Ceritasilat Novel Online

Kanjeng Empu Basula 1

Raja Gendeng 29 Kanjeng Empu Basula Bagian 1



Raja Gendeng 29 Kanjeng Empu Basula

****

Karya Rahmat Affandi

Sang Maha Sakti Raja Gendeng 29 dalam episode

Kanjeng Empu Basula

*****


Team Kolektor E-Book

Buku Koleksi : Denny Fauzi Maulana

(https.//m.facebook.com/denny.f.maulana)

Scan,Edit Teks dan Pdf : Saiful Bahri Situbondo

(http.//ceritasilat-novel.blogspot.com)

Dipersembahkan Team
Kolektor E-Book

(https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook)

Spesial thank to : Awie Dermawan

*****

Berkat bantuan yang diberikan Raja dan Anjarsari, gadis berpakaian warna-warni bersenjata kipas yang tak lain adalah Dewi Kipas Pelangi dapat meloloskan diri dari serbuan ribuan kalajengking.

Dia kemudian segera bergegas mencari kuda hitamnya yang bernama Angin Puyuh.

Sebagaimana diketahui si gadis telah menyuruh pergi kudanya, agar dapat lolos dari serangan mahluk-mahluk kalajengking itu. Di suatu tempat ketika melihat kudanya sedang merumput, si gadis merasa lega.

Dia lalu menghampiri kudanya.

Sesampainya di sana diusapnya kepala binatang yang dapat berlari cepat itu.

"Kuda cerdik, kuda yang sangat pintar!"

Puji Dewi Kipas Pelangi sambil tersenyum.

Angin puyuh manggut-manggut, namun segera merumput kembali.

Angin senja berhembus semilir.

Saat itu matahari sudah hampir tenggelam di ufuk barat.

Sambil memperhatikan kuda yang berada didepannya tiba-tiba ingatan gadis ini tertuju kembali kepada ribuan kalajengking yang menemui ajal ditangannya bersama-sama Raja dan Anjarsari.

Mahluk-mahluk berbisa itu muncul tak terduga seperti iring-iringan prajurit perang.

Jumlah mereka luar biasa banyaknya.

Mahluk-mahluk itu dikendalikan dari jarak jauh.

Tapi herannya mengapa ketika dia, Raja dan Anjarsari menghabisi makluk-makluk itu tidak ada satupun orang yang membalas kematian mereka.

"Raja.....dan gadis sahabatnya masih tertinggal di atas pohon. Apakah mereka tidak mau menyusulku kesini? Padahal aku ingin sekali bicara dengan mereka. Ada sesuatu yang sangat penting ingin kutanyakan!"

Setelah berkata demikian Dewi Kipas Pelangi layangkan pandang ke arah jurusan jauh di mana pohon besar yang dia jadikan tempat menghindari serangan kalajengking

"Orang-orang aneh...seharusnya aku tidak meninggalkan mereka. Tapi aku khawatir dengan keselamatan kudaku!"

Kata si gadis seorang diri. Dewi Kipas Pelangi terdiam. Dalam diam dia terus berpikir.

"Andaikan iring-iringan mahluk itu tidak berpapasan dengan dirinya. Kemana sebenarnya kalajengking itu akan pergi?"

"Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Firasatku mengatakan bakal terjadi sesuatu yang sangat mengerikan di rimba persilatan."

Gumam Dewi Kipas Pelangi resah.

Gadis ini terdiam lagi.

Pikirannya menerawang jauh mengingat sahabatnya Pranajiwa.

Dia tidak tahu bagaimana nasib orang tua itu.

Yang dia tahu Pranajiwa sudah dibawa pergi oleh si Jenggot panjang dalam keadaan seperti hilang ingatan.

Tapi ketika si Jenagot panjang muncul kembali di tengah tengah ribuan kalajengking, sang Dewi tidak melihat Pranajiwa bersama kakek itu.

Selagi Dewi Kipas Pelangi terombang ambing dalam kebimbangan, tiba-tiba dia mendengar suara gemeletak suara ranting kering yang terinjak sesuatu.

Secepat kilat gadis ini balikkan badan, menatap kearah datangnya suara. Dewi Kipas Pelangi menarik nafas lega.

Yang muncul di tempat itu ternyata gadis berpakaian kuning gading yang di dada pakaiannya terdapat gambar sulaman berbentuk hati yang retak.

Berjalan di samping gadis itu adalah pemuda berambut gondrong berpakaian kelabu bersenjata pedang.

"Mengapa kalian lama sekali?"

Tanya Dewi Kipas Pelangi ditujukan pada kedua orang yang baru datang yang bukan lain adalah Sang Maha Sakti Raja Gendeng 313 bersama Anjarsari.

Anjasari hanya menggeleng. Sedangkan Raja tersenyum sambil menjawab.

"Kami sempat kesasar. Aku dan dia kehilangan jejakmu ditikungan sungai itu. Melihat sungai membuatku berpikir mengapa tidak mandi sekalian? Apalagi mengingat aku sudah tidak mandi selama satu purnama."

Raja lalu tertawa tergelak-gelak. Mata Dewi Kipas Pelangi yang bening indah terbelalak lebar.

"Jad... jadi kalian mandi bersama sama?!"

Melihat Sang Dewi menatap curiga, Anjarsari cepat menjawab.

"Enak saja, mana mungkin aku mandi barengan dengan orang yang kurang waras seperti dia, bisa jadi dia ngiler melihat tubuh indahku!"

"Iya... kami tidak mandi bersama. Sayang sekali, padahal sungai itu terlindung dari pandangan mata jahil. Dia cuma cuci muka disebelah atas sungai. Mungkin juga dia kencing di sungai itu. Masih bagus tidak buang hajat sekalian. Kalau tidak, aku bisa apes. Ha ha ha!"

Gurau sang pendekar.

Mendengar ucapan Raja, Anjasari mendamprat.

"Pemuda tolol bermulut lancang. Siapa bilang aku kencing di sungai tempat mandimu. Memangnya kau melihat aku sedang...!"

Belum sempat Anjarsari menyelesaikan ucapan. Sang Pendekar sudah memotong.

"Aku tidak melihat. Tapi aku bisa tahu karena aku mencium air sungai berbau pesing. Ha ha ha!"

"Dasar edan! Pantas saja kau dijuluki si Raja Gendeng!"

Gerutu Anjarsari. Dia angkat tangannya segera hendak menampar.

Namun Raja yang tahu gelagat segera menghindar dengan menjauhi Anjarsari.

Melihat dua orang yang bertingkah selayaknya anak kecil, Dewi Kipas Pelangi segera menengahi dengan berkata.

"Kalian dengar! Harap berhenti bersenda gurau...!"

Mendengar ucapan Dewi Kipas Pelangi, Anjarsari segera turunkan tangannya. Dia menatap sang Dewi dengan wajah kesal.

"Kau mau bicara apa?!"

"Ya,kau mau bicara apa? Kudamu sudah ditemukan. Sebentar lagi malam tiba. Aku dan dia siap pergi....!"

Kata Raja pula.

"Kumohon kalian jangan pergi. Ada sesuatu yang sangat penting ingin kubicarakan dengan kalian berdua!"

Kata Dewi Kipas Pelangi.

Sang pendekar tatap gadis berambut panjang itu. Anjarsari juga ikut memperhatikan.

"Kau ingin kami tidak pergi?"

Tanya Anjarsari ragu-ragu. Dewi Kipas Pelangi mengangguk

"Kalau begitu kau harus mengumpulkan kayu bakar. Selain itu kau juga harus mencari pohon yang banyak cabangnya.Aku tidak mau menghabiskan malam dengan tidur di bawah pohon.Setelah melihat kalajengking yang menyerangmu, aku yakin tempat ini tidak aman." kata Anjarsari ketus.

"Aku akan menyediakan apa yang kau minta. Aku akan kumpulkan kayu bakar dan mencari pohon yang bisa kita jadikan untuk tidur."

Jawab Dewi Kipas Pelangi menyanggupi. Dalam hati dia berkata.

"Gadis sahabat Raja itu, mengapa perangai dan sifatnya berubah-ubah? Dia terkesan angkuh dan congkak. Berbeda dengan Raja yang suka bergurau?"

"Eeh, jangan pernah mengatakan kita. Kita berarti, aku, kau dan dia. Aku tidak mau tidur berkumpul di satu tempat. Apalagi bila harus berdesak-desakan denganmu dan dia. Dia yang keenakan sedangkan aku merasa tidak nyaman!"

Tukas Anjarsari sambil menunjuk kearah Raja.

"Ah, bukankah bila kita tidur berdesakan dan bersempit-sempit sama-sama enaknya." celetuk Raja

"Diam!Aku bukan gadis murahan.!"

Bentak Anjarsari.

Anehnya dibentak begitu Raja tidak menanggapi. Dia cuma senyum-senyum sambil menggaruk kepala. Dalam hati Raja membatin,

"Kalau semua ucapannya aku timpali. Bukan mustahil dia membenci aku. Jika dia benci, bagaimana mungkin aku bisa selalu dekat padanya? Padahal aku selalu memikirkannya."

Sementara itu Dewi Kipas Pelangi rupanya merasa tidak suka mendengar perdebatan yang terjadi di antara mereka. Sambil melangkah menghampiri sang Dewi membuka mulut berujar,

"Sahabat berdua. Mengapa kalian suka berselisih. Kita harus membicarakan semua ini dengan kepala dingin. Mungkin kalian lelah, sebaiknya istirahat. Sementara aku akan mengumpulkan kayu-kayu kering untuk membuat api unggun."

Sang Dewi lalu balikkan badan.

Tanpa memberi kesempatan lagi pada Raja dan Anjarsari untuk bicara dia telah melangkah pergi.

Raja Gendeng 29 Kanjeng Empu Basula di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seperginya Dewi Kipas Pelangl, Anjarsari memilih duduk dengan bersandar di batu besar.

Sedangkan Raja segera rebahkan tubuhnya di bawah pohon.

Dengan kaki kanan ditumpangkan ke kaki kiri dan dua tangan dipergunakan sebagai bantalan kepala.

Sekejab saja pemuda itu sudah terlelap.

Melihat Raja sepertinya tertidur, Anjarsari diam diam berkata,

"Pemuda gendeng itu seperti kerbau.Dimana tergeletak disitu dia tidur.Tapi... sebenarrnya hatinya baik. Sejak meninggalkan kawasan tua dan berpisah dengan kakek Gembala Api dia memperlakukan aku dengan sebaik-baiknya. Dia juga menjaga aku dan sepertinya menaruh rasa sayang terhadapku.Sebaliknya aku selalu bicara ketus dan kasar kepadanya. Sejauh itu dia tidak pernah membalas sikapku dengan sikap yang sama."

Anjarsari lalu menatap kearah pohon.

"Dia memang sangat baik, wajah cukup tampan, ilmu kesaktian sangat tinggi. Namun aku tidak mempunyai pikiran atau perasaan tertentu terhadapnya. Lagi pula aku tidak bakal jatuh cinta kepadanya. Gadis cantik sepertiku mana pantas mencintai pemuda aneh seperti dia!"

Batin Anjarsari yang merasa harga dirinya lebih tinggi dari Raja.

"Emm...!"

Tiba-tiba terdengar suara menggumam dibelakangnya disertai suara langkah kaki. Anjarsari cepat menoleh. Dia tersipu ketika melihat Dewi Kipas Pelangi tahu-tahu telah muncul dibelakangnya sambil memanggul seikat besar kayu dan ranting kering.

"Sedang melamun rupanya?"

Kata sang Dewi sambil meletakkan kayu yang diturunkan dari bahu kanannya

"Eeh,tidak!"

Sahut Anjarsari lalu cepat-cepat palingkan wajah ke jurusan lain. Dewi Kipas Pelangi tersenyum. Sekilas dia melirik kearah Raja yang tergeletak di bawah pohon.

"Kayu bakar telah dapat. Aku juga sudah menemukan tempat yang aman untuk melewatkan malam. Ada sebuah pohon besar tak jauh dari sini. Pohonnya melengkung seperti orang bongkok, cabangnya juga banyak. Kau, aku dan dia bisa tidur dicabang berlainan namun dalam satu pohon. Bagaimana pendapatmu?"

Anjarsari terdiam. Setelah sempat ragu diapun lalu menyetujuinya

"Bagus."

Dewi Kipas Pelangi merasa lega.

"Kau sudah setuju, tapi bagaimana dengan dia?" tanya sang Dewi sambil memandang ke arah Raja.

Anjarsari menyeringai. Dengan ketus gadis angin-anginan ini menjawab.

"Kalau dia tidur dimana saja jadi. Tidur dicomberanpun dianggapnya sudah tidur di atas kasur surga!"

"Ah sahabat Anjarsari, jangan menganggap teman sendiri serendah itu!"

Ujar sang Dewi tanpa maksud mencampuri. Anjarsari malah mendengus

"Biar saja. Walau aku tahu dia baik tapi kadang tingkahnya menyebalkan!"

Dewi Kipas Pelangi lebih memilih diam tak ingin memperpanjang perbedaan pendapat di antara mereka.

"Ya sudah. Aku akan mempersiapkan segala sesuatunya. Kau tunggu saja di sini. Begitu selesai aku segera menemuimu!"

Rupanya Anjarsari merasa tidak enak hati melihat Dewi Kipas Pelangi melakukan pekerjaannya seorang diri. Dia segera bangkit. Sambil memandang gadis itu dia bertanya,

"pohon itu dimana?"

"Disebelah sana!"

Dewi Kipas Pelangi lalu menunjuk ke arah satu pohon besar terlindung pohon yang berada di depan si gadis Anjarsari memperhatikan. Dia memang melihat pohon bungkuk di sebelah belakang pohon didepannya.

"Aku akan membantu. Kayu-kayu ini sekalian saja kita bawa ke sana!"

Merasa senang dibantu sang Dewi segera dekati seikat besar kayu yang dibawanya.

Keduanya kemudian membawa kayu itu dengan menggotongnya.



******


Hari berganti malam.

Kegelapan menyelimuti alam disekitarnya.

Si Jenggot Panjang yang berpakaian putih telah sampai di bukit merah.

Dia yang sedang berjalan bersama sang Kuasa Agung memutuskan untuk melepas lelah.

Gadis cantik yang memiliki tiga pasang kaki aneh berbentuk kaki kalajengking dan juga mempunyai sepasang tangan mirip capit pandangi kakek kerdil sahabatnya.

Tanpa bicara dia dongakkan kepala, hidung mengendus mencoba membaui sesuatu.

"Aku membaui sesuatu."

Sang Kuasa Agung membuka mulut.

"Bau apa Sang Kuasa Agung?"

Tanya si kakek yang saat itu sudah duduk di atas batu pipih.

"Mungkin kau mencium aroma tembakau yang keluar dari pipaku ini!"

Kata si kakek sambil menghembuskan asap pipanya dalam-dalam.

Sang Kuasa Agung gelengkan kepala.

Tidak disangka-sangka gadis ini tiba-tiba keluarkan suara raungan dahsyat.

Dia menjerit dan terus menjerit.

Si Jenggot Panjang terkejut.

Tidak mengerti dengan apa yang dialami oleh Sang Kuasa Agung dia hanya bisa menatap dengan mata terbelalak terpana.

"Tidak....tidak..!"

Tubuh Sang Kuasa Agung terguncang. Tiga pasang kaki kalajengkingnya yang bertumpu pada tanah bergetar.

"Sang Kuasa Agung! Apa yang membuatmu tiba-tiba berubah sesedih ini?" bertanya si kakek dengan suara lirih.
Sang Kuasa Agung menangis sesunggukkan. Setelah dapat menenangkan diri dan mengusap air mata dengan lengan tangannya yang berbentuk aneh dia pun menggeram.

"Semua ini salahmu!"

"Salahku? Memang aku telah melakukan kesalahan apa, Sang Kuasa Agung?" tanya si Jenggot Panjang kaget juga tidak mengerti.

"Tua bangka tolol! Bukankah tadinya kita jalan di antara ribuan kalajengking itu. Kau tahu mereka adalah pengikut dan kaki tanganku. Lalu kau tiba tiba meminta padaku agar kita memisahkan diri dari mereka?"

"Oh cuma persoalan itu. Mengapa dia sampai berteriak dan menangis."

Kata si Jenggot Panjang dalam hati.
Si kakek lalu tersenyum, namun segera menjawab.

"Sang Kuasa Agung, aku lupa memberitahu. Aku meminta kita meninggalkan mahluk mahluk kaki tanganmu itu karena aku melihat ada orang yang memperhatikan dan mengawasi gerak gerik kita. Orang itu tidak bisa melihat dirimu berjalan beriringan denganku karena kau melindungi diri dengan tabir gaib."

"Mengapa kau tidak mengatakannya? Memangnya siapa dia?"

Tanya si gadis ketus.

"Dia adalah gadis sahabatnya Pranajiwa, orang tua yang telah kau sedot darah dan saripati kehidupannya di dalam Ruang Penyempunaan Diri."

"Puah! Cuma seorang perempuan mengapa kau takut?"

Dengus Sang Kuasa Agung kesal.

"Aku tidak takut sahabatku. Tapi kedatangan gadis itu adalah untuk mencari dan menemukan sahabatnya. Aku sendiri waktu itu hampir menghabisinya. Tapi tiba-tiba pemburu dari Neraka datang menolongnya!"

"Puah! Lagi-lagi manusia yang satu itu yang mencoba mengacaukan semua rencanaku. Pemuda jahanam itu juga bisa meloloskan diri dari serangan apiku. Mudah-mudahan dia bisa dihabisi oleh Kalima Bara sang penjaga kepercayaanku!"

Geram Sang Kuasa Agung.

Si Jenggot Panjang terdiam.

Walau dia tahu mahluk berkepala singa itu mempunyai ilmu kesaktian yang sangat tinggi, namun si kakek tidak yakin Kalima Bara bisa membunuh Pemburu Dari Neraka.

Pemuda yang matanya terlindung dari batok itu bukanlah manusia biasa.

Dia adalah Iblis Putih yang dikenal sebagai Pemburu Dari Neraka.

Dia adalah mahluk aneh yang memiliki nyawa rangkap.

"Mengapa kau diam!"

"Eeh, tidak apa-apa sahabatku. Aku hanya berpikir bagaimana caranya agar kau bisa bertemu dengan kekasihmu itu secepatnya!"

Ucap si Jenggot Panjang berdusta. Sang Kuasa Agung menyeringai. Wajahnya berseri-seri, matanya yang sering berubah-ubah warna berbinar-binar.

"Kekasihku Iblis Kolot. Setelah berada di alam bebas dunia persilatan ini sekarang aku merasa dia masih hidup. Kalau memang dia sudah mati tentu arwahnya masih berkeliaran bebas di alam fana. Kita harus menemukan orang yang kucintai itu secepatnya.!"

Ujar Sang Kuasa Agung tidak sabar.

"Aku juga berpikir demikian, sahabatku!"

Timpal Si Jenggot Panjang.

"Tapi tunggu...!"

Gadis itu keluarkan seruan. Mata jelalatan liar, kepala menengadah dan hidung kembali mengendus udara.

"Ada apa Sang Kuasa Agung?"

"Aku..aku kembali membaui sesuatu. Bau yang tercium olehku kali ini lebih santar dan lebih tajam. Jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan pasukan kalajengkingku? Padahal aku memberi perintah pada mereka untuk membantu menemukan kekasihku!"

Wajah cantik berdagu runcing itu menjadi gelisah.

"Sang Kuasa Agung. Apakah kau merasa para pengikutmu itu sekarang berada dalam bahaya besar? Kalau pun benar siapa yang sanggup membunuh ribuan kalajengking?"

"Jenggot Panjang. Dunia ini sangat luas, dipenuhi oleh banyak orang bodoh dan sedikit manusia sakti. Tapi jumlah yang sedikit itu bisa saja melakukan tindakan besar yang tidak dapat dijangkau akal biasa. Aku tidak merasa prajuritku sedang berada dalam ancaman bahaya, tetapi saat ini justru aku mendengar jerit kematian mereka. Aku mencium bau daging dan darah mahluk mahluk itu...!"

Raja Gendeng 29 Kanjeng Empu Basula di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jelas Sang Kuasa Agung dengan suara parau.

Diam-diam Si Jenggot Panjang merasa semua kejadian ini adalah kesalahannya.

Dia menyesal dan juga takut.

Dia takut Sang Kuasa Agung menjadi murka karena kehilangan ribuan pengikutnya.

Tidak ingin berlarut-larut dalam praduga yang belum pasti kebenarannya, si kakek cepat-cepat berkata.

"Sang Kuasa Agung, jika aku telah melakukan kesalahan karena mengajakmu meninggalkan mereka. Izinkan aku untuk melihat keadaan mereka!"

"Terima kasih atas kesetiaanmu, Jenggot Panjang. Tapi kau tidak perlu melakukannya. Kita dapat segera mengetahui bagaimana keadaan mereka melalui cermin sakti Kala Merah!"

Sambil berkata demikian Sang Kuasa Agung lambaikan tangan capitnya ke udara.

Begitu tangan diayunkan ke bawah, tahu-tahu sebuah cermin berbingkai merah berbentuk bulat dengan bagian tepi dipenuhi ukiran bergambar kalajengking merah telah tergenggam di tangannya yang aneh itu.

Si Jenggot Panjang perhatikan cermin di tangan sahabatnya dengan pandangan tajam menusuk. Permukaan cermin berwarna putih, tembus pandang di kedua sisinya.

Rebawa aneh memancar dari cermin itu.

Ada getaran yang aneh yang dirasakan si Jenggot Panjang.

Getaran aneh itu keluar dari cermin sakti di tangan Sang Kuasa Agung.

Cermin sakti itu juga bisa berfungsi sebagai senjata yang luar biasa. Tanpa menghiraukan Si Jenggot Panjang, si gadis segera mengucapkan mantra-mantra.

Selesai membaca mantra sakti lalu dia meniup permukaan cermin sebanyak tujuh kali.

Selanjutnya cermin di tangan di goyang goyangkan ke kanan dan ke kiri. Tiba-tiba saja dari seluruh bulatan cermin mengepul asap tipis berwarna putih.

Kepulan asap bergulung berputar-putar menutupi bagian cermin yang bening.

Gerakan menggoyang cermin terhenti, Kepulan asap lenyap.

Sang Kuasa Agung memusatkan perhatiannya ke permukaan cermin.

Gadis ini berjingkrak saking kagetnya ketika melihat ke dalam cermin.

Matanya mendelik.

Mulutnya berteriak histeris.

"Astaga! Para penguasa kesesatan. Raja diraja kesesatan yang melindungi hidupku. Apa yang terjadi dengan ribuan kalajengking itu!"

"Sahabatku ada apa?!"

Si Jenggot Panjang menjadi ikut kaget melihat reaksi orang yang sangat dihormatinya.

Dia segera melompat dari batu yang didudukinya, Secepat dirinya bangkit secepat itu pula dia menghampiri Sang Kuasa Agung.

Sesampainya disamping sahabatnya tanpa bicara dia ikut menatap ke permukaan cermin.

Mata belok Si Jenggot Panjang terbelalak saat melihat ribuan kalajengking pengikut Sang Kuasa Agung berkaparan tewas.

Tubuh mereka hancur tercerai berai.

Sebagian diantara mahluk-mahluk itu dalam keadaan hangus mengepulkan asap.

"Siapa yang melakukan semua ini, sahabatku!"

Tanya si Jenggot Panjang dengan suara bergetar.

Sang Kuasa Agung tidak menjawab.

Dari bibirnya yang merah terdengar suara menggeram.

Kemarahan gadis ini memang tidak terperikan, namun walau jiwanya sempat terguncang tapi dia masih bisa menguasai diri.

"Kita akan segera tahu siapa yang telah melakukannya!"

Cermin kemudian digoyang ke atas satu kali.

Jika tadi pemandangan dalam cermin adalah ribuan kalajengking yang menemui ajal.

Kini pemandangan dicermin berganti dengan munculnya sebuah pohon dan seorang gadis bersenjata kipas berpakaian warna warni.

Merasa mengenali siapa adanya gadis yang muncul dalam cermin tanpa sadar si kakek berseru.

"Aku mengenalnya. Gadis itu adalah sahabatnya Pranajiwa. Namanya Dewi Kipas Pelangi!"

Sang Kuasa Agung menyeringai dingin. Dia tidak menanggapi ucapan si kakek namun nama yang disebutkannya dicatatnya di dalam hati.

"Aku tidak yakin gadis dengan ilmu kepandaian seperti dia sanggup membantai ribuan kalajengkingku!"

"Jika kau tidak yakin, sebaiknya kita cari tahu lebih banyak lagi!" sahut Sang Kuasa Agung.

Cermin kini digoyang dua kali. Sekali si gadis arahkan perhatiannya ke permukaan cermin sakti. Diikuti pandangan Si Janggut Panjang tampaknya pemandangan dalam cermin kembali berubah. Kini yang terlihat dalam cermin itu adalah bagian pucuk sebatang pohon. Pohon yang sama tempat dimana Dewi Kipas Pelangi berada. Di pucuk pohon ternyata masih ada dua orang lagi.

Satu seorang pemuda gondrong berpakaian kelabu sedangkan satunya lagi adalah seorang gadis cantik berpakaian kuning gading.

"Kau mengenal kedua orang dalam cermin ini?!"

Bertanya Sang Kuasa Agung tanpa alihkan perhatiannya dari cermin sakti. Si Jenggot Panjang menggeleng.

"Aku tidak mengenal pemuda gondrong bersenjata pedang itu! Aku juga tidak mengenal gadis yang duduk disebelahnya. Apakah mereka yang telah membantai mahluk-mahluk itu?"

"Ya. Aku sangat yakin sekali. Dari rebawa yang terasa dalam gambar yang ditampilkan oleh cermin saktiku, gadis berpakaian kuning ilmu kesaktiannya sangat tinggi. Tapi kesaktian yang dimiliki oleh pemuda gondrong ini jauh lebih tinggi. Tidak hanya itu, pedang yang berada dipunggung pemuda itu juga bukan pedang biasa. Selain mengandung kekuatan luar biasa, aku juga bisa merasakan ada dua mahluk diam di dalam pedang itu. Siapa dia?"

Kata Sang Kuasa Agung penasaran. Si kakek diam saja karena tidak tahu harus berkata apa. Dia memang tidak pernah berjumpa dengan kedua orang itu.

Selagi Si Jenggot Panjang tenggelam dalam pikirannya sendiri, Sang Kuasa Agung tiba-tiba ayunkan tangannya yang memegang cermin sakti ke atas. Begitu tangan capitnya berada di atas kepala, cermin sakti lenyap dari pandangan mata.

"Apakah pemuda itu yang telah membantai kaki tanganmu, Sang Kuasa Agung?" tanya si kakek setelah si gadis mengembalikan cermin saktinya ke alam gaib.

"Ya, dia yang paling bertanggung jawab atas kematian para pengikutku. Pemuda itu kelak akan mendapat balasan yang sangat menyakitkan dariku!"

Geram Sang Kuasa Agung dengan wajah merah diliputi kemarahan dan dendam membara.

"Sahabatku mengapa menunggu nanti, mengapa kita tidak cari saja pemuda dan kedua gadis itu sekarang?"

"Jenggot Panjang! Mungkin kau tidak tahu bahwa saat ini tujuanku bukan hanya mencari kekasihku! Aku juga sedang menyusun rencana yang sangat besar. Setelah mengetahui dimana musuhku dan musuh kekasihku itu berada. Begitu bertemu dengan kekasihku itu maka aku akan membangkitkan sebuah pasukan besar. Pasukan yang lebih hebat dibandingkan kalajengking hitam. Aku dan kekasihku akan menghabisi semua musuh musuh kami termasuk juga pemuda gondrong dan dua sahabat gadisnya."

"Oh, itu adalah rencana besar yang hebat. Aku siap mendukung sepenuhnya rencanamu itu, sahabatku!"

Ujar Si Jenggot Panjang kagum. Sang Kuasa Agung tersenyum

"Aku tahu, kau pasti selalu mendukungku."

"Lalu pasukanmu itu ada di mana? Apakah mereka terdiri dari manusia ataukah mahluk buas?!"

"Hi hi hi! Pasukanku ada di tempat rahasia bernama Bukit Batu Berlumut!"

Terang si gadis dengan suara lirih seolah takut ucapannya didengar oleh orang lain.

"Sekarang kita sudah berasa di bukit merah. Bukit Batu Berlumut letaknya tidak jauh dari sini!"

Kata Si Jenggot Panjang.

"Ya, aku tahu. Tapi tanpa kehadiran kekasihku Iblis Kolot percuma saja kita datang ke bukit itu?"

"Mengapa?"

"Untuk membangkitkan pasukanku yang bukan berasal dari manusia ataupun dari jenis hewan itu tidak bisa dilakukan oleh diriku sendiri. Harus ada dua orang yang saling mengasihi!"

Terang si gadis disertai senyum dan tatapan penuh arti.

"Aku tidak mengerti maksudmu?!"

"Nanti juga kau akan tahu, Jenggot Panjang.!"

"Hmm, jika pasukanmu bukan manusia bukan pula dari jenis binatang, lalu apa?"

Tanya si kakek sambil mengelus-elus jenggotnya yang selutut.

"Hi hi hi! Pasukan itu adalah pasukan kuno, Jenggot Panjang, Usianya hampir ribuan tahun. Nenek moyangku yang membuat mereka semua. Mereka akan menjadi pasukan yang tidak terkalahkan."

"Sang Kuasa Agung mohon dimaafkan bila aku lancang bicara. Aku ingin tahu apakah kau bermaksud ingin menjadi raja diraja dunia persilatan?"

"Tidak! Aku hanya ingin menghabisi semua musuh kekasihku juga musuhku sendiri."

"Keinginanmu adalah sesuatu yang wajar. Tapi menurutku hidup tanpa cita-cita sama saja dengan hidup yang tidak mempunyai makna!"

"Terserah kau mau bicara apa. Menurutku sebaiknya kau tidur Jenggot Panjang. Waktumu sangat sedikit, tidurmu juga tidak boleh terlalu lama. Selepas tengah malam nanti kita harus bergerak melanjutkan perjalanan."

Tegas Sang Kuasa Agung.

Sungguhpun masih banyak yang ingin diketahui oleh kakek itu, namun si kakek tidak berani membantah. Apalagi dia juga merisaukan keselamatannya dari ancaman Pemburu Dari Neraka. Tidaklah heran setelah berpamitan pada gadis itu si kakek segera baringkan tubuhnya di atas tumpukan daun yang dia letakkan di rerumputan kering.


******


Raja yang sedang tidur nyenyak menjadi terusik ketika samar-samar telinganya mendengar suara prat-pret...bertalu-talu.

Terkejut mendengar suara aneh dikeheningan malam Raja terlonjak bangkit. Sambil mengusap kedua matanya yang masih terasa sepat, dia celingukan ke kiri dan ke kanan selayaknya monyet hutan yang tersesat.

Sunyi sekali.

Di dalam kegelapan yang menyelimuti alam sekitarnya, Raja tidak melihat Anjarsari dan Dewi Kipas pelangi. Namun kemudian dia melihat cahaya dari nyala api unggun.

Raja tersenyum. Dia yakin kedua gadis itu yang membuat api di balik belakang pohon besar.

"Mereka di sana, aku di sini. Lalu yang mengeluarkan suara pret tadi siapa?"

Raja Membatin. Dia lalu menatap lurus kearah kuda yang tertambat di pohon seukuran lengan orang dewasa.

Kuda itu masih merumput. Agaknya binatang Dewi Kipas Pelangi kelaparan setelah terus dipacu lari oleh pemiliknya dengan kecepatan laksana setan kalang kabut.

Raja menatap kuda lebih lama. Tiba-tiba dia mendengar suara pret lagi!
Raja Gendeng 29 Kanjeng Empu Basula di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Raja menggerutu, mulutnya seketika berubah cemberut. Sambil menunjuk-nunjuk ke arah kuda pemuda ini mengomeli binatang itu.

"Dasar binatang tidak diajar santun, tak tahu malu. Ternyata kau yang kentut, rupanya perutmu yang di sebelah belakang yang keluarkan suara. Kau pasti mulas, mungkin juga lagi mencret. Makanya makan jangan kebanyakan. Kupikir tadi suara kampret tak tahunya suara Kuda mencret. Kurang ajar!"

Sambil bersungut-sungut pemuda itu berdiri. Tanpa menghiraukan kuda yang terus merumput dikegelapan, Raja segera menuju api unggun. Setelah melewati pohon besar sampailah dia di depan api unggun.

Terdengar suara gemertak kayu yang terbakar. Tapi sang pendekar tidak melihat kedua gadis itu. Jelalatan matanya mencari-cari.

Orang yang dicari tidak ditemukan. Raja menjadi gelisah. Dia takut terjadi sesuatu pada mereka.

"Anjarsari...Dewi Kipas Pelangi, kalian ada dimana?!"

Bertanya pemuda dengan suara keras.

Karena malam dipenuhi dengan keheningan, tanpa suara serangga malam ataupun kicau burung hantu.

Suara sekecil apapun pasti akan menjadi nyaring.

Apalagi Raja memanggil dengan suara keras.

Raja menunggu!

Tangan sibuk menggaruk punggungnya yang terasa gatal.

Tiba-tiba ada suara menyahuti dengan ketus

"Orang tolol! Kami bukan orang tuli.Mengapa harus berteriak memanggil kami!"

Jelas suara itu adalah suara perempuan. Raja mengenali pemilik suara.

"Anjarsari!"

Desis Raja sambil menatap ke atas pohon bungkuk dipenuhi cabang. Samar-samar dalam kegelapan dia melihat ada dua sosok duduk di atas pohon itu.

Raja menarik nafas lega.

"Api unggun ada di sini, mengapa kalian malah duduk di atas pohon. Apa yang kalian lakukan di situ?"

"Yang jelas kami tidak sedang bercinta!"

Yang menjawab adalah Dewi Kipas Pelangi.

Mendengar gurawan sang Dewi, Raja tertawa terkekeh.

Tidak seperti yang diduga oleh kedua gadis itu, Raja ternyata tidak menyusul naik ke atas pohon. Dia sengaja malah memilih duduk di depan api ungun untuk menghangatkan badan.

"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu!"

Kata Dewi Kipas Pelangi dari atas ketinggian.

Sebelumnya, ketika Raja terbuai mimpi gadis ini sebenarnya sudah menceritakan masalah yang dia hadapi pada Anjarsari.

Tapi Anjarsari malah menyarankan agar dia membicarakan masalahnya pada sang pendekar.

"Aku juga bukan orang tuli. Kalau kau bicara dari situ aku pasti juga mendengarnya."

Sahut Raja acuh. Merasa disindir Anjarsari malah tersenyum mencibir, namun dia tidak bicara apa-apa.

"Baiklah! Ketika ribuan kalajengking itu datang menyerang sebenarnya aku sedang dalam perjalanan untuk mencari sahabatku yang bernama Pranajiwa!"

Kata Sang Dewi. Dia pun lalu menceritakan apa yang terjadi dengan sahabatnya Pranajiwa. Setelah selesai mendengar cerita Dewi Kipas Pelangi maka sambil menatap lurus ke arah api yang mulai membara, sang pendekar berkata.

"Jadi sahabatmu diculik oleh seorang kakek berjenggot panjang. Dan kakek itu telah mencuci otak paman Pranajiwa sehingga dia tidak mengenal dirimu lagi?"

"Lalu kau melihat Si Jenggot Panjang muncul di depanmu bersama iring-iringan kalajengking hitam?"

"Yang kulihat memang begitu. Jika benar yang kau lihat adalah Si Jenggot Panjang. Apakah ribuan kalajengking itu adalah mahluk-mahluk peliharaannya?"

Anjarsari yang tadinya diam ikut bertanya.

"aku tidak bisa memastikannya!"

"Mungkin saja"

Jawab Dewi Kipas Pelangi.

Raja tersenyum

"Aku telah menjajaki ketinggian ilmu kesaktian Pemburu Dari Neraka yang kau sebut-sebut sebagai orang yang telah menolongmu dari Si Jenggot Panjang. Jika kakek itu ilmu kesaktiannya masih berada di bawah Pemburu Dari Neraka. Mustahil dia mampu mengendalikan kalajengking sebanyak itu!"

"Lalu menurutmu siapa yang mengendalikan kalajengking itu?"

Tanya Dewi Kipas Pelangi tidak mengerti.

"Menurutku, Si Jenggot Panjang hanya orang suruhan. Dia membawa sahabatmu itu atas perintah orang. Seseorang yang memiliki ilmu luar biasa tinggi ada di balik peristiwa penculikan dan ribuan kalejengking itu."

Setelah berkata demikian. Raja pun kemudian menceritakan tentang munculnya bola api yang menyerang mereka.

"Tempat kediaman penculik itu mungkin berada di sekitar sini. Seperti yang kau katakan aku juga tidak mengerti maksud Si Jenggot Panjang menculik paman Pranajiwa. Orang yang menjadi sasaran penculik biasanya kalau tidak perempuan cantik pasti anak-anak. Lelaki, apalagi orang yang sudah sepuh buat apa diculik. Darahnya pasti sudah hitam dagingnya juga pasti alot!"

Mendengar ucapan Raja, baik Sang Dewi maupun Anjarsari tersenyum. Setelah itu Sang Dewi lalu bertanya,

"Jika sahabatku paman Pranajiwa dianggap tidak berguna, mengapa dia diculik?"

"Mengenai hal itu aku tidak bisa memastikannya. Mungkin saja sahabatmu menyimpan atau memliki sesuatu yang sangat istimewa. Dan siapapun yang bersembunyi di balik peristiwa penculikan, dia memang memiliki rencana besar untuk melakukan sesuatu..."

"Sesuatu apa?"

"Wah aku belum tahu."

"Apakah mungkin hilangnya paman Pranajiwa berhubungan erat dengan peristiwa yang kami lakukan sepuluh purnama yang lalu."

Gumam Sang Dewi. Walau suaranya begitu lirih mengandung kecemasan, tetapi baik Anjarsari maupun Raja dapat mendengarnya dengan jelas

"Apa maksudmu?"

Anjarsari bertanya dengan sepasang matanya yang bening indah menatap tajam gadis yang duduk disebelahnya.

"Gadis tukang kipas! Rupanya ada banyak cerita menarik yang tidak kami ketahui. Andai kau memang ingin bantuan, harap kau suka berbagi cerita dengan kami!"

Ucap Raja.

Dewi Kipas Pelangi luruskan kedua kaki.

Gadis ini menatap ke langit dimana terlihat bulan timbul tenggelam dipermainkan mendung, lalu berkata,

"sekitar sepuluh purnama yang lalu, aku, paman Pranajiwa dengan dibantu oleh para sahabat dan juga tujuh tokoh Dari Puncak Akherat melakukan penyerbuan besar-besaran ke tempat kediaman Pendekar Sesat..."

Sang Dewi kemudian menceritakan siapa Pendekar Sesat serta semua yang terjadi di sana, juga termasuk nasib putra Pendekar Sesat yang bernama Pura Saketi.

Mengenai peristiwa penyerbuan itu dapat pembaca ikuti dalam serial Sang Maha Sakti Raja Gendeng 313 dalam episode "Putera Pendekar Sesat".

Setelah menuturkan semua peristiwa yang berhubungan dengan kejadian itu. Dewi Kipas Pelangi lalu menambahkan.

"Sepuluh purnama setelah peristiwa penyerbuan itu, aku mendapat kabar bahwa salah satu tokoh yang dulu pernah ikut terlibat dalam melumpuhkan seorang tokoh sesat bernama Iblis Kolot menemul ajal dengan tubuh tercabik cabik! Kemudian beberapa hari lalu aku juga mendengar tiga sahabatku yang bernama Giring Sabanaya, Si Kedip Mata dan seorang ahli panah bernama Ariamaja tewas mengenaskan di sebuah jalan di tengah persawahan!"

"Kau yakin peristiwa itu ada kaitannya dengan orang yang bernama Iblis Kolot?"

Tanya Raja.

"Aku tidak dapat memastikannya, namun aku hanya menduga kemungkinan Iblis Kolot yang telah di lempar ke Jurang Watu Remuk Raga oleh para tokoh persilatan, kini masih hidup. Dan Pura Saketi yang menceburkan diri ke dalam jurang yang sama telah diselamatkan oleh iblis itu."

"Kemudian setelah menjadi murid Iblis Kolot. Pura Saketi kembali ke dunia persilatan untuk menuntut balas kepada orang-orang yang tertibat pembunuhan ayahnya?"

"Siapa yang tahu ciri-ciri ilmu pukulan sakti yang dimiliki oleh Iblis Kolot?"

Tanya Raja.

"Mengapa kau bertanya begitu?"

Tanya Dewi Kipas Pelangi.

"Karena hanya dengan mengetahui pukulan saktinya, kita bisa tahu siapa yang telah membunuh sahabat-sahabatmu itu!"

Menerangkan Raja.

Sang Dewi terdiam karena merasa tidak tahu bagaimana ilmu kesaktian Iblis Kolot dan sejauh apa akibatnya bila dipergunakan untuk menyerang lawannya. Suasana menjadi hening.

Keheningan yang membuat ketiganya menjadi gelisah tidak berselang lama. Karena tak lama kemudian ada semilir angin berhembus.

Hembusan yang dirasakan Raja kali ini tiga kali lebih dingin dari sebelumnya. Raja yang duduk memunggungi api unggun menggigil dan cepat alirkan hawa sakti ke sekujur tubuhnya.

Hawa hangat mengalir mengikuti aliran darah di tubuh sang pendekar. Raja merasa lebih nyaman.

Di atas pohon kejadian yang sama juga dirasakan oleh dua gadis. Anjarsari lebih memilih susupkan jari-jari tangannya dibalik ketiak kanan kiri.

Sedangkan Dewi Kipas Pelangi sambil senyum senyum malah susupkan kedua tangan pada pakaian tepat dibagian belahan dadanya.

"Dasar gadis edan. Aku baru tahu ternyata kau ikut ketularan penyakitnya si gendeng itu."

Mengomel si Anjarsari sambil cepat palingkan wajah ke arah Raja.

Sang Dewi menanggapi ucapan si gadis disebelahnya dengan senyuman.

Hembusan angin lenyap, sebagai gantinya di tempat itu tercium santar aroma harum melati.

Kening Raja mengernyit.

Dua gadis di atas pohon ketakutan.

Mengira ada kuntilanak gentayangan di sekitar pohon, keduanya berlompatan turun lalu dekap bahu Raja.

Anjarsari tanpa sadar memeluk bahu di sebelah kiri sedangkan Sang Dewi merangkul bahu di sebelah kanan.

Tak menyangka tiba-tiba dipeluk dan di dekap oleh dua gadis cantik.

Apalagi dada mereka menekan bahu Raja membuat sang pendekar senyum-senyum kegirangan.

"Asyik! Tiada ada angin tiada hujan dipeluk seperti ini tubuhku yang hangat malah jadi meriang, jantung berdegup darah terasa panas berdesir. Kalau kalian mau memelukku seperti ini biar aku duduk sampai setahun sampai pantatku keluar akar juga tidak mengapa. Ha ha ha!"

Raja Gendeng 29 Kanjeng Empu Basula di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Raja sambil tertawa senang.

Seakan baru menyadari apa yang mereka lakukan.

Anjarsari mendengus sambil mendamprat. Dia segera melepaskan pelukannya, menjauh dari Raja sambil kibas-kibaskan kedua tangan yang dipergunakan untuk memeluk seolah-olah merasa jijik. Dewi Kipas Pelangi juga segera menjauh.

Tapi dia tidak menunjukkan sikap antipati kepada raja.

Hanya wajahnya saja yang memerah.

"Jangan merasa senang dulu. Kami memelukmu karena kami tidak sengaja!"

Buru-buru Sang Dewi menerangkan.

"Walau kalian tidak sengaja tetapi yang pasti aku sudah merasa mendapatkan rejeki besar. He he he!"

"Diam! Apakah kau tidak mengendus aroma sesuatu? Mungkin saja tempat ini ada hantunya!"

Kata Anjarsari.

Dia jadi bingung karena tidak tahu pada siapa dia harus berlindung.

Ditempatnya Raja lalu duduk bersila, hatinya bertanya-tanya tentang aroma melati yang tercium.

Namun dia bersikap tenang.

Malah sambil julurkan kakinya dia menjawab.

"Bau aneh kembang melati. Aku merasakan aroma melati setelah berlalunya hembusan angin dingin. Mungkin saja kita kedatangan tamu.Biarkan saja yang penting tamunya tidak datang dari liang kubur!"

Gurau sang pendekar.

Baru saja Raja selesai dengan ucapannya, tiba-tiba Anjarsari menunjuk sesuatu yang berada didepannya.

"Lihat!"

Serunya kaget.

Raja dan Dewi Kipas Pelangi menatap ke arah yang dimaksud.

Kedua orang ini sama tertegun ketika melihat di antara semak belukar entah sejak kapan telah muncul sosok berupa seorang kakek tua renta, berpakaian putih, berambut dan berjanggut putih.

Orang tua itu memakai celana hitam, telapak kaki dilapisi sepasang terompah butut.

Orang tua itu berdiri tegak mengapung di atas pucuk dedaunan.

Dilehernya tergantung seuntai tasbih berukuran sedang berwarna putih.

Bila diperhatikan wajah si kakek dan matanya yang cekung, sepertinya orang itu tidak pernah tidur.

Anjarsari yang semasa kecilnya mengalami berbagai macam cobaan hidup yang menakutkan memilih mengatubkan bibirnya.

Sebaliknya Dewi Kipas Pelangi setelah menguasai diri segera ajukan pertanyaan.

"Orang tua siapa dirimu adanya?"

Si kakek tersenyum.

Orang tua yang sejak muncul lebih banyak menatap ke arah Raja kemudian menjawab

"Aku bernama Kanjeng Empu Basula. Aku berasal dari suatu tempat yang sangat jauh bernama Alam Kelanggengan.Manusia sepertimu menyebut tempat asalku itu sebagai Alam Roh."

"Astaga! Ternyata kau sudah mati kek? Jangan ganggu kami, kami masih ingin hidup!"

Kata Raja. Kakek berwajah pucat lagi-lagi tersenyum.

"Kedatanganku bukan bermaksud jahil apalagi mengganggu. Aku ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting pada kalian bertiga terutama padamu anak muda. Oh ya siapa namamu?"

Tanya Kanjeng Empu Basula ditujukan pada Raja.

Sambil tersenyum pemuda itu menjawab.

"Namaku Raja kek...!"

Sepasang alis mata Kanjeng Empu Basula yang memutih mengernyit.

"Apakah kau orangnya yang disebut Sang Maha Sakti Raja Gendeng 313 atau Pendekar 313?"

"Benul kek, eeh maksud saya benar kek!"

Jawab Raja gugup. Anjarsari yang memang sudah tahu siapa adanya Raja, tidak menjadi kaget begitu mendengar Kanjeng Empu Basula menyebutkan nama sebutan pemuda itu.

Sebaliknya Dewi Kipas Pelangi yang selama ini hanya mendengar sepak terjang sang pendekar tentu saja dibuat kaget.

Sama sekali dia tidak menyangka bahwa pemuda konyol yang telah membantunya dari serangan ribuan kalajengking ternyata adalah pendekar besar yang sangat ternama itu.

"Rasanya aku beruntung bertemu dengan pendekar ini. Orangnya gagah, tampan berilmu sangat tinggi pula."

"Aku telah bertemu dengan orang yang tepat."

Kata Si Kakek.

"Aku selalu yakin pemilik alam semesta selalu bersikap pemurah. Doa harapanku dikabulkannya."

"Kakek, apa maksudmu. Memangnya apa yang sedang terjadi dengan dirimu?"

Tanya Raja.

"Pertanyaannya bukan apa yang terjadi dengan diriku, tapi bagaimana dengan nasib rimba persilatan jika orang muda sepertimu dan separti sahabat-sahabatmu itu tidak segera mengambil tindakan!"

Terang Kanjeng Empu Besula dengan tenang berwibawa.

"Kek, dapatkah kakek jelaskan kepadaku juga kedua sahabatku ini gerangan apa kiranya yang bisa kami lakukan?"

"Anak muda yang bernama Raja. Sebelum aku datang dan munculkan diri di tempat ini. Bukankah sahabatmu gadis cantik bersenjata kipas itu sedang menceritakan seorang iblis sesat. Orang yang kumaksudkan adalah Iblis Kolot dan aku juga menyebutnya Iblis Gila!"

"Benar kek. Saya memang bercerita tentang riwayat Iblis Kolot. Apakah kakek tahu tentang manusia satu itu?"

Tanya Dewi Kipas Pelangi.

Kanjeng Empu Basula menganggukkan kepala.

"Aku sangat-sangat mengenal Iblis Kolot."

Si kakek mengakui.

"Jika demikian apakah Iblis Kolot masih hidup hingga saat ini?"

"Dewi Kipas Pelangi mengatakan kepada kami kabarnya dulu beberapa tokoh sakt aliran putih menghabisi Iblis Kolot lalu melemparkan tubuhnya ke dalam Jurang Watu Remuk Raga"

Kata Anjarsari pula.

"Di jurang yang sama pula ada seorang pemuda remaja menceburkan diri setelah terkena anak panah dan diburu oleh beberapa tokoh gabungan yang salah satu diantaranya adalah gadis bersenjata kipas itu."

Terang Kanjeng Empu Basula sambil tatap sang Dewi. Tidak menyangka si kakek mengetahui apa yang telah dia perbuat bersama para sahabatnya.

Dewi Kipas Pelangi tiba-tiba rangkapkan kedua tangan, lalu menjura kearah Kanjeng Empu Basula sambil berucap.

"Kek...jika apa yang aku lakukan bersama sahabat yang lain dianggap sebagai suatu kesalahan aku mohon maaf."

"Aku tidak mengatakan tindakanmu keliru. Hanya saja jika setiap orang beranggapan bahwa dosa orang tua harus ditanggung pula oleh anak anaknya kuanggap sebagai sebuah pandangan keliru yang harus diperbaiki."

"Kek, saya ingin tahu apakah orang yang bernama Iblis Kolot masih hidup sampai sekarang dan apakah anak Pendekar Sesat selamat setelah masuk ke jurang itu?"

Tanya Raja ingin kepastian.

"Pemuda yang bernama Pura Saketi selamat karena ditolong oleh Iblis Kolot. Iblis Kolot lalu mengangkatnya sebagai murid. Pemuda itu tidak hanya diwarisi semua ilmu yang dimiliki Iblis Kolot tapi juga diracuni dengan sifat-sifat yang tercela."

Jelas Kanjeng Empu Basula.

"Jadi Iblis Kolot masih hidup kek? Kemudian apakah dia yang sekarang melakukan pembalasan bersama muridnya?"

Tanya Anjarsari. Si kakek menggeleng pelan. Sebelum menjawab pertanyaan Anjarsari kakek ini menatap ke arah tiga orang yang berada didepannya dengan sorot matanya yang tajam.

"Aku tidak memungkiri tentang pembunuhan yang menimpa tokoh aliran putih juga beberapa sahabatmu Dewi Kipas Pelangi. Tapi ketahuilah sesungguhnya Iblis Kolot telah mati..."

"Hah, apa dia telah mati?"

Menyahuti Kanjeng Empu Basula

"Lalu siapa yang membunuhnya?"

Tanya Anjarsari penasaran.

"Yang membunuh Iblis Kolot adalah muridnya sendiri!"

"hah...!"

"Edan sekali...! Seorang murid tega-teganya membunuh gurunya. Ini kejadian yang luar biasa!"

Sentak Raja tercengang. Dewi Kipas Pelangi juga terbelalak tidak percaya.

"Murid durhaka!"

Desis Dewi Kipas Pelangi merasa miris. Kanjeng Empu Basula tersenyum sambil usap usap janggut putihnya. Kemudian dengan sikap berwibawa si kakek berujar.

"Dunia memang aneh, sifat watak manusia kadang melebihi binatang. Ada orang tua membunuh anak atau anak membunuh orang tua. Semua itu adalah pelanggaran-pelanggaran yang melampaui batas. Tapi ketahuilah Pura Saketi menghabisi Iblis Kolot bukan atas kemauan pemuda itu sendiri melainkan karena keinginan Iblis Kolot. Kakek itu agaknya telah lama merencanakan ingin mati di tangan muridnya."

"Seorang guru mendidik murid dengan berbagai bekal ilmu sakti. Lalu dia sendiri menghendaki kematiannya di tangan sang murid. Sungguh semua yang kakek ceritakan membuat saya tidak mengerti!"

Kata Raja sambil tatap wajah orang tua itu.

"Kalau Iblis Kolot memang sudah bosan hidup, mengapa dia tidak bunuh diri saja!"

Timpal Anjarsari pula.

"Ketahuilah sesungguhnya Iblis Kolot manusia cerdik yang licik. Dia mendambakan kematian itu dan kematian di tangan muridnya sendiri itu ada maksud dan tujuan..."

"Apa maksud kakek?"

Tanya Dewi Kipas Pelangi
Raja Gendeng 29 Kanjeng Empu Basula di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Ketahuilah..."

Ucap Kanjeng Empu Basula sambil menghela nafas dalam-dalam.

"Iblis Kolot mempunyai rencana, bila dia terbunuh di tangan Pura Saketi, dia berharap arwahnya bisa merasuk, menumpang tinggal dalam raga sang murid..."

"Jika memang itu yang menjadi keinginannya apakah mungkin dia tidak menyukai raga tuanya yang mungkin jelek dan rapuh?!"

Kata Raja.

"Bukan...bukan raga tua lapuk yang menjadi alasan Iblis Kolot Iblis Kolot sengaja memilih tubuh muridnya untuk dijadikan tumpangan karena sang murid masih muda. Yang kedua sang murid kelak dia ramalkan bakal menguasai ilmu langka, ilmu ganas keji bernama Aksara Iblis. Dugaannya ternyata memang benar. Setelah terbunuh lalu arwahnya menyusup memasuki raga muridnya. Tak lama kemudian Pura Saketi ternyata berhasil menemukan dan menguasai ilmu yang didapatnya dari Kitab Batu Aksara Iblis. Dengan demikian, sewaktu-waktu bila arwah Iblis Kolot membutuhkan ilmu itu untuk menghabisi lawan-lawannya, dia cuma tinggal mempergunakan dan mengendalikan raga muridnya yang telah mewarisi ilmu hebat itu..!"

Mendengar penjelasan Kanjeng Empu Basula.Anjarsari dan sang Dewi bergidik ngeri.

"Dalam satu raga terdapat dua jiwa. Bagaimana mungkin dua jiwa mengendalikan satu raga. Apakah tidak terjadi kekacauan dan membuat Pura Saketi menjadi gila?"

Tanya Raja.

Si kakek tersenyum.

"Keadaannya tidak seperti yang kau bayangkan.Arwah Iblis Kolot hanya mengambil alih raga sang murid bila dia bertemu dengan musuh musuh besarnya. Arwah Iblis Kolot juga akan memanfaatkan raga muridnya bila dia bertemu dengan kekasihnya. Dan perlu kiranya diingat, selama dalam pengendalian dan kekuasaan arwah sesat itu. Segala tindakan yang dilakukan oleh tubuh Pura Saketi terjadi bukan atas kehendak pemuda itu, melainkan atas keinginan arwah kakek itu. Jadi dengan menggunakan raga muridnya Iblis Kolot berbuat juga bertindak atas keinginannya sendiri bukan kemauan sang murid!"

"Yang membuat aku tidak mengerti. Mengapa dia menggunakan tubuh muridnya sebagai tempat berlindung dan menuntut balas?"

Tanya Dewi Kipas Pelangi.

"Alasannya tidak lain karena sang murid memiliki ilmu sakti Aksara Iblis yang semasa hidupnya tak pernah dapat dimiliki oleh Iblis Kolot."

Terang Kanjeng Empu Basula.

Raja manggut-manggut, dua gadis yang duduk tak berjauhan darinya terdiam tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sampai akhirnya Dewi Kipas Pelangi membuka mulut,

"Kakek..... Jika arwah Iblis itu saat ini terus mendekam dalam diri muridnya. Apakah mungkin dialah yang telah membunuh ke tiga sahabatku?"

"Seandainya tiga sahabatmu yang terbunuh memang musuh ayah pemuda itu, maka kematian sahabat-sahabatmu pembunuhnya pastilah Pura Saketi."

"Bagaimana dengan kakek yang bernama Randu Wulih?"

Tanya sang Dewi lagi

"Aku mengenal Randu Wulih. Dia termasuk orang yang terlibat dalam pertikaian dengan Iblis Kolot. Jadi menurutku pembunuhnya adalah arwah mahluk yang satu itu."

"Sunguh sulit dipercaya ada dua mahluk berlainan menetap tinggal dalam satu raga. Yang pertama adalah jiwa Pura Saketi dan yang kedua arwah Iblis Kolot."

Gumam Raja bingung tidak mengerti.

"Yang terjadi adalah sesuatu yang tidak wajar. Tapi perlu untuk kalian ingat. Seandainya jiwa murid dan arwah gurunya bersatu padu menggabungkan kekuatannya untuk menghadapi musuh musuh mereka. Mereka menjadi sangat ganas, berbahaya dan juga keji !"

"Apakah semua itu bisa terjadi?"

Tanya Anjarsari.

"Itu bisa terjadi."

Jawab Kanjeng Empu Basula. Raja, sang Dewi dan Anjarsari sama berpandangan. Wajah mereka nampak tegang. Tapi sang pendekar tidak bisa menunggu lebih lama. Diapun lalu bertanya.

"Kek, kau telah menceritakan semuanya, Lalu apa yang harus kami lakukan?"

Kanjeng Empu Basula tidak segera menjawab.

Sebaliknya dia pejamkan matanya.

Setelah berusaha mengingat mana yang perlu untuk disampaikan dan mana yang harus dikerjakan sendiri, Kanjeng Empu Basula selanjutnya memutuskan untuk tidak menceritakan pertemuannya dengan Pura Saketi juga arwah Iblis Kolot yang merasukinya.

"Walau telah menjadi arwah, perlu kalian ketahui, Iblis Kolot adalah mahluk yang jauh lebih berbahaya dibandingkan semasa hidupnya. Ketahuilah saat ini arwah Iblis Kolot ingin menuntut balas pada orang-orang yang sangat dibencinya. Pura Saketi juga punya kepentingan sendiri yaitu ingin membalas dendam pada orang-orang yang telah membunuh ayahnya..."

"Orang yang menjadi incaran pemuda itu salah satunya adalah aku!"

Menyahuti Dewi Kipas Pelangi tanpa ragu. Si kakek mengangguk.

"Dalam satu tubuh terdapat dua kepentingan yang berbeda!"

Gumam Anjarsari pula.

Kanjeng Empu Basula lagi-lagi anggukan pula.

"Selain membalas dendam apalagi kek?!"

Tanya Raja Gendeng 313 tidak sabaran.

"Selain membalas dendam, arwah Iblis Kolot punya rencana yang sangat besar. Tapi rencana itu tidak bisa dijalankannya sendiri. Dia akan melakukan rencana tersebut bersama kekasihnya."

"Kekasih? Jadi orang yang gentayangan menjadi arwah sesat itu punya kekasih? Hebat sekali? Aku saja tidak punya!"

Gumam Raja sambil tersenyum dan garuk-garuk kepala.

Bila Dewi Kipas Pelangi matanya sempat berbinar-binar menaruh harapan setelah mendengar pengakuan Raja, sebaliknya Anjarsari malah palingkan wajah ke jurusan lain.

Si kakek menanggapi gurawan Raja dengan tersenyum.

"Dia memang punya kekasih, untuk alasan itulah dia memilih muridnya sebagai tempat bernaung bagi arwahnya. Dan untuk alasan yang jauh lebih besar dia memilih mati di tangan muridnya!"

Terang Kanjeng Empu Basula membuat orang-orang yang mendengarnya menjadi lebih mengerti

"Memang apa yang direncanakan oleh arwah Iblis Sesat dan kekasihnya, kek?"

Tanya Dewi Kipas Pelangi

"Mereka ingin membangkitkan pasukan kuno, membentuk sebuah pasukan yang sangat tangguh. Dan itu sangat mungkin dilakukan bila keduanya saling bertemu lalu menyatu diri dalam cinta yang membara!"

"Jika demikian aku dan dua sahabatku ini harus mencari Pura Saketi dan arwah yang bersemayam dalam tubuhnya?"

"Kau benar Raja.Kalian harus bisa menghentikan Pura Saketi dan arwah gurunya. Aku hanya berpesan sebaiknya kalian harus berhati-hati, bila kalian terlibat perkelahian dengannya. Satu yang harus diwaspadai adalah munculnya aksara-aksara aneh di tubuh pemuda itu.Bila aksara melesat menyerang kalian dalam rupa cahaya sebaiknya kalian mempergunakan segala ilmu kesaktian yang kalian miliki."

"Aksara.. apakah yang kakek maksudkan adalah aksara Iblis?"

Tanya Dewi Kipas Pelangi.

"Ya benar sekali.!"

Jawab Kanjeng Empu Basula.

"Terima kasih atas semua petunjuk yang kakek berikan. Kalau boleh kami tahu, kemana kakek akan pergi?"

Tanya Sang Pendekar.

"Aku akan menuju kesuatu tempat yang harus dimusnahkan sebelum dimaanfaatkan oleh pewarisnya. Kalian semua berhati-hatilah, aku pergi dulu!"

Setelah berkata demikian, Kanjeng Empu Basula balikkan badan. Kemudian sosoknya lenyap meninggalkan hamparan kabut tipis yang menguap dihempas angin.

"Pesan telah kita terima, apakah kita harus pergi sekarang?"

Tanya Raja seperginya Kanjeng Empu Basula.

"Semuanya terserah kalian berdua,"

Ujar Dewi Kipas Pelangi.

"Jika malam ini kita pergi aku pasti ikut bersama kalian!"

"Tidak! Malam ini kita harus tidur. Aku lelah, sebaiknya perjalanan dilanjutkan setelah matahari terbit!"

Tukas Anjarsari tidak setuju.

Gadis itu lalu bangkit. Tanpa bicara lagi dia melompat ke atas pohon bungkuk.

"Gadis keras kepala!"

Batin sang pendekar sambil geleng kepala. Kemudian pada Dewi Kipas Pelangi dia berkata,

"Ikuti saja kemauannya. Daripada dia marah, nanti kepalaku jadi benjol atau pipiku yang kena ditamparnya."

"Kau jangan bersikap lemah kepadanya. Mengapa kau selalu mengalah?"

Tanya Dewi Kipas Pelangi. Entah mengapa tiba-tiba saja dia merasa kesal melihat sikap Raja yang tidak tegas pada Anjarsari.

"Kau mau aku berbuat apa?" tanya Raja.

Sementara dalam hati dia berkata.

"Dara cantik kau tidak tahu apa yang aku rasakan. Aku menyukainya. Aku merasa senang berada disampingnya. Walau pipiku kerap kena tampar tapi hatiku merasa berdebar dan sangat berbahagia bersamanya. Mungkin bila dia memukul kepalaku sampai pecah hatiku tetap bahag?a. Tapi, eh aku ini sedang melantur. Aku sedang berpikir apa ya..? Kalau kepalaku dibuatnya pecah, kepalanya juga harus kubuat remuk. Enak saja, gadis tolol mana yang mau pada laki-laki yang sudah jadi bangkai?"

Raja lalu senyum-senyum sendiri. Melihat Raja tersenyum sendiri selayaknya orang sinting, Dewi Kipas Pelangi merasa heran

"Lihat! Kewarasanmu memang meragukan.Disarankan bersikap tegas eh... Malahan kau bertingkah aneh!"

"Jadi apa yang harus kulakukan!"

Gerutu Raja kesal

"Bersikaplah jantan, tunjukkan bahwa kau seorang laki-laki yang berwibawa."

"Memangnya aku kuda jantan. Atau kau ingin aku menunjukkan kejantananku padanya sehingga dia jadi mengerti bahwa aku memang lelaki sejati!"

Sang Dewi tersenyum geli. Sambil menahan tawa dia berucap,

"Sudah gendeng rupanya kau tolol pula. Maksudku bukan seperti itu. Kau harus bersikap tegas, itu saja."

Raja menyeringai. Dengan lagak selayaknya orang bodoh dia menanggapi.

"Oh, kukira kau ingin aku menunjukkan kejantananku. Kalau itu yang kau maksudkan mengapa harus susah-susah naik ke pohon. Lebih baik kau sendiri saja yang melihatnya."

Ujar Raja sambil pura-pura mau lepas celananya.

"Dasar edan!"

Dengus Kipas Pelangi sambil menahan tawa dan wajah menjadi merah. Diatas pohon Anjarsari yang tidak mendengar dengan jelas pembicaraan mereka yang perlahan seperti berbisik, jadi menggerutu sendiri.

"Dua manusia edan. Entah apa yang mereka bicarakan? Mereka ketawa ketiwi seperti setan kuburan. Jangan-jangan mereka membicarakan aku. Tapi siapa yang perduli. Aku sudah mengantuk!"

Raja Gendeng 29 Kanjeng Empu Basula di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata gadis itu sambil merebahkan tubuhnya diatas batang pohon yang dilapisi jerami dan dedaunan.


*****


Setelah merasa gagal menemukan jejak orang yang dicarinya, Pemburu Dari Neraka memutuskan untuk kembali menemui Raja Gendeng 313 ditempat mereka mendapat serangan jarak jauh yang dilakukan oleh Sang Kuasa Agung.

Sesampainya ditempat yang dituju, pemuda ini merasa kecewa karena Raja dan gadis yang bersamanya tidak berada disana lagi.

Dia mencoba mencari sang pendekar disekeliling kawasan itu.

Namun usahanya tidak membuahkan hasil.

"Aku ingin sekali membicarakan kejadian dikawasan Gerbang Pintu Selatan pada pemuda itu. Si Jenggot Panjang harus kutemukan secepatnya. Jika aku bisa meringkus kakek itu dalam keadaan hidup atau pun mati maka Sang Kuasa Agung akan kehilangan kaki tangannya yang sehebat Si Jenggot Panjang. Sehingga sulit baginya menjalankan semua rencananya. Tetapi aku tidak bisa melakukan ini sendirian tanpa bantuan Raja, karena aku kurang mengenal kawasan tanah Dwipa. Disini aku hanyalah pendatang asing yang sudah terlalu jauh meninggalkan negeri sendiri!"

Kata Pemburu Dari Neraka.

Pemuda bercelana biru berkuda coklat in terdiam sejenak.

Mata yang terlindung dua batok menatap kesegenap penjuru.

Tidak terlihat dan terasa adanya tanda-tanda kehidupan disekitar daerah itu.

"Walau pemuda itu tidak berada disini, tapi aku harus tetap menemukan Si Jenggot Panjang!"

Setelah berkata demikian Pemburu Dari Neraka segera menggebah kudanya.

Kuda buta meringkik panjang menggidikkan bulu kuduk.

Secepat kilat menyambar secepat itu pula kuda melesat.

Menjelang tengah malam Pemburu Dari Nerake sampai disebuah kawasan hutan lebat disebelah selatan gunung Cemoro.

Saat itu langit bersih tanpa awan.

Langit dipenuhi kerlip cahaya bintang.

Bulan bersinar indah.

Angin malam bercampur embun berhembus semilir.

Sang Pemburu tiba-tiba hentikan laju kudanya.

"Aku membaui sesuatu... bau keringat dan tubuh yang sudah tidak asing lagi bagiku!"

Membatin si pemuda dalam hati. Dia tengadahkan wajah, matanya menatap ke arah pucuk-pucuk pohon yang tinggi, hidung kembang kempis mengendus

"Hmm, ternyata dia berada disekitar tempat ini!"

Pemburu Dari Neraka tersenyum dingin. Lalu dia menatap ke arah jurusan depan. Dari arah sanalah bau yang terendus berasal.

"Sekali ini kau tidak akan lolos. Kau harus kembali ke penjara neraka untuk mempertanggung jawabkan semua dosa-dosamu, Jenggot Panjang!"

Geram sang Pemburu.

Sekali lagi kuda digebah, mahluk hebat yang kecepatannya berlari tiada duanya itu melesat ke depan.

Sampai disebuah bukit berwarna merah seperti darah Pemburu Dari Neraka kembali hentikan kuda.

Dia melengak kaget ketika mendapati bukit yang sunyi, kosong.

Tidak terlihat seorang pun berada disana.

Penasaran Pemburu Dari Neraka melompat turun dari kudanya.

Mata yang tertutup kedua batok kelapa hitam belingsatan mencari-cari.

Dia lalu melihat ada jejak-jejak kaki, pucuk rumput yang patah serta tumpukkan dedaunan seperti bekas dijadikan alas tidur.

Pemuda ini berjongkok, tangan meraba jejak kaki, jerami yang menyentuh diangkat, lalu didekatkan ke hidung.

Begitu mengendus seketika wajah sang Pemburu berubah berseri-seri.

"Tidak diragukan lagi ini adalah jejak kaki mahluk licik bernama Si Jenggot Panjang!"

Dia lalu alihkan perhatian ke arah jejak lain berbentuk aneh seperti tusukkan tombak yang runcing ditanah.

Kening Pemburu Dari Neraka mengernyit. Tetapi tangan segera dijulur lalu usapkan ke bekas jejak aneh dan kembali tangan didekatkan ke hidung

"Aroma aneh, aku mengendus bau tubuh manusia setengah siluman juga binatang berbisa berkaki tiga pasang."

Baru saja mulut menyebut tidak terasa terbayang didepan mata dan benak Pemburu Dari Neraka berkelebatan beberapa jenis binatang aneh.

"Bukan laba-laba,"

Pikir sang Pemburu saat dimatanya muncul sosok bayangan laba-laba berperut buncit. Dia gelengkan kepala. Satu bayangan berkelebat lagi, bentuk dan wujudnya demikian jelas.

"Kalajengking...."

Serunya.

"Mahluk siluman itu memiliki kaki dan tangan seperti kalajengking. Kaki berbentuk binatang melata namun tubuh seperti manusia. Jadi Si Jenggot Panjang bersama mahluk itu. Apakah mungkin mahluk ini yang oleh Kalima Bara disebut Sang Kuasa Agung?!"

Pikir Pemburu Dari Neraka. Dia ingat dengan manusia berkepala singa. Mahluk yang telah dibunuhnya.

"Harusnya aku bertanya kepada Kalima Bara sebelum menemui ajalnya. Siapakah Sang Kuasa Agung itu? Dia itu lelaki atau wanita? Jika wanita apakah dibokongnya tumbuh alat penyengat sebagaimana yang dimiliki oleh kalajengking.?"

Sambil bertanya-tanya dalam hati Sang Pemburu bangkit berdiri.

"Jenggot Panjang belum lama meninggalkan tempat ini. Dia malahan sempat tidur ditempat ini. Kali ini dia tidak mungkin bisa lolos lagi. Penciumanku tidak dapat ditipu. Aku tahu sekarang dia pergi ke arah mana?"

Kata sang Pemburu sambil menatap ke satu jurusan.

"Dia pasti belum jauh, aku akan menyusulnya!"

Belum lagi dia sempat beranjak dari tempatnya berdiri, tiba-tiba kuda tunggangan yang berdiri tegak tidak jauh dibelakangnya meringkik keras kaki diangkat tinggi, bulu disekujur tubuh tegak berjingkrak seperti ada sesuatu yang membuatnya gelisah

"Apa yang kau lihat, kudaku?"

Tanya Pemburu Dari Neraka.

Pemuda itu segera hampiri kuda.

Namun baru saja tangannya terjulur siap menyentuh pelana kudanya.

Tiba-tiba saja terdengar suara lengkingan menggelegar merobek kesunyian.

Pemburu Dari Neraka tercekat, bukan karena takut tapi karena terkejut.

Secepat kilat dia menatap ke arah datangnya suara.

Suara lengkingan lenyap, sebagai gantinya kini terdengar suara bergemuruh seperti suara mahluk besar mengepakkan sayapnya.

Ditengah gemuruh kepakan sayap, sang Pemburu tiba-tiba melihat mahluk aneh seukuran kerbau dewasa, berwarna merah terang.

Wujud mahluk itu berupa kalajengking, memiliki tiga pasang kaki dengan dua pencapit besar menggantikan fungsi tangan.

Selain besarnya yang melewati ukuran biasa, mahluk yang kini berada diatas ketinggian ternyata mempunyai sepasang sayap.

"Kalajengking merah bersayap! Di tempat paling terkutuk sekalipun aku belum pernah melihat mahluk yang seperti ini!"

Batin Pemburu Dari Neraka.

Mahluk itu tidak sendiri, jumlahnya ada dua.

Satu jantan satu betina.

Yang betina ukurannya lebih besar dari yang jantan.

Dengan rentangan sayapnya yang lebar seperti sisik ular bergelombang kedua mahluk itu terbang berputar-putar diatas pepohonan.

Fear Street Terperangkap Trapped Pendekar Pulau Neraka 19 Titisan Dewi 01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng

Cari Blog Ini