Ceritasilat Novel Online

Bukit Pemakan Manusia 12


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 12


Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung   Tapi, Sik Phu adalah seorang yang berpengalaman dalam waktu singkat, secara ringkas ia telah membayangkan kembali semua persoalan yang telah terjadi pada malam ini.   Setelah ada garis besar alasan yang bisa di-pakai, diapun memberi hormat seraya menyambut.   "Pada kentongan pertama tadi, hamba mendapat mgas untuk meronda untuk setiap bagian istana mendadak hamba menyaksikan ada dua orang lelaki perempuan yang melompat keluar dari istana dan kabur menuju ke arah belakang bukit sana, maka hamba..."   Belum habis dia berkata, kembali Sancu telah menukas.   "Apakah sudah kau lihat jelas paras muka orang itu?"   Sik Phu tampak ragu ragu, ia tidak segera menjawab pertanyaan tersebut.   "Hayo jawab !"   Bentak Sancu dengan paras muka dingin seperti es.   "Hamba tidak berani menjawab pertanyaan Sancu lantaran hamba masih ragu-ragu...."   "Ehmm, bagaimana ragu ragunya?"   "Perempuan itu mirip sekali dengan nona Siu..."   ""Aaah?!"   Sancu menjerit tertahan.   "dan yang lelaki?"   "Yang lelaki mirip sekali dengan Khong sau sancu ..."   Khong sau sancu yang mana?"   Bentak Sancu.   "Khong It-hong, Khong sau-sancu!"   Sancu segera menggertak bibirnya menahan diri, serunya kemudian.   "Siapa yang mengatakan kalau dia adalah Sau-sancu?"   "Setiap kali Sancu keluar rumah, Khong sau sancu yang mengurusi semua tugas dibukit ini. setiap kali memberi perintah, dia selalu membahasai diri sebagai Sau sancu, oleh karena itu...."   Sancu menjadi tersudut, tukasnya kemudian.   "Ada urusan apa Khong It-hong dan nona Siu dibelakang bukit sana?"   "Hamba hanya mengatakan lelaki perempuan itu seperti mirip nona Siu dan Khong sau . ."   "Khong It hong yaa Khong It hong, mulai se karang kau tak boleh menyebutnya lagi sebagai sau sancu !"   "Baik,"   Sahut Sik phu, hamba tidak melihat jelas apakah betul mereka atau bukan !"   "Apakah jaraknya amat jauh?"   "Betul. Waktu itu hamba sedang meronda di loteng Kok bong lo, sedangkan bayangan manusia itu muncul dari antara ruang Keng, hi, ia dan to empat ruangan, oleh sebab itu hamba tidak melihat jelas"   Jawaban dari Sik Phu ini sebetulnya memang cukup beralasan Sewaktu berada di gua Sam seng tong, dengan mata telinga sendiri ia mendengar pembicaraan antara nona Siu dengan JChong It hong, tapi ia tak tahu kalau nona Siu sedang membopong Khong It hong, dia mengira "Siau see lo"   Benar benar telah terbakar.   Tapi dengan pengalamannya yang luas, ia tak mau secara gegabah mempercayai semua kejadian yang tidak disaksikan dengan mata kepala sendiri, tapi dia pun kuatir loteng Liau see lo benar benar sudah terbakar, maka diapun lantas menggunakan loteng Pak bong lo sebagai alasannya.   Siapa tahu, alasannya itu secara kebetulan sekali justru persis cocok dengan kejadian yg menimpa Pat lo dalam See sian, itulah sebab nya semua kecurigaan yang semula menyelimuti hati Sancu,kini tersapu lenyap hingga tak berbekas.   "Apakah kau telah memperingatkan Pat lo?"   Tanya Sancu kemudian. Pertanyaan ini segera memberi kesempatan Sik Phu untuk memberi jawaban yang lebih sempurna lagi. Dengan cepat dia menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Hamba sama sekali tidak mengganggu ketenangan Pat lo"   Katanya.   "Mengapa ?"   "Waktu itu, walaupun hamba tidak melihat jelas siapakah pihak lawan.."   Sekalipun tak dijelaskan lebih jauh, sebagai orang yang cerdik, Sancu segera dapat memahami kata-kata selanjutnya. Maka diapun mengangguk.   "Benar, katanya.   "kalau memang mereka ber dua, memang tidak seharusnya mengganggu ketenangan Pat-lo"   "Benar, hambapun lantas menguntil mereka, tapi tiba dibelakang bukit sana ternyata terjadi peristiwa diluar dugaan, aku telah diserang oleh dua orang manusia berkerudung setelah bertarung sampai lama, akhirnya mereka berhasil melarikan diri."   Seharusnya Sancu akan terkejut setelah mendengar perkataan itu, siapa tahu dia malah tertawa hambar.   "Aku sudah tahu"   Setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan.   "Manusia berbaju kuning itu sudah melewati telaga itu?"   "Benar, hamba membuntuti dibelakang delapan orang jago lihay tersebut, sebenarnya bermaksud..."   San-cu segera mengulapkan tangannya sambil menukas.   "Maksud hatimu telah kupahami"   Setelah berhenti sejenak, dia meneruskan.   "Sekarang kembalilah kau ke Sin kiong dan kumpulkan segenap jago lihay yang kita miliki untuk menntup semua jalan tembus yang ada, kecuali Pat lo, siapa saja dilarang berjalan melewati tempat itu setelah persoalanku selesai nanti, akan kuutus kau untuk melakukan pekerjaan yang lainnya...."   Sik Phu mengiakan dan segera mengundurkan diri dari situ.   Sancu sendiri tertawa dingin, sambil mengulapkan tangannya dia langsung meluncur ke arah tengah perkampungan Ketika tubuhnya melambung di udara, diantara kilatan cahaya yang tajam, ditengah udara kembali muncul sebuah lentera kecil yang berbentuk aneh, cahaya itu bersinar cukup lama sebelum akhirnya menimbulkan suara ledakan yang keras dan berubah menjadi kabut berwarna kuning.   Itulah lencana Si teng hoa yu-leng yang melambangkan kekuasaan dan kedudukannya sebagai seorang Sancu.   Begitu lenteran dilepaskan, dia sendiri lang sung meluncur menuju kearah perkampungan keluarga Beng.   Ditengah lapangan diluar gedung besar tersebut entah sejak kapan telah berkumpul hampir mendekati seratus orang jago lihay.   Ketika Sancu tiba, ratusan orang jago, itu segera menyambut kedatangannya dengan hormat.   Sancu memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu secara ringkas berkata.   "Aku akan pergi ke loteng impian, Ki Thian sik pergi mengundang nona untuk bertemu denganku, cepat! sisanya segera menutup semua jalan keluar yang ada dibukit ini, mulai besok lakukan perondaan secara bergilir, dari luar menuju ke dalam setiap jengkal tanah geledah semua dengan teliti !"   Selesai berkata, dia lantas menggerakkan tubuhnya dan meluncur ke arah loteng impian.   Tentu saja dia mempunyai alasan alasan tertentu sehingga memutuskan untuk berkunjung ke loteng impian.   Pertama, sebelum dia berangkat meninggalkan bukit tempo hari, terhadap Sun Tiong lo sudah mempunyai suatu perasaan aneh.   Kedua, Sancu menaruh curiga kalau manusia berbaju kuning yang menampakkan diri dalam Pat tek sin kiong tadi, kemungkinan besar adalah tamu agungnya yang berdiam di dalam loteng impian.   Ketiga, setelah tidak berhasil meraih kemenangan dalam bentrokannya dengan manusia berbaju kuning tadi, sepeninggal manusia baju kuning tadi dia telah membangunkan Pat lo dan sekalian anak muridnya.   Setelah melakukan serentetan pemeriksaan terburu2 banyak persoalan yang ingin dia ketahui, termasuk diantaranya penghianatan Khong It hong dan lenyapnya Nona Siu secara tiba- tiba, ditambah gerak gerik manusia misterius dalam istana tersebut.   Tamu agung yang berada di bukit sekarang hanya terdiri dari dua orang Sun kongcu yang berdiam dalam loteng impian, salah seorang diantaranya, besok akan berubah statusnya dari tamu agung menjadi buronan, sedang yang lainnya, yaitu orang yang dicurigai, masih mempunyai waktu selama dua hari lamanya.   Menurut penilaiannya terhadap pakaian baju kuning yang dikenakan serta kepandaiannya untuk menyeberangi telaga, bisa dibuktikan bahwa orang itu adalah salah satu diantara kedua orang ini, hal mana membuatnya bertambah waspada.   Pakaian kuning yang dikenakan orang itu cukup dikenal olehnya,sebab diatasnya terdapat tanda rahasia khusus, dan pakaian itu memang khusus diberikan untuk para tamu agung yang secara tak disengaja atau tidak sengaja telah memasuki bukit pemakan manusia.   Oleh karena itu, dia peilu untuk mengunjungi loteng impian guna melakukan pemeriksaan.   Bagaimanapun juga kedudukannya sangat terhormat, pengalamannya pun luas sekali, maka setibanya dibawah loteng, ia tidak masuk secara sembunyi-sembunyi, melainkan naik ke atas dengan terbuka dan terang terangan.   Ketika tiba ditengah tengah bangunan loteng itu, mendadak dia berhenti dan menegur dengan suara keras.   "Apakah Sun Kongcu sudah tidur?"   Aneh, ternyata tiada jawaban! Dengan kening berkerut sekali lagi dia berseru lantang.   "Siapa yang bertugas disekitar tempat ini?"   Kali ini ada jawaban, seseorang segera melayang datang dari suatu tempat sejauh tiga puluh kaki lebih dari loteng itu dengan gerakan yang cepat sekali. Setibanya didepan loteng, dengan hormat orang itu berkata.   "Hamba siap mendengarkan perintah!"   "Tahukah kau, siapa yang bertugas untuk merondai loteng ini pada malam hari ini?"   "Lapor sancu, tempat ini tiada orang yang melakukan perondaan ?"   "Ooooh... kenapa ?"   "Nona yang menurunkan periutah, katanya perondaan untuk loteng ini dibatalkan."   "Oooh. kiranya begitu."   Setelah berhenti sejenak, dan berpikir beberapa saat, dia berkata lebih jauh.   "Baik, sekarang naiklah keloteng dan beritahu kepada dua orang tamu agung kita bahwa lohu datang berkunjung."   Orang itu mengiakan dan naik ke loteng, tak lama kemudian jendela dibuka dan Sun Tiong lo melongokkan kepalanya keluar.   Hal ini memang tak salah, teriakan sancu tadi cukup keras dan ketukan pintu orang itu pun cukup nyaring, seandainya dalam loteng impian benar-benar ada orangnya, niscaya suara tersebut akan terdengar dengan jelas, oleh karena itu Sun Tiong-lo segera membuka jendela dan menampakkan diri.   Setelah melongok sekejap keluar, dengan sikap yang amat sungkan Sun Tiong-lo berkata.   "Tidak berani merepotkan anda, aku telah bangun dari tidur, silahkan masuk !"   Sewaktu sancu menyaksikan daun jendela di buka dan Sun Tiong-lo menampakkan diri tadi diam-diam hatinya terkesiap.   Ternyata sancu telah mencurigai siorang berbaju kuning yang dapat melewati empang tadi tak lain adalah Sun Kongcu yang selalu mengatakan dirinya tak bisa bersilat itu, maka dia sengaja datang kesana untuk melakukan pemeriksaan.   Siapa sangka ternyata Sun Tiong lo masih berada didalam ruangan lotengnya.   kejadian ini benar-benar mengherankan sekali.   Sebab jalan yang ditempuh bayangan kuning itu sepeninggal empang tersebut adalah perkampungan ini, padahal jalan yang ditempuh dari empang menuju ke perkampungan harus melewati suatu jalan yang jauh sekali.   Secepat-cepatnya gerakan tubuh bayangan kuning itu, ia yakin dirinya masih sanggup untuk mencapai loteng impian lebih dulu.   Tapi sekarang terbukti kalau Sun Tiong lo tetap berada dalam loteng itu, hal ini menjadikan ia tertegun.   Dengan beradanya Sun Tiong lo dalam loteng itu, maka terbuktilah sudah kalau manusia berbaju kuning adalah orang lain.   Maka sewaktu Sun Tiong lo melongokan kepalanya tadi, Sancu merasakan hatinya bertambah berat.   Kini, Sun Tiong lo menyambut kedatangan nya, terpaksa Sancu harus menarik kembali semua kecurigaannya.   Kepada Sun Tiong lo yang berada di jendela ia tertawa, lalu katanya.   "Tak ada peraturan semacam ini, lohu tak berani merepotkan kongcu untuk datang menyambut kedatanganku."   Seraya berkata dia lantas memberi tanda kepada anak buahnya sambil berpesan. Perintahkan untuk memasang lampu diseluruh bukit ini."   Selesai berkata dengan langkah lebar dia lantas melangkah naik kedalam loteng.   Orang itu segera berlalu untuk melaksanakan tugasnya.   Sementara itu pintu loteng sudah dibuka dan Sun Tiong lo menyambut kedatangan Sancu.   Setelah memberi hormat, pemuda itu berkata.   "Sancu telah kembali tampaknya, aku.,."   Sancu menyongsong maju kedepan, lalu berlagak sungkan dia menggenggam sepasang tangan Sun Tiong lo erat-erat, kemudian katanya.   "Oleh karena aku mempunyai janji dengan kong cu, maka begitu urusan selesai aku segera kembali kerumah."   Sambil berkata, dia lantas mengerahkan tenaga dalamnya kedalam sepasang tangannya.   Sun Tiong lo segera menjerit kesakitan, saking sakitnya paras mukapun turut berubah hebat.   Menyaksikan keadaan tamunya itu, diam-diam Sancu menyesali kegegabahannya, dengan cepat dia mengendorkan tangannya, lalu dengan tiada minta maaf ia berseru.   "Aaah, lantaran kelewat senang lohu sampai menggenggam tangan kongcu."   Sun Tiong lo tertawa rikuh, sahutnya.   "Wah, apabila sancu mengerahkan tenaga lebih besar lagi, niscaya sepasang tanganku ini sudah hancur tak karuan lagi bentuknya !"   Sancu tertawa.   "Mari ! Mari... kita berbicara didalam ruangan loteng saja ."   Maka merekapun memasuki ruang loteng impian. Setelah kedua belah pihak duduk, Sun Tiong lo segera bertanya.   "Sancu, sejak kapan kau kembali ke gunung?"   "Belum lama berselang"   Jawab sancu sambil tertawa. Setelah berhenti sejenak, kembali dia ber berkata.   "Bila aku datang berkunjung ditengah malam buta, harap kau suka memaafkan ?"   "Aaah, mana, mana. ."   Sahut sang pemuda sambil tertawa pula. Pelan-pelan Sancu mengalihkan sinar matanya memperhatikan sekejap seluruh ruangan loteng itu, kemudian sambil berseru katanya.   "Hei, dimanakah, Sun kongcu yang satunya lagi."   Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya berulang kali, tukasnya dengan cepat.   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Orang itu aneh sekali, dan sukar untuk di ajak bergaul, sudah tiga hari dia datang kemari, namun tak sampai lima patah kata yang dia ucapkan dengan diriku !"   "Oooh, bagaimana sih ceritanya? Dimana sekarang orangnya ?"   Sun Tiong lo segera mengangkat bahu sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Darimana aku bisa tahu!"   Setiap kentongan pertama malam hari dia pasti keluar rumah, sampai hampir fajar baru kembali"   "Apakah setiap malam dia berbuat demikian?"   Tanpa terasa tergerak hati Sancu.   "Tiga malam ini dia selalu berbuat demikian."   Sancu menundukkan kepalanya dan berpikir sebentar, kemudian ujarnya kambali. -ooo0dw0oo-   Jilid 14 "APAKAH KONGCU tidak bertanya ke mana dia telah pergi?"   "Sudah, sudah kutanyakan, tapi dia cuma melotot gusar kepadaku, kemudian mendengus dingin, tak sepatah katapun yang dia katakan."   Sancu segera berkerut kening puIa, kemudian dia mendengus pula dengan suara dingin. Untuk sesaat suasana menjadi hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun. Kemudian diapun berkata lagi.   "ToIong tanya kongcu, pakaian apakah yang dia kenakan selama beberapa malam ini?"   Sun Tiong lo kembali tertawa getir.   "Dia memang aneh sekali dan lagi sama sekali tak tahu aturan, sewaktu aku salah masuk ke bukit ini bukankah bajuku robek robek dan kotor? Atas kemurahan hati Beng cengcu, aku telah diberi dua stel pakaian panjang, satu berwarna biru dan satu berwarna kuning.   "Tapi kemudian, setelah dia tiba disini bila pagi hari dia mengenakan pakaian sendiri, tapi bila malam sudah tiba, maka diapun selalu meminjam pakaian kuning kudapatkan dari Beng Cengcu itu, coba Sancu bayangkan..."   Mendadak Sancu bangkit berdiri sambil menukas.   "Apakah dia tidur diatas ranjang ini ?"   Sun Tiong lo manggutmanggut.   "Ya, dia tidur di bagian luar !"   Dengan langkah lebar Sancu segera berjalan ke depan pembaringan itu, kemudian dengan tangannya meraba disekitar pembaringan tersebut.   Betul juga, separuh bagian ranjang tersebut yakni bagian terasa hangat, hal ini menunjuk kan kalau Sun Tiong lo memang tidak meninggalkan loteng tersebut, sebaliknya tidur disana, sedangkan bagian luar terasa dingin, ini membuktikan kalau tempat itu tidak ditiduri orang.   Sewaktu Sancu memeriksa permukaan pembaringan itu, Sun Tiang lo yang berada dibelakangnya diam diam tertawa geli.   Menyusul kemudian, dengan berlagak seakan akan tidak habis mengerti, Sun Tiong lo bertanya.   "Sancu apa yang sedang kau lakukan?"   "Ooh, tidak apa apa"   Sahut Sancu sambil tertawa. Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan.   "Silahkan duduk kongcu, lohu ada persoalan hendak memohon petunjukmu..."   Sun Tiong lo mengiakan dan duduk disebelah kanannya, kemudian bertanya.   "Boleh aku tahu, persoalan apakah yang hendak ditanyakan sancu??"   "Kongcu berasal dari mana. ."   Belum habis pertanyaan itu diajukan, Sun Tiong lo telah menukas dengan cepat.   "Aku sebenarnya berasal dari ibu kota, sayang . .."   Dia menghentikan sendiri perkataannya, lalu setelah memandang sekejap ke arah Sancu, ujarnya.   "Adakah sesuatu alasan yang mendorong Sancu untuk mengajukan pertanyaan semacam itu kepadaku ?"   Sancu segera tertawa.   "Tentu saja ada"   Dia menjawab.   "kalau dibicarakan mungkin kongcu sukar untuk mempercayainya, kongcu mempunyai wajah yang mirip sekali dengan seorang sahabat karibku !"   "Oya? Apakah sahabat Pancu itupun she Sun? Sancu agak tertegun, kemndian sahutnya.   "Benar !"   Sun Tionglo mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian ujarnya kembali.   "Bolehkah sancu terangkan siapa nama sahabatmu itu ?"   Sancu termenung beberapa saat lamanya, seperti lagi mempertimbangkan apakah harus mengatakannya keluar atau tidak. Sebelum ia sempat menjawab, Sun Tiong lo telah berkata lebih jauh.   "Sudah tiga hari lamanya aku berdiam di tempat ini sebagai seorang tamu agung, tapi belum sempat kuketahui nama dari sancu..."   "Lohu she Mou . ...!"   "Oooh . .. boleh aku tahu siapa nama lengkap nya ?"   Belum sempat sancu menjawab, dari luar loteng telah terdengar suara nona Kim berkumandang datang. Mendengar suara itu, sancu segera menukas.   "Anak Kim kah disitu? Ayah berada di-sini "   Tampaknya selama berada dihadapan Sancu nona Kim selalu menjaga peraturan yang berlaku, terdengar ia bertanya.   "Bolehkah aku naik keatas loteng ?"   "Naiklah"   Sahut Sancu sambil tertawa. Setelah berhenti sebentar, tiba tiba dia merubah pikirannya dan berkata kembali.   "Tidak usah, sekarang malam sudah larut, lebih baik kita jangan mengganggu ketenangan Sun kongcu beristirahat, sebentar ayah turun kebawah, lebih baik kita berbincang-bincang diruang belakang saja, harap kau tunggu saja."   Berbicara sampai disitu, Sancu telah bangkit berdiri.   Walaupun Sun Tionglo sudah tahu kalau tujuan sancu mengundang kedatangan nona Kim kesana adalah untuk menyelidiki pelbagai kejadian yang telah berlangsung didalam istana Pat-tek sinkiong, namun dia berlagak pilon, sambil tersenyum katanya.   "Mo sancu, sekarang aku sudah tidak ngantuk lagi, mengapa tidak berdiam agak lama disini ?"   "Aaah, hari sudah larut malam, lagi pula lohu masih ada banyak persoalan pribadi yang hendak dibicarakan dengan putriku. aku tak berani mengganggu lebih lama lagi, besok pasti akan kuutus orang untuk mengundang kedatanganmu, nah saat itulah kita bisa berbincang-bincang sampai puas ?"   Setelah mendengar perkataan itu, Sun Tiong lo pun tak bisa berkata apa-apa lagi, maka merekapun saling berpisah.   -ooo0dw0oooDALAM ruangan Hian-ki-lo, Mao sancu duduk saling berhadapan dengan putrinya dalam jarak tiga depa, setelah mengundurkan semua orang dari sana, dengan wajah serius mereka segera terlibat dalam suatu pembicaraan yang serius.   Pertama-tama Mou Sancu yang berkata lebih dulu dengan wajah dingin seperti es.   "Aku hanya tiga hari tidak berada dirumah, tapi peristiwa besar yang terjadi ditempat ini banyak sekali, anak Kim..."   Dengan cepat nona Kim menukas.   "Biar kuberikan laporan yang selengkapnya!"   Maka secara ringkas nona Kim menceritakan semua peristiwa yang terjadi ditempat ini, tentu saja dia merahasiakan pembicaraannya dengan nona Siu tersebut. Ketika selesai mendengarkan penuturan tersebut, dengan kening berkerut Mou Sancu lantas berkata.   "Dimanakah Siu pay yang dicuri Kong It-hong itu sekarang?"   "Sudah kusimpan kembali didalam peti besi..."   "Sedang salinan kitab pusaka itu."   "Kusimpan jadi satu."   Mou Sancu manggut-manggut setelah hening sejenak, tiba tiba ia berkata lagi.   "Tahukah kau nona Siu ... Su nio mengapa Khong It hong dan membawanya kabur bersama..."   Nona Kim menggelengkan kepala ber kali2.   "Sampai saat inipun aku sendiri tidak habis mengerti."   Sahutnya. Mo Sancu mengerutkan dahinya semakin kencang, kembali dia berkata.   "Tahukah kau siapa nama bocah keparat she-Sun yang lain itu?"   "Dia sendiri mengatakan sejak kecil sudah kehilangan ayah dan ibunya, dia hanya tahu she-sun tanpa nama, tapi dia masih ingat sewaktu masih kecil dulu ibunya sering memanggilnya dengan nama kecil .."   "Oooh... apakah itu?"   Tukas Mou Sancu.   "Dia bernama Bau-ji"   Begitu mendengar nama tersebut, dengan paras muka berubah hebat, tiba-tiba Mou Sancu melompat bangun. Nona Kim yang menyaksikan kejadian itu menjadi terkejut sekali, cepat-cepat katanya.   "Kau kenal dengannya ?"   Mo Sancu sama sekali tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya sambil menarik muka dia berkata.   "Cepat perintahkan keseluruh bukit untuk memperketat penjagaan pada setiap jalan ke luar yang ada dibukit ini, sebelum fajar nanti, aku akan melakukan penggeledahan sendiri seinci demi seinci sampai dia ditemukan ?"   Nona Kim tidak tahu kalau Bau ji telah hilang dari tempatnya semula, maka cepat-cepat dia bertanya.   "Dia ? Siapa vang ayah maksudkan sebagai dia ?"   "Siapa lagi ! Tentu saja Sun Bau ji !"   "Aaah ! Bukankah Bauji berada didalam loteng impian ?"   Mou Sancu mendengus dingin, dia melirik sekejap kearahnya dan tak berkata apa-apa. Nona Kim merasakan gelagat tidak beres, maka katanya lebih lanjut dengan suara lirih.   "Ayah, maksudmu manusia berbaju kuning yang semalam menampakkan diri dibanyak tempat itu adalah Sun Bau ji."   Mou Sancu manggut-manggut.   "Bukan hanya semalam saja, beberapa hari berselang orang yang memasuki istana Pat tek sin kiong tanpa penghadang serta mempermainkan Pat-tek-pat-lo tak lain adalah dia juga !"   "Aaah, tidak benar !"   Seru nona Kim tanpa terasa, Tapi begini ucapan tersebut diutarakan gadis itu segera merasa menyesal sekali.   Sampai detik ini, diantara orang-orang Bukit Pemakan Manusia, boleh dibilang hanya nona Kim seorang yang dapat menebak siapa gerangan manusia berbaju kuning itu, dan hanya dia seorang yang tahu kalau orang tersebut bukan Bau ji.   Paling tidak orang berkunjung kedalam istana Pat rek sin kiong kemarin malam bukan Bau ji, sebab ketika itu Bau-ji berada bersamanya semalam suntuk dan mereka tak pernah meninggalkan ruangan barang selangkahpun, itulah sebabnya ketika terbayang sampai ke situ tanpa terasa dia menjerit tertahan dan mengatakan tidak benar.   Dengan suara dalam Mou Sancu menegur.   "Bagaimana tidak benarnya?"   Nona Kim tidak bisa mengatakan apfl-apa kecuali tertegun dan tak tahu apa yang mesti dilakukan. Terdengar Mou Sancu kembali bertanya.   "Kenapa tidak buka suara? Apakah kaupun akan merahasiakan sesuatu dihadapanku?"   Diam diam nona Kim merasa terkesiap, untung saja satu ingatan segera melintas didalam benaknya, cepat sahutnya.   "Ketika datang kemari untuk pertama kalinya dulu, bukanlah ilmu silatnya tidak pandai? Buktinya dia kena dibekuk..."   Mou Sancu segera mendengus dingin, tukas nya.   "Benar benar jalan pemikiran seorang anak perempuan, kalau toh dia memang datang dengan membawa maksud tertentu, mana mungkin ia sudi mengeluarkan kepandaian silat yang sebenarnya? justru dengan pura pura kena di bekuk, maka sekali tepuk ia akan memperoleh tiga hasil sekaligus?"   Melihat perkataannya itu dapat memancing Mou Sancu untuk memperbincangkan masalah lain, nona Kim merasa gembira sekali.   "Bagaimanakah yang di maksudkan sebagai sekali tepuk dapat tiga hasil sekaligus?"   "Dia bermaksud akan datang kemari, tetapi tak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari bukit ini dan tak di ketahui sampai dimanakah keliehayan dari jebakan kita, maka diapun berlagak kena di bekuk sehingga tak usah menempuh mara bahaya yang tak diperlukan, ini merupakan hasil pertama yang bisa dia raih.   "Dengan terbekuknya dia, maka ia hendak memperlihatkan kalau kepandaian silat yang dimilikinya tidak hebat, otomatis kitapun tak akan terlalu menaruh perhatian khusus kepadanya, dalam kelonggaran ini, otomatis dia bisa melakukan penyelidikannya dengan lebih leluasa. inilah keuntungan kedua yang diraihnya. Seperti misalnya peristiwa yang terjadi semalam, setelah kejadian itu bahkan ayah sendiri pun tidak menaruh curiga kepadanya, sudah pasti orang lain lebih lebih tak akan menaruh curiga kepadanya, inilah keuntungannya yang ke tiga !"   Setelah mendengar penjelasan tersebut no na Kim baru menunjukkan sikap seakan akan baru memahami, katanya kembali.   "Seandainya apa yang dikatakan ayah me ruang benar, bukankah sekarang dia sudah kabur dari sini ?"   "Tidak mungkin, sebelum apa yang diharapkan tercapai, tak nanti dia akan pergi !"   "Jadi ayah menduga kalau dia masih berada diatas bukit ini ?"   "Ehmmm...tak bakal salah lagi"   Setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan.   "Sekarang, turunkan perintah kepada semua orang agar bertindak lebih berhati hati lagi, jika menemukan tempat persembunyiannya, laporkan dulu kepada ayah dan nantikan perintah ayah sebelum mengambil sesuatu tindakan!"   Nona Kim mengiakan, lalu katanya pula.   "Ayah, aku sudah lelah ....   "   Mou Sancu memandang sekejap kearahnya, kemudian menjawab.   "Sampaikan dulu perintah tersebut, kemudian kau boleh pergi beristirahat!"   Nona Kim mengiakan dan siap berlalu dari situ. Mendadak Mou Sancu berkata lagi.   "Sudahkah kau selidiki, Su-nio kabur melalui jalan yang mana ?"   "Dia kabur lewat gua Sam-seng-tong bagian tengah dibelakang bukit situ."   Jawab gadis itu berterus terang. Ucapan itu kembali membuat Mou Sancu merasakan hatinya terperanjat dia lantas mengulapkan tangannya sambil berkata.   "Segera turunkan perintah kilat, aku hendak melakukan pemeriksaan sendiri atas gua Sam seng tong tersebut !"   Mendengar ucapan itu, diam diam nona Kim merasa amat girang, cepat dia memberi hormat dan mengundurkan diri.   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Setelah menyampaikan perintah dan menyaksikan Mou Sancu berangkat menuju ke bukit bagian belakang nona Kim segera menjejakkan tubuhnya melayang ke tengah udara, ia tidak kembali ke tempat tinggalnya, sebaliknya langsung menuju keloteng impian.   -oo0dw0oooDalam ruangan loteng impian, nona Kim dan Sun Tiong lo sedang duduk saling berhadapan muka.   Dengan wajah dingin seperti es, nona Kim berkata.   "Bagaimana? Mau bicara atau tidak ?"   Sun Tiong io segera tertawa sahutnya.   "Asal usulku apa baiknya dibicarakan..."   "Aku menanyakan asal usul dari kalian bersaudara, kau harus bercerita apa adanya."   Tukas si nona dingin.   "Saat ini bukan saat yang tepat, bila nona percaya kepadaku..."   Sambil menggelengkan kepalanya kembali nona Kim menukas.   "Dulu boleh saja menunggu, tapi sekarang tak bisa kupenuhi, aku tetap menuntut seperti apa yang kukatakan tadi, bicaralah terus terang dan aku akan menjaga rahasia ini rapat rapat, kalau tidak..."   "Kalau tidafc, nona benar benar akan membeberkan rahasia ini kepada Sancu?"   Sambung Sun Tiong lo.   "Betul"   Jawab nona Kim dengan wajah serius.   "aku dan kau sama sama tiada pilihan lain !"   "Sungguh ?"   Paras muka Sun Tiong lo segera berubah menjadi serius pula.   "Benar"   Sahut sinona dingin.   ""selain itu aku harap apa yang telah disampaikan kakakmu kepadamu juga kau sampaikan kepadaku!"   Sun Tiong lo berlaga menghela napas panjang dengan perasaan apa boleh buat, padahal sesungguhnya dia memang berniat untuk menerangkan segala sesuatunya tanpa diminta, sehingga dengan demikian, tujuan mereka sebenarnya sama.   Maka diapun lantas membeberkan kejadian yang sebenarnya...   -oo0dw0ooSuatu malam yang gelap dengan angin yang berhembus kencang, malam itu salju turun dengan derasnya.   Kentongan ketiga telah menjelang tiba, suara kentongan tersebut berkumandang dari balik gedung Kwik Wangwee yang letaknya berhadapan dengan kuil Kwan ya bio dikota Tong ciu Tiba-tiba dari belakang dinding tinggi gedung Kwik Wangwee tersebut melayang datang sesosok bayangan manusia, ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu amat sempurna sekali sehingga kelincahannya mirip seekor burung walet.   Tapi begitu kakinya menempel diatas tanah, tiba tiba ia tak sanggup berdiri tegak, dengan sempoyongan dia mundur sejauh tiga langkah lebih dan akhirnya jatuh terjungkal diatas tanah.   Tampaknya bantingan tersebut cukup keras, buktinya sampai cukup lama orang itu terduduk ditanah sambil mengaduh, tapi kemudian ia meronta bangun dan celingukan ke sana ke mari.   Dengan cepat perasaan gelisah dan cemas menyelimuti wajah orang itu ..Sejauh mata memandang, ujung jalan yang terbentang tiga puluh kaki lebih itu berakhir diujung sebuah tembok kota yang tinggi, jalan lain menuju ke arah kuil Kwan ya-bio, sedangkan jalan terakhir menuju ke belakang gedung Kwik Wangwee.   Kecuali jalan jalan tadi, disana hampir tak nampak jalanan lainnya lagi- Pada hal dia harus cepat cepat melarikan diri, sedang musuh makin mendekati orang itu menjadi kebingungan setengah mati dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.   Dalam gugup dan gelisah, mendadak sorot matanya di alihkan kepada pintu gerbang kuil Kwan ya bio itu.   Setelah menundukkan kepala dan berpikir sebentar, akhirnya sambil menggigit bibir dia melompat naik keatas undak-undakan kuil itu.   Sekarang keadaan orang itu baru tampak lebih jelas, terlihat sebuah bungkusan berada di atas punggungnya, besarnya tidak mencapai tiga depa, terbuat dari kulit kambing warna hitam gelap.   Ketika memandang kearah bahu kiri dan kaki kirinya, tampak seakan akan menderita luka parah sehingga hal mana membuat langkahnya tak selincah semula.   Tak heran kalau tubuhnya menjadi sepoyongan setelah melayang turun ditengah jalan tadi.   Setibanya diatas undak kuil, ia baru melihat jelas suasana dalam ruangan tersebut, keningnya segera berkerut dan kepalanya digelengkan berulang kali.   Dalam pada ini suara pekikan nyaring berkumandang secara tiba- tiba dengan amat nyaringnya.   Dia segera mendepakkan kakinya ke tanah, lalu dengan cepat melepaskan buntelan yang ada dipunggungnya, setelah itu dia bergumam.   "Kalau aku sampai mati, hal ini tak menja di masalah, tapi In-cu (majikan) hanya mempunyai seorang putra, padahal aku sudah terkena senjata rahasia beracun, tampaknya aku harus menyembunyikan majikan kecil lebih dahulu..."   Bergumam sampai disitu dia lantas menerobos masuk ke dalam ruangan, ketika dijumpainya ada beberapa buah karung yang tergeletak disana, dengan cepat dia masukkan bocah itu ke dalam karung-karung tersebut.   Begitu selesai menyembunyikan bocah ini ke dalam karung dengan cepat dia telah menggembol kembali bungkusan kulit kambing itu diatas punggungnya, tak bisa disangkal lagi dia sedang menggunakan siasat guna mengelabuhi lawannya.   Begitu selesai menyembunyikan majikan kecilnya, dengan perasaan lega dia berpikir sejenak, lalu lari ke tengah jalan dan berencana untuk melakukan perlawanan lagi sampai titik darah penghabisan.   Siapa tahu baru saja dia hendak melangkah pergi, tiba tiba muncul sebuah tangan yang kurus kering mencengkeram tungkai kakinya, menyusul kemudian muncul seorang pengemis tua yang rambutnya telah memutih semua sambil tertawa terkekeh-kekeh.   Sambil menggelengkan kepalanva berulang kali, pengemis tua itu berkata sambil tertawa cekikikan.   "Sobat, kau tak boleh berbuat begitu, aku si pengemis tua kerjanya hanya meminta-minta, belum pernah kulakukan pekerjaan berdagang manusia."   Mendengar perkataan itu, dengan cemas seorang itu segera berseru.   "Bukan... bukan begitu, dia adalah majikan kecilku, karena rumahnya telah musnah dan musuh mengejar amat ketat, sedang akupun sudah terkena senjata rahasia beracun."   Belum habis ucapan tersebut diutarakan, kembali pengemis tua iiu menggelengkan kepalanya sambil menukas.   "Tak usah menggunakan alasan sebanyak itu, jika kau larikan anak orang, tentu saja orang tuanya akan mengejar dirimu, sekarang kau sembunyikan bocah itu ke dalam sarang kami, tahukah kau dosa apa yang bakal dipikul oleh diriku?"   Dalam pada itu suara pekikan nyaring tadi sudah semakin mendekat, bahkan dari kejauhan sana telah berkumandang pula suara sahutan.   Ketika orang itu melihat keterangannya tak bisa diterima orang, mendadak timbul niatnya untuk membunuh pengemis tersebut, dengan cepat dia merogoh ke dalam sakunya siap mencabut keluar sebelah pisau belati.   Tapi pengemis itu dengan cepat telah berkata lagi.   "Sobat, bila kau berati menggunakan kekerasan untuk membunuhku, maka sekalipun aku harus pertaruhkan nyawa, aku akan kuteriakkan tempat persembunyianmu, waktu itu orang orang yang mengejarmu pasti akan berdatangan kemari, sedang rekan rekanku yang berada dalam ruangan inipun akan terbangun semua, lebih baik jangan berbuat bodoh."   Orang itu menjadi tertegun untuk sesaat lamanya, dalam gelisah bercampur gusar akhirnya dia berkata lagi.   "Aku tidak membohongi dirimu, bocah ini mempunyai asal usul yang besar, dia adalah satu-satunya keturunan keluarga Sun dari loteng tamnur yang hidup, aku bernama ...   "   Belum habis dia berkata, pengemis tua itu lelah mengendorkan tangannya sambil menukas "Apakah kau maksudkan Sun Toa-wangwee dan bi-jin-tong (ruang pengumpul kebajikan ) ?"   Buru-buru orang itu mengangguk "Benar, dalam saku bocah itu terdapat tanda pengenal yang akan membuktikan kebenaran itu, cuma sekarang aku tak ada waktu lagi untuk diperlihatkan kepadamu, setelah melewati malam ini, kau akan segera mengetahui jika aku tidak berbohong kepadamu!"   Pengemis tua itu berpikir sejenak, lalu katanya sambil tertawa.   "Sun toa-wangwee memang seorang yang baik, dan kau ... aku lihat kaupun tidak mirip orang jahat, baiklah, aku percaya dengan perkataanmu itu, benar atau tidak. besok pagi kita bicarakan lagi, sekarang kau boleh pergi dari sini !"   Selesai berkata, pengemis tua itu kembali menerobos masuk ke dalam karungnya.   Setelah majikan kecilnya disembunyikan orang itupun merasa hatinya setengah lega, dengan langkah lebar dia lantas berjalan menuju ke tengah jalan.   Mendadak pengemis tua itu bangkit kembali seraya berseru.   "Hei, hei, hei, kau hendak kemana?"   Sambil menuding ke ujung jalan sebelah timur, jawab orang itu.   "Aku hendak memancing musuh !"   "Huuh ... kata kata macam kentut, orang lain sudah mengurung rapat-rapat semua jalan disana, bila kau berani ke tempat itu, tanggung tak sampai setengah jalan, dirimu sudah kena dibekuk oleh mereka, waktu itu bila golok mengorek tulang, mulutmu pasti terpentang lebar lebar dan berkata apa adanya, akibatnya kau pasti mampus, bocah itu akan mampus, kami pun turut menjadi korban."   Mendengar perkataan itu ada benarnya juga, tanpa terasa orang itu bertanya.   "Lantas aku harus ke mana . ."   Belum selesai perkataan itu, si pengemis tua tersebut sudah menuding ke dalam ruangan sambil berkata.   "Kalau ingin kabur lebih baik kabur ke barat, paling tidak bisa memancing perginya para pengejarmu itu, cepat !"   Orang itu segera menyahut, tanpa banyak berbicara lagi dia lantas kabur menuju ke dalam ruangan. Siapa tahu pengemis tua itu berbisik lagi secara tiba tiba.   "Waah ... sudah tidak keburu, orang-orang yang mengejar mu itu berilmu silat sangat tinggi, mereka telah tiba disini, cepat sedikit masuk ke dalam karungku, cuma kau harus ingat, bertindaklah sedikit pintar, bilamana tidak amat penting jangan bersuara !?"   Dalam keadaan begini, dia tak sempat memikirkan perkataan dari pengemis tua itu lagi, dengan cepat dia menerobos masuk ke dalam karung dan menyembunyikan diri.   Siapa tahu pengemis tua itu memang aneh, ternyata ia menarik keluar kepalanya dari dalam karung dan menarik bajunya keluar, hingga dengan demikian meski tak nampak wajah-nya, namun kelihatan kepala dan sebagian dari tengkuknya.   Baru saja dia menyembunyikan diri, terdengarlah suara ujung baju yang hembus angin bergema dari luar pintu kuil Kwan ya-bio, dalam waktu singkat disana telah muncul belasan orang manusia berbaju hitam, bahkan raut wajah mereka ditutup oleh kain kerudung hitam.   Kemudian manusia berbaju hitam itu berdiri berjajar dengan rapi, namun sama sekali tak bergerak, scakan-akan ada sesuatu yang dinantikan.   Tak lama kemudian, sesosok bayangan putih melayang turun dari tengah udara, ketika mencapai tanah ternyata tidak menimbulkan suara apa-apa, ternyata dia adalah seorang manusia berbaju perak berkerudung hitam yang mempunyai perawakan jangkung.   Kain kerudung ril persis menutupi hidung dan mulutnya, dengan demikian hanya sepasang matanya yang tajam saja tampak dengan jelas.   Setibanya disana, dengan sorot mata setajam sembilu dia awasi sekeliling kuil, lalu tegurnya dengan suara dalam.   "Apakah orang itu berada didalam sana ?"   Seorang manusia baju hitam yang berkerudung dan berdiri di ujung segera menyahut.   "Menurut jejak kaki yang berada diatas permukaan salju, ia telah masuk kedalam kuil Kwan Yao bio."   "Ehmm...."   Orang yang berbaju perak itu manggut-manggut, lalu sambil ulapkan tangan ia melanjutkan "Geledah! Tapi jangan sampai membangunkan kawan-kawan pengemis, cara kerja kalian harus cepat, ringan matapun harus jeli!"   Kawanan manusia berkerudung hitam mengiakan lirih, dan seringan kapas menyelinap masuk sedalam kuil, sementara ditengah jalan raya hanya tinggal simanusia berbaju perak seorang.   Setelah menyaksikan anak buahnya menyebarkan diri untuk melakukan penggeledahan dalam kuil itu, pelan pelan manusia berbaju perak itu melangkah naik keatas undak undak batu, sorot matanya yang tajam memandang sekejap keatas undakan batu tadi, kemudian berhenti.   Menvusul kemudian manusia berbaju perak itu menendang sebuan karung goni yang paling panjang.   Sipengemis tua yang berada dalam karung goni itu cepat melompat bangun, kemudian sambil memicingkan matanya dia mengawasi orang berbaju perak itu dengan wajah tertegun.   Orang berbaju perak itu segera tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya.   "Aku tahu, kau belum tidur !"   Tampaknya pengemis tua itu berangasan sekali, kontan saja dia meludah sambil menyumpah.   "Sialan, betui-betul ketemu setan kepala besar, mau tidur kek, mau melotot kek, apa sangkut pautnya dengan dirimu ? Kau tahu baru saja aku mau tidur, badanku sudah ditendang orang, aku ingin menggeliat, kau tendang pantatku lagi, huuuh, kalau ditendang melulu hanya kentut anjing yang bisa meram !"   Orang berbaju perak itu tidak marah, dia manggut-manggut lalu bertanya pelan.   "Ooh, jadi tadipun kau kena ditendang orang sampai terbangun dari tidurmu ?"   "Hmm, siapa bilang tidak?"   Sahut pengemis tua itu dengan wajah marah bercampur kesal. Kembali orang berbaju perak itu manggut-manggut, tanyanya kemudian.   "Macam apa orang yang menginjakmu tadi?"   Pengemis tua itu cuma melotot saja, tak sepatah katapun yang dijawab, kemudian tubuh nya ditarik masuk kembali kedalam karung goninya dan siap-siap untuk tidur lagi.   Orang berbaju perak itu tertawa seram, sekali lagi dia menyepak tubuh pengemis itu, malah kali ini menyepaknya keras keras.   "Aduh mak biyung,"   Jerit sipengemis sambil melompat bangun.   "maknya, apa apaan kau ini."   "Jawab dulu pertanyaanku yang kuajukan tadi!"   Seru orang berbaju perak itu dingin. Pengemis tua itu mengerdipkan mata, kemudian mendengus dingin.   "Hmm ...! Enak betul kalau perintah orang huh apa yang kau andalkan?"   "Aku mengandalkan apa yang ingin kuketahui !"   Suara orang berbaju perak itu kedengaran mengerikan sekali.   "Jadi kau ingin tahu ...?"   Tiba-tiba pengemis tua itu berkata lebih jauh. Belum sampai berbaju perak itu menjawab, pengemis tua itu sudah mengulurkan tangannya kedepan seraya berkata.   "Bawa kemari!"   "Apanya bawa kemari?"   Orang itu tertegun.   "Pepatah kuno berkata: Sebuas buasnya sang Kaisar, dia tidak akan mengutus tentara yang sedang kelaparan, aku adalah seorang peminta-minta, bukan si pengantar warta kepada toaya sekalian, maka dari aku minta uang nya lebih dulu sebelum buka mulut!"   Tampaknya orang berbaju perak itu segan untuk banyak ribut, ia segera merogoh sakunya dan mengeluarkan sekeping perak. Setelah menerima uang perak itu dan menyimpannya kedalam saku, pengemis tua itu baru tertawa terkekeh-kekeh.   "Heeh ...heeeh ... heeh paling tidak uang perak ini seberat dua tahil, baiklah, aku bersedia meajawab dua pertanyaanmu."   Orang berbaju perak itu mendengus dingin.   "Sekarang jawab dulu pertanyaan yang aku ajukan tadi!"   Pengemis tua itu terkekeh kekeh. Orang yang menginjak tubuhku tadi berperawakan tinggi, mengenakan baju warna biru dan membopong sebuah bungkusan kulit kambing yang besar, berwarna hitam!" - ooo0dw0ooo- BAB DELAPAN BELAS DIA telah lari kemana ?"   Kembali orang tua itu bertanya.   "ltu dia, masuk kedalam sana !"   Jawab si pengemis tua itu sambil menuding kedalam ruangan. Berkilat sepasang mata orang berbaju perak itu, kembali dia bertanya .   "Masuk kedalam ruang kuil atau..."   Belum habis pertanyaan itu diajukan, pengemis tua itu sudah menukas lebih dulu.   "Mana uangnya !"   Manusia berbaju perak itu menjadi tertegun mencorong sinar buas dari balik matanya. Tapi pengemis tua itu berlagak seakan akan tidak merasakan hal itu, kembali dia berkata.   "Aku toh sudah bilang, setiap potong perak hanya akan kujawab dua kali, oleh karena itu bila tuan ingin bertanya yang lain, maaf, terpaksa kau mesti memberi uang lagi padaku !"   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Orang berbaju perak itu mendengus dingin.   "Hm ! Memangnya kau anggap uang perak bisa dicari dengan cara begini mudah ?"   Kembali pengemis tua itu menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya lebih jauh.   "Terus terang kukatakan tuan, hidup sampai hari ini, baru kali ini aku si pengemis tua mendapat keuntungan seperti ini, kalau tidak, mana mungkin aku berani minta kepadamu ?"   "Oooh, jadi kau anggap aku adalah seseorang yang gampang diperas ? Maka kau mencoba untuk memeras aku ?"   Kembali sipengemis tua itu menggelengkan kepala berulang kali.   "Tuan, kau jangan menuduh aku yang bukan-bukan, aku sama sekali tak berniat untuk memerasmu, terus terang saja aku hanya memandang tuan sebagai orang yang royal, maka aku hendak manfaatkan kesempatan ini untuk mencari keuntungan."   Mendengar perkataan itu, si orang berbaju perak tersebut baru tertawa, betul juga dia lantas mengeluarkan sekeping uang perak dan dilemparkan kearah pengemis tua itu.   Begitu uang diterima, pengemis tua itupun segera berkata: Orang itu tidak masuk ke ruang tengah, melainkan berbelok kekanan lalu menuju ke- belakang."   "Heeeh heee heeh sudah aku duga, dia pasti..."   "Betul, isi bungkusan kulit kambing hitamnya juga bukan mutiara atau barang berharga, melihat seorang bocah cilik, seorang bocah yang meringis terus tiada hentinya!"   Mencorong sinar tajam dari balik mata orang berbaju perak itu, dengan wajah berseri dia menegaskan.   "Apakah kau lihat kesemuanya itu dengan jelas?"   Sekali lagi pengemis tua itu menyodorkan tangannya sambil tertawa-tawa terkekeh-kekeh.   "Harap tuan memberi persen lagi!"   Lama kelamaan orang yang berbaju perak itu menjadi naik darah juga, dengan gusar bentaknya.   "Aku toh belum menanyakan apa-apa? Masa kau ingin minta uang lagi? Apa-apaan kau ini?"   Agaknya pengemis tua itu mempunyai alasan yang amat tepat, segera sahutnya.   "Tuan, sekalipun kau tidak bertanya, tapi aku kan telah memberitahukan kepadamu kalau dia membopong seorang bocah ? Bukan hal ini sama artinya memberitahukan kepadamu?"   "Kau banyak bicara kan atas kerelaanmu sendiri, sudah barang tentu tak bisa dibilang sa ma"   Seru orang itu makin gusar.   Pengemis tua itu sama sekali tidak meng-gubris, malah seperti seekor ikan belut saja dia menerobos masuk ke dalam karungnya, jelas pengemis tua uu merasa kata katanya ini sangat menggusarkan orang berbaju perak itu, sambil menghentakkan kakinya dia menyepak pengemis tua itu dengan keras-keras.   Kali ini pengemis tua itu menjerit kesakitan dan melompat bangun sambil memegangi kakinya yang kesakitan itu.   Hanya Thian yang tahu, bahwa tiga kali tendangan tersebut, ia sama sekali tidak merasakan apa-apa, yang sial adakah lelaki yang berada disampingnya dan sedang bersembunyi itu, meski kena ditendang terpaksa harus menahan diri sebisanya.   Sementara itu, orang berbaju perak telah menyeringai menyeramkan, sorot mata memancar cahaya merah yang penuh dengan hawa napsu membunuh.   Setelah mengaduh tadi, pengemis tua itu segera berteriak dengan suara lantang.   "Atas dasar apa kau menyepak tubuhku ?"   Orang berbaju perak itu mendengus dingin.   "Hmm . .. ! pengemis busuk, kuperingatkan kepadamu, bila kau berani membungkam tanpa menjawab pertanyaanku bila sampai kau bangkitkan amarahku, mungkin sekali akan kutebas batok kepalamu dengan sekali tebasan pedang!"   Rupanya pengemis tua itu tidak takut mati, ia segera menjulurkan tengkuknya sambil berteriak.   "Kau hendak main gertak ? Hmm ... aku si pengemis tua sudah terlalu banyak menjumpai kejadian besar di dunia ini, terus terang kukatakan kepadamu, kecuali mampus tiada bencana yang lebih besar didunia ini, bila aku si peminta-minta tidak miskin, aku sudah hidup makmur sedari dulu-dulu.... mengerti ?"   "Pengemis busuk, berani berteriak-teriak?"   Bentak orang berbaju perak itu gusar.   "Kenapa tak berani berteriak? Sungguh menggelikan, kalau aku pingin berteriak, aku segera berteriak, bukankah kau punya pedang? Mari, mari, incar yang jitu dan tusuk lah tengkukku ini, jangan sampai meleset, hayo bacok saja cepat, jangan dianggap aku takut pada pedangmu itu."   Karena teriak-teriakannya itu, kontan saja kawanan pengemis lainnya yang berada dalam ruangan itu terbangun semua dari tidurnya, se rentak mereka merangkak bangun dari atas tanah.   Dalam keadaan demikian, sekalipun orang berbaju perak itu merasa mendongkol bercampur benci, namun dia benar-benar dibikin apa boleh buat.   Ketika pengemis tua itu menyaksikan rekan rekannya sudah pada bangun semua, ia berteriak makin keras lagi, serunya.   "Teman teman sekalian dalam ruang ini masih ada belasan orang bocah yang mengenakan kain kerudung hitam masih berkeliaran mari kita robek kain kerudungnya, coba dilihat adakah diantara mereka yang kita kenal..."   Anjurannya ini benar-benar merupakan senjata yang ampuh, kontan saja orang berbaju perak itu bersuit nyaring lalu mengajak belasan orang manusia berkerudung hitam itu untuk mengundurkan diri dari sana, sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.   Begitu orang-orang itu kabur, pengemis tua itu segera berseru kepada rekan-rekannya.   "Nah, sekarang orangnya sudah pada kabur, kalian harus tidur lagi dengan baik, siapa be rani bangun, lihat saja kalau aku si pengemis tua akan menghukumnya, selama tiga bulan tidak diberi makan selain itu, jangan menyulut lilin, mesti menghemat tahu ? Hayo matikan semua !"   Pengemis tua itu benar benar hebat, ternyata segenap pengemis yang berada dalam ruangan itu pada takut kepadanya, begitu perintah diberikan, serentak mereka masuk ke dalam karung goni masing-masing untuk tidur, sedang lilin pun segera dipadamkan.   Beberapa waktu kemudian, kawanan pengemis itupun telah tertidur kembali dengan nyenyaknya.   Menunggu semua orang sudah tidur, pengemis tua itu baru menarik keluar lelaki yang menyembunyikan diri tadi sambil berbisik.   "Hei, jangan tidur sungguhan, orang yang mengejarmu itu sudah kabur semua, mumpung ada kesempatan baik, cepatlah melarikan diri."   Lelaki itu mengiakan, tapi setelah meronta sekian lama, dia baru duduk dilantai. Dengan kening berkerut pengemis tua itu segera menegur.   "Hei, kenapa kau? Merasa keberatan untuk pergi dari sini!"   "Bukannya keberatan untuk pergi, aku sudah tak mampu untuk berjalan lagi...!"   Jawab lelaki itu sambil tertawa getir.   "Haahh . .. haahh ... haahh . .. bagus sekali, gara-gara ingin menolongmu aku telah pertaruhkan nyawa tuaku untuk ribut dengan kawanan manusia pembunuh yang membunuh orang tak berkedip itu, sekarang setelah orangnya pergi, kau malah ingin memeras aku..."   Buru-buru lelaki itu menggoyangkan tangannya berulang kali, katanya dengan cemas.   "Bukan, bukan begitu, sesungguhnya racun yang mengeram dalam bahu kiri dan kaki kiri ku akibat serangan senjata rahasia beracun itu sudah kambuh, kini aku benar benar tak sanggup untuk berjalan lagi"   "Oooh ....berbahayakah keadaanmu?"   Lelaki itu tertawa sedih, sahutnya lirih.   "Terus terang saja, aku sudah tak dapat hidup lebih lama lagi..."   "Aaaah...! Masa sampai sehebat itu?"   Seru pengemis tua tersebut sambil mengerdipkan matanya berulang kali. Lelaki itu manggut-manggut, sambil menyunggih lengan kirinya yang sudah mati rasa, dia berkata.   "Jika kau orang tua tidak percaya, silahkan memeriksa bahu kiriku ini, tanggung delapan puluh persen lenganku ini sudah berubah menjadi hitam pekat?"   "Oooh . .. kalau begitu, kau sudah pasti akan mati?"   Lelaki itu tidak menjawab, dia hanya tertawa sedih belaka.   Tampaknya pengemis tua itu tidak percaya dia segera turun tangan sendiri untuk memeriksa luka di atas bahunya itu, tapi setelah menyaksikan keadaan yang sebenarnya, dia segera menghela napas panjang.   Pengemis tua itu memang amat aneh, setelah menghela napas panjang, diapun tertawa terkekeh kekeh, katanya.   "Sudah banyak perjalanan yang kulakukan, banyak juga barang yang aku jumpai, tampaknya telah terluka oleh senjata rahasia yang dibauri dengan obat racun yang dinamakan Thio ko tin, lewat satu dua jam lagi kau pasti akan mati kekeringan dengan mulut terpentang lebar!"   Lelaki itu tidak banyak berbicara, dia hanya menundukkan kepalanya sambil membelai anak yang berada didalam karung goni tersebut. Mendadak pengemis tua itu berkata lagi.   "Hei, bagaimana kalau kita merundingkan sesuatu ?"   "Bagaimanapun juga, nyawaku dan nyawa majikanku telah ditolong kau orang tua pada malam ini, sebagai seorang lelaki sejati, ada budi harus dibalas ada dendam tak boleh dilupakan, bila kau orang tua ada pesan, silahkan saja disampaikan, asalkan aku masih sanggup untuk melakukannya, tak nanti aku akan menggelengkan kepalaku !"   Pengemis tua itu segera tertawa terkekeh-kekeh.   "Waaah . .. setelah kau berkata begitu, aku menjadi agak rikuh sendiri untuk buka suara"   Katanya.   "Haaah... haah... haah.... sudah sepantasnya kalau aku bersikap demikian, silahkan kau orang tua untuk mengucapkannya keluar."   Sekali lagi pengemis tua itu tertawa terkekeh-kekeh.   "Heeh... heh... heeh... begini maksudku, kalau toh kau sudah pasti akan mati, maka aku ingin meminjam mayatmu itu untuk..."   Belum habis ucapan itu diutarakan, lelaki itu telah menukas dengan cepat.   "Boleh!"   "Apakah tak kau tanya kegunaan mayat itu bagiku?"   Tanya sang pengemis tua agak tertegun. Lelaki itu segera tertawa getir.   "Kalau orang sudah mati maka dia tidak akan merasakan apa-apa lagi, perduli amat hendak diapakan mayatku itu, apalagi akupun bisa menggunakan mayatku ini unmk membalas budi kebaikanmu pada malam ini.."   Belum habis perkataan itu, kembali pengemis tua itu menukas.   "Sahabat, kamu benar-benar mengagumkan aku pengemis tuapun tidak ingin membohongi dirimu, baiklah sekarang terus terang kukatakan padamu, Aku mempunyai seorang murid yang memelihara ular kecil, sayang kami tak mempunyai makanan untuk memeliharanya, oleh karena itu..."   Paras muka lelaki itu segera berubah hebat, serunya tanpa terasa.   "Maksudmu, kau hendak menggunakan mayat ku untuk memelihara ular kecil tersebut?"   Pengemis tua itu cuma manggut- manggut. Tiba-tiba lelaki itu menghela napas panjang-panjang, katanya kemudian: Terserah kepadamu, toh setelah mati aku tak akan merasakannya apa, mau diberikan pada ular kek, harimau, terserah kamu..."   "Tidak, tidak, tidak, kau mesti mendengar yang jelas lebih dulu", seru pengemis tua itu lagi sambil menggelengkan kepala berulang kali.   "ular kecil kami itu tidak suka makan daging mayat yang telah kaku!"   Setelah mendengar perkataan itu, lelaki itu baru merasa terkejut, dengan wajah berubah teriaknya.   "Sekarang juga kau hendak..."   Pengemis tua itu manggut- manggut.   "Yaa... mumpung kau belum mati, lebih baik cepat-cepat kuberikan badanmu padanya."   Mendengar perkataan itu, lelaki tersebut menjadi amat gusar, sambil menuding kewajah pengemis tua itu bentaknya.   "Jangan mimpi..."   Beru dia bersuara, pengemis tua itu telah mendengus dingin seraya berseru.   "Kau toh sudah mengabulkan permintaanku lebih dulu, sulit bila kauhendak menyesalinya kembali, nah sekarang, berbaringlah baikbaik di sini..."   Begitu selesai berkata, jari telunjuk tangan kanan pengemis tua itu segera menotok diatas tubuhnya.   Kontan saja lelaki itu jatuh tak sadarkan diri.   Kemudian pengemis tua itupun mengambil keluar sebuah tongkat penggebuk anjing yang tipis dan panjang iiu, lalu diputar dan di tarik, ternyata tongkat penggebuk anjing itu telah berubah menjadi dua bagian, yang satu panjang sedangkan yang lain pendek.   Setelah itu dengan cepat dia melepaskan pakaian yang dikenakan lelaki tadi, tongkat penggebuk anjing yang agak pendek itu digertakan keras, seekor ular berwarna perak yang panjangnya cuma lima inci segera menyusup masuk ke dalam karung goni.   Tak lama kemudian, pengemis tua itu mendesis lirih dengan suara yang aneh.   tengah suara desisan itulah ular kecil berwarna perak tadi merambat keluar dengan ogah-ogahan, seakan-akan merasa keberatan untuk merambat balik ke dalam tongkat pendek itu.   Setelah tongkat penggebuk anjing itu disambung kembali menjadi satu, ia baru mengetuk diatas sebuah karung goni pendek yang berada disisinya sambil membentak.   "Hei setan malas, hayo cepat menggelinding keluar !"   Tak lama kemudian dari balik karung goni itu merangkak keluar seorang bocah yang berambut awut-awutan, bermuka merah, berhidung mancung dan memiliki sepasang mata yang besar dan jeli.   Belum lagi berbicara, bocah itu sudah tertawa lebih dahulu, katanya kemudian sambil tertawa cekikikan.   "Suhu, lebih baik kau urusi persoalanmu dan tecu tidur menurut kesenangan tecu sendiri, kan enak begitu?"   "Cuuh, kentut busuk"   Damprat pengemis tua itu.   "kalau suhu tertimpa halangan maka murid mesti menghadapinya, apa kau tak pernah mendengar, ayah berhutang anak yang membayar. Hayo cepat menggelinding keluar!"   Pengemis cilik itu segera menjulurkan lidahnya, kemudian mengomel.   "Suhu, berbuatlah kebaikan, baru saja aku mimpi kejatuhan rembulan, aku lihat uang yang besar sebatu lagi bergelinding datang, lalu ke lihatan ada gadis cantik memelukku, kemudian Thi wangwe, Li wangwe dan orang kaya lain nya datang berlutut melihat aku datang. Belum habis obrolan itu, kepalanya sudah di ketok dengan tongkat penggebuk anjing itu, kontan saja pengemis kecil itu teriak kesakitan. Cepat-cepat dia merangkak keluar dari karungnya sambil berseru.    Si Tangan Halilintar Karya Kho Ping Hoo Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo Karena Wanita Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini