Ceritasilat Novel Online

Pendekar Laknat 11


Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong Bagian 11



Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya dari S D Liong

   

   Tetapi saat itu ia tak dapat melakukan tindakan begitu.

   Karena Iblis-penakluk-dunia sudah berhasil memperalat tokoh2 sakti seperti Jong Leng lojin, Lam-hay Sin-ni, Naga Terkutuk, Harimau Iblis dan Randa Bu-san untuk mengacau dunia persilatan.

   Satu2nya jalan untuk mencegah rencana kedua suami isteri durjana itu hanyalah anak perempuan mereka.

   Kalau wanita pemilik lembah itu dibunuhnya saat itu, Iblis-penakluk-dunia dan isterinya tentu akan mengamuk dan akibatnya sukar dilukiskan lagi.

   Siau-liong termenung beberapa saat sambil memegang botol obat itu.

   Kemudian ia memandang ke arah sekalian orang dan menanyakan siapa yang membawa air.

   Lu Bu-ki maju menghampiri dan melolos kantong air pada pinggangiya, diserahkan kepada Siau-liong.

   "Masih ada setengah kantong."

   Demikian Siau-liong lalu menuang air dan obat bubuk.

   Ketika diaduk, baunya anyir, membuat orang mau muntah.

   Setelah itu Siau-liong segera ngangakan mulut Poh Ceng-in lalu menuangkan air obat itu.

   Perut wanita itu terdengar berkerucukan dan tak berapa lama kemudian tubuhnya mulai bergeliatan, dahinya mengucurkan keringat hangat.

   Dan warna hijau gelap pada alisnya pun mulai hilang.

   Kedua pipinya makin merah.

   Rupanya racun telah hilang.

   Kira2 sepeminum teh lamanya, Poh Ceng-in siuman.

   Tetapi masih lemah dan tak henti2nya merintih.

   Hampir setengah hari ia bergeliatan meregang-regang.

   Ia paksakan diri memandang Siau-liong dan berkata ter-sendat2.

   "Siau Liong.... minta tolong padamu sebuah hal.... maukah?"

   "Katakan!"

   "Lepaskan.... tali yang mengikat.... tanganku ini.... Siau Liong kerutkan alis. Ia sudah tak percaya lagi kepada wanita itu. Walaupun keadaannya lemah lunglai tetapi ia tetap curiga jangan2 wanita itu hendak memasang siasat, Kalau wanita itu sampai bebas, bukankah menimbulkan banyak kemungkinan? Mungkin akan melarikan diri dan mungkin akan melakukan hal2 yang tak terduga lainnya.

   "Tak apalah kalau engkau menderita sedikit dulu. Asal kedua orangtuamu mau meluluskan permintaanku agar para tawanan itu dibebaskan, engkau tentu segera mendapat kebebasan juga!"

   Sahutnya. Poh Ceng-in menghela napas.

   "Engkau.... sungguh kejam.... benar, benar.... sedikitpun.... tak mempunyai rasa kecintaan...." ia terus pejamkan mata lagi. Saat itu haripun sudah lohor. Tetapi karena cuaca mendung tampaknya ruangan itu sudah mulai gelap. Mayat simulut besi Ong Thiat-go sudah digotong kesudut. Wajahnya berwarna hitam gelap. Suatu pertanda betapa ganas racun yang telah merenggut jiwanya itu. Sekalian orang diam semua. Hanya wajah mereka tampak mengerut seperti orang berpikir keras. Kini Song Ling sudah mengetahui peribadi Siau-liong. Bukan saja kemarahannya lenyap, pun dara itu juga menaruh simpati kepadanya. Dara itu menghampiri ketempat Siau-liong dan duduk di sisinya.

   "Aku tadi salah sangka. Apakah engkau.... tak marah?"

   Katanya tersekat.

   Saat itu pikiran Siau-liong tengah dicurahkan untuk mencari jalan menghadapi suasana pada saat itu.

   Sampai dara itu menghampiri dan duduk disamping, ia tak mengetahui sama sekali.

   Ia baru gelagapan setelah mendengar kata2 si dara.

   Lalu cepat2 menyahut.

   "Aku bukan orang yang berhati sempit. Harap nona jangan pikirkan hal itu."

   Song Ling tertawa. Ia memandang lekat pada Siau-liong, ujarnya.

   "Ih, seri wajahnya sudah cerah. Apakah lukamu sudah sembuh?"

   Siau-liong tertawa masam, pikirnya.

   "Lukaku ini paling tidak 4-5 hari baru sembuh. Masakan begini cepat sudah bisa pulih? "

   Lalu ia menanyakan bagaimana dengan luka Song Ling sendiri.

   Dara itu menjawab sudah baik.

   Tetapi nada ucapannya rawan seperti tak mau bilang terus terang kepada Siau-liong.

   Siau-liong memandangnya tajam dan terkejutlah ia.

   Wajah dara itu tampak lesi kebiru-biruan, matanya tak bersinar dan kedua tangannya gemetar.

   Suatu pertanda bahwa dara itu masih menderita luka dalam.

   Melihat itu Siau-liong segera minta si dara lekas bersemedhi memulangkan kesehatannya.

   "Sudahlah, jangan engkau memikirkan lain orang. Engkau sendiri juga harus beristirahat!"

   Tukas Song Ling. Siau-liong tersenyum.

   "Terus terang kukatakan. Aku memang telah mendapat rejeki yang luar biasa. Makan buah Im yang-som yang berumur ribuan tahun dan minum darah dari binyawak purba dalam kerak gunung, dan...."

   Dia hendak mengatakan bahwa Pendekar Laknatpun sudah menyalurkan seluruh tenaga murninya kepadanya. Tetapi segera ia menyadari bahwa keterangan itu tak perlu. Maka buru-buru ia berganti kata.

   "Dan lagi akupun sudah memperoleh ilmu pelajaran sakti Thian-kong-sin kang. Sejam beristirahat saja, sama dengan orang biasa beristirahat satu hari. Apalagi lukaku sudah diobati oleh ibu nona...."

   Song Ling tertawa.

   "Akupun juga sudah memiliki dasar ilmu tenaga sakti Ya-li-sin-kang. Lukaku ini juga tak jadi soal!"

   Dara itu memandang ke arah Poh Ceng-in, tanyanya.

   "Apakah dia benar puteri dari suami isteri durjana itu?"

   Siau-liong mengangguk.

   "Benar, asal dia jangan sampai lolos, sekalipun Iblis-penakluk-dunia hendak menggunakan siasat apapun, tentu kita dapat mengatasi."

   Song Ling masih belum jelas tentang ucapan Poh Ceng-in tentang racun Jong-tok dan pembicaraan wanita berambut kelabu tadi. Maka bertanialah dara itu.

   "Apakah wanita itu juga seganas ibunya (Dewi Neraka)?"

   Siau-liong tiba-tiba merasa geli, sahutnya.

   "Mungkin lebih ganas dari ibunya!"

   Rupanya Poh Ceng-in dengar juga pembicaraan itu.

   Ia membuka mata memandang Siau-liong lalu menghela napas dan pejamkan mata lagi.

   Diam-diam Siau-liong terkesiap.

   Ia merasa menyesal karena telah menyiksa batin seorang perempuan yang sudah tak berdaya.

   Ia menyadari perbuatan itu tidak ksatrya.

   Maka ia tak mau lanjutkan kata-katanya lagi.

   Suasana hening lelap.

   Saat itu Liau Hoan siansu yang sejak tadi diam saja, tiba-tiba berteriak.

   "Kongsun sicu!"

   Siau-liong gelagapan. Memang sejak tadi ia hampir melupakan paderi itu. Maka buru-buru ia menyahut. Paderi Liau Hoan tertawa.

   "Hampir 10 jam perempuan siluman merah ini berada dalam tanganku, hampir saja beberapa kali meloloskan diri. Tetapi kutahu betapa pentingnya wanita ini untukmu. Maka aku selalu menjaganya keras dan akhirnya dapat menyerahkan kepadamu!"

   Paderi sakti itu sungkan sekali bicaranya. Suatu hal yang membuat Siau-liong heran. Ia masih ingat betapa dingin sikap paderi itu ketika bertemu padanya. Mengapa sekarang berobah begitu ramah.

   "Terima kasih lo-siansu,"

   Sahutnya.

   "Tak perlu sicu berterima kasih kepadaku. Bahkan akulah yang harus lebih dulu menghaturkan selamat kepadamu."

   Siau-liong menghela napas panjang.

   "Apakah hal yang terjadi pada diriku sampai lo-siansu hendak menghaturkan selamat kepadaku?"

   "Omitohud,"

   Ucap Liau Hoan siansu.

   "sicu telah beruntung mendapat pusaka yang tiada keduanya di dunia ilmu sakti Thian-kong-sin-kang. Kelak sicu tentu menjadi jago nomor satu di dunia persilatan. Bukankah hal itu pantas kuhaturkan selamat?"

   Siau-liong tertegun. Namun ia masih menghela napas.

   "Ah, lo-siansu hanya tahu aku telah mendapatkan Thian-kong-sinkang, tetapi tahukah...."

   Tiba-tiba ia menganggap tak perlu mengatakan keadaan dirinya kepada paderi sakti itu. Maka ia tak mau melanjutkan kata-katanya. Liau Hoan tersenyum.

   "Walaupun saat ini sicu mempunyai kesulitan, tetapi semuanya akan berjalan selamat...."

   Siau-liong kicupkan mata enggan, ujarnya.

   "Terus terang kukatakan, bahwa ilmu Thian-kong-sin-kang itu belum dapat kupelajari dan jiwaku sudah seperti lilin tertiup angin. Ditambah pula dengan sepak terjang kedua suami isteri Iblispenakluk- dunia. Aku tak dapat meramalkan bagaimana jadinya nanti. Bahkan mungkin saat ini, kita tak dapat selamat keluar dari ruang ini...."

   Liau Hoan tertawa keras.

   "Ah, sicu memang cemas berkelebihan. Jangan lagi ada barang tanggungan berupa siluman baju merah ini, sekalipun tak ada sandera, masakan sicu takut?"

   Timbullah rasa malu dalam hati Siau-liong. Sesaat ia tak dapat bicara.

   "Jauh2 aku datang kemari, adalah karena hendak membela kepentingan dunia persilatan. Selain itu, aku hendak minta bantuan sicu."

   Siau-liong terkejut.

   Pikirnya, dia tak kenal dengan paderi itu.

   Bahkan pernah bertempur tetapi mengapa sekarang hendak minta bantuannya? Menilik sikap Liau Hoan yang terkejut karena mengetahui ia telah memiliki ilmu sakti Thian-kong-sin-kang, ia duga paderi itu tentu serupa dengan Lam-hay Sin-ni dan lain-lain orang.

   ialah merasa gentar.

   "Aku belum kenal dengan lo-siansu. Mengapa lo-siansu hendak minta tolong padaku? "

   Tanyanya. Dengan terus terang, Liau Koan menyahut.

   "

   Walaupun belum kenal pada sicu tetapi kenal akan ilmu Thian-kong-sinkang. Terus terang hendak kukatakan. Jika bukan karena ilmu Thian-kong-sin-kang itu, tak nanti aku datang kesini...."

   "Ah. sayang lo-siansu agak terlambat. Thian-kong sin-kang telah kuperoleh dan lo-siansu terpaksa harus kembali dengan tangan kosong! "

   Siau-liong tertawa dingin.... Liau Hoan tertawa.

   "Sama sekali tidak terlambat. Bahwa Thian-kong-sin-kang sicu yang mendapatkan, sungguh patut membuat orang girang. Menandakan bahwa segala apa di dunia ini memang sudah mempunyai ketentuan sendiri."

   Ia berhenti sejenak lalu berkata pula.

   "Sama sekali aku tak mempunyai kemilikan apa2, melainkan hanya hendak minta bantuan sicu akan sebuah hal."

   "Entah apakah yang lo-siansu hendak suruh aku mengerjakan itu?"

   Kata Liau Hoan.

   "Sehabis sicu menyelesaikan urusan sicu, kuminta sicu datang kegunung Thian-san. Dengan pinjam ilmu Thian-kong sin-kang yang sicu miliki, untuk menghimpaskan cita2 dalam hidupku yang belum terlaksana...."

   Dengan mata meminta, Liau Hoan menatap Sian-liong.

   "Kujamin, bantuan sicu itu akan merupakan pahala yang tiada ternilai harganya."

   Siau-liong tak mempunyai selera untuk menanyakan urusan iiu. Karera ia sudah merasa bahwa hidupnya takkan lama. Banyak beban kewajiban dibahunya tetapi apa daya, tenaganya sudah tak mencukupi lagi. Akhirnya ia menyahut dengan tertawa rawan.

   "Asal aku masih hidup di dunia, tentulah akan kulakukan perintah losiansu itu."

   "Ucapan seorang lelaki, terpaku laksana sebuah gunung. Harap sicu jangan menyesal"

   Seru Liau Hoan. Siau-liong tertawa tawar.

   "Besuk pertengahan musim rontok tahun depan, apabila aku masih hidup, tentu akan kegunung Thian-san melaksanakan permintaan lo-siansu. Tetapi...."

   Ia menghela napas.

   "ah, sekalipun mendapat berkah dari Allah, hidupku pun hanya sampai pada pertengahan musim rontok tahun depan!"

   Habis berkata ia memandang ke arah Po Ceng-in telapi tak bicara apa2. Liau Hoan tertawa tak acuh.

   "

   Dengan janji ini, sicu telah meluluskan permintaanku!"

   Saat itu Lu Bu-ki yang sejak tadi berjalan mondar-mandir diruangan, rupanya sudah habis kesabarannya Segera ia menghampiri Siau-liong dan berseru lantang.

   "Kongsun siauhiap, apakah kita tetap menunegu disini saja?"

   "Lalu saudara Lu mempunyai pendapat bagaimana?"

   Siauliong balas bertanya.

   "Jika menurut pendapatku, lebih baik kita menerobos keluar. Bila bertemu kedua suami isteri durjana itu, kita tempur saja agar lekas dapat kita ketahui mati atau hidup. Lebih baik begitu daripada dadaku terhimpit kesesakan hawa amarah!"

   Lu Bu-ki, orangnya tinggi besar, tenaganya gagah perkasa dan wataknya berangasan. Memandang keluar, Siau-liong tak tahu saat itu sudah jam berapa maka ia menanyakan hal itu kepada Lu Bu-ki.

   "Saat ini tentunya matahari sudah terbenam,"

   Sahut Lu Buki.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Telah kuminta kepada wanita berambut kelabu itu untuk menyampaikan kepada Ibiis-penakluk-dunia, bahwa setelah Matahari terbenam harus membebaskan para tawanan...."

   Lu Bu-ki cepat menukas.

   "Ah, tak mungkin! Menilik kelicikan kedua iblis itu...."

   "Akupun sudah tahu kalau mereka tentu takkan berbuat begitu. Tetapi sekalipun hendak tinggalkan tempat ini kita juga harus tunggu sampai hari baru agak aman!"

   Kata Siau-liong. Liau Hoan siansu tiba-tiba menyelutuk.

   "

   Menurut hematku, paling lama dalam waktu sejam, tentu akan terjadi perobahan. Kedua suami isteri durjana itu tentu sudah siapkan rencana untuk menghadapi kita!"

   Rupanya pendapat paderi sakti itu disetujui sekalian orang.

   Jika mereka bersabar menunggu, tantulah fihak Iblispenakluk- dunia tak dapat tinggal diam.

   Terutama adalah Song Ling yang gelisah.

   Seumur hidup, belum pernah ia berpisah sehari pun dengan ibunya.

   Tak kira kalau ibunya telah ditawan Iblis penakluk-dunia sehingga hancur luluhlah hati dara itu.

   Ia paksakan diri untuk melakukan pernapasan beberapa saat.

   Setelah itu ia membuka mata lagi dan memandang Siauliong.

   Saat itu ruangan makin gelap.

   Rupanya sudah petang hari.

   Tiba-tiba terdengar suara tertawa nyaring memanjang.

   Jelas orang itu menggunakan ilmu tertawa Mengacau-gelombangudara sehingga sukar diduga berapa jauhnya jarak orang itu.

   Tetapi Siau-liong dan sekalian kawan2 mengetahui bahwa yang tertawa itu adalah Iblis-penakluk-dunia.

   Begitu pula merekapun dapat menerka bahwa iblis itu berada dalam biara tua situ.

   Sekalian orang pun menyadari bahwa tertawa itu merupakan tanda permulaan musuh hendak bertindak.

   Teganglah seketika hati mereka.

   Segera mereka siap2.

   Setelah memberi isyarat, Siau-liong dan Song Ling mengambil tempat, duduk dikanan kiri Poh Ceng-in.

   Selekas tertawa itu lenyap, terdengarlah suara bentakan menggeledek.

   "Laknat tua!"

   Sekalian orang terkesiap.

   Siau-liong berdebar-debar.

   Ia duga Iblis penakluk-dunia tentu sudah mengetahui rahasia penyamarannya.

   Kalau tidak, mengapa dia memanggil dengan sebutan begitu.

   Syukurlah Iblis-penakluk-dunia tak melanjutkan panggilan itu dan tertawa lagi.

   Tiba-tiba ia berseru dengan lain panggilan.

   "Kongsun hiapsu!"

   Siau liong hendak menjawab tetapi Lu Bu-ki tak dapat bersabar lagi terus membentak.

   "Iblis tua, jangan coba2 jual tingkah dihadapan tuan besarmu! Kalau berani hayo keluar dan bertempur secara terang-terangan saja!"

   Iblis-penakluk-dunia telap tertawa.

   "Aku tak punya tempo adu muiut dengan kalian. Ketahuilah, engkau tak pantas bicara dengan aku!"

   Rambut dan jenggot Lu Bu-ki meregang tegak. Dengan menggemhor keras ia terus mencabut cambuk besi dan hendak menerjang. Tetapi dibentak Siau-liong supaya berhenti. Si tinggi tertegun dan tegak terlongong.

   "Kalau dalam soal kecil tak dapat menahan perasaan, pekerjaan besar tentu terbengkalai. Kalau saudara hendak maju sama halnya sepenggal anai2 membentur api. Mengantar jiwa secara sia2. Lebih baik bersabar dulu beberapa saat lagi,"

   Kata Siau-liong.

   "Keadaan saat ini, lambat atau laun tentu harus bertempur. Mengapa tak sekarang saja kita menyerbu keluar?"

   Teriak Lu Bu-ki.

   "Musuh ditempat gelap dan kita di tempat terang. Menyerbu dengan membabi buta, hanya akan mengantar diri ke dalam jebakan si iblis. Tetapi jika berlaku tenang menunggu gerakan lawan, sekurang-kurangnya kita dapat menahan musuh! "

   Kata Siau-liong.

   "Siancai! Siancai!"

   Sahut Liau Hoan, Kongsun siauhiap benar tak kecewa menjadi pewaris ilmu sakti Thian-kong-sinkang!"

   Walaupun Lu Bu-ki sudah makin percaya bahwa Siau-liong memang telah memperoleh ilmu Thian-kong-sin-kang yang sakti, tetapi karena belum menyaksikan sendiri anak muda itu menggunakan ilmu sakti tersebut, diam-diam Lu Bu-ki merasa penasaran.

   Ia mendengus lalu berputar tubuh tak jadi menerobos ke luar.

   Terdengar kata2 Iblis-penakluk-dunia pula.

   "Budak she Kongsun, baik bertanding silat maupun kecerdasan, aku tak mungkin kalah dengan engkau. Hanya peristiwa engkau berhasil menemukan kitab pusaka Thian-kong sin-kang itulah yang membuat aku kagum tak terhingga. Tetapi aku tetap mempunyai daya untuk menghadapi engkau. Karena kitab pusaka itu sudah terlanjur engkau ambil, maka tiada jalan lain kecuali membunuhmu sebelum engkau dapat mempelajari ilmu itu!"

   Siau-liong tertawa dingin. Iapun gunakan Mengacaugclombang- hawa, tertawa.

   "Iblis tua, batas tempo yang kuberikan sudah habis. Jika tak mau menurut perintahku, jangan menyesal kalau kubunuh puterimu "

   Iblis-penakluk-dunia tertawa keras.

   "Budak Kongsun! Selama hidup aku tak pernah menerima tekanan orang.... Selembar rambut anakku engkau rontokkan, tentu akan kusiksa para tawanan itu dengan cara yang ganas."

   Tiba-tiba Poh Ceng-in bergeliat dan berseru keras.

   "Yah, jangan hiraukan dia! Lekas bunuh saja semua orang tawanan itu! Jika ayah mau membunuh kedua gadis itu. berarti ayah sudah membalaskan sakit hatiku, Karena aku.... toh harus mati...."

   Siau-liong marah. Ia segera menutuk jalan darah perempuan itu sehingga ia tak dapat berkutik kecuali masih dapat bernapas saja. Iblis-penakluk-dunia tertegun sampai lama baru membentak.

   "Budak Kongsun, akan kuturut permintaanmu untuk membebaskan para tawanan itu!"

   Habis berkata, Iblis-penakluk dunia termangu-mangu sehingga keadaan dalam ruang biara rusak itu sunyi senyap lagi.

   Saat itu hari pun sudah gelap.

   Angin musim rontok menderu-deru di luar biara itu.

   Tetapi Siau-liong dan sekalian rombongannya, tetap dapat melihat jelas keadaan di sekeliling situ.

   Sepeminum teh lamanya, tiba-tiba Lu Bu-ki berseru.

   "Ada orang datang kemari!"

   Ternyata orang tinggi besar itu menunggu di-muka pintu. Jika ada orang datang, dialah yang pertama melihatnya. Karena kuatir meninggalkan Poh Ceng-in dari tempatnya jauh dari pintu maka ia tak dapat melihat jelas siapa pendatang itu.

   "Berapa orang?"

   Tanyanya. Dengan masih mermandaug keluar biara, si tinggi besar menyahut.

   "Hanya seorang!"

   Siau-liong berpaling ke arah Liau Hoan dan melambaikan tangan.

   "Harap lo-siansu suka datang kemari!"

   Liau Hoan tiba-tiba melayang ke samping Siau-liong.

   Sekalian orang terpesona melihat gerakan paderi sakti itu.

   Dengan masih duduk, tubuhnya melambung sampai dua meter tingginya dan keiika melayang disamping Siau-liong ternyata paderi itu masih duduk.

   Sedikitpun posisi duduknya tak berobah.

   Siau liong dan Song-ling pun terbeliak kaget.

   "Pesan sicu apakah yang perlu kusampaikan?"

   Tanya Liau Hoan.

   "Perempuan itu kuserahkan lagi lo-siansu untuk menjaganya. jika musuh berani menyerang kita, lekaslah tutuk jalan darahnya!"

   Dalam mengucapkan kata2 yang terakhir, Siau-liong sengaja perkeras suaranya.

   Paderi Liau Hoan mengiakan.

   Siau-liong ce-pat melesat kesamping pintu.

   Ah, ternyata gerombolan yang datang itu berjumlah hanya seorang.

   Siau-liong kejut2 girang ketika mengetahui pendatang itu bukan lain adalah Randa Bu-san.

   Randa Bu-san berhenti dimuka pintu biara.

   Setelah itu baru pe-lahan2 ayunkan langkah menuju keruang biara.

   Buru-buru Siau-liong memberi hormat.

   "Ah, akhirnya bibi kembali juga. Puteri bibi, aku dan sekalian kawan2 amat mencemaskan sekali nasib bibi."

   Kemudian ia berpaling ke arah Song Ling yang duduk disudut ruang. Dara itu ternyata terlongong memandang ibunya. Dan pada lain kejab ia terus lari menghampiri seraya berseru gemetar.

   "Mah, jika engkau tak kembali, aku tentu mati kebingungan!" ia terus jatuhkan diri dalam pelukan ibunya dan menangis tersedu-sedu. Randa Bu-san juga berduka sekali. Dipeluknya sang puteri seraya menghibur.

   "Nak, jangan menangis! Hatiku tak keruan rasanya!"

   Wanita itu menarik kerudung sutera yang menutupi mukanya lalu mengusap airmata puterinya.

   Tiba-tiba terdengar pula suara tertawa nyaring dari Iblis-penaklukdunia.

   Seketika wajah Randa Bu-san berubah.

   Sepasang matanya memberingas memandang sekalian orang.

   Wajahnya tampak menyeramkan sekali.

   Alisnya memancar sinar pembunuhan.

   Pada saat matanya tertumbuk pada tubuh Poh Ceng-in yang menggeletak di tanah, ia segera menghampiri.

   Langkahnya amat sarat.

   Setiap langkahnya meninggalkan bekas tiga dim di tanah.

   Melihat itu Siau-liong cepat melesat kemuka wanita itu, serunya.

   "Cianpwe, engkau...."

   "

   Menyingkirlah! "

   Bentak Randa Bu-san. Song Ling yang masih menggelendot di bahu Randa Busan, juga cemas melihat keadaan ibunya. Sambil menarik lengan kiri ibunya, ia berseru.

   "Mah, engkau ini bagaimana?.... Engkau mau apa?"

   Randa Bu-san tertegun, membelai rambut Song Ling.

   "

   Nak...."

   Belum selesai ia mengucap, tiba-tiba terdengar pula suara tertawa Iblis-penakluk-dunia melantang panjang.

   Seketika tubuh Randa Bu-san gemetar lalu menarik lengannya yang dicekal Song Ling dan memandang pula ke arah Poh Ceng-in.

   Sesaat ia lanjutkan langkah maju menghampiri lagi.

   Melihat itu Siau-liong buru-buru berseru kepada Liau Hoan siansu.

   "Lekas buka jalan darah wanita siluman itu dan tamparlah sekeras-kerasnya lukanya!"

   Saat itu Randa Busan sudah berada setombak jaraknya dengan Liau Hoan siansu dan Poh Ceng-in.

   Suatu jarak yang tepat untuk menyerang.

   Liau Hoan menatap lekat pada Randa Bu-san tetapi iapun menurut perintah Siau-liong untuk membuka jalan darah Poh Ceng-in lalu secepat kilat menampar telapak kaki Poh Ceng in yang terluka.

   Begitu terbuka jalan darahnya, Poh Ceng-in hendak membuka mulut.

   Tetapi sebelum sempat berkata apa2, kakinya ditampar.

   Ia menjerit ngeri dan pingsan lagi.

   Secepat itu Siau-liong lalu gunakan ilmu Mengacaugelombang- udara, membentak Iblis-penakluk-dunia.

   "Iblis tua, apakah engkau benar-benar tak menghendaki anak perempuanmu?"

   Iblis-penakluk-dunia tertawa nyaring.

   "Budak, aku hanya menurut kata2mu untuk membebaskan tawanan...."

   Tiba-tiba dari jauh terdengar beberapa jeritan ngeri.

   Siauliong terkesiap dan mendengarkan dengan penuh perhatian.

   Dia tak asing dengan nada suara itu.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ya, tak salah lagi....

   Mawar Putih dan Tiau Bok-kun.

   Siau-liong kertak gigi.

   Wajahnya berobah pucat dan keringat dingin mengucur deras.

   "Iblis tua, hentikanlah!"

   Bentaknya kepada Iblis-penakluk-dunia.

   "Kalau begitu engkau pun jangan menyiksa Ceng-ji. Aku menurut kata2mu untuk membebaskan tawanan satu persatu,"

   Seru Iblis-penakluk-dunia dengan nada longgar.

   Saat itu jeritan Mawar Putih dan Tiau Bok-kun pun berhenti.

   Randa Bu-san memandang lekat2 pada Siau-liong.

   Tiba-tiba ia mendengus dingin merentang kedua tangannya terus menyergap ketempat Poh Ceng-in.

   Siau-liong terkejut.

   Ia menyadari bahwa Randa Busan berada dibawah ilmu sihir Iblis-penakluk-dunia.

   Sama halnya dengan Lam-hay Sin-ni, Jong Leng lojin dan lain-lainnya.

   Randa Bu-san tentu mendapat perintah untuk merebut Poh Ceng-in.

   Kalau Poh Ceng-in yang akan dijadikan sandera itu sampai direbut kembali oleh Iblis-penakluk-dunia, akibatnya tentu hebat.

   Gerakan menyambar dari Randa Busan itu aneh dan dahsyat.

   Siau liong tak sempat banyak berpikir lagi.

   Ia menghantam kedua lengan Randa Bu-san.

   Terpancar sinar keemasan dan Randa Bu-san segera terpental tiga langkah ke belakang.

   Dan saat itu Paderi Liau Hoan pun sudah menyambar Poh ceng-in terus dibawa mundur beberapa langkah ke belakang.

   Setitik pun Randa Bu-san tak menyangka bahwa ia bakal dipukul siau-liong.

   Marahlah ia.

   Dengan mata memberingas ia menatap Siau liong,mendengus dingin lalu mengangkat hendak menghantamnya.

   Song Ling gugup dan cemas, Ia menarik tangan Randa Busan sekuat-kuatnya seraya meratap.

   "Mah.... mah...."

   Ternyata Randa Bu-san walaupun lenyap kesadaran pikirannya, namun masih tetap teringat dan tak lupa pada anaknya. Ia kerutkan dahi lalu turunkan tangan kanan.

   "Nak, mengapa engkau hari ini? Mengapa engkau mengurusi urusanku!"

   Song Ling banting2 kaki serunya.

   "Mah, apakah engkau benar-benar linglung? Mengapa hendak menghantamnya. Apakah engkau lupa kalau pernah menolong jiwanya?"

   Dia kan orang baik...."

   Randa Busan kerutkan alis, membentaknya.

   "Nak, engkau tak mengerti hal ini. Dengarkan omonganku. Aku telah mencarikan tempat yang baik bagimu. Kita bedua akan dapat menikmati kebahagiaan selama-lamanya!"

   Dengan berlinang-linang airmata, Song Ling menangis.

   "Mah, apakah yang engkau maksudkan....?"

   Mata Randa Bu-san berkeliar dan memandang ke arah Poh Ceng-in lagi, lalu menudingnya.

   "Setelah mamah merebutnya, segera akan kuajakmu tinggalkan tempat ini."

   Habis berkata ia terus menghampiri ke tempat Liau Hoan siansu dan Poh Ceng-in.

   "Mah, ingatlah! Mengapa engkau sampai disesatkan mereka....!"

   Teriak Song Ling seraya menarik ibunya.

   Karena tak menduga akan ditarik dan Song Ling pun menarik dengan sekuat tenaga, Randa Bu-san terhuyunghuyung mundur beberapa langkah dan hampir rubuh.

   Setelah berdiri tegak, dengan wajah membeku dingin, Randa Busan melengking.

   "Nak, apakah engkau benar-benar hendak menentang ibumu?"

   Kata2 itu penuh mengandung kemaranan.

   Siau-liong yang menyaksikan peristiwa itu, gelisah bukan main.

   Buru-buru ia berseru kepada Song Ling, menganjurkan dara itu supaya berusaha menyadarkan pikiran Randa Bu-san agar ingat akan peristiwa yang lain.

   Song Ling menurut.

   Ia segera memeluk ibunya.

   "Mah, apakah engkau masih kenal pada anakmu?"

   Randa Bu-san terpukau. Alisnya mengerut penuh kedukaan. Ia paksakan tertawa.

   "Anak tolol ngoceh apa engkau....!"

   Dua butir air mata menitik turun dari kelopak wanita itu. Lalu katanya rawan.

   "Mamah hanya mempuanyai seorang puteri tunggal Masakkan aku bisa lupa kepadamu...."

   Melihat ibunya dapat disentuh perasaannya, dara itu buruburu menyusuli kata2 lagi.

   "Apakah mamah masih ingat mengapa kita datang kemari?"

   Randa Bu-san menatap lekat wajah puterinya sampai beberapa jenak. Kemudian berkata.

   "Anak tolol! Mengapa engkau masih bertanya yang tidak2!"

   "Pertama, kami hendak mencari Pendekar Laknat untuk membalas dendam sakit hati ayahku! Kedua, walaupun kita tak kepingin mendapatkan kitab pusaka Thian kong-sin-kang, tetapi kita akan berusaha supaya ilmu sakti itu jangan sampai jatuh ke tangan kedua durjana Iblis penakluk-dunia!"

   Wajah Randa Bus-an makin terlongong. Matanya berkeliaran beberapa kali dan tiba-tiba ia menghela napas panjang. Song Ling mengguncang-guncang tubuh ibunya pelahanlahan.

   "Kata-kata itu, bukankah mamah sendiri yang mengatakan kepadaku? Mamah sering mengatakan, perjalanan hidup di dunia ini penuh aral bahaya. Hati manusia banyak yang culas Di dunia persilatan penuh dengan duri dan perangkap. Tetapi mengapa mamah sendiri sampai kena ditipu orang....?"

   Rupanya kata2 Song Ling itu dapat menyentuh nurani Randa Bu-san.

   Ia hanya terlongong-longong tak berkata apa2.

   Hati Siau-liong ikut rawan menyaksikan adegan itu.

   Hampir saja ia mengucurkan air mata.

   Ia pernah ditolong oleh wanita dari Busan itu.

   Ia anggap wanita itu selain berilmu silat sakti, pun luas sekali pengetahuannya.

   Seorang wanita yang dapat digolongkan tingkat cianpwe.

   Siau liong serasa disayat sembilu hatinya melihat wanita itu sampai kena diperalat suami isteri durjana Iblis-penakluk-dunia.

   Siau-liong menyurut mundur kesamping Liau Hoan, katanya.

   "Randa Bu-san nyata2 telah dikuasai Iblis penaklukdunia. Sebagai seorang yang luas pengalaman, bagaimana pendapat lo-siansu untuk menolongnya?"

   Liau Hoan geleng2 kepala.

   "Aku tak faham ilmu Hitam, dan lagi.... menilik kesadaran pikirannya masih belum lenyap sama sekali, mengapa ia sampai tak dapat membedakan golongan Hilam dengan Putih? Mengapa ia begitu linglung mau melakukan perintah Iblis penakluk-dunia? Hal ini benar-benar membingungkan pikiranku. Sebaliknya dapat menawannya hidup2 dan pelahan-lahan memeriksa keadaannya. Mungkin kita akan dapat menemukan sumber penyakitnya...."

   Siau-liong mengela napas.

   "Randa Bu-san adalah pewaris ilmu Ya-li-sin-kang. Merupakan tokoh kelas satu dewasa ini. Untuk menangkapnya, bukanlah suatu hal yang mudah!"

   Melihat mamahnya masih belum sadar. Song Ling menjerit.

   "Mah, masakan engkau tak tahu bahwa kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia adalah durjana yang membahayakan dunia pesilatan?"

   Ditengah malam yang sunyi, kembali terdengar gelak tertawa nyaring dari Iblis-penakluk-dunia. Randa Bu-san kerutkan alis. Selekas tertawa itu berhenti, tiba-tiba wajah wanita itu berobah dan membentak Song Ling dengan bengis.

   "Nak, jangan sembarangan bicara. Iblispenakluk- dunia dan Dewi Neraka adalah dua tokoh besar pada jaman ini. Jangan engkau hina semau-maumu sendiri...."

   Berhenti sejenak ia berkata lagi.

   "Aku telah mengatur segala sesuatu untukmu. Kutanggung engkau tentu akan bahagia. Tak nanti engkau mengalami nasib seperti mamah dahulu?"

   Tukas Song Ling;

   "bukankah dahulu mamah telah memberi nasehat dan pelajaran2 padaku? Mah, apakah engku tak ingat lagi?"

   Randa Bu-san menghela napas.

   "Ah, itu memang kesalahan mamah yang dulu!"

   "Mah, mengapa engkau makin lama makin linglung!"

   Teriak song Ling seraya menggoncang-goncangkan tubuh ibunya. Randa Bu-san deliki mata. Sekonyong-konyong ia menampar muka dara itu.

   "Plak".... karena tak menyangka akan ditampar ibunya, Songs Ling tak berjaga-jaga dan pipinya termakan tamparan. Seketika matanya berbinar-binar, kepala pening, mulut mengucurkan darah. Rupanya Randa Bu-san masih belum puas. Ia mendorong tubuh puterinya hingga terhuyung-huyung beberapa langkah, lalu maju menghampiri Liau Hoan. Sambil mendekap pipi sebelah kanannya yang sakit, Song Ling menjerit.

   "Mah, jangan...." -dara itu terus melesat ketempat Randa Bu-san. Siau-liong terkejut. Ia tahu bahwa Randa Bu-san memang sudah dikuasai Iblis penakluk-dunia. Pikiran wanita itu sudah linglung. Jika Song Ling tetap melibatnya, Randa Bu-san tentu marah dan lupa. Wanita iiu tentu akan turun tangan sungguh2 kepada puterinya sendiri.

   "Nona, mundurlah!"

   Siau liong cepat berseru mencegah Song ling seraya loncat menarik dara itu dengan tangan kiri dan tangan kanan mendorong bahu Randa Bu-san.

   Liau Hoan pun tangkas sekali.

   Pada saat Randa Bus-an hendak merebut Poh Ceng-in, cepat sekali paderi itu sudah membawanya menyingkir.

   Karena kedua tangannya diikat ke belakang punggung dan kakinya terluka.

   Poh Ceng-in tak dapat berbuat apa2 ketika paderi Liau Hoan yang bertubuh kurus itu membawanya kian kemari.

   Randa Busan marah sekali.

   Dengan melengking nyaring ia tinggalkan Poh Ceng-in yang dibawa Liau Hoan.

   Berputar tubuh ia memandang Siau-liong tajam2.

   Kini ia tumpahkan kemarahannya kepada pemuda itu.

   Secepat kilat ia menghantam kepala pemuda itu! Siau-liong terkejut.

   Ia menyadari bahwa pukulan wanita itu bukan olah2 hebatnya.

   Tak mau ia menangkis dan buru-buru loncat menghindar ke samping seraya mendorong lagi bahu wanita itu.

   Song Ling pun makin bingung.

   Ia menangis dan meraungraung.

   Melihat Siau liong bertempur dengan mamahnya, dara itu cepat lari menyerbu ke muka.

   "Jangan melukai mamahku! Ah...."

   Sekalipun terpaksa harus berkelahi, tetapi Siau-liong masih sadar pikirannya.

   Ia tahu bahwa Randa Bu-san itu pernah menolong jiwanya.

   Ia tahu pula bahwa wanita itu memang bertindak di luar kesadaran pikirannya sendiri karena telah dibius oleh Iblis-penakluk-dunia.

   Maka beapapun halnya, ia tak mau mencelakai wanita itu.

   Hanya saja ia mempunyai kesulitan.

   Randa Bu-san memiliki ilmu sakti Ya-li-sin kang, adakah ia mampu menandingi dengan ilmu Thian kong-sin-kang yang baru dipelajari kulitnya itu? Apalagi ia masih menderita luka dalam yang parah.

   Untunglah dalam melancarkan serangan itu gerak Randa Bu-san tidaklah seperti orang sehat melainkan agak ketololtololan.

   Ketika kedua pukulan saling beradu, Randa Bu-san dan Siau-liong sama2 mundur beberapa langkah.

   Randa Busan menatap Siau-liong dengan mata berapi-api seraya berkata seorang diri.

   "Thian-kong-sin-kang, benarbenar Thian-kong sin-kang...."

   Tiba-tiba ia menghantam lagi.

   Siau-liong mengandalkan kelincahan untuk menghindar kian kemari.

   Setempo balas menyerang dari samping untuk mendesak wanita itu mundur.

   Dalam sekejab mata, ia sudah lancarkan lebih dari 20 jurus.

   Angin menderu-deru, debu berhamburan.

   Song Ling tak hentihentinya menjerit dan menangis....

   Bermula Siau-liong masih kuatir kalau tak mampu menghadapi.

   Tetapi setelah 20 jurus berlalu, timbullah kepercayaannya.

   Ia merasa bukan saja luka dalamnya tidak kambuh, pun ilmu Thian-kong sin-kang yang baru dipelajari sedikit itu, terasa tambah maju.

   Saat itu ia merasa, setiap pukulan atau tutukan jari serta tamparan, lebih dahsyat dari semula.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dan yang lebih menggirangkan, setiap gerakan yang dilancarkan, tak perlu harus memikir lama.

   Sambil bertempur dengan Randa Bu-san, otak Siau liong berusaha keras untuk mengingat isi pelajaran kitab pusaka Thian-kong-sin-kang.

   Teringat ia akan sebaris kata2 yang terdapat dalam kitab itu....."Keinginan timbul dari Pikiran.

   Pikiran tembus pada hati.

   Apabila Semangat dan Keinginan bersatu, Hati dan Semangat saling kontak....

   maka lahirlah....

   Dalam Tenang timbul Gerak, dalam Gerak timbul Tenang....

   dan lain-lain.

   Berkat otaknya yang cerdas, dapatlah Siau-liong menyelami kata2 dalam kitab itu.

   Seketika meluaplah kegirangannya.

   Seketika gerakannya makin cepat.

   Ia berlincahan mengepung Randa Bu-san.

   Sitinggi besar Lu Bu-ki dan anak buahnya, bertugas untuk menjadi pintu belakang dan muka.

   Saat itu mereka merasa dimuka pintu bermunculan beberapa sosok tubuh yang melangkah ke dalam ruangan.

   Mereka berjumlah tujuh orang.

   Pakaiannya seragam warna biru.

   Muka ditutupi sutera tipis.

   Dengan langkah lenggang mereka memasuki ruangan.

   Lu Bu-ki berputar tubuh dan menjerit.

   "Ada beberapa orang yang datang!"

   Dalam pada berseru itu, sitinggi besarpun melangkah menghadang pendatang yang berjalan paling muka dan membentaknya.

   "Berhenti!"

   Diluar dugaan ke-7 orang baju biru tak mengacuhkannya.

   Bahkan orang yang berjalan paling depan, segera ayunkan tangan menampar muka Lu Bu-ki.

   Lu Bu-ki marah sekali.

   Dengan menggerung laksana seekor harimau, ia menghindar lalu mencambuk dengan ruyung besi.

   Ia gunakan jurus Burung-bangau-tebarkan-sayap.

   Suasana senjap semakin kacau.

   Lu Bu ki bersama kedua pengawalnya segera bertempur dengan pendatang itu.

   Empat orang baju hitam segera lari menghampiri tempat Song Ling.

   Sambil bertempur lawan Randa Bu-san, Siau-liong diamdiam mencuri kesempatan untuk memperhatikan kawanan pendatang itu.

   Diam-diam Siau-liong makin gelisah.

   Walaupun kawanan pendatang itu sama mengenakan kain kerudung sutera menutup muka yang amat tipis, tetapi karena hari makin gelap, sukar untuk menentukan pendatang2 itu tokoh2 persilatan yang mana.

   Untunglah Siau-liong memiliki indera penglihatan yang luar biasa tajamnya.

   Ia tetap dapat melihat wajah2 dibalik kain kerudung itu.

   Ternyata pendatang2 berkedok kain sutera itu diantaranya terdapat It Hang, ketua partai Siau-lim-si, Thi Buseng tokoh dari partai Tiam jong-pay, ketua Ji-tok-kau Tan Ihong, ketua perhimpunan Tong-thing pang si Kipas Im-yang Cu Kong-leng dan ketiga tokoh Kun-lun Sam-cu.

   Lu Bu-ki bertiga bertempur dengan Kun-lun Sam-cu.

   sepuluh jurus kemudian, salah seorang anak buah Lu Bu-ki tiba-tiba menjerit ngeri dan rubuh di tanah.

   Tetapi si tinggi besar Lu Bu-ki tak gentar.

   Ruyung besinya diputar laksana hujan deras.

   Untuk beberapa saat ketiga tokoh dari Kun-lun-pay itu tak dapat melepaskan diri.

   Paderi Liau Hoan meletakkan Poh Ceng-in di sudut ruang lalu bersama Song Ling bahu membahu menghadapi musuh.

   Song Ling walaupun belum sembuh sama sekali, tetapi ia sudah mendapat latihan dasar dari ilmu sakti Ya-li sin-kang.

   Pukulannya amat dahsyat.

   Sedangkan Liau Hoan sebagai seorang tokoh sakti dalam dunia persilatan, sudah tentu memiliki kesaktian yang menonjol.

   It Hang totiang berempat, untuk beberapa saat saat tak mampu berbuat apa2.

   Walaupun pengetahuan Siau-liong tentang il-mu Thiankong- sin-kang sudah bertambah maju, tetapi untuk mengalahkan Randa Bu-san, bukanlah soal yang mudah.

   Maka ia tak sempat lagi untuk memperhatikan keadaan kawankawannya.

   Suatu hal yang membuat gelisah hatinya ialah apabila Iblis penakluk-dunia menyuruh beberapa tokoh seperti Lam-hay Sin-ni, Jong Leng lojin dan lain-lain, untuk maju.

   Tentulah akan lain si tuasinya.

   Kurang lebih sepeminum teh lamanya, tiba-tiba diluar terdengar suara tertawa nyaring dari Iblis-penakluk-dunia.

   Nadanya bagai senjata tajam yang me-nyayat2 sehingga Siauliong dan kawan2nya ngeri.

   Mendadak Randa Bu-san menyerang hebat, Mulutnya mendesis2 seperti seekor harimau yanj ter-engah2 hendak menelan korbannya.

   Demikiah It Hang totiang dan ke-7 kawannya Mereka terkena pengaruh dari suara tertawa durjana itu.

   Mata mereka terbuka lebar2.

   Dengan menumpahkan seluruh kepandaian, mereka menyerang kalap sepeiti orang kemasukan setan.

   Semula Siau-liong masih ringan, tetapi setelah Randa Busan berobah memberingas, ia menjadi sibuk juga.

   Ia masih belum sembuh.

   Lama kelamaan tenaganya makin lemah, darah mulai bergolak.

   Keringat dingin mulai mengucur deras, napas pun ter-engah2 keras.

   Siau-liong mulai payah.

   Setiap saat ia terancam kehancuran dari serangan2 yang berbahaya dari Randa Bu-san.

   Suara tertawa Iblis-penakluk-dunia sebentar putus sebentar melengking.

   Tak ubahnya seperti seorang iblis yang sedang menikmati korban yang disiksanya.

   Terdengar pada jerit rintihan yang ngeri.

   Anak buah Lu Buki kena ditendang perutnya oleh Ti-ki-cu (salah seorang Kunlun Sam-cu), sehingga terlempar sampai setombak jauhnya, terbentur tembok dan rubuh tak berkutik lagi....

   Walaupun keempat anak buahnya sudah rubuh, namun Lu Bu-ki tetap tak gentar menghadapi ketiga Kun-lun Sam-cu.

   Kematian keempat kawannya itu membuatnya sedih dan marah.

   Ia memberingas laksana seekor singa.

   Ruyung besi dimainkan sederas hujan.

   Diam-diam tangan kirinya mempersiapkan tiga butir pelor baja.

   Lu Bu-ki termasyhur dengan gelar Thiat-pian sin-tan atau si Ruyung besi Pelor-sakti.

   Ilmunya melontar senjata rahasia itu, memang bukan olah2 hebatnya.

   Demikianlah pada saat ia mainkan ruyung dengan gencar, tiba-tiba ia susuli dengan menimpukkan tiga pelor besi ke arah Kun-lun Sam-cu.

   Jaraknya amat dekat dan ilmu lontaran dari Lu Bu-ki itu amat tepat dan dahsyat.

   Ti-ki-cu yang menyerang paling depan sendiri, lebih dulu yang menderita.

   Mata kirinya terhantam sebutir pelor sehingga biji matanya meluncur keluar.

   Darah mengucur deras sehingga seketika berobah ia seperti seorang manusia bermuka merah.

   Tetapi Ti-ki-cu memang luar biasa.

   Walaupun sebuah biji matanya sudah coplok dan menderita luka berat, tetapi ia agaknya seperti tak merasa dan tetap menyerang hebat.

   Betapapun dingin hati Lu Bu-ki membunuh orang, tetapi menghadapi seorang manusia luar biasa seperti Ti-ki-cu, gentarlah hatinya.

   Permainannya ruyung pun kacau.

   Liau Hoan dan Song Ling yang menghadapi It Hang totiang berempat, masih dapat bertempur dengan berimbang.

   Tetapi setelah Iblis-penakluk-dunia tertawa tadi, It Hang totiang menyerang kalap sehingga Liau Hoan dan Song Ling kelabakan.

   Liau Hoan menyambar tubuh Poh Ceng-in dan ditegakkan di tangan sudut ruang.

   Ia melayani serangan musuh dengan sebelah tangan.

   Tetapi makin lama ia tak sabar lagi.

   Tiba-tiba ia melantangkan doa 'Omitohud.

   lalu berseru.

   "Untung celaka tiada pintunya. Hanya manusia sendiri yang membuatnya. Terpaksa aku harus membuka pantangan membunuh!"

   Siau liong terkejut dan buru-buru berteriak.

   "Mereka adalah tokoh2 persilatan yang telah dilenyapkan kesadaran pikirannya oleh Iblis-penakluk-dunia. Harap lo-siansu suka bermurah hati agar jangan sampai saling bunuh membunuh sendiri...."

   Liau Hoan tertawa panjang.

   "Bunuh membunuh sudah sejak tadi terjadi. Jika engkau masih tak tegah, tentu kita sukar lolos dari sini!"

   Ucapan itu mengandung anjuran supaya Siau-liong jangan ragu2 untuk mengeluarkan ilmu sakti Thian-kong-sin- kang. Rupanya Song-ling dapat menangkap maksud paderi itu. Cepat ia berseru.

   "Siau-liong.... bagaimanapun halnya, jangan melukai mamah!"

   "Jangan kuatir! Sekalipun tubuhku hancur lebur, tetapi tak nanti akan melukai mamahmu!"

   Seru Siau-liong.

   "Nona, jagalah wanita siluman ini!"

   Tiba-tiba Liau Hoan membentak dan terus dorongkan tubuh Poh Ceng-in.

   Song Ling tak berani membantah.

   Pada saat ia menyambuti tubuh Poh Ceng-in, Liau Hoan sudah berputar tubuh dan lepaskan tiga tamparan dan lima pukulan.

   Angin menderu hebat dan It Hang totiang berlima terpaksa mundur sampai lima langkah.

   Tetapi secepat itu juga mereka segera maju lagi.

   Mereka benar-benar seperti tak menghiraukan keselamatanya dan menyerang kalap.

   Liau Hoan agak tertegun.

   Begitu kawanan penyerangnya maju, tiba-tiba ia menggembor keras dan hamburkan pukulan bertubi-tubi lagi.

   Ilmu kepandaian dari paderi Liau Hoan itu lebih tinggi dari kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka.

   Paderi itu termasyhur dengan ilmu jari sakti Kim kong-ci (Jari baja), amat getarkan dunia persilatan.

   Tetapi karena ia jarang ke luar ke dunia persilatan, maka namanya pun jarang dibicarakan orang.

   Dalam menghadapi pertempuran saat itu, ia sudah menyadari bahwa jika tak menggunakan serangan kilat untuk mengakhiri pertempuran, tentulah kedua durjana Iblis penakluk-dunia akan mengeluarkan lain rencana yang lebih ganas lagi.

   Amukan Liau Hoan itu telah memberi hasil.

   Tiba-tiba Tan It-hong ketua Ji-tok-kau terjungkal rubuh di tanah.

   Dia kena tertutuk jalan darah diperutnya.

   Dengan rubuhnya seorang, tekanan fihak It Hang totiang menjadi berkurang.

   Tetapi sekonyong-konyong Iblis-penaklukdunia tertawa memanjang lagi.

   Dan secepat berhenti tertawa, iblis itu berseru.

   "Apa yang kukatakan tentu kulakukan. Pembebasan tawanan gelombang ketiga, segera berlangsung!"

   Tak berapa lama dua sosok tubuh menerobos masuk. Ketika Siau-liong memandang kedua pendatang itu, diam-diam ia mengeluh.

   "Celaka "

   Ternyata yang datang itu adalah Naga Terkutuk dan Harimau Iblis.

   Begitu masuk tanpa berkata apa2, kedua durjana itu terus menyerang.

   Naga Tertutuk menerjang Siau-liong, Harimau Iblis merabu Liau Hoan siansu.

   Walaupun sudah dapat menutuk rubuh Tan Ih-hong, tetapi Liau Hoan masih mengalami kesulitan menghadapi tokoh2 utama semacam It Hang totiang.

   Dan kini bertambah pula dengan seorang Harimau Iblis.

   Dengan serangan yang dahsyat sebanyak tiga jurus, Harimau Iblis dapat membuat Liau Hoan kelabakan.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Liau Hoan gagal untuk merebut kedudukan.

   Keadaannya dibawah angin lagi.

   Keadaan Siau-liong pun begitu juga.

   Dia diserang dari muka dan belakang oleh Naga Terkutuk serta Randa Bu-san.

   Dia kelabakan dan hanya mampu bertahan diri saja.

   Melihat Liau Hoan siansu terdesak mundur, Song Ling terpaksa bertindak.

   Ia lepaskan Poh Ceng-in dan ikut terjun dalam pertempuran.

   Keadaan Lu Bu-ki makin payah lagi Ruyung besinya sudah terpental.

   Bajunya sudah compang camping.

   Sepintas pandang, keadaannya mirip dengan orang gila.

   Dalam himpitan kedua tokoh Naga Terkutuk dan Randa Busan, keadaan Siau-liong benar-benar berbahaya sekali.

   Sekali ia lengah atau salah tangan tentulah ia akan remuk binasa.

   Betapapun ia berlaku hati2 dan cermat, namun akhirnya dadanya kena tertampar angin pukulan Randa Bu-san.

   Namun angin itu bukanlah angin biasa, melainkan angin dari Ilmu Ya li sin-kang.

   Seketika Siau-liong rasakan tulang belulangnya seperti hancur berantakan.

   darahnya bergolak keras.

   Mata serasa gelap dan ia tak dapat menahan lagi.

   Segumpal darah segar menghambur dari mulutnya....

   Namun ia menyadari bahwa saat itu sedang berada dalam pertempuran mati hidup.

   Sekali ia lengah, jiwanya pasti amblas.

   Dalam keadaan terancam itu, akhirnya ia terpaksa berjuang.

   Dengan kerahkan sisa tenaganya, ia lepaskan pukulan jurus Tonggak-menyanggah-langit ke arah Randa Busan dan gunakan jurus Sapu-jagad menghantam Naga Terkutuk.

   Kedua pukulan itu adalah jurus dari ilmu Thian-kong-sinkang Serangkum sinar emas memancar, walaupun Randa Busan cepat2 gerakkan kedua tangannya untuk menyongsong, tetapi tubuhnya tetap ber-guncang2 keras mau rubuh.

   Sedang Naga Terkutuk pun ter-huyung2 mundur sampai 7- 8 langkah, membentur meja sembahyang.

   Berulang kali ia hendak berusaha menegakkan tubuh tetapi gagal.

   Akhirnya ia rubuh dengan menderita luka parah.

   Setelah menghantam, Siau-liong rasakan tenaganya telah habis.

   Tulang-belulangnya serasa berhamburan lepas, sehingga ia tak kuat lagi untuk berdiri tegak.

   Lukanya masih belum sembuh sama sekali.

   Dan saat itu ia menderita luka lagi.

   Betapa kokoh tenaga-dalamnya, tetapi ia benar-benar sudah kehabisan tenaga....

   Setelah melakukan pernapasan beberapa jenak, Randa Busan rasakan lukanya sudah sembuh.

   Dengan melengking nyaring, wanita itu hantamkan kedua tangannya ke arah Siauliong.

   Saat itu Siau-liong sudah tak berdaya lagi.

   hanya memandang kesima ke arah pukulan maut dari Randa Bu-san itu....

   Liau Hoan siansu.

   Song Ling dan Lu Bu-ki pun sudah kenabisan tenaga.

   Walaupun mengetahui Siau-liong terancam bahaya tetap mereka sendiri sudah payah.

   Tak mungkin dapat memberi pertolongan lagi.

   Apalagi yang mengancam Siauliong itu adalah tenaga-sakti Ya-lin-sin-kang.

   Sekali pun ketiga orang itu serempak maju menolong pun juga tak berguna.

   Bahkan malah akan menambah jumlah korban saja.

   Karena tak dapat melepaskan diri dari seangan It Hang totiang dan Cu Kong-leng, maka menangislah Song Ling seraya menjerit.

   "Mah, jangan membunuhnya, engkau tak boleh...."

   Tetapi Randa Busan tak menghiraukan.

   Ia tetap lancarkan kedua pukulan mautnya ke arah Siau-liong.

   Tahu kalau detik itu harus mati, Siau liong pejamkan mata menunggu ajal.

   Sekonyong-konyong dari luar biara melesat masuk sesosok bayangan.

   Dan sebelum berdiri tegak, orang itu secepat kilat untuk menutuk lengan Randa Bu-san.

   Kedatangan orang itu sama sekali tiada mengeluarkan suara.

   Gerakannya secepat angin.

   Jika tak mengetahui dengan mata kepala sendiri, orang tentu mengira pendatang itu bukan manusia tetap bangsa setan.

   Tokoh semacam Randa Busan yang memiliki Ya-li-sin-kang, pun tak mampu mendengar kedatangan orang itu.

   Baru ia gelagapan kaget ketika lengannya hendak ditutuk orang itu.

   Tetapi Randa Bu-san tak kecewa diagungkan orang sebagai tokoh sakti jaman itu.

   Ia tak mau berputar tubuh melainkan malah maju ke muka seraya mengganti kedua pukulannya tadi dengan jurus Angin-puyuh-menyambar-pohon, untuk menyapu pendatang itu.

   Orang itu mendengus dingin.

   Begitu kakinya menginjak tanah, ia balikkan tangan kanan yang hendak menutuk lengan Randa Bu-san tadi, untuk menyongsong kedua pukulan wanita Bu-san itu.

   Baik pukulan Randa Bu-san maupun gerakan tangan orang itu, sama-sama tergolong tenaga-da-lam lunak.

   Sedikit pun tak mengeluarkan suara apa-apa.

   Walaupun gerak pukulannya mereka tak begitu dahsyat, tetapi angin halus dari pukulan itu telah menimbulkan badai keras yang memekakkan telinga.

   Begitu pukulan saling beradu, tubuh kedua tokoh itu sama2 berguncang.

   Rupanya kekuatan mereka berimbang.

   Siau Liong yang pejamkan mata tadi karena merasa sampai beberapa jenak pukulan Randa Bu-san belum juga tiba, tetapi ia mendengar deru angin menyambar di udara, buru-buru ia membuka mata.

   Begitu membuka mata, ia terkejut girang Yang datang itu bukan lain adalah Tabib-sakti-jenggot-naga Kongsun Sin-tho, gurunya sendiri.

   "Suhu! Engkau...."

   Belum Siau-liong selesai berteriak, Kongsun Sin-tho sudah cepat goyangkan tangannya.

   "Jangan banyak omong! Lekas beristirahat salurkan tenagamu!"

   Habis berseru, tabib itu segera dorongkan kedua tangannya untuk menyongsong pukulan Randa Bu-san.

   Seperti orang yang hidup lagi dari kematian apalagi mendapat kunjungan dari suhu yang dicintainya, legalah hati Siau-liong.

   Cepat ia melakukan perintah snhunya.

   Duduk bersemedhi menyalurkan pernapasan dan tenaga murni.

   Tetapi ia menyadari bahwa keadaannya saat itu benarbenar berbahaya sekali.

   Ia harus cepat-cepat pulihkan tenaganya agar dapat menghadapi si tuasi saat itu.

   Diluar dugaan ketika ia menguapkan hawa-murni dalam perut, ia rasakan serangkum hawa panas mengalir naik.

   Suatu hal yang tak sama seperti biasanya.

   Diam-diam ia girang, pikirnya.

   "Adakah dalam beberapa hari ini aku memperoleh kemajuan luar biasa dalam ilmu tenaga-dalam."

   Segera ia mulai mengatur hawa panas itu menurut jalan darah yang tersebar diseluruh tubuhnya.

   Dan pada beberapa kejab kemudian, ia telah mencapai dalam kehampaan.

   Pikiran dan semangatnya manunggal.

   Ia tak ingat lagi apa yang terjadi disekeliling tempat situ.

   Semua kosong melompong....

   Karena diganggu oleh Tabib-sakti-jenggot-naga Kongsun Sin-tho, marahlah Randa Bu-san.

   Dengan meraung seperti singa betina yang kehilangan anak, ia menyerang tabib itu dengan gencar sekali.

   Hanya dalam sekejab mata saja, ia sudah lancarkan lebih dari 20 jurus.

   Tetapi Kongsun Sin-tho melayani dengan tenang.

   Serangan dari wanita Bu-san yang menggunakan jurus ganas itu, satu demi satu dapat dihapusnya.

   Betapapun Randa Bu-san seperti orang yang kalap, tetapi sedikitpun tak mampu berbuat apa2 terhadap tabib sakti itu.

   Ilmu tenaga-sakti Thian-jim-sin-kang yang dimiliki Kongsun Sin-tho itu, walaupun sederajat dengan tenaga sakti Ya-Ji sinkang, Jit-hua sin-kang dan Cek-ci-sin-kang, tetapi Than-jimsin- kang itu mempunyai keefektifan tersendiri.

   Dan karena Kongsun Sin tho telah mencapai tingkat yang tinggi dalam pelajaran ilmu Thian-jim-sin-kang itu.

   maka kepandaiannya pun setingkat lebih tinggi dari Randa Bu-san.

   Melihat perkembangan itu, semangat Liau Hoan dan Lu Buki pun bangkit kembali.

   Tetapi Song Ling makin gelisah.

   Ia tak kenal siapa Kongsun Sin-tho itu.

   Maka ia kuatir kalau mamahnya sampai terluka oleh kakek tua berjenggot putih itu.

   Kongsun Sin-tho memang sakti.

   Sambil melayani Randa Busam, diam-diam iapun pancarkan tenaga kisar (putar) untuk melanda Harimau Iblis dan Kun-lun Sam-cu.

   Tenaga kisar dari Thain-jim-sin-kang itu, walaupun tidak sampai melukai orang, namun mampu juga untuk memaksa Harimau Iblis dan kawan2nya sempoyongan jatuh.

   Bantuan Kongsun Sin-tho itu benar-benar meringankan Liau Hoan siansu dan Lu Bu-ki.

   Saat itu mereka siap untuk merebut kemenangan lagi.

   Sekonyong konyong terdengar suitan nyaring dan panjang.

   Nada dan suaranya amat ngeri sekali, mirip dengan suara harpa yang dipetik sekeras-kerasnya.

   Membuat anak telinga serasa pecah.

   Dan memang pada saat suitan itu berhenti, nadanya tak ubah seperti senar harpa yang putus! Randa Bu-san, Harimau Iblis dan rombongannya tertegun.

   Pada lain saat, mereka segera mengamuk lagi, menyerang dengan dahsyat dan ganas.

   Tiba-tiba Harimau Iblis menyambar tubuh Tan Ih-hong yang terluka di tanah.

   Sekali enjot, ia membawanya menerobos ke luar.

   Randa Busan lancarkan serangan gencar.

   Setelah berhasil mengundurkan Kongsun Sin-tho, cepat ia menyambar tubuh Naga Terkutuk yang duduk bersandar pada meja sembahyang, lalu dibawah kabur keluar.

   It Hang totiang, Shin Bu-seng, Cu Kong-leng dan ketiga tokoh Kun-lun Sam-cu, pun mulai mengundurkan diri.

   Satu demi satu mereka melangkah keluar biara dan lenyap dalam kegelapan malam.

   Dengan begitu dapatlah ditarik kesimpulan bahwa suitan panjang tadi tentu berasal dari Iblis-penakluk-dunia yang memberi komando supaya jago-jagonya mundur.

   Kala itu sudah menjelang tengah malam.

   Angin meniup keras dan tak lama kemudian hujan pun mencurah lebat.

   Ruang biara kembali sunyi senyap.

   Siau-liong dan rombongan orang gagah, masih terengah-engah napasnya karena kehabisan tenaga.

   Untunglah Poh Ceng-in masih berada pada mereka.

   Song Ling menangis tersedu-sedu.

   Tak henti-hentinya ia mengoceh tetapi tak jelas apa yang di-ocehkan itu.

   Tentulah karena memikirkan nasib ibunya.

   dara itu sampai hancur hatinya.

   Kongsun Sin-tho melangkah beberapa tindak, tiba-tiba berhenti dan menghela napas panjang.

   Setelah napasnya agak tenang, Lu Bu-ki terlongonglongong memandang kedua anak buahnya yang binasa itu.

   Setelah merapikan pakaiannya.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
si tinggi besar itu menghampiri kemuka Kongsun Sin-tho Memberi hormat, serunya.

   "Terima kasih atas budi pertolongan lo-cianpwe. Entah siapakah nama lo-cianpwe yang mulia?"

   Kongsun Sin-tho tersenyum.

   "Aku bernama Kongsun sintho, seorang tabib yang suka berkelana dalam dunia persilatan."

   Lu Bu-ki tersentak kaget.

   "0, kiranya Kong-sun cianpwe...."

   Si tinggi besar terlongong-longong sehingga tak dapat melanjutkan kata-katanya.

   Memang ia pernah mendengar nama Kongsun Sin-tho yang termasyhur sebagai seorang tabib sak-ti.

   Setitikpun ia tak menyangka bahwa tabib itu ternyata memiliki ilmu kepandaian yang teramat sakti.

   Liau Hoan siansu juga menghampiri, serunya sambil memberi hormat.

   "Ilmu ketabiban sicu yang telah menyelamatkan jiwa manusia, tersebar harum dalam dunia persilatan. Ah, tak kira kalau sicu ternyata pewaris dari ilmu sakti Thian-jim-sin-kang. Maafkan karena lengah menghaturkan hormat!"

   Kongsun Sin-tho tertawa.

   "Sedikit ilmu kepandaian yang tak berarti itu, masakan dapat lolos dari pengawasan lo-siansu...."

   Behenti sejenak ia melanjutkan berkata lagi.

   "Walaupun saat ini musuh sudah mundur, tetapi menurut hematku, pengunduran mereka itu tentu mengandung siasat. Setiap saat mereka mungkin akan menyerang lagi. sebaiknya saudara2 suka beristirahat memulangkan tenaga!"

   Habis berkata tabib itu terus duduk numprah di tanah.

   Lu Bu-ki memang sudah kehabisan tenaga.

   Tanpa diulang lagi, ia segera menurut anjuran Kongsun Sin-tho.

   Ia duduk sandarkan diri pada meja sembahyang.

   Demikianpun Liau Hoan siansu.

   Bertempur lawan Harimau Iblis dan rombongannya, paderi kurus itu kehabisan tenaga.

   Terpaksa ia duduk numprah.

   Hanya Song Ling seorang yang masih tak henti-hentinya menangis.

   Setelah beristirahat sepeminum teh lamanya Siau-liong berbangkit dan menghampiri Kongsun Sin-tho.

   Ia berlutut di hadapan guru itu.

   "Lukamu masih parah. Jika tak cepat dirawat, kecuali akan gagal mempelajari ilmu Thian-kong sin-kang, pun engkau bakal cacad seumur hidup! "

   Seru Kongsun Sin-tho.

   "Harap suhu jangan kuatir, murid sudah banyak baikan,"

   Siau-liong tertawa. Kongsun Sin-tho mengamati wajah pemuda itu. Lalu menjamah bahu dan keningnya. Tiba-tiba mulutnya menghambur puji.

   "Benar-benar ilmu sakti nomor satu di dunia. Liong-ji, rejekimu benar-benar besar sekali!"

   Ilmu Thian-kong-sin-kang memang sudah lama lenyap dari dunia persilatan.

   Kongsun Sin-tho tak tahu sampai dimanakah kesaktian Thian-kong-sin kang itu.

   Tetapi ia anggap, segala macam ilmu sakti walaupun aliran ajarannya berbeda, tetapi semua ilmu sakti itu tentu berpusat pada ajaran pokok yakni melatih Tenaga dan Khi (hawa murni).

   Thian-kong-sin-kang walaupun mengutamakan Sin (semangat) sebagai sumber pokoknya, tetapi caranya berlatih tentu tak jauh bedanya dengan lain-lain ilmu.

   Demikian anggapan Kongsun Sin-tho.

   Tetapi alangkah kejutnya, ketika ia dapatkan luka yang diderita Siau-liong sudah enam tujuh bagian sembuh setelah pemuda itu menjalankan penyaluran hawa murni hanya dalam waktu yang singkat saja.

   Saat itu barulah Kongsun Sin-tho benar-benar mengakui bahwa ilmu Thian-kong-sin-kang itu memang nyata lebih unggul dari segala ilmu sakti yang terdapat dalam dunia persilatan.

   Berkata pula tabib itu kepada Siau-liong.

   "Karena engkau telah makan buah Im-yang-som dan minum darah binyawak purba, maka engkau dapat mempelajari Thian-kong-sin-kang dengan cepat. Sekarang engkau sudah mempunyai dasar2 tenaga dalam Thian-kong-sin-kang. Dengan begitu, apabila engkau terus giat berlatih dalam beberapa waktu lagi, paling tidak engkau tentu sudah dapat menguasai separoh bagian dari ilmu itu. Cukup dengan mencapai lima bagian saja, cukup bagimu untuk menjagoi dunia persilatan. Hanya saja...."

   Tabib itu menghela napas, sambungnya pula.

   "Pada dewasa ini dunia persilatan sedang diamuk pergolakan besar. Mungkin tak memberi kesempatan padamu untuk meyakinkan ilmu itu dengan tenang."

   Song Ling masih menangis saja. Kongsu Sin-tho heran dan menanyakan pada Siau-liong;

   "Apakah dia puteri dari Randa Bu-san?"

   "Ya."

   Sahut Siau-liong.

   "Randa Busan pernah menolong jiwa murid. tetapi saat ini...."

   Ia menyhela napas tak melanjutkan kata2nya.

   Sambil mengusap-usap tangan, Kongsun Sin-tho suruh Siau-liong menghibur dara itu.

   Memang Siau-liong bermaksud hendak menghibur dara itu tetapi sungkan terhadap gurunya Setelah Kongsun Sin-tho menyuruhnya, cepat2 ia menghampiri dara itu.

   Siau-liong membisiki beberapa patah kata ke dekat telinga Song Ling.

   Entah bagaimana dara itu terus berhenti menangis dengan mendadak ia berbangkit, menarik tangan Siau liong diajak kehadapan Konsun Sin-tho.

   "Lo-cianpwe,"

   Kata dara itu dengan menangis sesunggukan.

   "mohon lo-cianpwe suka menolong mamahku.... mohon locianpwe suka menolong mamahku...."

   Dara itu mendekap kaki kanan Kongsun Sin-tho dan menangis tersedu-sedu amat mengibakan sekali. Tabib tua itu kerutkan alis lalu bertanya kepada Siau liong.

   "Liong-ji. engkau bilang apa saja kepadanya?"

   Siau-liong tundukkan kepala menyahut sendat.

   "Murid tak mengatakan apa2, hanya memberitahu bahwa kemungkinan suhu dapat menolong ibunya."

   Kongsun Sin-tho menghela napas.

   "Karena keadaan sudah begini, sudah tentu aku tak dapat berpeluk tangan. Tetapi ketahuilah. Kemampuanku terbatas. Sedang saat ini Iblispenakluk- dunia sudah menguasai "tiga tokoh pemilik ilmu Yali- in-kang, Jit-hua-sin-kang dan Ce ci-sin kang Kekuatan mereka tentu dapat menguasai dunia persilatan. Dan lagi...."

   Tabib tua itU berhenti sejenak, lalu melanjutkan.

   "Yang kukuatirkan, menilik kecerdikan iblis itu, kemungkinan dia akan minta secara paksa ketiga ilmu sakti Ya-li, Jit-hua dan Ce-ci itu. Jika hal itu terdjadi dia pasti akan memiliki tiga macam ilmu sakti dan sukar dicari tandingannya lagi!"

   Siau-liong tertegun.

   Apa yang dikatakan suhunya itu, benar-benar belum pernah dipikirkan.

   Sedang Song Ling masih tetap mendekap kaki Kongsun Sin-tho seraya menangis merengek-rengek.

   Akhirnya Kongsun Sin-tho mengangkat bangun Siau-liong dan Song Ling, ujarnya.

   "Akan kuusahakan sekuat tenagaku, Sudahlah jangan menangis saja. Karena keadaan tak dapat ditolong dengan menangis!"

   Song Ling berhenti menangis. Sepasang kelopak matanya membenjul. Ditatapnya Kongsun Sin-tho dengan pandang memohon.

   "Pertempuran antara golongan Hitam dan Putih pada beberapa hari yang lalu memang dahsyat sekali,"

   Kata Kongsun Sin-tho pula.

   "Bukan karena aku bermaksud hendak berpeluk tangan saja. Tetapi memang ada beberapa pertimbangan. Dengan menguasai ketiga tokoh pewaris ilmu Ya-li-sin-kang, Jit-hua-sin-kang dan Ce-ci-sin-kang itu, berarti Iblis-penakluk-dunia sudah memperoleh tiga dari lima buah ilmu sakti dalam dunia persilatan. Sekali pun Ceng Hi totiang mengundang seluruh orang gagah dalam dunia, tetap sia2 saja, seperti kawanan kambing hendak menyerbu kesarang harimau...."

   Tabib itu menghela napas, katanya lanjut;

   "Sudah beberapa kali aku masuk ke dalam Lembah Semi dan secara diam-diam menyelidiki keadaan Jong Leng lojin yang telah dihilangkan kesadaran pikirannya itu. Pikirku hendak mengusahakan obat untuk memulih kesadaran mereka. Tetapi akhirnya kurasa, keadaan tokoh itu memang tak dapat ditolong lagi...."

   Mendengar itu Song Ling menangis lagi.

   "Kalau begitu mamahku juga tak mungkin dapat disembuhkan lagi....?"

   Kongsun Sin-tho cepat2 gelengkan kepalanya.

   "Boleh dikata hidupku kuabdikan pada ilmu pengobatan. Aku tak mengatakan pasti bahwa keadaan mereka tak dapat disembuhkan. Apalagi soal ini menyangkut hidup matinya dunia persilatan. Maka dalam beberapa hari ini aku pergi mencari obat ke perbagai tempat. Rencanaku hendak membuat pil mujijad untuk menyembubkan segala penyakit!"

   "Apakah dapat menyembuhkan Randa Bu-san yang terkena ilmu sihir itu?"

   Buru-buru Siau-liong menukas. Wajah tabib itu berobah serius.

   "Apakah mampu mengobati atau tidak, sekarang masih sukar kukatakan. Tetapi dalam penyelidikan sekali yang lebih mendalam, aku berhasil menemukan suatu obat.... Jika obat itu tetap gagal, akupun tak dapat berbuat apa2 lagi kecuali harus mundur teratur...."

   "Apakah pil buatan lo-cianpwe itu sudah selesai?"

   Tukas Song Ling. Kongsun Shin-tho tertawa.

   "Pil yang kunamakan Sip-siau cwan-soh-sin-tan itu memerlukan 10 macam obat. Caranya membuat mudah saja. Dalam empat jam saja sudah selesai. Tetapi ke-10 bahan obat itu, ada tiga macam yang sukar dicari!"

   Ia berhenti sejenak memandang Siau-liong dan Song Ling, katanya pula.

   "Kesatu, sebatang Ho-siu-oh berumur seribu tahun. Kedua, buah som salju berumur ratusan tahun...."

   Siau-liong menghela napas. , Ah, memang bahan itu tak mungkin didapatkan. Walaupun orang menggunakan waktunya seumur hidup, belum dapat memperolehhya Apalagi saat ini kita didesak oleh keadaan!"

   Kongsun Sin-tho tersenyem.

   "Kemasyhuran namaku dalam dunia persilatan adalah Karena pandai mencari bahan2 ramuan obat. Untung dua dua macam bahan obat itu sudah kuperoleh. Dan kini tinggal yang ketiga saja...."

   "Apakah yang ketiga itu?"

   Buru-buru Siau-liong mendesak.

   "Ramuan obat yang ketiga adalah seekor Tenggoret emas berkaki tiga. Beberapa tahun yang lalu aku sudah menjelajahi seluruh gunung dan sungai, tetapi belum pernah bertemu dengan binatang itu. Kabarnya paderi Kim Ting dari Go-bi-pay memelihara seekor. Tetapi paderi tua itu berwatak aneh. Mungkin sukar memintanya...."

   "Rasanya paderi Kim Ting itu tentu seorang paderi yang saleh. Asal kita menuturkan tentang ancaman Iblis penaklukdunia yang hendak menguasai dunia persilatan, tentulah paderi itu akan suka memberikan kepada kita!"

   Kata Siauliong.

   "Hal itu masih sukar dikata,"

   Kata Kongsun Sin-tho.

   "kita boleh berusaha tetapi nasib yang akan menentukan!"

   Tiba-tiba tabib itu mengambil buli2 arak pada punggungnya. Ia mengambil sumbat penutupnya lalu dengan hati2 sekali mengeluarkan dua bungkusan sutera. Yang sebuah diserahkan kepada Siau-liong.

   "Dua macam ramuan obat dan tujuh macam ramuan yang lain, telah kubungkus menjadi dua. Di dalam bungkusan itu terdapat resep untuk membuat obat itu. Asal sudah mendapat Tenggoret-emas berkaki tiga dari paderi Kim Ting, bolehlah ramuan obat itu segera dikerjakan."

   Berkata Kongsun Sin tho dengan wajah gelap;

   "Saat ini kita masih terkepung disini. Iblis-penakluk-dunia itu bukan olah2 licin serta ganasnya. Jika dia menyuruh ketiga tokoh pewaris ilmu sakti dan beberapa anak buahnya kemari, aku tak yakin mampu lolos dari sini!"

   Siau-liong terkejut. Ia menyadari ucapan gurunya itu tentu bukan sendau gurau. Siau-liong tergagap melongo. Kongsun Sin-tho tertawa hambar, ujarnya.

   "Orang pandai yang kaya akan pertimbangan, sekali pasti jatuh juga. Ingat kata pepatah Sepandai-pandainya tupai melompat, sesekali pasti akan jatuh juga. Dalam hal itu, aku memang mengutamakan tindakan yang hati2. Mati hidupnya, timbul lenyapnnya dunia persilatan dewasa ini, seolah-olah telah jatuh dibahu kita berdua. Selama salah satu diantara kita masih hidup, tentulah masih ada harapan untuk membasmi kawanan iblis durjana yang hendak merajalela menyebar keganasan dan kelaliman itu...."

   Siau-liong anggukkan kepala Kini baru ia terbuka matanya.

   Suhu yang diangganya tak mau campur tangan urusan dunia persilatan itu, ternyata orang yang paling memperhatikan golak-gejolak dunia persilatan.

   Demi menyelamatkan tokoh2 persilatan yang terancam bahaya maut, suhunya ini tak menghiraukan keselamatan dirinya sendiri.

   "Lekas engkau simpan dalam bajumu. Lebih baik engkau lekatkan pada tubuhmu. Selekas tenaga sekalian kawan pulih kembali, kita segera tinggalkan tempat ini...."

   Wajah tabib itu berobah bengis. katanya pula.

   "Setelah dapat keluar dari sini, segera saja menuju ke gunung Gobi. Jangan sekali-kali berhenti ditengah jalan. Dan jangan memikirkan aku dan kawan-kawanmu. Ingat, apabila aku sudah keluar dari tempat ini, tentu takkan balik kanan disini lagi. Jika tak kuat mengekang hati untuk hal2 yang kecil, tentu bisa mengakibatkan gagalnya rencana besar!"

   Siau-liong kerutkan alis.

   Tetapi demi melihat wajah suhunya tampak serius, ia tak berani membantah dan terpaksa mengiakan sambil tundukkan kepala.

   Setelah melakukan pernapasan untuk menyalurkan darah, Lu Bu-ki dan Liau Hoan pun sudah pulih tenaganya.

   Menyambar tubuh Poh Ceng-in yang menggeletak di tanah, Liau Hoan segera menuju ke belakang Siau-liong dan duduk.

   Kongsun Sin-tho sejenak memandang ke arah Poh Ceng-in, kerutkan dahi tetapi tak berkata apa2.

   "Perempuan ini adalah anak perempuan dari suami isteri Penakluk-dunia dan Dewi Neraka.

   "buru-buru Siau-liong memberi keterangan.

   "jika membawanya menerobos keluar dari kepungan, mungkin kedua suami isteri iblis itu tak berani terlalu mendesak kita!"

   Kongsun Sin-tho tertawa hambar...."Apakah dalam pertempuran tadi engkau tak pernah menggunakan wanita itu untuk menekan Iblis-penakluk-dunia!"

   Siau-liong terbeliak.

   Ia ingat bagaimana sikap Iblispenakluk- dunia dan isterinya waktu diancam dengan jiwa anaknya.

   Jelas kedua suami isteri itu tak takut.

   Merahlah wajah Siau-liong.

   Ia tundukkan kepala tersipusipu.

   Saat itu, guruh dan guntur tak henti-hentinya bersahutsahutan.

   Hujan makin deras.

   Puncak wuwungan biara yang sudah tak terurus itu pecah2 sehingga air hujan meluncur masuk.

   Lantai penuh air.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sudah beberapa hari Siau-liong tak mandi.

   Pakaiannya berlumuran debu kotor dan noda darah.

   Juga keadaan Lu Buki dan Liau Hoan tak keruan.

   Melihat keadaan orang2 itu, Kongsun Sin-tho menghela napas pelahan.

   Sekonyong-konyong angin berembus.

   membawa hawa yang harum sekali.

   Siau-liong terkejut.

   Ia tak asing lagi dengan bau harum itu.

   "Iblis-penakluk-dunia sedang menyebarkan hawa beracun pemusnah jiwa!"

   Serunya.

   "orang yang mencium bau itu tentu lemah lunglai tak bertenaga...."

   Tiba-tiba ia teringat botol obat penawar pemberian Poh Ceng-in yang masih separoh isinya.

   Tetapi obat penawar itu telah dimakannya habis.

   Dalam gugup.

   terlintas sesuatu pada pikirannya.

   Cepat ia berputar tubuh lalu menerkam Poh Cengin.

   Tetapi setelah beberapa saat merabah-rabah pakaian wanita itu, tetap ia tak menemukan apa2.

   Tiba-tiba sepasang mata Kongsun Sin-tho terentang lebar2 dan memancarkan sinar yang menakutkan orang.

   Rupanya tabib itu sedang membenam diri dalam renungan.

   Sampai lama baru ia tertawa dan berkata seorang diri.

   "Aneh, benar-benar suatu hal yang sukar dimengerti!"

   Seru tabib itu.

   Mendengar kata2 suhunya, Siau-liong hentikan penggeledahannya.

   Saat itu hawa yang mengandung bau harum itu makin menebal.

   Diantara rombongannya, Lu Bu-kilah yang paling rendah kepandaiannya.

   Tampaknya ia sudah mulai tak tahan.

   Beberapa kali a batuk2.

   "Bau ini hanya sejenis obat bius biasa,"

   Kata Kongsun Sintho.

   "kedua suami isteri iblis itu tentu sudah tahu kemasyhuranku sebagai tabib. Tetapi mengapa mereka mengeluarkan permainan yang tak berarti itu...."

   Berhenti sejenak, ia melanjutkan.

   "Tentulah dia masih menyiapkan siasat lain yang lebih ganas lagi. Yang dikeluarkan sekarang ini hanya tipu muslihat kosong!"

   Habis berkata tabib itu mengambil buli2 merah yang dipanggul di punggung.

   Ia mengeluarkan beberapa pil merah dan dibagi-bagikan kepada rombongan Siau-liong.

   Begitu masuk ke dalam perut, pil itu terasa menyegarkan semangat.

   Rasa muak dari hawa wangi tadi, lenyap seketika Dan tak berapa lama, hawa harum itupun enyap sama sekali.

   Kongsun Sin-tho kerutkan dahi seperti tengah merenungkan soal yang penting tetapi belum dapat memecahkan.

   Tiba-tiba terdengar lengking suara yang nyaring dan tajam sekali.

   Sekalian orang gagah seperti robek anak telinganya.

   Menyusul terdengar pula suara yang memuakkan telinga.

   Mirip dengan seruling, pun mirip dengan gemerincing golok saling beradu.

   Suara yang hiruk itu setempo melengking tinggi setempo pelahan.

   Tetapi terus menerus tak henti-hentinya, sehingga mengganggu ketenangan hati sekalian orang.

   Kongsun Sin-tho berseru lantang.

   "Ah, itu hanya suatu permainan tak berarti untuk mengacau pikiran orang. Tetapi mengapa Iblis penakluk-dunia menggunakan permainan itu terhadap aku?"

   Kemudian tabib itu minta kepada sekalian orang supaya memusatkan semangat dan pikirannya! Jangan sampai tercengkam dengan suara itu, Setelah melakukan perintah, ternyata sekalian orang merasa tenang lagi pikirannya.

   Tak berapa lama kemudian, suara kacau itupun lenyap.

   Kongsun Sin-tho pelahan-lahan bangkit dari tempat duduknya.

   Sambil mendukung kedua tangan di punggung, ia berjalan mondar-mandir.

   Rupanya ia sedang memeras otak untuk mencari daya....

   Tiba-tiba ia berhenti dan memandang sekali orang, serunya.

   "Betapapun halnya, tempat ini sudah tak sesuai lagi. Kita harus lekas2 tinggalkan tempat ini!"

   Saat itu hujan amat lebatnya.

   Tetapi setelah berkata, Kongsun Sin-tho terus melangkah keluar.

   Sekali loncat, ia sudah tiba ditengah halaman.

   Siau-liong dan kawan2, begitu tiba diambang pintu tak mau cepat2 meniru tindakan Kongsun Sin-tho melainkan berhenti dan mengawasi sepak terjangnya tabib itu.

   Begitu tegak ditengah halaman, sekonyong-konyong tubuh Kongsun Sin-tho meluncur lima enam tombak ke udara.

   Dia berputar-putar di atas udara Kemudian ia melayang turun.

   Selain gemuruh hujan, saat itu tiada terdengar suara apa2 lagi Siau liong dan Song Ling menjaga dipintu sedang Liau Hoan sambil menjinjing tubuh Poh Ceng-in mengikuti di belakang mereka.

   Lu Bu-ki siap dengan senjatanya.

   Tangan kanan mencekal ruyung besi, tangan kiri menggenggam pelor baja.

   Keempat orang itu tegang sekali.

   Tiba-tiba Siau-liong berkata kepada Liau Hoan dengan nada menyesal.

   "Ah, membikin repot lo-cianpwe saja. Baiklah aku yang akan membuka jalan!"

   "Jangan kuatir!"

   Sahut Liau Hoan.

   "asal aku masih bernapas saja, tentu takkan melepaskan perempuan siluman ini!"

   Tiba Kongsun Sin-tho melambai dan memanggil Siau-liong berempat.

   Siau-liong dan kawan-kawannya cepat menyusul tabib itu.

   Tetapi dalam hujan yang selebat itu, pandangan mata mereka tak dapat menembus lebih dari setombak jauhnya.

   Kongsun Sin-tho segera mempelopori berjalan dimuka.

   Dia tak mau keluar dari pintu besar melainkan menerobos dari sebuah lubang ditembok.

   Pada saat rombongan Siau-liong hendak menyusup lubang itu, tiba-tiba terdengar suara tertawa nyaring memecah angkasa.

   Pada lain saat muncul belasan orang yang mengepung mereka.

   Ah, ternyata rombongan Tblis-penakluk dunia.

   Bahkan iblis itu sendiri yang memimpinnya.

   Disamping kanan kirinya tampak Lam-hay Sin-m Jong Leng lojin, Randa Bu-san, It Hang totiang.

   Harimau Iblis dan beberapa anak buah lainnya.

   Iblis-penakluk-dunia tertawa mengekeh.

   "Kongsun tua, Sepandai-pandainya tupai melompat, sesekali akan tergelincir juga.... ha, ha, tepat sekali kata2mu itu. Tahukah engkau bahwa aku memiliki ilmu Menembus-langit meneropong-bumi sehingga apa yang kalian bicarakan tadi, dapat kudengar semua?"

   Kongsun Sin-tho mendengus dingin. Tanpa berkata apa2, ia terus songsongkan kedua tangannya ke arah rombongan Iblispenakluk- dunia seraya berseru kepada Siau liong.

   "Liong-ji, lekas lari!"

   Diantara kelima ilmu sakti, adalah ilmu Thian-jim-sin-kang yang dimiliki Kongsun Sin-tho itu yang paling hebat sesudah Thian-kong-sin-kang.

   Dua buah hantaman Kongsun Sin-tho yang dilancarkan dengan sekuat tenaga itu, cepat dan dahsyatnya bukan main.

   Karena tak sempat menghindar maka Iblis penakluk-dunia, Lam-hay Sin-ni Jong Leng lojin, Randa Bu-san dan lain-lain, terhuyung-huyung mundur beberapa langkah.

   Setelah kerahkan tenaga, barulah mereka dapat berdiri tegak.

   Pukulan Kongsun Sin-tho itu menimbulkan deru gelombang angin yang dahsyat sehingga lumpur muncrat berhamburan ke-mana2.

   Hujan lebat angin keras dan lumpur berhamburan.

   Benar-benar membuat rombongan Iblis-penakluk-dunia tak dapat membuka mata.

   Sedang Siau-liong dan kawan2 pun segera melakukan perintah Kongsun Sin-tho.

   Siau-liong menarik tangan Song Ling terus diajak loncat menerobos lubang tembok.

   Iblis-penakluk-dunia marah sekali.

   Setelah berdiri tegak, ia segera tertawa nyaring.

   Tar, tar, ia getarkan cambuknya beberapa kali di udara.

   Lam-hay Sin-ni, Randa Bu-san, Jong Leng lojin serempak menggerung.

   Bagaikan tiga ekor singa buas, mereka menerjang dan menyerang Kongsun Sin-tho dengan kalap.

   Hujan pukulan dari ketiga tokoh itu telah menimbulkan badai sedahsyat gunung rubuh....

   Saat itu Siau-liong dan Song Ling sudah lari sejauh belasan tombak.

   Ketika berpaling, Siau-liong tak dapat melihat apa2 karena lebatnya hujan ia terkejut dan berhenti.

   Dipandangnya dengan seksama, namun tetap tak tampak suhunya menyusul ia makin gelisah.

   "Harap nona melintasi hutan ini dulu aku hendak kembali membantu suhuku!"

   Katanya.

   "Akupun hendak menolong mamah!"

   Sahut si dara. Dan pada saat Siau-liong berputar tubuh Song Ling pun mengikuti juga. Tetapi pada saat kedua anak muda itu hendak ayun tubuh, tiba-tiba terdengar Kongsun Sin-tho membentak dengan ilmu Menyusup-suara.

   "Liong ji, lekas pergi ke puncak Go-bi. Aku akan menyusul belakangan!"

   Siau-liong tertegun. Cepat ia menarik tangan si dara.

   "Eh, mengapa engkau?"

   Seru Song Ling. Siau liong menghela napas dan menerangka bahwa suhunya tak memperbolehkan ia masuk ke dalam biara lagi.

   "Jika kembali masuk, pun belum tentu dapat menolong mamahmu. Lebih baik kita turut perintah suhu mencari Tenggoret emas kepuncak Gobi! katanya pula. Song Ling meragu, katanya.

   "Sehari tak dapat menolong mamah, sehari hatiku tak tenteram. Ah.... kalau mau pergi, cepat saja!"

   Kedua anak muda itu segera gunakan ilmu meringankan tubuh.

   Melintasi hutan terus menuju ketimur.

   Hanya dalam waktu sepeminum teh saja, mereka sudah naencapai 5-6 li jauhnya.

   Bermula kedua ana kmuda itu masih dapat mendengar suara tertawa Iblis-penakluk-dunia dan teriakan jeritan orang2 yang bertempur.

   Tetapi makin lama suara itu makin jauh dan akhirnya lenyap ditelan kelebatan hujan.

   Siau-liong mengajak Song Ling berhenti dan meneduh dibawah sebatang pohon besar yang rindang daunnya.

   "Rasanya tak perlu kita lari ke mati2an begini. Iblispenakluk- dunia tak mengejar kita. Kita tentukan arah dulu baru lanjutkan perjalanan lagi!"

   Kata Siau-liong.

   "Aneh, mengapa Iblis-penakluk-dunia dua kali sengaja lepaskan kita lolos, ini...."

   Kata Song Ling.

   Siau-liong pun heran tetapi ia tak dapat berkata apa2.

   Hanya diam-diam ia gelisah, memikirkan keselamatan suhunya, Liau Hoan siansu, Lu Bu-ki dan Poh Ceng-in.

   Betapapun bencinya terhadap Poh Ceng-in tetapi karena hidup matinya harus bersama wanita itu, terpaksa ia harus memikirkan keselamatan wanita itu.

   Jika dalam keadaan terdesak paderi itu sampai menutuk mati Poh Ceng-in, tentulah ia juga akan ikut binasa.

   Dan lagi tadi Iblis-penakluk-dunia mengatakan bahwa iblis itu dengan ilmu Menembus-langit-meneropong-bumi dapat mendengar pembicaraannya dengan Kongsun Sin-tho.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Lalu mengapa iblis itu tak mau suruh anak buahnya merintangi? Adakah iblis itu tak begitu menganggap penting ataukah memang mempunyai lain rencana lagi? Melihat Siau-liong diam saja, Song Ling berseru pula.

   "Iblispcnakluk- dunia sangat menginginkan ilmu Thian-kong-sinkang yang engkau miliki. Tetapi mengapa dia tak mau menawanmu? Apakah dia tak kuatir engkau lolos? Bukankah amat berhahaya sekali apabila engkau dapat meloloskan diri? Karena setelah mempelajari ilmu Thian-kong-sin-kang, engkau tentu akan mencarinya?"

   Siau-liong menghela napas.

   "Iblis itu tentu sudah memperhitungkan bahwa tak mungkin dalam keadaan saat ini, aku akan melarikan diri untuk belajar ilmu Thian-kong-sinkang itu. Tetapi mengapa dia tak mau menawanku, memang benar-benar mengherankan sekali!"

   Siau-liong duga Iblis-penakluk-dunia itu tentu sudak dapat menduga bahwa dialah yang menyamar sebagai Pendekar Laknat. Dugaan itu makin diperkuat, ketika di dalam biara rusak Iblis-penakluk-dunia memanggilnya dengan sebutan "Pendekar Laknat tua."

   Siau-liong masih melanjutkan renungannya.

   sewaktu dalam barisan Pohon Bunga bertempur lawan Lam-hay Sin-ni dan Jong Leng lojin, ia telah menderita luka.

   Begitu pula ketika Randa Busan dapat ditawan Iblis-penakluk dunia.

   Siau-liong ingat, paling tidak dua kali sebenarnya ia sudah jatuh ketangan Iblis-penakluk-dunia.

   Tetapi mengapa iblis itu sengaja membiarkan dirinya lolos? Sudah pasti Iblis-penakluk-dunia itu tahu bahwa dialah (Siau-liong) yang menemukan kitab pusaka Thian-kong-sinkang dan menghancurkan kitab itu.

   Jika Iblis-penakluk-dunia hendak memburu ilmu itu, seharusnya menangkap dan memaksanya supaya mengajarkan ilmu itu.

   Sejak siasat Iblis-penakluk-dunia menggunakan si Mulut Besi Ong Tiat-go gagal, Siau-liong memang lebih waspada.

   Tetapi terhadap gerak gerik iblis itu yang membiarkan dirinya lolos begitu saja, benar-benar Siau-liong tak mengerti! Karena makin memikir makin gelisah, akhirnya Siau-liong menghela napas, ujarnya.

   "Setelah tiba di Gobi, lebih dulu akan kuturunkan ilmu Thian kong-sin-kang itu kepadamu. Apabila Iblis-penakluk-dunia telah berhasil menguasai dania persilatan, sebaiknya nona mengasingkan diri di tempat yang sunyi untuk meyakinkan Thian-kong-sin-kang. Setelah berhasil barulah nona berusaha untuk mencari balas!"

   "Sudahlah, jangan banyak omong. Aku sudah mempunyai rencana sendiri dan takkan menerima ilmu Thian-kong-sinkang itu...."

   Sahut si dara.

   "jangan pindahkan beban berat itu kepadaku."

   "Sama sekali aku tak bermaksud hendak mengalihkan tanggung jawab kepadamu...."

   "Tak peduli engkau bilang apa saja, toh percuma! Lebih baik engkau tentukan arah yang harus kita tempuh sekarang ini!"

   Tukas Song Ling. Siau-liong menghela napas.

   "Apakah nona sungguh2 tak mau meluluskan?"

   Rupanya Song Ling tak sabar lagi.

   "Tidak! Tidak! Huh, tak malu engkau sebagai anak lelaki, mengapa merengek-rengek begini macam!"

   Tiba-tiba dara itu loncat menerjang hujan.... ---ooo0dw0ooo---

   Jilid 14 Go-bi-san Siau-liong tertegun dan malu hati.

   Cepat ia loncat mengikuti dara itu.

   Mereka tak faham jalan-jalan di pegunungan Tay-liang-san.

   Apalagi tengah malam hujan angin seperli saat itu mereka tak tahu arah yang akan ditempuh.

   Terpaksa mereka hanya berjalan menurut apa yang dapat dilalui.

   Dalam waktu singkat mereka telah mencapai dua li jauhnya.

   Hujanpun sudah berkurang.

   Tiba-tiba mereka tertegun berhenti.

   Ternyata mereka berhadapan dengan dua simpang jalan.

   Sesaat tak tahu mereka harus mengambil jalan yang mana.

   Song Ling menatap Siau-liong dengan pandang bertanya.

   Tetapi pemuda itupun bimbang sendiri.

   Ia menyadari bahwa Tay-liang-san itu merupakan pegunungan dan beribu puncak.

   Sekali kesasar, tentu sukar keluar.

   Pada saat ia belum dapat mengambil putusan, tiba-tiba dari jauh terdengar derap kaki orang menghampiri.

   Langkah kaki itu amat pelahan sekali apalagi sedang hujan.

   Tetapi berkat telinganya yang tajam, dapatlah Siau-liong menangkap suara langkah itu.

   Apalagi saat itu ia pasang telinga dengan seksama sehingga dapat mendengar jelas.

   Ia terkejut dan cepat menarik tangan Song Ling lalu diajak bersembunyi digerumbul semak.

   Song Ling tak mendengar apa2, tetapi karena ditarik Siauliong ia duga pemuda itu tentu mendengar sesuatu.

   Saat itu keduanya berada diujung jalan kecil yang terletak diatas.

   Dan gerumbul semak itu terletak di tepi jalan.

   Apabila pendatang dari jalan kecil juga, tentulah akan mengetahui mereka.

   Langkah kaki itu makin lama makin dekat dan jelas langkahnya berat.

   Terang bukan orang persilatan.

   "Apakah dia seorang pemburu? Tetapi mengapa keluar tengah malam hujan lebat?"

   Pikir Siau-liong. Tepat pada saat itu dilihatnya sesosok tubuh yang terhuyung-huyung meughampiri. Segera Siau-liong mengenali siapa pendatang itu. Girangnya bukan kepaang. Buru-buru ia berkata kepada Song Ling.

   "Itulah Lu Bu-ki!"

   Samar2 Song Ling juga melihatnya Serunya heran.

   "Mengapa hanya dia seorang? Dan mengapa tampaknya terluka?"

   Memang orang itu terhuyung-huyung sehingga sampai beberapa saat baru tiba ditempat Siau-liong bersembunyi. Tubuhnya berlumuran darah, pakaian compang-camping dan berjalan dengan susah payah. Siau-liong cepat meneriakinya.

   "Saudara Lu!"

   Lu Bu-ki tersentak kaget dan cepat mencabut pedang dipunggungnya. Tetapi setelah melihat siapa yang memanggil itu, ia menghela napas.

   "Ah, kiranya saudara Kongsun dan nona Song. Menjapa kalian disini?"

   Siau-liong tak menjawab melainkan melanjutkan pertanyaannya.

   "Apakah saudara Lu melihat suhuku dan Liau Hoan taysu...."

   Lu Bu-ki menukas dengan helaan napas.

   "Ah, hidup selama 40 tahun lebih, baru hari ini mataku terbuka. Kongsun Sin-tho locianpwe itu, ternyata seorang sakti Seorang diri dia mampu menghadapi empat tokoh sakti si Iblis-penakluk-dunia, Lamhay Sin-ni, Jong Leng lojin dan Randa Bu-san. Beaar2 suatu pertempuran yang belum pernah terjadi dalam sejarah persilatan...."

   Sambil terengah-engah. Lu Bu-ki seperti menggambarkan pertempuran itu dengan gerak2 yang bersemangat. Siau-liong tergopoh menukasnya.

   "Bagaimanakah kesudahannya pertempuran itu? Suhuku....?"

   Lu Bu-ki tertegun, sahutnya.

   "Aku dan Liau Hoan taysu pun bertempur sendiri dengan Harimau Iblis dan It Hang totiang...."

   Berhenti sejenak ia berkata pula.

   "Tetapi karena kepandaianku jelek, dalam tiga jurus saja aku sudah menderita luka. Sedang Liau Hoan taysu karena mencengkeram perempuan baju merah itu, gerakannya tak leluasa. Pihak kita hanya mengandalkan kekuatan Kongsun locianpwe seorang...."

   Tiba-tiba ia berhenti lagi dan terengah-engah. Sesungguhnya Siau-liong gelisah sekali tetapi ia sungkan untuk mendesak. Terpaksa dengan sabar ia bertanya.

   "Apakah engkau terluka parah?"

   Setelah terengah sejenak, Lu Bu-ki paksakan tertawa.

   "Hanya beberapa luka luar saja, tidak jadi apa...."

   Tetapi tampaknya kedua kakinya sudah tak kuat berdiri lagi. Maka duduklah ia di tepi jalan lalu berkata pelahan-lahan.

   "Sebenarnya dalam pertempuran itu aku sudah bertekad untuk mengadu jiwa. Tetapi karena Kongsun lo-cianpwe berulang kali menyerukan supaya aku dan Liau Hoan taysu segera mengundurkan diri, bahkan dalam kesibukan menghadapi keroyokan keempat lawannya yang tangguh itu, Kongsun locianpwe masih sempat juga untuk membantu aku...."

   Mata sitinggi besar itu berkaca-kaca dan berseru dengan nada tegang.

   "Saat itu aku dan Liau Hoan taysu terdesak musuh. Tetapi karena dibantu Kongsun lo-cianpwe dengan sebuah hantaman yang memaksa Harimau Iblis dan It Hang totiang mundur bahkan Shin Bu-seng dari Tiam-jong-pay menderita luka, sambil menyeret perempuan siluman baju merah itu, segera menerobos keluar dari biara. Kemudian akupun menyusul keluar Tetapi karena malam Itu hujan lebat dan angin kencang, suasana di luar gelap pekat. Begitu keluar aku tak melihat Liau Hoan taysu lagi. Tentulah dia sudah lari jauh...."

   Siau-liong banting2 kaki dan menghela napas.

   "Kalau begitu engkau tak mengetahui bagaimana kesudahan pertempuran suhuku itu?"

   Lu Bu-ki gelengkan kepala menghela napas.

   "Karena tak melihat Liau Hoan taysu dan menderita luka, sedang keadaan diluar gelap gulita sekali .dan saat itu Kongsun lo-cianpwe gunakan ilmu Menyusup suara untuk menyuruh aku lekas.... aku lekas pergi dan lagi...."

   Ia berhenti memandang Siau-liong.

   "Suhumu suruh aku apabila bertemu dengan engkau, supaya menyampaikan pesannya suruh engkau lekas menuju ke gunung Gobi, menemui paderi sakti Kim Ting. Minta Tenggoret-berkaki-tiga dari paderi itu. Suhumu mengatakan pula. Beban berat untuk menyelamatkan dunia persilatan dewasa ini, terletak dibahumu. Suruh engkau menyadari tugas berat itu. Setiap tindakan harus hati2...."

   Siau-liong menghela napas.

   "Kalau begitu, suhu kemungkinan besar tentu tertimpah bahaya!"

   Sesaat ia gelisah dan cemas sekali.

   "Kalau aku bisa meloloskan diri, tentulah Kongsun cianpwe takkan tertimpah apa2 ,...."

   Lu Bu-ki menatap Siau-liong dan tiba-tiba diam. Siau-liong menghela napas.

   "Itulah karena Iblis penaklukdunia tak berniat menangkapmu. Tetapi terhadap suhu.... dengan mengandalkan pada ketiga tokoh sakti yang telah menjadi orangnya itu, betapa pun sakti kepandaian suhu tetapi mungkin.... ah! Tertawannya Randa Bu-san merupakan salah satu contoh...."

   Makin memikir, makin gelisahlah Siau-liong.

   Ia merasa pasti bahwa suhunya tentu celaka.

   Song Ling yang selama itu hanya mendengarkan mereka bicara, pikirannya pun agak tenang.

   Tetapi mukanya basah dengan airmata campur hujan.

   Setelah menghela napas panjang ia bertanya kepada Lu Bu-ki.

   "Mamahku.... apakah masih linglung pikirannya?"

   Lu Bu-ki terpaksa mengangguk.

   "Selama ilmu siluman dari kedua suami isteri iblis itu belum dapat dipecahkan, keadaan ibu nona tentu sukar sembuh...."

   "Lalu berpaling dan berkata kepada Siau-liong.

   "Menurut hematku, baiklah saudara melakukan pesan Kongsun cianpwe untuk lekas mencari paderi sakti Kim Ting di Gobi dan minta Tenggoret-emas-berkaki-tiga itu!"

   Siau-liong mengangguk. Lalu ia menanyakan bagaimana dengan luka sitinggi besar itu. Dengan gagah Lu Bu-ki teriawa.

   "Aku masih kuat menahan!" Habis berkata ia terus loncat bangun. Tetapi sebelum kakinya tegak, iapun terhuyung-huyung mau jatuh lagi. Jelas bahwa lukanya memang berat tetapi ia paksakan diri bertahan. Siau-liong cepat2 memapahnya tetapi sitinggi besar itu menghindar ke samping lalu tertawa garang.

   "Habis hujan, tanah licin. Sama sekali bukan karena aku tak dapat berjalan!"

   Ia terus ayunkan langkah lebar berjalan.

   Hampir setengah dari umurnya telah dipergunakan berkecimpung dalam Rimba Hijau.

   Sekali pun jarang sekali datang ke gunung Tay-liangsan, tetapi Lu Bu-ki cukup mengenal jalan di daerah itu.

   Maka berjalanlah ia menempuh hujan yang masih belum reda dengan diikuti Siau-liong dan Song Ling.

   Untunglah makin lama hujan pun makin reda dan akhirnya berhenti.

   Langitpun cerah juga.

   Rembulan muncul bagaikan sebuah bola lampu yang tergantung di atas barisan puncak gunung.

   Tetapi karena sudah terlanjur basah kuyup ketika dihembus angin malam, ketiga orang itu menggigil kedinginan.

   Song Ling yang bermula mengikuti persis di belakang Lu Bu-ki, lama kelamaan merasa letih juga dan akhirnya ia berjalan menjajari Siau-liong.

   Berkali-kali ia sandarkan tubuhnya ke bahu pemuda itu.

   Siau-liong diam-diam kerahkan tenaga dalam.

   Ia memperhatikan keadaan sekeliling penjuru.

   Maka bermula ia tak memperhatikan Song Ling.

   Baru setelah dara itu gemetar keras.

   ia terkejut.

   "Apakah engkau kedinginan?"

   Suatu pertanyaan yang sesungguhnya dapat dijawab sendiri karena dia juga gemetar kedinginan.

   "Tidak,"

   Sahut Song Ling. Siau-liong terkejut mendengar nada suara dara itu lain dari biasanya. Buru-buru ia berhenti, Ternyata wajah Song Ling berobah pucat, giginya bercaterukan keras. Tangannya dingin sekali tetapi dahinya amat panas.

   "Engkau sakit!"

   Seru Siau-liong. Song Ling paksakan diri.

   "Hanya cape sedikit, tetapi tak mengapa...." tetapi mendadak ia mencengkeram lengan Siau-liong dan meronta.

   "Pelahan-lahan saja!"

   Siau-liong iba sekali melihat keadaan dara itu sehingga hampir menangis.

   Song Ling menderita luka parah pada tubuh dan hatinya.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Lalu menempuh perjalanan ditengah malam yang berhujan lebat, angin keras.

   Sudah tentu dara itu tak kuat bertahan.

   Tetapi sikap si dara yang tetap gagah, sinar matanya yang memancar kekerasan hati dan katup bibirnya yang angkuh pantang mundur, diam-diam menimbulkan rasa kagum pada Siau-liong.

   Tak berapa lama malam pun berganti pagi.

   Pemandangan sekeliling penjuru, makin terang.

   Diam-diam Siau-liong gelisah.

   Jika saat itu Iblis-penakluk-dunia melakukan pengejaran, tentulah sukar untuk meloloskan diri lagi.

   Lu Bu-ki benar-benar tak kecewa sebagai seorang jantan perkasa.

   Walaupun tubuhnya berhias luka2 tetapi ia tetap kuat berjalan.

   Mendengar berulang kali Siau-liong menghela napas, ia tahu isi hati pemuda itu.

   Segera ia berhenti, katanya.

   "Tay liang-san walaupun terdiri dari ribuan puncak, tetapi mempunyai jalan keluar sampai berpuluh-puluh buah. Kongsun lo-cianpwe dan Liau Hoan siansu tentu sudah meloloskan diri dari lain jalan!"

   "Eh, apakah nona sakit? "

   Tiba-tiba ia terkejut melihat keadaan Song Ling.

   "Entah masih berapa jauh lagi dapat keluar dari pegunungan ini? Kecuali nona Song tak kuat bertahan lagi...."

   Tiba-tiba Siau liong alihkan kata-katanya.

   "Dalam keadaan berlumuran darah begini tidaklah leluasa kalau bertemu orang. Lebih baik kita cari tempat beristirahat dulu."

   Sambil menunjuk jauh kesebelah muka, Lu Bu-ki mengatakan.

   "Setelah melintasi gunduk gunung itu, segera kita sudah keluar dari Tay-liang-san.... dibawah gunung kita akan tiba dikota, Ma-pian-koan. Disana nanti kita cari hotel. untuk mengobati sakit nona Song dan sekalian beristirahat.

   "

   Mendengar itu timbullah semangat Siau-liong. Tetapi saat itu Song Ling benar-benar sudah tak kuat lagi. Dengan napas memburu keras, ia sandarkan tubuh ke bahu Siau-liong.

   "Nona...."

   Seru Siau-liong.

   "Hm.... ,"

   Gumam Song Ling terus rubuh.

   Siau-liong terkejut.

   Terpaksa ia memandang dara itu terus lanjutkan perjalanan lagi.

   Ternyata Lu Bu-ki memang kenal jalanan disitu.

   Setelah melintasi gunduk, mereka tiba di tanah datar.

   Dari jauh tampak sebuah kota.

   Paling jauh hanya tiga li jaraknya.

   Sekalipun ingat akan pesan suhunya supaya jangan menunda perjalanan ke Gobi tetapi jarak ke Gobi tak kurang dari 7-8 puluh li.

   Sedang saat itu Song Ling menderita sakit sehingga tak kuat berjalan lagi.

   Maka Siau-liong terpaksa memutuskan untuk beristirahat dulu di kota Ma-pian-koan Ternyata kota itu tak berapa besar, kalah besar dan ramai dengan kota Sok-cu....

   Karena saat itu baru saja terang tanah maka rumah2 dan jalanan masih sepi....

   Lu Bu-ki dan Siau-liong berhenti disebuah rumah penginapan di gang yang sepi.

   Papan nama yang tergantung pada rumah penginapan itu berbunyi.

   "Pondok Toa Ong Ki"

   Sebuah pondok penginapan yang sudah tua dan kecil.... Lu Bu ki mengetuk pintu tetapi sampai lama tiada penyahutan. Sitinggi besar yang beradat berangasan lalu mendebur sekeras-kerasnya seraya berteriak.

   "Hai, pintu, lekas bukakan pintu."

   Siau-liong terkejut.

   Ia memperingatkan siberangasan supaya hati2 karena kota itu masih masuk lingkungan daerah Tay-liang san.

   Lu Bu-ki terpaksa bersabar dan menunggu.

   Paling tidak sepeminum teh lamanya baru terdengar langkah kaki orang dan pada lain saat terdengarlah pintu dibuka.

   Seorang lelaki tua muncul.

   Tetapi begitu melihat kedua pendatang yang berlumuran darah dan bahkan yang seorang memondong seorang gadis, orang tua itu menjerit kaget lalu bergegasgegas hendak menutup pintu lagi.

   Lu Bu-ki mendorong daun pintu dan membentak.

   "Tua bangka, bukankah engkau membuka rumah penginapan? Aku membawa uang...."

   Siau-liong cepat melangkah maju.

   "Lo sianseng, kami mendapat kesulitan dalam perjalanan. Minta tolong menyewa kamar disini. Semua rekening tentu akan bayar lunas!"

   "Apakah kalian ini...."

   Tanya orang tua itu tak henti2nya memandang bergantian kepada tetamunya. Siau-liong takut si tinggi besar omong keliru, buru-buru ia mendahului.

   "Kami adalah.... pedagang yang baru pertama kali ini menjual kain kedaerah Biau sini. Tak terduga ketika melintasi pegunungan Tay-liang-san kami telah mendapat kesulitan karena dihadang oleh orang Biau. Barang2 dagangan kami telah dirampas semua...."

   Kemudian memandang ke arah Song Ling yang dipondongnya, Siau-liong menghela napas.

   "Adikku ini menderita kegoncangan kaget dan karena kehujanan, terserang sakit.... harap lo-sianseng suka menolongi."

   Rupanya pemilik pondok itu percaya, katanya.

   "Memang tahun ini berdagang keluar daerah tidak mudah. Masih untung kalian bisa selamat. Beberapa hari yang lalu, ada rombongan pedagang kain yang yang masuk ke daerah Biau, ketika melintasi pegunungan Tay-liang-san pun dibegal orang Biau liar. Dari lima orang yang dapat lolos hanya seorang saja selamat. Kabarnya yang empat orang itu mati terkena panah beracun dari orang Biau.... ai.... silahkan masuk!"

   Rupanya pemilik pondok yang tua itu kasihan pada Siauliong. Sambil menunjukkan jalan, ia mengingau.

   "Memang tak mengherankan kalau nona itu jatuh sakit.... jangankan hanya seorang wanita, bahkan lelaki yang gagah perkasa pun tentu terserang penyakit kalau menempuh perjalanan yang begitu berat...."

   "Apakah kalian terluka oleh mereka?"

   Tanya orang tua itu sambil mengawasi pakaian Siau-liong dan Lu Bu-ki yang berlumuran darah.

   "Tidak, melainkan diwaktu meloloskan diri telah jatuh beberapa kali sampai terluka. Tetapi tak jadi apa.

   "

   Sahut Siauliong.

   Pemilik pondok itu membawa tetamunya kebagian ruang belakang.

   Saat itu dari sebuah kamar, muncul seorang lelaki berumur kira2 30-an tahun.

   Kepala besar, mata kecil, wajahnya menyeramkan.

   Tak henti-hentinya dia memandang Siau-liong saja.

   Setelah mempersilahkan Siau-liong bertiga masuk ke dalam sebuah kamar, pemilik pondok berseru memanggil lelaki tadi.

   "Tho Tao-ciang lekas hangatkan arak dan hidangan tuan2 tetamu ini. Lalu masak lagi air panas untuk mereka."

   Siau-liong menghaturkan terima kasih.

   Setelah orang tua itu mengingau seorang diri, lalu pergi.

   Ruang kamar ternyata teramat bersih.

   Tetapi hanya terdapat ranjang besar untuk dua orang.

   Siau liong segera letakkan Song Ling di atas kasur.

   Tepat pada saat itu pelayan yang disebut Tho Tao-cing tadipun datang membawa arak hangat.

   Setelah meminumkan dua cawan arak kepada Song Ling, tampaklah dara itu sadar.

   Ketika membuka mata, serentak ia hendak meronta bangun.

   "Jangan kuatir, beristirahatlah dengan tenang. Sekarang kita berada dalam pondok penginapan. Setelah engkau sembuh, kita lanjutkan perjalanan lagi."

   Kata Siau-liong. Tetapi Song Ling gelisah. Dengan napas gopoh ia berkata.

   "Aku hanya menderita sedikit angin dingin, Sama sekali tidak merasa sakit, Setelah istirahat, kita pergi. Apakah engkau lupa akan pesan suhumu...."

   Siau-liong memberi isyarat mata.

   "Karena sudah berada di tempat yang aman, sekarang atau nanti akhirnya toh kita akan kesana juga!"

   Rupanya Song Ling cukup cerdas.

   Ia tahu Siau-liong tentu mencurigai pelayan yang berwajah seram itu.

   Maka iapun tak mau bicara lagi.

   Lu Bu-ki mengambil sekeping perak 10-an tail lalu diberikan kepada pelayan itu."Harap belikan pakaian untuk bertiga, sediakan hidangan dan sisanya untukmu!"

   Dengan tertawa-tawa, pelayan menyambuti perak terus melangkah pergi.

   Cepat sekali ia sudah menyediakan pesanan Lu Bu-ki.

   Ia datang membawa tiga stel pakaian baru.

   Saat itu hari sudah siang.

   Tetamu2 lain yang jumlahnya hanya 4-5 orang sudah berkemas untuk melanjutkan perjalanan.

   Setelah mandi air hangat dan ganti pakaian, agak segarlah perasaan Siau-liong bertiga.

   Kemudian mereka menutup pintu dan makan.

   Tetapi walaupun sakitnya sudah agak berkurang, Song Ling tetap tak dapat menelan nasi.

   Terpaksa ia tidur saja di ranjang.

   Sesuai dengan tubuhnya yang tinggi perkasa, Lu Bu ki gemar sekali minum.

   Setelah menghabiskan tiga cawan, semangatnya makin beringas.

   Lukanya seolah-olah dilupakan.

   Siau-liong hanya makan sedikit Setelah Lu Bu-ki habis makan, Siau-liong suruh dia beristirahat di tempat tidur untuk memulangkan tenaga.

   Tetapi si tinggi besar tetap menolak.

   "Aku tidak lelah. Lebih baik engkau yang beristirahat dulu."

   Karena Lu Bu ki tetap menolak, Siau-liong terpaksa naik ketempat tidur.

   Karena letih, ia jatuh pulas.

   Entah berapa lama ia tertidur, tiba-tiba ia terkejut mendengar suara berisik yang lembut sekali.

   Dilihatnya Song Ling masih tidur pulas, Lu Bu-ki pun mendengkur di atas kursi.

   Suara gemersik itu berasal dari jendela.

   Ia duga tentulah perbuatan sipelayan.

   Maka sengaja ia batuk2 lalu duduk diranjang.

   Orang yang mengintai diluar kamar itu segera berjingkatjingkat pergi.

   Dia meninggalkan sebuah lubang pada kertas jendela.

   Sekalipun sudah berhati-hati sekali, tetap terdengar Siauliong.

   Jelas orang itu tak mengerti ilmu silat.

   "Betapapun lihaynya tetapi tak mungkin Iblis-penaklukdunia menanam pengaruhnya sampai di tempat semacam ini. Tentulah pelayan itu mencurigai gerak-gerik kita,"

   Pikir Siauliong.

   Diluar ruangan, sunyi senyap.

   Kecuali Siau-liong bertiga, pondok penginapan itu sudah tak ada tetamu lain lagi.

   Saat itu matahari sudah condong ke barat.

   Ia berjalan keluar.

   Terasa tubuhnya ringan sekali.

   Rasa letih sudah hilang.

   Ia menghampiri ketempat Song Ling.

   Dilihatnya pipi dara itu merah sekali.

   Dirabanya pipi dara itu.

   Panas sekali tetapi kaki tangannya dingin, napasnya sesak.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ah, dia benar-benar keras hati. Sakitnya begini berat, masih paksa diri bertahan,"

   Pikir Siau-liong. Ia memanggil pelayan minta alat tulis. Lu Bu-ki terkejut bangun dan melonjak dari kursinya, ia tertawa sendiri.

   "Ho, baru liyer2 sebentar, sudah jatuh pulas!"

   "Bagaimana dengan lukamu?"

   Tanya Siau-liong.

   Orang tinggi besar itu mengatakan sudah sembuh.

   Saat itu pelayan datang membawa alat tulis.

   Entah bagaimana, ia tampak ketakutan berhadapan dengan Siau-liong dan Lu Buki.

   Siau liong duga pelayan itu ketakutan karena merasa perbuatannya mengintai tadi, tentu diketahui Siau liong.

   Sejak kecil Siau-liong ikut pada Kongsun Sin Tho.

   Walaupun tabib sakti itu tak mengajarkau ilmu pengobatan, tetapi karena biasa mendengar dan melihat suhunya meramu obat, maka Siau-liong pun mengerti juga sedikit2.

   Segera ia menulis resep dan suruh pelayan iiu membelikan ke rumah obat.

   Setelah pelayan pergi, bertanialah Siau-liong kepada Lu Buki.

   "masih jauhkah perjalanan ke gunung Gobi itu?"

   "Dari sini kita menyeberang sungai, kira2 hanya 40-an li. Jadi semua hanya 70-an li. Tetapi.... perjalanan itu merupakan daerah pegunungan, tiada jalan datar. Tak bisa ditempuh dengan kuda atau kereta. Bahkan jalan kaki saja sukar. Mengingat nona Song masih sakit...."

   Siau-liong cepat menukas dengan serius.

   "Kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia itu sudah jelas hendak berusaha menguasai dunia persilatan. Ceng Hi totiang terpaksa menuruti perintahnya untuk menghadiri pertemuan di Gobi. Tentulah saat ini mereka sudah menuju ke Gobi. Kemarin malam dengan gunakan ilmu Mendengar langit-menembusbumi, dia telah mencuri dengar pembicaraanku. Tentulah dia sudah mengetuhui perjalanan kita ke Gobi ini. Sekalipun dia tak muncul tetap tentu sudah mengatur rencana untuk menangkap kita. Menurut penilaianku, di gunung Gobi sudah dirobah menjadi suatu perangkap. Kaki tangan Iblis-penaklukdunia sudah tersebar diseluruh pelosok gunung itu. Lebih baik kita berangkat pada malam hari saja dan besok pagi2 sudah dapat mencapai puncak Kim-ting dari gunung Gobi...."

   "Hai!"

   Tiba-tiba Lu Bu ki menggebrak meja, mengapa aku lupa? Ya, aku teringat akan sebuah jalan singkat yang dapat mencapai belakang gunung Gobi. Jalan itu sepi sekali sehingga tak diketahui orang. Biarlah nanti malam aku yang menjadi penunjuk jalan!"

   Siau-liong gembira mendengarkan.

   Setelah setengah hari beristirahat, semangat merekapun sudah segar kembali.

   Tetapi Song Ling masih tidur sedang Siau-liong dan Lu Bu-ki duduk bersemedhi memulangkan semangat.

   Tak berapa lama sipelayan tadi muncul dengan membawa obat yang sudah dimasaknya.

   Lebih dulu Siau-liong mencicipi obat itu baru ia angkat tubuh si dara dan pe-lahan2 meminumkannya.

   Ternyata manjur juga obat buatan Siau-liong itu.

   Tak berapa lama semangat si dara pun mulai berangsur-angsur pulih.

   Tetapi berulang kali dara itu berteriak-teriak hendak melanjutkan perjalanan dan tak henti-hentinya mengoceh seorang diri, menangis dan menghela napas.

   Terang dara itu menanggung kedukaan yang menggoncangkan perasaannya sehingga belum pulih.

   Siau-liong menghiburnya dan menjelaskan mengapa baru berangkat nanti malam.

   Rupanya dara itu mau menerima penjelasan dan sikapnya pun agak tenang.

   Demikian mereka bertiga segera bersemedhi memulangkan semangat.

   Pada saat matahari hampir silam, pelayan tadi pun mengetuk pintu dan berseru;

   "Tuan-tuan.... ada seorang tetamu hendak bertemu!"

   Siau-liong dan Lu Bu-ki terkejut, pikir mereka.

   "Pagi2 sekali kita datang kepondok penginapan ini dan sepanjang hari tak pernah keluar. Mengapa ada orang yang hendak menemui kita?"

   Belum mereka mengambil putusan menemui orang itu atau tidak, tiba-tiba terdengar derap kaki orang berjalan masuk Siau-liong cepat menarik Lu Bu-ki. Keduanya siap2.

   "Apakah tinggal dideretan kamar timur? "

   T-riak orang itu dengan nyaring.

   "Ya, ya.

   "

   Sahut sipelayan tadi.

   "kamar yang inilah."

   "Hayo, engkau keluar!"

   Bentak orang itu seraya terus masuk ke dalam pintu. Lu Bu-ki terkejut tetapi setelah mengetahui siapa pendatang itu, ia segera tertawa gelak2.

   "Ah! kiranya Auyang pangcu!"

   "Benarkah saudara Lu yang bicara ini?"

   Seru orang itu.

   Lu Bu ki cepat membuka pintu untuk pendatang itu.

   Seorang lelaki tua berumur 60-an tahun rambut dan jenggotnya sudah menjunjung uban,pinggang menyelip sepasang senjata Poan-kwan-pit melangkah masuk.

   Mata orang itu berbentuk segi tiga hidung bengkok macam burung wulung.

   Wajahnya menampilkan seorang licin.

   Orang itu memandang Siau-liong sampai beberapa jenak baru memberi hormat dan berseru dengan tertawa.

   


Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id Si Pedang Kilat -- Gan K L Pendekar Pengejar Nyawa -- Khu Lung

Cari Blog Ini