Da Vinci Code 5
Dan Brown The Da Vinci Code Bagian 5
"Mulai."
Sophie mengulurkan telunjuknya ke arah tombol itu, namun ragu-ragu. Sebuah pikiran aneh memasuki benaknya sekarang.
"Ayo,"
Desak Langdon.
"Vernet akan segera kembali."
"Tidak."
Sophie menarik kembali jarinya.
"ini bukan nomor rekening yang betul."
"Tentu saja betul! Sepuluh angka. Yang mana lagi?"
"Terlalu acak urutannya."
Terlalu acak? Langdon sangat tidak setuju.
Setiap bank menganjurkan nasabahnya untuk memilih nomor PIN yang acak sehingga tidak seorang pun dapat menerkanya.
Tentu saja nasabah di sini juga akan dianjurkan hal yang sama.
Sophie menghapus semua angka yang baru saja diketiknya dan menatap Langdon.
Tatapannya sangat percaya diri.
"Tidak terlalu kebetulan bila nomor rekening yang acak ini bisa diatur ulang sesuai dengan deret Fibonacci."
Langdon sadar bahwa Sophie benar. Sebelumnya, Sophie pernah mengatur kembali nomor rekening ini menjadi deret Fibonacci. Sophie kembali pada tombol-tombol itu lagi, memasukkan nomor yang berbeda, seolah semua itu ada dalam benaknya.
"Lagi pula, mengingat kakekku mencintai simbolisme dan kode-kodE, wajar saja jika dia memilih nomor rekening yang punya arti baginya, sesuatu yang mudah diingatnya."
Dan tersenyum simpul.
"Sesuatu yang tidak."
Langdon melihat ke layar.
Sophie selesai mengetik deret itu, tampak acak tetapi sesungguhnya NOMOR REKENING.
1123581321 Langdon segera tahu, begitu dia melihat urutan nomor-nomor itu, Sophie benar.
DeretFibonacci 1-1-2-3-5-8-13-21 Jika deret Fibonacci ditulis dalam satu rangkaian nomor sepuluh angka, maka deret itu tidak akan kasat mata.
Mudah diingat, tetapi tampak acak.
Sebuah kode sepuluh angka yang sangat hebat yang tak akan dilupakan oleh SauniEre.
Lagi pula itu merupakan penjelasan sempurna mengapa nomornomor acak di atas lantai Louvre dapat diatur kembali untuk membentuk deret yang terkenal itu.
Sophie mengulurkan jarinya dan menekan ENTER.
Tidak ada yang terjadi.
Setidaknya tak ada yang dapat mereka lihat.
Pada saat itu, di bawah mereka, di ruang bawah tanah yang besar dari bank ini, sebuah cakar robot bergerak seperti hidup.
Bergeser pada sebuah sistem transport bersumbu ganda yang menempel pada 1angit-langit, robot itu bergerak mencari koordinasi yang sesuai.
Pada lantai semen di bawahnya, ratusan peti plastik sama bentuk berjajar ...
seperti deretan peti mati dalam sebuah ruang bawah tanah.
Cakar robot itu menderum berhenti pada sebuah titik tepat di atas lantai.
Cakar itu turun, dan sebuah mata e1ektrik memeriksa urutan kode pada peti di bawahnya.
Kemudian, dengan ketepatan komputer, cakar itu mencengkeram hendel berat sambil mengangkat peti itu lurus ke atas.
Roda gigi baru tersambung dan cakar itu memindahkan kotak itu ke sisi lain, kemudian ke atas ban berjalan yang diAm.
Sekarang, lengan robot meletakkan perlahan-lahan peti itu dan masuk kembali.
Begitu lengan itu masuk kembali, ban berjalan menderum hidup...
Di atas, Sophie dan Langdon bernapas lega ketika melihat ban berjalan itu bergerak.
Mereka berdiri di samping ban berjalan itu dan merasa seperti turis letih pada ban berjalan di bandara yang menunggu koper misterius yang isinya tak diketahui.
Ban berjalan itu memasuki ruangan pada sisi kanan mereka melalui lubang sempit di bawah pintu geser.
Pintu metal itu bergeser dan sebuah kotak plastik terlihat, muncul di atas ban yang berjalan naik.
Kotak itu berwarna hitam, dari plastik kaku, dan jauh lebih besar daripada yang dibayangkan Sophie.
Ia tampak seperti kotak pembawa hewan peliharaan di bandara, namun tanpa lubang udara.
Kotak itu meluncur dan berhenti tepat di depan mereka.
Langdon dan Sophie berdiri di sana, diam dan menatap kotak misterius itu.
Seperti segala yang ada di bank ini, peti ini buatan pabrik -pengunci metal, stiker kode di atasnya, dan hendel yang kuat.
Sophie berpikir kotak itu seperti kotak peralatan raksasa.
Sophie tidak mau membuang waktu.
Dia segera melepaskan dua kaitan yang menghadap ke arahnya.
Kemudian dia menatap Langdon.
Bersama-sama mereka mengangkat tutup berat itu dan membiarkannya jatuh terlentang.
Mereka melangkah maju, dan melongok ke dalam peti itu.
Pada pandangan pertama, Sophie mengira peti itu kosong.
Lalu dia melihat sesuatu.
Berada di dasar peti.
Hanya satu benda.
Kotak kayu berplitur itu seukuran kotak sepatu.
Engselnya berukir.
Kayunya berwarna ungu tua mewah, dengan urat kayu yang kuat.
Kayu mawar, Sophie tahu.
Kayu kesukaan kakeknya.
Tutupnya bertatahkan gambar bunga mawar yang indah.
Sophie dan Langdon saling bertatapan dengan bingung.
Sophie membungkuk dan meraih kotak itu, lalu mengangkatnya keluar.
Astaga,berat! Sophie membawanya dengan hati-hati ke meja besar, kemuudian meletakkannya.
Langdon berdiri di sampingnya.
Mereka menatap kotak harta kecil yang tampaknya telah dikirimoleh kakek Sophie untuk mereka ambil itu.
Langdon menatap dengan kagum pada tutup kotak yang terukir dengan tangan itu -sekuntum mawar dengan lima kelopak.
Dia sering melihat jenis mawar seperti itu.
"Mawar berkelopak lima,"
Dia berbisik.
"merupakan simbol Biarawan untuk Holy Grail."
Sophie menoleh dan menatap Langdon.
Langdon dapat melihat apa yang dipikirkan Sophie, dan dia ternyata juga memikirkan hal yang sama.
Ukuran kotak itu, berat isinya, dan sebuah simbol Biarawan untuk Holy Grail, semuanya tampak menyiratkan satu kesimpulan yang tak dapat diperkirakan.
CawanKristusadadidalamkotakkayuini.
Lagi-lagi Langdon berkata pada sendiri, itu tidak mungkin.
"Ukurannnya sempurna,"
Bisik Sophie.
"untuk menyimpan sebuah cawan."
Tidakmungkinsebuahcawan.
Sophie menarik kotak itu ke arahnya di seberang meja, bersiap untuk membukanya.
Ketika dia menggerakkannya, sesuatu yang tak terduga terjadi.
Kotak itu mengeluarkan suara memancar yang aneh.
Langdon heran.Adacairandidalamnya? Sophie juga tampak bingung.
"Kaudengar tadi ...?"
Langdon mengangguk, bingung.
"Cairan?"
Sophie perlahan mulai membuka pengaitnya dan mengangkat tutupnya. Benda di dalamnya tidak menyerupai apa pun yang pernah dilihat Langdon. Satu hal segera menjadi jelas bagi mereka berdua, ini jelas-jelasbukan cawan Kristus.
"Polisi telah memblokir jalan,"
Kata AndrE Vernet, sambil berjalan masuk ke dalam ruang tunggu itu.
"Mengeluarkan kalian akan sulit."
Sambil menutup pintu di belakangnya, Vernet melihat peti plastik yang kuat itu di atas ban berjalan.
Ia menghentikan langkahnya.
Tuhanku! Mereka telah mengetahui nomorrekeningSauniEre? Sophie dan Langdon berada di meja, merubung apa yang terlihat seperti sebuah kotak perhiasan dari kayu yang besar.
Sophie segera menutup kotak itu.
"Akhirnya, kami mendapatkan nomor rekeningnya."
Katanya.
Vernet tak dapat berkata apa pun.
Ini mengubah segalanya.
Dengan sopan, dia mengalihkan matanya dari kotak itu dan mencoba memikirkan langkahnya sete!ah ini.
Aku harus mengeluarkan mereka dari bank ini! Namun, dengan polisi yang telah memblokir jalan, Vernet hanya dapat membayangkan satu cara untuk keluar.
"Mademoiselle Neveu, jika saya berhasil membawa kalian keluar dari bank ini, apakah kalian akan membawa benda itu atau mengembalikannya ke ruang besi?"
Sophie mengerling pada Langdon, kemudian kebali ke Vernet.
"Kami perlu membawanya."
Vernet mengangguk.
"Baiklah. Kalau begitu, apa pun benda itu, saya sarankan untuk membungkusnya di dalam jasmu saat kita bergerak melalui gang-gang itu. Saya akan lebih senang jika tak seorang pun melihatnya."
Ketjka Langdon menanggalkan jasnya, Vernet bergegas kembali ke ban berjalan itu; menutup peti plastik yang sekarang sudah kosong, kemudian mengetik serangkaian perintah sederhana.
Ban berjalan itu bergerak lagi, kembali ke ruang besi.
Lalu dia menarik keluar kunci emas itu dan memberikannya kepada Sophie.
"Kesini. Cepat."
Ketika mereka tiba di bagian dok pengangkutan dibelakang, Vernet dapat melihat kilatan lampu polisi memeriksa garasi dibawah tanah.
Dia mengerutkan keningnya.
Mungkin mereka menutup jalur itu juga.Apakahaku betul-betulmaumencobamelakukannya? Dia sekarang berkeringat.
Vernet menunjuk pada salah satu truk kecil berlapis baja milik bank itu.
Transport sur merupakan pelayanan berikutnya yang ditawarkan Bank Penyimpanan Zurich.
"Masuklah dibagian kargo,"
Katanya sambil membuka pintu belakang yang berat dan menunjuk pada ruang baja berkilat.
"Aku akan segera kembali."
Ketika Sophie dan Langdon naik, Vernet bergegas ke kamar pengawas melintasi dok pengangkutan, kemudian masuk, mengambil kunci truk, dan menyambar jas dan topi seragam pemudi.
Setelah menanggalkan jas dan dasinya, dia mengenakan seragam tadi.
Sambil berjalan ke luar, dia meraih pistol pengemudi dari raknya, lalu menguncinya dan memasukkannya ke dalam sarungnya.
Kembali ke truk, Vernet menekan topi pengemudinya sedalam mungkin dan melongok ke Sophie dan Langdon yang berdiri di dalam kotak lapis baja yang kosong.
"Kalian akan lebih suka ini menyala,"
Kata Vernet sambil menjangkau ke dalam dan menyalakan tombol lampu di dinding sehingga sebuah lampu kecil menyala pada atap truk.
"Dan sebaiknya kalian duduk. Jangan bersuara sampai keluar dari gerbang."
Sophie dan Langdon duduk di atas lantai metal.
Langdon mengayun ayunkan benda berharga itu dalam jas wolnya.
Vernet menutup pintu berat itu, lalu mengunci mereka di dalam.
Setelah itu, dia duduk di belakang kemudi dan menyalakan mesin.
Ketika mobil lapis baja itu bergerak ke jalur atas, Vernet dapat merasakan keringatnya mulai mengumpul di balik topi pengemudinya.
Ternyata di depan ada lebih banyak kilatan mobil polisi daripada yang dia bayangkan tadi.
Ketika truk itu menambah kecepatan, gerbang dalam mengayun ke dalam, memberinya jalan keluar.
Vernet melaju ke luar, kemudian berhenti menunggu pintu di belakangnya tertutup kembali sebelum dia melanjutkan perjalanan dan melewati sensor berikutnya.
Gerbang kedua terbuka, dan jalan keluar siap dilewati.
Kecualibagimobilpolisiyangmemblokirjaluratas.
Vernet mengusap alisnya dan meluncur lagi.
Seorang petugas bertubuh kurus melangkah ke luar dan memberi isyarat padanya untuk berhenti beberapa meter dari jalan yang ditutup.
Empat mobil patroli diparkir di luar gedung bagian depan.
Vernet menghentikan mobilnya.
Dia menarik topi pengemudinya lebih ke bawah.
Dia membuat wajahnya sekasar yang diperbolehkan oleh pendidikan budayanya.
Dia tidak bergerak dari belakang kemudi, hanya membuka jendela dan menatap ke bawah pada agen polisi yang wajahnya galak dan pucat.
"Ada apa?"
Tanya Vernet dalam bahasa Prancis. Nadanya kasar.
"Saya JErOme Collet,"
Kata agen itu.
"Letnan Polisi Judisial."
Dia bergerak ke bagian kargo truk itu.
"Ada apa di dalamnya?"
"Mana aku tahu,"
Jawab Vernet dalam bahasa Prancis yang kasar.
"Aku hanya pengemudi."
Collet tampak tak terkesan.
"Kami sedang mencari dua orang kriminal!"
Vernet tertawa "Kalau begitu kau datang ke tempat yang tepat. Beberapa dari bedebah-bedebah di sini punya begitu banyak uang. Mereka pasti kriminal."
Agen itu mengacungkan foto ukuran paspor, foto Robert Langdon.
"Apakah orang ini ada di bankmu malam ini?"
Vernet menggerakkan bahunya.
"Tidak tahu. Aku hanya orang bawahan di dok. Mereka tidak mengizinkan aku berdekatan dengan nasabah. Kau harus masuk dan tanya kepada petugas di meja depan."
"Bankmu meminta surat izin penggeledahan sebelum kami boleh masuk."
Vernet membuat tarikan wajah jijik.
"Administrasi. Jangan buat aku mulai."
"Harap buka trukmu,"
Kata Collet sambil menunjuk kargo. Vernet menatap agen itu dan memaksakan tawa yang menjengkelkan.
"Membuka truk? Kaupikir aku punya kunci? Kaupikir mereka memercayai kami? Kau harus melihat berapa aku dibayar."
Kepala agen itu miring ke satu sisi. KeragUannya terlihat.
"Kau tidak punya kunci trukmu sendiri?"
Vernet menggelengkan kepalanya.
'Tidak untuk membuka kargo.
Hanya kuncistart.
Truk ini dikunci oleh mandor di dok pemuatan.
Lalu truk ini diam di dok.
Pada saat itu, seseorang membawa kunci kargo ke tempat tujuan.
Begitu kami mendapat pemberitahuan bahwa kunci itu sudah ada pada penerima, barulah saya boleh membawa truk ini.
Tidak boleh satu detik pun sebelumnya.
Aku tidak pernah tahu apa yang kuangkut."
"Kapan truk ini dikunci?"
"Pastilah beberapa jam yang lalu. Aku mengemudi ke St. Thurial malam ini. Kunci kargo sudah ada di sana."
Agen itu tidak menjawab. Matanya menyelidik seolah mencoba membaca pikiran Vernet. Setetes keringat siap-siap meluncur turun ke hidung Vernet.
"Boleh?"
Katanya sambil menghapus hidungnya dengan lengan bajunya dan menunjuk mobil polisi yang menutup jalannya.
"Jadwalku ketat."
"Apa semua pengemudi memakai Rolex?"
Tanya agen itu sambil menunjuk pergelangan tangan Vernet. Vernet melihat ke bawah dan melihat tali jam yang berkilauan dari jam tangannya yang sangat mahal itu. Jam tangannya mengintip dari bawah lengan jasnya. Sialan.
"Jam murahan ini? Aku membelinya seharga dua puluh euro dari seorang pedagang kaki lima Taiwan di St. Germain des PrEs. Aku mau menjualnya empat puluh euro. Minat?"
Agen itu terdiam dan akhirnya melangkah ke tepi.
"Tidak, terima kasih. Selamat jalan."
Vernet tidak bernapas lagi hingga truk itu betul-betul berada lima puluh meter di jalan.
Dan sekarang, dia punya masalah lain.
Muatannya itu.
Ke manaakuakanmembawamereka? SILAS TERBARING menelungkup di atas kasur kanvas di kamarnya, membiarkan luka cambukan di punggung mengering terkena udara.
Sesi kedua Disiplin malam ini membuatnya lemah dan pusing.
Dia belum membuka ikatancilice-nya, dan dia dapat merasakan darah menetes di bagian dalam pahanya.
Namun dia tidak membenarkan diri untuk membukanya.
AkutelahmengecewakanGereja.
Lebihburuklagi,akusudahmengecewakanUskup.
Malam ini seharusnya menjadi penyelamatan Uskup Aringarosa.
Lima bulan yang lalu, Aringarosa kembali dari pertemuan di Observatorium Vatikan.
Di sana dia mengetahui sesuatu yang membuatnya sangat berubah.
Setelah bersedih selama beberapa minggu, akhirnya Aringarosa menceritakan berita itu kepada Silas.
"Tetapi ini tidak mungkin!"
Seru Silas.
"Aku tidak bisa menerimanya!"
"Betul,"
Kata Aringarosa.
"Tak masuk akal tetapi betul. Hanya dalam waktu enam bulan."
Kata-kata uskup itu menakutkan Silas.
Dia berdoa memohon pembebasan dan bahkan pada hari-hari kelabu itu, kepercayaannya kepada Tuhan dan The Way tak pernah goyah.
Hanya satu bulan kemudian, awan-awan itu terkuak secara ajaib dan cahaya kemungkinan memancar keluar.
CampurtanganTuhan, begitu Aringarosa menyebutnya.
Uskup Aringarosa terlihat penuh harapan lagi.
"Silas,"
Dia berbisik.
"Tuhan telah melimpahkan kesempatan untuk melindungi The Way. Peperangan kita, seperti semua peperangan, akan meminta pengorbanan. Kau mau menjadi prajurit Tuhan?"
Silas jatuh berlutut di depan Uskup Aringarosa -orang yang telah memberinya kehidupan baru -dan berkata.
"Aku domba Tuhan. Gembalakan aku sesuka hatimu."
Ketika Aringarosa menjelaskan kesempatan yang telah muncul dengan sendirinya itu, Silas tahu ini pastilah karena tangan Tuhan.
Keyakinan yang menakjubkan! Aringarosa menghubungkan Silas dengan seorang lelaki yang mengajukan rencana itu -seorang yang menyebut dirinya Guru.
Walau Guru dan Silas tidak pernah bertemu muka, setiap kali mereka berbicara lewat telepon, Silas terpesona, baik karena keyakinan Guru yang mendalam maupun karena keluasan kekuasaannya.
Guru tampaknya seorang lelaki yang tahu semua, lelaki dengan mata dan telinga di segala tempat.
Bagaimana Guru mendapatkan informasi itu, Silas tidak tahu.
Namun Aringarosa telah begitu percaya kepada Guru, dan uskup ini meminta Silas untuk juga memercayainya.
"Lakukan apa yang Guru perintahkan,"
Kata Uskup kepada Silas.
"dan kita akan menang."
Menang.
Sekarang Silas menatap lantai kosong dan takut kemenangan telah menghindari mereka.
Guru telah ditipu.
Batu kunci itu rnerupakan jalan buntu yang memperdayakan.
Dan, dengan penipuan itu, segala harapan telah hilang.
Silas berharap bisa menelepon Uskup Aringarosa dan memperingatkannya namun Guru telah menghapus jalur komunikasi langsung malam ini.
Untuk keamanankita.
Akhirnya, setelah mengatasi keragu-raguan yang luar biasa, Silas merangkak, lalu bangun dan mengambil jubahnya yang tergeletak di atas lantai.
Dia merogoh telepon genggam dari sakunya.
Dengan tertunduk malu, dia memutar nomor.
"Guru,"
Dia berbisik.
"semua sudah hilang."
Dengan jujur Silas mengatakan kepada lelaki itu bagaimana dia diperdaya.
"Kau kehilangan kepercayaanmu terlalu cepat,"
Guru menjawab.
"Aku barn saja menerima berita. Sangat tidak terduga namun menyenangkan. Kehidupan rahasia. Jacques SauniEre telah memberikan informasi sebelum dia mati. Aku akan meneleponmu segera. Pekerjaan kita malam ini belum selesai."
NAIK MOBIL kargo di dalam ruangan yang remang-remang adalah seperti dipindahkan ke dalam sebuah sel pengasingan.
Langdon berusaha mengatasi rasa cemas yang selalu menghantuinya saat dia berada dalam ruangan tertutup.
Vernetmengatakandiaakanmembawakitaketempatyangjauhlagiamandi luarkota.Dimana? Seberapajauh? Kaki Langdon telah menjadi kaku karena duduk bersilang di atas lantai metal.
Dia mengganti posisinya, mengernyit ketika merasakan darahnya mengalir kembali ke bagian bawah tubuhnya.
Pada lengannya, dia masih memegangi harta karun aneh yang mereka ambil dari bank tadi.
"Kurasa kita sedang berada di jalan tol sekarang,"
Bisik Sophie.
Langdon juga merasakan itu.
Setelah terhenti dengan menakutkan di atas jalur bank tadi, truk itu kini telah bergerak, berkelok ke kin dan kanan selama satu atau dua menit, dan sekarang melaju dalam kecepatan tertinggi.
Di bawah mereka, roda-roda tahan peluru menderu di atas jalan halus.
Langdon memaksakan diri memusatkan perhatiannya pada kotak kayu mawar dalam tangannya.
membuka Sekarang dia meletakkan bungkusan berharga itu di atas lantai, bungkusan jasnya dan mengeluarkan kotak itu, lalu mendekatkannya pada tubuhnya sendiri.
Sophie mendekatkan posisinya sehingga mereka duduk bersebelahan.
Tiba-tiba Langdon merasa mereka seperti dua orang anak yang mengerumuni hadiah Natal.
Berlawanan dengan warna hangat dari kayu mawar kotak itu, bunga mawar di bagian dalamnya tampak diukir pada kayu yang pucat, kemungkinan abuabu, yang bersinar terang pada cahaya remang-remang.
Mawar itu.
Seluruh tentara dan agama telah dibangun di atas simbol ini, seperti memiliki perkumpulan rahasia.TheRosicrucians.KesatriaPalangMawar.
"Ayo,"
Kata Sophie.
"Bukalah."
Langdon menanik napas dalam.
Menyentuh tutupnya, dia sekali lagi mengerling kagum pada kotak kayu yang terukir rumit itu.
Setelah melepas kaitannya, dia pun membuka tutupnya, menyingkap misteri yang ada di dalam.
Langdon telah berkhayal tentang beberapa hal yang mungkin mereka temukan di dalam kotak itu, tetapi dia jelas salah total.
Benda itu terletak aman di dalam kotak yang bagian dalamnya dilapisi dengan sutera tebal.
Langdon tidak tahu benda apa itu.
Dibuat dan pualam putih yang halus, benda itu adalah sebuah silinder batu kira-kira seukuran kaleng penyimpan bola tennis.
Walaupun begitu, benda ini lebih rumit dari sekadar pilar batu ; ia tampaknya tersusun dari beberapa bagian.
Lima cakram pualam berukuran donat ditumpuk dan direkatkan satu sama lain dalam bingkai kuningan yang halus.
Benda itu tampak seperti semacam pipa, kaleidoskop multi putaran.
Setiap ujung dari silinder itu direkatkan dengan sebuah penutup, juga dari pualam, sehingga tidak mungkin untuk melihat ke dalamnya.
Karena mendengar suara benda cair di dalamnya, Langdon menyimpulkan bahwa silinder itu berongga di tengah.
.Konstruksi silinder itu begitu menakjubkan.
Walau begitu, ukiran di sekeliing silinder itulah yang menarik perhatian utama Langdon.
Masingmasing cakram telah diukir dengan sangat hati-hati dengan serangkaian huruf berbeda yang sama -keseluruhan abjad.
Silinder berhuruf itu mengingatkan Langdon pada mainannya di masa kanak-kanak -sebuah gulungan benang dengan tabung berhuruf yang dapat diputar untuk mengeja berbagai kata.
"Mengagumkan, bukan?"
Bisik Sophie. Langdon menatapnya.
"Aku tidak tahu. Apa gerangan ini?"
Sekarang ada sinar pada mata Sophie.
"Kakekku pernah membuat seperti ini sebagai hobi. Benda ini diciptakan oleh Leonardo da Vinci."
Walau dalam keremangan, Sophie dapat melihat Langdon terkejut "Da Vinci?"
Langdon bergumam, sambil melihat lagi slinder itu.
"Ya. Namanya cryptex. Menurut kakekku, cetak birunya berasal dari buku harian rahasia Da Vinci."
"Untuk apa ini?"
Mengingat apa yang terjadi malam ini, Sophie tahu jawabannya mungkin memiliki implikasi menarik.
"Itu tempat penyimpanan,"
Katanya.
"Untuk menyimpan informasi rahasia."
Mata Langdon menjadi lebih lebar.
Sophie menjelaskan bahwa membuat benda seperti yang ditemukan Da Vinci ini adalah salah sam hobi kakeknya yang terbaik.
Sebagai seorang pengrajin berbakat yang menghabiskan waktu berjam-jam di bengkel kayu dan metalnya, Jacques SauniEre menikmati peniruan karya para pakar -FabergE, para ahli pekerjaan tangan halus, dan ahli yang kurang artistik tetapi jauh lebih praktis, Leonardo da Vinci.
Bahkan pandangan sekilas pada buku harian Da Vinci sudah bisa mengungkapkan mengapa orang termasyhur itu, selain terkenal hebat, juga terkenal buruk karena tidak melakukan tindak-lanjut atas penemuannya.
Da Vinci telah membuat cetak biru dari ratusan penemuan yang tak pernah dilaksanakannya sendiri.
Salah satu kegiatan pengisi waktu SauniEre adalah menghidupkan ide-ide Da Vinci yang kurang jelas -jam, pompa air, cryptex dan bahkan patung kesatria Prancis yang ditiru secara lengkap yang sekarang berdiri gagah di atas meja kerja di kantor Sauniere.
Patung itu dirancang oleh Da Vinci pada tahun 1495 sebagai perkembangan dari studi pertamanya dalam anatomi dan kinesiologi.
Mekanisme internal robot kesatria itu memiliki sendi dan tendon yang akurat, dan dirancang untuk dapat melakukar sit-up, melambaikan tangan, dan menggerakkan kepala dengan leher yang lentur sambil membuka dan menutup rahang yang sempurna.
Sophie selalu percaya, kesatria berbaju besi ini meru benda terindah yang pernah dibuat kakeknya ...
itu sebelumn Sophie melihat cryptex yang ada di dalam kotak kayu mawar itu.
"Kakekku membuatkan aku satu yang seperti ini ketika masih kecil,"
Kata Sophie.
"Tetapi aku belum pernah melihat yang dihiasi begini banyak dan besar."
Mata Langdon tidak pernah lepas dari kotak itu.
"Aku belum pernah mendengar tentangcryptex."
Sophie tidak heran.
Kebanyakan penemuan Leonardo yang tidak diwujudkannya belum pernah dipelajari dan bahkan tidak bernama juga.
Kata cryptex mungkin juga merupakan kreasi kakeknya, sebuah nama yang tepat untuk alat ini yang menggunakan ilmu kriptologi untuk menyimpan informasi yang tertulis pada gulungan bermuatan itu ataucodex.
Sophie tahu, Da Vinci merupakan pionir kriptologi, walau dia jarang mendapatkan pujian dalam hal itu.
Para instruktur Sophie di universitas, ketika menyajikan metode-metode enkriptologi komputer untuk melindungi data, memuji ahli kriptologi modern seperti Zimmerman dan Schneier, namun lupa meyebutkan bahwa Leonardolah yang telah menciptakan salah satu bentuk dasar dari kunci umum enkripton berabad-abad yang lalu.
Kakek Sophie, tentu saja, yang mengatakan itu kepadanya.
Ketika mobil lapis baja mereka meluncur di atas ja1an tol, Sophie menjelaskan kepada Langdon bahwa cryptex merupakan solusi Da Vinci terhadap dilema pengiriman pesan yang aman dalam jarak jauh.
Di zaman tanpa telepon atau email, siapa pun yang ingin menyampaikan informasi pribadi kepada seseorang yang jauh tidak punya pilihan lain kecuali menulisnya dan mempercayakannya kepada seorang kurir untuk membawa surat tersebut.
Sjalnya, jika si kurir menduga bahwa surat itu berisi informasi berharga, dia dapat menerima uang yang jauh lebih banyak dengan menjual informasi tersebut kepada musuh daripada mengirimkannya secara benar.
Banyak pemikir besar dalam sejarah telah mencipkatan solusi kriptologi untuk menjawab tantangan perlindungan data.
Julius CAesar menemukan sebuah pola penulisan kode yang dinamakan Kotak Caesar ; Maria, Ratu Scotlandia, menciptakan sebuah sandi rahasia pengganti dan mengirim komunikasi rahasia dar penjara ; seorang ilmuwan cerdas Arab, Abu Yusuf Ismail al-Kindi, melindungi rahasianya dengan sebuah pengganti sandi rahasia polialfabetik yang tersusun dengan cerdik.
Namun, Da Vinci menyingkirkan matematika dan kriptologi demi solusi mekanikal, Cryptex.
Sebuah wadah yang dapat dibawa-bawa, yang dapat menyimpan dan menjaga surat-surat, peta, diagram, apa saja.
Begitu satu informasi tersegel di dalamcryptex, hanya orang yang mengetahuipasswordnya yang dapat membukanya.
"Kita membutuhican password,"
Kata Sophie sambil menunjuk pada lempengan-lempengan bertulisan itu.
"Sebuah cryptex bekerja mirip sekali dengan kunci sepeda kombinasi.. Jika kau meluruskan lempengan-lempengan itu pada posisi yang benar, kuncinya akan bergeser membuka. Cryptex ini memiliki lima lempengan betrtulisan. Ketika kau memutarnya ke arah urutan yang benar, tabung di dalamnya menjadi lurus, dan silinder akan terpisah secara utuh."
"Dan bagian dalamnya?"
"Begitu silinder itu terpisah, kau akan melihat rongga pada bagian tengah wadah itu yang dapat digunakan untuk menyimpan gulungan kertas berisi informasi yang ingin kaurahasiakan. Langdon tampak ragu.
"Kau bilang kakekmu membuat yang seperti ini untukmu ketika kau masih kecil?"
"Ya, agak lebih kecil. Pada beberapa kali ulang tahunku, kakek memberiku sebuah cayptex dan sebuah teka-teki. Jawaban teka-teki itu adalah password untuk membukacryptex itu. Begitu aku tahu, aku akan dapat membukanya dan menemukan selembar kartu ulang tahun."
"Susahnya untuk mendapatkan selembar kartu."
"Kartu-kartu itu selalu berisi teka-teki atau petunjuk yang lain. Kakekku senang menciptakan perburuan harta karun yang rumit di sekitar rumah. Petunjuk yang saling berkait itulah yang membawaku ke hadiah ulang tahunku yang sesungguhnya. Setiap perburuan harta karun merupakan ujian bagi sifat dan kebaikan juga untuk meyakinkannya bahwa aku pantas mendapatkan hadiah itu. Dan, ujian itu tidak pernah mudah."
Langdon menatap benda itu lagi, masih tampak ragu.
"Tetapi, mengapa tidak langsung membongkarnya saja? Atau memukul hancur? Metalnya kelihatan lunak, dan pualam juga batu yang lunak."
Sophie tersenyum.
"Da Vinci terlalu pandai untuk itu. Dia merancang cryptex sedemikian rupa sehingga jika kau membukanya secara paksa, informasi di dalamnya akan rusak sendiri. Lihat."
Sophie meraih kotak itu dan berhati-hati, mengangkat silinder itu.
"Segala informasi yang disisipkan pertama-tama harus ditulis di atas gulungan kertas papirus."
"Bukan kulit binatang?"
Sophie menggelengkan kepalanya.
"Papirus. Aku tahu kulit domba lebih tahan lama dan lebih biasa pada zaman itu, tetapi ini memang kertas papirus. Semakin tipis, semakin baik.
"Baik."
"Sebelum disisipkan ke dalam wadah cryptex, papirus itu harus digulung dan dimasukkan ke dalam botol kaca tipis."
Dia lalu menggoyangkancryptex itu, dan suara berkumur terdengar dari dalam.
"Sebotol cairan."
"Cairan apa?"
Sophie tersenyum.
"Cuka."
Langdon ragu-ragu sejenak, kemudian dia mulai mengangguk-angguk.
"Cemerlang."
Cuka dan papirus, pikir Sophie. Jika ada yang berniat membuka paksa cryptex, botol kaca tipis itu akan pecah, dan cuka akan dengan cepat menghancurkan papirus itu. Saat dikeluarkan, pesan rahasia itu tinggal berupa bubur kertas saja.
"Kau bisa lihat,"
Kata Sophie.
"satu-satunya jalan mengambil jnformasi di dalam itu adalah dengan cara mengetahui password lima huruf itu. Dan, dengan lima lempengan, masing-masing dengan 26 huruf, berarti ada 26 pangkat 5."
Sophie segera menghitung permutasi itu.
"Kira-kira 12 juta kemungkinan."
"Terserah kau sajalah,"
Kata Langdon yang tampaknya memiliki kira-kira 12 juta pertanyaan berkeliaran dalam kepalanya. Kaupikir, informasi apa yang ada di dalamnya?" .
"Apa pun itu, pastilah kakekku sangat ingin menyimpannya sebagai rahasia."
Dia terdiam, menutup kotak itu dan menatap mawar berkelopak lima yang terukir di atasnya. Ada yang dipikirkannya.
"Apakah tadi kau bilang bahwa Mawar adalah simbol dari Grail?"
"Tepat. Dalam simbol Biarawan, Mawar dan Grail adalah sama."
Sophie mengerutkan alisnya.
"Itu aneh, karena kakekku selalu mengatakan bahwa Mawar berarti kerahasiaan. Dia biasa menggantung sekuntum mawar pada pintu ruang kerjanya di rumah ketika dia sedang berbicara di telepon dengan orang penting dan tidak mau diganggu olehku. Kakek menganjurkanku melakukan hal yang sama."
Sayang.
kata kakeknya, daripada kita saling mengunci pintu, kita bisa menggantungkan sekuntum mawar -la fleur des Secrets -pada pintu kita ketika kita membutuhkan privasi.Inicarakitauntuksalingmenghormatidanmemercayai.Menggantungkansekuntummaw aradalah adatkunobangsaRomawi.
"Sub rosa,"
Kata Langdon.
"Orang Romawi menggantungkan sekuntum mawar saat rapat untuk menunjukkan bahwa rapat itu rahasia. Para peserta rapat tahu, apa pun yang dikatakandibawahmawar itu -atausub rosa -harus selalu dirahasiakan."
Langdon menjelaskan dengan cepat bahwa arti rahasia yang ditimbulkan Mawar bukanlah satu-satunya alasan bagi Biarawan untuk menggunakannya sebagai simbol untuk Grail.
Rosa Rugosa, salah satu jenis mawar tertua, mempunyai lima kelopak dan segi lima yang simetris, persis seperti bintang penunjuk Venus yang memberi Mawar kaitan ikonografi yang kuat dengan keperempuanan.
Lagi pula, Mawar mempunyai ikatan erat dengan konsep "penunjuk yang terpercaya"
Dan navigasi bagi seseorang.
Mawar Kompas membantu para pengembara menentukan arah, seperti juga Garis Mawar, garis-garis bujur dalam peta.
Dengan alasan ini, Mawar merupakan simbol yang berarti Grail pada banyak tingkatan -kerahasiaan, keperempuanan, dan petunjuk -cawan feminin dan bintang penunjuk yang membawa ke kebenaran rahasia.
Ketika Langdon selesai menjelaskan, tiba-tiba tarikan wajahnya tampak tegang.
"Robert? Kau baik-baik saja?"
Matanya melebar melihat kotak kayu mawar itu.
"Sub ... rosa,"
Dia tercekat. Kebingungan yang menakutkan menyapu wajahnya.
"Tidak mungkin."
"Apa?"
Perlahan Langdon menaikkan matanya.
"Di bawah tanda mawar,"
Dia berbisik."Cryptex ini ... kupikir aku tahu ini apa."
LANGDON HAMPIR tak dapat mempercayai pikirannya sendiri.
Namun, mengingatsiapa yang telah memberikan batu silinder ini,bagaimana dia telah memberikannya kepada mereka, dan sekarang, ukiran Mawar pada kotak itu, Langdon hanya dapat merumuskan satu kesimpulan.
AkusedangmemegangbatukunciBiarawan.
Legenda itu begitu spesifik.
Batu kunci adalah sebuah batu bersandi yang terletak di bawah tanda Mawaritu.
"Robert?"
Sophie menatapnya.
"Ada apa?"
Langdon perlu beberapa saat untuk menyusun pemikirannya.
"Apakah kakekmu pernah berbicara denganmu tentang laclefdevoute?"
"Kunci pembuka lemari besi?"
Sophie menerjemahkan.
"Bukan, itu terjemahan harfiah. Clef de voute adalah istilah arsitektur biasa. Voute tidak ada hubungannya dengan ruang besi bank, tetapi dengan kolong di bawah atap yang melengkung. Seperti langit-langitberkubah."
"Tetapi langit-langit berkubah tidak memerlukan kunci."
"Sebenarnya memerlukan. Setiap kubah batu memerlukan sebuah pusat, batu berbentuk irisan pada puncak yang mengunci potongan-potongannya sehingga menyatu dengan kuat dan.menahan semua bebannya. Batu ini, di dunia arsitektur, merupakan kunci kubah itu. Dalam bahasa Inggris, kami menyebutnya keystone, batu kunci."
Langdon menatap mata Sophie, mencari cahaya pengertian. Sophie menggerakkan bahunya, melihat ke bawah pada cryptex itu.
"Tetapi ini sama sekali bukan batu kunci."
Langdon tidak tahu harus mulai dari mana.
Batu kunci sebagai teknik untuk membangun kubah barn telah merupakan salah satu rahasia yang paling terjaga dari zaman persaudaraan Masonic.
Tingkat Kelengkungan Istana.
Arsitektur.
Batu Kunci.
Semua itu saling berkaitan.
Pengetahuan rahasia tentang bagaimana menggunakan sebuah batu kunci beririsan untuk membuat kubah adalah bagian dari kearifan yang telah menjadikan anggota Mason sebagai tukang-tukang yang ahli, dan rahasia itu sangat dijaga.
Batu kunci selalu mempunyai tradisi kerahasiaan.
Namun, batu silinder di dalam kotak kayu mawar itu jelas berbeda.
Batu kunci Biarawan---jika ini memang yang mereka pegang sekarang---tidak seperti yang dibayangkan Langdon.
"Batu kunci Biarawan bukan keahlianku,"
Langdon mengaku.
"Ketertarikanku pada Grail hanya sebatas simbolisasinya. Jadi aku cenderung mengabaikan cerita-cerita berlebihan tentang bagaimana sesungguhnya menemukan benda itu."
Alis Sophie terangkat."Menemukan Holy Grail?"
Langdon mengangguk ragu, lalu berkata dengan hati-hati.
"Sophie, menurut adat Biarawan, batu kunci merupakan sebuah peta berkode ... sebuah peta yang mengungkap tempat disembunyikannya Holy Grail."
Wajah Sophie memucat.
"Dan, kaupikir ini adalahpetaitu?"
Langdon tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
Bahkan baginya, itu tampak tidak masuk akal.
Namun batu kunci merupakan satu-satunya kesimpulan logis yang dapat ditariknya.Sebuahbatuberkode,tersembunyidi bawahgambarMawar.
Gagasan bahwa cryptex dirancang oleh Leonardo da Vinci---mantan Mahaguru Biarawan Sion---menyorotkan petunjuk lain yang menggoda, bahwa ini memang batu kunci Biarawan.
Sebuah cetak biru milik mantan mahaguru ...
dihidupkan kembali oleh anggota Biarawan yang lainnya.
Kaitan itu terlalu gamblang untuk dinafikan.
Dalam sepuluh tahun terakhir, para ahli sejarah mencari batu kunci itu di gereja-gereja Prancis.
Para pencari Grail telah menyimpulkan bahwalaclefde voute adalah benar-benar sebuah batu kunci -batu iris dalam istilah arsitektur -sebuah batu yang dipahat dengan tulisan dan disisipkan ke dalam atap kubah sebuah gereja.DibawahtandaMawar.
Dalam arsitektur, tidak ada kekurangan pada mawar.
Jendela mawar.
Relief mawar.
.Dan, tentu saja, sebuah cinquefoils -bunga berhias lima kelopak yang sering ditemukan di puncak kubah, tepat di atas batu kunci.
Tempat tersembunyi itu tampaknya sangat sederhana.
Peta menuju Holy Grail itu diletakkan sangat tinggi di kubah pada gereja tua yang terlupakan, mengejek para jemaat gereja yang buta yang berlalu-lalang di bawahnya.
"Cryptex ini tidak mungkin batu kunci itu,"
Bantah Sophie.
"Tidak cukup tua. Aku yakin, ini buatan kakekku. Tidak mungkin merupakan bagian dari legenda Grail."
"Sebetulnya,"
Langdon menjawab, merasa tergelitik karena kegembiraan beriak di dalam benaknya.
"batu kunci itu dipercaya baru dibuat oleh Biarawan mungkin dua dekade yang lalu."
Mata Sophie berkilat tak percaya.
"Tetapi jika cryptex ini akan mengungkap tempat persembunyian Holy Grail, mengapa kakekku memberikannya kepadaku? Aku tidak tahu bagaimana membukanya atau harus kuapakan. Aku bahkan tidak tahu apa itu Holy Grail."
Langdon terkejut juga ketika dia tahu Sophie benar.
Dia belum punya kesempatan untuk menjelaskan kepada Sophie tentang apa Holy Grail itu sesungguhnya.
Cerita itu harus ditunda.
Saat ini, mereka memusatkan perhatian pada batu kunci itu.
Jikainimemangitu....
Di antara suara derum roda tahan peluru di bawah mereka, Langdon dengan cepat menjelaskan kepada Sophie semua yang pernah didengarnya tentang batu kunci itu.
Kata orang, selama berabad-abad, rahasia terbesar Biarawan---yaitu lokasi Holy Grail---tak pernah tertulis.
Demi keamanan, rahasia itu selalu diwariskan secara lisan kepada sEnEchal penerus dengan upacara rahasia.
Namun, selama abad terakhir ini, mulai ada bisik-bisik bahwa peraturan Biarawan telah berubah.
Mungkin itu disebabkan oleh kemampuan alat elektronik baru untuk menyadap.
Anggota Biarawan bersumpah tidak akan pErnah lagi membicarakan tempat penyimpanan suci itu.
"Lalu bagaimana mereka mewariskan rahasia itu?"
Tanya Sophie.
"Dari situlah batu kunci itu berasal,"
Langdon menjelaskan "Ketika satu dari empat anggota tertinggi meninggal, tiga yang tersisa akan memilih anggota dari lapisan di bawahnya, menjadi calon berikutnya untuk dinaikkan menjadiseneschal, prajurit baru.
Alih-alihmemberitahukan kepadasEnEchal baru itu tempat Grail disembunyikan, mereka memberinya sebuah ujian yang dengan itu ia bisa membuktikan bahwa ia benar-benar pantas.
Sophie tampak bingung dengan ini, dan Langdon tiba-tiba ingat bagaimana kakek Sophie selalu membuat perburuan karun bagi cucunya -preuves de mErite.
Diakui, batu kunci itu merupakan konsep yang sama.
Lagi pula, ujian semacam itu sangat biasa dilakukan dalam perkumpulan rahasia.
Yang paling terkenal adalah kelompok Mason.
Anggotanya baru dinaikkan ke tingkat yang lebih tinggi setelah terbukti mampu menjaga rahasia serta menempuh ritualritual dan ujian kepatutan selama bertahun-tahun.
Tugas-tugas itu semakin sulit hingga mencapai puncaknya dengan pelantikan calon yang berhasil sebagai anggota Mason tingkat ke-32.
"Jadi, batu kunci itu merupakan sebuah preuve de mErite, bukti kepatutan."
Kata Sophie. dapat membuka cryptex "Jika seorang seneschal ini, dia membuktikan Biarawan yang naik itu dirinya layak untuk mendapatkan informasi yang berada di dalamnya. Langdon mengangguk.
"Aku lupa, kau sudah berpengalaman dengan hal seperti ini."
"Tidak hanya dengan kakekku saja. Dalam kriptologi, tes itu djsebut 'bahasa swaotorisasi'. Artinya, jika kau cukup pandai untuk membacanya, kau diizinkan untuk tahu apa yang dikatakannya."
Langdon ragu-ragu sesaat.
"Sophie, jika ini memang batu kunci itu, akses kakekmu terhadapnya menyiratkan bahwa dia sangat berkuasa di Biarawan Sion. Mungkin saja dia salah satu dari empat anggota tertinggi itu."
Sophie mendesah.
"Dia berkuasa dalam sebuah perkumpulan rahasia. Aku yakin itu. Aku dapat menyimpulkan bahwa perkumpulan itu tak lain dari Biarawan."
Langdon bingung.
"Kau sudah tahu dia anggota sebuah kelompok rahasia?"
"Aku pernah melihat sesuatu yang seharusnya tidak kulihat, sepuluh tahun yang lalu. Sejak itu kami tidak berbicara."
Sophie terdiam, lalu.
"Kakekku bukan saja anggota jajaran tertinggi kelompok itu ... aku yakin, dia anggota tertinggiitusendiri."
Langdon tidak dapat mempercayai apa yang didengarnya.
"Mahaguru? Tetapi ... tidak mungkin kau mengetahuinya!"
"Aku tidak mau membicarakannya,"
Sophie memalingkan wajahnya.
Tarikan wajahnya memperlihatkan bahwa dia terluka.
Langdon duduk terpaku.
Jacques SauniEre? Mahaguru? Walau memang sangat mengherankan jika informasi itu benar, Langdon merasa bahwa hal ini hampir sempurna masuk akal.
Lagi pula, mahaguru sebelurnnyajuga seorang tokoh penting yang berjiwa seni.
Bukti dari kenyataan itu telah dinyatakan beberapa tahun yang lalu di Bibliotheque National di Paris, dalam surat-surat yang dikenal sebagaiLesDossiers Secret, dokumen rahasia.
Setiap ahli sejarah Biarawan dan Grail membual bahwa mereka pernah membaca Dossiers.
Pada katalog nomor 4 Im 249, Dossiers Secret telah dibuktikan keasliannya oleh banyak spesialis dan diyakinkan tanpa terbantahkan apa yang telah diduga para ahli sejarah itu sejak lama.
Mahaguru Biarawan mencakup Leonardo da Vinci, Botticelli, Sir Isaac Newtons, Victor Hugo, dan, yang baru, Jean Cocteau, seniman Paris ternama.
MengapatidakJacquesSauniEre? Keraguan Langdon diperkuat dengan kenyataan bahwa dia telah dijadwalkan akan bertemu dengan SauniEre malam ini.
Mahaguru Biarawan itumemintabertemudenganku?Mengapa? Untuk ngobroltentangseni? Tibatiba itu semua menjadi tak masuk akal.
Lagi pula, jika naluri Langdon benar, berarti guru Mahaguru Biarawan Sion itu baru saja mewariskan batu kunci legendaris itu kepada cucunya, dan bersamaan dengan itu menyuruh cucunya mencari Robert Langdon.
Takdapatdimengerti.
Imajinasi Langdon tidak dapat menjelaskan tingkah laku SauniEre.
Kalaupun SauniEre takut akan mati, masih ada tiga sEnEchaux lainnya yang semuanya memegang rahasia itu, dan karena itu keamanan Biarawan terjamin.
Mengapa SauniEre mengambil risiko sebesar itu dengan memberikan batu kunci kepada cucu perempuannya, apalagi kenyataannya mereka sedang tidak akur? Dan, mengapa melibatkan Langdon ...
sepenuhnya orang asing? Adapotongan puzzleyanghilangdisini, pikir Langdon Jawabannya tampaknya harus menunggu.
Suara mesin yang melambat membuat mereka mendongak.
Suara kerikil terinjak roda mobil.Mengapadia berhenti? Langdon bertanya-tanya.
Vernet sudah berjanji untuk membawa mereka ke luar kota untuk keselamatan mereka.
Truk itu melambat sekali dan berjalan ke suatu tempat yang tak rata.
Sophie menatap Langdon dengan cemas.
Ia bergegas menutup kotak cryptex itu dan menguncinya.
Langdon mengenakan kembali jasnya.
Saat truk berhenti, mesinnya masih tetap menyala ketika kunci pintu belakang mulai berputar.
Ketika pintu terbuka, Langdon terkejut melihat mereka berhenti di hutan, betul-betul jauh dari jalan.
Vernet muncul, matanya bersinar tegang.
Di tangannya tergenggam sepucuk pistol.
"Maafkan saya untuk ini,"
Katanya.
"Saya tak punya pilihan."
ANDRE VERNET tampak kagok dengan pistol di tangannya. Tetapi matanya bersinar yakin sehingga Langdon merasa tidak bijaksana untuk mencoba-coba.
"Saya takut harus memaksa,"
Kata Vernet, sambil mengacungkan pistolnya kepada mereka berdua di bagian belakang truk yang mesinnya masih menyala.
"Letakkan kotak itu."
Sophie mendekap kotak itu ke dadanya.
"Kamu mengaku berteman dengan kakekku."
"Saya punya kewajiban untuk melindungi milik kakekmu,"
Jawab Vernet.
"Itulah sedang saya lakukan. Sekarang, letakkan itu di lantai."
"Kakekku mempercayakan ini kepadaku."
Jelas Sophie.
"Kerjakan,"
Perintah Vernet, sambil menaikkan pistolnya. Sophie meletakkan kotak tersebut di kakinya. Langdon melihat laras pistol itu teracung ke arahnya sekarang.
"Pak Langdon,"
Kata Vernet.
"bawa kotak itu kepadaku. Ingat, saya memintakamu karena saya tidak ragu menembakmu."
Langdon menatap bankir itu tidak percaya.
"Mengapa kau lakukan ini?"
"Menurutmu mengapa?"
Vernet membentak, aksen Inggrisnya terdengar tepat.
"Untuk melindungi milik nasabahku."
"Kami nasabahmu sekarang."
Kata Sophie. Wajah Vernet menjadi sedingin es, sebuah perubahan yang menakutkan.
"Mademoiselle Neveu, saya tidak tahu bagaimana kamu mendapatkan kunci dan nomor rekening itu malam ini, tetapi jelas ini adalah penipuan. Jika saya tahu tingkat kejahatanmu, saya tidak akan mau menolongmu keluar dari bank."
"Sudah kukatakan,"
Kata Sophie.
"kami tidak ada hubungannya dengan kematian kakekku!"
Vernet menatap Langdon.
"Lagi pula, dari radio kudengar bahwa kau dicari bukan hanya karena membunuh Jacques SauniEre, tetapi juga tiga orang lainnya?"
"Apa!"
Langdon seperti tersambar petir.
Tiga pembunuhan lainnya? Jumlah itu lebih mengejutkan daripada fakta bahwa dia merupakan tersangka utama.
Tampaknya ini bukan sebuah kebetulan.
Ketiga senEchaux? Mata Langdon menatap kotak kayu mawar itu.
Jika sEnEchaux sudah terbunuh, SauniEre tidak punya pilihan.
Dia harus mewariskan batu kunci itu kepada seseorang.
"Polisi dapat menjelaskannya jika aku membawamu,"
Kata Vernet.
"Aku telah melibatkan bankku terlalu jauh."
Sophie mendelik pada Vernet.
"Kau sebenarnya tidak bermaksud membawa kami ke polisi. Kau seharusnya membawa kami kembali ke bank, bukannya ke sini sambil menodongkan pistolmu."
Kakekmu menyewaku untuk satu alasan -menjaga miliknya aman dan rahasja. Apa pun isi kotak itu, aku tidak berniat menjadikannya barang bukti pada penyelidikan polisi. Pak Langdon, berikan kotak itu."
Sophie menggelengkan kepalanya.
"Jangan."
Pistol meletus, dan sebuah peluru merobek dinding diatas Langdon. Bagian belakang truk itu menggema ketika selongsong peluru jatuh berdenting di atas lantai kargo. Sialan! Landon membeku. Vernet berbicara dengan lebih tegas.
"Pak Langdon, ambil kotak itu."
Langdon memungut kotak itu.
"Sekarang bawa kepadaku."
Vernet mengancangkan bidikan mematikan, berdiri di atas tanah di belakang bumper belakang.
Pistolnya teracung ke arah kargo sekarang.
Dengan kotak di tangannya, Langdon bergerak melintasi palka ke arah pintu yang terbuka.
Akuharusmelakukansesuatu! Pikir Langdon.Akuterancam menyerahkan batukuncimilikBiarawan! Ketika Langdon bergerak ke arah pintu, posisinya yang lebih tinggi daripada Vernet menjadi lebih nyata, dan dia mulai bertanyatanya apakah mungkin dia memanfaatkan keadaan itu.
Pistol Vernet terangkat, setinggi lutut Langdon.
Posisi yang sangat baik untuk menendang mungkin? Sialnya, begitu Langdon mendekat, Vernet tampak merasakan bahaya tersebut dan melangkah mundur, memosisikan dirinya lagi kira-kira sejauh enam kaki.
Betul-betul tak terjangkau.
Vernet memerintahkan.
"Letakkan kotak itu di dekat pintu."
Karena tidak melihat pilihan, Langdon berlutut dan meletakkan kotak kayu mawar itu di ujung palka, tepat di depan pintu yang terbuka itu.
"Sekarang berdiri."
Langdon mulai berdiri tetapi terhenti, melihat selongsong peluru di atas lantai di samping ambang pintu truk itu.
"Berdiri, dan menjauh dari kotak itu."
Langdon terhenti sesaat, melihat ke ambang pintu besi itu.
Kemudian dia berdiri.
Sambil melakukan itu, dia diam-diam menggeser selongsong peluru tadi hingga ke birai sempit yang merupakan bendul bawah pintu.
Sekarang dia sudah berdiri sepenuhnya, lalu melangkah mundur.
"Kemball ke dinding belakang dan berputar."
Langdon mematuhinya.
Vernet dapat merasakan jantungnya berdetak keras.
Sambil mengarahkan pistol dengan tangan kanannya, dia meraih kotak kayu itu dengan tangan kirinya.
Dia baru tahu bahwa kotak itu ternyata terlalu berat.
Aku perlu dua tangan.
Dia menatap kedua tawanannya, kemudian memperhitungkan risikonya.
Mereka berdua berada betul-betul lima belas kaki jauhnya dari pintu, di ujung dalam palka kargo, menghadap ke dinding.
Vernet mengambil keputusan.
Dengan cepat dia meletakkan pistolnya pada bumper, mengangkat kotak itu dengan dua tangannya, dan meletakkannya di atas tanah, kemudian langsung meraih pistolnya lagi dan mengarahkannya kembali ke dalam palka.
Tawanannya tidak ada yang bergerak.
Sempurna.
Sekarang yang tersisa hanyalah menutup kembali dan mengunci pintu kargo.
Sambil meninggalkan kotak itu di tanah sebentar, ia meraih pintu metal itu dan mulai mendorongnya sampai tertutup.
Ketika pintu itu terayun melewatinya, Vernet mengulurkan tangannya untuk menangkap grendel tunggal yang harus diselipkan ke tempatnya.
Pintunya tertutup dengan debam, dan Vernet dengan cepat memegang grendel itu, menariknya ke kiri.
Grendel itu bergeser beberapa inci dan, tak terduga, terganjal, tidak mau rapat dengan klepnya.
Ada apa? Vernet menariknya lagi, tetapi grendel itu tidak mau mengunci.
Alatnya tidak sejajar dengan benar.
Pintu itu tidak benar-benar tertutup! Merasa panik, Vernet mendorong bagian luar pintunya.
tetapi pintu itu tidak mau menutup rapat.
Ada yang mengganjalnya! Vernet berputar dan mendorong lagi dengan seluruh keuatan bahunya, namun kali ini pintu itu justru memantul balik dengan keras, menghantam wajah Vernet dan membuatnya terjatuh ke tanah.
Hidungnya sangat sakit.
Pistolnya terlepas ketika ia memegangi wajahnya dan merasakan darah hangat mengalir dari hidungnya.
Robert Langdon mendarat ke tanah di dekatnya.
Vernet mencoba untuk bangun, tetapi dia tidak dapat melihat.
Pandangan matanya kabur dan dia merasa terhuyung ke.
belakang lagi.
Sophie Neveu berteriak.
Sesaat kemudian, Vernet merasa debu dan asap mengurungnya.
Dia mendengar kerekah ban truk di atas kerikil, lalu duduk, hanya untuk melihat ban lebar truk itu tidak berhasil membelok.
Lalu ada suara tumbukan ketika bumper depan truk menabrak sebuah pohon.
Suara mesin menderum, dan truk itu melengkung.
Akhirnya, bumper itu menyerah, dan terlepas.
Mobil lapis baja itu bergerak menjauh dengan bumper depan yang terseret.
Ketika truk mencapai tepian jalan, secercah cahaya menyinari langit malam, mengikuti truk itu melaju makin jauh.
Vernet melihat kembali ke tanah tempat truk tadi terparkir.
Walau dalam cahaya bulan yang temaram, dia dapat melihat tidak ada apa pun di sana.
Kotak kayu itu pun sudah tiada.
MOBIL sedan Fiat tak bertanda meninggalkan Puri Gandolfo, meliuk-liuk menuruni jalan melalui Perbukitan Alban, memasuki lembah di bawahnya.
Di bangku belakang, Uskup Aringarosa tersenyum, merasakan beratnya surat-surat berharga di dalam tas di atas pangkuannya dan bertanya-tanya berapa lama lagi dia dan Guru dapat melakukan pertukaran.
Duapulubjutaeuro.
Jumlah itu Akan membelikan untuk Anngarosa kekuatan yang jauh lebih bernilai daripada uang itu.
Ketika mobil itu meluncur cepat menuju Roma, Aringarosa kembali bertanya-tanya mengapa Guru belum juga meneleponnya.
Dia lalu menarik keluar telepon genggam dari saku jubahnya dan memeriksa sinyal penerima.
Sangat lemah.
"Sinyal telepon selular terputus-putus di sini,"
Kata sopir sambil melirik Uskup Aringarosa dari spion.
"Kira-kira dalam limA menit kita akan keluar dari daerah pegunungan, dan sinyal itu akan bertambah baik."
"Terima kasih."
Aringarosa tiba-tiba merasa khawatir.
Tidakadasinyaldi gunung? Mungkin saja Guru telah mencoba menghubunginya selama ini.
Mungkin ada yang tidak beres.
Dengan cepat, Aringarosa memeriksa pesan suara pada telepon genggamnya.
Tidak ada.
Kemudian dia menyadarinya, Guru tidak mungkin meninggalkan pesan rekaman.
Guru sangat hati-hati dalam berkomunikasi.
Tidak seorang pun mengerti lebih baik daripada Guru tentang risiko berbicara terbuka di dunia modern ini.
Penyadap elektronik telah memainkan peran utama dalam hal bagaimana dia mengumpulkan sejumlah informasi rahasia yang mengagumkan.
Karenaalasanitu,diabersikapekstrahati-hati.
Sayangnya, sikap hati-hati Guru itu mencakup tindakan tidak memberi Aringarosa nomor apa pun yang dapat dihubunginyaHanyaakuyangmemulai hubungan, Guru telah memberitahunya Jadi, tetaplah dekat dengan teleponmu.
Sekarang, menyadari bahwa mungkin saja teleponnya tidak berfungsi dengan baik, Aringarosa mengkhawatirkan apa yang mungkin dipikirkan Guru jika dia sudah berkali-kali meneleponnya tanpa jawaban.
Diaakanmengiraadayangtidakberes.
Ataubahwaakugagalmendapatkansurat-suratberhargaitu.
Uskup Aringarosa mulai agak berkeringat.
Ataulebihburuklagi ...bahwaakumengambiluangitudanlari!.
Walau hanya mampu berjalan dengan kecepatan enam puluh kilo meter per jam, truk lapis baja dengan bumper depan setengah lepas itu terus menggaruk jalan di pinggiran kota yang sunyi dengan derum menggerus dan menebarkan percikan-percikan ke kap mobil.
Kitaharuskeluardari jalan, pikir Langdon.
Dia hampir tidak dapat melihat ke mana mereka menuju.
Satu lampu depan truk yang menyala telah menjadi pusat penerangan dan telah menebarkan sinar miring ke hutan di sisi jalan raya pinggiran kota.
Tampaknya, baja pada "truk lapis baja"
Ini hanya berlaku pada bagian palka kargo, tidak untuk bagian depan. Sophie duduk di bangku penumpang, menatap kosong pada kotak kayu mawar di atas pangkuannya.
"Kau tidak apa-apa?"
Tanya Langdon. Sophie tampak gemetar.
"Kau mempercayai Vernet?"
"Tentang tambahan tiga pembunuhan itu? Tentu saja. Itu menjawab banyak pertanyaan -tentang betapa besar usaha kakekmu untuk memberikan batu kunci itu, sama besarnya dengan keinginan Fache untuk menangkapku."
"Bukan, maksudku tentang Vernet mencoba melindungi banknya. Langdon mengerling.
"Kemungkinan lain?"
"Mengambil batu kunci itu untuk dirinya sendiri."
Langdon tidak memikirkan kemungkinan itu.
"Bagaiman Vernet tahu isi kotak itu?"
"Banknya menyimpan kotak itu. Dia juga mengenal kakekku. Mungkin saja dia tahu berbagai hal. Dia mungkin memang menginginkan Grail."
Langdon menggelengkan kepalanya. Tampaknya Vernet bukan orang seperti itu.
"Menurut pengalamanku, hanya ada dua alasan orang mencari Grail. Mereka naif dan percaya bahwa mereka mencari Cawan Kristus yang sudah lama hilang..."
"Atau?"
"Mereka tahu yang sebenarnya dan terancam karenanya. Ada banyak kelompok di sepanjang sejarah yang mencari dan ingin menghancurkan Grail."
Kesunyian di antara mereka diperjelas dengan suara bumper yang menggesek aspal.
Mereka telah berjalan beberapa kilometer sekarang.
Ketika Langdon melihat percikan api dari depan truk itu, dia bertanya-tanya apakah hal itu tidak berbahaya.
Jika mereka berpapasan dengan mobil lain, pastilah itu akan menarik perhatian.
Langdon mengambil keputusan.
"Aku akan mencoba meluruskan bumper itu."
LangdOn menghentikan truk.
Akhirnya sunyi senyap.
Ketika Langdon berjalan ke bagian depan truk, dia merasa was-was.
Dia telah melihat laras pistol yang kedua malam ini dan dia selamat lagi.
Dia menghirup udara malam dalam-dalam dan mencoba memikirkan semua kejadian yang menimpanya.
Setelah merasa terbebani sebagai buron, Langdon mulai merasa beratnya tanggung jawab baru, yaitu kemungkinan bahwa dia dan Sophie memegang serangkaian sandi yang mengantarkan ke sebuah misteri yang paling abadi sepanjang masa.
Seo1ah beban ini masih kurang besar, Langdon sekarang tahu bahwa segala kemungkinan untuk mengembalikan batu kunci itu kepada Biarawan telah hilang.
Berita tentang tiga pembunuhan tambahan itu mempunyai implikasi yang menakutkan.
Biarawan telab disusupi orang luar.
Mereka mencurigakan.
Persaudaraan itu jelas djawasi, atau ada musuh dalam selimut di antara lapisan-lapisannya.
Tampaknya ini menjelaskan mengapa SauniEre memindahkan batu kunci itu kepada Sophie dan Langdon---orang luar persaudaraan itu---orang yang dia tahu tidak mencurigakan.
Kita sama sekali tidak dapat mengembalikan batu kunci kepada Kelompok persaudaraan itu.
Kalaupun Langdon tahu bagaimana mencari anggota Biarawan, kemungkinan besar orang yang mengaku dirinya sebagai anggota persaudaraan itu adalah justru musuh itu sendiri.
Untuk sesaat, setidaknya, batu kunci itu ada di tangan Sophie dan Langdon, tidak penting apakah mereka menginginkannya atau tidak.
Ujung depan truk itu tampak lebih payah daripada yang diperkirakan Langdon.
Lampu depan kini telah hilang, dan yang kanan tampak seperti bola mata yang menggantung keluar dari kelopak matanya.
Langdon membenarkannya, tapi lampu itu.
keluar lagi.
Satu-satunya kabar baik adalah bumper itu telah hampir putus.
Langdon menendangnya dengan keras dan merasa dia mampu melepas bumper itu dari truk.
Ketika dia berkali-kali menendang metal yang melintir itu, Langdon ingat akan percakapan pertamanya dengan Sophie.
Kakekku meninggalkan pesan telepon.
cerita Sophie tadi.
Katanya dia perlu memberitahukan kebenaran tentang keluargaku.
Pada saat itu, percakapan itu tidak ada artinya, namun sekarang, setelah tahu bahwa Biarawan Sion terlibat, Langdon merasa munculnya kemungkinan baru yang mengejutkan.
Bumper itu tiba-tiba terlepas dan terhempas.
Langdon berhenti untuk bernapas.
Setidaknya truk itu tidak lagi tampak seperti kembang api.
Dia memungut bumper itu dan menyeretnya jauh ke hutan sambil memikirkan ke mana tujuan mereka setelah ini.
Mereka tidak tahu bagaimana membuka cryptex itu, atau mengapa SauniEre memberikannya kepada mereka.
Sialnya, kese1amatan mereka malam ini tampaknya tergantung justru pada jawaban atas pertanyaanpertanyaan itu.
Kitaperlupertolongan, akhirnya Langdon memutuskan.Pertolongandari seorangprofesional.
Di dalam dunia Holy Grail dan Biarawan Sion, itu artinya hanya satu orang.
Tantangannya adalah, tentu saja, menawarkan gagasan itu kepada Sophie.
Sementara itu, di dalam truk berlapis baja, Sophie kembali.
Dia dapat merasakan beratnya kotak kayu menunggu Langdon mawar itu di atas pangkuannya, dan dia membencinya.
Mengapa kakekku memberikan ini kepadaku? Dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukannya pada kotak itu.
Berpikir, Sophie! Gunakan otakmu.
Grand-pEre sedang berusaha mengatakansesuatupadamu! Dia membuka kotak itu dan memperhatikan lempengan-lempengan cryptex.
Bukti kepatutan.
Dia dapat merasakan tangan kakeknya sedang bekerja.
Batu kunci itu merupakan peta yang dapat diikuti hanya oleh orang yanglayak.
Itu betul-betul suara kakeknya.
Sophie mengeluarkan cryptex itu dari kotaknya, lalu mengusapkan jemarinya mengelilingi lempengan-lempengan itu.
Lima huruf Dia memutarnya satu persatu.
Alat itu berputar halus.
Dia menyejajarkan cakramcakram itu sedemikian rupa sehingga huruf-huruf piihannya berbaris di antara dua panah kuningan yang sejajar pada setiap ujung silinder.
Lempenganlempengan itu sekarang menampilkan sebuah kata yang terdiri atas lima huruf, kata yang sangat dikenal Sophie.
G-R-A-I-L.
Perlahan, Sophie memegang kedua ujung silinder itu dan menariknya, sambil menambahkan tekanan perlahan.
Cryptex itu tidak bergerak.
Dia mendengar kecipak cuka di dalamnya dan berhenti menarik.
Kemudian dia mencoba lagi.
V-I-N-C-I.
Lagi, tidak ada pergerakan.
V~O-U-T-E Tidak juga.Cryptex itu masih tetap terkunci rapat.
Dia mengerutkan dahinya, lalu menyimpan cryptex itu kembali di dalam kotak dan menutupnya.
Saat melihat ke luar pada Langdon, Sophie merasa bersyukur Langdon bersamanya malam ini.
PS.
cari Robert Langdon.
Alasan kakeknya untuk melibatkan Langdon sekarang menjadi jelas.
Sophie tidak siap untuk mengerti maksud kakeknya, dan karena itu kakeknya meminta Robert Langdon sebagai pemandunya.
Seorang guru untuk mengajarnya.
Sialnya bagi Langdon, malam ini dia harus berperan lebih dari seorang guru.
Dia telah menjadi sasaran Bezu Fache ...
dan beberapa kekuatan tak terlihat yang berniat menguasai Holy Grail.
ApapunGrailitunantinya.
Sophie bertanya-tanya apakah menemukan Grail seharga hidupnya.
Ketika truk berlapis baja itu berjalan lagi, Langdon senang karena truk itu sekarang melaju lebih lancar.
"Kau tahu arah ke Versallies?"
Sophie menatap Langdon.
"Mau melihat-lihat?"
"Tidak, aku punya rencana. Di sana ada ahli sejarah agama yang kukenal. Dia tinggal di dekat Versailles. Aku tidak ingat di mana tepatnya, tetapi kita bisa mencarinya. Aku pernah berkunjung kesana beberapa kali. Namanya Leigh Teabing. Dia mantan ahli sejarah bangsawan Inggris."
"Dan dia tinggal di Paris?"
"Semangat hidup Teabing adalah Grail. Ketika kabar angin tentang batu kunci milik Biarawan itu muncul kira-kira lima belas tahun yang lalu, dia pindah ke Prancis untuk menyelidiki dengan harapan dapat menemukan Grail. Dia menulis beberapa buku tentang batu kunci dan Grail. Dia mungkin dapat membantu kita mengetahui bagaimana membuka itu dan apa yang harus kita lakukan pada silinder itu."
Mata Sophie bersinar waspada.
"Kau mempercayainya?"
"Mempercayainya untuk apa? Bahwa dia tak akan mencuri informasi itu? "Dan tidak akan melaporkan kita."
"Aku tidak bermaksud menceritakan padanya bahwa kita dicari polisi. Aku berharap dia mau menenima kita sampai kita tahu bagaimana mengatasi semuanya."
"Robert, kau tidak sadar bahwa semua televisi di Prancis mungkin telah menyiarkan foto kita? Bezu Fache pekerjaannya. Dia akan membuat diketahuinya."
Selalu menggunakan media dalam kita tidak dapat berkeliaran tanpa Hebat. Pikir Langdon. Penampilan pertamaku di tv adalah dalam siaran "Orang yang Paling Dicari di Paris."
Paling tidak Jonas Faukman akan senang setiap kali Langdon membuat berita, bukunya akan melonjak laris.
"Kau berteman cukup baik dengan orang ini?"
Langdon ragu apakah Teabing senang menonton televisi apalagi pada jam seperti ini, namun pertanyaan itu pantas dipertimbangkan.
Naluri Langdon mengatakan bahwa Teabing betul-betul dapat dipercaya.
Sebuah pelabuhan aman yang ideal, mengingat keadaan ini, Teabing akan menawarkan diri untuk mengambil risiko dengan menolong mereka semaksimal mungkin.
Bukan hanya karena dia pernah berutang budi pada Langdon, namun dia adalah peneliti Grail, dan Sophie mengakui bahwa kakeknya betul-betul mahaguru dari Biarawan Sion.
Jika Teabing mendengar itu, dia akan sangat bersedia membantu mereka dalam hal ini.
"Teabing bisa menjadi kawan yang dapat diandalkan ,"
Kata Langdon. Tergantungdariberapabanyakyanginginkaukatakanakepadanya.
"Fache mungkin telah menawarkan uang untuk penangkapan kita."
Langdon tertawa.
"Percayalah, uang adalah hal terakhir yang dibutuhkan orang ini."
Leigh Teabing kaya dalam ukuran sebuah negara kecil.
Sebagai keturunan Duke of Lancaster Pertama dari Inggris, Teabing mendapatkan uangnya dengan cara lama -waris.
Rumahnya di luar Paris adalah sebuah istana abad XVII dengan dua danau pribadi.
Langdon pertama kali bertemu dengannya beberapa tahun yang lalu melalui British Broadcasting Corporation.
Teabing mendatangi BBC untuk menawarkan film dokumentasi sejarah, yang akan membongkar sejarah Holy Grail yang menggemparkan kepada penonton sebuah stasiun televisi besar.
Produser BBC menyukai pemikiran Teabing yang cemerlang, penelitiannya, dan nama baiknya, tetapi mereka menilai konsep itu terlalu mengguncangkan dan sulit dicerna, sehingga mereka khawatir BBC akan kehilangan reputasinya sebagai stasiun tv dengan kualitas jurnalisme yang baik.
Seperti disarankan Teabing, BBC memecahkan kekhawatirannya dengan mengundang tiga orang ahli sejarah yang ternama dari seluruh dunia, yang semuanya membenarkan sifat-sifat mengagumkan dari Holy Grail lewat penelitian mereka sendiri.
Langdon adalah salah satu dari pakar yang dipilih itu.
BBC tetah menerbangkan Langdon ke rumah Teabing di Paris untuk pembuatan film itu.
Dia duduk di depan kamera di ruang duduk Teabing yang mewah dan menceritakan sejarahnya.
Dia mengakui keraguannya ketika pertama kali mendengar cerita yang berbeda tentang Holy Grail, kemudian menggambarkan betapa penelitian selama bertahun-tahun telah membuktikan bahwa cerita itu benar.
Akhirnya, Langdon menawarkan beberapa hasil penehtlannya---serangkaian kaitan simbologis yang sangat mendukung pernyataan yang tampak kontroversial itu.
Ketika acara itu disiarkan di Inggris, walau didukung oleh pernyataan yang.
kompak dari para pelakunya dan bukti-bukti yang terdokumentasi dengan baik, gagasan itu ternyata sangat menyinggung pemikiran Kristen yang populer sehingga segera menimbulkan perlawanan yang sengit.
Acara itu tidak pernah disiarkan di Amerika SerikAt, namun reaksi tersebut menggema melintasi Atlantik.
Tak lama berselang, Langdon menerima sepucuk kartu dari seorang teman lama -seorang uskup katolik dari Philadephia.
Kartu itu hanya bertuliskan.Ettu,Robert? --kaujuga,Robert? "Robert,"
Tanya Sophie.
"kauyakinkita dapat mempercayai orang ini?"
"Pasti. Kami berteman, dia tidak memerlukan uang, dan aku kebetulan tahu dia membenci pihak berwenang Prancis. Pemerintah Prancis membebaninya dengan pajak yang luar biasa karena dia membeli tempat bersejarah. Dia tidak mungkin bekerja sama dengan Fache."
Sophie menatap ke luar pada jalan gelap.
"Jika kita pergi ke orang itu, seberapa banyak kau akan memberikan informasi kita?"
Langdon tampak tak siap.
"Percayalah. Leigh Teabing lebih tahu tentang Biarawan Sion dan Holy Grail dibandingkan siapapun di bumi ini."
Sophie menatap tajam.
"Lebih dari kakekku?"
"Maksudku, orangdiluar persaudaraan itu."
"Bagaimana kautahu Teabing bukan anggota persaudaraan?' "Teabing telah menghabiskan tentang Holy Grail. Anggota kerahasiaannya."
Hidupnya Biarawan untuk menyiarkan bersumpah untuk kebenaran menjaga "Terdengar seperti konflik kepentingan, bagiku."
Langdon mengerti kekhawatiran Sophie.
SauniEre telah memberikan cryptex rahasia langsung kepada Sophie, dan walau dia tidak tahu apa isinya atau apa yang harus dilakukannya, dia ragu untuk melibatkan orang yang benar-benar tidak dikenalnya, mengingat kemungkinan informasi itu tertutup, naluri mungkin merupakan hal yang baik untuk didengar.
"Kita tidak perlu langsung mengatakan tentang batu kunci itu kepada Teabing. Atau sama sekali tidak. Kita bisa saja ke rumahnya hanya untuk bersembunyi dan berpikir. Mungkin ketika kita berbicara dengannya tentang Grail, kau akan mulai tahu mengapa kakekmu memberikan itu kepadamu."
"Kepadakita,"
Sophie mengingatkan. Langdon merasa sedikit bangga walau bertanya-tanya lagi mengapa SauniEre melibatkannya.
"Kautahu sedikit banyak di mana Pak Teabing tinggal?"
Tanya Sophie.
"Rumahnya disebut Puri Villette."
Sophie berputar dan menatap Langdon dengan tatapan meragukan.
"Puri Villette itu?"
"Ya, itulah. Kautahu?"
"Aku pernah melewatinya. Itu di daerah puri. Dua puluh menit dari sini."
Langdon berkerut dahinya.
"Sejauh itu?"
"Ya. Kau jadi punya waktu cukup untuk menceritakan apa sebenarnya Holy Grail itu."
Langdon terdiam.
"Aku akan menceritakannya di rumah Teabing. Kami berdua mengkhususkan diri pada area legenda yang berbeda, sehingga jika kau berada di antara kami, kau akan mendapatkan cenita yang lengkap."
Langdon tersenyum.
"Lagi pula, Grail sudah merupakan kehidupan Teabing, dan mendengarkan cerita tentang Holy Grail dari mulutnya akan seperti mendengarkan teori relativitas dari mulut Einstein sendiri."
"Semoga saja Leigh tidak berkeberatan dengan tamu tengah malam."
"Untuk dicatat, namanya Sir Leigh."
Langdon membuat kesalahan itu hanya satu kali.
"Teabing orang yang unik. Dia dinobatkan sebagai 'ksatria' oleh Ratu beberapa tahun yang lalu setelah menyusun sebuah sejarah yang panjang tentang House of York."
Sophie menatapnya.
"Kau bercanda? Kita akan mengunjungi seorang knight?"
Langdon tersenyurn aneh.
"Kita sedang dalam masalah Grail, Sophie. Siapa yang dapat menolong kita kalau bukan seorang kesatria?"
PURI VILLETTE terhampar seluas 185 ha, terletak dua puluh menit dari barat laut Paris di sekitar Versailles.
Dirancang oleh Francois Mansart pada tahun 1668 untuk Count of Aufflay, Puri Villette merupakan salah satu puri bersejarah yang penting di Paris.
Dilengkapi dengan dua danau persegi dan taman rancangan Le NOtre, Puri Villette lebih sebagai puri yang sederhana daripada sebuah rumah mewah besar.
Tempat tinggal itu lebih terkenal dengan namaLaPetiteVersailles -Versailles Kecil.
Langdon menghentikan truk lapis baja itu di sebuah perhentian yang mengeriikan di ujung jalan yang sepanjang satu mil.
Jauh di dalam gerbang pengamanan yang mengagumkan, tempat kediaman Sir Leigh Teabing menjulang di atas sebuah padang rumput.
Tanda yang terpasang di pintu gerbang itu tertulis dalam bahasa Inggris.
MILIK PRIBADI.
DILARANG MASUK.
Seolah menyatakan bahwa rumahnya merupakan sebuah kepulauan Britania, Teabing tidak hanya mencantumkan tanda itu dalam bahasa Inggris, tetapi juga memasang sistementry interkom pada pintu gerbang di sisi sebelah kanan truk -sisi sebelah tempat duduk penumpang untuk setiap mobil Eropa, kecuali Inggris.
Sophie melihat interkom yang salah tempat itu dengan aneh.
"Bagaimana jika seseorang datang tanpa penumpang?"
"Jangan bertanya."
Langdon sudah sangat mengenal Teabing.
"Dia lebih suka segalanya seperti di negerinya saja."
Sophie menurunkan jendelanya.
"Robert, lebih baik kau saja yang bicara."
Langdon menggeser duduknya, mencondongkan tubuhnya ke arah Sophie untuk menekan tombol interkom.
Ketika dia menekan tombol itu, hidung Langdon mencium bau parfum Sophie, dan dia baru sadar betapa dekat posisi mereka.
Langdon menunggu, kemudian ada suara aneh, sementara sebuah telepon mulai berdering melaluispeaker kecil.
Akhirrrya, interkom itu terhubung dan suara beraksen Prancis dari seseorang yang terganggu berkata.
"Puri Villette. Siapa yang datang?"
"Ini Robert Langdon,"
Seru Langdon, menjulur melintasi pangkuan Sophie.
"Aku teman Sir Leigh Teabing. Aku memerlukan bantuannya."
"Tuanku sedang tidur. Juga aku tadi. Apa urusan Anda dengan Tuanku?"
"lni urusan pribadi. Salah satu hal yang sangat menarik perhatiannya."
"Kalau begitu dia pasti akan senang menerima Anda besok pagi."
Langdon memindahkan berat tubuhnya.
"Ini sangat penting."
"Begitu juga dengan waktu tidur Sir Leigh. Jika Anda temannya, maka Anda tahu dia tidak terlalu sehat."
Sir Leigh Teabing menderita polio sejak kecil.
Sekarang dia mengenakan penyangga kaki dan berjalan menggunakan tongkat ketiak.
Namun Langdon menganggapnya sangat bersemangat dan menarik pada saat terakhir kali mengunjunginya.
Sir Leigh sama sekali tidak terlihat lemah.
"Jika Anda mau, tolong sampaikan saya punya informasi baru yang belum jelas tentang Grail. Informasi tersebut tidak dapat menunggu sampai besok."
Lama tak ada jawaban. Langdon dan Sophie menunggu. Mesin truk menggerum keras. Satu menit penuh berlalu. Akhirnya seseorang berbicara.
"Teman baikku, aku berani mengatakan bahwa kau masih dalam standar waktu di Harvard."
Suara itu nyaring dan ringan. Langdon menyeringai, mengenali aksen Inggris yang kental.
"Leigh, maafkan aku karena telah lancang membangunkanmu pada jam seperti ini."
"Pelayanku bilang bahwa kau tidak saja di Paris, tetapi juga berbicara tentang Grail."
"Kupikir itu bisa membuatmu bangun dari tempat tidurmu."
"Aku sudah bangun."
"Kau mau membukakan pintu gerbang untuk teman lama?"
"Mereka yang mencari kebenaran lebih dari sekadar teman. Mereka saudara."
Langdon menaikkan bola matanya ke arah Sophie. Dia sangat terbiasa dengan kegemaran Teabing akan drama kuno.
"Aku memang akan membuka pintu gerbang,"
Kata Teabing.
"tetapi pertama-tama aku harus yakin bahwa kau jujur. Sebuah tes untuk kehormatanmu. Kau akan menjawab tiga pertanyaan."
Langdon menggeram, berbisik pada Sophie.
"Sabarlah denganku di sini. Aku sudah katakan, orang ini agak unik."
"Pertanyaan pertama,"
Kata Teabing, nada suaranya seperti Herkules.
"Apakah aku akan menjamumu dengan kopi atau teh?"
Langdon tahu bagaimana perasaan Teabing tentang kopi orang Amerika.
"Teh,"
Langdon menjawab.
"Earl Grey."
"Bagus sekali. Pertanyaan kedua. Susu atau gula? Langdon ragu.
"Susu,"
Bisik Sophie pada telinga Langdon.
"Kupikir orang Inggris lebih suka susu pada tehnya."
"Susu,"
Kata Langdon. Sunyi.
"Gula?"
Teabing tidak menjawab. Tunggu! Langdon sekarang ingat minuman pahit yang pernah disajikan untuknya pada kunjungannya yang terakhir. Pertanyaan ini, dia sadar, pastilah sebuah jebakan."Jeruknipis!"
Dia berseru.
"Earl Grey denganjeruknipis."
"Betul."
Teabing terdengar senang sekali sekarang.
"Dan, akhirnya, aku harus menanyakan pertanyaan yang paling menyedihkan."
Teabing terdiam, kemudian berbicara dengan nada sopan.
"Pada tahun berapa pendayung Harvard terakhir kalinya mengalahkan pendayung Oxford di Henley?"
Langdon tidak tahu, namun dia dapat membayangkan hanya satu alasan pertanyaan ini diajukan.
"Tentu saja parodi seperti itu tidak pernah terjadi."
Pintu gerbang itu terbuka.
"Hatimu memang jujur, temanku. Kau boleh masuk."
"MONSIEUR VERNET!"
Manajer malam Bank Penyimpanan Zurich merasa lega suara presiden banknya di telepon.
"Anda pergi ke mana tadi, Pak? Polisi di sini. Semua orang menunggu Anda!"
"Aku punya masalah kecil,"
Kata presiden bank itu, terdengar sedih.
"Aku perlu bantuanmu segera."
Anda punya lebih dari sekadar masalah kecil, pikir manajer itu. Polisi telah mengepung keseluruhan bank itu dan mengancam mendatangkan kapten DCPJ sendiri dan membawa surat izin penggeledahan yang diminta bank tadi.
"Bantuan apa yang harus saya lakukan, Pak?"
"Truk lapis baja nomor tiga. Aku harus menemukannya."
Dengan bingung, manajer itu memeriksa daftar pengiriman.
"Ada di sini, Pak. Di bawah, di dok pemuatan."
"Tidak. Truk itu dicuri oleh kedua buronan polisi itu."
"Apa? Bagaimana mereka bisa keluar?"
"Aku tidak dapat menjelaskan dengan rinci di telepon, tetapi kita ada masalah yang kemungkinan besar dapat mendatangkan kerugian pada bank."
"Apa yang harus saya lakukan, Pak?"
"Aku mau kau mengaktifkan transponder darurat pada truk itu."
Mata manajer malam itu bergerak ke kotak pengendali Lojack di seberang ruangan.
Seperti banyak mobil lapis baja, setiap truk bank telah dilengkapi dengan peralatan radio-kontrol yang dapat djaktifkan secara jarak jauh dari bank.
Manajer itu hanya pernah menggunakan satu kali sistem darurat itu, setelah terjadi suatu pembajakan, dan alat itu berfungsi dengan sempurna -mencari lokasi truk itu dan mengirimkan kordinasi kepada yang berwenang secara otomatis.
Namun, malam ini, manajer itu menarik kesan bahwa dia perlu bersikap lebih bijaksana.
"Pak, Anda tahu bahwa jika saya mengaktifkan sistem Lojack, alat transponder itu akan sekaligus menginformasikan kepada pihak yang berwenang bahwa kita punya masalah."
Vernet terdiam beberapa detik.
"Ya, aku tahu. Kerjakan saja. Truk nomor tiga. Aku perlu tahu lokasi truk itu secara tepat. Aku tunggu sekarang."
"Segera, Pak."
Tiga puluh detik kemudian, empat puluh kilometer jaraknya dari Bank, tersembunyi di bawah truk berlapis baja, sebuah transponder kecil berkedip menya1a.
KETIKA LANGDON dan Sophie mengendarai truk lapis baja itu di sepanjang jalan yang kiri-kanannya diapit pepohonan, ke arah rumah itu, Sophie merasa otot-ototnya menjadi lebih kendur.
Dia merasa lega telah keluar dari jalan umum, sehingga dia dapat memikirkan beberapa tempat lainnya yang aman bagi mereka, selain tempat tinggal berpintu gerbang milik orang asing yang ramah itu.
Mereka membelok mengikuti jalar yang memutar, dan tampaklah Puri Vilette di sebelah kanan.
Bertingkat tiga dengan panjang setidaknya enam puluh meter, gedung itu dihiasi dinding batu kelabu yang disinari oleh lampu sorot di luar.
Bagian depan gedung yang kasar itu rapi sejajar, menghadap ke taman yang indah dan danau yang bening.
Lampu dari dalam rumah baru saja dinyalakan.
Langdon tidak menghentikan mobilnya di depan pintu.
Dia meneruskannya hingga ke tempat parkir yang berada di bawah pepohonan yang selalu rindang.
"Jangan sampai mobil ini terlihat dari luar,"
Kata Langdon.
"Atau, Leigh bertanya-tanya mengapa kita datang dengan truk berlapis baja yang hancur begini."
Sophie mengangguk "Bagaimana dengan cryptex ini? Kita tidak dapat meninggalkannya di sini, bukan? Tetapi jika Leigh meilihatnya, dia pasti akan bertanya."
"Jangan khawatir,"
Kata Langdon, lalu dia menanggalkan jasnya sambil keluar dari truk itu. Dia kemudian membungkus kotak kayu itu dengan jasnya dan membawa bungkusan itu seperti menggendong bayi. Sophie tampak ragu.
"Hampir tidak kentara."
"Teabing tidak pernah menanyakan apa-apa pada tamunya; dia lebih suka mempersilakan tamunya masuk. Aku akan menemukan tempat untuk menyembunyikan ini di dalam, sebelum dia menemui kita."
Langdon terdiam sejenak.
"Sebenarnya, aku harus mengatakan ini sebelum kau bertemu dengan Sir Leigh. Dia punya selera humor yang biasanya dianggap orang agak...aneh."
Sophie ragu apakah masih ada yang lebih aneh daripada semua yang dialaminya malam ini.
Jalan kecil menuju pintu rumah itu dibuat dari bebatuan bulat yang diatur dan dipasang dengan tangan.
Lalu jalan itu membelok menuju pintu dari kayu ek dan ceri yang diukir dan diberi hiasan pengeruk dari kuningan seukuran buah anggur.
Sebelum Sophie dapat meraih pengetuk itu, pintu besar itu sudah terbuka ke dalam.
Seorang pelayan lelaki yang tampak kuno dan anggun berdiri didepan mereka, sambil memperbaiki dasi putih dan jas tuxedonya, walau sesungguhnya dia sudah sangat rapi.
Pelayan itu tampak berusia sekitar lima puluhan, dengan penampilan yang necis dan tarikan wajah yang tegang.
Langdon merasa seakan kehadiran mereka sangat mengganggunya.
"Sir Leigh akan segera turun,"
Katanya. Aksen Prancisnya sangat kental.
"Beliau sedang berganti pakaian. Beliau tidak suka menyambut tamu dengan hanya mengenakan baju tidur. Boleh saya ambil jas Anda?"
Dia mengerutkan dahinya sambil melihat gulungan jas di tangan Langdon.
"Tidak perlu. Aku tidak apa-apa,"
Kata Langdon.
"Tentu saja. Silakan lewat sini."
Pelayan itu membawa mereka melewati sebuah ruang depan yang serba pualam ke sebuah ruang duduk yang sangat mewah dan diterangi dengan lembut oleh lampu-lampu antik zaman Ratu Victoria.
Udara di dalam ruangan itu beraroma kuno, walau anggun.
Aroma tembakau dan pipa, daun teh,sherry untuk masak dan aroma tanah yang berasal dari arsitektur bebatuan.
Pada dinding yang jauh, di antara dua cerobong surat dari metal, terletak perapian yang cukup besar untuk memanggang seekor sapi jantan yang tersusun dari bebatuan yang ditata kasar.
Si pelayan berjalan ke arah perapian tersebut, berjongkok dan menyentuh sebuah korek api sambil mempersiapkan balok kayu ek dan ranting-ranting.
Tak lama kemudian api menyala.
Pelayan itu berdiri, merapikan jasnya.
"Tuanku meminta anda untuk berlaku seperti di rumah sendiri."
Setelah itu dia pergi meninggalkan Langdon dan Sophie sendirian.
Sophie bingung juga harus memilih duduk di mana di antara kursi-kursi antik di dekat perapian itu.
Apakah dia akan duduk di kursi panjang beludru zaman Renaissance, atau kursi goyang cakar elang yang tampak sudah berkarat, atau sepasang bangku gereja dari batu yang mungkin saja diambil dari sebuah kuil zaman Bizantinum.
Langdon membuka bungkusan cryptex, berjalan kea rah kursi panjang beludru, lalu menyelipkan kotak kayu itu di bawahnya sehingga tak terlihat dari luar.
Kemudian dia mengibaskan jasnya dan mengenakannya lagi.
Setelah itu dia tersenyum kepada Sophie dan duduk di atas kursi panjang itu, tepat di atas harta karun yang disembunyikannya.
Akupilihkursipanjangitu, pikir Sophie, lalu duduk disamping Langdon.
Ketika Sophie menatap api yang membesar dan menatap kehangatannya, dia merasa bahwa kakeknya pasti menyukai ruangan ini.
Panel kayu berwarna gelap itu dihiasi dengan lukisan-lukisain karya pakar-pakar lama.
Sophie mengenali salah satunya, sebuah lukisan Poussin, pelukis kesayangan kakeknya yang kedua.
Pada rak di atas perapian, sebuah patung torso Isis dari batu pualam mengawasi ruangan.
Di bawah dewi Mesir itu, di dalam perapian, dua gargoyles -batu berukir hewan -berfungsi sebagai penopang kayu bakar.
Mulut hewan-hewan ukiran itu terbuka, mempertihatkan kerongkongan mereka yang dalam dan mengancam.
Gargoyles selalu mernbuat Sophie kecil ketakutan, sebelum SauniEre membawanya ke puncak katedral Notre Dame di waktu hujan badai.
"Putri, lihatlah makhluk-makhluk bodoh ini,"
Kata kakeknya, sambil menunjuk pada gargoyle yang berfungsi sebagai ujung talang air, yang menyemburkan air hujan dari mulutnya.
"Kau dengar suara lucu yang keluar dari tenggorokan mereka?"
Sophie kecil mengangguk, tersenyum karena suara yang seperti berkumur dari mulut hewan-hewan itu.
"Mereka berkumur,"
Kata kakeknya.
"Gargariser! Dan, dan situlah mereka mendapatkan nama bodoh itu, gargoyles."
Sejak itu Sophie tidak pernah takut lagi.
Kenangan manis itu membuat Sophie merasa sedih karena kenyataan bahwa kakeknya telah dibunuh mencengkeram perasaannya lagi.
Grand-pEre sudah pergi.
Dia membayangkan cryptex itu di bawah kursi panjang dan bentanya-tanya apakah Leigh Teabing tahu bagaimana membukanya.
Atau perlukah kita menanyakannya.
Kata-kata terakhir kakek Sophie telah menyuruhnya untuk mencari Robert Langdon.
Kakeknya tidak mengatakan untuk melibatkan orang lain lagi.
Kita perlu tempat untuk bersembunyi, Pikir Sophie, memutuskan untuk mempercayai penilaian Robert.
"Sir Robert!"
Sebuah suara berseru dari belakang mereka.
"Aku lihat kau bepergian dengan seorang nona?"
Langdon berdiri. Sophie juga terloncat dari duduknya. Suara itu datang dari puncak tangga yang berkelok ke lantai dua yang gelap. Pada puncak anak tangga, sesosok bayangan bergerak, hanya siluetnya yang tampak.
"Salamat malam,"
Seru Langdon.
"Sir Leigh, perkenankan aku memperkenalkan Sophie Neveu."
"Sebuah kehormatan bagiku,"
Kata Teabing sambil bergerak ke tempat yang lebih terang.
"Terima kasih mau menerima kami,"
Kata Sophie, sekarang dia dapat melihat lelaki itu mengenakan penyangga kaki dari metal dan penopang ketiak. Sir Leigh menuruni anak tangga satu demi satu.
"Aku tahu, ini sudah sangat larut,"
Sambung Sophie.
"Ini tidak terlalu larut, sayangku. Ini terlalu awal."
Sir Leigh tertawa.
"Vous netes pas AmEricaine?"
Sir Leigh menanyakan apakah Sophie bukan orang Amerika. Sophie menggelengkan kepalanya."Parisienne."
"Bahasa Inggrismu sangat istimewa."
"Terima kasih. Aku belajar di Royal Holloway."
"Pantas saja."
Lalu Teabing terpincang turun lagi melewati kegelapan.
"Mungkin Robert telah mengatakan, aku belajar di Oxford saja."
Teabing tersenyum nakal kepada Langdon.
"Tentu saja, aku juga melamar ke Harvard sebagai cadangan."
Akhirnya tuan rumah itu tiba di dasar tangga.
Bagi Sophie, Teabing tampak lebih sebagai Sir Elton John daripada seorang kesatria.
Berperut gendut dan berwajah kemerahan, Sir Leigh Teabing berambut seperti semak merah dan mata coklat yang riang, yang selalu tampak bercahaya ketika sedang berbicara.
Teabing mengenakan celana panjang berlipat dan kemeja dari sutera di bawah rompi wol yang bercorak halus.
Walau kakinya ditopang dengan aluminium, Sir Leigh tetap bersikap tabah, berdiri tegak penuh percaya diri, sikap yang tampaknya lebih karena nenek moyangnya yang para bangsawan tinggi daripada dibuat-buat.
Teabing tiba di bawah dan mengulurkan tangan kepada Langdon.
"Robert, kau telah kehilangan berat badanmu."
Langdon tersenyum.
"Dan kau menemukannya sebagian."
Teabing tertawa riang, sambil menepuk-nepuk perut bulatnya.
"TouchE. Satu-satunya kegemaran jasmaniahku akhir-akhir ini tampaknya hanya masakmemasak."
Sekarang dia menoleh kepada Sophie. Dengan lembut dia mengambil tangan Sophie, dan menundukkan kepalanya sedikit, bernapas ringan pada jemari Sophie tanpa menatap matanya."M'lady."
Sophie mengerling pada Langdon. Dia ragu apakah sedang berada di zaman lampau atau di rumah sakit gila. Pelayan yang tadi membukakan pintu masuk membawa sebuah nampan teh, yang langsung diaturnya di atas meja di depan perapian.
"Ini REmy Legaludec,"
Kata Teabing.
"pelayanku."
Pelayan ramping itu mengangguk kaku dan menghilang lagi.
"REmy orang Lion,"
Bisik Teabing, seolah itu aib yang menyedihkan.
"Tetapi dia membuat saus yang sangat ,lezat."
Langdon tampak senang.
"Aku tadinya mengira kau mendatangkan pelayan dari Inggris."
"Oh, tidak. Aku tidak mau juru masak Inggris. Hanya orang Prancis, si pengumpul pajak."
Leigh menoleh kepada Sophie.
"Pardonnez-moi, Mademoiselle NeveU. Yakinlah, ketidaksukaanku terhadap Prancis hanya dari segi politik dan sepak bola mereka saja. Pemerintah Anda mencuri uangku, dan kesebelasan sepak bola Anda akhir-akhir ini mempermalukan kami."
Sophie tersenyum manis. Teabing menatapnya sesaat dan kembali ke Langdon.
"Ada yang telah terjadi. Kalian berdua tampak gemetar."
Langdon mengangguk.
"Kami telah melewatkan malam yang sangat menarik, Leigh."
"Tak diragukan. Kalian datang di depan pintuku di tengah malam dan mengatakan tentang Grail. Katakan, apakah ini memang tentang Grail, atau kau mengatakan itu hanya supaya dapat membangunkanku dari tidur di tengah malam?"
Cenderung keduanya, pikir Sophie, sambil membayangkan cryptex yang tersembunyi di bawah bangku.
"Leigh,"
Kata Langdon.
"Kami ingin berbicara denganmu tentang Biarawan Sion."
Alis lebat Teabing tegak karena tergugah minatnya.
"Para pengawal. Jadi ini memang tentang Grail. Kau katakan tadi, kau datang membawa informasi? Ada yang baru, Robert?"
"Mungkin. Kami tidak terlalu yakin. Mungkin kami punya gagasan yang lebih baik jika kami dapat memperoleh beberapa informasi darimu lebih dulu."
Teabing menggoyangkan jarinya.
"Selalu orang Amerika yang cerdik. Baiklah. Aku siap melayani kalian. Apa yang dapat kukatakan?"
Langdon mendesah.
"Aku berharap kau akan mau berbaik hati untuk menjelaskan kepada Nona Neveu sifat sesungguhnya dari Holy Grail."
Teabing menatap terpaku.
"Dia tidaktahu?"
Langdon menggelengkan kepalanya. Senyuman yang terkembang pada wajah Teabing bisa dikatakan hampir nakal.
"Robert, kau telah membawa kepadaku seorang perawan?"
Langdon mengedipkan matanya, dan menatap Sophie.
"Perawan adalah kata yang digunakan oleh peminat Grail bagi semua orang yang belum pernah mendengar cerita Grail yang sesungguhnya."
Teabing menoleh bersemangat kepada Sophie.
"Sebanyak apa yang telah kau ketahui, Nona."
Dengan cepat Sophie mengatakan secara garis besar apa yang telah didengarnya dari Langdon sebelum ini -Biarawan Sion, Templar, dokumen Sangreal, dan Holy Grail, yang banyak orang mengatakannya bukanlah sebuah mangkuk ...
melainkan sesuatu yang jauh lebih berarti.
"Itu saja?"
Teabing menatap Langdon marah.
"Robert, kukira kau pria terhormat. Kau telah mencuranginya habis-habisan!"
"Aku tahu, kukira mungkin kau dan aku dapat ...
"
Langdon tampaknya memutuskan untuk tidak menggoda Sophie terlalu lama. Teabing sekarang menatap Sophie dengan mata jenakanya.
"Kau betul betul perawan Grail, Nona. Dan, percayalah padaku, kau tidak akan melupakan saat pertamamu."
SOPHIE DUDUK di atas kursi panjang di samping Langdon.
Dia meminum tehnya dan makan kue scone.
Dia merasakan pengaruh kafein dan makanan yang menyenangkan.
Sir Leigh Teabing tampak berseri wajahnya ketika melangkah kaku ke depan perapian.
Penopang kakinya berdentingan pada batu perapian.
"Holy Grail,"
Kata Teabing, suaranya terdengar seremonial.
"Umumnya orang menanyakan padaku di mana Grail itu sekarang. Aku khawatir itu pertanyaan yang tidak akan pernah dapat kujawab."
Dia menoleh dan menatap langsung pada Sophie.
"Namun ... pertanyaan yang lebih relevan adalah. Apakah Holy Grail itu?"
Sophie merasa ada suasana akademis yang meninggi dari kedua orang teman lelakinya itu sekarang.
"Untuk mengerti Grail sepenuhnya,"
Teabing melanjutkan.
"pertama-tama kita harus mengerti Alkitab. Sejauh mana kau mengerti Perjanjian Baru?"
Sophie menggerakkan bahunya.
"Sama sekali tidak mengerti. Aku dibesarkan oleh pria yang memuja Leonardo da Vinci."
Teabing tampak terkejut dan juga senang.
"Sepotong jiwa yang tercerahkan. Istimewa! Kalau begitu, kau pasti tahu bahwa Leonardo adalah salah satu dari penjaga rahasia Holy Grai1. Dan dia menyembunyikan berbagai petunjuk dalam karya seninya."
"Ya, Robert telah mengatakannya padaku."
"Dan, pandangan Da Vinci pada Perjanjian Baru?"
"Aku tidak tahu."
Mata Teabing bersinar riang ketika dia menunjuk ke rak buku di seberang ruangan.
"Robert, bisa tolong? Di dasar rak.Lastoria diLeonardo."
Langdon bergerak ke seberang ruangan, menemukan sebuah buku seni besar, kemudian membawanya, lalu meletakkannya di atas meja di hadapan mereka.
Teabing memutar buku itu hingga menghadap ke Sophie.
Dia membuka sampul tebalnya dan menunjuk ke arah serangkaian kutipan pada bagian dalam dari sampul belakang.
"Dari buku catatan Da Vinci tentang polemik dan spekulasi,"
Kata Teabing, sambil menunjukkan satu kutipan yang khusus.
"Kupikir kau akan merasa ini relevan dengan kita."
Sophie membaca kata-kata itu. Banyakorangmenjualangan-angan danmukjizat-mukjizatsemu,mengelabuiorang-orangbodoh LEONARDO DA VINCI "Ini ada satu lagi,"
Kata Teabing, sambil menunjuk pada kutipan yang lain. Kelalaianmembutamenyesatkankita 0!Makhlukhidupcelaka,bukamatakalian! LEONARDO DA VINCI Sophie merasa agak merinding.
"Da Vinci berbicara tentang alkitab?"
Teabing mengangguk.
"Perasaan Leonardo tentang Alkitab berhubungan langsung dengan Holy Grail. Kenyataannya, Da Vinci melukis Grail yang asli, yang akan kutunjukkan kepadamu sebentar lagi, tetapi pertama-tama kita harus berbicara tentang Alkitab."
Teabing tersenyum.
"Dan, segala yang kauingin tahu tentang Alkitab dapat disimpulkan oleh doktor agama yang terkenal, Martyn Percy."
Teabing berdaham dan menyatakan.
"Alkitab tidak datang dengan cara difaks dari surga."
"Maaf?"
"Alkitab adalah buatan manusia, Nona. Bukan Tuhan. Alkitab tidak jatuh secara ajaib dari awan. Orang membuatnya sebagai catatan sejarah dari hirukpikuk zaman, dan itu telah melibatkan penerjemahan, penambahan, dan revisi yang tak terhitung. Sejarah tidak pernah punya versi pasti buku itu."
"Okay."
"Yesus Kristus merupakan tokoh sejarah dengan pengaruh luar biasa, mungkin pemimpin yang paling membingungkan dan paling melahirkan inspirasi yang pernah ada di dunia. Seperti Messiah yang diramalkan, Yesus melebihi raja-raja, memberi inspirasi kepada jutaan orang, dan mendirikan filosofi baru. Sebagai keturunan Raja Salomo dan Raja David, Yesus berhak mewarisi takhta Raja Yahudi. Dapat dimengerti, kehidupan-Nya dicatat oleh ribuan pengikut di seluruh bumi ini."
Teabing terdiam sejenak untuk menghirup tehnya, kemudian meletakkan cangkirnya kembali di atas bibir perapian.
"Lebih dari delapan pu1uh ajaran dianggap berasal dari Perjanjian Baru, namun hanya relatif sedikit yang dipilih untuk dicantumkan -di antaranya Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes."
"Siapa yang memilih ajaran untuk dicantumkan?"
Tanya Sophie.
"Aha!"
Teabing meledak bersemangat.
"Ironi mendasar dari Kristen! Alkitab yang kita kenal sekarang ini disusun oleh kaisar Roma yang pagan, Konstantin Agung."
"Kukira Konstantin penganut Kristen,"
Kata Sophie.
"Tak benar,"
Teabing terbatuk.
"Dia seorang pagan seumur hidup. Dia dibaptis pada melawan. Di ranjang kematiannya, ketika dirinya terlalu lemah untuk masa Konstantin, agama resmi Romawi adalah pemujaan matahari -kelompok pemujaanSolInvictus, atau Matahari Tak Tertandingi -dan Konstantin adalah pendeta kepalanya. Celaka baginya, sebuah guncangan religius tumbuh dan mencengkeram Roma. Tiga abad setelah penyaliban Yesus Kristus, para pengikut Kristus tumbuh berlipat-lipat. Kaum Kristen dan pagan mulai berperang, dan konffik itu tumbuh sedemikian besar sehingga mengancam akan membelah Roma menjadi dua. Konstantin memutuskan bahwa sesuatu harus dilakukan. Pada tahun325 Masehi, ia memutuskan untuk menyatukan Romawi dalam sebuah agama tungga. Kristen."
Sophie terkejut.
"Mengapa seorang kaisar pagan memilih Kristen sebagai agama resmi?"
Teabing tergelak.
"Konstantin adalah pebisnis kawakan. Dia dapat melihat bahwa Kristen sedang bangkit, dan ia sekadar bertaruh pada kuda pemenang. Para sejarawan masih memuji kecemerlangan Konstantin yang mengalihkan kaum pagan pemuja matahari menjadi Kristen. Dengan meleburkan symbolsimbol, tanggal-tanggal, serta ritus-ritus pagan ke dalam adapt-istiada Kristen yang sedang tumbuh, dia telah menciptakan sejenis agama hibrid yang dapat diterima oleb kedua belah pihak."
"Transmogrifikasi,"
Simbologi Kristen tak ujar Langdon.
"Jejak-jejak agama pagan dalam terbantahkan. Cakram matahari kaum Mesir kuno menjadi lingkaran halo para santo Katolik. Berbagai piktogram Isis yang sedang menyusui putranya yang lahir karena mukjizat, Horus, menjadi cetak biru bagi berbagai penggambaran modern kita akan Perawan Maria yang sedang menyusui bayi Yesus. Dan, nyaris semua unsur dalam ritus Katolik--mitra, altar, doksologi, dan komuni, atau tindakan "makan Tuhan"---diambil langsung dari agama-agama misteri pagan di masa awal."
Teabing mengerang.
"Jangan biarkan seorang simbolog mulai bicara tentang ikon-ikon Kristen. Tak ada yang asli dalam Kristen. Mithras, Tuhan pra-Kristen---disebutPutraTuhan dancahayadunia---lahir dan mati pada25 Desember, dikubur dalam sebuah makam batu, dan kemudian dibangkitkan dalam tiga hari. Omongomong, 25 Desember juga hari lahir Osiris, Monis, dan Dionysus. Khrishna yang baru lahir dihadiahi emas, dupa, dan kemenyan. Bahkan hari suci mingguan orang Kristen dicuri dari kaum pagan."
"Apa maksudmu?"
"Aslinya,"
Kata Langdon.
"Kristen menghormati Sabat Yahudi pada hari Sabtu, tapi Konstantin menggesernya agar bertemu dengan hari kaum pagan memuliakan matahari."
Dia mengambil jeda, menyeringai.
"Hingga hari ini, kebanyakan jemaat gereja menghadiri layanan Gereja pada Minggu pagi tanpa sadar sama sekali bahwa mereka sedang melakukan penghormatan mingguan pada dewa matahari kaumpagan -Sun-day, hari matahari. Kepala Sophie berputar tak karuan.
"Dan segala hal ini berhubungan dengan Grail?"
"Memang,"
Kata Teabing.
"Bersabarlah sejenak. Selama fusi agama-agama ini, Konstantin perlu memperkuat tradisi Kristen baru, dan dia mengadakan sebuah pertemuan ekumenikal termasyhur, yang dikenal dengan nama Konsili Nicea."
Sophie hanya mendengarnya sebagai tempat lahir Pengakuan Iman Nicea.
"Dalam pertemuan ini,"
Kata Teabing.
"banyak aspek dari Kristen diperdebatkan dan ditetapkan berdasarkan voting -tanggal paskah, peranan para uskup, administrasi sekramen, dan, tentu saja ketuhanan Yesus."
"Aku tak mengerti. Ketuhanan Yesus?"
"Sayangku,"
Tegas Teabing.
"hingga saat itu dalam sejarah, Yesus dipandang oleh para pengikut-Nya sebagai nabi yang dapat mati...seorang lelaki agung yang punya kekuatan, tapi tak lebih dari seorang manusia. Seorang fana, manusia biasa."
"Bukan Putra Tuhan?"
"Benar,"
Sahut Teabing.
"Penetapan Yesus sebagai 'Putra Tuhan' secara resmi diusulkan dan ditetapkan melalui voting oleh Konsili Nicea."
"Tunggu dulu. Maksudmu, keiahiran Yesus adalah hasil voting?"
"Sebuah voting yang ketat, sebenarnya,"
Tambah Teabing.
"Walau begitu, menetapkan kelahiran Kristus penting sekali bagi penyatuan lebih jauh kekaisaran Romawi dan bagi basis kekuatan Vatikan yang baru. Dengan secara resmi memuja Yesus sebagai Putra Tuhan, Konstantin mengubah Yesus menjadi dewa yang berada di luar cakupan dunia manusia, sebuah entitas dengan kekuatan yang tak tertandingi. Ini bukan hanya menyisihkan tantangan selanjutnya dari kaum pagan terhadap Kristen, tapi membuat para pengikut Kristus kini dapat menebus diri hanya mereka melalui pembuatan sebuah saluran suci -Gereja Katolik Roma. Sophie melirik Langdon, dan Langdon memberinya sebuah anggukan lembut tanda pembenaran.
"Semua ini masalah kekuasaan,"
Lanjut Teabing.
"Kristus sebagai Juru Selamat adalah amat penting bagi berfungsinya gereja dan negara. Banyak sarjana mengklaim bahwa Gereja pada masa awalnya benar-benar mencuri Yesus dari para pengikut asli-Nya, dengan membajak pesan-pesan manusiawiNya, mengaburkannya dalam jubah ketuhanan yang tak tertembus, dan menggunakannya untuk meluaskan kekuasaan mereka. Aku telah menulis beberapa buku mengenai topik ini."
"Aku menduga, orang-orang Kristen yang taat mengirimimu surat-surat permusuhan setiap hari?"
"Mengapa mereka mau melakukan itu?"
Sergah Teabing.
"Mayoritas besar orang Kristen terdidik mengetahui sejarah iman mereka. Yesus memanglah seorang manusia agung dan berkuasa. Manuver politik bawah tangan dari Konstantin tidak memupuskan keagungan hidup Kristus. Tak ada yang mengatakan bahwa Kristus adalah tokoh gadungan, atau menyangkal bahwa Dia berjalan di muka bumi dan mengilhami jutaan orang untuk memperbaiki hidup mereka. Yang kita katakan di sini hanyalah, Konstantin mengambil keuntungan dari pengaruh dan arti penting Kristus yang besar. Dan dalam melakukan itu, dia telah membentuk wajah Kristen seperti yang kita kenal sekarang."
Sophie menatap sekilas buku seni di hadapannya, bergairah untuk terus maju dan melihat lukisan Holy Grail dari Da Vinci.
"Masalahnya adalah ini,"
Kata Teabing, kini bicaranya lebih cepat.
Pendekar Rajawali Sakti Jago Dari Mongol Wiro Sableng Dendam Orang Orang Sakti Pendekar Rajawali Sakti Darah Dan Asmara