Bara Naga 10
Bara Naga Karya Yin Yong Bagian 10
Bara Naga Karya dari Yin Yong
"Tapi kan harui ada batasnya, kekejaman orang2 Hek-jiu-tong boleh dikatakan sudah melampaui takaran."
Siang Cin tak bersuara lagi, di sana Poan hou-jiu tengah ber teriak2 dan lari datang.
"Cuncu, kami harus pulang atau terus mengudak musuh?"
Loh Bong-bu mendelik ke arah anak murid Bu siang-pay yang masih berdiri menjublek, semprotnya dongkol.
"Nasib kalian lebih mujur, hayo lekas urus saudara2 yang gugur, kenapa melamun..."
Te Yau membungkuk sambil mengiakan, ia memberi gerakan tangan dan memimpin anak buahnya mengundurkan diri. Mengawasi mereka pergi, Loh Bong-bu menghela napas, katanya.
"Lima orang kembali gugur dalam pertempuran ini ....Ai, mereka adalah anak2 pilihan dari padang rumput..."
Pelahan Siang Cin beranjak ketepi, katanya.
"Mati atau hidup soal biasa, Loh-heng, sudah kodrat alam, siapapun takkan terhindar. Cuma ada perbedaan dalam cara saja bagi masing2 orang, tapi akhir dari segala yang berbeda inipun sama juga ......."
Sepanjang jalan kedua orang terus berbincang hingga memasuki restoran, tiga jenazah murid Bu siang pay sudah dibawa pulang, waktu mereka menaiki undakan restoran, Ceng-yap-cu Lo Ce memapak maju, katanya serak dengan menahan suara.
"Lapor Cuncu, tadi kedatangan petugas hukum dari pejabat setempat, maka menurut hemat Tecu lebih baik kita lekas berangkat, dengan obat khusus bikinan kita Yong-ki-hoe-kut-san (puyer pelebur tulang) Te-suheng telah mencairkan ketiga jenazah saudara . kita yang gugur tadi ... ."
"Sudah dimasukkan dalam kaleng belum?"
Tanya Loh Bong-bu.
"Sudah disimpan baik2,"
Sahut Ceng- yap-cu dengan suara tersendat.
Loh Bong-bu mengangguk lalu ajak Siang Cin masuk ke dalam, Gui-poancu yang bertubuh gerrbrot dengan koki dan pelayannya sama duduk di kursi pojok sana dengan melamun.
Loh Bong-bu mendekatinya, begitu melihat wajah Loh Bong-bu yang kereng, seketika gemetar si gendut, katanya dengan suara gemetar.
"Loh-ya ....engkau orang tua ..sukalah ....memberi ampun ...."
Loh Bong-bu memapahnya bangun, katanya ramah.
"Tak usah takut, Lo Gui, peristiwa ini bukan salahmu, aku tahu kau diancam mereka, kalau aku sendiri juga terpaksa berbuat demikian"
"Apa ....apa benar bukan salah hamba?"
Si gendut masih gemetar.
"Loh-ya, hamba memang diancam. Dia ....mengancam leherku dengan belati... pelayan dan koki juga mereka belenggu dan digantung....lalu menuang bubuk merah ke dalam hidangan ....hamba tahu pasti musuh tuan menaruh racun dalam makanan, tapi ....ai, hamba memang pantas mampus, hamba tidak berani buka mulut, belati yang tajam kemilau itu terasa seperti masih mengancam tenggorokan. kedua orang itu bilang, kalau hamba berani membocorkan rahasia ini, akan ....akan disembelih.
"Sekarang kau tidak usah takut lagi,"
Ucap Loh Bong-bu tertawa.
"orang2 itu sebagian besar sudah tak bisa melihat matahari lagi. Nah, Lo Gui, sediakan pula hidangan yang tiada racunnya."
Gui-poancu mengiakan, dua pelayannya segera memapahnya berdiri, koki diperintah menyiapkan hidangan baru, sambil menunggu masakan Loh Bung-bu berkata kepada 132 Ceng-yap-cu.
"Tadi apakah sudah kau bereskan kedua mayat orang Hek-jiu-tong?"
Kata -Lo Ce dengan tersenyum.
"Sudah tentu, untuk mayat kedua orang itu telah menghabiskan setengah botol obat bubuk milikku."
Tak lama kemudian tampak Gui-poancu muncul dengan penuh keringat membawa daging panggang, ayam panggang, ikan goreng dan lain2 yang dijinjing kedua pelayannya di atas baki besar, si gendut juga menenteng keranjang yang berisi bakpao yang masih mengepul hangat, setelah menaruh hidangan di atas meja, si gendut berkata dan mohon maaf.
"Loh-ya, inilah sisa yang semula siap untuk jualan besok, persediaan tidak lengkap, silakan tuan2 makan seadanya, mumpung masih panas, kalau sudah dingin rasanya tidak enak ........"
Lalu dia comot sebuah bakpau terus digerogoti lebih dulu, setelah menelan beberapa kerat bakpao, dengan tertawa dia berkata pula.
"Rasanya cukup enak, tidak beracun ......Mengawasi si gendut Loh Bong-bu tertawa, katanya.
"Lo Gui, kau memang pedagang yang cerdik, hatimupun baik."
Sambil melirik Ceng-yap-cu Lo Ce, Loh Bong-bu menambahkan.
"Lo Ce, suruh saudara2 kita lekas tangsal perut, selekasnva kita harus berangkat."
Lo Ce mengiakan, dengan teratur anak murid Bu-siang-pay mulai sibuk makan dan minum sekenyangnya, saat mana tampak Te Yau bersama beberapa murid Busiang- pay yang kelihatan kehabisan tenaga beranjak masuk, badan masih berlepotan darah dan lumpur, tampak lesu dan berduka cita, langsung mereka mendekati meja mengambil makanan masing2 dan dimakan tanpa bicara.
Semula Loh Bong-bu sudah siap mendamperat mereka, tapi melihat keadaan mereka terpaksa dia urungkan maksudnya, sementara itu dengan suara pelan Siang Cin ceritakan kejadian barusan kepada Pau Seh-hoa dan lain2, Pau Seh-hoa lantas berkomentar.
"Kelompok orang2 Hek-jiu-tong memang pengecut, kalau merasa kuat mereka melawan dengan gigih, kalau merasa kewalahan lantas ngacir, aku orang she Pau merasa sebal dan kesal bila lihat tampang mereka, kalau luka2ku sudah sembuh nanti, coba saja kalau tidak kucari mereka dan mengganyangnya habis2an."
Loh Bong-bu berduduk pula, katanya tertawa.
"Mengganyang orang2 Hek-jiu-tong berarti melatih tinjumu, baiklah engkau pasti akan memperoleh bagiannya."
Dalam sekejap hidangan sebanyak itu telah dimakan habis, si gendut dengan langkah cepat membawa keluar poci teh yang hangat serta mengisi cawan masing2, sebelum dia membalik, Loh Bong-bu telah menyuapkan sebuah kantong kulit kecil ke telapak tangannya, si gendut lantas tertawa berseri, sejenak jari2nya bergerak meraba dan memijat, dia lantas tahu bahwa isi kantong adalah lima belas bentuk uang emas murni.
Si gendut bergelak tertawa, katanya sambil munduk2.
"Ai, masa sebanyak ini, padahal pelayanan yang sederhana, tapi Loh-ya telah membayar seroyal ini, ai, memangnya ...."
Loh Bong-bu tertawa, katanya.
"Tak usah sungkan, terima saja, hari ini mungkin kau sudah dibikin ketakutan setengah mati."
Dengan tertawa lebar si gendut menjura terus mengundurkan diri, cepat sekali dia sudah keluar pula menyuguhkan teh ke meja2 lain, seorang diri dia telah menyuguhkan teh pada lima puluhan tamu-tamunya. Kata Siang Cin setelah termenung.
"Setelah meninggalkan Ho-thau-toh, Loh heng, ke mana, pula tujuan selanjutnya?"
Kata Loh Bong-bu lirih.
"Memasuki daerah Hek-yang menyusuri sungai menuju ke hulu, tiba di Hu-than-san, pada sebuah kelenteng bobrok kita akan bergabung 133 dengan dua kelompok kawan kita, lalu langsung menyerbu ke sarang Hek-jiu-tong."
"Berapa luasnya Hu-thau-san?"
Tanya Siang Cin.
"Tidak begitu besar, luasnya sekitar tiga li, letak kelenteng bobrok itu di sebelah sayap kiri gunung di belakang hutan cemara, dulu dinamakan Lo kun san, sekarang keadaannya sudah tak terurus lagi, beberapa tahun yang lalu pernah aku lewat di sana."
Berpikir sejenak Siang Cin, berkata.
"Tiga puluh li setelah melewati Hu-yang-ho akan tiba Cap-ji-koay, pusat sarang Hek-jiu-tong, Cayhe belum pernah ke sana, tapi pernah kudengar bahwa tempat itu terkenal sangat berbahaya, pihak Hek-jiu-tong kini tentu sudah menambah kekuatan penjaganya, maka kita semua harus membuat suatu rencana penyerbuan yang betul2 baik dan sempurna."
Loh Bong-bu mengangguk, Kata Siang Cin lebih lanjut.
"Menggempur musuh ditempat yang jauh akan banyak makan tenaga kita sendiri dan akan banyak menimbulkan kerugian, maka menurut pendapat Cayhe, lebih baik gunakan akal menyelundup kesarang musuh untuk menimbulkan keributan di dalam sarang mereka, apalagi beberapa kawan Cayhe ini perlu perawatan baik disuatu tempat yang tenteram .....
"
"Kongcu,"
Teriak Pau Seh hoa.
"jangan kau menggunakan cara yang bodoh ini, dapat bergerak tidak aku cukup tahu sendiri, memangnya perlu kau pikirkan tempat aman persembunyian diriku segala?"
"Hm,"
Jengek Siang Cin.
"jangan kau bertingkah, ini bukan tugas melancong menonton keramaian seminggu lagi akan kucoba kepandaianmu, kalau kondisimu sudah pulih, aku pasti takkan merintangi kau."
Sudah tentu Pau Seh-hoa menggerutu, dia terus menggeragot sebuah bakpau dan melalapnya dengan mendongkol.
Cepat sekali mereka sudah makan kenyang, di bawah aba2 Loh Bong-bu, barisanpun segera meninggalkan restoran, setiba di jalan raya luar kota, kuda mulai dilarikan, karena perut kenyang, orang dan kuda sama bersemangat tinggi, maklumlah, perjalanan ke depan lagi akan lebih sukar di tempuh.
- - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - Dengan cara bagaimana Siang Cin akan membantu pihak Bu-siang-pay mengobrakabrik Hek-jiu-tong ? Rahasia apa di balik peristiwa permusuhan Hek-jiu-tong dan Bu-siang-pay yang menyangkut kisah cinta anak murid mereka itu ? Bacalah
Jilid ke- 8
Jilid 08 Hu-yang-bo mengalir dengan tenang di musim rontok yang hampir berakhir ini, suasana terasa sunyi, salju akan turun tak lama lagi.
Alam seakan kelabu, gunung gemunung tinggi menjulang ke angkasa dibalut kabut tebal.
Cap-kau hwi ce Loh Bong bu menghentikan kudanya, dia memeriksa sekitarnya, Huyang bo di sebelah kiri, sebelah kanan adalah hutan gundul, empat puluhan murid2 Bu siang pay dengan kuda mereka menyelinap ke dalam hutan, itulah sebuah jalanan yang tidak begitu lebar dan bercabang dua jurusan.
jalan sebelah kiri memanjang miring ke sebuah bukit batu yang curam, dilihat dari kejauhan tak ubahnya 134 seperti sebuah kampak raksasa.
Siang Cin bercokol di punggung kuda berwarna cokelat, setelah membersihkan kotoran di badannya, kini dia mengenakan jubah kuning kemilau, wajahnya yang masih pucat mulai bersemu merah, sinar matanya begitu terang dan cerah.
Sambil mengerut kening Loh Bong-bu berkata.
"Mengitari daerah hutan gundul sebelah kiri itu, perjalanan akan lebih dekat ke Hu thau-san. Lokun san terletak di tengah hutan di bawah gunung itu, Hu-than san mirip kepala orang yang botak, tapi beberapa pucuk pohon masih dapat tumbuh di situ .."
Siang Cin berkata tenang.
"Menyusur Hu- yang-ho dan tiba di Hu-than-san, jarak ke Cap-ji-koay kurang dari tiga puluh li, di sini sudah termasuk daerah yang sering turun hujan, bergerak di daerah seperti ini harus lebih hati2 dan waspada kedua kelompok Bu siang pay kalian yang lain tentunya sudah tiba di sana."
Loh Bong bu mengangguk sahutnya.
"Dua bulan yang lalu, hanya terpaut beberapa waktu saja kami meninggalkan padang rumput, kecuali tertunda sepuluhan untuk menempatkan kawan2 Siang-heng di tempat yang aman, selama ini perjalanan tidak pernah tertunda, kukira mereka pasti sudah tiba lebih dulu."
Siang Cin, mengawasi kedua tangannya yang kini telah mengenakan sarung tangan kulit menjangan, katanya kemudian.
"Mari, maju lebih lanjut, kalau tiada alangan apa2, pastilah bala bantuan kalian sudah tiba Ehm, setelah sepuluh hari merawat diri, kesehatanku terasa sudah pulih, bagi pihak Hek-jiu-tong tentu hal ini adalah kabar jelek"
Loh Bong bu bersiul sekali, kuda dikeprak ke depan, katanya sambil menoleh.
"Sudah tentu, terutama selama sepuluh hari ini Cayhe telah membuat sebuah peta, dengan susah payah membuat pula dua belas Toa liong kak, kalau orange Hek Jiu-tong tahu, pasti pecah nyali mereka."
Siang Cin juga larikan kudanya pelan2, Loh Bong-bu berkata pula.
"Siang-heng, mungkin kau tidak tahu betapa sukarnya membuat dua belas Toa-liong-kak sesuai dengan permintaanmu, tak boleh lebih panjang, atau lebih pendek meski satu mili, tidak boleh lebih tebal. juga tidak boleh lebih tipis, bagian yang tajam juga harus diasah, di tengah batangan harus diukir Naga, untuk membuatnya dengan baja murni sungguh sukar dicari, untung di Thay-goan-hu berhasil kukumpulkan sembilan pandai besi, lima hari lima malam mereka kubayar lipat untuk menyelesaikan permintaanmu, tapi sekali kau coba ternyata masih kau cela, bobotnya kurang berat, Wah, serba berabe .......
"
Memandang jauh ke puncak Hu-than-san, kata Siang Cin.
"Untuk membikin Toa-liong-kak, caranya memang lain daripada yang lain dan tak pernah kubocorkan kepada siapapun, kalau bukan lantaran untuk menghadapi Hek jiu tong, sebetulnya Cayhe tidak ingin cepat2 rnembikinnva lagi, selama ber-tahun2 orang yang membikinkan Toa-liong-kak yang kuperlukan adalah seorang pandai besi tua yang dulu pernah menjadi kepala pandai besi di istana raja, hasil karyanya memang luar biasa, dan yang terpenting adalah pandai besi tua ini selamanya tutup mulut, tak pernah membocorkan rahasa pembuatan Toa-liong-kak."
Loh Bong-bu bertanya ragu2.
"Siang-heng, ada satu hal yang tersiar di kalangan Kangouw entah benar ........
"Soal apa, katakan saja,"
Sahut Sing Cin.
"Konon orang yang pernah ajal dibawah Toa liong-kak Siang-heng itu jumlahnya sudah mencapai lima ratus lebih, malah tidak sedikit di antaranya adalah jago2 ternama dari Bu-lim ......"
"Tidak sebanyak itu,"
Ucap Siang Cin.
"tapi kalau tiga ratusan mungkin ada .......
"
Rombongan berkuda itu kini beranjak di tegalan berumput yang jarang dilalui manusia, kecuali suara berisik rumput yang terinjak, hanya suara embusan angin sepoi2.
Tidak lama kemudian, Hu-thau-san yang gundul tampak berdiri menjulang itu semakin dekat, ada beberapa pucuk pohon yang setengah hijau setengah 135 menguning daunnya kelrhatan tumbuh di celah2 batu di atas bunung, dipandang dari kejauhan, tanah pegunungan yang kelabu, penuh mirip sekali dengan warna tulang manusia yang mulai membusuk.
Siang Cin tak bersuara di punggung kudanya, wajahnya kaku, kuda yang berjalan naik turun menyebabkan badannya ikut bergontai, biji matanya nan bening memancarkan cahaya yang kemilau.."Apa yang kau pikirkan Siang-heng?"
Tanya Loh Bong-bu.
"
Kun Cici,"
Sahut Siang Cin dengan blak2an.
"Kun cici?"
Loh Bong-bu melengak, tapi segera dia ketawa geli, katanya.
"Apakah nona pendiam karena luka terbakar itu.?"
Siang Cin mengangguk, sahutnya.
"Betul, memang dia."
Seperti biasa suka mengelus jenggotnya, Loh Bong-bu tertawa.
"Apakah kalian saling mencintai?"
Sekilas melirik, Siang Cin berkata pelahan.
"Ya, sudah sejak beberapa tahun yang lalu."
Tanya Loh Bong-bu dengan heran .
"Kalau demikian, kenapa kalian tidak menikah?"
Siang Cin mengebaskan lengan baju, katanya lirih.
"Loh-heng, cinta bukan suatu hal yang mudah untuk dilanjutkan menjadi suami isteri, masih banyak sebab dan aral rintangan, ada yang nyata, ada pula yang tak kelihatan .....
"
Siang Cin menjilat bibir, lalu tanyanya.
"Dan kau Loh-heng, kau sudah menikah?"
Loh Bong-bu menghela napas, katanya.
"Terus terang, sudah sepuluh tahun aku berkeluarga, sudah punya dua anak, laki dan perempuan."
"Loh-heng, memang kau lebih beruntung,"
Bara Naga Karya Yin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ucap Siang Cin dengan tulus. Loh Bong-bu menghela napas, katanya.
"Ai, tapi itu merupakan beban yang tidak ringan, beban keluarga merupakan beban lahir batin, kalau tidak, sejak beberapa tahun lalu aku sudah mewarisi jabatan Lan-cian-tong Cuncu dari Bu-siang-pay kami."
"O."
Hanya sepatah ini keluar dari mulut Siang Cin, dia tidak bicara lagi, dia tahu apa tugas Lan-cian-tong dari Bu-siang-pay, yaitu tugas khusus mengurus keluar masuknya rangsum, hasil pertanian dan peternakan suku bangsa mereka di padang rumput nan luas itu.
Padang rumput adalah tanah warisan Bu-siang-pay turun temurun, sawah ladang berlaksa ha, ternak tidak terhitung banyaknya, setiap tahun pada waktu yang telah ditentukan mereka menjual hasil panen mereka keluar perbatasan, dibarter, dengan barang2 keperluan suku bangsa mereka se-hari2, itulah tugas khusus Lan-cian-tong.
Dalam Bu-siang-pay, Cuncu Lan-cian-tong amat terpandang dan kaya raya pula.
tapi kerjanya cukup berat, berbahaya lagi, setiap tahun lebih sering tugas keluar dan jarang kumpul dengan keluarga.
Barisan kuda mulai mengitari kaki bukit, di sini ada lereng, batu yang menjulur jauh ke sana laksana naga terbang menembus awan, di bawah batu2 raksasa.
yang bergelantung itulah letak kelenteng bobrok di kaki bukit, pohon2 beringin yang sudah tua dan besar berbaris di depan kelenteng.
Loh Bong bu menghentikan kudanya, dengan cermat dia awasi kelenteng bobrok itu dari kejauhan, sesaat kemudian baru dia berkata.
"Siang-heng, tiada tanda apa2 di kelenteng itu, mungkin kedua kelompok barisan bantuan kami belum tiba menurut waktu yang ditentukan?". Siang Cin memandang ke depan dengan tenang, katanya kalem.
"Tujuh hari menurut ketentuan sudah lewat, mereka seharusnya sudah tiba lebih dulu, betapa besar kekuatan gabungan dari kedua kelompok barisan itu, umpama kebentrok dengan pihak Hek jiu-tong juga, tak mudah kalah dalam waktu singkat, apalagi hal ini tak mungkin ...."
"Siang-heng, memang mungkin, tapi juga sukar,"
Hek- jiu-tong tak boleh main2 terhadap mereka, Thi-ji-bun dipimpin langsung oleh 136 Liat-hwe kim-lun Siang Kong ceng sebagai Cuncunya.
Demikian pula Wi-ji-bun dipimpin sang Cuncu Hwi-ih Kim Bok, Anak buah sang cuncu ada Tok-ciang, Thi tan dan Hek-oh cu, sementara anak buah Kim cuncu ada Ang oh, To-hu dan Lo-kian-tui, semuanya adalah jago2 kosen yang sukar dilayani, kalau Hek-jiu-tong ingin merobohkan mereka, ha, mungkin cuma mimpi di siang bolong ....
.."
"Ya, aku cuma kira2 saja,"
Ajar Siang Cin tertawa.
"Nama Bu-siang-pay betapa besarnya, sudah lama Cayhe mendengar"
Loh Bong-cu tertawa rikuh, katanya.
"Ai. Siang-heng. mungkin apa yang kukatakan terlalu takabur, harap Siang-heng jangan kecil hati. Cayhe kira Hek jiu-tong adalah kawanan badut yang tidak perlu ditakuti......."
"Hek jiu-tong tidak perlu dikuatirkan,"
Ucap Siang Cin.
"hanya saja kita tidak boleh memandang rendah musuh, Loh-heng, sekarang silakan suruh orangmu memeriksa ke sana, kemungkinan rombongan kedua barisan itu sengaja sembunyi di dalam kelenteng. Diam2 panas muka Loh Beng cu, lekas dia menggapai ke sana, Poan hou-jiu Te Yau segera datang menghadap.
"Te Yau,"
Kata Loh Bong bu.
"gunakan isyarat dan cari huhungan dengan orang di dalam kelenteng, kalau tiga kali tanda rahasia tidak memperoleh jawaban, itu tandanya terjadi perubahan, kalian harus cepat bergerak menggerebek kelenteng itu."
Te Yaw mengangguk dan segera bedal kudanya, semua orang sama mengawasi dia melarikan kudanya keluar hutan.
Tiba2 terdengar suara lengking panjang yang berkumandang, mirip ringkik kuda juga seperti lolong serigala.
Siang Cin tahu inilah cara untuk saling memberitahu jejak masing2 dari Bu-siang-pay yang turun temurun, dengan tenang dia menunggu reaksi dari sebelah depan, sementara Loh Bong-bu di sebelahnya kelihatan menahan napas dengan tegang.
Maka terdengarlah suara lolong panjang yang sama bergema menyambut lolong tadi, tapi bukan berkumandang dari kelenteng dan bukan dari dalam hutan, tapi bergema dari celah2 lembah di sebelah kiri bukit, di mana tumbuh pepohonan yang lebat.
Akhirnya Loh Bong- bu menarik napas panjang, dengan lega dia tertawa katanya.
"Lo Siang dan keparat she Kim itu memang pandai permainkan orang, tidak kumpul di tempat yang ditentukan, malah sembunyi di lembah yang dingin, bukankah menyiksa diri sendiri malah?"
Sejenak mendengarkan pula dengan cermat, akhirnya Siang Cin berkata.
"Mungkin ada terjadi apa2 sehingga mereka harus ganti batuan dan menyembuniykan diri di sana Loh-heng, mari kita temui mereka."
Loh Bong-bu manggut2, ia memberi aba2 terus keprak kudanya maju bersama Siang Cin, tampak Pon-hoan jiu sedang bedal kudanya mendatangi, serunya.
"Lapor Cuncu, orang kita sudah tiba, tapi sembunyi di lembah .. ....."
Sambil mengiakan Loh Bong bu membedal kudanya ke arah lembah, empat puluhan kuda ikut berlari di belakangnya, derap kaki kuda yang gemuruh menggebu bukit dan menimbulkan gema yang keras.
Mengitari kelenteng bobrok itu mereka menyusuri jalanan kecil yang biasa dilalui pencari kayu, maka tampak sebuah lembah sempit yang diapit dinding gunung tinggi se-olah2 Iembah ini hasil dari bacokan kampak raksasa, mulut lembah penuh semak belukar, kalau tidak diperhatikan sukar juga untuk mencari jalan masuknya, tapi puluhan laki2 berkuda dengan seragam yang sama telah muncul di mulut lembah, dengan tangkas mereka menyingkirkan perintang yang sengaja mereka atur di mulut lembah itu.
Loh Bong bu melompat turun dan teriaknya.
"Di mana Siang dan Kim-cuncu?" 137 Puluhan laki2 itu beramai memberi hormat kepada Loh Bong bu, belum sempat mereka menjawab dari dalam lembah sudah berkumandang gelak tawa yang keras, lalu lima orang tampak keluar. Lima orang ini dipimpin seorang laki2 tua berwajah bersih berperawakan kurus tinggi, jenggotnya sudah memutih perak, seorang lagi di sebelahnya berwajah merah, matanya besar terang, sikapnya gagah perkasa. Melihat kedua orang ini Loh Bongbu lantas tertawa ter-bahak2, serunya.
"Kalian tua bangka yang belum mampus ini, bukankah kelentleng bobrok itu lebih nyaman daripada lembah lembab ini? Main sembunyi segala, bikin kami kuatir saja."
"Paras elok, memang kau sok membual, kau sendiri datang terlambat, sepanjang jalan aku sudah banyak menderita kelaparan dan kedinginan, kau tidak menghiburku tapi malah mengoceh tak keruan, kau harus dipukul."
Laki2 muka merah juga cekakakan, katanya.
"Betul, memang harus dihajar, belasan hari kami berkuatir bagimu, kalau kau tidak tahu diri begini, lebih baik kami sembunyi saja supaya kau keparat ini mencari ubek2an."
Loh Bong-bu mendekati mereka dan berjabatan tangan, katanya.
"Memangnya kau kira rombongan kami tidak menderita? Kalian datang diam2, kami harus berjalan terang2an, golok tajam orang2 Hek-jiu tong seluruhnya ditujukan padaku, sedang kalian enak2 langsung tiba di sini dengan aman, pahala menghancurkan musuh kelak harus diserahkan seluruhnya padaku."
Orang tua berjenggot putih memukul pundak Loh Bong-bu, katanya tertawa.
"Jangan mengagulkan diri, ketahuilah selama belasan hari ini orang2 Hek jiu tong telah lima kali menggeledah daerah ini? Di tengah jalan pernah juga bentrok dengan barisan pelopor kita, tiap waktu kita harus menunggu sambil menahan napas, kami juga kuatir bila musuh mengirim orang2nya mencegat kalian, kalau sampai demikian, kelak Ciangbunjin pasti akan mendamperat kami, lebih celaka lagi binimu itu bisa minta ganti suami padaku."
Laki2 muka merah ter-gelak2, katanya.
"Sebelum berangkat, binimu itu pesan wanti2 padaku agar memperhatikan kesehatanmu, jangan sampai kedinginan dan telat makan, jaga badan dan lekas pulang dan banyak lagi, haha ...."
Mendadak dia berhenti tertawa, dia menatap Siang Cin yang berdiri di belakang. Dengan terseyum Siang Cm mengangguk. Loh Bong-bu baru ingat, cepat ia berteriak.
""ah, aku jadi lupa dan telantarkan tamu agung. He, kawan, biar kuperkenalkan kalian dengan seorang tokoh besar."
Siang Cm melangkah maju, laki2 tua berjenggotpun memapak maju, katanya sambil menjura.
"Siang Kong-ceng, pejabat Thi-ji-bun Bu-siang-pay."
Laki2 muka merah juga maju sambil merangkap kedua tangan, katanya.
"Wi-ji-bun Kim Bok dari Bu-siang pay"
Siang Cin membungkuk dengan gayanya yang lembut, katanya.
"Cayhe Siang Cin."
"Apa?"
Si jenggot perak Siang Kong-ceng dan si muka merah Kim Bok sama berteriak, keduanya tanya berbareng.
"Siang Cin, Siang Cin si Naga Kuning?"
"Tidak berani, memang Cayhe adanya,"
Sahut Siang Cin. Kedua tangan Loh Bong-bu menepuk pundak Siang Kong-ceng dan Kim Bok, katanya dengan tertawa.
"Meski dunia ini sangat luas, masa ada dua si Naga Kuning Siang Cin? Hahaha, kalian tua bangka ini mimpipun tak pernah menyangka bukan?"
Siang Kong-ceng menggeleng kepala, sekian lama dia mengawasi Siang Cin, ia bergumam.
"Siang Cin si tangan gapah sangat terkenal di Bu lim, tentang wataknya yang nyentrik, dingin dan angkuh lagi, semula kukira dia berparas jelek dan buas ... ."
Kim Bok juga berkata tergagap.
"Tidak nyana dia masih semuda ini ......" 138 "Jangan menilai orang dari wajah dan usianya, kalau bicara soal gagah perkasa, kau tua bangka she Kim ini boleh menjadi pelopornya."
Siang Cin tertawa, katanya.
"Sudah lama Loh-heng menyebut nama besar kalian, kaum persilatan umumnya juga sangat kagum terhadap kalian, hari ini dapat bertemu, sungguh Cayhe sangat gembira dan amat bangga."
Hwi-ih ( si sayap terbang ) Kim Bok membuka mulut tapi urung bicara, seperti senang tapi juga kikuk. Sementara Liat-hwe-kim-lun ( si roda emas berapi ) Siang Kong-ceng mengelus jenggot, katanya.
"Siang-lote terlalu memuji, nama kami berdua meski digabung mungkin belum ada setengahnya ketenaranmu, terutama tidak kusangka bahwa engkau masih begini muda."
"Siang-cuncu terlalu memuji,"
Ucap Siang Cin.
""Cayhe hanya bernama kosong saja......""
Loh Bong-bu lantas menarik Siang Kong-ceng dan Kim Bok ke samping serta ber-bisik2 kepada mereka, belum lagi Siang Kong-ceng memperlihatkan reaksinya, Kim Bok lantas berjingkrak dan tergelak2.
"Siang-lote, jadi kau datang hendak membantu kami? Bagus sekali, biarlah kita berjuang berdampingan, setelah berhasil merebut kembali puteri Ciangbunjin, orang she Kim akan ajak kau minum seratus cangkir."
Siang Kong-ceng mendekat dua langkah, katanya sambil menjura dalam2.
"lote, terima kasih akan kesudianmu membantu."
Cepat Siang Cin balas menghormat, katanya.
"Inilah kewajiban setiap insan persilatan, menghadapi kelaliman siapapun pantang berpeluk tangan, buat apa pakai terima kasih segala?"
Siang Kong-ceng tertawa, serunya sambil menoleh.
"Pek-yang, Siu-cu, Piau-cu, hayo kalian berkenalan dengan Siang-tayhiap."
Tiga orang yang sejak tadi berdiri di belakang itu kini maju bersama, seorang berwajah pucat, sorot matanya hijau mengkilat seperti kunang2, pemuda ini menjura serta memperkenalkan diri.
"Jan Pek -yang."
Siang Cin pandang pemuda ini dengan tajam, dia tahu, pemuda ini adalah Tok-ciang (si pukulan sakti) dari Thi-ji-bun yang terkenal aneh wataknya dan berangasan lagi.
Di sebelah Jan Pek-yang adalah pemuda yang bersikap angkuh, alis tebal dengan bibir tipis, dia memberi hormat dan berkata.
"Thi-tan (peluru besi) Ang Sin cu."
Menyusul laki2 bertubuh tambun berkulit hitam dengan selebar mukanya mengkilap berminyak tertawa lebar, suaranya kasar serak.
"Aku ini Khu Hok-kui, Hok artinya rejeki, Kui artinya agung."
Siang Cin balas menjura, ketiga orang lantas mundur pula ketempatnva semula. Sambil mengelus jenggot Loh Bong-bu berkata dengan heran.
"Lo Kim, mana anak buahmu, kenapa satupun tidak kelihatan?"
Kim bok mendengus, katanya.
"Memangnya harus gegabah seperti kau? Mereka membawa orang menyebar ke Cap-ji-koay, kalau Hek-jiu-tong boleh mengintip gerak-gerik kita, kenapa kita tidak mengawasi tingkah laku mereka?"
Dengan kuatir Loh Bong-bu berkata.
"Si jagal dan jenggot merah berwatak jelek, jangan2 menggagalkan urusan ....
"
Kim Bok mendengus.
"Dia berani? Sudah kupesan Lo-kian-tui untuk mengawasi dia, setiap gerak geriknya harus patuh akan petunjuk Lo-kian-tui."
Berpikir sebentar, Loh Bong-bu berkata pula.
"Berapa banyak anak buah yang kalian bawa kemari?"
"Masing2 seratus orang,"
Sahut Kim Bok.
"Lalu berapa orang yang ditugaskan ke Cap-ji-koay?"
Tanya Loh Bong-bu pula. Siang Kong-ceng tertawa, dia mewakili Kim Bok menjelaskan.
"Seluruh anak Thi-ji-bun yang datang kemari telah dikerahkan semuanya, hanya dia seorang yang masih ber-malas2an di sini." - Sampai di sini Siang Kong-ceng berpaling ke arah 139 Siang Cin, katanya.
"Siang-lote, silahkan masuk ke lembah dulu untuk istirahat."
"Betul,"
Seru Loh Bong bu sambil menyeret Siang Cin, katanya sambil berjalan.
"Memang gegabah, kenapa hanya berdiri makan angin di luar?"
Lalu dia berpaling dan berkata.
"Te Yau, panggil anak2 masuk ke lembah, suruh Jan Pek-yang ikut mengatur ....Murid2 Hiat-ji-bun di bawah pimpinan Te Yau mulai membagi diri, Tok-ciang Jan Pek yang ikut mengatur. maka suasana yang semula hening menjadi ramai oleh gelak tawa mereka. Melewati mulut lembah yang sempit dan tertutup oleh semak2 dan dahan2 pohon, akhirnya mereka memutar lagi kebelakang sebuah batu gunung, batu yang menonjol ini kebetulan mengalangi sebuah mulut gua setinggi manusia, gua ini tidak dalam, mulutnya sempit tapi di dalam cukup lebar, lantainya dialasi rumput kering yang tebal, keadaan agak gelap, enam obor besar tertancap dl dinding. Mereka, masuk gua dan berduduk. Mengawasi sekeliling gua Loh Bong-bu bertanya.
"Gua ini buntu?"
"Bukan saja buntu, lembah di sinipun lembah mati, sementara murid2 yang lain terpaksa pasang tenda di luar."
"Aku tahu, waktu nasuk tadi kulihat anak2 tersebar di mana2, tubuh sama dibungkus selimut, meski tidak berisik tapi mereka bersendau gurau dengan riang gembira."
"Siang-cuncu,"
Tiba2 Siang Cin menyeletuk.
"penjagaan di sekitar sini apakah sudah diatur baik2?"
"Dan kuda ditaruh di mana?"
Loh Bong-bu menambahkan.
"Ada sepuluh tempat penjagaan di sekeliling lembah, juga sudah diatur belasan rintangan di sepanjang jalan Hu-thau-san di tempat yang berbahaya, kalau malam nanti belum juga mulai beraksi, anak2 Hiat ji-bun kalian harus bergilir jaga. Sementara kuda kami sembunyikan di dalam lembah"
"Menurut hematku, malam ini juga dipilih beberapa orang untuk menyelundup ke Cap ji koay mencari tahu keadaan di sana, besok pagi kita tentukan waktunya yang tepat untuk menyerbu ke sarang musuh."
Siang Cin mengangguk, katanya pelahan.
"Lebih baik kalau malam nanti dikerahkan seluruh kekuatan, karena untuk menyelundup ke Cap ji-koay tanpa diketahui musuh terang tidak mungkin, lebih baik sekaligus terjang saja, dengan kerja sama luar dalam kita sapu habis seluruh musuh."
"Sayap Terbang"
Bara Naga Karya Yin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kim Bok berkeplok gembira, serunya.
"Aku setuju usul Siang-lote, sekian hari kita sembunyi di lembah ini, tentu orang2 kita sudah bosan dan gatal pula tangannya, bagaimanapun juga berilah kesempatan untuk melampiaskan kekesalan mereka."
Sambil melonjorkan kakinya Loh Bong-bu berkata.
"Kalau malam ini juga beraksi, aku harus tidur sebentar, demikian pula anak2 Hiat-ji bun perlu waktu untuk memulihkan tenaga, tak lama lagi hari pun akan gelap."
Pelan2 Loh Bong bu merebabkan diri tapi baru saja kepala menyentuh jerami, mendadak dia berjingkrak bangun pula, serunya seperti ingat sesuatu.
"Lo Siang, permainan khusus yang kita bikin itu apa sudah kau bawa lengkap?"
"Sudah kubawa lengkap,"
Ajar Sang Kong-ceng sambil tertawa.
"setiap orang kuberi jatah satu sabuk berminyak bakar, tiga biji granat belirang, sepuluh batang panah yang sudah direndam minyak, ditambah lagi Bian-hok-ci-cu (labah2) satu dos, semua itu cukup untuk membuat geger seluruh penghuni Cap ji koay ...."
Menarik napas lega pelan2 Loh Bong-bu merebahkan diri pula, sementara Siang Cin juga memejamkan mata, dalam hati dia berpikir.
"Hek-jiu-tong biasanya pandai bertempur secara gerilya, licik dan ganas pula, tapi berhadapan dengan tamu2 dari padang pasir ini mungkin mereka takkan memperoleh keuntungan, apalagi 140 perlengkapan yang dibawa Bu-siang-pay ini serba aneh, keji dan cukup memusingkan musuh,"
Tengah berpikir, tiba2 Siang Kong-ceIg berpaling ke arahnya dan menutur.
"Bian hok-ci cu adalah serangga berbisa yang hanya tumbuh di pegunungan Tiang-peksan, selamanya tak pernah dia keluar dari sarangnya, badannya putih, kira2 sebesar jari tangan, bila kulit daging orang tergigit, daliam waktu enam jam seluruh badan akan membengkak hitam dan mati setelah air kuning berbau busuk merembes keluar dari pori2. Tapi di mana ada Bian-hok-ci-cu disekitarnya pasti tumbuh sejenis rumput aneh dengan buahnya yang coklat dan dua lembar daunnya, buahnya yang coklat itu mengeluarkan bau harum memabukkan, dalam jarak beberapa tomhak dapat tercium, kalau buah itu ditumbuk dan dihaluskan menjadi bubuk, ditambah gula dan dimasak menjadi sirup, bila orang memakannya, Bian-hok-ci-cu takkan berani mendekat, malah kalau disentuh dengan tangan, dia segera mengkeret ...."
Seperti ingat apa2 Siang Cin berkata.
"Kenapa buahnya tidak dimakan langsung, tapi harus dimasak dengan gula dan dijadikan sirup?"
Kim Bok tertawa, katanya.
"Siang-lote, setiap makhluk di dunia ini satu sama lain saling mengatasi, di luar sarang Bian-hok-ci-cu pasti tumbuh rumput sejenis itu, maka binatang berbisa ini selamanya mengeram dalam sarangnya, setapakpun tak berani keluar."
"Kalau demikian, selaih dapat untuk menjaga gigitan labah2 itu, apakah buah itupun dapat menawarkan racun lainnya?"
"Khasiatnya sama,"
Sahut Siang Kong-ceng.
"sangat mujarab, kami namakan buah coklat ini Ceng-ci."
Kim Bok menyela.
"Sekali memakannya, khasiat sirup Ceng-ci ini dapat bertahan sepuluh tahun tanpa kuatir digigit Bian-hok-ci-cu, untung kanii memiliki obat mujarab ini, kalau tidak, kolesom yang tumbuh subur di Tiang-pek-san siapa yang berari memetiknya."
"
Bicara sampai di sini dengan keras Kim Bok bertepuk tangan dua kali, bayangan seorang berkelebat di luar gua, seorang penuda perawakan tinggi melangkah masuk, dengan membawa sebuah mangkok porselin hertutup.
"Lote,"
Ucap Siang Kong-ceng.
"sirup Ceng-ci sudah tersedia, silakan kau meminumnya."
Siang Cin berdiri, dari tangan pemuda dia terima mangkok itu serta membuka tutupnya, bau harum seketika merangsang hidung, dia menghirup napas panjang serta mengawasi sirup berwarna kehijauan di dalam mangkok sebentar, lalu menenggaknya habis.
"Bagaimana rasanya?"
Tanya Siang Kong-ceng tertawa.
"Em, manis dan semerbak."
Sahut Siang Cin.
"Mulai sekarang,"
Ucap Kim Bok dengan muka merah.
"Bian-hok-ci-cu hanya khusus ditujukan kepada orang2 Hek-jiu-tong saja."
Semua orang sama bergelak tertawa.
Tidak lama datanglah hidangan malam, ada ayam panggang, dendeng dan makanan kering lain, sekaleng arak keras meski rasanya kurang sedap, tapi harum dan membakar tenggorokan.
Setelah kenyang makan, haripun sudah gelap, angin pegunungan mengembus kencang hawa mulai dingin, hujan gerimis lagi.
Dalam gua sempit orang telah bersimpuh, memejamkan mata menghimpun semangat dan 141 tenaga, di luar gua, ratusan murid Bu-siang-pay juga sibuk mempersiapkan diri, mereka berteduh dalam kemah, yang kasihan adalah orang yang bertugas jaga, mereka hanya membalut badan dengan selimut yang cukup tebal.
Sang waktu terus merambat tanpa terasa, sementara angin semakin kencang, hujanpun semakin deras.
Obor yang tertancap di dinding gua semakin pendek, bau asapnya semakin menyesakkan napas.
Siang Kong-ceng yang duduk bersila tiba2 membuka mata, sekilas dia melirik keluar gua, mendadak dia tepuk tangan dua kali, katanya lantang.
"Hai, waktunya sudah tiba."
Loh Bong-bu mendahului melompat berdiri, lalu menggeliat, ia masih ngantuk, katanya.
"Begini cepat, jam berapa sekarang?"
"Mendekati kentongan pertama,"
Ujar Siang Kong-ceng.
"baiklah kita bekerja sesuai rencana tadi, selundupkan beberapa kawan ke sarang musuh untuk membikin onar, sementara barisan besar siap menyerbu dari luar, semoga berhasil menyapu habis komplotan jahat itu serta merebut kembali puteri Ciangbunjin."
"Cuaca bagus,"
Ujar Lob Bong bu sambil melongok keluar gua.
"Ya, angin kencang dan gelap gulita lagi,"
Kata Kim Bok.
"Siang-lote,"
Kata Clang Kong-ceng kepada Siang Cin.
"adakah persoalan yang belum sempat kau bicarakan?"
Siang Cin menggeleng, maka Siang Kong-ceng tepuk tangan tiga kali pula, seorang murid Bu-siang-pay berlari masuk, setelah membetulkan pakaian putihnya, Siang Kong-ceng berkata dengan lantang dan kereng.
"Perintahkan Jan Pek yang menarik seluruh murid yang dinas jaga, beritahukan pula kepada Ang Siu-cu untuk mengumpulkan semua orang di luar lembah, dalam waktu setengah sulutan dupa lagi Lo Ce harus pimpin sepluluh orang membuka jalan ke arah Cap ji-koay, beritahu mereka supaya memeriksa perlengkapan, dua sulutan dupa kemudian barisan besar harus berangkat."
Murid Bu-siang-pay itu mengiakan terus mengundurkan diri, sementara empat orang dalam gua juga sibuk bebenah, sambil menerima sebuah sabuk minyak sepanjang tiga kaki Loh Bong-bu bertanya kepada Siang Cin.
"Siang heng, Caybe ingin tanya, apakah selamanya kau tidak pernah menggunakan senjata?"
"Sampai sekarang ini memang belum pernah memakai senjata,"
Sahut Siang Cin.
"bukan Cayhe suka mengagulkan diri, soalnya permainan senjata Cayhe belum sempurna, kalau pakai senjata rasanya kurang leluasa, lebih baik bertangan kosong saja "
Siang Kong ceng melirik ke arah Siang Cin, katanya prihatin.
"Siang-lote terlalu rendah hati, kukira bila Lote menggunakan senjata, kepala musuh bisa kau penggal seperti membabat rumput ...."
"Senjata Lote tentu luar biasa,"
Timbrung Kim Bok.
"sekali dikeluarkan pasti menggemparkan Bulim.
"Hanya besi karatan, apa artinya?"
Sahut Siang Cin tertawa.
Di luar gua mulai terdengar suara berisik dan langkah orang banyak diselingi ringkik kuda, barisan sudah mulai bergerak, tujuannya adalah Cap-ji-koay, sarang utama Hek jiu-tong.
Bayangan seorang tiba2 muncul di mulut gua, itulah Thi-tan Ang Siu-cu, alisnya yang tebal bertaut kencang, serunya.
"Lapor Cuncu bertiga, segala persiapan sudah sempurna, tinggal tunggu perintah untuk berangkat."
Siang Kong-ceng mengangguk, tanyanya.
"Apakah Pek-yang dan murid2 yang dinas jaga sudah kembali?"
"Seluruhnya sudah siap di luar lembah menunggu perintah,"
Sahut Ang Siu-cu. Siang Kong ceng menyapu pandang tiga orang yang lain dalam gua, Siang Cin hanya 142 tersenyum saja, sementara Loh Bong bu dan Kim Bok sama mengangguk, Siang Kong-ceng lantas berseru.
"Perintahkan segera berangkat, murid2 Thi ji-bun di tengah, Hiat-ji-bun paling akhir, kau dan Pek-yang masing2 di sayap kanan dan kiri, hati2 jangan sampai membuat gaduh dan mengagetkan musuh."
Thi tan Ang Sin-cu mengiakan terus mengundurkan diri, mantel putihnya melambai tertiup angin, betapa gagah dan tegap langkahnya.
Barisan berkuda terus berpacu ke depan, di sebelah kanan mengalir Hu-yang-ho dengan airnya yang kemilauan.
Liat- hwe-kim lun Siang Kong ceng mendekati Siang Cin, katanya lirih.
"Setengah jam lagi akan tiba Cap ji-koay menurut laporan beberapa murid siang tadi, jalanan tempat itu terdiri dari dua belas jalan yang melingkar ke atas gunung, para petani di sekitair sini menamakan gunung itu sebagai Pik-ciok-san, karena gunung itu hanya batu2 cadas hitam melulu, di puncak gunung ada sebuah perkampungan besar yang berlapis dengan tembok2 sebagai benteng, di sanalah pusat Hek-jiu-tong ......."
Termenung sebentar, Siang Cin berkata.
"Belum pernah kupergi ke Cap-ji-koay, tapi dari namanya dapat diduga pasti sangat rumit, pihak kalian belum lagi jelas seluk-beluknya, tapi didesak oleh keadaan, terpaksa harus menempuh bahaya, bahwa mereka mendirikan perkampungan dengan batu2 besar, maka senjata berapi kalian mungkin kurang bermanfaat."
"Soal ini tak usah dikuatirkan,"
Ujar Siang Kong ceng.
"dalam perkampungan Hek-jiu-tong pasti ada bangunan dari kayu atau bambu, kalau di luar tidak bisa dibakar, membakar yang di dalam kan sama juga."
Loh Bong-bu menyusul maju, katanya lirih.
"Ada murid yang kembali memberi laporan tidak? Tempat tujuan sudah hampir sampai."
Siang Kong-ceng menjawab.
"Belum ada, mungkin sebentar lagi,"
Tengah bicara, dari arah depan terdengar kuda mendatangi.
Barisah tidak berhenti dengan kecepatan sama terus laju ke depan, kedua penunggang kuda tadi menarik kendalinva hingga kuda berdiri dengan kaki belakang, setelah berputar sekali lalu maju ke samping Siang Kong-ceng, salah satu yang berbadan agak gemuk berkata dengan cepat.
"Lapor Cuncu, penjagaan orang2 Hek-jiu-tong di Cap-ji-koay amat ketat, pos penjagaan tersebar di-mana2, barisan rondapun hilir mudik, enam jalan menuju Cap ji-koay terang benderang oleh sinar obor, sementara enam jalan berliku yang lain gelap gulita, tapi perkampungan di puncak bukit terang benderang, bayangan orang banyak kian kemari seperti ada perayaan, ramainya bukan main."
Siang Kong-ceng mendengus, tanyanya.
"Apakah mata2 yang ditugaskan menyusup ke sarang musuh tidak ketahuan jejaknya?"
"Tidak,"
Sahut orang itu.
"musuh belum tahu .. ."
"Lekas kembali dan beritahukan mereka supaya lebih waspada, jangan sembarangan bertindak, barisan besar segera akan tiba, suruh mereka siap tempur,"
Seru Siang Kong-ceng.
Murid gemuk itu mengiakan, lalu memberi tanda kepada temannya, kedua kuda kembali dibedal pergi ditelan kegelapan.
Keadaan ternyata jauh daripada perhitungan semula, mungkinkah Hek-jiu-tong mengadakan pesta besar2an pada saat situasi segenting ini? Memangnya muslihat apa yang tengah mereka atur? Siang Kong-ceng memeras otak, sesaat baru dia bergumam.
"Apakah mereka sengaja mau memperlihatkan bahwa mereka tidak jeri? Ataukah memberi peringatan kepada kita bahwa mereka tidak gentar sedikitpun?"
Tiba2 Siang Cin yang ada di samping 143 berkata..
"Menurut dugaanku mungkin mereka sedang mengadakan pesta pernikahan."
Siang Kong-ceng melengak, katanya dengan air muka berubah.
"Apa..? Kau bilang mereka sedang mengadakan pesta pernikahan?"
Loh Bong-bu juga bingung katanya tergagap.
"Siang-heng, maksudmu ....."
"Betul,"
Ucap Siang Cin.
"kukira Ji ih kim-kiam Khong Giok-tik yang menculik puteri Ciangbujin kalian itu tengan melangsungkan pesta pernikahan, malam ini mereka menikah menjadi suami isteri."
Sekian lama Siang Kong-ceng melongo, mendadak dia berjingkrak murka.
"Tidak mungkin terjadi, Khong Giok-tik sedang bermimpi, mimpi yang kosong."
"Anak domba yang sudah berada di mulut harimau memangnya bisa berbuat apa?"
Ujar Siang Cin.
"Tapi Yang-ji berhati keras dan suci bersih, dia takkan menyerah begitu saja seperti gadis lemah umumnya ...."
Siang Kong-ceng marah2.
"Memang, justeru di sinilah letak persoalan ini. Nikah adalah urusan dua orang, harus suka sama suka dan tak mungkin main paksa, kalau putri Ciangbunjin kalian tidak setuju dikala upacara berlangsung dia menangis dan meronta di depan umum, tentu Khong Giok-tik akan kehilangan muka"
"Jadi maksud Siang-heng, Yang-ji suka rela?"
Tanya Loh Bong-bu.
"Cayhe tidak berani bilang begitu,"
Kata Siang Cin sambil larikan kudanya. Pucat muka Siang Kong-ceng, katanya dengan gregeten.
"Harus dicegah, perbuatan kotor dan gila, mereka memaksa dan mengancam seorang gadis yang lemah, keparat ...."
Bara Naga Karya Yin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata Siang Cin dengan tenang.
"Jangan terbawa emosi Siang-cuncu, ini menyangkut keselamatan murid2 Bu-siang pay kalian "
Loh Bong-bu memburu maju, dia pegang tangan Siang Kong-ceng untuk menabahkan hati sang kawan. Siang Cin lantas bersuara pula.
"Sekarang lebih baik percepat perjalanan."
"
Maka barisan berkuda dipacu lebih kencang pula..Si Sayap terhang Kim Bok yang semula berada di belakang barisan membedal kudanya menyusul kedepan, serunya gugup.
"Kenapa mendadak dilarikan kencang? Ada kejadian apa?"
Siang Kong-ceng hanya mendengus tanpa bersuara. Mukanya tampak hijau membesi, secara ringkas Loh Bong bu menceriterakan kejadian tadi, sekilas Kim Bok melenggong, segera ia berkata.
"Mungkinkah mereka sengaja hendak memancing? Atau mencari perempuan lain sebagai gantinya untuk menipu kita? Kalau betul demikian, mereka memang terlalu menghina dan pandang rendah kita.. ."
"Semoga mereka bukan sengaja menipu ... ."
Ujar Loh Bong bu menghela napas. Habis berkata ia larikan kudanya menyusul ke samping Siang Cin, berdiam sebentar, lalu dia bersuara.
"Ai, Siang-heng, benar2 bikin rikuh ...."
Siang Cin tertawa ewa, katanya;
"Hubungan muda-mudi ada kalanya sukar diselami, cinta adalah problem yang rumit dan aneh serta lucu, Loh-heng, apakah Siang-cuncu punya anak laki2"
Loh Bong bu melenggong, dia menatap Siang Cin, akhirnya menghela napas, katanya.
"Aku takluk padamu Siang-heng, memang Siang cuncu punya seorang putera. Selama peristiwa ini, kedua muda mudi ini berhubungan amat intim, malah Ciangbunjin 144 agaknya juga setuju akan perjodohan ini ...... merandek sebentar, lalu dia bertanya.
"Bagaimana kau bisa menerka ke arah sini?"
"Ya, firasatku yang berbicara, kulihat amarahnya begitu meluap melebihi seorang pengabdi, tapi lebih mirip seorang tua yang kehilangan puteri atau menantunya dibawa lari orang ......."
Kagum Loh Bong-bu luar biasa, katanya.
"Sejak pertama kau membongkar muslihat musuh di restoran tempo hari, Cayhe sudah mulai kagum dan tunduk padamu, kali ini rabaanmu tepat pula, Siang-heng kau malang melintang dan tersohor di Kangouw, memang kebesaran namamu bukan karena kebetulan .. ...."
"Jangan kau terlalu memujiku,"
Kata Siang Cin.
"Loh-heng, dalam hal ini sebetulnya tiada sesuatu yang istimewa, tentunya kau masih ingat, waktu di restoran di Ho than toh tempo hari, kedua orang Hek-jiu-tong itu dengan nada memerintah suruh si gendut pemilik restoran mengambilkan sumpit? Pernah kau dengar ada koki yang seharusnya diperintah malah memerintah majikannya? Tapi sang majikan justeru tunduk dan menunaikan tugasnya dengan segera?"
Loh Bong-bu manggut2, ia memandang ke depan sana, di puncak sebuah gunung di depan kelihatan bayangan bangunan yang bentuknya aneh, bila maju beberapa li lagi keadaan tentu bisa terlihat lebih jelas.
Mendadak ia memberi aba2, maka barisan berkuda yang panjang ini memperlambat lari kudanya dan akhirnya berhenti, Siang Kong ceng dan Kim Bok mendekat ke depan, Loh Bong bu lantas berkata.
"Sudah sampai di Pi ciok-san."
Siang Kong-ceng masih gelisah, katanya dengan mengertak gigi.
"Lekas kita atur kekuatan, akan ku terjang ke sana untuk membantu orang2 kita."
Belum sempat orang lain menjawab, dari hutan di depan sana tampak lima bayangan penunggang kuda dilarikan ke arah sini, yang memimpin kiranya adalah Ceng-yapcu Lo Ce.
"Bagaimana?"
Tanya Siang Kong ceng sambil memapak maju. Malam yang dingin, tapi Ceng-yap-cu bercucuran keringatnya, katanya kemudian.
"Pertahanan musuh amat kuat, pos2 penjagaan berlapis. Si jagal jenggot merah dari Wi ji-bun hanya bisa mengawasi gerak-gerik musuh dari sini dan tak mungkin maju lebih dekat. Siang hari pihak Hek jiu-tong malah melepas burung2 elang dan anjing pelacak untuk menggeledah segenap pelosok gunung, murid2 Wi ji-bun terpaksa harus singkir ke sana dan sembunyi ke sini, memang susah dan melelahkan, malam ini perkampungan mereka di puncak gunung terang benderang sayup2 kedengaran suara tambur dan bunyi seruling serta musik yang mengalun gembira, seperti pesta pernikahan, tapi pertahanan dan penjagaan mereka tak pernah kendur ....... Dengan serak Siang Kong-ceng. berkata.
"Apakah si jenggot merah dan lain2 pernah menimbulkan keributan?"
"Tidak, musuh tidak menemukan apa2 Dan tidak memperlihatkan gerakan apa2."
Setelah berpikir, akhirnya Siang Kong-ceng berpaling pada Siang Cin, katanya.
"Lote, hatiku tidak tenteram, bagaimana menurut pendapatmu?"
"Turun dulu dan istirahat di sini,"
Ucap Siang -Cin tertawa.
"lalu pilihlah beberapa orang untuk menyusup ke Pi-ciok-son, tentukan pula kode rahasia, sudah tentu, sebelum serbuan dilaksanakan, lebih baik kalau diusahakan menolong puteri Ciangbun kalian lebih dulu."
Siang Kong cerrg melompat turun, katanya.
"Baik, sudah demikian saja,"
Tiba2 segera di kirim ke barisan belakang, seratus empat puluhan lebih anak buah Bu-siang-pay serempak turun dari punggung kuda, cepat sekali Lo Ce sudah pimpin lima orang anak buahnya membawa orang banyak memasuki daerah yang ditumbuhi alang2 setinggi pinggang manusia, di bagian luar teraling oleh hutan, memang tepat kalau daerah ini digunakan menyembunyikan kuda mereka.
145 Kelima anak buah Lo Ce ditugaskan menjaga kuda, sementara yang lain dengan hati2 tanpa mengeluarkan banyak suara masuk ke hutan sebelah depan, hutan pohon cemara di sini bercampur dengan semak2 pohon liar, lima murid Bu siang pay tampak berjaga di empat penjuru mengawasi berbagai arah dan tempat persembunyian.
Di antara bayang2 pepohonan, bola mata Siang Cin mencorong bagai mata binatang buas berkelap-kelip ditengah kegelapan, Loh Bong-bu mendekatinya, katanya berbisik.
"Siang-heng, apakah boleh mulai beraksi?"
Siang Cin menoleh, katanya dengan suara dingin.
"Bagaimana pendapat kalian?"
Bentrok dengan sorot mata Siang Cin, Loh Bong-bu berdebar, mendadak dia gemetar, katanya.
"Siang-heng, sorot matamu tajam luar biasa ...."
Lekas Siang Cin berkedip sehingga sorot matanya yang berkilau sirna seketika, katanya mantap.
"Apakah Siang cuncu dan Kim-cuncu berpendapat orang2mu itu dapat menyelundup ke atas gunung untuk menyambut serbuan dari luar?"
Loh Bong-bu tenangkan hatinya, katanya.
"Sebetulnya Lo Siang sendiri yang hendak menyusup ke sarang musuh, tapi tindakan ini dirasa kurang leluasa apalagi orang2 sebanyak ini harus dipimpinnya, tadi setelah kami berunding, maka diputuskan Jan Pek-yang, Ang Siu-cu dan Te Yau bertiga memimpin dua puluhan murid cekatan menyusup ke Pi-ciok-san, sementara gerakan dari luar kita serahkan kepada Siang-heng untuk bantu mengaturnya ... Siang Cin menggeleng, katanya.
"Dua puluh murid itu urungkan saja kuberangkatannya, urusan ini tidak boleh gegabah. bila sampai konangan musuh, pihak kalian akan mengalami kegagalan total dan kerugian pasti amat besar, oleh karena itu biarlah aku sendiri bersama Jan-heng bertiga yang menyusup ke jantung musuh."
"Tapi gerakan dari luar...
"
Cepat Loh Bong bu berkata.
"Kalian bertiga yang harus mengatur,"
Sela Siang Cin.
"Loh heng, inilah urusan besar dan penting artinya bagi Bu-siang-pay kalian, terus terang tidak enak kuturut campur tangan,"
Setelah berherti, lalu ia menambahkan.
"Apalagi sebagai Cuncu masa kalian harus tunduk pada perintahku?"
Berpikir sejenak akhirnya Loh Bong-bu bersuara.
"Kalau demikian maksud Siang-heng, terpaksa Cayhe setuju, cuma untuk kepentingan kami Siang-heng harus ikut menempuh bahaya, terus terang hati kami tidak tenteram ...."
Tersenyum Siang Cin, katanya.
"Bersahabat harus berani berkorban, untuk ini Loh-heng tidak usah sungkan."
Loh Bong-bu melangkah keluar, tak lama kemudian dia sudah kembali bersama Liat-hwe-kim lun Siang Kong ceng dan Hwi-ih Kim Bok, Siang Kong-ceng berkata dengan gelisah.
"Siang-lote. barusan Bong-bu memberitahukan, katanva Lote hendak pimpin orang kami sebagai pelopor?"
"Betul,"
Sahut Siang Cin.
"Apakah tidak bikin repot Siang-lote, sepantasnya orang2 kami sendiri yang harus jadi pelopor .....
"
Seru Sayap Terbang Kim Bok.
"Sekarang waktu sudah amat mendesak, lebih cepat lebih baik, tak perlu saling berebutan tugas, Siang-cuncu, tolong perintahkan kepada murid2 kalian yang akan ikut aku supaya menyiapkan diri."
Liat-hwe-kim-lun Siang Kong ceng menepuk pundak Siang Cin, katanya lantang.
"Baik, terima kasih lebih dulu dariku."
Lalu dia tepuk tangan tiga kali, maka Tok ciang Jan Pek yang, Thi tan Ang Siu-cu dan Poan-hou jiu Te Yau yang sudah menunggu sejak tadi segera tampil ke depan. Sambil mengelus jenggot Siang Kong-ceng memberi pesan.
"Kalian bertiga harus ikut Siang-tayhiap menyusup ke sarang musuh untuk menyambut gerakan kita dari luar, kalian harus turut petunjuk Siang tayhiap, ingat pentingnya tugas kalian, harus berhasil dan tidak boleh gagal." 146 Ketiga jagoan Bu-siang-pay ini sama mengiakan, Siang Cin lantas menyeletuk.
"Siang cuncu, bila granat belirang kalian meledak di udara, maka kalian harus mulai menyerbu ke atas gunung."
Siang Kong-ceng menggenggam kencang tangan Siang Cin, katanya haru.
"Segalanya kuserahkan padamu, Lote."
Sambil tertawa tawar Siang Cin mengangguk kepada Kim Bok dan Loh Bong-bu, begitu badan membalik, bagai segumpal mega kuning tahu2 tubuhnya melejit tinggi ke pucuk pohon, sekali berkelebat, ia melayang jauh ke sana.
Jan Pek-yang bertiga segera ikut meluncur ke sana, hanya sekejap saja bayangan merekapun lenyap ditelan tabir kegelapan.
Mengawasi kegelapan di depannya, Loh Bong-bu bergumam.
"Ilmu ringan tubuh Hwi-liong-hian-hun (naga ter bang muncul di mega) yang hebat, kawanan Hek-jiu-tong malam ini akan memperoleh ganjarannya ...."
Terbangkit semangat Siang Kong-ceng, katanya.
"Hayolah, lekas kalian persiapkan diri."
Maka suara aba2 segera terdengar di sana sini, bayangan orang tampak bergerak di dalam hutan.
Sementara itu, dengan ringan dan pesat Siang Cin tengah mengayun langkahnya diantara bayang2 pepohonan, setiap lompatan begitu jauh dan kencang, di dalam Bu-siang pay, Jan Pek-yang bertiga juga terhitung jago2 kelas satu, kini meski mereka sudah mengerahkan seluruh kekuatan untuk mengikuti tetap ketinggalan cukup jauh.
Walet Besi -- Cu Yi Kaki Tiga Menjangan -- Chin Yung Rahasia Si Badju Perak -- G. K. H