Ceritasilat Novel Online

Patung Emas Kaki Tunggal 25


Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH Bagian 25


Patung Emas Kaki Tunggal Karya dari Gan K H   Sebun Bu yam mendengus, katanya.   "Aku tak punya waktu!"   Habis berkata ia tinggal pergi lagi kali ini rada lama baru kelihatan dia kembali, satu jam kemudian ia kembali membawa seonggok bersamaa kayu kering.   Waktu itu lubang sudah tiga tumbak.   Maklumlah waktu itu musim rontok sedang mendatang, apalagi kedua tangan Sebun Bu yam sudah cacad, gerak geriknya tidak begitu leluasa, tanpa menggunakan alat senjata dan tidak bisa menggerakkan tenaga lagi, sedang dahan dahan kayu itu harus dipanjat diatas pohon untuk mendapatkasnnya, meski hasilnya kira kira sudah dua ratusan kati, dilihatnya keadaannya kelihatan sudah amat payah.   Kang Pan jadi tidak tega, setelah berpikir ia berkata "Kau istirahatlah, biar aku yang cari kayu bakar"   "Tidak usahlah!"   Sahut Sebun Bu yam menggeleng."Kerja sama kalian suami istri amat baik, kalau aku yang melakukan tentu tidak sebaik dan cepat itu, bagi seorang yang sebatang kara hanya kerjaan tunggal saja bagiannya!"   Mendengar sindiran tajam ini seketika merah jengah muka Kang Pan.   Setelah pekerjaan memakan waktu kira kira tiga jam, lubang itu sudah sedalam tiga tumbak, dan luas empat tumbak.   Koan San Gwat dan Kang Pan sudah sama keletihan, mereka berdiri dipinggir lubang, istirahat.   Dalam pada itu, cuaca sudah gelap bintang bintang kelap kelip dicakrawala dan cerah tampak Sebun Bu yam menyeret dua onggok kayu besar sedang mendatangi dengan tertatih tatih.   Setelah meletakkan kayu kayu itu, ia berkata menarik napas "Mencari kayu bakar dalam musim sekarang ini sungguh sukar sekali.   Kedua onggok ini kutemukan empat li dihutan sana."   Sikap dan pandangan Koan San Gwat terhadapnya sudah berubah sama sekali, katanya lemah lembut.   "Kau tidak usah bercapek lelah kukira sedemikian banyak sudah lebih dari cukup!"   "Masih kurang banyak lagi,"   Sahut Sebun Bu yam menggerakan kepala.   "Tapi kalian tidak perlu kuatir, biar kukerjakan sendiri mengubur dan membakar mayat mayat kelabang ini. Kalian boleh sekarang berangkat saja!"   Koan San Gwat melihat cuaca, lalu berkata.   "Sampai saat ini, cepat atau lambat kita berangkat sama saja"   "Tidak!"   Tukas Sebun Bu yam.   "melihat tekad kerja kalian, sungguh aku tidak rela kalian kena terjebak dan menjadi korban kelicikan Cia Ling im. Boleh kau perhitungkan, sebelum terang tanah bisakah kalian tiba di Jian coa kok?"   "Sudah tentu tidak menjadi soal, tapi setelah terang tanah, berarti sudah lewat hari ketiga seperti yang dijanjikan, menyusul tiba kesana juga tidak berguna lagi, ada lebih baik"   Sebun Bu yam menjadi gelisah, katanya.   "Asal sebelum matahari terbit kalau sudah bisa sampai disana, mungkin masih bisa mencegah tipu daya Cia Ling im, melindungi keselamatan jiwa kalian, kalau terlambat habis sudah ..."   Koan San Gwat merasa heran, tanyanya "Dengan cara apa Cia Ling im hendak menghadapi kami?"   Sebun Bu yam ragu ragu sebentar, akhirnya bicara juga.   "Dari mulut Ban li bu in Cia Ling im mengetahui segala seluk beluk mengenai Coa sin, maka dia lalu mengatur suatu tipu daya yang keji, dengan caranya ini dia dapat menundukkan Coa sin dan memperalatnya...."   Diam diam bercekat hati Koan San gwat. Justru yang dikuatirkan memang hal itu, namun lahirnya dia berlaku tetap tenang, kata nya acuh tak acuh.   "Kukira tidak mungkin! Cara bagaimana Coa sin bisa mendengar perintahnya?"   "Cia Ling im tidak akan melakukan kerjaan yang semduma, di sudah berhasil memegang dua titik kelemahan Coa sin, dengan dua alat kepercayaannya ini, Coa sin pasti terjeblos kedalam tipu dayanya "Kelemahan Coa sin yng mana dipegang Cia Ling im?"   "Seseorang pasti punya cacat karena dia tidak melakukan sesuatu keinginan yang tidak bisa dikerjakan. Coa sin kemaruk akan paras cantik, namun dia tidak mampu bersenggama dengan perempuan, ada tidak kejadian ini?"   Pucat muka Kang Pan, teriakanya.   "Benar, masakah Cia Ling im bisa membuatnya."   "Ya, kepandaian simpanan Thian mo kau yang paling diandalkan adalah Im yang sin hap perpaduan ganjil antara negatif dan positif justru Cia Ling im paling ahli dalam bidang ini, memang benar dia bisa mengajarkan sesuami kepandaian yang aneh, sehingga dia bisa mencapai kenikmatan dari hubungan antara perempuan dan laki laki. Belum cukup dibekalnya ini, Cia Ling im pun membawa serta Thio Hun cu, pasti mereka bisa mengubah bentuk Coa sin sekarang menjadi manusia yang normal."   Mencelos hari Koan San Gwat, katanya.   "Kedua hal itu memang kejadian yang paling diharapkan oleh Coa sin...." "Maka kalian harus cepat menyusul ke sana. Ilmu perpaduan Im dan Yang itu cukup dalam tempo sehari sudah bisa diajarkan sempurna, cuma operasi untuk menormalkan anggota badan itu yang rada sulit dan makan waktu, paling cepat harus dua hari baru bisa selesai dan baru bisa digerakan dengan leluasa seperti manusia umumnya. Cia Liog im beramat dua hari lebih dulu tiba disana Coa sin sebelum matahari terbit kalian bisa tiba disana, Coa sin masih belum mumpu bergerak....."   Koan San Gwat berpikir sebentar lalu katanya.   "Seumpama Coa sin mau menerima syarat yang mereka ajukan, belum tentu dia terima diperbudak oleh Cia Ling im. Ilmu silatnya jauh lebih tingggi dari mereka....."   "Betapa pandai dan licik cara Cia Ling im menundukkan seseorang, menghadapi Coa sin tokoh yang bosan itu, kalau tidak punya pegangan yang meyakinkan, masakah dia sudi membantu orang begitu saja?"   Bercekat pula hati Koan San Gwat teriaknya "Apakah betul betul dia bisa mengendalikan dan menundukkan Coa sin secara keseluruhannya?"   "Masakah diragukan. Disaat ia mengajar kan perpaduan Im yang itu, dia gunakan pula semacam ilmu sihir, asal Coa sin mau menerima pelajarannya, selamanya dia akan menjadi alat paling setia!"   "Koan toako !"   Teriak Kang Pan gugup.   "Marilah lekas...."   "Tidak!"   Koan San Gwat tegas "   Kilau Coa sin mau menerima ajaran Cia Ling im maka sekarang dia sudah bisa diperalat oleh Cia Ling im.   Kalau kita menyusul tiba disana, paling paling hanya mencegah operasi memulihkan anggota badannya menjadi manusia normal, bukankah waktunya sudah terlambat juga?"   "Belum terlambat!"   Seru Sebun Bu yam dengan penuh keyakinan.   "Asal kalian bisa datang tepat pada waktunya dan secara kebetulann pula Coa sin belum mampu bergerak kalian bisa melenyapkannya lebih dulu, tipu daya Cia Ling im tidak berguna lagi."   Koan San Gwat meliriknya sebentar, tanyannya.   "Kenapa mendadak kau mau membantu aku, kalau kau punya maksud baikmu ini, kanapa pula kau harus melepaskan kelabang beracun itu, sehingga menunda dan membuang waktu kami secara cuma cuma?"   Seban Bu yam menarik napas dan menundukkan, sahutnya menyesal "Mendadak aku menjadi sedih.   Bukan saja aku suka membantu kalian apalagi kalau kalian bisa melenyapkan Coa sin sehingga Cia Ling im kehilangan sandaran yang diandalkan, terpaksa dia harus menyembunyikan diri, maka aku masih ada harapan bersanding disebelahnya Atau sebalikanya, ambisinya amat besar, tujuannya hendak merajai dunia, kalau itu sampai terjadi selama hidup ini aku tidak akan mendapat penghargaan nya...."   Berpikir sebentar lalu Koan San Gwat berkata kepada Kang Pan.   "Nona Kang, marilah kita lanjutkan menggali!"   Sembari berkata dia sudah siap hendak melompat turun. Keruan Kang Pan menjadi gugup, serunya.   "Koan toako! kenapa kau tidak begitu prihatin akan persoalan ini?"   "Prihatin juga tidak berguna, kalau sekarang kita menyusul kesana, paling paling hanya bisa membunuh Coa sin, apalagi aku tiada permusuhan atau dendam kepadanya, malah sebelum ini aku menerima kebaikannya! Demikian juga kau, pantaskah kita membunuhnya? Jangan kau melulu terlalu kuatir dia bakal menjadi alat setia Cia Ling im, toh kenyatan belum terjadi atau sudah kau saksikan sendiri!"   Kang Pan terbungkam. Sebun Bu yam menyela bicara sambil menghela napas.   "Kau tidak, percaya padaku, akan datang saatnya kau menyesal diri."   Koan San gwat menggeleng, ujarnya "Aku percaya akan keteranganmu, tapi aku seorang laki laki sejati, keturunan perguruan tenar, apalagi untuk menghadapi seorang yang pernah memberikan manfaat kepadaku, tidak bisa aku membalas kebaikan budinya dengan kejahatan.   Aku tidak bisa memberi penilaian pada sepak terjang dan kebaikan hatimu ini, cuma kurasa kau terkekang oleh rasa kesetiaan dan cinta kasih yang tidak berharga, bukanlah menjadi seorang kelana Kangouw tulen yang harus dipuji...."   "Masakah aku berani angkat diri jadi pendekar segala. Tapi aku punya sebuah prinsip, setiap tindak tandukku hanyalah menuruti kelurusan hati dan kesucian nurani belaka, untuk membunuh orang kitapun harus punya alasan alasan yang setimpal. Waktu di Sin li hong, aku pernah membebaskan Cia Ling im, karena kurasa dia belum melakukan kejahatan yang keluar takaran, mengenai Coa sin, aku berpegang akan keyakinan yang sama. Bila dia benar benar melanggar kejahatan yang sudah tidak terampun, aku pasti tidak akan memberi ampun padanya. Tapi sekarang bagaimana juga aku tidak bisa membunuhnya."   Sebun Bu yam derdiam sebentar, lalu katanya.   "Belum tentu aku harus membunuh dia mungkin meski kau hanya bisa mencegah pulih nya menjadi manusia normal sehingga selamanya mengurung diri didalam Jian coa kok dia tidak akan keluar menimbulkan bencana bagi dunia ramai...."   Koan San Gwat tertawa besar, ujarnya.   "Hal ini lebih tidak bisa kulakukan. Karena aku menelan empedu ular wulung bertanduk itu, shingga hilang harapan Coa sin pulih menjadi manusia normal, karena hal itu hatiku jadi tidak enak dan rasanya hutang budinya padanya. Kini kalau toh ada cara lain bisa mengabulkan angan angannya ini, sepantasnya aku ikut bergirang dan syukur baginya, mana boleh merusak usahanya..."   Sebun Bu yam menjublek tidak bersuara lagi. Adalah Kang Pan yang menyeletuk.   "Koan toako, jadi untuk apa pula kita tergesa gesa hendak memburu tiba disana?"   "Semula aku belum tahu rencana apa yang sedang di atur oleh Cia Ling im, maka aku ingin buru buru menyusul kesana melihatnya kini setelah aku tahu aku jadi tidak perlu tergesa gesa, jadi kau tidak takut bila Coa sin sampai diperalat oleh Cia Ling im?"   Tanya Kang Pan gelisah.   "Jadi kau tidakatakut bila Coa sin sampai diperalat oleh Cia Ling im?"   Tanya Kang Pan gelisah.   "Tidak salah! Memang aku sedang memikirkan hal itu, tapi akupun tidak percaya kan terjadinya hal itu, mungkin Coa sin memang punya cacat, dia suka kepincut paras cantik namun tidak kuasa menikmatinya, tapi dia adalah manusia, sebagian besar badannya adalah raga manusia, adalah pantas mempunyai keinginannya itu, tidak bisa aku beranggapan bahwa hal ini adalah kesalahannya. Mengenai takut dia diperalat oleh Cia Ling im, itu tidak mungkin terjadi, ilmu sihir merupakan semacam kepandaian silat juga, mengandal dasar latihan lwekang Coa sin yang tinggi, kemungkinan kena terpengaruh dan hilang ingatannya adalah kecil sekali, sebaliknya bukan mustahil Cia Ling im sendiri yang bisa ditundukan olehnya..."   Kang Pan tidak bicara lagi, kembali mereka terjun kedalan lubang, yang satu mengeduk yang lain membersihkan tanah, tak lama kemudian galian tanah itu sudah hertambah lebar dan dalam. Koan San Gwat melompat keluar dan katanya tertawa.   "Semula dia perhitungkan memerlukan waktu enam jam, kini kita hanya memerlukan waktu empat jam, dari sini dapatlah dimengerti, bahwa bekerja harus memperhatikan cara dan manfaatnya, gunakanlah otak berpikir."   Sebun Bu yam melemparkan kayu kayu bakar dibagian bawah sebgai alas dasar, Koan San Gwat membantu memotongi kayu kayu itu kecil kecil dengan pedangnya, setelah kayu merata baru mereka mulai mengotong mayat kelabang itu ditumpuk diatasnya.   Setelah persiapan selesai mulailah menyulut api pada sebatang dahan pohon kering, tak lama kemudian api sudah menyala besar berkobar kobar, mayat mayat kelabang itu ada mengeluarkan minyak gajihnya sehingga kobaran api semakin besar membantu kayu kayu itu terbakar semakin cepat dan membara.   Kira kira setengah jam kemudian tinggal abu abu dan karang karang masih membara yang tinggal dalam lubang, serempak mereka bertiga kerja sama lagi mengurukkan tanah ke dalam lubang lubang, serta menginjak injak dengan kaki biar rata dan padat.   Setelah pekerjaan selesai, barulah Sebun Bu yam berkata prihatin.   "Lekaslah Kalian beraungkat. Setelah bertemu dengan Cia Ling im tolong kirimkan kabar dariku, katakan aku akan kembali ke Ngo tai san, pulang ketempat lama untuk menetap disana. Kalau dia sudah tiada tempat untuk berteduh boleh datang kesana, aku akan melayaninya dengan setia selama hidup ini.. tapi kukira kata kataku ini pun bakal sia sia, aku berani pastikan dia tidak akan sudi kesana...."   Habis berkata dengan rawan dan sedu ia tinggal pergi lebih dulu.   Koan San Gwat dan Kang Pan jadi melongo dan hampa, sesaat lamanya mereka memjublek, akhirnya berangkat juga menuju ke Jian coa kok.   Keadaan Jian coa kok sudah tidak seperti keadaan semula tempo hari, celah celah batu yang sempit kecil itu kini sudah dipagari oleh tenaga manusia, jalan lebar dan datar, maka Koan San Gwat dan Kang Pan tidak perlu susah payah harus mencari jalan untuk masuk kedalam.   Belum jauh mereka memasuki jalan lurus ini, tibalah mereka dilapangan luar itu, tempat kediaman Coa sin msih berada disebelah belakang, lapangan kosong melompong tiada kelihatan bayangan seorangpun juga.   Adalah di kedua pinggiran lapangan sana tergantung dua ekor ular sanca yang amat besar, keduanya menegakan kepala dan membuka mulur menjulurkan lidah, sikapnya garang dan siap mematuk sambil mendesiskan suara.   "Apa yang terjadi ini?"   Tanya Koan San Gwat tidak mengerti. Kang Pan berpikir sebentar, lalu katanya.   "Mungkin mereka sedang repot mengerjakan sesuatu, maka mengatur ular ular besar ini untuk menjaga pintu, barisan ular macam ini adalah yang paling lihay....."   Koan San Gwat tidak percaya, katanya.   "Meski aku tidak pernah mempelajari strategi militer, namun aku tahu barisan ular hanyalah barisan yang paling gampang dan umum, dimana tempat kelihayannya."   "Ya, memang hanya pinjam nama saja, maknanya berlainan, sebetulnya semakin besar kadar racunnya ular semakin kecil, hanya ular sanca bersisik merah ini, semakin besar kadar racunnya semakin berbisa, sepanjang jalan ini semua dijaga oleh ular ular sanca peliharaan Coa sin selama puluhan tahun, tujuannya adalah untuk mencegah sembarangan orang masuk mengganggu."   "Bisa merintangi orang lain masakan bisa merintangi kita, sejak kecil kau dibesarkan di tempat ini, masakan mereka bisa menyerang terhadap kau juga, soal aku"   Kang Pan menggeleng, katanya.   "Ular sanca berbisa macam ini tidak mengenal jenis dan persaudaraan, kecuali Coa sin, tidak lawan yang terpandang dalam mata mereka, meski kau pernah menelan empedu ular, merekapun tidak akan bisa kau gertak...."   Melihat orang bicara serius, Koan San Gwat jadi ragu ragu, katanya.   "Kenyataan kita sudah melewati puluhan ekor, kenapa tidak kelihatan mevunjukan sesuatu aksi apa?"   "Ya, aku sendiri juga sedang tidak mengerti, menurut biasanya, sejak tadi mereka sudah mulai bergerak, tapi kulihat mereka rada rada rakut dan bimbang, seolah olah ada sesuatu yang mereka takutkan...."   "Kalau toh tidak takut kepadaku dan kau apa pula yang mereka jerihkan?"   Sebegitu jauh Kang Pan sendiri belum bisa menyimpulkan sesuatu, cuma ia coba mendekati salah seekor yang terbesar, sikapnya kelihatan tegang dan menegakan kepala dengan garang dan berjaga jaga.   Cuma kelakuannya tidak sebegitu garang lagi, malahan badannya mengkeret mundur, sementara kedua biji matanya berjelalatan mengawasi kantong dibawah ketiaknya.   Mendadak Kang Pan menjadi paham duduk perkaranya, katanya tertawa besar.   "Ternyata mereka takut terhadap Siau giok!"   Kuatir Koan San Gwat tidak paham segera ia menjelaskan.   "Mereka adalah lawan bebuyutan dangan Siau giok tidak perlu takut, namun keadaan hari ini lain pula, mungkin Siau giok tidak akan kuasa menghadapi lawan sedemikian banyak, menuruti biasanya mereka sudah maju bersama, untunglah Sebun Bu yam telah memberi berkah kepadanya."   Tanya Koan San gwat masih rada bingung.   "Kenapa ada hubungannya dengan Sebun Bu yam?"   "Kelabang yang dilepas Sebun Bu yam itu telah menambah perbawa kekuatan Siau giok berlipat ganda, kebetulan menjadi lawan penunduk mereka lagi, tak heran mereka tidak berani banyak bergerak."   Kata Koan San Gwat mengerut kening "Coa sin mengatur barisan ularnya ini, tujuan nya hendak merintangi kita masuk, tentu sebelumnya dia tidak memikirkan bakal terjadi seperti ini, kesempatan baik bagi kita malah, marilah lekas maju!"   Segera dengai langkah lebar ia maju dengan cepat.   Kang Pan mengikuti jejakanya.   Tapi ular ular yang menghadang disebelah depan mendadak bergerak serempak, bersama dari kanan kekiri mematuk bersama.   Sigap sekali Koan San Gwat membacokan pedangnya memapak kearah ular yang menyerang paling depan.   Tapi ular itu sedikit pun tidak takut menghadapi Ui tiap kiam yang tajam luar biasa itu.   Kepala mendongak keatas badanpun menjulur maju lebih dekat dan membiarkan pedang Koan San Gwat membacok dipingangnya namun sedikitpun tidak cidera apa apa, malah dengan cepat dan gesit sekali badannya melingkar terus membelit pedang.   Dalam waktu dekat Koan San Gwat tidak kuasa menarik lepas pedangnya, sementara ular yang lain sudah menyerang tiba, didalam keadaan gawat, terpaksa ia angkat sebelah kakinya menendang telak sekali kepala ular kena ditendangnya, tapi paling paling ular hanya tergeliat sedikit, cepat sekali kepala nya sudah putar balik mematuk dengan beringas.   Ular sanca jenis ini bukan saja lihay merekapun punya daya kecerdikan, mereka me ngenal cara pengeroyokan yang dilancarkan secara bergelombang dan teratur, ular yang membelit pedang itu tidak mau melepaskan, dengan ketat ia menarik semakin kencang dan kuat.   Malah sisa badan kepalanya yang menegak masih bisa bergerak dengan leluasa, karena Koan San gwat harus menggerakan tangan menghadapi rangsakan ular yang lain, maka diapun ikut menyerang setiap ada kesempatan.   -oo0dw0oo   Jilid 27 DASAR SUDAH PENGALAMAN, meski menghadapi mara bahaya sedikitpun Koan San gwat tidak menjadi gugup karenanya, sudah tentu ia cukup paham menghadapi tipu daya musuh musuh binatang ini, meski pedangnya bergubat ia gunakan kaki dan sebelah tangannya yang lain untuk melayani serangan ular ular yang lain.   Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Setelah kena tendangan ternyata ular tadi berlaku lebih waspada dan hati hati, meski serangannya gencar, namun kira kira setengah tombak didepan badan Koan San gwat mendadak ia menghentikan terjangannya.   Dengan badan bergoyang gontai pergi datang kepada nya mendandak mengincar musuh sambil menanti setiap kesempatan.   Apalagi badannya amat panjang jarak setengah tumbak cukup sekali melejit saja dapat diraihnya.   Adalah kaki tangan Koan San gwat tidak kuasa mencapai jarak yang begitu jauh posisinya kena terkekang oleh ular yang membelit pedangnya sehingga bidang gerakanya amat terbatas, sehingga ia mudah terima diserang sana sini tanpa kuasa maju melabrak.   Untunglah kedua ular sanca raksasa ini.   Agakanya tahu akan kelihayannya, mereka tidak berani sembarangan turun tangan, begitulah kedua pihak jadi sama bertahan, sebaliknya Koan San gwat menjadi gelisah dan membara sorot matanya.   Ular ular besar itu sama berjajar sepasang demi sepasang, setiap pasang berjarak dua tumbak, pasangan yang ini sudah bentrok langsung dengan musuh, maka pasangan selanjutnya segera siap hendak menerjunkan diri dalam gelanggang pertempuran pula.   Cukup sepasang saja Koan San gwat sudah kesalahan dibuatnya, kalau pasangan yang lain juga meyerbu datang Koan San gwat pasti terancam elmaut, makin gugup terpaksa ia terteriak.   "Nona Kang lekas kau lepaskan Siau giok!"   Waktu itu Kang Pan berdiri satu tumbak disebelah belakang menyaksikan pertempuran pertempuran dirinya, mendengar teriakanya, belum lagi ia membelikan tanggapan, Siau giok yang berapa dalam kantongnya sudah melesat keluar laksana anak panah cepatnya.   Sekaligus ia menyerang lebih dulu kepada ular besar yang berhadapan dengan Koan San gwat! Begitu badan meluncur tiba mulut mendesis seraya di pentang menyemburkan segulung kabut putih kearah musuh.   Sungguh tidak nyana ular sanca raksasa yang garang dan buas itu, begitu kena semburan kabut putih Siau giok seketika meloso jatuh lemas ditanah dan tidak bergerak lagi.   Ular yang membelit pedang mebabat gelagat amat tidak menguntungkan lekas ia lepaskan belitannya dan hendak melarikan diri, namun Siau giok tidak membiarkan lawan lolos begitu saja, gesit sekali ekornya mematul tanah badannya secepat anak panah melesat kedepan lagi.   Seperti perbuatan pertama ia menyemburkan kabut putih, keruan ular raksasa itupun terjungkal jatuh lemas dan tidak berkutik lagi.   Dua ekor lainnya yang hendak mengeroyok datang tadi, seketika ia mengkerat ketakutan dan menrik diri kembali ketempat asalnya.   Waktu Koan San gwat menarik pedang nya, kedua ular sanca raksasa itu sudah mampus dengaa badan terbalik perut menghadap kelangit lekas Siau giok merambat menghampiri, sekali terjang ia tembusi perut ular raksasa itu terus menyusup masuk kedalam.   Di lain saat ia sudah menarik keluar kepalanya, namun mulutnya mengulum sebutir empedu ular yang berwarna hijau keputihan, sebesar buah salak, dengan cara demonstratif ia mengangsurkan kekepala Koan San gwat.   Kontan hidung Koan San gwat dirangsang bau amis dan anyir, cepat ia menggoyangkan tangan menolak.   Kata Kang Pan.   "Koan toako, empedu ular ini bila kau makan bisa menjernihkan matamu, di malam hari kau bisa melihat seperti disiang hari bolong, dapat membangkitkan semangat dan gairah lagi, Siau giok sedang membagi rejeki kepada kau."   Koan Sin Gwat menggeleng, katanya.   "Terima kasih akan kebaikannya. Dan lagi aku pun sudah sempurna melatih mata malam, silahkan kau saja yang makan!"   Siau giok rada kecewa, terpaksa ia merambat kehadapan Kang Pan. Kang Panpun menggoyangkan tangan, katanya.   "Aku tidak mau, kau makan sendiri saja!"   Terpaksa Siau giok menelannya sendiri. Kejap lain ia sudah menghampiri ular yang satunya lagi Kang Pan lantas mendekati Koan San gwat, melihat orang masih menjublek, ia tertawa geli, katanya.   "Koan toako! Aku tidak ngapusi kau bukan!"   "Ular ini memang cerdik dan lihay, kedua ular raksasa itu, tadi cukup membuat kau kerepotan!"   Untunglah ada Siau giok yang setiap saat siap membantu, kalau tidak puluhan ekor ini bila menyerbu bersama sejak tadi kami sudah tamat riwayatnya. Kenapa Coa sin mengatur barisan ularnya yang terlihay ini!"   Dalam pada itu Siau giok sudah menelan empedu ular yang kedua, dengan senang dan buas ia datang menghampiri dan siap mendengar perintah selanjutnya.   Dihadapan Koan San gwat masih ada dua puluhan ular, ular ular raksasa menghadang jalan dengan barisannya yang kuat.   Maka ia perintah kepada Siau giok seraya menuding kedepanSiau giok.   "Kau boleh bereskan mereka sekalian!"   Baru saja Siau giok hendak bergerak menurut perintah, Kang Pan tiba tiba berseru "Jangan Siau giok! Kembalilah!"   Sementara itu Siau giok sudah tiba dihadapan sepasang ular sanca yang terdepan, mendengar seruan ini ia menghentikan badan tanpa melancarkan serangan, berpaling ia menunjukan rasa penasaran dan tidak mengerti. Koan San gwat heran, tanyanya.   "Nona Kang, kenapakah? "   Kata Kang Pan dengan lirih "Coa sin mengayunkan barisan ularnya ini untuk merintangi kita masuk kedalam tentu dia mempunyai alasan alasannya yang penting, mungkin kuatir kita mengganggu dirinya, bukankah kau sendiri menghadapi dia bisa leluasa kembali dalam bentuk lainnya seperti manusia normal umumnya? "   "Ya, aku memang punya maksud demikian!"   "Kalau begitu biarlah kita sempurnakan keinginannya. Sekarang tidak perlu mencari dia tunggu setelah urusan selesai, tentu dia akan manarik semua barisannya ini!"   Koan San gwat berpikir sebentar lalu berkata.   "Tidak! Sebaliknya aku segera masuk melihatnya. Kalau dia memang sedang menjalani oprasi aku tentu tidak akan mengganggunya, karena Cia Ling im dan juga lain lain disana jikalau mereka sedang menggunakan ilmu sihir yang mempengaruhi daya pikiran Coa sin, kita akan bisa menghalang halangi perbuatan jahatnya ini, kukira hal itu tidak membawa pengaruh apa apa bagi dirinya....."   "Ucapamu memang masuk akal, Koan toako! Kenapa tidak sejak tadi kau jelaskan?"   "Agakanya kau salah paham terhadapku, waktu aku bicara dengan Sebun Bu yam kan sudah kuterangkan. Mungkin kau masih belum menaruh kepercayaan sepenuhnya terhadapku!"   Merah muka Kang Pan, katanya.   "Koan toako, secara mutlak aku percaya kepadamu, cuma sejak kecil aku dibesarkan oleh Coa sin dia begitu baik terhadapku, tidak bisa tidak aku ikut berkutir akan keselamatannya!"   "Berhutang budi berusaha membalasnya, hal ini tidak bisa Salahkan kau, tak heran tadi kusuruh kau pergi dulu kau tidak mau. Kau tidak usah kuatir, aku tidak akan menjilat ludahku sendiri!"   "Koan toako jangan kau berkata demikian, apapun yang terjadi aku sudah termasuk istrimu, terhadap Coa sin, aku hanya bisa berbuat sekuat tenaga, bila kelak dia berhadapan dengan kau, akupun masih akan berdiri sendiri dipihakmu, Koan toako kuharap kau percaya kepadaku."   Kuatir orang bicara ngelantur panjang pendek, cepat Koan San gwat berkata.   "Sudah tentu aku percaya kau sepenuh hati, sekarang kau beleh suruh Siau giok mulai bergerak!"   Mulut Kang Pan lantas bersuit dan bersiul beberapa kali, lalu katanya kepada Koan San gwat.   "Marilah maju!"   Dilihat oleh Koan San gwat Siau giok masih diam berjaga ditengah jalan, karuan ia jadi heran, katanya.   "Kenapa Siau giok tidak segera bertindak?"   Kang Pan memberi tahu dengan suara lirih.   "Kusuruh dia mengintil dibelakang, barisan ular ini tentu tidak berani sembarang bergerak. Sejak kecil aku tumbuh dewasa bersama ular ular ini, sungguh tidak tega aku melihat mereka menjadi korban"   "Ular beracun adalah binatang yang berbisa, tiada gunanya dipertahankan hidup, jikalau suatu ketika Coa sin meninggalkan tempat ini, tidak mungkin ia bisa membawa mereka pergi, masyarakat sekitarnya..."   "Tidak mungkin terjadi !"   Tukas Kang Pan.   "Coa sin sudah malatih mereka sedemikian rupa, tanpa perintah Coa sin, mereka tidak akan berani sembarangan meninggalkan tempat ini, asal orang tidak sembarangan main terobosan kemari, mereka tidak akan keluar mengigit orang. Meski mereka beracun merekapun punya jiwa, apalagi tumbuh sampai sedemikian besar, sungguh sulit diketemukan dilain tempat, biarlah mereka hidup dan mati menurut kodratnya!"   "Yah, terserah! Memangnya akupun tidak tega main bunuh, cuma..."   "Kalau ada kemungkinan mereka bisa mencelakai jiwa manusia, tentu aku akan mencari akal untuk melenyapkan mereka semua, dalam hal ini aku punya pegangan yang cukup diandalkan, kau tidak usah kuatir!"   Koan San gwat tidak banyak cakap lagi, tanpa bicara mereka maju lebih lanjut, dengan Siau giok sebagai teman jalan, ular ular sanca raksasa itu hanya mendesis dan menunjuk sikap garang saja tanpa berani bertindak apa apa.   Jalan sepanjang empat lima puluh tumbak sekejap saja sudah mereka tempuh, tibalah mereka diambang sebuah pintu tergantung sebuah kerai yang menjuntai kebawah, sehingga tidak kelihatan keadaan sebelah dalam.   Kamar batu ini semula adalah tempat tinggal Kang Pun dulu, Koan San gwat pernah datang kesini, didalam kamar ada meja kursi dan dipan kayu, tiada penjagaan atau sesuatu yang ganjil.   Maka begitu tiba Koan San gwat lantas hendak menyingkap kerai dan masuk kedalam untung Siau giok lekas bergerak membelit tangan nya serta menarikanya.   Koan San gwat jadi heran dia bertanya.   "Siau giok! Apa yang kau lakukan?"   Siau giok lantas mendesis kepada Kang Pan, sikapnya takut takut dan kuatir. Seketika berubah air muka Kang Pan, katanya.   "Koan toako! Jangan kau menyentuh didalam ada jebakan yang amat lihay."   "Jebakan apa? "   Tanya Koan San gwat tegang. "Semacam ular yang paling jahat dan berbisa!"   "Ular beracun lagi! Aku tidak percaya binatang apa bisa begitu lihay!"   Sembari bicara ia melangkah maju hendak menarik kerai tiba tiba didengarnya suara aneh dari dalam kamar dan menongollah keluar sebuah kepala aneh menerjang kemuka, keruan Koan San gwat berjingkrak kaget dan tersentak mundur.   Bukan dia takut menghadapi ular adalah kepala aneh serta bentuknya yang mengejutkan hatinya.   Karena Kang Pan mengatakan ular berbisa maka dalam hati ia sudah siap menggunakan cara untuk menghadapi ular berbisa sungguh diluar tahunya bahwa kepala aneh itu bentuknya mirip benar dengan kepala manusia, malah tampangnya kelihatan amat beringis dan menyeringai.   Besar kecilnya seperti kepala manusia, panca indranya lengkap, cuma sepasang kupingnya teramat kecil, kepalanya gundul pelontos, melelehkan lidah yang merah darah dan memuakkan, giginya perongos keluar mulut, mengunjuk senyum aneh yang sadis.   Dibawah kepalanya menjulur sebuah leher panjang yang kecil, dimana mulutnya terpentang terus hendak menggigit kepada Koan San gwat, karena tidak mengira dan siaga sebelumnya, kebetulan ia memegang selembar kulit ular itu menengkurep keatas kepala aneh itu, sedang badannya lekas mencelat mundur.   Sementara itu Siau giok sudah sembunyi kedalam kantong, Kang Pan juga mundur cukup jauh, melihat Koan San gwat tidak kurang suatu apa, cepat ia berseru.   "Koan toako! Lekaslah mundur kemari, jangan kau sampai terkena semburan hawa berbisa...."   Begitu kulit ular menengkup keatas kepala mahluk aneh itu seketika melayang terbang ketempat yang jauh, dari luncuran terbangnya jelas karena ditiup oleh kepala aneh itu.   Lekas Kang Pan memburu kesamping Koan San gwat, katanya "Koan toako! Kau tidak terkena bahwa tipuannya bukan?"   "Tidak, kepala mahluk apakah yang tumbuh sedemikian aneh."   Kang Pan mengelus dan bersyukur, katanya "Bukan saja bentukanya yang jelek, hawa yang ditiup dari mulutnyapun teramat lihay barang apa saja yang terkena hawa berbisa itu sektika akan luluh tanpa berbekas, tidak percaya kau lihatlah kulit ular itu!"   Waktu Koan San gwat berpaling kesana, seketika berubah air mukanya.   Kirarya kulit ular itu kena di sembul tiga tumbak jauhnya, kedaannya seperti jala ikan saja yang berlubang lubang, tak lama lagi kulit ular yang utuh itu sudah luluh sama sekali tanpa meninggalkan bekas apa apa! Sementara kepala aneh itupun sudah mengkeret masuk kedalam kamar.   Koan San gwat menjublek ditempatnya dengan heran dan tidak mengerti ia berseru.   "Ular apakah itu?"   Karena bentuk kepala aneh itu sedikit pun tidak menyerupai ular, badannya seperti naga, sebesar gentong raksasa, bertengger diatas meja baru, badannya disangga keempat kakinya yang pendek dan kekar.   Lehernya panjang dua tumbak, lega legok menyanggah sebuah kepala aneh menyerupai kepala manusia, kedua biji matanya melotot keluar, tidak punya alis dan tidak punya kelopak mata, maka biji matanya yang berkilauan hijau bening selamanya tidak pernah terpejam, kulitnya berkerut kering membungkus tulang, kedua pinggir mulutnya menjulur keluar dan taringnya panjang, gigi tertarik lebar sehingga menyeringai sadis, seolah olah selamanya tersenyum beringas.   Pucat muka Kang Pan, katanya menjelaskan "Mahluk ini tiada punya nama tertentu, tidak boleh dikata sejenis ular, menurut cerita Coa sin, mahluk ini adalah hasil perkawinan dari kura kura beracun dengan ular sanca kerkepala manusia, maka bentukanya amat menyeramkan, tapi racunnya nomor satu diseluruh dunia, terutama hawa beracun yang disemburkan dari mulutnya.   Batu besarpun bisa menjadi luluh."   Dengan mata kepalannya sendiri Koan San gwat menyaksikan kulit ular itu luluh tanpa bekas, sudah tentu ia percaya akan penuturan ini, katanya.   "Mahluk yang sedemikian lihay cara bagaimana Coa sin bisa menangkapnya? "   "Dia bukanlah tangkapan, adalah peliharaan Coa sin sejak kecil. Suatu ketika ia berhasil menangkap seekor kura kura raksasa betina, lalu dia kumpulkan dua puluh ekor sanca betina dikurung menjadi satu, akhirnya seluruh ular ular sanca betina itu kena dilalap habis oleh kura kura itu, setelah itu baru ular sanca bermuka manusia yang jantan ia kawinkan dengan kura kura rahasia itu dan lahirlah mahluk aneh ini! Hanya Coa sin seorang yang bisa mengendalikannya!"   Kata Koan San gwat dengan gusar "Coa sin nenaruh mahluk aneh ini didalam kamar entah apa maksudnya? "   "Tidak tahu, mungkin hendak merintangi kita maju lebih lanjut."   Ditengah udara mendadak berkumandang sebuah suara berkata.   "Koan San gwat! Kau terlalu tinggi menjunjung dirimu! Hanya untuk mencegah kau masuk kemari, tidak perlu aku bercapek lelah, memang tujuanku hendak membunuh kau!"   Dari suaranya dapatlah diketahui Coa sinlah yang bicara. Karuan Koan San gwat melengak katanya nya.   "Coa sin, apa maksudmu? "   Terdengarlah Coa sin tertawa terloroh loroh.   "Kubunuh kau adalah supaya kau mampus, masih ada maksud apa lagi? "   Koan San gwat murka, serunya.   "Untuk membunuh aku, boleh silahkan kau keluar dan bertempur secara jantan."   "Aku malah berbuat begitu, biarlah mestikaku ini yang meniup kau sehingga tulang belulang mu hancur luluh tanpa bekas, bukankah begini jauh lebih gampang. Kenapa aku harus bersusah payah."   Koan San gwat tertegun sebentar, lalu serunya.   "Kalau aku tidak masuk kerumah, mahluk anehmu ini apakah bisa mengjang keluar? "   "Tidak! Meski mestikaku ini lihay, sayang gerak gerikanya amat lamban, kulepas keluarpun tidak akan bisa mengejar kau, tetapi aku punya caraku sendiri supaya kau masuk mengantar jiwamu!"   "Kalau aku tidak sudi masuk? "   "Kalau kau tega tidak masuk kemari, biarlah jiwamu kuampuni saja. Tapi aku percaya kau tak akan tahan, coba kau dengar suara siapakah ini ..."   Lenyap suaranya dari dalam kamar belakang lantas terdengar rintihan orang, suaranya melengking kan masih kekanak kanakan terang keluar dari mulut Ling koh, seketika marah membara didada Koan San gwat teriaknya dengan beringas.   "Ling koh.!"   Dari dalam kamar terdengar Ling koh berteriak.   "Koan kongcu! Jangan kau tertipu olehnya, lekaslah pergi !"   "Ling koh! Cara bagaimana mahluk tua keparat itu menyiksa kau?"   Tiada jawaban Ling koh. Gelak tawa Coa sin yang berkumandang, serunya.   "Dia tidak enak menjelaskan, biarkan aku saja yang memberitahu! Cia Ling im sudah mengajarkan cara menikmati hubungan pria dan perempuan. Dalam lembah ini tiada perempuan lain, terpaksa dia kubuat percobaan!"   Terasa darah mendidih dan jantung hampir meledak, teriak Koan San gwat murka.   "Mahluk durjana! Berani kau...."   "Kenapa tidak berani! Nona kecil ini kan sudah tiga empat belas tahun, menurut kata Cia Ling im, perempuan seusia ini adalah paling menyenangkan, apalagi memang aku amat suka kepadanya."   Sungguh Koan San gwat tidak tahan lagi, kaki melangkah langsung ia menerjang masuk kedalam kamar.   Namun gerakan Kang Pan jauh lebih cepat dari dia, begitu tiba diambang pintu ia lantas berteriak "Coa sin? Jangan kau memperkosa anak kecil, biarlah aku saja yang menggantikan, tidak?"   Diluar dugaan Coa sin malah marah marah, dampratnya "Menggelindinglah pergi. Aku tidak sudi dengan kau. Berani kau menerjang masuk biar kusuruh Siau hoa menyembur kau, kalau kau tidak takut mati silahkan coba?"   Kontan pecah tangis Kang Pan, serunya sambil menggerung gerung "Coa Sin? semula kau adalah orang yang welas asih. Kenapa sekarang berubah begitu rupa, apakah kau sudah tersesat oleh pengaruh Cia Ling im?"   Coa sin terkekeh kekeh dingin, ujarnya "Cia Ling im barang permainan apa, masakah dia mampu memincut aku, begitu dia mengembangkan ilmu sihirnya aku lantas dapat mengetahuinya, sekarang mereka kukuh didalam sang ular dibawah tanah...."   "Lalu kenapa kau berbuat demikian?"   Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Jerit Kang Pan pula sambil menangis.   "Karena aku suka, dulu bentukku malu dilihat orang, terpaksa harus tinggal dilembah yang sunyi dan dingin ini menderita hidup sengsara, sekarang aku sudah pulih apa saja yang menjadi keinginan hatiku. Sudah kau jangan banyak cerewet, minggirlah ketempat yang jauh, suruh bocah she Koan berbicara dengan aku."   Koan San gwat menyeret minggir Kang Pan, lalu serunya.   "Mahluk tua! Tiada omongan yang perlu kusampaikan kepada kau!"   "Memang kau tidak perlu benyak bicara, kau tunggu saja, setelah aku main cinta dengan genduk mungil ini, aku akan keluar dan bicara panjang lebar dengan kau!"   "Mahluk tua!"   Seru Koan San gwat sambil melolos pedang.   "Kau dengar, asal kau berani menyentuh Ling koh, pasti aku tidak akan mengampuni jiwamu, aku bisa memecah hancur badanmu dengan pedangku ini."   Sambil menenteng pedang Koan San gwat sudah siap menerjang maju, mendadak kepala aneh itu sudah menongolkan kepala pula, pipinya sudah melembang terang ia sedang menyedot hawa dan siap menyemburkannya keluar.   Terdengaar suara Ling koh berteriak menyedihkan.   "Koan kongcu! Kau pergilah! Jangan kau hiraukan aku."   Mana Koan San gwat kuasa menahan sabar, betapapun dia bukan seorang pemberani yang tidak punya daya pikiran cerdik, setelah berkepastian hendak menempuh bahaya, sikapnya makin tenang dan tindak tandukanya serba diperhitungkan.   Dia amat amati mahluk aneh itu lebih dulu, dalam hati ia sudah mendapat cara untuk menghadapinya, tempat mana yang terlemah di bagian badannya.   Letak kelihaiannya simahluk hanyalah semburan hawa berbisa dari mulutnya saja, dan mungkin tidak kuat lagi, kelihatannya sudah amat kepayahan.   Cuma gerak gerik kepalanya cukup gesit dia cepat sekali, cara bagaimana harus menghindari sergapannya dan memapas putus laher panjangnya itu, hal inilah yang perlu dipikirkan masak dan harus memeras otak, akan tetapi dia sudah memperoleh suatu cara.   Pertama tama ia melepas baju luarnya.   Kang Pan paham apa yang hendak dilakukannya, cepat ia menariknya dengan ketakutan "Koan roako! Bajumu ini tidak akan bisa menghalanginya!"   Koan San gwat tidak peduli akan seruannya, sekonyong konyong ia taburkan baju luarnya sementara dengan kecepatan luar biasa badannya meleset masuk kedalam pintu.   Betul juga mahluk aneh itu meniupkan semburan hawa berbisanya.   Menggunakan baju luarnya yang ditarik kencang itu Koan San gwat menahan semburan hawa berbisa itu, tujuannya semula adalah menerjang masuk dan memapas kutung leher panjangnya, siapa nyana semprotan mahluk aneh itu ternyata amat keras, hanya dua tiga tindak kakinya melangkah badannya sudah tertolak balik, dikala ia hendak mundur sementara kepala mahluk aneh itu sudah putar balik dan menyerang kearahnya.   Tidak bisa mundur terpaksa harus maju, maka tanpa banyak pikir cepat ia menerjang maju, lalu berdiri tegak dengan punggung membelakangi dinding, sementara tangan meraih sebuah kursi batu, siap menunggu bila mahlu aneh itu menyerang pula.   Sebab saat mana baju luarnya itu sudah hancur luluh oleh semburan hawa beracun itu.   Melihat keadaanaya ini Kang Pan yang diluar kamar jadi ketakutan dan pucat parasnya, teriaknya.   "Koan toako, lekas kau berusaha lari keluar, batupun tidak akan kuasa merintanginya!"   Tapi keadaan Koan San gwat sudah keterlanjur serba sulit, namun lehernya yang panjang serta kepalanya yang aneh itu menghadang didepan pintu, sedang sebuah pintu lain yang menembus kesebelah dalam dibiarkan saja, terang memang hendak mendesak dirinya masuk kesebelah sana.   Akhirnya Kang Pan berlaku nekad serunya.   "Koan toako! Biar kucegat dia sebentar lekas menyingkir ketempat yang jauh!"   Sembari berkata diapun sudah menerjang masuk saking gugup takut orang menjadi mangsa kekejaman si mahluk aneh, lekas dia lemparkan kursi batu ditangannya kearah si mahluk aneh itu.   Sebetulnya mahluk aneh itu sudah siap menyemburkan hawa berbisanya kepada Kang Pan, namun samberan kursi batu itu teramat cepat terpaksa ia alihkan semburan mulutnya menyongsong kedatangan kursi batu itu.   Menggunakan peluang ini Koan San gwat menyelinap maju seraya mengayunkan pedangnya terus membabar kutung leher panjang simahluk aneh yang kecil itu.   Serempak Kang Pan dan Coa sin yang berada didalam kamar sebelah dalam sana mengeluarkan jeritan kaget, sementara itu kepala mahluk aneh itu menyeret lehernya yang panjang setumbak lebih, menerjang keluar dan entah terbang kemana.   Waktu sampai diambang pintu, kepala aneh itu masih sempat berpaling kebelakang menyeringaikan mulutnya kearah Koan San gwat, lalu laksana meteor jatuh melesat dan menghilang.   "Celaka! Celaka.."   Jerit Kang Pan gugup seraya membanting kaki. Koan San gwat terheran heran, tanyanya.   "Apa yang celaka? Apakah mahluk aneh itu belum mampus?"   "Bukan saja tidak mampus, dengan kau kutungi lehernya, maka gerak geriknya akan tambah leluasa, tanpa kendali, seluruh ular di jagat ini bakal menjadi mangsanya yang empuk, Koan toako, sungguh kau membikin celaka orang saja "   Meski belum paham, namun Koan San gwat merasa lega juga, karena kalau yang dijadikan mangsa makanan si mahluk aneh itu hanyalah binatang ular, seharusnya malah merupakan sesuatu yang menguntungkan bagi manusia.   Melihat mimik wajah Koan San gwat, Kang Pan tahu apa yang dipikirkan dalam hatinya, terpaksa ia hanya menggeleng menarik napas, malah sikap dan tindak tandukanya menunjukan rada prihatin yang serius.   Baru sekarang Koan San gwat menyadari bahwa kejadian tidak seperti dugaanya, keruan ia melengak, sebalikanya Kang Pan tidak memberi penjelasan lebih lanjut tak tahan segera ia bertanya "Nona Kang, sebetulnya ..."   "Mahluk itu setengahnya masih termasuk jenis ular, setengah lagi termasuk jenis kura kura yang paling dirasakan menjadi beban dan rintangan yang terberat olehnya adalah raganya yang berat dan besar itu. Celakanya kau justru memutus lehernya membantu dia bergerak lebih cekatan dan bebas !"   Koan San gwat masih belum mengerti katanya acuh tak acuh "Aku berhasil memutuskan lehernya, sehingga kepalanya terpenggal dari badan kasarnya, badan merupakan modal kehidupan bagi setiap mahluk hidup didunia, belum pernah kudengar sesuatu mahluk bisa hanya dengan sebuah kepala dan leher, masakah dia bisa hidup lama."   Kang Pan gegetun dan dongkol katanya menggeleng.   "Koan toako, jangan kau mengudak teorimu, kau tidak tahu justru sumber kehidupan jiwa mahluk aneh itu terletak pada kepalanya, badan justeru menjadikan belenggu bagi dia, kau memutuskan belenggunya, sehingga dia mendapat kebebasan selanjutnya tiada orang dan tiada cara apapun yang kuasa menundukkannya, lihatlah betapa cepat tadi ia terbang keluar,"   Merandek sebentar, bertanyalah Koan San gwat.   "Apa saja yang bisa dia lakukan? "   "Sejak mula dia menggunakan ular sebagai pengisi perutnya, kali ini dia akan bisa bersimaharaja, tak ada seekor ular berbisapun yang bisa lolos menjadi santapannya, dengan racun menambah racun, bisakah kau bayangkan akibatnya "   "Bukankah begitu lebih baik? Ular berbisa memang binatang yang suka mencelakai jiwa manusia ....."   "Aih pikiranmu terlalu jenaka. Bukankah kau sendiri sudah mengecap kelihayan kelabang terbang ibu beranak itu, setelah mereka saling lalap ...."   "Jadi mahluk aneh itu tadi juga bisa semakin tumbuh besar? "   "Tidak! Dia justru berlawanan, semakin banyak ular ular beracun yang menjadi santapannya, racun yang mengumpul semakin keras, badannya malah menjadi semakin kecil. Dan karena dia tidak menelan bulat bulat setiap ular yang menjadi mangsanya, paling paling hanya mengisap inti sari kadar racunnya. Kalau dia sudah berhasil menghisap kadar racun dari dua ribu ekor ular berbisa, kepalanya itu akan mengkeret sebesar kepalan tangan saja, maka buntut dan lehernya yang panjang itupun akan semakin pendek."   Koan San gwat jadi uring uringan katanya tidak sabar "Bicara pergi datang yang menjadi korban toh hanya ular beracun melulu ..."   "Meski yang menjadi korban secara langsung adalah ular ular berbisa, tapi yang ketimpah bencananya secara tidak langsung justru lebih banyak. Hawa beracun yang di semprotkan dari mulutnya kau sendiri sudah menyaksikannya, kalau kehebatannya sudah mencapai puncaknya, setiap tempat yang pernah dilewatinya, sekitar sepuluh tumbak tiada barang berjiwa apapun yang bisa tetap hidup, karena wibawanya yang besar, setiap benda yang tersentuh olehnya, seketika itu juga menjadi luluh ..."   Baru sekarang Koan San gwat merasa betapa seriusnya urusan ini jadinya, setelah dipikir pikir, ia berkata.   "Dia tidak akan sembarangan terbang kemana mana bukan?"   "Kenapa tidak bisa?"   Ujar Kang Pan dengan nada berat.   "Ia pasti akan menyelinap kemana saja untuk mencari mangsa santapan nya. Kalau suatu saat tempat sudah dibersihkan dia akan ganti ketempat lain, sampai dia bosan sendiri, gerak geriknyapun semakin gesit dan cekatan...."   "Wah kalau begitu memang celaka jadinya. Untunglah tempat dimana ular ular berbisa kebanyakan dihutan belukar atau pegunungan yang jarang diinjak kaki manusa, bencana yang dia akibatkan tentunya tidak begitu besar!"   "Panca indra jenis ular jauh tajam dari manusia, meski jauh berada dibeberapa li jauhnya, maka ular ular berbisa itu lantas bisa mencium kedatangannya maka diluar dugaan pastilah mereka akan melarikan diri kemana saja asal bisa menyelamatkan diri."   "Apakah mereka mampu melarikan diri? "   Tanya Koan San gwat.   "Lari sih tidak mungkin bisa lolos, cuma soal waktu belaka, maka dapatlah kau bayangkan ular ular yang lari ketakutan pasti bisa menjadikan bencana pula bagi manusia umumnya. Reaksi manusia setiap menemukan ular tidak lepas dari dua kemungkinan cara pertama lari menyingkir, cara lain adalah membunuhnya. Kalau menyingkir sih akan rada mending, kalau masyarakat ramai melihat ular beracun berbondong bondong, pasti mereka akan kerja sama menumpasnya, nah kalau sampat manusia dan ular bentrok paling ringan kedua pihak pasti jatuh korban, kalau mahluk aneh itu mengejar tiba pula, ular sih tidak peduli, namun banyak manusia akan ketiban malapetaka!"   Pucat dan berkecat hati Koan San gwat, ujarnya.   "Kenapa tidak kau jelaskan sejak semula, wah, celaka dua belas!" "Keadaan waktu itu tidak memberi kesempatan padaku untuk banyak bicara!"   "Bahwasanya kejadian ini sukar diduga sebelumnya, karena mahluk aneh itu teramat lihay, selamanya tiada seorangpun yang berani mendekat padanya, aku sendiri sedang bingung cara bagaimana kau bisa mengutungi lehernya...."   Mendelong mata Koan San gwat sesaat lamanya tidak mampu bicara.   "Dan lagi sebelum mahluk itu terbang pergi, masih berpaling dan unjuk tawa kepada kau, jelas bahwa dia sudah diberkahi kecerdikan, kukira memang dia sengaja memberi kesempatan kau masuk, kau diperalat olehnya untuk membebaskan belenggunya itu"   Demikan Kang Pan menambahkan.   "Yang lain tidak perlu dibicarakan lagi, marilah kita pikirkan cara bagaimana baru bisa melenyapkannya? "   "Menutur apa yang kutahu tiada akal sehat apa lagi yang bisa menundukan dia kecuali membiarkan dia melanjutkan usia dan mati sendiri, binatang ganas macam itu usia nya tidak akan bisa panjang, paling lama hanya bisa hidap dua puluh tahun ...."   "Dalam jangka dua puluh tahun mengandal kecepatan terbangnya, dia sudah bisa menjelajahi sungai gunung dan kemana saja segala peloksok dunia ini, jiwa cari penghuni dunia ini bisa separuh terbunuh olehnya."   Kang Pan tertawa kecut, ujarnya.   "Habis, apa daya kita, maka aku sendiri jadi begitu gugup!"   Tak tertahan Koan San gwat mencaci maki sambil penasaran.   "Coa sin memang pantas mampus, kenapa dia memelihara bibit bencana ini!"   "Selanjutnya Coa sin amat hati hati terhadapnya, malah sejak lama ia sudah memberitahu seluk beluknya kepada aku, tujuan semula hanya untuk membunuh kau, siapa akan menduga kau sendirilah yang menimbulkan malapetaka ini!"   Tangan Koan San gwat terkepal dan digosok gosokkan, menandakan hatinya gelisah dan gegetun lagi, sesaat lamanya baru ia bersuara pula.   "Apakah Coa sin ada bilang mahluk itu benar tiada cara untuk menundukkan nya lagi? "   Kang Pan mengiakan.   "Aku tidak perduli, apapun yang terjadi akan kusuruh dia mencari untuk menghadapi nya...."   Sembari bicara ia menyingkap kerai terus mencobos masuk kedalam kamar sebelah dalam, didalam kamar ini hanya terdapat sebuah ranjang batu, diatasnya hanya digelar selembar kulit ular yang besar.   Ling koh sigadis mungil itu di belejeri telanjang bulat, sedang terlentang di atas kulit ular itu, air matanya berlinang linang mengawasi dirinya.   Melihat keadaannya ini seketika berdiri rambut Koan San gwat saking murka.   Gadis cilik ini baru berusia empat belasan, badannya yang kecil dan halus itu sedang mulai tumbuh akil balik, namun belum lagi kembang mekar sudah menjadi korban kekerasan semacam nafsu binatang jalang.   Bergegas Koan San gwat memburu maju serta memelukanya kedalam haribaannya, serunya tertahan dan haru.   "Ling koh! Kau."   Mata Ling koh berkedip kedip meneteskan air mata, lalu berkata dengan suara yang lemah.   "Koan kongcu, Hiat toku tertutuk, tolong kau bebaskan aku dulu!"   Cepat Koan San gwat mengurut diberbagai jalan darah diatas badannya, namun ia tidak menemukan Hiat to yang mana yang tertutuk. Kang Pan menghela napas pedih, katanya.   "Yu cwan hiat yang tertutuk!" "Hah!"   Teriak Koan San gwat tersentak.   "Itu Hiat to mematikan !"   "Tutukan jari Coa sin merupakan ilmu tunggal yang istimewa, jauh berlainan dengan ilmu tutuk umumnya."   Sembari bicara ia berjalan mendekat, lalu dibawah buah dada Ling koh, masing masing dia mengurut dan menepuk satu kali, seketika Ling koh mengerut alis memejamkan mata, namun kejap lain ia sudah bisa bergerak pula, tindakkan pertama yang dilakukan adalah cepat cepat meraih pakaian disampingnya terus bergegas memakainya.   Koan San gwat menahan gejolak amarah nya, katanya sambil menahan air mata.   "Ling koh!"   Kaulah yang menderita."   Ling koh menggeleng kepala, katanya sambil tertawa getir.   "Masih untung, betapapun Coa sin masih punya rasa perikemanusiaan."   "Sebetulnya dia hendak memperkosa aku tapi menjelang saat saat yang menentukan, mungkin dia teringat kebaikan kebaikkanku terhadapnya, ternyata ia mengendalikan diri."   "Sungguh aku ikut gembira bagi kau!"   Terpejam kedua mata Ling koh sikapnya harus dikasihani dan aleman, katanya lirih "Kau senang...."   "Sudah tentu, kubawa kau keluar dari tempat Liu siancu, akhirnya terpaksa meninggalkan kau pula disini, kalau kau sampai menderita, sungguh aku tidak tahu "   Ling koh membuka matanya yang berlinang air mata, ujarnya.   "Tidak perlu kau menyesal dan kuatir lagi keselamatanku, menetap disini adalah demi keperluanku sendiri seumpama aku memang menghadapi sesuatu yang menyakitkan hati, akunun tidak akan menyalahkan kau!"   "Tidak!"   Cepat Koan San gwat berkata "Aku tidak akan membiarkan kau menderita dan disakiti tadi." "Tadi demi menyelamatkan kesucianku kau sampai mengadu jiwa, aku pun amat terima kasih kepada kau.   Akan tetapi bila kelak kebentur kejadian macam itu, sekali kali kau harus menjaga dirimu sendiri, karena ada seorang yang perlu kau pertaruhkan demi cintanya yang suci, seperti Thio Ceng ceng, karena kau dia ketimpah bencana dan sengsara.   Kini terjatuh ketangan Liu siancu dan perlu segera kau tolong, seperti nona Kang, dia sudah termasuk ...."   "Dari mana kau bisa tahu? "   Tukas Koan San gwat tertegun.   "Segala sesuatu yang menyangkut dirimu, serta orang orang yang sangkut pautnya dengan kau, semua pasti kuketahui. Koan kongcu demi aku kau mengadu jiwa sungguh tidak setimpal, aku tidak lebih hanyalah gadis cilik yang."   "Ling koh! Kau jangan banyak omong lagi, didalam benakku kau sama saja seperti manusia umumnya, siapa bilang tak setimpal? "   Menyala pandangan mata Ling koh seru nya.   "Apa benar? "   "Sudah tentu benar !"   Sahut Koan San gwat lantang.   "Jangan kata kau, meski seorang perempuan asing yang tidak kukenal, di dalam keadaan seperti kau tadi, akupun akan berlaku nekad demi keselamatan jiwanya!"   Pudar lagi sorot mata Ling koh, tidak tertahan ia menunduk. Koan San gwat menukas berkata.   "Aku bertindak hanya berpegang dengan landasan kebenaran, patut tidak aku melakukannya, selama tidak terpikir olehku soal setimpal segala."   Satelah merandek akhirnya Ling koh berkata dengan sedu "Bagaimana pun juga, aku amat bertertma kasih terhadap kau!"   Koan San gwat tertawa lebar ambil menepuk kepalanya tanyanya.   "Dimanakah Coa sin ?"   Ling koh menuding pintu yang menembus kerumah sebelah dalam, sahutnya.   "Tinggal pergi lewat sana, mungkin menyusul pergi kesarangan ular!"   "Benar, kau memenggal leher mahluk aneh itu, tentu dia langsung terbang kesarang ular itu berpesta pora, disanalah tempat Coa sin memelihara ular ular kesayangannya."   Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ada berapa banyak ular disarang itu?"   Tanya Koan San gwat.   "Tidak bisa dihitung jumlahnya, lekaslah kita menyusul kesana !"   "Jadi cukup ditempat itu saja ia sudah mendapakan mangsa dan bahan makanan untuk menjadikan puncak kesaktiannya bukan?"   "Bukan saja cukup, malah tiga empat kali lipat lebih banyak."   Koan San Gwat berpikir lalu berkata.   "Bila mahluk itu seperti yang kau katakan tiada tandingan diseluruh jagat, untuk apa pula Coa sin mengejarnya kesana? Apakah dia tak takut kena disembur oleh hawa beracunnya?"   Kang Pan juga menjadi bingung, katanya kemudian "Hal itu akupun kurang jelas, mungkin Coa sin punya cara lain untuk menundukan dia, tapi dulu hanya begitu saja dia menjelaskan kapada aku Koan toako, kita..."    Golok Sakti Karya Chin Yung Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Sakit Hati Seorang Wanita Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini