Ceritasilat Novel Online

Pergumulan Di Warung Randil 1

Warok Ponorogo 6 Pergumulan Di Warung Randil Bagian 1


******

Pergumulan Di Warung Randil

Karya Sabdo Dido Anditoru

Jilid 6 Seri Ceritera Warok Ponorogo

Penerbit Pt Golden Terayon Press Jakarta 1996

Gambar ilustrasi : Syamsudin

******

Buku Koleksi : Gunawan AJ

Edit teks dan pdf : Saiful Bahri Situbondo

Team Kolektor E-Book

*****



WARUNG RANDIL .

WARUNG Randil yang letaknya di tengah-tengah sawah, biasanya waktu siang dibuka untuk melayani keperluan makan dan minum bagi para petani yang sedang menggarap sawah.

Atau pada musim panen di daerah sekitar ini ramai dikunjungi para tengkulak, podagang, atau keluarga-keluarga yang ingin mendapatkan hasil tani dengan harga murah.

Suasana jadi ramai karena banyak dikunjungi podagang-podagang beras yang datang dari kota Kadipaten Ponorogo yang mau kulakan. Pada malam harinya, warung Randil ini berganti suasana, tidak sekedar melayani makan dan minum bagi pengunjung, akan tetapi telah berubah fungsi menjadi warung yang khusus melayani tamu laki-laki.

Jelasnya hanya untuk keperluan kaum laki-laki "nakal" Saja yang mau singgah di tempat seperti ini.

Semua pengunjungnya laki-laki, dan sebaliknya yang melayani semuanya juga perempuan. Di warung nakal yang dipenuhi penghuni perempuan-perempuan cantik yang berdandan menor-menor ini, jangan diharap akan ada warok yang mau singgah ke tempat mesum ini.

Para warok yang sakti mandraguna itu, sangat dikenal menjauhi perempuan.

Pantangan untuk berdekatan dengan perempuan.

Mereka mempunyai keyakinan, ilmu kesaktiannya akan lumpuh bilamana berani berurusan dengan perempuan.

Apalagi berhubungan dengan perempuan penghibur yang bukan isterinya merupakan pantangan berat bagi para warok sejati.

Hanya para pedagang dan petani yang biasa mencari kesenangan dengan perempuan- perempuan nakal seperti ini, sehingga mereka tidak memiliki kekuatan kedigdayaan yang linuih.

Mereka itu dikenal dari kalangan orang-orang yang memanjalkan diri, mau mengorbankan kekuatannya sirna oleh perempuan-perempuan nakal ini. Tetapi tidak sekali-kali bagi seorang Warok sejati, ia tidak mau berbuat nakal. ia lebih sayang pada kekuatan kesaktiannya daripada untuk menikmati kehidupan yang mencong"

Demikian ini Warung Randil di tengah sawah itu, kalau malam kelihatan kerlipan lampu merah menyala.

Tamunya memang biasanya banyak yang datang pada malam-malam dingin seperti ini.

Semua tamu, laki-laki.

Dan yang berjualan, atau penghuni warung ini ada tiga belas orang, semuanya perempuan.

Bila malam, warung itu tidak jualan nasi, hanya wedang kopi, jamu-jamuan, atau khusus menyediakan jamu kuat lelaki, dan jajanan gorengan.

Tapi warung ini tidak pernah sepi dari pengunjung yang semuanya laki-laki itu.

Baik laki-laki tua maupun laki-laki muda, sering datang berjubel memenuhi bangku- bangku di luar maupun di dalam warung ini.

Penjaganya ramah-ramah, berpakaian kebaya ketat kelibatan sedet sehingga memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh perempuan itu.

Warna pakaian yang dikenakan biasanya selalu menyolok untuk memancing perhatian laki-laki yang menatapnya.

Mukanya penuh bedak menor-menor.

Bibirnya dipolesi gincu merah menyala untuk memancing birahi laki-laki para tamu di warung itu.

Bau minyak wangi yang disebar agak keterlaluan menyengat hidung.

Suasana itu yang membuat kesengsem bagi para laki-laki yang krasan nongkrong berlama-lama di Warung Randil ini. Apabila di antara mereka yang berkunjung ke Warung Randil ini, setelah ngobrol ngalur-ngidul ada kecocokan.

Salah seorang laki-laki tua menyodorkan cangkir kopinya itu, sambil berkata kepada salah seorang pelayan yang memakai baju kuning langsat itu, nampak masih seperti gadis remaja ingusan

"Tolong ini, wedang kopi Bapak dibawa masuk sana, Nduk" kata laki-laki tua itu sambil tak acuh berjalan pelan menuju pintu masuk ruang dalam itu.

Sambil senyum-senyum dikulum, agak malu-malu kucing perempuan yang sehari-harinya dipanggil Menik itu membawa cangkir wedang kopi Pak Tua itu masuk ke bilik belakang warung sambil diikuti Pak Tua yang berjalan tertatih-tatih itu. Perempuan itu sempat memperhatikan celana kolor panjang hitam yang dipakai Pak Tua itu, terlihat maju ke depan sehingga nampak Pak Tua itu sulit berjalan, rupanya Pak Tua itu sudah kebelet banget.

Menik hanya senyum-senyum memperhatikan tamunya yang tua itu ternyata masih doyan perempuan muda, yang sebenarnya laki-laki tua itu patut dipanggil seusia kakeknya

"Aku sudah tua, bayarrnya separo saja, yah Nduk,"

Kata laki- laki tua itu kalem, sambil menaruh sarungnya di atas kursi. Menik yang merasa diajak bicara itu hanya mencibir mencemooh laki-laki pelit langganan tetap Warung Randil ini.

"Boleh saja Mbah, asal tidak sampai keluar. Dan masuknya juga setengah,"

Bantah perempuan centil itu lebih ketus lagi

"Huss pomo..omongan cabul itu. Ngomong rusuh itu. Jangan berkata begitu lagi. Nanti kedengaran orang tidak baik untuk omongan anak kecil seperti kamu itu. Jangan biasa bicara rusuh begitu yah. Tidak baik,"

Jawab laki-laki tua itu dengan memasang wajah angker.

Menik hanya senyum-senyum saja melibat tingkah Pak Tua yang ketibatan sudah penasaran enggak tahan itu, tapi masih sempat-sempatnya bergaya menasehati segala

"Habis maunya enaknya sendiri.
Saya kan bekerja Mbah.
Kalau Embah mau naik lembu milik sendiri untuk membajak di sawah, bisa enggak bayar.
Tetapi kan tiap harinya ngasih makan.
Jadi kalau mau naik lembu orang lain, kan harus bayar. Soalnya tidak ngasih makan tiap harinya"

"Eh anak kecil sudah pinter ngomong ya. Sudah diterima saja ini.
Embah baru ada uang sodikit. Nanti Embah kembali lagi bawa uang yang banyakkkkk. Tahu enggak, Nduk. Embah ini jelek-jelek begini orang kaya, banyak duit,"

Sergah laki-laki yang rambutnya sudah memutih semua itu, mencoba merayu, nampak ia sudah kepengin cepat-cepat mendekap Menik yang behenol itu

"Emoh aku, berkali-kali kemarin cuma dijanjikan.
Capek aku Mbah.Katanya orang kaya, banyak duit, tetapi kalau mengasih persenan, cuma sak cuil. Apa itu bukan orang tua pedit,"

Kata Menik sambil memperlihatkan muka cemberut bersungut-sungut.

Akhirnya laki-laki tua itu mengalah.

Memberikan semua uangnya yang ada diikat pinggangnya yang melingkar besar di perut buncit itu.

Masih ditambah lagi sebuah jam tangan model pembesar kerajaan Majapahit yang dibelinya mahal selama menjadi mandor, bekerja menjadi orangnya Juragan Gendut dahulu.

Juragan Gendut itu nama seorang pedagang kaya di daerah kidul yang mempunyai pengaruh di masyarakat karena bergaul akrab dengan para jagoan di daerah itu sebagai pemeras.

"Sudah Nduk hayo segera sana,"

Kata Mbah Durjo, nama laki-laki tua yang bekas mandor tebu perkebunan milik Juragan Gendut itu, kelihatan sudah makin tidak sabar lagi melihat perempuan dihadapannya yang sudah membuka kutangnya itu .Suara tetabuhan klenengan selalu terdengar di malam hari itu yang dimainkan oleh sebagian perempuan-perempuan penghuni Warung Randil itu untuk memberikan hiburan segar kepada para pengunjungnya.

Asap rokok yang terus mengepul memenuhi ruangan tamu itu, serta sajian minuman tuak, arak kental yang membikin mabuk orang.

Mereka teler karena kelewatan banyak minum.

Di Warung Randil ini sering pula terjadi perkelahian antar para tamu.

Hanya lantaran berebut pelayanan perempuan, sering menjadi pangkal keributan antar laki-laki tamu Warung Randil ini.

Para penjahat, perampok begal tumplek blek semuanya jadi satu dengan para pedagang yang biasanya membawa pengawal, dan sering tidak tanggung-tanggung mereka banyak yang berkerumun di Warung Randil ini untuk berebut perempuan-perempuan kenes yang sengaja menyediakan diri untuk keperluan pelepas hajat bagi kaum laki-laki nakal.

Tengah malam, diluar terdengar ada serombongan tamu yang mengendarai Dokar.

Tidak berapa lama, ada lima orang laki-laki dengan muka kumal memasuki pintu depan warung Randil ini

"Selamat malam,"

Kata salah seorang dari mereka itu.

"Selamat malam. Mari, Pak. Silakan masuk. Silakan duduk,"

Kata salah seorang perempuan penghuni warung Randil yang mengenakan baju berwarna hijau pupus itu menyambut kedatangan rombongan laki-laki itu dengan ramah.

Kelima laki-laki itu tidak duduk, mereka tetap berdiri sambil mata mereka memandang satu persatu laki-laki lain yang pada duduk di ruangan tunggu depan yang sedang menikmati minuman wedang dan menyedot udutnya, rokok Tingwe "nglinting dewe"

Yang asapnya memenuhi ruangan itu.

"Tolong aku butuh lima perempuan, sekarang."

Tiba-tiba salah seorang laki-laki yang baru datang itu langsung saja mau masuk ke dalam ruangan bilik tengah.

"Mana yang kosong."

"Maaf, Pak. Biliknya sedang penuh. Terpakai semua, Pak. Silakan bersabar menunggu, sambil silakan mau minum apa,"

Kata Wajinem perempuan langsing yang sejak tadi menyambut dengan senyum keramahannya itu.

"Aku tidak bisa menunggu. Suruh bubar dulu itu yang sudah di dalam bilik. Aku mau pakai dulu."

"Sabar, Pak. Sabar. Silakan duduk dulu, Pak."

"Tidak bisa"

Kelima laki-laki itu terus saja memaksa masuk ke dalam.

"Pak. Pak, tolong yang sopan tho, Pak"

Pinta Wajinem berusaha menenangkan kelima laki-laki tamunya yang baru datang itu.

"Maaf, aku tidak bisa sabar,"

Jawab laki-laki itu lagi dengan bertolak-pinggang bak seorang jagoan yang sedang mencari mangsa.

"Hae cecurut. Jangan sok mau jadi jagoan di tempat ini."

Tiba- tiba terdengar suara laki-laki mantab yang ternyata dari salah seorang tamu juga yang sedari tadi duduk-duduk tenang bersama tamu-tamu lainnya menunggu di ruang depan itu.

Mendengar suara laki-laki itu, kelima orang tamu yang baru datang itu langsung membelalakan matanya tertuju lurus kepada seorang laki-laki yang nampak duduk-duduk tenang di bangku sudut ruangan tamu itu.
Warok Ponorogo 6 Pergumulan Di Warung Randil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Apa tadi kamu bilang,"

Kata salah seorang dari kelima laki- laki itu

"Aku bilang, kalian berlima ini tahu aturan tidak. Baru datang mau minta didahulukan. Memang kalian ini apa. Duduk." bentak laki-laki berwajah tenang itu.

"Bajingan, berani-beraninya kamu memerintah aku. Akan aku habisi kamu anak kadal. Hayo kita selesaikan diluar,"

Balas salah seorang laki-laki yang kelihatannya menjadi salah seorang dari pimpinan mereka.

"Hae, kalau mau jadi jagoan jangan main keroyokan begini,"

Kata laki-laki berwajah tenang itu.

"Kalau kalian memang laki-laki jantan. Keluar satu per satu. Satu lawan satu jangan main anak banci beraninya keroyokan. Hayo siapa yang mau duluan. Keluar. Lainnya tunggu, duduk di sini"

Kata laki-laki berwajah tenang itu sambil bangkit dari tempat duduknya menuju pintu keluar warung Randil itu. Kelima laki-laki itu saling pandang di antara mereka untuk mempertimbangkan tantangan berkelahi dari laki-laki berwajah tenang itu

"Kamu saja,"

Kata salah seorang itu.

"Jangan aku, kamu saja,"

Jawab yang lain

"Kamu saja yang lebih siap, aku sedang capek,"

Kata yang lainnya lagi.

Agak lama kelima orang laki-laki itu berunding, tidak bisa segera mengambil keputusan, siapa yang lebih dulu harus melawan laki-laki berwajah tenang itu tadi yang sudah menunggu di luar

"Haee, bancii. Hayo siapa yang mau keluar dulu,"

Terdengar teriakan keras laki-laki tadi dari luar.

Para tamu lainnya yang melihat adegan ini hanya pada senyum-senyum, tenang.

Demikian juga para perempuan penghuni Warung Randil itu, menganggap pemandangan demikian ini sudah terbiasa.

Sering terjadi.

Tidak terlintas muka cemas di antara mereka yang ada di situ.

Mereka masih terus bercanda tenang-tenang saja merasa tidak terganggu oleh orang-orang sedang ribut mau mengadu kejantanan itu. Karena lama, kelima laki-laki itu belum ada juga yang keluar, maka laki-laki berwajah tenang itu masuk kembali

"Hae, cecunguk tunggu apa lagi.
Tadi katanya mau jadi jagoan.
Siapa yang mau jadi jagoan, Heh."

Kelima laki-laki itu saling pandang.

Tidak ada yang menjawab.

Rupa-rupanya sebuas apa pun laki-laki, kalau mereka sudah biasa main perempuan, lama-lama kebuasannya hanya tinggal dalam gertakannya saja, tetapi nyalinya makin menciut menghadapi laki-laki lain yang lebih tegar.

Mereka kehilangan sikap tetegnya yang tersisa tinggal hatinya yang kecut.

Jadi penakut.

"Hai, cecurut. Kalau tidak berani satu lawan satu. Hayo kalian maju barengan. Tapi jangan lagi main serobot terhadap perempuan- perempuan di sini. Harus sabar ngantri. Tahu. Itu aturannya..." belum selesai laki-laki berwajah tenang itu habis bicara, kelima orang laki-laki itu sudah maju menyerang bersama. Sehingga, laki-laki berwajah tenang yang terrnyata bernama Surodarbo itu, segera melakukan gerakan hindaran dengan cara melingkar mundur, meloncat keluar ruangan yang kemudian diikuti oleh gerakan kelima laki-laki itu yang terus berhamburan mengejarnya .Pertanungan keroyokan itu tak terelakan lagi. Surodarbo terrnyata bukan laki-laki sembarangan. Ia memang biasa duduk-duduk mangkal di Warung Randil ini, tetapi bukan untuk tidur dengan perempuan-perempuan di sini, ia hanya perlu mencari hubungan kerja dengan para tamu laki-laki unttuk menjalin hubungan dagang, menawarkan barang-barang dagangan, atau mencarikan pembeli. Jelasnya, ia itu pekerjaannya makelar segala rupa urusan. Untuk mendapatkan kontak mitra dagang, sering nongkrong di Wanung Randil ini. Tujuannya untuk mendapatkan obyekan dagangan dari para tamu yang hadir di sini. Namun, walaupun ia tidak pernah tidur dengan perempuan di sini, para penghuni Warung Randil ini memakluminya, sebab ia juga dan minumnya dengan royal. Demikian juga kalau obyekan makelarannya berhasil ia tidak sayang-sayang Lagi membagi keuntungan kepada perempuan-perempuan penghuni Warung Randil itu dalam jumlah yang tidak sedikit.

Laki-laki seperti Surodarbo ini, masih memiliki sikap teteg, berani menghadap? lawan, dan memiliki ketangguhan bertarung, lantaran ia menjauhi berhubungan secara brutal dengan sembarang perempuan. Lain lagi bagi kelima laki-laki tadi yang tahunya uang dan perempuan. Semua dianggap bisa dibeli dengan uang, maka ketika harus berhadapan dengan laki-laki teguh yang berhati teteg, seperti Surodarbo ini hati kelima laki-laki itu tadi menjadi kecut, pendiriannya goyah memperlihatkan kecemasannya yang mendalam. Muncul sikapnya yang pengecut. Pertarungan lima lawan satu itu berlangsung seru. Surodarbo sebenarnya juga kewalahan menghadapi kelima laki-laki yang menyerang sekaligus itu. Karena sebenarnya ilmu kanuragan yang dimiliki juga masih tanggung. Ia hanya sekedar bisa berkelahi, tetapi tidak memiliki ilmu kanuragan tinggi. Perhitungannya tadi, setinggi apa pun ilmu kanuragan yang dikuasai oleh pihak lawan, tetapi kalau hati para laki-laki itu tidak mantab, menjadi pengeaut, maka ilmunya itu tidak akan banyak gunanya, gerakannya akan goyah dan mudah dirobohkan.

Namun karena kini mereka bertarung secara keroyokan, hati mereka berlima menjadi bersatu bulat kuat, sehingga Surodarbo terus terdesak oleh serangan-serangan yang meluncur dari berbagai jurusan itu. Orang-orang penghuni warung Randil, dan para tamu laki-lak lainnya, tidak ada yang peduli terhadap perkelahian mereka diluar itu. Mereka tetap tenang-tenang saja dengan urusannya sendiri-sendiri. Tidak ada yang mau ikut campur atau mau memisah mereka yang berlaga itu. Yang di dalam bilik tetap saja asyik melakukan kegiatan kesenangannya masing-masing. yang bercanda ria diluar ruangan juga tetap seperti semula. Mereka merasa tidak terganggu.

"Brukkkk Brakkkk"

Tiba-tiba terdengar suara keras.

Salah seorang laki-laki dari kelima orang tadi ada yang terpental jatuh sampai masuk ke dalam ruang tamu itu meja yang penuh makanan dan wedang kopi panas.

Semua orang yang sedang enak-enaknya duduk-duduk melingkari meja itu pada kaget terhenyak minggir.

Laki-laki yang terjatuh itu berteriak kesakitan.

terjatuh tepat di atas meja

"Aduh, sakittt,"

Teriaknya.

Terrnyata ia kesakitan pantatnya terkena wedang kopi panas yang sedang tersaji di meja itu.

Nampaknya perimbangan kekuatan itu kini mulai beralih kepada keunggulan Surodarbo.

Dengan berkurangnya satu orang kekuatan, empat orang laki-laki lain yang masih tersisa, hatinya mulai kecut.

Sebelum, Surodarbo menghajar lebih lanjut, rupanya diluar dugaan, satu per satu laki-laki itu menyerah, mengaku kalah, sebelum kalah.

Hatinya menjadi miris, dan nyalinya hilang.

Lebih baik menyerah daripada kalah, barangkali demikian yang ada dalam benak rombongan laki laki pengecut itu.

Inilah yang mungkin menjadi perhitungan Surodarbo dalam melakukan perkelahian ini, kalau melawan kelima orang laki-laki itu sekaligus secara pembagian kekuatan merata, ia akan kehabisan jurus-jurusnya, akan tetapi kemudian ia mengubah taktiknya.

Merobohkan salah satu orang yang diperkirakan paling lemah, tujuannya untuk menurunkan nyali yang lain.

Dan nantinya yang terakhir tinggal menghadapi orang yang terkuat .Agaknya siasat berkelahinya itu, jitu juga.

Maka ketika salah seorang dijatuhkan dengan serangan kekuatan penuh, yang lainnya jadi ikut miris, kemudian mau menyerah satu per satu.

Mereka pada duduk jongkok menyembah-nyembah Surodarbo minta diampuni.

Melihat musuh-musuhnya itu menyerah, Surodarbo bukannya terus menghajar lebih lanjut, tapi ia langsung maju menunjukkan jiwa satrianya.

Sat? per satu ditarik disalami, dirangkul seperti layaknya menghadapi seorang teman lama

"Hayo konco-konco, kita minum-minum dulu ke dalam,"

Kata Surodarbo kemudian menunjukkan sikap bersahabatnya.

"Ter...terima Ter...terima kasih, Kangmas"

Kata salah seorang laki-laki itu gemetaran.

Tidak berapa lama kelima laki-laki itu nampak sudah berkumpul akrab di dalam ruangan dalam warung Randil itu bersama Surodarbo.

Terlihat muka mereka babak belur termasuk muka Surodarbo sendiri juga banyak lukanya.

Para perempuan yang sedang tidak "bertugas"
Itu kemudian membuatkan ramuan untuk mengobati luka-luka para tamunya yang habis berkelahi itu.

Nampak, ada perubahan sikap pada kelima laki-laki itu, mereka menjadi begitu sopan dan menghormati terhadap tamu- tamu lainnya.

Mereka kemudian satu per satu secara bergiliran dan antri mendapatkan pelayanan dari para perempuan penghibur itu di belakang bilik dalam

"Kangmas Darbo.
Piring-piringku jadi pecah semua.Harus diganti,"

Kata Marinah, perempuan warung itu yang rupanya ia yang bertangung jawab sebagai penyedia makanan-makanan di situ, mengeluh piring-piringnya banyak yang pecah terkena hempasan tubuh laki-laki yang terlempar ke dalam tadi ketika berkelahi melawan Surodarbo itu

"Jangan khawatir, Mbakyu. Ini aku ganti semua piring yang pecah, berapa banyak,"

Kata Surodarbo sambil berdiri berogoh uang keping di kantong belakang celana kolor hitamnya itu

"Tiga ribu lima ratus keping,"

Kata Marinah.

"Jangan, Pak. Jangan, Pak. Saya saja yang mengganti membayarnya."

Tiba-tiba laki-laki yang tadi bermusuhan dengan Surodarbo itu berdiri sambil mengulurkan uangnya.

Surodarbo hanya tersenyum dan tidak jadi menyerahkan uangnya karena sudah ada yang membayar lebih dahulu dari laki-laki itu yang nampak ingin memperlihatkan persahabatannya itu.

"Terima kasih ya Kangmas,"

Kata Marinah kenes sambil menerima uang pemberian laki-laki kumel itu. Ketika seharusnya sampai pada giliran Surodarbo untuk masuk ke kamar bilik dalam. Laki-laki kumel itu mempersilakan kepada Surodarbo.

"Silakan, Pak."

"Ohhh, jangan. Sampeyan saja dulu."

Kata Surodarbo kalem

"Hayo Kangmas. pengin dilayani siapa ,"

Kata Marinah kepada laki-laki kumel itu setengah merayu karena ia tahu terrnyata laki-laki kumel itu mempunyai uang banyak. Laki-laki kumel itu nampak kebingungan, seharusnya ia lebih akhir daripada Surodarbo tetapi malahan ia yang dipersilakan masuk lebih dahulu.

"Pak Suro saja dulu,"

Katanya lagi kemudian.

"Tidak. Tidak usah, silakan sampeyan saja,"

Kata Surodarbo memperlihatkan sikap simpatinya.

Para perempuan di warung itu sudah tahu kalau Surodarbo tidak akan bakalan mau menjamah perempuan, selama ini ia tidak pernah main perempuan di sini, ia hanya datang untuk duduk-duduk, makan dan minum dan mencari kenalan hubungan dagang dengan para tamu laki-laki di situ, oleh karena itu perempuan itu segera menarik lengan laki-laki kumel, tamunya itu yang ternyata bernama Turonggo Jinggo seorang pedagang keliling.

Dari sini, Surodarbo kemudian mendapatkan hubungan dagang baru.

la mendapatkan pesanan dagangan dari rombongan pedagang Turonggo Jinggo ini .Begitulah kehidupan Warung Randil yang terletak di sebelah kulon kota kadipaten Ponorogo ini.

Walaupun sering terjadi perkelahian seru antar para tamunya yang bisa membawa celaka, mendatangkan bahaya, dan bertaruh nyawa, namun warung yang satu ini, memang tetap saja menjadi pusat perhatian bagi para laki-laki iseng yang suka jajan mencari suasana lain yang "menghanyutkan", sehingga mereka sering lupa daratan.

****

PERAMPOKAN.

Warok Ponorogo 6 Pergumulan Di Warung Randil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

MALAM makin bertambah kelam, satu per satu laki-laki tamu warung Randil itu meninggalkan ruangan-ruangan warung itu.

Tempat menarik yang menjadi hiburan para laki- laki hidung belang itu.

Warung Randil itu ditinggali sebanyak tiga belas orang, semuanya perempuan.

Tiap tengah malam hampir terdengar suara canda ria mereka.

Sambil bercengkerama cekikikan menghitung penghasilannya masing-masing hari itu.

Sarijah, perempuan yang paling tua di warung itu, berwajah bulat dan berbadan gembrot, ternyata mendapatkan penghasilan paling banyak

"Kamu sudah berjalan berapa banyak, Mbrot", panggil temannya yang dipanggil Srintil

"Enggak banyak, cuma dapat sebelas,"

Jawab Sarijah Gembrot sambil tak acuh

"Gila Rakus amat. Sebelas masih kurang. Bilangnya cuma lagi,"

Tukas Srintil nampak memperlihatkan wajah ngiri.

"Bukan mauku. Aku hanya mau uang ini. Tapi mereka yang butuh aku. Jelek-jelek begini, kita ini sebenarnya termasuk perempuan-perempuan yang berjasa. Coba saja kalau tidak ada kita di sini, siapa yang bertanggungjawab kalau para laki-laki hidung belang itu pada gelisah. Dengan adanya kita ini, kita berjasa meredamkan mereka. Betul enggak, Til,"

Kata Sarijah Gembrot kepada teman bicaranya Srintil itu yang hanya cengar-cengir mendengarkan ocehan si Sarijah Gembrot itu

"Hus, ngomong ngawur saja kamu,"

Sergah Rukinem yang duduk di sebelahnya agak membentak. Lainnya yang mendengarkan pada ketawa cekikikan.

"Orang ngomong pakai mulutnya sendiri kok dilarang,"

Kata Sarijah, perempuan paling gembrot itu sambil menuju ke belakang

"Mau kemana kamu, Mbrot, kok dastermu kamu angkat-angkat tinggi ke atas itu kelihatan bokong kamu kayak bola kendil kembar. Mau apa kamu,"

Tanya Watik yang sejak tadi memperhatikan tingkah Sarijah Gembrot yang terkenal berpantat paling besar itu.

"Mau berak. Tapi tidak ada air. Mau enggak antar aku ke sungai,"

Ujar Sarijah yang masih terus mengangkat dasterrnya yang gombyor, tidak memakai celana dalam, sehingga silitnya kelihatan membelah bokongnya yang membulat kehitam-hitaman itu, sedari tadi ia mondar-mandir mencari air untuk cebok sehabis berak

"Tolong yok, antar aku ke sungai,"

Pintanya lagi kepada teman- temannya

"Enggak mau, gelap begini. Sudah tunggu besuk pagi saja.Kamu sih kebanyakan nelan ketela pohong. Pakai sakit perut segala."

Yang disindir cuma nyengir.

"Sudahlah, silit kamu yang habis berak itu dibersihkan saja pakai daun pisang itu. Sebentar lagi hari sudah pagi,"

Kata Watik lagi. Dari dalam kamar sebelah terdengar temannya yang lain sedang asyik ngobrol membicarakan profesinya sebagai perempuan penghibur.

"Tik, kalau dipikir, itu semua laki-laki yang datang ke warung kita sudah pada punya isteri. Kenapa ya masih butuh kita juga"

"Barangkali cuma iseng."

"Masak iseng hampir tiap hari pergi kemari. Jadi langganan kita. Jadi untuk apa isterinya di numah. Padahal kalau dilihat seperti Pak Ronggodigdo itu, isterinya cantik, badannya bahenol, ia rajin cari duwit jualan di pasar, apa perlunya ia datang ke sini. Padahal mereka harus bayar kita."

"Ach...dasar laki-laki saja."

"Iya Memang benar dasar laki-laki, tetapi mengapa tidak dimanfaatkan yang sudah tersedia di rumah saja."

"Kalau ia manfaatkan di rumah, kita jadi bangkrut."

"Bukan begitu jawabnya, barangkali kita ini punya kelebihan."

"Apanya yang kelebihan."

"Yaitu menarik minat laki-laki untuk lengket sama kita."

"Sudah aku ngantuk ngomong sama kamu. Saya mau tidur."

"Jangan dulu tidur, Tik. Saya mau pengin tahu, kalau para warok yang gagah-gagah itu kenapa satu pun tidak ada yang mau singgah ke tempat kita di sini ini ya Tik."

"Lho, kamu apa tidak tahu. Para warok itu akan hilang kesaktiannya. Ilmu kekebalan tubuhnya akan luluh kalau mau main sama perempuan. Mereka bahkan banyak yang tidak mau punya isteri, takut luntur ilmunya. Mereka hanya memelihara anak laki-laki yang dinamakan gemblakan itu untuk menyalurkan hasrat syahwatnya, jadi bukan ngeloni perempuan kayak para pedagang dan petani langganan kita itu. Berkembang pendapat di antara sebagian para warok itu, kalau laki-laki mau berhubungan dengan perempuan, akan bisa menyerap kekuatan kelaki-lakiannya. Kemudian kelemahan yang ada pada tubuh perempuan itu yang tertular mengalir menyelimuti tubuh dirinya. Sehingga laki-laki itu akan jadi lemah gemulai seperti perempuan. Keperkasaannya hilang kesedot candraning wanito. Menurut keyakinan para warok itu, kalau laki-laki sudah kesengsem asmara, ketagihan berhubungan dengan perempuan, akan luluh kedigdayaannya .Hilang kesaktiannya. Kulitnya akan jadi lunak, tulangnya ringkih, perutnya lumer, dadanya lembek, tangan dan kakinya lemas, maka daya linuihnya akan sima. Lungkrah tidak berkekuatan. Kalau sudah demikian jangan harap lagi menjadi orang sakti, ia tidak akan lagi tahan terhadap bacokan, tusukan, keprukan, bantingan. Yang ada tinggal loyonya saja."

"Hik... Hik .Hi..."

Kedua perempuan itu tertawa geli cekikikan.

"Wah hebat juga ya Tik warok-warok itu. Tapi aku juga kasihan melihatnya, itu tho kasihan sama nasibnya yah. Tiap pagi kalau kita mandi di sungai, saya perhatikan itu warok-warok itu, juga pada bisa berdiri kalau melihat kita sedang mandi telanjang. Jadi apa tidak risih dianggurkan begitu tiap hari. Jadi mereka sebenarnya kan juga mampu berhubungan dengan perempuan ya."

"Lho, para warok itu laki-laki normal. Mereka juga punya hasrat birahi, dan tentu juga tertarik sama perempuan. Tetapi mereka berusaha keras mengendalikan diri terhadap hasratnya itu. Menjaga kehormatan terhadap perempuan itu yang penting. karena untuk maksud memelihara ilmu kesaktiannya itu. Jadi jangan harap, walaupun kamu telanjang bulat dihadapannya, ia tak akan mau menjamahmu. Tidak bakalan. Yang rakus sama perempuan itu kan para pedagang itu, yang ada dalam otaknya cari uang dan cari perempuan.Kalau laki laki jagoan sejati seperti para warok itu membuat aman para perempuan dimana-mana"

"Jadi kalau kita-kita ini sebagai perempuan akan aman dihadapan para warok itu. Kita tidak bakalan dicaplok. Tidak mungkin dinodai. Begitu.?"

"Ngomongmu koyok masih perawan saja, Tik. Pakai dinodai segala. Tentu saja tidak ada yang mau menodai kamu, wong kamu sudah ternoda. Blong. Kalau kamu itu bukan dinodai, tapi menodakan diri. Hi,.h.."

Ketawa Srintil cekikikan.

"Ach. Aku ngomong serius. Kamu malahan meledek, Til,"

Kata Watik dengan muka cemberut.

"Iya. Kita tahu. Para warok itu kalau ngomong sama perempuan tidak pernah memandang muka kita. Mukanya dihadapkan ke tanah. Jadi jangan coba menggoda mereka kalau kamu tidak ingin disambar sama motek yang tajam itu. Bersopanlah berhadapan dengan para warok itu. Bersikap wajar, jangan menggoda kayak menggoda tamu yang pada datang di pondok kita ini"

"Hi..hi" suara mereka berdua terlihat tertawa geli cekikikan

"Sudah Tik, saya mau tidur. Ngantuk"

"Ya sudah, aku juga sudah ngantuk."

Tiba-tiba dari ruang tamu depan terdengar seperti ada suara orang mengetuk pintu

"Siapa ?,"

Tanya Sarijah yang nampak belum bisa tidur, perutnya sejak tadi masih mules-mules saja.

"Saya Bu, nama saya Manggolo, apakah boleh saya menumpang malam,"

Jawab suara laki-laki itu dari balik pintu depan.

Semua perempuan penghuni warung itu yang terbangun mendengar suara itu terdiam semua.

Sarijah agak was-was menuju ruang tamu depan.

Tetapi mendengar suaranya, kedengarannya orang baik-baik saja, maka dibukanya pintu tamu depan itu oleh Sarijah.

"Silakan masuk,"

Kata Sarijah menyilahkan tamunya yang ternyata seorang pemuda gagah tampan, tetapi berpakaian lusuh nampak tidak terurus.

"Maaf Bu, saya mengganggu."

"Oh tidak, Kangmas dari mana, dan mau kemana,"

Tarnya Sarijah setelah keduanya duduk berhadapan.

"Saya sedang berkelana mencari Ibuku dan Bapakku. Aku mendengar dari orang-orang di sana, katanya rumah ini dihuni oleh ibu-ibu yang datang dari luar daerah, jadi aku mencoba kemari, siapa tahu Ibuku ada di sini."

"Siapa nama ibumu."

"Waijah Sarirupi.

"Kalau saya, namanya Sarijah bukan Waijah. Apa aku ibumu."

"Oh bukan, saya ditinggal bukan ketika masih bayi, tetapi masih anak-anak kecil, jadi saya sudah mengenalnya."

"Ya, kalau saya sekarang sudah berumur 27 tahun, jadi tidak mungkin tho punya anak sudah segede Kangmas begini ini, " kata-kata Sarjah yang jenaka itu mengundang ketawa perempuan- perempuan lain di sebelah kamar dalam. Kemudian mereka pada berhamburan keluar kamar, pengin tahu siapa tamunya yang malam-malam begini masih bertamu. Ketika melihat penampilan dan tampang Joko Manggolo yang gagah berwajah tampan itu, semua pada termangu-mangu sambil memperkenalkan diri masing-masing. Bahkan, ada yang tidak sadar segera membetulkan rambutnya dan pakaian tidurnya serta menambah goresan gincu dibibirnya agar kelihatan sopan dan menarik.

"Perkenalkan nama saya, Watik."

"Saya, Manggolo."

"Saya, Srintil."

"Manggolo.Kemudian mereka berenam duduk berderet nampak sopan dan berhati-hati dihadapan Joko Manggolo. Mereka agaknya ingin memberikan kesan sebagai perempuan baik-baik.

"Maaf Kangmas Manggolo,"

Lanjut Sarijah.

"Tadi kayaknya mengatakan mau numpang makan. Memangnya Kangmas belum makan."

"Ya. .bel. belum.

"Saya ada sedikit makanan, tetapi entahlah, apa enak atau enggak. Soalnya sudah sejak tadi sore memasaknya,"

Sarijah kemudian bangkit mengambilkan makanan ke belakang. Kemudian, setelah itu, nampak Joko Manggolo makan begitu rakusnya dihadapan mereka, kelihatannya sedang lapar berat. Semua perempuan yang melihatnya tersenyum-senyum senang. 21

"Kangmas Manggolo, sehabis makan, tolong ya, ganti saya yang man minta tolong,"

Ujar Sarijah "Ya, Buk,"

Jawab Joko Manggolo "Ee...jangan panggil saya, Buk.

Panggil Mbakyu saja.

Saya kan masih muda, lagi pula masih menarik, bukan", jawab Sarijah makin genit sambil tersenyum-senyum merayu, semua yang mendengarkan pada ketawa cekikikan.

Dan Joko Manggolo pun hanya bisa tersenyum tersipu-sipu

"Minta tolong bagaimana Mbakyu,"

Ujar Joko Manggolo.

"Antar aku ke sungai."

"Boleh,"
Warok Ponorogo 6 Pergumulan Di Warung Randil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Jawab Joko Manggolo sambil mengambil minuman di cangkir yang terbuat dari bahan lempung itu, dan kemudian berdiri siap mengantar Sarijah

"Wah Mbrot, kamu sakit perutnya enggak habis-habis saja sejak tadi,"

Kata si Watik yang terkenal suka cerewet, mengomentari kelakuan Sarijah gembrot.

Malam gelap itu, hanya dengan membawa lampu obor, Sarijah jadi diantar ke sungai oleh Joko Manggolo tamu barunya itu.

Sesampai di tepi sungai nampak airnya meluap tinggi.

"Wah dimana ya ada tempat untuk jongkok,"

Ujar Sarijah.

"Itu Mbakyu, dekat bambu sana itu ada batu besar."

"Oh ya ke sana saja."

Di atas batu besar itu Sarijah sudah tidak tahan lagi menahan sakit perutnya, segera mengangkat kainnya tinggi-tinggi dan langsung jongkok di situ untuk melepaskan hajat besarnya di pinggir sungai itu. Dari pantatnya yang kehitaman itu ia nampak asyik menikmati, melepaskan gangguan kotoran dari perutnya yang mengganjal sejak tadi. Joko Manggolo yang memegangi obor didekatnya hanya tersenyum-senyum dikulum melihat tingkah jenaka perempuan gembrot yang baru saja mengasih makan dia itu. Dari kejauhan lamat-lamat terdengar seperti ada teriakan suara orang minta tolong.

"Mbakyu seperti ada suara orang minta tolong."

"Ya, di mana, yah. Dari mana datangnya suara itu,"

Sarijah yang sedang enak-enak ngising itu kaget dan langsung berdiri belum sempat cebok

"Seperti dari arah rumah Mbakyu."

"Iya, ayo segera ke sana."

Mereka berdua berlari-lari kecil segera bergegas menuju kembali ke rumahnya warung Randil. Setelah dekat rumah itu, Joko Manggolo menghentikan langkahnya. Sarijah yang mengikuti dari belakang memegangi erat-erat lengan Joko Manggolo. Terdengar suara dari banyak laki-laki di dalam warung itu

"Ha ha. ha. hayo jangan teriak-teriak minta tolong. Siapa yang akan menolong kalian di tengah sawah sepi begini. Hayo serahkan semua penghasilan kalian hari ini, dan itu perhiasan kalian semua segera keluarkan,"

Hardik suara laki-laki dari dalam rumah itu keras-keras.

"Ampun Pak, kami tidak punya apa-apa,"

Nampak suara Srintil meminta dibelas kasihani.

"Kalian semuanya pelacur yah, hayo buka pakaian kalian satu per satu. Ini ada sepuluh anak buahku, layani semuanya," bentak laki-laki yang berkulit hitam kelam, tinggi besar, berkumis tebal itu, sambil memukul pantat Si Watik yang sejak tadi berdiri ketakutan tidak berani membuka celana dalamnya

"Hayo cepat buka tapihmu ini, ndukkk" teriak laki-laki itu lagi dengan galak sambil sebilah pisau tajam merobek kain yang dikenakan Watik itu hingga terbuka bagian dalamnya. Rombongan perampok itu dengan rakusnya mengobrak-abrik semua almari pakaian perempuan-perempuan itu dan bila ditemukan uang atau perhiasan segera diraupnya. Semua anak buah laki-laki itu dengan kasar memperlakukan perempuan- perempuan itu seperti layaknya menaiki kuda tunggangan. Ada seorang perempuan yang disuruh myedit "digarap"

Dari arah belakang. Saking ketakutannya tidak sengaja perempuan itu sampai terkentut-kentut keras "pretttmiutt"

Membuat laki-laki yang sedang enak-enak mendekapnya itu marah, dikira menyepelekannya.

"Kurang ajar kamu kentuti aku, ya"

Hardik laki-laki itu sambil memukul keras bokong perempuan yang pantatnya nungging menghadap ke atas itu.

Jerit kesakitan dan ketakutan terdengar dari perempuan-perempuan penghuni warung Randil yang tidak dipedulikan sama sekali oleh gerombolan laki-laki liar itu.

Kelakuan yang kelewat dari laki-Laki yang merampok seperti ini biasanya oleh masyarakat Ponorogo disebut sebagai "Mengampak", atau pelakunya dinamai "Gerombolan Kampak"

Orang-orang kasar ini benar-benar berbuat kejam dan tidak mengenal belas kasihan sama sekali. Senjata-senjata tajam yang mereka gunakan semacam pedang besar yang diasah berkilat dinamai "Berang"

Sehingga membuat makin menakutkan bagi orang yang menjadi korbannya.

"Mbakyu, tolong tinggal di sini. Sembunyi di belakang pobon- pohon itu. Aku akan mencoba menolong mereka,"

Bisik Joko Manggolo kepada Sarijah di balik dedaunan pohon-pobon di kebon rindang itu.

"Iiyya.ya. Hat.. .hati-hati, mereka berbahaya,"

Jawab Sarijah gemetaran menahan ketakutan sampai berkali-kali ia terkencing-kencing saking takutnya.

Tidak berapa lama terdengar suara

Bruk, Brakkkkkk

Rupanya Joko Manggolo telah bertindak cepat dengan menendang salah seorang laki-laki yang sedang bernafsu mengangkangi paha seorang perempuan penghuni warung itu yang berteriak-teriak kesakitan.

"Aduh, kurang ajar, siapa yang berani mengganggu aku,"

Rupanya laki-laki itu yang menjadi pimpinan perampok itu.

Dengan sigap dalam keadaan masih bugil ia bangkit berusaha menghindari serangan kaki Joko Manggolo yang terus menghunjam melepaskan tendangannya bertubi-tubi ke arah perut, leher, dan muka perampok itu yang terhenyak beberapa langkah tubuhnya menabrak dinding kamar sumpek itu. Malang bagi Joko Manggolo ketika ia terus menghantam laki- laki hitam itu, ia kehilangan kewaspadaannya, seseorang anak buah laki-laki perampok itu tidak diduga sebelumnya telah berhasil menyambarkan sebilah pisau tajam dari arah belakang mengenai sisi samping perut Joko Manggolo yang segera berlumuran darah.

Melihat gelagat yang makin runyam itu, Joko Manggolo nampaknya tidak mau mengambil risiko lebih jauh, ia segera mengerahkan segala ilmu kanuragannya untuk secepatnya memberantas serangan yang mengeroyoknya dari berbagai penjuru, sebelum tenaganya sendiri terkuras kehabisan darah, ia harus mampu segera dapat menghardik semua anggota komplotan perampok itu.

Dengan menggunakan gerakan jurus bajing loncat, dan jurus- jurus yang mematikan lainnya, Joko Manggolo, berhasil merontokkan perlawanan satu per satu orang-orang yang mengeroyoknya itu.

Seorang demi seorang berjatuhan.

Ada beberapa yang kemudian melarikan diri.

Pimpinan perampok itu nampak sudah menghilang sejak tadi ketika mengetahui kehebatan laki-laki muda, Joko Manggolo yang nampak memiliki ilmu kanuragan lumayan tinggi itu.

Tinggal dua orang yang nampak masih berusaha keras dengan semangat memamerkan jurus-jurus tipuan silatnya.

Namun, Joko Manggolo rupanya sudah tidak sabar lagi menghadapi cecurut itu, dengan sekali gebrakan gerakan yang dilambari aji-aji "Rontok Karang"

Yang mengeluarkan percikan cahaya biru kuning merah bersilau dengan asap tebal membuat terjungkal kedua perampok itu jatuh tersungkur, menggelepar pingsan.

Demikian juga kemudian, Joko Manggolo nampak mulai kehabisan tenaga dan terjatuh ke belakang di atas kasur di sebelah tubuh Srintil perempuan penghuni warung itu yang masih telanjang bulat habis diperkosa.

Nampak kelelahan.

Mukanya pucat.

Badannya menggigil ketakutan.

"Tolong, Mbakyu.
Tutup pintu-pintu depan, dan carikan tali yang keras, ikat dua laki-laki itu sebelum mereka siuman,"

Teriak Joko Manggolo kepada perempuan-perempuan yang masih pada telanjang bulat mondar-mandir kebingungan.

"Juga tolong, Mbakyu Sarijah, ia masih sembunyi di belakang rumah, diminta segera masuk kemari, ia sembunyi di bawah pohon trembesi,"

Perintah Joko Manggolo yang juga nampak mulai lemas terkuras tenaganya dan darahnya terus mengucur keluar .Masih dalam keadaan tidak berpakaian hanya ditutupi apa saja yang sempat disambar, perempuan-perempuan itu mondar-mandir segera bertindak sesuai yang diperintahkan Joko Manggolo.

Mengikat kedua perampok itu, dan segera mencari Sarijah Gembrot di belakang rumah .Selanjutnya, perempuan-perempuan itu segera menolong Joko Manggolo yang tergeletak tak berdaya di atas kasur itu berlumuran darah.

Mengambilkan ramuan daun-daunan dan menempelkan pada luka-luka Joko Manggolo yang terus mengalirkan darab segar keluar dari bekas goresan tusukan tajam pada tubuhnya yang perkasa itu.

Joko Manggolo berusaha bertahan, sambil dalam-dalam, berkonsentrasi untuk mengalirkan darah segar pada sekujur tubuhnya dan mengendalikan tenaga cadangan untuk memulihkan kekuatan phisiknya.

Rupanya ramuan daun-daun yang diberikan oleh perempuan-perempuan itu segera memberikan reaksinya.

Bersamaan dengan edaran darah bersih yang disalurkan dari udara melalui gerak pernafasan yang dilakukan Joko Manggolo, lambat laun dapat mempercepat proses pemulihan tenaganya kembali seperti semula.

*****

PENGAKUAN.

SUDAH tiga hari ini sejak kedua laki-laki yang tertangkap di Warung Randil itu disekap oleh Joko Manggolo bersama-sama para perempuan penghuni warung ini..

Sementara itu Joko Manggolo masih belum sembuh benar dari luka-lukanya yang terus membengkak.

Untung Sarijah Gembrot itu cukup paham mengenai pengobatan tradisional terhadap luka- luka bacok sehingga sangat membantu proses penyembuhan luka-luka Joko Manggolo itu.

"Kangmas Manggolo, bagaimana lukamu. Apa sudah agak lumayan, tidak sakit lagi."

"Iya, Mbakyu. Rasa nyeri itu kini rasanya sudah sangat jauh berkurang."

"Mau aku pijat agar badan tidak kaku."

"Kalau Mbakyu tidak koberatan. Terima kasih."

Tidak berapa lama Sarijah Gembrot itu memijat kaki Joko Manggolo yang nampak agak bengkak kemerahan, mungkin akibat waktu malam itu ia terkena pukul kayu keras oleh para perampok itu. Joko Manggolo sementara ini dirawat menempati kamar Sarijah. Sebelum kedatangan Joko Manggolo, Sarijah biasanya selalu tidur satu kamar sendirian, tidak ada teman perempuan lainnya yang mau menemani tidur sekamar dengannya. Sebab melihat badannya yang besar itu, sehingga teman perempuan yang tidur bersamanya terasa sangat sumpek tidak kebagian tempat yang hampir terisi semua oleh tubuh Sarijah yang besar itu. Selama Joko Manggolo tinggal di tempat tidur Sarijah, kalau sudah kecapekan, Sarijah itu langsung ikut tidur di sebelah Joko Manggolo, dan biasanya tidak banyak cakap lagi in mudah tertidur lelap. Kebiasaan Sarijah tidur dengan membuka bajunya, hanya memakai kutang. Ia sangat merasakan udara panas daerah itu, apalagi oleh badannya yang gembrot itu, membuat ia mudah kepanasan. Malam itu, Joko Manggolo yang merasa terdesak oleh badan Sarijah yang besar itu hampir terjatuh dari tempat tidurnya, sehingga ia terjaga dari tidurnya. Dalam keremangan cahaya lampu teplok ia sempat memperhatikan wajah Sarijah yang sedang tertidur pulas itu. Dalam benak Joko Manggolo.

"Perempuan ini memang pembawaannya tidak pedulian. Acuh tak acuh saja. Hidupnya kelihatan tanpa beban. Bebas merdeka begitu."

Apa barangkali sudah terbiasa melayani laki-laki tiap hari sehingga ia tidak perlu risih bersanding dengan laki-laki lain seperti halnya malam ini ia bersanding dengan Joko Manggolo.

Tidur hanya mengenakan kutang.

Kainnya nampak tersingkap memperlihatkan pangkal pahanya tanpa mengenakan celana dalam.

Begitu polosnya ia itu .Joko Manggolo kemudian mencoba tidur kembali mencari tempat yang masih tersisa untuk merebahkan badannya yang masih agak lemah itu di samping sebelahnya Sarijah itu.

Beberapa waktu kemudian, selagi ia membolak-balikkan badannya, timbul semacam perasaan aneh.

Seperti datangnya kerinduan seorang anak kepada ibunya.

Joko Manggolo, adalah perwujudan laki-laki yang sering mudah tertarik kepada tipe perempuan yang berusia di atasnya.

Atau paling mudah tergetar perasaannya oleh perempuan yang jauh berusia di atasnya.

Ada semacam kesenangan bathiniah dan emosional yang terpuaskan, apabila ia bisa merasakan nikmatnya berkomunikasi secara baik degan perempuan-perempuan yang jauh lebih tua dari umurnya.

Ia nampaknya menderita gejala Odipus kompleks, sebagai peristilahan yang lazim digunakan dalam perkembangan ilmu kejiwaan di dunia moderen masa-masa selanjutnya.

Lama sekali Joko Manggolo memperhatikan Sarijah yang tidur pulas di sebelahnya itu.

Ia mulai membayangkan puting susu Sarjah yang moncong di balik kutangnya itu.

Ia teringat akan emboknya dahulu ketika masih kecil sering ngeloni dia.

Terasa tenteram, dan menyenangkan.

Saat-saat masih menyusui dahulu, ia merasakan betapa nikmatnya.

Tiba-tiba timbul perasaan seperti pada masa kanak-kanaknya dahulu.

Dengan gemetaran, Sarijah diperlakukan seperti layaknya seorang bayi yang menyusu kepada emboknya.

Sarijah lama-lama juga mulai tersadar dari tidurnya yang lelap itu ketika ia merasakan ada yang mengganggunya Tanpa disadari, Sarijah mulai timbul gairahnya.
Warok Ponorogo 6 Pergumulan Di Warung Randil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Ada perasaan ingin diperlakukan lebih jauh.

Pelan- pelan Sarijah menurunkan kainnya ke bawah.

Joko Manggolo hanya sempat memperhatikan perut Sarijah.

Pikiran Joko Manggolo

"Aku dulu ketika belum lahir, keberadaanku di dalam perut yang membulat besar seperti ini".

Kemudian ia perhatikan ke bagian bawah pusar Sarijah itu.

Terdapat bagian- bagian

"Itulah jalan keluarku ke dunia ini.Tetapi siapa laki-laki yang telah berani-beraninya berlaku kurang ajar itu, sehingga mengakibatkan kelahiranku ini.
Ia adalah laki-laki yang tidak bertanggung jawab.
Kemana mereka berdua itu sekarang perginya."

"Mengapa terbengong-bengong begitu, Kangmas Manggolo. Belum pernab tho melihat perangkat perempuan ini,"

Kata Sarijah tiba-tiba sehingga menyadarkan Joko Manggolo dari lamunannya.

"Jangan hanya dipuaskan oleh pandangan saja, Kangmas Manggolo. Cobalah."

"Ma.. af.maaf.... Tidak, Mbakyu. Ja.. .Jangan, Mbakyu,"

Kata Joko Manggolo tergagap tersadar dari lamumannya terbadap kedua orang tuanya yang telah lenyap meninggalkan dirinya ketika masih bocah.

"Lho, kenapa. Mesti ragu-ragu."

"Mereka yang menjadi perantaraan kelahiranku di dunia ini, kini semuanya menghilang meninggalkan aku sendirian. Tanpa ada rasa tanggung jawab. Ini sama sekali tidak aku mengerti. Aku tidak mau mengulang kesalahan untuk kedua kalinya dalam hidupku."

Kata Joko Manggolo sambil keluar keringat dinginnya menahan amarahnya. Ia masih ingat akan petuah gurunya.

"Bagi seorang Warok sejati, berpantang berhubungan sebadan dengan perempuan,"

Begitu kata Warok Wirodigdo gurunya ketilka itu di suatu hari kepada Joko Manggolo.

"Mbakyu. Mohon maaf. Aku bercita-cita akan hidup sebagai warok sejati."

Kata Joko Manggolo setengah terengah-engah menahan gejolak emosinya.

"Hah. Jangan, Kangmas Manggolo."

Kata Sarijah kaget demi mendengar kata-kata Joko Manggolo yang berkeinginan untuk menjadi warok itu. Kemudian tapa sadar, Sarijah segera menarik kainnya ke atas menutup diri kembali.

"Benar, Mbakyu. Itu sudah menjadi tekadku."

"Jangan, Kangmas Manggolo. Sangat berat ujian bagi scorang warok itu."

"Biarlah, Mbakyu. Menjadi warok sejati itu telah menjadi tekad dalam hidupku."

"Ohh, begitu,"

Kata Sarijah masih dalam keadaan terbengong.

Tidak berapa lama, Joko Manggolo dan Sarjah itu sudah kembali tertidur lelap dengan pakaian yang dirapikan sebagaimana layaknya.

Joko Manggolo menghadap ke dinding kiri, dan Sarijah menghadap ke dinding kanan.

Mereka saling membelakangi.

Punggung mereka bertolak belakang.

Tetapi lantaran tempat tidur itu sempit, dan harus dimuat oleh dua tubuh yang besar-besar itu, maka punggung mereka tetap saja beradu.

Paginya, mereka para penghuni Warung Randil itu telah rajin bangun pagi-pagi sekali untuk kegiatan rutinnya membersihkan rumahnya.

Sudah tiga hari ini, banyak tamu laki-laki yang sering ketok-ketok pintu, namun tidak ada seorang pun yang mau membukakan pintunya.

Praktis sejak saat itu, Warung Randil itu tutup terus. Kedua perampok yang tertangkap beberapa malam yang lalu itu masih terus disekap di kamar belakang yang kedua kaki dan tangannya tetap diikat kencang agar tidak lari.

"Mbakyu, kalau saya diikat kedua kaki dan tangan begini eratnya, bagaimana kalau kepengin kencing dan berak. Tolonglah, Mbakyu dilepas"

Keluh salah seorang perampok itu nampak lemas.

"Kalau mau kencing atau berak tinggal ngomong. Nanti kami yang bantu. Tidak bisa dilepas ikatannya nanti kamu lari. Tunggu sampai Kangmas Manggolo sembuh benar. Nanti kalau mau kurang ajar biar dihajar sama Kangmas Manggolo,"

Ujar Watik nampak galak.

"Saya lapar, Mbakyu"

Kata salah seorang lagi perampok itu.

"Nanti makannya, masakan belum matang. Kalau sudah siang, kami semua sudah makan, baru kalian akan kami kasih makan."

"Mbakyu, pengin kencing,"

Kata yang satu lagi.

"Cerewet banget kamu. Laki-laki jangan cerewet kayak perempuan."

"Benar Mbakyu sudah tidak tahan."

"Kalau begitu, hayo berdiri dan jalannya digeser terus ke kamar mandi. Cepattt."

"Bagaimana saya harus kencing, Mbakyu. Celana saya, dan tangan saya masih terikat.
"

"Saya yang mau copot celana kamu. Mana. Sini."

Bentak Watik sambil menarik celana laki-laki itu.

Dan dengan tersipu- sipu laki-laki itu kencing dihadapan Watik yang terus memelotot memasang muka angker.

"Tolong, Mbakyu, lepaskan kami agar tidak membuat repot Mbakyu."

"Tidak bisa.Tunggu sampai Kangmas Manggolo sembuh.
Dengar tidak!"

Pada mulanya kedua perampok itu oleh para perempuan penghuni Warung Randil itu akan diserahkan saja kepada kepala pengamanan daerah yang membawahi daerah Dukuh Randil ini.

Namun kemudian, tiba-tiba mereka timbul ibanya melihat penampilan para perampok itu kelihatannya berasal dari orang susah yang berpakaian kumal.

Mungkin mereka itu orang-orang bayaran yang lagi kesusahan mencari kerja, dan kemudian karena kepepet mereka mau saja diajak merampok asal mendapat upah untuk sekedar bisa makan.

"Ampun Kangmas, dan Mbakyu. Jangan kami diserahkan kepada penguasa pengamanan daerah. Tolong lepaskan kami. Kami bersumpah tidak akan mengulang perbuatan kami lagi Kasihan anak isteri yang ditinggal di runah. Tolonglah, Kangmas", keluh kedua orang laki-laki yang terikat tangannya sejak tiga malam yang lalu itu.

Dari pengakuan kedua perampok yang tertangkap itu terungkap bahwa pimpinan mereka sebenarrnya termasuk pelanggan tetap di Warung Randil ini. Berdasarkan perintah yang diberikan oleh pimpinan mereka, mereka harus mengobrak-abrik Wanung Randil ini. Alasannya karena pimpinan mereka sedang sakit hati kepada perempuan-perempuan penghuni Warung Randil ini .Sekitar satu bulan yang lalu, pimpinan mereka datang kemari bersama beberapa anak buahnya, tetapi sesampainya di dalam warung ini, ia tidak segera dilayani oleh perempuan- perempuan penghuni warung rumah ini. Katanya, semua sedang terpakai habis, sehingga pimpinan mereka tidak kebagian. Padahal menurutnya masih ada dua orang yang sedang jaga di depan, walaupun habis dipakai orang tetapi punya alasan mau istirahat dulu, baru bekerja, sehingga ia tidak sudi melayani tamu yang datang belakangan.

Menurut pimpinannya, sebenarnya perempuan-perempuan itu masih bisa dipakai, tetapi mungkin perempuan-perempuan itu tidak senang dengannya sehingga dia mencari alasan yang bukan-bukan. Pimpinannya itu lalu tanpa pamit meninggalkan warung itu. Ia pun pulang "nganggur", dan mendendam dalam hati untuk membuat balasan. Akhirnya ia mengumpulkan semua anak buahnya untuk menyerang warung itu,memperkosanya, dan mencuri harta benda yang ditemui di warung itu.

"Siapa pemimpin kalian,"

Tanya Joko Manggolo.

"Ki Darmo Bendo,"

Jawab laki-laki itu.

"Di mana sarang mereka."

"Di gunung loreng, daerah Ponorogo selatan yang berbukitan itu, Kangmas."

"Kamu dapat upah, yah."

"Yah"

"Berapa."

"Hasil jarahan ini akan dijadikan uang. Separohnya dibagi rata untuk semua anak buah, dan sisa separonya lagi untuk diambil pemimpin sendirian."

"Lalu kenapa kamu mau melakukan pekerjaan keji ini."

"Saya sedang terdesak perlu makan, Kangmas."

"Pekerjaan kamu selama ini sebenarnya apa."

"Menjadi kuli di pasar."

"Mengapa tidak kamu teruskan pekerjaanmu itu."

"Hasilnya kurang banyak."

"Tetapi pilih mana dapat kerja walaupun penghasilannya kecil tetapi selamat, daripada dapat hasil banyak tetapi digebuki, dan dimasukkan penjara"

"Saya sudah kapok kok, Kangmas. Tidak mau mengulang lagi."

"Baiklah kalau demikian. Kamu boleh pergi tetapi jangan sekali-sekali mengulang perbuatanmu ini lagi. Kamu akan saya lepas, tetapi awas jangan sampai dua kali ketahuan merampok. Begitu tertangkap, aku akan serahkan kamu kepada kepala pengamanan daerah nanti."

Begitu perampok-perampok itu dilepas oleh Joko Manggolo, mereka segera berlari terbirit-birit, walaupun mereka merasa lega dilepaskan, tidak jadi dibawa ke pengamanan daerah, akan tetapi masih nampak pada mimik mukanya yang pucat pasi itu, masih kelihatan ketakutan yang mendalam.

*****

BERLATIH.

SEJAK peristiwa yang naas malam itu.

Sudah beberapa hari.Warung Randil ditutup.

Banyak tamunya, para pedagang langganan warung itu merasa kecewa setelah beberapa lama mereka menggedor-gedor pintu depan warung ini, tidak ada yang membukanya.

Mereka penasaran tidak seperti biasanya, apabila ada hajat segera mampir dengan gampang ke warung nakal ini sewaktu-waktu. Kali ini para langganan merasakan tersiksa dengan ditutupnya wanung ini. Tidak ada lagi tempat yang cocok untuk melampiaskan hasrat laki-lakinya yang sudah terbiasa berlangganan di warung tengah sawah ini. Mereka rupanya banyak yang mulai menyadari, betapa makin berharganya warung Randil di tengah sawah ini.

Apabila ditutup mereka pada kelabakan.

Mau pergi kemana lagi untuk menyalurkan hasrat kelaki-lakiannya itu.

Hanya bagi mereka yang tekun mempelajari ilmu kanuragan dan para warok yang jalan hidupnya tidak pernah terikat oleh soal penyaluran basat seksual secara liar kepada perempuan nakal yang merasa aman dari berbagai gangguan kejiwaan yang menyiksa itu.

Warok Ponorogo 6 Pergumulan Di Warung Randil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lantaran umumnya mereka terikat oleh keyakinan pada kehebatan ilmunya, sehingga harus berpantang mendekati perempuan.

Apalagi untuk berhubungan dengan perempuan nakal, sama sekali harus dijauhkan dari pikiran mereka.

Bagi sebagian para pedagang dan petani yang hidupnya mendambakan untuk mendapatkan kesenangan harta.

Beberapa di antaranya sangat gemar "berjajan"

Mendatangi warung-warung nakal yang kalau malam hari berlampu merah remang-remang ini.

Namun sejak warung ini tutup, mereka merasakan siksaan yang amat sangat berat.

Kepalanya pusing tujuh keliling, dan jalannya terkekeh-kokeh menahan beban derita kebiasaan yang tidak tersalurkan lagi beberapa hari belakangan ini.

Rupanya perampuan-perompuan yang dinanti, dan biasa sebagai tempat penyaluran hasrat laki-laki macam itu, sejak peristiwa perampokan di warung ini pada malam itu, mereka kini sedang rajin pada berkumpul di halaman belakang warung untuk bergiat diri berlatih bela diri ilmu kanuragan di bawah asuhan Joko Manggolo yang kini kesehatannya nampak telah pulih kembali

"Mbrot, kamu ini kebesaran pantat, makanya tendanganmu tidak pernah lurus.Pantat kamu itu dihilangkan dulu, baru berlatih ilmu kanuragan,"

Ledek Watik kepada rekan di sebelahnya Sarija gembrot yang dikenal mempunyai bokong paling besar

"Hussss, kamu sendiri nendang tidak karuan.Lubang tengah kamu itu yang perlu diatur dulu biar dapat nendang tegak," balas Sarijah gembrot tidak kalah buasnya.

"Enak saja kamu ngomong. Rusuh itu. Didengar Kangmas Manggolo. Malu, kan," bentak Watik

"Habis kamu sendiri yang memulai."

"Baiklah tenang dulu mbakyu-mbakyu,"

Kata Joko Manggolo berusaha menenangkan perempuan-perempuan yang pada cerewet saling ledek itu.

"Semua bentuk tubuh kita ini mempunyai kelebihan, dan kelemahan, atau keunggulan dan kekurangan masing-masing. Tiap junus ilmu kanuragan ini dapat disesuaikan menurut keadaan tubuh penggunanya. Seseorang yang bertubuh besar dapat menggunakan jurus-jurus yang memang memerlukan tenaga kuat. Sedangkan yang bertubuh kecil, mungil, dapat menggunakan jurus-jurus lentur yang mengandalkan pada gerakan hindaran, liukan, dan kelincahan penyerangan."

Pengarahan Joko Manggolo itu hanya ditanggapi oleh para perempuan itu dengan senyum-senyum geli tidak dipahami maknanya

"Misalnya saja seperti Mbakyu Sarijah ini yang bertubuh berat dan punya bokong besar merekah, dapat menggunakan jurus junus gajah, tandukan badak, kerbau liar, dan harimau. Misalnya jurus kibasan belalai, sabitan, pitingan, jepitan, terkaman, tangkapan, kuncian, dan patahan. Atau junus bantingan,"

Semua perempuan yang mendengarkan keterangan-keteragan Joko Manggolo itu pada ketawa geli cekikikan .

"Sedangkan Mbakyu Srintil yang bertubuh kecil mungil, lurus jenges, berpantat tepos, kaki kurus kering, juga dapat menggunakan jurus-jurus yang sesuai dengan kondisi tubulnya, misalnya jurus katak loncat, monyet bergantung, ketupai berjingkat, atau jurus ular-ularan. Jadi semua jurus dapat disesuaikan dengan kondisi tubuh masing-masing."

"Justeru itulah gunanya berlatih ilmu kanuragan untuk menutup kelemahan tubuh kita dan melipatgandakan keunggulan yang ada pada tubuh yang kita punyai,"

Kata Joko Manggolo menerangkan dasar-dasar jurus ilmu kanuragan yang diajarkannya itu sambil memperagakan diri untuk memberikan contoh-contohnya yang diikuti suara cekikikan perempuan-perempuan yang sedang berlatih itu, kelihatan sambil pada bercanda.

Namun Joko Manggolo, tetap serius mengajarkannya nampak tidak terpengaruh oleh canda ria para perempuan yang selama ini sudah terbiasa bergaul akrab dengan banyak laki-laki itu.

Pencuri Petir Lightning Thief Percy Siluman Ular Putih 02 Manusia Rambut Fear Street Ratu Pesta Dansa Prom Queen

Cari Blog Ini