Pusaka Pedang Embun 8
Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong Bagian 8
Pusaka Pedang Embun Karya dari Sin Liong Hal itu Liong Houw juga tidak menyadarinya bahwa ilmu yang pernah dilatihnya didalam lembah air terjun adalah ilmu yang sangat luar biasa, hingga ia tidak terpengaruh oleh segala macam ilmu sihir, ataupun ilmu uap beracun pencabut nyawa Kun-see-mo-ong. Ketika matanya ditatap oleh sinar mata Habib, ia juga tidak mau kalah, ia balas menatap pandangan mata itu dengan pandangan matanya yang bercahaya kebiru-biruan. Dua sinar mata bentrok satu sama lain. Habib mengetahui ilmu sihirnya tidak mempengaruhi jiwa Liong Houw, berkata dingin dan serak . "Hai, bocah kau hebat ! Siapa gurumu? Ilmu apa yang kau miliki ?" 0)0od^wo0(0 Jilid ke 07 DENGAN kecerdikan otaknya Liong Houw sudah menduga tepat bahwa kawan-kawannya sudah terpengaruh oleh tatapan sinar mata Habib hingga lupa diri, katanya . "Mmm......kau tak perlu banyak tanya lekas normalkan kembali kawan-kawanku." "Haa, huaa......" Habib tertawa, lalu katanya. "Kau hebat, tidak terpengaruh ilmu sihirku...... tapi ilmu silatmu masih belum apa-apa, ha, ha ...... kau bukan tandinganku, dalam segebrakan kau pasti bisa terjungkal mampus ditanganku." Selesai ucapannya, Habib menggerakkan tangannya menyambar tubuh Liong Houw, dengan jurus yang ia tadi gunakan untuk membanting si pemuda. Tapi kali ini ia kecele, Liong Houw yang sudah waspada, bukanlah lawan enteng yang bisa dibuat jungkir balik dengan jurus tipu silat dari Hadramaut. Begitu melihat tangan kanan Habib yang hitam berbulu meluncur menyambar pergelangan tangan kirinya, sedang tangan kiri Habib nyelusup kebawah pahanya, berbarengan pada saat tubuh dan serangan tangannya hampir mengenai sasaran, tangan kanan Liong Houw segera meluncur ke-arah iga kiri Habib. Habib yang merasakan sambaran angin pukulan kearah iganya, dibiarkan serangan tangan kanan Liong Houw mengenai sasarannya, ia meneruskan serangan tadi. Tapi mendadak serangan kepalan tangan Liong Houw berubah, ia menarik kembali serangannya, mengelakkan datangnya serangan Habib, melejitkan tubuhnya keudara, ditengah udara kepalan tangan kanannya menghantam batok kepala Habib. Bletak.......... Terdengar suara kepalan tangan Liong Houw, terbentur batok kepala Habib. Kaki kiri Habib amblas ketanah sebatas dengkul, tubuh Liong Houw mental keudara, ditengah udara Liong Houw jumpalitan, ia berhasil turun ketanah berdiri tegak, kembali berhadapan dengan si jago dari Hadramaut. Habib segera mencabut kaki kirinya yang amblas ketanah. Masing-masing hati dari dua jago saling memuji atas kehebatan ilmu yang dimiliki. Diam-diam Liong Houw terkejut, pukulannya yang bisa menghancurkan batu-batu gunung, bisa meremukkan kepala macan, tapi kali ini membentur batok kepala orang ini tidak menunjukkan hasil apa-apa, Habib hanya amblas sebelah kakinya kedalam tanah, sedang tubuhnya melayang mental keudara akibat benturan tadi. "Aaaiiihyaaah......pukulanmu hebat," Kata Habib serak memecah kesunyian. "Tapi tidak ada gunanya terhadapku, hai aku tidak ada tempo untuk melayanimu," Lalu ia menoleh menatap kearah Lie Eng Eng, kemudian kearah Ho Ho dan akhirnya kepada Thio Thian Su kemudian berkata serak dan kaku . "Kalian bertiga, ambil senjata masing-masing bunuh orang ini!" Lie Eng Eng, Ho Ho dan Thio Thian Su yang sudah terpengaruh pandangan sinar mata Habib, segera bergerak mengurung Liong Houw. Lie Eng Eng mencabut pedang Ang-lo po-kiam yang masih menancap ditanah, lalu menyerang Liong Houw. Thio Thian Su dengan pisau-pisau terbangnya menghujani jalan darah ditubuh Liong Houw, sedang Ho Ho dengan gerakan-gerakan jurus si pengemis kelaparan minta derma, bergerak-gerak kekiri kanan menyerang tubuh Liong Houw, gerakan-gerakan itu sangat memusingkan kepala Liong Houw. Mendapat serangan serentak dari tiga orang, Liong Houw cepat melejitkan tubuhnya keudara, ia tidak mau memapaki atau membalas serangan itu, ditengah udara ia berteriak . "Hei, hai! Ho Ho......kau gila? Tahan serangan kalian !" Ho Ho dan kedua orang lainnya yang sudah terpengaruh oleh sugesti ilmu sihir Habib tidak menghiraukan peringatan Liong Houw, mereka terus dengan gencar menghujani Liong Houw dengan serangan-serangan maut. Liong Houw dengan lincah berlompatan keudara, melesat sana sini mengelakkan serangan-serangan itu, tubuhnya melayang tinggi turun berdiri diatas dahan pohon. Menengok kearah Habib, setelah memerintahkan ketiga suyetnya membunuh Liong Houw, berjalan menghampiri Liu Ing. Tangan kanannya yang kasar berbulu mengelus-elus pipi licin Liu Ing, tangan kirinya mengelus-elus rambut si gadis, setelah itu tubuh gadis itu dipeluknya erat, nampak Habib terbungkuk-bungkuk menciumi pipi, kening dan leher Liu Ing. Mulut Habib berkemak kemik ditelinganya Liu Ing membisiki sesuatu. Mata Liu Ing mendadak berbinar jalang, menatap wajah Habib tangannya segera bergerak merobek pakaian bawahnya, ia singkirkan pakaian bawah itu, tampak pahanya si gadis yang putih kekuningkuningan, setelah mana tangan Liu Ing bergerak menyelusuri tubuh Habib yang penuh bulu dengan mesranya. Habib mengangkat tinggi jubahnya, pahanya yang penuh bulu digeser-geserkan kepaha Liu Ing, nampak mata Liu Ing merem melek merasakan pahanya disentuh-sentuh paha berbulu Habib, tangan Liu Ing bergerak terus menyelusuri tubuh Habib, napas si gadis tersengal, hawa birahinya memuncak. Tangan Habib mengelus-elus tubuh Liu Ing terus turun kebawah, menekan pinggul Liu Ing erat sekali, membuat si gadis mendesis meminta sesuatu. Liu Ing yang sudah terpengaruh oleh sugesti sihir jago Hadramaut, nafsu birahinya memuncak meluap-luap seperti air bah mendorong apa yang menghalang, ia mengikuti serta melayani apa yang dikehendaki Habib. Mendadak Habib membopong tubuh Liu Ing dengan kedua tangannya, sedang tangan Liu Ing merangkul leher Habib dengan mesranya. Tampak jubah Habib bagian bawah dimana tubuh Liu Ing dibopong, jubah itu mengembang sejauh dua jengkal. Nafsu birahi Habib memuncak keras. Langkah kaki Habib agak terburu ia menghampiri kereta, meletakkan tubuh Liu Ing didalam kereta. Lalu diikuti oleh tubuhnya menyusup masuk. Pintu kereta tertutup. Liong Houw diatas dahan pohon menyaksikan semua adegan itu, hatinya geram darahnya panas menggelora, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, dirinya sibuk menghadapi serangan-serangan ketiga kawan-kawannya yang kalap tidak keruan. Tiba-tiba saja batang pohon dimana Liong Houw berdiri, pohon itu bergerak tumbang dipapas pedang Ang-lo-po-kiam Lie Eng Eng, batang pohon itu rubuh menggedubrak. Kreeeekeeeek ...... .brukk. Liong Houw melejit keudara, mencabut pisau belatinya, sedang tangan kirinya mencopot satu ranting pohon yang penuh anak-anak ranting daunnya lebat menghijau. Tubuh pemuda kita melorot turun. Selagi ia melorot turun dari udara dengan kepala kebawah, serangan-serangan pisau terbang Thio Thian Su menyambar tubuhnya, dengan ranting pohon ditangan kiri Liong Houw menggeprak pisau-pisau belati yang menyerang tubuhnya. Baru saja berhasil memukul mundur pisaupisau belati tadi, pedang Ang lo-po-kiarn menyerang datang mengincar batok kepalanya. Ngguuuuungggggg............. Terdengar suara mendengung akibat benturan pedang Ang-lo-po-kiam dan pisau belati Liong Houw. Tubuh Lie Eng Eng rubuh di tanah. Si Pengemis cilik Ho Ho, terhuyung-huyung mundur beberapa langkah. Habib yang baru saja hendak melampiaskan nafsunya bersama Liu Ing ketika mendengar suara dengungan panjang, seakan suara ribuan tawon, ia menolehkan kepala kearah datangnya suara itu. Begitu ia melihat ditangan Liong Houw menggenggam pisau belati yang mengeluarkan cahaya kilatan, segera meninggaIkan tubuh Liu Ing, yang sudah siap sedia melayani melampiaskan birahinya juga, lalu berjalan bergegas-gegas menghampiri medan pertempuran, bentaknya. "Berhenti!" Sebetulnya pertempuran sudah berhenti sejak Lie Eng Eng rubuh ditanah, tapi Habib yang agak terkejut bercampur girang, mulutnya sudah berkata begitu tanpa ia sadari. Liu Ing yang sudah memuncak nafsu birahinya cepat ia mengejar keluar kereta tapi ketika mendengar bentakan Habib, ia menghentikan langkah masuk kembali kedalam kereta duduk bersandar. Menoleh kearah Lie Eng Eng yang jatuh numprah di tanah Habib segera berkata kepada Ho Ho dan Thio Thian Su . "Kalian payang dirinya kekereta!" Setelah berkata begitu, ia lalu memandang Liong Houw lalu bertanya . "Hm.........bocah, dari mana kau dapat pisau belati itu?" Liong Houw dengan menggerak-gerakkan pisaunya berkata. "Mmm .... kau kenal benda ini, ya ? Masih ada dua lagi yang serupa, bukan ?" Mendengar ucapan Liong Houw, Habib menjadi girang, sepuluh tahun ia mengembara didaratan Tionggoan, mencari jejak pisau-pisau belati itu, kini tanda-tanda sudah berada didepan matanya, betapa tidak besar hatinya, pisau belati yang selama ini dicarinya sebagai petunjuk dimana tersimpannya barang pusaka gaib leluhur negerinya kini sudah berada didepan matanya. Ditangan Liong Houw. Dengan senyum kecut Habib berkata. "Hei, cepat kau serahkan padaku !" "Apa yang mesti diserahkan ?" Tanya Liong Houw pura-pura tidak mengerti. "Pisau itu !" "Hmm, enak betul kau bicara ! Boleh kau ambil sendiri bila kau mampu." "Bocah !" Bentak Habib. "Kau bukan tandinganku, sebaiknya serahkan saja barang itu, jiwamu kuampuni, jika tidak.." "Jika tidak kau sendiri yang mampus," Potong Liong Houw mengejek. Liong Houw sadar, bahwa orang yang berdiri dihadapannya ini merupakan lawan yang sulit ditundukkan, tapi ia masih merasa penasaran, sebelum menjajal lebih jauh, sampai dimana kelihayannya sijago dari Hadramaut. Ia berkata lagi. "Hayo tunggu apa lagi ambillah!" "Bocah! Jika aku tidak bisa memuntir kepalamu, aku tak akan kembali kenegeri asalku, biar aku mati berkalang tanah di negeri orang!" Kata Habib, berbarengan tangannya bergerak secepat kilat menyerang tubuh Liong Houw. Liong Houw melejit mengelakkan serangan itu, lalu balik menyerang dengan ilmu totokan jarak jauh Bunga-bunga Berguguran ke kesembilan jalan darah ditubuh Habib. Totokan Bunga-bunga Berguguran yang keluar dari jari tangan Liong Houw tak menimbulkan suara, tapi kecepatannya melebihi suara, menyamai kecepatan sinar, membentur kesembilan jalan darah ditubuh Habib dengan telak. Habib yang mendadak tertotok kesembilan bagian jalan darah ditubuhnya, ia terhuyunghuyung mundur kebelakang sampai lima tindak, baru bisa berdiri tegak kembali. Habib yang berhasil dipukul mundur sampai lima langkah oleh serangan totokan itu, matanya memancarkan sinar kebuasan. Liong Houw mengetahui totokan Bunga-bunga Berguguran hanya berhasil membuat sang lawan mundur sampai lima langkah, hatinya juga berdebaran keras. Kini ia maklum benar bahwa ia sedang berhadapan dengan lawan tangguh. "Bocah !" Bentak Habib sesudah menenangkan gejolak hatinya. "Ternyata kau juga bisa mainkan ilmu gaib, heh... ." Habib terpukul mundur, tanpa mengetahui dengan jurus apa si pemuda menyerang, juga tidak terdengar suara angin serangannya, maka ia telah menyangka Liong Houw memiliki ilmu gaib yang juga dimiliki oleh jago-jago dinegerinya. "Hai!" Bentak Habib. "Siap-siap kau segera menerima kematianmu !" Tanpa banyak bicara Liong Houw berlompatan dengan pisau belati menyerang tubuh Habib, Terjadilah pertempuran sengit, kilatan sinar pisau belati berkeredepan, kedua bayangan berkutet berputaran, sulit untuk menentukan siapa yang akan menang dan siapa yang segera keok. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh, daun-daun pohon berguguran, tubuh mereka terpental mundur tiga tindak. Keduanya saling pandang. Suasana hening kembali. Dada Liong Houw dirasakan bergolak napasnya sengal-sengal, otaknya berpikir keras, ia heran tubuh lawan begitu pedot tidak tertembus ilmu totokan maupun pukulannya juga tidak mempan senjata tajam. Tidak kalah terkejutnya Habib, pukulan gaib yang bisa menghanguskan setiap korban ternyata dengan mudah berhasil dipapaki telapak tangan Liong Houw tanpa menimbulkan akibat yang mengerikan. Dengan perasaan mendongkol Habib sudah siap dengan pukulan Malaikat mautnya, ilmu simpanannya yang terampuh. Setiap machluk yang terkena serangan angin pukulan itu pasti tubuhnya akan hangus terbakar. Liong Houw dengan menggunakan kecerdikan otaknya berpikir, lawannya tidak mempan senjata tajam, ia harus menggunakan kecerdikan menghadapi lawan tangguh ini. Setelah mendapatkan jalan keluar, ia mendahului menyerang dengan melemparkan pisau belatinya kearah mata kiri Habib, sedang jari-jari tangan kirinya disiapkan untuk menyerang dengan ilmu totokan bunga-bunga berguguran. Begitu serangan pisau belati Liong Houw meluncur kearah mata kiri Habib, si jago Hadramaut dengan cepat miringkan kepalanya kekanan, sedang telapak tangannya didorong kemuka. Tampak dua kilatan sinar putih saling sambar, satu kilatan sinar belati Liong Houw yang menyambar mata kiri Habib, lain cahaya keredepan kilat yang keluar dari pukulan tapak tangan si jago Hadramaut. Pertempuran ini tidak menimbulkan suara sedikitpun, hanya tampak keredapan kedua sinar serangan dari masing-masing jago. Serangan pisau belati Liong Houw berhasil dielakkan, meluncur kesamping kepala Habib, kemudian pisau itu berputar kembali meluncur kearah Liong Houw seakan-akan pisau itu dikendalikan, kembali ketangan kanan si pelempar. Berbarengan ketika pisau belati Liong Houw menyambar mata kiri Habib, serangan kilat Malaikat maut, membentur tubuh Liong Houw bertepatan pada saat itu serangan totokan bungabunga berguguran berhasil membentur mata kanan Habib. Saat itulah berbarengan terdengar dua suara yang bernada berbeda. Huuuk...... Ceeet...... Dada Liong Houw terhajar telapak tangan Habib menimbulkan suara mendebuk, tubuhnya mundur terhuyung beberapa langkah terbentur batang pohon, ia jatuh duduk menyender pada batang pohon itu, terasa dadanya bergolak panas, kepala pusing dunia dirasakan berputar. Serangan totokan bunga-bunga berguguran Liong Houw berhasil membentur mata kanan Habib, biji mata itu lompat keluar menggelinding ditanah. Habib dengan menekapi mata kanannya yang mengucurkan darah, ia melangkah mundur dua tindak, tubuhnya masih berdiri tegak. Dua jago dari dua benua sudah terluka. Setelah mereka menenangkan gejolak hati serta menahan rasa sakit pada luka masing-masing kedua jago dari dua benua itu kembali berhadaphadapan. Si jago Hadramaut mulai berkemak kemik, sedang tangan kanannya masih menekap mata kanan yang sudah buta mengucurkan darah. Liong Houw dengan menahan rasa sakit dan panas pada dadanya, perlahan-lahan ia berdiri bersandar pada batang pohon. Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kedua pasang sinar mata saling bentrok keadaan tegang detik demi detik. Setelah berkemak kemik, tangan kiri Habib dikepalkan menutupi mata kirinya yang masih utuh, sedang tangan kanan yang tadi menekapi mata kanannya yang sudah buta, kini sudah diputar-putarkannya keudara kaki kirinya menggebrak bumi tiga kali. Liong Houw menyaksikan lawannya menutupi mata kirinya, hatinya mencelos, harapan satusatunya kini sudah ditutup oleh kecerdikan si jago Hadramaut, hingga sulit baginya untuk mencari sasaran empuk lainnya. Dalam keadaan krisis demikian tangan kanan Habib sudah bergerak cepat menyerang kearah Liong Houw. Dengan nekad tanpa melihat sasarannya lebih dahulu. Liong Houw yang berdiri bersandar di batang pohon, hampir tidak bisa mengelakkan datangnya serangan itu, dadanya dirasa sakit, tubuhnya lemah. Begitu serangan angin tanpa suara menyambar tubuh Liong Houw, cepat ia melorot turun duduk numprah ditanah, saat itu tiba-tiba terdengar suara lengkingan siulan yang menggema diangkasa, suara lengking siulan mengakibatkan getaran hebat, burung-burung berjelingsatan terbang keangkasa, empat ekor kuda kereta meringkik-ringkik berlompatan. Tepat pada saat itu angin serangan tangan Habib yang meluncur menyerang Liong Houw lewat dikepalanya membentur pohon yang berada dibelakang Liong Houw, pohon itu menjadi sasaran pukulan Habib, roboh ambruk menimpa pohonpohon lainnya. Tubuh Habib tergetar mundur setindak, tubuhnya oleng, urat-urat sendinya dirasakan lemas tak bertenaga, dadanya bergolak keras. Anak telinganya dirasakan mau pecah. Suara siulan itu menyusuri sendi-sendi tulangnya. Lie Eng Eng, Ho Ho, Thio Thian Su dan Liu Ing yang terpengaruh oleh sihirnya Habib, ketika mendengar suara siulan itu, mendadak pengaruh sihir itu lenyap, mereka sadar diri masing-masing. Lie Eng Eng yang begitu sadar menampak baju atasnya robek, segera ia menutupi bagian itu dengan merapatkan dengan tangannya robekanrobekan baju itu menutupi dadanya dengan tangan kirinya sedang tangan kanannya dengan pedang Ang-lo-po-kiam berputar menyerang Habib. Ho Ho menampak Liong Houw duduk numprah ditanah segera lari menghampiri. Sedang Thio Thian Su bergerak menyerang Habib. Liu Ing juga sadar dari impiannya, tiba tiba kereta bergoncang, akibat dari kuda-kuda pada meringkik berjingkrakan hingga kepala si gadis membentur pintu kereta, kepalanya dirasakan sakit matanya berkunang-kunang, akhirnya ia jatuh pingsan. Liong Houw yang menyaksikan Lie Eng Eng dan Thio Thian Su sudah menyerang Habib, segera berteriak, tapi teriakan itu terdengar lemah tidak bertenaga, dadanya dirasakan sakit sekali. "Nona ....! Hajar matanya !" Tapi peringatan Liong Houw tidak sempat didengar Lie Eng Eng, si nona dengan pedang Anglo-po kiamnya, menyambar ke arah bagian bawah perut Habib, ia sangat penasaran sekali kalau tidak bisa membuat urat besar yang menggelantung disitu terpapas putus oleh pedangnya. Habib berlompatan keudara mengelakkan serangan-serangan ganas Lie Eng Eng. Thio Thian Su yang dengan tenang menghadapi si tuasi itu, ia mendengar ucapan Liong Houw tadi, lebih-lebih menyaksikan bahwa mata kanan Habib sudah mengocorkan darah, ia maklum bahwa itulah hasil dari pada serangan si pemuda yang masih duduk numprah, maka ketika Habib berlompatan keudara segera ia menyerang dengan pisau-pisau terbangnya kearah mata kiri Habib yang masih utuh. Habib tidak sempat lagi menggunakan pengaruh sihirnya, lebih-lebih sebelah matanya sudah buta, ia kelabakan mengelakkan serangan-serangan dua lawan tangguh, meskipun tubuhnya kebal terhadap segala macam senjata atau pukulan, tapi bagian-bagian yang diincar oleh dua lawannya adalah bagian yang sangat vital, bagian yang lemah, bagian yang tidak terpengaruh oleh ilmu kebalnya. Ia mengelakkan serangan-serangan itu dengan berputaran, kadang kala melejit keudara dan sekali-kali membalas serangan itu dengan kedua telapak tangannya. Berusaha mendekati Liong Houw untuk merebut pisau belatinya. Si tuasi medan pertempuran sulit untuk menentukan siapa yang berada diatas angin, sinarsinar perak pedang Ang-lo-po-kiam berkeredepan mengurung tubuh Habib, sedang pisau-pisau terbang Thio Thian Su, yang tidak mengenai sasaran amblas di-batang-batang pohon, akhirnya Thio Thian Su kehabisan persediaan senjata rahasianya, ia tidak bisa berbuat lain daripada berdiri menonton pertempuran antara Lie Eng Eng dan Habib, kalau saja Thio Thian Su turut dalam pertempuran itu, pasti tubuhnya akan terkena sasaran serangan pedang yang nyasar. Tiba-tiba terdengar suara tertawa mengikih. "Hih, hih, nih, hih ... ." Itulah suara khas tawa iblis Kun-see-mo-ong Teng Kie Leng. Begitu suaranya lenyap, tubuh iblis itu sudah berdiri dimuka Liong Houw yang masih duduk numprah ditanah. Begitu menyaksikan kehadiran lain orang disitu, Habib lebih ketakutan, sangkanya yang datang adalah kawan dari mereka, maka dengan mengeluarkan suara. "Huaah......." Tubuhnya melesat keudara, bagaikan asap putih mengepul, ia lenyap dari pandangan mata dibalik pohon-pohon rimbun didalam rimba. Lie Eng Eng sudah kehilangan lawannya, begitu pandangan matanya membentur tubuh Kun-seemo-ong Teng Kie Lang, serangan pedangnya diteruskan kearah tubuh iblis itu. Trangg........ Terdengar suara beradunya pedang Ang-lo-pokiam, dibentur serangan gelap. "Nona...........tahan pedangmu !" Teriak Thio Thian Su. Ternyata pedang tadi telah terbentur gagang panji naga yang dilemparkan oleh Thio Thian Su. "Hm...." Lie maksudmu ?" Eng Eng mendengus. "Apa Thio Thian Su mengambil panji naganya yang mental menancap ditanah, lalu berjalan menghampiri Lie Eng Eng, katanya. "Kalau hendak bertempur dengan iblis ini, sebaiknya kita mencari tempat yang jauh dari sini, jangan sampai uap beracun pelumer sukma Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang, mengambil korban pihak sendiri." "Haaaah ...." Lie Eng Eng sadar atas kecerobohannya. Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang berdiri dihadapan Liong Houw, tidak memperdulikan datangnya serangan pedang Lie Eng Eng tadi, ia tetap menghadapi Liong Houw dengan mata bersinar terang, ditatapnya tubuh Liong Houw dari ujung rambut sampai tapak kaki, baru ia berkata ; "Hih, hih, hih .... bocah! Dari mana kau dapatkan pisau belati itu, cepat serahkan padaku, eh apa pisau itu pada gagangnya berukir lukisan naga ? Atau lukisan burung Hong ?" "Ngg .... Naga .... kau mau apa?" Jawab Liong Houw lemah. "Bocah jawab pertanyaanku, dari mana kau dapat pisau belati itu?" Bentak Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang. "Hm, darimanapun apa hubungannya dengan dirimu." Jawab Liong Houw ketus lemah. Tiba-tiba Thio Thian Su menyelak, ia berkata pada Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang . "Hai, apa maksud kedatanganmu kemari ?" Mendengar pertanyaan itu, Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang menoleh kearah Thio Thian Su, yang masih memegang Panji Naga kemudian ia menatap wajah Liong Houw berulang-ulang ditatapnya kedua pemuda itu, tiba-tiba saja tubuh iblis itu mundur dua tindak, mulutnya menganga, tubuhnya bergetar. Tapi wajahnya tidak menunjukkan perobahan. "Hai! Kau ada hubungan apa dengan bocah ini?" Tanya Kun-see mo-ong Teng Kie Lang pada Thio Thian Su, jarinya menunjuk kearah Liong Houw. Mendengar pertanyaan Kun-see-mo-ong, Lie Eng Eng dan Ho Ho turut merasa heran, mereka menatap wajah Thio Thian Su, kemudian menatap kearah Liong Houw, ternyata tampang-tampang mereka mirip satu sama lain, mereka juga melongo saking herannya. Wajah Liong Houw adalah wajah jiplakan Thio Thian Su !!! Dengan perasaan tidak mengerti Thio Thian Su berkata . "Tidak ada hubungan apa-apa. Aku baru saja bertemu dengan saudara ini, menang ada apanya ?" "Hih.....hih....hih...." Kun see-mo-ong Teng Kie Lang tertawa lagi. "Bocah, kalau kau bersedia menjawab pertanyaanku dengan jujur, aku akan segera berangkat dari tempat ini ! Jika kau main gila, hmmm........" Mendengar ucapan Kun-see-mo-ong, Thio Thian Su segera berkata kepada Liong Houw. "Hei, demi keselamatan kawan-kawan juga keselamatan dirimu, lebih baik kau jawab pertanyaannya !" "Jawab apa ?" Tanya Liong Houw. "pisau belati ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya, pisau ini sejak bayi sudah melekat pada tubuhku......." Begitu Kun see-mo ong Teng Kie Lang mendengar kata-kata Liong Houw itu ia mundur lagi dua tindak, tapi wajahnya tidak menunjukkan perobahan, hanya tampak tubuh iblis itu gemetaran, lalu tertawa mengikih, kemudian ia melesat lenyap dari pandangan mata. Lie Eng Eng tidak mengenali si pengemis cilik Ho Ho dalam penyamaran sebagai kongcu putra hartawan, ia bertanya. "Saudara siapa?" Hati kecil Ho Ho tertawa, ia segera menjawab pertanyaan Lie Eng Eng dengan sikap lagaknya seorang anak hartawan yang sombong . "Hm, aku......kau siapa ? Gara-garamu itulah, kusirku terluka." Mendengar jawaban yang sombong ketus, Lie Eng Eng merasa muak, ia masukkan kembali pedangnya kedalam serangka, membalikkan tubuh berjalan pergi. "Nona....." Tiba-tiba Liong Houw memanggil, suaranya lemah tidak bertenaga. Langkah Lie Eng Eng terhenti, hatinya tergetar mendengar suara panggilan yang lemah tak bertenaga, tapi penuh dengan rasa kasih mesra. Ia membalikkan tubuh menatap wajah Liong Houw. "Nona.... maafkan....." Kata Liong Houw. "Aku bersedia menerima segala hukumanmu atas perbuatanku......" "Hei kusir !" Bentak Ho Ho. "Apa kau sudah gendeng, mendadak minta maaf segala. Hayo ! Cepat bangun." Ho Ho segera memayang bangun tubuh Liong Houw yang lemah, lalu katanya lagi . "Nona, sebaiknya lekas pergi, kita tidak kenal satu sama lain, jangan mengganggu lagi, aku perlu memberi pengobatan pada kusirku, huh dasar perempuan biang penyakit." Lie Eng Eng hanya mendengus, lalu melesat pergi dengan membawa perasaan heran dan tidak mengerti atas ucapan Liong Houw tadi. Thio Thian Su juga segera kabur dari tempat itu dan mengikut arah larinya Lie Eng Eng. Liong Houw dipayang oleh Ho Ho, merasakan dadanya sakit, napasnya sesak, ia melangkahkan kakinya lemah terseret-seret ditanah dibawah payangan Ho Ho, otaknya bekerja keras, pukulan itu mengakibatkan dadanya panas seperti terbakar, hampir saja ia muntah darah, kejadian ini persis seperti apa yang ia pernah alami didalam lembah air terjun ketika ia sedang mempraktekkan latihanlatihan dari lukisan-lukisan yang terdapat pada dinding goa, beberapa kali ia pernah terkena hajaran si monyet merah, bahkan pernah sampai ia pingsan dihajar tendangan monyet merah pada bagian dadanya. Rasa sakit dan sesak pada dadanya dirasakan sama seperti apa yang ia alami saat ini, tapi akibat pukulan Habib dadanya terasa mengandung hawa panas. Mengingat pengalaman masa lampaunya didalam lembah air terjun bilamana ia mendapat luka si monyet merah menyeret tubuhnya duduk didalam air terjun, ia bersemedhi dibawah kurungan air terjun, sungguh aneh, setelah sekian saat, ternyata lukanya menjadi sembuh seperti sedia kala. Mengingat itu maka cepat-cepat Liong Houw bertanya lemah pada Ho Ho. "Saudara Ho, dimana bisa mendapatkan air terjun didaerah sekitar ini?" "Hah?" Tanya Ho Ho heran. "Cepat bawa aku kesana!" Kata Liong Houw. Dengan perasaan heran Ho Ho bertanya. "Untuk apa air terjun? Lebih-lebih disekitar sini mana ada air terjun, kalau anak sungai tidak jauh dari sini bisa kita temukan. Tapi air terjun, ah, kau yang bukan-bukan saja." Liong Houw berpikir, ia putar otaknya, ia tidak boleh berlaku ayal, harus cepat bertindak menyembuhkan luka didadanya, maka buru-buru berkata; "Kalau begitu cepat kita ke anak sungai itu !" "Apa ? Kau mau mandi, sedang tubuhmu masih terluka ?" Tanya Ho Ho. "Tidak, satu-satunya jalan menyembuhkan luka dalamku, aku harus bersemedi dalam air kalau bisa dibawah air terjun, kalau tidak bisa dicoba didalam sungai." Ho Ho mengangguk, baru pertama kali ini ia mendengar ada orang bersemedi dibawah air terjun atau didalam air, sungguh suatu keganjilan dunia persilatan yang tidak habis dimengerti oleh akal Ho Ho, demi menolong sang koko angkatnya, ia tidak banyak tanya lagi segera memayang tubuh Liong Houw masuk kedalam kereta. Liu Ing baru saja sadar dari pingsannya, ia masih duduk bersandar, mukanya agak pucat akibat kejutan hatinya, mata gadis itu sayu. Ho Ho dan Liong Houw memperhatikan keadaan tubuh gadis itu, dari kepala sampai kakinya, ternyata keadaan Liu lng masih utuh. Dengan menahan rasa sakit didadanya yang terpukul si jago Handramaut, lebih-lebih akibat dari emposan tenaga dalamnya yang dikuras habishabisan dalam menciptakan siulannya, Liong Houw duduk bersandar didalam kereta. Setelah menutup pintu kereta Ho Ho segera lompat keatas bangku kusir, ia membedal kuda menerobos semak-semak belukar meninggalkan tempat itu. Tak lama mereka tiba disatu anak sungai, ditepi tebing gunung. Mereka meninggalkan kereta, Ho Ho memayang tubuh Liong Houw menyusuri tepi sungai diikuti oleh Liu Ing. Setelah mendapatkan tempat yang baik, Liong Houw berkata . "Saudara Ho dan adik Liu Ing, sebaiknya kalian menunggu dikereta saja. Aku akan segera akan bersemedi berendam didalam air sungai ini." Ho Ho dan Liu Ing segera meninggalkan Liong Houw. Liong Houw membuka pakaian luar dan dalamnya, setelah mana ia turun kesungai, ia duduk didasar sungai hingga tak tampak lagi tubuhnya, hanya gemercik air sungai mengalir deras. Ho Ho bersama Liu Ing menunggu duduk disemak belukar dekat kereta membelakangi sungai, matahari sudah condong ke barat. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara ketawa yang mengikik . "Hih.....hih,....hih, nih, hih, hih........." Itulah suara tertawanya si iblis Kun-see mo-ong Teng Kie Lang. Mendengar suara tawa itu bulu tengkuk Ho Ho menggerinding bangun, ia sadar kalau yang datang itu adalah iblis laknat. Dalam keadaan masih bingung, tiba-tiba iblis Kun-see-mo-ong menghampiri Liu Ing. Belum lagi Ho Ho bisa berbuat apa-apa entah dengan gerakan apa, Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang melejit lenyap dari tempat itu, tubuh Liu Ing juga turut lenyap. Dengan membanting kaki Ho Ho berteriak teriak; "Iblis pengecut, mari adu jiwa!" Ho Ho yang berteriak-teriak lari sana sini seperti orang gila, tiba-tiba mendengar suara teguran Liong Houw. "Ada apa?" "Hoa....adik.......Liu Ing... ." Kata Ho Ho terputus-putus, gemetar menahan marah. "Apa? Mana adik Liu Ing?" Tanya Liong Houw kaget. "Kun-see-mo-ong telah menculiknya!" Jawab Ho Ho. Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mendengar jawaban itu, tubuh Liong Houw melesat, melompat keatas dahan-dahan pohon, kelakuannya seperti kera yang berlompatan keatas puncak pohon. Diatas puncak pohon tinggi, matanya jelilatan mencari arah lenyapnya Kun-see-mo-ong yang telah membawa kabur adik Liu Ingnya, tapi sekian saat diperhatikannya, tak tampak tanda-tanda gerakan dari si iblis, keadaan hutan rimba itu tenang, dahan-dahan pohon yang bergoyang berdesir-desir tertiup angin. Dengan perasaan masgul Liong Houw lompat turun dari atas pohon meluncur kebawah. Brukk...... Tubuh Liong Houw jatuh ambruk di tanah tapi membal keudara, baru turun kembali ditanah berdiri tegak. Ho Ho menyaksikan kelakuan saudara angkatnya, tentu saja terkejut bercampur heran, matanya terbelalak, ia melihat tubuh Liong Houw yang meluncur jatuh dari atas pohon tampaknya berat seperti orang tidak berkepandaian silat jatuh dari atas pohon. Hati Ho Ho juga tercekat, ia tahu bahwa sang kakak angkat putus asa, hingga tidak memperdulikan keselamatan dirinya lagi. Tetapi suatu keanehan telah terjadi, begitu tubuh Liong Houw ambruk ditanah ia membal balik ke udara. Keanehan itu bukan saja mengherankan Ho Ho, bahkan Liong Houw sendiri terkejut heran, bagaimana tubuhnya yang jatuh meluncur dari atas pohon setinggi puluhan tombak bisa membal keudara tanpa mencelakakan dirinya, sedang ketika ia tadi meluncur turun, sudah tidak memperhatikan lagi soal hidup atau mati, jiwanya kosong melompong, ia ingin cepat mati. Keanehan itu belum bisa kita pecahkan pada bab ini, nanti pada bab-bab berikutnya bilamana Liong Houw berhasil kembali kedalam lembah air terjun, semua rahasia itu akan terpecahkan. Hanya perlu diketahui, atas keterangan Thianlam-it-lo Kak Wan Kie-su didalam lembah Im-bukok, bahwa jalan darah yang menghubungkan kekuatan negatif dan positif (im dan Yang) ditubuhnya sebagian sudah terbuka. Ketika dada Liong Houw menerima serangan pukulan Habib, jalan darah didada Liong Houw pecah dihajar kekuatan Yang hingga dada si pemuda dirasakan sakit tidak kepalang, kalau saja Liong Houw tidak memiliki kecerdikan otaknya yang luar biasa, pasti pada saat matahari terbenam jiwanya akan melayang keakherat. Dengan menggunakan kecerdikan otaknya itulah ia segera bersemedhi didalam dasar sungai menyembuhkan luka-luka didadanya, jalan darah yang pecah bisa disembuhkan bahkan membantu menyempurnakan terbukanya satu bagian jalan darah yang menghubungkan Im dan Yang. Hingga tubuh Liong Houw yang meluncur turun dengan gerak reflek yang peka pada tubuhnya, berhasil membal disadarinya sendiri. ngapung keudara Ho Ho cepat-cepat berkata. Liong.........maafkan aku......" Tanpa "Saudara "Ah sudahlah, ayo cepat kita berangkat jangan sampai terlambat menolong suhumu, urusan Kunsee-mo-ong nanti saja kita bereskan, kepandaian iblis itu juga berada diatas kepandaianku, memang ia bukan tandingan kita, hai dasar aku yang tidak mau dengar petuah orang tua, akibatnya menimbulkan bencana terhadap orang lain." Liong Houw ngoceh begitu ia teringat kata-kata Thian-lam-it-lo Kak Wan Kiesu, orang tua itu pernah menyuruhnya kembali kedalam lembah air terjun untuk memperdalam ilmunya, tapi ia tidak pergi kesana, bahkan berkeliaran mencari perempuan yang dicintainya. Liong Houw begitu bertemu dengan Lie Eng Eng hatinya tergoncang keras, gadis itulah yang selama ini dicari-carinya, tapi sampai saat itu ia belum mengenal nama gadis pujaannya, maka segera ia bertanya pada Ho Ho . "Hai, saudara Ho, apakah kau kenal dengan nona yang memiliki pedang yang memancarkan sinar putih kemilauan itu ?" "Hm !" Ho Ho mendengus heran. "Ya, dialah si Pedang Macan Betina Lie Eng Eng!" "Dan yang pemuda ?" "Thio Thian Su murid Ceng-it Cinjin," Jawab Ho Ho. "Ada apa ya ?" "Ah, tidak, aku hanya ada sedikit urusan dengan mereka." Liong Houw mengatakan dia mempunyai urusan, tapi tidak dijelaskan pada siapa dari salah seorang, entah si pemuda entah si gadis ia hanya mengatakan mereka. "Oh........" Ho Ho agak heran atas sikap sang kakak angkat yang rada aneh. Liong Houw berkata . "Hari hampir gelap, lekas naik kereta kita harus melaksanakan rencana semula." Meskipun sang surya dibarat tinggal seupil, cahayanya masih bisa menerangi bumi. Dijalan raya yang menuju ke kotaraja, kini tampak banyak sekali para penunggang kuda membedal tunggangannya dengan kecepatan kilat. Kereta biru laut yang catnya sudah tergoresgores akibat benturan ranting pohon di dalam rimba, kini meluncur di jalan raya mengejar berlumba menyusul kuda-kuda yang dicongklangkan oleh para penunggang kuda yang mengenakan pakaian bercorak ragam. Dibalik rimba ditepi jalan raya tampak bayangan-bayangan hitam berkelebat-kelebat menuju arah yang sama. Perjalanan dilakukan siang dan malam tanpa henti-hentinya, akhirnya pada hari kedua, dipagi hari tampak samar-samar tembok kota yang membentang luas. Kereta biru laut berkuda empat terus meluncur mendatangi pintu kota. Liong Houw menyaksikan diatas tembok kota sudah terjaga kuat oleh barisan tentara negeri. Mereka siap dengan senjata masingmasing. Beberapa regu berkuda simpang siur mengontrol diluar tembok kota. Regu berkuda yang mendengar derap langkah kaki kuda, serta keretekan menggelindingnya roda kereta, mereka hanya memandang sejenak tidak menegur maupun mengganggu perjalanan kereta Liong Houw. Dipintu selatan kota, tampak beberapa orang tentara memeriksa orang-orang yang masuk ke dalam kota, mereka yang dicurigai langsung ditangkap. Para tentara pemeriksa itu, begitu menampak mendatangi satu kereta biru laut berkuda empat, segera melapor pada komandannya. Tiga tentara menunggang kuda mendatangi menyambut kedatangan kereta itu. Liong Houw segera menghentikan keretanya. Salah seorang melongok kedalam kereta, tampak disana duduk si putra hartawan tetiron Ho Ho. Ho Ho sudah berpengalaman, segera mengetahui bahwa Tong-hong Hong sudah melaporkan akan kehadirannya dikotaraja, petugas yang melongok kedalam juga pasti merasa heran menyaksikan didalam kereta hanya ada dia sendiri, sedang menurut keterangan Tong-hong Hong yang datang adalah putra putri hartawan yang berkepandaian tinggi, lebih-lebih siputri. Untuk melenyapkan kecurigaannya itu Ho Ho segera berkata ; "Hai, apakah tuan Tong-hong Hong sudah tiba ?" Salah seorang penunggang kuda yang menjadi kepala regu menjawab . "Ya, ya, sudah datang pada dua hari yang lalu, apakah ......?" "Akulah orang dari Kun beng !" Potong Ho Ho cepat. "Adik perempuanku sedang mengejar beberapa orang pemberontak, mereka mencoba mengganggu perjalanan kami." "Ayaaa...... Cepat buka pintu gerbang !" Teriak sipenunggang kuda. Memasuki pintu gerbang selatan mereka dikawal oleh tiga orang tentara negeri. Tibanya si putra hartawan Ho Ho, mendapat pelayanan baik dari para petugas-tugas tentara negeri. Didalam rumah penginapan Ciam-kiok low dikotaraja, Ho Ho mengambil kamar diatas loteng, sebelah menyebelah dengan Liong Houw. Seorang pelayan mengantarkan hidanganhidangan kekamar Ho Ho, setelah meletakkan hidangan itu ia berkata . "Kongcu, pesan dari Koksu Tong-hong Hong, jika ingin bertemu dengan Koksu sampaikan saja pada hamba, nanti akan hamba sampaikan pada Koksu agar Koksu bisa menunggu !" Ho Ho tersenyum, ia berkata ; "Sampaikan terima kasihku pada koksu, aku tidak bisa mengganggu lebih jauh, oh ya tolong kau bawakan makanan untuk kusirku, cukup berikan saja ia buah-buahan dan air mentah !" "Baik kongcu!" Kata pelayan itu, berjalan pergi. Setelah menangsal perut, Liong Houw menghampiri kamar Ho Ho, mereka bercakapcakap merundingkan rencana untuk menolong Pietet Sin-kay. Pembicaraan mereka dilakukan dengan membisu, semua ucapan-ucapan ditulis diatas kertas, perundingan itu tidak bisa didengar oleh siapapun juga. Setelah mana, kertas-kertas itu dibakar. Hasil perundingan selalu melalui tulisan, Liong Houw dapat mengetahui dari keterangan Ho Ho bahwa Pie-tet Sin-kay dikurung dalam penjara dibawah tanah, dibagian barat istana Thian-ongthian. Pada tengah malam Liong Houw mendapat tugas untuk menerobos masuk kedalam penjara dibawah tanah. Setelah perundingan itu selesai, Ho Ho dengan suara keras berkata ; "Hai, kusir, aku ingin keliling kota, siapkan kereta !" Lalu ia berjalan keluar kamar menuruni tangga. Siang itu kereta biru laut mengelilingi kotaraja, seakan sedang bertamasya menikmati keindahan kota. Pada waktu malam, ketika kentongan dipukul dua belas kali, Liong Houw membuka pakaian luarnya, kini tampak pakaian dalam Liong Houw yang terbuat dari kulit macan loreng. Rambutnya yang digelung, kini sudah dibuat sedemikian rupa, hingga wajahnya tertutup oleh rambut-rambut gondrong yang awut-awutan. Sedang diatas tempat tidur, Liong Houw membujurkan bantal, lalu diselimuti dengan pakaiannya sendiri, hingga tampak sesosok tubuh yang sedang tidur telentang diatas tempat tidurnya. Setelah mematikan lampu kamar, Liong Houw melesat keluar melalui jendela, berkelebatan diatas genteng-genteng rumah. 0)0od^wo0(0 LIONG HOUW berlompatan diatas genteng rumah-rumah penduduk dari satu wuwungan kewuwungan lain ditimpa sinar bintang-bintang kelap kelip dilangit biru, seakan siluman macan gentayangan mencari mangsa ditengah kota. Dibagian utara dan timur tampak beberapa bayangan hitam melompati tembok disusul dengan terdengarnya suara hiruk pikuk para penjaga malam, melepaskan tanda bahaya keudara. Keadaan malam gelap menjadi terang benderang dengan berpencarnya sinar api diudara dari tanda bahaya itu. Tiba diatas genteng istana Thian ong-thian, Liong Houw melesat lompat ke menara, dengan tangan menyangkol jendela menara, tubuhnya bergelantungan menyaksikan keadaan dibawah. Dimuka istana, sedang berlangsung pertempuran sengit. Dengan bantuan sinar lampu tengloleng yang terpancang disetiap sudut-sudut istana, Liong Houw bisa menyaksikan dengan jelas jalannya pertempuran. Koksu Tong-hong Hong, bersama seorang yang berwajah hitam berjenggot panjang, mengenakan pakaian Twa-hong-toan-hoa-kiong-leng, mengenakan topi Liok-leng-eng-hiong, orang dengan dandanan itu ia pernah lihat diatas lereng pegunungan di wihara kuno Tam-hoa-ko-sie. Itulah Cie Tay Peng Tay-ong kepala berandal raja-raja gunung Go-kong-nia. Kedua orang itu bertempur mengeroyok seorang tua berjenggot putih yang berumur kira-kira 60 tahunan. Dibelakang istana terjadi lain pertempuran, Koang-koang Sin-kay, si pengemis bangkotan bersama Kim-cee Lonnie menempur Sin-piauw Lok Kun, jalan pertempuran seimbang. Dipintu timur kota tampak si Rajawali Cakar emas bertempur menghadapi ketua berandal bangsa Biauw, si Ulung ulung berbulu hijau Chong-eng Jie Long. Dibagian barat istana Sin-kiong-kiam, Ong Pek Ciauw bersama Pek-bie Locow, sedang berusaha menerobos pintu penjagaan kamar penjara dibawah tanah, dua orang jago ini dikeroyok oleh ratusan tentara negeri dibawah pimpinan si Kodok Buduk Phie-pian Losu. Dalam empat group pertempuran, Liong Houw tidak mengenali seluruh jago-jago yang mana fihak Pie-tet Sin-kay dan yang mana fihak pemerintahan. Ia belum mengenal satu persatu jago-jago tersebut. Sesudah Liong Houw memperhatikan jalannya pertempuran, dengan ringan ia melesat turun dari atas menara melayang kearah barat dimana sedang berlangsung pertempuran hebat antara Sin-kongkiam Ong Pek Ciauw dan Pek-bie Locow menghadapi keroyokan ratusan orang tentara negeri yang sengaja dipasang dipintu penjara. Dari corak perbedaan pakaian yang dikenakan oleh tentara negeri, dengan melayang-layang diudara Liong Houw mengibas-ibaskan tangannya melakukan totokan jarak jauh bunga-bunga berguguran. Beberapa puluh orang tentara rubuh tertotok serangan bunga-bunga berguguran. Si kodok buduk Phie-pian Losu menyaksikan para tentara negeri tiba-tiba pada bergelimpangan, segera menghentikan serangannya, ia berdiri melongo, tidak mengerti perubahan apa yang sudah terjadi. Begitu pula dengan Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw dan Pek-bie Locow, segera menghentikan serangan mereka berdiri saling pandang. Selagi ketiga jago itu terlongong-longong tubuh Liong Houw yang meluncur turun sudah tiba ditanah. Liong Houw tidak mengenal ketiga orang yang sedang bengong menyaksikan kehadirannya ditempat itu, ia melangkahkan kakinya tidak memperdulikan kepada ketiga jago yang berdiri menatap kearahnya. "Berhenti !" Tiba-tiba si kodok buduk Phie-pian Losu membentak. "Disini bukan tempatnya kau menakut-nakuti orang dengan lagak silumanmu." Begitu selesai ucapannya, serangan angin keras menyambar kearah batok kepala belakang Liong Houw. Liong Houw merasakan datangnya sambaran angin kuat, ia memiringkan kepala kekanan, kakinya menjejak tanah, melesat kesamping, memutar tubuh, lalu berdiri menghadapi kearah ketiga jago. Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw, Pek-bie Locow sangat heran atas kehadirannya Liong Houw ditengah-tengah pertarungan itu, mereka berdiri melengak, pikirnya, dari mana munculnya bocah begini macam, serta apa maksud tujuan kedatangannya? Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw yang juga merasa kesima, tiba-tiba teringat sesuatu dalam hatinya berpikir keras. Ia ingat Pie-tet Sin-kay pada tiga tahun berselang pernah menceritakan tentang munculnya si pemuda gondrong dengan mengenakan pakaian kulit macan loreng, dan juga telah menyebarkan berita itu kesetiap ketua-ketua partai. Muridnya Lie Eng Eng, sampai lupa orang tuanya, lupa tugasnya, ia mengembara mencari jejak si pemuda gondrong berpakaian kulit macan loreng ini. Tapi mendadak selama tiga tahun itu jejak si pemuda lenyap tanpa bekas. Kini tanpa diduga sudah muncul didepannya. Pek-bie Locow juga segera sadar, maka ia memandang Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw yang dibalas dengan anggukkan. Tepat pada saat itu, Liong Houw membentak kearah Phie-pian Losu. "Hai dimana Pie-tet Sin-kay ditahan !?" Si Kodok buduk Phie-pian Losu nyengir lalu katanya . "Kau bocah gila ! Mau apa ?" Selagi Phie-pian Losu bicara, Sin-kiong kiam Ong Pek Ciauw dan Pek-bie Locow cepat melesat menerobos pintu penjara. Phie-pian Losu si kodok buduk menyaksikan kedua lawannya tiba-tiba melesat menerobos masuk, tangannya bergerak menghajar punggung Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw. Sedang dari mulutnya terdengar suara, kung! Dari sana menyembur uap putih menyambar kepala Pek-bie Locow. Tapi serangan itu berhasil dielakkan oleh kedua jago dengan mudah. Bruk...... cress...... Terdengar dua kali suara pukulan angin, tapak kodok yang lolos nyasar menyambar tembok membentuk lima jari tapak tangan dan suara benturan uap putih yang keluar dari mulut Phiepian Losu, membentur pintu besi penjara berbau sangit. Phie-pian Losu menampak serangannya berhasil dielakkan, kembali menghajar kedua jago yang sedang lari menerobos pintu pertahanan penjara, tapak tangannya digerakkan. Bertepatan pada saat itu, tubuh Liong Houw mencelat keudara, diatas udara tangannya menghajar belakang batok kepala Phie-pian Losu. Liong Houw bisa membedakan, siapa kawan dan siapa lawan hanya dalam beberapa gebrakan tadi. Phie-pian Losu merasakan sambaran angin diatas belakang kepalanya, segera membatalkan serangan, ia harus menyelamatkan dirinya lebih dahulu dari serangan maut yang datang mengancam secara tiba-tiba, ia robah gerakan kedua tangannya, memapaki datangnya serangan dari udara. Bluss........ Terdengar suara pukulan nyasar hampir saja tubuh si Kodok buduk Phie-pian Losu terjengkang, karena pukulannya menyerang tempat kosong, sasaran pukulan tapak kodoknya membentur pian istana hingga bolong. Serangan Phie-phian Losu mengenai tempat kosong, segera sadar bahwa ia telah tertipu oleh lawannya, cepat-cepat membalikkan tubuh, kedua tangannya diulurkan kedepan menyerang Liong Houw yang masih melayang diudara. Belum lagi serangannya mengenai sasaran, tibatiba ia merasakan kedua telapak tangannya dibentur oleh kekuatan halus, menembusi telapak tangan, menyusup masuk kedalam tulang-tulang lengan tangan, seakan ribuan jarum menembusi tulang-tulang tangan Phie-phian Losu menjalar kerongga dadanya. Phie-phian Losu terhuyung-huyung mundur, dengan tubuh terbongkok-bongkok, akhirnya ia jatuh rubuh ditanah, tanpa mengetahui sebabsebabnya. Liong Houw berhasil menotok telapak tangan si kodok buduk Phie-phian Losu, dengan ilmu totokan bunga-bunga berguguran, tubuhnya kembali turun ketanah lalu melesat menerobos pintu kamar tahanan. Liong Houw berlarian didalam lorong panjang yang berliku-liku, didinding lorong terpancang obor menerangi jalan lorong dibawah tanah itu. Disepanjang jalan lorong menggeletak mayatmayat tentara negeri yang sudah tak bernyawa. Berlarian setengah jam, akhirnya Liong Houw sampai pada satu tangga batu yang menurun kebawah, setelah menuruni tangga batu sebanyak 100 undakan, disana terdapat satu pintu, didalam ruangan dibalik pintu masih terdengar suara pertempuran. Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw dan Pek bie Locow, yang juga baru tiba, segera bertempur melawan keroyokan tiga orang dengan serunya. Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menghadapi seorang lawan tinggi besar, bentuk kepala orang itu dua kali lebih besar dari ukuran kepala orang normal. Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Setiap serangan tangannya mengeluarkan suara gemuruh. Pek-bie Locow menghadapi dua orang cebol yang mengenakan pakaian hitam, rambut kedua orang itu gondrong riap-riapan akibat gerakan tubuhnya yang berlompatan membentur serangan-serangan Pek-bie Locow. Didinding tembok yang merupakan kamarkamar penjara disana terdapat tiga pintu besi, dari salah satu pintu dibelakang terali besi jendela pintu penjara tampak seraut wajah lemah keriputan dengan rambut awut-awutan. Liong Houw tiba ditempat itu, kemudian melompat ketengah kalangan pertempuran, tangannja bergerak kekiri kekanan, melancarkan serangan totokan bunga-bunga berguguran. "Hayaaa........!" Terdengar suara kaget. Kelima orang yang tadi bertempur mendadak lompat mundur, Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw dan Pek-bie Locow berdiri tegak menyaksikan lawan-awannya pada sempoyongan mundur, tubuh ketiga orang itu hampir saja jatuh terjengkang. Pertempuran berhenti, keadaan menjadi sunyi. Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw yang mengetahui kedatangan si pemuda gondrong berpakaian kulit macan berdiri difihaknya ia tidak mau buang tempo, segera menghampiri pintu kamar penjara, dimana terdapat seraut wajah keriput dengan rambut awut-awutan. Sedang Pek-bie-Locow masih berdiri tegak ditengah-tengah arena menjaga setiap kemungkinan. Liong Houw berdiri kesima, ilmu totokan bungabunga berguguran tidak berhasil merubuhkan ketiga orang aneh ini, mereka hanya terhuyunghuyung mundur, lalu berdiri tegak memperhatikan wajah dan dandanan Liong Houw yang tidak kalah anehnya dengan bentuk tubuh mereka. "Hei !" Tiba-tiba si kepala besar membentak kearah Ong Pek Ciauw yang menghampiri pintu penjara. "Jangan coba-coba main gila, begitu pintu itu terbuka, ruangan dibawah tanah ini segera terpendam air, kalian semua akan mampus ditempat ini." Langkah kaki Ong Pek Ciauw ditahan, ia berdiri menjublek menatap raut wajah yang keriput dibalik tirai jendela besi pintu penjara. "Pie-tet Sin-kay." Hanya suara itulah yang bisa diucapkan oleh Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw. Pek-bie Locow juga tercekat. Mendengar suara peringatan si kepala besar, ia baru mengetahui bahwa penjara dibawah tanah ini diperlengkapi dengan alat-alat rahasia yang sulit untuk dijebol. Kalau saja ia berhasil membebaskan Pie tet Sinkay dari dalam kamar tahanannya, begitu pintu terbuka, ruangan akan segera terendam air. Ucapan si kepala besar tentu bukanlah ucapan gertakan belaka. Liong Houw dengan biji matanya berputaran memperhatikan keadaan bangunan dibawah tanah itu, langit-langit bangunan serta dindingdindingnya terbuat dari besi ternyata tak tampak tanda-tanda yang mencurigakan, juga tidak terdapat pintu jalan masuk lainnya, kecuali pintu lorong tadi. Setelah memperhatikan keadaan ruangan dibawah tanah itu, Liong Houw berkata kepada Pek-bie Locow dan Sin-kiong kim Ong Pek Ciauw . "jiwie locianpwee, urusan disini biar serahkan pada boanpwe........" "Hai bocah !" Tiba-tiba raut wajah keriput dibalik terali besi jendela, memotong kata-kata Liong Houw. "Sebaiknya kau lekas pergi dari sini, tidak perlu mencampuri urusanku, kematian bagiku bukan soal apa-apa." Liong Houw melangkah maju menghampiri kearah pintu penjara, kepalanya melongok kedalam, memperhatikan perawakan orang itu. "Aaaah" Tiba-tiba ia mengeluarkan suara keluhan tertahan. Ternyata orang yang bernama Pie-tet Sin-kay guru Ho Ho adalah orang tua gembel yang pernah dijumpainya pada tiga tahun yang lalu dikota Sio-shia. Ia mengenali bentuk wajah dan potongan orang, tapi tidak kenal siapa nama orang itu. Hanya kini wajah orang tua itu sudah begitu keriput, kotor dengan rambut awutawutan, jika tidak ia mendekati, sulit baginya mengenali si pengemis Pie-tet Sin-kay. "Kau....." Kata Liong Houw terharu, melihat keadaan orang tua yang begitu kumel, jauh berbeda ketika pertama kali ia berjumpa dikota Siao-shia. "Hmm... ." Pie-tet Sin-kay mendengus. "Kemana saja kau selama ini ? Hai, kau membuat Ong Pek Ciauw pusing kepala." "Siapa Ong Pek Ciauw ? Mengapa dia harus pusing kepala karena aku ?" Tanya Liong Houw heran. "Ong Pek Ciauw," Berkata lagi Pie-tet Sin-kay kepalanya dianggukkan keatas matanya melirik kearah dimana berdiri Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw. "Ehh..... cianpwee....." Liong Houw terkejut, matanya menatap kearah Ong Pek Ciauw. "Kau membuat orang pusing kepala saja, entah ada urusan apa, muridnya selama dua tahun ini mencari-mencari jejakmu, bocah !" Kata Pie-tet Sinkay. Hati Liong Houw deg-degan, kini ia sadar sedang berhadapan dengan guru si Pedang Macan Betina Lie Eng Eng, mulutnya bungkam seribu bahasa. "Hai, anjing tua!" Bentak salah seorang cebol (kate). "Sudah mau mampus, masih ngobrol yang bukan-bukan ditempat ini." Liong Hauw membalikkan tubuh melangkah maju sambil berkata; "Hai ! Kalian manusia ganjil....." Belum lagi ucapan Liong Houw selesai tiba-tiba Pek-bie Locow menarik tangan Liong Houw. "Tunggu!" Liong Houw menghentikan langkahnya menoleh kearah Pek-bie Locow. Pek-bie Locow berkata . "Kau jangan gegabah, tiga orang ini memiliki kepandaian luar biasa, orang yang berkepala besar itu adalah si Gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa Mo-mo, sedang dua orang kate ini adalah sepasang singa ompong Jie-phiethauw Lo Jie, yang sebelah kanan bernama tunggal Lo dan yang kiri bernama Jie, orang sulit membedakan mana Lo dan yang mana Jie, hingga mereka mendapat julukan Jie-phie-thauw Lo Jie alias sepasang singa ompong !" Liong Houw menatap wajah-wajah orang kate itu, ternyata wajah mereka mirip satu sama lain, seperti pinang dibelah dua maka ia bertanya . "Bagaimana cianpwe tahu yang satu Lo dan satu lagi Jie ?" Tanya Liong Houw. "Yang Lo sebelah daun kuping kanannya tidak ada," Kata Pek-bie Locow. Si gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa Mo-mo dan sepasang singa ompong Jie-phie-hauw Lo Jie menyaksikan orang-orang yang didepannya mengobrol tidak keruan, mereka kehilangan sabar, si gajah dungkul Tiang pie-lo twa Mo-mo menjulurkan tangan kanannya, menyambar tengkuk Liong Houw, gerakan itu tidak terduga oleh semua orang yang ada disitu, tahu-tahu tangan kanan si gajah dungkul sudah menyambar tengkuk Liong Houw, dan tangan kiri menyodok iga kiri dengan posisi gerak miring ke samping. Perintah Maut Karya Buyung Hok Rahasia Si Badju Perak Karya GKH Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying