Ceritasilat Novel Online

Pedang Bunga Bwee 9


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan ID Bagian 9



Pedang Bunga Bwee Karya dari Tjan I D

   

   Tampak Ong Bwee Chi tersenyum lalu berkata.

   "Liem-heng, bagaimanapun juga kau tetap seorang pria !". Nada ucapannya penuh dengan nada menyindir dan mengejek. Merah jengah selembar wajah Kian Hoo, ia tahu Ong Bwee Chi sedang mentertawakan dirinya karena tidak tega membinasakan gadis cantik itu, dengan nada kikuk segera sahutnya.

   "Nona Ong, aku telah salurkan hawa murniku untuk membinasakan dirinya, tetapi tenaga seranganku sama sekali tak berdaya menghadapi dirinya !". Tentu saja Ong Bwee Chi tak mau percaya dengan penjelasan tersebut, ia tetap berdiri sambil tertawa. Buru-buru Liem Kian Hoo membuka tangannya sambil berseru.

   "Kalau kau tidak percaya boleh periksa tanganku, warna merah darah yang ada diteIapak-ku adalah bekas mengerahkan tenaga dalam masih belum hilang !". Tetapi ketika ia buka telapaknya kembali si anak muda itu berdiri tertegun, ternyata tatkala gadis cantik itu hendak berlalu, ia sudah tinggalkan batu pualam berbentuk bunga bwee itu didalam genggamannya, entah kepandaian apakah yang telah digunakan sehingga ia sediripun sama sekali tidak merasa. Batu pualam Giok-Bei itu masih tetap utuh namun rantai emas yang ada diujung batu pualam itu sudah berubah jadi seutas serat tipis yang halus, buru buru Kian Hoo menuding emas tersebut sambil berseru.

   "Coba kau lihat, rantai emas inipun telah berubah jadi serat serat emas yang tipis oleh tenaga tekananku !". Air muka Ong Bwee Chi rada berubah, ia segera mengangguk.

   "Siauw-moay tidak berani mencurigai watak serta perbuatan Liem heng."

   Katanya.

   "Hanya saja aku lihat agaknya iblis wanita itu sudah menaruh rasa cinta terhadap diri Liem heng ".

   "Aaaaaa ! hal ini mana bisa terjadi ? harap nona jangan ajak diriku untuk bergurau."

   Seru Kian Hoo dengan wajah berubah jadi merah-padam.

   "Meninggalkan Giok-Bei mengambil mutiara, hal ini pada umumnya menunjukkan apabila kedua belati pihak saling menaruh hati sekalipun Liem-heng ingin memikirpun pada saat ini tak mungkin lagi ! pesannya sebelum berlalu tadi mengata kan bahwa ia akan bertemu kembali dengan dirimu diperjalanan depan, agaknya iblis wanita itu tidak menaruh suatu perasaan jahatpun terhadap diri Liem heng". Selesai mendengar ucapan tersebut, Liem Kian Hoo baru sadar bahwa pakaian bagian dadanya sudah tersingkap, batu Giok Bei itu berada disana namun sebutir mutiaranya telah lenyap sungguh tak nyana rabaan gadis itu menjelang berlalu dari sana tadi bukan lain adalah mengambil mutiara tersebut. Sianak muda ini jadi gelisah, serunya.

   "Aaaaa, sekarang bagaimana baiknya ! benda tersebut merupakan benda mustika dari keluargaku, bahkan benda itu sangat bermanfaat bagiku."

   "Disimpan dalam sakunya, kan jauh lebih aman daripada Liem heng bawa sendiri ! "

   Goda Ong Bwee Chi kembali sambil tersenyum. Melihat gadis itu kembali menggoda, Liem-Kian Hoo tak bisa berbuat lain kecuali menahan rasa malu bercampur gelisah. Terdengar Ong Bwee Chi menghela napas kemudian berkata kembali.

   "Gadis cantik macam dia benar-benar merupakan incaran dari setiap mata pria, setiap lelaki akan bergerak hatinya setelah berjumpa dengan dirinya apabila dia adalah seorang gadis yang normal. Ooouw sungguh alangkah baiknya !". Liem Kian Hoo tak kuasa menahan diri lagi, dengan wajah merah padam teriaknya.

   "Nona Ong, harap kau jangan menggoda diriku lagi, dia adalah seorang iblis wanita yang sudah banyak melakukan kejahatan, aku tidak tertarik kepadanya, yang selalu kupikirkan didalam hati adalah bagaimana caranya membinasakan dirinya dari muka bumi...!".

   "Siauw-moay tiada maksud untuk menggoda, dengan kepandaian silat yang ia miliki sekarang boleh dikata tiada tandingannya lagi dikolong langit, tidak mungkin kalau kita hendak membinasakan dirinya dengan cinta kasih, mungkin dengan demikian ia akan mengurangi berbuat jahat."

   "Dosa ! dosa! hal ini merupakan suatu pekerjaan yang tidak mungkin bisa kulakukan !". Sementara Ong Bwee Chi akan buka suara, tiba tiba tampaklah pemuda she Peng yang menggeletak diatas tanah mulai menggeiiat dan meronta bangun, akhirnya ia mendusin dan buka matanya. Benda pertama yang berhasil ia lihat adalah batu pualam Giok Bei yang berada ditangan Kian Hoo, dengan cepat ia loncat bangun kemudian berteriak penuh kegusaran.

   "Bajingan keparat ! kau telah apakah diri nona Bwee ?". Belum sempat Liem Kian Hoo memberi penjelasan, sianak muda she Peng itu telah menemukan pula empat sosok mayat yang menggeletak diatas tanah, ia semakin sedih lagi, teriaknya sambil menangis.

   "Bajingan keparat, sungguh keji perbuatanmu."

   Sambil berteriak ia menubruk kedepan, Ong Bwee Chi yang ada disisinya dengan cepat turun tangan menotok jalan darahnya, setelah itu sang telapak diangkat siap membabat batok kepala pemuda itu.

   "Nona Ong !"

   Buru buru Liem Kian Hoo menghalangi niatnya.

   "Mengapa kau hendak membinasakan dirinya !".

   "Iblis wanita itu sengaja membinasakan beberapa orang ini dengan menggunakan ruyung lemas ditanganmu, kemudian meninggalkan pula seorang saksi hidup, jelas ia ada maksud menjatuhkan tanggung jawab atas hutang darah ini kepada dirimu, apabila kita tidak membunuh dirinya maka kesalah pahaman ini tak akan tercuci bersih sepanjang hidup, terutama sekali kalau berita ini sampai tersiar diluaran, bukan saja kau tak dapat menancapkan kaki lagi didalam dunia persilatan, bahkan sepanjang hidup kau tidak akan bisa hidup dengan aman tenteram."

   "Siapa benar siapa salah suatu saat tentu akan jadi jelas dengan sendirinya."

   Kata Kian-Hoo sambil geleng kepala, sekalipun orang lain bakal menaruh salah paham sepanjang hidup terhadap diriku, akupun tidak bakan melakukan dperbuatan ini !a". Dengan pandabngan mendalam Ong Bwee Chi melirik sekejap kearahnya dan berkata.

   "Walaupun beberapa orang ini bukan orang orang kenamaan didalam dunia persilatan, namun ilmu silat yang mereka miliki tidak lemah, hubungan serta asal usul mereka tentu luar biasa sekali, apabila kau biarkan pemuda ini berlalu maka di kemudian hari kau bakal menjumpai kerepotan yang tiada tara banyaknya !".

   "Soal itu sih tidak mengapa, dalam bertindak aku selalu mencari ketenteraman hati, asalkan aku tidak pernah berbuat maka sekalipun dunia bakal ambruk pun aku tidak akan ambil pusing, lagipula kerepotan yang kuhadapi sudah cukup banyak, sekalipun bertambah dengan kerepotan lainpun tidak mengapa ! ".

   "Sungguh tak nyana Liem heng mempunyai kebesaran jiwa yang demikian hebat, siauw moay merasa sangat kagum.".

   "Perkataan semacam ini tak perlu kau utarakan, lebih baik cepat-cepat kita bereskan mayat jang bergelimpangan ditempat ini !..."

   "Tentang soal itu sih tak perlu kita lakukan, dalam keadaan seperti ini tak mungkin bisa kita selesaikan masalah ini dengan baik,aku lihat lebih baik biarlah sipemuda ini saja yang memberesi mayat tersebut setelah jalan darahnya bebas !". Liem Kian Hoo berpikir sejenak, ia merasa ucapan ini cengli juga maka ia mengangguk.

   "Ucapan nona sedikitpun tidak salah "

   Sahutnya.

   "Malam ini kita beristirahat semalam, besok pagi kita lanjutkan pengejarannya terhadap jejak iblis wanita itu, bahkan kitapun harus mencari suatu akal guna menaklukkan dirinya !". Ong Bwee Chi berpikir sejenak kemudian menjawab.

   "Ditinjau dari persiapan-persiapan yang kita hadapi ini hari, sekalipun tak usah kita cari dirinya, ia bakal mencari sendiri kita, apakah kau sudah lupa dengan pesannya tatkala hendak meninggalkan tempat ini ? "Bwee Hoa menanti kehadiranmu diperjalanan sebelah depan", perduli jalan manakah yang kita tempuh, ia bisa mengejar bahkan melampaui diri kita dengan demikian bukan kita yang menguntit dirinya, justru malahan dialah yang menguntit diri kita, sedang mengenai dengan cara apa kita hendak menaklukkan dirinya, soal ini sulit untuk dikatakan lebih baik kita hadabpi perubahan tedrsebut sesuai daengan situasi kbetika itu !"

   Liem Kian Hoo mengangguk berat, sebelum ia meninggalkan tempat itu sianak muda tersebut telah meninggalkan beberapa huruf besar diatas tanah dengan memakai cairan darah yang tergenang dilantai. TuIisan itu berbunyi sebagai berikut.

   "Orang yang membunuh manusia manusia ini adalah Hwie- Thian-Moli Bwee Hoa !".

   "Siapa yang akan percaya dengan tulisanmu itu ?"

   Seru Ong Bwee Chi sambil tertawa.

   "Perduli orang lain mau percaya atau tidak, pokoknya kita harus tinggalkan pesan agar orang lain tahu bahwa kita berdua tidak terlibat dalam pembunuhan tersebut". Ong Bwee Chi tersenyum dan tidak menja-wab, mereka segera berlalu dari pagoda itu. Belum lama sepasang muda mudi itu meninggalkan ruang pagoda, sesosok bayangan putih muncul kembali dalam ruang pagoda tersebut, kemudian dengan cepat merubah tulisan yang ditinggalkan Liem Kian Hoo itu jadi.

   "Orang yang membunuh manusia ini adalah Liem Kian Hoo serta Ong Bwee Chi !". Gaya tulisan maupun nadanya persis seperti apa yang ditinggalkan Kian Hoo semula. = oOo = Sang surya memancarkan sinarnya menyoroti sebuah jalan raya disebelah Timur kota Lok-yang, Liem Kian Hoo dengan menunggang seekor kuda jempolan diiringi Ong Bwee Chi yang berbaju hitam melakukan perjalanan cepat melewati jalan raya itu. Dalam waktu singkat kuda-kuda jempolan itu sudah jauh meninggalkan bayangan tembok kota yang tinggi, dihadapan mereka muncul gunung nan hijau dengan hutan yang rimbun. Gunung itu tidak terlalu tinggi namun indah menawan hati, dikaki gunung mengalir sebuah sungai dimana cahaya memantul keempat penjuru ketika dibiarkan oleh permukaan air. Suasana amat sunyi senyap, angin berhembus sepoisepoi. dibawah sebuah pohon liuw yang rindang duduk seorang kakek sedang mengail ikan, suasana nyaman sekali. Tatkala Liem Kian Hoo menjumpai kegembiraan kakek tua itu mengail ikan ditepi sungai, tak tahan ia mengherla napas dan betrkata.

   "

   Aaaaaiq...

   dikolong larngit ketenangan jiwa merupakan suatu hal yang sukar dicapai, teringat dua tahun berselang setiap hari aku cuma tahu berpesiar, minum arak dan bikin syair, hidup senang dan penuh kebahagiaan siapa sangka dua tahun kemudian setelah terjunkan diri kedalam dunia persilatan, setiap hari hanya diburu oleh persoalan, entah sampai kapan aku baru bisa mencicipi kehidupan yang aman tenteram macam itu lagi ?.."

   "Semua masalah yang ada dikolong langit bersumber pada hati sanubari manusia itu sendiri, ditengah kerepotan belum tentu tiada waktu senggang, diantara waktu senggangpun belum tentu tiada kerepotan."

   Ujar Ong Bwee Chi sambil tersenyum.

   "Kau lihat sikakek tua itu begitu senggang dan gembira duduk dibawah pohon sambil mengail, namun apakah kau pernah bayangkan seandainya makan malamnya nanti harus menunggu sampai ikan hasil kailannya ini ditukarkan dengan beras ? aku rasa apabila demikian adanya maka kegelisahan hatinya saat ini jauh lebih panas dari teriknya sinar matahari ditengah siang hari bolong."

   "Mendengar ucapan dari nona barusan aku jadi berpikir bahwa persoalan yang ada dikolong langit belum tentu terlalu menarik !"

   "Memang begitu ! persoalan yang ada dikolong langit tiada persamaannya dan tiada keseragaman, perubahan yang sering terjadi kadangkala mirip dengan awan diangkasa, kau mengatakan persoalan itu akan berubah jadi demikian ia akan berubah, kau mengatakan tidak berubah belum tentu akan berubah, maka untuk menilai suatu masalah tidak dapat ditinjau dari suatu sudut belaka, tadi Liem heng mengatakan bahwa berkelana didalam dunia persilatan merupakan suatu pekerjaan yang berat, namun apabila kita tinjau dari perasaan serta kepuasan, apabila kau bisa menolong yang lemah menindas yang kuat bukankah hatimu akan merasa sangat gembira sekali".

   "Bagus, tepat sekali, ucapan nona telah menggetarkan hatiku !"

   Teriak sianak muda itu dengan semangat berkobar kembali.

   Ong Bwee Chi tertawa hambar, mereka segera larikan kuda mereka kesisi kakek tua ini, kebetulan sekali tali kail ditangan kakek itu bergoyang.

   agaknya ada ikan yang sedang makan umpan sehingga menggetarkan bel kecil yang sengaja dipasang diujung kail.

   Namun kakek tua itu tetap tak berkutik, ia sudah tertidur pulas bersandar disisi pohon, terhadap pancingannya ia tidak merasakan sama sekali.

   Liem Kian Hoo jadi tertarik oleh kejadian itu buru buru serunya kepada sikakek tua itu.

   "Loo tiang, ada ikan tersangkut pada mata kailmu !". Kakek tua itu tetap membungkam, agaknya ia tidak mendengar teguran tersebut. Menanti Kian Hoo berteriak beberapa kali lagi, kakek tua itu baru menggeliat dan buka matanya, ia tidak memandang kearah sepasang muda mudi itu namun meludah kedalam sungai sambil memaki.

   "Kalian dua orang bajingan cilik, sudah setengah harian lamanya loohu menunggu disini, sampai sekarang kalian baru datang !". Di sekeliling tempat itu tak ada orang lain, Liem Kian Hoo segera merasa bahwa makian tersebut ditujukan kepada mereka, ia jadi melengak, pikirnya.

   "Aku tak pernah mengikat tali permusuhan dengan kakek ini, karena aku lihat mata kailnya bergerak dan takut ikan tersebut keburu lari, maka kubangunkan dirinya, sungguh tak nyana sebagai imbalannya aku dicaci maki, kakek ini benarbenar tak tahu diri."

   Dalam hati ia gusar namun perasaan tesebut tidak sampai diperlihatkan diatas wajahnya.

   Tampaklah sikakek tua itu angkat kailnya maka terlihatkan diatas sebuah benang terdapat dua mata kail dan diatas setiap mata kail tergantunglah seekor kura kura kecil sebesar telapak tangan.

   Sekali lagi Kian Hoo tertegun.

   "Sebenarnya ia sedang maki diriku ataukah sedang maki kura kura tersebut!"

   Pikirnya. Perlahan-Iahan si kakek tua itu menarik senar pancingannya keatas daratan, dua ekor kura kura yang mulutnya terkait dimata kail tampak meronta-ronta tiada hentinya dengan wajah yang sangat menderita. Terdengar kakek tua itu kembali memaki.

   "Sepasang bajingan tengik, kembatianmu sudah bderada diambang apintu, berani bbenar kau pentang cakar mau unjuk kelihayan". Mendengar ucapan itu Liem Kian Hoo merasa amat gusar, dalam hati ia pikir ucapan tersebut terang-terangan sedang memaki dirinya, Namun Ong Bwee Chi yang ada disisinya segera menjawil ujung bajunya sambil berbisik lirih.

   "Liem-heng, jangan bergerak secara gegabah, mungkin saja orang lain sedang maki kura-kura itu !". Walaupun ucapan ini diutarakan amat lirih, namun berhasil ditangkap juga oleh sikakek tua itu, ia lantas tertawa ringan.

   "Tepat sekali ! "

   Serunya.

   "

   Loohu sedang memaki dua ekor kura-kura ini, harap kalian ber dua jangan menaruh salah paham".

   Suatu ingatan mendadak berkelebat dalam benak Kian Hoo, ia merasa pendengaran serta penglihatan kakek tua itu tajam sekali, dia tentu bukan nelayan biasa.

   Ucapannya barusan terang-terangan sedang mencaci maki mereka berdua, namun Kian Hoo sekalian tak bisa berbuat apa-apa sebab orang lain sudah menerangkan lebih dahulu, maka sambil paksakan diri bersabar mereka tetap menahan diri, Dalam pada itu sikakek tua tadi kembali buka suara memaki.

   "Dua orang bajingan cilik yang sudah bosan hidup, loohu berbelas kasihan hendak mengampuni selembar jiwamu, ayoh cepat sipat kuping enyah dari sini". Liem Kian Hoo benar benar tidak kuasa menahan diri lagi, kali ini makian tersebut sudah jelas ditujukan kepada mereka, karena sikakek tua itu telah menyimpan mata kailnya serta menangkap kedua ekor kura kura itu ditangan. Siapa sangka sebelum mereka melakukan sesuatu, tiba-tiba kakek tua itu ayunkan tangannya melemparkan kembali dua ekor kura tersebut ke-dalam air sungai. Bahkan seakan-akan dibelakang punggungnya tumbuh sepasang mata, ia mengetahui semua tingkah laku dari Liem Kian Hoo, Sambil tertawa segera ujarnya kembali .

   "

   Khek Koan, harap jangan gusar Loohu sedang bercakapcakap dengan kura kura tersebut !"

   Dalam pada itu Liem Kian Hoo sudah angkat sebelah kakinya untuk melangkah maju, tapi sehabis mendengar perkataan ini maka tberpaksa sambil dmenahan rasa doangkoI ia tarik bkembali kakinya.

   Ong Bwee Chi yang selama ini selalu membungkam kali ini tak bisa berdiam diri terus menerus mendadak ia nyelutuk.

   "Manusia berbicara dengan bahasa manusia kura berbicara dengan bahasa kura !". Liem Kian Hoo berdiri melengak oleh kata-kata tersebut,sebaliknya sikakek tua itu dengan sepasang alis berkerut segera bertanya.

   "Bocah pirempuan, kau sedang mengatakan siapa ?".

   "Loo-tiang, harap jangan memikirkan yang bukan-bukan."

   Jawab Ong Bwee Chi sambil tersenyum.

   "

   Aku sedang mengatakan seekor kura-kura tua yang berbicara dan berguman seorang diri!"

   Seraya berkata jarinya menuding kearah sebuah pohon liuw dipinggir sungai, dimana tampaklah seekor kura-kura tua sedang merangkak naik keatas batu yang menonjol keluar, moncongnya yang runcing megap-megap menghembuskan hawa.

   Diam-diam Liem Kian Hoo merasa geli bahkan merasa amat kagum dengan kecerdikan Ong Bwee Ghi.

   Sejak semula ia sudah tahu kalau sika kek tua ini ada maksud mencari gara gara dengan diri mereka, cuma saja mereka belum tahu apa maksud yang sebenarnya ia berbuat demikian.

   Kakek tua itu seketika naik pitam, sehabis mendengar ucapan balasan dari Ong Bwee Chi tak kalah tajamnya itu, maka teriaknya penuh kegusaran.

   "Bocah perempuan yang tak tahu diri, berhubung loohu tidak ingin bikin urusan dengan kalian manusia-manusia dari generasi muda, lagi pula tidak percaya kalau ahli waris dari seorang sahabat karibku bisa melakukan perbuatan kejam yang melanggar peri kemanusiaan maka loohu tidak mau percaya sama sekali terhadap tuduhan-tuduhan yang dilontarkan Peng To kepada diri kalian. Oleh sebab itulah sengaja kujajal tabiat kalian yang sebenarnya siapa sangka kalian benar-benar manusia congkak yang tidak kenal tingginya langit dan tebalnya bumi...". Tatkala Liem Kian Hoo mendengar disebutkannya nama "Peng To"

   Dua patah kata, sadarlah sianak muda ini bahwasanya kedatangan sikakek tua ini disebabkan mendengar pengaduan dari pemuda she-Peng tersebut dan kini mereka sengaja datang untuk bikin pembalasan.

   Tentang persoalran ini Kian Hoot sudah menduganqya sejak pertamra kali tadi, tetapi setelah mendengar kakek tua itu mengatakan bahwa dia adalah ahli waris dari seorang sahabat karibnya, Kian Hoo merasa rada bergerak.

   Dengan cepat ia menghalangi Ong Bwee Chi menyindir lebih jauh dengan kata-kata tajam, lalu dengan suara mendatar tanyanya.

   "Apakah Lootiang maksudkan peristiwa berdarah yang terjadi didalam kuil Ing-Tah-Sie kemarin malam ?"

   "Hmmm kalau sudah tahu itu lebih bagus lagi, namun aku mencari dirimu bukan disebabkan persoalan itu tok, meskipun kau telah meninggalkan tulisan yang menyombongkan diri namun aku masih belum percaya kalau kalian benar-benar memiliki kepandaian silat yang begitu dahsyat !". Liem Kian Hoo berdiri melengak sehabis mendengar ucaran ini, sebab mimpipun ia tak pernah menyangka apabila tulisan yang ditinggalkan dalam kuil tersebut telah diganti orang lain, namun ucapan terakhir dari sikakek tua itu cukup menentramkan hatinya.

   "Cayhe meninggalkan tulisan tersebut bukan bermaksud hendak cuci tangan terhadap terjadinya peristiwa berdarah itu, namun aku ingin mengutarakan kebersihan hati kami "

   Ujarnya sambil tertawa.

   "Apabila Loo tiang percaya terhadap ucapan cayhe, maka sudah sepantasnya bilamana Lootiang suka bekerja sama dengan cayhe untuk melenyapkan iblis wanita itu.".

   "Eeeei keparat cilik, kalau bicara jangan melantur, siapa yang kau maksudkan dengan iblis wanita itu ? kau harus tahu bahwa Ing-Tah-Su-Hud empat Buddha dari kuil Ing-Tah-Sie adalah sahabat karib loohu, sedangkan Peng-Siong-sim adalah saudara angkat loohu, aku memahami bagaimanakah keampuhan yang mereka miliki. Oleh sebab itu meski kau telah meninggalkan tulisan di dalam kuil yang mengatakan bahwa mereka semua mati ditangan kalian berdua, loohu masih belum mau percaya !".

   "Apa !?"

   Teriak Kian Hoo dengan wajah tertegun "Bukankah tulisan yang cayhe tinggalkan itu sudah mengatakan sangat jelas sekali, orang yang membinasakan manusia ini adalah..."

   "Adalah Liem Kian Hoo yang dibantu oleh Ong Bwee Chi, bukankah begitu ?". Tukas sikakek tua itu sambil tertawa dingin.

   "Dengan andalkan, kemampuan yang kalian miliki sekarang, dapatkah kelima orang tokoh sakti modar ditangan kalian semua ? Hmmm ! sungguh merupakan suatu lelucon yang bisa mentertawakan banyak orang".

   "Omong kosong ! kapan aku pernah berkata demikian !"

   Teriak Kian Hoo penuh kegusaran. Sikakek tua itu melirik sekejap ke arahnya kemudian tertawa dingin.

   "Keparat cilik, setelah kau mempunyai kejantanan untuk mengakui perbuatan-perbuaran keji itu adalah hasil karyamu, mengapa sekarang kau tak punya keberanian untuk mengakui secara terbuka ! Liuw Boe Hwie bisa mendapatkan murid macam dirimu, sungguh cukup membanggakan dirinya !". Mula-mula Liem Kian Hoo sudah dibikin gusar oleh perkataannya, namun setelah nama gurunya si Rasul seruling Liuw Boe Hwie diungkap, teringat pula kata kata sikakek tua itu yang menga takan bahwa dia adalah ahli waris dari sahabat karibnya, sadarlah sianak mudi itu sebenarnya siapakah orang tua ini.

   "KAKEK, engkau pastilah Dewa tambur Lui Thian Cun cianpwee!"

   "Apakah Liu Boe Wi pernah menyinggung soal namaku?"

   Tanya kakek itu dengannya wajah yang jauh lebih ramah. Tanpa sadar seraya meraba seruling emas yang berada disakunya, Kian Hoo berseru dengan penuh kegembiraan.

   "Guruku selalu menganggap cianpwee sebagai sahabat karibnya, cuma sayang selama ini belum ada kesempatan untuk saling berjumpa muka."

   Lui Thian Cun menghela napas panjang.

   "Aaa...! aku dengar tangannya telah cacad sebelah hingga tak dapat meniup seruling lagi, sungguh sayang permainan tambur langit ku kecuali hanya bisa berhadapan dengan Im It toosu perempuan itu, tiada tandingan lainnya lagi yang dapat beradu irama dengan aku."

   Mendengar keluhan tersebut, debngan cepat Kiand Hoo cabut keluaar seruling emabsnya, sambil diangkat keatas katanya.

   "Kendatipun guruku sudah tak dapat bermain seruling lagi, akan tetapi kepandaiannya didalam permainan seruling tidak punah dengan begitu saja, berkat kepercayaan dari suhu, beliau telah wariskan segenap kepandaian serulingnya kepadaku."

   Lui Thian Cun agak terkejut setelah mendengar ucapan tersebut, akhirnya dengan mata melotot dia berkata.

   "Untuk mendapatkan sedikit nama besar dalam kolong langit, Liu Bu wi harus mendalami dan meyakini ilmu serulingnya selama puluhan tahun lamanya, bocah cilik! baru beberapa tahun engkau belajar ilmu seruling??"

   Liem Kian Hoo tertawa ringan.

   "Meskipun aku belum lama belajar ilmu, dan aku tak berani tekebur dengan mengatakan sudah menguasahinya dengan sempurna akan tetapi secara paksa dapat kukatakan bahwa aku mengenali semua pelajaran yang telah diberikan kepadaku, akupun telah bersedia untuk memenuhi harapan suhuku dengan melakukan pertarungan melawan tambur langit dari cianpwee"

   "Haaah... haaah... haaah... bocah cilik, engkau jangan mimpi disiang hari bolong?!"

   Seru Lui Thian Cun sambil tertawa ter bahak2.

   "kalau tambur langit dibunyikan maka air sungai akan bergolak, bukit dan batu akan berguguran, apa engkau kira tambur langitku boleh digunakan secara sembarangan???"

   "Lalu kapankah cianpwee baru bersedia untuk mainkan tambur langitmu itu..."

   "Kecuali kalau aku bertemu dengan Im It atau lengan Liu Bu Wi yang kutung tiba2 telah tersambung kembali."

   Jawab Lui Lhian Cun sambil tertawa angkuh. Mendengar ucapan yang amat tekebur itu, Liem Kian Hoo tertawa riang, dengan wajah yang tetap tenang ia menjawab.

   "Kalau begitu, rupanya hari ini aku memang tak berjodoh untuk menikmati suara pukulan tambur dari cianpwee, karena aku menyadari bahwa kesempurnaan dalam permainan seruling masih selisih jauh kalau dibandingkan dengan guruku, tentu saja aku tak berani untuk menantang cianpwee berduel Irama, bila clanpwee tidak keberatan bagaimana kalau sekarang kumainkan irama seruling seperti apa yang diajukan oleh guruku, sedang cianpwee memberi petunjuk dari samping???"

   "Ooobo....! tentu bodleh boleh saja!a"

   
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sahut Lui Thiban Cun sambil mengelus jenggotnya dan tertawa.

   Sambil tersenyum Kian Hoo loncat turun dari kudanya kemudian berjalan menuju ke sebuah batu bulat ditepi selokan, seruling-nya dicabut keluar kemudian pusatkan pikirannya sambil menengadah memandang awan diangkasa.

   Lui Thun Cun sendiri bersandar diatas dahan pohon dengan sikap acuh tak acuh, seakan-akan ia tak perduli sebelah matapun terhadap perbuatan sianak muda itu menanti Kian Hoo sudah menunjukkan sikap serius, hatinya baru agak bergerak, segera serunya.

   "Bocah cilik. engkau dapat bersikap hingga dalam keadaan lupa akan segala-galanya, hal ini menunjukkan bahwa engkau memang dapat di andalkan.!"

   Kian Hoo sama sekali tidak menggubris, bibirnya bergerak meniup serulingnya dan meluncurkan irama seruling yang terputus-putus melonjak ke tengah udara.

   "Tuut... tutt...tuuut..."

   Ketika bibirnya meniup seruling itu untuk ketiga kalinya, se akan2 tertusuk oleh jarum yang tajam tiba2 Lui Thian Cun loncat turun dari atas pohon, dengan wajah berubah hebat teriaknya keras2.

   "Berhenti ! berhenti ! berhenti ! bocah cilik, engkau pelajari irama seruling tersebut darimana ?"

   "Irama tersebut merupakan not pembukaan dari irama pembingung sukma dari guruku, irama ini memiliki perubahan yang amat banyak suhuku telah berpesan andaikata bukan berjumpa dengan cianpwe atau dewi Seruling In lt maka irama maut itu tidak di-perkenankan ditiup secara sembarangan !"

   Mendengar perkataan itu Lui Thian Cun segera menghela napas panjang.

   "Aaaai ! Liu Bu Wi memang tidak malu disebut malaikat seruling, engkau bocah cilik memang pantas untuk berduel irama dengan tambur langitku...!"

   "Terima kasih atas penghargaan dari cianpwee!"

   Ong Bwee Ci yang berada disamping sambil mencibirkan bibirnya segera menyindir "Huuuh... mengejek lebih dulu kemudian menghormat kakek tua, engkau memang pandai berlagak..."

   Merah padam selrembar wajah Luit Thian Cun sakiqng jengahnya, ira segera bersuit nyaring keatas bukit seakanakan sedang memberi tanda kepada orang berada diatas bukit untuk menyiapkan tambur langitnya, kemudian dengan wajah serius ia segera berkata terhadap gadis she Ong tersebut.

   "Bocah perempuan, apa yang kau pahami? tambur merupakan alat musik yang paling susah memainkan irama not, lagipula benda tersebut merupakan sejenis alat musik yang mengandung kekuasaan besar, dalam setiap perubahan irama terseliplah kekuatan untuk memimpin, oleh sebab itulah aku tidak bersedia untuk adu kepandaian dengan sembarangan orang, jika aku mainkan tambur nanti kuanjurkan kepadamu lebih baik menyingkirlah jauh2!"

   "Kenapa?? apakah aku tak boleh ikut mendengarkan?"

   Seru Ong Bwee Ci dengan mata melotot. Lui Thian Cun tertawa dingin tiada hentinya, sementara mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa. Liem Kian Hoo sendiri sambil tersenyum segera berkata.

   "Nona Ong, lebih baik ikutilah nasehat dari Liu locianpwee, karena Lui cianpwee tersohor sebagai Raja tambur, jika tambur langitnya diperdengarkan maka irama yang terpancar sudah pasti amat dahsyat dan luar biasa sekali perubahan iramapun tidak sebanyak perubahan irama serulingku yang dapat dipancarkan sesuai dengan perasaan hati. bila engkau berada disekitar tempat ini, aku kuatir isi perutmu akan tergetar sehingga menderita Iuka."

   "Bocah cilik, engkau tak usah takebur"

   Teriak Lui Thian Cun sambil mendengus dingin, merah padam wajahnya.

   "aku mengakui bahwa ilmu tambur memang susah dikendalikan sehingga semua kekuatan itu hanya khusus ditujukan kepada kau seorang, tetapi setelah kau dengarkan permainanku nanti, dengan cepat engkau akan mengetahui apakah permainan tamburku itu berirama tunggal atau beraneka ragam!"

   "Cianpwce tak usah gusar, aku sama sekali tiada bermaksud pandang rendah diri cianpwee, apa yang kuucapkan tidak lain meninjau dari kenyataan."

   Lui Thian Cun mendengus gusar, sedangkan Ong Bwee Ci dapat merasakan seriusnya persoalan dan kerdipan mata sianak muda itu tanpa membantah ia segera tuntun dua ekor kuda tersebut dan pergi menjauhi dari tempat kejadian.

   Beberapa saat kemudian, dari atas bukit muncullah seseorang sambil membopong sebuah tambur besar yang menyerupai sebuah meja bulat, pada ketiaknya masing2 mengempit sebuah kursi menjepit untuk tambur serta sepasang alat untuk pemukul tambur yang besarnya seperti lengan manusia.

   Gerakan tubuh orang itu sangat cepat dan jelas mempunyai dasar ilmu silat yang lumayan, setibanya dihadapi mereka ia turunkan tambur besar itu keatas tanah.

   Pada waktu itulah Kian Hoo baru kenali orang itu sebagai satu2nya pemuda yang berhasil meloloskan diri dalam keadaan selamat dari kuil in Tan si, dan sekarang telah diketahui namanya sebagai Peng To! Dengan sorot mata memancarkan cahaya ber-api2 yang mengandung perasaan benci dan dendam, Peng To melotot sekejap kearah Kian Hoo tanpa berkedip, kemudian dengan penuh emosi serunya.

   "Empek Lui, engkau telah menyanggupi permintaan keponakan untuk belaskan dendam sakit hatiku!"

   Sambil memasang alat tamburnya pada posisi yang menguntungkan, Lui Thian Cu gelengkan kepalanya berulangkali, kemudian berkata.

   "Tidak ! dahulu aku tidak percaya kalau dia memiliki kemampuan sebesar itu dan sekarang aku percaya bahwa ia memang memiliki kemampuan yang luar biasa, akan tetapi aku tidak percaya kalau ia dapat melakukan pembantaian secara demikian kejinya karena dari keberhasilannya menguasahi ilmu seruling aku dapat menduga sampai dimanakah kesempurnaan tenaga dalam yang berhasil dikuasahi olehnya, dan manusia dengan kesempurnaan tenaga dalam seperti itu tak mungkin bisa melakukan pembunuhan sedemikian brutalnya..."

   "Bukti sudah ada dan lagi Siaubwtit pun menyakdsikan dengan maati kepala sendibri semua perbuatannya itu."

   Seru Peng To dengan gelisah.

   "Omong kosong !"

   Bentak Kian Hoo teramat gusar, ketika beberapa orang itu menemui ajalnya engkau masih berada dalam keadaan tak sadarkan diri..."

   Peng To menggertak gigi menahan kegusaran yang berkobar dalam dadanya, lalu berseru.

   "Sedikitpun tidak salah ! tetapi mereka semua mati diujung ruyung berlubang emas yang berhasil kau rampas dari tangan Thiam sim taysu, engkau tak usah menyangkal lagi. disanapun masih tertinggal tulisan darah sebagai tanda bukti !"

   Mendengar soal tulisan berdarah Kian Hoo segera menyadari bahwa dbalik peristiwa itu pasti masih terselip hal 2 yang lain, namun sebelum ia sempat berkata Lui Thian Cun dengan tidak sabaran lelah berteriak keras.

   "Peng To, engkau tak usah banyak bicara, tujuanmu toh suruh aku pertunjukkan tambur langit dan aku telah mengabulkan permintaanmu itu, perduli perbuatanku ini untuk balaskan dendam sakit hatimu atau tidak, sepantasnya kalau engkau merasa puas ! ayoh cepat enyah dari sini dan puIang keatas bukit."

   Peng To sangsi sejenak, kemudian dengan nada tergagap serunya kembali.

   "Paman guru dari In tah su hud empat budha dari kuil In tah-si yang bernama Siu Ciu sangjin telah datang, dia orang tua bermaksud untuk membinasakan bandit keji itu, kau..."

   "Enyah dari sini !"

   Hardik Lui Thian Cun dengan mata melolot.

   "Aku tak sudi berjumpa dengan hweesio tua itu, aku masih mendongkol kepadanya karena permainan catur tempo hari kalau ia mau membalas dendam turuti tunggu saja sampai kuselesaikan dulu pertarungan ini !"

   Dengan membawa rasa dendam dan benci yang semakin hebat. Peng To putar badan dan kembali keatas bukit. Sementara itu Lui Thian Cun telah mempersiapkan tambur langitnya, sambil menggesekkan sepasang alat pemukulnya yang besar sembari berkata.

   "Bocah cilik, sekalipun engkau berhasil meloloskan diri dari tujuh pukulan tambur langitku, aku harap engkaupun suka berhati-hati! Sebab Siu Ciu sangjin bukanlah manusia yang gampang dilayani, aku percaya engkau tbidak membunuh mdanusia, akan teatapi kesulitan byang kau temui kali ini luar biasa besarnya, beberapa orang tokoh silat lihai yang ada di kota Lok-yang telang kau pancing datang semua, meskipun beberapa orang itu tidak mencampuri urusan persilatan akan tetapi ilmu silat yang dimilikinya cukup tangguh..."

   "Terima kasih atas perhatian dari cianpwee!"

   Kata Kian Hoo sambil tertawa.

   "dan peristiwa pembunuhan yang terjadi kali ini, aku telah mengalami fitnahan keji dari orang lain, begitu sempurna rencana yang disusun orang itu membuat aku merasa sulit untuk mencuci diri dari peristiwa tersebut, yah apa boleh buat.,.? terpaksa aku harus hadapi semua kejadian yang bakal menimpa diriku."

   Lui Thian Cun membenturkan sepasang alat pemukulnya hingga menimbulkan percikan bola api, kemudian dengan dahi berkerut serunya.

   "Tentang persoalan itu aku tak mau tahu, pokoknya yang lebih penting bagiku pada saat isi adalah duel antara seruling melawan tambur, dibalik pertarungan ini sama sekali tidak terselip maksud untuk tujuan apa pun."

   "Kalau memang begitu, kuucapkan banyak terima kasih lebih dahulu atas kemurahan hati cianpwee."

   "Tuuung...!"

   Lui Thian Cun menjatuhkan alat pemukulnya diatas tambur hingga menimbulkan suara getaran yang keras, bumi bergoncang dan air selokan berhamburan ke-atas pantai...

   Liem Kian Hoo yang menyaksikan kejadian itu air mukanya segera berubah hebat, dengan dahi berkerut katanya.

   "Dentuman suara tambur cianpwee terlalu kuat, sedang tempat ini merupakan jalan raya umum, andaikata ada orang yang melewati tempat ini aku rasa agak kurang leluasa.!"

   "Haaaa.... haaah... haaah.. bocah tolol kau tak usah kuatir!"

   Sahut Lui Thian Cun sambil tertawa terbahak.

   "Peng To telah mengatur semuanya bagi kita, ini hari hanya kita berdua saja yang berada diatas jalan raya ini!"

   Sekarang Kian Hoo baru mengerti apa sebabnya jalan raya disekitar sana luar biasa sepinya, ternyata sebelum itu telah diatur oleh mereka secara rapi. Terdengar Lui Thian Cun tertawa terbahak-bahak kembali, kemudian berseru.

   "Keinginan yangr terbesar bagiktu selama hidup qadalah menghadarpi Malaikat seruling serta dewi'seruIing dengar tambur sakti penggetar langitku ini, In lt tookoh itu sukar di cari, Liu Bu wi sudah kehilangan lengannya hanya engkaulah ahli warisnya yang tidak membuat aku jadi kecewa, Nah! bersiaplah..."

   "Tuuuung,..! Tuuunp,.! Tuuung..."

   Kentongan tambur bergeletar kian lama kian bertambah keras, sekarang bukan saja bumi bergoncang bahkan air dalam selokan pun berombak keras dan membumbung keangkasa, membuat Kian Hoo tergetar hatinya.

   Ia tahu bahwa irama tambur yang dilihatnya sekarang jauh lebih susah dimainkan daripada permainan khiem bersenar tujuh yang pernah dihadapi gurunya tempo hari sewaktu ada dijembatan kutung kota Yany liu.

   hawa murninya buru2 dihimpun menjadi satu serulingnya ditiup memancarkan irama tinggi melengking kemudian dengan pusatkan pikirannya dia mainkan irama pembetot sukma.

   Irama tambur berat dan kasar sebaliknya irama seruling enteng tapi merdu, dua macam suara yang berbeda ternyata dapat diperpadukan oleh dua orang tokoh maha sakti itu hingga bercampur baur menjadi satu.

   Tatkala irama tambur membawakan irama bernada membunuh yang berkobar se-olah2 akan merontokkan seluruh permukaan bumi.

   irama seruling segera mainkan nada lugu yang timbul bagaikan segulung angin musim semi yang sejuk, seakan2 belaian tangan yang halus membuat angkara murka jadi reda dan bumi pun berubah jadi tenang kembali.

   Ketika pasir dengan disertai gulungan ombak yang kencang, bagaikan terkena sihir menerjang keatas tepian, tiba2 seakan-akan terbendung oleh sebuah bendungan raksasa.

   gulungan ombak itu membuyar kembali kedalam sungai dan berubah jadi tenang kembali.

   Beberapa batang pohon ditepi selokan bergoncang keras bagaikan terhembus angin puyuh, daun dan ranting berguguran keatas tanah, kulit pohon tersayat dan berhamburan dimana-mana, dari dalam batang pohon bagaikan tersembunyi segulung kekuatan yang hendak meledak.

   Tetapi dengan cepatnya kesemuanya itu berubah jadi tenang kembali...

   Sampai akhirnya, irama tambur maupun irama seruling sama2 mencapai pada titik yang tertinggi...

   -oo0dw0oo-

   Jilid 15 BAGAIKAN didalam lapisan baja yang tersulut petasan, segulung kekuatan maha besar yang sukar dilukiskan dengan kata2 berusaha keras memancar keluar melalui titik yang paling lemah, tapi lingkungan disana terlalu ketat membuat tenaga dalam lingkaran itu kian lama kian membesar dan tinggal menunggu saat meledaknya.

   Jika terjadi ledakan maka Kian Hoo lah yang kalah, sebaliknya kalau tidak meledak maka Lui Thian Cun lah yang kalah.

   Pada akhirnya salah satu diantara dua orang itu bakal menderita kekalahan, tapi siapakah yang bakal kalah?? Lui Thian Cun yang berada dipihak penyerang menunjukkan sikap yang paling serius dan paling tegang diatas wajahnya, ia berdiri kaku bagaikan patung arca di belakang tamburnya, hanya sepasang tangan masih bergetar terus memainkan irama2 tambur yang memekikkan teIinga.

   Sebaliknya Kian Hoo yang berada dipihak bertahan kini menunjukkan sikap menyerang, keringat sebesar kacang kedelai mengucur-keluar tiada hentinya membasahi seluruh tubuh dan pakaian.

   sepasang tangannya memegang seruling itu erat2, ke sepuluh jarinya me-nari2 diantara lobang seruling mengikuti irama lagu yang terpancar keluar, bibirnya yang merah menggeletar terus tiada hentinya.

   Pertarungan berlangsung hampir setengah jam lamanya, namun waktu singkat itu bagi pandangan Ong Bwee Ci bagaikan beberapa ratus tahun lamanya, sekarang ia baru meresapi betapa besarnya pengaruh irama lagu bagi kehidupan manusia.

   Mula pertama ia hanya mengundurkan diri sejauh satu li saja, tetapi ketika irama tambur itu mulai bergeletar, gadis itu tak mampu menahan gelombang tekanan yang maha besar hingga tanpa sadar kakinya mundur terus kebelakang hingga akhirnya tiba di tempat sekarang ini, jantungnya berdebar keras dan mukanya berubah jadi pucat, andaikata irama seruling tidak segera membaurkan diri dibalik irama tambur itu, mungkin tubuhnya sudah mundur beberapa li lebih jauh.

   Dua ekor kuda yang dituntunnya telah roboh terkapar diatas tanah dengan mulut ternganga lebar, daya tekanan yang besar menghancurkan isi perutnya membuat binatang itu mengerang kesakitan dan berkelejet mendekati maut.

   Irama tambur kian lama kian bertambah cepat sedang irama seruling makin lama makin lemah, dalam hati kecilnya ia segera terkejut.

   "Oooh...! saudara Liem... bertahanlah terus, jangan sampai dikalahkan oleh tua bangka itu.."

   Dilain pihak Pong To yang berada diatas bukit berdiri disamping seorang padri yang sudah lanjut usia, mukanya penuh emosi dan rasa kuatir, teriaknya berulang kali.

   "Empek Lui! ayoh perkeras seranganmu... hancur lebur bandit jahanam itu, jangan biarkan dia tetap hidup dikolong langit..."

   Sedangkan padri tua itu dengan tenang berdiri tegak ditempat semula, mukanya serius dan-tubuhnya kaku bagaikan patung arca. terhadap seruan dari Peng To itu tidak mengambil perduli, lama sekali baru ujar-nya.

   "Pemuda itu benar2 berbakat sekali, usianya masih begitu muda, akan tetapi ia sudah mampu mencampurkan doa pembetot sukma kedalam irama serulingnya, bahkan bertahan sekian lama dari serangan Lui lo-toapun tidak menunjukkan tanda2 menderita kalah, sungguh luar biasa... sungguh luar biasa...."

   Peng To jadi semakin gelisah setelah mendengar padri itu memuji kehebatan Kian Hoo serunya dengan cepat.

   "Lo-siansu, jangan lupa kalau dia adalah seorang jahanam yang berhati kejam, lima lembar jiwa manusia di kuil Ing-tahsi..."

   "Aku tahu,"

   Tukas hweesio tua itu cepat.

   "aku hanya tak menyangka kalau seorang manusia dengan bakat yang begitu luar biasa dapat melakukan pekerjaan seperti ini, mungkin kalianlah yang mendesak dirinya hingga terpaksa harus berbuat begitu!"

   "Lo-siansu, apa maksudmu mengucapkan kata2 seperti itu, apakah engkau tidak melihat perbuatan-perbuatan keji yang telah dilakukan olehnya?"

   "Maksudmu perbuatannya terhadap gadis she Bwee itu??"

   Kata sang padri dengan wajah agak bergerak.

   "Aaaai..! kalian toh tidak kenal dengan gadis itu, kenapa baru saja bertemu satu kali lantas mempercayai perkataannya? apakah hal ini disebabkan paras mukanya yang cantik? engkau harus tahu seringkali paras muka yang cantik merupakan sumber dari kemaksiatan dan kekejian, Aaaai.. Thian Sim beberapa orang itu memang keterlaluan, usia sudah begitu lanjut akan tetapi tak mampu untuk mengekang diri sendiri."

   Perkataan itu sama sekali berbeda diluar dugaan Peng To, dengan cemas bercampur mendongkol kembali serunya.

   "Lo siansu setelah engkau bertemu dengan nona Bwee maka engkau tak tahan pasti akan membantu dirinya, sayang sekali ia telah..."

   "Selama hidup aku paling tidak percaya dengan kaum wanita."

   Seru sang padri dengan mata melotot. Sementara Peng To masih ingin mengucapkan sesuatu, tiba2 wajahnya berubah, lalu segera serunya.

   "Eh... Nona Bwee berada disitu! kenapa diapun datang kesana?", Dari tengah bukit muncullah sesosok bayangan putih, dengan langkah yang halus-dan lembut dia berjalan menuju kejalan tempat pertarungan, sementara pertarungan antara irama tambur dan seruling telah mencapai di puncaknya...

   "Aduh celaka!"

   Tiba2 padri tua itu berseru.

   "Lui lotoa akan mengeluarkan ilmu simpanannya, bila perempuan itu melanjutkan perjalanannya kedepan, dia pasti akan menemui ajalnya secara sia2!"

   Bayangan putih itu agaknya tak kuat menahan gempuran irama seruling dan tambur itu sambil merangkak di atas tanah dengan penuh penderitaan ia sedang bergerak selangkah demi selangkah dengan susah payah. Peng To jadi amat gelisah, buru-buru serunya.

   "Lo siansu, mau apa dia pergi kesana? engkau harus mencari akal untuk selamatkan jiwanya!"

   "Tidak bisa !"

   Jawab padri tua itu sambil menggeleng.

   "Lui lo-toa sedang berada pada puncaknya, kalau aku berbuat demikian mungkin akan menimbulkan kesalah pahaman atas diriku, banyak tahun berselang karena permainan catur, hingga kini ia masih mendongkol terhadap diriku."

   Peng To tak dapat menahan diri lagi dan segera menerjang turun kebawah bukit, tetapi sebelum berhasil mencapai sisi tubuh gadis itu, ia sudah terpengaruh oleh getaran irama tambur yang luar biasa itu hingga roboh terjungkal keatas tanah dan berguling ke bawah bukit.

   Padri tua itu menghela napas panjang, dari pinggangnya ia ambil keluar sebuah genta kecil kemudian disentilnya genta itu beberapa kali hingga berbunyi nyaring.

   Irama tambur berhenti menggeletak irama serulingpun berhenti berdendang...

   oooooOooooo Bab 10

   "TING. ! ting...!"

   Bunyi genta mendengung tiada hentinya, suara yang lembut penuh kewelasan se akan2 mengandung daya pengaruh yang amat besar membuat angkara murka yang terpancar dari irama tambur serta rayuan maut dari irama seruling tersapu lenyap hingga tak berbekas.

   Lui Thian Cun menghentikan serangannya ambil menghela napas panjang keluhnya.

   "Aaai..! hweesio tua yang banyak urusan, engkau telah men cabik2 harapanku kalau tidak dibawah serangan maut tamburku niscaya seruling dari bocah itu bakal retak dan kalah.."

   Perlahan-lahan Kian Hoo menurunkan pula serulingnya dengan ujung lidah membasahi bibirnya yang kering ia merasa amis dan pedih karena bibirnya telah terluka, namun dengan keras kepala serunya.

   "Cianpwe tak usah berpikir seenak itu, irama serulingku masih ada tujuh bait yang belum kumainkan, jikalau semua bait lagu itu kumainkan mungkin tamburmu sudah jebol dan sejak kini tak dapat dipergunakan lagi..."

   Lui Thian Cun merasa amat gusar mendengar perkataan itu, sambil mengangkat alat pemukul tamburnya ia berteriak keras.

   "Bocah cilik! engkau masih berani bicara besar? aku paling tidak percaya dengan segala permainan setan, ayoh kita coba lagi."

   Liem Kian Hoo sedikitpun tidak merasa gentar, ia siapkan serulingnya kembali, kedua belah pihak bersiap-siap untuk meneruskan duel irama itu.

   Akan tetapi dengungan irama genta masih berkumandang tiada hentinya, suara dengungan tersebut menyerang hati mereka membuat konsentrasi kedua orang itu buyar sama sekali.

   Akhirnya dengan mendongkol Lui Thian Cun turunkan kembali alat pemukulnya, lalu dengan gusar memaki.

   "Hweesio tua sialan, rupanya pertarungan antara seruling dan tambur yang sedang berlangsung pada hari ini tak dapat diselesaikan....!"

   Liem Kiao Hoo menghembuskan napas panjang, ia segera berseru.

   "Dilain hari dan lain kesempatan, apabila cianpwee punya kegembiraan, setiap saat boanpwee bersedia untuk melayani pertaruhan ini!"

   Pedang Bunga Bwee Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sementara mereka masih ber cakap2, bayangan tubuh Bwee Hoa yang ramping telah muncul didepan mata mereka berdua, Lui Thian Cun segera berseru lirih sedangkan Kian Hoo dengan gusar segera membentak.

   "Siluman perempuan, engkau datang lagi kesini? kali ini permainan setan apa yang hendak kau lakukan lagi??"

   "Oooh...! berbuatlah kebaikan."

   Seru Bwee Hoa dengan wajah yang patut dikasihani, karena aku seorang, entah berapa banyak jiwa manusia yang telah jatuh korban, aku tak ingin engkau bunuh orang lagi karena aku, karena itu aku secara sukarela menyerahkan diri kehadapanmu, aku bersedia dijatuhi hukuman apapun, aku hanya berharap agar engkau jangan membunuh orang lagi...."

   "Omong kosong!"

   Bentak Kian Hoo dengan gusar.

   "orangorang itu semua toh mati ditanganmu..

   "

   Bwe Hoa menumbukkan kepalanya bdiatas dada pemduda itu, sambila menangis tersebdu-sedu teriaknya.

   "Selembar jiwaku telah kuserahkan kepadamu , terserah apa yang hendak kau lakukan terhadap diriku!"

   Liem Kian Hoo betul2 tak kuat menahan diri, telapaknya diayun menghajar batok kepala gadis itu, ternyata Bwee Hoa sama sekali tidak berkelit, ia cuma menengadah sambil memandang kearah lawannya dengan air mata bercucuran.

   Paras mukanya yang begitu mengenaskan dan penuh permintaan belas kasihan, membuat Kian Hoo tak tega untuk turun tangan lagi pula diapun tahu sekalipun serangan tersebut dilancarkan belum tentu berhasil melukai lawannya, karena itu dia hanya mendorong bahunya saja kebelakang.

   Pada saat ini keadaan Bwee Hoa begitu lemah tak bertenaga, sehingga ketika didorong kebelakang tubuhnya segera roboh keatas tanah, sambil duduk dibawah gadis itu menangis tersedu-sedu dengan sedihnya.

   Kian Hoo amat mendongkol dengan mata melotot teriaknya keras2.

   "Sebenarnya permainan setan apa yang sedang kau lakukan??"

   "Aku hanya mengharapkan kematian yang sempurna! janganlah menyiksa diriku terus menerus..."

   Liem Kian Hoo tak dapat menguasahi emosinya lagi, ia tendang ulu hati gadis itu membuat Bwee Hoa menjerit kesakitan dan tubuhnya segera mencelat kebelakang.

   Tapi sebelum sempat terbanting keatas tanah, tubuh gadis itu sudah disambar oleh seseorang.

   Kian Hoo berpaling, ketika mengetahui bahwa orang itu bukan lain adalah Peng To, ia menghela napas panjang pemuda itu sadar bahwa kesalah pahaman yang terjadi pada hari ini sukar dilerai lagi.

   Terdengarlah Lui Thian Cun melototkan matanya bulat2 dan membentak keras.

   "Bocah keparat, mula-mula aku masih tidak percaya kalau engkau adalah seorang pembunuh, tapi sekarang setelah kulihat tingkah lakumu membuat aku jadi percaya bahwa engkau mampu melakukan pembunuhan tersebut... keparat, cabut keluar pedangmu ! kecuali irama tambur aku masih mempunyai kepandaian laibn untuk mencabudt jiwamu !"

   Lieam Kian Hoo menybadari bahwa sepasang alat pemukul tambur itu masih dapat dipergunakan sebagai alat senjata, terutama sekali dari posisinya untuk menyera ikan tetapi pemuda itu sama sekali tiada maksud melawan, sambil menghela napas panjang katanya.

   "Cianpwee, lebih baik kita berduel dilain waktu dan kesempatan saja...!"

   "Kentut busuk."

   Maki Lui Thian Cun dengan gusar "manusia laknat semacam engkau tak boleh dibiarkan hidup sampai besok pagi!"

   "Seandainya kematianku dapat membuat kalian memahami akan duduknya perkara, aku bersedia untuk mengorbankan selembar jiwaku ini "kata Kian Hoo dengan sedih.

   "justru yang kutakuti bukan saja kalian tak mampu untuk membinasakan diriku, sebaliknya malahan mengorbankan selembar jiwa dengan percuma, dengan begitu hutang darah kalianpun akan tergantung kembali diatas langit"

   "Keparat busuk, tutup bacot anjing yang bau itu, ayoh cepat loloskan pedangmu untuk menerima kematian!"

   Kian Hoo hanya melirik sekejap kearah nya dengan pandangan dingin, ia sama sekali tidak memberi komentar apa2, Lui Thian Cun yang sedang naik pitam segera mempersiapkan diri untuk menerjang maju kedepan.

   "Omintohud !"

   Tiba2 dari atas bukit berkumandang suara pujian kepada sang Buddha yang amat nyaring.

   "Lui-sicu, harap tunggu sebentar, dengarkan dahulu beberapa patah kataku !"

   Meskipun suaranya mendatar dan tenang namun mengandung kewibawaan yang luar biasa. Lui Thian Cun segera menghentikan tubuhnya dan tahu2 Siu Ciu sangjin telah menghadang diantara kedua orang jago itu.

   "Hweesio tua !"

   Bentak Lui Thian Cun dengan marah.

   "kenapa sih engkau begitu suka mencampuri urusan orang lain! pertarungan kami tadi telah buyar karena gangguanmu, sekarang engkau datang lagi untuk mengacau, ketahuilah bahwa beberapa orang hweesio yang jatuh korban dikuil Ingtah- si semuanya adalah keponakan muridmu..."

   "Omitohud! aku sudah mengetahui akan persoalan ini, dan lagi akupun memahami ilmu paras muka, meskipun Liem sicu masih muda dan berdarah panas akan tetapi wajahnya terang dan gagah, ia tidakr mirip dengan steorang manusia qlaknat yang berrhati kejam."

   Peng To menurunkan tubuh Bwe Hoa ke atas tanah, kemudian buru2 serunya.

   "Lo siansu, lalu bagaimana kematian dari ayahku serta keempat orang taysu lainnya???"

   "Aaai.! persoalan inilah yang akan kubikin terang!-..."

   Dari nada ucapan tersebut Kian Hoo tahu bahwa hweesio tua itu mempunyai asal-usul yang besar, buru2 ia maju memberi hormat sambil berkata.

   "Lo hoatsu, harap periksa persoalan ini hingga jelas..."

   Belum habis ia berkata, tiba2 Bwee Hoa maju menghampiri kedepan dan berkata.

   "Lo suhu tak usah bertanya kepadaku, Coba katakan apakah aku mirip seorang pembunuh??"

   Siu Ciu siangjin memeriksa sebentar keadaan gadis itu, kemudian gelengkan kepalanya sambil menjawab.

   "Nona suci bersih dan alis serba halus, tentu saja bukan seorang pembunuh..."

   "Benar!"

   Sambung Bwee Hoa sambil menutup mukanya dan menangis tersedu.

   "Untuk membunuh seekor semutpun aku tak tega, apalagi di suruh membunuh manusia?? tapi bandit itu selalu mengatakan aku sebagai iblis perempuan, menuduh aku telah membunuh manusia...."

   Dalam pada itu Ong Bwee Ci telah berjalan kembali dan berdiri membungkam disisi kalangan, sehabis mendengar perkataan ini Siu Ciu sangjin itu, Kian Hoo menghela napas panjang dengan penuh kekecewan sebaliknya gadis itu dengan rasa mendongkol dia tertawa dingin sambil berseru.

   "Hweesio tua, kalau kudengar perkataanmu mula2 tadi, aku mengira engkau adalah orang2 manusia yang berpandangan tajam. siapa tahu engkau tidak lebih hanya seorang manusia tolol yang punya mata tak berbiji, menyanjung iblis sebagai pou-sat..."

   Siu Ciu sangjin mengerutkan dahinya dan menunjukkan tanda2 marah, dengan suara berat serunya.

   "Nona Ong, meskipun aku adalah seorang beribadah, namun memandang usiamu yang masih muda, aku harap kalau bicara tahulah sedikit sungkan...!"

   "Hmm! sebenarnya aku ingin bicara agak sungkan terhadap dirimu, tetapi aku takut engkau tolol sampai saat ajalmu tiba, hingga tiada keterangan untuk dilaporkan kepada raja akhirat siapakah pembunuhmu maka aku harap engkau suka memeriksa dengan lebih seksama lagi, benarkah Iblis perempuan ini adalah seorang perempuan yang berhati suci bersih?"

   Pikiran Siu Ciu sangjin agak bergerak setelah mendengar perkataan itu, sorot matanya sekali lagi dialihkan ke atas wajah Bwee Hoa dan memperhatikan dengan seksama, dia temukan dibalik kesedihan dan kemurungan tampak biji mata Bwee Hoa ber-gerak2 dengan perasaan tidak tenang.

   Udara segera diliputi suasana yang serba murung dan tenang, akhirnya dengan nada kosong Siu Ciu sangjin berkata kembali.

   "Nona Bwee adalah seorang gadis yang suci bersih dan sedikitpun tidak bernoda"

   Ong Bwee Ci mendengus gusar.

   "Sudahlah, hweesio tua, ilmu memeriksa paras mukamu itu lebih baik digunakan untuk menipu orang dusun yang bodoh saja."

   Jengeknya "Liem toako, mari kita pergi dari sini... semoga saja beberapa orang manusia yang berlagak pintar ini jangan sampai memiliki keinginan untuk menghalangi jalan pergi kita lagi."

   "Kalian berani pergi dari sini"

   Bentak Lui Thian Cun dengan penuh kegusaran.

   Kian Hoo melirik sekejap kearahnya kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun segera putar badan dan berlalu duri sana.

   pemuda itu menyadari apabila urusan berlarut-larut maka perduli siapa yang menang dan siapa yang kalah, akhirnya beberapa orang itu tak akan ada yang lolos dari cengkeraman maut Bwee Hoa.

   Satu-satunya jalan yang terbaik baginya adalah berusaha keras mencuci tangan dari persoalan ini serta sedapat mungkin menghindarkan diri dari tempat kejadian, karena itulah terhadap seruan dari Lui Thian Cun mereka samab sekali tidak admbil perduli.

   Saetelah menerimab tali les dari tangan Ong Bwee Ci, pemuda itu siap loncat naik keatus pelana.

   Tiba-tiba Lui Thian Cun membentak dengan penuh kegusaran.

   "Bocah keparat, kalau kau mau berlalu dari sini, tinggalkan dahulu selembar nyawamu!"

   Sambil putar sepasang alat pemukul tamburnya ia menerjang maju kedepan, serangan dilancarkan dengan cepat dan kuat langsung mengancam belakang punggung pemuda ini.

   Ketika Kian Hoo merasakan datangnya desiran angin tajam mengancam tubuhnya, ia tak berani menyambut dengan, keras lawan keras, terpaksa badannya dibongkokkan kearah depan untuk meloloskan diri.

   "Praang...". alat pemukul tambur yang besar dan berat itu bersarang telak diatas kepala kuda tunggang yang berada di sampingnya hingga batok kepalanya hancur berantakan, bukan saja muncratan darah telah menodai sekujur badan Kian Hoo, bahkan kelejitan kuda itu sebelum ajalnya hampir saja melemparkan tubuh sianak muda itu hingga jatuh terjengkang. Tubuh Ong Bwee Ci sendiripun kena noda oleh darah binatang, sebagai seorang gadis yang suka kebersihan ia tak dapat menahan hawa amarahnya lagi, dengan gusar teriaknya.

   "Tua bangka, dengan maksud baik Liem toako mengampuni selembar jiwamu, namun engkau belum juga tahu diri, bahkan sengaja mencari gara2 terus... Hmm rupanya engkau memang sudah ingin mampus??"

   "Budak bau, diantara deretan nama yang tertinggal dikuil Ing tah si tercantum pula namamu, itu berarti engkaupun turut serta didalam pembunuhan itu, ini hari jangan harap bisa tinggalkan tempat ini dalam keadaan selamat!"

   Teriak Lui Thian Cun dengan gusar. Ong Bwee Ci benar2 tak dapat menguasai hawa amarahnya lagi, dia lepaskan tali les kudanya dan putar badan sambil pasang kuda2, serunya dengan gusar.

   "Ayo maju, nona mu ingin lihat dengan cara apakah engkau hendak menahan kami."

   "Asal engkau mampu untuk melakukan pertarungan sebanyak sepuluh jurus dibawah serangan sepasang alat pemukul tamburku ini, aku akan menghantar dirimu untuk berlalu dari sini!"

   Ong Bwee Ci cabut keluar pedangnya kemudian serunya kepada Kian Hoo.

   "Liem toako, persoalan telah mbuncul di depan dmata, untuk dihaindaripun rasanbya sudah tak mungkin, terpaksa kita harus hadapi semua persoalan itu dengan keraskan kepala... Liem Kian Hoo menghela napas panjang dan membungkam dalam seribu bahasa. Sedangkan Ong Bwee Ci segera putar pedangnya membentuk sekuntum bunga pedang di angkasa, kemudian tubuhnya menerjang maju kedepan, ujung pedangnya mengancam ulu hati Lui Thian Cun, gerakannya tajam dan lincah bagaikan pagutan ular berbisa. Lui Thian Cun bergerak cermat, ia berkelit kesamping untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut, kemudian sepasang alat pemukul tamburnya balik mengirim babatan dan langsung mengancam bahunya. Dari serangan yang datang dengan tenaga begitu, Ong Bwee Ci-tahu bahwa ancaman tersebut susah dihindari, terpaksa sambil menggertak gigi dan mengerahkan segala kemampuan yang dimilikinya ia tangkis datangnya babatan itu dengan keras lawan keras.

   "Truuang....!"

   Ditengah bentrokan nyaring pedang baja ditangan gadis she Ong itu patah jadi dua bagian. Lui Thian Cun segera tertawa terbahak-bahak dan berseru.

   "Haahh... haah... haah... budak ingusan, jangan dikata sepuluh jurus, sekalipun tiga jurus engkau juga tak mampu untuk menghadapinya."

   Sambil berteriak senjatanya sekali lagi dibabat kedepan menyapu kearah pinggang nya.

   Ong Bwee Ci dengan cepat enjotkan badannya loncat ke tengah udara, separuh bagian pedangnya yang kutung membacok kearah batok kepala lawannya dengan suatu gerakan yang nekad.

   Lui Thian Cuo yang sedang menyapu dengan senjatanya kearah samping tak sempat untuk meloloskan diri lagi, terpaksa ia tarik kembali kepalanya kearah bawah.

   "Sret!"

   Rambut beserta kulit kepalanya tersambar rontok oleh bacokan tersebut membuatnya teriak kesakitan bercampur marah. Dengan mata melotot besar dan muka merah padam karena menahan amarah, ia membentak keras.

   "Budak ingusan!r aku bersumpah,t tak akan-hidupq secara berdampringan dengan dirimu"

   Alat pemukul tamburnya disambit kearah depan dengan gerakan yang cepat bagaikan sambaran kilat.

   Ong Bwee Ci sama sekali tak menyangka akan datangnya serangan tersebut, baru saja ia berdiri tegak, tahu2 bayangan senjata lawan sudah berada lima depa dihadapan tubuhnya, kejadian ini membuatnya jadi gugup dan kebingungan hingga lupa menghindarkan diri kearah samping..

   Nampaknya sebentar lagi gadis itu bakal mati diujung senjata lawan, disaat yang paling kritis itulah mendadak sesosok bayangan abu-2 tiba2 berkelebat lewat dan senjata yang sedang meluncur datangpun seketika lenyap tak berbekas dari pandangan...

   Menanti Ong Bwee Ci berhasil menenangkan hatinya yang kaget ia baru melihat jelas bahwa orang yang sudah menyelamatkan jiwanya bukan lain adalah Siu Ciu sangjin, kejadian ini membuat hatinya tertegun.

   Lui Thian Cun sendiripun tak kalah tertegunnya menyaksikan peristiwa itu, teriaknya dengan mata melotot.

   "Kepala gundul, sebenarnya apa maksudmu?"

   Sambil angsurkan kembali alat pemukul tambur itu ketangannya, Siu Ciu sangjin gelengkan kepalanya berulang kali sambil berkata.

   "Lui sicu, harap engkau jangan gusar lebih dahulu, bukannya aku terlalu banyak urusan, aku hanya berharap bahwa urusan bisa dibikin beres sebagai mana mestinya."

   "Kentut busuk !"

   Teriak Lui-Thian Cun dengan gusar, pria dan wanita ini adalah bandit2 berhati keji..."

   "Harap sicu jangan terburu napsu". Ujar Siu Ciu sangjin lagi dengan suara lembut "meskipun ilmu silat yang dimiliki bocah ini sangat lihay, akan tetapi kalau ditinjau dari caranya bergebrak melawan sicu, aku dapat menarik kesimpulan bahwa Peng sicu serta empat orang keponakan muridku, bukan mati ditangan perempuan ini, karena itulah aku rasa peristiwa berdarah tersebut patut diselidiki lebih seksama lagi."

   Tertegun hati Lui Thian Cun mendengar perkataan itu, sedangkan Peng To jadi amat gelisah, buru2 serunya.

   "Lo-siansu, bagaimanakah kematian dari ayahku serta keempat orang taysu itu??"

   "Bukankah tadi sudah kukatakan bahwa mereka mati dibunuh orang itu,"

   Seru Kian Hoo sambil menuding kearah Bwee Hoa.

   "kalau kalian masih juga tak mau percaya aku pun tak dapat berbuat apa2 lagi!"

   "Lo-siansu,"

   Cepat2 Bwee Hoa berseru dengan air mata bercucuran.

   "percayakah taysu bahwa aku dapat membunuh manusia?"

   "Pada saat ini aku tidak akan melakukan dugaan secara sembarangan tetapi aku mempunyai cara untuk menentukan siapa yang melakukan pembunuhan tersebut"

   Kata Siu Ciu Sangjin dengan wajah serius.

   "Lo hoatsu, apakah caramu itu??"

   Tanya Kian Hoo dengan cepat. Siu Ciu sangjin ambil keluar genta kecilnya sambil dipegang ia berkata.

   "Genta emas yang kumiliki ini merupakan benda mustika dari kalangan Buddha asal genta ini kubunyikan tiga kali maka siapa pun tidak akan dapat merahasiakan isi hatinya lagi, dewasa ini ada empat orang yang menemui ajalnya dalam kuil Ing tah-si, sebelum duduknya perkara dibikin jelas maka siapapun tak akan lolos dari kecurigaan karena itu aku berharap agar kalian berempat sama-sama menerima pemeriksaan lewat dentingan genta emas ini.."

   "Apakah aku juga harus diperiksa ?"

   Tanya Peng To. Dengan wajah serius Siu Ciu sangjin mengangguk.

   "Tentu saja!"

   Jawabnya.

   "kecuali kalau engkau adalah pembunuhnya sehingga tidak berani menerima pemeriksaan isi hati !"

   "Apakah maksud ucapanmu itu ?"

   Seru Peng To dengan perasaan hati tak senang "akulah orang pertama yang akan menerima pemeriksaan lebih dahulu..!"

   "Hmm!"

   Lui Thian Cun mendengus dingin "benarkah dentingan genta emasmu itu memiliki daya kekuatan yang begitu besarnya?"

   "Lui sicu, apa salahnya kalau engkau bertanya setelah sicu melakukan pemeriksaan nanti??"

   Lui Thian Cun jadi amat mendonbgkol sehingga mdulutnya membungakam dalam seribbu bahasa. Kian Hoo tak dapat menahan sabar lagi, diapun ikut menimbrung dari samping.

   "Lo-hoatsu, kita akan menerima pemeriksaan satu persatu ataukah secara bersama-sama."

   "Tenaga dalam yang kumiliki terbatas sekali, setiap kali melakukan pemeriksaan hanya bisa memeriksa dua orang belaka, oleh sebab itu siapa diantara kalian yang ingin diperiksa lebih dahulu??"

   "Aku.. dahulu."

   
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Jawab keempat orang itu hampir bersamaan waktunya. Siu Ciu sangjin tertawa.

   "Rupanya kalian berempat sama2 ingin segera mengutarakan isi hatinya masing2, tapi sayang tenaga dalam yang kumiliki terbatas sekali dan hanya mampu untuk memeriksa dua orang belaka, menurut penglihatanku lebih baik nona Bwee dan Peng sicu menerima pemeriksaan lebih dahulu..."

   Kian Hoo berpikir sebentar, kemudian menjawab.

   "Peng heng tak perlu diperiksa lagi, dewasa ini orang yang paling dicurigai adalah aku, sedangkan pembunuh yang sebenarnya adalah perempuan siluman itu, menurut pendapatku lebih baik aku serta perempuan siluman itu saja yang memperoleh pemeriksaan!"

   Peng To hendak mengutarakan penampikan tapi Siu Ciu sangjin sambil tertawa telah berkata.

   "Usul inipun baik juga! harap sicu dan nona Bwee suka tetap berdiam disini, sedangkan lainnya untuk sementara waktu harap mundur sejauh sepuluh tombak dari tempat semuIa, setelah genta berbunyi tiga kali maka kalian akan segera mengetahui hasilnya. Ong Bwee Ci melirik sekejap kearah padri itu dengan pandangan mendalam, kemudian serunya.

   "Aku rasa hasil pemeriksaan ini jauh akan diluar dugaan kalian semua."

   Kian Hoo ingin cepat2 bikin terang duduknya perkara, segera ujarnya dengan lantang.

   "Nona Ong, cepatlah mundur sejauh sepuluh tombak dari sini."

   Ong Bwee Ci tidak membantah, ia mengundurkan diri lebih dahulu dari situ, kemudian disusul oleh Lui Thian Cun serta Peng To yang berlalu dengan wajah kurang percaya, ketika mereka sudah tiba ditempat kejauhan, dari arah belakangpun bergema suara keleningan yang pertama.

   Irama keleningan yang bergema bpada saat ini jdauh berbeda sekaali dengan keadbaan tadi, kali ini irama tersebut mendatangkan perasaan tenang bagi setiap orang, ketika keliningan berbunyi untuk kedua kalinya, dalam hati tiap orang muncullah suaru napsu ..Diam2 Ong Bwce Ci merasa kagum, puji nya didalam hati.

   "Hweesio tua itu benar2 luar biasa sekali, dengan begitu perempuan siluman tersebut tidak akan dapat menyembunyikan rahasia hatinya lagi.... Tunggu punya tunggu, ternyata keleningan ketiga tak kunjung bergema juga, setelah menanti sampai setengah jam lamanya, Lui Thian Cun mulai tak sabar lagi, tiba2 ia putar badan dan berteriak.

   "Hwesio tua, permainan setan apa yang sedang kau lakukan??"

   Sambil berseru ia menghampiri ke-tempat kejadian..tapi apa yang dilihat di tengah kalangan hanya tinggal Siu Ciu sangjin seorang diri, sedangkan Kian Hoo dan Bwee Hoa ternyata sudah lenyap tak berbekas. Buru2 ia menghampiri padri itu, tegurnya.

   "Eeei... hweesio tua, dimana mereka?"

   Siu Ciu sangjin tetap duduk bersila di atas tanah sambil pejamkan matanya, ia sama sekali tak berkutik barang sedikitpun jua, Lui Thian Cun jadi amat gelisah, ia segera dorong tubuh hweesio itu sambil berteriak.

   "Hwesio tua, kenapa engkau.."

   Tubuh Siu Ciu sangjin roboh terkapar diatas tanah, sebatang seruling emas telah menembusi punggungnya sedalam setengah depa.

   Tak usah diperiksa lebih jauh, benda itu bukan Iain adalah milik Liem Kian Hoo.

   Ong Bwee berteriak keras, ia memburu maju kedepan dan cabut keluar seruling, emas itu kemudian bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya ia meluncur keatas bukit.

   Lui Thian Cun segera mengejar dari arah belakang, teriaknya.

   "Bangsat.,.! anjing terkutuk...! sedari tadi sudah kuduga kalau kalian adalah manusia munafik..."

   Tetapi gerakan tubuh Ong Bwee Ci terlalu cepat sekali, dalam beberapa loncatan saja ia sudah tinggalkan musuhnya dibelakang kemudian setelah membelok pada suatu tikungan bayangan tubuhnya telah lenyap dari pandangan.

   Ketika Peng To menyusul kesitu Lui Thian Cun sedang mencak-mencak karena gusar sambil tertawa getir, rpemuda she Pengt itu lantas berqkata.

   "Empek Luri, sekarang sudah percaya bukan akan perkataanku..."

   Lui Thian Cun menggertak giginya kencang-kencang, makinya.

   "Sepasang anjing laki perempuan itu benar-benar terkutuk, biar sampai keujung langitpun akan kucari sampai dapat, mulai sekarang akan kukabarkan keseluruh kolong langit, agar semua jago di persilatan dapat bekerja sama untuk melenyapkan sepasang manusia durjana tersebut." -ooo0ooo- Didalam sebuah hutan yang sepi, Kian Hoo mendusin kembali dari pingsannya, ketika menyaksikan Bwee Hoa berdiri di hadapannya sambil tertawa manis, dengan penuh kegusaran ia segera berteriak.

   "Perempuan siluman, kenapa engkau membawa aku datang kemari??"

   Bwee Hoa cuma tertawa dan tidak menjawab. Kian Hoo semakin naik pitam, dia ayun telapaknya ingin menghadiahkan sebuah tamparan, akan tetapi dia temukan badannya lemas tak bertenaga, hal ini membuat hatinya gelisah sekali.

   "Perempuan siluman !"

   Kembali serunya.

   "permainan setan apakah yang telah kau lakukan terhadap diriku ??"

   "Aku hanya menotok jalan darah lemas-mu belaka"

   Sahut Bwee Hoa sambil tertawa ringan.

   "legakanlah hatimu, paling lama dua jam kemudian kekuatan tubuhmu akan pulih kembali seperti sedia kala."

   Dalam hati Kian Hoo merasa amat gelisah sekali, karena pada saat keleningan kedua bergema tadi tiba2 ia saksikan air muka Bwee Hoa berubah hebat, dia bangkit berdiri. ketika itu dia merasa amat girang dan segera berpikir dalam hati kecilnya.

   "Kali ini engkau pasti akan memperlihatkan wujudmu yang sebenarnya..."

   Siapi tahu belum habis ingatan tersebut berkelebat lewat, tiba2 tubuh Bwee Hoa bagaikan segulung angin telah menyambar datang, disusul batok kepalanya jadi kaku dan kesadarannya lenyap sama sekali, apa yang kemudian terjadi sama sekali tak teringat olehnya..

   Sekarang Bwee Hoa masih berada di hadapannya, kemana perginya orang-orang yang lain?? apakah mereka telah menemui ajalnya semua ditangan iblis perempuan ini?? Rupanya Bwee Hoa dapat menebak suara hatinya, ia segera tertawa ringan dan menjawab.

   "Engkau tak perlu gelisah, kecuali hwesio tua itu, aku tidak mengganggu siapapun juga!"

   "Apa?? engkau telah membinasakah hweesio tua itu??"

   "Sedikitpun tidak salah! kalau membiarkan hweesio tua itu tetap hidup maka akulah yang bakal merasa muak, karena itu kubunuh dirinya sampai mati, kali ini adalah untuk pertama kalinya kubunuh manusia karena merasa harus membunuh manusia, dan merupakan pertama kalinya pula membunuh manusia dikala aku tak ingin membunuh manusia, oleh sebab itu aku merasa amat bersedih hati...."

   "Hmm! setelah membunuh manusia, engkau masih merasa sedih?"

   Ejek Kian Hoo sambil mendengus dingin. Bwee Hoa tertawa getir, jawabnya.

   "Kalau dibicarakan sesungguhnya mungkin engkau tidak percaya. ketika kubunuh hweesio tua itu hatiku benar2 merasa amat sedih. tidak seperti tempo hari ketika membunuh manusia, hatiku selalu diliputi rasa riang gembira.."

   "Membunuh manusia dapat membuat hati mu riang gembira! sebenarnya engkau manusia atau siluman.."

   Teriak Kian Hoo setengah menjerit, hatinya benar2 merasa amat gusar.

   "Aku sendiripun tak tahu"

   Sahut Bwee-Hoa dengan kebingungan dia gelengkan kepalanya berulang kali, pada waktu itu aku hanya ingin melumurkan darah merah diatas tanganku, semakin banyak darah yang berlumuran ditanganku hatiku merasa semakin gembira, tetapi setelah terjadinya peristiwa itu aku telah memikirkannya kembali secara seksama, aku mengetahui bahwa tindakanku itu keliru besar, tetapi aku tak punya cara Iain untuk mengekang serta menguasahi perasaan hatiku itu..."

   Liem Kian Hoo menghela napas pbanjang, ia tahud bahwa apa yanga diucapkan gadibs itu adalah perkataan yang sejujurnya, dikala penyakit gilanya sedang kambuh, seluruh kesadarannya memang punah dan tingkah lakunya susah dikendalikan lagi...

   Terdengar Bwee Hoa berkata lagi dengan sedih.

   "Apakah engkau mempunyai cara Iain untuk membuat aku tak dapat membunuh manusia lagi??"

   "Tidak ada."

   Jawab Kian Hoo sambil gelengkan kepalanya.

   "manusia semacam engkau tak dapat dibiarkan hidup lebih jauh dikolong langit, satu2nya jalan hanyalah kematian.

   "

   Air mata jatuh bercucuran membasahi seluruh wajah Bwee Hoa, dengan sedih tanyanya.

   "Kecuali mati apakah tidak ada cara lain lagi?? seandainya saja mulai hari ini aku tak kan membunuh manusia lagi??"

   "Apakah engkau bisa tidak membunuh manusia lagi??"

   Seru Kian Hoo dengan wajah tertegun.

   "Mungkin bisa,"

   Jawab Bwee Hoa sambil mengangguk.

   "ketika aku berada bersama dirimu, aku tidak ingin membunuh manusia lagi."

   "Omong kosong, ketika berada dikuil Ing ih-si bukankah engkau telah membinasakan lima orang sekaligus dihadapan kami?"

   Teriak Kian Hoo dengan penuh kemarahan.

   "Pada waktu itu mereka akan membinasakan dirimu dalam gelisahnya penyakitku segera kambuh."

   "Heehh heehh-heeeh.. engkau tak usah menyangkal lagi."

   Seru Kian Hoo sambil tertawa dingin.

   "orang-orang itu bisa membunuh aku karena gara2mu dan akhirnya engkau telah membunuh mereka semua serta menimpakan dosanya di atas kepalaku..."

   "Benar, apa yang kuucapkan adalah sungguh-sungguh."

   Teriak Bwee Hoa dengan gelisah, aku sendiri mempunyai perasaan tersebut setelah kuikuti dirimu maka perasaan ingin membunuh orang yang bergolak dalam hatiku tak mampu disalurkan keluar asal engkau bersikap lebih baik terhadap diriku aku percaya di kemudian hari pasti tak akan membunuh orang lagi, aku sendiripun tak tahu apa sebabnya...

   bersediakah engkau membawa serta diriku?"

   Dengan muka serius Kian Hoo gelengkan kepalanya berulang kali.

   "Tidak, sekali pun mulai sekarbang engkau tak dakan membunuh oarang lagi, akanb tetapi noda darah yang telah melekat ditanganmu tak dapat dicuci bersih lagi, siapa telah membunuh manusia dia harus diganjar dengan kematian pula, karena itu engkau pun harus menerima kematian sebagai penebus atas dosa-dosamu itu !"

   "Apakah engkau tak dapat memberi kesempatan lagi kepadaku...?"

   Pinta Bwee Hoa dengan air mata bercucuran.

   "Engkau tidak memiliki hak untuk memperoleh kesempatan tersebut, aku telah melepaskan tanggung jawab terhadap banyak persoalan dan jauh2 mengikuti jejakmu sebelum-nya bukan lain adalah untuk membinasakan dirimu, aku tak sudi memberi kesempatan kepada seorang perempuan siluman untuk hidup bebas disisiku !"

   Air muka Bwee Hoa berubah hebat, napsu membunuh memancar keluar dan balik matanya, telapak tangannya segera dibabat kebawah menghajar tubuh sianak muda itu, akan tetapi ketika ujung telapaknya menyentuh diatas tubuh Kian Hoo, tiba2 sikapnya jadi lunak dan lemas dengan sedih ia menghela napas panjang dan berkata.

   "Engkau begitu kejam dan tak kenal budi, suatu hari kau akan merasa menyesal, sejak kini kalau aku membunuh orang lagi maka tanggung jawab tersebut engkaulah yang harus pikul, tunggu saja tanggal mainnya...."

   Selesai berkata, dengan gerakan cepat tubuhnya segera berkelebat pergi dari tempat itu.

   O O Senja telah menjelang tiba, sebuah rumah makan besar dikota Leng yang penuh dikunjungi para tetamu, sebagian besar tamu yang hadir dalam rumah makan itu terdiri dari para jago persilatan yang berpakaian ringkas.

   Ditengah suasana yang amat ramai itulah tiba2 seorang pengemis tua bangkit berdiri dari tempat duduknya setelah meneguk beberapa cawan arak ia menggebrak meja keras dan berseru setelah menghela napas panjang.

   "Ci lo-heng! setelah kupikirkan pulang pergi, aku masih tetap tidak percaya kalau Liem kongcu dapat melakukan perbuatan seperti itu!"

   Seorang kakek trua yang berada tdihadapannya meqngelus jenggotnrya yang panjang lalu menjawab dengan nada berat.

   "Terhadap peristiwa serta perbuatan mengenai iblis angkuh seruling emas aku sama sekali tidak tahu menahu, tapi karena desakan Lui Thian Cun serta Siu In sangjin, terpaksa aku sendiri harus tampil ke depan untuk menangani masalah ini, Dalam kenyataan sudah tiga puluh tahun lamanya aku mengasingkan diri dari keramaian persilatan, aku sudah tidak mencampuri urusan dunia persilatan lagi, tetapi Siu In sangjin adalah sahabat karibku, Siu Ciu hwesio yang matipun adalah saudara angkat-ku, hal ini membuat aku tak dapat berpeluk tangan belaka, oleh sebab itulah dengan andalkan selembar wajahku ini, kuundang kalian semua-untuk membicarakan masalah ini, untung Lui heng dan Peng si heng berada disini semua, mereka adalah saksi hidup dalam peristiwa ini, apa salahnya kalau Tong heng tanyakan sendiri tentang jalannya peristiwa tersebut kepada mereka berdua..."

   Pengemis tua itu termenung beberapa saat lamanya kemudian kepada seorang kakek, berlengan tunggal yang berada disisinya dia bertanya.

   "Lui-heng, Liem kongcu adalah anak muridmu, sedangkan nona Ong Bwee Ci pun pernah kau jumpai, bagaimanakah pandanganmu mengenai peristiwa ini...?"

   Kakek berlengan buntung itu bukan lain adalah Malaikan seruling Liu Bu Wi, setelah ia menunggu sampai Tong Thian Gwee serta muridnya dan Sun Tong mendusin kembali dari obat pemabok waktu ada di rumah kuno dalam kota Wi-in, beberapa orang itu segera berangkat ke gunung Tay-heng-san untuk menyusul Kian Hoo serta Ong Bwee Ci, siapa tahu mereka kecele, setelah lakukan penyelidikan tanpa hasil merekapun menuruni bukit tersebut, pada waktu itulah Tong Thian Gwee ketua dari perkumpulan Kay-pang ini memeperoleh kabar dari seorang anak muridnya.

   Kabar itu dikirim oleh seorang jago persilatan kenamaan yang sudah lama mengasingkan diri dari keramaian dunia, dia bukan lain adalah Tiat Kiam Bu tek atau pedang baja tanpa tandingan Cia Tiang Hong, jago ini mempunyai nama besar yang tersohor dalam dunia persilatan, dengan andalkan pedang bajanya malang melintang dalam sungai telaga selama empat puluh tahun lebih belum pernah menjumpai tandingan, dia dikenal sebagai orang yang bijaksana dan jujur.

   Tetapi kabar yang disampaikan kepada mereka itu membuat beberapa orang jago tersebut jadi amat terperanjat.

   Liem Kian Hoo telah mendapat julukan sebagai iblis angkuh seruling emas, bersama Ong Bwee Ci telah dituduh melakukan pembunuhan keji yang melanggar prikemanusiaan, bahkan dibalik peristiwa itu tersangkut pula seorang gadis yang bernama Bwee Hoa.

   Menurut berita yang mereka dapatkan, Kian Hoo telah mencelakai serta menyiksa gadis itu kemudian membunuh orang budha dari kuil Ing-tah si dan Peng Siong Lim, la akhirnya membunuh pula Siu Ciu siansu dan menculik gadis she-Bwee itu hingga lenyap tak berbekas, seruling emas yang digunakan sebagai alat pembunuh dirampas oleh Ong Bwee Ci.

   Karena itulah Ciu Thian Hong segera mengundang kehadiran semua jago yang ada di-kolong langit untuk bersama2 membicarakan persoalan ini.

   Lui Bu Wi sebagai suhunya Kian Hoo tentu saja tak dapat berpeluk tangan belaka, buru2 ia datang kekota Leng tong untuk mengikuti pertemuan tersebut.

   Ketika Tong Thian Gwee bertanya kepada kakek buntung itu, sorot mata para hadirin bersama-sama dialihkan keatas wajahnya membuat jago tua itu merasa rikuh, setelah termenung beberapa saat lamanya ia baru bangkit berdiri dan menjawab.

   "lrama seruling yang dimiliki Kian-Hoo memang ajaranku, akan tetapi ilmu silatnya yang lihai bukan ajaranku melainkan ajaran orang lain, itu bisa dibuktikan lebih lihaynya kepandaian silat yang dia miliki daripada kepandaianku sendiri..."

   "Tentang persoalan itu aku dapat ikut membuktikan"

   Sambung Tong Thian Gwee dengan cepat.

   "ketika Liem kongcu mengalahkan tiga belas persekutuan sewaktu ada dikota Wi in. kepandaian silat yang dia miliki memang beberapa kali lipat lebih hebat daripada kepandaian kami semua."

   "Justru karena kepandaian silatnya sangat lihay, maka ia dapat melakukan peristiwa semacam itu."

   Ujar Cia Tiang Hong dengan cepat.

   "Meskipun ilmu silat dan ilmu sastra yang dimiliki Kian Hoo bukan ajaranku sendiri akan tetapi aku dapat mengetahui bahwa wataknya amat jujur dan bijaksana."

   Ujar Liu Bu Wi dengan wajah murung.

   "kalau dikatakan ia bisa melakukan perbuatan semacam ini sungguh membuat hati orang sukar untuk mempercayainya!"

   Peng To yang ada dimeja lain segera bangkit berdiri, sambil membentangkan secarik kertas di lantai meja ia berseru.

   "lblis angkuh seruling emas itu anak murid dari Liu sianseng, aku rasa Liu sianseng pasti mengenali bukan tulisannya? inilah tulisan darah yang ia tinggalkan setelah melakukan pembunuhan biadab tersebut dalam kuil Ing tah-si, silahkan Liu sianseng memeriksanya!"

   Liu Bu Wi segera mengambil kertas itu lalu dibacanya.

   "Orang yang melakukan pembunuhan ini adalah Liem Kian Hoo dari kota Wi-cho serta Ong Bvee Ci dari kota Wi-in..."

   Belum habis dia membaca, air mukanya sudah berubah hebat. Lui Thian Cun segera tertawa dingin dan mengejek.

   "Liu-heng bagaimana menurut pendapatmu?"

   "Kalau ditinjau dari cara tulisannya memang tulisan dari muridku.."

   Lui Thian Cun segera tertawa dingin kembali ejeknya.

   "Muridmu bukan seorang ahli tulisan, aku rasa orang lain tak bakal sudi menirukan gaya tulisannya, sekarang bukti yang jelas sudah berada dihadapan kita, aku rasa engkau tak dapat menyangkal lebih jauh bukan! Heeh heeeh-heeh... Liu heng, engkau memang pandai sekali menerima murid..."

   Pucat pias selembar wajah Liu Bu Wi menghadapi kejadian tersebut, saking tertegunnya hingga untuk beberapa saat lamanya ia tak tahu bagaimana barus menjawab.

   Sementara itu para jago lainnya telah alihkan pula sorot mata mereka yang penuh mengandung rasa permusuhan keatas wajah jbago tua itu.

   "Sdambil mendepraka meja keras2, Lbui Thian Cun berseru.

   "Liu Bu Wi, engkau dapat mengajar murid semacam itu, maka engkau juga yang harus bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa berdarah ini."

   Air muka Liu Bu Wi berubah hebat, teriaknya.

   "Lui heng, meskipun kita berjumpa muka baru untuk pertama kalinya namun sudah lama kita saling mengenal nama masing-masing, Hmm sungguh tak ku sangka engkau adalah seorang manusia yang tak kenal adat!"

   Air muka Lui Thian Cun kontan berubah hebat, baru saja dia akan bersitegang lebih jauh, Cia Tiang Hong telah menghalanginya sambil berseru.

   "Cara Lui-heng bertindak memang terlalu terburu napsu, Malaikat seruling Liu sianseng adalah seorang pendekar besar, meskipun perbuatan dari pemuda itu kurang benar, toh perbuatannya itu bukan atas suruhan dari Libu sianseng, lagdi pula ilmu silaat yang dimilikbi pemuda itu juga bukan di pelajari dari Liu sianseng, dalam hal peristiwa ini Liu sianseng sama sekali tak ada tanggung jawabnya..!"

   Setelah mendengar perkataan itu Lui Thian Cun-baru membungkam dan tidak berbicara lagi. Sedang Liu Bu Wi menghela napas panjang dan berkata.

   "Cara-kerja Cia tayhiap bijaksana sekali, aku merasa amat kagum."

   Cia Tiang Hong goyangkan tangannya mencegah ia bicara lebih jauh, ujarnya kembali.

   "Akan tetapi didalam peristiwa ini, Liu sianseng harus mengutarakan dahulu pendiriannya."

   Liu Bu Wi termenung beberapa saat lamanya, kemudian dengan penuh penderitaan batin dia menjawab.

   Pedang Bunga Bwee Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Aku masih tetap tidak percaya kalau anak Hoo dapat berubah jadi begitu... akan tetapi kalau bukti menunjukkran bahwa muridktu memang terlibqat langsung, marka aku pasti akan mengikuti keputusan kalian semua dan tak akan memberi ampun lagi padanya!"

   "Liu sianseng benar2 bijaksana dan pandai membedakan mana hitam dan putih puji Cia Tiang Hong dengan lantang, sebagai penghormatan kami atas kesediaanmu ini, kuhormati engkau dengan secawan arak!"

   Habis berkata dia segera angkat cawan araknya dan mengangkat ke atas, Liu Bu Wi ikut angkat cawannya dan meneguk habis arak penuh kegetiran itu dengan air mata meleleh keluar membasahi pipinya.

   Tepuk tangan riuh rendah bergema dari seluruh ruangan, rasa permusuhan yang semula terpancar keluar dari balik wajah masing2 sekarang berubah jadi rasa hormat, akan tetapi tak seorangpun yang bisa menyelami bagaimanakah perasaan hatinya pada saat itu.

   Liem Kian Hoo bukan saja merupakan anak muridnya, diapun merupakan harapannya.

   Dengan penuh wibawa Cia Thiang Hoog bangkit berdiri, sesudah menyapu sekejap sekeliling ruangan serunya dengan lantang.

   "Sekarang persoalannya sudah dibikin jelas, langkah selanjutnya adalah merundingkan bagaimana caranya untuk menghadapi pembunuh jahanam tersebut..."

   Ucapan "Pembunuh jahanam"

   Tersebut amat menusuk perasaan Liu Bu Wi, membuat dia menghela napas panjang dengan sedih-nya.

   "Pyaaar."

   Tiba2 terdengar cawan arak dibanting orang keatas tanah hingga hancur diikuti seseorang berteriak lantang debngan suara yangd kasar dan seraak.

   "Ayoh, siapab yang berani cari gara2 terhadap saudara kecilku...? cepat jawab."

   Dengan hati terperanjat semua orang berpaling, tampaklah seorang perempuan jelek berbadan tinggi besar seperti pagoda berdiri angker sambil bertolak pinggang. dia bukan lain adalah si-Blingo Sun Tong alias Tong Kau, buru2 Liu Bu Wi berteriak keras.

   "Sun Tong, jangan bertindak kasar!"

   Habis berkata buru2 ujarnya kepada orang-orang yang berada didalam ruangan itu.

   "Harap kalian semua jangan gusar, dia adalah salah seorang muridku yang lain Sun Tong namanya, dia adalah seorang manusia tolol.."

   "Aku sama sekali tidak tolol!"

   Teriak Sun Tong si Blingo dengan penuh kegusaran.

   "aku tahu kalau kamu semua sedang merundingkan siasat guna menghadapi saudara cilikku. aku tidak terima! aku harus hajar kamu semua manusia cecunguk yang-berani bikin gara2 dan urusan dengan saudara cilikku!"

   "Tapi... ia btelah membunuh dorang ..."

   Bisiak Liu Bu Wi denbgan batin tertegun.

   "Kalau saudara cilikku sampai membunuh orang, maka orang yang dibunuh mati, pastilah manusia2 durjana yang patut dibunuh."

   Tambur langit Lui Thian Cun teramat gusar, dengan bawa amarahnya yang berkobar-kobar ia berpaling kearah Liu Bu Wi kemudian teriaknya.

   "Lui heng, apakah teriakan muridmu itu bisa di-anggap sebagai wakil dari pendapatmu."

   Liu Bun Wi gelengkan kepalanya berulang kali, namun ia tetap membungkam. Sekali lagi Lui Thian Cun tertawa dingin serunya dengan nada penuh sindiran.

   "Heeeh-heeeh heeh... Lui-heng. engkau memang pandai sekali menerima murid, dan pandai pula mendidik anak muridmu...Hmm murid hasil didikanmu memang luar biasa semuanya...."

   Merah padam selembar wajah Lui Bu Wi mendengar perkataan itu, ia merasa jengah sekali, tetapi sebelum rjago toa itu setmpat buka suaraq, Sun Tong sudarh tak dapat menguasahi diri lagi, ia segera mencaci maki dengan penuh kemarahan.

   "Tua bangka peyot yang tak berpusar, kau adalah manusia macam apa ? Huuuh ! kunyuk yang tak tahu malu, karena tak mampu mengalahkan saudara cilikku, engkau telah cari keroyokan begini banyak untuk mengerubuti dia seorang.. terhadap manusia penakut seperti engkau nona besarmu lah orang pertama yang tidak bersedia untuk mengampuni selembar jiwa anjingmu itu!"

   Habis berkata kepalannya segera diayun ke muka melancarkan satu pukulan yang amat keras.

   Lui Thian Cun amat gusar, buru2 ia putar tangannya untuk menangkis, meskipun serangan gadis jelek itu berhasil dibendung, akan tetapi tubuhnya kena didorong sehingga mundur beberapa langkah ke belakang, hal ini membuat hatinya gusar bercampur malu, teriaknya keras-keras.

   "Liu Bu Wi, kalau engkau tak dapat mendidik muridmu untuk bertindak menuruti sopan santun, terpaksa aku akan mewakili dirimu untuk mengajarkan tatacara yang benar kepadanya !"

   Dalam keadaan begini terpaku Liu Bo Wi berteriak keras.

   "Sun Tong, jangan bersikap kurang ajar."

   Semua orang yang hadir didalam ruangan ini rata2 adalah angkatan yang lebih tua darimu!"

   "Huuuh...! angkatan yang lebih tua apa?"

   Teriak si Blingo bagaikan harimau betina yang terluka.

   "karena saudara cilik, aku bersedia memanggil engkau sebagai suhu, sekarang engkaupun berani memusuhi saudara cilikku. hmm!b aku tak sudi udntuk mengakui dairimu sebagai gburuku lagi."

   Sebelum Liu Bu Wi sempat menjawab, Sun Tong perempuan dengan bentuk badan seperti blingo itu sudah menerjang ke arah Lui Thian Cun dengan ganasnya, sepasang telapak tangannya yang lebar seperti kipas menghantam keatas bahu lawan keras2.

   Lui Thiao Cun sangat gusar, ia membentak keras dan ayunkan tangannya untuk menyambut datangnya serangan tersebut, sementara tangannya yang lain mencengkeram kearah lehernya.

   "Lui heng jangan turun tangan."

   Teriak Liu Bu Wi keraskeras untuk memberi peringatan kepada jago tua itu.

   Tapi teriakan tersebut telah terlambat, ketika Lui Thian Cun menangkis datangnya serangan tersebut kontan ia rasakan tulang tangannya tergetar keras hingga terasa sakit, linu dan bagaikan retak, sementara babatannya yang mengarah kearah leher lawan terdesak oleh tenaga pantulan yang maha dahsyat, tibba2 mencelat badlik kebelakang adan menghajar dbiatas mulut sendiri.

   "Ploook..."

   Dengan telak telapak tangan-nya menggaplok mulut sendiri keras2.

   Sun Tong gadis dengan bentuk badan seperti Blingo itu tidak berdiam diri sampai disitu saja, ia maju kedepan dengan cepatnya sepasang telapak bekerja cepat mencengkeram pakaian orang she Lui itu kemudian mencekal dan mengangkat badan lawannya ke tengah udara.

   Raja tambur Lui Thian Cun termasuk seorang jago yang kenamaan yang punya nama besar dalam dunia persilatan, meskipun jarang sekali berkeliaran dalam dunia kangouw akan tetapi hampir semua orang dalam dunia mengetahui bahwa kepandaian sakti yang dikuasainya bukan saja lihay didalam ilmu tambur bahkan ilmu silatnyapun luar biasa sekali.

   Akan tetapi sekarang, hanya dalam dua tiga jurus belaka, ia sudah dibikin keok ditangan seorang perempuan tak dikenal yang merupakan angkatan muda, peristiwa ini benar2 sangat mengejutkan hatri setiap jago ytang hadir didalqam ruangan itu.r Liu Bu Wi yang paling terperanjat diantara para jago lihay yang hadir disana, buru2 teriaknya.

   "Sun Tong. ayoh cepat lepaskan Lui cianpwee dari cengkeramanmu, jangan bertindak kurang ajar lagi!"

   Sun Tong mendengus dingin, ia angkat tubuh Lui Thian Cun kemudian setelah diputarnya beberapa kali di udara segera dibanting keatas tanah keras2.

   "Blaaammm..."

   Tubuhnya persis mencium diatas meja makan, membuat cawan dan mangkok beterbangan hancur ber-keping2 sedangkan kuah panas dan arak bermuncratan membasahi seluruh tubuhnya.

   Setelah mencium tanah, dengan sigap Lui Thian Cun loncat bangun dari atas tanah, teriaknya dengan suara keras2

   "Aaai..! sudah... sudahlah... sungguh tak nyana nama besar yang kupupuk dengan susah payah selama banyak tahun, akhirnya harus hancur terbengkelai ditangan seorang perempuan jelek macam iblis seperti engkau.. nasib... nasib...."

   Dia segera angkat telapaknya dan digaplokkan keatas ubun2 sendiri...

   Disaat yang amat kritis itulah, tiba2 seorang padri tua menekan pergelangannya keatas sikut jago tua itu, Lui Thian Cun merasakan tangannya jadi kaku dan telapaknya yang sedang diayun menghantam ubun2 pun jadi terkuIai lemas.

   Padri tua itu bukan lain adalah Siu In Sanjin, sambil merangkap telapaknya didepan dada ia berseru.

   "Omitohud! Lui sicu, engkau tobh sudah banyak dtahun mengasingakan diri didalabm dunia persilatan, mengapa pikiranmu masih juga belum terbuka mengenai soal nama?? Hidup itu merupakan Rahmat Yang Kuasa, mengapa engkau memandangnya terlalu begitu tak berharga???"

   Lui Thian Cun menghela napas panjang, titik air mata tanpa terasa mengucur keluar membasahi wajahnya. Cia Tiang Hong sendiri dengan hati agak bergerak segera berpaling kearah Liu Bu Wi dan bertanya.

   "Liu sianseng. aku lihat muridmu semuanya merupakan jago2 luar biasa yang memiliki ilmu silat sangat hebat..."

   Merah padam selembar wajah Liu Bu Wi karena jengah, dengan tergagap jawabnya.

   "Terus terang saja kukatakan pberempuan ini didbawa pulang Kiaan Hoo dari wilabyah Biau, dia merupakan putri kesayangan dari Leng-yan-kek salah seorang diantara tiga belas persekutuan, meskipun ia jadi muridku akan tetapi ilmu silatnya diperoleh dari ayahnya..."

   Cia Tiang Hong adalah seorang jago besar yang berhati bijaksana, meskipun ia tidak mempercayai seratus persen atas jawaban dari Liu Bu Wi, akan tetapi diapun tidak memberi komentar apa-apa.

   Sementara itu Sun Tong si Blingo jadi bangga sekali tatkala berhasil bikin keok Lui Thian Cun, sambil bertolak pinggang teriaknya.

   "Siapa yang berani mencari gara2 dengan saudara cilikku, ayoh berdiri nonamu akan hajar dulu batang hidungnya...!"

   Suasana jadi sunyi senyap, para jago tak berani bertindak gegabah sebab setelah kekalahan mengenaskan yanrg diderita oleht Lui Thian Cun,q semua orang terlah mengetahui bahwa perempuan goblok dan jelek ini sebenarnya memiliki ilmu silat yang amat tinggi."

   Sun Tong jadi semakin bangga ketika dilihatnya tak seorangpun berani mencari gara2 dengan dirinya, sambil tertawa lebar ia segera-berseru.

   "Hiii..hiih... hihi... kalian takut semua. Yaa kalau memang begitu ayoh cepat berlutut dan kasih hormat dulu kepada nonamu, asal kalian bersumpah dan berjanji tak akan cari gara2 dengan saudara cilikku tadi, pasti akan kuampuni jiwa kalian semua kalau tidak akan kulemparkan kalian satu persatu dari jendela...

   "

   Para jago yang amat gusar mendengar seruan itu mereka semua pada bangkit berdiri siap memberi hajaran kepada perempuan tolol itu, suasanapun jadi tegang..

   Bagaimana selanjutnya? apakah Sun Tong bakal dijadikan bulan-bulanan oleh para jago karena perkataannya itu? dan bagaimana dengan fitnahan yang dilimpahkan atas diri Kian Hoo? untuk mengetahui jawabannya nantikan.

   Pedang Bunga Bwee bagian kedua.

   ( Tidak pernah dilanjutkan---DewiKZ ) T A M A T

   

   

   

   

Pengelana Tangan Sakti Karya Lovely Dear Pohon Kramat Karya Khu Lung Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long

Cari Blog Ini