Ceritasilat Novel Online

Kaki Sakti Menggemparkan Dunia 12


Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek Bagian 12


Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya dari Hong San Khek   "Tuan, inilah adalah tiga orang antara tuan-tuan yang telah memesan kamar ini."   Sementara Poan Thian yang melihat kedatangannya ketiga orang asing yang kamarnya ia diami itu, buru- buru memberi hormat sambil berkata.   "Tuan-tuan, oleh karena aku kehujanan dan mengira yang kamu tidak datang, maka dengan secara lancang aku telah diami kamarmu yang telah kau pesan ini. Banyak harap supaya tuantuan sudi memaafkan atas kelancanganku itu." 367 "Oh, itulah sama sekali bukan suatu perbuatan yang lancang,"   Kata salah seorang antara ketiga piauw-su itu.   "juga bukan suatu perbuatan yang terlalu salah apabila kamu telah berbuat begitu."   Tetapi ketika Poan Thian hendak pindahkan pauwhoknya keluar kamar, ketiga orang itu lalu mencegah sambil berkata.   "Itu tidak perlu, itu tidak perlu. Kamar ini masih cukup besar untuk didiami oleh empat atau lima orang lagi. Oleh karena semua kamar telah penuh, mengapakah tuan juga tidak turut berdiam di sini? Kawan-kawan kita sebenarnya ada beberapa belas orang banyaknya, tetapi banyak antaranya yang mengawal kereta-kereta piauw dengan terpencar ke sana-sini, maka orang-orang yang ditugaskan untuk melindungi kereta-kereta piauw melalui kota ini, adalah hanya kami bertigaan saja." 4.23. Kehilangan Bendera Piauw-kiok Poan Thian mengucapkan terima kasih atas kebaikan ketiga orang piauw-su itu.   "Kamar ini,"   Kata piauw-su yang bertubuh tinggi besar itu kepada pemilik rumah penginapan.   "kami akan diami bersama-sama tuan ini."   Sambil ia menunjuk pada Lie Poan Thian.   Si pemilik rumah penginapan tersebut menyatakan turut bersyukur dan berterima kasih atas kebaikan para tetamunya itu.   Kemudian ia berlalu meninggalkan mereka dengan perasaan hati lega.   Maka setelah ketiga orang itu mengajak Poan Thian kembali ke dalam kamar, mereka lalu saling memperkenalkan diri dan duduk mengobrol di muka lima 368 buah pembaringan yang terdapat di dalam kamar yang berhalaman amat luas itu.   Dari keterangan-keterangan yang ia dengar disampaikan oleh ketiga orang itu, Poan Thian telah ketahui, bahwa mereka itu masing-masing bernama Ang Tek Piu, Sie Hiong dan Teng Kim Sek (yang bertubuh tinggi besar itu).   Lebih jauh karena nama Lie Poan Thian telah cukup terkenal di kalangan Kang-ouw pada dewasa itu, sudah tentu saja merekapun jadi sangat girang akan bisa berkenalan dan sama sekali tidak nyana bakal berjumpa dengan Sin-tui Lie Poan Thian yang mereka telah lama dengar namanya, tetapi baru pada kali itu saja kenal orangnya di rumah penginapan itu.   Selanjutnya dalam tanya-jawab soal perusahaan pengangkutan barang-barang yang pada masa itu diurus oleh berbagai-bagai piauwkiok, Poan Thian telah menanyakan.   apakah mereka kenal juga dengan seorang piauw-su yang bernama Cin Kong Houw? Ang Tek Piu dan kedua orang kawannya lalu menjawab dengan suara yang hampir berbareng.   "Kenal, kenal. Ia itu adalah dari Siang-hap Piauwkiok, yang pada baru-baru ini telah mengalami kegagalan karena dipedayakan orang. Hanya belum tahu apa tuan Lie mempunyai juga hubungan dengan dia itu?"   "Ia itu adalah seorang sahabat karibku,"   Kata Poan Thian yang hatinya mendadak tidak enak, tatkala mendengar kabar jelek tentang diri sahabatnya itu.   "Tetapi belum tahu dengan jalan bagaimana sehingga ia mengalami kegagalan yang tuan telah katakan itu?"   Ketiga orang itu mula-mula kelihatan ragu-ragu akan menjelaskan tentang duduknya peristiwa itu, berhubung 369 kuatir nanti ada kata-kata apa-apa yang agak menyinggung nama baiknya Kong Houw, yang tentunya akan membikin tidak enak juga hatinya Poan Thian yang menjadi sahabat karibnya.   Akan tetapi setelah mereka mendapat kepastian bahwa persoalan itu tak akan menyinggung perasaan hati Poan Thian, walaupun itu, umpamanya, terpaksa harus dibicarakan juga, maka Teng Kim Sek yang mengetahui paling jelas duduknya peristiwa tersebut, lalu mulai berceritera, setelah mengatakan, bahwa Kong Houw pasti tak mudah dikalahkan orang, apabila dengan sejujurnya hati orang meladeninya bertempur.   Demikianlah peristiwa-peristiwa kegagalan Kong Houw yang dituturkan Kim Sek dalam bagian-bagian yang sekecil-kecilnya seperti berikut.   Sebagaimana para pembaca tentu belum lupa, semenjak berpisahan dengan Poan Thian, Kong Houw dan isterinya telah kembali ke kota Kim-leng, dimana, buat memenuhi pengharapan pihak penolongnya, yaitu Lie Poan Thian, ia telah membuka sebuah piauw-kiok dengan memakai merek Siang-hap Piauwkiok.   Oleh karena nama Kong Houw telah dikenal orang sebagai seorang bekas guru silat militer yang tinggi ilmu kepandaiannya, maka sudah tentu saja perusahaan angkutannya mendapat kepercayaan orang banyak, hingga dalam tempo beberapa waktu saja lamanya, namanya Siang-hap Piauwkiok segera jadi terkenal ke mana-mana.   Ketambahan karena belakangan ia mendapat pula dua orang pembantu Lauw Thay dan Lauw An yang telah dikerjakan atas anjurannya Lie Poan Thian, ternyata dua orang pembantu inipun sampai cukup cakap dalam hal melakukan segala pekerjaan yang dipercayakannya.   370 Dengan begitu, atas kerja sama antara Kong Houw suami isteri dan kedua orang pembantunya ini, lambatlaun kemasyhuran Siang-hap Piauwkiok telah meningkat begitu rupa, sehingga lambang pengangkutan perusahaan angkutan itu lebih dikenal orang dari pada lambang-lambang yang dipergunakan oleh kantor-kantor perusahaan pengangkutan yang lain-lainnya.   Hal mana, sudah barang tentu, telah menerbitkan rasa mengiri hatinya pengusaha-pengusaha piauw-kiok lain yang tak mampu menyaingi perusahaan angkutan yang diurus oleh Cin Kong Houw itu.   Pada suatu hari sekembalinya dari pesta makanminum dengan beberapa orang handai taulannya, di jembatan Hian-bu-kio Kong Houw telah berpapasan dengan dua orang berkuda yang berjalan mendatangi dengan berendeng satu sama lain, dan karena jembatan itu agak sempit, sudah tentu saja ia bisa terdesak ke samping dan terpijak kuda, jikalau tidak mau mengalah dengan jalan menyebur ke dalam sungai.   Maka Kong Houw yang menyangka bahwa mereka telah keenakan mengobrol sehingga tidak memperhatikan padanya yang mendatangi dengan berjalan kaki, buru-buru ia memberi tanda supaya salah seorang antaranya suka minggir sedikit, agar supaya dengan begitu, ia bisa juga turut melewat di situ dengan tidak usah mesti terdesak ke sisi jembatan.   Tetapi, entah isyarat itu tidak dapat dilihat atau memang mereka sengaja tidak hiraukan, kedua orang itu bukan saja tidak suka minggir, malah sebaliknya lantas larikan kuda mereka dengan tidak memperdulikan pada keselamatan diri Kong Houw yang sekarang telah berada di tengah jembatan.   Maka Kong Houw yang menyaksikan perbuatan kedua orang itu, karuan saja jadi mendongkol 371 dan lalu berdiri tegak akan menantikan mereka berdua.   Dan sebegitu lekas mereka mendatangi cukup dekat, ia lantas menyerukan.   "Tuan-tuan, jembatan ini sangat sempit dan tak mungkin aku bisa melewat, apabila kamu berjalan berendeng begitu rupa. Sudikah kiranya kamu berlaku cukup baik akan berjalan dengan yang seorang mengikuti pada yang lainnya, sehingga dengan begitu, kita bisa lewat bersama-sama dengan tidak saling menyukarkan pada satu dengan yang lainnya?"   "Jembatan ini toh bukan kau yang punya!"   Kata salah seorang penunggang kuda itu dengan suara ketus.   "Apabila kau kuatir terpijak kuda, cara bagaimanakah kau telah berani mendahului pada kita akan melewat di sini, sedangkan kau yang berjalan kaki seharusnya mesti menunggu dahulu di tepi jembatan sehingga kita berdua lewat?"   Kong Houw yang memang agak sinting karena minum terlalu banyak air kata-kata, sudah tentu saja jadi gusar dan lantas membentak.   "Kurang ajar! Kamu berdua ternyata ada orang-orang kasar yang berkepala batu dan tidak mengerti perikesopanan! Maka jikalau omongan yang baik belum cukup akan membuka keinsyafanmu, biarlah kepalanku ini nanti membikin kamu insyaf dari segala perbuatanmu yang amat congkak itu! Jangan lari!"   Sambil memasang kuda-kuda di tengah jembatan, Kong Houw lalu cekal lesnya salah seekor kuda itu yang lalu didorong ke belakang, dengan sebelah tangan ia sanggapi dada binatang itu sambil mengeluarkan suara bentakan keras, sedangkan dengan sebelah kakinya ia tolak perut binatang itu.   Oleh karena dikejutkan dengan cara yang amat sekonyong-konyong itu, sudah barang tentu kuda itu segera berdiri dengan dua kakinya, hal mana, tidak ampun lagi, telah membikin penunggangnya 372 jadi terlempar dan jatuh ke dalam sungai! Sementara kawannya penunggang kuda itu yang telah menyaksikan perbuatan Kong Houw yang tidak sudi menelan saja segala hinaan orang, dengan lantas pecut kudanya supaya lari menubruk pada Cin Kong Houw yang berjalan kaki itu.   Tetapi Kong Houw yang bermata celi dan tidak boleh dipermainkan punya suka, walaupun dalam keadaan sinting, pikirannya masih tetap jernih.   Ia mengerti apa maksudnya penunggang kuda yang kedua itu, maka buru-buru ia berbuat seperti apa yang telah dilakukannya tadi, untuk melemparkan orang itu ke dalam sungai dengan meminjam tenaga binatang yang kaget itu, tetapi dugaan itu sekarang meleset dan si penunggang itu tidak sampai jatuh sebagaimana apa yang diharapkannya di dalam hatinya.   Orang itu tidak dapat dijatuhkan dari atas kudanya, karena ia lekas jepitkan kedua kakinya pada punggung kuda yang berdiri dengan dua kakinya itu.   Bahkan lebih dari itu, ia telah ayunkan cambuknya ke arah mukanya Kong Houw sambil membentak.   "Kau jahanam, apakah matamu buta, sehingga kau tidak tahu dengan siapa kau sekarang berhadapan?"   "Aku tidak perduli kau siapa,"   Sahut Kong Houw.   "apabila kelakuanmu tidak senonoh, apakah orang harus mandah saja dibikin punya suka dengan tiada ketahuan apa sebab musababnya?"   "Tutup bacotmu!"   Membentak penunggang kuda itu sambil mengayunkan pula cambuknya, yang pada kali ini disabetkan dengan hebat pada dirinya piauw-su dan pemimpin dari Siang-hap Piauwkiok itu.   Kong Houw jadi semakin marah dan lalu tangkap cambuk yang disabetkan kepadanya itu, kemudian, 373 dengan mengeluarkan satu suara bentakan, ia lantas menarik ujung cambuk itu dengan sepenuh tenaganya, hingga orang itu yang ternyata kalah tenaganya, hampir dalam saat itu juga telah jadi terlempar dan terbanting ke atas jembatan seperti juga sebuah kundur yang mendadak gugur dari tangkainya! Tetapi orang itu ternyata ada seorang ahli silat yang ilmu kepandaiannya tidak boleh dipandang ringan.   Karena sebegitu lekas ia jatuh, sebegitu lekas juga ia mencelat ke atas dengan menggunakan siasat Lee-hietiauw-liong-bun, sambil berbalik menerjang pada Cin Kong Houw.   Tetapi Kong Houw yang tak mudah diselomoti orang dengan begitu saja, buru-buru menggunakan siasat Sian-jin-toat-yang, untuk menghindarkan diri dari pada penyerangan sang musuh itu.   Dalam pada itu si penunggang kuda yang telah jatuh ke dalam sungai tadi, pun telah naik ke daratan dan terus membantui kawannya mengerubuti Cin Kong Houw, yang ternyata selain berhati tabah, juga ilmu silatnya tidak ada di bawah dari pada mereka berdua.   "Jikalau aku belum melihat kau mampus di tengah jembatan ini,"   Teriaknya.   "belum puas rasa hatiku!"   "Engkau tidak perlu sesumbar yang tidak ada artinya sama sekali,"   Sahut Cin Kong Houw sambil meladeni mereka berkelahi.   "tetapi cobalah buktikan apa katamu, kalau saja engkau sesungguhnya mampu berbuat begitu!"   Apa katanya pemilik Siang-hap Piauwkiok, sesungguhnyalah bukan berarti suatu gertakan belaka.   Karena selain ia telah unjuk sampai berapa jauh ilmu kepandaiannya, iapun sanggup meladeni kedua orang 374 lawan itu seperti juga orang yang bertempur dengan satu melawan satu.   Ia tidak kelihatan gugup atau jerih, juga tidak mundur barang setindakpun, meski ia dikepung sedemikian hebatnya oleh kedua orang musuhnya itu.   Lama-lama karena salah seorang musuh itu telah dipukul roboh, maka seorang musuh yang lainnya buruburu, berlompat keluar dari kalangan pertempuran sambil berseru.   "Tahan dulu! Aku ada omongan yang hendak disampaikan kepadamu!"   Cin Kong Houw lalu berhentikan gerakannya sambil menjawab.   "Baik! Engkau ada omongan apakah yang hendak disampaikan kepadaku?"   "Pertempuran ini kita terpaksa mesti tunda, berhubung kita masih ada urusan sangat penting yang perlu diurus selekasnya,"   Kata sang musuh yang belum keburu dirobohkan itu.   "Kami perlu menanyakan she dan namamu, untuk kemudian kita bertemu pula."   Cin Kong Houw kelihatan mendengar omongan itu. bersenyum tatkala "Aku inilah bernama Cin Kong Houw,"   Katanya.   "pemilik dari Siang-hap Piauwkiok. Kamu berdua juga boleh menerangkan she dan namamu untuk kemudian memudahkan kita akan melanjutkan pertempuran ini!"   "Kami berdua adalah murid-murid dari golongan Siauw-lim cabang Hong-pay dan berguru pada Khong Hoat Cwan,"   Sahut sang musuh itu.   "Namaku disebut Gouw-kong Ho In Kheng, sedang itu kawanku," (sambil ia menunjuk pada kawannya yang tadi).   "bernama Thiatsian-ciu Ong Liong."   Kemudian mereka naikkan kuda masing-masing dan 375 berlalu dengan tidak banyak bicara pula. Sementara Kong Houw yang mengerti bahwa urusan ini pasti akan ada "buntutnya"   Di lain hari, iapun selanjutnya sangat hati-hati dan tidak pernah keluar pintu di waktu malam hari, kalau saja tidak sangat perlu.   Kalau ia mesti keluar juga, ia selalu berlaku waspada, agar jangan sampai kejadian dibokong orang.   Apalagi ketika mendapat keterangan bahwa Khong Hoat Cwan itu ada seorang guru yang mudah dihasuthasut, lebih-lebih pula ia berhati-hati akan menjaga keselamatan dirinya.   Demikian juga kepada Liu Sian, Lauw Thay, Lauw An dan pengawal-pengawal yang lainnya, ia tidak lupa memesan akan berlaku hati-hati, jikalau berurusan dengan orang-orang sebagai Ho In Kheng dan Ong Liong itu.   Dan bersamaan dengan itu, iapun lukiskan roman dan perawakan kedua orang musuhnya itu.   Satu bulan, dua bulan, dan bulan yang ketiga telah hampir tiba, semenjak terjadinya peristiwa di jembatan Hian-bu-kio itu, tetapi selama itu tidak terjadi apa-apa yang perlu dituturkan di sini.   Sementara Kong Houw yang sibuk mengurus pekerjaan-pekerjaan angkutan dari satu tempat ke tempat yang lainnya, lambat-laun telah melupakan juga peristiwa yang tersebut tadi.   Bahkan semua pengawalpengawal Cin Kong Houw beranggapan, peristiwa itu telah berakhir sampai di situ saja.   Pada suatu hari karena menerima pesanan dari sekian langganannya akan melindungi satu party barangbarang angkutan sehingga sejumlah beberapa puluh kereta banyaknya, maka Kong Houw lalu pecah rombongan piauwsu-piauwsunya menjadi beberapa 376 kelompok, dengan ia sendiri terpaksa mesti turun tangan untuk melindungi kereta-kereta piauw yang perlu dikirim ke Kie-ciu, yang letaknya agak jauh dan mesti melalui perjalanan yang "penuh duri gangguan"   Dari "cabangcabang atas"   Di kalangan Rimba Hijau.   Begitulah ketika berjalan kira-kira setengah bulan lamanya dan hampir sampai di perbatasan kota Kie-ciu, mendadak ada seorang pegawainya yang datang melaporkan, bahwa bendera lambang Siang-hap Piauwkiok telah......   hilang entah kemana perginya! Kong Houw jadi kaget tercampur masgul, waktu mendengar keterangan begitu.   Lalu ia kasih perintah pada sekalian pegawainya akan coba periksa segala barang-barang angkutan mereka, tetapi setelah diperiksa dengan teliti hingga beberapa lamanya, ternyata semua tiada terdapat barang sepotong pun yang kurang karena kehilangan.   Maka Kong Houw yang mendapat laporan itu, dengan lantas ia menduga, kalau-kalau pencurian bendera lambang itu adalah perbuatan salah seorang atau mungkin juga kedua-dua musuhnya yang ia pernah labrak agak hebat juga di jembatan Hian-bu-kio itu.   Tetapi karena tidak melihat ada bukti-bukti yang memperkuat tentang pencurian bendera yang berarti suatu penghinaan itu, Kong Houw jadi bingung juga dan tidak tahu selanjutnya ia mesti berbuat bagaimana.   Karena selain belum kenal betul kedua orang musuhnya itu, iapun tidak ketahui dimana tempat kediaman mereka berdua.   Selanjutnya sesudah berpikir beberapa saat lamanya, akhirnya Kong Houw teringatlah pada seorang sahabat yang dahulu pernah melakukan pekerjaan sebagai 377 seorang piauw-su, tetapi sekarang telah mengundurkan diri dan tidak campur tangan lagi di kalangan itu.   Orang itu bernama Ouw Yong, dan sekarang berdiam di sebuah rumah yang terletak di jalan Po-ciok-kee di pintu kota barat.   Oleh karena mengingat bahwa Ouw Yong kenal baik setiap orang gagah yang berdiam di daerah Kie-ciu, maka ia percaya bahwa sahabat ini tentu dapat memberikan keterangan tentang siapa yang mencuri bendera lambang yang dimilikinya itu, yang jikalau urusan ini sampai terdengar di luaran, niscaya Kong Houw bisa hilang muka dan hilang mata pencarian karena adanya peristiwa pencurian yang sangat memalukan nama baiknya itu.   Di zaman dahulu di antara pengusaha-pengusaha piauw-kiok ada suatu pepatah yang mengatakan.   Lebih baik hilang barang angkutan dari pada hilang bendera lambang kehormatan, dan itulah sebabnya mengapa Kong Houw jadi jengkel dan akhir-akhirnya telah coba pergi menjumpai Ouw-Yong untuk mencari keterangan, kalau-kalau sahabat itu mengetahui, siapa manusianya yang telah mencuri bendera lambangnya itu.   Ouw Yong kelihatan girang sekali melihat kunjungan si sahabat itu, hingga dengan wajah yang berseri-seri ia berkata.   "Tidak nyana hari ini mendapat kunjunganmu. Belum tahu ada angin manakah yang telah meniup engkau datang ke sini?"   "Seorang yang membutuhkan nasehat sang guru, memang kerap berkunjung di waktu yang tidak terduga,"   Sahut Kong Houw sambil memaksakan diri buat bersenyum.   "Tetapi belum tahu ada urusan apa sih yang telah 378 membikin engkau kelihatan begitu bersusah hati?"   Bertanya Ouw Yong sambil persilahkan si sahabat itu akan duduk.   Kong Houw lalu tuturkan dengan sejelas-jelasnya, dari mulai terjadinya peristiwa di jembatan Hian-bu-kio, sehingga kemudian bendera lambangnya kejadian hilang dicuri orang.   Lebih jauh, karena ia yakin bahwa Ouw Yong mempunyai banyak kenalan di kalangan Kang-ouw putih dan hitam, maka Kong Houw telah sengaja berkunjung untuk meminta nasehat si sahabat itu, kalaukalau ia bisa mencari keterangan tentang siapa pencuri bendera lambangnya itu, agar kalau nanti sudah diketahui, ia boleh pergi parani sendiri untuk minta dikembalikan dengan secara baik atau menggunakan kekerasan, apabila tindakan itu dirasa perlu.   Sedang Ouw Yong yang juga mengerti kepentingan dan artinya bendera lambang itu, sudah tentu saja berpendapat, bahwa Kong Houw memang perlu mengambil segala tindakan untuk menjaga kehormatan dan nama baiknya di kalangan pengusaha-pengusaha piauwkiok.   Karena jikalau dia tak mampu mengambil pulang atau mencari lambang yang hilang itu sehingga didapat kembali, ia bisa mengalami hilang muka dan mata pencarian dengan sekaligus.   Oleh sebab itu, siapakah yang tidak jengkel mengalami kejadian yang amat tidak enak itu? Ouw Yong sendiri sebenarnya tidak bisa menduga pasti siapa yang telah menjadi pencuri bendera lambang itu.   Juga, sebagai seorang yang sudah "mencuci tangan", tidak patut akan ia mencampuri diri dalam urusan-urusan begini.   Tetapi karena mengingat perhubungannya yang begitu baik dengan Cin Kong Houw, maka apa boleh buat ia telah memberikan petunjuk juga, supaya Kong 379 Houw coba pergi mencari keterangan pada Ca Tiauw Cin di desa Ca-kee-chung.   Tetapi karena orang she Ca ini bukan tergolong pada orang baik-baik, maka ada baiknya juga kalau Kong Houw suka berlaku hati-hati, jangan coba berbantahan atau mencari setori dengan "cabang atas"   Ini.   Maka setelah Kong Houw mendapat petunjukpetunjuk yang perlu dari Ouw Yong, dengan tidak berayal lagi ia segera menuju ke gedung keluarga Ca di desa Cakee-chung.   Di sana Kong Houw telah disambut oleh beberapa orang pengawal yang lantas menanyakan she, nama, maksud kedatangannya dan dengan siapa ia hendak bertemu, atas pertanyaan-pertanyaan mana, Kong Houw lalu menjawab satu-persatu dengan mengasih unjuk sikap yang seolah-olah tidak bersangkut paut dengan urusan penting apapun juga.   Dan tatkala kabar ini telah disampaikan pada Ca Tiauw Cin, ahli silat dari cabang atas itu lalu persilahkan Kong Houw akan masuk berjumpa.   Kong Houw menurut, setelah terlebih dahulu ia mengucapkan banyak terima kasih kepada para pengawal yang telah melayani padanya dengan ramahtamah.   Begitulah tatkala berada di ruangan pertengahan, di situ Kong-Houw telah berjumpa dengan seorang yang bertubuh tidak berapa tinggi, tetapi agak gemuk dedakan badannya.   Tidak bermisai atau berjanggut, tetapi romannya cukup keren oleh karena agak jarang tampak tersenyum.   Ia berpakaian baju pendek warna coklat yang ditimpali dengan kopiah yang berwarna coklat pula.   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      380 Bersepatu tipis, berkaos kaki putih dan tinggal duduk tegak ketika Kong Houw masuk dan memberi hormat kepadanya sambil bertanya.   "Tuan, apakah tuan ini Ca Lo-su Ca Tiauw Cin?"   Orang itu lalu berbangkit dari kursinya, balas memberi hormat dan menjawab.   "Ya, itulah memang namaku yang rendah. Belum tahu tuan ini orang dari mana? She dan nama apa, dan apa keperluannya tuan mencari aku?"   Di dalam hatinya, Kong Houw jadi merasa heran juga.   Pikirnya, mengapakah pertanyaan itu telah diulangi pula, sedangkan hal itu ia telah sampaikan dengan perantaraan para pegawai tadi? Ia tidak mengerti maksud apa yang terkandung di dalam pertanyaan itu, tetapi ia sengaja telah kesampingkan itu buat tidak mensia-siakan pesannya Ouw Yong, maka dengan sikap yang mengunjuk sangat mengindahkan kepada tuan rumah, Kong Houw lalu menerangkan pula siapa dia dan dengan maksud apa ia berkunjung ke situ.   Mendengar omongan itu, Tiauw Cin buru-buru membungkukkan diri sambil memberi hormat dan berkata.   "Oh, oh, aku kira tuan ini siapa, tidak tahunya Cin Kong Houw Piauw-su yang namanya begitu terkenal di kalangan Kang-ouw, yang begitu lama aku kagumi tetapi baru hari ini mempunyai kesempatan buat saling berkenalan. Sit-lee, sit-lee."   Kong Hauw lekas membalas pemberian hormat itu dengan sikap merendah.   "Marilah silahkan Cin Piauw-su duduk mengobrol di ruangan dalam,"   Mengajak Tiauw Cin pada tetamunya.   Kong Houw tidak menolak atas tawaran itu.   381 Setelah dipersilahkan duduk dan disuguhkan air teh, Kong Houw lalu menanyakan nasihat Ca Tiauw Cin, dengan jalan apa si pencuri bendera lambang itu harus diselidikinya? Ca Tiauw Cin tersenyum sedikit dan tidak memberikan penjelasan apa-apa tentang ikhtiar yang dikandung di dalam hatinya.   "Dari hal bendera lambangmu yang telah hilang dicuri orang itu,"   Katanya, ..aku percaya dalam tempo sedikit waktu saja akan bisa diketemukan serta diambil pulang. Perlu apakah urusan yang sekecil itu mesti dipikirkan sampai begitu!"   Kong Houw mengangguk-angguk selaku orang yang menantikan jawaban yang dibutuhkannya, tetapi anehnya, bukannya Tiauw Cin membentangkan ikhtiarikhtiar apa yang harus diambilnya, malah sebaliknya ia memanggil koki buat minta disediakan satu meja perjamuan.   "Cin Piauw-su ini yang mengalami banyak kecapaian dalam perjalanana,"   Katanya.   "tentunya merasa haus dan lapar serta perlu beristirahat beberapa waktu lamanya. Pergilah kau sediakan beberapa macam hidangan yang paling lezat dengan beberapa kati arak yang terbaik. Juga jangan lupa buat menyediakan cawan-cawan yang agak besar, karena kita jago-jago minum tidak biasa memakai cawan-cawan yang terlampau kecil di waktu mengundang handai taulan atau sahabat-sahabat karib kita." 4.24. Gangguan Sin-tui Bie di Kelenteng Tua Kong Houw mengerti, bahwa perjamuan itu akan 382 diadakan dengan secara istimewa untuk dirinya, maka barang tentu ia lantas menampik dengan kata-kata yang manis dan merendah. Sambil mengatakan supaya Tiauw Cin jangan membikin susah apa-apa. Tetapi Tiauw Cin yang sebenarnya mengandung maksud lain, dengan wajah yang berseri-seri lalu berkata "Cin Piauw-su, kita ini adalah orang-orang dari satu golongan juga, perlu apakah mesti berlaku begitu sungkan? Kita saling bertemu pun tidak kejadian setiap hari. Oleh karena itu, apakah salahnya jikalau aku mengadakan sedikit perjamuan sebagai tanda berkenalan dan mempererat persahabatan kita-kita?"   Kong Houw yang kurang bersiasat, tertarik benar oleh omongan itu, hingga selanjutnya ia tak bisa berbuat lain dari pada mengucapkan terima kasihnya.   Maka setelah koki balik kembali memberitahukan, bahwa hidangan telah disediakan.   Tiauw Cin lalu mengundang Kong Houw akan duduk makan minum di halaman lain dari gedung yang besar dan mentereng itu.   Di sini, dengan dilayani oleh beberapa pelayan perempuan yang berparas elok, Tiauw Cin lalu perintah salah seorang antaranya menuangi secawan arak buat Kong Houw, yang kemudian dipersembahkannya sendiri sambil berkata "Dengan cawan yang pertama ini, aku doakan supaya Cin Piauw-su beroleh kemajuan dalam usahamu yang sekarang ini."   Kouw Houw lalu sambuti cawan itu sambil mengucapkan terima kasih.   Kemudian ia minum kering arak yang terisi di dalamnya dengan beberapa tegukan.   Cawan yang kedua lalu menyusul dengan diiringi oleh kata-kata yang bantu mendoakan, agar supaya Kong Houw panjang umur sehingga ia sanggup 383 mempertahankan nama baiknya di kalangan perusahaan pengangkutan di bawah bendera Siang-hap Piauwkiok itu.   Setelah itu, lalu menyusul cawan yang ketiga.   "Dengan ini,"   Kata Ca Tiauw Cin yang seakan-akan orang berpikir untuk mencari perkataan-perkataan yang tepat buat diucapkannya.   "adalah...... Ia merandek, tetapi tangannya yang memegang cawan itu tetap diangsurkan kehadapannya Kong Houw. Tidak kira ketika Kong Houw menyambuti cawan itu, mendadak Ca Tiauw Cin menindak maju, dengan kecepatan bagaikan kilat, ia menggerakkan telapak tangannya ke arah Cin Kong Houw. Plok! "Ayo!"   Suara kedua lengan Ca Tiauw Cin yang menepuk embun-embunan Kong Houw, masing-masing telah mengeluarkan suara yang hampir berbareng waktunya.   Jikalau yang tersebut belakangan tidak keburu berkelit, mungkin juga batok kepalanya akan remuk ditepuk oleh kedua telapak tangan Ca Tiauw Cin yang paham ilmu Thiat-see-ciang itu! Selagi Kong Houw merasakan kepalanya pusing dan matanya berkunang-kunang, Tiauw Cin telah mengeluarkan suara bentakan keras sambil menendang dengan ilmu tendangan Swan-hong-tui, hingga Kong Houw yang belum berdiri jejak karena menyingkirkan diri dari pada pukulan tadi, sudah tentu saja jadi terpental dan jatuh di sudut ruangan itu dalam keadaan tidak ingat orang.   Dan tatkala kemudian ia tersedar dari pingsannya, Kong Houw melihat ada beberapa orang yang berkumpul 384 di situ dengan membekal senjata di tangan masingmasing, tetapi pada saat itu Tiauw Cin telah tidak kelihatan pula mata hidungnya.   Lebih jauh di lain sudut dari ruangan itu, ia menampak sebuah bendera yang ia kenali bukan lain dari pada bendera lambangnya yang telah hilang dicuri orang itu! "Kurang ajar!"   Kong Houw memaki.   "Tuan Cin,"   Kata salah seorang bersenjata yang berkumpul di situ.   "barusan Lo-suhu telah memesan pada kami, apabila nanti kau sudah tersadar dari pingsanmu, supaya engkau boleh membawa balik bendera lambangmu yang hilang itu."   Tetapi Kong Houw tak mau memungut hendera itu, karena menganggap bahwa perbuatan itu sangat menghinakan nama baiknya, dan ia baru mau ambil balik bendera itu, apabila nanti ia sudah merobohkan Ca Tiauw Cin yang licin itu.   Maka dari itu, dengan hati sangat penasaran ia lalu menoleh pada orang-orang itu sambil berkata.   "Tuantuan, bendera ini aku titip dahulu pada kamu sekalian buat beberapa waktu lamanya. Apabila aku sudah sembuh dan aku balik kembali untuk menentukan siapa antara aku dan Ca Tiauw Cin yang lebih unggul ilmu kepandaiannya, barulah aku mau ambil balik bendera itu. Ca Tiauw Cin telah berlaku pengecut melukai aku dengan jalan membokong, hingga buat ini aku tidak mau sudah jikalau salah satu antara kita belum ada yang mau menyerah atau mati. Sampaikanlah omonganku ini pada gurumu yang pengecut itu!"   Begitulah setelah memuntahkan darah di atas lantai bekas tadi ia jatuh pingsan, dengan gerakan yang susah 385 payah ia kembali ke tempat penginapannya dan sampaikan berita celaka ini pada kawan-kawannya, hingga semua orang jadi mendongkol dan lalu dengan serentak hendak menyatroni serta menggempur orang she Ca itu.   Tetapi Kong Houw lalu mencegah dan mengatakan, bahwa urusan ini adalah ia sendiri yang harus tanggung, hingga terhadap yang lain-lain tidak ada sangkut pautnya.   Dari itu, paling betul mereka menantikan saja apa yang akan terjadi kemudian.   Pendek kata selain ia dan isterinya, Kong Houw melarang akan orang lain turut campur dalam urusan permusuhannya ini.   Demikianlah penuturan yang Poan Thian dapat dengar tentang Cin Kong Houw dari keterangan Teng Kim Sek, hingga ia jadi begitu gusar sehingga ia berjingkrak dengan tidak terasa pula.   "Kurang ajar benar si jahanam she Ca itu!"   Teriak pemuda kita.   "Apabila aku belum hancurkan ilmu Thiatsee-ciang yang dipunyakannya, belumlah puas rasa hatiku! Tetapi belum tahu apakah saudara-saudara bersedia akan menjadi petunjuk-petunjukku, sehingga dengan begitu aku bisa sampai ke tempat tujuanku dan menjumpakan orang yang aku niat cari itu!"   Ketiga piauw-su itu yang memang tidak mempunyai perhubungan baik dengan Ca Tiauw Cin dan berdiri di pihaknya Cin Kong Houw, sudah tentu saja menyatakan kesediaannya buat mengantar Poan Thian pergi menjumpai Ca Tiauw Cin, hingga ia jadi girang dan minta mereka menetapkan, bilamana ia dapat turut berangkat kedesa Ca-kee-chung itu.   "Pikirku,"   Kata Ang Tek Piu setelah berpikir beberapa saat lamanya.   "paling betul kita jangan pergi ke Ca-kee386 chung pada sebelum menjumpai dahulu Cin-toako. Karena selain kita belum tahu jelas duduknya perkara, di sanapun kita bisa berembuk lebih jauh sambil melihat bagaimana kewarasannya Cin-toako dewasa ini.   "Kita bukan takut pada Ca Tiauw Cin dan sekalian gundal-gundalnya, tetapi rasanya ada baiknya juga apabila kita bertindak ke dalam urusan ini dengan cara yang lebih teliti dan jujur, sehingga biarpun kemudian Ca Tiauw Cin sampai kena dirobohkan, iapun tentu akan merasa rela hati dan tidak terjadi permusuhan yang tak ada akhirnya antara kita dan pihak mereka. Tetapi belum tahu pendapat tuan Lie bagaimana?"   Lie Poan Thian yang tadi telah diliputi oleh kemarahan dengan secara tiba-tiba, sudah tentu saja tidak memikirkan sama sekali akibat-akibat dari pada perbuatannya itu, hingga ketika mendengar nasehat baik yang telah diajukan oleh Ang Tek Piu, ia jadi insyaf akan kekeliruannya dan berkata.   "Ai, jikalau tuan Ang tidak mengajukan nasehat yang berharga itu, mungkin juga aku bisa terlibat dalam urusan permusuhan yang memang ada kemungkinan akan jadi menjalar ke segala kalangan di antara kambrat-kambratnya orang she Ca itu! Maka setelah sekarang kau telah berhasil dapat menghalaukan peristiwa yang tidak baik itu, sudikah kiranya tuan Ang memberikan petunjuk-petunjuk lain yang berharga mengenai urusan ini? Dan cara bagaimanakah aku harus berbuat supaya permusuhan itu tidak sampai merembet pada diri kawan-kawan kita yang lainnya?"   "Perbuatan orang she Ca itu memang sudah terang bersifat pengecut dan kita perlu tindas dengan beramairamai,"   Kata Sie Hiong.   "perlu apakah tuan Lie mesti 387 berkuatir akan hal itu merembet pada kawan-kawan kita yang lain-lainnya? "Seorang Tay-tiang-hu (laki-laki sejati) jikalau berani berbuat. haruslah berani juga menanggung risikonya. Buat apakah mesti ditanyakan jalan mana yang lebih, selamat bagi pihak ini atau itu? "Ingatlah, tuan, bahwa di dalam segala urusan, pastilah mesti ada risikonya. Tidak perduli berapa kecil atau berapa besar sifatnya risiko itu. Dan jikalau orang selalu ragu-ragu memikirkan ini atau itu, paling betul orang jangan berbuat apa-apa sama sekali, hingga dengan begitu urusan pun boleh disudahi sampai di situ saja."   "Omongan Sie Hian-tee inipun memang tidak bersalahan!"   Menyetujui Teng Kim Sek.   "Tetapi turut pikiranku yang cupat, pikiran Ang Toako memang patut dan lebih selamat buat diturut."   "Tetapi aku tidak bisa mufakat,"   Lie Poan Thian memotong pembicaraan semua orang.   "apabila karena perbuatan aku seorang, kawan-kawan kita yang lainnya lantas jadi kerembet ke dalam urusanku itu. Hal ini aku sesungguhnya merasa amat tidak senang, dan sedapat mungkin ingin melakukan apa-apa atas risikoku sendiri, barulah aku anggap bahwa perbuatan itu benar-benar merupakan perbuatan seorang Tay-tiang-hu!"   "Itu juga benar, itu juga benar,"   Kata Ang Tek Piu.   "Tetapi bilamana kita dapat menyambangi Cin Lauwhia dan menanyakan padanya tentang duduknya urusan Ca Tiauw Cin ini?"   Poan Thian bertanya dengan rupa yang bernapsu.   "Semua angkutan kita telah selesai diserahkan pada 388 tiap-tiap alamat yang harus menerimanya,"   Kata Ang Tek Piu, hingga sekarang kita tinggal menantikan kedatangan rombongan kawan-kawan kita yang kedua.   Dan jikalau merekapun telah dapat menyerahkan barang-barang angkutan mereka, kitapun sudah boleh berangkat ke kota Kim-leng dalam waktu seminggu itu."   "Ah, kalau begitu,"   Kata Lie Poan Thian.   "aku kuatir waktu itu akan terlalu lama buat aku bisa menahan napsu amarahku. Maka turut pikiranku, biar saja aku pergi sendiri ke kota Kim-leng, kemudian kita bertemu lagi jikalau urusan ini sudah beres. Apakah tuan Ang juga tidak pikir baik diatur begitu saja?"   "Ya, begitupun boleh,"   Kata Ang Tek Piu akhirakhirnya.   Begitulah setelah di hari esoknya mereka duduk dahar bersama-sama, Poan Thian lalu menggendong pauw-hoknya, berpisahan dengan ketiga piauw-su itu dan terus melanjutkan perjalanannya ke kota Kim-leng, untuk pergi menyambangi Cin Kong Houw yang telah mendapat luka karena muslihat Ca Tiauw Cin yang curang itu.   Dalam perjalanan itu karena Poan Thian kerap kali ketimpa hujan, maka apa boleh buat ia mesti sabansaban berhenti di rumah penginapan, hingga lantaran ini, sudah tentu saja sangat memperlambat perjalanannya itu.   Lebih-lebih ketika tiba di suatu daerah pegunungan yang terpencil dan tidak ada penduduknya, ia jadi mengeluh karena merasai sukarnya mencari tempat perlindungan dari serangannya air hujan yang semakin lama telah turun semakin lebat ke muka bumi.   Lie Poan Thian yang tak berkuasa akan menentang 389 kemarahan alam, mau atau tidak mesti berlindung juga dari bawah satu ke lain pohon untuk melanjutkan perjalanannya.   Dan tatkala hari sudah hampir magrib, barulah ia menemukan sebuah kelenteng yang terletak di lereng gunung yang sunyi dan dengan tidak mencari tahu lagi apakah di dalam kelenteng itu ditinggali orang atau tidak, Poan Thian segera berlari-lari di antara hujan dan terus masuk ke dalamnya.   "Untunglah masih ada kelenteng ini sebagai penolongku,"   Kata pemuda kita sambil menaruh pauwhoknya di atas jubin yang batunya sudah banyak rusak.   Lebih jauh karena pada pintu kelenteng itu tertampak sarang laba-laba dan debu yang bertimbun di sana-sini, maka ia lantas ketahui, bahwa kelenteng itu sudah lama tidak dirawat atau ditinggali orang.   Maka karena berkeyakinan bahwa ialah seorang diri yang berada di situ pada saat itu, Poan Thian lalu mencari suatu pelosok yang lebih bersih untuk dudukduduk dan beristirahat sehingga hari sudah menjadi terang tanah di hari esoknya.   Begitulah pada malam itu Poan Thian telah menjemur pakaiannya yang basah di sekitar meja-meja dan kursikursi rusak yang masih terdapat reruntuknya di kelenteng itu.   Dan tatkala ini semua telah selesai dilakukan, barulah ia duduk bersemedi untuk meringankan rasa letih dan dingin yang telah dialami selama melalui hujan yang lebat itu.   Di sini perlu diterangkan, bahwa Poan Thian biasa bersemedi dalam keadaan telanjang bulat.   Tidak perduli di musim dingin atau panas.   390 Dalam pada itu siliran angin dan kilat yang diseling dengan suara guntur, telah membikin Poan Thian lebih anteng bersemedinya, sehingga pada waktu ia selesai tepekur, tahu-tahu pakaiannya telah.....   lenyap entah kemana perginya! Dan sebagai gantinya dari pada pakaian yang telah hilang itu, di situ tampak sepotong kertas yang di atasnya terdapat tulisan yang rupanya telah diperbuat orang dengan mempergunakan arang.   Bunyinya tulisan itu adalah sebagai berikut.   Lie Poan Thian! Janganlah kau menganggap bahwa di kolong langit ini hanyalah kau sendiri saja yang berhak memakai gelaran SIN-TUI.   Maka jikalau di utara ada satu SIN-TUI, apakah salahnya jikalau di selatan pun ada yang memakai juga gelaran begitu? Aku bukan sirik atau mengiri.   Gelaran itu tidak boleh ada dua-tiga di jagat Tiongkok ini.   Oleh sebab itu, sudilah kiranya kau memberitahukan di mana kita boleh bertemu akan menetapkan, siapa salah seorang antara kita yang berhak memakai gelaran itu? Tertanda aku.   SIN-TUI-BIE.   Poan Thian yang membaca bunyi surat itu, bukan saja tidak menjadi gusar atau kecil hati, malah sebaliknya jadi tertawa bergelak-gelak sambil kemudian berkatakata seorang diri.   "Sungguh edan benar orang itu! Rupanya dia tidak tahu bahwa gelaran itu bukan dipakai olehku atas kehendakku sendiri. Dan juga tidak benar 391 jikalau ia beranggapan bahwa aku hendak monopoli gelaran itu. Apakah artinya segala gelaran kosong? Tampaknya dia terlalu penasaran, karena aku memakai gelaran ini. Maka buat mencegah segala kemungkinan yang akan terjadi karena hasutan-hasutan orang, paling betul aku jangan ladeni segala urusan tetek bengek serupa ini."   Demikianlah, sambil mengakhiri omongannya, Poan Thian lalu merobek-robek surat itu, kemudian ia buka pauw-hoknya buat mengambil pakaian keringnya yang terbungkus dengan bungkusan yang tidak dapat ditembusi air.   Setelah selesai berpakaian, sang hujan pun sudah mulai berhenti, tetapi karena memikirkan bahwa perjalanannya masih jauh dan belum tentu ia mendapatkan tempat berlindung yang lebih baik dari pada kelenteng itu, maka ia pikir lebih baik berdiam saja di situ dahulu, dari pada melanjutkan perjalanannya dalam suasana musim hujan itu.   Maka setelah membeberkan selembar selimut di atas jubin Poan Thian lalu merebahkan dirinya, sambil mendengari......   perutnya yang berkeruyukan menagih isi......   Lama-lama ia jadi kepulesan juga.   Kira-kira hampir tengah malam, ia telah dibikin kaget oleh rasa dingin yang telah menyerang pada dirinya dengan amat tiba-tiba.   Buru-buru ia bangun akan mencari tahu sebab-musabab yang telah membikin ia tersadar dari tidurnya yang nyenyak itu.   Segala apa tinggal tetap sebagaimana biasa, kecuali.....   selimut yang dibuat hamparan telah hilang entah kemana perginya! 392 Maka jikalau surat tantangan yang telah diterimanya tanpa diketahui siapa pengirimnya itu tidak membikin ia jadi gusar atau kecil hati, adalah pada kali ini ia jadi terbengong sehingga beberapa saat lamanya, tak dapat menduga siapa kiranya orang yang telah menggoda kepadanya itu! Kemudian ia bangun berdiri sambil menoleh ke kirikanan.   Oleh karena awan-awan yang tebal telah tersapu oleh angin yang menderu-deru di angkasa, maka sang rembulan sabit pun segera terlihat sinarnya yang remang-remang menjoroti muka bumi ini.   Dalam pada itu Lie Poan Thian yang merasa sangat gegetun dengan peristiwa yang barusan terjadi, lalu coba berjalan ke sekitar kelenteng itu buat coba memeriksa, kalau-kalau ia nanti dapat menyelidiki siapa dan dari mana datangnya orang yang telah menggoda padanya itu, yang ternyata mempunyai kepandaian yang jauh lebih tinggi dari pada apa yang diketahui olehnya sendiri.   "Dia mempunyai ilmu kepandaian yang begitu tinggi dan bagus,"   Pikir pemuda kita di dalam hatinya.   "dari itu, ada apakah kesukarannya, jikalau dia benar seorang jahat, akan mengambil kepalaku selagi aku tidur nyenyak? Aku berkeyakinan bahwa dia itu bukan orang jahat. Tetapi apakah maksudnya dia menggoda begini kepadaku? Hal ini aku sesungguhnya tidak bisa mengerti dan belum mau sudah dengan begitu saja, apabila perkara gelap ini belum dapat dibikin terang!"   Begitulah sambil berjalan kian-kemari, pemuda kita telah menyelidiki segala sesuatu ke sekeliling pelosokpelosok di dalam kelenteng itu, tetapi segala percobaannya ternyata sia-sia saja.   Ia sama sekali tidak dapat mencari bekas atau apa-apa yang dapat memudahkan penyelidikannya.   393 Maka setelah merasa bo-hwat buat melanjutkan penyelidikan itu, Poan Thian lalu kembali ke tempat mana ia menaruh pauw-hoknya tadi.   Tetapi, dalam kekagetan dan keheranannya, ternyata pauw-hok itupun telah terbang entah kemana perginya! Sekarang Poan Thian jadi mendongkol betul-betul dan lantas sesumbar dengan suara keras, katanya.   "Hei, sahabat! Engkau dan aku tidak pernah terbit permusuhan apa-apa, tetapi kelihatannya engkau terlalu penasaran karena aku mempunyai gelaran SIN-TUI. Tetapi, ketahuilah olehmu, bahwa gelaran ini bukanlah aku yang ciptakan sendiri, juga bukan aku yang memintanya pada para sahabat dan handai taulan di kalangan Kang-ouw. Maka apabila gelaran itu ada begitu mentereng sehingga itu sedemikian berharganya untuk diperebuti, biarlah aku serahkan itu kepadamu dengan baik, asalkan engkau suka mengunjukkan rupamu dan minta itu dengan baik juga kepadaku. Buat apakah mesti berlaku sembunyi dan menggoda orang begini rupa?"   Tetapi selanjutnya tidak terdengar pula barang satu suarapun, yang meladeni panggilan pemuda itu, selainnya gema yang keluar dari dalam kelenteng yang rusak dan mengirim suara itu balik kepadanya.   Poan Thian yang merasa bahwa urusan ini tidak boleh disudahi sampai di situ saja, maka lalu dimulailah menengadah kian kemari buat coba memperhatikan, kalau-kalau nanti ia dapat ketemukan orang yang menggodanya dan bersembunyi di bagian kelenteng itu.   Tetapi ternyata di sanapun tidak tampak tanda apaapa yang mengunjukkan, bahwa orang itu berada di situ.   Maka setelah merasa kewalahan dan tak berdaya pula akan mencari orang yang jail itu, pada malam itu 394 juga ia lantas berangkat melanjutkan perjalanannya ke kota Kim-leng dengan hati yang bukan main gusar dan jengkelnya.   Karena jikalau ia pertama mampir ke kelenteng itu dengan menggendong pauw-hok, adalah sekarang ia telah keluar dari situ dengan tangan kosong.   Tidak membawa pakaian, juga tidak mempunyai uang barang sesen pun disakunya! Tatkala hari hampir terang tanah, Poan Thian telah sampai di sebuah desa yang ia tidak tahu apa namanya, tetapi penduduknya kelihatannya ada banyak juga.   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Karena selain ada kedai-kedai yang sudah mulai buka, juga ada gedung-gedung yang rupanya dimiliki oleh petani-petani kaya atau orang-orang hartawan kecil yang berumah tinggal dalam desa tersebut.   Poan Thian yang melihat kedai arak dan makanan yang baru membuka pintu itu, sudah tentu saja membikin ia semakin mengiler akan mencicipi arak dan makanan yang semenjak kemarin tidak melalui tenggorokannya.   Tetapi karena mengingat bahwa ia tidak punya uang, maka apa boleh buat ia berjalan terus dengan tidak coba menoleh lama-lama pada kedai itu.   Tidak disangka ada seseorang yang dengan tiba-tiba memanggil-manggil kepadanya sambil berkata.   "Tuan, apakah engkau ini bukan seorang perjalanan yang telah kehilangan pauw-hok dan pakaian di kelenteng rusak?"   Mendengar panggilan itu, Poan Thian jadi merandek sesaat lamanya.   Mula-mula ia bercelingukan ke sana-sini, karena dikuatirkan ia keliru mendengar orang yang memanggil pada orang lain.   Tetapi ketika melihat seorang yang berdiri di muka kedai itu melambai-lambaikan tangan ke jurusannya, ia jadi menghampiri dan memberi hormat 395 sambil menanyakan.   "Tuan, apakah itu aku ini yang engkau teriakan tadi?"   "Ya, benar,"   Sahut orang itu.   "Barusan ada seorang yang lalu di sini dan memesan pada kami, bahwa jikalau engkau melewat di sini, supaya tolong terimakan pauwhok dan pakaian yang dititipkannya di sini."   Sambil berkata begitu, orang itu yang ternyata bukan lain dari pada pemilik kedai tersebut, lalu keluarkan sebuah pauw-hok dan pakaian yang masih agak demak dan dibungkus dengan menggunakan selimut.   Poan Thian jadi terperanjat, hingga sejenak ia kemekmek dan tidak tahu mesti bicara bagaimana di saat itu.   "Apakah barangkali tuan kenal siapa orangnya yang telah menitipkan pauw-hok ini kepadamu?"   Akhirakhirnya Poan Thian bertanya. Tetapi pemilik kedai itu lantas menjawab. .,Tidak kenal."   Hingga Poan Thian pun tidak bisa mendesak lebih jauh, selain meminta sedikit keterangan tentang roman, usia dan pakaiannya orang itu. Kemudian kemanakah arah yang ditujunya? "Orang itu masih muda sekali,"   Sahut pemilik kedai.   "usianya barangkali belum cukup dua puluh tahun. Potongan badannya tegap dan kulitnya putih kuning. Ia berpakaian baju biru dengan banyak kancingnya, menyoren pedang dan menggendong pauw-hok di atas punggungnya."   Dan tatkala pemilik kedai itu mengunjukkan arah yang ditujunya, Poan Thian jadi bercekat hatinya dan berkata sendiri.   ,,Hei, apakah dia juga hendak menuju ke kota Kim-leng? Siapakah dia ini......? Ah, orang-orang 396 gagah di dunia ini sesungguhnya juga tidak sedikit jumlahnya!"   Sehingga pemilik kedai mempersilahkan dia duduk, barulah Poan Thian "tersadar"   Dari bengongnya. Lalu ia mengucap banyak terima kasih dan lantas duduk, dan tidak antara lama seorang pelayan telah membawakan air teh yang masih panas.   "Menurut keterangan pemuda tadi,"   Si pemilik kedai melanjutkan omongannya.   "tuan telah semalaman tidak makan atau minum karena dirintangi oleh hujan lebat. Oleh karena itu, barusan ia telah memesan beberapa rupa barang makanan untuk tuan, yang harganya telah dibayar tunai olehnya. Maka jikalau tuan sudi menantikan beberapa saat lamanya, aku percaya hidangan-hidangan itu tentu sudah selesai di masak dan tersedia untuk tuan dahar."   Mendengar omongan begitu, Poan Thian jadi semakin tidak mengerti, apa maksud pemuda yang tidak dikenal itu. Tetapi buat tidak menerbitkan kecurigaan si pemilik kedai, Poan Thian hanya menanyakan.   "Apakah selain ini, pemuda itu tidak memesan apa-apa pula kepadamu?" ,,Tidak,"   Sahut pemilik kedai itu. Pemuda kita tidak melanjutkan pula pertanyaanpertanyaannya, tetapi di dalam hatinya ia tetap memikirkan persoalan yang merupakan cangkriman sulit ini.   "Siapakah dia itu? Ditinjau sambil lalu, surat yang ditinggalkannya itu seakan-akan orang yang penasaran dan menantang kepadaku, tetapi buktinya ia berlaku cukup baik hati kepadaku. Apakah maksudnya ini 397 semua? Apakah barangkali ia hendak mempamerkan kepandaiannya semata-mata, atau memperingati kepadaku atas hal apa-apa yang telah diperbuat olehku dengan secara keliru di luar pengetahuanku?" 4.25. Siapa Sin-tui Bie?! Poan Thian berkutet buat mengajukan pertanyaan dan jawaban kepada dirinya sendiri, yang hasilnya, sudah barang tentu, tinggal tetap begitu-begitu juga. Maka setelah hidangan telah disajikan berikut araknya yang sudah dibikin hangat terlebih dahulu, Poan Thian lalu ke sampingkan segala kesulitan itu dan lalu mulai duduk dahar "untuk menunaikan"   Rasa lapar yang ia telah alami di hari kemarin.   Tetapi, ketika ia melihat hidangan-hidangan yang disajikan itu, kembali ia menjadi terperanjat, karena hampir semua hidangan itu terdiri dari sayuran-sayuran yang olehnya sangat digemari, orang itu bukan asing lagi bagi dirinya.   Maka jikalau ini bukannya dilakukan oleh seorang yang kenal baik dirinya dan tahu benar tentang kegemarannya dalam soal makanan, niscaya hal ini tidak dapat dilakukan dengan cara yang begitu sempurna.   Tetapi ia sungguh tidak bisa mengerti, apakah sebabnya orang itu tidak mau mengunjukkan rupa kepadanya? Juga, siapakah sebenarnya dia itu? "Ia kelihatan lebih senang menggoda dari pada menjumpai aku,"   Pikir Lie Poan Thian di dalam hatinya.   "Apakah di dalam hal ini, ada terselip rahasia apa-apa yang sulit sehingga ia memilih jalan begini untuk keselamatan kita berdua pihak?"   Begitulah sambil duduk dahar, Poan Thian memikiri 398 hal itu dengan tidak sudah-sudahnya.   Sehabis dahar, barulah ia perjalanannya ke kota Kim-leng.   melanjutkan pula Pada suatu hari setibanya di kota tersebut, ia coba menanyakan dimana tempat kediamannya Cin Kong Houw pada beberapa orang piauw-khek yang kebetulan berpapasan di jalan raya.   Oleh karena nama Kong Houw memang tidak asing lagi di kota tersebut, maka Poan Thian tidak sukar akan mencari sang kawan itu.   Lalu ia mampir ke kantor Siang-hap Piauwkiok, dimana ia telah disambut oleh Lauw An dengan wajah yang berseri-seri.   "Tuan Lie,"   Katanya.   "Cin Lo-pan pasti merasa girang sekali atas kedatanganmu ini. Marilah engkau ikut aku buat menjumpainya."   Poan Thian mengangguk sambil tersenyum, kemudian ia menanyakan tentang keselamatannya sang kawan itu.   "Ia sekarang sudah hampir sembuh sama sekali dari luka-lukanya,"   Kata Lauw An.   "Apakah barangkali tuan Lie juga telah ketahui, tentang peristiwa celaka yang belum lama telah dialaminya itu?"   "Ya,"   Sahut Lie Poan Thian.   "dan justru urusan itulah yang telah menyurung aku berkunjung ke sini."   Dan tatkala Liu Sian kedengaran berkata.   "Lie Congsu datang! Lie Cong-su datang!"   Kong Houw yang sedang tidur nyenyak jadi terkesiap dan lantas bangun dan bertanya.   "Dimana? Ia dimana?"   Ia belum keburu berbangkit dari pembaringan, ketika 399 Poan Thian berjalan masuk dengan diiringi oleh Liu Sian.   Kong Houw rasanya kepingin menangis bahna kegirangan.   Karena selain memang sudah kangen tidak bertemu sekian lamanya, iapun bisa mendapat juga bantuannya Lie Poan Thian dalam hal berurusan dengan Ca Tiauw Cin, walaupun ia sendiri belum suka menyerah dengan cabang atas Ca-kee-chung yang curang itu.   Maka dengan diapit oleh Liu Sian dan Kong Houw di kiri kanan, Poan Thian duduk di tepi ranjang, sambil menjabat tangan kedua orang itu.   "Semenjak kita berpisahan di kelenteng Giok-hunam,"   Katanya.   "sehingga sekarang telah berselang beberapa tahun lamanya dengan tidak terasa pula. Tetapi belum tahu bagaimanakah dengan perusahaan pengangkutanmu di sini? Apakah itu kiranya menguntungkan juga?"   "Ya,"   Kata Kong Houw sambil menghela napas.   "Jikalau mau dikatakan menguntungkan, itulah memang juga benar demikian. Tetapi disamping keuntungan itu, orang harus jangan lupa juga dengan rasa mengiri yang keluar dari pihak sesama pengusaha pengangkutan yang berhati dengki. Karena jikalau mereka tak mampu mengganggu dengan secara berterang, mereka lalu mengganggu pada kita dengan bergelap atau meminjam tangannya orang lain. Demikian juga telah terjadi dengan diriku, sehingga aku timbul perasaan segan buat melanjutkan perusahaan ini. Apakah barangkali kau belum tahu tentang terjadinya suatu peristiwa celaka yang belum lama telah menimpa atas diriku?"   "Ya,"   Sahut Poan Thian.   "dan justeru itulah yang telah menyurung aku datang ke sini. Oleh sebab itu, sudikah kiranya engkau menuturkan padaku tentang duduknya 400 perkara ini, sehingga dengan begitu, aku ketahui juga bagaimana aku harus perlakukan si jahanam she Ca itu?"   "Aku dan orang she Ca itu sebenarnya belum pernah kenal atau mempunyai perhubungan apa-apa,"   Menerangkan Cin Kong Houw.   "Yang menjadi sebab mengapa ia telah mencari setori dengan jalan mencuri bendera lambangku, adalah karena ia telah disuap oleh seorang pengusaha angkutan lain yang merasa iri hati atas kemajuan kita di kalangan ini. Orang itu aku boleh tidak usah sebutkan namanya, karena aku sendiripun sudah cukup akan membikin ia tidak berani mengangkat kepala.    Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Pendekar Misterius Karya Gan Kl Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung

Cari Blog Ini