Ceritasilat Novel Online

Pergumulan Di Warung Randil 2

Warok Ponorogo 6 Pergumulan Di Warung Randil Bagian 2


Pada hari yang kedua puluh, nampaknya mereka sudah mulai menguasai dasar-dasar jurus.

Mampu melakukan gerak langkah, dan gerakan bela diri taktis untuk sekedar memberikan pembekalan bela diri ringan, terutama untuk mejepaskan diri dari serangan cengkeraman lawan.

Namun belum masuk sampai pada dasar-dasar jurus sabung, baru berlatih cara "pasang, sikap bertarung untuk memulai mempertahankan diri dari serangan dan kemudian melakukan pembalasan.

"Mbakyu-mbakyu, rupanya latihan junus-jurus dasar sudah mulai dikuasai. Tinggal pengembangan lebih lanjut. Sebagai pengetahuan kita, nantinya kita perlu memperdalam cara-cara melakukan sambut serang yaitu apabila suatu saat ada serangan mendadak kita harus memberikan perimbangan perlawanan dengan berbagai kemungkinan, antara lain menangkis, mengelak, membuat langkah mundur untuk menghindar, atau maju menyamping untuk memanfaatkan kekuatan lawan agar lawan terjerumus oleh daya kekuatannya sendiri. Istilahnya menggunakan kekuatan atau kelebihan lawan untuk menjatuhkan lawan itu sendiri. Namun itu merupakan pelajaran sulit untuk tingkat tinggi yang sangat diperlukan ketekunan latihan mendalam. Apalagi kita akan mempelajari cara-cara merubuhkan lawan dan kemudian melakukan kuncian, sangat diperlukan ketelitian dan kecepatan serta ketahanan daya tubuh,"

Begitu Joko Manggolo dengan teliti berusaha memberikan dasar-dasar pengetahuan ilmu kanuragannya kepada perempuan-perempuan itu yang nampak mulai ditanggapi sungguh-sungguh oleh mereka setelah mengetahui kemanfaatan dan kehebatan mempelajari ilmu kanuragan itu.

Kemajuan yang lumayan itu, menurut Joko Manggolo sudah cukup memadai, paling tidak sudah bisa digunakan untuk usaha pertahanan diri sewaktu-waktu.

Baik secara perorangan maupun keroyokan. Sesuatu yang tiba-tiba terjadi perubahan pada karakter para perempuan itu, mereka kini lebih memiliki kepribadian, Mereka mulai mengenal jati dirinya dan kepercayaan pada diri sendiri makin tumbuh kuat.

Dan yang lebih luar biasa, mereka tidak ada gairah lagi untuk membuka warung nakalnya itu.

Mereka merencanakan akan kembali ke kampungnya masing- masing, ingin hidup secara wajar.

Tidak sudi lagi menjajakan diri untuk melayani kepentingan laki-laki hidung belang.

Atau masih ada yang bersemangat meneruskan usaha warung ini tetapi tidak untuk melayani laki-laki hidung belang, tapi khusus untuk membuka warung makan dan minum saja.

Pengaruh falsafah yang diajarkan sebagai seorang yang telah menguasai ilmu kanuragan itu telah mengubah pula pandangan hidup mereka yang selama ini, hanya tahu soal kebutuhan materi dan ingin mendapatkannya secara gampang dengan cara melacurkan diri.

Kini mereka benar-benar telah berubah.

Mereka lebih yakin pada diri sendiri bahwa mendapatkan uang dengan bekerja wajar pun akan dapat diperoleh hasil yang banyak.

Selama ini mereka selalu berpikir tidak ada lowongan pekerjaan yang paling memungkinkan kecuali menjual diri.

Anggapan itu sekarang tidak lagi tepat.

Pada hari-hari berikutnya mereka nampak lebih tekun berlatih.

Mereka makin serius, dan tidak lagi terdengar suara cekikikan sebagaimana pada permulaan mereka berlatih dahulu.

Mereka kini telah berubah seperti postur perempuan-perempuan tangguh yang tidak takut menghadapi kesulitan hidup, dan tidak gentar menghadapi kematian.

Para laki-laki bekas langganannya dahulu pada kaget melihat perubahan sikap perempuan-perempuan penghuni warung Randil itu

"Tik, saya sudah kangen banget sama kamu,"

Kata salah seorang bekas langganannya itu yang siang-siang itu datang mampir ke Warung Randil itu.

"Kalau kangen, kawini saja aku secara baik-baik, jangan main umpet-umpetan begini,"

Kata Watik nampak tegas menghadapi laki-laki itu, tanpa memperlihatkan senyum genitnya lagi. Nampak begitu serius.

"Kenapa kamu sekarang kok jadi ketus begitu, Tik"

"Tidak ketus. Aku butuh laki-laki yang serius bertangung jawab. Mau meminangku dan menjadi isterinya secara baik baik. Tidak mau lagi aku hanya dijadikan kuda tumpakan sakepenake wudelmu dewe. Sebabis dipakai, aku diterlantarkan. Mulai sekarang aku tidak mau lagi."

"Wah. Kamu kan butuh uang, Tik. Aku akan bayar kamu bilamana aku membutuhkan kamu. Mana mungkin aku mentelantarkan, selalu memberi uang."

"Tidak bisa. Aku tidak mau uangmu dengan cara begitu."

"Jangan begitu, Tik. Kita kan sudah langganan lama."

"Tidak ada lagi langganan mulai sekarang. Kalau kamu datang kemari dengan niat mau mengambil aku sebagai isteri, kita bisa bicarakan, kalau heanya mau main-main. Sudah sana pergi aku tidak mau terima tamu yang hanya mau main-main."

"Wah..wah. Ini keterlaluan, Tik. Tega-teganya kamu mengusir aku, Tik. Sudah berapa banyak uangku yang keluar untuk aku berikan kepada kamu. Masak sekarang aku butuh kamu, sikapmu jadi tidak enak begini. Ada apa sebenarnya, Tik. Mengapa tidak seperti biasa-biasanya."

"Sudahlah. Aku hargai atas kedatanganmu mengunjungiku, tetapi jangan harap engkau dapat menjamahku lagi dengan uangmu itu.

"Luar biasa. Aku masih sanggup membayar mahal, Tik. Berapa aku harus bayar kamu."

"Sudah aku katakan, aku tidak butuh uangmu itu. Kalau kamu mau menyentuh aku. Pinang aku. Lamar aku. Dan kawini aku dengan cara baik-baik."

"Aku kan sudah punyaisteri, Tik. Mana mungkin aku mangawinimu.

"Ya sudah. Sana. Sentuh saja isterimu di rumah semau kamu. Dan jangan cari perempuan lain kemari kalau hanya mau main-main"

"Wah. Kenapa kamu jadi berubah begini, Tik. Aku jadi tidak mengerti."

"Maaf, Kakang Trenggono. Kalau sekiranya keperluan Kakang kemari sudah cukup, saya mau mohon dini. Banyak pekerjaan di belakang yang harus aku kerjakan"

"Mengusir lagi, yah. Ini, Tik. Terima uang tiga ribu keping. Ambil semua, tapi jangan perlakukan aku seperti itu, ya, Tik."

"Maaf. Aku bukannya tidak butuh uang. Tetapi untuk memberikan imbalan atas uangmu ini aku sudah tidak bisa lagi. Bawa lagi uang itu, aku tidak mau terima."

"Enggak apa-apa. Ambil saja. Ini buat kamu. Kalau hari ini kamu berhalangan, aku tidak apa-apa. Lain waktu aku mampir. Aku berikan uang ini tanpa ikatan apa-apa. Aku hanya senang saja sama kamu. Selama ini kamu telah memberikan kesenangan kepadaku."

"Tapi, aku tidak mau menerima uan...in...ini,"

Belum habis kalimat Watik.

Tiba-tiba laki-laki itu sudah berdiri dengan tersenyum-senyum meninggalkan Watik, terus langsung menuju ke dokar kuda yang di parkir di halaman warung Randil itu.

Watik hanya memperhatikan tingkah laki-laki yang dulu menjadi langganannya itu dengan terbengong-bengong.

"Ada-ada saja tingkah laku laki-laki itu,"

Ujar Watik sendirian.

"Ada apa, Tik. Kangmas Renggo tadi. Ia marah yah,"

Kata Sarijah Gembrot keluar dari kamar depan.

"Ya, mungkin. Tetapi ini, uangnya ditinggalkan begitu saja. Lalu, bagaimana ini. Uang sebanyak ini ditaruh begini saja"

"Apa kata dia tadi."

"Yah, maunya dia aku disuruh melayani. Tetapi aku tetap menolaknya. Lalu dia bilang, biar uang ini untuk kamu saja Tik sebagai ucapan terima kasihku selama ini. Lalu, ia pergi, Jadi bagaimana menurut pendapatmu."

"Ya sudah itu jadi uang kamu. Bukan salah kamu. Pakai saja "

"Ach. Enggak mau. Jangan-jangan ini hanya untuk pancingan. Suatu saat ia datang kembali minta dilayani. Kalau aku tidak mau ia minta uangnya kembali bisa kacau. Sudah aku simpan saja. Nanti kalau ia kembali lagi, mau ribut. Akan aku lemparkan uang ini ke mukanya. Dikiranya kita bisa diperdaya begitu saja dengan uangnya "

"Ya. Aku rasa benar juga pikiranmu itu, Tik. Hati-hati kelakuan laki-laki itu. Yah, kamu simpan baik-baik saja uang itu untuk jaga-jaga kalau ia banyak ulah nanti, kita bajar ganti dia," kata Sarijah Gembrot.

Sejak saat itu. Warung Randil ini hanya menerima orang yang mau membeli makanan dan minuman. Tidak lagi ada pelayanan untuk perempuan. Banyak para langganan lama yang kecewa, pulang marah-marah. Tetapi kemudian beberapa hari lagi mereka datang untuk meminta maaf dan berlaku sopan kepada para perempuan penghuni warung makan ini.

"Maaf, Tik. Atas kekasaranku tempo hari. Aku tidak sengaja kehilangan keseimbangan diriku karena biasanya kamu bisa sewaktu-waktu melayaniku, tetapi kali itu kamu lain. Berani menolaknya. Jadi aku terbawa nafsu. Maaf ya, Tik"

Kata Pak Dikun seorang pedagang kaya yang biasa berlangganan kemari.

"Tidak apa-apa kok, Pak. Kami di sini yang justeru minta maaf karena tidak bisa lagi melayani bapak seperti biasanya dahulu."

"Ya. Aku senang saja pada kalian jadi walaupun sekarang warung merah kalian sudah tidak ada lagi, aku masih akan tetap langganan makan di sini."

"Terima kasih, Pak Dikun", kata perempuan-perempuan itu hampir berbarengan dengan muka ceria yang ramah. Walaupun wanung Randil ini sekarang sudah tidak melayani laki-laki iseng lagi, tetapi tambah hari bukannya sepi pengunjung malahan makin ramai orang yang memerlukan makan minum di tempat ini. Bahkan sekarang justeru banyak ibu-ibu kalau kesiangan di jalan, memerlukan makan siang mampir makan ke warung Randil ini. Penghidupan perempuan-perempuan penghuni warung makan ini makin baik. Rejekinya terus berdatangan. Mereka masih dengan tekun tiap hari belajar ilmu pencak silat yang diajarkan oleh Joko Manggolo yang juga ikut membantu memajukan warung makan itu. Sudah berlangsung hampir empat bulan, terjadinya perubahan warung di tengah sawah Dukuh Randil ini, maka pada suatu hari Joko Manggolo berpamitan akan meneruskan perjalanannya untuk tujuan mencari ayah-bundanya itu.

"Mengapa Kangmas Manggolo tidak tinggal di sini terus,"kata Watik yang nampak mulai menaruh hati kepada Joko Manggolo.

"Aku masih mempunyai tugas berat. Untuk mendapatkan kembali ayah-bundaku. Oleh karena itu, rupanya aku masih memerlukan perjalanan panjang. Maafkan aku, Mbakyu Watik."

"Kalau nanti sudah ketemu ayah-ibunya, datang kemari lagi, ya. Kangmas Manggolo."

"Pasti itu. Saya tidak melupakan kebaikan Mbakyu-mbakyu di sini."

Pagi buta dengan berbekal sekampluk makanan dan bahan pangan yang telah disediakan perempuan-perempuan penghuni wanung makan itu, Joko Manggolo pergi meninggalkan warung itu dengan diiringi tangis haru para perempuan itu. Satu per satu mereka memeluk tubuh Joko Manggolo yang tegap perkasa itu untuk mengucapkan selamat jalan.

****

TRAGEDI.

AWAN mendung sejak sore nampak menyelimuti Dukuh Pupus Aren. Suatu perkampungan diperbukitan yang penuh gejolak. Nampak terdapat perbedaan yang menyolok antara golongan masyarakat yang berpunya dan yang terbelakang. Masyarakat miskin yang kelihatan makin tersingkir ke arah pelosok perbukitan yang makin jauh ke dalam. Mereka mengandalkan nafkah hidupnya menjadi buruh dan pembantu rumah tangga bagi keluarga-keluarga berpunya di daerah perkampungan dukuh Pupus Aren Kadipaten Ponorogo ini. Kalangan yang berkemampuan ekonomis di Dukuh Pupus Aren, kebanyakan mempunyai usaha perkebunan pobon aren yang diolah menghasilkan gula aren, juga beberapa orang yang terpandang sebagai orang kayanya mempunyai perkebunan tebu di beberapa daerah dataran rendah yang kemudian diolah sebagai produksi gula tebu. Produksi yang dihasilkan itu selain dipasarkan ke kota Kadipaten Ponorogo, juga dikirim ke kota Trowulan, ibukota kerajaan Majapahit pada waktu itu.

Penduduk dukuh Pupus Aren dikenal luas sebagai orang-orang yang keras. Keras dalam bekerja, keras hatinya, keras bersikap, dan keras dalam cara bertutur sapa .Sehingga bagi telinga kebanyakan orang dari luar dukuh Pupus Aren, melihat cara mereka berbicara tiap hari seperti orang yang sedang bertengkar, padahal itu biasa bagi telinga mereka. Bahasa yang mereka gunakan ngoko, tidak dikenal perbedaan bahasa halus, walaupun itu pembantu terhadap majikannya, tiap hari berbicara ngoko seperti tidak pernah ada perbedaan antara, siapa majikan dan siapa kawulo. Perbedaan itu, baru akan terlihat dari pakaian yang disandangnya. Bagi majikan, jelas berpakaian lebih bagus dan terlihat berharga mahal, sedangkan bagi pembantunya lebih lusuh dan kelihatan harga murahan. Dukuh Pupus Aren dipimpin oleh Lurah Mangunprayogo, dikenal sebagai orang yang memiliki kemampuan linuwih, menguasai ilmu kanuragan, kesaktian dan kedigdayaan. Tetapi ia belum bergelar Warok Mangunprayogo.

Cuma itu tadi, ia biasa bicara keras dan ceplas-ceplos terhadap siapa saja orang yang ditemui. Maksudnya barangkali ingin menunjukkan dirinya sebagai orang yang terbuka, tidak ada tedeng aling-aling, akan tetapi sering disalahtafsirkan orang yang kemudian banyak yang sakit hati hanya lantaran diomongkan yang tidak enak ditelinga itu. Oleh karena itu masyarakat belum pernah menyebutnya sebagai warok. Rumah kelurahan yang ia diami bersama keluarganya, dibangun mentereng di tengah-tengah perkampungan warga yang dipimpinnya. Tiap malam diadakan penjagaan ronda dan rumahnya sendiri itu selalu dijaga ketat oleh para pamong yang nampak juga terlatih dalam berlaga.

Pada suatu hari keluarga Pak Lurah ini kedatangan rampok. Seperti orang sedang njarak, sengaja mencoba kemampuan Pak Lurah ini. Gerombolan perampok dengan gesit membekuk, penjaga-penjaga rumah Pak Lurah Mangunprayogo satu per satu dilumpuhkan, walaupun mendapat perlawanan keras dari para penjaga yang tangguh-tangguh itu, tetapi nampaknya perampok kali ini bukan gerombolan sembarangan. Sungguh aneh, perampokan itu hanya terjadi di rumah Pak Lurah saja. Rumah penduduk lainnya, dan tetangga paling dekat dengan rumah Pak Lurah tidak dijamah sama sekali. Padahal rumah-rumah yang dekat dengan rumah Pak Lurah ini rata-rata milik orang kayanya di kampung ini.

Bahkan ada rumah yang lebih baik daripada rumah Pak Lurah, tidak terkena sasaran perampokan ini. Tetapi memang, sedekat apa pun tetangga rumah Pak Lurah itu, ternyata masih di belah oleh aliran sungai atau semacam jurang kecil sebab jarang ada airrnya, hanya musim penghujan terlihat mengalir airrnya yang deras kemudian habis lagi, jurang kecil ini yang memisahkan antara rumah Pak Lurah dengan rumah tetangga-tetangganya, sehingga jarak yang memisahkan ini yang membuat kesan rumah Pak Lurah nampak agak menyendiri. Walaupun berada di tengah padukuhan yang dikelilingi rumah-rumah penduduk yang tersebar itu, tidak menunjukkan suasana rumah Pak Lurah itu berada akrab dengan penduduknya. Sunsana rumah yang nampak menyendiri itu yang rupanya memudahkan bagi para perampok itu segera dapat memasukinya tanpa diketabui oleh para tetangga dekatnya. Terkecuali para penjaga yang sengaja digilir mengamankan rumah Pak Lurah itu. Perampok yang tidak diketahui dari mana asalnya itu, telah berhasil menguasai para penjaga yang sepanjang malam berjaga berkeliling di rumah Pak Lurah. Sebelas orang telah dihabisi, tidak ada satu pun yang hidup ketika terjadi pertarungan sengit dengan gerombolan perampok yang menyerbu serentak.

Seorang petugas yang seharusnya dapat membunyikan kentongan, ketika ia berlari mau menabuh kentongan itu, belum sampai telah tersambar sebilah senjata tajam motek yang mengenai punggungnya ketika dilempar oleh salah seorang perampok yang memergokinya. Pak Lurah ketika mendengar keributan di halaman rumahnya yang besar itu, ia segera waskito, pasti ada sesuatu yang tidak beres terjadi di lingkungan rumahnya yang luas ini. Ia segera berganti pakaian laganya berupa seragam hitam-hitam, kolor besar panjang yang telah diisi jampi-jampi sebagai kekuatan pertahanan tubuhnya, dan tidak lupa sebilah motek senjata tajam khas Poaorogo itu disambarnya.

Isterinya yang sedang enak-enak tidur terlentang itu tidak berapa lama kemudian ikut terjaga. Masih setengah mengantuk, dilihatnya suaminya mengenakan pakaian laga ia agak terheran, tetapi ketika terdengar suara gaduh di luar ia memakluminya. Ia sendiri segera melompat dan mengenakan pakaian laga juga.

"Ada apa, Kangmas,"

Tanya isterinya di tengah membetulkan pakaian laganya itu

"Entahlah. Sepertinya ada gerombolan liar yang sengaja mengincar nyawaku."

Jawab Pak Lurah kepada isterinya Endang Sri Sumilir, perempuan cantik berkulit kuning langsat yang dinikahinya sudah hampir dua puluh tahun yang lalu itu. Kelihatannya, Pak Lurah Mangunprayogo ini amat sayang kepada isterinya yang supel kepada siapa saja, sehingga sekasar apa digunakannya terhadap isterinya, terasa sangat halus walaupun dengan nada bicara tinggi.

Mungkin menunjukkan kecintaannya yang mendalam itu.

"Kalau yang diinginkan nyawa, Kangmas. Apakah tidak sebaiknya, Kangmas segera kabur saja lewat pintu belakang."

"Tidak ada tempat lari lagi, Diajeng. Mereka pasti sudah mengenali seluk beluk rumah kita ini. Kelihatannya mereka itu bukan gerombolan sembarangan. Mereka berilmu tinggi. Jadi tidak ada gunanya kita lari. Kita harus bisa melawan. Sebaiknya Diajeng, bangunkan segera putri kita si Senduk."

Kata Pak Lurah kepada isterinya. Nama lengkap putri Pak Lurah itu sebenarnya Gianti Gayatri, tapi bagi kebanyakan orang Ponorogo memanggil nama kesayangan anak perempuannya dengan panggilan Senduk.

"Bersembunyilah di belakang kandang ayam yang aku siapkan itu,"

Lanjut Pak Lurah kepada isterinya

"Kalau mereka akan mencari kalian berdua, pasti akan bertemu dengan ayam-ayam aduan kita. Mendengar kokok ayam dan bahu kotoran ayam, pasti mereka akan mengurungkan niatnya mencari kalian berdua.
Sementara aku berharap, kalau aku tidak mampu menandingi mereka akan segera datang bantuan dari penduduk."

"Ya, Kakangmas. Akan segera aku laksanakan. Hati-hatilah, Kakangmas,"

Kata isterinya nampak memperlihatkan kekhawatirannya yang mendalam.

"Ya. Jaga diri kalian berdua baik-baik."

Terlihat Pak Lurah itu memeluk erat isterinya, yang bernama Endang Sri Sumilir itu, perempuan molek yang dulu sebenarnya sebelum diambil isteri Pak Lurah berprofesi sebagai penari gambyong. Banyak laki-laki, dan para warokan yang menaksirnya, tetapi entah mengapa, Pak Lurah berhasil menggaetnya, dientaskan dari dunia "glamour"nya orang- orang Ponorogo itu untuk diangkat menjadi perempuan baik baik sebagai isteri Pak Lurah. Dari sini ceritera berkembang, banyak laki-laki yang dulu pernah menaksirnya pada sakit hati.

Warok Ponorogo 6 Pergumulan Di Warung Randil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hal itu yang kemudian membuat Pak Lurah jadi banyak musuh dari gerombolan-gerombolan sakit hati itu yang rupanya hendak menebus rasa harga dirinya. Ingin mencabut nyawa Pak Lurah. Malam itu, setelah Pak Lurah merasa telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi medan laga, ia segera meloncat keluar kamar lewat samping serambi rumah. Tidak lupa ia mencabut tombak andalan kelurahan Dukuh Pupus Aren yang terkenal dengan sebutan "Kyai Bedor"

Sebagai perlambang tombak kemakmuran Dukuh Pupus Aren di daerah kulon kadipaten Ponorogo itu.

Ketika dilihat oleh Pak Lurah para penjaga rumah kelurahan itu banyak yang tergelepar di berbagai tempat sudut rumah itu, bahkan kedua pembantu perempuannya juga telah tergeletak tidak bernyawa, dan kemudian di seberang tembok itu terlihat ada seseorang yang berewokan sedang mengendap-endapkan badannya, Pak Lurah segera bersiaga dengan memasang seluruh daya kekuatannya untuk mengetahui gerakan-gerakan perampok itu.

Sewaktu ia membalikkan badannya terlihat tiga orang laki-laki yang kelihatan berangasan telah melihat keberadaan Pak Lurah.

Ketiga laki-laki berewokan itu segera menyerang Pak Lurah yang telah bersiaga menghadapi segala kemungkinan penyerangan mendadak dari para perampok itu.

Dengan gesit, Pak Lurah memainkan tombak "Kyai Bedor nya itu berputar-putar kian kemari.

Ketiga perampok tangguh itu pun tidak kalah lincahnya, dengan menggunakan senjata motek mereka nampak mahir bergerak cepat mendesak Pak Lurah terus ke arah sudut ruangan.

Kilatan senjata-senjata mereka dan suara keras ketika senjata-senjata mereka beradu.

Beberapa kali sabetan motek para perampok itu mengenai tubuh Pak Lurah, akan tetapi rupanya tidak mempan melukai tubuh Pak Lurah yang sakti itu.

Demikian juga tombak Pak Larah yang beberapa kali menusuk bagian-bagian tubuh perampok-perampok itu hanya menimbulkan goresan-goresan yang mengeluarkan darah kental bercucuran tidak seberapa lantaran ternyata para perampok itu pun juga bukan lemah yang tidak mempunyai kesaktian.

Pak Lurah dan para perampok itu walaupun termasuk sama-sama orang yang sakti, tetapi rupanya mereka kurang terlatih dalam melakukan gerakan. Sehingga yang terjadi bukannya saling hindar terbadap serangan lawan, tetapi saling bentrok.

Pak Lurah memberikan perlawan sejadinya.

Namun, walaupun Pak Lurah sebenarnya memiliki ilmu kanuragan untuk menangkal berbagai senjata tajam, ia tidak tedas bacok, akan tetapi ia lengah konsentrasinya ketika terdengar suara jerit putri dan isterinya dari arah kandang belakang.

Rupanya, isteri dan putrinya yang sedang sembunyi di balik kandang ayam itu berteriak minta tolong sewaktu ditemukan oleh seorang perampok yang mencurigai tempat kandang itu.

Sebenarnya perampok itu sebelumnya tidak dapat melihat persembunyian mereka berdua ketika ia membolak balik mencari pintu masuk kandang itu yang terus terkena sambaran kokok ayam jantan peliharaan keluarga Pak Lurah itu. Namun, putri Pak Lurah yang sedang ketakutan berat ketika melihat ada perampok di dekatnya yang sedang berusaha mencarinya itu, ia tanpa sadar terduduk ndoprok, menggigil ketakutan, kemudian ngompol, terkencing-kencing "sirr"

Bunyi keras suara perempuan kencing sambil terkentut-kentut keras "Tut, preer" karena ketakutan. Perampok itu makin curiga ketika mendengar ada suara perempuan kencing disertai seperti suara orang kentut keras itu.

Ia lalu mulai yakin ada perempuan yang berada tidak jauh dari kandang ini.

Benar juga sebilah papan besar yang menjadi pelindung persembunyian kedua perempuan itu ketika dibongkar terlihat ada dua orang yang berambut panjang.

Putri Pak Lurah, saking begitu kagetnya melihat laki-laki yang memergokinya itu, tanpa sadar ia menjerit nyaring

"Tolonnnnggggg"

Dan

"Bhukklkk Brak"

Perampok itu rupanya terkena tendangan keras dari salah seorang perempuan itu yang ternyata tendangan maut dari isteri Pak Lurah, pendekar Endang Sri Sumilir.

Rupanya, isteri Pak Lurah yang memiliki dasar-dasar ilmu kanuragan itu langsung menerjang laki-laki brewokan yang berusaha bangun dari jatuh terpental ke belakang karena terkena tendangannya itu.

"Mati aku. Kurang ajar, perempuan tidak tahu diri,"

Teriak laki- laki itu sambil berusaha berdiri.

Namun rupanya, isteri Pak Lurah yang terrnyata juga sangat mahir mengeluarkan jurus-jurus ilmu kanuragannya itu, mampu memberikan perlawanan keras terhadap laki-laki dungu itu.

Serangan yang terus bertubi itu tidak dapat dielakkan oleh laki-laki berewokan perampok itu, ia terus terdesak ke belakang.

Namun naas, rupanya suara teriakan putri Pak Lurah yang tadi terdengar sampai di samping rumah joglo itu telah membuat sekawanan perampok lainnya berhamburan mendatangi arah suara itu.

Begitu melihat temannya sedang dihajar oleh seorang perempuan itu, segera mereka menolong mengeroyok perempuan itu.

Tidak berapa lama, isteri Pak Lurah itu sudah tidak berkutik menghadapi perlawanan keroyokan itu, walaupun ia berjuang keras untuk merubuhkan satu per satu para laki-laki yang mengeroyoknya itu, namun akhirrnya ia kewalahan juga, dan ia berhasil diringkus para perampok itu sekaligus bersama putri Pak Lurah itu. Pak Lurah yang begitu kaget mendengar jerit anaknya itu tadi, ia menoleh lengah ke arah datangnya suara putrinya itu, dan ia belum sempat menghidupkan tenaga dalamnya yang menopang ilmu kedigdayaannya ketika tiba-tiba ia diserang menghadapi kekuatan dahsyat, serangan aji-aji yang dilemparkan dari jarak jauh.

Seseorang dari anggota gerombolan itu, mungkin ia yang menjadi pemimpinnya, tanpa diketahui Pak Lurah telah mempersiapkan aji-aji "Lembur Sumyur, Pak Lurah terkena serang tenaga dalam laki-laki yang menyembunyikan dirinya di balik tumpukan kayu-kayu mahoni itu.

Pak Lurah langsung tergeletak.

Akan tetapi, ia masih sempat mengucapkan beberapa mantra penolak racun, dan pengedar darah dalam tubuhnya, kemudian ia sudah tidak ingat lagi. Untung ketika malam kejadian naas di rumah Pak Lurah itu, Joko Manggolo yang kemalaman di perjalanannya, ia sedang memasuki Dukuh itu.

Terlihat suasana sepi perkampungan itu, hanya sekali-kali terdengar suara orang yang sedang meronda membunyikan kentongannya.

Joko Manggolo dapat menangkap angin yang kurang beres terjadi di perkampungan yang sunyi senyap ini.

Ia segera berkonsentrasi untuk mencari dari arah mana datangnya "hawa buruk"

Malam begini ini.

Ia terus menelusuri sesuai aliran petunjuk dalam bathinya Tidak berapa lama, ia segera mendapatkan rumah Pak Lurah, terlihat scorang penjaga tergeletak di depan pintu masuk.

Joko Manggolo terus ke dalam, dan ditemukan lebih banyak lagi korban-korban yang berjatuhan disana-sini.

Kemudian ia mengelilingi rumah joglo besar itu barangkali masih ada orang yang tersisa.

Tidak dijumpai makhluk yang masih hidup.

Lalu ia, melihat seseorang yang perkasa tergeletak di tangga dalam, melibat pakainnya yang lumayan bagus itu, tentunya ia itu seorang ningrat.

Mungkin beliau ini Pak Lurahnya.

Tubuh Pak Lurah segera dibopongnya.

Ia memperkirakan jiwa Pak Lurah itu dapat tertolong, masih ada tanda-tanda kehidupan yang memungkinkan ia segera siuman dari pingsannya.

Joko Manggolo segera menolong Pak Lurah itu yang kemudian membawanya masuk ke dalam rumahnya ditaruh di atas tempat tidur.

Kemudian, Joko Mangolo segera ke dapur mencari beberapa dedaunan, yang kemudian diracik dan diusapkan ke wajah Pak Lurah dan pada bagian tubuh-tubuh lainnya yang penting.

Benar juga Pak Lurah lambat-laun dapat membuka matanya, dan ternyata ia masih hidup.

Ia memperhatikan wajah Joko Manggolo, seorang pemuda asing yang belum pernah dikenali sebelumnya.

"Ter...terima...terima kas..kasih, anak muda.Engkau telah menolongku,"

Kata Pak Lurah terbata-bata.

"Siapakah yang melakukan semua ini, Pak."tanya Joko Manggolo.

"Ak...ak.aku tidak begitu mengenalnya. Mungkin mereka belum jauh dari sini. Tapi, lamat-lamat aku mengenalinya. Coba tolong anak muda, nama perampok itu kalau tidak salah dari gerombolan Brojol Mangun yang terkenal memiliki ilmu ajian Sampur Ungu dan Lembur Sumyur."

"Biarkan, aku sendiri di sini anak muda. Tolonglah kejar mereka. Cepatlah, tinggalkan aku sendiri, anak muda. Aku sudah bisa menguasai diri"

"Bab...ba.. .baik, Pak. Hamba berangkat mencoba mengejar mereka."

"Ak.. .aku...aku restui anak muda, berhati-hatilah."

Joko Manggolo segera mengejar ke arah larinya gerombolan itu.

Sebelum ia berangkat ia telah menemukan beberapa barang perampok yang tertinggal tercecer disana-sini.

Dari petunjuk barang yang tertinggal, kemudian Joko Manggoolo bisa mencium baunya, lalu membaca mantra-mantra untuk mengetahui arah larinya orang yang memiliki barang tersebut .Diketahui larinya ke arah tenggara Dukuh Pupus Aren ini.

Segera Joko Manggolo lari mengejarnya dengan menggunakan kuda milik kelurahan Dukuh Pupus Aren itu yang terparkir tidak jauh dari tempat ini. Tengah malam, Joko Manggolo dapat memergoki sebuah rumah gubug yang tertata agak lumayan rapi di tengah hutan.

Penuh dengan peliharaan ayam jantan aduan.

Joko Manggolo segera menghendap-endap, samar-samar terdengar suara ketawa banyak laki-laki, dan teriakan histeris seorang perempuan setengah baya yang ketakutan menghadapi banyak laki-laki begajul itu.

Setelah Joko Manggolo berhasil mendekati rumah pondok itu, ia mengintip ke dalam lubang sela-sela dinding bambu dan kayu jati itu.

Memang, terlihat banyak laki-laki di dalam yang nampak sedang menghitung uang jarahannya, sambil mabuk-mabukan minum arak.

"Bagaimana aku bisa menghadapi sebegitu banyak laki-laki sakti ini seorang diri. Aku harus cari akal,"

Begitu pikir Joko Manggolo.

Tiba-tiba terdengar ada salah seorang laki-laki keluar pondoknya.

Rupanya ia akan buang air kecil.

Joko Manggolo segera mendekatinya.

Tanpa banyak waktu terbuang lagi, laki-laki itu terus segera disekapnya dari belakang.

Perutnya ditusuk dengan motek.

Sebelum melakukan pekerjaan ini Joko Manggolo terlebih dahulu membaca mantra-mantra agar aman, khawatir laki-laki itu orang sakti yang tidak tedas tusuk.

Rupanya laki- laki itu sedang lengah setengah mabuk kepayang, sehingga dengan mudah Joko Manggolo menghabisinya dengan membungkam mulutnya agar tidak mengeluarkan suara.

Dari mulut laki-laki korbannya itu diketahui oleh Joko Manggolo bau arak.

Rupanya laki-laki itu sudah mabuk berat.

Dari sini baru timbul pikiran Joko Manggolo.

"Sebaiknya aku membebaskan perempuan ini setelah para laki-laki itu pada mabuk. Menunggu sampai mereka tidak sadarkan diri, baru aku serang masuk."

Joko Manggolo hanya bisa mengintip terus menerus keadaan di dalam rumah itu. Nampak satu per satu laki-laki itu tergeletak. Mungkin sudah kelelahan karena baru bertarung di rumah Pak Lurah tadi. Sudah pada ngantuk ketiduran karena hari sudah larut malam. Atau mabuk kebanyakan minum tuak. Terlihat kedua perempuan itu dikat erat dengan seutas tali besar di palang pojok ruangan. Beberapa lama Joko Manggolo menunggu keadaan sampai aman betul, baru ia mengendap-cadap mencoba memasuki pondok itu lewat pintu belakang. Sesampai di ruang tengah dimana perempuan itu disekap, ketika melihat kedatangan Joko Manggolo prempuan itu agak terperanjat. Tetapi setelah diperhatikan wajah Joko Manggolo yang kelihatannya orang baik-baik, muka perempuan berubah ceria seperti ada harapan akan tertolong jiwanya.

"Set"

Joko Manggolo memberi isyarat agar perempuan itu tenang. Pelan-pelan, Joko Manggolo mendekati perempuan itu dan melepaskan ikatan tali-tali itu, kemudian pelan-pelan ia dibawa ke luar lewat pintu belakang, dan segera dinaikkan ke atas kuda. Namun rupanya nasib baik belum berpihak kepada Joko Manggolo, salah seorang perampok itu terbangun, ia rupanya kepengin kencing. Ia keluar lewat pintu depan, dan ketika ia melihat ada kuda yang sedang dinaiki perempuan dan di sebelahnya ada seorang laki-laki, masih dalam keadaan ngantuk, mabuk dan setengab tidak sadar, laki-laki itu terus meloncat menyerang Joko Manggolo sambil berteriak lantang.

"Kurang ajar, mau kau bawa kemana perempuan ini."

Joko Manggolo yang tidak mengira datangnya serangan itu, ia terkena tendangan tepat di rusuk sebelah kanan, dan terjatuh terjungkal. Terjadilah perkelahian sengit. Walaupun Joko Manggolo kelihatan dapat menguasai keadaan, tetapi tiba-tiba muncul lagi dua laki-laki yang berjalan dengan gontai, mungkin masihe setengah mabuk kemudian ikut menyerang mengeroyok Joko Manggolo. Melihat perimbangan kekuatan yang tidak sepadan ini. Tanpa diduga, perempuan yang dibebaskan Joko Manggolo tadi yang ternyata isteri Pak Lurah, Endang Sri Sumilir yang telah duduk di atas kuda itu dengan tangkas mencabut motek Joko Manggolo yang sudah ditaruh di atas kuda itu tadi, dilemparkan kepada salah seorang laki-laki setengah mabuk itu.

"Blessss", mengenai tepat di ulu hati laki-laki perampok itu langsung terpelanting mengelepar tidak bernyawa lagi .Kedua kawanan perampok itu demi melihat salah soorang kawannya itu telah terbunuh, mereka tidak sadar menghentikan penyerangan terhadap Joko Manggolo dan menghampiri mayat temannya itu. Kesempatan baik itu segera dimanfaatkan Joko Manggolo dengan meloncat ke atas kudanya dan memacunya kencang. Kuda itu segera melaju cepat ke arah Dukuh Pupus Aren. Melihat Joko Manggolo kabur dengan membawa perempuan itu, kedua laki-laki itu berteriak-teriak memanggil teman-teman lainnya yang rupanya masih tergeletak tertidur di dalam pondok. Mereka kemudian bangun ketika mendengar teriakan temannya itu, tergopoh-gopoh keluar pondok mendatangi arah teriakan teman-temannya

"Seorang laki-laki berkuda telah membawa kabur itu. Dan si Brenggolo mati terbunuh,"

Teriak laki-laki yang sedang merawat temannya yang terbunuh itu memberitahu kepada ketiga laki-laki yang baru muncul itu

"Kurang ajar, siapa laki-laki itu, berani-beraninya ikut campur urusan orang lain. Aku akan beresi"

"Lalu, bagaimana kita sebaiknya."

"Kita bikin perhitungan lain waktu saja. Hari sudah akan pagi. Tidak mungkin kita kembali menyerang ke Dukuh Pupus Aren. Penduduk pasti sudah pada bangun. Berat kita melawan seluruh penduduk,"

Kata laki-laki yang kelihatannya sebagai pemimpin mereka.

Ketika Joko Manggolo kembali memasuki Dukuh itu dengan membawa isteri Pak Lurah yang pingsan dibopongnya, ia dihadang oleh orang-orang kampung dengan senjata lengkap.
Warok Ponorogo 6 Pergumulan Di Warung Randil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Mereka mengira Joko Manggolo yang menjadi pelaku perampokan itu.

Isteri Pak Lurah itu rupanya tidak bisa bicara karena lemas dan masih meninggalkan trauma ketakutan, nampak lunglai, lalu pingsan yang kemudian oleh Joko Manggolo diserahkan kepada orang-orang yang berkerumun itu untuk diangkut ke dalam rumah.

Sementara itu Joko Manggolo harus berhadapan dengan orang-orang kampung yang nampak beringas melihat kedatangan orang asing, Joko Manggolo ini.

Terjadilah perkelahian keroyokan.

Untunglah ketika berlangsung pertarungan sengit itu, Pak Lurah yang sedang tidur sakit terkena ilmu tenaga dalam perampok itu segera mendapat laporan dari Pak Carik mengenai pemuda yang membawa isteri Pak Lurah itu

"Hentikan pengeroyokan itu.Pemuda itu yang telah menolong saya. Dia bukan perampoknya.Persilakan pemuda itu masuk kemari, dan jamu dengan baik,"

Perintah Pak Lurah seketika sambil berdiri menahan sakit.

Namun ia merasa gembira ketika dilihatnya isterinya telah berada di kamarrnya di situ juga di sebelah tempat tidurnya, dengan ditunggui oleh tiga perempuan baya yang dikenal sebagai ahli pengobatannya di dukuh Pupus Aren ini.

Walaupun perempuan itu masih belum siuman dari pingsannya, Pak Lurah terlihat sangat gembira.

Bungah.

Isteri itu lalu dipeluknya erat-erat, mempertihatkan kasih sayangnya yang mendalam sebagai seorang suami yang baik.

Pak Carik serta-merta segera berlari keluar rumah Pak Lurah, dan berteriak-teriak keras.

"Hentikan, hentikan perkelahian. Ini perintah Pak Lurah."

Seketika itu juga, orang-orang kampung yang sedang berjuang keras menaklukkan Joko Manggolo itu menghentikan serangan keroyokannya.

"Ada apa, Pak Carik,"

Tanya salah seorang pemuda yang nampak telah berlumuran darah pada tubuhnya, tetapi kelihatan masih memperlihatkan semangatnya yang keras untuk meneruskan perkelahian dengan Joko Manggolo, pemuda asing itu.

"Pemuda ini yang justeru menolong, Pak Lurah, dan Bu Lurah."

"Hah, dia ini. Apa benar."

"Iya Ini perintah, Pak Lurah. Pokoknya hentikan saja perkelahian ini. Sekali lagi ini perintah Pak Lurah."

Semua orang yang tadi habis bertarung seru itu tercenung. Mereka memperhatikan Joko Manggolo yang nampak berdiri tegap. Ia tidak mencabut senjata tajamnya sejak tadi. Jadi orang-orang yang berlumuran darah itu lantaran terkena bacok oleh senjata teman-temannya sendiri.

"Baik, kalau demikian. Mari konco-konco. Kita bubar."

Masih teriak pemuda gagah itu

"Marilah masuk, anak muda,"

Kata Pak Carik sambil mendekati Joko Manggolo, kemudian menyalaminya.

Tak lama kemudian diikuti oleh orang-orang yang lainnya, satu per satu memberikan salam memperkenalkan diri termasuk pemuda yang berlumuran darah itu.

"Maafkan, atas kekeliruan ini, anak muda,"

Kata salah seorang penduduk yang tadi juga ikut terlibat bertarung keroyokan itu. Joko Manggolo hanya memberikan senyum penuh ketulusan.

"Maafkan saya juga bapak-bapak,"

Kata Joko Manggolo kemudian

"Mari. Mari, anak muda ikuti aku masuk ke dalam,"

Kata Pak Carik kemudian, Tanpa banyak tanya, tangan Pak Carik itu langsung menarik tangan Joko Manggolo.

Mereka terus berjalan memasuki rumah kelurahan diikuti oleh beberapa yang lain, sisanya penduduk Dukuh Pupus Aren memenuhi balaman rumah Pak Lurah sambil duduk-duduk berjaga-jaga kalau ada serangan kembali dari gerombolan liar itu.

Sementara itu kaum ibu-ibu, dan para anak perawannya memasak di dapur rumah Pak Lurah untuk menjamu orang-orang kampung yang berkumpul di halaman rumah itu.

"Aku sangat berterima kasih kepadamu anak muda,"

Kata Pak Lurah dihadapan Joko Manggolo yang sedang disuguh makan dan minum di kamar tidur Pak Lurah itu.

Kebetulan memang Joko Manggolo sedari sore belum makan, oleh karena itu terasa lapar sekali.

Apalagi, tenaganya juga baru terpakai bertarung menghadapi para perampok di hutan itu, kemudian menyusul menghadapi penduduk Dukuh Pupus Aren yang salah paham itu tadi.

Oleh karena itu, ketika disediakan makan itu, begitu dipersilakan segera disantapaya banyak-banyak.

Dihabiskan.

Orang-orang kampung dan Pak Lurah yang melihat Joko Manggolo bersantap dengan lahap itu hanya bisa tersenyum- senyum geli. Tiba-tiba terdengar rintihan kecil ternyata datangnya dani Bu Lurah Endang Sri Sumilir, lalu katanya

"Kangmas, anak kita si Senduk.."

"Hah, mana si senduk."

Pak Lurah matanya terbelalak kaget .Ia baru ingat sejak tadi tidak melihat si senduk putrinya itu.

"Ia dibawa kabur sama pimpinan perampok itu,"

Kata Bu Lurah kembali.

"Lho, kenapa tadi ibu tidak memberitahu saya,"

Kata Joko Manggolo juga ikut kaget. Dia tidak tahu kalau putri Pak Lurah juga dibawa kabur.

"Kalau aku beritahu tadi, Dimas tidak mungkin menyelamatkan aku. Kekuatan mereka berlipat ganda. Maka aku tidak tahan, ingat memikirkan nasib si Senduk, dan mungkin aku tadi terus pingsan sejak di atas kuda itu"

"Obhhh...."

Pak Lurah dan Joko Manggolo dan para peggede kelurahan lainnya seperti memaklumi keadaan yang rumit

"Baiklah kalau demikian,"

Kata Pak Lurah.

"Sekarang, Pak Carik dan Pak Jogoboyo. Bersiaplah kalian semua, pagi-pagi buta, kita berangkat mengejar mereka. Bawa orang-orang andalan kita."

Kata Pak Lurah kemudian Joko Manggolo hanya termangu-mangu, merasa pekerjaannya menyelamatkan keluarga Pak Lurah ini tidak tuntas benar.

Ia benar-benar tidak tahu kalau yang dibawa lari itu termasuk putri Pak Lurah

"Kenapa Pak Lurah tadi tidak pesan kalau putri Bapak juga dibawa kabur,"

Kata Joko Manggolo kemudian.

"Aku sendiri juga tidak tahu kejadian berikutnya, Anakmas. Aku juga tidak ingat lagi sampai tadi anakmas menolongku, baru aku tersadar. Lupa tidak memberitahu anakmas kalau putriku Senduk juga dibawa lari mereka."

Suasana menjadi hening. Terdiam semua. Nampak mereka sedang berpikir, apa yang akan bisa mereka perbuat untuk menyelamatkan si Senduk Gianti Gayatri, putri tunggal Pak Lurah kepaia Dukuh Pupus Aren ini.

*****

PEMBEBASAN SI SENDUK.

PAGI hari, rombongan Pak Lurah Mangunprayogo beserta para pamong dengan bersenjata lengkap mengendarai kuda, nampak mereka beriringan telah berangkat meninggalkan Dukuh Pupus Aren. Rombongan ini mengikuti petunjuk Joko Manggolo, menelusuri jejak larinya perampok tadi malam yang masih membawa si Senduk Gianti Gayatri, putri tunggal Pak Lurah, menuju ke arah tenggara Karena Joko Manggolo semalam yang mengetahui persembunyian perampok itu di tengah hutan, sebuah gubug kecil yang digunakan untuk mengikat Bu Lurah Endang Sri Sumilir, maka rombongan Pak Lurah ini pertama kali yang dituju ke arah gubug itu. Tidak berapa lama rombongan Pak Lurah telah sampai di tengah butan. Menemukan gubug itu. Dengan kewaspadaan tinggi mereka memeriksa tempat sekeliling gubug, dan kemudian memeriksa ke dalamnya. Nampak kosong telah ditinggalkan penghuninya. Di sana-sini masih terlihat bekas minuman arak, suasananya porak-poranda. Di halaman rumah itu ditemukan dua buah kuburan yang nampak masih baru. Kedua orang perampok itu yang tadi malam berhasil dibunuh oleh Joko Manggolo, dan satunya terkena lemparan motek yang dilakukan oleh Bu Lurah Endang Sri Sumilir, kuburan kedua perampok itu yang berada di halaman rumah gubug tengah hutan ini nampak seperti baru dikubur dengan terburu- buru. Rombongan Pak Lurah kemudian menemukan ceceran darah segar yang nampak terus meninggalkan tempat di sekitar gubug ini. Atas petunjuk ceceran darah ini, mereka sepakat untuk menelusuri kemana berhentinya cucuran darah itu yang diperkirakan orangnya sedang luka terkena bacok motek Joko Manggolo tadi malam. Tempat ini kemudian ditinggalkan. Sudah beberapa lama berjalan menelusuri jalan setapak di pinggiran hutan, masih terlihat cucuran darah terus menetes di atas permukaan tanah kering. Rupanya orang-orang yang terluka itu terus pergi membelok ke arah timur. Nampak mereka tidak ada berhentinya terus berjalan. Kelihatan orang- orang yang terluka itu terburu-buru dibawa lari oleh teman-temannya, rupanya takut kebura mati kebabisan darah. Ketika, kemudian cucuran darah itu berhenti di tepi sungai. Rombongan Pak Lurah kelihatan pada kebingungan. Kehilangan jejak. Akhirnya semua dikerahkan untuk memeriksa di seberang sungai, barangkali orang-orang yang terluka itu menyeberang seberang sananya. Agak lama juga mereka meneliti menelusur jejak itu. Namun, kemudian berhasil ditemukan kembali jejak cucuran darah itu agak jauh di sana. Rombongan Pak Lurah ini, dan pergi lagi meninggalkan sungai di kemudian meneruskan perjalanan mengikuti cucuran darah itu lagi ke arah timur.

Tengah hari baru sampai di Dukuh Sumoroto. Rupanya orang-orang yang terluka itu memasuki Dukuh Sumoroto ini pada hari hampir pagi. Setelah diikuti terus, cucuran darah itu membelok ke sebuah rumah antik di pinggir dukuh itu.

"Bechenti,"kata Pak Lurah memberi aba-aba kepada rombongannya

"Bagaimana, Pak Lurah. Apakah kita akan memasuki rumah itu,"

Tanya Pak Jogoboyonya, orang kepercayaan Pak Lurah yang dapat diandalkan kesaktiannya.

"Sebentar kita atur siasat."

"Ini rumah siapa, Pak Lurah,"

Tanya Joko Manggolo.

"Rumah Pak Dukun Mantri Jopomontro. Rupanya perampok- perampok yang luka itu dibawa berobat kemari."

Mendengar sebutan Pak Dukun Jopomontro itu, lamat-lamat Joko Manggolo teringat sewaktu masih kecil, katanya ayahnya Pak Kartosentono dulu meninggal di rumah ini. ketika pulang dari pesta di kadipaten. Tapi waktu itu ia tidak tahu persis kejadian yang sebenarnya menimpa ayahandanya, karena masih bocah dan hanya dengar dari pembicaraan antara ibunya dengan para orang tua di kampungnya dulu di Bubadan itu

"Sebaiknya, kamu saja yang masuk, Brotojoyo." kata Pak Lurah kepada seorang pengawalnya yang dipanggil Brotojoyo itu.

"Kamu kelihatannya belum dikenal oleh mereka. Coba selidiki, apakah ada orang-orang yang terluka itu di dalam numah itu. Kalau bisa bisiki Pak Dukun Jopomontro, mintakan keterangan. Katakan dari aku,"

Perintah Pak lurah.

"Sendika, Pak Lurah,"

Jawab Brotojoyo dan terus memacu kudanya dengan tegar memasuki halaman rumah antik itu. Tidak berapa lama dari kejauhan terlihat Brotojoyo itu sudah menghilang dipersilakan masuk ke rumah itu oleh Pak Dukun Jopomontro.

Sementara itu, Pak Lurah memerintahkan kepada semua anak buahnya berpencar mengepung rumah antik itu. Pak Lurah dan Joko Manggolo, matanya seperti tidak pernah berkedip, terus-menerus mengawasi pintu masuk rumah antik itu.

Tidak berapa lama kemudian, orang yang dipanggil Brotojoyo itu, nampak keluar kembali dan terus menaiki kudanya.

"Sst, bagaimana,"

Tanya Pak Lurah menghentikan kuda Brotojoyo dari sembunyiannya di balik semak-semak pinggir jalan itu. Brotojoyo menoleh ke kiri kanan mencari datangnya suara Pak Lurah itu.

"Pak, mereka ada di dalam,"

Kata Brotojoyo itu sambil turun dari kudanya ikut sembunyi di balik semak itu.

"Berapa orang jumlah mereka"

"Dua orang terluka, nampaknya ia terkena warangan senjata motek Kangmas Joko Manggolo. Tapi yang celaka, putri Bapak juga ada di sana tidak sadarkan diri. Kata Pak Dukun, putri bapak bisa ditolong tetapi kelihatannya jiwanya sangat terpukul dan terus pingsan-pingsan. Para perampok lainnya, tadi malam begitu menaruh teman-temannya yang luka bersama putri Bapak. Mungkin mereka mengira putri Bapak sudah meninggal, maka dibiarkan begitu saja di sana. Lalu, mereka segera bergegas pergi. Begitu keterangan Pak Dukun Jopomontro tadi."

"Bagus, sekarang kamu kembali lagi ke sana. Memberitahu kepada Pak Dukun. Kami akan menyerang mereka dari belakang rumah Pak Dukun dan mau meringkus orang-orang yang luka itu, untuk membebaskan si Senduk."

"Siap, Pak."

Brotojoyo kemudian dengan gesit menaiki kudanya kembali menuju ke rumah Pak Dukun Jopomontro itu .Sementara itu rombongan Pak Lurah yang terpencar itu segera diberi kode aba-aba untuk bergerak maju.

Tapi, tidak berapa lama terlihat dari pintu depan runmah Pak Dukun Jopomontro, Brotojoyo yang tadi diutus Pak Lurah itu tiba-tiba terpental dari pintu depan rumah,

Brakkkk!

suara keras, Brotojoyo jatuh ke belakang berguling-guling.

Warok Ponorogo 6 Pergumulan Di Warung Randil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemudian tidak lama muncul dua orang laki-laki, walaupun nampak badan mereka masih dilulur dengan ramu-ramuan penahan luka, tetapi mereka terus menyerang Brotojoyo.

Mereka rupanya mengenali siapa Brotojoyo itu, tadi ketika pertama kali Brotojoyo datang mereka masih tertidur.

Kemudian terbangun sewaktu terdengar ada suara orang pergi meninggalkan dan kedua laki-laki itu sempat melihat muka Brotojoyo.

Kedua Laki-laki itu rupanya dulu pernah menjadi pembantu Pak Lurah, sudah agak lama memang, mereka meninggalkan Dukuh Pupus Aren karena sakit hati terhadap Pak Lurah, oleh karena itu mereka sangat mengenal orang-orang dekat Pak Lurah termasuk Brotojoyo ini.

Pak Dukun Jopomontro itu, Setelah terjatuh terpental ke belakang berguling, Brotojoyo segera berusaha tegak berdiri dan membangun kedudukan kuda- kudanya melakukan sikap "pasang"

Untuk menghadapi segala kemungkinan serangan dari kedua perampok yang sebenarnya masih terluka dengan tubuh berwarna kuning-kuning bekas polesan lulur ramuan.

Kedua perampok itu rupanya merupakan laki-laki yang tangguh juga dengan sekali membuka serangan telah membuat kewalahan Brotojoyo yang berusaha mempersiapkan jurus-jurus hindaran, dengan cara meliuk ke kiri ke kanan, dan beberapa kali membuka serangan balasan, tapi tidak ada satu pun serangan yang dilemparkan Brotojoyo mengenai sasarannya.

Sehingga beberapa kali ia nampak kehilangan keseimbangannya lantaran menerjang angin kosong di ruang hindaran kedua perampok itu.

Pak Lurah beserta beberapa pengawainya telah berhasil memasuki rumah antik itu dan mendapatkan Pak Dukun Mantri Jopomontro, segera dibawa ke ruang tengah untuk menemui putrinya Si Senduk Gianti Gayatri.

Begitu dilihat putrinya yang masih dirawat tertidur di atas amben tengah itu, langsung Pak Lurah bersimpuh dan memeluk putrinya itu.

Beberapa saat kemudian, putrinya itu membuka matanya

"Bap..bapak."

Kata Senduk Gianti Gayatri, putri Pak Lurah itu. Kedua orang, bapak dan putrinya itu berpelukan erat

"Nduk, duh nasibmu, Nduk Sabar. Sing sabar, Nduk"

Kata Pak Lurah dengan air matanya yang tiba-tiba meleleh di pipinya. Sementara itu kedua pengawal Pak Lurah itu terus berjaga-jaga sambil memeriksa ruangan sekeliling bersama Pak Dukun Mantri Jopomontro.

"Tadi kedua laki-laki itu menyimpan senjata mereka di sini. Tapi sekarang tidak ada. Apakah, mereka telah ambil untuk digunakan berkelahi diluar itu, atau telah dipindahkan ke tempat lain, saya kurang tahu lagi Angger,"

Kata Pak Dukun Mantri Jopomontro.

Sementara itu pertarungan sengit antara Brotojoyo dengan kedua perampok itu masih terus berlangsung seru.

Beberapa kali Brotojoyo, terjungkal terkena tendangan maut kedua perampok yang mengeroyoknya itu.

Untung kemudian, Joko Manggolo dan Pak Jogoboyo segera datang membantu Brotojoyo yang sudah babak belur dihajar kedua perampok itu.

Melihat datang bantuan, apalagi yang datang Joko Manggolo yang tadi malam sudah dikenal kehandalan ilmu kanuragannya, kedua perampok itu nampak bersiap untuk melarikan diri.

Tapi sebelum niat melarikan diri itu terlaksana, Joko Manggolo dan Pak Jogoboyo yang telah menyebar di samping kiri dan ke kanan berhasil mengurung kedudukan kedua perampok itu, sehingga mereka sulit melarikan diri terkecuali terpaksa barus melawannya .Pertarungan itu dengan mudah dikendalikan oleh Joko Manggolo dan Pak Jogoboyo.

Sementara itu beberapa pengawal Pak Lurah pun telah tiba berada di pelataran rumah antik Pak Dukun Mantri Jopomontro itu, segera menghalang mengepung mereka berdua.

Dalam kondisi yang masih luka itu, walaupun kedua perampok itu berusaha memberikan perlawanan sejadinya namun tidak mampu mengimbangi kekuatan Joko Manggolo, Pak Jogoboyo, dan beberapa pengawal Pak Lurah itu.

Akhirrnya, kedua perampok itu dapat diringkus setelah dihajar habis-habisan oleh Pak Jogoboyo dan Joko Manggolo berbarengan.

Kemudian mereka diikat kedua tangannya, dan digiring dengan dikawal oleh para pengawal Pak Lurah dibawa beriringan pulang ke Dukuh Pupus Aren.

Setelah mengucapkan terima kasib kepada Pak Dukun Mantri Jopomontro, Pak Lurah beserta rombongan, dengan membawa serta putrinya si Senduk Gianti Gayatri yang masih lemah itu, langsung kembali ke kampungnya, Dukuh Pupus Aren. Bu Endang Sri Sumilir, isteri Pak Lurah begitu bungah gembira begitu melihat kedatangan suaminya, Pak Lurah telah berhasil membawa kembali putri tunggalnya si Senduk Gianti Gayatri yang walaupun masih lemah kondisiya, tetapi telah kembali selamat ke rumahnya.

Pak Lurah segera memerintahkan kepada para pembantunya untuk menyiapkan upacara selamatan ala kadarrnya.

Hidangan berbagai jenis masakan khas kampung Dukuh Pupus Aren disuguhkan kepada para tamu yang hadir di pendopo kelurahan itu.

Dihadapan para warga kampung, Pak Lurah memanjatkan doa dan mengucapkan terima kasih kepada warga atas segala bantuannya menjaga kembali ketenteraman Dukuh Pupus Aren, yang berada di daerah perbukitan ini.

Tidak lupa kepada Joko Manggolo, tamu asing yang telah membantu menuntaskan masalah di kampung ini, berkali-kali Pak Lurah memberikan pujiannya dan ucapan terima kasih.

Tapi, rupanya masih ada masalah besar, belum tertangkapnya biang keladi perusuh yang sampai hari ini belum tahu di mana keberadaannya, yaitu pemimpin perampok yang bernama Brojol Mangun yang terkenal memiliki ilmu ajian Sampur Ungu dan Lembur Sumyur itu.

Masih menimbulkan kengerian penduduk apabila mereka membalas dendam dan datang kembali menyerang untuk membebaskan kedua anak buahnya yang disekap di dukuh ini.

"Apabila dipercaya, hamba akan usahakan untuk mencari dan menangkap biang keladi kerusuhan si Brojol Mangun yang terkenal itu. Pak Lurah,"

Kata Joko Manggolo.

"Bila hamba berhasil menangkapnya, akan hamba segera bawa kemari untuk hamba persembahkan kepada Pak Lurah dan warga di Dukuh Pupus Aren di sini agar bisa mengadilinya."

"Bagus. Bagus sekali, ananda Manggolo. Aku sangat berterima kasih kepada ananda Manggolo,"

Kata Pak Lurah nampak mukanya berseri-seri.

Bu Lurah menyodok pelan lengan Pak Lurah yang duduk di sampingnya itu.

Mereka berdua kelibatan berbisik-bisik.

Apa yang mereka bisikkan itu tidak terdengar yang hadir.

Namun apa yang dibisikkan kedua orang ita dapat ditangkap oleh indera pendengaran Joko Manggolo yang telah membaca jampi-jampi mantera, ilmu kedalaman bathin sehingga indera pendengaran menjadi sangat peka, menjadi tajam mendengarkan suara jarak jauh.

"Kangmas, sebaiknya, Anakmas Manggolo kita jodohkan saja dengan si Senduk,"

Kata Bu Lurah

"Hab, bagaimana aku harus katakan. Nanti saja di dalam, jangan di depan umum begini,"

Kata Pak Lurah Tidak mengapa, Kangmas. Biar semua warga kita tahu, dan ikut mendengarkan. Mereka tentu akan mendukung usulan kita ini sebagai tanda terima kasih."

"Tidak baik Diajeng. Nanti saja kita rembug lagi di dalam."

"Ya, terserah, Kangmas saja"

Mendengar dari suara bathin percakapan kedua orang, Pak Lurah dan Bu Lurah itu, Joko Manggolo hanya tersenyum-simpul di dalam hati.

"Pak Lurah dan Bu Lurah, karena Dukuh kita ini teiab kembali tenang. Perkenankanlah, hamba mohon pamit untuk meneruskan perjalanan hamba sambil mencari tahu keberadaan pemimpin gerombolan perampok itu, Si Brojol Mangun,"

Kata Joko Manggolo kemudian. Pak Lurah dan Bu Lurah, jadi terperanjat, terbengong begitu mendengar ucapan mohon pamit Joko Manggolo yang tidak disangka-sangka itu.

"Seb...sebentar, anakmas Manggolo," kata Bu Lurah.

"Apakah tidak sebaiknya, anakmas Manggolo beristirahat dahulu, barang satu minggu atau satu bulan di kampung sini."

"Terima kasih, Bu Lurah. Pada saatnya nanti hamba akan kembali ke Dukuh Pupus Aren yang menawan ini, Bu Lurah. Sekarang, sudah saatnya hamba harus pergi. Dan kepada bapak- bapak dan ibu-ibu yang hadir, kami memohon maaf apabila kehadiran hamba selama di sini membuat kesalahan dan merepotkan semuanya"

"Ach, tidak merepodkan,"

Kata seorang ibu yang duduk di depan.

"Kita semua senang atas kehadiran, Kangmas Manggolo di kampung kami,"

Kata seorang pemuda tegap yang duduk di belakang.

Dan sambutan harapkan Joko Manggolo bisa tinggal lebih lama lagi di sini.

Namun, kemudian, Joko Manggolo tiba-tiba maju ke depan sungkem di pangkuan Pak Lurah dan Bu Lurah untuk mohon pamit, juga menyalami si Senduk Gianti Gayatri, putri tunggal Pak Lurah yang mukanya kelihatan masih pucat pasi itu, tapi tetap berusaha tersenyum manis kepada Joko Manggolo sang penolong itu menjadi meriah.

"Mohon maaf bapak-bapak, ibu-ibu, kangmas-kangmas.
mbakyu-mbakyu kami mohon pamit, dan akan kami usahakan untuk menangkap orang-orang yang telah membuat kerusuhan di Dukuh Pupus Aren ini.
Sekali lagi mohon maaf dan mohon pamit."

Maka, Joko Manggolo kemudian pergi meninggalkan Dukub Pupus Aren itu untuk meneruskan perjalanan selanjutnya.

Mencari pemimpin perampok si Brojol Mangun yang membuat kerusuhan di Dukuh Pupus Aren yang semula merupakan perkampungan yang tenang ini.

Ia terus berjalan, berkelana tanpa tahu kapan ia harus menghentikan perjalanannya

BERSAMBUNG


*****








Fear Street Ratu Pesta Dansa Prom Queen Panji Wulung Karya Opa Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong

Cari Blog Ini