Ceritasilat Novel Online

Mutiara Tujuh Setan 2

Raja Gendeng 18 Mutiara Tujuh Setan Bagian 2


"Setan gondrong yang baru saja pamer kebolehan sembuhkan orang-orang tolol penghuni dusun ini. Siapa kau? "

Dipanggil setan oleh laki-laki tidak dikenal. Raja menoleh lalu menatap orang itu. Sambil melongo selayaknya orang yang tolol pemuda ini balik bertanya.

"Kau sendiri siapa? Pakaianmu dan pakaian kambrat kambratmu hitam seperti lutung. Ada kepentingan apa datang kemari?"

"Bangsat kurang ajar. Orang bertanya kau malah balas bertanya."

Geram si gemuk gempal.

"Tapi baiklah, kami datang kesini untuk satu maksud kepentingan yang tidak dapat ditunda. Terus terang kami sedang menunggu seseorang yang baru saja turun dari puncak gunung Papandayan. Orang itu telah membawa sebuah benda kramat bernama Mutiara Tujuh Setan untuk diserahkan pada Tiga Setan Putih yang berada di Gerobokan."

"Hmm, jadi kau mengira aku si kunyuk yang dipercaya membawa mutiara itu?"

Gumam sang pendekar lalu tersenyum mencibir.

"Aku tidak bisa memastikan. Tapi aku, Lohpati dari Krendeng telah bersumpah untuk menggeledah siapapun yang muncul di dusun ini!"

Tegas si gemuk yang ternyata bernama Lohpati itu.

"Sungguh keterlaluan."

Gerutu Raja.

"Aku tahu kalian sudah lama berada disini. Kalian melihat penderitaan penduduk itu, tapi kalian malah hanya mendekam saja seperti tikus buduk di kegelapan sana. Lebih celaka lagi kau hendak menggeledah aku. Kau pikir aku menyimpan mutiara yang kau cari itu di dalam celanaku?"

"Kalau kau tidak merasa menyimpan benda yang kami cari, mengapa harus takut? Kami hanya ingin memastikan. Bila Mutiara itu memang tidak ada padamu, kami pasti mengijinkanmu untuk angkat kaki dari sini!"

Raja tertawa sambil pencongkan mulutnya.

"Enak saja kau bicara. Aku tak akan membiarkan seorangpun dari kalian menyentuh' apalagi menggeledah tubuhku. Siapa pun yang berani mendekat akan kubuat dia malu seumur hidupnya. Ha ha ha!"

Ancam Raja disertai gelak tawa.

Sambil tertawa dia lalu berkata ditujukan pada kepala dusun.

"Bapak kepala desa lekas tinggalkan tempat ini. Siapapun yang berani menghalangi kalian, dia akan kubuat sengsara!"

"Terima kasih kisanak."

Jawab kepala desa takut-takut.

Tanpa menunggu lama dia segera memberi isyarat pada teman-temannya yang lain untuk segera pergi.

Melihat para penduduk berlarian hendak tinggalkan tempat itu beberapa kaki tangan Lohpati mencoba mencegahnya sambil kibaskan pedang ditangan ke arah kepala dusun yang memimpin di depan.

Tapi tiga laki-laki itu menjerit keras, pedang terlepas dari genggaman sedangkan tubuh mereka terbanting sambil dekap tangan masing-masing yang mengucurkan darah.

Ditempatnya berdiri Lohpati yang menjadi pimpinan sempat dibuat terkejut melihat tiga pengikutnya berjatuhan sambil pegangi tangannya.

Dia tahu kepala dusun tidak melakukan perlawanan yang bisa membuat pengikutnya cidera.

Merasa curiga Lohpati layangkan perhatiannya kepada Raja.

Kening berkerut mata pun mendelik ketika menyaksikan pemuda itu dengan sikap yang acuh sedang mengggelitik telinganya sendiri dengan selembar bulu.

Sambil meringis kegelian sang pendekar sesekali keluarkan suara seperti bersin.

"Anak-anak. Apa yang terjadi dengan kalian? Mengapa tangan kalian mengucurkan darah?"

Sambil berkata begitu Lohpati melangkah menghampiri anak buahnya.

Tiga pengikutnya segera bangkit.

Sambil mendengus Lohpati sentakkan tangan yang terluka dan sekaligus memeriksanya.

Mata laki-laki gemuk ini terbelalak lebar ketika melihat benda yang menancap hingga tembus ke punggung telapak tangan mereka ternyata adalah sehelai bulu.

"Sulit dipercaya, bagaimana mungkin selembar bulu bisa menjadi senjata rahasia yang sangat berbahaya."

Desis Lohpati murka namun juga penasaran. Mendengar ucapan Lohpati. Raja segera membuang bulu yang dipergunakan untuk menggelitik telinganya. Sambil memandang ke depan dia berkata.

"Orang gemuk berkumis tebal. Semua benda mempunyai kegunaan. Tidak hanya bulu burung hantu. Upil gajah sekalipun kalau ada bisa kugunakan sebagai senjata rahasia.Sekarang kau masih bersikeras ingin menggeledah aku?"

Tanya sang pendekar sambil cibirkan mulut. Sadar pemuda gondrong yang mengaku bernama Raja Gendeng itu meremehkannya maka Lohpati segera berteriak memerintahkan kepada puluhan pengikutnya untuk menghabisi Raja.

Walau merasa jerih setelah melihat berbagai kehebatan yang diperlihatkan Raja saat menolong mengubur dan menyembuhkan penduduk yang terluka.

Namun kaki tangan Lohpati itu sendiri sebenarnya merasa geram melihat tingkah Raja.

Tidak mengherankan perintah pimpinan mereka pun disambut dengan bergeraknya belasan orang serentak mengepung Raja.

Mereka menyerang pendekar dengan pedang, golok dan tombak terhunus.

Kilatan golok dan pedang menyilaukan mata menyambar membabat sekaligus menusuk ke bagian-bagian tubuh yang mematikan.

Melihat deru senjata serta tendangan kaki datang dari segala penjuru, Raja tetap bersikap tenang.

Dia segera menggeser kaki kiri ke belakang, sedangkan kaki kanan melakukan sapuan ke depan.

Dua tangan yang bersilangan di depan dada segera dia putar untuk menangkis serangan.

Selanjutnya dengan menggunakan jurus Tangan Dewa Menggusur Gunung, pemuda ini sekonyong- konyong lambungkan tubuhnya ke atas.

Ketika tubuh melambung di udara dua tangan segera dihantamkan ke delapan penjuru arah sekaligus

Wuut!

Wuut!

Deru suara angin disertai berkiblatnya cahaya biru menyambar lalu menghantam lima pengikut Lohpati hingga membuat mereka terjungkal terhempas dan tidak bergerak lagi.

Melihat ini teman-temannya yang berhasil meloloskan diri menjadi marah.

Mereka segera merangsak maju.

Namun Raja yang saat itu dalam keadaan mengapung diketinggian segera sentakkan kaki dan menghantamkannya ke wajah mereka.

Sedikitnya ada enam pengikat Lohpati berusaha menghindari serangan dengan kibaskan pedang yang berada dalam genggaman.

Namun dengan mudah serangan itu dapat dimentahkan oleh Raja.

Sebaliknya ujung kaki Raja terus menderu melabrak wajah dan kening mereka.

Terdengar suara seperti batu-batu yang menimpa benda keras.

Enam kaki tangan Lohpati menjerit keras sambil dekap kening dan wajah masing-masing. Dengan langkah sempoyongan mereka berlompatan ke belakang saling memperhatikan.

Lalu sama berseru.

"Lihat keningmu benjut bengkak seperti telur ayam. Ha ha ha!"

Tidak mau kalah sang teman juga menimpali sambil menunjuk ke wajah dan pipi temannya.

"Pipimu, wajahnya dan leher dia juga penuh benjolan. Besarnya seperti telur kuda. Ha ha ha!"

Lalu di tengah derai tawa. Temannya yang lain tiba-tiba menimpali.

"Memangnya kuda bertelur? Hik hik! "

Seperti teman-temannya orang ini pun lalu ikutan tertawa terpingkal-pingkal.

Segala keanehan yang dialami oleh pengikut- pengikutnya tentu saja menimbulkan keheranan di hati Lohpati.

"Apa yang dilakukan pemuda gondrong itu. Mungkinkah dia telah menyerang urat tawa para pengikutku? Tapi seingatku di rimba persilatan hanya beberapa orang saja yang mempunyai ilmu kepandaian seperti itu."

Pikirnya Lohpati.

Segala yang dikhawatirkan Lohpati sebenarnya tidaklah berlebihan.

Ketika Raja menyerang mereka, pemuda ini dengan sengaja menendang atau memukul bagian syaraf tawa lawan.

Begitu syaraf tawa mengalami gangguan karuan saja mereka tertawa-tawa tak karuan kejuntrungannya.

Lebih celaka lagi berkat sihir putih yang dikuasai Raja, seperti wabah penyakit menular saja pengaruh tawa menyebar hingga beberapa pengikut Lohpati yang lain walau tidak sempat disentuh juga ikutan tertawa. Ketika getaran hebat itu mengenai Lohpati lalu merambat ke batang leher dan tenggorokannya, laki-laki gemuk ini cepat kerahkan tenaga dan alirkan hawa sakti untuk menangkal pengaruh getaran aneh yang bisa membuatnya bisa ikutan tertawa.

"Hmu tipuan sihir keparat!"

Teriak Lohpati dengan suara menggeledek.

Teriakan yang disertai tenaga dalam itu membuat Raja yang tengah mengerahkan kekuatan sihirnya sempat terhuyung.

Namun dengan cepat dia sudah dapat menguasai diri.

Sambil tersenyum dan tubuh keluarkan keringat, pemuda ini menatap ke depan.

Dia melihat wajah Lohpati yang pucat, bibir terkatub, pipi menggembung.

Kemarahan luar biasa jelas terpancar di mata laki-laki itu.

"Pemuda gondrong bersenjata pedang, mengaku bernama Raja Gendeng. Siapa dirimu ini? Dari mana usulmu?"

Tanya Lohpati berapi-api.

Sementara itu dia juga menjadi khawatir ketika melihat semua pengikutnya masih terus terpingkal- pingkal.

Diantara mereka ada yang memegangi perutnya yang terasa sakit akibat banyak tertawa, ada juga yang terkencing di celana namun sebagian diantaranya mulai berjatuhan tidak sadarkan diri akibat tawa yang berlebihan.

Sang pendekar tersenyum, lalu mengusap wajahnya yang basah berkeringat.

"Mengenai diriku perlu apa kau tanyakan. Aku masih berasal dari sini juga." jawab Raja asal-asalan saja.

Kening Lohpati berkerut, kepala digeleng sebagai rasa tidak percaya.

"Kau penduduk dusun ini. Kulihat pakaianmu cukup bagus dan bukan dari bukan bahan biasa."

"Ho ho ho. Tentu saja. Pakaian ini hadiah dari seorang raja jin,"

Sahut Raja berdusta.

"Aku tahu kau tidak bicara jujur padaku."
Raja Gendeng 18 Mutiara Tujuh Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Buat apa harus bersikap jujur pada orang sepertimu?"

Walau merasa kesal melihat sikap dan jawaban yang diberikan Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es, namun Lohpati membuka mulut lanjutkan ucapan.

"Aku sepertinya mengenal ilmu yang kau pergunakan. Kau baru saja menggunakan ilmu sirapan bernama Rasa Gembira Membuat Lupa Daratan. Yang kutahu ilmu aneh seperti itu hanya dimiliki oleh seorang nenek aneh penghuni dasar laut selatan. Dan nenek itu bernama Nini Balang Kudu. Apa hubunganmu dengan penghuni Naga Laut Selatan itu?"

Tanya Lohpati.

Kali ini dia menatap Raja dalam-dalam.

Tidak menyangka lawan mengenali nama ilmu yang dia pergunakan untuk menjahili pengikut orang tua berkumis tebal itu.

Raja diam-diam terkejut.

Namun dia lebih terkejut lagi ketika Lohpati ternyata juga mengenal si nenek yang mewariskan ilmu itu

"Orang jelek, hidung pesek kumis tebal.Tak kusangka ternyata kau punya mata yang awas, pandangan luas dan mengenali ilmu yang aku pergunakan. Terus terang aku adalah murid Nini Balang Kudu nenek bawel satu itu. Kau sendiri apanya? Bagaimana kau bisa mengenal guruku?"

Tanya Raja curiga.

Baru saja sang pendekar menyebut nama gurunya, tanpa disangka-sangka Lohpati jatuhkan diri, berlutut di hadapan Raja.

Dua tangan dirangkapkan ke depan dada. Sambil tundukkan kepala Lohpati dengan suara meratap tiba-tiba berkata.

"Maafkan saya Sang Maha Sakti Raja Gendeng pendekar gagah. Sedikitpun aku tidak menduga engkau murid Nini Balang Kudu, Dulu Nini Balang Kudu pernah mengatakan mengangkat seorang murid. Itu sebabnya dia tidak bersedia mengambil aku sebagai muridnya. Walau demikian berkali-kali beliau telah menyelamatkan diriku saat perahuku terombang-ambing lalu tenggelam di laut selatan. Tidak hanya itu saja beliau dengan segala kerendahan hatinya telah membantu penduduk gunung Kidul dalam mendatangkan hujan."

"Hmm, jadi kau orang gunung Kidul daerah kawasan tandus itu!"

Berkata Raja sambil kernyitkan keningnya.

Lalu mengingat betapa jauhnya Lohpati meninggalkan daerah asalnya maka muncul satu tanda tanya gerangan apa yang membuat orang jauh-jauh datang ke dusun bambu.

Ketika Raja menanyakannya kepada Lohpati dengan malu-malu dia menjawab,

"maafkan saya sekali lagi pendekar. Dari jauh-jauh saya datang kemari sebenarnya memang ingin mencari tahu keberadaan Mutiara Tujuh Setan."

"Kau mencari Mutiara Tujuh Setan?"

Sang pendekar terperanjat.

"Apakah benda itu milikmu?"

Tanya Raja sambil menatap orang tua di depannya lekat-lekat.
Lohpati gelengkan kepala.

"Bukan, Mutiara Tujuh Setan bukan milik saya,"

Jawab laki-laki itu gelisah.

"Saya mencari mutiara itu bukan untuk diri saya tapi atas pesanan seseorang...!"

Terang Lohpati ragu. Dan tiba-tiba pula Raja melihat kegelisahan merayapi diri orang tua itu

"Andai saja kau dapat mengatakan siapa yang telah memesan benda itu padamu?"

Gumam sang pendekar

Pertanyaan itu membuat Lohpati tambah gelisah.

Beberapa kali dia melirik kesekelilingnya seakan takut ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan mereka.

Tapi suara gelak tawa para pengikutnya setidaknya mengusik perhatian Lohpati sehingga dia berucap.

"Andai saja kau mau membebaskan mereka dari Pengaruh ilmu Rasa Gembira Membuat Lupa daratan yang mengganggu urat tawa mereka, aku akan mengatakan padamu siapa yang telah memesan Mutiara itu padaku."

"Permintaanmu tidak sulit untuk kukabulkan."

Berkata demikian Raja segera silangkan dua tangan diatas kepala mulut berkemak-kemik namun mata terpejam, Kemudian sambil memutar tubuh tiga kali dari mulutnya menyembur ludah ke arah belasan pengikut Lohpati.

Saat semburan ludah menyentuh tubuh atau wajah mereka.

Serta merta belasan pengikut Lohpati terdiam sediam-diamnya.

Pengaruh tawa lenyap, demikian juga mereka yang sempat terkena totokan pada urat tawanya. Walau demikian tidak urung ada saja diantara mereka yang mengomel.

"Uuh, sialan. Semburan ludahnya bau jengkol!"

Mendengar ucapan itu Raja pun tak kuasa menahan gelak tawanya.

"Ha ha ha! Masih bagus cuma bau jengkol, bagaimana kalau bau bangkai? Ha ha ha."

Lohpati merasa tidak enak hati pada Raja cepat-cepat dia berkata.

"Hai jangan ribut."

Para pengikutnya jadi terdiam. Raja melangkah maju. Tidak sabar dia berkata.

"Aku telah mengabulkan permintaanmu. Sekarang katakan siapa yang telah memesan Mutiara Tujuh Setan padamu."

Lohpati anggukkan kepala. Kemudian dengan suara lirih namun jelas dia menjawab.

"Yang memesan adalah...!"

Belum sempat laki-laki gemuk itu menyebut nama.

Dari arah belakang tiba-tiba terdengar suara desir aneh disusul melesatnya tujuh benda sepanjang tidak lebih dari setengah jengkal.

Melihat ini Raja segera berteriak pada Lohpati sekaligus melompat ke depan menghantam serangan gelap itu dengan pukulan Cakar Sakti Rajawali. Empat cahaya putih terang berkiblat dari dua telapak tangan Raja menderu ke arah senjata rahasia yang menghantam ke arah Lohpati.

Sedang orang tua itu cepat jatuhkan diri bergulingan di tanah.

Tujuh serangan gelap sanggup dibuat rontok oleh pukulan yang dilancarkan Raja.

Lohpati sendiri balikkan badan dalam keadaan terduduk dia mencoba mencari tahu arah datangnya serangan.

Tapi tindakan yang dilakukannya itu berakibat fatal.

Serangan gelap datang untuk yang kedua kalinya.

Raja yang berada di belakang Lohpati hanya bisa memapas habis serangan yang menderu diatas kepala Lohpati.

Sedangkan serangan yang mengarah ke tubuh disebelah bawah Lohpati tak dapat dia singkirkan karena khawatir pukulan yang dia lakukan justru akan mengenai tubuh laki-laki itu.

"Menyingkir."

Teriak Raja. Sambil melompat kesamping Lohpati masih sempat ayunkan golok besar yang baru diambilnya dari punggung. Namun tangkisan golok itu kalah cepat dibandingkan datangnya serangan,

Cep!

"Ugkh..."

Lohpati menjerit.

Golok ditangan terpental jatuh disertai suara bergemerincing. Laki-laki itu terkulai sambil dekap dadanya yang berlumur darah ditembus serangan rahasia.

Melihat ini pengikutnya menjadi geger.

Sebagian berlarian berusaha menolong pimpinannya.

Sedangkan sebagian lagi segera melakukan pengejaran ke arah datangnya serangan senjata rahasia.

"Pembokong pengecut. Jangan lari!"

Teriak mereka.

Namun yang terdengar kemudian adalah suara jerit mengerikan para pengejar itu.

Belasan orang berjatuhan dengan tubuh ditancapi senjata rahasia yang disambitkan orang.

Sang pendekar yang menyusul di belakang pengikut Lohpati kertakkan rahang.

Sekali membuat gerakan dia sudah melewati pengikut-pengikut Lohpati yang berkaparan diatas semak belukar.

Memandang ke arah kegelapan pemuda itu melihat satu bayangan melesat pergi sambil sambitkan senjata mautnya ke arah Raja.

"Kau menginginkan nyawaku juga? Eeh...lebih baik kujemput nyawamu lebih dulu!"

Berkata demikian Sang Maha Sakti Raja Gendeng segera hantamkan kedua tangan ke arah bayangan yang melesat di depannya.

Wuut!

Brees!

Buum!

Satu dentuman keras menggelegar mengguncang kegelapan malam.

Terdengar suara mengaduh disertai umpatan sumpah serapah.

Setelah itu segalanya menjadi sunyi.

Raja tidak mau menunggu lebih lama karena takut kehilangan pembokong gelap.

Dia segera mengejar ke tempat di mana ledakan terjadi.

Tapi dia hanya menemukan puing-puing yang berserakan dikobari api.

Sosok yang punggungnya terkena pukulan raib entah kemana.

"Heran, kemana perginya setan gelap tadi. Dia tidak jatuh walau aku telah menghantamnya dengan pukulan Kepakan Sayap Rajawali?"

Pikir pemuda itu.

Sang pendekar geleng kepala takjub atas kekuatan yang dimiliki sang penyerang namun hatinya penasaran.

Setelah tidak menemukan orang yang dicari. Raja kembali ingat dengan Lohpati dan pengikutnya.

Dia segera balikkan badan lalu berjalan dengan tergesa-gesa menghampiri Lohpati.

Saat itu Lohpati telah menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Raja Gendeng 18 Mutiara Tujuh Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Sekujur tubuh terutama di bagian wajah nampak membiru.

Sementara para pengikutnya duduk bersimpuh mengelilinginya. Ketika orang-orang melihat kedatangan Raja, beberapa diantaranya segera memberi jalan.

Raja segera mengambil tempat disamping Lohpati.

Sambil duduk menjelepok di tanah yang dingin Sang Maha Sakti perhatikan tubuh Lohpati.

Dia melihat ada sebuah senjata berwarna hitam seukuran tidak lebih besar dari batang lidi.

Ketika senjata yang telah menewaskan Lohpati itu dicabut.

Sang pendekar segera memeriksanya.

"Jarum Nibung Hitam!"

Desis sang pendekar begitu mengenali senjata yang memiliki panjang tidak lebih dari setengah jengkal tersebut.

Lalu didekatkannya senjata maut itu ke hidung. Tercium bau amis menyengat.

"Senjata ini mengandung racun sangat ganas,"

Desis Raja kaget.

Pengikut Lohpati hanya bisa tercengang.

Namun mereka tidak bisa menjawab ketika Raja bertanya apakah mereka mengenal siapa pemilik senjata itu

"Kami tidak tahu apa-apa, pendekar. Kami hanya pengikut yang harus mematuhi perintah dari Lohpati sebagai pimpinan."

Kata salah seorang diantaranya yang memiliki rambut kaku macam ijuk

"Pimpinan kalian sudah mati. Orang yang membunuhnya tak ingin Lohpati mengatakan si pemesan Mutiara Tujuh Setan,"

"Kami juga berkeyakinan begitu."

Sahut orang-orang yang bersimpuh di sekeliling jenazah.

"Apakah kalian juga mengenal siapa yang memesan mutiara?"

Tanya sang pendekar sambil menatap tujuh laki-laki disekelilingnya.

Dipandang dengan sorot mata menyelidik mereka cepat gelengkan kepala.

Walau merasa ada sesuatu yang disembunyikan.

Namun Raja tidak mau mendesak sisa pengikut Lohpati.

Sebaliknya dia bangkit berdiri.

Setelah masukkan senjata rahasia yang dicabut dari dada Lohpati ke dalam kantong perbekalan dia berkata ditujukan pada orang-orang itu.

"Pimpinan kalian telah menemui ajal. Kuharap kalian membawanya kembali ke tempat asalnya di gunung Kidul. Rawat dan kuburkan mayatnya secara layak. Setelah itu kalian kembalilah ke masyarakat. Aku tidak ingin kelak bertemu kalian sedang petantang petenteng membekal golok atau pedang. Terkecuali diantara kalian sedang sakit bisul diketiak. Jangan lagi pernah bertolak pinggang di depan orang lain. Hiduplah menjadi orang baik baik. Kalian mengerti?!" tanya sang pendekar.

"Kami mengerti pendekar."

Sahut yang berambut kaku disertai anggukan kepala yang lainnya. Hampir bersamaan mereka tundukkan kepala, rangkapkan dua tangan di depan sebagai tanda penghormatan.

"Kami menyatakan hormat kepadamu."

Selesai berucap demikian mereka kembali menatap ke arah di mana Raja berdiri. Namun mereka sama melengak kaget ketika mendapati ternyata Sang Maha Sakti Raja Gendeng telah raib dari hadapan mereka.

"Pemuda aneh, tapi luar biasa,"

Gumam si rambut kaku terkagum-kagum.


*****


Lima hari berturut-turut tanda akan terlepasnya Bethala Karma dari tempat penyekapan yang dikenal dengan nama Penjara Delapan Paku Bumi telah dirasakan oleh para penjaganya yang terdiri dari Sora Magandala dan seorang gadis urakan bernama Sakantili atau juga lebih dikenal dengan sebutan Peri Halilintar,

Tidak mengherankan.
Ketika semua binatang liar yang menghuni kawasan Dieng berpindah tempat yang kemudian disusul dengan munculnya semburan awan panas.

Gadis berpakaian biru ringkas itu kemudian memerintahkan setiap orang yang mendiami kaki dan lembah Dieng untuk segera mengungsi ke tempat yang aman.

Hari berikutnya, ketika guncangan-guncangan seperti gempa menerpa kaki gunung di sebelah timur tempat di mana Bethala Karma terperangkap dan dijebloskan di dalam kawah api oleh lawan- lawannya yang terdiri dari Tiga Setan Putih.

Atas izin Peri Halilintar, Sora Magandala berangkat menemui Lisang Geni seorang pertapa di Gua Tapa Insan yang menetap dikawasan kali Serayu.

Sebagaimana telah diketahui sesampainya di tempat tinggal sang pertapa dan muridnya ternyata kitab batu bersurat sebagai kitab satu-satunya petunjuk yang mempunyai hubungan antara Mutiara Tujuh Setan dan mahluk dari luar jagat itu telah hangus terbakar dengan sendirinya,

Atas kesepakatan kedua belah pihak Sora Magandala pergi menemui Tiga Setan Putih di Gerobokan.

Sedangkan Lisang Geni dan muridnya kemudian memutuskan untuk mencari Ki Ageng Sadayana dari Pangandaran.

Satu-satunya orang yang paling bertanggung jawab atas keselamatan mutiara keramat itu.

Sementara seperginya Sora Magandala keadaan di sebelah timur kaki gunung Dieng keadaannya semakin runyam menghawatirkan.

Gempa hebat yang disusul dengan semburan awan panas makin sering terjadi.

Kejadian ini membuat Peri Halilintar tambah cemas dan tidak lagi bisa berdiam diri.

*****

Malam menjelang pagi.

Seorang gadis berpakaian biru berambut panjang riap-riapan segera meninggalkan tempat penjagaan.

Dengan menunggang seekor kuda hitam kesayangan yang bernama Lesus Sukmo, si gadis menelusuri lembah tempat dimana Bethala Karma dikurung dalam kerangkeng besi raksasa.

Tidak lama kemudian Peri Halilintar sampai di tepi sebuah jurang berbentuk empat persegi yang dilapisi kerangkeng besi menyala.

Gadis pemberani ini segera melompat turun dari atas kudanya.

Kepada kuda kesayangan itu dia berbisik

"Segala janji yang maha kuasa nampaknya akan menjadi kenyataan dihari ini.Semoga para dewa melindungi kita.Namun apapun yang terjadi atas diriku.Kuharap kau segera tinggalkan tempat ini. Pergilah yang jauh tunggu aku di jalan setapak dekat pohon Randu Beradu.Kalau aku tidak muncul hingga tengah hari nanti maka carilah Sora Magandala,"

Pesan Peri Halilintar sambil sibakkan rambut panjangnya yang riap-riapan yang menutupi wajahnya.

Sang kuda meringkik keras. Kaki depan di- angkat, kepala digeleng seakan tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh majikannya.

"Kau harus pergi. Gempa dan semburan awan panas makin menjadi. Gunung ini sewaktu-waktu bisa saja meledak jadi kepingan! Segera lakukan perintah ku! Tidak ada waktu bagiku berdebat denganmu!"

Teriak Peri Halilintar.

Sebagaimana kebiasaannya untuk menghalau kuda yang keras kepala namun sangat sayang kepadanya. Peri Halilintar angkat tangan tinggi-tinggi.

Gerakan hendak menampar yang disertai munculnya kilatan-kilatan cahaya yang mengawali munculnya halilintar membuat Lesus Sukmo jadi jerih Sambil keluarkan suara ringkikan panjang akhirnya kuda itupun terpaksa tinggalkan Peri Halilintar seorang diri.

Si gadis tidak pernah tahu sambil berlari pergi tinggalkan si gadis sepasang mata kuda terus menitikkan air mata.

Sepeninggalnya kuda hitam, Peri Halilintar dengan leluasa dekati tepi jurang menganga tempat dimana sebuah kerangkeng besi raksasa yang selalu menyala berada.

Dari balik kerangkeng yang dijilati api. Peri Halilintar dapat melihat betapa dibawah sana satu sosok tinggi besar berujud aneh yang memiliki dua kepala, dua pasang tangan dan dua pasang kaki.

Mahluk itu kini tidak lagi dalam keadaan rebah dengan tangan, kaki serta kepala terpantek pada pendataran batu membara.

Mahluk yang dikenal dengan nama Bethala Karma ini konon menurut Tiga Setan Putih di tempat asalnya dikenal sebagai panglima perang pasukan pembunuh yang kejam.

Saat ini dia sudah dalam keadaan duduk.

Tangan,kaki dan kepala yang sebelumnya terbelenggu dan terpaku oleh delapan paku bumi kini sudah terlepas dari ikatannya.

Dalam keadaan bebas dua kepala sang mahluk mata yang terus bergerak, setiap pasang mata yang terdapat pada setiap wajah memperhatikan jeruji besi yang dikobari api.

Tapi semua gerakan meneliti untuk mencari celah meloloskan diri tiba-tiba jadi terhenti begitu dia mendengar suara ringkik kuda datang dari luar jurang kerangkeng besi menyala.

Karena telah puluhan tahun dalam keadaan terkurung dan mengenal siapa penjaganya, maka mendengar suara kuda itu membuatnya menjadi beringas. Dua kepala berleher panjang yang menyatu dengan satu badan yang dipenuhi sisik dan bulu bulu kaku sama diputar, lalu dua wajah mendongak ke atas.

Dua pasang mata merah hanya memiliki titik hitam kecil di tengah, masing-masing mata menerawang. Ketika melihat Peri Halilintar berdiri tegak diketinggian tebing jurang ditutupi rintangan rintangan besi berpijar, salah satu mulut Bethala Karma berseru.

"Gadis penjaga berambut panjang riap-riapan. Aku mencium aroma kebebasan di balik kehadiranmu. Ketahuilah jika aku terlepas dari kerangkeng penjara jahanam ini maka kaulah orang yang pertama yang akan kubunuh. Aku sebenarnya suka dan rindu padamu tapi mengingat tubuhmu sangat kecil mana mungkin kau dapat kujadikan seorang istri. Kau hanya bisa kujadikan santapan. Ha ha ha!"

Kata Bethala Karma diiringi gelak tawa yang membuat guncangan-guncangan di sekitar jurang itu makin menjadi-jadi.

Belum lagi suara tawa dari mulut yang satu lenyap, dari mulut kepala yang kedua menyusul ucapan.

"Aku rindu perang. Keinginanku hanya satu yaitu menghancurkan setiap orang yang mencoba menghalangiku untuk memperluas daerah kekuasaanku."

"Mahluk terkutuk yang mempunyai satu tubuh dua kepala dengan dua pikiran berbeda. Jahanam seperti apa dirimu itu? Kau berada di satu tubuh tapi mempunyai bagian-bagian tubuh lain seolah diri kalian adalah dua. Satu kepala sering merindukan makanan yang enak dan lezat, sedangkan kepala yang lainnya rindu pada peperangan. Memangnya apakah kau tidak sadar saat ini berada dimana? Kau telah jauh terpesat keluar dari negeri edan tempat asalmu. Disini, kau berada dalam kehidupan dan satu dunia lain yang bernama dunia manusia. Apakah kau tidak menyadarinya?"

Teriak Peri Halilintar dengan suara menggeledek. Andai ucapan keras Peri Halilintar ini didengar oleh manusia biasa yang tidak mempunyai tenaga dalam dan ilmu kesaktian tinggi, dapat dipastikan orang yang mendengarnya jatuh pingsan, pikiran menjadi linglung akibat otak mengalami guncangan hebat.

Tapi bagi Bethala Karma yang bertubuh satu namun mempunyai anggota tubuh serba dua, teriakan lantang sang dara urakan hanya membuat telinganya menjadi gatal seperti kemasukan kutu.

Setelah mengusap empat daun telinga yang lebar seperti telinga gajah, dua wajah sama menoleh dan dua pasang mata sama berpandangan.

"Apa yang dikatakannya?"

Berkata mulut di kepala sebelah kiri. Mulut yang berada di kepala sebelah kanan cepat menyahuti.

"Gadis penjaga itu mengatakan kita tidak berada di negeri kita. Kita tidak berada di kerajaan kuno negeri penuh gejolak perang. Artinya pasukan besar yang berada dalam pimpinan kita tidak bersama dengan kita saat ini. Sebagai mahluk kembar yang memiliki dua jiwa dalam satu raga, kita hanya berdua saja saat terpesat di dunia kehidupan manusia."

"Ya... aku ingat sekarang."

Kata mulut dikepala yang kiri dengan mata terpejam.

"Bukankah kita sampai kesasar di dunia manusia gara-gara tujuh perwira yang tidak setia itu."

"Tujuh perwira, tujuh setan putih, Para pengkhianat busuk yang melarikan mutiara keramat dari istana kuno."

Menyahuti mulut di kepala yang bertengger di bahu sebelah kanan.

"Gara-gara mutiara itu kita kesasar di sini terpisah dari pasukan besar yang mustahil dapat dikalahkan oleh tokoh-tokoh hebat di rimba persilatan."

"Tapi kita telah berhasil membunuh empat perwira."
Raja Gendeng 18 Mutiara Tujuh Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Ujar mulut dikepala sebelah kiri sambil buka matanya.

Mulut dikepala yang kanan menyeringai.

"Empat perwira penghianat dapat kita binasakan. Tapi tiga perwira lain berhasil memperdaya kita dan menjebloskan kita di tempat terkutuk seperti ini. Masih bagus tubuh kita berasal dari api neraka. Kalau tubuh kita terdiri dari kulit,darah dan daging. Mungkin saat ini kita hanya tinggal nama saja," ujar mulut di kepala yang kanan.

"Tidak perlu dipikirkan lagi. Kita bisa tertipu namun sekali saja. Tiga perwira yang dikenal manusia sebagai Tiga Setan Putih dan mutiara kramat harus kita temukan. Kita telah berhasil meloloskan diri dari belenggu rantai delapan Paku Bumi. Tunggu apa lagi?"

"Mari kita hancurkan tempat terkutuk ini dan tangkap gadis itu bersama sahabat laki-lakinya yang bernama Sora Magandala!"

Geram mulut dikepala sebelah kiri

"Satu rintangan satu batu sandungan. Untuk menjebol kerangkeng besi itu kita membutuhkan tenaga yang luar biasa besar. Aku tahu tiga perwira penghianat atau Tiga Setan Putih telah melindungi kerangkeng besi membara dengan mantra sakti."

"Karena itu sebaiknya kita menghimpun tenaga dan alirkan hawa sakti ke tangan dan kaki kita!"

"Aku setuju dengan usulmu. Biarkan saja gadis itu menyangka kita masih lemah dan tak dapat berbuat apa-apa." ujar mulut dikepala yang kiri.

Kepala disebelah kanan mengangguk setuju. Keduanya kemudian sama pejamkan mata. Dua kaki yang tumpang tindih dilipat, dua pasang tangan diletakkan diatas lutut. Kemudian dibalik suara gemuruh luapan lahar mendidih dan deru awan panas dari hidung Bethala Karma terdengar hela nafas menebar panas dan suara mengorok.


*****


Malam hari suasana di kawasan candi Kreso sunyi senyap, Kepekatan malam di sekitar dibalut oleh hawa dingin yang menusuk.

Langit terang, bintang-bintang bertabur. Di langit timur bulan sabit memantulkan cahaya yang tak mampu menerangi seluruh penjuru kegelapan di bumi. Di satu tempat dipendataran altar. Tepat di halaman candi yang miring tidak terawat duduk diam tidak ubahnya patung tiga sosok tubuh berkepala botak plontos.

Tiga sosok berpakaian putih lusuh dalam satu lingkaran dengan dua mata terpejam. Mereka saling berhadap-hadapan membentuk sebuah garis segi tiga sama lurus sama panjang.

Sementara di atas kening ketiga sosok diam tidak bergerak itu masing-masing mempunyai tanda berupa sebuah titik bulat berwarna hitam mirip rajah atau tatto.

Rajah dikening setiap sosok satu sama lain berbeda-beda sesuai dengan tingkatan pangkat atau jabatan di tempat asal mereka yaitu istana kuno.

Semakin banyak jumlah rajah dikening, semakin tinggi pula jabatan di sandang. Dan rajah atau tanda kepangkatan itu tidak akan terhapus seumur hidup.

Malam semakin larut angin berhembus menebarkan embun yang sejuk. Tiga sosok yang duduk berhadap-hadapan tidak bergeming di tempatnya masing-masing,

Hembusan angin tambah menghebat. Seiring dengan itu sayup-sayup dikejauhan seolah-olah datang dari langit tiba-tiba saja terdengar orang berkata.

"Sudahi tapa! Keadaan berkembang tidak sesuai dengan yang kalian harapkan. Lekas bangun! Berbuatlah sesuatu sebelum terlambat!"

Suara gaib itu kemudian lenyap, Lalu dari ketinggian tiba-tiba muncul cahaya terang menyilaukan.

Cahaya itu menderu deras ke arah tiga sosok berkepala gundul yang tengah bertapa. Setelah cahaya menyentuh bagian ubun-ubun ketiga pertapa botak itu kemudian cahaya itu melambung ke atas kembali menuju ketinggian langit.

Seiring dengan lenyapnya cahaya, tiba-tiba saja dikening mereka yang tertera masing-masing satu dua dan tiga tanda kepangkatan itu memancarkan cahaya putih benderang.

Tiga pertapa bergetar bahu bergoyang dan kepala menggeleng ke kiri dan ke kanan.

Tak lama setelah itu dalam waktu yang bersamaan ketiga pertapa saling membuka mata.

Mereka saling pandang lalu sama terkejut dan masing-masing menunjuk ke bagian kening orang yang berada di depannya.

"Perwira Satu lihat tanda dikeningmu memancarkan cahaya terang,"

Berkata laki-laki yang di kepalanya terdapat tiga tanda.

"Aku juga melihat tiga tanda dikeningmu memancarkan cahaya,"

Jawab si botak yang disebut perwira Satu.

"Dikening perwira Dua juga ada cahayanya,"

Kata perwira dengan tiga tanda di keningnya.

Si botak yang dikeningnya terdapat dua tanda berjingkrak kaget, lalu usap dan raba keningnya.

"Rasanya sejuk,"

Kata perwira dengan dua tanda sambil menyeringai lalu dia lanjutkan ucapan.

"Ini tanda tingkatan jabatanku semasa berada di kerajaan Kuno. Tap.... mengapa bisa memancarkan cahaya?"

Katanya lagi dengan tercengang.

Tiga perwira yang biasa disebut Tiga Setan Putih kembali berpandangan. Lalu tanpa perintah ketiganya berlompatan berdiri.

"Tanda dikening tiba-tiba menyala. Semua ini belum pernah terjadi seumur hidup kita,"

Kata perwira tiga.

"Ada yang memberi tahu, ada yang membangunkan kita dari tapa. Apakah kalian mendengar?"

Berkata perwira Tiga pula.

"Mutiara Keramat, Mutiara Tujuh Setan, Seseorang pasti telah membawanya pergi meninggalkan puncak Papandayan. Benda itu kini berada di tempat yang tidak aman. Astaga...!"

Desis Perwira Satu.

"Apa yang terjadi. Apakah manusia bernama Ki Ageng Sadayana sudah berubah pikiran dan menjadi orang yang tidak bisa lagi dipercaya?"

Perwira Satu dan Perwira tertinggi yaitu perwira Tiga saling pandang.

"Bila Mutiara Kramat dibawa pergi dari tempat penyimpanan yang aman. kita semua berada dalam masalah besar. Panglima jahanam yang kita pendam dalam jurang berkerangkeng besi itu pasti bakal sanggup meloloskan diri dari balik penjara yang kita buat."

Ujar Perwira Dua mengingatkan.

"Aku khawatir semua kekuatannya pulih setelah puluhan tahun tidak berdaya."

Desis Perwira Tiga cemas

"Dia pasti segera mencari Mutiara itu.
Bila Mutiara dia dapatkan dan dibawanya kembali ke kerajaan Kuno negeri itu bakal dilanda masalah besar.Peperangan tidak akan pernah padam, kejahatan semakin merajalela." kata Perwira Satu.

"Kita harus melakukan sesuatu bila Bethala Karma terbebas dari pasungan Delapan Paku Bumi, manusia juga akan menjadi korbannya. Dia bakal membuat kekacawan di dunia persilatan."

Ujar perwira Dua.

"Tidak apa-apa bila kekacauan itu terjadi di dunia kehidupan manusia asalkan tidak di negeri kita," menyahuti Perwira Satu.

"Tidak!"

Sentak Perwira Tiga tidak sependapat

"Kita yang membawa masalah itu ke sini karena kita telah membawa Mutiara Kramat dan melarikannya ke sini.
Manusia sejak lama memang kerap bermusuhan terhadap sesamanya. Tapi segala kekacauan ini disebabkan oleh kita! aku tidak ingin manusia menuai susah."

Perwira Satu menyeringai.

"Aha, tak disangka kiranya sahabat kita yang satu ini kini mulai berpihak pada manusia. Padahal semua tahu kita adalah musuh utama manusia?"

Kata perwira satu sambil mengusapi kepala botaknya yang plontos.

"Kita ini tiga setan yang berbeda dengan setan-setan lainnya. Itulah sebabnya mengapa manusia menyebut kita sebagai Tiga Setan Putih. Kita tidak bermusuhan dengan manusia malah aku cenderung menganggap manusia sebagai sahabat,"

Kata perwira Dua.

"Lagi pula harus diingat, selama berada di kehidupan manusia telah banyak bantuan yang diberikan oleh mereka. Mereka membantu menyelamatkan Mutiara itu dari tangan Bethala Karma. Orang seperti Ki Ageng Sadayana dan Raga Sontang, juga Manusia seperti Peri Halilintar dan sahabatnya Sora Magandala. Tanpa mereka mustahil kita bisa melakukan tapa di sini."

Mendengar ucapan perwira Dua membuat perwira Satu terdiam.

Dia berpikir apa yang dikatakan sahabatnya itu memang ada benarnya.

"Siapa yang menjaga Mutiara Kramat di puncak gunung Papandayan."

"Siapa pula yang menjaga penjara di kaki gunung Dieng? Semuanya dilakukan oleh manusia bukan mahluk-mahluk seperti mereka."

Seakan sadar dirinya telah salah bicara Perwira Satu tiba-tiba membuka mulut.

"Maafkan aku. Aku terlalu tergesa-gesa dalam menilai sesuatu. Sekarang apa yang harus kita lakukan?"

Tanya perwira Satu tidak sabar.

"Menurutku"

Ucap perwira Tiga.

"Lebih baik kita ambil saja mutiara itu. Kemudian kita pergi ke tempat yang lain."

"Kau ini bagaimana. Lihat pada diri kita sendiri. Menyalanya tanda dikening kita menjadi sebuah Pertanda benda itu telah dibawa pergi dari tempat penyimpanannya. Mungkin saja mutiara kramat dirampas orang walau tidak tertutup kemungkinan dibawa pergi oleh Raga Sontang."

"Artinya seandainya kita pergi menjemput mutiara di puncak Papandayan kita tak akan menemukannya."

"Ya.terkecuali kita bisa menemukan orang yang telah mengambil."

"Kalau begitu,"

Ujar perwira Tiga.

"Sebaiknya kita harus membantu penjaga penjara Bethala Karma, karena Bethala Karma menjadi ancaman satu-satunya yang paling berbahaya. Sebelum terlambat dan kalau panglima gila itu masih terkurung dalam penjara kita habisi dia,"

Usul perwira satu.

Dua sahabatnya saling pandang.

Perwira Tiga melangkah maju. Dengan tatapan tajam dia membuka mulut mengingatkan.

"Kini kita hanya bertiga, puluhan tahun yang lalu kita bertujuh. Bethala Karma bukan mahluk sembarangan. Dengan muslihat kita bisa mengalahkannya. Tapi harus diingat kita sendiri telah kehilangan empat sahabat baik. Dahulu bertujuh kita masih kewalahan apalagi kini kita bertiga. Aku khawatir seluruh kekuatan panglima perang itu telah pulih. Walaupun ilmu kesaktian kita mengalami kemajuan yang hebat, tapi sehebat apapun diri kita bantuan dari manusia tetap kita butuhkan."

"Siapa diantara sekian banyak manusia berilmu dan berkepandaian tinggi yang bisa kita harapkan bantuannya?" tanya perwira Dua ragu-ragu.

Perwira Tiga terdiam.
Sedangkan perwira Satu tiba-tiba membuka mulut.

"Bethala Karma sesungguhnya dua mahluk kembar dua jiwa yang berada dalam satu tubuh. Dia mempunyai dua pikiran. Masing-masing jiwa yang berada dalam satu tubuh itu mempunyai kekuatan istimewa. Kekuatan ini yang kuanggap sulit dicari tandingannya."

Jelas Sang perwira. Dia terdiam sejenak, setelah dua sahabatnya diam mendengarkan. Perwira ini melanjutkan,

"Dalam tapa aku selalu memohon petunjuk pada para dewa agar diberi jalan keluar dari segala kesulitan yang kita alami.Sampai pada suatu saat yang tak bisa kuingat kapan waktunya, aku melihat seolah-olah seorang pemuda gondrong bertingkah aneh datang menemuiku."
Raja Gendeng 18 Mutiara Tujuh Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Bagaimana ciri-ciri pemuda itu?"

Tanya perwira Tiga.

"Orangnya gagah, selain gondrong dia masih muda. Aku melihat dia memakai pakaian kelabu, Pakaian itu mengandung getaran aneh dan kurasa bukan pakaian biasa. Dia juga membekal sebuah senjata berupa sebilah pedang berwarna keemasan. Dia memperkenalkan diri. Namanya Raja dan disebut Sang Maha Sakti Raja Gendeng." jelas perwira Satu bersungguh-sungguh.

Walau terlihat sungguhan namun kedua sahabatnya tak kuasa menahan tawa mendengar julukan yang disebutkan perwira Satu.

"Ha ha ha! Sang Maha Sakti Raja Gendeng, Bagaimana mungkin di dunia ini ada seorang raja sakti dan gendeng pula. Aku rasa petunjuk yang kau dapat bukan datang dari dewa tapi datang dari setan edan gentayangan,"

Kata perwira Tiga disertai gelak tawa.

"Aku kurang percaya dengan petunjuk yang kau dapatkan itu."

Perwira Dua ikutan mencibir.

Walau sadar kedua sahabat tidak mempercayai Ucapannya namun perwira Satu tidak merasa tersinggung. Malah dengan tenang sekali lagi dia berucap.

"Terserah sahabat berdua mau berkata apa yang jelas jika petunjuk yang kudapatkan datang dari setan edan gentayangan mana mungkin pemuda itu datang berulangkali. Di samping itu aku punya bukti lain yang memperkuat kebenaran petunjuk."

"Bukti apa?"

Tanya Perwira Dua tidak mengerti

"Katakan pada kami cepat,"

Timpal perwira Tiga tidak sabaran

"Bukti itu berupa memancarnya cahaya pada tanda yang terdapat dikening kita masing-masing.Dalam wangsit kudapatkan petunjuk begitu kita sadar di kening kita akan muncul cahaya. Cahaya putih itu bukannya sembarangan.Cahaya itu bila disatukan akan menuntun pendekar yang kumaksudkan datang pada kita."

Terang sang perwira Satu apa adanya.

Perwira Dua dan perwira Tiga sama berpandangan.

Tidak terduga keduanya tiba-tiba tertawa tergelak-gelak.

"Pewira Satu, Kau dan kami sama-sama setan. Apakah mungkin ada setan lain yang telah memasuki tubuhmu hingga membuatmu bicara ngaco tidak karuan begini?"

Dengus perwira Tiga sesaat setelah gelak tawanya terhenti.

"Semakin banyak bersemedi tidak hanya ilmu dan kesaktianmu saja yang bertambah.Tapi kegilaanmu makin menjadi-jadi." cibir perwira Dua sambil pencongkan mulutnya.

Diejek dan dicaci sedemikian rupa bukannya membuat perwira Satu tersinggung. Dia malah bersikap acuh tenang dan dengan penuh keyakinan dia berkata.

"Aku juga mendapat petunjuk yang lain."

"Hah, petunjuk lagi?"

"Memangnya ada berapa petunjuk yang kau dapatkan?"

Kata perwira Dua dengan mata terbelalak

"Nampaknya para dewa lebih berpihak padamu. Kami cuma mendapatkan tambahan ilmu sakti sedangkan kau dapat segalanya."

Ejek Perwira Tiga.

Perwira Satu tersenyum namun tatap matanya yang tegar nampak bersungguh-sungguh. Dengan tenang dia berkata.

"Banyak petunjuk yang kudapat, tapi buat apa semuanya kuberitahukan kalian. Biarlah petunjuk lain yang diberikan dewa padaku cukup kusimpan dalam hati. Aku tidak akan membicarakan karena itu bisa membuat malu salah satu diantara kita!"

"Heh, sejak kapan kau merahasiakan sesuatu dari kami?"

Tukas perwira Satu

"Aku tidak perduli."

Kata perwira Tiga ikut penasaran.

"Disini tidak ada orang, cuma ada tiga setan mengapa harus malu."

Karena terus didesak sambil senyum-senyum perwira Satu berujar.

"Kumulai dari perwira tertinggi diantara kita yaitu perwira Tiga. Katakanlah dan akui suatu saat dimasa yang lalu, dulu bahkan dulu sekali kau pernah mempunyai mempunyai aurat ganda. Kemudian kau datang pada seorang dukun Setan Delapan Penjuru dan meminta juru obat itu untuk menghilangkan salah-satu aurat yang tidak lempang. Ha ha ha!"

Kejut dihati perwira Tiga bukan alang kepalang mendengar ucapan perwira Satu.

Perwira Tiga hanya bisa tercengang, mata terbelalak lalu dekap wajahnya. Dengan malu-malu dia menyahuti.

"Itu adalah kejadian paling memalukan. Pasti ada setan usil yang memberi tahu dirimu."

Perwira Satu gelengkan kepala.

"Itu merupakan sebuah petunjuk juga. Kau tidak perlu malu mengakuinya. Dan tidaklah ini sebuah kebenaran,"

Ucap perwira Satu tenang.

Selanjutnya sambil menghela nafas dia melirik pada perwira Dua.

"Apakah kau juga ingin tahu petunjuk yang kudapat tentang dirimu?"

Takut rahasia besarnya dibongkar perwira Satu maka Perwira Dua buru-buru menyahuti.

"Tidak! Kau tidak perlu mengatakannya. Aku sudah percaya segala petunjuk yang kau dapat sekarang."

"Curang! Harusnya kau mengatakan petunjuk gila yang kau dapatkan tentang dia!" sentak perwira Tiga merasa mendapat perlakuan tidak adil.

"Jangan! Kalau kau mengatakan rahasiaku aku akan memindahkan mulutmu ke pohon itu!"

Ancam perwira Dua.

"Baiklah. Aku merasa tidak ada gunanya membicarakan kekurangan diantara kita. Tadi aku terpaksa mengatakan salah satu bukti karena kalian tidak percaya dengan petunjuk yang kudapatkan."

Ujar perwira Satu.

Perwira Tiga yang merasa tidak puas hanya bisa bersungut-sungut. Sedangkan perwira Dua menghela nafas lega sementara dalam hati dia berkata.

"Bagusnya perwira Satu tidak menceritakan rahasia besarku. Seandainya perwira Tiga tahu, aku bisa malu pada dunia."

"Begini. Cahaya yang muncul pada tanda yang terdapat pada kening kita masing-masing sebagaimana yang kukatakan dapat kita pergunakan untuk menghadirkan pemuda yang bernama Raja Gendeng itu."

Terang sang perwira Satu.

"Caranya?"

Tanya perwira Dua.

"Caranya tidak sulit. Kita bertiga saling bergandengan tangan satu sama lain. Cahaya yang terdapat dikeningku dan di kening perwira Dua harus diarahkan lurus ke arah tiga cahaya yang terdapat dikening perwira Tiga. Aku punya satu tanda berarti aku punya satu cahaya. Sedangkan perwira dua punya dua tanda berarti punya dua cahaya. Bila disatukan jumlahnya ada tiga. Dikening perwira Tiga sesuai dengan jabatan di negeri asal ada tiga. Nah kita hanya menyatukan tiga cahaya ke kening perwira tiga. Setelah tiga pasang cahaya saling bertemu apa pun yang terjadi harap jangan dihiraukan," terang perwira Satu.

"Hmm, aku tahu maksudnya. Aku sudah siap," sahut perwira Dua.

"Bagaimana denganmu perwira Tiga?"

Tanya perwira Satu

"He he he. Karena aku yang paling banyak punya tanda kepangkatan, tentu aku siap-siap saja. Ya sudah, kalian menghadaplah kearahku!"

Ucap perwira Tiga.

Perwira Satu dan Dua melangkah lebih mendekat.

Dua tangan masing-masing diulur, Ketika semua tangan bertaut satu sama lain, Perwira Satu dan perwira Dua tatap ke depan.

Mata saling beradu pandang.

Setiap tanda yang pancarkan cahaya putih sejuk beradu.

Dan apa yang terjadi kemudian menjadi sesuatu yang sungguh-sungguh mengejutkan bagi ketiga perwira itu.

Tubuh mereka mula-mula bergetar.

Dari bagian ubun-ubun mengepulkan uap berupa kabut tipis menebarkan bau aneh menyengat.

Bersamaan dengan itu dari dada, perut serta wajah mereka memancarkan cahaya terang menyilaukan,

Di atas langit bersambung, petir menggelegar, hembusan angin menerpa dari segenap penjuru arah.

Tiga perwira setan terguncang hebat, Otak mereka serasa mendidih.

Kemudian seiring dengan semakin bertambah terangnya pancaran yang terdapat dikening mereka sayup-sayup dikejauhan terdengar teriakan dan gerutuan.

"Setan alas! Kekuatan gila apa yang menarik tubuhku begini rupa? Mengapa aku seperti tidak kuasa menolaknya. Kalau dibetot begini semua perabotan di tubuhku bisa copot. Oalaa...!"

Satu ledakan luar biasa dahsyat mengguncang tempat di mana tiga perwira saling berpegangan tangan.

Ketiga mahluk dari luar jagad jatuh berpelantingan. Sedangkan setiap cahaya yang memancar dari masing-masing tanda sekonyong konyong menjadi padam.

Lalu selagi tiga perwira setan berusaha bangkit berdiri, mereka melihat di kegelapan malam satu sosok bayangan berpakaian kelabu jungkir tak karuan rupa seolah jatuh dari langit.

Dengan gerakan kalang kabut tak karuan rupa sosok yang jatuh dari ketinggian akhirnya dapat jatuhkan diri dalam keadaan setengah berlutut.

Begitu menyentuh tanah mata jelalatan memperhatikan keadaan di sekitarnya. Dari mulut terdengar ucapan.

"Edan! Tempat seperti apa ini? Mengapa sunyi mirip kuburan."

Kata pemuda itu yang tak lain adalah Sang Maha Sakti Raja Gendeng.

Dengan mulut termonyong-monyong dia bangkit berdiri. Tangan menggaruk kepala tiada henti mengomel.

"Selagi kaki enak dipakai berjalan.Tiba tiba ada angin aneh menyeret tubuhku kesini.Memangnya aku orang lumpuh atau apa harus ditarik diseret-seret. Pasti itu bukan angin biasa. Ada seseorang yang sengaja mengerjaiku. Gila betul, apa dia tidak tahu aku ini seorang raja, seorang paduka Raja walau cuma Raja Gendeng. Ha ha ha!"

Kata sang pendekar.

Walau jengkel dan marah mulut tetap mengumbar gelak tawa.

Tiga perwira setan saling pandang.

Dalam kebimbangan yang dibalut perasaan cemas kalau tidak dapat dikatakan takut Tiga Setan Putih melangkah mendekati.

******

Raja Gendeng 18 Mutiara Tujuh Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah meninggalkan dusun Bambu. Raja memutuskan untuk mencari tahu siapa sebenarnya yang telah membunuh Lohpati serta belasan pengikutnya dengan senjata rahasia beracun Jarum Nibung Hitam.

Seperti diketahui Lohpati jauh-jauh datang dari Gunung Kidul untuk memenuhi permintaan seseorang agar Lohpati bersama pengikutnya mencari dan menemukan Mutiara Tujuh Setan.

Mengingat Lohpati bukanlah orang dari golongan hitam namun juga bukan dari golongan putih maka mungkin saja laki-laki itu melakukan tugas karena mendapatkan imbalan tertentu.

Yang menjadi pertanyaan.

Siapa sebenarnya pemesan Mutiara Tujuh Setan?

Mengapa Sang pemesan tidak mau mencari sendiri Mutiara yang diinginkan.

Selagi sang pendekar bertanya-tanya dalam hati, pada saat itu tiba-tiba terdengar deru angin datang dari delapan penjuru arah.

Deru angin muncul disertai dengan kilauan cahaya yang datang mendahului.

Kemudian selagi sang pendekar dibuat terkesima melihat perubahan yang datang saat itulah cahaya putih bersama deru angin menyambar-tubuhnya.

Belum sempat Raja menyadari segala keanehan yang terjadi pada diriya tahu-tahu tubuhnya telah dibawa melambung ke atas lalu selayaknya orang yang terseret arus air bah, pemuda ini ditarik ke satu arah menuju ke timur.

Dalam kegelapan Raja tidak tahu ke mana- dirinya dibawa.

Setelah berkali-kali berusaha untuk meloloskan diri tak mendapatkan hasil maka akhirnya dia pasrah.

Hanya mulutnya saja yang terus menerus melontarkan kata-kata.

"Hmm, aku melihat seperti ada candi tua diujung kegelapan itu," gumam sang pendekar.

"Aku dibawa ke tempat yang keadaannya tidak menyenangkan. Begitu dingin. Tidak ada satu manusiapun di tempat ini. Kurasa cuma setan gundul saja yang mau menetap di tempat ini."

Gerutu pemuda itu dengan wajah kesal.

Namun tidak disangka-sangka tiba-tiba ada satu suara menyahuti.

"Sejak puluhan tahun yang lalu Candi kuno ini memang didiami oleh tiga setan yang kebetulan berkepala gundul. Anak muda apakah kau orangnya yang bernama Raja dan biasa disebut Sang Maha Sakti Raja Gendeng?"

Terkejut tidak menyangka ada orang lain di tempat itu bahkan mengenal nama dan julukannya Sang pendekar cepat menoleh dan memandang ke arah datangnya suara.

Dalam keremangan yang diterangi cahaya bintang pemuda itu melihat seorang laki-laki beralis tebal mencuat ke atas.

Pakaiannya serba putih dan berkepala botak licin.

Dia memiliki satu tanda di tengah keningnya.

Laki-laki itulah yang tadi keluarkan ucapan sambil menyeringai.

"Pakaian serba putih, kepala botak siapa kau? Sungguhkah kau penghuni kuil kuno ini ataukah kau manusia yang hanya mengaku-ngaku sebagai setan gundul,"

Tanya pemuda itu dengan sikap waspada. Diam-diam dia alirkan tenaga dalam kebagian tangannya.

Perwira Satu menyeringai memperlihatkan gigi- giginya yang besar jarang seperti kapak. Dia tidak menjawab melainkan melirik ke arah sebelah kiri juga ke arah belakang sang pendekar.

Heran namun curiga Raja ikutan menoleh menatap ke arah yang sama. Melihat disamping dan di belakangnya masih ada dua laki-laki lain berpenampilan sama sang pendekar menjadi tercengang.

"Astaga! Masih ada dua setan gundul yang lain." desisnya.
Dua laki yang disebut paling belakang yang tak lain adalah perwira Dua dan Tiga malah menyeringai sambil usap-usap kepala botaknya.

"Kami memang setan, tapi kami Tiga Setan Putih yang baik dan kebetulan berkepala gundul, anak muda kau tak usah takut kami tidak menggigit." kata perwira Tiga.

"Kami tidak menyakiti apalagi bermaksud membuatmu takut."

Tidak mau ketinggalan perwira Dua juga ikutan bicara.

Raja menyeringai.

"Siapa yang takut pada kisanak berdua. Biarpun kalian mengaku setan aku tak perduli,"

Sahut Raja acuh.

"Bagus, aku suka dengan orang sepertimu. Tapi apakah benar kau orangnya yang bernama Raja berjuluk Sang Maha Sakti Raja Gendeng?"

Bertanya perwira Tiga tidak sabaran.

Sang pendekar terdiam,

Dia berpikir apakah ketiga laki-laki berkepala botak itu bisa dipercaya?

Tapi melihat wajah dan tampang yang lucu-lucu polos itu membuat Raja merasa bahwa mereka bukanlah orang yang patut dicurigai.

"Kalau benar, lalu kalian bertiga ini siapa?"

Tiga Setan Putih saling pandang sesamanya. Kemudian setelah mempersilahkan sang pendekar duduk dipendataran batu yang dingin tiga perwira ikutan duduk di depan pemuda itu

"Aku perwira Tiga."

Terang si botak yang bertubuh paling tinggi.

Selanjutnya secara berurutan dia memperkenalkan dua temannya yang lain.

Dengan dibantu perwira Satu perwira Tiga menjelaskan asal usul serta duduk persoalan yang sebenarnya.

Tidak lama setelah kedua perwira itu menceritakan masalah yang dihadapi, sang pendekar tiba-tiba berkata.

"Hmm jadi kalian yang telah membimbingku kesini? Semula aku mengira aku terseret angin aneh dari surga, tidak tahunya aku dibawa kesini untuk menemui tiga setan gila. Kalian mengaku perwira, namun penampilan kalian seperti pemuka agama."

"Menurutku penampilan tidak penting. Yang paling utamakan isi hati,"

Ujar perwira Dua.

Perwira ini lalu melirik ke arah dua perwira lainnya. Perwira Tiga menghela nafas. Sambil menatap Raja dia membuka mulut.

"Menurut sahabat kami perwira Satu. Dalam petunjuk yang didapatnya dari tapa. Hanya kau orangnya yang mampu membantu kami dalam melindungi Mutiara Kramat atau Mutiara Tujuh Setan"

"Lagi-lagi tentang Mutiara Tujuh Setan. Semula aku mengira kalian membawaku kemari untuk di- pertemukan dengan seorang puteri yang cantik."

Gerutu Raja pura-pura tunjukkan wajah kecewa.

Tiga perwira tercengang.

"Ah, tidak mengapa. Bila kau memang ingin bertemu dengan seorang puteri yang cantik. Semua itu bisa diatur. Kelak bila semua urusan ini telah selesai kami bisa menghadirkan seorang puteri yang paling cantik bukankah begitu sahabat perwira Satu dan Tiga,"

Ujar perwira Dua.

"Oh tentu. Puteri di negeri kami cantik-cantik. Saking cantiknya bila manusia melihatnya bisa jatuh pingsan."

Sahut perwira Tiga disertai tawa dua perwira lainnya.

"Setan mana ada yang cantik. Baru melihat saja orang sudah jatuh pingsan berarti wajah setan sungguh menyeramkan. Tapi sekali lagi kukatakan aku tidak perduli,"

Dengus Raja sambil pencongkan mulutnya.

"Ucapanmu itu apakah berarti kau setuju dengan permintaan kami?"

"Permintaan apa? Mencari dan melindungi Mutiara Tujuh Setan? Memangnya mutiara itu ada dimana? Mengapa harus dilindungi?" tanya sang pendekar tidak mengerti.

"Perwira Satu, kau adalah orang yang paling banyak bicara. Sekarang jelaskan segala sesuatunya tentang Mutiara itu pada sahabat kita Raja," pinta perwira Tiga.

"Eit, tunggu. Aku belum tentu mau menjadi sahabat tiga mahluk gundul seperti kalian. Menerangkan sesuatu yang tidak kuketahui boleh-boleh saja, namun untuk menjadi sahabat nanti dulu." tukas Raja membuat tiga Setan Putih melongo.

Perwira Satu tidak mau larut dalam keheranan. Sambil mengulum senyum dia berucap.

"Tak mau menjadi sahabat tidak mengapa yang terpenting kau mau membantu dan menolong kami tiga mahluk yang sedang dalam kesulitan besar."

Sang perwira kemudian menceritakan apa yang dulu pernah mereka lakukan dan alami.

Dia juga tak lupa menceritakan ancaman besar yang kemungkinan datang dari musuh utama mereka.

Di depannya Raja mendengar dengan seksama walau terkadang dia mengorek-ngorek telinganya dengan jari tangan.

Selesai mendengar semua penuturan perwira Satu, Raja manggut-manggut.

Lalu dengan polos dari mulutnya meluncur ucapan.

"Sungguh kisah yang bagus namun menyedihkan."

"Eeh, mengapa kau berkata begitu?"

Tanya perwira Dua terheran-heran.

"Apakah ada yang aneh dalam ucapanku? Ketahuilah dalam kehidupan manusia. Mahluk seperti kalian adalah mahluk yang jahat, rupa buruk mengerikan dan kalian adalah musuh kami. Sekarang setelah mendengar penjelasan perwira Satu ternyata ada juga setan yang baik."

"Jadi apakah kau bersedia membantu dan menolong kami?" tanya perwira Tiga.

"Apa yang harus dilindungi? Mutiara Tujuh Setan tidak ada pada kalian. Perwira Satu hanya mengatakan seseorang kemungkinan akan membawa mutiara kemari. Tapi semuanya belum pasti. Sementara di dunia persilatan terjadi kegegeran karena banyak yang menginginkan mutiara itu. Lalu tentang Bethala Karma panglima perang kerajaan kuno yang dimaksud perwira Satu aku sendiri ingin memastikan apakah dia dari istana kuno di negerinya para setan ataukah istana kuno di tanah Dwipa? Sebab yang kuketahui istana paling kuno di dun?a persilatan adalah Istana Es."

"Tentu saja istana kuno di negeri setan."

Tegas perwira Satu

"Aku percaya, sering kudengar di negeri setan banyak terdapat istana megah berdiri. Segala sesuatunya bagiku menjadi tambah jelas, namun yang membuatku tidak mengerti, bukankah menurut perwira Satu, Bethala Karma sesungguhnya tengah berada dalam sebuah penjara yang kalian buat sendiri? Bagaimana mungkin dia bisa meloloskan diri setelah puluhan tahun dipasung dengan Delapan Paku Bumi?"

Kata pemuda itu lalu menatap tiga perwira di depannya.

"Pendekar,"

Ucap perwira Dua.

"Mutiara Tujuh Setan bukanlah mutiara sembarangan."

"Benda itu punya daya tarik luar biasa hebat bagi orang yang menginginkannya. Bethala Karma termasuk salah satu mahluk yang ingin memilikinya sejak dia berada di tempat asal kami. Kami terpaksa menyimpannya di puncak gunung bukan tanpa maksud, Mutiara kramat kekuatannya tidak akan bersinggungan langsung dengan Bethala Karma bila berada jauh dari atas tanah. Seandainya mutiara dibawa seseorang turun dari gunung, maka Bethala Karma segera dapat merasakannya. Dan itu telah terjadi. Walau tidak melihat bagaimana keadaan mahluk ganas yang satu itu ditempat penjara dikawasan kaki gunung Dieng namun kami yakin dia telah mnghimpun kekuatannya kembali. Dia berusaha keluar dari tempat pemasungan dan mulai melakukan pengejaran pada mutiara itu."

"Kalau demikian kita harus menemukan orang yang telah dipercaya membawa Mutiara Tujuh Setan tersebut."

Ujar Raja.

"Memang benar. Tapi sejauh ini kita tidak pernah tahu siapa yang dipercaya oleh Raga Sontang untuk mengembalikan mutiara kramat pada kami,"

Sahut perwira Satu.

"Bukankah dulu kalian bertiga mempercayakan mutiara pada Ki Ageng Sadayana?"

Raja Gendeng 18 Mutiara Tujuh Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanya Raja

"Itu betul. Tapi yang dipercaya oleh Ki Ageng Sadayana untuk menjagai benda yang kami titipkan adalah seorang pertapa yang bernama Raga Sontang." jawab perwira Tiga.

"Apakah tidak seorangpun salah satu dari mereka yang pernah muncul ke tempat ini?"

"Belum. Baru kau seorang."

"Aku tidak mungkin membantu kalian dan melakukan dua tugas sekaligus. Aku bukan burung yang dapat terbang kesana kemari. Menurutku lebih baik kalian yang menyusul orang yang dipercaya untuk mengembalikan mutiara. Sedangkan aku bisa pergi ke Dieng...."

"Tidak. Kau tidak harus ke sana. Kami yakin Bethala Karma akan mencari kami. Karena itu alangkah baiknya bila kita tetap bersama-sama. Cepat atau lambat mahluk itu pasti akan menemukan kami."

Potong perwira Dua.

"Hh, aku sebenarnya bukan orang yang suka diatur-atur. Tapi kalau kalian sudah memutuskan begitu. Aku akan mengikuti permintaan kalian."

"Pendekar. Atas nama kebaikan kami mengucapkan terima kasih padamu." kata ketiga perwira itu lalu menjura sebagai tanda penghormatan.

Melihat cara perwira yang menjura sambil songgengkan pantatnya. Sang pendekar pun tak kuasa menahan gelak tawa.


******

Semburan awan panas disertai guncangan di tepi jurang tempat di mana Bethala Karma sang mahluk luar jagat yang mempunyai anggota tubuh serba dua menjadi tambah menggila.

Peri Halilintar yang berdiri dimulut jurang kerangkeng besi membara sebenarnya makin bertambah curiga. Dia lalu julurkan kepala menatap ke bagian bawah. Dia melihat mahluk berkepala dua itu ternyata masih tetap duduk di tempatnya.

Sang Bethala duduk diam seakan tidak berbuat sesuatu atau merencanakan sesuatu.
"Tanda-tanda bahaya semakin hebat. Kepulan awan panas dan guncangan pada tanah lebih sering terjadi.Dan...."

Gadis berpakaian biru riap-riapan tidak lanjutkan ucapan melainkan dongakkan kepala ke atas. Dia melihat ratusan kelelawar yang biasa berdiam di bagian lembah terlihat terbang berputar-putar diatas ketinggian langit

"Kawanan kelelawar saja tidak mau mendekat." kata Peri Halilintar.

Dia kemudian layangkan pandang ke bawah Sekali lagi dalam hati dia berucap.

"Aku sangat yakin dia sedang merencanakan sesuatu!"

Berpikir sampai kesitu, Peri Halilintar tiba-tiba saja keluarkan seruan.

"Hei, mahluk pembawa petaka. Rencana apa yang tengah kau susun dalam otak dikedua kepalamu? Apakah kau berpikir untuk meloloskan diri? Ketahuilah kau tidak bakal lolos dari situ selama- lamanya. Hik hik hik!"

Bethala Karma menyeringai.

Tiba-tiba saja dari mulut yang terdapat di dua kepala keluarkan suara raungan dahsyat laksana raungan serigala di malam buta.

Dengan gerakan tidak terduga Bethala Karma melompat bangkit.

Gerakan ini disusul dengan gerakan lanjutan.

Dua pasang tangan tiba-tiba disapukan ke arah kerangkeng besi yang panas membara dikobari api.

Dua puluh jemari tangan berkelebat disertai menyemburnya cairan putih dari setiap ujung jemari.

Cairan putih menebar bau busuk menyengat yang dikenal dengan nama Susu Gembala Neraka itu menyembur dan menghantam pilar-pilar besi kerangkeng mengeluarkan suara letupan dan suara besi panas yang dicelupkan dalam air dingin.

Satu kejadian luar biasa disaksikan oleh Peri Halilintar.

Kerangkeng besi yang selama puluhan tahun mengurung Bethala Karma tiba-tiba menjadi leleh.

Api yang membakar kerangkeng serta merta menjadi padam.

Bethala Karma menyeringai lalu umbar suara gelak tawa.

"Kekuatan yang kumiliki telah pulih sepenuhnya. Kini tidak ada lagi yang menghalangiku menuju kebebasan. Hreaah..."

Sambil tertawa sang mahluk berkepala ganda hantamkan dua tangan ke atas berusaha singkirkan sisa sisa kerangkeng besi yang membuatnya tak dapat bergerak leluasa.

Deru angin panas disertai berkiblatnya cahaya merah kehitaman bergulung melabrak apa saja yang dilaluinya dan terus bergerak menuju ke mulut tebing.

Melihat ini Peri Halilintar segera selamatkan diri dengan berjumpalitan kebelakang.

Sedangkan dari mulutnya terlontar ucapan,

"Panas Menggila Api Neraka!"

Teriak sang dara yang rupanya mengenali nama pukulan yang dilepaskan Bethala Karma.

Wous!

Blaam!

Sang dara melihat betapa gumpalan api merah kehitaman tidak hanya memberangus mulut tebing tapi juga membubung ke udara setinggi sepuluh tombak dari tanah lalu mengeluarkan suara letupan.

Peri Halilintar bergidik ngeri.

Sambil leletkan lidah dan usap tengkuknya yang mendadak jadi dingin dia pun segera bangkit

"Mahluk ini.Sebagaimana pesan yang tertera dalam kitab batu bertulis agaknya benar-benar dapat membebaskan diri. Aku harus melakukan tindakan untuk mencegahnya!"

Memikir demikian sebelum semburan api yang dilepaskan Bethala Karma benar-benar padam.

Gadis ini menyambar sebuah benda hitam yang terselip di pinggangnya.

Sret!

Begitu benda disentakkan, benda itu langsung mengembang laksana kipas disertai suara deru dan tebaran angin dingin.

"Kipas Mustika Penutup Liang Lahat!"

Seru Peri Halilintar menyebut senjata di tangannya.

Secepat kilat kipas dia lontarkan ke mulut jurang, Kipas berputar dengan kecepatan laksana titiran.

Dalam perjalanan menuju mulut jurang kipas itu tiba-tiba berubah membesar sekaligus mengembang ketika kipas jatuh dimulut jurang yang luas seluruh kipas sanggup menutup jurang itu

"Gadis gila! Kau hendak mengurungku dengan senjata aneh rongsokan ini?!"

Teriak Bethala Karma.

Peri Halilintar menyeringai.

Namun belum sempat dia menyahuti ucapan mahluk itu tiba-tiba saja...

Braak!

Kipas hancur berlubang besar di bagian tengah.

Dari balik lubang yang hancur menyembul sepasang tangan.

Melihat ini Peri Halilintar tidak tinggal diam. Sadar sang mahluk kiranya merangsak keluar dari dasar jurang sang dara segera menghantamnya dengan satu pukulan sakti yang dikenal dengan nama Panah Langit Mendera Bumi.

Tangan kanan dikibaskan ke arah sepasang tangan yang mencuat ke atas.

Dari telapak tangan Peri Halilintar melesat tiga cahaya biru berbentuk seperti anak panah dengan ukuran besar.

Ketika cahaya berbentuk anak panah melabrak sepasang tangan lawan yang mencuat menggapai bibir tebing tidak terduga muncul sepasang tangan yang lain.

Seakan dapat melihat apa yang dilakukan Peri Halilintar sepasang tangan muncul belakangan tiba-tiba melakukan gerakan menangkis melindungi tangan yang menggapai tebing

Bumm!

Tiga cahaya biru berbentuk anak panah menghantam sepasang tangan berkulit hitam berjari tangan panjang dengan kuku-kuku mencuat berlubang di bagian tengah, mengepulkan asap dan tebaran bau daging busuk terbakar.

Dari balik mulut jurang terdengar suara raungan bercampur gelak tawa.

Lalu....

Wuut!

Braak!

Tangan yang berkubang lenyap.

Kipas yang menutup mulut jurang berderak hancur berubah menjadi kepingan bertebaran.

Satu sosok melesat keluar lalu jungkir balik menjauh dari lubang, kemudian jejakkan diri tak jauh dari hadapan Peri Halilintar,

Bethala Karma, sang pemimpin perang.

Mahluk luar jagad yang memiliki dua pasang tangan, dua pasang kaki, dua pasang mata, kepala dan telinga lebar itu menyeringai.

Seumur hidup Peri Halilintar dan Sora Magandala yang mengemban tugas, sebagai penjaga penjara kurungan sang mahluk, baru malam ini dia dapat menyaksikan bagaimana ujud sang mahluk sesungguhnya.

Bethala Karma selain berkulit hitam ditumbuhi bulu-bulu kasar berjingkrak, juga memiliki ukuran tubuh dan tinggi tiga kali lebih besar dari ukuran tubuh manusia normal.

Dalam satu tubuh namun dengan anggota badan serba ganda penampilan Bethala Karma jauh lebih angker dibandingkan saat dirinya terkurung di balik kerangkeng membara.

"Aku tidak melihat temanmu yang bermama Sora Magandala.Kemana perginya monyet lanang yang satu itu,"

Geram Bethala Karma setelah melihat Peri Halilintar hanya seorang diri. Walau sempat dicekam rasa gentar namun sekejab saja dara cantik berambut riap-riapan sudah dapat menguasai diri.

Sambil tersenyum dia menjawab.

"Temanku Sora Magandala dalam keadaan baik-baik saja!"

"Mengapa kau menanyakannya. Bukankah ada aku di sini yang bisa menemanimu?"

Berkata demikian Peri Halilintar julurkan lidah basahi bibir liukkan pinggangnya yang besar bagus sambil kembang kempiskan dadanya.

Gerakan-gerakan konyol yang diperlihatkan Peri Halilintar sempat membuat setiap mata yang terdapat dikedua kepala Bethala Karma yang hanya mempunyai titik hitam kecil di bagian tengah mata jadi belingsatan.

Dua mulut ternganga sambil menelan ludah.

Walau bukan manusia namun sebagai mahluk yang juga memiliki nafsu.

Sekian lama berada dalam penjara.

Dia tidak pernah melihat atau menyentuh wanita.

Sang mahluk sempat terpancing.
Raja Gendeng 18 Mutiara Tujuh Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tapi ketika dia menyadari ada urusan yang harus diutamakan. Bethala Karma segera menyingkirkan jauh-jauh segala keinginan nistanya itu.

Sayang kesadarannya cukup terlambat.

Peri Halilintar yang melakukan gerakan itu hanya untuk mencari kelengahan sang mahluk tiba-tiba berteriak.

"Tidak setan tidak manusia. Pantang melihat bibir bagus, pinggul indah. Matamu.. matamu! Aku ingin menghancurkan empat biji matamu itu!"

Teriakan Peri Halilintar dilanjutkan dengan satu lompatan tinggi. Selagi melompat dua tangan menggapai udara.

Walau tangan terlihat seperti meraih udara kosong. Namun ketika jemari tangan bergerak mengatub tahu-tahu dikedua tangan sang dara telah tergenggam dua buah senjata aneh berbentuk tombak dimana ujung-ujungnya berputar seperti mata bor.

Dua senjata yang diambil secara gaib itu kemudian dia tusukkan ke mata yang terdapat di kepala sebelah kiri dan kepala yang di sebelah kanan.

Bethala Karma hanya sempat melihat berkelebatnya cahaya putih disertai tebaran hawa panas menggidikkan menusuk kebagian matanya.

"Gadis tolol!"

Teriak mahluk itu.

Kemudian sambil melangkah mundur tangan kanan menepis dua senjata yang ditusukkan lawan, sementara dengan menggunakan sepasang tangan yang berada d sebelah belakang dia menghantam.

Gerakan menangkis yang dilakukan dua tangan didepan yang disusul oleh serangan dua tangan yang berada disebelah belakang menimbulkan suara bergemuruh hebat.

Padahal saat itu Bethala Karma baru menggunakan setengah dari seluruh tenaga dalam yang dimilikinya.

Peri Halilintar yang badannya hanya sepertiga dari besar badan Bethala Karma seketika itu merasakan tubuhnya seperti dilabrak angin puting-beliung.

Tak sempat hindari serangan dia hanya mampu lanjutkan tusukan tombak aneh ke mata lawan

Brak!

Sekali menggebrak dua senjata yang seharusnya menusuk mata hancur menjadi kepingan.

Sementara dua tinju menderu.

Peri Halilintar hanya sanggup menghindari salah satu jotosan itu.

Tanpa ampun tinju kiri lawan melabrak perutnya.

Bhees!

"Tugkh..!"

Tidak ubahnya seperti dihantam Palu raksasa sang dara jatuh terpelanting.

Sebelum terhempas punggungnya menghantam pohon besar, pohon ambruk berderak disertai suara bergemuruh dan jatuh ke arah Bethala Karma. Tak menyangka menjadi sasaran jatuhnya pohon.

Sambil menggeram mahluk itu gerakkan dua tangan ke arah pohon.

Empat tinju menderu melabrak pohon besar itu sekaligus.

Braak!

Pohon besar hancur menjadi kepingan.

Setelah hancurkan pohon, dua kepala berputar empat mata mencari-cari ke arah dimana Peri Halilintar terjatuh.

Dua mulut sunggingkan seringai buruk ketika melihat gadis yang menjadi lawannya berdiri dengan terbungkuk-bungkuk, sedangkan dua tangannya disilangkan di atas kepala.

"Apa yang hendak kau lakukan? Lebih baik kau menyerah. Dengan demikian aku akan mempermudah kematianmu dengan mencabik tubuhmu menjadi dua bagian.Hak hak hak!"

Kata Bethala Karma disertai gelak tawa aneh namun membuat telinga Peri Halilintar seperti dipantek paku membara.

"Mahluk jahanam. Di negerimu kau boleh saja menjadi panglima perang yang paling ditakuti. Tapi disini... dinegeri kehidupan manusia. Aku membuatmu berpikir beribu kali untuk bicara sombong mengagulkan diri!"

Dengus Peri Halilintar.

Diam-diam, gadis itu kerahkan tenaga dalam yang disertai pengerahan tenaga sakti.

Setelah rasa sakit di bagian perut berangsur lenyap.

Tangan yang bersilangan di atas kepala meliuk ke kiri, lalu bergerak ke kanan yang dilanjutkan dengan gerakan meraih.

Selagi tangan Peri Halilintar menggapai sesuatu.

Bethala Karma berkata.

"Gunakan semua ilmu semua senjata hebat yang kau miliki. Jika tujuh perwira tinggi dari negeri asalku empat diantaranya dapat kubuat mampus percuma apa susahnya menghabisi dirimu!"

Tidak ada jawaban keluar dari mulut Peri Halilintar.

Seluruh rambutnya yang panjang awut- awutan berjingkrak tegak.

Kepulan asap putih dan kilatan cahaya membersit dari setiap ujung rambut. Nampaknya sang dara telah siap mengadu jiwa menyerang lawan dengan ilmu kesaktian yang dahsyat itu.

"Hiaa...!"

Teriak sang dara.

Teriakan itu disertai dengan gerakan berlari ke depan.

Melihat lawan seperti hendak menubrukkan diri ke arahnya.

Walau tubuhnya besar tinggi namun dengan gerakan enteng Bethala Karma geser kaki kesamping.

Sambil menyeringai sepasang tangan yang paling depan dijulur jemari terbuka siap menjambak sekaligus mencengkeram rambut kaku dipenuhi kilatan cahaya.

Sedangkan dua tangan yang lain dia angkat tinggi-tinggi siap mengepruk bahu kiri kanan gadis itu.

Tapi yang terjadi kemudian sungguh mengejutkan Bethala Karma.

Ketika sepuluh jari menyentuh rambut lawan.

Tiba-tiba seribu kilatan cahaya memancar dari rambut Peri Halilintar, Selagi ribuan kilat melabrak tubuhnya sedikitnya sepuluh kali dentuman yang bersumber dari ledakan halilintar menghantam sekujur tubuhnya.

Walau Bethala Karma dikenal sangat kuat terhadap sengatan api membara namun dihantam halilintar yang berasal dari ilmu kesaktian gadis urakan itu membuatnya menjerit setinggi langit.

Jambakan terlepas, tangan yang siap mengepruk bahu terkulai.

Mahluk itu terhuyung, kulit mengepulkan asap dan wajahnya semakin menghitam.

Selagi Bethala Karma limbung Peri Halilintar pergunakan kesempatan ini, menghantam dada lawannya dengan tendangan Guntur.

Dess!

Bruk!

Bethala Karma jatuh terduduk.

Namun bila manusia yang terkena dua serangan si gadis dapat meregang ajal seketika dengan tubuh hancur menjadi kepingan.

Sebaliknya Bethala Karma ternyata memiliki daya tahan yang sangat luar biasa.

Sambil menggerung dan mengusap dadanya dia bangkit kembali.

Melihat ini Peri Halitintar segera menyadari dia tak mungkin sanggup membunuh Bethala Karma seorang diri walaupun dia menggunakan senjata andalan Cambuk Gembolo Geni.

Tidak ingin celaka.

Selagi lawan berusaha mengembalikan keseimbangannya gadis itu segera menghantam wajah Bethala Karma dengan senjata rahasia yang dia ambil dari balik pakaiannya

Buum!

Sambitan yang berlangsung cepat tak sempat dihindari oleh mahluk itu.

Senjata rahasia meledak menebarkan asap tebal kehitaman.

Bethala Karma jadi gelagapan.

Dia melihat semuanya menjadi gelap.

Sambil meraung dia kibaskan dua pasang tangan, sementara dua mulut ikut menghalau tebaran asap yang membuat nafasnya sesak.

Ketika tebaran asap hitam berangsur lenyap. Bethala Karma hanya bisa lontarkan caci maki dan sumpah serapah.

Lawan lenyap entah kemana.

"Perempuan keparat! Pengecut hina! Urusan diantara kita belum selesai. Mengapa kau melarikan diri?!!"

Gumamnya dengan suara menggelegar.

Peri Halilintar yang sudah berlari jauh menuju ke arah kudanya sama sekali tidak menanggapi.

Sambil berlari dia menutupi kedua telinganya yang berdenyut sakit akibat teriakan-teriakan mahluk itu

"Aku tidak sanggup melawan panglima setan itu sendirian.Dari pada mati sendirian lebih baik mencari bantuan,"

Kata sang dara menggerutu

Tamat.

Akan Terbit!!

Episode Selanjutnya

Seruling Halilintar


(Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.Terima kasih)

Situbondo,23 September 2019

Sampai jumpa di episode berikutnya...

Terima Kasih

*** Saiful Bahri Situbondo ******

Raja Gendeng 18 Mutiara Tujuh Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo





Si Badung Jadi Pengawas Karya Enid Fear Street Permainan Maut Truth Or Dare Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz

Cari Blog Ini