Mustika Gaib 4
Mustika Gaib Karya Buyung Hok Bagian 4
Mustika Gaib Karya dari Buyung Hok Aku telah melihat sendri, perbuatan terkutuk mereka! 73 Diam!!! Bentak sang ayah. Mendapat bentakan tadi Siong In kaget ia lompat mundur, matanya memandang wajah si orang tua, kembali air mata menetes turun di pipinya. Kesedihan itu datang bertambah, mengapa sang ayah setelah sepuluh tahun tidak bertemu, kini berubah sikap terhadap dirinya, bukankah tempo dulu belum pernah ayahnya membentak demikian rupa. Ia sangat dimanja oleh ibu dan ayah itu, tapi setelah sepuluh tahun tidak jumpa dan pada perjumpaan pertama kali dalam sepuluh tahun itu, sang ayah telah membentaknya. Orang tua itu, yang menampak keadaan putrinya demikian sedihnya, ia menghela napas, katanya, Anak, kau jangan salah mengerti, ayahmu sangat sayang padamu, karena memikir keselamatan dirimu maka aku larang kau mencampuri urusan mereka! Ayah ...... Tapi ...... Sudahlah, sudahlah, mereka tokh telah berlalu. Jangan bicarakan lagi. Seru sang ayah sambil berjalan maju menghampiri Siang In. Kedua tangan orang tua tadi, diletakkan di atas pundak Siong In, katanya, Kau sudah besar, nah, pulanglah, beritahukan pada ibu, aku masih hidup, tidak kurang suatu apa, waktu ini aku belum bisa pulang ke rumah .... Ayah, mengapa? Tanya Siong In. Apa tidak bisa ayah pulang sebentar, menengok ibu? Anak, sampaikan pesanku padanya, tenang tenanglah ia, suatu hari pasti aku akan segera pulang, jawab sang ayah. Tapi....... Sebaiknya ayah pulang dulu, kata Siang In. Bukankah ayah tadi mendapat serangan penyakit batuk-batuk? Orang tua itu mendadak seperti kaget, serunya, Eh ...... Akh ... Ya... Katanya sambil terbatuk-batuk. Batuk ini tidak berbahaya, ayahmu bisa mencari obat untuk menyembuhkannya. Setelah berkata begitu sang ayah batuk-batuk terus menerus. Siong In yang melihat ayahnya mendadak kumat penyakit batuknya, ia jadi menyesal mengucapkan kata-kata tadi, bukankah dengan ucapannya itu telah membuat sang ayah teringat akan penyakit batuknya? Hingga si orang tua mesti terbatuk-batuk terus. Ayah, maafkan anakmu, kata Siong In sedih. Seharusnya aku tidak mengingatkan ayah tentang penyakit batuk itu. 74 Sang ayah teras batuk-batuk serak katanya, Penyakit ini memang aneh, kalau sekali batuk, terus-terusan saja, tapi kalau ia berhenti maka lama tak akan kumat. Kau jangan kuatir, nah pulanglah, beritahu ibumu kalau aku dalam keadaan sehat walafiat. Siong Ia jadi bingung, mengapa sang ayah ini bersikap begini aneh, maka dengan manjanya ia bertanya, Ayah sebenarnya sedang menghadapi urusan apa? Anak tidak ada urusan apa-apa yang mesti dikuatirkan, beritahukan saja pada ibumu, ia akan mengerti. Dan dalam perjalanan pulang kau jangan bertindak sembarangan. Sebaiknya jangan mencampuri urusan orang lain! Tapi . , . Bagaimana kalau orang-orang seragam hitam itu mengejar dirku, memusuhi aku. Tanya Siong In. Orang tua tadi terbatuk-batuk, kemudian ia memasukkan tangannya ke dalam saku baju, dari sana mengeluarkan sebuah benda, katanya sambil menunjukkan benda itu pada Siong In, Kau pakailah benda ini di dadamu. Dan selanjutnya kau tidak perlu kuatir terhadap orang-orang seragam hitam. Mata Siong In terbelalak, memperhatikan benda di tangan sang syah. Itulah sebuah perhiasan emas berbentuk buah Tho, di atas buah itu terdapat dua lembar daun. Selagi Siong In memperhatikan dengan terheran-heran benda tadi, tangan sang ayah telah menusukkan benda tadi di baju dada kiri Siong In. Siong In membiarkan saja ayahnya menyematkan benda tadi, matanya memperhatikan bagaimana tangan sang ayah memasukkan peniti emas ke bajunya. Nah, perhiasan ini banyak gunanya, kata sang ayah setelah selesai menyematkan benda tadi. Kau pulanglah, ayahmu tak bisa lama-lama di sini. Setelah berkata begitu, orang tua tadi membalikkan badan, tanpa menambah ucapannya ngeloyor pergi. Siong In bengong terlongong-longong menyaksikan sikap aneh sang ayah itu. Mulutnya ingin berteriak memanggil, hatinya ingin mengejar berlalunya sang ayah, tapi sang mulut dan sang kaki tidak menurut perintah hatinya. Ia berdiri di situ terbengong-bengong, melihat belakang tubuh sang ayah, yang lenyap di balik lebatnya gerombolan pohon. 75 Begitu orang tua itu telah lenyap di balik pohon, mendadak saja badan Siong In melejit, ia lari mengejar ke arah lenyapnya sang ayah. Di dalam gerombolan pohon, si nona mencari bayangan ayah itu, tapi di sana sudah tak terdapat bayangan orang tua tadi. Siong Io terus ubek-ubekan mencari di dalam rimba. Tapi tetap saja ia tak menemukan jejak ayahnya Heran! Pikir Siong In. Bagaimana ayah bisa bergerak begitu cepat? Bukankah gerakannya tadi sangat lemah? Ia seperti tidak bertenaga, tapi bagaimana kini bisa lenyap mendadak? Di dalam hutan itu Siong In dibuat heran atas lenyapnya sang ayah. Ia tidak mengerti bagaimana ayahnya bisa bergerak begitu cepat. Dan saat itu mendadak saja ia teringat pada orang-orang seragam hitam berselubung muka. Ketika orang- orang itu mendengar suara batuk-batuk sang ayah, mendadak mereka pada tersentak kaget, menghentikan serangan. Dan meninggalkan Siong In yang menubruk ayahnya. Kejadian-kejadian itu membuat hati si nona tambah bingung. Manusia-manusia yang ia temui semua serba misterius. Kini kemana harus mengejar ayah itu, apakah ia harus kembali ke kampungnya memberitahukan pada sang ibu, kalau ayah itu masih hidup, dan pernah ia jumpai di dalam rimba ini. Tapi bagaimana ia mesti menceritakan pada ibunya tentang sikap ayahnya yang berubah misteri itu? Setelah berpikir bolak-balik, akhirnya Siong In mengambil keputusan. Katanya dalam hati, Dalam dunia ini ternyata banyak sekali orang-orang aneh, baru saja belum lama aku mengembara dalam rimba persilatan, telah menemukan tiga macam keganjilan, yang pertama, munculnya pemuda aneh yang mengucapkan kata-kata yang aku tidak mengerti apa maksudnya, ketika ia melarikan diri dari keroyokan orang-orang seragam hitam dimalam kemarin. Kedua dari hasil penguntitan terhadap orang-orang berseragam hitam lambang Kalong itu, aku mendapat kesimpulan, rupanya mereka terdiri dari dua tingkatan, tingkatan yang rendah itulah mereka yang mengenakan lambang Kalong Putih, ilmu kepandaian mereka tidak ada artinya. Dan tingkatan yang lebih tinggi mereka yang pada pagi ini kuhadapi, mereka cukup tangguh, di dada mereka terlukis lambang Kalong warna Kuning, selanjutnya, itu perempuan Biauw mau apa lagi dengan membawa lari pemuda itu. Ia juga memiliki kepandaian sangat aneh, binatang-binatang buas dan binatang- binatang berbisa begitu pula burung-burung aneh, mengapa bisa tunduk dibawah siulannya? Ilmu kepandaian yang sangat luar biasa! 76 Setelah hatinya berkata begitu, Siong In, meraba itu perhiasan buah Tho terbuat dari emas yang disematkan di dada kirinya oleh sang ayah, kemudian, katanya lagi, Ini lagi ...... urusan ayah, mengapa aneh begitu, aku disuruh pulang memberi tahu pada ibu, dan dilarang mencampuri urusan orang. Apa maksud benda emas ini? Apakah ini pemberian ibu? Kalau begini, sebaiknya aku pulang dulu ke gunung Hong-san memberi tahu sama ibu. Baru kemudian dengan diam-diam aku menyelidiki kemisteriusan ayah. Setelah berpikir demikian, ia masukkan pedang ke dalam serangka. Lalu melesat dari gerombolan pohon. Tapi baru berlari beberapa tombak, mendadak pikiran si nona berubah lagi, pikirnya, Aku tokh janji pada ibu paling lama setengah tahun, sedang aku meninggalkan rumah belum cukup dua bulan. Baiknya aku menyelidiki itu perempuan Biauw, apa maksudnya membawa lari pemuda aneh itu? Pikiran nona baju merah Siong In jadi kacau tidak keruan, ia dibingungkan dengan keanehan-keanehan yang baru saja dihadapinya. Berdiri mematung di antara lebatnya pohon dalam hutan tadi Sementara kita tinggalkan dulu keadaan, si nona baju merah Siong In yang kebingungan, maka marilah kita mengikuti pengalaman Kang Hoo yang dibawa terbang oleh burung aneh mengikuti si perempuan Biauw. HARI MULAI GELAP, lima ekor burung aneh meluncur menembusi kegelapan awan. Ratusan binatang buas dan binatang berbisa saling menggereng dan mendesis, berlompatan maju ke muka, mengikuti arah meluncurnya lima ekor burung menembusi awan. Kang Hoo yang tercapit di kedua kaki burung warna hijau biru bermata emas, masih belum sadarkan diri, angin langit menderu-deru membawa hawa dingin, mengibar-ngibarkan bajunya yang sudah pada robek. Beberapa tetesan darah masih jatuh menetes. Lambat laun haripun menjadi gelap. Tak tampak lagi kegiatan di atas dunia. Begitu pula kelima burung aneh di langitpun tak kelihatan bayangan tertelan oleh kegelapannya suasana. Suara gerengan binatang buaspun lenyap tiada terdengar. Begitu sang surya kembali memancarkan sinarnya di timur, di atas alam raya terjadi keramaian, burung-burung bernyanyi menari berterbangan kian kemari. 77 Binatang-binatang hutan berlompatan kian kemari mencari makan. Terotolan embun di atas daun menguap tersedot hangatnya sang surya pagi. Di bawah kaki gunung, di dalam rimba belantara, di dalam sebuah goa, menggeletak sesosok tubuh berdarah. Wajahnya pucat pasi, pakaiannya merah dinodai darah, tubuhnya penuh luka-luka bacokan. Tubuh berdarah itu seorang pemuda, bukan lain Kang Hoo adanya, keningnya yang lebar mengkilat ditimpa sinar matahari pagi yang menerobos masuk ke dalam goa. Diantara kesiuran angin gunung dan suara keresekannya daun pohon bergoyang keras, terdengar langkah kaki ringan memasuki goa. Itulah langkah kaki seorang gadis berkulit hitam manis. Di tangan kiri gadis tadi membawa sebuah timba kayu, di tangan lainnya membawa bermacam-macam dedaunan. Gadis hitam manis itu melangkah tenang memasuki goa, mendatangi Kang Hoo yang masih rebah pingsan di atas kasur rumput di lantai goa. Begitu berada di samping pemuda tadi, gadis itu meletakkan timba kayu yang berisi air, disamping begitu pula bermacam-macam warna daun di tangan lainnya diletakkan di samping timba. Dengan bantuannya sinar matahari pagi yang menerobos masuk ke dalam goa itu, gadis hitam manis memeriksa keadaan luka-luka Kang Hoo. Delapan luka ringan, satu luka berat, gumam gadis hitam manis tadi setelah memeriksa keadaan Kang Hoo. Setelah bergumam begitu, ia mengambil itu tumpukan daun-daun berwarna warni, lalu dipilihnya batu persatu, yang tidak perlu disingkirkan, kemudian kumpulan daun-daun yang telah dipilih tadi, dibasahi dengan air dalam timba kayu, setelah mana daun-daun tadi diremas-remasnya dengan kedua tangan hingga menjadi hancur dan mengeluarkan busa. Kalau melihat dari cara meremas daun-daun tadi nyatalah gadis hitam itu memiliki ilmu kepandaian tinggi, karena beberapa daun masih terdapat duri-duri pada rantingnya, tapi gadis tadi seperti tidak mendapat gangguan dari duri-duri itu, ia terus menggilas daun-daun hingga hancur mengeluarkan busa. Busa-busa yang keluar dari remasan gilingan campuran daun itu, diolesinya pada luka-luka di tubuh Kang Hoo, hingga semua luka tadi tertutup rata oleh busa- busa itu. Luka terberat yang diderita Kang Hoo, di bagian punggung kanan, hingga tangan kanannya lumpuh tak dapat digerakkan, pada bagian luka itu, gadis tadi seteliti 78 memeras daun-daun itu, busa-busanya diteteskan pada luka tadi, kemudian luka itu ditutupi oleh ampas daun-daun remasan. Setelah selesai mengobati luka Kang Hoo dengan daun-daun itu. Kembali ia melakukan pilihan pada daun-daun yang tadi dipisahkan, daun itu terdiri dari tiga warna, kemudian dimasukkan ke dalam timba kayu, di sana daun-daun tadi dihancurkannya. Daun-daun yang sudah dihancurkan dalam timba kayu tadi, dibawanya keluar goa, di luar goa itu, ia menuangkan air timba yang sudah bercampur dengan ramuan daun-daun itu ke dalam kuali tanah, yang terletak di atas dua buah batu. Setelah menuang air ramuan daun ke dalam kuali tanah, ia menjejalkan ranting- ranting kering ke dalam dapur batu tadi, lalu, menggosokkan dua ranting kayu, tak lama kemudian kedua ranting kayu kering yang digosok itu mengeluarkan api. Di dalam dapur itulah gadis hitam manis itu menggodok daun-daun ramuannya. Tak lama berselang air dalam kuali tadi mendidih, dari sana keluar bau wangi ramuan daun-daun itu. Hidung si nona hitam kembang kempis menyedot-nyedot bau wangi godokan tadi. Setelah sekian lama hidungnya kembang kempis, ia lalu mengangkat kuali tanah, isinya dituang ke dalam timba kayu lalu dibawanya kembali ke dalam goa. Di dalam goa itu Kang Hoo masih rebah, ia belum sadarkan diri. Gadis tadi meletakkan timba kayu, kemudian ia memeriksa denyut-denyut nadi tangan Kang Hoo. Setelah memeriksa denyut-denyut nadi Kang Hoo, gadis itu menggeleng kepala. Lalu mengambil selembar daun, daun tadi digosok-gosoknya sebentar pada bajunya, lalu dengan daun tadi, ia menyendok air godokan ramuan dari dalam timba kayu. Lalu ditiup-tiupnya beberapa kali agar air itu menjadi dingin. Dengan menggunakan daun itu, tetes demi tetes air godokan ramuannya dimasukkah ke dalam mulut Kang Hoo. Karena mulut Kang Hoo tertutup rapat tetesan-tetesan ramuan tadi, meleleh di bibir si pemuda mengalir ke pipinya dan jatuh ke atas kasur rumput. Gadis hitam manis itu kembali menyendok air godokan dalam timba kayu, ia mengulangi perbuatannya. Hasilnya kembali seperti apa yang semula ia kerjakan. Nihil. Air obat godokan itu meleleh ke atas tanah. 79 Hmmm..... Gadis itu kembali menyedok air obat dalam timba kayu, tapi kali ini tangan kirinya menjepit kedua rahang si pemuda, hingga mulut Kang Hoo terbuka bibirnya sedikit menganga. Setelah itu baru ia meneteskan cairan godokan ramuan itu ke dalam mulut Kang Hoo. Berulang ulang ia melakukan demikian, hingga dalam mulut Kang Hoo sudah dipenuhi oleh cairan obat itu, sampai luber ke bibirnya. Tapi Kang Hoo masih juga belum siuman. Jangankan siuman, air obat itu rupanva belum bisa masuk ke dalam perut si pemuda. Seakan di dalam tenggorokan si pemuda terdapat benda yang menyumbat. Si gadis jadi heran, pikirnya, Bukankah, air dalam mulut bisa masuk dalam perut, tapi mengapa ini bisa tertahan lama tidak mau masuk? Apakah kau sudah mau mampus? Setelah berpikir begitu gadis hitam manis tadi, menepuk-nepuk pipi Kang Hoo, tapi air dalam mulut tidak mau turun juga ke dalam perut si pemuda. Harus kutiup ke dalam. Pikir gadis hitam manis tadi. Setelah berpikir demikian, kemudian ia menundukkan kepalanya ke muka Kang Hoo lalu menempelkan kedua bibirnya di bibir si pemuda. Ia meniup mulut Kang Hoo mendorong air obat itu masuk ke dalam perut. Begitu ia meniup mulut Kang Hoo, mendadak saja air godokan dalam mulut si pemuda kembali nyemprot keluar, dibarengi dengan suara batuk-batuk si pemuda. Mustika Gaib Karya Buyung Hok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Gadis hitam yang mendadak mendapat semprotan jadi kaget, mengangkat mukanya, wajah hitam manisnya basah dengan cairan obat godokannya sendiri yang menyembur wajah manis itu. Dengan menggunakan tangannya, ia mengusap cairan yang memenuhi wajahnya. Sepasang mata gadis itu memperhatikan wajah Kang Hoo. Kang Hoo masih diam tertelentang, matanya tetap meram, hanya dadanya tampak bergerak lebih keras dari semula. Menyaksikan perobahan itu, perempuan hitam manis tadi tersenyum. Lalu kembali ia memasukkan cairan obat sodokannya ke dalam mulut Kang Hoo tetes demi tetes. Kali ini usaha si gadis berhasil, karena begitu tetesan air godok dedaunan itu masuk ke dalam mulut Kang Hoo tampak tenggorokan si pemuda bergerak, seakan ia menelan cairan yang masuk ke dalam mulutnya. 80 Setelah beberapa kali gadis itu meminumkan obat godokannya, tampak bulu- bulu mata Kang Hoo mulai bergerak-gerak, kemudian sepasang mata itu perlahan- lahan terbuka. Berbarengan terbukanya mata Kang Hoo, mulut si pemuda berkata, Ya Allah...... Gadis hitam manis itu kembali jadi kaget, ia tidak mengerti apa yang diucapkan Kang Hoo, bahasa apakah itu? Seumur hidup gadis itu belum pernah mendengar. Apakah ini anak gila? Pikir si gadis akhirnya. Setelah berpikir demikian gadis hitam manis itu dibikin kaget lagi. Karena Kang Hoo, kembali sudah jatuh pingsan lagi. Cepat-cepat gadis hitam manis itu memeriksa jalan nadi si pemuda. Kau memang banyak mengeluarkan darah. Gumam si gadis hitam manis. Mungkin karena banyak mengeluarkan darah itu otakmu jadi rusak, hingga kau berkata yang bukan-bukan. Ramuan daun ini berkhasiat luar biasa, ia bisa mengembalikan tenaga dan menambah darah, tapi kalau kau terus-terusan pingsan begitu, bagaimana aku bisa mencekok kau dengan jamu ramuanku. Inilah ramuan obat mujarab orang Biauw. Dan sebagai gadis Biauw aku telah menyentuh bibirmu, ini berarti aku telah jadi istrimu. Kalau tidak, aku tidak ada muka untuk hidup di atas dunia ini. Aku juga tidak mau jadi janda kembang aku harus menyembuhkanmu. Setelah berguman begitu, kembali si gadis Biauw memasukkan cairan godokan obat ke dalam mulut Kang Hoa, karena ia ingin cepat menyadarkan si pemuda, maka dengan mulutnya gadis Biauw tadi kembali menempelkan bibirnya di bibir si pemuda ia meniup mulut Kang Hoo. Tapi cepat ia mengangkat mukanya dari sana kuatir kalau Kang Hoo batuk lagi dan menyemburkan godokan obat ke wajah hitam manisnya. Tapi kali ini Kang Hoo tidak menyemburkan godokan tadi. Air ramuan tadi berhasil didorong masuk ke dalam perut si pemuda. Mengetahui kalau usahanya berhasil kembali, ia memasukkan air godokan ke dalam mulut si pemuda dan membantu mendorong dengan tiupan mulutnya. Karena mengetahui kalau Kang Hoo tidak lagi menyemburkan godokan tadi, si gadis Biauw tidak segera menarik mukanya dengan menempelkan bibirnya di bibir si pemuda perlahan-lahan ia meniup. Selagi bibir gadis Biauw hitam manis tadi masih menempel d bibir si pemuda, mendorong ramuan obat ke dalam tenggorokan pemuda itu dengan perlahan-lahan, 81 mendadak saja ia merasakan bibir Kang Hoo bergerak, terasa bagaimana bibir itu menyedot, membantu menelan godokan obat ke dalam tenggorokannya. Si gadis Biauw merasakan sedotan bibir Kang Hoo, ia kaget, matanya terbelalak ke atas menatap mata Kang Hoo, tapi mata si pemuda masih meram, sedotan bibir Kang Hoo terasa lembut menyedot-nyedot bibir si gadis, mendapat sedotan demikian rupa gadis tadi menghentikan meniupnya, ia menarik bibirnya dari bibir Kang Hoo, tapi tiba-tiba saja entah bagaimana, mendadak ia juga menyedot bibir Kang Hoo, melakukan satu kecupan. Berbarengan kecupan gadis tadi, mata Kang Hoo terbuka, dan si gadis Biauw jadi merah wajahnya, cepat ia menarik mukanya dari atas wajah Kang Hoo. Kang Hoo terbelalak kaget, seluruh badannya dirasa sakit, lengan kanannya masih belum bisa digerakkan, ia memperhatikan sekujur tubuhnya, tubuh itu penuh diolesi ramuan terasa luka pada badannya berdenyut-denyut menerima pengaruh ramuan yang melekat pada tubuhnya. Lebih-lebih keadaan pada luka di bahu kanan, luka mana terasa berdenyut keras. Mulut dan tenggorokannya terasa sepat-sepat manis asam, rasa itulah tadi yang membuat Kang Hoo menggerakkan kedua bibir menyedot rasa asam manis sepat tadi, begitu ramuan obat itu didorong oleh tiupan si gadis Biauw. Eh ...... Kau...... Siapa? Tanya Kang Hoo lemah. Mengapa berbuat begitu? Dengan wajah merah gadis Biauw itu, menyendok lagi ramuan dalam timba kayu, kemudian dimasukkan ke dalam mulut Kang Hoo. Kang Hoo mengelak, ia memiringkan kepala ke kiri. Minumlah! Seru si gadis Biauw. Inilah ramuan obat guna mempercepat penyembuhan luka-lukatmu. Mendengar kata-kata tadi, mata Kang Hoo memandangi wajah gadis hitam manis yang duduk di sampingnya, katanya, Kau? Apa maksudmu? Si gadis Biauw tidak menjawab, ia menjejalkan itu ramuan godokan ke dalam mulut Kang Hoo. Kang Hoa merasakan bagaimana cairan ramuan tadi menyentuh bibirnya, terasa asam sepat manis. Mengetahui kalau ramuan itulah yang tadi ia rasakan dalam tenggorokkannya, maka ia membiarkan gadis Biauw itu mencekok dirinya dengan obat godokannya. Cukup! Seru Kang Hoo. 82 Hmmm. Lukamu belum sembuh. Kau jangan bergerak dulu Kata gadis Biauw. Tapi Kang Hoo mana mau mengerti, perlahan-lahan ia bangkit duduk. Rupanya luka-luka pada badannya sudah mulai sembuh, hanya luka pada pundak kanannya yang agak parah itu, masih terasa sakit luar biasa. Setelah berhasil duduk, ia mencoba menggerakkan tangan kanannya perlahan- lahan. Tampak wajah si pemuda meringis menahan sakit. Tapi ia sudah bisa menggerakkan tangan kanan itu. Gadis Biauw itu menyaksikan gerakan Kang Hoo, ia memandangi dengan penuh perhatian, ketika si pemuda menggerakkan tangannya dengan meringis, gadis tadi berkata, Luka pada punggungmu tidak ringan, memerlukan waktu dua hari untuk menyembuhkannya, baru kau bisa leluasa bergerak. ETELAH berkata demikian, si gadis Biauw berjalan keluar pintu goa, di sana ia bersiul. Kemudian terdengar berkata, Ui-jie, kau bawa makanan kemari. Setelah berkata begitu, kembali si gadis Biauw menghampiri Kang Hoo, dan berkata, Aku sudah perintahkan Ui-jie untuk mencari makanan untukmu. Ui-jie? Siapa Ui-jie? dan kau siapa, di mana ini? tanya Kang Hoo keheranan memperhatikan sekeliling ruangan goa. Kemudian memandang si gadis. Tempat ini daerah Thiat-gan-tong, tidak jauh di belakang bukit terdapat perkampungan Biauw. jawab si gadis. Hmmm. Jadi kau gadis Biauw? tanya Kang Hoo. Si gadis mengangguk, ia menyendok lagi godokan ramuan di dalam timba kayu, diserahkan pada Kang Hoo, katanya, Kau minumlah ramuan ini, kugodok dari berbagai tumbuh-tumbuhan yang banyak mengandung khasiat bisa menyembuhkan luka dan menambah darah. Kang Hoo merasakan bagaimana keadaan lukanya yang begitu berat sudah hampir sembuh sebagian, ia percaya akan ucapan gadis Biauw tadi, tanpa banyak 83 tanya lagi, ia menerima sodoran daun yang terisi air obat itu, lalu ditenggaknya sekaligus. Baru saja Kang Hoo meminum air obat yang terasa sepat asam manis, dari pintu goa, berjalan masuk seekor orang hutan berbulu kuning. Melihat orang hutan berbulu kuning tadi, Kang Hoo kaget, ia menggeser badannya ke belakang. Gadis Biauw menoleh ke arah pintu goa, katanya, Dia adalah Ui-jie , nah kau jangan takut. Ui-jie ....Ui-jie ..... Ui-jie ...... gerutu Kang Hoo. Orang hutan berbulu kuning mendengar disebut namanya be-ulang-ulang oleh Kang Hoo menggaruk-garuk pinggangnya. Ui-jie, mana makanannya? tanya gadis Biauw pada si orang hutan bulu kuning. Orang hutan tadi melempar sebuah benda ke depan gadis Biauw. Luncuran benda itu disambut oleh gadis tadi, kemudian diserahkan pada Kang Hoo. Kang Hoo masih bengong, memandangi orang hutan bulu kuning itu, otaknya mengingat beberapa hari yang lalu, ketika ia sudah terluka parah, mendadak saja di sekitarnya dikurung oleh puluhan binatang buas. Dan bagaimana orang-orang berseragam hitam bertempur dengan si gadis baju merah, dilain bagian di atas bukit juga terdapat kelompok pertempuran yang terjadi antara orang-orang seragam hitam dengan gadis hitam manis. Kini gadis hitam manis itu berada di samping dirinya, ia juga ingat, bagaimana gadis itu berteriak Ui jie, cepat bawa anak itu, dan kemudian muncullah ini binatang orang hutan bulu kuning, tapi setelah itu ia tak ingat lagi. Hei, ini, makanlah, seru si gadis Biauw. Kang Hoo tersentak kaget, ia menerima pemberian buah tadi, tanyanya, Apakah, kau yang memerintahkan orang hutan ini? Dan bagaimana membawa aku kemari. Gadis Biauw tersenyum, katanya, Namaku Goat Khouw, orang-kampungku menyebut aku dengan sebutan putri binatang, itulah disebabkan karena kepandaianku menundukkan binatang-binatang buas. Waktu kau dikejar oleh orang-orang berselubung muka, malam itu, aku kebetulan sedang menunggu munculnya seekor binatang aneh, yang jarang sekali terdapat di muka bumi ini, kami orang-orang Biauw percaya binatang itu mengandung khasiat luar biasa, siapa yang bisa meminum darah dan memakan 84 nyali binatang itu, ia akan menjadi awet muda, dan memiliki tenaga besar. Tempat dimana binatang itu akan muncul tidak jauh dari tempat kau mendapat keroyokan, karena waktu itu kau lari lewat dimana binatang aneh itu akan keluar, hingga kau telah menyebabkan binatang itu jadi terkejut. Maka gagallah cita-cita ku itu. Tapi aku masih tetap menunggu munculnya binatang tadi! Binatang apa? tanya Kang Hoo memotong pembicaraan Goat Khouw. Kuya bumi! kata Goat Khouw, Karena gerakanmu membuat berisik hutan alang-alang itu hingga mengejutkan binatang tadi, dan selanjutnya ia tak mau muncul lagi. Semula aku hendak membunuhmu. Dan ketika aku hendak turun tangan membunuhmu, mendadak datang itu perempuan baju merah ia mencegah gerakanku. Maka terjadi pertempuran aku dengan ia hanya dalam beberapa jurus, aku tidak mengenal perempuan baju merah itu, ia juga tidak mengenal diriku, kami bertempur dengan berlainan tujuan, ia mempertahankan kau agar kau lolos dari kematian di tanganku, dan aku akan menghabiskan nyawamu. Selagi kami bertempur, muncul itu orang-orang seragam hitam, begitu mereka muncul mereka sudah mengeluarkan kata-kata kotor, membuat hatiku panas. Dan kami berbalik menyerang mereka. Pertempuran berlangsung sampai fajar, dan kami memencar menjadi dua kelompok pertempuran, sedang binatang-binatang buasku kuperintahkan untuk menjaga dirimu, karena aku masih penasaran dan ingin membetot nyawamu dengan tanganku sendiri............Mengapa kau tidak bunuh aku? potong Kang Hoo. Goat Khow memandang wajah Kang, Hoo, lalu katanya, Umurku sudah tujuh belas tahun, sudah waktunya aku menikah, maka .....mengingat itu aku telah memilih dirimu untuk calon suamiku, dengan adanya pikiran itu, aku batal membunuhmu dan kau kubawa ke tempat ini, kurawat dan kuobati dengan obat-obat ramuan bangsa kami. Mendengar keterangan gadis Biauw hitam manis itu, hati Kang Hoo jadi berdebaran. Wajahnya merah matang. Hmmm. Kau malu. seru Goat Khouw, Gadis-gadis Biauw, memiliki sifat polos dan terus terang, dan ia boleh mencari jodohnya sendiri, kini pilihan jodohku terhadap dirimu, meskipun kau seorang pemuda Han, tapi mengingat kalau aku telah melepas budi padamu, apakah kau bisa menolak kehendak hatiku? Aku tidak menolak, seru Kang Hoo, Tapi mana mungkin, aku nikah denganmu. Jangan banyak putar lidah! seru si gadis Biauw, Kalau kau bersedia, jawab yang tegas. Kalau tidak itu berarti dagingmu akan kuserahkan pada binatang- binatang buas. 85 Soal kawin bisa diurus belakangan, kata Kang Hoo, Aku masih punya banyak urusan, ayahku dibunuh orang, dan aku di kejar-kejar golongan pembunuh- pembunuh itu. Lagi pula aku harus mencari isteri yang seagama dengan diriku. Agama? tanya Goat Khouw membelalakkan mata. Apapun agamamu aku tidak perduli yang penting kau harus bersedia kawin denganku. Tidak mungkin! sela Kang Hoo, Seorang perempuan yang menjadi isteriku harus seagama denganku. Kalau tidak mana mungkin. Kalau begitu, aku bersedia menganut agamamu. kata Goat Khouw tegas. Mendengar kesediaan si gadis Biauw, hati Kang Hoo dibuat kebingungan, bagaimana seseorang bisa dengan mudah memeluk agama yang dipeluknya. Maka katanya, Itu juga tidak gampang. Kalau begitu kau memang memilih jalan kematian, dikoyak binatang buas, seru Goat Khouw marah. Jika Tuhan menghendaki aku binasa di tempat ini, tak seorangpun bisa menghalangi. Begitu pula sebaliknya, bila Ia menghendaki aku berumur panjang, apa artinya segala macam binatang buas, kau boleh suruh binatang-binatang buasmu itu membunuh diriku, aku ingin lihat apa yang mereka bisa kerjakan. Mendengar kalau Kang Hoo berkeras hati pada pendiriannya. Biauw Kouw mengkerut kening, kemudian katanya, Kau memiliki hati keras. Lebih keras dari pada batu. Tapi mau atau tidak kau mesti jadi suamiku. Perempuan setan! Kau gila! seru Kang Hoo, Bagaimana seorang perempuan memaksa laki-laki menjadi suaminya? Goat Khouw tertawa cekikikan, Hatiku telah memilih kau menjadi suamiku, hidup atau mati, katanya. Tentang cara untuk menundukkanmu, itu bukan urusan susah, tunggu sampai luka-lukamu sembuh benar, baru kau akan tahu bagaimana kau merayap mencariku...... Mendengar ucapan itu, sebenarnya Kang Hoo ingin memaki gadis liar bangsa Biauw ini, tapi mendadak otaknya berpikir. Tidak guna ia panjang lebar tarik urat di tempat itu tunggu setelah luka-lukanya sembuh, ia akan segera mencari daya untuk dapat lolos dari cengkeraman gadis Biauw liar ini. Mendapat pikiran begitu, Kang Hoo tersenyum katanya, 86 Seseorang yang menjadi isteri dari golongan agamaku, ia juga mesti menganut agama yang kuanut. Pertama ia harus melakukan upacara khitanan. Kemudian mempelajari ayat demi ayat ajaran agama. Mentaati Hukum dan Rukun agama..... Mustika Gaib Karya Buyung Hok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Aku bersedia, potong Goat Khouw, Kau tunjukkan saja bagaimana harus mempelajari agamamu, upacara khitanan atau apa saja aku sanggup menjalankannya..... Tidak begitu gampang, seru Kang Hoo Lebih-lebih, untuk mengkhitankanmu .... itu ...... Kang Hoo tidak bisa meneruskan ucapannya, ia menahan rasa geli yang mendadak timbul di hatinya. Hei, kenapa? tanya Goat Khouw, Kau boleh segera khitan aku. Gila ...... seru Kang Hoo, Tabiblah yang melakukannya! Kau bilang saja, apa itu khitan? nanti aku bisa cari tabib bangsa Biauw, menyuruh mengkhitankan diriku! Kang Hoo jadi gelagapan mendengar ucapan gadis itu, bagaimana ia menerangkan bagian anggota tubuh si gadis yang mesti dikhitan. Ia jadi melongo memandangi wajah ketololan gadis Biauw yang liar..Bagaimana? tanya Goat Khouw, Apa kau juga sudah menjalani upacara itu? Tentu, jawab singkat Kang Hoo. Bisa kau tunjukkan. pinta Goat Kouw. Kang Hoo tersenyum, bagian tubuh yang dikhitankan itu adalah anggota rahasianya yang amat vital. Bagaimana ia mesti menunjukkannya di depan gadis ini, sambil menggeleng kepala ia berkata, Mana bisa, mana bisa, urusan bisa jadi lebih berabe lagi. Bilang saja kau tidak menerima kehendakku! bentak gadis Biauw, Jangan lagi banyak bicara bertele-tele. Huh! Macam agama apa yang kau anut itu? Nggg..... dengus Kang Hoo. Kau dengar baik-baik aku menganut ajaran Islam! Mendengar disebutnya agama tadi, wajah Goat Khouw sedikit mengkerut, seumur hidupnya baru pertama kali ini ia mendengar nama aliran agama itu. Setelah sekian saat memandang Kang Hoo iapun bertanya, Dari mana kau dapatkan ajaran agama itu? Ayahku, almarhum berikan aku ajaran agama tersebut. jawab Kang Hoo. 87 Dan ayahmu, mendapat darimana? tanya lagi Goat Khouw. Eh, untuk apa kau banyak bertanya tidak keruan, kalau kau hendak menganut agamaku, aku bisa memberikan kau pelajaran tapi...... Tapi apa pemuda Islam? seru Goat Khouw. Sudahlah, kau jangan banyak bicara tentang urusan agama, karena aliran agama ini kemungkinan besar yang menyebabkan terjadinya teror terhadap ayahku. Ada suatu golongan melakukan teror!!! Siapa menteror kalian? tanya gadis Biauw. Orang-orang seragam berselubung hitam, ' jawab pemuda Islam Kang Hoo. Mereka juga manusia-manusia aneh, gerutu Goat Khouw, lalu ia bangkit keluar goa meninggalkan Kang-Hoo. Kang Hoo memandangi belakang tubuh Goat Khouw, berlenggak-lenggok keluar goa, bibirnya tersungging senyum. Entah apa yang dipikirkan si pemuda. TANPA DIRASA dua hari telah dilewati. Luka di punggung Kang Hoo sudah sembuh, tangan kanannyapun sudah bisa digerakkan dengan leluasa. Hanya pakaiannya masih itu juga, pakaian robek-robek penuh noda darah. Selama dua hari itu dalam rawatan gadis liar bangsa Biauw, ia merasakan bagaimana gadis tadi begitu telaten dan telitinya menjaga dirinya. Hingga bagaimanapun kuatnya hati seorang pemuda, mendapat pelayanan demikian rupa, maka goyanglah pendiriannya. Ia tidak bisa menolak dengan ketus permintaan gadis Biauw itu untuk menjadi suaminya, juga ia tidak bisa menerima begitu saja lamaran yang diajukan gadis tersebut. Teringat bagaimana dirinya sampai berada di dalam goa dalam daerah perkampungan suku bangsa Biauw, Kang Hoo terkenang pada gadis baju merah yang pertama kali ia temui, dan gadis itupun pernah melepas budi menolong dirinya dari cengkeraman orang-orang seragam hitam. Dua orang gadis sekaligus membayang dalam otaknya, ia membanding- bandingkan kecantikan kedua gadis itu. Mereka hampir memiliki perawakan dan potongan tubuh yang sama, berkepandaian silat sama tinggi, mereka hanya beda 88 dari asal keturunan, satu dari suku bangsa Biauw, berkulit hitam manis dan masih liar, dan satu keturunan bangsa Han berkulit putih kekuningan. Kecantikan kedua gadis itu boleh dibilang masing-masing punya kelebihan dan punya kekurangan. Tapi keduanya cukup menarik dan membuat hati Kang Hoo terkenang dan terbayang-bayang. Begitu kenangan wajah kedua gadis tadi berlalu dari rongga otaknya, Kang Hoo meneteskan airmata, ia terkenang akan ayah tercinta, tewas di bawah keganasan orang-orang berseragam hitam berselubung muka misterius. Dan yang lebih mengenaskan, kematian ayahnya mengalami proses pelumeran daging, akibat terkena cairan mayat seragam orang seragam hitam yang berhasil dibunuh sang guru. Teringat akan suhunya Beng Cie sianseng yang selama sepuluh tahun lebih mengajarkan ia ilmu surat dan juga memberikan pelajaran ilmu silat secara diam- diam pada dirinya, Kang Hoo jadi menghela napas. Karena tak disangkanya suhunya itu seorang jago rimba persilatan yang menyembunyikan diri. Dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana ia melihat gerakan suhunya memainkan tongkat bambu tujuh ruas menghadapi orang seragam hitam, bahkan dengan bengis sang suhu menyuruh ia membunuh orang berseragam hitam, yang telah membunuh ayahnya. Kemanakah suhunya itu, siapakah sebenarnya Beng Cie Sianseng? Pertanyaan itu berkecamuk dalam rongga otak Kang Hoo. Karena terlalu memikirkan keadaan dirinya, Kang Hoo lupa ia sedang berada di tempat apa, ia melangkah keluar goa, ternyata hari sudah mulai sore. Di luar sana, Goat Khouw dan binatang buas berbulu kuning itu tidak kelihatan di sana, suasana sore di depan goa sangat sunyi, hanya daun-daun pohon yang terus bergoyang tiada hentinya ditiup angin. Kang Hoo maju ke depan dan berada di depan goa ia memperhatikan keadaan medan di sana, itulah sebuah hutan di bawah kaki gunung yang sunyi disaaa sini hanya tumbuhan lebat. Lereng gunung ditumbuhi pohon-pohon lebat, jauh di atas puncak gunung, tampak kepulan awan mengambang memotong tengah-tengah gunung, hingga tak tampak sampai dimana tingginya puncak gunung itu, di utara dan timur masih terdapat puncak gunung yang menjulang tinggi. Tanpa disadari, Kang Hoo melangkah mendaki lereng gunung, tubuhnya menerobos rimbunnya ranting-ranting pohon. Selagi ia mendaki lereng gunung tanpa arah tujuan itu, mendadak di belakangnya terdengar suara orang memanggil, 89 Kang Hoo....! Kang Hoo terkejut, ia menoleh ke belakang, suara itu sudah ia kenal, bagi telinganya suara tadi tidak asing lagi. Suhu ........ teriak Kang Hoo berlari datang. Orang yang berteriak memanggil ternyata adalah si orang tua Beng Cie Sianseng, di punggungnya tersembul ujung bambu tujuh ruasnya. Ia cepat menghampiri Kang Hoo serunya, Ayo berangkat! Gadis liar itu sedang mengadakan persiapan pesta besar di kampung Biauw. Aaaaah......jadi, ia benar-benar ingin melaksanakan niatnya? tanya Kang Hoo. Ayo berangkat! Jangan banyak tanya lagi! seru Beng Cie sianseng. Belum waktunya kau mengurusi perempuan! Suhu..... seru Kang Hoo, sambil jalan terus ke atas lereng gunung, Gadis itu meskipun liar, tapi ia telah melepas budi menolong diriku. Aku tahu! Ia juga cukup cantik! kata Beng Cie sianseng, menarik tangan Kang Hoo, mempercepat jalannya, Berhari-hari aku mencari jejakmu, beruntung di tengah jalan aku bertemu dengan gadis baju merah, ia menceritakan bagaimana kau di bawa terbang oleh perempuan Biauw, maka dari keterangannya, aku menyusul ke daerah ini. Suhu pernah berjumpa dengannya? tanya Kang Hoo sambil mempercepat langkah kakinya. Nggg ..... apa benar, ia pernah menolong dirimu dari kurungan orang-orang seragam hitam?! tanya sang suhu. Benar. Dia penganut ajaran Budha. jawab Kang Hoo. Jangan bicara soal Budha atau apapun, kau lupakan semua itu, yang perlu selamatkanlah dirimu. kata Beng Cie sianseng dengan suara agak marah, Selama ini aku hanya menurunkan ilmu silat kosong, tiada artinya untuk menghadapi manusia-manusia kukuai rimba persilatan. Itu karena aku menghormati ayahmu, yang tidak menghendaki kau mempelajari ilmu silat. Bila kita berhasil keluar dari tempat ini, maka kau harus memperdalam ilmu silatmu. Dan kau juga harus berusaha membasmi perkumpulan Kalong itu guna membalas sakit hati ayahmu. Sambil lari menerobos semak-semak belukar mereka bicara perlahan. Suhu, tapi agama melarang aku membunuh! kata Kang Hoo setelah ia mendengar perkataan suhunya agar membalas dendam. 90 Anak tolol. Dalam agama yang kau anut itu, memang dilarang membunuh, tapi untuk melakukan Darul dan mempertahankan serta menegakkan agama kalau perlu melakukan perang. Perang? tanya Kang Hoo kaget. Dari mana suhu tahu. Lama aku mengikuti jejak ayahmu, aku juga pernah mendengar ketika ayahmu mendapat pelajaran agama itu dari seorang tua bersorban, ketika itu usiamu masih tiga tahun. Orang tua itu bercita-cita untuk melakukan Darul Islam! Jadi suhu sudah lama mengenal ayah, tanya Kang Hoo. Dan apa itu Darul Islam? Mengembangkan agama. Kalau perlu dengan perang! jawab Beng Cie sianseng Sebenarnya ayahmu seorang pembesar negeri yang bijaksana. Aku senang dengan dirinya. Dan aku bersedia menjadi budaknya. Hmm kemana kita? tanya Kang Hoo sambil terus lari menerobos ranting- ranting pohon. Meninggalkan daerah ini sejauh mungkin, jawab sang suhu sambil menoleh ke belakang, Gadis liar itu telah melepas budi padamu, dan bilamana kehendaknya tidak kau penuhi, ia bisa membunuh kau. Dari kalau sampai terjadi demikian itulah kejadian yang sangat membingungkan, kita tidak bisa melukai dirinya, lebih-lebih membunuhnya, orang yang telah melepas budi, kita harus ingat atas budi itu. Tanpa dirasa mereka menyusuri bukit-bukit pegunungan penuh gerombolan pohon itu, hari pun sudah mulai gelap. Sambil lari menerobos hutan Kang Hoc berkata, Sebentar lagi malam tiba. Dalam keadaan gelap, menguntungkan kita. jawab Beng Cie Sianseng. Angin malam berhembus, hawa udara yang mulai dingin, bertambah dingin lagi, lebih-lebih keadaan Kang Hoo yang sebagian besar bajunya telah robek akibat serangan pedang orang-orang seragam hitam, siliran angin tadi menusuk-nusuk bekas luka-lukanya. Dalam cekaman hawa dingin tadi, mendadak saja terdengar suara tetabuhan alat musik sayup terdengar mengumandang ke seluruh lereng gunung. Beng Cie sianseng mendengar suara tetabuhan alat musik itu, ia jadi melengak, begitu pula Kang Hoo, ia menatap wajah sang suhu. Eh, suara musik apa? Tanya Kang Hoo. 91 Gadis liar tadi rupanya telah menyiapkan pesta kawin untukmu. Ia sudah kembali ke goa untuk menyambut pengantin laki-laki, Kau lihatlah, di bawah sana bukankah di depan goa dimana kau tinggal, itu nyala-nyala api obor menerangi keadaan. Kau kira betapa marahnya gadis itu, begitu melihat kau tak ada di dalam goa! Hoo tertawa, Dia liar tapi lucu sekali. Bagaimana membikin pesta kawin tanpa menunggu persetujuan laki-laki. Kau jangan banyak bicara! Cepat jalan! bentak Beng Cie sianseng. Sementara itu, rombongan musik yang telah disiapkan oleh Goat Khouw untuk menyambut pengantin laki telah berbondong-bondong datang ke depan goa. Obor- obor membuat keadaan gelap di depan goa jadi terang benderang. Empat orang laki-laki Biauw berwajah hitam menggotong sebuah joli yang terhias bunga-bunga serta lukisan khas suku bangsa Biauw, di belakang penggotong tandu berbaris rombongan seni musik. Di belakang barisan rombongan alat musik, tampak berlerot barisan binatang- binatang buas peliharaannya Goat Khouw. Di depan pintu goa, Goat Khouw sudah dandan demikian rupa, ia memerintahkan beberapa orang pelayan laki-laki membawa satu perangkat pakaian kemantin baru. Agar mereka menggantikan pakaian Kang Hoo di dalam goa. Sementara itu, Goat Khouw dan rombongannya menunggu berdiri di depan pintu goa. Tiga orang laki Biauw memasuki goa, mereka membawa sebuah obor, tugas mereka menggantikan pakaian Kang Hoo yang sudah robek-robek itu, dan meriasi si pemuda menjadi kemantin laki-laki kemudian membawa si pemuda keluar lalu dengan tandu ia akan dibawa ke perkampungan Biauw untuk me-lakukan pesta perkawinan. Lama Goat Khouw menunggu di luar, hatinya sudah gelisah benar. Ingin lekas memandang wajah sang kekasih yang sudah dandan rapi. Suara musik tetabuhan bangsa Biauw terus mengumandang dimalam hari, rembulan yang mulai bundar sudah nongolkan dirinya, mengintip peristiwa malam di atas dunia. Tak lama tiga orang laki-laki Biauw sudah jalan keluar, salah seorang membawa obor, wajah mereka agak cemas. Dan dua orang lainnya, dengan masih membawa buntalan pakaian lari mendekati Goat Khouw, katanya perlahan, Di sana tak ada orang! Hah! Goat Khouw kaget, ia lari mengambil sebuah obor, lalu memasuki goa. 92 Begitu berada di dalam goa mendadak saja ia membanting-banting kaki, gerutunya, Laki-laki terkutuk! Dengan baik hati aku merawatmu. Kini kau kabur meninggalkan aku hmmm. Rupanya kau telah terpincuk dengan perempuan baju merah itu. Biar kelak akan kubunuh ia agar kau bisa tahu siapa aku! Goat Khouw yang mendapatkan goa sudah kosong, ia jadi marah tidak kepalang, karena kemarahannya itu, telah terbetik rasa cemburunya, bukankah di dalam hutan rumput alang-alang itu, si nona baju merah Siong In juga berusaha untuk menolong diri Kang Hoo dari tangan maut. Maka berpikir begitu kemendongkolannya merembet diri Siong In. Setelah menggerutu di dalam goa, Goat Khouw lari keluar, ia melempar obor di dalam goa. Kalian balik ke perkampungan. Teriak Goat Khouw pada rombongannya, Pesta dibatalkan. Semua orang-orang laki perempuan jadi terheran-heran mendengar perintah si nona, mereka melompongkan mulutnya, suara musikpun sirap seketika. Goat Khouw tidak memperdulikan rombongan kesenian itu, dengan wajah merah penuh kemarahan ia bersiul. Suara siulan si nona liar mengumandang angkasa malam. Dan tak lama di atas udara di bawah sinar rembulan, tampak meluncur lima titik bayangan hitam menukik ke bawah, lima titik bayangan hitam tadi kian lama kian jelas bentuknya itulah lima ekor burung aneh. Mereka berterbangan di atas kepala Goat Khouw. Goat Khouw mendongak kepala ke atas kemudian, ia bersiul lagi, suara siulan itu panjang pendek seperti suara burung. Lima ekor burung aneh, mendengar suara siulan itu mereka terbang berpencaran ke setiap pelosok rimba. Mustika Gaib Karya Buyung Hok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Setelah memerintahkan kelima burung-burungnya, Goat Khouw bersiul lagi, suara siulannya disusul dengan terdengarnya suara gerengan-gerengan binatang buas, memenuhi hutan di depan goa. Ui-jie, seru Goat Khouw begitu ia menampak binaiang orang hutan bulu kuning jalan menghampiri. Kau panggil Toa sian-seng. Mendengar perintah si nona, orang hutan bulu kuning mengeluarkan suara pekikan, lalu ia lompat lari memasuki hutan. Dan tak lama kemudian sudah balik kembali dengan seekor orang hutan hitam berbadan besar, tubuh orang hutan itu dua kali lebih tinggi dan lebih besar dari pada orang hutan bulu kuning. 93 Ternyata yang dimaksud dengan Toa sian-seng adalah itu orang hutan hitam besar. Di depan si nona Biauw, orang hutan besar Toa sianseng mulutnya cengar cengir, kepalanya miring ke kiri ke kanan memandang Goat Khouw. Kurang ajar, kau jangan cengar cengir! bentak Goat Khouw, Ayo ikut aku, kalian harus bekuk itu laki-laki Han. Kalau ia tidak mau kawin denganku, biar kuserahkan padamu. Rupanya ia lebih suka memilih kau dari pada menikah dengan aku. Toa sianseng yang baru datang mendengar ocehan Goat Khouw lompat kegirangan, mulutnya mengeluarkan suara pekik-pekikan. Jalan! bentak Goat Khouw. Maka kedua orang hutan itu tak berani membantah perintah majikan perempuannya, mereka pada jalan mendaki lereng gunung. Rupanya si toa sianseng itu adalah orang hutan betina, ia jadi girang mendengar akan diberi seorang laki-laki untuk menghiburi dirinya. Sebenarnya sifat orang hutan perempuan besar itu sangat buas, ia tidak boleh melihat laki-laki cakep, pasti laki-laki itu diterkam. Maka jika tidak perlu betul menggunakan tenaga orang hutan yang diberi nama Toa sianseng itu, ia jarang mengajaknya bepergian. Karena diantara sekalian binatang-binatang, Toa siansenglah yang paling susah diatur. DENGAN menarik tangan Kang Hoo, menerobos gerombolan-gerombolan pohon di lereng gunung itu Beng Cie sian-seng berkata, Cepat perempuan itu sudah mengetahui kau tidak berada di dalam goa. Kang Hoo yang lari terseret-seret oleh suhunya, berkata, Suhu, jarak yang telah kita lalui cukup jauh, dalam keadaan malam begini kukira tak mungkin dengan mudah ia menemui jejak kita. Untuk apa mesti menyeret- nyeret diriku. Duri-duri semak belukar telah melukai tubuhku. Jangan-jangan aku bisa mengalami luka bernanah. Kau mana tahu, jarak dan waktu untuk gadis liar itu tidak ada artinya, Kau lihat di atas sana. Kau lihat dengan teliti. Kang Hoo menengadah ke atas, memandang langit yang bening bercahayakan sinar rembulan. 94 Bintang bertebaran! seru Kang Hoo. Tolol. bentak Bersg Cie sianseng. Aku bukan suruh kau lihat bintang! Itu binatang yang terbang di atas kepalamu, Aaa, burung itu. seru Kang Hoo. Anak tolol. kata Beng Cie siansent, Itulah sejenis burung aneh, diwaktu malam matanya dapat melihat apapun dengan jelas. Itulah tentunya piaraannya gadis liar bangsa Biauw. Ia diperintah mencari jejak kita! Mendengar keterangan suhunya, Kang Hoo jadi kaget, ia mendongak terus ke atas memperhatikan burung yang terbang di angkasa, tampak burung tadi terbang berputaran di atas kepala mereka. Eh, suhu, melihat gerakan terbang burung sial itu, ia sudah tahu kita berada di sini. Hmmm ...... gumam Beng Cie sianseng, Nah kau lihat ia menukik rendah. Berbarengan dengan ucapannya, Beng Cie sianseng, memotong sebatang ranting pohon dijadikan tiga potong, lalu menunggu burung tadi menukik rendah, ia melempar ketika potongan ranting pohon itu ke udara menyambar burung yang sedang terbang menukik. Di bawah sinarnya rembulan, tampak tiga batang warna hitam meluncur ke atas, menuju burung aneh yang sedang menukik terbang turun. Kang Hoo terus memandang ke atas, ia bisa melihat bagaimana tiga batang ranting kayu yang dilempar oleh suhunya itu meluncur ke atas, sedang dari atas udara, tampak itu burung hitam meluncur ke bawah. Dan buah benda luncuran itu saling mendatangi. Burung tadi seperti tidak melihat adanya serangan yang datang dari bawah, ia masih terus terbang menukik turun, sedang tiga batang potongan kayu yang dilempar ke udara oleh Beng Cie sianseng seperti tiga buah titik hitam yang meluncur ke atas menuju satu titik sasaran. Tampak jelas bagaimana semakin tinggi tiga potongan kayu itu seakan bergerak melancip mengarah pada burung aneh. Heheheheheeee ......... burung itu segera mampus, kata Kang Hoo, Badannya segera akan ditembus tiga potong ranting pohon, Berbarengan dengan akhir ucapan Kang Hoo, terdengar suara pekik burung di atas langit. Burung tadi kembali mencelat ke udara, kemudian terbang miring, mengelakkan datangnya serangan tiga ranting pohon. 95 Kang Hoo jadi melengak kaget, tiada disangka, kalau burung tadi berhasil mengelakkan sambaran tiga potong ranting kayu. Huhhh! seru Beng Cie sianseng, Ayo cepat lari. Burung itu pasti balik memberitahukan majikannya, Kalau saja ia berhasil mengejar jejakmu, itulah membuat kepalaku pusing tidak keruan macam. Mengapa harus pusing-pusing? kata Kang Hoo. Anak tolol! Kau kira perempuan liar itu mau mengerti begitu saja atas kaburnya kau dari goa tadi. Pastilah ia akan membalas dendam sakit hatinya. Entah rencana apa yang telah ia siapkan untuk menyiksa dirimu. Kalau saja ia belum pernah menolong dirimu, itu bukan persoalan. Tapi gadis liar itu bukankah pernah memberikan rawatan dan pengobatan. Kita mesti bertindak bagaimana menghadapi sifat-sifat aneh gadis liar itu, juga kau harus tahu suhunya .... suhunya .... aih .... urusanmu ini mengapa begitu banyak keruwetan ...... Suhu jangan kuatir, kata Kang Hoo, Serahkan aku untuk menyelesaikan urusan ini dengan gadis liar itu. Atau suhunya. Hmmm. Suhunya lebih gila lagi. kata Beng Cie Sianseng. Nah, di atas sana ada sebuah goa, sebaiknya kita tunggu kedatangan mereka di dalam goa itu. Kang Hoo mengikuti arah yang ditunjuk sang suhu, di atas lamping batu terdapat sebuah goa kemudian katanya, Kita lari saja terus. Mana mungkin, burung itu akan membawa gadis liar itu ke tempat kita, ia akan terus mengejar, dan dalam kejar mengejar ini, pastilah akan banyak menghabiskan tenaga, sedang ia sendiri, di belakang gadis itu masih banyak terdapat binatang- binatang buas. Bagaimana kau kira untuk menghadapi mereka setelah kita kehabisan tenaga. Maka lebih baik kita menunggu saja kedatangan mereka di dalam goa itu. Dengan begitu kita tidak membuang tenaga percuma. Juga keadaan goa sangat menguntungkan, mereka bisa menyerang dari depan, tapi tak bisa melakukan serangan bokongan dari be-lakang. Mendengar keterangan sang suhu, Kang Hoo diam-diam memuji kecerdikan gurunya, langkah kakinya dipercepat merambat naik ke atas lamping batu di mana terdapat lubang goa. Baru saja mereka tiba di atas lamping batu di depan lubang goa, mendadak dimalam rembulan itu terdengar sayup-sayup suara seruling. Di depan lubang goa Beng Cie sianseng menahan langkah, ia memegang lengan Kang Hoo, katanya, 96 Kau dengar suara seruling itu? Kang Hoo mengangguk. Suara itu datangnya dari atas puncak gunung, guman Beng Cie sianseng Entah manusia aneh mana lagi yang muncul di tempat begini sunyi. Setelah bergumam begitu, ia menarik ujung tongkat bambu yang tersembul di belakang gegernya. Eh, Kang Hoo heran melihat tongkat bambu itu, karena kini suhunya bukan memegang sebuah tongkat bambu tujuh ruas seperti ia pernah lihat. Itulah sebilah pedang. Gagang pedang terbuat dari ruas bambu. Sedang sarung pedang terbuat dari kulit. Kau minggir! seru Beng Cie sianseng menarik pedang dari serangkanya. Kang Hoo melangkah mundur, menyaksikan sang suhu, dengan pedang terhunus memasuki lubang goa. Dan tak lama kemudian terdengar dari dalam goa sang suhu berteriak memanggil. Masuklah! Kang Hoo melangkah masuk, ternyata goa tadi sempit, karena sinar bulan tak dapat memasuki lubang goa, maka dalam goa itu sangat gelap. Berbarengan dengan masuknya Kang Hoo ke dalam goa, di tengah udara terdengar suara pekikan burung memecahkan suara irama seruling. Mendengar suara pekikan itu Kang Hoo menoleh ke arah sang suhu, kemudian ia jalan ke mulut lubang goa, mendongakkan kepala ke atas. Di tengah udara melayang lima ekor burung besar, di bawah sinarnya bulan, bulu-bulu burung yang lebar, berkilauan memantulkan cahaya bulan. Berputaran terus di atas udara di depan lubang goa dimana Kang Hoo dan suhunya ngelepot di dalamnya. Aneh, mengapa ia tidak segera turun, kata Kang Hoo Bukankah burung kecil itu sudah mengetahui kita berada di sini. Beng Cie sianseng memegang pedangnya, memandangi ke atas angkasa, dari kelima burung tadi, tampak seekor yang terbesar, di atas punggung burung itu duduk seorang gadis. Itulah Goat Khouw dengan rambutnya yang riap-riapan ditiup angin. Suhu, dia mau tunggu apa lagi. tanya Kang Hoo Eh, suara seruling itu masih terus mengumandang! 97 Lihat saja, permainan apa yang diperlihatkan perempuan Biauw itu. kata Beng Cie sianseng. Kang Hoo terus memandang ke angkasa di mana burung-burung itu beterbangan terus, dan mendadak saja terdengar suara teriakan dari gadis Biauw di atas punggung burung yang melayang berputaran. Pemuda dungu! Dengar! Kau mengkhianatiku. Kau tidak suka kawin denganku. Nah, binatang-binatang buasku akan segera membuat kau menjadi pengantin dari seekor orang hutan perempuan! Kang Hoo mengenali suara itu, itulah suaranya Goat Khouw. Ia memandang sang suhu. Tapi suhu itu hanya menggeleng kepala saja. Tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dari atas angkasa, terdengar suara tertawa cekikikan gadis Biauw, disusul dengan ucapannya, Hai, mengapa kalian terlambat. Ayo, tangkap orang itu, bikin upacara perkawinan. Hai Toa sianseng...... Berbarengan dengan suara ucapan dari angkasa, di bawah lereng gunung terdengar suara gerengan-gerengan binatang buas, sedang di atas angkasa suara suling masih terdengar terus. Mendengar suara gerengan-gerengan binatang buas itu, Beng Cie sianseng, menoleh ke arah Kang Hoo, katanya, Kau tunggu di dalam! Belum lagi Kang Hoo mengerti maksud kata-kata suhunya, sang suhu sudah lompat turun ke bawah tebing memasuki semak belukar. Dari atas lobang goa Kang Hoo memandangi kepergian suhunya itu. Ia menunggu selama awan beriring menutupi rembulan, begitu sinar rembulan memancar kembali, sang suhu sudah lari datang, di tangan kirinya membawa dua batang kayu. Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Goda Remaja Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo