Ceritasilat Novel Online

Pendekar Satu Jurus 12


Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 12


Pendekar Satu Jurus Karya dari Gan K L   Hui-taysianseng kelihatan berseru kaget, sedangkan Giok-li dengan senyuman dikulum berdiri di samping sambil berpeluk tangan, se-olah2 tak tahu bahwa Ko-bok dan Han-tiok tiba2 melancarkan serangan.   Ketika empat telapak tangan yang besar itu hampir mengenai tubuh Kim-tong yang cebol, mendadak saja Kim-tong tersenyum, lengannya seperti tidak melakukan gerakan apa2, tahu2 kedua telapak tangannya menangkis ke atas.   Koay-sin Hoa Giok menyaksikan pukulan yang lontarkan Ko-bok dan Han-tiok itu seperti gugur gunung dahsyatnya, sebaliknya tangkisan Kim-tong seenteng kapas, tampaknya seperti tidak bertenaga selagi dalam hati ia berkeluh bagi Kim-tong, mendadak terdengar suara "Plak-plok"   Empat kali, tubuh Kim-tong yang kecil pendek masih tetap berdiri tegak di tempatnya, sebaliknya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok malahan tergetar selangkah ke belakang.   "Aneh,"   Pikir Hoa Giok.   "nama Kim-tong sedemikian tersohor, apakah dia pakai ilmu hitam?"   Hoa Giok tidak tahu bahwa tangkisan Kim tong tadi tampaknya sangat enteng seperti tak bertenaga, tapi sebenarnya suatu pukulan yang memakai tenaga dalam, cuma oleh karena tenaga dalam yang dilatih Kim tong termasuk unsur lunak dan dingin, maka bagi pandangan orang lain serangan itu seperti tak berkekuatan.   padahal kehehatannya sukar dilukiskan.   Ketika menangkis tadi ia sudah menghantam telapak tangan kanan Leng Han-tiok dan tangan kiri Leng Ko-bok, menyusul telapak tangannya membalik, dengan punggung tangan dia menghantam lagi telapak tangan kiri Leng Han-tiok dan tangan kanan Leng Ko-bok, karena itu benturan yang terjadi adalah empat kali.   Karena itu, baik Kobok maupun Han-tiok segera merasakan telapak tangannya jadi panas, sekujur badan bergetar keras tanpa kuasa ia mundur selangkah ke belakang.   Sebetulnya Hui Giok menaruh perasaan kasihan terhadap tokoh ajaib yang bertubuh abnormal ini, tapi setelah menyaksikan kelihayan kungfunya yang sanggup mendesak mundur musuh tangguh hanya dalam sekali gebrak, rasa kasihannya itu segera berubah menjadi perasaan kagum.   Kim-tong kembali bergelak nyaring, di tengah gelak tertawanya itu tahu2 badannya melambung lagi ke udara, dalam waktu singkat dia melepaskan beberapa kali pukulan gencar.   Sebelum serangan itu mencapai sasarannya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sudah merasakan angin dingin yang merasuk tulang menyambar tiba, hati mereka terkesiap, setelah saling pandang sekejap..   mereka bergerak bersama, telapak tangan kanan Leng Han-tiok segera bergerak dari kanan menuju ke kiri, tangan kiri dari bawah menuju ke-atas, sebaliknya tangan kiri Leng Ko-bok bergerak dari kiri ke kanan, tangan kanan bergerak lurus ke depan .   "Blang"   Empat kail benturan kembali menggelegar, dengan tubuh mereka yang jangkung dan lengan yang panjang, keempat tangan mereka seakan2 hendak menjepit tubuh Kim-tong di tengah, padahal waktu itu Kim-tong yang cebol masih mengapung di udara, tampaknya ia sudah tak mampu menghindarkan diri lagi.   Tak terduga, mendadak pergelangan tangannya berputar.   "plak-plok", empat kali benturan menggema lagi di udara. dalam sekejap itu dia menyambut pula ke empat pukulan Ko-bok dan Han-tiok itu secara keras di udara, kemudian badannya yang cebol berjumplitan dan melayang turun di belakang Ko-bok serta Han-tiok dengan kepala di bawah dan kaki di atas, kedua tangan direntangkan dan tangannya bagaikan pedang serentak menutuk jalan darah "Keng-cing-hiat"   Di bahu kiri dan kanan Ko-bok serta Han-tiok.   Semua gerakan itu dilakukan dengan enteng dan cepat seperti setan gentayangan malahan gerakan telapak tangannya juga cepat luar biasa.   Cepat Ko-bok dan Han-tiok rendahkan bahu dan geser langkah, dengan tangan kanan Leng Ko bok dan tangan kiri Leng Han-tiok mereka berputar membentuk setengah lingkaran, tahu2 tangan yang lain terus menerobos ke depan dan menghantam.   jurus Cian-tiong-sia-goat (memanah rembulan dari lingkaran) ini meski hanya suatu serangan yang sederhana, namun kuat sekali baik untuk bertahan maupun untuk menyerang, cepat dan dahsyat serangannya, suatu jurus ampuh ilmu pukulan kelas tinggi.   Tak tahunya ketika serangannya meleset, Kim-tong sekali lagi melejit ke udara, dengan ujung kaki dia menendang telapak tangan kanan Leng Ko-bok dan telapak tangan kiri Leng Han-tiok, mengancam jalan darah Ho si-hiat di pinggir telapak tangan.   Dalam kegelapan caranya mengincar jalan darah dengan ujung kakinya ternyata sangat jitu, hal ini membuat Ko-bok dan Han-tiok terkesiap, cepat mereka menarik tangan dan melancarkan serangan lagi secepatnya, kali ini mereka menabas pergelangan kaki Kim-tong.   Perlu diketahui baik Leng Ko-bok maupun Leng Han-tiok adalah jago lihay yang sudah punya nama besar dalam dunia persilatan, dengan sendirinya kungfu mereka lebih hebat dari siapapun, sekalipun Kim-tong memakai sepatu baja dan kaus besi, bila terkena serangan mereka tentu juga tulang akan remuk atau patah, padahal waktu itu sudah cukup lama Kim-tong melambung di udara, tubuhnya sekarang merosot ke bawah, bila dia melayang ke belakang, serangan terhadap kakinya memang bisa di hindari akan tetapi karena gerakan itu dadanya akan terbuka, padahal meski Ko-bok dan Han-tiok sedang menyerang dengan tangan kiri dan tangan kanannya namun sebagian tenaganya masih terhimpun di tangan lain, bila ada peluang segera mereka akan menyerang pula.   Siapa tahu kedua kaki Kim tong yang cuma sebesar lengan orang dewasa itu mendadak memancal ke belakang, kemudian bersalto lagi di udara, dengan kepala di bawah dan kaki di atas, ujung telapak tangan secepat kilat menjabat.   Leng Ko-bok maupun Leng Han-tiok benar2 sangat kaget, sama sekali mereka tak menyangka tubuh lawan yang sudah mulai meluncur turun itu tahu2 bisa melejit kembali di atas, untuk menarik kembali serangannya jelas tak sempat lagi, tahu2 telapak tangan mereka terasa kaku kesemutan.   Segera Kim-tong mencengkeram urat nadi pergelaangan tangan mereka, seketika seluruh tubuh Ko-bok dan Han-tiok jadi lemas tak bertenaga.   Kim-tong tertawa panjang, ketika meluncur ke bawah, dengan ujung kaki secepat kilat dia tutuk pula jalan darah di pinggang kedua orang itu.   Koay sin Hoa Giok terkesiap dan kagum luar biasa, ia lihat Kim-tong bergerak mengapung di udara se-akan2 bersayap saja, bahkan tidak diketahui gaya kungfu dari aliran manakah.   Dan selagi dia melenggong itulah terdengar Kim-tong tertawa panjang dan melayang turun ke tanah, sedangkan Ko-bok dan Han-tiok lantas menggeletak lemas.   Giok-li tertawa senang, dengan nada kagum bercampur memuji dia bertepuk tangan dan berseru.   "Sepuluh tahun tak pernah menyaksikan Toako bertempur tak tersangka hari ini hahaha kegagahan Toako ternyata sedikitpun tidak berkurang..."   Lalu dia berpaling kepada Hui Giok dan menambahkan "Coba lihat, kepandaian Toakoku ini terhitung nomor satu di dunia atau tidak?"   Perempuan ini bertubuh tinggi besar, kasar dan kekar, tapi sewaktu berbicara suaranya lembut dan merdu seperti seorang gadis yang manja, diam Koay sim Hoa Giok sangat geli, tapi tidak berani tertawa.   Sementara itu Kim-tong sedang memandang Ko-bok dan Han-tiok yang terkapar di tanah, kemudian memandang pula kedua mayat tadi, ia tertawa dingin, katanya kepada Giok-li.   "Tolong bawalah kedua batang balok kayu ini, ringkus mereka beberapa hari agar mereka tidak banyak omong nanti!"   Koay-sin Hoa Giok merasa menggigil, bulu kuduknya sama berdiri.   "Agar mereka tidak banyak omong, pikirnya "Wah, bila mereka tahu masih ada orang lain yang mengetahui kejadian ini, bukankah..."   Dia menghela napas dan tak berani berpikir lebih jauh dilihatnya Giok-li dengan satu tangan menjinjing sesosok tubuh, dia mengempit badan Ko-bok dan Han-tiok di bawah ketiaknya.   lalu kepada Hui Giok alias Hui-taysianseng, dia berkata "lkutlah padaku, ada barang bagus akan kuberikan padamu"   Dia lantas berlalu lebih dahulu.   Sesudah bayangan mereka lenyap di kegelapam malam Koay-sin Hoa Giok baru mengembus n napas lega.   Siapa tahu, mendadak kepalanya seperti disentuh sesuatu, ia kaget dan kontan angkat langkah seribu setelah lari terbirit-birit agak jauh baru berani mengintip ke belakang, namun di belakangnya tetap sepi tak nampak bayangan seorangpun dia meraba kepalanya, ternyata sepotong kecil ranting pohon yang hinggap di atas kepalanya.   Kembali dia mengembus napas lega meski peluh dingin sempat membasahi sekujur badannya.   Malam ini, meski sudah dilewati pula seharian yang panjang, namun bila terkenang kembali kejadian kemarin malam, hatinya masih kebat-kebit dan takut diam-diam iapun merasa geli kepada dirinya sendiri yang penakut.   Tapi, memang begitulah pekerjaannya, ia sudah biasa hidup di antara ketegangan dan ketakutan untuk menyelidiki keadaan pribadi serta rahasia orang lain dia memang hari membayar dengan imbalan yang cukup besar karena itulah meski pengalaman semalam cukup membuatnya takut, toh malam ini ia berani menyerempet bahaya lagi dengan mendatangi kembali tempat yang telah dikunjunginya semalam.   Sekarang dia berdiri lagi di bawah pohon seperti kemarin.   rembulan masih juga bersinar dari tempat yang tak berubah maka suasana di bawah ini juga tetap gelap se-akan2 tempat yang tergelap di bumi raya ini.   Dia mengembuskan napas lega dengan hati diperiksanya lagi keadaan sekitar tempat itu dahan pohon amat besar dengan ranting yang tak terhitung jumlahnya daun rimbun membuat tempat itu semakin rapat, apalagi semak belukar yang tumbuh subur di sekitar pohon tersebut sekali lagi dia mengangguk dengan perasaan lega.   "Tempat ini memang tempat yang paling aman untuk bersembunyi!"   Demikian pikirnya.   Maka la pun bersembunyi ditempat yang menurut anggapannya paling aman dengan mata yang jelilatan ia mulai mengawasi keadaan di sekitar tempat itu dan berusaha menemukan sasaran yang dirasanya berharga untuk diselidiki.   Angin berembus lewat menggoyangkan dedaunan bintang berkedip memenuhi angkasa, keadaan malam ini tak berbeda dengan malam sebelumnya, indah, tenang dan nyaman.   Malam di musim semi memang selalu indah.   Lama dan lama sekali, ia menggerakkan tubuhnya kian kemari dengan perasaan tak tenang.   "Aneh, mengapa tidak terjadi suatu peristiwa apapun?"   Ia berusaha menunggu lagi dengan tak sabar, tapi suasana di sekitar tempat itu tetap tenang dan hening. sekarang kesabarannya mulai berkurang "Mungkin malam ini tak akan terjadi apa2? Mengapa aku harus menunggu terus di sini seperti orang bodoh?"   Tapi dengan cepat ia menghibur dirinya sendiri "Ah, kenapa tidak sabar menunggu sebentar lagi. Mau pergi juga mesti tunggu sampai rembulan sudah condong ke pucuk pohon sana."   Rembulan mulai doyong kesebelah barat, kian lama kian condong sehingga akhirnya sampai di atas pohon di seberang kali kecil sana, ia menengadah lalu menghela napas kecewa.   Sekarang baru dirasakan olehnya bahwa perbuatannya benar2 bodoh, malam seindah dan senyuman ini telah disia-siakan dengan begitu saja menunggu sesuatu yang tak ada gunanya.   "Ya, seharusnya aku mesti tahu bahwa malam ini takkan terjadi peristiwa apa2 lagi, memangnya orang lain sengaja menerbitkan peristiwa cuma untuk di tontonkan kepadaku saja. Hmm, aku betul2 tolol, tahu begini, ranjangnya Siau cui di kota Keng-ko pasti lebih nyaman daripada tempat ini."   Sambil menggerutu dia merangkak bangun dan tempat sembunyinya.   "Akan tetapi, sebelum dia berdiri sesosok bayangan tiba2 terlihat sedang bergerak dari kejauhan yang lebih menggirangkan lagi ternyata orang ini adalah "Hui-taysianseng"   Sepanjang jalan, gerak-"gerik pemuda itu persis seperti orang sinting tangan dan kakinya di gerakkan ke sana kemari tanpa berhenti.   hal ini membuat Koav sin Hoa Giok jadi melongo.   Tapi ketika dilihatnya orang hanya sendirian, hatinya merasa lega, Sementara itu "Hui-taysianseng"   Sudah semakin mendekat, tapi kaki dan tangannya masih menari ke sana ke mari, sekilas pandang gerakan tersebut seperti tidak beraturan, tapi ketika diawasi dengan lebih seksama, maka terlihatlah bahwa telapak tangan kirinya selalu bergerak dari kiri ke kanan membuat gerakan melingkar, lalu tiba2 ditarik kembali, sedangkan telapak tangan kanan selalu membuat gerak lingkaran dari dalam menuju luar lalu menyodok lurus ke depan, pinggangnya bergeliat ke kanan, sikut kirinya berbareng menyodok dan kaki kanannya mendadak menendang.   Semula Koay sin Hoa Giok memperhatikan gerakan itu dengan termangu, tapi lama kelamaan ketika dilihatnya permainan pemuda itu melulu hanya gerakan yang sama, akhirnya Hoa Giok tertawa geli pikirnya "Masa gerakan semacam ini juga terhitung sesuatu jurus serangan? Entah ia pelajari gerakan ini dari mana? Wah, kalau dengan jurus serangan macam beginipun bisa melukai orang, hehehe .   kecuali lawannya adalah orang tolol."   Dilihatnya Hui taysianseng seperti orang yang kehilangan sukma, masih terus menggerakkan kaki dan tangannya membuat gerakan yang sama.   ketika tiba di hadapannya tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Hoa Giok seandainya dia kutangkap, lalu kubawa ke tempatnya Liong-hengpat- ciang sana, kejadian ini tentu akan jauh lebih menggembirakan hatinya daripada berita apapun paling sedikit...   paling sedikit aku bisa mengeruk beberapa ribu tahil perak darinya, Hahaha...   melihat tindak tanduknya yang tolol dan lagi tak pandai silat, mustahil sekali cengkeram tak dapat kubekuk.   Berpikir sampai di sini hatinya sangat girang, tapi ketelitian dan kewaspadaan sudah menjadi pembawaan orang ini dengan seksama ditelitinya pula keadaan di sekitar tempat itu, setelah yakin sasarannya berada sendirian barulah ia mau bertindak.   "Berhenti!"   Tiba-tiba ia membentak.   Waktu itu pikiran Hui Giok sedang tenggelam dalam suatu keadaan yang serba baru dan aneh kaget sewaktu mendengar bentakan tersebut cepat ia berhenti.   Dilihatnya dari balik kegelapan di tepi jalan melompat keluar sesosok bayangan sambil menghampiri di hadapannya orang itupun menegur "Apakah Anda ini Hui-taysianseng?"   Sekali lagi Hui Giok kaget dikiranya orang ini adalah anak buah Sin Jiu Cian Hui tetapi ketika diamati lebih lanjut ternyata orang berperawakan jangkung dengan baju yang perlente lagi pula Ginkangnya tidak seberapa lihay belum pernah dikenal sebelumnya maka setelah ragu2 sejenak akhirnya dia menyahut "Ya, aku memang Hui Giok, Ada urusan apa mencari diriku?"   "Oh jadi dia bernama Hui Giok"   Pikir Koay sim Hoa Giok dengan geli.   Ia mengerling, kemudian memperkenalkan diri "Aku bernama Tan Cu-peng sudah lama mengagumi nama besar Hui taysianseng.   cuma sayang selama ini tak ada kesempatan untuk berkenalan sungguh tak tersangka sekarang kita bisa berjumpa di sini.   Hahaha sungguh sangat beruntung bagiku!"   Kecerdikan orang ini memang mengagumkan, meskipun dia hendak menangkap "Huitaysianseng"   Dan menyerahkannya kepada Liong-heng-pat-ciang untuk mendapatkan uang, namun iapun tak ingin menyalahi si Tangan Sakti Cian Hui, maka dia sengaja menggunakan nama palsu, dengan demikian andaikan "Hui-taysianseng"   Tidak mati juga tidak akan tahu siapakah dia sebenarnya, lebih2 Sin-jiu Cian Hui, tentu juga tak akan mengetahui peristiwa ini hasil karya siapa.   "Nama besar apa yang kupunyai?"   Demikian Hui Giok berpikir karena ucapan orang tadi, Meskipun sangsi bercampur curiga tapi lantaran Tan Cu peng ini berwajah tampan, cara bicaranya juga sopan dan tidak memberi kesan jelek kepadanya maka buru2 sahutnya perkataan saudara terlampau berlebihan!"   Selangkah demi selangkah Koay-sim Hoa Giok menghampiri anak muda itu sembari celingukan ke sana kemari, ketika ia yakin bahwa sekeliling situ tak ada orang lain, diam-diam ia sangat girang.   "Besok pagi adalah saat nama besar Anda akan menggemparkan seluruh dunia "   Katanya sambil tersenyum.   "dan malam ini ternyata Anda masih berminat untuk berpesiar malam, hahaha, Anda memang pandai mencari kesenangan sungguh pandai mencari kesenangan?"   Begitu kata-kata terakhir terucapkan mendadak ia menjotos hidung Hui Giok sekalipun kungfunya tidak lihay, jelek2 ia pernah belajar silat selama tiga lima tahun, apalagi jurus yang dipakai adalah jurus Hong-bun-pi hou (menyegel pintu menutup rumah) dari ilmu pukulan Tay-angkun, ilmu pukulan aliran Siau-lim-pay yang amat populer di masa itu, bila terhajar telak batang hidungnya, seketika kepala akan pusing dan mata ber-kunang2 serta tak mampu melawan lagi.   Hui Giok tercengang ketika melihat orang berbicara sambil tertawa kepadanya, padahal dia merasa tak pernah kenal orang ini, kenapa orang bersikap begitu menghormat kepadanya, Belum lenyap herannya.   tahu2 suatu jotosan melayang ke hidungnya dalam kagetnya otomatis telapak tangan kiri Hui Giok menangkis ke atas dan membuat gerak lingkaran ke sebelah kiri.   Sudah dua malam ini dia latih jurus pukulan tersebut, saking seringnya dia berlatih boleh dibilang jurus serangan itu sudah mendarah daging maka begitu ingatan melintas, secara naluri jurus yang sudah dilatihnya itu dikeluarkan sekalipun merasa ragu apakah gerakan melingkar yang dia lakukan ini sanggup menangkis serangan orang atau tidak.   Koay sin Hoa Giok sendiri yakin sekali jotos niscaya akan merobohkan anak muda yang kelihatan lemah dan ketololan itu.   Siapa tahu hanya suatu gerakan enteng saja, tangan lawan berhasil menangkis pukulannya, baru sekarang ia terkejut cepat kepalan kirinya menghantam pula.   Tak terduga pada saat itu juga Hui Giok telah menggerakkan tangan kanannya dari dalam menuju keluar berbentuk setengah lingkaran dan saat kepalan Hoa Giok tertahan, malahan bagian yang tertahan itu tepat urat nadinya.   Hoa Giok terperanjat diam2 ia memaki ketololan sendiri, terang sudah diketahui musuh akan melakukan gerakan tersebut kenapa dia malah mengantarkan kepalannya ke tangan lawan.   Mendadak ia teringat gerakan musuh berikutnya itu adalah tangan menonjok ke depan.   Secepat kilat ingatan tersebut terlintas dalam benaknya secepat itu pula ia ingin menangkis, apa mau dikatakan lagi tangannya yang sebelah sudah terkunci tangan yang lain kena ditahan dalam keadaan begini biarpun dia tahu musuh akan menghantam ulu hatinya, namun bukan saja ia tak mampu menangkis, bahkan mengundurkan diri untuk menghindarpun tak mampu.   Dalam sekejap itu ia merasa telinganya mendengung dada tergetar keras, tenggorokan terasa anyir mata ber-kunang2, ia menjerit, tubuh mencelat jatuh ke belakang untuk kemudian terbanting keras di tanah.   Setelah menahan urat nadi penting telapak tangan musuh Hui Giok lantas memutar tangannya dari luar melingkar ke dalam, tapi dengan demikian maka tangan musuhpun ikut terangkat waktu menghantam ke depan, dilihatnya musuh cuma memandangi dirinya seperti orang linglung "blang"   Tubuh lawan yang jangkung itu mencelat ke udara dan terbanting jatuh di sana.   Hui Giok sendiri sampai melenggong, ia tak pernah menyangka jurus serangannya akan mendatangkan kehebatan seperti itu, padahal jurus serangan itu baru dilancarkan setengah jalan dan musuh sudah kena dihajar roboh.   Waktu ia memandang ke sana, dilihatnya setelah tubuh "Tan Cu-peng"   Menggeletak di tanah, lalu tidak bergerak lagi, ini membuatnya terkejut. Jangan-jangan orang itu kuhantam sampai semaput demikian pikirnya.   Jilid ke- 10 Ia memburu ke sana dengan langkah lebar, ia berjongkok dan memeriksa keadaan orang itu.   dibawah sinar rembulan Tan Cu-peng kelihatan menggeletak dengan mata melotot, darah mengalir dari bibirnya dan mukanya menyeringai seram.   ketika napasnya diperiksa.   Hah, ternyata "Tan Cu-peng"   Ini sudah tewas. Dengan ter-mangu-mangu Hui Giok bangkit berdiri, ia merasa pikirannya kosong dan melayang entah ke mana, apapun tak dapat dipikirnya, yang teringat hanya.   "Aku telah membunuh orang, aku telah membunuh orang? Waktu dia mengawasi pula, jenazah itu menggeletak tak berdaya di atas tanah, keempat anggota badannya terlentang lemas, bajunya tersingkap dan sebuah bungkusan uang perak tercerai-berai di sekitarnya dan memantulkan cahaya gemerdep tertimpa sinar bulan.   "Belum lama berselang dia masih bercakap-cakap dan tertawa, dalam tubuhnya penuh tenaga hidup, tetapi sekarang dia sudah mati, jiwanya ternyata amblas dan musnah di tanganku."   Demikianlah Hui Giok menghela napas sedih pelahan dia mengangkat telapak tangan sendiri, kiranya kungfu adalah sesuatu yang sangat mengerikan.   Malam semakin kelam.   tapi dia masih berdiri kaku di situ memandangi jenazah yang terkapar di hadapannya, berat dan sedih perasaannya waktu itu seperti dinginnya malam yang kelam ini.   Ketika subuh mulai memancarkan sinarnya di ufuk timur dan menimpa mukanya pemuda itu masih berdiri di situ dengan sedih.   Mungkin dia masih terlalu muda, ia belum tahu bahwa pertikaian di dunia persilatan selamanya adalah kejam, lebih2 ia tak menyangka bahwa jenazah yang berbaring di hadapannya sekarang sebenarnya telah mengganggap dia sebagai suatu barang dagangan yang bisa mendatangkan keuntungan besar andaikata ia tidak melenyapkan jiwanya maka orang inilah, yang akan memusnahkan dia, bahkan memusnahkannya tanpa kenal rasa sedih ataupun menyesal.   Andaikata ia mengetahui semuanya itu, bila ia dapat meresapi makna yang terkandung dalam peristiwa ini mungkin perasaannya akan jauh lebih tenteram tapi bagaimanapun juga pada saat ini masih tetap bahagia, sebab dia masih muda dan orang muda selamanya hanya membayangkan hal2 yang indah saja tak memperdulikan segala keburukan orang yang pernah mengalami sesuatu kekejian dan kejelekan bukankah selalu merasa bahagia? oOo o0o Fajar telah menyingsing suasana di kota Keng-ko sangat ramai.   Pintu kota baru saja di buka beruntun masuklah tiga-lima penunggang kuda, usia maupun dandanan para penunggang kuda bagus itu beraneka ragam namun semuanya gagah dan tangkas, sinar matanya tajam.   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Keluar kota ke arah selama di sebuah jalan berbatu yang lurus dapat terlihat gelak tertawa penunggang-penunggang kuda itu yang nyaring tapi ketika mereka melalui sebuah rumah penginapan di tepi kaki gunung yang kecil, sikap angkuh mereka itu mendadak lenyap, bahkan di antara mereka yang turun dari kuda, berdiri di tepi jalan dan memandang ke arah rumah penginapan dengan pandangan aneh.   Cahaya matahari pada permulaan musim panas menyinari atap rumah penginapan yang kelabu itu.   Seorang pelayan muncul dan balik pintu yang baru setengah terbuka membersihkan debu di depan pintu dan undak-undakan batu dengan kemalas-makasan, dua buah tenglong yang sudah padam tergantung di atas pintu dan bergoyang tiada hentinya terembus angin.   Rumah penginapan itu berdiri dengan tenang dan sederhananya di bawah timpaan sinar malahan pagi yang lembut, suasana di kota gunung ini tetap hening.   tiada sesuatu yang menarik dan tiada sesuatu kejadian aneh.   "Tapi, kenapa suasana di tempat ini begini hening dan tenangnya?"   Jago-jago persilatan yang baru datang itu berpikir dengan heran,"   Bukankah Liong heng-pat ciang telah datang? Malahan sudah menerima kartu undangan dari Sin-jiu Cian Hui. kenapa mereka masih tetap tenang saja?"   Maka orang yang berkumpul di depan rumah penginapan itu kian lama kian bertambah banyak, mereka sama berbisik-bisik dan menduga-duga tindakan apa yang akan dilakukan Liongheng- pat ciang yang tersohor ini, dengan perasaan ingin tahu mereka nantikan terjadinya perubahan di rumah penginapan itu.   Akan tetapi, sampai matahari sudah tinggi di angkasa suasana dalam rumah penginapan itu tetap hening tiada terjadi apa-apa, tak seorangpun yang muncul dari rumah penginapan itu, juga tak seorangpun berani masuk ke dalam.   Tiba-tiba pelayan penginapan itu muncul dan "blang"   Pintu ditutup rapat-rapat, suasana dalam penginapan itu tambah hening sehingga kawanan jago yang berkumpul di situ saling pandang dengan bingung.   "Kim-keh-pang"   Tiba-tiba seorang berseru.   Semua orang berpaling, tertampak jalan yang lurus di depan sana muncul balasan ekor kuda, para pemegangnya adalah laki-laki kekar berpakaian warna warni persis seperti ekor ayam jago, semuanya duduk di atas pelana dengan dada membusung, ketika melewati rumah penginapan mereka sama2 mencibir, terus lewat dengan begitu saja.   Di belakang rombongan itu mengikut pula seekor keledai orang yang duduk di punggung keledai itu berbadan kurus kering, berbaju sederhana dan berwajah biasa, malah kakinya tinggal satu, sedang sebuah tongkat besi yang hitam pekat diletakkan melintang di atas pelananya, dia mengayun cambuknya dengan lemas seperti kurang tenaga, ia mengikuti jauh di belakang rombongan itu, seakan-akan pengiring orang-orang di depannya, tapi kawanan jago yang berada di sepanjang jalan segera tundukkan kepala, ada pula yang menyapa dengan senyum dikulum.   "Siang-toako, baik2kah engkau selama ini?"   Bagi mereka yang tidak kenal orang itu, baru sekarang terkesiap dan berpikir "O jadi orang ini lah Kim-keh (si ayam emas) Siang lt-ti?"   Kim-keh Siang It li duduk di atas keledainya dengan mata setengah terpejam, seperti sudah berapa hari tidak pernah tidur ketika mendengar sapaan jago2 persilatan itu, senyuman menghiasi bibirnya sambil manggut2 dengan kemalas-malasan, sambil menuding kearah penginapan dengan cambuknya ia bertanya "Apakah Tham si tua itu berdiam di sini?"   Meskipun ia bertanya kepada orang lain tapi sebelum orang menjawab ia sudah manggutmanggut sambil berkata lagi "Ya, tentunya kalian sedang menunggu keramaian di sini.   Ai kalau aku menjadi kalian, lebih baik berangkat saja dan menonton ke Long-bong-san-ceng kan sama saja."   Cambuk kembali diayun keledai itu selangkah demi selangkah berjalan lewat, kawanan jago yang berkumpul di situ saling berpandang, ada yang segera menyusul di belakang Siang It-ti, ada yang tetap menunggu disitu.   sekalipun mereka heran kenapa sampai saat itu Liong heng-pat-ciang belum juga melakukan sesuatu gerakan, Akhirnya kesabaran mereka habis juga, berbondongbondong mereka pun meninggalkan tempat itu dan berangkat menuju liong-bong-san-ceng.   Tak jauh setelah melewati kota gunung itu di depan mana terbentanglah sebuah hutan yang rimbun di balik pepohonan yang lebat, lamat-lamat tampak bayangan rumah bersusun-susun, dari kejauhan masih tidak terasa seberapa, tapi sesudah dekat maka terlihatlah dinding pekarangan yang membentang jauh ke samping entah berakhir sampai di mana, atap bangunan berderet-deret entah berapa banyaknya.   Sebuah jalan beralas batu kerikil membentang menembus hutan itu berpuluh-puluh orang lelaki kekar berdiri tertib di luar hutan itu, melihat tibanya kawanan jago di situ, mereka maju menerima tali kendali kuda dan menyambut kedatangan tamu-tamunya untuk diantar masuk ke balik hutan sana..   Di depan pintu perkampungan itu berdiri juga beberapa orang laki-laki berjubah panjang, menerima tamunya dengan senyuman ramah.   Di balik pintu adalah sebuah halaman yang waktu itu suasana amat ramai dengan gelak tertawa dan suara orang bicara, ruang besar di depan halaman diapit dua ruangan samping di kirikanan, waktu itu sudah penuh dengan manusia.   Seakan-akan semua jago persilatan yang ada di wilayah Kanglam, baik dari golongan putih maupun golongan hitam baik laki-laki atau perempuan telah berkumpul semua di perkampungan Long-bong san-ceng ini.   Suara letupan ramai tiba-tiba berkumandang dan luar hutan, itulah suara bunyi mercon rentengan yang mulai dibakar.   Baru saja suara mercon itu berhenti di depan pintu perkampungan kembali ramai suara mercon lain yang lebih keras, mercon Pek-cu lam-pian buatan Wu-oh memang terkenal karena suaranya yang keras, begitu kerasnya hingga membuat anak telinga orang terasa sakit.   Menyusul suara mercon tadi, di ruangan besar itu muncul sebaris laki-laki berbaju merah yang membawa terompet panjang dan meniupnya keras-keras, baru saja suara terompet berhenti seorang laki-laki tinggi besar berdiri ke depan pintu ruangan dan berteriak dengan lantang.   "Siangpangcu dan Kim-keh-pang tiba!"   Setelah dentuman mercon tadi, para jago merasa telinganya agak tenang, tapi begitu mendengar suara menggeledek tersebut, kembali mereka kaget, serentak perhatian mereka dialihkan ke tengah ruangan.   Dari balik ruangan muncul satu rombongan orang, yang seorang bermuka merah berjenggot yang lain bertubuh kurus kecil tapi sinar matanya tajam, selain itu masih ada lagi empat orang setengah baya dan seorang pemuda bermuka pucat, mereka bersama-sama berdiri di depan pelataran untuk menyambut tetamunya.   Melihat itu, kembali kawanan jago berbisik-bisik "Tampaknya Siang Kim-keh (ayam emas Siang) memang punya bobot, buktinya Cian Sin-jiu Na Hui-hong serta Mo-keh-hengte sama-sama menyambut kedatangannya.   Bisikan itu baru berakhir ketika dari luar perkampungan muncul serombongan laki-laki berbaju warna-warni yang mengiringi seorang laki-laki berkaki satu masuk ke dalam halaman, lambat sekali langkah orang itu, selangkah demi selangkah ia menerobosi kerumunan orang dan tiba di depan pelataran.   Dengan mata terbelalak dan tertawa keras laki-laki berkaki satu itu lantas berseru Hahaha sungguh tak kusangka, sungguh tak kusangka.   ternyata Cian-cengcu telah menganggap diriku sebagai seorang manusia, tapi harus merepotkan dirimu aku orang she Siang jadi tidak enak hati."   Sin-jiu Cian Hui mengelus jenggotnya dan terbahak-bahak.   "Hahaha, Siang-toako memang gemar bergurau, silakan masuk! Silakan masuk!"   "Hehehe, pelayanan Cian-heng terhadap Siang-heng sungguh service yang spesial,"   Kata Jit sat Mo Seng sambil tertawa dingin, dia telah menyiapkan sebuah kursi yang luar biasa nyamannya untuk tempat duduk saudara Siang! Air muka Kim keh Siang It ti berubah hebat, sinar matanya berkilat tapi segera ia terbahakbahak.   "Hahaha, kursi yang empuk sih tak perlu disiapkan bagiku, kukira Cian-heng lebih baik menyiapkan beberapa orang nona cantik untuk Mo heng."   Ujung tongkatnya menutuk permukaan tanah dan tahu2 ia sudah berada di atas undakan dengan enteng, sementara kawanan jago lainnya saling pandang dengan tercengang.   Mereka merasa hubungan antara Kim keh Siang It-ti dengan Sin-jiu Cian Hui, Pak-to jit-sat seperti sedikit kurang beres, tapi setiap orang maklum bahwa dunia persilatan itu penuh dengan intrik, penuh dengan tipu muslihat tentu saja siapapun tak bisa menduga ada urusan apa di balik kesemuanya itu kecuali mereka yang langsung terlibat di dalam persoalannya.   Sementara itu kembali berpuluh orang jago silat berdatangan di situ, tiba2 seekor kuda dibedalkan ke depan ruang tengah, penunggangpya adalah seorang laki2 berbaju pendek, begitu tiba ia lantas melompat turun dari kudanya dan langsung masuk ruangan.   Sela.g sesaat kemudian serentetan suara mercon Pek-cu Jam-pian kembali berdentuman, di antara dentuman mercon itu bukan saja Sin-jiu Cian Hu Pak-to jit-sat serta Jit-giau-tui hun melangkah ke luar dari ruangan tengah, malahan kali ini mereka keluar sampai di pintu perkampungan.   Ternyata si Tangan Sakti Cian Hui telah ke luar perkampungan untuk menyambut sendiri kedatangan tamunya! "Siapa gerangan yang datang?"   Rasa heran meliputi pikiran setiap jago yang hadir di situ. Sementara semua orang masih bertanya-tanya, laki-laki raksasa yang berdiri di depan pintu ruangan tadi lantas berteriak lantang"   "Liong-heng pat ciang Tham Beng, Cong-piautau dari Huiliong piau-kiok yang menguasai tujuh propinsi di selatan dan enam propinsi di utara tiba. Tonghong-ngo-hiap dari Hui-leng-po tiba."   "Oh, Jadi Liong heng-pat-ciang juga datang?"   Suasana ramai segera terjadi di antara kawanan jago persilatan.   Nama dan kedudukan seorang jago persilatan biasanya harus ditegakkan dengan kepandaian sejati semuanya tak dapat dipaksakan begitu Liong-heng-pat-ciang dan Tonghong-ngo hengte tiba, sekalipun kawanan jago yang sudah lama melakukan perjalanan di dunia persilatan itu tak sampai mengerubung ke depan pintu.   toh mereka semua sama berpaling dan menengok ke arah pintu karena ingin tahu.   Suara pembicaraan dan gelak tertawa berkumandang dari luar perkampungan menyusul kemudian muncul Sinjiu Cian Hm yang mengantarkan tamu-tamunya masuk.   Seorang kakek yang gagah dengan perawakan tidak seberapa tinggi, seorang pemuda tampan yang bermata tajam menyusul di belakangnya, begitu masuk mereka lantas memandang sekeliling ruangan dengan tajam, kemudian setelah tertawa nyaring berkatalah si kakek.   "Tham Beng datang terlambat, bila hal ini membuat saudara sekalian harus menunggu terlampau lama, aku mohon maaf sebesar-besanya?"   Para jago persilatan yang berdiri pada barisan depan tentu saja mengucapkan kata-kata merendah sambil tertawa, sebaliknya mereka yang berdiri di belakang sama mengacungkan jempol dan diam-diam memuji "Bagaimanapun watak serta tingkah laku orang she Tham ini, cukup ditinjau dari sikap serta gerak geriknya memang tak malu kalau dia menjadi seorang tokoh besar, tidak seperti orang she Siang tadi, huh, baru disanjung sedikit saja seakan-akan lantas mau terbang ke langit.   Ada pula yang berkata begini.   "Tahukah kau anak muda yang tersenyum simpul disamping Tham Beng dan menjura tiada hentinya itu? Dia bukan lain adalah Tonghong Tiat dan Hui-leng po. Coba lihatlah, tak perlu kita singgung tentang gurunya yang ketua dari Kun lun-pay, cukup berbicara tentang ayahnya saja, Hmm, coba lihat, bukankah sikapnya sopan santun halus berbudi. Eeh, aku jadi ingin tahu apakah Hui-taysianseng kita juga seorang manusia yang berbudi halus seperti dia?"   Tengah ramai bicara, Sin-jiu Cian Hui dan lain-lain selain telah mengiringi Liong-heng-patciang, Tong hong-hengte beserta Koay-be-sin to dan Pat-kwa-ciang masuk ke ruangan besar itu.   Barisan laki-laki berbaju merah yang berdiri di undak-undakan batu dengan tangan kiri bertolak pinggang tangan kanan berputar sehingga terompet di tangannya itu memantulkan sinar emas beruntun mereka mundur tiga langkah, kemudian suara terompet berbunyi laki-laki raksasa tadi sebagai pembawa acara segera berteriak lagi "Silakan para hadirin mengambil tempat duduk"   Ketika suara terompet tadi berbunyi, belasan orang laki2 berbaju panjang bermunculan dan kedua ruangan samping dan mempersilahkan tamu-tamunya mengambil tempat duduk.   Pelahan Sin-jiu Cian Hui memutar badan dan memberi penghormatan besar di depan sebuah meja pemujaan dia mengangkat cawan araknya melewati kepala lalu memutar badannya kembali dan berseru "Silahkan - Sekali tonggak ia menghabiskan isi cawannya.   Semua cawan arak yang berada di empat puluh meja besar yang tersedia di ruangan tengah dan ruangan samping serentak terangkat para tamu saling meneguknya sampai habis.   Sin Jiu Ciau Hui terbahak-bahak, sekali lagi dia memenuhi cawannya, lalu sambil mengangkat kembali cawan itu dia berseru.   "Hari ini adalah suatu hari yang baik, sungguh beruntung kita bisa berkumpul di dalam satu ruangan, untuk itu Siaute ada suatu kabar gembira yang hendak kuberitahukan kepada saudara sekalian. ."   Berbicara sampai di sini dia lantas berhenti suasana di empat penjuru kembali ramai dengan suara bisik yang agak gaduh.   Liong heng-pat-ciang sendiri tetap duduk tak bergerak di tempatnya ia menyapu pandang ka empat penjuru dengan senyuman menghiasi bibirnya meski pada sinar matanya sama sekali tiada tanda-tanda rasa senang.   Sin jiu Cian Hui berdehem dua kali, suasana kembali jadi hening.   kelihatan betapa gembiranya pemilik Liong-bong-san-ceng dalam pertemuan ini.   Puluhan tahun sudah suasana dunia persilatan di daerah KangLam kacau-balau.   jagoan bermunculan di sana-sini, keadaan tersebut ibaratnya suasana kemelut pada jaman Cian-kok di masa lalu, saling bersaing, singkir menyingkirkan selalu terjadi meski suasana semacam ini dapat membangkitkan semangat orang untuk mencari kemajuan ke atas tapi karena suasana yang kacau balau ini pula mengakibatkan kelemahan di dalam tubuh sendiri dan tidak mampu menghadapi serangan dari luar sehinggak hehehe..   Sambil terkekeh sinar matanya mengering sekejap ke arah Liong-heng pat-ciang Tham Beng lalu dia berkata lebih jauh.   "Kukira semua orang yang hadir di sini sekarang bukan orang luar, maka maafkanlah kalau ucapanku tanpa tedeng aling2 lagi untuk mengemukakan semua unekunek yang terkandung dalam hatiku."   Sampai di sini, air mukanya berubah jadi serius, katanya dengan bersungguh-sungguh.   "Suasana dunia persilatan dewasa ini boleh dibilang utara jauh lebih kuat daripada selatan kukira kenyataan ini tak bisa dibantah lagi, bila kita tak berbangkit dan bersatu, mungkin keadaan selanjutnya akan bertambah runyam. Apa yang kumaksudkan barusan tidak berarti bahwa jagojago daerah Kang lam tidak selihay orang-orang utara, maksudku adalah dalam hal persatuan masih harus kita laksanakan, Oleh karena itulah aku bersama Jit giau tui-hun Na-toako dan saudara saudara dari keluarga Mo berusaha mencarikan seorang yang cerdik dan bijaksana untuk menjadi Congpiaupacunya kita orang orang Bu-lim di Kanglam."   Mendengar sampai di sini Liong-heng pat tiang Tham Beng tersenyum dan meletakkan cawan araknya kemeja, kepada Tonghong-bengte yang berduduk di sampingnya dia berbisik "Orang bilang Sin jiu Cian Hui adalah seorang Bun- bu coan cay (lihay dalam kungfu dan sastra) seorang pentolan persilatan yang hebat setelah berjumpa hari ini dapat kurasakan bahwa berita ini memang bukan nama kosong belaka.   Meskipun rendah suaranya tampaknya ia memang sengaja mengucapkan kata-kata itu agar didengar pula oleh Sin jiu Cian Hui.   Betul juga sekulum senyum lantas menghiasi ujung bibir Sin jiu Cian Hui tampaknya ia berbangga hati pikirnya "Liong beng-pat ciang berani menghadiri pertemuan mi, betapa besar nyalinya harus dipuji tapi kalau dia sudah berani mendatangi tempatku bila tiada persiapan tertentu yang di andaikan tak mungkin ia berani melakukannya..   Berpikir demikian, tiba-tiba saja ia membisikkan sesuatu kepada seorang laki-|aki berjubah panjang yang ada di belakangnya, lalu dia menyambung ucapannya tadi "Siaute memang bukan seorang yang pintar dan berbakat, tapi saudara2 kita dan keluarga Mo dan Na toako merupakan orang pintar dan berbakat bagus, orang yang mereka pilih dan diberi kepercayaan untuk memegang jabatan ini pastilah seorang yang takkan mengecewakan saudara sekalian, oleh karena itu hari ini sengaja kami undang kehadiran saudara sekalian, pertama untuk melepaskan rasa kangen dengan saudara sekalian yang sudah lama tak pernah berjumpa, selanjutnya juga untuk memperkenalkan bakal Bengcu kita, Hui-taysianseng kepada saudara sekalian."   Sorak-sorai yang riuh rendah berkumandang mengiringi berakhirnya ucapan itu.   Sin-jiu Cian Hui tersenyum puas, dia lantas putar badan sambil mengulapkan tangannya.   lakilaki berbaju merah yang berada di luar segera menyiapkan terompetnya dan ditiup keras-keras.   Belasan laki-laki berbaju ringkas muncul dan balik pintu, belasan renteng mercon Pck-cu-lam piau disulut pula berbarengan di antara dentuman yang disertai percikan bunga api dan cabikan kertas, bunyi terompet sahut menyahut, suaranya keras memekak telinga.   Sin-jiu Cian Hui menuding ke arah sebuah pintu di bagian belakang, sambil tertawa serunya.   "Sekarang..."   Beratus pasang mata tanpa terasa mengikuti arah tudingan tangannya itu.   Bunyi mercon dan suara terompet berkumandang makin nyaring, tirai berwarna hijau pupus yang mendalangi pandangan orang ke dalam pelahan di gulung ke atas.   Dengan suatu lompatan cepat Cian Hui menyongsong ke depan pintu, dengan kepala tertunduk dan suara lantang ia berseru.   "Seluruh umat persilatan wilayah Kanglam, dengan segala hormat menyambut kehadiran Hui-taysianseng!"   Liong-heng pat-ciang maupun Tonghong-hengte saling pandang sekejap, mereka sama berpikir di dalam hati.   "Entah manusia macam apakah Hui-taysianseng itu?"   Setelah tirai digulung ke atas lama dan lama sekali baru dan balik pintu muncul seorang, ketika pandangan semua jago terpusat ke atas wajah orang ini, orang itupun mengerlingkan matanya yang tajam dan wajah yang masih polos tapi cerdik dan balas menatap pandangan semua orang.   "Hem bukankah orang ini adalah Jit-giau-tongcu Go Beng-si'"   Bisik Pat-kwa-ciang Lo Hui dengan kaget dan kening berkerut.   Belum habis ucapannya itu, tiba-tiba Go Beng si menyingkir ke sisi pintu, dari balik pintu lantas muncul pula seorang, serentak suara mercon dan tiupan terompet berhenti bersama, Laki-laki raksasa yang bersuara keras tadi berseru dengan lantang Hui-taysianseng tiba!"   Kawanan jago yang hadir di situ sama terkesiap, tanpa terasa semuanya bangkit berdiri dan memusatkan perhatian mereka ke arah tubuh Kang lam-lok-lim-bengcu itu.   Liong-heng-pat-ciang tersebut ia pun ikut berbangkit dan berpaling, mending kalau dia tidak menoleh, begitu memandang wajah sang Bengcu air mukanya kontan berubah hebat, hatinya bergetar keras, hampir saja ia meneriakkan namanya biarpun dia seorang yang pandai membawa diri dan otaknya penuh tipu daya, tapi sekarang ia pun benar-benar tak dapat mengendalikan emosinya.   "Orang ini bermuka cerah lagipula sangat tampan, agaknya dia memang seorang manusia berbakat hebat!"   Bisik Tonghong Tiat setelah memandang ke muka sejenak.   "cuma, kurasa usianya masih terlampau muda."   Diiringi Sin-jiu Cian Hui, pelan-pelan "Hui taysianseng"   Berjalan masuk ke dalam ruangan, sorot matanya kaku, dan memandang ke depan tanpa berkedip, mukanya kaku tanpa emosi, mata alisnya samar-samar seperti menahan rasa kemurungan.   Bunyi terompet dan mercon sudah reda, sekarang suasana dalam seluruh ruangan diliputi keheningan, demikian heningnya sehingga napas setiap orang dapat terdengar nyata, perasaan kawanan jago itu bukan saja kaget dan tercengang, merekapun agak bingung beratus-ratus pasang mata menatap Hui Giok tak berkedip, sebaliknya Hui Giok sendiri seperti sama sekali tidak tahu apa-apa.   Liong heng pat-siang, Tonghong Tiat dan Tonghong-ngo-hengte.   Kim-keh Siang It-ti serta Jjtgiau- tui-hun Na Hui-hong, Mo-si-su-sat dan Sin-jiu Cian Hui mengambil tempat duduk di meja utama ketika "Hui-taysianseng"   Itu sampai di sisinya Tham Beng berdehem pelahan, tiba-tiba satu ingatan terlintas dalam benaknya, cepat dia tundukkan kepalanya.   Didengarnya Sinjiu Cian Hui telah mengangkat cawannya sambil berkata "Marilah kita semua menghormati Hui-taysianseng dengan secawan arak, Go Beng-si mengambil cawan arak dan diserahkan ke tangan Hui Giok, Hui Giok menerimanya dengan pandangan hampa, lalu sekali tenggak menghabiskan isinya.   Melihat keadaan rekannya ini diam-diam Go Beng si menghela napas panjang, sudah dua hari belakangan mi dia merasa bahwa sikap Hui Giok sangat tidak tenang seperti orang gugup, terutama pagi tadi, ia melihat keadaan Hui Giok seperti orang yang kebingungan hal ini membuat hatinya kuatir bercampur gelisah, dia takut Hui Giok akan bertindak salah sehingga terjadi hal-hal yang tak bisa tertolong lagi, kini dia rada menyesal dan merasa tidak seharusnya mendorong rekannya itu untuk melakukan hal ini.   Suara bergemuruh berkumandang, semua jago ikut mengangkat cawan dan menghabiskan isinya.   Sin-jiu Cian Hui meletakkan kembali cawan araknya ke meja, sorot matanya yang tajam seperti elang menyapu setiap wajah jago yang berada di hadapannya tiba-tiba ia bertepuk tangan, dua orang laki-laki segera muncul dari belakang ruangan dengan membawa selembar kain merah terus dikenakan pada tubuh Cian Hui, Air muka Cian Hui tetap dingin dan kaku, setelah melirik sekejap sekitar tempat itu, tiba-tiba ia bertepuk tangan lagi.   Terdengar suara kerbau menguak di luar ruangan empat orang laki-laki kekar yang separuh badan telanjang, dengan selembar kain merah terikat di pinggangnya, dengan sigapnya menggotong masuk seekor kerbau yang tanduknya terikat pula dengan pita merah.   Meskipun kerbau itu mendengus-dengus marah, tapi digotong oleh keempat orang laki-laki itu lebih tinggi dari kepala, ternyata binatang bertenaga besar itu sama sekali tak mampu berkutik.   Terlihatlah tubuh keempat laki-laki itu memang kekar dan berotot, mereka menggotong kerbau itu langsung ke tengah ruangan dan berhenti di depan meja utama.   Sin-jiu Cian Hui yang mengenakan kain warna merah pelahan memutar badannya.   dia mengangkat cawan arak dan meneguknya pula sampai habis.   Dua orang laki-laki berdada telanjang dan ikat pinggang merah dengan membawa baskom emas yang amat besar tampak masuk ke dalam ruangan dan berlutut di hadapan Cian Hui.   Si tangan sakti Cian Hui mencabut sebilah pisau jagal dari atas meja, mendadak ia menyemburkan arak dalam mulutnya ke atas kepala kerbau, sementara tangannya secepat kilat menghujamkan ujung pisau itu ke leher kerbau tadi..Seketika itu juga darah bermuncratan keluar dengan derasnya, baskom emas yang sudah disiapkan itu lantas digunakan untuk menampung darah yang mancur keluar itu, kerbau yang kuat itu berusaha meronta, tapi kekuatan empat orang laki2 yang memegangnya memang hebat, mereka berdiri sekukuh bukit di tempat semula, wajah maupun gerak-gerik mereka sama sekali tidak menunjukkan kalau mereka kepayahan.   Sin-jiu Cian Hui mengayun tangannya, pisau tajam itu meluncur ke udara dengan cepatnya, pisau yang agak melengkung itu berputar satu lingkaran di udara, lalu secepat kilat meluncur kembali ke bawah dan tepat menancap di atas pantat kerbau tersebut.   Sekali lagi kerbau itu menguak sambil mendengus-dengus, tapi suaranya yang memilukan hati itu tertelan oleh bunyi mercon, tiupan terompet dan sorak-sorai yang gegap gempita.   Sin-jiu Cian Hui tampak bangga, pelahan ia putar badan, tangannya memberi tanda.   Serentak bunyi mercon, tiupan terompet dan suara sorak-sorai yang gegap gempita tadi berhenti suasana pulih kembali dalam keheningan melihat itu meski senyuman masih menghiasi bibir Liong-heng~pat~ciang, namun diam-diam iapun terkejut.   "Setiap orang yang merasa dirinya sepaham dari daerah Kanglam dipersilahkan ikut minum secawan arak darah sebagai tanda ucapan selamat bagi kebesaran Bengcu kita!"   Teriak Sin jiu Cian Hui dengan suara lantang.   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Dengan cawan araknya dia menyodok secawan darah dan dalam baskom emas, kemudian dengan hormat diangsurkan ke hadapan Hui Giok, setelah pemuda itu meneguknya habis, dia sendiri pun minum habis secawan, menyusul kemudian Jit-giau tui-hun, Pak-to jit sat meninggalkan tempat duduk dan ikut antri untuk minum arak darah, tapi ada pula yang masih ragu-ragu dan belum mengambil keputusan.   Liong-heng-pat-ciang Tham Beng tetap duduk di tempatnya dengan matanya yang tajam dia melirik ke sana kemari dilihatnya Hui Giok masih duduk dengan mata yang sayu dan hampa, hingga detik itu masih belum mengetahui kehadirannya di situ.   hal ini membuat Tham Beng kaget bercampur heran dia tak tahu kejadian apa saja yang dialami anak muda itu sejak minggat dari rumahnya setahun yang lalu, sehingga bisa diangkat menjadi Kanglam lok-lim bengcu segala.   Meskipun pelbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya, ia tetap duduk diam saja orang lain mungkin menebak yang sedang dipikirnya.   Dalam pada itu sebagian besar kawanan jago yang hadir itu sudah meninggalkan tempat duduknya untuk ikut minum arak darah, sedang kerbau itu sendiri sudah berhenti meronta karena terlalu banyak darah yang mengalir keluar, kepalanya terkulai menanti habisnya sisa kehidupan mengikuti titik-titik darah penghabisan yang menetes keluar dari tubuhnya..   Sin-jiu Cian Hui dengan selempang merahnya berdiri dengan wajah angker, matanya berkilatkilat memandang ke sana kemari.   Tiba2 ia menatap wajah Kim-keh Sian It-ti dengan tajam, kemudian tegurnya dengan suara berat.   "Siang-toako, kehadiranmu ini mewakili kedudukanmu sebagai sesama rekan persilatan dari wilayah Kanglam ataukah.. Hmm Siaute ingin tahu penjelasan dan Siang toako."   Kim-keh Siang lt-ti berkerut dahi, lalu terbahak-bahak "Hahaha, hari ini Siaute datang ke sini melulu untuk menonton keramaian belaka, Kenapa apa tidak boleh?"   "Hari ini semua umat persilatan yang berada di wilayah Kanglam berkumpul di sini untuk minum arak darah serta bersumpah setia kawan, sebagai rekan persilatan dan wilayah Kanglam ternyata Siang-heng melulu datang untuk menonton keramaian hehe, tindakanmu ini sungguh membuat Siaute tidak mengerti"   Kim-keh Siang It-ti tertawa dingin, jawabnya "Hehehe, jadi maksudmu, setiap anggota persilatan yang berasal dan wilayah Kanglam harus ikut serta di dalam perserikatan ini?"   Sin-jiu Cian Hui dengan tatapan tajam mengawasi lawan dengan geram, sahutnya dengan nada berat.   "Hari ini semua rekan persilatan berkumpul di sini hanya untuk bersumpah setia kawan, bila bukan kawan tentu lawan, kalau bukan musuh dialah sahabat, di dalam soal ini tiada pilihan ketiga, kawan atau lawan hanya diputuskan dengan sepatah kata saja dari Siang-heng, Hmm, bila Siang-heng mengatakan kedatanganmu hanya untuk menonton keramaian saja, mau datang lantas datang mau pergi lantas pergi... Hmm, tidakkah kau merasa bahwa tindakanmu ini terlampau tak pandang sebelah mata terhadap Long-bong san-ceng kami?"   Berbicara sampai di sini, tiba-tiba dia menengadah dan tertawa seram, di tengah gelak tertawa seram itulah tiba-tiba berubah jadi tertawa dingin dan di balik tertawa dingin mendadak berubah jadi dengusan, sorot matanya yang tajam seperti sengaja dan tak sengaja menatap wajah Kim-keh Siang It-ti, lalu beralih ke wajah Liong-heng pat-ciang Tham Beng.   dengan tatapan yang tajam itu ia menunggu jawaban Siang It-ti.   Untuk sesaat suasana dalam ruangan jadi tegang beratus-ratus pasang mata serentak beralih ke wajah Kim-keh Siang It-ti, semua orang ingin tahu bagaimanakah reaksi si ayam emas itu.   Siang It ti tetap duduk dengan wajah dingin matanya setengah terpejam dan tongkat besinya di raba dengan tangannya, sementara tatapan mata kawanan jago seperti kena tersihir beralih mengikuti gerak tangannya di atas tongkat hitam itu, dari kiri ke kanan kemudian dari kanan kembali ke kiri.   Di tengah suasana yang serba tegang itulah tiba-tiba dari sudut ruangan yang gelap muncul seorang laki-laki kurus kecil yang berwajah jelek, setelah berdehem mendadak ia menengadah dan tertawa latah.   Suasana dalam ruangan ketika itu boleh dibaratkan gendewa yang sudah ditarik, setiap saat suatu bentrokan bakal terjadi, tapi dengan berkumandangnya gelak tertawa itu, dengan kaget perhatian semua orang lantas beralih ke arah suara tertawa itu.   Selangkah demi selangkah laki-laki itu berjalan menuju ke tengah ruangan, lalu sambil tertawa dia berseru.   "Kalau bukan kawan dialah lawan, kalau bukan lawan dialah kawan.... Hahaha, Cian cengcu, apakah setiap orang persilatan yang tak mau mengakui Hui-taysianseng sebagai Kanglam Bengcu lantas akan kau anggap sebagai musuhmu?"   "Siapa gerangan orang ini?"   Dengan perasaan kaget kawanan jago mulai berpikir "besar amat nyalinya berani dia berlagak jumawa dan bicara seenaknya di hadapan Sin-jiu Cian Hui!"   Tampang orang itu tidak istimewa kecuali bertampang jelek boleh dibilang segalanya biasabiasa saja, dan yang lebih aneh lagi, ternyata tak seorang pun di antara kawanan jago yang hadir ini mengenal asal usulnya.   Sin-jiu Cian Hui berkerut dahi, setelah berpikir sejenak tiba-tiba tegurnya sambil tertawa.   "Apakah Anda ada usul lain tentang soal ini?"   Laki-laki itu tertawa dingin.   Hehehe, bagiku hidup di dunia persilatan adalah biasa bila pisau putih masuk, pisau merah keluar ujung tombak meremuk tulang, ujung golok berlumuran darah, sekalipun harus naik ke bukit golok atau menyeberangi lautan api, sedikit pun tidak boleh ragu.   Coba, betul tidak Cian-cengcu"   Tampang laki-laki itu jelek, tapi lidahnya amat lincah, bukan saja kata-katanya enak didengar bahkan semuanya tepat tegas, dalam keadaan begini sekalipun Sin-Jiu Cian Hui harus mengernyitkan alisnya mau-tak-mau dia harus manggut dan menjawab juga- "Ya, betul!"   "Hahaha, itulah dia! semestinya Bengcu yang Cian-cengcu pilih untuk kita tentulah seorang Bengcu yang jempolan, itu tak perlu disangsikan lagi, akan tetapi aku Tan Kek-liong merasa kurang puas untuk menerima semuanya itu dengan begitu saja, karenanya dengan tak tahu diri aku ingin mencoba apakah Hui-taysianseng benar-benar mempunyai kungfu yang lihay atau tidak, aku ingin tahu apa kungfunya bisa mengalahkan semua orang serta menaklukkan sahabatsahabat yang tiap hari kerjanya bergelimpangan di ujung golok. Apabila terbukti kungfu Huitaysianseng ternyata tidak melebihi diriku... hahaha!"   Sebagai kata selanjutnya dia hanya bergelak tertawa tiada hentinya, tangannya terus bertolak pinggang dan gerak-geriknya persis seperti gaya kaum berandal yang siap berkelahi.   Sin-jiu Cian Hui semakin mengernyitkan alisnya yang tebal, dengan suara keras bentaknya "Siapa kau? Atas perintah siapa kau cari perkara kesini? Hm, ketahuilah Long-bong-san-ceng bukan tempat yang tepat bagi kalian kaum berandal untuk bikin gara-gara, Pengawal, tangkap dan seret keluar berandal yang tak tahu diri ini!"   Dua orang laki-laki berbaju hitam segera mengiakan dan tampil ke depan hendak membekuk orang itu.   "Tunggu sebentar!"    Saputangan Berdarah Karya Kho Ping Hoo Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo Sejengkal Tanah Percik Darah Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini