Ceritasilat Novel Online

Sang Arwah 1

Raja Gendeng 28 Sang Arwah Bagian 1




Raja Gendeng 28 Sang Arwah

****

Karya Rahmat Affandi

Sang Maha Sakti Raja Gendeng 28 dalam episode

Sang Arwah

*****


Team Kolektor E-Book

Buku Koleksi : Denny Fauzi Maulana

(https.//m.facebook.com/denny.f.maulana)

Scan,Edit Teks dan Pdf : Saiful Bahri Situbondo

(http.//ceritasilat-novel.blogspot.com)

Dipersembahkan Team
Kolektor E-Book

(https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook)

Spesial thank to : Awie Dermawan

*****

Arwah Iblis Kolot menyusup masuk menguasai dan mengendalikan raga muridnya.

Sukma sang murid Pura Saketi yang tak lain adalah putra Pendekar Sesat telah berusaha bertahan agar keberadaannya didalam raga sendiri tak terganggu oleh kehadiran arwah Iblis Kolot gurunya.

Tetapi arwah sesat itu tanpa kesulitan yang berarti sanggup mengambil alih Raga Sang murid.

Selama raganya berada dalam cengkeraman kekuasaaan arwah Iblis Kolot, Pura Saketi tidak dapat mengingat apa-apa.

Dia bahkan tidak tahu apa yang dilakukan tubuhnya sendiri yang dikendalikan arwah sesat itu.

Ingatan Pura Saketi pulih kembali setelah arwah sang guru keluar meninggalkan raganya (Baca episode "Aksara Iblis"

Kejadian seperti ini dialaminya ketika bertemu dengan seorang kakek bernama Randu Wulih di hulu kali Gondang.

Pura Saketi yang semula tersesat kehilangan arah menyatakan keinginannya menumpang bermalam di depan pondok Randu Wulih.

Karena memang tidak punya silang sengketa, Pura Saketi bersikap selayaknya seorang tamu.

Disaat dia duduk didepan api bara berhadap-hadapan dengan Randu Wulih.

Tiba-tiba muncul satu cahaya merah kehitaman kearah pemuda remaja itu.

Ketika cahaya menyentuh ubunubunnya.

Pura Saketi sempat melihat bayangan sosok gurunya. Selanjutnya dia merasakan seluruh tulang belulang mulai dari batok kepala hingga ke tulang ekor laksana dialiri cairan es.

Di luar sepengetahuan pemuda ini.

Itulah saat dimana arwah gurunya mengambil alih raganya.

Mahluk alam arwah yang terbunuh di tangan muridnya sendiri ini ternyata memang mempunyai silang sengketa dan dendam kesumat dimasa lalu dengan Randu Wulih. Tidaklah mengherankan bila arwah Iblis Kolot dengan menggunakan ilmu kesaktiannya sendiri.

Dan digabungkan dengan Ilimu Aksara Iblis dari dalam tubuh Pura Saketi dapat menghabisi lawan yang sangat dia benci itu.

Adapun perihal bagaimana arwah Iblis Kolot bisa mengetahui muridnya telah berhasil mendapatkan sekaligus menguasal ilmu hebat dari Kitab Aksara Iblis.

Sebabnya tidak lain karena setelah menjadi arwah, kakek sesat itu terus membayang-bayangi kemanapun Pura Saketi pergi.

Kini setelah jauh meninggalkan pondok kediaman Randu Wulih.

Pemuda remaja berpakaian biru berambut panjang lurus namun kaku itu berdiri tegak dengan bersandar pada pohon jati tua meranggas gersang.

Dari lereng bukit denga leluasa Pura Saketi memperhatikan lembah dimana terdapat sebuah persawahan dan ladang hijau.

Diantara sawah dan ladang terdapat sebuah jalan mengulir berkelok-kelok laksana ular.

Uuara dingin sejuk dipagi itu.

Beberapa petani tampak sibuk menguras tanamannya.

Dipepohonan burungburung berkicau memecah keheningan yang damai.

Semua pemandangan indah dan suasana alam yang bersahabat ternyata tidak menarik perhatian Pura Saketi.

Saat itu perhatiannya hanya tertuju ke ujung jalan disebelah utara tempat dimana tiga penunggang kuda memacu binatang yang tunggangannya dalam keadaan tergesa-gesa.

Terhalang oleh jarak yang demikian jauh.

Pura Saketi tidak dapat memastikan siape saja ketiga penunggang kuda itu.

Dia hanya bisa melihat para penunggang kuda itu masing-masing berpakaian putih, satunya lagi berpakaian hitam dan terakhir yang berada di bagian paling belakang berpakaian biru ringkas.

Kening Pura Saketi mengernyit.

Dia berusaha mengingat-ingat apakah pernah bertemu atau berurusan dengan orang-orang berpenampilan seperti mereka.

Pemuda itu jadi curiga terlebih setelah melihat ketiga penunggang kuda ternyata semakin memacu tunggangannya walau jalan ditengah persawahan itu licin berlumpur.

Tidak menunggu lebih lama dengan sekali menghentakkan kakinya.

Pura Saketi berkelebat kearah jalan yang siap hendak dilalui oleh ketiga orang berkuda.

Hanya dalam sekedipan mata Pura Saketi telah menghadang di tengah jalan.

Tiga kuda meringkik keras.

Dua kuda yang berada paling depan yang ditunggangi kakek berpakaian putih dan berambut putih mengangkat dua kaki depannya tinggi-tinggi. Demikian juga dengan kuda yang ditunggangi oleh kakek berbaju hitam yang kedua matanya kerap berkedip.

Andai kedua kakek ini tidak bersikap waspada dapat dipastikan keduanya terlempar dari kuda dan jatuh ke sawah berlumpur yang ditumbuhi padi menghijau.

Sementara pemuda yang mengikuti dibelakang berlaku sigap.

Melihat orang tiba-tiba muncul menghadang ditengah jalan segera mengambil tindakan dengan menarik tali kekang kudanya.

Kuda cokelat itu berhenti, namun tetap keluarkan ringkikan keras.

Tiga orang yang duduk diatas kuda yang bukan lain adalah Giri Sabanaya kakek berpakaian putih, Si kedip Mata orang tua berpakaian hitam membekal toya juga seorang pemuda membekal busur dan anak panah bernama Ariamaja.

Sebagaimana telah diketahui dalam cerita sebelumnya.

Tiga orang bersahabat ini memang tengah dalam perjalanan menuju ke puncak Akherat. Niat mereka adalah untuk menghadap sekaligus menemui para sesepuh tua yang dikenal dengan sebutan Tujuh Tokoh.

Ketiganya yang baru saja menunggalkan tempat kediaman Pranajiwa berniat menyampaikan kabar tentang terjadinya serangkaian peristiwa aneh termasuk lenyapnya Pranajiwa, berubahnya murid-murid Pranajiwa menjadi patung serta munculnya seorang pemuda sakti dijuluki Pemburu Dari Neraka.

Selain itu mereka juga hendak mengabarkan tewasnya Randu Wulih, salah satu tokoh tua yang konon disebut-sebut sebagai Tujuh Tokoh dari aliran putih itu.

Kini melihat ada seorang pemuda belia menghadang ditengah jalan.

Baik Ariamaja, Giring Sabanaya dan Si Kedip Mata akhirnya saling berpandangan.

Tiga tombak didepan mereka Pura Saketi menatap ketiganya dengan sorot mata tak berkedip.

Bila awalnya ketiga orang berkuda itu tak begitu menarik perhatiannya.

Sejurus kemudian laksana melihat mahluk menakutkan sepasang mata Pura Saketi mendelik besar.

Rambut kaku panjang berjingkrak tegak, kaki tersurut dua tindak ke belakang.

Merasa mengenali siapa adanya ketiga orang didepannya tiba-tiba Pura Saketi sunggingkan seringai dingin.

Melihat pemuda itu perlihatkan gelagat aneh, Giring Sabanaya melalui ilmu menyusupkan suara ajukan pertanyaan pada Ariamaja.

"Pemanah yang tidak pernah meleset!"

Kata Giring Sabanaya menyebut julukan Ariamaja.

"Aku rasa-rasa mengenal pemuda ini, mungkin juga aku pernah melihat atau bertemu dengannya. Namun aku lupa kapan dan dimana?"

Mendengar suara mengiang dari kakek itu Ariamaja segera menjawab melalui ilmu mengirimkan suara pula.

"Penglihatanmu tidak keliru kakek Giring. Celaka bagi kita karena aku bisa menduga pemuda berpakaian biru itu adalah orang yang terkena panahku sepuluh purnama yang lalu. Dia masuk ke jurang dan ketika itu kita semua menganggap dia telah menemui ajal dalam jurang itu."

Jawaban Ariamaja membuat Giring Sabanaya berjingkrak saking kagetnya. Si Kedip Mata yang hanya diam namun dapat mendengar pembicaraan dua sahabat melalui suara mengiang kernyitkan alisnya.

"Jika dia orangnya. Berarti pemuda ini adalah putra Pendekar Sesat yang tewas dalam penyerbuan yang kita lakukan. Bagaimana mungkin dia bisa selamat?"

Tanya Si Kedip Mata.

Belum sempat kedua sahabat menjawab.

Pura Saketi kembangkan kedua tangannya lalu tertawa tergelak-gelak.

Tawa pemuda itu kemudian lenyap.

Dengan wajah garang dan tatapan dingin menusuk Pura Saketi kembangkan kedua tangan, busungkan dada sekaligus keluarkan ucapan.

"Bicara berbisik melalui suara mengiang. Berlagak bodoh seperti monyet kudisan. Sepuluh purnama bukanlah waktu yang lama. Aku mendengar apa yang kalian bicarakan. Dan kalian bertiga pasti masih ingat siapa aku. Saat itu aku adalah orang yang menjadi buruan. Kau.... kau dan para sahabatmu telah memperlakukan aku seperti binatang hina.!"

Teriak Pura Saketi sambil menunjuk tiga orang didepannya satu demi satu. Si Kedip Mata gebrak kudanya hingga merangsak maju sejarak satu tombak. Setelah memperhatikan Pura Saketi, orang tua ini membuka mulut,

"Jadi kau anak Pendekar Sesat? Iblis apa yang telah berkenan menyelamatkan dirimu didasar jurang Watu Remuk Raga sana hingga membuatmu selamat. Malah kulihat kau tidak menderita cidera sedikitpun!"

Pura Saketi keluarkan suara berdengus. Mulut menggembor marah, namun yang terdengar adalah suara raungan menggidikkan. Tiga kuda meringkik ketakutan. Namun tiga mahluk itu masih dapat dikendalikan penunggangnya.

"Kau... kau bertanya siapa yang telah menolong dan menyelamatkan aku he... tua bangka yang matanya terus berkedip? Ha ha ha... Yang menolong menyelamatkan aku memang bukan dewa congkak. Tepat seperti ucapanmu, yang menolong aku adalah iblis. Dan iblis itu bernama Iblis Kolot...!"

Pengakuan Pura Saketi karuan saja menimbulkan kegemparan dihati Giring Sabanaya dan Si Kedip Mata.Terkecuali Ariamaja yang bersikap tenang karena memang tidak mengenal tokoh yang baru disebut Pura Saketi.
Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Sebagai orang yang telah berusia lanjut, kedua kakek itu tentu saja tak akan pernah melupakan nama besar momok nomor satu rimba persilatan yang satu itu

"Iblis Kolot alias Iblis Gila. Jahanam terkutuk itu ternyata tidak mampus setelah dulu dibuat babak belur dan dilempar ke jurang yang sama oleh para tokoh sepuh. Tidak disangka-sangka dia menyelamatkan putra almarhum pendekar Sesat.Malah dia kemungkinan telah mengangkat pemuda ini menjadi muridnya?"

Batin Giring Sabanaya.

Sebaliknya Si Kedip Mata malah bersikap acuh.

Sambil tersenyum orang tua itu ajukan pertanyaan.

"Iblis Kolot ternyata menyelamatkanmu dari kematian.Apakah dia juga mengangkatmu monjad muridnya?"

Pertanyaan si kakek dijawab Pura Saketi dengan semburan ludah.

Dengan tatapan nyalang, wajah membersitkan rasa benci, Pura Saketi menggeram.

"Pertanyaanmu itu akan segera terjawab begitu nyawa busuk terlepas dari raga lapukmu, Kedip Mata.!"

Pura Saketi cepat palingkan kepala ke arah Ariamaja. Lalu pada pemuda itu dia berteriak menggeledek.

"Kau.... Kau yang telah melukai kaki dan perutku. Aku bersumpah kematianmu akan kubuat paling menyakitkan!"

Diancam begitu rupa tidak membuat Ariamaja jadi takut. Dengan sikap tenang dia malah menjawab.

"Iblis Kolot boleh mewariskan seribu ilmu butut rongsokan padamu. Tapi aku bukanlah manusia pengecut yang harus melarikan diri dari pemuda ingusan sepertimu!"

"Sombong!"

Pekik Pura Saketi dalam gelegak amarah yang tak tertahankan. Dua tangan tiba-tiba mengepal. Wajah merah kelam, sekujur tubuh bergetar sebagai pertanda pemuda itu telah siap lancarkan serangan.

"Siapa diantara kalian yang ingin mampus duluan?!"

Teriaknya kalap.

Giring Sabanaya, Si Kedip Mata saling tatap.

Dalam keadaan biasa mereka adalah orang-orang yang sering bersikap adil dalam setiap perkelahian. Mereka tidak pernah mengeroyok.

Tapi kali ini rupanya mereka sama menyadari siapa lawan.

Dalam menghadapi putra bekas musuh besarnya ketiganya punya pandangan yang sama yaitu maju bebarengan.

Maka ketika mendengar ucapan Pura Saketi, serentak ketiganya menjawab.

"Aku yang ingin mati duluan!"

Tiga mulut keluarkan teriakan yang sama. Tiga kuda digebrak. Binatang-binatang itu merangsak maju, menerjang ke arah Pura Saketi dalam waktu bersamaan.

"Jahanam pengecut!"

Pura Saketi keluarkan seruan tertahan sambil menghindari terjangan tiga kuda.

Terlambat sedikit saja pemuda ini menghindar tubuhnya pasti amblas remuk terinjak kaki kuda yang besar-besar itu.

Gerak yang dilakukan Pura Saketi memang sungguh cepat luar biasa.

Dia menerobos melewati bagian bawah perut kuda.

Hebatnya lagi dia masih sempat menghantam kaki sebelah depan binatang tunggangan lawanlawannya secara berturut-turut

Krak!

Krak!

Krak!

Terdengar tulang belulang berpatahan.

Ketiga kuda meringkik kesakitan lalu ambruk seperti pohon besar tumbang

"Kurang ajar!"

Teriak Giring Sabanaya gusar.

Kakek ini segera menyelamatkan diri dengan berjumpalitan menjauh dari kuda.

Si Kedip Mata yang kudanya ikut ambruk dengan bertumpu pada toya yang bersitekan pada tanah becek lambungkan diri ke udara.

Sambil melambung tubuhnya berputar, dan karena jaraknya demikian dekat dengan Pura Saketi maka secepat kilat dia hantamkan kakinya ke wajah pemuda itu.

Tidak menyangka lawan yang selamatkan diri masih sanggup melancarkan serangan, Pura Saket sentakkan kepala ke belakang.

Tendangan yang siap meremukan wajahnya luput namun ujung kaki Si Kedip Mata masih sempat melabrak dadanya.

Dees!

Tendangan keras itu hanya membuat Pura Saketi terhuyung.

Dia menyumpah lalu balas melakukan serangan.

Namun Si Kedip Mata telah melompat menjauh.

Pukulan Pura Saketi hanya menghantam angin.

Tak jauh dibelakang pemuda itu, Ariamaja yang terjatuh dari kudanya dengan sebelah kaki bertumpu pada tanah segera bangkit. Selagi dua sahabatnya merangsak maju mengepung Pura Saketi, kesempatan ini dipergunakan oleh Ariamaja untuk melepaskan dua batang anak panahnya ke punggung lawan.

Dua anak panah melesat tanpa suara siap menembus bagian punggung dan pinggang lawan.

Tapi lawan nampaknya menyadari adanya bahaya mengancam datang dari belakang. Tanpa menoleh namun sambil menggeram dia miringkan tubuh sekaligus balikkan badan sedemikian rupa.

Dan dua tangannya bergerak menyambar kedua anak panah itu.

Tep!

Tep!

Sekali renggut dua anak panah tertangkap.

Sebelum tubuh yang berputar miring menyentuh tanah, Pura Saketi tiba-tiba kibaskan anak panah lawan yang sedang dipegangnya. Dua anak panah kini berbalik dengan kecepatan berlipat ganda siap menembus dada Ariamaja.

"Jadah!"

Rutuk Ariamaja.

Secepat kilat dia menggunakan busur yang tergantung dilengan kanan untuk menghalau serangan dua anak panah.

Traak!

Trak!

Dua batang anak panah hancur berpentalan.

Ariamaja katubkan bibirnya.

Wajah si pemuda agak pucat.

Hampir saja dia celaka oleh senjatanya sendiri.

Sambil lintangkan busur di depan dada.

Ariamaja memandang ke depan.

Dia melihat lawan berdiri berkacak pinggang, mata mendelik garang wajah dingin kaku.

"Mengaku manusia berbudi, bertingkah selayaknya orang suci. Tapi perbuatanmu membokong dari belakang benar-benar perbuatan keji, pengecut!"

Teriak Pura Saketi dengan geram

"Untuk menyingkirkan manusia busuk sepertimu tidak perlu menggunakan segala aturan?!"

Sambut Ariamaja sengit.

"Mengapa banyak bicara! Habisi dia dengan segala cara kalau perlu yang paling keji sekalipun!"

Seru Si Kedip Mata.
Selanjutnya tanpa banyak bicara lagi, orang tua ini segera putar toya ditangan hingga mengeluarkan suara menderu berkesiuran. Toya yang berubah jadi bayang-bayang itu tiba-tiba melambung seiring dengan melesatnya tubuh si kakek ke depan. Ketika lawan berada dalam jangkawannya, toya menderu sebat siap mengepruk kepala Pura Saketi. Patut diakui, serangan si Kedip Mata dengan mengandalkan jurus Toya Mengikis Karang, ini sangat ganas dan berbahaya sekali.

Apalagi pada waktu yang sama dari arah samping Giring Sabanaya ikut menyerang Pura Saketi dengan pukulan Badai Putih Melanda Bukit. Ketika si kakek dorongkan kedua tangannya ke arah lawan. Berturut-turut dari telapak tangannya menderu cahaya putih berkilau disertai tebaran hawa dingin yang membuat sekujur tubuh seperti ditindih gumpalan awan sedingin es.

Sementara dari arah belakang Ariamaja yang tidak ingin menggunakan busur dan anak panah, karena takut terkena teman sendiri segera pula ikut melancarkan serangan yang tak kalah dahsyatnya. Dengan gerakan kaki yang bergerak secepat setan berlari, pemuda ini lalu tusukkan dua jari tangannya ke batok kepala lawan. Dua jari menderu membeset udara memancarkan cahaya biru terang. Serangan yang dilakukan Ariamaja ini dikenal dengan nama jurus Menembus Kegelapan Dasar Bumi'. Jangankan batok kepala, lempengan baja sekalipun dapat ditembusnya.

Tiga serangan ganas datang dalam waktu bersamaan. Pertama serangan tongkat yang siap meremukkan batok kepala. Yang kedua serangan Giring Sabanaya berupa cahaya putih dingin yang siap melabrak tubuh dari dada hingga ke kaki. Serangan ketiga adalah tusukan dua jari yang siap menembus bagian belakang batok kepala pemuda itu.

Tidak ingin mati konyol, Pura Saketi geser kakinya kesamping. Dengan menggunakan jurus Kuda Kuda Iblis warisan almarhum gurunya dia mencoba meloloskan diri dari ketiga serangan itu.

Bersamaan dengan itu Pura Saketi cepat sekali alirkan tenaga dalam kebagian dua tangannya.

Reeet!

Seketika dua tangan berubah merah membara. Hawa panas menghampar sepuluh kali lipat dari panas api biasa. Pura Saketi memutar tubuh sambil mengibaskan kedua tangan. Giring Sabanaya yang mengetahui ilmu pukulan yang dipergunakan Pura Saketi tiba-tiba berseru.

"Awas! Dia menggunakan pukulan Bara Neraka! Ilmu itu pasti didapatkannya dari Iblis Kolot!"

Sambil berteriak si kakek lipat gandakan tenaga dalamnya lalu terus mendorongkan dua tangannya ke depan.

Si Kedip Mata yang toyanya sempat tersentak keatas dan tangan yang memegang toya terasa panas kesemutan terus menekankan lagi toyanya ke bawah dengan gerakan mengepruk. Ariamaja yang sempat merasakan ganasnya sambaran hawa panas dari lengan lawan yang diputar sebat melanjutkan serangan dengan mengerahkan seluruh tenaga luar dalam kebagian jari.

"Manusia-manusia gila dan tolol! Hiyaaa....!"

Teriak Pura Saketi.

Menyertai teriakannya Pura Saketi hantamkan sepasang tangannya tiga kali berturut-turut. Ketika tangan dihantamkan ke arah toya.

Senjata ditangan Si Kedip Mata terpental lepas dari genggaman, lalu melayang jatuh berkerontangan dalam keadaan dilalap api.

Tak ingin celaka Si Kedip Mata hantamkan lagi pukulan ganas ke arah pemuda itu.

Tapi pukulan yang dilancarkannya kandas di tengah jalan.

Serangkum hawa panas menghantam kakek itu hingga membuatnya terpelanting.
Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tidak jauh disebelahnya Giring Sabanaya tidak lagi sempat memikirkan apa yang terjadi dengan sahabatnya.

Orang tua ini terus mendorong kedua tangan menyambuti sambaran cahaya merah yang menerjang ke arahnya.

Dari arah belakang Ariamaja lipat gandakan tenaga dalam dan tusukkan jemarinya ke kepala lawan.

Tapi ketika Pura Saketi keluarkan teriakan melengking.

Tubuhnya tiba-tiba melambung ke dara.

Berbarengan dengan gerakan tubuh melambung, dua tangan dikibaskan ke empat penjuru arah sekaligus

Wuus!

Byaar!

Cahaya merah bergulung menghantam Giring Sabanaya dan Ariamaja.

Serangan yang dilancarkan kakek itu musnah, sebaliknya kibasan tangan Pura Saketi melabrak tubuhnya.

Walau dia telah berusaha selamatkan diri dengan menjatuhkan diri, namun tak urung pakaian disebelah belakang dan punggungnya dikobari api. Giring Sabanaya bergulingan untuk memadamkan api yang membakar punggungnya.

Sementara itu Ariamaja sendiri menggerung kesakitan.

Serangan dua telunjuk yang mengarah ke kepala lawan dapat dipatahkan.

Sedangkan telunjuk itu sendiri hangus menghitam mengepulkan asap menebar bau daging terbakar.

Sakit luar biasa yang ditimbulkan oleh hangusnya dua telunjuk membuat Ariamaja terus melolong.

Tapi karena tak kuasa menahan sakit yang tiada tertahankan.

Ariamaja segera mencabut pedang pendek yang terselip dibalik pakaiannya.

Secepat kilat dia memotong jari telunjuk sebelah kiri.

Setelah itu pedang digenggam ditangan kiri.

Kemudian mata pedang diayunkan ke telunjuk sebelah kanan.

Ariamaja segera menotok jalan darah yang terdapat dibagian kedua telunjuknya untuk mencegah agar darah yang keluar dari dua luka terhenti.

Pemuda ini kemudian bangkit.

Sambil menyimpan pedang pendeknya Ariamaja melangkah mundur sejauh tiga tindak. Setelah itu dia mengambil tiga batang anak panah sekaligus dan membidik sasarannya.

Pura Saketi menyeringai sambil bertolak pinggang.

Memandang ke jurusan dimana Giring Sabanaya bantingkan tubuhnya dilihatnya kakek itu sudah duduk bersila.

Pakaian putih disebelah belakang berlubang hangus.

Kulit dipunggung juga melepuh.

Tapi orang tua ini hanya menderita luka bakar dibagian luar, setelah kerahkan tenaga dalam dia bangkit.

Wajah Giring Sabanaya merah kelam, rahang bergemeletukan, pipi menggembung sepasang mata mencelet garang. Ketika Pura Saketi menatap ke arah Si Kedip Mata sudah pula berdiri tegak, Wajah si Kedip Mata yang pucat tampak tegang.

Sedangkan kedua tangan si Kedip Mata yang bersilangan di depan dada telah berubah berwarna biru.

"Ya-ya-ya... Orang-orang tolol terhanyut dalam kemurkaan. Sepertinya aku tak harus membuang banyak tenaga. Sekali menggebrak tiga bangsat yang telah membunuh orang tuaku bakal mampus! Ha ha ha!"

Berkata demikian Pura Saketi salurkan tenaga dalam ke arah dada, mulut berkomat-kamit membaca mantra.

Belum lagi mantra-mantra selesai diucapkan.

Dari arah samping sebelah kiri Ariamaja yang dikenal sebagai pemanah yang tidak pernah gagal telah melepaskan tiga anak panahnya.

Ketika tiga anak panah menyambar ke arah Pura Saketi, tidak terdengar suara deru dan desing.

Namun hebatnya pemuda ini segera menyadari ada bahaya besar datang dari arah sampingnya.

Dengan kecepatan tak dapat diikuti kasat mata dia memutar tubuh.

Bersamaan dengan memutar badan dia berseru,

"Aksara Iblis!"

Byar!

Seketika satu perubahan mengerikan terjadi pada diri pemuda itu.

Tiba-tiba diseluruh permukaan tubuhnya berubah menjadi merah.

Bersamaan dengan perubahan kulitnya, muncul pula kilatan kilatan cahaya timbul tenggelam silih berganti.

Kilatan cahaya putih redup itu muncul dalam bentuk aksara aneh kuno yang sulit dimengerti maknanya oleh semua orang yang ada disitu.

"Aksara Iblis!"

"Dia telah menguasal ilmu Aksara Iblis! Lekas bunuh sebelum dia membuat malapetaka lebih hebat lagi pada orang lain!"

Teriak Giring Sabanaya. Si kakek dengan menggunakan ilmu pukulan Luapan Lahar Gunung Meletus segera menyerbu ke arah Pura Saketi.

Si Kedip Mata yang sempat terkejut mendengar ucapan Giring Sabanaya segera mencabut pedangnya.

Dengan menggunakan pedang itu dia melompat ke depan lalu tusukkan pedang. Sementara seiring dengan bermunculannya Aksara Iblis ditangan dan sekujur tubuhnya, Pura Saketi menyambut serangan tiga anak panah dengan membusungkan dadanya.

Anak-anak panah itu dengan telak menghujani dada dan perutnya.

Tetapi kejut dihati Ariamaja bukan olah-olah begitu melihat tiga anak panahnya langsung berubah hangus manjadi bubuk bertebaran begitu menyentuh tubuh lawannya.

Selagi Ariamaja terkesima melihat kejadian yang sulit dipercaya ini.

Dari tubuh Pura Saket berlesatan cahaya putih berbentuk aksara aneh.

Diudara cahaya-cahaya itu menderu berubah menjadi puluhan aksara yang kemudian menghujani tubuh Ariamaja.

Untuk menyelamatkan dir? dar? puluhan aksara berbentuk cahaya maut, Ariamaja terpaksa hantamkan tangan kiri melepas pukulan Panah Sakti Melanda Langit.

Tapi pukulan itu kandas ditengah jalan.

Puluhan cahaya berupa aksara terus menderu menyerbu ke arahnya.

Ariamaja memutar busur ditangan untuk melindungi diri.

Dres!

Busur hancur menjadi kepingan.

Puluhan cahaya dalam rupa aksara iblis melibas tubuhnya membuat pemuda ini menjerit dan tubuhnya ambruk dipenuhi puluhan lubang menganga hangus mengerikan.

Melihat Ariamaja menemui ajal, Giring Sabanaya dan Si Kedip Mata bukannya batalkan serangan sebaliknya dengan kemarahan luar biasa keduanya menyerbu ke arah pemuda itu.

Melihat kedua lawan nekat menyerang, Pura Saketi sengaja memasang badan dengan berdiri bertolak pinggang.

Ujung pedang ditangan Si Kedip Mata menancap dilehernya, tapi tak sanggup menembus walau Si Kedip Mata terus mendorong pedang itu dengan kekuatan berlipat ganda.

Sementara itu pada waktu yang bersamaan pukulan Giring Sabanaya juga melabrak tubuh Pura Saketi. Tapi ketika si pemuda menggoyang badannya, pukulan sakti Giring Sabanaya musnah.

Sebaliknya dari tubuh Pura Saketi menderu puluhan cahaya bergemerlapan menghantam tubuh orang tua itu.

Selagi Giring Sabanaya mencari selamat dengan melompat kesamping, pedang Si Kedip Mata yang menempel dileher pemuda ini dijalari cahaya dalam rupa aksara-aksara aneh.

Pedang meleleh seperti lilin terbakar.

Dalam kejut Si Kedip Mata melompat mundur ke belakang.

Namun belum sempat dia jejakkan kaki, belasan cahaya membersit dari tangan, wajah, tubuh dan kaki pemuda itu.

Cahaya Aksara Iblis menghantam tubuh Si Kedip Mata, membuat si kakek terjungkal meregang nyawa tanpa sempat berteriak lagi.

Tak jauh disampingnya Giring Sabanaya juga ternyata tidak sanggup selamatkan diri dari kematian karena hantaman puluhan cahaya Aksara Iblis ternyata datangnya lebih cepat dari gerakan si kakek
Orang tua ini hanya mampu delikkan mata ketika puluhan cahaya amblas menembusi sekujur tubuhnya.

Tiga lawan tewas mengenaskan dengan tubuh dipenuhi luka hangus mengepulkan asap.

Pura Saketi menarik balik tenaga dalam yang dia salurkan kesekujur tubuh.

Begitu tenaga sakti kembali ke pusar.

Kulitnya yang memerah laksana bara kembali ke bentuk semula.

Bersamaan dengan itu seluruh aksara yang bermunculan silih berganti baik yang ditangan atau dipenjuru tubuh lainnya ikut lenyap.

Pura Saketi menyeringai dingin.

Sambil menatap sinis ke arah mayat-mayat bekas musuhnya dia berujar,

"Segalanya baru dimulai. Mudah-mudahan aku bisa menemukan semua musuh ayahku tanpa terganggu oleh kehadiran arwah guru yang kerap memanfaatkan ragaku."

Sambil berkata demikian tanpa menunggu lebih lama Pura Saketi sang pewaris ilmu ganas Aksara Iblis tinggalkan tempat itu.


*****


Memasuki kawasan Rahasia yang bernama Pintu Selatan kakek berpakaian putih berambut dan berjenggot panjang putih menjela terkesan lebih berhati-hati dalam melangkah.

Walau si kakek Kerdil telah mengenal dengan baik daerah itu, namun salah sedikit saja menentukkan arah, dia bisa tersesat ke alam Arwah.

Siapa saja tersesat ke alam arwah.

Selama lamanya orang tersebut tidak mungkin bisa kembali ke alam fana. Di alam arwah dia akan menderita kesengsaraan ditengah kehidupan para arwah sesat yang ganas dan kejam.

Tidaklah mengherankan setelah melewati patung putih berwujud manusia berkepala singa.

Sambil terus menggandeng tangan Pranajiwa yang berjalan mengekor di belakang, si Jenggot Panjang bertubuh kerdil ini pentang matanya lebar-lebar.

"Batu Gila... Dimana beradanya batu tanda yang menjadi jalan masuk menuju Pura Suci!"
Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Membatin Si Jenggot Panjang didalam hati.

Sekali lagi si kakek layangkan pandang.

Baru saja sepekan kawasan itu dia tinggalkan untuk menjemput Pranajiwa sang calon sembahan.

Ternyata banyak sekali terjadi perubahan di kawasan yang dipenuhi bebatuan dan pasir itu

"Setiap waktu kuasa gaib melakukan perubahan pada permukaan dan pemandangan di tempat ini. Aku yang bukan orang asing saja dibuat pangling dengan pemandangan yang berubah ubah."

Setelah berucap dalam hati. Si Jenggot Panjang utusan Penguasa atau Kuasa Agung hentikan langkahnya.

Begitu si kakek berhenti, Pranajiwa yang mengikuti disebelah belakang ini juga berhenti.

Mata kakek berpakaian merah itu tampak kosong karena telah dicuci otak dan pikirannya dengan racun Jarum Sukma Kelana.

"Makam kedua putriku.... Kurasa letaknya tidak disini..."

Bibir kering yang terkatub rapat itu tiba tiba berucap. Si Jenggot Panjang mendengus, dia menoleh kebelakang menatap wajah Pranajiwa dengan mata mendelik mulut membentak.

"Kita melewati jalan pintas. Jalan terdekat menuju makam kedua putrimu!"

Ucapan Dia Si Jenggot Panjang hanya dusta belaka.

Seperti telah diceritakan dalam episode Putera Pendekar Sesat'.

Si Jenggot Panjang mengaku sekaligus menjanjikan dapat menghidupkan kembali kedua putri Pranajiwa yang menemui ajal setelah dinodai oleh Pendekar Sesat.

Pendekar Sesat sendiri akhirnya menemui ajal setelah digempur oleh tokoh-tokoh sakti yang bersahabat dengan Pranajiwa.

Karena kecintaannya yang demikian besar pada kedua putrinya, Pranajiwa seperti kehilangan akal sehat.

Dia lupa tak ada satu manusia pun yang mampu menghidupkan orang yang telah mati.

Termakan oleh bujukan Si Jenggot Panjang, Pranajiwa mengikut saja kemanapun Si Jenggot Panjang pergi.

Dalam perjalanan bersama si kakek kerdil, Pranajiwa berhasil disirap dan dicuci otaknya dengan Jarum Sukma Kelana.

Setelah dibentak Pranajiwa jadi terdiam.

Kepala mengangguk membenarkan ucapan Si Jenggot Panjang.

Si kakek sendiri kembali menatap ke depan.

Tidak sabar diapun berkata,

"Wahai sang Kuasa Agung, aku tidak melihat Batu Gila, batu tanda masuk jalan menuju ke Puri Suci. Bimbinglah aku! Aku datang membawa orang yang kau pesan!"

Si Jenggot Panjang lalu diam menunggu. Tiba-tiba saja terdengar suara orang seperti menggumam.

Kemudian disusul dengan suara deru angin.

Bersamaan dengan suara deru angin, tanah disekeliling mereka berputar.

Pepohonan, bebatuan tinggi ikut berputar pula.

Kemudian muncul pula kabut dimana-mana.

Udara panas dan dingin datang silih berganti.

Si Jenggot Panjang merasa kepalanya jadi pening.

Pranajiwa sebaliknya malah tertawa seperti anak kecil yang berada diatas ayunan.

Kemudian terdengar suara lolongan dan suara pekik burung hantu.

Si Jenggot Panjang usap wajah dan tengkuknya yang mendadak menjadi dingin.

Suara gemuruh dan lolong anjing lenyap.

Gerakan tanah dan pemandangan yang berputar mendadak terhenti.

Lalu sayup-sayup seolah datang dari dalam perut bumi terdengar ada satu suara berkata.

"Batu tanda masuk telah kutunjukkan padamu. Pemilik Pura Suci telah menunggu. Palingkan kepala, arahkan perhatian kesebelah selatan. Yang kau cari pasti kau temukan!"

"Terima kasih....!"

Si Jenggot Panjang bungkukkan badan.

Dia lalu memutar langkah.

Menatap ke arah selatan terlihat sebuah benda berwarna hitam setinggi pinggang berwujud patung mencuat berdiri dipermukaan tanah.

Patung berwujud manusia tanpa wajah tanpa rambut terus bergoyang selayaknya orang menari.

Mungkin karena selalu bergoyang tak mau diam, patung batu itu disebut Batu Gila atau Batu Tanda masuk.

Si Jenggot Panjang tersenyum.

Si kakek segera melangkah menghampiri sambil terus mencekal tangan Pranajiwa.

Sesampainya didepan Batu Gila, si kakek hentikan langkah.

Sedangkan Pranajiwa demi melihat patung batu dapat bergoyang aneh dia malah senyum-senyum sendiri.

"Orang ini bisa menari, aku juga ingin ikutan menari!"

"Diam! Jangan bicara jika tidak kuminta!"

Dengus Si Jenggot Panjang sambil mempererat cekalannya pada lengan Pranajiwa, membuat orang tua itu meringis kesakitan.

Tanpa menghiraukan ringisan Pranajiwa. Si Jenggot Panjang ulurkan tangannya ke arah Batu Gila.

Kepala patung lalu ditekannya dengan telapak tangan kiri.

Seketika Batu Gila berhenti bergoyang.

Malah batu itu kemudian amblas lenyap dari pandangan.

Seiring dengan lenyapnya Batu Gila terdengar suara bergemuruh seperti lempengan batu berat bergeser.

Si Jenggot Panjang melangkah mundur ketika tanah didepannya bergerak, bergeser membentuk sebuah lubang empat persegi.

Dibalik lubang menganga terdapat undakan anak tangga menuju ke ruangan dibawah tanah.

Melalui tangga itulah Si Jenggot Panjang menuntun Pranajiwa.

Ketika kedua orang ini sampai diundakan anak tangga paling bawah, pintu batu bergeser menubup.

Byar!

Ruangan yang gelap seiring dengan menutupnya pintu rahasia berubah menjadi terang.

Si Jenggot Panjang terus melangkah.

Setelah melewati dua belokan, sampailah keduanya didepan sebuah bangunan megah bertingkat berwarna merah darah dengan bentuk seperti sebuah puri besar.

Disekeliling bangunan tidak berbeda seperti dialam bebas, terdapat pemandangan yang cukup indah.

Banyak pepohonan dan bunga tumbuh disana.

Sepengetahuan Si Jenggot Panjang semua tumbuhan yang terdapat ditempat itu dulunya berasal dari jiwa orang-orang yang terbunuh ditangan Kuasa Agung.

Tidaklah mengherankan tanaman yang tumbuh ditempat itu hanya mempunyai satu nama yaitu pohon atau bunga Jiwa

"Sang Kuasa Agung, aku telah sampai.Mohon dapat menghadap secepatnya!"

Ucap Si Jenggot Panjang.

"Mengapa banyak peradatan. Bawa masuk tamu kita! Aku menunggu di ruang Penyempurnaan!"

Menyahuti satu suara tidak sabaran.

"Maafkan aku!"

Si Jenggot Panjang bungkukkan badannya. Karena memang sudah mengetahui tempat yang dimaksudkan oleh Penguasa Kawasan, si kakek pun menuntun Pranajiwa menuju ke Ruang Penyempurnaan. Sesampainya didepan pintu serba merah, orang tua ini hentikan langkah. Dia menatap ke arah dua penjaga. Penjaga ditempat itu memiliki wujud yang cukup membuat merinding tengkuk orang yang melihatnya. Tubuh kedua penjaga, baik kaki maupun kepala berbentuk manusia. Namun tangan-tangan mereka berbentuk seperti kaki dan tangan kalajengking.

Disamping itu dibagian ujung tulang belakang tumbuh ekor yang ujungnya lancip runcing tak ubahnya seperti sengat kalajengking.

"Buka pintu!"

Perintah si kakek. Kedua penjaga berwujud aneh itu masing masing jauhkan tombak dari pintu merah.

Dengan wajah dingin keduanya mengangguk pada Si Jenggot Panjang.

Begitu kedua penjaga bergeser kesamping memberi jalan pada Si Jenggot Panjang dan Pranajiwa.

Pintu merah terbuka.

Angin dingin berhembus menebar bau amis darah, membuat Pranajiwa tersedak dan keluarkan suara seperti mau muntah. Si Jenggot Panjang yang sudah terbiasa dengan segala bebauan di tempat itu sedikitpun tidak terpengaruh.

Dia segera menarik Pranajiwa lalu membawanya memasuki sebuah ruangan besar yang ternyata adaiah sebuah kolam luas berwarna merah yang dikenal dengan kolam Darah Kepedihan.

Melihat pemandangan didepannya tidak seperti yang diharapkan, Pranajiwa ajukan pertanyaan.

"Mana kuburan kedua putriku. Aku tidak melihat pusara, aku hanya melihat telaga sejuk!"

"Manusia linglung. Kolam darah dianggapnya telaga sejuk!"

Gerutu Si Jenggot Panjang.

Mulut tersenyum namun mata menatap ke sudut ruangan dimana sebuah ranjang empuk berwarna merah berada.

Ranjang itu kosong.

Si kakek dongakkan kepala, menatap ke langit-langit dia melihat sesosok tubuh berwujud manusia dalam rupa perempuan muda berkaki tiga pasang mirip kalajengking bergelayut bergelantungan dilangit-langit ruangan.

Melihat mahluk setengah manusia setengah kalajengking berkaki dan bercapit merah menggelantung disana, si Jenggot Panjang segera jatuhkan diri beriutut dilantai.

Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan suara bergetar kakek ini berkata.

"Maafkan aku sang Kuasa Agung. Aku sama sekali tidak ingin mengganggu istirahatmu!"

Rupanya Si Jenggot Panjang menyadari. Setiap kali melepas lelah perempuan separoh kalajengking yang disebutnya Sang Kuasa Agung biasa menghabiskan waktu dengan cara bergelantung dilangit langit ruangan. Sang Kuasa Agung tanggapi ucapan si kakek dengan tersenyum.

Tiga pasang kaki bergerak, merayap menuju tembok. Sekejab kemudian dia telah duduk diatas ranjang merah.

"Bangunlah, Jenggot Panjang! Mendekat kepadaku, bawa calon persembahan kehadapanku!"

Perintah perempuan yang ternyata masih muda, berwajah cantik berdagu runcing sambil kibaskan rambut panjangnya ke belakang.

Si kakek anggukkan kepala.

Perlahan dia berdiri.

Sambil menuntun Pranajiwa, Si Jenggot Panjang melangkah menghampiri Sang Kuasa Agung.

Sesampainya didepan sang dara, Si Jenggot Panjang segera duduk bersila.

Pranajiwa yang tidak mengenal siapa adanya Kuasa Agung hanya tegak berdiri laksana patung.

Setelah pandangi gadis yang duduk diranjang merah, Pranajiwa tiba-tiba berkata,

"Mengapa aku dibawa ke tempat ini. Mengapa yang ada didepanku bukan pusara? Gadis berkaki kalajengking ini memangnya siapa?"

Melihat orang bicara sembarangan.

Si Jenggot Panjang hantam lutut belakang Pranajiwa, membuat orang tua itu jatuh berlutut sedangkan matanya menatap kaget pada kakek disebelahnya

"Berlutut dan menghormatiah pada Sang Kuasa Agung.Beliau adalah orang yang jauh lebih penting dan lebih mulia dibandingkan kedua puterimu!"

Pranajiwa terlihat bingung.

"Aku,... aku tidak mengerti...."

Dengan terbata-bata Pranajiwa berucap. Si Jenggot Panjang hendak membuka mulut mendamprat. Namun Sang Kuasa Agung goyangkan tangan kanannya yang berbentuk capit sebagai isyarat agar orang tua itu diam

"Dia tidak mengenalku, Jenggot Panjang. Tapi orang yang bernama Pranajiwa ini segera menyadari bahwa seluruh kekuasaan sesungguhnya berada dalam genggamanku."

"Aku mengerti Sang Kuasa Agung. Orang tua ini agaknya telah ditakdirkan untuk menjadi jodohmu!"

Mendengar ucapan Si jenggot Panjang, sepasang alis Sang Kuasa Agung yang hitam mencuat nampak mengerut

"Apakah kau lupa, jodoh dan calon pasanganku masih berada di luar kawasan Rahasia Pintu Selatan. Yang kubutuhkan dari Pranajiwa cuma darah dan saripati kehidupannya. Dia terlahir pada malam sabtu pon. Dan itu sudah sesuai dengan syarat yang kubutuhkan untuk mencapai kesempurnaan diri. Kau tahu aku tak mau menjadi mahluk bodoh, aku mau menjadi manusia yang utuh. Hanya darah dan sari kehidupan orang itu yang bisa membuat wujudku sempurna!"

"Aku tahu Sang Kuasa Agung."

"Bagus."

Kata Sang Kuasa Agung.

Sambil menatap ke arah Si Jengot Panjang gadis ini kemudian bertanya,

"Sahabatku, kau orang yang paling kupercaya. Sekarang aku ingin mendengar dari mulutmu. Ketika kau berada di alam bebas rimba persilatan, apakah kau telah menyirap kabar tentang keberadaan kekasih, calon suamiku itu?"

Pertanyaan yang tidak disangka-sangka ini membuat Si Jenggot Panjang terdiam.

Seperti diketahui ketika melakukan tugas yang diberikan oleh Sang Kuasa Agung.

Dalam perjalanan mencari dan menemukan Pranajiwa.

Kakek ini juga berusaha menyelidik keberadaan kekasih dambaan hati gadis yang dihormatinya.

Tapi ketika si Jenggot Panjang menyirap kabar bahwa orang yang dikasihi Sang Kuasa Agung ternyata telah menemui ajal di Jurang Watu Remuk Raga sekitar delapan belas tahun yang silam.

Maka perhatian Si Jenggot Panjang selanjutnya hanya tertuju pada Pranajiwa.

Tidaklah mengherankan bila kemudian dengan polos si kakek menjawab.

"Sang Kuasa Agung! Maafkan aku jika semua yang aku sampaikan ini nantinya tidak berkenan dihatimu!"

"Kau hendak mengatakan apa Jenggot Panjang? Aku sudah siap mendengar penjelasanmu. Jika yang kau sampaikan itu ternyata memang sesuatu yang buruk, aku berusaha menerimanya dengan tabah!"

Ucap Sang Kuasa Agung disertai senyum. Si Jenggot Panjang menghela nafas dalam sambil tatap gadis yang duduk diatas ranjang merah.

"Begini Sang Kuasa Agung. Terus terang aku memang tidak berhasil menemukan keberadaan kekasihmu. Tapi aku telah menyirap kabar bahwa orang yang kau rindukan ternyata telah tewas belasan tahun yang lalu. Dia dibunuh lalu dilemparkan ke dalam Jurang Watu Remuk Raga oleh orang yang menyebut dirinya Tujuh Tokoh Dari Puncak Akherat. Ketujuh tokoh itu kabarnya juga dibantu oleh para sahabat mereka!"

Walau telah menyatakan dirinya siap mendengar kabar yang paling buruk sekalipun, tak urung penjelasan Si jenggot Panjang membuat hati Sang Kuasa Agung terguncang.

Cukup lama gadis ini terdiam, wajah kaku tegang mata berkilau membersitkan rasa sedih dan amarah.

Tiba-tiba dia bangkit.

Sambil tatap si Jenggot Panjang yang bersimpuh didepannya.

Seakan tidak percaya gadis ini menggumam.

"Aku tidak percaya kekasihku bisa dibunuh orang? Dia sudah tewas, tapi jika benar dirinya menemui ajal. Mengapa hingga saat ini aku merasa dia masih hidup?"

"Sang Kuasa Agung apa yang aku katakan bukanlah sebuah dusta. Apa yang kusampaikan sesuai dengan kenyataan di dunia persilatan. Jika orang-orang yang kutemui itu berdusta tentu saja yang aku katakan padamu merupakan sebuah kekeliruan. Untuk kesalahan itu aku siap menerima ganjaran darimu!"

Kata Si Jenggot Panjang bersungguh-sungguh.

Sang Kuasa Agung tentu saja tidak mau menjatuhkan tangan kejam pada sahabatnya.

Tapi dia masih belum percaya kekasih pujaan hatinya yang bernama Iblis Kolot sudah mati.

Apalagi beberapa purnama belakangan dirinya kerap bermimpi bertemu dengan kakek itu.

Dalam mimpi Iblis Kolot kerap mengajak mengunjungi tempat tempat berpemandangan indah.

Di akhir mimpi biasanya Iblis Kolot selalu mengajaknya bercinta.

"Sahabatku...!"

Akhirnya Sang Kuasa Agung membuka suara.

"Kalau yang kau dengar dan katakan memang betul adanya. Berarti aku merasa tidak ada gunanya lagi mempercantik diri, memperbagus penampilan! Jika kekasih yang kudamba benar telah tewas yang perlu kulakukan saat ini adalah mencari dimana kubur orang yang kucinta itu berada...!"

Si Jenggot Panjang tentu saja merasa terkejut demi mendengar ucapan Sang Kuasa Agung.

Dengan heran namun hati diliputi rasa penasaran si kakek membuka mulut ajukan pertanyaan.

"Sang Kuasa Agung, apakah ucapanmu itu berart kau tidak jadi menggunakan darah dan sari pati kehidupan Pranajiwa untuk merubah wujud penampilanmu menjadi seorang gadis yang sempurna?"

Pertanyaan Si Jenggot Panjang kali ini disambut senyum dingin oleh gadis itu. Setelah menatap Pranajiwa dari rambut hingga ke ujung kaki beberapa jenak lamanya. Sang Kuasa Agung kembali tatap Si Jenggot Panjang sambil berkata,

"Kini aku tidak lagi membutuhkan kesempunaan. Tapi orang yang kau bawa kehadapanku ini bukan berarti tidak memiliki guna."

"Lalu...?"

"Hi hi hi! Aku tidak lagi ingin membiarkan perjalanan jauh yang kau lakukan demi menjemput orang ini menjadi sesuatu yang sia-sia, Jenggot Panjang. Aku tetap akan menggunakan darah, saripati kehidupannya untuk kepentingan yang lain. Disamping itu aku juga akan memanfaatkan jantungnya untuk menghadirkan bala kekuatan lain...!"

"Untuk apa bala kekuatan yang lain itu? Bukankah engkau sudah begini perkasa?"

"Kau tidak tahu, setelah kekasihku terbunuh aku tidak mungkin lagi berdiam diri dikawasan Rahasia Pintu Selatan ini. Sudah saatnya bagiku untuk pergi ke alam luar sana, alam yang oleh manusia disebut dengan dunia persilatan!"

"Apa yang akan kau lakukan?"

Tanya Si Jenggot Panjang.

Si kakek sungguh tidak mengerti dengan perubahan rencana yang dilakukan oleh gadis yang sangat dihormatinya itu.

"Apa yang akan aku lakukan?!"

Ucap gadis itu.

Matanya yang hitam angker dengan sedikit lingkaran putih dikeliling titik hitam matanya berputar liar.

Mulut menyeringai sunggingkan senyum.

Sedangkan sepasang capit yang menggantikan fungsi tangan bergerak-gerak mengeluarkan suara gemeletak aneh membuat tengkuk si kakek menjadi dingin.

"Jenggot Panjang, ketahuilah.Kalaupun aku tidak bisa menemukan letak kubur kekasihku itu, aku akan mencari arwahnya. Aku yakin arwah kekasihku masih mengembara gentayangan di alam fana karena kekasihku itu tak bakal tenang dan tak bisa kembali ke alam arwah bila musuh-musuh yang telah membuatnya terbunuh masih berkeliaran bebas."

Si Jenggot Panjang terdiam, namun otaknya berpikir cepat.

Sebagai orang yang selama ini dikenal sangat dekat dengan Sang Kuasa Agung. Sedikit banyak dia bisa menduga jalan pikiran gadis itu.

"Hmm, jadi Sang Kuasa Agung berniat membawa arwah kekasihmu ke tempat ini?"

Ucap Si Jenggot panjang.

"Tepat!"

Sahut Sang Kuasa Agung sambil anggukkan kepala.

"Namun itu cuma salah satu dari rencanaku. Rencana yang lainnya, aku akan membawa arwah kekasihku kemudian memasukkannya ke tubuh orang yang tepat dan menarik.Aku akan membantu setiap keinginannya untuk membalas dendam kesumat kepada musuh-musuhnya!"

Roro Centil 07 Siluman Kera Putih Prabarini Karya Putu Praba Darana Malam Sejuta Bintang Karya Michelle

Cari Blog Ini