Ceritasilat Novel Online

Empat Berewok Goa Sanggreng 2


Wiro Sableng Empat Berewok Dari Goa Sanggreng Bagian 2



Sinto Gendeng tertawa rawan.

   "Semustinya.... semustinya memang aku harus turun tangan saat itu. Tapi ketika kutahu bahwa Ranaweleng -bapakmu -mempunyai seorang orok maka aku mempunyai pikiran lain! Kalau kupelihara anak itu dan kudidik ilmu silat seta kesaktian maka jika sudah besar dia lebih mempunyai hak dariku untuk menamatkan riwayat Suranyali alias Mahesa Birawa. Kalau tidak percuma saja aku ajarkan kepadamu bahwa kehidupan di dunia ini tersimpul dalam tiga barisan angka 212. Bukankah setiap budi ada balas? Setiap kejahatan ada pembalasannya? Tuhan telah menolongmu, berarti itu angka 1. Suranyali membunuh orang tuamu berarti itu angka2, Wiro! Jangan sekali-kali kau lupakan!"

   "Menurut Eyang, apakah manusia keparat itu masih ada di kampung Jatiwalu bersama anak-anak buahnya....?"

   "Tak dapat kupastikan, Wiro. Itu tugasmu untuk menyelidik. Yang aku tahu ialah bahwa manusia itu hendak membuat Pajajran banjir darah. Karenanya, seret dia ke sini sebelum hal itu terjadi. Dan kalau dia tidak mau, pateni saja!!" (pateni=bunuh). kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Sunyi selang beberapa lamanya. Kedua orang itu tenggelam dalam alam pikiran masing-masing.

   "Kau akan segera berangkat, Wiro?"

   Pemuda itu tak segera menjawab. Kemudian dia mengangguk perlahan.

   "Ucapanku yang terakhir Wiro, mulai saat kau turun gunung ini, pakailah nama WIRO SABLENG. Itu lebih baik bagi kau. Gurunya GENDENG, muridnya SABLENG."

   Dan habis berkata demikian si nenek tua ini tertawa mengikik lama dan panjang. Namun tertawa itu hanyalah untuk menyembunyikan hati yang rawan, sedih itu untuk membendung air mata yang hendak tumpah keluar! "Eyang.... kapan kita bisa bertemu lagi?"

   Tanya Wiro. Sang guru hentikan tertawanya.

   "Selama langit masih biru, selama hutan masih hijau, selama air sungai masih mengalir ke laut, kita pasti bertemu lagi Wiro Sableng....!"

   SEPULUH Kedai nasi itu cukup besar.

   Tapi saat itu pengunjungnya cuma beberapa orang.

   Wiro Sableng meneguk air liurnya.

   Dia tak punya banyak uang tapi perutnya perih dan lapar, tenggorokannya kering dahaga.

   Akhirnya dia masuk juga ke dalam kedai itu.

   Wiro duduk di satu sudut.

   Kursi-kursi dan meja lengket oleh debu.

   Tapi pemuda rambut gondrong ini terus saja duduk seenaknya tanpa mengacuhkan debu itu.

   Seorang laki-laki tua ubanan datang mendekatinya.

   Dia adalah pemilik kedai.

   "Makan nak....?"

   Tegurnya. Wiro mengangguk.

   "Tapi jangan mahal-mahal, aku tak punya banyak uang!"

   Kata Wiro Sableng terus terang.

   Pemilik warung itu kerutkan kening.

   Selama dia membuka kedai di Jatiwalu itu baru hari ini ada seorang tamu yang datang di kedainya dan berkata seperti itu.

   Matanya meneliti Wiro Sableng dari rambutnya yang gondrong sampai ke kakinya yang berdebu.

   "Kau tentu seorang pendatang....", katanya.

   "Betul,"

   Wiro menggaruk-garuk rambutnya.

   "Tolong lekas nasinya, pak, perutku sudah lapar betul....!"

   Kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Orang kedai itu segera mengambilkan sepiring nasi dan segelas air lalu diletakkannya di atas meja di hadapan Wiro.

   Titik air liur pemuda ini.

   Selama tujuh belas tahun di puncak Gunung Gede dia hanya kenal nasi merah dan sayur.

   Kini menghadapi nasi putih dan ikan serta gulai yang lezat maka lahaplah makan Wiro.

   Keringat memercik di kulit mukanya.

   Kemudian diteguknya air.

   Pada saat dia mengusapi perutnya yang buncit keras itu maka masuklah empat orang laki-laki.

   Semuanya berpakaian serba hitam, memakai golok di pinggang.

   Tampang-tampang mereka sungguh tak sedap dipandang.

   Mereka masuk dan duduk dengan seenaknya.

   Keempatnya memelihara berewok.

   Pemilik kedai melihat kehadiran keempat orang ini dengan cepat datang melayani.

   Agaknya keempat manusia ini pastilah orang-orang penting juga.

   Tak lama kemudian maka dihidangkanlah makanan yang lezat-lezat di atas meja.

   Tuak murni pun diletakkan dalam sebuah bumbung bambu berikut empat buah gelas yang juga dari bambu.

   Keempat orang itu makan dengan angkat kaki.

   Suara celepak-celapak mulut mereka terdengar sampai ke tempat Wiro Sableng duduk.

   Tapi tentu saja pemuda ini tak mau ambil peduli.

   Meski mereka menyiplak sampai sekeras geledek pun dia tak akan ambil pusing! Wiro Sableng melambaikan tangan memanggil pemilik kedai.

   "Berapa aku musti bayar?"

   Tanya Wiro. Orang kedai itu menyebutkan jumlah uang yang musti dibayar Wiro.

   "Waduh... mahal sekali!"

   Keluh Wiro.

   "Tadi aku sudah bilang jangan mahal-mahal..."

   "Itu juga sudah sangat murah, Nak,"

   Kata orang kedai. Wiro Sableng garuk-garuk kepalanya.

   "Habis uangku buat bayar makanan itu."

   Dikeluarkannya uangnya dan diberikannya pada orang di kedai. Pada saat itu pula terdengar gelak tawa keempat orang yang duduk di meja seberang sana. Salah seorang dari mereka, yang berbadan gemuk pendek dan berkepala botak berkata.

   "Kalau tidak gablek uang, jangan masuk kedai, Bung!"

   Yang seorang lagi menyambungi.

   "Dari pada takut-takut keluar uang, sebaiknya cari saja makanan di tong sampah!"

   Keempat orang itu tertawa gelak-gelak. Wiro memandang kepada mereka. Diejek demikian rupa pemuda ini tenang-tenang saja malahan sunggingkan senyum dan garuk-garuk kepala. Laki-laki yang berkumis panjang menjulai ke bawah bertanya.

   "Kau mau uang buat beli makanan?"

   "Mau saja kalau diberi,"

   Jawab Wiro sejujurnya. Digaruknya lagi kepalanya. kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng "Merangkaklah dihadapanku, menyalak tiga kali dan tuanmu ini pasti akan kasih uang kepadamu"

   Atap kedai itu seperti mau runtuh oleh suara tertawa keempat orang itu.

   Wiro memandang berkeliling.

   Ketika dilihatnya beberapa sisir pisang ambon yang berjejer digantung di atas meja tempat meletakkan ikan dan gulai maka tertawalah pemuda itu.

   Mula-mula perlahan tapi makin lama makin keras dan dia melangkah mendekati deretan pisang itu.

   Dikeluarkannya sisa seluruh uangnya yang masih ada yang tak seberapa tapi cukup untuk membeli sesisir pisang.

   "Aku beli pisangmu, pak,"

   Kata Wiro.

   Diturunkannya sesisisr sambil melangkah ke pintu dipotesnya sekaligus empat buah pisang.

   Dia melangkah juga ke pintu sementara di belakangnya masih terdengar suara gelak tawa keempat orang tadi.

   Tiba-tiba hampir tak kelihatan saking cepatnya, dan tanpa berpaling sama sekali Wiro Sableng gerakkan tangan kanannya.

   Empat buah pisang meluncur lewat bahunya.

   Di belakangnya suara tertawa keempat orang tadi mendadak sontak berhenti, berganti dengan suara-suara tercekik! Keempat buah pisang itu telah jeblos ke dalam mulut empat manusia berpakaian hitam-hitam itu.

   Jangankan untuk tertawa, bernafaspun mereka sudah megap-megap! Dan diluar sana Wiro Sableng sambil senyum-senyum melangkah terus sepanjang jalan.

   Dipotesnya sebuah pisang dan mulai memakannya.

   Dia melangkah terus dan acuh tak acuh ketika beberapa saat kemudian didengarnya derap kaki empat orang dalam kedai tadi mengejarnya.

   "Bikin mampus saja sama kawan-kawan!"

   Teriak salah seorang pengejar.

   "Berani kurang ajar sama kita orang! Cincang sampai lumat!,"

   Kata yang berbadan paling tinggi.

   Wiro Sableng terus juga melangkah enak-enak.

   Cuma sekali-kali tangan kanannya dilambaikannya ke belakang untuk melemparkan kulit-kulit pisang yang dimakannya.

   Namun lambaian tangan itu bukan lambaian tangan biasa yang hanya sekedar melemparkan kulit pisang belaka! Dari tangan kanan pemuda itu membadai angin dahsyat laksana tembok baja yang membendung lari keempat orang pengejar itu! Betapapun mereka mempercepat lari mereka namun tetap saja mereka tak sanggup mengejar Wiro Sableng padahal kelihatannya pemuda itu hanya tinggal sepejangkauan tangan lagi! Keempat orang itu berteriak-teriak, memaki dan menggeram, menggapai-gapaikan tangan ke muka karena merasa hampir-hampir dapat menagkap punggung baju Wiro Sableng! kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Namun gerakan-gerakan mereka itu tak ubahnya seperti empat ekor monyet yang menjadi gila mencak-mencak kian kemari! Dan orang yang dikejar terus juga berjalan ongkang-ongkang bahkan sambil makan pisang ambon! Mengapa sampai terjadi hal yang demikian, lain tidak karena Wiro Sableng telah mengeluarkan ilmu kesaktiannya yang bernama.

   dinding angin berhembus tindih menindih! "Gila betul!"

   Teriak laki-laki tinggi jangkung yang lari paling depan.

   Namanya Bergola Wungu.

   Dialah yang menjadi pemimpin dari tiga orang lainnya dan dialah yang memiliki ilmu paling tinggi! Dengan sangat geram, sambil lari dicabutnya sebilah belati dari pinggangnya dan dilemparkannya ke arah punggung Wiro Sableng.

   Tapi anehnya pisau itu melesat kembali, berbalik menyerang Bergola Wungu! Kalau saja dia tidak cepat-cepat buang diri ke samping pastilah lehernya akan dimakan ujung pisau! Akhirnya dengan keluarkan keringat dingin, Bergola Wungu dan anak-anak buahnya hentikan pengejaran.

   Baru hari ini Bergola Wungu serta anak-anak buahnya menghadapi kejadian seperti itu.

   Kejadian yang mendekam hati tapi juga aneh tak bisa mereka mengerti.

   Sebagai pemimpin dari tiga orang itu, sebagai orang yang paling tinggi ilmu silat dan kesaktiannya sudah barang tentu Bergola Wungu malunya bukan main! Untuk mencuci mukanya dia berkata menggerendeng.

   "Kalau bangsat itu bukannya manusia siluman pastilah dia iblis bermuka manusia!"

   SEBELAS Siapakah keempat manusia berpakaian serba hitam dan sama-sama memelihara berewok itu? Mereka menamakan diri Empat Berewok dari Goa Sanggreng dengan Bergola Wungu sebagai pimpinannya.

   Mereka tak lain adalah komplotan rampok yang malang melintang sepanjang sungai Cimandilu yang terkenal keganasannya di daerah sekitar situ.

   Dulunya, Bergola Wungu adalah turunan orang baik-baik yang ayahnya mati ditangan Kalingundil, kepala rampok yang malang melintang dan bersarang di kampung Jatiwalu.

   Sesudah ayahnya dibunuh, keluarganya ditumpas sedang keganasan Kalingundil dan tiga orang anak buahnya semakin menjadi-jadi melanda Jatiwalu maka Bergola Wungu yang saat itu berumur dua puluh enam tahun meninggalkan kampung kelahirannya dengan satu kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng tekat yaitu mencari guru silat yang dapat mengajarkan ilmu dan kesaktian kepadanya.

   Dia berhasil menemukan seorang guru dan kemudiannya berhasil pula mendapat tiga orang anak buah, maka malang melintanglah Bergola Wungu di sepanjang sungai Cimandilu, menjadi kepala perampok yang ditakuti.

   Dan ketika dirasakannya saat untuk melakukan pembalasan sudah tiba maka bersama ketiga orang anak buahnya berangkatlah dia menuju Jatiwalu.

   Tapi sewaktu sampai di Jatiwalu, Kalingundil dan anak-anak buahnya tak ada di sana, pergi keluar kampung dan tak satu orangpun yang tahu.

   Rumahnya kosong dan sepi.

   Bergola Wungu memutuskan untuk menunggu sampai musuh besarnya itu kembali.

   Dan sampai hari itu Kalingundil masih juga belum muncul.

   Mereka duduk di dalam kedai di tempat semula.

   Untuk berapa lamanya tak satupun yang bisa bicara.

   Bergola Wungu teguk tuaknya sampai habis.

   "Kurasa manusia itu mungkin salah seorang anak buah Kalingundil....", kata Ketut Ireng, laki-laki yang duduk di hadapan Bergola Wungu. Bergola Wungu letakkan gelas bambunya ke meja. Dia berpikir, kalau yang tadi itu benar-benar anak buah Kalingundil, pastilah maksudnya untuk menuntut balas akan menemui kegagalan. Kalau anak buah Kalingundil sudah demikian hebatnya, apalagi Kalingundil sendiri! Memang waktu lima belas tahun belakangan ini adalah waktu yang cukup lama untuk menambah ilmu kesaktian. Tapi bila kehebatan anak buah Kalingundil seperti kenyataan tadi, ini adalah tiada diduga Bergola Wungu sama sekali! "Tidak mungkin....,"

   Desis Bergola Wungu.

   "Tak mungkin manusia tadi adalah anak buah Kalingundil! Lagi kita belum yakin betul apa dia benar-benar manusia! Dan aku ingat bahwa Kalingundil cuma punya tiga orang kaki tangan! Aku kenal tampang-tampang mereka semua!"

   "Tapi bukan mustahil selama belasan tahun ini jumlah anak buahnya bertambah,"

   Menyela laki-laki yang bernama Seta Inging.

   "Aku tetap tidak mau percaya....!", kata Bergola Wungu. Dilambaikannya tangannya pada pemilik kedai.

   "Sini!", bentaknya. Orang tua pemilik kedai datang dengan ketakutan dan terbungkuk-bungkuk.

   "Berapa orang anak buah Kalingundil semuanya?"

   "Cuma tiga, Den. Cuma tiga...."

   "Masih yang dulu-dulu juga....?"

   Orang tua itu mengangguk. kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng "Dan tak satu manusiapun disini yang tahu kemana mereka pergi?!"

   "Tidak satupun, Den...."

   "Selain mereka berempat, siapa lagi yang diam di rumah besar itu....?"

   "Tidak ada, Den...."

   "Dulu kudengar dia punya bini...."

   "Sudah meninggal, Den...."

   "Juga seorang anak perempuan.... Apa juga sudah meninggal?!"

   "Tidak."

   "Kalau begitu dimana perempuan itu sekarang?"

   "Bapak tidak tahu, Den...."

   "Dusta!"

   "Sungguh tidak tahu, Den...."

   "Bakar saja kedai ini!", ancam Ketut Ireng. Dan orang tua itupun berlutut minta dikasihani.

   "Jangan den.... sungguh bapak tidak tahu. Jangan dibakar kedai ini den.... Kasihani bapak.... Tapi mungkin dia ikut bersama Kalingundil. Mungkin juga.... Mungkin juga menginap di tempat bibinya...."

   "Dimana tempat bibinya?"

   "Tidak tahu, Den...."

   "Tidak tahu melulu!", bentak Bergola Wungu.

   "Kalian manusia-manusia yang sudah diinjak-injak kemanusiaannya oleh Kalingundil, yang diperas dan dipreteli harta kekayaannya, yang dibunuh dan disiksa, masih saja melindungi manusia-manusia keparat itu!"

   "Kami semua benci dan mendendam terhadap Kalingundil serta anak buahnya, Den. Tapi kami ini rakyat lemah. Tak ada daya untuk melawan..........."

   "Kalian bukan lemah tapi bodoh dan pengecut!"

   Bentak Ketut Ireng. Lalu sambungnya.

   "jika beberapa hari dimuka ini kami masih belum juga menemui Kalingundil dan cecunguk-cecunguknya itu, akan kubakar rumahnya, juga seluruh kampung ini....!"

   "Oh jangan, Den.... Jangan, Den. Sekurang-kurangnya Raden musti ingat bahwa kampung ini dulunya adalah kampung raden juga...."

   "Dulu!"

   Kata Bergola Wungu.

   "tapi sesudah bapakku dibunuh dan keluargaku ditumpas, kampung ini bukan kampungku lagi! Orang-orang di kampung ini berdiam diri, tak ambil perduli ketika ibuku dirusak kehormatannya, ketika saudara-saudaraku ditebas lehernya! Patutkah kuakui ini sebagai kampungku? Persetan sama kampung keparat ini!"

   Kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Bergola Wungu membantingkan gelas bambunya ke meja.

   Papan meja pecah, gelas bambu mental terbelah dua! "Mereka bukannya takut, den, bukan tak mau menolong, tapi tak punya daya.

   Kalingundil dan anak buahnya berilmu tinggi...."

   "Diam!", bentak Bergola Wungu. Orang tua pemilik kedai itu diam membungkam. Ketut Ireng ambil bagian kini.

   "Kau tahu siapa itu manusia rambut gondrong yang tadi makan di sini?!"

   "Tidak tahu, Den. Sungguh tidak tahu......."

   "Sudah pergi sana!"

   Bentak Bergola Wungu.

   Orang tua itu berlalu dengan cepat.

   Tak lama kemudian Bergola Wungu dan ketiga anak buahnya meninggalkan kedai tanpa membayar satu peser tengikpun atas apa yang telah mereka makan dan mereka minum! DUABELAS Dia masih juga mencabuti rerumputan yang bertumbuhan di makam itu.

   Dia sama sekali tak mengacuhkan derap kaki kuda yang menggeru di belakangnya karena menyangka bahwa itu adalah kuda-kuda yang biasa lalu lalang di tempat tersebut.

   Tapi tangannya yang halus itu berhenti mencabuti rerumputan ketika di belakangnya terdengar suara tertawa seseorang.

   "Ha.... ha.... inikah manusia yang menjadi anak tunggal keparat Kalingundil?!"

   Gadis enam belas tahun yang berlutut di muka makam itu putar kepala.

   Empat orang penunggang kuda dilihatnya berjejer di belakangnya.

   Penunggang kuda yang paling depanlah yang tadi tertawa dan buka suara.

   Tubuhnya jangkung, berewoknya lebih lebat dari berewok tiga manusia lainnya, tampangnyapun lebih angker.

   "He.... he.... cantik juga parasnya huh?!", kata laki-laki ini yang tak lain dari Bergola Wungu adanya.

   "Tapi sayang, kepalanya musti kita pisahkan dari badannya. Bukankah demikian, Bergola Wungu?!"

   Kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng "Betul, tapi tak perlu cepat-cepat. Agaknya dia bisa memuaskan seleraku dan kalian semua!"

   Keempat orang itu tertawa bekakakan.

   "Kunyuk-kunyuk hitam berewok! Kalian siapa?!", bentak gadis berbaju biru. Dengan enteng dia berdiri. Tangan kanan memegang hulu pedang yang tersisip di pinggang.

   "Eh, galak juga betina ini!", kata Ketut Ireng.

   "Tapi kalau kau mau kenal kami, aku tak keberatan untuk memperkenalkan diri. Namaku Ketut Ireng.... Ini Bergola Wungu. Yang ini, yang gemuk pendek Seta Inging dan ini yang matanya jereng Pitala Kuning. Nah... nah... sekarang kau tak keberatan kasih tahu namamu....?"

   Keempat orang itu tertawa lagi.

   "Manusia edan! Berlalulah dari hadapanku! Kecuali kalau mau rasa tebasan pedangku!"

   "Ah, besar mulutnya sama saja sama bapaknya!", kata Bergola Wungu sambil usap-usap berewoknya.

   "Ketahuilah kami datang untuk mengirim bapakmu ke liang kubur. Itupun kalau ada liang kubur yang masih mau menerimanya!"

   "Mulutmu terlalu besar monyet berewok!", hardik gadis itu.

   "Aku mau lihat apakah juga cukup besar untuk menerima ujung pedangku ini?!"

   Diiringi dengan pekik yang membising maka berkiblatlah sebatang pedang ke arah kepala Bergola Wungu! Kejut keempat orang itu, terutama Bergola Wungu sendiri tidak terkirakan.

   Kalau tidak cepat dia buang diri dari punggung kuda pastilah kepalanya akan terbelah dua.

   Tapi selagi tubuhnya melayang di udara, maka saat itu pula pedang di tangan si gadis sekali lagi membabat sebat.

   Bergola Wungu membentak keras dan jungkir balik ke samping kiri.

   Pedang si gadis yang seharusnya membabat kutung pinggangnya kini menemui sasarannya di leher kuda tunggangan Bergola Wungu.

   Kuda itu meringkik dahsyat sebelum meregang nyawa.

   Menggelepar-gelepar dengan leher hampir putus.

   Kuda-kuda yang lainnya latah meringkik dan menjadi binal melihat muncratan darah.

   Untung saja tiga penunggangnya sudah melompat lebih dahulu.

   Kalau tidak pastilah mereka akan dilempar mental! Tiga ekor kuda itu seperti gila kemudian lari menghambur menerjangi batu-batu nisan pekuburan! "Iblis betina!", kertak Bergola Wungu.

   "Meski kau punya tampang cantik dan tubuh mulus, apa kau sangka aku ragu-ragu untuk menebas kau punya batang leher?!"

   "Jangan jual bacot kunyuk berewok! Lihat pedang!"

   Pedang di tangan si gadis itu berkelebat lagi lebih cepat dan sebat. kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng "Sreet!"

   Bergola Wungu cabut golok panjangnya. Dan....

   "Trang!"

   Dua senjata beradu keras di udara memercikkan bunga api yang menyilaukan mata.

   Tangan Bergola Wungu tergetar kesemutan sedang si gadis baju biru terpental beberapa langkah ke belakang.

   Pedang di tangannya hampir saja terlepas! Meski tahu kalau tenaga dalam dan ilmu silat manusia berewok itu lebih tinggi dari padanya, namun gadis yang keras hati ini tidak menjadi kecut.

   Dengan lengkingan dahsyat yang keluar dari tenggorokannya maka berubahlah tubuhnya menjadi bayang-bayang.

   Sinar pedang menggebubu membungkus tubuh Bergola Wungu! Tapi Bergola Wungu bukan manusia hijau dalam dunia persilatan.

   Bukan anak kemarin.

   Percuma dia malang melintang belasan tahun menjadi pemimpin dari Empat Berewok dari Goa Sanggreng.

   Sekali dia enjot kedua kaki maka tubuhnyapun lenyap dari pemandangan.

   "Breet.... breet.... breet.... breet....!!!"

   Gadis baju biru terpekik dan keluar dari kalangan pertempuran.

   Mukanya merah gelap ketika menyadari bagaimana ujung golok Bergola Wungu telah membuat lebih dari sepuluh robekan pada pakaiannya sehingga gadis itu kini hampir berada dalam keadaan setengah telanjang! "Manusia binatang!"

   Rutuk gadis baju biru.

   "Hari ini aku mengadu nyawa terhadapmu!"

   Dengan segala kekalapan dia menyerbu ke muka.

   Pedangnya menderu laksana topan.

   Bergola Wungu berkelit ke samping.

   Pedang si gadis hantam batu nisan sehingga terkutung dua! Dia kembali membabat ke arah pinggang.

   Tapi pada saat itu lengan kiri Bergola Wungu telah menghantam pergelangan tangan kanannya, membuat pedangnya terlepas dan mental jauh.

   "Ha.... ha.... hari ini tamatlah riwayatmu sebagai anak Kalingundil!"

   Golok panjang di tangan Bergola Wungu kembali mebabat kian kemari.

   Kembali terdengar suara.

   breet....

   breet....

   breet....! Dan kini celana biru si gadis yang menjadi sasaran ujung golok.

   Dalam waktu setengah jurus saja boleh dikatakan gadis itu sudah hampir telanjang.

   Pakaiannya yang robek-robek besar tiada sanggup menutupi keputihan buah dada, perut, punggung serta pahanya! Dengan andalkan kecepatan gerak bahkan dengan gulingkan diri di tanah anak perempuan Kalingundil ini berusaha untuk selamatkan diri.

   Namun ujung golok Bergola kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Wungu benar-benar telah mengurungnya dari pelbagai jurusan.

   Tak mungkin baginya untuk lari, tak mungkin baginya untuk selamatkan nyawa! "Sreet....!"

   Ujung rambut gadis itu terbabat putus.

   "Sreet....!"

   Tali celana biru si gadis terkutung putus sehingga celana itu jatuh dari pinggangnya dan auratnya benar-benar tiada tertutup kini! "Bedebah! Bunuh saja aku! Bunuh!"

   Teriak gadis itu. Bergola Wungu tertawa mengakak.

   "Bunuh soal mudah!", katanya sambil tekankan ujung golok ke tenggorokan gadis itu.

   "tapi apa kau tahu bahwa dulu sebelum membunuh ibuku, kau punya bapak lebih dulu memperkosanya?! Ha.... ha.... Hukum karma kini berlaku! Hukum karma!"

   Tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa si gadis sorongkan batang lehernya ke muka.

   Tapi gerakan Bergola Wungu lebih cepat lagi.

   Ujung golok digesernya ke samping.

   Begitu si gadis terdorong ke muka maka tangan kirinya dengan sigap menyambar rambutsi gadis.

   Gadis yang hampir tak berdaya itu masih berusaha menendangkan kakinya ke muka.

   Serangan yang tak berarti itu tidak mengenai sasarannya.

   Bergola Wungu melemparkan gadis itu ke tanah kemudian menyergapnya dengan ganas.

   Keduanya bergulung-gulung.

   Yang satu berusaha untuk mempertahankan kehormatannya, yang satu sengaja untuk menghancurkan kehormatan itu! "Kawan-kawan!", teriak Bergola Wungu.

   "Jangan diam saja! Gadis ini adalah bagian kita semua! Ayo tunggu apa lagi?!"

   Serentak dengan itu tiga orang anak buah Bergola Wungu segera menyerbu pula.

   Seorang gadis, empat laki-laki bergulung-gulung di tanah pekuburan! Menjerit, berteriak, menendang dan menerjang.

   Seakan-akan mereka semua sudah sinting kemasukan setan-setan kuburan! TIGABELAS Pembalasan dendam kesumat memang dahsyat.

   kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Apalagi kini disertai dengan dorongan nafsu hewan yang meluap-luap.

   Keadaan Nilamsuri benar-benar sudah kepepet.

   Tenaganya sudah hampir habis.

   Empat pasang tangan manusia menggerayang di seluruh tubuh yang tertelentang di atas sebuah makam tua.

   "Ha....ha...ha! Tulang belulang kau punya ibu akan menyaksikan pelaksanaan hukum karma ini!"

   Kata Bergola Wungu.

   Nilamsuri hantamkan lututnya ke perut laki-laki itu ketika Bergola Wungu hendak mendatanginya dari atas.

   Tapi hantaman lutut yang tiada bertenaga sama sekali itu tiada terasa oleh manusia berewok itu! "Keparat! Bunuh saja aku! Bunuh!", teriak Nilamsuri.

   "Kehormatanmu dulu, baru nyawamu!."

   Bergola Wungu mengekeh.

   Disaksikan oleh tiga anak buahnya yang juga menggerayangi tubuh gadis enam belas tahun itu, Bergola Wungu mulai melaksanakan niat terkutuknya.

   Runtuhlah harapan Nilamsuri untuk bisa selamatkan diri.

   Air mata meleleh di pipinya.

   Namun nasib Nilamsuri tidak seburuk yang dibayangkannya saat itu.

   Satu bayangan putih berkelebat dari sebelah timur pekuburan yang tanahnya agak membukit.

   Dan tahu-tahu keempat orang yang mengerumuni Nilamsuri menjadi kaku tegang laksana patung batu! Nilamsuri yang hanya merasakan sambaran angin serta gerayangan-gerayangan tangan pada tubuhnya berhenti dengan mendadak, membuka kedua matanya yang berkaca-kaca itu.

   Terkejut sekali dan hampir tak percaya dia melihat bagaimana keempat manusia berewok itu masih berjongkok di sekelilingnya tapi mata mereka semua melotot dan tubuh mereka tegang kaku! Gadis ini bangkit dengan cepat.

   Apakah yang telah terjadi dengan keempat manusia itu? Dia ingat pada desiran angin tadi.

   Mungkin ada manusia yang telah menolongnya? Manusia yang mempunyai kesaktian luar biasa? Diperhatikannya keempat laki-laki itu.

   Ternyata mereka tertotok urat besar di pangkal leher masing-masing.

   Atau mungkin keempatnya telah dicekik oleh setan kuburan?! Peristiwa yang sangat aneh itu membuat Nilamsuri lupa akan keadaan dirinya sendiri saat itu.

   Dia memandang berkeliling.

   Matanya membentur segulung benda putih yang tergeletak di atas batu nisan sebuah kuburan.

   Benda ini adalah sehelai baju dan celana putih.

   Dan memandang pakaian itu sekaligus mengingatkan Nilamsuri pada keadaan dirinya.

   Tanpa perduli lagi siapa pemilik pakaian itu, tanpa ambil pusing lagi bagaimana pakaian itu bisa berada di atas kuburan tersebut si gadis langsung saja melompat, menyambar pakaian itu dan lari ke balik serumpun semak-semak.

   Dikenakannya pakaian itu cepat-cepat.

   Meski agak kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng kebesaran sedikit, tapi pakaian itu memberi banyak pertolongan bagi Nilamsuri dan si gadis merasa sangat bersyukur.

   Dia keluar dari balik semak-semak itu.

   Dan ketika terpandang olehnya keempat manusia yang masih berjongkok kaku di seberang sana maka meluaplah amarahnya.

   Mendidih darahnya.

   Disambarnya pedangnya yang tergeletak di tanah.

   Sinar pedang berkiblat sekaligus menyambar ke arah kepala Bergola Wungu dan anak-anak buahnya.

   "Tring!"

   Sebutir kerikil sebesar ujung jari telunjuk membentur pertengahan pedang yang hendak merenggut nyawa keempat manusia berewok itu.

   Dan benturan batu kerikil ini membuat pedang di tangan Nilamsuri terdorong setengah tombak ke atas, lewat satu jengkal di atas kepala Bergola Wungu dan tiga orang lainnya itu! Terkejut anak gadis Kalingundil ini bukan kepalang.

   Serentak dengan itu dia membentak dan memandang berkeliling.

   "Manusia atau setan yang jadi biang kerok jangan sembunyi! Unjukkan diri!"

   Tak ada yang menyahut.

   Tapi rerumpunan semak belukar di dekat pohon kamboja kelihatan bergerak.

   Dan Nilamsuri hantamkan pukulan tangan kosong ke arah semak belukar itu.

   Semak belukar tercabut dari akarnya dan berhamburan jauh, tapi tak ada siapapun kelihatan di belakang sana.

   Dengan gemas Nilamsuri balikkan tubuh.

   Pedangnya kembali membabat ke arah empat kepala manusia di hadapannya.

   Namun sekali lagi sebutir kerikil membentur senjata itu! "Kurang ajar betul!", maki Nilamsuri.

   "Jika berani cari urusan, berani unjukkan diri!!"

   Terdengar suara tawa bergelak.

   Suara tertawa itu datangnya dari balik pohon-pohon bambu di tepi pekuburan.

   Untuk kedua kalinya Nilamsuri lepaskan pukulan tangan kosong.

   Angin deras melanda pohon-pohon bambu.

   Batang-batang bambu pecah, yang tercerabut dari akarnya segera tumbang sedang daun-daunnya luruh ke tanah.

   Tapi seperti tadi kali ini juga tidak kelihatan seorang manusia pun dibalik pohon-pohon bambu itu! Gemas Nilamsuri bukan main.

   Terdengar lagi suara tertawa bergelak.

   Kali ini diiringi dengan ucapan.

   "Hanya manusia pengecut yang membunuh musuh dalam keadaan tak berdaya!"

   Nilamsuri memandang ke atas pohon kamboja merah.

   Detik itu juga sesosok tubuh kelihatan lenyap berkelebat ke utara laksana gaib! kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Nilamsuri kertakkan rahang.

   Tanpa menunggu lebih lama gadis ini hentakkan kedua kaki dan segera mengejar ke jurusan utara! Sampai beberapa ratus tombak jauhnya ke utara Nilamsuri masih juga belum berhasil mengejar orang tadi.

   Jangankan mengejar, melihat bayangannyapun tidak bahkan jejak kakinya sama sekali tidak kelihatan di tanah.

   Gadis itu menghentikan pengejarannya di tepi sebuah lembah.

   Di samping rasa geram hatinya juga heran dan bertanya-tanya.

   Siapakah manusia itu tadi dan kemanakah lenyapnya? Apakah manusia itu yang telah menolongnya dari perbuatan terkutuk Bergola Wungu dan kawan-kawannya? Sekiranya betul mengapa lantas kemudiannya orang itu menghalangi ketika dia hendak menebas batang leher keempat manusia berewok itu? Nilamsuri memandang lagi ke dalam lembah.

   Segala sesuatunya diselimuti kesunyian.

   Kemudian gadis ini memandang kepada pakaian yang dikenakannya.

   Pakaian ini ditemuinya di atas sebuah makam.

   Apakah pakaian ini sengaja pula ditinggalkan untuk dipakainya oleh manusia aneh yang melarikan diri itu? Nilamsuri memutar tubuhnya hendak kembali ke pekuburan.

   Tapi dengan serta merta tertahan ketika di belakangnya dari balik sebatang pohon waru terdengar suara orang berkata.

   "Hendak kembali membuat kepengecutan? Membunuh musuh yang tak berdaya? Percuma tahu ilmu silat tapi tidak tahu tata peradatan silat!"

   Bukan main geramnya Nilamsuri mendengar ejekan itu. Dia melompat ke arah pohon waru. Tapi lebih cepat lagi gerakannya itu orang yang tadi berkata telah berkelebat laksana bayang-bayang dan lari ke dalam lembah.

   "Manusia atau setan! Jangan lari!"

   Teriak Nilamsuri.

   Dan segera pula dia mengejar ke dalam lembah.

   Tapi seperti tadi, begitu dia sampai di dasar lembah maka orang yang dikejarnya lenyap lagi! Dengan hati penasaran gadis ini loncat ke atas sebatang pohon tinggi dan dari sini memandang ke seantero lembah untuk menyelidik kemana larinya orang tadi.

   Namun ini juga tidak memberikan hasil.

   Nilamsuri turun kembali.

   Dijelajahinya sebagian dari lembah.

   Hatinya belum puas kalau belum berhasil menemui orang yang dikejarnya itu.

   Di tepi sebuah anak sungai akhirnya gadis ini hentikan langkah.

   Sejurus kemudian dia termangu di tepi sungai ini.

   Kemudian hidungnya dilanda oleh bau harum dari sesuatu yang dipanggang.

   Bau ini datang dari arah hulu sungai, membuat tenggorokannya menerbitkan air liur.

   Gadis ini langkahkan kaki ke hulu sungai.

   kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Belum sampai lima puluh langkah dia berjalan, maka di satu tikungan sungai yang arus airnya lebih cepat mengalir, dilihatnya duduk ditengah sungai, di atas sebuah batu besar yang licin kehitaman, seorang laki-laki.

   Laki-laki ini duduk membelakanginya dan rambutnya gondrong, berpakain putih-ptuih.

   Tak tahu Nilamsuri apa yang dibuat orang ini ditengah sungai ini di atas batu itu.

   Berat kecurigannya bahwa manusia ini adalah orang yang tadi dikejarnya.

   Tapi anehnya santarnya bau benda yang terpanggang itu datang dari arah laki-laki di tengah sungai ini! Nilamsuri terus melangkah beberapa jauhnya ke hulu sungai, melewati laki-laki itu, untuk dapat melihat apa yang tengah dilakukannya.

   Nilamsuri masih belum dapat melihat paras laki-laki berambut gondrong itu.

   Tapi dari tempatnya berdiri saat itu dapat disaksikannya bahwa bau harum yang membuat titik seleranya itu disebabkan oleh seekor ikan besar yang dipanggang oleh laki-laki itu dan kini tengah digerogotinya dengan lahap! Ikan panggang itu masih mengepulkan hawa hangat.

   Yang tidak dimengerti sama sekali oleh Nilamsuri ialah bahwa di atas batu itu di mana laki-laki itu duduk atau ditepi sungai sama sekali tidak dilihatnya bekas-bekas perapian untuk membakar ikan yang kini tengah dimakan dengan lahap oleh si rambut gondrong! Nilamsuri berpikir sejurus.

   Kemudian berserulah dia ke tengah sungai.

   "Saudara! Apa kau melihat seseorang lewat sekitar sini?!"

   Laki-laki di tengah sungai tidak menjawab. Malah menolehpun tidak dan dengan lahapnya terus saja dia makan ikan panggang itu.

   "Saudara!", seru Nilamsuri sekali lagi. Kali ini orang itu palingkan kepala. Dan Nilamsuri terkesiap sejenak karena tak menyangka kalau si rambut gondrong ini nyatanya adalah seorang pemuda bertampang keren! Meski keren tapi paras itu membayangkan pula paras anak-anak dan lucu! "Eh.... kau bicara sama aku?"

   Tanya pemuda yang asyik menggerogoti ikan panggang itu.

   "Ya! Aku tanya apa kau lihat seseorang lewat di sini?!"

   Kata Nilamsuri pula.

   "Laki-laki atau perempuan?"

   Tanya si rambut gondrong.

   "Laki-laki...."

   "Orangnya sudah tua apa masih muda....?"

   "Kurang jelas. Cuma dia berpakaian putih-putih...."

   Si rambut gondrong melemparkan kerangka ikan yang habis dimakannya ke dalam sungai. Kemudian dipandanginya pakaiannya sendiri.

   "Eh, aku juga berpakaian putih-kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng putih....,"

   Katanya.

   "Kalau begitu pastilah aku yang kau cari!". Pemuda ini garuk rambutnya dan tertawa. Sikap dan ucapan pemuda ini agak mengesalkan Nilamsuri. Hatinya bimbang untuk memastikan bahwa orang yang dikejarnya adalah pemuda itu. Karena tampangnya meski keren tapi seperti kanak-kanak.

   "Eh, kenapa diam?!"

   Tanya pemuda itu.

   "Aku tahu.... aku tahu....,"

   Katanya.

   "Tahu apa?"

   "Aku tahu kau sampai ke sini karena mencium harumnya bau ikan panggangku! Lalu kau berpura-pura tanya seseorang! Kenapa musti pura-pura dan malu-malu? Kalau doyan ikan panggang silahkan datang kemari. Aku masih ada seekor lagi!"

   "Saudara! Jangan bicara seenaknya!"

   "Seenaknya bagaimana?!"

   "Aku betul-betul mencari seseorang! Dan aku tidak butuh sama ikan panggangmu!"

   "Oh.... begitu....?". Pemuda itu manggut-manggut. Lalu katanya.

   "Kalau aku tahu tentang orang yang kau cari itu, kau mau persen aku apa?"

   "Apa saja yang kau maui....", jawab Nilamsuri tanpa pikir panjang karena dia betul-betul ingin lekas-lekas dapat mengejar orang yang dicarinya tadi. Si pemuda tertawa mengekeh dan tercekik serta batuk-batuk ketika ikan panggang yang dimakannya menyekat tenggorokannya.

   "Kalau begitu....,"

   Kata pemuda rambut gondrong itu dengan masih tertawa serta batuk-batuk.

   "aku mau dirimu saja saudari."

   "Pemuda ceriwis! Kutampar kau punya mulut baru rasa!"

   "Lho...,"

   Pemuda itu melongo macam orang bodoh.

   "Kenapa kau jadi marah?!"

   Tanyanya. Benar-benar kesal jadinya Nilamsuri. Dikatupkannya mulutnya rapat-rapat menahan rasa kesal itu.

   "Eh, sekarang kau tutup mulut. Lucu! Kau toh belum jawab pertanyaanku, saudari. Aku minta dirimu. Boleh....?"

   Rasa kesal di diri Nilamsuri kini berubah menjadi amarah yang meluap. Parasnya kelihatan merah. Sekali lompat dia sudah berada di hadapan pemuda itu, di atas batu besar.

   "Pemuda edan, kau mau mampus?!"

   Si gondrong garuk-garuk kepala.

   "Aku tidak mengerti saudari, aku benar-benar tidak mengerti. Menapa kau jadi marah-marah begini samaku?!"

   Kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng "Bicaramu terlalu kurang ajar, tahu?!"

   Pemuda itu goleng kepala dan angkat bahu. Lalu tertawa sambil memandangi paras Nilamsuri.

   "Kau tahu saudari...,"

   Katanya.

   "kalau kau marah-marah dan membentak macam tadi hem.... parasmu tambah cantik!"

   "Plak!"

   Tamparan tangan kiri Nilamsuri mendarat di pipi si pemuda. Pemuda itu meringis kesakitan. Penyesalan timbul di hati Nilamsuri melihat bagaimana pipi yang ditamparnya itu kelihatan menjadi sangat merah.

   "Kau jahat sekali!,"

   Kata si pemuda pula.

   "Aku tanya sama kau, kau mau persen aku apa kalau aku tahu orang yang kau cari itu. Dan kau jawab apa saja mauku! Lantas aku bilang mau dirimu! Apa aku salah....?!"

   Nilamsuri menggigit bibirnya. Dia tahu ucapan pemuda itu betul. Dia tahu kalau tadi dia telah ketelepasan bicara.

   "Saudara...,"

   Kata Nilamsuri. Tapi si pemuda memotong.

   "Sudahlah. Aku tak sudi bicara sama kau. Orang mau menolong dikasih tamparan. Baru mau menolong. Kalau sudah ditolong aku akan dapat tendangan!"

   Dan Nilamsuri menggigit bibir lagi. Tanpa berkata apa-apa dia melompat ke tepi sungai kembali.

   "Hai saudari! Tunggu dulu!", seru si pemuda. Nilamsuri balikkan badan.

   "Sebenarnya ada apa kau mencari laki-laki itu?!"

   "Itu urusanku sendiri!", jawab Nilamsuri.

   "Laki-laki itu kekasihmu agaknya?"

   "Kau mau tamparan sekali lagi?!"

   Si pemuda tertawa.

   "Dunia serba aneh,"

   Katanya seakan-akan pada diri sendiri.

   "Mustinya laki-laki yang cari perempuan. Ini perempuan yang cari laki-laki....!"

   Dan digaruknya kepalanya. Dalam pikiran Nilamsuri terbit prasangka bahwa tentunya pemuda itu seorang yang berotak miring. Karenanya tanpa ambil perduli lagi dia segera tinggalkan tempat itu.

   "Hai saudari! Kau tidak mau ikan panggang ini?!"

   Nilamsuri terus saja menyusuri sungai menuju ke hulu.

   Dia hampir keluar dari kelokan sungai ketika didengarnya lagi suara pemuda itu berseru.

   Jarak antara mereka saat itu kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng sudah puluhan tombak.

   Kalau saja Nilamsuri mau berpikir sejenak dia akan segera tahu kalau pemuda itu bukan berteriak biasa tapi dengan menggunakan tenaga dalam.

   Karena dalam jarak sejauh itu bagaimanapun kerasnya seseorang berteriak namun apa yang diucapkannya tak akan terdengar dengan jelas.

   "Saudari! Jangan pergi ke sana! Saudari, kembalilah!"

   Nilamsuri melangkah terus.

   "Saudari! Hai! Disebelah sana banyak buayanya! Kembalilah!"

   Tapi Nilamsuri jalan terus. Si pemuda goleng-goleng kepala lalu turun ke air. Nyatanya sungai itu dalamnya hanya sebatas lutut. Begitu sampai di seberang si pemuda cepat lari menyusul Nilamsuri.

   "Saudari kau mau kemana?!", tanya pemuda itu seraya pegang bahu Nilamsuri.

   "Kau jangan kurang ajar, saudara!"

   Bentak Nilamsuri karena marah sekali bahunya dipegang seenaknya.

   "Kau mau kemana?"

   "Perduli apa kau?!"

   "Jangan kesana saudari. Banyak buaya lagi berjemur....". dan belum habis pemuda ini bicara tahu-tahu dua ekor buaya besar menyeruak dari belakang semak belukar di tepi sungai.

   "Aku bilang apa! Celaka....! Saudari larilah!"

   Pemuda itu melompat ke belakang.

   Sementar itu kedua ekor buaya dengan cepat meluncur menyerang Nilamsuri.

   Gadis itu cabut pedangnya.

   Sekali menebas puntunglah sebagian dari mulut buaya yang hendak menerkamnya.

   Binatang ini menggelepar-gelepar di pasir.

   Buaya kedua mengalami nasib yang sama.

   Bau anyirnya darah yang masuk ke dalam air sungai mengundang munculnya beberapa ekor buaya lagi.

   Binatang-binatang itu menyelusur ke tepi sungai dan berlomba menyergap Nilamsuri.

   Tapi si gadis dengan permainan pedangnya yang mengagumkan berhasil menewaskan semua buaya itu! Si pemuda geleng-geleng kepala dan leletkan lidah.

   "Hebat! Hebat sekali kau saudari!", katanya memuji.

   "Kau tentu seorang jago silat! Sejak lama aku ingin belajar silat! Bersediakah kau mengambil aku jadi murid?!"

   "Jangan ngaco!", bentak Nilamsuri.

   "Aku tidak ngaco. Aku bicara sungguhan....".

   "Buka lagi mulutmu!", bentak Nilamsuri. Pedangnya masih merah oleh darah buaya-buaya tadi siap ditetakkannya ke kepala pemuda itu. Tentu saja pemuda ini cepat-cepat melompat ke samping. kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng "Saudari, aku betul-betul ingin belajar silat padamu...."

   Nilamsuri pencongkan hidung.

   "Tidak malu merengek macam anak kecil!", ejeknya. Si pemuda agaknya jadi kesal, lalu menyahuti.

   "Kau sendiri tidak malu pakai pakaian laki-laki!"

   Memang saat itu Nilamsuri mengenakan baju dan celana laki-laki berwarna putih yakni pakaian yang tadi ditemuinya di atas sebuah kuburan. Dan parasnya menjadi kemerahan. Cepat-cepat dia berlalu dari situ.

   "Saudari.... Tunggu....!"

   "Apalagi?!"

   "Kalau kau tak mau ambil aku jadi muridmu, tak apa. Tapi ada satu permintaanku yang lain.... Boleh aku tahu namamu?"

   "Manusia macammu tak perlu tahu namaku!"

   "Ah saudari, kau sombong betul. Beri tahu namamu, nanti kuberi tahu namaku...."

   "Siapa sudi tahu namamu segala?!"

   "Namaku Wiro Sableng saudari.... Harap kau mau kasih tahu kau punya nama...."

   "Wiro Sableng?"

   Ujar Nilamsuri. Pemuda itu mengangguk.

   "Pantas,"

   Kata Nilamsuri pula.

   "Pantas kenapa?"

   Tanya Wiro.

   "Pantas lagakmu seperti orang edan!"

   Dan habis berkata begitu Nilamsuri segera berlalu.

   EMPAT BELAS Karena merasa sia-sia untuk meneruskan pencariannya maka Nilamsuri akhirnya memutuskan untuk cepat-cepat kembali ke pekuburan.

   Sebenarnya, gadis ini telah bertemu dengan orang yang telah menolongnya sewaktu dikeroyok oleh Bergola Wungu dan anak-anak buahnya.

   Cuma Nilamsuri tidak tahu sama sekali kalau orang yang ditemuinya itulah tuan penolongnya.

   Dan siapa adanya orang yang menolong Nilamsuri tiada lain dari pada Wiro Sableng itu pemuda yang baru turun gunung yang sikap serta lagaknya begitu lucu sehingga setiap orang akan menduga bahwa dia tentunya seorang yang kurang waras.

   kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Ketika Nilamsuri kembali ke pekuburan itu, yang ditemuinya bukanlah Bergola Wungu dan ketiga orang anak buahnya melainkan Wiro Sableng! Pemuda ini tengah berlutut menepekur di hadapan sebuah makam yang tanahnya hampir rata dan penuh ditumbuhi rumptu-rumput liar serta kotor oleh daun-daun kering.

   "Kemana perginya kunyuk-kunyuk berewok itu?"

   Pikir Nilamsuri.

   Penasaran sekali dia jadinya.

   Sudah tak berhasil mengejar manusia yang diburunya kini empat musuh besarnya telah lenyap sepeninggal pengejarannya.

   Dan apa pula urusan pemuda berotak miring yang mengaku bernama Wiro Sableng itu di pekuburan ini? Makam siapa yang tengah ditepekurinya itu? Kemudian Nilamsuri melilhat Wiro berdiri dari berlututnya.

   Dan ketika dia memalingkan muka, Nilam melihat pada paras pemuda itu jelas terbayang rasa sedih yang mendalam.

   Atas banyak kejadian aneh yang tengah dialaminya sampai saat itu diam-diam Nilamsuri ingin sekali tahu siapa adanya pemuda berambut gondrong ini.

   Dibukanya pembicaraan denga bertanya.

   "Saudara, waktu mula-mula kau datang ke sini apa ada melihat empat orang laki-laki berewok?"

   Bayangan kesedihan pada paras Wiro Sableng segera sirna. Dan pemuda ini tersenyum.

   "Kau lucu sekali saudari,"

   Kata Wiro.

   "Pertama kali jumpa, ditepi sungai tadi kau tanya satu orang laki-laki. Kalau jumpa ketiga kali nanti, kira-kira berapa orang laki-laki yang bakal kau tanyai padaku?!"

   Mau tak mau paras Nilamsuri menjadi merah oleh ucapan Wiro Sableng itu.

   "Saudara,"

   Katanya.

   "Kau siapakah sebenarnya?"

   "Siapa aku bukankah aku sudah kasih tahu tadi di hulu sungai? Kenapa tanya lagi? Kau sendiri tidak mau kasih tahu nama."

   Nilamsuri terdiam. Kemudian diputarnya pembicaraan dengan bertanya.

   "Makam siapa itu?"

   "Kau bisa baca sendiri pada batu nisan...."

   Jawabnya.

   Penuh rasa ingin tahu Nilamsuri melangkah dan mendekati nisan makam tua itu.

   Nisan itu terbuat dari batu.

   Barisan kalimat yang terukir pada batu yang sudah retak-retak itu tak jelas lagi.

   Tapi Nilam masih bisa membacanya.

   Dan pada batu nisan itu tertulis.

   "DISINI TELAH DIMAKAMKAN SUCI BANTARI"

   Kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Melihat Wiro yang masih muda, Nilamsuri tahu kalau orang yang bernama Suci Bantari itu bukanlah isteri Wiro Sableng.

   "Ibumu....?", tanyanya. Pemuda itu mengangguk perlahan. Dia teringat pada keterangan Eyang Sinto Gendeng ketika dia masih digembleng di puncak Gunung Gede dulu. Menurut perempuan sakti itu dia telah dipelihara sejak masih orok. Kini sesudah belasan tahun, sesudah menjadi seorang dewasa, sesudah sekian lama tiada mengenal kasih sayang ayah bunda, maka yang ditemuinya hanyalah dua onggok makam yang tiada terawat sepantasnya. Makam ayah dan makam ibunya.

   "Kalau begitu kau adalah penduduk sini....?"

   Wiro Sableng mengangguk lagi.

   "Aku tak pernah mengenal mereka."

   "Maksudmu ayah dan ibumu?"

   "Ya... Keduanya menemui ajal karena kebiadaban seseorang...."

   "Dibunuh....?"

   Wiro Sableng mengangguk.

   Matanya yang biasanya bersinar lucu itu kini kelihatan kuyu dan kedua matanya itu memandang pada bangkai kuda yang lehernya hampir puntung terbabat pedang Nilamsuri sewaktu terjadi pertempuran antara gadis itu dengan Bergola Wungu dan anak-anak buahnya.

   Wiro menggeram dalam hati.

   Nasib ayahnya tidak lebih baik dari kuda itu! Nilamsuri sementara itu tenggelam dalam alam pikirannya sendiri.

   Tadipun Bergola Wungu mengatakan bahwa orang tuanya mati dibunuh, dibunuh ayahnya Kalingundil, ayahnya sendiri.

   Apakah orang tua pemuda ini ayahnya juga yang telah membunuhnya? Kalau benar maka pastilah pemuda ini datang untuk mencari urusan.

   Untuk menuntut balas sebagaimana kemunculan Bergola Wungu dan anak buahnya.

   Jadi manusia ini tak lebih dari seorang musuh pula baginya! Tapi untuk meyakinkan maka bertanyalah Nilamsuri.

   "Siapakah manusianya yang membunuh kedua orang tuamu, Saudara?"

   "Ah panjang kisahnya. Kalaupun kuberi tahu kau tak akan kenal mungkin. Dan lagi semua itu bukan urusanmu...."

   "Apakah pembunuh itu bernama Kalingundil?"

   Memancing Nilamsuri dengan hati berdebar. Dadanya lega ketika dilihatnya Wiro Sableng menggeleng.

   "Kau sendiri perlu apa datang ke pekuburan ini?"

   Bertanya Wiro. kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng "Sama dengan kau. Untuk menyambangi makam ibuku...."

   Dan Nilamsuri menceritakan apa yang telah terjadi dengan dirinya ketika dia tengah mencabuti rumput-rumput di makam ibunya.

   Tapi tidak diterangkannya mengapa sampai Bergola Wungu hendak merusak kehormatannya dan hendak membunuhnya! "Sungguh aneh cerita tentang manusia yang telah menolongmu itu saudari,"

   Kata Wiro Sableng pula dengan menahan rasa gelinya.

   "Pastilah dia seorang manusia sakti luar biasa. Mungkin juga dia seorang malaikat....!"

   Nilamsuri hanya termangu.

   Tapi diam-diam matanya melirik pada Wiro Sableng.

   Kalau tadi memang dia kagum akan paras pemuda yang keren ini tapi karena bicaranya yang usil serta lucu tapi kurang ajar itu, maka kini bicara secara baik-baik nyatanya pemuda itu bukanlah seorang yang kurang ingatan.

   "Kalau sekiranya kau menemui pembunuh orang tuamu itu,"

   Bertanya Nilamsuri.

   "apakah kau juga akan membunuhnya?"

   Wiro Sableng tertawa.

   "Itu tak perlu musti dijelaskan lagi saudari,"

   Sahutnya. Nilamsuri ingat pada nasib buruknya yang tadi hendak menimpanya. Lalu berkatalah perempuan ini.

   "Dunia ini penuh dengan ketidakadilan!"

   "Ketidak adilan macam mana maksudmu saudari?"

   Tanya Wiro Sableng pula. Nilamsuri hendak membuka mulutnya. Tapi cepat-cepat mulut itu dikatupkannya kembali. Hampir saja terluncur rahasia mengapa Bergola Wungu hendak membunuhnya. Gadis ini kemudian hanya gelengkan kepala.

   "Nanti kau bakal mengalami sendiri mungkin,"

   Katanya.

   "Sekurang-kurangnya melihat dengan nyata ketidakadilan berlangsung di depan matamu."

   Wiro Sableng tertawa.

   "Kenapa kau tertawa?"

   Tanya Nilamsuri karena merasa diejek.

   "Berapa umurmu, saudari....?"

   Dalam hatinya gadis itu berpikir si pemuda hendak mulai lagi dengan keusilannya. Wiro masih juga tertawa lalu berkata.

   "Kau masih sangat muda tapi bicaramu sudah seperti orang tua...."

   Mau tak mau Nilamsuri tertawa juga. Tapi tertawa cemberut. Diam-diam hatinya yang tadi tertarik kini semakin senang pada pemuda itu. Tiba-tiba kedua orang itu saling pandang. Dikejauhan terdengar derap suara kaki kuda.

   "Ah.... hanya suara kaki-kaki kuda, kenapa terkejut?"

   Tanya Wiro Sableng meskipun hatinya sendiri terasa tidak enak. kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng "Mungkin sekali, itu adalah manusia-manusia laknat yang tadi mengeroyokku!"

   Kata Nilamsuri.

   "Kalau begitu mari cepat-cepat menyingkir!"

   Si gadis enam belas tahun gelengkan kepala.

   "Lebih baik mati daripada lari....!"

   Wiro Sableng menggerendeng.

   "Keberanianmu tidak pakai pikiran saudari!", katanya. Wiro Sableng melompat ke muka dan menotok bahu kanan Nilamsuri. Gadis itu rebah dalam keadaan kaku tapi sebelum jatuh ke tanah Wiro sudah membopongnya. Segera gadis itu dilarikannya namun kasip. Empat penunggang kuda sudah mengurungnya. Keempatnya tiada lain daripada Bergola Wungu dan anak-anak buahnya.

   "Ha....ha..., ruapanya ada juga culik kesiangan yang inginkan mangsa kita kawan-kawan!"

   Kata Bergola Wungu.

   "Tikus busuk!", kata Ketut Ireng.

   "Turunkan gadis itu!"

   "Masih ingusan sudah tahu perempuan!"

   Memaki Pitala Kuning, anak buah Bergola Wungu yang bermata jereng.

   "Ayo turunkan gadis itu cepat!"

   Perlahan-lahan Wiro Sableng menurunkan tubuh Nilamsuri. Dipandanginya keempat manusia berewok itu seketika.

   "Saudara-saudara kita tidak saling kenal satu sama lain, mengapa bicara memaki begitu?!"

   "Bocah geblek! Terima ini!", bentak Ketut Ireng pergunakan kaki kanannya untuk menendang dada pemuda itu.

   "Buuk"!! Kaki kanan Ketut Ireng mendarat di dada Wiro Sableng. Tidak serambutpun tubuh pendekar dari Gunung Gede ini bergerak. Sebaliknya dari mulut Ketut Ireng terdengar lolong kesakitan setinggi langit! Tendangan yang dilancarkan Ketut Ireng hanya menggunakan tenaga kasar atau tenaga luar karena dia sama sekali tidak menduga siapa adanya pemuda berambut gondrong itu. Dan akibatnya dari tendangan itu menimpa dirinya sendiri. Kaki kanannya sampai ke betis kelihatan menjadi gembung dan kehitaman. Ketut Ireng menelungkup di atas punggung kuda dan melolong kesakitan. Kaget Bergola Wungu dan dua orang lainnya bukan olah-olah.

   "Sreet"!! kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Pemimpin Empat Berewok dari Goa Sanggreng ini segera cabut golok panjangnya. Seta Inging cabut senjatanya yang berupa kelewang sedang Pitala Kuning keluarkan ruyung berdurinya! "Bocah haram jadah! Siapa kau!?!", bentak Bergola Wungu seraya melintangkan golok di depan dada.

   "Aku peringatkan pada kalian,"

   Sahut Wiro Sableng dengan suara datar sedang mulutnya menyunggingkan seringai.

   "aku tidak ada permusuhan dengan kalian. Sebaiknya tinggalkan tempat ini dengan aman!"

   "Keparat betul.

   "

   Kertak Pitala Kuning.

   "Apa kau tidak tahu berhadapan dengan siapa saat ini?!"

   "Aku tidak perduli siapa kalian! Tinggalkan tempat ini kalau tidak mau susah!"

   "Sebaiknya kau berlutut dan minta ampun dihadapan kami, bocah gila!"

   "Aku bilang tinggalkan tempat ini, apa kalian tuli semua masih pentang bacot?!"

   Mendidihlah darah di kepala Bergola Wungu.

   LIMABELAS Sebagai pendekar yang baru turun gunung dan cemplungkan diri dalam dunia persilatan tentu saja Wiro Sableng buta pengalaman dalam pertempuran.

   Tapi selama tujuh belas tahun digembleng oleh Eyang Sinto Gendeng maka serangan-serangan yang dahsyat itu sama sekali tidak membuat pendekar muda ini menjadi gugup.

   Eyang Sinto Gendeng talah menggemblengnya bukan hanya sekedar memberi pelajaran ilmu silat luar dalam dan melatihnya belaka, tapi latihan-latihan perempuan sakti itu tak ada bedanya dengan pertempuran dahsyat yang benar-benar bisa mencelakakan Wiro sendiri.

   Ketika tiga serangan itu datang ke arahnya, Wiro Sableng segera sambar pinggang Nilamsuri.

   Secepat kilat kemudian dia jatuhkan diri dan sambil berteriak hebat pemuda ini hantamkan tinju kanannya ke kaki seekor kuda lawan yang hampir menendang batok kepala Nilamsuri.

   Kuda itu meringkik keras dan rubuh karena kakinya itu hancur.

   Penunggangnya yaitu si mata jereng Pitala Kuning terlempar ke tanah tapi dengan andalkan ilmu mengentengi tubuh berhasil jatuh dengan kedua kaki menginjak tanah.

   kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Sementara golok panjang Bergola Wungu dan kelewang Seta Inging beradu keras di udara memercikkan bunga api maka sambil bergulingan di tanah, Wiro Sableng tak lupa hantamkan kaki kiri kanannya pada kaki-kaki kuda kedua manusia berewok itu.

   Seperti dengan kuda Pitala Kuning tadi maka kedua binatang inipun melemparkan Bergola Wungu dan Seta Inging.

   Wiro Sableng menyandarkan Nilamsuri pada sebatang pohon dan cepat bersiap-siap ketika dilihatnya tiga manusia berewok itu mendatanginya.

   Akan Ketut Ireng tak masuk hitungan karena saat itu dia duduk menjelepok di tanah merintih karena kaki kanannya yang hitam gembung dan sakitnya bukan main! "Aku peringatkan pada kalian untuk penghabisan kali!"

   Kata Wiro Sableng.

   "Tinggalkan tempat ini!"

   "Jangan omong besar bangsat ingusan!"

   Bentak Bergola Wungu dengan sangat geram.

   "Sebut kau punya nama agar golokku ini tidak penasaran menebas batang lehermu!"

   Wiro Sableng mengeluarkan suara bersiul lalu garuk-garuk kepala dan tertawa gelak-gelak.

   Kemudian menyanyilah murid Eyang Sinto Gendng ini.

   Anak kecil bodoh namanya biang bodoh, Tua bangka bodoh namanya biang bodoh, Monyet ingin jadi manusia, Kenapa manusia piara berewok, Apa mau jadi monyet....

   Tolol, bodoh, bego, geblek! Marahlah Bergola Wungu mendengar tembang yang kata-katanya ditujukan kepadanya sebagai ejekan itu.

   "Bocah gila!"

   Bentaknya.

   "

   Terima ujung golokku ini!"

   Dengan pergunakan jurus "burung bangau mematuk kodok,"

   Bergola Wungu tusukkan golok panjangnya ke arah tenggorokan Wiro Sableng.

   Pendekar Gunung Gede ini segera meringankan badan.

   Ujung golok hanya lewat setengah jengkal disamping lehernya.

   Wiro tertawa mengejek.

   Panas pemimpin Empat Berewok dari Gua Sanggreng ini tidak terkirakan.

   Baru hari ini ilmu golok yang sangat dibanggakannya itu dikelit dengan demikian mudah bahkan sambil tertawa mengejek dan menantang! kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Dengan kertakkan rahang Bergola Wungu balikkan mata pedang dan babatkan senjata itu.

   Kali ini maksudnya untuk menebas batang leher si pemuda.

   Kedua kaki Wiro Sableng bergerak sedikit, tangan kirinya menepis lengan yang memegang golok sedang telapak tangan kanan dihantamkan ke dada Bergola Wungu! Kepala rampok Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu mengeluarkan jerit tertahan.

   Tubuhnya terhuyung ke belakang hampir jatuh duduk di tanah.

   Ketika dia memandang ke dadanya yang dihantam telapak tangan lawan, parasnya dengan serta merta menjadi pucat! Baju hitamnya robek hangus.

   Pada kulit dada yang tadi kena dihantam terlukis memutih telapak tangan dan jari-jari tangan Wiro Sableng! Pada tengah-tengah lukisan itu tertera angka hitam 212.

   Dan sakitnya dada yang bertanda telapak tangan kanan berikut angka 212 itu bukan olah-olah.

   Meski Bergola Wungu sudah alirkan seluruh tenaga dalamnya, rasa sakit itu hanya sedikit saja berhasil dikuranginya! Pitala Kuning dan Seta Inging tidak kurang pula pucat tampang-tampang mereka melihat apa yang terjadi dengan pemimpin mereka.

   Tidak dinyana pemuda belia berparas macam anak-anak itu lihay sekali.

   Apa arti angka 212 yang membekas hitam di kulit Bergola Wungu itu? Pukulan "telapak 212"

   Yang dilancarkan oleh Wiro Sableng tadi itu hanya mempergunakan seperlima bagian saja dari tenaga dalamnya! Kalau saja pendekar muda ini pergunakan setengah saja bagian dari seluruh tenaga dalamnya maka pastilah Bergola Wungu akan meregang nyawa dengan dada remuk! Luapan amarah Bergola Wungu membuat pemimpin rampok yang malang melintang di sungai Cimandilu ini lupakan kenyataan bahwa pemuda yang dicapnya sebagai "pemuda gila".

   "bocah ingusan"

   Itu sesungguhnya bukanlah tandingannya! Bergola Wungu majukan kaki kanan dan surutkan kaki kiri. Golok panjang dipegang lurus ke muka.

   "Bocah sedeng! Kau telah bikin cacad dadaku! Aku Bergola Wungu akan berbaik hati untuk membalasnya! Kau tahu jurus apa yang bakal aku lancarakan ini?!"

   Pendekar kapak maut naga geni menjawab dengan tertawa bergelak sambil garuk-garuk kepalanya yang berambut gondrong.

   "Lucu!"

   Kata Wiro Sableng pula.

   "Bertempur ya bertempur. Kenapa musti pakai pidato segala!"

   Kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Bergola Wungu merasa tubuhnya seperti terbakar oleh kobaran amarahnya yang menggelegak.

   "Kau boleh tertawa dan mengejek sepuas hatimu bocah gila! Bila golokku berkiblat dalam jurus. merobek langit, kau akan tahu rasa nanti!"

   Adapun jurus ilmu golok yang disebut "merobek langit"

   Itu adalah jurus yang telah dipergunakan oleh Bergola Wungu untuk "menelanjangi"

   Tubuh Nilamsuri yaitu dengan merobek-robek pakaian gadis itu dengan ujung goloknya.

   "Jurus merobek langit memang hebat kedengarannya!"

   Kata Wiro Sableng.

   "Tapi coba buktikan. Jangan-jangan cuma jurus kosong belaka!"

   Tanpa banyak bicara Bergola Wungu segera putar goloknya dengan sebat.

   Angin menderu dahsyat keluar dari sambaran golok.

   Demikian hebatnya seakan-akan golok itu berubah menjadi ratusan banyaknya! Dalam sekejapan mata saja tubuh Wiro Sableng sudah terbungkus gulungan golok! Yang anehnya, diserang hebat demikian rupa tidak serambutpun Wiro Sableng bergerak.

   Dan lebih aneh lagi adalah karena golok Bergola Wungu sama sekali tidak dapat mendekati bagian tubuh manapun dari Wiro Sableng! Manusia berewok ini mencak-mencak sendirian macam monyet terbakar ekor! Seta Inging dan Pitala Kuning yang saksikan kejadian itu mau tak mau jadi leletkan lidah! Demikianlah hebatnya ilmu "benteng topan melanda samudra"

   Yang dikeluarkan Wiro Sableng sehingga setiap sambaran tusukan dan sabetan golok sama sekali tidak dapat mengenai tubuh Wiro Sableng.

   Tubuh golok dilanda terus-terusan oleh gulungan angin dahsyat yang membungkus tubuh murid Sinto Gendeng itu! Bergola Wungu membentak keras dan percepat permainan goloknya.

   Tapi sampai dua puluh jurus dimuka tetap saja goloknya tak dapat membentur sasarannya di tubuh Wiro! Pakaian dan tubuhnya sudah mandi keringat.

   Pegangan pada hulu golok sudah licin.

   Keletihan membuat gerakannya mulai menjadi lamban! "Seta Inging! Pitala Kuning! Jangan jadi patung! Bantu aku!"

   Teriak Bergola Wungu dengan sangat beringas.

   Mendengar perintah ini Pitala Kuning dan Seta Inging segera menyerbu dengan senjata di tangan.

   Sebatang golok panjang, sebuah ruyung berduri dan sebuah kelewang dengan dahsyatnya menyambar-nyambar ke tubuh Wiro Sableng.

   Tapi ilmu "benteng topan melanda samudera"

   Membuat ketiga senjata itu tak ada arti sama sekali. Wiro Sableng tertawa bergelak. Tawa gelak yang disertai tenaga dalam ini menambah hebat perbawa ilmu "benteng topan melanda samudera!"

   Kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Sepuluh jurus berlalu.

   "Ciaatt!!"

   Tiba tiba pendekar kapak maut Naga Geni membentak keras.

   Tiga manusia berewok keluarkan seruan tertahan dan lompat dari kalangan pertempuran.

   Mata mereka melotot besar memandang ke tangan Wiro Sableng yang saat itu telah merampas dan menggenggam senjata mereka!! Ketut Ireng yang duduk menjelepok merintih kesakitan, juga tak ketinggalan terbeliak dan terlongong-longong! Nama Empat Berewok dari Goa Sanggreng bukan nama baru dalam dunia persilatan pada masa itu mereka terkenal sebagai komplotan rampok yang berilmu tinggi dan ditakuti di sepanjang sungai Cimandilu.

   Terutama pemimpin mereka Bergola Wungu diakui kehebatan permainan goloknya oleh kalangan persilatan! Mereka tahu, kalau pemuda itu inginkan nyawa mau mencelakakan mereka maka sudah sejak tadi hal itu bisa dilakukannya! "Kalau hari ini kami diberi sedikit pelajaran,"

   Kata Bergola Wungu dengan suara bergetar.

   "maka ketahuilah bahwa kami tak akan melupakan kejadian ini. Suatu hari kami akan datang untuk meneruskna apa yang terjadi hari ini!"

   Wiro Sableng tertawa bergelak.

   "Bagus, bagus! Kau masih bisa pidato huh!! Ini terima kembali senjata kalian!"

   Sekali tangan kanan Wiro Sableng bergerak maka ketiga senjata lawan yang tadi dirampasnya kini melesat ke arah ketiga orang itu masing-masing pada pemiliknya, Bergola Wungu menangkap hulu golok, Seta Inging menangkap gagang kelewang sedang Pitala Kuning menyambuti tangkai ruyung berdurinya.

   Tanpa banyak bicara ketiga orang itu dengan membawa kawan mereka yang menderita sakit pada kakinya, segera hendak angkat kaki.

   Tapi sebelum mereka berlalu Wiro Sableng berkata.

   "Satu hal kalian harus ingat baik-baik manusia-manusia berewok. Jika kalian berani lagi ganggu ini gadis, berarti kalian ingin cepat-cepat masuk liang kubur!"

   ENAMBELAS Begitu Empat Berewok dari Goa Sanggreng lenyap dikejauhan maka Wiro Sableng segera lepaskan totokan di leher Nilamsuri.

   Gadis ini memandang berkeliling dengan kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng terheran-heran.

   Dia seperti orang yang baru bangun dari mimpi.

   Tapi jelas dilihatnya bekas-bekas pertempuran di sekelilingnya.

   "Apa yang terjadi?"

   Bertanya gadis itu. Wiro tertawa.

   "Tak satupun,"

   Jawabnya.

   "Aku tak percaya. Tadi kudengar suara derap kaki kuda menuju ke sini...."

   "Ah, kau ini ada-ada saja. Aku tak dengar suara apa-apa...."

   Nilamsuri berpikir-pikir dan mengingat-ingat. Parasnya mendadak berubah. Matanya memandang lekat-lekat pada Wiro Sableng.

   "Tadi.... kau melompatiku dan...,"

   Gadis ini raba urat besar di pangkal lehernya.

   "Ya.... kau menotok urat besar di leherku ini?"

   Habis berkata demikian Nilamsuri segera cabut pedang! "Apa yang kau telah perbuat terhadap diriku?"

   Tanyanya membentak. Murid Sinto Gendeng memaki dalam hati.

   "Sialan! Sudah ditolong malah menuduh yang bukan-bukan!"

   Tapi di hadapan si gadis itu pemuda itu masih sunggingkan senyum.

   "Kuharap kau jangan punya pikiran yang tidak-tidak terhadapku saudari...."

   "Lalu perlu apa kau menotok aku?!"

   Wiro garuk-garuk kepalanya. Dia tak ingin Nilamsuri tahu siapa dia sebenarnya. Karena itu dia menjawab dusta.

   "Kau ingat bagaimana kau begitu kalap untuk bertempur melawan Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu?!"

   "Ya, lalu?!"

   "Dengar saudari, aku hanya paham sedikti ilmu totokan. Karena aku tahu kau tak bakal sanggup menghadapi mereka, aku lantas totok kau punya urat besar lalu sembunyi dibalik rumpun bambu. Ketika mereka pergi kubawa kau kembali ke sini dan kulepaskan totokan di lehermu."

   "Aku tak percaya....!"

   Kata Nilamsuri.

   "Aku memang tidak suruh kau percaya untuk mempercayainya,"

   Menyahuti Wiro Sableng.

   "Kai ini siapa sebenarnya?!"

   "Heh...,"

   Wiro Sableng hela nafas panjang.

   "Bukankah aku sudah kasih tahu nama? Malah kau sendiri masih rahasiakan kau punya nama!"

   Nilamsuri dalam kesalnya tambah tak percaya. Terlintas dalam pikirannya untuk menjajal si pemuda. kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng "Baik,"

   Katanya.

   "jika kau tidak mau kasih keterangan, biar pedangku ini yang memintanya!"

   Habis berkata demikian maka gadis ini segera kirimkan satu tusukan hebat ke dada Wiro Sableng! Wiro terkejut dan gerabak gerubuk lompat kesamping.

   "Saudari! Apa-apaan ini? Kenapa kau serang aku?!"

   Sebagai jawaban Nilamsuri kirimkan serangan berantai. Pedangnya menderu kian kemari membuat Wiro tak bisa ayal lagi dan terpaksa berlompatan dengan cepat.

   "Sekarang kau tak bisa sembunyikan diri lagi saudara!"

   Kata Nilamsuri.

   "Terima jurus elang menyambar burung dara ini!"

   Pedang di tangan Nilamsuri menderu dari samping kiri ke bahu Wiro.

   Ketika pemuda ini berkelit, ujung pedang dengan sangat tiba-tiba menusuk ke rusuk laksana patukan burung elang! Wiro lambaikan tangan kiri, angin keras membentur badan pedang, menyimpangkan senjata itu dari sasarannya! "Saudari!"

   Seru Wiro Sableng.

   "sayang aku ada urusan lain. Sampai jumpa lagi!"

   Habis berkata demikian pemuda ini melompat ke muka, mencuil dagu si gadis lalu berkelebat.

   "Pemuda kurang ajar!"

   Maki Nilamsuri.

   Disabetkannya pedangnya dengan sekuat tenaga.

   Tapi Wiro Sableng sudah lenyap dari hadapannya.

   Hanya suara tertawanya yang masih sempat terdengar di kejauhan.

   Gadis itu berdiri termangu.

   Parasnya yang cantik kelihatan kemerahan.

   Pemuda itu benar-benar ceriwis sekali! Tapi kini dia sudah tahu bahwa pemuda itu sama sekali bukan bodoh dan berotak miring.

   Sama sekali tidak buta dalam ilmu silat! Tadi dia telah menyerang dengan jurus-jurus ilmu pedangnya yang lihay dan si pemuda berhasil mengelakkan bahkan memukul badan pedang dengan pukulan tangan kosong yang menimbulkan angin keras! Meski hatinya marah sekali dengan keceriwisan pemuda itu tapi rasa senang dan kagumnya tak dapat disembunyikannya.

   Sekelumit senyum memberkas di bibirnya ketika dia mengusap dagunya yang tadi dicuil oleh Wiro Sableng.

   ***** Kedai itu sepi saja.

   kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Angin malam bertiup dingin dari lembah.

   Wiro Sableng masuk ke dalam seenaknya dan sambil bersiul-siul.

   Orang tua pemilik kedai menyambuti dengan muka pucat cemas.

   "Orang muda,"

   Katanya.

   "sebaiknya kau lekas-lekas tinggalkan tempat ini!"

   "Memang kenapa?"

   Tanyanya.

   "Sebentar lagi mungkin empat manusia berewok itu akan kembali ke sini...."

   "Siapa takutkan mereka!"

   Ujar Wiro.

   "Tapi anak muda, kau mungkin belum tahu siapa mereka itu."

   "Perduli amat siapa mereka,"

   Kata Wiro pula sambil duduk di kursi. Dan pemilik kedai itu berkata lagi.

   "Mereka adalah rampok-rampok yang ditakuti di sungai Cimandilu! Mereka adalah Empat Berewok dari Goa Sanggreng!"

   "Biar mereka adalah Empat Setan dari Neraka, aku tetap tak perduli!"

   Pemilik kedai jadi terdiam. Siang tadi dia memang telah menyaksikan bagaimana pemuda itu menyumpal mulut Empat Berewok dari Goa Sanggreng dengan pisang. Maka bertanyalah dia.

   "Orang muda, kau ini siapa sebenarnya dan datang dari mana?"

   Wiro usap-usap dagunya yang licin. Ini mengingatkannya pada dagu Nilamsuri yang dicuilnya dan pemuda ini senyum-senyum sendiri. Si orang tua diam-diam mulai meragukan apakah anak muda ini berotak sehat! "Bapak sudah lama tinggal di sini?"

   Tanya Wiro.

   "Sejak masih orok...."

   "Hem.... kalau begitu tentu kenal dengna nama Ranaweleng...."

   "Oh tentu... tentu sekali. Beliau adalah Kepala Kampung yang baik. Cuma sayang...."

   "Sayang kenapa....?"

   Orang tua itu tak segera menjawab. Dia memandang keluar kedai seperti mau menembusi kegelapan malam, seperti tengah mengenangkan sesuatu.

   "Beliau sudah meninggal...,"

   Katanya kemudian menambahkan. Wiro Sableng menelan ludahnya.

   "Bapak tahu siapa yang membunuhnya....?"

   Pertanyaan ini membuat si orang tua memandang lekat-lekat pada paras Wiro Sableng.

   "Semua orang tahu....,"

   Katanya.

   Kemudian dituturkannya peristiwa kematian Ranaweleng dan Suci Bantari sekitar tujuh belas tahun yang lewat.

   Kisah ini sudah didengar sejelasnya oleh Wiro Sableng dari gurunya Eyang Sinto Gendeng.

   kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng "Ada satu keanehan dalam peristiwa tujuh belas tahun yang lalu itu,"

   Kata si pemilik kedai.

   "Keanehan bagaimana?"

   Tanya Wiro ingin tahu.

   "Waktu itu Mahesa Birawa dan anak-anak buahnya membakar rumah mendiang Ranaweleng. Dalam kobaran api yang tiada terkirakan besarnya terdengar suara tangisan orok! Itu adalah oroknya Ranaweleng sendiri! Orang banayak sangat kebingungan. Bagaimana mungkin menyelamatkan bayi dalam kobaran api itu? Pada saat yang sangat tegang itu semua orang melihat berkelebatnya bayangan hitam. Sangat cepat sekali bayangan hitam itu menyerbu ke dalam kobaran api lalu lenyap. Dan suara tangisan oroknya Ranaweleng juga hilang! Sewaktu api padam semua orang mencari. Tapi tak ditemui tulang belulang orok itu...."

   Wiro Sableng termanggu-manggu.

   Dia tahu betul, orok yang diceritakan orang tua itu adalah dirinya sendiri dan berkelebatnya bayangan hitam adalah kelebat bayangan gurunya Eyang Sinto Gendeng! "Sampai sekarang tidak pernah diketahui dimana anak Ranaweleng itu?"

   Bertanya Wiro. Si orang tua angkat bahu.

   "Kalau dia masih hidup kira-kira sebesar kaulah, anak muda,"

   Katanya.

   "Mahesa Birawa sendiri.... apakah masih hdiup?"

   "Masih.... sampai dua tahun belakangan ini dia masih tinggal di sini. Tapi sekarang entah dimana. Tapi ada atau tidaknya dia di sini, sama saja. Empat orang anak buahnya sama saja jahat dan kejamnya dan keempatnya malang melintang di kampung ini. Kalau makan tak pernah bayar!"

   "Apakah mereka itu Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu?"

   Tanya Wiro.

   "Bukan.... bukan! Justru Empat Berewok dari Goa Sanggreng ini sengaja datang dari jauh bikin perhitungan dengan anak buah Mahesa Birawa yang bercokol di sini! Dan Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu bukanlah manusia baik. Mereka rampok-rampok yang tak kalah kejam dan terkutuknya dengan anak-anak buah Mahesa Birawa! Tapi ketika mereka datang anak-anak buah Mahesa Birawa tak ada di sini. Kebetulan keluar.... sudah empat hari dengan hari ini...."

   Wiro mengulurkan tangannya memotes sebuah pisang yang tergantung "Eee.... apakah kau punya uang untuk membayar pisang itu, anak muda?"

   Tanya si pemilik kedai. kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Wiro tertawa.

   "Hutang dulu toh tak apa-apa...."

   Sahutnya. Si orang tua mengeluh dalam hati. Berarti tambah satu lagi "langganan"nya yang makan tanpa bayar! Sambil mengunyah pisangnya Wiro Sableng bertanya.

   "Urusan apakah yang dibawa oleh Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu ke sini?"

   Si orang tua memandang lagi ke luar kedai. Lalu katanya.

   "Perlu kau ketahui.... pemimpin Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu, yang kini memakai nama Bergola Wungu, dulunya adalah penduduk kampung Jatiwalu ini! Anak-anak buah Mahesa Birawa yang bercokol di sini kemudian membunuh ayahnya, juga ibunya, merusak kehormatan perempuan itu serta saudara-saudara perempuannya. Bergola Wungu sempat melarikan diri. Ketika dia kembali ke sini ternyata dia sudah jadi seorang yang tak kalah jahatnya dengan anak-anak buah Mahesa Birawa!"

   Lama Wiro Sableng terdiam. Tiba-tiba dia ingat satu nama yang diucapkan Nilamsuri.

   "Kenal dengan seorang yang bernama Kalingundil?"

   Kulit kening pemilik kedai itu mengkerut.

   "Adalah lucu kalau pertanyaan itu kau ajukan saat ini, anak muda?"

   Katanya.

   "Kenapa....?"

   "Karena Kalingundil adalah anak buah Mahesa Birawa yang bercokol di sini dan yang bertindak sebagai pemimpin dari tiga kawan-kawan lainnya!"

   Tentu saja Wiro Sableng terkejut mendengar keterangan ini.

   Tapi rasa terkejutnya disembunyikannya.

   Dan dia berpikir-pikir, mengapa gadis itu di pekuburan siang tadi menanyakan apakah kedua orang tuanya dibunuh oleh manusia bernama Kalingundil itu? Wiro meletakkan kulit pisang di tepi meja.

   "Siang tadi, Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu telah mengeroyok seorang gadis belia berparas cantik. Bahkan gadis itu hendak mereka perkosa beramai-ramai. Mungkin bapak tahu pangkal sebab sampai hal itu terjadi....? mungkin juga kenal dengan gadis itu?"

   "Gadis itu berpakaian biru....?"

   "Betul."

   Si orang tua hela nafas.

   "Sebenarnya sudah berkali-kali Bergola Wungu tanya padaku apakah ada seorang lain yang tinggal di rumah Kalingundil. Aku jawab tidak tahu. Aku tak ingin susah anak muda. Kalau kukatakan ada dan Kalingundil mengetahuinya, pastilah leherku akan jadi umpan pedang Kalingundil dan gadis itu adalah anak Kalingundil sendiri!"

   Kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Kini jelaslah bagi Wiro Sableng mengapa demikian besar tekat Bergola Wungu untuk membunuh si gadis baju biru itu.

   "Kalingundil yang bikin kejahatan, anaknya yang musti ikut tanggung akibat...,"

   Desis orang tua pemilik kedai. Wiro manggutkan kepala.

   "Dendam kesumat laksana besi tua seribu karat kadang kala tidak mengenal pembalasan yang wajar....", katanya.

   "Kadang kadang itu adalah merupakan hukum karma bagi seseorang yang pernah melakukan perbuatan terkutuk!"

   "Kata-katamu beul, anak muda....", kata orang tua itu pula. Lalu diangsurkannya mukanya dekat-dekat ke muka Wiro Sableng.

   "Waktu Bergola Wungu tahu bahwa kau telah mendustainya, habis mukaku ini ditempelaknya....!"

   "Itu salahmu sendiri,"

   Kata Wiro seenaknya.

   "Siapa suruh kau yang tua bangka masih mau berdusta!"

   Orang tua itu jadi menggerendeng dan memaki panjang pendek dalam hatinya. Dan dia memaki lagi untuk kedua kalinya ketika didengarnya Wiro berkata.

   "Minta tehnya, pak."

   Sementara si orang tua membuatkan segelas teh manis untuknya, Wiro Sableng tenggelam dalam pikirannya sendiri.

   Tidak diduganya kalau gadis berbaju biru yang menarik perhatiannya itu adalah anak Kalingundil.

   Anak buah Mahesa Birawa yang telah membunuh kedua orang tuanya.

   Ketika si orang tua datang membawakan teh bertanyalah Wiro Sableng.

   "Bapak tahu nama anak perempuan Kalingundil itu?"

   "Nilamsuri. Nama bagus, orangnya juga cantik, tapi sayang bapaknya manusia terkutuk!"

   "Sewaktu Mahesa Birawa melakukan pembunuhan atas diri Ranaweleng, apakah Kalingundil juga ikut-ikutan?"

   Tanya Wiro lagi.

   "Bukan hanya Kalingundil, tapi semua anak buahnya,"

   Menyahuti si orang tua.

   Wiro hendak bertanya lagi tapi mulutnya terkatup kembali karena di luar terdengar suara gemuruh derap kaki kuda.

   Empat penunggang kuda lewat di muka kedai dengan cepat.

   Mereka bukanlah Empat Berewok dari Goa Sanggreng.

   Dan ketika Wiro Sableng berpaling pada orang tua pemilik kedai, orang tua ini tarik nafas panjang dan berkata.

   "Kalingundil dan anak-anak buahnya.... pasti akan segera terjadi bentrokan dengan Bergola Wungu...."

   "Menurutmu.... siapa yang bakal menang di antara mereka?"

   Tanya Wiro. Oran tua itu angkat bahu.

   "Aku tidak mengharapkan siapapun di antara mereka akan menang! Kalau dapat biarlah Gusti Allah membuat mereka mampus semua. Kalingundil dan kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Bergola Wungu tiada beda bagiku! Sama-sama jahat! Sama-sama tidak bayar kalau makan apa-apa di sini!"

   Wiro Sableng tertawa. Diteguknya teh manis dalam gelas kaca itu. Lalu dia berdiri.

   "Meski hari ini aku tidak bayar harga pisang dan teh manis itu, tapi jangan samakan aku dengan Bergola Wungu atau Kalingundil...."

   Habis berkata demikian Wiro segera tinggalkan kedai.

   Si orang tua mengangkat gelas bekas minuman pemuda itu.

   Tapi sesuatu menarik perhatian matanya yang sudah agak mengabur itu.

   Pada kaca gelas dilihatnya sederetan angka.

   Diperhatikannya lebih dekat.

   Tidak salah, itu memang deretan angka 212.

   Tak habis mengerti orang tua ini bagaimana angka ini bisa tertera di sana.

   Disekanya dengan ujung pakaiannya.

   Disekanya lagi....

   lagi....

   Tapi angka 212 itu tetap saja tidak mau pupus! "Ah....

   semakin tua umur dunia ini semakin banyak terjadi keanehan...."

   Katanya dalam hati.

   TUJUHBELAS Dari jauh telah terdengar suara beradunya senjata serta bentakan-bentakan hebat.

   Wiro Sableng percepat jalannya.

   Dan bila dia sampai di halaman rumah yang agak kegelapan itu maka dilihatnyalah bagaimana halaman rumah itu kini berubah menjadi sebuah medan pertempuran.

   Enam manusia, sepasang demi sepasang tangah bertempur hebat dan cepat.

   Di tangga rumah besar dilihatnya berdiri Nilamsuri.

   Di bawah tangga, dengan bersedekap tangan berdiri seorang laki-laki berbadan tinggi langsing.

   Wiro tak pernah melihat orang ini sebelumnya.

   Tapi dia yakin betul bahwa manusia ini pastilah Kalingundil.

   Di ujung halaman sebelah kiri berdiri pula Bergola Wungu.

   Sebagaimana dua orang yang terdahulu sepasang matanya memandang ke tengah halaman, memperhatikan jalannya pertempuran.

   Tiga orang anak buah Kalingundil yaitu Saksoko, Majineng dan Krocoweti sebenarnya bukan orang-orang yang berilmu rendah.

   Permainan golok mereka cukup lihay.

   Tapi menghadapi anak-anak buah Bergola Wungu yaitu Ketut Ireng, Seta Inging, dan Pitala kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Kuning merak kalah gesit.

   Dalam sembilan jurus Krocoweti terpaksa pasrahkan nyawa dilanda ruyung berduri Pitala Kuning! Krocoweti menggeletak di tanah dengan dada melesak! Tiga jurus kemudian menyusul Majineng.

   Lehernya hampir kutung terbabat kelewang Seta Inging.

   Pertempuran yang agak lama berlangsung ialah antara Ketut Ireng dan Saksoko.

   Kedua orang ini mempunyai tingkat kepandaian yang sama dan sama-sama bersenjatakan golok.

   Namun oleh kemenangan kedua kawannya Ketut Ireng mendapat semangat dan nyali besar.

   Lima jurus di muka sambaran goloknya tiada tertahankan.

   Akhirnya Saksoko yang berbadan gemuk pendek itu menjerit mengerikan ketika perutnya yang buncit terbabat ujung golok! Ususnya membusai dan menjela-jela di tanah! Rahang-rahang Kalingundil kelihatan mengatup rapat dan bertonjolan.

   Kedua kakinya terpentang.

   Saat itu karena gelap tak seorangpun yang melihat bagaimana kedua lengan Kalingundil menjadi hitam samapi ke jari-jari tangannya.

   Didahului dengan suara bentakan yang bukan saja dahsyatnya menggetarkan dada tapi juga menggetarkan tanah maka melompatlah Kalingundil ke tengah halaman di mana tiga anak buah Bergola Wungu berada.

   Tujuh belas tahun yang lampau kehebatan pukulan lengan baja itu sudah mengagumkan.

   Dan kini dapat dibayangkan bagaimana keampuhannya! Tiga pekik kematian merobek kegelapan malam! Ketut Ireng, Seta Inging dan Pitala Kuning terlempar sampai lima-enam tombak dan menggeletak di tanah tanpa nyawa! Bergola Wungu saksikan kematian yang mengenaskan ketiga muridnya itu dengan tubuh bergetar.

   "Bergola Wungu! Kau tunggu apa lagi! Majulah jika kau benar-benar ingin membalaskan dendam kesumat seribu karat!"

   Meski bagaimana kobaran amarahnya namun Bergola Wungu menyahuti.

   "Jangan bicara terlalu keren, keparat! Aku masih berbaik hati untuk membiarkan kau bernafas beberapa jam lagi! Aku Bergola Wungu menunggu kau besok pagi waktu matahari terbit di pekuburan Jatiwalu! Aku ingin nyawamu terbang ke neraka disaksikan makam ayah-bundaku!"

   Habis berkata demikian, Bergola Wungu putar tubuh.

   Tapi saat itu Kalingundil sudah menyerbunya dengan kedua tangan terpentang! Bergola Wungu yang tahu kehebatan lengan baja itu tak berani menyambuti.

   Dia berkelit ke samping dan lambaikan tangan kanannya.

   Serangkum angin menyambar ke dada Kalingundil.

   Kalingundil melompat ke samping dan hantamkan lengannya kembali.

   Tapi ini juga dapat dielakkan Bergola Wungu.

   Dalam sebentar saja kedua orang ini sudah terlibat kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng dalam tiga jurus.

   Memasuki jurus keempat tiba-tiba dari bagian yang gelap di bawah pohon mempelam terdengar suara memaki.

   "Kalingundil edan! Orang sudah kasih kesempatan untuk bertempur besok pagi masih saja beringasan! Gelo betul!"

   Kalingundil keluar dari kalangan pertempuran. Segera dia hantamkan lengannya ke jurusan datangnya suara.

   "Jangan memaki saja kunyuk! Keluarlah unjukkan diri!"

   Angin dahsyat melanda ke tempat gelap, menghantam pohon mempelam sampai pohon itu tumbang.

   Tapi orang yang memaki sudah kabur.

   Dan ketika menoleh ke samping, Bergola Wungu pun sudah lenyap! Akan Nilamsuri begitu mengenali suara yang memaki tadi tanpa tunggu lebih lama dia segara mengejar ke tempat gelap.

   Beberapa puluh meter kemudian, di pinggiran kampung dekat pematang sawah, orang yang dikejar tahu kalau dirinya dikuntit.

   Dengan pergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah sampai ke puncak yang sangat tinggi dia melompat ke satu cabang pohon dan menunggu.

   Nyatanya yang mengejar adalah si gadis baju biru itu.

   Segera dia lompat turun kembali.

   "Kita berjumpa lagi, Nilamsuri...."

   "Eh, dari mana kau tahu namaku?"

   Gadis itu tanya dengan heran. Wiro Sableng tertawa dan menjawab.

   "Terlalu banyak manusia tempat bertanya. Terlalu banyak mulut yang bisa kasih keterangan! Ada apa kau mengejar aku?!"

   "Ada apa kau ikut campur urusan ayahku?!"

   Balik menanya Nilamsuri. Wiro Sableng melangkah mendekati gadis itu. Matanya yang memandang tajam membuat hati si gadis menjadi berdebar. Wiro semakin mendekat juga. Nilamsuri menyurut mundur namun badannya tertahan oleh batang pohon.

   "Ayahmu Kalingundil, bukan....?"

   Desisnya.

   Gadis itu mengangguk.

   Wiro menyeringai.

   Dipegangnya bahu gadis itu.

   Nilamsuri hendak menyibakkan tangan itu tapi tak jadi karena saat itu Wiro membungkukkan kepalanya.

   Rasa panas menjalari darah ditubuhnya ketika bibir pemuda itu berani mengecup bibirnya.

   Kemudian tangan yang lain dari si pemuda mengusap mukanya.

   Dia diam saja.

   Juga masih diam ketika tangan itu meluncur turun ke bawah lehernya.

   "Wiro.... kau ini ceriwis sekali.... ceriwis sekali,"

   Bisik gadis itu setengah merintih. kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Pemuda itu menyeringai.

   "Kenapa kau ikuti aku....?"

   "A.... aku suka padamu Wiro...."

   Wiro tak banyak tanya lagi.

   Dipanggulnya tubuh yang montok itu lembut itu dan dilarikannya ke tengah sawah dimana terdapat sebuah dangau.

   Angin malam terasa sangat dingin di udara yang terbuka itu.

   Tapi tubuh mereka dilanda keringat panas dalam melakukan apa yang belum pernah mereka alami sebelumnya, dalam merasakan apa yang mereka tak pernah rasakan sebelumnya! ***** Sinar matahari pagi memerak kekuningan.

   Udara segar sekali.

   Namun kesegaran itu tiada dirasakan oleh tiga manuisa yang berada di pekuburan Jatiwalu.

   Yang dua adalah Bergola Wungu dan musuh besarnya Kalingundil.

   Yang ketiga Nilamsuri.

   Paras gadis ini agak pucat.

   Bergola Wungu hentikan langkahnya beberapa tombak di hadapan Kalingundil.

   "Keluarkan senjatamua Kalingundil!"

   Kalingundil tertawa bergelak dan meludah ke tanah.

   "Untuk menghadapi manusia macam kau tak perlu pakai senjata segala! Mulailah!."

   Mulut Kalingundil komat-kamit dan sebentar kemudian kelihatanlah kedua lengannya menjadi hitam! Tergetar juga hati BergolaWungu melihat dua lengan lawan itu. Tapi tentu saja tak diperlihatkannya. Malahan dia berkata.

   "Bagus kalau tak mau pakai senjata. Itu mempercepat aku mengirimkan kau ke neraka!"

   Bergola Wungu mencabut golok panjangnya. Dengan ujung senjata itu dia menunjuk ke arah dua buah makam di bukit pekuburan.

   "Kau lihat dua makam di lereng sana, Kalingundil?!"

   Kalingundil tak berani mengalihkan pandangannya karena khawatir ini hanya tipuan belaka.

   "Itu adalah makam ayah bundaku. Roh-roh penghuni makam itu akan bersorak gembira bila menyaksikan sesaat lagi kepalamu kubabat menggelinding!"

   "Tak perlu jual bacot manusia hina! Terima lenganku!"

   Disertai angin yang dahsyat maka kedua lengan Kalaingundil memukul susul menyusul.

   Bergola Wungu kiblatkan golok memapas salah satu lengan lawan! Betapa kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng terkejutnya dia ketika goloknya tidak mempan membabat lengan lawan malahan mata goloknya menjadi sumplung! Dengan segera Bergola Wungu keluarkan jurus terhebat dari ilmu goloknya yaitu jurus "merobek langit."

   Sesaat saja terbungkuslah tubuh Kalingundil oleh sinar golok! Dan satu jurus dimuka Kalingundil terdesak hebat.

   Berkali-kali dia hantamkan lengannya ke arah lawan namun Bergola Wungu berkelit sangat cepat.

   Dengan penasaran Kalingundil coba menyampoki senjata lawan dengan kedua lengannya.

   Tapi Bergola Wungu tidak bodoh.

   Mana dia mau adu senjata dengan lengan yang kerasnya macam baja itu! "Ha...

   ha...

   lekaslah minta tobat pada Tuhan atas kesalahan-kesalahanmu, Kalingundil! Sebentar lagi kepalamu akan menggelinding!"

   Ejek Bergola Wungu. Geram Kalingundil bukan alang kepalang.

   "Kita akan lihat siapa yang bakal meregang nyawa lebih dahulu kunyuk berewok!", balasnya mengejek. Kalingundil berseru keras.

   "Terima senjata rahasiaku ini, kunyuk!"

   Ratusan jarum hitam kemudian menggebubu menyerang Bergola Wungu tapi dengan satu kali putaran golok saja senjata rahasia itu gugur semua ke tanah! "Hebat! Hebat.... hebat!"

   Terdengar suara dari jurusan barat. Orang yang bicara itu jauhnya masih sekitar seratus tombak. Namun begitu suaranya berakhir serentak itu pula dia sudah berada di tempat pertempuran itu! Dapat dibayangkan hebatnya ilmu lari orang itu.

   "Hebat memang hebat, Bergola Wungu! Tapi mungkin kau tidak tahu bahwa manusia itu adalah bagianku!"

   Baik Bergola Wungu maupun Kalingundil sama lompatkan diri dari kalangan pertempuran.

   Bagi Kalingundil ini adalah satu keuntungan karena saat itu dirinya terdesak.

   Keduanya memandang pada orang yang berdiri di bawah pohon.

   Kalingundil kerutkan kening sedang Bergola Wungu katupkan rahang rapat-rapat begitu kenal pendatang baru itu! "Kalingundil! Kau tak perlu pandang aku dengan kerut jidat segala! Dimana manusia bernama Mahesa Birawa?!"

   "Orang muda bermulut besar, kau siapa?!"

   Bentak Kalingundil.

   "Ditanya malah menanya! Sialan betul!", gerendeng Wiro Sableng.

   "Tujuh belas tahun yang silam kau bersama Mahesa Birawa telah membunuh Ranaweleng, bapakku! Juga membunuh ibuku dan Jarot Karsa! Apa kau punya otak masih sanggup mengingatnya?!"

   Kalingundil merutuk dalam hati.

   Apakah manusia ini juga hendak membalaskan dendam kesumatnya seperti Bergola Wungu? Melihat kepada tenaga dalam yang menyertai kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng suaranya tadi Kalingundil sudah dapat mengukur kehebatan manusia ini.

   Hatinya mengeluh! Melayani Bergola Wungu saja dia sudah kepepet, apalagi menghadapi dua lawan sekaligus! "Apa maumu orang muda?!"

   "Apa mauku....?!"

   Wiro tertawa bergelak. Nilamsuri yang merasa cemas segera mengetengahi dengan berkata.

   "Wiro.... dia adalah ayahku!"

   "Aku tahu adik manis...,"

   Dan si pemuda tertawa lagi. Dalam tertawanya itu masih bisa dia mengingat kemesraan dan kebahagiaan hidup yang dirasakannya bersama gadis itu di dangau di tengah sawah tadi malam.

   "Karena itulah aku berbaik hati datang ke sini hanya untuk meminta tangan kanannya saja!"

   "Wiro!"

   Muka Nilamsuri menjadi pucat. Bergola Wungu sendiri tahu bahwa apa yang dikatakan oleh Wiro Sableng bukan omong kosong belaka. Dia telah melihat kehebatan pemuda rambut gondrong ini! Sebaliknya Kalingundil keluarkan tertawa membahak.

   "Kurasa kau masih pantas untuk menetek sama kau punya ibu!", ejeknya.

   "Kata-kata itu cukup lucu, Kalingundil! Aku senang pada manusia-manusia yang suka bicara lucu!"

   Wiro Sableng melangkah mendekati Kalingundil.

   Nilamsuri melompat ke muka hendak menahan si pemuda tapi pada saat itu pula dari samping Bergola Wungu yang sejak lama menahan kegeramannya terhadap Kalingundil, maka ketika melihat anak musuh bebuyutannya itu melompat ke muka, tanpa tunggu lebih lama segera ditebaskan golok panjangnya! Nilamsuri melengking! Tubuhnya tercampak ke tanah.

   Dadanya robek besar.

   Darah menyembur! Bergola Wungu yang melihat tidak adanya kesempatan baginya untuk turun tangan terhadap Kalingundil segera lari ke lereng bukit pekuburan dan berseru.

   "Manusia bernama Wiro Sableng! Antara kita masih ada sedikit urusan! Kalau kau merasa punya nyali untuk meneruskan, aku tunggu di Gua Sanggreng!"

   "Setan alas betul!"

   Maki Wiro Sableng.

   Dipukulkannya tangan kanannya ke arah lereng bukit pekuburan.

   Angin laksana badai menderu dahsyat.

   Batu-batu nisan dan tanah pekuburan beterbangan.

   Pohon-pohon bertumbangan.

   Semak belukar diterabas gundul! Tapi Bergola Wungu sudah lenyap dibalik bukit! Wiro Sableng putar kepala dan dia memaki lagi ketika melihat Kalingundil melarikan diri.

   "Boleh saja lari Kalingundil! Tapi tinggalkan lenganmu dahulu!"

   Kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Sekali pemuda itu melompat ke muka maka dia berhasil menyusul Kalingundil.

   Tiba-tiba Kalingundil berbalik, cabut keris di pinggang dan tusukkan ke perut Wiro Sableng! Serangan yang dilancarkan dengan kalap serta karena ketakutan itu tidak mengenai sasarannya.

   Sebaliknya yang diserang cepat gerakkan tangan kanannya.

   "Kraak"! Kalingundil meolong. Tangan kanannya sebatas bahu tanggal. Tulangnya copot! Daging dan otot seta urat-urat berserabutan mengerikan sekali! Laki-laki itu macam babi celeng seradak seruduk kian kemari. Dia hendak lari lagi.

   "Eee.... tunggu dulu Kalingundil! Kenapa terburu-buru kabur?! Terima dulu angka kenang-kenangan ini!"

   Habis berkata begitu Wiro Sableng benturkan tapak tangan kanannya ke jidat Kalingundil! Pada kulit jidat laki-laki ini maka terpampanglah lukisan telapak tangan berikut lima jari dengan angka 212 pada baigan tengahnya! Kalingundil seradak seruduk lagi macam babi celeng! Darah berceceran dari luka di tangannya.

   Wiro Sableng tertawa mengekeh.

   Diperhatikannya laki-laki itu berlari macam dikejar setan! Tangan kirinya memutar-mutar lengan Kalingundil yang masih dipegangnya.

   Tiba-tiba dilemparkannya potongan lengan itu.

   Laksana anak panah potongan lengen itu melesat dan menghantam punggung Kalingundil, membuat laki-laki itu tergelimpang menelungkup di tanah, tapi segera bangkit lagi dan lari lagi! Wiro Sableng hentikan gelaknya ketika telinganya mendengar suara gerangan Nilamsuri.

   Cepat didekatinya tubuh gadis itu.

   Dia berlutut di tanah.

   Matanya menyipit melihat luka besar di dada si gadis.

   Nyawa Nilamsuri tak mungkin di tolong lagi.

   Dibopongnya gadis itu, dibawanya ke tempat teduh dan dibaringkannya.

   "Wiro...."

   Nilamsuri membuka kedua matanya yang telah menjadi sayu itu.

   "Wiro.... peluk aku....,"

   Pintanya. Wiro Sabelng merangkul gadis itu.

   "Cium aku.... Wiro...."

   Si pemuda mencium pipi Nilamsuri. Lalu mengecup bibirnya. Bibir itu kesat dan dingin kini, tidak basah dan hangat seperti malam tadi. Nafas Nilamsuri lambat dan satu-satu. Sinar matanya semakin pudar.

   "Umurklu untuk mengenalmu hanya sampai di sini, Wiro...."

   Bisik Nilamsuri.

   "Aku akan obati lukamu, Nilam. Kau akan sembuh...."

   Kata Wiro pula menghibur.

   Nilamsuri tersenyum.

   Bersamaan dengan memberkasnya senyum itu di bibirnya maka saat itu pula rohnya lepas meninggalkan tubuh.

   kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Pendekar muda dari Gunung Gede hela nafas panjang.

   Hatinya beku menyaksikan kematian gadis itu.

   Semalam Nilamsuri masih dirangkulnya, masih dirabanya....

   tapi kini tubuh itu tiada akan memberikan apa-apa lagi kepadanya.

   Bahkan kehangatanpun tidak karena saat itu tubuh Nilamsuri berangsur menjadi dingin.

   Wiro mennghela nafas panjang sekali lagi.

   Disibakkannya bagian pakaian yang robek di dada gadis itu.

   Pada bagian kulit dada yang masih utuh, tepat di atas buah dada sebelah kiri si gadis, dengan pergunakan ujung telunjuk jari tangan kanannya, Wiro menggurat tiga barisan angka.

   212.

   Disandarkannya tubuh tanpa nyawa itu ke batang pohon dengan hati-hati.

   Lalu melangkahlah pendekar ini meninggalkan tempat itu.

   Dan seperti tak pernah terjadi apa-apa, seperti tak satupun yang barusan dialaminya, dari sela bibir pemuda ini terdengarlah suara siulan.

   Siulan melagukan nyanyi tak menentu....

   T A M A T kucinglistrik@gmail.com Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Empat Berewok dari Goa Sanggreng Salam 212 SEMUA HAK KARYA CIPTA CERITA INI ADALAH MILIK ALMARHUM BASTIAN TITO Diketik ulang oleh Kailani Sekali Hanya untuk para pendekar semua pecinta Wiro Sableng Saran dan kritik kirim ke.

   kucinglistrik@gmail.com kucinglistrik@gmail.com

   

   

   

Roro Centil Tiga Paderi Pemetik Bunga Pendekar Rajawali Sakti Rahasia Cincin Mustika Roro Centil Tragedi Pulau Berhala

Cari Blog Ini