Bukit Pemakan Manusia 11
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 11
Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung "Nona, sepantasnya aku yang muda tak boleh banyak bertanya, tapi oleh karena..." Tampaknya nona Kim sudah mengetahui apa yang ingin ditanyakan Sun Tiong lo, dengan cepat dia menyela. "Chin congkoan telah melanggar peraturan bukit kami, sedangkan Kim Poocu tak becus melaksanakan tugas berat ini, maka dengan perasaan apa boleh buat terpaksa aku harus mengundang kedatangan dua orang dari ruang Cap pwe sin tiam (istana delapan belas siksaan) untuk menggantikan kedudukan mereka itu." "Apa sih yang dinamakan ruangan delapan belas siksaan tersebut?" Tanya Sun Tiong lo sambil tertawa. Dengan pandangan dingin nona Kim mengerling sekejap ke arahnya, kemudian mendengus. "Hmmm, masa kau belum pernah berkunjung ke situ?" Sun Tiong lo segera menundukkan kepalanya rendah-rendah. "Nona, mengapa sih kau menyusahkan aku." Bisiknya. Nona Kim melirik sekejap wajah si anak muda itu, kemudian menukas. "Baiklah, tak usah kita perbincangkan perbincangkan persoalan ini." Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Semalam, sakitmu terlalu mendadak dan terlalu kebetulan sehingga sia-sia belaka aku tunggu kau semalaman suntuk, banyak persoalan juga gagal aku bicarakan denganmu, bila kau tidak ada urusan kini, bagaimana kalau..." Dengan sekulum senyuman penuh arti Sun-Tiong lo melirik sekejap ke arah nona Kim lalu berkata. "Besok adalah saatnya saudaraku untuk melarikan diri, dapatkan nona memaafkan aku , yang paling cocok .. ?" Tukas nona Kim dengan suara dalam. "Bagaimana kalau pada kentongan pe'ika'ma" I-ari ke lima nanti?" "Oooh ...bukankah itu berarti lusa malam?" "Tentunya nona tidak akan merasa terlalu lama bukan?" Nona Kim tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya malah balik bertanya. "Kau tak akan menundanya lagi bukan?" Sun Tiong lo segera tertawa. "Pertemuan ini merupakan suatu janji, aku yang muda tak berani mengingkarinya!" "Kalau begitu, kita tetapkan demikian saja" Ucap nona Kim kemudian sambil mengerling sekejap kearahnya, setelah berhenti sebentar, kembali dia menambahkan... "Masih perlukah untuk berjalan jalan di sekeliling bukit pada hari ini...?" "Kakakku belum begitu hapal dengan wilayah di sekitar tempat ini ..." "Menurut pendapatku, hari besok adalah hari terakhir bagi saudaramu itu" Kata nona Kim dengan mimik wajah yang amat serius. "aku-perdaya banyak persoalan yang perlu kalian berdua perbincangkan apalagi dibawah bimbinganmu, segala sesuatunya tampak sudah tersusun dengan rapi. ." "Maksud nona, perjalanan keliling bukit pada hari ini lebih baik dibatalkan saja? " Sela Sun Tiong lo. Nona Kim segera tertawa. "Bagaimana menurut anggapanmu?" Ia balik bertanya. Sun Tiong Io turut tertawa. "Kalau toh nona beranggapan perjalanan keliling ini tak ada faedahnya, batalpun juga tak mengapa." "Baiklah" Kata nona Kim kemudian setelah menatap sekejap wajah si anak muda itu. "kita putuskan demikian, nah, aku mohon diri terlebih dulu." Maka Sun Tiong lo dan Bau ji segera mengantar nona itu sampai didepan loteng. - ooo0dw0ooo- "Siapa itu?" Sesosok bayangan manusia melayang turun di depan gua di belakang bukit sana dengan suatu gerakan yang sangat enteng, baru mencapai tanah, ia telah merasakan sesuatu sehingga segera menegur. Namun suasana di sekeliling tempat itu sepi tak kedengaran sedikit suara pun, tiada jawaban, tiada bayangan manusia. Bayangan manusia itu berdiri tak bergerak, di bawah pancaran sinarnya rembulan, tampak kalau orang ini adalah Sik Phu. Mengapa secara tiba tiba Sik Phu meninggalkan istana Pat tek sinkiong dan mendatangi depan ketiga buah gua di belakang bukit ini? Tidak salah lagi jika dia sedang memenuhi janjinya dengan sang tetamu semalam, untuk bersua di tempat ini. Ketika ia baru tiba di tempat, terasa olehnya seakan akan disana ada seseorang, namun tegurannya tidak diperoleh jawaban apa apa. Setelah termenung, sebentar, akhirnya dengan langkah lebar dia berjalan menuju kedepan gua. Untuk kedua kalinya ia berhenti setibanya di depan gua, diam diam dia berpikir... Semalam sang tetamu itu mengajakku bertemu di gua bagian tengah pada kentongan yang pertama hari ini kini, tiba saatnya, mengapa belum juga nampak sesosok manusiapun?" Berpikir demikian, ia menjadi teringat kembali akan perasaannya yang mengatakan disekitar sana ada oran,g, dia menggelengkan kepalanya berulang kali dan mengambil keputusan, setelah menengok sekejap ke kiri dan kanan, ia lantas menyelinap masuk ke dalam gua bagian tengah. Sik Phu cukup hapal dengan keadaan dari ke tiga gua tersebut. Gua yang ada di sebelah kiri dan kanan masing-masing mencapai kedalaman dua kaki lebih, sedangkan gua yang ada di bagian tengah mencapai tiga kaki lebih, tetapi semuanya merupakan gua buntu, dan mungkin beribu tahun berselang, gua itu digunakan orang untuk bertapa. Tapi semenjak nama Bukit Pemakan Manusia dipakai, perkampungan keluarga Beng yaitu Beng keh-san ceng tertimpa musibah, Sancu yang menguasai tanah perbukitan itu menganggap ke tiga buah gua tersebut sama sekali tak ada gunanya, maka tempat itu terolisir dan tak pernah di-singgahi orang, tidak heran jikalau debu dan sarang laba laba bertumpuk di situ, keadaan gua tidak bersih. Ditambah lagi gua itu letaknya di belakang bukit, yang hampir sepanjang tahun tidak memperoleh sinar matahari, tidak heran kalau gua itu sangat lembab, bila ada yang masuk ke dalam gua, maka pertama-tama: dia tak tahan akan baunya yang busuk. Setelah menyelinap masuk kedalam gua bagian tengah itu, Sik Phu menyembunyikan diri ke dalam gua lebih kurang lima depa dari mulut depan, suasana dalam gua lebih gelap daripada keadaan diluar, maka seandainya ada yang datang ke depan gua itu, sulit bagi orang itu untuk segera melihat kalau di dalam gua ada penghuninya. Seperminum teh lamanya dia menanti didalam gua itu, namun sang tetamu yang mengadakan janji dengannya semalam belum juga menampakan diri, hal ini membuat hatinya gelisah. Akhirnya ia mengambil keputusan, bila seperminum teh lagi orang itu belum juga menampak diri, terpaksa dia harus kembali, aah, tidak? Dia akan mengunjunginya ke loteng impian. Seperminum teh terasa melebihi setahun, akhirnya Sik Phu tak tahan lagi, baru saja dia akan melangkah keluar dari gua itu, mendadak terdengar serentetan suara yang lembut dan halus tapi jelas bergema disisi telinganya. "Pertemuan toh dijanjikan pada kentongan pertama sampai kentongan kedua ? Kini kau telah sampai disini, apa salahnya kalau menunggu sebentar lagi, sekalian menyaksikan keramaian yang bakal berlangsung disini, siapa tahu ada manfaat yang dapat kau raih dari kejadian ini." Sik Phu hanya mendengar suara orang tapi tak melihat wajahnya, hal mana membuat perasaannya menjadi tidak tenteram. Tak salah lagi, orang yang mengirim bisikan tersebut tak lain adalah sang tetamu semaIam, orang itu bilang bakal ada keramaian yang bisa ditonton, keramaian apakah yang di maksudkan? Jangan- jangan.... Belum habis ingatan tersebut melintas lewat tiba tiba dari luar gua telah muncul bayangan manusia. Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu sangat lihay, gerakan tubuhnya enteng seperti terbang, dalam waktu singkat ia telah tiba di depan gua. Menanti Sik Phu dapat melihat jelas paras muka orang itu, diam- diam ia baru merasa terperanjat. Orang yang berada diluar gua itu mengenakan pakaian berjalan malam berwarna hitam gelap, sebilah pedang tersoren dipunggungnya, sedangkan dibawah ketiak kirinya mengempit tubuh seseorang. Tiba didepan gua, ia nenengok sekejap sekeliling tempat itu. kemudian dengan langkah lebar berjalan masuk ke dalam gua. Sik Phu sangat terperanjat, untuk keluar dari gua keadaan sudah terlambat terpaksa dia melayang mundur lagi ke belakang dan mencapai dasar gua tersebut, kemudian mendekam dibalik kegelapan dan tak berani berkutik lagi. Baru saja ia selesai menyembunyikan diri, orang yang mengempit seseorang tersebut telah masuk ke dalam gua, untung saja ia lantas berhenti kurang lebih lima enam depa dari mulut gua tersebut. Menyusul kemudian, orang itu segara menotok jalan darah orang yang dikempitnya itu. Orang didalam kempitannya itu mendengus pelan, kemudian tersadar kembali dari pingsannya. Begitu sadar, ia lantas menjerit kaget sembari berseru. "Su nio, ini... ini..." Sejak tadi, Sik Phu sudah melihat jelas kalau orang ini adalah Su nio, namun ia tak tahu siapakah orang itu dalam kempitan Su nio tersebut, setelah mendengar suaranya, ia baru sadar siapa gerangan orang tersebut, saking kagetnya nyaris nyalinya melompat keluar lewat tenggorokan. Ternyata orang itu adalah Khong It hong, iblis keji yang telah dituduh sebagai penghianat oleh lencana emas Kim leng. Sudah banyak tahun Sik Phu berada dalam istana Pat tek sin kiong bukit pemakan manusia ini, dia cukup mengetahui watak serta kepandaian silat yang dimiliki Khong It hong kontan saja hatinya menjadi sangat tak tenang. Kejadian pada malam ini, benar-benar kebetulan sekali, selain ia jumpa suatu peristiwa yang tak ingin diketahui orang dari kedua manusia lihay ini, merekapun sama sama berada didalam sebuah gua buntu, cepat atau lambat jejaknya pasti akan ketahuan, saat itu.. Dalam keadaan gugup bercampur gelisah, Sik Phu segera memperoleh sebuah akal yang sesungguhnya amat terpaksa. Sementara itu, Su nio telah berkata. "Kau tak usah banyak bertanya lagi, sekarang juga kita akan pergi dari sini !" "Pergi?" Khong- It hong tertegun. "kau hendak mengajakku pergi kemana ...?" "Tolol !" Seru Su nio sambil tertawa. "pergi ke mana ? Tentu saja pergi meninggalkan Bukit Pemakan Manusia...!" Dengan cepat Khong It hong menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya. "Su nio, bagaimana sih kau ini? Sekarang, kita mana boleh pergi? jangan kau gubris tingkah laku budak Kim yang memojokkan aku terus menerus dengan lencana Kim leng nya itu, percuma saja usahanya itu, asal si tua bangka tersebut telah kembali..." Sambil mendengus dingin Su nio menukas. "Kau lagi bermimpi disiang hari bolong rupanya, kenapa tidak kau coba untuk menghimpun dulu tenaga dalammu?" Mendengar ucapan itu, Khong It hong baru terkejut, cepat-cepat ia duduk bersila untuk mengatur napas. Siapa tahu, begitu dicoba, paras mukanya, segera berubah hebat, belum lagi dia bersuara, Su nio telah berkata lebih lanjut. "Dengarkan baik baik, kau terlampau memandang enteng budak Kim, kau tahu, mengapa dia mencari gara-gara denganmu? Mengapa dia menggunakan kekuasaan Kim leng untuk menjebloskan kau kedalam istana delapan belas-siksaan? Kau anggap kesemuanya ini sungguh sungguh hanya suatu tindakan sentimen saja?" "Memangnya ia mempunyai maksud lain?" Khong It hong membelalakkan matanya lebar-lebar. Su nio segera mendengus dingin. "Hm, terus terang saja kukatakan kepadamu dari tempat tinggalmu Ku kui wan kitab pusaka serta lencana Bong hu kiu ciat tersebut, bukti penghianatanmu telah berhasil ditangkap basah semua olehnya!" Khong It hong menjerit kaget, segera teriaknya. "Kemudian, mengapa aku dibawa kembali ke dalam istana Pat tek sin kiong..." "Sebab Pat lo hendak memeriksamu serta mengorek keterangan dari mulutmu tentang latar belakang penghianatan tersebut!" "Tapi kepandaian silatku ini..." "Budak Kim yang telah memunahkannya sendiri." Sambil menggertak gigi menahan rasa geram dan bencinya, Khong It hong berseru. "Bagus sekali... Sunio, tadi bukankah aku sedang berada di istana See sian dan bercakap cakap dengan delapan orang tua bangka itu? Mengapa dalam waktu singkat telah berada di sini.." Sunio mendengus dingin, lalu menukas. "Pat lo mendapat perintah untuk mengorek-keterangan dari mulutmu, mereka hendak mencari tahu siapa saja yang turut berkomplot dalam penghianatan ini dan siapa otaknya, tapi mereka juga tahu, walaupun disiksa dengan alat apapun mustahil kau bersedia menjawab maka..." Khong It hong memang termasuk seorang tokoh dalam bukit tersebut, tentu saja ia cukup memahami seluk beluk ditempat itu, maka setelah mendengar perkataan tersebut, ia lantas menduga akan suatu ketnungkinan, buru buru sambungnya. "Apakah mereka telah mencampuri sayur dan arak itu dengan Wang yu cau (rumput pelupa kemurungan)?" Pelan-pelan Su nio mengangguk. "Ehmmm, ternyata kau masih cukup pintar" Katanya. "Betul, mereka memang telah pergunakan rumput pelupa kemurungan !" Paras muka Khong It bong berubah sangat hebat, sumpahnya kemudian. "Perempuan keparat, anjing laknat, kau benar benar keji, semoga kau mampus disambar geledek !" Su nio mengerling sekejap kearahnya, lalu berkata. Sebenarnya aku tak tahu akan persoalan ini ."Su kim"" Si budak itulah yang secara diam-diam memberitahukan kepadaku, dalam cemasku, segera kubakar loteng Siau thian lo untuk memancing harimau turun gunung..." Belum habis dia berkata, dengan penuh rasa berterima kasih Khong lt hong telah memegang bahu Su nio seraya berkata. "Su nio, aku tak tahu mesti mengucapkan perkataan apa untuk menyatakan rasa terima kasihku kepadamu!" Su nio tertawa. "Masih diperlukankah perkataan seperti itu bagi kita berdua?" Khong lt hong tertawa getir. "Su nio ... Su nio, aku . .. aku ..." "Sekarang, ke delapan orang tua bangka itu pasti sudah menyadari bahwa mereka terkena siasat memancing harimau turun gunung." Tukas Su-nio "dan sekarang merekapun mengetahui kalau engkau telah kabur, penggeledahan pasti dilakukan secara besarbesaran, hayo kabur dulu paling penting" Khong lt hong mengalihkan sorot matanya memandang sekejap keluar gua, lalu berkata. "Su nio, coba lihat, lampu emas dalam istana telah dipasang, segenap anggota bukit telah bergerak mencari jejak kita, tempat ini merupakan sebuah jalan buntu, mana mungkin kita bisa kabur lewat tempat ini ?" Sunio sedikitpun tidak menjadi gugup, sahut nya. "Siapa yang mengatakan kalau jalan ini adalah sebuah jalan yang buntu." Khong lthong menjadi tertegun. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bukankah tempat ini merupakan gua Sam seng tong gua yang terletak di belakang bukit?" Serunya. Su nio manggut-manggut. "Betul, tempat ini adalah gua Sam seng tong!" "Dari ketiga buah gua tersebut, hanya satu diantaranya merupakan pintu masuk menuju keruang gua, bukankah tempat ini merupakan sebuah jalan buntu ?" "Kalau tempat ini merupakan sebuah jalan buntu, mengapa aku bisa membawamu kemari ?" Mendengar perkataan itu, Khong It-hong baru menjadi mengerti, dengan girang segera serunya. "Su nio, apakah didalam gua ini terdapat sebuah jalan rahasia ?" Su nio segera tertawa terbahak-bahak. "Haaah... haaa... haaahh... walaupun kepandaian silatmu sudah punah, tampaknya kecerdasan otakmu masih tetap utuh, siapa bilang bukan...?" Tapi dengan cepat Khong It-hong mengerutkan dahinya kencang-kencang, lalu berkata. "Kalau toh ditempat ini terdapat sebuah jalan rahasia yang lain, kenapa aku bisa tidak tahu ?" Su-nio mengerling sekejap kearah Khong It hong, lalu mendengus, ujarnya. "Bocah bodoh, kau anggap si setan tua itu benar-benar menganggap dirimu sebagai orang kepercayaannya ? Hmmm...!" Merah padam selembar wajah Khong It-hong karena jengah, setelah tertegun sesaat, sahutnya. "Yaa, aku memang bukan !" Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan dengan nada yang penuh kegusaran. "Aku benar-benar amat mendendam !" "Mendendam ? Apa yang kau dendamkan ?" Su nio pura-pura bertanya seperti tidak mengerti. "Aku benci kepada orang yang secara diam-diam mengobrak abrik rencana besarku itu, coba kalau bukan dia, delapan sampai sepuluh hari lagi, Bukit Pemakan Manusia ini sudah menjadi harta kekayaan keluarga Khong It hong, tapi sekarang.." Diam-diam Su-nio terperanjat juga setelah mendengar perkataan itu, serunya kembali. "Oooh... rupanya kau telah menetapkan hari untuk melakukan pemberontakan ?" Dengan pandangan tersipu-sipu Khong It hong memandang sekejap kearah Su-nio kemudian sahutnya. "Jangan salahkan diriku mengapa tidak memberitahukan soal ini kepadamu sebab aku kuatir kalau sampai terjadi suatu perubahan mendadak yang sama sekali tak terduga..." Su nio tertawa hambar. "Untung saja kau tidak memberitahukan persoalan ini kepadaku!" Katanya kemudian. "Oooh... Su nio, kau marah kepadaku?" Sekali lagi Su nio tertawa. "Coba lihat, entah kau bawa sampai kemana jalan pemikiranmu itu...?" Rupanya Khong It hong masih juga belum mengerti, kembali dia bertanya. "Lantas apa maksudmu mengucapkan kata-kata tersebut?" Su-nio tertawa terbahak bahak. "Haaahh . haaahhh ... haaahhh . .. bila kau memberitahukan hal itu kepadaku, dan saat serta duduknya persoalan kau terangkan kepadaku, bila sampai terjadi kebocoran rahasia seperti sekarang ini hingga menyebabkan rencanamu gagal total, siapa tahu kalau kau lantas menuduh akulah yang telah membocorkan rahasia ini!" Dengan cepat Khong It hong menggelengkan kepalanya berulang kali, sambil membelai tengkuk Su nio yang halus, dia berkata. "Kau semakin berkata demikian, hatiku merasa semakin tidak tenteram, Su nio, aku tahu kau sangat baik kepadaku, kalau cuma masalah itu mah dikemudian hari masih banyak kesempatan untuk mengejarnya kembali, aku Khong It-hong pasti akan membalas !" "Apa sih kau aku, kamu aku melulu? Memangnya kita berdua masih akan berpisah lagi ?" Bisik Su-nio sambil mengerling sekejap kearah nya dengan genit. Khong It-hong memeluk tubuh Su-nio kencang-kencang, sampai lama sekali ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Sementara itu, Sik Phu yang berada didalam gua telah dibuat gugup setengah mati. Su nio telah menerangkan dengan jelas kalau didalam gua tersebut terdapat sebuah jalan rahasia, dan sekarangpun dia bisa menyembunyikan badan dengan meminjam kegelapan malam, namun sebentar lagi pasti tak bisa menyembunyikan diri lebih jauh. Kini Sunio maupun Khong It hong berada didepan gua semua, mustahil dia dapat meninggalkan tempat itu secara diam diam, dalam keadaan demikian, dia hanya bisa merasa amat gelisah, tanpa terasa hatinya menjadi gemas sekali terhadap sang tetamu yang mengundang kedatangannya kutempat itu semalam. Dalam pada itu, Khong It-hong dan Su nio telah saling mengendorkan pelukannya masing masing, dan kedua orang itupun mulai berpisah satu dengan lainnya. Tiba-tiba Khong It hong berseru. "Aneh, peristiwa ini benar-benar aneh !" Tentu saja Su nio dapat menebak persoalan apakah itu, tapi ia berpura-pura bertanya juga. "Apa yang kau herankan ?" "Semua perbuatan dan rencanaku ini kulakukan dengan amat rahasia sekali, darimana budak Kim bisa mengetahui akan semua rahasia besarku itu ?" Sejak semula Sunio telah mempersiapkan jawabannya, sambil tertawa dia lantas menyahut. "Kalau dibilang kau pintar, ternyata ada kala nya kau menjadi bodohnya setengah mati!" Khong It hong menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku tidak puas bila kau berkata begitu." Sekali lagi Su nio tertawa, katanya. "Aku ingin bertanya kepadamu, ketika kau pulang kebukit kali ini, bagaimanakah sikap budak Kim terhadap dirimu ?" Tanpa berpikir Khong It hong segera menyahut. "Sikapnya sama sekali berbeda dengan sikapnya dihari-hari biasanya, bila dibayangkan memang aneh sekali" Su nio segera tertawa cekikikan. "Apanya yang aneh? Aku juga seorang perempuan, aku cukup mengetahui perasaan seorang wanita, aku masih ingat sekali pada suatu malam lima tahun berselang, begitu aku bersua denganmu, bukankah..." - ooo0dw0ooo- Jilid 13 "OOOOH.... APAKAH Budak Kim berbuat demikian lantaran manusia yang bernama Sun Tiong lo itu ?" Su-nio segera menowel sebentar jidat Khong It-hong, lalu sahutnya. "Buat apa mesti dipikirkan lagi, orang bodoh ?" Dengan kening berkerut Khong It-hong segera berseru dengan suara yang mendendam. "Hmmm, suatu hari, cepat atau lambat kalian berdua pasti akan terjatuh ke tanganku !" "Tunggu sebertar" Tukas Su nio dengan wajah serius. "kita harus bicarakan persoalan ini baik-baik." "Apakah kau tidak perbolehkan aku bersumpah untuk membalas dendam sakit hati ini ?" Tukas Khong It hong lagi. Su nio segera mendengus dingin. "Hmmm ...dendam sakit hati apa sih yang hendak kau balas ?" Tegurnya cepat. "Tentu saja ada dendam yang harus dibalas budak Kim ... " Belum lagi ucapan tersebut selesai diucapkan, kembali Sa nio telah menukas: Memang, percintaan antara lelaki dan perempuan tak mungkin bisa dipaksakan, Budak Kim tidak bersalah dia tidak mencintaimu tentu saja kau mencintainya juga bukan suatu dosa atau kesalahan, cuma saja ..." "Cuma saja kenapa ?" Tanya Khong It hong dengan perasaan mendendam. Dengan nada berat Su nio berkata. "Cuma, benarkah kau sungguh sungguh mencintainya ?" Khong It hong menundukkan kepalanya rendah-rendah. "Persoalannya sekarang bukan masalah aku sungguh-sungguh mencintainya atau tidak ..." "Dalam pandanganmu, mungkin hal ini betul, tapi bagi seorang nona yang berkedudukan tinggi, cinta atau tidak merupakan suatu masalah yang paling besar" Seru Su nio dengan gusar. "kau bukan seorang yang serius dalam bercinta, selanjutnya lebih baik jangan kau bicara tentang persoalan ini !" Menyaksikan suasana sangat tidak menguntungkan, cepat-cepat Khong lthong mengalihkan pokok pembicaraannya kesoal lain, dia berkata. "Baik, tidak dibicarakan yaa tidak dibicarakan, apalagi diperbincangkan pada saat ini pun hanya akan mendatangkan kemurungan belaka, cuma aku masih saja tidak habis mengerti sekalipun budak Kim berubah hati terhadap diriku, mustahil dia dapat mengetahui rahasiaku itu!" Paras muka Su nio turut berubah, katanya kemudian sambil tertawa lebar. "Kau memang bodoh, dengan mengandalkan kemampuan budak Kim, tentu saja mustahil bagi nya dapat menemukan rahasiamu itu!" "Kalau begitu, urusannya menjadi semakin mengherankan kecuali dia seorang ... " "Menurut dugaanku, penyakit ini pasti timbul dari usahamu mencuri lencana Bong hu kiu ciat tersebut !" "Aaah... hal ini mana mungkin bisa terjadi ?" Khong It hong masih tetap tidak habis mengerti. "lencana ini sudah kucuri pada beberapa bulan berselang..." Dengan suara dingin Sunio segera berseru. "Sebelum turun gunung tempo hari, tua bangka itu telah berkunjung ke loteng Hian ki lo terseout..." "Haaah ? jangan-jangan setan tua itu yang menemukan rahasia ini.... ?" Seru Khong It hong sambil menjerit kaget. Kembali Su nio mendengus dingin. "Hmm, betul atau bukan, aku tak berani mengatakannya dengan pasti, tapi yang pasti sepeninggal setan tua itu dari loteng Hian ki- loo, paras mukanya kelihatan menakutkan sekali, dengan gusar dia pergi mencari budak Kim, kemudian ketika budak Kim menghantar setan tua itu meninggalkan bukit, sebelum berangkat setan tua itu mengucapkan pula sesuatu kepada dirinya. Kuserahkan persoalan itu kepadamu, tapi harus berhati-hati, jangan sampai menggebuk rumput mengejutkan ular..." Belum habis ucapan tersebut diutarakan, Khong It hong telah menyambung lebih lanjut. "Kalau begitu, tak bakal salah lagi, sudah pasti si setan tua itulah yang telah menemukan kejadian tersebut!" Su nio mengerling sekejap kearahnya, lalu berkata. "Untung saja semua persoalan telah beres, asal..." "Sudah lewat?" Khong It hong menyeringai seram. "aku rasa belum tentu demikian !" "Sekarang, kepandaian ilmu silatmu telah punah, bila kita berhasil melarikan diri dari bukit ini, dengan mutiara dan intan permata yang kumiliki, kita dapat mencari suatu tempat yang indah pemandangan alamnya dan melewatkan sisa hidup kita disana." "Su-nio, apakah kau mempunyai rencana untuk berbuat begitu?" Ucap Khong It hong sambil mengerling sekejap kearah Su nio. "Demi kau, aku rela meninggalkan tempat ini dan meninggalkan segala-galanya, masa aku masih mempunyai pikiran bercabang ?" Khong It hon tertawa getir, katanya. "Su nio, kau telah salah paham, aku bukan maksudkan kau masih mempunyai maksud serta tujuan lain". "Lantas kau masih mempunyai urusan apa lagi?" Dengan keheranan Su nio bertanya: Khong Ithong menggelengkan kepalanya berulang kali. "Terus terang kukatakan Su nio, setelah kepandaian silatku punah sekarang, sesungguhnya merupakan suatu hal yang diluar dugaan bagiku karena Su nio masih bersedia menemani aku dan mencari suatu tempat yang berpemandangan indah untuk hidup tenteram sampai tua, sudah barang temu akupun tidak mengharapkan yang lain...." "Apakah masih ada masalah lainnya?" Su nio kembali mengerdipkan matanya berulang kali. Sekali lagi Khong It hong tertawa getir. "Su nio, kau lupa masih ada sekelompok manusia lain..." "Sekelompok manusia lain? siapakah dia?" Tanya Sunio dengan kening berkerut. Khong It hong menghela napas panjang. "Aaai, maksudku orang orang yang telah berunding denganku untuk bersama sama menyerang bukit ini ?" "Kenapa dengan mereka?" Khong It hong menggelengkan kepalanya berulang kali. "Mereka tak akan melepaskan aku dengan begitu saja, seandainya kepandaian silat yang aku miliki masih utuh, mungkin saja mereka masih agak takut kepadaku, tapi kini, kepandaianku telah punah, aku kuatir..." Sunio segera tertawa, tukasnya. "Aku mengira ada persoalan apa, rupanya cuma masalah ini saja, kau tidak usah kuatir, tempat yang akan kita tuju amat rahasia sekali letaknya, bahwa si setan tua pun tak akan berhasil untuk menemukannya, apa lagi hanya teman teman bangsa serigala dan sobat anjing mu itu!" "Khong It-hong mengerutkan keningnya itu kencang kencang. "Aku kuatir baru saja kita keluar gunung, jejak kita sudah ketahuan dan tertangkap oleh mereka?" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Su nio segera mendengus dingin. "Hmm, kecuali mereka sedang mimpi di siang hari bolong!" "Su nio, kau tidak tahu, cara kerja mereka." Untuk kesekian kalinya Su nio mendengus dingin, tukasnya. "Cukup, cukup, kujamin siapapun tidak akan berhasil menyusul kita, nah waktu sudah siang, kita harus cepat cepat pergi meninggalkan tempat ini...." Dengan perasaan apa boleh buat Khong Ithong mengangguk. "Baik, aku hanya berharap semoga kita bisa meninggal tempat ini dengan selamat!" Su nio tidak mnmperdulikan dirinya lagi, dia membalikkan badan dan berjalan menuju ke dalam gua. Sik Phu yang bersembunyi di dalam gua merasakan jantungnya bagaikan mau melompat keluar lewat tenggorokannya saja, pelbagai ingatan segera berkecamuk dalam benaknya, dia berusaha keras untuk menemukan suatu cara yang terbaik untuk menanggulangi kejadian itu. -ooo0dw0ooDalam pada itu, ruang See sian di dalam istana Pat tet sinkiong telah berlangsung suatu kejadian aneh. Pat-tek-pat-Io bernama anak buahnya pada tergeletak semua dalam keadaan tak sadar. Delapan orang kakek itu ada lima orang di antaranya tertidur diatas meja, sedang tiga orang lainnya tergeletak ditanah. Sementara para anggota perguruan yang melayani mereka terkapar malang melintang di sana sini. Pada saat itulah, sesosok bayangan manusia melayang masuk kedalam ruangan See-sian tersebut. Orang itu berbaju merah dengan kain kerudung muka berwarna merah pula. Orang berkerudung merah itu agaknya seperti hapal sekali dengan keadaan didalam ruangan See sian tersebut, setelah mencapai permukaan tanah, sorot matanya segera memandang sekeliling ruangan itu, kemudian sambil tertawa geli melangkah keluar dari sana. Menyusul kemudian sambil menggelengkan kepalanya orang berbaju merah itu bergumam. "Sungguh tak kusangka kalau cara semacam inilah yang dia pergunakan..." Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Aku harus menyusul kesana untuk melihat keadaan yang sebenarnya telah terjadi !" Selesai bergumam, orang itu melejit ke udara dan meluncur pergi meninggalkan tempat itu. Belum lama orang berkerudung merah itu pergi, kembali ada dua sosok bayangan manusia melayang masuk kedalam ruangan itu. Peristiwa ini bukan suatu kebetulan melainkan seluruh istana Pattek- pat-lo, kecuali ruangan See sian tersebut, hampir semuanya berada dalam kegelapan yang mencekam. Dua orang yang barusan tiba itu adala Sun Tiong lo serta saudaranya Bau-ji. Begitu melayang turun keatas permukaan tanah, Bauji segera berkata. "Diakah orang berbaju merah itu ?" "Tak bakal salah." Jawab Sun Tiong lo sambil tertawa. "bukankah toako telah melihat jelas, dia telah menunggu di luar ruangan sampai sampai Kong It hong telah ditolong oleh nona tersebut, ia baru masuk kedalam ruangan?" Bau ji menggelengkan kepala berulangkali lalu bergumam. "Suatu kejadian yang benar-benar aneh, sebetulnya permainan setan apakah yang sedang mereka persiapkan?" Sun Tiong to segera tertawa. "Yang aneh tampaknya sebenarnya tak aneh siapa suka keanehan dia tentu akan mengalami kegagalan" Sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Toako, aku harus pergi jumpai Sik Phu!" "Ehm, tempat ini bukan tempat yaug aman bila toako merasa banyak persoalan yang tak kau pahami, mari ikut aku saja meninggalkan tempat ini" Bau ji manggut manggut. "Tampaknya sebelum jite menyaksikan kau pergi, hatimu tak akan merasa lega" Selesai berkata, menantikan Sun Tiong lo berkata lagi, dia lantas pergi meninggakan tempat itu. Sepeninggal Bau-ji, Sun Tiong lo siap siap akan meninggalkan pula tempat itu, mendadak ia seperti menangkap sesuatu, sambil memejamkan mata ia termenung dan berpikir sejenak kemudian dengan penuh keraguan dia menyelinap pula ke tempat kegelapan Baru saja ia berlalu, di tengah ruangan See sian telah bertambah lagi dengan seorang kakek yang tinggi kekar. Kakek itu mengenakan jubah panjang berwarna abu-abu, jenggotnya masih berwarna hitam, alisnya hitam lebat dengan mata besar, hidung mancung, bibir lebar, sepasang matanya memancarkan sinar tajam yang menggidikkan hati Ketika menyaksikan situasi dalam ruangan itu, kakek tersebut segera mendengus dingin. Setelah berpikir sejenak, dia membalikkan badan siap berlalu dari tempat itu. Mendadak disisi telinganya berkumandang teguran seseorang. "Apakah kau adalah Sancu dari bukit ini?" Ketika kakek itu mendengar suara tersehut berasal dari dalam ruangan, ia nampak agak terperanjat dengan cepat dia berpaling. Disisi jendela ruangan lebih beberapa kaki dihadapannya, tahu tahu telah muncul seorang manusia berbaju kuning yang berusia dua puluh tiga, empat tahunan, badannya kelihatan tegap gagah. Tapi sayang dia memiliki raut wajah yang cukup membuat orang menghela napas panjang, wajah itu pucat menakutkan seakan-akan baru saja sembuh dari suatu sakit yang parah. Akan tetapi bila dilihat dari panca indera nya serta bentuk mukanya, seharusnya dia terhitung seorang lelaki yang ganteng. Orang itu memakai baju berwarna kuning dan kakek itu cukup mengenalnya, oleh sebab itu dalam terkejutnya ia bertambah tercekat. Akhirnya keningnya dikerutkan kencang-kencang. "Harap kau menjawab pertanyaanku ini?" Kembali pemuda tersebut menegur dengan kening berkerut. Kakek itu tertawa. "Atas dasar apa kau memaksa lohu untuk menjawab pertanyaanmu itu?" Tegurnya, pemuda itu mendengus dingin. "Aku mengandalkan keadaan yang ada didepan matamu sekarang, cukup bukan?" Kakek itu terrawa dingin, setelah memandang sekejap sikap tidur dari ke delapan orang kakek itu, dia berkata. "Aku rasa masih agak selisih banyak !" "Oooh... rupanya kau bukan Sancu dari bukit ini !" Seru pemuda itu kemudian. Seraya berkata, orang muda itu segera membalikkan tubuh dan beranjak pergi menuju ke pintu belakang yang ada dalam ruangan itu. Mendadak kakek tersebut menyelinap ke depan dan tahu-tahu sudah berdiri dihadapan anak muda itu, serunya dingin. "Apakah kau ingin pergi dengan begitu saja?" Sikap pemuda itu amat tenang sekali, sahut nya. "Kalau aku memang akan pergi dengan begini saja, mau apa kau?" Tiba tiba tergerak hati kakek itu. "Perkataan belum lagi selesai diucapkan, kau sudah berniat akan pergi meninggalkan tempat ini, apakah tindakanmu ini tidak kurang hormat ..?" Anak muda itu tersenyum. "Kalau toh kau bukan Sancu dari bukit ini, apa pula yang mesti kuperbincangkan dengan mu?" "Andaikata lohu adalah Sancu dari bukit ini?" Si anak muda itu segera tertawa hambar. Kalau cuma berbicara saja tanpa bukti, apa pula artinya?" Kakek itu segera tertawa seram. "Wah... kalau memang begitu, sukar untuk dikatakan lagi, toh mustahil lohu harus menggotong bukit ini untuk membuktikan bahwa bukit ini milik lohu dan lohulah sancu tempat ini." "Hmm, jika kau sanggup menggotong bukit ini silahkan menggotongnya sendiri, itu mah bukan urusanku." Kata orang muda itu dingin. Kakek tersebut segera berkerut kening. "Apa yang kau inginkan baru percaya bila lohulah Sancu dari bukit ini ... ?" Serunya. "Gampang sekali, panggil orang kemari, asal ditemukan denganmu kan semuanya akan menjadi beres !" Kakek itu lantas mengangguk. "Bagus, memang suatu cara yang bagus sekali, masih ada yang lain ?" Pemuda itu segera menggeleng. "Selain itu, aku rasa tak mungkin ada cara yang lain !" Kakek itu memandang sekejap ke arah sang pemuda, lalu katanya lagi. "Ada, lohu tahu masih ada sebuah cara lagi yang lebih baik lagi!" Pemuda itu hanya melirik sekejap kearah kakek itu, kemudian mendengus dingin dan tidak berbicara lagi. Diam-diam terkesiap juga kakek itu, namun ia tetap berkata lebih lanjut. "Asal lohu berhasil membekuk batang lehermu, masa..." "Jangan omong besar dulu" Tukas pemuda itu. "sebeIum sesumbar, bekuklah aku lebih dulu, tentu saja bila kau mampu untuk melakukannya!" Sebenarnya kakek itu amat gusar, siapa tahu, sekarang dia malah tertawa terbahak-bahak. Selesai tertawa, kakek itu lantas bergumam Seoiang diri. "Benar-benar menarik sekali, tak nyana kalau pemuda pemuda yang jarang ditemui dalam dunia persilatan ternyata telah berkumpul semua diatas Bukit pemakan manusiaku yang kecil ini, rasanya tiada jalan lain bagiku kecuali mencoba sampai dimanakah kelihayanmu itu!" Seraya berkata, dengan langkah lebar dia lantas berjalan menghampiri sianak muda itu. Menghadapi ancaman yang mendekat sianak muda itu sama sekali tak berkutik, lengannya pun tidak di goyangkan malah menggubrispun tidak... Sebenarnya sejak semula kakek itu sudah tidak tenang, apalagi setelah menyaksikan sikap lawannya yang begitu tenang, hatinya makin kebat-kebit tak karuan, namun sulit baginya untuk menarik kembali tindakannya itu, terpaksa dia melanjutkan langkahnya maju ke depan. Sesungguhnya kedua belah pihak hanya berseIisih satu kaki saja, dengan melangkah tiga tindak ke depan, maka jarak merekapun tinggal empat depa saja. Namun sianak muda itu masih tetap tenang saja seakan-akan tidak melihat sesuatu apapun, ia tetap berdiri sekokoh bukit karang. Sebaliknya sikakek itu justru yang berhenti, hatinya kebat kebit tak karuan. Dalam waktu singkat, suasana disekeliling tempat itu menjadi hening, ketegangan serasa menyelimuti seluruh tempat tersebut. Kakek itu mendengus dingin, pelan-pelan telapak tangan kanannya diayunkan ke tengah udara. Siapa tahu si anak muda itu masih tetap berdiri tak berkutik ditempat semula, ia tidak menggubris datangnya ancaman tersebut, bahkan memandang musuhnya pun tidak. Akhirnya kakek itu tak kuasa untuk menahan diri lagi, segera bentaknya dengan suara dalam. "Bocah keparat, kau betul betul amat takabur, lohu tak percaya kalau kau sanggup menghindarkan diri dari ancamanku ini!" Seraya berkata, telapak tangannya segera diayunkan ke bawah, meski serangan tersebut tidak menimbulkan suara apa-apa, namun kedahsyatannya benar-benar mengerikan. Sianak muda itu belum juga bergerak dari tempatnya, cuma telapak tangan kanannya telah diangkat keudara waktu itu, kemudian dikibaskan pelan kedepan. Serentetan suara ledakan yang menggelegar memekakkan telinga segera bergema memecahkan keheningan, bangunan See sian yang terbuat dari kayu itu tak tahan menghadapi gempuran dahsyat tersebut. Rupanya didalam melepaskan serangannya kali ini, sikakek tersebut telah menggunakan ilmu pukulan Cui sim bu im ciang (ilmu pukulan tanpa bayangan peremuk hati) yang disaluri dengan tenaga dalam sebesar tujuh bagian, walaupun ia sudah melihat kalau pemuda ini bukan orang sembarangan namun dalam anggapannya mustahil sianak muda itu berani menyambutnya dengan kekerasan. Siapa tahu peristiwa yang kemudian terjadi sama sekali diluar dugaannya, bukan saja si anak muda itu tidak berkelit, malahan ia menggunakan sebuah telapak tangan kanannya yang tampak amat bersahaja itu untuk menyambut datangnya ancaman dari kakek tersebut. Begitu sepasang telapak tangan mereka saling bertemu, angin puyuh segera menderu-deru, diantara suara yang menggelegar keras, jendela Hi wong" Yang terbuat dari bahan kayu itu bergetar keras, menyusul kemudian atap atap berguguran keatas tanah. - ooo0dw0ooo- BAB TUJUH BELAS AKIBAT dari bentrokan kekerasan itu, si kakek terdorong mundur sejauh dua langkah lebih, sedangkan pemuda itu hanya sedikit menggeserkan kaki kanannya saja. Hanya dalam satu gebrakan saja agakkya siapa tangguh siapa lemah sudah dapat dibedakan, paras muka kakek itu kontan saja berubah hebat. Padahal sekalipun kakek itu kena dipukul mundur sejauh dua langkah, ia bukan berubah wajah lantaran persoalan ini. Yang membuat wajahnya berubah hebat, sesungguhnya adalah suatu kejadian yang lain. Tadi, didalam gusar dan mendongkolnya, ia lancarkan serangan dengan sertakan tenaga sebesar tujuh bagian, dalam anggapannya sianak muda itu pasti akan menghindarkan diri, maka ia tidak mempersoalkan kedelapan orang kakek yang tergeletak tak sadarkan diri didalam ruangan. Tapi, menanti si anak muda itu bukan cuma tidak berkelit saja, sebaliknya malah menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan kekerasan, kakek itu baru teringat kembali dengan anak buahnya yang tergeletak tak sadar dalam ruangan, ia tahu mereka pasti akan terpengaruh oleh gelombang tenaga pukulan yang terpancar kemana-mana. Sementara ingatan tersebut baru saja melintas lewat, sepasang telapak tangan mereka berdua telah saling membentur hingga menimbulkan suara ledakan yang memekakkan telinga. Tak terlukiskan rasa terkejut kakek itu, dalam keadaan tenaga yang saling membentur seperti ini, tenaga pusaran angin berpusing yang timbul akibat bentrokan tersebut sanggup untuk menghancurkan batu cadas, apalagi manusia dalam keadaan tak sadar, dalam anggapannya kali ini para anak buahnya itu pasti akan mengalami musibah. Siapa tahu, ternyata pemuda itu sudah melakukan persiapan sebelumnya, begitu kebebasan tangannya diiancarkan, bukan cuma si kakek itu saja yang tergetar mundur, bahkan ia berhasil pula melambungkan tenaga pusaran angin berpusing itu hingga meluncur ke tengah udara dan tak sampai melukai orang disekitarnya. Kesempurnaan tenaga dalam serta kelihayan ilmu silat yang dimiliki si anak muda itulah yang menyebabkan paras muka kakek itu berubah hebat. Setelah alisnya berkenyit dan sorot matanya memancarkan sinar tajam, telapak tangan kanannya sekali lagi diayunkan ketengah udara. Pemuda berbaju kuning itupun berkerut kening, dari balik matanya memancar sinar tajam. Mendadak kakek itu memandang kearah delapan orang kakek yang tergeletak ditanah, pelan-pelan ia menarik kembali tenaga dalamnya, lalu berkata. "Orang muda, bagaimana kalau kita melanjutkan pembicaraan diluar ruangan?" Diatas wajah sang pemuda bertaju kuning yang pucat dan hambar itu, segera tersungging sekulum senyuman, sahutnya. "Apakah Sancu tidak akan menggubris ke delapan orang kakek serta orang orang itu?" "Orang muda, mengapa secara tiba tiba kau merubah parjggilanmu?" Tegur sang kakek dengan kening berkerut. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Hmm, secara sungkan kau memanggilku sebagai orang muda, tentu saja aku akan membalas dengan cara yang sama." Sahut pemuda berbaju kuning itu angkuh. "ltu tak sama, kau menyebutku Sancu !" "Apakah Sancu hendak menyangkal." Kakek itu segera tertawa. "Tadi, ketika aku mengakui diriku sebagai Sancu, kau tidak mempercayainya, kini kenyataannya belum berubah, mengapa kau sebut diriku sebagai Sancu? Harap kau sudi memberi penjelasan ?" "Bila kau bukan Sancu asli, ketika kulepaskan pukulan untuk menyambut seranganmu itu, tak nanti sorot matamu dialihkan ke wajah Pat lo dengan wajah menyesal, lebih lebih tak mungkin memperlihatkan rasa kaget lalu girang setelah menyaksikan tenaga berpusing itu melambung ke udara." "Barusan, tampaknya kau sudah tak tahan untuk melancarkan serangan lagi, namun setelah sorot matanya di alihkan ke wajah Patlo, niat itu kembali diurungkan, malah kau lantas mengajakku untuk berunding diluar ruangan saja." Kakek itu segera tertawa terbahak-bahak katanya. "Anak muda, kau benar benar mengagumi dirimu !" Setelah berhenti sejenak, sikapnya berubah menjadi amat bersungguh-sungguh, sahutnya. "Anak muda, ke delapan orang kakek dan ke empat orang pembantuku ini telah menyaIahi apa kepadamu? Aku bersedia memintakan maaf kepadamu asal kau bersedia menerangkan sebab musababnya". "Sancu salah pahan !" Tukas pemuda berbaju kuning itu dengan suara dingin. "Oooh, apakah bukan hasil karyamu. .. ?" Sekali lagi pemuda berbaju kucing itu menukas. "Justeru karena bukan perbuatanku maka aku baru menunggu kedatangan Sancu disini !" Mendengar perkataan itu, Sancu segera tersenyum. "Sobat muda, darimana kau bisa tahu kalau aku bakal datang kemari?" Tegurnya. "Sewaktu datang kemari tadi, apakah kau ber jalanan sebelah kanan dekat belakang bukit situ ?" Paras muka Sancu segera berubah menjadi kaget bercampur girang, serunya. "Sobat muda, rupanya kau masih punya teman." Pemuda berbaju kuning itu mendengus dingin. "Hm, Sancu, aku selalu pergi datang sendiri." Setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan. "Entah Sancu mau percaya atau tidak, seratus kaki disekeliling tempat ini dapat kudengar dengan jelas, sekalipun ada daun yang rontok atau ular yang berjalan, jangan harap bisa mengelabuhi sepasang telingaku, oleh sebab itu aku tahu kalau Sancu..." Sancu tidak percaya, dengan cepat dia menimbrung. "Jadi kalau begitu, sobat muda boleh dianggap sebagai jago nomor satu di dunia ini !" Sekali lagi pemuda berbaju kuning itu mendengus dingin. "Nomor satu atau nomor dua tak cuma angka belaka, itu mah tak terhitung seberapa, tak ada salahnya pula bila Sancu menganggap diriku cuma omong kosong belaka." Merah padam selembar wajah Sancu, cepat-cepat serunya. "Sobat muda, harap kau jangan salah paham, aku...." "Demi menjaga keselamatannya Pat lo agar jangan sampai terjadi hal hal yang tidak diinginkan diam diam aku telah berada di sini untuk melakukan perlindungan" Tukas pemuda berbaju kuning dingin. "Sekarang, Sancu telah munculkan diri berarti tugasku telah selesai sampai jumpa lain kesempatan, aku ingin mohon diri lebih dulu" Dan selesai berkata, dia lantas membalikkan badannya dan berlalu dari tempat itu. Cepat cepat Sancu menghalangi jalan pergi nya sambil berseru. "Sahabat muda, harap berhenti sebentar" "Sancu masih ada urusan apa lagi?" Tanya pemuda berbaju kuning itu sambil menatap lawannya lekat-lekat. Dengan menuding ke arah Pat lo yang tergeletak tak sadarkan diri, Sancu berkata. "Apakah yang terjadi sebenarnya di tempat ini? Bersediakah kau untuk memberi petunjuk?" "Boleh, Jika Sancu bertanya langsung pada nona Siu, maka semuanya akan menjadi jelas." Mendengar perkataan itu, mencorong sinar mata yang amat tajam dari balik mata Sancu serunya mendadak. "Sobat muda, darimana kau bisa tahu kalau di dalam istana kami terdapat seorang nona yang bernama Siu?" Pemuda berbaju kuning itu mendengus acuh. "Hmm, ada orang yang memanggilnya dengan sebutan tersebut." Katanya. "Siapa?" Desak Sancu dengan suara dalam. Pemuda berbaju kuning itu memandang sekejap wajah Sancu dengan sikap serta nada yang dingin kemudian menjawab. "Seharusnyakah Sancu mengajukan pertanyaan kepadaku dengan sikap serta nada suara seperti itu?" Sancu berusaha keras untuk menekan hawa yang membara dalam hatinya, lalu menjawab. "Sobat muda, maaf kalau aku bersikap kasar, tolong tanya siapakah yang telah..." "Orang itu adalah Khong It hong" Tukas pemuda itu. "bila Sancu tidak berhasil menemukan kedua orang itu, silahkan kau sadarkan ke delapan orang kakek ini, segala sesuatunya akan kau ketahui dengan jelas, sebab Pat lo memang dirobohkan oleh nona Siu dengan sesuatu bahan obat obatan !" Selesai berkata, pemuda berbaju kuning itu segera berkelebat lewat dari hadapan Sancu itu. Tak sempat menghalangi perjalanannya, Sancu berkerut kening lalu mendengus dengan wajah menyeringai. Menyusul kemudian, ujung baju sebelah kiri nya segera dikebaskan kedepan, serentetan cahaya tajam dengan cepat menerobos keluar lewat daun jendela kemudian meledak, ditengah udara segera muncul sembilan kuntum lentera berwarna merah. Begitu lentera merah itu muncul di angkasa, dalam waktu singkat seluruh Bukit pemakan manusia berubah terang benderang bermandikan cahaya lampu. Dari setiap sudut tempat diseluruh bukit itu tampak bermunculan lentera dan obor, dalam waktu singkat bukit itu berubah menjadi sebuah bukit berlampu, menyusul kemudian segenap jago lihay disegenap bukit bermunculan untuk melakukan penghadangan diseluruh bukit. Sesaat kemudian, tampak sesosok bayangan manusia melayang masuk ke dalam ruangan, kalau dilihat dari gerakan tubuhnya yang gesit serta ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna, dapat diketahui bahwa orang ini merupakan seorang jago lihay yang berilmu tinggi dari bukit itu. Begitu muncul disebelah kiri Sancu yang ber jarak lebih kurang lima depa, ia lantas memberi hormat sambil berkata. "Sejak kapan Sancu pulang? Ada urusan besar apa sehingga membunyikan sembilan lentera Kiu ciat teng?" Waktu itu Sancu sedang membungkukan badan untuk mengobati kakek Tiong, dengan cepat dia menukas. "Kwa jite, segera sampaikan perintah aku, untuk menjaga jalan keluar yang ada dibukit ini, sebelum mendapat ijin langsung dariku? siapapun dilarang meninggalkan bukit, siapa berani melanggar akan di jatuni hukum mati!". "Apakah termasuk nona dan Khong It-hong?" Tanya jago lihai she Kwa itu kemudian. "Ya, setiap orang terkena larangan ini, termasuk juga nona Su itu!" Jawab Sancu dengan suara dalam. Mendengar perkataan itu, jago lihay she Kwa itu menjadi tertegun, namun ia tidak banyak bertanya lagi, dengan cepat dia mohon diri. Begitu Pat lo telah sadar kembali, mereka pun segera membeberkan semua kejadian kepadamu Sancu ... - ooo0dw0ooo- Su nio dan Khong It hong itu telah membalikkan badan berjalan masuk kedalam gua hal mana amat menggelisahkan Sik Phu. Sekarang situasi sudah bertambah gawat, Sik Phu harus segera mengambil keputusan. Dia tak ingin bermusuhan dengan Khong It tiong serta Su nio dalam situasi dan keadaan seperti ini. Tapi andaikata jejaknya sampai ketahuan, terpaksa ia menampilkan diri untuk melakukan perlawanan. Terbayang akan pertarungan itu, perasaan Sik Phu yang gelisah kembali berubah tenang. Jangankan kepandaian silat yang di miliki Khong It hong sekarang sudah punah sehingga hanya Su nio seorang yang harus di hadapi, sekalipun harus satu lawan dua, Sik Phu juga mempunyai keyakinan penuh untuk membekuk orang itu. Tapi yang menyulitkan adalah dengan begitu maka jejaknya dalam Bukit Pemakan Manusia pasti akan dicurigai orang, kepandaian silat nya akan di ketahui orang. BegituIah, sementara Sik Phu masih menanti perubahan situasi selanjutnya, ternyata Su nio dan Khong It hong tidak melanjutkan perjalanannya untuk masuk ke dalam gua itu, mereka berhenti setelah tiba kurang lebih satu kaki dari Sik Phu. Tampak Su nio menekan dinding batu itu dengan jari tangannya, kemudian dan atas permukaan tanah segera muncul sebuah pintu rahasia. Khong It hong dan Su nio segera masuk ke balik pintu rahasia itu dan lenyap dari pandangan mata, sementara tempat yang terbuka tadi segera menutup kembali secara otomatis dan balik seperti sedia kala, sama sekali tidak ditemukan setitik celahpun. Kejadian itu segera membuat Sik Phu menjadi tertegun. Tapi sesaat kemudian, ia lantas tertawa. "Ternyata orang itu sengaja mengundangku kemari untuk menyaksikan sunio dan Khong lt hong melarikan diri lewat tempat ini, sekalian menunjukkan pula sebuah jalan rahasia kepadaku." Pelan-pelan dia munculkan diri dari tempat persembunyiannya, kemudian tangannya mulai meraba dinding batu dimana Su nio telah merabanya tadi. Lebih kurang seperminuman teh kemudian tombol rahasia tersebut berhasil juga ditemukan. Dengan cepat dia mempraktekannya, betul juga, pintu rahasia itu segera terbuka, kemudian tak selang berapa saat kemudian pin tu tadi menutup kembali secara otomatis. Sik Phu menjadi amat girang, dengan ditemukannya jalan rahasia tersebut tanpa sengaja, berarti dia telah menyiapkan sebuah jalan mundur baginya seandainya tugas yang dilakukan kemudian hari menjumpai kegagalan. Baru saja pintu itu menutup kembali, menda dak disisi telinganya terdengar seorang berkata. "Sik tayhiap, Sancu telah kembali secara tiba-tiba, sekarang ia telah mengetahui tentang kaburnya Khong It-hong serta si nona Siu, itu berarti malam ini mungkin kita tak bisa berbincang-bincang lagi. e sebab itu biar kupancing dulu kepergian nona Kim, kemudian segera kau harus kembali keistana Sin kiong!" Begitu mendengar suara tersebut, Sik Phu segera mengetahui siapa orangnya, cepat tanyanya. "Sebenarnya siapakah kau, nona Kim.." Belum habis perkataan itu diucapkan, suara tadi kembali telah berkumandang. "Nona Kim telah pergi, kini Sancu berada di dalam istana Sin kiong, saat ini semua lampu diseluruh bukit telah dipasang, perjalanan lebih sukar ditempuh, bila Sik-tayhiap telah berhasil menemukan jawaban yang tepat untuk San cu nanti, harap kau segera berangkat!" Mendengar perkataan itu, Sik Phu menjadi terperanjat cepat- cepat dia memeriksa keadaan diluar gua. Ternyata memang begitulah keadaannya, seluruh bukit telah berubah menjadi terang benderang, jalan lewat juga seluruhnya tertutup. Sik Phu segera termenung dan berpikir sejenak, sekulum senyum senyum segera tersungging diujung bibirnya, mendadak ia menjejakan kakinya ke tanah dan melompat keluar dari gua tersebut Sementara itu, pada dua puluhan kaki diluar gua, tampak sesosok bayangan kuning menampakkan diri dari tempat persembunyiannya, penampilan tersebut segera memancing perhatian semua jago lihay yang ada ditempat itu, bentakan keras bergema berulang kali, kemudian tampak bayangan manusia bermunculan untuk mengejar bayangan kuning tadi. Dengan terjadinya peristiwa ini, maka Sik-Phu dapat keluar dari gua dengan aman, bahkan diapun ikut melakukan pengejaran . Bayangan kuning tadi langsung meluncur menuju kearah istana Pat tek sin kiong, sedang para pengejarnya turut mengikutinya dari belakang. Waktu itu Sik Phu telah membaurkan diri dengan para pengejar itu, ditambah ia memang orang sendiri, maka tiada orang yang memper hatikan gerak geriknya itu. Entah apa tujuan bayangan kuning itu ketika hampir tiba di istana Pat-tek-sin-kiong, mendadak ia berpekik nyaring, tubuhnya berputar ditengah udara lalu melesat kesebelah kanan istana Sin- kiong. Tempat itu terdapat sebuah empang, bukan saja sunyi juga jarang didatangi orang. Mendadak bayangan kuning itu mengeluarkan ilmu meringankan tubuh Leng-khong-siu tok (menyebrang dengan melayang diudara), lalu sepepat kilat meluncur kedepan lebih cepat. Metihat itu para pengejarnya menjadi semakin gelisah, dengan cepat mereka kerahkan segenap kekuatannya untuk mengejar lebih cepat lagi. Tetapi tenaga dalam yang dimiliki bayangan kuning itu terlampau lihay, bukan saja ia sanggup melewati empang yang amat luas itu, bahkan dengan tanpa berganti tenaga lagi, dalam sekejap mata telah lenyap dari pandangan mata. Para pengejar itu segera terhenti setibanya ditepi empang, mereka saling berpandangan dengan wajah tertegun, kaget dan membungkam, kalau mereka disuruh melewati empang yang begini lumayan, orang orang itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan mata terbelalak. Sementara itu Sik Phu yang berada dibelakang mereka segera menegur dengan suara keras. "Orang itu sudah kabur ke arah mana?" Mendengar teguran itu, delapan orang jago lihay yang mengejar bayangan kuning tadi segera berpaling, dengan cepat mereka dapat melihat kalau orang itu adalah Sik Phu, tanpa terasa merah padam wajah orang orang itu. Mereka semua cukup kenal dengan Sik Phu, juga tahu kalau Sik Phu merupakan seorang petugas dari istana Pat tek pat lo, maka semua orang lantas maju memberi hormat sambil mengisahkan kembali apa yang mereka alami barusan. Padahal Sik Phn telah mengetahui segala sesuatunya, mendengar laporan mereka, dia ha nya bisa tertawa geli dihati. Menyusul kemudian dia lantas mengulapkan tangannya sembari berkata. "Cepat lepaskan tanda bahaya, beritahukan kepada..." Belum selesai dia berkata, tiba tiba dari be lakang tubuhnya lelah berkumandang suara seruan nyaring "Tidak usah !" Mendengar suaranya Sik Phu segera mengetahui siapa orangnya, dengan sikap yang sangat menghormat ia berkata. "Hamba mengucapkan salam dan hormat untuk Sancu !" Sedang delapan orang jago lihay dibelakang itupun turut membungkukkan badan member hormat, namun mereka tidak berkata apa apa. Sancu itu tak lain adalah si kakek berjubah abu-abu berjenggot hitam tersebut. Sementara itu dengan wajah sedingin es dia sedang mengulapkan tangannya kepada ke delapan orang jago ihay itu sambil berkata. "Kalian segera kembali ke pos nya masing-masing, sebelum mendapat perintah dilarang meninggalkan tempat masing-masing" Delapan orang jago lihay itu segera mengiakan, setelah memberi hormat, mereka segera berlalu meninggalkan tempat itu. Sik Phu berkedudukan cukup tinggi dalam bukit itu, dengan cepat dia lantas bertanya. "Sancu, kapan kau kembali ke bukit? Malam ini..." "Sik Phu, sejak kapan kau meninggalkan istana Pat tek-kiong?" Sekali Sancu menukas. Sik Phu berangkat sangat awal, dia belum tahu kalau Pat tek-patlo dan beberapa orang pelayan roboh tak sadarkan diri, berada dalam keadaan yang sangat seperti begini ini, asal ia salah berbicara maka akibatnya sukar dibayangkan dengan kata-kata. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Alap Alap Laut Kidul Karya Kho Ping Hoo Mustika Gaib Karya Buyung Hok