Ceritasilat Novel Online

Pendekar Satu Jurus 27


Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 27


Pendekar Satu Jurus Karya dari Gan K L   Ia tampak jauh lebih kurus daripada dulu, sinar matanya sudah kehilangan cahaya yang menawan hati itu, meski demikian, dalam pandangan Hui Giok, si nona masih tetap mesra seperti dulu.   "Dia belum mati"   Saking kegirangan hampir saja ia bersuara.   Tapi ketika raut wajah kedua terpampang pula di depan matanya, hampir saja pemuda itu berhenti bernapas.   Sebatang lilin terletak di atas meja api, lilin bergoyang terembus angin, di samping cahaya lilin yang bergoyang berduduklah seorang dengan angkernya, orang itu ternyata bukan lain ialah liong heng-pat-ciang Tham Beng.   Air mukanya kelihatan berubah guram mengikuti api lilin yang bergoyang, musuh besar itu masih tetap duduk dengan tenang.   Terpisah oleh sebuah meja butut, duduk tepat di depan Tham Beng, adalah Sun lotia.   Toan-hun-to Sun Pin, kakek yang sudah kenyang gemblengan kehidupan itu kelihatan jauh lebih tua, lengan baju kanannya terjulai kosong ke bawah, tampaknya lengan tersebut sudah dipotong orang sebatas bahu.   Tubuh yang semula tegak kini bungkuk dan reyot, terkadang terdengar suara batuknya yang parau.   Keadaan orang itu ibarat lilin di depannya meskipun masih meronta di tengah embusan angin namun akhirnya pasti akan padam juga.   Kedua kakek itu duduk berhadapan tak ada yang berbicara Sun-lotia tundukkan kepalanya dan sedang mengawasi suatu benda dalam genggamannya dengan seksama.   Lama dan lama sekali, akhirnya benda itu di letakkan di atas meja, di bawah sinar lilin tertampaklah benda itu bukan lain adalah Pek giok-cian-cu"   Berdebar jantung Hui Giok. Sementara itu Sun-lotia lagi berbalik pelahan dan menghela napas panjang, lalu katanya.   "Kebanyakan perempuan cantik adalah bibit bencana, benda mestika tidak membawa berkah, Ai, karena sebuah Pek giok-cian-cu, aku harus menghabiskan separuh hidupku bergelandangan di dunia persilatan bahkan sekarang harus hidup dalam keadaan cacat ai, sampai Kim-peng pun."   Ia batuk-batuk lagi, sungguh ia tidak tega melanjutkan kata-katanya.   Sun Kim peng yang duduk di pembaringan kepalanya tertunduk rendah-rendah, matanya berkaca-kaca dan akhirnya meneteslah dua titik airmata.   Rupanya nona itu merasakan bukan saja masa remajanya sudah lewat dan selamanya tak akan terkejar kembali bahkan kehidupan selanjutnya juga akan dilewatinya dalam kegetiran dan penderitaan.   Kesedihan pun menyelimuti wajah Liong-heng-pat-ciang, katanya sambil menghela napas.   "Ya, takdirlah yang menentukan kehidupan manusia setiap orang akan mengalami keadaan yang sama saudara Sun kau . kau..."   Dia seperti hendak mengucapkan beberapa kata menghibur tapi akhirnya ucapan tersebut tak mampu diutarakan."   "Namun sesudah kurenungkan kembali semua itu,"   Ujar Sun-lo-tia lagi "aku bisa menjadi seperti sekarang ini, pada hakekatnya adalah akibat dosaku sendiri, tapi saudara Tham, mengapa kau tidak mau mengungkapkan kejadian yang sesungguhnya kepadaku?"   Hati Hui Giok tergerak. Dilihatnya Tham Beng memejamkan matanya dan tidak berbicara lagi, jelas banyak terjadi pergolakan dalam batinnya tapi apakah yang dipikirkannya? Sun-lotia menghela napas panjang, katanya lebih jauh.   "Setelah aku kehilangan Pek-giok-ciancu ini, menurut perasaan pasti Wi-yang-sam-kiat yang mencurinya sehingga tidak kuselidiki kejadian yang sebenarnya. Ai, sungguh kasihan Wi-yang-sam-kiat bertiga bersaudara, mereka telah... ai, meskipun mereka banyak melakukan kejahatan namun dosa apa yang mereka lakukan atas diriku! Justru akulah yang salah menuduh mereka, dan apa yang kurasakan sekarang adalah hukuman yang pantas kuterima?"   Liong-heng-pat-ciang Tham Beng membuka matanya dan menatap sinar lilin dengan pandangan kosong, ujarnya.   "Hukum karma berlaku bagi siapa pun juga. pembalasan atas kebaikan maupun kejahatan sukar diduga, Wi-yang-sam-kiat sudah terlampau banyak melakukan kejahatan, tapi mereka bukannya mati di tangan musuhnya, tapi justru mereka di tanganmu. tentu saja kau merasa sedih, akan tetapi jika kau mau berpikir lebih panjang tidak mungkinkah Thian yang telah meminjam tanganmu untuk membasmi mereka dari muka bumi ini?"   Perkataan yang mengandung falsafah ini membuat alis mata Sun Pin bekernyit, tapi sesaat kemudian ia berkata lagi sambil menghela napas.   "Aku tidak berniat melakukan kesalahan besar ini, dan akupun telah menerima hukuman yang setimpal, dengan demikian, bila nanti aku mati, maka sukmaku di alam bakapun dapat beristirahat dengan tenang, hanya saja saudara Tham, mengapa... mengapa kau..."   "Ai, kini aku terhina dan dituduh, semua ini juga merupakan hukuman yang setimpal bagiku."   Tukas Tham Beng sambil menghela napas.   "sebenarnya ada niatku setelah mestika Pek giok ciancu ini kukembalikan kepada pemilik yang sebenarnya. Lalu aku akan pergi jauh dan membiarkan semua kesalahan dilimpahkan atas diriku seorang, supaya rahasia besar dunia persilatan ini terkubur selamanya, tapi... tapi aku merasa bila semua rahasia ini tidak kubeberkan, sulit bagiku untuk mati dengan tenteram."   Sekali lagi hati Hui Giok tergerak, lamat-lamat ia dapat meraba di balik semua peristiwa yang terjadi sebenarnya masih tersimpan suatu kisah yang penuh berliku-liku dan sukar diduga, di balik semua itu entah mengandung berapa banyak kegetiran, betapa banyak air mata dan darah.   Sun-lotia terbatuk-batuk sambil mengambil keluar sebuah cupu-cupu arak, ia menuang dua cawan di hadapannya, Liong-heng-pat-ciang mengangkat cawan tersebut dan sekali tenggak menghabiskan isinya, sinar matanya yang berkilat tiba2 berubah jadi redup, ia memandang api lilin yang bergoyang terendus angin dengan kesima, seakan-akan semua pikiran dan perasaannya terhanyut kembali dalam kenangan lama yang amat jauh.   Entah berapa lama sudah lewat, pelahan dia berkata lagi "Belasan tahun sudah lalu...   ya, belasan tahun sudah lalu, waktu itu aku masih berjiwa muda dan berdarah panas, ketika itu dunia persilatan sedang heboh oleh munculnya seorang tokoh berkerudung hitam yang misterius dan kejam, aku segera mengambil keputusan untuk menyelidiki rahasia itu sampai jelas maka kutinggalkan semua tugasku seorang diri kulakukan penyelidikan.   Hui Giok merasa dadanya seperti dihantam dengan martil, pikirnya dengan terkesiap.   "Janganjangan, dia bukan si manusia berkerudung itu? Apakah kami yang telah salah menuduh dia?"   Sementara itu Tham Beng telah meneruskan ceritanya.   "Waktu itu, kebetulan saudara Sun juga sedang berangkat mengawal Pek giok-cian-cu, ku perhitungkan si manusia berkerudung yang misterius itu pasti akan turun tangan atas dirimu, maka secara diam-diam kuikuti terus gerakgerikmu"   "Akhirnya kita sampai di wilayah Hopak, pada suatu malam sesudah hujan badai, di kota pegunungan itu aku bertemu dengan Wi-yang-sam-kiat yang rupanya juga sedang mengincar dirimu, aku kuatir mereka akan menggagalkan rencanaku maka mereka kuawasi dengan ketat. Siapa tahu pada malam itu juga Pek-giok-cian-cu kawalanmu mendadak lenyap bersama terbunuhnya dua orang Piausu kalian yang ikut mengawal dalam perjalanan itu!"   Sun-lotia menghela napas.   "Ai, kejadian itu memang merupakan suatu peristiwa yang sangat kebetulan, andaikata malam sebelum terjadi pencurian itu aku tidak berjumpa dengan Wi-yang sam-kiat, tak mungkin akan kucurigai mereka bertiga dan di kemudian haripun tak bakal berekor sepanjang ini?"   Sambil menghela napas Liong heng-pat ciang Tham Beng mengangguk.   "Ya andaikata aku tidak mengawasi Wi-yang-sam-kiat, tak nanti orang lain akan berhasil dengan perbuatan kejinya, begitu kudengar Piausu anak buahmu menjerit dengan kecepatan paling tinggi kulari kembali ke situ, tertampaklah dua sosok bayangan hitam sedang kabur dengan cepatnya dari situ, diam-diam kuikuti terus ke manapun mereka pergi, akhirnya kutemukan bahwa kedua orang itu bukan lain adalah Jiang-kiam bu-tek, kedua bersaudara keluarga Hui"   Mendengar sampai di sini, hampir saja detak jantung Hui Giok berhenti, hampir pula ia tak berani mendengarkan lebih jauh, bahkan hampir saja dia dobrak pintu dan menerobos masuk, dia tak percaya semasa hidup ayahnya telah melakukan dosa yang tak terampunkan ini?.   Sementara itu Tham Beng sedang berkata lebih lanjut.   "Waktu itu aku tidak peraya kedua Hui bersaudara yang selama hidup terkenal jujur dan disiplin bisa melakukan perbuatan seperti itu. Tapi kenyataan memang bicara begitu, mau-tak mau aku harus mempercayainya juga, malah aku lantas mengira mereka berdua itulah si manusia berkerudung yang keji itu, dan sebabnya mereka tidak membinasakan dirimu adalah karena kemunculanku waktu itu."   Sun-lotia menghela napas panjang, sedang Tham Beng berkata pula.   "Maka timbul napsu membunuhku setelah di luar kota Po-teng dapat kubinasakan kedua bersaudara tersebut, perasaanku waktu itu sangat tenang sebab aku tidak merasa berdosa malah kuanggap telah melakukan sesuatu tindakan mulia demi kesejahteraan umat persilatan! Tapi akhirnya... ai, aku baru sadar bahwa aku telah melakukan suatu kesalahan yang tak dapat diampuni, dan sebagai pembalasan dari perbuatanku... Dia aku harus menerima penderitaan dan siksaan sepanjang hidupku!"   Hui Giok mengepal kedua tangannya kencang-kencang sambil mengertak gigi.   "Sampai akhirnya aku baru tahu bahwa Pek giok-cian-cu itu sebenarnya adalah benda mestika milik seorang pelajar rudin yang dirampas oleh hartawan yang minta kepadamu untuk mengatakannya ke ibukota sebagai sogokan agar puteranya berhasil lulus ujian,"   Tutur Tham Beng lagi.   "kedua Hui bersaudara yang mengetahui kejadian itu merasa tidak puas, mereka berusaha merampas kembali benda mestika itu untuk diserahkan kembali kepada pemilik yang sebenarnya. Ai, siapa tahu takdir berkata lain, hingga kini bukan saja sukma kedua Hui bersaudara harus menanggung penasaran di alam baka, akupun harus menanggung pula segala penderitaan akibat kesalahan yang telah kulakukan itu!"   Hui Giok merasa darah yang mengalir dalam tubuhnya mendidih, entah harus merasa girang atau sedih? atau bangga? atau dendam? atau mengeluh? Aku harus membalas dendam kepada Tham Beng? Atau cuma mengeluh kepada Thian? Sementara itu Tham Beng berkata lebih jauh setelah menghela napas.   "Akhirnya pelajar rudin itu dengan menanggung dendam, sedang hartawan yang jahat itu jatuh pailit, puteranya yang mengikuti ujian di ibu kota pun terseret ikut berkecimpung dalam dunia persilatan..." "Bagaimana dengan orang itu selanjutnya?"   Sela Sun-lolia dengan mata terbelalak.   "kalau diurutkan, orang itulah sumber semua petaka ini, bila Thian punya mata, sepantasnya ia diberi ganjaran yang setimpal, aku masih ingat keluarga hartawan itu adalah keluarga Hoa."   "Benar, dia memang she Hoa, setelah terjun ke dunia persilatan hidupnya bergantung dari menjual berita, orang menyebut dia sebagai Koay-sin (si berita kilat) Hoa Giok, sampai akhirnya ai akhirnya ia ditemukan tewas di luar perkampungannya Sin-jiu Cian Hui sampai kini tidak ada yang tahu sebab dirinya dia mati di tangan siapa?"   Hui Giok terkesiap, tanpa terasa ia menengadah, di tengah kegelapan malam yang mencekam seakan-akan terdapat sepasang mata yang sedang mengawasi dia sedang memeriksa kesalahan dan kebenaran yang dilakukan setiap umat manusia di dunia ini dan siapapun tak bisa lolos dari pengawasannya.   Meskipun ganjaran dan hukuman yang Dia berikan mungkin agak lambat tibanya, tapi jangan kau harapkan akan memperoleh buahnya yang manis apabila yang kau tanamkan adalah bibit kejahatan.   Semacam perasaan takut yang timbul dan rasa hormat membuat sekujur badan Hui Giok bergemetar, pelahan dia merangkap tangannya di depan dada dan bersujud kepada Yang Maha Kuasa.   Terdengar Tham Beng berkata lagi.   "Sepanjang hidupku kecuali salah membunuh Hui-sihengte, masih ada kejadian lain lagi yang hingga kini terasa menyiksa batinku! sekembalinya di ibu kota, sebenarnya aku sudah putus asa dan memandang hambar segala urusan, ketika itulah tibtiba Tiong-ciu-kiam Auyang Peng-ci berkunjung ke ibu-kota selamanya aku menghormati orang ini, maka akupun menahan dia untuk menginap di kediamanku.   "Suatu malam, tatkala aku minum-minum bersamanya di bawah cahaya lampu, sewaktu aku putar badan untuk mengambil arak, dan sebuah cermin yang tergantung di sudut tembok kebetulan kulihat secara tergesa-gesa dia memasukkan sejumlah serbuk putih ke dalam cawanku.   "Dalam kaget dan curiga aku tetap tenang dan berlagak seperti tak pernah terjadi suatu apapun hanya saja arak itu secara diam-diam kutumpahkan ke lantai, setelah itu akupun berlagak mabuk dan pulang ke kamar sebelum tengah malam.   "Aku tahu tengah malam nanti Auyang Peng ci pasti akan melakukan sesuatu gerakan, tapi sampai detik itu aku masih tidak percaya Lopiautau yang berhati mulia itu pada hakikatnya adalah seorang iblis keji dan berhati busuk.   "Kurang-lebih pada kentongan ketiga lewat tengah malam, betul juga, di luar jendela lamatlamat kudengar ia memanggil namaku dan minta aku ke luar, tentu saja aku merasa heran mendengar ajakan tersebut sebab jika dia ingin mencelakai jiwaku, rasanya tak perlu memakai tipu daya seperti itu. Untuk menyelidiki duduk perkara yang sebenarnya, maka akupun tidak membangunkan orang lain, diam-diam aku melompat keluar dan bersamanya menuju ke luar kota. Malam itu udara dingin sekali, lapisan salju yang tebal menyelimuti seluruh tanah di luar kota, di sana aku lantas bertanya kepadanya ada urusan apa dia membawaku ke situ. Tiba-tiba ia menengadah dan tertawa, kepadaku ia bertanya apakah kutahu siapa gerangan manusia berkerudung itu?"   "Sementara hatiku tergerak oleh pertanyaannya sambil tertawa seram ia telah mengaku.   "Aku Auyang Peng-ci ialah si manusia berkerudung itu" "Rasa kagetku waktu itu sungguh sukar dilukiskan, sambil tertawa ia berkata lagi.   "Mulai malam ini, manusia berkerudung yang misterius itu akan lenyap selamanya dan muka bumi ini, tahu kah kau mengapa bisa terjadi begini"   "Aku kaget bercampur tercengang, belum sempat kuucapkan sesuatu, sambil bergelak dia berkata lagi, Sebab semua perusahaan pengawalan yang ada dalam dunia persilatan telah bubar maka bila kaupun kubunuh, sekarangkan tak ada lagi orang lain yang bisa kubunuh pula?"   "Ah belum tentu!"   Jawabku waktu itu sambil tertawa dingin, padahal dalam hati kecilku diam2 aku bersyukur karena arak beracun tadi tak sempat kuminum, walau keringat dingin membasahi juga sekujur badanku.   "Benar juga, Auyang Peng-ci segera tertawa ini seraya berkata.   "Kau sudah minum racun lancong- sit-kut (racun penembus usus penghancur tulang) yang kucampurkan dalam arakmu tadi, tenaga dalam yang kau miliki sekarang sudah punah tujuh bagian, asal tanganku bergerak maka kau bakal musnah dari muka bumi ini. Hahaha, kemudian aku tinggal menunggu saja di sini, lalu kugantikan baju hitam yang telah kusiapkan. Besok pagi bila mayat kalian ditemukan orang maka dalam dunia persilatan akan tersiar berita bahwa Liong-heng-pat-ciang telah beradu jiwa dengan manusia berkerudung sekalipun kau mati nama besarmu tetap akan harum dan selain dikenang orang, sedang akupun bisa menjagoi dunia persilatan tanpa siangan. Coba bayangkan, bukankah cara ini adalah suatu cara yang amat sempurna? "Senyumnya yang penuh rasa bangga, hal ini membuat ku naik pitam, belum habis ucapannya aku lantas melepaskan pukulan dahsyat ke depan, dia mengira aku sudah keracunan, maka serangan tersebut ditangkis sekenanya Aku lantas ganti serangan dan menyerang sekuat tenaga. tak sampai beberapa jurus kemudian dia berhasil kutewaskan. Sesaat sebelum mengembuskan napasnya yang penghabisan, dengan wajah penuh rasa heran dia bertanya kepadaku, mengapa obat racunnya tidak mempan terhadap diriku?."   Liong-heng pat-ciang bercerita dengan penuh emosi, sampai di sini tiba-tiba ia menghela napas, lalu katanya.   "Ya, tidak sepantasnya waktu itu timbul suatu pikiran aneh dalam benakku, tidak seharusnya timbul niatku untuk menggunakan cara yang sama itu terhadap orang lain. Ketika itu aku benar-benar menunggu di situ, tak lama kemudian benar saja ada seorang laki-laki pemabuk muncul dari pematang sana, segera kubinasakan orang itu lalu mengenakan dia baju hitam yang disediakan Auyang Peng-ci, habis itu cepat kukembali ke kota."   "Ai, sungguh tak tersangka karena pikiran yang salah itu, aku harus menanggung sesal hingga kini, sekarang biarpun kujelaskan duduk persoalan yang sebenarnya kepada umat persilatan tapi siapakah yang mau percaya?"   Sampai di sini ia berhenti bercerita, sedangkan orang lain sama diliputi rasa heran dan bingung.   Matanya terbelalak dengan mulut melongo dan tak sanggup bersuara.   Lebih2 Hui Giok, sekujur badan terasa dingin yang didengarnya itu sungguh suatu kejutan yang luar biasa.   Tiba2 dari luar ruang perahu muncul seorang laki-laki berwajah ketolol-tololan, pelahan dia masuk ke dalam ruangan perahu.   Rambutnya awut-awutan tak keruan, bajunya dekil, tangannya membawa sebuah guci arak, begitu poci ditaruh di meja ia lantas pergi lagi.   "Siapakah orang itu?"   Liong-heng-pat ciang bertanya dengan air muka berubah.   "semua perkataanku tadi apakah didengar olehnya?"   Sun-lotia menggeleng.   "Orang itu bodoh lagi kurang waras, ada kalanya sepanjang hari tidak berbicara, sekalipun dengar juga tidak menjadi soal,"   Tiba-tiba ia menghela napas, sambungnya.   "Sejak kami ayah dan anak dibikin cacat oleh Jianjiu- su-seng kemudian ditolong Kim-tong-giok-li berdua Cianpwe dan dibawa kemari, orang itulah yang selalu merawat dan melayani segala keperluan kami, kalau tidak .ai, mungkin kami ayah dm anak sudah mati kelaparan semenjak dulu2"   Sambil menghela napas, dia mengangkat poci dan memenuhi cawan Tham Beng dengan arak. Pikiran Liong-heng-pat-ciang tampaknya benar amat kusut, begitu cawan diisi penuh, sekali tenggak dia segera menghabiskan isinya, kemudian ujarnya lagi.   "Kim-tong-giok-li berdua Cianpwe itu benar-benar manusia aneh di dunia persilatan, tampaknya kejadian apapun di dunia ini tak dapat mengelabuhi mata mereka.   "Ya, peristiwa berdarah itu meski sangat misterius hingga hampir tak masuk di akal, tapi sampai sekarang yang bajik telah mendapat pahala dan yang jahatpun sudah mendapat ganjaran urusan pun boleh dibilang sudah beres."   Tukas Sun-lotia tiba2 "cuma ai, aku masih tetap merasa kematian Jiang kiam-bu tek Hui Si-hengte benar"   Tidak berharga!"   "Ai meskipun demikian, kedua bersaudara itu toh mendapatkan pula pembalasan yang baik."   Kata Liong-heng-pat-ciang Tham Beng.   "keturunan mereka, Hui Giok, sekarang sudah menjadi sebuah bintang cemerlang di dunia persilatan Ai waktu itu aku merasa hidup orang persilatan akan berakhir dengan nasib buruk, maka aku sengaja tidak mengajarkan ilmu silat kepadanya, sungguh tak tersangka akhirnya ia berhasil juga memiliki ilmu silat yang maha sakti."   Mencorong sinar mata Sun-lotia, sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, tiba-tiba Liongheng- pat-ciang meraung kesakitan, kedua tangannya segera menghantam hingga meja di depannya hancur berkeping keping.   Dalam waktu sekejap itu dan luar jendela menyambar masuk tiga titik cahaya putih, semuanya bersarang telak di tubuh Tham Beng.   Sekali lagi Liong-heng-pat-ciang Tham Beng membentak, tapi segera ia roboh terjungkal "Siapa"   Teriak Sun-lotia kaget.   "lni..."   Belum habis ucapannya sesosok bayangan menerobos masuk dan luar ruangan, Huj Giok yang sudah kaget bercampur tercengang kian bertambah terkejut, ternyata bayangan itu bukan lain adalah Jit-giau-tongcu Go Beng-si.   Air mukanya kelam diliputi hawa nafsu membunuh, senyum menyeringai orang mengerikan tersungging diujung bibirnya, begitu muncul dalam ditangan segera ia seret bangun Tham Beng.   Keadaan Liong heng-pat-ciang Tham Beng waktu itu mengenaskan sekali, sekujur badannya basah oleh darah.   mukanya berkerut menahan kesakitan, ditambah pula api lilin sudah padam hanya sinar guram lentera yang tergantung diruang sebelah, tertampak wajahnya yang menyeringai seram.   Sun Kim-peng duduk di pembaringan, meski sangat ketakutan oleh kejadian tersebut tapi lantaran kedua kakinya cacat dan tak mampu berjalan selangkah pun, Sun-lotia yang segera menerjang ke sisinya dengan sempoyongan, lalu merentangkan tangannya untuk melindungi gadis tersebut.   Dalam pada itu Jit giau-tongcu Go Beng-si sedang menggoncang-goncangkan tubuh Tham Beng, sambil tertawa seram katanya.   "Orang she Tham, tahukah kau siapa aku ini?" "Go Beng-si!"   Teriak Tham Beng sambil menggertak gigi, aku tiada permusuhan dengan dirimu, kau..."   "Tiada permusuhan apa... apa?"   Ejek Jit giau-tongcu Go Beng si.   "Hehehe Go Beng-si! Haha,.,."   Gelak tertawanya mendadak berhenti, dengan wajah yang dingin menyeramkan ia berkata lebih lanjut "Benarkah aku Go Beng si? Bila aku Bo-beng (tak punya nama), maka matipun kau pasti takkan tenteram, kini tubuhmu sudah terkena tiga jenis senjata rahasiaku yang beracun, nyawamu tak bisa hidup lebih dari satu jam lagi, sekarang biarlah terus terang kuberitahukan kepadamu, Go Beng-si bukan namaku yang sebenarnya, aku bukan lain adalah keturunan Auyang Peng-ci yang kau bunuh itu."   Begitu pengakuan tersebut diberikan, semua orang merasakan hati bergetar keras, lebih-lebih Liong-heng-pat-ciang, ia terperanjat luar biasa.   "Hehehe!. tidak kau sangka bukan?"   Ejek Go Beng-si sambil menyeringai seram.   "tak kau duga bukan bahwa Auyang Peng-ci masih mempunyai keturunan?"   Ia menengadah, lalu keluhnya.   "0. ibu! Untunglah kau membawa aku kabur jauh-jauh begitu mendengar berita kematian ayah, untung ayah tak pernah membawa kita berdua pulang ke rumah, meskipun kita harus merasakan macam-macam penderitaan hidup, tapi hari itu ananda berhasil membunuh musuh kita dengan tangan sendiri O Thian Yang Maha Adil, ternyata engkau cukup bijaksana mengatur nasibku, si Auyang Siu- kalau orang she Tham itu tidak latah secara tiba-tiba, tak mungkin berhasil kubinasakan dia dengan pukulanku."   Hui Giok yang berada di luar ruang perahu itu merasa sekujur badannya gemetar, kaki tangan jadi dingin, batinnya.   "Ya, tak aneh kalau Go Beng-si mengatur segala jebakan dengan bersusah payah, pantas setiap waktu dan setiap saat dia ingin memaksa Tham Beng menuju ke jalan kematian. tak heran ia berusaha mewujudkan cita-citanya dengan cara apapun, dan tidak aneh kalau selamanya ia tak mau memberitahukan asal-usulnya kepada orang lain!"   Sesuatu yang dahulunya merupakan teka teki kini sudah terjawab seluruhnya.   Diam-diam Hui Giok menghela napas.   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      ia hendak bangkit dan masuk ke ruang perahu, tapi saat itulah tiba-tiba dari luar perahu berkumandang suara tertawa dingin yang menyeramkan disusul seorang berkata dengan suara yang parau.   "Kau bilang Thian punya mata dan adil?"   Berbareng dengan ucapan tersebut, dari luar perahu muncul seorang, dia inilah orang yang dianggap bodoh dan kurang waras itu.   Dia berjalan seperti sesosok mayat hidup, setelah tiba di sisi Auyang Siu, pada wajahnya yang ketolol-tolo!an itu tersembul senyuman menyeringai yang menyeramkan.   "Tahukah kau, dalam arak sepoci itu sudah kucampuri dengan racun pembunuh tikus"   Katanya "justeru lantaran ia merasa dirinya sudah keracunan maka senjata rahasiamu berhasil mengenai tubuhnya dengan tepat."   Auyang Siu terbelalak dengan mulut melongo "Si . siapa kau . ?"   Tegur Tham Beng dengan suara gemetar. Orang itu tertawa seram.   "Kau tidak menyangka bukan! Aku adalah puteranya laki-laki pemabuk yang kau bunuh di luar ibu-kota itu! Setelah ayahku mati terbunuh, ibuku menyusul pula ke alam baka karena sedihnya, aku jadi miskm, aku tak bisa makan, tak punya pakaian yang selalu kuingat adalah membalas dendam bagi kematian ayahku. Setiap hari, pekerjaan apapun enggan kulakukan orang lain mengira aku kurang waras dan lama kelamaan aku sendripun mengira aku sudah menjadi seorang yang gila."   Sampai di sini dia lantas terkekeh-kekeh suaranya melengking menyeramkan. membuat bulu kuduk orang sama berdiri. Seluruh wajah Liong heng-pat-ciang Tham Beng diliputi rasa kaget yang sukar dilukiskan, dengan suara gemetar dia bergumam tiada hentinya.   "O Thian... O, Thian...?"   Terdengar orang itu tertawa seram, lalu berkata pula.   "Sewaktu aku kelaparan dan hampir mampus, kebetulan dua orang ayah beranak ini menemukan aku dan memelihara diriku sampai kini. Waktu itu aku hanya berharap bisa hidup lebih lanjut, soal dendam tak pernah kupikirkan lagi, tak tahunya Thian memang punya mata dan memberi kesempatan kepadaku untuk mendengarkan kisahmu tadi, dan sungguh beruntung akupun mempunyai persediaan racun pembunuh tikus Hehehe hahaha.... akhirnya sakit hatiku berhasil juga ku balas!"   Sambil bergelak tertawa ia terduduk di tanah, lalu bergelindingan dan kemudian merangkak ke sana kemari..."   Auyang Siu hanya berdiri dengan mata terbelalak dan melongo bingung, sungguh ia tak tahu apa yang mesti dilakukannya.   Hui Giok sendiripun merasa kaget dan ngeri Tiba-tiba Tham Beng membentak keras, tubuhnya terbanting ke tanah dan tak bergerak lagi sebelum ajalnya dia masih juga berguman.   "0 Thian... Thian ..."   Hui Giok tak dapat mengendalikan lagi, ia segera melompat masuk ke dalam perahu.   Tapi suasana dalam ruangan perahu ketika itu telah berubah menjadi dunianya orang orang gila, sorot mata semua orang tampak kaku dan termangu.   Hukum karma selalu berlaku, siapa berbuat kebaikan akan memperoleh balasan yang baik, siapa berbuat kejahatan akan menerima hukuman yang setimpal siapakah yang percaya bahwa Liong-heng-pat-ciang, seorang tokoh persilatan yang dihormati dan disegani ternyata menemui ajalnya di tangan orang yang tidak waras? Di tengah keheningan yang mencekam itu tiba2 terdengar orang itu menjerit lalu menggelinding kian kemari, setelah meraung sekarat beberapa kali akhirnya ia mengejang dan mati juga.   Dalam gembiranya tadi ia telah mereguk habis isi arak beracun yang belum sempat diminum Sun-lotia, begitu arak racun itu masuk ke dalam perut, kasihan si "tolol"   Yang hidup demi membalas dendang begitu sakit hati terbalas.   dia sendiripun harus menemui ajalnya.   Selama hidup ia belum pernah mendapat kegembiraan iapun tidak terlalu lama hidup dalam keadaan sadar, sekarang dia dapat mati pada saat paling gembira dan paling sadar, dalam kehidupannya yang kelabu, setidak-tidaknya terbias setitik warna darah.   Setelah berlangsungnya serangkaian adegan yang mengerikan, tiba-tiba Hui Giok mendengar suara panggilan yang sangat dikenalnya berkumandang lagi dari belakang.   "Anak Giok"   Dengan terkejut Hui Giok berpaling, tertampaklah Kim-tong giok li berdiri di depan pintu, ke dua tokoh sakti dan dunia persilatan itu berdiri dengan wajah murung seperti kehilangan sesuatu.   Dengan suatu gerakan enteng ibaratnya awan mengambang di angkasa., Kim-tong berkelebat ke sisi mayat Tham Beng, lalu menghela napas, katanya.   "Ai, terlambat, terlambat, sungguh tak kusangka karena kedatanganku terlambat selangkah. semuanya lelah berubah jadi begini..."   Giok-li juga menghela napas dengan sedih.   "Bila Thian sudah mengatur begini, mampukah engkau untuk mengubahnya? Dia hanya meminjam tangan mu untuk melaksanakan firmanNya?. dan Dia telan mengatur semua firmanNya secara tertentu apakah engkau bisa mengubah kehendak takdir?"   Kim-tong bungkam, lama sekali ia tertegun, kemudian bergumam.   "Budi dan benci baik dan buruk ai, hukum karma selalu berlaku bagi umat manusia ai kalau Thian tidak buta matanya, apa gunanya kita banyak urusan di cuma ramai ini. Ditatapnya sekejap isteri kesayangannya, lalu tambahnya.   "Aku rasa sudah waktunya pula kita pun harus pulang kandang!"   "Ya"   Giok-li tertawa.   "kita bisa mencari suatu tempat yang tenang dan sepi, supaya tak seorang pun bisa mengganggu ketenangan kita."   Sinar matanya mencorong cemerlang, demikian pula dengan wajah Kim-tong.   Tiba-tiba Hui Giok merasa betapa menarik dan mengagumkannya kedua tokoh sakti itu, dia menghela napas dan segera menjatuhkan diri berlutut di hadapan mereka.   Malah Auyang Siu serta Sun lo-tia tanpa terasa juga ikut bertekuk lutut, hanya Sun Kim peng yang cacad kakinya tidak dapat berlutut namun dengan kepala tertunduk kedua tangannya dirangkap di depan dada iapun bersujud.   Kim-tong memandang sekeliling tempat itu, lalu menghela napas "Budi dan dendam telah berakhir, kejadian lampau sudah lewat ibaratnya air yang mengalir dan tak pernah kembali lagi setelah kejadian hari ini kuharap kalian semua harus selalu ingat, bahwa di atas langit masih ada sepasang mata yang selalu mengawasi gerak-gerikmu."   Hui Giok dan Auyang Siu mendengarkan petuah itu dengan penuh khidmat, mereka tak berani angkat kepalanya.   Kim-tong menghela napas terusnya "Barusan akulah yang memancing kedatangan kalian berdua ke sini dengan ilmu Cuan im ji mi (ilmu gelombang suara) tapi tak kusangka urusan akan berubah jadi begini.   Seandainya belakangan ini ambisi Tham Beng tidak terlalu besar bagaimana mungkin nasibnya berakhir dalam keadaan seperti ini?"   Tiba-tiba Giok-li menyela sambil tertawa.   "Eh, bukankah barusan kau sendiri yang bilang bahwa budi dan dendam sudah berakhir kejadian lampau sudah lewat seperti air yang mengalir? Buat apa kau singgung2 kembali kejadian tersebut?"   Pelahan dia menghampiri Sun Kim-peng? membelai rambutnya yang halus, katanya dengan lembut.   "Engkaulah yang patut dikasihani. Ai kami akan pergi. maukah kau ikut bersama kami meninggalkan keramaian dunia ini?"   Sebetulnya Sun Kim-peng sedang menangis terisak, demi mendengar ini, dia menubruk ke dalam pelukan Giok-li dan menangis tersedu-sedu, tanpa terasa mata Giok-li ikut berkaca-kaca. Hati Hui G ok juga ikut pedih, dengan kepala tertunduk ia berkata.   "Budi dan dendam Tecu pun sudah berakhir sejak kini Tecu juga ingin ikut..."   "Lau juga ingin ikut kami pergi?"   Tegur Kim tong dengan menarik muka Hui Giok mengangguk.   "Kau ingin melarikan diri? Hendak mengelakkan kewajiban?"   Teriak Kim-tong gusar "Tahukah kau bahwa berapa banyak urusan di dunia persilatan yang sedang menanti penyelesaiannya."   Dengan sinar mata yang lembut Giok-li melirik sekejap ke arah Hui Giok lalu sambungnya.   "Kau tak boleh ikut pergi! Tahukah kau? Ketika kau tinggalkan ruang kamarmu tadi ada seseorang sedang menantikan kedatanganmu di sana."   Sekujur badan Hui Giok bergetar "Ya,"   Sambung Kim-tong.   "seandainya bukan lantaran harus mengantar dia ke sana, kedatangan kami ke sinipun tentu tak akan terlambat!"   Seketika itu juga Hui Giok merasa darahnya berbolak keras, seluruh kedukaan, kemurungan benci dan dendam, penderitaan, kengerian seolah-olah telah jauh meninggalkan dirinya.   Yang masih tersisa sekarang hanya kehangatan dan kemesraan, kehangatan dan kemesraan yang tak mungkin bisa dilawan! oooo Waktu itu sudah jauh malam, meski udara sangat gelap, tapi jaraknya dengan fajar sudah tidak jauh lagi.   Bintang yang bertebaran di angkasa, seakan-akan berpuluh-puluh pasang mata kekasih.   Bintang, selamanya tak akan kesepian, hanya saja ada yang lebih awal muncul di angkasa dan ada yang lebih lambat menampakkan diri.   Ada sebagian yang terkadang akan tertutup oleh awan tapi akhirnya pasti akan memancarkan kembali sinarnya, dari dulu sampai sekarang selalu begini, dan dari sekarang sampai akhir jaman tetap tak akan berubah.   - T A M A T -      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   /      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   /       Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Pendekar Misterius Karya Gan Kl Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung

Cari Blog Ini