Pendekar Riang 3
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 3
"Kalau begitu, biarlah kami menurut saja, terima kasih, terima kasih."
Tiba-tiba si tongkat penjepit menepuk-nepuk bahu Kwik Tay-lok sambil berkata dengan dingin.
"Selama dua hari ini situasi dalam kota pasti kacau, kalau tak ada urusan lebih baik mengendon dalam rumah saja, dari pada mencari kesulitan sendiri."
Kemudian tanpa memberi kesempatan berbicara untuk Kwik Tay-lok, dia menekan bahunya keras-keras, terusnya.
"Kau tak usah repot-repot menghantar kami, silahkan duduk!"
Hiihhhhh....
hiihhhhh....
hiihhhh....
aku tidak lelah, masih pingin berdiri lagi", jawab Kwik Tay-lok sambil cekikikan.
Padahal si tongkat penjepit telah menggunakan tenaganya sebesar delapan bagian, tapi sedikitpun tidak menghasilkan apa-apa, dengan mata melotot dia mengawasi pemuda itu dari atas sampai ke bawah, beberapa kejap kemudian tanpa berpaling lagi dia berlalu dari situ.
"Kenalkah kalian dengan orang yang ada di seberang jalan itu ?"
Tiba-tiba si anjing buldok bertanya. Yang dimaksudkan adalah seorang kakek kurus yang rambutnya telah beruban, ia sedang membawa seember air kotor dan keluar dari pintu rumahnya, kemudian menuangkan air itu ketengah jalan.
"Tentu saja kenal"
Jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"dia adalah pemilik pegadaian Lip-gwan, kami semua memanggilnya sebagai Hoat-po-pi (si penyayat kulit hidup)"
Mencorong sinar tajam dari balik mata si anjing buldok, diawasinya kakek itu tanpa berkedip. Menanti kakek itu sudah membalikkan badan dan berjalan masuk, ia baru berkata sambil tertawa.
"Kalian tak usah repot-repot, kami hendak memohon diri lebih dulu"
Ia lantas menyusul si tongkat penjepit, membisikkan sesuatu ke sisi telinganya dan kemudian bersama-sama menuju ke rumah pegadaian tersebut...."
Saat itulah, si orang baju hitam baru pelan-pelan bangkit berdiri dan pelan-pelan berjalan melewati hadapan Kwik Tay-lok sekalian.
Semua orang masih minum arak sambil menundukkan kepala, tak seorangpun yang memperhatikannya.
Karena setiap kali berjumpa dengannya, mereka seakan-akan melihat seekor ular berbisa, suatu perasaan tak enak yang sukar dilukiskan dengan kata-kata tentu akan muncul di dasar hati setiap orang.
Si orang berbaju hitam itu sama sekali tidak berhenti, hanya secara tiba-tiba ia menyapa.
"Ui Giok-ji, baik-baikkah engkau ?"
Semua orang tertegun, siapapun tak tahu dia sedang menegur siapa. Dalam pada itu, si orang berbaju hitam itu sudah keluar dari warung tersebut dengan langkah lebar. Kwik Tay-lok segera menggelengkan kepalanya berulang kali, gumamnya.
"Heran, jangan-jangan pikiran orang ini kurang waras ?"
Lim Tay-peng memperhatikan pula pedang yang tergantung di punggung orang itu lalu, gumamnya pula.
"Pedang itu paling tidak panjangnya empat jengkal tujuh inci !"
"Aku lihat ketajaman matamu cukup hebat"
Kata Yan Jit.
"agaknya kau adalah seorang ahli dalam ilmu pedang?"
Lim Tay-peng seakan-akan tidak rnendengar perkataan itu, kembali dia berkata.
"Menurut apa yang kuketahui, hanya tiga orang dalam dunia persilatan yang bisa menggunakan pedang sepanjang itu."
"Oooh, siapa saja ?"
Seru Kwik Tay-lok.
"Orang pertama bernama Ting Gi-long, konon dia adalah anak haram dari seorang petualangan yang berasal dari negeri Hu-sang (Jepang) Mitsu Hanada dengan Hong-san-li-kiamkek (jago pedang perempuan dari bukit Hong-san) Ting Li, menurut kata orang, Mitsu Hanada adalah seorang samurai terkenal dinegeri Hu-sang yang berjulukan Samurai kilat, oleh sebab itu ilmu pedang yang dimiliki Ting Gi-long merupakan kombinasi antara ilmu pedang aliran Hong-san dengan aliran negeri Hu-sang."
Yan Jit menatapnya lekat-lekat, lalu serunya.
"Tak kusangka pengetahuanmu tentang dunia persilatan jauh lebih banyak daripada diriku."
Lim Tay-peng agak sangsi sejenak, kemudian katanya.
"Aku sendiripun mengetahuinya dari orang lain."
"Lalu siapakah dua orang lainnya?"
Kwik Tay-lok segera menyela.
"Orang kedua adalah satu-satunya ahli waris dari Kiong Tiang-hong, ia bernama Kiong Honghun."
"Kiong Hong-hun ? Seperti nama seorang perempuan!"
"Dia memang seorang perempuan"
Yan Jit menerangkan.
"apakah kau menganggap perempuan tak dapat menggunakan pedang sepanjang itu ?"
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Aku hanya merasa bahwa orang berbaju hitam itu besar kemungkinan bukan seorang perempuan."
"Konon Ting Gi-long telah berangkat ke negeri Hu-sang beberapa waktu berselang, katanya hendak pergi mencari ayah kandungnya, oleh sebab itu si orang berbaju hitam ini jelas bukan dia"
"Siapa orang ketiga?"
"Orang itu bernama Kiam-te-yu-hun (sukma yang lolos dari ujung pedang) Lamkiong-Cho."
"Sukma yang lolos dari ujung pedang ? Jelas kata-kata itu merupakan suatu kata ejekan, kenapa dia malah memakainya sebagai nama julukan kebanggaan ?"
"Banyak tahun berselang, dalam dunia persilatan muncul seorang manusia aneh yang bernama Kong-bong-sip-ci-kiam (pedang sepuluh kata kalap), setiap orang yang bertemu dengannya tak seorangpun berhasil lolos dalam keadaan hidup, malah See-san-sam-yu (tiga serangkai dari see-san) serta Kanglam Tit-it-kiam (pedang nomor wahid dari Kanglam) yang termashur namanya ketika itupun terbunuh olehnya, Lamkiong Cho berhasil lolos dalam keadaan hidup. Sebab itulah Lamkiong Cho merasa bangga dengan prestasinya itu, diapun menamakan dirinya sebagai Sukma yang lolos dari ujung pedang"
"Sudah kalah diujung pedang orang masih merasa bangga, orang ini betul-betul menarik"
Kata Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"Orang ini bukan saja tidak menarik, bahkan tidak menarik sekali"
Lim Tay-peng membenarkan.
"Kenapa ?"
"Konon orang ini gemar sekali membunuh orang, ada kalanya ia membunuh orang cuma lantaran dirinya lagi senang, adakalanya dia pun bisa menbunuh orang lantaran uang. Sekalipun ia berhasil lolos dari ujung pedang Sip-ci-kiam, sebuah codet berbentuk huruf silang empat menghiasi wajahnya, oleh sebab itu dia tak pernah mau menjumpai orang dengan wajah aslinya".
"Kalau begitu, besar kemungkinan orang berbaju hitam itu adalah dia...."
"Belum tentu demikian"
Tiba-tiba Ong Tiong menyela.
"Belum tentu?"
"Darimana kalian bisa tahu kalau dia bukan seorang perempuan, bukan Kiong Hong Hun ?"
"Tentu saja bukan !"
"Kenapa ? Kau sudah melihat wajahnya? Sudah melihat tangannya ? Sudah melihat kakinya.? Bahkan seinci tubuhnya saja belum kau lihat, apa yang bisa kau saksikan tak lebih hanya pakaian berwarna hitam, masa pakaian yang bisa dipakai orang lelaki tak bisa dikenakan oleh perempuan?"
Kwik Tay-lok tertegun, lama sekali ia baru berkata sambil tertawa.
"Kalau dia seorang perempuan, ini lebih menarik lagi, aku ingin melihat bagaimanakah raut wajahnya."
"Agaknya asal perempuan, kau pasti merasa tertarik sekali ?"
Seru Yan Jit kesal. Kwik Tay-lok tertawa terbahak-bahak..
"Bagaimanapun juga perempuan memang jauh lebih menarik daripada lelaki, tentu saja yang terlalu jelek dan terlalu tua dikecualikan."
Yan Jit segera menghela napes panjang, katanya.
"Aaai...! Manusia macam dia kalau tak mau mengaku sebagai setan perempuan, siapa yang mau mengaku ?"
"Paling tidak aku punya sedikit kemiripan pula dengan setan perempuan...."
Sela Ong Tiong sambil menguap.
"Kemiripan dalam hal apa ?"
"Setiap waktu, setiap saat aku selalu teringat dengan ranjang." * * * Pembaringan. Ke empat buah peti yang berisi emas dan permata itu berada di kolong pembaringan. Sekalipun seseorang yang kaya raya di dunia ini, tak nanti akan menyimpan empat buah peti yang berisi emas intan dan mutu manikam yang tak terhitung jumlahnya itu di bawah kolong ranjang, apalagi tanpa mengunci pintu meninggalkan rumah. Tapi mereka telah berbuat demikian, sebab kecuali mereka sendiri, mimpipun orang lain tak akan menyangka kalau di bawah kolong ranjang yang rongsok dan dekil itu bisa terdapat harta karun sedemikian besarnya, apalagi rumah itu dasarnya memang kosong melompong, kecuali kolong ranjang, memang tak ada tempat lain yang bisa dipakai untuk menyimpan ke empat buah peti itu lagi.
"Kenapa tidak ditanam saja ke dalam tanah?"
Yan Jit pernah mengajukan usul tersebut, tapi Ong Tiong yang pertama-tama menampik.
"Sekarang dengan susah payah kita menanam peti-peti itu ke dalam tanah, dua hari kemudian dengan susah payah menggali kembali, kalau toh akhirnya harus digali keluar, apa sebabnya kita memendamnya sekarang ?"
Orang malas selalu mempunyai alasan yang cukup untuk menolak melakukan suatu pekerjaan.
Alasan dari Ong Tiong tentu saja cukup kuat.
Sekarang, tentu saja ia telah berbaring kembali di atas ranjangnya.
Kwik Tay-long sedang berlatih tekun minum arak sambil berjungkir balik, ketika diketahui bahwa minum arak ada banyak ragamnya, ia bertekad untuk menguasai dulu cara minum sambil berjungkir balik.
Seandainya di dunia terdapat orang yang bisa minum arak dengan mata, sekalipun cuma seorang, dia tak akan pantang menyerah, baik buruk dia pasti akan berlatih dari orang itu sampai berhasil.
Lim Tay-peng duduk di atas undak-undakan pintu sambil bertopang dagu, entah sedang melamun? Entah sedang memikirkan persoalan yang memenuhi benaknya? Sekalipun usianya jauh lebih muda dari pada siapapun, tapi persoalan yang dihadapinya justru lebih banyak dari yang lain.
Yan Jit entah sudah kemana lagi? Gerak-gerik orang ini selalu diliputi oleh kemisteriusan, sering kali dia ngeloyor pergi seorang diri, siapapun tak tahu apa yang sedang dilakukan olehnya.
Malam seakan-akan sudah larut, seakan-akan pula masih pagi.
Orang bilang.
"Waktu adalah pokok dari semua benda di alam semesta, hanya waktu yang selamanya langgeng."
Tapi ditempat ini, kata-kata tersebut boleh dibilang tidak terlalu cocok.
Walaupun orang-orang disini tak pandai memanfaatkan waktu, merekapun tak mau diperbudak oleh waktu.
Ketika Kwik Tay-lok menghabiskan arak cawan ketiga, tiba-tiba Lim Tay-peng bangkit berdiri dari undak-undakan.
Paras mukanya begitu riang juga begitu serius, seakan-akan seorang panglima perang yang hendak mengumumkan suatu berita penting kepada anak buahnya.
Cuma, bagaimanapun seriusnya wajah seseorang, bila dilihat secara terbalik maka wajah itu tentu kelihatan sangat lucu dan menggelikan.
Secawan arak yang baru saja diteguk Kwik Tay-lok, hampir saja menyembur keluar dari hidungnya.
"Aku hendak mengatakan sesuatu !"
Kata Lim Tay-peng.
"Aku telah menduganya !"
Sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"Dalam kota terdapat seseorang yang bukan saja kungfunya sangat tinggi, akhli pula dalam menyaru serta ilmu menyusutkan tulang, ia pernah melakukan banyak kasus pencurian yang membuat para pejabat pengadilan pusing kepala."
"Agaknya persoalan itu bukan cuma diketahui olehmu seorang, agaknya akupun pernah mendengar persoalan itu", kata Kwik Taylok sambil mengerdipkan matanya.
"Bukan cuma kau yang tahu, Swan Bwe-tong juga tahu !"
Lim Tay-peng menyambung.
"Oya ?"
"Dia bukan saja tahu, lagi pula pasti ada dendam dengan orang ini !"
"Ada dendam ?"
"Cuma diapun sama seperti kami, hanya tahu kalau orang itu bersembunyi dalam kota, tapi tak tahu bersembunyi dimana? Melindungi dirinya dalam indentitas apa ? Sekali pun dia ingin membalas dendam, namun tak berhasil menemukannya, maka...."
Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasa tidak segeli tadi lagi, sambil berjumpalitan turun ke bawah, dia berseru.
"Maka kenapa?"
"Maka dia menggunakan akal untuk meminta orang lain yang mencarikan orang itu baginya"
"Tentu saja dia tahu kalau orang yang paling pandai mencari orang di dunia ini adalah si tongkat serta si anjing buldok"
"Diapun tahu kalau mereka sudah berada disekitar tempat ini, maka dicarinya akal untuk mengabarkan berita ini kepada mereka, bahwa penyamun ternama itu bersembunyi di kota ini"
"Yaa, kemudian ia sendiri mendahului mereka dengan melakukan pencurian berganda dalam semalam, bahkan sengaja menirukan cara kerja pencuri ulung itu, agar si tongkat dan si anjing buldok mengira peristiwa ini adalah hasil perbuatannya"
"Kesemuanya itu masih bukan bagian yang paling penting"
"Lantas yang terpenting apa ?"
"Dengan peristiwa tersebut, si tongkat dan si anjing buldok baru percaya kalau pencuri ulung itu benar-benar berada dalam kota ini, dengan demikian mereka baru mencarinya dengan bersungguh-sungguh. Manusia semacam mereka, tentu saja tak akan menjual tenaga sedikit berita yang belum pasti kebenarannya".
"Tapi dia masih ada sebuah persoalan lagi!"
Sambung Kwik Tay-lok.
"Yaa, persoalan itu menyangkut harta curian yang tak mungkin bisa dibawa keluar kota, merekapun tak sanggup menyembunyikannya, sebab dia tahu kalau si tongkat dan si anjing buldok telah datang".
"Betul, barang yang begitu menyolok dan begitu menyengat tangan memang tidak gampang untuk disembunyikan !"
"Bukan tidak gampang saja, lagipula sangat makan tenaga dan pikiran, oleh sebab itu...."
Kwik Tay-lok segera tertawa getir, katanya.
"Oleh sebab itu diapun mencari seseorang yang bisa membantunya untuk menyembunyikan barang-barang itu, tapi kenapa ia tidak mencari orang lain sebaliknya justru mencari diriku ?"
"Tentu saja dia tahu kalau kau berdiam di sini, dia juga tahu kalau setanpun enggan mendatangi tempat ini, kalau barang curian tersebut disembunyikan disini, maka ibaratnya.... ibaratnya...."
"Ibaratnya arak yang disimpan dalam perut, aman dan bisa dipercaya".
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku pikir hal itu bukan merupakan alasan yang terpenting"
Tiba-tiba Ong Tiong menyela.
"Oya ?"
"Yang paling penting, orang yang dicari untuk melakukan perbuatan semacam ini harus seorang yang acuh tak acuh dan seorang telur busuk goblok yang ketemu kucing bersahabat dengan kucing, bertemu dengan anjing bersahabat dengan anjing."
Ong Tiong bukan saja jarang bergerak diapun jarang berbicara.
Kadangkala apa yang dia katakan merupakan suatu kesimpulan, Tapi orang yang membuat kesimpulan kali ini bukan dia, melainkan Kwik Tay-lok sendiri.
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir.
"Berjumpa dengan kucing bersahabat dengan kucing, bertemu dengan anjing bersahabat dengan anjing mah bukan menjadi soal, lebih celaka lagi kalau bertemu dengan gadis cantik lantas tak mampu berjalan, itu baru betul-betul telur busuk yang dogol"
"Hey, siapa yang kau maksudkan ?"
Tegur Lim Tay-peng mengerutkan dahi.
"Yang kumaksudkan adalah diriku sendiri!"
Sahut Kwik Tay-lok sambil menunjuk hidung sendiri.
Padahal Kwik Tay-lok bukan sungguh-sungguh tolol, dia cuma merasa enggan untuk memikirkan banyak persoalan secara serius, andaikata dia mau saja, mungkin jauh lebih pintar dari siapapun.
Tiba-tiba Lim Tay-peng berkata lagi.
"Kau masih melakukan sebuah kesalahan lagi !"
""Aaaai.... Kwik sianseng salah melakukan perbuatan bukan suatu kejadian aneh, kalau berbuat betul baru berita yang aneh!"
"Tadi kau tidak seharusnya membayar dengan kepingan uang emas tersebut."
"Kalau tidak membayar dengan uang emas itu, apakah aku harus membayar dengan jari tanganku ? Jangan lupa, arak yang kau minum tadi tidak lebih sedikit dariku !"
"Kalau si tongkat dan si anjing buldok tahu kalau kita membayar rekening dengan uang emas, dia pasti akan keheranan, dari mana si setan miskin itu peroleh uang emas sebesar itu? Nah, kalau sampai begini, kitalah yang bakal berabe."
"Bolehkah aku memberitahukan pula beberapa hal kepadamu ?"
Seru Kwik Tay-lok kemudian.
"Boleh saja !"
"Pertama, si tongkat dan si anjing buldok tak akan tahu, karena Moay Lo-kong bukan seorang yang cerewet !"
"Setelah ada nomor satu, tentu ada nomor dua bukan, apa nomor yang kedua?"
"Nomor dua, kalau dalam saku Kwik sian seng kedapatan beberapa tahil perak, kejadian ini bukan suatu kejadian yang aneh dan tidak diherankan. Apalagi di atas kepingan uang emas itu tak ada tandanya, aku telah memeriksanya dengan teliti, siapa berani menuduh aku pencuri, akan kutampar dulu bibirnya"
"Masih ada yang lain ?"
"Masih, setiap orang harus makan, kita kalau ingin makan maka uang emas itulah yang akan kita pakai untuk membayar rekening"
"Hal inilah yang paling penting"
Tiba-tiba seseorang menanggapi.
"orang yang dicari Swan Bwe-tong bukan saja seorang ulat tolol yang suka perempuan, lagi pula dia juga seorang miskin yang edan, seekor ulat tolol yang menjadi sinting lantaran kelaparan!"
Inipun suatu kesimpulan.
Yang membuat kesimpulan kali ini bukan Ong Tiong, melainkan Yan Jit.
Setiap kali munculkan diri, gerak-geriknya selalu misterius dan tidak dirasakan oleh siapa pun, seperti halnya sewaktu dia melenyapkan diri....
Kwik Tay-lok gelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil tertawa getir.
"Kalau orang ini sedang berbicara dengan siapapun, suaranya tentu sedap didengar, tapi entah apa sebabnya dia justru paling suka menyindir diriku."
"Andaikata kau bukan temanku, sekalipun kau suruh aku menyindirmu, belum tentu aku mau mengabulkan permintaanmu itu"
Jawab Yan Jit sambil tertawa.
"Ong Tiong toh sahabatmu juga, kenapa itu kau tidak menyindir dirinya."
"Kata-kata yang bisa dipakai untuk menyindir diriku sudah habis kau pakai, buat apa orang lain musti berbicara lagi ?"
Kata Ong Tiong sambil tertawa. Kwik Tay-lok ikut tertawa, ia menghampiri Yan Jit dan menepuk-nepuk bahunya.
"Kali ini kau ngeloyor kemana lagi?"
Tegurnya.
"Aku.... aku pergi bermain."
Ia seperti tidak suka orang lain menyentuh tubuhnya, setiap kali Kwik Tay-lok menyentuhnya, ia menunjukkan sikap seakan-akan tidak terbiasa, mungkin hal ini dikarenakan kecuali Kwik Taylok, jarang ada orang yang menyentuh dirinya.
Asal melihat pakaian yang dikenakan itu, nasi yang dimakan semalampun mungkin akan tertumpah keluar.
"Kau bermain kemana ?"
Kembali KwikTay-lok bertanya.
"Ke bawah bukit, dalam kota"
"Apanya yang bagus dilihat dalam kota"
"Siapa bilang tak ada?"
"Jadi ada?"
"Semalam bukankah kau telah menyaksikan seorang gadis cantik membawa dua buah keranjang besar ?"
"Malam ini, apa yang telah kau lihat?"
"Penjagalan manusia"
"Penjagalan manusia? Siapa yang melakukan pembunuhan itu ?"
Tanya Kwik Tay-lok kuatir.
"Si tongkat !"
"Si tongkat membunuh orang ? siapa yang dibunuh !"
"Semua orang yang dicurigai"
"Siapa yang dicurigai ? apa yang perlu di curigai?"
"Si tongkat sedang mencari seorang lelaki berusia lima puluh tahunan lebih yang sudah sepuluh tahun datang kemari, maka semua lelaki yang pindah kemari pada sepuluh tahun berselang adalah orang yang mencurigakan, kemungkinan sekali dialah Hong Si-hu".
"Siapakah Ho Si-hu itu?"
"Hong Si-hu adalah orang yang sedang dicari si tongkat"
"Hong Si-hu yang kau maksudkan apakah Thi-hu-gut-siu (ayam dan anjing tak tersisa) Hong Si-hu?"
Tiba-tiba Lim Tay-peng menyela.
"Yaa, betul orang itulah yang dimaksudkan."
Sambil tertawa Kwik Tay-lok berseru.
"Orang yang mempunyai nama sebagus itu, kenapa justru memilih julukan yang tak sedap didengar?"
"Sebab setiap kali turun tangan, ia pasti akan menguras seluruh harta yang dimiliki korbannya, kadang kala uang setengikpun tidak disisakan, sering kali orang yang menjadi korban keganasannya harus mengakhiri nyawanya di atas tiang gantungan, oleh karena itulah walaupun dia tak pernah membunuh orang, tak sedikit orang yang dipaksa mati akibat ulahnya..."
"Konon orang itu bukan saja berhati hitam dan bertangan keji, diapun memandang uang lebih berharga dari pada nyawa sendiri, uang hasil curiannya tak pernah dipakai untuk berfoya-foya"
Kata Lim Tay-peng.
"Siapa tahu kalau semua hasil curiannya dipakai untuk menolong orang lain, atau berbuat kebajikan?"
Sela Kwik Tay-lok.
"Orang ini, sepanjang hidupnya sering kali melakukan perbuatan jahat, perbuatan apapun pernah dilakukannya, hanya tak sekalipun ia berbuat kebaikan."
"Kalau begitu dia simpan dimanakah semua harta kekayaannya itu ?"
"Tak seorangpun yang tahu."
Kwik Tay-lok termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ia bertanya lagi.
"Dalam kota, ada berapa banyak manusia macam begini yang dicurigainya...?"
"Sebetulnya tidak banyak, sekarang lebih sedikit lagi."
"Berapa banyak yang telah dibunuh si tongkat?"
"Lima atau enam orang, mungkin juga tujuh orang."
"Dia membunuh orang, kau cuma menonton dari samping?"
Teriak Kwik Tay-lok dengan mata melotot.
"Sekarang kalau suruh aku menonton lagi pun segan". Kwik Tay-lok kontan saja melotot besar, tiba-tiba ia melompat bangun dan menerjang keluar dari situ. Ong Tiong menghela papas panjang, gumamnya.
"Heran, sejak berkenalan dengannya, kenapa setiap kali dia bergerak aku selalu merasa harus bergerak pula?"
Meskipun Kwik Tay-lok bukan seorang yang dungu, tapi dia berangasan sekali. Sebenarnya dia harus bertanya dulu kepada Yan Jit.
"Sesungguhnya manusia-manusia macam apa yang telah dibunuh oleh si tongkat?"
Ia tidak bertanya, karena dia tahu manusia-manusia yang dibunuh si tongkat sudah pasti bukan manusia-manusia baik.
Ia memahami, tapi tak tahan untuk mengendalikan emosi.
Walaupun hal ini bukan merupakan suatu kebiasaan yang baik, paling tidak jauh lebih baik daripada mereka-mereka yang berperasaan sedingin es atau perasaan kaku.
Si orang berbaju hitam itupun mempunyai suatu kebiasaan...
selamanya dia tak mau untuk berjalan mendahului siapapun.
Tentu saja hal ini bukan disebabkan ia terlalu ketat memegang adat istiadat atau tata kesopanan, sebaliknya karena ia lebih suka memandang orang dengan matanya bukan dengan punggung.
Walaupun kebiasaan semacam inipun tidak terlalu baik, paling tidak telah memberi kesempatan hidup selama beberapa tahun kepadanya.
Sekarang, dia masih berjalan di belakang si tongkat dan si anjing buldok.
Kedua orang itu tak pernah kuatir kepadanya, sebab mereka tahu pedangnya tak pernah menusuk dari punggung orang! Walaupun wajahnya ditutup dengan selembar kain hitam, tapi dia jauh lebih menjaga muka dari pada kebanyakan orang.
Jalanan dalam kota amat sepi, cuma ada dua tiga rumah yang masih memancarkan sinar lampu yang redup.
Ketika tiba di rumah ke empat di sebelah kiri jalan, merekapun berhenti...
Gedung rumah itu seperti juga rumah-rumah lain dalam kota itu, bangunannya sederhana dan jelek, pintu yang sempit lagi tebal dengan jendela yang kecil lagi tinggi, kertas jendela yang tebal serta sinar lentera yang redup.
Pintu dan jendela semuanya berada dalam keadaan tertutup rapat.
"Rumah ini ?"
Tegur si anjing buldok dengan suara dalam.
Si tongkat mengangguk.
Tiba-tiba si anjing buldok itu melejit ke udara.
Meskipun perawakan tubuhnya tinggi besar, gerak-geriknya gesit sekali, ilmu meringankan tubuhnya juga tidak lemah, baru saja ujung kakinya menutul di atas wuwungan rumah, ia sudah melewati bangunan rumah tersebut dan lenyap dari pandangan mata.
Si tongkat berpaling dan memandang si orang berbaju hitam itu sekejap, kemudian dengan suara lantang ia berseru.
"Kami adalah petugas pengadilan yang hendak melakukan pemeriksaan, semua rakyat diminta tetap ditempat, barang siapa membangkang segera dibunuh sampai mati!"
Baru selesai seruan itu, cahaya lentera dalam ruang rumah itu telah padam. Kemudian.
"Blam !"
Agaknya ada orang sedang menjebol jendela belakang dan berusaha melarikan diri. Sayang si anjing buldok telah berjaga-jaga atas kejadian itu. Kembali terdengar jeritan kaget.
"Mau lari kemana kau....!"
Bentak si anjing buldok dengan suara nyaring.
Menyusul kemudian terlihatlah sesosok bayangan manusia melompat naik ke atas wuwungan rumah, meskipun ilmu meringankan tubuhnya tidak berada di bawah si anjing buldok, namun perawakan tubuhnya jauh lebih kecil dan ceking.
Setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia lantas melarikan diri ke arah tenggara.
Si tongkat tidak bergerak.
Si orang baju hitam itu seperti juga tidak bergerak.
Tapi secara tiba-tiba ia sudah berada di atas wuwungan rumah dan menghadang jalan pergi bayangan manusia itu.
Agaknya orang itu merasa terperanjat, sepasang kepalanya, segera diayunkan bersama ke depan.
Agaknya si orang berbaju hitam tidak melakukan gerakan apa-apa, tapi tahu-tahu orang yang melepaskan pukulan itu sudah terguling dari atas atap rumah dan terjatuh ke atas jalanan.
Pada saat itulah pelan-pelan si tongkat baru menghampirinya, sambil bergendong tangan ia menunduk dan mengawasi wajahnya.
Angin dingin berhembus kencang, suasana terasa amat menyeramkan.
Dari balik kegelapan malam, sepasang matanya bagaikan sepasang gurdi, sepasang gurdi yang telah dilapisi salju.
Sudah lama Kwik Tay-lok mengikuti jalannya peristiwa itu dari sudut jalanan, sebenarnya sedari tadi ia sudah bermaksud untuk menerjang keluar.
Tapi setelah menerjang keluar dari sana, apa pula yang hendak dilakukan ? Ia sendiripun tak tahu apa yang dilakukan.
Semisalnya orang yang ditangkap si tongkat adalah seorang penyamun berhati kejam, apakah dia harus membantu seorang penyamun untuk buron dari atas bukit sampai ke dalam kota, sepanjang jalan sudah cukup angin dingin yang menerpa wajahnya, kobaran api dalam dadanya telah jauh lebih mengecil.
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oleh sebab itu dia masih menunggu dibalik tikungan jalan.
Orang yang terbanting ke tengah jalan itu masih berbaring melingkar disitu, ia seperti seonggokan lumpur, bergerakpun tidak.
Tiba-tiba si tongkat menariknya bangun, lalu sambil mencengkeram kerah bajunya, sepatah demi sepatah dia berseru.
"Pandanglah aku !"
Walaupun orang itu telah berdiri, kepalanya masih terkulai lemas.
Si Tongkat segera mengendorkan tangan kanannya, kemudian dengan suatu kecepatan luar biasa menempelengnya beberapa puluh kali.
Darah mulai meleleh keluar dari ujung bibirnya, tapi orang itu masih menggertak gigi menahan diri, mendenguspun tidak.
"Bagus, punya semangat!"
Puji si tongkat sambil tertawa dingin.
Lututnya segera diangkat kemudian di tumbukkan ke tubuh orang itu keras-keras.
Saking sakitnya paras muka orang itu berubah hebat, dia ingin membungkukkan badannya, namun tak bisa membungkuk lagi.
Hanya tubuh bagian bawahnya yang berkerut, sekujur badannya berkerut menjadi satu gumpalan dan tergantung ditangan si tongkat, sekujur badannya gemetar keras seakan-akan semua tulangnya telah terlepas.
"Aku mempunyai banyak cara untuk menghadapi orang yang tidak penurut"
Kata si tongkat.
"barusan adalah salah satu diantaranya yang paling sederhana, kau ingin mencoba cara yang kedua?"
Akhirnya orang itu mendongakkan kepalanya dan menatap wajah si tongkat tajam-tajam, sorot matanya penuh memancarkan api kemarahan dan rasa dendam kesumat yang tebal.
Tiba-tiba sikap si tongkat berubah kembali, ia berubah menjadi lebih ramah dan halus.
""Kau bukan Hong Si-hu ?"
Tegurnya. Sambil menggertak giginya keras-keras, orang itu menjerit.
"Kalau sudah tahu kalau aku bukan, kenapa kau masih menghadapi diriku dengan cara ini ?"
"Karena aku masih belum yakin, kecuali kau memberitahukan siapakah dirimu yang sesungguhnya, dengan begitu aku baru bisa membuktikan kalau kau bukan Hong Si-hu".
"Aku bukan siapa-siapa, aku tidak lebih hanya seorang pedagang kecil yang menjual barang kelontong"
Si tongkat segera menarik muka, katanya setelah tertawa dingin.
"Kalau kau bukan orang lain, terpaksa aku akan menganggapmu sebagai Hong si-hu !"
Orang itu menggigil semakin keras.
"Kau takut salah menangkap orang, takut disalahkan atasanmu, maka walaupun kau sudah tahu kalau aku bukan Hong Si-hu, tapi kau tak mau juga melepaskan aku. Cara kerjamu itu sudah lama kuketahui".
"Kau keliru"
Ujar si tongkat dengan wajah lembut.
"yang kucari kali ini hanya Hong Si-hu seorang, urusan ini tak ada sangkut pautnya dengan orang lain, asal kau bersedia untuk mengucapkan asal usulmu yang sebenarnya, aku segera akan melepaskan dirimu".
"Melepaskan aku? kau bisa melepaskan aku ?"
Si tongkat kembali tertawa.
"Kenapa aku tak dapat melepaskan? Sekalipun kau pernah melakukan suatu peristiwa di tempat lain, apa sangkut pautnya dengan aku ? kenapa aku musti mencari banyak urusan dengan mencampuri urusanmu ?"
Orang itu berpikir sampai lama sekali, akhirnya sambil menggigit bibir katanya.
"Aku she Han, orang yang menyebutku It-ceng-hong (segulung angin)"
"Segulung angin? Apakah kau yang telah membunuh Ui wangwe sekeluarga pada musim semi tahun berselang?"
"Kau toh sudah berjanji, asal aku bukan Hong Si-hu, urusan yang lain tak akan kau campuri"
Protes si gulung angin.
"Tentu saja aku tak akan mencampuri, tapi dari mana aku bisa tahu kalau kau adalah si gulung angin, bukan Hong Si-hu ?"
"Diatas badanku terdapat tato...."
"Sreet"
Pakaiannya segera terobek, betul juga diatas dadanya terdapat tato yang berbentuk segulung angin puyuh. Itulah lambang khas dari si Segulung angin.
"Si gulung angin tak mungkin dapat menyaru sebagai Hong Si-hu, sebaliknya Hong Si-hu dapat menyaru sebagai si segulung angin"
Kata si tongkat hambar.
"Apa yang harus kuperbuat sehingga kau bisa mau percaya?"
Si tongkat termenung dan berpikir sejenak, lalu jawabnya.
"Konon, Ui wangwe mati lantaran tertusuk oleh pedang"
"Tidak, aku tak pernah menggunakan pedang"
"Lantas apa yang menyebabkan kematiannya?"
"Kugunakan obat racun untuk meracuninya sampai mati, kemudian melemparkan tubuhnya ke dalam sumur"
Si tongkat segera tertawa.
"Kalau begitu, kau memang betul-betul si segulung angin"
Katanya.
"Aku memang!"
"Bagus, bagus sekali...."
Tiba-tiba ia mengeluarkan tangannya, kemudian membacok tengkuk si segulung angin.
Dalam waktu singkat, si segulung angin berubah menjadi segumpal tanah liat.
Sinar kebencian dari bola matanya pelan-pelan menongol keluar, mukanya beringas penuh rasa benci dan dendam yang tebal, seakan-akan ia sedang bertanya.
"Kau toh sudah setuju untuk melepaskan aku ? Kenapa kau bunuh diriku sekeji ini ?"
Meskipun si tongkat tidak berkata apa-apa tapi sorot mukanya seolah-olah menjawab pertanyaan itu. Sorot mata tersebut penuh pancaran sinar bangga, seolah-olah sedang berkata demikian.
"Inilah cara kerjaku, kalau toh aku tidak mempercayai dirimu, kenapa kau harus percaya kepadaku ?"
Sinar mata, Kwik Tay-lok sudah mulai berapi-api.
Tapi dia hanya menonton saja, sebab si Segulung angin memang pantas dibunuh.
Petugas hukum membunuh penyamun, hal ini sudah merupakan suatu kejadian yang lumrah.
Kedengaran seseorang berbisik di belakangnya.
"Oooh, kiranya kaupun cuma menonton belaka disaat ia sedang membunuh orang."
Tanpa berpalingpun Kwik Tay-lok sudah tahu siapa yang barusan berbicara itu. Dia cuma menghela napas panjang belaka, sebelum bisiknya.
"Tapi aku masih harus menonton lebih lanjut."
"Kau suka melihat dia membunuh orang?"
Tanya Yan Jit.
"Aku hendak menunggu sampai dia salah membunuh orang."
"Kenapa ?"
"Saat itulah aku baru punya alasan untuk membunuhnya".
"Kau ingin membunuhnya ?"
"Sekalipun si Segulung angin pantas mati, dia lebih pantas lagi untuk mati."
"Kau anggap dia telah melakukan kesalahan ?"
"Perbuatan yang dilakukan siapapun tak dapat mengatakan salah, tapi caranya turun tangannya terlalu rendah, terlalu menggemaskan!"
"Kalau selamanya ia tak pernah salah membunuh ?"
Kwik Tay-lok menjadi tertegun. Yan Jit segera tertawa, ujarnya lagi.
"Ada sementara persoalan memang kadang kala tak mungkin bisa dicampuri orang lain, Apalagi meski si tongkat jahat, ia sangat berguna, ada sementara orang memang harus dihadapi oleh manusia-manusia semacam dia". Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa pula.
"Kau kira manusia semacam dia itu tak ada yang bisa menghadapinya ?"
"Siapa yang bisa menghadapinya? Kau ?"
"Mungkin aku, mungkin orang lain, siapa pun itu orangnya tak menjadi soal, aku hanya tahu kalau hukum karma itu selalu berlaku cepat atau lambat pasti ada orang yang akan menghadapinya". Itulah Kwik Tay-lok, itulah jalan pemikirannya. Ia bukan saja menaruh rasa sayang terhadap sesama manusia, lagi pula menaruh kepercayaan penuh. Ia percaya kebenaran selamanya tak akan berubah, keadilan selalu akan tetap utuh. Iapun percaya kebenaran tentu bisa menangkan kejahatan, bagaimanapun pukulan batin yang akan dihadapinya, rasa percayanya pada diri sendiri tak akan berubah. Si Anjing buldok sedang menepuk bahu si tongkat dan berkata sambil tertawa.
"Kionghi, kionghi, lagi-lagi ada sebuah kasus misteri yang berhasil kau bongkar, dalam semalam tujuh kasus berhasil dibongkar, kecuali kau, siapa lagi yang bisa membuat rekor sebesar itu?"
"Kau !"
Si Anjing buldok segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhhh... haaahhhhhh... hahhh... aku tak bakal mampu, hatiku kurang keji, makin lama pekerjaan seperti ini sudah semakin tak bisa dipertahankan lagi".. Paras muka si tongkat segera berubah, tapi luapan emosi tersebut berhasil juga diatasi.
"Berikutnya rumah siapa?"
Tanya si anjing buldok kemudian.
Si tongkat mendongakkan kepalanya, sorot matanya yang tajam segera tertuju ke atas sebuah papan nama di seberang sana.
Sebuah papan nama yang berdasar warna hitam dengan tulisan berwarna emas.
Rumah pegadaian Lip-gwan.
Tauke dari rumah pegadaian Lip-gwan meski amat menyayat kulit, namun ia tidak terlalu menggerogoti tulang, bahkan seringkali masih meninggalkan sedikit daging diatas tulang untuk diberikan kepada orang lain.
Selama ini Kwik Tay-lok mempunyai kesan yang cukup baik terhadap orang itu, ketika dilihatnya si tongkat dan si anjing buldok memasuki rumah pegadaian tersebut, tak tahan lagi dia siap menyusul kesana.
Ong Tiong hanya berdiri membungkam terus di belakangnya, tapi saat itulah tiba-tiba ia berseru.
"Jangan bergerak"
"Aku toh bukan bernama Ong Tiong, kenapa tak boleh bergerak ?"
Sahut Kwik Taylok sambil tertawa.
"Kalau kau bergerak sekarang, maka banyak kesulitan yang bakal kita hadapi "
"Sedari kapan kau takut dengan kesulitan?"
"Sejak sekarang, bahkan takut dengan kesulitan semacam ini"
"Jangan lupa, dia adalah "mertua"
Kita semua setiap saat kita bakal pergi mencarinya"
"Tak ada mertua mah tak menjadi soal, kalau tak punya kakek moyang itu baru berabe."
"Kau punya kakek moyang ?"
Ulang Kwik Tay-lok dengan wajah tertegun.
"Jika mertua kita itu betul-betul penyamun yang sedang bernyanyi, dan kita membantu dirinya, bukankah sama halnya dengan menjual nama baik kakek moyang kita?"
"Kau tak usah pergi, biar aku pergi seorang diri!"
Seru Kwik Tay-lok, Ong Tiong segera menghela napas.
"Kalau aku membiarkan kau pergi seorang diri, sekarang mengapa tidak mendengkur saja diatas ranjang ?"
Kwik Tay-lok menatapnya lekat-lekat, memandang sinar matanya yang dingin, memandang wajahnya yang dingin, tiba-tiba dari hati kecilnya muncul segulung rasa persahabatan yang hangat.
Bila dia ingin melakukan suatu pekerjaan, tak ada seorangpun yang bisa menghalanginya.
Yang dapat membatalkan niatnya hanya sahabat.
Sementara itu, si anjing buldok dan si tongkat telah tiba di depan pintu rumah pegadaian tersebut.
Pintu itu sebenarnya tertutup rapat, tapi belum sempat mereka mengetuk pintu, tiba-tiba pintu itu membuka dengan sendirinya.
Si penyayat kulit menongolkan kepalanya dari balik pintu, lalu berseru dengan lirih.
"Sedari tadi aku sudah tahu kalau kalian bertiga akan datang kemari, silahkan masuk, silahkan masuk". Si tongkat dan si anjing buldok saling berpandangan sekejap, kemudian melangkah masuk ke dalam ruangan. Si orang berbaju hitam itu segera berjaga-jaga di depan pintu. Sambil menggigit bibir, Kwik Tay-lok segera bergumam.
"Entah si tongkat akan menghadapinya dengan cara apa ? Agaknya lebih baik kutengok sendiri"
Tapi ia tak usah melihat lagi, sebab pada saat itulah si tongkat dan si anjing buldok telah melangkah keluar. Terdengar tauke penyayat kulit berkata dari dalam pintu.
"Apakah kalian bertiga akan pergi? Selamat jalan, selamat jalan......"
"Tak usah sungguh-sungguh, tak perlu dihantar lagi". kata si anjing buldok sambil menjura dengan senyum dikulum. Kwik Tay-lok yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertegun, gumamnya kemudian.
"Apa yang terjadi? Kenapa sikap mereka berdua berubah menjadi demikian sungkan? "Dikala tongkat hendak memukul orang, dia tak akan sembarangan saja memukul, kalau tidak sedari dulu tongkatnya sudah patah menjadi dua"
Kata Ong Tiong.
"Lantas siapakah tauke penyayat kulit ini? Dengan mengandalkan apa ia bisa memaksa mereka bersikap begitu sungkan?"
Ong Tiong termenung sebentar, kemudian sahutnya.
"Mungkin dia bukan siapa saja, karena itu orang baru bersikap sungkan kepadanya"
Kwik Tay-lok berpikir sebentar, tapi dia tak tahu bagaimana harus mengartikan perkataan tersebut.
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia tak sempat untuk berpikir lebih lanjut, ternyata sasaran berikutnya dari si anjing buldok serta si tongkat adalah warung makannya Moay-lo-kong.
Dengan kening berkerut Kwik Tay-lok segera berkata.
"Tak kusangka terhadap Moay Lo-kong pun mereka menaruh curiga, agaknya penyakit curiga mereka tidak kecil".
"Kali ini kau tak usah kuatir lagi, pada Moay Lo-kong tak bakal ada penyakit apapun yang bisa mereka temukan"
Seru Yan Jit.
"Tentu saja aku tidak kuatir, tapi bukan alasan itu yang kupikirkan."
"Lantas karena apa ?"
"Mereka juga manusia, perlu makan, tanpa Moay Lo-kong, besok mereka hendak makan apa?"
"Makan kentut !"
Seru Ong Tiong.
Kwik Tay-lok segera tertawa, tapi baru saja senyuman itu tersungging, dengan cepatnya lenyap kembali.
Dari dalam warung makan itu tiba-tiba berkumandang jeritan kaget, suara itu berasal dari Moay Lo-kong.
Menyusul kemudian terdengar suara dari si tongkat sedang bertanya.
"Hayo cepat jawab, darimana kau dapatkan kepingan uang emas ini ?"
Begitu mendengar soal "kepingan uang emas", bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya Kwik Tay-lok segera menerjang ke muka.
Kali ini Ong Tiong tidak menghalanginya lagi.
Tampaklah si tongkat sedang mencengkeram anak ayam saja....
Moay Lo-kong dengan wajahnya yang basah oleh keringat sedang gemetar tiada hentinya, saking gemetarnya sampai tak sepatah katapun yang mampu diucapkan.
"Mau bicara tidak ? Darimana kau dapatkan emas ini?"
Bentak si tongkat dengan suara keras. Kali ini Moay Lo-kong tak usah menjawab sendiri. Kwik Tay-lok telah menerjang masuk sambil berteriak keras.
"Akulah yang memberikan uang emas itu kepadanya, untuk membayar tiga puluh kati daging, empat puluh kati arak ditambah tujuh ekor itik dan delapan ekor ayam, siapa yang ingin merugi kalau berdagang. Pelan-pelan si tongkat menurunkan Moay Lo-kong, pelan-pelan membalikkan badan dan melotot ke arah Kwik Tay-lok. Dengan garangnya Kwik Tay-lok berdiri disana, berbicara dari dandanannya dia memang tidak mirip dengan seseorang yang mampu membayar rekening dengan uang emas.
"Emas itu milikmu?"
Tegur si tongkat.
"Benar!"
"Kau mendapatkannya dari mana?"
"Bila seseorang mempunyai uang emas, apakah dia salah? Melanggar hukum? Kalau memang begitu, tak terhitung banyaknya orang yang melanggar hukum di dunia ini, mungkin termasuk pula kalian berdua"
Walaupun paras muka si tongkat tanpa emosi, namun kelopak matanya makin lama makin menyusut kecil.
Tiba-tiba dia menjulurkan tangannya ke depan.
Ia bukan saja lebih tinggi dari pada orang lain, tangannya juga lebih panjang, ke sepuluh buah jari tangannya yang kurus dan kering bagaikan sepasang cakar baja yang tajam dan mengerikan.
Tapi Kwik Tay-lok justru hendak mencoba ketajaman dari sepasang cakar bajanya itu.
Dia tidak berkelit tidak pula menangkis.
"Wes!"
Sepasang kepalannya diayunkan bersama menyambut datangnya cengkeraman maut itu dengan keras lawan keras. (Bersambung
Jilid 05)
Jilid 05 BEGITU sepasang kepalannya diayunkan ke muka, bukan cuma si tongkat saja yang kaget, paras muka si anjing buldok pun berubah hebat.
Sepasang cakar baja dari si tongkat sudah jelas telah dilatih dengan ilmu Eng-jiau-kang atau sebangsanya, sekalipun orang buta juga dapat merasakannya, seseorang yang tidak memiliki tenaga dalam cukup sempurna, tak nanti berani menyambut datangnya serangan itu dengan keras lawan keras.
Sesungguhnya tenaga dalam yang dimiliki Kwik Tay-lok tidak seseram apa yang mereka bayangkan, cuma saja wataknya memang terbuka dan lurus bukan saja "berjalan lebar"
Dalam menggunakan uang.
"berjalan lebar"
Dalam melakukan pekerjaan, ilmu silat juga termasuk ilmu silat yang "berjalan lebar".
Begitu tonjokan itu dilancarkan, apakah kepalannya yang akan berhasil mematahkan cakar elang lawan? Ataukah cakar elang lawan yang akan melubangi tonjokannya? Berpikir sampai ke situpun ia tidak.
Pada hakekatnya ia tak ambil perduli, acuh.
Pokoknya asal dia sedang gembira, maka jurus serangan seperti apapun akan dilakukannya.
Tentu saja orang lain tak akan terbuka semacam dia, apalagi dalam ilmu silat yang dipentingkan adalah perubahan jurus serangan serta kelincahan, sebelum sampai pada keadaan yang terpaksa, siapa yang bersedia untuk beradu kekerasan dengan lawan? Begitu pukulan Kwik Tay-lok dilancarkan, si tongkat segera merubah jurus serangannya, sikutnya menekan ke bawah, cakar membalik ke atas dan sepuluh jari tangannya seperti kaitan mencengkeram pergelangan tangan musuh.
Kwik Tay-lok sama sekali tidak menggubris datangnya ancaman itu, jurus serangannya juga sama sekali tidak berubah.
"Tidak berubah adalah berubah, dengan tidak berubah menghadapi semua perubahan"
Inilah teori tingkat atas dari ilmu silat.
Si tongkat segera berjumpalitan ke tengah udara, hampir saja punggungnya menumbuk dinding.
Pada hakekatnya satu juruspun belum selesai digunakan, Kwik Tay-lok telah berhasil memaksa jagoan dari pemerintah ini mundur dengan menderita kekalahan total.
Ia merasa bangga sekali dengan hasil yang berhasil dicapai, maka pengejaranpun tidak dilanjutkan.
"Mumpung menang melakukan pengejaran", kata-kata tersebut bukannya tidak diketahui olehnya, tapi setelah orang lain mengaku kalah dan lagi sudah mengundurkan diri, buat apa musti dikejar lebih jauh?"
Mengejar untuk melakukan pembasmian adalah suatu perbuatan yang merupakan pantangan besar bagi Kwik Tay-lok. Setelah mendehem, si anjing buldok segera maju menyongsong kedatangannya, ia berkata sambil tertawa.
"Saudara cilik, bila ada persoalan mari kita bicarakan secara baik-baik, apa sih gunanya mengobarkan hawa amarah?"
"Dia sendiri yang marah-marah, dia pula yang hendak menghantamku, kenapa kau malah menyalahkan diriku?"
"Salah paham, salah paham, kita semua telah salah paham"
"Baik, ia sudah menanyai aku selama ini, sekarang akupun ingin bertanya kepadanya"
"Silahkan bertanya !"
"Benarkah seseorang yang membeli arak dan daging dengan uang emas adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum?"
"Tentu saja tidak"
Jawab si anjing buldok sambil tertawa.
"akupun sering kali menggunakan uang emas untuk membayar rekening."
"Kalau memang tidak melanggar hukum, tolong lepaskan Moay Lo-kong, dan sekalian lepaskan diriku."
"Tentu saja, tentu saja". Ia mengerling sekejap Ong Tiong, Yan Jit dan Lim Tay-peng yang ada diluar pintu, kemudian katanya.
"Sore ini kami telah banyak mengganggu ketenangan dan kegembiraan kalian semua, malam nanti biarlah aku yang menjadi tuan rumah untuk mentraktir kalian minum beberapa cawan arak, tentunya kalian semua bersedia bukan ?". Kwik Tay-lok masih termenung sambil memutar otak, jalan pemikirannya sudah mulai berjalan kembali. Dia bukan seorang yang suka menerima undangan orang dan makan minum secara gratis, cuma diapun merasa kurang leluasa untuk mengucapkan kata-kata yang sekiranya enak untuk menampik undangan serta permintaan orang.
"Sekarang aku tak ingin berpikir apa-apa lagi, aku cuma ingin cepat-cepat naik ke tempat tidur!", sela Ong Tiong dari samping dengan suara lirih. Si anjing buldok segera tertawa.
"Bagus sekali, bagaimanapun juga kami toh sudah berjanji akan mengunjungi rumah kalian, cepat atau lambat kunjungan tersebut harus kami lakukan juga, mumpung ada kesempatan semacam ini, baiklah bila tidak mengganggu biarlah malam nanti kami akan berkunjung ke situ, sekalian minum arak sambil bercakap-cakap, entah bagaimanakah pendapat kalian berempat ?"
Ucapannya itu bernada lembut dan penuh keramah-tamahan, tapi justru dibalik keramahtamahan itu terselip sesuatu kekuatan yang membuat orang tak bisa menampiknya.
Setelah ia berkata demikian, maka Ong Tiong tak bisa menampik lagi...
Jika seorang petugas hukum hendak "berkunjung"
Ke rumahmu, sanggupkah kau untuk menolaknya ? Apalagi, jika mereka sudah berkunjung ke perkampungan Hok-kui-san-ceng, maka mereka tak akan membunuh orang lagi disini.
Oleh sebab itu, merekapun berkunjung ke Hok-kui-san-ceng.
Barang siapapun yang pernah mendengar nama perkampungan Hok-kui-san-ceng, kemudian berkunjung ke situ, sedikit banyak hatinya tentu akan dibuat terperanjat.
Perkampungan yang "kaya dan terhormat"
Semacam ini memang jarang dijumpai dalam dunia. Sambil tertawa Kwik Tay-lok berkata.
"Ditempat ini bukan saja tak ada lentera, juga tak ada minyak, untung saja hari ini aku sempat membeli beberapa batang lilin dari bawah gunung, kalau tidak tentunya kita akan bersantap dalam kegelapan."
"Padahal bersantap dalam kegelapan juga tak berkurang gembiranya, yang dikuatirkan adalah kalau makanan sampai dimasukan ke hidung....
"
Sambung Ong Tiong.
Sebetulnya setiba dirumah, maka pekerjaan pertama yang dilakukan adalah melepaskan sepatu dan naik keranjang, tapi hari ini dia tidak melakukan kebiasaan itu, malah mendekatipun tidak, ia duduk ditempat kejauhan seraya berkata lagi.
"Kan saudara sekalian tidak takut kotor, silahkan duduk di lantai saja"
Si anjing, buldok segera tertawa.
"Ini adalah cara yang paling kuno"
Katanya.
"sejak nenek moyang kita dulu, orang memang duduknya di lantai"
"Semangat kita untuk memegang teguh tradisi lama amat ketat, malah untuk tidurpun kami tidur di lantai"
Kwik Tay-lok merasakan.
"Lantas buat apa ranjang itu ?"
Siapapun enggan memperhatikan ranjang tersebut, tapi siapa saja yang berkunjung ke situ, mau tak mau harus memperhatikan juga ranjang tersebut.
"Ranjang itu tempat tidurku seorang"
Kata Ong Tiong.
"Ini bukan disebabkan sifat tuan rumah yang bersifat sempit, adalah kita yang takut dengan dekilnya ranjang itu"
Kwik Tay-lok menambahkan.
Dalam ruangan itu, hanya mereka bertiga yang berbicara, Lim Tay-peng, Yan Jit dan si tongkat sama sekali tak berbicara, sedangkan si orang berbaju hitam itu melangkah masuk ke pintu gerbangpun tidak, sambil bergendong tangan dia cuma berdiri diluar halaman, seakan-akan ia sudah menyatu dengan halaman yang gelap dan kegelapan malam yang pekat.
"Saudara cilik, kau memiliki kungfu yang demikian hebat, entah anak murid dari siapakah engkau ?"
Tanya si anjing buldok kemudian. Dari pembicaraan soal "ranjang"
Secara otomatis dia mengalihkan pokok persoalannya ke masalah lain, sudah barang tentu orang lain pun menanggapi dengan gembira. Sahut Kwik Tay-lok dengan cepat.
"Guruku tidak sedikit jumlahnya, tapi murid didikannya hanya aku seorang.!"
"Entah siapa saja gurumu itu ?"
"Pertama-tama aku belajar dari Sin-kun tay-to (kepalan sakti tulang punggung jagad) Lau Pau Lau-loya-cu, kemudian dari Bu-tek to (golok tanpa tandingan) Nyo Pin, Nyo jiya lalu diteruskan dengan belajar ilmu dari It ciong-ci-kiu-liong (tombak sakti pembunuh sembilan naga) Tio Kong, Tio losu, Sin-to-thi pit (golok sakti lengan baja) Oh Tek-yang, Oh toaya."
Si anjing buldok mendengarkan dengan mata mendelik besar, semakin banyak nama yang disebut semakin lebar mata anjing buldok itu terbelalak, agaknya ia dibuat tertegun.
Dari deretan nama-nama tersebut, ternyata tak sebuahpun yang pernah didengar olehnya.
Dalam dunia persilatan memang banyak terdapat manusia dengan julukan seram padahal kungfunya cuma cetek saja, terutama nama-nama seperti tombak sakti pembunuh sembilan naga, golok sakti lengan baja, nama-nama julukan itu sering dipakai oleh penjual akrobatik dijalan raya, sebab jika jago sungguhan sampai mempergunakan nama julukan semacam itu, bisa jadi akan ditertawakan orang.
Dengan susah payah Kwik Tay-lok berhasil juga menyebut habis semua nama-nama "seram"
Dari gurunya, kemudian sambil tertawa dia berkata.
"Kau pernah mendengar tentang nama-nama guruku itu?"
Si anjing buldok mendehem beberapa kali, kemudian baru jawabnya.
"Sudah lama mendengarnya, hehhhh.... heehhhh.... sudah lama mendengarnya...!"
Tiba-tiba ia menjejakkan kakinya ke tanah dan melompat ke depan, secepat kilat tubuhnya menyambar ke tepi ranjang dan mengangkatnya ke atas.
Menyusul diangkatnya ranjang tersebat, Kwik Tay-lok, Ong Tiong, Yan Sit serta Lim Tay-peng merasakan hatinya seakan-akan ikut terangkat pula.
Apabila ke empat buah peti yang disembunyikan di bawah ranjang itu sampai ketahuan orang, betul serangan dari si anjing buldok, si tongkat dan orang berbaju hitam itu bisa diatasi sekarang, namun nama busuk mereka sebagai penyamun tak akan bisa dicuci bersih lagi untuk selamanya....
Usia mereka masih sangat muda, kalau sampai harus memikul kuali hitam sebagai penyamun, sampai kapan kepala mereka baru bisa didongakkan kembali? Siapa tahu dibawah kolong ranjang tak nampak sesuatu apapun, sebuah petipun tidak nampak, hampir saja Kwik Tay-lok menjerit keras saking kagetnya.
Si anjing buldok tampak seperti agak tertegun pula, pelan-pelan ia menurunkan pembaringan itu sambil tertawa paksa, katanya.
"Dengan jelas aku lihat ada seekor tikus di bawah ranjang sana, kenapa secara tiba-tiba bisa lenyap tak berbekas?"
"Tikus putih atau tikus hitam?"
Jengek Ong Tiong ketus.
"Soal itu mah.... aku kurang begitu jelas"
"Tikus putih berarti ada harta, tempat yang dipakai menyimpan emas biasanya ada tikus putih yang muncul, besok akan kugali tempat itu, siapa tahu kalau di bawah tanah situ betul-betul tertanam beberapa peti emas!"
Paras mukanya masih tetap dingin dan kaku, sedikitpun tiada luapan emosi. Kwik Tay-lok mengerling sekejap ke arahnya, kemudian berkata pula.
"Saudara Kim, bila kau bersedia tinggal di sini, siapa tahu kalau bakal kecipratan rejeki nomplok ?"
Si anjing buldok tertawa paksa.
"Tidak usah", tampiknya.
"aku memang sudah digariskan tak punya rejeki untuk menerima rejeki nomplok". Gedung itu meski sudah bobrok sekarang, sesungguhnya mempunyai arsitek bangunan yang sangat kokoh dan kuat, seluruh permukaan lantainya dilapisi oleh batu ubin yang berwarna hijau, diantara sela-sela ubin itu sudah penuh ditumbuhi dengan lumut. Siapa saja yang telah melihat sendiri permukaan lantai dalam gedung itu, segera akan mengetahui bahwa paling tidak sudah belasan tahun lamanya ubin di sana tak pernah dibongkar orang. Tiba-tiba si tongkat bangkit berdiri sambil bergumam.
"Ooooh.... aku sudah mabuk... aku sudah mabuk !"
Padahal setetes arakpun ia tak minum, padahal ia sedang bicara bohong dengan mata terbelalak, namun siapa saja tak ingin membongkar rahasianya...
Semua orang hanya merasa bahwa kata-kata bohongnya itu memang diucapkan tepat pada saatnya.
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah si tongkat dan si anjing buldok pergi lama, Kwik Tay-lok baru menghembuskan napas panjang, katanya sambil tertawa.
"Untung saja Ong lotoa kita cukup pandai, kalau bukan dia telah memindahkan peti-peti tersebut, habis sudah riwayat kita semua hari ini"
"Siapakah Ong lotoa itu ?"
Tanya Ong Tiong.
"Tentu saja kau !"
"Jadi kau anggap aku telah memindahkan keempat buah peti seorang diri, kemudian menyembunyikannya kembali ?"
Mendengar perkataan itu, Kwik Tay-lok menjadi tertegun.
Dari pada menyuruh Ong Tiong memindahkan peti-peti itu, sesungguhnya kalau lebih gampang kalau suruh peti-peti itu memindahkan Ong Tiong...
Kwik Tay-lok segera mencengkeram bajunya sambil berseru.
"Kalau bukan kau, lantas siapa?"
Dia berpaling dan memandang ke arah Yan Jit.
"Kau tak usah memandang diriku"
Tukas Yan Jit cepat.
"belum tentu aku lebih rajin daripada Ong Lotoa."
"Sepanjang hidup aku tak pernah memindah peti"
Lim Tay-peng menambahkan pula. Sepasang tangannya putih dan lembut, hakekatnya jauh lebih halus daripada wajah seorang nona. Kwik Tay-lok menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal, kemudian bisiknya tergagap.
"Kalau memang kalian tidak memindahkan peti-peti itu, masakah ke empat buah peti itu bisa tumbuh kaki dan lari sendiri?"
"Sekalipun peti-peti itu tak punya kaki, Swan Bwe-tong mempunyai sepasang kaki, bahkan pasti sepasang kaki yang indah dan menarik". Apa yang dikatakan Ong Tiong, kadang kala merupakan suatu kesimpulan. Kecuali Swan Bwe-tong, mereka memang tak bisa membayangkan siapa lagi yang bisa mengetahui kalau dikolong ranjang terdapat empat buah peti, dan siapa yang telah mengangkut pergi peti-peti tersebut.
"Sekarang tujuannya telah tercapai, sudah barang tentu dia tak akan memberikan ke empat peti emas itu kepada kita dengan begitu saja"
Kata Yan Jit.
"Oleh sebab itu, setelah melihat kita turun gunung, dia menggunakan kesempatan itu untuk mengangkut pergi peti-peti itu"
Sambung Lim Tay-peng pula. Ong Tiong segera menggeliat.
"Kalau sudah diangkut, ini lebih baik lagi, kalau tidak selama berbaring di atas ranjang hatiku selalu merasa kebat-kebit".
"Aku cuma mengherankan satu hal, pada hal tak seorangpun diantara kita yang menengok sekejappun ke bawah kolong ranjang, kenapa si anjing buldok itu bisa menaruh curiga kalau dibawah kolong ranjang ada sesuatu yang mencurigakan?"
"Mungkin oleh karena kita semua tidak menengok ke arah ranjang itu barang sekejappun, maka timbul kecurigaan di dalam hatinya. Inilah kesimpulan darinya. Semakin kau sengaja tidak menaruh perhatian terhadap satu hal, biasanya hal mana justru semakin menarik perhatianmu untuk memperhatikannya secara khusus. Terutama sekali para wanita. Bila seorang gadis menaruh sikap yang sangat baik terhadap semua orang, dan terhadap kau seorang justru tidak ambil perduli, maka besar kemungkinan kalau dalam hatinya tiada orang lain kecuali kau. Lim Tay-peng menghela napas panjang, ujarnya.
"Tampaknya si anjing buldok itu betul-betul seorang manusia yang luar biasa".
"Orang itu mana licik, banyak akal, di balik senyumannya tersembunyi golok lagi, sesungguhnya dia memang jauh lebih lihay dari pada si tongkat...."
Yan Jit menambahkan. Kwik Tay-lok sudah lama tidak berbicara, pada saat itu tiba-tiba berkata pula.
"Mungkinkah peti itu dilarikan oleh Swan Bwe tong ?"
"Kalau bukan dia, siapa lagi.?"
"Kalau dia hendak mengangkut kembali peti-peti tersebut, kemarin seharusnya tak perlu ditinggalkan di sini".
"Kenapa ?"
"Untuk mengangkut keluar ke empat peti itu dari kota, hari ini jauh lebih sulit dari pada kemarin, kenapa kemarin ia tidak mengangkutnya justru hari ini baru diangkut ? Masakah dia adalah seorang yang tolol?"
"Tentu saja dia bukan orang tolol", kata Yan Jit sambil tertawa dingin.
"kalau mau dicari siapa yang tolol, aku inilah orangnya, sebab aku tak bisa menduga siapa lagi yang bisa mengangkut peti-peti itu dari sini....."
Tiba tiba Kwik Tay-lok tertawa katanya.
"Heran kenapa setiap kali menyinggung soal Swan Bwe-tong, kau lantas marah-marah ! Apakah secara diam-diam kau juga jatuh hati kepadanya? bagaimana kalau kuberikan dia padamu ?"
"Kenapa kau mesti mengalah? memangnya dia sudah kepunyaanmu?"
Ong Tiong menghela napas katanya.
"Aaai.... kalian ini, Swan Bwe-tong (kuah bwe kecut) belum lagi diteguk, cuka (cemburu) sudah diteguk beberapa cawan besar, apa sih gunanya?"
Yan Jit ikut tertawa pula.
Suara tertawanya sangat istimewa, dan kelihatan sangat menarik.
Jika orang lain tertawa, ada yang matanya tertawa dulu, ada pula yang bibirnya tertawa dulu.
Tapi ia mulai tertawa, hidungnya yang tertawa dulu, ujung hidungnya berkerut-kerut pelan kemudian di atas pipinya baru muncul sepasang lesung pipi yang sangat dalam.
Kwik Tay-lok sedang memandang ke arahnya dengan terpesona, gumamnya.
"Seandainya bocah ini bukan manusia macam begini, aku tentu masih mengira dia adalah seorang gadis"
"Kalau aku seorang gadis, maka kau adalah seorang banci!"
Seru Yan Jit lagi dengan mata mendelik.
"Tentu saja akupun tahu kalau kau bukan seorang gadis, tapi sewaktu tertawa sepasang lesung pipimu itu..."
"Kenapa dengan lesung pipiku Adanya lesung pipi berarti orang yang pandai minum arak mengerti !"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok menarik tangannya sambil berseru.
"Hayo berangkat, kita pergi minum arak"
"Mau minum arak dimana ?"
"Di bawah gunung !"
"Arak disinipun belum lagi habis diminum, kenapa harus turun gunung mencari arak?"
Kwik Tay-lok mengedipkan matanya lalu menjawab.
"Konon panggang itik dari Moay lok-kong selalu dibuat di tengah malam, aku ingin mencicipi panggang itik yang baru matang"
"Aku tak akan serakus dirimu, mau pergi, pergilah seorang diri"
"Kau kan tahu, aku tak pernah minum arak seorang diri"
"Kalau tidak, ajak saja Ong lotoa untuk menemanimu"
"Sekarang, sekalipun kau palangkan sebilah golok di atas tengkuknya, belum tentu dia mau turun dari ranjangnya"
"Kalau dia enggan pergi, akupun enggan pergi"
"Kau toh bukan seorang nona gede, kenapa kuatir untuk pergi berduaan denganku ?"
Paras muka Yan Jit seolah-olah berubah menjadi merah padam, serunya kembali.
"Sekali aku bilang tidak pergi yaa tidak pergi, mau apa kau menarik tanganku terus menerus?"
Kwik Tay-lok tertawa, jawabnya.
"Bagaimanapun juga aku minta kau untuk menemaniku, perduli kau ini laki-laki atau perempuan, pokoknya aku tetap memilihmu"
Ong Tiong segera menghela napas panjang selanya.
"Aku lihat, lebih baik kau ikut dia saja, bisa berjumpa dengan manusia semacam ini, yang bisa diperbuat hanya menyesal kenapa sampai ketemu dengan orang seperti itu, aaai ! Kalau tidak pergi, akupun tak bakal bisa tidur."
Yan Jit menghela napas panjang pula.
"Untung saja aku adalah seorang laki-laki, coba kalau perempuan, bisa berabe jadinya"
Kwik Tay-lok tertawa pula.
"Kalau kau benar-benar seorang gadis, yang tidak tahan justru adalah aku sendiri"
Bila bertemu dengan manusia seperti Kwik Tay-lok, siapapun akan dibuat kehabisan daya dan gelengkan kepalanya berulang kali.
Akhirnya Yan Jit kena diseret pula keluar dari rumah, tapi baru saja mereka melangkah keluar dari pintu gerbang, dengan cepat wajahnya menjadi tertegun.
Waktu itu tengah malam sudah lewat, seharusnya orang di kota sudah pada tidur malah ada pula yang hampir bangun dari tidurnya.
Tapi kenyataannya, suasana dibawah bukit terang benderang bermandikan cahaya, sudah tiga bulan lebih Kwik Tay-lok mengendon di situ belum pernah ia saksikan suasana yang begini terang benderang didalam kota.
"Masa hari ini sudah tahun baru ?"
Gumam Kwik Tay-lok terheran-heran.
"Agaknya belum?"
"Kalau belum tahun baru, kenapa begini ramai suasana didalam kota sana...?"
"Sekalipun diwaktu tahun baru, belum tentu suasana ditempat ini bisa seramai ini"
Kwik Tay-lok segera menyambar tangannya dan kembali menariknya untuk pergi dari situ.
"Hayo berangkat !"
Serunya.
"kita harus cepat-cepat sampai ke kota dan ikut menghadiri keramaian disana"
"Memangnya kau anggap aku tak mampu untuk berjalan sendiri? Kenapa sih kau suka amat menarik tanganku? Kau anggap aku sudah lumpuh tak mampu bergerak?"
Kwik Tay-lok segera tertawa haha hihi dengan wajah konyol.
"Heeehhh.... heeehhh... heehhh, kalau memang kau tak suka di gandeng olehku, baiklah kalau begitu kau, saja yang menarik-narik tanganku". Yan Jit segera menghela napas panjang.
"Aaaai! Tampaknya aku harus segera berganti nama lagi, aku harus ganti nama menjadi Yan Pat!"
"Kenapa?"
Tanya Kwik Tay-lok keheranan.
"Yaaa !Setelah bertemu dengan manusia semacam kau, aku lebih suka mati sekali lagi dari pada harus hidup berdampingan denganmu setiap hari, makan hati rasanya !"
Kwik Tay-lok tidak memberi komentar lagi, ia cuma meringis sambil tertawa getir.
Dalam kota hanya berdiam tiga ratus jiwa penduduk, sekarang dari setiap rumah memancarkan sinar lentera, lagi pula pintu dibentangkan lebar-lebar, seolah-olah mereka sedang menyambut kedatangan dewa rejeki.
Cuma yang mereka sambut kedatangannya bukan dewa rejeki, melainkan sumber penyakit yang jahat.
Beberapa puluh orang bertopi merah, berjubah gemerlapan dan menyoren golok sambil mengangkat obor tinggi-tinggi sedang melakukan penggeledahan rumah demi rumah.
Baru saja Yan Jit dan Kwik Tay lok turun gunung, mereka telah menyaksikan si anjing buldok berdiri ditengah jalan sambil bertolak pinggang, sikapnya yang garang dan keren persis seperti seorang panglima perang dimedan laga.
Kwik Tay-lok segera menyongsong dirinya lalu menegur sambil tertawa.
"Kim ciangkun, apakah kau bersiap-siap membuka medan pertarungan ditempat ini?"
Paras muka si anjing buldok itu seakan-akan dilapisi oleh hawa dingin yang menyeramkan, tapi setelah menjumpai kedatangannya, sekulum senyuman segera menghiasi wajahnya.
"Yaa, apa boleh buat ? Terpaksa aku harus berbuat demikian, kalau bukan keadaan yang terpaksa, akupun tidak ingin mengganggu ketenangan rakyat biasa"
"Kalau sudah tahu mereka adalah rakyat biasa, kenapa kau masih mengusik ketenangan mereka ?"
Tegur Yan Jit. Si anjing buldok menghela napas panjang.
"Aaai...... kami hanya tahu kalau barang curian itu masih ada dikota dan belum diangkut pergi, tapi disimpan dimanakah ? Oleh sebab itu terpaksa aku harus mengerahkan segenap opas yang berada pada delapan belas keresidenan di sekitar tempat ini untuk melakukan penggeledahan secara serentak". Setelah tertawa, ia melanjutkan.
"Asal barang curian itu bisa ditemukan ditempat ini, jangan harap Hong Si-hu bisa melarikan diri lagi dari sini".
"Kalau begitu, kita tak boleh masuk ke dalam kota?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata anjing buldok itu, serunya dengan cepat.
"Malam sudah larut, mau apa kalian berdua memasuki kota?"
"Minum arak"
"Minum arak di warungnya Moay Lo-kong ?"
"Ehhmm, arak di atas bukit sudah habis, padahal kami belum terlalu cukup". Si anjing buldok segera tertawa.
"Tempat itu sudah kami geledah hampir setengah harian lamanya, yang berhasil ditemukan cuma sekeping uang emas, kalau kalian berdua hendak berkunjung ke situ, silahkan saja !"
Ia lantas memberi tanda kepada para opas dijalan, kemudian ia sendiripun menyingkir ke samping. Setelah berjalan sekian lama, Yan Jit baru berkata sambil tertawa.
"Tampaknya dia sangat memberi muka kepadamu"
"Yaa, karena ia gagal mengetahui asal-usulku".
"Benarkah nama-nama yang kau sebutkan satu-persatu tadi adalah nama-nama gurumu ?"
"Tepat sekali aku tidak bohong".
"Sekalipun kungfumu tidak terlalu hebat, aku pikir belum tentu mereka sanggup untuk melatih seorang murid semacam kau". Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Yang kupelajari bukan keistimewaan dari ilmu silatnya, melainkan kelemahan dari kungfu mereka"
"Kelemahan-kelemahnya ?"
"Apabila kusaksikan dalam ilmu silat mereka terdapat titik kelemahan, maka aku akan berusaha dengan sepenuh tenaga menghindarinya. Itulah sebabnya, diantara orang yang pernah kujumpai tentu ada seorang diantaranya adalah guruku, sebab aku telah mempelajari kelemahankelemahan tersebut dari mereka"
"Ehmm... tak kusangka kalau kepandaianmu lumayan juga"
Kata Yan Jit sambil mengerling sekejap ke arahnya.
"Berada di hadapanmu, akupun tak usah berpura-pura lagi"
Ujar Kwi Tay-lok dengan serius.
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"ilmu pengetahuanku sesungguhnya memang luas dan dalam sekali."
Yan Jit tak tahan untuk tertawa geli.
"Kalau begitu darimana kau pelajari semua keistimewaan mu itu ?"
Katanya.
"Pernah aku bertanya kepadamu soal alas sepatumu ? Pernahkah aku bertanya kepadamu tentang kematianmu yang tujuh kali itu?"
"Tak pernah!"
"Kalau memang begitu, kenapa kau harus bertanya kepadaku ?" * * * Moay Lo-kong adalah seorang jejaka tua, dalam warungnya besar kecil seluruhnya memiliki empat buah kamar. Sebuah tempat berjualan, sebuah dipakai untuk dapur, sebuah lagi untuk tempat tidurnya. Yang paling penting adalah yang paling belakang, disitulah dia memanggang itik dan ayam. Kamar itu selalu berada dalam keadaan tertutup, karena bumbu Moay lo-kong adalah menurut "resep rahasia", bila resep itu sampai tercuri orang akibatnya mangkuk nasinya bisa pecah. Ketika Yan Jit sekalian tiba di situ, Moay Lo-kong sedang berada dalam kamar panggangnya, meski pintu ruangan tertutup rapat, namun terendus bau harum yang sedap mengepul keluar dari celah-celah pintu. Mengendus bau seharum itu, Kwik Tay-lok segera menelan air liurnya menahan lapar, dengan suara keras teriaknya.
"Lo-kong, ada relasi yang datang, kenapa kau belum muncul juga?"
Lewat beberapa saat kemudian, Moay lo-kong baru muncul dari balik ruangan, tubuhnya penuh berminyak, seakan-akan baru keluar dari kolam minyak babi. Setelah bartemu dengan Kwik Tay-lok, wajah yang tidak sabar itu baru menunjukkan sekulum senyuman.
"Agaknya malam ini semua orang tak bisa tidur, usahaku pasti akan lebih baik, maka aku sengaja memanggang puluhan ekor itik sebagai persediaan, tak heran aku lebih repot dari keadaan biasa."
Kwik Tay-lok tertawa.
"Lo-kong !"
Katanya.
"kau tak punya anak, tak punya bini, seorang diri hidup lebih irit, kenapa tidak berganti dengan satu stel baju baru ? Buat apa hasil keuntunganmu selama ini?"
"Tiap hari kerjaku ada di dapur dan berteman dengan minyak, buat apa membuat baju baru ? Apalagi aku tak kuatir kebanyakan uang, semakin banyak yang kudapat toh semakin baik."
Yan Jit segera menyela sambil tertawa.
"Apa yang dikatakan memang kata-kata yang sejujurnya!"
"Orang jujur tentu tak pernah berbohong!"
"Moay Lo-kong memang seorang yang jujur"
Kwik Tay-lok menambahkan.
"konon sudah belasan tahun dia datang kemari, tapi tempat tinggal si janda Tio yang tinggal di gang sik-tau-keng di belakang Kiat-pay-hong pun tak pernah dikunjungi"
"Dimana sih letaknya gang Sik-tau-keng tersebut ?"
"Sik-tau-keng adalah suatu tempat yang indah"
Jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"bukan saja penuh dengan perempuan cantik, di situpun bisa dinikmati kehangatan dan kemesraan mereka".
"Kau pernah kesana?"
Tanya Yan Jit sambil melirik sekejap ke arahnya.
"Aku bukannya tak ingin ke situ, cuma setiap kali setelah mabuk, aku selalu lupa untuk berkunjung ke situ"
"Setelah sadar, kenapa kau tidak ke situ"
"Dalam keadaan sadar aku tak berani kesana"
"Masa kau tidak berani?"
Jengek Yan-Jit dingin.
"Aku takut setelah gadis-gadis cantik itu bertemu dengan lelaki tampan macam aku, mereka enggan untuk melepaskan diriku lagi"
Yan Jit tak tahan untuk tertawa geli.
"Tempat semacam itu kenapa harus terletak di tengah kota, apa tidak kuatir membuat istri-istri orang yang tinggal di situ mengamuk?"
"Malam sudah begini larut, apakah kalian berdua masih ingin minum arak...?"
Tanya Moy Lokong.
"Dia ingin datang kemari untuk menikmati ayam panggang yang baru dikeluarkan dari panggangan"
Kata Yan Jit.
"Baik, akan kupilihkan seekor yang paling gemuk"
Ia putar badan dan masuk ke dalam. Ternyata Kwik Tay-lok mengikuti di belakangnya sambil berkata.
"Aku juga ingin masuk kedalam untuk melihat-lihat"
"Belakang situ kotor dan bau, apanya yang bagus dilihat?"
Seru Moay Lo-kong sambil berhenti.
"Aku tidak takut kotor, bagaimanapun juga aku sudah cukup kotor"
"Aaai....!"
Yan Jit menghela napas.
"Jika dia sudah berkata hendak pergi, lebih baik biarkan saja dia pergi, kalau tidak sampai pagipun dia tetap ngotot hendak masuk juga"
Moay Lo-kong segera tertawa pula.
"Di belakang sana suasana gelap gulita, kalau berjalan kau musti berhati-hati"
Katanya.
Suasana di halaman belakang memang cukup gelap gulita.
Kamar panggangan berada di ujung halaman itu juga merupakan ruangan yang paling gelap.
Selangkah demi selangkah Moay Lo-kong berjalan ke belakang, ia berjalan pelan sekali.
Sambil tertawa Kwik Tay-lok segera berkata.
"Kalau dilihat dari jalannya yang terhuyung-huyung, agaknya kau baru minum arak?"
"Malam ini udara sangat dingin, aku cuma minum dua cawan, siapa tahu rasanya sudah begitu mabuk....."
Tiba-tiba kakinya sempoyongan seperti mau roboh ke tanah.
Baru saja Kwik Tay-lok hendak memayangnya, mendadak Moay Lo-kung membalikkan tubuhnya, seperti naga sakti yang baru keluar dari samudra, seperti juga burung manyar yang terbang di angkasa, gerakan tubuhnya gesit sekali sehingga sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Baru saja Kwik Tay-lok menjulurkan tangannya, nadi pada pergelangan tangannya sudah dicengkeram.
Mimpipun Yan Jit tidak mengira kalau si kakek tua bangka yang biasanya untuk berjalanpun susah, sekarang tiba-tiba bisa berubah begini menakutkan.
Dalam kagetnya ia siap menerjang ke muka.
"Berhenti!"
Moay Lo-kong segera membentak.
"kalau tidak, akan kucabut selembar jiwanya !"
Kali ini dia berbicara dengan dialek utaranya yang terang, sama sekali tidak membawa dialek Kwang-tongnya yang kaku. Yan Jit menjadi tertegun, serunya tertahan.
"Kau... kau adalah...!"
"Dia adalah Hong Si-hu!"
Ujar Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"dia juga orang yang telah mengangkut pergi peti-peti di bawah ranjang kita, masakah kau tak pernah berpikir sampai ke situ ?"
Meskipun nadinya telah dicengkeram orang, nyawanya sudah berada di ujung tanduk, namun senyuman masih menghiasi bibirnya seakan-akan tak acuh terhadap semuanya itu.
"Betul, akulah Hong Si-hu, dari mana kau bisa tahu?"
Kata Moay Lo-kong ketus.
"Sebetulnya aku cuma menduga sekenanya saja, sebab kecuali si tongkat, si anjing buldok, si orang baju hitam dan kami berempat hanya kau seorang yang tahu kalau kami punya uang emas, hanya kau yang mempunyai kesempatan untuk mengangkut pergi peti-peti itu lebih dulu sementara kami pelan-pelan naik ke atas gunung". Hong Si-hu mulai tertawa dingin.
"Selain itu"
Kata Kwik Tay-lok lebih jauh.
"kau sudah pernah dituduh secara penasaran oleh si tongkat sekalian, sekarang mereka pasti tak akan mencurigakan lagi, apalagi kamar panggangan tak boleh dikunjungi siapapun, bila peti-peti itu disimpan di sana maka hal ini jauh lebih baik lagi".
"Masih ada?"
"Si anjing buldok tersohor karena daya penciumannya yang tajam, kalau memang ia pernah berjumpa denganmu, berarti bau badanmu tak akan bisa mengelabuhi daya penciumannya, oleh sebab itu kau sengaja berdagang ayam dan itik panggang". Sambil menghembuskan napas panjang ia berkata lebih jauh.
"Sebab bau badan manusia manapun tak akan setebal bau minyak dari itik panggang, sekalipun perempuan yang berbau rase juga tidak terkecuali..."
"Masih ada lagi?"
"Masih, aku dengar Hong Si-hu adalah seorang setan berjiwa sempit yang kikirnya macam kacang arab, sekalipun uang yang di dapat dari hasil mencuri juga enggan dihambur-hamburkan, bahkan mencari binipun enggan. Selama hidup sampai sekarang, belum pernah kujumpai orang yang berjiwa sesempit kau, daging segar arak wangi enggan dicicipi, tapi sisa makanan orang dinikmatinya dengan lezat"
Tiba-tiba ia tertawa dan melanjutkan.
"Sekarang aku baru merasa bahwa namamu itu memang cocok sekali, kalau Lim Hu memperistri bunga bwe dan beranak bangau, maka istrimu adalah kau sendiri, itulah sebabnya kau bernama Si-hu (istri diri sendiri)"
Tampaknya ia merasa bangga sekali dengan kesimpulan yang berhasil didapatkan itu, saking gelinya air matapun sampai jatuh bercucuran.
Orang lain tak ada yang tertawa, mereka tak mampu tertawa lagi.
Hong Si-hu memandangnya dengan sorot mata dingin, menanti pemuda itu selesai tertawa, dia baru berkata dengan ketus.
"Masih ada yang lain ?"
"Tidak ada lagi, ini sudah lebih dari cukup, tiga macam persoalan kalau digabungkan menjadi satu maka Hong Si-hu menjadi Moay lo-kong, Moay Lo-kong pun menjadi Hong Si-hu".
"Tidak kusangka kau si keledai kecilpun bisa sepintar ini"
Jengek Hong Si-hu.
"Sekalipun orang yang paling bodoh, sepanjang hidupnya paling tidak ada dua kali menjadi pintar, apalagi aku sesungguhnya adalah seorang yang berbakat bagus, cuma kadang kala suka berlagak bodoh".
"Bukankah kau ingin berkunjung ke kamar panggangku ?"
"Sebenarnya memang ingin!"
"Baik, masuklah !"
"Sebetulnya ingin, tapi sekarang aku tak ingin lagi, karena aku tak ingin dijadikan ayam panggang yang digantung di atas tiang panggangan"
Hong Si-hu segera tertawa dingin.
"Sayang sekali, sekarang tak mau pergipun kau harus pergi juga"
"Ia kau bunuhpun tak ada gunanya"
Kata Yan Jit pula.
"selain masih ada aku, aku toh bisa menguarkan pula rahasia ini kepada siapapun juga"
"Setelah ia masuk, tentu saja kau juga harus masuk, karena kau tak akan melepaskan kesempatan yang baik untuk menolong temanmu, aku sudah hidup lima enam puluh tahun di dunia, kalau soal itu mah paling tidak bisa ku ketahui!"
Yan Jit menggigit bibir menahan emosi, sepasang matanya sudah berubah menjadi merah padam, jangankan seorang jago kawakan yang sudah berusia lima-enam puluh tahun, sekalipun seorang bocah yang berusia tiga tahun juga dapat melihat betapa kuatir dan menaruh perhatiannya dia terhadap Kwik Tay-lok.
Terdengar Kwik Tay-lok tertawa terbahak bahak.
"jika dalam hidupnya mempunyai seorang teman akrab seperti dia, sekalipun harus mati juga tidak mengapa, cuma..."
"Cuma kenapa ?"
"Aku rasa, kau tak akan membunuh kami"
"O, ya ?"
"Sebab sekalipun kau membunuh kami berdua juga tak ada gunanya"
"Oooh"
"Bukan saja Ong lotoa tahu kalau kami datang kemari, si anjing buldok juga tahu, bila kami lenyap secara tiba-tiba, masa mereka tak akan curiga ?"
"Itu sih urusan belakangan"
Kata Hong-Si-hu ketus.
"Kalau kau memang acuh terhadap persoalan ini, kenapa belum juga membunuhku?"
"Bagaimanapun juga tak bakal ada orang orang kemari lagi, kenapa aku musti terburu napsu ?"
"Kau belum juga turun tangan karena kau belum dapat mengambil keputusan, aku tahu kau selalu berhati-hati, kalau bukan suatu hal yang sangat meyakinkan, kau tak akan melakukannya !"
"Asal kau bersedia untuk melepaskan dia mungkin kamipun dapat merahasiakan indentitasmu itu", tiba-tiba Yan Jit berkata. Mencorong sinar tajam dari balik mata Hong Si-hu, ia tampak seperti seekor rase tua. Penyakit dari seekor rase tua adalah terlalu banyak curiga, bukan cuma curiga kepada orang lain, juga curiga terhadap diri-sendiri.
"Kau tahu, aku tidak tertarik dalam usaha menangkap penyamun"
Kata Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"tapi aku paling benci kalau diriku ditipu orang secara mentah-mentah".
"Siapapun tak suka kalau dirinya ditipu orang", seseorang berkata pula sambil tertawa. Jelas itulah suara dari si anjing buldok. Sementara ucapan tersebut berkumandang, si anjing buldok, si tongkat dan si orang baju hitam pelan-pelan masuk ke dalam halaman. Pada saat yang bersamaan pula dari empat penjuru dinding pekarangan muncul api obor yang diangkat tinggi-tinggi, beberapa puluh orang opas yang membawa busur dan golok terhunus telah mengepung halaman kecil itu rapat-rapat. Paras muka Hong Si-hu bersinar terang, entah itu lantaran minyak? Atau keringat? Tiba-tiba tangan diayunkan ke muka. Kwik Tay-lok yang mendekati seratus kati beratnya itu tahu-tahu sudah terlempar ke udara dan menerjang ke arah anjing buldok dan orang yang berbaju hitam itu. Tubuh Hong Si-hu seperti sebatang anak panah yang terlepas dari busurnya.
"Weess !"
Meluncur ke atas, dalam waktu singkat ia sudah diatas atap rumah dengan merampas dua bilah golok.
Kemudian dengan Hong-hung-tian-ci (burung hong menentang sayap) goloknya ditebas ke kedua belah samping, cahaya golok menyambar lewat, dua orang opas sudah rontok dari atas rumah.
Kemudian sekali berkelebat, Hong Si-hu sudah berada sekitar tiga kaki jauhnya dari posisi semula.
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pencoleng ulung yang sudah puluhan tahun malang melintang dalam dunia persilatan dan banyak melakukan pencurian ini betul-betul memiliki ilmu silat yang luar biasa.
Bukan saja gerakan tubuhnya sangat cepat, serangannya juga cepat, bahkan pandai sekali memanfaatkan kesempatan.
Inilah kesempatan yang pertama baginya, tapi juga merupakan kesempatannya yang terakhir kali.
Sekalipun ilmu meringankan tubuh yang dimiliki si orang berbaju hitam dan si anjing buldok lebih hebat darinya, setelah terhadang oleh tubuh Kwik Tay-lok yang dilemparkan ke arah mereka, sulit juga buat kedua orang itu untuk melakukan pengejaran.
Mendadak dari balik atap rumah muncul dua sosok manusia yang menghadang jalan pergi Hong Si-hu.
Salah seorang diantaranya seperti menggapekan tangannya, Hong Si-hu tahu-tahu sudah terpental dan terhuyung-huyung ke belakang, kemudian "Blamm!"
Tubuhnya terjatuh ke tanah, kebetulan jatuh tepat diatas badan dua orang opas.
Dua orang yang baru muncul itu dengan enteng melayang turun ke dalam halaman, yang seorang berwajah dingin dan kaku, sedang yang lain berwajah halus seperti perempuan.
Ternyata Ong Tiong dan Lim Tay peng yang telah datang.
Waktu itu Kwik Tay-lok telah berdiri tegak sambil berkeplok dan tertawa tergelak serunya.
"Ong lotoa kami betul-betul memiliki kepandaian yang luar biasa !"
"Bukan aku!"
Kata Ong Tiong.
Bukan dia, berarti adalah Lim Tay-peng.
Betulkah manusia yang halus seperti nona cilik ini memiliki ilmu silat yang begini hebat? Siapapun tidak menyangka, tapi siapapun tak bisa tidak harus mempercayainya.
Sementara itu tubuh Hong Si-hu telah diikat kencang-kencang bagaikan sebuah bak-cang.
Si anjing buldok mendongakkan kepalanya dan menghembuskan napas panjang, katanya sambil tertawa.
"Dua puluh tahun sudah aku melacaki jejaknya, hari ini akhirnya berhasil juga kutangkap si rase tua ini"
"Barang curian itu pasti berada dalam kamar panggangnya, setiap saat barang itu bisa diangkut keluar", kata Kwik Tay-lok.
"Ini yang dinamakan tertangkap basah!"
Kata si anjing buldok sambil tertawa, bukan cuma orangnya tertangkap, hasil curiannya juga tertangkap, betul-betul suatu sukses yang luar biasa".
"Kau tak usah berterima kasih kepadaku, kalau ingin berterima kasih, berterima kasihlah kepadanya". Ia menuding ke arah Lim Tay-peng, dan katanya lagi sambil tertawa.
"Meskipun temanku ini berwajah halus seperti perempuan, tapi kalau sudah minum arak, dia seperti sebuah gentong air". Si anjing buldok melirik sekejap ke arah si tongkat, kemudian ujarnya.
"Kita memang harus baik-baik berterima kasih kepada mereka, menurut pendapatmu bagaimana kita harus berterima kasih?"
"Tangkap semua, tangkap mereka semua!"
Sera si tongkat sambil menarik muka. Hampir melompat Kwik Tay-lok saking kagetnya.
"Apa kau bilang ?"
Teriaknya.
"Ke empat orang ini menyembunyikan hasil curian dalam sarangnya, kalau bukan sekomplotan dengan Hong Si-hu tentu merupakan sekelompok penyamun! Ringkus mereka semua dengan tali yang besar, setelah pulang siksa mereka sampai mengaku !"
Hampir meledak isi perut Kwik Tay-lok saking gusarnya, ia tertawa bergelak, lalu serunya.
"Ingin kulihat siapa yang berani mengusik diriku !"
"Kau berani melawan hukum ?"
Bentak si tongkat.
"Tidak berani !"
Tiba-tiba Ong Tiong menyahut.
"Kalau memang tak berani, kenapa tidak segera menyerahkan diri !"
"Walaupun kami tak berani melawan hukum sayang kau bukan seorang opas, kau adalah seorang pencoleng"
"Lebih buas dari pencoleng !"
Yan Jit menambahkan.
"Kalian mengejar Hong Si-hu selama ini sesungguhnya bukan orangnya yang dicari melainkan uangnya"
"Yaa, seorang opas berapa sih gajinya?"
Sambung Yan Jit.
"berapa banyak uang kalian terima? Tapi kalau dilihat dari baju yang dipakai Kim toaya ini, mungkin seorang ciangkunpun belum tentu bisa mengenakannya". Apalagi mereka masih bisa menyewa saudara berbaju hitam ini sebagai pembunuh bayaran, uang yang dikeluarkan pasti besar sekali, tak mungkin seorang hamba negara bisa sekaya ini"
"Tapi hasil curian banyak sekali, dimana-mana ada pencoleng maka barang curian tak pernah ada habisnya"
"Kalau pencoleng kecil, memang ada baiknya dibawa pulang untuk tumbal naik pangkat, kalau pencolengnya sudah kelas kakap seperti Hoa Si-hu, lebih baik dimakan sendiri saja"
Yan Jit manggut-manggut, terusnya pula.
"Apalagi jika berhasil menangkap pencoleng seperti ini, paling tidak hasilnya bisa dipakai selama dua tiga tahun"
"Tapi kalau kami dibiarkan hidup, suatu hari rahasia ini pasti bocor, maka lebih baik kalau kamipun dibunuh biar selamanya bungkam"
"Perbuatan kalian meski lebih ganas dari pencoleng, namun tidak melanggar hukum, itu baru sip namanya!"
"Aku toh sudah bilang sedari tadi, hitam makan hitam selamanya lebih menarik, takutnya kalau salah masuk ke lubang hidung!"
Demikianlah, ucapan dari Yan Jit dan Ong Tiong yang saling bersahut-sahutan ini bukan saja membuat semua orang termangu, bahkan Kwik Tay-lok serta Lim Tay-Peng pun ikut tertegun.
Si tongkat beberapa kali hendak mengumbar hawa amarahnya, tapi selalu dicegah oleh si anjing buldok.
Menanti mereka sudah selesai berbicara, si anjing buldok baru berkata sambil tertawa.
"Perkataan kalian memang benar, kuakui semuanya"
Lalu sambil menuding ke arah, si tongkat katanya sambil tertawa.
"Orang ini baik di kota Kay-hong, Lokyang, Ki-lam, maupun Thian-cing semuanya punya rumah gedung, dalam gedung-gedung itu pasti ada seorang bini mudanya, bicara dari soal gaji yang diterimanya tiap bulan, mana mampu dia memeliharanya ?"
"Binimu tidak lebih sedikit dariku !"
Seru si tongkat sambil menarik muka.
"Sayang sekali bini-bini kalian itu sebentar lagi bakal menjadi janda semua"
Kata Kwik Tay-lok dengan gusar. Si anjing buldok segera tertawa.
"Kalian tahu, mengapa aku mau membicarakan persoalan ini kepada kamu sekalian?"
Setelah tertawa, ia menuding ke sekeliling dinding pekarangan itu, lalu ujarnya lebih lanjut.
"Di sini tersedia tiga puluh busur otomatis berpegas tinggi, empat puluh golok kilat, dan jagojago berilmu tinggi, mereka semua adalah anak buah kami, tak nanti kalian dibiarkan pergi dari sini dalam keadaan hidup"
"Mati karena hujan anak panah, rasanya tentu tak sedap"
Sambung si tongkat dingin.
"Apalagi masih ada lagi saudara hitam yang sengaja kami sewa untuk melindungi kami"
Setelah tertawa, si anjing buldok itu menyambung lebih jauh.
"Tentu saja kalian juga tahu kalau dia tidak she Hek, paling tidak sebilah pedangnya bisa menghadapi kalian bertiga, oleh karena itu aku lihat lebih baik kalian menurut perkataanku saja, paling tidak jauh lebih enakan dari pada mati"
"Kentut busuk makmu !"
Bentak Kwik-Tay-lok gusar. Paras muka si anjing buldok itu segera berubah hebat, serunya dengan lantang.
"Bunuh dulu orang ini, gajimu akan kutambah"
Selama ini manusia berbaju hitam itu cuma berdiri sambil bergendong tangan, tiba-tiba ia bertanya.
"Kau suruh siapa membunuhnya ?"
"Tentu saja menyuruh kau !"
"Membunuh satu orang berarti tiga ratus tahil uang emas."
"Baik !"
Tiba-tiba ia mencabut keluar pedangnya, pedangnya, lalu cahaya tajam berkelebat lewat, ia telah menusuk bahu si anjing buldok.
Bukan tusukan pedang panjang, melainkan sebilah pedang pendek.
Didalam sarung pedang yang empat jengkal panjangnya itu, ternyata masih di sisipkan pula dengan sebilah pedang pendek yang satu jengkal tujuh inci panjangnya.
Sesungguhnya si anjing buldok bukan seorang jagoan yang gampang dihadapi, tapi dia tak menyangka kalau manusia berbaju hitam itu bakal melancarkan serangan kepadanya, lebih tak mengira lagi kalau pedang yang menusuk tubuhnya sebilah pedang pendek.
Dalam kagetnya, si tongkat segera membentak.
"Panah !"
Ditengah bentakan tersebut, tubuhnya segera meluncur ke udara berusaha melarikan diri.
Tapi orang lain mana mau melepaskannya dengan begitu saja? Kwik Tay-lok dan Yan Jit segera menggencet dari kedua belah sisinya mencegah si tongkat melarikan diri.
Ong Tiong sebetulnya tidak bergerak.
Sekarang secara tiba-tiba ia bergerak, hanya bergerak sedikit saja.
Tapi gerakannya begitu tepat, begitu cepat, pada hakekatnya sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata.
Si tongkat hanya merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu-tahu sepasang tangannya se akan-akan sudah bertambah dengan sebuah borgol.
Jeritan kaget berkumandang datang dari atas dinding pekarangan, yang membawa busur membuang busur, yang membawa golok membuang golok, dalam waktu singkat kawanan opas itu sudah pada kabur dari situ....
kebaikan yang mereka terima masih belum cukup untuk mengorbankan nyawa dengan percuma.
Kemudian, sepasang mata setiap orang pada mendelik ke arah manusia berbaju hitam itu, siapapun tak tahu sebenarnya apa yang sedang dilakukan oleh orang ini.
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen Lembah Patah Hati Lembah Beracun -- Khu Lung