Dendam Iblis Seribu Wajah 24
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 24
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya dari Khu Lung
Menghadapi serangannya yang begitu dahsyat, Tong Ku Lu malah seperti menganggap remeh.
Dia tetap bersila di tempatnya tanpa bergerak sedikitpun.
Justru Ho Tiang Cun dan Hua Pek Cing yang masing-masing menghantamkan sebuah pukulan menahan serangan pedang Tan Ki.
Hawa amarah dalam dada Tan Ki jadi meluap.
Jurus-jurus yang aneh serta keji dilancarkannya secara gencar.
Saat itu juga, kilauan pedang memijar-mijar dan mendesak kepada enam orang tersebut.
Tidak tahunya Tian Si Liok-tou itu merupakan ilmu tingkat tertinggi dalam perguruan Lam Hay Bun.
Ilmu itu merupakan cip-taan tocu sebelumnya, Gin Tong yang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk merampungkannya.
Orang yang diserang justru tidak mengelakkan diri ataupun menangkis, tetapi telapak tangannya ditempelkan pada telapak tangan rekan di sebelahnya dan rekannya itulah yang melancarkan serangan balasan.
Hal ini berarti orang yang pertama itu menerima saluran tenaga dalam dari rekan lainnya sehingga kekuatannya menjadi dahsyat.
Meskipun ilmu pedang Tan Ki aneh dan dapat menimbulkan hawa pedang yang tajam, tetapi setelah melancarkan serangan beberapa kali berturut-turut, tetap saja dia tidak sanggup melukai satu orangpun dari pihak lawan.
Diam-diam hatinya menjadi panik, keringat dinginnya terus mengucur dengan deras.
Dia merasa setiap kali melancarkan sebuah serangan, musuh tidak menghindar ataupun balas menyerang, tetapi malah mempertahankan diri.
Lambat laun dirinya sendiri yang terperangkap dalam barisan itu.
Walaupun pedang pendek di tangannya masih bisa digerakkan ke sana ke mari, tetapi wawasan dirinya sendiri semakin lama semakin simpati.
Setelah lewat beberapa jurus, dia merasa bagian depan belakang kiri atau kanan tubuhnya bagai ada lingkaran kekuatan tanpa wujud yang mendesak dirinya sehingga udara terasa pengap.
Dengan demikian gerakan tubuhnya juga jadi lambat dan tidak bisa berputar atau bergeser secara leluasa.
Dia pun merasa sulit melangkahkan kakinya.
Walaupun akhirnya dia sanggup menindakkan kakinya satu langkah, namun dia harus menguras tenaga yang banyak.
Hatinya sadar bahwa apabila pertarungan ini diteruskan, dirinya tentu tidak luput dari bencana.
Begitu pikirannya tergerak, tiba-tiba muncul niatnya untuk melarikan diri Siapa nyana baru saja niat itu muncul, tiba-tiba lingkungannya terasa semakin sempit.
Barisan Tian Si Liok-tou itu sudah bergerak sekaligus.
Apalagi barisan itu seperti dipimpin oleh orang yang ada di tengah-tengah.
Karena di kiri kanannya ada orang lain yang melindungi, maka tidak mudah bagi lawan untuk mencari peluang menyerangnya.
Sementara itu gerakan barisan tersebut semakin lama semakin cepat.
Baru saja Tan Ki mengerahkan jurus Cahaya Keperakan di Atas Lautan dengan gerakan seperti mengundurkan diri, tiba-tiba terdengar suara bentakan Hua Pek Cing yang langsung melancarkan sebuah serangan.
Dia pernah tergetar isi perutnya karena serangan hawa pedang Tan Ki.
Sebetulnya keadaan anak muda itu sudah sedemikian parah, bahkan ilmu silatnya sempat musnah.
Tetapi toa tocu dari Lam Hay bukan hanya seorang yang berilmu tinggi, ilmu pengobatannya juga hebat sekali.
Ke manapun dia pergi, dia selalu membawa Hiang Lianjau (Rumput teratai harum) yang merupakan keluaran Lam Hay Bun.
Setelah dipadu dengan bantuan saluran tenaga dalam dari beberapa bawahan gurunya, dalam waktu tiga kentungan saja mereka sudah berhasil menarik Hua Pek Cing dari jurang kematian.
Hanya saja tubuhnya masih lemas dan tenaga dalamnya sudah jauh melemah dibandingkan dengan sebelumnya.
Serangannya kali ini yang merupakan tenaga gabungan dari kelima orang lainnya, tentu saja tidak dapat dipandang ringan karena memang dahsyat sekali.
Serangan yang dilakukan oleh Hua Pek Cing tepat sekali.
Dengan tepat dia menghadang jalan mundur Tan Ki.
Keadaan jadi berbahaya.
Begitu terdesaknya Tan Ki sehingga dia cepat-cepat mengempos semangatnya, kemudian tangannya mendorong ke depan menyambut serangan tersebut.
Terdengar suara benturan kedua telapak tangan yang menggelegar memekakkan telinga.
Bagian atas tubuh Hua Pek Cing bergoyang-goyang, sedangkan Tan Ki yang terhantam dorongan tenaga demikian dahsyat tidak dapat mempertahankan injakan kakinya lagi di atas tanah.
Akhirnya setelah terhuyung-huyung beberapa kali, kakinya terpaksa menindak ke depan satu langkah.
Keadaan yang demikian genting ini membuat perasaan hati Cin Ying dan Cin Ie yang melihatnya sampai terkejut setengah mati.
Tanpa terasa mereka maju satu langkah.
Begitu melihat Tan Ki dalam keadaan bahaya, tanpa memperdulikan segalanya mereka bersiap melesat ke depan memberikan pertolongan.
Tampak bayangan telapak dan hawa pedang bergulung memenuhi sekitar tempat tersebut.
Semakin lama pertarungan mereka berlangsung semakin cepat.
Justru ketika dia tidak tahu bagaimana harus berbuat, tiba-tiba dari luar pondok terdengar sayup-sayup suara pekikan rajawali.
Nadanya melengking tinggi sehingga membuat gendang telinga menjadi ngilu.
Kemudian terdengar suara siulan panjang mengiringi pekikan rajawali tadi.
Namun suara siulan itu demikian lembut seakan mengandung kerinduan hati seorang kekasih yang sudah lama berpisah Orang-orang yang ada dalam pondok itu sampai termangu-mangu mendengarkannya.
Mereka seperti terpengaruh oleh suara siulan tadi.
Hawa pembunuhan yang menyelimuti pondok tersebut serasa menyurut cukup banyak.
Tiba-tiba Tan Ki mengeluarkan suara bentakan keras, secara berturut-turut dia melancarkan tiga serangan.
Dia sadar bahwa saat ini merupakan kesempatan emas baginya.
Kalau dia tidak mencari akal menerobos keluar dari barisan tersebut, mungkin dia terpaksa mati oleh serangan keenam orang yang berilmu tinggi-tinggi itu.
Oleh karena itu, serangannya yang gencar ini mengandung tenaga dalam yang bukan main dahsyatnya.
Dia tidak memberi kesempatan bagi lawan untuk melancarkan serangan balasan.
Dengan jurus Ikan Lele Melompat-lompat, tubuhnya berjungkir balik di udara kemudian melesat keluar dari barisan tersebut.
Tan Ki tidak pernah membayangkan bahwa dia dapat menerjang keluar tanpa menemukan kesulitan sedikitpun.
Oleh karena itu gerakannya juga tidak terlalu cepat.
Di samping itu secara diam-diam dia juga mengerahkan hawa murninya menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi.
Tetapi urusannya benarbenar di luar dugaan Tan Ki.
Baik Tong Ku Lu maupun Hua Pek Cing tidak ada yang turun tangan mencegahnya.
Begitu pandangan matanya dialihkan, entah sejak kapan, di depan pintu telah berdiri seorang gadis berpakaian hijau.
Rambutnya dikepang dua dan kecantikannya luar biasa.
Gadis ini sama sekali tidak asing dalam pandangan Tan Ki.
Dia adalah pelayan si gadis berpakaian putih yang selalu menunggang burung rajawali, yakni Mei Hun adanya.
Kepala Tan Ki berpaling ke arah yang lain.
Pandangan mata orang-orang di dalam pondok itu seakan terkesima terhadap kecantikan si gadis cilik yang baru muncul ini.
Sekonyong-konyong suatu ingatan melintas di benak Tan Ki.
Dia segera berkata kepada Mei Hun.
"Tempat ini merupakan markas sementara golongan sesat, sedangkan kau berani-beraninya muncul di sarang harimau."
Mei Hun mengerlingkan matanya sebanyak dua kali. Bibirnya tersenyum manis.
"Maksudmu, tempat ini sangat berbahaya bukan?"
"Kalau kedatanganmu ini tidak diiringi majikanmu, sudah tentu berbahaya bagi dirimu!"
Senyum Mei Hun semakin lebar.
"Belum tentu."
Katanya santai.
Orangnya sendiri memang sudah cantik bukan main, begitu tersenyum, otomatis terlihat semakin menawan.
Tampak tubuhnya bergerak dengan lemah gemulai.
Selangkah demi selangkah dia berjalan masuk dan terus menuju tempat Toa Tocu dari Lam Hay Bun.
Kemunculannya yang tidak tersangka-sangka sudah mengejutkan orang-orang yang ada di dalam pondok tersebut.
Ternyata dia malah berani menghampiri Toa Tocu.
Besarnya nyali gadis itu benar-benar sulit disamakan oleh orang lain.
Mereka merasa gerak-gerik gadis ini begitu misterius, maksud kedatangannya membingungkan.
Tanpa dapat ditahan lagi, orang-orang yang ada di di dalam pondok itu merasa tidak paham sehingga saling menukar pandangan.
Hua Pek Cing yang pernah kena batunya, terlebihlebih merasa gelisah melihat kemunculannya itu.
Sepasang alis Tan Ki menjungkit ke atas.
Pedang ditangannya digenggam erat-erat.
Pandangan mata Toa Tocu menyorotkan sinar yang berkilauan.
Tiba-tiba wajahnya menjadi kelam.
Dia membentak dengan suara keras.
"Untuk apa kau datang ke mari?"
Mei Hun mengembangkan seulas senyuman yang sangat manis.
"Tentu saja untuk mengambil batok kepalamu!"
Mendengar perkatannya, Toa Tocu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Sungguh seorang budak cilik yang bermulut tajam! Kau kira siapa aku ini?"
"Aku tidak perduli siapa dirimu. Tetapi karena aku sudah menaksir batok kepalamu, meskipun tidak sudi menyerahkannya kau juga tidak bisa melarangku."
Toa Tocu mengeluarkan suara tawa yang dingin.
Tampangnya seperti orang yang marah tetapi juga geli mendengar ucapan Mei Hun tadi, sungguh tidak enak untuk dipandang.
Tan Ki melihat di balik senyumnya yang dingin terselip kegusaran.
Segurat hawa kehijauan muncul di wajahnya.
Demikian samarnya sehingga tidak dapat terlihat oleh orang yang pandangan matanya kurang tajam.
Melihat tampangnya yang aneh dan tidak enak dilihat, wajah Mei Hun langsung berubah.
Dia mengeluarkan suara tawa yang dingin.
"Rupanya kau sudah mempelajari ilmu Hawa Sesat dari Mayat yang Seram!"
"Tampaknya kau juga bukan orang tanpa asal-usul. Karena sekali lihat saja kau sudah dapat menebak dengan tepat rahasiaku. Mengingat usiamu yang demikian muda, yang mestinya belum mengerti apa-apa, aku juga malas berdebat panjang lebar denganmu. Cepat katakan asal perguruanmu dan kau boleh segera tinggalkan tempat ini!"
Kata Toa Tocu.
"Biarpun kau mengusir aku, belum tentu aku bersedia meninggalkan tempat ini."
Sepasang mata Toa Tocu tiba-tiba menyorotkan sinar yang berkilauan.
Seperti dua buah lentera berwarna hijau yang menyeramkan sehingga membuat hati orang tergetar.
Ditambah lagi dengan hawa hijau yang menyelimuti wajahnya, semakin membuat hati orang menjadi gelisah dan tercekat.
Terdengar dia mengeluarkan suara tawa yang seram.
"Kalau aku berniat mengambil nyawamu, mudahnya seperti membalikkan telapak tangan sendiri!"
Mei Hun tidak memberi kesempatan kepada Toa Tocu tersebut untuk melanjutkan katakatanya, dia langsung menukas.
"Lalu mengapa kau tidak mencobanya? Lihat apakah membuktikannya mudah atau bicaranya saja yang mudah?"
Toa Tocu adalah seorang pimpinan, di wilayah Lam Hay Bun yang paling disegani.
Mendengar sindirannya yang begitu tajam, tentu saja dia tidak dapat menahan kemarahan dalam hatinya lagi.
Oleh karena itu, dia langsung mendongakkan wajahnya dan mengeluarkan suara tawa yang mirip dengan pekikan burung hantu di tengah malam.
Tan Ki merasa suara tawa sang tocu tersebut seakan membawa hawa dingin yang menyusup ke dalam dada.
Bukan saja tidak enak didengar, malah membuat tubuh orang menggigil seperti tiba-tiba saja turun salju yang deras sehingga menutupi seluruh pondok tersebut.
Bulu kuduknya merinding seketika.
Justru di saat Tan Ki merasa gelisah, tiba-tiba suara tawa sang tocu sirap.
Dia langsung maju ke depan sejauh dua langkah.
"Aku akan mengalah kepadamu sebanyak tiga jurus"
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ucapan ini apabila tercetus dari mulut orang lain, tentu orang-orang yang mendengarnya akan merasa bahwa tocu ini sombongnya bukan main.
Tetapi tocu ini bukan sembarang tocu.
Ilmunya sudah mencapai taraf yang demikian tinggi sehingga sulit diukur lagi.
Mereka merasa kata-kata itu wajar sekali terdengar dari mulutnya, tidak seorangpun yang merasa dia tidak pantas berkata seperti itu.
Tampaknya Mei Hun seperti sengaja mengulur waktu.
Ternyata dia tidak langsung melancarkan serangan.
Dengan tampang yang dingin dan datar dia berkata.
"Kalau kau memang berniat mengalah tiga jurus kepadaku, maka kau tidak boleh melancarkan serangan balasan!"
"Tentu saja!"
Sahut sang Toa Tocu.
"Apakah kau tidak berpikir bahwa tiga jurus ini mungkin dapat membuat kau rubuh di atas tanah bermandikan darah?"
Wajah Toa Tocu tiba-tiba menjadi serius.
"Aku tidak sudi berdebat terus denganmu! Pokoknya kau lancarkan saja serangan secepatnya!"
Mei Hun tersenyum simpul.
"Meskipun ilmu sesat yang kau pelajari itu mengandung racun yang ganas serta pengaruh yang dahsyat, tetapi kau tidak sanggup mempertahankan hawa murnimu dalam waktu yang terlalu lama. Kalau waktu terus berlalu, kau terpaksa mengendurkan hawa murni yang kau kerahkan. Begitu ilmu beracun itu buyar, kau akan segera berubah menjadi orang yang tidak berguna. Seandainya aku mengucapkan beberapa patah kata lagi untuk mengulur waktu, maka aku akan"
Toa Tocu mendengar kata-katanya yang semakin lama semakin membuka rahasia yang ada pada dirinya. Hatinya menjadi marah dan terkejut. Dia langsung membentak dengan suara keras menukas ucapan Mei Hun.
"Tutup mulutmu! Kalau kau masih belum mau melancarkan serangan, jangan salahkan apabila Toa Tocumu ini menarik kembali katakata yang sudah diucapkan dan berbalik turun tangan menyerangmu!"
Mei Hun menggerak-gerakkan sepasang kepang di belakang kepalanya. Bibirnya masih juga tersenyum manis.
"Sekarang bukan saatnya mengadakan pertarungan dengan tergesa-gesa. Kedatanganku ini sebenarnya karena mendapat tugas yang maha berat. Kalau kau berniat mendengarkannya, maka kau harus memberi waktu agar aku dapat mengatur kata-kata yang baik dan mengatur pernafasan sejenak."
Toa Tocu melihat gadis itu seperti mengemban tugas penting yang ingin disampaikan.
Tampangnya juga bukan seperti orang yang sedang bergurau.
Diam-diam hatinya tergerak.
Tetapi biar bagaimanapun dia merupakan seorang tokoh yang licik.
Kemarahan atau kesenangan yang dirasakannya tidak mudah terlihat dari mimik wajahnya.
Meskipun kedatangan gadis ini begitu misterius dan ia ingin mendengar apa yang akan disampaikan olehnya.
Namun dari luarnya dia justru pura-pura gusar.
"Kalau ada ucapan yang ingin kau sampaikan, harap katakan secepatnya. Aku tidak ada waktu bersilat lidah denganmu!"
"Baiklah, aku akan mengatakannya"
Baru mengucapkan beberapa patah kata, tiba-tiba dia berhenti lagi.
Sepasang matanya perlahan-lahan dipejamkan.
Seakan sedang merenung bagaimana harus menyampaikan pesannya.
Sampai sekian lama dia tidak berkata-kata lagi.
Orang-orang yang ada di dalam pondok itu merasa apa yang ingin disampaikan oleh Mei Hun pasti suatu masalah yang serius.
Tanpa terasa hampir seluruh pandangan mata terpusat pada diri gadis itu.
Mereka menunggu dengan nafas tertahan dan tidak ada seorangpun yang membuka suara.
Keheningan yang mencekam menyelimuti suasana di dalam pondok tersebut.
Kembali waktu selama sepeminuman teh berlalu.
Sekonyong-konyong Tan Ki melihat hawa kehijauan yang tergurat di wajah Toa Tocu semakin lama semakin samar.
Sinar matanya yang dingin juga tidak menyorotkan sinar setajam tadi lagi.
Diam-diam hatinya merasa bingung.
Tetapi tangannya tetap menggenggam pedang erat-erat seakan tidak berani gegabah menghadapi situasi yang ada.
Tiba-tiba terdengar lagi suara Mei Hun yang merdu "Di luar samudera ada empat puluh delapan pulau.
Sebelumnya sudah banyak tokohtokoh dari wilayah ini yang menggemparkan daerah Tionggoan, tetapi tokoh-tokoh ini mempunyai pikiran yang panjang dan jiwa yang lapang.
Mereka tidak berani sembarangan menginjakkan kakinya ke daerah Tionggoan meskipun hanya satu langkah saja.
Selama ratusan bahkan ribuan tahun, ilmu silat terus berusaha dikembangkan, siapapun ingin menciptakan ilmu yang paling tinggi di dunia ini.
Selama ratusan balikan ribuan tahun, hubungan antara Lam Hay dengan Tionggoan juga biasa-biasa saja.
Boleh dibilang saling menghargai sehingga tidak ada pihak manapun yang berusaha menguasai pihak lainnya.
Bahkan bekas Bengcu yang lama, yakni Cin Tong juga tidak berani bertindak gegabah.
Meskipun beliau sering menginjakkan kakinya ke wilayah Tiong-goan dan bertukar pikiran tentang ilmu silat dengan tokoh-tokoh sakti dari wilayah Tiong-goan kami.
Tetapi sejak awal hingga akhir, hubungan mereka bagai sahabat yang hanya saling menjajaki ilmu masing-masing.
Belum pernah terjadi pertikaian atau sengketa yang menyangkut budi ataupun dendam.
Seandainya kau memiliki sepersepuluh dari jiwa besar dari Cin Losiansing, maka kau tidak mungkin berambisi demikian besar sehingga berniat menguasai wilayah Tionggoan."
Toa Tocu memperdengarkan suara tawa yang dingin.
"Aku mempunyai kelebihan dibandingkan dengan manusia biasa. Ambisiku memang ingin menyatukan seluruh Bulim agar tunduk di bawah sebuah bendera yang sama, dengan demikian tidak akan terjadi lagi perebutan kekuasaan antara satu wilayah dengan lainnya. Mengapa hal ini tidak boleh dilakukan?"
"Apakah kau benar-benar berniat membubarkan setiap partai yang ada dan membuat mereka takluk di bawah benderamu?"
Tanya Mei Hun.
"Aku memang mengandalkan kekuatanku dan berusaha menguasai seluruh dunia ini"
Berkata sampai di sini, tiba-tiba dia seperti teringat suatu hal yang serius.
Setelah mendengus dingin satu kali, dia tidak melanjutkan kata-katanya lagi.
Rupanya ketika keduanya terlibat dalam pembicaraan itulah, hawa hijau yang tersirat di wajahnya lambat laun menjadi sirna.
Kemunculan Mei Hun yang secara tidak terduga-duga di markas pihak Lam Hay ini, memang menerima tugas dari seseorang.
Melihat hawa hijau yang tersirat di wajah Toa Tocu sebelumnya sekarang sudah lenyap.
Dia maklum bahwa hawa racun yang dikerahkannya juga sudah surut.
Apabila dia ingin turun tangan, waktunya justru dalam beberapa menit ini.
Sebab beberapa menit kemudian, hawa murni dalam tubuh Toa Tocu tersebut bisa dihimpun kembali dan diapun sanggup mengerahkan ilmu beracunnya lagi.
Oleh karena itu, dia segera mengembangkan seulas senyuman yang manis.
"Aku tahu, biar bagaimana kau merupakan seorang tokoh yang paling disegani di wilayah Lam Hay ini. Kata-kata yang kau ucapkan seberat gunung. Niat yang sudah ada dalam hatimu sulit diubah. Seandainya ambisimu memang demikian besar, ingin menguasai seluruh dunia ini di bawah benderamu, aku juga tidak dapat mengatakan apaapa lagi. Semoga kau dapat mementangkan sayapmu selebar-lebarnya dan berhasil mendapatkan apa yang kau inginkan. Di sini juga aku memohon diri."
Dia segera membalikkan tubuhnya dan menarik tangan Tan Ki, kemudian mengajaknya menghambur keluar dari ruangan tersebut.
Mei Hun datang secara tidak terduga-duga, sekarang malah mau pergi seenaknya.
Seakan tidak memandang sebelah mata kepada orang lain.
Toa Tocu itu pada dasarnya adalah manusia yang tinggi hati, mana mungkin dia sanggup menahan kekesalannya menghadapi tindak-tanduk Mei Hun ini.
Pandangan matanya langsung beralih kepada Cia Tian Hun dan membentak dengan suara keras.
"Tahan dia!"
Nada suaranya begitu berat seakan mengandung kegusaran yang tidak terkirakan.
Cia Tian Lun langsung mengiakan.
Tubuhnya langsung berkelebat ke depan.
Tangan kirinya menjulur keluar, tangan kanannya membentuk cakar, timbul angin yang menderuderu dan melanda ke arah Mei Hun dan TanKi.
Meskipun kedudukan orang ini hanya sebagai salah satu dari Bun Bu-siang, tetapi ilmu silatnya benar-benar tidak dapat dianggap enteng.
Mei Hun merasa cengkeraman yang dilancarkannya mengandung tenaga dalam yang dahsyat.
Orangnya belum sampai, anginnya sudah melanda datang.
Tanpa dapat ditahan lagi, hatinya merasa tercekat.
Pergeangan kanannya memutar.
Dengan sebuah jurus yang hebat, dia mengibas ke depan.
Siapa sangka Cia Tian Lun memang mengharapkan dia melakukan gerakan tersebut.
Tiba-tiba lengannya membalik dan tenaga yang terpancar pada cengkeramannya langsung lenyap.
Dari lambat gerakannya menjadi cepat.
Begitu tangannya bergerak sekali lagi, tahu-tahu pergelan-gan tangan Mei Hun sudah tercekal olehnya.
Ketika kibasan tangannya menemui kekosongan, Mei Hun merasa ada yang tidak beres.
Niatnya ingin mengibas sekali lagi, tetapi waktunya sudah tidak keburu.
Tiba-tiba dia merasa pergelangan tangannya seperti kesemutan dan bagai dijepit oleh sepasang capitan besi yang kuat.
Seluruh tenaga dalamnya langsung lenyap seketika.
Namun ilmu silat Mei Hun diajarkan langsung oleh si gadis berpakaian putih yang sakti.
Dalam keadaan seperti itu, kesadaran pikirannya tetap terjaga.
Diam-diam dia mengerahkan hawa murni dalam tubuhnya dan langsung menutup seluruh jalan darah yang ada di pergelangan tangannya.
Meskipun dia merasa tulang pada pergelangan tangannya itu agak sakit, tetapi dalam sekejap mata tenaga dalamnya sudah pulih sebanyak tujuh bagian.
Dia langsung mengeluarkan suara bentakan, tubuhnya agak membungkuk sedikit dan kaki kirinya menendang depan.
Sasarannya jalan darah di bagian pinggang Cia Tian Lun.
Jurus serangannya ini mengandung keajaiban yang tidak terkirakan, lebih-lebih dilancarkan secara tidak terduga-duga.
Cian Tian Lun tidak menduga bahwa pergelangan tangannya yang sudah tercekal masih bisa mempunyai tenaga untuk melancarkan serangan balasan.
Jarak di antara mereka juga demikian dekat, apabila mengulurkan tangan ke depan, jalan darah utama pada seluruh tubuh lawan dapat terjangkau.
Hal ini bukan main gawatnya.
Tetapi pengetahuan maupun pengalaman Cia Tia Lun sangat luas.
Tentu saja dia sadar betapa bahaya kedudukannya saat itu, terpaksa dia melepaskan kesempatan yang baik dengan mengendurkan cekalan tangannya kemudian mencelat mundur.
Mei Hun masih berdiri di tempatnya semula.
Dia juga tidak mengejar lawannya.
Hanya terdengar dia berkata dengan bibir tersenyum.
"Ilmu silatmu belum seberapa hebat."
Selesai berkata, dia langsung membalikkan tubuhnya berjalan pergi.
Mungkin ilmu silatnya yang aneh dan ajaib telah membuat orang-orang di dalam pondok itu merasa terkejut.
Ternyata tidak ada seorangpun yang menghadang kepergiannya.
Bahkan Toa Tocu sendiri seperti mempunyai rencana yang lain sehingga tidak bergerak setengah langkahpun.
Tampaknya Mei Hun sendiri pura-pura gagah di hadapan musuh.
Jalannya juga tenang sekali.
Tetapi begitu keluar dari pintu, dia segera berkata kepada Tan Ki dengan suara yang lirih.
"Cepat lari! Kita tidak boleh berlama-lama di sini!"
Tan Ki juga tidak mengerti mengapa tiba-tiba niatnya berubah.
Melihat sepasang alisnya yang indah menjungkit ke atas dan langsung menghambur ke depan secepat kilat, dia juga segera mengerahkan ilmu ginkangnya dan menyusul dari belakang.
Setelah berlari beberapa saat, keduanya melihat tidak ada orang yang mengejar mereka.
Oleh karena itu, merekapun melambatkan gerakan kakinya.
Setelah sampai di mulut lembah yang sempit, mendadak Tan Ki menghentikan langkah kakinya.
Dia segera merangkapkan sepasang kepalan tangannya dan menjura dalam-dalam kepada Mei Hun.
Dengan perasaan rendah diri dia berkata.
"Cayhe sudah berulang kali berbuat kesalahan terhadap majikan nona, tetapi nona sama sekali tidak menyimpan dendam dalam hati. Malah membalas kebencian dengan budi. Sekarang Cayhe kembali mendapat bantuan dari nona, hati ini sungguh-sungguh merasa malu."
"Yang menolong engkau bukan aku, saat ini aku hanya menjalankan perintah saja."
Meskipun mulutnya menyahut tetapi gerakan kakinya tidak berhenti sama sekali.
Dia terus melangkah ke depan, tetapi nada suaranya seperti orang yang menahan kekesalan hati.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar ucapannya, Tan Ki sempat tertegun sejenak.
Dia lalu melangkahkan kakinya mengejar dari belakang.
"Apakah nona mendapat perintah dari majikanmu sehingga sengaja datang untuk menolong aku?"
"Kalau kau kira majikanku masih merindukan dirimu, boleh saja kau menganggap demikian."
Hati Tan Ki tergetar.
Untuk sesaat dia tidak tahu bagaimana harus menjawab perkataan Mei Hun. Padahal Tan Ki adalah seorang pemuda yang cerdas, tetapi dalam keadaan ruwet seperti ini, pikirannya seperti tersumbat.
Suasana menjadi hening.
Kedua orang itu berlari lagi beberapa saat.
Melihat Tan Ki terus merenung tanpa mengucapkan sepatah katapun, sepasang alis Mei Hun jadi mengerut-ngerut.
Tiba-tiba dia bertanya.
"Mengapa kau tidak berbicara lagi?"
Tan Ki menarik nafas perlahan-lahan.
"Cayhe benar-benar kehabisan kata-kata."
Tampaknya Mei Hun merasa tidak puas dengan jawabannya itu.
Wajahnya menyiratkan mimik yang dingin dan datar.
Tiba-tiba langkah kakinya dipercepat dan dia berlari terus ke depan secepat kilat.
Melihat sikap Mei Hun yang kadang-kadang dingin dan kadang-kadang ramah itu, Tan Ki benar-benar tidak tahu bagaimana tanggapan gadis itu terhadap dirinya.
Untuk sesaat dia jadi serba salah.
Mengejar rasanya salah, tidak mengejar juga salah.
Dia malah berdiri termangu-mangu di tempatnya.
Gerakan tubuh Mei Hun benar-benar cepat sekali.
Dalam sekejap dia sudah membelok pada sebuah lekukan dan tidak terlihat lagi.
Udara yang menyebar di sekitar tempat itu masih menyebarkan keharuman yang terpancar dari tubuh seorang gadis, tetapi keharuman yang terendus ini justru membuat hatinya semakin tertekan.
Matanya memandang pemandangan lembah yang sunyi sambil menarik nafas dalam-dalam sekali lagi.
Dia sendiri tidak mengerti mengapa harus menarik nafas panjang.
Hatinya seperti merasa kehilangan sesuatu yang sangat disukainya.
Dia merasa dirinya begitu sunyi tiada teman dan sanak keluarga Untuk sekian lama dia berdiri termangu-mangu.
Rasanya sulit menentukan pilihan.
Tiba-tiba tubuhnya tergetar, urat nadi di pergelangan tangannya yang utama telah dicekal oleh seseorang.
Gerakan orang itu begitu cepat bagai kilat.
Meskipun ilmu kepandaian Tan Ki sekarang sudah tinggi sekali, tetapi karena perhatiannya terpencar dan tidak berjaga-jaga sama sekali, dia tidak sempat lagi mengelakkan diri, bahkan tidak merasa sama sekali.
Perlu diketahui bahwa urat nadi pergelangan tangan merupakan salah satu dari tiga puluh enam urat terpenting yang terdapat pada tubuh manusia.
Aliran darahnya bagai tersumbat, sebagian dirinya kesemutan dan tidak bertenaga untuk mengadakan perlawanan.
Telinga Tan Ki mendengar nada suara seorang tua yang berat berkumandang dari belakang punggungnya.
"Meskipun ke ujung langit, lohu tetap akan mencarimu. Siapa tahu Thian memang mempunyai mata sehingga mempertemukan kita di tempat ini."
Mendengar nada suaranya itu, Tan Ki segera mengetahui siapa adanya orang itu.
Orang itu tak lain adalah Pangcu Tian Ciang Pang, Lok Hong.
Tanpa dapat ditahan lagi hatinya menjadi gusar.
Baru saja dia ingin meluapkan kemarahannya, mendadak hati anak muda ini tergerak.
Diam-diam dia berpikir.
Urat nadi pergelangan tanganku sudah tercekal olehnya.
Dengan demikian seluruh tenagapun menjadi lenyap.
Kalau aku sampai mengucapkan kata-kata yang membuatnya marah, sudah pasti dia akan melukai aku. Begitu pikirannya tergerak, cepat-cepat dia menekan kemarahan dalam hatinya dan tersenyum ramah.
"Cara Locianpwe ini sungguh mengejutkan, entah apa kesalahan Boanpwe?"
Wajah Lok Hong menjadi merah padam. Dia menjawab dengan rasa jengah.
"Selama hidup ini lohu tidak pernah mempunyai niat untuk membokong siapapun. Tetapi keadaan sekarang jauh berlainan dengan biasanya. Biar bagaimana kau merupakan seorang pangcu dari perkumpulan Ikat Pinggang Merah. Meskipun belum tentu lohu merasa gentar terhadapmu, tetapi ilmu silatmu saat ini sudah termasuk jago pedang tingkat sembilan. Terpaksa aku meringkusmu dengan tidak terduga-duga sehingga dapat menghemat waktu."
Seraya berbicara, cekalan tangannya semakin diperkuat.
Tan Ki merasa tulang pergelangan tangannya nyeri sekali.
Keringat telah membasahi seluruh tubuhnya.
Tetapi kegagahannya benar-benar tidak dapat disamakan dengan orang lain.
Dia mengkertakkan giginya erat-erat tanpa mendengus sedikitpun.
Lok Hong tahu keberanian Tan Ki besar sekali.
Meskipun pergelangan tangannya sudah tercekal dan menahan sakit tanpa merintih sedikitpun, tetapi apabila perhatiannya terpencar sedikit saja, dia tidak bisa menjamin kalau Tan Ki tidak akan berbuat macammacam.
Oleh karena itu, dia segera mengulurkan tangannya dan menotok dua jalan darah pada tubuh Tan Ki.
Tubuh anak muda itu terhuyung-huyung sebentar.
Dia langsung membentak dengan nada marah.
"Entah apa maksud Locianpwe mendesak orang sedemikian rupa?"
Walaupun hiat to alias jalan darahnya telah tertotok sehingga tenaga dalamnya lenyap sama sekali, tetapi yang ditotok oleh Lok Hong bukan urat bisu, sehingga mulutnya masih dapat berbicara sebagaimana biasa.
Loh Hong memperdengarkan suara tawa yang dingin sekali.
"Nyawa cucu kesayanganku sedang di ambang maut.
Rasanya tidak mungkin dapat diselamatkan lagi.
Kalau dia sudah mati, apa artinya hidup lohu di dunia ini? Tetapi sebelum Ing-ji menghembuskan nafasnya yang terakhir, aku akan mencari seseorang untuk menemaninya."
"Kalau ditilik dari keadaan sekarang, tampaknya orang yang kau maksudkan itu diriku, bukan?"
Sekali lagi Lok Hong tertawa dingin.
"Bencana ini, kalau ingin dicari dalangnya, terpaksa lohu menunjuk dirimu!"
Sepasang alis Tan Ki langsung menjungkit ke atas.
"Orang yang mencari gara-gara engkau sendiri, yang membuat cucumu terluka parah juga dirimu sendiri. Mengapa Locianpwe menuduh yang bukan-bukan dan menyalahkan diriku dalam hal ini?"
Terhadap sindiran Tan Ki yang tajam, untuk sesaat Lok Hong seperti kehilangan katakata untuk memberikan jawaban.
Sempat dia termangu-mangu cukup lama.
Kemudian perasaan malu dalam hatinya berubah jadi gusar.
Tangannya bergerak ke kiri dan kanan.
Secara berturut-turut dia menempeleng sepasang pipi Tan Ki.
"Kalau kau masih berani mengeluarkan kata-kata yang membuat aku marah, jangan salahkan apabila aku menurunkan tangan keji. Sebelum bertemu dengan cucu perempuanku, aku akan menyiksa dirimu dulu secara perlahan-lahan."
Seraya berkata, lengan kirinya menjulur ke depan.
Tahu-tahu tubuh Tan Ki sudah berada dalam gendongannya.
Seperti mengangkat seekor anak ayam, dia langsung mengerahkan ilmu ginkangnya.
Dalam dua kali loncatan saja, dia sudah mencapai jarak sejauh tiga empat depa.
Justru ketika belum lama kedua orang itu pergi dari tempat itu, di mulut lembah tibatiba melesat keluar dua sosok bayangan.
Pakaiannya berwarna hijau dan satunya lagi merah.
Mereka mengedarkan pandangannya ke sekitar.
Kedua orang itu adalah gadisgadis pelayan yang melayani si gadis berpakaian putih yang sakti, yakni Mei Hun dan Ciu Hiang.
Tampang Mei Hun menyiratkan perasaan hatinya yang panik.
Matanya celingak-celinguk ke sana ke mari.
Ciu Hiang juga mengedarkan pandangan matanya.
Tiba-tiba dia menghentikan langkah kakinya.
"Di sini juga tidak ada. Ke mana dia sebetulnya?"
Mei Hun merasa sedih dan gugup.
"Bagaimana aku bisa tahu? Tadi aku merasa jengkel sehingga menyindirnya dua patah kata. Aku kira biar bagaimana dia akan mengejar aku dan pergi menemui cujin bersamasama. Tidak tahunya orang ini benar-benar tinggi hati dan angkuh. Ternyata dia pergi secara diam-diam. Kalau cujin sampai tahu urusan ini dan menyelidiki sebab musababnya, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kukatakan."
Sambil berkata, secara berturutturut dia menghentakkan kakinya di atas tanah dua kali. Dia merasa panik juga kesal bukan main.
"Urusan toh sudah jadi begini. Terpaksa kita mencari jalan. Kalau sampai buntu juga, sebaiknya berterus terang saja."
Sahut Ciu Hiang.
Mei Hun mengiakan dengan lirih.
Untuk sesaat dia tidak mengatakan apa-apa.
Dia menundukkan kepalanya merenung sesaat.
Tiba-tiba dia membungkukkan tubuhnya dan menempelkan telinganya di atas tanah.
Dia segera mengerahkan ilmu Te Ting-sut (Ilmu mendengarkan tanah).
Ilmu ini merupakan ilmu pendengaran kelas tinggi.
Orang yang menguasainya sanggup mendengarkan gerak-gerik di sekitar dari getaran di atas tanah.
Orang yang sudah berpengalaman dapat mengetahui gerakan musuh dalam jarak sepuluh li.
Sejak kecil Mei Hun tinggal di pegunungan Ming San.
Dia sering menggunakan ilmu ini untuk mengincar binatang-binatang liar.
Sekarang dia mengerahkan ilmu yang sama dan mendengarkan untuk beberapa saat.
Ternyata dia menemukan suara langkah pada jarak tiga li di sebelah tenggara.
Ciu Hiang menunggu sejenak.
Dia melihat wajah Mei Hun berseri-seri.
Tanpa dapat ditahan lagi dia langsung bertanya.
"Bagaimana? Apakah kau menemukan jejaknya?"
Mei Hun mengulurkan jari tangannya menunjuk ke sebelah tenggara.
"Dia menggunakan ilmu ginkang tingkat tinggi dan lari ke sebelah sana!"
Seraya berkata, dia melonjak bangun.
Dia seakan merasa bahwa bagaimanapun dia harus menemukan Tan Ki.
Tanpa menunggu jawaban dari Ciu Hiang, dia langsung mengerahkan hawa murninya kemudian melesat ke arah tenggara.
Di bawah sinar mentari yang terik, dua sosok bayangan berlari bagai terbang.
Tubuh keduanya bagai gulungan kabut yang terhembus angin.
Namun, biar bagaimana kedua gadis ini merupakan orang-orang yang kurang pengalaman.
Meskipun ilmu mereka sangat tinggi, tetapi pengetahuan tidak cukup luas.
Selama ini mereka memang jarang berkecimpung di dunia Kangouw.
Keduanya hanya berpikir untuk mengejar Tan Ki.
Dengan demikian keadaan di sekitar mereka tidak diperhatikan lagi.
Entah sejak kapan, di belakang mereka ternyata mengikuti dua orang gadis bercadar hitam.
Sementara itu, Lok Hong yang menggendong tubuh Tan Ki terus berlari.
Setelah kurang lebih sepenanakan nasi kemudian, tiba-tiba dia berganti arah.
Dia tidak lagi berlari ke arah tenggara, tetapi menuju sebelah selatan.
Tampak pepohonan seperti mundur ke belakang.
Dalam waktu yang singkat dia sudah melewati tiga turunan yang curam dan sampai di depan sebuah goa alami.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di dalamnya terlihat remang-remang, sehingga sulit melihat pemandangan yang ada.
Kemungkinan goa ini sangat besar dan dalam.
Lok Hong yang memondong tubuh Tan Ki secara berturutturut melalui tiga buah lekukan, tetapi masih juga belum sampai di tempat tujuan.
Tiba-tiba dia menghentikan langkah kakinya.
Di hadapannya terdapat sebuah ruangan batu yang tinggi dan besar.
Tempat ini tertutup oleh sinar mentari.
Itulah sebabnya keadaan di sana jauh lebih gelap daripada di depan tadi.
Hawa di dalam ruangan itu pun terasa lembab sehingga menimbulkan pera-saanyang tidak enak.
Sepasang alis Tan Ki langsung berkerut-kerut.
Terdengar dia tertawa dingin.
"Di dalam goa yang gelap dan menyeramkan ini, apabila ingin membunuh seseorang, pasti sulit diketahui orang dan buktinya mudah dilenyapkan."
"Kalau lohu memang berniat membunuhmu, mudahnya seperti membalikkan telapak tangan sendiri. Meskipun si pengemis tua yang datang sendiri ke mari, juga harus lihat dulu suasana hatiku. Melepaskan dirimu atau tidak, pokoknya orang lain tidak berhak menentukan!"
Seraya berkata, dia langsung melangkah masuk ke dalam ruangan batu tersebut.
Begitu pandangan matanya dialihkan, tampak seseorang berbaring di atas sebuah balai-balai yang mungkin dibuat dalam keadaan darurat karena buatannya asal-asalan saja.
Di atas dinding yang terdapat di sampingnya tergantung empat buat obor, cahayanya mulai suram dan menyoroti wajah orang itu.
Dia adalah seorang gadis.
Tan Ki tidak merasa asing terhadapnya.
Dia memang cucu kesayangan Lok Hong, yaitu Lok Ing adanya.
Wajahnya begitu pucat, tubuhnya seakan demikian lemah.
Meskipun saat ini dia sedang tertidur pulas, tetapi siapapun yang melihatnya pasti menyadari bahwa gadis itu sedang sakit parah.
Boleh dibilang ia sudah sekarat dan berada di ambang kematian.
Melihat keadaan luka Lok Ing yang ternyata demikian parah, hati Tan Ki menjadi pilu seketika.
Gadis yang selama ini malang melintang di Sai Pak dan tidak ada yang berani mencari perkara dengannya ini sudah seperti lampu yang hampir kehabisan minyak, sekarat menunggu datangnya malaikat elmaut Pikirannya melayang-layang, tanpa dapat ditahan lagi dia teringat dirinya sendiri yang juga sudah menelan obat beracun.
Bunga api dalam hidupnya juga hanya dapat menyala selama setengah bulan lagi.
Setelah itu, dirinya akan menjadi sama seperti keadaan Lok Ing sekarang, terbaring di atas tempat tidur, sendirian, tak berdaya menunggu datangnya kematian.
Berpikir sampai di sini, tanpa terasa timbul perasaan iba yang dalam terhadap gadis ini.
Sepasang matanya dipejamkan dan mulutnya mengeluarkan suara tawa yang getir.
Tiba-tiba telapak kakinya terasa menyentuh sesuatu yang keras.
Ternyata dia sudah diturunkan oleh Lok Hong di atas tanah.
Kemungkinan orangtua itu takut menimbulkan suara yang keras sehingga cucu kesayangannya akan tersentak bangun.
Oleh karena itu, ketika menurunkan Tan Ki di atas tanah, dia melakukannya dengan hati-hati sekali.
Menghadapi tindakannya yang menyatakan sampai di mana kasih sayang terhadap Lok Ing, Tan Ki sempat tertegun juga.
Diam-diam dia berpikir dalam hatinya.
Orangtua ini sangat mementingkan kehidupan cucunya.
Terhadapku malah kadang-kadang dingin, kadang-kadang baik, benar-benar membuat orang tidak mengerti bagaimana perasaan hati orangtua ini yang sesungguhnya. Oleh karena itu, Tan Ki pura-pura tenang .
menghadapi situasi di hadapannya.
"Entah apa maksud Locianpwe mengajak aku datang ke sini?"
"Kau toh mempunyai mata, mengapa tidak kau lihat saja sendiri?"
"Lihat apa?"
Tanya Tan Ki pura-pura.
"Kalau Ing-jiku sampai mati, aku akan menyuruh engkau menemaninya!"
Tan Ki tertawa datar.
"Begitu juga ada baiknya. Toh, aku sendiri tidak bisa hidup lebih dari setengah bulan lagi. Tetapi bagaimana kalau Lok Kouwnio mempunyai peruntungan yang bagus sehingga tidak sampai menemui ajalnya?"
Terhadap pertanyaan ini, Lok Hong malah merasa di luar dugaan sehingga dia menundukkan kepalanya merenung beberapa saat.
"Tentu saja Lohu akan menarik kembali kata-kata tadi dan menggantikannya dengan membantu kau melaksanakan tugas sampai berhasil serta membantumu menjadi orang yang terkenal."
Tan Ki menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa datar.
"Tidak ada gunanya. Hidup Cayhe tinggal empat belas hari lagi. Walaupun Locianpwe berniat membantu aku, kemungkinan tidak akan"
Belum lagi kata-katanya selesai diucapkan, tiba-tiba terdengar suara gesekan selimut, Lok Ing mengeluarkan suara rintihan perlahan dan mendadak bangun dari tidurnya.
Ketika berhasil melihat wajah Tan Ki dengan jelas, Lok Ing seperti orang yang terkena pukulan bathin, seluruh tubuhnya bergetar.
Matanya yang sayu membelalak lebar-lebar.
Begitu terkejutnya sehingga tidak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Wajah Lok Hong beruban menjadi lembut.
Dia berkata dengan suara perlahan.
"Ing-ji, aku telah mengajaknya ke mari menemuimu."
Terdengar suara deheman lirih dari mulut Lok Ing.
Lambat-lambat dia memejamkan matanya.
Tetapi dalam sekejap saja, sudut matanya yang menimbulkan perasaan iba itu telah mengalir butiran air mata yang deras.
Tampangnya sungguh mengenaskan, seakan di dalam hatinya terdapat penderitaan yang tidak terkirakan.
Dengari suara lirih Lok Hong memanggil Lok Ing sebanyak dua kali.
Nada suaranya begitu sendu.
Kata-katanya tidak sanggup diteruskan lagi seperti ada sesuatu yang tercekat di tenggorokannya.
Pangcu Ti Ciang Pang yang disegani di dunia Kangouw ini ternyata belum dapat melepaskan dirinya dari lilitan kasih sayang dengan darah dagingnya sendiri, meskipun usianya sudah tua sekali.
Wajahnya menunjukkan kepiluan hatinya yang tidak terkirakan.
Tiba-tiba terdengar suara Lok Ing yang lirih.
"Yaya, aku tidak ingin melihat orang yang ingin kutemui itu dalam keadaan teringkus seperti ini. Bukalah jalan darahnya."
Mendengar kata-katanya, untuk sesaat Lok Hong merasa bimbang setengah mati.
Matanya menatap Tan Ki kemudian beralih kembali kepada cucu perempuannya.
Dia sadar ilmu silat Tan Ki saat ini tidak dapat disamakan dengan tempo dulu lagi.
Apabila totokannya dilepaskan, belum tentu dia sanggup meringkusnya lagi dalam lima ratus jurus.
Dia menundukkan kepalanya merenung sekian lama.
Akhirnya dia mengkertakkan giginya erat-erat.
Dibukanya dua urat nadi Tan Ki yang tertotok, tetapi orangnya sendiri langsung melesat ke depan dan menghadang di depan balai-balai.
Apabila Tan Ki berniat turun tangan kepadanya, tentu tidak sampai terjadi sesuatu yang membahayakan keadaan Lok Ing.
Seluruh tubuh Tan Ki tergetar.
Dia langsung merasa darah dalam tubuhnya mengalir dengan lancar kembali.
Rasa kesemutan juga hilang seketika.
Dia segera meliukkan pinggangnya ke kiri dan kanan untuk mengurangi rasa pegal karena tertotok sekian lama.
Terdengar kembali Lok Ing berkata.
"Yaya, keluarlah kau sebentar."
Entah kekuatan apa yang membuat Lok Hong tidak sanggup membantah.
Setelah menganggukkan kepalanya, ternyata dia benar-benar berjalan keluar dari goa tersebut.
Melihat keadaan itu, Tan Ki malah jadi termangu-mangu.
Diam-diam hatinya berpikir.
Entah permainan apa yang sedang berlangsung di antara kedua kakek dan cucu ini? Tiba-tiba telinganya kembali menangkap suara Lok Ing yang lemah.
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
Pikiran Tan Ki menjadi jernih seketika mendengar pertanyaannya.
"Tidak ada."
Sahutnya lirih. Lok Ing tertawa getir.
"Aku tahu watakmu sangat angkuh dan tinggi hati. Pasti karena kedatanganmu ke mari dipaksa oleh kakekku sehingga perasaanmu jadi kurang senang bukan? Aku sendiri juga tidak tahu apa sebabnya. Sebelum ke-matian datang menjemputku, rasanya ingin sekali aku melihatmu sekali lagi. Meskipun kita tidak dapat duduk bersama dan berbincangbincang sebagaimana biasanya, paling tidak kita bisa saling pandang. Tidak tahunya Yaya menganggap serius ucapan yang dicelotehkan oleh orang yang sudah sekarat ini. Rupanya dia benar-benar meninggalkan goa ini dan mencarimu ke mana-mana. Kalau hatimu merasa tidak senang, silahkan umbar kemarahanmu pada diriku"
Berkata sampai di sini, hatinya terasa pedih sekali.
Tetapi dia segera memalingkan wajahnya ke tempat lain dan tidak ingin Tan Ki melihat air matanya yang mengalir dengan deras.
Obor yang mulai meredup di dinding goa itu memancarkan sinarnya sehingga terlihat rambutnya yang tergerai dan berwarna hitam pekat.
Tampak sepasang pundaknya bergerak-gerak karena menahan isak tangis.
Hal ini membuat suasana di dalam ruangan batu itu semakin pengap dan sumpek sehingga Tan Ki hampir tidak dapat menahannya.
Tetapi di balik semua ini juga terselip kepiluan yang mengenaskan hati.
Keadaan ini menimbulkan perasaan iba di hati Tan Ki, tanpa sadar dia duduk di atas balai-balai dan perlahan-lahan digenggamnya tangan Lok Ing.
Dia merasa tangan gadis itu demikian lemah dan kurus.
Perlahan-lahan dia menarik nafas panjang.
"Baik-baiklah kau menjaga kesehatanmu, aku akan pergi mencari obat"
Lok Ing menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Luka ini sudah sedemikian parah sehingga menyusup ke jantung. Meskipun ada obat yang bagaimanapun mujarabnya, jiwaku ini sulit tertolong lagi."
Tiba-tiba dia memalingkan wajahnya. Matanya yang sudah kehilangan cahaya berkilauan mengejap-ngejap dan memandang wajah Tan Ki lekat-lekat. Bibirnya tersenyum.
"Apakah kau benar-benar ingin mencarikan obat buatku atau hanya asal mengatakannya saja karena iba melihat, keadaanku ini?"
"Apapun yang kukatakan, keluar dari hati yang tulus."
Sahut Tan Ki. Perlahan-lahan Lok Ing memejamkan matanya kembali.
"Kalau begitu, aku dapat mati dengan tenang. Tidak ada yang kupikirkan lagi."
Ketika mengucapkan kata-kata itu, hatinya benar-benar merasa gembira dan nyaman.
Bibirnya menyunggingkan seulas senyuman yang tipis.
Meskipun Tan Ki adalah seorang pemuda yang berotak cerdas, tetapi dia tidak mengerti bagaimana perasaan Lok Ing saat ini.
Dia juga tidak tahu apa yang harus dikatakannya, sehingga akhirnya dia memilih untuk membisu.
BAGIAN LVII Setelah sama-sama berdiam diri kurang lebih sepenanakan nasi kemudian, tiba-tiba Tan Ki seakan teringat sesuatu hal yang penting.
Matanya bergerak-gerak dan semangatnya terbangkit seketika.
"Walaupun di dunia ini tidak ada obat yang dapat membuat manusia tidak dapat mati, tetapi aku tetap akan berusaha sekuat tenaga mencoba mencarinya."
Lok Ing tertawa getir.
"Seumpamanya kau bisa mengobati luka ini, tetapi kau tetap tidak sanggup memulihkan sakit di bathinku ini."
Suaranya yang sendu membuat semangat Tan Ki yang baru tergugah menjadi surut sebagian.
Orangnya sendiri jadi tertegun.
Dia merasa nada bicara Lok Ing yang sendu tadi seakan mengandung makna yang dalam.
Kalau didengar sepintas lalu, biasa-biasa saja.
Tetapi apabila direnungkan secara seksama, tentu tidak sulit mengetahui apa yang diharapkannya.
Oleh karena itu, Tan Ki menarik nafas panjang-panjang sekali lagi.
Terdengar suaranya yang seperti menggumam seorang diri, juga seperti berkata kepada Lok Ing.
"Aku mengerti apa yang kau pikirkan dalam hati, tetapi keadaanku di depan matamu ini tidak jauh berbeda dengan dirimu sendiri"
"Tidak berbeda dengan diriku? Aku kok tidak melihat sesuatu pada dirimu keadaan yang kau katakan seperti keadaanku ini?"
Tan Ki tertawa getir.
"Kalau kau dapat mengerti, tentu kau tidak akan merindukan seorang laki-laki yang sudah di ambang ajalnya. Bahkan mungkin kakekmu juga tidak akan memaksa aku datang ke mari menemuimu."
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Saat itu juga dia menceritakan secara terus terang bagaimana ketua Bu Tong Pai membuka kedok yang telah ditutupinya selama beberapa bulan terakhir ini.
Juga bagaimana kemudian Tian Bu Cu menyuruhnya menelan pil beracun lalu menugaskannya menyelinap ke markas musuh untuk membuktikan penyesalan dirinya atas dosa-dosa yang pernah dilakukannya.
Tampaknya Lok Ing merasa tertarik sekali akan kisah hidup Tan Ki yang berliku-liku dan banyak terselip keanehan di sana sini.
Pergelangan tangan kirinya mencekal tangan Tan Ki yang sedang menggenggam tangannya erat-erat.
Bibirnya memaksakan seulas senyuman.
"Jadi sekarang kau sudah bersiap menunggu kematian?"
Sepasang alis Tan Ki menjungkit ke atas.
Terdengar dia berkata dengan suara yang gagah "Orang hidup di dunia ini, seandainya tidak bisa menikmati kesenangan atau rejeki seperti orang lain, setidaknya harus mati dengan berharga.
Tubuh Cayhe berlumuran dosa, mana berani berharap yang bukan-bukan? Tetapi sebelum menghembuskan nafas terakhir, aku akan mengacaukan pihak musuh sampai kalang kabut.
Paling tidak aku akan membunuh beberapa orang jagonya agar mereka menderita kerugian besar."
Sembari mendengarkan perkataannya, mata Lok Ing menatap ke atap goa. Seakan ada sesuatu yang dipikirkannya sehingga pandangan matanya, begitu terlongong-longong. Sampai lama sekali, dia baru mengembangkan seulas senyuman.
"Sekarang aku jadi tidak ingin mati."
Katanya mendadak. Tan Ki jadi tertegun.
"Apa yang kau katakan?"
Tanyanya seakan tidak mendengar kata-kata Lok Ing dengan jelas.
"Aku akan menunggu kau mati terlebih dahulu, kemudian membangun sebuah makam raksasa untuk dirimu. Setelah itu aku baru rela mati. Dengan demikian kita akan mati bersama-sama, dikuburkan bersama dalam sebuah peti yang sama. Budi dendam atau kemelut apapun di dunia ini, pada saat itu tidak dapat lagi menganggu ketenangan kita"
Berkata sampai di sini, dia merasa kebimbangannya belum hilang semua, cepat-cepat dia melanjutkan kembali.
"Dalam keadaan hidup aku tidak dapat memperoleh setitikpun cinta kasih darimu, tetapi setelah mati malah bisa memperoleh orangnya, dengan demikian matipun aku tidak merasa menyesal."
Mendengar kata-katanya yang semakin lama semakin mencetuskan perasaan hatinya, Tan Ki malah jadi bingung.
Diam-diam dia berpikir di dalam hati.
Kalau dibiarkan mengoceh terus seperti ini, lama kelamaan aku terpaksa menikah denganmu.
Bila tidak, kau tentu tidak dapat menahan perasaan cinta di dalam hatimu dan otomatis penyakitmu akan bertambah parah Begitu pikirannya tergerak, tiba-tiba timbul niat untuk melarikan diri dari tempat itu.
Sepasang matanya terus melirik ke arah pintu goa memperhatikan gerak-gerik di sana.
Dia takut Lok Hong masih menunggu di depan goa.
Oleh karena itu, dia mempertajam panca indera pendengaran dan penglihatannya untuk meneliti dengan seksama.
Tetapi begitu mendengarkan dengan penuh perhatian, dia merasa ada suara dentingan senjata yang terdengar sayup-sayup di telinganya.
Kemudian menyusul terdengar suara siulan yang panjang.
Kumandangnya kali ini begitu keras sehingga wajah Lok Ing yang pucat pasi malah berubah jadi tidak karuan.
Tampaknya gadis itu merasa terkejut sekali.
"Yaya bertemu dengan musuh tangguh"
Tan Ki langsung melonjak bangun. Dia segera menukas ucapan Lok Ing.
"Biar aku pergi lihat!"
Seraya berkata, dia tidak menunggu jawaban dari Lok Ing.
Dia langsung membalikkan tubuhnya dan menghambur pergi dari sana.
Sebetulnya, gerakan Tan Ki ini merupakan suatu reaksi spontan karena ingin melepaskan diri dari gadis itu.
Ketika keluar dari ruangan batu tersebut, dia langsung menghembuskan nafas panjangpanjang.
Rasa bingung, gelisah yang sebelumnya tersirat pada wajah Tan Ki sekarang lenyap tidak berbekas.
Pikirannya juga terasa jauh lebih jernih.
Ketika dia mendengarkan lagi dengan seksama, suara dentingan senjata yang sayupsayup tadi ternyata sudah berhenti.
Seluruh terowongan di dalam goa menjadi hening kembali seperti semula.
Ingatan Tan Ki sangat tajam.
Walaupun saat ini dia tidak bisa lagi menelusuri kejadian itu dari suara dentingan senjata, tetapi berkat ingatannya dia tahu dari mana sumber suara tadi berasal.
Oleh karena itu dia segera menghambur ke sebelah kiri di mana terdapat beberapa buah tikungan.
Dalam dua tiga kali loncatan, telinganya sudah mendengar suara bentakan.
Saat itu Tan Ki sudah mencapai jarak empat puluh depaan dari tempatnya semula.
Tadinya dia berniat menghentikan langkah kakinya untuk menyelidiki sumber suara tadi.
Justru pada saat itulah telinganya kembali menangkap suara bentakan serta suara angin yang menderu-deru dari pukulan seseorang.
Begitu kerasnya sehingga meninggalkan gema yang berkepanjangan di dalam goa.
Rupanya tempat di mana Tan Ki berdiri sekarang merupakan sebuah celah yang agak dalam.
Oleh karena itu, meskipun suara-suara yang terpancar dari luar dapat terdengar jelas di telinganya, tetapi orang-orangnya sendiri belum terlihat.
Kembali terdengar suara seorang gadis yang agak kekanak-kanakan.
"Apakah kau masih tidak mau memberi jalan kepada kami?"
Mendengar nada suaranya itu, Tan Ki merasa tidak asing.
Tetapi dalam sesaat dia justru tidak dapat mengingatnya kembali.
Cepat-cepat dia menghentikan langkah kakinya dan berdiri sambil menahan nafas.
Maksudnya ingin melihat dulu situasi kedua belah pihak baru mempertimbangkan apa yang harus dilakukannya.
Terdengar Lok Hong mengeluarkan suara tawa terbahak-bahak.
"Tahun ini usia lohu sudah mencapai tujuh puluh enam tahun, tetapi belum pernah memberi jalan ataupun mengalah kepada orang lain. Apabila nona ingin masuk ke dalam goa ini, kecuali menerjang masuk dengan paksa, rasanya tidak ada cara lain yang dapat ditempuh."
Kemungkinan sikap gadis itu juga berangasan dan iseng. Dia langsung membuka mulut memaki Lok Hong.
"Tua bangka keras kepala, lihat pukulan!"
Tan Ki bersembunyi di celah yang dalam, otomatis dia tidak dapat melihat jurus apa yang dimainkan oleh gadis itu.
Dari suara pukulannya yang menimbulkan siulan, dia dapat menduga bahwa ilmu kepandaian gadis ini setidaknya setara dengan jago pedang tingkat delapan.
Sementara itu, kembali terdengar suara seorang.
Tetapi yang satu ini jauh lebih halus dan lembut.
"Ie Moay, jangan berkelahi lagi!"
Gadis yang pertama tadi tampaknya kurang puas terhadap teguran kakaknya.
"Tua bangka keras kepala ini melarang aku bertemu dengan calon suamiku. Benarbenar tidak tahu aturan. Cici tidak membantu aku memukulnya, malah menyuruh aku berhenti. Ini juga tidak pakai aturan. Kalau si tua bangka ini sampai mencelakai calon suamiku, bagaimana aku bisa hidup lagi di dunia ini?"
Mendengar kata-katanya, pikiran Tan Ki jadi tersentak.
Diam-diam dia berkata di dalam hati.
Rupanya yang datang itu Cin Ying dan Cin Ie. berpikir sampai di sini, dia langsung melangkah keluar dengan perlahan-lahan.
Begitu pandangan matanya dialihkan, dia melihat Cin Ying dan Cin Ie berdiri berdampingan.
Pada jarak kurang lebih tiga depa di depan mereka, berdiri Pangcu Ti Ciang Pang, Lok Hong.
Mata Cin Ying sangat awas, melihat sesosok bayangan muncul dengan perlahan-lahan dari celah goa, dia segera mengenali siapa adanya orang itu.
Tetapi meskipun dia sudah melihat dengan jelas, tetapi dia tidak berani membuka suara menyapa karena takut harga dirinya sebagai seorang gadis jatuh dalam pandangan orang lain.
Sedangkan Cin Ie memang agak ketolol-tololan.
Belum lagi Tan Ki sampai di dekat mereka, dia sudah membuka mulut berteriak.
"Nah, calon suamiku sudah keluar!"
Tubuhnya berkelebat, dia langsung menghambur ke depan. Tiba-tiba terdengar Lok Hong membentak.
"Kembali!"
Telapak tangannya menjulur keluar dan mengirimkan sebuah pukulan.
Langsung terasa ada serangkum angin kencang mendesak ke arah tubuh Cin Ie yang sedang menghambur datang.
Gadis itu cepat-cepat menjungkir balikkan tubuhnya di udara kemudian melesat ke samping.
Tan Ki maju beberapa langkah.
Dia berdiri di antara kedua pihak.
"Apa yang terjadi?"
Cin Ie segera menukas.
"Kami mengejar dari lembah sampai ke tempat ini. Padahal ada beberapa urusan yang ingin kami sampaikan kepadamu, tetapi makhluk tua ini justru menghalang kami bertemu denganmu."
Ketika dia sedang menjelaskan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang mendatangi. Dari celah yang gelap sekonyong-konyong muncul Mei Hun dan Ciu Hiang. Melihat keadaan ini, sepasang alis Lok Hong langsung berkerut.
"Sebetulnya berapa jumlah rekan kalian yang datang ke tempat ini?"
"Mereka adalah mereka sendiri. Mana aku tahu berapa orang yang datang!"
Sahut Cin Ie. Mei Hun mengerlingkan matanya, dia menyapu ke arah orang-orang yang ada di tempat itu sekilas. Kemudian dia menghentikan langkah kakinya dan berkata kepada Tan Ki dengan ketus.
"Kenapa sih kau ini? Aku toh mengajakmu pergi menemui majikanku, tahu-tahu kau malah melarikan diri secara diam-diam. Kalau kau ingin menimbulkan kesulitan kepada diriku, rasanya juga tidak perlu demikian menyolok."
"Pokoknya kita ajak saja dia menemui Cu-jin, buat apa kau mengoceh panjang lebar lagi?"
Tukas Ciu Hiang. Selesai berkata, dia langsung mendelikkan matanya lebar-lebar terhadap Tan Ki. Sekaligus mulutnya membentak.
"Kau mau ikut dengan kami atau tidak?"
Tan Ki melihat gadis itu berdiri dengan berkacak pinggang.
Tampangnya garang sekali, tetapi tampang wajahnya justru terlihat kekanak-kanakan.
Seperti anak kecil yang sedang marah-marahan dengan teman bermainnya.
Diam-diam dia merasa geli melihat sikap gadis itu.
"Kalau kau mau mengajak aku, sebetulnya mudah sekali. Aku sendiri tidak keberatan, tetapi keadaan di depan matalah yang tidak memungkinkan. Di dalam goa ada seorang sahabat yang sedang terluka parah sehingga memerlukan aku untuk merawatnya. Kalau aku pergi begitu saja, kemungkinan dia akan"
Belum lagi dia meneruskan kata-katanya, tiba-tiba dia merasa tidak tepat mengucapkannya.
Lok Hong ada di samping, apabila katakatanya ini menimbulkan pukulan bathin bagi orangtua ini, kemungkinan keempat gadis ini tidak mudah apabila ingin meninggalkan tempat itu.
Oleh karena pemikiran ini, maka dia tidak jadi meneruskan kata-katanya.
Tidak tahunya Ciu Hiang justru menggunakan kesempatan ketika dia sedang merenung untuk melancarkan sebuah totokan kepadanya.
Tetapi baru saja tubuhnya bergerak ke depan, tiba-tiba terdengar suara bentakan Lok Hong.
Orangtua itu mengangkat lengan bajunya dan mengirimkan sebuah pukulan.
Serangkum angin yang kencang langsung melanda ke arah Ciu Hiang.
Di saat itu pula, Mei Hun mengulurkan sepasang lengannya dan menyerang ke arah Lok Hong.
Gerak-gerik ketiga orang ini mengandung kecepatan yang tidak terkirakan.
Walaupun ada yang terlebih dahulu turun tangan dan ada yang belakangan menyerang, tetapi saking cepatnya sehingga terasa seperti dilancarkan dalam waktu yang bersamaan.
Terdengar suara benturan yang keras dan menimbulkan gema di dalam goa.
Mei Hun menyambut pukulan Lok Hong dengan kekerasan.
Kakinya langsung goyah dan terhuyung-huyung mundur sejauh dua langkah.
Totokan yang dikerahkan oleh Ciu Hiang mendapat bantuan dari Mei Hun sehingga terus meluncur ke arah Tan Ki.
Angin yang timbul dari jari tangannya bagai ombak yang bergulung-gulung, sungguh tidak boleh dipandang ringan.
Tiba-tiba terendus serangkum bau harum yang samar-samar menerpa datang dari sebelah kiri.
Pada saat yang sama telinganya menangkap suara Cin Ying yang halus dan merdu.
"Nona cilik jangan mendesak orang sedemikian rupa!"
Ciu Hiang merasa ada sebuah telapak tangan yang menempel di punggungnya ketika perkataan tadi sirap.
Tanpa dapat ditahan lagi hatinya tercekat.
Tubuhnya bergetar, meskipun jari tangan kanannya sudah menempel di tubuh Tan Ki dan tinggal melancarkan tenaga sedikit untuk menotoknya, tetapi dalam waktu yang singkat itu, terpaksa dia menurunkan tangannya kembali.
Kemudian dia berdiri tanpa bergerak sedikitpun.
Perubahan yang genting itu terjadi dalam sekejap mata saja, tetapi dalam waktu singkat keadaan di tempat itu menjadi kacau balau.
Hatipun terasa tegang tidak terkirakan.
Perlu diketahui bahwa orang-orang yang ada di tempat itu mengandung niat sendirisendiri, meskipun tidak ada minat untuk membunuh orang, tetapi mereka masing-masing berusaha menguasai situasi dan mengajak Tan Ki meninggalkan tempat itu.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tan Ki adalah seorang pemuda yang cerdas, mana mungkin dia tidak sadar bahwa kekacauan ini sebetulnya timbul dari dirinya sendiri.
Hatinya ingin mencegah pertikaian yang tidak ada gunanya ini.
Tiba-tiba dia menemukan bahwa di celah seberang yang gelap seperti berkelebat sesosok bayangan yang samar-samar.
Setelah diperhatikan lagi dengan seksama, bayangan itu tidak terlihat lagi.
Baik pendengaran maupun penglihatan Tan Ki sangat tajam.
Dia yakin dirinya tidak salah lihat.
Oleh karena itu dia segera mengerahkan hawa murninya untuk melindungi seluruh tubuh sekaligus berteriak dengan keras.
"Berhenti!"
Suaranya bagai guntur yang menggelegar di siang hari, begitu keras sehingga menimbulkan gaung yang berkepanjangan.
Mendengar bentakannya, mula-mula Cin Ying yang langsung mencelat mundur ke belakang.
Kemudian menyusul Lok Hong juga melangkah mundur satu tindak.
Menggunakan kesempatan yang baik itu, tubuh Tan Ki langsung berkelebat dan menerjang ke depan.
Tiba-tiba terdengar suara yang memekakkan telinga.
Tubuh Tan Ki berkelebat, namun dalam sekejap mata dia mencelat mundur kembali.
Rupanya ketika dia melesat ke depan tadi, sekalian dia melancarkan sebuah serangan.
Kali ini dia telah mengerahkan segenap kekuatannya.
Dengan demikian dapat dibayangkan sampai di mana kedahsyatan serangannya ini.
Tidak tahunya lawan juga merupakan seorang tokoh sakti.
Begitu dua gulung tenaga dalam beradu, dia langsung merasakan bahwa kekuatan lawannya begitu hebat sehingga dirinya hampir tidak kuat menahannya.
Hatinya terkejut setengah mati.
Cepat-cepat dia menarik kembali sepasang pundaknya dan memaksakan dirinya untuk mencelat ke belakang.
Lok Hong melihat keadaan anak muda itu yang melesat ke depan kemudian mencelat mundur kembali, pakaian anak muda itu sampai berkibar-kibar karena hempasan kekuatan yang keras.
Dia langsung menduga bahwa urusannya cukup gawat.
Tanpa dapat ditahan lagi sepasang alisnya menjungkit ke atas.
Kemudian terdengar dia membentak dengan suara lantang.
"Siapa?"
Seraya bersuara, orangnya sendiri langsung melesat ke depan sejauh enam langkah.
Dia berhenti tepat menghadang di depan Tan Ki.
Perlahan-lahan Cin Ying memejamkan sepasang matanya, dia menundukkan kepalanya merenung sejenak.
Tampaknya dia sedang memikirkan suatu masalah yang serius.
Sepasang alisnya terus berkerut, keningnya dikernyitkan.
Sejak tadi dia tidak mengucapkan sepatah katapun.
Tiba-tiba dia membuka matanya kembali kemudian memandang Tan Ki.
Wajahnya menyiratkan perasaan terkejut.
Tanpa menimbulkan suara sedikitpun, diam-diam dia menarik tangan Cin Ie dan mengajaknya masuk ke dalam goa.
Justru ketika kedua kakak beradik Cin Ying dan Cin Ie baru saja pergi, Lok Hong sudah mengeluarkan bentakan sebanyak beberapa kali, tetapi dari awal hingga akhir tidak terdengar sahutan apapun.
Di bagian depan celah tersebut yang terlihat hanya kegelapan belaka sehingga pemandangan apapun tidak tertangkap oleh pandangan mata.
Perlu diketahui bahwa watak Lok Hong berangasan sekali.
Setelah bertanya beberapa kali tidak mendapatkan sahutan apa-apa, hawa amarah dalam dadanyajadi meluap.
Diamdiam dia mengerahkan tenaga dalamnya kemudian menghantam ke arah celah yang gelap itu.
Meskipun serangan yang dilancarkannya ini hanya bertujuan menyelidiki saja, tetapi dalam keadaan marah, tanpa berpikir panjang lagi dia turun tangan.
Kekuatannya bagai ombak di lautan yang menghempas-hempas, dahsyatnya tidak terkirakan.
Begitu pukulannya terpancar keluar, timbul suara angin kencang yang menderu-deru.
Tenaga dalamnya terus meluncur ke bagian celah yang gelap.
Tiba-tiba dia merasa telapak tangannya agak bergetar.
Tenaganya seperti membentur sesuatu sehingga menahan kekuatannya melaju lebih jauh.
Lok Hong langsung mengernyitkan keningnya.
"Coba sambut lagi serangan lohu ini!"
Bentaknya keras.
Kembali angin berdesir, telapak tangan kirinya langsung menghantam ke depan.
Kali ini dia mengerahkan sepuluh bagian tenaga dalamnya, berarti kekuatannya berlipat ganda dari sebelumnya.
Dia berharap begitu lawan menyambut serangannya ini, orang itu terpaksa menampakkan dirinya.
Jurus serangan yang digunakannya memang khusus untuk menyerang musuh yang ada pada jarak sepuluh depa lebih.
Walaupun lawannya mungkin sudah bertekad untuk mengadu jiwa, tetapi tentu saja sulit menggerakkan kaki tangannya dengan leluasa di celah yang sempit tersebut.
Otomatis dia juga hanya sanggup mengerahkan tenaga dalamnya sebanyak enam tujuh bagian.
Apabila dia tetap berani menyambut serangannya ini, meskipun tidak sampai mati, paling tidak orang itu akan terluka parah.
Begitulah menurut pikiran Lok Hong sendiri.
Siapa sangka kenyataannya justru jauh berbeda dengan dugaannya sendiri.
Ketika dia menghantam ke depan, mula-mula terasa begitu lancar dan deras bagai air yang meluap di saat banjir melanda.
Tetapi setelah sampai pada jarak sembilan sepuluh kaki, tenaganya bagai membentur gunung yang kokoh, serangkum kekuatan yang tidak terkirakan dahsyatnya menahan tenaga dalam yang terpancar dari serangannya, tenaganya sendiri sampai memental balik kembali.
Hatinya kali ini benar-benar terkejut, cepat-cepat dia mencelat mundur sejauh lima langkah.
Walaupun gerakannya sudah cukup cepat, namun tetap saja dia sempat tersapu oleh pentalan tenaga dalam tadi.
Dia merasa paha kirinya agak nyeri.
Ketika kakinya mendarat di atas tanah, tubuhnya sempat bergoyang sebanyak tiga kali.
Kemudian terasa ada serangkum angin yang kencang lewat di samping tubuhnya.
Suaranya bergemuruh.
Pakaian beberapa orang itu sampai berkibar-kibar.
Diam-diam Tan Ki berpikir di dalam hati.
Tenaga dalam pihak lawan ternyata sekuat apa yang kuduga.
Kalau yang datang ini salah satu tokoh dari pihak Lam Hay atau Si Yu, benar-benar merupakan hal yang patut dikhawatirkan. Dia merasa ilmu silat orang yang bersembunyi di dalam kegelapan itu sudah mencapai taraf yang tinggi sekali.
Hatinya jadi bertanya-tanya.
Justru ketika pikirannya masih melayang-layang, tanpa sadar matanya melirik sekilas ke arah Lok Hong.
Tampak wajah orangtua itu merah padam menahan kemarahan hatinya.
Keringat bahkan telah membasahi selembar wajah orangtua itu.
Dalam keadaan seperti ini, dia tidak berani menyerang lagi.
Cepat-cepat dipejamkannya sepasang matanya lalu berdiam diri mengatur pernafasan.
Hal ini membuktikan bahwa dua kali serangannya yang gagal tadi telah menghamburkan cukup banyak hawa murni dalam tubuhnya.
Walaupun kedatangan Tan Ki ke tempat itu karena dipaksa oleh Lok Hong, namun apabila orang yang bersembunyi di dalam celah yang gelap itu benar-benar tokoh sakti dari pihak Lam Hay ataupun Si Yu, terpaksa dia harus menyampingkan kebencian ataupun urusan pribadinya untuk sementara serta bekerja sama menghadapi musuh.
Sekarang hatinya sudah mengambil keputusany segera kegagahan-nya terbangkit.
Cepat-cepat dia mengerahkan hawa murninya dan menghimpun tenaga dalam secara diam-diam lalu dengan tenang melangkah ke depan.
Mei Hun dan Ciu Hiang melihat langkah kakinya yang mantap dan seakan sudah siap menghadapi musuh.
Mereka takut Tan Ki akan gagal.
Oleh karena itu, setelah saling lirik sekilas, keduanya segera melesat ke depan dan berhenti di kiri kanannya seakan melindungi.
Setelah berjalan lima enam langkah, tiba-tiba Tan Ki menghentikan langkah kakinya.
"Tokoh tinggi dari mana saudara ini? Seorang laki-laki sejati berdiri dengan kaki berpijak di atas tanah, kepala mendongak menghadap langit. Datang ataupun pergi selalu secara terang-terangan. Harap saudara keluar mengunjukkan diri!"
Baru ucapannya selesai, segera terdengar suara sahutan yang merdu dan bening.
"Kalau ingatan Tan Siangkong tidak lemah, tentu tidak lupa dengan suaraku ini bukan?"
Mendengar suaranya, hati Tan Ki langsung bergetar.
"Apakah kau si gadis berpakaian putih yang menunggang burung rajawali?"
Tiba-tiba terdengar angin berdesir, kemudian sebuah bayangan melesat dari samping Tan Ki.
Rupanya Mei Hun dan Ciu Hiang dapat mengenali suara majikan mereka sehingga tergesa-gesa melesat ke depan kemudian menghilang di dalam celah yang gelap itu.
Sekonyong-konyong terdengar suara tawa Lok Hong yang mengandung kemarahan.
Suara itu begitu panjang sehingga sampai kurang lebih sepeminuman teh baru berhenti.
"Nona masuk ke dalam goa yang terpencil ini dengan maksud mengambil orang. Meskipun belum tentu lohu dapat menandingimu, tetapi juga tidak akan membiarkan kau membawanya pergi begitu saja."
Terdengar suara deheman dari mulut gadis berpakaian putih itu.
"Mengapa?"
"Lohu memerlukan tenaga orang ini untuk membantuku"
Berkata sampai di sini, tiba-tiba dari belakang punggungnya terdengar suara teriakan yang tidak henti-hentinya.
"Tua bangka keras kepala! Tua bangka keras kepala!"
Tampak sesosok bayangan berkelebat, Cin-Ie menghambur datang dengan tergesagesa.
Sejenak saja dia sudah sampai di hadapan Lok Hong.
Kemungkinan hati gadis ini sedang panik sekali.
Dia berlari begitu kencang sampai nafasnya tersengal-sengal.
Begitu langkah kakinya berhenti, mulutnya langsung berteriak.
"Orangnya sudah hampir mati!"
Lok Hong terkejut bukan main.
"Apa?"
"Nona yang ada di dalam ruangan batu itu sudah hampir putus nafasnya."
Mendengar ucapannya, hati Lok Hong bagai digelayuti beban yang berat.
Jantungnya seperti dihantam seseorang dengan keras.
Tetapi sejenak kemudian, pikirannya jernih kembali, dia merasa harus mempertahankan kekuatan hatinya.
Oleh karena itu, tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia langsung membalikkan tubuhnya dan pergi dengan tergesa-gesa.
Mendengar berita buruk yang tidak terduga-duga ini, hati Tan Ki juga dilanda kegelisahan yang tidak terkirakan.
Dia segera membalikkan tubuhnya dan berniat masuk ke dalam untuk melihat kejadian yang sebenarnya.
Tiba-tiba si gadis berpakaian putih muncul dari balik celah yang gelap.
Mei Hun dan Ciu Hiang mengiringi dari belakang.
Tampak wajahnya yang sendu menyiratkan kekesalah hatinya.
Perlahan-lahan dia berjalan ke arah Tan Ki.
"Hatimu sangat memperhatikan nona itu bukan?"
"Cayhe merasa tidak tenang mengetahui lukanya yang demikian parah"
Tiba-tiba dia teringat bahwa gadis cantik di hadapannya memiliki ilmu pengobatan yang tidak terkirakan tingginya.
Seandainya dia dapat memohon sebutir pil Penyelamat Nyawa yang pernah dihadiahkan kepadanya tempo hari, walaupun luka yang dialami Lok Ing lebih parah dari sekarang, asal nafasnya masih belum putus, pasti masih bisa tertolong.
Pikiran muncul secara mendadak.
Dengan demikian dia tidak mempersiapkan diri sama sekali.
Apalagi selama hidupnya Tan Ki terkenal sebagai manusia yang tinggi hati.
Gengsi baginya untuk mengajukan permohonan kepada orang lain.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi keadaan yang dihadapinya sekarang justru mengharuskan dia mengajukan permohonan.
Akhirnya Tan Ki jadi serba salah.
Setelah berpikir bolak-balik, dia masih tidak tahu apa yang harus diucapkannya sebagai pembuka kata.
Tanpa dapat ditahan lagi dia menundukkan kepalanya dalam-dalam dan merenung sekian lama.
Gadis sakti berpakaian putih itu mengerlingkan matanya ke sana ke mari.
Tampaknya dia sudah menduga apa yang dipikirkan Tan Ki saat ini.
Oleh karena itu, bibirnya langsung mengembangkan seulas senyuman sehingga terlihat lesung pipitnya yang dalam.
"Apakah ada sesuatu yang ingin kau katakan?"
Tanyanya lembut.
"Cayhe cayhe"
Sampai sekian lama Tan Ki belum sanggup juga mengutarakan keinginannya. Gadis berpakaian putih itu tersenyum simpul.
"Katakan saja. Andaikata ucapanmu itu tidak sepantasnya, aku juga tidak akan menyalahkan dirimu. Mei Hun maupun Ciu Hiang telah mengikuti aku sejak kecil. Mereka bukan orang luar. Ada apa-apa sebaiknya kau cetuskan secara terang-terangan saja."
Tan Ki segera merangkapkan sepasang kepalan tangannya kemudian berkata.
"Ada sesuatu hal yang cayhe ingin mohon kepada nona."
"Kau ingin memohon aku agar membantumu membalas dendam dan membunuh Toa Tocu agar kau dapat menebus dosamu dengan jasa bukan?"
Tan Ki menggelengkan kepalanya.
"Bukan."
"Kalau begitu kau ingin memohon sebutir pil dewa buatan guruku untuk melenyapkan racun dalam tubuhmu?"
"Juga bukan."
Sahut Tan Ki. Sepasang alis gadis berpakaian putih itu langsung menjungkit ke atas. Tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya dan berdiri membelakangi Tan Ki. Mimik wajahnya saat itu begitu aneh, terdengar dia berkata dengan nada bimbang.
"Kalau begitu aku tidak sanggup menebak apa yang kau inginkan. Apabila ada sesuatu yang ingin kau mohonkan kepada diriku, harap kau katakan saja terus terang."
"Hal yang cayhe ingin mohonkan kepada nona, sebetulnya"
Tiba-tiba serangkum perasaan jengah menyelimuti hatinya.
Wajahnya jadi merah padam dan kata-katanya tidak dapat diteruskan lagi.
Gadis berpakaian putih itu menunggu lagi beberapa saat.
Melihat Tan Ki belum sanggup juga menyatakan apa yang tersirat dalam hatinya, tanpa dapat menahan diri lagi dia menukas.
"Kau katakan saja perlahan-lahan, aku akan sabar menunggu."
Nada suaranya seperti mengandung kegembiraan sekaligus ketegangan. Tetapi entah apa yang dipikirkan oleh Tan Ki. Dia tetap menundukkan kepalanya merenung. Terdengar kembali si gadis berpakaian putih itu berkata.
"Sejak kecil aku diasuh oleh suhu di pegunungan Ming San. Selain menurunkan berbagai ilmu kepadaku, sehari-harinya suhu sangat menyayangiku. Apapun yang kusetujui, suhu tidak pernah menolaknya kau boleh katakan isi hatimu dengan tenang, pokoknya aku akan mengabulkan permintaanmu."
"Cahye memohon nona menghadiahkan sebutir pil dewa kepadaku."
"Baik, aku akan mengabulkannya."
Tan Ki membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.
"Terima kasih atas kebaikan budi nona yang tidak menyimpan kebencian tempo dulu. Aku, Tan Ki benar-benar terharu sekali."
"Jangan sungkan."
Sahut si gadis berpakaian putih sambil menolehkan kepalanya. Wajahnya menyiratkan perasaan seakan menunggu kelanjutan kata-kata Tan Ki. Akhirnya dia tidak dapat menahan dirinya untuk bertanya.
"Apa lagi?"
"Tidak ada apa-apa lagi."
Seluruh tubuh gadis itu langsung bergetar.
"Benar-benar tidak ada lagi?"
Mendengar pertanyaannya yang seakan mendesak ini, Tan. Ki malah jadi termangumangu.
"Cayhe dapat memohon sebutir pil dewa untuk menolong nyawa temanku, sudah lebih cukup dari segalanya."
Mendengar ucapannya, gadis berpakaian putih itu seakan mendapat pukulan bathin yang hebat.
Tubuhnya terhuyung-huyung beberapa kali.
Wajahnya yang terlihat berseriseri sebelumnya langsung berubah menjadi pucat pasi.
Matanya menyorotkan sinar kebencian juga penyesalan.
Untuk sekian lama dia berdiri termangu-mangu.
Entah sejak kapan, di sepasang matanya sudah mengembang air.
Tetapi tampaknya dia tidak ingin sampai Tan Ki melihatnya.
Cepat-cepat dia menutupi wajahnya kemudian membalikkan tubuh dan menghambur masuk ke dalam celah goa yang gelap tadi.
Tan Ki tidak menyangka perubahan hatinya bisa demikian cepat dan tidak terdugaduga.
Tanpa dapat ditahan lagi dia jadi tertegun.
Tetapi tanpa sadar mulutnya malah berteriak.
"Pil dewa yang nona janjikan"
Sepasang alis Mei Hun langsung menjungkit ke atas. Terdengar dia menukas dengan nada suara yang bukan main dinginnya.
"Apapun yang dijanjikan oleh nonaku, selamanya tidak pernah diingkari, buat apa kau berteriak-teriak seperti orang gila?"
"Entah persoalan apa yang membuatnya tiba-tiba jadi begitu sedih?"
Kata Tan, Ki dengan tampang bingung. Mei Hun tertawa dingin.
"Rupanya kau masih mempunyai sedikit perasaan sehingga bisa mengajukan pertanyaan ini. Apakah sampai saat ini kau masih belum mengerti perasaan hati nonaku itu? Ada hal apapun, seharusnya kau yang membuka mulut memohon kepadanya. Tetapi kau justru tidak pernah menyatakan apapun sehingga kau membuat dia seperti mimpi indah di siang bolong. Padahal dia ingin melupakan apa yang telah terjadi diantara kalian sebelumnya dan saling menukar isi hati bersamamu. Majikanku sudah tahu bahwa kau menyandang tugas yang berat demi menebus dosamu di masa lalu. Apabila kau melakukan tugas ini seorang diri, keadaan dirimu pasti berbahaya sekali. Kalau didengar dari nada bicaranya sehari-hari, tampaknya dia berniat mewariskan beberapa macam ilmu sakti kepada dirimu. Walaupun berhasil atau gagalnya tergantung dirimu sendiri, tetapi perhatiannya yang demikian besar, apakah tidak patut mendapatkan sedikit perhatian darimu?"
Semakin bicara, tampaknya hati Mei Hun semakin kesal.
Sepasang tangannya mengepal erat-erat.
Hampir saja dia menghentakkan kakinya keras-keras di atas tanah dan memakimaki Tan Ki sepuasnya.
Tetapi biar bagaimana Mei Hun merupakan pelayan pribadi si gadis berpakaian putih yang sehari-harinya mendapat didikan yang keras.
Walaupun hatinya merasa marah sekali, tetapi dia masih sanggup mengendalikan perasaannya.
Terdengar dia melanjutkan kembali kata-katanya.
"Seandainya otakmu lebih tajam sedikit, tentu tidak sulit bagimu untuk menduga ucapan apa yang diharapkan nonaku keluar dari mulutmu itu. Dengan demikian dia juga tidak perlu begitu sedih sehingga lari pergi tanpa menolehkan kepalanya lagi."
Wajah Tan Ki semakin lama semakin kelam.
Dengan berdiam diri dia mendengarkan ucapan Mei Hun sampai selesai.
Kadang-kadang dia mengernyitkan keningnya.
Tepat pada saat itu, terdengar suara langkah kaki mendatangi, sesosok bayangan melesat keluar dari celah goa yang gelap.
Kemudian di susul dengan suara panggilan yang lantang.
"Tan Siangkong!"
Mendengar suara itu, Tan Ki segera tahu bahwa yang datang itu Cin Ie adanya. Dengan nada suara yang penuh kekesalan hatinya dia membentak.
"Ada urusan apa sampai harus berteriak-teriak?"
Perlu diketahui bahwa perasaan hati Tan Ki saat ini sedang gundah bukan main.
Dia sendiri tidak tahu apa yang dirasakannya.
Apalagi suara panggilan Cin Ie begitu gugup dan keras.
Hatinya terasa semakin sebal dan tertekan.
Oleh karena itu, nada sahutannya juga seperti orang yang hendak mengumbar hawa amarah dalam hatinya.
Terdengarnya tidak terkandung rasa sungkan sama sekali.
Cin Ie jadi tertegun.
Wajahnya jadi muram seketika.
Air matanya mengembang di sudut mata.
"Cici meminta aku menyampaikan kepadamu suatu urusan. Kau malah begini kasar menghadapi aku."
Hati Tan Ki langsung tergetar. Pikirannya jadi jernih seketika. Dia mendongakkan wajahnya dan menghembuskan nafas panjang-panjang. Dengan penuh penyesalan dia berkata.
"Pikiran Cayhe lagi buntu. Harap Ie-moay sudi memaafkan. Melihat tampangmu yang demikian panik, urusan yang disuruh oleh cicimu untuk disampaikan kepadaku pasti penting sekali."
Mendengar suara Tan Ki yang kembali lembut, Cin Ie langsung mengembangkan seulas senyuman.
"Lok Kouwnio sudah meninggal."
Otaknya sangat polos. Melihat Tan Ki sampai meminta maaf kepadanya, segala rasa duka dalam hatinya pun menjadi sirna seketika. Bahkan wajahnya kembali berseri-seri. BAGIAN LVIII Tan Ki terkejut setengah mati mendengar laporannya.
"Betul?"
"Sudah tahu betul."
Baru saja ucapannya selesai, tiba-tiba dia melihat tubuh Tan Ki berkelebat.
Pakaiannya sampai berkibar-kibar ketika dia melesat ke dalam goa.
Begitu pandangan mata Tan Ki dialihkan, hatinya langsung tertekan seperti diganduli beban yang bukan main beratnya.
Di atas balai-balai itu, masih terbaring tubuh Lok Ing yang kurus.
Pakaiannya yang hitam sudah penuh dengan bercak darah.
Tampangnya kaku, wajahnya putih seperti selembar kertas.
Tampaknya kondisi gadis itu memang sudah di ambang kematian Seandainya gadis itu sampai mati, siapa sebenarnya yang merasa berduka? Tan Ki tidak herani membayangkannya, dia juga tidak dapat menjawabnya.
Karena dia merasa, meskipun dia tidak pernah mencintai Lok Ing, tetapi di antara mereka pernah terjadi berbagai kenangan yang cukup manis.
Tampaknya Lok Ing masih dapat mendengar suara langkah kakinya yang menghampiri.
Pikirannya tiba-tiba menjadi jernih.
Sepasang matanya terbuka lebar-lebar.
Dia berusaha mendongakkan wajahnya untuk melihat.
Setelah berhasil memperhatikan dengan jelas tampang Tan Ki.
Cepat-cepat dia memejamkan matanya kembali.
Meskipun hanya sekejap mata, tetapi bibirnya yang sudah putih itu mengembangkan seulas senyuman.
Hal ini membuktikan bahwa kedatangan Tan Ki membuat perasannya menjadi gembira.
Tan Ki memanggil dengan suara lirih.
"Lok Kouwnio"
Dia merasa ada ribuan kata-kata yang memenuhi hatinya tetapi dia tidak tahu bagaimana harus mengucapkannya.
Akhirnya dia membalikkan tubuhnya dan menyapa Lok Hong dan Cin Yin.
Kemudian berjalan perlahan-lahan ia berjalan menuju balai-balai di mana tubuh Lok Ing terbaring.
"Rasanya dia tidak tertolong lagi."
Kata Cin Ying dengan suara lirih.
Tan Ki menganggukkan kepalanya.
Wajahnya sungguh mengenaskan.
Terus terang dia memang sudah merasa putus asa terhadap luka yang diderita oleh Lok Ing.
Antara dirinya dengan Lok Hong sempat terjadi perselisihan.
Bila dia sampai mengucapkan sepatah kata yang tidak disukainya, mungkin akan terjadi keributan yang tidak diinginkan.
Oleh karena itu, Tan Ki sengaja memperlihatkan gaya seperti orang yang tidak mempunyai kata-kata yang harus diucapkan.
Tampak Cin Ying menarik nafas panjang-panjang.
"Aku sudah membantunya dengan mengerahkan hawa murni serta mendorong urat darahnya agar lancar kembali.
Tetapi sampai Lok Locianpwe masuk tadi, nafasnya masih begitu lemah serta tidak menunjukkan perubahan berarti."
"Apakah dia ada mengucapkan apa-apa?"
"Saat ini keadaannya sudah demikian parah, mana mungkin dia mempunyai tenaga untuk membuka mulut? Tetapi kalau ditilik dari mimik wajahnya, tampak dia mempunyai ganjalan hati yang ingin disampaikan kepadamu. Sayangnya tenaganya demikian lemah. Sehingga tidak ada kekuatan untuk membuka mulut."
Perlahan-lahan Tan Ki mengernyitkan sepasang alisnya.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diam-diam dia bertanya-tanya dalam hati.
Entah apa yang ingin dikatakannya? tanpa terasa sinar matanya beralih kepada diri Lok Ing.
Tiba-tiba dia melihat mulut gadis itu membuka dan memuntahkan darah segar dalam jumlah yang cukup, banyak.
Tan Ki mengeluarkan suara seruan terkejut.
Wajahnya berubah hebat.
Untung pandangan mata Cin Ying sangat tajam dan gerakannya cepat pula.
Lengannya menjulur ke depan, segera ditotoknya beberapa jalan darah di tubuh Lok Ing.
Lok Hong menghembuskan nafas panjang.
Terdengar dia mengguman seorang diri.
"Lohu hanya mempunyai seorang cucu perempuan ini. Apabila terjadi sesuatu pada dirinya, lohu juga tidak sanggup hidup seorang diri lagi."
Nada suaranya begitu pilu sehingga terdengar jelas keperihan hatinya yang tidak terkirakan. Justru pada saat itu, tiba-tiba Lok Ing membuka sepasang matanya dan menatap ke arah Tan Ki. Mulutnya bergerak-gerak dan keluarlah suaranya yang lirih.
"Tan Koko, kemarilah."
Suaranya begitu kecil seperti dengungan nyamuk. Kalau bukan orang yang mempunyai pendengaran tajam, pasti tidak akan terdengar suaranya. Tanpa terasa Tan Ki berjalan menghampirinya.
"Ada ucapan apa yang ingin nona sampaikan?"
"Sebentar lagi aku akan pergi."
Kata Lok Ing lirih. Hati Tan Ki tergetar. Serangkum rasa pilu memenuhi dadanya.
"Tan Koko, maukah kau mendengarkan kata-kataku?"
"Pada saat seperti sekarang ini, untuk apa kau mengucapkan kata-kata yang demikian sungkan? Jangan kata sepuluh dua puluh kata, biarpun kau ingin aku terjun ke lautan api, aku pasti tidak akan menolaknya."
"Kalau begitu, aku merasa tenang sekali."
"Kalau ada kata-kata yang ingin kau sampaikan, silahkan nona cetuskan saja terus terang."
"Aku. aku."
Berkata sampai di sini, tiba-tiba Lok Ing terbatuk-batuk hebat. Kata-katanya terhenti, nafasnya memburu dan wajahnya menyiratkan penderitaan yang tidak terkirakan. Hati Tan Ki terasa pilu melihatnya.
"Perlahan-lahan saja kau sampaikan apa yang ingin kau katakan. Aku akan sabar menunggu, ingat kesehatan dirimu sendiri"
Tanpa sadar pandangan matanya melihat ke arah Lok Hong.
Entah sejak kapan, wajah orangtua itu sudah berubah demikian datar dan dingin.
Tampangnya laksana dilapisi es yang tipis sehingga tampak menyeramkan.
Tan Ki sadar bahwa situasi di depan matanya sangat rumit, baik tindak-tanduk maupun kata-katanya harus dilakukan dengan hati-hati.
Apabila terjadi sedikit kesalahan saja, watak Lok Hong yang keras kepala sungguh tidak mudah dihadapi.
Dia pasti membebankan segala dosa ini pada dirinya.
Berpikir sampai di sini, tanpa dapat ditahan lagi seluruh tubuhnya menggigil, ucapannya yang belum selesai tidak jadi diteruskan lagi.
Ternyata Lok Hong hanya mendengus dingin satu kali dan tidak mengucapkan sepatah katapun.
Ketika batuk Lok Ing agak mereda, waktu sepeminuman teh telah berlalu.
Tetapi orang-orang yang ada dalam ruangan batu tersebut justru merasa seperti lambat sekali sehingga bagai berabad-abad.
Terdengar Lok Ing berkata lagi dengan suaranya yang lirih.
"Tan Koko, ada suatu hal yang sudah lama tersimpan di dalam hati ini dan ingin kuutarakan sekarang. Apakah kau akan marah bila aku mengatakannya?"
Tan Ki menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku akan mendengarnya dengan sepenuh hati."
Wajah Lok Ing yang pucat tiba-tiba menyiratkan rona merah jambu sekilas.
Dia menggigit bibirnya perlahan.
Setelah merenung beberapa saat, kembali dia mengernyitkan keningnya.
Seakan ada sesuatu hal yang tidak dapat dipecahkannya sehingga pikirannya menjadi rumit.
Melihat tampangnya itu, hati Lok Hong dan Tan Ki sama-sama merasa tegang.
Hanya sekilas kemudian tampak dia menggigit bibirnya sekali lagi, kemudian mengembangkan seulas senyuman yang tipis.
Lesung pipitnya terlihat jelas, giginya yang putih berkilauan.
Senyumnya demikian memikat.
"Aku akan mengatakannya"
Setelah mengucapkan sepatah kata, dia malah berhenti lagi.
Rona merah jambu di wajahnya semakin lama semakin jelas.
Tan Ki menjadi panik, baru saja dia ingin membuka mulut bertanya, terdengar lagi suara Lok Ing yang seperti menggumam seorang diri.
"Rela berbaris di belakang, asal berdampingan dengan kekasih hati."
Selesai berkata, dia memejamkan matanya kembali.
Tampangnya begitu mengenaskan, tetapi menyiratkan perasaan jengah di hatinya.
Mendengar ucapannya, Tan Ki malah jadi termangu-mangu.
Diam-diam dia berpikir dalam hatinya.
Apa maksud kata-katanya ini? Rela berbaris di belakang, asal berdampingan dengan kekasih hati diam-diam dia terus mengulangi kata-kata itu.
Semakin dipikir, dia malah semakin tidak mengerti.
Tiba-tiba suatu ingatan melintas di benaknya, rasanya dia mulai paham apa yang dimaksudkan oleh Lok Ing.
Wajahnya jadi merah padam seketika.
Lok Hong langsung mengeluarkan suara dengusan yang berat.
"Kata-kata yang bagus! Ing-ji, apakah kau benar-benar sudi menikah dengan orang ini?"
"Cinta kasih yang melilit di dalam hati ini sudah terlalu mendalam, apabila bukan orang yang dituju, seumur hidup ini Ing-ji tidak sudi menikah."
"Bagus, bagus! Kata-kata yang gagah sekali. Kalau begitu, keinginan hatimu, sekarang juga Yaya akan meni"
Lok Ing menjadi panik mendengar ucapannya.
"Tidak bisa, aku sudah di ambang kematian. Mana boleh aku menambah penderitaan baginya?"
Berkata sampai di sini, kemungkinan hatinya terasa perih kembali.
Air matanya mengalir dengan deras.
Cin Ying juga merasa ada serangkum kepiluan yang melanda hatinya.
Tiba-tiba dia memalingkan kepalanya seakan tidak ingin melihat ataupun mendengarkan apa yang berlangsung di hadapannya.
Sudah barang tentu pembicaraan antara Lok Hong dan cucunya menimbulkan perasaan tidak enak di hati Cin Ying.
Sekonyong-konyong terdengar suara langkah kaki.
Begitu pandangan mata dialihkan, tampak Cin Ie berjalan masuk dengan termangu-mangu.
Boleh dibilang pada waktu yang bersamaan, tubuh Lok Ing bergetar hebat.
Bergumpal-gumpal darah yang kental muncrat dari mulut gadis itu.
Tampangnya sungguh menyayat hati.
Dia berkata dengan suara yang hampir tidak terdengar.
"Kali ini aku benar-benar akan pergi"
Mendengar kata-katanya, pikiran Tan Ki benar-benar terpukul. Sepasang kepalan tangannya mengepal erat-erat. Dia berteriak seperti orang kalap.
"Tidak, kau tidak akan mati!"
Mata Lok Hong membelalak lebar-lebar.
Air matanya berkilauan.
Dia sadar bahwa pada saat seperti ini, banyak bicara tidak ada gunanya.
Oleh karena itu, dia terus membungkam.
Tetapi pandangan matanya yang penuh kasih sayang tidak berkedip sekalipun dari wajah Lok Ing, seolah menyadari bahwa kelak dia tidak mempunyai kesempatan melihatnya lagi.
Perasaan Cin Ying sendiri galau tidak terkirakan, tetapi dia juga terpengaruh oleh suasana yang mengharukan itu sehingga dia memalingkan kepalanya kembali.
Dia hanya melihat sekilas, setelah itu cepat-cepat dia menoleh lagi ke tempat lain aih! Perasaan hati seorang wanita memang paling sulit diraba Sedangkan saat itu nafas Lok Ing semakin lama semakin memburu, tetapi semakin lama semakin lemah.
Dari awal hingga akhir tidak sampai setengah jam, nafasnya sudah putus.
Sukmapun melayang meninggalkan dunia yang merumitkan benak manusia ini.
Tidak ada seorangpun yang menangis tersedu-sedu, tetapi suasana seperti ini justru lebih menyayat hati.
Kematiannya menimbulkan kepedihan yang menyelinap dalam hati setiap orang yang ada dalam ruangan batu itu.
Mati dan hidup ada nilainya, ada orang yang mati seberat gunung Thai San, ada yang ringan seperti sehelai bulu ayam.
Namun ke-matian Lok Ing justru tidak termasuk di antara keduanya.
Boleh dibilang nyawanya melayang karena ulah kakeknya sendiri.
Apakah nasib mempermainkan manusia atau karena situasi saat itu yang menentukan demikian? Tan Ki terus memikirkan pertanyaan ini, akhirnya dia hanya dapat menarik nafas panjang! Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang mendatangi, Tan Ki menolehkan kepalanya.
Gadis berpakaian putih itu berjalan masuk diiringi oleh Mei Hun dan Ciu Hiang.
Tan Ki segera mendengus dingin, kemudian memalingkan kepalanya kembali.
Tubuh Mei Hun berkelebat lurus ke arahnya.
Wajah gadis itu menyiratkan kegusaran yang tidak terkirakan.
"Apa yang kau denguskan?"
"Apa urusanmu?"
Nada suaranya begitu tajam seperti sebatang jarum menusuk ke dalam kalbu.
Yang seorang merasa tidak senang karena menganggap majikannya dihina, sedangkan yang satu lagi baru kehilangan atas kematian sahabatnya.
Mereka seperti ingin mengumbarkan kekesalan hati sehingga begitu mengeluarkan ucapan, nada suara mereka sama-sama terdengar ketus dan dingin.
Mei Hun membusungkan dadanya, seakan siap turun tangan.
Tiba-tiba terdengar gadis berpakaian putih itu berkata dengan suara yang sendu.
"Jangan berkelahi!"
Tan Ki tertawa dingin.
"Tidak berkelahipun tidak dapat mencairkan kekesalan dalam hatiku ini."
"Mengapa sikapmu selalu tidak tahu aturan seperti ini terhadapku?"
"Kalau bisa, aku malah akan lebih jahat lagi!"
Mendengar nada suaranya yang sejak semula demikian tajam menusuk, saking kesalnya wajah gadis berpakaian putih itu sampai pucat pasi. Tubuhnya bergetar, sekonyong-konyong tangannya memegang keningnya sendiri dan berdiri terhuyunghuyung.
"Mei Hun, cepat papah aku."
Mei Hun dan Ciu Hiang segera maju ke depan membimbing majikan mereka.
Tampak sepasang mata gadis berpakaian putih itu dipejamkan rapat-rapat.
Dari sudutnya ada setitik air mata berkilauan.
Wajahnya berkerut-kerut seakan menahan penderitaan bathinnya.
Hati Cin Ying perlahan-lahan tergerak, diam-diam dia menarik tangan Cin Ie dan mengerahkan tenaga dalam.
Mereka melindungi Tan Ki dari kedua sisi.
Dia sudah dapat melihat bahwa perasaan hati si gadis berpakaian putih saat ini sedang galau sekali, seakan sulit menentukan keputusan yang harus diambilnya antara kasih dan benci.
Lama mereka saling terdiam.
Mendadak terlihat si gadis berpakaian putih mengibaskan tangannya.
"Mari kita pergi."
Katanya kemudian.
Tubuh mereka berkelebat, kepergian mereka begitu cepat.
Dalam sekejap mata ketiga orang itu sudah menghilang dari pandangan mata.
Keputusan yang diambil si gadis berpakaian putih tampaknya sudah bulat.
Perginya juga begitu cepat.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Menjelang kepergiannya, dia juga tidak dapat menahan diri dan menolehkan kepalanya melihat Tan Ki sekilas.
Pandangan mata Cin Ying sangat tajam.
Melihat dia menolehkan kepalanya menatap Tan Ki sekilas, dia sempat memandang wajahnya yang penuh air mata.
Untuk sesaat dia seakan menemukan sesuatu.
Oleh karena itu dia menarik nafas panjang-panjang.
"Tan siangkong, mengapa kau bersikap demikian terhadapnya?"
"Aku memohon sebutir pil dewa buatannya, kalau dia terang-terangan tidak mau kasih, aku juga tidak akan memaksanya. Tidak tahunya setelah berjanji mengabulkan permintaanku, dia malah menunggu sampai Lok Kouwnio sudah menghembuskan nafas terakhir baru datang kemari. Bukankah itu suatu penghinaan?"
"Kalau menurut pandanganku, gadis berpakaian putih itu bukan orang yang mudah mengingkari janjinya."
"Maksudmu akulah yang telah salah paham kepadanya?"
"Kemungkinan itu memang ada."
Tan Ki mendengus sekali lagi.
"Pandangan kaum perempuan!"
Cin Ying tidak menduga bahwa dia akan mengeluarkan ucapan yang begitu tajam, seperti tidak memberi kesempatan sedikitpun kepada orang lain untuk menyatakan pendapatnya.
Kali ini dia benar-benar kena batunya.
Selembar wajahnya jadi merah padam, entah mengapa.
Meskipun demikian, dalam hatinya tidak timbul sedikitpun perasaan benci kepada Tan Ki.
Tampak Tan Ki menundukkan kepalanya dalam-dalam seakan merenung.
Kemudian dia menggerakkan kakinya melangkah keluar dari ruangan batu tersebut.
Tiba-tiba telinganya mendengar suara bentakan nyaring.
"Mau ke mana kau?"
Disusul dengan sesosok bayangan yang berkelebat kemudian menghadang di depan Tan Ki.
Tampak bayangan tubuhnya yang tinggi besar.
Siapa lagi kalau bukan Lok Hong.
Entah apa yang sedang dipikirkan Tan Ki saat ini.
Tampangnya sungguh aneh.
terhadap bentakan maupun hadangannya, dia seakan tidak memperhatikan sama sekali.
Langkah kakinya tidak berhenti.
Dia terus berjalan keluar.
Wajah Lok Hong berubah hebat.
"Kau ingin cari mati?"
Bentaknya sekali lagi sambil menghantamkan tangannya ke depan.
Kekuatan tenaganya bagai ombak yang bergulung-gulung, dengan dahsyat melanda ke arah Tan Ki.
Serangannya ini dilancarkan dengan spontan.
Kalau diperhatikan sekilas tampaknya biasa-biasa saja, tetapi tenaga dalam orangtua ini sudah mencapai taraf yang tinggi sekali.
Meskipun serangan itu biasa-biasa saja, tetapi setidaknya tenaga yang terkandung di dalamnya mencapai lima ratus kati.
Mau tidak mau Tan Ki harus mengelakkan diri apabila tidak ingin celaka.
Siapa nyana Tan Ki terus melangkahkan kakinya, dia tidak menghindarkan dirinya sama sekali.
Entah apa yang direncanakan hati orang ini.
Lok Hong jadi termangu-mangu.
Dengan panik dia menarik kembali serangan yang sudah dilancarkannya.
Dalam waktu yang bersamaan, mulutnya membentak.
"Selamanya lohu tidak suka membunuh orang yang tidak mau membalas. Sekarang ini ilmu silatmu sudah mencapai taraf yang mengejutkan, mengapa kau tidak mau menghindar?"
Tan Ki tertawa datar.
"Untuk apa menghindar?"
Mendengar kata-katanya, sekali lagi Lok Hong tertegun.
"Di antara kita berdua, sejak dulu memang sudah ada ganjalan. Cepat atau lambat kita memang pasti akan bertarung untuk menentukan siapa yang lebih unggul diantara kita. Yang jadi masalah sekarang hanya waktunya saja. Meskipun ilmu kepandaian cayhe saat ini sudah termasuk lumayan, tetapi sebelum jenazah nona Lok menjadi dingin, aku tidak akan bertarung denganmu. Kalau kau merasa tidak senang, silahkan saja turun tangan, pokoknya aku tidak akan membalas."
"Kau kira dengan ucapanmu ini, persoalan akan menjadi beres? Kalau begitu, anggapan-mu itu salah besar."
"Aku juga malas berdebat panjang lebar denganmu. Terserah saja apa yang kau pikirkan."
Lok Hong merasa hawa amarah dalam dadanya seperti berkobar-kobar. Dia mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak.
"Lohu justru ingin lihat kebenaran ucapanmu itu!"
Dengan posisi menahan di depan dada dia melancarkan sebuah pukulan.
"Cayhe sudah bilang tidak akan membalas, terserah kau mau percaya"
Tiba-tiba dia merasa ada serangkum angin yang kuat mendesak kepadanya.
Nafasnya sampai sesak, aliran darahnya seakan membalik, tanpa terasa ucapannya jadi terhenti.
Dia langsung memejamkan sepasang matanya.
Sekonyong-konyong terasa angin berdesir, serangkum bau harum yang terpancar dari tubuh seorang gadis terendus oleh indera penciuman.
Rupanya Cin Ying langsung melesat ke depan dan mengibaskan tangannya dua kali.
Dengan demikian serangan Lok Hongjadi sirna seketika.
"Harap Locianpwe sabar sebentar."
Lok Hong melihat tangan gadis itu bergerak, ternyata dengan mudah berhasil menahan serangannya.
Diam-diam hatinya jadi tergetar.
Usia gadis ini mungkin tidak lebih dari dua puluh tahun, tetapi dia sudah memiliki kepandaian yang lebih tinggi daripada dirinya sendiri.
Apabila dia sampai bekerja sama dengan Tan Ki menghadapinya, sudah pasti dirinya akan kalang kabut.
Berpikir sampai di sini, terpaksa dia menahan kemarahan dalam hatinya.
"Apa yang ingin kau katakan?"
Tanyanya.
"Apakah Lok Locianpwe sempat mendengar jelas kata-kata Cici Ing sebelum ajalnya tadi?"
"Setiap kalimat, setiap patah kata, tidak akan terlupakan seumur hidup. Biar bagaimana dia merupakan satu-satunya darah daging lohu yang masih ada. Kata-kata yang diucapkan sebelum menghembuskan nafas terakhir menyangkut kewajiban lohu, bagaimana mungkin lohu tidak mendengarnya dengan jelas?"
"Kata-kata rela berbaris di belakang asal berdampingan dengan kekasih hati, apakah locianpwe sudah mengerti makna yang terkandung di dalamnya?"
Lok Hong jadi termangu-mangu untuk beberapa saat.
"Ini ini"
Sebetulnya Lok Hong sudah paham maksud Lok Ing, tetapi karena harga dirinya, dia merasa tidak pantas mengatakannya terus terang.
"Kalau masih ada hal yang tidak locianpwe mengerti biar aku yang menjelaskannya."
Lok Hong menggoyang-goyangkan tangannya.
"Tidak perlu. Lohu hanya ingin menahan bocah ini selama beberapa hari, urusan lainnya lohu tidak mau tahu sama sekali."
"Sayangnya cayhe mempunyai tugas yang berat sehingga tidak dapat menuruti keinginanmu!"
Tukas Tan Ki.
Lok Hong mendengus berat-berat.
Wajahnya menyiratkan kegusaran yang tidak terkatakan.
Cin Ying khawatir timbul lagi perselisihan di antara mereka.
Pikirannya yang cerdas langsung berputar, cepat-cepat dia maju dan berdiri di antara kedua orang itu.
Kemudian terdengar dia berkata dengan suara yang lembut "Locianpwe ingin menahan dia beberapa hari untuk menemani jenazah cici Ing yang kesepian, tetapi Tan Ki mempunyai tugas yang berat sehingga mau tidak mau dia harus pergi.
Kalau kalian saling berkeras dengan keinginan masing-masing, berdiri sehari semalam juga tidak mungkin menyelesaikan masalah ini.
Biar aku saja yang memberi saran agar keinginan kalian sama-sama bisa tercapai, sekaligus juga bermanfaat bagi diriku"
Dia sengaja menghentikan kata-katanya dan memperhatikan reaksi kedua orang itu.
Mata Tan Ki maupun Lok Hong langsung bersinar terang.
Mereka menatap lekat-lekat.
Mimik wajah mereka aneh sekali, seakan penasaran menunggu keterangan darinya.
Oleh karena itu, perasaan Cin Ying pun menjadi lega.
Dia mengembangkan seulas senyuman yang manis.
"Kata-kata yang diucapkan oleh Cici Ing sebelum ajalnya, sudah terang menyatakan bahwa dia telah menyerahkan dirinya kepada Tan siangkong. Kalau dipikir-pikir, seharusnya kalian sudah menjadi mertua dan menantu. Tentunya tidak boleh terjadi pertikaian seperti ini. Tetapi keadaan Tan siangkong sekarang ini justru berada di ambang maut. Biar bagaimana dia merupakan si iblis Cian Bin Mo-ong yang sempat menggemparkan dunia Kangouw. Begitu rahasianya terbongkar, dia diserahi tugas yang berat, yakni menyelidiki markas Toa Tocu dari Lam Hay Bun, bahkan kalau bisa mengambil batok kepalanya sebagai jasa atas dosa-dosa yang pernah dibuatnya. Biar bagaimanapun, dia tidak bisa berdiam di sini. Apabila locianpwe ingin memaksanya dengan ilmu kepandaian, walaupun bisa menahannya untuk menemani Cici Ing, tetapi tidak dapat membuatnya menjadi tenang atau rela dengan kemauan hatinya sendiri."
"Lalu bagaimana menurut pendapatmu?"
"Kita harus mencari akal agar perasaannya menjadi tenang. Dengan demikian dia akan tinggal di dalam ruangan batu tanpa perasaan gelisah atau pun risau. Jangan kata delapan atau sepuluh tahun, mungkin seumur hidupun dia tidak ingin meninggalkan ruangan batu itu lagi dan akan menemani jenazah cici Ing seumur hidupnya. Tetapi Locianpwe harus mengulurkan tangan membantunya membunuh Toa Tocu dari Lam Hay itu."
Mendengar ucapannya, mulut Lok Hong sempat mengeluarkan suara seruan terkejut, kemudian dia menundukkan kepalanya merenung.
Diam-diam dia berpikir di dalam hati.
Bicara ke sana ke mari, akhirnya kau toh membelanya juga. Berpikir sampai di sini, tanpa dapat ditahan lagi dia melirik Tan Ki sekilas.
Dia melihat sepasang mata anak muda itu menatap kosong ke depan seakan ada sesuatu yang sedang menggelayuti pikirannya.
Tampaknya dia bahkan tidak mendengar pembicaraan antara Lok Hong dengan Cin Ying.
Oleh karena itu Lok Hong cepat-cepat bertanya kepada Cin Ying.
"Setelah urusan ini selesai, kau berani menjamin bahwa dia bersedia menemani jenazah Ing-ji untuk selamanya?"
"Kemungkinan kami kakak beradik pun tidak akan meninggalkan ruangan batu itu lagi."
Seraya berkata, dia mengembangkan seulas senyuman.
Namun senyuman itu begitu sendu sehingga menyayat hati siapapun yang melihatnya.
Mimik wajahnya menyiratkan kepedihan hatinya.
Hatinya juga merasa bergejolak oleh berbagai perasaan yang aneh, hanya saja dia tidak sanggup mengutarakannya "Seandainya tugasnya belum lagi berhasil, tetapi orangnya sudah keburu tamat riwayatnya, bagaimana?"
Wajah Cin Ying langsung berubah mendengar pertanyaannya.
Tubuhnya bergetar dan terhuyung-huyung seperti orang yang mendadak kehilangan tenaganya.
Sekali lihat saja dapat diketahui bahwa pertanyaan Lok Hong tadi benar-benar mengenai hatinya.
Hanya saja dia takut rahasianya terbongkar sehingga cepat-cepat menarik nafas panjang dan berusaha menahan kepiluan di hatinya.
"Kalau peruntungannya tidak baik sehingga mati dalam menjalankan tugas, bukankah malah sebuah kebetulan bagi locianpwe? Locianpwe boleh menutup ruangan batu tersebut agar sukma keduanya beristirahat dengan tenang selamanya."
"Bagus sekali! Hidup tidak dapat bersama, mati justru dikuburkan dalam satu liang. Ing-ji pasti merasa bahagia di alam baka!"
Selesai berkata, dia mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak.
Hatinya merasa terhibur sekali.
Tetapi dalam sekejap mata, entah apa lagi yang melintas di benaknya, suara tawanya ditarik kembali, wajahnya pun menjadi kelam.
Sinar matanya menatap lekat-lekat pada diri Cin Ying.
Tampak wajah gadis itu yang menyiratkan kegundahan hatinya, diam-diam diapun ikut merasa tidak tenang.
Terdengar mulut Lok Hong mengguman seorang diri.
"Aku mengerti sekarang. Saat ini aku bani mengerti apa yang kau maksudkan. Kalau bocah itu sampai mati, kalian kakak beradik juga rela mengorbankan"
Tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya kemudian menarik nafas panjang.
Meskipun dia tidak menjelaskan apa maksudnya, tetapi apabila orang lain mendengarnya, tentu tidak sulit menebak pengorbanan apa yang rela dilakukan kakak beradik itu *** ( )*** Angin bertiup semilir, hujan masih turun rintik-rintik.
Pegunungan yang menjulang tinggi seakan bertambah cerah setelah diterpa hujan semalaman.
Rerumputan mengangguk-anggukkan kepalanya, air embun membasahi seluruh tempat itu.
Bahkan dari atas pohon dan ranting-ranting masih terus menetes turun.
Empat sosok bayangan berjalan perlahan-lahan seakan menghitungi setiap langkah yang mereka tempuh.
Satu orangtua, satu pemuda dan dua orang gadis.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lembah di mana markas sementara para penjahat itu, rasanya tidak jauh lagi bukan?"
Terdengar suara orangtua itu berkata dengan nada cukup keras.
"Harap Lok Locianpwe hati-hati berbicara. Di sini sudah termasuk kekuasaan pihak Lam Hay. Gegabah sedikit saja, jejak kita pasti akan konangan oleh pihak musuh."
Seruling Perak Sepasang Walet -- Khu Lung Anak Rajawali -- Chin Yung Kaki Tiga Menjangan -- Chin Yung