Ceritasilat Novel Online

Rahasia Jubah Merah 9

Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle Bagian 9



Si nona memandangnya dengan sedikit kekaguman.

"Ya kau benar. Terus terang aku cukup kagum kepadamu."

Perempuan yang kagum kepada Cio San memang bukan cuma dia seorang.900 BAB 40 KEGELAPAN HATI MANUSIA Obrolan semakin hangat sang nona semakin mendekatkan tubuhnya kepada Cio San.

Wajahnya yang putih halus kini memerah.

Ia menggigit-gigit bibir bawahnya.

Semakin sering pula ia memainkan rambutnya yang wangi dan indah.

Tertawanya semakin renyah.

Matanya pun tak lepas memandang Cio San.

"Setelah ku tatap lama-lama, tampangmu lumayan menarik juga"

Kata nona itu sambil tertawa manis.

"Tidak berani... tidak berani, nona"

Kata Cio San sambil menunduk malu-malu.

Nona itu semakin mendekat.

Kehangatan tubuhnya justru membawa kesejukan di malam yang panas ini.

Angin dari laut menghembuskan aroma pantai yang bercampur dengan wangi tubuh nona itu.

Wajah mereka saling berdekatan.

Bibir mereka pun hampir bertaut.901 Lalu tiba-tiba nona itu bergerak dengan sangat cepat.

Tangannya telah mencabut pedang dan menebas leher Cio San.

Tentu saja Cio San sudah tidak berada di tempatnya.

"Katakan sebenarnya siapa kau? Mengapa kau menyamar menyusup kemari?"

Cio San tak dapat bicara.

Di dalam hati, ia cukup kagum juga nona ini dapat membongkar penyemaran nya.

Si nona kemudian meniup sejenis sempritan.

Dalam hitungan detik, ada beratus prajurit yang telah memenuhi halaman belakang benteng dan mengurung Cio San.

"Kau diutus suku Miao? Ku dengar memang mereka adalah suku yang paling pandai masak, dan memiliki ksatria-ksatria berilmu tinggi."

Keramaian itu tentu saja telah membuat semua orang terbangun. Kini laksamana Bu bahkan sudah hadir.

"Ada apa Lian-ji300 ?"

"Aku menangkap penyusup, ayah,"

Kata Bu Cin Lian. Pedangnya masih terangkat ke depan. Tubuhnya tak bergerak sama sekali. Ia tampak sangat gagah saat berdiri seperti itu. 300 Anak Lian902

"Juru masak ini? Hmmmm..."

Laksamana Bu hanya menggumam.

"Maafkan keramaian ini, nama cayhe adalah..."

Cio San belum sempat menyebut namanya ketika terdengar sebuah suara berat yang sangat berwibawa.

"Cio-hongswee"

Semua orang menoleh dan tampaklah pangeran Cu yang masih menggunakan pakaian tidurnya yang mewah. Cio San menjura lalu berkata.

"Salam hormat, pangeran yang mulia."

"Kau...,"

Bu Cin Lian tidak bisa berkata-kata.

"Orang yang memiliki mata mencorong tajam seperti anda, yang tenang, yang memiliki ilmu silat setinggi ini, paling-paling cuma ada 4 atau 5 orang saja di muka bumi ini. Dan yang berasal dari angkatan muda mungkin hanya anda seorang. Jika cayhe memang tidak salah menebak, tuan adalah Cio- hongswee, sang jenderal phoenix?"

"Benar sekali, yang mulia,"

Sekali Cio San menunduk memberi hormat.

Di luaran ia tampak tenang sekali.

Tetapi jantungnya berdebar kencang.

Orang yang sekali pandang langsung bisa mengenal orang lain, padahal sebelumnya belum pernah903 berjumpa, memang menakutkan.

Apalagi saat ini Cio San sedang menyamar.

Kemampuan pangeran ini memang benar-benar tak dapat diremehkan sedikit pun.

"Mari silahkan masuk,"

Katanya sopan kepada Cio San."Bu Sien, bubarkan pasukanmu,"

Perintah sang pangeran kepada laksamana Bu.

Melihat sikap sang pangeran yang sangat hormat kepada Cio San ini, Bu Cin Lian menjadi serba salah.

Akhirnya ia me- nyarungkan pedang dan membubarkan pasukannya.

Cio San berjalan dengan ringan dan santai.

Ia menoleh kepada nona itu dan tersenyum lalu berkata.

"Nona sungguh hebat bisa membongkar penyamaran cayhe,"

Ia lalu menarik topeng tipis yang digunakan nya untuk menyamar.

Wajahnya yang lumayan tampan kini terlihat dengan jelas.

Nona itu hanya melengos dan pergi dari situ.

Kini Cio San sudah duduk berhadap-hadapan dengan pangeran di sebuah meja yang cukup besar.

Arak pun sudah disajikan.

Sang pangeran menatap Cio San dengan penuh kekaguman, lalu katanya "Jika cayhe301 memiliki beberapa orang seperti hongswee, saya904 tentu permasalahan yang negara kita hadapi dapat diselesaikan dengan cepat."

"Tidak berani, pangeran. Cayhe cuma seorang rudin302 bagaimana mungkin menyelesaikan permasalahan- permasalahan besar,"

Jawab Cio San.

"Hahaha. Masih muda dan gagah, namun rendah hati. Aku suka,"

Tawanya sederhana saja. Ia melanjutkan.

"Ada keperluan apa hongswee bisa kemari? Mengapa tidak datang secara terang- terangan?"

"Pertama-tama, hamba meminta maaf jika hal ini kurang pantas. Hamba tidak bermaksud apa-apa selain hanya ingin membantu negara di dalam peperangan. Tetapi dengan posisi hamba ini, pergerakan hamba menjadi sedikit kurang bebas. Mungkin dengan cara menyamar, hamba bisa lebih bebas menentukan langkah,"

Jelas Cio San. Sang pangeran mengangguk dan merasa cukup puas dengan jawaban itu. Saat ia melihat Bu Cin Lian di ruangan sebelah, pangeran itu lalu memanggilnya. 302 pengelana905

"Bu-ciangkun303, bagaimana cara kau membongkar penyamaran Cio-hongswee?"

Tanyanya.

"Awal mulanya hamba hanya curiga, masakan orang ini sangat nikmat. Hamba lalu mencari tahu asal- usulnya dari catatan pendaftaran prajurit. Dari nama desanya, hamba lalu mengirim orang untuk mencari tahu kebenarannya. Ternyata orang di desa itu tidak ada yang mengenalnya. Bahkan nama orang tuanya pun tidak ada yang mengenal. Setelah itu hamba tetap mengajaknya bergabung dengan pasukan hamba agar hamba dapat memberi pengawasan yang lebih ketat terhadapnya. Tetapi petugas yang hamba utus untuk mengawasinya tidak menemukan apa-apa yang mencurigakan. Kemudian hamba memutuskan untuk membongkar saja penyamarannya sebelum ia melakukan apa-apa yang dapat merugikan pihak kita,"

Kata Bu Cin Lian memberikan penjelasan.

"Bagus. Kerja yang bagus. Aku sebenarnya ingin memberikanmu hadiah. Tetapi kau gagal mengenal Cio-hongswee, sehingga hadiah ini aku tangguhkan sementara,"

Kata sang pangeran.

"Hamba sangat berterima kasih atas kemurahan hati pangeran yang mulia,"

Kata Bu Cin 303 Perwira Bu906 Lian sambil menjura. Ayahnya pun sudah datang, dan telah diberi ijin sang pangeran untuk bergabung di meja itu.

"Karena hongswee sudah merepotkan diri untuk bergabung dengan pasukan kami, aku sunggu berterima kasih. Tetapi malam sudah sangat larut dan sebaiknya kita beristirahat. Besok pagi-pagi sekali aku mengundang hongswee untuk mengikuti pertemuan yang membahas langkah-langkah pasukan yang berikutnya. Mari silahkan,"

Ia berdiri dan mempersilah kan Cio San untuk pergi. Cio San menjura dan mengucapkan terima kasih. Malam semakin larut dan Cio San ingin memasuki kamarnya. Tidak tahunya ada seorang penjaga yang menunggu di depan. Katanya.

"Pangeran telah memerintahkan agar hongswee mendapatkan kamar yang pantas. Mari saya antarkan."

Cio San menurut saja.

Kini ia sudah berbaring di sebuah kamar yang indah dan wangi.

Bulan bersinar terang di musim ini.

Meskipun awan meliputi angkasa, sinar rembulan tetap bersinar dengan indahnya.

Ia tertidur sebentar.907 Sebuah suara kecil membuatnya terbangun.

Sebuah sosok membuka pintu kamarnya dengan perlahan.

Sebuah sosok perempuan! Pakaiannya ringkas.

Menempel ketat di tubuhnya sehingga membuat lekuk-lekuk yang indah terlihat dengan jelas.

Meskipun malam pekat dan cahaya lilin di kamar itu sudah Cio San matikan, sosok itu masih bisa terlihat dengan jelas.

Lalu sosok perempuan itu membuka pakaiannya.

Ternyata tidak ada sehelai benang pun dibalik pakaian hitam ringkas yang dipakainya.

Tubuh yang indah dan mulus itu seolah-olah bersinar dengan terang benderang di dalam kamar yang gelap gulita.

Tanpa malu-malu, tubuh yang pedat berisi sudah menyelusup masuk ke balik selimut tipis yang digunakan Cio San.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau nakal..."

Bisik perempuan itu. Suara milik Bu Cin Lian. Cio San tertawa kecil, lalu berkata.

"Kau sendiri yang malam malam masuk ke dalam kamar seorang lelaki. Membuka baju dan naik ke atas tempat tidur lelaki itu. Masa kau malah menuduh lelaki itu nakal?"908

"Ya, lelaki itu nakal sekali. Kenapa selama ini tidak memberitahukan jati dirinya? Jika tahu, aku kan dapat memperlakukannya dengan berbeda..."

Suara nya halus dan sedikit serak mendesah. Cio San tak dapat berkata apa-apa. Bu Cin Lian sudah membuka baju Cio San itu dengan bibirnya.

"Kenapa kau diam saja?"

Tanya si nona penasaran.

"Ada seorang bidadari cantik yang tak berpakaian, lalu naik ke atas ranjang seorang laki-laki, apa pula hal yang pantas diucapkan lelaki itu?"

Katanya sambil tersenyum.

Bibirnya kini sudah tak mampu bicara lagi karena bibir si nona sudah memenuhi bibirnya.

Bibir yang tipis, indah, merekah, dan harum.

Karena walaupun Cio San bukanlah iblis yang bejat, ia pun bukan seorang malaikat yang suci.

Malam ini sungguh panjang.

Malam yang indah dan penuh kenikmatan.

***909 Pagi-pagi sekali Cio San sudah bangun.

Ia masih sempat menyiapkan masakan untuk hari itu.

Si juru masak yang membantunya rupanya tidak mengetahui keributan semalam.

Karena itu sikapnya kepada Cio San biasa-biasa saja.

Cio San lalu bertanya kepadanya.

"Eh menurutmu, bagaimana nona kita?"

"Bagaimana bagaimana maksudmu?"

"Aku dengar ia seorang perempuan yang suka..."

"Oh itu, hahahahah,"

Tawanya.

"Semua orang sudah tahu hal itu. Nona kita yang cantik itu memang kesepian. Karena itu ia sering mampir ke kamar para perwira"

Bisiknya sambil tersenyum nakal.

"Oh?"

Sedikit banyak Cio San kaget juga mendengar kata-kata si juru masak benteng ini yang kasar dan tak tahu aturan ini. Tapi Cio San maklum, orang desa memang jika bicara jauh lebih terus terang.

"Masa kau tidak tahu? Itu sudah menjadi rahasia umum. Nona kita memang amat suka dengan perwira-perwira gagah yang muda dan tampan."

Sebenarnya Cio San sudah memahami hal ini. Sudah beberapa kali ia memergoki si nona keluar dari beberapa bilik perwira atau sebaliknya, perwira- perwira itu yang keluar dari bilik si nona.910

"Sejak dulu, katanya sudah banyak lelaki yang kehilangan keperjakaannya karena wanita ini"

Kata si juru masak benteng. Cio San hanya melongo heran. Di sepanjang hayatnya, baru pertama kali ini mendengar cerita seperti ini.

"Jangan takut, ia tak akan mengganggumu. Eh, rasanya kok ada yang berbeda dengan tampangmu. Jauh lebih bersih dan lebih segar. Kerutan-kerutan di wajahmu menghilang. Apakah kau baru habis minum pil dewa?"

"Aku baru minum pil dewi,"

Kata Cio San sambil tertawa dan pergi dari situ. Saat ia kembali ke kamar, ia membawa sebuah nampan berisi makanan dan minuman untuk sang dewi. Nona itu ternyata sudah berpakaian, tetapi masih duduk di pinggiran tempat tidur.

"Kau dari mana saja? Apa tidak tahu kalau aku kangen?"

Katanya tersenyum manis.

"Aku menyiapkan sarapan untuk nona. Ini, makanlah dulu. Biar hari ini bisa dilalui dengan segar dan bersemangat."911 Raut wajah nona cantik ini terlihat berseri-seri, tetapi ia memonyongkan bibirnya dan berkata.

"Masih berani panggil aku nona ?? "Eh, memangnya nona cantik ini ingin dipanggil apa?"

Mulut Cio San berbicara tetapi tangannya sudah menyuapkan sesendok roti berkuah daging yang gurih.

"Jika sedang berduaan seperti ini, kau harus memanggil sayang kepadaku,"

Katanya manja sambil mengunyah roti yang disuapkan Cio San.

"Baiklah, sayang,"

Kata Cio San sambil tersenyum. Nona itu mengunyah sambil menatap Cio San dalam- dalam.

"Kau hebat,"

Katanya.

"Aku tahu"

Kata Cio San sambil tersenyum.

"Ish!"

Kata nona itu sambil memukul lengan Cio San dengan manja. Mereka tertawa dengan riangnya. Setelah seluruh makanan dihabiskan, si nona lalu berkata.

"Aku mandi dulu. Sebentar lagi ada pertemuan dengan pangeran. Kau jangan sampai terlambat ya?"

Ia berdiri dan merapikan pakaiannya. Cio San membantunya merapikan pakaian itu, juga membantu nya merapikan rambut. Si nona kembali menatapnya dalam-dalam saat Cio San sedang merapikan rambut912 nya. Lalu katanya dengan lirih dan penuh perasaan.

"Aku sayang padamu..."

Sebenarnya Cio San ingin berkata.

"Bukan cuma kau seorang yang pernah mengatakan ini kepadaku,"

Tetapi ia tertawa di dalam hati. Sudah terlalu lama dan terlalu sering ia mengucapkan kalimat itu di dalam hatinya sendiri. Ia telah memutuskan untuk menatap dunia dengan penuh pengharapan. Ia tersenyum.

"Kau..., tidak sayang kepadaku?"

"Sudah sejak lama aku kehilangan kepercayaan kepada perempuan..."

Kata Cio San, si nona seperti hendak mengatakan sesuatu, tetapi Cio San sudah melanjutkan kalimatnya.

"tetapi kali ini aku memiliki pengharapan."

Cahaya yang hampir meredup di mata si nona kini bersinar lebih terang. Ia hanya terdiam sesaat, dan kemudian berkata.

"Aku akan membuktikan bahwa pandanganmu kepada seluruh wanita di dunia ini tidaklah benar. Jika ada wanita yang melukaimu dan mengkhianatimu, mereka sendiri lah yang rugi dan menyesal. Lelaki seperti kau, amat sangat sayang jika ditinggalkan.913 Kau miskin dan rudin sekarang. Tetapi dengan kegagahanmu, dengan kemampuanmu, kau akan mampu menaklukkan apa saja, siapa saja. Kau hanya butuh waktu untuk membuktikannya kepada dunia. Dan aku percaya bahwa kau bisa."

Kata-kata dalam dan sederhana.

Tetapi jika seorang perempuan mengucapkan hal ini kepada seorang laki-laki, perempuan itu akan menumbuhkan semangat hidup yang gempita di dalam jiwa dan raga lelaki itu.

Jika seorang perempuan mengucapkan kalimat ini dengan sungguh-sungguh, ia sebenarnya telah memberi sebuah sinar yang terang di dalam jiwa seorang laki-laki.

Perempuan yang mengatakan hal seperti ini memang banyak.

Tetapi yang mampu bertahan untuk hidup di dalam kata-katanya sendiri justru tidak banyak.

Malahan teramat sedikit.

Apakah si nona ini termasuk yang banyak atau yang sedikit, Cio San tak dapat menebak atau menjawabnya.

Tak ada seorang pun yang mampu menebak atau menjawabnya.

Hanya waktu dan takdir yang mampu menjawabnya.

Kini gantian ia yang menatap nona itu dalam-dalam dan berkata.

"Terima kasih."914 Kata terbaik dan tertulus yang bisa ia ucapkan di saat-saat seperti ini.

"Kau belum menjawab pertanyaanku,"

Kata si nona.

"Bukankah aku tidak perlu lagi menjawab pertanyaanmu?"

"Seorang wanita membutuhkan kepastian. Ia pun akan senang jika kalimat itu diucapkan sendiri oleh bibir orang yang disayanginya. Sekarang jawab, apakah kau sayang padaku pula?"

Jika ada seorang bidadari maha cantik, yang tela menyerahkan segalanya kepadamu, menanyakan hal ini kepadamu, masakah kau akan menjawab hal yang tidak ingin didengarkannya? "Tidak."

Seketika wajah si nona berubah. Malu, marah, penasaran, segala macam perasaan yang bercampur aduk di hatinya. Bahkan air mata pun sudah menggenang di pelupuk matanya yang indah.

"Mengapa?"

Cio San tidak menjawabnya.

"Kau pasti telah memiliki kekasih..."915

"Pernah."

"Apakah aku kalah cantik dari perempuan itu?"

"Tidak, kau justru seribu kali lebih cantik dari dirinya,"

Jawab Cio San.

"Lalu kenapa kau tidak menyayangiku?"

"Karena jika aku ingin menyayangi seorang perempuan, aku akan melakukannya bukan karena ingin membalas perkataan sayang yang diucapkan oleh perempuan itu kepadaku. Aku ingin melakukan nya karena aku sayang kepadanya."

Lama perempuan itu terdiam. Air matanya meleleh, ia berkata.

"Aku akan membuktikan cintaku kepadamu. Suatu saat kau akan mengatakan sayang kepadaku bukan karena aku bertanya. Melainkan karena kau ingin melakukannya."
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagus."

Si nona itu keluar dari kamar Cio San.

Seandainya nona itu tahu betapa bibir Cio San itu ingin mengatakan sayang kepadanya, seandainya nona itu paham betapa seorang lelaki membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyembuhkan luka hati dan batinnya, seandainya nona itu mengerti bahwa cinta916 membutuhkan waktu untuk tumbuh dan berkembang, tentulah nona itu tak akan pergi dengan sesedih ini.

Lelaki berbeda dengan wanita.

Cinta dapat tumbuh di hati perempuan dengan sangat mudah.

Kekaguman mereka terhadap kelebihan-kelebihan seorang lelaki, akan menyemai benih-benih perasaan dengan sangat cepat.

Oleh karena itulah perempuan mudah jatuh.

Jatuh ke dalam rayuan dan tipu daya.

Karena perasaan adalah titik kelemahan mereka yang paling rentan.

Apabila seorang laki-laki tahu memanfaatkan hal ini, ia akan dengan memudah memikat seorang perempuan.

Jika ia mengerti cara berbicara, cara bersikap, cara menciptakan citra seperti yang diinginkan seorang perempuan, maka ia akan menjadi lelaki yang bergelimang perempuan.

Hanya sedikit lelaki yang terlahir dengan kemampuan seperti ini, namun banyak pula yang kemudian belajar dan menguasai kemampuan ini.

Karena pada dasarnya, keinginan wanita itu sama saja.

Mereka membutuhkan lelaki yang gagah dan mampu melindungi mereka.

Yang mampu menghidupi mereka.

Menyediakan tempat berteduh dari alam dan permasalahan antar manusia.

Yang917 mampu menjadi tempat perempuan untuk bermanja, menumpahkan perasaan.

Yang mampu memberikan rasa selalu diinginkan, karena perempuan butuh agar ?diinginkan?, ia butuh ?dicari? dan ?dirindukan?.

Ia butuh merasa berharga.

Ia pun membutuhkan kejadian- kejadian seru yang menggugahnya dari rasa bosan, ia membutuhkan lelaki yang dingin, namun hangat dan penuh perhatian.

Ia membutuhkan segalanya dari laki-laki.

Tapi di pihak lain, ia pun ingin agar laki-laki tidak terlalu mengobralnya dengan gampang.

Justru lelaki yang sukar digapai adalah lelaki yang menarik dan mengobarkan perasaan mereka.

Menjadi lelaki memang amat sangat sukar, tetapi menjadi wanita justru lebih sulit lagi.

Cio San menatap punggung wanitu itu.

Tetapi jika dulu ia menatap punggung wanita sambil menangis, kini justru wanitanya lah yang menangis.

Ternyata meninggalkan dan ditinggalkan itu rasanya sama saja.

Sama-sama menyakitkan.

Tetapi ia telah menguatkan hatinya, jika ternyata nona ini adalah jodohnya, ia akan berusaha melakukan yang terbaik.

Jika bukan, toh ia telah melakukan yang terbaik.918 Pagi telah menjelang.

Bumi disinari cahaya matahari yang hangat dan terang.

Ia melangkahkan kaki keluar dari kamarnya.

Kini ia telah memakai sebuah baju gagah yang sebelumnya dibawa oleh seorang prajurit ke kamarnya.

Betapa tampan dirinya kini.

Rambutnya tersanggul rapi.

Wajahnya telah bersih dan bersinar cerah.

Pandangan matanya mencorong dan langkahnya kini tegap.

Bajunya berwarna kuning keemasan dengan rajutan seekor macan.

Rajutan ini sangat halus dan terbuat dari benang emas.

Sepanjang hidupnya baru kali ini ia memakai baju semewah ini.

Sebenarnya ia sungguh rikuh memakai baju seperti ini, tetapi untuk menghargai pemberian orang, ia memakainya saja walau dengan sedikit gamang.

Sesampainya di ruang pertemuan, ternyata pangeran belum datang.

Cio San memang sengaja datang lebih awal.

Tetapi ternyata laksamana Bu Sien dan beberapa orang perwira tinggi sudah berada.

Nona Bu pun sudah berada di sana.

"Ah, selamat datang hongswee. Mari silahkan duduk,"

Kata laksamana Bu. Cio San menjura dan mengambil tempat duduk yang sudah disediakan laksamana itu.

"Silahkan919 sarapan dulu, hongswee,"

Kata seorang jenderal yang dikenal Cio San yang bernama Cong Lui Ban.

"Terima kasih, Cong-ciangkun304."

Tampang seluruh orang yang berada di sini menampakkan rasa khawatir yang cukup dalam.

Mungkin ada sebuah berita yang kurang mengenak kan.

Dalam hati Cio San menduga-duga apa yang telah terjadi.

Tetapi ia cukup tahu diri untuk tidak bertanya.

Sebenarnya ia memang selalu merasa diri tidak penting.

Di dalam hatinya ia selalu merasa rendah diri.

Mungkin karena sejak lahir ia mengalami sakit berkepanjangan, hal ini berbekas di dalam kepribadian nya.

Ditambah lagi orang tuanya mengajarkannya dengan ujaran-ujaran kuno tentang kerendahan hati.

Oleh sebab itu meskipun posisinya sangat dihargai dan dihormati di dalam dunia persilatan, sikap Cio San memang selalu biasa-biasa saja, bahkan cenderung pemalu jika berhadapan dengan orang lain.

Bahkan saat ia memegang lencana naga pemberian kaisar pun, sikapnya masih seperti ini.

Padahal dengan menunjuk kan lencana naga, ia bahkan bisa memerintah pangeran Cu sekalipun! 304 Jendral Cong920 Tak berapa lama pangeran Cu pun tiba.

Semua orang berdiri dan memberi hormat, padahal ia bukan pemimpin resmi tentara kerajaan.

Tetapi seluruh perwira yang ada disini menghormatinya dan menganggapnya sebagai jenderal tertinggi.

"Ada laporan apa pagi ini?"

Tanyanya kepada jenderal Cong sebagai perwira tinggi yang diberi tugas di benteng itu.

"Sebuah laporan yang cukup buruk, pangeran,"

Kata Cong-ciangkun.

"Pasukan kita belum mengirim kabar hingga pagi ini. Padahal menurut yang diperintahkan, ia harus sudah mengirim kabar melalui merpati pos sebelum tengah malam."

"Kau sudah mengirim orang untuk menyelidiki?"

Tanya sang pangeran.

"Sudah pangeran. Mungkin dalam waktu yang tidak lama lagi, kita akan menerima kabar darinya."

Sang pangeran merenung sebentar.

Tak ada seorang pun yang berani bersuara saat ini.

Cio San pun berpikir dan membuat kemungkinan-kemungkinan tentang apa yang terjadi pasukan ini.

Pasukan ini merupakan pasukan gabungan dari batalyon resmi kekaisaran, serta pasukan tambahan bentukan pangeran Cu.921

"Untuk sementara kita tidak dapat melakukan apa-apa. Membuat kemungkinan-kemungkinan pun hanya akan membuat cemas. Yang bisa kita lakukan adalah menyiapkan pasukan yang tersisa terhadap segala perubahan yang ada,"

Kata pangeran Cu.

"Seluruh pasukan yang ada sedang menikmati makan pagi. Saya memberi sedikit kelonggaran agar mereka dapat mengisi tenaga dengan sempurna. Persenjataan sudah disiapkan seluruhnya di gudang persenjataan. Begitu pangeran mengeluarkan perintah, pasukan langsung siap bergerak,"

Kata Cong- ciangkun. Pangeran Cu mengangguk-angguk. Katanya.

"Baiklah.Semua yang ada di sini kecuali Cio-hongswee harap kembali ke posisi masing-masing untuk menunggu perintah. Begitu kabar dari utusan yang kau kirim sudah datang, harap segera memberitahu kannya kepadaku."

"Siap!"

Seluruh perwira tinggi yang berada di sana lalu bergegas pergi. Dengan sendirinya hanya Cio San dan pangeran Cu yang berada di ruangan itu.

"Aku mempunyai firasat buruk. Seorang panglima yang baik tentunya harus mempercayai juga firasat dan perasaannya. Untuk hal ini, aku harus922 mengesampingkan rasa sungkan dan malu, untuk meminta Cio-hongswee melakukan sesuatu bagi pasukan kita,"

Kata pangeran Cu.

"Tentu saja, apapun perintah pangeran yang mulia, akan hamba laksanakan,"

Jawab Cio San.

"Kita harus bergerak lebih cepat. Aku curiga tentara kita telah mengalami musibah di tengah jalan. Untuk kali ini aku meminta Cio-hngswee untuk maju duluan ke garis depan peperangan dan menyelidiki keadaan sebelum kita melakukan pergerakan. Memang Cong-ciangkun sudah mengirimkan utusan nya kesana, tetapi aku takut pula ia mengalami sesuatu di jalan. Jadi daripada menunggu dan kalah langkah, aku berharap hongswe mau sedikit turun tangan untuk masalah ini. Dan aku yakin, hanyalah hongswee yang sanggup melakukannya."

"Siap,"

Kata Cio San sambil mengangguk.

"Tetapi aku berharap Cio-hongswee dapat bergerak secara diam-diam. Jangan sampai seorang pun di benteng ini yang tahu tentang kepergian hongswee. Aku curiga mungkin ada pengkhianat yang berada di benteng ini. Satu-satunya orang yang aku percayai hanya hongswee seorang."923

"Baik. Terima kasih atas kepercayaan yang mulia. Jika sudah sampai di sana, apa saja hal yang harus hamba lakukan?"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cukup memperhatikan saja keadaan di sana. Jika hongswee bisa menyusup sampai ke dalam pertahanan musuh akan lebih baik lagi. Aku akan menyediakan sebuah merpati pos milikku sendiri yang dapat hongswee gunakan untuk mengirimkan pesan. Pesan ini akan langsung kuterima sendiri. Apabila telah sampai di sana, aku yakin hongswee dapat bersikap sesuai keadaan dan perubahan. Ini kubekali peta untuk menunjukkan posisi pasukan dan medan pertempuran."

Cio San mengangguk mengerti.

"Baik yang mulia."

Sang pangeran keluar sebentar. Saat masuk kembali ia telah membawa peta dan seekor burung merpati, lalu diserahkannya kepada Cio San.

"Nah berangkatlah hongswee, semoga langit melindungi mu!"

Kata sang pangeran. Cio San menjura dan berkata "Terima kasih."

Kata-katanya masih terdengar, tetapi orangnya sendiri telah menghilang dari situ.

Amat sangat cepat sehingga sang pangeran sendiri tidak tahu lagi lewat924 mana Cio San keluar.

Entah lewat pintu samping, pintu depan, jendela, bahkan entah lewat atap.

Susah juga baginya untuk bisa keluar tanpa ketahuan dari benteng ini.

Dengan penjagaan yang amat sangat ketat seperti ini, untuk keluar saja sudah hampir tidak mungkin, apalagi untuk memasukinya.

Dengan mengandalkan kecerdasan dan kecepatannya baru lah Cio San dapat keluar dengan diam-diam dari benteng itu.

Ia sebelumnya telah mengganti pakaian nya dengan sebuah pakaian berwarna gelap yang ringkas.

Setelah membaca peta sebentar, tahulah ia akan arah yang harus ditujunya.

Ia melakukan perjalanan ini dengan sangat hati-hati sehingga ia tidak berani mengambil jalan utama.

Ia menembus hutan yang sangat lebat sambil memperhatikan jejak- jejak yang sebelumnya ditinggalkan pasukan.

Ia pun harus berhati-hati agar tidak sampai ketahuan orang lain, baik kawan maupun lawan.

Dibutuhkan waktu hampir satu hari untuk sampai ke tempat yang dituju.

Bekas-bekas pertempuran telah tercium dari jarak yang cukup jauh.

Bau darah, isi perut manusia, serta bau daging hangus yang sangat menusuk hidung.

Dengan sendirinya925 langkah Cio San semakin berhati-hati.

Ia kini memasuki daerah asing yang mungkin saja dipenuhi oleh pasu kan lawan.

Hari telah menjelang gelap.

Hal ini membantu Cio San agar dapat menyusup lebih gampang.

Ia terlebih dahulu memeriksa daerah di mana beberapa pasukan ini ditempatkan.

Cio San mem- perhatikan keadaan dengan seksama sehingga ia yakin betul tak ada orang lain yang berada di tempat-tempat itu.

Ada bekas-bekas perkemahan serta api unggun di setiap tempat yang ia singgahi.

Tak ada seorang pun di sana.

Ia pun baru mulai masuk semakin dalam ke daerah peperangan saat malam sudah benar-benar gelap.

Daerah pertempuran itu adalah sebuah bukit dengan padang rumput yang luas.

Bau menyengat semakin menyengat, bahkan Cio San merasa perlu untuk menutup jalan penciumannya.

Ia telah bertempur sebelumnya, dan telah melihat korban yang sangat banyak, tetapi bau busuk yang ia hadapi kali ini, jauh lebih busuk ketimbang hal busuk apapun yang pernah dialaminya.

Ia menyusup perlahan-lahan, dan tampaklah sebuah timbunan yang amat sangat tinggi.

Tetapi926 timbunan ini bukan sebuah batu, atau timbunan tanah.

Timbunan ini adalah timbunan tubuh manusia yang sudah gosong dibakar! Terasa hatinya mencelos melihat tumpukan mayat setinggi itu.

Ada ribuan bangkai gosong yang berada di tumpukan itu.

Manusia mana yang membunuh orang sebanyak ini? Berderai air matanya menetes, tetapi ia menguatkan hatinya untuk menyelidiki apa yang telah terjadi.

Ia telah benar-benar memastikan bahwa tak ada orang yang masih hidup yang berada di sana.

Di dalam suasana segelap itu, matanya malahan menjadi lebih tajam.

Ia telah terlatih untuk hidup di dalam kegelapan saat ia masih remaja dahulu.

Kini pun ia telah mematikan indera penciumannya.

Jika sebuah indera tidak berfungsi, maka indera lainnya akan berubah menjadi tajam.

Rupanya ini sudah menjadi hukum alam yang sudah dipahaminya dengan benar.

Ia memeriksa mayat yang gosong itu.

Ia tidak dapat lagi membedakan mana mayat kawan dan mayat lawan.

Jika manusia telah mati, hilang sudah gelar kebangsawanannya, warna kulitnya, latar belakang keluarganya, segala kebanggannya.

Mereka menjadi bangkai yang bau dan hina.

Lalu apa yang manusia cari di dalam kehidupan ini jika saat mati,927 mereka tak lebih dari seonggok daging busuk yang nantinya berubah menjadi tanah? Cio San memandang pemandangan ini dengan berjuta-juta perasaan yang bercampur aduk.

Peperangan selalu menghasilkan kematian.

Perseteruan selalu membawa maut.

Ini adalah kenyataan.

Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk berperang dan menumpahkan darah.

Segala perasaan campur aduk ini kemudian menjadi amarah yang meluap-luap.

Ia akan menemukan pelakunya.

Dan ia akan menghukumnya seberat-beratnya.

Jika perlu dengan tangannya sendiri.

Jika sang jenderal phoenix telah menetapkan sebuah keputusan, mungkin hanya langit yang dapat merubahnya.

Karena tidak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang sanggup mengahalanginya, atau lari dari penghukumannya.

Karena ia adalah Cio San!928 BAB 41 DI SARANG MUSUH Cio San bergerak cepat untuk memeriksa keadaan dan mengumpulkan sebanyak mungkin bukti atau apapun yang diperlukan bagi penyelidikannya dan laporannya kepada pangeran Cu.

Ia memeriksa puluhan ribu mayat yang hangus gosong.

Ia meneliti jejak.

Tak ada satu hal pun yang ia lewatkan.

Setelah beberapa lama meneliti di dalam kegelapan, ia lalu menuliskan laporannya kepada pangeran Cu.

Menceritakan segala keadaan yang lihat, lalu mengirimkan surat itu melalui burung merpati yang dibawanya.

Ia telah memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh tentang kejadian ini.

Utusan yang sebelumnya dikirim untuk melaporkan keadaan pun sampai sekarang belum ia temukan.

Menurut kecurigaannya, utusan ini mungkin telah menemui maut, atau paling tidak menjadi tawanan musuh.

Saat ini ia benar-benar berharap Suma Sun ada bersamanya.

Dewa pedang itu adalah orang yang929 paling ahli dalam menelusuri jejak.

Nalurinya yang begitu terlatih membuatnya memiliki perasaan dan indera bagai serigala yang mampu melacak jejak mangsanya.

Cio San kini harus berusaha keras untuk mencari jejak, karena jejak-jejak ini telah kabur dan bertumpuk-tumpuk.

Tetapi hal ini kemudian menjadi mudah ketika kemudian ia berhasil memahami pola jejak.

Dari pola jejak, ia kemudian bisa membedakan mana jejak pasukan sendiri, dan mana jejak musuh.

Dari pola jejak ini, ia dapat menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi.

Bagaimana kejadian itu berlangsung, dan bagaimana pula keadaan saat peperangan hingga terjadinya pembakaran mayat secara besar-besaran ini.

Di sini ia menemukan kenyataan bahwa jumlah musuh sebenarnya lebih sedikit.

Tetapi pasukan ini terdiri dari orang-orang yang berilmu silat sangat tinggi.

Ini terbukti dari pola jejak mereka yang sangat ringan, bahkan hampir tidak meninggalkan jejak di atas tanah.

Ditambah lagi dengan keadaan daerah peperangan yang jejaknya tidak mirip dengan pola peperangan.

Jejak yang tertinggal justru mirip jejak pertarungan ilmu silat! Cio San memutar otak untuk mencoba memunculkan peristiwa yang terjadi di930 dalam benaknya.

Bagaimana pasukan kekaisaran kewalahan menghadapi musuh yang amat sakti, dan dapat dikalahkan dengan cukup mudah.

Padahal pasukan kekaisaran adalah pasukan yang sangat terlatih dan memiliki kemampuan tempur yang sangat tinggi.

Saat Cio San mencoba mereka-reka peristiwa ini, telinganya yang peka mendengar sebuah suara dari jauh.

Seseorang datang! Dengan sigap ia bersembunyi dan mengawasi sosok yang datang itu.

Tak dinyana ternyata sosok itu adalah seorang perempuan.

Tentu saja seorang perempuan yang amat sangat cantik.

Bahkan cantiknya pun tidak kalah dengan Bwee Hua! Di tengah kegelapan malam seperti ini, di tengah tumpukan puluhan ribu mayat yang hangus gosong, muncul sesosok perempuan secantik bidadari.

Sosok ini seolah-olah berpendar di dalam kegelapan.

Hampir saja Cio San mengira sosok ini adalah sesosok hantu gentayangan! "Hah!"931 Perempuan itu terperanjat kaget melihat keadaan daerah itu yang dipenuhi puluhan ribu mayat.

Kekagetan itu membuatnya hampir berteriak untuk kemudian mampu menguasai dirinya.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Langkahnya meskipun sangat hati-hati, tetapi terlihat ringan dan cepat.

Jelas sekali kalau perempuan ini menguasai ilmu silat yang cukup tinggi.

Seperti Cio San pula, nona ini rupanya meneliti jejak dan menyelidiki keadaan sekitarnya.

Cukup lama nona ini melakukan hal ini.

Sampai kemudian ia memutuskan untuk mengikuti jejak yang sebelumnya akan ditelusuri Cio San.

Untunglah nona itu tidak mampu melihat jejak Cio San.

Di dunia ini memang hanya dua atau tiga orang yang mampu melihat jejaknya.

Karena jika ia mengerahkan ginkangnya, tidak ada sedikitpun goresan bekas kakinya di muka bumi yang dapat dilihat dengan mata telanjang.

Perempuan yang amat cantik itu kemudian menulusuri jejak dan pergi dari situ.

Cio San yang sedari tadi bersembunyi, akhirnya memutuskan untuk membayangi nona itu.

Cukup lama mereka bergerak.

Malam telah semakin larut dan si nona masih terus menelusuri jejak.

Di tengah perjalanan terkadang Cio932 San memetik buah untuk mengisi perutnya.

Ia tahu musuh sedang mengintai di depan, dan ia harus benar- benar mengisi tenaganya.

Demikian pula nona itu terkadang berhenti untuk menikmati bekal yang ia bawa.

Sejenis roti kering khusus yang berguna untuk menambal perut dan mengisi tenaga.

Roti kering khusus seperti ini biasanya adalah makanan orang Goan305 (Mongolia).

Cio San menjadi yakin bahwa nona ini adalah orang Goan.

Meskipun bajunya adalah baju ringkas biasa yang umumnya dipakai oleh orang-orang persilatan di Tionggoan, wajah nona ini memiliki garis- garis yang sedikit berbeda.

Setelah ia mengeluarkan roti itu, baru Cio San yakin benar bahwa nona ini adalah keturunan bangsa Goan.

Untuk apa seorang Goan datang kemari? Saat ini, bangsa Goan yang telah terusir dari Tionggoan, pindah ke daerah mereka sendiri di utara dan mendirikan kerajaan Goan Utara di sana.

Meskipun kekaisaran Ming yang menguasai Tionggoan sekarang tidak melakukan peperangan dengan mereka, tetapi terkadang masih timbul pula gesekan- gesekan di ujung perbatasan.

305 mongolia933 Lalu mengapa nona ini ada di sini? Sekarang mereka hampir berada di bagian selatan Tionggoan.

Jika nona ini ternyata memang datang dari Goan Utara, berarti nona ini telah menempuh perjalanan berbulan-bulan untuk bisa sampai datang kemari.

Apa yang dicarinya? Perjalanan ini terus dilanjutkan sampai menjelang terang tanah.

Si nona akhirnya memilih untuk beristirahat dan mencari tempat bersembunyi.

Di dalam hatinya, Cio San sangat kagum melihat kekuatan tubuh dan hati nona itu.

Tidak mudah untuk dapat terus menelusuri jejak sepanjang malam tanpa istirahat sama sekali.

Apalagi saat itu sedang di dalam suasana perang sehingga bahaya yang mengancam sering datang tidak terduga.

Beban pikiran dan tekanan batin yang cukup kuat dapat melemahkan kekuatan seseorang.

Nona ini memasuki hutan lebih dalam dan menemukan tempat bersembunyi yang cukup baik.

Ia naik ke atas sebuah pohon yang cukup tinggi, namun dahan-dahannya tertutupi oleh dahan pohon-pohon lain.

Dari bawah tidak kelihatan, dari atas pun tidak kelihatan.

Cio San secara hati-hati mengikuti nona itu dan memilih pula tempat persembunyiannya.

Sedari934 tadi nona itu memang tidak tahu sama sekali jika ia telah dibayangi oleh Cio San.

Setelah menemukan tempat persembunyian yang cukup baik, Cio San memilih untuk tidur.

Orang lain jika dalam keadaan seperti ini tentu tak akan tidur, dan tak mungkin dapat tidur.

Tetapi ia bisa.

Rupanya ia menemukan cara agar tidurnya ini sebisa mungkin tidak menimbulkan suara.

Kebiasaannya mendengkur ternyata hilang sama sekali saat ia melakukan tidur seperti ini.

Tidur seorang ahli silat yang berguna untuk mengumpulkan tenaganya, mengosongkan pikiran nya, dan mempersiapkan dirinya untuk menyambut segala perubahan.

Dalam keadaan seperti ini, ada pergerakan sedikit saja, ia akan terbangun dan sadar sepenuhnya.

Bahkan dapat bergerak seolah-olah telah sadar sepenuhnya.

Tidur para ahli silat ini sama dengan tidurnya para hewan-hewan tertentu di musim dingin.

Hewan-hewan ini seolah-olah mati karena detak jantung mereka menurun dengan sangat jauh, seolah-olah tidak berdetak sama sekali.

Kerja pencernaan mereka pun berhenti, segala otot-otot yang tidak diperlukan pun berhenti bergerak.

Hanya jantung yang bergerak memompa darah.

Dan paru- paru yang bekerja menghirup udara.

Selain itu, organ935 tubuh mereka yang lain tidak berfungsi sama sekali.

Suhu tubuh mereka pun menurun dengan sangat jauh.

Tetapi meskipun indera mereka tidak berfungsi, keadaan alam bawah sadar para ahli silat ini berfungsi dengan sangat baik, bahkan berlipat ganda.

Sehingga jika ada kejadian yang membahayakan mereka, serentak tubuh mereka berfungsi seperti sedia kalanya.

Hanya orang-orang yang berilmu sangat tinggi yang mampu melakukan tidur seperti ini.

Cio San yang sudah sangat mengerti tentang pengendalian tenaga, urat darah, organ-organ tubuh dan indera, memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam melakukan tidur seperti ini.

Karena itu beberapa orang sering heran mengapa ia bisa tidur dengan sangat pulas, tetapi mampu mengikuti segala percakapan dan kejadian yang berlangsung saat ia sedang tidur.

Oleh sebab itu kini Cio San tidur dengan nyaman dan nikmat.

Tubuhnya nampak sangat tenang bahkan seolah-olah terlihat seperti orang yang sudah mati.

Di alam bawah sadarnya, ia menikmati segala ketenangan alam di sekitarnya.

Menikmati hembusan angin, hangatnya mentari, bisikan dedaunan, serta gemericik sungai yang tak jauh berada di sana.936 Keadaan ini semakin menguatkan tubuh dan pikirannya.

Ia memerlukan hal ini.

Tidur ini bahkan berlangsung sampai menjelang sore.

Saat itu si nona sudah turun dari persembunyiannya.

Cio San sendiri pun bangkit dari tidurnya dan kemudian kembali membuntuti nona itu.

Dalam setiap langkahnya nona yang amat sangat cantik itu terlihat sangat berhati-hati, karena nona itu tahu, ia semakin mendekati sarang incarannya.

Ketika malam menjelang, terlihat dari kejauhan sebuah padang rumput yang sangat luas.

Di tengah padang rumput itu telihat ratusan tenda dan kemah.

Rupanya inilah sarang musuh itu! Terlihat angker dan menakutkan karena banyak sekali penjaga yang berjaga-jaga di sekelilingnya.

Si nona berhenti sejenak untuk mempelajari keadaan.

Gayanya yang penuh percaya diri memperlihatkan bahwa ia telah mengalami latihan yang sangat lama, dan juga menguasai ilmu untuk menyusup.

Tidak sembarang orang yang bisa menguasai ilmu ini, karena dibutuhkan bakat dan latihan yang amat keras untuk bisa menguasainya.

Cukat Tong adalah contoh orang yang telah menguasai ilmu ini secara sempurna.

Nona ini mungkin 4 atau 5937 tingkat dibawahnya.

Tetapi tingkatan itu sudah cukup untuk membuat nona ini terhitung sebagai salah satu manusia yang sangat mahir dalam ilmu menyusup ini.

Nona ini lalu mengitari padang rumput dari luar.

Mencoba untuk mempelajari segala hal dan mungkin mencari lubang dari penjagaan yang amat sangat ketat ini.

Cukup lama ia mengatari padang rumput dari daerah hutan yang berada di tepi luar padang rumput itu.

Hingga hampir tengah malam baru ia selesai mengitarinya dan mempelajarinya.

Setelah selesai, nona itu memilih sebuah tempat tersembunyi di mana ia bisa menenangkan pikiran dan mengisi perutnya.

Seperti para ahli silat dan ahli ilmu perang yang sangat mengerti taktik pertarungan dan peperangan, ia mempersiapkan dirinya dengan sangat seksama.

Ia bersemedi cukup lama untuk memulihkan kekuatannya setelah menikmati roti kering yang ia bawa.

Begitu tengah malam telah lewat, Ia lalu memakai cadar untuk menutupi wajahnya.

Lalu ia bergerak! Gerakannya amat lincah dan sangat cepat.

Menghilang dibalik pepohonan.

Menyusuri tanah dengan merayap.

Bahkan melayang dengan amat ringan seperti seekor burung gereja.

Jika gerak gerik nona ini sangat sulit untuk dilakukan, karena harus938 menggunakan perhitungan yang amat sangat matang supaya tidak ketahuan, gerak-gerak Cio San justru 2 kali lebih sulit.

Ia harus bergerak sesuai perhitungan yang jauh lebih matang, karena ia harus menghindari penjagaan musuh, dan juga harus menjaga agar tidak sampai ketahuan oleh nona itu.

Setelah bergerak menyusup cukup lama, akhirnya berhasil lah mereka menyusup ke daerah perkemahan.

Di dalam daerah perkemahan ternyata penjagaannya tidak kalah ketat pula.

Cio San juga tadi sudah mempelajari keadaan sekitar, sama seperti yang dilakukan oleh nona itu.

Oleh sebab itu ia sendiri paham apa yang harus ia lakukan.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Entah apa yang sebenarnya nona itu cari.

Rasa penasaran Cio San sendiri pun amat sangat besar mengenai hal ini.

Seorang perempuan teramat cantik yang ilmunya sangat tinggi, berusaha menerobos sarang musuh yang berisi ribuan, bahkan puluhan ribu prajurit yang sangat terlatih.

Meskipun saat itu suasana sudah sangat sepi karena hampir sebagian besar penghuni tenda-tenda itu sudah tidur, tetap saja penyusupan harus dilakukan sangat hati-hati.

Sampailah mereka di sebuah tenda yang amat sangat besar.

Rupanya tenda itu adalah sebuah balai pertemuan!939 Ada banyak sekali orang yang menjaga di sekeliling tenda itu.

Dan keadaan di dalam tenda sendiri masih sangat ramai.

Ada sebuah perayaan yang mereka adakan.

Perayaan kemenangan.

Dari kejauhan Cio San dapat melihat isi tenda itu.

Yang dilihatnya itu ternyata cukup mengagetkan.

Banyak sekali tokoh-tokoh Liok Lim306 yang berada di sana.

Ia mengenal banyak sekali tokoh-tokoh itu, tetapi tokoh-tokoh yang tidak dikenalnya pun tidak kalah banyak.

Tetapi ada beberapa tokoh yang amat sangat terkenal dan amat sakti yang berada di sana.

Ca Hio Lo, raja golok dari timur.

Sampai saat ini ia adalah orang satu-satunya yang mungkin dapat menandingi kecepatan dan kehebatan Suma Sun.

Ma Lu Si, tokoh pemuda suku Uyghur yang ilmu Tiat Ciang307 nya terkenal sampai ke seluruh Tionggoan.

Namanya bahkan setara dengan Cio San! Lalu ada pula Lu Hu Tu, seorang sesepuh dari perguruan Hwee Liong Pay308.

Ilmu Hwee Liong Ciang309 nya merupakan ilmu yang konon kabarnya tidak kalah dahsyat dengan Ilmu Hang Liong Sip Pat Ciang310 yang melegenda itu.

Ada 306 Golongan hitam 307 Telapak Besi 308 Partai Naga Api 309 Telapak Naga Api 310 18 Tapak Naga940 pula seorang nenek tua ahli racun bernama Pek-Giok Kwi Bo311.

Nenek inilah yang paling dikhawatirkan Cio San.

Seluruh manusia di Tionggoan pernah mendengar namanya.

Bahkan manusia yang belum dilahirkan pun mungkin sudah mendengar namanya.

Namanya ini sering digunakan orang tua untuk menakut-nakuti anaknya jika mereka nakal.

Nama yang sudah sangat melegenda karena kekejamannya dan keganasannya.

Beberapa tahun yang lalu, Cio San dan kawan- kawannya sempat berusaha mencari nenek ini, tetapi terdengar kabar bahwa ia sudah meninggal karena usia tua, sehingga pencarian itu dihentikan.

Ternyata nenek ini muncul di sini.

Bergabung dengan pasukan suku-suku kecil yang ingin memberontak.

Cio San sekali pandang dapat mengenalnya, karena ada sebuah hal yang aneh dan unik dari nenek ini.

Saat ia bernafas, terlihat udara panas yang menyembur dari hidungnya.

Konon katanya karena ketinggian ilmunya, ia dapat menghembuskan api beracun dari mulutnya! Tampilannya pun sangat menakutkan mirip hantu-hantu yang sering diceritakan orang.

Rambut putih yang sudah sangat jarang sekali.

Kemana-mana 311 Biang Iblis Giok Putih941 selalu membawa tongkat berwarna hitam dan berbau sedikit amis.

Selalu memakai baju berwarna putih salju.

Pantas saja seluruh mayat pasukan yang lihat kemarin mati hangus secara menakutkan! Rupanya merupakan perbuatan nenek ini.

Selain tokoh-tokoh tadi, banyak sekali ahli silat tinggi yang berada di sana.

Cio San mengenal pula satu orang, dan ia malahan pernah bertarung dengan orang ini.

Hek Lama312.

Lama313 dulu pernah dikalahkannya saat mencoba merebut kitab Bu Bhok dari seorang mantan kaisar.

Lama ini bersama murid- muridnya yang juga hadir di sana merayakan pesta kemenangan.

Sang raja dari suku Miao yang diangkat sebagai pemimpin pemberontakan suku-suku kecil ini juga berada di sana.

Usianya sudah cukup sepuh.

Mungkin sekitar 50 tahun lebih.

Semua berbaur dalam pesta yang dipenuhi arak dan hidangan mewah.

Tari-tarian perempuan yang hampir tidak berbaju menjadi suguhan tontonan bagi para pendekar yang baru saja memenangkan pertempuran mereka.

312 Bhiksu hitam dari Tibet 313 Sebutan untuk bhiksu Tibet942 Begitu banyak ahli silat golongan di tenda itu sampai-sampai Cio San bahkan tidak berani bernafas.

Salah gerak sedikit saja, kehadirannya mungkin akan ketahuan.

Di dalam hati, ia berdoa semoga nona ini tidak membuat gerakan yang menyebabkan diri sendiri ketahuan pula.

"Saudara-saudara sekalian!"

Kata sang raja.

"Tadi pagi kita baru saja sampai di padang rumput ini setelah melewati pertarungan yang amat sangat hebat melawan tentara penjajah. Malam ini kita berpesta pora secukupnya agar esok hari dapat memulihkan kekuatan untuk menghadapi peperangan selanjutnya. Kiranya, malam ini sudah cukup panjang kita lalui. Cayhe314 sudah cukup tua sehingga perlu beristirahat memulihkan kekuatan sendiri. Untuk itu cayhe meminta ijin saudara-saudara sekalian untuk mengijinkan cayhe mengundurkan diri untuk beristirahat sejenak."

"Silahkan yang mulia! Silahkan!"

Jawab para hadirin yang masih sibuk dengan arak dan hidangan yang ada.

Sang raja pun keluar dari tenda itu diiringi pengawal-pengawalnya.

Beberapa orang pun tak lama mengundurkan diri kembali ke tenda masing-masing.

314 Saya943 Sebagian besar pendekar yang lain masih berpesta pora dengan kenikmatan yang ada.

Arak, makanan mewah, dan perempuan.

Tampaknya tiada kenikmatan lain di dunia selain ketiga hal itu.

Si nona masih tetap dengan sabar bersembunyi.

Rupanya ia mengincar salah seorang yang berada di sana.

Cio San meraba-raba siapa kira-kira orang yang diincar nona itu.

Ketika matanya tertumbuk ke salah seorang lelaki yang cukup tampan yang berada di sana.

Lelaki ini berbeda dengan yang lain karena ia memakai pakaian perang khas bangsa Goan315.

Siapa dia? Mengapa ada orang Goan yang bergabung pula dengan pemberontakan ini? Kerajaan Goan berada jauh di utara, sedangkan pemberontakan suku-suku ini berada jauh di selatan.

Apakah kerajaan Goan kini secara diam-diam menyatukan kekuatan sehingga dapat mengepung kekaisaran Ming dari Utara dan Selatan? Bisa jadi! Ini adalah kemungkinan yang paling masuk akal dari kejadian ini.

315 mongol944 Tetapi jika kerajaan Goan bergabung dengan pemberontakan, mengapa nona ini harus mengintai dan menyusup dengan diam-diam? Ada rahasia apa dibalik semua ini? Benak Cio San dipenuhi dengan pertanyaan- pertanyaan besar yang membuatnya berpikir keras.

Malam menjelang pagi.

Pesta masih berlangsung.

Tetapi satu persatu orang-orangnya mulai kembali ke tempat masing-masing.

Tentunya berpasang-pasangan.

Dalam keadaan mabuk dan hampir telanjang, mereka masuk ke bilik masing- masing untuk meneruskan pesta mereka.

Laki-laki gagah berpakaian Goan itu pun kembali ke tendanya.

Kali ini ia ditemani 2 orang perempuan yang digandengnya dengan mesra.

Mereka tertawa terbahak-bahak menikmati senda gurau dan kebahagiaan di dalam ketidaksadaran mereka akibat arak.

Mabuk karena arak memang nikmat.

Mabuk karena perempuan justru lebih nikmat.

Bagaimana jika kedua golongan mabuk ini digabung menjadi satu? Tentu saja kenikmatannya menjadi berkali-kali lebih besar.

Apalagi perempuannya tidak cuma satu.945 Cio San tidak bisa melihat mimik wajah si nona yang sedang mengintai itu, karena letak Cio San berada di belakangnya.

Begitu dilihatnya nona ini sudah mulai bergerak, Cio San pun bergerak pula.

Nona itu membuntuti lelaki Goan itu yang kini sudah masuk di biliknya.

Tak lama terdengar suara tawa-tawa mereka diganti oleh lenguhan dan desahan penuh kenikmatan.

Hampir di seluruh padang rumput ini terdengar suara-suara seperti ini dari hampir semua tenda.

Cukup lama pesta di dalam bilik itu berlangsung.

Kemudian mereka tertidur karena lelah.

Si nona masih sabar menunggu sampai ia yakin benar bahwa penghuni tenda itu sudah benar-benar pulas.

Lalu ia bergerak dengan sangat perlahan.

Langkah yang sangat ringan dan sangat pasti.

Ia lalu membuka pintu kain tenda itu dengan sangat hati-hati.

Melangkah masuk dengan sangat tenang.

Cio San melihat semua ini dengan khawatir.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Khawatir jika nona itu ketahuan dan tertangkap basah.

Lalu si nona mengeluarkan sebuah pisau kecil dari balik kantongnya.

Pisau yang berkilat tajam di dalam kegelapan malam.

Tiga sosok tubuh yang946 telanjang bulat sedang tertidur pulas di atas permadani indah.

Ia lalu berjalan mendekat.

Pelan.

Amat sangat pelan.

Lalu ia menghujamkan pisau itu ke dada si laki- laki.

Gerakan yang cepat, mantap, dan penuh perhitungan.

Gerakan khas ahli silat dan ahli penyusup.

Seluruh gerakannya sempurna, nyaris tak ada cacat.

Cio San tak berani mengejamkan mata.

Pisau itu menghujam dengan derasnya, tetapi kemudian berhenti.

Sebuah tangan telah memegang tangan nona itu.

Tangan yang tidak kalah indah dengan tangan si nona.

"Siapa kau?"

Kata itu terucap beriringan dengan tendangan dari pemilik kata-kata itu.

Ternyata pemilik kata-kata itu tidak tidur.

Setelah menjadi pemuas nafsu si laki- laki Goan, kedua perempuan ini ternyata bertugas untuk berjaga-jaga dan melindungi sang laki-laki.

Si nona tidak dapat menarik mundur tubuhnya karena tangannya telah terpegang, ia terpaksa menggunakan tangan kirinya untuk menangkis tendangan itu, dan melancarkan sebuah tendangan947 balasan.

Perempuan telanjang tadi akhirnya harus melepaskan pegangannya dan melompat mundur.

Kawannya yang satu lagi pun kini sudah dalam kuda- kuda menyerang.

Keduanya masih dalam keadaan telanjang bulat.

"Penyusuppppp!!!! Tangkap penyusupppp!!!!!"

Suara kedua perempuan telanjang ini menggelegar dan membangunkan hampir seluruh isi padang rumput.

Cio San tak dapat berkata apa-apa lagi.

Ia memutar otak memikirkan cara di dalam keadaan seperti ini.

Si nona Goan tetap bersikap tenang.

Bagian bawah wajahnya tertutup cadar, sedangkan matanya masih bersinar-sinar dengan tajam namun indah.

Si laki-laki Goan sudah terbangun dan kini memakai celananya dengan seadanya.

Dengan cepat si nona sudah terkurung.

Ia tidak mungkin bisa lari lagi.

Para pengawal yang bertugas menjaga di sana sudah berdatangan.

Beberapa ahli silat yang tidak terlalu mabuk juga sudah berdatangan.

Tahu-tahu terdengar suara.

"Tenda raja kebakaran! Tenda raja kebakaran!"948 Tentu saja itu suara Cio San. Tentu pula kebakaran itu disebabkan olehnya. Dengan sigap ia telah memikirkan cara untuk mengalihkan perhatian para pengepung itu. Menghadapi kejadian yang berbarengan seperti ini, para pengawal seperti bingung harus melakukan apa. Ada yang buru-buru berlari ke tenda sang raja. Ada pula yang ragu-ragu untuk bergerak dan akhirnya hanya bisa terdiam penuh kebingungan.

"Naga Menggerung Menyesal!"

Cio San mengeluarkan jurus pertama dari ilmu 18 Tapak Naga.

Jurus yang kedahsyatannya baru mencapai tingkat tertinggi jika dilakukan sambil berteriak.

Ia terpaksa harus meneriakannya agar tenaga yang ia keluarkan mencapai kedahsyatan yang dibutuhkannya.

Pukulan ini sangat berguna untuk menghalau kepungan musuh yang amat sangat banyak.

Angin pukulan dan dorongan hawa tenaga dalam yang tercipta mampu menyapu puluhan prajurit itu sehingga terlempar mundur.

Si nona sudah paham bahwa ada seseorang yang datang membantu nya dan membukakan jalan mundur baginya.

Begitu949 melihat jalan lowong itu segera ia bergerak dengan cepat dan sangat ringan menghilang dari situ.

Para pendekar kelas tinggi yang baru menyadari apa yang terjadi segera mengejar nona itu.

Sebagian lagi mengejar ke arah suara Cio San.

Tetapi Cio San sudah tidak berada di sana.

Ia kini malah sudah bersama si nona melayang dan melarikan diri dari sana.

Terlihat puluhan orang memanah, melempar tombak, dan mengejar.

Tetapi Cio San dan si nona sedang dalam keadaan jiwa dan tubuh yang siap sedia.

Mereka masing-masing telah mengumpulkan kekuatan, ketenangan pikiran dan jiwa raga dalam melakukan penyusupan di malam itu.

Sedangkan para pengejar ini meskipun berilmu sangat tinggi, sebelumnya telah menikmati pesta pora yang penuh arak, dan hubungan badan.

Kondisi tubuh mereka masih belum mencapai tahap terbaik, bahkan mungkin berada di tahap terendah.

Sebagian bahkan menggunakan pakaian sekenanya sehingga untuk lari menguber pun mereka melakukannya dengan sepenuh hati.

Di dalam kegelapan malam, panah dan tombak terus dilanjarkan.

Ada juga ahli silat yang melempar950 kan Am Gi316 secara membabi buta.

Hasilnya kosong melompong karena dalam keadaan mabuk lemparan mereka tidak mungkin menngenai sasaran dengan tepat.

Malahan ada yang nyasar terkena prajurit yang ikut mengejar.

Di tengah kekacauan itu, dibantu dengan gelapnya alam, akhirnya Cio San dan si nona dapat meloloskan diri dari padang rumput itu.

Mereka memasuki hutan lebat dan terus berlari.

Meskipun si nona ini sedikit ketinggalan, ilmu ginkangnya rupanya tidak berada jauh dibawah Cio San.

Mungkin sekitar 3 atau 4 tingkat.

Tetapi tingkatan itu lagi-lagi merupakan tingkatan yang amat sangat tinggi bagi kalangan persilatan.

Terpaksa Cio San harus memegang tangan nona itu dan menariknya agar tidak terus ketinggalan.

"Terima kasih atas pertolongannya,"

Kata nona itu dengan pandangan mata penuh pesona.

Mereka terus berlari dan berlari.

Sambil lari si nona mengeluarkan bekalnya untuk menambah tenaga.

Mereka makan roti kering itu sambil lari.

Walaupun hal ini sedikit mengurangi kecepatan mereka, tetapi hal ini sangat berguna untuk menambah kekuatan mereka.

Begitu roti-roti itu 316 Senjata rahasia951 tertelan segera saja Cio San merasa tubuhnya justru jauh lebih segar, sehingga ia dapat menambah kekuatannya untuk bergerak jauh lebih cepat.

Setelah akhirnya mereka yakin para pengejar itu sudah tidak mungkin lagi mengejar mereka, baru kedua orang ini dapat berhenti untuk beristirahat sejenak.

Cadar nona ini masih menutup wajahnya.

"Cayhe sangat berterima kasih atas pertolongan In-kong317, harap In-kong memberitahukan jati diri agar kelak cayhe dapat membalasnya,"

Kata nona itu.

"Namaku Cio San, harap nona jangan terlalu sungkan,"

Kata Cio San tanpa basa-basi. Begitu nona itu mendengar nama itu, matanya berbinar-binar. Katanya.

"Ah, nama besar tuan sudah lama kudengar, meski kita berbeda pihak, cayhe harap di masa depan kita tidak bermusuhan."

"Siocia318 ini apakah orang Goan?"

Tanya Cio San. Nona itu mengangguk.

"Sebenarnya cayhe ingin merahasiakan jati diri cayhe, tetapi amat sangat tidak sopan jika cayhe melakukan itu terhadap orang yang 317 Tuan penolong 318 Nona952 sudah menolong. Nama cayhe adalah Syafina,"

Kata nya sambil menjura.

"Nama yang indah,"

Kata Cio San sambil tersenyum.

"Terima kasih, mari kita lanjutkan perjalanan Cio-hongswee,"

Kata si nona mongol. Sebagai orang yang menguasai silat, si nona ini tentu saja mengenal nama julukan Cio San yang sangat tersohor itu. Di tengah jalan Cio San tidak bertanya apa-apa. Malahan si nona yang penasaran dan bertanya.

"Apa yang Hongswee lakukan di padang rumput tadi?"

"Aku menguntitmu,"

Kata Cio San sambil tersenyum malu.

"Menguntitku? Sejak kapan?"

Cio San lalu mengisahkan awal pertemuannya dengan nona itu.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi ia tidak menceritakan siapa yang mengutusnya.

Ia hanya bercerita bahwa ia sedang berkelana mencari sesuatu, dan secara tidak sengaja sampai di medan pertempuran.

Lalu ia tertarik menguntit nona itu.

"Oh begitu, lalu kenapa tuan menolongku?"

"Seorang musuh dari musuhku, bukankah adalah sahabatku?"

Tukasnya.953 Nona itu mengangguk mengerti. Lama mereka berjalan, si nona justru semakin penasaran.

"Hongswee tidak ingin tahu alasan mengapa aku harus membunuh lelaki itu?"

"Jika seorang sahabat tidak mau menceritakan rahasianya, aku cukup tahu diri untuk tidak menanya- kannya,"

Jawabnya.

"Ah,"

Angguk nona bernama Syafina itu.

Sambil berjalan ia rupanya meneteskan air mata.

Sekuat dan sehebat apapun seorang wanita, jika ada sebuah hal yang menyangkut perasaannya, ia akan mudah meneteskan air mata.

Cio San tidak mengatakan apa-apa selain menenangkan nona ini dengan tepukan-tepukan halus dipunggungnya.

"Maafkan aku yang begitu lemah dan merepotkan anda, Hongswe..."

Kata Syafina.

"Menangis bukan sesuatu yang memalukan. Apalagi nona baru saja mengalami kejadian seperti itu. Laki-laki setegar apapun mungkin akan menangis pula."

Syafina mengangguk, dalam hatinya ia begitu berterima kasih atas kata-kata Cio San ini. Tetapi954 sebagai perempuan, ia tidak mungkin mampu menahan gejolak hatinya untuk menumpahkan segala perasaannya. Ia berkata.

"Laki-laki itu bernama Aghulai. Ia adalah seorang jenderal dari bangsaku. Aku berasal dari Qara Del."

Cio San tahu tentang Qara Del.

Daerah ini adalah tempat di mana salah satu suku pelarian bangsa Goan tinggal.

Setelah mereka terusir dari Tionggoan, sebagian dari mereka mendirikan Kerajaan Goan Utara, ada pula sebagain kecil dari suku ini yang menetap di Qara Del.

Tempat itu kini merupakan daerah kekuasan kekaisaran Ming yang bernama daerah Sinkiang.

Karena merupakan daerah kekuasaan Ming, maka penguasa daerah Qara Del yang merupakan orang Goan pelarian ini kemudian tunduk di bawah kekuasaan Ming.

Setiap tahun mereka mengirim upeti kepada kaisar sebagai bentuk ketundukannya.

Jadi jika Syafina mengaku sebagai penduduk Qara Del maka secara tidak langsung dianggap sebagai warga negara kekaisaran Ming.

"Dan Aghulai..., adalah ehm...calon suamiku,"

Kata Syafina.

Matanya berlinang air mata.

Tentu saja Cio San sudah mampu menebaknya.

Hanya wanita yang sedang cemburu rela masuk ke955 dalam sarang naga untuk mengetahui keberadaan kekasihnya.

Hanya wanita yang cemburu yang berani melakukan apa yang ia lakukan.

"Tetapi aku ingin membunuhnya bukan karena ia bercinta dengan perempuan lain. Aku ingin membunuhnya karena ia sudah berkhianat pada Qara Del. Dengan tindakannya itu, kekaisaran Ming bisa salah paham dan menganggap kami semua ingin memberontak. Padahal ini hanyalah perbuatan salah satu jenderal pengkhianat,"

Kata Syafina.

"Aku mengerti,"

Tukas Cio San.

"Sekarang apa yang akan dilakukan anda?"

Tanyanya.

"A...aku tidak tahu. Tetapi sebaiknya aku pulang dan melaporkan hal ini kepada pemimpin kami,"

Kata Syafina.

"Menurut perhitunganku, perjalanan anda pulang ke Qara Del akan memakan waktu berbulan- bulan. Jika terlalu lama, kekaisaran Ming akan mengetahui pembelotan Aghulai dan mungkin menganggapnya sebagai pemberontakan daerah Qara Del. Cara yang paling baik adalah bertemu dengan pemimpin pasukan Ming sekarang dan menjelaskan tentang perbuatan Aghulai. Aku akan membantumu menjelaskan. Dengan begitu, walaupun pemimpin956 anda terlambat menerima kabar ini, setidaknya kekaisaran Ming sudah mengerti keadaannya dan tidak berpikiran macam-macam. Bagaimana?"

"Usul yang baik!"

Kata si nona tersenyum.

Akhirnya segala kepercayaannya terhadap Cio San tumbuh dan ia membuka cadarnya.

Baru kali ini Cio San melihat dengan jelas wajah nona ini.

Dan di sepanjang hidupnya, baru kali ini ia melihat wanita secantik dan seanggun ini.957 BAB 42 TUJUH MUSTIKA Perjalanan menjadi lebih ringan karena kini mereka berdua telah memasuki kawasan milik kekaisaran Ming.

Tak berapa lama mereka memasuki kawasan ini, sudah terlihat penjagaan yang amat ketat.

Para pasuka yang berjaga di sana segera berjaga-jaga, bahkan ada yang menghunuskan panah.

"Berhenti! maju selangkah lagi akan kami panah! Siapa kalian?"

Tanya seorang prajurit. Karena tak ingin bertele-tele, Cio San segera mengeluarkan lencana naga. Melihat lencana itu, para prajurit langsung berlutut dan berteriak serempak.

"Kami dengar titah kaisar!"

"Aku adalah petugas yang diperintahkan pangeran Cu untuk menyelidiki keadaan musuh. Harap memberi jalan,"

Kata Cio San dengan lantang.

"Dan mohon saudara-saudara sekalian berdiri."958 Para prajurit yang mendengar hal ini segera berdiri dengan patuh. Sikap mereka menjadi penuh hormat dan sungkan. Cio San berkata bahwa ia dan sahabatnya itu ingin beristirahat sebentar untuk memulihkan tenaga. Para prajurit ada yang hendak menyiapkan 2 buah tempat di barak kecil tempat mereka tinggal, tetapi Cio San meminta mereka untuk tidak merepotkan diri, dan cukup menyediakan satu tempat untuk si nona, sedangkan dia sendiri cukup beristirahat di bawah sebuah pohon yang rendah. Tidak butuh waktu lama bagi Cio San untuk tidur dengan lelap. Kebiasaannya mendengkurnya pun kembali lagi. Kali ini ia tidur dengan cukup pulas, selama kurang lebih 3 jam. Hari sudah mulai sore ketika ia terbangun. Ada beberapa prajurit yang berdiri mengawal di dekatnya saat ia tidur. Kata Cio San.

"aih, mengapa saudara-saudara mengawalku seperti ini, aku cuma seorang pesuruh saja. Tidak perlu diperlakukan terlalu istimewa."

"Kepada Hongswee, mana kami berani kurang ajar,"

Jawab mereka.

Memang selama ini baru 3 orang yang diberi hak memegang lencana naga.

Yang 2 lain adalah959 jenderal besar dan seorang thaykam319 di istana.

Orang angkatan muda yang memiliki lencana naga cuma Cio San seorang, oleh karena itu para prajurit dapat dengan mudah mengenal siapa dirinya.

Cio San bangkit lalu bertanya.

"Kalian sudah mulai memasak?"

"Ya, Hongswee. Hari sudah semakin sore. Seorang petugas sudah harus menyiapkan makan malam dari sekarang. Apakah Hongswee sudah ingin bersantap? Bisa kami persiapkan sekarang,"

Jawab salah seorang petugas.

"Ah, tidak perlu. Aku justru ingin memasak,"

Kata Cio San sambil tersenyum.

Seorang petugas lalu mengantarkannya ke sebuah tempat terbuka di halaman belakang barak yang mereka gunakan sebagai dapur.

Segera Cio San menyapa petugas masak dan bercakap-cakap sebentar.

Lalu ia pun turut membantu memasak dan menyiapkan makanan.

Malam itu para prajurit bersantap dengan nikmat.

Belum pernah mereka menikmati masakan selezat itu.

Syafina yang sudah mandi dan membersih kan diri tampak terlihat amat cantik saat ia duduk sendirian menikmati makan malamnya.

Cio San 319 Orang Kebiri, Kasim960 sengaja tidak mengganggunya dan membiarkannya sendirian.

Ia malah bercakap-cakap dengan para prajurit dan sedikit menceritakan keadaan di sarang musuh.

Ia tidak menceritakan hal secara keseluruhan karena ia takut hal itu akan melemahkan semangat mereka.

Yang bisa ia ceritakan adalah letak perkemahan musuh serta beberapa titik kelemahan mereka.

Setelah selesai bercerita, Cio San lalu menuju ke Syafina yang duduk sendirian di sebuah meja yang sudah disiapkan para prajurit.

"Eh, makannya kok tidak habis?"

Tanya Cio San.

"Kurang enak?"

"Ah, ini justru merupakan salah satu makanan paling enak yang pernah kucicipi. Tetapi aku mungkin terlalu banyak pikiran, jadi agak susah makan,"

Jelas si nona.

"Oh, tidak apa. Aku pun seperti itu jika terlalu banyak beban pikiran. Sini makananmu kuhabiskan saja,"

Tukas Cio San yang tanpa sungkan mengambil piring bekas makan si nona.

Syafina hendak mencegahnya tetapi apa daya bekas makanannya sudah masuk ke perut Cio San.

Lelaki itu makan dengan nikmat.

Si nona menjadi rikuh sendiri melihat ada orang lain memakan bekas makanannya.961

"Di barak seperti ini, makanan adalah hal yang sangat penting bagi prajurit. Jika tidak dihabiskan, dianggap sebagai sesuatu pelanggaran,"

Bisik Cio San lirih sambil tersenyum. Si nona paham dan mengangguk.

"Aku a aku tidak tahu...maaf,"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Katanya.

"Ah, tak apa. Toh ini sudah habis. Nona tidak ingin minum arak?"

Tanya Cio San.

"Aku tidak minum arak. Kepercayaanku melarangnya. Maaf,"

Tukas si nona.

"Oh nona adalah seorang muslim?"

"Benar,"

Syafina mengangguk.

"Maaf kalau begitu. Setahuku biasanya orang Goan beragama Buddha."

"Ibuku seorang keturunan Kazakh. Ayahku orang Mongol. Aku mengikuti kepercayaan ibuku,"

Jelas Syafina.

"Oh begitu,"

Cio San mengangguk. Lanjutnya.

"Kakekku juga adalah seorang muslim. Ayahku juga. Tetapi ayahku tukang minum arak dan bersenang- senang,"

Kata Cio San sambil tertawa kecil.962

"Lalu kepercayaan anda apa?"

Tanya Syafina.

"Ah..."

Cio San kesulitan menjawabnya.

"Aku percaya bahwa ada sesuatu yang maha kuasa. Tetapi aku masih tidak tahu mengapa manusia menjadi terpecah-pecah menjadi bermacam-macam ajaran dan golongan. Seandainya kita dapat menyatu, entah kepercayaan apa, entah suku apa, entah warna kulit bagaimana, tentu dunia lebih indah."

Syafina mengangguk, lalu berkata.

"Suatu hari nanti, anda akan mengerti jawabannya."

"Semoga."

Mereka bercakap-cakap sebentar lalu bersiap- siap untuk melanjutkan perjalanan.

Setelah itu mereka meminta diri, dan pergi dari sana.

Cio San meninggalkan kesan yang amat sangat dalam bagi para prajurit ini.

Di dalam hati, rasa hormat dan kekaguman mereka terhadap pendekar ini semakin tinggi.

Perjalanan mereka berdua dilakukan dengan cepat, dalam beberapa jam, mereka telah sampai di benteng dan menemui pangeran Cu.

Cio San memberi laporan secara pribadi tentang segala kejadian kemarin di ruang khusus milik pangeran, secara empat963 mata.

Setelah itu ia menjelaskan pula tentang nona Syafina.

"Nona ini kata Hongswee adalah campuran Kazakh dan Mongol?"

Tanya sang pangeran.

"Benar, yang mulia."

"Aku ingat dulu seorang raja Qara Del bernama Enke Timur memiliki beberapa orang permaisuri, salah satunya adalah orang Kazakh. Apakah nona ini ada hubungannya dengan beliau?"

"Mungkin saja, Yang Mulia. Hamba sungkan bertanya kepadanya,"

Jawab Cio San.

"Aih, Cio-hongswee memang memiliki liang sim320. Aku sungguh kagum."

Cio San hanya menunduk saja. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan.

"Aku memiliki kabar yang sangat buruk. Kuharap Cio-hongswee memberi pandangan terhadap hal ini,"

Lanjutnya.

"Hal yang sama banyak terjadi dengan pasukan-pasukan kita di beberapa daerah peperangan. Kita telah kehilangan puluhan ribu pasukan! Bahkan pasukan tambahan yang kubawa 320 Budi pekerti964 pun tidak dapat membantu. Kekuatan suku-suku kecil ini sungguh dahsyat. Bagaimana mungkin mereka dapat mengumpulkan ahli-ahli silat yang demikian hebat?"

"Orang-orang Bu Lim321 tertarik kepada 3 hal, Yang Mulia. Harta karun, mustika sakti, atau kitab ilmu silat. Selain itu, mereka tidak akan merepotkan diri dalam hal lain,"

Jelas Cio San.

"Ah, masuk akal. Berarti raja Miao memiliki salah satu dari ketiga hal ini, atau mungkin bahkan memiliki ketiga-tiganya. Kira-kira apa yang dimiliki nya?"

"Hamba masih belum tahu. Tetapi hamba akan meneruskan penyelidikan ini. Jika tokoh kaum sesat sudah bergabung dalam pasukan musuh, maka kaum lurus pun mungkin akan bergabung turut ke dalam peperangan ini. Yang Mulia mungkin bisa mengambil hati mereka, untuk turut bergabung dengan pasukan kita. Tetapi hal ini akan menimbulkan banyak sekali korban. Jika kaum bu lim sudah terjun ke dalam kancah peperangan ketentaraan, maka hasilnya akan sangat menakutkan. Ini satu-satunya yang hamba khawatirkan,"

Ungkap Cio San. 321 Kalangan persilatan965

"Cio-hongswee punya usul mengenai hal ini?"

Tanya pangeran Cu.

"Sebisa mungkin pihak musuh harus dikalahkan tanpa menggunakan tenaga kaum bu lim. Hanya itu satu-satunya cara. Tetapi hamba sendiri belum mendapatkan cara yang paling pas. Hal yang paling baik mungkin adalah melemahkan mereka dari dalam."

"Mengadu domba mereka?"

Cio San tidak menjawab.

Ia paling tidak suka kata-kata ini.

Tetapi terkadang di dalam hidup seorang manusia, ia memang harus memilih pilihan yang buruk dari berbagai macam pilihan yang lebih buruk.

Pangeran Cu berpikir sebentar, lalu ia mempersilahkan Cio San pergi.

Terlalu banyak beban di dalam pikiran pangeran itu.

Ia terlihat bertambah tua dalam beberapa hari saja.

Cio San sendiri saat keluar secara tidak sengaja bertemu dengan Bu Cin Lian yang sepertinya memang sudah menunggunya sedari tadi.

"Siapa wanita itu?"

Dari seluruh pekerjaan berat yang dilakukan Cio San beberapa hari belakangan ini, pertanyaan inilah966 yang ditanyakan oleh Bu Cin Lian. Setiap wanita memang sama saja.

"Dia seorang wanita suku Goan,"

Jawab Cio San sambil tersenyum memandang wajah Bu Cin Lian yang cemberut.

"Aku sudah tahu. Yang kumaksud, dia siapamu?"

"Aku bertemu di jalan dan menyelamatkannya,"

Jelas Cio San.

"Itu pun aku sudah tahu. Yang kumaksud dia itu SIAPAmu?"

"Dia adalah seorang sahabat,"

"Hanya seorang sahabat?"

"Untuk saat ini."

"Jadi di masa mendatang ia bisa berubah menjadi istrimu?"

"Di masa mendatang ia bisa berubah menjadi istriku, atau musuhku, atau orang yang membunuhku. Memangnya nona yang cantik ini bisa membaca masa depan?"

Tawa Cio San.

"Tidak perlu merayu. Apa saja yang sudah kau lakukan bersamanya?"

Tanya nona ini lagi.967

"Kami tidak melakukan apa-apa."

"Jangan bohong. Masa berhari-hari berduaan seperti itu tidak melakukan apa-apa?"

Nona ini bertanya semakin lirih, tetapi semakin menusuk hati.

"Baiklah. Aku dan dia berlari bersama. Terkadang kami berpegang tangan. Terkadang kami makan bersama-sama."

"Ish!"

Bu Cin Lian pergi dengan membanting kaki. Di hadapan perempuan, seorang laki-laki tidak boleh berbohong, juga tidak boleh jujur.

"Jika ia ternyata mata-mata, aku akan mem- bunuhnya,"

Ancam Bu Cin Lian sambil beranjak dari situ.

Cio San terdiam.

Masalah yang ia hadapi sekarang bertambah rumit.

Segala kemungkinan memang masih ada.

Semua bisa jadi lawan, bisa pula menjadi musuh.

Ia sendiri masih belum bisa merunut benang merah segala peristiwa ini dengan terang benderang.

Masih terlalu banyak kemungkinan.

Bu Cin Lian pun sendiri memasuki kamarnya dengan rasa cemburu yang amat besar.

Cio San telah968 mampu menarik hatinya dengan menakjubkan.

Malam yang mereka lewati beberapa hari yang lalu adalah malam yang paling indah baginya.

Cio San tidak melakukan apa-apa padanya.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia hanya memeluknya dengan penuh kehangatan dan menciumnya dengan lembut.

Mendengarkan segala keluh kesahnya, segala ketakutan, dan beban pikirannya.

Itulah yang ia inginkan selama ini.

Sesosok lelaki gagah yang mampu memberi perlindungan dan perhatian kepadanya.

Ia telah berganti laki-laki berkali-kali.

Melampiaskan nafsu dan perasaannya kepada mereka.

Mencoba mencari sesuatu yang hilang di dalam jiwanya.

Dan hal itu tidak ia temukan dari kesemua lelaki ini.

Mereka hanya menjadi pemuas nafsunya.

Tetapi Cio San memiliki hal ini.

Memiliki apa yang selama ini ia cari- cari di sepanjang hidupnya.

Ia bahkan rela mengorban kan segalanya bagi lelaki ini.

Tetapi mengapa lelaki ini kemudian berubah? Menjadi dingin dan tidak seperti yang dulu lagi.

Tentu karena sudah ada perempuan lain di hatinya! Isi hati perempuan selalu dipenuhi pertanyaan dan prasangka semacam ini.

Jika lelaki yang mereka cintai sedikit tidak mengacuhkan mereka, sedikit melupakan perhatiannya, maka perempuan akan969 menganggap diri mereka sendiri mungkin sudah tidak cantik dan tidak menarik lagi.

Mungkin karena inilah, semakin tua seorang perempuan, terkadang justru dandanannya semakin tebal.

Mencoba untuk menjadi lebih cantik dan menutupi usianya.

Cio San sendiri pun masuk ke biliknya dan menghempaskan tubuhnya di atas ranjang.

Ia telah mencoba membuka hatinya demi kebahagiaan dirinya sendiri.

Ia belum memutuskan wanita mana yang akan mengisi hatinya.

Tapi satu hal yang pasti, ia kagum akan kecantikan kedua nona ini.

Bu Cin Lian yang menggairahkan namun tegas, Syafina yang lembut dan anggun namun berilmu tinggi.

Semua manusia memang selalu dihadapkan kepada pilihan hidup.

Juga dihadapkan kepada pilihan pasangan hidup.

Ia tidak mau berpikir lagi.

Hari ini sudah cukup berat.

Ia pun kemudian mendengkur dengan syahdu.

***970 Kini Cio San dan Syafina sedang menghadap pangeran Cu.

Mereka membicarakan tentang kemungkinan kerajaan Qara Del untuk turut bergabung dalam perang ini.

Saat inilah Cio San baru tahu siapa Syafina sebenarnya.

Dan tebakan pangeran Cu kembali terbukti benar.

Syafina adalah putri dari raja Qara Del yang lalu, Enke Timur.

Ia adalah adik dari raja yang baru saja diganti, yaitu Tuli Temur.

Raja Qara Del yang sekarang adalah Boda Shili.

Yang merupakan kerabatnya juga.

Jadi nona ini memiliki dari keturunan kaisar Mongol.

Oleh sebab itu pangeran Cu sangat menghormati nona ini.

"Setelah kakak saya turun tahta 2 tahun yang lalu, raja Boda Shili menggantikannya. Pemerintahan nya berlangsung dengan damai selama 2 tahun ini. Meskipun terkadang keluarga kami kerap kali bersebrangan dengan keputusannya, sejauh ini pemerintahannya cukup memuaskan. Tetapi kami curiga ia menyimpan sebuah rencana untuk memberontak dari kekaisaran Ming. Oleh karena itu saya, sebagai satu-satunya orang dari keluarga Temur yang memiliki ilmu silat cukup tinggi, ditugaskan untuk menyelidiki hal ini. Akhirnya memang ketahuan jenderal Aghulai sudah mengikat hubungan dengan suku pemberontak di selatan."971

"Oh jadi yang tuan putri maksud menuliskan surat kepada pemimpin anda, adalah kepada keluargamu, dan bukan kepada raja Qara Del yang sekarang?"

Tanya Cio San.

"Benar Hongswee. Tetapi ketika Hongswee menyarankan agar aku kesini dan melaporkan hal ini kepada pejabat Ming, aku menyetujuinya. Dengan begitu, aku bisa menjelaskan kenyataan yang sebenarnya tentang keadaan kami di sana,"

Terang Syafina.

"Pilihan yang bijaksana. Sekarang siapa kepala keluarga anda, tuan putri?"

Tanya pangeran Cu.

"Namanya Tuohan Temur. Beliau adalah kakak saya dari ibu yang berbeda. Beliau juga adik kandung dari raja kami terdahulu, Tuli Temur."

"Baik. Aku akan mengirimkan surat penjelasan tentang hal ini kepada kaisar kami Yang Mulia. Untuk saat ini, kira-kira apa yang tuan putri akan lakukan?"

"Saya masih belum pasti. Tetapi sejak semalam saya berpikir lebih baik saya tinggal disini sebagai bukti bahwa kerajaan kami masih tunduk kepada kaisar Ming Yang Mulia,"

Jawab si nona.972 Dalam hati, Cio San dan Pangeran Cu teramat kagum.

Secara tidak langsung, tuan putri menyerahkan dirinya sebagai jaminan kesetiaan kepada kekaisaran! "Tuan putri memang sangat bijaksana.

Segara saya perintahkan petugas kami untuk mempersiapkan segala hal untuk kenyamanan tuan putri tinggal di sini,"

Ujar pangeran Cu.

"Jika diperbolehkan, hamba juga ingin turut berperang dalam pasuka kekaisaran. Pengkhianat Aghulai memang harus kami sendiri yang menghakiminya,"

Pinta tuan putri.

"Baik. Aku mengijinkan. Sungguh aku kagum kepada keberanian dan kesetiaan tuan putri. Aku akan menuliskan hal ini tersendiri di dalam surat kepada kaisar kami yang mulia,"

Ungkap pangeran Cu.

Pembicaraan lalu selesai.

Cio San kemudian meminta ijin untuk meninggalkan benteng.

Ia bermaksud untuk mencari Suma Sun dan meminta pertolongannya.

Dalam keadaan genting seperti ini, hanya Suma Sun satu- satunya orang yang bisa ia percaya, selain Kao Ceng Lun yang kini menjadi petugas kerajaan.

Orang satunya lagi yang bisa Cio San percaya, justru kini tidak973 percaya kepadanya.

Begitu sedih hatinya memikirkan keadaan sahabatnya itu.

Cukat Tong, apakah kau berbahagia saat ini? Semoga kau terus berbahagia.

Air matanya meluncur tanpa bisa ditahannya.

Setelah mendapat ijin, Cio San segera berangkat.

Sebelumnya ia ingin bertemu dengan Bu Cin Lian, tetapi nona itu tidak ingin bertemu dengannya.

Cio San hanya bisa bertemu Putri Syafina dan meminta diri.

Nona itu melepas kepergiannya dengan doa.

Cio San berjanji akan kembali secepatnya.

Dengan sebuah kapal kecil milik kerajaan, Cio San mengarungi samudra laut timur dan sampai di sebuah kota.

Ia mencari markas Mo Kauw terdekat dan meminta salah seorang anak buahnya untuk mengirim kabar kepada Suma Sun di mana pun mereka bisa menemukannya.

Dalam beberapa hari, Suma Sun mengabarkan bahwa ia akan segera sampai di kota itu dalam 3 hari.

Dalam 3 hari ini, sambil menunggu Suma Sun, Cio San mencari-cari kabar perkembangan peperangan.

Sudah hampir sepuluh hari ia meninggal kan benteng selatan, dan kabar yang ia dengar cukup mengkhawatirkan.

Tersiar kabar bahwa pasukan974 kekaisaran mengalami kekalahan di mana-mana bahkan ketika pasukan tambahan milik pangeran Cu dan pasukan cadangan milik kaisar diterjunkan.

Dalam hati ia begitu bingung bagaimana tentara yang kuat ini bisa dikalahkan dengan mudah.

Di beberapa titik peperangan di garis perbatasan selatan pun tentara kekaisaran mengalami kekalahan besar.

Hanya benteng selatan yang diduduki pangeran Cu saja yang masih aman, karena letaknya jauh ke dalam daerah kekuasaan Ming.

Dalam hati ia berpikir, jika kaum lurus Bu Lim tidak turun tangan, maka bukan tidak mungkin kekaisaran ini akan ambruk dan Tionggoan akan kembali dikuasai suku-suku luar.

Tetapi ia mengerti betul jika kaum Bu Lim turun tangan, maka perpecahan dan kerusakan yang lebih besar akan terjadi.

Betul-betul pilihan yang sulit.

Bagi Cio San, lebih baik ia masuk sendiri ke sarang musuh, menghabisi berapapun tokoh sesat yang berada di sana.

Sebuah misi bunuh diri.

Tetapi jika ia bisa sedikit mengurangi kekuatan musuh, pengorbanannya ini bisa berarti besar.

Apalagi jika ia berhasil menghabisi raja pemimpin suku-suku itu.975 Menghentikan naga memang harus memotong kepalanya.

Dan itu yang akan dilakukannya! Lalu hari yang dijanjikan tiba.

Pagi-pagi sekali Suma Sun sudah muncul di markas Mo Kauw yang tersembunyi di balik sebuah toko kelontong.

Tetapi ia tidak sendirian.

Ia mengajak Ang Lin Hua, istrinya.

Alangkah senangnya Cio San bertemu dengan wanita yang sudah dianggapnya sebagai adik kandungnya sendiri itu.

Ia tampak cantik sekali.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rambutnya kini sudah hitam seluruhnya.

Wajahnya mencerminkan kebahagiaan dan ketenangan hidup.

"Kauwcu322, apa kabar?"

Katanya sambil menjura.

"Aih, Kauwcu apa kabar?"

Senyum Cio San.

"Sekarang kau adalah kauwcunya. Masa memanggil aku seperti demikian? Hahaha,"

Ia tertawa sambil mengelus-elus kepala Ang Lin Hua. Memang di antara mereka sudah tidak ada lagi sekat pebatas. Cio San benar-benar memperlakukan Ang Lin Hua sebagai adiknya sendiri. 322 ketua976

"Kau sehatkah Hua-moy323 ?"

Tanya Cio San.

"Tentu saja. Bahkan aku membawa keponakan mu di dalam perutku ini,"

Jawabnya sambil tertawa.

"Ah, kau mengandung? Syukurlah. Ini berita baik. Oh,aku sungguh senang sekali mendengarnya,"

Tukas Cio San kegirangan.

"Sudah usia berapa kandunganmu?"

"Hampir 3 bulan,"

Jawab Ang Lin Hua tersenyum.

"Eh, kenapa kau tahu-tahu ikut juga ke sini?"

Tanya Cio San lagi.

"Dia sudah meninggalkan aku berbulan-bulan. Aku sendirian di Istana Ular. Aku mengirim pesan kepadanya, jika tidak segera pulang, segera akan kugetok kepalanya dengan gagang pedang. Setelah pulang, tak lama kemudian kami mendapat kabar darimu. Akhirnya aku memaksa ikut. Rasanya tidak enak sendirian terus di sana,"

Jelas Ang Lin Hua.

"Aih, jika begini aku jadi merasa bersalah. Kau sedang mengandung, melakukan perjalanan berat bisa berbahaya bagi kandunganmu," 323 Adik Hua977

"Anak yang kukandung ini adalah anak dari keluarga Suma. Sejak di dalam kandungan ia harus mengalami petualangan yang seru. San-ko324 menyuruh dia tinggal di rumah memangnya kau pikir dia anak pejabat yang manja?"

Tawa Ang Lin Hua.

Suma Sun pun ikut tertawa.

Cio San memperhatikan, setiap Suma Sun berada dekat dengan Ang Lin Hua, dewa pedang itu menjadi lebih hangat dan lebih bersemangat.

Ia menjadi manusia.

Cinta memang bisa memanusiakan seseorang.

Cinta juga bisa membuat manusia menjadi seperti hewan tanpa akal.

Setelah sepasang suami itu beristirahat sejenak sambil menikmati sarapan pagi yang sudah disiapkan Cio San, Suma Sun mulai menceritakan hasil perjalanannya selama ini.

"Setelah mendengar kabar bahwa kau hanya bisa disembuhkan oleh bunga Anggrek Tengah Malam, aku lalu memulai perjalananku. Di dalam perjalanan ku, aku mulai mengingat-ingat kejadian dulu saat aku masih kecil."

Suma Sun mengisahkan kisah masa kecilnya saat ia diculik Bwee Hua tua, tentang kematian orang tuanya 324 Kakak San978 dipuncak Himalaya, sampai dengan kenyataan bahwa ia memiliki seorang paman bernama Suma Hiang yang dijuluki Ang Tiung-Sha325.

Ia juga menceritakan kejadian tentang Wu Ye Lan Hua326.

"Pamanku Suma Hiang di masa hidupnya dituduh sebagai pemetik bunga bahkan ia dijuluki Jai Hua Sian327. Ia juga mencari Anggrek Tengah Malam, dan dalam perjalanannya ia sempat bertarung dengan ayahku. Secara tidak sengaja ayahku terbunuh olehnya, dan pada saat itu mereka berdua baru tahu bahwa mereka ternyata bersaudara. Di saat itu, orang yang mengincar Suma Hiang sudah sangat banyak karena merasa anak-anak perempuan mereka menjadi korbannya. Banyak juga pendekar kaum lurus yang ingin menghukumnya karena kejahatannya. Saat itu di Himalaya, musuh-musuhnya sudah berkumpul semua dan ingin membunuhnya,"

Cerita Suma Sun.

"Jumlah mereka ratusan orang, dan aku saat itu hafal nama mereka semua. Saat itu aku sudah menetapkan hatiku untuk mencari dan membunuh mereka satu persatu. Dalam perjalanan hidupku, aku menemukan bahwa orang-orang ini kebanyakan 325 Si Jubah Merah 326 Anggrek Tengah Malam 327 Dewa Pemetik Bunga979 justru orang-orang dari kaum sesat. Sebagian sudah kubunuh, namun sebagian lagi sudah mati karena pertarungan dengan orang lain. Ada juga beberapa yang masih hidup dan belum sempat kucari. Berhubung kita semua orang persilatan, dan kematian adalah hal yang biasa, maka aku tidak menaruh curiga atas kematian orang-orang ini."

Lanjutnya.

"Ketika beberapa bulan yang lalu saat aku mencari Anggrek Tengah Malam, aku baru menyelidiki secara mendalam atas kematian mereka, dan juga mencari orang-orang yang masih hidup. Ternyata orang-orang yang tadinya masih hidup dan belum sempat kubunuh itu sudah mati semua! Kematian mereka pun hampir berdekatan. Yang paling aneh, saat mayat mereka ditemukan, telah ditutup dengan sebuah jubah berwarna merah!"

Cio San sedikit terhenyak.

Kasus pembunuhan dengan jubah merah ini awalnya ia dengar dari Kao Ceng Lun yang mengisahkan tentang kematian ayahnya yang juga ditutupi dengan sebuah jubah merah.

Dan memang, kasus pembunuhan ayah Kao Ceng Lun ini menjadi kasus pertama yang memulai pembunuhan atas tokoh-tokoh lainnya.

Semua mayat ditutupi dengan jubah merah!980 Suma Sun menyebut nama tokoh-tokoh yang terbunuh karena jubah merah itu.

Ada sekitar 9 orang dan hampir sebagian besar Cio San mengenal nama- nama mereka.

"Apakah ayah Kao Ceng Lun berada juga di puncak Himalaya saat kejadian itu?"

"Tidak. Itulah yang mengherankan aku. Dari sembilan korban tadi, hanya beliau satu-satunya orang yang tidak berada di Himalaya,"

Jawab Suma Sun.

"Hmmmmm..."

"Ada lagi sebuah rahasia besar yang ingin kuceritakan kepadamu,"

Kata Suma Sun.

"Penyelidikanku membawaku kepada Bwee Hua. Aku bertemu dengannya saat ia telah berhasil menyembuhkanmu dengan Anggrek Tengah Malam. Dengan susah payah, aku baru bisa mengorek keterangan yang sebenarnya tentang Anggrek Tengah Malam."

Lanjutnya.

"Pada jaman dulu, orang dinasti Goan mempunyai sebuah legenda. Legenda itu mengata kan, jika seseorang berhasil menguasai 7 mustika, maka orang itu akan menguasai dunia. Legenda ini981 hanya beredar secara rahasia di kalangan keluarga Khan328. Dan ketujuh mustika itu adalah. Mustika Ikan yang ampuh memusnahkan segala racun, Mustika Ular yaitu sebuah baju dari kulit ular yang membuat pemakainya kebal dari segala jenis senjata, Mustika Kulit yang merupakan sebuah peta penyimpanan harta karun peninggalan purbakala, Mustika bunga yaitu anggrek tengah malam yang dapat menyembuhkan sakit apa saja, Mustika Pedang yaitu sebuah pedang buatan seorang empu jaman dahulu yang bisa memotong apa saja dan tak bisa dihancurkan. Lalu Mustika Sutra, yaitu sebuah kain sutra maha tipis yang berisi inti sari segala ilmu silat. Aku percaya dulu Mustika ini yang membuat engkau terusir dari Bu Tong-pay. Kemudian ada Mustika Kitab yang merupakan kitab ilmu perang. Kitab Bu Bhok yang dulu sempat berada kepadamu."

"Wah..."

Hanya ini yang keluar dari mulut Cio San. Ia berpikir lama sekali, hingga kemudian berkata.

"Mari kita bikin sedikit kesimpulan. Bwee Hua ternyata mengerti tentang rahasia ketujuh Mustika ini, dan kemungkinan ia sedang berusaha mengumpul kannya. Yang kita tahu, Mustika Bunga sudah pasti berada di tangannya. Mustika Ular juga berhasil ia curi 328 Keturunan raja Mongol982 dari gudang istana. Berarti saat ini ia telah memiliki 2 mustika. Eh, aku lupa. Dulu Mustika Sutra yang dimiliki guruku Kam Ki Hiang, kemungkinan besar jatuh ke tangan Bwee Hua tua. Jadi seluruhnya ada 3 mustika yang berada di tangan Bwee Hua muda saat ini."

"Empat. Aku yakin Mustika Ikan juga berada padanya. Saat aku kecil dahulu, aku pernah melihat Bwee Hua tua merebut Mustika itu dari tangan seseorang,"

Tukas Suma Sun.

"Ah, berarti 4. Kemungkinan besar, ia memang ingin meneruskan cita-cita gurunya. Mengumpulkan ketujuh Mustika itu dan menguasai dunia. Satu mustika yang lain, yaitu Mustika Kitab berada dalam penjagaan istana kaisar sekarang. Sisanya, yaitu Mustika Pedang dan Mustika Kulit belum kita ketahui keberadaannya,"

Ujar Cio San.

"Mustika Pedang ikut hilang bersama paman Suma Hiang. Pedang itu sejenis pedang lentur yang amat sangat tajam. Pedang itu terjatuh di jurang saat paman Hiang meninggal,"

Kata Suma Sun.

"Oh begitu. Aku sekarang pun dapat menebak dimana keberadaan Mustika Kulit. Kemungkinan besar mustika itu berada di tangan raja suku pemberontak di selatan. Justru karena hal inilah aku memanggilmu983 kemari,"

Kata Cio San. Ia lalu mengisahkan segala pengalaman dan pengamatannya saat berada di sana.

"Tapi ngomong-ngomong, mengapa Bwee Hua menceritakan hal ini kepadamu?"

Tanya Cio San.

"Kata Bwee Hua, kau akan mengerti alasannya,"

Jawab si dewa pedang. Cinta. Memangnya ada alasan lain selain cinta? Cio San termenung, lalu berkata.

"Ada beberapa hal mencurigakan di jejak-jejak yang kutemukan. Aku mohon kau dapat memeriksanya. Aku masih belum memiliki ilmu yang cukup tinggi untuk memeriksa hal- hal ini. Misalnya tentang beberapa jejak aneh yang kutemukan, serta beberapa petunjuk yang tidak terlalu penting. Tetapi hatiku belum puas jika belum bisa mendapatkan jawabannya,"

Kata Cio San.

"Jika kita pergi kesana, jejak-jejak dan petunjuk ini mungkin sudah hilang seluruhnya,"

Tukas Suma Sun.

"Apabila orang ini pintar, ia tidak akan menghapusnya,"

Senyum Cio San.

"Mengapa?"984

"Karena jika ia menghilangkannya maka itu akan menunjukkan bahwa ia takut jika rahasianya ketahuan."

"Menghapus bukti kan akan menutup rahasia?"

Tanya Suma Sun.

"Benar. Tetapi orang ini ingin membuat kejadian ini sebagai sesuatu yang alami. Jika ia menghilangkan bukti-bukti, maka itu akan menunjukkan bahwa memang benar ada beberapa rahasia yang disembunyikan."

"Baiklah. Kapan kita berangkat?"

"Kalian kan baru saja datang. Mungkin besok kita sudah bisa berangkat. Namun aku tidak ikut. Aku ingin menyelidiki tentang Tujuh Mustika yang kau ceritakan itu. Aku akan menulis surat pengantar bagimu dan Hua-moy. Kau bisa menunjukkan surat itu kepada Pangeran Cu dan pasukan di sana. Dan mereka akan menerimamu dengan baik."

Esok harinya pagi-pagi sekali, Suma Sun dan Ang Lin Hua sudah siap.

Cio San menyerahkan surat pengantar kepada Suma Sun.

Lalu mengantar mereka ke sebuah dermaga kecil di mana sebuah kapal kecil milik ketentaraan sudah siap menunggu mereka.985 Saat perjalanan di dermaga yang ramai, terdengar seseorang berteriak.

"Pencuri!!!! Tangkap pencuri!!!!"

Orang-orang mulai berkejar-kejaran dan suasana menjadi kacau balau.

Cio San melihatnya sambil tersenyum.

Masih ada saja orang mengambil kesempatan di tengah keramaian seperti ini.

Tetapi ia kemudian menyadari satu hal.

Kejadian pencurian ini adalah sebuah sandiwara.

Ia dapat membaca raut wajah orang.

Tetapi sayang sungguh sayang, ia menyadari hal ini dengan sangat terlambat.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Padahal terlambatnya pun hanya bebearap detik.

Suma Sun pun terlambat menyadarinya karena ia tak dapat melihat raut wajah manusia seramai ini.

Sebuah panah meluncur dengan deras.

Panah kecil tanpa suara, yang dirancang dengan segala kepintaran manusia.

Panah ini menembus perut Ang Lin Hua!986 BAB 43 ITU SAJA SUDAH CUKUP Cio San melesat ke atas.

Dalam sekali lentingan ia sudah melayang tinggi.

Dari udara, ia dapat melihat dengan jelas.

Suma Sun bergerak cepat menahan tubuh istrinya yang roboh.

Semua kejadian ini berlangsung dalam sepersekian detik dan kerumunan orang yang ramai masih belum memahami apa yang terjadi.

Lompatan Cio San yang cepat itu, berbeda dengan turunnya.

Saat melayang turun, tubuh itu seolah-olah diam tak bergerak di udara.

Ia memperhatikan sekeliling dan mencoba melihat sesuatu yang mencurigakan.

Dan ia tidak menemukan satu pun hal yang mencurigakan, orang yang mencurigakan, atau apapun.

Keramaian karena pencurian masih terus berlangsung.

Cio San melayang turun dengan kecewa.

Dilihatnya Suma Sun sudah menotok jalan darah Ang Lin Hua untuk menghentikan pendarahannya.987

"Di mana dia?"

Tanya Suma Sun lirih.

"Aku tidak menemukannya,"

Kata-kata Cio San jauh lebih lirih. Sejenak seluruh bumi seolah-olah terdiam seiring perkataan itu selesai. Seiring dengan diamnya Suma Sun pula. Lalu teriakannya menggelegar! "Kubunuh semua orang disini! Aaargggggggh!!"

Dia telah mencabut pedangnya.

Di dalam kemarahannya ia bergerak, pedangnya telah menebas beberapa leher orang-orang yang kebetulan berada di dekatnya.

Terkaget-kaget Cio San menyaksikan ini sampai-sampai geraknya pun terlambat.

Ia tidak dapat menyelamatkan mereka.

Dalam sekejap mata saja, sudah hampir 10 orang yang lehernya tertebas dalam sekali gerakan pedang Suma Sun.

"Suma Sun tenanglah! Kita akan dapat menyelamatkannya!"

Teriak Cio San.

Tetapi pedang Suma Sun tetap mengeluarkan kilatan cahaya yang menakutkan.

Cahaya ini menebas lagi leher begitu banyak orang tanpa ampun.

Mereka yang melihat ini kemudian lari terbirit-birit menghindar.

Kilatan cahaya tetap bergerak.988 Cio San tak dapat menghentikan kilatan cahaya pedang itu.

Di dalam kemarahannya, kecepatan dan kekuatan Suma Sun meningkat berkali-kali lipat.

Yang bisa Cio San lakukan adalah menyelamatkan orang sebanyak mungkin dengan cara menghempaskan mereka jauh dengan tenaga dalamnya.

Walaupun orang-orang ini terluka karena hempasan tenaga dalam Cio San, setidaknya leher mereka selamat dari pedang Suma Sun.

"Kalian semua harus mati! Harus mati!"

Teriak Suma Sun kalap.

Pedangnya menyerang dengan dahsyat, tetapi untunglah Cio San telah berhasil menghempaskan orang-orang ini menjauh.

Sebagian tubuh mereka menghujam bangunan bangunan dari kayu.

Ada pula yang terlempar ke laut.

Tulang mereka ada yang patah dan ada pula yang terluka kepalanya.

Tetapi mereka semua selamat.

Kini daerah itu seperti kosong melompong.

Hanya tersisa Cio San, Suma Sun, dan Ang Lin Hua yang terbaring miring di tanah."Suma Sun, tenanglah! Biarkan aku mengobatinya!"

Tetapi Suma Sun tidak mendengar.

Ia tidak dapat mendengar.

Orang yang kalap memang989 pandangannya telah menjadi gelap.

Beberapa bulan belakangan ini Suma Sun telah membuka luka lama kenangan hidup masa kecilnya.

Luka itu dapat tertutup saat ia membunuh orang.

Dan ia memilih orang-orang jahat dan orang-orang yang terlibat dengan kenangan itu.

Sejak mengenal Cio San dan Ang Lin Hua ia menjadi manusia yang tenang karena luka itu perlahan-lahan mulai tersembuhkan.

Tetapi karena penyelidikan yang ia lakukan beberapa bulan yang lalu, luka ini terbuka kembali.

Segala kenangan buruk tentang masa lalunya, kematian ibunya, kematian ayahnya, kisah memilukan pamannya, semua pecah di dalam kepalanya.

Ditambah lagi kenyataan bahwa janin di dalam kandungan istrinya tidak dapat terselamatkan lagi.

Suma Sun menyerang! Ia harus membunuh! Hanya itulah cara yang ia tahu dalam menghadapi luka batinnya.

Dan orang yang berada di hadapannya hanya Cio San.

Pedang itu bergerak tanpa ampun.

Segala kekuatan, kecepatan, amarah, dan penderitaannya ia kerahkan melalui gerakan pedang itu.

Siapapun di muka bumi ini tidak akan dapat menghindar,990 mengelak, menangkis, atau lari dari pedang itu.

Bahkan dewa kematian pun mungkin tak akan dapat menghindar dari pedang itu.

Tetapi Cio San bukanlah siapapun.

Cio San juga bukan dewa kematian.

Cio San adalah Cio San! Dalam sekejap mata ia dapat melihat celah kosong dari serangan maha dahsyat itu.

Jika Suma Sun melakukan serangan seperti itu di dalam kesadaran penuh, maka Cio San mungkin tak akan dapat menghindarinya.

Tetapi disaat kalap seperti ini, meskipun amarah dapat membantu menambah kekuatan dan kecepatan, amarah pun berpengaruh pada ketepatan.

Hanya sebuah celah kosong tidak sampai seujung kuku! Cio San bergerak sedikit saja.

Pedang itu melewati lehernya dalam jarak yang tak sampai seujung kuku pula.

Dengan gerakan yang cepat pula, kini Cio San sudah berada di sisi kanan Suma Sun.

Daerah ini adalah daerah kosong karena Suma Sun tidak memiliki tangan kanan.

Hanya lengan baju yang menjuntai.991 Tetapi lengan baju yang menjuntai itu tiba-tiba bergerak bagaikan seekor naga yang hidup! Di dalam kemarahnnya, Suma Sun telah menciptakan ilmu baru! Mungkin saja amarahnya telah membangkitkan sebuah kekuatan aneh di dalam tubuhnya yang mampu ia keluarkan melului lengannya yang buntung! Cio San tak menyangka dan tak menduga dengan serangan itu.

Posisinya terlalu dekat dengan lengan itu sehingga tidak ada waktu lagi baginya untuk menghindar.

Diterimanya serangan lengan baju itu dengan telapak andalannya yang ia ciptakan sendiri di dalam sebuah goa di bawah tanah.

Telapak tangan kiri itu meliuk bagai ular dan kini sudah membelit lengan baju itu.

Lengan baju Suma Sun sendiri pun juga sudah membelit lengan Cio San.

Keduanya saling membelit dalam adu tenaga yang saling menghisap.

Pedang di tangan kiri Suma Sun bergerak secepat kilat ke leher Cio San.

Karena sudah menduga hal ini, Cio San menyiapkan tangan kanannya yang kini telah mengeluarkan suara seperti getaran ekor ular derik.

Jika ia mau, ia bisa menghajar dada Suma Sun yang kosong dan berada sangat dekat dengan tangannya itu.

Tetapi ia khawatir melukai sahabatnya sehingga ia memilih menyambut serangan pedang itu.992 Dengan ketepatan yang amat sempurna, ujung telapak Cio San sudah menyentil pedang dari arah bawah.

Di dalam perhituangan biasa, tentu pedang itu akan berubah arah.

Tetapi keadaan yang ia hadapi sekarang bukanlah keadaan biasa.

Tenaga dan kecepatan Suma Sun sedang meningkat berlipat ganda karena kemarahannya.

Pedang itu sama sekali tidak berubah arah, hanya bergerak sedikit lebih pelan.

Cio San tak dapat mundur.

Tangannya sedang terbelit dengan lengan baju Suma Sun.

Tangan kanan Cio San sendiri juga tidak dapat ia gunakan karena sudah kalah cepat dengan serangan Suma Sun.

Dengan mempertaruhkan nasib, kaki Cio San bergerak menyenggol sedikit kaki Suma Sun.

Seperti yang diketahui, kaki yang membentuk kuda-kuda adalah dasar dari ilmu bela diri.

Jika kuda-kuda ini tidak sempurna, maka serangan akan kehilangan bobotnya.

Dengan pemahaman ini, Cio San bertaruh nasib dan menyerang kuda-kuda Suma Sun.

Ia tahu di dalam amarah seseorang, orang itu akan banyak melakukan kesalahan.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu pula dengan Suma Sun.

Di dalam amarahnya yang membuatnya menyerang dengan penuh dahsyatnya, ia lupa untuk memperhatikan kuda-kudanya sendiri sebagai dasar serangannya.993 Selamatlah Cio San karena perjudiannya dengan nasib rupanya berhasil.

Senggolan kakinya di kuda- kuda Suma Sun membuat gerak dewa pedang itu goyah sedikit sehingga arah pedangnya menjadi miring.

Dengan menggunakan kesempatan ini, Cio San menunduk sedikit dan kembali pedang itu melewati nya dalam jarak seujung kuku.

Lewat di atas kepalanya.

Tetapi gerakan pedang itu tidak lantas berhenti karena kini pedang itu malah sudah berbelok arah dan menyerangnya dari arah bawah! Cio San tak dapat menyenggol kaki Suma Sun lagi karena kini dewa pedang itu sudah melompat.

Serangan dari bawah yang dilakukan sambil melenting seperti ini amat sangar sukar dilakukan.

Tangan kiri Cio San masih terbelit, dan tangan kanannya masih kalah cepat dengan pedang Suma Sun.

Kakinya pun tak dapat menyerang karena tak ada sasaran yang bisa dijangkau.

Satu satunya hal yang bisa ia lakukan menarik lengan baju Suma Sun ke bawah! Cio San mengira bahwa lengan baju itu akan terputus saat terkena tebasan pedang Suma Sun.

Ia salah sama sekali! Justru pedang itu terlempar dari994 tangan Suma Sun! Kekuatan yang mengalir dari lengan buntung itu begitu dahsyatnya sehingga tidak saja membuat lengan baju itu menjadi kebal senjata, tetapi juga mampu menepis pedang itu jauh.

Suma Sun seolah-olah menghajar sebuah logam berat dengan palu.

Getaran yang ditimbulkan itu membuatnya sampai harus melepaskan pedangnya.

Begitu melihat pedang itu terlepas, legalah hati Cio San.

Tetapi kelegaan itu tidak berlangsung lama, karena daya hisap lengan baju Suma Sun semakin deras menariknya! Lengan Cio San seperti disedot oleh sebuah kekuatan maha dahsyat yang tak terlihat.

Ia bingung harus menggunakan jurusnya yang mana.

Jika menggunakan Thay Kek Koen (Tai Chi) ia khawatir tenaga ini akan justru menyerang Suma Sun dan akibatnya akan sangat berbahaya bagi Suma Sun.

Jika Cio San menggunakan Ilmu Menghisap Matahari ia khawatir jika ilmu malah akan menyedot habis seluruh tenaga Suma Sun, apalagi dalam keadaan kalap seperti itu Suma Sun pasti akan berbuat nekat.

Jika Cio San menggunakan gabungan dari Thay Kek Koen dan ilmu Menghisap Bintang, ia justru khawatir pula karena gabungan kedua ilmu dahsyat itu tak dapat ditebak hasilnya.

Bisa-bisa akan membuat Suma Sun terbunuh.995 Akhirnya Cio San memilih untuk menggunakan telapak ular deriknya melalui tangan kanan.

Dengan hati-hati ia menghujamkan tenaga itu ke dada Suma Sun karena ia pun khawatir serangan itu akan melukai jantung sahabatnya.

Tak dinyana ternyata tangan Cio San malah menempel dan tak bisa lepas lagi.

Jika Cio San mau, ia dapat menggunakan ilmu-ilmunya yang hebat untuk melawan sedotan ini.

Tetapi ia tidak mau.

Ia tidak ingin membunuh sahabat karibnya sendiri! Sedotan itu semakin dahsyat.

Suhu tubuh Cio San menurun dengan sangat cepat.

Rupanya sumber tenaga Suma Sun ini adalah bersumber dari tenaga Im329 yang mengacu kepada dingin.

Terasa tubuh Cio San mulai membeku dan ia kehilangan kesadarannya.

Di dalam hatinya ia teringat sebuah ungkapan mengenai Suma Sun.

"Kau dapat mengalahkan Suma Sun dalam hal silat, tetapi kau tak akan dapat membunuhnya. Justru ia yang akan membunuhmu."

Di dalam kepasrahannya, ia rela mati di tangan sahabatnya sendiri.

Ia tak akan mengeluarkan tenaga untuk membalasnya.

Kesadarannya mulai menghilang, pandangannya mulai gelap.

Tak berapa 329 Yin996 lama lagi tubuhnya mungkin akan membeku dan berubah menjadi es.

Di saat genting seperti itu, tahu-tahu sebuah batu menghantam bagian leher Suma Sun.

Batu itu datang dengan deras dan tepat menotok sebuah titik jalan darahnya.

Segala tenaga penyedot yang tadi menyerang Cio San seolah-olah hilang musnah seperti tak pernah ada.

Suma Sun jatuh terkapar.

Cio San pun jatuh berlutut telah kehilangan tenaganya.

Dari balik tubuh Suma Sun, terlihat sesosok tubuh yang sedang berbaring miring.

Ang Lin Hua.

Dengan segenap tenaga yang tersisa yang dimilikinya, wanita cantik itu melempar batu untuk menotok Suma Sun.

Tubuh cantik itu kini berbaring tanpa tenaga.

Diam.

Tak bergerak.

Sekujurnya tubuh nya pucat pasi.

Ia kini meregang nyawa.

Cio San tak ingin kehilangan adik nya yang tercinta itu.

Dengan sisa tenaganya ia bergerak maju dengan lututnya.

Jarak orang-orang di sekitar mereka sudah cukup jauh.

Tak ada seorang pun dari mereka yang berani untuk berbuat apa-apa.

Akhirnya Cio San berhasil mendekati Ang Lin Hua dan memeriksa tubuhnya.

Sisa tenaga Cio San sudah hampir tak ada997 lagi.

Tetapi dengan yang tersisa sedikit itu, ia menyalurkannya kepada Ang Lin Hua.

Saat melihat luka akibat panah di perut Ang Lin Hua, ia sedikit tersenyum.

Luka itu mungkin telah mematikan janin yang berada di kandungannya.

Tetapi luka itu tidak akan membuat Ang Lin Hua terbunuh.

Mungkin justru karena adanya janin itu, nyawa Ang Lin Hua dapat tertolong.

Betapa hebatnya keluarga Suma.

Bahkan ketika belum dilahirkan pun, seorang keturunan keluarga Suma sudah dapat melakukan hal-hal yang mengagum kan.

Terdengar orang lari berdatangan.

"Kauwcu...kauwcu...apa yang terjadi?"

Dengan pandangannya yang sudah mengabur, Cio San mengenal beberapa orang ini. Mereka adalah anggota Mo Kauw tempat Cio San tinggal.

"To...long..., bawa kami ke markas. Tolong salurkan juga tenaga kepada kauwcu kalian,"

Kata Cio San yang memerintahkan mereka untuk mengerahkan tenaga bagi Ang Lin Hua. Ia lalu menggores tangannya sendiri dengan pedang Suma Sun yang berada tak jauh dari situ.

"Minumkan darahku kepada Kauwcumu. Lalu998 oleskan juga di lukanya. Untuk memunahkan racun,"

Setelah itu ia pingsan tak sadarkan diri.

Entah berapa lama Cio San tidak sadarkan diri.

Saat ia bangun, ia melihat Suma Sun masih tak sadarkan diri tak jauh dari situ.

Di sebelahnya ada Ang Lin Hua yang berbaring pula.

Tetapi nyonya ini sudah sadar.

Pandangannya tak lepas dari wajah suaminya yang seolah-olah membeku dan penuh amarah.

"Kakak sudah sadar. Syukurlah,"

Kata Ang Lin Hua saat melihat Cio San bangkit untuk duduk. Lanjutnya.

"Jangan melakukan apa-apa dulu. Bersemedilah untuk memulihkan tenagamu, kakak. Kami semua baik-baik saja. Keadaan sudah aman. Banyak anggota kita berjaga-jaga di luar. Janinku juga sudah dikuburkan tadi."

Cio San mengangguk, lalu kemudian bersemedi.

Mengosongkan segala pikirannya.

Ia tidak mau berpikir tentang siapa pelaku semua ini.

Ia hanya akan mengosongkan seluruh jiwa dan tubuhnya.

Menumbuhkan kembali tenaganya yang tadi sudah ia habiskan saat bertarung.

Jika tenaganya sudah pulih, maka siapapun pelakunya, di mana pun ia bersembunyi, di dalam istana kaisar langit sekali pun,999 Cio San akan mengejarnya.

Tetapi untuk kali ini Cio San akan melupakannya.

Dibutuhkan waktu cukup lama bagi dirinya untuk bersemedi dan memulihkan tenaga.

Hampir tengah malam baru selesai.

Ketika tenaganya sudah pulih seluruhnya, ia membuka mata dan melihat Ang Lin Hua sedang merawat Suma Sun.

Seketika kekhawatirannya muncul.

Kenapa Suma Sun belum sadar juga? Ia dengan sigap lalu menuju ke tempat tidur di mana Suma Sun berbaring.

Cio San lalu memeriksa nadi Suma Sun dan ia begitu kaget saat ia mengetahui bahwa seluruh urat Suma Sun telah terputus seluruhnya! Ang Lin Hua berkata.

"Saat aku menotoknya, aku harus yakin benar bahwa seranganku ini benar- benar dapat menghentikan perkelahian kalian berdua. Tenagaku tersisa hanya sedikit dan hanya bisa ku lakukan satu kali. Di tengah situasi seperti ini, aku terpaksa harus menyerang titik syaraf naga nya,"

Kata nyonya cantik itu sambil berlinang air mata.

Titik syaraf naga adalah titik pusat seluruh urat syaraf manusia.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tempatnya berada di leher belakang.

Seluruh pusat syaraf manusia berkumpul di tempat ini.1000 Jika terluka sedikit saja seseorang bisa mati atau menjadi lumpuh.

Biasanya seorang ahli silat akan mampu melindunginya dengan tenaga dalam yang cukup kuat sehingga tidak mudah tergetar atau terluka.


Gelang Kemala Karya Kho Ping Hoo Pasukan Mau Tahu 14 Misteri Berita Aneh Pendekar Hina Kelana 26 Misteri

Cari Blog Ini