Ceritasilat Novel Online

Si Bungkuk Pendekar Aneh 3


Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Bagian 3


Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya dari Boe Beng Giok   Si Bungkuk hanja chawatir kalau2 disebelah dalam masih ada musuh2 lainnja, terutama si Harimau-iblis jang sekarang ternjata benar2 bukan seekor matjan sesungguhnja.   Maka untuk memperketjil djumlah lawan, ia harus dapat membereskan kedua musuh itu setjepat mungkin.   Demikianlah lalu diperhebat perlawanannja.   Pedangnja diputarkan terlebih tjepat, kakinja tak lupa dikerdjakan mendupak dan menendang lawan jang terlebih dahulu dilumpuhkan adalah orang jang bertoja jang di-saat2 berikutnja mendjadi ngawur tjara2 menjerangnja.   Berbeda dengan kawannja jang bersendjata golok, jang sangat ulet dan tangkas, dapat memberi perlawanan djauh lebih teratur, malah kadang2 dapat membalas menjerang, membikin si Bungkuk terpaksa melontjat kesana-sini dengan tjepat.   Akan tetapi ketangkasan Hweeshio jang bersendjata golok itu tjuma merupakan suatu penundaan pendek, karena sesaat kemudian, setelah kawannja dirobohkan dengan satu tikaman dibawah ketiaknja hingga djiwanja melajang seketika, segera ia mendjadi petjah njalinja.   Ia tak dapat berlagak lebih lama lagi, tadjam pedang si Bungkuk sudah menjabet daun kupingnja, hingga dengan mendjerit kesakitan ia melompat djauh dan lari tunggang-langgang.   Si Bungkuk belum keburu membersihkan pedangnja jang berlumuran darah, 52 karena seketika itu djuga keluar seorang kepala-gundul lain dengan djubah warna abu2 dan ditangannja menghunus sebuah pian.   "Kami tak pernah menjusahkan kau, kenal sadja pun tidak, tetapi kau rupanja hendak tjoba2 mendjadi pembela masjarakat dan menentang aku! Oh, manusia bungkuk, bila kau tahu, bahwa kau berhadapan dengan Tjabangatas dari Sungai-hitam, maka sebaiknja kau segera meninggalkan tempat ini untuk kau dapat menjelamatkan dirimu! "   Ketika si Bungkuk mengangkat kepala, njatalah kepala-gundul itu Tong Hong Hweeshio adanja! Si Bungkuk agaknja belum mengerti benar, ada hubungan apakah kepala Paderi itu dengan si Harimau-iblis jang biasanja disebut Hek Houw Sinbeng.   Adakah benar, bahwa Hek Houw Sin-beng kini sedang memperalat Tong Hong Hweeshio untuk pekerdjaannja mentjulik anak2-gadis, atau benar2kah anak-anak-gadis itu dikurbankan untuk rohnja dikirim keatas langit? Satu hal jang aneh adalah, menurut kabar2 jang disampaikan sedjak Hek Houw Sinbeng memulai pekerdjaannja pada malam pertama, orang gundul itu menderita sakit.   Tetapi sekarang njatanja ia tinggal segar-bugar dan tangkas sebagai biasa.   Kedjadian2 jang dihadapi menimbulkan keheranan si Bungkuk, dan ia bimbang menghadapi kenjataannja.   Akan tetapi ia tak dapat lama2 berpikir, karena Tong Hong Hweeshio segera menjerang dengan piannja menimpa kepala.   Ia tjepat-tjepat memiringkan kepalanja menghindari serangan.   Tetapi Tong Hong Hweeshio rupanja tak mau membuang waktu, atau mungkin ia sudah tahu kelihayan lawan jang belum dikenal itu, maka ia menjusuli dengan tendangan kaki mengarah lutut si Bungkuk jang masih belum ditarik.   Namun si Bungkuk sungguh2 sangat tangkas dan tjekatan, dengan mudahnja ia dapat pula mengelakkan dupakan musuh, malah selagi badan sikepala gundul bergerak madju, ia membarengi menusuk ulu hati, hingga dengan sangat gugup sekali Tong Hong Hweeshio melompat kesamping, sambil membalikkan badan balas membatjok.   Begitulah kedua orang itu segera bertempur dengan seru.   Mereka 53 berimbang kepandaiannja.   Letik2an api dari bentroknja kedua sendjata memuntjrat dibarengi suara gemerontang jang njaring memekakkan telinga.   Beberapa puluh djurus telah berlangsung dengan kedua pihak masih sama unggul.   Jang dapat dibedakan hanja ilmu kepandaian kedua pihak.   Persilatan si Bungkuk ada dari tjabang Siao-Lim-pay, sementara sikepalagundul dari kalangan Kong-tong-pay.   Bitjara perihal deradjat persilatan kedua tjabang itu sukar dikatakan mana jang lebih sempurna.   Baik persilatan Siao-lim-pay.   Kun-lun-pay, Bu-tong-pay, maupun lain2nja memiliki kebagusannja dan keistimewaannja sendiri2, kesemuanja bergantung daripada orang jang mejakinkannja.   Apabila seorang murid Siao-lim-sie tak mejakinkan dengan sungguh2 dan tidak tjukup mahir, dia takkan dapat mengatasi lawan dari golongan persilatan lain jang telah mahir ilmu silatnja.   Sama halnja dengan si Bungkuk dari Siao-Lim-pay dan Tong Hong Hweeshio dari pihak Kong-tong-pay.   Didalam banjak hal si Bungkuk nampaknja terlebih lihay, baik mempergunakan pedangnja maupun daja tempurnja, djuga memiliki ilmu kiam-sut hingga dapat menghantjurkan pintu-batu gua.   Akan tetapi dipihak lawannja pun mempunjai keistimewaan dalam tjara bersilatnja, begitulah Tong Hong Hweeshio memiliki tjara2 berkelahi jang mau tak mau membikin si Bungkuk mendjadi kagum karena keluarbiasaannja, hanja dalam hal kegesitan Tong Hong Hweesbio kalah daripada lawannja, karena tubuhnja jang langgu besar, sebaiknja si Bungkuk tubuhnja ketjil dan kurus.   Begitulah berulangkali Tong Hong Hweeshio dikedjutkan oleh gempuran2 si Bungkuk jang mendadak dan tjepat, hingga seringkali ia mendjadi gugup dan hampir2 kena dilukai lawannja.   Si Bungkuk mempermainkan lawannja dengan tipu2 serangannja jang hebat mengagumkan.   Sekali si Bungkuk menusukkan pedangnja mengarah leher, Tong Hong Hweeshio memiringkan ke-sang lawan menarik kembali sendjatanja dan diteruskan menusuk keperut jang luang, maka sikepalagundul ter-gopoh2 menggulingkan diri, kesempatan jang baik itu digunakan 54 si Bungkuk menendang badannja jang gemuk, hingga Tong Hong Hweeshio berkaok kesakitan.   Akan tetapi si Bungkuk tidak meneruskan membinasakan lawannja jang belum sempat bangun itu, ia hanja tertawa ber-gelak2.   Tong Hong Hweeshio jang ditertawai lawannja itu, mendjadi panas hatinja, ia segera bangun kembali dan dengan nekadnja menerdjang lawannja seperti kerbau gila.   Maksud si Bungkuk hendak membikin Hweeshio jang gendut perutnja itu mendjadi lemas dan lelah dengan kegesitan tubuhnja, ia terus mempermainkan si Hweeshio gendut itu.   Demikianlah Tong Hong Hweeshio lambat-laun tenaganja telah banjak berkurang, sekudjur tubuhnja basah dengan keringat.   "Kurang adjar benar si Bungkuk ini!"   Ia menggerutu, marahnja me-luap2.   "Terlalu ulet dilawan dengan tenaga dan tak mungkin aku dapat mengatasinja!"   Ketika melihat tempat luang, sikepala-gundul itu segera melompat mundur.   Ia mengambil sebuah benda ketjil dari dalam kantong badjunja, lalu dilontarkan kearah lawannja jang diserang dari atas, tengah dan bawah.   Sendjata itu memantjarkan tiga warna jang menjilaukan mata.   Si Bungkuk mendjadi terkedjut, ia tahu sendjata rahasia itu jalah Sam-sekhwee jang bisa meledak kalau dapat menjentuh sasarannja, sekalipun badja, akan hantjur djuga.   Ia insjaf, kepala-gundul itu memiliki sendjata rahasia jang ampuh itu.   Sam-sek-hwee itu tak mungkin dapat dilawan dengan pedang.   Akan tetapi si Bungkuk tidak gampang2 mau menjerah, ia mengerti tjara2 memunahkan sendjata jang berbahaja itu.   Begitulah dengan luar biasa tjepatnja ia lari ketempat majat seorang Hweeshio, jang segera diangkatnya didjadikan perisai atau umpannja sendjata itu.   Majat Hweeshio itu telah mendjadi korban Sam-sek-hwee dengan tubuh hantjur lebur.   Tong Hong Hweeshio mendjadi sangat kaget.   Ia tak menjangkanja si Bungkuk demikian tjerdasnja memusnahkan sendjatanja jang ampuh itu.   Maka berkobar2lah kemarahannja dan diterdjangnja pula musuh jang litjin itu, hingga 55 kembali terdjadi pertempuran sengit.   "Tiada gunanja sekarang kau ber-lagak2 karena tak mungkin kau akan dapat menjelamatkan djiwa andjingmu!", bentak si Bungkuk sembari me-mutar2 pedangnja.   "Sudah djelas kau seorang Hweeshio terkutuk, dan rahasia Hek Houw Sinbeng jang kau per-djual-belikan kini telah terbongkar. Nah terimalah pedangku!"   Dengan ketjepatan kilat si Bungkuk menikam perut Tong Hong Hweeshio.   Sikepala-gundul itu masih keburu menangkis dan membalas dengan satu pukulan mengarah leher sang lawan.   Si Bungkuk menarik pulang pedangnja untuk diteruskan membabat tangannja Tong Hong Hweeshio.   Untunglah sikepala-gundul mempunjai djuga ketjepatan, ia masih dapat menjelamatkan diri dengan satu lompatan djauh.   Si Bungkuk tidak memberikan ketika untuk musuhnja bernapas, ia melantjarkan serangan ber-tubi2, sehingga sikepalagundul mendjadi terdesak betul2 kesatu podjok.   "Lemparkan sendjatamu itu dan menjerah, Hweeshio durhaka! Atau aku bunuh kau sekarang!", berseru si Bungkuk. Tong Hong Hweesbio rupanja tidak mau mati sia2. Ia harus mentjari djalan lolos. Demikianlah benar2 ia mendapat kesempatan bagus, tatkala ia dapat mengelakkan tusukan-maut lawannja, serentak ia lari masuk ke "Ruangpemudjaan". Pintu-batu segera ditutup dari dalam. Si Bungkuk tak dapat membukanja, ia segera menggerakkan tenaga dalamnja menggempur pintu batu itu jang lantas terpukul hantjur. Ia tahu, di "Ruangpemudjaan"   Itulah gadis Giok Im berada. Tetapi baik gadis itu maupun sikepala-gundul sudah tak kelihatan bajang2annja. Ia mendjadi heran, sebab didalam "Ruang-pemudjaan"   Tak ada pintu lainnja.   "Ruang-pemudjaan"   Itu terdiri dindjng2-batu belaka, dimana terdapat sebuah medja lengkap dengan alat2 sembahjang, dan sebuah kursi. Diatas medja terletak sebuah pedang jang amat tadjam. Tak ada alat2 atau perabotan lainnja.   "Tetapi ia bukan hantu atau iblis jang bisa menghilang setjara begitu sadja!"   Ia berpikir.   56 Dengan teliti ia memeriksa seluruh ruang itu, ia dapatkan medja sembahjang itu letaknja tak benar.   Djuga ada sebuah tjangkir terletak dilantai, sedang tjangkir lainnja diatas medja.   Tentulah medja itu tersentuh dan terdjatuhlah tjangkir itu.   Ketika ia memeriksa kolong medja, ia tampak lantai-papan persegi-empat, kedua engsel-nja menondjol.   "Inilah pintunja!", ia berseru. Segera diangkatnja papan persegi itu, dan ternjata ia menemukan sebuah pintu dibawah tanah. Ada anak-tangga dari batu. Kesitu turun, lalu sampai disebuah ruangan agak gelap. Tetapi matanja jang lihay melihat sebuah djalan terowongan membudjur kedepan. Dengan tak takut2 ia memasuki djalan-lorong itu jang ternjata tjukup pandjang dan tak ada penerangan. Tetapi ia madju terus, makin meninggi. Achirnja habislah djalan-lorong itu, dan kini ia muntjul di bawah sebuah medja-pandjang berlantai djubin.   "Astaga, Seng-ong-bio!"   Ia berseru heran Ia jakin, Tong Hong Hweeshio tentu sampai djuga kesitu, karena dari "Ruangpemudjaan"   Tak ada djalan lain. Kini, njatalah lorong dibawah bukit Goethauw-nia mendjadi lalu-lintas dibawah tanah jang dapat menghubungi Seng-ong-bio.   "Sekarang teranglah pusat kedjahatan dimulai dari sini!"   Berkata ia dalam hatinja.   "Dari geredja terus ke Goe-thauw-nia! Dan pendjahatnja bukan lain daripada sikepala-gundul itu, Tong Hong Hweeshio jang terkutuk!"   Ia terus mentjari si pendjahat gundul itu.   Kamar2 geredja di-tutup rapat, dan sampai begitu djauh tak terdengar ada gerakan apa2.   Pintu2 geredja terkuntji dari sebelah dalam, menandakan Tong Hong Hweeshio belum lari keluar.   Namun kepala gundul itu tak dapat ditemukan didalam klenteng.   "Litjin benar pendjahat-gundul itu!"   Sambil berkata si Bungkuk membukakan pintu geredja sebelah depan dan melompat keatas genteng.   Ia bermaksud mentjari tahu, kalau2 Tong Hong sudah lari keluar.   Malam sangat gelap, tetapi mata si Bungkuk benar2 luar biasa tadjamnja, didjurusan Barat tampak sajup2 sesosok tubuh orang sedang ber-lari2 agaknja memanggul suatu beban dipundaknja.   57 "Tentulah sikepala-gundul Tong Hong, gajanja sama dengan si harimau-hantu ketika memanggul bungkusan jang berisi gadis Giok dari rumahnja!"   Pikir si Bungkuk. Seketika itu ia segera melajang turun dari genteng dan dengan ilmu laritjepat ia mengedjar bajangan disebelah depan. Setelah mengedjar kira2 3 lie ia dapat menjusu] bajangan itu, jang telah djelas bukan lain memang sikepala-gundul.   "Hei, Hweeshio djahanam, berhentilah, didepan sudah tak ada d jalan lagi untuk kau dapat kabur lebih djauh!"   Berseru si Bungkuk.   Tong Hong Hweeshio tambah mempertjepat larinja, dan si Bungkuk pun makin kentjeng mengedjarnja.   Tetapi ia tidak mau membuang2 tenaga berkedjar2an, maka segera diambilnja sebuah piauw dari saku badjunja dan segera dilontarkan, tapi meleset, piauw kedua menjusul.   Kini terdengar djeritan Tong Hong Hweeshio, jang lantas melemparkan bungkusanselimutnja ketanah, dan terus kabur seperti andjing kena pentungan, hingga sekedjap sadja ia menghilang dari pandangan mata pengedjarnja Si Bungkuk tidak mengedjar terus, ia menghampiri dan memeriksa bungkusan selimut jang kini terletak diatas perumputan.   Ketika diteliti, ternjata bamgkusan selimut itu berisi Giok Im siotjia jang masih didalam di dalam pingsan.   Untunglah tadi dia tidak dilemparkan dibatu jang banjak terdapat disitu, hingga tidak mengalami bentjana.   Si Bungkuk berpendapat lebih penting menolong gadis itu.   Ia segera pondong gadis itu bersama selimutnja, bagian mukanja sadja dibuka, agar mendapat hawa sedjuk.   Demikian enteng dan ringannja ia memondongnja dibawa lari sampai ke Thian-tay.   Ia tahu, Pek Giok Im hanja pingsan akibat pengaruh dupa-pemabuk dari Tong Hong Hweeshio.   Ia menganggap Pek Giok Im belum tahu peristiwa jang menimpah dirinja, karena sebelum Tong Hong Hweeshio memasuki kamarnja, gadis itu sudah dibikin lupa diri.   Sekarang ia menudju ke Timur, dan waktu itu haripun sudah hampir pagi.   58 Bukan kepalang bingungnja orang seisi rumah Pek Wan-gwee, karena sampai ajam berkokok dan fadjar mulai menjingsing, baik puterinja maupun si Bungkuk belum djuga kembali.   Beritanja sadja-pun tak ada.   Tak heran Pek Wan-gwee sekeluarga mendjadi sangat gelisah dan tjemas, terutama Pek Hudjin sudah menangis sadja sedjak semalam.   Menurut kata si Bungkuk dalam djandjinja, bahwa orang tak usah chawatirkan keselamatan Pek Giok Im.   Akan tetapi sampai hampir fadjar kedua orang itu belum lagi pulang.   Mengingat lihay-nja Hek Houw Sinbeng mentjulik anak2 gadis dan tiada satupun jang dapat kembali, maka timbullah ketjemasan Pek Wan-gwee akan keselamatan anaknja.   Lebih2 hilang kepertjajaannja kepada si Bungkuk jang nampaknja sangat lemah dan kadang2 tangannja bergemetar.   Mungkinkah si bungkuk dapat mengalahkan harimau-hantu jang sangat buas dan ganas serta sakti itu? Pek Wan-gwee sedang kebingungan, isterinja datang sambil menangis menggerung2, katanja:   "Sedang tentara bersendjata jang gagah2 dan tangkas2 masih tak berdaja menghadapinja, kau begitu mudah pertjaja pada kakek2 bungkuk dan konjol itu. Sekarang apa djadinja? Anakku hilang, dan si Bungkukpun tak kembali! Giok Im-ku pasti takkan kembali seperti djuga gadis2 lain jang mendjadi kurban! Aku lebih suka kurbankan semua kekajaan kita daripada kehilangan anak jang tjuma satu2nja dan jang kutjintai! Sekarang apa daja? Hajo pergi melaporkan pada Tihu, dan minta pertolongannja! Hajo lekas!"   Dalam putus asanja, Pek Wan-gwee hendak menjuruh orang pergi melaporkan pada Kam Tihu.   Tetapi tepat disaat itu pembesar-daerah itu datang diiring beberapa orang opas.   Atas pertanjaannja, Pek Wan-gwee memberi keterangan apa jang telah terdjadi, sedjak kedatangan si Bungkuk, sampai disaat ada angin-iblis dan hilangnja Pek Giok Im beserta si Bungkuk dari kamar tidur diatas loteng.   "Hingga disaat ini anakku belum kembali bersama si Bungkuk itu, dan tak ada kabar-beritanja!"   Menambahkan Pek Wan-gwee, hatinja sangat berduka.   "Djika ku ingat kurban2 jang terdahulu, maka aku sangat takut............ takut 59 Giok Im tak pulang untuk selamanja!"   Kam Tihu berpikir sedjenak. Kemudian ia minta pendjelasan perihal dirinja si Bungkuk, bentuknja dan tindak-tanduknja. Pek Wan-gwee lalu menuturkan se-djelas2nja.   "Tahukah Wan-gwee namanja pengemis itu?"   Bertanja Kam Tihu. Tidak, dia hanja menerangkan bahwa orang biasanja panggil dia si Bungkuk!"   Djawab hartawan jang sial itu.   "Aku meragukan bentang si Bungkuk itu!"   Achirnja Kam Tihu menjatakan kejakinannja.   "Tak seorangpun disini kenal padanja, dia baru hari itu sadja ia mienampakkan dirinja. Aku chawatir, djangan2 si Bungkuk itulah pentjulik gadis2 itu! Ia memakai muslihat demikian sekedar untuk menggampangkan pekerdjaannja malam ini untuk mentjulik Pek Siotjia!"   Pek Wan-gwee berdiam menatap muka kepala-daerah itu. Agak-nja ia terpengaruh dan sependapat dengan pengertiannja Kam Tihu itu.   "Djika demikian halnja, njatalah si Bungkuk itu manusia djahanam!"   Ia berseru, bertambah sedihnja.   Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aku telah tertipu!"   "Inilah salahmu sendiri jang mau main pertjaja pada sembarang orang, padahal dia pendjahat besar!"   Isterinja menjesali pula. Tetapi disaat itu, tiba2 terdengar seorang budak berseru di-bawah anaktangga loteng:   "Nah, itu dia Loo Too-pek sudah kembali! Dia baru turun dari loteng! Bagaimana kabarnja dengan Siotjia, selamatkah dia?"   Semua orang menoleh pada budak jang ber-seru2 itu.   Sementara dari atas anak-tangga loteng tampak si Bungkuk dengan selangkah demi selangkah bertindak turun dengan gajanja jang tak mempedulikan suasana disekitarnja, ia tampaknja sederhana dan tenang.   Ia menghampiri budak jang berseru tadi:   "Mengapa kau menamakan aku Loo-Too-pek? Kau belum pernah membikin selamatan untuk memberi aku nama, namun kau begitu lantjang memanggil aku demikian!"   "Maaf, karena aku tak tahu namamu, djadi dengan begitu sadja aku 60 memanggilmu Loo Too-pek!"   Djawab budak itu.   "Aku maksudkan si Bungkuktua, atau Empe Bungkuk. Apakah kau merasa tersinggung?"   "Hm, ada2 sadja kau!"   Menggumam si Bungkuk.   "Baiklah aku setudju seterusnja kau memanggil aku dengan nama itu! Si Empe Bungkuk sadja, djangan ada embel2 lainnja seperti si Bungkuk-udang hah?"   "Baiklah, Loo Too-pek!"   "Eh eh, Kam Loya ada disini?!"   Berkata si Bungkuk atau Loo Too-pek tiba2. Iapun mendekati kepala-daerah itu untuk mendjura, hingga punggungnja jang sudah bungkuk mendjadi bertambah bungkuk.   "Maafkan aku jang tidak menjambut sedjak siang2!"   Kam Tihu memandang si Bungkuk dengan tadjam, dari atas sampai kebawah, keatas pula.   Tetapi tak ada kesan2 jang dapat menimbulkan ketjurigaannja terhadap orang bungkuk itu.   Si Bungkuk adalah seorang tua jang benar2 simpatik, rendah hati, dan bitjaranja pun sopan.   Kini Kam Tihu menganggukkan kepala.   Adalah Pek Wan-gwee jang tak sabaran.   "Kapankah Loo Too-pek kembali, dan dari mana djalannja?"   Tanja Pek Wangwee berturut.   "Dan bagaimana dengan anakku? Dimana dia? Oh, Thian, semoga anakku dilindungi keselamatannja!"   "Mengapa Wan-gwee djadi demikian rusuh dan ketakutan tak karuan? Pek Siotjia baik2 sadja, hingga kini dia masih tidur njenjak diatas loteng!"   "Masih tidur njenjak?"   Mengulang Pek Wan-gwee, seementara semua orang ternganga mendengarnja.   "Semalam dia bersama Loo Too-pek lenjap dari loteng, selimut anakkupun tak ada, dan pintu-djendela terbentang!"   "Sampai kinipun pintu-djendela masih terbentang lebar!"   Sahut si Bungkuk pula.   "Angin lembut membikin Pek Siotjia lelap dalam tidurnja! Mungkin semalam dia bermimpikan hal2 jang menjenangkan!"   "Djangan main2, Loo Too-Pek! Kau tahu, orang sedalam rumah bingung dan ketakutan! Hudjin malah menangis sadja sedjak semalam!"   Kam Tihu merasa adanja keanehan, maka ia mengadjak Pek Wan-gwee dan Hudjin tengok Pek Siotjia keatas loteng, sedangkan si Bungkuk beristirahat 61 diserambi luar ngobrol2 dengan seorang budak.   Sekarang takdjub benar Pek Wan-gwee demi dilihatnja anak-gadisnja sedang tidur njenjak diatas tempat tidurnja berikut selimutnja djuga seperti biasa.   Tak ada tanda2 menguatirkan tentang Pek Giok Im.   Lalu ditjeritakan Pek Wan-gwee pada Kam Tijiu, bahwa semalam ia bersama Hudjin dan budak beberapa2 kali, melihat kamar tidur itu, namun baik anaknja maupun Loo Too-pek tak ada disitu, dan melihat daun-djendela jang terbentang, membangun dugaannja bahwa Pek Giok Im sudah digondol harimau-iblis, bahkan si Bungkuk tentunja mengalami djuga bahaja kalau bukan tewas djiwanja.   "Tetapi soal ini belum djelas apa jang sebenarnja telah terdjadi dengan Pek Siotjia semalam!"   Berkata Kam Tihu.   "Kita memerlukan keterangan dari Loo Too-pek. Marilah kita menemui padanja". Bersama kepala-daerah Pek Wan-gwee turun dari loteng, sementara Pek Hudjin tinggal menunggui anaknja.   "Masih banjak waktu kita mentjeritakan peristiwa semalam"   Berkata si Bungkuk.   "Pokoknja, asal djiwa Pek Siotjia dalam selamat, kita boleh merasa gembira. Tetapi jang penting sekarang kita pergi ke Goe-thauw-nia untuk menindjau, dan Kam Loya nanti dapat mengetahui semuanja. Tetapi orang2 jang lemah hatinja sebaiknja djangan ikut2 pergi kesana, karena dikuatirkan mereka tak tahan akan apa jang dilihatnja!"   Kam Tihu dapat menjetudjuinja.   Kemudian ia mengadjak sedjumlah anakbuahnja jang berbadan kuat dan besar njalinja.   Ia naik sebuah tandu.   Si Bungkuk dimintanja naik tandu djuga, tetapi ia menolak, dengan menjatakan bahwa ia lebih senang berdjalan kaki.   Iring2an itu menudju kedjalan tegalan-berumput, terus kedjalan hutan jang dilalui Loo Too-Pek semalam.   Menurut si Bungkuk, iring2an itu harus mengikuti djalan-ketjil disepandjang hutan-bamhu, menudju ke Barat.   Ia sendiri berdjalan disamping tandu, karena Kam Tihu ingin mendengar tjerita jang sebenarnja mengenai peristiwa malam tadi.   Kini si Bungkuk tak mau ber-pura2 lagi atau berbohong, ia menuturkan seluruh kedjadian semalam 62 sedjak Tong Hong Hweeshio memasuki kamar-loteng dengan mempergunakan obat-pules, hingga Pek Giok Im pingsan tak sadar diri dan digondol harimau-iblis itu dapat diselamatkan djiwanja dan dikembalikan kekamar tempat tidurnja pagi-hari tadi.   "Menurut penuturanmu, Pek Giok Im tetap belum menjadari segala kedjadian jang menimpah dirinja semalam itu?"   Menegasi Kam Tihu.   "Djangankan menjadari peristiwa jang terdjadi, malah diri-sendiripun belum disadarinja pula!"   Sahut Loo Too-pek.   "Djika demikian halnja, djadi benar2 Tong Hong Hweeshio itu seorang pendjahat. Dan pentjulikan gadis2 itu bukan dilakukan oleh Hek Houw Sinbeng?"   "Tentu sadja bukan! Dugaan pemuda Tjio Han Boe tepat, bahwa tak mungkin sekali seorang Malaikat-sutji dapat melakukan kedjahatan sehebat itu, apapun sebab2nja!"   "Tetapi dengan maksud apakah Tong Hong Hweeshio melakukan kedjahatan besar2an itu?"   "Entahlah, semalam aku belum menjelidikinja didalam gua, sebab aku perlu menjelamatkan djiwanja Pek Siotjia! Sebentar kita akan mengetahui segala2nja."   "Lalu bagaimana dengan nasib ketudjuh gadis jang hilang dari masing2 rumahnja itu?"   "Aku sangat chawatirkan djiwa mereka, demikian pula djiwanja pemuda gagah she Tjio dengan kedua kawannja!"   Sahut Loo Too-pek.   "Apakah ada kemungkinan Tong Hong Hweeshio seorang tjabul, dan ketudjuh gadis itu mendjadi kurban nafsu kebinatangannja?"   Si Bungkuk berpikir sedjenak.   "Mungkin bukan demikian halnja!"   Djawabnja kemudian.   "Aku mempunjai kejakinan, bahwa pentjulikan gadis2 itu mempunjai sebab2 lain".   "Apakah sebab2 jang dimaksudkan itu?"   "Belum lagi tahu. Aku berharap didalam gua masih ada seseorang jang hidup, hingga kita akan dapat memperoleh keterangan jang memastikan". 63 "Aku tak mengira, didalam Seng-ong-bio ada djalan-rahasia di-bawah tanah jang dapat menghubungi Goe-thauw-nia!"   Kam Tihu menggerutu.   Iring2an itu sampai dimulut gua dalam tempo lama sekali.   Maklumlah, djalan2 dikaki bukit jang sangat sulit lagi djarang sekali dilalui orang, dan orang2nja Tihu tak biasa melalui djalan2 demikian.   Mulut gua jang sekarang tak berpintu tjukup lebar untuk membawa masuk tandu.   Per-tama2 jang mereka lihat adalah majat 4 orang Hweeshio jang bergeletakan disana-sini dalam keadaan mengerikan.   Tetapi seorang diantaranja rupanja masih bernapas.   Si Bungkuk mengadjak Kam Tihu memasuki "Ruang-sutji".   dimana semalam ia mengedjar Tong Hong Hweeshio melalui lubang bertutupkan papan didekat medja.   Kini ia mendapat kesimpulan, medja dimana terdapat alat2 sembahjang, tadinja diletakan diatas pintu-papan dilantai itu.   "Kita dapat melakukan penjelidikan lebih djauh sepandjang lorong dibawah tanah jang menembus kemedja-sembahjang didalam klenteng!"   Berkata si Bungkuk.   "Kini marilah menindjau dulu "Ruang-menudju-djalan-surga"   Itu!"   Pintu ruang ini baru dapat dibuka setelah dilakukan paksaan, di dalam mana segera mengembus keluar bau busuk dan anjir.   "Bau apakah itu?"   Bertanja Kam Tihu.   "Rasanja bau majat busuk!"   Djawab si Bungkuk.   Dan berdebarlah hatinja semua orang.   Mereka segera membajangkan kurban2 harimau-hantu tentunja sudah tak ada jang hidup lagi.   Dugaan mereka ternjata benar, karena ketika mereka madju lagi kira2 200 tindak, dibalik sebuah dinding-batu jang hitam tampak suatu pemandangan jang mengerikan.   Enam majat jang bersusun tindih disatu podjok, sedang dilain bagian ada 4 tengkorak jang sudah kering.   Ke-enam majat jang bertumpuk mendjadi satu gundukan ternjata majat2 wanita, jang paling bawah sudah terlalu busuk, sedang jang teratas masih agak baikan.   Bau busuk jang keras dari majat2 itu membikin semua orang menutupi rapat2 lubang hidungnja."   Menurut Kam Tihu, keenam majat itu mestinja gadis2 kurban pentjulikan Tong Hong Hweeshio.   Majat jang paling atas masih dapat dikenali dengan 64 baik, jaitu gadis dari keluarga Thio.   Dengan demikian dapat disimpulkan, majat jang ada dipaling bawah tentunja gadis she Tjie.   "Tetapi empat tengkorak jang sudah kering itu, majat2 siapakah gerangan?"   Bertanja Kam Tihu.   "Mereka majat2 jang sudah lama!"   Djawab si Bungkuk.   "Barangkali djuga majat2nja keempat murid In Tjeng Hweeshio!"   "Oh, aku ingat itu!"   Berkata kepala-daerah itu.   "Mungkin benar katamu itu, Loo Too-pek! Dan kesemua itu kurban2 keganasan Tong Hong Hweeshio!"   Si Bungkuk mengangguk2kan kepala.   "Hm, benar2 Hweeshio terkutuk! Aku tak menjangkanja dia sebenarnja jang berkulit djubah-sutji!"   Dampratnja Kam Tihu, gusar.   Menurut pengetahuan si Bungkuk, gadis2 itu bukanlah dibunuhnja dengan barang tadjam, ataupun dirusak kesutjiannja.   Tetapi dengan tjara apa ia belum dapat menentukannja.   Sekarang ia melakukan pengusutan diruangan dibalik medja-sembahjang, dimana semalam harimau-iblis itu lari masuk, dan sebagai gantinja muntjul Tong Hong Hweeshio.   Disana ada pula sebuah kamar ketjil.   Ketika pintunja dirusak ia dapatkan beberapa djenis alat2 jang ia tak tahu dipergunakan untuk apa.   Tetapi satu2nja jang menjolok adalah, di atas medja disudut ada kulit seekor matjan-hitam jang besar, kuku2-nja amat tadjam, kedua matanja ber-sinar2 se-akan2 harimau hidup.   Didekatnja ada terletak sebuah alat menjerupai kulit siput berukuran besar pula.   "Nah, inilah rahasianja?"   Berseru Loo Too-pek.   "Kulit matjan-hitam inilah jang dipergunakan kepala-gundul itu untuk mendjalankan kedjahatannja! Dengan tjara demikian ia berhasil menarik kepertjajaan orang, bahwa gadis2 itu benar2 digondol oleh Hek Houw Sinbeng untuk rohnja disutjikan diatas langit sebagai penebusan dosa jang tak pernah diperbuat. Soalnja agak djelas sekarang, Tong Hong Hweeshio memperdjual-belikan nama Hek Houw Sinbeng jang berasal dari seorang budiman purbakala untuk maksud2 kedjahatannja!"   Kam Tihu ingat medja2-sembahjang diruang pertama dan di Ruang-sutji", maka ia bertanja: 65 "Lalu untuk keperluan apakah medja2 dengan alat sembahjangnja itu?"   Loo Too-pek mengatakan, bahwa untuk memperoleh pendjelasan, diperlukan keterangan murid Hweeshio jang masih hidup tadi.   Murid Hweeshio jang masih hidup itu adalah It Ban.   Ia berbadan kuat, maka sedjak semalam ia masih bertahan hidup sekalipun banjak darah keluar dari lukanja dipunggung.   Si Bungkuk menjuruh seorang mengambil air, dan diBerinja It Ban minum beberapA teguk.   "Kau masih ingin hidup ataukah hendak mati?"   Bertanja Loo Too-Pek pada kurban pedangnja semalam. It Ban tak mendjawab, agaknja ia sedang berusaha mengumpulkan kembali kekuatannja.   Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Katakanlah, djika kau sudaH tak sanggup menderita, pedangku akan mengiringi kehendakmu untuk mati!"   Bentaknja si Bungkuk sambil menghunus pedangnja.   "Aku masih ingin hidup!"   Achirnja It Ban mendjawab.   "Baiklah!"   Sahut Loo Too-Pek.   "Kau akan diberi ampun, malah akan ditoiong djuga djiwanja. Tetapi berdjandjilah lebih dahulu, bahwa kau tidak akan berbuat djahat lagi."   "Akupun asalnja bukan seorang djahat. Aku terpaksa melakukan kedjahatan karena takut pada long liung Hweeshio jang buas! Aku sangat berterima kasih bila diberi kesempatan untuk kembali kedjalan jang benar!"   "Tjeritakanlah apa jang kau tahu tentang Tong Hong Hwee-shio, asal mulanja, dan kedjahatan2 jang dipraktekkan selama ini. Apa maksudnja dia mentjuiik gadis2 sebanjak itu?"   "Dia berasal dari Sungai-hitam. Dia akui dirinja pengikut sang Buddha dan dengan berdjubah-sutji ia memperkenalkan nama-tapanja dengan Tong Hong Hweeshio. Selain pandai ilmu silat, dia-pun mahir ilmu ghaib, misalnja mengundang angin. Mula2 dia seorang Liok-lim di Utara, sudah banjak kedjahatan2 jang dia lakukan, merampok harta-benda orang dan membunuh 66 djika orang berani menentanginja. Pemerintah telah mendjandjikan hadiah hesar bagi siapa jang dapat menangkap atau membunuh padanja. Tetapi sebagai seorang pendjahat besar, lagi mengandal pada ilmu ghaib-nja, dia masih tetap masih dapat malang melintang. Dia seorong alhi silat jang tak terkalahkan. Ketika pemerintah mengirim tentara besar2an kesarangnja, barulah Hek-liong-kang-kim-liong begitulah dia menamakan dirinja dapat digempur dan dihantjurkan pengaruh dan kekuasaannja. Ia kabur kedaerah Timur, dan aku berempat adalah pengikut2 jang tinggal hidup. Kami berempat memasuki gerombolan Tjiong Kiat Tjhoen adalah karena dipaksa, kami harus tunduk pada segala perintahnja, djika masih mau hidup!"   Tampaknja It Ban sangat lelah, maka dibiarkannja ia menghimpun pula tenaganja. Kemudian ia melandjutkan penuturannja:   "Sesampainja di Tjiat-kang tiba2 Tjiong Kiat Tjhoen mengubah tjara hidupnja. Ia ber-tjita2 membuat dirinja kebal dan memiliki sebuah sendjata sakti jang dapat dikendalikan dengan pengaruh rohnja, ialah sebuah pedang jang dapat menghantjurkan apa sadja dalam djarak djauh. Untuk itu ia mentjukuri rambutnja, memakai djubah, berlaku seperti seorang alim sungguh2!"   "Rentjananja membuat sedjenis kiam-kong?"   Bertanja Loo Too-pek.   "Bukan!"   Djawabnja It Ban.   "Pedang biasa! Soal Kiam-kong dia tak memerlukan, sebab dia sudah mempunjai ilmu ghaib jang sangat dahsjat, jaitu Sam-sek-hwee, api tiga-warna jang dapat menghantjurkan segala benda terkuat di dunia. Badan manusia akan mudah ditjairkan oleh Sam-seh-hwee jang dikendalikan itu. Hanja kiam-sut jang sudah mentjapai puntjak sadja dapat menandinginja dan mungkin memusnahkannja!"   "Tak perlu dengan kiam-sut, hanja dengan akalpun aku telah dapat memusnahkannja semalam! Lalu pedang-sakti apa pula jang dikehendaki pendjahat Sungai-hitam itu?".   "Kui-liong-kiam atau Pedang-naga-siluman! Untuk menjempurnakan pedang itu dibutuhkan roh-sutji dari gadis2 sebanjak empat-puluh orang. Pekerdjaan terkutuk itu baru sadja disusun enam kali dengan mengurbankan djiwa 67 gadis2 di Thian-tay, tetapi kurban jang ketudjuh, jang mestinja diselesaikan malam tadi, entahlah bagaimana kesudahannja. Aku tak tahu lagi dengan nasibnja gadis jang ditjolong Tong Hong Hweeshio semalam, karena aku sudah tak berdaja terluka hampir mati oleh pedangmu!"   "Djangan chawatir, pertjajalah, aku akan menjembuhkannja nanti! Gadis jang terachir itu telah diselamatkan djiwanja. Sekarang tjeritakanlah kelandjutannja". Di "Ruang-sutji"   Itulah biasa Tong Hong Hweeshio melakukan upatjara penjelenggaraan Pedang-setan itu! Disana Loo-tjianpwee tentu melihat sebuah pedang diatas medja jang sedianja akan diupatjarakan doa2nja, tetapi Loo-tjianpwee keburu datang mengatjau.   Harimau-hantu itu bukan lain daripada Hek-liong-kang-kim-liong itu.   Setiap hendak mentjulik gadis, dia membarengi dengan tiupan angin buatannja jang selain sangat dingin djuga berbau anjir sekali.   Gadis jang ditjuliknja itu dalam keadaan pingsan didudukkan di sebuah kursi dibelakang medja, lalu disembahjangi, dibatjakan mantera2nja, sedang bahan-pedang diletakkan diatas medja dengan udjungnja dilekatkan pada dahi sang kurban.   Katanja, dengan tjara demikian, roh gadis itu dengan sendirinja disalurkan kepada pedang.   Upatjara kedjam itu berlangsung sampai tiga hari tiga malam tanpa gadis kurbannja disadarkan atau diberi makan, hingga pada malam ketiga dia sudah mendjadi majat.   Diruang "Djalan-menudju-surga"   Itulah tempat terachir gadis2 jang mati tanpa merasakan kematiannja, namun tjukup mengerikan. Kini Lootjianpwee akan dapat melihat diruang "Djalan-menudju-surga"   Itu setumpuk majat2 gadis2 jang malang itu. Ah, kasihan benar?"   "Aku sudah melihat semua itu! Dan ada pula empat tengkorak kering, kurban2 siapakah pula mereka?"   "Mereka adalah empat murid In Tjeng Hweeshio jang dibunuhnja satu hari sesudah kepala-paderi itu meninggal".   "Sakit apakah In Tjeng Hweeshio tadinja?"   "Sakit? Dia mati dibunuh oleh tangan-maut Tjiong Kiat Tjhoen itu pula!"   "Dimana majatnja?" 68 "Ditanam dibelakang geredja! Hal ini merupakan keistimewaan dari kedjahatan manusia she Tjiong itu, karena dia tak mau mendapat kutukan sang Paderi bila men-sia2kan majatnja sesudah dibunuh dengan kedji! Empat murid Hweeshio jang disuruh menggali lubang dan menanamnja, keesokan harinja mereka dihabiskan djiwanja diruang "Djalan-kesurga"   Itu!"   Si Bungkuk menganggukkan kepala berulangkali. Ia pertjaja akan penuturan It Ban itu.   "Dikamar tempat menjimpan kulit-matjan tadi ada pula alat sedjenis kulit siput. Apakah gunanja itu?"   "Itu adalah alat bunji2an jang menjerupai suara raung seekor harimau, jang biasa dipergunakan Tong Hong selagi menjamar sebagai harimau-iblis!"   Sahut It Ban.   "Dengan itu Tong Hong mendjadi seekor matjan betul2!"   Menggerutu Loo Too-pek.   "Pintar djuga pendjahat itu!"   Kini giliran Kam Tihu mengadjukan pertanjaan pada Hweeshio sial itu.   "Tahukah kau pada beberapa malam berselang ada tiga orang datang kegeredja membuat penjelidikan?"   "Ja, aku tahu]"   Djawab It Ban.   "Malah sebelum itu ada seorang muda memasuki Seng-ong-bio dengan lagak2 mentjari rahasia. Kedatangannja diketahui oleh Tong Hong, tetapi kepala-gundul itu tak mengambil tindakan sesuatu, malah pura2 sakit. Ia bermaksud menjesatkan anggapan umum, supaja kedjahatan jang ditimbulkan itu orang tidak menjangka dia jang melakukannja. Namun apakah orang mau pertjaja Hek Houw Sinbeng benar2 marah dan menuntut penebusan dosa pada gadis2, entahlah. Pada malam itu ketiga orang itu dibunuh dipuntjak bukit Goe-thauw-nia oleh Tong Hong dalam merupakan dirinja harimau-hantu. Majat2nja ketiga orang itu dilempar dihutan disadjikan pada serigala2 jang sering berkeliaran!"   "Hm, demikian terkutuknja Tong Hong Hweeshio itu!"   Loo Too-pek tak memerlukan keterangan lebih landjut.   Ia menganggap persoalannja sudah mendjadi djelas semuanja, bahkan bukan roh sutji Hek Houw Sinbeng jang menjebar kedjahatan bena2an itu, melainkan pendjahat 69 dari Hek-liong-kang itu.   Sekarang ia menjuruh orang2nja Tihu untuk membawa It Ban kekota, di kantor Tihu, karena ia akan menolong lukanja nanti.   Beberapa opas lain disuruhnja merusak alat2 didalam gua, termasuk kulit matjan-hitam itu.   Pedang jang belum merupakan sendjata-iblis diambil oleh si Bungkuk, dan ia sangat kagum akan kebagusan bentuknja serta tadjamnja.   Ketika dilakukan penelitian disepandjang lorong di bawah tanah jang menembus kegeredja, tak terdapat hal2 aneh, maka timbullah pendapat mereka, bahwa kedjahatan sama sekali tidak bertempat didalam Seng-ong-bio.   Kemudian pemhesar-daerah itu mengadjak Loo Too-pek kembali kekota, dan mulailah orang mendapat tahu peristiwa jang se-benar2nja.   Tak heran, kegemparan besar timbul di-mana2.   Si Bungkuk di-pudji2nja sebagai seorang pengemis pendekar jang luar biasa.   Bungkuk dan tua, tetapi sebenarnja seorang ahli Kang-ouw jang ulung.   Banjak orang datang kerumah Pek Wangwee sekedar ingin tahu dan melihat matjamnja pengemis jang luar biasa itu, jang dengan sendirian sadja dapat menghantjurkan sumbernja kedjahatan di gua Goe-thauw-nia.   Sementara Pek Wan-gwee, terdorong oleh rasa takdjub dan penghargaannja terhadap si Bungkuk, dengan tak merasa lagi lalu berseru2 katanja:   "Tak di-duga2 orang tua jang berbadan bungkuk dan tampaknja tak berguna itu sebenarnja seorang ahli silat djempolan, seorang Kang-ouw jang djarang ditemui keduanja! Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan pudjian jang sungguh2 aku ingin memberikan sebuah nama-kehoramtan jang tjukup setimpal, jaitu Too-pek-koay-hiap atau Pendekar Bungkuk-jang-gandjil! Bagaimana kiranja anggapan umum tentang itu?"   "Bagus, bagu2 sekali!"   Berseru orang banjak.   "Amat tepat nama-gelar itu, Too-pek-koay-hiap!"   "Nama-kehormatan itu terlalu berlebihan untukku! Aku chawatir aku bisa djadi terlalu bangga dan sombong dengan gelarku itu!"   Kam Tihu-pun mengatakan, apabila nama-gelar itu diberikan dengan hati sutji, maka adalah patut diterima oleh si Bungkuk. Dan tak ada salahnja 70 orang memberikan nama-kehormatan itu, karena diberikan pada tempat jang benar.   "Aku tak hiraukan orang mau memberikan aku nama-gelar apa djuga!"   Berkata si Bungkuk lagi.   "Tapi jang penting sekarang adalah, keluarga2 jang kehilangan anak2-gadisnja agar diberi kesempatan mendjemput majat masing2 anaknja didalam gua Goe-thauw-nia. Majat2 mereka tak pantas dibiarkan dan kemudian berserakan tulang-belulangnja! Demikian pula tulang2 para murid Hweeshio dan majat2 Hweeshio jang masih baru, harus dibereskan menurut adat-geredja dan perikemanusiaan!"   Saran Loo Too-pek, atau jang sedjak hari itu dikenal dengan nama-gelarnja jang lain Too-pek-koay-hiap, diturut oleh keluarga2 jang bersangkutan.   Tidak perlu dituturkan pula, betapa duka-tjita keluarga2 jang harus mengambil majat masing2 anaknja didalam gua itu.   Bahwa majat2 gadis2 jang malang itu dikubur bukan dengan siraman kembang, melainkan air mata.   Berbeda dengan keluarga Pek, orang sedalam rumah diuruk kegembiraan besar, karena gadis Pek Giok Im dapat diselamatkan djiwanja oleh si Bungkuk.   Untuk menjatakan terima kasih dan bersjukurnja, maka Pek Wangwee menjuruh anak-gadisnja berlutut pada Too-pek-koay-hiap.   Anak itupun sudah diberitahukan tentang si Bungkuk, bahwa hanja kakek-konjol itu sadja jang telah berhasil menjelamatkan djiwanja dari tjengkeraman-maut jang diperbuat pendjahat dari Hek-liong-kang.   Pek Giok Im seorang gadis tjantik serta terpeladjar, maka ia mengerti, perintah orang tuanja itu adalah lajak.   Sangat tidak berbudilah, manakala seorang melupakan djasa-baik orang telah menolongnja jang disertai pengurbanan.   Maka dengan lantas Pek Giok In, menemui si Bungkuk jang selama itu masih dikerumuni orang ramai, termasuk Kam Tihu.   Tetapi demi melihat rupa si Bungkuk, Pek Giok Im mendjadi terkedjut.   Langkah kakinja terhenti, dan badannja bergemetar, takutnja bukan main, sebab baru pertama kali itu ia melihat muka seorang jang demikian buruknja, lagi bungkuk punggungnja.   Si Bungkuk menundukkan kepala se-akan2 tak ingin menambah ketakutan 71 sigadis jang elok itu.   "Kurasa tidaklah perlu Siotjia mendjumpai seorang seburuk aku untuk menjatakan terima kasih"   Kata si Bungkuk lemah-lembut.   "Apa jang aku telah berbuat sekedar hanja memenuhi kewadjiban manusia terhadap sesamanja. Sudahlah, djangan Siotjia bersusah-pajah untuk mengatakan apa2, tetapi tjukuplah bila Siotjia mengutjapkan sadja didalam sanubari apa jang hendak dikatakannja. Sungguh2 aku tak mengharapkan penghargaan apapun, aku gembira melihat ada keluarga jang dapat aku beruntungkan!"   Pek Giok Im masih tegak berdiri dalam kebingungan. Tiba2 Pek Wan-gwee berkata agak keras:   "Apa pula jang kau pikirkan, Giok Im? Menghormatilah dibawah kaki tuanpeuolong kita. Djangan membuat Too-pek-koay-hiap ketjewa, dan orang nanti mentertawakan kita! Hajo phaykui!"   Denpan terpaksa Pek Giok Im memberanikan hatinja madju ke-depan, lalu berlutut dan bersodja. Djuga ia memaksakan mulutnja mengutjap kata2 terima kasih. Si Bungkuk mendjadi repot mentjegah orang terlalu banjak melakukan upatjara.   "Tjukuplah tiga kali sadja Siotjia phaykui! Sudah, sudah, bangunlah, Siotjia, djangan sodja lagi! Aku bukan Toapekong, bukan pula Sinbeng, tetapi manusia miskin jang kotor!"   Pek Siotjia kemudian berbangkit.   Pada Kam Tihu iapun disuruh mendjalankan peradatan sambil mengutjapkan terima kasih, sebab pembesar itupun telah banjak bersusah-pajah membela kepentingannja.   Pada pikiran Pek Wan-gwee, bukanlah satu hal djelek bila ia mau menghargai pertolongan Too-pek-koay-hiap jang telah menjelamatkan djiwa anaknja jang sangat ditjintainja itu, untuk mana si Bungkuk mempertaruhkan djuga djiwanja, karena Tong Hong hweeshio adalah seorang pendjahat besar.   Ia hendak menjelenggarakan suatu perdjamuan besar dimana ia akan mengundang pula penduduk2 terkemuka.   Pikiran orang hartawan itu ditundjang sepenuhnja oleh Tihu, jang mengatakan, bahwa djasa2 Too-pek72 koay-hiap belumlah tjukup dibalas dengan hanja satu perdjamuan.   Too-pek-koay-hiap tak menjangka kalau Pek Wan-gwee akan mengadakan pesta djamuan untuk kehormatannja.   Ia tak tahu akan hal itu, karena segalanja disiapkan setjara diam2 dan tjepat.   Apa boleh buat, ia berdjamu djuga dengan tuan-rumah, Kam Tihu, dan banjak orang jang diundang.   Djamuannja mentereng betul, banjak bidangan ledzat2, arak wangi tak ketinggalan.   Kam Tihu bertindak sebagai wakil tuan-rumah, jang memperkenalkan kisah si Bungkuk pada umum, dan ditjeritakan pula kegagahan dan kepandaiannja membasmi pendjahat besar dari Hek-liong-kang, hingga selain keluarga Pek telah diselamatkan, pun dengan sendirinja keamanan dan kebahagiaan segenap penduduk Thian-tay telah dipulihkan kembali.   "Djasa Too-pek-koay-hiap bukan ketjil artinja, dan sebab itulah sudah selajaknja kita menaruh penghargaan se-besar2nja padanja, dan harus selamanja nama si Bungkuk itu tertera dalam hati kita masing2!"   Demikian Kam Tihu mengacihri bitjaranja.   Didalam perdjamuan itu, sekali lagi Pek Wan-gwee mengutjapkan terima kasih akan bantuan2 si Bungkuk jang tak ternilai besarnja itu.   Ada seorang mengusulkan, bahwa untuk membajar djasa2 si Bungkuk jang sedemikian besar itu, tidak tjukup hanja mendjamunja dengan makanminum dan utjapan terima kasih.   "Dia seorang-tua dan miskin, rupanja tak punja kediaman tertentu"   Orang itu berkata lebih djauh.   "sudah sepantasnja kalau kita angkat supaja Too-pekkoay-hiap dapat merubah tjara hidupnja jang lebih baik. Aku jakin Pek Wangwee akan menjetudjui bila Too-pek-koay-hiap diberi sebuah rumah untuk dia dapat meneduh dan terdjamin penghidupannja sebagaimana manusia lajaknja". Saran itu kembali disokong oleh Kam Tihu. Tetapi sebaliknja si Bungkuk lalu berbangkit dan mendjura.   "Saran saudara sangat berat untuk aku terimanja. Jakinlah, bahwa aku bukan seorang jang biasa hidup mewah, atau seorang jang biasa mengharapkan 73 suatu pembalasan-budi. Apa jang aku lakukan adalah suatu keharusan sebagai manusia terhadap manusia lainnja jang sedang menderita dan memerlukan bantuan. Djanganlah terlalu mendewakan aku! Djamuan ini sadja sudah terlalu besar bagiku!"   Lalu dengan mendadak ia mengatakan mohon mengundurkan diri meninggalkan perdjamuan itu.   Sudah tentu orang mendjadi terkedjut akan pernjataan si Bungkuk jang getas dan mengandung kemarahan itu.   Maka dengan buru2 orang jang menjarankan tadi mendjelaskan dengan sumpah, bahwa se-kali2 ia tak bermaksud menghina, sarannja itu timbul dari hati sedjudjurnja.   Iapun tidak lupa meminta maaf bila sarannja itu melukai hati Too-pek-koay-hiap, Dengan watak dan pendjelasan Too-pek-koay-hiap jang berbeda daripada orang2 seumumnja, menimbulkan suatu anggapan, betapa baik kepribadian seorang sebagai si Bungkuk itu.   Hati mana orang mendjadi bertambah kagum dan takdjub, dan makin berlimpah rasa penghargaannja.   Djamuan berlangsung terus dengan kegembiraan, sekalipun Too-pek-koayhiap menjaTakan Sudah tjukup berdjamu, namun orang menghendaki ia makan-minum terus, mereka menjatakan bahwa pertemuan sematjam itu tak mungkin akan datang pula, sudah seharusnja si Bungkuk suka berdjamu lebih lama.   Tetapi di-tengah2 orang bergembira, tiba2 seorang muda jang sedjak tadi berada diluar medja perdjamuan, berkata dengan suara njaring.   "Aku telah mendengar beberapa hari berselang, bahwa barang siapa dapat menjelamatkan djiwa anaknja, dengan rela dia akan mempersembahkan gadisnja itu sebagai budak maupun ieteri bila penolongnja adalah seorang laki2! Didalam hal ini tak di-singgung2 soal udjudnja penolong itu, muda atau tua, bagus ataupun buruk! Sekarang kenjataannja Pek Siotjia telah diselamatkan oleh Too-pek-koay-hiap, sudah selajaknja Pek Wan-gwee menepati djandjinja, menjerahkan Pek Siotjia ditangan tuan-penolongnja, tak peduli sebagai isteri maupun pesuruh. Banjak orang mendengar djandji2 itu, dan aku termasuk seorang diantaranja! Nah, Pek Wan-gwee, maafkan kalau 74 aku mengusik2 hal ini, karena aku beranggapan Wan-gwee harus memenuhinja!"   Alangkah terkedjutnja Pek Wan-gwee mendengar utjapan2 pemuda itu, begitupun orang2 jang ada dalam perdjamuan itu, termasuk Kam Tihu, dan si Bungkuk sendiri.   Orang mengenali pemuda itu, ialah anak seorang tuan tanah jang hidupnja sebagai pemogor dan pendjudi, namanja Go Thian Po.   Mereka teringat akan djandji2 Pek Wan-gwee jang pernah di-utjapkan dahulu, jang bersedia menjerahkan anaknja pada siapa juga dapat menjelamatkan djiwanja.   Kini Go Thian Po jang tak punja sangkut-paut dengan persoalan itu mendadak menggugat djandji Pek Wan-gwee, hal mana sangat mengedjutkan mereka jang mendengarinja.   Mungkinkah seorang Tjian-Kim Siotjia sebagai Pek Giok Im harus dikurbankan ditangan si Bungkuk jang tua dan romannja djelek menakutkan itu? Haruskah gadis jang djelita dan terpeladjar itu diperisterikan oleh seorang sebagai Too-pek-koay-hiap, jang selain amat buruk pun sudah dekat adjalnja karena usianja jang landjut? Pek Wan-gwee diam terpaku, karena pikirannja tiba2 mendjadi katjau.   Ia mengerti, bahwa djandji jang pernah diutjapkannja di depan umum itu harus dipenuhi.   Tetapi ia merasa keberatan untuk menepatinja, ia tidak rela melepaskan kumala-hidupnja ditangan si Bungkuk jang tak sesuai umur dan keadaannja.   "Tentu Giok Im pun takkan menjetudjuinja, dan kalaupun setudju karena dipaksa, pasti akan hantjurlah kehidupan dan nasibnja kelak! demikian pikirnja lebih djauh.   "Membatalkan djandji? Tak mungkin, orang tentu akan menista dan mengedjek aku, orang takkan menghargai aku pula jang telah mengingkari djandji jang pernah ku-utjapkan. Apa dajaku sekarang?"   Semua mata ditudjukan pada Pek Wan-gwee jang gerak-geriknja agak kebingungan dan ketakutan.   Kam Tihu dilain pihak tak dapat berbuat sesuatu, ia tidak bisa bantu memetjahkan persoalan jang rumit itu.   Adalah si Bungkuk jang djuga tak men-duga2 akan timbul persoalan sedemikian, tinggal duduk terpaku.   Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Iapun pernah mendengar kata-djandji 75 Pek Wan-gwee, namun dengan pertolongannja itu, sesungguhnja bukan ia menghendaki mendjadi anggauta keluarga orang kaja-raya itu.   Apa jang diperbuatnja hanja berdasar pada kewadjiban menolong sesamanja, semata2.   Karena ia adalah seorang pengabdi keadilan, pembela kebenaran, sebagai lajaknja seorang jang hidup dalam kalangan Kang-Ouw.   Sekarang tiba2 muntjul masalah jang rumit itu, jang membikin keluarga Pek menghadapi kesukaran.   "Saudara2 harap dengarlah, tadi aku telah membentangkan tjukup njata, bahwa aku menolong sesamanja bukanlah untuk mengharapkan hadiah apalagi terhadap dirinja Pek Siotjia"   Berkata si Bungkuk.   "aku tahu betapa indah dan agung seorang gadis sebagai Pek Siotjia, maka adalah pendurhakaan besar bila aku mengharapkan dia sebagai penebusan seorang buruk dan hina sebagai aku ini!"   Pek Wan-gwee, Kam Tihu, demikianpun jang lain2nja terdiam diatas masing2 kursinja, mereka terpesona akan kata2nja si Bungkuk itu. Hanja pemuda tadi jang menjambut pernjataan si Bungkuk dengan tantangannja.   "Djandji adalah djandji, apapun persoalannja, harus ditepati! Karena itulah aku menuntutnja karena aku adalah seorang jang tak sudi membiarkan seseorang mengingkari djandjinja!"   Kata pemuda itu. Too-pek-koay-hiap memandang Go Thian Po.   "Tetapi djika Pek Wan-gwee berkeberatan?"   "Aku akan menuntut hingga terdapat satu penjelesaian jang memuaskan! Atau masjarakat akan meludahi dia sebagai seorang jang tak dapat dipertjajai!"   "Dan djika aku sendiripun rela menolak?"   "Akupun akan memaksanja!"   "Tak mungkin kau dapat berbuat demikian terhadapku, anak muda! Tetapi aku ingin bertanja, mengapa bukan kau jang berusaha menolong Pek Siotjia untuk memperoleh hadiah berharga itu? Mengapa kau tidak memperlihatkan ketangkasanmu membasmi kedjahatan di Goe-thauw-nia, tetapi memperdengarkan suara besar disini?" 76 "Aku tak punja kesanggupan melewati harimau-hantu, karena aku bukan Too-pek-koay-hiap jang perkasa!"   Kata Go Thian Po menjindir "Djika demikian halnja, kau hanja seorang pengatjau belaka! Kau tjuma bisa men-tjari2 kerewelan jang tak ada perlunja jang tak ada sangkut-pautnja dengan kepentinganmu."   "Bukan mengatjau atau mentjari keributan, melainkan berbuat untuk kepentingan masjarakat umum!"   "Kau harus ketahui, bahwa djandji Pek Wan-gwee hanja berkisah pada perseorangan, tak langsung mengenai umum. Djadi dalam hal ini hanja oangr tersangkut sadja jang dapat mengambil keputusan mutlak! Aku tak mengerti, mengapa kau jang mendjadi penasaran, sedangkan aku jang berkepentingan dengan rela tak suka menerima hadiah ini dan itu dari pihak Pek Wangwee?"   "Aku kepingin ketahui dalam hal ini, Loo Too-pek jang tidak mau menerima hadiah ataukah Pek Wan-gwee jang mengingkari djandji, karena sajang anaknja jang tjantik harus dikurbankan untuk seorang tua rudin seperti kau?"   Si Bungkuk sudah mendjadi amat marah melihat kekurang-adjaran pemuda hartawan itu.   Ia menghampiri Go Thian Po untuk diberikan sedikit hadjaran, tatkala Kam Tihu meminta dengan sangat Too-pek-koay-hiap bersabar, sementara pemuda tak sopan itu disuruhnja pergi.   Go Thian Po rupanja mempunjai banjak begundal jang terdiri dari orang2 busuk, maka diluaran mereka segera menjiarkan berita, bahwa Pek Wangwee seorang rendah dan hina karena mengingkari djandji jang telah diutjapkan didepan umum, malah disaksikan Kam Tihu djuga.   Dan sebentar sadja gemparlah orang2 membitjarakan hal itu, tak lupa djuga melemparkan tjelaan dan makian kotor.   Hingga bisa dimengerti, Pek Wan-gwee merasakan sangat tidak enak dan malu.   Dalam pada itu Kam Tihu rupanja sulit untuk tjampur tangan secara langsung hanja madju untuk meredakan suasana.   "Sebaiknja Wan-gwee djangan menghiraukan suara2 diluar jang biasanja ditimbulkan oleh sekelompok orang jang hina dan kedji, jang karena satu dan lain hal bermaksud hendak membalas dendam!"   Kata Kam Tihu 77 menjarankan.   Ia menduga, diantara Go Thian Po dengan keluarga Pek tentunja ada terselip suatu peristiwa, jang membikin pemuda itu mendjadi sakit hati dan kini hendak membalas dendam.   Pek Wan-gwee menerangkan, memang Go Thian Po dahulu pernah melamar Giok Im, tetapi ditolaknja.   "Nah, itulah pokok soalnja!"   Berkata pula si Bungkuk.   "Go Thian Po kini ingin melihat Wan-gwee mendapat malu, karena penolakkan pada lamarannja dulu. Menurut aku, lebih baik Wan-gwee melepahkan hati, karena dari pihak aku sendiri sungguh2 tak menagih djandji atau ingin memperisterikan Pek Siotjia! Puteri Wan-gwee terlalu indah untuk didjadikan mangsa seorang tua dan buruk sebagai aku, atau ibarat seekor burung Tjendrawasih, tak lajaknja dia mesti hinggap didahan pohon jang sudah rapuh dan kotor! Biarlah, sekarang aku pergi dari sini. Mudah2an Pek Siotjia kelak mendapat djodohnja jang sedjadjar, pemuda jang dapat memberuntungkan hidupnja! Selamat tinggal!"   Sehabis berkata, Too-pek-koay-hiap membalikkan badan berlalu, sikapnja tak ragu2 sama sekali.    Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo Naga Merah Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini