Ceritasilat Novel Online

Misteri Pulau Neraka 14


Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 14


."

   "Tidak usah!"

   Sahut Ibun Hau sambil tertawa dingin.

   "Jika membiarkan harimau pulang gunung, bencana dikemudian hari tentu besar sekali..."

   Kata Oh Put Kui sambil berkerut kening. Belum selesai dia berkata, Wi thian-yang telah membentak keras.

   "Lote, sebenarnya apa maksudmu? Apakah kau sengaja hendak bermusuhan dengan aku?"

   "Kapan sih aku memusuhi dirimu?"

   Tanya Oh Put Kui tertawa.

   "buktinya justru kaulah yang licik dan berbahaya, Oh Put Kui tak lebih hanya ingin membantu sahabat dunia persilatan untuk melenyapkan bibit bencana bagi mereka dikemudian hari."

   Kata-kata tersebut sungguh membuat Wi Thian-yang naik darah dan merasa gusar sekali.

   Selapis hawa napsu membunuh yang tebal dan menyeramkan segera menghias wajah Raja setan penggetar langit.

   Dipandangnya Oh Put Kui sekejap dengan penuh kebencian, lalu serunya keras-keras.

   "Hati-hati kau bajingan cilik..."

   Dalam pada itu, Ibun Hau yang melihat kemunculan Kakek berambut putih itu sudah berpikir.

   "Tak nyana kalau iblis tua ini belum mampus bahkan membantu berbuat kejahatan benar-benar hal ini tidak kusangka, tampaknya dunia persilatan akan sulit peroleh ketenangan untuk selamanya..."

   Setibanya diujung perahu, Kakek berambut putih itu memandang sekejap kearah Ibun Hau, kemudian katanya sambil tertawa dingin.

   "Ibun Hau, kita telah bersua kembali."

   Sekalipun dalam hati kecilnya merasa terkejut, namun diluarnya Ibun Hau tetap bersikap santai dan tenang. Mendengar ucapan mana, dia segera tertawa tergelak sambil menyahut.

   "Aku mengira siapa yang berada dalam ruang perahu, rupanya jago seribu li penggait sukma Pek loko, tak aneh kalau Wi-thian-yang secara tiba-tiba bernyali besar..."

   Mendengar nama "jago seribu li penggait sukma", paras muka Oh Put Kui segera berubah hebat.

   Ia pernah mendengar susioknya, Thian-liong sangjin menyinggung nama gembong iblis tua ini.

   Konon Thian liong sangjin sendiripun pernah menderita kekalahan ditangannya tempo hari.

   Nama aslinya adalah Pek Biau-peng, dan nama tersebut jauh lebih termashur daripada tiga Kakek iblis dunia persilatan.

   Tiba-tiba saja Oh Put Kui mulai merasa tidak tenang hatinya.

   Ia tak bisa menduga, pun tak dapat memperhitungkan secara tepat apakah Kakek latah awet muda sanggup menandingi kehebatan dari si Jago seribu li penggait sukma ini.

   Oleh sebab itulah baru pertama kali ini dia merasakan hatinya amat kuatir semenjak pertama kali terjun kedalam dunia persilatan...

   Dalam pada itu si Jago seribu li penggait sukma Pek Biau- peng telah berkata dengan suara dalam.

   "Ibun Hau, setelah berpisah selama puluhan tahun, aku rasa ilmu Hian-goan-cing-khi mu yang pernah termashur di daratan Tionggoan telah mencapai tingkatan yang sempurna bukan?"

   Ibun Hau tertawa tergelak.

   "Aku rasa masih jauh ketinggalan bila dibandingkan ilmu Hian-im cing-khi dari Pek loko."

   "Heeehh... heeehh... heeehh... pandai amat kau merendahkan diri."

   Kemudian setelah berhenti sebentar, ia berpaling kearah Wi Thian-yang dan serunya lagi sambil tertawa.

   "Wi Thian-yang, mundurlah agak jauh!"

   Kali ini Wi Thian-yang menunjukkan sikap yang sangat penurut, mendengar perintah tersebut dia benar-benar mundur dua langkah ke belakang. Tapi Oh Put Kui yang melihat hal itu kembali mengacau.

   "Wi Thian-yang, bukankah kau menantang aku untuk adu kepandaian? Tapi bilamana kau tak lebih hanya manusia cecunguk yang mudah dibentak dan diperintah orang semaunya, aku mah tak sudi lagi bertarung melawanmu."

   Umpatan yang begitu pedas dan sangat menghina ini tentu saja tak mampu diterima oleh Wi thian-yang dengan begitu saja.

   Kontan saja mukanya berubah menjadi merah, matanya melotot besar dan wajahnya menyeringai menyeramkan, dengan suara menggeledek teriaknya keras-keras.

   "Bajingan keparat, kau sudah bosan hidup nampaknya!"

   "Benarkah begitu? Hmmm... aku rasa justru kaulah yang sudah bosan hidup."

   Belum selesai pemuda itu berbicara, tiba-tiba Pek Biau- peng telah tertawa dingin lagi, dan terdengar ia menegur.

   "Hey anak muda, kau berasal dari perguruan mana?"

   "Kau sedang bertanya padaku?"

   Tanya Oh Put Kui dengan wajah tertegun penuh keheranan.

   "Kalau bukan bertanya kepadamu lantas kepada siapa?"

   Sahut si Jago seribu li pengait sukma Pek Bian peng dengan ketusnya.

   "bocah keparat, kulihat nyalimu benar-benar besar sekali."

   Oh Put Kui tertawa hambar.

   "Aku bernama Oh Put Kui, guruku adalah Tay-gi sangjin, nah, sudahkah cukup jelas?"

   Sejak terjun ke dalam dunia persilatan, belum pernah Pek Biau-peng diperlakukan orang semacam ini apalagi oleh seorang anak muda semacam Oh Put Kui, tidak heran kalau sepasang matanya segera berkilat tajam, bahkan dibalik sorot matanya terselip pula pancaran hawa amarah yang membara.

   "Jadi kau adalah murid Oh Sian? Rupanya kau sedang gagah-gagahan dengan membonceng ketenarannya."

   Ia segera mendongakkan kepala dan tertawa terbahak- bahak, terusnya.

   "Bocah keparat, kali ini kau telah salah alamat besar, jangan lagi baru gurumu, bahkan sucoumu hidup kembalipun aku tak akan memandang sebelah mata kepadanya..."

   Oh Put Kui kontan saja naik pitam, mukanya terasa merah membara karena hatinya panas.

   Sekalipun diapun tahu bahwa gembong iblis tua ini tidak gampang untuk dihadapi, akan tetapi diapun tak dapat berpeluk tangan belaka membiarkan guru dan Kakek gurunya dihina serta dicemooh orang lain, sambil mendengus dingin segera serunya.

   "Kurangajar, tua-tua bangka, kau berani menghina dan mencemoh guru dan Kakek guruku? Manusia semacam kau tak bisa diampuni lagi..."

   Pek Biau-peng yang mendengar ucapan tersebut kontan saja mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahh... haaah... haaah... kau tak mau mengampuni aku? Apa sih yang dapat kau perbuat?"

   "Kau harus minta maaf kepadaku!"

   "Kentut busuknya makmu!"

   Umpat Pek Biau-peng penuh amarah.

   "huuuh... kau ini manusia macam apa? Kau suruh aku minta maaf kepadamu? Jangan bermimpi disiang hari bolong!"

   "Bila kau enggan minta maaf, terpaksa aku akan memaksamu dengan mempergunakan kekerasan,"

   Ancam pemuda itu sambil tertawa dingin.

   "Haaahh... haaahh... haaahh... gampang sekali bila kau ingin mempergunakan kekerasan, aku hanya kuatir kau tak mampu menahan sepuluh jurus seranganku!"

   Dengan nama dan kedudukan Pek Biau-peng dalam dunia persilatan, sesungguhnya kata-kata semacam ini sudah merupakan suatu sikap yang amat sungkan.

   Sebab Pek biau-peng pun sadar bahwa ia tak boleh memandang terlalu enteng terhadap lawannya ini, karena bagaimanapun juga Oh Put Kui adalah anak murid dari Tay-gi sangjin.

   Coba kalau bukan begitu, dia cukup mengandalkan satu gebrakan saja sudah cukup untuk mengirim anak muda tersebut ke neraka, bahkan dalam anggapannya tak seorang anak mudapun didunia ini yang mampu menghadapi setengah gebrakanpun darinya.

   Sebaliknya Oh Put Kui justru tertawa senang di dalam hati, sebab apa yang dicita-citakan telah terpenuhi, dan dia merasa perlu untuk mengikat lawannya dengan perkataannya itu.

   Dengan suara keras katanya.

   "Seandainya dalam sepuluh gebrakan nanti aku berhasil mempertahankan diri, apakah kaupun akan meminta maaf kepadaku?"

   "Tentu saja,"

   Jawab Pek Biau-peng dengan geram.

   "apa yang telah kuucapkan selamanya akan kupenuhi!"

   "Baik, kalau begitu aku harus memaksamu untuk meminta maaf kepadaku..."

   "Sudahlah, tak usah banyak bicara, silahkan melancarkan serangan lebih dulu!"

   "Turun tangan?"

   Tiba-tiba Oh Put Kui tertawa hambar.

   "apakah kita harus saling bertarung dengan begini saja?"

   "Kau ingin bertarung dengan cara apa?"

   "Selisih jarak kita demikian jauhnya, aku takut kau membuang tenaga terlalu banyak."

   Pek Biau-peng sungguh dibuat sangat mendongkol sampai jenggot putihnya bergetar keras. Mendadak saja dia berpekik keras lalu melompat kearah ujung geladak perahu yang ditumpangi Oh Put Kui.

   "Bocah keparat, aku tahu akan maksud jahatmu itu, tapi aku tak akan kuatir untuk menghadapi rencana busuk apapun darimu, bagaimana? Kita harus bertarung sekarang juga?"

   Tiba-tiba terdengar Ibun Hau berkata sambil tertawa.

   "Keponakanku, minggirlah kau..."

   Oh Put Kui yang menjumpai Pek Biau-peng sudah masuk perangkap. tentu saja tak mau mengundurkan diri dengan begitu saja.

   "Ibun tua, boanpwee yakin masih mampu untuk menghadapinya!"

   Dia berseru cepat. Kemudian tidak menunggu jawaban dari Ibun Hau, dia telah berpaling kembali ke arah Pek Biau-peng dan katanya sambil tertawa.

   "Disaat batas waktu sepuluh jurus sudah lewat, pada saat itulah anda akan mendapat malu."

   "Haaahh... haaahh... haaahh... selembar mulutmu sungguh amat tajam bagaikan pisau, sayang sekali aku segan untuk banyak berbicara denganmu."

   Ucap Pek Biau-peng sambil tertawa seram.

   "bila kau enggan melancarkan serangan lebih dulu, jangan salahkan kalau aku pun enggan bertarung lebih lanjut."

   Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui tertawa tergelak.

   "Aku memang sudah tahu kalau nyalimu kecil dan sekarang kau lagi merasa ketakutan setengah mati."

   Pek Biau-peng kembali tertawa seram.

   "Bocah keparat, kau tidak usah membuat perhitungan yang kelewat indah dihadapanku, andaikata orang di dunia ini dapat membuat aku masuk perangkap dan menjadi naik darah, maka orang itu tentunya kaulah orangnya."

   Diam-diam Oh Put Kui tertawa geli, namun diluar dia menjawab dengan berterus terang.

   "Mungkin saja begitu..."

   Belum selesai dia berkata, tiba-tiba saja sebuah pukulan keras telah dilontarkan ke depan.

   Pek Biau-peng mengira dia masih hendak mengucapkan sesuatu, maka pada hakekatnya dia tidak melakukan persiapan apapun.

   Menanti dia sadar akan datangnya serangan dahsyat dari lawannya, kesempatan baginya untuk menghindar pun sudah tidak ada lagi.

   Sekalipun demikian, dia sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap serangan yang dilancarkan oleh Oh Put Kui tersebut.

   Begitu tangannya digerakkan, dia langsung membabat ke arah pergelangan tangan kanan dari Oh Put Kui.

   Tiba-tiba saja Oh Put Kui menarik kembali tangannya sambil mundur setengah langkah, lalu katanya sambil tertawa.

   "Jurus pertama!"

   Rupanya bacokan telapak tangan yang dilontarkan Pek Biau-peng tersebut sama sekali mengenai sasaran yang kosong. Pek Biau-peng yang menjumpai keadaan tersebut segera mengejek sambil tertawa dingin.

   "Kau tak usah keburu merasa bangga, aku masih mempunyai sembilan kali kesempatan untuk merenggut nyawamu."

   "Benarkah begitu? Sayang sekali aku..."

   Belum habis dia berkata, sepasang lengannya kembali dilontarkan bersama melepaskan bacokan pertama.

   Segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat bagaikan amukan ombak ditengah samudra langsung saja melanda tiba.

   Menghadapi datangnya ancaman yang begitu dahsyat, mau tak mau Pek Biau-peng merasa terkejut juga.

   Dia sama sekali tidak mengira kalau bocah muda tersebut benar benar memiliki kepandaian silat yang dahsyat.

   Dalam keadaan demikian terpaksa ia harus mengebaskan ujung bajunya berulang kali untuk memudahkan datangnya ancaman dari Oh Put Kui tersebut.

   Akibat dari bentrokan kekerasan yang kemudian terjadi, kedua belah pihak sama sama bertahan pada posisi semula.

   "Saudara, lagi-lagi kau kehilangan sebuah kesempatan yang baik untuk membinasakan aku..."

   Jengek Oh Put Kui sambil tertawa lebar.

   Tidak sampai lawannya berbicara, tiba tiba saja Oh Put Kui telah melepaskan kembali tiga buah serangan berantai.

   Ketiga buah serangan tersebut boleh dibilang mempergunakan jurus-jurus silat yang belum pernah digunakan Oh Put Kui selama ini.

   Segulung desingan tajam bagaikan suara sempritan dari bambu, segera bergema diatas permukaan telaga itu.

   Menyusul desingan itu, menyambarlah ketiga buah serangan Oh Put Kui yang tidak nampak kekuatan sambarannya tapi justru mengandung kekuatan maha dahsyat yang mengerikan hati itu.

   Pek Biau-peng segera mengerutkan dahinya rapat-rapat.

   Untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut, terpaksa dia harus mempergunakan gerakan tubuh yang terhebat dan tenaga pukulan yang paling hebat untuk memutar badan sambil secara berurutan melancarkan tiga pukulan dan tiga kelitan sebelum berhasil meloloskan diri dari ancaman mana.

   Selintas perasaan kaget segera memancar keluar dari balik mata Kakek tersebut, serunya tanpa terasa.

   "It-ing-ci!"

   "Haaahh... haaahh... haaahh... rupanya luas juga pengetahuanmu, nah saudara, lagi lagi kau sudah kehilangan kesempatan untuk mencelakai diriku!"

   Oh Put Kui tahu, dengan tenaga serangan It-ing-ci yang dimilikinya sekarang, masih belum mampu untuk melukai gembong iblis tua tersebut, oleh karenanya dia tidak melancarkan serangan dengan seluruh kekuatan Akan tetapi hal tersebutpun sudah cukup memusingkan kepala Pek Biau-peng Dengan sorot mata berkelit dan diiringi suara tertawa yang menyeramkan, tiba-tiba dia menggerakkan sepasang tangannya sambil melepaskan tiga buah serangan beruntun.

   Dalam waktu singkat, permukaan telaga Phoa-yang oh tersebut sudah dicekam oleh angin puyuh yang maha dahsyat.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Permukaan air telaga sekitar tiga kaki dari posisi Oh Put Kui berdiri, tiba-tiba saja dikurung oleh amukan ombak setinggi berapa depa...

   Oh Put Kui sama sekali tidak menyangka kalau Pek Biau- peng memiliki tenaga pukulan yang begitu dahsyat dan mengerikan.

   Serta merta dia menghimpun tenaga murninya, lalu mengerahkan ilmu Kiu-coan-tay-sian sinkang untuk melindungi seluruh badan, bukannya mundur dia justru mendesak maju ke depan dan menyusup ke balik tenaga serangan dari Pek Biau-peng.

   Ibun Hau yang menyaksikan kejadian itu menjadi terkejut, bentaknya tanpa terasa.

   "Hiantit, kau tak boleh bertindak gegabah...!"

   Akan tetapi bayangan tubuh Oh Put Kui telah menyusup masuk kedalam lingkaran tenaga pukulan lawan.

   "Blaaammm...!"

   Ditengah bentrokan yang amat memekikan telinga, Oh Put Kui telah melayang mundur kembali ke belakang. Ibun Hau sungguh merasa terkejut sekali hingga dia hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela napas panjang, pikirnya.

   "Bocah ini benar-benar bernyali besar untuk menyerempet bahaya."

   Hanya saja suara helaan napas panjangnya hanya sempat diutarakan sampai setengah jalan saja lalu berhenti tiba-tiba.

   Tampaknya si Jago seribu li penggait sukma Pek Biau- peng pun terdorong mundur sejauh dua langkah lebih sebelum berhasil berdiri dengan tenang, malahan dengan wajah terkesiap, teriaknya.

   "Kau si bocah keparat bukan manusia!"

   "Yaa, berbicara yang sebenarnya dia memang tidak mirip manusia melainkan seperti dewa..."

   Tubuhnya yang masih melambung ditengah udara, dalam waktu singkat telah balik kembali keatas perahu. -oo0dw0oo- Nyatanya pemuda tersebut sama sekali tidak menderita luka, bahkan dengan senyuman dikulum katanya.

   "Saudara, apakah ketiga buah serangan berantaimu tadi dapat terhitung sebagai tiga jurus serangan?"

   Pek Biau-peng tak sanguup menahan gejolak emosinya, dengan penuh amarah dia mendengus dingin.

   "Betul, dianggap tiga jurus, tapi..."

   Mendadak sepasang matanya melotot besar, lalu sambil mengebaskan tangannya ke depan dia berseru.

   "Lihat serangan..."

   "Blaaamm!"

   Tubuh Oh Put Kui segera terlempar sejauh satu kaki lebih hingga terlempar kearah telaga, namun dengan amat cekatan sekali pemuda itu menjejakkan kakinya keatas permukaan telaga kemudian segera balik kembali ke atas perahu.

   Rupanya dalam pembicaraan tersebut, Oh Put Kui kembali termakan sebuah pukulannya.

   Tapi sayang sekali tenaga pukulan yang dilancarkan Pek Biau-peng itu gagal melukai Oh Put Kui sebaliknya menimbulkan sebuah lubang sebesar berapa depa diatas papan geladak perahu itu.

   Oh Put Kui segera tertawa tergelak sambil mengejek.

   "Nah saudara, apakah jurus yang terakhir inipun masih akan kau lepaskan?"

   Kali ini Pek Biau-peng benar benar merasa gusarnya luar biasa, namun diapun merasa terkesiap bercampur terkejut.

   Bagaimanapun juga dia sama sekali tidak menyangka kalau ilmu silat yang dimiliki Oh Put Kui telah mencapai tingkatan yang demikian hebatnya.

   Padahal menurut perkiraannya semula, sekalipun Tay-gi sangjin turun tangan sendiri pun tak mungkin akan jauh lebih hebat dari pada kemampuan yang dimilikinya, sudah barang tentu kemampuan dari muridnya tak mungkin lebih hebat daripada gurunya.

   Padahal dia mana tahu kalau kemampuan yang dimiliki Tay-gi sangjin terutama setelah mempelajari ilmu Kiu-pian-tay- sian sinkang, telah mencapai tingkatan yang sedemikian dahsyatnya hingga sukar untuk dicarikan tandingannya didunia ini? Pek Biau-peng mengerutkan dahinya lalu berkata sambil tertawa menyeramkan.

   "Dalam seranganku yang terakhir ini, aku akan mencabut selembar jiwamu..."

   Tiba-tiba saja tangan kanannya digetarkan ke muka...

   telapak tangannya menghadap ke depan dan pelan-pelan digerakkan dengan sikap mengamcam.

   Dalam sekejap mata, telapak tangan itu sudah berubah menjadi semu keabu-abuan.

   Oh Put Kui yang melihat gerakan mana segera berkata sambil tertawa mengejek.

   "Tak nyana kalau saudara mempunyai begitu banyak gaya..."

   Sebaliknya Ibun Hau yang menyaksikan kejadian ini segera berseru dengan kaget.

   "Keponakanku, iblis tua ini sudah berhasil memiliki ilmu Hian-im-tou-kut-toh-mia-ciang (pukulan hawa dingin penembus tulang pencabut nyawa), kau jangan bertindak gegabah sehingga membiarkan tubuhmu tersambar angin pukulan..."

   "Ibun tua tak usah kuatir, boanpwee tidak takut kepadanya!"

   Mendengar jawaban tersebut Ibun Hau semakin gelisha lagi, kembali ujarnya.

   "Hiantit, ilmu pukulan semacam ini bukan saja disertai dengan tenaga dalam yang kuat, lagipula amat beracun..."

   "Kau orang tua tak usah kuatir..."

   Pada saat itulah... Mendadak terdengar Pek Biau-peng membentak keras.

   "Bocah keparatm pergilah menjumpai Kakek moyangmu!"

   Didalam gusarnya yang luar biasa, rupanya Kakek itu tak mampu menahan diri lagi sehingga umpatan dengan kata-kata yang kasarpun segera berhamburan keluar.

   Bahkan telapak tangan kanannya segera diayunkan pula ke depan melancarkan sebuah serangan maut.

   Sementara Oh PUt Kui telah menghimpun ilmu Kiu-pian- tay-sian-sinkang nya untuk melindungi seluruh badan, berada dalam keadaan seperti ini, maka lima depa disekeliling tubuhnya sudah terlindung tenaga murni sehingga berbagai racun tak akan mampu menyelusup kedalam tubuhnya lagi.

   Dalam keadaan demikian, dia hanya menguatirkan satu hal saja, yaitu apabila tenaga serangannya kelewat dahsyat.

   Asalkan tenaga pukulan lawan tidak lebih tangguh satu kali lipat daripada kemampuan yang dimilikinya, maka dia masih mampu menghadapi serangan lawan dengan mengandalkan ilmu Kiu-pian-tay-sian-sinkang nya itu.

   Namun nyatanya ilmu pukulan hawa dingin penembus tulang pencabut nyawa itu benar-benar sangat tangguh, kuat dan menggidikkan hati.

   Seketika itu juga Oh Put Kui merasakan sekujur badannya gemetar keras sekali.

   Sekalipun demikian, akhirnya toh dia tak sampai mundur kebelakang...

   Tenaga serangan dari Pek Biau-peng tersebut selain membuat sekujur tubuhnya gemetar keras, nyatanya tidak mendatangkan reaksi apapun...

   Oh Put Kui segera mengetahui bahwa kemenangan berada di pihaknya...

   "Saudara, sepuluh jurus sudah lewat..."

   Serunya kemudian dengan lantang. Pek Biau-peng menjadi tertegun dan termangu-mangu sampai setengah harian lamanya. Hingga Ibun Hau yang berada disisinya ikut memperdengarkan suara tertawanya yang keras, ia baru sadar kembali seraya menegur.

   "Ibun Hau, apa yang sedang kau tertawakan?"

   "Aku mentertawakan kau sebagai seorang tua bangka yang tidak memegang janji."

   "Kapan sih aku tidak memegang janji?"

   "Sepuluh jurus sudah lewat, apakah kau masih ingin mungkir?"

   "Haaah... haaah... haaah... Ibun Hau, kau terlalu memandang rendah diriku..."

   Seru Pek Biau-peng sambil tertawa tergelak.

   "Kapan sih aku mungkir?"

   Kembali gembong iblis itu berpaling.

   "Kau sudah seharusnya mengaku kalah."

   Pek Biau-peng manggut-manggut.

   "Yaa, aku bukannya tak mau mengaku kalah, hanya aku sadar bahwa diriku tertipu mentah-mentah."

   "Kau pun bisa tertipu?"

   Ibun Hau tergelak. Pek Biau-peng mengalihkan sorot matanya ke wajah Oh Put Kui, kemudian katanya.

   "Tidak kusangka sama sekali kalau bocah muda ini telah berhasil melatih ilmu sian kang tingkat atas dari golongan Buddha, sehingga ilmu pukulan hawa dingin penembus tulang pencabut nyawa ku sama sekali tidak mendatangkan ancaman apapun pada dirinya."

   "Haaahhh.. haaahhh... haahh... hal ini mah hanya bisa menyalahkan kepada saudara, mengapa kekurangan pengalaman untuk menilai kemampuan lawan."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba katanya lagi dengan wajah yang serius.

   "Persoalan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan soal kalah menang, lebih baik saudara bersikaplah jantan..."

   Baru selesai Ibun Hau berkata, tiba-tiba saja Oh Put Kui telah menyambung.

   "Ibun tua tak usah memaksa Pek lojin ini mengaku kalah, sebab kalau kudengar dari pembicaraannya, dia seperti menganggap sepuluh jurus kelewat sedikit, boanpwee memutuskan untuk bertarung lagi selama ratusan jurus lagi."

   Kedengarannya saja perkataan itu begitu gagah dan terbuka, padahal arti yang sebenarnya amat memojokkan posisi Pek Biau-peng, bahkan lebih tak sedap didengar daripada nya yang diucapkan Ibun Hau tadi. Sambil tertawa Ibun Hau segera berseru.

   "Bagus sekali, kalau begitu ditambah lagi dengan seratus gebrakan...!"

   Sudah barang tentu Pek Biau-peng sebagai seorang jago yang punya nama, tak sudi kehilangan muka dengan begitu saja. Dengan penuh amarah yang membara dan rambut yang berdiri kaku seperti landak, dia segera berseru keras.

   "Ibun Hau, kau tak usah bermain setan lagi dengan bocah keparat tersebut, urusan pada hari ini kita akhiri sampai disini saja, bila bersua lagi dikemudian hari, kalian mesti lebih berhati-hati..."

   Belum selesai perkataan itu diutarakan, ia sudah beranjak pergi dari sana.

   Diam-diam Oh Put Kui harus mengakui juga akan kehebatan ilmu silat yang dimiliki si jago seribu li pembetot sukma ini, bahkan orang ini tidak kehilangan sifat terbuka dan gagahnya.

   Pada saat Pek Biau-peng sudah melayang turun disamping Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang, Oh Put Kui baru berseru sambil tertawa nyaring.

   "Pek lojin, asal kau orang tua tidak bergaul dengan manusia sebangsa Wi Thian-yang, Oh Put Kui amat bersedia untuk berhubungan lebih akrab lagi dengan kau orang tua..."

   Perkataan dari Oh Put Kui ini diutarakan dari hati sanubarinya yang sejujurnya.

   semenjak tadi ia sudah tahu bahwa Pek Biau-peng menaruh perasaan kasihan dan sayang kepadanya sehingga didalam serangan yang dilepaskan tadi, ia sama sekali tidak menggunakan jurus maut untuk merenggut nyawanya.

   Kalau bukan begitu, sekalipun ia masih dapat menyelamatkan selembar jiwanya, namun tak urung akan menderita luka juga! Berdasarkan alasan inilah, dia ingin berusaha sedapat mungkin untuk memisahkan Pek lojin dari rombongan Wi Thian-yang, daripada memberi peluang bagi kelompok Wi- thian-yang untuk lebih memperkokoh kekuatannya.

   Ibun Hau yang mendengar perkataan tersebut, dalam hati kecilnya segera memuji akan ketelitian dan kecermatan Oh Put Kui.

   Dalam pada itu, Pek Biau-peng telah tertawa, suara tertawanya sama sekali tidak mengandung nada gusar ataupun perasaan yang lain.

   Dalam gelak tertawa Pek Biau-peng tersebut, cepat-cepat Wi Thian-yang berseru sambi tertawa dingin.

   Oh Put Kui, kau tidak usah membuang waktu dan pikiran dengan percuma, Pek lojin tak akan termakan oleh siasat adu dombamu!"

   Sekalipun dalam hati kecil Oh Put Kui timbul perasaan kecewa, namun ia toh tertawa tergelak lagi sambil berkata.

   Wi Thian-yang, sekalipun hari ini kau bersikeras tak mau mengaku sebagai pencuri ruyung mestika Mu-ni-ciang-mo- pian, tapi aku percaya dalalm satu bulan mendatang, kau pasti akan mengakui dengan sendirinya...!"

   Wi Thian-yang yang mendengar ucapan mana merasakan hatinya terkesiap. Bagaimanapun juga dia harus mempercayai perkataan dari sianak muda itu, maka serunya lantang.

   "Oh Put Kui, sekalipun kau memiliki kemampuan yang lebih hebatpun belum tentu pekerjaan tersebut dapat kau lakukan dengan baik!"

   "Wi Thian-yang, jika kau tak percaya tunggu saja bagaimana hasilnya nanti,"

   Kata Oh Put Kui sambil tertawa.

   "aku cukup berkunjung ke puncak bukit Kun-lun sebelah barat dan mengundang kehadiran pemilik ruyung mestika ini, akan kulihat kau berani menyangkal lagi tidak..."

   Mendadak...

   "Omintohud!"

   Suara pujian kepada sang Buddha yang nyaring berkumandang datang. Lalu dari permukaan telaga Phoa-yang oh yang tenang muncul tiga buah sampan besar. Menyusul suara pujian kepada Sang Buddha itu, terdengar pula seseorang berkata dengan suara lembut.

   "Ornag muda, kau tak perlu bersusah payah pergi ke Kun- lun sebelah barat!"

   Ketika perkataan tersebut berkumandang datang, orang- orang yang berada diatas dua perahu tersebut sama-sama merasa terperanjat. Sorot mata Ibun Hau segera dialihkan ke arah perahu yang masih berada beberapa li jauhnya itu, kemudian berkata.

   "Hianti, tampaknya pemilik ruyung mestika itu sudah datang!"

   Oh Put Kui pun sudah berpikir pula sampai keseitu.

   Tapi dengan terpikirnya hal itu maka dia pun memperoleh suatu perasaan lain, dengan kehadiran Wi-in sinni, pemilik ruyung mestika itu, bisa jadi Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian pun ikut datang pula.

   Sambil membelalakkan matanya lebar-lebar, diawasinya kejauhan tersebut tanpa berkedip, dia mengawasi terus perahu-perahu itu hingga semakin mendekat.

   Pada saat itulah, dibelakang tubuhnya tahu-tahu sudah bertambah dengan si kakek latah awet muda, terdengar ia berpesan.

   "Anak muda, lo nikou itu telah datang, kau jangan sekali- kali mengusiknya."

   Sambil berpaling Oh Put Kui tertawa, pikirnya didalam hati.

   "Mengapa aku harus mengusiknya?"

   Tiba-tiba saja dia menjumpai paras muka Kakek latah awet muda nampak sangat luar biasa, ia seperti merasa tegang, tapi juga merasa terkejut bercampur gembira. Ditatapnya kembali Oh Put Kui, kemudian ujarnya lebih jauh.

   "Anak muda, jangan sekali-kali kau katakan kalau aku berada ditempat ini!"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya.

   "Aaah, tidak bisa, aku harus merubah wajahku."

   Dengan cepat dia menggerakkan tubuhnya dan menyusup masuk kedalam ruangan perahu.

   Dalam pada itu, perahu tersebut pelan-pelan telah berlayar kembali ke depan.

   Tapi pada saat itu juga, tiba-tiba Oh Put Kui melihat ada sesosok bayangan manusia yang meluncur ke atas perahu dengan kecepatan luar biasa.

   Kemudian terdengar pula si Jago seribu li penggait sukma berseru sambil tertawa "Hian-hian toaci, baik-baikkah kau selama ini?"

   Belum selesai perkataan itu diutarakan, orang tersebut sudah melayang turun diatas perahu milik Pek Biau-peng tersebut.

   Oh Put Kui yang menyaksikan kejadian itu menjadi terkejut sekali.

   Apa hubungan antara Pek Biau-peng dengan Wi-in sinni? Mengapa dia menyebut Wi-in sinni sebagai Hian-hian toaci? sudah jelas dibalik kesemuanya ini terdapat hal-hal lain.

   Tanpa terasa ia menundukkan kepalanya sambil berpikir.

   Tapi pada saat itu pula dari atas perahu yang ditumpangi Wi Thian-yang tampak sesosok bayangan hitam pelan-pelan turun ke dalam air lewat buritan dan cepat-cepat berenang menuju ke pantai yang berjarak tiga li jauhnya itu.

   Hanya sayang tak seorangpun yang memperhatikan kejadian tersebut.

   Sementara itu perahu yang ditumpangi Wi-in sinni telah berhenti dan menurunkan jangkar.

   Ibun Hau segera mengalihkan perhatiannya ke arah perahu tersebut dan berseru sambil tertawa nyaring.

   "Sudah lama sinni mengasingkan diri dari keramaian dunia, kedatanganmu secara tiba-tiba hari ini sungguh membuat aku merasa terkejut bercampur keheranan, bersediakah sinni datang ke perahu kami untuk berbincang-bincang?"

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Suara yang lembut itu segera menyahut sambil tertawa merdu.

   "Untuk memenuhi undangan dari saudara Ibun dan Samwan, tentu saja pinni harus memenuhinya..."

   Dalam pembicaraan mana, perahu tersebut sudah bergerak merapat.

   Tiba-tiba pintu ruangan dibuka dan muncullah tiga orang, sebagai orang pertama adalah seorang nikou tua berambut perak yang berwajah lembut, dibelakangnya mengikuti Pek Biau-peng, dan dibelakang Pek Biau peng adalah seorang nona berbaju kuning.

   Berkilat sepasang mata Oh Put Kui melihat kemunculan nona tersebut, sekulum senyuman segera menghiasi bibirnya, dia segera membalikkan tubuh masuk kedalam ruangan, lalu setelah mengambil kembali ruyung mu-ni-pian dari tangan pengemis sinting, dia balik kembali ke ujung geladak dan berdiri disitu sambil tersenyum.

   Rupanya nona berbaju kuning itu tak lain adalah Nyoo Siau-sian yang pernah dicari di seluruh Kang-ciu tapi tak berhasil ditemukan itu.

   Sementara itu Samwan-to ikut pula munculkan diri.

   Setelah diiringi basa basi, maka kedua belah pihakpun saling tertawa tergelak.

   Bahkan Pek Biau-peng sendiripun seakan-akan sudah lupa dengan kejadian tadi, sambil tertawa serunya kepada Ibun Hau dan Samwan-to.

   "Mungkin kalian berdua tidak pernah menyangka bukan kalau Wi-in sinni adalah suci (kakak seperguruan)ku...."

   "Hhaaaaah... haaaaah... haaahhh... kejadian ini memang sama sekali diluar dugaan..."

   Jawab Samwan-to sambil tertawa tergelak. Ibun Hau menyambung pula.

   "Kalau memang saudara Pek adalah adik seperguruan sinni, maafkanlah kelancangan kami tadi!"

   Mendengar ucapan mana Pek Biau-peng segera berseru.

   "Kejadian yang sudah lewat biarkan saja lewat, lebih baik tak usah disinggung kembali."

   Sementara itu Wi-in sinni telah mengalihkan sorot matanya ke wajah Oh Put Kui, dia seperti menaruh kesan dan perhatian yang khusus terhadap pemuda tersebut, kendatipun dia sudah melihat sejak tadi bahwa benda yang berada ditangan Oh Put Kui adalah senjata Mu-ni-ciang-mo-pian andalannya selama ini, tapi ia sama sekali tidak menyinggung masalah itu, malah tanyanya.

   "Saudara Samwan, siapakah si anak muda itu?"

   "Ooh dia adalah Oh Put Kui, murid Tay-gi!"

   Sahut Samwan To sambil tertawa.

   "Jadi Tay-gi sudah mempunyai ahli waris? Sungguh menggembirakan......"

   Sambil tertawa Ibun Hau berkata pula.

   "Oh hianti ini selain menjadi ahli waris Tay-gi, diapun merupakan ahli waris dari Thian-liong." -oo0dw0oo- Paras muka nikou itu semakin berseri segera ucapnya.

   "Sebagai ahli waris dari Tay gi dan Thian liong sinceng berdua, sudah pasti anak muda ini bukan manusia sembarangan, Oh sauhiap apakah kau telah menemukan kembali Mu-ni-pian milik pinni?"

   Sebenarnya sejak tadi Oh Put Kui sudah ingin berbicara, hanya saja ia tak berani berlaku kurang adat maka selama ini hanya berdiam diri belaka. Setelah ditanyai sinni, pemuda itu baru menjawab dengan hormat.

   "Benar!"

   "Terima kasih banyak untuk bantuan sauhiap yang telah berhasil menemukannya kembali untuk Sian-ji!"

   Sementara itu Nyoo Siau sian sudah tak mampu untuk menahan diri lagi, ia segera berteriak.

   "Oh toako, kau berhasil menemukannya dimana? Benarkah benda itu dicuri oleh pihak Pay kau?"

   "Betul,"

   Sahut Oh Put Kui sambil tertawa.

   "cuma bukan pihak Pay-kau yang mencuri benda itu."

   "Oh toako, tahukah kau siapa yang telah mencuri benda itu?"

   "Yaa, aku tahu, bahkan akupun tahu kalau orang itu bermaksud untuk memfitnah pihak Pay-kau..."

   Nyoo Siau-sian sama sekali tidak menggubris apakah Pay- kau difitnah atau tidak, dia hanya ingin tahu dengan secepatnya siapa yang mencuri ruyung mestikanya itu. Maka sambil tersenyum manis, dia menukas.

   "Oh toako, cepat katakan siapa yang telah mencuri mestikaku itu......?"

   "Wi Thian-yang serta kakakmu Nyoo Ban-bu!"

   Ucapan tersebut betul-betul suatu perkataan yang sangat berani. Nyoo Siau-sian segera dibuat tertegun, kemudian serunya.

   "Aaah, hal ini tak mungkin terjadi......"

   Oh Put Kui segera tertawa.

   "Nona, pertama-tama aku akan mengembalikan dulu ruyung mestika ini kepadamu, soal nona mau percaya atau tidak kalau kakakmu yang telah mencuri benda tersebut, sekembalinya ke Ibu kota nanti, segala sesuatunya toh akan menjadi jelas!"

   Selesai berkata, dia segera melemparkan ruyung mu-ni- pian tersebut kedepan, bagaikan sekilas cahaya hitam benda itu segera meluncur kedepan. Dengan cekatan sekali Nyoo Siau sian menyambar ruyung itu dan menangkapnya.

   "Oh toako, terima kasih banyak............"

   Tapi belum habis berkata, dia telah menundukkan kepalanya rendah-rendah. sebaliknya Wi-in sinni segera berkata sambil tertawa.

   "Oh sauhiap, kau mengatakan ruyung itu dicuri oleh Wi Thian-yang............?"

   "Yaa, semestinya Wi-thian-yang yang telah mengajak Nyoo Ban-bu bersekongkol untuk mencuri benda itu."

   Nikou tersebut segera berpaling ke arah Pek Biau-peng dan serunya lantang.

   "Sute, cepat kau suruh Wi-thian-yang keluar!"

   "Baik, siaute akan segera pergi............."

   Sahut Pek Biau- peng sambil tertawa. Selesai berkata, bayangan tubuhnya segera berkelebat pergi dari situ. Tapi sekejap kemudian ia telah muncul kembali. Oh Put Kui yang menjumpai hawa amarah diwajah Kakek tersebut segera berseru.

   "Wi-thian-yang telah melarikan diri.............."

   "Bagaimana caranya dia kabur?"

   Tanya Wi-in sinni dengan kening berkerut.

   "bukankah tadi ia masih berada disitu?"

   Sambil menggertak gigi Pek Biau peng mendepak- depakkan kakinya berulang kali, lalu katanya.

   "Pemilik perahu mengatakan dia telah kabur melalui lorong bawah perahu."

   Tiba-tiba Oh Put Kui tertawa.

   "Pek tua, hal ini membuktikan kalau perkataan boanpwee memang benar!"

   Sepasang mata Pek Biau-peng berkilat, kemudian setelah tertawa hambar katanya.

   "Aaah, belum tentu demikian, tapi aku pasti akan menyelidiki persoalan ini hingga tuntas."

   Wi-in sinni pun berkata pula sambil tersenyum.

   "Nyali Wi Thian-yang sungguh amat besar sute, dikemudian hari kau tak usah berhubungan dengannya."

   "Toa-suci, siaute hanya silaf sesaat."

   "Hiantit, kau mesti tahu, dalam dunia persilatan kau masih dikenal orang sebagai seorang gembong iblis."

   Sekilas perasaan menyesal menghiasi wajah Pek Biau- peng sesudah mendengar perkataan itu, ucapnya kemudian.

   "Yaa, sungguh menyesal akan hal ini."

   "Buddha atau ibliskah dia, semuanya hanya tergantung pada jalan pemikiran sesaat"

   Kata Wi-in sinni sambil tertawa.

   "aku tahu hiante tak lebih hanya sempit jalan pemikirannya dan terlalu menuruti watak sendiri apabila sifat jelek tersebut dapat dihilangkah, niscaya niat iblis pun akan turut musnah!"

   Dengan keringat bercucuran Pek Biau-peng segera menyahut.

   "Siaute amat menghormati petuah dari toaci............"

   Saat itulah Wi-in sinni baru berkata kepada Oh Put Kui sambil tertawa.

   "Terima kasih banyak pinni ucapkan atas bantuan Oh sauhiap untuk merebut kembali ruyung tersebut............"

   "Aaah, hanya urusan kecil tak perlu locianpwee risaukan!"

   Sinni kembali tersenyum.

   "Bilamana Oh sauhiap ada kesempatan di kemudian hari, silahkan mampir di Hian-leng-an kami untuk bermain..."

   "Boanpwee pasti akan meluangkan waktu untuk menyambangi sinni..."

   Wi-in sinni manggut-manggut sambil tertawa, saat itulah dia baru berkata kepada Samwan-to dan Ibun Hau.

   "Apabila kalian berdua ada waktu luang, tak ada salahnya turut berpesiar ke sana, pinni harus mohon diri lebih dulu!"

   Samwan-to dan Ibun Hau sama-sama tertawa.

   "Undangan dari sinni membuat aku merasa amat gembira, selewatnya sembahyang bakcang nanti, kami pasti akan berkunjung ke sana..."

   Maka berangkatlah perahu yang ditumpangi Wi-in sinni menjauhi tempat itu. Pek Biau-peng segera minta diri pula kepada Sinni untuk kembali ke perahunya. Sedangkan Nyoo Siau-sian berseru kepada Oh Put Kui dari kejauhan.

   "Oh toako, kau hendak ke mana?"

   "Lam-cong!"

   Nyoo Siau-sian segera tersenyum malu, dia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi kemudian niat itu diurungkan.

   Oh Put Kui juga membuka mulut, namun tak sepatah katapun yang dapat diutarakan keluar.

   Selisih jarak kedua buah perahu itupun makin lama semakin jauh sebelum akhirnya tinggal setitik hitam.

   Dalam waktu singkat perahu yang ditumpangi Wi-in sinni dan Nyoo Siau-sian itu sudah lenyap ditempat kegelapan dikejauhan sana.

   Pada saat inilah Kakek latah awet muda baru muncul dari ruangan perahu.

   Dengan wajah termangu-mangu diawasinya arah dimana bayangan perahu itu lenyap, lalu sambil menghela napas panjang katanya.

   "Hian-giok, cepat amat kau pergi................"

   Satu ingatan segera melintas dalam benak Oh Put Kui, sambil tertawa katanya kemudian.

   "Ban tua, mengapa kau tidak menampakkan diri? Bukankah kalian adalah bekas kekasih lama?"

   Kakek latah awet muda tertawa getir.

   "Lebih baik jangan bersua muka, kalau tidak............"

   Tiba-tiba ia tutup mulut dan tidak berbicara lagi.

   "Kalau tidak kenapa?"

   Tanya Oh Put Kui sambil tertawa.

   "Mengapa sih kau suka mencampuri urusan ini?"

   Kakek latah awet muda tiba tiba dengan mata mendelik.

   "Masa bertanya saja tak boleh? Kenapa sih kau ini?"

   Seru Oh Put Kui sambil tertawa. @oodwoo@

   Jilid 29 Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak.

   "Hhaaaahh..... haaaaahh..... hhaaaaah...... kesulitan dan kemurungan dalam soal cinta memang mendatangkan kekuatan yang sangat besar......."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba kakek itu menghela napas dan berkata lebih jauh.

   "Anak muda, tahukah kau andaikata aku munculkan diri tadi, maka ditelaga ini sekarang tak akan demikian tenang dan heningnya, mungkin dunia akan terbalik......."

   "Kenapa? Apakah antara kau dengan sinni terikat dendam atau permusuhan?"

   Tanya Oh Put Kui tertegun.

   "Tidak ada,"

   Kakek latah awet muda menggeleng.

   "tapi memang terjadi suatu kesalahan paham kecil!"

   Sementara itu perahu yang ditumpangi Pek Biau-peng sudah berlayar menjauh dari situ. Sambil mengawasi bayangan perahu yang sudah berada berapa li jauhnya itu, kembali Kakek latah berkata.

   "Anak muda, kau tak akan mengira bila aku munculkan diri tadi, maka mereka Kakak beradik seperguruan pasti akan turun tangan bersama untuk mencabut nyawaku."

   "Aaah, masa begitu?"

   Seru Samwan To terkejut.

   "Ban loko, sebenarnya kesalahan paham apa sih yang terjalin diantara kalian berdua?"

   Tanya Ibun Hau pula. Kakek latah awet muda menghela napas panjang.

   "Aaai, mereka mengira Tiau-ki lonie tewas ditanganku."

   "Ooh......."

   Samwan To semakin terkejut "kalau begitu tak aneh lagi...... jadi mereka menyangka kau adalah musuh besar pembunuh guru mereka?"

   "Locianpwe, mengapa kau tidak memberi penjelasan kepadanya?"

   Tanya Oh Put Kui pula dengan kening berkerut.

   "Percuma, diberi penjelasanpun tak ada gunanya."

   Kata Kakek latah awet muda sambil menggeleng.

   "kecuali kalau aku berhasil menemukan si pembunuhnya."

   "Pernahkah Ban loko melakukan pencarian?"

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Seru Ibun Hau.

   "Siapa bilang tak pernah? Aku sudah mencari selama enam puluh tahunan."

   Kata Kakek latah awet muda dengan mata melotot.

   "Kalau begitu kejadian tersebut sudah berlangsung semenjak enam puluh tahun berselang."

   Pikir Oh Put Kui kemudian.

   "sudah jelas penghidupan mereka bertiga selama ini pun amat menderita."

   Sementara itu terdengar Ibun Hau berkata.

   "Dengan kepandaian silat yang dimiliki kalian bertiga, masa selama enam puluh tahun ini tidak berhasil menemukan siapa pembunuhnya? Kalau begitu cara bekerjanya orang itu pasti luar biasa sekali."

   "Belum tentu begitu."

   Sela Oh Put Kui sambil tertawa. mengapa orang itu ingin membunuh Tiau-ki locianpwe? Apakah Ban tua pun tahu?"

   "Jika aku tahu, persoalan ini tentu sudah berhasil kuselidiki sedari dulu."

   "Betul,"

   Kata Samwan To pula sambil tertawa, hanya pembunuhan yang tidak diketahui sebab musababnya yang paling sukar diselidiki......."

   Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut, tiba-tiba saja teringat akan urusan sendiri. Cepat-cepat dia berseru kepada kakek latah.

   "Ban tua, kita harus segera berangkat!"

   "Yaa betul, kita memang harus segera berangkat!"

   Kata Kakek latah awet muda dengan pandangan sedih.

   Tanpa menyapa atau menegur lagi, ia segera melompat ke perahu yang berada di samping perahu Samwan To itu.

   Pengemis sinting segera melongokkan kepalanya dari balik ruang perahu, melihat Kakek latah telah kembali keperahunya, cepat-cepat diapun menyusul keluar.

   "Locianpwe berdua, pengemis Liok ingin memohon diri lebih dulu......."

   Serunya cepat.

   "Silahkan pengemis sakti,"

   Ucap Samwan-to sambil tertawa.

   "maaf kalau aku tak bisa memberi pelayanan yang baik......."

   Pengemis sinting yang telah menyeberang ke perahu sendiri segera berseru sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Arak wangi dari kalian berdua sudah kucuri cukup banyak terima kasih atas hidangan kalian itu......."

   Rupanya sewaktu hendak keluar dari ruang perahu tadi, dia sempat mencuri arak wangi. Samwan-to dan Ibun Hau segera tertawa geli.

   "Jika pengemis sakti menginginkan, aku akan menghadiahkan berapa guci arak lagi."

   "Tidak usah,"

   Pengemis sinting segera menggeleng.

   "biasanya arak curian lebih enak rasanya ketimbang arak pemberian orang......."

   Oh Put Kui tertawa geli, kepada dua orang Kakek itu segera katanya sambil menjura.

   "Boanpwee ingin mohon diri dulu........"

   "Hiantit, apakah kau hendak pergi ke Lam-cong untuk mencari Im-tiong-hok?"

   "Benar!"

   "Ada urusan apa sih hiantit hendak mencarinya?"

   Tanya Samwan-to pula.

   "Untuk menyelidiki soal terbunuhnya ibuku!"

   Kata Oh Put Kui dengan sorot mata memancarkan sinar tajam.

   "Apakah Im-tiong-hok tahu?"

   Tanya Ibun Hau dengan wajah berubah hebat.

   "Boanpwee tidak yakin apakah dia tahu atau tidak........"

   Ibun Hau segera bertanya lagi sambil tertawa.

   "Apakah hiantit kenal dengan Im-tiong-hok?"

   "Kami pernah bersua di perkempungan Sin-ling-ceng!"

   "Bagaimanakah pendapat hiantit tentang orang ini?"

   "Pintar, gagah dan berkepandaian silat tangguh......."

   "Haahhhahhh..... hhaaaaahhh..... haaaaahhh..... cocok, cocok........."

   Seru Samwan-to sambil tertawa tergelak. Oh Put Kui yang menyaksikan kejadian itu, tiba-tiba saja timbul kecurigaan dalam hatinya.

   "Mungkinkah Im-tiong-hok mempunyai hubungan yang cukup akrab dengan Thian-tok-siang-coat?"

   Berpikir begitu, diapun bertanya sambil tersenyum.

   "Apakah cianpwee berdua kenal dengan Im-tiong-hok?"

   "Kami adalah sahabat karib, teman lama!"

   Kata Samwan-to.

   "Hiantit,"

   Kata Ibun Hau pula.

   "apakah kau mencurigai Im- tiong-hok tersangkut dalam pembunuhan terhadap ibumu?"

   "Saat ini boanpwee tak berani memastikan!"

   "Hiantit, apakah menurut pendapatmu Im-tiong-hok mencurigakan?"

   Tanya Samwan-to terkejut.

   "Belum tentu!"

   "Tidak mungkin, masa dia......."

   Belum selesai Samwan-to selesai berbicara, Ibun Hau sudah menyela.

   "Hiantit, kau mendapatkan kabar ini dari siapa?"

   "Dari Kit Put-shia......."

   "Jadi hiantit percaya dengan perkataan si gembong iblis tersebut.......?"

   "Boanpwee tidak bisa tidak harus percaya!"

   "Mengapa?"

   "Sebab barang peninggalan ibuku berada ditangan Kit Put- shia!"

   "Kalau begitu Kit-put-shia sangat mencurigakan, mengapa hiantit tidak pergi mencarinya?"

   "Tusuk konde pelebur tulang Ngo im-hua kut-cian milik almarhum ibuku telah muncul ditangan Kit-put-shia, ketika boanpwee bertanya kepada gembong iblis tersebut, baru kuketahui kalau tusuk konde itu diperoleh dari Im-tiong-hok!"

   "Ooh......"

   Ibun Hau segera termenung berapa saat lamanya, kemudian baru berkata lagi.

   "persoalan ini haru dibikin jelas lebih dulu......"

   Perkataan itu seakan akan diutarakan sebagai gumaman seorang diri, tapi seperti juga mengajak Samwan To untuk merundingkan persoalan ini. Terdengar ia berkata lagi.

   "Bila salah dalam pengurusan, maka akibatnya akan timbul bencana besar....... cuma aku percaya Im-tiong-hok bukan manusia rendah yang memalukan seperti itu."

   "Boanpwee pun berpendapat demikian,"

   Sahut Oh -put-kui sambil tertawa. Ibun Hau segera manggut-manggut.

   "Hiantit, aku rasa dalam persoalan ini hanya Im-tiong-hok seorang yang bisa menjawab dari siapakah tusuk konde pelebur tulang itu dia peroleh!"

   "Justru untuk menyelidiki persoalan inilah, boanpwee berangkat ke Lam-cong!"

   Mendadak Ibun Hau tertawa tergelak sambil berkata.

   "Lohu ucapkan semoga sukses perjalanan hiantit kali ini dan berhasil membalaskan dendam bagi kematian ibumu!"

   "Terima kasih banyak locianpwee berdua......."

   Kata Oh Put Kui dengan wajah sedih. Selesai berkata dia lantas menjura dan masuk ke dalam ruangan perahu. Kembali Ibun Hau berseru sambil tertawa tergelak.

   "Hiantit, jika bertemu dengan Im-tiong-hok, tolong sampaikan salamku kepadanya......."

   Perahu yang ditumpangi Oh Put Kui sekalian telah berlayar, tapi Oh Put Kui justru dibuat amat tak tenang oleh perkataan Ibun Hau yang titip "salam"

   Tersebut.

   Im-tiong-hok tidak lebih hanya seorang Bulim Bengcu dari Kanglam yang berkedudukan tak seberapa, mengapa Thian- tok-siang-coat justru titip salam kepadanya? Peristiwa ini benar-benar suatu kejadian yang sangat aneh.

   Ataukah dibalik kesemuanya itu masih terselip sesuatu yang aneh? Yang tidak diketahui setiap orang? Untuk sesaat lamanya Oh Put Kui menjadi termangu dan merasa tidak habis mengerti.

   -oo0dw0oo- Kota Lam-cong.

   Orang bilang kota Lam-cong merupakan suatu kota kuno yang megah dan antik, namun semua dalam kenyataan tidak semegah apa yang dilukiskan.

   Sekalipun begitu pemandangan alam yang dlihat dari atas pagoda Peng ong-kok memang amat menawan hati.

   Hari ini, di depan sebuah gedung lebih kurang sepuluh kaki disebelah kanan pagoda Peng-ong-kok telah muncul tiga orang, mereka tak lain adalah Oh Put Kui sekalian.

   Didepan gedung megah itu terpancang sebuah papan nama terbuat dari emas yang bertuliskan tiga huruf besar.

   "TIONG-GI-HU."

   Bengcu kaum Liok lim untuk tujuh propinsi di wilayah Kanglam ini betul-betul memiliki gaya yang luar biasa. Berhadapan dengan gedung bangunan yang begitu megah ini, Pengemis sinting menggelengkan kepalanya berulang kali sambil bereru.

   "Betul-betul suatu pemborosan secara besar besaran, apa sih gunanya gagahan? Padahal kedudukannya tak lebih cuma seorang Liong-tau totoa dari kaum Liok-lim, kalau seorang pentolan pencolengpun hidup begitu mewah, bagaimana pula dengan kehidupan seorang kaisar?"

   Kalau didengar dari caranya berbicara, tampaknya si pengemis sinting ini semakin lama semakin tidak sinting.

   Masih untung Oh Put Kui sudah menaruh pandangan lain terhadap Im-tiong-hok sehingga ia cuma mengatakan hal-hal yang biasa saja, kalau tidak, entah apa lagi yang ia ucapkan keluar.

   Oh Put Kui sendiri cuma tertawa hambar dan sama sekali tidak memberi jawaban apa-apa.

   Sebaliknya Kakek latah awet muda berkata sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Sebagai seorang pentolan Liok-lim, aku rasa kekayaannya melebihi seorang raja muda!"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, dia mengulapkan tangannya kepada sipengemis sinting sambil berseru.

   "Hey pengemis kecil, ayoh ketuk pintu!"

   "Baik!"

   Sahut pengemis sinting sambil mengangguk.

   "tapi orang-orang dari ruang Tiong-gi-hu ini memang aneh sekali, masa ditengah hari bolong begini tak nampak seorang manusiapun? Ngapain mereka selalu mengunci pintu?"

   Biar mulutnya ngerocos terus, tangannya tidak berarti cuma menganggur saja.

   Dengan mengepal tinjunya yang besar ia segera menggedor pintu gerbang yang hitam berkilat itu keras-keras.

   Jangan dilihat orangnya pendek, ternyata tenaganya yang dipakai untuk menggedor pintu kasar sekali.

   "Duuukkk....... duuukkk......."

   Suara yang ditimbulkan keras sekali bagaikan guntur yang membelah bumi disiang hari.

   Belum habis gempuran yang kesepuluh, tiba-tiba pintu gerbang berwarna hitam pekat itu sudah dibuka orang.

   Seorang kakek berdandan pelayan yang berusia lima puluh tahunan munculkan diri dengan kening berkerut, ditatapnya sekejap pengemis yang baru saja menggedor pintu keras- keras itu, kemudian bentaknya "Apakah kau datang untuk meminta-minta."

   Mendengar pertanyaan ini kontan saja ia merasa naik darah, dengan gemas dia meludah ke wajah pelayan tua itu, lalu sambil mengeluarkan selembar uang kertas senilai seribu tahil emas, teriaknya dengan marah.

   "Kau tak usah menghina, lihat ini, dalam kantungku masih terdapat beberapa lembar uang kertas ribuan tahil emas, buat apa aku meminta-minta padamu?!"

   Mimpipun pelayan itu tak menyangka kalau didunia ini terdapat pengemis yang bukan minta-minta.

   Ludah bercampur riak yang menyembur ke atas mukanya itu segera menimbulkan bau amis yang amat memuakkan.

   Tak heran kalau pelayan itu amat gusar sampai menggertak giginya kencang-kencang.

   setelah menyeka riak kental dari wajahnya, dia langsung saja mengumpat.

   "Pengemis sialan yang tak punya mata, tahukah kau gedung apakah ini? Berani amat mencari gara gara disini? Sudah pasti kau sudah bosan hidup rupanya?"

   "Haaaahhhh..... haaaaahhhh...... haaaaahhhh...... kaulah yang sudah bosan hidup, aku si pengemis datang untuk mencari orang!"

   Tanpa terasa pelayan tua itu memperhatikan sekejap dua orang yang berada dua kaki dibelakang pengemis tadi, lalu tegurnya.

   "Kau datang mencari siapa?"

   Sekalipun orang ini tidak dapat bersilat, paling tidak ia mempunyai pandangan yang cukup jeli, dari sikap Kakek latah awet muda serta Oh Put Kui yang gagah, ia sudah dapat menebak berapa bagian kalau tamu tamunya adalah jago berilmu tinggi dari dunia persilatan, kalau tidak, mana mungkin mereka akan datang ke gedung ini.

   Rupanya gedung Tiong gi-hu dari si tombak emas kuda terbang Im Tiong-hok ini selamanya tak pernah dipakai untuk menerima sahabat-sahabat rimba hijaunya, bila para jago Liok-lim hendak mencarinya, kebanyakan akan pergi ke markas besar yang dibangun disisi sungai Leng-kang, lima li diluar kota Lam cong, markas besar mereka itu dinamakan Jit gwat-san cong.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Oleh sebab itu dalam gedung Tiong-gi-hu sama sekali tiada pelayan yang pandai bersilat.

   Dalam pada itu si pengemis sinting telah melongokkan kepalanya sambil berkata.

   "Kami datang mencari Im Tiong-hok!"

   "Apakah membawa kartu nama?"

   Tanya pelayan tua itu lagi dengan kening berkerut.

   "Tidak ada. Huuuhh, gaya kalian tampaknya lebih besar daripada tata cara rumah pembesar."

   Pelayan tua itu kontan saja tertawa dingin "Kongcu kami adalah pensiunan pembesar kelas tiga, tentu saja harus mengikuti tata cara yang berlaku......."

   Baru pertama kali ini si pengemis sinting mendengar kalau Im Tiong-hok pernah menjadi pembesar kelas tiga, hampir saja dia tertawa tergelak saking gelinya.

   Masa seorang pentolan pencolengpun pernah menjadi pembesar kelas tiga dari Kerajaan? "Katakan kepada Im Tiong-hok, kami yang hendak menjumpainya......."

   Seru pengemis sinting itu cepat. Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya.

   "Jangan lupa, suruh dia yang munculkan diri dan menyambut sendiri kedatangan kami !"

   "Kau si pengemis betul-betul sudah edan......"

   Umpat pelayan itu sambil tertawa tergelak.

   "Tapi tiba-tiba saja ucapan tersebut terhenti sampai ditengah jalan......"

   Rupanya dari balik pintu telah muncul seorang sastrawan setengah umur yang berusia empat puluh tahunan.

   Orang itu mengenakan baju serba hijau dengan dandanan yang rapi dan langkah yang gagah.

   Begitu melihat orang itu menampakkan diri, pelayan tadi segera memberi hormat sambil berkata.

   "Lim suya, kebetulan sekali kedatanganmu, pengemis ini bilang mau bertemu kongcu tapi mulutnya kotor dan mengumpat semaunya sendiri, budak tak sanggup lagi untuk menghadapinya!"

   "Silahkan lo-koankoh mundur selangkah......."

   Ucap suya she Lim itu sambil tertawa hambar. Kemudian sambil mengalihkan sorot matanya ke wajah pengemis sinting, tiba-tiba ucapnya sambil tertawa tergelak.

   "Aku kira siapa yang datang, rupanya Liok sinkay dari kay- pang!"

   Ucapan mana saja membuat pengemis sinting terbelalak heran, pikirnya.

   "Heran, mengapa bocah keparat ini dapat mengenaliku dalam sekilas pandangan saja? Sebaliknya aku justru tidak kenal dengannya?"

   Dalam hati ia berpikir demikian, sedang diluar katanya sambil tertawa tergelak.

   "Betul, aku si pengemis tua adalah Liok Jin ki, siapa kau ? Mengapa kenal aku?"

   Lim suya tertawa.

   "Nama besar Liok sinkay sudah tersohor diseantero dunia, sudah barang tentu aku mengenalnya......."

   Sementara berbicara, sinar matanya telah dialihkan kearah Kakek latah awet muda serta Oh Put Kui.

   "Apakah kedua orang itu adalah rekan sinkay?"

   "Tentu saja, cuma siapakah kau? Tentunya punya nama bukan? Dan lagi jika Im Tiong-hok tidak berada didalam gedung, aku si pengemis tak punya waktu lagi untuk menunggu......."

   Lim suya menunggu sampai pengemis itu menyelesaikan perkataannya, kemudian baru berkata sambil tertawa.

   "Saudara Im berada dalam gedung, sinkay tak usah kuatir harus menunggu, dan kedua orang rekan sinkay, kalau toh sudah datang silahkan pula memperkenalkan diri......."

   Walaupun sudah berbicara setengah harian, suya ini belum juga memperkenalkan nama sendiri. Dengan gemas pengemis sinting berpaling kemudian serunya sambil menggapai.

   "Im Tiong-hok ada di rumah!"

   "Kalau begitu mari kita masuk!"

   Jawab Kakek latah awet muda dengan cepat.

   Belum selesai dia berkata, tahu-tahu saja tubuhnya sudah berdiri dihadapan pengemis sinting.

   Sementara itu Oh Put Kui juga telah datang dengan langkah lebar, sejak tadi ia sudah melihat kalau Lim suya ini bergaya luar biasa, maka begitu bersua dia lantas menjura sambil berkata.

   "Aku Oh Put Kui mohon bertemu dengan Im tayhiap, dapatkah saudara melaporkan ke dalam?"

   Agaknya nama besar Oh Put Kui masih jauh lebih terkenal daripada nama besar pengemis sinting. Betul juga, paras muka sastrawan setengah umur she Lim itu segera berubah hebat, serunya tanpa terasa.

   "Jadi saudara adalah pendekar aneh perantauan Oh Put Kui?"

   "Yaa memang aku, entah siapa nama suya?"

   Sikap Lim suya itu segera berubah seratus delapan puluh derajat, dengan sikap yang lebih hangat katanya.

   "Aku Lim Yu-kong, dalam gedung milik saudara Im ini bekerja sebagai juru tulis......."

   "Siapa kau?"

   Seru pengemis sinting agak tertegun.

   "jadi tangan sakti pemutar langit adalah kau? Maaf kalau begitu......"

   Rupanya si Tangan sakti pemutar langit Lim Yu-kong mempunyai nama yang cukup termashur dalam dunia persilatan. Sambil tertawa Lim Yu-kong segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Aku she Lim hanya seorang anak kemarin sore, tak perlu diherankan oleh pengemis sakti."

   Sambil tertawa Oh Put Kui berkata pula.

   "Nama besar saudara Lim sudah lama kudengar, beruntung sekali kita dapat bersua muka hari ini."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya.

   "Dapatkah saudara Lim melaporkan kepada Im tayhiap......"

   Sementara itu Lim Yu-kong sudah berseru lebih dulu sambil tertawa lebar.

   "Silahkan, aku she Lim mewakili dulu saudara Im untuk mempersilahkan sin kay Oh heng dan lo......."

   Ketika sorot matanya dialihkan ke wajah Kakek latah awet muda, tiba-tiba saja ia tertegun. Rupanya kakek latah awet muda sedang menunjukkan muka setan kepadanya. Melihat hal ini, Oh Put Kui segera berkata sambil tertawa.

   "Saudara Lim, barusan aku lupa untuk memperkenalkan, locianpwe ini adalah seorang tokoh yang sudah termashur hampir seratus tahun lamanya, dia adalah Kakek latah awet muda, Ban Sik-tong!"

   Mendengar nama itu, Lim Yu-kong segera merasakan mandi keringat dingin saking kagetnya.

   Mimpi pun dia tak pernah menyangka kalau kakek berambut putih itu adalah Ban Sik-tong.

   Seketika itu juga dia bertekuk lutut dan segera menjatuhkan diri ke atas tanah sambil menyembah.

   "Boanpwe Lim Yu-kong menjumpai kau orang tua!"

   Katanya dengan penuh rasa hormat.

   "Haaaaahhh..... haaaaaahh... ..haaaaaahh..... bangun, bangun! Aku paling benci dengan segala tata cara semacam ini!"

   Mau tak mau Lim Yu-kong harus bangun juga, sebab dia sudah terhisap oleh tenaga murni yang dipancarkan kakek latah awet muda Ban Sik-tong sehingga tubuhnya meninggalkan permukaan tanah sejauh tiga depa lebih.

   Tak terlukiskan rasa terkejut dan ngerinya setelah menyaksikan kejadian tersebut, dia tak mengira kalau tenaga dalam yang dimiliki kakek itu sudah mencapai ke tingkatan yang begini dahsyat.

   "Boanpwe turut perintah!"

   Dengan sikap amat hormat Lim Yu-kong buru-buru berseru.

   Sementara itu si Kakek latah awet muda telah melangkah masuk ke dalam gedung.

   Lim Yu-kong mempersilahkan tamu-tamunya masih ke dalam sebuah kamar baca yang indah dan bersih.

   Ketika kacung baru menghidangkan air teh, Im Tiong-hok telah munculkan diri dari balik pintu kamar baca, Gelak tertawa nyaring menyusul kemunculan Im Tiong-hok.

   "Aku orang she Im merasa amat bangga menerima kunjungan dari saudara Oh........"

   Tapi sesudah melangkah masuk ke dalam kamar baca, ucapan tersebut segera terhenti sampai ditengah jalan.

   Rupanya pelayannya hanya menyebutkan Oh Put Kui seorang, padahal Im-tiong-hok menyaksikan di kamar baca hadir tiga orang, otomatis perkataannya terhenti sampai setengah jalan.

   Barulah setelah tertawa panjang, ia baru berkata.

   "Rupanya Liok sinkaypun ikut berkunjung."

   Setelah mengalihkan pandangan matanya kearah Kakek latah awet muda, ia baru bertanya.

   "Dan orang tua ini......"

   Cepat-cepat Lim Yu-kong maju ke depan sambil berkata.

   "Saudara Im, orang tua ini adalah Kakek latah awet muda Ban locianpwee......"

   Mendengar nama Kakek latah awet muda, tiba-tiba saja paras muka Im-tiong-hok berubah menjadi amat serius.

   Hampir seperminum teh lamanya dia mengawasi Kakek latah awet muda, kemudian dengan air mata bercucuran dia baru menjatuhkan diri berlutut dihadapan Kakek tersebut.

   Cepat-cepat Kakek latah awet muda mengulapkan tangannya sembari berseru.

   "Bocah muda, buat apa kau berlutut di hadapanku? Ayoh cepat bangun......!"

   Tubuh Im Tiong-hok segera terangkat oleh tenaga murni yang dipancarkan Kakek latah, hanya anehnya saja ternyata tubuh Im Tiong-hok masih tetap berada dalam posisi berlutut. Terdengar orang itu berkata lagi dengan air mata bercucuran.

   "Boanpwee adalah Cu Khing-cuang!"

   Tiba-tiba saja Kakek latah awet muda melompat bangun dan menarik Im Tiong-hok dari atas tanah, kemudian serunya.

   "Kau...... kongcu, baik-baikkah kalian?"

   Terpaksa Im Tiong-hok bangkit berdiri, lalu sahutnya.

   "Ban tua, mengapa sudah begini lama tiada kabar berita darimu? Dewasa ini negeri kita......"

   "Didalam dunia ini benar-benar terdapat banyak sekali persoalannya yang sama sekali tak terduga,"

   Ucap Kakek latah awet muda sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "seperti aku ini, banyak persoalan yang terbengkalai gara- gara sifatku yang kocak dan binal...... semenjak kapan sih kau gunakan nama Im Tiong-hok untuk mengikuti ujian negara?"

   Im Tiong-hok tertawa getir.

   "Apabila boanpwee tidak berbuat demikian, bagaimana mungkin bisa mengetahui berbagai rahasia Kerajaan?"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya.

   "Hanya sayang boanpwee menjumpai bahwa To tay-hu sudah kelewat terbiasa dengan watak wataknya sehingga mustahil untuk bisa merubahnya kembali, oleh sebab itu boanpwee pun segera mengundurkan diri serta berkumpul dengan sahabat-sahabat rimba hijau."

   "Haaaaahhhh... haaaaaahh... haaaaaahh... memang sudah seharusnya berbuat demikian,"

   Kata Kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak.

   "kalau gagal lewat pemerintahan harus dicari lewat kaum pencoleng... jiwa kita yang berani maju berani mundur sesuai dengan keadaan memang paling cocok buat kaum persilatan semacam kita ini..."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berpaling kearah Oh Put Kui sambil berkata lagi.

   "Anak muda, Im Tiong-hok ini adalah keponakan langsung dari Thian-hiang Huciu!"

   Semenjak tadi Oh Put Kui sudah menduga sampai kesitu, hanya saja dia tak pernah menyangka kalau orang tersebut adalah keponakan dari Permaisuri Thian-yang. Maka cepat-cepat dia menjura sambil berkata.

   "Rakyat kecil menjumpai kongcu!"

   Pengemis sinting pun turut menjura dalam dalam. Im Tiong-hok tertawa sedih kemudian berkata.

   "Harap saudara Oh dan sin-kay jangan bersikap demikian, Cu Khing-cuan telah mati disaat kerajaan ditumpas, harap kalian berhubungan dengan diriku sebagai Im Tiong-hok saja!"

   Oh Put Kui berpikir sejenak, kemudian menyahut.

   "Betul, perkataan dari saudara Im memang sangat tepat!"

   Setelah pemuda ini mengatakan benar, tentu saja Pengemis sinting tidak menemukan bagian yang keliru lagi.

   Perlu diketahui, orang-orang pada jaman itu sangat menaruh hormat terhadap para pembesar kerajaan, itu berarti setiap tindak tanduk maupun cara berbicara harus menuruti tata kesopanan yang berlaku......

   Oleh sebab itulah kendatipun Si pengemis sinting binal sekali, akan tetapi dia sama sekali tidak setuju dengan cara pemikiran dari Oh Put Kui tersebut.

   Agaknya Oh Put Kui dapat membaca suara hati pengemis sinting, sambil tertawa segera ujarnya.

   "Liok loko, apakah kau menganggap pertimbanganku ini keliru?"

   "Sekalipun kau tidak keliru, namun bukan berarti benar!"

   Kata pengemis sinting tertawa.

   "Liok loko, apakah kau sudah melupakan peristiwa terhina yang dialami Thio Liang dan Hon Sim?"

   "Itu mah berbeda, hubungan antara seorang atasan dan bawahan harus dijalin secara ketat."

   "Itu sih tergantung pada saat dan keadaan seperti apa, dan kita sekarang adalah rakyat yang kehilangan kerajaan......"

   "Liok tua,"

   Sela Im-tiong-hok cepat.

   "asalkan kita semua bersedia bersatu padu dan berjuang demi menegakkan kembali kejayaan bangsa Han, apalah arti tata kesopanan antara pembesar dengan rakyat, apalagi..."

   Setelah tertawa dia meneruskan.

   "Sejak dulu sampai sekarang, bukankah banyak pemimpin kita yang justru muncul dari kalangan rakyat biasa?"

   Baru sekarang si pengemis sinting manggut-manggut.

   "Yaa, rasanya memang masuk diakal juga"

   "Bukan agaknya lagi,"

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tukas Oh Put Kui sambil tertawa.

   "Liok loko, marilah kuberitahukan kepadamu secara terus terang, dalam keadaan serba susah seperti sekarang ini hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya justru lebih baik berupa hubungan sesama saudara, dengan bekerja sama dan satu penderitaan, perjuangan kita baru dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya.

   "Bagaimana jika dihari-hari biasa?"

   "Kalau dihari-hari biasa tentu saja berbeda, kita wajib mempertahankan tata krama yang berlaku."

   Pengemis sinting kembali mengangguk.

   "Menurut pandangan aku si pengemis tua haaahh..... haaahh..... haaahh..... lebih baik tak usah dibicarakan saja."

   Tiba-tiba saja dia seperti tahu bagaimana caranya untuk menjual mahal. Tapi Oh Put Kui segera menyela dengan sikap acuh tak acuh.

   "Kalau enggan dibicarakan, hal itu lebih baik lagi!"

   Tapi si Kakek latah awet muda segera berseru.

   "Tidak bisa, bagaimana pun juga dia harus mengutarakannya keluar, hey pengemis cilik, kau berani jual lagak?"

   "Baik, baik, aku akan berbicara, aku akan berbicara......."

   Pengemis sinting cepat-cepat berseru. Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya.

   "CUma kalian jangan marah lho setelah mendengar perkataanku ini......"

   "Baik, kami tidak akan marah!"

   Kakek latah berjanji. Setelah tertawa pengemis sinting baru berkata.

   "Menurut pendapat aku si pengemis, berapa ribu patah kata pun yang mau digunakan, akhirnya toh cuma dua patah kata yang cocok untuk digunakan yakni "takut mampus"......"

   Im-tiong-hok yang pertama-tama bertepuk tangan setelah mendengar perkataan itu, serunya sambil tertawa.

   "Perkataan Liok tua memang benar-benar tepat sekali!"

   "Liok tua, perkataanmu itu memang sangat tepat,"

   Oh Put Kui turut tertawa pula.

   "andai kata tidak disertai pula dengan penjelasan tentang sebab musababnya, aku kuatir ucapan takut mampus ini bisa berubah menjadi memalukan sekali!"

   "Tentu saja aku mengetahui sebab musababnya, tunggu kesempatan baik bukan?"

   "Benar!"

   Saat itulah Kakek latah awet muda baru berkata sambil tertawa.

   "Pengemis kecil, tampaknya kau benar-benar mampu untuk mewarisi kemampuanku!"

   Cepat-cepat pengemis sinting menggeleng.

   "Ban lopek, Liok Jin-ki terlalu tua...... tidak cocok!"

   "Kau tak usah merendahkan diri lagi pengemis cilik, apakah kau belajar kesemuanya itu dari Oh Put Kui si bocah muda itu?"

   Seru Kakek latah sambil tertawa.

   "Tidak, cuma kalau orang sudah meningkat dewasa, biasanya dia akan lebih tahu urusan......"

   Ucapan ini segera disambut gelak tertawa oleh Oh Put Kui, bahkan Lim Yu-kong pun tak tahan ikut tertawa terpingkal- pingkal. -oo0dw0oo- "Liok tua memang tidak malu mempunyai hati yang jujur dan semangat yang menyala."

   Ujar Im Tiong-hok sambil tertawa. Kembali pengemis sinting menggeleng.

   "Kongcu, jangan sekali-kali kau memuji diriku sebagai orang berhati jujur yang bersemangat tinggi."

   "Kenapa?"

   Pengemis sinting memandang sekejap ke arah Kakek latah awet muda, lalu katanya.

   "Bila dia orang tua berniat mewariskan beberapa macam ilmu silat kepadaku, berarti aku harus menerima banyak penderitaan... oleh karena itu aku tak berani mempunyai hati jujur dan semangat tinggi lagi!"

   Im Tiong-hok yang mendengar ucapan mana segera tertawa terbahak-bahak tiada hentinya. Sambil tertawa Kakek latah awet muda berkata pula.

   "Tampaknya pengemis cilik ini betul-betul sudah ketularan."

   Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Oh Put Kui, kembali dia berkata.

   "Anak muda, nampaknya kau mempunyai ilmu untuk menularkan watak kepada orang lain, coba lihat, pengemis tua itu sudah ketularan sifatmu itu sehingga bersikap lain daripada yang lain."

   "Haaaaahhhh... haaaaaahhhh... haaaaaahhhh.... Ban tua telah memfitnah orang baik-baik."

   "AKu tidak memfitnahmu anak muda, kau tahu kalau dulu si pengemis cilik itu melihat diriku, maka persoalan pertama yang dia katakan adalah minta aku mengajarkan ilmu silat kepadanya."

   Tidak sampai Kakek latah menyelesaikan perkataannya, pengemis sinting segera menukas.

   "Tapi lain dulu lain sekarang........"

   "Ban tua, perkataan Liok loko memang benar,"

   Kata Oh Put Kui pula sambil tertawa.

   "Bagus sekali, jadi kalian bergabung mau mengerubuti aku?"

   Kontan saja Kakek latah mendelik.

   "Kami tidak berani......."

   Perlu diketahui ganjalan didalam hati Oh Put Kui sekarang telah hilang separuh bagian terbesar, sebab ketika dia mengetahui kalau Im Tiong-hok adalah keponakan Permaisuri Thian-yang, maka dia sudah merasa bahwa ibunya yang terbunuh pun pasti bukan hasil perbuatan dari Im-tiong-hok.

   Sekalipun persoalan ini tetap akan ditanyakan kepada Im- tiong, namun keadaannya sama sekali telah berbeda, atau paling tidak ia sudah tidak menganggap Im-ting-hok sebagai musuhnya lagi.

   Oleh sebab itu dia malahan mengambil sikap tidak terburu- buru menyelidiki persoalan ini.

   Sambil tertawa Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya berulang kali seraya berkata.

   "Baik, baik, aku memang kalah untuk berdebat dengan kalian berdua......"

   "Haaaaahhhh... haaaaahhhh... haaaaaahh... kalau begitu Ban tua memang seorang yang sangat terbuka..."

   Kata Im tiong-hok sambil tertawa tergelak. Kemudian dia berpaling kearah Lim Yu-kong dan kembali berkata.

   "Saudara Lim suruhlah orang untuk menyiapkan beberapa macam sayur untuk dihidangkan di kamar baca..."

   Lim Yu-kong menyahut dan segera berlalu dari situ. Sepeninggal Lim Yu-kong, Im tiong-hok baru berkata lagi kepada Kakek latah awet muda.

   "Ban tua, sebetulnya ada urusan apa kau orang tua berkunjung ke Lam-cong ini?"

   "Apa lagi, tentu saja gara-gara urusan bocah muda itu,"

   Seru Kakek latah sambil menuding ke arah Oh Put Kui.

   "tanyakan sendiri kepadanya......."

   "Ooh, rupanya dikarenakan urusan saudara Oh, tapi persoalan apakah itu? Apabila membutuhkan tenagaku, silahkan saja saudara Oh utarakan keluar!"

   "Siaute hanya ingin menanyakan satu urusan kepada saudara Im..."

   Kata Oh Put Kui sambil tersenyum. Sikap maupun caranya berbicara sangat santai dan ringan, hal ini membuat pengemis sinting menjadi sangat tercengang.

   "Persoalan apakah itu?"

   Tanya Im-tiong-hok lagi.

   "asalkan aku tahu, pasti akan kuutarakan selengkapnya."

   "Aku hanya ingin menanyakan asal usul dari suatu benda mestika!"

   "Benda mestika?"

   Im Tiong-hok tertegun.

   Dalam pada itu para pelayan telah datang menghidangkan arak dan sayur.

   Lim Yu-kong telah kembali pula kedalam kamar baca, dengan cawan arak ditangan, suasana segera berlangsung lebih meriah lagi.

   Setelah menghormati ketiga tamunya dengan arak, Im- tiong-hok baru bertanya lagi kepada Oh Put Kui.

   "Bericara kembali tentang persoalan yang disinggung saudara Oh tadi, sebetulnya mestika apakah itu?"

   "Ooh, benda itu adalah tusuk konde Ngo im-hua-kut-cian, salah satu dari tujuh mestika dunia persilatan."

   Mendengar perkataan ini Im-tiong-hok segera menyahut sambil tertawa.

   "Sayang sekali tusuk konde Ngo-im-hua-kut-cian itu sudah tidak berada ditanganku sekarang!"

   "Aku sudah tahu kalau benda itu tidak berada ditangan saudara Im lagi,"

   Oh Put Kui tertawa.

   "Apakah saudara Oh mempunyai hubungan dengan tusuk konde pelarut tulang ini?"

   Tanya Im-tiong-hok tiba-tiba. Dengan wajah amat sedih Oh Put Kui mengehela napas panjang, lalu manggut-manggut.

   "Yaa, memang besar sekali hubungannya."

   Ketika menyaksikan perubahan wajah Oh Put Kui tersebut, diam diam Im-tiong-hok merasa sangat terkesiap. Baru sekarang dia menyadari bahwa persoalan itu bukan masalah yang sederhana.

   "Dapatkah saudara Oh memberi penjelasan yang lebih terperinci kepadaku?"

   Kembali dia bertanya. Oh Put Kui manggut-manggut.

   "AKu memang ingin mengajukan pertanyaan kepada saudara Im serta mengharapkan petunjuk darimu!"

   "Soal petunjuk sih tak berani, silahkan saudara Oh mengajukan pertanyaan."

   "Dahulu, saudara Im mendapatkan tusuk konde pelarut tulang itu dari siapa?"

   "Ooh, benda itu merupakan hadiah seorang sahabat dunia persilatan ketika siaute menyelenggarakan peringatan hari ulang tahunku yang ketiga puluh!"

   "Masih ingatkah saudara Im dengan sahabat dunia persilatan itu?"

   Berkilat sepasang mata Oh Put Kui.

   "Tentu saja masih ingat, sekalipun dalam pandanganku, benda mestika tersebut tak seberapa bernilai, tapi dalam pandangan sementara umat persilatan justru berharga sekali."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya lagi.

   "Saudara Oh, diwaktu-waktu sebelumnya aku sama sekali tidak kenal dengan orang itu, karenanya setelah menerima hadiah yang amat bernilai itu, siaute malah dibuat pusing tujuh keliling dan mesti peras otak dengan seksama."

   "Betul,"

   Kata Kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak.

   "siapa tahu kalau perbuatan itu merupakan suatu rencana busuk dari seseorang."

   Sambil tertawa Im Tiong-hok menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya lagi.

   "Pada waktu itu sih boanpwe belum merasakan sesuatu rencana busuk dibalik perbuatan itu, tapi setelah belasan tahun kemudian, baru sekarang boanpwe merasa bahwa dibalik kesemuanya itu memang terselip suatu rencana busuk yang amat mengerikan."

   "Apakah hal ini dikarenakan kedatangan si bocah muda yang menanyakan soal tersebut?"

   "Benar!"

   "Kalu begitu cepat diterangkan dengan sejelas-jelasnya."

   "Tatkala boanpwe menerima sumbangan tusuk konde Ngo- im-hua-kut-cian tersebut tempo hari, serta merta kuperingatkan orang untuk mengembalikan benda ini..."

   "Apakah berhasil dikembalikan?"

   Tanya Oh Put Kui.

   "Tidak!"

   Im-tiong-hok menggeleng.

   "orang yang memberi hadiah tersebut telah pergi dari sana."

   "Tapi tentunya saudara Im tahu bukan siapakah orang itu?"

   "Mula-mula aku tidak tahu, tapi selanjutnya setelah kuselidiki dengan seksama diketahui juga siapakah orangnya..."

   "Siapa?"

   Tanya Kakek latah awet muda dengan gelisah, saat ini dia justru lebih gelisah daripada Oh Put Kui sendiri.

   "Dia adalah Lui-ing-huang-kiam (pedang latah irama guntur) The Tay-hong!"

   "Oohh..."

   Oh Put Kui tertegun. Sebaliknya Kakek latah awet muda segera berseru.

   "Im lote, apakah kau tidak keliru?"

   "Tak bakal keliru, sikalipun penerima hadiah tersebut tidak kenal dengan si Pedang latah irama guntur The Tay-hong, tapi Ci-siong-kiam-kek Sik sianseng yang duduk di meja perjamuan sebelah barat mengenali dirinya dengan baik!"

   "Kalau memang Sik Yu mengenalinya, hal ini bakal tidak salah lagi!"

   Seru Kakek latah sambil tertawa tergelak.

   "Siapakah Sik Yu itu?"

   Tanya Oh Put Kui sambil berkerut kening.

   "Paman guru dari ketua Bu-tong-pay saat ini, seorang angkatan tua yang mempunyai nama dan kedudukan yang terhormat didalam dunia persilatan!"

   Oh Put Kui mengehela napas panjang, katanya.

   "Boanpwee benar-benar tidak menyangka kalau tusuk konde pelarut tulang ini..."

   Dengan sorot mata tak menentu tiba-tiba dia menutup mulutnya rapat-rapat. Jelas perasaannya saat itu sedang bergolak sangat keras. Tiba tiba terdengar Im-tiong-hok berkata lagi.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kalau dilihat dari usaha saudara Oh untuk menyelidiki sumber tusuk konde itu, tampaknya tusuk konde tersebut menyangkut suatu persoalan yang amat besar dengan saudara Oh ?"

   Oh Put Kui manggut-manggut, dengan sepasang mata berkaca-kaca sahutnya.

   "Tusuk konde itu adalah barang peninggalan ibuku almarhum..."

   Sekujur badan Im-tiong-hok bergetar keras setelah mendengar perkataan itu, serunya tanpa terasa.

   "Jadi saudara Oh adalah ... putra dari Peh-ih-ang-hud Lan Lan-li-hiap..."

   "Siaute sendiripun baru belakangan ini mendapat tahu asal usulku yang sebenarnya,"

   Sahut Oh Put Kui sedih.

   "tapi sejak ibuku terbunuh, hingga sekarang belum kuketahui siapakah pembunuhnya, dan kini..."

   Mendadak mencorong sinar tajam dari balik matanya, dia menambahkan.

   "Saudara Im, kau telah memberi sebuah petunjuk jalan terang kepadaku!"

   Im-tiong-hok manggut-manggut.

   "Dulu aku tidak mengetahui akan persoalan ini, kalau tidak, siaute pasti akan menahan tusuk konde pelumat tulang tersebut, saudara Oh, harap kau jangan menyalahkan siaute yang telah menghadiahkan benda itu kepada orang lain..."

   "Mana mungkin siaute mempunyai jalan pemikiran demikian?"

   Kata Oh Put Kui sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "lagipula siaute telah menjumpai tusuk konde Ngo-im-hua-kut-cian tersebut ditangan Kit Put-shia..."

   "Kalau begitu kehadiran saudara Oh kemari pun pasti atas petunjuk dari Kit Put-shia bukan?"

   "Kit Put-shia telah menerangkan kisahnya sampai mendapatkan tusuk konde tersebut, dia bilang tusuk konde itu telah dihadiahkan oleh saudara Im kepada cong-caycu dari bukit Kun-san ditengah telaga Tong-ting-oh yang bernama Ciu Khong!"

   "Benar, untuk menarik simpatik dari para jago telaga Tong- ting, maka setelah siaute menjumpai si pemberi hadiah tusuk konde itu sudah pergi, dalam keadaan jalan buntu maka keesokan harinya telah kukirim ke bukit Kun-san sebagai hadiah."

   Kakek latah awet muda yang mendengar ucapan tersebut segera tertawa tergelak.

   "Haaahh... haaahh... haaahh... benar-benar sebuah siasat membunuh orang meminjam golok yang sangat hebat!"

   Im Tiong-hok sangat terkejut atas perkataan itu, tapi segera katanya pula sambil tertawa.

   "Ban tua, kau orang tua benar-benar seorang pengamat yang amat cekatan... terhadap manusia bangsa Ciu Kong, bukan saja sulit untuk disuap, dibunuh pun tak gagah karena itu boanpwe pun mendapat sebuah akal bagus dan ternyata betul-betul berhasil mengirimnya ke neraka, tapi kawanan perompak dari Tong-ting telah bertobat semua dan kini telah bergabung dalam laskar pembela tanah air."

   "Betul-betul sebuah muslihat yang hebat"

   Seru pengemis sinting sambil tertawa tergelak.

   "Ciu Khong memang seorang manusia yang aneh dan susah dihadapi, seandainya dia tidak mampus, pihak Tong-ting oh memang selamanya sulit dikendalikan."

   Sementara itu Oh Put Kui sedang termenung sambil berpikir keras, ia tak bisa menduga dengan cara apakah si pedang latah irama guntur The Tay-hong bisa mencelakai ayah ibunya? Sekalipun empat jago pedang dari Raja setan penggetar langit turun tangan bersama pun rasanya...

   Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, dia teringat kembali dengan ucapan pedang perak berbaju biru Seebun Jin yang pernah berkata bahwa Pedang baja berhati merah Hui Bong-ki serta Pedang latah irama guntur The Tay hong yang selama ini berdiam dalam lembah sin-mo-kah.

   Mungkinkah dibalik semua peristiwa ini sebenarnya Kit Put- shia sendiri yang menjadi dalangnya? Atau mungkin...

   Ia berhasil memperoleh kesimpulan bahwa diantara sekian jago, ada tiga orang yang kemungkinan besar menjadi dalang dari peristiwa tersebut, mereka adalah.

   Kit Put-shia sendiri, kedua adalah raja setan penggetar langit Wi Thian-yang, tapi kalau didengar dari sikap Seebun Jin sewaktu berjumpa raja setan itu, Ti-thian-yang memang paling mencurigakan.

   sedang orang ketiga yang mencurigakan adalah pihak istana Sian-hong-hu.

   Ia berani mengambil kesimpulan yang begini berani dikarenakan si pedang iblis berbaju merah Suma Hian dan panji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi berada di istana Sian- hong hu semua, hal ini membuktikan bahwa Kakek suci berhati mulia Nyoo Thian wi sendiri meski tiada persoalan, tapi anak buahnya ini sudah pasti ada masalah.

   Ditambah pula dengan peristiwa Mu ni pian yang baru-baru ini terjadi, Nyoo Ban-bu justru merupakan orang yang paling mencurigakan diantara kesemuanya ini.

   Sikapnya yang termenung tanpa berkata kata ini tentu saja menumbulkan perasaan tak tenang bagi Im Tiong-hok.

   "Saudara Oh,"

   Katanya kemudian.

   "selewatnya hari ini, mulai besok pagi siaute akan menemani saudara Oh untuk mengarungi seluruh penjuru dunia untuk mencari si pedang latah irama guntur The Tay-hong sampai ketemu serta menanyainya sampai terang..."

   Mendengar ucapan ini, dengan penuh rasa berterima kasih Oh Put Kui berkata.

   "Saudara Im harus memikul tanggung jawab yang sangat berat, mana boleh lantaran urusan kecil harus meninggalkan posnya? Soal The Tay-hong, aku percaya dapat menemukannya dengan segera..."

   Belum habis dia berkata, tiba-tiba dari arah depan sana berkumandang suara bentakan yang sangat nyaring.

   "Dia pernah bilang akan kemari, mengapa kalian mengatakan dia tak ada disini? Hmm, jangan membuat nonamu menjadi marah, kalau tidak, gedung Tiong gi-hu ini bisa ku rubuh menjadi puing-puing yang berserakan..."

   Perkataan itu sungguh tekebur dan besar lagaknya, tapi siapakah dia? Semua jago yang berada dalam kamar baca sama sama tertegun dibuatnya. Sedangkan Im Tiong hong dengan wajah berubah segera melompat bangun sambil katanya.

   "Biar siaute pergi memeriksanya, ingin kuketahui siapakah yang berani mencari gara-gara disini!" @oodwoo@

   Jilid 30 Tapi Lim Yu-kong telah bertindak mendahuluinya, dia berseru.

   "Saudara Im, biar siaute yang pergi melihatnya..."

   Belum selesai berkata, tubuhnya sudah menyerobot keluar dari pintu.

   Tak lama kemudian Lim Yu-kong telah muncul kembali, dibelakang tubuhnya mengikuti seorang nona berbaju kuning.

   Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan hatinya berat seperti tenggelam ke air, pikirnya diam-diam.

   "Aduh celaka, mengapa dia bisa mencari sampai disini...?"

   Tapi disamping itupun timbul suatu perasaan aneh yang tidak dipahami olehnya.

   Ia seperti merasa amat senang dan gembira.

   Sementara itu Im-tiong-hok telah bangkit berdiri untuk menyambut kedatangan tamunya itu.

   Sedangkan si nona berbaju kuning itu sedang berjalan masuk ke dalam kamar baca dengan langkah lebar.

   Lim Yu kong segera berkata kepada Im-tiong-hok.

   "Nona ini datang untuk mencari saudara Oh..."

   Oh Put Kui yang sudah bangkit berdiri, segera menyapa.

   "Nona Nyoo, kau..."

   Baru beberapa patah kata dia berkata, ucapannya sudah dipotong oleh suara tertawa dari Hian-leng-giok-li Nyoo Siau- sian. Sikap nona ini begitu terbuka dan amat luwes, terdengar ia berseru.

   "Oh toako, ternyata kau memang berada disini..."

   "Darimana nona bisa tahu kalau aku berada disini? Mana gurumu...?"

   "Tentu saja aku dapat mencarimu, tiada urusan di dunia ini yang bisa mengelabui guruku..."

   Kata Nyoo Siau-sian sambil tertawa merdu. Sambil berkata, matanya melirik ke arah si kakek latah awet muda. -oo0dw0oo- Tiba-tiba saja Kakek latah awet muda merasakan hatinya bergetar keras, segera pikirnya.

   "Entah apa maksud budak cilik itu berkata demikian? Jangan-jangan Hian-hian sudah tahu kalau waktu itu aku bersembunyi didalam ruangan perahu? Tapi mengapa dia tidak mencariku untuk menantang bertarung atau mungkin dia sudah memaafkan aku?"

   Berpikir demikian, tanpa terasa lagi Kakek latah awet muda berteriak keras.

   "Hey, budak kecil, apa maksud dengan perkataanmu tadi?"

   "Apakah locianpwe masih belum paham?"

   Tanya Nyoo Siau-sian sambil tertawa.

   "Heeehh... heeehh... heeehhh... apa yang kupahami?"

   Kakek latah tertawa pula.

   "Guruku kenal dengan kau orang tua."

   "Tentu saja, apalagi yang dikatakan gurumu?"

   "Persoalan apapun pasti suhu bicarakan denganku, kalau tidak, bagaimana mungkin aku tahu kalau kalian pasti berada didalam gedung Tiong-gi-hu ini?"

   "Budak cilik, apa yang suhumu bicarakan tentang aku?"

   Sambil tertawa Nyoo Siau-sian menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Aku tak bisa membicarakannya denganmu suhu bilang bila aku mengatakannya maka selanjutnya dia tak bisa hidup dengan tenang, locianpwe, sebetulnya mengapa bisa begitu? Dapatkah kau memberitahukan kepadaku?"

   Ketika mendengar perkataan tersebut, tiba tiba saja Kakek latah awet muda termenung dan tidak berbicara lagi.

   Dalam keadaan demikian, Im Tiong hok, pengemis sinting, Oh Put Kui tak berani menimbrung ataupun mengusik ketenangannya.

   Kurang lebih seperminum teh kemudian, Kakek latah awet muda baru melompat bangun dan berteriak keras.

   "Hian-hian, akhirnya kau mengerti, Hian-hian, akhirnya kau mengerti..."

   Ternyata kakek itu berteriak, tertawa dan melompat-lompat seperti orang gila saja.

   Tentu saja diantara sekian orang yang hadir, Nyoo Siau- sian yang merasa paling terkejut.

   Pada hakekatnya dia tak pernah menyangka kalau kakek tersebut akan melompat dan berteriak seperti anak kecil saja.

   Sedangkan diantara sekian orang, hanya Oh Put Kui seorang yang mengerti apa gerangan yang telah terjadi.

   Ia tahu, kakek tersebut tentu sedang merasa amat gembira hatinya pada saat itu.

   Sebab kesalahan paham antara dia dengan kekasihnya yang sudah berlangsung selama puluhan tahun, akhirnya berhasil dijernihkan kembali, tak heran kalau dia amat gembira sekali.

   Diam-diam pemuda itupun turut merasa gembira untuk kebahagiaan kakek tersebut.

   Sedangkan Im Tiong-hok, sekalipun dia tidak paham sebab musababnya, namun ia pun tak ingin kehilangan keramahannya sebagai seorang tuan rumah, dengan cepat dia mempersilahkan Hian-leng-giok-li Nyoo Siau sian untuk mengambil tempat duduk.

   Sekarang Oh Put Kui baru teringat kalau ia belum memperkenalkan mereka berdua, maka segera ujarnya.

   "Saudara Im, Nona Nyoo Siau-sian ini adalah putri kesayangan dari Kakek suci."

   Sebetulnya Im Tiong-hok sudah dapat menduga berapa bagian, mendengar ucapan tersebut dia segera menjura seraya berkata.

   "Nama besar nona sebagai Hian-leng-giok-li sudah lama kukagumi..."

   "Akupun sudah lama mengagumi nama Im-tayhiap yang memimpin para jago liok-lim diwilayah Kanglam!"

   Sambung Nyoo Siau-sian sambil tertawa merdu. Oh Put Kui yang mendengar ucapan tersebut sekali lagi dibuat tertegun, dia tak mengira kalau nona itu sudah mengetahui siapa gerangan Im tiong-hok tersebut.

   "Apakah nona Nyoo kenal dengan saudara Im?"

   Tanyanya kemudian.

   "Aku tidak kenal,"

   Nyoo Siau-sian menggeleng.

   "suhu yang memberitahukan soal itu kepadaku!"

   "Mana sinni cianpwee? Apakah dia sudah datang ke Lam- cong?"

   Tanya Oh Put Kui penuh pengertian.

   "Tidak, dia orang tua menyuruh aku mencari Oh toako seorang diri..."

   "Oya?"

   Oh Put Kui merasa agak terkejut bercampur keheranan.

   "ada urusan apa nona Nyoo mencari diriku?"

   Nyoo Siau-sian mengerutkan dahinya, tiba-tiba dia menegur.

   "Toako, mengapa sih kau selalu memanggil nona Nyoo kepadaku?"

   "Lantas aku harus memanggil apa kepadamu?"

   Oh Put Kui balik bertanya dengan wajah tertegun.

   "Usiaku lebih muda daripadamu, perguruan kitapun ada hubungannya, coba pikirkan sendiri kau mesti memanggil apa kepadaku? Bukankah kau pernah menggunakannya ketika berada di kuil Pan-im-si dikota Kang-ciu tempo hari?"

   Oh Put Kui segera berpikir.

   "Tentu saja aku masih ingat, cuma saja..."

   Dia sendiripun tidak tahu mengapa dia merasa kurang leluasa untuk menggunakan istilah tersebut dalam panggilan. Tapi berada dalam keadaan begini, mau tak mau dia harus memenuhi keinginan gadis tersebut, maka katanya kemudian.

   "Sumoay, ada urusan apa kau datang mencariku?"

   Sekulum senyuman manis segera menghiasi wajah Nyoo Siau-sian, secerah bunga yang sedang mekar dia berseru.

   "Tentu saja ada urusan penting!"

   "Urusan apa?"

   Tanya Oh Put Kui dengan kening berkerut. Nyoo Siau-sian memutar biji matanya yang jeli, kemudian menyahut dengan suara rendah.

   "Aku minta kau menemani aku pergi ke lembah Yu-kok di bukit Tiong-lam-san!"

   "Apa?"

   Hampir saja Oh Put Kui berteriak keras saking kagetnya.

   "mau apa pergi ke lembah Yu-kok di bukit Tiong- lam-san?"

   "Bertarung melawan Yu-kok-ciau-li Kiau Hui-hui!"

   Nyoo Siau-sian tersenyum renyah.

   Oh Put Kui jadi serba salah dibuatnya, untuk sesaat dia sampai termenung tanpa berkata-kata.

   Hal ini dikarenakan saat tersebut ia sudah berhasil mengetahui sumber tusuk konde Ngo-im-hua-kut-cian dan ingin secepatnya pergi mencari si pedang latah irama guntur The-tay-hong.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tapi Nyoo Siau-sian minta kepadanya untuk menemaninya ke lembah Yu-kok di bukit Tiong-lam-san, tak heran kalau dia dibuat serba salah.

   Ketika Nyoo siau-sian melihat anak muda itu membungkam sekian lama, dia segera mencibirkan bibirnya yang kecil dan berseru.

   "Toako, apakah kau merasa keberatan?"

   Oh Put Kui segera mengangkat kepalanya dan memandang nona itu, akhirnya dia mengangguk.

   "Aku bersedia..."

   Selesai berkata dia menghela napas panjang, karena ia melihat air mata telah jatuh berlinang dari balik kelopak mata Nyoo Siau-sian yang jeli. Toako, suhu bilang kau pasti akan mengabulkan permintaanku ini..."

   Katanya kemudian.

   Jelas dibalik perkataan tersebut, terkandung arti kata yang terlalu banyak.

   Oh Put Kui yang mendengar ucapan tersebut, hatinya kontan saja merasa bergetar keras.

   Ia sudah merasakan bahwa sebuah rantai bibit cinta telah dikolongkan keatas tengkuknya.

   Ia tak dapat menjawab perkataan nona itu.

   Untung saja Kakek latah awet muda yang telah duduk kembali telah berkata.

   "Anak Sian, suhumu berada dimana sekarang?"

   "Suhu bilang hendak menyambangi teman temannya yang berada di empat samudra lima telaga, dia akan hidup santai tanpa ikatan."

   Sahut nona itu tertawa. Kakek latah segera berkerut kening.

   "Benarkah ia berkata demikian?"

   "Benarkah dia berkata begitu?"

   "Yaa benar, suhu memang berkata demikian!"

   Dengan wajah tak percaya, Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Gurumu tidak suka berbuat begini..."

   "Lo-kongkong, kau orang tua benar-benar mengetahui watak guruku,"

   Nyoo Siau-sian segera menutup mulutnya sambil tertawa cekikikan.

   "Haaahh... haaahh... haaahh... tentu saja, aku tahu anak Sian sedang membohongi aku..."

   "Tidak, aku tidak membohongi kau orang tua, suhu benar- benar berkata begitu!"

   Mendadak Kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "Aaah betul, suhumu tentu sudah kembali ke Kun-lun barat!"

   "Tidak, tidak, kongkong tua, kau orang tua tak boleh ke sana..."

   Cepat-cepat gadis itu mencegah.

   Bagaimanapun juga usianya masih terlalu muda, sehingga tanpa disadarinya ia telah membocorkan rahasia sendiri.

   Kembali si Kakek latah awet muda tertawa tergelak "Anak Sian, bagaimana pun juga usiamu masih terlalu muda, mau menipu orangpun belum pantas."

   Berbicara sampai disitu dia segera melompat bangun, kemudian katanya.

   "Silahkan kalian untuk berkumpul lebih lama, maaf kalau aku harus memohon diri lebih dulu."

   "Mengapa sih kau orang tua hendak pergi secara tiba- tiba?"

   Tanya Im Tiong-hok sambil tertawa.

   "apakah dikarenakan pelayanan boanpwe yang kurang memadai?"

   Oh Put Kui berkata pula sambil tertawa.

   "Ban tua, kita masih harus pergi mencari The Tay-hong..."

   Mendengar itu, Kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "Anak muda, apa yang kau ucapkan dimulut tidak sesuai dengan dihati, bukankah kau hendak pergi ke lembah Yu-kok di bukit Tiong-lam-san? Tepat sekali, aku sih tak ingin hadir diantara kalian berdua sehingga menjemukan kamu berdua..."

   Lalu sambil berpaling ke arah Im Tiong-hok, kembali katanya.

   "Im lote, jika bertemu dengan bibimu, sampaikan salam dari aku... nah pengemis cilik, kau jangan minum arak melulu, kali ini kau harus pergi bersamaku."

   "Pergi bersamamu?"

   Tanya pengemis sinting sambil mendongakkan kepalanya.

   "Kenapa? Apakah kau ingin menyusahkan anak muda Oh?"

   Cepat-cepat Pengemis sinting menggeleng.

   "Tidak berani, tindakan Oh lote masih lebih ganas daripada kau orang tua."

   "Haaah... haaah... haaah... kalau begitu ayohlah berangkat sekarang juga!"

   Begitu selesai berkata, dia segera mencengkeram tubuh pengemis sinting seperti burung elang yang menangkap anak ayam, akibatnya pengemis sinting berkaok-kaok keras.

   Tapi Kakek latah sama sekali tidak menggubrisnya, malah memperkencang cengkeraman tubuhnya.

   Lalu sambil melemparkan pedang Cing-peng-siu-kiam kearah Oh Put Kui, dia segera menggerakkan tubuhnya keluar dari kamar baca dan beranjak pergi dengan cepatnya.

   Sambil menerima kembali pedang Cing-peng-siu-kiam tersebut, Oh Put Kui berseru keras.

   "Ban tua, dimana kita akan bersua muka?"

   Bayangan tubuh Kakek latah awet muda bersama pengemis sinting sudah lenyap dari pandangan mata, tapi dari kejauhan sana masih kedengaran orang tua itu berseru sambil tertawa tergelak.

   "Kita akan bersua lagi di bentengnya Kit Put-shia..."

   Oh Put Kui menjadi tertegun, buat apa mereka bertemu di kota kematian dari Kit Put-shia? Untuk sesaat pemuda itu dibuat kebingungan dan merasa tidak habis mengerti. Terdengar Im-tiong-hok menegur.

   "Saudara Oh, mengapa kau cuma termenung saja?"

   Dengan wajah agak panas karena jengah sahut Oh Put Kui.

   "Siaute sedang keheranan, mengapa Ban tua harus memilih benteng kematian dari Kit Put-shia sebagai tempat pertemuan kami?"

   Im-tiong-hok segera tertawa.

   "Apakah saudara Oh sudah lupa? Bukankah selama ini si pedang latah irama guntur The Tay-hong berdiam dikota kematian? kalau toh saudara Oh hendak mencari The Tay- hong, apakah kau tak akan berkunjung ke kota kematian tersebut?"

   Sesudah mendengar penjelasan dari Im-tiong-hok tersebut, Oh Put Kui baru tertawa geli, serunya kemudian.

   "Heran, mengapa secara tiba-tiba siaute berubah menjadi begitu pelupa..."

   Im-tiong-hok melirih sekejap kearah Nyoo Siau-sian, lalu katanya sambil tertawa.

   "Saudara Oh, persoalan ini tak ada sangkut pautnya dengan soal pelupa atau tidak."

   Kemudian setelah tertawa tergelak, kembali ujar


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Antara Budi Dan Cinta -- Gu Long

Cari Blog Ini