Ceritasilat Novel Online

Mengejutkan Kawan Kawannya 2


Seymour Simon Mengejutkan Kawan Kawannya Einstein Anderson Bagian 2



Yang mana yang sampai ia jawab salah? pikirnya.

   "Nah, ini milikmu, Adam,"

   Kata Bu Taylor.

   "Saya agak terkejut melihatnya. Mungkin kamu mau membicarakannya dengan saya nanti sehabis pelajaran?"

   Einstein mengambil kertas ulangannya dan kembali ke kursinya.

   Ia menatap kertas itu dengan rasa tak percaya.

   Banyak sekali tanda silang mencoret jawabannya.

   Nilai yang tertera di pojok kanan atas adalah 30.

   Apakah ini kertas ulangannya? Ia melihat nama yang tercantum.

   Jelas sekali terpampang, nama yang tertulis di atas kertas adalah Adam Anderson.

   Dan itu adalah tulisan tangannya.

   Tapi tunggu dulu, Einstein berkata pada dirinya sendiri.

   Banyak sekali bekas hapusan pada jawaban-jawabannya.

   Ia merasa tak pernah menghapus jawabannya.

   Dan apa pula ini? Ia tak pemah menjawab "B"

   Untuk soal pertama. Ia tahu bahwa jawaban yang benar adalah "C", yaitu Marslah yang disebut planet merah. Bukan hanya itu, tetapi huruf "B"

   Itu pun sama sekali tidak mirip dengan cara Einstein menulis "B".

   Hal yang serupa terjadi pada seluruh jawaban di atas kertas Einstein.

   Dari semua jawaban yang salah, tak satu pun yang ia ingat telah menulisnya.

   Dan di bawah jawaban-jawaban yang salah itu Einstein dapat melihat jawaban sesungguhnya yang telah dihapus.

   Einstein tak sabar lagi untuk membicarakan tentang kertas ulangannya kepada Bu Taylor.

   Begitu istirahat makan siang dimulai, Einstein langsung menuju meja gurunya.

   "Bu Taylor,"

   Kata Einstein.

   "ada yang tak beres dengan kertas ulangan saya."

   "Itu sudah jelas,"

   Sahut Bu Taylor.

   "Saya tak habis mengerti kenapa kamu begitu banyak menjawab salah. Kamu kan belum pemah mendapat nilai kurang dari seratus pada ulangan-ulangan IPA yang lain."

   "Bukan itu maksud saya,"

   Kata Einstein.

   "Jawaban-jawaban yang salah pada kertas ini bukanlah jawaban yang saya tulis. Coba lihat huruf-huruf jawaban yang salah ini, Bu. Semuanya bukan tulisan tangan saya. Bukan cuma itu, tetapi bisa Ibu lihat di bawah jawaban yang salah, terdapat jawaban sebenarnya yang telah dihapus."

   Bu Taylor mengambil kertas itu dan memeriksanya dengan teliti.

   "Kamu benar,"

   Ia berkata.

   "Saya tak melihat bekas hapusan ini ketika memeriksanya tadi malam. Tetapi siapa yang telah mengubahnya, dan bagaimana caranya?"

   "Ulangan diadakan kemarin pagi,"

   Einstein berkata.

   "Sesudah itu, bisa Ibu ceritakan apa saja yang terjadi terhadap kertas-kertas ulangan seluruh kelas?"

   "Baik, coba kita lihat,"

   Bu Taylor berkata.

   "Saya mengumpulkan kertas-kertas itu dan menguncinya di dalam lemari arsip hingga pukul tiga siang. Semalam semuanya saya bawa pulang untuk dinilai. Kemudian hari ini saya bawa lagi ke sekolah untuk dibagikan ke seluruh kelas."

   "Apakah mungkin ada yang mengambil kunci lemari arsip?"

   Einstein bertanya.

   "Saya rasa tak mungkin,"

   Jawab Bu Taylor.

   "Kunci itu saya gabungkan dengan kunci-kunci sekolah milik saya lainnya dalam satu gantungan kunci. Saya yakin tak seorang pun mengambil gantungan kunci yang selalu saya bawa itu."

   "Apakah ada kunci lain?"

   Tanya Einstein.

   "Saya menyimpan satu kunci cadangan di bawah pot tanaman yang ada di atas lemari arsip. Mungkin... oh, saya baru ingat. Saya menyuruh Pat ke ruangan itu untuk mengambil kapur kemarin. Lama sekali baru ia kembali. Apakah kamu kira ia mungkin mengambil kunci itu?"

   "Mengapa kita tidak pergi ke sana dan memeriksa?"

   Kata Einstein.

   "Ayo,"

   Sahut Bu Taylor.

   Bu Taylor beijalan menyusuri lorong di depan kelas menuju ruang perlengkapan, diikuti Einstein.

   Sinar matahari yang masuk membuat seisi ruangan itu terang benderang.

   Lemari arsip bersandar pada salah satu dinding ruangan itu.

   Sebuah lukisan pemandangan tergantung di dinding atas lemari.

   Pot tanaman yang dimaksud Bu Taylor terletak di atas lemari.

   Daun-daunnya yang lebar menjuntai ke arah dinding hingga menyentuh lukisan.

   Di dalam ruangan juga terdapat sebuah meja dan beberapa kursi.

   Satu kotak besar berisi kapur dan beberapa pak kertas berada di atas meja.

   "Apakah ada sesuatu yang tampak habis diusik?"

   Einstein bertanya.

   "Saya tak yakin,"

   Sahut Bu Taylor.

   "Rasanya ada sesuatu yang tak seperti biasanya, tapi saya tak tahu apa. Mungkin juga itu cuma imajinasi saya."

   "Bagaimana dengan kuncinya?"

   Tanya Einstein lagi.

   "Apakah masih ada di bawah pot?"

   "Entah,"

   Kata Bu Taylor.

   "Saya tak pernah menyentuh tanaman itu sejak Jumat lalu. Coba saya lihat."

   Ia berjalan mendekati pot tanaman dan mengangkatnya dari atas lemari arsip. Di bawah pot tergeletak kunci yang dimaksud.

   "Ini dia kuncinya,"

   Bu Taylor berkata.

   "Saya kira Pat bisa saja mengambilnya, membuka lemari, mengganti jawaban di atas kertas ulangan, lalu mengembalikan kunci ini. Tapi bagaimana saya bisa memastikannya?"

   "Apakah ada orang lain yang masuk ke ruangan ini sejak Pat mengambil kapur?"

   Tanya Einstein.

   "Tidak,"

   Sahut Bu Taylor.

   "Saya tahu pasti bahwa tak seorang pun masuk ke ruangan ini sejak minggu lalu kecuali Pat dan saya sendiri."

   "Kalau begitu, saya ingin mengajukan satu saja pertanyaan kepada Pat,"

   Einstein berkata.

   "Kalau ia menjawab salah, maka saya tahu bahwa dialah yang mengganti jawaban ulangan."

   Dapatkah kamu menemukan jawabannya.

   Petunjuk penting apa yang didapat Einstein? Pertanyaan apa yang akan diajukannya kepada Pat? Bu Taylor menyuruh seorang pengawas untuk memanggil Pat dari ruang makan.

   Ketika Pat sampai di ruang perlengkapan, ia sudah berhenti tertawa.

   "Saya rasa Einstein keberatan atas nilai ulangan yang didapatnya,"

   Kata Pat.

   "Tapi apa hubungannya dengan saya?"

   "Kita lihat saja,"

   Sahut Einstein.

   "Maukah engkau menjawab satu pertanyaan supaya kita semua bisa yakin?"

   "Kenapa tidak?"

   Kata Pat.

   "Aku tidak melakukan apa-apa."

   "Kemarin, waktu kau masuk ke ruang perlengkapan untuk mengambil kapur, apakah kau menyentuh barang-barang lain yang ada dalam ruangan?"

   Tanya Einstein.

   "Aku tidak menyentuh apa-apa selain kapur,"

   Jawab Pat.

   "Apakah kau yakin kau tidak memindahkan pot tanaman dan mengambil kunci lemari arsip?"

   Tanya Einstein.

   "Aku tak pernah menyentuh tanaman itu!"

   Seru Pat.

   "Kalau begitu aku tahu pasti bahwa kau berbohong,"

   Balas Einstein.

   "Daun-daun tanaman yang dibiarkan begitu saja akan tumbuh ke arah datangnya cahaya. Tapi daun tanaman ini menghadap ke arah dinding, menjauhi sinar matahari. Seseorang telah mengangkat pot tanaman ini dan memutarnya dalam dua hari belakangan ini. Bu Taylor tak pernah menyentuh tanaman ini sejak minggu lalu, jadi satusatunya orang yang mungkin memutar tanaman ini adalah dirimu."

   Wajah Pat berubah pucat. Ia terlihat gelisah.

   "Kau pasti menemukan kunci itu,"

   Lanjut Einstein.

   "membuka lemari arsip, mengganti jawaban ulanganmu dengan jawaban yang ada di atas kertasku, dan mengganti jawabanku dengan jawabanmu yang lama. Kemudian kau meletakkan kembali kertas-kertas itu ke dalam lemari, menguncinya, dan mengembalikan kunci ke tempatnya. Satusatunya kesalahan yang kaubuat adalah kau meletakkan kembali pot tanaman dengan arah daun yang salah."

   Einstein berhenti sejenak. Lalu.

   "Bisa kita katakan bahwa pada teka-teki ini terdapat petunjuk yang sengaja "ditanam"."

   TANTANGAN STASIUN ANGKASA LUAR "STASIUN angkasa luar raksasa berputar pelan jauh di atas atmosfer Bumi.

   Dari pesawat perbekalan yang kian mendekat, stasiun angkasa luar itu terlihat seperti sebuah roda sepeda super besar.

   Stasiun angkasa luar itu direncanakan sebagai basis peluncuran ekspedisi berawak pertama ke planet Mars.

   "Bagaimana kedengarannya kalimat tadi sebagai pembukaan sandiwara radio kita, Einstein?"

   Margaret bertanya.

   "Kau kan tahu kita harus menyerahkan naskah sandiwara sebelum Hari Thanksgiving. Lalu kita membagi-bagi peran dan memainkannya seminggu sebelum liburan Natal."

   "Aku tak begitu ahli menulis,"

   Kata Einstein.

   "Kurasa sebaiknya aku menjadi semacam penasihat teknis untuk memastikan bahwa seluruh cerita tak ada yang bertentangan dengan kenyataan ilmiah. Kalau aku yang menulis sandiwaranya, bisa-bisa kita merayakan Hari Thanksgiving dua kali."

   "Apa maksudmu merayakan dua kali?"

   Tanya Margaret.

   "Yang pertama kita makan kalkun, yang kedua sandiwara radio kita sendiri jelek seperti kalkun."

   "Ayo, Einstein, jangan bercanda terus,"

   Kata Margaret tak dapat menahan senyum.

   "Aku butuh bantuanmu menulis naskah, bukan membantuku di bagian ilmiahnya."

   "Aku kurang yakin, Margaret,"

   Ujar Einstein.

   "Aku telah membaca naskah yang telah kautulis sejauh ini, dan kupikir ada beberapa hal yang aspek ilmiahnya dapat dipertanyakan."

   "Oke, mari kita bahas bagian-bagian itu dan memastikan tidak ada lagi kesalahan ilmiah, dan sesudah itu kita bisa kembali menyelesaikan naskah. Kuharap kaudengar bahwa aku mengatakan kita, Einstein."

   "Soal itu kita bicarakan nanti,"

   Sahut Einstein.

   "Pertama-tama, ayo kita perbaiki bagian ilmiahnya dulu."

   "Aku sudah siap dari tadi,"

   Kata Margaret.

   "Kurasa sama sekali tak ada yang salah. Tapi aku bersedia mendiskusikannya denganmu."

   "Baik,"

   Buru-buru Einstein berkata, melihat tanda-tanda kemarahan mulai muncul di mata Margaret.

   "Dalam naskah ini dikatakan bahwa beberapa pria dan wanita sedang menyelesaikan stasiun angkasa luar agar siap untuk melakukan peluncuran. Para pekerja mengenakan pakaian angkasa luar bertekanan udara untuk melindungi tubuhnya dari keadaan di luar yang hampa udara. Tentu saja, mereka berada dalam keadaan tanpa gaya tarik selama mengorbit Bumi."

   "Apa ada yang salah dengan semua itu?"

   Margaret bertanya.

   "Tidak, tidak,"

   Sahut Einstein.

   "Aku hanya mengulang kondisikondisinya agar kita bisa sepakat tentang itu semua."

   "Teruskan,"

   Kata Margaret.

   "Nah, inilah beberapa kejadian yang ada di dalam naskah,"

   Einstein berkata.

   "Kau menceritakan bagaimana para pekerja memindahkan balok-balok baja yang besar dengan mudah menggunakan tangan dan melemparkannya ke tempat tujuan. Beberapa pekerja menggunakan palu tanpa berat untuk memantekkan paku. Kau juga menuliskan ada seorang pekerja tertimpa balok baja tanpa berat dan tidak terluka karena balok itu tak mempunyai berat."

   "Jadi?"

   Tanya Margaret tak sabar.

   "Biar aku lanjutkan,"

   Kata Einstein.

   "Masih ada beberapa situasi lagi yang terjadi kemudian. Kau mengatakan seorang pekerja secara tak sengaja robek pakaiannya hingga berlubang, dan ia secara tragis meledak karena tekanan dari tubuhnya lebih besar daripada ruang angkasa yang hampa."

   "Kau masih belum mengatakan padaku bagian mana yang kaupikir salah,"

   Kata Margaret.

   "Ketika di stasiun angkasa luar itu terjadi listrik padam dan lampu-lampu mati, salah seorang tokoh menyalakan lilin agar ia dapat melihat untuk memperbaiki generator,"

   Lanjut Einstein.

   "Ah-ha,"

   Margaret memotong.

   "Aku tahu pikiranmu. Bagian stasiun angkasa luar di mana lilin itu dinyalakan adalah bagian yang bertekanan dan memiliki udara. Kau tentu tahu, tak mungkin aku mengarang bahwa ada orang bisa menyalakan lilin di ruang hampa udara, bukan?"

   "Bukan itu masalahnya,"

   Kata Einstein.

   "tetapi lilin tetap takkan menyala lama."

   "Stasiun angkasa luar itu kan mempunyai banyak cadangan udara,"

   Kata Margaret.

   "Mengapa bisa sampai mati? Apa ada kesalahan sepanjang naskah itu? Bagiku tampaknya semua yang tadi kausebut benar."

   "Kupikir tidak,"

   Einstein berkata.

   "Ada empat kesalahan yang kutemukan hanya dari situasi-situasi yang tadi telah kukatakan."

   Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Apa saja keempat kesalahan yang telah ditemukan Einstein? "Einstein,"

   Margaret berkata.

   "kalau kau dapat membuktikan padaku bahwa benar-benar ada empat kesalahan, aku akan menyelesaikan sisa naskah sendiri dan kau cukup menjadi konsultan teknis."

   "Siiip,"

   Kata Einstein.

   "Kesalahan pertama yang kulihat adalah bahwa para pekerja stasiun angkasa luar memindahkan balok-balok baja yang besar dengan mudah."

   "Tetapi balok-balok itu tak mempunyai berat pada orbit,"

   Balas Margaret.

   "Memang betul, tapi hal itu tak ada pengaruhnya dalam kasus ini. Alasannya adalah sebuah benda yang sedang bergerak akan cenderung tetap bergerak dan sebuah benda yang diam akan cenderung terus diam."

   "Itu adalah inersia,"

   Kata Margaret.

   "Tepat,"

   Lanjut Einstein.

   "Lebih besar massa sebuah benda, lebih banyak pula inersia yang dimilikinya. Meskipun berada di orbit, massa suatu benda tetap sama, demikian pula inersianya. Balok baja mengandung massa yang besar, maka balok itu menjadi sukar digerakkan walaupun tak mempunyai berat."

   "Agaknya kau benar,"

   Margaret berkata.

   "Dugaanku kesalahan kedua adalah menggunakan palu tanpa berat untuk memantek paku."

   Ia mulai berjalan mondar-mandir.

   "Bukan, itu benar,"

   Kata Einstein.

   "Palu tetap memiliki inersia. Ketika palu dipukulkan ke paku, palu itu tetap memberikan gaya. Paku pada balok juga memiliki inersia untuk tetap tak bergerak, dan paku itu memberi gaya reaksi terhadap palu sehingga palu terhenti. Hal itu membuat paku dapat dipantekkan pada tempatnya."

   "Kalau begitu, aku tahu apa kesalahan kedua,"

   Kata Margaret.

   "Seorang pekerja yang tertimpa balok baja tetap akan terluka karena adanya inersia balok dan inersia dirinya sendiri."

   "Ya, betul."

   Einstein berdiri dan mulai mengikuti langkah Margaret.

   "Kesalahan berikutnya adalah apa yang terjadi ketika pakaian seorang pekerja terobek. Kau mengatakan ia akan meledak karena tekanan tubuhnya. Tapi bukan itu kenyataannya. Tekanan dalam tubuhnya terlalu lemah untuk bisa menimbulkan suatu ledakan. Malah, ia bisa hidup sekitar setengah menit di angkasa luar sebelum ia kehilangan kesadaran akibat tak adanya udara dan suhu yang dingin."

   "Eh, bukankah hal itu ada di film?"

   Tanya Margaret. Lalu ia duduk.

   "Ya,"

   Jawab Einstein, ikut duduk.

   "dalam film 2001. A Space Odyssey terdapat satu adegan yang memperlihatkan salah seorang penjelajah Jupiter hidup selama beberapa detik di angkasa luar. Banyak orang mengira bahwa adegan itu tak mungkin, tetapi justru itulah sebenarnya yang akan terjadi jika pakaian angkasa luar robek."

   "Baru ada tiga kesalahan, Einstein."

   Margaret kembali berdiri dan mulai mondar-mandir.

   "Dan tak ada lagi. Kau tahu bahwa sebatang lilin tetap akan menyala jika terdapat cukup udara di dalam stasiun angkasa luar."

   "Aku khawatir tidak."

   Einstein menggeleng-gelengkan kepala.

   "Tidak, jika tak ada listrik dan kipas angin mati sehingga tak ada udara bergerak di dalam stasiun. Api hanya bisa menyala jika karbon dioksida dan gas-gas sisa lainnya bergerak ke atas, seperti di Bumi. Tetapi gas-gas itu tak mempunyai berat di angkasa luar, sehingga mereka tidak menyingkir. Dalam waktu singkat gas-gas pembuangan yang berada di dekat lilin akan mematikan nyala api."

   "Apakah tak ada cara untuk membuat lilin tetap menyala?"

   Tanya Margaret.

   "Tentu ada,"

   Jawab Einstein.

   "Kau dapat meniup lilin agar gasgas sisa tersingkir. Atau kau bisa menggerakkan lilinnya agar terhindar dari gas hasil pembakaran itu."

   Margaret berdiri kaku. Ia terlihat sedang berpikir. Kemudian ia tersenyum.

   "Tunggu dulu, Einstein. Aku tak pernah mengatakan bahwa pekerja itu meletakkan lilin di suatu tempat. Bisa saja kan ia membawa lilin itu agar ia bisa melihat apa yang sedang ia kerjakan. Dengan demikian lilin tetap menyala, dan kau hanya menemukan tiga kesalahan, bukan empat. Berarti kau harus membantuku menulis naskah."

   "Huh, huh,"

   Kata Einstein.

   KEPING UANG KEPALA INDIAN SUATU Sabtu yang hangat di awal bulan Desember, tetapi terasa seperti di musim semi.

   Matahari bersinar, dan seekor burung berwarna biru yang rupanya bertahan menghadapi musim dingin berkicau riang di atas pohon dekat situ.

   Hari seperti ini jelas harus dinikmati di luar, rumah, pikir Einstein.

   Akan kuajak Dennis berjalan-jalan naik sepeda sampai Kolam Potter, katanya pada diri sendiri.

   Einstein mengetuk pintu kamar Dennis, masuk, dan berkata.

   "Apa kamu punya rencana hari ini? Mau nggak naik sepeda sampai ke kolam? Kita bisa membuat sandwich dan makan siang di sana."

   Dennis tengah memoles keping-keping uang penny bergambar kepala Indian miliknya di atas meja.

   Uang penny itu dikeluarkan pada awal abad ini, dan Dennis bangga sekali dengan koleksinya itu.

   Dennis mengalihkan pandangannya dari keping-keping uang logamnya.

   "Aku punya janji ke rumah temanku Larry untuk memperlihatkan koleksi pennyku dan melihat koleksi miliknya. Tapi itu nanti, sesudah makan siang. Aku bisa naik sepeda ke kolam pagi ini, makan siang di sana, dan kembali naik sepeda ke rumahnya."

   "Bagus,"

   Kata Einstein.

   "Ayo kita pergi."

   Dennis mengangguk dan mengenakan jaketnya. Ia memasukkan uang-uang logamnya ke dalam sebuah kotak kecil terbuat dari karton lalu memasukkan kotak itu ke dalam kantong jaketnya.

   "Aku sudah siap,"

   Katanya.

   "Aku akan membuat sandwich dan kaukeluarkan dulu sepeda kita dari garasi,"

   Einstein berkata.

   "Kita ketemu di depan rumah dalam waktu lima menit."

   Perjalanan mengayuh sepeda ke Kolam Potter sangat menyenangkan. Di tengah perjalanan Einstein menemukan sehelai bulu burung dan menunjukkannya kepada Dennis.

   "Rasakan betapa ringannya sehelai bulu,"

   Einstein berkata.

   "Sehelai bulu sangat ringan, kuat, sekaligus isolator yang baik. Burung berdarah hangat, seperti kita. Bulu-bulunya menjaga panas tubuhnya agar tak hilang keluar."

   "Di samping semua itu, bulu membuat burung tampak cantik,"

   Dennis berkata.

   "Oh ya, apa aku sudah pernah bercerita kepadamu tentang bulubulu burung merak yang indah?"

   Einstein bertanya.

   "Belum, apa?"

   Kata Dennis.

   "Meskipun nomor satu, tapi adanya di buntut,"

   Kata Einstein.

   "Uh, kukira kau serius,"

   Dennis berkata.

   "Aku tahu banyak cerita tentang bulu dan burung,"

   Einstein melanjutkan.

   "Tebak, bulu apa yang dihormati orang sedesa?"

   "Hah? Bulu apa?"

   Tanya Dennis.

   "Bu Lurah,"

   Kata Einstein tersenyum. Dennis tidak tertawa. Ia berusaha menekan hidungnya dengan jari, tapi ia jadi hampir jatuh dari sepeda.

   "Einstein,"

   Katanya.

   "dalam skala satu sampai sepuluh, leluconmu tadi kuberi nilai nol."

   Pada saat anak-anak itu sampai di kolam, mereka sudah sangat lapar. Keduanya menyandarkan sepeda masing-masing pada sebuah pohon dan menggelar jaket mereka sebagai alas duduk. Kemudian mereka membuka sandwich dan mulai makan.

   "Ke mana perginya katak-katak di kolam pada musim dingin?"

   Dennis bertanya.

   "Mereka melakukan hibernasi di dalam lumpur di dasar kolam,"

   Jawab Einstein.

   "Itu semacam tidur yang panjang,"

   Ia menambahkan.

   "Bagaimana mereka tahu kapan saatnya untuk berhibermasi?"

   Tanya Dennis.

   "Hibernasi, bukan hibermasi"

   Kata Einstein.

   "Mereka berhibernasi ketika suhu air turun sampai di bawah titik tertentu. Katak disebut hewan berdarah dingin, yang arti sebenarnya adalah suhu tubuh mereka berubah-ubah sesuai dengan lingkungan. Kalau sudah terlalu dingin, dengan sendirinya mereka akan tidur."

   "Wah, sebelum kita tidur sepanjang musim dingin, ayo pulang,"

   Kata Dennis.

   "Aku berjanji pada Larry akan ada di rumahnya pukul tiga."

   Mereka mengenakan kembali jaket masing-masing, membersihkan sampah yang mereka buat, dan mulai mengayuh pulang.

   Baru sekitar tiga puluh meter bersepeda, mereka melihat seorang anak bersepeda ke arah mereka.

   Ketika anak itu sudah lebih dekat, mereka langsung mengenalinya.

   Ternyata Herman, sahabat karib Pat.

   "Halo, Herman,"

   Kata Einstein.

   "Bagaimana kabar dunia tipumenipu?"

   "Siapa itu?"

   Kata Herman kaget.

   "Oh, kau dan adik bayimu. Aku sih tidak ada urusannya dengan tipu-menipu. Aku cuma sedang bersepeda, kok. Pat-lah yang suka bikin macam-macam."

   "Tak usah pusing, Herman,"

   Kata Einstein.

   "Aku hanya bermaksud menyapa, dan juga mengucapkan selamat tinggal. Kita ketemu di sekolah hari Senin."

   Einstein dan Dennis mulai mengayuh sepedanya menjauhi kolam. Mereka melewati Herman dan membelok di tikungan. Setelah kira-kira lima menit mengayuh dengan kuat, Dennis tiba-tiba mengerem sepedanya.

   "Rasanya uang-uang pennyku hilang,"

   Ia berteriak.

   "Coba kulihat kantongku."

   Ia merogoh kantong jaket dan celananya.

   "Tak ada di sini,"

   Katanya.

   "Mereka pasti jatuh dari jaket waktu aku mendudukinya di pinggir kolam. Ayo kembali dan kita cari di sana."

   Anak-anak itu berputar arah lagi. Ketika sampai di tikungan, mereka melihat Herman sedang berdiri di sisi sepedanya. Herman sedang mengamati sesuatu di tangannya yang bercahaya memantulkan sinar matahari.

   "Herman pasti menemukan uang logamku,"

   Ujar Dennis.

   "Ayo kita ambil kembali.

   "Apakah kau menemukan uang pennyku?"

   Dennis berteriak seraya mengayuh sepedanya menuju Herman. Herman mendongak dan terlihat kaget.

   "Ini bukan keping penny milikmu,"

   Katanya.

   "Ini kepunyaanku."

   Ia memasukkan uang-uang penny itu ke dalam kantongnya.

   "Apakah keping-keping itu bergambar kepala Indian dan baru kautemukan di dekat kolam?"

   Dennis bertanya.

   "Kalau kau memang menemukannya, itu milikku."

   "Aku tidak menemukannya di dekat kolam,"

   Herman membalas.

   "Aku... ee... cuma menggalinya di tanah. Aku menemukan keping-keping ini di bawah batu karang di jalan sepeda. Uang-uang itu pasti telah berada di sana cukup lama."

   "Maksudmu kau tidak menemukannya di dalam sebuah kotak karton?"

   Dennis bertanya lagi.

   "Kotak karton apa?"

   Kata Herman.

   "Sudah kubilang, aku menggalinya dan kutemukan begitu saja. Keping-keping itu tak bertuliskan namamu. Kau tak bisa membuktikan bahwa mereka milikmu."

   "Kurasa aku bisa,"

   Kata Einstein. Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Bagaimana Einstein dapat membuktikan bahwa uang-uang penny itu adalah milik Dennis yang hilang? "Keluarkan uang-uang penny itu dan mari kita lihat,"

   Einstein berkata. Herman mengeluarkan keping-keping penny itu dari kantongnya dan meletakkannya di atas telapak tangan. Terlihat sembilan keping penny mengilat bergambar kepala Indian.

   "Apakah keping-keping ini kelihatan seperti punyamu, Dennis?"

   Tanya Einstein.

   "Aku yakin ini semua kepunyaanku,"

   Jawab Dennis.

   "Aku membawa sembilan keping penny di dalam kotak. Dan aku selalu memolesnya hingga mengilat."

   "Sudah kukatakan bahwa aku menemukan kesembilan keping ini di tanah di bawah sebongkah batu,"

   Herman berkata.

   "Ini bukan milikmu."

   "Kau tak mungkin menemukan uang-uang logam ini di bawah sebuah batu,"

   Kata Einstein.

   "Tembaga cepat sekali memudar warnanya kalau dibiarkan di luar. Sekeping penny tembaga akan menjadi gelap dan hijau dalam waktu singkat. Keping-keping penny ini sangat bersih dan mengilat. Semuanya pasti baru habis dipoles. Kalau kau menemukannya di tanah seperti katamu, mereka pasti berwarna suram dan gelap."

   "Aku hanya bercanda,"

   Gumam Herman. Ia melemparkan uanguang itu ke arah Dennis, yang segera membungkuk untuk mengambilnya. Setelah Herman menaiki sepedanya meninggalkan mereka, Einstein berkata kepada Dennis.

   "Kalau kau disuruh memilih antara membuang dan melempar uang, kau pilih yang mana?"

   "Tidak keduanya,"

   Sahut Dennis.

   "Kalau aku pilih membuang,"

   Kata Einstein.

   "Karena dengan membuang setidaknya masih ada uang."

   EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM KONTES PATUNG SALJU SATU hari setelah hujan salju besar pertama selalu menjadi peristiwa besar di Sekolah Menengah Sparta.

   Sehabis makan siang, tidak ada pelajaran lagi.

   Yang ada ialah kontes membuat patung salju.

   Setiap kelas boleh membuat satu patung.

   Pada pukul tiga patung sudah harus selesai, begitulah peraturannya.

   Penjurian akan dilakukan keesokan paginya.

   Sebuah komite beranggotakan orangtua dan guru akan memberikan hadiah bagi patung terbesar dan patung terindah.

   Tahun ini hujan salju besar pertama terjadi di awal Desember.

   Salju bertumpuk, lebih dari cukup untuk membuat patung-patung salju.

   Tapi ada satu masalah, ramalan cuaca mengatakan bahwa malam dan keesokan harinya suhu akan menghangat.

   Udara yang hangat tentu saja akan melelehkan sebagian salju.

   Tetapi akhirnya diputuskan untuk terus melaksanakan rencana kontes.

   Margaret terpilih sebagai ketua komite patung salju, mewakili seluruh anak kelas enam.

   Pat menggerutu mendengar kata "ketua", tapi langsung mengatupkan mulut ketika Margaret bertanya apakah ia hendak mengatakan sesuatu.

   "Teman-teman,"

   Margaret berkata.

   "tahun ini kelas enam bertekad akan memenangkan kedua gelar untuk yang pertama kalinya. Biasanya kelas delapan memboyong gelar patung terbesar, karena mereka memiliki pengumpul salju yang terdiri atas anak-anak berbadan besar. Tapi tahun ini, kelas enam kita akan mengalahkan mereka dengan cara bekerja lebih keras. Oleh karena itu begitu kontes dimulai seusai makan siang, yang ada hanya kerja, kerja, dan kerja!"

   Kontes dimulai tepat pukul satu.

   Saljunya halus dan empuk, mudah dibentuk sehingga cocok sekali untuk dibuat patung.

   Mulamula semuanya bekerja dengan cepat, dan dengan segera setumpuk besar salju telah berhasil dikumpulkan.

   Patung bertambah besar dan besar.

   Tetapi seiring dengan beijalannya waktu, siswa-siswa kelas enam mulai capek dan keija mereka melambat.

   Salju mulai sedikit meleleh akibat naiknya suhu udara.

   Einstein menumpukkan sebongkah salju yang telah ia kumpulkan dan memandang Margaret.

   "Aku tak yakin kita bisa mengalahkan kelas delapan,"

   Ia berkata.

   "Aku baru saja melihat patung karya mereka, dan ternyata lebih besar dari milik kita. Patung kelas tujuh sih lebih kecil dari kita, tak jadi masalah."

   "Seberapa besar kalahnya patung kita dari kelas delapan, Einstein?"

   Ebukulawas.blogspot.com "Tidak terlalu banyak,"

   Aku Einstein.

   "Tapi anak-anak kelas delapan masih giat bekerja, dan kelas kita sudah melambat jauh."

   "Kalau begitu, pikirkan sesuatu dong, Einstein Anderson!"

   Teriak Margaret.

   "Bisakah kita memakai pengetahuan ilmiah untuk membantu kita?"

   "Eh, tunggu sebentar, Margaret,"

   Kata Einstein.

   "Kau tahu aturannya, kita tak boleh menggunakan alat apa pun untuk membuat patung salju."

   "Maksudku bukan menggunakan alat-alat,"

   Sahut Margaret.

   "Maksudku adalah menggunakan otak kita."

   "Tentu,"

   Kata Einstein.

   "Aku berusaha keras untuk berpikir, tapi aku kedinginan, basah, dan letih, sehingga itu agak sukar. Belum lagi aku tadi jatuh dan kini pergelangan kakiku sakit."

   "Aduh, kasihan kau, Einstein,"

   Margaret berkata.

   "Mudahmudahan pergelangan kakimu tak apa-apa."

   "Agaknya sih tak apa-apa,"

   Sahut Einstein. Kemudian wajahnya berseri-seri.

   "Coba,"

   Ia berkata.

   "kau tahu tidak apa yang sering jatuh tapi tak pernah merasa sakit?"

   "Apa?"

   Tanya Margaret.

   "Salju,"

   Sahut Einstein.

   "Ayo, kembali kerja,"

   Kata Margaret kesal.

   "Baik, Bu Ketua,"

   Balas Einstein. Pukul tiga kurang sepuluh menit Margaret datang menghampiri Einstein.

   "Aku khawatir kita bisa kalah,"

   Ia berkata.

   "Kurasa kita bisa memenangkan gelar patung salju terindah jika mereka menilai sekarang. Tapi salju pasti akan meleleh dalam semalaman, dan kita tak tahu seperti apa rupa patung kita besok pagi."

   Ia mencoba tersenyum tapi justru membuatnya kelihatan tambah khawatir.

   "Bagaimana dengan hadiah untuk patung terbesar?"

   Tanya Einstein.

   "Sudahkah kau membandingkan patung kita dengan milik kelas delapan?"

   "Wah, itu untung-untungan, deh,"

   Kata Margaret.

   "Melihat situasi dan kondisi, kita bisa-bisa malah tidak mendapat gelar apa-apa. Aku benar-benar sedih. Apakah tak ada yang terpikir olehmu, Einstein?"

   Einstein terdiam beberapa menit. Kemudian ia mendorong naik kacamatanya yang melorot, dan berkata.

   "Aku punya ide. Ayo kita ambil selimut-selimut tua yang ada di gudang."

   "Kurasa menjaga agar tetap hangat takkan membantu kita untuk menang,"

   Margaret berkata.

   "Menjaga kehangatan bukanlah satu-satunya fungsi selimut,"

   Kata Einstein. Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Bagaimana rencana Einstein menggunakan selimut agar kelasnya bisa memenangkan kontes patung salju? "Kuharap kau tahu apa yang kaukerjakan,"

   Margaret mengeluh.

   "Akan kupanggil beberapa orang untuk membantumu mengambil selimut."

   Dalam waktu singkat anak-anak telah kembali membawa tumpukan selimut.

   "Oke,"

   Einstein berkata.

   "Ayo kita mulai menyelimuti patung salju kita dengan selimut-selimut ini. Dua lapis saja cukup."

   "Apa kau sudah gila?"

   Teriak Pat.

   "Kalau kita menyelimuti patung ini, besok pagi semuanya sudah mencair. Kita ingin membuat salju tetap dingin, bukan hangat!"

   "Persis, itulah yang akan dilakukan oleh Selimut,"

   Einstein menjawab.

   "Selimut mengandung lapisan kantong-kantong udara seperti pakaian kita. Udara terjebak dalam lubang-lubang kain wol atau kain apa saja yang kalian gunakan. Kalau udara terjebak seperti itu, ia tak bisa menghantarkan panas."

   "Tapi kita ingin menyimpan dingin di dalam,"

   Kata Pat.

   "Selimut akan melakukan itu dengan cara mencegah panas dari luar menembus udara yang terjebak dan masuk ke dalam salju di dalam. Dua buah selimut memiliki lebih banyak rongga udara, jadi dua lapis selimut menjadi isolator yang lebih baik."

   "Kuharap ini bisa berjalan baik, Einstein,"

   Margaret berkata.

   "Kalau patung kita tidak meleleh, pasti kita bisa memenangkan paling tidak satu gelar."

   "Kita pasti menang,"

   Kata Einstein.

   "Pada zaman dulu, orang biasa memotong balok-balok es di musim dingin dan menyimpannya untuk musim panas. Cara membuat es tidak mencair adalah dengan memakai isolator yang memiliki banyak kantong udara. Ada orang yang menutupi es itu dengan lapisan bubuk gergaji. Ada juga yang menggunakan selimut tua."

   "Tapi bagaimana kau bisa pasti bahwa cara itu akan berhasil sekarang?"

   Pat bertanya.

   "Hanya karena pernah berhasil di masa lalu?"

   "Itulah indahnya ilmu alam,"

   Jelas Einstein.

   "Sekali kau mengerti bagaimana bekerjanya atau terjadinya sesuatu hal, kau bisa memakai pengertian itu untuk membuatnya terjadi lagi dan lagi."

   "Maaf aku meragukanmu,"

   Margaret berkata.

   "Dalam ilmu alam, kau tak pernah harus mengatakan maaf,"

   Kata Einstein.

   "Uh,"

   Kata Margaret, tapi ia tersenyum lebar.

   "Tapi berkata "uh"

   Boleh-boleh saja,"

   Sahut Einstein menyeringai lebar.

   PERTANDINGAN KERETA LUNCUR UDARA bertambah dingin beberapa hari setelah berlangsungnya kontes patung salju.

   Akal Einstein untuk memecahkan teka-teki salju yang mencair telah membuat kelas enam memenangkan kedua gelar pada kontes itu.

   Hal itu membuat anak-anak kelas tujuh dan delapan amat kecewa.

   Mereka bersumpah akan mengalahkan kelas enam dalam kontes di perayaan musim dingin, tak peduli apa yang dilakukan Einstein.

   Perayaan musim dingin diadakan hanya beberapa hari sebelum libur Natal sekolah.

   Akan dilombakan berbagai macam kontes, permainan, dan hiburan, tergantung keadaan cuaca.

   Bagian pertama perayaan diadakan di dalam ruangan.

   Setiap kelas membawakan satu acara di depan seluruh sekolah.

   Juga ada paduan suara sekolah dan makan siang yang terdiri atas hamburger, pizza, dan es krim.

   Sesudah makan siang seisi sekolah pergi ke taman yang ada di dekatnya untuk melakukan permainan musim dingin.

   Udara dingin telah membekukan Kolam Potter sehingga bisa digunakan untuk berseluncur menggunakan sepatu es.

   Terdapat juga banyak salju untuk bermain kereta luncur, berguling-guling di atas tumpukan salju, dan membuat boneka salju.

   Sebenarnya anak-anak dilarang main lemparlemparan bongkah salju, tapi sebentar-sebentar ada saja yang menimpuk pohon atau teman yang ada di dekatnya.

   Einstein sedang berseluncur di atas kolam, bersama Margaret dan beberapa teman sekelasnya, ketika tiba-tiba sekelompok anak kelas tujuh memanggil mereka.

   "Kelas tujuh menantang kelas enam adu tarik tambang,"

   Kata seorang anak kelas tujuh.

   "Seluruh kelas kami melawan seluruh anak kelasmu."

   "Itu bukan pertandingan yang adil,"

   Kata Einstein.

   "Pertama, badan kalian lebih berat dari kami, dan kedua, siswa kelas tujuh jumlahnya lebih banyak dari siswa kelas enam."

   "Kenapa kau? Pengecut?"

   Kata anak kelas tujuh itu.

   "Kalian tuh yang kecut, gara-gara kalah dalam kontes patung salju,"

   Balas Einstein.

   "Ayo, Einstein,"

   Kata si anak kelas tujuh tak sabar.

   "Kalau kau tak mau adu tarik tambang, sebut pertandingan apa yang kauinginkan. Kaupilih saja, pasti kami akan mengalahkanmu."

   "Jangan terlalu yakin,"

   Kata Einstein.

   "Inilah tahun pertama kelas enam berhasil memenangkan kontes patung salju."

   "Ayo kita adakan taruhan pada pertandingan kali ini, Einstein,"

   Kata seorang anak kelas tujuh lain.

   "Yang kalah harus membungkuk kepada yang menang setiap kali bertemu di sekolah."

   "Oke,"

   Einstein menyetujui.

   "setuju. Tapi kamilah yang menentukan jenis pertandingannya."

   "Tapi kami harus menyetujuinya,"

   Kata si anak kelas tujuh.

   "Baik,"

   Kata Einstein.

   "Kelas kami akan kembali menemui kelas kalian dalam waktu sepuluh menit, dan kita akan memutuskan pertandingannya."

   Anak-anak kelas tujuh itu pergi memanggil seluruh teman sekelas mereka. Kawan-kawan sekelas Einstein berkerumun mengelilinginya tanpa ada yang bersuara. Mereka tampak muram. Akhirnya Margaret berbicara.

   "Einstein, kurasa kau seharusnya jangan mau diajak taruhan oleh mereka. Mereka takkan menyetujui pertandingan yang tak bisa mereka menangkan. Dan jika mereka menang, kita harus membungkuk kepada mereka di sekolah. Itu memalukan sekali."

   "Aku sadar,"

   Kata Einstein.

   "Sekarang biarkan aku berpikir sebentar."

   Setelah beberapa menit Einstein mendorong naik kacamatanya ke atas hidung dan berkata.

   "Aku punya ide pertandingan kereta luncur yang kurasa akan berjalan baik."

   "Pertandingan kereta luncur kedengarannya tak begitu bagus,"

   Margaret berkata.

   "Anak-anak kelas tujuh lebih besar dan lebih cepat dari kita."

   "Tetapi ini pertandingan kereta luncur yang lain dari yang lain,"

   Einstein berkata.

   "Ayo kita kumpulkan seluruh kelas kita dan kita saksikan apa yang terjadi."

   Sepuluh menit kemudian seluruh kelas enam dan tujuh berkumpul bersama. Banyak anak kelas delapan juga ikut bergabung, ingin melihat apa yang akan terjadi.

   "Apakah kau sudah siap untuk kalah?"

   Tanya seorang anak kelas tujuh.

   "Pertandingan macam apa yang kalian ingin kami menangkan?"

   "Bagaimana kalau pertandingan kereta luncur?"

   Einstein berkata.

   "Pertandingan kereta luncur yang istimewa,"

   Tambahnya.

   "Seperti apa?"

   Tanya si anak kelas tujuh.

   "Menarik kereta berpenumpang sejauh seratus meter,"

   Jawab Einstein.

   "Dua anak duduk di atas kereta, dan dua anak lainnya menarik. Siapa yang melewati garis finis terlebih dulu menang."

   "Kedengarannya oke,"

   Kata pemimpin anak kelas tujuh.

   "Tapi apa keistimewaan pertandingan ini?"

   "

   "Ini bagian istimewanya,"

   Kata Einstein.

   "Kami begitu yakinnya bisa mengalahkan kalian, sehingga kami akan melakukan start sepuluh meter di belakang garis start."

   "Kau gila,"

   Kata anak kelas tujuh itu.

   "Kami akan mengalahkan kalian dengan mudah sekali."

   "Mungkin kalian benar,"

   Kata Einstein.

   "Sepuluh meter adalah beda yang besar. Bagaimana kalau kalian membiarkan kami menarik terlebih dulu, dan menunggu hingga kami berjarak tinggal dua meter di belakang garis start. Baru setelah itu kalian mulai menarik."

   "Tapi kami masih akan berada di depan kalian sejauh dua meter,"

   Kata si anak kelas tujuh. Einstein tersenyum.

   "Apakah kau sekarang jadi pengecut?"

   Tantangnya.

   "Oke, ayo kita mulai,"

   Kata anak kelas tujuh itu.

   "Kuharap kalian tahu caranya membungkuk."

   Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Bagaimana Einstein berharap bisa memenangkan pertandingan kalau timnya melakukan start dua meter di belakang? "Apa kau tahu persis apa yang kaurencanakan, Einstein?"

   Margaret bertanya.

   "Apa-apaan itu aturan start sepuluh meter di belakang dan membiarkan mereka mulai ketika kita berada dua meter di belakang?"

   "Itulah caranya kita akan menang,"

   Einstein berkata.

   "Kaulihat saja."

   Einstein dengan cepat memilih dua anak paling ringan di kelas enam untuk duduk di atas kereta luncur dan dua anak tercepat untuk menarik kereta.

   Dalam beberapa menit, pertandingan telah dimulai.

   Sama sekali tak berimbang.

   Kereta kelas enam dengan mudah melampaui kelas tujuh dan masuk finis beberapa meter lebih dulu.

   Anak-anak kelas enam bersorak-sorak gembira.

   Sementara itu anak kelas tujuh kelihatan malu.

   "Inilah terakhir kalinya kita membolehkan Einstein Anderson menetapkan aturan-aturan pertandingan,"

   Kata seorang anak kelas tujuh. Setelah kerumunan bubar dan anak-anak kembali ke permainan mereka sendiri, Margaret yang penasaran menarik Einstein ke samping.

   "Jelaskan kenapa kita bisa menang,"

   Katanya.

   "Aku tak percaya bisa semudah itu."

   "Itu semua karena inersia,"

   Einstein berkata.

   "Inersia adalah semacam gaya yang membuat sebuah benda tetap diam atau tetap bergerak. Dengan kata lain, sebuah benda berusaha tetap melakukan apa yang sedang dilakukannya. Kereta luncur memiliki inersia yang besar ketika diam, sehingga kita butuh gaya yang besar untuk membuatnya bergerak. Tapi begitu kereta itu telah meluncur, inersia justru membuatnya tetap bergerak. Setelah itu yang penting kau cukup berlari secepat mungkin."

   "Tetapi kedua kereta memiliki inersia yang sama besar,"

   Kata Margaret.

   "Tapi kita menarik terlebih dulu,"

   Kata Einstein.

   "Pada saat anak kelas tujuh mulai menarik, kita telah berlari dengan kecepatan penuh. Kita melewati mereka ketika mereka baru bergerak sedikit sekali dari garis start. Dalam lomba jarak pendek sejauh seratus meter seperti ini, mereka tak punya kesempatan untuk mengejar. Ketika kecepatan mereka mulai meningkat, kita sudah jauh di depan."

   "Aku bangga akan kamu,"

   Margaret berkata.

   "Anak kelas tujuh tak punya kesempatan untuk menang kalau kau mulai menggunakan otakmu."

   "Aku adalah si leher kaku,"

   Einstein berkata.

   "Apa maksudmu leher kaku?"

   Margaret bertanya penuh rasa heran.

   "Kau kan tahu, leher kaku susah ditundukkan,"

   Kata Einstein.

   "Wah, kena aku,"

   Margaret tertawa.END

   

   

   

Pendekar Pedang Matahari Kelabang Ireng Pendekar Pulau Neraka Lambang Kematian Roro Centil Duel Dan Kemelut Di Cipatujah

Cari Blog Ini