Ceritasilat Novel Online

Petaka Lembah Tanpa Suara 2

Raja Gendeng 25 Petaka Lembah Tanpa Suara Bagian 2


Secepat kilat tubuh Ki Lumut terangkat naik. Sesampainya diketinggian terompah melesat ke tempat tujuan.


*****


Malam belumlah larut benar.

Tapi di kawasan Lembah Tanpa Suara atau dikenal juga dengan Lembah Hanya Berbisik suasananya terasa sunyi mencekam.

Dikesunyian diatas sebuah pohon di tengah pulau. Puteri Manjangan Putih duduk tenang menghadap ke arah pintu pondok kayu berlapis daun yang terbuka sambil memeluk kecapi. Saat itu sang puteri sedang duduk menghadap ke arah timur.

Dihadapannya terdapat hamparan luas tanah pasir berjarak tidak kurang dari seratus tombak.

Kilau cahaya bulan menerpa hamparan pasir luas yang membuat butiran pasir berpendar menyilaukan warna keemasan.

Angin dingin bertiup semilir.

Perhatian sang puteri terus tertuju ke arah tanah pasir tempat di mana Bunga Anggrek Mayat akan tumbuh dan berkembang hanya dalam waktu semalam. Di dalam pondok di atas pohon, tidak jauh belakang Puteri Manjangan, Nyai Santka abdi setia yang selalu mendampinginya tiba-tiba berbisik

"Bunga Anggrek belum memperlihatian tanda tanda akan munculkan diri.Tapi diempat penjuru arah para tamu yang tidak diundang sudah berdatangan. Saya khawatir bakal terjadi pertumpahan darah di tempat ini gusti puteri?1"

Nenek berjubah itu cemas. Puteri Manjangan Putih menghela nafas dalam dalam.

Wajahnya begitu tenang tanpa gelisah sedikitpun.

Tatap matanya tertuju lurus ke tanah pasir di mana terlihat ada cahaya-cahaya aneh muncul silih berganti.

Cahaya bergerak membentuk lingkaran selayaknya riak air dalam telaga.

Cahaya-cahaya itu lalu lenyap.

Dan tiba-tiba seluruh permukaan tanah pasir bergetar. Di tengah tanah pasir muncul cahaya hijau terang yang disusul dengan munculnya kuncup dan helai daun sekaligus tiga buah batang seukuran lengan.

Tidak sampai sekedipan mata proses berlangsung kini di tengah pasir telah tumbuh pohon anggrek raksasa berdaun hitam.

Pohon anggrek itu bercabang tiga, Masing-masing cabang ditumbuhi setangkai bunga tunggal yang masih berupa kuntum dan belum mekar.

Nyai Sentika yang ucapannya belum ditanggapi sang puteri terkesima.

Seumur hidup baru kali ini dia melihat langsung tumbuhnya Anggrek Mayat

"Bunga telah muncul, sebentar lagi Ular merah raksasa segera menyusul!"

Gumam Puteri Manjangan Putih. Apa yang dikatakan sang dara cantik ternyata benar-benar menjadi kenyataan.

Tidak berselang lama setelah sang bunga muncul tiba-tiba saja terdengar suara desis mengerikan.

Dari dalam tanah tak jauh dari tempat bertumbuhnya bunga terjadi guncangan keras.

Guncangan itu melanda seluruh penjuru lembah danau.

Air danau bergelombang.Sekeliling lembah juga ikut terguncang

Wuus!

Tanah pasir tersibak membentuk sebuah lubang menganga hitam.

Dari balik lubang muncul satu kepala bertanduk berwarna merah, bersisik keras.

Kemunculan kepala disusul dengan munculnya anggota tubuh dibagian belakang. Ular raksasa yang ukurannya lebih besar dari pohon kelapa ini memutar kepala menatap kesegenap penjuru.

Mulutnya dipenuhi gigi-gigi runcing terbuka.

Lidahnya yang bercabang merah seperti darah terjulur keluar masuk mengendus. Tidak seperti biasanya, mahluk ini terlihat resah.

Tapi setelah meliuk-liuk dan goyangkan badannya ular raksasa merah yang bernama Sang Penghela itu segera melingkarkan diri kesekeliling pohon anggrek

"Lihatlah Sang Penghela. Matanya yang merah terus terbuka. Agaknya dia telah mencium gelagat yang kurang baik."

Puteri Manjangan Putih berbisik.

"saya katakan tadi, gusti. Di tempat ini memang telah muncul para tamu yang tidak diundang."

Menyahuti Nyai Sentika dengan berbisik pula.

"Apakah Perawan Bayangan Rembulan dan Ratu Buaya telah hadir?"

Bertanya sang puteri tetapi perhatiannya tetap tertuju ke arah anggrek dan ular penjaga tanaman.

"Ya. Malah selain mereka masih ada Pendekar berpedang. Nenek Jubah Terbang, lalu seorang Resi bernama Resi Cadas Angin, kemudian gadis jelita yang gusti pernah ceritakan juga datang bersama kakek bertubuh hijau lumutan. Dua orang yang saya sebutkan terakhir itu kini dalam perjalanan dan melayang-layang diketinggian."

"Lengkap sudah!"

Kata sang Puteri.

"Aku takut pantangan dilanggar. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengerti aturan dan tata kerama."

"Maksud gusti puteri?"

"Maksudku bila mereka bicara dengan suara keras, bukan dengan berbisik, maka seluruh penghuni Lembah Tanpa Suara akan murka. Ular merah raksasa itu juga. Bagaimana dengan kita?"

Tanya Nyai Sentika.

Nenek ini rupanya mencemaskan keselamatan Puteri Manjangan Putih.

"Aku adalah pemilik seluruh penghuni kawasan. Mereka hanya tunduk patuh pada perintahku termasuk juga ular merah raksasa pasti akan melindungiku juga.Jangan khawatir tentang keselamatan kita.
Justru keselamatan pendatang yang tidak berdosa yang aku risaukan!"

"Biarkan saja mereka celaka. Biar pula takdir yang menentukan nasib mereka."

Kata Nyai Sentika. Entah mengapa orangtua ini tiba-tiba saja menjadi geram

"Benar. Biarkan dewa memilih mana yang pantas hidup dan mana yang patut mati!"

Sahut Puteri Manjangan Putih.

Sementara itu disebelah selatan Lembah, Nila Seroja sedang mendekam dibalik gundukan batu tinggi bersama tiga orang pengiringnya.

Selain dapat merasakan guncangan keras saat munculnya Anggrek Mayat dan ular merah, wajah yang terlindung topeng tipis coklat Pemasung Jiwa itu nampak berseri-seri.

Bunga Anggrek Mayat ternyata tumbuh di pulau terapung di tengah danau.

"Bunga aneh itu baru saja muncul, tapi mengapa ada ular merah raksasa yang menjaganya?"

Kata Nila Seroja.

Sebelumnya dia sempat mengurus tiga pengiringnya yang terluka dan jatuh pingsan akibat serangan Nyai Sentika ketika mereka mencoba menerobos masuk ke Istana Kebahagiaan.

Beruntung Nila Seroja dapat memusnahkan pengaruh racun Bunga Surga yang mendekam ditubuh ketiga pengiringnya, sehingga nyawa mereka terselamatkan.

"Ular raksasa itu bukan cuma bertugas melindungi bunga tetapi mungkin juga penguasa tempat ini."

Sahut Rengga Buana.

"Kami bertiga akan menghabisi ular merah. Engkau yang memetik bunga sesaat setelah bunga mekar."

Ucap Cakra Buana pula.

"Kau bisa melewati danau dengan melayang kekuatan Topeng Pemasung Jiwa akan membawa menyeberang ke pulau. Sedangkan kami bersama sama menyeberangi danau itu dengan ilmu dan kekuatan kami."

Nila Seroja manggut-manggut. Sejenak dia menatap ke langit. Bulan purnama penuh hampir mencapai titik tertinggi. Langit biru terang bersinar tanpa setitik awan.

"Bunga Anggrek Mayat akan mekar saat bulan mencapai titik tertinggi. Itulah waktu yang paling tepat bagi kita untuk mengambilnya. Tapi.. Bukan hanya kita saja yang berada disini."

"Maksudmu?"

Tanya Sekti, Cakra dan Rengga Buana hampir bersamaan.

"Ratu Siluman Buaya Putih. Gadis itu juga berhasrat mendapatkan Bunga Anggrek Mayat guna memusnahkan pengaruh kutukan dewa yang terjadi padanya."

"Jika dia dapat merepotkan kita mengapa kita tidak berbagi saja dengan dia?"

Usul Sekti Buana. Nila Seroja delikkan matanya membuat kakek itu diam katubkan mulut rapat-rapat

"Mengapa harus berbagi dengan ratu sialan itu? Padahal kalian tahu diantara tiga kuntum bunga yang bakal mekar. Hanya ada satu kuntum yang paling dahsyat khasiatnya, Dan aku tidak tahu dari tiga kuntum itu yang mana yang paling berkhasiat. Bukankah lebih baik bila aku ambil tiga tiganya sekaligus?"

Kata Nila Seroja .Ketiga kakek pengiring itu manggut-manggut membenarkan ucapan gadis mereka.

"Tapi semua itu membutuhkan perjuangan yang sangat berat!"

Gumam Rengga Buana.

"Kita berempat, Ratu Buaya Putih kemungkinan datang sendiri. Apa yang perlu ditakutkan?"

Kata Sekti Buana memberi semangat.

"Walau begitu kita tidak boleh mengabaikan Puteri Manjangan Putih pemilik tempat ini!"

Kata Cakra Buana mengingatkan.

Nila Seroja tersenyum. Dia tidak merasa risau dengan puteri Manjangan Putih.

Karena dia tahu disaat bulan purnama bersinar penuh, kesaktian Topeng Pemasung Jiwa berada pada puncaknya.

Topeng itu bakal menjadi senjata yang sangat mematikan.

"Aku tahu apa yang harus aku lakukan.Malam ini Puteri Manjangan Putih sekalipun tak akan bisa menghentikan keinginanku!"

Tegas Nila Seroja penuh semangat.


******


Tubuh babak belur Ki Demang Sapu Lengga disandarkan dibawah sebatang pohon.

Ratu Buaya Putih sendiri saat itu berada di sebelah timur lembah berdiri tegak menghadap ke arah lembah.

Walau dia merasakan guncangan dan getaran keras beberapa saat sebelumnya tapi si gadis tidak menghiraukannya.

Raja Gendeng 25 Petaka Lembah Tanpa Suara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perhatiannya mula-mula tertuju ke seluruh penjuru danau yang bening dan tenang.

Setelah tidak menemukan tanda-tanda adanya bunga yang dia cari, Ratu Buaya arahkan pandangannya ke tanah pasir luas yang terdapat ditengah danau tersebut.

Disaat itulah sang Ratu melihat ada sesuatu yang bergerak.

Walau jaraknya jauh tetapi dia dapat melihat benda yang bergerak menyeruak dipermukaan pasir yang tak lain adalah bunga. Pohon bunga anggrek berwarna hitam.

Wajah sang ratu berseri, namun senyumannya lenyap begitu dia melihat mahluk merah besar muncul ditempat itu seiring dengan munculnya bunga

"Ular....Ya, aku yakin sekali yang menggeliat dan meliuk adalah ular merah."

Munculnya ular yang segera melingkari pohon anggrek membuat sang Ratu menjadi tidak mengerti.

Diapun menghampiri Ki Demang, sambil berjongkok disamping si kakek. Ratu Buaya tepuk tepuk pipi Ki Demang yang agaknya tertidur dalam kesengsaraan tersebut

"Bangun! Aku butuh penjelasanmu!"

Kelopak mata yang menggembung bengkak dan lebam membiru membuka. Melihat Ratu Buaya ada disampingnya dia bertanya,

"Apa lagi yang kau inginkan dariku? "

"Bunga Anggrek Mayat ada di pulau itu."

Ratu Buaya lalu menunjuk ke arah yang dimaksud.Dengan matanya yang nyaris tertutup si kakek menatap ke tengah danau.

"Kau sudah melihatnya?"

Ki Demang anggukkan kepala.

"Tapi ada ular merah raksasa yang menyertai kemunculannya.Mahluk itu apakah si empunya bunga?"

"Semoga kau ditelannya!"

Dengus Ki Demang sinis. Ratu Buaya menggeram, tangan diangkat siap hendak menampar. Namun tiba-tiba dia urungkan niat mengingat keadaan Ki Demang yang sudah lemah tidak berdaya

"Jawab saja apa yang aku tanya."
Mengenai hidup matiku kau perduli apa?"

Geram sang ratu sengit. Ki Demang seka bekas darah kental yang masih ada disudut bibirnya. Setelah itu barulah dia menjawab.

"Walau aku pernah bersahabat dengan puteri Manjangan Putih, bukan berarti aku tahu segalanya. Aku hanya bisa menduga ular raksasa merah memang penjaga Bunga Anggrek Mayat. Tanyakan saja pada siempunya tempat.Satu lagi, mengingat luasnya danau di lembah ini bagaimana kau bisa menyeberang ke pulau itu? He he he!"

"Aku bisa menggunakan tubuhmu sebagai rakit."

Jawab Ratu Buaya dingin.

KI Demang sendiri terdiam begitu mendengar ucapan Ratu Buaya.

Dia pernah mendengar dari puteri Manjangan Putih bahwa dikawasan istana Satu ada sebuah danau yang didalamnya dipenuhi mahluk-mahluk berbisa.

Tidak hanya ular dengan berbagai ukuran tapi ada pula mahluk langka yang terdiri dari Kalajengking dan Kelabang air.

Kedua binatang itu memiliki racun sepuluh kali lebih ganas dari kelabang dan kalajengking yang hidup di darat. Membayangkan semua itu diam-diam si kakek bergidik ngeri

"Aku sudah tidak sabar menunggu bulan berada diatas kepala.Bunga baru mekar disaat bulan mencapai titik tertinggi. Begitu seluruh penjuru kawasan lembah ini dipenuhi wangi aroma setanggi. Itu pertanda Bunga Anggrek Mayat mulai merekah. Kau bersiap-siaplah!"

"Tapi mohon jangan pergunakan aku sebegal rakit hidup untuk menyeberang. Dan jangan berbicara dengan suara yang keras!"

Pinta Ki Demang. Seumur hidupnya baru kali ini dia meratap pada seorang wanita. Karena biasanya gadis-gadis yang jadi korbannya yang selalu meratap minta agar tidak dinodai

"Hemm...!"

Ratu Buaya keluarkan suara berdengus.

Dan ucapan Ki Demang terlalu menggelitik keingin tahuannya.

"Mengapa aku tidak boleh bersuara keras?"

"Ya. Karena itu merupakan pantangan keras. Lembah ini bernama Lembah Hanya Berbisik atau Lembah Tanpa Suara.Suara yang keras bisa membuat marah mahluk-mahluk penghuni dasar danau."

Walau kurang percaya, namun Ratu Buaya Putih diam-diam terkejut juga mendengar ucapan Ki Demang

"Pantas lembah ini terasa sunyi walau aku bisa merasakan banyak orang-orang bersembunyi disekeliling lembah"

Gumam Ratu Buaya dalam hati

"Baiklah Kalau kau tidak membuat ulah.
Aku akan menggunakan bambu sebagai rakit.Sekarang ikut denganku. Bantu aku mengumpulkan bambu."

"Terima kasih kau mau percaya. Aku tidak akan berulah!"

Janji Ki Demang. Walau sudah tidak berdaya namun jika ada kesempatan dia akan membalas mencelakai gadis bergaun merah itu


******


"Nek, Lembah ini aneh nek. Tidak ada tumbuhan dibawah sana, tapi ada sebuah danau yang mengelilingi pulau!"

Celetuk Raja Gendeng 313 sambil mengusap wajahnya yang keringatan.

Padahal saat itu udara dingin sejuk.

Si nenek berjubah hitam yang mendekam dicabang pohon yang berada disebelah bawah cabang pohon yang diduduki Raja, mendengus

"Baru melihat pemandangan seperti ini saja sudah ribut. Apa kau belum pernah melihat ada danau ditengah lembah?"

Ucap si nenek yang adalah Nini Buyut Amukan

"Emm, belum nek. Yang pernah kulihat adalah lembah penuh semak berikut dua bukit aneh tapi indah."

Jawab Raja polos namun sambil senyam senyum.

"Bocah gendeng sialan! Dalam keadaan seperti Ini masih sempat-sempatnya kau bergurau.?"

Nini Buyut tiba-tiba julurkan tangan siap hendak mencubit. Namun Raja telah bergeser berpindah ke cabang yang lain, hindari cubitan si nenek.

Anehnya setiap gerakan yang dilakukan sang pendekar sedikitpun tidak membuat cabang ataupun daun bergoyang.

Si nenek merasa takjub dengan limu meringankan tubuh yang dimiliki Raja.

"Nek...!"

"Nak-nek-nak-nek. Memangnya aku nenekmu. Pantasnya aku ini jadi kekasihmu! Hik hik"

Sahut si nenek. Walau ucapannya sekedar gurauan belaka namun hati si nenek berdebar-debar. Darahnya berdesir.

"Mau bicara apa kau?"

"Anu nek."

Raja ragu-ragu.

"Memang anumu digigit semut?"

"Tidak nek, tidak kenapa-kenapa cuma bangun saja"

"Hah apa?!"

Nini Buyut berjingkrak kaget dan belalakkan mata.

"Gendeng sjalan. Kau jangan membuatku takut!"

"Justru kaulah yang membuat si anu ketakutan."

Sahut Raja pula.

"Tapi bukan itu maksudku nek.
Aku hanya heran mengapa lembah ini sunyi. Padahal kita tahu ada beberapa orang ditempat Ini"

"Aku tidak tahu sebabnya. Tapi aku melihat pada pohon besar di tengah pulau ada sebuah pondok"

"Pondok diatas pohon itulah yang hendak aku katakan kepadamu, nek."

"Mengapa pondok berdiam disana dan kelihatannya pondok itu masih baru"

"Lebih baik kita menyelidik"

"Caranya sampai kesana?"

Raja terlihat bimbang.

"Kau ini mengapa tolol sekali. Aku memiliki Jubah Terbang, Lekas kau peluk punggungku! Kita tidak punya banyak waktu, Sekejab lagi bunga yang baru tumbuh akan bermekaran,"

Berkata demikian Nini Buyut Amukan tepuk-tepuk punggungnya. Walau sempat ragu. Raja segera melompat dan bergelayut di punggung Nini Buyut Amukan.

Begitu tangannya bergelayut dibahu kiri kanan Nini Buyut. Nenek ini segera kibaskan dua tangan kebelakang dengan gerak seperti orang yang berenang

Wuus!

Dengan kecepatan luar biasa tubuh si nenek dan Raja yang berada disebelah atasnya melesat menyeberangi danau yang luas.

Angin menderu deru menampar wajah dan mengibarkan jubah sakti si nenek.

"Wooh.. pemandangan dari atas sini indah ya nek."

Celetuk pemuda itu girang.

"Indah dengkulmu. Aku sengsara karena menggendongmu, kau pikir aku ini binatang tunggangan apa?"

Maki si nenek

"Kau ini bagaimana nek. Kau yang minta kini malah marah-marah. Kau pikir diatas sini dibelakangmu apa aku tidak sengsara,?"

"Apa yang menyengsarakanmu!"

Sambut si nenek dingin.

"Ah kau pura-pura tidak tahu. Bau ketekmu nek bikin aku sengsara. Memangnya sudah berapa tahun kau tidak mandi?!"

Raja Gendeng 25 Petaka Lembah Tanpa Suara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanya Raja sambil menahan gelak tawa.
"Bocah gendeng sial! Memangnya aku kerbau atau apa. Kuceburkan ke bawah sana baru tahu rasa."

Ancam si nenek membuat Raja ketakutan.

Dia takut Nini Buyut Amukan benar-benar membuktikan ancamannya.

Tak urung si nenek tersenyum.Jantungnya berdetak tak keruan. Andai saja tidak merasa malu.

Nini Buyut Amukan mau saja membawa Raja terbang selama berhari-hari. Tenggelam dalam angan-angannya si nenek terus melesat.

Diatas punggung Raja berkata dihati.

"Andai aku punya burung seperti nenek ini. Euenak eh... tapi bukankah aku juga mempunyai teman burung Rajawali putih?"

Segera saja Raja Gendeng 313 teringat dengan burung kesayangannya yang menetap di Pulau Es.

Seutas benang halus berwarna putih laksana perak melesat dari arah pondok diatas pohon.

Benang itu melesat ke arah Nini Buyut Amukan yang sedang berada diketinggian.

Demikian halusnya sampai-sampai Nini Buyut dan Raja tidak dapat melihat gerakan benang yang menjerat kedua kaki nenek itu.

"Eh, apa-apaan ini?!"

Seru si nenek. Seruan keras membuat permukaan danau yang tenang bergelombang

"Memangnya ada apa denganmu nek."

Raja cepat palingkan kepala menatap kearah jurusan kaki Nini Buyut yang ternyata walau sudah tua masih mulus licin.

"Ada benang nek. Menjerat betis mulusmu!"

"Ya, aku baru melihatnya. Benang sialan."

Jawab Nini Buyut sambil berusaha memutuskan tali dengan mengerahkan tenaga dalam kebagian kakinya.

Tapi tali yang melilit betis hingga mata kakinya terlalu alot tak dapat putus walau Nini Buyut menyentakkannya berulang kali.

Malah Nini merasakan betis yang terlilit tali benang serasa mau putus. Selagi Nini Buyut berusaha keras melepaskan diri dari libatan benang, tiba tiba satu sentakan yang sangat keras luar biasa menyeret tubuh mereka.

Tak kuasa melawan, Nini Buyut dan Raja yang berada dalam gendongan si nenek tertarik kearah pondok di atas pohon

Wus!

Bruk!

Kejadian selanjutnya berlangsung dengan cepat.

Nini Buyut dan Raja jatuh bergedebuk diatas lantai pondok yang berukuran cukup luas.

Si nenek yang jatuh terguling megap-megap tertindih Raja.

Namun dia segera singkirkan Raja yang jatuh terlentang menindih tubuhnya sambil mengusapi keningnya yang bengkak benjol

"Siapa kalian!"

Sentak Nini Buyut Amukan sambil melepaskan lilitan benang aneh di kaki.

Kedua orang yang duduk didalam pondok tanpa penerangan dan hanya mengandalkan pantulan cahaya rembulan itu tersenyum, cepat tempelkan jari telunjuk di depan bibir

"Ssstt! Kalian berdua hampir membuat kekacauan. Kalian terlalu berisik seperti dua monyet kelaparan!"

Kata nenek berjubah yang telah menjerat Nini Buyut.

"Sial nek, kita dikatakan dua monyet kelaparan. Kita kan bukan monyet ya nek cuma mirip dikit lah"

Gerutu Raja sambil duduk dan memperhatikan nenek berjubah dan gadis bergaun putih di depan pintu.

"Diam. Kau yang monyet, aku bukan."

Nini Buyut yang terpengaruh ucapan nenek jubah hitam menggeram marah tapi suaranya berbisik.

Bagi Raja ini merupakan pemandangan yang lucu.

Ingin tertawa tapi tidak berani, akhirnya dia melepasikan tawa diperut hingga perutnya bergoyang-goyang

"Apakah kau yang bernama Raja? Dan mempunyai julukan Sang Maha Sakti Raja Gendeng 313?"

Tanya gadis bergaun putih dengan mahkota putih berukir gambar manjangan. Sang pendekar mengorek hidungnya yang mengganggu jalan nafas.

Kemudian dengan menggunakan jari yang sama dia acungkan tangan keatas

"Siap, saya memang orang yang seperti anda sebutkan.Apakah kau orangnya yang bernama Puteri Manjangan Putih?"

Tanya Raja sambil memperhatikan.Gadis yang memangku kecapi itu anggukkan kepala.

Begitu mengetahui gadis dihadapannya memang puteri yang dicari, Nini Buyut Amukan segera jatuhkan diri berlutut didepan gadis itu

"Maafkan kami dua orang bodoh yang tak menyadari tingginya gunung di depan kami. Kedatangan kami kemari untuk membantu bukan untuk mencari keributan,"

Jelas Nini Buyt mengutarakan maksud kedatangannya. Sementara Raja sendiri tidak mengikuti tindakan si nenek

"Kalian dua orang baik. Tapi kepolosan kalian dengan bicara lantang seenaknya sendiri hampir membuat murka penghuni danau."

Kata Puteri Manjangan Putih sambil melirik Raja.

"Puteri, maaf jika aku tak hormat padamu."

Sambil tersenyum Puteri Manjangan menjawab.

"Tidak mengapa, penghormatan kepada seseorang itu sama dengan menghormati dirinya sendiri."

"Oh pendapatmu benar. Aku memang orang yang kurang hormat pada diri sendiri. Tapi...."

Berkata demikian Raja melirik ke arah nenek berjubah berkulit hitam.

"Tapi siapa nenek yang bersamamu ini. Dia telah menjerat nenek cantik sahabatku hingga membuatnya tidak berdaya."

"Bocah gendeng, sudahlah mengapa urusan kecil dibesar-besarkan."

Tegur Nini Buyut merasa tidak enak hati

"Tidak mengapa nek. Dia patut mengetahui siapa yang bersamaku. Nenek disebelahku ini bernama Nyai Sentika seorang abdi yang telah membantuku dalam berbagai masalah selama puluhan tahun."

Menerangkan sang puteri.

Selanjutnya dia menceritakan semuanya yang telah terjadi juga tentang munculnya Perawan Bayangan Rembulan bersama pengikutnya.

Tidak lupa puteri Manjangan Putih juga menceritakan tentang kedatangan Ratu Siluman Buaya Putih.

"Orang-orang itu rasanya sudah berada disekeliling lembah. Disamping itu aku juga melihat seorang kakek berpakaian putih disisi sebelah utara Lembah."

Mendengar penjelasan sang puteri, Nini Buyut Amukan tiba-tiba memotong

"Kakek yang gusti sebutkan itu harap jangan disakiti.Dia sahabatku. Dia bahkan paling banyak berjuang untuk mengatasi kemelut dan pembunuhan yang menimpa tokah-tokoh golongan putih."

"Aku sudah tahu kalian datang ingin membantu.Agar tidak terjadi kesalahan dengan orang segolongan khususnya terhadap penghuni danau aku akan meminjamkan Mutiara Ular."

"Mutiara itu akan kutempelkan dikening kalian berdua. Batu ini akan nyala begitu kalian menggunakan tenaga dalam."

Puteri Manjangan Putih kemudian ulurkan dua tangannya.

Begitu genggaman tangan dibuka, pada masing-masing tangan terdapat sebuah batu besar seukuran ujung jari kalajengking.

Tanpa bicara batu Mutiara Ular itu kemudian segera rekatkan dikening Raja dan Nini Buyut Amukan.

Mata sang pendekar berkedap-kedip begitu merasakan ada hawa sejuk luar biasa menjalar disekitar kening lalu merambat kesekujur tubuhnya. Hal yang sama juga dirasakan oleh Nini Buyut

"Ooh..sejuk nek."

Ucap Raja lirih tapi suaranya berdesis.

"Tapi... tapi mengapa suaraku ada perubahan ya.?"

"Suaramu mendesis seperti pasangan pengantin dimalam pertama. Hik Hik"

Sambut si nenek tapi cepat tekap mulutnya.

"Memangnya dimalam pertama pengantin itu ngapain nek?"

Tanya Raja polos. Puteri Manjangan Putih tersenyum namun cepat palingkan wajah kejurusan tanah berpasir. Nyai Sentika Justru cemberut.

"Pemuda tolol. Malam pertama pengantin ya berperang tanpa senjata."

Gerutu si nenek.

"Sudah. Hentikan pembicaraan konyol itu.!"

Nyai Sentika mendengus.

"Aku bisa memaklumi kebiasaan orang-orang aneh seperti kalian. Tapi sekarang sudah waktunya bersiap diri. Bulan purnama beberapa kejaban lagi akan sejajar dengan kepala. Bunga Anggrek Mayat akan mekar. Bila kalian mendengar suara aneh disertai tebaran aroma wangi setangi.Aroma itu berarti datang dari kuntum anggrek yang mekar.
Artinya itulah waktu bagi kalan untuk menunjukkan diri sebagai seorang sahabat yang benar-benar berpihak pada kebenaran!"

Terang sang puteri.
Nyai Sentika bangkit, mendekat ke pintu yang terbuka lalu memandang ke atas

"Bulan telah mencapai titik tertinggi! Lihat ke tanah pasir!"

Seru orang tua itu namun tetap dengan suara berbisik.

Seketika semua orang yang berada di pondok kayu itu jadi tegang namun pentang mata lebar lebar.

Demikian juga dengan orang-orang yang menunggu berjaga di sekeliling lembah pusatkan perhatian ke arah tanah pasir.

Di tengah keheningan dan suasana tegang yang menggantung diudara.

Tiba-tiba saja terdengar suara berkerotokan.

Tanah berpasir mengalami guncangan keras luar biasa.

Raja Gendeng 25 Petaka Lembah Tanpa Suara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kuncup bunga lalu merekah dan ada asap menyerupai kabut menebar dari tiga kuntum yang bermekaran.

Kabut yang tak lain adalah serbuk sari bunga menyebar keseluruh penjuru lembah.

Semua orang dapat mengendusnya.

Sang ular Merah raksasa mulai menggeliat lalu bergerak melingkari bunga yang baru bermekaran.

Disaat seperti itulah tiba-tiba keheningan disentakkan dengan terdengarnya suara teriakan

"Bunga yang didamba telah mekar. Sekarang saatnya memetik bunga itu!"

Belum lagi habis gaung teriakan yang datang dari arah utara melesat satu Sosok tubuh diketinggian, disusul dengan sosok lainnya.

Mereka berusaha menyeberangi danau dengan berlari atau berjalan dipermukaan air.

Lalu ada suara teriakan lain terdengar.

Dan teriakan itu datang dari sebelah timur lembah

"Siapa yang berani menyentuh Bunga Anggrek Mayat harus melangkahi mayatku lebih dahulu!"

Seketika itu pula dipinggir danau sebelah timur lembah terlihat sebuah rakit bambu meluncur membelah danau.

Diatas perahu dengan kecepatan luar biasa mendayung seorang gadis bergaun merah dengan dibantu oleh seorang kakek.

Kedua orang ini tak lain adalah Ratu Buaya dan Ki Demang Sapu Lengga.

Teriakan teriakan yang kemudian datang dari berbagai penjuru lembah membuat puteri ManJangan Putih yang masih berada diatas pondok kayu keluarkan ucapan,

"Celaka! Pantangan tidak bicara keras telah dilanggar. Aku tidak bertanggung jawab lagi dengan kemarahan penghuni danau!"

Setelah berkata demikian sang puteri palingkan kepala ke arah Raja dan Nini Buyut.

Pada kedua orang ini dia berkata,

"Lindungi tiga tangkai anggrek dari tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Jangan takut dengan ular merah.Batu ular Biru dikening kalian menjadi tanda bagi semua penghuni tempat ini agar tidak menyerang kalian!"

Selesai berkata begitu sambil memeluk kecapi ditangannya dengan dikuti Nyai Sentika. Puteri Manjangan Putih berkelebat kesebelah sisi lain tanah berpasir,

Melihat penguasa kawasan pergi, Raja dan si nenek pun segera lakukan tugas yang diperintahkan.

Selagi kedua orang ini melesat ke arah ular raksasa yang menggeliat bangkit, kekacauan justru terjadi ditengah danau.

Ratu Buaya dan Ki Demang juga tiga pengasuh Nila Seroja yang tengah menyeberangi danau disisi lain dengan caranya masing-masing dikejutkan dengan bergolaknya air danau.

Danau menggelegak seolah mendidih.

Airnya yang bening berubah keruh.

Air bermuncratan menghantam laksana cambuk.

Sementara pada waktu bersamaan dari dasar danau melesat keluar ribuan mahluk berbentuk panjang dengan berbagai ukuran dan warna.

Mahluk-mahluk yang terdiri dari ular ganas berbisa itu menyerang siapapun yang mencoba mengarungi danau.

Tidak hanya ular yang muncul, tapi ada kalajengking dan kelabang berwarna biru.

Mahluk-mahluk itu menyemut bertumpuk, menggunung seperti sekawanan laron yang bertebaran mencari sasaran.

Resi Cadas Angin yang saat itu ikut menyeberangi danau dari arah sisi sebelah utara dengan menggunakan sepotong kayu termasuk salah satu korban keganasan mahluk-mahluk tersebut.

"Mahluk-mahluk aneh, yang keluar karena merasa terusik oleh teriakan itu tidak dapat membedakan mana kawan mana lawan. Hiaa!"

Teriakan si kakek sambil mengandalkan kecepatan gerak disertai pengerahan ilmu meringankan lambungkan tubuhnya ke atas. Dari ketinggian sementara kaki masih tetap berpijak pada potongan kayu yang melekat dibawah kasutnya.

Resi Cadas terpaksa mengumbar pukulan sakti berhawa panas mematikan. Begitu si kakek menghantam ke permukaan danau yang dipenuhi ular dan kalajengking juga kelabang beracun. Berturut-turut dari telapak tangannya menderu hawa panas disertai kilatan cahaya putih mematikan

Buum!

Buum!

Pukulan Sengatan Matahari yang dilepaskan Resi melabrak mahluk-mahluk dipermukaan danau. Dentuman dahsyat melanda danau dikawasan sebelah utara.

Pukulan yang melanda menimbulan gelombang besar. Air danau seperti mendidih. Sebagian air muncrat memenuhi udara. Ratusan mahluk berkaparan mati dalam keadaan hangus.

Air danau menjadi merah kehijauan dipenuhi darah mahluk-mahluk itu. Bau anyir menebar kemana-mana. Tapi muncratnya air sempat menyambar tubuh Resi Cadas membawa serta beberapa kalajengking kelabang yang lolos dari maut itu dan jatuh menempel dipakaian si kakek.

Resi segera menepisnya. Namun ada dua kalajengking yang berhasil menyelinap masuk ke balik pakaiannya luput dari perhatian Resi. Tanpa ampun kedua binatang itu menyengatnya. Sang resi mengeluh tertahan namun segera meremas kedua binatang tersebut.

Dia segera menarik baju putihnya ke atas. Mata si kakek terbelalak ketika mengetahui kedua binatang yang diremas ternyata kalajengking.

Seketika itu ada hawa dingin dan rasa nyeri luar biasa menjalar kesekujur tubuh. Si kakek segera menotok jalan darah disekitar luka didada.

Sementara dalam keadaan terhuyung dia berusaha mencapai pulau, Resi Cadas Angin terus kerahkan tenaga dalam dan berusaha memusnahkan racun dengan menelan beberapa obat berwarna merah.

Tapi ternyata pengaruh racun jauh lebih hebat dari obat yang dimakannya. Si kakek jadi limbung. Dia tidak kuasa lagi mengendalikan potongan kayu yang dijadikan tumpuan berpijak.

Tidak terbayangkan betapa ganasnya racun kalajengking penghuni danau hingga orang yang memiliki kesaktian luar biasa tinggi seperti Resi Cadas Angin sekalipun tidak berdaya.

Tanpa ampun tubuh si kakek melayang-layang kebawah siap tercebur kedalam danau dan bakal menjadi santapan mahluk-mahluk penghuninya. Namun disaat yang menegangkan itu dari ketinggian tiba-tiba terdengar seruan yang disusul dengan munculnya Ki Lumut serta Bunga Jelita yang melayang menggunakan terompah sakti.

"Kek selamatkan kakek baju putih itu. Dia resi Cadas Angin sahabat almarhum pamanku!"

"Ya-ya. Tambah berat saja beban buat si tua bangka ini!"

Sahut Ki Lumut walau mulut kakek lumutan itu berkata demikian, namun dia penuhi permintaan sang dara dibelakangnya.

Ki Lumut menukik tajam, lalu bergerak lurus ke arah Resi Cadas yang nyaris kehilangan kesadarannya.

Sebelum sang resi tercebur kedalam air, Ki Lumut sudah berhasil menyambar tubuh si kakek.

Dia lalu membawanya ke tempat aman.

Tapi karena kawasan pulau telah dipenuhi mahluk mahluk berbisa Ki Lumut terpaksa menyangkutkan tubuh sang resi di cabang pohon tak jauh dari pondok kayu tersembunyi.

"Sekarang kita cari siapa lagi?"

Tanya Ki Lumut yang kembali melayang.

Bunga Jelita tidak menjawab. Tapi segera layangkan pandang ke bawah. Matanya jelalatan mencari-cari lalu berseru.

"Kau lihat orang yang melesat mendekati pohon anggrek itu?"

"Ya, aku melihatnya. Dia memakai topeng dan topeng itu memancarkan cahaya "

"Itulah orangnya yang bernama Nila Seroja. Jangan biarkan dia mengambil bunga itu. Bila dia sampai memakannya tak ada seorangpun yang sanggup mengalahkannya. Dan jangan lupa kek Tanggalkan topengnya. Rampas topeng itu!"

"Tapi dibawah sana aku juga melihat ada nenek berjubah.
Bukankah nenek itu sahabatmu? Dan pemuda yang berdiri dekat ular raksasa, mengapa ular tidak menelannya. Mereka seperti bersahabat."

Ki Lumut terheran-heran

"Lihat ada sesuatu menyala dikening nenek dan pemuda itu."

Kata Bunga dengan jantung berdebar.

Entah mengapa dia merasa gembira sekaligus bahagia melihat Raja tak kekurangan sesuatu apa.

"Itu batu Mustika Ular. Batu itu yang membuat ular merah tidak menyerang. Tapi dari mana dia mendapatkannya!"

Tanya Ki Lumut heran.

"Sudah jangan banyak bicara.Lihat yang disebelah sana itu disudut kiri tanah pasir. Ada gadis berpakaian putih dan nenek berjubah diserang oleh tiga kakek pengasuh Nila Seroja. Kau bisa kesana bantu gadis bergaun putih itu. Dia puteri Manjangan Putih.

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Mahkota yang bertengger dikepalanya. Walau samar mahkota itu bersimbol manjangan. Nenek berjubah itu pasti pembantunya.Turunkan aku dekat pohon itu, aku ingin membantu Raja!"

"Baiklah."

Si kakek kemudian turunkan Bunga Jelita diatas pohon rendah tak jauh dari tempat tumbuhnya bunga anggrek Mayat.

Setelah menurunkan gadis itu. Ki Lumut segera melesat ke arah Puteri Manjangan Putih Menghadapi serangan tiga pengasuh Nila Seroja ternyata cukup membuat sang puteri kerepotan juga.

Padahal ketiga kakek yang lain adalah Rengga, Cakra dan Selkti Buana saat ibu telah terluka parah.

Disekujur tubuhnya terutama dibagian kedua telapak kaki sampai ke betis berlubang dipenuhi cabikan.

Tapi tak ada darah yang keluar.

Luka-luka bekas cabikan itu akibat serangan mahluk penghuni danau.

Ketiganya ternyata kebal berhadap serangan berbagai mahluk berbisa.

Dan keistimewaan yang dimiliki ketiga mahluk gaib ini setiap kali diserang atau disengat, mahluk penyerang malah mati.

Ketiga kakek yang menggunakan ilmu berlari cepat diatas air ini ternyata sanggup melewat amukan para penghuni danau.

Bahkan pergolakan air yang menghantam seperti cambuk, tak sanggup menghancurkan mereka.

Padahal sebelumnya ketiga orang ini sempat pingsan ketika diserang oleh Nyai Sentika dengan asap pembius.

Lalu gerangan apa yang membuat mereka berubah jauh lebih hebat dari sebelumnya?

Sebabnya tak lain karena Nila Seroja menyalurkan sebagian kekuatan Topeng Pemasung Jiwa kedalam diri mereka.

Sementara itu Ratu Buaya Putih nampaknya harus berjuang keras membebaskan diri dari amukan penghuni danau.

Sebagai ratu penguasa air dia tahu apa yang harus dilakukan.

Dalam kemarahan luar biasa, Ratu Buaya memberi perintah pada Ki Demang agar mendayung rakit bambu lebih cepat.

Sementara Ratu sendiri tiba-tiba berteriak keras.

"Aku adalah ratu dari sekalian buaya. Aku penguasa setiap kehidupan yang berada didalam air. Kalian para penghuni telaga, dengarlah! Jangan ada yang mencoba mengganggu, menjauhlah dariku'"

Lalu sang ratu pukulkan tangannya ke dalam air tujuh kali berturut-turut.

Berbarengan dengan gerakan tangan menyentuh air dari kedua telapak tangannya memancar cahaya putih menyilaukan.
Raja Gendeng 25 Petaka Lembah Tanpa Suara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Ketika pancaran cahaya menyentuh air, seketika itu pula cahaya berubah menjadi buaya-buaya berwarna putih.

Kawanan jelmaan cahaya segera memangsa ular-ular dan kalajengking juga kelabang hijau.

Menghadapi serangan buaya, kawanan penghuni air ada yang terus menyerang tapi sebagian melarikan diri.

Semua pemandangan mengerikan ini tentu tidak lepas dari perhatian Ki Demang yang terus mendayung perahu dengan tubuh gemetaran.

Orang tua ini takjub namun juga takut.

Tapi rasa takjub akhirnya berubah menjadi terkejut begitu dia melihat beberapa mahluk melata itu ternyata bergerak ke arahnya.

Didera rasa takut, Ki Demang berteriak

"Ratu, mahluk-mahluk itu hendak menyerangku."

Sang Ratu menyeringai dingin.
"Aku cuma mengatakan mereka agar tidak menyerangku. Jadi bukan berarti mahluk mahluk itu tidak harus menyerangmu. Tapi tidak usah takut mampus. Lihatlah bagian tepi telaga sudah dekat. Aku akan melemparmu kesana. Jika nasibmu mujur, mudah-mudahan didarat sana tidak ada mahluk lain yang menunggumu."

Kata Ratu Buaya sinis.

Si kakek manggut-manggut.

Dalam takutnya orang tua itu sampai terkencing-kencing.

Dengan suara gemetar dia berucap.

"Ratu, Jangan biarkan aku mati. Lindungi aku!"

Ratu Buaya tidak perduli.

Sekali cengkeram tengkuk orang tua ini kena dicekalnya.

Kemudian tanpa bicara lagi sang Ratu melemparkannya ke daratan.

Ki Demang melayang dan jatuh diatas gundukan tanah tinggi.

Kepala terantuk batu mengucurkan darah.

Sambil menyeringai Ratu Buaya menepikan rakit, kemudian dengan gerakan ringan dia melompat ke darat.

Tanpa memperdulikan Puteri Manjangan Putih, Nyai Sentika dan Ki Lumut yang terlibat perkelahian dengan pengikut Nila Seroja, Ratu Buaya berkelebat mendekati tempat tumbuhnya pohon Anggrek Mayat.

Sementara itu Nila Seroja yang telah sampai lebih awal didekat tumbuhnya anggrek terpaksa harus menunda keinginannya untuk mendapatkan bunga yang menjadi incaran, karena pada saat itu Raja telah menghadangnya.

Sambil menyeringai Raja Gendeng 313 berujar.

"Gadis bertopeng yang telah menimbulkan banyak kekacauan. Bunga itu aku yang punya, kalau kau memaksa Ingin mendapatkannya, kau harus menciumku lebih dulu sebanyak sepuluh kali Ha ha ha!"

Merasa dihalangi Nila Seroja menggeram.

"Gondrong keparat.Memangnya siapa dirimu, berani menghalangi.?"

"Aku... aku adalah penguasa tempat ini!"

Jawab Raja asal-asalan.

"Penguasa gila! Sekarang terimalah kematianmu!"

Sambil berkata demikian gadis ini kibaskan kepalanya kesamping.

Seketika itu juga dari permukaan topeng menderu segulung angin dahsyat menebar cahaya merah kecoklatan. Sang pendekar tertawa tergelak melihat serangan yang ganas itu.

Dia hantamkan kedua tangannya ke depan dengan pukulan sakti Badal Serat Jiwa. Dari kedua tangan itu menderu satu gelombang angin laksana badai, Dua kekuatan sakti beradu keras diudara menimbulkan suara ledakan berdentum.

Nila Seroja terdorong mundur sejauh tiga tombak, lalu terjatuh dengan tubuh terhuyung dan dada sesak bukan main. Tak Jauh di depannya Raja Gendeng 313 mengalami guncangan keras.

Dada terasa sakit bukan main sedangkan isi perut laksana terbongkar. Guncangan akibat bentrok dua kekuatan sakti itu juga membuat Nini Buyut Amukan yang berdiri tidak jauh dari Raja juga jatuh terpelanting.

Selagi Raja memulihkan guncangan yang terjadi dibagian dalam.

Dan Nini Buyut Amuan berusaha bangkit, Nila Seroja yang siap untuk melancarkan serangan susulan, batalkan serangannya ketika melihat Ratu Buaya berlari cepat menuju ke arah Bunga Anggrek Mayat.

Dia lalu memutar tubuh berlari meninggalkan sang pendekar dan Nini Buyut Amukan.

Hanya sekejab dia telah berdiri menghadang gerakan Ratu Buaya.

Dengan penuh kemarahan gadis ini membentak.

"Ratu jahanam! Bunga itu adalah miliku! Jika berani mengambilnya kau akan mampus!"

Selesai berucap gadis ini segera kerahkan hawa sakti topeng diwajahnya. Cahaya merah kehitaman berpijar dari topeng itu. Namun pada kesempatan yang sama, Ratu Buaya masih sempat menjawab sambil jatuhkan diri hindari sergapan cahaya dingin yang memancar dari topeng lawannya

"Gadis sinting! Bunga Anggrek Mayat bukan milik nenek moyangmu! Aku hanya ingin sembuh dari kutukan. Kau tidak punya hak apa pun atas bunga itu!"

Baru saja mulut Ratu Buaya berkata demikian di atasnya cahaya merah kehitaman menyambar punggung sang Ratu.

Wus!

Serangan Nila Seroja luput. Belum sempat sang Ratu bangkit, Nila Seroja melompat ke arahnya dan kembali lancarkan serangan dengan menggunakan topengnya.

Melihat bahaya besar mengancam keselamatan Ratu Buaya, Nini Buyut Amukan dan sang pendekar 313 entah mengapa tergerak untuk memberi bantuan.

Mungkin karena keduanya merasa sang Ratu sebenarnya tidak punya maksud jahat. Maka ketika melihat dua larik cahaya memancar membeset udara siap menghantam batok kepala Ratu Buaya, Nini Buyut Amukan segera kibaskan ujung jubah terbangnya ke arah Nila Seroja.

Dari kedua ujung jubah menyambar segulung hawa panas luar biasa melabrak ke arah dua larik cahaya yang siap meremukkan kepala Ratu Buaya.

Dari arah samping, tak kalah hebatnya Raja goyangkan kedua tangannya yang dijulur lurus ke depan searah dengan dada. Dari kejauhan terdengar suara genta.

Suara itu bukan saja menyakitkan gendang telinga namun juga membuat semua orang yang berada di tempat itu terpaksa tekab dadanya masing-masing yang mendadak terasa nyeri dan seperti mau meledak.

Selagi orang-orang dibuat terkesima dan Nila Seroja sendiri sempat tertegun. Dari telapak tangan sang pendekar melesat berturut-turut tiga cahaya berwarna kuning berkilau berbentuk benda seperti genta.

Itulah ilmu pukulan sakti Genta Gaib yang ganas dan jarang dipergunakan oleh sang pendekar.

Tiga cahaya genta berkelebat Laksana Kilat menyambar ke arah dua larik cahaya yang membersit dari topeng ditambah serangan jubah yang dilancarkan oleh Nini Buyut Amukan, membuat keremangan didaratan yang dikelilingi sindang itu berubah terang benderang.

Benturan mengerikan mengguncang tempat itu. Tiga sosok tubuh sama terpelanting. Orang orang yang berada disekitar tempat terjadinya ledakan jatuh bergeletakkan.

Ratu Buaya sendiri merasa tubuhnya di bagian punggung laksana tercabik menjadi serpihan.

Dia yang terkena pengaruh langsung ledakan itu tentu saja menderita. Ratu Buaya mengerang. Dia tahu dirinya telah ditolong dan dibantu oleh nenek berjubah dan pemuda gondrong itu. Jika kedua orang itu tidak datang menolong mungkin nyawanya telah amblas atau setidaknya menderita cedera berat.

Sambil menyeringai dan alirkan hawa sakti ke bagian punggungnya, Sang Ratu bangkit berdiri Ketika menatap kesekelilinginya yang terilhat hanyalah kepulan asap dan pasir yang bertebaran memenuhi udara.

Tapi tidak lama kemudian kepulan asap lenyap. Sang Ratu melihat Raja duduk bersila. Ada lelehan darah kental disudut bibir pemuda itu. Sang Ratu merasa cemas melihat keadaan orang yang menolongnya apalagi ketika melihat Nini Buyut Amukan terkapar tidak bergerak.

Setelah sempat bimbang siapa yang harus ditolong lebih dahulu, Ratu Buaya pun kemudian memutuskan untuk menolong Nini Buyut Amukan. Gadis itu segera menghampiri si nenek. Sementara tak jauh dari mereka, Nila Seroja ternyata masih tegak berdiri dalam keadaan tubuh mengepulkan asap namun agaknya gadis ini tidak mengalami cedera barang sedikitpun.

Melihat ini Ratu Buaya yang sudah bersimpuh disamping Nini Buyut Amukan segera keluarkan seruan ditujukan pada sang pendekar.
"Topeng! Topeng jahanam itu harus disingirkan dari wajahnya."

Sang Ratu memberi tahu. Mendengar teriakan Ratu Buaya,, Nila Seroja menggeram marah. Sedangkan sang Ratu sendiri tanpa memperdulikan keselamatannya lagi segera menolong si nenek dengan salurkan hawa sakti ke dada Nini Buyut Amukan.

"Ratu tolol! Dan semua orang bodoh ditempat ini. Kalian tidak akan bisa mengalahkan aku!"

Teriaknya lantang. Sambil rangkapkan dua tangan di depan dada, sekali lagi Nila Seroja salurkan tenaga sakti ke bagian wajahnya yang terlindung topeng.Melihat kilatan kilatan cahaya memancar dari topeng Pemasung Jiwa, Raja yang baru memulihkan diri secepat kilat bangkit.

Diam-diam pemuda ini kerahkan tiga perempat dari seluruh tenaga dalam yang dimilikinya ke bagian tangan dan kaki.

Sementara itu demi mendengar teriakan Nila Seroja, Ular raksasa merah menjadi murka dan keluarkan desisan panjang.

Nila Seroja yang tubuhnya membelakangi sang mahluk secepat kilat balikan badan.

Dia melihat ular raksasa meliukkan tubuhnya, kepala menjulur melesat cepat ke arah gadis itu, mulutnya terbuka dan lidahnya terjulur keluar masuk melewati gigi-giginya yang runcing tajam.

Binatang ini siap menelan Nila Seroja.

Si gadis tercekat.

Dengan gerakan lincah dia mencoba kesamping selamatkan diri.

Tapi gerakan gadis ini terlambat.

Mulut ular raksasa sudah sedemikian dekat dengan tubuhnya.

Jadi secepat apapun si gadis menghindar.

Tak urung lidah sang mahluk berhasil menyambar dan melibat tubuhnya. Sekali lidah yang bercabang ini menggulung, tubuh Nila Seroja lenyap amblas masuk ke dalam rongga mulut mahluk itu.

Melihat lawan telah menjadi korban keganasan ular raksasa, Ratu Buaya Putih yang berhasil membantu Nini Buyut Amukan pulih dari cideranya segera bangkit.

Kemudian tanpa bicara dia melompat ke arah bunga Anggrek yang jaraknya hanya terpaut dua tombak di depannya.

Tapi secepat kilat Raja segera menghadangnya

"Ratu Buaya Putih! Kami sudah menolongmu, kami juga tahu apa keinginanmu. Kau tidak perlu merampas bunga Anggrek itu. Bicara saja secara baik baik dengan Puteri Manjangan Putih. Puteri pasti akan membantu!"

Kata Raja. Ucapan sang pendekar membuat Ratu Buaya hentikan langkah.

Dia ragu untuk melanjutkan niatnya.

Apalagi saat itu dia teringat dengan ucapan Resi Cadas Angin.

Resi itu mengatakan bila minta bunga Anggrek secara baik-baik Puteri Manjangan Putih akan menolongnya.

Setelah menatap Nini Buyut Amukan yang sudah tegak berdiri juga pandangi pemuda di depannya dia lalu berujar

"Aku setuju saranmu, namun harap kau mau membantu aku membicarakan persoalan bunga pada Puteri Manjangan Putih!"

Si nenek dan sang pendekar tersenyum.

"Kami pasti membantu niat baikmu itu." ujar si nenek

"Sekarang bergabunglah dengan kami"

Ucap Raja pula.

"Karena kau adalah gadis yang baik."

Raja Gendeng 25 Petaka Lembah Tanpa Suara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ratu Buaya tersipu malu. Segala keangkeran diwajahnya seketika lenyap. Tanpa ragu dia melangkah mendekati kedua orang itu.

Baru saja sang ratu sampai di depan mereka, ular raksasa yang tadinya mulai tenang tiba-tiba saja menggelepar dan meronta.

Sang mahluk mendesis meliuk tidak karuan soolah sedang merasakan sakit yang luar biasa.

Raja dan Nini Buyut Amukan terperangah. Tak kalah kejut Ratu Buaya berseru

"Apa yang terjadi dengan ular itu?"

Belum sempat Raja membuka mulut. Sekonyong-konyong terjadi ledakan menggeledek dari bagian perut ular.

Raja segera mencabut pedang, Ketiga orang ini kemudian sama arahkan pandang kepada sang mahluk.
Mereka melihat perut ular raksasa jebol membentuk lubang besar.

Darah dan serpihan daging berpentalan bertaburan di udara. Selagi semua orang terbelalak terkesima melihat kejadian mengerikan serta nasib buruk yang dialami ular raksasa.

Saat itu pula dari perut yang menganga lebar berkelebat keluar satu sosok tubuh berpakaian hitam berhias jalinan daun.

Sosok yang keluar, menjebol perut sang ular tak lain adalah Nila Seroja.

Ya, gadis itu berhasil menembus dinding perut ular itu dengan menggunakan kekuatan cahaya yang memancar dari topengnya.

Ketika menjejakkan kaki sekujur tubuh gadis itu bersimbah cairan lendir dan darah. Hanya topeng yang melekat diwajahnya saja yang tetap bensih tak tersentuh cairan dalam perut ular. Nila Seroja menggeram.

"Binatang tu memang hebat, tapi aku tak pantas mati. Kalianlah yang pantas mati ditanganku!"

Selesai berucap demikian. Nila Seroja langaung menerjang ke depan.

Dia menyerang sang pendekar, Ratu Buaya juga Nini Buyut Amukan berbarengan.

Serangan gadis ini memang ganas sekali.

Terbukti serangannya membuat tiga lawan menjadi terdesak. Sementara itu selagi Ratu Buaya berusaha keras membantu Raja dan Nini Buyut Amukan menghadapi gempuran dahsyat Nila Seroja, di tanah pendataran tinggi tampak Ki Demang Sapu Lengga jatuh akibat dilempar oleh sang ratu, Saat itu Ki Demang Sapu Lengga bangkit berdiri.

Melihat perkelahian sengit dan Nila Seroja tampaknya berada di atas angin.

Kakek ini menjadi khawatir Nila Seroja akan membunuh mereka semua

"Aku harus membantu Ratu Buaya dan pemuda gondrong itu!"

Pikir Ki Demang.

Lupa bahwa sebagian ilmu kesaktiannya telah dilumpuhkan oleh Ratu Buaya, Ki Demang Sapu Lengga malah melesat ke arah tempat di mana pertempuran terjadi. Selagi tubuhnya berkelebat mengambang diudara diapun berseru ditujukan pada sang Pendekar.

"Anak muda, Jika kau tidak bisa menyigkirkan topeng dari wajahnya. Pergunakan pedangmu, penggal kepala gadis itu!"

Tanpa diberi tahu sekalipun sesungguhnya Raja memang telah bersiap untuk menggunakan enjata yang menjadi andalannya.

Sementara mendengar teriakan Ki Demang. Ratu Buaya tercengang. Tapi kemudian gedis ini tertawa. Sambil tertawa tergelak dia menanggapi ucapan si kakek

"Ki Demang agaknya selain takut, kau memang sudah gila. Bagaimana kau tega menyuruh pendekar muda itu memenggal kepala Nila Seroja? Apakah kau pura-pura lupa bahwa sesungguhnya gadis itu adalah darah dagingmu sendiri. Kau telah bercinta dengan ibunya. Kau taklukkan Kunti Seroja dengan ilmu Pengasih Segala Rindu. Bahkan kau juga tidak bisa memungkiri bahwa Topeng Pemasung Jiwa yang ada adalah topeng milikmu. Hi hi hi!"

Ucapan polos Ratu Buaya yang memang mengetahui sepak terjang Ki Demang di mase lalu itu mebuat kaget semua orang, termasuk juga Nila Seroja.

Gadis itu menggeram. Dia palingkan kepala ke arah Ki Demang yang masih melayang diudara.

Dengan penuh rasa benci dan kemarahan luar biasa, Nila Seroja berkata

"Jadi memang dialah bangsat jahanam yang telah membuatku terlahir kedunia?"

Teriak gadis itu.

"Tua bangka keparat! Sudah waktunya kau mampus di tanganku!"

Sambil berkata demikian Nila Seroja mengusap topeng di wajahnya

Wuss!

Tiga larik cahaya merah kebiruan membersit dari topeng, melesat deras ke arah Ki Demang.

Melihat tiga alur cahaya siap meghantam tiga titik di bagian tubuhnya.

Ki Demang sekuat tenaga berusaha selamatkan diri dengan jatuhkan tubuhnya kesamping.
Tapi tak terduga datangnya serangan ternyata Jauh lebih cepat dengan gerakan yang dilakukan Ki Demang.

Satu cahaya melesat menghantam kepala kakek sedangkan sisanya menghantam dada dan perut kakek itu.

Kejadian yang berlangsung cepat itu membuat Raja Gendeng 313 dan yang lainnya terkesima, Ki Demang meraung setinggi langit.

Tubuhnya melayang jatuh dalam keadaan dikobari api. Begitu terhempas Ki Demang tidak bergerak lagi

"Lunas sudah hutangmu, tua bangka mesum"

Dengus Nila Seroja sinis, lalu Nila Seroja berbalik menghadap ke arah lawan-lawannya.

"Setelah tua bangka itu mampus, sekarang tiba giliran kalian untuk menghadap penjaga neraka!"

Sambil berucap demikian Nila Seroja dorongkan kedua tangannya ke arah Nini Buyut Amukan dan Ratu Buaya Putih.

Dari sepuluh ujung jemari tangannya seketika menderu sepuluh larik cahaya biru terang.

Lima cahaya membabat Ratu Buaya, sedangkan lima larik cahaya lainnya menghantam ke arah Nini Buyut Amulan. Mendapat serangan ganas seperti itu, Nini Buyut dan Ratu Buaya segera mengerahkan pukulan sakti masing-masing.

Raja tidak tinggal diam.

Dia mencabut pedangnya,Begitu pedang berada dalam genggaman dia segera alirkan tenaga dalam ke hulu pedang.

Byaar!

Senjata berwarna kuning keemasan itu memancarkan cahaya kuning berkilau memedihkan mata.

Raja merangsak maju dan pedang diputar dengan gerakan membabat dan menusuk ke arah lawan.

Terdengar suara gaung laksana suara amukan naga dan kepakan sayap rajawali.

Nila Seroja terkesiap.

Perhatiannya pada Ratu Buaya dan si nenek kini jadi terpecah.

Tak ingin celaka tertembus senjata lawan, gadis ini molompat mundur sambil lepaskan tendangan menggeledak ke bagian perut lawan. Tusukan pedang luput, namun pada waktu yang sama pukulan si nenek dan ratu Buaya menghantam lima larik cahaya biru yang dilepaskan oleh sang dara.

Ledakan keras kembali mengguncang tempat itu membuat Nila Seroja terhuyung. Melihat lawan kehilangan keseimbangan sang pendekar melompat ke depan sambil babatkan pedang ke leher lawan.

Ukh...!

Sambaran hawa dingin dan kilatan cahaya pedang menghantam wajah yang terlindung topeng. Tapi Nila Seroja cepat berkelit hindari sambaran ujung pedang yang siap menebas lebernya.

Sayang walau dia dapat menyelamatkan leher, tak urung pedang masih dapat merobek bahunya.

Jika sebelumnya pukulan sakti dan serangan senjata tak sanggup membuat cedera gadis ini.

Tapi kini Nila Seroja dibuat terperangah ketika mendapat pedang ditangan lawan ternyata dapat merobek bahunya.

"Pedang jahanam itu... bagaimana mungkin dapat membuatku terluka?"

Desisnya kaget. Tak ada waktu bagi dirinya untuk berpikir lebih lama karena saat itu dengan menggunakan jurus Tangan Dewa Menggusur Gunung. Raja hantamkan tangan kirinya ke pinggang si gadis, sedangkan pedang di tangan kanan ditusukkan ke arah perut.

Tidak ada pilihan lain selagi Ratu Buaya dan Nini Buyut Amukan jatuh terguling-guling akibat guncangan yang ditimbulkan oleh ledakan, Nila Seroja berjumpalitan ke belakang. Begitu menjejak ke tanah dan selamat dari tusukan pedang sambil berdiri tegak si gadis ini pancarkan cahaya yang bersumber dari topengnya.

Sebelum cahaya yang berpijar di topeng membersit.

Tiba-tiba terdengar satu teriakan merdu

"Seperti yang dikatakan Ratu Buaya! Rampas topeng itu, karena benda laknat diwajahnya itu memang menjadi sumber kesaktiannya!"

Semua orang menatap ke arah datangnya suara.

Dan ternyata yang bicara adalah Bunga Jelita. Sambil menggenggam pedang di tangan gadis ini sebenarnya sedari tadi hendak turun tangan. Namun mengingat Nila Seroja diserang oleh tiga orang berkepandaian tinggi, Bunga Jelita urungkan niatnya.


******


Sementara itu mengetahui ular raksasa merah tewas di tangan Nila Seroja, maka Puteri Manjangan Putih menjadi sangat geram. Dia lalu berseru ditujukan pada Nyai Sentika yang sedang menghadapi Sekti Buana

"Nek, cepat habisi penjahat dari alam gaib itu. Pergunakan seluruh kesaktianmu. Dan mulai hari ini pantanganku untuk tidak membunuh sudah tidak berlaku lagi!"

Setelah berucap demikian sang puteri kini berkata ditujukan pada KI Lumut

"Kakek lumutan berterompah sakti. Kau boleh gunakan kekuatanmu. Habisi dia dan jangan cuma menghindar!"

Ki Lumut tersenyum sambil anggukkan kepala. Kakek ini lalu melesat ke depan.

Kaki dan tangan berkelebat menyambar ganas ke arah lawan membuat Cakra Buana menggeram marah. Secepatnya Cakra Buana melompat mundur sehingga dua serangan Ki Lumut luput dari sasaran.

Setelah lolos dari serangan ganas, Cakra Buana balik menghantam Ki Lumut dengan serangan.

"Di balik Kegelapan Malapetaka Melanda."

Tidak terlihat ada deru angin atau pijaran cahaya dari tangan Cakra Buana.

KI Lumut tidak melihat adanya bahaya mengancam dirinya namun lakukan lompatan tinggi.

Disaat itulah tanpa disadarinya pukulan Dibalik Kegelapan Malapetaka Melanda menghantam tubuh si kakek

Dees!

Akh...!

Ki Lumut menjerit keras.

Tubuhnya terjungkal, darah menyembur dari mulut.

Orang tua ini jatuh terbanting.

Melihat lawan terkapar seperti tidak berdaya dengan penuh keinginan membunuh Cakra Buana kembali akan menyerang lagi.

Kai ini serangan dilakukan dari jarak yang dekat sekali.

Melihat ini Puteri Manjangan Putih menjadi cemas.
Raja Gendeng 25 Petaka Lembah Tanpa Suara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dia yang sedang bertempur dengan Rengga Buana segera memetik kecapinya.

Semua kekuatan dari kecapi diarahkan langsung pada Rengga Buana.

Si kakek yang siap menyerang dengan tendangan kilat tiba-tiba terpelanting roboh dihantam suara kecapi.

Tubuh orang tua itupun kemudian meledak hancur berubah menjadi kepingan asap.

Selagi Puteri Manjangan Putih berhasil menghabisi lawan dan siap hendak membantu Ki Lumut.

Tiba-tiba saja Ki Lumut melompat bangkit. Dari mulutnya menyembur cairan hijau. Semburan cairan melesat siap menghantam tubuh Cakra Buana, tapi kakek ini masih dapat menghindar.

Walau lolos dari semburan cairan hijau pertama namun Cakra Buana ternyata tidak melihat adanya semburan susulan .Tanpa ampun sekujur tubuh Cakra Buana kena dihantam cairan mematikan yang disemburkan Ki Lumut.

Cakra Buana meraung dan tubuhnya meleleh terkena cairan.

Untuk sesaat seperti orang gila yang bingung. Cakra Buana berlari tak tentu arah, tapi kemudian dia ambruk dan tewas mengenaskan.

Melihat dua temannya tewas, Sakti Buana menjadi murka.

Kini semua kemarahannya dia tumpahkan pada Nyai Sentika. Tendangan dan pukulan keras dilancarkannya. Beberapa diantaranya menghantam tubuh si nenek.

Tapi akibat kemarahan yang membabi buta itu membuat Sekti Buana bertindak ceroboh.

Ketia dia merangsak maju sambil menghantam dada dan rusuk lawan, Secepat kilat Nyai Sentika jatuhkan diri.

Ketika punggung si nenek menyentuh tanah. Si nenek menghantam lawan dengan pukulan Kipas Neraka.

Cahaya merah seperti kipas mengembang menderu, bergulung-gulung menyambar ke arah kakek itu.

Sekti Buana terkesima, dia menghindar sambil batalkan serangan.

Walau berusaha menyelamatkan diri pukulan lawan masih saja menyambar tubuhnya. Sekti Buana terpelanting dengan tubuh dikobari api.

Suara jerit mengerikan bergema dari mulut si kakek.

Begitu tubuh Sekti Buana menyentuh tanah sosoknya meledak jadi kepingan.

Melihat kematian Sekti Buana membuat Puteri Manjangan Putih merasa lega.

Sang puteri kemudian menyuruh Bunga Jelita turun dari atas pohon.

Setelah mereka berkumpul, sekarang semua perhatian tertuju ke arah tanah berpasir dimana sang pendekar, Ratu Buaya Putih dan Nini Buyut Amukan tengah bertempur menghadapi Nila Seroja. Pada saat itu Bunga Jelita justru teringat pada Resi Cadas Angin.

Kakek itu tergeletak dalam keadaan tidak sadarkan diri, dan ketika Bunga Jelita memberitahukan keadaan sang Resi pada sang puteri.

Puteri Manjangan Putih segera perintahkan Nyai Sentika untuk menjemput resi sepuh itu.

*****

Sementara di tempat terjadinya pertempuran, Nila Seroja terlihat makin bertambah murka. Kemurkaannya makin menjadi-jadi setelah mengetahui tiga pengikutnya menemui ajal.

Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh sambil kerahkan segenap kesaktian yang dia milik si gadis kembali menyerang lawan-lawannya dengan pukulan ganas yang disertai tendangan menggeledak.

Melihat lawan mengamuk tak ubahnya banteng betina gila, Raja segera menggunakan jurus Senandung Sang Maha Dewa.

Ini adalah jurus pamungkas dari semua jurus silat yang dia miliki.

Tubuh sang pendekar berkelebat laksana bayang-bayang.

Pada waktu yang bersamaan Raja mengibaskan pedang Gila ke arah lawan.

Pedang menderu, menusuk membabat juga membacok kebagian tubuh paling mematikan,

Melihat betapa hebatnya gerakan Raja serta ganasnya pedang di tangan pemuda itu, Nila Seroja segera alirkan tenaga sakti kebagian topengnya.

Seketika cahaya merah, biru dan hitam melesat dari topeng tiga kali berturut-turut. Melihat serangan cahaya topeng, Raja segera memutar pedang ke depan menyambut.sambaran cahaya Pedang gila bergetar mengeluarkan suara berdengung dan pijaran cahaya kuning terang.

Benturan pun tidak dapat dihindari lagi

Glaar!

Buum!

Ledakan keras mengguncang tempat itu membuat Nila Seroja terpelanting dan pemuda ini terhuyung ke belakang.

Jika Nila Seroja hanya mengalami guncangan tanpa menderita cedera sedikit pun.

Sebaliknya Raja merasa sekujur tubuhnya seperti remuk, Selagi sang pendekar terhuyung, si gadis pergunakan kesempatan ini untuk menyerang lagi sang pendekar.
Nila Seroja rupanya maklum diantara tiga lawan yang dihadapinya.

Hanya Raja dan Ratu Buaya yang paling tinggi ilmunya.

Melihat lawan bergerak ke arahnya tanpa menghiraukan rasa sakit yang mendera tubuhnya, pemuda itu hantamkan tangan kiri ke depan sedangkan pedang dibabatkan ke arah pinggang lawan

"Mampuslah kau!"

Teriak Nila Seroja sambil kembangkan kedua tangan menyambut pukulan yang dilancarkan Raja.

Blak!

Benturan tenaga dalam membuat Nila Seroja bergetar.

Sayangnya walau dia berhasil mematahkan pukulan sang pendekar, namun dia tidak bisa lolos dari sabetan pedang Raja.

Crees!

Uh!

Pedang berhasil menggores perut gadis ini.

Namun pada waktu yang sama dari bagian topeng membersit dua cahaya merah menggidikkan.

Jarak yang demikian dekat antara Raja dengan lawan membuat pemuda itu mustahil sempat selamatkan diri dari hantaman dua cahaya.

Mellhat ini. Ratu Buaya tidak tinggal diam.

Dengan menggunakan pukulan Sakti Ratu Buaya Mengguncang Bukit, si gadis menghantam tubuh Nila Seroja.

Sementara dari sebelah kiri Nini Buyut Amukan juga melepasan pukulan Badai Menggulung Awan. Cahaya biru menderu bergulung-gulung dari tangan si nenek.

Dari tangan Ratu Buaya terlihat pula cahaya putih berkelebat menyambar ke arah lawan

Buum!

Buum!

Dua serangan yang dilancarkan si nenek maupun Ratu Buaya amblas musnah setelah membentur tubuh lawannya.

Sedangkan sang Ratu dan si nenek jatuh terhenyak sambil tekab dada masing-masing

"Celaka, pemuda itu!"

Desis sang Ratu. Dalam keadaan cidera dibagian dalam dia hanya bisa terbelalak. Nini Buyut Amukan mustahil dapat menolong. Karena si nenek juga mengalami cidera berat.

Dalam keadaan di mana puteri Manjangan Putih dan yang lainnya tak mungkin bisa ulurkan bantuan karena jarak yang terpaut jauh.

Raja tiba-tiba menggeram ditujukan pada Pedang Gila

"Pusaka sahabatku, terbanglah dan tembus dada Nila Seroja tepat dibagian jantung!"

Wuus!

Seiring dengan ucapan sang pendekar.

Tiba tiba pedang ditangannya pancarkan cahaya lebih terang.

Senjata yang bisa bergerak dengan sendirinya itu selanjutnya melesat dan menembus dada sebelah kiri sang dara.

Walau dada dan jantung tertembus pedang mustika, namun Nila Seroja masih sanggup mengendalikan dua cahaya yang menderu diudara.

Raja terkesima karena merasa pantulan dua cahaya yang bersumber dari topeng membuat kedua kaki dan tangannya serasa lumpuh sulit untuk digerakkan.

Selagi semua orang berpekikan ngeri dan ada pula yang palingkan muka tak sanggup membayangkan nasib tragis Raja yang siap dipanggang dua cahaya dari topeng sakti.

Tiba-tiba terjadi keanehan dalam diri sang pendekar, Dari balik pakaian pemuda itu tepat dibagian dada mambersit cahaya merah terang namun ukurannya tidak lebih besar dari batang lidi.

Cahaya halus itu melesat ke depan dan menghancurkan dua serangan Nila Seroja.

Sejurus kemudian membersit dua cahaya lainnya dari bahu kiri dan kanan sang pendekar.

Cahaya kedua dan ketiga menderu sebat ke depan, menyusul cahaya pertama yang tidak saja sanggup menghancurkan serangan cahaya topeng namun juga menyentuh topeng di bagian kening. Titik cahaya merah menembus topeng itu, membuat Nila Seroja terguncang.

Kemudian dua titik cahaya berikutnya menghantam tepat di dada gadis itu.

Setiap pasang mata yang menyaksikan kejadian itu sama melihat betapa titik cahaya yang menyentuh kening Nila Seroja kemudian berubah membesar membentuk sebuah angka tiga berwarna merah terang.

Munculnya angka tiga disusul dengan angka satu dan tiga pada dada Nila Seroja yang dihantamkan cahaya merah ke dua dan ke tiga.

"313...!"

Desis Puteri Manjangan Putih terpana

"Dia pendekar 313...?!"

Sentak yang lainnya kagum. Selagi semua orang dibuat terkagum-kagum.

Ketika angka yang terus mengembang membesar menjalar kesekujur tubuh gadis itu.

Si gadis menggema ketika merasakan keanehan luar biasa menyerang seluruh tubuhnya.

Tapi tanpa menyadari bahaya yang mengancam dirinya.

Dia tetap bertindak nekat.

Dengan sekuat tenaga dia melompat sambil pukulkan kedua tangan ke depan.

Bersamaan dengan itu Nila Seroja Juga menyerang dengan menggunakan topengnya.

Baru saja dua tangan terjulur, tiba-tiba dari ujung tangan, kepala tubuh hingga ke kaki mengalami sebuah kejadian yang sangat luar blasa.
Raja Gendeng 25 Petaka Lembah Tanpa Suara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tangan, kepala, badan hingga ke kaki retak mengalami kehancuran secara berturut-turut tidak ubahnya seperti sebongkah kaca kristal yang terhempas di dinding.

Pecahan tubuh yang membeku laksana butiran kristal bening itu berhamburan ke segenap penjuru. Nila Seroja menemui ajal tanpa sempat berteriak. Topeng yang menempel di keningnya jatuh terpental ke dalam telaga.

Sedangkan pedang milik Raja yang menembus dada hingga ke jantung lawan melayang jatuh ke bawah.

Sebelum Pedang Gila terhempas. Raja menggumam ditujukan pada senjata sakti itu.

"Kembali ke rangkamu!"

Pedang melayang, berputar diketinggian, lalu amblas masuk ke dalam rangkanya.

Pemuda ini layangkan pandangan kesekelilingnya.

Dia melihat serpihan-serpihan tubuh lawan yang berkilauan disekelilingnya.

Dia tertegun.

Dia ingat tadi ketika pantulan cahaya topeng mengunci tubuhnya hingga membuatnya tidak mampu bergerak.

Raja merasa dirinya tak bisa berbuat apa untuk menyelamatkan diri.

Pada saat itulah dia merasakan ada sesuatu dari dalam tubuhnya, bergerak ke arah dada dan kedua bahunya.

Sesuatu yang berupa kekuatan sakti itu bekerja dengan sendirinya diluar kesadaran.

Kekuatan sakti yang muncul dalam bentuk cahaya, lalu membentuk tiga buah angka setelah menyentuh tubuh lawan itu adalah ilmu kesaktian yang baru memperlihatian jati dirinya bila sang pendekar benar-benar dalam keadaan tidak berdaya

"313.. bukankah aku memang Sang Maha Sakti Raja Gendeng 313..."

Batin sang pendekar dalam hati.

Pemuda itu lalu menggaruk kepala.

Memandang ke arah Ratu Buaya dan Nini Buyut Amukan. Kedua orang itu ternyata telah pulih dari cideranya dan kini telah berdiri tak jauh di depannya.

"Pemuda hebat, Pendekar 313..aku tidak menyangka ternyata kau memiliki pedang sakti dan ilmu sakti yang membuat Nila Seroja berubah seperti serpihan kristal."

Memuji Ratu Buaya Putih

"Pemuda gendeng, tidak disangka diam-diam ilmumu setinggi gunung."

Kata Nini Buyut Amukan pula sambil tersenyum

"Ah.. engkau terlalu memuji. Sebaiknya kita menemui Puteri Manjangan Putih dulu. Urusan Ratu Buaya harus kita sampaikan pada sang ratu."

Ujar sang pendekar.
Sambil senyum-senyum dan kedap-kedipkan matanya. Nini Buyut anggukkan kepala.

Kemudian mereka bertiga segera menemui Puteri Manjangan Putih.

Gadis itu menyambut kedatangan Raja dan sahabatnya dengan tatapan kagum

"Kau telah melakukan seuatu yang sangat besar artinya bagi kedamaian. Demikian pula dengan sahabat lain, Mewakili kebahagiaan dan kedamaian aku mengucapkan terima kasih"

Raja memperhatikan orang-orang disekelilingnya lalu menjawab,

"Hanya bantuan kecil yang bisa kuberikan. Oh ya, aku belum mengenal kakek berlumut dan gadis jelita berpakaian cokelat. Tapi.. eh, tunggu. Kalau gadis yang itu bukankah kepala pengawal kadipaten Salatigo yang pernah bertemu denganku?"

Bunga Jelita tersipu malu. Diikuti tatap mata Nini Buyut Amukan yang menyimpan rasa cemburu dia menjawab.

"Maafkan orang-orangku yang telah salah menduga waktu itu."

Raja tertawa sambil mengangguk.

Tapi kemudian dia menoleh pada Ratu Buaya. Tidak lama perhatiannya kembali tertuju pada Puteri Manjangan Putih.

Dengan dibantu oleh Nini Buyut Amukan. Raja menjelaskan keinginan Ratu Buaya pada sang puteri.

Setelah mendengar penjelasan dari Raja dan si nenek. Diluar dugaan Puteri Manjangan Putih berkata,

"Walau Ratu Buaya pernah melakukan kejahatan. Aslinya dia gadis yang baik"

Sang puteri lalu memberi Isyarat pada Nyai Sentika untuk memetik setangkai bunga anggrek.

Tanpa bicara Nyai Sentika lakukan apa yang diminta Puteri Manjangan Pubh.

Tidak lama si nenek telah kembali dengan membawa sekuntum bunga anggrek berwarna hitam legam namun menebar bau harum semerbak.

Atas perintah puteri Manjangan, bunga lalu diserahkan pada Ratu Buaya. Setelah menerima bunga pemberian, Ratu Buaya mengucapkan terima kasih pada sang puteri

"Bawalah bunga itu pergi. Kau sudah tahu cara menggunakannya, Begitu memakan bunga Anggrek Mayat tubuhmu akan mengalami demam beberapa hari tapi tidak mengapa karena kutukan dalam dirimu akan lenyap."

Sang puteri memberi tahu.

Ratu Buaya anggukkan kepala.

Setelah menjura pada sang puteri dan berpamitan pada yang lainnya dia pun berkelebat tinggalkan tempat Itu.

Setelah Ratu Buaya pergi, Ki Lumut tiba-tiba berkata.

"Aku Ki Lumut Adayana ingin mengatakan bahwa sahabat Resi Cadas Angin menderita keracunan akibat sengatan kalajengking hijau. Jika tidak lekas ditolong nyawa Resi Cadas bisa amblas. Aku mohon gusti puteri berkenan menolong."

"Jangan takut. Aku bisa menolong.Nanti kami akan mengurusnya"

"Tua bangka itu berlaku ceroboh. Kalau tidak, mustahil bisa diantuk kalajengking."

Gerutu si nenek

"Biar saja nek, dari pada Resi yang mengantukmu. Kau bisa dibuatnya hamil. Ha ha ha!"

Sahut Raja disertai tawa tergelak-gelak.

Nini Buyut cemberut.

Yang lainnya tak kuasa menahan geli mendengar gurawan Raja.

Bunga Jelita tersenyum malu-malu. Setelah merasa tidak ada lagi urusan ditempat itu.

Akhirnya Raja berpamitan pada Puteri Manjangan Putih

"Kau boleh pergi pendekar. Tapi yang lainnya harus tinggal untuk sementara waktu.Resi Cadas Angin harus ada yang menemani!"

Terang sang puteri. Semua orang mengangguk setuju.

Sebelum pergi Raja kedipkan matanya pada Bunga Jelita, membuat wajahnya berubah merah dan dia juga tersipu.

Melihat tingkah laku Raja, Nini Buyut Amukan berujar.

"Eeh pemuda gendeng, kenapa cuma dia saja yang kau kedipi, aku mana?!"

Raja tertawa tergelak-gelak.

Kemudian dengan seenaknya pemuda ini segera balikkan badan. Sekejab saja tubuhnya berkelebat, sosoknya lenyap dari pandangan mata.

Sesampainya dikejauhan Raja mendengar suara mengiang ditelinganya.

"Kau mendapat tambahan ilmu baru dari Istana Satu. ilmu itu bernama imu Kebahaglaan."

Raja terdiam.

Suara yang didengarnya adalah sara puteri Manjangan putih.

Sambil berlari melalui suara mengiang dia menjawab.

"Terima kasih puteri. Kau baik sekali. Tapi harusnya aku dapat tambahan Ilmu dapat ciuman pula. Ha ha ha!"

TAMAT

Episode Baru Selanjutnya!!

Putera Pendekar Sesat


(Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.Terima kasih)

Situbondo,29 September 2019

Sampai jumpa di episode berikutnya...

Terima Kasih

*** Saiful Bahri Situbondo ******


Special thank to
Awie Dermawan





Si Tolol 5 Duka Lara Dewi Tatoo Fear Street Super Chiller Gelombang Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong

Cari Blog Ini