Ceritasilat Novel Online

Dendam Iblis Seribu Wajah 9


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 9



Dendam Iblis Seribu Wajah Karya dari Khu Lung

   

   Rerumputan bergerak-gerak menimbulkan alunan suara yang pilu.

   Di sekitar sunyi senyap.

   Tak terlihat lagi bayangan wanita jelek itu.

   Pada saat itu juga, dia merasa hatinya seperti ditusuk oleh ribuan jarum.

   Sakit dan marah.

   Serangkum rasa perih memenuhi dadanya.

   Dua baris air mata bagai curahan hujan lebat membasahi wajahnya.

   Tadinya dia berpikir dapat bertemu lagi dengan Mei Ling setelah diculik oleh Oey Kang, bahkan racun Li Hun Tan dapat disembuhkan oleh Yibun Siu San.

   Sejak hari itu, mereka tidak akan terpisah lagi.

   Untuk selamanya mereka dapat mereguk kenikmatan anggur cinta yang tumbuh dalam hati mereka berdua.

   Siapa tahu bencana memang tidak dapat ditolak.

   Tiba-tiba bisa muncul seorang Lu Sam Nio dan seorang Im Ka Tojin yang menculik Mei Ling.

   Bagi Tan Ki, hal ini merupakan suatu pukulan bathin yang tidak terkatakan beratnya.

   Ketika dia melihat jelas bahwa kedua orang itu sudah menghilang, hatinya menjadi hancur.

   Berbagai penderitaan berkecamuk dalam dadanya.

   Bagai seorang anak yang menerima hinaan dari kawan-kawannya.

   Dia berdiri termangu-mangu dan memandangi rembulan yang suram seperti orang yang kurang waras.

   Padahal dia sedang mengerahkan segenap pikirannya untuk mencari tahu asal-usul sepasang laki-laki dan perempuan tadi.

   Tetapi bagaimanapun dia tetap merasa belum pernah bertemu dengan mereka.

   Dan Toa Ie yang mereka katakan tadi, entah siapa orangnya.

   Yang dapat diduganya, Toa Ie ini pasti bukan tokoh sembarangan.

   Dan dia pula yang memerintahkan tosu serta wanita jelek tadi untuk menculik Mei Ling.

   Tanpa dapat ditahan lagi dia tertawa getir.

   Berbagai macam penderitaan dalam waktu yang singkat memenuhi sanubarinya.

   Dia sendiri tidak tahu apa arti tawanya itu.

   Tetapi dia membayangkan, dunia begini luas, daratan, pegunungan, lautan, semuanya dapat dijadikan tempat tinggal.

   Lalu ke mana dia harus mencari orang yang hanya dia tahu sebutannya Toa Ie itu? Keperihan yang tidak terkatakan memenuhi seluruh hatinya.

   Akal sehatnya bagai lenyap tanpa bekas.

   Pikirannya kalut.

   Tiba-tiba dia mendengus satu kali.

   Dengan termangumangu, dia mulai tertawa lebar.

   Tawanya ini masih belum seberapa mengejutkan.

   Tetapi seperti sedang melampiaskan kekecewaan hatinya.

   Namun tawanya semakin lama semakin keras.

   Lama kelamaan menjadi tawa yang terbahak-bahak.

   Suara tawanya melengking, di dalamnya terkandung keperihan yang tidak teruraikan dengan kata-kata.

   Seluruh bukit dan lembah bagai tergetar, gaungnya bertalu-talu ke segala penjuru.

   Tawanya yang panjang berlangsung kurang lebih sepeminum teh lamanya.

   Lalu tibatiba terhenti.

   Di wajahnya yang tampan tersirat kedukaan yang aneh, kemudian dia menarik nafas panjang.

   Perlahan-lahan dia membalikkan tubuh dan berjalan ke atas bukit.

   Dalam waktu sesaat, dia merasa kehidupannya di dunia ini tidak ada artinya sama sekali.

   Juga tidak tahu sejak kapan, ternyata di dalam hatinya terlintas pikiran untuk menggundulkan rambutnya menjadi hwesio.

   Dia berjalan dengan lambat, langkahnya seakan demikian berat Dari hadapannya berhembus segulungan angin, tetapi tetap saja tidak menghentakkannya dari lamunan.

   Embun yang membasahi rumput dan bunga-bungaan berulang kali memercik kakinya.

   Namun dia tidak merasa dingin sama sekali.

   Seluruh perasaannya seolah sudah kebal.

   Selangkah demi selangkah dia berjalan.

   Tampang dan penampilannya lebih mirip sesosok mayat hidup.

   Dalam kegelapan malam seperti ini, suasana semakin mengerikan! Tiba-tiba Terasa angin berkibar, sesosok bayangan kehitaman dengan tergesa- gesa berkelebat datang.

   Orang ini terpana ketika tiba-tiba bertemu dengan Tan Ki.

   Mulutnya sampai menge-luarkan seruan terkejut.

   Secara mendadak dia menahan luncuran tubuhnya yang sedang melesat ke depan.

   Ketika dia berhenti, jarak antara kedua orang itu hanya tiga langkah saja.

   Di bawah sinar rembulan yang remang-remang, tampak orang itu bertubuh langsing.

   Alisnya bagai dilukis, kepalanya terikat sebuah pita berwarna ungu, pakaiannya berwarna merah jambu.

   Bahunya menyandang sebilah pedang panjang, usianya kira-kira empat puluhan.

   Kemunculan wanita setengah baya yang cantik ini begitu tiba-tiba.

   Seharusnya Tan Ki bisa terkejut setengah mati.

   Tetapi kenyataannya benar-benar di luar dugaan, dia tidak mengucapkan sepatah katapun.

   Seperti sebelumnya dia terus berjalan, seolah matanya tidak melihat apa-apa.

   Gerakan yang tidak biasanya ini, malah membuat wanita setengah baya itu terperanjat.

   Kakinya menggeser ke kanan kurang lebih setengah tindak, dia membiarkan Tan Ki lewat di sampingnya.

   Begitu mata memandang, dia melihat tampang Tan Ki pucat sekali.

   Di bawah cahaya rembulan, wajah itu adalah tanpa perasaan.

   Hatinya menjadi perih.

   Semacam perasaan yang timbul dari kasih seorang ibu, memenuhi dadanya seketika.

   Membuat dia tidak dapat menahan kedukaan dalam bathinnya.

   Air mata pun mengalir dengan deras.

   Tanpa dapat ditahan lagi, dia berteriak sekeras-kerasnya.

   "Anakku!"

   Setelah memanggil satu kali, nada suara-nya begitu mengharukan.

   Siapa kira, Tan Ki seakan tidak mendengarnya, dia terus melangkahkan kakinya ke depan.

   Kalau saja pikiran Tan Ki saat itu sadar seperti biasa, tentu dia dapat mengenali wanita yang tiba-tiba muncul di hadapannya tadi adalah ibu yang sangat menyayanginya tetapi juga sangat dibencinya, Cen Lam Hong.

   Meskipun dia telah berpisah dengan ibunya selama sepuluh tahun.

   Angin gunung terus berhembus, seakan tidak hentinya menarik nafas panjang melihat tragedi yang menimpa anak manusia.

   Suasana semakin pilu serta menyayat hati Tadinya Cen Lam Hong mendapat laporan dari Yibun Siu San.

   Oleh karena itu, dengan hati penuh harapan dia cepat-cepat turun untuk menemui putranya tersayang.

   Meskipun Yibun Siu San sudah memperigatkannya berkali-kali bahwa Tan Ki mempunyai salah paham yang dalam terhadap dirinya.

   Setelah bertemu, ada kemungkinan timbul suasana yang tidak enak.

   Tetapi dia tetap tidak perduli segalanya.

   Meskipun putra kesayangannya akan memaki ataupun memukul dirinya, dia bersedia menerima semuanya.

   Dia hanya berharap dapat melihat Tan Ki satu kali saja.

   Ingin tahu sampai di mana perubahan anaknya setelah berpisah selama sepuluh tahun, seperti apa rupanya sekarang.

   Dengan demikian pun hatinya sudah merasa puas.

   Tidak disangka kenyataan yang terpampang di hadapannya benar-benar di luar dugaan wanita setengah baya ini, akibatnya dia malah jadi terpana.

   Tubuhnya berkelebat, dia menghadang di depan Tan Ki.

   Wajahnya menyiratkan perasaan sayangnya yang dalam.

   Dengan lembut dia berkata "Anakku, apa yang terjadi padamu?"

   Suaranya demikian keibuan dan penuh perhatian.

   Orang yang mendengarnya pasti akan terharu dibuatnya.

   Mendadak Tan Ki menghentikan langkah kakinya.

   Dia memandang Ceng Lam Hong dengan tertegun.

   Kemunculan wanita setengah baya itu dihadapannya membuat dia jadi termangu-mangu.

   Sepeluh tahun berpisah, meskipun terhitung waktu yang panjang, tetapi bagi ingatan seseorang belumlah terlalu lama.

   Tetapi pikiran Tan Ki sekarang sedang sekarat, dia hampir tidak tahu apa-apa lagi.

   Dia hanya merasa wajah wanita setengah baya di hadapannya ini begitu welas asih, tetapi tidak dapat mengingat bahwa dia mempunyai hubungan dengan dirinya.

   Setelah memandangnya dengan termangu-mangu beberapa saat, tiba-tiba dengan ketolol-tololan dia tertawa terkekeh-kekeh.."Siapa kau?"

   Ceng Lam Hong menarik nafas panjang.

   "Aku adalah ibumu, apakah kau tidak mengingatnya lagi?"

   Tan Ki seolah tertegun.

   "Kau adalah ibuku?"

   Bola matanya bergerak-gerak, dia memperhatikan Ceng Lam Hong dari atas kepala sampai ke bawah kaki. Kemudian dia menggelengkan kepalanya.

   "Ti-dak benar, ibuku tidak selembut dirimu. Dia juga tidak sebaik dirimu, makanya dia bisa kabur dengan seorang laki-laki. Lagipula dia sudah bersembunyi begitu lama serta tidak sudi menemui diriku kau mengatakan bahwa kau adalah ibuku, apakah kau juga pernah kabur dengan seorang laki-laki?"

   Mendengar kata-katanya, Ceng Lam Hong jadi tertegun. Beberapa saat kemudian, dia baru tersadar apa makna ucapan Tan Ki. Tanpa dapat ditahan lagi dia menghentakkan kakinya ke atas tanah.

   "Ngaco!"

   Tan Ki menaikkan sepasang bahunya.

   "Ngaco juga tidak apa-apa, omong kosong juga boleh. Pokoknya, di dalam hatiku sudah tidak ada lagi bayangan ayah ibuku. Kalau kau ingin memalsukan dirinya dan mengaku sebagai ibuku, berarti kau juga mempunyai hubungan yang kotor dengan seorang lakilaki!"

   Selesai berkata, mendadak dia mendongakkan wajahnya dan tertawa terbahakbahak, kemudian dengan cepat tubuhnya melesat ke depan.

   Hati Ceng Lam Hong tergetar.

   Secara jelas dia tahu bahwa saat ini pikiran Tan Ki sedang kacau, kata-kata yang diucapkannya pasti seenaknya saja.

   Tetapi hal ini membuktikan kepadanya bahwa kenyataannya memang Tan Ki benci sekali kepadanya.

   Tiba-tiba tubuh Tan Ki menerjang ke depan, meskipun dia sangat terkejut.

   Secara otomatis, dia bergeser dua langkah dan membiarkan Tan Ki lewat.

   Ketika anak muda itu sudah mencapai jarak tiga depaan, tanpa dapat mempertahankan diri lagi dia memanggil dengan suara keras.

   "Anak Ki!"

   Suaranya tajam dan pilu.

   Lebih mirip ratapan dari suara panggilan.

   Tampangnya sungguh mengharukan, mimiknya menyorotkan ketulusan.

   Meskipun dia sudah berpisah dengan Tan Ki selama sepuluh tahun, tetapi kasih sayangnya sebagai seorang ibu tetap tidak hilang.

   Rembulan yang menyembul di balik awan, menyorotkan cahaya ke arah wajahnya yang mulai berkerut, dua baris air mata mengalir dengan deras Kasih sayang seorang ibu yang lembut, seakan meluap memenuhi hatinya saat itu juga.

   Tetapi Tan Ki masih belum menyadari bahwa panggilan ibunya sangat berharga, pikirannya kurang waras, dia bahkan tidak mendengar panggilan itu.

   Diantara angin malam, sayup-sayup berkumandang suara tawa yang panjang, seperti sebilah pedang yang tajam menusuk kalbunya sebagai seorang ibu yang mencintai anaknya.

   Hatinya sangat terluka.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Aku tidak tahu malu? Perempuan yang kabur dengan seorang laki-laki?"

   Gumamnya seorang diri.

   Mulutnya bergumam, hatinya terasa semakin dingin.

   Sakit yang menusuk dua baris air mata kembali berderai.

   Suaminya dibunuh mati dengan empat puluh macam senjata rahasia, meskipun hatinya sedih sekali, namun tidak sehebat kali ini.

   Dua baris air mata ibu ini mengalir dari ketulusan hatinya.

   Air mata yang tidak terkira nilainya.

   Dia dimaki oleh Tan Ki sebagai wanita jalang yang tidak tahu malu, bagaimana perasaannya tidak menjadi sakit? Kemudian, tampak dia menggertakkan giginya erat-erat.

   Tangannya terangkat dan dihapusnya air mata yang mengalir turun.

   Mulutnya mengeluarkan tawa yang getir.

   "Baiklah, biar saja dia memarahi aku sedemikian rupa, pokoknya dia tetap anakku!"

   Tubuhnya berkelebat, dengan membawa penderitaan dan rasa sakit di hatinya, dia berlari ke arah yang diambil Tan Ki dengan maksud mengejar anaknya itu.

   Cahaya rembulan semakin redup.

   Namun cukup untuk menyinari seluruh perbukitan itu.

   Tampak Ceng Lam Hong berlari dengan mengerahkan ilmu ginkangnya, kadang-kadang kakinya meloncat ke atas, kadang melayang turun lagi ke bawah.

   Dalam waktu yang singkat dia sudah jauh sekali.

   Sekali loncatan saja, dia mampu mencapai satu depaan.

   Tidak berapa lama kemudian, dia sudah dapat melihat bayangan punggung Tan Ki yang melangkah di tengah perbukitan.

   Diam-diam Ceng Lam Hong menghembuskan nafas panjang.

   Hatinya menjadi agak lega setelah berhasil menyusul anaknya.

   Langkah kakinya diperingan dan tanpa diketahui oleh Tan Ki, dia mengikutinya dari belakang.

   Seorang ibu serta seorang anak membawa perasaan yang berbeda terus mendaki ke atas bukit tanpa mengucapkan sepatah katapun.

   Setelah berjalan beberapa saat, tiba-tiba terdengar suara tawa yang panjang bergema di daerah perbukitan itu.

   Gaungnya bahkan membuat gendang telinga seakan menjadi berdengung-dengung.

   Setelah mendengar suara tawa yang berulang-ulang itu, hati Ceng Lam Hong menjadi khawatir.

   Dia tahu suara tawa itu timbul dari mulut Yibun Siu San yang mengerahkan tenaga dalamnya, tetapi diselingi juga oleh suara Oey Kang yang sinis.

   Yang satu berniat melindungi dirinya, sedangkan yang satu lagi ingin menemui dirinya.

   Kedua orang itu bagai api dan air yang tidak dapat dipersatukan Pikirannya masih melayang-layang, tiba-tiba berkumandang lagi suara dengusan dan bentakan.

   Deru angin menghempas-hempas.

   Tidak usah diragukan lagi, kedua orang itu mulai terlibat dalam perkelahian yang sengit.

   Pada saat itu juga, mendadak Tan Ki tertawa keras.

   Dengan suara lantang dia berteriak "Liu Moay Moay, jangan takut! Aku datang menolongmu!"

   Baru saja ucapannya selesai, dengan segera dia menarik nafas panjang dan tubuhnya langsung berkelebat menerjang ke depan.

   Meskipun pikirannya sedang kacau, namun ilmu silatnya masih tetap.

   Begitu mengemposkan tenaga, tubuhnya melesat bagai seekor kijang.

   Kecepatannya tidak terkirakan.

   Ceng Lam Hong cepat-cepat mengerahkan ginkang-nya mengejar, semakin lama semakin cepat.

   Tidak berapa lama kemudian, mereka sudah sampai di puncak bukit di mana terdapat sebuah padang rumput yang cukup luas.

   Saat itu rembulan masih menyembunyikan sebagian dirinya di balik awan, cahayanya yang redup menyinari seluruh permukaan bukit itu.

   Namun masih ada beberapa bintang yang berkelap-kelip.

   Yibun Siu San dan Oey Kang bertarung dengan sengit dengan tangan masing-masing menggenggam sebilah pedang kayu.

   Si pengemis sakti Cian Cong malah duduk di atas rumput pada jarak dua depaan.

   Tangannya menggenggam hiolo berisi arak.

   Berulang kali dia meneguk araknya dengan nikmat.

   Kadang-kadang matanya membelalak apabila menyaksikan bagian pertarungan yang hebat.

   Wajahnya menyiratkan perasaan khawatir.

   Tepat pada saat Tan Ki dan ibunya mendaki ke puncak bukit.

   Terdengar suara Oey Kang membentak dengan suara keras.

   Dengan jurus Naga Menggerakkan Ekor, orang beserta pedangnya meluncur ke arah Yibun Siu San! Serangannya ini dilancarkan dengan kecepatan yang hebatnya bukan main.

   Kaki Yibun Siu San baru berdiri dengan mantap, pedang kayunya sudah menimbulkan suara desingan yang meluncur dari tengah udara ke hadapannya! Dengan panik Yibun Siu San mengerahkan jurus Berpacu di atas kuda.

   Dia mengelakkan diri dari serangan pedang kayu Oey Kang, sekaligus menendangkan kaki kanannya ke arah pergelangan tangan lawan yang menggenggam pedang kayu.

   Terdengar suara tawa Oey Kang yang mengandung kelicikan luar biasa.

   Dia tidak berusaha menghindarkan diri dari serangan lawan, malah tangan kirinya terulur mengincar urat darah di bagian paha Yibun Siu San yang sedang menendang ke arahnya.

   Yibun Siu San terkejut setengah mati melihat iblis itu menyambut serangannya dengan serangan pula.

   Laki-laki itu terdesak sampai dua tiga depa.

   Dia merasa serangkum angin menghembus lewat selangkangannya.

   Meskipun jalan darahnya tidak tertotok, namun sapuan anginnya saja sudah menimbulkan rasa perih dan panas.

   Dalam keadaan masih terperanjat, tiba-tiba dia melihat Oey Kang bagai camar yang terbang di angkasa.

   Diiringi suara orang meniup dengan keras, dia melintas di atas kepala Yibun Siu San.

   Pedangnya berubah menjadi bayangan yang mengitarinya dan tiba-tiba orang beserta pedang kayunya meluncur ke arah Ceng Lam Hong.

   Yibun Siu San melihat dia menggerakkan pedang sambil melayang di udara.

   Kepandaian orang ini sudah mencapai taraf yang demikian tinggi sehingga pedangnya sudah berhasil dikuasai sedemikian rupa tergantung kemauan-nya.

   Hatinya menjadi tercekat, sambil meraung dengan keras, dia menggetarkan pedang kayunya serta menyapu ke depan.

   Terdengar suara benturan yang keras.

   Dua batang pedang kayu saling beradu.

   Dengan menggunakan daya pental dari dorongan tenaga lawan, tubuh Oey Kang melayang lagi di udara sejauh satu depaan.

   Dia berjungkir balik sebanyak dua kali.

   Sambil tertawa terbahak-bahak, pedang kayunya kembali meluncur ke arah jalan darah penting di bagian punggung Yibun Siu San.

   Angin yang keras timbul dari totokan pedangnya, gerakannya ringan dan lincah sekali.

   Dengan panik Yibun Siu San menerjang ke depan sejauh beberapa depa.

   Tangannya membalik dan dengan jurus Mematri lonceng emas, dia membalas sebuah serangan.

   Siapa nyana gerakan iblis ini jauh lebih cepat dari pada dirinya.

   Sepasang kakinya baru menutul di atas tanah, tahu-tahu tubuhnya sudah mencelat kembali di udara.

   Serangan Yibun Siu San sampai, tubuhnya sudah melayang kembali.

   Dengan jurus Camar menerobos awan, dia sudah melesat ke atas kepala Yibun Siu San dan pedang kayunya secepat kilat menebas ke bawah! Jurus ini anehnya bukan main.

   Meskipun Yibun Siu San sudah banyak menghadapi lawan tangguh, pengalamannya juga luas.

   Tetapi dia juga dibuat kalang kabut oleh serangan Oey Kang ini.

   Cepat-cepat dia membalikkan tubuhnya di udara dan menghindar sejauh beberapa depa.

   Begitu kakinya menginjak tanah, dengan jurus Pelangi mewarnai langit dia lancarkan kembali serangan dari udara.

   Kehebatannya mengagumkan, dia langsung menyambut datangnya serangan lawan.

   Terdengar lagi suara pedang kayu mereka beradu, kembali Oey Kang meminjam tenaga dorongan akibat benturan itu dengan melayang lagi di udara.

   Pergelangan tangannya memutar dan dia menebas lagi ke arah Yibur Siu San.

   Cara menyerang yang belum pernah terdengar atau terlihat ini, justru merupakan ilmu andalan Oey Kang yakni, Mo-hun Cap Pat-cai atau Delapan belas jurus meraba awan.

   Gerak-annya selalu meminjam tenaga pantulan pedang lawan untuk mencelat ke atas dan menyerang dari udara.

   Acap kali sampai lama sekali tubuhnya tidak mendarat turun di atas tanah.

   Ketika mula-mula menghadapi lawannya, Yibun Siu San masih belum merasa adanya keistimewaan apa-apa.

   Dia hanya merasa ilmu meringankan tubuh Jikonya itu maju pesat dibandingkan waktu lalu.

   Dengan pertimbangan waktu yang tepat, dia dapat meminjam tenaga pantulan senjata lawannya untuk mencelat ke tengah udara.

   Tetapi setelah bergebrak kurang lebih sepeminum teh lamanya, dia baru mulai merasa ada yang tidak beres.

   Dia melihat tubuh lawannya yang melayang di udara bagai burung camar beterbangan.

   Melesat ke sana menerobos ke mari.

   Serangannya semakin lama semakin gencar.

   Perubahan jurusnya mengejutkan.

   Terang-terangan dia melihat serangan dilancarkan dari arah depan, tahu-tahu tubuhnya berkelebat dan serangannya sudah mengancam dari belakang.

   Gerakan tangannya seperti asal-asalan saja, namun sasarannya selalu bagian tubuh yang berbahaya.

   Pedang kayu di tangannyapun semakin lama gerakannya semakin aneh.

   Tiba-tiba menyerang ke kiri dan kadang-kadang berpindah ke kanan.

   Kedatangannya selalu tidak terduga-duga.

   Lambat laun Yibun Siu San terpaksa harus memusatkan perhatian sepenuhnya untuk menghadapi lawan.

   Tokoh kelas tinggi di dunia Bulim ini, dibuat kalang kabut oleh gerakan tubuh Oey Kang yang bergerak bagai hempasan angin.

   Biarpun kepandaiannya sangat tinggi, namun dia sama sekali tidak sempat menggunakannya.

   Karena ilmu Cap Pat Mo-hun milik Oey Kang ini merupakan sejenis ilmu yang sangat istimewa, tubuhnya sambil melayang di udara dapat melesat ke kiri dan ke kanan.

   Gerakan tubuhnya seakan tidak pernah berhenti.

   Meskipun tenaga dalam Yibun Siu San lebih tinggi lagi, tetap saja dia tidak bisa berbuat apa-apa.

   Si pengemis sakti yang terus menyaksikan jalannya pertempuran dari samping, menjadi tercekat hatinya.

   Diam-diam dia berpikir Nama si iblis tua ini ternyata bukan nama kosong.

   Dia merupakan musuh tertangguh yang pernah aku lihat.

   Kalau dibiarkan terus, Yibun Loji pasti akan kena pukulannya.

   Lebih baik aku memanas-manasi hatinya agar bertempur dengan cara yang biasa Begitu pikirannya tergerak, dia langsung berteriak dengan keras.

   "Cara bertempur yang seperti mainan ini, mana terhitung ilmu sejati. Tampaknya julukanmu Sam-jiu San Tian-sin hanya ejekan para sahabat dunia Kangouw saja. Pada dasarnya tidak berani bertempur dengan cara jantan dengan lawan!"

   Mendengar sindirannya itu, ternyata Oey Kang langsung menghentikan serangannya dan berjungkir balik di udara satu kali kemudian mendarat turun pada jarak dua depaan.

   Tangannya masih menggenggam pedang kayu, mulutnya mengeluarkan suara tertawa yang dingin.

   "Pengemis tua tidak perlu menyulut api membakar hati. Tidak perduli permainan apa yang kalian keluarkan, aku tetap akan menemani. Tetapi harus ada taruhannya baru seru!"

   Yibun Siu San tertawa terbahak-bahak.

   "Taruhan apa boleh kau katakan saja, bahkan taruhan kepala yang ada di atas leher inipun, aku tidak akan menolaknya!"

   Oey Kang melirik Ceng Lam Hong sekilas. Tampak wajah wanita setengah baya itu masih memancarkan sisa kecantikannya ketika masa muda dulu. Tiba-tiba dia menarik nafas panjang.

   "Kalau aku yang kalah, maka aku akan mematahkan pedangku dan mencukur rambut. Kemudian mengasingkan diri di pegunungan yang sunyi. Sejak hari ini juga aku tidak akan mencampuri urusan dunia Kangouw lagi!"

   Yibun Siu San menganggukkan kepalanya.

   "Baik. Kalau aku yang kalah, maka aku akan mengutungkan sebelah lenganku ini dan untuk selamanya tidak membicarakan ilmu silat lagi!"

   Oey Kang menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Untuk apa Samte berbuat demikian? Kalau kebetulan Giheng bisa meraih kemenangan, aku hanya minta diijinkan berbicara beberapa patah kata dengan Toaso."

   Mendengar ucapannya, Yibun Siu San segera menyadari bahwa cinta kasih di dalam hati Jikonya terhadap Toasonya ini masih belum pupus juga walaupun belasan tahun telah berlalu.

   Dia menjadi terperanjat.

   Untuk sesaat kepalanya tertunduk ke bawah dan tidak mampu memberikan jawaban.

   Tetapi karena wajahnya ditutupi dengan sehelai cadar hitam, maka tidak terlihat bagaimana perasaannya saat itu.

   Yibun Siu San paham sekali watak Ceng Lam Hong.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Meskipun dari luar, wanita ini terlihat lembut dan ramah, tetapi hatinya lebih keras dari pada baja.

   Kalau dia sampai mengetahui seluk beluk di balik kematian sang Toako, mungkin Tiba-tiba tubuhnya jadi menggigil, dia tidak berani membayangkan kelanjutannya.

   Wajahnya didongakkan kembali, dengan nada yang berat dia berkata.

   "Baiklah, apabila kau bisa memenangkan aku, maka aku tidak akan ikut campur lagi urusan ini!"

   Dia sudah bertekad untuk mengadu jiwa dengan Oey Kang.

   Selesai berkata, dia segera menghimpun tenaga dalamnya ke keempat anggota tubuhnya dan mengerahkan hawa murni untuk melindungi diri.

   Kakinyapun langsung memasang kuda-kuda dengan posisi menunggu datangnya serangan.

   Kedua orang itu berdiri berhadapan saling menunggu beberapa saat.

   Akhirnya Oey Kang yang kehabisan sabar.

   Pergelangan tangannya terulur dan pedang kayunya langsung meluncur mengincar dada Yibun Siu San.

   Tangan Yibun Siu San membalik dengan melingkar.

   Timbul segulungan angin yang terpancar dari pedangnya.

   Dia berhasil mengelak dari serangan lawan.

   Pedang di tangannya menukik, berbalik menerjang ke bawah ketiak Oey Kang.

   Sekali berkelebat saja, Oey Kang berhasil menghindarkan diri, disusul dengan meluncurnya sebuah serangan balasan darinya.

   Perkelahian mereka kali ini agak berbeda dengan sebelumnya.

   Gebrakan kali ini bukan hanya jurus serangannya yang gencar, tetapi mengandung tenaga dalam yang dikerahkan sepenuhnya.

   Setiap serangan maupun gerakan yang mereka lakukan mengandung tenaga dalam seberat ribuan kati.

   Siapapun yang menunjukkan sedikit saja kelemahannya, maka lawan segera menggunakan kesempatan itu untuk merandek ke depan.

   Tenaga yang sudah tersalur ke ujung pedang bagai gulungan ombak besar yang menerjang datang.

   Itulah sebabnya, mereka tidak ingin turun tangan secara asal-asalan.

   Setiap kali menge-rahkan satu jurus, yang dipilihnya tentu jurus yang mematikan.

   Kalau diperhatikan pada awalnya, mereka bukan sedang berhadapan untuk mengadu jiwa.

   Untuk sekian lama mereka hanya berdiri saling memandang, kemudian baru tiba-tiba saling menyerang dua jurus.

   Di antara berkelebatnya cahaya pedang, terdengarlah suara benturan, namun setiap kali selalu beradu lalu berpisah lagi.

   Masing-masing langsung mencelat ke samping.

   Sebetulnya, pertarungan ini merupakan pertarungan yang sulit ditemui dalam dunia Bulim.

   Setiap jurus serangan kedua orang itu memang hanya beradu lalu berpisah lagi.

   Namun di dalamnya terkandung kekuatan, siasat, pengalaman dan perubahan jurus yang diandalkan.

   Dari luar memang sulit menemukan keistimewaannya, tetapi sebetulnya ibarat telor di ujung tanduk, mati dan hidup dapat ditentukan dalam waktu sekian detik.

   Setelah bergebrak kurang lebih sepenanakan nasi, masih juga sulit ditentukan siapa yang lebih unggul di antara keduanya.

   Tetapi gerakan mereka semakin lama semakin mem-bahayakan.

   Jurus serangannya makin lama makin aneh.

   Lambat laun Oey Kang menjadi habis rasa sabarnya.

   Tiba-tiba mulutnya mengeluarkan suara siulan panjang, tubuhnya mencelat ke udara seakan hendak mengerahkan lagi ilmu Cap-pat Mo-hun nya yang hebat.

   Mana mungkin Yibun Siu San memberinya kesempatan, pergelangannya bergetar, pedangnya langsung ditusukkan ke depan! Meskipun pedang di tangannya hanya sebilah pedang kayu, tetapi karena tenaga dalamnya telah disalurkan pada badan pedang tersebut, maka tampaklah cahaya berwarna keperakan bagai kilat yang menyambar, menukik ke atas.

   Tampaknya sebentar lagi bokong Oey Kang pasti akan tertotok.

   Dengan panik Oey Kang mengerutkan sepasang kakinya.

   Di tengah udara dia berjungkir balik, tubuhnya melesat menghindarkan diri dari serangan Yibun Siu San.

   Kemudian pinggangnya meliuk, ujung pedang meluncur membalas sebuah serangan.

   Belum lagi serangan Yibun Siu San sampai, cepat-cepat dia mengempos hawa murninya, pedang panjangnya dimiringkan dan langsung menotok.

   Telapak tangan kirinya mengambil posisi menahan di depan dada, dengan tenaga sepenuhnya, dia bersiap melancarkan sebuah pukulan.

   Tepat pada saat itu Sebuah suara yang memekakkan telinga berkumandang memecahkan keheningan! Tampak Tan Ki melangkahkan kakinya menerjang ke depan sambil berteriak "Orang jahat, kembalikan Liu Moay-moayku!"

   Telapak tangannya langsung terulur ke depan dan menghantam ke arah dada Yibun Siu San! Perubahan yang mendadak, tanpa hujan tanpa angin, tentu saja Yibun Siu San yang melihatnya sampai terpana.

   Tetapi dia dapat merasakan bahwa pukulan yang dilancarkan Tan Ki mengandung kekuatan yang dahsyat sekali.

   Sama sekali tidak boleh dipandang ringan.

   Untuk sesaat dia tidak berani menyambut dengan kekerasan.

   Dia menghirup nafas sekuat-kuatnya kemudian mencelat mundur sebanyak tiga langkah.

   Tiba-tiba terasa serangkum angin yang timbul dari tebasan pedang menerpa dari depan, rupanya Oey Kang yang tubuhnya masih melayang di tengah udara dan melancarkan sebuah serangan pada saat yang bersamaan.

   Dengan tampang ketolol-tololan, Tan Ki tertawa terkekeh-kekeh.

   "Ternyata kau satu komplotan dengan penculik Liu Moay-moayku!"

   Bentaknya.

   Tangan kirinya mengambil posisi menahan di depan dada.

   Tiba-tiba dia melancarkan sebuah pukulan, serangkum tenaga yang kuat menimbulkan suara yang menderu-deru dan dengan telak mendorong hawa pedang Oey Kang yang sedang meluncur datang.

   Dengan kecepatan yang sulit ditangkap pandangan mata, dia mengerahkan jurus Naga muncul dari balik awan tiga kali yang mengandung kekuatan dahsyat, secara berturutturut dia melancarkan tiga buah serangan.

   Tiga rangkum tenaga langsung mengincar tiga urat darah Oey Kang yang mematikan.

   Serangan yang gencar dan cepat ini, dilakukan dengan membalas serangan dengan serangan pula.

   Oey Kang yang melihatnya sampai terperanjat setengah mati.

   Pedang kayunya segera berputar membuat lingkaran.

   Seiring dengan timbulnya angin pedang yang tajam, dia melesat ke depan sejauh tujuh langkah kemudian mendarat turun di sebelah kiri.

   Dalam waktu sekejapan mata, serentak Tan Ki berhasil menghindarkan diri dari serangan dua tokoh kelas tinggi di dunia Bulim saat ini.

   Bukan hanya Ceng Lam Hong merasa sedih sekaligus gembira.

   Bahkan si pengemis sakti Cian Cong juga sampai mengeluarkan suara seruan terkejut.

   Dia benar-benar merasa di luar dugaan.

   Sepasang alisnya langsung terjungkit ke atas.

   Perlahan-lahan dia bangkit berdiri dan berjalan ke arah Ceng Lam Hong.

   "Apakah kau sudah turun ke kaki bukit?"

   "Hm"

   Cian Cong mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah Tan Ki.

   "Kenapa dia? Uring-uringan, tidak seperti biasanya!"

   Mendengar pertanyaannya, serangkum rasa pedih kembali menyelimuti dada Ceng Lam Hong. Tanpa dapat tertahan lagi, air matanya mengalir dengan deras.

   "Ketika aku bertemu dengannya, keadaannya memang sudah begitu."

   "Apakah kau melihat Liu Kouwnio?"

   Tanya Cian Cong mulai panik.

   "Tidak, tetapi kalau mendengar nada bicaranya, tampaknya gadis itu telah diculik oleh seseorang."

   Cian Cong terkejut sekali.

   "Apa? Apa yang kau katakan?"

   Kata-kata yang diluar dugaannya itu, benar-benar jauh dari perkiraan orangtua itu.

   Meskipun biasanya Cian Cong merupakan manusia yang pandai mengendalikan diri dan tenang menghadapi masalah apapun, namun kali ini dia benar-benar terlonjak saking terkejut-nya.

   Sepasang alisnya langsung mengerut erat.

   Sepatah katapun tidak tercetus dari mulutnya.

   Diam-diam dia merenungkan siapa kiranya yang paling besar kemungkinannya menculik gadis itu.

   Tiba-tiba, sebuah ingatan melintas dalam benaknya.

   Dia ingat Oey Kang pernah menculik Mei Ling.

   Mungkinkah orang itu menggunakan siasat Memancing harimau meninggalkan gunung kemudian diam-diam dia memerintahkan orang untuk menculik Mei Ling? Begitu pikirannya tergerak, hawa amarah dalam dadanya meluap seketika.

   Dia mendongakkan wajahnya dan mulutnya mengeluarkan siulan panjang.

   Tubuhnya berkelebat ke tengah arena.

   "Iblis tua tidak tahu malu! Terimalah jurus serangan Memukul anjing meneteskan liur dari si pengemis tua ini!"

   Lengan kanannya bergetar, dengan sengit dia melancarkan sebuah serangan.

   Hatinya sudah yakin betul bahwa Oey Kang yang menculik Mei Ling.

   Dalam keadaan marah, dia tidak memperdulikan peraturan dunia Kangouw lagi, tangannya bergerak dan sebuah pukulan diarahkan ke dada Oey Kang.

   Sepasang alis Oey Kang langsung terjungkit ke atas.

   Tiba-tiba hatinya tergerak Aku sudah berkelahi melawan Samte selama setengah harian, hawa murni dalam tubuhku sudah terhambur banyak.

   Apabila bergebrak lagi melawan si pengemis tua ini, aku tidak akan sanggup mempertahankan diri lebih dari dua puluh kali serangannya.

   Kenyataan di depan mata, meskipun Ceng Lam Hong sudah terlihat, namun terpaksa kali ini aku melepaskannya.

   Kelak cari lagi akal yang lain dan memaksanya menikah denganku Begitu pikirannya bergerak, dia berusaha sekuat mungkin menahan hawa amarah dalam dadanya.

   Kakinya menutul dan tubuhnya mencelat mundur sejauh tiga langkah.

   Mulut-nya mengeluarkan suara tawa yang dingin.

   "Memangnya kenapa kalau tidak tahu malu?"

   Cian Cong mendengus satu kali. Baru saja dia menggerakkan bibirnya dengan maksud ingin memaki iblis tua itu, tiba-tiba dia melihat Tan Ki sedang tertawa sendirian. Tangannya menggapai-gapai dan menari-nari. Mulutnya pun terus berteriak.

   "Liu Moay Moay, jangan lari. Tunggu aku!"

   Baru saja ucapannya selesai, dia langsung memacu kakinya menghambur ke depan.

   Melihat seorang pemuda yang gagah dan tampan dalam waktu yang singkat berubah menjadi idiot dan kurang waras, tanpa dapat ditahan lagi dia menarik nafas panjang.

   Kepa-lanya terus menggeleng berkali-kali.

   Hatinya sedang merasa berduka dan menyesalkan kemalangan Tan Ki, tiba-tiba terdengar Ceng Lam Hong berteriak dengan nada yang menyayat hati.

   Tubuhnya langsung melesat mengejar.

   Dalam sekejap mata, dia sudah mencapai jarak sepuluh depa.

   Tadinya Yibun Siu San bermaksud mengadu jiwa dengan Oey Kang.

   Tetapi tampaknya orang ini selalu memperhatikan setiap gerak-gerik Ceng Lam Hong.

   Baginya diri wanita itu lebih penting dari segalanya.

   Dari kata-kata Tan Ki yang ngaco tidak karuan, dia sudah dapat menduga bahwa telah terjadi sesuatu pada diri Mei Ling.

   Oleh karena itu, dia segera menyimpan kembali pedangnya dan tanpa memperdulikan Oey Kang lagi, dia langsung mengerahkan ginkangnya mengejar.

   Terdengar suara hembusan angin yang kemudian disusul dengan berkelebatnya sesosok bayangan.

   Rupanya Cian Cong cepat-cepat menenteng hiolo araknya dan ikut menerjang ke depan mengejar Yibun Siu San.

   Dalam sekejapan mata, semua orang sudah meninggalkan tempat itu.

   Di atas padang rerumputan hanya sisa Oey Kang seorang.

   Dia berdiri sendirian sambil mendongakkan wajahnya menatap rembulan.

   Secara mendadak dia ditinggalkan oleh orang-orang tanpa dilirik sekilaspun.

   Tapi dia tidak menaruh dalam hati persoalan ini.

   Malah mulutnya mengeluarkan suara tawa yang licik serta menyeramkan.

   "Dengan membiarkan aku mengetahui tempat tinggal kalian, pokoknya entah pagi entah malam, suatu hari aku pasti akan berkunjung kembali dan menemui Toaso."

   Gumamnya lirih.

   Suaranya senyap, orangnyapun mencelat ke udara.

   Tubuhnya melesat ke depan bagai sebatang anak panah meluncur ke bawah bukit.

   Dalam sekejapan mata sudah menghilang dalam kegelapan.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Di bawah sorotan cahaya rembulan yang remang-remang, tampak empat sosok bayangan berlari seperti barisan.

   Jarak mereka hampir tidak berbeda.

   Di depan mereka tampak Tan Ki.

   Pemuda itu baru saja menggerakkan kaki tangannya dengan lincah menghindarkan diri dari serangan dua tokoh kelas tinggi saat ini.

   Tetapi sekarang dia berjalan dengan perlahan.

   Langkah kakinya seakan berat sekali.

   Seperti orang yang menyandang penyakit parah dan cara jalannya pun hampir tidak bertenaga.

   Melihat keadaan itu, hati Ceng Lam Hong perih tidak terkatakan.

   Hatinya semakin sedih.

   Untuk sesaat air matanya tidak tertahan lagi berderai dengan deras membasahi pipinya.

   Keempat orang itu dengan perasaan hati yang berbeda berjalan dengan perlahanlahan.

   Dari awal sampai akhir tidak ada satupun yang mengucapkan sepatah kata.

   Di atas pa-dang rumput yang luas, suasana semakin mencekam dan memilukan.

   Tanpa sadar mereka telah berjalan kembali ke arah rumah peristirahatan.

   Tiba-tiba Tan Ki seperti menemukan sesuatu, mendadak dia menjerit histeris dan menerjang ke dalam ru-mah.

   Tindakan yang dilakukan secara tiba-tiba ini benar-benar di luar dugaan semua orang.

   Ceng Lam Hong yang paling terkejut.

   Kasih sayangnya sebagai seorang ibu seakan meluap seketika.

   Dialah yang pertama-tama menghambur ke dalam rumah agar dapat berjagajaga terhadap segala kemungkinan.

   Begitu mata memandang, dia melihat Tan Ki sedang berdiri termangu-mangu di depan jendela.

   Matanya menatap ke arah sebuah kursi goyang yang ada di sebelah kiri dengan perhatian terpusat.

   Ceng Lam Hong tidak tahu kursi itu, tidak lama sebelumnya diduduki oleh Mei Ling.

   Sedangkan Tan Ki menatap kursi itu lekat-lekat karena mengenang pembicaraan mereka yang romantis malam sebelumnya di tempat yang sama.

   Sementara itu, Yibun Siu San dan si pengemis sakti Cian Cong juga sudah sampai di rumah itu.

   Seperti telah disepakati sebelumnya, wajah mereka langsung menyiratkan perasaan mereka yang tertekan.

   Mereka menyadari bahwa pikiran Tan Ki pasti terserang pukulan bathin yang hebat sehingga jadi kurang waras.

   Oleh karena itu pula, tampangnya menjadi ketolol-tololan dan uring-uringan.

   Hanya saja mereka merasa tidak sampai hati menyampaikannya di hadapan Ceng Lam Hong.

   Dengan tampang seperti orang bodoh, Tan Ki berdiri termangu-mangu sekian lama.

   Tiba-tiba bibirnya mengulumkan seulas senyuman.

   Perlahan-lahan dia berjalan menuju kursi itu dan duduk di atasnya.

   Kemudian tampak dia menarik nafas panjang.

   Dua baris air mata segera mengalir dengan deras.

   Seakan membayangkan diri Mei Ling yang akan menderita setelah diculik.

   Namun dalam sekejap mata, wajahnya tiba-tiba berubah hebat.

   Dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

   "Kurang ajar! Kau berani menyentuh Liu Moay Moay-ku!"

   Bentaknya keras.

   Baru saja bicaranya selesai, orangnya sudah mencelat ke atas, gerakan tubuhnya cepat bukan main.

   Dia melesat ke sebelah kiri, tinjunya langsung menghantam.

   Kakinya menendang.

   Hampir semua meja dan kursi yang ada dalam ruangan itu jungkir balik dan pecah berantakan.

   Tenaga dalamnya sekarang sudah tinggi sekali.

   Meskipun dalam keadaan kacau pikiran, tetapi tenaga dalam yang terpancar keluar tidak dapat dipandang ringan.

   Rumah peristi-rahatan itu atapnya terbuat dari daun rumbia.

   Sebagian dindingnya juga terbuat dari kayu-kayu berbentuk balok.

   Mendapat hantaman yang kalap dari tangan dan tendangan kaki Tan Ki, saat itu juga seluruh rumah bergetar bagai dilanda gempa bumi.

   Melihat keadaan itu, Yibun Siu San terkejut sekali.

   Diam-diam dia berpikir, kalau tindakan Tan Ki ini tidak dihentikan, kemungkinan besar rumah peristirahatannya akan ambruk.

   Oleh karena itu, tubuhnya segera berkelebat, lengan kanannya segera terulur.

   Dengan gerakan yang aneh, Yibun Siu San mengincar jalan darah di belakang punggung Tan Ki.

   Gerakannya ini seakan mengandung kekejian yang tidak terkirakan, wajah Ceng Lam Hong langsung berubah hebat.

   "Apa yang kau lakukan?"

   Bentaknya.

   Lengannya terulur ke depan, sebuah hantaman diluncurkan ke depan menyambut totokan Yibun Siu San.

   Kedua orang itu hidup bersama di perbukitan itu sudah ada sepuluh tahunan.

   Sejak awal hingga akhir selalu sering menghormati.

   Keadaan seperti sekarang ini boleh dibilang baru berlangsung untuk pertama kalinya.

   Boleh dibilang saling membentak pun tidak pernah.

   Otomatis Yibun Siu San jadi tertegun.

   Ceng Lam Hong menarik nafas dalam-dalam.

   "Dia sudah berubah seperti orang bodoh. Apakah kau masih sampai hati menotok jalan darahnya?"

   Suara tarikan nafasnya begitu berat, di dalamnya terselip kedukaan yang tidak terkirakan.

   Hati Yibun Siu San yang mendengarnya jadi pilu.

   Tanpa terasa dia melangkah mundur dua tindak dan berdiri kembali di tempatnya semula.

   Begitu matanya memandang, dia melihat tingkah laku Tan Ki seperti orang gila sudah berhenti.

   Tetapi dia berdiri tegak sambil menatap ke arah pintu lekat-lekat.

   Jari tangannya menunjuk, mulutnya tertawa lebar.

   "Liu Moay Moay, kau sudah kembali? Aih, kau benar-benar membuat aku menderita memikirkan dirimu"

   Hatinya mendapat pukulan bathin yang hebat.

   Tetapi karena dia terlalu merindukan Mei Ling, di depan matanya seakan muncul bayangan gadis itu.

   Dia seakan melihat Mei Ling sedang tersenyum ke arahnya, tanpa sadar dia mulai melangkah ke arah pintu.

   Tiba-tiba ia seperti tersandung sesuatu, kakinya menjadi goyah kemudian tersuruk ke depan.

   Ceng Lam Hong terkejut setengah mati.

   "Anak Ki!"

   Sambil berteriak, orangnya sudah menghambur ke depan.

   Dia membungkukkan tubuhnya dan memeriksa seluruh tubuh Tan Ki dengan teliti.

   Dia takut anaknya itu mendapatkan luka karena terjatuh tadi.

   Siapa nyana, Tan Ki benar-benar sudah berubah.

   Begitu terjatuh, dia langsung bangkit kembali.

   Tiba-tiba dia merasa ada segumpal darah yang hangat meluap melalui ulu hatinya.

   Kedua matanya langsung berkunang-kunang.

   Hoak! Hoak! Anak muda itu memuntahkan darah sebanyak dua kali berturut-turut.

   Seluruh kepala dan wajah Ceng Lam Hong sampai terciprat sehingga penuh noda berwarna merah.

   Kali ini Ceng Lam Hong benar-benar kalang kabut.

   Dia menjadi panik sekali.

   Untung saja Yibun Siu San berdiri di sampingnya.

   Laki-laki itu segera maju dan mengulurkan jarinya untuk menotok tiga buah jalan darah Tan Ki.

   Cian Cong malah tersenyum simpul.

   "Bocah cilik ini sudah mengeluarkan gumpalan darah yang membeku dalam hatinya. Hal ini malah mempermudah masalah yang ada."

   Katanya. Ceng Lam Hong mendongakkan wajahnya yang basah oleh air mata dan penuh noda darah.

   "Apa yang harus kita lakukan?"

   Cian Cong mengangkat hiolo araknya dan minum sebanyak dua teguk. Kembali bibirnya mengembangkan seulas senyuman.

   "Penyakit hati terus harus diobati dengan hati pula. Rencana kita sekarang, lebih baik biarkan dia beristirahat dulu sejenak. Lalu perlahan-lahan kita mencari akal untuk menemukan Liu Kouwnio. Sayangnya, pertemukan besar dunia Bulim tinggal beberapa hari lagi. Apabila kesehatan anak Ki sudah pulih kembali, tentu sudah terlambat merebut kedudukan Bengcu."

   Yibun Siu San menarik nafas panjang.

   "Apa boleh buat, asal anak Ki bisa disembuhkan kembali, sudah merupakan keberuntungan besar diantara kemalangan." *** BAGIAN XXIII Tampang Ceng Lam Hong muram sekali.

   "Dunia ini begitu luas. Ke mana kita harus mencari Liu Kouwnio?"

   Pertanyaan ini diajukan, Cian Cong dan Yibun Siu San sama-sama tidak pernah memikirkan hal ini, otomatis keduanya jadi tertegun.

   Tidak seorangpun sanggup memberikan jawaban.

   Kurang lebih sepeminuman teh kemudian, tampak Cian Cong menggaruk-garuk kepalanya sendiri.

   Dia menghembuskan nafas panjang.

   "Kata-kata ini memang tepat sekali. Kolong langit ini luasnya jangan ditanyakan lagi. Ke mana kita dapat menemukan jejak si penculik?"

   Baru berkata sampai di situ, tiba-tiba terdengar suara Tan Ki yang ada dalam bopongan Ceng Lam Hong seperti sedang bergumam seorang diri "Liu Moay Moay di mana kau? Liu Moay Moay"

   Hati Cian Cong sedang panik, mendengar kata-katanya yang mesra dan mengandung kerinduan, dia merasa bulu kuduknya seakan merinding semua.

   Kekesalannya semakin ber-tambah-tambah.

   Matanya segera mendelik lebar-lebar.

   Kakinya dihentakkan ke atas tanah berkali-kali.

   "Tutup mulutmu yang menggonggong terus! Orang lain justru sedang kebingungan gara-gara dirimu, kau malah buka mulut! Kata-kata yang mengerikan masih bisa diucapkan dengan santai. Kalau si pengemis tua sampai marah, besok juga aku akan menikahi seorang nenek pengemis agar kau lihat!"

   Yibun Siu San tertawa terbahak-bahak.

   "Cian Heng merupakan salah satu dari dua tokoh sakti di dunia saat ini. Kemuliaan hatimu tidak ada yang dapat menandingi. Mengapa mengambil hati atas ocehan seorang bocah yang sedang linglung?"

   Tadinya dia bermaksud mengalihkan bahan pembicaraan agar jangan sampai kata-kata si pengemis sakti itu membuat perasaan Toasonya semakin pilu.

   Siapa tahu, baru saja ucap-annya selesai, tiba-tiba tampak Cian Cong mengeluarkan suara mendesah, lalu kepalanya mengangguk berulang kali dan langsung memejamkan matanya.

   Dia merasa ada titik terang yang melintas dalam benaknya.

   Mendadak bayangan seseorang seakan muncul di depan matanya, mulutnya langsung mengeluarkan suara gumam-an"

   "Dua tokoh sakti? kecuali aku si pengemis tua, masih ada satunya lagi"

   Berkata sampai di sini, tiba-tiba dia membuka matanya, seakan-akan telah menemukan sesuatu yang amat berharga. Kemudian tampak dia menepuk tangannya satu kali.

   "Betul! Hanya orang ini yang dapat menolong anak Ki!"

   Yibun Siu San melihat si pengemis sakti ini berbicara seorang diri, gerak-geriknya mencurigakan. Entah apa yang sedang dipikirkannya, dia menjadi tertegun.

   "Siapa yang Cian Heng maksudkan orang yang dapat menolong anak Ki?"

   Cian Cong tertawa terbahak-bahak. Wajahnya berseri-seri tanda hatinya sedang gembira sekali.

   "Kalau ingat tempo dulu, si pengemis tua pertama kali naik ke atas Bu Tong San, lalu mencari si hidung kerbau (ejekan untuk para tosu) untuk bertanding ilmu silat. Akhirnya kami bergebrak selama tiga hari tiga malam lamanya. Sepasang lengan baju si pengemis tua ini tertarik robek oleh jurus Ki Liong Pat-cao atau Naga sakti delapan jurus milik si hidung kerbau. Sejak saat itu, si pengemis tuapun mendapat julukan Si lengan koyak. Selama berkelana di dunia Kangouw selama puluhan tahun, entah siapa orangnya yang memulai ejekan itu. Sejak pertarungan itu pula, para sahabat di dunia Kangouw memanggil kami sebagai dua tokoh sakti. Ketika pertama-tama mendengarnya, bulu kuduk si pengemis tua sampai merinding semua. Akhirnya lama-kelamaan jadi terbiasa juga"

   Yibun Siu San tertawa lebar.

   "Rupanya bintang penolong yang Cian Heng maksudkan adalah seorang Cianpwe dari Bu Tong Pai yang bergelar Tian Bu Cu, betulkan?"

   Tukasnya cepat. Cian Cong ikut-ikutan tertawa terbahak-bahak.

   "Memang betul, kecuali dia, siapa lagi yang dapat menyembuhkan penyakit kejiwaan ini?"

   Mendengar keterangannya, Ceng Lam Hong seperti menemukan setitik sinar terang dalam kegelapan. Cepat-cepat dia mengusap air matanya dan mengembangkan seulas senyuman. Dia segera berdiri dan menjura kepada Cian Cong dalam-dalam.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Mohon kesediaan Toa Pek mengulurkan tangan agar semuanya berjalan dengan baik. Sebelumnya Siau Hujin (Nyonya muda) di sini mengucapkan banyak terima kasih. Tetapi menurut berita yang tersebar di dunia Kangouw, Tian Bu Cu Cianpwe sudah lama mengasingkan diri dan tidak mencampuri urusan duniawi lagi. Takutnya kalau kita sampai di sana, bukan saja menganggu ketenangan orang, malah pulang dengan tangan kosong. Kalau ternyata demikian, apa yang harus kita lakukan?"

   Tampaknya hati wanita ini masih bimbang. Dia takut akhirnya akan mendapat kekecewaan. Cian Cong mendongakkan wajahnya ke atas, perlahan-lahan dia mendengus satu kali.

   "Si pengemis tua mana pernah memohon kepada orang. Tetapi kalau ucapan sudah dikeluarkan, memangnya takut dia tidak mengabulkan? Kalau penyakit anak Ki satu hari tidak sembuh, aku akan merongrongnya satu hari. Kalau dua hari tidak sembuh, artinya si hidung kerbau memang sengaja ingin membuat si pengemis tua menjadi marah. Maka aku akan mengajaknya berkelahi lagi selama tiga hari tiga malam!"

   Tampak Yibun Siu San menundukkan kepalanya merenung.

   "Tian Bu Cu Toyu tinggal di Bu Tong San, jaraknya dari sini masih ada tiga ratusan li. Jangka yang pendek pasti tidak bisa sampai. Meskipun penyakit anak Ki bisa disembuhkan, rasanya tidak sempat lagi menghadiri Bulim tay hwe."

   Sepasang alis Ceng Lam Hong bertaut erat.

   Kemudian dia menarik nafas panjang.

   "Mohon perlindungan dari Thian yang kuasa, agar penyakit anak Ki dapat disembuhkan.

   Hal itu sudah merupakan keberuntungan dalam hidupku.

   Persoalan lainnya, biarpun sebesar apa, saat ini tidak sempat kita perdulikan lagi."

   Mendengar nada bicaranya yang penuh dengan kasih sayang seorang ibu, Yibun Siu San merasa terharu.

   Dalam hatinya timbul rasa hormat yang semakin tinggi.

   Kalau terkenang kembali belasan tahun yang lalu, mereka tiga bersaudara jatuh cinta pada gadis yang sama.

   Tetapi karena dirinya memang tidak pandai berbicara dan jarang bergaul, akibatnya malah Toako dan Oey Kang yang bersaing ketat.

   Akhirnya, karena Toako lebih tampan dan gagah, juga ilmu silatnya lebih tinggi serta ramah, hati Toaso pun terpikat padanya.

   Justru pada malam pernikahan mereka, dengan membawa perasaan malu, dirinya dan Oey Kang pergi secara diam-diam.

   Waktu terus berlalu, dalam sekejap mata hampir setengah dari kehidupan mereka telah terlewati.

   Mimpipun dia tidak pernah membayangkan bahwa selama belasan tahun ini dia bisa menemani Toaso setiap hari.

   Meskipun hubungan mereka dibatasi peraturan tertentu, dan otomatis dia sendiri tidak berani berlaku tidak sopan sedikitpun, namun hatinya sudah cukup terhibur dan kerinduannya seakan sudah terobati.

   Seandainya sepuluh tahun yang lalu, di malam hujan lebat, dia tidak kebetulan bertemu dengan Toaso yang sedang mengejar seorang manusia bertopeng, mana mungkin terjadi kebetulan ini.

   Kalau manusia bertopeng itu tidak menaruh belas kasihan, Toaso juga tidak mungkin dapat hidup sampai hari ini Begitu pikirannya tergerak, tiba-tiba ada sesuatu yang teringat olehnya.

   "Kalau begitu, kita harus berangkat secepatnya. Tempat ini sudah diketahui oleh Oey Kang. Bukan tidak mungkin kalau kapan waktu saja dia akan datang mengacau"

   Sambil berkata, dengan penuh perhatian dia melirik ke arah Ceng Lam Hong sekilas.

   Setelah itu cepat-cepat dia membalikkan tubuhnya dan mempersiapkan bekal perjalanan.

   Pandangan mata Ceng Lam Hong sempat bertaut dengan sinar mata Yibun Siu San.

   Hatinya menjadi terlonjak.

   Tetapi cepat-cepat dia menundukkan kepalanya.

   Dia mengeluarkan dua butir pil dari dalam sakunya dan memasukkannya dalam mulut Tan Ki.

   Tindakannya ini sebetulnya untuk menghindari sinar mata Yibun Siu San.

   Mana mungkin dia tidak tahu perasaan hati paman kecilnya ini terhadap dirinya sendiri.

   Sejak kematian suami, Yibun Siu San selalu mendampinginya.

   Baik suka maupun duka telah mereka lalui bersama.

   Bahkan sepuluh tahun sudah berlalu, sejak awal hingga akhir belum pernah Ceng Lam Hong mendengar laki-laki itu mengeluh sepatah katapun.

   Malah sebaliknya, meskipun dia jarang berbicara, tetapi tindak-tanduknya terhadap Ceng Lam Hong selalu lembut dan penuh perhatian.

   Bahkan kasih sayangnya tidak di bawah suaminya sendiri.

   Tetapi, Ceng Lam Hong berpikir kembali, bahwa dirinya adalah wanita yang bersuami.

   Meskipun suaminya sudah meninggal, namun dia masih belum membalaskan dendamnya.

   Mana mungkin dia berani menerima uluran tangan laki-laki itu? Setiap kali berpikir sampai di sini, dia langsung menekan perasaan ibanya dalam-dalam dan hanya bisa menguraikan air mata seorang diri Saat ini, melihat kembali sinar mata Yibun Siu San yang mengandung kasih yang bahkan lebih dalam daripada biasanya, dia tidak tahu apa sebabnya.

   Namun dia dapat merasakan bahwa sinar mata itu tidak menampakkan kebahagiaan, malah sebaliknya mengandung penderitaan yang tidak terkirakan *** ( )*** Tiga hari kemudian Pada sebuah jalanan berpasir kuning, muncul dua ekor kuda dengan sebuah kereta.

   Ini merupakan sebuah jalan penting di daerah utara Hu Pak.

   Dua ekor kuda dan kereta itu berlari dengan pesat.

   Setiap kali roda berputar, di sekelilingnya timbul debu-debu yang beterbangan.

   Saat tengah hari, matahari bersinar dengan terik.

   Kedua ekor kuda dan kereta itu terpaksa mencari sebuah penginapan untuk bermalam dan beristirahat.

   Ternyata orang yang menunggang kedua ekor kuda itu adalah si pengemis sakti Cian Cong dan Yibun Siu San.

   Sedangkan orang yang ada di dalam kereta, tidak lain adalah Ceng Lam Hong serta Tan Ki yang pikirannya kacau.

   Meskipun si pengemis sakti Cian Cong ladalah seorang tokoh yang sudah sangat terkenal di dunia Bulim, tetapi dia sudah terbiasa melalui jalan pegunungan dan bahkan dengan berlari saja.

   Sepanjang perjalanan ini mereka selalu menunggang kuda, belum pernah menggunakan sepasang kaki.

   Jadi kepandaiannya percuma saja.

   Hal ini malah membuat pinggang si pengemis sakti jadi nyeri tidak terkatakan.

   Begitu masuk ke dalam kamar penginapan, dia langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidur dan menjerit kesakitan.

   Siapa nyana, suara jeritannya mengejutkan tamu di kamar sebelah.

   Terdengar suara bentakan dari mulut seorang gadis "Siapa sih yang kematian ayah bunda sehingga menjerit-jerit begitu keras?"

   Cian Cong biasa bergelut dengan pedang dan golok.

   Namanya sudah sangat terkenal.

   Kejadian sehebat apapun sudah pernah ditemuinya, tetapi menghadapi bentakan semacam ini, dia tak menyangka sama sekali.

   Untuk sesaat dia jadi termangu-mangu dan tidak tahu bagaimana harus menjawab.

   Diam-diam dia meleletkan lidahnya.

   "Galak sekali nenek ini, si pengemis tua benar-benar ketemu batunya."

   Kembali dia menarik nafas panjang. Tiba-tiba tampak sesosok bayangan berkelebat di depan pintu, lalu langsung melangkahkan kakinya lebar-lebar ke dalam.

   "Siapa yang memaki orang?"

   Cian Cong mengalihkan pandangannya.

   Dia melihat seorang gadis yang kurang lebih berusia tujuh atau delapan belas tahun.

   Wajahnya penuh dengan titik-titik hitam.

   Tanpa dapat ditahan lagi, dia jadi tertegun.

   Kemudian dia tertawa lebar.

   "Biasanya si pengemis tua tidak pernah membicarakan orang lain di balik punggungnya.

   Memangnya siapa yang memaki dirimu? Malah kau yang sembarangan masuk ke kamar orang, sama sekali tidak pantas!"

   Gadis itu mendengus dingin satu kali.

   "Nonamu ini mempunyai kekuasaan yang besar. Tempat manapun boleh didatangi asal hatiku senang! Akh!"

   Gadis itu memperhatikan Cian Cong dari atas kepala sampai ke jbawah kaki.

   "Apakah kau anggota Kai Pang?"

   Tanyanya. Cian Cong tertawa lebar.

   "Si pengemis tua tidak pernah menanyakan jurusan Kai Pang. Tiba-tiba Nona menanyakan hal ini, apakah anak murid atau cucu murid Kai Pang ada yang melakukan kesalahan terhadapmu?"

   Gadis itu tertawa terkekeh-kekeh. Tangannya mempermainkan kepang rambutnya yang panjang menjuntai.

   "Aku hanya ingin berkelahi. Ingin menjajal sampai di mana sebenarnya kehebatan ilmu silat Kai Pang yang terkenal itu!"

   Tampaknya watak gadis ini senang sekali mencari gara-gara dengan orang.

   Tetapi hatinya sendiri masih polos.

   Apa yang dikatakannya lansung segera dilakukan tanpa berpikir panjang lagi.

   Selesai berkata, pergelangan tangannya langsung membalik, sebuah totokan langsung dilancarkan ke depan.

   Perubahan yang mendadak ini benar-benar di luar dugaan.

   Gerakannya juga demikian cepat serta aneh.

   Hati Cian Cong jadi terkesiap.

   Baru saja dia bermaksud melesat ke samping untuk menghindarkan diri, tahu-tahu pergelangan tangannya sudah terasa ketat.

   Rupanya serangan gadis itu yang tadinya berupa totokan di tengah jalan tiba-tiba berubah menjadi cekalan.

   Ketika Cian Cong menyadarinya, pergelangan tangannya sudah tercengkeram oleh gadis itu.

   Tenaga yang baru saja disiapkan secara diam-diam lenyap entah ke mana.

   Rasa terkejut Cian Cong kali ini bukan kepalang tanggung.

   Dia tidak menyangka gadis itu dapat melancarkan serangan sedemikian cepat.

   Dia sendiri yang memiliki ilmu tinggi, masih tidak dapat menghindarkan diri dari cengkeramannya.

   Bahkan Ceng Lam Hong dan Yibun Siu San yang berdiri di sampingnya juga terkejut sekali.

   Mereka hampir tidak percaya dengan pandangan mata mereka sendiri.

   Sementara itu Biarpun pergelangan tangan Cian Cong tercekal oleh lawannya, tapi bagaimanapun dia merupakan salah satu dari dua tokoh sakti di dunia ini.

   Nama besarnya bukan didapatkan dengan mudah, oleh karena itu, dia segera menghimpun hawa murninya dan menyalurkannya ke arah pergelangan tangan.

   Serangan gadis itu belum menggunakan segenap tenaganya.

   Dia mengira dengan cekalannya kali ini, lawan pasti tidak sanggup mengerahkan tenaganya.

   Asal dia mencengke-ram lebih keras sedikit saja, kemungkinan lengan kanannya bisa terlepas dari persendiannya.

   Siapa nyana, pergelangan tangan kanan Cian Cong tiba-tiba berubah sekeras baja.

   Dia merasa kesulitan untuk menggerakannya, diam-diam dia jadi terkejut.

   Telinganya mendengar suara bentakan yang keras, tahu-tahu pergelangan tangan lawannya yang tercekal sudah terlepas! Begitu berhasil melepaskan diri dari cekalan gadis itu, dalam waktu yang bersamaan Cian Cong membentak dengan keras.

   Telapak tangannya mengeluarkan suara desiran angin.

   Dengan cepat bagian dada lawannya sudah terancam pukulan orangtua itu.

   Cara turun tangannya aneh dan hebat, bahkan secepat kilat.

   Mendengar suara pukulan yang dahsyat, wajah gadis itu yang penuh dengan bintikbintik hitam itu langsung berubah, pertanda hatinya terperanjat sekali.

   Kakinya segera menutul, terdengar suara kibaran pakaiannya, tubuhnya mencelat ke atas dan tangannya segera membalik serta melancarkan dua buah pukulan sekaligus.

   Serangannya yang dilakukan dari udara ini sangat indah.

   Bagai tarian para bidadari, bagai dewi naik ke atas rembulan.

   Sama sekali tidak mirip dengan orang yang sedang berkelahi atau mengadu kekerasan.

   Namun tenaga yang terkandung dalam serangannya sangat dahsyat.

   Lagipula gerakannya aneh.

   Begitu serangan Cian Cong gagal, bagian lehernya sudah terasa terhembus oleh angin yang kencang, tahu-tahu dirinya sudah diserang dengan gencar.

   Hati Cian Cong tergetar seketika, dia langsung bersuit marah.

   Sekali celat ia langsung menghindarkan diri dari serangan lawan.

   Sepasang matanya yang bersinar tajam.

   Dia memperhatikan gerakan tangan serta tubuh gadis itu.

   Diam-diam pikirannya bekerja, tetapi dia tidak dapat menduga asal-usul lawannya.

   Dia hanya merasa jurus-jurus yang dilancarkan gadis itu begitu asing, bahkan mendengarnya pun belum pernah.

   Perlu diketahui bahwa si pengemis sakti Cian Cong ini sudah malang melintang di dunia Bulim hampir enam puluh tahun lamanya.

   Pengetahuannya sangat luas.

   Asal pihak lawannya memainkan beberapa jurus saja, dia langsung menebak asal-usul orang itu.

   Tetapi gerakan gadis ini aneh dan keji.

   Dia bahkan belum pernah melihat gerakan seperti ini sekalipun.

   Oleh karena itu, hatinya langsung yakin bahwa gadis itu bukan berasal dari daerah Tiong Goan.

   Justru ketika hati Cian Cong masih diliputi kebimbangan, tiba-tiba gadis itu tertawa terkekeh-kekeh.

   Dengan sepenuh tenaga dia melancarkan sebuah pukulan.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Pukulan yang dilancarkan ini bagai memecahkan keheningan di dalam kamar itu.

   Suaranya berdesing-desing, serangkum tenaga yang kuat laksana ambruknya sebuah gunung mendesak ke arah Cian Cong.

   Hati si pengemis sakti itu langsung tergerak.

   Tiba-tiba dia berniat menjajal sampai di mana kekuatan tenaga dalam gadis itu.

   Bukannya mundur, dia malah bergerak maju.

   Dalam waktu yang bersamaan, dia mengulurkan telapak tangannya dan menyambut serangan gadis tersebut.

   Terdengar suara yang menggelegar.

   Gadis itu menyambut serangan dengan kekerasan, hatinya terasa dilanda hawa panas.

   Ternyata dia sudah dibuat tergetar oleh Cian Cong sehingga mundur tiga langkah.

   Wajahnya yang penuh dengan bintik-bintik hitam jadi pucat pasi.

   Tepat pada saat itu juga Suara bentakan yang merdu menyusup di telinga para tokoh yang ada dalam kamar itu.

   Disusul dengan suara seorang gadis yang terdengar panik sekali "Jangan berkelahi!"

   Bayangan manusia berkelebat, di hadapan Cian Cong tahu-tahu telah berdiri seseorang.

   Usianya paling-paling sekitar dua puluhan.

   Matanya bening dan sayu.

   Hidungnya bangir.

   Bibirnya demikian merah bak api yang membara.

   Mungkin karena terlalu panik sehingga tampak gemetar.

   Tiba-tiba dia menghambur ke dalam kamar.

   Tanpa memperdulikan orang lainnya sama sekali, dia langsung menghampiri gadis yang wajahnya bintik-bintik hitam itu.

   Dengan penuh perhatian dia bertanya "Ie Moay, apakah kau terluka?"

   Gadis yang wajahnya berbintik-bintik itu merasa pukulan Cian Cong tadi mengandung tenaga dalam yang dahsyat sekali. Saat ini telapak tangannya terasa perih. Wajahnya langsung meringis dan seperti orang yang akan menangis.

   "Sekarang tangan rasanya kebal."

   Katanya dengan sedih. Gadis yang cantik jelita itu tersenyum simpul. Dia menepuk-nepuk pundak gadis yang wajahnya berbintik-bintik itu.

   "Biasanya kau paling senang mencari gara-gara. Malah mengacau ke kamar orang. Merasakan sedikit pelajaran baik juga bagi dirimu."

   Sembari berkata, dia membalikkan tubuhnya dan menjura ke arah Cian Cong dan yang lainnya. Dengan nada menyesal dia berkata.

   "Adikku ini tidak tahu apa-apa. Kali ini malah mengganggu ketenangan kalian. Harap sudi memaafkan."

   Cian Cong tertawa lebar.

   "Jangan sungkan, jangan sungkan. Hanya urusan sepele saja, si pengemis tua tidak sanggup menerima penghormatan sebesar ini."

   Sahutnya. Tiba-tiba wajahnya berubah serius. Dia membalas penghormatan yang diberikan gadis itu.

   "Mohon tanya nama kedua nona yang mulia."

   Gadis yang cantik jelita itu merenung sejenak.

   Dia sedang memikirkan bagaimana caranya menjawab pertanyaan Cian Cong.

   Namun gadis yang wajahnya penuh bintik-bintik hitam itu langsung mendahului menjawab "Aku bernama Cin Ie, dia adalah kakakku Cin Ying, kami berasal dari"

   Gadis yang cantik jelita itu melihat mulut adiknya tidak bisa ditahan. Hampir saja menyebutkan asal-usul mereka. Wajahnya langsung berubah.

   "Tutup mulut!"

   Bentaknya. Setelah mengeluarkan kata-kata itu, tiba-tiba dia merasa ada nada ucapannya terlalu tajam, mungkin perasaan adiknya bisa tersinggung. Tanpa terasa, mimik wajahnya jadi lembut. Bibirnya mengembangkan seulas senyuman.

   "Ie Moay, kedatangan kita kali ini, kecuali berpersiar, masih ada tugas lainnya yang penting sekali. Oleh karena itu harus dijaga, jangan sampai orang tahu asal-usul kita, mengerti?"

   Tampaknya Cin Ie sangat menghormati kakaknya. Mendengar ucapan Cin Ying, dia langsung meleletkan lidahnya.

   "Baiklah, aku tidak akan berkata apa-apa."

   Sejak tadi Yibun Siu San memperhatikan kedua kakak adik ini.

   Yang satu cantiknya bukan main, yang satunya lagi jeleknya kelewatan.

   Tetapi sepasang mata mereka menyorotkan sinar yang tajam.

   Hatinya jadi berdebar-debar.

   Cepat-cepat dia maju beberapa langkah.

   "Nona"

   Belum lagi ucapannya selesai, tiba-tiba terasa ada serangkum angin yang berhembus ke arahnya. Yibun Siu San langsung membentak.

   "Apa yang kau lakukan?"

   Kakinya menutul, dengan cepat dia mencelat mundur menghindarkan diri dari cekalan tangan Cin Ie. Tampak gadis itu tertawa terkekeh-kekeh.

   "Cadar hitam yang menutupi wajahmu itu lucu sekali. Bolehkah aku meminjamnya sebentar untuk bermain?"

   Cin Ying segera memarahinya dengan bibir tersenyum.

   "Adik Ie tidak boleh kurang ajar. Orang pasti ada persoalan tersendiri makanya mengenakan cadar untuk menutupi wajah aslinya. Mana boleh kau sembarangan menjamahnya?"

   Mulut Cin Ie mengeluarkan suara keluhan kekecewaan. Dia menarik nafas panjang. Wajahnya jadi muram seketika. Yibun Siu San tertawa santai.

   "Kata-kata nona ini terlalu berat. Kalau adik ini ingin bermain dengan cadar ini, tidak menjadi masalah. Tetapi jangan bergerak turun tangan secara tidak terduga-duga, hal ini bisa mengakibatkan kesalahpahaman di antara kedua pihak. Tetapi, di dalam hati Cayhe ada beberapa persoalan yang belum jelas, ingin mohon tanya kepada nona berdua."

   Cin Ie mendengar Yibun Siu San bersedia meminjamkan cadar kepadanya, hatinya menjadi gembira kembali. Dengan tampang ketolol-tololan dia tertawa terkekeh-kekeh.

   "Cepat tanyakan saja. Kalau hal yang aku tahu, pasti aku akan memberitahukannya. Tetapi kalau memang aku tidak tahu, ya apa boleh buat?"

   Yibun Siu San tersenyum lembut.

   "Ilmu silat yang nona lancarkan tadi benar-benar mengagumkan."

   Yibun Siu San ingin menyelidiki asal usul kedua gadis itu.

   Oleh karena itu, begitu buka mulut dia langsung memuji.

   Otak Cin Ie memang kurang cerdas.

   Tindak-tanduknya selalu kekanak-kanakan.

   Hatinya polos, tidak kenal akal busuk manusia di dunia ini.

   Mendengar pujian Yibun Siu San, dia segera tertawa lebar.

   "Akh biasa-biasa saja. Ilmu silatku ini adalah hasil didikan ayahku sendiri. Apanya yang hebat?"

   Yibun Siu San tertawa lebar.

   "Kalau begitu, tentunya ayahmu merupakan tokoh yang ilmunya sangat tinggi di dunia Bulim?"

   Bibir Cin Ie sudah bergerak-gerak. Dia sudah bermaksud mengatakan nama ayahnya. Tiba-tiba tangannya ditarik oleh Cin Ying. Kata-kata yang hampir keluar terhenti seketika. Gadis yang cantik itu langsung tertawa dingin.

   "Tampaknya sahabat ini susah payah menyeldiki riwayat hidup orang, sebetulnya apa tujuanmu?"

   Tanyanya. Mendapat pertanyaan seperti itu, Yibun Siu San benar-benar tidak menduga sama sekali. Untuk sesaat dia jadi tertegun, namun sekejap saja sudah pulih kembali. Dia langsung tertawa lebar.

   "Dulu Cayhe mempunyai seorang sahabat lama, namun dia sudah lama mengasingkan diri. Melihat gaya serangan Nona ini tadi, mirip sekali dengan ilmu andalannya yang tidak diwariskan kepada orang luar. Oleh karena itu, Cayhe memberanikan diri untuk bertanya. Tidak disangka malah menerbitkan salah paham Nona, maafkan saja."

   Sebetulnya, Yibun Siu San sudah mengasingkan diri selama sepuluh tahun.

   Mana mungkin dia mempunyai teman? Kata-katanya tadi hanya sebagai alasan yang diucapkannya dalam keadaan terdesak.

   Namun karena suaranya yang lembut dan katakatanya yang halus, Cin Ying agak percaya.

   Meskipun Gihu (ayah angkat) adalah Beng-cu terdahulu dari samudera luar, tetapi dalam pembicaraan sehari-hari sering kegagahan para tokoh Bulim di Tionggoan.

   Ayah juga memuji bahwa mereka cinta negara, berjiwa pendekar dan suka menolong yang lemah.

   Mungkinkah Gihu tadinya juga seorang tokoh Bulim di Tionggoan ini dan juga merupakan sahabat lama Tuan yang mengenakan kerudung ini? tanyanya dalam hati.

   Begitu pikiran ini melintas di benaknya, Cin Ying jadi mulai percaya.

   Tetapi dia masih merasa bimbang, sehingga bertanya kembali.

   "Ayah selamanya jarang keluar rumah. Juga tidak banyak bertanya masalah orang lain. Locianpwe kalau memang kenal dengan Gihu, Siau li memberanikan diri menanyakan nama besar atau gelar Cianpwe yang mulia."

   Yibun Siu San tertawa lebar.

   "Mungkin kau pernah mendengar ayahmu bercerita tentang Coan Lam Tajhiap Yibun Siu San. Orangtua itu adalah Po Siu Cu Cian Cong yang namanya sudah terkenal sekali di dunia Kangouw."

   Cin Ying memejamkan matanya merenung sejenak.

   Di dalam benaknya terlintas ingatan samar-samar bahwa dia rasanya memang pernah mendengar nama kedua orang ini.

   Rasa bimbangnya pun sirna seketika.

   Bibirnya merekah mengembangkan seulas senyuman yang manis.

   "Rupanya Lopek berdua, harap terima penghormatan Ying Ji. Selesai berkata, dia langsung menjatuhkan dirinya berlutut di atas tanah. Wajahnya cantik jelita memang sulit dicari tandingannya. Begitu tersenyum, kecemerlang an wajahnya semakin mempesona, Yibun Siu San dan Cian Cong sampai merasa antung mereka berdebar-debar. Cepat-cepat mereka memalingkan wajahnya, tidak berani nelihat lagi. Bahkan mereka lupa membangunkannya, meskipun gadis itu sudah mendiri berlutut di atas tanah. Cin Ie melihat kakaknya melakukan penghormatan kepada kedua orang itu dengan berlutut. Tanpa berpikir panjang lagi, dia segera ikut berlutut di samping Cin Ying. Perlu diketahui, adat zaman dulu sangat mementingkan penghormatan terhadap orang yang lebih tua. Cara berlutut seperti inilah yang justru harus dilakukan. Orang yang menjatuhkan dirinya berlutut di atas tanah, apabila belum disuruh bangun oleh yang bersangkutan, maka ia harus berlutut terus selamanya. Setelah berlutut beberapa saat, Cin Ie melihat Yibun Siu San serta Cian Cong tetap melihat ke arah lain tanpa memperdulikan sama sekali. Dia mulai kehabisan sabar. Dasar sikapnya memang ketolol-tololan. Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung berteriak.

   "Hei, kenapa tidak berbicara lagi. Sepasang lutut Nonamu ini sudah pegal setengah mati!"

   Yibun Siu San dan Cian Cong bagai tersentak dari lamunan, keduanya mengeluarkan seruan terkejut.

   "Bangun, bangun!"

   Kata mereka serentak. Sembari tersenyum Cin Ying berdiri. Matanya beralih dan berhenti pada diri Tan Ki yang sedang terbaring di atas tempat tidur.

   "Entah ada hubungan apa antara Lopek dengan Heng Tai yang berada di atas tempat tidur itu?"

   Tanyanya perlahan.

   "Keponakan."

   Sahut Yibun Siu San.

   "Apakah dia terluka?"

   "Tidak. Hanya pikirannya yang terkena pukulan bathin yang hebat. Kesadarannya hilang dan orangnya menjadi kalap. Kami memberinya pil penenang dan sekaligus menotok jalan darah tidurnya. Dengan demikian dia dapat beristirahat dengan tenang beberapa saat dan jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan."

   "Adikku suka sekali cadar penutup wajah Lopek itu, untung saja Lopek bersedia menghadiahkan. Dengan demikian, kami jadi berhutang budi. Meskipun keponakan tidak mempunyai kepandaian yang mengejutkan, namun almarhum ayah pernah mengajarkan cara pengobatan dengan totokan jari. Rasanya masih boleh dicoba. Kalau Lopek dapat menaruh kepercayaan, sekarang juga Tit li (keponakan perempuan) akan mengobati penyakit Heng Tai ini sebagai balas jasa Lopek yang menghadiahkan cadar muka kepada adikku."

   Kata Cin Ying sambil tersenyum manis.

   Mendengar kata-katanya, Yibun Siu San jadi termangu-mangu.

   Hatinya menjadi serba salah.

   Untuk sesaat dia merenungkan hal ini dengan kepala tertunduk dan tidak bisa mengambil keputusan apapun.

   Di lain pihak, dia mengagumi kepandaian Cin Ying mengatur tata bahasanya sehingga tidak menyolok maksud hati yang sebenarnya.

   Gadis ini sangat cerdas.

   Meskipun hatinya mulai percaya kalau Yibun Siu San adalah sahabat almarhum ayahnya, tetapi dia tetap berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan.

   Apabila dia berhasil mengobati penyakit Tan Ki, berarti dia sudah membalas budi Yibun Siu San yang berjanji akan menghadiahkan cadar mukanya kepada Cin Ie.

   Dengan demikian, diantara mereka tidak ada hutang piutang lagi dan tentu saja Yibun Siu San tidak enak hati apabila bertanya terus mengenai asal-usul dan tujuan mereka datang ke Tionggoan.

   Di benaknya terlintas dua macam masalah yang terus menggelayuti pikirannya.

   Dia curiga sekali terhadap kedua gadis ini.

   Kemungkinan besar mereka merupakan mata-mata yang dikirim oleh golongan sesat luar samudera.

   Kalau dia menyatakan persetujuannya, maka dia akan kehilangan kesempatan menyelediki apa tujuan mereka dan otomatis terputus sumber berita yang baik Lalu apabila dia menolaknya, penyakit Tan Ki yang menyangkut kejiwaan ini, mungkin sulit disembuhkan.

   Seumur hidupnya dia akan menjadi orang yang ketolol-tololan.

   Bukankah hal itu merupakan penderitaan yang tak akan pernah berakhir? Semakin dipikirkan, Yibun Siu San merasa semakin serba salah.

   Dua masalah yang sama-sama pentingnya terus berputar di benaknya, hal ini membuatnya tidak berani sembarangan mengambil keputusan Untuk sesaat, hatinya seolah diganduli beban yang berat sekali.

   Kacau, kalut, ruwet! Sampai cukup lama, dia masih belum bisa memberikan jawaban.

   Matanya perlahan-lahan mengerling.

   Tiba-tiba pandangannya bertemu dengan sinar mata Ceng Lam Hong.

   Hati Yibun Siu San tergetar.

   Dia menjadi tertegun seketika.

   Dia merasa wajah wanita itu menyiratkan kegelisahan yang tidak terkirakan.

   Sinar matanya mengandung penderitaan dan harapan.

   Serangkum cinta kasih seorang ibu tersirat jelas pada diri wanita itu Tanpa dapat ditahan lagi dia menarik nafas panjang, hatinya tidak tega melihat kesedihan Ceng Lam Hong.

   Bibirnya langsung memaksakan seulas senyuman.

   "Kalau begitu terpaksa merepotkan Nona."

   Dia menjura satu kali, kemudian menggeser tubuhnya ke samping. Tiba-tiba terdengar suara bergesernya tubuh seseorang. Ceng Lam Hong sudah berdiri di sampingnya.

   "Toako, terima kasih. Kalau anak Ki bisa selamat tanpa kelainan apapun, semuanya berkat ucapan Toako tadi."

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Suara itu bening dan lirih, seolah bisikan saja.

   Namun bagi pendengaran Yibun Siu San bagai guntur yang menggelegar, di dalamnya tersirat perasaan terima kasih yang tidak terhingga.

   Tanpa dapat ditahan lagi, dia melirik ke arahnya sekilas.

   Bibirnya tertawa sumbang.

   "Asal anak Ki bisa pulih kembali seperti sedia kala, urusan menyelidiki para gembong iblis dari luar samudera yang ada kemungkinan ingin mengacau Tionggoan, terpaksa kita tunda kesempatan yang lain."

   Ceng Lam Hong tersenyum lembut.

   "Aku tahu selamanya Toako tidak suka melihat aku menderita dan memperhatikan aku secara luar biasa"

   Tiba-tiba dia melihat Cian Cong melangkahkan kakinya mendekati mereka, cepat-cepat dia menghentikan kata-katanya dan membungkam seribu bahasa.

   Matanya segera dialihkan, dia melihat Cin Ying dan Cin Ie sedang berjalan ke arah tempat tidur di mana Tan Ki berbaring.

   Saat itu juga seraut wajah yang tampan hadir di dalam bola mata kedua gadis itu.

   Cin Ying dibesarkan di samudera luar.

   Mana pernah dia bertemu dengan pemuda yang begitu gagah dan tampan seperti Tan Ki.

   Begitu matanya memandang, jantungnya langsung berdebar-debar.

   Kedua pipinya menjadi merah jengah.

   Tanpa dapat ditahan lagi dia memalingkan wajahnya.

   Cepat-cepat dia mengatur pernafasannya dan menekan perasaannya yang memalukan.

   Watak Cin Ie ketolol-tololan.

   Akal dan pikirannya tidak secerdas kakaknya.

   Dia melihat wajah tampan Tan Ki yang mana belum pernah dilihatnya seumur hidup, mulutnya segera mengeluarkan suara deheman sebanyak dua kali.

   "Pemuda yang tampan sekali, aku juga jadi senang melihatnya."

   Cin Ying langsung mendelik kepadanya.

   "Jangan banyak bicara, hanya menjatuhkan harga dirimu sendiri."

   Perlahan-lahan dia mengulurkan tangannya, kemudian menekan dada Tan Ki.

   Dia segera menghimpun hawa murninya dan mendorongnya ke telapak tangan.

   Dengan tepat disalurkannya tenaga dalamnya ke tubuh anak muda itu.

   Cara pengobatan seperti ini menimbulkan penderitaan yang hebat.

   Tiba-tiba tubuh Tan Ki seperti disengat aliran listrik, melonjak-lonjak dua kali dan mulutnya terus mengeluarkan suara rintihan.

   Namun sekejap kemudian, tubuhnya tidak bergerak lagi serta mulutnya juga berhenti merintih.

   Keadaannya kembali seperti sebelumnya.

   Ceng Lam Hong meremas tangannya sendiri berulang kali.

   Tampangnya sangat tegang.

   Berhasil atau gagalnya Cin Ying mengobati Tan Ki menyangkut kebahagiaan anak muda itu seumur hidupnya Meskipun wajah Yibun Siu San ditutupi, cadar hitam sehingga orang tidak tahu bagaimana perasaannya saat itu, tetapi secara diam-diam dia sudah mengerahkan tenaga dalamnya, siap sedia setiap waktu untuk dilancarkan apabila Cin Ying memperlihatkan gerak-gerik yang mungkin akan mencelakai Tan Ki.

   Kurang lebih sepeminum teh telah berlalu Telapak tangan Cin Ying masih belum dilepaskan, tiba-tiba terlihat sekumpulan uap putih mengepul dari atas kepalanya dan melayang di udara.

   Wajahnya sudah berubah merah padam, keringat menetes memenuhi bagian kepalanya bagai curahan hujan.

   Tetapi dia tetap menggertakkan giginya erat-erat, raut wajahnya kelam sekali.

   Tampaknya dia telah berusaha sekuat tenaga.

   Tiba-tiba mulutnya mengeluarkan suara bentakan dan tangan kanannya mengayunayun, kemudian meluncur ke bagian ubun-ubun Tan Ki! Perubahan yang mendadak ini, benar-benar tidak disangka-sangka oleh orang yang lainnya.

   Meskipun Yibun Siu San sudab mempersiapkan diri, tak urung ia terkesiap juga.

   Hati-nya berpikir untuk menerjang ke depan dan memberikan pertolongan, tetapi dia melihat Cin Ying mencelat mundur sejauh setengah langkah setelah memukul ubun-ubun kepala Tan Ki.

   Dalam waktu yang bersamaan, lengannya terangkat, sepasang jari telunjuk serta jari tengahnya menutul secara berturut-turut.

   Dalam waktu yang singkat, delapan belas urat nadi di tubuh Tan Ki telah tertotok olehnya.

   Sampai saat ini, Cin Ying baru menghembuskan nafas panjang.

   Tangannya terangkat ke atas dan mengusap keringat yang bercucuran di seluruh wajah dengan ujung lengan bajunya.

   "Heng Tai ini hanya perlu istirahat selama satu hari lagi, tentu ia akan pulih kembali seperti semula."

   Setelah selesai mengobati Tan Ki, tampaknya gadis ini sudah kelelahan setengah mati.

   Begitu selesai bicara, dia tidak menunggu jawaban dari yang lainnya, namun langsung duduk bersila di atas tanah sambil memejamkan matanya mengatur pernafasan.

   Yibun Siu San dan Cian Cong melihat usia gadis ini masih muda sekali.

   Namun dia sudah memahami pelajaran ilmu lwekang kelas tinggi.

   Dia mampu mendesak hawa murni sendiri agar mengalir ke tubuh seseorang kemudian menembus urat nadinya yang tersumbat.

   Tentu saja mereka terperanjat sekali.

   Keduanya saling lirik sekilas dan tidak mengucapkan sepatah katapun.

   Tiba-tiba terdengar suara tawa Cin Ie yang ketolol-tololan sembari bergumam seorang diri.

   "Kalau membiarkan kau berbaring satu hari lagi, tentunya iseng sekali. Cici toh sudah membantumu, biar aku juga membantumu sejenak."

   Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung mengulurkan tangan kanannya dan menempelkannya ke dada Tan Ki.

   Kurang lebih sepeminuman teh lagi berlalu, terdengar suara keluhan dari bibir Cin Ie.

   Wajahnya juga telah basah oleh keringat yang mengucur dengan deras.

   Mendadak dia menarik kembali telapak tangannya kemudian melangkah mundur sejauh empat depa.

   Lalu berhenti.

   Matanya yang bulat dan hitam itu menatap Tan Ki lekat-lekat tanpa berkedip sedikitpun.

   Meskipun tidak ada lagi bahaya yang mengancam, namun masih terselip ketegangan yang tidak terkatakan.

   Hati setiap orang berdebar-debar tanpa sebab musabab yang pasti Lambat laun Tangan Tan Ki mulai bergetar, perlahan-lahan dia membuka matanya dan mulai sadarkan diri.

   Tadinya dia tertotok jalan darah tidurnya oleh Yibun Siu San, tetapi dengan bergiliran Cin Ying dan Cin Ie telah menyalurkan hawa murni mereka sehingga jalan darah yang tertotok itu terbuka kembali.

   Saat itu juga, tampak bibir Ceng Lam Hong merekahkan senyuman.

   Akhirnya dia malah tertawa lebar.

   Mimik wajahnya yang tegang dan gelisah sudah lenyap seketika.

   Dalam sekejap mata, suasana tegang sudah mencair dan digantikan dengan suasana riang.

   Karena Tan Ki sudah sadarkan diri, orang yang berkerumun di kamar itu satu per satu memperli-hatkan senyumannya.

   Cin Ying juga sudah selesai mengatur pernafasannya.

   Sepasang tangannya bertumpu di atas tanah dan diapun melonjak bangun.

   Ketika matanya bertemu pandang dengan mata Tan Ki, dia merasa jantungnya berdebar-debar.

   Semacam perasaan aneh yang belum pernah ia rasakan sebelumnya terasa memenuhi hatinya saat itu.

   Wajahnya jadi merah jengah.

   Cepat-cepat dia menundukkan kepalanya dengan tersipu-sipu.

   Sementara itu, tampak Ceng Lam Hong berjalan perlahan-lahan menuju jendela.

   Dia memandang langit dengan terpana.

   Untuk sesaat, Cin Ying tidak tahu ada berbagai pikiran yang berkecamuk di dalam dada wanita itu.

   Dibalik kegembiraan melihat anaknya sudah sembuh kembali, juga terselip kepedihan yang tidak terkirakan.

   BAGIAN XXIV Dia sadar di dalam hati Tan Ki masih tersimpan kesalahpahaman yang besar terhadap dirinya.

   Apabila dia sampai melihat ibunya juga ada di dalam kamar itu, apa yang terlintas di benaknya? Apakah dia akan membuka mulut mencaci maki Ceng Lam Hong atau semakin membenci melihat kehadirannya? Tentu saja, semua ini ada kemungkinannya.

   Oleh karena itu, perlahan-lahan dia meninggalkan kamar itu dan menghindarkan diri dari pandangan Tan Ki.

   Orangtua di kolong langit ini, mana ada yang tidak mencintai anaknya sendiri.

   Antara Ceng Lam Hong dan Tan Ki sudah berpisah selama sepuluh tahun, betapa dalam hati kecilnya dia mendambakan mendengar Tan Ki memanggilnya Ibu.

   Namun, kenyataan yang terpampang di depan mata malah mendesak ibu dan anak itu terpisah oleh jurang yang dalam.

   Seharusnya saat ini mereka berangkulan melepaskan kerinduan yang terpendam selama ini.

   Tetapi semuanya tidak mungkin terjadi.

   Bagaimana hatinya tidak menjadi pilu dan sakit? Cian Cong dan Yibun Siu San maklum sekali penderitaan dalam hati wanita ini.

   Meskipun mereka berniat memberikan bantuan, tetapi untuk saat ini mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan.

   Mereka hanya berdiri di samping tanpa mengucapkan sepatah katapun.

   Sementara itu kesadaran Tan Ki lambat laun pulih kembali.

   Sekali loncat dia langsung turun dari tempat tidur.

   Begitu matanya beredar, tanpa dapat ditahan lagi, dia jadi termangu-mangu.

   Mengapa aku bisa berada di sini? tanyanya dalam hati.

   Dia tidak tahu bahwa dalam beberapa hari ini, pikirannya menjadi kacau karena putus asa.

   Dia hanya merasa bahwa setelah Mei Ling diculik orang, dia lalu tertidur dan sekarang baru bangun kembali.

   Tahu-tahu dia menemukan dirinya di tempat yang asing.

   Lagipula kepalanya terasa pusing tujuh keliling dan seluruh tubuhnya terasa tidak enak.

   Tanpa dapat ditahan lagi, dia mengedarkan pandangannya ke orang-orang dalam ruangan, itu dengan perasaan curiga.

   Mimik wajahnya menunjukkan rasa terkejut dan sangsi.

   Perlahan-lahan Cin Ie menghampirinya.

   Wajahnya sengaja diperingiskan sehingga seperti muka setan.

   Mulutnya tertawa lebar.

   "Kau sudah baik?"

   Sebetulnya gadis ini kalau diperhatikan tidak terlalu jelek sekali.

   Tetapi gayanya dan cara tertawanya seakan disengajakan sehingga bintik-bintik di wajahnya semaian kentara jelas.

   Hal inilah yang membuat orang merasa sebal.

   Sepasang alis Tan Ki terjungkit ke atas.

   "Siapa kau?"

   Tanyanya ketus.

   "Aku bernama Cin Ie."

   Sahut gadis itu dengan tersipu-sipu.

   Matanya melirik Tan Ki berulang kali.

   Tan Ki merasa tingkah laku dan gerak-gerik gadis itu persis perempuan murahan yang sering tampil di atas pentas.

   Hatinya semakin muak melihatnya.

   Oleh karena itu, dia segera mendengus dingin dan menyahut dengan enggan.

   "Senang sekali dapat berkenalan dengan nona yang namanya sudah lama terkenal!"

   Tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah pintu.

   Tindakannya ini secara menyolok menyatakan rasa sebalnya terhadap Cin Ie.

   Tentu saja perbuatannya juga tidak sopan sama sekali, apalagi mengingat kedua kakak beradik itulah yang menjadi dewa penolongnya! Cin Ying yang melihat keadaan ini merasa hatinya menjadi tidak enak.

   Tanpa dapat ditahan lagi mulutnya mengeluarkan suara tertawa dingin.

   Namun pada dasarnya watak gadis ini lembut dan berpandangan luas.

   Meskipun dia merasa tidak seharusnya Tan Ki mem-perlakukan adiknya seperti itu sehingga bisa mengakibatkan orang menjadi sakit hati.

   Tetapi dia tetap berusaha menekan hawa amarah yang mulai bangkit dalam hatinya.

   Tangannya segera mencekal pergelangan Cin Ie.

   Dengan nada kurang senang dia berkata.

   "Ie Moay, mari kita pergi!"

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Begitu dia menarik, terasa diri Cin Ie bagai sebuah patung kayu yang ditancapkan di atas tanah dan ternyata Cin Ying tidak sanggup menggerakkannya.

   Hatinya merasa heran.

   Dia mendongakkan wajahnya memandang.

   Tampak mimik wajah Cin Ie menyiratkan senyuman yang aneh.

   Dia bagai orang yang dihipnotis, matanya memandang lekat-lekat ke arah pintu.

   Sejak kecil Cin Ying dibesarkan bersama-sama adik angkatnya ini.

   Dia tahu sekali watak dan kebiasaannya, namun dia belum pernah melihat tampang Cin Ie seperti sekarang ini.

   Tentu saja dia jadi terkejut sekali.

   "Ie Moay, kenapa kau?"

   Tanyanya gugup. Mulut Cin Ie mengeluarkan seruan terkejut. Dirinya seakan baru tersadar dari mimpi. Tanpa terasa dia bergumam seorang diri.

   "Sungguh seorang pemuda yang tampan sekali, Ie Ji sampai merasa suka sekali."

   Mendengar ucapannya, mula-mula Cin Ying tertegun.

   Dia tidak mengerti makna ucapan adiknya itu.

   Tetapi lambat laun dia tersadar, rupanya Cin Ie sudah terpikat oleh ketampanan Tan Ki.

   Wajahnya jadi merah padam.

   Hatinya bermaksud mencacinya beberapa patah kata bahwa anak gadis tidak boleh merendahkan derajatnya sendiri dan berbicara yang bukan-bukan di depan umum.

   Namun dia merasa hatinya sendiri juga mempunyai perasaan yang sama.

   Akhirnya dia tertawa sumbang.

   "Sudah, jangan berpikir yang bukan-bukan. Mari kita pergi!"

   Dia langsung menarik tangan Cin Ie dan mengajaknya keluar dari tempat tersebut. Yibun Siu San langsung melepaskan cadar penutup wajahnya dan mengejar ke depan dua langkah.

   "Nona harap tunggu sebentar. Sehelai cadar ini tidak berharga sama sekali, tetapi merupakan syarat yang telah disetujui sebagai imbalan nona berdua yang telah menyalurkan hawa murni kepada keponakan Cayhe. Harap diambil cadar ini, kalau tidak hati Cayhe akan tidak tenteram karena merasa masih berhutang."

   Katanya. Cin Ying tertawa pilu.

   "Tidak usah. Tadi aku sudah ke jalan raya dan sengaja membelikan, berbagai macam mainan untuk adikku ini. Kalau aku keburu sampai, tentu dia juga tidak masuk ke kamar ini dan menimbulkan kekacauan yang mengganggu ketenangan kalian. Harap Lopek simpan saja cadar itu. Kami kakak beradik tidak menginginkannya lagi."

   Selesai berkata, tubuh kedua gadis itu tepat sudah berada di depan pintu.

   Mereka langsung membelok dan hilang dari pandangan.

   Yibun Siu San memperhatikan bayangan punggung kedua gadis itu sampai tidak kelihatan lagi.

   Di dalam hatinya dia merasa berterima kasih sekali.

   Perlahan-lahan dia menarik nafas panjang.

   Kepalanya menggeleng-geleng tanpa mengucapkan sepatah katapun.

   Dia sudah melihat ilmu silat Cin Ie.

   Tampaknya tidak sama dengan ilmu silat yang ada di daerah Tionggoan.

   Dalam hatinya timbul kecurigaan.

   Dia mulai yakin kalau kedua kakak beradik itu apabila bukan berasal dari Samudera luar, pasti merupakan keturunan suku Biao dari wilayah Barat.

   Kemungkinan tujuan mereka datang ke Tionggoan adalah untuk menyelidiki gerak-gerik para tokoh Bulim saat ini dan kalau keadaan memungkinkan, mereka akan menyerbu masuk ke daerah Kang Lam.

   Tetapi demi keselamatan Tan Ki, mau tidak mau dia harus melepaskan kesempatan menyelidiki bukti yang sudah ada ini.

   Melihat kakak beradik itu pergi dalam situasi yang kurang menyenangkan, dia hanya bisa menarik nafas panjang.

   Hatinya terasa kalut.

   Sementara itu, setelah kembali ke kamarnya, tiba-tiba Cin Ying merasa hatinya dilanda kehampaan yang aneh.

   Dadanya terasa sesak seperti orang yang kekurangan udara.

   Dia seperti tidak mempunyai gairah terhadap segala sesuatu.

   Rupanya dia memang dibesarkan di Samudera luar dan yang sering didengar ataupun ditemuinya hanya serangkaian pembunuhan dan pertarungan.

   Wajah setiap orang, mungkin karena pengaruh wilayah dan situasinya, hampir semuanya bertubuh tinggi besar dan tampangnya garang.

   Penduduk di wilayah itu juga sangat kasar.

   Mana ada pemuda yang gagah dan tampan seperti Tan Ki.

   Bahkan seujung jarinya pun tidak.

   Oleh karena itu begitu melihat anak muda tersebut, hatinya sudah terpikat oleh kegagahan dan ketampanannya.

   Dengan enggan dia duduk di atas kursi dan langsung termenung lesu! Untuk sesaat, pikirannya melayang-layang.

   Duduk salah berdiri pun salah.

   Tetapi dia sendiri tidak mengerti apa sebetulnya yang ia pikirkan.

   Tiba-tiba dia merasa pundaknya ditepuk oleh seseorang, lalu terdengar suara Cin Ie yang sedang tertawa terkekeh-kekeh.

   "Toaci, coba kau lihat sebentar!"

   Hati Cin Ying memang sedang kalut. Dia berharap dapat menenangkan diri beberapa saat. Ditepuk oleh Cin Ie, dengan acuh tak acuh dia bertanya.

   "Lihat apa?"

   Terhadap adik angkatnya ini, Cin Ie merasa sayang sekali.

   Meskipun kata-kata yang terucap dari bibirnya agak ketus, tetapi dengan perasaan tidak tega dia menoleh juga dan melihat ke arahnya sekilas.

   Begitu matanya memandang, dia melihat pakaian Cin Ie yang berwarna hijau sudah dikutungkan bagian lengannya.

   Untuk sesaat dia sangat terpukau.

   Dengan heran dia bertanya.

   "Apa yang kau lakukan? Pakaian yang bagus-bagus kok digunting sampai begitu?"

   Cin Ie menggigit bibirnya sendiri.

   "Pakaian ini sudah terlalu pendek, tidak enak dipakai lagi."

   Cin Ying tersenyum.

   "Kalau begitu, malam nanti kalau kita keluar. Kita beli lagi beberapa stel pakaian yang sesuai untukmu."

   Tampak Cin Ie agak sangsi.

   "Tetapi malam hari kalau sedang tidur, hatiku sering merasa dingin."

   "Beberapa hari ini udara memang agak dingin. Mungkin pakaian tidurmu terlalu tipis atau kau lupa memakai selimut."

   "Meskipun memakai selimut memang terasa hangat, tetapi tidak dapat menghangatkan hatiku"

   "Cin Ying jadi tertegun mendengar ucapannya.

   "Apa maksudmu?"

   "Cici, apakah kau tidak mengerti ucapanku? Malam hari aku tidur sendirian, sering aku merasa takut, seperti ada bayangan setan yang terus bergerak di depan jendela."

   "Sejak kecil kita sama-sama sudah terbiasa tidur sendiri-sendiri. Kenapa baru sekarang kau merasa takut?"

   Cin Ying menghentikan kata-katanya kemudian tersenyum lembut.

   "Baiklah, malam nanti Cici akan menemanimu."

   Setelah berkata panjang lebar, tampaknya Cin Ying masih juga belum menangkap maksud ucapannya, Cin Ie menjadi kesal sekali. Dia menghentak-hentakkan kakinya di atas tanah.

   "Siapa yang kepingin kau temani?"

   Melihat tingkah lakunya, Cin Ying mulai marah. Namun dia sadar bahwa adik angkatnya ini tidak boleh dikerasi. Setelah tertegun sejenak. Dia segera mendorong meja dan berdiri.

   "Ie Moay, jangan pergi. Sebetulnya ada apa?"

   Sembari berkata, langkahnya dipercepat untuk mengejar adiknya yang sudah bermaksud keluar dari kamar. Dia segera menarik tangan gadis itu.

   "Untuk apa kau melakukan hal ini. Lihat saja, belum apa-apa sudah tersinggung, Cici sampai bingung kau buat."

   Berkata sampai di sini, tiba-tiba sebuah ingatan melintas di benaknya. Mulutnya langsung mengeluarkan seruan terkejut, kemudian tertawa lebar.

   "Aku tahu deh, rupanya kau sudah ingin mencari seorang suami, bukan? Mungkin sudah sejak lama ada yang ditaksir. Cepat katakan kepadaku, siapa orang itu?"

   Cin Ie tersenyum simpul.

   "Pemuda yang ada di sebelah kamar itu!"

   Sahut gadis itu dengan santai. Mendengar ucapannya, hati Cin Ying tergetar. Rupanya orang yang ditaksir Cin Ie justru Tan Ki orangnya. Mimpi pun dia tidak pernah membayangkan hal itu. Rasa terkejutnya tidak kepalang tanggung.

   "Mana mungkin hal ini terjadi? Meskipun kita sudah pernah bertemu satu kali, tetapi kita tidak saling mengenal, apalagi menjalin persahabatan. Lagipula dia adalah seorang pemuda yang begitu tampan. Tampaknya Cin Ie sendiri juga menyadari kekurangannya. Mendengar ucapan kakaknya, harapan yang baru berkembang seakan kandas seketika. Dia merasa kecewa sekali. Padahal dia adalah seorang gadis yang masih polos. Namun begitu mengetahui bahwa dia tidak mempunyai harapan sedikitpun, dua baris air matanya segera jatuh bercucuran membasahi pipi. Meskipun wajahnya tidak dapat dikatakan cantik karena penuh dengan bintik-bintik hitam, namun air mata yang menetes justru sangat berkilauan serta keluar dengan perasaan yang tulus. Sungguh air mata yang tidak bernilai harganya! Apa sebetulnya yang tersirat di balik air mata itu? Tidak ada. Yang dapat dinyatakan hanya hatinya yang masih bersih. Melihat air mata adiknya mengalir dengan deras, hati Cin Ying langsung terasa perih. Dia juga terharu melihat kemalangan nasib gadis itu. Hampir belasan tahun sudah, baru kali ini dia melihat lagi air mata yang tulus dan berharga ini. Bayangan masa lalu, seakan terpampang dalam air mata yang terus mengalir itu. Satu per satu melintas dalam benaknya Dia teringat masa kecilnya ketika terombang ambing di tengah lautan, untung saja dia ditemukan oleh seorang ketua suku pedalaman yang berilmu sangat tinggi yakni Cui Sang Sin-heng alias bayangan dewa di atas air Cin Tong. Akhirnya dia ditolong bahkan dijadikan putri angkatnya. Dia teringat senyuman Cin Tong serta nada suaranya yang menggeledek serta kasih sayang yang penuh perhatian. Lagi pula caranya melakukan apapun terhadap kedua putrinya selalu disamakan dan tidak pernah dibedakan. Dia membiarkan keduanya bermain bersama dia juga mengajarkan ilmu silat tanpa memilihbulu Justru pada saat dia berusia dua belas tahun, Cin Ying dan Cin Ie sedang berlatih dan menjajal kepandaian mereka. Akh dia ingat hari itu meriipakan hari yang paling menyayat hati dalam hidupnya. Sekarang pun dia masih mengingat dengan jelas, justru jurus Hui-houw Coan Liong atau Harimau terbang berubah menjadi naga itulah yang digunakannya ketika berlatih. Tanpa sengaja pukulannya menghantam belakang kepala Cin Ie. Kemudian, dia Cin Ie pun jatuh tidak sadarkan diri! Cin Ying sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa perbuatan yang dilakukannya dengan tanpa sengaja itu membuat otak adik angkatnya menjadi lemah. Meskipun ayah angkatnya telah berusaha dengan berbagai cara untuk menyembuhkannya, namun nasib Cin Ie memang tidak bisa diubah lagi! Walaupun nyawanya berhasil diselamatkan, tetapi sejak saat itu Cin Ie berubah menjadi ketolol-tololan dan otaknya tidak bisa berpikir sebagaimana manusia dewasa layaknya. Memang kadang-kadang kebodohannya tidak terlalu tampak menyolok. Dia bisa bicara dan bertanya jawab. Tetapi apabila ada masalah yang agak rumit, dia tidak cepat tanggap dan tidak tahu pula bagaimana harus menanggulanginya. Hidupnya jadi bergantung pada orang lain. Siapa nyana, Cin Tong malah tidak menyalahkan dirinya sedikitpun karena kesalahan tangan yang membuat putri kandungnya menjadi cacat mental. Bahkan menjelang akhir hidupnya, dia menitipkan pesan kepada Cin Ying agar menjaga adik angkatnya ini baikbaik. Justru karena hal ini pula, hati Cin Ying semakin tidak tenang, karena diserahi tanggung jawab yang berat. Rasa bersalahnya semakin menghebat. Selama belasan tahun ini, dia sudah berusaha segenap kemampuannya untuk melindungi sang adik. Seandainya dia menginginkan rembulan di atas langit, Cin Ying pasti akan mencari jalan untuk mengambil rembulan tersebut bagi adik angkatnya. Pokoknya Cin Ying selalu berharap dapat membahagiakan hati adiknya itu. Dia terus menganggap, bahwa pengorbanannya ini masih belum cukup untuk menebus kesalahannya dan membalas budi yang ditanamkan Cin Tong kepadanya. Apalagi terhadap Cin Ie sendiri, dia merasa seumur hidupnya tidak mungkin ia membayar lunas hutangnya yang satu ini. Berpikir sampai di sini, tanpa dapat ditahan lagi hatinya menjadi perih. Dan air matanya ikut mengalir. Perlahan-lahan dia mengangkat tangannya dan mengusap air mata adiknya yang masih menetes.

   "Baiklah, Cici akari berusaha sekuat tenaga. Kalau Tan Siangkong itu tidak menghendaki dirimu, meskipun harus memaksanya dengan perkelahian, aku juga akan mencobanya."

   Selesai berkata, dia berusaha membangkitkan keberanian dalam hatinya sendiri. Tangannya segera menepuk-nepuk pundak Cin Ie.

   "Kau keluarlah ke jalan raya dan main-main di sana. Aku akan mendengar nada bicara mereka, baru mengambil tindakan yang terbaik."

   Mendengar perkataannya, Cin Ie segera mengusap air matanya dan wajahnya jadi berseri- seri seketika.

   Selamanya dia percaya sekali kepada Cin Ying.

   Dia tahu kakaknya ini sangat cerdas dan banyak akalnya.

   Meski menghadapi persoalan yang bagaimana beratnya, dia pasti bisa melepaskan diri dari bahaya dan menyelesaikannya dengan baik.

   Apalagi kalau sudah berjanji, dia tidak pernah mengingkarinya.

   Oleh karena itu, dia segera menganggukkan kepalanya berkali-kali.

   "Aku akan menurut perkataan Cici dan bermain ke jalan raya. Kalau sudah ada kabar berita, harap cepat-cepat beritahu aku."

   Sambil berkata, kedua kakak beradik itu jalan berdampingan keluar dari kamar.

   Na-mun perasaan hati keduanya berbeda.

   Cin Ie merasa bahagia sekali dan bibirnya terus tersenyum.

   Sedangkan sepasang alis Cin Ying terus bertaut dengan erat dan hatinya kacau.

   Sebetulnya, dia Sadar sekali tingkah laku Tan Ki yang sudah terang-terangan menyatakan rasa sebalnya terhadap Cin Ie.

   Agaknya harapan mereka dapat menjadi pasangan yang harmonis terasa mustahil.

   Tetapi dirinya terus merasa berhutang kepada Cin Ie.

   Apabila dia sampai tidak berhasil menyempurnakan niat hatinya, Cin Ying semakin tidak tenang.

   Itu-lah sebabnya dia tetap mencoba meskipun tidak yakin akan berhasil.

   * * * * Dengan perasaan gembira, Cin Ie berjalan-jalan keluar.

   Ke manapun matanya memandang, dia selalu melihat orang banyak hilir mudik.

   Semua yang tertatap olehnya selalu pemandangan yang menyegarkan.

   Hal ini membuat perasaannya senang bukan kepalang.

   Tanpa tujuan yang pasti dia terus melangkah.

   Secara berturut-turut dia telah melalui tiga jalan besar, sampailah dia di depan sebuah toko yang menjual barang-barang antik.

   Justru ketika dia sedang menikmati keindahan barang-barang antik dari luar toko itu, tibatiba matanya menangkap seraut wajah yang tidak asing lagi.

   Orang itu melewatinya.

   Tanpa dapat ditahan lagi, kepalanya menoleh untuk memperhatikan sejenak.

   Sebetulnya dia tidak ingin mencampuri urusan orang lain.

   Perbuatannya kali ini hanya mengikuti nalurinya yang tergerak saja.

   Namun begitu matanya memandang sekali lagi, hatinya langsung tergetar.

   Ini yang dinamakan tidak dicari malah datang sendiri. tanpa susah payah pula.

   Rupanya orang yang baru saja melewatinya, justru pemuda yang membuat dirinya terpikat dan terus merasa rindu, yakni Tan Ki.

   Tampaknya pemuda itu sedang digelayuti berbagai pikiran.

   Tampangnya kusut.

   Sambil menundukkan kepalanya dia berjalan lambat-lambat.

   Langkahnya seakan berat sekali.

   Tidak mirip dengan orang yang memiliki kepandaian tinggi.

   Hati Cin Ie jadi gembira bukan kepalang.

   Dia mengikuti Tan Ki dari belakang.

   Hatinya penasaran ingin tahu ke mana tujuan anak muda itu.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Siapa nyana, Tan Ki tidak pernah menghentikan langkah kakinya, dia berjalan terus ke depan.

   Kota ini memang tidak terlalu besar.

   Dalam waktu kurang lebih sepenanakan nasi, mereka sudah keluar dari perbatasan kota.

   Begitu matanya memandang, di mana-mana terlihat pemandangan yang indah dengan bukit-bukit yang subur.

   Cin Ie merasa heran sekali.

   Diam-diam dia berpikir.

   Apa enaknya bermain-main di tempat seperti ini? Untuk apa sebetulnya dia datang ke sini? Tiba-tiba Tampak dua sosok bayangan menghambur ke arah mereka.

   Kecepatannya bagai anak panah yang menyambar.

   Dalam sekejapan mata sudah tiba di hadapan mereka.

   Kejadian yang tidak terduga-duga ini membuat Cin Ie terperanjat, secara refleks kakinya mundur satu langkah.

   Begitu matanya memandang, orang yang datang itu ternyata tidak asing baginya.

   Mereka adalah pengawal setia Toa Ie (bibi) yakni Lu Sam Nio dan Im Ka Tojin.

   Untuk sesaat dia jadi termangu-mangu.

   Ketika melihat jelas siapa orangnya yang mendatangi, Tan Ki sudah menolehkan kepalanya dengan hati tergetar.

   Setelah diperhatikan, dia langsung mengenali wanita yang rupanya jelek sekali sebagai orang yang menculik Mei Ling.

   Darah dalam tubuhnya bagai mendidih seketika.

   Hawa amarah dalam dadanya meluap-luap.

   Namun di balik semua itu, terselip juga kegembiraan sedikit karena berhasil memergoki musuh besarnya.

   Dia langsung mendongakkan wajahnya dan mengeluarkan suara suitan marah dari mulutnya.

   Ketika tubuhnya berkelebat, dalam waktu yang bersamaan, serangkum angin yang kuat terpancar dari telapak tangannya yang langsung menghantam ke depan.

   Pancaran tenaga yang bagai gulungan ombak menimbulkan suara yang menderu-deru.

   Sepasang telapak tangannya secara berpencaran melancarkan serangan ke arah Lu Sam Nio dan Im Ka Tojin.

   Serangannya kali ini hanya berlangsung dalam sekejapan mata, Lu Sam Nio dan Im Ka Tojin terkejut setengah mati.

   Dengan panik keduanya mencelat mundur ke kiri dan kanan.

   Im Ka Tojin segera memperdengarkan suara tawanya yang dingin.

   "Hari itu karena mendapat perintah dari Toa Ie, maka aku sengaja mengampuni jiwamu. Kali ini malah kau sendiri yang berani mencari perkara denganku. Maka tidak ada ampun lagi buatmu."

   Katanya sinis.

   Diantara suara tawanya yang menyeramkan, tiba-tiba tubuhnya mencelat ke atas.

   Sepasang telapak tangannya terulur keluar, dengan jurus Bendera perang berkibar di sebelah timur, dia melancarkan dua buah pukulan.

   Apabila seorang jago silat melancarkan serangan, kecepatannya hanya bagai lintasan cahaya.

   Sementara Im Ka Tojin mengerahkan jurus serangannya, Lu Sam Nio juga tidak menyia-nyiakan kesempatan.

   Dengan keji dia juga meluncurkan sebuah pukulan ke arah pinggang kiri Tan Ki.

   Begitu kedua orang ini melancarkan serangan dalam waktu yang bersamaan, kehebatannya benar-benar mengejutkan.

   Tenaga yang terpancar dari telapak tangan mereka bagai badai di tengah lautan atau ratusan ekor kuda yang mengamuk.

   Lwekang dan hawa murni mereka bagai banjir yang melanda.

   Suasana semakin tegang dan diliputi hawa pembunuhan yang tebal.

   Tampaknya pukulan manapun yang sempat mendarat di tubuh Tan Ki, dia pasti terkapar mati seketika.

   Namun terdengar suara tawa anak muda itu yang mengandung kegusaran hatinya.

   Tubuhnya memutar dengan cepat, tahu-tahu dia sudah berhasil menghindarkan diri dari serangan kedua orang itu.

   Sementara itu, terdengar mulutnya mengeluarkan suara bentakan.

   "Siapa sebetulnya orang yang kalian maksudkan dengan Toa Ie itu?"

   Lu Sam Nio memamerkan dua baris giginya yang besar-besar dan berwarna kekuningkuningan.

   "Boleh saja memberitahukan kepadamu, tetapi kau harus menemani dulu bibimu ini bergembira sepanjang malam!"

   Tan Ki marah sekali.

   "Kentut busuk!"

   Pergelangan tangannya berputar, terdengar suara angin berhembus dan dengan kecepatan kilat dia melancarkan dua buah pukulan ke depan.

   Lu Sam Nio terdesak sampai kalang kabut.

   Dikejar oleh serangan Tan Ki, mau tidak mau dia mencelat mundur sejauh dua langkah.

   Dua buah serangan Im Ka Tojin gagal berturut-turut.

   Tubuhnya sudah melayang turun di atas tanah.

   Tanpa membuang waktu, mulutnya mengeluarkan suara raungan.

   Empat pukulan dilancarkan dengan gencar.

   Untuk sesaat, tampak bayangan telapak tangannya memenuhi ajang pertarungan.

   Angin yang ditimbulkan pun menimbulkan suara suitan.

   Bahkan debu-debu yang terdapat di sekitarnya langsung bertebaran di angkasa.

   Pertarungan yang sengit ini membuat pandangan mata Cin Ie jadi berkunang-kunang.

   Setelah sepuluh kali gebrakan lebih, dia sudah tidak dapat membedakan lagi mana para pelindung Toa Ie-nya dan mana diri pemuda pujaannya.

   Meskipun ilmu silat Tan Ki merupakan ilmu andalan para leluhur Ti Ciang Pang, tapi apabila dia ingin meringkus kedua orang itu dalam waktu yang singkat, juga bukan merupakan hal yang mudah.

   Kurang lebih sepenanakan nasi kemudian, pertarungan di antara ketiga orang itu sudah mengalami banyak perubahan.

   Tampaknya puncak pertarungan itu sudah hampir dicapai.

   Suara bentakan dan deruan angin yang terpancar dari pukulan mereka masih terus terdengar.

   Sementara itu, hawa pembunuhan yang memenuhi sekitar tempat itu malah tambah berlipat ganda.

   Tampak daya serang Lu Sam Nio dan Im Ka Tojin semakin lama semakin melemah.

   Tan Ki malah berkelahi seperti orang kalap, serangannya semakin lama semakin keji.

   Tenaga dalam yang dilancarkan hampir menggunakan segenap kekuatannya.

   Cin Ie tahu betul sampai di mana tingginya ilmu tenaga dalam Lu Sam Nio dan Im Ka Tojin, tetapi melihat bahwa dengan bergabung pun kedua orang itu tidak sanggup meringkus Tan Ki, hatinya menjadi khawatir.

   Di samping itu dia juga merasa kagum sekali terhadap ilmu silat anak muda itu.

   Tiba-tiba terdengar suara bentakan keras dari mulut Tan Ki, dengan jurus Menguak Gunung Meretakkan Tanah, dia menyerang secara gencar ke arah Im Ka Tojin.

   Serangan ini dilancarkan dengan tenaga sepenuhnya.

   Sedangkan keadaan Im Ka Tojin sudah kelelahan, dia hanya dapat melawan dengan kekuatan terakhir.

   Begitu serangan Tan Ki yang keji ini dilancarkan, kekuatannya dahsyat bukan main.

   Bagai gelombang ombak yang bergulung-gulung melanda ke depan.

   Sama sekali tidak dapat dianggap enteng! Im Ka Tojin menggertakkan giginya erat-erat.

   Dengan nekat dia melancarkan sebuah pukulan ke depan dan menyambut serangan Tan Ki dengan kekerasan.

   


Naga Kemala Putih -- Gu Long Amarah Pedang Bunga Iblis -- Gu Long Kaki Tiga Menjangan -- Chin Yung

Cari Blog Ini