Ceritasilat Novel Online

Topeng Pemasung Jiwa 1

Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa Bagian 1


Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa

****

Karya Rahmat Affandi

Sang Maha Sakti Raja Gendeng 24 dalam episode

Topeng Pemasung Jiwa

*****


Team Kolektor E-Book

Buku Koleksi : Denny Fauzi Maulana

(https.//m.facebook.com/denny.f.maulana)

Scan,Edit Teks dan Pdf : Saiful Bahri Situbondo

(http.//ceritasilat-novel.blogspot.com)

Dipersembahkan Team
Kolektor E-Book

(https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook)

Spesial thank to : Awie Dermawan

*****

Kawasan Bukit Samber Wetan terletak di utara kadipaten Salatigo.

Menjelang pagi suasana terasa sunyi.

Udara dingin mencucuk dibalut kepekatan kabut putih tebal.

Disatu tempat dalam keremangan yang diterangi cahaya bulan di ketinggian langit, seorang kakek bertelanjang dada bertubuh hijau ditumbuhi lumut hentikan larinya.

Kakek ini tidak sendiri.

Diatas bahu si tua yang usianya lebih dari tujuh puluh tahun itu membelintang sosok seorang gadis berpakaian cokelat berambut panjang menjuntai.

Orang tua ini dikenal dengan nama Ki Lumut Adayana.

Melihat keadaan sekitarnya sudah cukup aman, tidak menunggu lama dia mengambil beberapa ranting berdaun lebar dan meletakkannya diatas rerumputan.

Lalu turunkan gadis dalam panggulan di rumput berlapis daun.

Rambut panjang menjuntai yang menutupi wajah di singkapkan.

Ki Lumut berdecak kagum ketika melihat betapa wajah gadis itu ternyata cantik luar biasa.

"Gadis cantik! Aku menemukan dia sudah tidak sadarkan diri diantara mayat-mayat yang bergelimpangan. Dari pakaian serta simbol yang tersemat di dada pakaian sebelah kiri, jelas dia adalah kepala pengawal kadipaten Salatigo. Dan orang tua berbelangkon yang tewas mengenaskan tadi pastilah adipati Salatigo yang bernama Cakra Ablyasa. Siapa yang telah membantai mereka? Apakah mungkin dilakukan oleh pembunuh berdarah dingin yang dijuluki Perawan Bayangan Rembulan? Kalau memang dia, mengapa gadis ini dibiarkan hidup?"

Membatin si kakek.

Sekali lagi dia tatap gadis didepannya, Tanpa pikir panjang Ki Lumut segera angkat tangan kanannya dan meletakkannya sejengkal diatas tubuh gadis itu.

Dengan cepat dia salurkan hawa sakti ke telapak tangan, Tanpa menyentuh, tangan disapukan ke sekujur tubuh si gadis mulai dari kepala hingga ke kaki.

Tiga kali tangan si kakek bolak-balik melintas diatas tubuh gadis cantik yang tidak lain adalah Bunga Jelita adanya atau juga dikenal dengan sebutan Bunga kembang Selatan.

Tangan lalu ditarik dan diletakkan diatas lutut

"Gadis ini sepertinya baru saja kena pukulan dibagian tengkuknya. Pukulan itu tidak berbahaya hanya membuatnya menjadi tidak sadarkan diri."

Ki Lumut segera miringkan tubuh Bunga, lalu melakukan usapan dengan tenaga dalam pada bagian tengkuk sang dara.

Bunga Jelita tiha-tiba sadar dari pingsannya.

Begitu melihat ada orang tidak dikenal berada dekat dengan dirinya dalam kejut tangannya bergerak

Plak!

"Waduh sudah ditolong malah menggonggong.Mengapa memukul aku!"

Seru Ki Lumut yang jatuh terjengkang sambil usapi pipinya yang berubah hijau kemerahan.

Bunga Jelita mendengus.

Cepat dia melompat bangkit.

Namun karena gerakannya tergesa-gesa maka tubuhnya terhuyung sedangkan bagian kepala terasa sakit bukan main.

"Jangan! Jangan memukul lagi! Aku bukan orang jahat! Aku baru saja menolongmu."

Jelas Ki Lumut yang sudah berdir? namun tak berani dekat dekat dengan Bunga Jelita.

Sang dara tatap si kakek.

Sejenak dia tertegun, namun segera memperhatikan keadaan diselelilingnya.

Dia tidak melihat pengawal yang tewas juga sang paman atau kuda-kuda tunggangan kadipaten.

"Dimana pamanku, adipati Cakra Ablyasa?!"

Tanya sang dara disertai tatap mata curiga.

"Paman adipati? Apakah yang berbelangkon dan berpakaian lurik itu?"

Tanya Ki Lumut pula.

"Ya."

Jawab Bunga ketus. Ki Lumut gelengkan kepala sedangkan wajahnya menunjukan rasa prihatin.

"Pamanmu telah tewas. Para pengawal, seorang nenek gemuk dan kakek bercelurit juga telah tewas. Mereka berada disuatu tempat tidak jauh dari sini."

Terang Ki Lumut lagi hingga membuat sang dara jatuh terduduk sambil menangis tersedu sedu.

"Paman.... Huk huk huk! Maafkan aku yang tidak dapat melindungimu. Seharusnya aku yang berkorban nyawa.!"

Kata sang dara ditengah sedu sedan dengan perasaan penuh sesal.

"Anak dara. Menurutku seharusnya memang orang lahir duluan matinya juga harus duluan. Karena kau masih sangat muda, cantik pula. Jangan mati dulu sebelum ketemu jodoh dan merasakan sorga dunia! Ha ha ha!"

Gurau Ki Lumut.

Ucapan si kakek yang dimaksudkan untuk menghibur dara yang sedang bersedih justru membuat Bunga Jelita menjadi sangat marah.

"Tua bangka kurang ajar bertubuh aneh! Jaga mulutmu! Jika mengurus diri sendiri saja tak mampu jangan suka usil. Lihatlah tubuhmu yang ditumbuhi lumut menjijikan itu!"

Bentak Bunga sambil seka air mata yang membasahi kedua pipinya.

Dia hendak bangkit.

Mata yang masih merah mendelik, namun entah mengapa dia urungkan niat dan memilih duduk ditempatnya.

Didamprat begitu rupa Ki Lumut bukannya tersinggung malah tertawa cengengesan.

Selesai tertawa Ki Lumut membuka mulut,

"Aku memang sudah begini dari sananya. Tubuh ini lumutan bukan karena tidak pernah mandi. Ceritakan gerangan apa yang telah terjadi pada dirimu, adipati dan juga para pengikutmu?"

Tanya Ki Lumut kemudian.

"Siapa kau? Aku tidak akan bicara sedikitpun pada orang yang tidak kukenal."

Sahut Bunga jelita ketus

"Ohoooo, tua bangka sepertiku tak bakal menggigit, dara cantik. Aku bernama Ki Lumut Adayana. Kau sendiri siapa?"

Tanya si kakek.

Sebelum menemukan Bunga dalam keadaan pingsan sebenarnya dia tengah dalam perjalanan mencari keberadaan Ki Jangkung Reksa Menggala.

Seperti telah dikisahkan dalam episode sebelumnya.

Ki Jangkung Reksa Menggala yang dianggap mengetahui tempat bertumbuhnya Bunga Anggrek Mayat telah diculik oleh anak buah sang ratu Siluman Buaya Putih.

Para pengikut Ratu buaya itu kemudian raib dari kejaran Ki Lumut.

Dalam perjalanan yang cukup melelahkan sampailah Ki Lumut dikawasan Hutan Progo tempat dimana Perawan Bayangan Rembulan yang bernama Nila Seroja terlibat perkelahian sengit dengan pasukan adipati Salatigo.

Nila Seroja membunuh dua sahabat adipati, para pengawal dan adipati itu sendiri.

Walau Bunga Jelita sang keponakan adipati yang juga pemimpin pasukan berniat membunuhnya, tapi anehnya Nila Seroja tidak mau membunuh Bunga Jelita.

"Aku Bunga Jelita. Aku pemimpin pasukan kadipaten.!"

Jawab sang dara sambil mendengus.

"Nama yang cantik secantik orangnya. Tidak hanya cantik, tapi kau juga gadis hebat. Masih muda namun sudah dipercaya memimpin pasukan."

Puji Ki Lumut polos. Setelah memperhatikan Bunga sejenak, Ki Lumut kemudian melanjutkan.

"Aku turut sedih dengan apa yang dialami pamanmu dan orang-orangnya. Kalau boleh tahu siapa yang telah melakukan semua kekejian itu??"

"Perawan Bayangan Rembulan. Apakah kakek pernah mendengar tentang dia?"

Tanya sang dara sambil tatap wajah orang tua didepannya lekat lekat

"Pembunuh yang satu itu, siapa yang tidak mengenalnya. Dia kerap muncul disaat munculnya bulan dilangit. Bila bulan tidak muncul diapun menghilang. Mungkin saja Perawan Bayangan Rembulan mengidap kelainan atau menderita suatu penyakit. Bulan datang penyakit datang. Tapi, eh bukankah setiap perempuan selalu mengalami datang bulan.?"

"Kalau benar mengapa?"

Tukas si gadis ketus.

"Oh tidak! aku hanya bertanya saja."
Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Ujar si kakek sambil mengusapi rambutnya yang dipenuhi lumut

"Satu lagi pertanyaanku.Perawan Bayangan Rembulan biasanya selalu membunuh orang yang dibencinya. Tapi mengapa kau dibiarkan hidup? Aku hanya melihat bekas pukulan ditengkukmu. Dan pukulan itu jelas tidak mematikan."

"Aku juga heran kek. Mengapa dia tidak menghabisi aku. Dia hanya mengatakan aku tidak terlibat persekongkolan dengan orang yang dibencinya."

"Memang yang dibencinya itu siapa?"

Tanya Ki Lumut terheran-heran tapi juga ingin tahu.

"Dia sedang mencari orang yang bernama Ki Demang Sapu Lengga. Dimasa kecil Ki Demang bermaksud membunuhnya. Tapi sepertinya persoalan yang sebenarnya lebih dari itu."

"Jika demikian mengapa dia menghabisi pamanmu adipati Cakra Abiyasa?"

Tanya Ki Lumut

"Ki Demang adalah pamanku juga sahabat kakek dan nenek yang dibunuhnya."

Menerangkan Bunga Jelita, sementara wajah cantiknya tidak menunjukkan rasa kesal atau marah lagi pada si kakek. Ki Lumut manggut-manggut.

Setelah terdiam beberapa jenak si kakek teringat pada kakek bersenjata arit dan nenek gemuk yang ditemuinya dalam keadaan mengenaskan.

Dia tatap gadis yang kini sudah duduk didepannya itu.

Sambil mengusap wajahnya orang tua itu ajukan pertanyaan.

"Bunga Jelita sahabatku! Siapa sebenarnya kakek dan nenek gendut itu?"

"Kakek tua lumutan. Pertama ingin kutegaskan bahwa aku bukan sahabatmu. Aku hanya mengenal namamu tapi tidak tahu siapa kau. Sedangkan mengenai kakek yang tewas itu bernama Ki Bagus Lara Arang, salah satu tokoh yang berdiam di kawasan timur tanah Dwipa. Sedangkan nenek gemuk itu bermama Limbuk Ayu dari Kiara Condong. Keduanya sahabat pamanku juga sahabat Ki Demang."

Jawab Bunga Jelita sambil tatap Ki Lumut.

Si kakek menyeringai lalu segera berkata,

"Jika kau tak mau bersahabat dengan tua bangka lumutan ini, tidak mengapa.Tapi dua orang yang kau sebutkan itu, aku pernah mendengar tentang mereka. Hanya saja yang mengherankan mengapa pamanmu bersahabat dengan kedua orang tua itu, padahal mereka bukaniah orang yang berhati jujur dan berwatak ksatria."

Bunga Jelita gelengkan kepala sambil menghela nafas dalam-dalam.

"Entahlah, aku sendiri tidak mengerti mengapa paman bersahabat dengan mereka."

"Kedua orang yang tewas bersama pamanku itu adalah manusia penjilat yang hanya ingin mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Sedangkan Ki Demang Sapu Lengga adalah tua bangka hidung belang. Aku telah mengetahui riwayat kejahatannya. Diam-diam Ki Demang mempunyai niat dan maksud buruk kepadaku!"

"Oh mengerikan sekali. Betapa tidak tahu dirinya tua bangka itu. Lalu sekarang dia berada dimana?"

"Dia dibawa oleh Ratu Siluman Buaya Putih."

Jawab Bunga Jelita seadanya. Jawaban itu membuat Ki Lumut terkesima dan tatap wajah gadis didepannya dangan sorot mata tidak percaya.

"Astaga! Ratu Siluman Buaya Putih membawa Ki Demang. Mengapa ratu dari sekalian buaya itu menculik seorang kakek?"

"Menculik? Ki Demang bukan diculik, tetapi dia dibawa pergi secara sukarela dan atas ijin paman adipati."

"Begitu? Bukankah Ratu Buaya tidak akan segan-segan melakukan pembunuhan? Mengapa sepertinya dia tidak menunjukkan sikap bermusuhan dengan orang kadipaten Salatigo?"

"Mengenai itu saya tidak tahu, kek. Apa ada teman atau kerabatmu yang diculik oleh ratu buaya?"

Tanya Bunga lagi.

Ki Lumut anggukkan kepala.

Diapun lalu menceritakan lenyapnya Ki Jangkung Reksa Menggala, Salah satu tokoh dari padepokan Tiga Guru yang harus dilindunginya.

Seperti telah diceritakan Ki Jangkung Reksa Menggala dibawa lari oleh pengawal ratu buaya.

"Memang Ki Jangkung bukan sanak bukan pula kadangku. Aku harus melindunginya karena amanat yang diberikan oleh seseorang."

Jelas Ki Lumut kemudian. Sengaja dia tidak mau mengatakan yang memberinya perintah itu adalah penguasa Pohon Hijau, tempat dimana si kakek pernah melakukan tapa selama berpuluh-puluh tahun yang membuat tubuhnya ditumbuhi lumut.

"Perintah itu diberikan oleh siapa.? Apakah orang tua itu bernama Resi Cadas Angin?"

Gumam gadis jelita itu

"Oh bukan. Aku tidak boleh mengatakannya aku takut kwalat."

Kata Ki Lumut sambil ujukkan wajah ketakutan.

"Oh apa benar begitu, kek."

"Memang benar. Tapi sudahlah jangan berbicara lagi tentang amanat yang harus kujalankan. Saat ini pamanmu telah terbunuh. Kau sendiri mau kemana gadis cantik?"

Pertanyaan itu membuat Bunga Jelita terdiam sejenak.

Pamannya tewas, kadipaten Salatigo sudah tidak mempunyai pemimpin lagi.

Hanya dia yang memiliki hubungan darah satusatunya dengan adipati, karena adipati memang tidak punya keturunan.

Jadi dia yang harus menggantikan kedudukan sang paman.

Jauh sebelumnya Adipati sendiri pernah berpesan padanya kelak bila adipati tiada, Bunga harus menggantikannya menjadi pimpinan kadipaten.

Amanat memang penting, namun sang dara rupanya tidak begitu berhasrat menjadi orang nomor satu di Salatigo.

Saat ini setelah pertemuannya yang pertama dengan Raja Gendeng 313, ingatan sang dara berkulit putih bersih ini kembali tertuju pada sang pendekar. Selain sangat terkesan dengan kehebatan serta ketampanan Raja, Bunga Jelita juga menganggap bahwa orang yang dapat membantu menyelesaikan semua masalah yang menimpanya adalah Raja.

"Dimana pemuda gondrong itu sekarang berada?!"

Membatin Bunga dengan resah.

Melihat sang dara hanya diam tercenung tidak kunjung menjawab pertanyaan, Ki Lumut hilang kesabarannya dan segera menyeletuk.

"Ditanya tidak menjawab, kau sedang kesambet setan apa?"

Ucapan si kakek menyadarkan gadis itu dan membuatnya kaget

"Eh maaf kek. Aku bukan mengabaikan pertanyaanmu. Aku tidak mungkin kembali ke kadipaten sebelum Perawan Bayangan Rembulan dan Ratu Buaya Putih lenyap dari dunia ini."

"Ho ho ho! Aku sudah menduga kau pasti mendendam pada Perawan setan itu. Lalu mengapa kau juga bermusuhan dengan Ratu Buaya?"

"Aku tidak punya silang sengketa dengan Ratu Buaya. Tapi dia dan Nila Seroja, gadis yang dijuluki Perawan Bayangan Rembulan sama jahatnya. Yang satu menebar maut dimalam hari sedangkan satunya lagi melakukan pembunuhan disiang hari."

"Jika itu tujuanmu kita bisa saling membantu. Tapi tunggu dulu...!"

"Eh.. ada apa kek?"

Sambil tersenym cengengesan dan mengusapi rambutnya yang hijau ditumbuhi lumut si kakek membuka mulut,

"Aku tahu kau memendam sebuah ganjalan dihati.Dan itu tidak ada hubungannya dengan Perawan Bayangan Rembulan atau pun Ratu Buaya. Dari matamu dapat kulihat kau sedang memikirkan seseorang. Dan keresahan itu terpancar lewat tatap matamu.Apakah kau sedang memikirkan seorang pemuda? Pemuda mana yang beruntung menarik hatimu itu?"

Tanya Ki Lumut disertai tawa tergelak.

Walau terkejut tak menyangka Ki Lumut dapat membaca apa yang ada dalam benaknya. Bunga merasa kagum dan juga menjadi tersipu malu.Dengan wajah merah dan palingkan wajah kejurusan lain, Bunga berkata,

"Kakek lumutan Tidak kupungkiri aku memang tengah memikirkan seseorang. Apakah kau pernah mendengar tentang seseorang pemuda sakti berambut gondrong bernama Raja dan lebih dikenal dengan sebutan Sang Maha Sakti Raja Gendeng 313?"

Pertanyaan Bunga membuat Ki Lumut tidak kuasa menahan gelak tawa.

Sambil terpingkal pingkal dan dekap perutnya Ki Lumut berujar,

"Seorang Raja tapi Gendeng? Yang kutahu jika menjadi raja sampai pikun tetap bertengger di atas tahta, tapi kali ini raja sampai gendeng bergelar Raja Gendeng 313. Sungguh sebuah nama edan sebutan yang aneh. Di dalam tapa dan semediku, aku memang pernah melihat kehadiran pemuda itu. Pesan dari alam gaib memberi tahu Raja Gendeng 313 akan banyak memberi bantuan pada kita semua. Tapi kemana kita harus mencari manusia aneh itu?"

Tanya Ki Lumut seakan ditujukan padanya sendiri.

"Kemana kita mencari?"

Si gadis mengulang ucapan Ki Lumut.

Sambil menghela nafas Bunga menjawab.

"Mungkin saja dia juga sedang berusaha menemukan Perawan Bayangan Rembulan dan mahluk pengiring yang selalu menyertainya."

"Bagaimana bila dia lebih dulu mencari Ratu Buaya."

Tukas Ki Lumut

"Apapun yang dia lakukan tentunya dengan maksud dan tujuan untuk menumpas kejahatan."

Ujar Bunga pula.

"Kalau demikian kita harus mencari keberadaan Perawan Bayangan Rembulan dan Ratu Buaya."

"Kita harus saling membantu, apakah itu yang kakek maksudkan?"

Tanya Bunga sambil tatap kakek serba hijau didepannya.

"Dengan saling membantu kita bisa melewat semua kesulitan ini. Dan syukur-syukur jika kau juga mau membantuku mencarikan jodoh. Dan tentu saja tua bangka ini sangat berterima kasih."

"He he he!"

Gurau Ki Lumut diiringi tawa.

Wajah cantik didepannya nampak cemberut.

Tidak disangka sangka Bunga berkata,

"Kakek sudah sangat tua, sudah lumutan malah. Apa mungkin orang setua dirimu masih bisa mendapatkan seorang istri?"

"Mengapa tidak. Yang tuakan dari pusar ke atas, sedangkan dari perut ke bawah masih tujuh belas tahun. He he he.... Jodohku tidak perlu cantik atau yang muda. Yang sudah tua atau yang nenek nenek pun tidak jadi mengapa yang penting masih ada nafasnya dan tahan lama. Ha ha ha!"

Ki Lumut lagi-lagi tertawa terpingkal-pingkal.

Wajah Bunga tambah memerah.

"Tua bangka edan. Sudah bau tanah bukannya memikirkan liang kubur. Sebaliknya malah bicara ngaco tidak karuan!"

Dengus sang dara cemberut. Ki Lumut hentikan tawanya.

"Ya sudah. Tak usah diambil hati. Aku cuma bergurau."

Ucapnya.

Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si kakek lalu menatap ke ufuk langit sebelah timur. Mentari pagi telah muncul disana pancarkan cahayanya yang kuning hangat.

"Nampaknya kita harus berangkat sekarang."

Suara Bunga memecah keheningan.

"Mari kita lanjutkan perjalanan. Kau didepan aku dibelakang."

Sambut Ki Lumut membuat Bunga kerutkan kening pandangi Ki Lumut penuh heran.

"Mengapa harus begitu?"

Tanya Bunga tidak mengerti.

"Kalau kau yang didepanku pasti aku bisa mencium wangi tubuhmu. Jika aku yang didepan. Aku khawatir kau jatuh pingsan karena mencium bau ketiakku!"

"Kakek gelo. Kau ini ada-ada saja."

Gerutu Bunga tak kuasa menahan tawa.
Sambil tertawa-tawa kedua orang inipun tinggalkan kaki bukit Samber Wetan.


*****

Setelah Ki Demang Sapu Lengga menyadari tidak dapat menandingi ilmu kesaktian Ratu Siluman Buaya Putih, maka dia hanya duduk diatas lantai berlapiskan batu pualam putih yang dingin.

Wajah orang tua itu tertunduk diam.

Rambut putihnya yang biasanya bergelung terlihat acak-acakan menutupi sebagian wajah.

Tak jauh didepannya sejarak dua tombak dari tempat dimana Ki Demang berada, Sang ratu buaya, gadis cantik berpakaian merah yang asalnya adalah seorang bidadari bernama Selaka Merah, duduk angkuh dikursi kebesarannya.

Sambil tatap orang yang berada didepannya, gadis ini kemudian berkata,

"Manusia pecundang bernama Demang Sapu Lengga, waktuku tidak banyak. Kini saatnya kau harus membantu mencari Bunga Anggrek Mayat secepatnya, sebelum Perawan Bayangan Rembulan mendahuluiku."

Ki Demang angkat wajahnya yang tertunduk.

Rambut yang menutupi wajah disingkapkan.

Sambil menatap sepasang kaki mulus dibalik gaun tipis itu. Ki Demang menjawab.

"Ratu Buaya. Mengapa kau sangat ingin mendapatkan bunga langka itu."

"Bunga Anggrek Mayat sangat penting artinya bagiku. Wangsit dari alam gaib mengatakan bahwa bunga itu dapat melenyapkan kutukan dewa yang berlaku atas diriku. Aku ini sabenarnya adalah seorang bidadari. Bila kutukan itu musnah maka aku bisa kembali menjadi bidadari. Jangan sangka aku senang menjadi ratu dari segala hewan pemakan bangkai itu!"

"Andai saja kau mau jadi kekasihku dengan sukarela akan kutunjukkan tempat bertumbuhnya Bunga Anggrek Mayat. Kau takut apabila Anggrek Mayat jatuh ke tangan Perawan Bayangan Rembulan, sedangkan aku takut gadis itu membunuhku."

Batin Ki Demang.

Walau hati berkata demikian, namun mulut berucap lain.

"Ratu Buaya Putih. Sesungguhnya aku ingin membantu tetapi aku sendiri sudah lupa dimana tempat bertumbuhnya Bunga Anggrek Mayat."

Mendengar jawaban Ki Demang. Wajah cantik sang ratu bersemu merah. Dia lalu menoleh ke arah sebelah kiri ruangan. Disana ada sebuah pintu yang dalam keadaan terbuka.

"Bawa tawanan kita masuk ke ruangan. Aku ingin tahu siapa sebenarnya yang berdusta!"

Dalam keheningan suara Ratu Buaya menyentak bergema.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki.

Di depan pintu muncul dua orang laki-laki berkulit hijau bertelanjang dada tubuh basah keringatan.

Seperti diketahui kedua laki-laki itu adalah dua diantara Lima Penjaga Terpilih.

Sebelumnya kulit mereka tidak berwarna hijau.

Tapi ketika mereka ditugaskan untuk mencari Ki Jangkung Reksa Menggala.

Mereka harus berhadapan dengan seorang kakek sakti bernama Ki Lumut Adayana.

Setelah terlibat pertarungan sengit dengan Ki Lumut, mereka berusaha untuk meloloskan diri dengan membawa kakek yang menjadi incaran.

Tapi Ki Lumut berhasil menghantam mereka dengan pukulan sakti Lumut Bersarang Dibadan .Walau tidak sampai mengalami nasib celaka namun tiga diantara Lima Penjaga Terpilih terkena pukulan sakti Ki Lumut.

Akibatnya tubuh mereka ditumbuhi lumut ganas yang bisa merenggut nyawa mereka.

Sayang upaya sang ratu untuk menyembuhkan pengawalnya tidak membuahkan hasil.

Kembali ke ruangan tempat dimana sang ratu berada.

Dua pengawal yang datang ternyata tidak sendiri.

Mereka menggiring seorang kakek berpakaian putih bertubuh tinggi.

Dialah orangnya yang bernama Ki Jangkung Reksa Menggala.

Begitu berada didepan pintu ruangan, Ratu Buaya Putih tiba-tiba berseru memerintah.

"Duduk! Perhatikan baik-baik, apakah engkau mengenal siapa adanya orang yang duduk di atas lantai itu?"

Ucap sang dara sambil menunjuk Ki Demang Sapu Lengga.

Kakek berwajah cekung bermata menjorok dalam, berdagu kokoh segera jatuhkan diri.

Setelah duduk menjelepok diatas lantai orang tua ini layangkan pandang ke arah Ki Demang.

Dengan suara datar tidak bersemangat K Jangkung menjawab.

"Aku mengenalnya. Dia pernah menjadi sahabatku. Dulu! Namun itu telah lama berlalu."

Ki Demang terkejut. Cepat dia palingkan kepala ke arah Ki Jangkung. Setelah memperhatikan wajah Ki Jangkung, Ki Demang tercengang.

"Ki Jangkung Reksa Menggala, bagaimana kau bisa berada di tempat celaka ini?"

Desisnya seakan tidak percaya.

Ki Jangkung tersenyum.

Tapi wajahnya dingin dan biasa saja. Melihat adanya Ki Demang, Ki Jangkung merasakan bahwa bakal terjadi malapetaka.

"Peruntungan bisa mendatangkan kebahagiaan juga kegembiraan sesaat. Peringai buruk dimasa lalu dapat menimbulkan kesulitan dan berbagai kesengsaraan dalam kehidupan dimasa kini. Berada ditempat ini bukanlah menjadi kehendakku."

Jawab Ki Jangkung. Sambil melirik ke arah bekas sahabatnya, Ki Jangkung menyindir.

"Kau sendiri Sebagai manusia segala hebat, segala bisa dan segala pikat, bagaimana bisa sampai terjeblos di tempat yang asing ini?"

"Ki Jangkung, kau tak usah mengurusi diriku. Dan juga tidak perlu menyindirku. Sabagai ketua Padepokan Tiga Guru aku ingin tahu bagimana dengan nasib dua saudaramu yang lain?"

"Kau tidak perlu mejawab. Karena saat ini dua saudaramu Ragil Ijo dan Ki Jalung Upas sudah mati ditangan Perawan Bayangan Rembulan. Ha ha ha!"

Dengus Ki Demang Sapu Lengga diringi gelak tawa. Ki Jangkung merasa darahnya mendidih.

Mulut terkatub, pelipis bergerak-gerak.

Cukup lama dan jauh sebelumnya dia telah memikirkan apa penyebabnya dari segala malapetaka yang terjadi.

Perawan Bayangan Rembulan!

Siapapun dia namun Ki Jangkung tetap yakin kemurkaan gadis pembunuh itu berpangkal dari segala perbuatan yang dilakukan oleh Ki Demang Sapu Lengga dimasa lalu

"Tua bangka jahanam! Dulu kita memang bersahabat, tapi segala perbuatanmu yang telah mempermainkan banyak wanita dan sikap kesewenang-wenangan membuat aku muak. Aku bukan manusia suci, namun aku berbuat banyak kejahatan karena bersebab dari dirimu!"

Bentak orang tua itu murka.

Andai saja ilmu kesaktian yang dimilikinya ternyata tidak lenyap setelah dia dibawa masuk kekawasan ratu buaya yang terletak dibalik dasar sungai Glagah Wangi, ingin rasanya Ki Jangkung menghabisi kakek menyebalkan tersebut saat itu juga. Sementara mendengar ucapan bekas sahabatnya, Ki Demang Sapu Lenggapun mengumbar gelak tawa.

Setelah mendengar pembicaraan kedua kakek, Sang ratu buaya menyadari bahwa kedua orang itu kini sudah tidak bersahabat lagi, malah terkesan bermusuhan, menyalahkan satu sama lain.

"Cukup!"

Hardik Ratu Buaya membuat Ki Demang kaget.

Tawanya lenyap dan keluarkan suara seperti orang yang tersedak sesuatu dari tenggorokannya.

Sambil telan ludah basahi tenggorokannya yang kering Ki Demang tatap gadis yang duduk diatas singgasana kebesarannya itu

"Kalian dengar!"

Ratu Buaya lanjutkan ucapan.

"Hidup kalian berdua sepenuhnya tergantung pada kemurahan hatiku.Ki Jangkung harap jawab pertanyaanku.Sebagaimana pengakuanmu sebelumnya, kau mengatakan Ki Demang Sapu Lengga mengetahui dimana tempat bertumbuhnya Bunga Anggrek Mayat?"

"Maafkan aku sang ratu. Aku tidak mengatakan Ki Demang mengetahui tempat bertumbuhnya Bunga Anggrek Mayat. Aku mengatakan dia tahu dimana tempat berdiamnya Puteri Manjangan Putih. Gadis itu yang lebih tahu tempat tumbuhnya bunga yang ratu cari."

Jawab Ki Jangkung.

"Dia berdusta!"

Bentak Ki Demang lantang.

Orang tua ini hendak bangkit berdiri siap menyerang Ki Jangkung.

Tapi Ratu Buaya cepat lambaikan tangan ke arahnya.

Sesiur angin sejuk menerjang Ki Demang, membuat si kakek terdorong keras lalu Jatuh terduduk dibelakang tempat dimana tadinya dia berada.

"Ratu...dia..."

Dalam kemarahan karena niatnya untuk menghajar Ki Jangkung tak kesampaian, Ki Demang ajukan protes.

Plak!

Satu tamparan jarak jauh tanpa menyentuh menghantam mulut si kakek.

Ki Demang meraung keras sambil tekab mulutnya yang mengucurkan darah.

Di tempatnya berdiri Ratu Buaya tersenyum dingin.

"Jangan melakukan tindakan apapun diluar perintahku! Kau dengar Ki Demang!"
Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tukas sang ratu. Walau hati memendam kemarahan luar biasa atas apa yang telah dilakukan Ratu Buaya. Dengan terpaksa Ki Demang menganggukkan kepala.

"Aku mendengar!"

Jawab Ki Demang.

"Bagus."

Ratu Buaya kembali berpaling pada Ki Jangkung. Pada orang tua ini dia bertanya kembali seolah ingin kepastian.

"Jadi dia sebenarnya tidak tahu tempat tumbuhnya Bunga Anggrek Mayat. Dia hanya mengetahui tempat berdiamnya Puteri Manjangan Putih yaitu orang yang paling mengetahui dimana bunga yang kucari itu bertumbuh."

"Benar. Dan aku tidak berdusta!"

Jawaban Ki Jangkung ini membuat sang dara kembali tatap wajah Ki Demang. Ratu tidak begitu yakin dengan jawabannya.

"Sekarang aku harap kalian mau bicara jujur karena bila masih ada yang berdusta, maka aku pasti akan membunuh kalian...!"

Ucap Ratu Buaya Putih.

Semasa masih menjadi bidadari gadis ini memang merupakan gadis baik-baik.

Kutukan jatuh atas dirinya karena dia terlalu sering melanggar larangan.

Dan setelah menerima kutukan segala tingkah lakunya menjadi berubah dan semua perbuatannya tidak berbeda dengan buaya.

Ki Demang terdiam dan berpikir sejenak.

Andai dia terus menyangkal Ratu Buaya bisa membunuhnya.

Sementara dia sendiri masih ingin hidup lebih lama walau usianya kini sudah cukup sepuh.

Tapi bila dia menjawab dengan sebenarnya.

Apakah dia masih punya muka bertemu dengan Puteri Manjangan Putih, mahluk yang berdiam di Puri Istana Satu di Alam gaib?

Untuk diketahui, Ki Demang Sapu Lengga adalah salah satu orang yang pernah menjalin hubungan baik dengan Puteri Manjangan Putih.

Dari hubungan persahabatan itu Puteri Manjangan Putih memberikan sebuah ilmu langka yaitu ilmu penakluk atau ilmu pelet yang dikenal dengan nama Segala Rindu.

IImu penakluk hati Segala Rindu kesaktiannya jauh lebih dahsyat dari ilmu sejenis bernama Buluh Perindu.

Siapa saja yang menjadi sasaran ilmu tersebut maka akan tergila-gila, lupa diri, kehilangan rasa malu pada orang yang menggunakan ilmu tersebut.

Ki Demang menggunakan ilmu tersebut untuk berbuat maksiat, memperturutkan hawa nafsu dan memperdayakan ratusan wanita terutama gadis perawan yang berwajah cantik.

Padahal ini merupakan pelanggaran besar.

"Ki Demang. Waktu bagimu untuk berpikir sudah habis. Bila kau tidak segera menjawab, ajalmu ada didepan mata."

"Eh..bb... baiklah."

Ki Demang seka keringat dingin yang membasahi wajahnya.

"Aku memang tahu dimana tempat kediaman Puteri Manjangan Putih."

"Hmm, begitu?"

Ratu Buaya mengurai senyum.

"Jadi kau bersedia mengantarku kesana?"

Ki Demang tertegun. Mata melirik ke arah Ki Jangkung. Kebencian mempengaruhinya. Dengan licik dia berkata.

"Aku tidak keberatan memenuhi permintaanmu ratu asalkan kau mau mengabulkan permintaanku!"

"Kau tawananku. Kau tidak berhak mengajukan tawaran apapunt"

"Jika demikian aku lebih suka dibunuh!"

"Apa yang ada dalam benak jahanam satu itu."

Pikir Ki Jangkung curiga juga cemas.

Sang Ratu manggut-manggut.

"Katakan apa permintaanmu!"

Sambil tersenyum Ki Demang menjawab.

"Aku bersedia mengantarmu tapi aku minta kau bunuh lebih dulu Ki Jangkung Reksa Menggala. Aku ingin melihat kematiannya sekarang juga!"

Walau telah menduga, tak urung Ki Jangkung merasa terkejut juga mendengar ucapan Ki Demang.

"Jahanam culas. Manusia licik. Semoga kelak kau dibakar oleh api neraka!"

Geram Ki jangkung.

Mendengar makian bekas sahabatnya Ki Demang malah mengumbar gelak tawa.

"Kau ingin melihatnya mati. Kululuskan permintaanmu sekarang juga!"

Berkata demikian, Ratu buaya melesat ke arah Ki Jangkung.

Gerakan cepat ini membuat si kakek tidak sempat menghindar selamatkan diri.

Tahu-tahu lima jemari tangan Ratu Buaya telah menempel lengket dikepala Ki Jangkung. Seiring dengan itu Ki Jangkung tiba-tiba merasa kehilangan seluruh tenaga kasar yang dia miliki. Ratu Buaya kerahkan tenaga dalam ke lima jemari tangannya.

Tangan bergetar.

Jemari tangan itu memancarkan cahaya purih berkilau disertai panas mengerikan lalu tiba tiba diangkat ke atas dan dihantamkan, tepat diatas batok kepala

Prak!

Ki Jangkung Reksa menggala menjerit setinggi langit seiring dengan pecahnya batok kepala.

Darah keluar berhamburan namun segera lenyap begitu jatuh dilantai.

Si kakek ambruk menggelepar di lantai lalu diam selama-lamanya.

Melihat kematian Ki Jangkung walau atas keinginannya tak urung Ki Demang bergidik ngeri.

Bagaimana bila hal itu berjadi pada dirinya?

"Permintaanmu telah kukabulkan Sekarang juga antar aku menemui Puteri Manjangan Putih"

Tegas Ratu Buaya.

Ki Demang anggukkan kepala sambil mengusap tengkunya yang dingin.

*****

Atas petunjuk Tetua Pengasuh, penjaga utama yang berdiam di alam gaib, gadis berpakaian hitam dilapisi jalinan daun hijau itu dengan mudah menemukan tempat keberadaan Puteri Manjangan Putih yang berdiam di Istana Satu alam gaib.

Ketika hari berganti malam, si gadis yang bukan lain adalah Nila Seroja yang juga dikenal dengan sebutan Perawan Bayangan Rembulan telah sampai dibawah sebatang pohon raksasa berdaun lebat dan berbatang merah laksana darah.

Di bawah pohon itu Nila Seroja tertegun.

Sepasang mata yang terlindung topeng tipis kecoklatan menatap kesegenap penjuru arah.

Dia tidak menemukan tanda-tanda baik berupa dinding maupun pintu menuju ke istana misterius itu.

Padahal Nila Seroja sudah terbiasa keluar masuk menjelajahi dunia tidak kasat mata, jadi baginya antara alam gaib dan alam nyata hampir tidak ada bedanya.

"Bila Istana Satu memang berada disekitar sini seharusnya aku sudah melihat tanda-tandanya yang berhubungan dengan tempat itu. Lalu mengapa aku tidak melihatnya. Tidak terlihat tabir pelindung ataupun dinding pembatas dunia nyata dan dunia gaib. Haruskah aku kembali menemui Tetua Pengasuh Sapta Buana?"

Membatin sang dara dalam hati.

Baru saja dia berpikir demikian, tiba-tiba saja dikejauhan terdengar suara raung dan lolongan menggidikkan.

Tiba-tiba angin menderu, pepohonan disekitar pohon merah darah bergoyang keras.

Anehnya walau pepohonan disekitarnya bergoyang namun pohon besar tempat dimana Nila Seroja berdiri tidak bergerak.

Ini mengundang rasa heran dihati sang pembunuh berdarah dingin itu.

"Yang lain bergoyang sedangkan yang satu ini tidak. Mengapa?"

Pikir Nila Seroja sambil dongakan kepala memperhatikan reranting, daun juga cabang pohon disebelah atas.

Tidak mau berpikir lama, gadis ini segera menarik nafas dalam-dalam.

Kemudian seperti suara raungan dan lolongan tadi terdengar kini diapun keluarkan suara yang sama.

Belum lagi suaranya lenyap, kali ini dari dalam diri Nila Seroja terdengar suara menderu dahsyat.

Deru angin yang keluar dari sekujur tubuh gadis itu menyambar kesegenap penjuru arah.

"Cepat datang menyusul ke sini! Jangan terlambat?!"

Serunya tak jelas ditujukan pada siapa.

Yang pasti hanya beberapa kejaban kemudian di tempat itu muncul tiga mahluk besar berbulu hitam yang tidak lain adalah tig? anjing pengiring yang selama ini kerap membantu Nila Seroja melakukan segala kejahatannya.

Melihat kehadiran ketiga mahluk itu wajah dibalik topeng tersenyum dingin.

"Mengapa kalian datang terlambat!"

Tegur Nila Seroja dengan sikap tidak senang.

Tiga mahluk gaib yang bernama Rengga Buana, Cakra Buana dan Sekti Buana itu tundukkan kepala sebagai tanda permintaan maaf.

Seperti diketahui, mahluk-mahluk ini walau wujudnya seperti anjing namun sebenarrnya mereka dapat bicara selayaknya manusia.

Mahluk yang bernama Rengga Buana,mewakili dua temannya melangkah maju.

Dengan lidah terjulur Rengga Buana berkata.

"Gadis yang mulia asuhan kami. Ketahuilah, keterlambatan kami bukanlah disengaja. Di tempat kediaman kita alam kehidupan Yang Terlupakan baru saja kedatangan tamu. Tamu itu membuat kekacauan yang sangat meresahkan kita semua."

Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia menanyakan keberadaanmu"

Sekti Buana Topeng menimpali.

"Kami berusaha menghabisinya, tapi tidak mudah!"

Terang Cakra Buana pula. Kemudian Rengga Buana segera menceritakan siapa pemuda itu dan bagaimana dia dengan mudah dapat menembus pintu alam gaib. Setelah mendengar semua penjelasan pengiring yang juga pengasuhnya, Nila Seroja kemudian berkata,

"Pemuda yang bernama Raja berjuluk Raja Gendeng 313 itu memang bisa menjadi ancaman bagi kita. Aku sendiri belum pernah mendengar namanya. Walau dia sangat berbahaya, aku ingin sekali bertemu untuk menghabisinya."

"Tapi kekuatan topeng serta kesaktian yang ku miliki rasanya masih kurang. Aku harus bisa mendapatkan Bunga Anggrek Mayat secepat mungkin dan memakannya.Dengan begitu kesaktianku bakal lebih hebat dari sekarang."

"Karena itu kita harus menemukan jalan menuju ke Istana Satu alam gaib."

Ujar Sekti Buana.

"Bagaimana dengan tetua Pengasuhku. Mengapa beliau tidak ikut serta bersama kalian bertiga?"

Tiga mahluk saling pandang.

"Tetua pengasuh tidak mungkin membiarkan kawasan kita kosong tanpa pemimpin, gadis yang mulia. Beliau tidak pernah meninggalkan tempat kediamannya sejak dulu. Semua urusan diserahkan dan dipercayakan pada kami."

Terang Cakra Buana.

"Kami akan membantu menyelesaikan semua masalahmu. Apapun persoalan serta hambatannya harap dibicarakan dengan kami."

Ujar Cakra Buana pula. Walau agak kecewa karena pengasuh utama tidak ikut untuk melaksanakan semua rencana, namun Nila Seroja segera menelan segenap rasa kecewanya dengan berkata kepada ketiga mahluk yang berada disampingnya.

"Pohon darah. Seperti yang kalian lihat kita telah berada dibawahnya. Konon jalan menuju ke Istana Satu ada disekitar pohon ini. Aku telah menggunakan kekuatan dan penglihatan batin yang paling tinggi untuk mengetahui keberadaan jalan atau pintu menuju ke Istana alam gaib tempat berdiamnya puteri Manjangan Putih. Tapi sejauh itu aku tidak melihat tanda-tanda keberadaan jalan yang menuju kesana."

Kata Nila Seroja tampak kesal.

Tiga mahluk saling melempar pandang, lalu perhatian mereka tertuju ke arah satu-satunya pohon aneh yang bila ditoreh itu mengeluarkan cairan seperti darah.

Mahluk yang bernama Rengga Buana kemudian melangkah maju dekati pohon.

Sejarak dua langkah dari pohon gerakan kakinya terhenti.

Ketika Rengga Buana mendekati pohon itu, ada desir angin aneh menerpa mulut, moncong juga tubuhnya dibagian belakang.

"Pohon ini, memang dari sinilah asal semua jalan menuju ke Istana Satu Alam Gaib. Aku harus merubah wujudku menjadi manusia."

Membatin Rengga Buana dalam hati. Disaksikan oleh dua teman dan gadis yang berada dibelakangnya, Rengga Buana kemudian julurkan dua kaki depan. Sambil menundukkan kepala hingga sejajar dengan kedua kaki depan Rengga Buana keluarkan suara lengkingan lirih.

Kepala digoyang tiga kali. Gerakan itu dikuti dengan gerakan tubuh dibagian belakang.

Wuus!

Dees!

Seketika itu juga sosok anjing hitam besar bermata merah lenyap. Sebagai gantinya didepan Nila Seroja dan dua anjing lainnya, berdiri tegak seorang laki-laki bertubuh tinggi besar berpakaian serba hitam barwajah angker dipenuhi cambang bawuk lebat.

Melihat temannya telah bersalin rupa, Sekti Buana pun tak dapat menahan diri dan segera ajukan pertanyaan,

"Apakah kami berdua harus menjadi sepertimu juga?"

Rengga Buana anggukkan kepala.

"Pintu Alam gaib menuju ke Istana Satu ada di pohon ini. Kita Toreh pohon ini, lalu bubuhi ujung jari tangan dengan darah masing-masing. Maka merahnya darah akan mengantar kita ke Istana yang dituju!"

Terang Laki-laki itu.

Selanjutnya kepada Nila Seroja dia memberi isyarat agar sang dara mendekat.

Tanpa bicara gadis ini segera mendatangi.

Sementara itu ditempatnya berdiri dua mahluk segera lakukan apa yang baru saja dilakukan Rengga Buana.

Dua kaki dijulur lurus ke depan.

Kepala ditundukkan hingga menyentuh kaki depan sebelah atas.

Dari mulut masing-masing keluar suara menggereng.

Dees!

Sama seperti terjadi pada Rengga Buana, kedua mahluk itupun akhirnya berubah wujud menjadi dua laki-laki berkulit hitam bertelanjang dada dengan sekujur tubuh ditumbuhi bulu-bulu halus lebat.

Tidak menunggu lama Cakra dan Sekti Buana segera bergabung dengan mereka.

Empat orang ini lalu acungkan jari telunjuk ke depan.

Empat mulut berkemak-kemik membaca mantra.

Setelah itu masing-masing mulut meniup kebagian ujung jemari.

Tes!

Dari setiap ujung jari telunjuk keluar cairan merah yang tak lain adalah darah mereka sendiri.

Dengan dikuti oleh Nila Seroja dan dua orang lainnya Rengga Buana torehkan jari telunjuk tangan kiri ke batang pohon didepannya.

Goresan ujung jari tangan yang disertai pengerahan tenaga menimbulkan guratan panjang.

Dari batang pohon mengalir deras cairan seperti getah namun berwarna merah laksana darah disertai tebaran bau amis yang menusuk

"Satukan jari yang berdarah ke arah cairan yang keluar dari kulit pohon darah!"

Rengga Buana berseru memberi aba-aba.

Tanpa berbicara lagi Nila Seroja, Cakra dan Sekti Buana segera mendekatkan jemari tangan yang memancarkan darah ke batang pohon yang mengeluarkan cairan merah.

Begitu darah dari jemari masing-masing bersentuhan dengan cairan batang pohon, terdengar suara letupan sebanyak tiga kali berturut-turut

Des!

Dees!

Dees!

Byaar!

Empat pasang mata kini sama layangkan pandang ke arah pohon besar didepannya.

Mereka sama terkejut walau sebelumnya telah menduga.

Di depan mereka tepat ditengah batang pohon muncul sebuah pintu dilapisi tabir putih diselimuti kabut menebar aroma harum bunga semerbak

"Ini adalah pintu gaib menuju Istana Satu tempat kediaman puteri Manjangan Putih.Mari kita segera menuju kesana. Kita harus cepat! Aku tidak mau Ratu Buaya Putih mendahului kita!"

Kata Nila Seroja.

Wajah dibalik topeng itu membayangkan rasa khawatir yang mendalam.

Ketiga laki-laki itu anggukkan kepala.

Mereka segera melangkah didepan dengan sikap melindungi Nila Seroja.

Sekejab kemudian, Pintu alam gaib lenyap dengan sendirinya.

Sementara itu diluar sepengetahuan Perawan Bayangan Rembulan dan tiga mahluk pengasuhnya.

Tak jauh dikegelapan tepat dibalik semak belukar, satu sosok tubuh yang mendekam di tempat itu diam-diam terus mengawasi.

Dia yang datang lebih awal tentu saja melihat semua yang dilakukan oleh Rengga Buana dan Nila Seroja.

Sosok itu berupa seorang nenek berusia tujuh puluh tahun berambut disanggul, dia terlihat cantik selayaknya perempuan berusia empat puluh tahun.

Dia sengaja tidak mengambil tindakan apa apa walau Perawan Bayangan Rembulan dan para pengawalnya ada didepan mata.

Nenek cantik ini yang bukan lain adalah Nini Buyut Amukan atau lebih dikenal dengan sebutan Si Jubah Terbang ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh gadis pembunuh dibawah pohon darah itu.

Sebelum pertemuannya dengan Resi Cadas Angin, di Lembah Batu pijar nenek tua ini menyadari bahwa cepat atau lambat keberadaan Bunga Anggrek Mayat bakal menjadi rebutan Ratu Siluman Buaya Putih dan juga Perawan Bayangan Rembulan.

Ratu buaya menginginkan bunga itu untuk melenyapkan kutukan yang membuatnya sengsara seumur hidup.

Sedangkan Perawan Bayangan Rembulan berusaha keras mendapatkan Bunga Anggrek Mayat untuk memperhebat ilmu kesaktian yang dia miliki.

Si nenek sadar.

Bunga Anggrek Mayat yang konon hanya berbunga setiap bulan purnama itu memang mempunyai banyak khasiat.

Menurut ceritanya Bunga Anggrek Mayat adalah satu satunya bunga kayangan yang pernah tumbuh dibumi.

Kini setelah mengetahui Nila Seroja dan para pengasuhnya berhasil menemukan dan menembus pintu gaib menuju ke Istana Satu tempat kediaman Puteri Manjangan Putih, maka Nini Buyut Amukan akan menyusul rombongan kecil itu untuk membantu melindungi Puteri Manjangan Putih.

Tetapi dia mendengar sang puteri mempunyai ilmu kesaktian yang sangat luar biasa.

Selagi si nenek berpikir apakah akan menyusul atau tidak, tiba-tiba saja dibawah keremangan cahaya bulan yang timbul tenggelam dipermainkan awan putih terdengar suara siulan dan senandung.

Suara senandung orang yang berrnyanyi itu tidak karuan ujung pangkalnya.

Kadang suaranya keras mendayu-dayu lalu tiba-tiba berubah perlahan disertai dengan ocehan tidak karuan.

Nini Buyut Amukan gelengkan kepala sambil menggaruk rambutnya yang rapi terawat.

Setelah itu dia meletakkan kedua tangan dipangkuan sementara mulutnya berucap.

"Malam malam begini ada orang menyanyi. Suaranya jelek sember bahkan kalah merdu dengan suara kentutku. Siapa dia? Apakah mungkin suara dedemit penunggu hutan?"

Baru saja Nini Buyut berucap demikian tiba-tiba dari jalan setapak tempat dimana suara orang bersenandung datang muncul seorang pemuda berambut gondrong sebahu berpakaian kelabu.

Di punggung pemuda itu tergantung sebilah pedang berangka dan berhulu emas.

Sementara dibagian hulu pedang terukir gambar burung Rajawali sedangkan rangka pedangnya berukir gambar seekor naga bercorak putih.

Melihat kilauan pedang serta ukiran pedang. Nini Buyut Amukan merasa jantungnya berdebardebar dan darahnya berdesir kencang.

"Baru sekali ini aku melihat pemuda gondrong bersuara seperti burung pelatuk tersedak. Dari ciri ciri pakaian serta pedang yang tergantung dipunggungnya, mungkinkah dia orangnya yang disebut-sebut oleh Resi Cadas Angin sahabatku sebagai penolong yang membawa berkah. Kalau kulihat, kuamat-amati, tampangnya memang gagah tapi tingkah lakunya seperti orang gendeng alias gila. Kemudian..."

Nini Buyut Amukan diam sejenak. Setelah sempat berpikir sambil ketuk-ketuk keningnya Nini Buyut kembali lanjutkan ucapan.
Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Aku akan menunggu, apa yang hendak dilakukan pemuda gendeng itu. Tidak perlu tergesa-gesa. Siapa tahu dia termasuk kaki tangan Perawan Bayangan Rembulan."

Si nenek lalu manggut-manggut membenarkan pendapatnya sendiri.

Nini Buyut Amukan kemudian kembali terdiam.

Sepasang mata dipentang, mengawasi setiap gerak gerik pemuda yang kini berdiri tidak jauh dari pohon Darah.

Si gondrong yang bukan lain adalah Sang Maha Sakti Raja Gendeng 313 mula-mula menatap keadaan disekelilingnya.

"Sunyi-sunyi sekali. Rasanya seperti berada ditempat orang mati. Tak ada siapa-siapa, hanya pepohonan saja. Pohonnya besar-besar namun pohon yang satu Itu mengapa berwarna merah."

Kata Raja seorang diri.

Sekali lagi Raja matanya menatap ke arah pohon Darah penuh kagum

"Hei sobatku! Bukankah ketiga mahluk itu melarikan diri ke arah sini?"

Tanya pemuda itu ditujukan pada dua mahluk penghuni hulu pedangnya.

Desir angin berhembus. Ditelinga kanannya tiba-tiba terdengar suara mengiang.

"Mereka memang melarikan diri kesini. Mahluk mahluk itu bahkan dapat saya rasakan baru saja berada ditempat ini gusti. Saya juga dapat merasakan tanda-tanda kehadiran seorang wanita. Dari bau tubuh yang ditinggalkan kemungkinan besar perempuan itu adalah Perawan Bayangan Rembulan atau Nila Seroja..."

Girl Talk 14 Bumiku Cintaku Pendekar Mata Keranjang 25 Bidadari Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung

Cari Blog Ini