Pendekar Satu Jurus 3
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 3
Pendekar Satu Jurus Karya dari Gan K L Selang sejenak ia menjawab. "Gambar bintang yang sering kita lihat berbentuk segi lima, tapi bintang ini bersegi tujuh, malahan enam segi bentuknya kecil dan satu diantaranya agak besaran!" Ay Cing tersenyum memuji pikirnya ." Tajam juga daya pengamatan anak muda ini." Sambil merapatkan pintu kamar itu katanya kemudian. "Benar inilah lambang yang ditinggalkan oleh tujuh orang paling jahat di kolong langit ini. Hmm, mereka berani mencari aku berarti sudah tibalah ajal mereka!" "Siapakah mereka?" Tanya Hui Giok. "Mereka adalah tujuh bersaudara yang menyebut dirinya sebagai Pak to jit sat (Tujuh bintang malaikat maut) banyak kejahatan yang telah mereka lakukan, kungfunya lihay, terutama Losam dan Lojit dari ke tujuh bersaudara itu, mereka paling suka menggoda perempuan......." - sampai disini tiba2 mukanya merah. Hui Giok hanya mendengarkan keterangan dengan seksama tanpa memperhatikan perubahan air muka seseorang. Setelah merandek sejenak lalu Ay Cing menyambung pula . "baru kulihat gambar bintang ini, pada segi yang besar bila menghitungnya dari atas ke bawah......" Tiba2 ia berhenti lagi, tanyanya kepada Hui Giok. "Masih ingatkah kau segi keberapa yang lebih besar?' "Yang ketiga!" Jawab Hui Giok tanpa pikir. Sekali lagi Ay Cing tertawa kembali pikirnya. "Pemuda ini segalanya memang hebat, kecerdikan dan ketajaman matanya sampai daya ingatannya juga hebat.." Satu ingatan tiba2 melintas dalam benaknya dia berpikir lebih jauh. "Dengan bakat serta kecerdasannya, tak mungkin ia gagal belajar ilmu silat, padahal Liong heng pat ciang jelek2 juga seorang yang ternama di dunia persilatan, sudah lama ia menyelami ilmu pukulannya masa anak didiknya begini rendah ilmu silatnya!" Ia menjadi curiga, makin dikupas persoalan ini semakin dirasakan ada hal2 yang tak beres. Akhirnya berpikir pula . "Anak jelas cerdik dan berbakat mengapa Liong heng pat ciang mengatakan dia goblok?" Leng gwat siancu betul2 tak habis pikir, meskipun dia yakin di balik urutan ini pasti ada hal2 yang ganjil, akan tetapi ia tak berani sembarangan menerkanya secara gegabah. "Lain waktu akan kuselidiki persoalan ini sampai jelas!" Demikian ia berjanji dalam hati. Melihat Leng gwat siancu terpekur dan tidak bicara pula, dasar pemuda timbul rasa ingin tahunya, Hui Giok lantas bertanya " Jadi menurut tanda gambar ini, orang yang bakal dating nanti adalah Losam dari ketujuh bersaudara itu." "Benar" Ay Cing mengangguk setelah tertawa dingin ia berkata pula . "Bila ia dating mungkin tak dapat pergi lagi dari sini!" "Jadi dia pasti akan dating kemari setelah meninggalkan tanda pengenal ini" Tanya pemuda itu lagi. Sekarang ia sudah menaruh kepercayaan atas kemampuan kungfu Ay Cing maka dalam hati kecilnya ia malah berharap akan kedatangan ketujuh malaikat maut itu secara lengkap agar ia sempat menyaksikan suatu pertarungan besar yang belum pernah dijumpainya selama ini. Ia tidak tahu Pak to jit sat bukan manusia sembarangan, ilmu silat mereka pun sangat mendingan kalau yang dating hanya seorang, andaikata ke tujuh orang bersaudara itu benar muncul sekaligus, mungkin Leng gwat siancu akan kewalahan menghadapi mereka. Ay Cing tersenyum . "Datang sih pasti dating, Cuma kita tak tahu bilakah mereka muncul!" Setelah menghela napas panjang ia menambahkan ." Yang lain tak perlu dibicarakan, tampaknya malam ini aku tak bisa tidur nyenyak lagi?" Kepalanya tertunduk tiba2 ia melihat tubuhnya masih tertutup oleh baju luar saja, bagian bawahnya terbuka sehingga tampak kulit badannya yang putih bersih bagaikan kemala, cepat ia berpaling ke arah Hui Giok , tapi pemuda tampak bersandar di meja, seperti sudah tidur dibawah cahaya lampu muka anak muda itu memang halus seperti anak perempuan. Kembali ia tersenyum, ia terbayang kembali perbuatannya membuka pakaian di hadapan bocah itu mukanya menjadi merah pula. Karena kehidupannya yang menyendiri dan wataknya yang angkuh Ay Cing jarang tersenyum, tapi sekarang entah apa sebabnya seperti terjadi perubahan besar dalam perasaannya untuk ini ia sendiripun tidak mengerti. Perlahan ia berbangkit, maksudnya hendak berpakaian agar bila nanti terjadi pertarungan gerakannya lebih leluasa, tapi baru saja tubuhnya bergeser, Hui Giok telah membuka matanya ternyata pemuda itu belum tertidur. "Mereka sudah datang?" Bisik Hui Giok sambil kucek2 matanya. "Belum!" Ay Cing menggeleng. "berbaliklah kau menghadap kesana, aku......" Hui Giok tahu maksud perempuan itu, ia putar badan dan menatap ke dinding, tapi pantulan sinar lampu di atas dinding tetap memancarkan bayangan tubuh Ay Cing ketika melepaskan pakaian. Hui Giok sudah terhitung dewasa darah muda yang panas bergolak bagaikan ombak samudra akhirnya ia tak than melihat sorot dinding tersebut ia pejamkan mata dan tak berani berpikir lagi. Sekejap kemudian Ay Cing selesai saat itulah di atas atap rumah terdengar gerakan yang sangat aneh, suara itu demikian lirihnya sehingga sama sekali tak terdengar oleh Hui Giok tapi air muka Ay Cing kontan berubah cepat tangannya mengebas lampu seketika padam. Gerakan itu dilakukan dengan enteng dan seperti acuh tak acuh, namun kenyataannya amat cepat dan penuh tenaga, tak mungkin bisa dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki ketajaman mata dan pendengaran serta tenaga dalam yang telah mencapai puncak kesempurnaan. Hui Giok merasakan pandangannya menjadi gelap, sinar lampu tahu2 sudah padam, dia ingin berteriak namun ingatan lain segera terlintas dalam benaknya ia pikir mungkin penyatron ini telah dating?. Maka ia urung bersuara, melalui cahaya remang yang menembus masuk lewat jendela matanya terpentang lebar2 memandang keluar. Tiba2 terasa napas hangat mengembus di samping ia berpaling, hawa hangat itu terasa lebih kuat lagi kiranya Ay Cing telah berada disampingnya. "Jangan sembarangan bergerak!" Perempuan itu memperingati. "dan jangan bersuara dia sudah dating." - Harum semburan napasnya dan memabukkan orang. Hui Giok benar2 tak berani bersuara bernapaspun tidak berani keras2 jantungnya berdebar sangat keras sehingga Ay Cing dapat mendengarnya dan bertanya dengan suara tertahan . "Kau takut ?" Merah muka Hui Giok ia tahu bukan lantaran takut jantungnya berdebar keras, tapi mana ia dapat menjawabnya. Jendela kamar tiba2 terbuka dengan sendirinya walaupun tidak terembus angin, menyusul bayangan berkelebat di depan jendela setelah ragu2 kemudian menerobos masuk kedalam. Dari tindak tanduknya yang ceroboh bisa diketahui mungkin orang ini meremehkan orang didalam kamar. Perawakan orang ini tinggi besar gerak-geriknya enteng dan gesit, sewaktu melayang turun, sedikitpun tidak menimbulkan suara, ini membuktikan bahwa kungfunya memang hebat. Hal ini tidak perlu diragukan lagi, sebab tanpa bekal yang cukup tak nanti ia berani menerobos masuk ke hotel tanpa menguatirkan akibatnya. Leng gwat siancu mendengus, meski lirih suaranya namun orang itu tampaknya sudah ulung dengan segera ia dapat menangkan suara yang mencurigakan. Dia menyapu pandang sekeliling ruangan, kemudian hatinya terkesiap juga setelah mengetahui ada dua sosok bayangan orang berduduk di dalam kamar. Cepat penyantron ini melolos senjata, lalu dengan suara berat . "Apakah rekan segaris yang berada di dalam kamar ini? Siaute Mo Se harpa sebutkan namamu?" Leng gwat siancu menarik lengan Hui giok ia memberi tanda agar jangan bicara. Karena tiada jawaban dengan tak sabar Mo Se berkata lagi. "Sobat malaikat sakti manakah kau? Bila tetap membungkam jangan menyesal aku tidak sungkan2 lagi!" Orang yang mengaku bernama Mo Se ini sebenarnya adalah jago kawakan yang berpengalaman sekalipun barusan ia menerobos masuk ke dalam kamar secara gegabah, itupun disebabkan ia terlalu memandang enteng musuh. Tentu saja hal ini adalah kecerobohannya, sebab ia pun tinggal di hotel ini, ketika Leng gwat siancu dan Hui Giok mencari kamar tadi, dengan matanya yang tajam, sekali pandang saja ia lantas tahu bahwa Ay Cing adalah perempuan yang menyaru laki2. Dasar gemar bermain perempuan entah sudah berapa banyak perempuan baik2 yang rusak di tangannya, ia jadi kesengsem melihat gaya Ay Cing yang memikat itu. Ia tak berani memandang terlalu lama, takut memukul mengejutkan ular, tapi diam menguntit dari belakang, terhadap Hui Giok malah tidak perhatian, samar2 dia hanya tahu Ay Cing masih didampingi seorang perempuan lain. Orang yang gila perempuan biasanya nyalinya besar, ditambah kungfunya memang memang lihay semua ini membuat Mo Se berani bertindak seenaknya mimpipun ia tak menyangka kalau sasaran adalah Leng gwat siancu yang ganas itu, sebelum tengah malam tiba dia sudah terburu2 menyatroni kamar orang. Setelah Ay Cing mendengus, ia baru sadar bahwa penglihatannya meleset, rupanya barang incarannya ini bukan makanan empuk. "bahaya juga perempuan ini?" Demikian berpikir. "meski perempuan berdandan sebagai laki, agaknya ilmu silatnya lihay juga." Otaknya lantas berputar dia coba mengingat siapakah di dunia persilatan yang gemar berdandan sebagai laki2. selang sesaat hatinya tersasa mantap sebab orang itu pada umumnya kungfunya selihay dia, nama dan kedudukan juga tidak tinggi dan termashur dia. Sayang seribu kali sayang di telah melupakan seseorang, ia melupakan tokoh yang bernama Leng gwat siancu ini disebabkan nama perempuan itu terlalu besar, terlampau disegani orang sebangsa Mo Se sama sekali tidak menyangka perempuan cantik yang lemah lembut yang ditemuinya sekarang ini adalah gembong perempuan yang bikin takut orang bila mendengarnya. Leng gwat siancu tertawa dingin dan berkata " Hehehe, kau belum berhak untuk mengetahui nama besar bibimu." Mendadak ia memotong secuil ujung meja dan dipergunakan sebagai senjata rahasia. Dalam suasana yang gelap dengan sendirinya Mo Se tak tahu senjata rahasia apakah yang digunakan orang ketika merasa desing angin tajam menyambar tiba disertai tenaga dalam yang dahsyat sadarlah dia bahwa musuh lihay. Ia tak berani gegabah secepatnya badannya bergetar dan mengegos ke samping, sekalipun begitu terkesiap juga hatinya, sebab senjata rahasia tersebut menyambar lewat di depan dadanya dan menghantam dinding. Mo Se cukup berpengalaman, melihat cara melepaskan senjata rahasia yang dilakukan oleh perempuan itu dia makin yakin bahwa kungfu orang memang lihay dan belum pernah dilihatnya selama ini. "Siapa gerangan orang ini?" Pikirnya dengan terkesiap, tanpa ajal ia terus menerobos keluar jendela. Leng gwat siancu tertawa dingin, katanya sambil berpaling ke arah Hui Giok. "Tunggu, aku disini sebentar lagi aku kembali !" Baru Hui giok mau menjawab tahu2 bayangan Leng gwat siancu sudah lenyap dari pandangan. Melihat kelihayan orang Hui Giok menghela napas dan berpikir . "Bilakah aku bar dapat mencapai ilmu selihay ini?" - karena kesal ia menjadi lelah dan merasa lapar. Kalau Cuma lelah masih mendingan, rasa lapar itulah yang menyiksanya sudah seharian penuh dia berpuasa dan sekarang tengah malam sudah kemana akan mencari makanan. Dalam pada itu, dengan beberapa kali loncatan Mo Se sudah berada beberapa tombak jauhnya dari tempat semula, memang ilmu meringankan tubuhnya terhitung paling tinggi di antara ke tujuh saudaranya, namanya di dunia ini cukup terkenal dalam hal Ginkang. Dengan kepandaian andalannya itu ia yakin dapat lolos dari cengkeraman orang, ia cukup cerdik pandai melihat gelagat dan cepat pula reaksinya merasakan gelagat tidak menguntungkan ia lantas kabur. Sebab itulah kendati sudah banyak kejahatan yang dilakukannya namun sejak terjun ke dunia persilatan belum pernah orang menderita kerugian besar. Ia sangka keadaan yang dihadapinya sekarang tidak berbeda meskipun niatnya tidak kesampaian, toh tidak sampai kecundang. Siap tahu, tiba2 dari belakang terdengar suara orang tertawa dingin, suara itu seakan2 timbul dari belakang punggungnya dalam kejutnya Mo Se tak berani berpaling lagi, ia tancap gas dan meluncur ke sebelah kiri. Ia menyangka perempuan itu pasti akan ketinggalan jauh siapa tahu suara tertawa dingin itu masih berkumandang tiada hentinya, selalu muncul di belakang punggungnya meski pelbagai cara telah ia gunakan untuk meloloskan diri akan tetapi suara tertawa dingin itu seperti melengket di belakang seolah2 bayangan sendiri. Sekarang dia baru kenal rasanya takut, keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya, ia sadar ilmu meringankan tubuh orang ternyata beberapa lebih tinggi daripadanya, ia menjadi nekat mendadak ia putar badan, secepat kilat senjata goloknya diloloskan dan menabas ke belakang serangan gencar dan nekat sama sekali tidak memakai perhitungan. Mendingan kalau ia ngebut terus ke depan begitu putar badan rasa ngeri dan kagetnya tak terperikan. Di belakangnya kosong melompong dan tidak ada sesuatu, kecuali atap rumah di kejauhan yang remang2 tersorot sinar bintang, tiada sesuatu apapun yang ditemuinya hanya keheningan dan kegelapan belaka, bayangan setanpun tidak kelihatan. Baru saja ia putar badan lagi, suara tertawa dingin itu kembali berkumandang pula di belakang ia berpaling cepat, tetap nihil hasilnya. Kedua lututnya terasa lemas sejak terjun ke dunia persilatan belum pernah Mo So mengalami ketegangan dan kengerian seperti ini, kalau bisa dia ingin kabur sejauh-jauhnya dari tempat celaka ini dan menyembunyikan diri. Dalam panik dan gugupnya Mo Se berhasil juga mendapatkan akal bagus, tentu saja tanpa pengetahuan dan pengalaman yang cukup tak nanti dapat menemukan akal ini. Mendadak ia menjatuhkan diri sikut, bahu dan tumit digunakan bersama sekaligus diatas atap rumah itu, juga dia mendemonstrasikan kehebatan ilmu Yan Cing Cap Pwe hoan (18 kali jumpalitan gaya Yan Cing) yang lihay. Tokoh Yan cing dalam cerita 108 pahlawan liangshan tersohor karena ilmu meringankan tubuhnya yang dijadikan andalan pada waktu malang melintang di dunia persilatan. Maka sekarang Mo Se juga menggunakan ilmu itu untuk melepaskan diri dari gangguan tertawa dingin yang selalu menempel di belakang punggungnya. Memang jarang sekali ada jago persilatan yang dapat mendemonstrasikan ilmu kepandaian tersebut di atas atap rumah, sebab untuk bisa mempergunakan secara jitu, orang harus dapat menggunakan tenaga yang tepat dan seimbang pada bagian punggung, sikut, bahu dan lutut serta tumit kaki, ibaratnya seekor kucing yang jumpalitan sedikit meleng saja akan tergelincir jatuh ke bawah. Bukan begitu saja usaha Mo Se untuk menyelamatkan diri, berbareng goloknya berputar kencang menciptakan selapis cahaya putih berkilau untuk melindungi badannya. Dalam keadaan begini ia tidak berharap akan melukai musuh yang penting lolos dulu dari cengkeraman musuh, karenanya setelah bergulingan tiga kali, cahaya goloknya mulai berputar menciptakan satu garis bianglala berwarna perak. "Siuut", mendadak ia melayang ke bawah rumah sebelah belakang. Licin juga malaikat ketiga Pak to jit sat ini caranya meloloskan diri dari kesulitan yang dihadapinya ternyata istimewa, setelah gagal kabur dari cengkraman orang dengan ilmu meringankan tubuhnya, ia memutuskan untuk menyusup kebawah rumah, bila ada kesempatan dia akan sembunyi di tempat gelap atau bila perlu bersembunyi di dalam salah satu rumah penduduk yang terbesar disekitar situ, dengan begitu akan sulitlah bagai Leng gwat siancu untuk mencari jejaknya. Bagus juga perhitungan swipoa orang ini, di luar dugaan baru saja ujung kakinya menjejak permukaan tanpa suara tertawa dingin yang menyeramkan tadi sudah berkumandang lagi di belakang. Mo Se betul2 panik, goloknya serta merta menabas ke belakang, angin mendesing tajam, boleh juga tenaganya. Tapi iapun menyadari bacokan itu takkan bisa berhasil mengenai sasarannya cepat ia berputar di antara cahaya golok yang membentuk setengah lingkaran mendadak golok disentak ke atas menyusul ia menabas dan membacok dengan Giok tay wi yau ( (sabuk kemala melilit pinggang) serta Bwe hoa ciok liok (bunga bwe jatuh berguguran). Sreet! Sreet! Setiap serangan dia lakukan dengan keji, ganas dan cepat. Tapi setiap serangan itu selalu mengenai tempat kosong. Diantara gulungan cahaya golok yang bertebaran kelihatan sessosok bayangan berwarna putih yang berkelebatan seperti baying setan yang melayang kian kemari disampingnya, sekarang peluh dingin membasahi telapak tangannya membasahi pula gagang goloknya namun Mo Se tak berani menghentikan serangannya, ia putar terus senjatanya sedemikian rupa sehingga tak tertembus air sekalipun. Leng gwat siancu tertawa dingin, ia msih terus berputar di sekeliling lawan, kedua tangannya tampak terjulur ke bawah ia tidak balas menyerang, namun Mo Se yang sudah menggunakan segenap jurus ilmu golok Ngo hou toan bun to ( lima harimau pemutus sukma ) tetap belum berhasil menyentuh ujung baju lawan. Tempat pertarungan itu berlangsung di halaman belakang rumah penginapan, tentu saja pertarungan itu segera mengejutkan tetamu lain namun tak seorangpun yang berani keluar untuk mencampuri urusan itu, mereka malah menutup pintu dan jendelanya rapat2 memandang sekejap saja tidak berani. Malam cukup dingin, namun butiran keringat menghiasi jidat Mo Se mengucur terus dengan derasnya, permainan goloknya makin kacau, tenaga dalamnya mulai habis. Sreet! Sreet! Beruntun ia melancarkan tiap kali tabasan kilat dengan tenaga penuh, habis itu mendadak ia meloncat ke belakang ia berdiri dengan punggung menempel di dinding. Goloknya masih diacungkan ke depan, ditatapnya wajah Leng gwat siancu dengan napas tersengal lalu berkata . "Ilmu silat orang she Mo kurang becus, mataku buta dan tidak tahu akan kelihayan sobat, untuk itu aku mengaku kalah. Sobat hendaklah mengingat sesama orang persilatan, harap sebutkan namamu, selama gunung yang menghijau dan air tetap mengalir, bila berjumpa di kemudian hari kami bersaudara Mo pasti akan membalas budi ini!" Ucapan itu tidak terlalu angkuh juga tidak terlalu merendahkan derajat sendiri, sekalipun sudah kecundang, akan tetapi cukup terhormat. Mendingan kalau Leng gwat siancu mau terima ucapan itu, sayang perempuan ini tak doyan yang empuk juga tidak suka pada yang keras, sekalipun digunakan kata2 yang paling manis, tak nantik hatinya akan tergerak atau menjadi iba. Sambil tertawa dingin selangkah demi selangkah Leng gwat siancu maju ke muka mendekati musuh yang makin ketakutan. Ia masih memakai baju laki2 ketika ada angina berhembus dan mengibarkan ujung bajunya terlihat bentuk badannya yang padat dan mempesona itu. Tapi biarpun Mo se biasanya memang mata keranjang, sekarang ia tak berani lagi melirik tubuh yang menawan ini, ia malah menggigil ketakutan katanya lagi dengan suara terputus2. "Sobat, orang she Mo kan belum menyentuh tubuhmu, mengapa kau mendesak terus diriku ini?" Nadanya jelas menunjukkan rasa jerinya. Ay Cing tidak menjawab, ia tertawa dingin, seakan2 tidak paham ucapannya itu, salah Mo Se sendiri malaikat maut nomor tiga dari Pak to jit sat ini sudah tersohor kebejatan moralnya karena itulah Leng gwat siancu tak mengampuni jiwanya. Ia berjalan sangat lambat, selangkah demi selangkah maju ke muka namun setiap kakinya itu seakan2 menghancur lumatkan hati Mo se rasa takutnya sekarang tercermin nyata pada wajahnya. "Sobat!" Akhirnya dia berkata sambil menghela napas " Aku mengaku kalah aku tak bisa berbuat apa2 lagi, terserah apa yang hendak kaulakukan atas diriku!" Ia buang goloknya ke tanha lalu angkat tangannya ke atas, tapi pada detik itu juga dengan kecepatan yang tinggi tangannya terayun ked epan, berpuluh2 bintik cahaya tajam menyamber keluar dari lengan bajunya dan mengurung sekujur tubuh lawan, itulah Jit seng sia au (busur sakti tujuh bintang) andalannya. Meskipun Jit seng sia au disebut sebagai busur akan tetapi yang dipakai bukan anak panah tapi melainkan sebangsa jarum lembut yang beracun. Jarum beracun itu disimpan dalam sebuah tabung rahasia yang letaknya di balik ujung lengan baju bila tombol rahasia pada tabung tersebut dipencet maka menyemburlah tujuh batang jarum dari tiap tabung rahasia tersebut, baik ditangan kiri maupun kanannya. Apabila jiwanya tidak terancam benda ini jarang sekali digunakan ia tak suka memakainya secara gegabah tapi itu satu digunakan musuh harus dirobohkan. Sekarang kedua belah tangannya bergerak sekaligus , empatbelas batang jarum beracun serentak menyembur ke depan, wilayah seluas dua tombak di sekitar arena talh berada dalam lingkaran jangkauannya. Padalah waktu itu Leng gwat siancu hanya berdiri tujuh delapan kaki di depannya dalam keadaan begini tampaknya ia akan binasa oleh jarum rahasia tersebut. Entah berapa puluh kali pertarungan seru pernah dialami Mo se dan entah berapa banyak jago kenamaan yang sudah jatuh kecundang oleh 14 batang jarum beracunnya itu, sekarang ia merasa yakin bahwa serangan yang paling diandalkan tiu pasti akan mendatangkan hasil yang diinginkan. Leng gwat siancu tetap tertawa dingin, dia hanya mengebaskan tangannya dengan enteng, tahu2 ke 14 batang jarum lembut itu lenyap tak berbekas, entah kemana hilangnya. Pucat muka Mo se menyaksikan peristiwa itu bayangan seseorang seketika melintas dalam bentaknya ia menjerit kaget. "Hah? Jian Ju suseng!" Sekarang ia hanya bisa bersandar di dinding dengan lemas, sedikitpun tak bertenaga untuk melakukan perlawanan lagi. Apabila Ay Cing mementalkan serangan jarum beracun itu dengan pukulan jarak jauh atau menghindar dengan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna, meski Mo se akan terperanjat namun rasa kagetnya tak akan sehebat sekarang, sebab kepandaian yang didemonstrasikan Ay Cing barusan tak lain adalah ilmu Ban liu kui cong (selaksa aliran akhirnya bertemu menjadi satu) kepandaian khas Jian Ju Suseng ilmu inipun kebanggaan Kiu sianseng, seorang tokoh aneh yang termashur pada puluhan tahun berselang. Sudah lama sekali Mo se berkelana didunia persilatan, sekalipun belum pernah menyaksikan ilmu sakti ini, tapi sudah terlalu banyak yang didengarnya tentang kepandaian ini, dan dikolong langit hanya Ban liu kui cong saja yang menghisap senjata rahasia Jit seng sin nu andalan Mo se ini. Sebaliknya dalam dunia persilatan hanya Jian ju suseng suami istri pula yang bisa mempergunakan ilmu sakti yang luar biasa ini keruan serta merta ia teringat pada gembong iblis yang disegani itu. Dalam jeritannya tadi Mo se telah menyebutkan Jian ju suseng namun dalam hati ia pun tahu jelas bahwa perempuan yang dihadapinya sekarang bukan lain adalah Leng gwat siancu. Seketika tubuhnya menggigil. Perlahan Ay cing maju ke muka, kian lama jarak mereka kian mendekat malaikat mautpun makin dekat akan merenggut jiwanya, tiba2 Mo se meraung keras, kesepuluh jari tangannya terpentang lebar, seperti harimau kelaparan diterkamnya perempuan itu secara ganas gerakan yang bukan pencak bukan silat, hanya nekat, kalau bisa hendak mencabik2 tubuh musuh. Mo se menjerit kesakitan, ke empat belas batang jarum beracun itu serentak menancap di sekujur tubuhnya Jit seng sin nu yang diandalkan olehnya sekarang merenggut nyawanya sendiri. Selesai melepaskan serangan itu, Leng gwat siancu putar badan dan berlalu dari sana, ia tak pernah memandang lagi ke arah korbannya bayangan putih berkelebat di halaman yang sunyi hanya tertinggal Mo Se yang masih mengerang menantikan ajalnya. Dengan kecepatan paling tinggi Ay Cing meronda satu kali di seputar hotel itu, kemudian menemukan kembali kamarnya yang masih terbuka jendelanya ia menerobos masuk tanpa berpikir panjang, dilihatnya Hui Giok dengan baju merahnya telah berbaring di ranjang, tampaknya anak muda itu sudah tertidur pulas. Ay Cing tersenyum, bisiknya " Eh kau sudah tidur?" Hui Giok tidak bergerak dia berbaring dengan kepala menghadap kesana. Ay Cing menguap ia merasa lelah, maka tanpa melepaskan pakaiannya lagi ia berbaring di sudut tempat tidur. Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Entah mengapa meski mata terasa mengantuk dan badan terasa lemas sukar rasanya untuk pulas ia hanya pejamkan mata untuk memulihkan tenaga. Gelap ruangan kamar yang remang sinar bintang yang terpantul ke dalam kamar tiba2 ia merasa dingin, dalam keadaan layap2 ia merasa tubuh Hui Giok seperti bergerak sedikit dia membuka mata dan menengok kebetulan cahaya bintang menyinari wajah yang berada disampingnya, seketika ia menjadi kaget. Ternyata orang ini bukan Hui Giok bahkan orang ini sedang memandanginya sambil mendengus. Pucat muka Ay cing sekuat tenaga ia hendak melompat bangun, tapi baru bergerak orang itu tidak kurang cepatnya tahu2 pinggang Ay Cing terasa kesemutan, kontan ia roboh terkapar lagi di tempat tidur. Orang itu tersenyum puas, sekali bergerak dengan enteng ia melompat turun setelah melepaskan pakaian perempuan warna merah itu, tertampaklah baju ringkasnya yang terbuat dari bahan mahal. Ia berjalan ke belakang pembaringan dan memandang sekejap ke arah Hui giok yang menggeletak di lantai dengan jalan darah tertutuk, tersembul senyuman keji di ujung bibirnya, setelah mengenakan kembali jubah abu2 yang tergantung di balik pembaringan itu, dihampirinya Ay Cing sambil berseru. "Tentu tak kau sangka aku akan datang kemari bukan!" Nadanya dongkol dan menyesal " Lebih2 kau takkan mengira akhirnya kau akan tertangkap olehku bukan?" Jengek orang itu dengan sinar tajam bagaikan sorot mata burung elang ejeknya lebih jauh sambil tertawa dingin " Hehehe, sekarang apa yang akan kau katakan lagi?" Seperti elang mencengkeram anak ayam ia angkat tubuh Ay cing dengan enteng dan tenang. Sebelum meninggalkan ruangan itu, dengan tertawa dingin ia melompat ke belakang pembaringan dengan jari tangannya yang tajam ia tusuk dua kali di tubuh Hui Giok kemudian putar badan dan melayang keluar. Begitu enteng dan gesit gerak tubuh orang itu, seakan2 segumpal asap yang terhembus angin, Hui Giok merasa penasaran karena diperlakukan sewenangnya tapi apa yang terjadi inipun membuatnya bingung. Tadi setelah mengawasi Ay cing berlalu dengan rasa kagum Hui Giok merasa lelah dan lapar apalagi ketika melihat baju perempuan berwarna merah yang dikenakannya itu, ia merasa malu bercampur geram terlalu banyak pengalaman yang ditemuinya dalam sehari ini hari pertama ia meninggalkan Hui liong piaukiok apa yang dialaminya dalam sehari rasanya jauh lebih banyak daripada pengalaman hidupnya selama ini, ia merasa sedih, tapi juga bersemangat. Dilepaskannya pakaian perempuan yang dikenakannya itu, tapi sebelum selesai tiba2 ia dengar sesuatu suara cepat ia menengadah. Dilihatnya sejak kapan seorang laki2 jangkung berbadan kurus telah berdiri di situ, wajah orang itu tak jelas terlihat ia menjerit kaget dan menyurut mundur. Orang berjubah panjang warna abu2 dengan membesarkan nyalinya Hui giok mencoba menegur . "Siapa kau?" "Siapa pula kau?" Bukan menjawab orang itu malah balik bertanya sambil menjawab. Merinding Hui giok dia tergegap dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Kembali orang tersebut tertawa dingin, dai menggeser lebih ke depan, dan tegurnya lagi " Dimana Ay Cing?" Kebetulan orang itu berpaling, di bawah cahaya remang2 yang menembus masuk lewat jendela Hui Giok sempat melihat wajah orang itu dari samping, orang ini berdahi lebar dan berhidung elang. "Dimana Ay cing?" Kembali orang itu mendesak sambil maju selangkah lagi ke depan. "Dia keluar!' sahut Hui Giok seraya menuding ke luar jendela. Berputar biji mata orang itu mendadak ia menubruk maju pinggang Hui Giok terasa kesemutan Hiat to bagian punggungnya sudah tertutuk. "Makanya tak kutemukan dia, kiranya dia punya laki2 lain!' guman orang itu sambil mencengkeram tengkuk anak muda itu dan mengangkatnya. Ia menatap wajah Hui Giok sambil meludah ia memaki . "Tak nyana ia dapat tertarik oleh kunyuk yang laki bukan perempuan bukan macam kau ini!" Hui Giok tak tahu apa yang dimaksudkan orang ia pun tak tahu siapa orang itu, tapi samar2 dapat memahami katanya yang terakhir ia merasa penasaran tapi tak dapat membantah. "Bluk!" Orang itu membanting Hui Giok ke belakang pembaringan, anak muda itu merasa ke empat anggota badannya jadi lemas dan kesemutan, sedikitpun tak mampu berkutik lagi. Rupanya sebelum tinggal pergi, kembali orang itu menutuk lagi di dada dan pinggangnya. Entah berapa lama sudah lewat, mungkin hanya sebenar, namun ia merasa waktu berlalu dengan sangat lambat seakan2 sudah setahun lamanya, telinganya yang menempel di permukaan tanah mendadak mendengar sedikit suara seketika bulu roma pada berdiri tanpa terasa tenggorokannya mengeluarkan suara rintihan. Pandangannya terasa kabur, sepasang sepatu kain yang besar tahu2 sudah berada di depannya, ia tak dapat bergerak, karenanya tak dapat melihat badan bagian atas orang itu. Menyusul orang itu menggeser kakinya dan mendepak dua kali di pinggangnya Hui giok merasa kesakitan namun tubuhnya terasa kaku dan tak mampu berkutik. Agak nya orang itu jadi kaget, ia bergumam sendiri . "Oh kiranya tutukan khas miliknya" Dia angkat tubuh Hui Giok dengan cepat dia menepuk belasan kali di punggung anak muda itu. Ruas tulang sekujur badan Hui giok serasa lepas semua, tiba2 ia tumpah segumpal riak kental meski badannya masih terasa sakit tapi sekarang dapat bergerak leluasa. Pelahan dia merangkak bangun, dilihatnya orang itu adalah seorang laki2 berjubah warna perak, air mukanya seakan2 memandang rendah padanya, ia berjenggot pendek mukanya tampan tapi angkuh dalam pandangan Hui Giok orang ini mirip malaikat teringat dirinya yang tak bisa apa2 timbul perasaan mindernya ia merasa dirinya terlalu kecil, terlampau bodoh dan tidak sebanding denga orang. Sementara fajar sudah tiba, remang2 Hui Giok dapat melihat air muka orang dan orang inipun dapat melihat air muka Hui Giok ia berkerut kening tampaknya merasa jijik. Tak terperihkan sedih Hui Giok kepalanya tertunduk rendah ia merasa suasana begitu tenang suara apapun tak terdengar olehnya, bumi raya ini seolah2 tertidur nyenyak. Tiba2 ia merasa orang itu mendepaknya lagi ia menengadah dilihatnya orang itu menggerakan bibirnya seperti lagi mengucapkan sesuatu kepadanya, tapi ia tak mendengar apa2 timbul rasa ngerinya dia ingin berteriak sekerasnya, namun yang keluar hanya suara "ah-ih" Belaka. Saking cemasnya ia menjambak rambut sendiri seketika perasaannya seperti tertindih oleh belasan batu bernapas saja sukar. Orang itu mengamati Hui giok, tiada rasa kasihan sedikitpun pada sinar matanya, dunia ini seolah2 tiada sesuatu persoalan yang berharga untuk dikasihani olehnya, ia hanya memandang dengan sinis. Dijambaknya rambut Hui Giok dan diamati pula sekejap, mendadak dilepaskan pula lalu gumamnya lirih. "bangsat itu sungguh terlampau keji." Kemudian ia memandang Hui Giok dan menambahkan lagi. "Salahmu sendiri tak becus?" Tanpa bicara lagi ia terus melayang pergi, cepat sekali gerakan tubuh orang itu, seakan2 lebih cepat dari pandangan orang, baru Hui Giok tahu2 jejaknya sudah lenyap tak berbekas. Air mata jatuh membasahi wajah Hui Giok ia tahu bukan saja telinganya sendiri jadi tuli, bahkan juga bisu. Meski tidak terdengar olehnya apa yang dikatakan laki2 tadi, tapi dari wajahnya yang sinis dapat dirasakan olehnya betapa orang menghinanya. Watak Hui giok cukup angkuh sekarang dihina di sana sini, ketika bertemu dengan Leng gwat siancu baru saja timbul harapannya akan belajar lebih mahir, tahu2 terjadi hal seperti ini hingga punah pula harapannya malah dirinya berubah menjadi seorang yang cacat dan tuli. Sampai sekian lama ia pegang leher sendiri dengan perasaan sedih, mungkin dia ingin mati saja daripada hidup menanggung derita. Dunia ini dan nasib sungguh terlalu kejam kepadanya, sebagai seorang yang penuh pengharapan, sepantasnya ia mirip sang surya ditengah hari yang cemerlang, akan tetapi nasib telah berbicara lain, ia ditakdirkan menderita, bagaikan langit yang mendung, bagaikan malam yang gelap diselingi hujan badai. Fajar telah menyingsing sang surya memancarkan sinarnya ke empat penjuru dan menyoroti ruangan kamar itu hingga terang benderang. Cahaya sang surya yang menyoroti debu di ruangan itu menciptakan selakur tiang debu warna kelabu, Hui Giok termangu2 merenungi nasibnya, ia bertanya pada dirinya sendiri. "Mengapa hanya ditempat yang bersih baru terlihat debu." Tapi ia segera menemukan jawabannya bagi dirinya sendiri. "Ya sinarlah yang menerangi debu2 itu hingga terlihat jelas, di tempat yang tak ada sinar juga ada debu, Cuma saja tidak kelihatan." Tertunduk kepalanya ia merasa hatinya makin hampa pikirnya lebih jauh . "Betapa tidak adil dunia ini, mengapa cahaya di dunia tak dapat menerangi semua debu dan kotaoran yang ada dibumi ini? Mengapa ada pula debu kotoran yang dibiarkan sembunyi di balik kegelapan? " Tiba2 pintu diketuk orang menyusul terdengar suara pelayan di luar. "Tuan tamu, hari sudah terang, bangunlah bila mau melanjutkan perjalanan!" Suara pelayan itu cukup keras dan lantang akan tetapi Hui giok tidak mendengar apa2 waktu itu cahaya sang surya yang memancar masuk lewat jendela semakin cemerlang, tapi hatinya justru kebalikan daripada suasana di luar. "Hari sudah terang, aku harus pergi! Tapi kemana aku harus pergi?" Demikian pikirnya. Meskipun ia menahan perasaannya sedapatnya, tak urung meleleh juga air matanya. "Seorang laki2 sejati lebih baik mengucurkan darah daripada mengucurkan air mata, aku tak boleh menangis," Sambil menggertak gigi ia bangkit berdiri dan memeriksa sekeliling ruangan itu. Dilihatnya buntalan kecil milik Leng gwat siancu itu masih berada di atas meja, ia menjadi sangsi dan berpikir. "buntalan ini bukan milikku bolehkah aku bawa pergi?" Bimbang tapi ia teringat olehnya setelah menginap di hotel ini kan harus membayar sewa kamar. Maka ia lantas menghampiri meja dan membuka buntalan itu, dilihatnya isi buntalan itu ada sepotong emas dan beberapa kepingan uang perak. Diambilnya sedikit uang perak itu, kemudian dibungkusnya kembali buntalan itu, setelah membetulkan bajunya ia keluar dari kamar itu, karena terjadinya pertarungan sengit semalam mau tak mau pelayan memandang lain terhadap Hui Giok, karena itu meski heran bahwa kemarin ada dua orang yang masuk ke dalam kamar, tapi hari ini hanya seorang yang keluar. Pula kemarin Hui Giok berdandan sebagai perempuan pagi ini telah berubah menjadi laki2. tap pelayan tak berani bertanya ia malah memperingatkan dirinya sendiri " Awas jangan mencampuri urusan orang siapa tahu dia ini seorang perompak samudera, kalau mencampuri urusannya, bisa jadi sekali bacok akan mengirim kau pulang ke rumah nenek!" Maka dengan hormat dia menghampiri tamunya Hui giok memberinya beberapa keeping uang perak kepadanya sambil memberi tanda maksudnya ingin berkata . "Sisanya tak perlu kembali ambil saja!" Pelayan itu mencoba menghitung kepingan uang tersebut, tapi bukannya ada kelebihan sebaliknya malah kurang sedikit, akan tetapi ia tak berani bicara, dituntunnya kuda milik Ay Cing itu ke hadapan Hui Giok sambil tersenyum yang dibuat2 katanya " Selamat jalan!' Walaupun ramah di luar, pelayan itu menyumpah di dalam hati. "Monyet bayar saja yang kurang lagaknya cukong gede, Hm! Melihat tampangmu ini, delapan bagian pasti bencong." Sudah tentu Hui Giok tidak tahu dikutuki maklum apa yang diucapkan pelayan itupun Hui Giok tak dengar apalagi yang dipikirkan orang. Setelah memegang les kuda itu, dengan girang pikirnya . "Ah dengan kuda ini, dapatlah ku pergi kemana2 saja kuinginkan!" Sudah tentu sedikit rasa gembira ini masih selisih jauh bila dibandingkn dengan kesedihannya. Sambil menuntun kudanya, pemuda sebatang kar yang kini telah menjadi tuna rungu dan tuna wicara itu berjalan sambil melamun, merenungkan tempat yang akan ditujunya. Tiba2 ia tersentak kaget ada dua orang berjubah panjang dan membawa gada sedang menghampirinya salah seorang diantaranya yang memakai koyo di kedua belah pelipis, begitu mendekat terus mendorong anak muda itu dan menegur. "Hei darimana kau curi kuda ini?" Hui Giok tertegun, ia tidak mendengar dan tidak tahu pula apa yang terjadi. "Hayo ikut kami kantor?" Kembali laki2 itu membentak sambil mengayunkan gadanya. Orang2 yang berlalu lalang ditempat itu sama membatin didalam hati " Agaknya opas ini berhasil menangkap pencuri kuda!" Padahal kedua orang laki2 itu memang petugas keamanan, akan tetapi tuduhan mereka itu sama sekali tak berdasar, yang benar semalam mereka habis bergadang dan kalah main Pay ku gaji sebulan ludas di meja judi, maka pagi ini mereka berkeliaran mencari mangsa yang sekiranya dapat diperas. Kebetulan dijumpainya Hui Giok yang kelihatan mencurigakan, mereka bertambah bangga lagi ketika anak muda itu tidak menjawab atau memberi reaksi apa2 segera mereka menghardik lagi. "Orang ini pasti maling kesiangan, coba lihatlah pakaiannya jelek dan dekil tapi kudanya adalah seekor kuda jempolan, kalau bukan hasil curian darimana ia memperoleh kuda ini ? "tanpa banyak bicara lagi orang itu merampas kuda itu dengan kaget Hui Giok berusaha mempertahankannya, ia ingin berbicara, namun tak sepotong katapun tercetus. "Plak!' opas itu menempelengnya sekali, lalu memaki lagi . "Anak jadah, masa kau berani menyangkal ! "- menyusul ia menggampar lagi. Gusar dan dongkol Hui Giok ia melompat ke depan dan menjotos. "bajingan kau berani melawan!" Teriak opas itu makin berang. Ia pura2 menghantam, kaki lantas mendepak kontan Hui Giok terjatuh ke atas tanah, opas itu memburu maju dan menyepaknya lagi beberapa kali dengan gemas. Kasihan Hui Giok, sudah sekian tahun belajar silat pada Liong heng pat ciang Tham Beng akan tetapi sekarang ia dihajar dengan mudah oleh seorang opas tanpa bisa melawan. Menghajar maling memang pekerjaan rutin bagi petugas itu, yang satu menyepak sambil mencaci maki yang lain picingkan mata dan pura melerai sambil berkata " Lothio, sudahlah! Tak perlu digebuki lagi, cukup kita bawa barang curiannya... coba lihat pencoleng patut kita kasihani, kita bebaskan saja!" Opas yang memakai koyo pada pelipisnya ini melirik sekejap kearah kuda bagus itu, setelah memperkirakan uang kekalahannya semalam sudah kembali, bahkan masih ada kelebihannya, rasa penasarannya segera lenyap sebagian besar. Ia meludah ke wajah Hui Giok sambil menuntun kuda itu ia siap2 berlalu. Tiba2 laki kurus kawannya berkata lagi "Lothio coba lihat maling ini membawa sebuah buntalan siapa tahu kalau barang curian juga? Coba kita periksa isinya!" Buntalan kecil yang dipertahankan Hui Giok mati2an akhirnya dirampas juga oleh opas itu, dengan mata yang bersinar terang dan muka yang berseri mereka ambil semua uang perak yang ada didalam buntalan itu dibuang ditanah dan kedua orang itu berlalu. Hui Giok meronta bangun, rasa sakit badan sama sekali tak dipikir oleh pemuda itu tapi rasa penasaran karena dihina dan dianiaya semua inilah yang membuat hatinya hampir saja meledak. Dengan bungkam ia menengadah, memandangi langit dan mengeluh . "Mengapa orang2 itu menganiaya diriku? Menghina aku? Beginikah nasibku? Apakah hidupku ini hanya untuk dihina dan dipermainkan orang lain!" Ia sangat benci kepada kedua petugas yang telah merampas kudanya ia pun membenci orang yang berada di sekitar jalanan, mereka melihat perbuatan sewenang2 tapi tiada seorangpun berani membuat keadilan. Tapi hanya marah dan benci saja takkan mendatangkan manfaat apa2 dengan sempoyongan ia pungut kembali buntalan tadi, ia berharap dapat menemukan sekeping uang perak untuk membeli penganan dan menangsal perutnya yang lapar, akan tetapi kembali ia kecewa tak sekeping uang pun yang tersisa yang masih ada cuma dua Jilid kitab yang tipis. Sampul kitab itu terbuat dari kertas berwarna hitam, tiada tulisan di atas sampul, sekarang iapun tiada minat untuk membaca kitab. Entah berapa jauh dia berjalan, perutnya terasa semakin lapar dan hampir2 tak tahan. Meski demikian, ia tak sudi mengemis, merengek2 minta belas kasihan orang lain. Pekerjaan ini tak sudi dilakukannya. Ia berhenti di tengah jalan, mukanya sayu dan mengenaskan seorang laki2 gemuk penjual siopia beriba hati, diambilnya dua potong kueh itu dan diberikan padanya dengan senyum dikulum. Hui Giok sangat terharu dan terima kasih atas kebaikan orang itu, ia merasa tenggorokannya seakan2 tersumbat, selama hidup belum pernah ia menerima pemberian yang begitu berharga, wajah si gemuk diamatinya dengan seksama dan diukir didalam hatinya " Mukamu bulat, sebuah tahi lalat besar di daun telinga kiri selama hidup takkan kulupakan dirimu, suatu ketika pasti akan kubalas budi kebaikannmu ini!". Waktu itu si gemuk sedang melayani pembelinya, membungkus siopia dengan secarik kertas kumal, sambil makan siopia tadi hati Hui giok tergerak satu ingatan melintas dalam benaknya dua Jilid kitab tua yang berada didalam buntalan itu segera dikeluarkannya dan diserahkan kepada si gemuk maksudnya hendak berkata " Aku telah makan kuemu, sekarang kubayar dengan dua Jilid kitab ini dan dapat kau gunakan untuk membungkus daganganmu!" Nyata anak muda ini tak suka menerima kebaikan orang dengan percuma. Laki gemuk itu membalik halaman kedua Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Jilid kitab itu, lalu diserahkan kembali kepada Hui Giok, tangannya digoyangkan beberapa kali maksudnya . "Tidak, aku tak mau membaca" Kembali ia mengambil satu biji siopia dan diangsurkan kepada anak muda itu. Hui Giok menerima kembali kitabnya dan berlari pergi, ia sangka si gemuk mengira dia ingin makan siopia lagi, dia merasa sedih dan penasaran merasa tersinggung, sambil berlari matanya kembali basah, air mata berlinang-linang. Tiada kejadian yang lebih menyedihkan di dunia ini daripada seorang yang berwatak angkuh tapi justru dihina dan diremehkan orang lain tapi ia tak dapat melawan, bahkan tak dapat menjelaskan penderitaan yang dialaminya. Hui giok ibaratnya sebutir berlian yang belum diasah, belum memancarkan sinarnya yang mengkilat, tapi tercampur baur dengan batu kerikil di jalanan, terinjak2 oleh kaki manusia yang lewat dan tak seorangpun yang memperhatikan nilainya yang tinggi. Tapi apakah nasib berlian itu akan terus suram. Tetap terinjak oleh kaki manusia dan tiada kesempatan baginya untuk memancarkan sinarnya yang gilang gemilang. Malam itu, di depan pintu rumah penginapan telah bertambah dengan seorang kacung pencuci kuda, cuciannya jauh lebih bersih daripada rekannya tapi upah yang diterimanya paling sedikit daripada yang lainnya, itupun berkat Lotoa yang memimpin gerombolan bikocot di depan rumah penginapan merasa kasihan kepadanya, maka diberikannya pekerjaan mencuci kuda milik tamu yang kelihatan pelit dan takkan banyak memberi imbalan. Dan orang itu tak perlu dijelaskan lagi ialah Hui Giok ia merasa mencari sesuap nasi dengan tenaga sendiri, bukan pekerjaan yang memalukan maka diputuskannya untuk menyambung hidupnya dengan melakukan pekerjaan kasar itu. Bila malam tiba, ia pun tidur dibawah emper rumah, dengan kedua Jilid kitab kumal itu sebagai bantal sebab hanya benda itulah miliknya, hanya benda itu pula yang tak dirampas. Terkadang ditengah malam dingin ia terjaga dari tidurnya seringkali ia bangun dan berlatih ilmu pukulan Tay Ang kun untuk menghangatkan badannya, sekalipun I a tahu ilmu pukulan itu sama sekali tak berguna, tapi setiap kali dia selalu menghibur diri sendiri . "Musim panas sudah hampir tiba.." Tapi sebelum musim panas tiba, di kota ini telah kedatangan seorang kakek pemain acrobat ia membawa seekor kuda tua yang kurus serta seorang nona kecil berusia 17-18 tahun. Mereka main acrobat di sebuah tanah lapang tepat di depan rumah penginapan, sang kakek memukul tambur, si nona bermain golok terbelalak Hui Giok menyaksikan permainannya yang indah itu, selesai bermain aneka macam acrobat, si kakek dengan suara yang serak mengucapkan beberapa kata, tapi meskipun banyak yang menonton sedikit sekali yang memberi uang. Kakek itu kelihatan kecewa, sambil membungkukkan badan dan terbatuk2 ia membereskan alatnya, nona itu membantu sambil menghela napas panjang. Hari mulai gelap sambil menuntun kuda kurus itu mereka menuju ke rumah penginapan pelayan menerima mereka dengan acuh tak acuh. Hui Giok mendekati si Kakek memberi tanda sebagai ingin membantu membersihkan bulu kuda tapi kakek itu menggeleng kepala Hui Giok lantas menulis di atas tanah " Tak usah bayar " Kakek itu tertawa dan menyerahkan kuda tersebut kepadanya, ketika Hui Giok berpaling melihat si nona sedang memandangnya dengan matanya yang besar dan senyum dikulum. "Indah benar matanya! "diam2 Hui Giok membatin, tapi dengan cepat ia menyetop semua pikirannya dalam keadaan begini bahkan iapun tak berani membayangkan Tham Bun Ki lagi sebab setiap kali terbayang akan nona itu, hatinya lantas pedih. Kembali malam itu ia tidur dengan dua Jilid kitab rongsokan itu sebagai bantal seperti juga hari2 yang lewat, ketika tengah malam ia terjaga oleh hembusan angin yang dingin dan waktu ia berlatih Tay ang ku untuk menghangatkan badan kecuali bintang yang berkelip diangkasa ada pula pula sepasang mata yang jeli sedang mengawasinya, dia tak lain si kakek penjual acrobat tadi. Pelahan kakek itu keluar rumah penginapan lalu dengan kapur ditulisnya beberapa huruf di atas tanah "Kau pernah belajar silat! " Hui Giok mengangguk, kakek itu berpikir sejenak, lalu tulisnya lagi " Bersediakah kau ikut kami berkelana di dunia persilatan, meskipun kadangkala harus menahan lapar tapi itu lebih enakan daripada kerja mencuci kuda di sini! Sebagai orang muda, sepantasnya kau ikut berkelana untuk menambah pengalaman!" Hui Giok kegirangan, dia mengangguk tiada hentinya, si kakek yang wajahnya telah berkeriput pun tampak senang, bagaimanapun juga ia memang sudah tua, kulit badannya yang berwarna kecoklatan kelihatan kendur, adalah menguntungkan baginya bila ada seorang pemuda kekar dan gagah mau membantunya, apalagi ia merasa suka terhadap pemuda bisu tuli ini. Maka mulai pada esoknya dari seorang kacung pencuci kuda, Hui giok telah menjadi seorang pemain acrobat kelilingan, ia mengikuti si kakek berkelana dari kota kekota lainnya di seputar wilayah kanglam, pada siang hari ia memukul gendering, main senjata dan kadangkala bermain beberapa jurus pukulan itu, bila malam tiba ia membereskan alat senjata dan tidur bersama kakek itu. Musim panas telah tiba, ia mulai kegerahan. Lamunannya di masa lalu kini sudah terhapus hingga tak membekas oleh gemblengan yang diterimanya dalam kehidupan yang nyata tapi bila malam menjelang, ketika ia belum tidur kadangkala ia melamun kembali soal2 yang indah, melamunkan ilmu silatnya berhasil mencapai puncak kesempurnaan, dimana kemampuannya membuat Tham Beng terkejut dan mengawinkan puterinya kepadanya. Kadang2 ia teringat kembali akan Leng gwat siancu terbayang kembali potongan tubuhnya yang indah, yang pernah dilihatnya dengan jelas. Tapi pada siang hari tatkala ia menyaksikan sepasang mata besar mata yang jeli seakan2 membawa senyuman itu, ia lantas melupakan banyak persoalan, mungkin terlampau banyak yang ia lupakan, tapi bagaimanapun juga mengenang kembali masa lampau hanya mendatangkan kesedihan baginya, lalu apa gunanya mengenang kembali kejadian sudah lalu. Kakek itu dia memberi nama buat dirinya sendiri sebagai Hoa to (golok kembangan) Sun Pin sedangkan puterinya nona bermata besar itu bernama Sun Kim Peng. Nona itu sangat baik terhadap Hui Giok memandangnya sebagai saudara sendiri, hali cukup memberikan hiburan batin bagi Hui giok yang sejak kecil telah kehilangan orang tua, apa lagi sepasang mata si nona yang besar itu tiap kali memandang kearahnya selalu disertai pula dengan senyuman manis. Makin jauh mereka tinggalkan kota kanglam hari itu sampailah mereka di kota Liong tham hujan turun dengan hebatnya. Hujan adalah pengalang yang mungkin teratasi bagi mereka yang cari makan dengan menjual permainan acrobat, kedua alis Hoa to Sun Pin tampak berkerijit rapat, sedih. Malam itu Hui giok terjaga dari tidurnya ia bermimpi seakan2 Tham Beng bergolok dan hendak membacoknya tapi Tham bun ki menarik ayahnya dari samping karena merasa ngeri ia terjaga dari tidurnya. Ia berpaling ternyata Sun Pin tak ada di pembaringan perlahan iapun merangkak turun dari pembaringan yang terdiri dari papan kayu, setelah memasang lentera dan memakai sepatu, ia keluar dari kamar yang sempit dan pengap itu untuk mencari angin. Hujan telah berhenti, malam terasa nyaman jarang sekali Hui giok temui udara sesegar itu. Ketika tiba di halaman belakang, belum nampak juga bayangan Sun Pin anak muda ini mulai heran. "Aneh sudah jauh malam, kemana perginya Sun Lotia?" Demikian ia berpikir. Ia mencoba menghampiri dinding tembok pendek di depan situ dan memanjat, ia mengintip ke sebelah sana. Tapi apa yang dilihatnya dibalik dinding itu hampir saja membuat Hui Giok terjungkal dari atas tembok. Kiranya di suatu tanah lapang yang tak begitu luas sedang berlangsung pertarungan yang sengit cahaya golok berkilauan memenuhi angkasa Hoa to Sun Pin dengan sebilah golok besar menciptakan selapis cahaya tajam bertarung melawan seorang yang bersenjatakan pedang Song bun kiam dan seorang lagi bersenjata Poan Koan pit, angin golok itu menderu dengan jurus serangan yang mantap ini menandakan bahwa paling sedikit ia mempunyai kekuatan latihan berpuluh tahun dalam permainan golok itu, mana lagi ada tanda pemain acrobat yang tertatih2 hal ini membuat Hui Giok terkesima dan memandangnya dengan terbelalak. Orang yang menggunakan Song Bun kiam adalah seorang laki2 kurus, sebuah codet panjang tertera nyata di pipi kirinya sementara orang yang menggunakan poan koat pit adalah seorang laki2 kecil pendek tapi kekar jurus serangan yang mereka gunakan semuanya gans dan keji arah yang ditujupun bagina2 tubuh yang mematikan. Jenggot putih Hoa to Sun Pin yang panjang bertebaran di tengah kilatan cahaya golok, ia melakukan perlawanan dengan gigih, serangan di sambut dengan serangan bacokan dihadapi dengan bacokan. Suatu ketika, mendadak si laki2 kecil pendek yang bersenjata poan koat pit itu menerjang ke depan, senjatanya yang satu menutuk ki bun hoat di dahi sedang senjata yang lain menutuk Ji cwan hiat di bagian dada, lalu secepat kilat dia ubah serangannya, poan koan pit ditarik terus sekaligus mentutuk tenggorokan lawan cepat tepat dan ganas sekali. Sun pin tertawa dingin dia bergeser ke samping, cahaya goloknya berkelebat, pedang Song bun kiam musuh yang sedang menabas dari atas ke bawah tergetar kaki kirinya pura2 menendang, menyusul kaki kanan secara berantai juga menendang si laki2 pendek, mau tak mau orang ditarik kembali serangannya dan melompat mundur. "Orang she sun," Terdengar laki2 jangkung yang bersenjata Song bun kim itu mengejek. "selama berpuluh tahun ini rupanya kau tak pernah lupa meyakinkan ilmu golokmu? Hehehe, tapi kalau hati ini kau orang she Thia tidak dapat mencincang tubuhmu, biarlah selanjutnya nama Hway yang samsat (tiga malaikat maut dari Hway yang) dicoret dari dunia persilatan. Sreet! Sreet! Beruntun ia lancarkan beberapa kali tebasan kilat cahaya pedang berkilauan di tengah malam buta itu terasa lebih menyeramkan. Dalam pada itu si laki2 pendek yang bersenjata Poan koan pit juga sudah kalap, sambil bertempur iapun berteriak " Hm, jelek2 kau Toan hun to (golok pemutus nyawa) juga terhitung orang ternama di dunia persilatan, sungguh tak nyana setelah membunuh orang kau lantas menyembunyikan diri. Hmm, sekarang jangan harap akan kabur lagi dari tangan kami, cepat ganti nyawa Jiko kami yang kau bunuh!" Sun pin tidak mengucapkan sepatah katapun, ilmu golok Nog hou toa hun to dimainkan semakin gencar, ia hadapi setiap serangan yang dilancarkan ole Siau sing bun (setan pembuat celaka) Thia Eng dan Toh mia sam long (setan perenggut nyawa) The kun yam dari Hay yang sam sat itu dengan mantap, sekalipun posisinya sekarang kurang menguntungkan serangan balasan makin berkurang tapi untuk sesaat Hway yang sam sat juga tak bisa mengapa2 kan dia. Hui giok mengintip jalannya pertarungan dengan mendekam di dinding pekarangan, sekalipun tak terdengar suara pembicaraan ketiga orang itu namun ia dapat menebak sembilan bagian dari duduknya perkara. "Tampaknya ada orang yang datang mencari balas atas diri Sun lotia dimasa lalu Sun lotia juga seorang jago kenamaan untuk menghindarkan diri dari kejaran musuh, maka ia menjual akrobat untuk menyembunyikan asal-usulnya tapi malam ini agaknya rahasianya ketahuan juga oleh musuh. Diam2 dia menghela napas, pikirnya "Sayang aku sama sekali tak becus sehingga tak dapat membantu malahan sama sekali aku tak tahu sejak kapan mereka dating dan cara bagaimana mereka mulai bertarung, aku memang terlalu goblok apalagi sekarang aku seorang cacat". Hatinya makin pedih, ketika ia menengadah kebetulan dilihatnya ada beberapa titik cahaya tajam secepat kilat sedang menyambar ke tubuh kedua orang yang sedang bertarung melawan Sun lotia, dia mengerti kerlipan cahaya tajam itu adalah senjata rahasia dia lantas berpaling kesana dilihatnya Sun Kim Peng dengan golok terhunus telah berdiri di tepian arena, dia yang melancarkan serangan senjata rahasia itu. Untung Siau song bun dan Tong mia sam keng cukup tangkas, cepat mereka memutar senjatanya untuk merontokkan biji teratai besi yang menyerang mereka. Lalu dengan gusar membentak " Pedang Karat Pena Beraksara Karya Tjan ID Pendekar Misterius Karya Gan Kl Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo