Ceritasilat Novel Online

Sang Arwah 2

Raja Gendeng 28 Sang Arwah Bagian 2


"Tapi Sang Kuasa Agung, mencari keberadaan arwah kekasihmu itu bukan pekerjaan yang mudah?"

Ucapan Si Jenggot Panjang disambut si gadis dengan tawa dingin.

"Hik hik hik! Aku mengetahui sebuah rahasia penting yang tak pernah terlintas dalam pikiranmu atau pikiran manusia yang lain, Jenggot Panjang. Dengan kesaktian yang kumiliki aku bisa menjajaki keberadaan arwah kekasihku!"

"Aku percaya dengan ucapanmu. Percuma kau disebut Sang Kuasa Agung jika hanya memiliki pengetahuan yang sempit dan kekuasaan yang serba terbatas."

Si Jenggot Panjang memuji.

Kemudian dengan pandangan penuh rasa kagum si kakek berujar,

"Karena rencanamu berubah dari yang pertama. Sekarang aku ingin tahu kapan engkau akan mewujudkan semua keinginanmu itu Sang Kuasa Agung?"

"Aku akan melakukannya sekarang!"

Setelah memutuskan demikian Sang Kuasa Agung kemudian berdiri. Dia memberi isyarat pada Si Jenggot Panjang. Si kakek ikut bangkit lalu mendekati Pranajiwa yang masih berdiri tegak dengan pandangan kosong kepada Sang Kuasa Agung.

Melihat Si Jenggot Panjang dan Sang Kuasa Agung datang menghampiri, Pranajiwa yang sudah tidak mampu lagi berpikir tentang baik buruk dan bahaya yang tengah mengancamnya malah tersenyum.

"Aku telah dipertemukan dengan gadis cantik berkaki dan bertangan aneh. Aku bahagia, kebahagiaan akan semakin lengkap bila aku diijinkan bertemu dengan kedua putriku!"

Kata Pranajiwa sambil senyum-senyum sendiri.

"Racun Jarum Sukma Kelana sepertinya telah melumpuhkan akal dan kesadarannya, Jenggot Panjang. Dia tidak menghiraukan semua pembicaraan kita."

"Begitulah Sang Kuasa Agung. Dia tidak menyadari sebentar lagi nyawanya amblas ke neraka lapisan ketujuh."

Sahut Si Jenggot Panjang disertai seringai dingin. Kuasa Agung anggukkan kepala. Dalam hati dia mengagumi kehebatan Racun Jarum Sukma Kelana yang dimiliki oleh sahabatnya itu.

Tapi Sang Kuasa Agung segera berkata.

"baringkan Pranajiwa ke ranjang indah kesayanganku!"

"Baiklah Sang Kuasa Agung!"

Menyahuti Si Jenggot Panjang. Orang tua ini kemudian segera menuntun Pranajiwa dan membawanya ke ranjang merah disampingnya.

Ketika Si Jenggot panjang meminta Pranajiwa baringkan tubuhnya di ranjang itu.

Si Jenggot Panjang melihat Pranajiwa terlihat bingung dan ragu-ragu.

"Mengapa aku harus tidur di ranjang ini. Kapan aku bisa melihat kedua putriku?"

Tanya orang tua itu.

Seperti diketahui, ketika Si Jenggot Panjang membujuk, menjemput dan membawa Pranajiwa dari tempat kediamannya.

Si Jenggot Panjang mengaku sanggup menghidupkan kembali kedua putri Pranajiwa yang sudah mati.

Pranajiwa yang dirundung duka berkepanjangan atas kematian putrinya ternyata termakan begitu saja ucapan kakek ini.

Di tengah malam Pranajiwa kemudian mengikut saja kemana Si Jenggot Panjang membawanya pergi. Sekarang setelah otaknya dicuci dengan Racun Jarum Sukma Kelana, segala ingatannya lenyap. Pertanyaan Pranajiwa segera dijawab oleh kakek itu.

"Kau ingin segera bertemu dengan kedua anakmu. Salah satu caranya kau harus segera berbaring di ranjang Penyempurnaan ini.!"

"Oh begitu ya...?!"

Sahut Pranajiwa.

Wajahnya seketika berubah berseri-seri.

Tidak menunggu lebih lama, Pranajiwa kemudian baringkan tubuhnya diatas ranjang merah.

Begitu kepala dan punggungnya menyentuh kasur yang empuk.

Tiba-tiba saja ranjang mengeluarkan suara gemuruh aneh.

Hampir bersamaan dengan terdengarnya suara bergemuruh itu, dari bagian atas dimana kepala pranajiwa tergeletak serta bagian bawah ranjang dimana kaki orang tua itu berada muncul masing-masing satu-satu rantai berwarna hitam. Rantai itu bergerak dengan sendirinya disertai suara bergemerincing.

Setiap rantai kemudian merayap seolah hidup menjalar seperti ular lalu melingkari kaki dan tangan Pranajiwa.

Pranajiwa yang tidak pernah menyadari malapetaka besar akan segera terjadi atas dirinya malah tersenyum-senyum.

"Aku akan bertemu dengan anak-anakku....!"

Desis Pranajiwa.

"Ya, kerinduanmu segera terobati. Sekarang pejamkanlah matamu!"

Perintah Si Jenggot Panjang.

Selayaknya orang yang berada dalam pengaruh sirapan, Pranajiwa kemudian pejamkan kedua matanya.

Begitu mata terpejam.

Sang Kuasa Agung melangkah mendekati.

Tiga Pasang kakinya yang tidak beda dengan kaki kalajengking mengeluarkan suara gemeletak aneh begitu bersentuhan dengan lantai.

Si Jenggot Panjang yang mengetahui tindakan apa yang hendak dilakukan Sang Kuasa Agung segera melangkah ke sudut ruangan.

Dari tempat ini dengan tatapan tak berkedip dia mengawasi Sang Kuasa Agung angkat kedua tangannya yang berbentuk capit.

Capit sebelah kiri yang menggantikan fungsi tangan lalu disapukan ke wajah Pranajiwa.

Terdengar suara desir halus ketika tangan capitnya mengusap lembut wajah Pranajiwa.

Setelah diusap Pranajiwa terlihat lebih tenang.

Bibir Sang Kuasa Agung yang merah dengan garis hitam pada bagian tepinya mengurai senyum.

Senyum lenyap, bibir itu kini berkemak-kemik membaca mantra-mantra sakti.

Selesai membaca mantra, dua tangan capit ditiup tiga kali berturut turut.

Begitu ditiup kedua tangan pancarkan cahaya merah terang.

Sang Kuasa Agung tidak menunggu lebih lama.

Dua tangan merah berkilau itu selanjutnya dihujamkan ke dada tepat ke arah jantung Pranajiwa

Wuus!

Blees!

Kedua tangan berbentuk capit seketika itu pula amblas masuk menembus rongga dada.

Begitu kedua ujung capit menyentuh jantung yang berdenyut, maka seketika itu juga mengalir hawa panas dan hawa dingin dari jantung Pranajiwa.

Orang tua yang dadanya ditancapi kedua tangan Sang Kuasa Agung tampak menggeletar.

Mata yang terpejam mendelik besar.

Dari mulut Pranajiwa serta merta terdengar suara jerit raungan mengerikan.

Dia menggelepar dan meronta.

Tap gerakannya tidak berarti apa-apa karena kedua tangan dan kaki terbelenggu rantai besi hitam. Sebuah proses mengerikan mulai berlangsung.

Seluruh darah yang mengalir ditubuh Pranajiwa kini tersedot amblas memasuki dua tangan Sang Kuasa Agung.

Darah itu kemudian mengalir dari tangan keseluruh tubuh sang dara.

Seiring dengan tersedotnya seluruh darah Pranajiwa, terlihat pula cahaya putih ikut tersedot keluar dari tubuh orang tua malang itu.

Seluruh cahaya yang berhasil disedot paksa dari tubuh Pranajiwa kemudian juga ikut menyatu kedalam diri gadis itu.

Darah dan cahaya putih sari kehidupan Pranajiwa habis tidak tersisa, membuat sekujur tubuh orang tua ini berubah kering kerontang mengerikan bagaikan mayat yang dijemur dipadang pasir.

Pranajiwa diam tidak bergerak, mulut mendelik mata ternganga.

Tapi dia belum sepenuhnya menemui ajal karena jantung masih berdenyut.

Dia berada diujung ambang batas kehidupan yang luar biasa menyakitkan. Sang Kuasa Agung tersenyum.

Dia kemudian sentakkan kedua tangannya.

Begitu tangan ditarik lepas dari dada Pranajiwa.

Kini di tangan capit sebelah kanan tergeletak sebuah benda merah kecoklatan.

Benda yang tak lain adalah Jantung Pranajiwa itu masih berdenyut

"Ambil kendi!"

Seru Sang Kuasa Agung ditujukan pada Si Jenggot Panjang.

Dengan wajah pucat, tengkuk bergidik ngeri, si kakek segera bergegas menuju ke ruangan lain.

Tidak berselang lama dia telah kembali lagi dengan membawa kendi berwarna hitam tertutup kain berwarna merah.

Si Jenggot Panjang serahkan kendi pada gadis didepannya.

Sang Kuasa Agung buka penutup kendi, lalu masukkan jantung yang masih berdenyut hidup ke dalam kendi itu.

Kendi kembali ditutup.

Si gadis kembali serahkan kendi kepada si kakek disertai ucapan.

"Masukkan kendi ke dalam Kolam Darah Kehidupan!"

Si Jenggot Panjang terima kendi itu tanpa bicara sepatah katapun.

Rupanya orang tua ini masih merasa ngeri melihat pemandangan yang belum lama berlalu.

Si Jenggot Panjang lalu menuju ke kolam berwarna merah yang terdapat ditengah ruangan, Sambil membungkuk si kakek memasukkan kendi kedalam kolam berwarna merah.

Begitu menyentuh air dalam kolam, kendi bergoyang disertai suara degup jantung yang berada di dalamnya.

Perintah telah dilakukan, orang tua itu kemudian kembali menemui Sang Kuasa Agung. Sesampainya didepan gadis itu, si Jenggot Panjang kembali dibuat tertegun.
Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dia melihat Sang Kuasa Agung mengusap dada yang berlubang bolong mengerikan.

Begitu diusap dada yang berlubang kering tak berdarah menutup rapat.

"Luar biasa!"

Desis Si Jenggot Panjang tanpa sadar. Sang Kuasa Agung menyeringai. Dia balikkan badan menghadap ke arah si kakek. Pada orang tua itu Sang Kuasa Agung berkata.

"Biarkan raga kosong ini ada diruangan ini. Siapa tahu kelak setelah bertemu dengan arwah kekasihku aku membutuhkannya."

"Apapun keputusan Sang Kuasa Agung, aku mematuhinya."

Jawab Si Jenggot Panjang.

Suaranya serak parau.

"Bagus! Sekarang saatnya kau pergi bersamaku mencari orang yang aku cintai."

Tegas Sang Kuasa Agung yang kini wajahnya lebih berseri dan jauh lebih cantik dari sebelumnya.

Tanpa membantah Si Jenggot Panjang anggukkan kepala.

Keduanya pun segera berlalu tinggalkan ruang serba merah itu.

*****

Setelah terlibat perkelahian sengit dengan Si Jenggot Panjang dan nyaris dibuat celaka oleh kakek kerdil yang selalu menyelipkan pipa dibibirnya itu, Dewi Kipas Pelangi yakin Pranajiwa tidak lagi mengenalnya.

Pranajiwa yang bersama Si Jenggot Panjang dalam keadaan tidak wajar.

Sebelum peristiwa penyerbuan bersama yang kemudian menewaskan Pendekar Sesat, antara Pranajiwa dan gadis ini sudah terjalin persahabatan akrab yang telah berlangsung lama.

Dia merasa heran ketika bertemu dengan Pranajiwa dalam perjalanannya bersama Si Jenggot Panjang, Pranajiwa justru tidak mengenali siapa dirinya.

Dewi Kipas Pelangi merasa ada sesuatu yang sangat luar biasa telah dialami sahabatnya Pranajiwa.

"Tatapan paman Prana kosong. Wajah dan kulitnya pucat agak kebiruan. Apa yang telah dilakukan oleh SI Jenggot Panjang terhadap paman Pranajiwa? Siapa Si Jenggot Panjang itu dan kemana paman Pranajiwa hendak dibawa?"

Pikir gadis cantik bersenjata kipas berpakaian warna-warni ini.

"Hanya ada satu kemungkinan yang terlintas dalam benakku. Kakek berjenggot panjang itu mungkin telah mencuci otak paman Prana dengan semacam racun jahat sehingga paman Prana kehilangan ingatannya. Jika dugaanku benar. Apa tujuan Si Jenggot Panjang melakukannya?"

Kata Dewi Kipas Pelangi heran.

Sampai disini Dewi Kipas Pelangi terdiam.

Dia teringat dengan pemuda berpenampilan aneh yang menutup kedua matanya dengan batok kelapa berwarna hitam.

Pemuda penunggang kuda buta yang membantu menyelamatkannya dari serangan Si Jenggot Panjang itu bukankah mengatakan dia sedang memburu Si Jenggot Panjang untuk kemudian mengembalikannya ke tempat asal si kakek

"Pemburu Dari Neraka, begitulah dia menamakan diri.Jika demikian apakah mungkin Si Jenggot Panjang adalah penjahat besar yang lolos dari neraka?"

Kata Dewi Kipas Pelangi menduga-duga.

"SI Jenggot Panjang sepertinya gentar pada pemuda berkaca mata batok itu. Pemburu Dari Neraka ternyata jauh lebih tangguh.Setelah mendengar pembicaraan antara pemuda itu dengan Si Jenggot Panjang, aku tahu Pemburu Dari Neraka mengetahui banyak tentang riwayat hidup kakek itu.Aku harus menyusul Pemburu Dari Neraka. Bukankah setelah menolongku dia mengejar Si Jenggot Panjang.?"

Dewi Kipas Pelangi diam dalam keraguan.

Wajah cantiknya seketika berubah tegang, membayangkan perasaan ngeri ketika mengingat bendera Kematian serta wasiat Hidup dan kematian yang diberikan Pemburu Dari Neraka sesaat sebelum meninggalkannya.

Si gadis tiba-tiba raba punggungnya.

Bendera simbol kematian dan gulungan kulit berisi wasiat masih tersimpan di situ.

"Aku takut bertemu dengan Pemburu Dari Neraka. Tapi aku harus segera mencarinya agar bisa mendapat petunjuk tentang Si Jenggot Panjang. Paman Pranajiwa sedang berada dalam ancaman bahaya besar dan kehilangan ingatannya. Dia tidak menyadari ada bahaya mengincarnya."

Lalu Dewi Kipas Pelangi menghela nafas panjang. Namun saat itu matahari sudah mulai condong ke langit sebelah barat. Dia memikirkan tindakan yang akan dilakukannya.

Setelah mengenyampingkan rasa takutnya gadis ini memutuskan untuk menyusul Pemburu Dari Neraka ke selatan ke arah lenyapnya Si Jenggot Panjang bersama Paman Pranajiwa.

"Andai saja aku mempunyai kuda yang bisa berlari cepat, mungkin sebelum malam nanti aku sudah berhasil menyusul mereka!"

Baru saja Dewi Kipas Pelangi berkata demikian, tiba-tiba dari ujung jalan yang membentang disepanjang tepian sungal berbatu terdengar suara kuda meringkik.

Dewi Kipas Pelangi terkejut, namun segera palingkan kepala dan menatap ke arah datangnya suara.

Wajahnya berubah berseri saat dilihatnya seekor kuda berbulu hitam berlari cepat menuju ke arahnya.

Melihat kuda gemuk berbulu putih pada kedua telinganya itu sang Dewi berseru,

"Hitam.. ah... bagaimana kau bisa menemukan aku disini. Jauh-jauh kau meninggalkan Blora apakah kakek Sepuh yang menyuruhmu?"

Kuda hitam hentikan larinya.

Binatang itu meringkik keras, kepala diangguk-angguk seakan membenarkan apa yang ditanyakan orang.

Dew Kipas Pelangi dekati kuda, membelai kepala lalu mengusap bulu hitam tebal dileher kuda.

Saat itulah dia mengendus bau harum kemenyan, bau khas yang biasa dipakai gurunya kakek Sepuh untuk menyalakan pendupaan di malam hari.

Untuk diketahui sang kuda yang bernama Angin Puyuh itu memang binatang tunggangan Dewi Kipas Pelangi. Dalam pengembaraan kali ini Dewi Kipas Pelangi tidak membawa serta kuda itu.

Agaknya sang guru menyadari pentingnya kuda bagi muridnya sehingga kakek Sepuh segera memerintahkan Angin puyuh menyusul majikannya.

Si gadis kemudian menatap ke arah pelana yang bertengger dipunggung binatang itu.

Dia melihat dibelakang pelana terdapat sebuah kantong perbekalan.

Kantong ditarik diturunkan kemudian diperiksa isinya.

Di dalam kantong terdapat beberapa perangkat pakaian bekal juga jenis kipas.

Dewi Kipas Pelangi tersenyum, bersyukur atas kebaikan gurunya.

Kipas miliknya selama ini telah mengalami kerusakan hebat akibat bentrok dengan Si Jenggot Panjang.

Diantara tiga kipas dalam kantong bekal dia mengambil kipas paling bagus dengan alur tujuh warna.

Ketujuh warna itu tak lain adalah warna pelangi

"Terima kasih guru atas segala kebaikanmu. Murid tak mungkin bisa membalas semua kebaikan ini seumur hidupku.!"

Sambil berkata demikian Dewi Kipas Pelangi selipkan senjata itu dibalik pinggang pakaiannya. Mulut kantong ditutup, dikat kembali selanjutnya diletakkan diatas punggung kuda.

"Angin Puyuh, apakah kau telah siap menempuh perjalanan denganku?"

Tanya gadis itu sambil menepuk punggung kuda.

Kuda hitam meringkik lalu mengangguk.

Si gadis tersenyum.

Dengan gerakan ringan dia segera naik ke atas punggung kuda.

Setelah tali kekang kuda berada dalam genggaman.

Entah mengapa sang Dewi merasa bimbang.

Dia ingat dengan Tujuh Tokoh dari Puncak Akherat

"Apakah aku harus menemui mereka teriaebih dulu sekalian memberi kabar kepada para sesepuh dunia persilatan itu? Puncak Akherat terlalu jauh dari sini karena terletak di sebelah barat Gunung Bismo.Dibutuhkan waktu setidaknya tiga hari untuk mencapai tempat itu. Dalam rentang waktu itu bisa jadi paman Prana tidak dapat diselamatkan lagi!"

Pikir Dewi Kipas Pelangi.

Setelah sempat bimbang dalam keraguan, gadis ini kemudian memilih lebih mengutamakan keselamatan Pranajiwa.

Sebelum pergi, Dewi Kipas Pelangi tengadahkan wajahnya menatap matahari di langit sebelah barat.

Dia melihat langit yang merah disaput warna merah darah.

Padahal ketika itu matahari masih jauh dari titik tenggelamnya.

"Warna merah biasanya hanya muncul bila matahari hampir tenggelam. Alam memberikan tanda-tanda akan munculnya bencana.Dan yang kulihat dilangit sana memberi sebuah arti ada bahaya besar yang sedang mengancam beberapa tokoh penting rimba persilatan.Aku berharap kekhawatiranku adalah sebuah kekeliruan. Tapi jika dugaanku benar malapetaka apalagi yang akan terjadi di tanah Dwipa setelah tewasnya Pendekar Sesat?"

Sambil dibayang-bayangi rasa cemas, gadis ini pun kemudian menggebah kudanya.

Kuda hitam meringkik lalu berlari ke arah yang dinginkan oleh sang Dewi.

Melihat kuda berlari tidak seperti biasanya.

Sambil menggebah binatang itu Dewi Kipas Pelangi berseru ditujukan pada Angin Puyuh

"Berlarilah secepat angin sesuai dengan nama sebutanmu. Aku sedang mengejar sahabat yang berada dalam tawanan seseorang."

Angin Puyuh keluarkan ringkikan keras.

Tiba-tiba binatang ini angkat kaki depannya hingga membuat si gadis nyaris terpelanting.

Lalu...

Wuus!

Secepat angin berhembus secepat itu pula kuda berlari.

*****

Dalam episode sebelumnya diceritakan bagaimana Sang Maha Sakti Raja Gendeng 313 bersama Anjarsari bertemu dengan pemuda bertelanjang dada bercelana biru berkaca mata batok kelapa.

Pemuda ini menunggang kuda yang kedua matanya juga buta.

Dia mengaku dirinya sebagai Pemburu Dari Neraka.

Dalam pertemuan yang tidak terduga itu, tiba-tiba mereka diserang ratusan bola api yang seakan datang dari langit.

Raja Gendeng 313 dan sahabatnya Anjarsari, gadis cantik berpakaian kuning gading memang tidak tahu siapa yang menyerang mereka dengan bola api.

Yang jelas serangan itu dikendalikan dari jarak jauh oleh seseorang yang memiliki ilmu kesaktian yang sangat tinggi.

Berbeda dengan Raja, Pemburu Dari Neraka ternyata telah mengetahui siapa yang melakukan serangan dari jarak jauh itu.

Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Serangan Sang Kuasa Agung!"

Sang pemburu menyebut nama orang yang menyerang mereka.

Kemudian Pemburu Dari Neraka tiba-tiba melakukan sebuah tindakan yang benar sulit dipercaya.

Ditengah-tengah bola api yang menghujani dirinya juga diri Raja Gendeng 313, Pemburu Dari Neraka bersama binatang yang menjadi tunggangannya melesat diketinggian.

Sambil menghalau serangan bola api sang pemburu bersama kudanya terus berkelebat menuju langit disebelah barat. Serangan bola api lenyap, Raja yang ditinggalkan bersama Anjarsari tertegun.

Sambil geleng geleng kepala pemuda itu menatap kejurusan lenyapnya Pemburu Dari Neraka.

"Seumur hidup, baru kali ini aku melihat ada orang bersama kudanya bisa melesat terbang diketinggian. Siapa pemuda aneh dengan mata tertutup batok itu? Apakah dia benar-benar datang dari neraka sungguhan?"

Gumam Raja.

Dia lalu memperhatikan keadaan disekelilingnya.

Banyak pohon-pohon yang hangus meranggas sebagian dalam keadaan dikobari api, sedangkan sebagian lagi tinggalkan berupa onggokkan bara yang mengepulkan asap.

Udara disekitar tempat itu masih terasa panas.

Raja menatap kesebelah belakangnya.

Murid Ki Panaraan Jagad Biru dan nenek bawel Nini Balang Kudu ini melihat Anjarsari, gadis yang didada pakaiannya bergambar sulaman benang sutera putih bergambar hati yang retak itu duduk diatas batu.

Wajah si gadis tampak pucat dan basah berkeringat.

Seperti diketahui ketika serangan bola api datang sang pendekar memintanya untuk bersembunyi dibalik batu besar, tempat satu-satunya yang paling aman.

Anjarsari, si cantik yang berasal dari Kawasan Tua yaitu sebuah tempat aneh sisa kehidupan masa lalu memang tidak mengalami cidera sedikitpun. Tetapi setelah lolos dari maut mengapa Anjarsari cemberut dan seperti memendam kekesalan pada Raja.

Penasaran Raja datang menghampiri. Dia lalu duduk disamping gadis itu.

Anjarsari mendengus, lalu menggeser punggungnya.

Wajah dipalingkan menatap ke jurusan lain.

Sang pendekar yang sudah merasa terpesona ketika melihat Anjarsari untuk pertama kalinya dalam benteng di Kawasan Tua itu menatap si gadis sambil menggaruk kepala.

"Memangnya ada apa?"

Tanya pemuda itu.

Bukannya menjawab, Anjarsari malah mendengus.

"Oh, kalau sedang marah begini, ternyata wajahmu tampak semakin cantik!"

Kata sang pendekar menggoda

Plak!

Satu tamparan keras tiba-tiba mendarat di pipi Raja gendeng 313.

Terkejut tak menyangka bakal mendapat tamparan, Raja menjadi terkesima.

Dia mengusap pipinya yang memerah bekas tamparan.

Kalau saja bukan Anjarsari gadis yang telah menarik hatinya, pemuda ini pasti sudah marah besar atau setidaknya Raja sudah mengomel tak karuan.

"Mengapa kau menamparku? Apa salahku?!"

Tanya Raja sambil berdiri.

Dia menatap Anjarsari.

Diluar dugaan dara cantik berdada bagus bertubuh sintal ini malah balas menatap, membuat jantung Raja berdebar keras laksana tebing sungai yang runtuh

"Sial! Mengapa aku selalu tak kuat bersitatap dengannya.Jantungku berdebar dan tangan ini bawaannya ingin memeluk saja!"

Batin sang pendekar didalam hati.

"Mengapa aku menamparmu?"

Dengus Anjarsari kemudian.

"Apakah kau tidak sadar telah memperlakukan diriku seperti orang tolol? Kau telah mempermalukan aku didepan si pemuda mata batok. Kau pikir aku ini gadis lemah ya? Kau pikir aku tidak mengerti ilmu silat dan tak punya ilmu kesaktian hingga kau menyuruhku berlindung seperti gadis desa bodoh yang tidak bisa melakukan apa-apa?"

Damprat Anjarsari sambil menunjuk-nunjuk wajah sang pendekar.

Walau hati selalu berdebar-debar setiap kali melihat Anjarsari tetapi ketika ditunjuk-tunjuk seperti itu oleh sang dara karena tak ubahnya seperti keledai bego membuat Raja menjadi kesal.

Dia pun balas menunjuk, tapi yang ditunjuknya langit bukan wajah Anjarsari.

"Kalau cuma itu yang menjadi ganjalan dihatimu mengapa musti marah? Aku sudah tahu kau memiliki ilmu tinggi. Bukankah kehebatanmu telah teruji saat berada dalam benteng itu?"

"Jika sudah tahu mengapa tidak kau biarkan aku ikut membantu? Apakah kau lupa bermain api adalah salah satu kesukaanku?!"

Kata Anjarsari dengan mata mendelik. Raja Gendeng 313 tertawa terkekeh. Sambil tertawa dia tanggapi ucapan gadis itu dengan berkata,

"Maaf aku lupa. Seingatku kau lebih suka bermain cinta. Bermain api bisa membuat seorang terbakar, bermain cinta membuat orang jadi merasa enak. Ha ha ha!"

"Pemuda gila! Mengapa aku harus bersama orang gendeng sepertimu?"

Geram Anjarsari kesal.

"Mungkin,mungkin saja kita memang berjodoh!"

Jawab Raja sesuka hati membuat hati si gadis tambah jengkel.

Tiba-tiba dia bangkit. Tangan diulur ke depan. Sebelum tangan bergerak melakukan sesuatu. Raja segera berkata,

"Kau hendak menamparku lagi ya? Pipiku sebelah mana yang ingin kau tampar? Atau kau ingin menghajarku sampai babak belur?"

Anjarsari menggeram, tapi perlahan dia turunkan tangannya.

"Aku muak bersamamu, lebih baik aku pergi dan jalan sendiri saja!"

Berkata begitu tiba-tiba saja Anjarsari balikkan badan dan siap melangkah pergi. Tapi baru saja dia hendak mengayunkan langkah, tahu-tahu raja telah menghadang di depannya

"Jangan nekat pergi sendiri. Kita datang ke tempat ini berdua, kalau hendak pergi atau ingin mampus sekalipun harus berdua pula. Aku tidak ingin terjadi sesuatu denganmu!"

Ujar Raja dengan wajah membayangkan rasa khawatir.

Anjarsari hendak mendamprat lagi.

Namun setelah melihat Raja dan menatap wajahnya.

Si gadis maklum Raja memang bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

Anjarsari sedikit lebih luluh.

Dia batalkan niatnya

"Baiklah, demi menghormati amanat Si Gembala Api, kita akan selalu bersama. Sampai saatnya aku merasa muak dan lebih memilih untuk sendiri! Sekarang katakan apa rencanamu?"

"Hmm, begitu lebih bagus. Jadi kita bisa berdua dua lebih lama."

Gurau Raja.

"Katakan saja apa rencanamu? Kau ingin menyusul Pemburu Dari Neraka yang terbang ke langit bersama kudanya?"

Ejek Anjarsari.

"Aku bukan mahluk yang punya sayap. Punya seekor burung pun itu tak bisa terbang."

Kata pemuda itu sambil senyum-senyum

"Jangan bergurau, aku tidak suka. Dari pada bergurau aku lebih suka berkelahi!"

Sang pendekar pura-pura unjukkan wajah kaget.

Pemuda ini segera menyahut,

"Berkelahi, bertempur sampai berdarah-darah aku juga suka. Tapi aku lebih senang bila berkelahi tanpa senjata. Apalagi berkelahi dengan gadis cantik.He he he!"

Plak!

Satu tamparan lagi mendarat di pipi Raja, membuat pemuda itu terhuyung mata mendelik besar seolah tidak percaya sudah dua kali mendapat tamparan.

"Kau..!"

"Kenapa? Kau mau marah dan balas menamparku? Jangan suka ngaco bila bicara denganku. Katakan saja apa rencanamu?!" desak Anjarsari geram.

Sebelum menjawab pemuda itu mengusap pipinya yang kemerahan. Sambil berjalan mondar mandir didepan Anjarsari dengan wajah tertunduk.

Melihat Raja bertingkah selayaknya orang kalah perang. Anjarsari diam-diam merasa geli ada, kasihan juga ada.

"Memangnya kau kehilangan sesuatu atau mungkin ada barangmu yang terjatuh?"

Tanya gadis itu.

Tiba-tiba Raja tekab celana dibagian depan, wajah pura-pura membayangkan perasaan cemas, namun setelah itu dia malah senyum-senyum perlihatkan wajah lega.

"Oh ternyata tidak ada yang hilang. Satu satunya yang tersimpan di situ masih ada dan untungnya tidak jatuh, He he he!"

Anjarsari menggeram dan hanya bisa kepal kedua tangannya tak tahu harus bicara apa menghadapi pemuda yang konyol ini.

"Kalau barang bututmu tidak hilang. Sekarang aku ingin tahu apa yang hendak kau lakukan? Orang telah menghujani kita dengan api, kuharap kau bersikap jantan mencari tahu keberadaan orang yang telah menyerang kita!"

Raja mengangguk setuju.

Mula-mula dia menatap ke langit tempat dimana Pemburu Dari Neraka lenyap. Setelah itu dia alihkan perhatian ke arah barat.

"Serangan api datang dari sana. Aku tidak tahu apakah kita yang dijadikan sasaran ataukah pemuda yang menamakan diri sebagai Pemburu dari Neraka?"

"Kita tidak mengenal siapa Sang Kuasa Agung. Apakah orang yang dimaksudkan pemuda pemburu itu manusia ataukah bukan, kita juga tidak tahu. Tapi seperti yang dikatakan oleh Si Gembala Api, aku justru khawatir orang yang berada dibalik serangan itu adalah mahluk keji yang bernama Iblis Kolot atau Iblis Gila!"

Ucap Anjarsari pula.

"Iblis Kolot lenyap puluhan tahun yang lalu.Apakah dia masih hidup hingga sekarang. Tidak satupun diantara kita yang mengetahuinya."
Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Aku tahu. Tapi kalau benar yang menyerang kita bukan Iblis Kolot, lalu siapa? Mungkinkah Sang Kuasa Agung bukan Iblis Kolot? Apakah mungkin dia adalah orang yang sama sekali tidak punya hubungan dengan Iblis Kolot?"

Tanya si gadis.

Raja Gendeng 313 terdiam.

"Aku tidak dapat memastikannya... aku....."

Belum sempat pemuda ini menyelesaikan ucapannya, terdengar suara derap langkah kuda dipacu cepat melewati jalan dimana keduanya berada.

Anjarsari dan Raja cepat menoleh memandang ke arah dari mana suara kuda berasal. Mata sang pendekar dipentang lebar-lebar ketika melihat dikejauhan seekor kuda berbulu hitam berlari cepat ke arah dimana mereka berada.

Belum sempat mereka mengetahui siapa penunggang kuda berpakaian warna-warni itu.

Tiba tiba...

Wuus!

Kuda dan penunggangnya tahu-tahu telah melintas didepan mereka dan terus berlari kencang.

"Kuda hitam itu sangat cepat, namun kecepatannya berlari masih berada jauh dibawah kuda buta yang ditunggangi Pemburu dari Neraka.." gumam Raja kagum.

"Tapi siapa dia? Penunggang kuda itu sangat tergesa-gesa, bahkan seperti tidak melihat kita."

Ujar Anjarsari.

"Bukan tidak melihat, tapi dia mengabaikan. Dia pasti sedang mengejar sesuatu yang sangat penting!"

"Dia seorang wanita. Berpakaian warna-warni. Bagaimana kalau kita menyusulnya?"

"Aku setuju."

Sahut Raja.

"Tapi apakah kau bisa berlari secepat itu?"

Tanya Anjarsari dengan mulut mencibir terkesan meremehkan.

Raja tersenyum

"Aku bukan kuda. Tapi siapa yang bisa mengukur kecepatanku dalam berlari!"

Sahut Raja.

Dia lalu menoleh kesamping.

Mulut sang pendekar ternganga ketika menyadari ternyata Anjarsari sudah tidak berada lagi disampingnya

****

Mencari sekaligus menemukan orang-orang yang telah membunuh ayahnya bagi Pura Saketi bukanlah pekerjaan mudah.

Tugas ini cukup berat mengingat orang-orang yang berkomplot melakukan serangan di tiga gedung utama tempat tinggal ayahnya dulu, tidak berdiam disatu tempat.

Musuh-musuh utama ayahnya datang dari beberapa penjuru kawasan.

Ada yang tinggal digunung, lembah, bukit dan malah ada yang tidak tetap tinggal disatu tempat.

"Aku masih ingat"

Ujar Pura Saketi yang saat itu duduk diatas sebuah pondok tua yang tampaknya memang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya.

"Orang yang paling bertanggung jawab atas kematian ayahku Pendekar Sesat adalah Pranajiwa. Dialah yang menghasut, menghujat, menghubungi lalu mengumpulkan tokoh-tokoh aliran putih yang masih terhitung sahabatnya. Tujuh Tokoh Dari Puncak Akherat menurut kabar ikut bergabung dalam penyerbuan itu juga karena diundang oleh Pranajiwa. Sayang waktu itu aku hanya sekilas saja melihat mereka. Aku sudah hampir lupa dengan wajah ketujuh tokoh itu.Tapi aku tahu dimana gunung Bismo, aku harus mencapal puncak gunung Bismo sebelum matahari terbit esok pagi.Dan di sebelah barat gunung ada satu tempat yang diselimuti kabut abadi disanalah Puncak Akherat berada!"

Pura Saketi tiba-tiba menyeringai.

Wajah pemuda itu terlihat dingin angker.

Semilir angin disiang hari terasa sejuk, Pura Saketi layangkan pandangan ke depan.

Terlihat sekelompok manjangan sedang merumput.

Tapi kawasan binatang itu tiba-tiba seperti terusik, sang pejantan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi. Kemudian seakan melihat sesuatu kawanan manjangan berlarian menghambur menyelamatkan diri.

Diatas pondok, Pura Saketi yang diam memperhatikan kerutkan kedua alis matanya.

Tidak kelihatan ada sesuatu yang muncul setelah berlalunya kawanan manjangan tadi.

Sambil memendam rasa heran pemuda ini bangkit.

Dengan berdiri diatas lantai pondok yang tinggi dia bisa melihat keadaan disekitarnya lebih jelas. Sambil menghela nafas kecewa pemuda ini lalu duduk lagi.

Angin semilir berhembus.

Ketika itulah Pura Saketi mencium aroma harum kembang melati.

Merasa heran dia memandang ke jurusan mana angin datang.

Dia tidak melihat ada melati hutan tumbuh disana.

"Aroma bunga penghantar orang mati. Bangsat mana yang telah bosan hidup berani menggoda dengan wewangian seperti ini?!"

Pura Saketi menggeram. Entah mengapa dia demikian yakin ada seseorang hadir ditempat itu. Padahal tidak terlihat kehadiran satu orangpun.

"Aku Pura Saketi, Putra Pendekar Sesat! Jangan menguji kesabaranku karena aku orang yang tidak punya perasaan. Lekas tunjukkan diri, atau kau ingin aku membuat tubuhmu hancur lebur!"

teriak pemuda itu sambil menatap beringas ke arah dimana bau harum melati berasal. Tidak ada perubahan, tidak ada satupun awaban yang terdengar.

Suasana hening.

Demiladan heningnya hingga terasa mencekam. Di tengah keheningan tiba-tiba saja muncul kabut. Kabut bergerak bergoyang mengikuti arah hembusan angin namun kemudian berhenti diam mengapung di atas kelebatan pucuk ilalang.

Melihat kehadiran kabut aneh itu Pura Saketi terkesima. Kedua mata menatap lurus ke depan. Dia mengusap tengkuknya yang mendadak berubah dingin. Selanjutnya dia merasakan ada satu sosok yang sangat dikenalnya berkelebat di pelupuk matanya.

"Guru"

Desis Pura Saketi sambil menyebut nama Iblis Kolot.

"Sepertinya kau tidak pernah meninggalkan diriku, kau bahkan terus mendekam di dalam tubuhku. Aku merasa kau benar-benar sangat dekat. Apakah kau hendak memberi peringatan padaku atau kau ingin mengambil alih, menguasai lalu memanfaatkan tubuhku seperti yang pernah kau lakukan terhadapku!"

Kata pemuda itu.

Sebagai jawaban Pura Saketi kini malah berubah gelisah. Seiring dengan kegelisahan yang melanda hatinya.

Kabut yang mengapung di atas serumpun pupuk ilalang tiba-tiba saja memudar.

Gumpalan kabut lenyap.

Sebagai gantinya di atas rumput ilalang muncul satu pemandangan lain yang membuat Pura Saketi terbelalak tercengang.

"Kapan dia datang? Mengapa tiba-tiba dia sudah ada di sana? Siapa Dia? Apakah aku pernah mengenalnya?"

Pikir Pura Saketi.

Saat itu di atas serumpun Pucuk Ilalang duduk bersila seorang kakek berpakaian putih bercelana hitam.

Di leher orang tua berambut putih dengan ikat kepala putih itu tergantung untaian tasbih.

Dengan matanya yang cekung selayaknya orang yang tidak pernah tidur dia menatap lurus ke arah Pura Saketi.

Kakek berwajah pucat itu duduk mengapung tanpa menyentuh ilalang yang berada dibawahnya.

"Siapa kau? Apakah kau dedemit penguasa tempat ini?"

Sentak Pura Saketi curiga. Kakek di atas pucuk ilalang tersenyum. Namun senyum itu lenyap dalam sekejab berganti dengan seringai iba.

"Anak muda yang bernama Pura Saketi, putra almarhum seorang Pendekar hebat tapi tersesat. Aku bukan dedemit seperti yang kau duga."

"Hah, bagaimana dia bisa mengetahui namaku? Dia juga tahu siapa orang tuaku! "

Batin Pura Saketi. Walau heran, Pura Saketi sedikitpun tidak takut kepada orang yang sudah mengetahui siapa dirinya. Dengan suara lantang dia berkata,

"walau kau mengenal aku. Jangan mengira aku tidak bisa menjatuhkan tangan kejam kepadamu. Lekas beritahu siapa dirimu?!"

"Anak muda, kau memang tidak mengenal siapa aku, tapi jelas gurumu mengenal siapa aku. Orang menyebutku Kanjeng Empu Basula."

Menerangkan si kakek yang alis, kumis dan jenggotnya juga sudah memutih. Tanpa memberi kesempatan kepada Pura Saketi, orang tua aneh mengaku bernama Kanjeng Empu Basula itu lanjutkan ucapannya.

"Sesungguhnya kau dulu tidak sejahat ayahmu. Tetapi pengalaman hidup menyakitkan yang kau rasakan ditambah pengaruh kuat iblis Kolot telah merubah dirimu menjadi manusia yang penuh dendam dan paling keji!"

"Diam!"

Pura Saketi tiba-tiba membentak. Secepat kilat dia bangkit berdiri. Sambil bertolak pinggang dia kembali menghardik.

"Kanjeng Empu Basula! Siapapun dirimu aku tidak perduli! Sekarang aku ingin bertanya padamu apa hubunganmu dengan almarhum guruku?"

"Hubunganku dengannya?!"

Ucap Kanjeng Empu Basula. Si kakek tersenyum. Pura Saketi kemudian melihat betapa mata dan wajah si orang tua menyiratkan kegetiran. Sambil menghela napas dalam-dalam orang tua ini lanjutkan ucapan.

"Aku dan almarhum gurumu saling mengenal dekat.Kami tidak bersahabat, tapi di antara kami juga tidak terjalin rasa permusuhan. Namun antara aku dan Iblis Kolot memang mempunyai pemikiran berbeda dalam memandang hidup ini."

"Tidak bermusuhan juga tidak bersahabat, lalu apa?"

Dengus Pura Saketi.
Tiba-tiba dia menjadi sangat geram karena merasa Kanjeng Empu Basula mempermainkannya.

"Aku tidak akan mengatakannya padamu, karena saat ini kau tidak sendiri.!"

"Apa maksudmu?"

Tanya Pura Saketi tidak mengerti

"Ha ha ha. Anak muda apa kau tidak merasa bahwa ada sesuatu yang mendekam berebut tempat dengan jiwamu. Apakah kau juga tidak merasa bahwa arwah gurumu ada di dalam dirimu dan sewaktu-waktu arwah itu mengambil alih ragamu untuk kepentingan dirinya? Sampai sekarang ketahuilah arwah Iblis Kolot bersamamu, bersemayam berdampingan dengan ragamu. Dan semua itu menmbuatmu tidak nyaman."

Kejut hati Pura Saketi bukan kepalang. Sungguh dia tidak menyangka Kanjeng Empu Basula ternyata mengetahui riwayat hidup gurunya.

Hebatnya lagi si kakek tahu arwah gurunya ada dalam dirinya.

"Pantas! Terkadang aku merasa asing, aku seperti bukan diriku sendiri. Aku bahkan tidak ingat apa yang telah aku lakukan?"
Raja Gendeng 28 Sang Arwah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Batin Pura Saketi .Dia lalu teringat dengan Randu Wulh, kakek yang terbunuh di tangannya sendiri tapi bukan atas keinginannya, tapi atas keinginan arwah Iblis Kolot. Walau semua yang dikatakan Kanjeng Empu Basula benar adanya.

Namun pemuda itu ingin tahu apa tujuan Kanjeng Empu Basula ingin menemuinya

"Orang tua! Mengapa kau menemuiku?"

"Aku tidak menemul dirimu, anak muda. Aku ingin bertemu dan bicara dengan arwah Iblis Kolot yang bersemayam dalam dirimu."

Jawab si kakek tanpa keraguan. Ucapan itu membuat Pura Saketi merasa tersinggung karena diabaikan dan dipandang dengan sebelah mata. Pemuda itu kepalkan tinjunya. Mulut terkatub. Pipi mengembung dan mata berubah merah menyala.

"Orang tua,kau sungguh keterlaluan. Bagaimana kau merasa yakin bahwa arwah guruku berada di dalam ragaku?!"

Geram pemuda itu.

"Pura Saketi! Apakah kau lupa kau telah membunuh gurumu. Kau membunuh karena tidak menyangka orang yang menyerangmu diujung Lembah jurang Watu Remuk Raga adalah gurumu. Kematian itu sebelumnya telah diminta Iblis Kolot. Kau tidak mengabulkannya. Dengan Ilmu Iblis Bersalin Rupa dia menyamar wujudnya menjadi orang yang tidak kau kenal sehingga dia terbunuh. Tapi kau tidak usah merasa bersalah atau bersedih hati karena kematian Iblis Kolot di tanganmu memang sudah direncanakannya."

Terang Kanjeng Empu Basula ketika melihat Pura Saketi tundukkan wajah dan terlihat sedih mendengar penuturan si kakek

"Aku tak tahu apa maksudmu tentang segalanya telah direncanakan?"

Ucap Pura Saketi dengan suara perlahan.

"Ya, gurumu telah merencanakan kematiannya sedemikian rupa. Dia mengetahui, jika dia mati ditanganmu arwahnya dapat menumpang di dalam ragamu. Begitu ragamu berada dalam kekuasaannya, maka dia segera melakukan pembalasan pada musuh-musuh besarnya.!"

Pura Saketi merasa ucapan Kanjeng Empu Basula merupakan sebuah tamparan keras yang membuat merah wajahnya.

Tidak hanya itu.

Tibatiba saja Pura Saketi merasakan kedua telinganya menjadi pengang berdengung.

Lalu muncul pemberontakan dan kemarahan di dalam diri pemuda itu.

Dan semua kemarahan itu bukan atas kehendak hatinya sendiri

"Wuaakh..!"

Di bawah tatapan tajam mata Kanjeng Empu Basula, Pura Saketi tiba-tiba mengerang.

Dua tangan berubah kaku, mata mendelik, sekujur tubuh mengejang.

Pura Saketi tidak dapat mengingat apa-apa lagi.

Namun pada waktu yang sama tiba-tiba terdengar suara gelak tawa menggeledek.

Dan suara tawa itu sama sekali bukan suara tawa si pemuda karena tawa yang terdengar adalah suara serak seorang kakek.

Kanjeng Empu Basula yang menyadari dan mengenal suara tawa orang segera maklum bahwa arwah Iblis Kolot yang bersemayam dalam diri Pura Saketi kini sudah mengambil alih raga pemuda itu.

"Tua bangka jahanam bernama Kanjeng Empu Basula!"

Mendamprat arwah Iblis Kolot yang menguasai raga muridnya.

"Kau bicara selayaknya orang suci, membongkar semua rencana yang telah lama kususun. Kau sama sekali tidak menghargai diriku"

"Iblis Kolot!"

Sahut Kanjeng Empu Basula sambil tatap Pura Saketi yang berdiri di atas pondok.

"Mengapa kau lakukan semua inl? Kau tidak mengenal kata insyaf hingga akhir hayatmu dan itu merupakan sesuatu yang sangat menyedihkan!"

"Ha ha ha! Buat apa kau mengurusi diriku? Aku tidak akan pernah berhenti untuk menuntut balas pada orang-orang yang memusuhiku."

"Jika demiklan mengapa kau memanfaatkan tubuh muridmu sebagai tempat berdiam arwah sesatmu?"

"Jahanam! Jangan sebut lagi aku sebagai arwah sesat.!"

Teriak Iblis Kolot melalui mulut sang murid.

"Kanjeng Empu Basula, ketahuilah banyak sekali keinginanku selagi hidup yang tak bisa terpenuhi gara-gara musuh-musuhku. Di antara keinginan itu adalah hidup bersama kekasihku di kawasan Rahasia Pintu Selatan. Itu salah satunya. Aku sudah tua, muridku masih muda. Aku juga menginginkan Kitab Aksara Iblis, Kitab yang paling kucari dan menjadi incaran banyak Tokoh di masa itu.Kitab tidak kutemukan. Namun aku berpikir muridku pasti bakal berjodoh dengan Iimu Aksara Iblis..."

"Astaga! Semua itukah yang tersembunyi dibalik muslihatmu?" desis Kanjeng Empu Basula dengan mata terbelalak tak percaya

"Ha ha ha! Kau tak usah kaget dulu Kanjeng! Aku belum selesai dengan ceritaku! " kata arwah Iblis Kolot.

Kanjeng Empu Basula lalu berdiam diri mencoba mendengarkan Sang arwah yang mengendalikan diri Pura Saketi lalu melanjutkan.

"Terrnyata dugaanku benar. Muridku bisa menemukan dan berhasil mewarisi isi Kitab Aksara Iblis..."

"Apa..?"

Sentak si kakek tercengang. Arwah Iblis Kolot tertawa terbahak-bahak. Dia merasa senang dapat memberi kejutan-kejutan pada Kanjeng Empu Basula.

****

Kanjeng Empu Basula merasa sudah waktunya memberi peringatan keras pada Arwah Iblis Kolot. Si kakek memutuskan untuk menunggu. Karena Arwah Iblis Kolot tak kunjung bicara. Kanjeng Empu Basula pun akhirnya membuka mulut.

"Iblis Kolot! Setelah kau tahu muridmu menguasai ilmu sesat itu, lalu apa rencanamu?"

Di atas lantai panggung pondok tua Pura Saketi tersenyum. Dan senyuman itu tentunya bukan senyum si pemuda melainkan senyum arwah Iblis Kolot.

"Apakah kau tahu alasan apa yang membuatku berhasrat menguasai raga muridku?"

Kanjeng Empu Basula menjawab dengan gelengan kepala.

"Ketahuilah, dengan berada dalam tubuh muridku ini, di samping ilmu kesaktian yang kumiliki dan telah kuwariskan padanya.Aku juga bisa menggunakan Ilmu Aksara Iblis yang telah dikuasainya.Selain itu, mengingat aku ingin hidup bersama kekasihku bukankah aku lebih baik gunakan tubuh muridku ini. Dia masih muda, lebih kuat dan lebih perkasa untuk bisa bercinta dengan kekasihku .. Sang Kuasa Agung, Jika aku tetap bertahan dalam Raga lapukku, mana mungkin semua itu bisa kulakukan! Ha ha ha!"

Kata Arwah Iblis Kolot

"Gila! Kau betul-betul gila, Iblis Kolot. Aku tidak menyangka kau tetap tak berubah!"

Kata Kanjeng Empu Basula dengan suara bergetar dilanda amarah.

"Lalu!"

Arwah Iblis Kolot menyeringai.

"Kau hendak menghalangi atau mencegah semua niatku?!"

"Aku sudah tua, sebenarnya aku pun tidak mau mencampuri urusan orang lain. Tapi semua perbuatanmu sangat keterlaluan. Dengan hormat aku minta batalkan saja keinginanmu. Aku juga berharap tinggalkanlah tubuh muridmu agar dia bisa hidup secara wajar!"

"Kentut!"

Sambut Arwah Iblis Kolot tidak senang.

"Kau tidak perlu menasehati aku!"

"Tapi kau bukan musuhku!"

Sahut Kanjeng Empu Basula dengan suara tinggi

"Dan apakah kau sadar bahwa aku juga bukan sahabatmu. Kau tidak bisa menghentikan aku Kanjengt. Aku tahu IImu Kesaktianmu sangat-sangat tinggi. Ilmu yang kumiliki bahkan berada dibawahmu.Tapi jangan kupa, dengan meminjam IImu Aksara Iblis yang dimiliki muridku, aku bahkan mampu membuat tubuhmu hancur lebur!"

"Bagaimana caranya?"

Tanya Kanjeng Empu Basula pura-pura tidak mengerti

"Ha ha ha! Tua bangka tolol.
Bukankah saat ini aku mengambill alih tubuhnya. Raga muridku berada dalam kekuasaanku sepenuhnya. Jadi apa sulitnya menggunakan Ilmu itu karena aku berada dalam tubuhnya?"

"Tapi Iblis Kolot, kau tidak mungkin bisa mewujudkan semua impianmu!"

Sambut Kanjeng Empu Basula dingin. Sepasang mata Pura Saketi mendelik besar.

"Apa maksudmu?!"

Tanya Arwah Iblis yang menguasai raga Pura Saketi.

"Karena aku mencegahnya. Merintangi semua keinginan jahatmu adalah tugas yang harus kulakukan saat ini!"

Arwah Iblis Kolot tersenyum sambil pencongkan mulutnya

"Kanjeng Empu Basula! Dulu Ilmu Kesaktianmu memang jauh lebih tinggi dariku. Tapi setelah IImu Aksara Iblis ada dalam diri muridku ini, apa yang bisa kau lakukan? Sebaiknya menyingkirlah sekarang juga!"

Teriak Iblis Kolot murka.

Bukannya turuti perintah sang arwah. Sebaliknya Kanjeng Empu Basula tiba-tiba bangkit berdiri.

Sambi berdiri tegak di atas pucuk ilalang kakek itu tiba-tiba ulurkan tangannya ke atas.

Secepat tangan kanan dijulur secepat itu pula tangan bergerak memanjang menggapai ke arah bagian ubun-ubun lawan dengan jemari terpentang. Melihat tangan kakek terjulur sedemikian rupa dan pancarkan cahaya biru terang.

Dalam kendali arwah Iblis Kolot, Pura Saketi tiba-tiba melesat ke belakang lantai pondok

"Ilmu Tangan Sakti menjangkau Matahari memang ilmu yang hebat.Tapi ilmu itu kini sudah tidak berguna lagi untuk melawanku!"

Raja Gendeng 2 Maha Iblis Dari Timur Prabarini Karya Putu Praba Darana Tapak Tangan Hantu Karya Batara

Cari Blog Ini