Raja Gendeng 28 Sang Arwah Bagian 3
Teriak Arwah Iblis Kolot.
Sambil berteriak demikian, dia hentakan kedua kakinya ke lantai pondok yang terbuat dari bambu.
Sementara tangan Kanjeng Empu Basula yang gagal mencengkeram ubun-ubun lawan kini terus melesat siap menjebol dada lawannya.
Wuus!
Iblis Kolot lambungkan tubuh yang dikuasainya ke atap pondok.
Sementara akibat hentakan kaki, seluruh lantai pondok berlesatan ke arah si kakek.
Puluhan potongan bambu terus menderu mengeluarkan suara berdesing menggidikkan.
Di tengah jalan bambu-bambu itu bergerak menyerang sepuluh titik mematikan di tubuh si kakek.
Kanjeng Empu Basula bersikap tenang.
Tanpa bergerak dari tempat di mana dia berdiri.
Tangan kanan yang gagal mengenai sasaran kini ditarik kembali.
Ketika tangan itu bergerak mundur, tangan sebelah kiri dijulur ke depan menggulung sedemikian rupa hingga puluhan batang bambu berhasil dilibat tangan itu lalu disambitkan ke Arwah Iblis Kolot.
Di atas atap pondok lawan keluarkan tawa mengekeh.
Melihat puluhan bambu menyerang dengan kekuatan berlipat ganda, Arwah Iblis Kolot segera menghantamnya dengan pukulan Sungsang Jiwa. Dari telapak tangan Pura Saketi seketika menderu segulung hawa panas luar biasa disertai suara deru mengerikan.
Braas!
Pyaar!
Puluhan bambu hancur menjadi kepingan.
Arwah Iblis Kolot tidak menunggu lebih lama.
Selagi serpihan bambu bertabur di udara.
Dia melesat kearah si kakek.
Sambil melayang dia pergunakan ilmu pukulan sakti Iblis Menembus Langit.
Seperti diketahui ilmu yang dipergunakan oleh sang arwah dalam tubuh muridnya ini merupakan salah satu ilmu langka yang kehebatannya berada setingkat di atas ilmu Bara Neraka.
Semasa hidupnya dulu jarang sekali ada lawan yang bisa lolos dari maut bila terkena pukulan itu.
Tetapi Kanjeng Empu Basula adalah orang yang paling mengenal siapa Iblis Kolot, dia juga mengetahui semua ilmu yang dimiliki lawan.
Tidaklah mengherankan ketika cahaya biru kehitaman datang melabrak laksana ombak raksasa yang siap menggulung disertai sengatan hawa dingin luar biasa.
Orang tua ini segera menggoyangkan badannya.
Begitu tubuh digoyang serangan ganas datang menghantam.
Buum!
Satu ledakan keras mengguncang tempat itu. Ilalang dan semak belukar terbongkar berhamburan di udara dalam keadaan dikobari api.
Ditempat terjadinya ledakan menganga sebuah lubang besar dalam keadaan mengepulkan asap dan dikobari api.
Sang arwah Iblis Kolot yang menyangka lawan tewas menemui ajal terkena pukulannya mengumbar tawa tergelak.
Tapi tawanya lenyap saat dia menyadari tidak terlihat sepotong tubuhpun tergeletak disekitar ledakan.
Sambil jejakkan kaki ke tanah, secepat kilat dia balikkan badan.
Sang arwah delikkan matanya.
"Tidak mungkin!"
Teriak sang arwah ketika melihat Kanjeng Empu Basula ternyata telah berdiri tepat didepannya.
Si kakek tersenyum, tapi dia tidak lagi sendiri.
Disampingnya berjejer empat kakek berwajah sama yang semuanya sama tersenyum
"Kau harus bertobat. Kau sudah mengetahui semua. Ilmu yang kau miliki tidak satupun yang sanggup mencelakai aku!"
Kata Kanjeng Empu Basula. Ketika satu mulut berkata, empat mulut kembarannya juga mengucapkan kata-kata yang sama.
"Ilmu Sekembar Rupa?"
Desis sang arwah.
"Dengan menggunakan ilmu itu aku jadi tidak bisa membedakan mana Kanjeng Empu Basula yang asli. Tapi jika kuhantam kelimanya sekaligus, pasti aku bisa mengetahui mana Kanjeng yang asli!"
Batin sang arwah. Dia lalu melompat mundur. Dua tangan dilintangkan ke depan dada. Sepuluh jemari tangan yang terbuka tiba-tiba dikepal,
Reeert!
Begitu masing-masing tangan terkepal,kedua tangan sang arwah berubah merah laksana bara.
"Aha, ilmu Bara Neraka! Sudah lama aku mengetahui ilmu yang satu itu namun baru kali ini aku melihatnya sendiri!"
Seru Kanjeng Empu Basula.
Lima mulut dari wajah dan tubuh yang sama berseru.
Namun sebelum seruan lenyap kelima kakek kembaran itu secara berbarengan menyergap ke depan.
Secepat kilat mereka meringkus, tahu-tahu Pura Saketi yang berada dalam kendali arwah gurunya dapat diringkus.
Sang arwah murka bukan main.
Dia meronta sambil menghantam ke arah lawan-lawannya.
Tapi pukulan dan tendangan yang dilepaskannya seperti menghantam bayangan saja.
"Keparat! Pukulan dan tendanganku seperti menghantam angin, padahal jelas-jelas menghantam tubuh mereka. Jadi mana yang asli dari kelima kakek kembar ini?"
Geram Sang arwah.
Sambil berkata demikian dia segera menghantam orang yang mencekal bahunya.
Wuus!
Lagi-lagi pukulan Bara Neraka seperti menghantam bantalan kasur empuk. Serangan lenyap menjadi asap.
Sementara kedua kaki telah kena dipegang oleh dua kembaran sang kanjeng, menyusul kepala yang dicengkeram erat oleh kakek yang berada dibelakang.
Selanjutnya tangan kanan kiri berhasil pula dipelintir ditelikung ke belakang.
Hebatnya walau kedua tangan yang ditelikung dalam keadaan merah membara dua kembaran Kanjeng Empu Basula ini seakan tidak merasakan sakit atau panas juga tidak mengalami cidera.
Empat kakek memegangi, satu kini berdiri didepan sang arwah.
Pura Saketi mendelik besar, rahang bergemeletuk, pipi menggembung.
Arwah yang menguasai raga pemuda itu lalu mendamprat
"Kanjeng empu jahanam! Manusia pengecut yang bersembunyi dibalik bayangan kembaran! Hendak kau apakan diriku?!"
Tanpa menghiraukan makian sang arwah, Kanjeng Empu Basula memberi isyarat pada empat kembarannya.
Isyarat itu segera ditanggapi kembaran si kakek dengan mengangkat tubuh Pura Saketi.
Kini kedua kaki si pemuda tidak lagi menjejak tanah.
Dia dibopong oleh empat kembaran Kanjeng Empu Basula dalam keadaan rebah miring.
"Aku membawamu pergi ke suatu tempat yang bernama Liang Lahat Pintu Seribu. Aku akan jebloskan dirimu bersama murid yang kau tumpangi! Kau tak akan menemukan jalan keluar. Kau butuh seribu tahun untuk bisa lolos dari tempat terkutuk itu!"
Terang salah satu kembaran Kanjeng Empu Basula.
Sang arwah menggeram. Dia merasa jerih karena mengenal tempat yang disebutkan oleh Kanjeng Empu Basula. Ketakutan sang arwah membuat wajah Pura Saketi berubah pucat tegang.
"Kurang ajar! Aku tidak sudi kau masukkan kedalam Liang Lahat Pintu Seribu!"
Erang sang arwah.
Diam-diam dia kerahkan tenaga luar dalam ke bagian kaki dan kedua tangannya.
Walau tenaga dalam telah dikerahkan kesekujur tubuh, sang arwah tidak dapat membebaskan diri dari cekalan lima kakek kembaran yang meringkusnya.
Dia merasa ada lima kekuatan aneh yang berasal dari tubuh lima kakek kembaran mengunci setiap gerakan yang dilakukannya.
"Gila.... Bagaimana mungkin dia bisa melemahkan aku dengan cara seperti ini.? Aku mahluk hebat muridku juga manusia paling sakti. Aku tidak percaya Kanjeng Empu Basula bersama bayangan kembarannya bisa membuat kami seperti ini!"
Diam-diam sang arwah segera gabungkan kekuatannya sendiri dengan kekuatan muridnya.
Dua kekuatan sakti milik sang murid bersatu.
Sang arwah menggeliat, tubuh Pura Saketi yang ditumpanginya juga ikut menggeliat. Hawa panas dan hawa dingin menyerang empat bayangan kembaran, membuat sosok mereka bergetar.
Hal ini diketahui oleh kembaran satunya lagi yang berdiri persis didepan Pura Saketi.
Tiba-tiba saja dia dorongkan tangannya ke perut pemuda itu
Des!
"Ukh... jahanam terkutuk!"
Sang Arwah menyumpah ketika merasakan hawa dingin luar biasa dari telapak tangan bayangan kembaran kelima menembus pusarnya.
Sang arwah seperti tidak berdaya.
Tapi kemarahan yang hebat kini mengalir dalam tubuh arwah Iblis Kolot.
Kemarahan itu kemudian menjalar dalam diri Pura Saketi yang ditumpanginya
"Aksara Iblis...."
Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mulut Pura Saketi berdesis menyebut dua kata keramat.
Seketika itu satu kekuatan mengalir dahsyat disekujur tubuh si pemuda. Empat bayangan kembaran yang memegangi Pura Saketi terkejut sekali ketika merasakan hawa aneh menjalar ke tangan dan tubuh mereka.
"Dia menggunakan ilmu Aksara Iblis!"
Salah satu bayangan kembaran keluarkan seruan kaget.
Tiga lainnya yang ikut memegangi unjukkan wajah terkesima.
Satu bayangan kembaran yang tidak ikut memegang segera berusaha mengambil tindakan dengan hantamkan telapak tangannya yang telah teraliri tenaga dalam ke wajah Pura Saketi.
Sekali kena dihantam, wajah lawan pasti hancur tidak berbentuk karena bayangan kembaran Kanjeng Empu Basula menggunakan ilmu pukulan sakti yang dikenal dengan nama Peremuk Tulang Penghancur Segala.
Tapi baru saja tangan yang memancarkan cahaya putih berkilau menderu siap menghantam wajah.
Sekonyong-konyong tubuh Pura Saketi berubah merah mengerikan.
Kemudian dari sekujur tubuhnya pula memancar cahaya-cahaya berkilau berbentuk huruf berupa aksara aneh yang tak diketahui maknanya.
Aksara yang muncul silih berganti itu kemudian membersit, menderu menghantam keseluruh arah dalam rupa cahaya putih dan merah kehitaman.
Melesatnya aksara cahaya disertai suara bergemuruh luar biasa mengerikan.
Hawa panas dan dingin menebar ganas, menyengat dan menghujam juga menghantam apa saja.
Empat bayangan kembaran yang memegangi Pura Saketi berpekikan menjerit kesakitan.
Sosok mereka berpelantingan dalam keadaan hancur berkeping-keping.
Demikian juga dengan bayangan kembaran yang berada didepan Pura Saketi.
Terlepas dari tangan orang-orang yang meringkusnya.
Pura Saketi terhempas jatuh ke tanah.
Tapi secepatnya dia bangkit berdiri.
Memandang kesekelilingnya.
Dia melihat empat bayangan kembaran Kanjeng Empu Basula yang hancur berantakan lenyap menjadi asap.
Tapi tidak jauh didepan dia melihat kakek itu.
Kanjeng Empu Basula walau pakaian putihnya robek robek disebelah dada dan celana hitamnya gosong di sebelah bawah terrnyata hanya menderita cidera, tidak tewas seperti yang dinginkan oleh sang arwah.
Dia melihat darah meleleh diwajah sang Kanjeng.
Wajah orang tua itu juga pucat
"Dia tidak mampus, tapi hanya menderita didera saja!"
Geram sang arwah dengan nafas mengengah.
Mahluk ini lalu memperhatikan tubuh raga yang ditumpanginya.
Dia tidak melihat lagi warna merah disekujur tubuh sang murid.
Selain sang arwah juga tidak melihat aksara bercahaya yang tadinya muncul silih berganti di tubuh itu!
Sang arwah yang tadinya hendak menghabisi Kanjeng Empu Basula akhirnya berpikir lain.
Dia tidak bisa menduga mengapa kehadiran Aksara Iblis tidak bisa dipertahankan lebih lama.
Walau penasaran dan dia masih merasa yakin mampu menghabisi Kanjeng Empu Basula yang luar biasa sakti itu. Untuk sementara sang arwah memutuskan untuk menyingkir.
Tanpa bicara lagi Pura Saketi balikkan tubuhnya.
Sekali pemuda ini berkelebat.
Sosoknya lenyap dari pandangan mata.
Kanjeng Empu Basula tatap kepergian lawan tanpa maksud mengejar.
Saat itu sang Kanjeng sendiri menderita cedera dibagian dalam.
Tapi bukan karena cedera itu yang membuatnya urung mengejar.
Kanjeng yang sudah mengetahui rahasia besar dibalik kedahsyatan ilmu Aksara Iblis nempaknya lebih memilih waktu yang paling tepat untuk melenyapkan kekuatan Aksara Iblis.
"Tidak cuma Aksara Iblis saja yang harus kulenyapkan. Arwah Sesat Iblis Kolot pun harus disingkirkan. Kalau perlu Pura Saketi ikut dihabis pula karena jalan pikiran dan hatinya telah diracuni oleh gurunya semasa hidup."
Kanjeng Empu Basula kemudian duduk diatas tanah.
Sambil duduk bersila, dua telapak tangan dikembang.
Telapak tangan kemudian dia tempelkan diatas tanah. Tidak seperti lazimnya orang yang menyembuhkan luka dalam dengan menggunakan hawa sakti dari tubuhnya sendiri.
Sebaliknya si kakek menyembuhkan lukanya dengan menggunakan hawa sakti yang berasal dari bumi.
Cara seperti ini jarang dimiliki oleh tokoh-tokoh rimba persilatan walau tokoh tersebut memiliki ilmu kesaktian luar biasa tinggi.
Hanya sekejab cedera yang dialami Kanjeng Empu Basula pun pulih.
Si kakek kemudian angkat kedua tangannya dan langsung diarahkan ke udara. Sambil pejamkan mata si kakek menghirup udara dalam-dalam.
Dari seluruh penjuru terdengar suara desir lembut.
Cahaya warna-warni bermunculan dari alam disekitarnya, lalu berkumpul membentuk dua alur indah, satu tertuju ke telapak tangan sebelah kiri sedangkan satunya lagi tertuju ke telapak tangan kanan.
Setelah kekuatan sakti yang dia kumpulkan dari alam bersatu, Kanjeng Empu Basula menyedot semua kekuatan itu dengan kedua telapak tangannya.
Srep!
Dua telapak tangan seolah berubah menjadi pusaran yang menghisap apa saja yang terdapat disekitarnya.
Dua kekuatan alam yang membentuk cahaya indah dengan cepat amblas lenyap tersedot telapak tangan sang Kanjeng.
Si kakek tersenyum.
Dua tangan disapukan ke wajah.
Kini dia merasa tubuhnya menjadi lebih ringan, seluruh panca indera lebih tajam.
Kanjeng juga merasakan tubuhnya lebih segar selayaknya pemuda yang berumur delapan belas tahun.
"Semua kekuatanku telah pulih berkat bantuan alam semesta. Terima kasih dewa karena telah menciptakan segalanya tanpa sia-sia."
Setelah berkata demikian Kanjeng Empu Basula bangkit berdiri. Sebelum beranjak pergi tiba-tiba dia ingat dengan ucapan arwah Iblis Kolot.
Mahluk sesat itu mengatakan dia ingin mempersunting kekasihnya. Kanjeng Empu Basula menjadi risau.
"Jika Arwah Iblis Kolot dan Sang Kuasa Agung bersatu, maka mereka bisa berubah menjadi dua alat pembunuh yang tiada duanya. Aku harus menemui pemuda itu. Pendekar dari Istana Es itu harus tahu ancaman bahaya yang akan terjadi!"
Pikir si kakek.
Orang tua ini lalu memutar tubuh. Seketika sosoknya lenyap dari pandangan.
*****
Kawasan disekitar pondok berubah sunyi.
Setelah melesat diketinggian bersama kuda tunggangannya.
Pemuda tegap bercelana biru bertelanjang dada yang dikenal dengan sebutan Pemburu Dari Neraka ini terus mengikuti bekas alur tempat dimana munculnya bola api.
Sambil memacu kuda mengikuti alur hitam panjang kemerahan. Pemburu Dari Neraka mengejar kemana ujung alur serangan bermula.
Disatu tempat yang terlindung awan putih tebal Pemburu Dari Neraka hentikan kudanya.
Dia melihat ada sesuatu memantul dibalik awan putih.
Ketika pemuda ini mendekatinya, ternyata dibalik awan putih terdapat sebuah benda tipis mirip kaca bening.
Pemburu Dari Neraka memperhatikan benda pipih mirip kaca yang tersembunyi dibalik awan putih itu sekilas
"Batu pualam kaca!"
Desisnya heran.
"Seseorang sengaja meletakkan batu ini dibalik awan. Benda ini gunanya adalah untuk memantulkan sesuatu yang datang dari bawah sana. Jadi kini segalanya semakin jelas, serangan bola api bukan datang dari langit...!"
Pikir pemuda yang kedua matanya terlindung dua batok kelapa yang berwarna hitam berbentuk mirip kaca mata.
Dia menatap ke bawah.
Nun dikejauhan sana dia melihat sebuah pendaran cahaya dipenuhi batu dan pasir.
Pasir-pasir itu berkilauan dan dia melihat kepulan asap diantara bebatuan itu.
"Seseorang yang memiliki kepandaian luar biasa tinggi telah melakukan serangan dari tempat itu. Siapapun dia tentu adalah orang yang sangat hebat. Aku harus turun kembali. Aku akan menyelidiki tempat itu!"
Setelah berkata demikian, Pemburu Dari Neraka menggebah kudanya sambil acungkan telunjuk ke arah kejauhan dibawah sana. Sang kuda tunggangan agaknya memahami isyarat itu.
Terbukti dia mengayunkan kepala.
Setelah kepala dan tubuh sebelah depan menghadap ke bawah, binatang itupun meringkik keras lalu berlari dengan kecepatan yang sangat luar biasa.
Tidak sampai sekedipan mata, kuda buta dengan pemuda yang dua matanya tertutup batok telah jejakkan ke empat kakinya diatas tanah berbatu.
Pemburu Dari Neraka layangkan pandang kesegenap penjuru
"Tempat ini sama seperti yang kulihat saat berada diketinggian langit. Tapi mengapa aku merasa ada sesuatu yang janggal. Pohon-pohon, bebatuan dan hamparan pasir disini?"
Gumam pemuda itu.
"Jangan-jangan semua yang kulihat ini hanyalah tipuan. Seseorang dengan ilmu kesaktian yang dia miliki sengaja membuat tiruan yang sama persis dengan tempat yang kulihat diatas tadi!"
Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pemburu Dari Neraka tersenyum getir.
"Untuk membuktikan dugaanku memang tidak meleset, sekarang aku akan melakukan sesuatu!"
Tiba-tiba saja pemuda itu mengangkat kedua tangannya. Sambil tetap duduk diatas kuda dua tangan segera diputar sebat. Tangan berkelebat laksana dua buah gasing yang berputar disertai suara berdesir keras. Berputarnya kedua tangan kemudian disusul dengan munculnya badai. Ketika semakin membesar bergulung-gulung seiring dengan makin bertambah cepatnya kedua tangan diputar. Pemburu Dari Neraka lalu goyangkan kedua tangannya kesamping.
Wuus!
Badai menerjang pepohonan yang tumbuh disekitar tempat itu, menghancurkan apa saja yang dilaluinya sampai kemudian terdengar suara letupan keras disertai kepulan asap
Byar!
Byar!
Hembusan badai lenyap. Pepohonan yang tadinya hancur berderak berserakan serta bebatuan yang berpentalan mendadak raib. Tempat itu seketika manjadi kosong tandus. Pemburu Dari Neraka kini merasa dirinya terdampar disebuah tempat dan alam yang sama sekali jauh berbeda dengan tempat sebelumnya.
Ternyata tepat seperti dugaannya, dia memang telah termakan tipuan pandangan yang dilakukan seseorang.
"Jelas semua tipuan ini bukan dilakukan oleh Si Jenggot Panjang. Tapi orang yang melakukannya adalah seseorang yang disebut Sang Kuasa Agung. Tapi dimana tempat persembunyian Sang Kuasa Agung? Aku harus mencari dan menemukan tempat itu. Aku tidak ingin Si Jenggot Panjang berkeliaran bebas lebih lama karena dia bisa membuat kekacauan dimana-mana?"
Pemburu Dari Neraka kemudian memutar kuda. Tali kendali kuda disentakkan dan dia siap menghambur tinggalkan tempat itu.
Tapi kuda itu tiba tiba keluarkan ringkikkan keras.
Kedua kaki depan diangkat tinggi, bulu-bulunya yang tebal berjingkrak
"Hei ada apa?! "
Sang pemburu keluarkan seruan kaget.
Memandang ke depan dia melihat satu mahluk luar biesa besar berkulit putih berkepala singa jantan telah menghadang didepannya.
Sosok bertubuh manusia berkepala singa yang tak lain adalah Kalima Bara sang penjaga Kawasan Rahasia Pintu Selatan keluarkan raungan menggelegar hingga membuat tanah bergetar dan kuda cokelat milik si pemuda meringkik ketakutan.
Bagaimana mahluk penjaga yang bernama Kalima Bara ini bisa berada didepan sang pemburu.
Seperti telah diceritakan dalam keadaan biasa Kalima Bara wujudnya bisa berubah menjadi patung putih.
Patung itu biasanya menempatkan diri di samping Gerbang Rahasia.
Tetapi ketika Sang Kuasa Agung dan Si Jenggot Panjang memutuskan untuk meninggalkan puri dibawah tanah yang menjadi tempat kediaman Sang Kuasa Agung.
Gadis itu yang merasa gagal menghabisi Pemburu Dari Neraka dengan menggunakan bola api, akhirnya memutuskan untuk mengerahkan penjaga utamanya ini.
Setelah membaca mantra dan mengusap punggung patung sebanyak tiga kali, maka berubahlah patung itu ke wujudnya yang asli.
"Mahluk ini yang dipercaya untuk menjaga kawasan. Berarti Kawasan Rahasia Pintu Selatan letaknya berada disekitar sini.!"
Batin Pemburu Dari Neraka.
"Kau telah memasuki daerah terlarang wahai pemuda bermata batok!"
Kata Kalima Bara dengan suara menggereng
"Kau siapa?"
Tanya pemuda itu dingin.
"Aku adalah orang yang diberi kuasa penuh untuk menjaga keamanan Kawasan Rahasia. Namaku Kalima Bara!"
"Sebuah nama yang aneh, seaneh penampilanmu."
Gumam sang pemburu.
"Jika kau penjaga kawasan rahasia, berarti majikanmu tidak berada di tempat? Kemana dia pergi? Apakah dia bersama Si Jenggot Panjang, buruanku yang telah meloloskan diri dari neraka?"
Mahluk tinggi besar ini diam-diam terkejut tak menyangka pemuda berkuda itu ternyata mencari orang yang menjadi sahabat Sang Kuasa Agung.
"Dia tidak boleh tahu Si Jenggot Panjang bersama Sang Kuasa Agung."
Pikir Kalima Bara. Laki-laki yang hanya bercelana selutut bertelanjang dada ini menyeringai.
"Aku tidak tahu apa maksudmu. Seingatku tidak ada orang yang namanya seperti yang kau sebutkan di tempat ini!"
Jawab Kalima Bara berdusta.
Pemburu Dari Neraka tersenyum
"Aku tahu kau bohong dan bermaksud menipu. Tapi tidak mengapa.Setelah tahu majikanmu tidak berada di tempat, tidak ada gunanya lagi aku berada di tempat ini lebih lama. Sebaiknya menyingkirlah karena aku segera hendak pergi!"
"Kau telah masuk ke tempat ini seenaknya. Apakah sekarang kau mengira bisa pergi sesuka hati? Tinggalkan dulu kepalamu, setelah itu kubiarkan tubuh dan kuda anehmu berlalu dari sini!"
Wajah Pemburu Dari Neraka seketika mengelam.
Sepasang mata berkilat tajam mencorong. Ada kilatan-kilatan lidah api yang memancar dari bola mata sang pemburu yang terlindungi batok. Andai saja Kalima Bara mengetahui siapa sang pemburu yang sesungguhnya.
Jangankan berani bicara seenak sendiri.
Berhadapan dengan pemuda itu saja sudah merupakan sebuah pantangan.
Apalagi dia tidak berdiri di pihak yang benar.
Karena Sang Kuasa Agung dimana dia mengabdikan diri adalah mahluk sesat yang kejahatannya tidak berbeda dengan kejahatan yang pernah dilakukan oleh kekasihnya Iblis Kolot
"Kau meminta aku meninggalkan kepalaku?!"
Berkata Pemburu Dari Neraka dingin.
"Kau tidak tuli, kau sudah mendengar apa yang aku katakan!"
Sahut Kalima Bara tak kalah dingin.
Di atas kuda Pemburu Dari Neraka menyeringai dan seringai itu demikian dingin menggidikkan.
Seringai sang pemburu lenyap.
Dia segera angkat tangan.
Dua tangan kemudian mencengkeram kepalanya sendiri erat-erat.
Setelah itu dua tangan diputar.
Begitu kedua tangan membetot kepala dengan keras terdengar suara Krak berulang kali.
Tulang leher patah.
Kepala lepas.
Urat dan daging dibagian leher berserabutan mengerikan.
Darah menyembur dari leher yang sudah tidak berkepala lagi.
Kalima Bara terkejut, mata terbelalak mulut ternganga.
Belum hilang rasa kaget. Pemburu Dari Neraka telah melemparkan kepalanya ke arah Kalima Bara.
Mahluk berkepala singa melompat kesamping hindari terjangan kepala yang dilemparkan pemiliknya.
Kepala jatuh menggelinding disamping kakinya.
Kalima Bara kembali bergidik.
Memandang ke depan dia melihat tangan Pemburu dari Neraka sedang mengusap-usap lehernya yang buntung.
Tersentuh oleh usapan tangan sang pemburu, semburan darah tiba saja berhenti.
Berhentinya darah disertai dengan pancaran cahaya putih benderang.
Ketika cahaya lenyap, tahu-tahu dileher yang terpotong itu telah bertengger kepala yang baru.
Kepala itu sama persis dengan kepala yang tergeletak didepan kaki Kalima Bara.
Mulut, hidung mata yang terlindung dua batok kelapa tak ada perbedaan sama sekali.
"Ilmu tipuan....Kau hendak menipu aku dengan ilmu rongsokan itu?"
Teriak Kalima Bara tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Diatas kuda sang pemburu mengumbar tawa dingin.
"Aku tahu mahluk sepertimu memang sulit dibuat percaya. Jika kau sudah bosan hidup, aku telah siap membantu. Kau mau pergi kemana? Kealam arwah ataukah ke neraka?!"
Tanya Pemburu Dari Neraka. Sebagai jawaban Kalima Bara tiba-tiba keluarkan suara raungan menggeledek.
Secepat kilat tubuhnya melesat.
Dengan gerakan menerkam dua mulut dipentang lebar dia menyerang sang pemburu. Yang diserang tertawa ganda.
Sedikitpun dia tidak bergeming dari tempatnya.
Karena tidak berusaha mengelak atau hindari serangan.
Sepuluh jemari tangan Kalima Bara yang berkuku runcing tajam laksana mata pisau menghujam kedua bahu sang pemburu.
Sementara mulut yang bertaring menghujam dibatok kepala Pemburu Dari Neraka disebelah atas.
Sekali mulut bergerak menggigit dan sepuluh kuku runcing disentakkan pastilah urat bahu, kulit dan daging berserabutan keluar.
Demikian juga wajah sang pemburu pasti hancur mengerikan. Tapi dugaan Kalima Bara ternyata meleset. Kuku tajam yang dipergunakan untuk mencabik putus bergugusan.
Sedangkan gigi-gigi yang runcing yang menghujam dibagian wajah lawan malah patah menjadi serpihan.
Selagi mahluk berkepala singa ini dibuat terpana.
Secepat kilat tangan Pemburu Dari Neraka berkelebat menghantam dada.
Tidak menyangka mendapat serangan seperti itu, Kalima Bara masih berusaha selamatkan diri dengan melompat kesamping. Tapi gerakan ini kalah cepat dengan gerakan tangan Pemburu Dari Neraka.
Tanpa ampun pukulan sang pemburu menghantam dada Kalima Bara.
Manusia setengah singa itu meraung dahsyat.
Tubuhnya terlempar.
Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dada yang kena dipukul lawan berlubang, hangus menghitam mengepulkan asap tebal.
Kalima Bara yang terluka parah mencoba bangkit.
Tapi baru saja berdiri tubuhnya ambruk lagi. Sang pemburu tersenyum
"Kau memang hebat, namun orang sepertimu Jelas bukan lawanku.Sekarang pergilah ke neraka. Mudah-mudahan kelak kau bertemu dengan diriku disana!"
Dengus Pemburu Dari Neraka.
Tiba-tiba saja pemuda ini acungkan jari telunjuknya ke arah Kalima Bara.
Mahluk berkepala singa yang sedang meregang ajal itu hanya sempat melihat ada dua larik cahaya putih membersit ke arahnya.
Tanpa bisa menghindar cahaya itu menyambar tubuhnya.
Wuus!
"Arrgkh..."
Kalima Bara kembali meraung, namun jeritannya terputus seiring dengan kobaran api yang membakar tubuhnya.
Mahluk berkepala singa itu melejang berkelojotan sejenak namun kemudian terdiam untuk selama-lamanya.
Pemburu Dari Neraka mendengus. Tanpa menoleh lagi dia menggebah kudanya dan tinggalkan tempat itu.
*****
Sementara itu si penunggang kuda hitam berpakaian warna warni yang tidak lain adalah Dew Kipas Pelangi terus memacu kudanya.
Tanpa disadari oleh sang Dewi semakin lama bergerak kuda itu justru mendekat ke arah Pintu gerbang Kawasan Rahasia Pintu Selatan.
Tetapi hanya terpaut jarak beberapa ratus tombak ke gerbang itu dia hentikan kuda hitamnya yang bernama Angin Puyuh. Dewi Kipas Pelangi menatap ke depan.
Saat itu dia melihat dikejauhan didepan sana ada suara menderu.
Pepohonan bergoyang, ranting dan daun daun yang berserakan diatas tanah juga mulai beterbangan.
Bersamaan dengan itu angin tiba-tiba berhembus menerjang ke arah Dewi Kipas Pelangi. Bersamaan dengan hembusan angin dia juga melihat didepan sana tanah yang tadinya berwarna coklat tiba-tiba berubah menghitam.
Gadis itu terkesima.
Dia menatap ke langit.
Tidak terlihat tanda-tanda hujan akan turun.
Langit bersih.
Di ufuk langit sebelah barat dihiasi warna merah.
Matahari memang sudah hampir tenggelam.
Dewi Kipas Pelangi sekali lagi menatap ke arah kejauhan didepan sana.
Dia melihat warna hitam yang menutupi seluruh penjuru permukaan tanah semakin luas.
Dan warna hitam itu seolah hidup, bergerak merayap seperti ribuan pasukan perang yang siap bertempur.
Terdorong oleh rasa ingin tahu, dia melompat ke atas cabang pohon yang terdapat diatasnya. Dari ketinggian pohon gadis ini dapat melihat dengan lebih jelas.
Tiba-tiba saja gadis ini bergidik ngeri ketika menyadari bahwa yang bergerak merayap memenuhi seluruh penjuru tempat itu tenyata bukan bayangan melainkan sosok mahluk berbisa yang tidak lain adalah ribuan kalajengking berwarna hitam.
Walau dalam keadaan merayap, namun ribuan mahluk itu memiliki kecepatan dua puluh kali lipat dari kalajengking biasa.
Dalam kagetnya melihat kalajengking sebanyak itu, si gadis berkata.
"Aku tidak pernah melihat kalajengking sebanyak ini. Mereka seperti perajurit kerajaan yang sedang dalam perjalanan untuk melakukan penyerbuan? Tapi dari mana asal mahluk-mahluk ini? Apakah mungkin mereka berada dalam kendali seseorang?"
Baru saja Dewi Kipas Pelangi berkata begitu, sekonyong-konyong dibarisan paling belakang dia melihat seorang kakek tua.
Kakek itu bertubuh pendek kerdil.
Dewi Kipas Pelangi yang merasa mengenali siapa adanya kakek berpakaian putih membuka mata lebar-lebar.
Lalu dia berseru,
"Astaga! Bukankah orang berambut putih, berpakaian putih itu adalah Si Jenggot Panjang? Dia berjalan diantara puluhan ribu kalajengking hitam.Dia seperti sedang bercakap-cakap, tapi siapa yang diajaknya bicara?"
Si Gadis kembali memperhatikan dengan lebih seksama.
"Tidak kelihatan Si Jenggot Panjang bersama orang lain.Lalu mengapa Si Jenggot Panjang bersikap seperti orang yang sedang bicara?"
Dewi Kipas Pelangi memang tidak pernah tahu bahwa saat itu Si Jenggot Panjang tidak sendiri.
Dia bersama dengan Sang Kuasa Agung, gadis berwajah cantik berkaki kalajengking berwarna merah. Dia tidak bisa melihat Sang Kuasa Agung karena gadis itu berjalan dengan melindungi dirinya dengan ilmu Selubung Galib Mata Kosong.
Jadi walau Dewi Kipas Pelangi memandang dengan mata mendelik sekalipun dia tidak bakal bisa melihat sosok Sang Kuasa Agung. Demi melihat Si Jenggot Panjang yang berjalan ditengah ribuan kalajengking, gadis itu tiba-tiba saja ingat dengan Pranajiwa.
Dia tidak melihat Pranajiwa bersama Si Jenggot Panjang
"Celaka! Kakek kerdil berpipa itu....Dia tidak bersama paman Prana. Apa yang terjadi dengan paman sahabatku itu? Dibunuhkah dia atau Si Jenggot Panjang menyembunyikan paman Prana disuatu tempat?"
Pikir sang Dewi.
Selagi sibuk memikirkan keselamatan Pranajiwa tanpa disadari oleh gadis itu, iring-iringan ribuan kalajengking ternyata semakin dekat dengan tempat dimana dirinya berada.
Dewl Kipas Pelangi tiba-tiba ingat dengan Angin Puyuh yang dengan setia menunggu di bawah pohon.
Khawatir dengan keselamatan binatang itu diapun berseru ditujukan pada kudanya.
"Angin Puyuh cepat tinggalkan tempat ini. Menyingkirlah yang jauh. Tempat ini sebentar lagi segera dipenuhi oleh ribuan kalajengking"
Angin Puyuh sepertinya memahami ucapan Dewi Kipas Pelangi. Terbukti binatang itu meringkik lembut. Kuda hendak berfari namun urung. Agaknya binatang itu mengkhawatirkan keselamatan majikannya.
"Cepatlah pergi, kau tidak perlu merisaukan diriku. Aku bisa menjaga diri!"
Seru Dewi Kipas Pelangi cemas.
Setelah mendengar ucapan si gadis, tanpa ragu lagi Angin Puyuh segera menghambur lari selamatkan diri. Sang Dewi merasa lega.
Kini dia menatap kembali ke arah Si Jenggot Panjang.
Matanya terbelalak mulut ternganga.
Si Jenggot Panjang yang dilihatnya tiba-tiba raib menghilang entah kemana.
"Tidak mungkin! Tadi aku melihatnya dengan jelas. Dia berjalan diantara ribuan kalajengking itu. Lalu bagaimana tiba-tiba dia menghilang?"
Gumam Sang Dewi heran. Sambil berpikir matanya sibuk mencari-cari. Namun tatap matanya yang tertuju ke arah kejauhan tiba-tiba dialihkan ke bawah pohon tempat dimana dia berada. Dia mendengar suara gemerisik riuh dari kawanan binatang yang merayap.
"Celaka! Iring-iringan kalajengking ternyata telah memenuhi tempat ini. Apa yang harus aku lakukan? Mudah-mudahan mereka tidak mengetahui keberadaanku!"
Batin Dewi Kipas Pelangi. Sambil menahan nafas dia memandang ke bagian bawah pohon.
Dia melihat diantara ribuan kalajengking itu yang berada dibarisan paling depan ternyata berukuran luar biasa besar.
Besarnya hampir sama seukuran paha orang dewasa.
Sang Dewi hanya bisa menduga kemungkinan kalajengking besar itu bertindak sebagai panglima perang.
Celakanya diluar dugaan pemimpin dari ribuan kalajengking itu ternyata mengetahui keberadaan Dewi Kipas Pelangi.
Salah satu dari pemimpin mereka mengitari pohon.
Capit besar berwarna hitam mengkilap membuka menutup seolah memberi tahu kawannya.
Sedangkan bagian ekornya beruas dengan ujung halus ditumbuhi bulu-bulu halus kaku bergerak tersonggeng ke atas dan ke bawah.
Isyarat itu disambut dengan suara gegap gempita.
Ribuan kalajengking berbondong-bondong mendatangi pohon.
Kemudian sebagian kawanan memanjat pohon dengan cara merayap, sedangkan sebagian lagi saling tindih menindih membuat ketinggian dengan cara menumpuk diri
"Celaka! Mahluk-mahluk itu ternyata sangat cerdik. Mereka berusaha mencapai cabang pohon ini dengan cara berkerumun menumpuk diri. Kini mereka telah berada dibawahku! Aku tidak takut pada mereka, tapi jumlahnya yang sedemikian banyak membuatku merasa jijik!"
Dewi Kipas Pelangi mencoba berpikir mencari jalan selamat. Saat itu tubuhnya telah basah bersimbah keringat dingin. Wajah pucat dan tegang sedangkan mata terus menatap ke arah timbunan kalajengking yang nyaris mencapai kedua kakinya.
"Tidak ada tempat untuk menghindar!"
Desis sang Dewi sambil menggigit bibir.
Dia lalu berdiri. Sebelum binatang-binatang itu berhasil meraih kakinya, dia segera mencabut kipas yang terselip dipinggangnya.
Sambil berseru dia kembangkan kipas yang memiliki tujuh alur warna indah
Sret!
Dengan mengerahkan tenaga dalam penuh, kipas dikibaskan ke arah ribuan kalajengking yang tertimbun membuat ketinggian. Tujuh larik cahaya warna warni menebar hawa dingin luar biasa menderu dari ujung kipas, lalu menghantam ribuan kalajengking yang berada dibawahnya hingga membuat ribuan kalajengking buyar berpentalan kesegenap penjuru arah.
Sebagian kalajengking tewas menemui ajal, sebagian lagi terluka parah.
Anehnya kawanan kalajengking yang lain tidak menjadi jera.
Binatang-binatang itu kembali berkumpul dan kali ini mereka berlesatan diudara menyerang sang Dewi dengan menggunakan capit dan sengatnya.
"Kurang ajar! Enyahlah kalian dari hadapanku!"
Teriak si gadis sambil sibuk mengebutkan kipasnya.
Begitu terkena sambaran kipas ratusan kalajengking dibuat berkaparan.
Tapi yang datang menyerang dari pohon jumlahnya lebih banyak lagi.
Celakanya pada waktu yang sama kalajengking yang berusaha menyerbu ke arah Dewi dengan merayap memanjat pohon kini hampir mencapai gadis itu
"Haaaa...! Pergi...
pergilah kalian semua!"
Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Teriak Dewi Kipas Pelangi kalut.
Tak ada pilihan lain. Sambil menyerang dengan menggunakan kipas gadis ini mulai mengumbar pukulan-pukulan sakti.
Walau serangan kipas dan pukulan yang dilepaskannya telah merenggut banyak korban. Tapi serbuan binatang-binatang itu seakan tidak pernah habis.
Mereka terus menyerang dari bawah dengan cara melesatkan diri seperti jangkerik. Merasa cabang pohon yang dijadikan tempat berpijak sudah semakin tidak aman.
Apalagi kalajengking yang memenuhi cabang dan batang pohon jumlahnya makin berlipat ganda, Maka gadis ini melesat ke cabang pohon yang lebih tinggi yang berada diatas cabang tempat dia berpijak.
Begitu dia jejakkan kaki dicabang sebelah atas saat itulah Dewi Kipas Pelangi melihat seorang pemuda berambut gondrong berpakaian kelabu duduk diatas pucuk pohon sambil ucang-ucang kaki sementara mulut mengumbar senyum.
Pemuda itu tidak sendiri.
Tak jauh dicabang yang diduduki si gondrong duduk pula seorang gadis cantik beranmbut panjang berpakaian kuning gading.
Didada pakaiannya terdapat sulaman emas bergambar hati yang retak.
Dalam ketakutan melihat serbuan kalajengking yang menjadi-jadi, Dewi Kipas Pelangi tidak lagi sempat berpikir apakah dia mengenal kedua orang itu.
"Siapa kalian? Apakah kalian berdua yang mengendalikan mahluk-mahluk celaka yang berada dibawah itu?"
Hardik Dewi Kipas Pelangi curiga.
Dia menatap pemuda itu dan gadis disebelahnya silih berganti.
Si gadis geleng kepala sambil mengangkat bahu, Bagi Dewi Kipas Pelangi gerakan tubuh dara berpakaian kuning merupakan isyarat bahwa mereka tidak ada hubungannya dengan ribuan kalajengking.
Sambil tersenyum si pemuda yang duduk menyandarkan punggung dipucuk pohon berkata,
"Aku bernama Raja sedangkan sahabatku yang cantik itu bernama Anjarsari. Apakah kau lupa ketika berkuda kau telah melewati kami! Kudamu sangat cepat. Kuda hebat. Siapakah nama kuda itu?"
"Kudaku bernama Angin Puyuh!"
Jawab Dewi Kipas Pelangi kesal.
Sekali lagi dia tatap ke bawah. Dia melihat ribuan kalajengking terus menyerbu bahkan hampir mencapai cabang pohon yang baru dijejaknya.
"Lalu namamu siapa?"
Tanya Anjarsari.
"Mengapa kalian terus bertanya disaat aku hampir mati ketakutan? Aku jijik melihat mahluk mahluk itu!"
Teriak sang Dewi gusar.
"Oh jadi kau butuh bantuan.?"
Kata Raja dengan sikap santai terkesan tidak peduli.
"Setelah kami bantu agaknya kau mau memperkenalkan diri kepada kami, bukankah begitu sobat?"
Berkata demikian Raja melirik ke arah gadis disebelahnya. Tapi Anjarsari malah palingkan wajah.
"Ternyata Anjarsari tidak suka aku bicara dengan gadis berkipas ini."
Batin Raja
"Cepat bantu aku! Lakukan sesuatu!"
Pekik sang Dewi lagi tambah tidak sabar.
"Baiklah, karena temanku ini sedang tidak enak hati. Biarlah aku yang akan membantumu!"
Berkata begitu Raja Gendeng 313 bangkit dari cabang pohon yang tadinya dia duduki.
Pemuda ini angkat tangannya tinggi-tinggi.
Dua tangan yang telah dialiri tenaga dalam pancarkan cahaya biru terang.
Hawa panas menghampar membuat Dewi Kipas dan Anjarsari cepat menyingkir dengan melompat ke cabang pohon di sebelah kiri Raja.
Tanpa menghiraukan kedua gadis itu, dua tangan kemudian dihantamkan ke bawah tiga kali berturut-turut. Ketika kedua tangan dihantamkan ke bawah, Enam larik cahaya melesat laksana kilat, berkelebat menderu berputar laksana titiran dalam bentuk seperti cakra.
Enam cahaya bersumber dari pukulan sakti Cakra Halilintar kemudian melabrak ribuan makhluk berbisa itu, memberangus mereka disertai ledakan menggelegar.
Ribuan kalajengking berpelantingan hancur lebur dalam keadaan dikobari api.
Walau yang mati jumlahnya ribuan namun yang tersisa ternyata lebih banyak lagi.
Mereka yang selamat kini menjadi murka.
Seperti anak panah kalajengking yang berukuran besar lesatkan diri kearah Raja dan kedua gadis yang berada tidak jauh disebelahnya.
Dewi Kipas Pelangi tidak tinggal diam.Anjarsari pun juga ikut membantu sang pendekar.
Sang Dewi yang tadinya tidak menyangka kawanan Kalajengking dapat di lumpuhkan dengan menggunakan pukulan berhawa panas kini segera mengumbar pukulan Kipas Api Melanda Gunung.
Ketika dua telapak tangannya yang terkembang dihantamkan ke bawah.
Maka puluhan kalajengking besar hancur luluh dalam keadaan hangus. Karena ketiga orang ini terus mengumbar pukulan sakti berhawa panas luar biasa ke arah makhluk-makhluk berbisa di bawah pohon.
Maka setiap pukulan selalu disertai ledakan membuat suasana berubah hiruk pikuk.
Kawanan Kalajengking hitam sebagian besar akhirnya menemui ajal di tangan mereka.
Sebagian kecil yang selamat kocar-kacir menyelamatkan diri.
Melihat sisa-sisa binatang itu berlarian selamatkan diri.
Raja Gendeng 313,Dewi Kipas Pelang saling pandang.
"Kalajengking, Ular berbisa dan sebagian makhluk melata ternyata memang takut dengan api"
Kata Anjasari.
"Aku tidak tahu. Kalau kalian berdua tidak memberi bantuan mungkin aku sudah mati ketakutan."
Ucap Sang Dewi
"Tadinya kami mengikutimu. Kulihat kau begitu tergesa-gesa."
Tukas Raja.
"Jadi kalian datang bukan untuk menolong?"
Tanya Dewi Kipas Pelangi sambil menatap Raja, lalu melirik ke arah Anjarsari.
"Mengikuti sambil menolong."
Menyahuti Anjarsari dingin.
"Ya memang benar seperti yang dikatakannya."
Timpal Raja pula.
"Ya aku memang sedang mengejar sesuatu. Terlalu panjang ceritanya. Mungkin kita harus pergi dari sini. Tempat ini dipenuhi bau amis dan busuk. Bangkai ribuan Kalajengking yang bertimbun di bawah sana membuat aku mau muntah!"
Kata Sang Dewi berterus terang.
"Kami tidak keberatan. Tapi sebutkan dulu siapa namamu?!"
Desak Anjarsari.
"Oh ya, aku sampai lupa. Aku bernama Dewi. Orang menyebutku Dewi Kipas Pelangi!" terang gadis itu.
"Hmm, sebuah nama yang bagus. Secantik orangnya."
Anjarsari memuji.
Raja manggut-manggut.
Kemudian polos saja dia berkata.
"Dewi Kipas Pelangi. Namamu mengingatkan aku pada tukang sate dan penjual jagung bakar! Ha ha ha!"
Sang Dewi delikkan matanya.
Mendengar gurauan sang pendekar sebaliknya Anjarsari malah ikutan tertawa.
Melihat Anjarsari dan Raja terus tertawa, Dewi Kipas Pelangi tambah cemberut
"Dasar orang-orang gila!" sang Dewi menggerutu lalu melesat tinggalkan pohon.
Melihat gadis itu meninggalkan mereka, Raja hentikan tawanya lalu berteriak.
"Hei kau hendak kemana?"
"Jangan ditanya. Kejar saja!"
Kata Anjarsari
"Hem, kau benar. Mari kita susul dia!"
Sahut Raja sambil berkelebat kearah lenyapnya Dewi Kipas Pelangi, tidak mau ketinggalan Anjarsaripun mengikuti pemuda itu.
TAMAT
Nantikan Episode Kelanjutannya!
Kanjeng Empu Basula
(Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini)
Situbondo,2 Oktober 2019
Sampai jumpa di episode berikutnya...
Terima Kasih
Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
*** Saiful Bahri Situbondo ******
Special thank to
Awie Dermawan
Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Berita Ekslusif Exclusive Karya Sandra Pendekar Slebor 27 Rahasia Sang Geisha
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama