Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa Bagian 2
Mendengar suara mengiang yang disampaikan Jiwa Pedang, Raja tersenyum sambil menggarukgaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kau rupanya sudah pandai mengendus membaui seperti anjing mencari jejak. Jiwa Pedang Hebat!"
Raja memuji namun mulut mencibir.
"Kalau benar-benar gadis itu dan tiga mahluk pengiringnya ada disini. Kira-kira saat ini mereka ada dimana?"
Belum sempat Jiwa Pedang menjawab. Tiba tiba terdengar suara mengiang ditelinga kiri Raja. Dan kali ini suaranya adalah suara perempuan.
"Gusti, maafkan saya bila dianggap lancang bicara.."
"Kau mau bicara apa, Sinta.?"
Tanya Raja pada Jiwa Perempuan yang namanya adalah Sinta Dewi.
Seperti telah sama diketahui, mahluk alam roh yang satu ini belum lama bergabung dengan Raja dan tinggal menetap di hulu pedang bersama Jiwa Pedang
"Menurut pendapat saya, orang-orang yang kita cari tidak pergi kemana-mana. Mereka ada didalam atau disekitar pohon ini."
Jelas Sinta.
Raja terdiam.
Ada rasa heran membayang diwajahnya.
"Maksudmu Nila Seroja dan para pengasuhnya masuk kedalam pohon? Memangnya mereka setan sehingga bisa keluar masuk ke dalam batang pohon. Kau jangan mengada-ada, Sinta!"
Dengus Raja tidak percaya.
"Saya tidak berdusta, gusti, Saya mengatakan yang sebenarnya..."
"Gusti"
Kata Jiwa Pedang.
"Tiga mahluk pengasuh itu memang bukan setan, tapi juga bukan yang dibeset dalamnya ketan atau palut. Saya dapat merasakan gadis pembunuh dan pengiringnya baru saja menggunakan pohon untuk menuju ke Istana Satu Alam gaib."
Menerangkan Jiwa Pedang.
"Heh, memangnya di dalam pohon ada jalan? Kau jangan bicara ngaco Jiwa Pedang. Penjelasanmu itu bisa membuatku tambah sinting."
Gerutu Raja sambil geleng-geleng kepala.
"Saya tidak bicara dusta, dan Sinta juga tidak berbohong. Yang ada di depan gusti ini namanya Pohon Darah. Pohon ini getahnya berwarna merah seperti darah. Dibalik pohon tersembunyi pintu rahasia alam gaib menuju Istana Satu alam gaib tempat berdiam Puteri Manjangan Putih!"
"Oh jadi pintu gaib menuju Istana Satu ada pohon ini. Orang-orang itu sudah memasukinya. Aku tidak mengerti mengapa Perawan Bayangan Rembulan menuju ke Istana Satu. Apa yang dicarinya?"
Tanya Raja.
"Mereka mencari Puteri Manjangan Putih. Konon hanya sang puteri saja yang tahu tempat bertumbuhnya Bunga Anggrek Mayat."
Terang Sinta
"Bunga Anggrek Mayat. Guruku dulu pernah mengatakan bunga yang satu itu adalah tanaman yang sangat langka, namun memiliki segudang khasiat dan kesaktian, Bunga itu bisa mendatangkan manfaat sesuai dengan keinginan orang yang memakannya. Jika manusia seperti Nila Seroja menginginkannya, berarti dia mencari Bunga Anggrek Mayat untuk menambah kekuatan yang dimilikinya.Sekarang saja dengan memakai Topeng Pemasung Jiwa diwajahnya dia sudah menjadi momok paling berbahaya dan paling keji yang pernah ada di rimba persilatan."
"Jika Bunga Anggrek Mayat sampai jatuh ke tangannya, rimba persilatan bisa dilanda malapetaka paling dahsyat."
Pikir Raja merasa sangat khawatir.
"Gusti, kita harus menyusul mereka!"
Lagi-lagi terdengar suara mengiang ditelinga kanannya.
"Menyusul mereka? Bagaimana caranya, apakah harus melubangi pohon ini untuk masuk ke dalam mencari pintu gaib yang kalian maksudkan?"
Bertanya Raja disertai seringai.
"Tentu saja tidak demikian gusti."
Sela Sinta sang jiwa perempuan yang menurut pengakuannya adalah seorang gadis cantik jelita namun kerap berbuat iseng dan kadang menjengkelkan
"Lalu bagaimana? Apakah kalian tahu caranya?"
Tanya pemuda itu sinis. Dalam alamnya yang tak dapat dilihat ditembus pandangan mata biasa, Jiwa Pedang dan Sinta yang ketika itu berdiri mengambang diatas tanah tidak jauh dari hadapan sang pendekar saling pandang
"Bagaimana kau tahu caranya tidak?"
Tanya Sinta ditujukan pada Jiwa Pedang. Walau tidak dapat melihat namun Raja dapat mendengar pembicaraan antara kedua mahluk alam roh itu.
"Aku memang belum tahu, tapi aku akan segera mencari tahu."
Jawab Jiwa Pedang.
"Kau sendiri bagaimana?"
"Aku lebih tahu bagaimana caranya membuka pakaianku terutama pakaian yang ada disebelah dalam. Hik hik hik!"
Jawab Sinta pula diiringi tawa tergelak-gelak.
Mendengar itu Raja merasa geli, namun dia sengaja menahan tawanya dan membentak.
"Sinta... jangan bicara ngaco tak karuan disaat seperti ini. Aku memang orang yang suka bergurau tapi gurauan konyol seperti itu tidak perlu ditunjukkan didepanku!"
Dengus Raja. Jauh didalam hati dia berkata,
"Mahluk sinting satu ini selalu bicara seenak perutnya sendiri. Aku jadi ragu apakah dia masih perawan atau sudah kena dikerjai oleh bekas junjuingannya"
Sementara itu Jiwa Pedang yang kadang berseberangan pendapat dengan Sinta tiba-tiba berkata,
"Kegilaanmu sudah kelewatan gadis pemangsa segala yang bau. Jangan bicara melantur lagi. Salah-salah aku bisa menampar mulut embermu pulang pergi."
Lalu pada Raja dia berkata,
"Gusti. Ijinkan saya sebentar meneliti keadaan pohon Darah. Saya ingin mencari tahu rahasia apa yang tersembunyi dibalik pohon ini."
"Kau boleh melakukannya. Harap lebih hati-hati bersikap."
Pesan Raja.
Jiwa Pedang anggukkan kepala.
Selain Sinta tentu saja sang pendekar tidak dapat melihatnya. Jiwa Pedang kemudian memutar tubuh halusnya.
Dengan gerakan ringan namun cepat dia berkelebat masuk ke dalam pohon Darah lalu lenyap dari pandangan Sinta.
Ditempat dimana si nenek mendekam.
Dia melihat segala gerak-gerik Raja yang dianggapnya aneh.
Tentu saja ini menjadi tanda tanya dihati Nini Buyut Amukan. Nenek cantik ini diam-diam membatin.
"Pemuda gendeng itu, dia bicara dengan siapa? Selain dirinya tidak kelihatan ada orang lain bersamanya. Betul betul gelo. Aku belum pernah melihat ada orang yang seaneh itu.Bicara sendiri, senyum-senyum dan tertawa sendiri.
Apa dia gila sungguhan?"
Sekali lagi Nini Buyut Amukan layangkan pandang ke arah pohon Darah. Si nenek melihat Raja masih berdiri disana.
"Kudengar tadi dia menyuruh seseorang, entah siapa untuk melakukan penyelidikan. Dia pasti tengah mencari tahu pintu gaib menuju Istana Satu. Tapi aku sudah tahu walau cuma secara kebetulan saja! Biarlah, jika pemuda itu memang waras tidak sinting atau sedeng, aku akan memberi tahu caranya membuka pintu gaib yang tersembunyi di pohon itu."
Setelah berucap demikian Nini Buyut Amukanpun bangkit berdiri. Tak lama kemudian dia keluar dari tempat persembunyiannya, dan menghampiri Raja.
Sementara itu sang pendekar sendiri tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu kembalinya Jiwa Pedang.
Sesiur angin lembut berhembus menerpa wajahnya. Tahu Jiwa Pedang telah berada di depannya Raja langsung ajukan pertanyaan.
"Bagaimana, apakah kau telah menemukan cara membuka pintu tabir yang menghubungkan ke Istana Satu?"
Sebagai jawaban Raja mendengar suara mengiang ditelinga kanannya.
"Gusti raja, saya dapat merasakan Pintu gaib memang berada didalam pohon. Tapi rasanya sulit bagi saya untuk membuka pintu itu."
"Jadi jalan menuju Istana Satu tidak dapat dibuka. Kalau demikian usaha kita untuk membantu menyelamatkan puteri Manjangan Putih dari kebinasaan menemui jalan buntu."
"Perawan Bayangan Rembulan....gadis pembunuh itu dengan leluasa bakal mendapatkan bunga yang menjadi incarannya."
Kata Raja agak kecewa.
Baru saja sang pendekar bicara seperti itu.
Tiba-tiba terdengar suara gelak tawa dibelakangnya.
Secepat kilat sang pendekar memutar tubuh.
Menatap ke depan dia melihat seorang nenek berjubah hitam berdandan rapi berwajah cantik.
Jubah itu sangat mirip dengan sayap kelelawar, melebar pada kedua lengan hingga menyentuh tanah.
Merasa tidak mengenal siapa adanya nenek yang satu ini.
Sambil bertolak pinggang Raja ajukan pertanyaan,
"Nenek cantik berpakaian hitam aneh mirip sayap kampret. Siapakah dirimu?. Mengapa berada disini malam-malam begini?"
Pertanyaan Raja membuat Nini Buyut Amukan hentikan tawanya.
"Pemuda edan! Kau sendiri siapa? Bicara seorang diri layaknya orang sakit ingatan. Sebetulnya kau ini waras atau gila?!"
Damprat Nini Buyut Amukan terkesan galak dan sengit.
Raja senyum-senyum tapi kemudian tak kuasa menahan tawa.
"Saya tidak gila, mungkin cuma miring sedikit nek.
Apa nenek melihat saya bicara sendiri? Rasanya saya tidak sendiri, barusan. Cuma berbincang bincang dengan angin saja! Ha ha ha!"
Kata pemuda itu sambil tertawa lagi.
Dan kenyataannya Nini Buyut Amukan memang tidak dapat melihat dua mahluk alam roh yang selalu bersama Raja.
"Benar-benar tidak waras. Angin diajak bicara. Jadi kau baru saja menyuruh angin untuk menyelidik?"
Tanya Nini Buyut sambil tatap wajah pemuda didepannya. Raja tersenyum, walau dalam hati terkejut tidak menyangka nenek itu mendengar apa yang dia ucapkan.
Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Begitulah nek. Aku suka bicara dengan angin. Tapi buat apa dipersoalkan? Oh ya kau belum menjawab pertanyaanku nek."
Tiba-tiba Nini Buyut Amukan delikkan matanya
"Kurang ajar! Kau sendiri belum menjawab pertanyaanku!"
Dengus si nenek sambil tunjukkan wajah cemberut
"Oh ya, aku lupa."
Raja terdiam sebentar.
Setelah pandangi nenek cantik itu dia melanjutkan,
"Aku yang bodoh ini bernama Raja.Orang biasa menyebutku Sang Maha Sakti Raja Gendeng 313...!"
"Oalaa...pantas.Jadi kau orangnya yang memiliki julukan aneh itu.Kau raja dari semua orang gendeng, orang gila. Atau kau....Jangan-jangan kau memang raja sungguhan atau setidaknya raja para monyet! Hik hik hik!"
"Ah mungkin saja aku raja monyet sedangkan kau nenek moyangnya para monyet!"
Gurau Raja diselingi tawa mengekeh.
Nini Buyut Amukan tiba-tiba hentikan tawa. Walau ucapan sang pendekar dianggap keterlaluan namun dia suka dengan gaya bicara sang pendekar yang ceplas-ceplos.
"Raja Gendeng 313. Ketahuilah aku Nini Buyut Amukan bukan manusia sembarangan. Kau tengah berhadapan dengan salah seorang sesepuh rimba persilatan....!"
Belum sempat si nenek selesaikan ucapan.
Raja tiba-tiba menyela,
"Nini Buyut Amukan. Memangnya kau doyan mengamuk nek?"
"Diam. Biarkan aku selesai bicara!"
Bentak sang Nini meradang. Bentakan itu membuat Raja katubkan bibirnya rapat-rapat. Dalam hati sebenarnya dia tertawa geli melihat dandanan nenek cantik itu.
"Begini. Aku tahu, aku sudah mendengar kau berniat hendak menuju ke Istana Satu tempat kediaman puteri Manjangan Putih. Entah dengan siapa kau bicara aku tidak peduli. Yang jelas kau pasti tidak tahu bagaimana caranya menemukan pintu alam gaib yang tersembunyi di pohon Darah itu. Apakah yang kukatakan betul?"
Tanya Nini Buyut Amukan.
"Betul nek."
"Kau mengetahui orang yang kau cari masuk ke alam gaib melalui pohon ini?"
"Kau betul lagi nek, kau hebat!"
Seru Raja lalu berjingkrak kegirangan.
"Pemuda sialan! Apakah tidak ada kata lain yang bisa kau ucapkan terkecuali kata betul?"
Damprat Nini Buyut Amukan dengan mata mendelik
"Eeng...ada nek, betul itu sama dengan benarkan nek."
Sahut sang pendekar polos.
"Betul-betul goblok. Apakah kau bisanya cuma bergurau?"
"Aku nek...tentu saja bisa bersikap macam macam. Aku memang ingin menyusul Perawan Bayangan Rembulan yang sedang menuju ke Istana Satu."
Jawab pemuda itu polos.
Si nenek manggut-manggut.
"Kepalamu mengangguk, bibir tersenyum apakah berarti kau tahu caranya nek?"
Tanya Raja penasaran.
"Mengapa tidak? Aku berada disini sejak matahari belum tenggelam. Semula aku tidak pernah menduga pintu gaib menuju ke Istana Satu ada dipohon Darah ini."
Menerangkan si nenek
"Aku belajar dari mereka dan mereka tidak tahu aku berada disekitar pohon ini."
Dia pun kemudian menceritakan apa yang dilihatnya begitu Perawan Bayangan Rembulan sampai ditempat itu.
"Oh jadi pohon harus digores hingga mengeluarkan getahnya yang berwarna merah darah. Kemudian dari jemari tangan kita juga harus dikeluarkan darah dan menyatukannya dengan getah pohon itu?"
Kata Raja.
"Ya."
"Hanya itu saja nek. Gampang sekali tapi apakah tidak ada mantra-mantra tertentu yang diucapkan?"
Tanya Raja Gendeng 313 dalam keraguan.
"Telingaku ini, kau lihat telingaku?"
Si nenek lalu sibakkan rambut yang menutup kedua daun telinganya.
"Wah daun telingamu ternyata lebar dan panjang seperti telinga gajah ya nek."
Seru pemuda itu sambil berdecak kagum.
"Tidak percuma aku memiliki daun telinga seperti ini. Aku bisa mendengar suara orang bicara dari jarak ribuan tombak."
Terang Nini Buyut Amukan bangga.
"Lalu apakah kau mendengar Perawan Bayangan Rembulan mengucapkan sesuatu ketika hendak membuka pintu gaib menuju Istana Satu?"
Nini Buyut mengangguk
"Aku mendengar pengasuh Perawan Bayangan Rembulan memang membaca semacam mantra. Dan aku ingat apa kata-kata yang diucapkannya."
"Bagus nek. Sekarang kita bisa membuka pintu alam gaib. Kau boleh tunjukkan caranya padaku!"
Pinta Raja.
"Ikuti aku! Jangan berbuat atau melakukan tindakan yang tidak aku perintahkan. Jika kau melanggar perintahku, jangan menyesal bila nanti kau malah kesasar ke neraka."
Pesan Nini Buyut berbau ancaman.
"Neraka juga tidak mengapa. Kabarnya di neraka banyak gadis dan janda-janda cantik nek!"
Gurau Raja sambil tersenyum.
"Oh pantas. Pemuda sepertimu ternyata mempunyai selera yang rendah!"
Dengus Nini Buyut acuh.
Sama seperti yang dilakukan oleh Rengga Buana.
Nini Buyut Amukan menghampiri pohon yang berada didepannya.
Tenaga dalam segera dia salurkan kebagian kedua belah tangannya.
Jari telunjuk tangan kanan kemudian dia kibaskan ke udara.
Tees!
Seketika itu juga dibagian ujung jemari si nenek mengucur darah merah segar.
Melihat apa yang dilakukan si nenek, Raja Gendeng 313 juga melakukan hal yang sama. Tenaga dalam disalurkan,ujung jari telunjuk sebelah kanan ditiupnya satu kali.
"Darahnya sudah keluar nek, butuhnya banyak atau sedikit?"
Tanya pemuda itu.
Si nenek tidak menjawab, sebaliknya mulut terlihat komat-kamit mengingatkan Raja pada burung yang baru saja selesai buang hajat.
Selesai membaca mantra dengan gerakan cepat luar biasa kini Nini Buyut Amukan segera gunakan kuku jari tangan kiri.
Ret!
Craak!
Kulit batang pohon terkelupas membentuk alur panjang.
Segera cairan merah bau amis menebar memenuhi udara membuat perut sang pendekar bergelung mual. Begitu cairan merah mengalir dari pohon, si nenek pun segera kibaskan telunjuknya yang berdarah.
Tindakan ini segera pula dilakukan oleh Raja. Butir-butir darah melesat menderu di udara, lalu menghantam tepat dimana cairan merah dipohon mengalir.
Begitu darah dan cairan pohon bersentuhan.
Seketika itu pula dari pohon Darah memancar cahaya merah benderang.
Cahaya merah melebar hingga membentuk sebuah pintu dipenuhi kabut putih tebal disertai menebarnya bau aroma harum semerbak.
"Pintu menuju ke Istana Satu terbuka. Sekarang saatnya bagi kita menemui puteri Manjangan Putih! Mudah-mudahan kita tidak keduluan Perawan Bayangan Rembulan dan para pengasuhnya!"
"Ayolah nek. Aku juga sudah tidak sabar ingin melihat bagaimana wajah puteri Manjangan Putih dan juga wajah Nila Seroja."
Nini Buyut Amukan hanya mendengus.Dengan langkah lebar dan langkahkan kaki memasuki pintu gaib itu.
Tidak mau ketinggalan Raja segera menyusul dibelakangnya.
Sekejab saja kedua orang itu lenyap dari pandangan.
Seiring dengan lenyapnya nenek dan Raja Gendeng, pintu merah dipenuhi kabut itupun ikut lenyap.
*****
Sapta Buana adalah salah satu mahluk alam gaib yang wujudnya berupa sosok anjing hitam besar.
Di alam gaib atau Alam Kehidupan Yang Terlupakan dia adalah penguasa kawasan dan yang paling bertanggung jawab atas keselamatan hidupnya Perawan Bayangan Rembulan.
Mahluk ini lebih banyak berdiam diri ditempatnya dan jarang bepergian bersama Nila Seroja.
Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sejak kemunculan Raja yang berhasil memasuki wilayah kekuasaannya dia menjadi gelisah.
Kini setelah Raja pergi.
Mahluk yang wujud aslinya adalah seorang kakek bertubuh kurus kering berwajah tengkorak tidak dapat lagi duduk tenang di atas singgasananya yang terdiri dari susunan tulang belulang.
"Dia seorang pendekar yang mampu mengetahui dan bahkan bisa memasuki pintu Alam gaib. Pasti pemuda berwajah tampan dan bertingkah aneh itu adalah pendekar sakti, dan kesaktiannya memang lebih hebat dibandingkan tokoh-tokoh rimba persilatan yang pernah kukenal."
Berkata Sapta Buana didalam hatinya.
"Aku telah merasakan kehebatannya. Jika bukan karena ilmu Tiupan Pandang yang kumiliki, tidak tertutup kemungkinan aku mengalami cidera hebat atau malah kehilangan nyawa.Tapi...dia tidak sendiri. Dia datang ditempat ini bersama mahluk mahluk yang tak dapat kulihat.Mungkin saja itu mahluk-mahluk halus. Mahluk gaib yang tingkatannya jauh berada diatasku."
Sapta Buana diam sejurus lamanya. Sambil memutar otak dia mengusap janggutnya yang meranggas seperti ijuk.
"Untuk memperoleh Bunga Anggrek Mayat yang dapat meningkatkan kesaktian Nila Seroja, kurasa tidak cukup menyerahkan tugas itu hanya kepada tiga mahluk pengiringku."
Berkata demikian si kakek berwajah tengkorak layangkan pandang ke arah sebuah topeng berwarna hitam yang tergantung di dinding tulang.
Orang tua ini kemudian berdiri dan berjalan menuju ke arah dinding dimana topeng berada. Sebelum tangannya terjulur menggapai topeng. Sapta Buana mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Tangan yang menyapu wajah lalu didekatkan pada topeng.
"Topeng Kematian. Siapa saja yang memakai topeng ini perilakunya berubah. Dia akan menjadi pembunuh yang paling hebat. Tapi topeng ini hanya mempunyai kesaktian terbatas. Topeng Kematian berbeda dengan Topeng Pemasung Jiwa. Topeng yang satu itu jauh lebih hebat. Orang yang memakai Topeng Pemasung Jiwa seluruh jiwa, raga, pikiran dan hatinya tak dapat berpaling dari tujuannya yang semula. Aku tidak perlu khawatir dengan keselamatan Nila Seroja. Kalaupun dia terbunuh Topeng Pemasung Jiwa bakal menghidupkannya kembali."
Kata Sapta Buana.
"Yang menjadi masalah saat ini, apakah aku perlu turun tangan membantu gadis itu mendapatkan Bunga yang dia inginkan sebab bukan hanya gadis asuhanku saja yang menginginkan Bunga Anggrek Mayat."
"Ratu Siluman Buaya Putih juga berhasrat pada bunga itu. Untuk apa Ratu Buaya menginginkan Bunga Anggrek Mayat? Apakah untuk menambah kekuatan, memperhebat ilmu atau....melenyapkan kutukannya."
"Alasan yang ketiga lebih memungkinkan. Ratu Buaya yang aslinya adalah bidadari telah dikutuk para dewa. Jadi dia sangat ingin melenyapkan kutukan atas dirinya itu. Hemm, Ratu Buaya Putih bukan mahluk sembarangan. Aku tidak boleh diam saja dan membiarkan gadis asuhanku menemui banyak hambatan.Aku harus menggunakan Topeng Kematian, lalu tinggalkan tempat ini secepatnya!"
Setelah memutuskan demikian Sapta Buana raih topeng didepannya.
Tidak menunggu lama topeng segera dikenakan diwajahnya.
Begitu bagian dalam topeng menyentuh wajah, seketika itu juga muncul kilatan cahaya merah, hitam dan biru pekat memenuhi seluruh penjuru topeng.
Sapta Buana menjerit keras karena terasa sakit yang luar biasa.
Pancaran cahaya terus berlangsung.
Topeng hitam bergetar hebat bergerak menyesuaikan diri dengan bentuk wajah tengkorak si kakek, lalu melekat dan menyatu dengan wajah si orang tua.
Getaran lenyap seiring dengan meredupnya tiga cahaya yang memancar dari benda itu.
Tanpa bicara orang tua ini kemudian melangkah menuju ke pintu.
Angin dingin berhembus ketika si kakek sampai dipendopo depan.
Tiga kali Sapta Buana keluarkan suara raungan panjang.
Sejenak dia menunggu.Dikejauhan terdengar ratusan suara lolongan yang lain sebagai jawaban.
Tidak sampai sekedipan mata ditempat orang ini berdiri telah dipenuhi mahluk-mahluk berbulu hitam yang tidak lain adalah ratusan anjing penjaga. Kawanan anjing segera jatuhkan diri, julurkan kaki kedepan sebagai tanda penghormatan.
"Aku akan pergi dalam waktu yang tidak bisa kutentukan. Kalian harus menjaga kawasan yang menjadi kekuasaanku. Jangan biarkan seekor kecoak pun mengganggu ketenteraman tempat ini. Bila dalam dua pekan aku tidak kembali, berarti sesuatu yang buruk telah terjadi atas diriku. Sebagai gantinya siapa yang paling kuat diantara kalian dialah yang berhak menggantikan kedudukanku!"
Pesan Sapta Buana.
Kawanan anjing penjaga dongakkan kepala dan keluarkan suara lolongan sedih.
Ratusan mahluk yang mengelilingi si kakek geleng kepala.
Agaknya mereka merasa sedih juga kaget mendengar ucapan pemimpinnya.
Tapi Sapta Buana bersikap tidak perduli.
Sekejab dia angkat dua tangan dan menjunjungnya diatas kepala.
Begitu kedua tangan bergerak turun lalu dikibaskan kesamping.
Seketika itu juga sosoknya berubah menjadi sosok seekor anjing hitam besar luar biasa, bermata dan berlidah merah sedangkan gigi-giginya runcing tajam dengan ukuran yang sangat besar.
Sapta Buana keluarkan suara melolong.
Sekali hentakkan kaki belakangnya seketika itu juga tubuhnya melesat melambung tinggi di udara.
Sapta Buana lenyap, kawanan anjing penjaga itu pun berkumpul bergerombol membentuk pertahanan.
*****
Dikeremangan temaram cahaya bulan.
Ki Lumut Adayana dan Bunga Jelita terus berlari menuju sebelah timur kali Opak.
Sambil berlari sesekali Ki Lumut dongakkan kepala menatap bulan di langit.
"Aku harap bulan segera berlalu. Bila gelap dan bulan tidak muncul dilangit maka Perawan Bayangan Rembulan akan berhenti melakukan pembunuhan!"
Kata Ki Lumut sambil berlari.
"Mengapa gadis itu hanya melakukan pembunuhan disaat munculnya bulan. Empat belas hari bulan bertengger diatas sana selama itu korban terus berjatuhan!"
Tukas dara jelita itu dengan nafas memburu. Patut diakui, dalam berlari Bunga memang agak tertinggal dibandingkan si kakek. Buktinya setelah hampir setengah harian berlari, tidak teriihat tanda-tanda si kakek kelelahan.
"Aku pernah memikirkan keanehan ini. Kemudian aku memperoleh kesimpulan bahwa kehadiran bulan sangat erat hubungannya dengan emosi emosi di dalam jiwa Nila Seroja. Aku yakin gadis itu sebenarnya gadis yang baik, tapi jiwanya berada dalam cengkeraman sebuah kekuatan jahat."
Terang Ki Lumut sambil menoleh kebelakang.
"Kekuatan jahat itu apakah datang dari para pengasuhnya ataukah dari Topeng yang selalu melekat diwajahnya?"
Bertanya Bunga.
Begitu sang dara cantik menyebut Topeng, serta merta Ki Lumut hentikan larinya. Dia berbalik menghadang Bunga membuat si gadis hentikan larinya.
"Barusan kau bicara apa?"
Tanya Ki Lumut ingin lebih memastikan.
"Apa maksudmu kek? Kulihat matamu terbelalak, mulut ternganga. Aku baru saja mengatakan bahwa gadis itu memang memakai topeng."
"Topeng...!"
Gumam Ki Lumut.
Keningnya berkerut berusaha mengingat-ingat.
"Kau pernah mendengar tentang sebuah benda langka berupa topeng. Dan Topeng yang kumaksudkan bernama Topeng Pemasung Jiwa?"
"Aku pernah mendengar, namun belum pernah melihatnya. Menurut kabar dari pamanku siapapun yang memakai Topeng Pemasung Jiwa, maka hati, pikiran, jiwa dan raga orang yang memakainya berada dalam pasungan topeng itu. Dia menjadi budak dan topeng menjadi tuannya. Topeng pemasung jiwa bukanlah topeng biasa tapi merupakan benda sakti yang sangat berbahaya. Siapapun yang mengenakan topeng itu hatinya menjadi buta. Dia bisa membunuh siapa saja bahkan tega menghabisi orang tuanya sendiri."
"Dan kudengar itu telah dilakukan oleh Nila Seroja."
Sambut Ki Lumut
"Tidak kek. Kunti Seroja, ibu Nila Seroja dibunuh oleh tiga mahluk pengiring. Wujud mahluk alam gaib itu berupa tiga anjing besar berwarna hitam."
Terang Bunga Jelita.
"Ah ternyata kau mengetahui lebih banyak dibandingkan diriku!"
Kata Ki Lumut tersenyum sambil menggaruk kepala.
"Tidak semuanya saya tahu kek.Misalnya mengapa Nila Seroja terus menerus melakukan pembantaian itu juga aku tidak tahu."
Terus terang Bunga mengakui.
"Aku juga tidak dapat menduga apakah gadis itu sengaja membunuh untuk melampiaskan dendam kesumatnya dari masa lalu. Jika dia memang menyimpan dendam, mengapa begitu banyak orang yang menjadi korbannya? Sebenarnya berapa banyak manusia yang pernah melakukan kesalahan kepadanya?"
"Aku ini bukan orang pintar, tapi juga tidak tolol-tolol amat. Mungkin saja Nila Seroja menyimpan dendam pada seseorang. Tapi karena jiwa dan raganya berada dalam pengaruh Topeng Pemasung jiwa. Dia tidak dapat lagi membedakan mana yang salah dan mana yang benar."
"Lalu menurutmu bagaimana kek. Apa yang harus kita lakukan?"
Tanya gadis itu kemudian.
Ki Lumut Adayana terdiam, kening kakek ini berkerut. Mulutnya komat-kamit bukannya sedang membaca mantra melainkan sedang berpikir. Sekejab kemudian diapun berkata,
"Aku telah mengetahui tentang riwayat hidup Nila Seroja. Dia terlahir akibat hubungan cinta hitam..."
Mendengar ucapan Ki Lumut, Bunga Jelita terperangah dan buru-buru menyela.
"Tunggu kek. Kau mengatakan Nila Seroja terlahir karena cinta hitam?"
"Apa maksudmu? Apakah ada cinta yang hitam? Setahuku yang namanya cinta ya cinta suci, cinta karena nafsu, cinta karena melihat bentuk tubuh yang indah, ada juga cinta sejati."
Mendengar ucapan polos Bunga, Ki Lumut tersenyum.
"Pengetahuanmu tentang cinta ternyata sedikit sekali. Kasihan."
Ujar Ki Lumut dengan mulut terpencong.
"Cinta itu banyak macam dan ragamnya. Ada yang namanya cinta sesaat. Cinta seperti itu biasanya habis bercinta segera saling melupakan. Kemudian cinta kilat. Kalau yang ini sangat berbahaya karena begitu sedang bercinta langsung disambar petir. Ada pula cinta monyet. Kalau cinta monyet bercintanya dikebun yang banyak monyetnya. Lalu ada lagi cinta harta, cinta kedudukan dan ada pula cinta macan."
Urai Ki Lumut sambil tergelak
"Kau ngawur kek, ngaco. Tapi aku baru mendengar istilah cinta macan. Apakah ada artinya kek?"
"Tentu saja ada.Cinta macan itu tidak lama berkenalan pasangannya langsung diterkam.
Nah ada lagi yang namanya cinta diam-diam, Kalau cinta diam-diam itu artinya tidak diketahui kapan menjalin cintanya tahu-tahu perempuannya sudah hamil besar. Ha ha ha."
"Itu namanya banyak kerja dari pada bicara. Hik hik."
Bunga Jelita tertawa terkekeh.
Beberapa saat lamanya keheningan malam dipecahkan oleh tawa kedua orang ini.
"Masih ada lagi, yaitu namanya cinta tidak tahu diri...!"
Kata Ki Lumut ditengah gelak tawa. Tapi Ki Lumut tidak melanjutkan ucapannya karena Bunga cepat mengangkat tangan dan tempelkan jari tangan ke bibirnya yang merah ranum dan indah.
Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sudah kek, kau tambah ngaco tak karuan."
Sentak Bunga Jelita sambil pegangi perutnya yang terasa kaku akibat banyak tertawa.
"Mengapa dilarang. Ki Lumut guru cinta sejati ini belum selesai mengurai semua istilah cinta..!"
Bunga gelengkan kepala.
"Aku bilang tidak mau mendengarnya lagi. Masih banyak yang harus kita lakukan. Dan apakah kau tidak ingat bahwa saat ini dirimu juga sedang melakukan tugas."
"Tugas! Tugas apa?"
Bertanya si kakek yang mudah lupa itu sambil tatap wajah gadis didepannya.
"Dasar kakek pikun. Bukankah ketika bertemu denganku kau mengatakan ditugaskan oleh seseorang untuk membantu Ki Jangkung Reksa Menggala?"
Kata Bunga mengingatkan membuat Ki Lumut terperangah dan tepuk keningnya yang hijau dipenuhi lumut tebal.
"Ya ampun aku sampai lupa. Memang benar itu tugas yang harus kulakukan. Kalau demikian sekarang ini kita harus bisa menemukan Ratu Siluman Buaya Putih. Kita harus mencari tempat berdiamnya mahluk yang satu itu..."
"Tidak kek. Setiap siluman blasanya berdiam ditempat tersembunyi.Mungkin juga dibawah tanah. Ratu Buaya kemungkinan juga berdiam dibawah air sungai. Mencari dan menemukan tempat tinggalnya jelas sesuatu yang tidak mudah. Tapi cepat atau lambat Ratu Buaya pasti akan keluar dari istana kebesarannya."
"Bagaimana kau bisa berkata begitu?"
"Aku ingat dengan Ki Demang Sapu Lengga."
Kata gadis itu dengan mata menerawang.
"Ratu Buaya tidak mungkin menjemput dan membawa Ki Demang, jika tidak ada sesuatu yang sangat penting ingin diketahuinya."
Ucapan Bunga mengingatkan Ki Lumut pada riwayat bunga langka yang konon memiliki berbagai khasiat dan kesaktian.
"Mungkinkah Ratu Buaya juga ingin mendapatkan Bunga Anggrek Mayat?"
Gumam si kakek membuat Bunga Jelita terkejut sekaligus tatap wajah hijau si kakek
"Bunga Anggrek Mayat. Apakah keberadaan bunga itu bukan cuma sebuah legenda, kek."
"Kalau bunganya memang ada, berarti benar Ratu Buaya menginginkannya.Karena menurut yang aku dengar Ki Demang memang mengetahui tempat kediaman Puteri Manjangan Putih."
"Puteri Manjangan Putih. Apa hubungan puteri dari istana gaib itu dengan Bunga Anggrek Mayat?"
Tanya Ki Lumut Adayana tidak mengerti.
"Menurut pamanku, Puteri Manjangan Putih paling tahu dimana Bunga Anggrek Mayat itu tumbuh"
"Berarti Ratu Buaya Putih saat ini membawa Ki Demang kesana."
"Mungkin saja kek. Tapi kita tidak pernah mengetahui dimana jalan menuju ke Istana Satu tempat berdiamnya puteri Manjangan Putih itu."
"Hmm, ternyata cukup sulit."
Ujar Ki Lumut bingung.
Dalam kebingungannya kakek itu mondar mandir didepan sang dara selayaknya orang yang kehilangan sesuatu. Dan tiba-tiba Ki Lumut hentikan langkah serta tunjukkan wajah gembira sambil berseru.
"Aha, mengapa tolol. Aku bisa minta bantuan Penguasa Pohon Sejati."
"Pohon sejati, mahluk seperti apakah?"
Tanya Bunga tidak mengerti.
"Sudah kau diam saja. Aku harus memusatkan pikiran untuk melakukan tali sambung rasa..."
Tapi baru saja Ki Lumut berkata demikian, Bunga Jelita tiba-tiba melihat ada cahaya hitam, biru, merah melesat di ufuk langit sebelah barat.
Tiga Cahaya itu diikuti satu sosok anjing besar berekor panjang.
"Lihat!"
Seru Bunga sambil menunjuk ke arah dimana sosok aneh itu melayang. Ki Lumut ikutan menatap ke arah yang ditunjuk.
"Cahaya dan anjing terbang diketinggian menuju ke arah barat. Mahluk itu. Sekarang aku ingat. Mahluk dalam rupa seperti itu adalah penguasa sebuah kawasan Alam Kehidupan Yang Terlupakan. Hemm...gawat...!"
Si kakek terlihat cemas.
Wajahnya membayangkan rasa khawatir dan tampak tegang.
"Ada apa kek? Sepertinya kau berubah kalut?"
"Ya, aku cemas sebab bukan hanya Ratu Buaya saja yang menginginkan Bunga Anggrek Mayat. Tapi Nila Seroja juga ternyata mengincar Bunga Anggrek Mayat."
"Mengapa kau beranggapan demikian?"
Tanya Bunga tambah tidak mengerti.
"Sosok anjing hutan yang terbang melayang dengan tiga cahaya memimpin didepannya itu adalah mahluk pengasuh sekaligus mahluk yang paling berperan dengan segala kejahatan yang dilakukan oleh Perawan Bayangan Rembulan."
"Apakah mungkin saat ini mahluk itu sedang menuju ke Istana Satu?"
"Mungkin saja."
Jawab Ki Lumut tanpa ragu Bunga Jelita kembali menatap ke arah barat. Mahluk dan cahaya yang menyertainya terilihat bergerak menjauh.
"Kalau demikian kita harus mengejarnya kek. Mahluk itu hampir tidak kelihatan. Sebelum kita kehilangan jejak cepat lakukan sesuatu."
Tukas Bunga Jelita panik.
Dia takut tak dapat mengikut sang mahluk yang semakin menjauh dari pandangan. Ki Lumut tersenyum.
Sambil menghadap ke arah barat si kakek busungkan dadanya lalu hirup nafas dalam-dalam.
Nafas yang dihirup ditahan didalam dada, setelah itu dihembuskannya kembali.
"Aku sudah menyimpan bau tubuhnya di dalam alur nafasku. Tidak perlu khawatir, kita pasti bisa menemukan keberadaannya. Walau dia bersembunyi di liang kubur aku pasti dapat menjejakinya. Sekarang kita pergi. Kau boleh bergelayut dipunggungku!"
Kata Ki Lumut. Dari balik kantong perbekalannya yang lumutan, si kakek keluarkan sepasang terompah butut.
Terompah segera dipasang dikedua belah kaki. Melihat ini Bunga tidak dapat menahan diri untuk bertanya.
"Buat apa terompah itu."
"Ikuti saja apa yang kuperintahkan tadi. Kau boleh bergelayut dipunggungku. Pegang yang erat jangan sampai terlepas. Kita akan menyusul mahluk itu dengan bantuan terompah saktiku ini."
Bunga Jelita terlihat ragu.
Tapi hatinya penasaran.
Apa benar Terompah jelek yang dipakai Ki Lumut mempunyai kekuatan yang mengagumkan. Sang dara akhirnya menyingkirkan jauh-jauh keraguan hatinya.
Dia maju selangkah lalu ulurkan kedua tangan dibahu si kakek.
Baru saja dua tangan berpegang erat. Ki Lumut ayunkan kaki kanannya
Wuus!
Seperti kilat terompah sakti itu membawa mereka melesat diketinggian lalu melesat deras menyusul sang mahluk yang sudah tidak terlihat Lagi.
******
Berbekal petunjuk yang diberikan Ki Demang Sapu Lengga, gadis berpakaian merah berambut panjang dengan mahkota kecil bersimbol buaya warna putih akhirnya sampai di Pohon Darah.
Ketika itu matahari belum muncul, keadaan terang-terang tanah.
Sang ratu yang sengaja datang hanya ditemani Ki Demang segera menarik orang tua itu.
Karena leher Ki Demang dibelenggu rantai besi maka ketika rantai dibetot Ki Demang pun jatuh tersungkur didepan kaki Ratu Buaya
"Kita sudah sampai ditempat tujuan, mengapa Ratu masih juga memperlakukan saya seperti anjing piaraan."
Tanya Ki Demang.
Suaranya datar dan parau tetapi dilubuk hati Ki Demang tiada henti menyumpah.
Dendam kesumatnya pada gadis bidadari yang satu ini bukan kepalang.
Dia bahkan bersumpah, kapanpun dia mempunyai kesempatan untuk menghabisi Ratu Buaya pasti akan dilakukannya.
Ratu Buaya menyeringai memperlihatkan gigi giginya yang runcing putih tidak beraturan.
"Kau telah kalah dan tidak akan pernah mampu menandingi kesaktianku."
"Segala kesombongan dan ilmu pemikat yang kau banggakan tidak laku didepanku. Dimataku kau jauh lebih hina dari anjing peliharaan. Tapi kalau kau mau berbakti dengan setulus hati membantu mendapatkan Bunga Anggrek Mayat mungkin aku akan berubah pikiran. Bisa saja aku berbalik menjadi mencintaimu dan memperlakukanmu selayaknya pangeranku!"
Ujar gadis cantik itu.
Dan ucapan ini tentu hanya dusta belaka.
Sang Ratu sendiri sudah punya rencana.
Begitu mendapatkan Bunga Anggrek Mayat dia akan membunuh Ki Demang Sapu Lengga.
Sementara itu Ki Demang sendiri tidak mudah termakan oleh janji-janji Ratu buaya begitu saja, karena orang tua ini telah kenyang pengalaman dan banyak gadis cantik yang telah menjadi korban kebejatannya.
Niatnya semula ingin minta perlindungan pada Ratu Buaya dari kejahatan Perawan Bayangan Rembulan telah lama pupus.
Apa lagi dia sekarang sudah menjadi tawanan sang Ratu, Ki Demang jelas-jelas tidak punya pilihan.
Dia hanya menunggu kesempatan terbaik.
Kesempatan untuk meloloskan diri atau menghabisi Ratu Buaya Putih.
"Sekarang apa yang ratu inginkan?"
Tanya Ki Demang sambil bangkit berdiri.
"Kau sudah tahu masih bertanya. Dimana jalan menuju ke Istana Satu?"
"Jalan menuju ke istana itu ada di pohon Darah didepan Ratu!"
Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terang Ki Demang dengan wajah dingin. Ratu Buaya menatap ke arah pohon berukuran luar biasa besarnya yang seluruh batang, cabang hingga daunnya berwarna merah.
"Pohon ini. Apakah kau sudah gila.!"
Sentak Ratu Buaya kalap.
"Sebagai mahluk siluman Buaya Putih ternyata jalan pikiranmu sangat sempit. Jalan menuju pintu gaib itu bisa ada dimana saja, Dan pohon Darah ini adalah salah satunya, janganlah takut aku akan menipumu, karena aku sekarang adalah tawananmu!"
Kata Ki Demang penuh sindiran
"Aku tahu letak pintu alam gaib bisa dimana saja. Tapi aku juga tidak lupa bahwa kau ini manusia licik. Sekarang cepat mendekat kemari. Karena kau yang tahu cara membuka pintu gaib itu maka kaulah yang harus melakukannya!"
Perintah yang tidak disangka-sangka itu membuat Ki Demang kaget.
"Aku tidak mungkin melakukannya. Aku sudah tidak punya muka lagi bertemu dengan puteri Manjangan Putih!"
Ujar si orang tua.
Ratu Buaya tersenyum.
"Segala masalahmu dengan puteri Manjangan Putih itu menjadi urusan dan tanggung jawabmu sendiri. Jika kau tidak mau melakukannya maka aku akan menghabisimu sekarang juga!"
Kata Ratu Buaya mengancam.
Selama malang melintang di rimba persilatan dan berpetualang mendapatkan gadis-gadis yang cantik, Ki Demang tidak pernah mengenal istilah takut mati.
Dia terlalu yakin dengan kehebatan yang dimiliki.
Namun setelah menjadi tawanan dan merasa tidak berdaya barulah dia menyadari betapa hidup adalah sesuatu yang sangat berharga.
Nilainya tinggi melebiihi kesenangan dan harta benda.
Ki Demang pun menjadi cemas.
Bagaimana bila Ratu buaya benar-benar membuktikan ancamannya?
Dengan perasaan berat dan kemarahan dihati dia segera mendekat ke pohon Darah itu.
Sebelum tangan yang bebas bergerak dijulur siap membuka jalan pintu tabir dia menoleh menatap Ratu Buaya yang berdiri disebelah kirinya lalu ajukan pertanyaan,
"Apakah sekarang?"
"Kalau tidak sekarang kapan lagi!"
"Aku tidak mau keduluan Perawan Bayangan Rembulan!"
Bentak Ratu Buaya ketus.
Ki Demang tersenyum mengejek
"Mudah-mudahan gadis itu sudah ada disana dan telah mendapatkan Bunga Anggrek Mayat sehingga selamanya kau tidak dapat bebas dari kutukan para dewa!"
Buku!
Satu jotosan keras mendarat dibahu Ki Demang, membuat kakek ini jatuh terpelanting, namun segera bangkit lagi tanpa menghiraukan rasa sakit dibahunya yang serasa remuk
"Lakukan sekarang, kalau tidak aku segera menghabisimu!"
Lagi-lagi Ratu Buaya mengancam. Si kakek terdiam, namun dia segera lakukan Juga apa yang diperintahkan.
Dengan cepat sambil salurkan tenaga dalamnya yang tersendat diujung jari telunjuk kiri.
Dia segera menggores batang pohon Darah.
Selanjutnya tangan kanan dia lukai dengan sekali gigitan.
Jari telunjuk itu berdarah.
Melihat apa yang dilakukan Ki Demang, Ratu Buaya juga segera ingin ikut melakukannya.
Dan Ki Demang masih berbaik hati dengan berkata,
"Jika kau ingin masuk kesana Ratu, kau memang juga harus menabur darahmu pada batang pohon Darah yang kutoreh. Kalau tidak kau bakal tertinggal disini dan aku yang masuk ke Istana Satu sendirian."
"Jika itu sampai terjadi kau bisa menunggu ditempat ini sampai tua, karena Puteri Manjangan Putih pasti bisa memaafkan dan melindungi diriku dari orang sepertimu!"
"Tua bangka tidak tahu diri, terima kasih kau telah mengingatkan."
Dengus sang ratu.
Diapun lalu pancarkan darahnya ke bagian cairan pohon yang meleleh bekas torehan, Begitu getah pohon bersentuhan dengan darah.
Seketika itu pula terjadi suatu keanehan yang luar biasa.
Cahaya merah terang benderang memancar dari batang pohon itu membentuk sebuah alur pintu seukuran tubuh manusia dewasa.
Di balik pintu yang muncul secara aneh mengepul kabut tebal berwarna putih berkilau.
Bau harum menebar bersama munculnya pintu dan kabut
"Pintu gaib, jalan menuju ke Istana Satu telah terbuka.Sekarang terserah padamu!"
Ujar Ki Demang.
Ratu Buaya sempat merasa ragu.
Bagaimana kalau semua yang dilihatnya adalah jebakan.
Maka tanpa bicara didorongnya Ki Demang menuju pintu gaib itu.
Setelah si kakek melangkah masuk, Ratu Buaya pun segera mengikutinya.
Dalam sekedipan mata kedua orang ini pun lenyap.
Pintu alam gaib yang muncul dibatang pohon seketika raib.
Bekas torehan pada batang pohon juga menghilang.
Sementara setelah melewati pintu gaib di pohon Darah.
Ratu Buaya kini dihadapkan pada sebuah jalan yang dipenuhi dengan berbagai jenis bunga indah yang sedang bermekaran.
Aroma semerbak wangi bunga itulah yang sempat tercium oleh Ratu Buaya ketika dia masih berada di depan pintu gaib.
"Dimana beradanya Istana Satu?"
Bertanya Ratu Buaya sambil menatap jalan dan hamparan tanah luas.
"Istana Satu berada di sebuah lembah. Bila kita terus berjalan mengikuti jalan ini, Nanti kita akan temukan tangga berbatu dipenuhi undakan menuju lembah yang kumaksud."
"Lembah? Aku tidak melihat adanya lembah!"
Sahut Ratu sambil layangkan pandang ke beberapa sudut penjuru.
"Makanya jangan banyak tanya. Ikuti saja aku!"
Tukas Ki Demang yang memimpin di depan dengan perasaan sebal.
Tanpa bicara lagi Ratu Buaya terus mengikuti Ki Demang.
Setelah cukup lama berjalan keduanya melewati tikungan jalan yang dilapisi bebatuan indah.
Batu-batu itu tidak lain adalah batu sapir yang bila berada di kehidupan manusia pastilah menjadi rebutan banyak orang.
Dari tikungan jalan yang terlindung lamping tebing dipenuhi bunga yang tumbuh merambat bergelantungan.
Lembah yang dimaksudkan Ki Demang terlihat jelas.
Sebagai orang yang pernah mendatangi tempat ini, Ki Demang tentu saja sangat memahami keadaan dilembah itu.
Tapi melihat keadaan lembah yang sekarang ini tak urung Ki Demang jadi tertegun.
Tidak seperti sebelumnya, Lembah ini tampak diselimuti kabut putih, hijau, biru juga hitam.
"Lembah yang indah, sayang dipenuhi kabut aneh."
Menggumam Ratu Buaya Putih.
"Apa nama lembah ini?"
Dalam cemas dan kekhawatiran Ki Demang masih bersedia menjawab pertanyaan sang ratu
"Lembah Kebahagiaan! "
"Lembah kebahagiaan, nama yang indah kedengarannya. Tapi nanti bila kedatanganku tidak disambut dan keinginanku tidak dituruti. Barangkali lembah ini akan berganti nama menjadi nama yang tak kalah bagus yaitu Lembah Kesengsaraan."
Habis berkata begitu Ratu Buaya tertawa tergelak menertawakan gurauannya sendiri.
Walau tidak menjawab, namun Ki Demang yang pernah merasa berhutang nyawa pada puteri Manjangan Putih jadi gemas dan geregetan.
Ki Demang terus mengayunkan langkah, kini dia dengan diikuti Ratu Buaya menuruni jalan bertangga menuju lembah.
Di tengah jalan sebelum mencapai dasar lembah, sementara ujung lembah masih berada dikejauhan dibawah sana, Ki Demang Sapu Lengga mulai gelisah.
Melihat tingkah Ki Demang selayaknya orang yang bingung, Ratu Buaya malah sebaliknya merasa curiga.
"Harap kau tidak melakukan sesuatu yang membuat kita celaka!"
Ratu Buaya mengingatkan.Digenggamnya ujung rantai panjang yang menghubungkan ke leher kakek itu.
Ki Demang merasakan ada aliran hawa panas luar biasa pada rantai yang menjirat lehernya
"Ratu apa yang hendak kau lakukan? Kau mau menghabisi aku sekarang juga? Jika tidak datang bersama apa kau kira Puteri Manjangan Putih mau menunjukkan dimana Bunga Anggrek Mayat berada?"
Dalam kemarahan Ki Demang menyeringai.
"Aku tidak harus membunuhmu. Tapi sedikit peringatan cukup bagimu agar kau tidak bersikap gegabah terhadapku."
Sahut Ratu Buaya ketus Kemudian perlahan-lahan dia menarik balik tenaga sakti yang disalurkannya dari rantai besi putih.
Ki Demang tertawa dingin.
Raja Gendeng 24 Topeng Pemasung Jiwa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia melangkah lagi.
Sambil melangkah Ki Demang membuka mulut
"Lembah Kebahagiaan sepanjang yang kuketahui tidak pernah berkabut seperti ini.Apalagi kabutnya sampai membentuk beberapa alur warna."
Ucapan Ki Demang membuat Ratu Buaya terkejut.
"Apakah kehadiran kabut ini punya makna dan arti tertentu?"
Bertanya sang ratu.
Tanpa menoleh orang tua itu anggukkan kepala.
"Puteri pernah bercerita padaku. Bila lembah ini dipenuhi kabut apalagi kabutnya berwarma warni.Maka puteri tengah menghadapi persoalan besar. Biasanya persoalan itu datang dari luar. Dan sekarang firasatku mengatakan seseorang telah datang mendahului kita, ratu. Kau dan aku datang terlambat. Mungkin saja Perawan Bayangan Rembulan, sainganmu itu telah datang ke tempat ini lebih awal!"
"Jahanam keparat! Bagaimana bangsat itu bisa menembus memasuki wilayah ini!"
Teriak Ratu Buaya meradang.
"Aku tidak tahu!"
"Setan alas! Kau banyak bicara tapi lebih banyak tidak tahunya. Lekas ikuti aku. Apapun yang terjadi Bunga Anggrek Mayat harus kudapatkan, mengerti!"
Sambil berkata demikian Ratu Buaya hentakkan kakinya.
Sekejab saja tubuhnya sudah berkelebat melewati Ki Demang.
Karena ujung rantai yang satu ada dalam genggaman gadis itu maka ketika Ratu Buaya melesat di udara seketika itu pula leher Ki Demang ikut terbetot.
Tidak ingin kepalanya tanggal terbetot rantai yang melingkar dilehernya, si orang tua terpaksa mengikuti Ratu Buaya sambil lontarkan caci maki sumpah serapah.
*****
Satu sosok putih besar melayang seolah terjatuh dari langit.
Hanya dalam waktu sekejab saja sosok itu jejakkan kaki dalam keadaan setengah berlutut dan menghadap ke arah pohon Darah.
Sosok berpenampilan serba putih, berkumis, berjanggut dan bersorban putih yang tak lain adalah Resi Cadas Angin lalu bangkit berdiri.
Goosebumps 2000 8 Kamp Horor 02 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Legenda Kematian Karya Gu Long
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama