Manusia Aneh Alas Pegunungan 10
Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya Gan Kl Bagian 10
Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya dari Gan K.l Dalam pada itu, A Siu sudah samber dayung satunya lagi membantu percepat lajunya perahu. Rupanya melihat tak sanggup mengejar lagi, mendadak tubuh orang itu tenggelam kedalam telaga, hingga lama belum kelihatan muncul. Jun-yan menyangka orang itu mungkin sudah kelelap ditelan ikan, maka ia berhenti mendayung untuk bergurau dengan A Siu. Diluar dugaan, tiba2 terdengar suara pluk-pluk beberapa kali dibawah perahu, tahu2 air telaga merembas masuk dari bawah, ternyata dasar perahu itu tahu2 bertambah beberapa Iobang kecil, menyusul mana suara pluk2 terdengar pula dihaluan dan buritan perahu berlubang lagi beberapa buah hingga cepat sekali separuh dari perahu itu sudah terendam air. Baru sekarang Jun-yan insaf orang tadilah yang telah menyabot perahunya itu, cepat ia sumpal sebilah papan perahunya terus dilemparkan ke-permukaan telaga sambil peringatkan A Siu agar berlaku cara yang sama. Menyusul mana, ia genjot tubuhnya melompat keatas papan yang terapung ditelaga itu. Melihat perahunya sudah hampir tenggelam cepat A Siu berbuat seperti caranya Jun-yan hingga mereka menumpangi dua papan sejajar seperti orang main ski. Dan baru saja mereka selamatkan diri, terdengarlah suara air gedeburan, seorang telah muncul dari dasar telaga dengan tangan memegang senjata Hun-cui-go-bi ji semacam cundrik kaum nelayan, sekali tusuk perahu itu telah ditenggelamkannya, tapi ketika melihat kedua gadis itu sudah berpisah keatas dua papan ia alihkan senjatanya sambil membentak. Berani kau ... Hanya sekian saja ucapan orang itu karena orangnya lantas saja terkesiap. Berbareng itu Jun yan pun sudah melihat jelas bahwa orang itu adalah Tong-ting-hui- hi Bok Siang-hiong. Haha kiranya kau! seru Jun-yan tertawa. Melihat Jun-yan untuk sesaat Bok Siang-hiong juga tertegun, karena jeri terhadap gurunya thian-sin-mo Jiau Pek-king, pula kepandaian si gadis sendiri juga tidak rendah, sebagaimana dahulu Siau-yau-ih su Cu Hong-tin pernah dipermainkan, maka Bok Siang- hiong menjadi serba salah terpaksa iapun menyapa dengan tertawa. O kiranya nona Lou juga pesiar kesini apakah kau datang bersama gurumu dan hendak menghadiri undangannya Jing liang Totiang? 207 Maafkan Bok-bengcu kami telah mengganggu kesenanganmu dikapal tadi, sahut Jun-yan terpaksa merendah melihat kesungkanan orang. Tentang undangan Jingling Totiang, entahlah aku sendiri tidak tahu kapan harinya? Terus terang saja sejak tempo hari sampai sekarang aku masih belum pulang maka kalau ketemu Suhu, tolonglah kau banyak memberi alasan. Sebenarnya Bok Siang hiong rada heran oleh munculnya Jun yan disitu, tapi demi mendengar penuturan itu segera sahutnya dengan tertawa. Ah jamak juga orang muda suka pesiar, kalau sudah keluar segan kembali, tentunya gurumu takkan mengenali kau. Tentang hari undangannya Jing ling cu telah ditetapkan tanggal satu bulan dua belas, tinggal setengah bulan saja sudah tiba. Diatas kapal kami sana masih ada Tai lik-sin Tong-Po dan beberapa kawan Bu-lim lain bila nona Lou tidak mencela, maukah kita bikin perjalanan bersama ! Mendengar itu Jun-yan menaksir kalau terus langsung menuju ke Hing-san menghadiri pertemuan yang diadakan Jing-ling-cu, waktunya masih cukup, maka jawabnya . Terima kasih atas kebaikanmu, masih ada sedikit urusanku yang lain, tolonglah kau sampaikan guruku, dan aku tidak sekapal dengan kau, nyata diam2 dalam hati Jun-yan sudah mempunyai rencana sendiri, bukan saja hendak mengingusi Tok- poh-kian-gun Ki Go-thian yang disegani semua jago silat, bahkan gurunya sendiri juga akan diselomotinya. Bok Siang-hiong pun tidak memaksa, ia melihat tidak jauh dari situ sebuah perahu kecil lagi meluncur tiba, anehnya diatasnya tiada pengemudinya, melainkan satu orang sedang ngantuk mendekam diatas meja. Kebetulan disitu ada sebuah perahu, silahkan nona menumpang kesana, dihadapan gurumu kelak aku akan memberi penjelasan bagimu, katanya kepada Jun-yan, lalu ia selulup lagi kedalam air terus menghilang. A Siu, kepandaian berenang orang ini rasanya tiada seorangpun dijagat ini yang menandinginya, kata Jun-yan. Marilah kita naik keperahu itu ! Sebenarnya A Siu ragu2 melihat perahu orang itu. Tetapi Jun-yan sudah mendahului luncurkan papan yang diinjaknya kesana, terpaksa ia menyusul. Hai, Toako diatas perahu, kami minta numpang perahumu ! seru Jun-yan ketika sudah dekat. Namun orang itu masih menggeros dengan pulasnya. Tanpa pikir lagi Jun- yan melompat keatas perahu dengan enteng sekali dan disusul oleh A Siu. 208 Waktu Jun-yan meng-amat2i orang yang masih mendengkur itu, ia lihat perawakan orang rada tegap, berbaju hitam singsat, warnanya sudah luntur, malahan disana sini banyak tambalan. Karena mukanya terbenam disekap kedua lengannya diatas meja, maka tidak kelihatan. Yang terang, tidurnya ternyata nyenyak sekali. Orang ini pulas seperti babi mati, mungkin perahu ini sudah kita dayung ketepi, ia sendiri masih belum tahu, ujar Jun-yan geli. Perlahan-lahan mereka angkat penggayuh dan mendayung perahu itu ketepi sana. Sembari mendayung Jun-yan berkata perlahan kepada A Siu. Hari pertemuan jago Bu- lim yang diadakan Jing-ling-cu katanya tgl. 1 bulan 12. Jika begitu, sesudah mendarat, kita harus terus berangkat. Untuk tidak diketahui Suhu, biarlah aku menyamar seorang seperti Thio Hui (tokoh dalam cerita Sam Kok yang berwajah hitam bengis) dan kau, menurut pendapatku menyamar seorang pemuda ganteng, boleh jadi sepanjang jalan kau akan digilai oleh kaum gadis ! Wajah A Siu menjadi merah oleh olok-olok itu, sahutnya. Apakah aku dapat lebih gagah daripada Ti-koko ? Terang lebih bagus dari dia, ujar Jun-yan. Maka untuk selanjutnya aku disebut Say Thio-hui dan kau bernama.... bernama Giok bin-long-kun (sijejaka bermuka bagus), kita mengaku bersaudara, aku Toako dan kau adik. Aku sebenarnya ingin mencari Ti koko dulu, ujar A Siu. Eh, kembali kau rindu lagi, siapa tahu, kalau di Ciok-yong hong nanti justru dapat kau jumpai dia? bujuk Jun yan. Tidak lama, perahu mereka sudah dekat tepi telaga, tiba2 mereka mendengar suara orang menguap, waktu mereka menoleh, kiranya lelaki yang tidur tadi sedang mengulet sambil julurkan kedua tangannya kelantai, sehabis mengulet, sambil mulutnya berkemak-kemik bagai orang ngelindur, mendekam diatas meja tertidur pula. Melihat tangan orang itu ketika dijulurkan keatas, panjangnya luar biasa, alisnya juga tebal sekali, cuma tadi orang lagi menguap, maka wajahnya macam apa, belum tampak jelas Jun-yan menjadi geli melihat kelakuan orang, katanya. A Siu... tidak, Giok- bin-long-kun, tampaknya orang ini kerjanya hanya gegares dan tidur melulu, tidur dirumah kuatir diganggu, maka pindah tidur diatas perahu. Marilah kita tinggal pergi, peduli amat dia mau tidur sampai tahun depan ! 209 Diwaktu bicara, karena anggap dirinya sekarang sudah Say Thio-hui atau si Thio Hui kedua, sengaja Jun-yan bikin kasar suaranya, karena A Siu tertawa geli, katanya. Enci Jun-yan... Stop, sela Jun-yan mendadak, bukan enci lagi, tapi ingat, selanjutnya harus panggil Toako ! Ah, nanti saja kalau sudah sampai di Ciok-yong hong, tawar A Siu geli. Sementara itu perahu sudah menepi, mereka meletakan dayung dan melompat kedaratan dalam pada itu lelaki tadi kedengaran lagi menguap dan kemak kemik mengigau pula. Tanpa ambil pusing lagi, mereka tinggal menuju kekota. Disebuah toko, Jun-yan membeli pupur minyak, jenggot palsu dan sebagainya lalu membeli pula bahan obat2an disebuah apotik. Dengan semua itu mereka pulang kehotel. Hai dimanakah pedangmu, kenapa tinggal sarungnya melulu ! seru A Siu kaget ketika melihat senjata yang terselip dipinggang Jun-yan sudah tak kelihatan. Jun-yan terkejut ketika diperiksanya benar saja sarung pedang masih, senjatanya sudah hilang. Ia ingat ketika menghadapi Bok Siang-hiong tadi karena menyangka orang akan menyerangnya ia masih meraba senjatanya itu, kenapa sekarang bisa mendadak hilang?. Untuk sesaat itu Jun-yan menjadi bingung, yang bikin mengejutkan lagi, ketika ia merasa sutera merah yang diperolehnya dari gua didaerah Biau itu juga sudah hilang tak berbekas, padahal ia ingat benar barang tersebut tersimpan baik2 dalam bajunya. A Siu ikut sibuk melihat kawannya kelabakan, lekas2 ia tanya apalagi yang hilang. Sepotong kain sutera merah, sahut Jun-yan. Entah keparat jahanam yang mana berani main gila dengan aku, jika dapat kubekuk, kalau tidak kucacah badannya, tidak puas hatiku. Dan sedang Jun-yan mencak2 tanpa sasaran tiba2 datanglah pelayan hotel menghantarkan sepucuk surat sambil menanya. Apakah nona she Lou ? Jun-yan melengak, tapi cepat sahutnya. Benar. Ada apa ? Disini ada sepucuk surat ditujukan untuk nona, kata pelayan. 210 Cepat Jun-yan menerima surat itu dengan heran, ia lihat diatas sampul tertulis . Dihaturkan kepada nona Lou ! Tulisannya indah kuat. Sebagai murid Thong-thian-sin- mo yang serba pandai, dengan sendirinya dalam hal seni tulis Jun-yan pun terhitung akhli, ia merasa tidak kenal gaya tulisan siapakah dari orang2 yang dikenalnya. Ketika sampul itu disobeknya, ia lihat kertas surat didalamnya putih kosong kecuali dua huruf yang cukup besar . Kiam, Leng. Melihat tulisan kedua huruf yang berarti . pedang dan sutera, segera Jun-yang tahu ada hubungannya dengan kedua bendanya yang hilang itu. Dari siapakah surat ini ? Cepat ia tanya sipelayan. Saking tidak sabar, bahu pelayan itu terus dicengkeramnya sambil di-gentak gentak. Karuan pelayan itu meringis kesakitan sambil ber-kuik2 seperti babi disembelih. Sementara itu Jun-yan telah membentak pula suruh mengaku. Aku... akupun tidak tahu siapa pengirimnya, aku hanya terima dari satu kacung penjual kacang, katanya suruhan seorang sastrawan ....sahut pelayan itu tak lampias. Untuk sejenak Jun-yan tertegun oleh jawaban itu, tapi segera pelayan itu dilepaskannya ia tarik A Siu. Marilah, kita pergi bikin perhitungan dengan jahanam itu. He, siapakah? tanya A Siu heran. Masakan kau sudah lupa pada lelaki yang tidur seperti babi mati diatas perahu itu? sahut Jun-yan. A Siu menjadi ingat pada orang itu. Namun begitu, iapun heran apakah mungkin orang itulah yang mempermainkan mereka. Tapi selamanya ia hanya menurut saja segala apa yang dikehendaki kawannya, tanpa bicara segera ia ikut dibelakang Jun-yan ketelaga Se-oh. Sementara itu hari sudah sore, sinar mata sang surya diwaktu senja menyorot indah diair telaga yang biru ke-hijau2an itu, namun Jun-yan berdua tiada pikiran buat menikmati keindahan pemandangan itu mereka terus langsung menuju ketempat pagi tadi, mereka melihat ditepi telaga sana masih tertambat sebuah perahu yang dikenalnya sebagai perahu lelaki sastrawan baju hijau itu, malahan diatas perahu itu masih ada seorang yang kelihatan masih sibuk entah apa yang sedang dikerjakan. Hai, keparat, bagus sekali perbuatanmu. Ya! teriak Jun-yan sebelum dekat. 211 Tapi sesudah dekat, ia menjadi melongo, karena orang diatas perahu itu ternyata seorang kacung berumur belasan tahun, maka cepat tegurnya dengan nada lain. He, kau bocah ini lagi kerja apa disini? Kacung itu tidak menjawab, tapi matanya berjelilatan mengawasi Jun-yan berdua, kemudian baru buka suara. Apakah kalian ini berdua masing2 bernama Say Thio-hui dan Giok Bin-long-kun? Seketika Jun-yan dan A Siu melengak oleh pertanyaan itu. Tapi bila dipikir lagi, segera merekapun sadar duduknya perkara, tentu ketika mereka berunding tentang menyamar diatas perahu, rahasianya telah didengar oleh sastrawan itu, dan jika begitu, orang yang mencuri lebih terang lagi juga sastrawan itu. Aku menanya dimana majikanmu, kenapa kau cerewet? bentak Jun-yan lagi tak sabar. Tunggu sebentar, nona, memang aku ditugaskan menyambut kedatangan kalian, ujar kacung itu tertawa. Habis itu, kembali ia sibuk mengurusi kerjanya tadi, ia mengangkat sebuah Khim kuno, sebuah anglo yang kecil mungil, seperangkat alat2 minum komplit dengan teko dan cangkir yang indah. Semuanya itu diboyongnya kedaratan dan diletakkan didalam dua keranjang, lalu dipikulnya dan berjalan didepan mendahului Jun-yan, sambil me- nyanyi2 kecil. Dengan mendongkol Jun-yan berdua ikut dibelakang kacung itu. Tidak terlalu lama, ketika hari sudah remang-remang, tibalah mereka sampai di suatu gubuk yang terletak ditepi sebuah sungai kecil. Tampaknya atap gubuk itu masih baru, agaknya belum lama dibangun. Sudah sampai, silahkan kalian masuk, kata sikacung. Gubuk itu ternyata dikitari pagar bambu, didalam pekarangan tertanam aneka warna bunga yang indah. Waktu Jun-yan ikut melangkah masuk kedalam, ia lihat keadaan dalam rumah sederhana saja, diujung timur sana sebuah dipan di-aling2 pintu angin dari anyaman, diruangan sebuah meja lengkap dengan alat2 tulis, diterangi sebuah pelita yang ber-kelip2. Ketika tidak melihat majikannya disitu, kacung itu coba berseru memanggilnya, tapi tiada sahutan. Tiba2 dilihatnya diatas meja tulis terdapat sehelai surat, disamping surat itu terletak sebuah pedang terbungkus kain sutera merah. 212 Cepat kacung itu ambil kertas surat itu, sesudah dibaca sekedarnya, segera ia sodorkan kepada Jun-yan. Waktu Jun-yan membaca surat itu tertulis . Nona Jun-yan yang terhormat, Pencurian Kiam dan Leng ini melulu bergurau belaka, sebagai timpalan olok2 nona siang tadi. Sebenarnya kedatangan nona sangat kunantikan sekedar memenuhi kewajiban tuan rumah, tetapi sayang, karena keperluan harus segera berangkat tak sempat menunggu, harap dimaafkan. Kiam dan Leng lengkap berada di sini, harap nona terima kembali dengan baik. Cuma sayang Leng tulen, tapi Kiam tiruan, sayang! Surat ini ternyata tidak dibubuhi tandatangan pengirimnya, dibawah tertulis seekor burung belibis serta beberapa pucuk rumput egel2. Untuk sesaat Jun-yan ter-mangu2 ia merasa ilmu silat sastrawan itu sebenarnya susah diukur, mengingat mencuri barangnya tanpa berasa, pula sekarang ternyata gaya tulisannya begitu indah, nyata orang itu serba pandai, silat dan surat. Diam-diam iapun menyesal tak bisa berjumpa dengan orangnya. Kiam dan Leng ini sudah kuambil kembali, marilah kita kembali, katanya kemudian. Tapi sebelum melangkah keluar, tiba2 ia menanya sikacung . Eh, siapakah nama majikanmu? Ternyata kacung itu hanya menggeleng kepala tanpa menjawab. Jun-yan menjadi masgul. Sungguh aneh, hatinya yang polos tiba2 timbul semacam perasaan gegetun. Dengan rasa hampa ia ajak A Siu pulang kehotel. Besok paginya, Jun-yan sudah pulih akan kelincahannya. Ia merasa senang apabila terpikir sesudah menyamar dan sampai di Hing-san ia akan dapat menggoda gurunya sendiri. Segera ia bangunkan A Siu dan ber-kemas2 menyamar dengan bahan2 yang sudah dipersiapkan itu. Lebih dulu Jun-yan membantu A Siu bersolek, sebentar saja A Siu ternyata sudah berubah menjadi satu pemuda pelajar yang tampan, ketika A Siu bercermin, ia sendiri hampir-hampir tak kenal dirinya lagi. Kemudian Jun-yan merias dirinya sendiri, lebih dulu ia poles mukanya agak ke- hitam2an lalu ditempeli lagi berewok palsu. Ketika mendadak berpaling, A Siu menjadi kaget. Ternyata seorang gadis cantik ayu, kini telah berwujud seorang laki2 hitam 213 berewok seperti sikat kawat. Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya Gan Kl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Apalagi kalau Jun-yan berteriak, boleh jadi A Siu bisa lari ketakutan. Habis merias muka mengenakan pakaian yang serasi dengan penyamaran. Haha, dengan dandanan kita sekarang, kalau kita keluar, boleh jadi kuasa hotel takkan kenal kita, dan kita tinggal kabur saja, ujar Jun-yan. Ya, tapi tanpa sebab bikin rugi orang, buat apa? sahut A Siu. Perduli amat, kalau kita sewaktu butuh, sewa hotel juga akan mereka catut berlipat ganda, kata Jun-yan. Dan benar juga, ketika melangkah keluar dengan lagak seperti tidak pernah terjadi apa2, pelayan dan kuasa hotel menjadi ternganga heran, kenapa dari kamar yang tadinya ditinggali dua nona, sekarang keluar dua lelaki yang berbeda seperti langit dan bumi ? Namun Jun-yan tak ambil pusing, terus saja ia ajak A Siu pergi, mereka membeli dua ekor kuda dulu, lalu menempuh perjalanan dengan cepat menuju Hing-san. Mereka menghitung masih cukup waktu, maka mereka lanjutkan perjalanan seenaknya. Jun-yan tahu undangan Jing-ling-cu kepada para jago silat seluruh jagat, tujuannya yalah untuk mengenali siapa adanya manusia yang lebih mirip setan dari pada manusia itu. Namun begitu, kebiasaan orang Bu-lim yang suka unggul, untuk mencari nama , entah berapa orang rela mati untuknya, apalagi sudah dekat waktunya janji Ki Go-thian yang beritanya disebarkan Ngo seng Thauto, bahwa pada saat para jago berkumpul di Ciok-yong-hong, akan muncul untuk memenuhi janjinya dahulu. Sebab itulah maka begitu Jun-yan berdua memasuki wilayah Oulam, mereka lantas melihat tidak sedikit tokoh Bu-lim ber-bondong2 melampaui mereka menuju ke Ciok- yong-hong, cuma diantara mereka semua belum ada yang kenal, terutama manusia aneh itu tidak terlihat lagi sejak pertemuan terakhir digua berbahaya didaerah Biau. Selagi mereka mengenali setiap orang yang jalan searah dengan mereka, tiba2 dari belakang seekor kuda putih menyalip lewat dengan cepatnya. Penunggangnya seorang Tosu atau imam setengah umur dengan jubahnya yang bersih dan berkopiah pertapaan, dipunggung terselip sebuah kebut, kiranya dialah Siau-yau-ih-su Cu-hong- tin. Diam2 Jun-yan saling pandang dan tertawa bersama A Siu, dalam hati mereka mentertawai jago2 yang sudah keok dibawah tangannya A Siu itu masih berani 214 berlagak. Sedangkan Jun-yan bermaksud meneriaki dan menggodanya, mendadak terdengar dibelakangnya ada suara orang ter-bahak2 dan berkata. Haha, kehadiran Li- heng dalam pertemuan para jago diatas hinsan sekali ini, pasti Li-heng sudah siapkan semacam kemahiran Khong-tong-pay untuk dipertunjukkan dihadapan kawan2 semuanya! Nyata, lagu suara orang ini seperti memuji juga se-akan2 mengolok-olok, tapi orang she Li itu agaknya sangat sabar dan merendah, sahutnya. Ah, mana ada! Khong-tong- pay jauh terpencil disebelah barat sana, kami justru akan minta petunjuk kepandaian2 dari aliran lain. Maka terdengar lagi orang tadi bergelak ketawa. Waktu Jun-yan berpaling, kiranya orang yang dipanggil Li-heng itu bukan lain ialah Liok-hap-tong-cu Li-pong, itu ketua dari Khong tong-pay. A Siu, kakek itu bernama Li Pong adalah sobat baik guruku, biarlah kutegurnya, coba dia kenali aku tidak, katanya kepada sang kawan. Habis itu, ia tahan kudanya sedikit dijalan, setelah mendekat, ia lihat orang setengah umur dengan lagak tengik yang memuakkan, tampak Li Pong agak sungkan bikin perjalanan dengan dia, tapi orang itu terus ajak bicara padanya. Sesudah dekat, segera Jun-yan memapaki sambil memberi hormat dan berkata . Ah, mendengar suaranya, ternyata memang benar Li-heng adanya, sungguh tidak nyana sesudah sekian lamanya, kini berjumpa lagi disini. Li Pong menjadi heran ketika mendadak ditegur seorang hitam berewok yang tidak pernah dikenalnya, tapi mengapa dengan begitu menghormat. Sesudah melengak, terpaksa ia menjawab dengan tertawa . O ya, sudah lama tidak berjumpa, apakah Heng- tay (saudara) juga hendak pergi ke Giok-yong-hong ? Diam2 Jun-yan geli oleh jawaban itu, sudah terang tidak kenal masih berani menyahut Sudah lama tidak berjumpa. Segera ia teriaki A Siu . Jite, marilah kuperkenalkan Li-heng kepadamu, selanjutnya kau mungkin harus banyak minta pelajaran Li-heng. Ketika Li Pong memandang A Siu, ia melihat seorang pemuda tampan dengan sipat likat2 seperti anak perempuan, meski usianya muda, tapi sinar matanya tajam, sebagai seorang ahli begitu pandang, segera Li Pong tahu pemuda 215 ini lihainya memiliki ilmu Lwekang yang tidak bisa dibilang rendah. Li Pong terkejut, diam2 dia heran darimana tiba-tiba muncul dua saudara yang satu jelek yang satu tampan, tapi selamanya tidak dikenalnya. Ketika Jun-yan melihat kawan perjalanan Li Pong tadi sedang memandang padanya dengan wajah menghina, ia menjadi gemas apa lagi setelah mendengar lagu suaranya yang sombong kepada Li Pong tadi, ia pikir, manusia congkak demikian harus diberi hajaran. Maka pura2 ia tanya. Li-heng, siapakah sobat ini, sudikah kau memperkenalkan kepada kami ? Sudah tentu mimpi pun Li Pong tidak menduga bahwa sang keponakan perempuan nakal itu lagi bergurau kepadanya, maka jawabnya. Saudara ini murid Pi-lik-jiu In Thian Sang In-locianpwe dari Holam, namanya Ong Lui, orang menjulukinya Siau-pi-lik ! Jun-yan terkejut mendengar nama itu, ia pernah dengar beledek itu, usianya sudah lebih 80 tahun, tingkatannya dikalangan Bu-lim sangat tinggi, ilmu pukulan beledek yang dilatihnya sangat disegani. Tentu muridnya ini juga tidak boleh dibuat main. Maka ia cepat bersoja dan berkata. O, kiranya Ong-hiantit, sungguh kagum ! Mendengar sebutan Hian-tit atau keponakan itu bukan saja wajah Ong Lui seketika berubah hebat, bahkan Li Pong rada terkejut dan merasa siberewok ini sengaja cari2. Masakan Ong Lui yang usianya sudah dekat 50an dan nampak jelas masih lebih tinggi dari siberewok itu, tapi orang berani menyebutnya keponakan yang berarti anggap dirinya lebih tua setingkat. Padahal Li Pong saja sebut Ong Lui saudara, walaupun tingkatannya sebenarnya sejajar dengan gurunya yaitu sitangan geledek. Benar juga, Ong Lui menjadi amat murka, biasanya ia tidak pandang sebelah mata pada siapapun juga, apalagi kini dipandang rendah terang2an, segera iapun berseru. Li- heng siapakah orang ini? Untuk sejenak Li Pong gelagapan, sebab ia sendiripun sebenarnya tidak kenal siberewok. Baiknya dengan cepat Jun-yan sudah menggantikan menjawab. Ah, Cayhe hanya orang tak terdaftar, maka tidak tenar seperti Ong-hiantit, aku bersama Kah-lotoa, dan saudaraku ini Kah loji, karena macam maki yang tak berarti ini, ada kawan juga yang sudi memberikan julukan pada kami sebagai Say-thio-hui dan Giok-bin-long-kun. Ong Lui tambah murka mendengar orang terus sebut hiantit padanya, ia pikir Kah- loji? Kenapa selamanya tidak pernah dengar nama jago silat demikian? 216 Tapi iapun tak mau kalah gertak, segera ia menjengek dan menanya pula. Ehm, entah kalian dari golongan atau aliran mana? Eeh, kenapa Ong-hiantit begitu pelupa? sengaja Jun-yan meng-olok2 lagi. Bukankah aliran kami dengan golongan gurumu, Lo In (In si tua) terkenal sebagai dua aliran terkemuka di Holam, cuma nama Pi-lik-pay kalian lebih kumandang sedikit sebaliknya kami hanya Tang-ko-pay (aliran genderang) maka suaranya kalah keras. Karuan Ong Lui murka oleh sindiran itu masakan golongan Beleged mereka diimbangi dengan golongan genderang segera dia mendamprat. Orang she Kah, apakah barangkali mulutmu belum dicuci, kenapa kentut semuanya? Eeeeh, panas amat darah orang Ong-hiantit ini! sahut Jun-yan semakin menggoda. Bicara tinggal bicara, apa kau sangka orang Tang ko-pay kami kena digertak?'' Karena sambil berjalan, tatkala itu kebetulan mereka tiba sampai disuatu tanah datar, segera saja Ong Lui melompat turun dari kudanya sambil menantang. Hayolah orang she-kah bila kau berani, turunlah kemari! Tatkala itu, orang berlalu lalang dijalan cukup ramai, ketika mendengar Ong Lui berteriak-teriak menantang, semua orang menjadi ketarik, sebentar saja ditanah lapang itu sudah dirubung penonton. Begitu pula Li Pong ikut merandek ingin melihat gaya dari golongan manakah Jun-yan berdua. Jun-yan sendiri tahu bila ia turun lapangan sekali gebrak pasti akan dikenal Li Pong, maka katanya pada A Siu, Jite, Toako sungkan turun kalangan, bolehkah kau mewakilkan aku ! A Siu ragu2, masakan tanpa sebab disuruh berkelahi. Jun-yan tahu bahwa kawannya itu sungkan bergebrak dengan orang, cepat katanya lagi. A Siu, cukup asal kau jungkalkan dia, tak usah melukainya, kenapa mesti takut? Terpaksa A Siu meloncat turun dari kudanya, dengan ayal2an ia masuk kalangan. Melihat A Siu begitu ganteng, semua penonton lantas saja sudah bersorak memuji, karuan Ong Lui semakin murka, tanpa bicara lagi ia memukul dengan tangannya. Ilmu Pi-lik-jiu atau pukulan geledeg dari keluarga In di Holam itu nyata bukan kepalang hebatnya, begitu pukulan dilontarkan, segera angin men-deru2 bagai guntur gemuruh. Lekas-lekas A Siu pasang kuda-kuda dengan kuat sambil kedua lengan bajunya mengebas ke-samping. 217 Satu kali, tiba-tiba Jun-yan berseru mengejek. Ong Lui tambah sengit, angin pukulannya tadi belum mengenai musuh atau tahu2 sudah dipatahkan musuh, padahal pukulan pertama yang disebut Lui-su-kay-loh atau malaikat beledeg membuka jalan, hampir seluruh tenaga dikeluarkannya, tapi hasilnya malah tenaga pukulannya itu se-akan2 terpental oleh kebasan A Siu tadi. Terkejut dan gusar Ong Lui, sekali menggerung, kembali sebelah tangannya memukul lagi kedepan dengan sekuatnya. Serangan ini dilakukan dengan cepat dan dari jarak dekat, asal badan A Siu kesenggol boleh jadi akan remuk seketika. Melihat kekejian Ong Lui, semua orang ikut kuatir bagi A Siu. Siapa duga dengan enteng sekali A Siu menggunakan samberan angin pukulan itu, tubuhnya terus ikut tergintai ikut pergi, habis itu, dengan pelahan ia turun kembali. Melihat keindahan gerakan itu, kembali penonton bersorak. Sebaliknya Jun-yan terus berseru pula . Dua kali! Alangkah mendongkolnya Ong Lui, musuh yang satu selalu bisa hindarkan serangannya dengan gesit, sebaliknya musuh yang lain berkoak-koak mengejek disamping. Keparat, sambutlah seranganku ini! teriaknya murka. Habis mana, tiba2 kedua telapak tangannya bergetar hingga bersuara, lalu didorongkan kedepan dengan tenaga beledek yang mengejutkan. Dalam pada itu A Siu semakin sengit oleh maki-makian orang, ia pikir bila tidak diberi tahu rasa, mungkin pertandingan ini takkan habis2. Ia berdiri diam menunggu, ketika tenaga pukulan lawan sudah mendekat ia membaliki tangannya terus menekan dari atas kebawah, memapak pukulan orang. Gerakan lemas saja, tapi membawa kekuatan maha besar. Melihat sebagai akhli silat, segera Li pong menduga Ong Lui bakal celaka. Benar saja, segera Ong Lui menjerit sekali sambil sempoyongan kebelakang, untung dia masih tahan tubuhnya hingga belum terjungkal, namun begitu, darah segar terus saja menyembur dari mulutnya. Nyata beradunya tenaga pukulan itu hanya digunakan separo dari Lwekang A Siu, bila tidak, mungkin Ong Lui sudah menggeletak tak bernyawa lagi. 218 Sebaliknya demi nampak keadaan Ong Lui yang cukup parah, A Siu menjadi tak tega, ia mendekatinya sambil mengurut dua kali dipunggung orang untuk menenangkan jalan darahnya lalu katanya . Maaf, saudara sudi mengalah sejurus ! Ong Lui menjadi malu, sahutnya lesu . Ilmu silatmu sungguh hebat, biarlah kita bertemu lagi kelak ! habis berkata tanpa berpaling lagi ia mengeloyor pergi diantara penonton sampai berpamit kepada Li Pong pun dilupakan. Kah-heng, kata Li Pong kepada Jun-yan. Pi-lik-cio In Thian-sang suka mengeloni anak muridnya, pulangnya Ong Lui ini mungkin akan mengadu biru kepada gurunya, kelak kalian harus berhati-hati! Jika begitu, kejadian tadi Li heng sendiri ikut menyaksikan, bila kelak perlu dibuat saksi, tolong Li-heng suka berlaku adil, ujar Jun yan. Diam2 Li Pong pikir kejadian tadi benar disebabkan Ong Lui yang menantang, tapi asalnya karena Jun-yan yang mulai mengolok-olok dengan kata-kata Tang-ko-pay yang terang dimaksudkan untuk menimpali Pi-lik-pay orang, apalagi asal usulnya kedua orang dihadapannya ini tidak pernah dikenal. Namun begitu bila melihat kepandaian adiknya sudah begini hebat, jangan kata lagi sang kakak. Maka iapun menjawab sekedar memuaskan hati Jun-yan . Sepanjang jalan Li Pong terus memikirkan dari golongan mana atau aliran manakah kedua teman perjalanan ini, terutama gerak silat A Siu yang aneh dan lihay itu hakekatnya tidak pernah dilihatnya. Sudah tentu mimpipun tak terpikir olehnya bahwa A Siu alias Kah-loji hanya seorang gadis Biau yang secara kebetulan memperoleh ilmu Siau-yang-chit-kay yang lihay. Ingat punya ingat, mendadak hatinya tergerak, terpikir seseorang lihay dimasa mudanya dahulu, cepat ia mendekati Jun-yan dan menanya . Kah-heng apakah gurumu she-Ki ? Kiranya ia teringat kepada Tok-pok-kian-gun Ki Go-thian, ia pikir, selain orang she Ki ini, rasanya tiada jago lain lagi yang mampu mendidik murid seperti kedua saudara Kah ini. Untuk sesaat Jun-yan tertegun mendengar pertanyaan itu, tapi segera jawabnya sambil menggeleng kepala . Orang she Ki, apakah Li heng maksudkan Tok-poh-kian- gun Ki Go-thian dimasa dahulu itu ? Benar, kata Li Pong. 219 Bukan, guruku adalah orang lain. sahut Jun-yan. Sedang mereka tanya jawab, se-konyong2 suara derapan kuda dari belakang berbunyi dengan riuhnya, seekor kuda tinggi kurus secepat angin telah melampaui mereka. Kaki kuda itu jauh lebih panjang dari kuda biasa, maka larinyapun sangat kencang, ketika lewat, debu ikut bertebaran hingga muka Jun-yan se-akan2 ditabur debu. Hai, orang itu apakah kau jalan tak pakai aturan ? seru Jun-yan segera dengan gusar. Mendengar itu, mendadak penunggang kuda yang berbaju kelabu itu menahan kudanya hingga kedua kaki muka binatang itu terangkat keatas. Waktu penunggangnya menoleh seketika rasa gusarnya Jun-yan tadi lenyap, bahkan hampir ia tertawa. Ternyata orang berbaju kelabu itu bermuka sangat lucu, muka potongan segitiga seperti kepala walang, rambutnya jarang setengah botak. Dan selagi Jun-yan hendak menegurnya lagi tiba2 A Siu menjawilnya memberi tanda hati2. Dalam pada itu terdengar Li Pong telah berseru. Hai, kiranya kau Hwe- heng, cepat amat binatang tungganganmu itu! Apakah dia kawanmu, Li-heng? tanya Jun-yan. Benar dia she Hwe, bernama Tek adalah sobat baikku, sahut Li Pong. Jun-yan geleng2 kepala seperti seorang tua bicara kepada orang muda, ujarnya. Li- heng mencari kawan juga harus yang genah, kalau segala manusia congkak kau jadikan teman apakah kau tidak kuatir ikut campur namamu? Sungguh geli dan dongkol Li Pong oleh lagak orang, sebagai seorang ketua Khong- tong-pay, biasanya dia memberi petuah, masa sekarang dia yang diberi ceramah? Tapi dasarnya memang seorang sabar, maka ia hanya tersenyum tak menjawabnya. Begitu pula lelaki jelek itupun tak menggubris akan olok2 Jun-yan itu, ia mendengus sekali, lalu keprak kudanya tinggal pergi. Maaf, Kah-heng, Cayhe berjalan dahulu, kata Li Pong kemudian larilah kudanya menyusul orang aneh itu. Dari jauh mereka terus pasang omong, malahan kadang kala menoleh lagi memandang Jun-yan berdua. 220 Jun-yan pun tidak ambil pusing, sebaliknya A Siu senantiasa pasang mata kekanan ke kiri, sudah tentu yang dicarinya yalah buah hati yang dirindukannya itu, Kang Lam- it-ci-seng Ti Put-cian. Melihat kelakuan kawannya ini, aneh juga tanpa merasa Jun-yan terkenang pula kepada sastrawan baju hitam yang menggodanya di Hang ciu itu. Selamanya Jun-yan suka menggoda orang tapi sekali itu dia yang kena dipermainkan ketika diketahui siapa penggodanya serta melihat kepandaiannya yang serba pintar, timbul juga rasa kagumnya yang aneh yalah timbul rasa menyesalnya karena tak bisa berjumpa dengan sastrawan itu. Begitulah tanpa pernah terjadi apa2 lagi, akhirnya merekapun sampai di Hian-san, mereka menghitung waktunya masih ada tiga hari pertemuan yang akan diadakan Jing- ling-cu. Jun-yan pikir, puncak keramaiannya dari pertemuan itu tentu takkan terjadi pada permulaan, buat apa mesti buru-buru hadir kesana, pegunungan Hian-san seindah ini, kenapa tempo beberapa hari ini tak digunakan untuk menikmatinya. Tapi... tapi aku ingin mencari Ti-koko, kata A Siu tak sabaran, mengingat sudah sampai di Hian-san, tapi sang kawan tidak mau terus naik ke Ciok-yong-hong. Kita sendiri belum lagi pasti, apakah dia hadir, bukankah percuma bila sudah sampai di sini, tapi tak menjumpainya? ujar Jun-yan. Diam2 ia sangat gegetun akan cinta A Siu yang sudah buta itu, namun begitu iapun tidak mau mengecewakan sang kawan, katanya pula. Baiklah A Siu, bila kau ingin datang ke Ciok-yong hong dahulu, bolehlah kau kesana. Tapi ingat, untuk sementara jangan sekali-kali kau ajak bicara pada Ti-put-cian apabila kau melihat dia disana. Sebab apa ? tanya A Siu heran. Bukankah atas kehadiran Ki Go-thian ke Ciok- yong-hong ini kecuali kita berdua, orang lain tiada yang mengetahui? tutur Jun-yan perlahan. Dan kalau kau unjukkan asal usul dirimu penyamaran kita sekarang ini, boleh jadi kita akan celaka. Baiklah, Enci Jun-yan, pasti aku akan berlaku hati2, sahut A Siu. Habis itu, dia putar kudanya dan ikut pendatang lain keatas gunung. Jun-yan sendiri terus keprak kudanya menyusur lembah pegunungan itu. Tapi jalannya menjadi berliku-liku terpaksa ia melompat turun dari kudanya, dia tambat binatang itu disuatu pohon, lalu melanjutkan dengan berjalan kaki. 221 Sebabnya Jun-yan tidak mau terus menuju Ciok-yong-hong, sebenarnya adalah karena terbayang oleh sipemuda sastrawan yang menggodanya ditelaga Se oh itu. Ia pikir alangkah sedapnya apabila dapat mencari tempat yang sepi untuk duduk melamun mengenangkan orang yang tanpa merasa telah mencuri hatinya itu. Maka ia melanjutkan langkahnya tanpa tujuan, sehingga hari sudah petang, sampailah disatu lembah yang suasananya terasa aneh, tatkala itu bulan sabit sudah menongol diujung langit, hingga menambah sekitarnya terlebih seram. Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya Gan Kl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ia melihat sekelilingnya sunyi senyap, hanya gemercik sebuah sungai kecil yang mengalir pelahan merupakan suara satu-satunya dalam suasana seakan-akan membeku itu. Jun-yan melihat sungai itu mengalir lewat dua tebing yang curam. Dalam keadaan remang2, mendadak Jun-yan tertarik oleh dua hurup besar yang terukir didinding tebing itu, hurup2 itu adalah Su-kok atau Lembah kematian. Hati Jun-yan ber-debar2 melihat tulisan itu, tanpa merasa Tun-kau-kiam dilolosnya. Ia lihat dibawah hurup besar itu tertulis pula sebaris hurup yang lebih kecil, maksudnya. Disanalah Lembah kematian, siapa yang masuk takkan bisa keluar. Diam2 Jun-yan menjengek, mungkin siapa yang jahil sengaja mengukir tulisan itu disitu, masakan lembah sunyi begitu diberinya nama Lembah kematian , padahal bila benar2 tempat itu berbahaya, masakan selama ini tidak pernah didengarnya dari sang guru, terutama Jing-ling-cu yang bertempat tinggal dipegunungan ini? Ia melihat dinding gunung itu ada sebuah batu besar diatas mendatar rata, kalau dibuat merebah dan melamun, rasanya sangat tepat. Karena ingin tahu, segera ia melompat ke atas batu itu, terbayang olehnya kelakuan Sasterawan diatas perahu yang sedang mengulet dan menguap itu, tatkala mana orang sama sekali tak menarik perhatiannya, siapa tahu sekarang justru terkenang. Selagi pikirannya terbenam lamunan yang aneh itu, tiba2 ia merasa tengkuknya se- akan2 ditiup dari belakang, cepat ia berbangkit, tapi tiada seorangpun terlihatnya. Tanpa merasa ia mengkirik, apalagi dibawah sinar bulan yang remang2 tapi kembali tiupan angin itu terjadi lagi. Ia coba meneliti dibelakang batu itu, maka tahulah ia kemudian, ternyata dibelakang batu yang mepet tebing itu ternyata ada sela-selanya. Ia coba tempelkan jarinya kesela-sela itu ternyata tiupan angin yang dingin. Nyata dibalik batu itu ada lobangnya. 222 Ia menjadi heran dan curiga, ia mencoba korek lobang itu dengan pedangnya, benar saja disitu ada sebuah goa yang ditutup dengan batu besar, lekas-lekas ia melompat turun, batu itu didorongnya, karena beralaskan pasir, maka batu itu dengan mudah lantas menggeser, maka tertampaklah sebuah gua yang gelap gulita, segera terasa pula angin dingin meniup keras dari dalam gua. Ia bertambah heran, masakan angin meniup keluar dari dalam gua, dan bukan meniup kedalam, jika begitu tentu gua ini bertembusan dengan sebelah sana. Ia hendak menyalakan api, tapi api selalu sirap oleh angin itu. Padahal di dalam gua terlalu gelap. Segera ia tabahkan diri, dengan pedang terhunus ia menerobos kedalam gua itu. Gua itu ternyata hanya cukup dilalui seorang saja, dengan kedua belah dindingnya basah dengan penuh lumut. Syukur dengan berkat sinar kemilau pedangnya Tun-kau-kiam lapat lapat sekedar dapat dibuat penerangan. Benar juga tidak diantara lama, ia telah menembus kebalik gua sana, diatas langit bulan remang2, bintang ber-kelip2, nyata ia telah berada diudara terbuka lagi. Malahan terdengar pula diatas karang sana ramai dengan suara berisik orang. Jun-yan menjadi heran. Tapi segera ia paham, tentu diatas situ adalah Ciok-yong-hong, dimana Jing-ling- cu hendak mengadakan pertemuan dengan para jago silat, dan suara berisik itu orang yang berbondong2 datang memenuhi untuk memenuhi undangan itu. Tiba2 Jun-yan mendengar suara pluk-pluk yang tidak terlalu keras, waktu ia memandang kedepan, ia lihat disana sebuah kolam lumpur penuh tumbuh-tumbuhan aneh, suara pluk-pluk itu keluar dari dasar lumpur, ditengah kolam lumpur itu ada sebuah batu besar hingga seperti pulau kecil, diatas batu itupun penuh lumut dan cendawan yang ber-macam2. Hati Jun-yan tergerak melihat itu, ia menjadi ingat cerita Jin-ling-cu dahulu tentang diketemukannya manusia aneh didasar lembah itu, Jangan2 inilah yang diketemukannya orang aneh itu ? pikir Jun-yan. Mendadak ia tertarik oleh beberapa tempat diatas batu yang kelihatan bersih dari lumut, ia menjadi heran, ia coba mendekati, ternyata lumut yang tumbuh disitu memang sudah bersih dikorek orang, malahan sebagai gantinya terdapat beberapa hurup Jing- kin , yang terang digores dengan tenaga jari. Goresan tulisan itu sudah sangat dikenal Jun-yan, yaitu mirip seperti tulisan dicarik kertas yang ditinggalkan orang aneh ketika memberikan Pek-lin-to dan mencurikan 223 kapal jamrut dahulu. Dari goresan hurup diatas batu itu Jun-yan bertambah yakin bahwa tempat itu memang bekas tempat tinggal manusia aneh. Teringat pada orang aneh itu, Jun-yan merasa nasib orang harus dikasihani, baiknya sekarang Jin-ling-cu sudah mengundang semua jago silat ke Ciok-yong-hong ini untuk mengenalinya, kalau melihat bekas tempat tinggalnya yang banyak goresan hurup Jing-kin ini, boleh jadi disekitar gua ini masih dapat diperoleh tanda2 lainnya, bukankah untuk mengenali asal usul orang aneh itu akan jadi lebih gampang ? Karena itu Jun-yan masuk kedalam gua itu lagi untuk meneliti dalamnya. Sungguh tak tersangka olehnya bahwa hampir ia terkubur benar benar didalam lembah kematian sesuai dengan nama pegunungan itu...... Sementara itu A Siu yang mengikuti orang banyak menuju ke Lo-kun-tiau dipuncak Ciok-yong-hong itu sudah sampai ditempat tujuannya. Ia lihat kuil itu tidak terlalu megah, tapi cukup angker, ditanah lapang depan kuil itu tampak baru dibangun belasan rumah atap, agaknya disediakan untuk kediaman darurat para tamu undangan. Disitu ternyata sudah tidak sedikit tamu yang datang lebih dahulu. Sebelum tiba sepanjang jalan A Siu sudah mengawasi kian kemari, untuk berhadapan dengan orang banyak itu dapat dilihatnya Ti-put cian. Kelakuannya yang lucu banyak menimbulkan heran bagi semua orang, tapi nampak A Siu berdandan sebagai pemuda sastrawan, orangpun tidak banyak ambil perhatian. Sebenarnya A Siu sudah janji dengan Jun yan akan tutup mulut, sekalipun sudah ketemu dengan Ti Put-cian. Tapi ketika sudah sampai di Ciok-yong-hong, pesan Jun-yan sudah dilupakan semua. Ia lihat didepan kuil sama berdiri seorang imam tua para pengunjung itu satu persatu maju menyapa dan memberi salam padanya. A Siu pikir tentu itulah Jing-ling-cu yang menjadi tuan rumah dalam pertemuan besar ini. Kehadiran Ti Put ciang kesini, kalau ditanyakan pada imam itu pasti akan diketahui dengan jelas. Segera iapun maju kehadapan imam itu dan menyapa sambil memberi hormat. Apakah Totiang Jing-ling-cu adanya? Cayhe memberi hormat disini. Imam itu memang benar ketua Hing-san-pay tuan rumah dari Lo-song-tian, yaitu Jing-ling-cu adanya. Ketika mendadak melihat pemuda ganteng dengan sorot mata tajam suatu tanda Lwekangnya yang tinggi, Jing-ling-cu menjadi heran darimanakah 224 tiba2 muncul satu jago muda yang begini hebat, maka cepat jawabnya. Ah, terima kasih atas kunjungan Hengtay, pinto memang benar bergelar Jing-ling-cu dan Siauko ini... Jing-ling Toheng, Siauko ini bernama Kah loji! tiba2 seorang menyanggapi dari samping. Ternyata orang yang menyela itu bukan lain adalah Liok Hap-tongcu Li Pong yang sudah mendekati mereka. Jing-ling-cu bertambah heran, masakan seorang jago muda yang begitu ganteng, suatu nama saja tidak ada, tapi pakai panggilan menurut urut2an, ia pikir didalamnya pasti ada apa2nya, maka katanya kemudian . O, kiranya Kaheng adanya silahkan masuk dan istirahatlah seadanya ! habis itu ia sibuk menyambut tamu yang lain lagi. A Siu pikir Li Pong adalah sahabat baik Jing-ling-cu, pergaulannya luas, pengalamannya banyak, kalau tanya tentang Ti Put-cian kepadanya, tentu ia bisa memberi keterangan. Maka orang tua itu hendak segera dihampirinya, namun baru ia memutar atau Li Pong sudah mendekatinya lebih dulu sambil menyapa . Kah-laute, apakah saudaramu tidak ikut datang? Melihat orang tua itu sangat peramah, cepat jawab A Siu . Ia sudah datang, cuma masih banyak tempo, sementara ini ia masih menikmati pemandangan indah pegunungan ini, sebaliknya aku ingin sekali mencari seseorang, maka datang kemari lebih dulu. Memangnya Li Pong ingin tahu asal usulnya A Siu dan Jun-yan, mendengar ada seseorang yang hendak dicarinya, segera tanyanya . Eh, entah siapakah yang hendak Ka-laute cari ? Ia she Ti bernama Put-cian, orang Kang ouw menjuluki dia Kang Lam-it-ci-seng, sahat A Siu. Li Pong menjadi terkesiap, pernah beberapa kali ia melihat Ti Put-cian, orangnya memang tampan, tapi kelakuannya sama sekali tidak dipuji. Entah Kah-loji ini untuk apa hendak mencarinya ? Kemudian iapun menjawab . Agaknya tiada kelihatan bayangannya bahwa Ti Put-cian disini, hanya dua tahun yang lalu pernah kuberjumpa dengan dia. A Siu menjadi kecewa dan Li Pong bertambah heran. Ia pikir mungkin Ti Put-cian yang terkenal jahat itu telah berbuat sesuatu dosa apa, maka Kah-loji hendak mencari 225 dan bikin perhitungan dengan dia. Sudah tentu tak terpikir olehnya bahwa Kah-loji dihadapannya ini justru satu gadis jelita yang putih bersih tapi kesengsem dan merindukan Kam Lam it-ci-seng Ti Put-cian yang jahat laknat itu. Apakah mungkin hadir kesini, Li-locianpwe ? tiba2 A Siu bertanya pula dengan sipatnya yang polos. Susah dipastikan, sahut Li Pong ragu2. ..Tapi biasanya Ti Put-cian itu berkeliaran di daerah Kanglam, sekarang tidak sedikit tokoh2 Kanglam yang lagi duduk2 mengobrol didalam, jika Kah-laute suka mencari keterangan pada mereka, tentu akan diketahui jejaknya. Segera A Siu menerima usul itu lalu ikut menuju keruangan belakang, lantas terdengarlah suara gelak tawa yang ramai didalam. Ketika A Siu ikut Li Pong melangkah masuk ruangan kamar itu, terlihatlah ditengah duduk lelaki jelek bermuka walang yang dijumpainya ditengah jalan itu lagi ter-bahak2 suaranya yang nyaring melengking. Didepannya duduk seorang Nikoh atau paderi wanita yang berwajah welas asih, tangannya memegang sebatang kebut. Disamping mereka duduk lagi dua orang, satu lelaki dan yang lain wanita. Yang lelaki berjidat lebar, penuh berewok sangat gagah, sedang yang wanita kira-kira berusia lima puluhan tahun, kurus kering badannya, dari mukanya kelihatan bukanlah orang jahat. Disebelah lagi duduk dua orang, juga satu lelaki dan seorang wanita. Yang lelaki berperawakan pendek, bermuka cemberut mirip rupanya orang kematian. Sedang yang wanita tinggi besar itu kulitnyapun juga yang sudah keriput, rambutnya ubanan, mukanya juga bersengut seakan2 orang menagih utang, tapi tidak berhasil. Diantara mereka terdapat pula seorang Thauto atau Hwesio yang berambut, kepalanya sebesar gantang, wajahnya merah ber-seri2, duduknya bersandar tiang. A Siu mengerling sekeliling atas dari semua orang itu, ia merasa silelaki jelek bermuka walang dan Nikoh tua itulah yang kelihatan Lwekangnya yang paling hebat, sedang yang lain biasa saja baginya. Kemudian satu persatu Li Pong memperkenalkan padanya kepada A Siu. Ternyata Thauto itu adalah Thi-thau-to sipaderi kepala besi dari Ngo-tai-san. Ilmu Lwekangnya sudah mencapai tingkatan yang tinggi. Lelaki berewok dan wanita kurus kering itu 226 bukan lain yalah Tai-lik-sin Tong Po bersama isterinya Tay-jing-siancu Cio Ham. Lelaki pendek dan wanita tinggi bermuka cemberut itu masing2 adalah Ok Hua to Ciok Kat- sing dan Li-pian-jiok Sian Tim, keduanya juga tokoh persilatan juga mahir ilmu pertabiban, maka mereka diundang oleh Jing-ling-cu dengan maksud, kalau perlu supaya bisa mengobati manusia aneh yang cacat itu. Sedang lelaki yang bermuka walang itu sudah kenal A Siu sebagai Hwe Tek dan Nikoh tua itu ternyata satu diantara kedua paderi sakti dari Go-bi-san yang terkenal dengan ilmu Ji-lay-it-ci, tutukan dengan jari sakti namanya Boh-hoat Suthay. Ketika semua orang mula2 melihat Li Pong membawa masuk seorang pemuda, semua orang merasa heran. Tapi demi nampak tindakan A Siu yang kokoh kuat, sinar matanya yang tajam semua orang bertambah aneh oleh pemuda yang lihay ini. Sesudah Li Pong memperkenalkan, kemudian katanya pula, Kah-heng ini ingin mencari keterangan satu orang. Dalam hal ini rasanya Tong-heng akan lebih mengetahui. Siapakah yang dia tanya, tentang urusan apa ? tanya Tong Po. Ia ingin tahu jejaknya Kang Lam-it-ci-seng Ti Put-cian, sahut Li Pong. Mendengar nama itu disebut, wajah Tay-lik-sin Tong Po mendadak berdiri dan berseru . Apakah Ti Put-cian hadir kemari ? Tidak, tapi Kah-heng justru lagi mencarinya, sahut Li Pong. Perawakan Thay-jing-siancu Cio Ham yang kurus kering tinggi gala bambu itu tingginya, ternyata melebihi sang suami. Dengan wajah merah padam mendadak dia berteriak kearah A Siu. Kau pernah apanya Ti Put-cian, untuk keperluan apa kau mencari dia? Diam2 A Siu pikir, kenapa wanita kurus ini begitu galak? untuk sejenak ia ragu2 cara bagaimana dia harus menjawabnya, sahutnya kemudian. Aku adalah sobat baiknya. Lau Tong, seru Cio Ham kepada sang suami, akhirnya dapatlah kita menemukan dia! Tong Po mengangguk, sudah tentu orang semua yang hadir disitu tidak paham apa yang sudah terjadi dan apa maksud kata2 Cio Ham itu. 227 Bagus sekali, orang she Kah, jika memang kau sobat baik sikeparat Ti Put Cian itu, sekarang juga ingin kami tanya kau kejadian dua bulan yang lalu, dua murid kami terbunuh di dekat Tinkang itu, kau ikut serta tidak? tanya Cio Ham sambil melangkah maju. Karuan A Siu bingung. Dar ... darimana aku tahu? sahutnya kemudian dengan tidak lancar. Cio Ham menjadi gusar. Masih berani kau pura2 tidak tahu, apabila kau mengaku sobat baik dengan Ti Put-cian, tentu kaupun bukan manusia baik2, bentaknya sembari ulur tangannya terus mencengkeram. Tenaga cengkeraman itu ternyata keras sekali, hingga membawa angin mendesing, sedang Li Pong terus berseru . Enso Tong, ada urusan apa, terangkanlah dahulu, jangan buru2 turun tangan ! Untuk sejenak Cio Ham berhenti, katanya dengan muka merah padam . Kedua murid kami dua bulan yang lalu telah terbinasa ditangannya Ti Put-cian, sebelum ajalnya, mereka sempat mengirim berita pada kami bahwa musuh yang membokong mereka adalah Ti Put cian beserta seorang kawannya, jika begitu, siapa lagi kawannya itu kalau bukan bocah sekarang ini ? Apakah sakit hati membunuh murid harus kudiamkan begini saja ? Li Pong menjadi bungkam mendengar alasan itu. Sebaliknya silelaki jelek bermuka walang itu tiba2 ter-kekeh2 dan berkata . Aha, muridnya sendiri yang tak becus, pembunuh biang keladinya tak diketemukan, sekarang malah merecoki pada seorang yang belum pasti diketahui berdosa atau tidak ! Cio Ham menjadi murka, muridnya dibunuh orang, masih di-olok2, ia tertawa dingin dan menyahut. Lo-mo-thau (iblis tua), kau membual apa ? Kembali lelaki jelek bernama Hwe Tek itu terkekeh-kekeh katanya. Alangkah garangnya lagakmu! Apa kau sangka orang mudah kau robohkan? Cobalah kalau kau tak percaya, kalau kalian suami istri berdua mampu mengalahkan anak muda ini, aku terima menjura tujuh likur kali padamu ! Hm, Lo-mo-thau, kau benar2 memandang rendah pada kami! jengek Cio Ham. Habis ini mendadak berseru. Lo Tong! 228 Rahasia Tong Po takut bini sudah bukan rahasia lagi dikalangan kangouw, maka demi mendengar panggilan istrinya itu, cepat ia mengia dan melompat maju. Mari kita jajal bocah ini kepelataran depan sana, kata Cio Ham pula. Melihat orang sungguh2 hendak bergebrak dengan dia, A Siu menjadi gugup, ia menggoyang-goyang tangannya sambil berkata, Kita selamanya tidak kenal, tanpa dendam takkan sakit hati! habis berkata, sekali tubuhnya melesat, segera bermaksud undurkan diri. Namun baru sedikit badannya bergerak, tahu2 Cio Ham sudah mendahului membentak. Jangan lari! berbareng itu, pedang sudah dilolosnya dan menghadang diambang pintu. Melihat kesebatan dan gerak senjatanya yang lihay, A Siu tak berani sembrono, ia mundur selangkah, lalu menegur. Sudah kukatakan kita tiada bermusuhan apa2, kenapa kau memaksa aku turun tangan ? Justru aku ingin kau turun tangan! teriak Cio Ham sambil ayun pedangnya dengan cepat dan kencang, sinar pedang kemilauan menyilaukan mata. Akan tetapi A Siu tidak ingin berkelahi dengan orang, ia terus mundur hingga tanpa merasa telah mundur sampai didepan kursi silelaki jelek bernama Hwe Tek itu. Ketika ia hendak mundur lagi, ternyata dari belakang se-akan2 ditahan oleh selapis tembok kuatnya. Ia melengak, ketika melirik, kiranya Hwe Tek itu masih duduk tenang ditempatnya, hanya sebelah telapak tangannya sedikit membalik mengarah kepunggungnya A Siu, dengan sorot mata tajam sedang menatap padanya. Maka tahulah A Siu tenaga kuat yang menahan dari belakang terang keluar dari tangan Hwe Tek itu. Ia menjadi terkejut, memang sejak bertemu ditengah jalan, ia sudah melihat Lwekang lelaki jelek ini luar biasa, tatkala iapun menjawil A Siu agar berlaku hati-hati, kini dugaannya itu ternyata tidak salah. 229 Dan karena ditolak dari belakang, terpaksa A Siu berulang kali mesti menghadapi bahaya, ia berkelit kian kemari oleh serangan Cio Ham yang sementara itu sudah dilontarkan. Tapi A Siu dapat menghindarkannya dengan enteng dan manis sekali. Ilmu pedang yang dimainkan Cio Ham itu terkenal sebagai Thay-jing-kim-hoat , anehnya setiap kali serangan tampak hampir mengenai sasaran, selalu A Siu dapat menghindar dengan cepat dan enteng seperti gontai pergi oleh angin serangannya. Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung Asmara Dibalik Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Bangau Sakti Karya Chin Tung