Ceritasilat Novel Online

Harpa Iblis Jari Sakti 19


Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Bagian 19



Harpa Iblis Jari Sakti Karya dari Chin Yung

   

   Lu Leng sudah menduga Toan Bok Ang bisa hilang mendadak dan orangtua itu pun bisa muncul dengan tiba-tiba, tentunya di situ ada pintu rahasia.

   Tadi dia mendengar suara tawa, dan yang menyelamatkan mereka berdua, sudah jelas orangtua itu pula.

   Dilihat dari nada suaranya, sepertinya orangtua tersebut majikan tempat ini.

   Kalau begitu, Cit Sek Ling Che yang dimakan Lu Leng adalah milik orangtua tersebut Apakah dia akan mempersalahkan-nya? Di saat Lu Leng sedang berpikir, tiba-tiba terdengarlah suara orangtua tersebut "Liat Hwe tua, kau bilang tadi apakah aku takut kepadamu?"

   Liat Hwe Cousu tertegun.

   "Sulit dikatakan,"

   Sahutnya beberapa saat kemudian . Orangtua itu tersenyum.

   "Liat Hwe tua, dulu kita pernah bertemu beberapa kali, Pada waktu itu, melihat kedudukanmu sebagai ketua Hwa San Pai dan begitu banyak para muridmu, aku masih tidak takut kepadamu, Apa lagi kini Hwa San Pai sudah tidak berani tinggal di gunung Hwa San, bahkan kau pun sudah berani memakai jubah Liat Hwe. Apakah aku akan takut kepadamu? Kenapa kau berkata sok begitu?"

   Wajah Liat Hwe Cousu merah padam saking menahan rasa malunya dan mulutnya pun membungkam. Orangtua itu tertawa gelak.

   "Ha ha ha! Terus terang, kepandaianmu memang amat tinggi! Kalau kita punya ganjelan hati, harus disingkirkan dulu! Lebih baik kita merundingkan bagaimana cara menghadapi Liok Ci Khim Mo, itu baru benar!"

   Liat Hwe Cousu tampak terkejut "Kau juga tahu tentang Liok Ci Khim Mo itu?"

   Tanyanya, Orangtua itu menghela nafas panjang.

   "Sesungguhnya aku pun tidak tahu, Hanya tanpa sengaja aku bertemu orang-orang Cing Sia Pai, mereka mengatakan bahwa putriku Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua, dulu ribut hingga berpisah dengan suaminya dan kini sudah akur kembali. Aku paling menyayangi putriku itu, maka pergi menengok mereka, Di tengah jalan barulah aku mendengar tentang sepak terjang Liok Ci Khim Mo, Ha ha! Tak kusangka sekian lama aku meninggalkan Tionggoan, justru di rimba persilatan telah mengalami perubahan bahkan hingga Go Bi Pai yang amat terkenal itu juga membubarkan para muridnya Sui Cing Sian pun harus menjadi padri kelana! Kalau Beng Tu Lojin yang sudah di alam baka tahu tentang itu, pasti meneteskan air mata!"

   Usai orangtua itu bicara, Lu Leng dan Toan Bok Ang saling memandang, Mereka berdua masih ingat akan Tok Ciu Lo Sat yang mengacau ruang pernikahan.

   Kini orangtua itu bilang Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua adalah putrinya, tentunya orangtua itu pasti Mo Liong Seh Sih.

   Toan Bok Ang dan Lu Leng saling memandang.

   Terhadap orangtua itu mereka merasa hormat tapi juga merasa takut.

   Karena semua kaum rimba persilatan tahu bahwa Mo Liong Seh Sih berdiri di antara lurus dan sesat, lagipula segala tindak perbuatannya hanya berdasarkan kemauan hatinya saja, Kalau dia merasa cocok dengan seseorang, pasti membela orang itu secara mati-matian.

   Namun kalau merasa tidak cocok, walau orang itu amat terkenal, dia tidak akan peduli.

   Terdengar Liat Hwe Cousu berkata dengan dingin.

   "Seh tua, kalau Thian Ho Si Lo masih ada, ditambah kita berdua See Thian Siang Khie (Sepasang Orang Aneh Langit Barat), juga bukan lawan Pat Liong Thian Im."

   Kedudukan Liat Hwe Cousu dalam rimba persilatan amat tinggi, setingkat dengan Mo Liong Seh Sih, Liat Hwe Cousu sebagai ketua Hwa San Pai, sedangkan Mo Liong Seh Sih berada di See Hek (Bagian Barat Di Luar Tionggoan), Mereka berdua dijuluki See Thian Siang Khie (Sepasang Orang Aneh Langit Barat), Setelah Liat Hwe Cousu mengatakan begitu, kening Mo Liong Seh Sih tampak berkerut.

   "Kalau begitu, kau selamanya tidak mau memakai jubah api lagi?"

   Hwa San Pai merupakan partai yang cukup besar, akan tetapi demi menghindari Liok Ci Khim Mo, justru tidak berbeda dengan partai lain, harus meninggalkan tempat pusat, ganti nama dan ganti jubah meninggalkan tempat asal.

   Teringat akan hal itu, Liat Hwe Cousu menghela nafas panjang, nadanya sudah tidak seberang tadi lagi.

   "Seh tua, apakah kau punya cara untuk menundukkan Liok Ci Khim Mo?"

   Mo Liong Seh Sih berjalan mondar-mandir beberapa langkah, kemudian menyahut.

   "Pat Liong Thian Im merupakan ilmu yang paling tinggi dalam rimba persilatan. Tiada cara menundukkannya, Namun 1536 aku pikir dari Thian Ho Si Lo, kecuali Beng Tu Lojin yang sudah meninggal yang lain tiada jejaknya, Kini yang ada tinggal generasi berikutnya misalnya Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, putriku dan menantuku Bagaimana kalau mereka bersatu menemui Liok Ci Khim Mo lagi?"

   Liat Hwe Cousu tertawa dingin.

   "Liok Ci Khim Mo justru menghendaki begitu, bisa menghabiskan kita semua sekaligus."

   Mo Liong Seh Sih tertawa.

   "Liat Hwe tua, bukankah selama ini kau amat angkuh? Kenapa kini malah menjadi begini?"

   Liat Hwe Cousu hanya menghela nafas panjang, diam saja. Ketika Lu Leng mendengar sampai di situ, walau tahu kalau menyela memang kurang sopan, namun karena itu merupakan urusan yang teramat penting, maka dia terpaksa menyela.

   "Seh Locianpwee, aku tahu ada satu cara untuk memecahkan Pat Liong Thian Im."

   Lu Leng baru berkata begitu, Liat Hwe Cousu sudah mendengus dingin. Mo Liong Seh Sih malah tertawa sambil memandang Lu Leng.

   "Bocah, kau jangan menganggap gampang urusan itu!"

   "Seh Locianpwee, aku mendengar dengan telinga sendiri dari Liok Ci Khim Mo."

   Sahut Lu Leng. Mo Liong Seh Sih menatapnya tajam.

   "Oh? Betulkah begitu? Coba kau tuturkan tentang itu!"

   Ketika Lu Leng baru mau menutur, mendadak Liat Hwe Cousu berkata dengan wajah tidak senang.

   "Seh tua, kalau kau sudi mendengarkan omongan binatang kecil itu, untuk apa kau masih berunding denganku?"

   Mo Liong Seh Sih tersenyum.

   "Liat Hwe tua, gelombang belakang mendorong gelombang depan. Aku tahu kau masih marah kepada mereka, bagaimana kalau kusuruh mereka minta maaf kepadamu?"

   Katanya lalu menggapaikan tangannya ke arah Lu Leng dan Toan Bok Ang.

   "Kalian ke marilah!"

   Setelah mendengar apa yang dikatakan Mo Liong Seh Sih, Lu Leng berpikir, memang dirinya tidak bersalah terhadap Liat Hwe Cousu, Tapi Liat Hwe Cousu adalah Bulim Cianpwee, maka minta maaf kepadanya juga merupakan hal yang wajar.

   Lagipula kini Liat Hwe Cousu bermaksud melawan Liok Ci Khim Mo, bahkan merupakan kekuatan inti, Kalau Lu Leng berkeras menentangnya, sehingga membuatnya berbalik membantu Liok Ci Khim Mo, bukankah itu amat bahaya sekali? Karena berpikir begitu, maka Lu Leng segera menghampiri Liat Hwe Cousu lalu memberi hormat seraya berkata dengan setulus hati.

   "Liat Hwe Cianpwee, dulu aku banyak berlaku kurang ajar, harap Cianpwee sudi memaafkan kesalahanku !"

   Walau kegusaran Liat Hwe Cousu belum reda, tapi Lu Leng justru mau mengaku salah dan minta maaf kepadanya, tentunya Liat Hwe Cousu tidak banyak bicara lagi jelas sikap Mo Liong Seh Sih berada di pihak mereka berdua, maka apabila mereka masih terus ribut, akhirnya yang rugi adalah dirinya sendiri Bagian 34 Oleh karena itu, Liat Hwe Cousu mendongakkan kepala, kemudian mengeluarkan suara "Ng", pertanda dia telah memberi maaf kepada Lu Leng.

   Toan Bok Ang juga berhati lapang, Dia segera menghampiri Liat Hwe Cousu, lalu bersujud di hadapannya seraya berkata.

   "Liat Hwe Cianpwee, aku masih muda tidak tahu apa-apa. Mohon Cianpwee sudi memaafkanku!"

   Liat Hwe Cousu mengeluarkan suara "Ng"

   Lagi, lalu Toan Bok Ang melanjutkan ucapannya sambil tersenyum.

   "Kepandaian Cousu sungguh tinggi. Sekali bergerak dapat merebut senjata Sian Tian Sin So dari tangan ku. Harap Cousu sudi mengembalikan kepada-ku, sekaligus memberi petunjuk agar kelak senjataku itu tidak akan direbut orang lain!"

   "Ha ha ha!"

   Mo Liong Sih tertawa gelak.

   "Liat Hwe tua, kali ini kau tidak bisa mengelak. Setahuku Hwa San Pai memiliki 1539 beberapa jurus ilmu tangan kosong yang dapat mempertahankan senjata, Aku lihat tentunya kau tidak enak menolak permintaan gadis kecil itu."

   Katanya. Liat Hwe Cousu menjadi serba salah, karena Toan Bok Ang memujinya berkepandaian amat tinggi membuatnya merasa tidak enak menolaknya. Seketika Liat Hwe Cousu berpikir, kemudian berkata.

   "Senjata Sian Tian Sin So ini terbuat dari baja murni dan amat tajam, merupakan senjata andalan Seh Tua di masa lampau, Kini kukembalikan kepadamu, tapi kau harus menjaganya baik-baik. Hwa San Pai memang memiliki ilmu tangan kosong mempertahankan senjata, Setelah Liok Ci Khim Mo dibasmi, kau boleh ke gunung Hwa San, aku pasti menurunkan ilmu itu kepadamu."

   Sesungguhnya Toan Bok Ang tidak bermaksud minta diajari ilmu silat, melainkan hanya ingin minta kembali senjata itu, Maka itu dia segera berkata.

   "Terimakasih, Cousu!"

   Liat Hwe Cousu mengembalikan Sian Tian Sin So kepada Toan Bok Ang.

   Gadis itu menerimanya dengan wajah berseri, kemudian mundur ke samping Lu Leng.

   Lu Leng memperhatikan senjata itu, ternyata merupakan sepasang bola baja yang memancarkan cahaya putih, melekat pada seuntai rantai baja pula, itu memang merupakan senjata pusaka, yang tak kalah bila dibanding dengan golok Su Yang To.

   Mo Liong Seh Sih memandang Lu Leng dan Toan Bok Ang seraya bertanya.

   "Bagaimana asal-usul kalian berdua?"

   "Guruku, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, ayahku Thian Hou Lu Sin Kong, ibuku Sebun It Nio dari Tiam Cong Pai."

   Sahut Lu Leng, Mo Liong Seh Sih manggut-manggut "Oooh! Bagaimana keadaan kedua orangtuamu?"

   Pertanyaan itu membuat mata Lu Leng menjadi basah.

   "Kedua orangtuaku telah meninggal gara-gara Liok Ct Khim Mo, maka aku punya dendam berdarah dengannya."

   Mo Liong Seh Sih menghela nafas panjang, kemudian menunjuk Toan Bok Ang seraya berkata.

   "Kau pasti murid si Walet Hijau-Yok Kun Sih, generasi kedua, bukan ?"

   Toan Bok Ang tertawa.

   "Bukan murid generasi kedua, melainkan murid langsung, Beliau adalah guruku."

   Mo Liong Seh Sih tampak terkejut Setelah itu menatapnya kemudian menatap Lu Leng seraya berkata "Gadis kecil, kalau kelak kau ingin meninggalkan perguruan Hui Yan Bun, boleh minta bantuanku."

   Toan Bok Ang terperanjat Dia tidak tahu apa maksud Mo Liong Seh Sih. Bagaimana seorang tokoh tua menyuruh tingkatan muda meninggalkan perguruan nya? "Seh Locianpwee mentertawakanku?"

   Tanyanya setelah beberapa saat dia tertegun. Mendadak wajah Mo Liong Seh Sih berubah serius.

   "Siapa mentertawakanmu? Yang penting kau harus selalu ingat kata-kataku tadi!"

   Toan Bok Ang mengangguk, Mo Liong Seh Sih merupakan tokoh tua yang aneh, maka gadis itu tidak berani banyak bicara.

   Sedangkan Mo Liong Seh Sih tersenyum misterius, sepertinya mengandung suatu arti tertentu dan itu sungguh membingungkan Toan Bok Ang.

   Sementara Lu Leng terus memperhatikan air muka Liat Hwe Cousu, yang kini sudah tampak lembut Kalau dia berkata sekarang, sudah pasti Liat Hwe Cousu tidak akan melarangnya.

   Oleh karena itu, Lu Leng segera membuka mulut "Cianpwee berdua, aku mendengar pembicaraan Liok Ci Khim Mo dengan putranya, bahwa hanya Busur Api dan Panah Bulu Api..."

   Ketika Lu Leng baru mengatakan "Panah Bulu Api", wajah Mo Liong Seh Sih mendadak berubah, lalu dia membentak dengan suara mengguntur.

   "Bocah! Kau bilang apa?"

   Betapa terkejutnya Lu Leng ketika mendengar suara bentakan Mo Liong Seh Sih.

   seketika dia berpikir dalam perkataannya sama sekali tidak menyinggung perasaan Mo Liong Seh Sih, tapi kenapa orangtua itu mendadak marah? Lama sekali barulah Lu Leng melanjutkan ucapan-nya.

   "Aku bilang.... Busur Api dan Panah Bulu Api dapat menundukkan Pat Liong Im dari jarak beberapa mil. Beberapa ratus tahun yang lampau, Pat Liong Thian Im pernah muncul dalam rimba persilatan, justru dengan cara begitu membasminya."

   Sembari berkata, Lu Leng terus memperhatikan ekspresi wajah Mo Liong Seh Sih.

   Air muka orangtua itu sudah berubah seperti biasa.

   Dia duduk dengan kening berkerut-kerut seakan sedang memikirkan suatu masalah pelik.

   Seusai Lu Leng berkata, Liat Hwe Cousu dan Toan Bok Ang kelihatan kurang percaya.

   Berselang sesaat, Mo Liong Seh Sih mendongakkan kepala untuk memandang Lu Leng seraya bertanya.

   "Bagaimana Liok Ci Khim Mo bilang begitu kepadamu?"

   "Liok Ci Khim Mo bukan bilang kepadaku, melainkan kepada putranya!"

   Lu Leng menutur tentang dirinya bersembunyi di dalam sebuah lobang pohon, siap membokong Liok Ci Khim Mo dan lain sebagainya Seusai Lu Leng menutur, Mo Liong Seh Sih menghela nafas panjang.

   Dari tadi Lu Leng sudah melihat, wajah Mo Liong Seh Sih langsung berubah ketika dia menyebut "Panah Bulu Api", - Oleh karena itu dia memberanikan diri berkata.

   "Seh Locianpwee, aku tidak berhasil mencari Panah Bulu Api itu di gunung Tang Ku Sat ini, sebaliknya malah nyaris tewas di tangan Hek Sin Kun. Untung Toa Sah dan Ji Sah memberiku Cit Sek Ling Che, maka racun di tanganku dapat dipunahkan dan Lweekang pun bertambah tinggi. Seh Locianpwee sudah lama tinggal di gunung Tang Ku Sat ini, apakah pernah melihat Panah Bulu Api itu?"

   Mendadak Mo Liong Seh Sih menatap Lu Leng dengan dingin sekali, tapi sama sekali tidak mengeluarkan suara, Hati Lu Leng berdebar-debar keras, tidak tahu Mo Liong Seh Sih sedang memikirkan apa.

   Berselang beberapa saat kemudian, Mo Liong Seh Sih menghela nafas panjang seraya berkata.

   "Kalian bertiga ikut aku!"

   Liat Hwe Cousu tertegun.

   "Seh tua, kau jangan macam-macam, lebih baik terus teranglah!"

   Mo Liong Seh Sih tertawa.

   "Ha ha! Liat Hwe tua, ucapanmu tadi, kalau dicetuskan tiga puluh tahun lampau, masih ada harganya! Namun kini hatiku telah jernih bagaikan air, tiada niat mencelakai siapa pun lagi! Mati dan hidup tergantung takdir, kalau tidak, apakah aku akan membiarkan kedua pelayanku mati begitu saja?"

   Wajah Liat Hwe Cousu memerah, diam dengan mulut membungkam.

   Mo Liong Seh Sih menghampiri sebuah dinding, lalu menjulurkan tangannya untuk menekan dinding itu.

   Mendadak dinding itu bergerak, lalu tampak sebuah lorong yang amat panjang.

   Beberapa depa di sisi kiri kanan lorong itu terdapat dua buah patung orang, yang dibikin dari batu, persis seperti orang hidup, namun gaya berdirinya tidak sama, Yang sama hanya tangan patung-patung itu memegang sebuah mutiara yang memancarkan cahaya.

   Lorong itu tampak remang-remang, sehingga menimbulkan kesan misterius, Setelah dinding itu terbuka, Mo Liong Seh Sih langsung masuk ke dalam.

   Wajah Liat Hwe Cousu kelihatan berseri dan mendadak dia berkata.

   "Seh tua, harap berhenti sebentar!"

   Mo Liong Seh Sih menoleh ke belakang. Namun dia belum sampai bersuara, Liat Hwe Cousu sudah bertanya, 1545

   "Seh tua, apakah barang ini salah satu barang rahasia di dalam istana Iblismu ini!"

   Mo Liong Seh Sih tertawa sambil mengangguk "Tidak salah!"

   "Seh tua, konon selesai dibangun empat puluh sembilan lorong rahasia, yang membangun lorong-lorong itu mati di tangan kalian suami istri. Dan, selain kalian berdua, orang luar dilarang memasuki lorong-lorong itu. Betulkah?"

   Tanya Liat Hwe Cousu. Mo Liong Seh Sih tersenyum getir.

   "Liat Hwe tua, itu kejadian di masa lampau. Tidak perlu diungkit kembali. Kau boleh masuk dengan hati lega, aku tidak akan mencelakaimu."

   Lu Leng dan Toan Bok Ang melihat, ketika Liat Hwe Cousu sedang berbicara, wajahnya tampak serius sekali, pertanda itu bukan urusan sederhana.

   Lagipula mereka berdua pun mendengar bahwa empat puluh sembilan lorong rahasia yang dikatakan Liat Hwe Cousu barusan, penuh diliputi bahaya, Toan Bok Ang segera merapatkan badannya pada Lu Leng, kemudian berbisik dengan pelan sekali.

   "Lu Siauhiap, kita masuk apa tidak?"

   "Tentu masuk, Kalau Seh Locianpwee ingin mencelakai kita, kenapa harus repot-repot begini?"

   Sahut Lu Leng tanpa berpikir lagi. Walau mereka berbisik-bisik dengan pelan sekali, namun ketika Lu Leng usai berbisik, Mo Liong Seh Sih membalikkan badannya memandang Lu Leng sambil tertawa.

   "Ha ha! Bocah, pengetahuanmu lebih luas! Apa yang kau katakan tadi masuk akal!"

   Mo Liong Seh Sih memuji Lu Leng, padahal sesungguhnya sedang menyindir Liat Hwe Cousu, sehingga menggusarkan ketua Hwa San Pai itu.

   
Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Seh tua, kau tidak perlu menyindir! Bocah itu tidak tahu tentang empat puluh sembilan lorong rahasia, maka tidak tahu akan bahayanya !"

   Mo Liong Seh Sih tertawa lagi lalu berkata sungguh-sungguh.

   "Kalian bertiga ikut di belakangku jangan terlampau jauh!"

   Usai berkata, dia mulai mengayunkan kakinya selangkah demi selangkah ke depan, Padahal Ginkang Mo Liong Seh Seh Sih amat tinggi, namun ketika berada di dalam lorong itu, dia sama sekali tidak menggunakan Ginkang, hanya berjalan selangkah demi selangkah Begitu pula Liat Hwe Cousu, berjalan selangkah demi selangkah di belakang Mo Liong Seh Sih, wajahnya tampak serius dan tegang, padahal dia amat angkuh dalam rimba persilatan Lu Leng dan Toan Bok Ang tercengang, tapi mereka berdua tidak berani banyak berpikir, karena harus terus mengikuti di belakang Liat Hwe Cousu, Mereka berdua berjalan sambil memperhatikan sepanjang lorong tersebut Tampak beberapa buah patung orang, seakan menerjang ke arah mereka.

   Kalau sebelumnya mereka tidak tahu bahwa itu patung orang yang dibuat dari batu, pasti mengira orang hidup yang menjaga di situ, Tak seberapa lama kemudian, mereka sudah sampai di ujung lorong, Di sana terdapat sebuah patung orang menghadang di tengah.

   Dari depan sampai ke ujung lorong, Lu Leng menghitung secara diam-diam, patung orang yang dilewati berjumlah empat puluh delapan buah, Berikut yang menghadang di tengah berjumlah empat puluh sembilan buah, Apakah itu disebut empat puluh sembilan lorong rahasia? Lu Leng dan Toan Bok Ang tidak mengetahuinya.

   Mo Liong Seh Sih mendekati patung itu, kemudian menoleh ke belakang seraya berpesan.

   "Kalian harus hati-hati! Himpun hawa murni kalian dan jangan membentur patung orang itu!" * * * * Bab 72 Di saat bersamaan, Lu Leng justru sedang berpikir, kini sudah sampai di ujung lorong, tapi apa gunanya? Tiada jalan keluarnya. Tanpa sengaja dia mendongakkan kepala, Dilihatnya sebuah lobang di atas kepala patung orang itu, Gelap gulita di dalam lobang tersebut, tak tampak apa-apa sama sekali Seusai Mo Liong Seh Sih berpesan begitu, tidak kelihatan cara bagaimana badannya bergerak, tahu-tahu sudah mencelat ke atas dan masuk ke lobang itu. Setelah itu, Liat Hwe Cousu pun ikut mencelat mengikuti nya. Lu Leng dan Toan Bok Ang saling memandangi kemudian gadis itu bertanya.

   "Lu Siauhiap, bagaimana kau?"

   "Nona Toan, perlukah aku membantumu ?"

   Gadis itu menatap Lu Leng dengan penuh cinta kasih, karena sahutan Lu Leng barusan kedengaran amat memperhatikan nya.

   "Aku bisa."

   Badan Toan Bok Ang bergerak lalu mencelat ke atas.

   Gadis itu adalah murid ketua Hui Yan Bun, yang amat terkenal ilmu Ginkangnya.

   Walau gerakannya tidak secepat Liat Hwe Cou-su, tapi dia pun berhasil memasuki lobang itu.

   Setelah melihat Toan Bok Ang berhasil Lu Leng segera menghimpun hawa murninya dan seketika mencelat ke atas.

   Di saat hampir memasuki lobang itu, mendadak Toan Bok Ang menoleh ke arah Lu Leng sambil tersenyum.

   Lu Leng tertegun, kenapa di saat begitu genting, Toan Bok Ang masih menyempatkan waktu memandangnya sambil tersenyum? Apa makna senyuman itu? Sesungguhnya senyuman gadis itu tidak mengandung makna apa pun.

   Hanya karena dia mendadak teringat Lu Leng tadi amat raemperhatikannya, maka memandangnya sambil tersenyum, Akan tetapi, Lu Leng memperhatikannya justru tidak mengandung rasa cinta di dalamnya, Sejak tahu maksud gadis itu, hati Lu Leng menjadi kacau dan resah, rasanya ingin cepat-cepat meninggalkannya Oleh karena itu, ketika Toan Bok Ang tersenyum, hati pemuda itu semakin risau, sedangkan rasa cinta Toan Bok Ang terhadapnya bertambah dalam.

   Saat ini, Lu Leng berada di udara.

   Lantaran hatinya risau, maka badannya langsung merosot ke bawah.

   Menyaksikan itu, Toan Bok Ang sangat terkejut dan seketika mengeluarkan seruan kaget.

   "Hah? Hati-hati Lu Siauhiap, jangan membentur patung orang itu!"

   Lu Leng memandang ke bawah, Ternyata dirinya berada di atas kepala patung orang itu, Walau dia tidak tahu apa akibatnya kalau membentur patung orang tersebut, namun Mo Liong Seh Sih telah berpesan, maka sudah pasti ada alasan tertentu.

   Bukan main terkejutnya Lu Leng, Dia cepat-cepat menghimpun hawa murni.

   Namun ketika badannya mulai melambung ke atas, mendadak tampak bayangan Toan Bok Ang merosot ke bawah dan seketika juga terdengar suara teguran.

   "Gadis kecil! Kau mau cari mati ya? Cepat ulurkan tangan saling menarik!"

   Lu Leng segera menjulurkan tangannya untuk menarik tangan Toan Bok Ang.

   Akhirnya mereka berdua merosot ke bawah.

   Di saat bersamaan, tampak Mo Liong Seh Sih muncul dari lobang itu, lalu bergantung seperti kelelawar dengan kedua kakinya menggait pinggiran lobang dan tangannya langsung dijulurkan untuk menangkap mereka.

   "Orangtua itu berhasil menangkap tangan Toan Bok Ang, wajah gadis itu telah berubah pucat pias. Toan Bok Ang ditarik ke atas, sudah barang tentu Lu Leng juga tertarik ke atas, akhirnya mereka masuk ke lobang, Mo Liong Seh Sih menarik nafas lega, Lu Leng dan Toan Bok Ang tahu bahwa dirinya nyaris mengalami kecelakaan. Mo Liong Seh Sih sama sekali tidak mempermasalahkan mereka. Setelah berada di dalam lobang, orangtua itu berkata.

   "Ayoh! Kita melanjutkan ke depan!"

   Di saat Mo Liong Seh Sih berkata, Lu Leng melirik Liat Hwe Cousu, Tampak wajahnya menyiratkan rasa keheranan, 1551 membuktikan bahwa dia pun tidak tahu tentang empat puluh lorong rahasia tersebut Lu Leng dan Toan Bok Ang bangkit berdiri, ternyata lobang itu merupakan sebuah ruang batu, Di sebelah kiri terdapat sebuah pintu batu berwarna kehitam-hitaman, Pada permukaan daun pintu terdapat bintik-bintik putih bagaikan bintang di langit Mo Liong Seh Sih menghampiri pintu batu itu.

   Di saat bersamaan, Liat Hwe Cousu berseru girang.

   "Seh tua, ternyata kau memang sudah berbeda dengan dulu! Bersedia membawa kami ke gudang penyimpanan barang pusaka!"

   Mo Liong Seh Sih tersenyum.

   "Gudang pusaka ini tidak seperti kabar berita yang tersiar di luar Setelah kau masuk pasti akan merasa kecewa."

   Liat Hwe Cousu juga mendekati pintu batu itu.

   Tangan Mo Liong Seh Sih bergerak cepat sekali menekan-nekan bintik-bintik putih tersebut.

   Plak! Plak! Plak! Plak! Kemudian Mo Liong Seh Sih mendorong pintu batu tersebut Kreeek! pintu batu itu terbuka kemudian mereka berempat berjalan masuk, Ternyata mereka memasuki ruangan batu juga, Di dalam ruangan itu tampak sebuah batu merah di atas meja batu, Batu merah itu memancarkan cahaya ke seluruh 1552 ruangan sehingga ruangan itu tampak kemerah-merahan.

   Di sisi batu merah itu terdapat suatu benda aneh.

   Ketika Liat Hwe Cousu melihat batu merah dan benda aneh itu, wajahnya langsung berseri dan matanya berbinar-binar.

   Bahkan dia segera menjulurkan tangannya untuk mengambil kedua macam benda itu.

   Akan tetapi, ketika dia menjulurkan tangannya, Mo Liong Seh Sih juga menjulurkan tangannya untuk menotok jalan darah Kek Ti Hiat di bagian bahu Liat Hwe Cousu.

   Liat Hwe Cousu menjulurkan tangannya mengambil kedua macam benda itu, sedangkan Mo Liong Seh Sih menjulurkan tangannya menotok jalan darah di bahunya, maka mau tidak mau Liat Hwe Cousu harus menghindar.

   Dia segera menarik kembali tangannya, sekaligus balas menotok jalan darah Yang Ti Hiat di lengan Mo Liong Seh Sih.

   Namun secepat kilat Mo Liong Seh Sih menggeserkan tangannya, lalu bersiul panjang dan berkata.

   "Liat Hwe tua, kau adalah ketua Hwa San Pai! Kedudukanmu dalam rimba persilatan pun amat tinggi Tapi kenapa melakukan hal serendah itu?"

   Wajah Liat Hwe Cousu tampak biasa.

   "Seh tua, di sini banyak pusaka rimba persilatan Kau seorang diri yang memilikinya. Apakah tidak terlampau serakah?"

   Mo Liong Seh Sih tertawa.

   "Liat Hwe tua, aku yang serakah atau kau yang tidak tahu malu?"

   "Kalau begitu, kenapa tadi kau turun tangan menghalangiku?"

   Sahut Liat Hwe Cousu dengan gusar. Mo Liong Seh Sih tertawa gelak.

   "Aku memperoleh semua pusaka itu, dengan mempertaruhkan nyawaku. Kau ingin mengambilnya begitu saja, apakah tidak takut akan ditertawakan orang di kolong langit? Aku sudah bilang, barang siapa berhasil melewati empat puluh sembilan lorong rahasia, maka dia berhak mengambil satu macam barang pusaka yang ada di dalam gudang ini! Liat Hwe tua, tentang itu, alangkah baiknya dikerjakan kaum muda rimba persilatan saja! Kenapa kau harus marah?"

   Liat Hwe Cousu diam saja, tak menyahut.

   Di dalam gudang itu memang banyak barang pusaka, Namun Lu Leng dan Toan Bok Ang tidak begitu menaruh perhatian.

   Akan tetapi, kini setelah mendengar apa yang dikatakan Mo Liong Seh Sih, kedengarannya mengandung suatu arti yang amat dalam.

   Sedang Liat Hwe Cousu yang sudah amat terkenal itu, begitu masuk ke gudang tersebut tidak dapat mengendalikan diri, langsung menjulurkan tangan ingin mengambil barang pusaka itu, Dapat dibayangkan, sudah jelas semua barang yang ada di dalam gudang itu pasti merupakan barang pusaka rimba persilatan.

   Oleh karena itu, Lu Leng dan Toan Bok Ang pun mulai menaruh perhatian terhadap barang-barang pusaka tersebut.

   Mo Liong Seh Sih berjalan perlahan sekali, dan berhenti sejenak di setiap barang pusaka, seakan menikmati keindahannya, juga kelihatan sedang mengenang cara bagaimana dulu dia memperoleh barang pusaka tersebut Di atas meja batu, terdapat pula sebuah lempengan besi berbentuk empat persegi, tidak begitu panjang dan tidak begitu lebar Di sisi besi itu terdapat sebuah belati berwarna kehijauhijauan, sebuah kotak berisi sebilah golok tipis bergemerlapan yang bentuknya amat aneh, dan masih banyak barang pusaka lain.

   Selain itu, masih banyak barang pusaka lain.

   Mo Liong Seh Sih menghampiri sebuah kotak kayu, kemudian menghela nafas panjang.

   Dibukanya kotak kayu tersebut namun setelah terbuka, di dalamnya tidak berisi apa-apa, hanya terdapat bekas tujuh batang panah.

   Lu Leng amat cerdas.

   Maka dia tahu tidak mungkin tiada sebab Mo Liong Seh Sih membawa mereka bertiga ke dalam gudang itu.

   Oleh karena itu, begitu melihat isi kotak kayu tersebut dia langsung mengeluarkan suara "Hah", kemudian berkata.

   "Seh Locianpwee hanya memperoleh kotak penyimpan ketujuh batang Panah Bulu Api, tidak mendapatkan panahnya?"

   Mo Liong Seh Sih menggeleng-gelengkan kepala.

   "Tidak. Dulu aku memang mendapatkan Panah Bulu Api yang berjumlah tujuh batang."

   Begitu mendengar ucapan itu Lu Leng nyaris berjingkrak dan berseru saking girangnya.

   "Bagus sekali! Walau Busur Api berada di tangan putra Liok Ci Khim Mo, namun tidak sulit mencarinya! Maka rimba persilatan akan tenang kembali..."

   Mendadak Lu Leng teringat akan sesuatu, sehingga kata-katanya terputus.

   Ketika Lu Leng menyinggung soal Panah Bulu Api, kenapa wajah Mo Liong Seh Sih langsung berubah dan tampak tidak senang? Sudah pasti terjadi sesuatu, setelah Mo Liong Seh Sih memperoleh Panah Bulu Api itu.

   Toan Bok Ang yang tidak tahu apa yang dipikirkan Lu Leng, segera bertanya dengan heran.

   "Lu Siauhiap, kenapa tidak dilanjutkan?"

   Lu Leng belum membuka mulut, Mo Liong Seh Sih sudah berkata.

   "Bocah! Kau amat cerdas, tentunya sudah menduga ada liku-likunya kan?"

   Lu Leng mengangguk "Betul, harap Locianpwee sudi menjelaskannya!"

   "Mari kita meninggalkan gudang ini dulu!"

   Kata Mo Liong Seh Sih. Mendadak dia menepuk meja batu, lalu terdengar suara di ujung.

   "Kreek! Sebuah pintu terbuka, dan kemudian tampak sebuah lorong.

   "Liat Hwe tua, silakan jalan duluan!"

   Kata Mo Liong Seh Sih sambil memandang ke lorong. Wajah Liat Hwe Cousu tampak tidak senang.

   "Seh tua, apa maksudmu menyuruhku berjalan duluan?"

   Mo Liong Seh Sih tertawa.

   "Liat Hwe tua, kita tahu isi hati masing-masing. Kenapa masih harus bertanya?"

   Wajah Liat Hwe Cousu penuh kegusaran.

   "Baik! Aku pasti tidak akan melupakan kata-katamu itu!"

   Katanya lalu berjalan menuju lorong itu.

   Lu Leng dan Toan Bok Ang tahu, kenapa Mo Liong Seh Sih menyuruh Liat Hwe Cousu berjalan duluan, itu agar ketua Hwa 1557 San Pai tidak memanfaatkan kesempatan untuk menyambar satu dua macam barang pusaka yang di dalam gudang itu.

   Mereka berdua masih ingat, betapa angkuhnya Liat Hwe Cousu dalam rimba persilatan namun setelah bertemu Mo Liong Seh Sih, dirinya seakan dikendalikan Maka, tidak mengherankan kalau Liat Hwe Cousu amat gusar Tapi dia tidak berani melampiaskan kegusarannya, Setelah Liat Hwe Cousu melangkah, Mo Liong Seh Sih, Lu Leng dan Toan Bok Ang mengikutinya dari belakang.

   Mo Liong Seh Sih menekan di dinding, kemudian pintu batu itu tertutup kembali Lorong itu berbelok-belok akhirnya sampai di lobang yang mereka masuk tadi, Dengan hati-hati sekali mereka turun dari lobang tersebut, kemudian kembali ke kamar tadi Lu Leng tercengang dan tidak habis berpikir maka dia bertanya.

   "Seh Locianpwee, sebetulnya ketujuh batang Panah Bulu Api itu berada di mana?"

   "Kalian bertiga ikut aku!"

   Liat Hwe Cousu tertawa dingin.

   "Mau ke mana lagi?"

   Mo Liong Seh Sih tertawa.

   "Ha ha! Liat Hwe tua, kini kau telah berada di gunung Tang Ku Sat, berjalan beberapa mil lagi apa salah nya?"

   Sesungguhnya Liat Hwe Cousu amat gusar dalam hati, namun dia tahu jelas dirinya tidak boleh main-main dengan Mo Liong Seh Sih, maka dia tetap menekan hawa kegusaran yang bergejolak di rongga dadanya, Kini mereka berempat meninggalkan istana Iblis, menuju ke depan menggunakan Ginkang, Tak seberapa lama kemudian, sudah sampai di puncak tandus.

   Puncak itu tidak begitu tinggi, namun terdapat tebing-tebing yang amat terjal dan licin.

   Mo Liong Seh Sih tertawa seraya berkata.

   "Liat Hwe tua, aku tahu kau amat penasaran.

   "Nah, bagaimana kalau kita mencoba kepandaian kita di puncak ini, untuk melihat siapa yang sampai duluan di atas?"

   Liat Hwe Cousu memandang ke atas, Untuk menaiki tebing yang amat tinggi dan licin itu, tentunya harus memiliki Ginkang yang amat tinggi.

   Bahkan juga harus memiliki ilmu Pik Hou Yu Piak (Harimau Merayap Di Tembok), Pikirnya, Dalam hati, Liat Hwe Cousu memang ingin mengadu kepandaian dengan Mo Liong Seh Sih.

   Oleh karena itu, dia menyahut dengan dingin.

   "Baik,"

   Mo Liong Seh Sih menoleh ke arah Lu Leng dan Toan Bok Ang, kemudian berkata sambil tersenyum "Kalian berdua harus mengerahkan kepandaian masing-masing, merayap ke atas perlahan-lahan!"

   Lu Leng manggut-manggut.

   "Silakan Cianpwee berdua naik duluan! Kami ingin menyaksikan kepandaian Cianpwee, agar mata kami terbuka."

   Mo Liong Seh Sih tertawa.

   "Baiklah, Liat Hwe tua, bersiaplah!"

   Usai berkata, badan Mo Liong Seh Sih mencelat ke atas, Kelihatannya orangtua itu tidak berani meremehkan Liat Hwe Cousu.

   Di saat itu pula Liat Hwe Cousu bersiul panjang dan badannya langsung mencelat ke atas.

   Tampak dua sosok bayangan bagaikan asap membubung ke atas dan banyak batu kecil berhamburan ke bawah, Lu Leng dan Toan Bok Ang terbelalak menyaksikannya.

   Walau Toan Bok Ang memiliki Ginkang tinggi, namun tetap tidak sanggup naik ke atas menggunakan ilmu Pik Hou Yu Piak (Harimau Merayap Di Tembok), karena harus memiliki Lweekang yang amat tinggi.

   Liat Hwe Cousu dan Mo Liong Seh Sih terus merayap ke atas, dan tampak setanding.

   Ketika hampir mencapai di atas, kira-kira tujuh delapan depa lagi, mendadak Liat Hwe Cousu menekan dinding tebing lalu berjungkir karena tenaga tekanan itu.

   Lu Leng dan Toan Bok Ang tidak tahu, apa maksud Liat Hwe Cousu berbuat begitu.

   Tiba-tiba sepasang tangan Liat 1560 Hwe Cousu menekan dinding tebing, Maka badannya mencelat ke atas dengan kepala di bawah.

   Lu Leng dan Toan Bok Ang terbelalak dengan mulut ternganga lebar, karena kejadian itu sungguh di luar dugaan mereka, Mereka berdua tertegun, sehingga tanpa sadar berseru memuji.

   justru dengan cara demikian itu, maka Liat Hwe Cousu lebih tinggi setengah depa dari Mo Liong Seh Sih.

   Wajah Mo Liong Seh Sih tampak tegang sekali Kemudian dia merayap lebih cepat dan hampir setinggi Liat Hwe Cousu.

   Akan tetapi, kini hanya tinggal beberapa depa lagi sampai di atas, Wajah Liat Hwe Cousu tampak berseri, sebab dia yakin sampai duluan di atas.

   Akan tetapi, tiba-tiba terdengar Mo Liong Seh Sih bersiul panjang, Mendadak badannya mencelat ke atas melampaui Liat Hwe Cousu dan dalam sekejap dia berdiri di atas, Liat Hwe Cousu pun sudah sampai di atas, hanya berselisih sedikit saja, Mo Liong Seh Sih tertawa gelak.

   Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Ha ha! Liat Hwe tua, tak kusangka kau mau mengalah terhadapku!"

   "Seh tua, jurusmu tadi dari ilmu apa?"

   Tanya Liat Hwe Cousu sambil tersenyum.

   "Ilmu Ni Ciu Kang (llmu Mencelat Diatas Lumpur) Liat Hwe tua, ilmumu tadi apakah ilmu Cing Ing Kang (llmu jungkir Ke atas)? Sungguh hebat ilmu itu, boleh dikatakan tiada duanya di kolong langit"

   Sahut Mo Liong Seh Sih. Karena Mo Liong Seh Sih memujinya, maka Liat Hwe Cousu merasa senang sekali.

   "Sama-sama!"

   Sementara Lu Leng dan Toan Bok Ang sudah mulai merayap ke atas, Mereka berdua pun mengerahkan ilmu Pik Hou Yu Piak (Harimau Merayap Di Tembok).

   Tentunya tidak bisa dibandingkan dengan Mo Liong Seh Sih dan Liat Hwe Cousu, Setelah bersusah payah, barulah mereka berdua mencapai di atas tebing itu.

   Mo Liong Seh Sih memandang mereka berdua sambil manggut-manggut.

   "Bagus! Bagus! Tidak salah gelombang belakang mendorong gelombang depan, Liat Hwe tua! Ketika kita masih muda, apakah sudah memiliki kepandaian seperti ini?"

   Liat Hwe Cousu tidak menyahut pertanyaan tersebut, sebaliknya malah bertanya.

   "Seh tua, kenapa kau mengajakku ke sini?"

   Mo Liong Seh Sih menunjuk ke depan.

   "Kau melihat itu?"

   Mereka bertiga segera memandang ke arah yang ditunjuk Mo Liong Seh Sih. Ternyata di sana terdapat sebuah makam batu. Di sisi makam itu terdapat sebuah lobang, khususnya untuk makam sang suami atau istri.

   "Seh tua, apakah itu makam istri mu?"

   Tanya Liat Hwe Cousu.

   Mo Liong Seh Sih mengangguk Tidak salah, Ketika istriku masih hidup, sudah tahu bahwa ketujuh batang Panah Bulu Api bukan panah biasa, Maka, istriku amat menyukai Panah Bulu Api itu, Oleh karena itu, ketika dia meninggal, ku masukkan ketujuh batang Panah Bulu Api itu ke dalam peti matinya."

   Mendengar penuturan itu Lu Leng langsung menghela nafas panjang, karena ketujuh batang Panah Bulu Api itu masih ada.

   "Seh Locianpwee, kita harus membongkar makam itu, jadi..."

   Belum juga Lu Leng usai berkata, Mo Liong Seh Sih sudah menoleh memandangnya.

   Ketika beradu pandang dengan orangtua itu, Lu Leng terkejut bukan main, kemudian mendadak Mo Liong Seh Sih membentak "Siapa lagi yang berkata begitu, aku pasti tidak berlaku sungkan! istriku sudah meninggal apakah dia tidak boleh tenang?"

   Lu Leng memang berhati keras. Dia mundur selangkah dan berkata.

   "Kalau tidak begitu, bagaimana cara mengambil ketujuh batang Panah Bulu Api itu?"

   Mo Liong Seh Sih langsung menggeram.

   "Bocah yang tak tahu diri!"

   Dia langsung menjulurkan tangannya untuk mencengkeram dada Lu Leng.

   Lu Leng sama sekali tidak menyangka Mo Liong Seh Sih akan menyerangnya begitu mendadak, jarak mereka hanya beberapa depa, Maka cengkeraman itu belum sampai, Lu Leng sudah merasakan adanya tenaga yang amat dahsyat menerjang dadanya.

   Lu Leng ingin mundur, namun serangan yang dilancarkan Mo Liong Seh Sih, justru mengarah empat penjuru.

   Karena itu, Lu Leng merasakan adanya tenaga yang amat dahsyat di belakangnya sehingga membuatnya tidak bisa mundur, sedangkan tangan Mo Liong Seh Sih sudah berada di depan dadanya.

   Walau Lu Leng tahu bahwa dirinya bukan tandingan Mo Liong Seh Sih, namun tidak bisa tidak harus menangkis.

   Dia segera menghimpun hawa murni kemudian tangan kanannya diangkat dan jari telunjuknya digerakkan dengan jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langit).

   Akan tetapi, di saat Lu Leng mengangkat tangannya, Mo Liong Seh Sih merubah jurusnya, jurus It Ci Keng Thian dapat membelah tenaga serangan Mo Liong Seh Sih, kemudian Lu Leng bergerak cepat menghindari dari situ.

   Di saat bersamaan, mendadak telapak tangan Mo Liong Seh Sih diarahkan ke sebuah batu.

   Plak! Batu itu hancur berkeping-keping, Maka walau Lu Leng berhasil berkelip namun wajahnya tampak pucat pias.

   Mo Liong Seh Sih segera menegakkan.

   "Siapa berani bilang membongkar makam, batu itu sebagai contohnya!"

   Toan Bok Ang segera mendekati Lu Leng, kemudian bertanya dengan penuh perhatian.

   "Lu Siauhiap, apakah kau terluka?"

   "Aku tidak apa-apa,"

   Sahut Lu Leng, Usai menyahut, Lu Leng maju selangkah ke hadapan Mo Liong Seh Sih, wajahnya tersirat kebulatan hatinya, Kebetulan Mo Liong Seh Sih membalikkan badannya, maka mereka berdua berdiri berhadapan dalam jarak dekat Mo Liong Seh Sih menatapnya tajam.

   Lu Leng terkejut dalam hati, namun teringat akan kebulatan hatinya, maka nyalinya menjadi besar "Seh Locianpwee, kalau begitu, Liok Ci Khim Mo pasti menimbulkan petaka dalam rimba persilatan! Apakah Locianpwee akan membiarkannya?"

   Ujarnya dengan lantang. Mo Liong Seh Sih maju satu langkah. Namun Lu Leng tetap berdiri di tempat, tak bergeming sedikit pun.

   "Liok Ci Khim Mo mengandalkan Pat Liong Thian Im, malang melintang dalam rimba persilatan, Entah berapa banyak kaum rimba persilatan akan mati di tangannya. Apakah Seh Locianpwee tidak tahu itu?"

   Mo Liong Seh Sih menyahut sepatah demi sepatah dengan suara mengguntur, sehingga suaranya bergema sampai di mana-mana.

   "Tentu aku tahu tentang itu!"

   "Kalau begiiu, bukankah batu itu hancur secara penasaran sekali?"

   Ujar Lu Leng sambil menunjuk batu yang hancur itu. Ucapan itu menyindir tindakan Mo Liong Seh Sih tadi, Toan Bok Ang yang berdiri di sisinya, wajahnya langsung berubah.

   "Lu Siauhiap, jangan bicara sembarangan!"

   Lu Leng tertawa panjang.

   "Ha ha ha! Nona Toan, perkataanmu amat tak berarti! Kau harus tahu, aku bicara demi seluruh kaum rimba persilatan! Kalaupun harus mati, pasti meninggalkan nama baik!"

   Mo Liong Seh Sih tertawa dingin.

   "Bocah! Mulutmu sungguh besar! Namun kau justru akan mati sia-sia. Batu itu tidak akan hancur dengan penasaran!"

   Katanya.

   Tadi di dalam istana Iblis, Lu Leng amat kagum pada Mo Liong Seh Sih, karena orangtua itu memikirkan seluruh kaum rimba persilatan, Akan tetapi, setelah kejadian barusan, dia mulai memandang rendah terhadap orangtua itu.

   Walau Lu Leng tahu Mo Liong Seh Sih berkepandaian amat tinggi dan kedudukannya juga begitu tinggi dalam rimba persilatan, namun dia tetap memandang rendah terhadapnya.

   Dia mendengus dingin, lalu memandang Toan Bok Ang seraya berkata.

   "Nona Toan! Mari kita pergi!"

   Mo Liong Seh Sih langsung menghadang dihadapannya.

   "lngin pergi?"

   Bentaknya sengit "Mau apa di sini kalau tidak pergi?"

   Sahut Lu Leng.

   "Kau mau ke mana?"

   Tanyanya dengan dingin.

   "Kolong langit sangat luas, Apakah tidak bisa ke mana-mana?"

   Sahut Lu Leng dengan dingin pula.

   "He he he!"

   Mo Liong Seh Sih tertawa aneh.

   "Bukankah kau ingin pergi mengundang para jago tangguh untuk memusuhiku?"

   Lu Leng terkejut sebab Mo Liong Seh Sih dapat membaca pikirannya "Tidak salah !"

   Sahutnya lantang. Mo Liong Seh Sih tertawa gelak, menggetarkan pegunungan itu, lama sekali barulah berkata.

   "Bocah, aku tidak percaya kau dapat mengundang para jago yang berani memusuhiku!"

   "Liok Ci Khim Mo memiliki ilmu Pat Liong Thian Im, sehingga menimbulkan petaka dalam rimba persilatan menyebabkan kaum rimba persilatan pergi menyembunyikan diri, begitu pula...."

   Ketika Lu Leng berbicara sampai di situ, wajah Mo Liong Seh Sih langsung berubah.

   "Begitu pula aku kan?"

   Lu Leng manggut-manggut "Tidak salah!"

   Mendadak muncul bayangan pukulan di depan matanya, Lu Leng segera berkelit, namun terlambat.

   Plak, Plak! Ternyata dua tamparan mendarat di pipinya, dan kedua tamparan itu sungguh keras, Sejak makan buah Ling Che, Lweekangnya bertambah maju pesat Maka ketika kedua tamparan itu mendarat di pipinya, hawa murni di dalam tubuhnya mengadakan perlawanan Namun demikian, kedua pipinya tetap membengkak dan terasa sakit sekali.

   * * * * Bab 73 Ketika tahu dirinya tidak mungkin bisa berkelit, Lu Leng tetap berdiri di tempat Setelah menerima kedua tamparan itu, dia masih tetap berdiri di tempat dengan kepala didongakkan, bahkan tatapan nya memandang rendah terhadap Mo Liong Seh Sih.

   sedangkan kemarahan Mo Liong Seh Sih belum reda.

   "Bocah, kau jangan merasa penasaran karena aku telah menamparmu! Siapa suruh kau membanding kan ku dengan penjahat Liok Ci Khim Mo?"

   Bentaknya sengit. Sementara Toan Bok Ang yang berdiri di samping Lu Leng, ketika melihat Lu Leng ditampar, hatinya terasa sakit sekali seperti tersayat.

   "Lu Siauhiap, kalau kita mau pergi, mari segera pergi! Kita tidak usah lama-lama di sini!"

   "Tutup mulut! Siapa pun tidak boleh meninggalkan tempat ini!"

   Bentak Mo Liong Seh Sih. Liat Hwe Cousu yang diam dari tadi, saat ini membuka mulut "Aku pun tidak boleh pergi?"

   Tanyanya dengan dingin, Mo Liong Seh Sih tidak menggubrisnya, malah mendongakkan kepala sambil tertawa panjang. Kemudian dia melesat ke hadapan makam istrinya, dan duduk di situ dengan wajah serius.

   "Usiamu masih muda, namun amat berani dan gagah, Sulit bertemu pemuda sepertimu. Hanya saja kau berdarah panas, itu sungguh sayang sekali!"

   Ujarnya sambil menatap Lu Leng. Lu Leng tertawa dingin, namun sama sekali tidak menyahut Mo Liong Seh Sih mendongakkan kepala memandang langit, lama sekali barulah berkata seperti bergumam.

   "Apa yang kukatakan, kau tidak mau mendengar itu terserah padamu."

   Lu Leng membalikkan badannya untuk memandang Toan Bok Ang.

   "Nona Toan, mari kita pergi!"

   Ajaknya. Toan Bok Ang mengangguk Namun ketika mereka baru mau melangkah pergi, mendadak Mo Liong Seh Sih berseru.

   "Belum memperoleh Panah Bulu Api, kalian berdua sudah mau pergi?"

   Lu Leng terperangah, lalu membalikkan badan memandang orangtua itu.

   Mo Liong Seh Sih bangkit berdiri.

   lalu berjalan selangkah demi selangkah mengelilingi sambil mengusap-usap makam istrinya dengan penuh cinta kasih.

   Setelah itu, dia menghela nafas dan bergumam perlahan.

   "Istriku, ketika kau masih hidup, aku cuma menaruh perhatian terhadap ilmu silat, sehingga secara tidak langsung menelantarkanmu. Ketika aku baru berpikir ingin bermesraan denganmu, kau justru meninggal Aaaah...!"

   Dia berhenti bergumam. Namun pandangannya terus tertuju ke makam. Selang beberapa saat kemudian dia bergumam lagi.

   "Sebelum kau menarik nafas penghabisan kau bilang kita telah banyak membunuh orang. Di saat kita masih hidup, pihak musuh tidak berani mencari kita menuntut balas, namun kalau sudah mati, pihak musuh pasti akan membongkar kuburan, Kau menghendakiku di saat masih hidup, jangan membiarkan siapa pun membongkar kuburanmu, Ketika itu aku menyanggupinya, dan kini aku telah menepati janjiku "

   Ketika Lu Leng mendengar sampai di situ, mengeluarkan suara tawa dingin dua kali, Toan Bok Ang yang berdiri di sisinya, cepat-cepat menggenggam tangannya agar dia tidak omong sembarangan.

   sedangkan Mo Liong Seh Sih, kelihatannya seperti tidak mendengar suara tawa dingin Lu Leng dan terus bergumam.

   "Di dalam makammu, telah kupasang berbagai macam perangkap, Maka, kalau ada orang masuk ke dalam, pasti akan terperangkap, itu adalah maksud baikku terhadapmu Kalau aku masih hidup, tentunya tidak ada orang berani ke mari membongkar kuburanmu, namun berapa lama orang hidup? Sudah pasti akan mati Setelah aku mati, ada orang ke mari membongkar kuburanmu, aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa. istri ku, kau pasti tidak akan menyalahi kanku bila kita bertemu di alam baka, bukan?"

   Lu Leng terus mendengarkan gumaman Mo Liong Seh Sih dengan penuh perhatian.

   Gumaman terakhir itu membuatnya tercengang dan hatinya tergerak, Apakah telah salah menilai orangtua itu? Dl saat Lu Leng sedang berpikir, mendadak Mo Liong Seh Sih membalikkan badan menghadap mereka bertiga seraya berkata.

   "Aku pernah berjanji kepada istriku, kalau aku masih hidup pasti menjaga kuburan nya. Namun kini kalau tiada ketujuh batang Panah Bulu Api, berarti tidak bisa membasmi Liok Ci Khim Mo, Bocah! Kau menghendaki aku membongkar kuburan istriku, itu tidak bisa sebab aku masih hidup. Tapi setelah aku mati, aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, itu terserah kau saja...."

   Ketika Mo Liong Seh Sih berkata sampai di situ, Lu Leng sudah paham akan maksud orangtua itu, Dia segera maju selangkah lalu berlutut di hadapan-nya.

   "Seh Locianpwee jangan begitu, tentunya masih ada jalan lain!"

   Ujarnya, Mo Liong Seh Sih tertawa gelak.

   "Ha ha ha! Bocah, kau sudah jelas semua?"

   Lu Leng terus berlutut di hadapannya.

   "Aku sudah jelas semua."

   Mo Liong Seh Sih tersenyum.

   "Kau sudah mengerti?"

   "Kini aku sudah mengerti. Seh Locianpwee adalah orang yang amat gagah di kolong langit"

   Mo Liong Seh Sih tersenyum lembut.

   "Tapi... kenapa Seh Locianpwee memandang ringan soal hidup?"

   Tanya Lu Leng.

   Toan Bok Ang terheran-heran dan tidak habis berpikir, kenapa Lu Leng berlutut di hadapan Mo Liong Seh Sih.

   Namun Toan Bok Ang adalah gadis yang cerdas, setelah berpikir sejenak, dia pun paham akan itu, sedangkan Liat Hwe Cousu tahu jelas akan sifat Mo Liong Seh Sih.

   Ketika melihatnya mengangkat tangan ingin memukul Lu Leng, dia sudah tahu bahwa sifatnya tidak seperti dulu lagi, pasti ada sebab musababnya.

   Di saat Lu Leng belum begitu mengerti akan maksud Mo Liong Seh Sih, Liat Hwe Cousu sudah mengerti dan tahu bahwa Mo Liong Seh Sih mau berbuat apa.

   Setelah mengerti akan maksud Mo Liong Seh Sih, dalam hatinya timbul suatu pertentangan Merasa kagum terhadapnya tapi juga bergirang dalam hati, karena walau Liat Hwe Cousu amat angkuh, tapi bukan penjahat Lu Leng mengatakan Mo Liong Seh Sih adalah orang yang amat gagah di kolong langit, Liat Hwe Cousu juga mengakuinya sehingga ketua Hwa San Pai itu merasa terharu.

   Seusai Lu Leng berbicara, Liat Hwe Cousu menyambung.

   "Seh tua, aku tahu maksud hatimu, Asal kau bunuh diri di depan makam istri mu, setelah itu terserah kami mau berbuat apa pun. Begitu kan?"

   
Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Mo Liong Seh Sih tertawa.

   "Ha ha! Hanya dengan cara demikian, maka aku tidak usah menjaga makam istriku dan bisa andil demi rimba persilatan!"

   Betapa harunya perasaan Lu Leng, sehingga air matanya langsung meleleh.

   Tadi dia mengira bahwa Mo Liong Seh Sih amat egois, sama sekali tidak memikirkan nasib kaum rimba persilatan Akan tetapi kini, dia tahu bahwa Mo Liong Seh Sih merupakan seorang pendekar yang gagah dan berhati mulia, menepati janji terhadap istrinya juga demi seluruh kaum rimba persilatan.

   Saking kagum dan terharunya, Lu Leng tidak tahu harus mengucapkan apa, sedangkan Mo Liong Seh Sih mengambil keputusan tersebut, sama sekali tidak mempertimbangkannya.

   Ketika mendengar Panah Bulu Api, di saat itulah dia telah mengambil keputusan tersebut.

   Oleh karena itu, dia mengajak mereka bertiga ke gudang rahasia penyimpanan berbagai macam pusaka, agar kaum rimba persilatan tahu, siapa yang dapat menerobos empat puluh sembilan lorong ra-hasia, maka orang tersebut diperbolehkan mengambil semacam barang pusaka yang ada di dalam gudang rahasia itu, Selain itu, dia pun mengajak mereka bertiga ke makam istri nya.

   Tadi Mo Liong Seh Sih menyerang Lu Leng, tentunya membuat pemuda itu amat gusar sekali, Tapi kini, Lu Leng justru merasa Mo Liong Seh Sih terlampau ringan turun tangan terhadapnya, sebab dia telah membandingkan orangtua itu dengan Liok Ci Khim Mo.

   Sementara perasaan Toan Bok Ang juga bergejolak.

   "Seh Locianpwee, nyonya tua sudah meninggal, kalau Seh Locianpwee mengambil jalan pendek, nyonya tua pasti tidak senang di alam baka."

   Katanya. Air muka Mo Liong Seh Sih berubah.

   "Gadis kecil, perkataan apa itu! jadi orang, yang terpenting harus menepati janji. Kalau aku ingkar janji, itu amat memalukan!"

   Sahutnya. Wajah Toan Bok Ang memerah dan diam seketika.

   "Aku yakin akan kedahsyatan Panah Bulu Api."

   Mengenai Busur Api kalian sudah tahu jatuh ke tangan siapa, dan pasti bisa merebut nya.

   Semoga dengan Busur Api dan Panah Bulu Api itu, kalian dapat membasmi Liok Ci Khim Mo! Tadi aku mengajak kalian ke gudang rahasia, itu agar kalian tahu apa yang tersimpan di sana, Semua benda yang ada di sana merupakan benda pusaka rimba persilatan Setelah kalian pergi, wakililah aku menyebarkan berita, bahwa siapa yang dapat menerobos empat puluh sembilan lorong rahasia, berhak mengambil satu macam benda pusaka yang di dalam gudang itu!"

   Ketika Lu Leng ingin menyela, mendadak Mo Liong Seh Sih mengibaskan lengan jubahnya sehingga pemuda itu terangkat "Kau jangan menyela!"

   Ujar Mo Liong Seh Sih.

   "Dengarkan saja!"

   Lu Leng menghela nafas, sedangkan Mo Liong Seh Sih sudah melanjutkan penuturannya dengan suara dalam.

   "Sebetulnya di dalam gudang itu tersimpan delapan macam benda pusaka, namun Panah Bulu Api telah mendampingi istriku di dalam kuburan, maka kini hanya tinggal tujuh macam saja."

   "Benarkah semua benda itu merupakan benda pusaka dalam rimba persilatan?"

   Tanya Toan Bok Ang.

   "Tentu, Kini aku tidak punya waktu untuk menjelaskan, tapi Liat Hwe Cousu tahu tentang semua benda pusaka itu."

   Sahut Mo Liong Seh Sih dengan sungguh-sungguh.

   "Aku hanya tahu Jala Maut, sepasang Roda pencabut Nyawa, Belati Pusaka dan Emas Luar Langit, yang lain aku tidak tahu."

   Kata Liat Hwe Cousu.

   Mo Liong Seh Sih manggut-manggut "Tidak salah, namun masih terdapat satu buah benda aneh yang kusimpan di dalam kotak kecil, itu adalah Cing Ming Ko (Buah Surara Hijau), Siapa yang makan buah itu, tulangnya akan menjadi kuat dan badannya menjadi sehat sedangkan kedua lembar daunnya, dapat menyembuhkan berbagai macam luka dalam."

   Apa yang dikatakan Mo Liong Seh Sih, jangankan Lu Leng dan Toan Bok Ang, Liat Hwe Cousu pun tidak pernah mendengarnya.

   Berdasarkan itu, dapat diketahui bahwa walau kepandaian Liat Hwe Cousu dan Mo Liong Seh Sih berselisih tidak jauh, namun Mo Liong Seh Sih masih punya kelebihan sendiri.

   Mo Liong Seh Sih melanjutkan penuturannya.

   "Di atas meja batu terdapat sebuah kotak pualam berisi Lan Tian Ciok Po (Batu Giok Pusaka)."

   Ketika mendengar itu, Lu Leng, Toan Bok Ang dan Liat Hwe Cousu berseru kaget "Haaah?"

   Lan Tian Giok Po adalah semacam buah aneh. Konon buah tersebut matang sembilan ribu tahun, khasiatnya melebihi buah Cit Sek Ling Che. Mo Liong Seh Sih menghela nafas panjang.

   "Aku memperoleh semua benda pusaka itu, membuat nyawaku nyaris melayang, Kini semua benda pusaka itu kusimpan di dalam gudang."

   Katanya. Dia memandang ke langit setelah itu melanjutkan "Masih ada sepotong emas, yaitu Emas Suci."

   "Seh Locianpwee, apa gunanya Emas Suci itu?"

   Tanya Toan Bok Ang. Mo Liong Seh Sih tersenyum.

   "Banyak sekali kegunaannya namun saat ini tak dapat kujelaskan Emas Suci itu terukir empat huruf menjelaskan tentang kegunaannya."

   Berkata sampai di situ, mendadak Mo Liong Seh Sih tertawa gelak tiga kali, Liat Hwe Cousu, Lu Leng dan Toan Bok Ang tahu bahwa orang itu sudah mau membunuh diri Lu Leng maju selangkah lalu memandang Mo Liong Seh Sih seraya bertanya.

   "Seh Locianpwee, apakah tiada jalan lain lagi?"

   Mo Liong Seh Sih sama sekali tidak menghiraukan pertanyaan Lu Leng, Dia merogoh kan tangan ke dalam jubahnya mengeluarkan sebutir pil berwarna hitam. Ditelannya pil itu lalu mendekati kuburan istri nya.

   "Makamkan jenazahku baik-baik. Tentang kematianku jangan kalian siarkan keluar Hati-hatilah kalian mengambil ketujuh batang Panah Bulu Api!"

   Pesannya kepada Liat Hwe Cousu, Lu Leng dan Toan Bok Ang. Lu Leng segera melesat ke hadapan kuburan! "Seh Locianpwee...!"

   Serunya.

   Akan tetapi, setelah berseru dia berhenti dan air matanya meleleh membasahi pipinya.

   Ternyata seusai Mo Liong Seh Sih berkata, matanya terpejam perlahan-lahan, wajahnya tampak tenang dan berseri.

   Lu Leng memandang wajahnya, masih kelihatan seperti hidup.

   Kini Lu Leng baru tahu bahwa Mo Liong Seh Sih memang merupakan orang aneh nomor wahid dalam rimba persilatan dan berani berkorban demi kaum rimba persilatan.

   Betapa sedihnya hati Lu Leng, Dia berdiri termangu-mangu, lama sekali barulah berkata.

   "Seh Locianpwee, kalau aku tidak dapat membasmi Liok Ci Khim Mo, setelah mati tiada muka berjumpa Locianpwee di alam baka."

   Usai berkata, dia bersujud di hadapan jenazah Mo Liong Seh Sih, kemudian bangkit berdiri, sementara Liat Hwe Cousu terus memandang jenazah Mo Liong Seh Sih, Ketua Hwa San Pai itu kagum bukan main, namun juga amat berduka.

   "Mari kita kuburkan dia dulu!"

   Liat Hwe Cousu, Lu Leng dan Toan Bok Ang mengangkat sebuah batu yang ada di samping kuburan Di situ terdapat sebuah lobang, jenazah Mo Liong Seh Sih ditaruh ke dalam lobang itu, lalu ditutup lagi dengan batu tersebut Setelah itu, Liat Hwe Cousu berkata.

   "Lu Leng, kau memiliki ilmu Kim Kong Sin Ci, ukirlah beberapa huruf di batu itu!"

   Lu Leng mengangguk, lalu mengerahkan Kim Kong Sin Ci pada jari telunjuknya, Terdengar suara "Sert Sert Sert Tampak di atas batu itu beberapa huruf yang berbunyi demikian "Makam Seh Sih pendekar Besar Nomor Wahid Di KoIong Langit"

   Liat Hwe Cousu manggut-manggut "Bolehlah! Tapi....

   "Nomor Wahid"

   Agak berlebihan."

   Hati Lu Leng sedang berduka, maka ketika mendengar Liat Hwe Cousu berkata begitu, dia langsung gusar.

   "Apakah harus nomor dua?"

   Wajah Liat Hwe Cousu berubah.

   "Jangan kurang ajar"

   Bentaknya. Wajah Lu Leng pun berubah, namun mendadak Toan Bok Ang segera maju ke hadapannya, lalu mengibaskan tangannya ke belakang memberi isyarat agar Lu Leng diam.."Liat Hwe Cousu,"

   Ujar gadis itu.

   "Kita harus segera mengambil ketujuh batang Panah Bulu Api jangan buang waktu lagi!"

   Liat Hwe tertawa dingin.

   "Kematian Seh tua boleh dikatakan dikarenakan ketujuh Panah Bulu Api. Maka, setelah barang tersebut kita dapatkan, harus kusimpan dulu."

   Lu Leng dan Toan Bok Ang tertegun mendengar ucapan itu.

   "Kemudian aku akan mengundang para jago tangguh untuk merundingkan bagaimana cara merebut Busur Api, Kalian berdua, apakah tidak setuju?"

   Lu Leng melihat Mo Liong Seh Sih berkorban demi membasmi Liok Ci Khim Mo, sedangkan Liat Hwe Cousu ingin memanfaatkan pengorbanan Mo Liong Seh Sih demi namanya sendiri.

   Sebetulnya Lu Leng ingin mencaci Liat Hwe Cousu, namun setelah berpikir sejenak niat itu dibatalkannya.

   "Baiklah!"

   Sahutnya. Liat Hwe Cousu tertawa dingin.

   "Kalian berdua jangan menganggap gampang mengambil Panah Bulu Api itu. Bukankah Seh tua sudah bilang, di dalam kuburan ini terdapat banyak perangkap?"

   Lu Leng dan Toan Bok Ang saling memandangi sebab ucapan Liat Hwe Cousu barusan berarti, kalau tanpa kehadirannya di situ, pengorbanan Mo Liong Seh Sih juga akan sia-sia.

   Bagian 35 Lu Leng dan Toan Bok Ang tidak mau berdebat Mereka berdua hanya mengeluarkan suara dengusan dingin, kemudian gadis itu berkata terpaksa.

   "Segalanya sudah pasti harus ada petunjuk Liat Hwe Cianpwee."

   "Kalau kalian sudah mengerti, urusan pun gampang dibereskan "

   Sahut Liat Hwe Cousu. Usai berkata, Liat Hwe Cousu memandang kuburan Nyonya Mo Liong Seh Sih, lama sekali baru berkata.

   "Makam ini ditimbun dengan batu, maka kita harus mengangkat batu itu satu persatu."

   Sebetulnya Lu Leng tidak ingin bekerja sama dengan Liat Hwe Cousu, Tapi demi membasmi Ltok Ci Khim Mo, maka dia terpaksa harus bersabar dan mulai mengangkat batu-batu itu, 1581 Lu Leng dan Toan Bok Ang bekerja hampir setengah hari, barulah berhasil mengangkat semua batu itu.

   sedangkan Liat Hwe Cousu hanya berdiri saja, Terlihat sebuah lempengan besi, yang di tengah-tengahnya terdapat sebuah gelang, Ketika Lu Leng hendak menjulurkan tangannya untuk memegang gelang tersebut, mendadak Toan Bok Ang mengeluarkan suara "lh"

   Dan berkata.

   "Apa ini?"

   Lu Leng yang sudah membungkukkan badannya, segera tegak kembali sambil memandang ke arah Toan Bok Ang, Gadis itu menunjuk sebuah lempengan besi, di wajahnya tersirat rasa heran.

   Lu Leng segera mendekatinya, begitu pula Liat Hwe Cousu, Mereka berdua memandang ke arah yang ditunjuk oleh gadis itu dan seketika juga tertegun Temyata di celah lempengan besi itu terjepit ujung baju, sepertinya ada orang terburu-buru mengangkat lempengan besi itu, namun lempengan besi itu amat berat, sehingga menjepit ujung baju orang tersebut, Seandainya ujung batu itu milik Nyonya Mo Liong Seh Sih, memang tidak masuk akal, Mereka bertiga tertegun, lama sekali barulah Liat Hwe Cousu berkata, Tidak mungkin ada orang berani masuk, itu pasti baju Nyonya Mo Liong Seh Sih, Agar lebih jelas, lebih baik angkat saja lempengan besi itu, Bukankah kita akan mengetahuinya?"

   Lu Leng tidak mendengar apa yang dikatakan Liat Hwe Cousu, Dalam hati tetap bercuriga, Kemudian dia membungkukkan badannya sambil menjulurkan tangannya untuk memegang gelang yang di atas lempengan besi tersebut lalu ditariknya sekuat tenaga, Akan tetapi, lempengan besi itu sama sekali tak bergeming.

   Kemudian Lu Leng memandang Toan Bok Ang seraya berkata.

   "Nona Toan, cepat bantu aku! Lempengan besi ini amat berat, aku tak kuat mengangkatnya."

   Tenagaku terbatas sekali, tentunya harus Liat Hwe Cousu yang turun tangan."

   Sahut Toan Bok Ang.

   Liat Hwe Cousu tertawa, lalu mendekati lempengan besi itu, Lu Leng segera menyingkir Liat Hwe Cousu membungkukkan badannya, tangannya memegang gelang itu, lalu menarik sekuat tenaga, Namun lempengan besi itu sama sekali tidak bergerak Wajah Liat Hwe Cousu memerah saking malunya, Dia mengerahkan Lweekang sehingga sekujur badannya berbunyi peletak-peletuk, lalu membentak keras sambil menarik.

   Barulah dia berhasil mengangkat lempengan besi itu.

   Lu Leng tahu bahwa lempengan besi itu amat berat.

   Maka sebelum Liat Hwe Cousu berhasil mengangkatnya, dia sudah menyiapkan sebuah batu besar.

   Ketika Liat Hwe Cousu berhasil, Lu Leng segera mendorong batu besar untuk mengganjal lempengan besi tersebut.

   Liat Hwe Cousu melepaskan lempengan besi itu, dan lempengan besi itu jatuh di atas batu besar tersebut 1583 Ketika lempengan besi itu jatuh di atas batu besar, terdengar pula suara Trang Trang Trang"

   Tiga kali memekakkan telinga, Liat Hwe Cousu terperanjat dan langsung mencelat ke belakang karena khawatir akan adanya serangan senjata rahasia, Tapi apa yang dikhawatirkannya itu tidak terjadi, Mereka bertiga memandang lempengan besi itu.

   Bukan main tebalnya, Mungkin beratnya mencapai sepuluh ribuan kati! Hanya terdengar suara Trang"

   Tiga kali di dalam kuburan, tapi tiada serangan senjata rahasia, itu membuat Liat Hwe Cousu terheran-heran, setelah berpikir sejenak, barulah dia berkata.

   "Jangan terlampau cepat masuk, Seh tua banyak akalnya! Setelah bunyi itu, mungkin akan meluncur keluar senjata rahasia,"

   Walau Lu Leng dan Toan Bok Ang memandang rendah Liat Hwe Cousu, namun mereka berdua tahu bahwa Liat Hwe Cousu amat berpengalaman maka menurut saja.

   Cukup lama mereka bertiga berdiri di pinggir lobang itu, tapi tetap tiada serangan senjata rahasia dari dalam lobang kuburan tersebut "Liat Hwe Cousu, kok hening saja di dalam lobang kuburan?"

   Tanya Toan Bok Ang. sedangkan Liat Hwe Cousu juga merasa heran dalam hati, Setelah berpikir sejenak barulah dia berkata.

   "Mungkin hanya merupakan permainan Seh tua, itu sulit dikatakan."

   "Daripada kita menunggu terlalu lama, lebih baik masuk melihat-lihat, sebab hari sudah hampir malang"

   Kata Lu Leng. Lu Leng maju selangkah, namun Liat Hwe Cousu cepat-cepat mencegah nya.

   "Tunggu!"

   Katanya, Badannya bergerak dan dalam sekejap sudah berada di hadapan Lu Leng.

   Pemuda itu membiarkannya berjalan lebih dulu.

   Liat Hwe cousu meloncat ke dalam lobang itu lalu disusul oleh Lu Leng dan Toan Bok Ang.

   Ternyata di dalam lobang itu terdapat sebuah ruang batu yang amat besar, Di tengah-tengah ruangan itu terdapat sebuah peti mati yang terbuat dari tembaga, Selain itu tidak tampak barang lain, Kecuali sebuah pipa panjang menempel di dinding batu, yang mulutnya mengarah ke atas, Liat Hwe Cousu menunjuk pipa itu seraya berkata.

   "Heran! Tadi terdengar suara Trang"

   Tiga kali, seharusnya ada senjata rahasia menyerang keluar!"

   Lu Leng juga merasa heran.

   "Mungkin sudah terlampau lama, maka tidak dapat berfungsi sebagaimana mesti nya."

   Dia maju beberapa langkah, lalu memungut ujung baju yang tadi terjepit di lempengan besi, Namun ujung baju itu langsung hancur "Lu Siauhiap, menurutmu ujung baju milik siapa itu?"

   Tanya Toan Bok Ang. Lu Leng menggeleng-gelengkan kepala.

   "Bagaimana aku tahu? Di dalam ruang ini tidak terdapat barang lain. Rupanya Panah Bulu Api berada di dalam peti mati tembaga itu."

   Saat ini, Lu Leng merasakan adanya gelagat ketidakberesan, namun tidak bisa menduga apa yang akan terjadi, Ujung baju dan tadi berbunyi "Trang"

   Tiga kali, itu sungguh merupakan hal yang amat mencurigakan Sedangkan Liat Hwe Cousu sudah mendekati peti mati tembaga itu dan memperhatikannya dengan seksama.

   Di atas peti mati tembaga itu juga terdapat sebuah gelang, Lama sekali Liat Hwe Cousu memperhatikan peti mati tembaga itu.

   Kemudian dia menjulurkan tangannya untuk memegang gelang tersebut lalu ditariknya ke atas dengan sekuat tenaga, sehingga tutup peti mati tembaga itu terangkat ke atas.

   Di saat bersamaan, terdengar bunyi Trang .

   Trang"

   Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dua kali di dalam peti mati tembaga itu.

   Liat Hwe Cousu cepat-cepat mencelat ke belakang tapi tidak melepaskan tutupan peti mati tembaga itu.

   Lu Leng dan Toan Bok Ang juga mencelat ke belakang, ke sudut ruang batu, Sepeminum teh kemudian, barulah suara di dalam peti mati tembaga itu berhenti.

   Akan tetapi, sama sekali tidak ada senjata rahasia menyerang keluar Kemudian terdengar suara "Trang" , ternyata Liat Hwe Cousu menaruh tutup peti mati tembaga ke bawah.

   Mereka bertiga memandang ke dalam peti mati tembaga itu, Tampak seorang wanita tua berbaring di dalam wajahnya masih seperti hidup, rambut putih keperak-perakan, dan di mulutnya terdapat sebutir mutiara, Akan tetapi, di dalam peti mati tembaga itu tidak terdapat panah Bulu Api.

   Mereka bertiga tertegun Kemudian Liat Hwe Cousu maju dua langkah, dan memperhatikan ke dalam peti mati tembaga itu, Air mukanya berubah hebat seraya berkata.

   "Kita datang terlambat!"

   Betapa terkejutnya Lu Leng, karena mereka bertiga boleh memasuki makam tersebut, lantaran Mo Liong Seh Sih mengorbankan nyawanya, seandainya mereka datang terlambat, bukankah sia-sia pengorbanan Mo Liong Seh Sih? seketika Lu Leng berdiri termangu-mangu di tempat sepasang kakinya terasa berat sekali, tak mampu bergerak.

   Wajah Toan Bok Ang pun berubah.

   "Liat Hwe Cousu, bagaimana kita bisa datang terlambat?"

   Tanyanya, Liat Hwe Cousu menunjuk ke dalam peti mati tembaga itu seraya berkata.

   "Kalian lihatlah!"

   Toan Bok Ang masih mengira Liat Hwe Cousu menunjuk mayat yang ada di dalam peti mati tembaga itu.

   "Mungkin Panah Bulu Api berada di bawah mayat itu, Lebih baik kita...."

   Sebelum Toan Bok Ang usai berkata, Liat Hwe Cousu sudah tertawa dingin.

   "Kau jangan bermimpi. Lihatlah!"

   Toan Bok Ang maju dua langkah lalu melihat ke dalam peti mati tembaga itu dengan penuh perhatian Peti mati tembaga itu amat besar, Di sisi mayat terdapat tujuh lekukan, jelas ada barang yang amat berat ditaruh di situ sehingga berbekas.

   Begitu melihat lekukan-lekukan itu, Toan Bok Ang segera dapat menduga, pasti bekas ketujuh batang Panah Bulu Api, yang kini telah hilang entah ke mana.

   Panah Bulu Api merupakan benda pusaka dalam rimba persilatan maka tidak mungkin akan terbang dengan sendirinya.

   Pasti ada orang memasuki makam Nyonya Mo Liong Seh Sih, mencuri ketujuh batang Panah Bulu Api tersebut.

   Toan Bok Ang menoleh untuk memandang Lu Leng.

   Dilihatnya pemuda itu masih berdiri mematung seperti kehilangan sukma.

   Gadis itu tahu bahwa saat ini batin Lu Leng mengalami pukulan berat Bukan hanya karena dia tidak dapat memperoleh Panah Bulu Api, tapi juga karena amat berduka atas kematian Mo Liong Seh Sih.

   Perlahan-lahan Toan Bok Ang mendekatinya, kemudian berkata dengan suara rendah.

   "Lu Siauhiap, Panah Bulu Api telah dicuri orang."

   Lu Leng tidak menyahut, namun mendadak berteriakteriak.

   "Tidak! itu tidak mungkin!"

   Toan Bok Ang menghela nafas panjang.

   "Lu Siauhiap, Panah Bulu Api akan lahir dalam rimba persilatan, tentunya akan dapat dicari jejaknya, maka kau jangan putus asa!"

   Katanya.

   Lu Leng memandang Toan Bok Ang dengan tertegun, kemudian air matanya meleleh.

   Ternyata dia teringat akan kematian Mo Liong Seh Sih.

   Sedangkan Liat Hwe Cousu berjalan ke sana ke mari, kelihatannya sedang menyelidiki sesuatu, setelah itu, dia memungut ujung baju yang telah hancur itu dengan hati-hati sekali.

   Kini mereka bertiga sudah tahu bahwa Panah Bulu Api telah dicuri orang, namun tidak tahu kapan dicuri, Hal itu memang sulit dimengerti.

   Ujung baju yang terjepit di lempengan itu jelas baju orang yang mencuri Panah Bulu Api, sedangkan bunyi "Trang"

   Yang mereka dengar, tentunya karena makam itu pernah dibuka orang, maka tiada senjata rahasia menyerang keluar Toan Bok Ang melihat badan Lu Leng bergoyang-goyang seakan mau jatuh.

   Gadis itu tahu bahwa hati Lu Leng amat berduka.

   Maka dia cepat-cepat memapahnya agar tidak jatuh.

   Di saat itulah, mendadak Liat Hwe Cousu berseru girang, Toan Bok Ang mengerutkan kening, panah Bulu Api telah 1589 hilang dicuri orang, tapi Liat Hwe Cousu kok masih berseru girang? Gadis itu segera memandang Liat Hwe Cousu.

   Di lihatnya ketua Hwa San Pai itu masih menundukkan kepala meneliti ujung baju yang dipungutnya tadi.

   Tak lama Liat Hwe Cousu berseru girang lagi, lalu menyimpan ujung baju itu ke dalam jubahnya dengan hati-hati sekali dan wajahnya tampak berseri-seri.

   Menyaksikan tingkah ketua Hwa San Pai itu Toan Bok Ang tergerak hati nya.

   "Liat Hwe Cousu, apakah kau sudah mengetahui siapa yang memasuki makam ini berdasarkan potongan ujung baju itu?"

   Berdasarkan potongan ujung baju untuk mengetahui siapa pencuri panah Bulu Api itu, sesungguhnya merupakan hal yang amat sulit.

   Tapi Liat Hwe Cousu malah tampak begitu girang, maka membuat Toan Bok Ang terheran-heran dan tidak habis pikir Liat Hwe Cousu tidak menyahut, hanya tertawa gelak, Kemudian mendadak badannya bergerak dan langsung melesat keluar melalui lobang itu.

   Saat ini, Lu Leng amat berduka atas kematian Mo Liong Seh Sih, maka sama sekali tidak memperhatikan gerak-gerik Liat Hwe Cousu.

   * * * * Bab 74 Lain halnya dengan Toan Bok Ang.

   Ketika melihat Liat Hwe Cousu mendadak melesat keluar, gadis itu segera tahu adanya gelagat ketidakberesan, Apalagi melihat Liat Hwe Cousu menoleh ke arah mereka sambil tersenyum, Dalam hatinya sudah menduga bahwa ketua Hwa San Pai itu mempunyai niat tidak baik, Maka dia segera menarik Lu Leng seraya berkata.

   "Mari kita cepat keluar!"

   Lu Leng yang ditarik, kelihatannya masih tidak mau meninggalkan kuburan itu.

   "Mengapa?"

   Toan Bok Ang melihat Liat Hwe Cousu sudah hampir menerobos keluar melalui lobang itu, maka guguplah hatinya.

   "Cepat! Cepat!"

   Mereka berdua mencelat ke atas, namun Liat Hwe Cousu sudah keluar dari lobang itu. Toan Bok Ang terkejut bukan main dan langsung berteriak-teriak sekeras-kerasnya.

   "Liat Hwe Cousu, kalau kau berniat jahat, Thian (Tuhan) pasti menghukummu!"

   Di saat bersamaan terdengar suara "Blam"

   Menggoncangkan kuburan itu dan memekakkan telinga Toan 1591 Bok Ang serta Lu Leng, sehingga membuat badan mereka merosot ke bawah.

   Ternyata Liat Hwe Cousu menutup lobang itu dengan lempengan besi yang amat berat itu, maka menimbulkan suara "Blam"! Dapat dibayangkan betapa terperanjatnya Toan Bok Ang dan Lu Leng, akhirnya badan mereka merosot kembali ke bawah.

   Mereka berdua berdiri tertegun.

   Kemudian Toan Bok Ang mendekap di dada Lu Leng, dan isak tangisnya pun meledak.

   Padahal Lu Leng ingin mengelak, tapi terlambat sehingga wajahnya menjadi memerah saking jengah-nya.

   Toan Bok Ang mendongakkan kepala memandang Lu Leng, Walau air matanya meleleh, namun wajahnya tampak gembira "Lu Siauhiap, tak disangka...

   kita akan mati bersama di dalam kuburan ini!"

   Ucapan gadis itu penuh mengandung cinta kasih yang amat mendalam, Walau hatinya berduka karena akan mati di dalam kuburan itu, namun merasa puas karena akan mati bersama Lu Leng, Sebaliknya bagi Lu Leng, ucapan itu bagaikan jarum menusuk ke dalam hati nya.

   Sebab dia teringat akan dendam kedua orangtuanya, juga teringat akan kematian Mo Liong Seh Sih bagaimana dapat terwujud semua itu? Mendadak Lu Leng mendorong, sehingga Toan Bok Ang terdorong mundur beberapa langkah.

   Lalu dia mendongakkan kepala dan berteriak-teriak.

   "Liat Hwe Cousu! Bagus, bagus sekali...!"

   Saking kesalnya, Lu Leng tidak tahu harus bagaimana mencaci Liat Hwe Cousu yang amat licik itu, Akhirnya dia jatuh terduduk di sisi peti mati tembaga, lalu menghela nafas panjang, wajahnya tampak lesu, tak bersemangat sama sekali.

   "Nona Toan, sesungguhnya Liat Hwe Cousu tidak perlu mencelakai kita dengan cara demikian Tapi,., kenapa dia mencelakai kita?"

   Setelah terdorong mundur oleh Lu Leng, hati Toan Bok Ang amat berduka sekali dan dia terus berdiri terpaku di tempat Ketika mendengar pertanyaan Lu Leng, barulah dia menyahut.

   "Dilihat dari ketika dia melesat keluar, sepertinya dia sudah tahu siapa pencuri Panah Bulu Api."

   Lu Leng tertegun lalu mendongakkan kepala memandang Toan Bok Ang.

   "Oh, ya?"

   Toan Bok Ang melangkah perlahan mendekati 1593 Lu Leng, kemudian berkata dengan perlahan "Menurutku memang begitu, Saat itu hatimu sedang berduka, maka tidak memperhatikan gerak-gerik Liat Hwe Cousu, Dia membolak-balik potongan ujung baju itu, kemudian berseru girang dan melesat keluar.

   Lu Leng menghela nafas.

   "Kalau begitu, kita berdua justru merupakan duri dalam matanya. Dia tahu jejak Panah Bulu Api itu. Apabila kita masih hidup, tentunya kita akan menyiarkan berita itu. seandainya kita mati, bukankah dia seorang diri akan memperoleh Panah Bulu Api itu? Dia berkepandaian amat tinggi, lagipula berkedudukan tinggi dalam rimba persilatan. Siapa akan tahu dia berhati begitu licik dan rendah?"

   Toan Bok Ang juga menghela nafas panjang.

   "Aaaah! Seh Locianpwee menganggapnya sebagai orang gagah, maka tidak menyangka dia akan berbuat begitu. Lu Leng menundukkan kepala, Toan Bok Ang maju selangkah lagi seraya berkata dengan lembut sekali.

   "Lu Siauhiap, kau jangan terlampau berduka!"

   Lu Leng mendongakkan kepala.

   "Bagaimana aku tidak berduka?"

   Toan Bok Ang menyeka air matanya, kemudian memandang Lu Leng sambil tersenyum.

   "Lu Siauhiap, kau tidak perlu berduka! Liat Hwe Cousu mencelakai kita, itu hanya demi nama saja, setelah dia memperoleh panah Bulu Api, tentunya akan pergi menghadapi Liok Ci Khim Mo. Walau kita harus mati di sini, juga tidak akan merasa penasaran, kan?"

   Lu Leng tersenyum getir "Kalau memang begitu, tentunya aku tidak akan mati penasaran."

   Toan Bok Ang menggenggam tangan Lu Leng.

   "Lu Siauhiap, lempengan besi itu di atas dan amat berat Kita berada di bawah, tentunya tidak dapat mengangkatnya, Hidup dan mati sudah ditakdirkan maka kita tidak perlu bermuram durja, Alangkah baiknya kita bergembira sebelum mati, mau tunggu apa lagi?"

   Ketika berkata demikian, wajah Toan Bok Ang tampak memerah.

   Lu Leng berpikir, memang ada benarnya apa yang dikatakan gadis itu, Tapi seandainya dirinya bersama Tam Goat Hua, sudah pasti tidak akan mati penasaran di dalam kuburan tersebut Namun kini Tam Goat Hua entah berada di mana, sedangkan dirinya justru bersama Toan Bok Ang terkurung di dalam kuburan itu, Setelah berpikir sejenak, akhirnya Lu Leng menarik nafas panjang.

   "Nona Toan, aku sungguh sulit melaksanakannya."

   Toan Bok Ang mendongakkan kepala, lalu berkata dengan suara rendah.

   "Lu Siauhiap, walau aku tidak mau mati, namun sebelum mati bisa bersamamu, aku... aku sudah merasa puas sekali, 1595 Kau... kau tidak mau, apakah kau sama sekali tidak tahu perasaanku?"

   Lu Leng menghela nafas.

   "Nona Toan, aku tahu bagaimana perasaanmu...."

   Toan Bok Ang menggenggam tangannya erat-erat "Kalau begitu, kau... tidak mencintaiku?"

   Lu Leng memandang Toan Bok Ang, lama sekali barulah berkata.

   "Nona Toan, hari itu apa yang terjadi di Cing Yun Ling, kau pun hadir di situ. Bagaimana isi hatiku, tentunya kau sudah tahu."

   Mendengar itu, air mata Toan Bok Ang langsung meleleh.

   "Lu Siauhiap, aku memang tahu kau mencintai Nona Tam. Aku pun pernah memperingatkan diriku sendiri hingga beratus-ratus kali, jangan mencintai-mu. Tapi... justru amat mencintaimu. Lagipula Nona Tam... tidak akan mencintaimu. Ketika kita ditaruh di satu ranjang, aku... aaah! Kenapa kau begini terhadapku?"

   Lu Leng menghela nafas panjang lagi.

   "Nona Toan, aku... aku tidak seharusnya...."

   "Lu Siauhiap, aku tidak menyalahkanmu."

   "Nona Toan, aku... ketika aku siuman, aku tidak tahu bahwa kau yang ada di dekatku, melainkan aku mengira Nona Tam."

   "Hah?"

   Wajah Toan Bok Ang berubah pucat pias, kemudian termundur-mundur beberapa langkah dengan bibir bergemetar.

   "Kalau begitu, aku... aku selama ini bertepuk sebelah tangan?"

   Lu Leng tidak tahu harus bagaimana menghibur gadis itu.

   "Nona Toan, aku... aku.,."

   Katanya gagap. Toan Bok Ang menggoyang-goyangkan sepasang tangannya Air matanya berderai-derai, lalu membalikan badannya.

   "Lu Siauhiap, kenapa hatimu begitu tegar katanya terisak-isak. Lu Leng tidak menyahut "Kita berdua sudah pasti tidak bisa keluar dari kuburan ini dan akan mati bersama di sini. Kalau hari itu kau monganggap diriku Nona Tam, tidak seharusnya kau berterus terang sekarang, sehingga membuat hatiku menjadi hancur lebur. sebelum mati aku ingin bergembira, tapi justru tidak bisa!"

   Sesungguhnya entah berapa kali Lu Leng ingin berterus terang kepada gadis itu, namun tiada kesempatan Kali ini ada kesempatan, sebaliknya malah melukai hati gadis itu.

   Dia tertegun, kemudian mendongakkan kepala memandang ke atas dan mendadak melesat ke atas sambil 1597 melancarkan sebuah pukulan ke arah lempengan besi yang menutupi lobang itu, Blam! Begitu keras pukulannya, sehingga tangan Lu Leng terasa sakit sekali Namun lempengan besi itu tidak bergerak sama sekali.

   Ketika mendengar suara itu, Toan Bok Ang mendongakkan kepala memandang ke atas.

   Kebetulan badan Lu Leng sedang merosot ke bawah, sehingga matanya beradu dengan mata Toan Bok Ang.

   Mata gadis itu tampak begitu sayu, membuat hati Lu Leng terasa tertusuk dan sekilas timbullah suatu pikiran dalam benaknya Kini mereka berdua terkurung di dalam kuburan di tempat yang amat sepL Waiau dia terus memukul lempengan besi itu, bagaimana mungkin ada orang mendengarnya.

   Lu Leng dan Toan Bok Ang akan mati di dalam kuburan, itu memang nyata, lalu kenapa harus membuat hati gadis itu menjadi sedih ? Oleh karena itu, Lu Leng mengambil suatu keputusan dan setelah sepasang kakinya menginjak lantai, dia segera berkata "Nona Toan, ketika itu aku memang begitu, apakah kau menghendaki orang yang kau cintai mendustaimu?"

   Toan Bok Ang tersenyum getir.

   "Tiap gadis yang di dunia, tentu tidak mau orang yang dicintainya mendustai dirinya."

   Sahutnya.

   "ltu memang benar Lalu kenapa aku berterus terang, tapi kau malah bilang hatiku begitu tega?"

   Tanya Lu Leng.

   "Lu Siauhiap, jelas kau tidak mencintaiku, kenapa kau tidak mau membuat hatiku gembira sedikit? Hatimu 1598 memang..."

   Sahut Toan Bok Ang sambil menggeleng-gelengkan kepala, Karena tahu sudah tidak bisa keluar dari kuburan itu, maka Lu Leng mengambil suatu keputusan, agar Toan Bok Ang tidak mati penasaran.

   Maka seusai gadis itu berkata, Lu Leng tersenyum seraya berkata.

   "Nona Toan, siapa bilang aku tidak mencintaimu?"

   Badan gadis itu tergetar, kelihatannya seperti tidak percaya akan pendengarannya.

   
Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Apa yang diucapkan Lu Leng barusan, merupakan ucapan yang amat manis dan indah.

   Dia tertegun dan air matanya berderai-derai.

   itu bukan air mata duka, melainkan air mata yang penuh kegembiraan.

   Lama sekali, barulah dia bertanya dengan suara yang amat lembut "Kalau begitu, kau...

   kau juga mencintaiku ?"

   Lu Leng memejamkan mata, Di pelupuk matanya justru muncul bayangan Tam Goat Hua, bahkan sepertinya Tam Goat Hua bertanya kepadanya,"

   Apakah kau mencintai Toan Bok Ang?"

   Dalam hatinya menjawab dengan cepat sekali, yakni "Tidak!"

   Akan tetapi, di mulutnya justru menjawab "Ya."

   Toan Bok Ang segera maju dua langkah.

   "Lu Siauhiap, kalau begitu, kau rela mendampingiku seumur hidup?"

   Lu Leng memandang ke sekeliling kuburan, yang dimaksudkan seumur hidup tentunya hanya sembilan, sepuluh hari saja. Apa salahnya menjawab "Rela"

   Agar tidak mengecewakan hati gadis itu. Oleh karena itu, dia menyahut "Rela!"

   Betapa gembiranya Toan Bok Ang, Dia langsung mendekap di dada Lu Leng dan Lu Leng segera memegang bahunya. Toan Bok Ang mendongakkan kepala untuk memandangnya seraya bertanya.

   "Kau... tidak sekedar mengbiburku?H Lu Leng berpikir sejenak, kemudian menggelengkan kepala.

   "Untuk apa aku membohongimu?"

   Toan Bok Ang masih kurang percaya, maka bertanya lagi.

   "Kalau begitu, kau tidak akan mencintai Nona Tam?"

   Begitu Tam Goat Hua diungkit, hati Lu Leng terasa seperti ditusuk.

   "Apa gunanya aku mencintainya lagi? sedangkan dia... dia amat membenciku."

   Kali ini Lu Leng menyahut dengan sejujumya. Mendengar ucapan itu, wajah Toan Bok Ang langsung berseri "Kini aku adalah gadis yang paling berbahagia di dunia."

   Katanya, Lu Leng tersenyum.

   "Kau dan aku akan mati di sini, kenapa kau masih merasa bahagia?"

   "Asal bersamamu, aku pasti merasa bahagia, Tahukah kau, ketika aku melihatmu di Cing Yun Ling gunung Go Bi San, hatiku terus berdebar-debar lho!"

   Sahut Toan Bok Ang sungguh-sungguh, Lu Leng memandangnya seraya berkata.

   "Aku sama sekali tidak tahu, aku memang bodoh."

   Toan Bok Ang tertawa cekikikan dan mulai menari di hadapan Lu Leng, Begitu gemulai dan indah tariannya, wajahnya tersenyum-senyum, pertanda hatinya gembira sekali. Lu Leng menatapnya sejenak, lalu berkata.

   "Nona Toan.,.-"

   Toan Bok Ang cepat-cepat menghampirinya lalu menutup mulut Lu Leng dengan tangannya seraya berkata.

   "Aku melarangmu memanggilku demikian."

   "Kalau begitu, aku harus memanggilmu apa?"

   "Berapa usiamu tahun ini?"

   Gadis itu balik bertanya.

   "Delapan belas tahun,"

   Jawab Lu Leng, 1601 Toan Bok Ang tertawa kecil.

   "Aku lebih tua dua tahun, kau harus panggilku apa?"

   "Kakak Ang,"

   Sahut Lu Leng dengan suara rendah. Wajah Toan Bok Ang tampak kemerah-merahan.

   "lni baru benar "

   Katanya, Lu Leng melihat gadis itu begitu gembira, hatinya pun terhibur.

   "Kakak Ang, mari kita tutup kembali peti mati tembaga itu, barulah kita bercakap-cakap. Toan Bok Ang mengangguk.

   "Betul. Panah Bulu Api sudah tidak ada, kita tidak boleh membiarkan mayat Nyonya Mo Liong Seh Sih terus terhembus angin."

   Lu Leng dan Toan Bok Ang mengangkat tutup peti mati tembaga itu untuk diterapkan pada petinya, Namun tiba-tiba Toan Bok Ang melihat suatu benda di dalam peti mati tembaga itu.

   "Adik Leng, tunggu!"

   Serunya. Lu Leng tercengang mendengar seruan gadis itu.

   "Tunggu apalagi?"

   Toan Bok Ang menyahut sambil memandang ke dalam peti mati tembaga itu.

   "Lihatlah! Mayat Nyonya Mo Liong Seh Sih sepertinya menindih sesuatu."

   Lu Leng memandang ke dalam peti mati tembaga itu, Dilihatnya di dekat kaki mayat ada sesuatu yang menonjol ke atas. Menyaksikan itu, hati Lu Leng bergerak, dan dia segera berkata.

   "Kita lihat dulu ada apa di bawah kaki mayat itu."

   Toan Bok Ang mengangguk Lalu mereka berdua menaruh tutup peti mati tembaga itu ke bawah, setelah itu Lu Leng menyingkap ujung gaun Nyonya Mo Liong Seh Sih.

   Ternyata di situ terdapat dua buah benda berbentuk bulat, juga terbuat dari tembaga.

   Menyaksikan kedua benda itu, Lu Leng menjadi kecewa.

   "ltu pasti alat yang menggerakkan senjata rahasia."

   Katanya. Toan Bok Ang malah menggelengkan kepala.

   "Tidak benar. Alat yang menggerakkan senjata rahasia berada di dinding."

   Toan Bok Ang menunjuk ke arah dinding, Memang di dinding itu terdapat banyak lobang yang sepertinya menyimpan senjata rahasia.

   Lalu apa gunanya kedua benda bulat itu? Lu Leng terus berpikir, kemudian menjulurkan tangan nya untuk mengambil kedua benda itu, namun tak terangkat Lu Leng mengerutkan kening, lalu memutar kedua 1603 benda itu ke kiri dan ke kanan.

   Benda itu bergerak, dan dalam waktu bersamaan terdengar suara "Kreek", peti mati tembaga itu tergeser ke samping.

   Lu Leng dan Toan Bok Ang memandang ke tempat itu, Mereka melihat sebuah lobang yang amat gelap, Toan Bok Ang segera mengeluarkan senjata Sian Tian Sin So pemberian Mo Liong Seh Sih, lalu di lempar ke atas dan senjata itu memancarkan cahaya putih.

   Mereka berdua segera memandang ke dalam lobang itu, Tampak sebuah ruang batu dan sebuah peti mati tembaga pula, Ruang bata itu mirip ruang tempat mereka berada, hanya saja di sisi peti mati tembaga itu terdapat sosok kerangka manusia, namun pakaiannya masih utuh.

   Lu Leng dan Toan Bok Ang saling memandang, Tempat ini adalah makam Nyonya Mo Liong Seh Sih, tapi kenapa muncul dua buah peti mati tembaga? Siapa pula yang berada di dalam peti mati tembaga yang satu itu? Mereka berdua terheran-heran.

   Mendadak hati Toan Bok Ang tergerak dan seketika juga dia membalikkan badannya, sekaligus menjulurkan tangannya menyentil wajah Nyonya Mo liong Seh Sih.

   "Jangan merusak wajah Nyonya Mo Liong Seh Sih!"

   Seru Lu Leng. Namun telunjuk Toan Bok Ang telah menyentil muka Mo Liong Seh Sih. Terdengar suara "Taak", seperti menyentil sebuah kayu. Seketika dalam hati mereka sudah mengerti dan serentak berseru girang.

   "Peti mati tembaga yang di bawah itu, baru benar berisi mayat Nyonya Mo Liong Seh Sih, Adapun peti mati tembaga ini hanya berisi sebuah patung kayu."

   Kata Toan Bok Ang.

   "Tidak salah. panah Bulu Api juga pasti berada di dalam peti mati tembaga yang itu."

   Sahut Lu Leng. Ketika mulai berbicara, wajah Lu Leng tampak berseri namun usai berbicara, wajahnya malah berubah muram, kemudian dia menghela nafas panjang. Tentunya membuat Toan Bok Ang terheran-heran.

   "Adik Leng, Panah Bulu Api belum dicuri orang, seharusnya kau bergembira, tapi kenapa malah bermuram durja?"

   Lu Leng menghela nafas lagi.

   "Saat ini, aku justru berharap Panah Bulu Api itu dicuri orang, dan Liat Hwe Cousu mengetahui jejaknya, Sama sekali tidak berharap Panah Bulu Api itu masih berada di dalam makam ini."

   Sepasang bola mata Toan Bok Ang berputar sejenak, lalu dia manggut-manggut seraya berkata.

   "Aku mengerti, Adik Leng, Kalau Panah Bulu Api masih berada di dalam makam ini, tentu akan seperti kita tidak bisa keluar untuk menghadapi Liok Ci Khim Mo. Ya, kan?"

   Lu Leng mengangguk.

   "Tidak salah."

   "Adik Leng, apakah benar kita tidak bisa keluar dari makam ini?"

   Tanya Toan Bok Ang. Pertanyaan tersebut membuat hati Lu Leng tergerak dan membatin "Benar! Apakah kita tidak bisa keluar? Oh, Lu Leng! Apakah kau tidak akan mati penasaran di dalam makam ini?"

   Setelah membatin, mendadak sepasang matanya menyorotkan sinar tajam dan penuh percaya diri.

   "Mari kita ke bawah melihat-lihat dulu!"

   Sahutnya.

   Lu Leng dan Toan Bok Ang segera meloncat ke bawah melalui lobang itu, Tidak salah, itu memang ruang batu, Mereka lalu mendekati sosok kerangka manusia itu, Tampak di bagian tengkorak kepalanya tertembus tiga batang paku panjang berwarna hitam mengkilap.

   Pakaian yang melekat di kerangka itu amat mewah, berwarna hitam dan merupakan jubah panjang, Di sisi tulang lengan terdapat sebuah golok yang sudah karatan.

   Lu Leng memeriksa pakaian itu, masih utuh, begitu pula ujung baju itu, Setelah memeriksa pakaian tersebut, barulah Lu Leng dan Toan Bok Ang membuka tutup peti mati tembaga itu, lalu memandang ke dalam dengan penuh harapan, Akan tetapi, setelah memandang ke dalam, wajah mereka berdua tampak kecewa.

   Di dalam peti mati tembaga itu berisi sosok mayat wanita tua berambut keperak-perakan, persis seperti patung orang yang ada di dalam peti mati tembaga di ruang atas.

   Di sisi mayat itu hanya terdapat bekas Panah Bulu Api, dan secarik kertas berisi tulisan yang berbunyi demikian.

   Seh tua! Seh tua! Dulu kau menghina diriku, kini aku balas menghina dirimu, Aku mengambil tujuh batang Panah Bulu Api.

   Kalau kau merasa tidak senang, kita boleh berduel! "ada surat itu tidak tertera nama penulisnya, Setelah membaca, Lu Leng tertegun dan membatin.

   "Sepertinya aku mengenali gaya tulisan ini."

   Akan tetapi, dia tidak ingat di mana dirinya pernah melihat gaya tulisan tersebut, Ketika melihat Lu Leng terus mengerutkan kening, Toan Bok Ang bertanya dengan lembut.

   "Adik Leng, kau sedang memikirkan apa?"

   "Aku merasa kenal akan gaya tulisan ini,"

   Sahut Lu Leng. Toan Bok Ang menunjuk kerangka itu.

   "Kertas itu pasti peninggalan orang itu."

   Katanya. Lu Leng menggelengkan kepala.

   "Menurutku bukan, Orang itu memang sengaja ke mari membongkar kuburan, sedangkan pencuri Panah Bulu Api, justru tidak sengaja menerobos ke dalam makam ini. Tulisannya memberitahukan bahwa dulu dia pernah di pecundang oleh Seh Locian-pwee, maka mengajak Seh Locianpwee berduel Akan tetapi, Seh Locianpwee berkelana ke berbagai tempat, sama sekali tidak tahu akan kejadian tersebut,"

   Toan Bok Ang manggut-manggut.

   "Memang tidak salah apa yang kau katakan, tapi... kok kau mengenali gaya tulisan itu?"

   Lu Leng mengerutkan kening.

   "Aku pun merasa heran. Kalau orang yang kukenali bagaimana mungkin aku tidak tahu dia memiliki Panah Bulu Api? Heran! Kok aku mengenali gaya tulisan itu?"

   Toan Bok Ang tersenyum "Adik Leng, kini kau tidak usah memikirkan itu. Yang penting kita harus berupaya agar bisa keluar dari makam ini, setelah itu barulah kau memikirkannya lagi."

   Lu Leng mengangguk Makam itu terdapat dua ruangan, jalan keluar satu-satunya hanya melalui lobang yang telah ditutup dengan lempengan besi. Lalu bagaimana cara kita keluar? Toan Bok Ang tahu apa yang sedang Lu Leng pikirkan, maka segera berkata.

   "Adik Leng, tadi kupikir kita memang tidak bisa keluar, namun kini setelah kupikirkan kembali, yakin ada jalannya."

   "Jalan apa?"

   Tanya Lu Leng, Toan Bok Ang menjawab "Jalan yang kupikirkan itu, mau tidak mau harus mengganggu mayat Nyonya Mo Liong Seh Sih.

   Dari dasar ke atas lobang tertutup itu hanya dua depaan, sedangkan 1608 panjang peti mati tembaga satu depa lebih.

   Kalau disambung bisa mencapai dua depa lebih, Asal kita dapat mendorong lempengan besi itu sampai terbuka sedikit, tentu kita punya akal untuk keluar,"

   Lu Leng memandang peti mati tembaga itu.

   Dirasanya, apa yang dikatakan Toan Bok Ang itu masuk di akal, Walau sulit dilaksanakan namun masih bisa dicoba, Maka, dia manggut-manggut, lalu bersama Toan Bok Ang segera berlutut di hadapan peti mati tembaga itu.

   "Nyonya tua Mo Liong Seh Sih, kami berdua terpaksa harus mengganggu ketenanganmu harap memaafkan kami!"

   Ucap mereka serentak Usai berdoa, mereka berdua mengangkat mayat Nyonya Mo Liong Seh Sih lalu ditaruh ke bawah.

   Berat peti mati tembaga itu mencapai dua tiga ribu kati, Maka mereka tidak tahu bagaimana cara menaikkannya ke ruang atas.

   Setelah berpikir sejenak, mendadak Lu Leng mengangkat peti mati tembaga itu seorang diri seraya berseru.

   "Kakak Ang, cepat minggir dikit!"

   Toan Bok Ang segera minggir Dilihatnya wajah Lu Leng memerah karena terlampau mengerahkan tenaga.

   "Hati-hati, Adik Leng!"

   Serunya, Lu Leng membentak keras, kemudian melemparkan peti mati tembaga itu ke atas melalui lobang yang di atas, peti mati tembaga itu meluncur ke atas lalu terdengar suara hiruk-pikuk di atas, Lu Leng menarik nafas lega, karena telah berhasil melemparkan peti mati tembaga itu ke ruang atas.

   Wajahnya sudah berubah seperti biasa, Toan Bok Ang memandangnya seraya berkata.

   "Adik Leng, tenagamu sungguh besar!"

   "ltu dikarenakan aku makan Cit Sek Ling Che, sehingga Lweekangku bertambah tinggi."

   Sahut Lu Leng, Toan Bok Ang manggut-manggut, lalu mereka berdua mencelat ke atas melalui lobang itu.

   Sampai di ruang atas, tampak peti mati tembaga itu menindih peti mati tembaga yang ada di ruang atas, Lu Leng dan Toan Bok Ang menurunkan peti mati tembaga itu, lalu menggeserkan peti mati tembaga yang di ruang atas, Tapi peti mati tembaga tersebut jauh lebih berat dari yang satu itu, Kalau peti mati tembaga yang di ruangan bawah seberat itu, Lu Leng pasti tidak mampu melemparkannya ke atas, Mereka berdua terheran-heran, karena kedua peti mati tembaga itu sama besar dan bentuknya pun sama tapi yang satu itu jauh lebih berat Lu Leng dan Toan Bok Ang saling memandang.

   "Mungkinkah patung orang itu amat berat?"

   Katanya.

   Lalu segera mengangkat patung orang yang ada di dalam peti mati tembaga, Ternyata patung orang itu tidak begitu berat sehingga membuat gadis itu menjadi terheran-heran.

   Lu Leng mengerutkan kening terus berpikir, lama sekali barulah membuka mulut "Kakak Ang, cobalah kau cari akal agar kita bisa keluar dari makam ini?"

   Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Toan Bok Ang mengerutkan kening, setelah itu mengangguk "Baik, Terlebih dahulu kita harus mendirikan peti mati tembaga itu."

   Lu Leng mengangguk lalu mereka berdua berupaya mengangkat peti mati tembaga itu agar berdiri Ketika hampir berdiri, peti mati tembaga itu bergoyang-goyang.

   "Cepat menyingkir!"

   Seru Lu Leng.

   Dia cepat-cepat menarik Toan Bok Ang meloncat ke sudut Terdengar suara hiruk-pikuk memekakkan telinga, ternyata peti mati tembaga itu roboh, seandainya mereka berdua terlambat menyingkir tulang-tulang mereka pasti remuk tertimpa peti mati tembaga itu, Lu Leng menarik nafas dalam-dalam lalu memandang Toan Bok Ang seraya berkata sambil menggeleng-gelengkan kepala.

   "Kakak Ang, cara ini tidak bisa dilaksanakan"

   Toan Bok Ang memandang peti mati tembaga yang roboh itu, kemudian mendekati dan melongokkan kepalanya ke dalam.

   "Adik Leng, cepat kemari lihat!"

   Panggilnya sambil menoleh ke arah Lu Leng. Lu Leng cepat-cepat ke sana, lalu melongokkan kepalanya juga ke dalam peti mati tembaga itu. Ternyata di dalamnya terdapat dua cekungan.

   "Adik Leng, ternyata dinding peti itu berongga, maka lebih ringan, Seh Locianpwee tidak memberitahukan tentang itu, pasti ada sebabnya."

   Kata Toan Bok Ang sambil menunjuk peti mati tembaga yang lebih ringan.

   Lu Leng segera merogohkan tangan ke dalam bajunya untuk mengeluarkan golok pusakanya, Trang! Lu Leng membacok dinding peti mati tembaga yang ringan itu.

   Memang benar dinding peti mati tembaga itu berongga dan kelihatan ada sesuatu di dalamnya.

   "Ternyata di dalamnya ada barang!"

   Seru Toan Bok Ang dengan girang. Lu Leng tersenyum getir "Kakak Ang, apa pun yang tersimpan di dalam, percuma juga kita memperolehnya."

   "Sulit dikatakan, Adik Leng, Aku lihat kau bukan orang yang pendek umur Kita berdua senasib, Kau tidak pendek umur, begitu pula aku, bukan?"

   Lu Leng tersenyum ketika mendengar ucapan gadis itu.

   "Kalau begitu, keluarkan saja barang yang di dalam itu!"

   Toan Bok Ang mengangguk lalu segera merogohkan tangannya ke dalam rongga dinding peti mati tembaga itu, Dia mengeluarkan gulungan kertas, sepertinya sebuah lukisan.

   Kertas itu langsung dipaparkannya, Ternyata memang sebuah lukisan.

   panjangnya mencapai dua depaan, gemerlapan entah dibikin dari bahan apa.

   * * * * Bab 75 Bukan lukisan pemandangan, juga bukan lukisan binatang, melainkan merupakan garis-garis yang tidak karuan Lurus, bengkok, berbentuk bulat, segi tiga, segi empat dan menyerupai bentuk manusia tanpa kepala atau tiada kaki tangannya, justru amat menyeramkan lukisan-lukisan tersebut.

   Lama sekali Lu Leng dan Toan Bok Ang memperhatikan lukisan-lukisan itu, namun mereka berdua sama sekali tidak mengerti akan maksudnya.

   "Sungguh mengherankan Seh Locianpwee menyimpan lukisan ini di rongga peti mati tembaga, itu dikarenakan apa?"

   Ujar Toan Bok Ang, Lu Leng tersenyum getir "Selain Seh Locianpwee, orang lain pasti tidak mengetahuinya!"

   "ltu belum tentu, Coba rogoh lagi, mungkin masih ada barang lain di dalamnya!"

   Kata Toan Bok Ang. Lu Leng cuma tersenyum getir Toan Bok Ang menatapnya sejenak, kemudian mulai merogoh ke dalam lagi, namun tidak menemukan apa pun.

   "Sudahlah! Tidak usah mencari lagi! Siapa pun tidak akan mengerti tentang lukisan ini, lebih baik disimpan saja!"

   Katanya.

   Toan Bok Ang mengangguk Dia segera menggulung kembali lukisan tersehut, lalu diselipkan di pinggangnya, sedangkan Lu Leng terus berupaya mendorong peti mati tembaga itu agar berdiri, namun tidak berhasil juga.

   Toan Bok Ang merasa tidak tega menyaksikan nya.

   "Adik Leng, kau beristirahatlah dulu!"

   Katanya, Lu Leng berhenti, lalu memandang Toan Bok Ang.

   "Kita berada di dalam makam ini, kian lama ajal kian mendekat Di sini tiada makanan. Kalau kita terus beristirahat akan semakin lemah."

   Apa yang dikatakan Lu Leng memang benar, pikir gadis itu. Maka dia menghela nafas panjang seraya berkata.

   "Apakah aku boleh bantu?"

   Lu Leng berpikir sejenak, setelah itu baru menyahut 1614

   "

   Kalau ada tali, aku akan berdiri di atas peti mati tembaga yang satu itu, kemudian menarik ke atas peti mati tembaga yang lain. Apabila kedua peti mati tembaga itu tersambung, maka tidak begitu sulit mendorong lempengan besi penutup lobang itu."

   "Tapi ke mana mencari tali itu?"

   Sahut Toan Bok Ang. Berkata sampai di situ, mendadak wajahnya tampak kemerah-merahan.

   "Kecuali... kecuali.,."

   Sambungnya, Mendadak gadis itu mendekap di dada Lu Leng dan tawanya pun meledak, Lu Leng terheran-heran.

   "Kakak Ang, apa yang kau tertawakan?"

   Toan Bok Ang mendongakkan kepala, wajahnya masih tampak kemerah-merahan.

   "Hanya ada satu cara kita mendapatkan tali, yaitu dari pakaian kita."

   Mendadak itu, Lu Leng menjadi tertegun. itu memang cara terbaik, namun bagaimana mungkin mereka berdua membuka pakaian masing-masing? Ketika Lu Leng ingin menolak, Toan Bok Ang sudah berkata lagi.

   "Adik Leng, sesungguhnya tidak apa-apa."

   Lu Leng menggeleng-gelengkan kepala.

   "ltu mana boleh?"

   "Adik Leng, tadi kau berjanji akan mendampingiku seumur hidup, maka kita sudah seperti suami istri...."

   Berkata sampai di situ, Toan Bok Ang tampak tersipu, namun dalam hatinya justru berbunga-bunga.

   "Maka... harus takut apa?"

   Lanjutnya.

   Sebaliknya hati Lu Leng malah berdebar-debar tegang tidak karuan, sebab tadi dia mengabulkan begitu, hanya karena yakin mereka tidak bisa keluar dari makam itu, jadi tidak mau membuat hati gadis itu berduka.

   Akan tetapi, setelah menemukan kedua buah peti mati tembaga, urusan pun menjadi lain, sebab masih ada jalan untuk meloloskan diri dari makam itu, Kalau tadi menemukan kedua buah peti mati tembaga, tentunya dia tidak akan berkata begitu kepada Toan Bok Ang.

   Kini dia tidak tahu harus menyesal atau menjelaskannya, sehingga menjadi diam saja.

   Melihat Lu Leng diam, Toan Bok Ang segera berkata dengan lembut "Adik Leng, itu benar bukan?"

   Lu Leng terus berpikir, sehingga terjadi pertentangan di dalam hatinya.

   "Memang tidak salah katamu, tapi... peti mati tembaga begitu berat, bagaimana mungkin bisa ditarik ke atas dengan tali yang dibikin dari pakaian?"

   Toan Bok Ang tertegun.

   "Kalau begitu, kita pasti akan mati di sini?"

   Lu Leng tertawa.

   "Kakak Ang, tadi kau bilang, dirimu paling bahagia di dunia, tapi kenapa kini malah ingin cepat-cepat meninggalkan makam ini?"

   "Sungguh waktu yang singkat kalau kita hidup di dalam makam ini, Aku... ingin bersamamu puluhan tahun lamanya."

   Sahut Toan Bok Ang sambil tersenyum Bukan main terkejutnya hati Lu Leng, Gara-gara Liat Hwe Cousu, akhirnya harus menanamkan suatu cinta yang sulit diuraikan Apabila tidak bisa keluar, itu memang tidak jadi masalah.

   Tapi kalau bisa keluar dari makam itu, tentunya akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan.

   Entah harus bagaimana menjernihkannya? Lu Leng tertegun, lama sekali barulah membungkukkan badannya Maksudnya ingin mengangkat peti mati tembaga itu agar berdiri.

   "Bagaimana kubantumu?"

   Tanya Toan Bok Ang.

   "Mungkin percuma,"

   Sahut Lu Leng, Di saat Lu Leng baru mau mengangkat peti mati tembaga itu, kebetulan melihat lukisan yang menyelip di pinggang Toan Bok Ang, seketika hatinya tergerak dan timbul suatu ide dalam hatinya.

   "Kakak Ang, aku sudah menemukan tali!"

   Toan Bok Ang girang bukan main.

   "Di mana?"

   Lu Leng menjulurkan tangannya untuk menyambar gulungan lukisan yang di pinggang gadis itu.

   "Lukisan ini panjangnya hampir dua depa, lagipula amat kuat Kalau dibikin tali, pasti dapat menarik peti mati tembaga itu."

   "Kalau begitu, bukankah lukisan ini akan rusak?"

   Tanya gadis itu. Lu Leng tertawa.

   "Dasar gadis bodoh! Apa gunanya lukisan itu? Yang penting kita harus keluar dari makam ini!"

   Toan Bok Ang melotot "Lain kali kau tidak boleh memanggilku gadis bodoh lagi!"

   Menyaksikan sikap gadis itu, Lu Leng tertawa terbahak-bahak saking gelinya.

   "Ha ha ha! Gadis bodoh! Gadis bodoh...."

   Toan Bok Ang langsung menghujaninya dengan pukulan yang tak bertenaga seraya berteriak-teriak.

   "Jangan memanggilku begitu! jangan memanggilku begitu!"

   Mendadak Lu Leng tersentak sadar, kenapa dirinya mau bergurau mesra dengan gadis itu? Kemudian Lu Leng diam sambil memandang Toan Bok Ang.

   Wajah gadis itu kemerah-merahan menambah kecantikannya Kalau dia belum berhubungan intira dengan Tam Goat Hua, pasti merasa puas mempunyai istri secantik itu.

   Karena memikirkan itu, akhirnya Lu Leng menghela nafas panjang.

   "Kenapa kau menghela nafas panjang lagi?"

   Tanya Toan Bok Ang terbelalak.

   "Aku sedang berfikir, seandainya aku bisa memperistrimu sungguh merasa puas, tapi..."

   Sahut Lu Leng, Dia tidak menyadari bahwa dirinya kelepasan berbicara.

   "Jangan dilanjutkan!"

   Potong Toan Bok Ang. Lu Leng tersentak sadar dan berseru dalam hati "Celaka", wajahnya langsung memerah dan tidak tahu harus berkata apalagi. Toan Bok Ang tersenyum dan menatapnya lembut 1619

   "Adik Leng, aku pikir lukisan ini pasti amat penting, Kalau tidak, bagaimana mungkin Seh Lo-cianpwee menyimpannya di dalam lapisan peti mati tembaga itu? Maka kau harus hati-haii memotongnya!"

   Pesannya.

   Lu Leng mengangguk dan mulai memotong lukisan itu menjadi empat potong.

   Kemudian mereka berdua membuat seutas tali dengan keempat potong lukisan itu dan akhirnya berhasil juga, Lu Leng membacok pinggiran peti mati tembaga itu, lalu mengikatkan ujung tali istimewa tersebut di bekas bacokan.

   Setelah itu dia meloncat ke atas peti mati tembaga yang lain, sekaligus menarik tali istimewa itu, Krek! Krek! Dugaan Lu Leng memang tidak meleset, lukisan itu amat kuat Walau peti mati tembaga itu amat berat, namun tali istimewa itu tidak putus ketika ditariknya, Berselang beberapa saat, barulah Lu Leng berhasil menarik peti mati tembaga itu ke atas, Namun dia sudah lelah sekali.

   Kedua peti mati tembaga itu menyambung menjadi satu, tapi jarak sampai lobang masih setengah depa, Toan Bok Ang melihat sekujur badan Lu Leng berkeringat.

   Maka dia segera mendekatinya lalu menyeka keringat Lu Leng dengan ujung bajunya.

   "Kau beristirahatlah dulu, biar aku yang mencobanya !"

   "Kakak Ang, kau jangan mencobanya, Sebab jarak sampai lobang masih setengah depa, maka harus membungkukkan badan, Kalau terlampau menggunakan tenaga, tulang 1620 pinggangmu pasti patah, maka kau jangan mencobanya."

   Sahut Lu Leng, Wajah Toan Bok Ang langsung muram.

   "Kalau begitu, kau pun jangan mencobanya."

   Lu Leng segera duduk bersila di lantai "Tenagaku lebih besar darimu, tentunya aku harus mencobanya."

   Sahutnya, Lu Leng memejamkan matanya, mulai mengerahkan hawa murni "

   Ujung peti mati tembaga itu bisa muat dua orang, sebentar aku akan ke atas bersamamu"

   Kata Toan Bok Ang. Lu Leng mengangguk Berselang beberapa saat kemudian, mendadak Lu Leng bangkit dari duduknya seraya berseru.

   "Kakak Ang, naik.,.!"

   Akan tetapi, Lu Leng langsung diam, Ternyata dia tidak melihat Toan Bok Ang berada di ruang batu itu.

   Betapa terkejutnya Lu Leng.

   Dia menengok ke sana kemari namun tetap tidak tampak bayangan gadis itu.

   Ke mana Toan Bok Ang? Mungkinkah dia bersembunyi untuk menakut-nakuti Lu Leng? Oleh karena itu, Lu Leng menahan tawanya, Dia mendekati lobang yang menuju ke ruang bawah, lalu melongok ke bawah, Namun di sana hanya tampak mayat Nyonya Mo Liong Seh Sih dan sosok kerangka itu, tidak tampak bayangan Toan Bok Ang.

   Dia tertegun, kemudian tertawa karena menduga gadis itu bersembunyi di dalam peti mati tembaga, Dia berjalan ke depan untuk melihat-lihat dan seketika mulutnya ternganga lebar.

   Ternyata Toan Bok Ang tidak bersembunyi di situ, dan kedua peti mati tembaga itu tetap kosong.

   Hal itu membuat Lu Leng bercuriga, Sejak Mo Liong Seh Sih bunuh diri hingga dirinya terkurung di dalam makam itu, sepertinya bagaikan sebuah mimpi buruk, Apakah semua itu hanya merupakan khayalan belaka ? Kalau tidak, lalu Toan Bok Ang, menghilang ke mana? Lu Leng menggigit jarinya, tapi masih terasa sakit itu pertanda dia bukan sedang dalam keadaan bermimpi.

   Lalu dia berteriak-teriak memanggil Toan Bok Ang, namun tiada sahutan sama sekali Di dalam makam itu hanya terdapat dua buah ruang batu, bagaimana mungkin Toan Bok Ang menghilang begitu saja? Lu Leng berusaha mengingat kembali.

   Ketika dia baru mulai mengerahkan hawa murni, masih mendengar Toan Bok Ang bersenandung, kemudian berjalan mondar-mandir, setelah itu Lu Leng memusatkan pikirannya, maka tidak mendengar suara gadis itu, Bagaimana mungkin dalam waktu sekejap, Toan Bok Ang menghilang bagaikan usap? Mungkin...

   di saat Lu Leng sedang mengerahkan hawa murni, Toan Bok Ang menemukan jalan rahasia, maka gadis itu berjalan keluar melalui jalan rahasia tersebut Akan tetapi, Lu Leng merasa heran.

   Kalau Toan Bok Ang menemukan jalan rahasia, kenapa dia tidak berseru girang? Lagipula tidak mengajaknya? Lu Leng terus berpikir, akhirnya dia yakin bahwa Toan Bok Ang telah menemukan jalan rahasia, Kalau tidak, bagaimana mungkin dia menghilang begitu saja? Oleh karena itu, Lu Leng mulai mengetuk dinding-dinding di sekitarnya, Namun bersuara padat, tidak ada yang bersuara kosong, Bagian 36 Lu Leng menggeleng-gelengkan kepala.

   Men-dadak dia terbelalak, ternyata tali yang dibikin dari lukisan itu pun telah hilang, itu membuat Lu Leng semakin yakin, bahwa Toan Bok Ang telah menemukan jalan rahasia, Oleh karena itu, dia pun terus memeriksa keadaan ruang atas dan ruang bawah.

   Namun dia sama sekali tidak menemukan jalan rahasia yang dimaksud, sehingga hatinya merasa kecewa sekali.

   Mungkinkah Toan Bok Ang berhasil mendorong lempengan besi penutup lobang yang di atas itu? Tentunya tidak mungkin.

   

   
Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Peristiwa Burung Kenari Karya Gu Long

Cari Blog Ini