Girls Of Riyadh 3
Rajaa Alsanea Girls Of Riyadh Bagian 3
Hafshah juga mengalami nasib yang sama sejak awal pernikahan.
Suaminya, Khalid, yang sebelum menikah menunjukkan kasih sayang dan sikap lembut, kini mendadak berubah menjadi sosok yang sangat kasar.
Khalid sama sekali tidak memerhatikannya dan tidak pernah memberinya kesenangan sebagaimana yang dilakukannya dahulu.
Hafshah selalu mengadu kepada ibunya perihal perlakuan suaminya itu.
Saat Hafshah marah, Khalid tidak memedulikan, dan saat istrinya itu sakit, dia tidak mengantarkannya ke dokter.
Sewaktu hamil, justru sang ibu yang banyak mengurusinya.
Demikian juga sewaktu Hafshah berbelanja mempersiapkan kelahiran, justru Naflah, kakak perempuannya, yang mengantarkan berbelanja.
Yang paling mengecewakan adalah sifat pelit Khalid kepada istrinya untuk keperluan calon bayi dan rumah tangga.
Padahal Khalid mendapatkan rejeki dengan mudah dan diketahui sangat royal untuk dirinya sendiri.
Sebagai contoh, Khalid tidak memberinya uang bulanan sebagaimana yang dilakukan suami Naflah kepada istrinya, atau sebagaimana yang dilakukan ayah terhadap ibunya.
Khalid baru memberi uang saat Hafshah merengek-rengek dan memohon.
Kebiasaan ini membuat Hafshah merasa terhina.
Bila Hafshah meminta tiga ribu riyal untuk membeli abaya* yang akan dikenakan saat menghadiri pernikahan kerabatnya, Khalid berkelit dengan banyak alasan agar dia tidak jadi memberinya uang.
"Tidak ada anggaran untuk abaya. Kamu telah mempunyai banyak abaya. Setelah enam bulan dari sekarang baru ada anggaran beli abaya."
Atau dia akan mengatakan sedang tidak punya uang.
Biasanya ditutup dengan perintah untuk meminta uang kepada ayah yang dilihatnya sering berganti-ganti mobil.
Banyak alasan yang akan dia kemukakan.
Semua alasan itu menjijikkan.
Kebiasaan ini membuat Hafshah sering melupakan keinginannya untuk membeli sesuatu yang diperlukannya.
Pada saat-saat yang sangat jarang terjadi, dia memberinya uang tetapi tidak sejumlah yang diperlukan.
Untuk tigaribu riyal, Khalid hanya memberi limaratus riyal.
Untuk permintaan limaratus riyal Khalid memberi hanya lima puluh riyal.
Parahnya, ibu Khalid yang sering dipanggil 'Aqrabah (kalajengking)' oleh Khalid seringkali mendukung tindakan anaknya dan perlakuannya kepada Qamrah.
Setelah perceraian itu Qamrah mempunyai jarak dengan Rasyid, dan ia segera bisa melihat seperti apa sebenarnya sosok mantan suaminya.
Qamrah telah mendengar beberapa gambaran Shedim setelah perceraian.
Shedim memberinya bayangan betapa pahit masa-masa setelah perceraian.
Tetapi memang banyak perasaan yang pernah dialami Qamrah belum menjadi bagian dari apa yang pernah dijalani Shedim.
Hal yang paling terasa adalah saat menjelang tidur malam.
Saat itulah saat paling menusuk dalam sehari.
Sejak kepulangannya ke Riyad, Qamrah tidak bisa tidur.
Rata-rata tiga jam harus dihabiskannya untuk membuat matanya terlelap.
Tiga jam itu selalu dilalui dengan tekanan dan keterhimpitan.
Padahal saat belum menikah dulu, Qamrah bisa tidur dua puluh jam sehari.
Inikah yang disebut perasaan? Seperti ini jualah apa yang dirasakan teman-temannya yang belum menikah dan dirasakannya juga saat dulu masih gadis.
Sesekali Qamrah merasakan ada peran penting Rasyid yang telah hilang.
Dia merasa kehilangan itu justru ketika mereka sudah bukan merupakan suami istri lagi.
* Baju panjang yang pada umumnya dikenakan oleh para wanita di Timur Tengah -Peny.
Saat Qamrah berbaring miring di atas sisi kiri tubuhnya, dan lengannya terentang, tiba-tiba dia merasa ketidakhadiran Rasyid di sampingnya.
Qamrah tidur dengan tidak tenang, membolak-balik badannya, dan seakan ada nyala api di bawah ranjangnya.
Yang sering dilakukan Qamrah adalah membaca Surat al-Falaq, an-Nas, Ayat Kursi, dan beberapa doa yang dihafalnya.
Selanjutnya Qamrah memposisikan kepalanya di pojok kiri atas ranjangnya dan menempatkan kakiknya di pojok kanan bawah ranjangnya.
Ini adalah upaya untuk tidak menyisakan tempat di atas kasurnya yang biasa diisi oleh Rasyid.
Ini akan hanya menyisakan sedikit ruang bagi Rasyid untuk membuatnya menderita dengan perceraian itu.
To.
seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.
"seerehwenfadha7et"
Date.
11/6/2004 Subject.
Akhiran tanpa permulaan Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu.
Dan kami telah menghilangkan darimu bebanmu.
Yang memberatkan punggungmu.
Dan Kami tinggikan sebutan namamu.
Karena sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya setelah setiap satu kesulitan terdapat dua kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai dan satu urusan, kerjakanlah urusan yang lain dengan sungguh-sungguh.
Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (Surat Asy Syarh.
1-8).
Dalam rentang beberapa minggu terakhir, aku membaca berita-berita tentangku dan email-emailku pada tabloid bulanan seperti El Riyad, El Jazira, dan El Wathan.
Mereka menulis.
"Sebuah fenomena menggemparkan telah menyebar di segenap pelosok negeri. Pelakunya adalah seorang gadis misterius yang mengirimkan email setiap Jumat siang kepada sebagian besar pengguna internet di seluruh Saudi. Dalam email itu, dia menceritakan kisah empat orang sahabatnya. Qamrah El Qashmany, Shedim El Harimly, Lumeis Jadawy, dan Michelle El Abdul Rahman. Mereka adalah wanita-wanita semi eksklusif di tengah pergaulan masyarakat, dan seringkali tidak mendapatkan informasi yang lengkap tentang masyarakat dan budaya kecuali yang kebetulan mereka dengar dan saksikan. Setiap minggu penulis misterius ini mengunjungi para pembaca dengan perkembangan terbaru dari setiap peristiwa, sehingga para pembaca itu selalu merindukan datangnya hari Jumat untuk mendapatkan email misterius itu. Di setiap Sabtu pagi, fenomena heboh itu telah mengubah kantor-kantor pemerintahan, aula perguruan tinggi, teras rumah sakit, dan kelas di sekolahan menjadi ruang diskusi tentang email terakhir. Setiap orang mengemukakan komentar dan pendapatnya. Banyak yang mendukung dan banyak pula yang menentang perbuatan gadis itu. Ada yang berpendapat bahwa itu semua wajar dilakukan dan alami saja sifatnya. Tetapi sebagian yang lain menunjukkan kemarahan dan ketidak mengertian atas perbuatan bodoh si gadis yang telah melanggar tradisi masyarakat yang selama ini dijaga dan dilestarikan. Apapun yang dihasilkan, yang tidak bisa diragukan lagi, bahwa surat-surat di layar rnaya itu telah rnenciptakan revolusi di dalam masyarakat yang belum terbiasa dengan hal-hal serupa. Tema-tema yang diangkat telah menjadi lahan subur untuk tumbuhnya perdebatan, pertukaran pemikiran, dan pembicaraan tentang materi yang panjang dan tak berujung. Bahkan tema-tema itu akan tetap melebar dan bercabang meski email itu telah berhenti, karena akar permasalahannya telah menghunjam ke dasar hati...."
Shedim mulai menikmati pekerjaan musim panasnya yang baru di Bank HSBC.
Dia mulai membaur dengan rekan barunya di sana.
Semua pegawai memerlakukan dan menyambutnya dengan hormat, sayang, dan lembut karena usianya yang paling muda di antara mereka.
Dengan senang hati, mereka selalu memberikan arahan dan bimbingan kepadanya dalam menjalankan pekerjaannya.
Di antara para karyawan itu, Thahir seorang muslim Pakistan terlihat paling akrab.
Dia tampak selalu ceria dan smart.
Secara khusus Shedim menaruh perhatian kepadanya.
Mungkin karena dia terlihat lebih banyak bicara jika dibanding yang lain.
Pekerjaan Shedim tidak terlalu berat.
Tugas dan tanggung jawabnya hanyalah menyambut nasabah dan membantu mereka dalam melengkapi formulir yang dibutuhkan.
Sesekali dia diminta untuk menerima dan merapikan kertas dan dokumen.
Di antara teman sekantornya, tidak ada yang sempat mencuri rasa kagum Shedim.
Inilah yang membuatnya bisa berinteraksi tanpa beban.
Lagipula tak seorang pun keturunan asli Arab yang bekerja di bank itu sehingga dia merasa seorang diri tanpa kekangan untuk bercanda dengan ini dan bercengkerama dengan itu.
Keadaan ini juga membuat Shedim bisa menunjukkan dirinya secara total dan tidak harus jaga image.
Keadaan ini benar-benar berbeda jika dibandingkan di sekitar sana terdapat orang Arab, khusus adalah Arab Saudi.
Edward si mata biru dan berambut hitam hingga batas bawah telinga adalah seorang pialang bursa efek.
Suatu hari datang ke bank dengan pakaian termahal.
Harus diakui, orang ini cukup menyita perhatian Shedim.
Sejak saat pertama dia datang dengan kemeja kebiruan dan celana tersetrika rapi, berdasi di bawah rompi, dengan sepatu hitam mengkilap, hingga Shedim telah menyimpulkan bahwa dia pasti berbeda dengan lelaki lainnya.
Pakaiannya yang dikenakan mencerminkan kepribadian dan wibawa yang mengagumkan.
Penampilan dan kepribadian Thahir yang sangat sederhana benar-benar tenggelam dan terhapus dari benak Shedim begitu dia melihat Edward.
Perjalanan dari apartemen menuju bank, ditempuh Shedim hampir empatpuluh menit dengan menggunakan fasilitas transportasi Metro.
Dalam kendaraan itu setiap hari Shedim berangkat dan pulang.
Perjalanan itu selalu digunakan untuk membaca surat kabar Metro yang secara gratis ditempatkan pada setiap tempat duduk.
Sambil mendengarkan walkman-nya, dia menjalani rutinitas perjalanan ke tempatnya bekerja.
Suatu hari menjelang akhir pekan, setelah pulang kerja Edward mengundang para karyawan di bank HSBC untuk pergi bersama-sama ke salah satu bar di tengah kota London.
Shedim setuju untuk ikut memenuhi undangan Edward bersama-sama seluruh karyawan bank karena Thahir juga ikut serta.
Selain itu, bar yang akan dikunjungi kebetulan tidak terlalu jauh dari apartemen miliknya.
Tetapi Shedim lebih dahulu memberitahu bahwa di tengah-tengah acara, ketika teman Thahir sudah datang, dia akan meninggalkan bar untuk menemani sahabat Thahir itu menonton film di bioskop.
Thahir telah menjadi bagian penting sebagai kakak bagi Shedim.
Bersamanya, Shedim merasa aman dan tenang.
Shedim memerhatikan sekeliling bar yang dihias dengan banyak gelas dan botol di dalam lemari kaca yang indah.
Sekilas dia ingat beberapa minuman sejenis yang kali pertama dia jumpai di rumah bibi Badriyah yang lama di Riyad.
Thareq, anak laki-laki bibinya, sempat mengikuti kursus bermain musik.
Saat itu dia berusia lima belas tahun, sementara Shedim berusia sebelas tahun.
Saat Shedim datang ke rumah bibinya, dan melihat-lihat botol minuman di rumah itu, Thareq banyak mengajarinya keterampilan yang dia dapatkan di ruang kursus.
Jam menunjukkan angka enam sore.
Pada kebanyakan bar dan mungkin semua bar, jam enam sore masih terlalu dini, sehingga para pengunjung juga masih sepi.
Pertunjukan musik di bar itu biasanya dimulai tidak lebih cepat dari jam setengah delapan malam.
Shedim mengambil inisiatif untuk bermain musik mumpung pengunjung masih sepi.
Padahal dia belum berlatih sejak tujuh tahun terakhir.
Sebelumnya Shedim meminta maaf bila permainannya kurang memuaskan.
Dia mulai mencari not demi not sehingga menemukan nada yang pas.
Kemudian dengan sangat hati-hati dan keinginan tampil sempurna, dia mulai memainkan nada dan irama.
Dia membawakan salah satu lagu Umar Khaerat, seorang pemusik kesukaannya.
Penampilan itu terasa berat, mungkin karena tidak adanya Thariq yang selama latihan dulu selalu mendampinginya bermusik.
Faraz, seorang kawan Thahir, mendatangi bar untuk mengajaknya pergi ke bioskop.
Tetapi alunan suara nyanyian Arab telah membiusnya dari lantai dansa.
Masih di tangga, Faraz melongok dari jendela kaca untuk memastikan dari mana asal dialek Arab yang terdengar merdu mendayu.
Terlihat olehnya seorang wanita bernyanyi merdu dan berparas cantik yang belum pernah dilihatnya sejak berteman dengan Thahir.
Dia terpana dan mengikuti permainan hingga selesai saat tepuk tangan para pengunjung bar menggema.
Shedim kembali ke mejanya di samping Thahir setelah menunduk tanda terima kasih atas penghargaan yang diberikan.
Faraz menuruni sisa tangga dan mengambil tempat di samping kursi temannya.
Sesaat dia memberikan salam kepada para pengunjung kemudian segera mengajak Thahir keluar untuk menuju gedung bioskop.
Thahir bertanya kepada Shedim tentang keinginannya untuk ikut bergabung bersama keduanya menonton film.
Tetapi akhirnya Shedim tidak jadi pergi bersama mereka ke bioskop, dan ia berharap keberangkatan mereka berdua tanpa dirinya lebih menyenangkan.
Mereka bertiga keluar bar.
Thahir dan Faraz berjalan ke kiri menuju bioskop dan Shedim ke kanan menuju apartemen.
Seminggu setelah kebersamaan di bar itu, Thahir mengadakan pesta ulang tahunnya yang ketigapuluh di sebuah kafe.
Dalam pesta itu, untuk kedua kalinya, Shedim bertemu Faraz.
Kali ini Faraz berniat untuk menyampaikan bahwa dia adalah orang Saudi seperti Shedim.
Lelaki itu beranggapan bahwa Shedim pasti mengira dirinya berasal dari Pakistan sebagaimana Thahir.
Thahir sendiri lupa menjalankan kewajibannya memperkenalkan Shedim kepada Faraz di bar seminggu yang lalu.
Tetapi kelalaian itu membuatnya senang, karena telah memberinya peluang memperkenalkan diri secara langsung dan dengan caranya sendiri.
"Anda berasal dari Arab?"
Tanya Faraz. Shedim membelalakkan mata.
"Hah, kamu berasal dari Arab?"
"Ya. Arab Saudi. Nama saya Faraz al-Syarqawy."
"Namaku Shedim El Harimly. Maaf, aku mengira kamu berasal dari Pakistan seperti Thahir."
Faraz tertawa oleh pengakuan Shedim yang lugu dan polos.
"Aku juga mengira kamu orang Spanyol. Bahasa Inggrismu luar biasa. Perfect!"
"Aku berasal dari Saudi."
Faraz tersenyum. Ia tidak pernah berpikir akan bertemu wanita Saudi di sini. Sementara Shedim bertanya dalam hatinya.
"Mengapa setiap kali di negara lain kita bertemu dengan seseorang dari negara kita, selalu ada ikatan dan dorongan untuk mendekat?"
"Sejak aku memerhatikan kamu sewaktu bermain musik dan bernyanyi dalam dialek Arab yang kental, aku tahu bahwa kamu pasti orang Arab. Dan ketika aku bertanya kepada Thahir, ternyata kamu orang Saudi."
"Oh ya? Sungguh aku tak tahu kehadiranmu waktu aku bernyanyi saat itu.
"Ya. Aku terhenti pada anak tangga saat mendengar lagu Arab dinyanyikan. Aku memerhatikanmu dari jendela kaca. Itulah kali pertama aku mendengar nyanyian Arab di bar itu. Jujur, suaramu bagus."
"Thank you. Mungkin suaraku memang bagus, tapi hanya untuk selera musikmu. Sebenarnya aku tak mahir bermusik! Tapi maaf, aku ada keperluan dan harus berangkat sekarang. Aku pergi dulu ya!"
"Tak ingin diantar?"
"Oh, no. Thanks."
"Minggu depan Thahir berencana akan mengajak kita ke bar. Kamu bisa ikut serta?"
"Oh maaf, aku ada acara minggu depan. Sampaikan salamku kepadanya."
"Baik kalau begitu. Terima kasih atas waktunya. Senang sekali bertemu denganmu."
"Ya. Sama-sama. Aku juga sangat senang bertemu orang Saudi di sini. Bye!"
Sesampainya di apartemen, Shedim 'mengutuk' dirinya yang harus mengetahui bahwa teman Thahir adalah orang Saudi.
Dia merebahkan diri di kasur.
Di atas kasur itu beberapa minggu yang lalu, dia menumpahkan kepedihannya yang disebabkan oleh Walid.
Kali ini di atas kasur yang sama Shedim menumpahkan pertanyaan atas apa yang akan terjadi di masa depan tentang dirinya, Thahir, Edward, dan tentu saja, Faraz.
Diam-diam angannya memutar kembali memori saat kali pertama bertemu dengan Faraz di bar.
Dia mulai mengoreksi diri, apakah waktu itu dia sempat melakukan kesalahan yang tidak layak dilakukan oleh gadis Saudi di depan orang Saudi lainnya? Apakah saat itu pernah tidak sengaja terlontar perkataan yang tidak pantas? Apakah pakaianku saat itu tetap menggambarkan nilai-nilai Saudi? Bahkan, apakah pandangan mata, cara berjalan, cara duduk, adab makan dan minumku pantas dilihat oleh sudut pandang seorang pemuda Saudi? Sampai saat itu Shedim tidak mampu menguasai dirinya.
Seperti ada penyesalan mengapa pertemuan itu terjadi.
Belum lama dia berjuang untuk menghapus nama seorang laki-laki, kini haruskah ada laki-laki baru yang akan menggoreskan nama di dinding hatinya? Tidakkah dia harus berjuang dan bekerja keras lagi untuk menghapus nama itu suatu saat nanti? Atau nama itukah yang akan kekal terpatri di hatinya? Di sela-sela penyesalan dan kekesalannya, tumbuh bunga-bunga di hatinya.
Di hari pertama pekan berikutnya, Shedim menyalahkan Thahir yang selama seminggu menyembunyikan identitas Faraz.
Tetapi Thahir menolak tuduhan itu.
Semua dilakukannya tanpa sengaja dan rekayasa.
Thahir benar-benar tidak ingat bahwa mereka berdua berasal dari negara yang sama.
Thahir baru ingat ketika hari itu Shedim mengajukan keluhan.
Thahir mengatakan kepada Shedim bahwa Faraz bukanlah tipe laki-laki yang dikhawatirkan akan memberinya luka kedua.
Thahir sudah mengenalnya sejak masa kuliah, sehingga dia pun seperti memberi 'jaminan mutu' dan garansi atas kualitas kepribadian lelaki itu.
Faraz mengambil program doktoral dalam Ilmu Politik, sedangkan Thahir menyelesaikan program magister di bidang akuntansi.
Keduanya pernah tinggal sekamar di asrama perguruan tinggi selama enam bulan.
Yang paling mereka suka dari asrama itu adalah kedekatannya dengan masjid besar yang biasa digunakan untuk salat Jumat.
Setelah keduanya menyelesaikan studinya, masing-masing pindah ke apartemen yang sama.
Selama bertahun-tahun mereka bersahabat.
Faraz menjadi teman terbaik bagi Thahir, dan begitu pula sebaliknya.
Setelah hari itu, Thahir tidak lagi bercerita tentang Faraz, dan Shedim juga tidak memulai bertanya.
Ini sengaja dilakukannya lantaran khawatir kalau Thahir akan memberitahukan mengenai penyelidikannya tentang Faraz.
Bila itu terjadi, keadaan akan tidak menguntungkan Shedim.
Secara umum, orang mengetahui bahwa perempuan Saudi lebih senang bergaul dengan laki-laki non Saudi dibanding dengan sesama Saudi.
Faraz bukan satu-satunya pemuda Saudi yang menemukan kenyataan tersebut.
Bila Shedim akhirnya lebih dekat kepada Thahir, dia pun bukan satu-satunya gadis Saudi yang akan melakukan hal sama.
Meski relatif tidak peduli dengan silsilah dan komentar orang lain, Shedim ingin bertemu dengan Faraz untuk mengetahui lebih dalam tentang siapa sebenarnya lelaki itu.
Shedim dihantui oleh praduga bahwa jangan-jangan Faraz telah berburuk sangka tentang dirinya.
Bila memang benar, maka kekhawatiran pun berlanjut.
Kebiasaan orang Saudi adalah tidak menyimpan aib untuk dirinya sendiri, melainkan menyebarkan kepada yang lainnya.
Dan itu tidak mustahil bila juga akan terdengar sampai ke kota Riyad.
Pada setiap Sabtu pagi, Shedim terbiasa turun ke jalan raya yang menghubungkan apartemennya dengan pusat perbelanjaan sebelum ia berdiam di perpustakaan selama berjam-jam.
Di perpustakaan itu, Shedim berkeliling dari satu ruang ke ruang lain untuk membaca majalah dan beberapa buku setelah menyantap sarapan ringan di kantin perpustakaan.
Di perpustakaan itu Shedim bertemu Faraz.
Takdirlah yang mempertemukan Shedim dengan pemuda aneh ini untuk kali ketiganya.
Kebetulan yang terjadi tiga kali berturut-turut seperti itu, mungkin saja merupakan pertanda sesuatu.
Shedim benar-benar berpikir tentang hal itu.
Perkataan Ummi Nuwair tentang isyarat bilangan tiga, benar-benar terngiang di telinganya.
Di sana tampak Faraz tengah membaca surat kabar.
Tangan kanannya membawa secangkir kopi.
Banyak tumpukan kertas yang berhamburan tidak rapi di atas mejanya.
Apakah aku harus menyapanya? Atau aku pergi saja sebelum dia melihatku? Atau sebenarnya dia telah melihatku tetapi tidak mau menyapa lebih dahulu? Tuhan, mengapa aku harus bertemu dengannya lagi? Apa maksud-Mu? Mendadak Shedim tampak bingung harus melakukan apa.
Faraz menyapanya.
"Apa kabar Shedim?"
Kesempatan ketiga yang menyenangkan telah tiba.
Keduanya menghentikan aktifitas, mereka pun merangkai percakapan dan canda.
Beberapa detik berikutnya, mereka berdua telah duduk satu meja dan menjelajah berbagai masalah dalam sebuah diskusi, bertukar pengalaman, dan berbagi cerita.
Pada beberapa saat pertama mereka saling menjajaki tema apa yang akan dibicarakan.
Setelah satu tema dan sebelum menemukan tema baru, mereka seringkali saling terdiam.
Tetapi saat-saat berikutnya mereka selalu menemukan tema baru, bahkan sebelum tema lama habis dibicarakan.
Dan mulai kuliah Faraz, pekerjaan musim panas Shedim, dan apa saja.
Faraz menjelaskan bahwa tumpukan kertas di mejanya adalah tugas-tugas kuliah yang harus dibaca dan dikuasai.
Lebih dari dua ratus lembar harus dipresentasikan.
Saat Faraz terlihat gugup dan mengeluh kekanak-kanakan tentang tugas kuliahnya yang bertumpuk itu, Shedim terlihat tertawa.
Faraz juga menjelaskan bahwa surat kabar yang bertumpuk di sampingnya itu adalah pelarian dari mengerjakan tugas yang menjemukan.
Shedim kagum atas wawasan Faraz yang luas di bidang musik dan paparan literaturnya di bidang seni.
Pekerjaan di bidang politik mungkin memang menuntut hal itu.
Tetapi dia memang mahir berdebat dan berargumentasi, bukan hanya bidang politik, melainkan melebar ke bidang biologi dan jurnalistik.
Ketika itu, Shedim terkagum-kagum saat Faraz menjelaskan dengan sangat detail tentang Mozart dan karya-karya besarnya.
Burung-burung beterbangan di sekeliling kepala mereka seperti burung-burung Tom yang beterbangan di atas kepala Jerry.
Shedim memerhatikan bahwa hujan mulai turun.
Sebelumnya, matahari bersinar sangat terang dan panas terasa berjam-jam sebelum mereka berdua memasuki perpustakaan.
Mulanya rintik-rintik, tetapi semakin deras dan lebih deras lagi.
Faraz bertanya apakah Shedim datang dengan membawa mobil.
Shedim menjawab tidak.
Faraz menawarkan kepada Shedim untuk diantar ke apartemen atau ke tempat lain yang dituju.
Shedim menolak dengan sopan.
Shedim menjelaskan bahwa dirinya akan berbelanja di beberapa tempat dan melanjutkan perjalanan dengan taksi atau kendaraan umum menuju apartemennya.
Faraz tidak mengulang tawarannya, tetapi dia memohon agar Shedim mau menunggu sebentar.
Faraz pergi ke mobilnya dan kembali ke tempat Shedim dengan membawa sesuatu.
sebuah payung dan jas hujan demi memberikan perlindungan bagi Shedim.
Shedim berusaha menolak pemberian, tetapi Faraz menjelaskan bahwa hujan sangat deras.
Shedim akhirnya memilih salah satu, tetapi Faraz tetap berpendapat bahwa bila hanya dengan salah satu, Shedim masih akan kehujanan.
Shedim mengambil keduanya dan mengucapkan terima kasih.
Sebelum beranjak pergi, Shedim berharap Faraz akan memberanikan diri meminta nomor ponselnya agar keduanya tetap bisa berkomunikasi.
Terutama karena Shedim tinggal di London hanya untuk waktu yang terbatas dan akan segera kembali ke Riyad untuk melanjutkan studi.
Tetapi harapan Shedim sirna.
Faraz tidak meminta nomor telepon, ia hanya bersalaman dan mengucapkan terima kasih untuk menemaninya bersarapan pagi.
Shedim melangkah pulang ke apartemen.
Langkah itu adalah langkah penutupan kisah sejenak bersama Faraz tanpa ia tahu kapan permulaannya.
To.
seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.
"seerehwenfadha7et"
Date.
11/6/2004 Subject.
Masyarakat otoriter Nama-nama ummahat al-mu'miniin (ibu-ibu kaum mukmin) para istri Nabi (saw).
Khadijah binti Khuwailid, Sauda‟ binti Zam'ah, Aisyah binti Abu Bakr ash-Shidiq, Hafshah binti Umar bin al-Khatab, Zainab binti Khazimah, Hindun binti Abi Umayyah, Zaenab binti Jahsy, Juwairiyah binti al-Harits, Shafiyah binti Hay al-Akhthab, Habibah binti Abi Sufyan, Mariyah al-Qibthiyah, Maimunah binti al-Harits.
Nabi Muhammad (saw) beristrikan wanita-wanita Arab dan non Arab, wanita-wanita suku Quraisy dan non-Quraisy, wanita muslimat dan non-muslimat, perawan dan janda, bahkan sebelum menikah dengan Nabi di antara mereka ada yang beragama Kristen dan Yahudi ('Amru Khalid, Ummahat ai-Muminin).
Kuperhatikan akhirnya surat-suratku mendapatkan respon positif dan saudari-saudari pembaca, meski sebagian besar yang bernada hujatan masih kuterima dari 'para buaya'.
Sesekali aku mengkhayalkan seorang gadis kecil yang selepas waktu salat Jumat duduk di depan layar monitor menunggu rutinitas emailku setiap pekan.
Bila telah diterima, dia langsung membaca dan membahasnya dengan argumentasi yang diambil dari berbagai referensi.
Bila belum diterima, dia akan segera menghubungi teman-temannya untuk memastikan mereka juga belum menerimanya.
Dia akan gelisah bila salah satu temannya menyatakan telah menerima, sehingga dia berpikir pasti ada yang salah dengan jaringan internetnya.
Setelah membaca, gadis kecil itu menghubungi teman-temannya dan menyampaikan kegembiraan bahwa mereka selamat dari diskriminasi serupa yang diceritakan oleh email minggu ini.
Tetapi bila mereka mendapatkan kisah minggu ini mirip dengan pengalamannya beberapa waktu yang lalu atau mirip dengan kejadian yang sedang mereka alami, mereka pasti merasa mendapatkan bencana.
Bencana bagi mereka berarti juga membanjirnya email untukku sehingga aku harus punya energi tambahan untuk menjawab semuanya...! Banyak email yang kuterima berisi ancaman.
"Allah akan menghinakan kamu seperti kamu menghinakan kami". Atau lebih tegas dengan nada.
"Aku tahu siapa kamu dan di mana alamatmu!"
Atau yang bermakna.
"Kamu melakukan ini semua pasti karena kamu iri dengan nasib baik kami."
Sungguh saudari-saudariku, kalian telah salah memahami.
Aku tidak sedang menyebar aib teman-temanku.
Untuk apa? Aku hanya ingin aib itu tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Sudahlah, Insya Allah kita akan masuk surga bersama-sama! Faishal memberitahu Michelle atas sebagian kenyataan yang harus dihadapi.
Bahwa katanya, ibunya tidak mendukung keinginannya untuk menikahi gadis itu.
Faishal menceritakan setengah isi percakapannya dengan sang ibu, setengahnya lagi ia sisakan karena dianggap terlalu sensitif.
Setengah percakapan yang disembunyikan adalah hal-hal utama yang membuat ibunya marah dan tidak menyetujui pernikahan mereka berdua.
Michelle tidak percaya dengan apa yang didengar.
Inikah Faishal yang kubanggakan karena sangat terbuka dan inklusif? Semudah inikah seorang Faishal yang kubanggakan meninggalkan dirinya hanya karena sang ibu ingin menikahkannya dengan seorang perempuan pilihan keluarga? Inikah akhir kisahnya dengan Faishal? Mungkinkah Faishal sama bodohnya dengan laki-laki yang sering dihinanya? Kenyataan ini memang terlalu menyakitkan bagi Michelle.
Sementara itu, Faishal memang berusaha menahan diri untuk tidak mengungkapkan semua isi pembicaraan dengan ibunya.
Menurut pendapatnya, sebagian pembicaraan itu memang harus dirahasiakan, karena tidak banyak mendatangkan faedah.
Bahkan hal itu berpotensi memperkeruh suasana.
Karenanya, Faishal terlihat lebih santai dan tenang menghadapi kenyataan dan apapun respon yang akan diberikan Michelle.
Satu-satunya yang masih tersisa dalam diri Faishal adalah harapan agar Michelle berkenan membayangkan tengah berposisi menjadi dirinya, sehingga hal itu dapat menjadikan gadis itu sedikit bersimpati atas keputusan yang telah diambil.
Faishal ingin Michelle memahami betapa ia berada di persimpangan jalan yang sangat berat baginya.
Sangat sulit bagi Faishal untuk menentang keputusan keluarga untuk tidak melanjutkan hubungan.
Faishal harus mengakui bahwa dirinya tidak berdaya.
Faishal bukannya tidak pernah berusaha mempertahankan cinta.
Hal ini juga bukan tanda-tanda cinta setengah hati Faishal kepada Michelle.
Faishal tidak melakukan perlawanan, bahkan sebelum perlawanan itu dimulai, dia telah tahu hasilnya akhirnya.
Mereka tidak pernah memercayai kekuatan cinta! Mereka hanya tahu apa yang bertahun-tahun telah dilakukan para pendahulu dan nenek moyang secara turun temurun.
Mereka hanya tahu bahwa kebiasaan dan tradisi itu harus diikuti, meski dengan membabi buta.
Mereka hanya tahu memaksakan kehendak dan sama sekali tertutup peluang untuk negosiasi dan tawar menawar! Michelle diam.
Kemungkinannya, di meja makan itulah dia akan melihat Faishal untuk yang terakhir kalinya.
Tangannya basah dengan air mata saat dia beranjak pergi.
Kalimat terakhir yang didengarnya dari mulut Faishal mantan orang yang dia kagumi hanyalah ungkapan iri atas keberuntungan Michelle yang tidak menjadi bagian dari masyarakat dengan tradisi taqlid buta semacam ini.
Faishal melihat Michelle berada di alam luas, sedang dirinya dalam penjara.
Hidup Michelle lebih sederhana dan sangat jelas karena segala keputusan hidup dan masa depan berada di tangannya.
Bukan dipaksakan oleh keluarga.
Akal Michelle tidak terpasung untuk tunduk pada hukurn mereka, kebebasannya pun tidak diperkosa untuk pasrah kepada pemikiran mereka.
Michelle bebas untuk tidak melakukan apa yang tidak dibutuhkan oleh masa depannya.
Faishal mulai menjauh dari kehidupan Michelle.
Dia mencoba menampakkan kenyataan yang harus mereka hadapi berdua.
Pahit terasa tetapi bila tidak segera dilakukan rasa pahit yang akan datang akan berlipat kali menyiksa.
Biarkan hari ini air mata tercurah daripada di kemudian hari darah yang tertumpah.
Faishal benar-benar menguatkan hati untuk secara total meninggalkan Michelle.
Bahkan untuk melihat foto Michelle pun dia tidak ingin.
Inikah ego? Bukan.
Inilah satu-satunya jalan agar mereka berdua tidak berlarut dalam luka bersama atas benturan cinta.
Mereka berdua tengah berusaha lari dari cinta setulus hati yang membentur dinding karang budaya dan tradisi.
Mereka berdua tengah membunuh cinta sebelum cinta itu sempat membinasakan mereka.
Setelah berjuang cukup gigih, ditambah kesabaran dan kehendak kuat untuk menghapus kesedihan, didukung oleh perlindungan Allah yang tahu persis perihnya luka, Michelle mampu sedikit demi sedikit membebaskan diri dari bayang-bayang yang menikam.
Kenangan yang seharusnya sangat indah, berhasil direkayasa menjadi sesuatu yang paling menyiksa.
Kehidupannya berangsur-angsur normal.
Secara perlahan dia mulai memiliki dirinya sendiri lagi setelah beberapa saat disandera oleh cinta Faishal.
Michelle merasa perlu berkonsultasi kepada seorang psikolog.
Dia mendatangi seorang psikolog Mesir atas rekomendasi Ummi Nuwair yang memanfaatkan jasanya juga pada awal-awal perceraiannya.
Michelle menumpahkan segala keinginan untuk berbicara, baik dari kalbu dan rasionya.
Tetapi mungkin ada yang tetap tersembunyi sampai akhir hayatnya.
Yaitu, jawaban dan pertanyaan menyedihkan.
Apa yang harus kulakukan untuk menjadikan dirinya tetap berada di sisiku? Setelah empat kali konsultasi, disimpulkan bahwa Michelle membutuhkan pengobatan lebih dari sekadar perkataan seorang psikolog.
Meski pandai dan baik baik hati, seorang psikolog tentu tidak tahu dengan pasti rasa luka yang telah digoreskan Faishal.
Lagi pula, tepatkah langkah yang ditempuh dengan cara konsultasi itu? Apakah sama saja seperti mengeluhkan tentang betapa dinginnya salju kepada orang-orang di sahara? Mesir bukan Saudi.
Maka apakah psikolog Mesir mampu memahami luka akibat tusukan pisau budaya dan tradisi Saudi? Sedalam apapun luka, Michelle tetap yakin bahwa selama ini Faishal mencintainya dengan tulus sebagaimana dia pun mencintai lelaki itu sepenuh hati.
Hanya saja Faishal adalah 'anak manis' yang lemah, tidak bisa tidak selain menuruti dan tunduk sujud kepada masyarakat yang berkuasa untuk mengendalikan keinginan para anggotanya.
Michelle belajar banyak untuk menyadari bahwa dirinya berada di tengah masyarakat otoriter sarat kontroversi.
Pilihan hidup dalam masyarakat seperti ini hanya dua.
tunduk dan tetap diakui sebagai anggota masyarakat yang baik, atau keluar untuk merajut hidup secara merdeka di dalam masyarakat yang lebih moderat.
Ketika disampaikan usulan untuk belajar di luar negeri, Michelle tidak melakukan penolakan spontan sebagaimana yang pernah dia lakukan setahun lalu.
Mungkin mendung yang menaungi hatinya belakangan ini turut memberi andil dalam pengambilan keputusan.
Papa dan mama Michelle menyetujui rencana studi di San Fransisco tempat pamannya tinggal.
Hari itu dan hari-hari berikutnya adalah saat-saat sibuk untuk mengirim aplikasi pendaftaran ke perguruan tinggi.
Michelle sangat serius memproses pendaftaran.
Dia tidak mau kehilangan kesempatan untuk pergi meninggalkan Saudi.
Michelle menunggu balasan aplikasinya.
Dia seperti benar-benar tidak sabar untuk segera meninggalkan negeri ini yang begitu ketat mengekang warganya dan memerlakukan mereka seperti binatang! Negeri ini tidak pernah memberi kesempatan kepada warganya untuk berkreasi.
Negeri ini tidak bisa membedakan mana yang seharusnya diurusi oleh negara dan mana yang menjadi masalah pribadi.
Di negera ini tidak ada pemisahan antara sektor publik dan sektor pribadi.
Maka apalah artinya hidup di negeri ini selain ketundukan dan ketaatan? To.
seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.
"seerehwenfadha7et"
Date. 18/6/2004 Subject. Di atas awan, di tengah bintang gemintang...
"Ya Tuhan kami, jangan jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia (Surat Ali Imran. 8). Dunia berdiri untukku dan sepertinya enggan duduk. Inbox-ku dipenuhi oleh surat yang sangat banyak. Sebagian menyalakan lampu kuning tanda agar aku berhati-hati untuk tidak melampaui garis normal yang dimaklumi. Sebagian yang lain berpendapat bahwa aku telah melangkah melebihi batas yang diperbolehkan. Aku dianggap telah melakukan campur tangan terlalu banyak dengan sangat berani dan percaya diri menghujat tradisi dan kebiasaan masyarakat. Shedim menangis di tangga pesawat. Seakan dia sedang berusaha menumpahkan air mata terakhir yang masih dimilikinya. Shedim sedang berusaha membebaskan diri dari sisa sisa perih yang mungkin masih tertinggal sebelum dia benar-benar kembali hidup di Riyad. Di kota itu, dia ingin kembali menemukan kehidupan alaminya, yaitu kehidupan normalnya sebelum kehadiran Walid. Dia ingin kembali ke kampus dan menekuni mata kuliah untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya. Kembali kepada teman-teman terbaiknya, keluarga, dan Ummi Nuwair yang telah memberikan keluangan waktunya dan kesabaran dirinya bagi "keempat anak angkatnya". Shedim mengambil tempat duduk di kursi kelas satu, memasang headphone, dan memejamkan mata untuk terbang di atas awan, di antara bintang gemintang bersama syair. Ambil tanganku untuk kita mulai bersama Kini saatnya kuhempas segala duka Harus kusambut datangnya zaman baru Yang membawakan untukku berita mekarnya bunga Sebelum kututup usia harus kutentukan tempatku Di atas awan Di antara bintang gemintang Untuk kusapu segala kepedihan dengan warna-warna ceria... Dalam perjalanan kembali ke Riyad, Shedim sengaja memilih tema-tema lagu yang sama sekali bertolak belakang dengan apa yang dia nikmati sewaktu bertolak menuju London. Kali ini relung terjauh dalam hatinya mencatat niat untuk mencampakkan kesedihan dan membuka kedua belah tangannya demi menyambut kebahagian yang lama dirindukannya. Dia telah memutuskan untuk mengubur dalam-dalam segala kesedihannya di tanah London. Di kota Riyad, ia kembali menjadi seorang bayi. Bayi dalam penjiwaan dan semangat hidup yang selama ini dia pinggirkan sejak dikuasai Walid. Seperti biasa, pada setiap perjalanan kembali ke negaranya, Shedim melepas sabuk pengaman dan menuju toilet pesawat untuk mengenakan abayanya. Yang sering terjadi, Shedim tidak akan melakukan hal itu sebelum tanah Riyad terlihat dan aromanya terdeteksi. Pada saat itu, antrian di depan toilet selalu panjang. Tujuan mereka sama. menyesuaikan diri dengan pakaian Saudi. Para penumpang lakilaki juga sama. Mereka berusaha mengenakan pakaian laki-laki Saudi dan meninggalkan kostum luar negerinya. Dalam perjalanan kembali ke kursinya, Shedim melihat seorang laki-laki yang sepertinya sedang tersenyum kepadanya. Dia berusaha membuka matanya dan meningkatkan ketajamanan pandangannya untuk lebih memastikan siapakah gerangan orang itu. Sesampai di kursinya, dia hanya berjarak empat langkah dan tempat pemuda itu. Sepertinya ada gairah yang mendadak terbangkitkan dan rasa optimis yang susah dimengerti! Faraz'. Shedim menyempurnakan sisa empat langkah ke kursi Faraz. Dia berdiri dari tempatnya duduk dan memberikan ucapan salam dalam kegembiraan yang tidak bisa disembunyikan. Masih dalam perasaan yang nyaris tidak dimengerti, mereka saling bertanya.
"Bagaimana kabarmu, Shedim?"
"Allah Maha Agung telah memberimu hari-hari menyenangkan. Sungguh, aku tidak pernah membayangkan akan bisa lagi bertemu denganmu setelah kali terakhir kita berjumpa di perpustakaan waktu itu."
"Aku juga tidak pernah menyangka akan melihatmu lagi. Bahkan bila kamu tidak ke toilet dan berganti pakaian, aku sungguh tidak tahu bahwa di pesawat ini ada kamu."
"Benar-benar aneh!"
"Aku sendiri tidak suka berganti pakaian di pesawat. Aku tidak mau menjadi seperti Dr. Jackyl* yang berganti kepribadian setiap kali dia berganti kostum."
"Ah, kamu kan laki-laki. Kamu tahu sendiri tradisi berpakaian kaum wanita di Saudi."
"Ya. Kamu lebih cantik dengan pakaian Arab-mu..."
Apakah pemuda ini sedang bercanda? Apakah sebenarnya selera pemuda ini memang lebih menyukai wanita dalam balutan pakaian seperti yang dikenakannya? Atau karena dengan pakaian ini, beberapa kekurangan fisik yang terlihat saat pertemuan di London dulu tertutupi, sehingga terlihat lebih anggun? Pembicaraan berubah judul.
Kali ini tentang payung dan jas hujan yang diberikan Faraz untuk Shedim di perpustakaan itu.
Faraz bercerita tentang kebiasaannya yang selalu menyediakan payung dan jas hujan di dalam mobilnya demi berjaga-jaga.
Itu lantaran cuaca di London seringkah berubah secara tiba-tiba.
Shedim berterima kasih atas kebaikannya, sehingga terhindar dari flu yang sering dirasakannya setiap habis kehujanan.
"Apa kamu akan segera kembali ke London?"
"Tidak kali ini. Aku harus meneruskan studi di Riyad. Sepertinya aku akan menikmati hari-hariku di Saudi. Mungkin berkelana antara Riyad, Jeddah, dan Khabar. Riyad adalah ibukota resmi. Jeddah adalah ibukota tidak resmi.
"Di mana kamu tinggal?"
"Di Khabar."
"Kota itu?"
"Ya. Aslinya kami berasal dari Jeddah, tetapi kami lama tinggal di Saudi bagian Timur."
"Kamu sering pulang pergi dari satu tempat ke tempat lain. Apa tidak merepotkan?"
"Aku memiliki pakaian di beberapa tempat. Jadi ke mana pun aku pergi, aku tidak direpotkan dengan perbekalanku. Yang penting di setiap tempat harus ada sikat gigi. Jadi aku telah terbiasa dengan pola hidup dengan banyak istri...!"
Shedim diam-diam telah memperkirakan bahwa Faraz adalah tipe orang yang menghalalkan minum minuman keras dan daging babi, hanya saja dia tidak pernah menawarkan semua itu kepada tamu atau orang * Dr.
Jackyl dan M r..
Hyde adalah sebuah tokoh fiksi tetang kepribadian ganda (p e n y.) yang dikenalnya.
Bagi Shedim yang selalu ingin mengetahui detail kepribadian seseorang hal ini menjadi salah satu petunjuk penting.
Pembicaraan selanjutnya adalah tentang hal-hal yang berkaitan dengan keluarga dan rasa ingin tahu mengenai kecenderungan masing-masing.
Harap-harap cemas, dan sesekali keduanya pun saling tersipu bergantian.
Mungkin ada hasrat yang tertahan.
Mungkin ada rasa yang masih saling disembunyikan.
Mungkin semua itu hanyalah strategi untuk saling menahan harga...
To.
seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.
"seerehwenfadha7et"
Date.
25/6/2004 Subject.
Kembali ke Ummi Nuwair "Aku serahkan semua urusanku kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas hamba-hamba-Nya" (Surat Ghafir.
44).
Atas cerita minggu kemarin, banyak respon menggembirakan.
Banyak yang mengatakan bahwa akhirnya kisah menyenangkan itu datang juga.
Satu minggu yang tidak mencantumkan air mata.
Ini membuatku bertambah semangat untuk melanjutkan kisah nyata bersambung ini.
Ada yang mengatakan bahwa aku sedang mengklaim diri bersih dari segala dosa dan kesalahan.
Saat aku menceritakan kisah sahabatku, mereka menuduhku melakukan 'cuci tangan‟ dari kesalahan dan aib mereka.
Tidak! Sama sekali tidak! Aku sedang tidak merasa paling bersih dan menjadi teladan terbaik.
Kisahku tentang mereka tidak pernah bermaksud mengklaim bahwa mereka telah melakukan kesalahan sehingga aku perlu 'cuci tangan' dan mencari kambing hitam.
Apa yang mendorongku menulis tentang mereka selain kepercayaanku yang penuh untuk mereka dan kepercayaan mereka secara total kepadaku? Aku dan mereka adalah satu.
Kisahku adalah kisah mereka.
Bila suatu hari aku berhalangan menceritakan satu sisi kisah karena sebab-sebab tertentu, maka pada waktu yang lain aku akan menceritakannya ketika sebab-sebab itu telah sirna.
Ketika itu aku menceritakan segala sesuatu seutuhnya sebagai 'aku' yang seutuhnya sebagaimana yang Anda baca.
Sekarang kita kembali kepada kisah Qamrah.
Pada rentang waktu itu, Qamrah memikirkan masa depannya yang belum jelas.
Sebagaimana Shedim, untuk beberapa minggu, dia masih berharap Rasyid akan datang kepadanya dan mengajak rujuk kembali.
Atau setidaknya Rasyid berusaha menghubunginya setelah menyesal atas keputusan perceraiannya yang spontan dan emosional.
Tetapi harapan hanyalah tinggal harapan.
Jangankan kesediaannya untuk kembali datang, telepon saja tidak ada.
Maka, Qamrah pun mulai menghapus harapan itu.
Ia mulai memikirkan langkah-langkah baru bagi masa depannya.
Apakah dia akan tetap tinggal di rumah orang tuanya dengan status janda, atau akan melanjutkan studinya di per guruan tinggi? Apakah kebijakan universitas akan mentolerir keterlambatan selama setahun penuh, ataukah dia perlu mengambil sesi-sesi pelatihan dan seminar yang diselenggarakan berbagai lembaga pendidikan atau perguruan tinggi, yang diharapkan berhak atas sertifikat keterampilan tertentu? Dua adik laki-laki Qamrah Nayif dan Nuwaf menyambut gembira kembalinya Qamrah di tengah-tengah keluarga.
Keduanya selalu berusaha melibatkan sang kakak dalam permainan mereka.
Mungkin mereka ingin berbagi bahagia, atau mungkin mereka sangat memahami bahwa kakaknya sedang bersedih dan membutuhkan hiburan.
Mereka ingin kakaknya tersenyum kembali.
Tetapi lantaran beberapa hal yang terkait dengan Rasyid dan janin yang dikandungnya, mengurangi kebersamaan Qamrah itu.
Apakah aku akan seperti ini selamanya? Sungguh Allah tidak akan memberkatimu Rasyid! Allah tidak akan melindungimu di mana pun kamu berada! Lalu bagaimana dengan Karey? Allah juga tidak akan melimpahkan karunianya kepadamu, Karey! Tuhan, damaikanlah hatiku, bakarlah hati lelaki itu.
Ampuni segala dosaku, dan turunkan azab atas kesahannya! Shedim menghubungi teman-temannya sesaat setelah sampai di Riyad.
Keempat bersahabat itu sepakat untuk mengadakan pertemuan keesokan harinya di rumah Ummi Nuwair.
Kali terakhir mereka berkumpul bersama di tempat itu adalah sebulan menjelang liburan musim panas.
Kesibukan masing-masing membatasi gerak dan kesempatan mereka untuk berkumpul.
Selama rentang waktu yang cukup panjang itu, tentu banyak cerita dan pengalaman yang bisa dibagi.
Ummi Nuwair menghidangkan teh dipadu dengan susu segar, madu, dan gula yang disajikan dalam perpaduan ala India dan Kuwait.
Ummi Nuwair mengajukan keluhan atas terputusnya kunjungan mereka itu sejak awal musim panas.
Hanya Shedim yang masih ingat dengan Ummi Nuwair.
Ia membawakan syal Kashmir dalam jumlah banyak untuknya.
Oleh-oleh itu sangat menggembirakannya dan cukup mengobati kerinduannya kepada mereka berempat.
Ummi Nuwair juga tengah bergembira.
Rupanya, anaknya telah menyelesaikan studinya di Amerika.
Serasa lengkap kebahagiaan wanita itu; anak kandungnya telah berkumpul kembali dengannya, ditambah kini dengan "keempat anak angkatnya.
Sementara saat minum teh, mereka melupakan apa yang sedang bergemuruh di benak masing-masing.
Mereka menikmati sejenak kerinduan yang telah terobati ini, dan mulai mengenang kembali saat-saat kebersamaan ini sebelum dirampas oleh 'oknum' laki-laki.
Saat itu suami imajiner mereka adalah kehangatan dan keharmonisan.
Saat itu mereka tidak sempat berpikir bahwa laki-laki menyimpan sejuta pisau di balik senyumannya yang sewaktu-waktu bisa ditikamkan ke dada setiap wanita yang terlena.
Hasil pelajaran Ummi Nuwairy adalah apa yang terjadi dengan Nuwairy anaknya semata-mata adalah gejala psikologis, bukan gangguan fisik.
Gejala semacam ini wajar dialami oleh anak-anak pada masa puber dan pancaroba.
Yaitu, masa peralihan dari remaja menuju dewasa.
Pada masa ini, seseorang tidak lagi bisa dianggap anak kecil, tetapi belum pantas dianggap dewasa.
Seringkali pada usia seperti ini, seorang anak menunjukkan sikap-sikap yang mengejutkan.
Sikap mengejutkan itu adalah berupa sikap memberontak dan menolak hal-hal yang selama ini menjadi rutinitas mereka.
Secara seksual mereka juga tengah menuju kematangan, sehingga harus diawasi dan diikuti perkembangannya dengan seksama.
Mereka juga tengah mencari identitas diri dengan mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh-tokoh idola.
Pada masa pencarian ini, bila seorang anak tidak mendapatkan bimbingan yang memadai, akan menyerap nilai-nilai yang salah.
Pada anak-anak yang pernah mengalami atau menyaksikan kejadian tertentu yang membekas dalam diri, biasanya akan terjadi beberapa perkembangan yang berbeda dengan anak-anak lainnya.
Bagi Ummi Nuwairy dan wanita-wanita yang berasal dan negara dengan tingkat pendidikan tinggi, kelainan pada anaknya bukan merupakan penyakit, melainkan kecelakaan psikologis yang bisa diterapi.
Bukan untuk dijauhi.
Ummi Nuwair hampir pingsan ketika kali pertama dokter memberitahukan bahwa yang terjadi dengan anaknya adalah perubahan jenis kelamin.
Ketika itu Ummi Nuwair disarankan untuk bersabar sambil menunggu kecenderungan anaknya dalam memilih jenis kelamin.
Pada saatnya nanti, kecenderungan Ummi Nuwairy akan dengan sendirinya terlihat, apakah dia memilih menjadi laki-laki atau perempuan.
Dokter juga memberikan alternatif kedua, yaitu bahwa semua itu bisa dibantu dengan upaya medis, di samping upaya-upaya psikologis.
Upaya medis yang bisa dilakukan adalah melakukan operasi dan terapi hormon.
Nuwairy tinggal di Amerika selama dua tahun.
Setelah selama dua tahun dia ditempa dan dididik, Nuwairy kembali ke pangkuan ibunya.
Selama dua tahun sang ibu tinggal di rumah seorang diri dan berharap anaknya kembali menjadi seorang "laki-laki' sebagaimana dulu.
Hanya dengan cara itulah hinaan dan cemoohan dari kerabat, tetangga, dan teman sejawat tidak lagi didengar.
Michelle hanya bercerita tentang kerusakan masyarakat, latarbelakang, tradisi, dan berbagai keyakinan yang dianut.
Dia sangat gemes dan sedikit geram dengan keadaan itu.
Karenanya, dia benar-benar ingin pergi menjauh.
Besok lusa dia akan memulai hidup baru di lingkungan yang lebih sehat dan jauh dari lingkungan yang sakit dan menyebarkan banyak penyakit ini.
Shedim tidak henti-hentinya mengutuk Walid.
Sedang Qamrah memanfaatkan pertemuan mereka untuk menumpahkan semua kisah dan keluhan.
Yang saat ini menjadi keluhan utama Qamrah adalah tekanan ibunya yang menghendaki agar dirinya tidak keluar rumah untuk menjaga penilaian negatif orang lain atas statusnya kini sebagai janda.
Qamrah sebenarnya setuju dan menangkap maksud baik ibunya itu.
Dia hanya heran dan tidak habis pikir dengan perilaku orang yang selalu berusaha mengintai kesalahan orang lain.
Orang semacam ini akan mati dalam keadaan penasaran.
Puluhan kali dalam sehari, Qamrah mendengar perkataan yang memojokkan dirinya sebagai janda.
Dalam masyarakat ini, janda menjadi pesakitan atau orang gila yang dicibirkan orang dewasa, dan dianggap mainan oleh anak kecil.
Puluhan kali dalam sehari, Qamrah diingatkan untuk tidak lupa akan statusnya sebagai janda beserta kewajibannya untuk menjaga nama baik keluarga.
Kebebasannya telah dirampas dengan kejam.
Karenanya, apakah tidak cukup hukuman baginya adalah derita perceraian, sehingga tidak harus ditambah lagi dengan derita mendengar gunjingan orang dan perampasan hak kebebasannya? Selama tiga bulan sejak kedatangan surat cerai itu, Qamrah dilarang keluar rumah.
Kedatangannya ke rumah Ummi Nuwair kali ini adalah silaturahmi yang pertama sekembalinya dari Amerika.
Setelah ini, ia tak yakin kalau ibunya akan mengizinkannya kembali bersilaturahmi.
Tidak henti-hentinya Lumeis berusaha mengembalikan teman-temannya ke dalam suasana santai dan gembira dengan cara melupakan segala musibah yang telah mendera.
Lumeis selalu menegaskan bahwa yang pergi biarlah berlalu.
Pengganti yang baru yang semoga lebih baik pasti akan segera datang.
Segala sesuatu datang dan pergi dalam irama yang wajar.
Tidak perlu terlalu lama meratapi perpisahan.
Jangan biarkan kaum laki-laki menjadi besar kepala dengan tangisan kita yang tiada akhir.
Tunjukkan bahwa tanpa mereka, kita mampu tegak berdiri, sebab toh harus disadari bahwa dunia ini tidak hanya dihuni oleh ada tiga orang laki-laki, yaitu Walid, Rasyid, dan Faishal saja.
Lumeis berusaha mengajak teman-temannya untuk mengalihkan pembicaraan dan perhatian mereka dari luka.
Hanya dengan cara ini kesedihan akan terhapus.
"Daripada larut dalam sedih, bagaimana kalau aku melihat masa depan kalian melalui ramalan zodiak?"
Lumeis mulai mengeluarkan perangkat yang baru dibelinya dari Lebanon. Shedim berkata.
"Lumeis, coba terawang karakter 'lelaki itu'."
Shedim sepertinya tak mau lagi menyebut nama orang yang telah melukai hatinya.
"Sangat penyayang tetapi hanya mempunyai sedikit nyali untuk menggunakan prinsip dasar dan perkataan yang membangkitkan perasaan terhadap pihak lain yang berkepentingan. Dia sangat rasional dan tidak cepat mengambil keputusan. Begitu dia mengambil keputusan, seringkali tidak tepat dan tidak bisa menguasai medan yang harus dijalani. Dia adalah orang yang sangat kuat memegang kebiasaan dan tradisi. Sifatnya cenderung safety (tidak mau beresiko) dan tidak mau keluar dari comfort zone (wilayah bebas konflik). Panduan hidupnya adalah rasionalitas, dan jarang sekali menggunakan perasaan untuk mengambil keputusan. Perasaannya tidak mempunyai pengaruh baginya, kecuali sangat kecil. Dia ingin selalu sempurna, dan karena hidupnya sangat bergantung kepada keluarga, maka dia ingin secara sempurna memuaskan semua pihak dalam keluarganya. Kepercayaannya terhadap diri sendiri cukup tinggi. Di antara sisi negatifnya adalah sombong dan egois,"
Begitulah perkataan Lumeis mengenai lelaki yang namanya tidak mau disebut lagi oleh Shedim.
"Berapa persenkah tingkat keberhasilan hubungan antara cewe Leo dan cowok Cancer?"
Tanya Michelle.
"Delapan puluh persen!"
Jawab Lumeis.
"Mana yang lebih cocok bagiku, Aries atau Capricornus?"
Tanya Shedim.
"Tentu saja dengan Capricornus. Lihat apa yang tertulis di sini. Prosentase kecocokan seorang gadis dengan cowok. Aries tidak lebih dari enam puluh persen. Sedang kecocokan gadis dengan Capricornus tidak kurang dari sembilan puluh lima persen. So, baby! Allah telah menunjukkan bahwa setelah gelap akan terbit terang. Lupakan Aries dan sambutlah kedatanagan Capricornus,"
Kata Lumeis.
"Hai, dengarkan nasehat dariku, orang yang telah merasakan semua ini!"
Qamrah sedikit tersenyum agak narsis.
"Hentikan mimpi kalian! Tinggalkan ramalan-ramalan itu dan bersandarlah kepada Allah. Jangan pernah meletakkan angan dan mimpi tentang laki-laki, sebab kalian selalu akan menemukan laki-laki seratus depalan puluh derajat berseberangan dengan mimpi dan angan kalian."
"Kalau ramalan ini tidak diperbolehkan, lalu mengapa semua yang terjadi padamu sesuai dengan ramalanku dulu?"
Lumeis menjawab nasihat itu.
"Nasib!"
Jawab Qamrah secara singkat.
"Sudah! Jangan bertengkar. Ada baiknya kita mendengarkan ramalan itu. Kalau ada yang kita tidak setuju, tinggalkan saja. Tentu saja semua yang kita katakan adalah nasib. Kita tidak punya wewenang untuk menentukannya. Hanya Tuhan yang mampu. Kita cenderung menolak segala yang merugikan kita, tetapi apa yang akan kita lakukan kalau penolakan tidak bisa lagi dilakukan? Bahagia dan derita, takut dan berani, suka dan duka.., semua adalah konsekwensi dari pilihan kita sendiri,"
Kata Michelle.
Seperti biasa, setiap kali Michelle mengutarakan pendapatnya yang tajam dan cerdas, yang lain serius menyimak.
Tanpa disadari, mereka pun seperti sedang mengalami pencerahan.
Sebagaimana biasanya, Ummi Nuwairlah yang mendinginkan suasana dengan beberapa komentar dan berbagi pengalaman.
Malam ini adalah malam terakhir bagi mereka untuk bertemu Michelle sebelum keberangkatannya ke Amerika.
Untuk itu, semua mendengarkan seluruh tumpahan perasaannya.
Tetapi pada kesempatan malam itu, Qamrah lah yang paling sering memberi nasehat teman-temannya untuk sematang mungkin melakukan pertimbangan sebelum memutuskan sesuatu.
Mungkin karena Qamrah benar-benar merasakan sakitnya kegagalan, dan ia tidak menginginkan teman-temannya merasakan hal yang sama.
To.
seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.
"seerehwenfadha7et"
Date.
2/7/2004 Subject.
Fatimah Gadis Syiah* Tidak ada halangan bagimu untuk melakukan hal yang dianggap salah oleh orang lain.
Apa yang benar bagimu sesekali merupakan kesalahan di mata orang lain (Elena Kadee).
Hari ini kupilihkan sebuah surat yang dikirim kepada seorang sahabat melalui alamat emailku.
Masa berjalan dan waktuku penuh dengan aktifitas internet dalam diam Memuja kekasih dan bermanja Aku menulis dia membaca Dia berkata aku mendengar Izinkah aku meneriakan.
Inilah cintaku! Mengagumkan dan memprediksi nasib Berjanjilah engkau akan datang menjemput Bersama kita kayuh dayung menuju pulau bahagia Permintaanku mudah tetapi mungkin sulit bagimu Mereka berkata.
adakah engkau disibukkan? Pergi dan ambillah kekasihmu Setelah Lumeis pindah ke gedung Fakultas Kedokteran, intensitas interaksinya dengan Michelle agak sedikit terganggu.
Mereka berdua masih giat berusaha menjaga hubungan keduanya tetap sebaik yang sebelumnya.
Pertemanan yang kuat selama hampir lima tahun itu kini mulai merenggang.
Gangguan paling serius antara mereka berdua bernama Fatimah.
Fatimah asy-Syi'iyah, demikianlah nama lengkapnya.
Nama belakang itu tentu nama keluarga besarnya.
Lumeis yakin bahwa ketiga temannya tidak akan memedulikan apakah Fatimah seorang Syiah, Sunni, Sufi, Kristiani, bahkan Yahudi sekalipun.
Keterlibatan Fatimah dalam aliran keyakinan itu bukan merupakan masalah dibanding keanehan yang ditunjukkan.
Keanehan itulah yang menciptakan masalah dalam tubuh persahabatan mereka berempat.
Permulaannya adalah konsep masyarakat tentang 'berjalan bersama' yang dipahami sebagai ekspresi * Dikenal dua buah sekte besar dari segi jumlah pengikut yaitu Ahlusunnah dan Syiah.
Ahlusunnah tersebar di hampir segenap wilayah Timur-Tengah.
Indonesia, dan Afrika.
Sementara Syiah.
selain Iran dan Irak.
pengikutnya banyak terdapat di Suriah.
Bahrain.
Azerbaijan.
Kuwait, dan termasuk kota-kota di wilayah utara Saudi Arabia seperti Damam dan Thaif -peny.
lebih dari sekadar pertemanan.
Masyarakat memahaminya sebagai sebuah proses menuju dilaksanakannya khitbah (lamaran) dan perkawinan.
Lumeis teringat teman sepermainan masa kecilnya.
Seorang gadis cilik bernama Fadwa El Hasudy.
Pertemanan mereka berdua berlangsung hingga Lumeis mengenal Michelle.
Sebenarnya Fadwa bukan sosok yang mengagumkan bagi Lumeis.
Kedua gadis ini berlainan sifat dan pembawaan.
Berbeda dengan Fadwa, Lumeis adalah gadis yang periang dan murah senyum.
Mungkin perbedaan itulah yang mempercepat proses berpindahnya pertemanan Lumeis dan Fadwa ke Michelle yang relatif lebih sewarna dengannya.
Apapun, Fadwa adalah sosok yang pernah mengendalikan, menguasai, dan 'mencemburui' Lumeis setiap kali dia berdekatan dengan teman yang lainnya.
Cemburu itu terjadi tanpa didahului adanya ikatan apapun.
Lumeis sendiri tidak pernah menduga akan menjadi 'teman ngabuburit' Fadwa.
Mereka berdua jalan bersama' selama bertahun-tahun sesuai dengan permintaan Lumeis.
Kemudian Lumeis mengenal Michelle yang kelak menjadi salah satu sahabat terbaiknya.
Pada mulanya hubungannya dan Michelle sebatas teman biasa sebagaimana murid-murid baru lainnya yang tidak saling kenal satu dan lainnya.
Fadwa yang sejak awal kurang mempunyai kesamaan dengan dirinya akhirnya menjadi teman dekatnya.
Tetapi ketidaksamaan inilah yang akhirnya menjadi bom waktu bagi pertemanan mereka berdua.
Di antara sekian banyak bom waktu antara mereka berdua, satu sifat Fadwa yang paling membuat Lumeis marah adalah kebiasaannya bermuka dua.
Di depannya Fadwa sering menampakkan muka manis dan menyenangkan tapi dan berbagai sumber berita Lumeis mendapatkan informasi tentang kelakukan Fadwa yang merugikan nama baiknya.
Bom waktu pasti telah meledak satu persatu tetapi Lumeis tidak punya cara untuk mengakhiri pertemanannya kecuali saat mereka berdua menyelesaikan sekolah menengah pertamanya dan masing-masing pindah ke sekolah baru yang berbeda.
Pertemanan Lumeis dan Fatimah sangat berbeda dengan pola hubungan Lumeis dengan Fadwa dan Michelle.
Baru kali pertama ini Lumeis merasakan terikat dengan batasan-batasan yang kuat dalam pergaulannya.
Lumeis kagum dengan kekuatan dan pikiran positif Fatimah demikian juga dengan Fatimah yang mengagumi keberanian dan kecerdasan Lumeis.
Keduanya menemukan dirinya dalam kepribadian sahabat barunya.
Inilah yang membuat kedekatan mereka berdua terjadi begitu cepat, berbeda dengan kedekatan Lumeis dengan Fadwa yang memang telah dimulai sejak masa kanak-kanak.
Setelah beberapa kali mencoba, Lumeis mampu melepaskan ikatan dalam dirinya dan memberanikan diri bertanya kepada Fatimah tentang beberapa hal yang membingungkannya, terutama beberapa akidah Syiah yang terasa janggal.
Awalnya adalah saat Lumeis datang ke apartemen Fatimah pada suatu hari di bulan Ramadhan.
Lumeis hendak mengambil makanan untuk buka puasa.
Mereka berdua memang berniat untuk berbuka puasa bersama.
Saat itu Lumeis masih dibayangi rasa takut untuk makan menu yang diberikan beberapa teman Syiah kepadanya.
Saat itu kejadiannya di kampus.
Qamrah dan Shedim menyuruhnya berhati-hati terhadap makanan kelompok Syiah.
Konon, orang-orang Syiah diam-diam melumuri makanannya dengan najis saat tahu bahwa orang Sunni akan ikut makan bersama mereka.
Orang Syiah tidak enggan memberi racun ke dalam makanan yang akan diberikan kepada orang Sunni.
Bagi mereka adalah kemuliaan dan mendapatkan pahala yang besar bila seorang Syiah mampu membunuh penganut Sunni.
Setiap ada kesempatan makan bersama orang Syiah, Lumeis selalu waspada dan mencari cara untuk menghindarinya dengan sikap yang baik.
Sebisa mungkin dia akan menjauhi jamuan makan orang Syiah, atau memastikan diri mengambil makanan bersama orang Syiah dari tempat yang sama.
Semua rasa takut itu terbawa hingga Lumeis bertemu dengan Fatimah.
Fatimah memberinya rasa tenang dan kesimpulan baru.
Lumeis memerhatikan bahwa ketika azan Maghnb terdengar, Fatimah menahan diri untuk tidak mengambil buah yang telah disediakan di depannya.
Dia justru menyibukkan diri dengan kegiatan lain dan tidak mulai berbuka puasa kecuali setelah kurang lebih duapuluh menit dari selesainya azan yang terdengar di masjid.
Fatimah menyadari bahwa Lumeis melihat keanehan dalam ritual sahabatnya.
Fatimah menjelaskan bahwa semua itu dilakukan oleh orang Syiah semata-mata untuk memastikan bahwa waktu Maghnb telah benar-benar tiba.
Mereka tidak mau puasanya batal hanya karena kurang bersabar menunggu waktu Maghrib.
Bagi mereka, mungkin saja azan Maghnb yang dikumandangkan lebih cepat dari waktu yang sebenarnya.
Fatimah sendiri tidak tahu pasti alasan utama di balik tradisi ini.
Mungkin merasa mendapatkan peluang untuk mencari tahu, Lumeis bertanya tentang hiasan yang dipajang pada dinding apartemen Fatimah.
Tulisan itu menunjukkan sebuah momen keagamaan.
Fatimah menjelaskan bahwa hiasan itu menunjukkan 'ritual yang biasa mereka lakukan pada tengah bulan Syaban setiap tahun.
Lumeis juga menanyakan tentang foto-foto dalam album pesta pernikahan kakak perempuan Fatimah yang dianggapnya janggal.
Lumeis berusaha menahan diri untuk bertanya tentang lebih banyak hal yang masih membingungkannya.
Fatimah menjelaskan bahwa foto-foto itu adalah prosesi saat kedua mempelai memasukkan kaki ke dalam sebuah wadah berisi air yang telah dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an.
Kemudian ke dalam air itu dilemparkan beberapa keping uang sebagai simbol dari doa agar perkawinan mereka mendapat berkah.
Fatimah sebisa mungkin menjawab semua pertanyaan Lumeis dengan jelas dan sederhana.
Fatimah tertawa renyah melihat respon keluguan pada wajah Lumeis.
Ketika diskusi sampai pada masalah dua belas orang Imam**, mereka merasakan adanya ketegangan dan kerawanan untuk terjebak pada pembelaan membabi buta atas pendiriannya masing-masing.
Situasi menjadi tidak kondusif lagi, sehingga mereka memutuskan untuk menghentikan perdebatan dan menonton drama seri yang ditayangkan khusus untuk menyambut bulan Ramadhan.
Kebetulan dalam cerita itu tidak dimunculkan adanya perselisihan antara Sunni*** dan Syiah, bahkan pada sebuah kebijakan negara, keduanya saling dukung dan melengkapi.
Maka cerita itulah yang medinginkan suhu perdebatan.
Tamara adalah orang pertama yang menyatakan tidak setuju atas pesahabatan Lumeis dengan Fatimah.
Tamara selalu berusaha menyampaikan bahwa semua teman-temannya di kampus membicarakan seputar hubungan aneh yang dia lakukan.
Tamara menyampaikan semua yang dia dengar dan teman-temannya.
Berbagai tuduhan miring dan buruk sangka dialamatkan kepada Lumeis.
Mendengar semua itu, Lumeis berusaha memberi pemahaman yang benar kepada adiknya tentang Fatimah dan Syiah.
Tidak ada yang salah dengan Fatimah.
Bahkan dia menunjukkan sikap yang tidak kita miliki.
Dia juga menjelaskan berbagai tuduhan keliru tentang Syiah dan kita harus yakin bahwa bila kita luangkan waktu sejenak untuk berdialog secara terbuka, tidak akan ada lagi tuduhan dan dakwaan negatif seperti itu.
Kita memusuhi mereka karena kita tidak tahu siapa mereka sebenarnya.
Lumeis teringat kawan lamanya yang bernama Sarah.
Dia adalah murid yang baru pindah dan bergabung di sekolah pada tahun terakhir masa studi.
Lumeis sangat menyukainya dan tertarik dengan kerendahan hati dan perilakunya yang baik.
Banyak temannya yang menggunjingkan hubungannya dengan Sarah.
Hampir setiap hari Sarah membangunkan Lumeis hanya karena khawatir pembantunya lupa membangunkan.
Maklum saja, rumah Lumeis sangat besar, sehingga selalu ada kemungkinan terlambat bangun.
Sarah juga sesekali mengerjakan sebagian tugas Lumeis.
Hanya sebagian saja, dan bukan seluruh tugas sebagaimana yang banyak tuduhan orang.
Itu pun karena Lumeis disibukkan oleh beberapa urusan penting yang tidak bisa ditinggalkan.
Lumeis juga tak pernah memaksanya.
** Keduabelas orang imam ini diyakini oleh pengikut mazhab (sekte) Syiah sebagai figur-figur anutan mereka setelah Rasulullah (saw).
Sama seperti Imam yang yakini oleh Ahlusunnah.
keduabelas orang ini pun memiliki kedudukan sebagai referensi hukum keagamaan sepeninggal Rasul (saw).
hanya saja mereka bukanlah seorang Nabi -Peny.
*** Sunni adalah sebutan untuk pemeluk salah satu dari empat imam dalam mazhab (sekte) Ahlusunnah wal Jamaah.
Keempat imam itu adalah Syafl'i.
H a nafi.
Hambah.
dan Mahki.
Di Saudi sendiri, mayoritas pengikutnya adalah bermazhab Malik i.
namun Kerajaan mereka dipengaruhi oleh ulama-ulama yang berasal dari salaffWahabiyah) -Peny.
Urusan penting yang sering menjadi alasan Lumeis meminta bantuan Sarah antara lain acara keluarga dan keorganisasian di lingkungan sekitarnya.
Sarah juga sering mengundang Lumeis belajar bersama di rumahnya yang sederhana sehingga Lumeis mempunyai banyak kesempatan untuk menanyakan pelajaran yang kurang dimengerti.
Banyaknya salah paham dan gunjingan, tidak membuat Lumeis memutuskan hubungan, justru dia malah meningkatkan kedekatannya untuk memberikan yang terbaik kepada sebuah persahabatan.
Dengan Fatimah ini, untuk kali pertamanya Lumeis menemukan dirinya dalam diri orang lain.
Dia menemukan Fatimah sebagai bayangan dirinya, dan karena itu dia merasa begitu dekat dengannya seperti kedekatannya pada diri sendiri.
Setiap kali berdekatan dengan Fatimah, Lumeis seperti sedang berdiri di depan cermin yang besar.
Hampir saja dia tidak memercayai bahwa yang di depannya sebenarnya adalah orang lain.
Seperti biasa, Lumeis tidak memedulikan apa kata orang tentang Fatimah.
Tetapi kali ini, Lumeis harus berhati-hati mengambil sikap, karena akan berpengaruh pada hubungan baiknya dengan Michelle.
Michelle bisa 'memaafkan' kedekatan Lumeis dengan Sarah, karena tidak lama setelah kebersamaannya itu, Sarah melanjutkan studinya di Amerika dan tidak pernah berkomunikasi dengan Lumeis sampai kini.
Saat itu Michelle merasa di atas angin.
Lumeis menjabat tangan Michelle dan memintanya untuk kembali bersahabat sebagaimana sebelumnya.
Berkenaan dengan Fatimah yang bermazhab Syiah, apakah kali ini Michelle mau memaafkannya lagi? Bagi Lumeis, cara paling tepat adalah menyembunyikan persahabatan itu dari Michelle, temannya yang lain, dan keluarga besarnya.
Sayangnya rencana ini gagal total.
Tamara yang sangat menentang keputusan kakaknya, terlanjur menyebarkan berita itu kepada keluarga.
Tamara pun telah menginformasikannya kepada Michelle.
Persahabatan Michelle dan Lumeis menapaki jalan berkerikil.
Kini Michelle tahu penyebab utama mengapa beberapa minggu terakhir, Lumeis sering menghilang dan tak terlacak.
Selama ini Lumeis mengaku sedang menyelesaikan tugas kuliah yang menuntut konsentrasi.
Tetapi ternyata dia lebih memilih menghabiskan waktunya dengan sahabat Syiahnya jika dibanding berkumpul dengan komunitas lamanya.
Lumeis berusaha menjelaskan duduk perkaranya kepada Shedim yang dianggap paling lunak dan fleksibel di antara ketiga sahabatnya yang lain.
"Tolong pahami aku, Shedim! Aku mencintai Michelle sepanjang hidupku. Dia yang terbaik dan paling mengerti aku. Tetapi kamu pun pasti sepakat kalau hal ini bukan berarti dia berhak melarang persahabatanku dengan siapa saja yang kukehendaki. Ada sesuatu yang tidak dimiliki Michelle namun terdapat dalam diri Fatimah, dan demikian juga sebaliknya. Kupikir, begitu juga dengan sahabatsahabat kita lainnya. Kita pasti mempunyai sahabat lain di luar kita berempat yang mempunyai kelebihan dan keunikan lebih dan yang kita miliki."
"Tapi Lumeis, menurutku kesalahanmu adalah meninggalkan Michelle begitu saja setelah kalian bertahun-tahun bersama. Dalam bersahabat, kita seharusnya bisa menerima kelebihan dan kekurangan kita. Seperti dalam hubungan suami istri, kamu tentu tidak setuju bila suatu saat suamimu akan mencari istri baru dikarenakan dia menemukan kekurangan dalam dirimu!"
To. seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.
"seerehwenfadha7et"
Date.
9/7/2004 Subject.
Michelle bertemu Mathew Tidak mudah menemukan kebahagiaan dalam diri kita sendiri, tetapi mustahil bila kita berusaha menemukannya di luar diri kita (A.
Robler).
Terjemahan dari lazy boy dalam bahasa Arab adalah walady al-kasul dan dalam bahasa Indonesia adalah anak pemalas.
Semua ungkapan mungkin tepat untuk menggambarkan tempat yang sering kududuki saat sekian lama malas menulis.
Tempat itu bisa menjadi kursi untuk membaca, atau bisa juga menjadi ranjang tidur ketika sandarannya kudorong ke belakang dan menjadi sejajar dengan tempat duduknya.
Mungkin seperti kursi pesawat kelas satu yang bisa diatur sedemikian rupa sesuai kehendak kita.
Kisah ini kupersembahkan bagi siapa saja yang sedang duduk di kursi Lazy Boy.
Pesawat mendarat di Bandara San Fransisco, sekitar pukul sepuluh pagi.
Kedatangan Michelle itu di San Fransico bukan kunjungan pertama selama hidupnya, hanya saja kali ini tanpa disertai papa, mama dan Misy'al.
Udara saat itu dipenuhi dengan debu yang beterbangan.
Orang-orang lalu lalang dan silih berganti dari berbagai suku dan ras.
Berbagai kepentingan dan kesibukan membaur dan seluruh penjuru.
Tidak ada yang memedulikan Michelle sebagai orang Saudi, dan rupanya orang yang berada di sampingnya berasal dari Jawa.
Tidak seorang pun yang peduli dengan mereka, apakah mereka yang berambut lurus atau keriting, berkulit hitam atau putih.
Semua sibuk dengan urusan masing-masing.
Michelle menunjukkan tanda pengenalnya sebagai mahasiswi yang hendak melanjutkan studi di Amerika.
Karyawan yang sedang bertugas menyampaikan bahwa Michelle adalah gadis Saudi tercantik yang pernah dia lihat.
Setelah selesai semua urusan prosedural, Michelle berusaha menemukan wajah yang dia kenal di antara deretan penjemput.
Terlihat sepupu laki-lakinya, Mathew, sedang melambaikan tangan.
Michelle pun mendatanginya dengan penuh gembira.
"Hai Mathew!"
"Hai Sweety!"
Mathew memeluk dengan hangat dan menanyakan kabar mama, papa, dan adiknya. Michelle memerhatikan di sekitarnya tidak ada orang lain selain lelaki itu yang turut serta menjemputnya.
"Mana yang lainnya. Jimmy, Maggy, dan kedua orang tuamu?"
"Mereka sedang bekerja, sementara Jimmy dan adiknya masih di sekolah."
"Kamu sendiri? Kok bisa datang ke sini? Bukannya kamu ada sesi kuliah?"
"Kuliahku pagi ini ditunda untuk menyambut kedatangan putri pamanku yang cantik dan terhormat. Aku akan menemanimu sambil menunggu kedatangan orangtuaku. Sore nanti aku harus memberikan kuliah jam ketiga. Bila kamu bisa datang bersamaku nanti sore, kamu bisa melihat-lihat kampus tempatmu belajar. Kamu juga bisa melihat kamar asrama mahasiswi di dekat kampus. Ngomong-ngomong kamu memilih untuk tinggal di asrama atau bersama kami di rumah?"
"Menurutku lebih baik di asrama. Untuk melatih kemandirian dalam hidup dan belajar."
"Baik. Aku ikuti saja apa yang kamu kehendaki. Aku telah mempersiapkan segala yang kamu butuhkan, dan memilihkan sebuah kamar untukmu bersama salah seorang mahasiswiku. Menurutku, kalian bisa menikmati persahabatan. Dia seumur denganmu, tetapi kamu jauh lebih cantik darinya."
"Mathew! Sudahlah jangan mengejekku lagi. Thanks, selebihnya biar aku sendiri yang mengurusnya."
"Oke! Selamat datang kembali di Amerika!"
Siang itu, Michelle diantar berkeliling kota dan menghabiskan waktu untuk melihat-lihat pemandangan dan tempat-tempat penting yang nanti akan ia butuhkan.
Aroma masakan ikan yang terhirup, tidak menyusutkan keinginan mereka untuk tetap menikmati perjalanan siang itu.
Mereka baru singgah di rumah makan saat benar-benar lapar.
Mathew membantunya menguruskan beberapa keperluan asrama, menentukan materi, dan jumlah SKS yang harus diikuti gadis itu pada tahun pertamanya di Amerika.
Pertama-tama dia memutuskan untuk mengambil mata kuliah Komunikasi.
Mathew sendiri sempat menyampaikan pujian terkait dengan keterampilan Michelle dalam berkomunikasi.
Mulailah Michelle terlibat dan melibatkan diri dalam kegiatan akademis dan aktifitas luar kelas.
Semoga dengan keaktifan ini, Michelle mampu melupakan kejadian yang pernah dia alami.
Benar, dia berhasil mencapai harapannya.
Dia telah mampu melupakan Faishal sama sekali.
Setiap hari, dan setiap saat.
To.
seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.
"seerehwenfadha7et"
Date.
16/7/2004 Subject.
Seberkas kisah tak terlupakan Hanya mereka yang berani mengambil resiko yang bisa mengukur sejauh mana mereka mampu mencapai hasil (TS.
Elliot).
Berbagai ayat Al-Qur'an, hadis, dan bermacam-macam hikmah keagamaan yang kucantumkan dalam emailku, telah mengilhamiku.
Perkataan bertuah dari para bijak, dan syair-syair lagu yang kukutip, juga banyak mewarnaiku.
Apakah ini salah sebagaimana yang dituduhkan sebagian pembacaku? Apakah aku harus berbohong dan mengaku bahwa seluruh yang kutulis bersumber dari keterampilanku menulis? Aku hanyalah sama seperti gadis lain seusiaku.
Aku juga hanya seseorang yang sama dengan orang lain di seluruh dunia.
Mungkin satu-satunya pembeda antara aku dan yang lain hanyalah aku tak mau melangkah mundur ke belakang, tak mau berdiam diri, dan tak malu untuk melakukan apa yang sedang kulakukan saat ini...
Lumeis berkenalan dengan saudara kandung Fatimah sewaktu berada di stasiun kereta api.
Ali lebih tua empat tahun dan mereka berdua.
Ali juga berkuliah di Fakultas Kedokteran, tetapi baru saat itu Michelle bertemu dengannya.
Rupanya selama di kampus, Michelle merasa tidak pernah bertemu dengan Ali, baik di area ruang kuliah, di masjid, atau di kantin.
Di mata Lumeis, pola interaksi antara Fatimah dan kakaknya termasuk aneh dan unik.
Ali bertempat tinggal di sebuah apartemen yang disewa untuk mahasiswa yang berasal dari luar Riyad.
Ali tinggal di sana bersama teman-temannya.
Sementara itu, Fatimah tinggal di apartemen lain bersama-sama dengan temannya.
Keduanya tidak saling mengunjungi karena lebih suka menghabiskan waktu kosong bersama teman masing-masing.
Di setiap akhir pekan, Ali bepergian bersama teman-temannya dengan menggunakan mobil.
Sedangkan Fatimah bepergian bersama teman-temannya menggunakan jasa kereta api.
Yang kali pertama menarik perhatian Lumeis dan Ali adalah tinggi badannya.
Rata-rata teman sekampus Ali mempunyai tinggi badan sekitar 176 cm.
Tinggi Ali sekitar 190 cm.
Dengan alis mata yang tebal dan kumis yang rapi, Ali menyihir perempuan dengan penampilannya yang jantan.
Seminggu setelah itu, Lumeis dan Fatimah bertemu Ali lagi di sebuah rumah sakit ketika mereka ingin membeli keperluan praktik kedokteran.
Selanjutnya, pertemuan menjadi lebih sering.
Biasanya mereka bertemu di rumah sakit.
Masalah yang sering dibicarakan adalah materi kuliah.
Ali menjelaskan beberapa hal yang dianggap sulit oleh Lumeis.
Dalam tradisi kampus, para mahasiswi memang senang bertanya kepada mahasiswa yang dianggap 'cocok' untuk ditanya.
Cocok dalam maksud pandai dan tampan.
Kemudian pertemuan berkembang ke luar rumah sakit, yaitu di beberapa kedai kopi yang banyak bertebaran di setiap sudut kota.
Hubungan keduanya telah berjalan beberapa bulan.
Tidak ada seorang pun kecuali Fatimah yang mengetahui hubungan mereka berdua.
Tetapi sejak awal, Fatimah berusaha bersikap wajar seakan tidak mengetahui hubungan istimewa antara keduanya.
Padahal sebenarnya Fatimahlah yang merekayasa pertemuan pertama mereka berdua.
Rekayasa itu dilakukan Fatimah untuk merespon ketertarikan Ali kepada Lumeis saat kali pertama kakaknya itu melihat foto Lumeis yang dibawa Fatimah pulang ke rumah beberapa waktu yang lalu.
Dalam foto itu tampak Lumeis bersama teman-temannya dalam seragam praktik Fakultas kedokteran.
Lumeis berdiri di samping mayat yang mereka pergunakan untuk sebuah sesi praktik di laboratorium fakultas.
Praktik semacam itu-bagi para mahasiswa Kedokteran di semester semester awal adalah salah satu yang paling ditakuti.
Bercampurnya aura mayat dan aroma formalin membuat suasana praktik relatif tegang bahkan mungkin sedikit mencekam.
Kini Ali tengah menapaki tahap akhir semester Kedokterannya.
Dia harus segera menyelesaikan tugas-tugas akhir termasuk beberapa bulan 'magang' dan melakukan asistensi di rumah sakit yang ditentukan oleh fakultas.
Sementara, Lumeis dan Fatimah baru saja memasuki tahun kedua perkuliahan.
Ketika sedang menikmati kopi di sebuah kedai, tiba-tiba mereka berdua didatangi oleh para petugas Amr Bil ma'ruf wa Nahyu Anil Munkar* bersama sejumlah polisi.
Keduanya dibawa ke kantor petugas terdekat dengan dua mobil yang berbeda.
Di kantor itu mereka berdua mulai diinterograsi dengan berbagai pertanyaan tentang pelanggaran berpacaran yang mereka lakukan berdua.
Lumeis tidak bisa menjawab berbagai pertanyaan yang diarahkan kepadanya.
Dengan kasar, para petugas mengajukan pertanyaan tentang hubungan mereka berdua.
Meski dengan rasa takut, namun Lumeis tetap berusaha menjawab dengan harapan bisa menghentikan berbagai pertanyaan lainnya.
Tetapi setiap kali sebuah pertanyaan selesai dijawab, pertanyaan berikutnya menyusul.
Akhirnya Lumeis menangis sejadi jadinya.
Selama berjam-jam, ia berusaha menjelaskan dan membangun kepercayaan para petugas bahwa mereka berdua hanya minum kopi sambil memperbincangkan masalah perkuliahan dan hal lainnya.
Gadis itu menegaskan bahwa mereka berdua tidak melakukan hal-hal tidak senonoh.
* Disebut juga polisi syariat, dan orang Saudi sendiri menyebutnya dengan kata Mutawa'.
Tugas mereka adalah menjaga nilai-nilai atau kewajiban agama di masyarakat sesuai dengan aturan mazhab resmi Kerjaan Saudi, seperti menghukum pelaku peninggal salat Jumat, pelaku penyimpangan praktik haji.
dan lain sebagainya.
Di ruang terpisah, Ali dihujani banyak pertanyaan tentang apa saja yang telah mereka lakukan berdua.
Disampaikan kepada Ali bahwa Lumeis telah menceritakan segalanya.
Jadi tidak ada pilihan lain bagi Ali kecuali berterus terang.
Ali bingung harus menjawab apa.
Dia telah menjelaskan semua yang pernah mereka lakukan, dan para petugas tidak percaya.
Ali selalu didesak untuk mengaku karena mereka mengatakan tidak ada lagi ruang untuk berbohong.
Mereka menghubungi ayah Lumeis dan menyampaikan bahwa anak gadisnya telah tertangkap bersama seorang pemuda di sebuah kedai kopi.
Mereka mengatakan bahwa Lumeis akan dimasukkan ke dalam penjara, dan dia diminta datang untuk menyelesaikan segala urusan.
Ayahnya bisa membebaskan Lumeis dari keharusan dipenjara setelah ditandatanganinya sejumlah kesepakatan dan janji untuk tidak lagi mengulang kesalahan serupa di waktu yang akan datang.
Ayahnya datang dengan muka merah tanda marah dan kekuningan tanda pucat malu.
Dia menandatangani beberapa lembar formulir sesuai prosedur yang ada, setelah itu baru diizinkan untuk menjemput anak gadisnya.
Selama perjalanan dari kantor ke rumah, sebisa mungkin ayah Lumeis menyembunyikan amarah yang meluap dan kekecewaan yang dalam.
Sang ayah berjanji untuk tidak menceritakan semua masalah kepada ibu dan Tamara dengan syarat Lumeis tidak lagi mengadakan pertemuan dengan teman laki-lakinya itu di luar kampus.
Ia hanya diizinkan keluar bersama para sepupu dan anak teman-temannya di sekitar Jeddah.
Tapi harus diingat, Jeddah tidak sama dengan tempat lainnya.
Jeddah tidak sama dengan Riyad.
Lumeis merasa bersalah dan kasihan kepada Ali setelah mendengar seorang polisi di kantor tadi membisikkan di telingan ayahnya bahwa pemuda yang bersama anaknya berasal dari aliran Syiah.
Hukuman yang akan diterima Ali tentu lebih berat dibanding yang diterima Lumeis.
Di Riyad diberlakukan pembedaan hukuman bagi penduduk asli dan para pendatang.
Membayangkan apa yang akan dialami Ali, Lumeis semakin menaruh iba.
Sejak saat itu, hubungan mereka berdua terputus, termasuk dengan Fatimah.
Fatimah merasa Lumeis lah yang paling bertanggung jawab atas insiden penangkapan itu.
Fatimah selalu kembali ke perbedaan pemikiran dan keyakinan antara dia dengan Lumeis setiap kali mereka bertemu.
Ini semakin melebarkan jalan untuk perpisahan mereka.
Kasihan Ali.
Sebenarnya dia adalah pemuda yang lembut dan menyenangkan.
Dan sejujurnya, Andai dia bukan seorang Syiah tentu Lumeis tulus mencintanya.
To.
seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.
"seerehwenfadha7et"
Date.
23/7/2004 Subject.
Faraz.
Nyaris Sempurna.
Perempuan selalu mempunyai kecenderungan untuk mudah terjebak dalam kekerasan.
Dan kami para lelaki selalu berusaha untuk membebaskan mereka.
Tetapi mereka selalu menolak usaha itu, kecuali mereka diizinkan mengabdi kepada kami, atau kami yang berinisiatif menobatkan diri menjadi tuan bagi mereka (Oscar W).
Aku bosan menjawab email yang mempertanyakan setelah setiap satu email selesai kukirim bagaimana sebenarnya kepribadianku dan siapa sebenarnya identitasku.
Apakah ini benar-benar Anda butuhkan lebih dari kebutuhan Anda membaca tulisan-tulisanku? Pentingkah untuk Anda ketahui apakah aku Michelle, Shedim, Qamrah atau Lumeis? Saat ini, rasa yang terungkap dan Qamrah adalah milik Shedim.
Suka duka yang dirasakan Qamrah, dirasakan pula oleh Shedim.
Ketika duka, Shedim adalah sumber cadangan di saat air mata Qamrah mulai mengering.
Shedim memberikan semua air matanya untuk merasakan kesedihan secara bersama.
Saat suka mereka tertawa bersama.
Begitu juga dengan segala yang dirasa Qamrah menjelang kelahiran anak pertamanya, seakan-akan Shedim lah yang sedang mengandung.
Kedua kakak perempuan Qamrah, Naflah dan Hafshah benar-benar tidak mempunyai waktu untuk Qamrah karena terlalu sibuk mengurusi anak-anaknya dan terutama menyikapi suami mereka yang masih sering menjadi sumber masalah.
Sementara itu adik perempuannya Syahla masih disibukkan dengan tugas-tugas dan materi ujian di Sekolah Menengah.
Shedimlah yang berperan.
Dia menemani Qamrah pergi ke sana dan berbelanja ke sini untuk menyambut kelahiran sang bayi.
Pada hari-hari tertentu ketika ibunda Qamrah sedang kumat penyakit rematiknya, Shedim jua yang selalu menemaninya berkonsultasi ke dokter kandungan untuk memeriksakan kehamilan.
"Qamrah, kalau aku menjadi kamu, mungkin aku tak mampu bersabar sepertimu."
"Shedim, bayi inilah yang membuatku kuat. Dia akan mengubah hidupku semuanya. Aku tak akan banyak berpikir tentang menikah lagi atau tidak. Semua kebahagiaanku telah kutitipkan kepada bayiku. Aku tak peduli dengan ayahnya. Aku hanya ingin berbahagia bersama anakku. Biarkan Rasyid menjalani kehidupan bebasnya tanpa kendali dan ikatan dariku. Biarkan dia mendapatkan segala yang dikejar. Aku akan hidup bersama belahan jiwaku, si kecil ini."
Qamrah menangis di dalam mobil yang berjalan menuju rumahnya. Bersama Shedim, keduanya baru saja kembali dari dokter untuk menjalani konsultasi. Shedim tidak mampu berucap apa-apa demi menenangkan dan menghibur sahabatnya itu.
"Ah, Andai Qamrah kembali ke kampus melanjutkan studi bersamanya...,"
Begitulah ungkapan lamunan Shedim.
Tapi Qamrah sudah tidak mau lagi melanjutkan kuliah.
Badannya yang dahulu langsing, kini menjadi timbunan lemak karena ia kurang berolahraga dan banyak ngemil.
Bisa dimaklumi bahwa dirinya diliputi rasa jenuh yang menusuknya setiap hari di rumah.
Adiknya, Syahla, terlihat sangat menikmati masa remajanya.
Beberapa sepupu bertandang ke rumah untuk bersilaturahmi dan suasana rumah menjadi meriah.
Tetapi semuanya itu tidak bisa mengurangi rasa jenuh pada diri Qamrah.
Kedua kakak pertama Qamrah, Muhammad dan Ahmad setiap hari sibuk dengan teman dan petualangannya.
Yang sedikit menjadi hiburan adalah kedua keponakannya, Nayif dan Nuwaf, yang masing-masing belum genap sepuluh dan duabelas tahun.
Bagaimana Shedim bisa selalu berada untuk Qamrah, bukankah Faraz kini tengah mengisi hari-harinya? Allah mengabulkan doa Shedim dan menghadiahkan Faraz untuknya.
Shedim benar-benar telah menumpahkan keluhan dan ratapan kepada Allah setelah perpisahannya dengan Walid.
Selama ini ia berdoa dan berharap agar Walid kembali padanya.
Tetapi setelah berkenalan dengan Faraz, sedikit demi sedikit, kegetiran dan rintihannya yang diadukan kepada Tuhan telah berkurang.
Doa dan harapannya pun berubah.
Kini ia menginginkan Faraz.
Lelaki itu bukanlah pemuda biasa.
Siang dan malam, Shedim bersyukur kepada Allah atas kedekatan dirinya dengan Faraz.
Seakan-akan itulah karunia untuknya.
Apa kekurangannya? Pasti dia memiliki suatu kekurangan atau mempunyai kebiasaan yang menjadi aibnya.
Tak mungkin ada orang yang selengkap itu.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah.
Tetapi Shedim gagal untuk menemukan kekurangan itu.
Meski telah berusaha, namun ia tak mampu mengurai aib Faraz.
Doktor Faraz al-Syarqawy.
Penasehat beberapa tokoh terkemuka, seorang diplomat handal, aktif dalam berbagai oraganisasi dan jaringan sosial, berkepribadian kuat, berpendirian tegas, dan tak mudah terpengaruh, memiliki penalaran yang logis, dan banyak mencetuskan berbagai keputusan strategis.
Nama besar dan berita tentang prestasi lelaki itu sangat cepat menyebar sekembalinya ia dan London.
Fotonya dalam berbagai aktifitas menghiasi banyak halaman surat kabar dan majalah dalam kapasitasnya sebagai staf penasehat di kantor kerajaan.
Shedim rajin membeli majalah atau surat kabar yang memuat berita dan foto Faraz masing-masing dua eksemplar dari setiap edisinya.
Satu untuk disimpan, dan satu lagi akan diberikan kepada Faraz.
Kesibukan laki-laki itu yang sangat padat, menjadikan ia tak mampu mengikuti perkembangan berita mengenai tentang dirinya.
Keluarga Faraz sendiri tidak mempunyai tradisi yang kuat untuk membaca surat kabar atau mengikuti berita-berita itu.
Ayahnya sudah cukup tua dan lebih banyak sibuk memerhatikan kesehatan dirinya.
Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang tidak mahir dan suka membaca surat kabar atau majalah.
Kondisi keluarga Faraz yang sedemikian sederhana semakin membuat kekaguman Shedim bertambah kepadanya.
From zero to hero mungkin tepat untuk menggambarkan sosok Faraz.
Inilah laki-laki yang berangkat dari bukan siapa-siapa, namun kini mampu meraih prestasi.
Dengan kesederhanaan dan pencapaiannya yang cemerlang, tidak mustahil suatu hari nanti Faraz akan meraih posisi yang lebih tinggi dan terhormat.
Shedim sangat antusias untuk membacakan berita kepada Faraz.
Diam-diam, Shedim membuat kliping dari berbagai media untuk dihadiahkan kepadanya pada pesta perkawinan mereka berdua.
Ia sendiri sebenarnya tak bermaksud mendahului takdir dengan mengatakan bahwa pasti suatu saat nanti dirinya akan dinikahi Faraz.
Kami teman-temannya juga tak yakin bahwa Shedim sedemikian cepat meletakkan prediksi pernikahan mereka berdua.
Segalanya masih misterius bagi semua orang; bagi Shedim, bagi Faraz, dan bagi kami.
Tanda-tanda ke arah pernikahan telah jelas terlihat, tetapi memang Faraz belum mengungkapkan rencana itu secara terbuka.
Tapi memang pemikiran ke arah pernikahan telah terbetik sejak Faraz menjalankan ibadah Umrah.
Di dalam komplek Masjid al-Haram, mereka berdua bertemu.
Saat itu Faraz sedang bersama beberapa tokoh-tokoh penting.
Faraz menanyakan apa yang dipinta Shedim kepada Allah terkait dengan dirinya.
Shedim menjawab.
"Doakan agar Allah mengabulkan permintaan yang tertera di hatiku. Kamu pasti tahu apa yang menjadi isi hatiku."
Selang beberapa, Faraz mengatakan bahwa pengakuan Shedim yang disampaikan dengan malu-malu itu telah menenggelamkan dirinya.
Ia merasakan sentuhan kebahagiaan yang pernah datang menghampiri sebelumnya.
Setelah hal itu terungkap, Faraz juga mulai berani mengkhayalkan hubungan mereka berdua.
Shedim sendiri mulai merasakan respon positif.
Sementara lelaki itu mulai menunjukkan perubahan sikap dari semata teman menjadi lebih dari teman.
Lelaki itu terdidik di dalam alam politik yang mengharuskannya untuk melakukan seribu kali pertimbangan sebelum mengambil keputusan.
Apa pun caranya lelaki itu menyembunyikan perasaannya, Shedim mampu menangkap getarannya.
Perasaan Faraz mulai tertebak saat dia berusaha mendapatkan informasi tentang kehidupan Shedim; dulu, sekarang, dan nanti.
Faraz mengakui bahwa Shedimlah satu-satunya wanita yang pernah mampu mengisi hari-harinya dan menjadi bagian khayalannya.
Untuk menuruti khayalan itu, Faraz merelakan hilangnya peluang untuk menyelesaikan pekerjaan, tertundanya beberapa acara, dan digagalkannya pertemuan penting.
Ia lebih memilih berbincang-bincang sekian lama dengan Shedim melalui telpon.
Yang aneh tapi sekaligus menambah kekaguman Shedim kepada Faraz adalah keteguhannya menjalankan agama.
Padahal laki-laki itu telah lebih dari sepuluh tahun menjalani kehidupannya di luar negeri.
Faraz tampak tidak terpengaruh sama sekali dengan kebebasan ala Barat dan kultur negara-negara sejenisnya.
Dia tidak terlihat seperti kebanyakan orang lain yang biasanya akan berubah bila terlalu lama menjalani kehidupannya di suatu negeri.
Ketika pulang kembali, mereka pun biasanya membawa kebencian terhadap tanah kelahirannya.
Faraz tidak pernah mempengaruhi apalagi memaksa Shedim untuk mengikuti pemikirannya.
Tapi wanita itulah yang malah tertarik dengan sendirinya.
Kesiapan Shedim itu terwujud dalam kehendak untuk mengubah diri sesuai dengan pemikiran keagamaan Faraz, terutama yang berkaitan dengan pengamalan keseharian, seperti cara berpakaian, etika berinteraksi, atau etika sosial lainnya yang berdasarkan doktrin agama.
Shedim mulai mengikuti konsep Faraz tentang kerudung, tentang bersalaman dengan lawan jenis, dan lain-lain.
Demikianlah, sedikit demi sedikit Shedim berusaha keras mendekatkan diri dengan apa yang diinginkan Faraz.
Ini adalah salah satu jalan pembuka untuk menegaskan hubungan dengan Faraz yang dianggapnya nyaris sempurna untuk menghindari perkataan sempurna.
Faraz sendiri tak pernah menyadari kalau Shedim tengah menjalankan misi pendekatan kepadanya melalui berbagai usaha dan langkah.
Padahal bagi Faraz, dirinyalah sebenarnya sedang melakukan pendekatan, bukankah Faraz yang lebih aktif menjalin komunikasi? Sebelum menjalankan tugas luar kantor, Faraz selalu memastikan bahwa Shedim telah mencatat dengan baik tujuan dan jadwal Faraz.
Dia juga memberikan alamat yang dituju serta nomor yang bisa dihubungi.
Dengan demikian Shedim bisa menghubunginya kapan saja ketika Faraz berhalangan untuk menghubungi lebih dahulu.
Mungkin teleponlah satu-satunya media perekat hubungan antara keduanya.
Kabel dan jaringan telepon di negeri ini telah sedemikian luas, dan itu melebihi yang bisa disediakan di beberapa negara lainnya.
Mungkin kebijakan telekomunikasi ini sengaja dilakukan untuk menjamin terjalinnya bermacam interaksi terutama ketika kerinduan, desah, keluh kesah, pelukan, dan ciuman tidak mungkin dilakukan secara langsung yang disebabkan ketatnya ikatan dan ajaran agama.
Selain ajaran agama, nilai dan tradisi sosial di negeri ini juga melarang dilakukannya hal tersebut.
Satu-satunya yang sempat menjadi ancaman penghalang kebahagiaan dan ketenangannya adalah masa lalunya dengan Walid.
Faraz bertanya mengenai kisah masa lalu mereka berdua.
Shedim menceritakan semua tentang Walid sebagai aib yang disembunyikan kepada semua orang.
Faraz selalu meminta Shedim menceritakan lebih rinci dan lebih jelas tentang masa lalunya dengan Walid.
Setelah mendapat penjelasan yang diinginkannya, Faraz terlihat merasa telah memahami sesuatu.
Hanya saja, Faraz meminta Shedim untuk tidak pernah menceritakan lagi masa lalu itu kepadanya.
Apakah kisah masa lalu ini sedemikian membuatnya terperanjat? Apakah cerita itu membuat Faraz menyimpulkan sesuatu yang berbeda dengan kesimpulannya selama ini? Kecewakah dia? Bukankah Shedim hanya bermaksud mengungkapkan semua rahasia agar setelah perkawinan nanti tidak lagi ada yang disembunyikan? Seperti biasa, Faraz selalu membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan.
Tetapi kisah tentang Walid memang akhirnya menjadi kerikil hubungan mereka.
"Faraz, apa kamu sendiri pernah mempunyai kisah masa lalu?"
Shedim tak pernah mengungkapkan pertanyaan itu untuk mengimbangi sakit hati Faraz bila ternyata lelaki itu pernah mempunyai masa lalu yang serupa.
Tidak juga ditujukan untuk mengorek sisi kehidupan sang kekasih.
Cinta Shedim kepadanya jauh lebih besar dari seburuk apapun masa lalu Faraz, segelap apapun masa depannya, dan serentan apapun berdirinya hubungan itu.
Shedim menanyakan hal itu semata untuk memberinya ketenangan dan rasa percaya diri bahwa Faraz juga manusia biasa seperti dirinya.
"Bila kamu ingin selalu bersamaku, mohon jangan bertanya tentang hal ini sekali lagi,"
Sergah Faraz. To. seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.
"seerehwenfadha7et"
Date. 30/7/2004 Subject. Persalinan sulit di masa sulit Abu Hurairah (ra) berkata. Rasulullah (saw) bersabda. Allah berfirman.
"Keturunan Adam akan menghujat zaman, padahal zaman itu adalah Aku. Akulah yang mengendalikan siang dan malam di tanganku."
Aku mengajak untuk menyeleweng dan menuju kehinaan? Aku menghasut diselenggarakannya pengrusakan dan aku menginginkan kekejian menyebar di seluruh sendi kemasyarakatan? Aku ingin mengalihkan perasaan ke arah yang tidak mulia? Semoga Allah mengampuni semuanya dan menghilangkan racun-racun di kedua mata mereka yang membuat seluruh tatapan mata mereka kebencian.
Semoga Allah membuka hati mereka sehingga seluruh yang kulakukan tidak dipahami sebagai kefasikan.
Tidak kumiliki selain doa agar Allah menerangi hati dan perasaan mereka untuk bisa mereka lihat segala sesuatu sesuai hakikatnya.
Semoga Allah juga memberikan rasio dan nalar yang cukup bagi mereka untuk berdiskusi dan bertukar pikiran dengan terhormat, elegan, tanpa pelecehan dan penghinaan.
Proses kelahiran Qamrah disaksikan oleh ibu, ketiga saudara perempuannya dan Shedim.
Sebenarnya proses kelahirannya tidak sulit.
Tetapi karena ini adalah kelahiran anak pertama, maka ia relatif lebih sulit dibanding untuk anak kedua, ketiga dan seterusnya.
Tujuh jam terakhir sebelum persalinan, ibu Qamrah menemani di dalam ruangan.
Dia mencoba menenangkan dan membantu menguatkan.
Dalam setiap teriakan Qamrah menyempatkan menghujat Rasyid.
Allah mengutukmu Rasyid! Bercampur tangisan menahan rasa sakit sumpah serapah terus dilontarkan kepada Rasyid.
Berulang kali Qamrah meneriakkan.
Lebih baik mati! Aku tidak mau lagi punya anak! Setelah tiga puluh enam jam dalam perjuangan, terdengar suara tangisan bayi yang baru lahir di ruangan Qamrah.
Shedim dan Syahla meloncat gembira di luar ruangan dan penasaran ingin mengetahui jenis kelamin sang bayi.
Tidak lama petugas mengabarkan bahwa jenis kelaminnya laki-laki.
Para perawat menjalankan kewajibannya membersihkan darah dan cairan-cairan yang mengotori tempat persalinan.
Shedim menemui sahabatnya setelah beberapa jam dan dengan lembut memberi sentuhan kecil di kening Qamrah.
Rasyid masih di Amerika saat persalinan berlangsung.
Ayah dan ibu Rasyid beberapa kali mengunjungi Qamrah dan menyampaikan beberapa hadiah dan uang untuk biaya persalinan dan keperluan bayi.
Tetapi Qamrah yakin bahwa materi yang mereka berikan adalah hal tertinggi yang bisa mereka berikan kepada cucu mereka.
Mereka tidak bisa memberikan kasih sayang atau bahkan menyadarkan kembali anaknya atas tanggung jawab yang dilalaikannya.
Ayah Qamrah sangat bergembira dengan pemberian nama sesuai dengan namanya.
Pada sebuah musim panas, ibu Qamrah berusaha memberikan hiburan kepada anak perempuannya yang terkondisikan menjadi lebih tua dari umur sebenarnya.
Mereka pergi ke Lebanon bersama beberapa anggota keluarga lainnya.
Sang bayi dititipkan kepada Naflah selama sebulan.
Di Lebanon, Qamrah memanjakan dirinya dengan berbagai perawatan tubuh, mulai dari operasi hidung, perawatan kulit, dan berbagai latihan olah tubuh dibawah seorang instruktur.
Terakhir adalah perawatan rambut oleh penata rambut kenamaan di Lebanon.
Qamrah kembali ke Riyad dengan penampilan yang lebih segar dan sedikit lebih cantik.
Bagi yang lama tidak bertemu Qamrah tentu dia akan menemukan perbedaan yang mencolok.
Sedang bagi yang sempat bertemu sebelum keberangkatannya ke Lebanon, dia akan melihat perbedaan pada bentuk hidung.
Bagi mereka Qamrah menjelaskan telah terjadi kecelakaan kecil selama dia berlibur di Lebanon sehingga mengharuskan dilakukannya operasi kecil.
Tetapi Qamrah tidak mau lagi melakukan operasi setelah pengalaman pertamanya karena Qamrah sebagaimana yang lainnya meyakini bahwa hukum operasi perbaikan bentuk bagian tubuh adalah haram.
To.
seerehwenfadha7et@yahoogroups.com From.
"seerehwenfadha7et"
Date.
6/8/2004 Subject.
Chatting.
Sebuah dunia lain Dan kepunyaan Allahlah apa yang gaib di langit dan di bumi dan kepada-Nyalah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya.
Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan (Surat Hud.
123).
Aku seperti lupa diri ketika dalam sebuah pertemuan kudengar pembicaraan tentang diriku.
Aku sangat senang untuk bergabung dan terlibat dalam pembicaraan semacam ini.
Aku pasti memposisikan diri menjadi bagian dari mereka dan ikut memberi komentar.
Di rumah, aku print out email yang kukirim setiap Jumat dan kubacakan di depan anggota keluarga lainnya sebagaimana dilakukan oleh banyak pembaca.
Saat-saat seperti itu aku benar-benar merasakan kenikmatan yang setara dengan nikmatnya tidur di atas kasur yang lembut setelah seharian lelah bekerja.
Setara juga dengan kenikmatan seseorang yang sedang jenuh dari rutinitas kemudian memutar radio dan tiba-tiba mendengar lagu favoritnya diputar.
Perkenalan Lumeis dengan internet dimulai sejak usia lima belas tahun ketika ayahnya mulai memasang internet di rumah.
Dua tahun kemudian ketika internet mulai marak di Saudi, Lumeis mulai mengenal lebih dekat dengan dunia maya ini.
Saat itu dia masih di kelas tiga SMA ketika ayahnya menekuni dunia ini lebih intensif.
Tetapi saat itu dia masih terbatas menggunakan internet karena usia yang relatif masih muda.
Setelah lulus dan SMA baru Lumeis benar-benar gila internet.
Rata-rata empat jam sehari Lumeis membuka internet.
99% waktu berinternet digunakan untuk chatting.
Chatting telah meluaskan wilayah pergaulan Lumeis dan memperlebar jaringan persahabatannya.
Lumeis mudah dikenal melalui kepribadian yang luwes dan menyenangkan.
Meski berulangkali berganti nama di dunia maya ini, teman-teman mayanya tetap bisa memahami sosok Lumeis.
Lumeis sering tertawa sendiri dengan keraguan para pemuda yang pernah chatting dengannya.
Mereka meragukan kebenaran Lumeis sebagai perempuan.
Mereka yang meragukan jenis kelamin Lumeis rata-rata beralasan karena dalam beberapa hal Lumeis memahami bahasa dan karakter lakilaki dengan baik.
Dia juga bisa menampilkan diri dengan peran laki-laki sehingga membuat mereka penasaran dan minta nomor telepon untuk memastikan jenis kelamin melalui suara yang didengar.
Melalui perekenalan di internet, Lumeis mendapatkan banyak nomor telepon cowok yang masih menyimpan penasaran karena hanya mampu mengungkap sedikit sekali dari misteri Lumeis di dunia maya.
Ratusan pemuda yang menyatakan kekaguman mereka terhadap kepribadian Lumeis.
Puluhan orang di antara mereka telah menyatakan cinta tetapi Lumeis tetap bertahan untuk menjalin hubungan baik dengan mereka tanpa status kekasih atau pacar.
Bagi Lumeis chatting di internet hanyalah sebuah media untuk tertawa dan menemukan banyak hiburan.
Shugyosa Samurai Pengembara III Seymour Simon Mengejutkan Kawan Kawannya Einstein Anderson Pendekar Rajawali Sakti Dendam Gadis Pertapa