Ceritasilat Novel Online

Pusaka Pedang Embun 16


Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong Bagian 16


Pusaka Pedang Embun Karya dari Sin Liong   Mata Liong Houw terbelalak, ia heran atas tingkah laku binatang laut yang aneh ini, tapi ia bisa menduga pasti setelah mundur ular ini akan menyerang tubuhnya, maka cepat-cepat Liong Houw membuka pakaian kulit macannya, ia akan menggunakan pakaian kulit macan itu sebagai senjata guna menutup kepala ular putih tadi, apabila kepala ular putih itu sudah tertutup dengan pakaiannya, dengan mudah Liong Houw akan segera menyabetkan rantai tasbihnya.   Baru saja pakaian kulit macan Liong Houw terlolos dari tubuhnya, tiba-tiba ular putih itu meluncur datang.   Tangan kiri Liong Houw yang memegang pakaian kulit macannya segera digerakkan, ia akan menghajar kepala ular itu dengan pakaiannya, tapi anehnya, si ular putih seakan tahu apa yang akan dilakukan Liong Houw, tiba-tiba saja gerakannya berubah, bukan kepalanya yang meluncur terus tapi buntut ular itu tiba-tiba melesat kebawah menyambar kaki Liong Houw.   Hampir saja terlambat, jika saja Liong Houw lengah, pasti kakinya terbelit oleh ular putih itu, sedang kepala ular tadi mengikuti arah buntutnya meluncur kebawah, kepala ular itu bergerak mencaplok benda vitalnya Liong Houw yang berbentuk ular pendek tergantung telanjang bulat.   "Kurang ajar, ular laknat,"   Teriak Liong Houw sambil mengelak kesamping menyelamatkan anggota vitalnya dari caplokan mulut ular.   Setelah serangannya mengalami kegagalan kembali, ular itu melesat meluncur menjauhi tubuh Liong Houw, kini ular putih itu menggelinding-gelinding di batu-batu karang.   Menampak kelakuan ular yang demikian mendongkolkan hati, dari hawa takut kini berubah menjadi hawa panas yang membara, ia segera melepaskan pegangan kalung tasbihnya juga pakaian kulit macannya yang dipegang ditangan kirinya ia buang keatas karang, kemudian dengan tangan kosong telanjang bulat Liong Houw perlahan melangkah mendekati ular yang sedang bergulingan.   Liong Houw sudah nekad, dengan tangan kosong ia akan membunuh ular itu, atau dirinya yang akan jadi santapan ular putih tadi, yah daripada dipermainkan oleh binatang, lebih baik mati, atau membunuh binatang itu lebih dahulu.   Ular yang bergulingan diatas karang-karang tadi mengetahui sang lawan mendekati kini mumbul keatas, dengan mendadak saja meluncur menyambar ke leher Liong Houw.   Dengan tangan kanan Liong Houw menangkap leher ular, dan dengan cepat berbarengan tubuhnya melesat kesamping menyambar buntut sang ular.   Setelah berhasil menangkap kepala dan buntut ular terasa telapak tangannya licin, perasaan jijik menyerang hatinya, hampir saja Liong Houw melepaskan cekalannya karena rasa jijik tadi, tapi dengan memeramkan matanya, ia membetot tubuh ular itu, ditariknya.   Cretttttttt.......   Dengan masih memeramkan matanya Liong Houw membetot terus tubuh ular itu sehingga dirasakan ular itu putus menjadi dua potong.   Begitu dia membuka matanya, tiba-tiba saja hampir jatuh ngusruk diatas karang saking kaget dan terkejutnya.   Hatinya berdebar-debar keras, darah didadanya dirasa bersembur keras, sedang matanya mendelik melihat apa yang berada ditangannya.   Lama Liong Houw mematung didalam air, ia menggigit bahunya sendiri, ternyata terasa sakit, ia bukan dalam keadaan mimpi.   Suasana didalam ruangan dibawah air yang tadi samar samar terang kini telah menjadi terang, tapi terang itu terang pudar memutih, bukan terang seperti cahaya lampu, tapi terang seperti beningnya air embun diwaktu pagi.   "Inilah Pedang Embun!"   Teriak Liong Houw dalam hati.   Ternyata ular yang tadi menyerang diri Liong Houw dan akhirnya tertangkap olehnya dibetot putus itu adalah jelmaan dari sebilah pedang yang menjelma menjadi ular, kemudian setelah terbetot oleh tenaga kekuatan Liong Houw, menjelma kembali menjadi sebilah pedang, kini ditangan kanan yang tadi merupakan kepala ular terpegang sebilah pedang putih memancarkan sinar putih bening laksana air embun pagi, sedang ditangan kiri tercekal sarung pedang.   Liong Houw meluruskan pedang itu keatas kemudian dikecupnya tubuh pedang tadi lalu ia memasukinya kedalam sarungnya kembali, lama ia tidak berani melepaskan pegangannya, kuatir kalau pedang itu kembali menjadi ular.   Setelah beberapa saat tidak ada perobahan, maka barulah ia menggigit pedang itu, dengan cepat ia mengenakan pakaian macannya, mendadak selembar wajah Liong Houw menjadi merah, dan tubuhnya seketika menjadi dingin.   Ia teringat kisah yang dibacakan Ceng-It Cinjin bahwa terciptanya pedang ini mengorbankan nyawa seorang gadis dan seorang ibu, maka mengingat itu wajahnya berubah merah seketika, ia teringat dirinya dalam keadaan telanjang bulat, seketika tubuhnya menjadi dingin, timbul pikiran takutnya kalau kedua arwah gadis dan ibu tadi menjadi setan, kuatir kalau-kalau pedang ini menjelma kembali menjadi setan penasaran yang akan menelan tubuhnya hidup-hidup.   "Maafkan !"   Kata Liong Houw dalam hati yang gemetar sambil memegangi pedang itu.   "Kedua arwah yang menciptakan pedang ini sesuai dengan sumpah terciptanya dan juga tidak mensia-siakan pengorbanan, maka aku akan menggunakanmu untuk membasmi segala macam setan dan siluman yang mengganggu ketertiban, demi keadilan dan kebenaran, terutama membela hak-hak kaum wanita lemah."   Setelah berkata begitu, Liong Houw menyisipkan pedang itu dibelakang gegernya, lalu memungut kembali rantai tasbihnya, dan berjalan keluar meninggalkan ruangan tadi.   Tapi baru saja ia meluncur berenang, tiba-tiba teringat sesuatu, ia kembali kedalam ruangan tadi memperhatikan keadaan sekitar tempat itu.   Aaaa......ternyata batu karang tempat ular tadi bergulingan, adalah sesosok kerangka manusia yang masih lengkap.   Hati Liong Houw bimbang, apakah kerangkakerangka ini ia angkat naik kedarat dan dikuburkan didaratan ataukah ia menggali tanah didasar laut ini memakamkan kerangka tadi.   Bummmm.......   Tubuh Liong Houw tergetar hebat, bunyi letusan pulau gunung api menggetarkan dasar lautan, keadaan ruangan itu kini mulai retak, belum lagi sempat Liong Houw berpikir terdengar pula dua kali suara letusan, bummm, ...   bummm ...   maka ambruklah langit-langit ruangan itu, entah dengan cara bagaimana tanpa disadari tubuh Liong Houw terdorong mumbul keatas, sedang ruangan itu telah ambruk mengubur kerangka-kerangka tadi didasar laut.   Suasana dipermukaan laut tambah panas, letusan-letusan pulau gunung berapi semakin gencar dan semakin keras, api yang keluar dari lubang kawah membuat keadaan disekitarnya memerah panas.   Bumm ...   bum ....   Ombak yang menggunung, mengombangambingkan kapal layar merah dipermukaan laut.   "Suhu, pulau itu akan segera meletus."   "Hmm, tutup mulutmu, jika tidak, kau akan kulemparkan kedasar laut !"   Bentak si nenek merah.   "Tapi....."   "Cukup! Jika pulau ini meletus sebelum bocah itu muncul, tidak ada gunanya kembali kedunia ramai, lebih baik mati bersama-sama disini, menjadi umpan ikan dari pada menjadi umpan manusia palsu penuh akal tipu muslihat licik......"   Bummm.....bummm......   bumm.......   Hampir dirasakan pecah kapal layar merah dibanting ombak yang ditimbulkan oleh letusanletusan pulau gunung berapi.   Liong Houw yang berenang menuju permukaan air dirasakan dadanya terhimpit oleh tekanan air yang menggempa akibat letusan pulau gunung api tadi.   Tenaganya diempos, seluruh latihan-latihan samadhinya diingatnya satu persatu, akhirnya ia berhasil menyatukan ingatan latihan samadhinya, maka dengan mengumpulkan seluruh kekuatan inti dari latihan-latihannya, tiba-tiba tubuhnya meluncur keatas dengan kecepatan laksana roket meluncur dari dasar laut meluncur kepermukaan laut.   Bummm...   ....   bummmm.....   Kembali gunung berapi meletus.   Ciuttttttt............   Melewati gulungan ombak yang menggunung tubuh Liong Houw meluncur keluar dari dalam air terus meluncur keudara, dengan berjumpalitan beberapa kali, tubuhnya meluncur turun dengan ringan diatas dek kapal layar merah.   Terdengar suara pujian-pujian anak kapal, memuji kepandaian si pemuda yang luar biasa mengagumkan.   "Cepat angkat sauh ....."   Teriak si nenek merah kemudian.   Bummmm,..........   blegurrrr......   Goncangan hebat ! Gunung berapi meletus, berhamburan letusan-letusan mengakibatkan gempa air yang luar biasa, kapal layar merah yang baru saja mengangkat sauhnya terlempar dibentur ombak yang menggunung, air laut memasuki dek kapal layar, kapal layar merah bergoyang, diombang ambingkan, para anak buah kapal porak poranda dek.   terpelanting berguling-gulingan diatas Bummm.........   "Liong Houw! Cepat pegang kemudi gantikan mereka......"   Teriak si nenek merah. Liong Houw yang tidak mengerti seluk beluk kapal, mendapat perintah si nenek ia menengok kekiri kekanan, glurrr......debur ombak menerjang tubuhnya, tapi si pemuda masih berdiri tegak.   "Hai, hai.......cepat....."   Teriak salah seorang wanita merah menggapaikan tangan kirinya kearah Liong Houw sedang tangan kanannya memegangi tali tiang layar.   Liong Houw cepat menghampiri wanita itu, lalu ia diajak naik keatas tempat kemudi kapal, disana beberapa orang wanita merah sedang memegangi kemudi, dengan terombang-ambingkan keadaan kapal yang terbanting-banting dihempas ombak.   "Cepat ambil alih!"   Teriak wanita merah yang sudah kepayahan menahan kemudi kapal. Liong Houw mengerti, ia segera mengambil alih kedudukan, segera dengan kedua tangannya, ia mengendalikan arah kemudi itu ! "Tetap arahkan ke utara,"   Teriak nenek merah dari atas geladak.   "Naikkan layar tengah........"   Tambah lama ombak tampak menggunung suara-suara letusan pulau api kian gencar, akhirnya lambat laun tak terdengar pula. Pulau gunung berapi yang menjulang megah di tengah lautan biru perlahan-lahan tenggelam, akhirnya lenyap ditelan air......   "Ah ya, bocah, dan serahkan kemudi kepadanya,"   Si nenek menunjuk kearah seorang wanita merah.   "Kau turut aku ke kamar."   Saat itu hari sudah gelap, keadaan angin laut tenang, suara deburan ombak yang memukulmukul buritan perahu terdengar lemah tidak sekuat ketika mereka baru berlayar mendatangi pulau Gunung Api, suasana kamar kapten terang benderang diterangi beberapa batang lilin-lilin besar yang dipasang di setiap dinding-dinding kamar.   Di tengah-tengah kamar tergantung lampu gantung yang memancarkan sinarnya.   Pakaian Liong Houw masih basah, rambutnya terurai sebatas bahu, matanya memancarkan sinar biru terang menatap si nenek merah yang duduk diatas kursi dengan diapit oleh empat orang pengawalnya.   "Bocah, coba perlihatkan Pedang Embun itu."   Berkata si nenek merah. Dengan masih berdiri tegak Liong Houw menjawab.   "Kau boleh lihat, tapi ingat! Kalian jangan bergerak dari tempat masing-masing, bila mana kalian main gila, jangan salahkan aku berlaku kejam dan tidak kenal budi."   "Mmm, kami tidak menuntut budi, tapi menuntut dilaksanakannya syarat yang pernah kau sanggupi."   "Ngg......."   Dengus Liong Houw. Dari belakang gegernya ia mengeluarkan pedang Embun. "Lihatlah! Lihat baik-baik....aaa..aa.... Jangan bergerak kalau tidak...."   Duduk! "Bocah!"   Potong si nenek.   "Cepat kau cabut pedang itu, aku ingin melihat pedangnya bukan serangka yang karatan...."   Srettt...... krelapppp... Pedang Embun keluar dari serangkanya, suasana dalam ruangan kapal yang terang benderang disinari sinar lampu, kini berubah terang pudar, demikian beningnya, sinar bening menembusi keluar ruangan.....   "Aaaaaaaaahhhhhhhhh......"   Terdengar suara keluh si nenek beserta keempat pengawalnya.   Apa yang mereka saksikan sungguh luar biasa, bentuk tubuh pedang itu tidak seperti pedangpedang biasa, berliku seperti bentuk keris, sedang warna pedang putih pudar dari sana tampak terotolan air yang menggenangi batang pedang.   "Embun.......... pedang berembun........."   Gumam si nenek merah.   Sreeettttttttt, kembali pedang embun masuk kedalam serangkanya, cepat Liong Houw menyelipkan kembali di balik gegernya.   Tapi baru saja tangannra bergerak, tiba-tiba si nenek merah dengan diikuti oleh keempat pengawalnya menyerbu kearah Liong Houw.   Serbuan mendadak ini membuat hati si pemuda terkejut, tapi dengan cepat ia jejakkan kakinya, clutt, brakkkkkkkkkk...   tubuh Liong Houw melejit keatas, menubruk langit-langit ruangan yang menjadi hancur berantakan, setelah lolos dari kamar itu Liong Houw turun terjun kedalam laut.   Si nenek merah yang tubrukannya mengenai tempat kosong, bukan cepat mengejar tubuh Liong Houw, tapi mereka tertawa berkakakan.   Sungguh ganjil kelakuan golongan Kupu-kupu merah.   Liong Houw yang terjun kedalam laut, ia dengan menggunakan ilmu amphibinya berenang menuju ke arah tujuan kapal layar, gerakan Liong Houw ternyata lebih cepat dari gerakan kapal layar merah, tubuhnya bagaikan kapal silam, kadang kala kepalanya mumbul dipermukaan air, kemudian lenyap kembali.   Akhirnya setelah ia menampak lampu-lampu para nelayan yang mencari ikan dimalam hari dengan tetap berenang dibawah air, ia menuju kedarat mencari tempat yang sunyi.   Liong Houw merebahkan dirinya telentang di pasir putih, sekali-kali ombak yang menggulung kepantai menggilas dirinya.   Lama ia memandangi bintang-bintang yang kelap kelip dilangit, pikirannya melayang-layang memikirkan jejak lenyapnya kedua orang tuanya.   Tiba-tiba melayang lima sosok bayangan mengurung dirinya, belum lagi Liong Houw mengetahui siapa yang datang, segulungan angin kuat menyambar kepalanya sedang empat bilah pedang menyerang datang menusuk perut, dada, leher dan paha kirinya.   Liong Houw memiringkan tubuh dengan kaki keatas ia melejit keudara, melewati kepala para penyerang gelap kemudian berdiri tegak ditepi pantai membelakangi para pengeroyok.   "Hmmm, jago-jago Hadramaut,"   Gumam Liong Houw, ia mengenali orang yang bertubuh hitam berbulu, berambut keriting, bercambang dan berkumis, dengan mengenakan jubah panjang warna putih berkalung tasbih.   Sedang sebelah mata kanannya sudah buta, itulah Habib yang pernah menempur dirinya didalam rimba dalam perjalanan kekota raja.   Hampir saja Liong Houw binasa ditangan jago itu.   "Hoiiiiii......."   Teriak lima orang jago Hadramaut.   "Darimana kau mengenali kami adalah jago-jago Hadramaut ?"   Tanya salah seorang diantara mereka. Ooo~d-dw~ooO   Jilid ke 14 HABIB yang menyaksikan keadaan Liong Houw dengan pakaian kulit macannya, ia tidak mengenali si pemuda adalah orang yang pernah membutakan sebelah mata kanannya, maka cepat-cepat membentak .   "Bocah gila ! Apakah kau melihat Kapal Layar merah mendarat?"   "Oh, kau ingin tahu tentang kapal layar itu? Tapi mengapa kalian tidak hujan tidak angin menyerangku." "Salahmu sendiri."   Berkata salah seorang yang dandanan dan bentuk tubuhnya sama dengan Habib.   "Dalam keadaan gelap begini kau masih mengenakan pakaian seperti itu, heheh, bukankah kau yang bernama Liong Houw yang menggemparkan rimba persilatan Tionggoan. Nah disini aku Faisal ingin mencoba kepandaianmu....."   "Faisal !"   Berkata seseorang yang bernama Balachmar.   "Tanyakan dulu tentang kapal Merah itu, baru kita coba-coba ilmu kepandaiannya."   "Hmm, betul ! Dimana kapal merah itu apakah kau melihatnya?"   Tanya salah seorang lagi yang bernama Alparisi.   "Baik, akan kujelaskan tentang kapal layar merah itu, juga tentang Pedang Embun, bukankah begitu ? Tapi sebelumnya aku ingin mengirimkan kalian keakherat lebih dulu, nanti diakherat kalian tunggulah, bila mencium bau harum dupa kemenyan, nah kalian dengar baik-baik suaraku disana, aku menceritakan semua pada roh-roh kalian melalui asap dupa kemenyan, haaaa........"   Setelah tertawa terbahak-bahak Liong Houw lalu melolosi kalung tasbihnya.   Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Bocah kurang ajar ! Kau akan segera merasai betapa hebatnya seorang jago Hadramaut!"   Bentak Alparisi.   "Aku sudah tahu kehebatan seorang jago Hadramaut, sampai-sampai matanya buta diserang oleh seorang kusir.......hahahaaaaa...."   Kembali Liong Houw tertawa mengejek.   Selagi Liong Houw masih tertawa, kelima jago Hadramaut bergerak, mereka membuat posisi mengurung, pada saat itu pula tanpa disadari Liong Houw menyabetkan rantai tasbihnya kebawah, ceett....   rantai itu membentur tanah berpasir, perbuatan itu dilakukannya sampai empat kali.   "Aaaaaaah........."   Kelima jago Hadramaut mundur lima tindak.   Lalu mereka memperhatikan kaki Liong Houw yang masih terendam air laut.   Perobahan gerakan itu membuat Liong Huow bersiap siaga, ia menduga bahwa dengan mundurnya lima jago, mereka sedang melakukan jurus pembukaan untuk menyerang.   Liong Houw tidak mengetahui bahwa gerakan menyabetkan rantai kalung tasbih tadi hingga memukul tanah pasir dipantai itu adalah satu cara untuk memunahkan ilmu kebal dari kelima jago Hadramaut, begitu pula kakinya yang tidak bersepatu itu membuat kelima jago Hadramaut terkejut.   "Hayo kalian manusia manusia, majulah."   Perusak keturunan Sambil berkata begitu tubuh Liong Houw melesat keudara, tangan kanannya memutarmutar rantai tasbihnya hingga menimbulkan suara mendengung-dengung diangkasa malam gelap gulita.   Lima jago Hadramaut serabutan menghindari datangnya serangan tasbih.   Tapi belum sempat lagi mereka tahu bagaimana Liong Houw bergerak, tiba-tiba terdengar lima kali suara ketrukan, dan terdengar suara jerit kematian diiringi suara deburan ombak memecah kesunyian.   Lima sosok tubuh menggeletak dengan masingmasing batok kepala mengucurkan darah.   Riwayat lima jago Hadramaut tamat di tangan Liong Houw.   Setelah mengetahui kelima jago Hadramaut dengan mudah dirubuhkan, ia segera mengalungkan kembali kalung tasbihnya, kemudian meninggalkan pantai.   Oo d w oO KEESOKAN harinya, pagi-pagi Liong Houw melanjutkan perjalanan menuju kebarat, melalui jalan-jalan pegunungan.   "Haaaa binatang ....."   Tiba-tiba terdengar sayupsayup suara orang memaki. Arah datangnya suara dari sebelah utara diluar rimba.   "Ayo cepat seret, bawa ia kekota raja serahkan pada Cong ciangkun ... ."   Liong Houw segera mengejar kearah datangnya suara itu, dengan ringan ia berlompatan diatas dahan-dahan pohon.   Tiba ditepi jalan disana nampak seorang yang berkepala besar, dengan kedua tangan dirantai sedang kepalanya dikalungkan rantai besi, sedang diseret-seret oleh seekor kuda.   Penunggang kuda yang menyeret orang kepala besar itu tidak lain adalah Sin-piauw Lok Kun, sedang orang yang tadi berteriak-teriak adalah Cie Tay Peng.   Si kepala besar dengan berlarian mengikuti seretan rantai yang ditarik oleh kuda yang ditunggangi oleh Sin-piauw Lok Kun sedang beberapa penunggang kuda lainnya dengan mengenakan seragam tentara menggiring dibelakang, kadang kala salah seorang tentara memecuti tubuh orang yang dirantai terseret-seret itu.   Liong Houw mengenali siapa orang itu, dia adalah si Gajah Dungkul Tiang-pie Lo twa Mo-mo, bekas anggota berandal Go-kong-nia berbalik insyaf memihak Pie-tet Sin-kay dalam pertempuran di kotaraja.   Kini tubuh Tiang-pie Lo-twa Mo-mo, sudah hitam dekil penuh debu sedang di beberapa bagian bajunya sudah koyak-koyak, darah mengucur dari sobekan-sobekan baju tadi.   Liong Houw duduk nongkrong diatas dahan pohon menunggu tibanya rombongan itu, begitu Sin-piauw Lok Kun yang menunggang kuda tepat berada dibawah, segera Liong Houw melejit turun dibarengi dengan kepalan tangannya menghajar batok kepala si Malaikat piauw Sin-piauw Lok Kun.   "Bletaakkkkkkk............"   Tak ampun lagi tubuh Sin-piauw Lok Kun terjungkel kebawah.   Sedang kuda tunggangannya meringkik-ringkik berlompatan.   Membuat keadaan Tiang-pie Lo-twa Mo-mo terseret-seret.   Begitu mengetahui siapa yang datang menolong, Tiang-pie Lo-twa Mo-mo segera menarik rantai, ia menahan larinya kuda, maka dengan cepat tubuhnya berguling ditanah mendekati bangkai Sin-piauw Lok Kun, segera dari sana ia merabaraba saku bajunya, dari sana mengeluarkan sebilah kunci lalu ia membukai kunci rantai yang mengikat leher dan kakinya, kemudian duduk numprah di tanah, tampaknya si gajah dungkul Tiang-pie Lo-twa Mo-mo sudah kehilangan tenaga.   Cie Tay Peng begitu menampak bayang loreng tiba-tiba meluncur turun, dibarengi oleh terjengkangnya Sin-piauw Lok Kun dari atas kudanya, dengan menggunakan sepasang senjata piannya menubruk kearah Liong Houw.   Liong Houw yang kini bukan lagi Liong Houw pada tiga tahun yang lalu, begitu menampak datangnya serangan angin, ia segera memapaki datangnya serangan sepasang pian dengan kedua tangannya, membetot pian yang tergenggam ditangan Cie Tay Peng, kemudian senjata yang sudah berhasil direbutnya itu ditusukkan kembali ke jalan darah didada Cie Tay Peng, maka terjadilah adegan senjata makan tuan, mulut Cie Tay Peng menyemburkan darah, tubuhnya roboh terjengkang.   Beberapa tentara kerajaan yang mengawal rombongan tawanan, menyaksikan betapa sang jago andalan mereka dengan mudah dirobohkan oleh bocah berpakaian kulit macan, lebih-lebih mereka telah mendengar bahwa bocah ini pernah berani menerobos penjara di bawah tanah, dengan sendirinya nyali-nyali mereka menjadi ciut, lalu memutar kuda mereka lari serabutan meninggalkan arena pertempuran.   Selesai memberesi kedua lawannya, Liong Houw menghampiri Tiang-pie Lo-twa Mo-mo, yang masih duduk numprah ditanah dengan lesu.   Tiang-pie Lo twa Mo mo segera menceritakan hal ikhwalnya ia sampai tertangkap dan diseret-seret oleh Sin-piauw Lok-kun.   Ternyata tenaganya telah dibuyarkan oleh obat yang berbau harum, begitu hidung si gajah dungkul mencium itu bau yang disemburkan dari telapak tangan Cie Tay Peng, maka segera tubuhnya dirasakan lemah tidak bertenaga.   Setelah mendengar keterangan itu segera Liong Houw menghampiri mayat Cie Tay Peng, ia merogoh saku mayat itu, dari saku mayat itu, dari sana mengeluarkan sebotol kecil yang berwarna ungu.   Kemudian dari dalam botol itu, ia mengeluarkan sebutir pel berwarna jingga, pel itu tidak menimbulkan bau apapun, ia sodorkan kepada si gajah dungkul.   Si gajah dungkul yang tenaganya lenyap ia tidak mau ambil perduli lagi apakah obat itu racun atau pemunah racun yang membuat tenaganya lenyap, maka segera menelan pel tadi.   Tak lama tubuhnya mengucur keringat, cepatcepat Tiang-pie Lo-twa Mo-mo bersila, ia memeramkan matanya bersemadhi.   Tak lama tampak butiran-butiran keringat berwarna ungu menetel turun.   Setelah menetelkan keringat ungu tadi; semangat Tiang-pie Lo-twa Mo-mo bangun kembali, tenaganya dirasakan pulih, jalan pernapasannya normal.   "Aaaaah .... untung kau datang, kalau tidak aih, sulit untuk diramalkan."   "Saudara Mo-mo, kau hendak kemana ?"   Tanya Liong Houw. Tiang-pie Lo-twa Mo-mo sambil menggibrik gibrikan pakaian yang kotor penuh debu berkata.   "Sebetulnya aku sedang menguntit gerak gerik kelima jago Hadramaut, mendadak saja berjumpa dengan mereka, dan akhirnya aku berhasil ditawan."   "Mari kita masuk jalan hutan, agar tidak banyak buang tenaga menghadapi para kurcaci."   Setelah berkata begitu Liong Houw berjalan memasuki hutan rimba diikuti oleh Tiang-pie Lotwa Mo-mo.   Baru saja berjalan beberapa langkah, tiba-tiba terdengar suara tertawa yang berkakakan.   Liong Houw menatap mengangkat pundak.   sang kawan, ia Tak lama terdengar suara bentakan .   "Bocah... ternyata kau belum mampus!"   Dibarengi dengan terdengarnya kata-kata itu, dihadapan mereka telah berdiri seorang yang mengenakan jubah merah.   "Hm, murid murtad! Hari ini kalau aku Liong Houw tidak dapat memotes batok kepalamu orang she Leng-leng, aku tidak mau panjang umur lagi."   Kata Liong Houw sengit.   "Haaaa, huaaaa, haaaaa..."   Leng-leng Pak-su tertawa berkakakan.   "Bocah, ilmu apa yang kau dapatkan dibawah jurang, haaaaa......uhhh......huhhhhh......."   Tiba-tiba suara tertawa Leng-leng Pak-su tersumbat, disusul dengan terdengarnya suara pletak-pletok dua kali.   Ternyata ketika Leng-leng Pak-su tertawa berkakakan, Liong Houw dengan kecepatan kilat menggerakkan kalung tasbihnya, menghajar kedua pundak Leng-leng Pak-su, sedangkan Leng-leng Pak-su hanya menampak dua kali kilatan putih menyambar dipundaknya, belum lagi ia bisa berbuat apa-apa kedua tulang pundak sudah remuk.   "Ngggg....."   Dengus Liong Houw.   "Selama bertahun-tahun kau menyiksa suhu dilembah Imbu-kok, hingga orang tua itu tersiksa, hanya karena kau ingin mendapatkan peta Pedang Embun ! Kau manusia tidak berbudi...."   Baru saja Liong Houw berkata sampai disitu, Leng-leng Pak-su yang kedua tulang pundaknya remuk mengetahui bahwa ia tidak bisa menggunakan ilmu silatnya, maka cepat melesat lari meninggalkan tempat itu.   Tapi gerakannya terlambat, karena tangan si Gajah dungkul Tiangpie Lo-twa Mo-mo dengan kecepatan kilat meluncur memanjang menangkap kaki Leng leng Pak-su kemudian dibanting.   "Saudara Mo-mo patahkan sebelah kakinya!"   Perintah Liong Houw. Bletakkkk. Kaki Tiang pie-twa Mo-mo menjejak tulang kering Leng-leng Pak-su hingga remuk.   "Eehhh....kau...... bunuh....... bunuhlah, cepat jangan menyiksa demikian....."   Keluh Leng-leng Pak-su. Liong Houw tertawa berkakakan, lalu katanya .   "Justru aku ingin menyiksamu, agar kau merasakan betapa sengsaranya Thian-lam-it lo Kak Wan Kiesu cianpwee tersiksa selama beberapa tahun......haaaa... he, eh....ya, setelah kau mewarisi ilmu angin puyuh Kak Wan Kie-su cianpwee, kau menjabat wakil kaucu perkumpulan Ko-lo-hwe ... he he setelah Ong Pek Ciauw membuka tabir kedok perkumpulan itu, kau kembali ke lembah Im-bu-kok menyiksa Kak Wan Kiesu cianpwe.... Mo mo, copot daun telinganya."   Si gajah dungkul Tiang pie Lo twa Mo mo, dengan kepalanya yang besar itu menganggukkan kepala, lalu sebelah tangannya menahan batok kepala Leng-leng Pak-su sedang tangan kanannya mencengkeram daun telinga sebelah kanan dan cluppp.....daun telinga itu nyoplok dibetot.   "Aaahhhhh..."   Terdengar suara rintihan Lengleng Pak-su, darah mengucur membasahi tubuhnya.   "Hmmm ... ."   Dengus Liong Houw. "Cepat kau bunuh! Bunuhlah, jangan kau hina aku demikian rupa?"   Terdengar ratap sedih penuh penderitaan dan kesengsaraan menahan gusar dan malu dari Leng-leng Pak-su.   "Aku sudah tua, kau jangan keterlaluan menyiksa diriku....."   "Kau ingin cepat mati?"   Berkata Liong Houw.   "Mudah, itu mudah ... tapi ingatkah kau kepada sepasang Pendekar Budiman Thio Ban Liong, bagaimanakah cara kematiannya? Huh ... ."   "Ia mati tidak disiksa seperti aku,"   Potong Lengleng Pak-su.   "Hah, jadi kau tahu bagaimana cara matinya Thio Ban Liong ?"   Bentak Liong Houw.   "Cepat kau ceritakan, jika kau ingin cepat mampus tanpa penderitaan."   Leng-leng Pak-su segera menceritakan tentang lenyapnya pendekar budiman Thio Ban Liong.   Ternyata sesudah Thio Ban Liong menjadi anggota perkumpulan Ko-lo-hwee, ia mengetahui bahwa perkumpulan itu adalah perkumpulan yang dipimpin oleh seorang iblis berkedok ksatria, maka ia berusaha untuk membasmi perkumpulan tersebut.   Tapi tindakannya terlambat, karena pada sebelum ia melakukan pemberontakan terhadap perkumpulan itu, para sahabat yang terdiri dari beberapa orang ketua-ketua partai membocorkan rahasianya, melaporkan kepada Leng-leng Pak-su tentang itikad pemberontakannya.   Leng-leng Pak-su yang setelah mendapat info itu segera mengadakan pembersihan di kalangan anggota Ko-lo-hwee, pada malamnya dengan membawa beberapa anggota yang terkuat ia menyatroni rumah Thio Ban Liong, disana ia berhasil meringkus Thio Ban Liong dengan anaknya yang baru berusia tiga tahun, sedang istri Thio Ban Liong dengan membawa anak bayinya berhasil meloloskan diri.   Ketika dalam perjalanan menuju markas besar Ko-lo-hwee, ditengah jalan terjadi penghadangan oleh para ketua-ketua partai Siauw-lim-sie, Butong-pay, Ceng-san-pay, Go bi-pay, Kong-tong-pay, dan si Tosu siluman Liok Hap tojin.   Menghadapi keroyokan tokoh-tokoh kuat, akhirnya Leng-leng Pak-su tidak dapat menyelamatkan jiwa Thio Ban Liong dengan beberapa kali menerima tusukan pedang dan golok, tubuh Thio Ban Liong menjadi rebutan para ketua partai dan si tosu siluman.   Melihat itu Lengleng Pak-su tidak mengerti tindakan gila dari para ketua partai memperebutkan tubuh Thio Ban Liong yang telah menjadi mayat.   Putra Thio Ban Liong berhasil ditolong oleh sesosok bayangan hitam.   Dengan mengorbankan beberapa anggota Ko-lo hwee, akhirnya Leng-leng Pak-su berhasil membawa lari mayat Thio Ban Liong kemarkas Kolo-hwee, setelah diperiksa dengan teliti ternyata ditubuh Thio Ban Liong tidak terdapat benda yang berharga hanya sebilah pisau berukiran burung Hong.   Dengan adanya kejadian itu Leng leng Pak-su segera menyerap-nyerapi berita tentang kejadian aneh tindakan para ketua partai, ternyata pada Thio Ban Liong terdapat peta tentang tersimpannya Pedang Embun, dan ia juga mengetahui bahwa suhunya Thian-lam-it-lo Kak Wan Kie su mengetahui hal ihwal peta pedang itu, maka setelah rahasia lenyapnya Thio Ban Liong secara misterius itu hampir terbongkar oleh Sin-kiongkiam Ong Pek Ciauw yang menemukan sebilah pisau berukiran burung Hong, maka perkumpulan itu bubar, sedang Leng-leng Paksu bersama keempat muridnya Lie Ceng San, To Houw An, Liauw Hong dan Su-mo Tok-liu kembali ke lembah Im-bu-kok, dimana kebetulan Thian-lam it-lo Kak Wan Kiesu sedang bersemedhi, dengan menggunakan kesempatan itu, Leng-leng Pak-su menyerang gurunya sendiri dengan ilmu pukulan angin puyuh hingga sang guru menderita jalan darah masuk api.   Dan akhirnya muncul Liong Houw kelembah Im-bu-kok, dengan siulannya membunuh empat murid Leng-leng Pak-su, tapi ia sendiri pingsan dipukul ilmu angin puyuh Lengleng Pak-su.   Setelah bercerita sampai disitu, tiba-tiba Liong Houw membentak.   "Cukup, selanjutnya kau tahu dimana jejak isteri Thio Ban Liong ?"   "Aku tak tahu, ia berhasil meloloskan diri."   "Siapa kaucu Ko-lo-hwee?"   Bentak Liong Houw.   "Aku tidak tahu, ia selalu mengenakan kerudung mukanya, ilmu kepandaiannya dua kali lipat lebih tinggi dari ilmu kepandaianku, aku berhasil dikalahkannya hanya dalam dua jurus, maka mulai saat itu aku tunduk dibawah perintahnya." "Hmmm..."   Dengus Liong Houw.   "Nah, baiklah, sekarang tiba waktunya aku akan mengirim kau keakherat..."   "Ya, ya... cepatlah, aku tidak tahan menderita seperti ini......."   Bletakkkk......crottttt......otak berhamburan dari kepala Leng-leng Pak-su, tubuh tua itu kelejetan, kemudian tak bergerak nyawanya melayang melaporkan ke Giam-lo ong ! Menyaksikan sikap Liong Houw yang seperti itu, hati Tiang-pie lo-twa Mo-mo bergidik.   Ia bisa membayangkan, dengan adanya keterangan Lengleng Pak-su, rimba persilatan akan geger, partaipartai yang turut dalam pengeroyokan Thio Ban Liong pasti akan mendapat pembalasan.   Setelah menamatkan riwayat Leng-leng Pak-su, dengan senyum Liong Houw menoleh kearah Tiangpie Lo-twa Mo-mo, lalu katanya .   "Saudara Mo-mo sampai disini kita berpisah."   "Kau hendak ke mana saudara Liong ?"   Tanya Tiang-pie-lo-twa Mo mo terharu.   "Aku akan kedesa Lip-cun, ingatkah saudara Mo-mo, disana pernah dititipkan sebuah kereta, dengan kereta itu aku akan menjelajahi gunung, memasuki hutan rimba membuat perhitungan kepada partai-partai yang tersangkut dalam peristiwa pembunuhan ayahku, juga mencari jejak ibuku, kukira ia masih hidup.......mudah-mudahan Tuhan mempertemukan kami ibu dan anak....."   Tidak terasa dua tetes air mata menetes turun dipipi Liong Houw.   Dengan menelan mengangguk kepala.   ludah Tiang-pie Lo-twa oodwoo Tiga tahun, Thio Thian Su mendapat gemblengan dari Ceng-it Cinjin, kini ilmu kepandaiannya telah maju pesat lebih-lebih ilmu tenaga dalamnya, bahkan kini ia sudah bisa memainkan jurus ilmu Pedang Guntur.   "Thian Su,"   Terdengar Ceng-it Cinjin berkata .   "Tiga tahun sudah kumenggembleng dirimu untuk memperdalam ilmu silat serta tenaga dalammu, ternyata semua jerih payahku tidak sia-sia, kini kau sudah mahir memainkan ilmu pedang guntur, pergunakanlah kepandaianmu untuk membela keadilan dan kebenaran, sedapat mungkin kau jauhkan semua dendam-mendendam yang tidak akan habis-habisnya, nah hari ini masih pagi baik untukmu, segera melakukan perjalanan turun gunung, guna mengamalkan ilmu yang kuturunkan."   "Suhu ... teecu ... teecu ... ?"   "Ayah ibumu?"   Potong Ceng-it Cinjin. Thio Thian Su mengangguk. Ceng-it Cinjin mengurut-urut jenggotnya mengangguk-angguk, baru berkata . ia "Thian Su, tentang orang tuamu.....dialah si Pendekar Budiman Thio Ban Liong."   Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Aaaaaaaa .... suhu .... ka ... kalau begitu ... Liong Houw adalah adik teecu ...   "   Kata Thio Thian Su terputus-putus, tubuhnya agak gemetar.   "Hmm ...   kukira sudah waktunya kalian bertemu.   Selama ini aku merahasiakan hubungan kalian, agar kalian masing-masing bisa memperdalam ilmu dengan giat, tanpa mendapat gangguan dari musuh-musuh kalian, nah menurut pirasatku, si bocah Liong Houw itu tentu sudah mendapatkan sesuatu yang luar biasa, kau awasilah dia! Ia memiliki sifat keras seperti ibumu ...   ."   "Tapi .... bagaimana dengan keadaan ayah-ibu yang lenyap? Apakah suhu mengetahui hal itu?"   Tanya Thio Thian Su. Ceng-it Cinjin menghela napas lalu katanya .   "Kau berhasil kuselamatkan, tapi ayahmu sudah terlambat, waktu aku tiba, ayahmu sudah mandi darah, untung masih dapat menyelamatkan dirimu ...   "   "Siapa, siapa yang membunuh ayah ?"   Teriak Thio Thian Su histeries.   "Aku kurang jelas, karena waktu itu malam hari, keadaan cuaca gelap, yah sudahlah, pergilah kau turun gunung, cari adikmu Liong Houw, mungkin ia mengetahui siapa yang melakukan pengeroyokan tapi ingat, jangan kau umbar hawa nafsu dendammu, kalau dapat apa yang bisa dimaafkan maafkan, jangan sampai timbul dendam mendendam yang tiada habisnya."   Ceng-it Cinjin sebetulnya mengetahui jelas siapa-apa yang turut dalam pengeroyokan ayah Thio Thian Su, tapi ia tidak mau menjelaskan yang sebenarnya, sedapat mungkin orang tua itu berusaha melenyapkan dendam kesumat dari satu generasi kelain generasi.   Setelah pamitan dengan gurunya, Thio Thian Su meluncur turun gunung, meninggalkan puncak gunung Liong houw-san.   Ketika baru saja Thio Thian Su turun gunung, dirimba persilatan terjadi kegemparan hebat, seorang pemuda berpakaian kulit macan dengan menggunakan pedang pusaka Embun telah melakukan dua kali pembasmian terhadap partai Kong-tong-pay dan Ceng-san-pay, tidak seorangpun diantara mereka berhasil lolos dari cengkeraman maut Pedang Embun.   Partai Siauw-lim-sie, Kun-lun-pay, Swat-sanpay, Go-bi-pay dan para jago-jago rimba persilatan mengerahkan kekuatan untuk menangkap si pemuda yang menamakan dirinya Liong Houw, yang dianggap menjadi biang bencana rimba persilatan.   Tapi jejak si pemilik pedang embun sungguh misterius, datang dan lenyapnya tak diketahui orang, jejak kereta biru lautnya, datang dan pergi seperti angin.   Dimana kereta itu tiba disitulah terjadi banjir darah.   Belum lagi para jago-jago dari berbagai partai berhasil menemukan jejak si pemilik pedang embun, telah tersiar lagi berita tentang mengamuknya Liong Houw membunuh seribu orang anggota Sam-ie-hwee Pat-houw di Thian-makwan, rombongan golongan Sam-ie hwee Pat-houw di bawah Tong-hong Hong yang juga mencari jejak si pemilik pedang embun dengan membawa dua barisan Thiat-kek-kun yang terkenal ganas berusaha mencoba merebut Pedang Embun dari tangan si pemuda, tapi ternyata mereka bukanlah tandingan Liong Houw, mereka datang hanya menyerahkan jiwa diatas tajamnya pedang Embun, tidak seorangpun luput dari maut Tong-hong Hong sendiri tubuhnya sampai belah tujuh bagian.   Berita yang sangat mengejutkan itu membuat para ketua-ketua partai ciut nyali.   Mereka mengetahui sampai dimana kelihaian barisan Thiat-kek-kun dari Sam-ie-hwee Pat-houw, toch berhasil ditumpas oleh si pemilik Pedang embun, dengan adanya peristiwa itu, semua partai menarik kembali anggota-anggotanya untuk siap siaga menjaga diatas gunung masing-masing.   Suasana rimba persilatan menjadi sunyi, tak tampak lagi orang-orang kang-ouw yang berkeliaran, mereka semua jeri menghadapi amukan si pemilik Pedang Embun, mereka tidak mengerti, apa sebab musababnya si pemilik pedang embun menjadi demikian ganasnya juga tidak bisa menjajaki alasan dari si pemilik Pedang Embun, karena tindakan-tindakannya sungguh membingungkan.   Lebih-lebih para jago yang telah mengenal baik diri Liong Houw menjadi pusing kepala menghadapi problema yang ditimbulkan oleh Liong Houw.   Hari itu keadaan hawa udara panas sekali, sang surya mencorong ditengah langit biru, di dalam rimba tidak jauh dari jalan menuju kekota Cee647 lam-hu, terdengar beberapa kali suara guntur memecah suasana disiang hari.   Dari arah utara meluncur mendatangi sebuah kereta biru laut ditarik oleh empat ekor kuda, si kusir mengenakan pakaian kulit macan dengan rambut gondrong sebatas bahu.   Itulah kereta maut, ketika si kusir dengar suara guntur yang menggema angkasa didalam rimba, segera memutar keretanya.   Si kusir kereta yang bukan lain adalah si pemilik Pedang Embun Liong Houw, begitu mendengar suara guntur disiang hari, ia sebagai seorang jago muda yang sudah berpengalaman, mengetahui itu bukanlah suara guntur yang sebenarnya, tapi adalah suara sebilah pedang, Pedang Guntur milik Ceng it Cinjin, karena rasa ingin tahunya, ia segera mendatangi tempat itu.   Berjalan tidak berapa lama, roda kereta berhenti bergerak.   Ditengah lapangan tampak seorang pemuda yang bukan lain adalah Thio Thian Su sedang menggerak-gerakkan pedangnya yang menimbulkan suara guntur, sedang bertarung sengit dengan seorang tosu.   Menampak si tosu itu Liong Houw cepat lompat dari keretanya, seraya membentak ;   "Liok Hap tojin ! Tosu binatang !"   Mendengar suara makian, kedua orang yang bertempur segera menghentikan gerakan mereka.   "Aaaaaa... adik Liong... ."   Teriak Thio Thian Su. "Huh bocah sialan, eeh, kau pemilik pedang embun?"   Liok Hap tojin uring-uringan. Bleeegurrrrr.   "Hahaaa, haaa......bocah ! Pedang bangpakmu tidak ada gunanya lagi, aku tidak takut dengan suara guntur, ha, haaa kau harus ketahui dengan menghisap darah wanita sebanyak seribu orang, maka ilmu pedangmu sudah tidak ada gunanya, haahaa......ehh, kau terimalah kematianmu......"   Berkata Liok Hap tojin sambil tertawa besar.   Ternyata latihannya selama ia menghisap darah gadis-gadis adalah khusus untuk mendapatkan kekuatan guna menghadapi pedang guntur Ceng-It Cinjin, yang kini sudah diwariskan pada Thio Thian Su.   Pedang guntur belum kuat untuk mengalahkan Liok Hap tojin ! "Tosu siluman ! Kau jangan bergirang lebih dulu."   Bentak Liong Houw.   "Pedang Embun ini akan mencincang tubuhmu menjadi berkepingberkeping untuk membalaskan dendam sakit hati para gadis yang telah kau cemarkan......."   Giliran Pedang embun yang harus turun tangan! "Huh! Anak ingusan mau pidato didepan bapak moyangmu....."   Liok Hap tojin membentak, dibarengi dengan meluncur sinar merah dari telapakan tangannya. Menyambar tubuh Liong Houw.   "Hmm... ilmu basi kau hendak pertunjukan dihadapanku,"   Ejek Liong Houw.   "hayo keluarkan ilmu siluman halimun dan api yang membakar, sebelum tubuhmu kucincang!"   Dibarengi dengan kata-katanya Liong Houw mencabut pedang embun dari serangkanya.   "Bocah! Kau menggunakan ilmu siluman, itu... Itu bukan pedang! Ular!..... oh!... Ular! .. Eeee ..Pedang,...Pedang ... berembun?!....Aya, kau main ilmu siluman apa? Ular!....ular!"   Sambil berkata Liok Hap tojin mundur beberapa tindak, sebagai seorang ahli ilmu siluman, kini dihadapannya menampak sebilah pedang yang sebentar berupa pedang, kemudian sebentar pula berubah menjadi ular...   keringat dingin Liok Hap tojin mengucur deras.   Thio Thian Su yang menyaksikan tingkah laku Liok Hap tojin yang mendadak seperti orang sepeleng, pedang yang berada di tangan Liong Houw sebentar dikatakan ular, sebentar dikata pedang, ia menjadi heran tidak kepalang, memang badan pedang berbentuk berlekuk liku, tapi jelas itulah pedang, hanya tampak tubuh pedang itu terotolan bergelimangan titik-titik air embun bening, dari butiran-butiran embun itu mengeluarkan cahaya putih yang bening.   Jelas itulah pedang! Liong Houw pun agak bingung menyaksikan kelakuan Liok Hap tojin.   Pedang di tangannya semenjak dikeluarkan dari serangkanya tetap pedang, tidak pernah berubah menjadi ular, tapi bagaimana si tosu siluman mengatakan pedang itu ular ? Lalu pedang ? Tapi cepat Liong Houw teringat pengalamannya didasar laut, ketika ia menghadapi serangan ular putih yang ternyata adalah Pedang Embun.   Maka dengan tertawa berkakakan ia berkata .   "Liok Hap tojin, kau lihat ular ini, buntutnya bukan yang mengarah matamu ? Kalau kepalanya kulepaskan, ia segera akan mencaplok kepalamu...... Liok Hap tojin, inilah ular jelmaan roh-roh wanita yang menjadi korban kebuasanmu... haaaa...."   "Ampunnn......dewi, ampun dewi maafkan hamba ......"   Rintih Liok Hap tojin ketakutan.   Kini dimatanya benar-benar menampak seekor ular putih menyambar-nyambar tubuhnya setelah mendengar kata-kata Liong Houw tadi.   Tiba-tiba segumpal awan mendatangi, keadaan dalam rimba itu menjadi gelap, bertepatan pada saat itu, tubuh Liok Hap tojin lenyap, diangkasa nampak seekor binatang yang berkepala berkumis, bertubuh panjang melingkar-lingkar.   Cepat-cepat Liong Houw melemparkan Pedang Embun kearah binatang itu, ceppppbrukkkkkkkk........ouwwwwwww...............   Tubuh Liok Hap tojin yang lenyap kini jatuh ambruk ditanah dengan dada tertembus pedang embun, sedang awan hitam yang menutupi tempat sekitar itu lenyap, dan binatang panjang berkumis juga lenyap.   Permainan siluman Liok Hap tojin berakhir diujung Pedang Embun ! Dengan langkah lebar Liong Houw menghampiri mayat Liok Hap tojin, kemudian mencabut pedang embun yang tertancap didada si tosu siluman.   Setelah Liong Houw mencabut pedang itu ternyata tidak membawa noda-noda darah, pedang itu tetap bersih, disana masih tampak butiranbutiran air embun.   "Adik Liong."   Sapa Thio Thian Su melangkah mendekati Liong Houw.   Sambil menyarungkan pedangnya, Liong Houw berbalik menghadapi Thio Thian Su.   Sedang kedua tangan Thio Thian Su segera menyambut balikan tubuh Liong Houw, ia memegang kedua pundak Liong Houw, air mata menetes dari pelupuk mata Thio Thian Su.   oodkzoo MENAMPAK sikap Thio Thian Su, Liong Houw hanya berdiri bengong.   "Kau.....adik....."   Ucap Thio Thian Su terharu.   "Kau adikku ......kita putra ayah..........Pendekar budiman........"   "Aaaaaa....."   Kejut Liong Houw.   "Apa? Apa yang kau ucapkan tadi, ulangi ulangi........"   "Kita putra pendekar budiman Thio Ban Liong."   Kata Thio Thian Su memberikan keterangan yang lengkap, ia menyebut nama ayahnya dengan jelas, agar Liong Houw dapat segera mengerti apa yang diucapkannya. Mendengar ucapan berdebaran ......... itu, hati Liong Houw "Adik....."   Thio Thian Su yang sudah tidak tahan menahan gelora emosinya segera memeluk Liong Houw dengan erat.   Pelukan itu membuat Liong Houw segera menyadari, kini ia benar-benar berjumpa dengan kakaknya, maka cepat memeluk sang kakak dengan mengucurkan air mata.   Dan katanya terisak .   "Kakak.......tak kusangka kau kakakku, pertemuan kita selama ini.....kita tidak kenal satu sama lain, tak kusangka, kita adalah dua saudara yang telah terpisah akibat kekejaman-kekejaman orang-orang rimba persilatan..... hingga tak kenal saudara sekandung, kau...... apakah gurumu pernah menerangkan dimana jejak ibu... .?"   Thio Thian Su yang berusia lebih tua tiga tahun, ternyata dapat segera menahan gejolak hatinya, ia mengajak Liong Houw mencari tempat duduk di bawah sebuah pohon, lalu katanya .   "Suhu tidak mengetahui jejak ibu, hanya ayah......"   Thio Thian Su menyeka air mata yang menetes turun dipipinya.   "Ayah binasa......dalam pengeroyokan, dan aku berhasil diselamatkan suhu ketika mereka mengeroyok ayah......"   "Aku tahu....."   Potong Liong Houw, ia mengertak gigi.   "Ayah... ayah binasa dalam pengeroyokan orang-orang partai rimba persilatan, waktu itu ayah dalam tawanan orang-orang Ko-lo-hwee, tibatiba saja orang-orang itu disergap oleh beberapa ketua-ketua partai, Siauw-lim-sie, Bu-tong, Gobie dan beberapa manusia durjana."   Selanjutnya Liong Houw menceritakan dengan sejelas-jelasnya apa yang ia dengar dari keterangan Leng-leng Pak-su wakil kaucu Ko-lo-hwee sebelum dibunuh mati olehnya. "Hmmm....."   Gumam Thio Thian Su setelah mendengar penuturan Liong Houw.   "Kalau begitu, kita harus cepat pergi ke Go-bie-pay dan Siauwlim-pay untuk meminta penjelasan mereka tentang kematian ayah......"   "Tidak perlu penjelasan !"   Kata Liong Houw marah.   "Yang kita perlukan pembalasan dendam! Dendam berdarah itu harus dilunasi dengan darah."   "Adik......."   Kata Thio Thian Su sambil menarik napas.   "Kita harus menyelidiki lebih dulu kebenaran kata-kata Leng-leng Pak su, jangan sampai kita salah tangan, hingga dendam mendendam turun temurun yang tak ada habisnya, betul Leng-leng Pak su telah mengakui perbuatannya, tapi apakah keterangan tentang pengeroyokan partai-partai itu benar, apakah tidak sebaliknya kalau Siauw-lim dan partai lain, mereka menghadang untuk memberi bantuan pada ayah......"   "Hah, apakah ucapan orang yang mau mati bisa bohong!"   Selak Liong Houw sengit.   "Adik, ada orang datang."   Tiba-tiba Thio Thian Su bangkit dari duduknya, ia memperhatikan berkelebatnya sesosok bayangan putih yang memasuki rimba.   "Omitohud,"   Terdengar suara menyebut nama Budha, didepan mereka telah tampil seorang hweeshio.   "Aaaaa.....Siauwhiap ! Kau? Selamat bertemu kembali, selama beberapa tahun tampak kepandaian Siauwhiap lebih maju ... ."   Ia menoleh kearah mayat Liok Hap Tojin yang menggeletak. "Waktu itu, lohu tidak sempat untuk mengucapkan terima kasih yang selayaknya atas bantuan Siauwhiap menyelamatkan jiwa lohu .."   "Kau,"   Kata Liong Houw.   "Bukankah hweeshio dari kelenteng Liong ong bio?"   Kau "Betul! Lohu Swat Louw Hosiang ketua kelenteng Liong ong-bio."   "Nggg......"   Dengus Liong Houw.   "Liong ong-bio ? Tentunya kau murid salah satu partai rimba persilatan."   "Betul! Lohu murid Siauw-lim-sie."   Mendengar ucapan itu wajah Liong Houw berubah, sinar matanya berkilatan, memancarkan sinar pembunuhan ! Hawa angkara murka dari keganasan Pedang Embun ! "Totiang!"   Selak Thio Thian Su cepat.   "Apakah totiang mengetahui tentang peristiwa pembunuhan atas diri ..."   "Thio Ban Liong ... ."   Potong Liong Houw. Swat Louw Hosiang melangkah mundur setindak, ia menatap wajah kedua anak muda dihadapannya, menatap wajah Thio Thian Su, kemudian menatap wajah Liong Houw yang menampangkan wajah pembunuhan.   "Kalian berdua ... wajah kalian mirip dengan dia ..."   Kata Swat Louw Hosiang.   "Keledai gundul!"   Bentak Liong Houw.   "Partaimu juga turut dalam pembunuhan itu?" "Aahhh ..."   Kejut Swat Louw Hosiang, wajahnya pucat pasi.   "Sabar ... ."   Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kata Thio Thian Su ketika melihat gerak gerik Liong Houw yang sudah seperti orang kemasukan setan.   "Kau totiang, apakah mengetahui peristiwa itu?"   Pedang Embun membawa hawa pembunuhan ! Pedang Guntur mengandung unsur kesucian dan penjernihan ! "Hmm, memang lohu mengetahui, malam itu, kami ... ."   "Kalian mengeroyok ayahku yang sudah tidak berdaya!"   Bentak Liong Houw.   "Kau anak kurang ajar !"   Tiba-tiba Swat Louw Hosiang membentak Liong Houw, ia sudah kehilangan sabar.   "Kau kira aku takut menghadapimu? Meskipun bukan tandinganmu, tapi aku bersedia adu tenaga dengan bocah kurang ajar."   "Adik Liong, tenanglah,"   Kata Thio Thian Su.   "Totiang maafkanlah adikku ... menurut keterangan Leng-leng Pak-su, kalian partai-partai rimba persilatan turut mengeroyok pada malam itu, apakah ..."   "Omitohud.....   "   Swat Low Hosiang menyebut nama budha.   "Fitnah ! Binatang itu pandai main fitnah. Kami tidak pernah mengeroyok ayah kalian, tapi kami berusaha menolong Thio Ban Liong dari penculikan orang-orang Ko lo-hwee, tapi terlambat. ..." "Kalau begitu, mengapa hal ini kalian tutup rapat, hingga tak ada orang lain yang mengetahui latar belakang pembunuhan itu ?"   Tanya Liong Houw sengit.   "Terpaksa ! Karena iblis itu....."   "Iblis? Iblis apa lagi?"   Potong Liong Houw.   "Kaucu Ko-lo-hwee ! Terpaksa kami tutup mulut, jika tidak....ah, bukankah kau Thio Thian Su murid Ceng-it Cinjin? Mengapa orang tua ini selama itu menutup rapat rahasia terbunuhnya Thio Ban Liong ? Padahal ia sendiri mengetahui seperti apa yang kami ketahui? Bukankah kau diselamatkannya ? Tapi mengapa selama ini tidak menceritakan hal itu kepadamu?"   "Haayaaa....."   Thio Thian Su terkejut.   Bahkan Liong Houw juga dibuat sadar oleh keterangan Swat Louw Hosiang.   Mengapa, ia pernah bertemu dengan Ceng-it Cinjin cianpwe dikampung Lip Cun, mengapa Ceng-it Cinjin tidak menjelaskan kalau ia dan Thio Thian Su adalah kakak dan adik.   Mengapa ? Mengapa orang tua itu menutup rahasia ini? Padahal ia mengetahui bahwa Liong Houw adalah putra bontot Thio Ban Liong.   "Apakah totiang tahu sebab-sebabnya?"   Tanya Liong Houw lunak. Swat Louw Hosiang tersenyum katanya.   "Itu disebabkan, karena kami dan Ceng-it cinjin cianpwee mempunyai rasa setia-kawan yang tebal terhadap ayahmu, kami menutup rahasia ini, purapura tidak tahu, agar jangan sampai keturunan satu-satunya Thio Ban Liong yang berhasil diselamatkan oleh Ceng-it Cinjin juga terbunuh oleh iblis laknat itu. Kalian harus menyadari, bahwa dari sekian banyak sahabat-sahabat ayahmu, tentu ada yang tidak bisa menahan emosinya hingga membuka rahasia tentang hidupnya keturunan Thio Ban Liong, untung gerakan Ceng-it Cinjin tepat pada waktunya, hingga dalam keadaan gelap mereka tidak menyadari kalau kau, Thio Thian Su sudah diselamatkannya. Ah, memang Thian maha adil, ternyata kau juga masih hidup, tak kusangka, pemuda gondrong yang pernah menyelamatkan jiwaku dari tangan maut Sin-piauw Lok Kun cs dikelenteng Liong-ong-bio adalah putra kedua Thio Ban Liong."   "Totiang,"   Potong Thio Thian Su.   "Apakah ibuku... ."   "Ibumu,"   Potong Swat Louw Hosiang.   "Menurut keterangan ketua kami ia....ia waktu itu diculik Kun-se-mo-ong Teng Kie Lang, bersama anak bayinya yang baru berumur tiga bulan.... tapi.....kau Liong Houw ternyata selamat, mungkin...."   "Jelas ibu menjadi korban Kun-se-mo-ong!"   Potong Liong Houw.   "Jika tidak tentu ibu masih hidup bersamaku."   "Apakah totiang tahu, dimana jejak Kun-se-moong Teng Kie Lang?"   Tanya Thio Thian Su.   "Pantas selama ini suhu memerintahkanku untuk menguntit jejaknya."   Swat Louw Hosiang mengkerutkan kening, lalu katanya .   "Iblis itu sudah beberapa bulan ini tidak muncul dirimba persilatan, jejaknya lenyap secara tiba-tiba."   "Eh ... ya ... apakah totiang mengetahui asalusulnya golongan Kupu-kupu merah?"   Tanya Liong Houw.   "Itulah!"   Kata Swat Louw Hosiang.   "Lohu ditugaskan oleh ketua partai untuk pergi ke Kun Lun dan Bu-san untuk mengundang Pek-bie Locow dan Kim-ce Lonnie untuk berkumpul di Siauw-limsie mendiskusikan golongan itu. Tidak tanduk mereka sangat misterius, mereka telah menghancurkan markas berandal Go-kong-nia, bahkan beberapa hari yang lalu, mereka membunuh para perwira dan jenderal Cong dikotaraja, Bu-tong dibumi hanguskan, bahkan Go bie dihancur-leburkan, kalau ditilik dari tindakantindakan mereka, golongan Kupu-kupu merah adalah golongan orang-orang gila. Yang tidak menentu arah tujuan hidupnya. Entah mereka itu dari perempuan-perempuan macam apa yang menjelma menjadi demikian rupa? Sebaiknya kalian berdua juga hadir dalam pertemuan ini, karena kami juga mengundang beberapa tokohtokoh rimba persilatan lainnya. Hmmm, lohu dengar berita yang menggemparkan, kau Liong Houw juga sudah menghancurkan Kong-tong dan Ceng-san-pay, aih......urusan akan menjadi rumit.............."   Tiba-tiba terdengar satu suara yang bergelombang disalurkan dengan kekuatan tenaga dalam. "Kong-tong .... dan....Ceng san-pay.....juga terdiri dari manusia serakah berhati srigala ... jangan percaya ucapan Keledai Gundul itu ....!"   Dibarengi dengan berakhirnya suara itu dari atas udara melayang secarik kertas putih. Liong Houw cepat menyambar kemudian diperhatikannya, kertas tadi.   "Huahhh. Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang."   Swat Louw Hosiang cepat merebut kertas tadi, dan diperhatikannya dengan teliti, tampak wajah Swat Louw Hosiang berubah, lalu katanya .   "Iblis itu juga akan hadir. Nah, kalian bawa kertas ini, tunjukkan pada ketua Siao-lim, agar kita bisa siapsiap menghadapi kedatangannya."   Setelah berkata begitu ia memberikan kertas tadi kepada Thio Thian Su, lalu melesat meninggalkan mereka.   "Kakak Thian Su, apakah kau tahu jalan menuju Siauw-lim-sie ?"   Tanya Liong Houw. Thio Thian Su mengangguk katanya .   "Siauw-lim sie digunung Siong-san, ayo cepat kita kesana !"    Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Saputangan Berdarah Karya Kho Ping Hoo Perangkap Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini