Ceritasilat Novel Online

Si Bungkuk Pendekar Aneh 2


Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Bagian 2


Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya dari Boe Beng Giok   Malam itu djagat masih sadja gelap, karena belum masanja rembulan mengundjukkan diri.   Namun demikian, ketiga orang itu madju terus ketempat jang ditudju, Tjio Han Boe dan kedua kawannja agar berlaku hati2 dan djangan bergerak djika belum ada perintah.   Mereka mengusut disekitar halaman geredja, dan di-tempat2 jang sekiranja bisa dapat ditemui sesuatu jang mentjurigakan.   Ketika sekian lama tak ada hasilnja, Tjio Han Boe ingin menjelidiki kedalam klenteng dari sebelah atas.   Demikian ia minta Tio Peng dan Oey Kong Pek menunggu diluar dengan waspada, kalau2 ada bahaja.   Dengan ilmu lompatnja jang sudah boleh dikata tjukup baik, sekali mengajun badan, pemuda Tjio Han Boe sudah berada diatas genteng geredja.   Dengan 26 hati2 sekali ia membuat pengusutan, melongok2 kesebelah dalam dengan melalukan genteng.   Tetapi suasana tinggal sunji dan tak ada tanda2 jang menjurigakan, malah dikamar dimana Tong Hong Hweeshio terlihat hari kemarin, tampak masih terlentang didalam sakit.   Keempat murid Hweeshio djuga ada di-tempat tidurnja masing2.   Ia lalu turun kembali dan menemukan kedua kawannja.   "Tak ada apa2 jang mentjurigakan!"   Ia berkata.   "Semua dalam keadaan biasa, malah kepala Paderi agaknja masih dalam sakit. Sekarang marilah kita menjelidiki dibagian kaki bukit. Aku harap disana dapat menemukan apa2 jang berharga". Oey Kong Pek kenal baik seluk-beluknja daerah perbukitan, karena ia seringkali lalu-lintas disana untuk menebang kaju dihutan. Ia tahu betul bagian2 jang dilalui sekarang, ialah disebelah Selatan geredja, tetapi sampai begitu djauh tak didjumpai apa2 jang luar biasa. Sedjam sudah mereka ubek2an didaerah perbukitan tanpa djerih-pajahnja memperoleh hasil. Mereka djadi djengkel, karena sampai begitu djauh tak dapat ditemukan tempat sumbernja kedjahatan dan dimana disembunjikannja 4 gadis jang digondolnja itu. Selagi mereka agak berputus asa, ketika tiba2 bertiup angin dari djurusan Selatan. Sekalipun derai angin tak sekentjang pada malam2 terdjadi pentjulikan, namun dinginnja terasa menembus tulang dan baunja jang anjir sangat memualkan. Tjio Han Boe mendjadi terkedjut, sebab angin dan bau anjir ini adalah tanda dari harimau-maut berkeliaran mentjari mangsanja. Lalu ia mentjari tempat persembunjian disebelah atas bukit, maksudnja supaja dapat melihat apakah benar2 harimau-hantu itu sudah menampakkan dirinja. Oey Kong Pek mengadjak kedua kawannja kesatu djalan ketjil dilereng bukit, sebentar kemudian mereka sampai dipuntjaknja, dimana ada sebuah batu tjukup besar untuk menjembunjikan diri. Batu itu, djika dilihat dari sebelah Barat bentuknja seperti kepala kerbau tanpa tanduk. Itulah sebabnja bukit itu dinamakan Goe-tauw-nia atau bukit kepala-kerbau. Dari sini ketiga orang itu dapat melepas pandangan matanja kesegala djurusan dengan setjara 27 bebas. Namun malam segelap itu membuatnja mereka tak dapat melihat djenis2 disekitarnja lebih daripada djarak 5 tombak djauhnja. Sekarang angin meniup makin keras, dan selagi mereka itu belum dapat melihat apa2, tiba2 muntjul sebuah benda besar dengan sepasang bola api jang ber-sinar2 sangat tadjam. Dalam waktu sekedjap benda itu telah tiba keatas bukit. Alangkah terperandjatnja mereka, ketika diketahui, bahwa benda itu ternjata seekor matjan-hitam jang sangat besar matanja, memandang kebatu kepala-kerbau dengan kedua sinarnja jang makin memantjar. Tjio Han Boe siang2 sudah menjiapkan pedangnja, demikianpun kedua kawannja. Mereka sudah menduga, itulah harimau-hantu jang sedang ditjari mereka. Oey Kong Pek mendahului membatjok dengan kampaknja, sementara Tio Peng menerdjang dari belakang dengan goloknja, membatjok dengan sekuat tenaga. Diserang sekaligus dari kedua djurusan, harimau-hantu itu dapat menjingkirkan diri dengan satu lompatan kesamping, darimana serentak ia menubruk Oey Kong Pek dengan gerakannja jang tjepat sekali, sambil membentangkan kuku2-nja jang pandjang2 dan runtjing. Sipenebang kaju mengelakkan terdjangan hebat itu, sambil membatjok pula, sedang situkang babi menjusulkan pada pantatnja matjan itu. Namun harimau-hantu itu dengan gesit sekali kembali dapat menolong dirinja dengan lompatan djauh sambil mengaum, hingga siaranja menggema diangkasa. Begitulah Harimau-hantu itu dikepung dua orang jang bertenaga sangat kuat dan pandai ilmu silat sambil masing2 mengerdjakan sendjata2nja. Akan tetapi harimau-hantu itu bukan binatang sembarang, ilmu lompat dan terdjangan2nja menjerupai dengan kepandaian djago silat paling mahir, dan setiap sergapannja selalu menggunakan kuku2nja jang runtjing-tadjam. Oey Kong Pek berhantam mati2an, sementara Tio Peng mengerdjakan goloknja dengan sepenuh tenaganja, menjerang bagian apa sadja jang luang. Tetapi selama itu harimau-hantu tak dapat disentuh oleh sendjata, sebaliknja kuku2nja selalu menimbulkan antjaman berbahaja bagi kedua orang 28 musuhnja itu seraja terus-menerus mengaum. Tiba2 kaki depan harimau-iblis itu berhasil menendang kampaknja Oey Kong Pek hingga terlepas dari tjekalannja, berbareng dengan itu kaki depan jang lain dapat merenggut badan sipenebang kaju, hingga Oey Kong Pek berteriak dengan hebat. Untunglah ia keburu mendjatuhkan diri sambil bergulingan. Dan selagi harimau itu meneruskan terkamannja, Tjio Han Boe sudah menerdjang dengan pedangnja membatjok punggungnja harimau-hantu itu.   "Harimau-djahanam, sekaranglah aku harus membunuh untuk membajar dosa2mu atas kematian empat orang gadis jang kau gondolnja!"   Serunja Tjio Han Boe.   Serangan jang mendadak dan sengit itu, diluar dugaan Tjio Han Boe, masih dapat dielakkan oleh sang matjan kesamping, malah dari sini dia langsung menubruk Tio Peng jang sedang mengangkat goloknja.   Batjokan sipemotong babi meleset, harimau itu menjusuli dengan serangan sengit, hingga Tio Peng mendjadi gugup.   Baiknja Tjio Han Boe sudah ada disitu, jang segera menjerang dengan satu tusukan kearah leher, sambil berseru pula:   "Sekarang matilah kau, harimau-terkutuk!"   Namun lagi2 harimau itu dapat meluputkan diri sambil kaki depannja menjampok pedang.   Ketika itu Oey Kong Pek sudah bangun kembali dan mengambil kampaknja, dan sambil menahan sakit karena dadanja telah terluka, ia membatjok kepala si matjan-hitam.   Sekarang musuh berkaki-empat itu dikepung tiga orang jang masing2 bergenggaman sendjata tadjam, terutama Tjio Han Boe jang gisiauwnja paling tinggi.   Namun si matjan-hitam tidak djuga mendjadi gentar atau mengendor, bahkan makin dikerojok makin meningkat kesengitannja, dan terdjangan2nja bertambah hebat.   Malah achirnja musuh2 manusia itu lambat-laun nampaknja sangat pajah dan daja-tempurnja tak sedahsjat tadi.   Oey Kong Pek jang luka parah dan darahnja bertjutjuran deras adalah jang terdahulu mendjadi lemah.   Tetapi apabila ia mengundurkan diri, terang sekali kedua kawannja akan mengalami bentjana.   Sebab itulah ia memaksakan diri untuk bergebrak dan memainkan kampaknja dengan 29 sungguh2.   Namun malang benar bagi nasibnja penebang kaju itu, selagi ia tak berhasil membatjok si matjan-hitam jang baru sadja mengelakkan serangan Tio Peng, kebetulan matjan-hitam melompat disisinja dan merenggut kakinja dengan satu tjakaran, hingga penebang kaju itu roboh.   Tjakaran kuku matjan-hitam itu diteruskan kebawah djanggut Oey Kong Pek keras sekali, hingga kerongkongannja robek dan mati seketika itu.   Tio Peng mendjadi terkedjut.   Djusteru ia berlambat mempergunakan goloknja dan Tjio Han Boe tak keburu menghalanginja, harimau itu telah merangsang badan situkang babi ditjakar dadanja sampai robek.   Dengan teriakan ngeri Tio Peng roboh ditanah.   Dengan nekad dan gusarnja Tjio Han Boe menusukkan pedangnja kedjurusan perut sang lawan.   Kembali dengan amat gesitnja si matjan-hitam dapat melompat menjingkir, untuk seketika madju menubruk dengan membentangkan kuku2nja.   Pedangnja jang belum ditarik kembali membikin Tjio Han Boe mendjadi ter-sipu2 mengajunkan diri keangkasa.   Dengan lompatannja itu, ia berhasil meluputkan diri dari terksman sang hariman, namun si matjan-hitam memiliki kegesitan jang luar biass, sebelah kaki depannja sudah diulurkan keatas dan menarik kaki Tjio Han Boe jang kanan.   Pemuda itu terpaksa menggerakkan lwee-kangnja untuk melompat keatas pula.   Tjengkeraman matjan-hitam tak sampai mematahkan kakinja, namun dalam gugupnja itu Tjio Han Boe melompat terlalu djauh, hingga akibatnja ia tak mengindjak dataran tetapi ketebing, dari mana ia terbanting kebawah bukit dengan djeritannja jang mengerikan.   Sebelum badannja djatuh kebawah, pemuda gagah itu sudah tewas djiwanja.   Kasihan! Harimau-hantu itu nampaknja mendjadi sangat puas.   Sambil memainkan ekornja jang besar ia menghampiri Oey Kong Pek jang sudah tak bernjawa dan Tio Peng jang masih meng-geliat2 sambil me-rintih2 mengerikan.   Dengan tak punja rasa kasihan, kaki depannja harimau membeset dada jang sudah bedjat, hingga Tio Peng jang apes itu tak berkutik lagi.   Setelah itu angin berhenti bertiup dan suasana diperbukitan mendjadi sunjisenjap dan tenang kembali seperti sediakala.   30 Tak seberapa lama kemudian ajam djantan mulai berkokok, dan dari djauh terdengar lolong2 andjing membuat bangun bulu roma.   Sang fadjarpun telah menjingsing dilangit sebelah Timur, menerangi seluruh alam dengan tjahaja keemasannja.   Tetapi diperbukitan Goe-thauw-nia tetap sunji dan lengang seperti biasa.   Hanja tetumbuhan sadjak agaknja berduka-tjita karena semalam ada tiga orang manusia mengirimkan njawanja, dan puntjak Goethauw-nia disiram darah orang2 budiman jang sebenarnja ingin membela kebenaran dan keadilan bagi sesamanja jang teraniaja.   Kasihan benar penghuni di Thian-tay, terutama pedagang beras Phoa Keng In, karena tiga orang jang di-nanti2 belum djuga tampak kembali.   Sampai matahari tinggi, baik Tjio Han Boe, Tio Peng maupun Oey Kong Pek, belum pula kelihatan mata-hidungnja.   Tiada berita tentang kepergian mereka dalam usaha penjelidikannja didalam geredja Seng ong-bio.   Phoa Keng In, demikianpun penduduk Thian-tay mendjadi tjemas dan gelisah.   Tiba2 muntjul pula Tong Hong Hweeshio ditempat umum, dimana biasa ia menghimpun penghuni Thian-tay dan bertjeramah.   Kini tampaknja kepala Paderi itu sedang menderita sakit, dan seorang muridnja menjertainja mendjaga.   Tampaknja Tong Hong Hweeshio sangat lemah, ia tak bernafsu menghitung bidji2 tasbihnja, wadjahnja jang agak putjat tampak njata.   "Kalian tahu. Pintjeng telah menderita sakit sedjak timbulnja peristiwa menjedihkan dengan hilangnja seorang gadis she Tjie", ia memulai dongengannja.   "Sakitku disebabkan sangat berduka karena Hek Houw Sinbeng benar2 membuktikan tuntutannja, membuktikan antjamannja jang maha hebat itu. Sudah demikian Hek Houw Sin-beng menghukum djuga aku dengan satu tjara jang tak perlu dituturkan pada kalian, karena selain dianggap menghianati tugas2 kegeredjaan, pun menganggap Pintjeng memihak pada mereka jang dianggap berdosa. Murid2ku memberitahukan, sudah ada empat orang gadis didjadikan kurban Sinbeng. Betapa hantjur disanubariku karena berita itu, tak perlu ditjeritakan. Itulah sebabnja makin menambah deritaku, hingga aku merasa tersiksa dineraka ketudjuh! Namun 31 demikian, pagi-hari ini aku memerlukan mendjumpai kalian tanpa seidjin Hek Houw Sinbeng, untuk menjatakan, atau menasihati, agar kalian menghapus tantangan2nja dan menghentikan usaha penjelidikannja diklenteng untuk mengetahui bentuk apa sebenarnja Hek Houw Sinbeng, buat kemudian melakukan kebhaktian lain dihadapan patungnja, karena hal itu sudah terlambat. Namun dengan sikap diam dan menjerah serta rela, ada kemungkinan besar dosa kalian dapat diperketjil, dengan kata lain, djumlah pengurbanan anak2-gadis tjukup hanja separuh sadja dari djumlah jang ditentukan semula, atau mungkin seperempatnja. Dengarlah, sahabat2 jang malang, bahwa nasihat ini adalah nasihat jang terachir. Dan kemudian aku tjuma bisa mengatakan, kebahagian segenap penduduk tak mungkin pulih kemhali bila kalian keras-kepala untuk menentang, malah terlebih baik lagi, djika kalian dapat menundukkan golongan jang fahamnja masih pitjik tentang pengaruh dan kuasa Malaikat-agung Hek Houw, karena mereka adalah biang-keladi daripada akibatnja bentjana jang menimpa kalian beberapa hari terachir ini! Nah, sekian sadja tutur dan nasihat Pintjeng, mudah2an segenap penghuni Thian-tay akan diberi djuga berkah keselamatan! "   Setelah itu Tong Hong Hweeshio segera kembali kegeredja sambil mulutnja terus berkomak-kamik, sedang bokhie ditabuh oleh muridnja disepandjang djalan.   Pengaruh utjapan2 kepala Paderi tjukup besar mendjadjah dalam pikiran setiap penduduk tahajul.   Mereka pertjaja benar akan kuasa Hek Houw Sinbeng jang telah dibuktikan itu, dan pertjaja pula akan sikap Tong Hong Hweeshio jang tanpa menghiraukan sakitnja masih mau berbuat baik pada mereka.   Maka mereka lalu mengambil keputusan untuk menghentikan aksi2 perlawanannja terhadap Malaikat Matjan-hitam jang kuasa dan sakti itu.   Mereka tak mau lagi membantu gerakan kepala-daerah Kam Tihu untuk memberantas kedjahatan itu, sebaliknja dengan tjara2nja sendiri mereka melakukan persudjudan pada Hek Houw Sinbeng, berdoa minta diampuni dosanja, mereka berharap Hek Houw mau menerima pengurbanan lain 32 apapun jang dimintanja, asalkan djangan arak2 dara direnggut dari tangan orang tua masing2 sekalipun katanja roh mereka akan ditempatkan dikahjangan! Dilain pihak Tihu di Thian-tay merasa djengkel karena tak mendapat sokongan lagi dari penduduk dalam usahanja memberantas kedjahatan jang sedang meradjalela itu.   Ia tahu, penduduk telah menarik diri malah menentang usahanja, karena hasil lidah Tong Hong Hweeshio jang tadjam mendjual omong kosong.   Ia mau pertjaja kepala Paderi itu sedang sakit, tetapi tetap menganggap Hweeshio itu seorang djahat, tingkah-lakunja tak menjerupai orang sutji jang biasanja berbuat kebaikan buat orang banjak dan bukannja me-nakut2inja.   Satu2 hal jang membingungkan ialah, Tjio Han Boe dengan kedua kawannja jang melakukan penjelidikan didaerah geredja belum kembali sampai hari mendjadi sore.   Djuga tak ada kabar-beritanja.   Ia chawatir ketiga orang itu mengalami bentjana.   Tetapi sementara itu ia meneruskan usahanja menjebar orang2 sebawahannja melakukan pendjagaan disekeliling tempat di Thian-tay, ia adalah seorang kepala-daerah jang tugasnja menjelamatkan rakjat dan mempelihara keamanan, maka apapun adanja peristiwa, ia harus tetap berani dan mendjalankan kewadjibannja.   Sekarang, setelah tidak mendapat bantuan rakjat jang sebagian besar masih fanatik pada soal2 keramat dan tahajul, ia memperbesar djumlah anak-buahnja dan kepala2 regunja.   Ia memesan kepada segenap orang2nja untuk bekerdja lebih waspada dan hati2.   "Biasanja tiga malam sekali ada gadis hilang, maka malam ini mungkin akan terdjadi hal jang semacam itu pula!"   Ia berkata menambahkan.   "Usahakanlah se-baik2nja agar djangan sampai ada kurban kelima! Ingatlah, empat kurban gadis sudah terlalu banjak jang sehingga kini masih belum diketahui nasibnja, kasihan orang2 tua mereka jang menangis siang-malam karena kehilangan anak2nja jang ditjintainja itu!"   Setiap petugas menjatakan djandjinja untuk bekerdja keras dan sungguh2.   Biasania orang bersuka-ria dimusim semi, berpesta dan berkumpul2 dengan 33 para keluarganja.   Namun sekali ini penduduk Thian-tay rata2 sedang menderita dan berduka-tjita, terutama keluarga2 jang kehilangan anak2 gadisnja menjambut hari sutji Tahun Baru dengan tjutjuran air mata............   Sampai djauh malam Kam Tihu masih tekun dikamar kerdjanja, otaknja terus memikirkan peristiwa2 hebat jang terdjadi didaerah kekuasaannja dimana ia memikul pertanggungan-djawab sangat berat mengenai keamanan dan kebahagian rakjatnja.   Dan ia terus menanti berita2 jang disampaikan oleh anak2-buahnja.   Lalu pada kira2 djam 1 Malam, tiba bertiup angin kentjang men-deru2 seperti hendak menerbangkan genteng2 rumah.   Tiupan angin menjebarkan bau anjir.   Maka kagetlah Kam Tihu seketika, sebab ia tahu, tiupan anginmalam jang lain daripada biasa itu mendjadi pertanda akan timbulnja malapetaka.   Akan ada gadis hilang pula! Maka ber-debar2lah djantungnja Kam Tihu seperti detiknja lontjeng.   Api pelita mendjadi padam dan suasana dikamar-kerdja mendjadi gelap-gelita.   Selagi ia hendak menjalakan pelita, sekonjong2 terbajang sesosok benda jang besar, hitam-pekat tubuhnja, dan sinaran kedua matanja se-olal2 berapi.   Kam Tihu djadi gemetar dan keringat dingin membasah didjidatnja.   "Dengarlah, hei Kam Tihu!"   Sosok bajangan itu berkata, suaranja seram.   "Barangkali kau menganggap benar, bahwa seorang kepala-daerah harus bertindak sesuai dengan tugas2 kewadjibannja, jaitu memelihara keamanan dilingkungan daerahnja! Akan tetapi usaha dan tindakan2mu tidaklah selaras dengan keadaan jang sebenarnja. Kau memihak pada rakjat jang terang2 melakukan penghianatan dan kedosaan pada Malaikat Hek Houw, jang seharusnja diindahkan. Bukan itu sadja, kau malah mentjoba menentang dan memusuhi Hek Houw Sinbeng jang bertindak benar, jang patuh akan perintah2nja Giok Tee. Oleh karena itulah, telah memperbesar kemurkaan Hek Houw Sinbeng, Malaikat-kuasa itu akan melandjutkan kewadjibannja menuntut para penentang2 jang mempunjai anak-gadis, Baru empat orang gadis dikurbankan, sedang djumlah jang dibutuhkan ialah empatpuluh! Setjara kebetulan kau, Tihu, dirumahmu ada seorang anak-dara tjantik, Kam 34 Lian Tju jang masih remadja. Gadis2 dari usia remadja itulah jang diperlukan kesutjiannja! Dia akan lepas dari tanganmu, dan takkan kau mendjumpainja pula! Tetapi malam ini belum gilirannja! Ingat baik2 kataku ini. Nah, sampai lain malam! Sekedjap mata harimau-iblis itu berkelebat menghilang. Entah bagaimana lenjapnja, Kam Tihu tak mengetahuinja karena keadaan sengal gelap lagi pula hatinja takut bukan kepalang. Ia duduk diam mematung sampai budak menjalakan pelita pula. Ia tak mentjeritakan peristiwa tadi pada siapapun, karena kuatir mereka akan mendjadi ketakutan. Tak lama kemudian fadjar telah tiba. Ketika itu seorang anak-buahnja ter-gesa2 datang membawa laporan terdjadinja pentjulikan baru, lagi2 atas diri seeorang gadis tjantik berumur 17 tahun, anak keluarga Lie, pedagang obat. Tanda2 jang didapatkan semuanja sama sadja seperti jang sudah2.   "Hanja, sekali ini ada beberapa orang kita mengetahui setjara sambil-lalu udjud harimau-hantu itu, ialah seekor matjan besar berbulu hitam-pekat seluruhnja, dengan sepasang matanja jang bersinar2 amat menjilaukan!"   Pelapor itu menambahkan keterangannja.   "Kami telah melakukan pengedjaran sambil ber-teriak2 agar kawan2 dilain bagian datang membantu. Tetapi matjan-hitam itu lari sedemikian tjepatnja menudju kearah tegalan dan menghilang dihutan ketjil. Satu2nja hal jang aneh adalah matjan itu dapat berdjalan dengan kedua kaki belakang, sementara dua kaki depannja menggondol sang kurban, lakunja menjerupai manusia benar!"   Bisa dimengerti, bukan main terkedjutnja Kam Tihu mendengar laporan itu.   Seorang gadis mendjadi kurban pula.   Pikirannja makin djadi kalut, karena rupanja Hek Heuw Sinbeng benar2 memperlihatkan kemarahannja dan membuktikan antjamannja.   Kini telah 5 gadis hilang dari rumahnja, dan gadis she Lie bukan kurban jang penghabisan, masih ada gadis lainnja jang akan mendjadi kurban kelak.   Bahaja itu tak dapat dibiarkan ber-larut2, akan tetapi tjara bagaimana mentjegahnja? Orang2 jang sedjak pertama kali menaruh perhatian besar 35 atas peristiwa itu dan telah bergiat mentjari djedjak2 pentjuliknja, sampai pagi-hari itu tak ada kabar-beritanja.   Memikirkan itu semua membikin Kam Tihu mendjadi sangat kesal.   Anak-buahnja jang telah disebarnja pun tidak mendapat hasil, disamping itu, djumlah kurban terus bertambah.   Malah jang sangat mentjemaskan semalam harimau iblis itu datang mengantjam padanja.   Anak-gadisnia jang tjantik, puteri satu2nja jang disajangi, akan mendapat gilirannja direnggut Hek Houw Sinbeng.   Ia tidak rela Lian Tju mesti dikurbankan.   Bagaimanapun tidak! Dan sekarang soal Lian Tju jang mendjadi pusat pemikirannja.   Anak itu harus disingkirkan dari rumahnja, ketempat jang djauh.   Tetapi dimana? Ia tak punja keluarga ataupun kenalan untuk menitipkan Lian Tju untuk sementara waktu.   Ia tak mau mentjeritakan apa jang dialaminja semalam kepada orang2 didalam rumahnja, terutama kepada puterinja, ia tak mau membikin seisi rumah mendjadi gaduh dan berduka, jang berarti menambah kusut suasana.   Maka satu2nja tindakan jang baik adalah setjara diam2 membuat pendjagaan kuat disekitar rumahnja dengan tentara jang bersendjata lengkap dibawah pimpinan seorang komandan.   Selain itu dimintanja bantuan tentara dari lain kota untuk memperteguh pendjagaan di Thian-tay.   Berita kehilangan 5 orang gadis telah meluas sampai keluar daerah.   Setiap hari orang membitjarakan tentang harimau-iblis jang menggondol anak2gadis itu.   Adalah kemudian Kam Tihu dapat pikiran untuk membuat pengumuman mengundang orang2 gagah untuk memerangi harimau-hantu dan menolong keselamatan anak2-dara, jang ternjata tidak disetudjui dan ditentang oleh pihak golongan kolot jang pertjaja obrolan2 Tong Hong Hweeshio, mereka anggap takkan membawa kebaikan bahkan tambah membuat marahnja Hek Houw Sinbeng.   Alasan jang dikemukakan mereka ialah, djusteru mereka sedang melakukan persudjudan memohon pengampunan pada Hek Houw Sinbeng, agar pengurbanan anak2-gadis diachiri atau se-tidak2nja dikurangi djumlahnja.   "Sebagaimana bukti telah menjatakan, karena gerakan2 kita jang mentjoba 36 memberantas harimau-hantu dengan melakukan pendjagaan setiap malam di-mana2, kita telah kehilangan lima orang anak-gadis. Selain itu Tjio Han Boe dengan dua orang kawannja telah lenjap-tiada beritanja. Ini membuktikan, tindakan keras terhadap Hek Houw Sinbeng itu tak membawa kebaikan bagi kita malah semakin memburuk. Maka sebaiknja Tihu tak usah membuat aksi lebih djauh, biarkan sadja kehendak harimau-hantu, hingga kita dapat mengharapkan Malaikat-Matjan-hitam akan berbalik menaruh belas-kasihan pada kita dan mengampuni dosa2 kita serta tiada lagi gadis2 direnggut dari tangan masing2 orang tuanja!"   Demikian mereka menambahkan.   Kejakinan penduduk ini menimbulkan kemarahan Kam Tihu.   Orang2 demikian ini menggambarkan kebodohan dan kepitjikan pikirannja tentang hal2 jang dihadapi, hal2 jang djika ditindjau dari sudut kenjataan, sangat berbahaja dan tak dapat dibiarkan.   Selain itu djuga mereka tergolong orang2 penakut.   Mengapa mereka harus pertjaja pada soal2 mustahil jang diperdjual-belikan sikepala-gundul Tong Hong Hweeshio? Ditambah dengan adanja kematian In Tjeng Hweeshio jang mendadak dan lenjapnja keempat muridnja sudah merupakan suatu ketjurigaan terhadap dirinja Tong Hong Hweeshio, maka mengapa dari sudut2 ini tak dapat mereka menarik kesimpulan tentang adanja kegandjilan, atau se-tidak2nja menaruh perhatian? Bahkan sebaliknja mereka djadi begitu pertjaja pada sikepalagundul itu, dan lebih tjelaka lagi hendak membiarkan anak2-gadis direnggut dari tangan mereka dan dikurbankan djiwanja! "Oh tidak, tidak bisa hal ini diantapkan berlangsung!"   Berkata Kam Tihu, suaranja tetap.   "Apapun akibatnja nanti, kita harus berusaha memberantas kedjahatan besar2an ini! Kita tak dapat membiarkan kurban gadis2 lainnja termasuk anakku djuga!"   Demikianlah Kam Tihu, dengan tak menghiraukan bahaja jang akan mengantjam pada puterinja sendiri, malah mungkin pada seluruh keluarganja, ia madju terus dalam usahanja.   Ia harus mentaati tugas2 menjelamatkan penduduk, dan memberantas kedjahatan.   Ia menghimpun sedjumlah orang jang sehaluan untuk melantjarkan tindakan-tindakan 37 menjelamatkan keamanan.   Keputusannja ialah membuat pengumuman mengundang oring2 gagah untuk menjpi bersih kedjahatan, dengan didjandjikan hadiah2 besar.   Akibat tindakan2 Kam Tihu jang berani dan tak menghiraukan antjaman2 bahaja itu, ternjata sangat hebat.   Kini bukan hanja gadis2 sadja jang diantjam Hek Houw Sin-beng, malah keluarga2nja djuga.   Bahkan tjara2 hariinau-hantu mengambil kurbannja sudah tidak me-milih2 golongan lagi, gadis dari golongan penduduk penentang pun diambilnja djuga Dengan berpedoman: asal gadis tentu didjadikan kurban.   Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Demikian, pada malam berikutnja lagi2 terdjadi kehilangan seorang gadis.   Sekarang dari keluarga Thio, pengusaha rumah penginepan.   Pada saat terdjadi peristiwa, seorang pelajan dapat mendengar suara berisik dikamar dimana nona-madjikannja tidur.   Djendela-kamar telah terbentang, pelajan itu melongok kedalam.   Astaga, tampak seekor harimau-hitam raksasa tengah hendak menggondol Thio Siotjia.   Dalam terkedjutnja, ia berteriak minta tolong, tetapi sekedjap itu djuga kaki-depan matjan-hitam merenggut lehernja dengan kuku2nja, hingga mati seketika.   Lalu sedjumlah pelajan datang sambil membawa rupa2 sendjata, namun satu demi satu dibunuhnja dengan mudah.   Achirnja ajah sigadis muntjul, tetapi harimau-hantu itu tak membinasakan, melainkan mengantjam.   "Aku ampuni djiwamu, sebab djiwa anak-gadismu sudah tjukup untuk menebus dosamu! Kau tak perlu mendjadi seperti budak2mu itu, mati konjol, asalkan kau tak mentjoba menghalangi pekerdjaan-ku! Akulah Hek Houw Sinbeng! Nah, esok pagi kau boleh memberi kabar pada Pek Bie Sien jang rumahnja diseberang warung rempa2 itu, bahwa pada malam ketiga setelah malam ini, aku akan datang bertamu untuk mengadjak anak-gadisnja jang baik nasibnja didjadikan Sianlie! Selain itu kau perlu memperingatkan Kam Tihu djangan menjewa djago2 Kang-ouw kepalang-tanggung, karena hasil-nja 38 akan sia2 belaka bahkan menambah besar bentjana!", kata harimau-tetiron itu. Pemilik hotel tertegun melihat rupa harimau-iblis jang sangat mengerikan itu, hingga ia berdiam terpaku seperti patung. Ia tak dapat berbitjara, apalagi bergerak. Sampai kemudian matjan-hitam itu pergi dengan mengempit anakgadisnja melalui djendela, dan menghilang ditempat gelap, barulah ia sadar pula, tapi ia tjuma bisa ber-teriak2 minta tolong, kemudian menangis seperti anak ketjil. Utjapannja Hek Houw Sinbeng telah tersiar luas dan sampai ditelinga Pek Bie Sien, hingga tak heran, orang tua ini mendjadi sangat ketakutan. Tetapi sementara itu timbullah keheranan semua penduduk, sebab harimau-hantu itu dapat bertjakap seperti manusia, begitu pula tindak-tanduknja, menurut penuturan pemilik losmen jang sial itu. Kam Tihu tak terketjuali mendjadi sangat terperandjat mendengar berita terachir itu.   "Benar2 kini gadis keenam!"   Ia berkata.   "Bukan main hebatnja!"   Lebih dari itu, ia tak dapat berbitjara pula, djuga tak dapat mengerdjakan otaknja. Tetapi kemudian ia berkesimpulan:   "Memang aku sudah mendjadi tjuriga sedjak semalam tentang adanja harimau-iblis itu! Seumur hidupku baru sekali ini aku melihat ada seekor binatang dapat bertjakap seperti manusia. Tak mungkin dia hewan sewadjarnja, pun tak mungkin matjan-siluman. Hal ini menambah memperkuat ketidak-pertjajaanku pada obrolan2 Tong Hong Hweeshio! Tentu ada apa2 jang tak beres, dan perlu segera ditumpas!"   Kemudian, ketika ingat kata2 harimau-iblis jang hendak menjatroni keluarga Pek jang kaja-raya, membikin pembesar-distrik ini mengerti, aksi harimauhantu itu bertambah mendjadi terang2an dan berani.   Hal mana ia anggap suatu tantangan hebat bagi pedjabat di Thian-tay malah kalangan Kang-Ouw seumumnja! "Betul2 kurang adjar matjan-hitam itu!"   Menggumam, hatinja terasa panas.   Lalu tak seberapa lama kemudian datang menghadap Pek Bie Sien, seorang kaja jang berusia setengah tua, sikapnja sangat simpatik.   Sambil hampir 39 menangis ia menuturkan berita jang disampaikan dari pemilik hotel, bahwa keselamatan anak-gadisnja sedang terantjam, maka ia mohon pertolongan Tihu untuk melindunginja.   "Berita itu akupun baru sadja mendengarnja!"   Berkata Tihu.   "Itu satu antjaman kurang adjar dari harimau-hantu! Meski Pek Wan-gwee tidak memintanjapun, akan aku bersiap melindungi keselamatan rumah tanggamu, karena itu adalah mendjadi tugasku! Mulai malam nanti rumahmu akan didjaga tentara bersendjata se-kuat2nja, dengan demikian Wan-gwee tak perlu merasa tjemas lagi!@ "Terima kasih, Lo-ya!"   Djawab Pek Bie Sien.   "Tetapi sementara itu aku mau berdjandji, barang siapa jang dapat melindungi keselamatan djiwa anakku bila benar2 ada bahaja, dengan hati iclas aku akan menjerahkan anakku untuk didjadikan budak ataupun diperisterikan!"   "Pikiranmu itu baik sekali, tetapi lebih baik lagi bila kau tidak menghadapi malapetaka!"   Kam Tihu memenuhi djandjinja. Malam itu rumah Pek Wan-guee didjaga dengan sangat kuatnja. Pradjurit2 bersendjata berada disekitar rumah dan setiap saat siap waspada dengan sendjatanja. Seorang pradjurit berkata pada kawannja:   "Pek Giok Im seorang gadis amat elok lagi terpeladjar, dapat diumpamakan sebagai kumala-hidup! Sungguh disajangkan bila dia mesti mendjadi kurban dari perbuatan harimau-hantu jang terkutuk itu! Tjoba dengarkanlah, sedari pagi Pek Siotjia terus menangis sadja disamping ibunja dan para pelajan. Ratapnja demikian memiluhkan, membikin aku jang mendengarnja hatiku dirasakan seperti hantjur!"   "Akupun tak sampai hati membiarkan dia berduka!"   Sahut temannja.   "Aku rela berkurban asalkan Pek Siotjia dapat diselamatkan!"   "Semoga aku nanti dapat berbuat kebaikan baginja apabila benar2 ada harimau-iblis hendak bertingkah!"   "Djadi kau bermaksud merebut hadiah jang didjandjikan Pek Wan-gwee?" "Tentu! Alangkah beruntungnja bila aku mendjadi menantunja. Bukankah 40 aku masih budjangan, dan membutuhkan rumah tangga?"   Pertjakapan mereka dapat didengar oleh seorang tua tak dikenal, jang sedjak beberapa djam berselang nongkrong didekat rumah Pek Wan-gwee.   Dia seorang tua bermuka buruk, punggungnja bungkuk, pakaiannja tjabik2, menjerupai orang minta2, membawa sebuah bungkusan kain usang disangkutkan pada sebatang kaju sematjam tongkat.   Demikian buruknja, sehingga mendjidjikkan siapa jang melihatnja.   Hanja kedua matanja sadja ber-sinar2 tadjam berpengaruh.   Adanja si Bungkuk itu tidak ada jang taruh perhatian, mereka menganggap ia hanja seorang pengemis biasa jang banjak terdapat dipasar2.   Bagi penduduk Thian-tay, ia merupakan seorang asing dan sebagai pengemis, baru hari itu sadja dilihat orang.   Ada seseorang bertanja padanja dari mana asalnja, dan siapa namanja.   "Entahlah dari mana asalku! Tetapi bila orang iseng2 hendak mengetahui namaku, panggil sadja aku si Bungkuk! Tjukup!"   Djawabnja.   Biasanja seorang pengemis mengharapkan pemberian orang, tetapi sikapnja pengemis Bungkuk itu malah sebaliknja angkuh dan sombong! Benar2 aneh.   Seperti orang2 lain, iapun telah banjak mendengar tentang peristiwa2 jang terdjadi di Thian-tay selama sebulan jang terachir itu.   Dan bagaimana penduduk dalam kebingungan dan ketakutan, serta kesedihan jang melimpah para keluarga jang kehilangan anak2-gadisnja, jang hingga kini belum dapat diketahui bagaimana nasib-nja.   Apa perasaan dan kesimpulan si Bungkuk mengenai peristiwa2 hebat itu, tak seorangpun mendapat tahu.   Ia hanja meng-geleng2kan kepala sambil menggumam dengan wadjah merahpadam.   "Suatu kedjahatan terbesar jang pernah terdjadi dalam sedjarah! Orang jang seharusnja bersuka-ria mendjelang datangnja musim semi, telah dibikin bingung dan ketakutan, bahkan mentjutjurkan air mata! Oh, benar2 kedjahatan jang tak dapat dibiarkan,"   Ia menggerutu seorang diri.   Mendjelang petang, si Bungkuk mendekati rumah Pek Wan-Gwee, ia minta bertemu dengan tuan-rumah, katanja untuk memperbintjangkan soal 41 penting.   Seorang budak jang agak sombong melemparkan sebungkus makanan padanja sambil menggerutu:   "Pengemis jang tak punja otak, bisanja datang minta sedekah, membikin orang jang sedang ditimpah kesedihan djadi bertambah djengkel sadja! "   Si Bungkuk bersikap sabar, ia tidak gusar.   "Salah besar pandanganmu terhadap aku!"   Sahut si Bungkuk.   "Djanganlah kau hanja melihat rupa huruk dan pakaian mesum, lalu melemparkan sedekah sambil marah!! Bersedekah dengan hati tak rela, sama halnja seperti seorang memberi sesuap nasi dengan sebatang golok! Aku bukan pengemis sembarang pengemis! Tetapi sudahlah, bawalah aku menghadap kepada madjikanmu!"   "Madjikan sedang berduka-tjita!"   Bentaknja budak itu.   "Aku tahu! Djusteru sebab itulah aku perlu menemukan padanja!"   "Apa perlunja kau menemui madjikanku? Kau akan menambah kedjengkelan madjikanku sadja nantinja!"   "Djengkel atau tidak, tak perlu kau pusingkan. Soalnja, bawalah aku menghadap padanja! Nanti kuberi persen jang lumajan! kepadamu."   Budak itu memandang dengan keheranan.   Ia menganggap si Bungkuk selain pengemis, djuga barangkali miring otaknja.   Tetapi kemudian ia melaporkan djuga pada madjikannja tentang orang buruk itu.   Pek Wan gwee seorang baik budi-pekertinja, djuga banjak pengetahuannja.   Mendengar tentang si Bungkuk itu ia mendapat anggapan, tentu ada sesuatu jang luar biasa.   Maka ia keluar mendapatkan tamu jang gandjil itu, dan mengundang masuk keserambi dalam.   Kelakuannja itu membikin semua orang ter-heran2.   "Terima kasih atas kebaikanmu, Wan-gwee!"   Udjar si Bungkuk sambil mendjura dalam, hingga punggungnja bertambah melengkung.   "Memang aku tahu, akan beginilah sambutan Wan-gwee, itu sebab-nja aku berani minta berdjumpa!"   "Dan soal apakah jang dibawamu kemari?"   Bertanja Pek Wan-gwee seraja menatap tamunja. 42 "Penting djuga, Wan-gwee! Tetapi aku mohon dapat kita berbitjara empatmata sadja!"   Pek Wan-gwee menjuruh semua pelajannja berlalu. Iapun mendapat perasaan, tentu ada hal luar biasa jang hendak diberikan sitamu Bungkuk.   "Aku telah mengetahui semua peristiwa jang menimpa pada segenap penduduk Thian-tay, dan kini giliran Wan-gwee akan mengalaminja!"   Mulai berkata si Bungkuk setelah dipersilahkan berduduk.   "Keselamatan Pek Siotjia terantjam, dan ini tak dapat dibiarkan sadja bukan?"   "Ja, tak kepalang sedihnja hatiku menghadapi ini!"   Djawab Pek Wan-gwee, kentara benar kerisauan hatinja.   "Untunglah Kam Tihu memberikan pertolongannja dengan pendjagaan tentara tjukup banjak disekitar rumah kami! Aku harap bentjana takkan datang menimpa keluargaku!"   "Tetapi bentjana akan datang djuga, sebagaimana buktinja telah njata! Namun mudah2an aku nanti dapat menghindarkannja. Aku ingin melindungi keselamatan rumah tangga Wan-gwee!"   "Kau?"   "Ja! Semoga aku ada kemampuan berbuat kebaikan sekedarnja! Orang telah menjerukan bantuan dari kalangan Kang-Ouw, tetapi agaknja harapan mereka akan sia2 b3laka sekalipun disertai djandji2 berharga."   "Namun karena sudah tjukup dengan bantuannja tentara pemerintah jang melakukan pendjagaan tjukup rapat dan kuat!"   "Sajang sekali, tenaga tentara jang sebanjak itu takkan ada faedahnja! Bentjana tetap akan masuk kedalam rumah ini seperti halnja dengan jang lain2!"   "Mengapa begitu? Dari mana kau mengetahui semuanja ini?"   "Dari kejakinanku sendiri; berdasar dengan bukti2 jang sudah ada, kebuasan harimau-hantu itu tak dapat dilawan dengan kekuatan sedjumlah tentara! Harimau-hitam itu bukan sedjenis machluk biasa!"   "Silumankah dia?"   "Manusia berselimut siluman!"   "Aneh!" 43 "Lebih aneh lagi perbuatan2nja jang menggondol anak2-gadis tak berdosa!"   Berkata si Bungkuk! "Itu suatu kedjahatan besar!"   "Benar! Sudah enam gadis hilang lenjap tak berbekas. Dan kurban ketudjuh jakni Pek Siotjia, harus dihentikan! Demikianpun kurban kedelapan, jang ditudjukan kepada puterinja Kam Tihu harus ditjegahnja djangan sampai terdjadi!"   "Bagaimana kau dapat tahu tentang semua hal ini?"   "Kam Tihu lebih tahu lagi, karena Hek Houw Sinbeng sudah pernah mertamu kerumahnja malam hari dan telah mengantjam kepala daerah itu".   "Kam Tihu tidak pernah mengatakan tentang hal itu!"   "Sudah tentu, sebab ia tak ingin membikin seluruh keluarganja mendjadi kalang-kabut dan suasana bertambah keruh!"   Pek Wan-gwee berdiam sedjenak untuk berpikir, ia beranggapan bahwa orang Bungkuk ini agaknja bukan orang sembarangan.   "Lalu bentuk apakah sebenarnja Hek Houw Sinbeng itu?"   Ia bertanja pula.   "Ini adalah soal nanti Wan-gwee!"   Djawab si Bungkuk.   "Jang penting sekarang aku hendak dapat kepastian, apakah Wan-swee mempertjajai bantuannja seorang tua buruk sebagai aku ini?"   "Mengapa tidak!"   Djawab Pek Wan-gwee.   "Setiap bantuan dapat aku terima dengan penuh rasa terima kasih! Dan aku pertjaja penuh akan kemampuanmu! Sudah pasti kau memiliki satu dan lain siasat jang besar gunanja!"   "Mudah2an demikian! Nah, malam ini adalah malam ketiga sedjak pentjulikan gadis she Thio, dan biasanja mendjadi ulangan harimau-iblis melakukan kedjahatannja. Betulkah demikian?"   "Benari"   "Dimana Pek Siotjia biasa tidur setiap malam?"   "Sedjak timbulnja pentjulikan gadis2, dia pindah kekamar lain, tidur bersama ibunja."   "Dimana kamar tidurnja jang dia biasa pergunakan?" 44 Pek Wan-gwee menundjukkan sebuah kamar diatas loteng.   "Tidurlah seperti biasa!"   Berkata pula si Bungkuk.   "Tak usah takut, aku akan menjertainja nanti, dan aku tahu tjara2 melindunginja!"   Pek Wan-gwee nampaknja ragu2. Rasa kuatir membajang di-wadjahnja, kalau2 tjara jang akan ditempuh si Bungkuk akan berakibat sebaliknja. Si Bungkuk tahu kebimbangan tuan-rumah, maka segera ia berkata dengan sungguh2:   "Aku girang djika Wan-gwee tidak mempunjai rasa tjemas! Pikirlah dengan tenang, bahwa tak mungkin aku akan menambah besarnja bentjana kalaupun itu masih dapat dihindari! Tempatkan sadja Siotjia dikamar-loteng seperti biasa! Aku bukan seorang jang biasa murah berdjandji, kalaupun aku tak tahu tjara2 untuk melindunginja! Dan aku harap Wan-gwee dapat membulatkan pikiran untuk hasil2 menggembirakan. Sekarang pesanku jang harus ditaati betul2, ialah bahwa tak diperbolehkan budak2 ataupun petugas2 jang berdjaga melakukan satu tindakan atau mentjoba menghalangi perbuatan harimau-hantu bila benar2 dia muntjul. Sesuatu gerakan mereka jang sifatnja menentang akan menggagalkan rentjana kita!"   Pek Wan-gwee menganggukkan kepala.   Dalam bingungnja dan putus asa, ia main pertjaja sadja apa jang dikatakan sl Bungkuk jang baru dikenalnja itu, seorang tua bermuka buruk dan berpakaian mesum menjerupai pengemis.   Iapun sebenarnja belum tahu apa siasat jang akan dipergunakan atau kemampuan apakah jang dimiliki seorang tua seperti si Bungkuk itu, jang untuk berdjalan sadja agaknja sudah tak kuat.   Begitulah ia menjatakan akan menuruti pikiran dan kehendak si Bungkuk, dan menjiapkan barang hidangan serta arak.   Si Bungkuk berkata, ia tak pernah makan lebih dari semangkuk bubur-entjer, sedang arak ia tak mengenalnja.   Tibalah malam jang dinantikan, maka budak disuruhnja menjiapkan tempat tidur untuk si Bungkuk dikamar-loteng Pek Siotjia.   "Bukan disitu tempat tidurku nanti, dan akupun tak perlu kasur ataupun alat2 lainnja!"   Udjar si Bungkuk.   "Taruh sadja sehelai tikar disudut kamar, 45 dibelakang pembaringan Siotjia. Dan djangan ada seorang teman Siotjia jang menjertainja!"   Pada mulanja Pek Giok Im menolak untuk tidur dikamar-loteng, karena takutnja. Tetapi si Bungkuk menghiburkannja.   "Bila Siotjia ingin selamat, tidurlah dikamar-loteng seperti biasa. Harimauhantu akan dapat menggondol Siotjia dengan mudah sekalipun Siotjia bersembunji ditempat lain dan didjaga seribu pengawal. Pertjajalah, Siotjia akan terdjamin keselamatannja selama ada aku si Bungkuk melindungimu!"   Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Achirnja Pek Giok Im me-maksa2kan ketabahannja, mau djuga ia tidur dikamar-loteng seperti biasa, dengan si Bungkuk meringkuk dibelakang randjang.   Api pelita sengadja diketjilkan.   Semua orang didalam rumah Pek Wan-gwee berada dalam kechwatiran dan djam2 merajap membawa bajang2 menakutkan.   Pek Wan-gwee ber-debar2 djantungnja di-tengah2 budak dan pelajan jang di tagan masing2 menjiapkan sendjata, sementara Pek Hudjin bersembahjang terus-menerus mohon keselamatan dan perlindungan bagi anaknja.   Suasana diluar sunjimentjemaskan, jang terdengar hanja bunji binatang2 malam di-kebun2 dan semak.   Achirnja terdengar bunji kentongan dipaluh satu kali.   Lantas terasa ada bertiup angin, makin lama makin santer dan menjebarkan bau anjir.   Disertai djuga suara raung membangun bulu roma.   Semua orang menggigil karena tiupan angin jang dingin, namun mereka memaksakan diri untuk berlaku tabah.   Dan mereka pun mengerti, angin djahanam itu adalah tanda dari akan muntjulnja bentjana hebat, seperti halnja sudah terdjadi beberapa malam ber-turut2.   Pek Giok Im adalah seorang gadis molek kebanggaan orang tuanja, dan pudjaan para pemuda.   Selain tjantik dan terpeladjar.   djuga pandai menjulam.   Umurnja lebih-kurang 17 tahun, puteri remadja.   Malam itu ia tak dapat memedjamkan mata sama sekali di tempat tidurnja.   Budak2 sudah disuruh memperkuat djendela-loteng dan pintu.   Akan tetapi 46 rasa takut dan ngeri terus menguasai otaknja, maka bagaimanapun ia dibudjuk agar berlaku tabah dan tak usah kuatirkan bahaja, namun ia tetap takut dan hampir menangis.   Lebih2 tatkala terdengar deru angin menerobos dari tjela2-djendela dan memukul kelambu, separuh njawanja terasa sudah terbang djauh.   Ia sangat gelisah dan bergidik tubuhnja.   Lantas orangpun djelas mendengar suara sesuatu jang aneh didekat djendela.   Suara sedemikian itu tak pernah terdengar sebelumnja, hingga djiwa Pek Giok Im jang tinggal separuh djadi berkurang lagi.   Kini selain terbangun bulu2 tengkuknja, djuga keringatnja keluar mengutjur membasahi sekudjur badan.   Akan mendjerit, ia tak berani.   Achirnja ia menarik selimut dan bersembunji didalamnja.   Sementara itu api pelita telah mendjadi padam, hingga kamar mendjadi gelap-gelita.   Dari tjelah2-djendela tampak ada sesuatu benda menerobos masuk, agaknja seperti asap, berwarna biru-tua, me-ngepul2 dengan tjepat hingga memenuhi kamal.   Lantas mennjumpai itu daun-djendela terbentang lebar, lalu melompat masuk dengan gerakan enteng sekali sesosok tubuh berukuran nesar dengan kedua sinar matanja menjerupai bola-api.   Njatalah dia si Matjan-hitam jang buas dan ganas, dengan kedua kaki-depannja harimau-iblis itu menjingkap kelambu, dan dengan mudahnja diangkatnja tubuh Pek Giok Im bersama2 selimutnja, dipanggul dipundaknja seperti lakunja seorang manusia biasa.   Dan dengan sekali melontjati djendela dia menghilang ditempat gelap Adalah si Bungkuk jang nongkrong dibalik kelambu dibelakang randjang sudah tahu djelas apa jang terdjadi didepan matanja.   Ia tahu benar bagaimana bentuk pentjulik-gadis jang sama ganasnja dengan seekor matjan raksasa, dan tahu betapa sebat dan tjekatan setiap gerakannja.   Ia menganggukan kepala berulangkali, dan mulutnja tersenjum.   "Hm, djadi begitulah udjud Hek Houw Sinbeng jang didalam maksud2 terkutuknja mengalih rupa mendjadi seekor harimau-hantu! Benar2 kurang adjar binatang itu!" 47 Segera djuga si Bungkuk membuka bungkusannja jang dekil dan ditariknja sebilah pedang jang sinarnja ber-kilau2 ditempat gelap, lalu ia melompat djendela dan bagaikan burung entengnja melajang turun kehalaman luar. Kedua matanja jang tadjam luar biasa tahu kemana larinja sosok tubuh harimau-hantu itu. Ia dapat lari seperti terbang, namun agaknja ia sengadja memperlambat langkah kakinja, ia terus membajangi dibelakang harimauhantu. Dan tak lama kemudian anginpun mereda. Sementara itu harimau-iblis jang tak mengetahui dibelakangnja ada orang jang menguntitnja, enak2 melarikan kurbannja jang dipanggul diatas pundaknja, melalui tegalan2 jang pandjang, achirnja memasuki hutanbambu. Djalan2 jang gelap dan banjak tumbuh2an malang-melintang tak merupakan gangguan baginja, ia dapat melaluinja dengan leluasa. Kurban jang dipanggulnja tak tampak bergerak sedikit djugapun, se-olah2 barang mati sadja. Satu hal jang aneh, harimau-hantu itu dapat berdjalan dengan hanja kedua kaki belakang seperti halnja selama bertarung dengan Tjio Han Boe dengan Kedua kawannja diatas perbukitan Goe-thauw-nia beberapa malam berselang! Keanehan itupun dapat disaksikan oleh mata si Bungkuk jang lihay. Kira2 4 lie matjan-hitam lari seperti terbang menuruti djalan2 lembah jang ber-liku2, menjeberangi anak-sungai. Kaki bukit Goe-thauw-nia sudah dilalui, tetapi ia terus sadja menudju kearah Selatan. Kembali ada sebuah hutanbambu, dan dari sinilah ia memasuki sebuah djalan ketjil jang sangat gelap, membelok ke Barat hingga sedjarak 1 lie. Ia berhenti sebentar, mulutnja berkemak-kemik, lalu sekedjap mata terbentanglah sebuah pintu-batu. Ia masuk, dan pintu-batu itu tertutup kembali. Si Bungkuk sudah berada didepan pintu-batu itu, jang ternjata sebuah mulut gua.   "Hm, ternjata disinilah sarangnja!"   Ia berkata seorang diri.   "Sarang jang tjukup sentosa untuk orang mengerdjakan sesuatu jang gandjil!"   Si Bungkuk tidak berniat meminta tenaga bantuan anak-buahnja pembesardaerah, karena hal itu akan memperlambat usahanja, jang mungkin akan 48 mendjadi gagal pula.   Ia harus turun tangan sendiri dan setjara tjepat.   Ia mentjoba menarik pintu-batu itu, tetapi tak tergojahkan.   Terlampau kokoh pintu-batu itu, dan mungkin ada alat-rahasia jang membuatnja tak sembarang tenaga dapat membukanja.   Tetapi tak sia2 si Bungkuk sebagai seorang pendekar dan kepada Pek Wangwee ia sudah berdjandji akan menjelamatkan djiwa anaknja, Pek Giok Im, dari bahaja.   Begitulah ia membentangkan kedua djari tangan kanannja, dan melesatlah sebuah sinar putih bergemerlapan menggempur pintu-batu.   Tampak pintu-batu itu se-olab2 dibakar, membara sekelilingnja dan sesaat kemudian luluh dan mendjadi tjair.   Si Bungkuk mendjadi gembira, lalu berdjalan masuk kedalam gua jang gelap itu.   Dengan matanja jang terangawas ia dapat terus mengikuti djedjaknja harimau-hantu, jang kini menghilang disatu lapisan dinding 2 gua dari batu karang.   Lantas tiba2 terdengar suara beberap orang ber-tjakap2, maka si Bungkuk menghentikan langkah kakinja, dan mentjari lubang untuk mengintip.   Dilihatnja disebelah sana merupakan sebuah ruangan tersendiri jang tjukup luas, dan dibeberapa dinding dipasang pelita2, hingga keadaannja dapat dilihat tjukup njata.   Ruangan itu mempunjai sebuah pintu lebar, diatasnja bersuratkan huruf2 "Pendopo-sutji".   Disebelah kanan ada sebuah kamarbatu, diatas pintunja bertuliskan "Ruang-pemudjaan", kamar disebelah kiri berhuruf "Djalan-menudju-sorga".   Disudut depan terletak sebuah medja dengan satu kursi beralaskan kain-hitam bergambar matjan-hitam.   Sepasang lilin jang menjala ada dipinggir medja kanan dan kiri, mengapit sebuah mangkuk besar berisi beberapa matjam bidji2an hasil-bumi, diatasnja menjala sedjumlah dupa jang asapnja me-ngepul2 memenuhi ruangan.   Disampingnja terletak sebuah bokhie.   Si Bungkuk masih keburu melihat, harimau-hantu menjerahkan bungkusan selimutnja pada dua orang kepala-gundul, jang segera dibawa masuk ke "Ruang-pemudjaan".   Dua orang kepala-gundul lain berdiri tegak dikanan-kiri Matjan-hitam dengan sikap seperti anak-buah jang sedang menunggu perintah.   Barulah terdengar suara barimau-hantu katanja: 49 "Semua sudah disiapkan, It Ban?"   "Sudah, Toa Hoosiang!"   Sahut orang jang disebut It Ban.   "Ruang-pemudjaan"   Dan "Djalan-menudju-sorga"   Sudah siap segalanja?"   "Tanpa Toa Hoosiang perintah, Teetju mengerti apa jang harus dikerdjakan pada malam ke-tudjuh ini!"   Djawab murid Hweeshio Too Khak.   "Bagus! Nah, sekarang bakarlah tudjuh batang hio dimedja upatjara pertama itu. Aku akan segera liam-kheng!"   "Tetapi Toa Hoosiang, apa namanja anak-perawan jang akan disutjikan ini? Perlu didaftar namanja!"   "Oh ja, namanja Pek Giok Im! Memang inilah auak-perawan jang aku intjar betul! Pek Giok Im berarti Kumala-putih, perempuan jang akan membawa chasiat paling utama dalam penjempurnaan Kui-liong-kiam pada malam ketudjuh ini! Memang Thian menjertai kita, hingga didaerah inilah kita mendjumpai bahan2 roh paling sutji untuk pekerdjaan besar kita!"   Segera Too Khak membakar 7 batang hio, dan harimau-hantu melakukan upatjara sembahjang dimedja upatjara-pertama itu, berlutut 24 kali kemudian berduduk dikursi beralaskan kain-hitam Hek Houw, mulutnja berkemak-kemik membatja mantera, tangan kirinja menghitung bidji2 tasbih, tangan kanannja memainkan bok-hie.   Selama upatjara itu, kedua murid Hweeshio It Ban dan Too Khak berdiam diri disebelah kiri dan kanannja matjan-hitam.   Tetapi dengan mendadak Harimau-iblis nampaknja terkedjut.   "Bersiap menjambut tamu jang tak diundang itu dibalik pintu! Hajo lekas!"   Ia menjerukan kedua anak-buahnja.   It Ban dan Too Khak mendjadi kaget, mereka segera menjamber golok, dan kedua2-duanja berdjalan keluar.   Si Bungkuk mendjadi kaget djuga, ternjata harimau-hantu itu sangat lihay, tahu bahwa ada seorang tamu tak diundang memasuki guanja.   Ia sudah mengambil ketetapan, seorang diantara kepala-gundul itu, mereka harus dibinasakan terlebih dahulu.   Begitulah pedangnja sudah menjongsong Too Khak jang berdjalan dimuka, jang rupanja belum tahu betul dimana tempat 50 sembunji tamu jang tak diundang itu.   Dalam terkedjutnja Too Khak terlambat menangkis sambaran pedang jang se-konjong2, hingga kutunglah tangan kanannja, dan selagi ia berlambat pula untuk menarik diri, tusukan jang lain sudah menjusul keiganja, maka dengan teriakan ngeri Too Khak roboh dan djiwanja melajang.   "Djahanam dari mana begini kurang adjar hah?"   Berteriak It Ban jang kepalanja mengkilap karena ditjukur kelimis.   Sembari berseru sembari membatjok si Bungkuk.   Tjukup seru batjokannja, ditudjukan kedada, namun si Bungkuk sudah menangkis dengan pedangnja, hingga bunji beradunja dua sendjata terdengar njata.   "Aku kira siapa jang berani datang masuk setjara menggelap, tak tahunja hanja orang bungkuk jang mesum,"   Berseru pula It Ban, goloknja membatjok pula leher orang jang bungkuk punggungnja itu.   Si Bungkuk tak melajani edjekan si-kepala-gundul, ia terus melantjarkan serangannja.   Sekalipun It Ban tampaknja tjukup tangkas dan gesit gerakannja, namun serangan2 jang dilantjarkan lawannja tidaklah mudah dapat dilajani, agaknja ia belum tjukup mahir dalam ilmu gisiauw, pun kurang pengalaman, maka tjepat sekali ia kehilangan keseimbangannja menghadapi musuh setangkas si Bungkuk jang memutarkan pedangnja demikian tjepatnja hingga sinarnja sadja jang kelihatan ber-kelebat2.   Achirnja It Ban tak mampu memberikan perlawanan lebih lama dari beberapa gebrakan, sekarang ia lebih banjak mundur dari pada melawan.   Satu ketika jang terluang dipergunakan untuk meninggalkan gelanggang, akan tetapi si Bungkuk jang sudah bertekad tak memberi kelonggaran pada manusia2 jang berbuat kedjahatan, sudah menggunakan kesempatan itu menerdjang sambil mengirim satu tusukan tadjam kearah pinggang, hingga sikepala gundul itu berkaok dengan hebat, lalu roboh.   Si Bungkuk hendak menghadjar harimau-iblis, tetapi Matjan-hitam itu sudah tak kelihaian bajangannja.   Sedang demikian dua orang kepala-gundul lain muntjul dari "Ruang-pemudjaan", jang seorang menghunus golok, jang lain sebatang toja pandjang.   51 "Kau membunuh dua orang kawanku, bangsat, kini kami menuntut balas!"   Berteriak salah seorang Hweeshio itu, jang serentak menerdjang dengan tojanja.   Hweeshio lainnja menusuk dengan goloknja dari samping, mengarah pinggang.   Si Bungkuk tak mendjadi gugup diserang berbareng oleh kedua musuh.   Toja jang mendatangi dihantam dengan pedangnja, dan kaki kanannja mendupak tangan Hweeshio jang bersendjata golok.   Kedua kepalagundul itu bertambah marahnja, lalu ke-dua2nja menjergap dengan penuh kesengitan.   Maka bertarunglah ketiga musuh itu, makin lama makin hebat.   Bagi si Bungkuk kedua lawan gundul itu belum merupakan tandingan setimpal, kepandaiannja kedua kepala gundul itu tidak terpaut terlalu banjak dengan It Ban dan Too Khak, bahkan orang jang bertoja itu lebih rendah pula kemampuannja.    Keris Maut Karya Kho Ping Hoo Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini