Pendekar Satu Jurus 4
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 4
Pendekar Satu Jurus Karya dari Gan K L
Kunyuk, siapa yang menyergap Toayamu"
Belum habis ucapannya, tahu2 Sun kimpeng dengan gerakan seenteng burung layang2 menerjang tiba, ia menggunakan golok tipis sempit, namanya Lui yap to atau golok daun liu.
Cahaya golok berkilau dengan jurus Hong hoa sin liong (harimau angin naga siluman) dia tusuk tenggorokan orang lalu menebas pula kaki musuhnya, jurus serangan yang dipakai juga Ngo hou toan hun to namun tidak sekuat ayahnya.
"Hehehe, muncul juga akhirnya si bini kecil."
Jengek Siau song bun, pedangnya segera bekerja.
Sret, Sret beruntun dua kali ia menusuk tubuh Sun Kimpeng.
Peluh dingin membasahi badan Hui giok tak disangkanya Sun kimpeng juga memiliki kungfu sebagus itu.
Ia makin sedih makin kecewa dengan ketidak-becusan dirinya.
Dengan terjadinya pertarungan ini kawanan anjing yang berada di dusun kecil Liong tham ini lantas menggonggong ramai, Siau song bun mulai keder, bentaknya "Losam perketat seranganmu cepat bereskan kedua bangsat ini!"
Toh mia sam long mendengus, ia putar Poan koan pit nya dan menerjang maju terus menutuk lambung Sun pin.
Memang berbahaya sekali senjata pendek begitu seperti kata orang, satu inci lebih pendek, satu ini lebih berbahaya.
Selain itu senjata yang pendek juga lebih cepat gerakannya.
Toh mia sam long tersohor di kalangan bandit di daerah utara, kungfunya memainkan Poan koan pit memang cukup lihay, seketika itu juga Sun pin yang kuat terdesak dua langkah ke belakang.
Belasan jurus berlalu pula, permainan Poan koan pit Toh mia sam long mulai mengendur sebaliknya permainan golok Sun pin kian lama kian cepat, dalam waktu singkat ia berbalik di atas angin.
Di sebelah lain Sun kim peng dengan golok Liu yap to ternyata tak sanggup melawan ilmu pedang Siau song bun sinar goloknya boleh dibilang sudah terbungkus ditengah pedang Siau song bun yang gesit dan lincah.
Hui Giok memang tak becus dalam ilmu silat tapi sedikitnya ia masih bisa berpikir, diam2 ia lagi gelisah pikirnya "
Tampaknya pertarungan ini sulut menentukan siapa menang dalam waktu singkat bagaimana jadinya andaikata sampai sampai mengejutkan orang lain.
Ia tidak tahu bahwa saat ini juga sudah banyak orang yang terkejut oleh kejadian itu, Cuma mereka tak ada yang berani ikut campur urusan itu, kebanyakan orang lebih suka bersembunyi di kamarnya masing2 daripada mencari perkara.
Sun pin sudah lama berkelana di dunia persilatan tak sedikit badai dan ombak besar yang dialaminya selama ini, sekilas melirik saja lantas tahu bahwa gelagat puterinya tidak menguntungkan mendadak ia menyurut mundur, lalu menerjang maju pula, inilah gerakan Cin pon lian hoan toh thia (tiga jurus berantai merenggut nyawa) dari ngo hou toan hun to yang lihay.
Seketika tubuh Toh mia sam long terbungkus ditengah cahaya goloknya.
Toh mia sam long terkesiap, cepat Poan koan pitnya menangkis, ia patahkan dua jurus serangan Sun pin yang lihay, tapi ia tidak tahu masuih ada jurus ketiga.
Sun pin tertawa dingin, mendadak cahaya goloknya melingkar, ketika Poan koan pit tangan kanan Toh mia sam long menangkis dan tangan kirinya baru bergerak, kaki Sun pin mendadak menendang dan telak mengenai pergelangan tangannya, kontan Poan koan pit kiri terlepas dan mencelat.
Dengan kaget orang itu bergeser ke samping akan tetapi Sun pin tak memberi kesempatan padanya untuk berganti napas, cahaya golok berkelebat ia terus cacar bagian kiri musuh yang lemah, keruan Toh mia sam long kelabakan, baru sempat menangkis dua kali serangan Sun pin, ia menjerit karena terluka, bahu kirinya terbacok saking kesakitan sampai Poan koat pit yang berada ditangan kananpun terlepas.
Sun pin memang berniat menghabisi bandit dari wilayah kang pak ini segera ia menubruk maju dan menambahi satu bacokan lagi.
Toh mia sam long kesakitan, keringat dingin membasahi sekujur tubuh, namun ia tak lupa untuk melarikan diri, mendadak ia menjatuhkan diri ke atas tanah lalu menggelinding ke samping dengan jurus "keledai malas menggelinding"
Memalukan jurus ini tapi yang penting jiwa selamat dulu, nyatanya ia memang terhindar dari kematian.
"Orang she Sun!"
Siau hong bun segera membentak.
"Kalau memang tangkas jangan mengancam yang sudah menggeletak, hayo hadapi saja aku!"
Segera ia bermaksud menolong rekannya, namun golok sun kimpeng menempel terus disekitar tubuhnya, hatinya makin gelisah permainan pedangpun ikut jadi kacau sementara ia msih berusaha melepaskan diri tiba2 terdengar jeritan ngeri tahulah dia Toh mia sam long pasti mampus ditangan musuh.
Baru saja terlintas pikiran tersebut, tiba2 Sun pin melayang tiba.
"peng ji mundur!"
Teriak Sun pin "Cekoki dia dengan senjata rahasia"
Pertahanan Siau song bun semakin kacau, apalagi hatinya panik, hanya sekejap saja bahu dan pinggangnya sudah termakan oleh dua biji teratai besi.
Ketika itu dia sedang menyerang dengan jurus Siau ih cing hong (angin meniup hujan rintik) baru setengah jalan rasa sakit membuatnya tak sanggup melanjutkan serangannya, pandangannya jadi kabur dan kaki kiri tahu2 kena bacokan pula.
Sun pin tahu bacokan yang kuat tadi cukup mengirim musuh ke akhirat, maka sambil menggosok darah di goloknya itu pada sol sepatunya, ia berbisik "
Cepat jemput, semua teratai besi yang berserakan di tanah itu, mumpung hari belum terang, kita harus segera tinggalkan tempat ini!"
Sun kimpeng mengiakan, ia memasang obor dan memunguti kembali teratai besi yang berserakan itu, hanya benda itulah yang dapat menunjukkan identitas mereka yang sebenarnya.
Dengan wajah berseri dan rasa gembira Hui Giok melompat turun dari dinding pendek itu.
Sun pin hanya memandangnya sambil tertawa, sama sekali tidak terlihat ketidakpuasan hatinya, lantaran rahasianya ketahuan, sudah tentu ii disebabkan ia sudah memandang anak muda itu sebagai orang sendiri.
Sekembalinya ke dalam kamar Sun pin segera membenahi barangnya.
Hui Giok tahu mereka akan berangkat, maka iapun mengikat semua alat senjat yang berserakan didalam ruangan.
Selama mereka bekerja Sun pin tidak menyinggung peristiwa tadi meski hati Hui Giok ingin tahu tapi tak berani bertanya Cuma terkadang ia melirik ke arah Sun kimpeng.
Barang bawaan mereka tidak terlalu merepotkan, hanya sebentar saja semuanya sudah selesai dibenahi tiap kali mereka meringkasi barang2 bawaannya setiap kali Hui Giok merasa gembira sebab mereka akan berangkat lagi ke lingkungan hidup yang baru baginya, penghidupan yang begini memang mendatangkan kegembiraan yang disukai anak muda.
Tidak terkecuali pula keadaan Hui giok sekarang, ia pun mempunyai perasaan seperti itu, maka kegembiraannya sekarang jauh lebih besar daripada hari2 biasa, karena baru saja ia telah menyaksikan sesuatu yang belum pernah dialaminya.
Sun kimpeng membereskan barang2nya dengan kepala tertunduk, tiba2 ia menemukan kedua
Jilid kitab kumal milik Hui giok itu, tanpa memperhatikannya ia lemparkan kitab itu ke depan.
Hui giok anak muda itupun menyisipkan kitab tersebut sekenanya diantara iktan alat senjata.
Tengah malam itu juga mereka melanjutkan perjalanan, ketika fajar baru menyingsing mereka sudah berada di kaki sebuah bukit kecil pepohonan menghijau permai mengelilingi bukit itu.
Tempat ini merupakan jalan lintas antara kota Kang leng dan kota Tin kang karena itulah boleh dikatakan sepanjang tahun orang yang berlalu lintas cukup ramai, maka di kaki bukit ini banyak terdapat warung makan dan gardu minum yang tersebar di seputar tanah perbukitan ini.
Saking banyaknya saingan orang yang membuka usaha disitu, membuat tempat ini seakan2 tumbuh menjadi kota kecil.
Hari masing sangat pagi, tapi warung2 makan itu telah membuka pintu, Sun pin melirik sekejap ke arah Hui Giok yang sudah terengah2 karena kehabisan tenaga, iapun masuk ke sebuah warung ini untuk melepaskan lelahnya.
Empat penjuru warung itu dikelilingi pagar bamboo, mangkuk nasi tersebut dari anyaman kulit bambu halus, meja kursi juga terbuat dari bambu tampaknya nyaman dan tenang lagi bersih, Hui giok berduduk melepaskan lelah dan diam2 senang pula pada tempat ini.
Pelayan menghidangkan makanan berupa mi kuah yang masih panas dan makanan sebangsa bakpau, Hui giok serta Sun kimpeng mendaharnya dengan nikmat hanya Sun pin seorang yang tak bernafsu makan.
Dalam warung kecuali mereka bertiga tiada nampak tamu lain.
Pada saat itulah tiba2 dari jalanan depan sana debu mengepul tebal, munculnya dua ekoar kuda dan mendadak berhenti di depan warung.
Begitu melompat tuurn dari kudanya orang itu lantas berteriak "hei, pemilik warung cepat sajikan beberapa mangkuk mi, selesai tuan2 bersantap akan melanjutkan perjalanan"
Orang yang berbicara itu bertubuh jangkung kurus seperti orang sakit, matanya cekung ke dalam tulang alisnya tinggi menongol selain daripada itu Tay yang hiatnya (pelipis) juga menonjol, jelaslah orang itu seorang jagoan bertenaga dalam tinggi.
Rekannya berperawakan kebalikannya, orang itu gemuk pendek, ketika berjalan masuk ke dalam langkahnya menggetarkan ruangan, pinggangnya bergantung sebuah kantung kulit yang besar ini menunjukkan kalau dia seorang ahli membidik senjata rahasia, tentu saja kedua orang itu adalah orang dunia persilatan.
Setelah msuk ke dalam ruangan, dengan sorot mata yang tajam mereka lantas mengawasi Sun pin cepat Sun pin tundukkan kepalanya dan pura2 asyik makan mi, seperti tidak ingin mencari gara2 dengan orang perjalanan itu.
Kebetulan Hui giok juga berpaling memperhatikan kedua pendatang itu, ketika dirasakan sinar mata mereka bagaikan beraliran listrik, cepat iapun tundukkan kepala dan tak berani memandangnya.
Dalam gugupnya tanpa sengaja sikutnya menyentuh tumpukan senjata yang disandarkan di tepi meja, tumpukan senjata itu roboh dan menimbulkan suara keras.
Sewaktu mengikat senjata tadi, anak muda itu tidak mengikatnya dengan baik, maklum dalam keadaan terburu2 dan panik sekarang ikatan senjata roboh ke tanah seketika isinya berantakan.
Dua
Jilid kitab kumal bersampul hitam itu ikut terlempar ke lantai dengan senjata tersebut.
Sorot mata kedua orang laki itu kebetulan memandang kitab kumal yang jatuh, air muka seperti berubah mendadak, mereka saling pandang sekejap lantas memandang pula ke arah Sun pin yang sedang makan mi sambil tundukkan kepala dan Sun kimpeng yang bangkit dan siap membantu membereskan senjata yang tercerai berai itu, akhirnya sinar mata mereka berganti pada tubuh Hui Giok yang sedang jongkok dan sibuk mengumpulkan senjata itu.
Tentu saja Hui giok tak tahu mata orang yang tajam sedang mengawasinya, selagi ia menyesal kecerobohannya sendiri, tiba2 ada seorang ikut jongkok di sebelahnya dan bantu mengambilkan sebatang tombak yang mencelat agak jauh.
Ia tersenyum dengan rasa terima kasih ketika menengadah dikenalinya orang yang bantu mengambilkan tombak itu tak lain adalah orang yang gemuk yang baru datang tadi.
Dilihatnya senyuman manis menghiasi ujung bibir si gemuk, tubuhnya yang bulat gemuk bagaikan bola itu sedang berjongkok dan waktu itu hendak memungut kedua
Jilid kitab bersampul hitam itu.
Tapi kitab itu lebih dekat dengan Hui giok sebelum laki2 gemuk itu mengambilnya anak muda itu sudah memungutnya lebih dahulu, malahan sambil tersenyum ia tatap wajah lelaki gemuk itu dan merasa simpatik dengan orang ini, maklum tidak banyak manusia di dunia yang bersikap ramah terhadap dirinya.
Dilihatnya daging di pipi si gemuk berkerut sekali, bibirnya bergerak seperti mengucapkan sesuatu, tentu saja Hui Giok tidak mendengar apa yang diucapkan orang itu, tapi Sun kimpeng dapat mendengarnya dengan jelas.
Laki2 gemuki itu berkata "
Engkoh cilik, bolehkah kitab itu kupinjam sebentar ?"
Hui giok tidak mendengar, dengan sendirinya tidak menjawab, dia hanya menatap orang dengan mata terbelalak dan senyum dikulum. Sun kimpeng menanggapi ucapan si gemuk tadi "
Percuma kau bicara dengan dia, dia bisu dan tuli apa yang kau katakan takkan terdengar olehnya!"
"Oo !"
Laki2 gemuk itu berdiri dengan keheranan biji matanya berputar, terkilas senyuman aneh pada wajahnya, kemudian ia menuding kedua
Jilid kitab tadi, katanya kepada Sun kimpeng "
Nona cilik, apakah kedua
Jilid kitab ini dijual atau tidak ?"
"
Tidak, kitab itu tidak dijual!"
Sahut Sun kimpeng dengan kurang senang "
Jika anda ingin membaca, belilah di toko buku ?"
Laki2 gemuk tadi terbahak2 kelihatan sikapnya yang gembira seperti orang yang mendadak menemukan harta karun yang tak ternilai harganya ia melirik sekejap ke arah rekannya si laki yang jangkung yang seja tadi hanya diam saja itu, lalu bertanya lagi "Nona manis, kutahu kau tidak berjualan buku tapi kedua kitab itu sangat menarik, seketika timbul keinginanku untuk membelinya, umpama delapan tahil atau sepuluh tail tidak menjadi persoalan bagiku"
Sekali ini Sun kimpeng menjadi terkejut, maklumlah uang sebesar itu untuk ukuran jaman ini adalah jumlah yang amat besar, beberapa bulan Sun kimpeng dan ayahnya bekerja giat membanting tulang belum pernah mereka dapat mengumpulkan uang sejumlah itu, tentu saja ia tercengang ia hampir tidak percaya ada orang berani menawar kedua
Jilid kitab rongsokan itu dengan sebesar itu.
Dengan hati terkejut dan sangsi ia menatap si gemuk beberapa kejap, demikian Sun lotia yang sedang makan dengan kepala tertunduk lagi merasa heran, ia sendiri dahulu juga seorang tokoh kangouw maka begitu kedua orang jangkung dan gemuk itu muncul segera ia mengenali mereka.
Kiranya laki2 gemuk itu adalah jagoan ternama di dunia persilatan namanya To pi jin him (manusia beruang bertangan banyak) Khu Hway jim, sedangkan laki2 jangkung yang kurus dan bermuka putih dalah Kim bin wi to (Wito bermuka emas) seorang bandit ulung yang selamanya melakukan operasinya seorang diri.
Karena itu, apa yang diherankan Sun lotia bukanlah yang seperti yang diherankan puterinya, ia merasa tidak mengerti mengapa kedua manusia buas yang terkenal di dunia persilatan itu mau membeli kitab kumal dari seorang nona cilik dengan sikap yang begitu sopan dan ramah sekali.
Kitab kumal apakah kedua
Jilid buku kumal tersebut? Maklumlah hakikatnya mereka tidak menaruh perhatian kepada nilai kedua kitab buku itu. Memang siapa sudi memperhatikan kedua
Jilid kitab kumal itu yang dimiliki seorang bocah cacat pencuci kuda? Mereka tidak tahu bahwa kedua kitab kumal itu sebenarnya adalah kitab pusaka yang diidamkan setiap orang persilatan lantaran kitab tersebut dunia persilatan pernah kacau dan dilanda badai pertumpahan darah yang mengerikan lantaran kitab itu pula Jian Jiu Suseng sampai berselisih paham dengan Leng gwat siancu mengakibatkan perempuan yang bernama Ay cing sangat menderita dan nyaris kehilangan jiwanya karena pusaka ini.
Kitab apakah itu? Kitab tersebut tak lain adalah kitab peninggalan Hay Thian ko yan (burung walet tunggal dari ujung langit) yang namanya amat termasyhur di masa yang lalu hampir semua boleh dibilang semua kepandaiannya yang tak terukur dalam kitab itu termuat.
Memang tajam penglihatan To pi jin him dan Kim bin wi to hanya sekilas pandang saja mereka lantas mengenali kitab yang sangat mirip dengan kitab pusaka Hay thian pi kip itu berada ditangan seorang bocah akrobat yang jorok, dalam kagetnya merekapun agak tercengang, dan juga agak curiga.
Sebab itulah To po jin him sengaja berjongkok dan pura2 membantu mengumpulkan senjata yang tercecer ini dia ingin membuktikan dahulu apakah kedua kitab itu benar2 kitab pusaka seperti yang mereka duga.
Kendatipun akhirnya kitab itu gagal ia periksa karena keburu dipungut oleh Hui giok, namun ketika tersebut jatuh ke lantai tadi, halam buku itu sempat tersingkap sedikit, sekilas ia sempat melihat jelas bahwa isi kitab itu memang berupa beberapa lukisan orang yang semedi.
Walaupun begitu si gemuk tidak berani merebutnya, ida sangsi mana mungkin kitab pusaka begitu berada ditangan seorang bocah yang berilmu silat biasa2 saja.
Sekalipun bocah itu berilmu silat biasa, setelah mendapatkan kitab pusaka itu tentu kungfunya tak akan biasa lagi.
Analisanya ini memang masuk diakal, tak heran kalau lelaki gemuk bagaikan babi dan licin bagaikan rase itu tak berani sembarangan bertindak ia coba memancing dengan kata2 mani.
Setelah Sun Kimpeng memberi jawabannya senyum pura2 semula menghiasi bibir wajahnya kini berubah menjadi senyum yang sungguhan.
Ia merogoh sakunya dan keluarkan uang perak sekeping uang perak yang beratnya mencapai sepuluh tail sambl mengiming-iming ia berkata pula dengan tersenyum "
Aku paling gemar mengumpulkan kitab yang bersampul indah, jual saja kitab itu kepadaku dan uang ini akan segera menjadi milikmu."
Sambil berkata ia memberi tanda kepada Hui Giok, anak muda itu menengadah seperti Sun Kimpeng matanya terbelalak besar memandang kepingan uang perak yang tidak sedikit jumlahnya itu.
Senyum yang menghiasi bibir si gemuk makin lebar, ia tahu sebentar lagi kitab yang menjadi idaman umat dunia persilatan akan menjadi miliknya tak sampai tiga tahun lagi nama besar Khu Hway jin akan tambah tersohor di dunia kangouw, pipinya yang gemuk main berbunga, tak terkirakan rasa girangnya saat itu.
Hui giok masih berjongkok, sementara Sun kimpeng telah berpaling ke arah ayahnya.
Maksudnya minta pendapat ayahnya, apakah mereka menjual atau tidak kedua kitab kumal itu kepada laki2 gemuk yang sinting itu? Sun lotia tidak menjawab, dia masih tertunduk sambil termenung, ia sedang putar otak dan berusaha mencari akal untuk mengatasi kejadian luar biasa ini.
Sebagai orang jagoan kawakan yang sudah lama berkelana di dunia persilatan, sedikit banyak ia dapat menduga bahwa kedua kitab milik bocah cacat itu pasti bukan kitab sembarangan tapi sayang lantaran ia harus menghindari kejaran musuh dan sekian tahun harus mengasingkan diri banyak kejadian di dunia persilatan yang tidak diketahui olehnya, tentu saja ia tak menduga kedua kitab kumal yang akan dibeli oleh laki gemuk ini tak lain adalah kitab pusaka Hay thian pi kip.
Sekarang ia yakin kedua kitab itu pasti bukan sembarangan, tentu saja ia tak ingin kitab ini dibeli To pi jin kim dengan harga sepuluh tahil perak, Cuma ia tak tahu cara bagaimana harus menolak tawaran ini.
Sebab ia tahu betapa keji dan jahatnya kedua orang itu, bila marah mereka tidak segan membunuh orang.
Sun lotia menyadari sampai dimanakah taraf kepandaian sendiri, bagaimanapun dia bukan tandingan kedua orang itu.
Sementara otaknya pekerja mencari akal, di pihak lain To pi jin him sedang menatap Sun kimpeng, ia sudah mempunyai pula perhitungan sendiri, ia telah memutuskan bila nona itu mengangguk, maka dengan segala senang hati sepuluh tahil perak itu akan diberikannya tapi kalau nona itu menggeleng tanpa sungkan lagi akan merampas kitab tersebut dengan kekerasan.
Belum lagi Sun kimpeng memberikan keputusan Kim bin wi to Yap ci hui yang sejak tadi hanya membungkam itu mendadak berkata dengan nada dingin "
Nona cilik, kalau kitab itu kau jual kepadaku akan kubayar seratus tail perak.
"air muka To pi ji him seketika berubah hebat, muka yang memang buruk kini tambah buruk. Tapi ia masih tertawa tentu saja tertawa yang dipaksakan atau menyengir ujarnya.
"Yap toako, buat apa kau berbuat begitu? Kau beli atau aku yang beli toh sama saja?"
Tiada kelihatan sesuatu perasaan pada wajah Kim bin wi to hambar ia tertawa dingin dan berkata dengan angkuh "
Kalau kau boleh membelinya, mengapa aku tak boleh? "air muka To pi jin him berubah hebat.
"Bagus, bagus.."
Mendadak ia berpaling dengan mendongkol ia berkata kepada Sun kimpeng "Nona cilik berikan kitab itu kepadaku, kubayar dengan dua ratus tahil perak.
"sambil merogoh keluar setumpuk lembaran kertas, ia lolos satu lembar dan dikebaskannya di hadapan nona itu sambil berkata keras "
Uang kertas ini berasal dari gwan ju, dapat kau tunaikan di manapun juga di seluruh negeri ini."
Pada waktu itu kedua orang yang biasa bekerja sama dalam melakukan kejahatan sekarang sama ngotot ingin memiliki kitab pusaka itu malahan sebelum kitab itu didapatkan mereka sudah ribut sekali.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi justru karena itu, mereka sama2 tak berani merampas kitab tersebut secara gegabah sebab salah2 nyawa mereka yang menjadi taruhannya.
Sun kimpeng tambah bingung oleh kejadian ini si pelayan yang berdiri disamping dengan baki di tangan juga melengong oleh peristiwa ini diam2 ia menyesal coba kalau dia yang memiliki kitab itu, tidak perlu sepuluh tail perak satu tahi saja akan segera dilepaskan.
"Wah dua ratus tail perak? Uang kertas bank Gwan ju? Nona.....nona, lekas kau jual saja kitab kumalmu itu! Serunya tak tahan. Lalu ia berpaling ke arah Sun pin katanya pula dengan rasa kagum "Lotia dua ratus tail perak bukan jumlah yang sedikit?"
Dengan mendongkol Kim bin wi to melototnya pelayan itu jadi ketakutan sehingga kata2 selanjutnya tak berani diucapkan lagi. Akhirnya Sun lotia berdehem pelahan, ia bangkit kemudian bertanya.
"Kedua kitab itu milik bocah itu, kami tak berhak ambil keputusan baginya padahal kalian berduapun tak perlu membuang uang sebanyak itu hanya untuk membeli...."
Tiba To pi jin him bergelak tertawa sambil menuding Sun lotia ia berseru "Ai bukankah kau ini ngo hou toan bun to Sun pin seng? Mungkin mataku sudah lamur, hampir saja aku Khu Hway jin tidak mengenali lagi akan dirimu.
Hahaha sungguh tak disangka.....sungguh tak kusangka."
Kembali ia terbahak2 lalu menyambung "
Karena ada dirimu, urusan menjadi mudah untuk diselesaikan, aku Khu Hway jin jelek2 juga sobat lamamu, selama inipun kita tak ada ganjalan apa2 kalau Sam sat ngo pah (tiga malaikat maut dan lima lalim) dahulu pernah menjadi wasit bagimu, dan sekarang, hahaha, kuharap kau sudi memberi muka padaku."
Air muka Sun lotia berubah hebat, ia tahu asal usulnya telah diketahui orang, tak mungkin lag baginya untuk berlagak pilon, untuk sesaat ia jadi tertegun dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Kim bin wi to tak tinggal diam, tiba2 dia maju kedepan katanya dengan dingin.
"Urusan jual beli tidak boleh disangkut pautkan dengan hubungan pribadi. Sobat Sun, tentunya kaupun cukup kenal watakku ini? Sekarang aku menawar lima ratus tail perak untuk membeli kitab itu soal sengketamu dengan Sam sat ngo pah boleh serahkan saja kepadaku, aku Yap ci hui tanggung urusan pasti beres. Nah sekarang lekas jawab kedua kitab itu akan kau jual kepada siapa?"
Panas hati To pi jin him andaikata tak ada ia yakin kitab itu sudah menjadi miliknya, segera tangan kanannya siap merogoh senjata rahasia di dalam karung kulit iapun mengejek "Orang she yap, jelek2 orang she Khu masih memandang kau sebagai sahabat, kenapa kau tak tahu diri dan tak kenal arti persaudaraan? Hehehe, mungkin orang lain jeri kepada ilmu pukulan Kim kong ciang mu tapi orang she Khu tak nanti takut kepadamu !"
Kim bin wito mendelik, ditatapnya Khu Hway jin tanpa berkedip, sahutnya dengan keras "
Bagus kausendiri yang berkata begitu, jangan salahkan aku bertindak keji lebih dulu padamu. Baiklah sekarang apa kehendakmu?"
Ia melirik sekejap ke arah Sun Pin yang lengkapnya bernama Sun pin seng lalu menambah dengan geram "nah, mau jual atau tidak terserah kau, mau kepada siapapun terserah kepadamu, tapi kau harus menjawab secepatnya kalau tidak, hmm, bukan saja uang tak dapat kau terima, nyawapun akan melayang kalau sudah begitu jangan kau salahkan aku kelewat kejam!"
Baru selesai ia berucap, tiba2 bergema suara tertawa dingin seorang, menyusul orang itupun berkata dengan suaranya yang dingin menyeramkan "
Kitab itu tidak dijual kepada siapapun? Lekas kalian enyah dari sini!"
Semua orang terkejut, terutama To pi jin him dan kim bin wi to seketika air muka mereka berubah hebat dengan kecepatan paling tinggi mereka putar badan satu ke kiri dan satu ke kanan serentak mereka melayang pergi sejauh beberapa tombak dari tempat semula.
Habis itu barulah mereka melihat jelas seorang sastrawan kurus setengah umur, berjubah panjang berwarna abu2 keperak2an, senyuman sinis tersungging di ujung bibirnya dan berdiri tepat mereka berada tadi.
Perlu diketahui, jalan di luar warung hanya satu di luar warungpun tanah kosong, selayang pandang orang memandang hingga jauh sekalipun begitu tak seorangun yang tahu sejak kapan pelajar setengah umur berjubah keperak2an itu datang kemari lebih2 tak tahu dari manakah dia muncul, padahal mereka semua adalah jago2 silat kawakan yang berilmu tinggi.
Di antara sekian orang yang hadir di warung itu, Hui giok paling terkejut melihat kemunculan orang itu, sepanjang kejadian itu berlangsung dia hanya berjongkok sambil memegangi kedua
Jilid bukunya tentu saja ia tidak mendengar sama sekali apa yang dibicarakan orang2 itu, tapi ia dapat menebak inti pembicaraan orang2 itu menyangkut kitab yang berada dalam genggamannya ini, kitab yang tak pernah diperhatikannya selama ini.
Berbagai peristiwa yang dialaminya menggerakan pikirannya mau tak mau ia berpikir "
Kedua
Jilid kitab ini kudapatkan di dalam buntalan milik paman Leng adalah ilmu silat paman leng tak terkira lihaynya, sekarang kedua orang itu menaruh perhatian atas kitab ini, jangan2 kitab ini tersimpan sesuatu rahasia? Kenapa sejak dulu tak pernah kubaca kitab ini ?"
Perlu diketahui pada dasarnya Hui Giok ada lah pemuda yang cerdas, sayangnya Hui giok sejak dahulu ia tak dapat memusatkan pikirannya, ia harus berjuang demi kehidupannya, boleh dibilang tak sempat baginya untuk berpikir sampai ke situ, tapi sekarang begitu perasaannya tersentuh, ia dapat berpikir lebih cermat dan ternyata apa yang diduganya itu memang benar.
Selagi jantungnya berdebar karena berhasil menemukan rahasia besar ini, tiba2 dilihatnya sepasang sepatu terbuat dari kain yang tak asing lagi baginya muncul di depan mata, beberapa berselang sepatu ini pernah ditemuinya satu kali.
Kenangan lamapun terlintas dalam benaknya teringat olehnya ketika malam2 ia meringkuk dibelakang pembaringan dalam keadaan tertutuk dirumah penginapan, waktu itu sepatu kain yang indah ini, pernah dilihatnya.
Tanpa terasa ia menengadah dan melirik ke atas, orang itu mengenakan jubah abu2 keperakan jenggot pendek menghiasi janggutnya, bertampang gagah dan angkuh terutama senyum sinisnya itu cukup menggigilkan orang, dia masih ingat orang inilah yang pernah membebaskan dia dari tutukan paman Leng di hotel itu.
Ia coba alihkan pandangan ke sekitar ruangan itu, ia lihat wajah semua orang sama menampilkan rasa kejut dan takut, tanpa terasa otaknya bekerja pula, memikirkan dirinya sendiri.
Sorot mata Sun pin, Sun kimpeng, Kim Bin wito dan To pi jin him semuanya tertuju ke arah pelajar setengah umur berjubah perak itu dengan perasaan jeri tapi orang itu sama sekali tidak menunjukkan perasaan apa2 sinar matanya malahan memandang langit warung itu dengan dingin.
Kemunculan tiba2 orang ini telah mengejutkan semua orang yang berada disitu, terutama ginkang atau ilmu meringankan tubuhnya yang ajaib, namun jelek2 Kim bin wito serta To pin jin him juga terhitung jago2 persilatan yang punya nama, tentu saja mereka tak mau kabur digertak begitu saja, apalagi daya tarik kedua
Jilid kitab itu seakan bagaikan besi sembrani yang melelehkan hati mereka, seolah2 daging empuk yang telah berada di depan mulut takkan dilepaskan dengan begitu saja, sekalipun beradu jiwa juga akan mereka lakukan.
To pin jin him lantas tertawa, tertawa dengan sangat dipaksakan, lalu menegur "
Sobat dari manakah kau....."
Agaknya sastrawan berbaju perak itu tidak suka bicara, belum habis pertanyaan itu dilontarkan ia telah menyela dengan menghardik "
Kunyuk, mau enyah dari sini atau tidak ?"
"Sobat, jangan temberang kau! "bentak Kim bin wito dengan geram.
"Apa yang kau andalkan sehingga kau berani bicara takabur di depan Kim bin wito. To Pi jin him tak mau unjuk kelemahan di depan orang, dengan mata melotot iapun membentak "
Mereka menjual barang dan kami membelinya kenapa kau ikut campur urusan kami?"
Sastrawan berjubah perak iut tidak berbicara lagi, tiba2 ia menengadah dan tertawa nyaring panjang, suaranya nyaring, tinggi melengking menggema diangkasa.
Demi mendengar, suara tertawa itu, To pi jin him terkesiap ia memang bisa lihat gelagat dari gelak tertawa orang yang begitu nyaring, sadarlah dia betapa tinggi tenaga lwekang orang itu, sudah pasti jauh di atas dirinya.
Diam2 ia berkerut alis, sinar matanya memancarkan nafsu membunuh, tiba2 ia ayunkan kedua tangannya ke depan, berpuluh bintang cahaya tajam menyambar ke depan, sementara tubuhnya yang gemuk itu secepat kilat menerjang ke arah Hui giok yang sedang berjongkok itu.
Sun pin seng dan Sun kimpeng sama berseru kaget, gemerdep sinar mata kim bin wito tiba2 ia menerjang ke arah To pi jin him yang hendak merampas kitab pusaka Hay thian pit kip.
"Blang"
Benturan keras terjadi To pi jin him bersuara tertahan kiranya ia telah beradu pukulan dua kali dengan Kim bin wito tapi nyatanya dia kalah satu tingkat daripada kekuatan lawan, kontan ia tergetar mencelat jauh kebelakang, tenggorokannya terasa anyir, dada sesak dan hampir saja muntah darah, sadarlah si gemuk bahwa isi perutnya telah terluka parah.
Sejak To pi jin him melancarkan senjata rahasia sampai kim bin wito membentak dan menyerang, semua kejadian itu berlangsung dalam sekejap mata, sementara Sun pin masih tercengang, menyaksikan kedua orang itu beradu pukulan, lalu dua sosok bayangan berpisah lagi.
Saat itulah baru dia teringat pada senjata rahasia dilepaskan To pi jin him tadi cepat ia berpaling ke arah sastrawan berjubah perak, apa yang dilihatnya adalah sastrawan setengah baya itu masih berdiri angkuh ditempat semula hujan senjata rahasia yang dilancarkan si gemuk tadi seolah2 lenyap entah kemana.
Sungguh luar biasa dan mengejutkan kedua orang ini.
To pi hin him sempat melirik sekejap ke arah musuh, setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebagai jago kawakan yang berpengalaman, sadarlah ia gelagat tidak menguntungkan.
Memang keadaan ini manusia beruang berlengan banyak ini memang serba sulit, setelah diketahui orang berjubah perak itu lihaynya bukan main sekarang ia berbalik telah bermusuhan dengan kim bin wito tak mungkin rekannya akan membantunya lagi selain itu isi perutnya juga sudah terluka parah.
Dalam gugupnya secepat itu To pi jin him berhasil mendapatkan satu jalan untuk mengatasi kesulitannya jalan tersebut adalah cepat kabur ia tahu jika tetap berada di sini, bukan saja kitab pusaka tak didapat malahan mungkin jiwanya bisa melayang di sini.
Sudah berpuluh tahun ia berkecimpung di dunia persilatan banyak juga musuhnya tapi dia masih hidup sampai sekarang, dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa dia memang pintar melihat gelagat dan dapat mengambil keputusan cepat.
Begitu ingatan ini terlintas, tanpa ragu2 lagi ia putar badan terus melayang keluar, dengan kecepatan tinggi dia kabur ke semak belukar di belakang rumah.
Bahkan pada saat mau kabur, bandit yang sudah lama malang melintang di dunia persilatan tak rela kabur begitu saja baru tubuhnya bergerak secepat kilat berpuluh bintik perak dihamburkan.
Sungguh kekejaman dan kelicikan sesuai dengan namanya yang terkenal ganas di dunia persilatan.
Namun sastrawan jubah perak itu tetap tenang saja, sambil tertawa dingin ia bergerak mengitar ke depan bagaikan seekor naga perkasa melingkar di udara tahu2 berpuluh bintik senjata rahasia yang dilancarkan oleh To pi jin him dalam usahanya melarikan diri lenyap tak berbekas.
Sastrawan jubah perak yang berkepandaian tak terkira itu mengebaskan lengan bajunya ia berpekik tertahan, tubuhnya melambung beberapa kaki lagi lebih tinggi, dari atas ia terus hantam kepala Kim bin wito.
Dalam pada itu kim bin wito yang sombong juga ketakutan setengah mati menyaksikan kelihayan sasterawan jubah perak, mukanya pucat dan tubuhnya agak menggigil segera ia hendak meniru To pi jin him dan melarikan diri.
Tapi sempat niatnya terlaksana, suitan nyaring telah berkumandang sesosok bayangan berwarna keperakan dengan membawa tenaga pukulan yang dahsyat telah menghantam dari atas.
Diantara deru angin pukulan yang kuat sama sekali ia tak dapat membedakan ke arah manakah serangan itu tertuju, selain itu pukulan yang maha dahsyat seakan2 menindih tiba dan membuat napasnya jadi sesak.
Orang yang biasanya terkenal sebagai pembunuh keji dan berhati keras ini mulai panik dan ketakutan dia ingin menangkis tapi tak mampu, mau kabur juga tak bisa belum lagi ingatan lain terpikir, tahu2 pandangannya jadi gelap, suatu pukulan yang maha dahsyat telak di dadanya.
Sun pin seng dan anak Cuma berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo mereka hanya merasakan bayangan keperakan berkelebat diantara hembusan angin, setelah pekik nyaring seorang menjerit kesakitan, lalu bayangan perak itu meluncur ke depan mengejar ke arah To pi jin him melarikan diri.
Ketika mereka berpaling, tertampaklah Kim bin wito yang sombong dan garang itu sudah terkapar di atas tanah, tak perlu diperiksa lagi Sun pin yakin bandit ulung yang sudah lama malang melintang di dunia persilatan itu pasti sudah mati.
Luar biasa kungfu sastrawan berjubah perak itu, kalau tidak menyaksikan dengan mata sendiri mungkin orang tak akan percaya akan kejadian ini.
Ngo hou toan bun to Sun pin seng terhitung seorang piausu yang cekatan, sekalipun kungfunya tak seberapa tinggi, namun pengalamannya boleh dibilang cukup luas, tapi hari ini dia baru merasa matanya benar2 terbuka, ia makin sadar bahwa tokoh kosen tak terhitung jumlahnya di dunia persilatan.
Ia menghela napas panjang dan lama sekali ia termangu2, pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, akan tetapi tidak sesuatu yang dapat disimpulkannya.
Sun kim peng tampak menggigil dengan wajah pucat, apalagi pelayan hampir ia tak percaya pada apa yang terjadi di depan matanya ingin berteriak saja tak keluar suaranya.
Diantara mereka Sun pin seng lebih berpengalaman, ia tahu tak dapat tinggal terlampau lama di situ, di warung minum ini terkapar sesosok mayat, sebentar lagi pasti akan lebih banyak tamu yang akan singgah selain itu iapun teringat kembali Hui giok dan kedua kitab itu yang menyebabkan cekcok kedua perampok itu.
Maka kepada puterinya dia lantas berseru "Peng ji bereskan semua barang cepat berangkat!"
Pada saat itu Hui giok menongol keluar dari kolong meja kedua kitab yang berada di tangannya telah terbuka, mukanya tampak berseri karena kegirangan, ketika Sun pin seng memandang sekejap wajahnya tahulah jago tua ini bahwa anak muda itu telah mengetahui rahasia kitab tersebut.
Rupanya Hui Giok yang bisu dan tuli tidak memperdulikan lagi kejadain yang berlangsung di tempat itu, dia terus menerobos ke kolong meja disitu diperiksanya kitab itu dengan seksama setelah membaca beberapa halaman, tahulah anak itu bahwa isi kitab ini tak lain adalah ajaran ilmu silat yang tinggi.
Sun pin seng berkerut kening, ia tahu harus lekas berangkat, tapi harus kemana? Ia tahu tujuan laki2 berbaju perak itu membunuh kedua perampok itu adalah utnuk mendapatkan kedua kitab pusaka itu ditinjau dari kemampuannya, tidak sulit baginya untuk membunuh To pi jin him dalam sekali gebrakan saja, maka sebentar lagi ia pasti akan kembali lagi kesini untuk merampas kitab itu.
Cepat sun pin seng rampas kedua buku pusaka itu dari Hui giok "Hay thian pit kip"
Tempat huruf ini tertera nyata disampul, jantungnya berdetak keras, nafsu serakahnya seketika timbul.
Ketika masih mengawal barang dulu, Ngo hou toan bun to pernah membinasakan orang kedua dari Sam sat ngo pah suatu gerombolan bandit terkenal di daerah kanglam, sejak kejadian itu ia selalu hidup sembunyi dan kabur kesana kemari untuk menghindari pembalasan dendam musuh.
Ia tak pernah hidup dalam suasana tenteram lagi, mirip tikus yang tak berani melihat cahaya terang dan terpaksa hidup menyusup dan menyelinap ditengah kegelapan tapi sekarang dua
Jilid kitab pusaka itu telah berada di tangannya, dengan benda ini ia dapat mengubah nasibnya asalkan isi kitab berhasil ia kuasai, maka selanjutnya ia tak perlu takut kepada siapapun juga.
Senyuman tersungging di ujung bibirnya, ia tak ragu2 lagi segera ia berkata "
Pengji, cepat berangkat !"
Ia pegang Hui Giok dan lari keluar warung tersebut, cepat mereka naik ke atas kuda milik To pi jin him dan kim bin wito yang tertinggal itu, lebih dulu ia pecut kuda tunggangan kimpeng lalu kuda mereka pun dilarikan dengan cepat.
Tindakan ini sama sekali di luar dugaan Hui Giok, waktu itu ia setengah dikempit dan melintang di depan kuda Sun Pinceng ia menyaksikan Sun lotia telah memasukkan kedua
Jilid kitab pusaka itu ke dalam bajunya.
Dalam keadaan begini, banyak hal yang ia tanyakan tapi ia tak dapat berbicara diam ia gusar dan benci pada diri sendiri, mengapa begitu jelek nasibnya sehingga setiap kali harus menyerah dan dipermainkan tanpa bisa melawan sedikitpun.
Sekalipun dia sudah terbiasa dihina, tapi kesedihan hatinya sekarang benar tak terperikan.
Langit sudah terang, sang surya sudah memancarkan sinarnya, tapi masih sedikit orang yang berlalu lalang di jalan raya, kedua ekor kuda itu kabur dengan kencangnya debu mengepul menciptakan gumpalan awan tebal.
Sun kimpeng pandai menunggang kuda tapi sekarang ia tak dapat mengendalikan binatang.
Kuda itu kabur dengan cepatnya karena kesakitan pukulan ayahnya tai membuat binatang itu agak liar dan tak terkendalikan.
Beberapa kali nona itu berpaling ke belakang sayang lari kudanya terlampau cepat tiada sesuatu apapun yang terlihat malahan nyaris ia terguling dari kudanya.
Kedua ekor kuda itu adalah kuda jempolan jenis pilihan sekalipun telah berlarian sekian lama sama sekali tak nampak kehabisan tenaga, hanya sekejap kemudian sudah jauh meninggalkan tempat tadi.
Kadang2 Ngo hou toan bun to Sun Pin berpaling ke belakang, ketika dilihatnya tak seorang pun yang menyusulnya, diam2 ia merasa girang dua kaki mana bisa lebih cepat daripada empat kaki, demikian pikirnya.
Dirabanya kedua
Jilid kitab Hay Thian pit kip dalam sakunya dengan tangan kiri, lalu melirik Hui Giok yang dikempitnya nafsu serakahnya makin memuncak, tiba2 timbul niatnya.
Hakekatnya ia memelihara Hui Giok bukan tiada maksud tertentu, sekalipun ada juga sedikit rasa kasihannya, tapi yang lebih banyak adalah dia bisa memperoleh seseorang pembantu yang diperas tenaganya tanpa dibayar, jadi bukannya dia menerima anak muda itu dengan maksud baik yang murni.
Maka ketika ingatan jahat terlintas dalam benaknya, ia melirik sekejap ke arah Sun kimpeng yang sedang kabur di depan itu, tangan kanannya terus membuang ke samping.
Sedikit banyak Sun kimpeng pun dapat menerka maksud hati sang ayah, tapi mimpipun tak disangkanya ayah akan bertindak sekeji itu dan tak berperikemanusiaan terhadap pemuda cacat yang hidup sebatangkara.
Diantara derap kaki kuda yang ramai ia mendengar ada benda berat jatuh di belakang, cepat ia berpaling untuk mengetahui apa yang terjadi tapi saat itulah suatu pukulan kembali menghajar pantat kudanya.
Karena pukulan yang cukup keras itu, kuda yang masih kesakitan akibat pukulan pertama tadi itu segera meringkik panjang dan membedal semakin cepat lagi.
Walau begitu Sun kimpeng masih sempat melirik sekejap ke belakang, sekilas ia lihat bayangan Hui Giok telah lenyap dari pangkuan ayahnya.
Bagaimana perasaannya ketika itu sulit dilukiskan.
Kedua ekor kuda itu masih membedal dengan cepatnya, seakan2 tidak merasakan kepedihan hati nona itu, seolah2 tidak kenal kasihan, larinya malah bertambah kencang.
Jalan raya yang lurus ke depan itu agak menikung ujungnya hanya sekejap kedua ekor kuda itu sudah lenyap dibalik tikungan sana.
Matahari seperti hari2 biasa menyinari pepohonan, menyoroti jalan raya dan wajah Hui Giok yang terkapar di tepi jalan.
Setelah didorong dari atas kuda oleh Sun Pin tadi kepalanya menumbuk batu yang berserakan dijalan, ia terguling beberapa kali dan akhirnya semaput di tepi jalan di atas rerumputan.
Sekarang ia telah sadar kembali, cahaya sang surya menyilaukan matanya, ia berkedip dan dikucak matanya dengan tangannya ia merasa lemas ruas tulang empat anggota badannya seperti terlepas semua, sedikit saja bergerak terasa sakit bukan alang kepalang.
Dia menggeser kepalanya dengan menahan rasa sakit, menghindari sinar matahari yang menyilaukan sesaat itu benaknya terasa kosong, apapun tak bisa terpikir olehnya, apapun tak ingin dipikir olehnya.
Sejak ia mulai tahu urusan sampai detik ini, yang dialaminya hampir boleh dibilang hanya kemalangan, tapi semua itu tidak menjadikan dia membenci langit dan bumi, juga tidak benci kepada orang lain, ia hanya benci pada dirinya sendiri.
Ia benci ketidak becusan sendiri, mengapa pekerjaan yang dapat dilakukan orang lain tak dia lakukan? Ia menyesal pada kebodohan sendiri terhadap penghinaan, siksaan dan ketidak-adilan yang dilontarkan orang lain atas dirinya, ia menerima dan merasakannya dengan pasrah nasib, ia hanya berharap pada suatu ketika akan mengalami perubahan, agar orang lain lebih menghargai dirinya.
Dendam? Benci kata semacam itu tak pernah ada dalam kamus dirinya, boleh dibilang ia merasa asing dan tak mengerti apa artinya ia sudah merasa puas bila orang lain jangan menganiaya dirinya lagi, sedang ia sendiri tak pernah berpikir akan merecoki orang lain, apalagi menganiaya dan menghina mereka.
Meskipun penderitaan telah dialaminya cukup lama, sekalipun berulang kali ia mengalami peristiwa yang tragis, iapun mulai kenal kelicikan serta kebusukan hati manusia, namun ia sendiri masih mencintai manusia ia masih berharap orang lain dapat pula menyayangi dirinya.
Tentang peristiwa Sun lotia, Hui Giok bukan orang bodoh, tentu saja ia tahu sebabnya kakek itu tega melemparinya ke tepi jalan hanya dikarenakan kedua
Jilid kita itu, dia bukan anak dungu kini mungkin dia lebih memahami watak manusia daripada orang lain.
Namun Hui Giok tak ingin mengingat peristiwa itu, dia hanya akan mengingat selalu kebaikan orang terhadap dirinya, dia Cuma mau mengingat Sun Lotia bersedia memeliharanya membawa dia pergi mengembara dan mencari pengalaman dan memberi pula kehangatan dan kehormatan hidup terutama sepasang mata yang jeli itu.
Tidak terbatas sampai di situ saja rasa terima kasihnya, dia malah bersyukur kakek itu hanya melemparkan dirinya ke tepi jalan, bukan membinasakannya sekaligus, sebab ia mengerti, andaikata orang itu berniat membunuhnya ini bisa dilakukan dengan gampang, dan mungkin pada saat ia sudah menggeletak tak bernyawa lagi.
Tapi kenyataan berbaring dengan tenangnya di atas rumput di tepi jalan, sekalipun ada beberapa ekor kuda lewat disampingnya ia tak mendengar apa2.
Waktu itu merasakan suatu ketenangan hidup yang luar biasa, ia merasa dirinya seakan2 sudah tidak berada di alam semesta ini, meski langit dan bumi amat luas, ia merasa seperti hidup sendirian tak seorangpun yang menggubrisnya.
Itulah rasa kesepian yang luar biasa, tapi ia masih bersyukur kepada Tuhan dia masih memberi sepasang mata kepadanya agar dia dapat menyaksikan alam semesta yang serba indah ini, karena sampai detik ini, dia masih mencintai nyawanya, dia masih sayang pada kehidupannya.
Bagi seorang manusia yang pemberani dan tawakal dalam kehidupan selamanya memang indah.
Seekor cacing menongolkan kepalanya dari tanah sambil berliuk2 keluarlah seluruh badannya tiba2 seekor cacing merayap ke atas cacing tersebut dan berhenti di situ.
Diam2 Hui Giok tersenyum, ia tahu asal cacing membalikkan badannya, semut itu niscaya akan terlempar jatuh atau akan tertindih di bawahnya.
Menyaksikan adegan itu tanpa terasa anak muda itu bertanya pada diri sendiri.
"Sebenarnya cacing itu tidak mau membalikkan atau tak membalikkan badannya, atau mungkin badannya sudah sedemikian kakunya sehingga sama sekali tak dirasakan adanya semut itu?"
Sebelum pertanyaan itu memperoleh jawaban cacing itu kembali menyurut masuk ke dalam tanah sedang semut tadi tertinggal di atas permukaan tanah, tapi pada saat itulah tiba2 muncul sebuah telapak kaki yang besar menginjak semut itu.
Sepatu itu terbuat dari kain.
Jubah orang itu terbuat berwarna keperakan tanpa berpaling Hui Giok tahu milik siapakah kaki itu.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Walaupun ia sudah tahu siapakah orang itu tapi tetap tak tahan rasa ingin tahunya, dia berpaling memandang ke atas kaki ke badan dan wajahnya.
Orang itu masih berwajah angkuh, dingin dan tampan seperti dulu, saat itu matanya yang tajam sedang menatap Hui Giok juga.
Orang itu bungkukkan badan dan menarik bangun Hui Giok sekalipun Hui Giok kesakitan luar biasa oleh tarikan itu, dan seakan2 badannya mau retak semua tapi Hui Giok tetap menggertak giginya dan bertahan sekuatnya.
Dia tak mau kelihatan lemah, senyuman orang sinis itu menggugah semangat jantannya, ia lebih suka tersiksa daripada harus menerima penghinaan, ia tak mau orang lain menganggapnya sebagai pemuda yang tak berguna.
Ia coba berpaling pula, kali ini tak perlu menengadah lagi karena orang itu persis berdiri di depannya karena iapun sudah berdiri, sekarang biarpun martil menghantam kepalanya, anak muda itu takkan roboh lagi.
Dengan tajam laki2 itu mengamatinya dari atas sampai bawah kaki, Hui Giok membusungkan dada tiada rasa takut sedikitpun sebab ia merasa tiada yang perlu ditakuti lagi.
Sebelum Hui giok berpikir lebih jauh tiba2 sikutnya dipegang orang itu, anak muda itu merasa tubuhnya seolah2 jadi ringan, begitu orang itu putar badan, serta merta iapun ikut berputar.
Ketika orang itu melangkah ke depan dan berjalan di tengah raya, Hui Giok merasa badannya melayang diikutinya ke mana orang itu pergi, seakan2 tubuhnya menempel di tubuh orang itu, ia seperti tak bertenaga lagi dan tak dapat mengendalikan diri.
Dia tak tahu laki2 itu akan membawanya kemana lebih tak tahu apa yang hendak dilakukan orang itu terhadap dirinya, namun ia tak takut meskipun dia cinta kehidupan tapi iapun tidak takut menghadapi kematian.
Dalam keadaan yang bagaimana buruknya, ia hanya merasa terhina merasa malu, tapi belum pernah merasa takut.
Ia tak tahu apakah manusia sebahagia dirinya ini? Satu hal cukup yakin pada dirinya sendiri, ia tak pernah putus asa, baik sewaktu berada di loteng kecil yang sempit dan gelap, sewaktu menghadapi si gemuk sewaktu dikerubut kaum berandalan di kota, ketika menghadapi maut ditangan paman Leng, di kamar penginapan, ia tak pernah putus asa terhadap masa depannya tak pernah mengeluh pada kesengsaraan dan kejelekan nasibnya.
Meskipun pengalamannya itu sangat tragis, tapi tidak membuatnya putus asa dan kecewa malahan mengobarkan keberaniannya untuk hidup.
Demikian pula keadaan sekarang, seperti yang sudah2 ia tetap menerima penderitaannya yang sebentar lagi mungkin akan menimpa dirinya, ia akan meronta dan berjuang dengan segala keberaniannya untuk menghadapi semua itu.
Banyak kereta dan orang yang berlalu lintas di jalan itu, sebab jalan ini memang jalan lintas antar kota perdagangan, ketika orang berjumpa dengan Hui Giok dan laki2 berjubah perak itu, semuanya berpaling dan memperhatikan sekejap.
Memang jarang ada orang yang berjubah keperakan begitu, apalagi raut mukanya yang luar biasa, pantas kalau menarik perhatian orang.
Akhirnya mereka tiba di jalan persimpangan tiga, Hui Giok berbelok ke jalan sebelah kanan mengikuti laki2 itu, ia tak tahu akan sampai dimanakah dengan melalui jalan tersebut.
Baru beberapa langkah mereka berjalan, tiba2 laki2 itu menghentikan perjalanannya dan kembali ke tempat semula, lalu berhenti tepat di persimpangan tiga tadi.
Hui Giok keheranan sayang ia tak dapat bertanya, hanya sempat melirik sekejap ke bawah orang itu.
Seperti biasa mukanya tetap dingin, kaku dan sinis.
"Mungkinkah dia tak punya perasaan......"
Hui Giok bertanya kepada diri sendiri.
"Ai, betapa senangnya bila ku tiru dia, bila aku tidak memikirkan persoalan apapun, bukankah semua kemurungan dan kekesalan akan lenyap dengan sendirinya."
Betapapun Hui Giok memang masih muda, ia tak tahu, justru semakin dingin air muka seseorang semakin banyak kemurungan serta kekesalan yang terpendam di dalam hati.
Laki2 berbaju perak itu tak pernah memperhatikan Hui Giok, ia berdiri dengan memandang ke angkasa entah apa yang dipikirkan dalam keadaan begini Hui Giok hanya bisa menirukan sikap orang, ikut menengadah dan memandang langit yang biru, awan putih yang bergerak terhembus angin....."
Udara yang cerah dan nyaman...."
Pikiran Hui giok ikut melayang2, melayang pada orang2 yang pernah dikenalnya, pada masa mudanya, masa muda yang seharusnya paling indah tapi Hui Giok.....
"
Liong hu, Wi Yang.......Liong hui......."
Teriakan nyaring berkumandang dari kejauhan.
Itulah suara teriakan pembuka jalan rombongan pengawal barang, bila Hui giok dapat mendengar dia akan segera mengenali suara si peneriak itu, jago persilatan dari golongan hitam maupun putih juga akan segera mengetahui siapa gerangan yang berteriak itu.
Memang benar, sebab rombongan itu sangat tersohor dalam dunia persilatan dewasa ini itulah rombongan pengawal barang dari Hui liong piaukiok.
Sedang sesaat kemudian, debu mengepul dari jalan sebelah kiri, muncul seekor kuda bagus, setiba di persimpangan jalan si penunggang kuda itu menarik tali kudanya, sambil meringkik panjang kuda itu berdiri menegak, lalu putar badan dan kabur kembali ke arah semula.
Setelah peneriak jalan itu, kemudian muncul dua ekor kuda gagah perkasa si penunggang kudanya sekilas pandang orang akan tahu bahwa mereka adalah Piautau pemimpin yang memimpin rombongan tersebut.
Air muka laki2 berbaju perak itu sama sekali tak berubah, ditunggunya sampai kedua ekor kuda itu tiba di depannya baru melangkah ke depan dan menghadang di tengah jalan.
Kiranya tadi dia mendengar suara teriakan itu maka dia sengaja balik ke persimpangan jalan itu dan menunggu tibanya rombongan tersebut, tujuannya tak lain hanya meminjam kuda dari rombongan tersebut.
Hal ini disebabkan ia sedang membawa Hui Giok menunggang kuda akan lebih leluasa daripada berlarian sambil menghimpit tubuh seseorang.
Kemunculan secara mendadak itu sangat mengejutkan kedua orang piausu tadi, air muka mereka berubah hebat, maklumlah, biasanya kecuali kaum perampok atau orang yang sengaja mencari perkara, jarang ada yang berani menghadang jalan lewat rombongan besar tadi.
Sementara kedua orang piausu itu merasa kaget, laki2 berbaju perak itu mengerling mereka dengan sinar mata sedingin es, kemudian menegur "
Tolong pinjamkan kedua ekor kuda itu kepadaku satu bulan kemudian kuda itu pasti akan kukembalikan ke kantor perusahaan kalian, tidak perlu kuatir."
Dengan penuh perhatian kedua orang piausu itu mengamati lawannya, tatkala secara tiba2 dilihatnya Hui Giok berada disitu, kedua orang itu terkesiap.
Hui Giok juga sudah melihat kedua piausu tersebut, diam2 ia mengeluh di hati.
Sejak kabur dari Hui Liong piaukiok ia tak ingin berjumpa lagi dengan orang2 dari perusahaan itu, terutama berada dalam keadaan yang mengenaskan seperti sekarang.
Kedua piausu ini cukup dikenal oleh anak muda itu, sebab ia tak lain adalah orang2 kepercayaan Liong hen pat ciang Tham beng dalam perusahaan Hui liong piaukiok, terutama salah satu diantaranya yang bernama Koay be sin to (Golok sakti kuda cepat) Kiong cing yang dia adalah anak buah Tham beng yang paling disayang mereka dapat keluar masuk dengan bebas dirumah Tham Beng, tentu mereka kenal baik dengan Hui Giok.
Hui Giok minggat dari kompleks perusahaan liong heng pat ciang Tham Beng pernah marah2 karena peristiwa ini kedua itu jadi kaget karena melihat Hui giok di sini karena hal ini mereka tidak memperhatikan perkataan si sastrawan jubah perak tadi.
Koay be sin to Kion cing yang saling pandang sekejap dengan Pat kwa ciang (pukulan pat kwa) Liu Hui, kemudian piausu she Kiong itu melompat dari kudanya, sambil terbahak2 dihampirinya anak muda itu, tegurnya dengan lantang "
"
Hui Lote, kenapa kau muncul di tempat ini? Tahukah kau betapa kesal dan paniknya Tham cong piautau karena kepergianmu? Hui lote leibh baik kaupulang saja, dunia persilatan terlampau bahaya bagimu, kalau sampai tertipu orang jahat, bisa berabe kau!"
Hui Giok tundukkan kepalanya rendah2 andaikata siku kirinya tidak dicengkeram laki23 berbaju perak itu hingga badan sama sekali tak dapat berkutik, mungkin sejak tadi ia sudah mengeluyur pergi sejauh2nya.
Kini dia Cuma tertunduk sambil memandang sepatunya yang telah berlubang, sepatu itu membuat ia merasa malu dan serba salah.
Laki2 berbaju perak itu mengerut dahinya, dia bersama melompat lebih beberapa depa dan menghadang Koay be sin tong.
"Kau dengar tidak apa yang kukatakan!"
Jawab dia dengan tak sabar.
Koay be sintong hanya merasa pandangannya kabur tahu orang telah berada di depan hidungnya.
Ia terkejut namun sebagai jago kawakan perasaan tersebut dikendalikannya ia balas menatap laki2 itu kemudian dengan terbahak2 sahutnya sambil menjura "
Kait Perpisahan -- Gu Long Bunga Pedang Embun Hujan Kanglam -- Khu Lung Renjana Pendekar -- Khulung