Ceritasilat Novel Online

Beruang Salju 29


Beruang Salju Karya Sin Liong Bagian 29


Beruang Salju Karya dari Sin Liong   Dengan demikian, dalam keadaan terdesak dan panik, saudagar-saudagar palsu yang memang kepandaiannya berada di bawah kepandaian In Lap Siansu dan Kay Cing Kay, jadi terdesak hebat.   Mereka telah tertotok seorang demi seorang, rubuh terkulai tidak bisa berkutik.   Waktu keributan itu terjadi, tuan rumah suami isteri telah muncul.   Di saat itu Kay Cing Kay bergerak cepat.   Dia sadar jika tuan rumah ini tidak ditawan juga, tentu berita terjadinya peristiwa tersebut dapat tersiar.   Karenanya, dengan cepat Kay Cing Kay melompat ke arah suami isteri itu, di mana sepasang tangannya bergerak sebat, tangan kanan menotok sang suami, sedangkan tangan kirinya menotok jalan darah si isteri pemilik rumah tersebut.   Tidak ampun lagi sepasang siuami isteri itu telah terjungkal rubuh tidak bisa bergerak lagi.   Sedangkan In Lap Siansu juga telah berhasil menotok semua lawan-lawannya.   Para saudagar itu telah menggeletak tidak bisa bergerak sama sekali, karena jalan darah mereka telah tertotok.   Di waktu itu, Kay Cing Kay telah berkata kepada In Lap Siansu, bahwa dia akan kembali ke kuil di mana kawan-kawannya berkumpul, untuk memanggil beberapa anggota Kay-pang, guna membantui mereka mengangkuti saudagar-saudagar palsu itu yang kini telah menjadi tawanan mereka.   In Lap Siansu menyetujui untuk menanti di situ, menjagai para tawanannya.   Kay Cing Kay pergi dengan cepat, dan tidak lama kemudian dia kembali dengan membawa lima orang Kay-pang.   Dengan demikian mereka dapat membawa tawanan ke kuil tempat mereka berkumpul dengan cepat.   In Lap Siansu girang juga, karena melihat tidak ada seorangpun dari saudagar-saudagar palsu, yang ternyata merupakan orang orang kerajaan yang tengah menyamar itu, yang bisa meloloskan diri.   Dengan demikian Kay-pang akan bisa memperoleh keterangan yang lebih banyak dari tawanan mereka.   Waktu tiba di kuil itu Kay Cing Kay memimpin pemeriksaan terhadap belasan orang saudagar palsu itu.   Setelah disiksa barulah para saudagar palsu itu mengakui dengan terus terang, bahwa mereka adalah orang-orang kerajaan yang memang ditugaskan untuk menyamar menyelusup ke dalam Houciu, guna mengacaukan rapat besar Kay-pang.   Dan mereka juga menyatakan, walaupun bagaimana Kay-pang dapat dihancurkan, karena banyak sekali orang-orang kerajaan yang dikerahkan di Hou-ciu, sehingga tidak seorangpun dari anggota Kay-pang yang bisa lolos.   Malah salah seorang diantara mereka telah mengancam, agar membebaskan mereka.   Jika tidak, kelak di waktu tiba saatnya orang-orang kerajaan bergerak, dan Kay-pang dihancurkan, mereka akan membinasakan orang-orang yang telah menawan mereka.   Sedangkan salah seorang di antara mereka ada juga yang membujuk.   Dikatakannya jika Kay Cing Kay dan In Lap Siansu mau membebaskan mereka, tentu mereka akan memberi tahukan kepada Ho Ciangkun bahwa In Lap Siansu dan Kay Cing Kay bersama beberapa anggota Kay-pang itu tidak perlu dimusnahkan, malah mereka mungkin akan diberi imbalan yang cukup besar atas jasa-jasa mereka.   Jika memang Kay Cing Kay ingin hidup senang, merekapun akan membujuk Ho Ciangkun agar pengemis ini diberikan pangkat dan kedudukan.   Mendengar itu, Kay Cing Kay jadi tambah marah, bukannya tertarik oleh tawaran istimewa tersebut, malah telah dihajarnya orang tersebut sampai babak belur.   Begitulah, limabelas orang perwira kerajaan yang menyamar sebagai saudagar-saudagar palsu itu telah ditahan di kuil tersebut, di mana mereka akan dihadapkan pada tokoh-tokoh Kay-pang.   Y Tinggal tiga hari lagi rapat besar akan diadakan oleh Kay-pang di kota Hou-ciu segera tiba, dan kota itu semakin penuh juga didatangi oleh pengemis-pengemis dari berbagai daerah.   Yang lebih luar biasa juga di kota ini telah dibanjiri dengan orang-orang yang berpakaian bermacam ragam, ada yang sebagai pelajar, sebagai busu, sebagai pedagang, sebagai petani, juga orang1065 orang asing lainnya.   Mereka semuanya berjumlah ribuan orang, sehingga membuat kota Hou-ciu ramai luar biasa.   Sedangkan pihak pengemis, telah berjumlah hampir sepuluh ribu orang.   Dengan demikian kemana saja orang berjalan di Hou-ciu tentu akan bertemu dengan rombongan pengemis.   Banyak tingkah laku mereka, ada yang menjalankan kebiasaan mereka untuk meminta-minta sedekah makanan sisa, ada juga yang telah duduk bergerombolan di pinggir-pinggir rumah penduduk, dan ada juga yang berkeliaran.   Tetapi mereka semuanya tidak ada yang menimbulkan keonaran.   Menyaksikan jumlah pengemis yang luar biasa banyaknya, membuat penduduk Hou-ciu jadi bergelisah juga.   Mereka rupanya bingung dan tidak mengerti mengapa kota mereka bisa kebanjiran pengemis yang demikian besar jumlahnya, di samping orangorang asing lainnya.   Dengan sendirinya mereka menduga-duga akan terjadi sesuatu yang luar biasa di kota mereka.   Pada pagi itu, tampak lima orang yang tengah berjalan di sebuah jalanan di kota Hou-ciu.   Mereka adalah dua orang pemuda, seorang laki-laki tua berusia limapuluh tahun lebih, dengan seorang wanita berusia tigapuluhan tahun dan seorang anak perempuan berusia belasan tahun.   Sikap mereka tenang, waktu memasuki sebuah rumah makan, yang penuh oleh pengunjung.   Dengan sabar mereka menanti sampai ada meja yang kosong dan mereka baru memesan makanan.   Ke lima orang ini bercakap-cakap dengan tenang, hanya mata mereka yang mengawasi ke sekitarnya dengan sinar matanya yang tajam seperti juga tengah mencari-cari seseorang.   Dilihat dari sikap mereka itu, tampaknya ke lima orang ini bukan orang sembarangan.   Terlebih lagi orang tua berusia limapuluh tahun lebih, dari sinar matanya diketahui bahwa ia memiliki lweekang yang tinggi.   Sedangkan wanita yang berusia tigapuluh tahun lebih itu demikian menyayangi si gadis cilik, yang dengan manja duduk di sampingnya.   Mendengar dari panggilan si gadis cilik kepada wanita tersebut, jelas wanita itu adalah ibu dari si gadis cilik yang manja tersebut.   Ke dua pemuda itupun tampak tenang sekali, yang seorang berusia enambelas tahun, sedangkan yang seorang lagi berusia antara duapuluh tahun lebih.   Mereka berpakaian sederhana sekali, akan tetapi dilihat dari sikap mereka yang gagah, dan di punggung masing-masing tergemblok sebatang pedang.   Rupanya mereka berasal dari dunia persilatan.   Waktu itu pemuda yang berusia enambelas tahun telah menoleh kepada seorang yang duduk di meja lainnya, dia memperhatikan dengan seksama.   Tampak matanya itu memancarkan sinar yang tajam sekali.   Orang yang diperhatikannya itu adalah seorang laki-laki berusia hampir enampuluh tahun, tubuhnya masih tegap dan tampaknya memiliki tenaga yang kuat.   Wajahnya berpotongan telur dan lonjong di bagian dagunya, matanya memancarkan sinar yang licik.   Mengetahui pemuda itu mengawasi padanya, orang tua tersebut berkata kepada kawannya, seorang lelaki berusia tua seperti dia juga, yang duduk dihadapannya.   "Bocah itu minta dihajar......!"   Kawannya tertawa dingin.   "Hmm, memang matanya harus dicongkel keluar!"   Sahutnya sambil memperdengarkan suara tertawa dingin lagi.   "Tetapi kita telah dipesan tidak boleh menimbulkan keonaran.....!"   Waktu itu, tampak kawannya masih mendongkol dan tidak bisa menahan kemendongkolannya itu, dia berkata lagi.   "Tetapi jika dihajar satu-dua kali hantaman, itu tentunya bukan merupakan hal yang terlalu hebat..... tentu tidak menimbulkan keonaran yang lebih jauh....!"   "Jangan.....!"   Mencegah kawannya.   "Kita harus dapat menahan diri.....!"   "Tetapi matanya itu kurang ajar sekali!"   "Kita jangan mencari urusan.....!"   "Tetapi pemuda itu kurang ajar sekali. Lihat, dia masih mengawasiku seperti juga aku ini kakeknya.....!"   Berkata kawannya dengan sikap tidak senang.   Mendengar itu, kawannya yang duduk di hadapannya jadi berdiam diri sejenak, dan akhirnya menghela napas.   "Laote, jika memang kau ingin menghajarnya satu-dua kali hantaman, baiklah.....   tetapi cegah jangan sampai timbul keonaran yang lebih besar.....!"   Orang tua itu mengangguk, dia bangkit dari duduknya. Dengan mulut memperlihatkan senyuman mengejek, dia menghampiri si pemuda berusia enambelas tahun itu. Sedangkan si pemuda telah melihat orang tua itu menghampirinya, dia tertawa.   "Ha, rupanya benar dia yang tengah kita cari.....!"   Kata pemuda itu. Kawan-kawan si pemuda menoleh mengawasi orang tua tersebut yang telah sampai di depan meja mereka. Dengan gusar, orang tua itu membentak kasar.   "Matamu perlu dikorek bocah!"   Dan orang tua itu bukan hanya sekedar berkata saja, karena cepat bukan main tangan kanannya bergerak, dia telah menyerang dengan jari telunjuknya ke arah mata si pemuda.   Karena memang dia bermaksud untuk mengorek biji mata si pemuda itu.   Belum lagi pemuda belasan tahun itu bergerak untuk menghindarkan totokan tangan orang tua itu, yang meluncur sangat cepat, kawan si pemuda yang berusia limapuluhan tahun lebih itu tiba-tiba mengangkat sumpitnya.   Dengan gerakan yang sulit diikuti oleh pandangan mata orang biasa, sumpit itu tahu-tahu telah menjepit jari telunjuk orang tua itu.   Jepitan yang dilakukan sumpit tersebut ternyata sangat kuat sekali, sehingga tangan orang tua itu tidak bisa bergerak lagi.   Malah orang tua tersebut merasakan jari telunjuknya sakit bukan main, sehingga dia merasakan tulang jari telunjuknya itu seperti akan patah terjepit sumpit itu.   Dengan gusar orang tua itu mengerahkan tenaga dalamnya, dia menarik pulang tangannya.   Setelah itu dengan mata yang bengis dia mengawasi kawan si pemuda yang berusia limapuluh tahun lebih itu.   Katanya dengan gusar.   "Kau ingin mencampuri untuk dihajar pula?"   Tetapi orang tua berusia limapuluh tahun lebih itu bersikap tenang sekali. Dia menyahuti.   "Ha, rupanya engkau seorang yang galak sekali...... Kami tidak saling kenal dengan kau, dan tidak memiliki kesalahan apapun juga. Mengapa justru tidak angin tidak hujan kau mau menyerang kawanku itu? Apakah memang kau selalu memerlukan biji mata, sehingga begitu menyerang ingin mengorek biji mata kawanku itu?"   Disanggapi seperti itu telah membuat orang tua itu jadi penasaran, dia tambah gusar, serunya.   "Aku Hong Tia Liang baru hari ini melihat manusia-manusia kurang ajar tidak tahu peradatan seperti kalian! Bocah itu mengawasiku seperti juga memandangi kakek moyangnya, karenanya kukira ada baiknya jika biji matanya dikorek agar lain kali tidak kurang ajar!"   Sambil berkata begitu, orang tua yang mengaku bernama Hong Tia Liang tidak tinggal diam.   Belum lagi perkataannya itu habis diucapkan, tangannya cepat bergerak, di mana dia bermaksud menotok biji mata si pemuda itu.   Akan tetapi, sekali ini justru pemuda yang berusia duapuluh tahun lebih, yang berrada di samping si pemuda berusia belasan tahun, yang bergerak sangat sebat.   Belum lagi tangan Hong Tia Liang menyambar tiba pada sasaran, tangannya itu telah ditangkis dan disampok kuat sekali.   Dengan demikian membuat tangan Hong Tia Liang tersampok ke samping.   Tangkisan yang dilakukan oleh pemuda berusia duapuluh tahun lebih itu ternyata kuat sekali, dan ini di luar dugaan dari Hong Tia Liang.   Jika sebelumnya dia hanya bermaksud untuk mengorek biji mata pemuda belasan tahun itu dan tidak menimbulkan keonaran lebih jauh, sekarang dalam saat murkanya seperti itu, telah membuat dia jadi kalap.   Dua kali serangannya telah gagal, karenanya sekarang dia menyerang dengan kekuatan yang penuh dan gerakan yang cepat sekali.   Tangan kirinya menyambar akan mencengkeram pundak si pemuda berusia duapuluh lebih, sedangkan tangannya yang lain tetap menotok ke arah biji mata pemuda belasan tahun itu.   Tetapi sekarang pemuda berusia belasan tahun tersebut tidak tinggal diam.   Melihat orang tua she Hong itu menyerang lagi padanya, dengan tetap duduk berdiam di tempatnya, tangan kanannya telah diangkat.   Kemudian secepat kilat tahu-tahu dia telah menceagkeram pergelangan tangan dari Hong Tia Liaug, diapun telah mengerahkan tenaga dalamnya dan meremas tangan Hong Tia Liang.   Gerakan yang dilakukan oleh pemuda belasan tahun itu membuat Hong Tia Liang kaget tidak terkira.   Melihat dari usianya yang baru belasan tahun itu, tentunya pemuda ini memiliki kepandaian yang belum berarti.   Akan tetapi kenyataan yang ada, remasan tangan pemuda ini kuat sekali, telapak tangannya sangat panas, membuat Hong Tia Liang merasakan pergelangan tangannya seakan kena diremas sampai hancur.   Sambil mengeluarkan seruan tertahan, dia berusaha menarik tangannya untuk melepaskan dari remasan dan cekalan tangan pemuda itu, berbareng kaki kanannya juga telah menendang untuk menyepak tubuh pemuda itu dari tempat duduknya.   Namun, apa yang dilakukan oleh Hong Tia Liang ternyata gagal.   Bukan saja dia gagal untuk menarik pulang tangannya dari cekalan atau ceagkeraman tangan si pemuda belasan tahun itu, malah tendangan kakinya telah mengenai tempat kosong, sebab pemuda itu hanya menggeser duduknya saja.   Dengan demikian Hong Tia Liang tambah gusar dan penasaran.   Baru saja dia ingin menyerang lebih jauh, di waktu itulah si pemuda, belasan tahun tersebut membentak.   Tangannya yang mencengkeram pergelangan tangan Hong Tia Liang telah dihentakkan, sehingga tidak ampun lagi tubuh Hong Tia Liang terhuyung akan rubuh.   Beruntung bahwa Hong Tia Liang memiliki lweekang yang cukup tinggi, walaupun tubuhnya telah terhuyung, akan tetapi dia masih sempat untuk menguasai ke dua kakinya, sehingga dia bisa berdiri tetap lagi.   Dengan muka yang merah padam, dia mendelik kepada pemuda belasan tahun itu.   Walaupun kawannya tadi telah berpesan agar tidak menimbulkan keonaran dan cukup jika telah menghajar pemuda belasan tahun tersebut, akan tetapi sekarang justru Hong Tia Liang telah lupa diri.   Karena gusar dan penasaran, dia jadi melupakan segalanya dan dengan gesit dia melompat maju lagi.   Kali ini serangan ke dua tangannya sangat dahsyat sekali, dia telah menyerang dengan ke dua tangannya sekaligus kepada pemuda belasan tahun tersebut.   Angin serangan yang dilancarkan Hong Tia Liang menderu-deru mendesak pemuda itu, akan tetapi pemuda belasan tahun itupun telah berdiri dari tempat duduknya, dia mengangkat ke dua tangannya untuk menangkis tangan Hong Tia Liang.   Apa yang dilakukan oleh pemuda belasan tahun itu membuat Hong Tia Liang tambah murka.   "Hemmm, usiamu belum seberapa dan tentunya ilmu silat yang kau pelajaripun tidak seberapa tinggi, akan tetapi kau berani menyambut seranganku dengan kekerasan, berarti kau mencari mampus sendiri.....!"   Pikir Hong Tia Liang.   Sebagai seorang yang telah kenyang makan asam garam dunia persilatan dan juga memiliki kepandaian yang tinggi, disamping pengalaman yang banyak, membuat Hong Tia Liang tidak meneruskan serangan ke dua tangannya itu.   Dia mandek dan menahan ke dua tangannya waktu menyaksikan pemuda belasan tahun itu ingin menangkis serangannya dengan kekerasan.   Berbareng dengan itu, dia telah membentak nyaring, tahu-tahu tangannya telah meluncur turun ke bawah, dengan serentak ke dua tangannya itu menghantam ke arah dada si pemuda belasan tahun itu.   Si pemuda belasan tahun tersebut tampaknya kaget juga menyaksikan lawannya merobah serangannya.   Dengan gerakan yang cepat sekali dia mandek untuk berjongkok sedikit, karena waktu itu dia tidak memiliki kesempatan untuk menghindarkan diri dari serangan Hong Tia Liang.   Karenanya, dengan berjongkok sedikit itu, si pemuda belasan tahun ini dapat menangkis dengan hanya menaikkan ke atas ke dua tangannya.   Terjadi bentrokan yang keras antara dua kekuatan yang dahsyat itu.   Tubuh si pemuda belasan tahun seperti diterjang oleh sesuatu tenaga yang dahsyat sekali.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Akan tetapi pemuda belasan tahun tersebut tidak menjadi gugup, dia telah mengempos tenaga dalamnya yang disalurkan kepada ke dua tangannya.   Dan waktu tubuhnya diterjang oleh tenaga serangan orang tua she Hong tersebut, dia telah mendoyongkan tubuhnya ke belakang, seperti juga orang yang keserang, karena dia bermaksud untuk mengurangi tenaga tindihan dari lawannya.   Dan apa yang dilakukannya memang berhasil baik sekali, tenaga serangan Hong Tia Liang seperti mengenai tempat yang lunak dan kehilangan sasarannya.   Waktu itu karena dia menyerang dengan tenaga yang kuat sekali, dia kehilangan keseimbangan tubuhnya, membuat dia jadi terjerunuk ke depan.   Waktu tubuh Hong Tia Liang tengah terjerunuk, pemuda belasan tahun tersebut telah mengangkat kakinya, dia akan menghantam perut dari Hong Tia Liang dengan lututnya itu.   Inilah gerakan yang berbahaya dan tidak pernah dipikirkan oleh Hong Tia Liang, dan orang she Hong tersebut terkejut dalam keadaan sudah terdesak seperti itu, di mana perutnya hanya terpisah beberapa dim lagi saja dari lutut pemuda belasan tahun itu.   Sedangkan pemuda belasan tahun itupun telah mengerahkan kekuatan lweekangnya, dia telah berusaha hendak menghantam perut Hong Tia Liang dengan keras.   Hong Tia Liang walaupun bagaimana merupakan seorang yang sangat berpengalaman serta memiliki kepandaian yang tinggi mengetahui bahaya yang tengah mengancam dirinya, cepat-cepat dia telah mengempiskan perutnya.   Di samping mengempiskan perutnya, dalam waktu yang hanya beberapa detik saja, diapun telah menghantam pemuda belasan tahun itu dengan tangan kanannya, ke dua jari tangannya, jari telunjuk dan jari tengah, telah dipentangnya, mengincar ke biji mata pemuda itu.   Pemuda belasan tahun tersebut menyadari juga walaupun dia berhasil buat menghantamkan lututnya ke perut Hong Tia Liang, akan tetapi jika dia memaksakan diri meneruskan serangan niscaya diapun akan menerima bencana yang tidak kecil, yaitu ke dua biji matanya akan dikorek keluar oleh jari telunjuk dan jari tengah dari orang she Hong tersebut.   Karena itu, pemuda ini tentu saja tidak mau bercelaka bersamasama dengan lawannya, terlebih lagi wanita yang berusia tigapuluh tahun lebih telah memperingatinya.   "Ji-jie, hati-hati!"   Pemuda belasan tahun tersebut batal dengan serangan lututnya, dia telah menarik pulang lututnya dan kemudian membarengi dengan hajaran tangan kanannya.   "Bukkk!"   Pinggang Hong Tia Liang kena dipukulnya dengan keras.   Hong Tia Liang sendiri terkejut melihat pemuda itu menarik pulang lututnya.   Sebenarnya orang she Hong tersebut bermaksud mempergunakan kesempatan itu buat melompat mundur.   Justru perhatiannya terpecahkan, belum lagi dia berhasil melompat mundur, pinggangnya telah kena dihantam begitu keras oleh pemuda belasan tahun itu.   Memang benar pukulan pemuda belasan tahun itu tidak terlalu dahsyat dan tidak bisa mematikan, akan tetapi Hong Tia Liang merasakan pingggangnya seperti juga ingin patah! Waktu dia meringis seperti itu justru pemuda belasan tahun tersebut telah membentak dan ke dua tangannya silih berganti telah menyerang lagi! Tenaga serangan yang dipergunakan pemuda belasan tahun tersebut semakin lama semakin kuat.   Rupanya setelah melihat bahwa serangannya pada pinggang Hong Tia Liang tidak membcrikan hasil dan tidak menyebabkan orang she Hong tersebut rubuh, dia jadi penasaran dan setiap serangannya telah ditambah dengan kekuatan lweekangnya.   Di antara berkesiuran angin serangan ke dua tangannya itu, tampak pemuda belasan tahun tersebut juga sekali-kali mempergunakan ke dua kakinya melakukan tendangan yang silih berganti.   Sesungguhnya Hong Tia Liang seorang jago rimba persilatan yang memiliki nama tidak kecil di dalam rimba persilatan di daratan Tiong-goan, akan tetapi sekarang dia seperti dipermainkan oleh seorang pemuda belasan tahun, dengan sendirinya dia jadi gusar bukan main.   Sepasang tangan Hong Tia Liang telah menyambar dengan kekuatan lweekang yang penuh karena sekali saja mengenai sasarannya, niscaya akan menyebabkan korban pukulannya menjadi terluka di dalam yang cukup berat dan parah.   Pemuda belasan tahun itupun rupanya menyadari bahaya yang mengancam dirinya, sehingga cepat-cepat dia telah merobah cara bertempurnya.   Jika tadi dia menyerang dengan beruntun, sekarang ini justru dia kerap kali lebih banyak mengelakkan diri dari serangan Hong Tia Liang.   Melihat perobahan cara bertempur dari pemuda belasan tahun tersebut, semangat Hong Tia Liang terbangun.   Diiringi oleh suara bentakan berulang kali yang sangat bengis sekali, dia telah menyerang semakin gencar.   Sedangkan ke empat orang kawan dari pemuda belasan tahun ini jadi berkuatir juga.   Mereka telah melihatnya bahwa tenaga serangan dari Hong Tia Liang selalu mengandung kekuatan lweekang yang kuat, juga sangat telengas sekali.   Sepatutnya pemuda itu bukan tandingan Hong Tia Liang.   Hanya saja disebabkan pemuda belasan tahun tersebut memang sangat tabah dan dengan sendirinya dia masih dapat memberikan perlawanan terus.   Sedangkan Hong Tia Liang sendiri semakin lama semakin bernafsu.   Apa lagi dilihatnya pemuda belasan tahun itu telah mandi keringat dan jatuh di bawah angin tanpa bisa membalas menyerang, membuat dia semakin gencar menyerang lawannya.   Sedangkan pemuda belasan tahun itu diam-diam mengeluh di dalam hatinya.   Diapun sangat mendongkol, karena dia berpikir bahwa Hong Tia Liang tentunya bukan sebangsa manusia baikbaik, dilihat dari cara menyerangnya yang memang telengas dan juga selalu mengincar bagian-bagian yang mematikan.   Setelah lewat lagi beberapa jurus, tampak pemuda belasan tahun tersebut mengeluarkan seluruh tenaganya, disertai seruan yang sangat nyaring, dia menerjang maju dengan sepasang tangan diputar bagaikan kitiran.   Hebat cara menyerang yang dilakukan pemuda itu.   Itulah serangan yang seperti juga pukulan nekad buat mengadu jiwa dengan lawan.   Hong Tia Liang yang tengah bergirang karena berhasil mendesak pemuda belasan tahun tersebut dan yakin pemuda itu akan dapat dirubuhkan, tidak memperdulikan serangan pemuda belasan tahun tersebut, malah waktu tangan si pemuda belasan tahun itu menyambar datang ke dekatnya dia telah menangkisnya dengan sampokan.   "Bukkk!"   Terdengar suara benturan yang keras sekali, disusul dengan suara seruan tertahan dari pemuda belasan tahun tersebut.   Tubuh pemuda belasan tahun itu terhuyung, dan akhirnya dia terjengkang ke belakang.   Ke empat orang kawan pemuda belasan tahun itu terkejut bukan main, malah oranq tua yang berusia limapuluh tahun lebih telah melompat akan memberikan pertolongan kepada pemuda belasan tahun itu.   Akan tetapi Hong Tia Liang di saat itu yang melihat adanya kesempatan baik buat dirinya, dia tidak mau mensia-siakannya.   Dia melompat sambil melancarkan pukulan dari jarak jauh.   Sedangkan pemuda belasan tahun itu waktu terjengkang ke belakang, juga tidak tinggal diam.   Begitu punggungnya menyentuh lantai segera dia bergulingan.   Setelah berguligan tiga tali, pemuda belasan tahun tersebut melompat bangun.   Pemuda belasan tahun tersebut yang merasakan berkesiuran angin serangan dari arah belakangnya, cepat sekali berjongkok dan tahu-tahu dengan jurus "Kuda Merah Marah Menendang", dia telah menyepak ke belakang.   Tendangan kaki pemuda belasan tahun ini justru menjurus ke arah selangkangan Hong Tia Liang.   Hati Hong Tia Liang terkesiap.   Dia tidak membayangkan adanya serangan seperti itu.   Akan tetapi karena sudah tidak keburu mengelakkan diri, Hong Tia Liang membatalkan serangannya, hanya saja tangan kanannya telah diturunkan, dan dia mencengkeram kaki dari pemuda belasan tahun itu.   Cekalan yang dilakukan Hong Tia Liang sangat kuat sekali dan membarengi dengan mana diapun telah menyentaknya, melontarkan tubuh pemuda belasan tahun itu.   Hati pemuda belasan tahun tersebut terkesiap kaget, waktu mengetahui bahwa kakinya telah kena dicengkeram oleh Hong Tia Liang.   Akan tetapi buat menarik pulang kakinya sudah tidak keburu.   Dalam keadaan seperti itu, dia merasakan Hong Tia Liang menyentak, membuat tubuhnya melayang ke tengah udara.   Celakanya Hong Tia Liang justru tidak melepaskan cengkeramannya, dia telah memutar tubuh pemuda belasan tahun tersebut.   Dengan demikian membuat pemuda itu terputar-putar di tengah udara dan merasakan kepalanya sangat pusing di samping matanya telah berkunang-kunang.   Orang tua yang berusia limapuluh tahun lebih yang bermaksud menolong, pemuda belasan tahun tersebut, juga telah melihat apa yang terjadi.   Dia melompat dan menghantam pundak Hong Tia Liang.   Tubuhnya berkelebat sangat cepat sekali, dan tangannya sangat sebat.   Yang luar biasa tenaga serangannya sangat lunak dan tidak menimbulkan suara sedikitpun juga.   Cuma saja, waktu akan tiba pada sasarannya, di waktu itulah tenaga serangan dari orang tua tersebut berobah sifatnya menjadi sangat keras dan kuat.   Hong Tia Liang yang tengah asyik memutar-mutar tubuh pemuda belasan tahun itu baru dapat merasakan menyambarnya angin serangan di saat kepalan tangan dari orang tua itu hanya terpisah beberapa dim saja dari punggungnya.   Sebagai seorang yang telah kawakan dan memiliki pengalaman yang cukup banyak di dalam rimba persilatan.   Hong Tia Liang tidak menjadi gugup.   Justru, dia telah menyentak tangan kanannya, membiarkan tubuh pemuda itu sebagai tamengnya.   Jika saja orang tua itu meneruskan serangannya, niscaya akan menyebabkan pukulan itu jatuh di tubuh pemuda belasan tahun tersebut.   Akan tetapi orang tua berusia limapuluh tahun itu memiliki mata yang celi, dia tidak meneruskan serangannya, karena menyadari bahwa yang terancam adalah jiwa dari kawannya sendiri.   Dia telah menarik pulang tangannya dan berbareng telah mendupak dengan mempergunakan kaki kanannya.   Sekali ini Hong Tia Liang sudah tidak bisa menghindarkan diri.   Tendangan yang dilakukan orang tua itu sangat cepat dan kuat sekali, mengenai pinggulnya.   Tidak ampun lagi tubuh Hong Tia Liang bergulingan di lantai, sedangkan cengkeramannya pada kaki pemuda belasan tahun tersebut terlepas.   Orang tua berusia limapuluh tahun lebih itu telah melompat membuntuti pemuda belasan tahun tersebut berdiri, kemudian memayangnya kembali ke meja mereka.   Setelah mendudukkan pemuda belasan tahun tersebut di kursinya, orang tua tersebut kembali menghampiri Hong Tia Liang.   Dengan sorot mata yang tajam sekali, orang tua itu mengawasi kepada Hong Tia Liang.   Hong Tia Liang waktu itu baru saja merangkak bangun berdiri dengan muka yang merah padam.   "Bagus! Kau pandai sekali main bokong seperti itu!"   Mengejek Hong Tia Liang dengan sengit dan gusar. Orang tua itu tetap membawa sikap yang sabar hanya matanya yang memancarkan sinar sangat tajam sekali.   "Hemmm, main bokong? Mana lebih baik, main bokong atau memang menghina seorang anak kecil yang tidak pantas menjadi tandingannya?"   Menyahuti orang tua tersebut dengan memperlihatkan senyum mengejek.   Hong Tia Liang dari malu jadi tambah gusar, karena itu tanpa mengucapkan sepatah perkataan pun juga, tubuhnya telah melesat menerjang kepada orang tua tersebut.   Dia mengerahkan lweekangnya pada ke dua tangannya, angin serangan itu menyambar bagaikan badai yang bergemuruh.   Orang tua tersebut berdiri dengan sikap yang tenang sekali.   Dia telah mengawasi meluncurnya tangan lawannya, dan waktu terpisah hanya beberapa detik saja, saat itulah orang tua tersebut bergerak lincah mengelakkan serangan itu.   Telapak tangan kanannya menepuk ke pundak lawannya.   Hong Tia Liang mengeluarkan suara tertahan.   dia telah berkelit ke samping dengan gerakan Rajawali Membuka Sayap.   Di mana sambil tubuhnya miring ke samping, dia telah mementangkan ke dua tangannya dan mencelat pergi.   Waktu itulah, orang tua berusia limapuluh tahun lebih tersebut telah mengeluarkan seruan.   Sedikitpun juga dia tidak ingin memberikan kesempatan kepada Hong Tia Liang buat memperbaiki kedudukan dirinya.   Orang tua itu menyusul dengan sepasang tangannya menyerang dengan cepat dan kuat sekali, namun tidak menimbulkan suara, karena memang orang tua berusia limapuluh tahun itu sengaja mempergunakan tenaga yang bersifat lunak.   Tetapi Hong Tia Liang telah menduga bahwa lawannya akan menyusuli dengan serangan hebat kepadanya.   Dia telah mengibas ke belakang dengan tangan kanannya tanpa menoleh lagi.   "Dukk!"   Tangan kanannya berhasil menyambut tangan orang tua tersebut.   Akan tetapi buat kagetnya Hong Tia Liang justru sampokannya itu malah membuat tubuhnya terjerunuk ke depan.   Hampir saja Hong Tia Liang kehilangan keseimbangan tubuhnya dan akan terjerunuk ke depan.   Beruntung Hong Tia Liang masih sempat buat mengimbangi keseimbangan tubuhnya.   "Hemmm, kepandaian seperti ini ingin dipertontonkan di hadapanku!"mengejek orang tua itu lagi. Dan dia melangkah ingin menyerang pula kepada Hong Tia Liang yang waktu itu telah berhasil berdiri tetap walaupun matanya terasa berkunang-kunang. Hong Tia Liang mengeluh. Jika memang orang tua tersebut benar-benar menyerangnya lagi, sedangkan dia sendiri belum dapat memusatkan seluruh kekuatannya. Dan rasa pusing di kepalanya belum lagi berkurang, pandangan matanya masih berkunang-kunang, niscaya hanya akan membuat dia jadi pecundang belaka. Dalam keadaan terancam seperti itu, Hong Tia Liang mengempos seluruh sisa tenaganya. Dan dia berusaha juga buat menghampiri kalau-kalau lawannya menyerang lagi. Sedangkan orang tua berusia limapuluh tahun lebih itu telah melangkah mendekati. Di waktu itu terlihat jelas, betapa pun juga, Hong Tia Liang memang bukan menjadi tandingan dari orang tua berusia limapuluh tahun lebih itu. Jika memang pertandingan itu dilanjutkan sampai beberapa jurus lagi, niscaya akan menyebabkan Hong Tia Liang sendiri yang menderita kerugian yang tidak kecil malah kemungkinan ada terluka berat atau terbinasa memang dia. Waktu itu orang tua berusia limapuluh tahun itu telah tidak jauh lagi terpisah dari Hong Tia Liang.   "Hemmm, sekarang kau siap-siaplah buat menerima seranganku lagi!"   Kata orang tua itu dengan suara mendesis dan sangat dingin sekali.   Ke dua tangan orang tua tersebut digerakkan buat melancarkan serangan.   Hong Tia Liang mementang matanya lebar-lebar, walaupun dia menyadari, bahwa dirinya bukan menjadi tandingannya orang tua tersebut.   Akan tetapi dalam keadaan terdesak seperti itu, dia telah mengerahkan seluruh sisa tenaganya.   Mendadak sekali berkelebat sesosok bayangan, disusul bentakan.   "Lihat serangan!"   Dan orang tua berusia limapuluh tahun tersebut merasakan menyambarnya angin serangan yang sangat kuat ke arah pundaknya.   Tanpa berayal lagi, orang tua itu memutar tubuhnya.   Dia memang tengah mengerahkan tenaga sinkangnya pada ke dua tangannya, dan sekarang menerima serangan bokongan seperti itu, dia mempergunakan tenaga yang telah disalurkan pada ke dua telapak tangannya tersebut buat menangkis.   "Brukkkk!"   Tenaga tangkisan dari orang tua itu saling bentur dengan tenaga penyerangnya, dan tubuh orang yang menyerang secara membokong tersebut telah bergoyang-goyang beberapa kali, akan tetapi tetap saja terdengar suara mengejeknya.   "Hemmm, kau ternyata memiliki kepandaian yang lumayan!"   Dan dia telah melompat lagi menyerang.   Penyerang gelap itu tidak lain dari orang tua yang menjadi sahabatnya Hong Tia Liang.   Dia rupanya telah melihat bahwa Hong Tia Liang tidak mungkin dapat menghadapi lawannya lagi.   Dan juga dia melihat Hong Tia Liang seperti telah kehabisan tenaganya, maka cepat-cepat dia melompat buat mewakili Hong Tia Liang menghadapi orang tua berusia limapuluh tahun lebih itu.   Kepandaian kawan Hong Tia Liang ini jauh lebih tinggi dari kepandaian Hong Tia Liang sendiri.   Orang tua yang berusia limapuluh tahun lebih itu sendiri telah merasakan bahwa lweekang lawannya ini berada di atas lweekang Hong Tia Liang, karenanya dia berlaku jauh lebih hati-hati.   Di saat itu terlihat betapa kawannya Hong Tia Liang telah mengeluarkan suara bentakan yang nyaring sekali dan ke dua tangannya dengan berbareng telah menyerang lagi silih berganti.   Di antara berkesiuran angin serangan tersebut, terlihat betapa orang tua limapuluhan tahun itu membentak."Tahan! Aku ingin bicara dulu!"   Kawan Hong Tia Liang sebenarnya telah menggerakkan ke dua tangannya, akan tetapi mendengar teriakan itu, dia telah menahan ke dua tangannya! "Apa yang ingin kau katakan?!"   Tanya kawan Hong Tia Liang dengan sikap mengejek.   "Hemmm, apakah engkau kuatir mampus di tanganku?!"   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Mendengar pertanyaan seperti itu, orang tua berusia limapuluh tahun lebih itu memperdengarkan suara tertawa dingin, kemudian dia menyahuti.   "Hemmm, disini tidak ada perkataan takut atau berani, akan tetapi yang ingin kukatakan justru di antara kita tidak terdapat permusuhan dan persoalan apapun juga, dan bentrokan tadi yang terjadi dengan kawanmu itu hanya disebabkan salah paham belaka! Jika memang kau tetap bersikeras hendak menarik panjang urusan ini, aku orang she Tung tidak bisa berkata apaapa!" Sedangkan kawan Hong Tia Liang telah tertawa mengejek.   "Tidak perlu kau bicara memutar seperti itu, tadi di saat engkau berada di atas angin, dan dapat mendesak hebat kepada kawanku, justru kau telah mendesaknya terus dengan serangan-serangan yang bisa mematikan. Karena dari itu, sekarang di saat kau berurusan denganku, Wie Sung Ie, ternyata kau menyadari bahwa kepandaianmu tidak ada artinya di mataku dan tidak mungkin engkau dapat menghadapiku. Dan karenanya engkau telah berusaha buat menyudahi saja pertempuran ini! Hemm! Hm! Mari maju! Mari maju! Mari kita mengukur kepandaian kita!"   Dan berkata sampai di situ, cepat bukan main dia telah menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya mencelat menyerang lagi kepada orang she Tung itu. Orang she Tung tersebut yang melihat Wie Sung Ie menyerang, juga tidak mau tinggal diam.   "Baiklah!"   Katanya.   "Kau terlalu memaksa!"   Wie Sung Ie tertawa mengejek waktu melihat orang she Tung itu telah mulai balas menyerang, karena dia pun telah melompat ke atas dan sepasang tangannya telah menyerang silih berganti.   Karena memang orang she Tung itu telah bermaksud balas menyerang, dia kali ini tidak berkelit, hanya menantikan tibanya serangan lawannya.   Dengan gerakan yang sangat manis sekali.   tubuhnya didoyongkan agak ke belakang.   Orang she Tung tersebut telah mengangkat ke dua tangannya, dia mendorong ke depan.   "Bukkk!"   Kuat sekali tenaga dorongan dari orang she Tung tersebut.   Wie Sung Ie sendiri tergetar akibat terjangan tenaga tangkisan dari lawannya itu.   Hanya saja, karena memang lweekangnya sangat tinggi dia tidak menjadi gugup, dan cepat sekali dia dapat menguasai keadaan dan balas menyerang.   Orang she Tung itu baru saja menyerang dengan sendirinya dia belum memiliki kesempatan buat menarik pulang ke dua tangannya.   Sedangkan serangan Wie Sung Ie telah tiba.   Dia jadi mengeluh, dan cepat membuang diri.   Celakanya, waktu dia tengah membuang diri seperti itu, tiba-tiba sekali datang serangan dari arah belakangnya.   Kiranya Hong Tia Liang telah dapat menguat dirinya, pening di kepalanya telah mulai berkurang sedangkan matanya sudah tidak berkunang-kunang lagi.   Waktu itulah Hong Tia Liang melihat betapa kawannya telah berhasil mendesak orang she Tung tersebut.   Tanpa membuangbuang waktu Hong Tia Liang telah melompat mendekati orang she Tung tersebut.   Waktu orang she Tung itu tengah melompat ke belakang, dia membarengi dengan serangannya.   Orang she Tung itu sudah tidak memiliki jalan lain lagi, karenanya dia hanya dapat menangkis.   Cuma saja disebabkan kuda-kuda ke dua kakinya sudah tidak kuat lagi karena waktu itu tubuhnya tengah melompat, dia tidak bisa menangkis dengan baik.   Sedangkan saat itu Hong Tia Liang telah menyerang dengan sekuat tenaganya.   "Bukkk!"   Tubuh orang she Tung itu terpental. Wanita setengah baya yang menjadi kawannya mengeluarkan seruan tertahan. Kemudian menoleh kepada gadis cilik di sampingnya dan kepada ke dua pemuda itu, katanya.   "Kalian hatihati, aku ingin menolong paman Tung kalian."   Dan setelah berpesan begitu, dengan gerakan yang ringan sekali, wanita setengah baya tersebut telah melesat kepada Hong Tia Liang, di saat mana sebenarnya Hong Tia Liang tengah bermaksud melompat menerjang lagi.   Di waktu itulah, menghantam.   cepat luar biasa wanita tersebut telah Hong Tia Liang di saat itu tengah bernafsu sekali buat menghantam lagi kepada orang she Tung itu.   Akan tetapi tiba-tiba dia melihat berkelebat sesosok bayangan, disusul dengan berkesiuran angin serangan kepadanya.   Karena dari itu, cepatcepat dia membatalkan maksudnya hendak menyerang orang she Tung itu, melainkan dia menghadapi serangan bokongan dari lawannya yang baru.   Waktu dia mengetahui bahwa yang menyerangnya itu adalah wanita kawan orang she Tung tersebut, Hong Tia Liang tertawa mengejek.   "Hemm, mengapa engkau membela laki-laki yang tidak punya guna seperti itu?"   Tegur Hong Tia Liang dengan suara mengejek.   "Baiklah aku akan memberikan saran kepadamu. Lebih baik engkau menjadi isteriku saja, kau tentu akan bahagia sekali!"   Dan setelah mengejek ceriwis seperti itu, tampak Hong Tia Liang telah tertawa bergelak-gelak dengan nyaring sekali.   Bukan main gusarnya wanita setengah baya tersebut.   Tanpa mengatakan suatu apapun juga tampak dia telah menggerakkan ke dua tangannya, dia menyerang dengan hebat sekali.   Tenaga serangannya itu ternyata tidak berada di sebelah bawah kekuatan orang she Tung, karenanya Hong Tia Liang tidak berani memandang remeh.   Hong Tia Liang pun mengempos semangatnya dia menangkis, kemudian membarengi menyerang lagi.   Kekuatan mereka rupanya berimbang.   Sedangkan Wie Sung Ie sendiri telah melompat ke dekat orang she Tung.   Dia tidak mau membuang-buang waktu lagi, cepat-cepat dia melancarkan serangan.   Orang she Tung tersebut rupanya baru saja dapat menguasai dirinya, dan menyadari akan bahaya yang mengancam dirinya.   Orang she Tung tersebut mengempos semangatnya, dan dengan mempergunakan sisa tenaganya, dia telah menangkisnya.   "Bukkkk!"   Terdengar suara benturan lagi yang sangat kuat.   Waktu tubuh orang she Tung itu terhuyung, justru Wie Sung Ie telah melompat dan menyerang pula dengan beruntun.   Orang she Tung itu dalam keadaan terancam bahaya yang tidak kecil.   Laki berusia enambelas tahun dan pemuda yang seorangnya lagi, serta si gadis cilik itu, yang menyaksikan keselamatan orang she Tung tersebut terancam, telah mengeluarkan suara seruan tertahan.   Dan mereka bermaksud akan bergerak buat memberikan pertolongan.   Akan tetapi belum lagi mereka bergerak, telah berkelebat sesosok bayangan yang sangat gesit sekali dari arah luar rumah makan itu, disusul dengan suara orang tertawa dan mengejek.   "Hai, hai, mengapa harus telengas seperti itu?"   Menyusul dengan ejekan tersebut, tampak sosok bayangan itu telah menggerakkan tangan kanannya.   Dia telah menangkis serangan Wie Sung Ie.   Tenaga tangkisannya tampak sangat perlahan, akan tetapi begitu tangan mereka saling bentur, seketika itu juga tubuh Wie Sung Ie terlempar ke belakang.   Rupanya tenaga tangkisan dari sosok tubuh itu walaupun tampaknya perlahan sekali, tokh kekuatan tenaga dalam yang dipergunakannya tersebut sangat hebat sekali.   Wie Sung Ie sendiri kaget tidak terkira.   Sama sekali di luar dugaan, bahwa orang yang baru datang itu dapat membuat dia terlempar seperti itu! Sesungguhnya Wie Sung Ie memang memiliki kepandaian yang tinggi.   Dan sekarang dia hanya dalam satu gebrakan telah dapat dibuat terpental seperti itu benar-benar membuat ia penasaran sekali.   Orang yang baru datang itu telah berdiri tegak dengan ke dua tangan bertolak pinggang, tidak hentinya tertawa.   Wie Sung Ie mementang matanya lebar-lebar dan dilihatnya orang tersebut tidak lain dari seorang pengemis tua yang bertubuh tegap.   Dengan gusar Wie Sung Ie telah mendelik dan membentak kepada pengemis itu.   "Pengemis bau! Mengapa kau mencampuri urusanku?"   Pengemis tersebut tertawa lagi, sikapnya acuh tak acuh.   "Hemmm, justru aku ingin bertanya, mengapa tanganmu begitu telengas?!"   Sambil berkata, si pengemis telah mengulurkan tangan kanannya, dia telah mengambil hio-lonya, di mana dia telah meneguk isinya, yang tentunya merupakan cairan arak. Kemudian sambil menutup tutup hio-lo tersebut, dia telah berkata lagi.   "Dan sekarang aku si pengemis tua yang tidak punya guna serta miskin, ingin meminta petunjuk darimu, ingin merasakan betapa telengasnya tanganmu itu?"   Sambil berkata begitu, si pengemis telah mencantelkan hio-lonya pada ikat pinggangnya.   Di waktu itu, tampak Wie Sung Ie sudah tidak bisa mempertahankan dirinya lagi, karena dilihatnya si pengemis tua tersebut seperti juga sudah tidak memandang sebelah mata kepadanya, dan ini membuat dia naik darah.   Karena dari itu, ketika melihat pengemis tersebut tengah mencantelkan hio-lonya pada ikat pinggangnya, tanpa mensia-siakan kesempatan itu, tampak Wie Sung Ie telah menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya telah mencelat gesit sekali, ke dua tangannya telah dipergunakan menyerang.   Beberapa meja dan kursi di dekatnya telah terbalik, akibat kuatnya angin serangan Wie Sung Ie.   Sedangkan si pengemis yang telah menolong orang she Tung itu membawa sikap yang tenang dan sabar, sama sekali dia tidak berusaha untuk berkelit dari serangan lawannya, malah dia telah berbalik tertawa dan mengawasi datangnya serangan lawannya tersebut.   Wie Sung Ie yang melihat lawannya tidak berusaha berkelit, dia berpikir di dalam hatinya.   "Hemm, walaupun engkau memiliki kepandaian yang sangat tinggi, tidak nantinya engkau dapat menghadapi seranganku ini dengan berdiam diri saja!"   Karena berpikir seperti itu, maka Wie Sung Ie telah mengempos dan menambah kekuatan tenaga serangannya.   Dan dikala itu tampak ke dua telapak tangannya telah berobah warnanya jadi memerah.   Sedangkan pengemis itu tetap tenang dan setelah telapak tangan dari Wie Sung Ie menyambar dekat, hanya terpisah beberapa dim, tiba-tiba si pengemis telah mengangkat tangan kirinya, dia menggunakan jari telunjuknya saja buat menyambuti! Wie Sung Ie terkesiap hatinya, dia kaget tidak terkira.   Mengapa? Karena cara menyerang yang dilancarkan oleh Wie Sung Ie merupakan ilmu yang agak sesat, yaitu ilmu yang mengandalkan kekuatan sinkang yang bersifat panas.   Karena itu, jika bertemu dengan seorang lawan yang tangguh dan lawan itu mempergunakan kekuatan satu jari, di mana seluruh kekuatan sinkangnya dikerahkan pada ujung jari telunjuknya itu dan juga memiliki lweekang yang tidak berada di sebelah bawah dari Wie Sung Ie.   Jika saja mengenai jalan darah Pai-tie-hiat, niscaya akan menyebabkan tenaga dalam dari Wie Sung Ie akan buyar.   Dengan demikian, berarti juga akan menyebabkan Wie Sung Ie terluka di dalam yang parah.   Wie Sung Ie mati-matian berusaha menarik pulang ke dua tangannya.   Sedangkan pengemis itu telah tertawa cekikikan dengan suara mengejek dan sikap yang memandang rendah kepada Wie Sung Ie.   Wie Sung Ie mendelik, bentaknya.   "Siapa kau sebenarnya?!"   "Aku? Akulah si pengemis miskin yang paling melarat di dalam dunia ini!"   Menyahuti si pengemis itu.   "Yang ingin kuketahui, di dalam Kay-pang kau terhitung sebagai pengemis yang menduduki tingkatan keberapa?"   Tanya Wie Sung Ie dengan suara yang mengandung kemarahan.   "Kukira tidak perlu kau bertanya seperti itu, karena kau bukan Tiangloku, dan kau tak memiliki hak bertanya seperti menghakimi diriku! Hemmm, atas kelancanganmu dengan sikapmu yang kurang ajar seperti itu, justru aku akan memberikan ajaran adat buatmu!"   Dan setelah berkata begitu, tanpa menantikan jawaban dari Wie Sung Ie, justru pengemis itu telah melompat dengan ringan sekali, sepasang tangannya bergerak secepat kilat.   Wie Sung Ie sendiri tidak bisa melihat cara bergeraknya pengemis itu.   Tahu-tahu dia hanya merasakan pipinya yang kiri dan kanan sakit bukan main, lalu mulutnya dirasakan seperti dihantam sesuatu yang sangat keras sekali.   Rupanya pengemis itu telah berhasil menempelengnya beberapa kali.   Sedangkan si pengemis itu sendiri telah melompat mundur lagi, sambil masih tertawa mengejek, dia telah bertanya lagi.   "Apakah kau masih berani bersikap kurang ajar terhadap anggota Kaypang?"   Bukan main murkanya Wie Sung Ie. Tadi dia telah kena ditempeleng seperti itu, karena .dianggapnya memang kurang waspada dan bersiaga. Karena dari itu sekarang Wie Sung Ie telah mengerahkan seluruh kekuatannya, dia mendesis murka.   "Aku akan membunuh dan mencincang tubuhmu, pengemis bau!"   Teriaknya dengan sikap kalap. Pengemis itu tertawa mengejek.   "Memang di dalam dunia ini tidak ada pengemis yang memiliki tubuh harum dan wangi bunga. Semua pengemis di dalam dunia ini tentu bau! Nah, kau dengan cara apa ingin mencincang diriku? Nah, silahkan, aku justru ingin melihatnya!"   Dan setelah berkata begitu si pengemis memperlihatkan sikap yang menantang sekali.   Sedangkan Wie Sung Ie tanpa membuang-buang waktu lagi telah melompat, di mana dia telah menyerang dengan mempergunakan ke dua tangannya.   Tenaga lweekang yang dipergunakannya sangat hebat sekali, karena sekarang dia tengah murka, akan tetapi dalam kemurkaannya dia juga berlaku waspada dan bersiap siaga.   Sedangkan si pengemis telah tertawa lagi.   "Hemm, rupanya mulutmu itu ingin minta dihajar lagi, bukan?"   Katanya mengejek.   Dan mata si pengemis telah mengawasi datangnya serangan dari Wie Sung Ie.   Sama sekali dia tidak bergerak dari tempatnya berdiri.   Dan waktu tenaga serangan dari Wie Sung Ie hampir tiba, di saat itulah tahu-tahu tubuh si pengemis telah mencelat lenyap dari hadapan Wie Sung Ie.   bagaikan bayangan belaka.   Dengan hati terkesiap Wie Sung Ie memutar tubuhnya.   Benar saja pengemis itu telah berdiri di belakangnya terpisah dua tombak lebih tengah mentertawai dirinya.   Di waktu itu tampak Wie Sung Ie sudah meluap kemarahannya, karenanya dia telah membentak lagi dan tubuhnya telah mencelat sangat gesit sekali.   Si pengemis juga sudah tidak mau mempermainkan lebih jauh.   "Kukira sudah tiba saatnya engkau menerima hajaran dariku!"   Bentak si pengemis.   Berbareng dengan bentakannya itu, tampak tubuh si pengemis telah berkelebat beberapa kali mengelilingi Wie Sung Ie.   Gerakan yang dilakukan pengemis itu benar-benar cepat sekali, karena Wie Sung Ie sendiri tidak bisa melihat jelas pengemis tersebut, di mana Wie Sung Ie melihat pengemis itu seperti telah menjelma menjadi empat orang pengemis yang sama dengannya, dan mengelilinginya.   Wie Sung Ie berusaha buat menghadapi serangan pengemis itu, dia memutar tubuhnya mengikuti gerakan si pengemis.   Akan tetapi memang kepandaian pengemis itu lebih tinggi dari kepandaiannya.   Setelah mengajak Wie Sung Ie berputar-putar beberapa saat, segera juga ke dua tangan pengemis bergerak.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Terdengar suara "Plakkk, plooookkk"   Berulang kali, muka Wie Sung Ie telah bengkak merah.   Orang she Tung yang melihat betapa mudahnya pengemis yang menjadi tuan penolongnya itu mempermainkan Wie Sung Ie.   Tanpa disadarinya dia telah bersorak memuji akan kehebatan pengemis itu.   Demikian juga halnya dengan wanita setengah baya itu, diapun telah tertawa dan mengejek kepada Hong Tia Liang, katanya.   "Lihatlah kawanmu seperti gentong nasi tidak punya guna!"   Hong Tia Liang sendiri tengah berdebaran hatinya, karena melihat Wie Sung Ie yang memiliki kepandaian jauh lebih tinggi dari kepandaian dia sendiri, dengan begitu mudah telah dapat dipermainkan oleh pengemis itu.   Jika memang Wie Sung Ie dapat dirubuhkan si pengemis, tentu dia sendiri tidak akan sanggup melayani si pengemis.   Karena berpikir seperti itu, telah membuat Hong Tia Liang jadi bertempur setengah hati dalam menghadapi wanita setengah baya tersebut, karenanya perlahan-lahan dia jatuh di bawah angin dan terdesak.   Sedangkan wanita setengah baya itu tidak mau membuang-buang waktu.   Diapun telah mendesak Hong Tia Liang dengan gencar.   Setiap serangan yang dilancarkan oleh wanita setengah baya itu selalu membuat Hong Tia Liang mundur berulang kali dan telah terdesak hebat.   Sedangkan Hong Tia Liang sendiri mengeluh di dalam hatinya.   Jika dia menghadapi terus wanita setengah baya ini dengan setengah hati, di mana perhatiannya terpecah, niscaya dia akan celaka.   Karena dari itu, Hong Tia Liang telah menetapkan hatinya.   Dia mengerahkan seluruh sisa tenaganya, dan dia juga telah berbalik menyerang kepada wanita setengah baya tersebut.   Setiap serangan yang dilancarkan memiliki kekuatan yang dahsyat, karena sekarang dia telah berhasil menenangkan dan mensatukan kembali pikirannya.   Wanita setengah baya itupun tidak bisa mendesaknya lebih jauh, dia hanya bisa sekali-sekali melancarkan serangan balasan, dan juga seringkali mengelakkan diri dan menghindarkan dari setiap serangan yang dilakukan Hong Tia Liang.   Waktu itu Wie Sung Ie sendiri telah mengeluarkan seruan atau lebih mirip jeritan kalap.   Tubuhnya melompat ke sana ke mari dengan cepat.   Sepasang tangannya menyerang serawutan di mana dia menghantam dengan sepenuh tenaga dan sekenanya.   Akan tetapi si pengemis tetap seperti mempermainkannya, bergerak dengan ringan dan lincah.   Setiap serangan yang dilancarkan Wie Sung Ie sama sekali tidak pernah mengenai sasarannya.   Hanya saja yang menjadi korban justru adalah meja dan kursi, yang banyak terbalik dan menjadi hancur.   Sedangkan pengemis itu, setelah mempermainkan sekian lama.   Akhirnya berkata dengan suara maupun sikap sungguh-sungguh, katanya.   "Dengarlah. Sekarang sudah tiba waktunya aku menghajar keras padamu!"   Wie Sung Ie yang mendengar perkataan pengemis tersebut, segera juga mementang matanya, sementara dia menunda serangan-serangan kalapnya.   Akan tetapi si pengemis bukannya menyerang malah telah berdiri tenang-tenang di tempatnya dengan bibir tersenyum simpul seperti tengah mentertawainya.   Wie Sung Ie jadi tambah kalap.   Dengan mengeluarkan suara bentakan kalap, dia telah menyerang lagi.   Tangan kanannya menghantam dengan hebat.   Pengemis itu sama sekali tidak berusaha menghindar.   Dia membiarkan dadanya itu dihantam.   "Dukkk!"   Keras sekali dada si pengemis telah dihantam oleh pukulan yang dilancarkan oleh Wie Sung Ie.   Sebenarnya pukulan itu sangat kuat sekali, akan tetapi bagaikan tidak berpengaruh apa-apa bagi diri si pengemis, yang tetap berdiri tegak di tempatnya.   Dada si pengemis keras seperti baja dan sama sekali tubuhnya tidak bergeming.   Malah waktu itu si pengemis telah tertawa dan berkata dengan sikap mengejek.   "Kau boleh pilih bagian yang terempuk di tubuhku si pengemis melarat!"   Katanya.   "Hemm, aku akan mengadu jiwa dengan kau!"   Berteriak Wie Sung Ie.   Dan berbareng dengan teriakannya itu, tubuhnya berkelebat menerjang lagi.   Sekali ini dia menyerang jauh lebih hebat, karena dia telah mempergunakan seluruh kekuatan tenaga dalamnya.   Setiap pukulan yang tadi dilancarkan oleh Wie Sung Ie seperti tidak dipandang sebelah mata oleh si pengemis.   Akan tetapi sekarang ini justru di saat Wie Sung Ie menyerang demikian hebat, si pengemis memperlihatkan sikap bertambah tidak memandang mata.   Dia tetap berdiri tenang-tenang di tempatnya, sama sekali tidak terlihat tanda-tanda bahwa dia akan mengelakkan diri dari serangan Wie Sung Ie yang hebat ini.   "Bukkk!"   Kembali pukulan dari Wie Sung Ie mengenai sasarannya, yaitu perut dari pengemis tersebut.   Akan tetapi yang kesakitan bukan si pengemis, justru Wie Sung Ie sendiri yang menjerit kesakitan sambil melompat-lompat, karena dia merasakan seperti memukul besi, dan kepalan tangannya itu berobah merah.   "Memang hebat tenaga pukulanmu, akan tetapi apakah engkau masih penasaran dan tidak mengakui bahwa engkau dalam satu jurus dapat kurubuhkan?!"   Ejek pengemis.   "Jika dalam satu jurus kau dapat merubuhkan aku, biarlah selanjutnya aku akan mengakui engkau sebagai guruku!"   Kata Wie Sung Ie dengan kemurkaan yang meluap dan diliputi oleh perasaan takut. Pengemis itu tertawa.   "Siapa yang kesudian mempunyai murid seperti engkau?!"   Kata si pengemis.   "Cis, aku juga tidak kesudian mempunyai murid yang tampangnya seperti kau. Yang terpenting engkau harus dihajar dengan keras karena ketelengasan tanganmu!"   Dan setelah berkata begitu, dengan cepat si pengemis melangkah maju mendekati Wie Sung Ie.   Sama sekali dia tidak memperlihatkan sikap mengancam, karena dia melangkah menghampiri dengan mulut tersenyum, seperti juga dia tengah bertemu dengan seorang sahabat lama.   Waktu itulah tampak Wie Sung Ie yang tegang sendirinya.   Dia telah bersiap-siap buat menghadapi segala sesuatunya.   "Kau sudah bersiap-siap buat menghadapi seranganku?"   Tanya si pengemis.   Wie Sung Ie hanya mendengus.   Si pengemis menghampiri lebih dekat.   Setelah terpisah hanya beberapa langkah, tampak pengemis itu mengangkat tangan kanannya.   Wie Sung Ie menduga si pengemis ingin menyerangnya, cepatcepat ia menggerakkan tangannya buat menangkis.   Akan tetapi ternyata pengemis itu bukan menyerang, melainkan dia menggaruk pahanya.   "Gatal!"   Katanya sambil nyengir.   Bukan main mendongkolnya Wie Sung Ie, tubuhnya sampai gemetaran.   Coba jika bukannya dia memang mengetahui bahwa pengemis ini sangat liehay dan kepandaian si pengemis berada di atasnya beberapa tingkat, jelas dia akan menerjang buat mengadu jiwa.   Sedangkan si pengemis telah bertanya lagi.   "Benar-benar kau sudah siap?"   Wie Sung Ie tetap tidak menyahuti, hanya matanya yang terpentang lebar-lebar.   "Nah, aku akan segera menyerang?"   Kata si pengemis.   "Kau bersiap-siaplah!"   Dan setelah berkata begitu, dengan cepat sekali ke dua tangan si pengemis digerakkan, dia telah menyerang.   Serangan yang dilakukannya aneh sekali.   Dia seperti juga ingin merangkul Wie Sung Ie.   Menyaksikan cara menyerang dari lawannya tersebut, membuat Wie Sung Ie sementara waktu berdiam diri saja tidak menangkis, karena dia yakin itulah serangan gertakan belaka.    Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung

Cari Blog Ini