan saja kitab itu dan kami akan pergi secara baik-baik,"

Kali ini Yan- wangwe yang berbicara.

"Umpama kau benar-benar mau menghancur kan kami semua pun, buku itu tersimpan di tempat rahasia. Kau tak akan bisa menemukannya."

"Siau Ting, patahkan saja leher anak itu,"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perintah si bhiksu hitam.

Ternyata nama asli Yan Niu Niu adalah Siau Ting.

Saat Siau Ting akan menggerakaan tangannya, tahu-tahu angin deras telah menghantam tubuhnya dari belakang.

Tak ayal tubuhnya terlempar ke depan dan Sam Siu lepas dari pegangannya.

Kelima orang Bhiksu pengawal ayah Sam Siu dengan sigap menangkapnya.537 Begitu terkejut si Bhiksu hitam ketika mengetahui ada orang bisa membokong tanpa sepengatahuannya.

Dengan cepat ia menyerang ke arah pembokong itu.

Si pembongkong tidak menerima serangan itu, malahan ia berjumpalitan menghindar sambil melepaskan sebuah pukulan.

Sebuah pukulan yang amat sangat terkenal.

"Naga Menggerung Menyesal"

Terdengar suara raungan naga saat si pembokong meneriakan kata-kata itu.

Dari tangannya pun terlihat sinar keemasan yang berbentuk menyerupai naga.

Si bhiksu tua yang kulitnya hitam legam itu terkaget.

Ia tidak menyangka akan diserang dengan pukulan yang sedemikan dahsyat.

Seorang laki-laki muda berdiri di sana.

Tepat di antara rombongan si bhiksu hitam, dan rombongan ayah Sam Siu.

"Kau? Bukankah kau sudah mati jadi abu gosong?"

Kali ini si nona mungil pelayan yang berbicara.538

"Kalian bisa menipu, masakah orang lain tidak bisa menipu pula?"

Jawab lelaki ini. Wajahnya masih tertutupi jenggot lebat. Tapi kini pakaiannya bersih dan rapi. Rambutnya pun sudah disanggul pula.

"A San!"

Teriak Sam Siu.

"Maaf aku terlambat,"

Kata A San sambil menoleh dan tersenyum.

"Hati-hati. Mereka semua licik dan jahat"

Kata Sam Siu mengingatkan.

"Ada aku di sini. Apa yang harus kau takutkan?"

Itulah jawaban seorang sahabat! Inilah nilai seorang sahabat! Jika kau memiliki seorang sahabat seperti ini, kau telah memiliki segalanya.

"Hissss, budak tolol macam begini biar aku yang menghadapi"

Yan-wangwe maju dengan gagah. Tetapi belum lagi ia melangkah, si bhiksu telah menamparnya.

"Mundur!"

Bentaknya.539 Yan-wangwe tak tahu sebab musabab ia ditampar. Yang ia tahu pipinya sudah memerah dan panas membara. Lalu si bhiksu hitam bertanya dengan sopan.

"Apakah pinceng157 berhadapan dengan Cio- hongswee yang tersohor itu?"

Cio San menjura.

"Pendangan La Ma158 sungguh tajam dan luas."

Si La Ma menatapnya.

"Di dunia ini, orang yang sanggup bergerak diam-diam di belakang pinceng bisa di hitung dengan jari. Apalagi pukulan sakti itu, mungkin cuma seorang di dunia ini yang mampu melakukannya"

Jelas si La Ma.

Yan-wangwe dan yang lain tersentak mendengar nama itu disebut.

Sedari tadi ia sudah curiga siapa A San sebenarnya, tetapi ia tidak yakin orang sehebat Cio San ini menerima saja dipukul ramai-ramai oleh anak buahnya.

Bahkan sempat menjadi jongos pula di kandang kudanya.

Kini ia dan kawan-kawannya hanya bisa melongo.

Yan Niu Niu alias Siau Ting yang sedang 157 Saya, ucapan untuk bhiksu 158 Panggilan untuk bhiksu asal Tibet540 tergeletak di tanah pun hanya melongo.

Ia tadi mendapatkan serangan yang cukup kuat, tetapi tidak melukainya dengan berat.

Meskipun begitu, ia was- was juga.

Khawatir jika Cio San akan menghajarnya.

Tubuhnya memang paling dekat dengan pendekar itu.

"Namamu Siau Ting?"

Tanya Cio San.

"Lim Siau Ting"

Jawab nona itu. Cio San mengangguk.

"Pergilah,"

Ia lalu menoleh kepada Sam Siu.

"Kau ingin aku menjelaskan semua ini?"

Sam Siu mengangguk.

"Mereka-mereka ini adalah sebuah komplotan. Mereka telah mengetahui jati dirimu sebenarnya. Untuk itulah mereka menyusun rencana agar kau dapat membawa mereke bertemu...eh..ayahmu..."

Saat menyebut ayahmu, entah kenapa Cio San sungkan sendiri.

"Jadi...jadi..keluarga Yan itu tidak pernah ada?"

Tanya Sam Siu dengan wajah sedih.

"Ada. Hanya saja Yan-wangwe dan Yan-siocia yang asli... sudah..."

Cio San tidak tega meneruskan kata-katanya.541 Sam Siu pun sudah mengerti kelanjutan kata-kata itu.

"Ketika kau sudah mengerti ini, mengapa tidak kau jelaskan kepadaku?"

Air mata Sam Siu akhirnya tumpah.

"Aku dapat menerima pengkhianatan mereka kepadaku. Tetapi aku tak sanggup menerima kebohonganmu! Kau menutupi kebenaran dariku!"

Cio San hanya menatapnya terharu. Terharu karena lelaki di hadapannya itu menganggapnya sebagai seorang sahabat! "Aku akan menjelaskan seluruhnya kepadamu saat ini semua selesai."

"Aku tidak butuh!"

Dengan mantap ia berdiri maju dan berjalan menuju rombongan La Ma.

"Kalian ingin bunuh kami? Silahkan bunuh. Namun kami tidak akan memberikan apa yang kalian cari!"

Cio San maju meraih tangannya. Sam Siu menarik tangannya dengan kasar.

"Kau, tiada beda dengan mereka. Kau pun memanfaatkan aku!"

Seorang kekasih dapat menghina, menolak, atau mencapakkannya.

Ia akan mampu menerima semua itu.

Tetapi jika seorang sahabat yang melakukannya, hidupnya seolah-olah tidak berguna lagi.542 Begitu dalam kata persahabatan dipegangnya erat-erat.

Berapa banyak dari kita yang mampu melakukannya? Air mata Cio San mengalir deras.

Rombongan para penjahat yang ada di depan mereka terkejut heran.

"Eh, kalian pencinta sesama jenis?"

Tanya nona mungil pelayan. Plak! Sekali lagi La Ma menampar.

"Kalian lihat baik-baik. Itulah yang dinamakan setia kawan"

Meskipun ia terlihat jelas sebagai tokoh Liok Lim159, tetapi La Ma ini menjunjung tinggi rasa setia kawan.

"Wan Gui, mundur!"

Kali ini ayah Sam Sui yang bersuara. Ternyata nama asli Sam Siu adalah Wan Gui. Mendengar bentakan ayahnya, Wan Gui tersentak.

"Anak mendengar."

Ia menunduk patuh dan berjalan kembali ke tempat semula. 159 Golongan hitam543 Suara sang ayah memang penuh wibawa. Siapapun yang mendengar suara ini, hatinya pasti bergetar.

"Pendekar muda,"

Kata si ayah kepada Cio San.

"Kau tidak perlu mengorbankan jiwa bagi kami. Semua ini sudah takdir dan merupakan kehendak langit. Biar pun mereka memaksa dan menghancurkan kami, mereka tak akan menemukan kitab itu."

"Yang Mulia,"

Cio San mengangguk dengan hormat.

"Karena siauwjin160 pun sudah berada di sini, bukankah tidak mengapa jika siauwjin ikut dihancurkan pula oleh mereka"

Ia menjura dengan sangat dalam.

"Kau sudah tahu siapa aku."

Kalimat ini bukan pertanyaan, bukan pula pernyataan. Di dunia ini orang disebut "Yang Mulia"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya satu orang.

"Jika aku memiliki 5 orang saja seperti engkau, maka kejadian dahulu kala tak akan terjadi. Aih... takdir terjadi, masa lalu tak dapat terlupa. Omitohoud... omitohuuuud161..." 160 Saya orang yang rendah 161 Buddha welas asih544

"Yang Mulia silahkan turunkan perintah!"

Salah satu dari kelima orang bhiksu pengawal itu berteriak.

Sang La Ma pandai membaca gelagat.

Ia tahu jika ia bertempur mati-matian, kemungkinannya masih seimbang.

Jika ia melawan Cio San, ia belum tahu hasilnya seperti apa.

Meskipun ia tidak meragukan kekuatannya sendiri, ia pun tidak meragukan kekuatan Cio San.

Sedangkan ketiga orang anak buahnya jika dikeroyok oleh kelima Bhiksu itu pun kemungkinan besar akan kalah atau seimbang.

Tetapi jika mengundurkan diri, ia tak tahu harus di mana menaruh muka.

Akhirnya ia memilih melawan.

Lebih baik mati ketimbang malu.

"Cio-hongswee, aku mengajakmu bertaruh."

Kata si La Ma.

"Silahkan"

"Jika aku menang bertaruung melawanmu, maka kalian harus menyerahkan kitab itu dan membiarkan kami pergi. Tetapi jika aku kalah, maka aku dan rombonganku akan pergi dari sini dengan tenang."545 Betapa pintar kakek ini mengatur siasat. Dengan melakukan taruhan ini, dia memilih jalan mundur yang aman. Jika kalah toh ia tak akan mati terbunuh. Anak buahnya pun tidak harus bertarung.

"Kitab itu bukan milikku. Aku tidak berhak menjawab."

Kata Cio San.

"Jadi kau menolak tantanganku?"

Kembali si kakek hitam legam ini menggunakan kata- kata berbisanya. Jika Cio San menolak maka ia mengaku kalah! Dengan melipat satu tangan ke belakang, dan dengan memainkan rambutnya, Cio San berkata dengan tenang.

"Ada dua hal yang harus kau pahami. Pertama, kami semua disini lebih memilih menyerahkan nyawa ketimbang menyerahkan kitab itu. Kedua, aku tak akan kalah."

"Pendekar muda yang sombong"

Kata si La Ma perlahan.

"Baiklah. Aku menawarkan tawaran kedua"

"Silahkan."

"Jika aku menang, maka kau tidak boleh menghalangi kami menyerang bhiksu-bhiksu ini dan546 mengobrak-abrik tempat ini. Tapi jika aku kalah, aku akan pergi dengan tenang."

Cio San tersenyum, enak sekali kakek tua ini mengajukan tawaran.

"Jika kau kalah, berjanjilah bahwa kau dan rombonganmu tidak akan mengganggu Yang Mulia atau mencari kitab itu lagi."

Si La Ma berpikir sebentar, lalu berkata.

"Baik lah."

Ia lalu maju tiga langkah ke depan.

"Kita mulai"

Ia mengangkat tangannya menjura. Cio San pun maju 3 langkah dan menjura.

"Silahkan."

Tak ada kuda-kuda yang dilakukannya.

Berdiri santai dengan satu tangan terlipat ke belakang, dan jemarinya memainkan rambutnya yang jatuh di bahu.

Melihat gaya berdiri ini si La Ma terhenyak juga, tetapi hatinya terasa panas.

Anak muda sombong ini meremehkan dirinya! "Awas serangan!"

Ia bergerak dengan cepat.

Tak ada seorang pun yang dapat menyaksikan dengan jelas bagaimana bayangan itu bergerak, tahu- tahu ia sudah berada di atas kepala Cio San.547 Telapaknya menyerang ke depan, mengincar batok kepala pendekar muda itu.

Menerima serangan ini Cio San tidak melangkah menghindar.

Ia hanya membengkokan tubuhnya ke samping.

Dari telapak tangan kanannya terdengar suara berderik.

Inilah jurus ciptaannya yang menggoncang dunia.

"Telapak Ular Derik"

Gerakannya jauh lebih cepat dari serangan si La Ma.

Melihat serangan itu, sang La Ma menjulurkan telapak tangan yang satunya pula.

Kedua telapak itu beradu! Blaaaaaaaaaaaaaam!!!!!! Terdengar suara menggelegar! Tanah tempat Cio San berpijak hancur tak beraturan.

Tetapi tubuh pendekar itu tetap tegak.

Rupanya sang La Ma dengan nekat mengajak Cio San beradu tenaga dalam.

Sebagai orang yang lebih tua dan pelatihan tenaga dalamnya lebih lama, sang La Ma yakin ia mempunyai tenaga dalam yang lebih dahsyat.

Oleh karena itu ia berlaku nekat.548 Begitu tenaga itu beradu, tubuh Cio San secara alami menggerakkan ?Thay Kek Kun?.

Ilmu andalan Bu Tong-pay ini adalah ilmu ciptaan pendeta Thio Sam Hong yang amat termahsyur.

Ilmu ini menyerap tenaga sang La Ma ke dalam sebuah kekosongan yang dalam.

Kakek tua itu merasa tenaga dalamnya amblas hilang kemana, tahu-tahu tenaga itu seperti muncul kembali dan malah menyerang dirinya! Tak hilang akal, si kakek berputar mencoba mengimbangi kekuatan arus pusaran yang muncul dari serangan Cio San.

Sebuah tindakan yang pintar yang lahir dari kemampuannya memahami jurus orang lain.

Dengan berputar seperti itu mengikuti pusaran yang ada, sang kakek membuat pusaran tenaga itu jsutru bertambah besar dan semakin membesar.

Para penonton yang berada di pinggiran merasa terdorong oleh besarnya kekuatan yang diciptakan.

Jika tidak segera memasang kuda-kuda, seseorang bisa terdorong jatuh.

Kekuatan yang membesar itu mengeluarkan sinar kilat yang bercahaya!549 Tubuh kedua orang ini melayang di udara.

Tetapa karena pusaran ini, tubuh mereka hanya berputar-putar di tempat.

Semakin lama semakin kencang! Angin yang tercipta oleh putaran kedua orang ini malah telah menerbangkan atap kuil, debu, dan kayu-kayu serta bebatuan kecil.

Sungguh tak terduga bagaimana kekuatan kedua orang ini bisa menghasilkan badai yang kencang.

Cio San tenang.

Wajahnya memerah pertanda ia sedang mengerahkan tenaga dalamnya sekuat yang ia bisa.

Di pihak lain, wajah si kakek yang hitam legam terlihat memutih pucat.

Adu tenaga ini berlangsung cukup lama, sampai- sampai baju yang mereka pakai pun koyak moyak.

Betapa pun mereka berdua mencoba untuk bertahan.

Cio San tak dapat menggunakan ilmu lainnya, yaitu Ilmu Menghisap Matahari.

Jika ia menggunakan ilmu ini, maka justru akan berbahaya bagi dirinya.

Arus pusaran kekuatan itu begitu kuat sehingga ia menyerap tenaga pusaran itu, malah akan menyerang dirinya sendiri.550 Ibarat air yang meluber karena ember yang terlalu penuh.

Atau ibarat balon udara yang pecah karena kelebihan angin.

Satu-satunya cara yang bisa mereka berdua lakukan adalah tetap mempertahankan keadaan dan menambah tenaga.

Pertarungan adu tenaga ini sungguh tak dapat digambarkan dengan kata-kata.

Tanah di bawah mereka pecah berhamburan.

Batu-batuan terlempar ke segala arah.

Yang menonton pun terpaksa menghindar dan berlindung di balik apapun yang bisa melindungi mereka.

Kedua tangan mereka menempel.

Tapi masing- masing memiliki satu tangan lagi yang mereka persiapkan untuk serangan pamungkas.

Seolah-olah pikiran mereka sudah tersambung, gerakan serangan pamungkas ini dilancarkan dengan bersamaan pula.

Si kakek mengisi tangannya dengan tenaga yang ia simpan sedari tadi.

Tenaga paling dahsyat yang pernah ia keluarkan sepanjang hidupnya.

Cio San menerimanya pula dengan telapak tangannya.

Tetapi ia tidak mengisi telapak tangan itu dengan551 kekuatan.

Ia bahkan tidak mengisi telapak tangannya dengan apapun.

Kosong! Dalam Thay Kek Koen, kosong dapat mengalahkan isi.

Karena dengan kekosongan inilah, Cio San menyerap seluruh tenaga serangan sang La Ma dengan menggunakan ?Ilmu Menghisap Matahari? lalu menyalurkannya melalui telapak tangannya yang menempel ke tangan si kakek, dengan menggunakan Thay Kek Koen.

Sang kakek tahu Cio San mampu menggunakan Thay Kek Koen, dan Ilmu Menghisap Matahari.

Yang tidak ia ketahui adalah Cio San mampu menggunakan jurus itu secara bersamaan! Itulah kesalahannya! Dan kesalahan ini membuatnya terlempar beberapa tombak jauhnya.

Ia memuntahkan darah segar yang amat banyak.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seluruh organ tubuhnya terluka dalam dengan amat sangat hebat.

Ia terluka karena pukulannya sendiri.

Untunglah Cio San tidak menyalurkan seluruh tenaga itu.

Begitu kakek itu terlempar, ia menggunakan552 tangannya yang lain untuk menyalurkan tenaga sisa.

Tangan itu memukul ke daerah kosong yang tidak ada seorang pun berdiri di situ.

Kekuatan yang keluar sanggup menghancurkan apapun yang berada di sana.

Tembok, batu besar, pepohonan, segalanya berterbangan berhamburan ke segala arah.

Alangkah menakutkannya lelaki ini.

Lelaki yang begitu muda, tetapi sudah sedemikian hebatnya.

Sang La Ma pingsan.

Ia bahkan sekarat.

"Bantu dia!"

Perintah Cio San.

"Kerahkan tenaga kalian ke bagian pusarnya!"

Kata-kata ini ia ucapkan kepada ketiga orang anak buah sang La Ma. Mereka dengan buru-buru melakukan yang ia perintahkan.

"Rasakan tenaga yang berputar itu, tahan di sana jangan sampai bergerak. Biarkan saja titik jantungnya. Jika kalian menambah tenaga di sana, justru urat jantungnya akan putus."

Ia memberi perintah dengan tenang sehingga para anak buah ini pun tenang juga melakukannya.

Mereka553 percaya Cio San memang benar-benar ingin menyelamatkan majikan mereka.

Karena jika Cio San mau, ia sanggup membunuh sang La Ma sejak tadi! Setelah lama bersemedi dan menyalurkan tenaga, akhirnya tenaga di pusar si kakek dapat dikendalikan.

Mereka semua mengakhiri semedi dan penyaluran tenaga itu.

"Bawa dia pergi dan jangan kembali lagi."

Perintah Cio San. Tentu saja mereka tidak perlu diperintah dua kali. Ketika hendak pergi, Sam Siu atau Wan Gui berteriak.

"Berhenti."

Mereka berhenti. Wan Gui menatap Lim Siau Ting. Tatapan yang penuh kesedihan.

"Jika kau berjanji untuk mengubah dirimu, aku masih mempertahankan janjiku."

Nona ini terdiam sejenak. Lalu tersenyum sinis.

"Cih"

Ia membuang ludah dan berbalik badan.

Meninggalkan seorang lelaki yang mencintainya begitu dalam.554 Perempuan selalu menyakiti lelaki yang mencintainya terlalu dalam.

Ini mungkin sudah sifat mereka.

Sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka.

Seorang lelaki memang tidak boleh mencintai perempuan terlalu dalam.

Apabila ia nekat melakukannya, ia akan terluka berkali-kali.

Berkali-kali.

Karena berapa kali pun perempuan itu melukainya, ia akan terus memaafkan dan mengharapkannya kembali.

Jika seorang lelaki telah berjanji untuk menunggu seorang perempuan, maka walaupun perempuan itu menghancurkannya berkali-kali, lelaki itu akan tetap menunggunya.

Jumlah lelaki seperti ini memang tidak banyak.

Namun jumlah mereka sungguh tidak sedikit pula.

Wan Gui adalah jenis lelaki semacam ini.

Cio San memandangnya dengan kagum.

Lalu menjura.

Sesungguhnya ada begitu banyak hal yang bisa ia pelajari dari lelaki muda ini.

Lelaki yang dipermalukan555 dan dikhianati namun tetap memperlihatkan cinta sejati.

"Aku akan menunggumu."

Bisik Wan Gui lirih.

Bayangan Lim Siau Ting sudah begitu jauh.

Lelaki muda ini tetap berdiri tegak menatap punggung sang perempuan.

Perempuan yang sudah pergi.

Yang sudah pergi belum tentu tidak akan kembali lagi.

Itulah yang berada di benaknya.

Ia akan menunggu.

Menunggunya berubah.

Menunggunya menyadari bahwa tiada seorang lelaki pun yang akan mencintainya setulus dan sedalam ini.

Apakah ini kesalahan terbesarnya? Hanya waktu yang dapat menjawab semua ini.

Jika itu merupakan kesalahan, toh ia tidak akan menyesal.

Seseorang tidak perlu menyesal jika ia mencintai orang lain dengan begitu dalam.

Justru orang yang dicintai itulah yang sesungguhnya menyesal karena meninggalkannya.

Ya.

Jauh di lubuk hati mereka, siapapun itu, baik ia lelaki maupun perempuan, jika ia pergi556 meninggalkan orang yang mencintainya teramat dalam, maka ia akan menyesal.

Menyesalnya pun sedalam cinta yang ia sia-siakan.

Hal ini sesungguhnya adalah hal yang paling menyedihkan dalam kehidupan umat manusia.557 BAB 25 YANG MULIA Wan Gui masih menatap jauh ke depan.

Matanya tak pernah ingin melepas bayangan itu pergi.

Cio San tahu, tak ada yang sanggup ia lakukan.

Ia berbalik lalu menghadap kepada ayah Wan Gui.

Ia berlutut dan memberi hormat.

"Semoga Kaisar panjang umur!"

Ayah Wan Gui diam saja. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan. Lalu dengan suara halus ia berkata.

"Aku sudah bukan kaisar lagi, tidak perlu sungkan."

Cio San masih berlutut.

"Bangkitlah!"

Perintahnya masih berwibawa. Suaranya masih membuat hati gentar. Orang ini masih pantas menjadi kaisar. Cio San berdiri, ia tahu sang kaisar ini tidak ingin diperlakukan seperti kaisar lagi. Sambil menjura, Cio San berkata.

"Hamba mengusulkan bagi Yang Mulia untuk segera menyelamatkan diri dari sini."558

"Kami pun mengusulkan hal yang sama"

Sahut kelima orang bhiksu pengawalnya. Ayah Wan Gui lalu bepikir sebentar, ia berkata.

"Aku tidak ingin lari dan bersembunyi lagi. Biarlah mereka datang. Aku hanya ingin menitipkan Kitab Bu Bok kepada kau, Cio San. Bawalah dan jaga kitab ini jangan sampai jatuh ke tangan orang jahat."

Cio San menunduk, betapa ia tidak mungkin memaksa orang ini untuk berubah pendapat.

"Yang mulia, jika jalan kehidupan masih bisa diambil, mengapa memilih jalan kematian?"

Tanyanya sopan. Sang kaisar menatap Cio San dalam-dalam dan berkata.

"Aku sebenarnya sudah mati sejak dahulu. Tetapi langit masih memberi kesempatan untuk bertobat dan mengikuti jalan buddha. Kehidupan sudah tidak berarti bagiku,"

Jawabnya datar. Cio San menjura lagi.

"Jalan buddha adalah jalan kehidupan, pengasihan, dan pengampunan. Hamba yakin, Yang Mulia akan memilih jalan ini."

Lelaki setengah baya itu terdiam. Di matanya mengambang air mata. Ia menatap pula punggung559 anaknya yang masih berdiri di kejauhan, melepas pergi orang yang dikasihinya.

"Kehidupan manusia penuh nafsu. Seseorang tak pernah bisa lepas dari hal ini sampai ia mati,"

Katanya sambil menerawang jauh.

"Tapi kau benar, tindakan bunuh diri adalah tindakan yang tidak menghargai kehidupan."

Betapa bahagianya Cio San mendengar hal ini. Sang kaisar menoleh kepada para bhiksu pengawalnya dan berkata.

"Para saudaraku sekalian, mari kita pergi!"

Agak terhenyak juga Cio San mendengar ini.

Pergi ke mana? Kenapa tidak membuat persiapan? Bekal? Tapi ia adalah orang yang berpikiran mengalir.

Ia cuma tidak menyangka ada orang yang berpikiran yang sama seperti dirinya.

Kelima hweesio itu memimpin jalan di depan.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sang kaisar mengikuti dari belakang.

Cio San menoleh kepada sahabatnya yang jauh berdiri di sana.

Ia berjalan padanya dan menyentuh pundaknya.

"Siu-ko, ayo kita pergi."560 Sahabatnya itu menoleh kepadanya sebentar. Lalu membuang muka. Cio San mengerti bahwa sahabatnya ini sedang murka kepadanya.

"Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu"

Katanya pelan.

Sam Siu tidak menoleh.

Ia berjalan mengikuti rombongan yang tadi sudah berangkat.

Cio San mengikutinya dari belakang.

Perjalanan ini melalui gerbang belakang bio162.

Seorang bhiksu pengawal mundur ke belakang Cio San dan mulai menghapus jejak.

Nampaknya ia sangat terlatih dalam hal ini.

Setelah beberapa jam mereka berjalan menembus hutan dan menaiki bukit, sampailah mereka di depan sebuah air terjun kecil yang indah.

Cio San terkagum-kagum saat melihat keindahan ini.

Apalagi pantulan percikan air menciptakan pelangi kecil yang melengkung indah.

Selain dia, tiada satu pun dari rombongan ini yang kagum.

Sepertinya mereka memang sudah sering ke tempat ini.

Jalan yang kemudian mereka ambil adalah sebuah jalan setapak yang sangat licin.

Bebatuan pegunungan yang keras dan terjal pun mereka lalui.

162 kuil561 Bahkan sampai harus merangkak, memanjat, dan merayap.

Lalu mereka sampai tepat di balik air terjun.

Suara air terjun itu lumayan keras juga.

Percikan airnya sampai membasahi tubuh mereka semua.

Salah satu bhiksu pengawal lalu menekan sebuah batu.

Ternyata batu ini berfungsi sebagai sejenis tuas yang membuka sebuah pintu rahasia.

Di balik pintu ini ternyata adalah sebuah goa rahasia yang indah.

Mereka semua masuk, dan kembali si pengawal menutup pintu rahasia dari dalam.

Melihat keadaan goa ini, Cio San teringat keadaan dulu saat ia terjebak di goa bawah tanah.

Suasananya hampir mirip, kecuali bahwa goa ini ternyata memiliki sinar matahari yang masuk melalui atap dan dinding batu yang memiliki lubang-lubang.

Di dalam goa pun mengalir sungai kecil serta memiliki tumbuh-tumbuhan beraneka ragam.

Mungkin karena cahaya matahari yang masuk, serta persediaan yang cukup banyak, tanaman ini dapat tumbuh dengan subur.

Persedian makan dan minum yang berlimpah, tempat tinggal yang tersembunyi, suasana yang bersih562 dan sehat, goa ini adalah sebuah tempat persembunyian yang sempurna! "Kau pasti heran melihat keadaan goa ini.

Aku justru menemukan tempat ini berdasarkan petunjuk yang berada di dalam kitab Bu Bok,"

Kata sang kaisar kepada Cio San yang mendengarkan dengan mengangguk-angguk.

Mereka kemudian beristirahat dengan cara duduk bersandar.

Beberapa orang pengawal memetik buah dan mengambilkan air minum.

Setelah selesai menikmati makanan ini, sang kaisar berkata.

"Kau nampaknya harus menceritakan asal mula keadaan ini, Cio-hongswee."

Bahkan kaisar yang ini pun memanggilnya dengan sebutan Hongswee. Sang jenderal Phoenix! Cio San bercerita tentang awal pertemuannya dengan Sam Siu atau Wan Gui. Ia bercerita pula saat mereka di terima kerja di rumah keluarga Yan.

"Ketika mengetahui bahwa nona Yan menyukai Siu-ko (kakak Siu), hamba menjadi curiga. Walaupun cinta antara wanita kaya raya dan pemuda miskin memang pernah ada, tetapi hal ini lebih banyak terjadi563 di dalam puisi dan cerita-cerita karangan penyair belaka,"

Jelas Cio San. Sang kaisar hanya tersenyum.

"Lanjutkan."

Sam Siu atau Wan Gui yang mendengarkan dari jarak yang cukup jauh hanya memandang wajah tak perduli. Ia menatap kosong ke langit-langit goa.

"Hamba hanya curiga, apa maksud nona Yan sebenarnya. Apalagi ada kejadian ia dijodohkan lalu seolah-olah memancing Siu-ko untuk kawin lari. Dalam pengetahuan hamba, seorang perempuan secantik nona Yan, yang hidup dalam kemewahan dalam seumur hidupnya, pasti akan berpikir 1000 kali untuk kawin lari dengan seorang pemuda... yang... eh tidak memiliki apa-apa."

Si kaisar tak tahan untuk memotong.

"Kau nampaknya memiliki kebencian terhadap perempuan?"

Cio San ingin tertawa dan berdalih, tapi akhirnya ia berkata.

"Walaupun hamba tidak membenci perempuan, hamba memiliki beberapa pengalaman yang mengajarkan kepada hamba untuk lebih hati-hati dalam menghadapi perempuan."

Sang kaisar ini tersenyum bijak.564 Cio San melanjutkan.

"Hamba terpaksa harus menyelidiki hal ini. Kecurigaan hamba terbukti ketika suatu hari, saat hamba sedang berjalan dengan Siu-ko, hamba ditotok seorang tidak dikenal. Ini bukan totokan mematikan. Si pelaku hanya ingin tahu apakah hamba bisa silat. Dengan begitu dia bisa menyusun rencana seandainya hamba terlibat dalam urusan ini. Dia pun hanya ingin tahu apakah hamba merupakan pengawal rahasia dari Siu-ko. Oleh karena itu hamba merelakan ditotok, agar jati diri hamba tidak diketahui."

Lanjutnya.

"Kecurigaan hamba bertambah pula saat hamba menyadari bahwa kuda kesayangan Yan- wangwe ternyata tidak menyukai tuannya sendiri."

"Dari mana kau tahu?"

Tanya sang kaisar.

"Hamba menyadari saat Siu-ko berkata si kuda ini merasa tidak nyaman saat dikendarai Yan-wangwe. Padahal kuda itu sudah menjadi tunggangannya selama setahun lebih. Kesimpulan yang hamba ambil adalah bahwa, sang kuda tahu bahwa orang yang menungganginya ini bukan lah tuannya"

Kaisar tua itu hanya mengangguk-angguk.

"Begitu menyadari ini, hamba mencari tahu keadaan pengurus kuda sebelum kami. Katanya ia565 dipecat tanpa sebab. Ia kemudian mati bunuh diri meminum racun. Tapi menurut perhitungan hamba, ia tentu dibunuh. Mengapa dibunuh? Karena sebagai pengurus kuda, ia pasti sadar juga bahwa Yan-wangwe yang ini adalah Yan-wangwe palsu! Kudanya sendiri tidak mengenalnya. Padahal selama ini Yan-wangwe begitu akrab dengan kudanya. Karena hal inilah si tukang kuda itu dibunuh untuk menghilangkan kecurigaan. Ia katanya mati bunuh diri dengan mencampurkan racun ke dalam makanan dan minumannya. Tetapi orang yang mau berpikir akan mengerti bahwa jika seseorang ingin bunuh diri dengan racun, ia akan langsung meminumnya. Tidak perlu mencampurkan dengan makanan atau minuman. Pasti ada orang lain yang menaruh racun di makanan dan minumannya."

"Pemikiran yang bagus"

Puji sang kaisar.

"Setelah mengetahui bahwa Yan-wangwe ini palsu, maka hamba pun mengambil kesimpulan bahwa Yan-siocia juga palsu. Kini yang hamba perlu kan hanyalah alasan mereka melakukan semua ini."

Lanjutnya.

"Hamba baru bisa mengerti alasan semua ini, setelah hamba, eh, menemukan cincin milik Siu-ko."566

"Oh, jadi kau pun memeriksa barang ku pula. Bagus sekali perbuatanmu"

Tukas Sam Siu dari jauh.

"Lanjutkan ceritamu, Cio San"

Perintah sang ayah.

"Dari cincin itu, hamba mengetahui siapa Siu-ko yang sebenarnya."

"Nah, menarik. Coba jelaskan bagaimana kau mengetahui jati dirinya hanya berdasarkan sebuah cincin."

"Awalnya tiada yang aneh. Sebuah cincin berwarna merah dengan ukiran huruf "Ma"

Atau yang berarti ?Kuda?. Pertamanya hamba mengira huruf ini adalah she (marga) asli dari Siu-ko. Atau juga mungkin nama julukan, karena Siu-ko sangat ahli dalam urusan kuda"

Lanjutnya.

"Sampai saat itu, hamba belum bisa menebak siapa Siu-ko sebenarnya. Pikiran hamba baru terbuka setelah hamba menyadari bahan cincin itu. Cincin itu terbuat dari bahan yang tidak umum. Walaupun bahan itu bahan umum, tetapi jarang sekali orang membuat cincin dari bahan ini. Bahan ini bernama ?Cu?163." 163 Zhu dalam dialek mandarin. Berarti ?Vermililion?, atau bahan ?Cinnabar? sejenis bebatuan yang dipakai juga untuk bahan pewarna.567

"Apa yang kau temukan dalam bahan ?Cu? itu?"

Tanya sang ?kaisar?.

"Nama asli keluarga kekaisaran yang sekarang adalah she (marga) 'Cu'. Hamba menemukan setelah mencoba mengingat-ingat sejarah. Kaisar kedua di dalam dinasti ini, bernama Cu Yun Wan. Ia diangkat menjadi kaisar pada umur 14 tahun, menggantikan ayahnya yang meninggal sebelum menjadi kaisar. Pengangkatan ini mengakibatkan adik dari ayahnya yang merasa lebih berhak, untuk memberontak. Sang pemberontak itu kemudian menjadi kaisar ketiga dinasti Beng, bernama kaisar Yong Lu."

Si bhiksu ini hanya mengangguk-angguk sambil memejamkan mata.

"Nasib kaisar kedua ini tiada seorang pun yang tahu. Istananya dibakar seluruh keluarganya meninggal. Tapi hamba mengetahui dari cincin itu, dengan bahan ?Cu? yang melambangkan nama keluarga, serta huruf ?Ma? atau ?kuda? yang merupakan nama marga asli dari permaisuri. Setelah hamba mengingat-ingat, nama permaisuri itu adalah..."568

"Cukup. Jangan kau sebut namanya,"

Air mata telah meleleh di pipi sang ?kaisar?.

"Lanjutkan saja ceritamu."

"Setelah hamba mengetahui latar belakang ini, hamba mengambil kesimpulan bahwa Siu-ko adalah keturunan dari kaisar ini. Ia mungkin selamat dari pembakaran istana dan pembunuhan keluarganya. Dan mungkin saja ia membawa pusaka-pusaka berharga. Karena setahu hamba, banyak pusaka dan kitab yang hilang saat pembakaran istana itu."

"Mengetahui ini, hamba mencoba memainkan saja permainan ini. Menyusun rencana sebaik mungkin agar para penjahat ini tidak mengetahui bahwa hamba sengaja melakukannya justru agar dapat membongkar persekongkolan ini. Karena jika tidak ditangkap tangan, amat sangat sulit membuktikannya."

Lanjutnya.

"Hamba menuliskan rencana dengan matang, lalu mengumpulkan beberapa anak buah hamba yang tersebar di kota itu. Kemudian membuntuti para penjahat itu kemari. Sisanya, Yang Mulia sudah mengerti sendiri."569

"Bagus"

Tukas sang kaisar.

"Kau memang memiliki kemampuan. Sungguh tidak menyesal aku bertemu denganmu. Tidak menyesal"

Tetapi di seberang sana, anaknya merasa sungguh menyesal. Wajahnya masih membatu, matanya pun masih menerawang.

"Kau telah bercerita cukup panjang. Kini giliranku yang bercerita."

"Hamba mendengar dengan seksama, Yang Mulia"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Cio San.

"Kejadian itu pemberontakan itu memang benar. Pamanku sendiri yang menghancurkan istana ku. Saat itu aku menggendong Wan Gui, dan anakku yang pertama digandeng oleh istriku. Entah bagaimana ia sedikit tertinggal di belakang, lalu sebuah kayu palang atap terbakar dan roboh. Memisahkan kami. Aku hendak kembali tetapi para pengawal melumpuhkanku dan aku hilang kesadaran. Tahu-tahu aku sudah berada di tempat lain. Saat kami kabur, beberapa pengawalku sempat menyelamatkan sebagian pusaka yang penting, termasuk Kitab Bu Bok. Berdasarkan petunjuk dalam kitab inilah aku menemukan tempat ini. Dengan sisa uang yang ada570 kami membangun kuil buddha dan hidup menyepi disini. Kau tentu tahu apa isi kitab Bu Bok bukan?"

Cio San mengangguk dan menjawab.

"Kitab itu adalah kitab kuno yang ditulis oleh jendral Gak Hui164. Kitab ini berisikan segala petunjuk mengenai peperangan. Konon katanya siapapun yang menggunakan petunjuk yang ada di dalamnya tidak ada kalah dalam perang. Saat menghadapi serbuan bangsa Goan165 dahulu, leluhur pendekar besar nan sakti, Kwee Ceng, menyimpan kitab ini di dalam golok sakti bernama ?Golok Pembunuh Naga?. Dalam perjalanannya, tetua hamba di Bu Tong-pay, Thio Bu Kie-cianpwee lah yang memiliki kitab itu. Kemudian saat beliau mengundurkan diri, kitab ini beliau serahkan kepada orang yang kemudian menjadi kaisar pertama, Yang Mulia Cu Guan Ceng, yang merupakan kakek dari anda, Yang Mulia."

"Benar sekali. Oleh karena itu, kitab ini adalah warisan leluhur kita. Harus dijaga dan tidak boleh jatuh ke tangan orang jahat. Jika tidak, seluruh kerajaan ini akan hancur."

Cio San menjura. 164 Yue Fei dalam dialek mandarin 165 Mongol571

"Ketahuilah bahwa kerajaan pun selama ini mengejar-ngejar aku. Mereka mengira dengan membawa kitab ini, aku akan mengumpulkan pasukan dan memberontak. Padahal tidak ada niatku sama sekali. Aku hanya berharap kitab ini jangan lagi diguna kan untuk menyerang dan membunuh orang lain. Sampai kaisar yang ketiga, yaitu pamanku, wafat pun, kerajaan sampai saat ini masih mengejarku. Oleh karena itu, jika kau bersedia, kumohon bawalah saja kitab ini. Biarkan aku hidup tenang, dan mengikuti jalan Buddha"

Sambil berkata begitu, ia lalu beranjak mengambil sesuatu dari balik dinding di belakang tempat duduknya.

Sebuah kitab.

Lalu ia menyerahkan nya dengan sopan dan sambil menunduk kepada Cio San.

Sekali lagi pendekar muda ini menjura.

Diberikan tugas seberat ini, entah bagaimana ia menjalankannya.

Apalagi sang kaisar yang terusir ini sampai membungkuk sedemikian rupa kepadanya.

"Terima kasih atas apa yang sudah kau perbuat. Omitohoud...Omithoud..."

Sang kaisar memberi salam seperti kaum Buddha lalu memejamkan matanya dan bersemedi.572 Cio San bersoja166 sebentar, lalu berdiri dari situ.

Kelima pengawal pun nampaknya sudah menutup mata dan bersemedi pula.

Hanya Sam Siu atau Cu Wan Gui yang masih membuka mata.

Sepasang mata itu pun menatap Cio San dengan sangat tajam.

"Ada banyak hal yang harus kau jelaskan kepadaku"

"Begitu banyak, dari mana harus ku mulai?"

"Tentang cinta sejati. Kau berjanji menunjukkan kepadaku tentang cinta sejati. Nampaknya berupa kebohongan belaka."

"Justru apa yang terjadi padamu adalah cinta sejati"

Kata Cio San sungguh-sungguh.

"Jelaskkan kepadaku"

"Cinta sejati, bukanlah cinta yang berakhir dengan kebahagiaan. Walaupun banyak yang berakhir dengan bahagia, banyak pula yang berakhir menyedihkan. Tetapi cinta sejati adalah cinta sejati. Memiliki dirinya atau tidak, kau tetap menyayanginya. Mengharapkan kebahagiaan dan kehidupan terbaik kepadanya. Mendoakannya, bahkan menantinya. Ia 166 Berlutut dan memberi hormat573 akan melukaimu berkali-kali, tapi kau tahu dengan pasti, kau pun akan memaafkannya berkali-kali pula. Karena cinta sejati mengalahkan takdir. Takdir mungkin akan mempersatukan dua orang di dalam pernikahan, tetapi takdir tak dapat menghalangi seseorang untuk terus mencintai meskipun apapun yang terjadi. Karena cinta sejati adalah milik hatimu. Bukan milik orang lain, bukan milik takdir. Engkaulah yang akan menentukan untuk terus mencintainya atau tidak. Kau menuliskan takdirmu sendiri terhadap perasaan cintamu. Inilah yang dinamakan cinta sejati."

Mendengar penjelasan yang panjang lebar itu, Cu Wan Gui hanya terdiam. Air mata mengalir deras di pipinya. Cio San melanjutkan.

"Jika kau tidak mengalami kejadian memilukan seperti ini, kau tak akan pernah tahu cinta yang sebenarnya. Jika aku membongkar semua persekongkolan ini dari awal, kau tak akan mencintai Lim Siau Ting dengan begitu dalam. Walaupun ia palsu, yang kau tak tahu wajah aslinya seperti apa, sifatnya seperti apa, kehidupannya seperti apa, tetapi cinta sejati akan membuatmu selalu memaafkan segala kebohongannya. Akan membuatmu menerima dia apa adanya. Membuatmu574 menanti di dalam penantian yang panjang hanya untuk bertemu dengannya sekali saja."

"Kau rela membiarkanku jatuh ke dalam penderitaan sekejam itu?"

Tanya Cu Wan Gui.

"Umpama aku harus membuangmu ke dalam sebuah jurang penuh ular berbisa, asalkan aku yakin kau akan selamat dan akan berubah menjadi seorang lelaki yang lebih baik, aku akan tetap melakukannya."

Cu Wan Gui mengangguk. Ia mengerti sekarang. Air mata masih meleleh di pipinya. Air mata persahabatan! "Baik! Kau pergilah. Saat aku telah menjadi lelaki sejati seperti yang kau inginkan, aku akan mencarimu!"

Katanya tegas dan lantang. Cio San mengangguk.

"Ketika saat itu tiba, giliran kau yang akan melemparkanku ke jurang penuh ular agar aku bisa menjadi orang sepertimu!"

"Baik!"

"Baik!"

"Aku pergi!"

"Selamat jalan, sahabat!"575 BAB 26 KEMBALI MENJALANI HIDUP Melangkah. Kehidupan manusia pada intinya adalah melangkah. Kehidupan tidak pernah diam. Yang diam hanyalah yang mati. Jika seseorang tetap diam di masa lalunya, maka ia sebenarnya mati walaupun ia masih hidup. Cio San telah mati selama 3 tahun ini. Tetapi ia sudah datang. Ia sudah pulang. Melangkah memerlukan keberanian, sebab itu banyak orang yang memilih diam karena ia tidak memiliki keberanian. Bergerak memerlukan tenaga pula. Siapa yang tidak bergerak, maka dia orang yang malas atau sakit. Diam hanya boleh dilakukan saat kita beristirahat dari gemuruhnya dunia. Setelah mengumpulkan kekuatan, seseorang harus bergerak lagi.576 Perjalanan begitu panjang di hadapannya. Ia tidak tahu harus mulai dari mana, harus melakukan apa pula. Tapi dari kejadian yang lewat baru-baru ini, Cio San melihat adanya sebuah rencana besar lagi. Kaum persilatan tidak akan mungkin tertarik dengan Kitab Bu Bok. Kitab ini adalah kitab tentang siasat perang. Tidak ada yang menarik bagi ahli silat. Tetapi kitab ini adalah kitab dambaan para jendral perang. Kitab dambaan para kaisar! Siapa gerangan La Ma yang sakti itu? Apakah ia benar-benar tertarik dengan kitab Bu Bok? Ataukah dia hanyalah orang suruhan? Ataukah dia adalah bagian dari sebuah persekongkolan jahat yang mempunyai rencana besar? Ia tahu hidupnya tidak akan tenang lagi. Ia sudah cukup menikmati ketenangan selama 3 tahun. Sekarang saatnya kembali pada kehidupannya yang sebenarnya. Kehidupan yang penuh bahaya sudah menantinya di depan. Jika gerombolan La Ma itu cukup cerdas untuk melacak siapa Sam Siu sebenarnya dan membuat rencana seperti peristiwa yang lalu, mereka pasti juga cukup cerdas untuk mengambil kesimpulan bahwa kitab Bu Bok pasti sekarang berada pada dirinya.577 Dengan penuh semangat ia berjalan. Lupa bahwa ia tidak punya uang sepeser pun. Selama ini sepanjang perjalanan ia selalu memetik buah atau menangkap hewan liar. Tetapi jika sudah masuk kota, maka untuk makan, seseorang harus punya uang. Hal inilah yang membuat Cio San sedikit heran. Saat kecil dulu, ayahnya sering menceritakan kisah- kisah kepahlawanan. Ia sendiri juga sering membaca kisah hidup pendekar-pendekar besar seperti Kwee Ceng, Yo Ko, dan lain-lain. Di waktu dulu, ia merasa sangat kagum dengan kehidupan mereka yang penuh keberanian dan petualangan. Kini, yang ada di dalam kepalanya hanyalah sebuah perasaan heran. Ya. Heran. Para pendekar besar ini berkelana kesana kemari, dari mana mereka punya uang? Mungkin mereka bisa memetik buah atau menangkap hewan liar untuk makan. Tetapi apakah mereka tidak butuh baju? Jika mereka masuk ke sebuah kota, di mana mereka makan dan menginap? Menggunakan uang siapa pula? Jika mereka harus menggunakan jasa tukang perahu, siapa yang membayar? Apa mereka tidak butuh kuda? Kuda yang bagus sangat mahal harganya. Setidaknya untuk ukuran kantongnya.578 Cio San tersenyum-senyum sendiri. Kehidupan para pendekar memang penuh suka duka. Herannya tak sedikitpun ia pernah membaca atau mendengar bahwa mereka pernah mengeluh kesulitan uang. Sebenarnya sebagai seorang yang diangkat sebagai jendral kehormatan kekaisaran Beng dengan julukan ?Hongswee?, harusnya hidup Cio San sangat menyenangkan. Ia bisa hidup nikmat hanya dengan mengandalkan julukan itu saja. Apalagi sang kaisar pun menganugerahkan sebuah lencana naga padanya. Lencana naga ini memberi kekuasaan yang amat sangat besar kepadanya. Siapa yang memiliki lencana naga ini dianggap seperti perwakilan kaisar langsung. Orang yang menunjukkan lencana naga maka seluruh ucapannya harus dituruti. Ini sudah ada dalam undang-undang dasar kekaisaran. Hanya ada 2 atau 3 orang yang memiliki lencana naga kekaisaran. Hanya kaisar pula yang boleh memberi atau mengambil kembali lencana itu. Sayangnya Cio San tidak suka membawa lencana naga kemana-mana. Ia juga berpikir lencana itu tidak ada gunanya. Kebutuhannya hanya makan dan minum, mungkin 2 helai baju, dan seekor kuda tunggangan. Jadi Cio San tak sanggup membayangkan579 jika ia tidak punya uang untuk membayar makan di sebuah kedai, ia lantas menunjukkan lencana naga itu. Mau ditaruh dimana kewibawaan kekaisaran ini jika pembawa lencana naga tidak punya uang untuk membayar makan? Oleh sebab itu ia menyimpan lencana naga itu di sebuah tempat rahasia yang hanya dirinya sendiri yang tahu. Sebagai ketua perkumpulan terbesar di dunia, Kay Pang, ia juga sebenarnya mempunyai keuntungan yang besar. Partai ini adalah partai pengemis. Pengemis ada di seluruh dunia. Jika ia mau ia bisa memerintahkan para pengemis ini mencarikan makan untuknya. Markas perkumpulan ini pun tersebar di mana-mana. Asal ia memasukinya saja, akan ada ratusan orang berlutut di kakinya memberi hormat. Apalagi cuma urusan makan. Tetapi Cio San ini sudah bukan lagi pangcu (ketua) dari partai terbesar ini. Ia dulu sempat menyerahkan jabatan ini kepada orang lain, dan menyatakan mengundurkan diri dari partai ini. Jika ia dengan jumawa datang ke markas partai ini, ia tetap akan disambut oleh ratusan orang. Bedanya, mereka akan menyambutnya dengan serangan mematikan. Oleh sebab itu Cio San pun mengurung580 kan niat untuk menghubungi Kay Pang. Apalagi menghubungi partai terbesar sedunia itu hanya untuk urusan makan atau pinjam uang. Cio San juga pernah menjabat dari partai nomer dua terbesar di dunia persilatan, yaitu Beng Kauw. Partai ini dulu amat berjaya, bahkan sempat berperan besar dalam mengusir penjajah dan mendirikan kekaisaran Beng. Nama kekaisaran ini pun diambil dari partai ini. Karena banyak kejadian, orang-orang menyebut partai ini Mo Kauw, atau partai ?iblis?. Cio San dulu pernah tidak sengaja pula diangkat sebagai Kauwcu (ketua) nya. Tetapi ia sudah mengundurkan diri pula dari partai ini. Jabatan ketua ia berikan kepada sahabat baiknya, seorang wanita, Ang Lin Hua. Wanita ini adalah istri dari sahabat baiknya, Suma Sun. Sebenarnya walaupun sudah tidak menjabat lagi sebagai ketua, banyak anggota Mo Kauw yang masih menganggapnya ketua. Hal ini terjadi karena mereka sangat mengagumi sepak terjang pemuda ini. Cio San pun mengetahui hal ini, karenanya ia mampu menggerakkan beberapa orang dalam pelaksanaan rencananya beberapa hari yang lalu. Tapi sungguh ia tidak punya muka untuk datang ke markas mereka untuk meminta makan atau meminjam uang. Karena581 ia tahu, orang-orang ini jauh lebih membutuhkan uang daripada dirinya. Karena jika menyangkut hal hidup orang banyak, dan kepentingan umum, Cio San akan melakukan apa saja. Tetapi jika menyangkut dirinya sendiri, ia sangat sungkan merepotkan orang lain. Selain ketiga ?jabatan? ini, Cio San pun masih memiliki suatu kelebihan. Yaitu ia telah dianggap bagian dari keluarga ?Khu?. Keluarga ini adalah salah satu keluarga paling kaya di Tionggoan (China). Usaha mereka meliputi berbagai bidang. Toko dan tempat usaha mereka tersebar dimana-mana. Konon katanya, tempat usaha mereka ini jauh lebih banyak dari kantor pemerintah. Kepala keluarga ini, yaitu Khu-hujin (Nyonya Khu) sudah menganggapnya seperti ?anak? sendiri. Bahkan juga menyetujui hubungannya dengan cucu sang Hujin, yaitu Khu Ling Ling. Mengingat nama ini, dada Cio San serasa sempit. Jantungnya bergetar tak karuan. Meskipun ia sudah melupakan nama ini, tetap saja dadanya terasa sakit saat mendengar namanya. Mungkin karena sebenarnya seseorang tidak bisa melupakan orang yang dicintainya. Ia hanya bisa mencoba untuk tidak mengingatnya.582 Karena lupa dan tidak ingat sebenarnya adalah 2 hal yang berbeda. Jika ia mau, ia bisa masuk ke kota mana saja, mencari cabang usaha keluarga Khu, dan mengambil apapun yang ia suka. Tetapi ia merasa amat tidak pantas jika seorang laki-laki memasuki toko mantan kekasihnya untuk meminta macam-macam. Selain tidak punya harga diri, laki-laki semacam ini juga tidak punya malu. Oleh karena sebab-musabab di inilah, Cio San tidak melakukan apa-apa dan terus berjalan menyusuri jalanan kota yang ramai. Ia pernah menjadi tukang masak di sebuah kedai. Pekerjaan ini sangat disukainya, bahkan ia yakin ia memiliki bakat dalam hal ini. Saat bekerja sebagai tukang masak inilah ia bertemu dengan Kwee Mey Lan, cinta pertamanya. Dan umumnya, cinta pertama selalu berakhir tidak mengenakkan. Cerita Cio San pun seperti itu. Oleh karena itu Cio San memilih untuk tidak menjadi tukang masak lagi. Ia takut ia akan bertemu dengan Kwee Mey Lan-Kwee Mey Lan berikutnya. Ia lalu berpikir untuk menjadi pesilat jalanan. Pekerjaan ini cukup menjanjikan. Seseorang cukup583 memilih sebuah tempat di kota, paling baik jika di pinggir jalan. Ia cukup mempertontonkan kepandaian nya bersilat. Jika penonton kagum atas kepandaian nya, mereka akan memberi uang. Cio San berpikir sebentar lalu mengambil keputusan. Ya, ia akan menjadi pesilat jalanan! Setelah berkeliling sebentar di pusat kota, ia akhirnya menemukan sebuah pojok jalanan yang tidak begitu ramai. Dengan suara diberat-beratkan, ia lalu berteriak.


Wiro Sableng 125 Senandung Kematian Pendekar Rajawali Sakti 194 Utusan Dari Pendekar Pulau Neraka 11 Bunga Dalam

Cari Blog Ini