Pendekar Cengeng 2
Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Bagian 2
"Jangan sembrono!"
Seru Tho-tee-tong Liong Losu.
"Awas mundur kalian!"
Berteriak pula Hap Tojin.
Namun teriakan dua orang ini terlambat. Yang nampak hanyalah gulungan sinar hitam yang mengeluarkan bunyi melengking nyaring. Dan....... tubuh tiga orang saudara Yu itu terlempar ke belakang lalu terbanting dalam keadaan tak bernyawa.
"Omitohud...... kejam sekali!"
Berseru Liong Losu.
"Celaka!"
Teriak Hap Tojin.
"Hi-hi hik! Memang kalian akan celaka. Salah kalian sendiri berada di dalam rumah celaka ini, yang sudah terkutuk akan kematian semua penghuninya!"
Dengan genit wanita itu berkata.
"Ah, wanita sesat! Betapapun besarnya dendam yang kau kandung, tidak semestinya kau melakukan pembunuhan-pembunuhan yang keji seperti ini. Apakah kau tidak takut dosa?"
Tho-tee-kong Liong Losu dengan suara keren menegur, tongkatnya sudah melintang di dada.
"Tho-tee-kong, kalau iblis ini betul seperti yang aku duga, kau percuma saja bicara tentang dosa dengan dia. Eh, iblis betina yang keji dan ganas! Betulkah engkau ini berjuluk Hek-siauw Kui-bo (Iblis Betina Suling Hitam)?"
Wanita yang mengerikan ini memang benar Hek-siauw Kui-bo. Duapuluh tahun yang lalu sebagai seorang kang-ouw yang berilmu tinggi, cantik dan berwatak cabul, dia berhasil memikat hati seorang pangeran kerajaan Goan-tiauw yang menjadi tergila-gila kepadanya dan terjalin hubungan gelap di antara mereka berdua. Dalam memikat hati pangeran ini, dia mempunyai cita-cita, yaitu hendak membantu kekasihnya mencapai kekuasaan sebesar-besarnya kelak kalau kekasihnya mencapai tingkat tertinggi, ia sendiri akan terangkat dalam kedudukan mulia dan tinggi! Dia mencita-citakan agar supaya pangeran kekasihnya itu kelak menjadi kaisar dan dia sendiri menjadi seorang permaisuri.
Akan tetapi semua mimpi muluk ini menjadi buyar dan hancur ketika pada suatu malam sang pangeran penindas rakyat jelata ini tahu tahu telah tewas dengan leher putus di dalam kamarnya.
Seperti biasa terjadi di waktu itu pembunuhnya adalah Si Dewa Pedang Yu Tiang Sin yang pada waktu itu masih sangat aktif dan bersemangat dalam membasmi pembesar-pembesar Mongol yang berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat.
Hek-siauw Kui-bo menjadi marah sekali. Berkali-kali ia berusaha membalas dendam dan melawan si Dewa Pedang, namun selalu mengalami kegagalan.
Pedang di tangan Yu-kiam-sian benar-benar hebat dan tak terlawan oleh suling hitamnya. Belasan kali ia kalah dan ia tidak sampai tewas oleh karena selalu Si Dewa Pedang melepaskannya dan menganggapnya hanya seorang perempuan cabul yang merasa kecewa karena kekasihnya terbunuh.
Sama sekali Yu Tiang Sin tak pernah bermimpi bahwa bukan hanya itu saja yang menjadi sebab, melainkan lebih dalam lagi. Ia telah menghancurkan cita-cita muluk si iblis betina!
Hek-siauw Kui-bo lebih memperdalam ilmunya dan di dunia persilatan namanya terkenal sebagat iblis betina yang kejam sekali dan amat ganas.
Namun sudah bertahun-tahun iblis betina ini tidak menantang Yu-kiam-sian. Ia menjadi lebih hati-hati dan menggembleng diri untuk pembalasan-pembalasan dendam. Dan akhirnya ia mendengar kematian musuh besarnya. Dapat dibayangkan betapa kecewa hatinya mendengar hal itu. Ia segera mengunjungi dusun Ki-bun dan mengambil keputusan untuk membasmi semua keluarga musuh besarnya untuk melampiaskan dendam hatinya.
Ketika iblis wanita ini mendengar kata-kata dua orang tamu musuh besarnya dan mendengar Siauw-bin-mo Hap Tojin menyebut namanya, dia memandang lebih tajam dan penuh perhatian.
Tadi ketika ia datang, ia sudah menyaksikan betapa suami isteri yang agaknya juga hendak membalas dendam dikalahkan oleh dua orang pendeta ini. Untuk mamenuhi keputusan hatinya, karena suami-isteri itu jaga pada saat ia datang telah menjadi tamu pula, maka untuk menambah keangkerannya. dia menyambut mereka di luar, dan hanya dengan sekali menggerakkan sulingnya saja ia telah berhasil membunuh suami-isteri yang bernasib sial itu, kemudian melemparkan mayat-mayat itu ke pekarangan depan.
"Hemm, tosu bau! Tahu dari manakah kau telah mengenal nyonya besarmu?"
Bentak wanita itu.
"Ha-ha-ha-ha, nama buruk dan kotor itu siapakah yang tidak pernah mendengarnya? Hek-siauw Kui-bo! Boleh jadi dunia kang-ouw menggigil mendengar namamu, akan tetapi pinto, Siauw-bin-mo Hap Tojin selamanya paling benci kepada wanita kejam! Kau telah membunuh orang-orang yang tidak berdosa, hanya karena kau merasa penasaran dahulu berkali-kali dihajar setengah mampus oleh Yu Tiang Sin. Hayo sekarang kau coba bunuh kami berdua Tho-tee-kong Liong Losu dan Siauw-bin-mo Hap Tojin, dua orang sahabat baik Yu Tiang Sin!"
"Hu-hu-hu-hu! Kiranya kalian dua orang keledai yang sedikit terkenal namanya. Tidak usah kau minta, memang nyonya besarmu bermaksud akan membunuh kalian berdua!"
Baru saja habis ucapan ini, sudah tampak gulungan sinar hitam menyambar ke depan, langsung menyerang ke arah ulu hati si hwesio dan tenggorokan si tosu.
Dua orang pendeta yang berilmu tinggi ini terkejut sekali. Biasanya, betapapun ringan senjata lawan, kalau dipergunakan untuk menyerang, tentu menimbulkan kesiuran angin.
Akan tetapi serangan wanita ini sama sekali tidak menimbulkan angin, juga tidak mengeluarkan suara dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah mencapai ilmu lweekang yang luar biasa tingginya. Namun mereka bukan orang lemah, diserang sehebat dan secepat itu mereka masih dapat menggerakkan senjata masing-masing untuk melindungi tubuh. Hebatnya, suling itu tidak jadi menyerang ke sasaran semula, melainkan menyeleweng dan kini secara langsung tanpa gerakan memutar telah menotok ke arah pusar si tosu dan ke lambung si hwesio!
Kembali dua orang ini terkejut setengah mati, ia lalu melompat ke belakang untuk mengelak sambil memutar senjata.
Sementara itu Yu Lee yang tadinya menangis menggerung-gerung dan makin mengguguk oleh pengaruh suara suling melengking seperti tangis, begitu suara lengking berhenti tadi, tangisnyapun berkurang dan mulailah ia memperhatikan keadaan sekeliling.
Ketika ayahnya dan kedua orang pamannya menyerbu iblis betina itu, ia sudah menyelinap dan lari ke dalam rumah karena ia melihat si pelayan yang mengatakan sebelum roboh bahwa semua telah dibunuh iblis. Yu Lee mengkhawatirkan nasib ibunya maka ia lari ke dalam.
Dapat dibayangkan betapa ngeri dan seperti disayat-sayat pisau rasa hatinya ketika ia melihat keadaan di dalam dan di belakang rumah orang tuanya, ibunya, para bibinya, saudara-saudara misannya, para pelayan, ayam, burung, kucing, dan anjing semuanya mati.
Semua mati dalam keadaan menyeramkan, mandi darah yang bercucuran dari mulut dan muka mereka semua berubah menjadi hitam.
Yu Lee menubruk ibunya, menjerit-jerit menangis, lari sana lari sini, menubruk sana menubruk sini, menangisi semua yang mati, tidak sadar bahwa muka dan bajunya sudah mandi darah mereka.
Mengerikan sekali keadaan di dalam rumah maut itu. Ayah bundanya, dua orang sandaranya, dua orang pamannya, dua orang bibinya, tujuh orang saudara misannya, empat orang pelayan berikut semua kucing, anjing, ayam, burung, semua mati! Yu Lee setelah memeluk mayat ibunya lalu bangkit berdiri dan dengan langkah terhuyung-huyung ia berjalan keluar sambil menangis.
"Iblis jahat""
Iblis jahat, kau harus mengganti nyawa...... uhuu...... uhu......!"
Yu Lee berjalan terus sampai di ruangan depan.
Pada saat itu pertandingan masih berjalan dengan seru dan tegang Tho-tee-kong Liong Losu memutar tongkatnya sampai terdengar angin menderu-deru, sedangkan Siauw-bin-mo Hap Tojin pedangnya berkelebatan seperti halilintar menyambar.
Namun, mereka berdua yang memiliki ilmu kepandaian yang tinggi ini ternyata tidak mampu menahan desakan dan tindasan segulung sinar hitam yang melayang-layang bergulung-gulung membuat lingkaran-lingkaran aneh sambil mengeluarkan bunyi melengking nyaring.
Suara inilah yang amat mengganggu kedua orang pendeta itu dan mengacaukan permainan senjata mereka. Maklum bahwa iblis itu bertanding dengan maksud membunuh, Liong Losu dan Hap Tojin mengerahkan seluruh tenaga mengeluarkan seluruh kepandaian mereka. Setelah keduanya bergabung dan membentuk benteng pertahanan barulah sinar hitam dapat dibendung bahkan kini mereka mendapat kesempatan untuk menggunakan waktu membalas satu dua kali serangan.
Kiranya letak rahasia kelihaian ilmu silat iblis betina itu adalah jika ia diserang, karena ia menghadapi setiap serangan lawan dengan balasan serangan yang lebih cepat sehingga ia mendahului lawan yang sudah terlanjur menyerang sehingga pertahanannya lemah.
Setelah kini kedua lawannya mempertahankan diri, iblis betina itu sukar untuk menembus benteng pertahanan lawan, malah ia menjadi agak repot karena kedua orang panderi itu kini menghadapinya dengan bekerja sama.
Jika Liong Losu, menyerang dengan tongkatnya, Hap Tojin yang melakukan pertahanan dan sebaliknya. Jika iblis betina itu terlalu hebat serangannya mereka berdua melakukan pertahanan bersama.
Pada saat yang tak terduga-duga, terdengar jerit kemarahan dan tahu-tahu Yu Lee sudah meloncat dan menubruk iblis betina itu dari belakang merangkul leher dan tengkuknya.
"Aduh......! Eh, monyet kau minta mampus??"
Hek-siauw Kui-bo berteriak dan semua bulu di tubuhnya berdiri saking geli dan jengah.
Akan tetapi ketika ia hendak menggunakan suling atau tangan kiri untuk menghantam anak yang menggemblok di punggung merangkul leher dan menggigit tengkuknya dua orang pendeta itu sudah mendesaknya dengan hebat.
Liong Losu dan Hap Tojin yang melihat kenekatan Yu Lee, menjadi khawatir sekali setelah seluruh keluarga sahabat mereka dibasmi habis dan kebetulan sekali Yu Lee terlewat dan masih hidup, mereka berdua harus berusaha sedapat mungkin untuk menolong.
Keturunan Yu Tiang Sin yang tinggal seorang ini harus diselamatkan. Mereka tahu bahwa sekali anak itu terkena hantaman tangan kiri atau suling iblis betina itu, tentu nyawanya takkan dapat ditolong lagi. Oleh karena inilah, tanpa mempedulikan keselamatan sendiri, kedua orang pendeta itu melupakan pertahanan bersama, kini melakukan serangan bersama dengan dahsyat sekali.
Iblis betina itu benar-benar hebat. Selain ilmunya amat tinggi, juga ia cerdik luar biasa. Perhatianuya tadi telah terpecah kepada anak yang menggigit tengkuknya sehingga serangan dua orang lawannya itu kini benar-benar amat berbahaya.
Secepat kilat ia lalu membalikkan tubuhnya sehingga tubuh itu kini terlindung oleh tubuh Yu Lee yang menggemblok di punggung! Tentu saja Hap Tojin dan Liong Losu kaget sekali dan menarik senjata masing-masing agar jangan mencelakakan Yu Lee.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Hek-siauw Kui-bo untuk mengerahkan tenaga menggerakkan pinggulnya keras-keras dan...... tubuh Yu Lee mental terlempar cepat ke arah dinding dekat pintu depan. Dapat dibayangkan betapa tubuh itu tentu akan hancur dan setidak-tidaknya remuk tulang-tulangnya terbentur begitu kerasnya pada dinding.
"Celaka......!"
Seru Hap Tojin yang tak keburu menangkis lagi. Ia merendahkan diri mengelak.
Juga Liong Losu berusaha menyelamatkan diri dengan sebuah loncatan ke samping. Namun gerakan mereka tak dapat mengatasi kecepatan sambaran suling hitam. Hap Tojin yang merendahkan tubuh, terkena totokan pada pundaknya, sedangkan pada detik berikutnya, Liong Losu yang meloncat ke samping telah tertotok pinggiran pinggulnya.
Memang totokan itu tidak mengenai sasaran yang tepat, namun kehebatannya cukup membuat dua orang jago tua itu roboh pingsan!
Tubuh Yu Lee melayang dan tentu kepalanya bisa pecah karena ia meluncur dengan kepala di depan menuju ke pintu.
Akan tetapi pada saat anak ini sudah memejamkan mata menanti maut tiba-tiba sebuah lengan kurus terulur dan di lain saat tubuh Yu Lee telah diturunkan dengan selamat ke atas lantai.
"Kau duduklah di sini dan lihat aku menghajar iblis itu!"
Kata seseorang yang bukan lain adalah si kakek pengemis bertopi lebar yang sore harinya baru saja datang berkunjung sebentar bukan untuk berkabung atau mengemis, kemudian mencela perdebatan antara Hap Tojin dan Liong Losu lalu pergi lagi. Dari bawah topi lebar itu Yu Lee melihat sepasang mata yang memandangnya dengan tajam, penuh pengaruh luar biasa sehingga sebelum ia tahu apa yang harus ia lakukan, tubuhnya sudah mendeprok ke bawah dan duduk di atas lantai seakan-akan tubuhnya itu tidak dapat ia kuasai lagi, melainkan tunduk akan perintah kakek pengemis ini.
Kini kakek pengemis itu dibantu tongkatnya yang butut terseok-seok maju menghampiri iblis betina yang sibuk menggosok-golok tengkuknya. Tengkuk yang berkulit putih halus itu robek dan berdarah oleh gigitan Yu Lee.
Begitu banyak darahnya mengucur keluar sampai membasahi baju hitam di bagian leher dan punggung. Melihat ini Hek-siauw Kui-bo menjadi marah sekali.
"Hemmm, masih terlewat seorang cucu tua bangka Yu yang ganas seperti monyet? Tua bangka Yu agaknya arwahmu yang menuntun cucumu itu untuk melawan dan menghinaku. Akan tetapi, dia ini akan mampus dalam keadaan lebih mengerikan dari pada yang lain-lain!"
Setelah berkata demikian, perlahan-lahan Hek-siauw Kui-bo memasukkan belasan batang jarum yang halus sekali ke dalam suling hitamnya mendekatkan suling ke mulut lalu meniupnya ke arah Yu Lee yang masih duduk bersila di sudut ruangan itu.
"Siuuttt!"
Dari lubang suling itu tampak sinar hijau berkelebat ke arah Yu-Lee. Akan tetapi sebelum mengenai Yu Lee, sinar itu tiba-tiba menyeleweng ke kiri dan semua jarum menancap lenyap masuk ke dalam dinding sebelah kiri!
Hek-Siauw Kui-bo marah sekali, ia mengalihkan pandang kepada kakek pengemis yang dengan dorongan tangan berhasil menyelewengkan jarum-jarumnya. Hek-siauw Kui-bo adalah seorang tokoh kang-ouw kenamaan ditakuti semua orang, karena kelihaiannya maka ia menjadi sombong sekali.
Tadi ia tentu saja sudah melihat betapa anak yang sudah menggigit itu ditolong oleh si kakek pengemis ketika akan terbanting ke dinding. Akan tetapi, ia sama sekali tidak memandang mata kepada kakek itu dan bersikap seolah-olah kakek pengemis itu tidak berada di situ.
Tadinya ia mengira bahwa kakek itu menolong Yu Lee karena kasihan, bukan bermaksud memusuhinya. Akan tetapi setelah jarum-jarumnya dipunahkan, baru ia maklum bahwa kembali ada orang berani berlancang tangan dan mencari mampus!
"Hemmm jembel tua bangka yang busuk! Untuk menyambung hidupmu, engkau rela mengemis ke mana-mana. Setelah hidupmu tersambung mengapa sekarang menjadi bosan hidup dan mencari mampus? Tidak tahukah, engkau dengan siapa engkau berhadapan?"
Sikap wanita berwatak iblis ini angkuh sekali dan ia tidak segera turun tangan membunuh karena ia merasa terlalu rendah dan memalukan kalau harus membunuh seorang kakek yang saking tuanya sudah mau mati ini.
Kakek pengemis itu memandang dari bawah topinya yang lebar dan Hek-siauw Kui-bo bergidik menyaksikan sinar mata yang begitu tajam dan yang seakan-akan dapat menembusi mataya dan menjenguk isi hatinya. Untuk mengusir rasa seram ini ia segera menghardik.
"Tua bangka! Lekas mengaku siapa engkau dan apa hubunganmu sama tua bangka she Yu, agar aku dapat mengambil keputusan dahulu, setelah mempertimbangkan apakah engkau layak dibunuh atau tidak!"
Benar-benar sombong kata-kata ini.
Akan tetapi kakek itu sama sekali tidak menjawab, bahkan segera mendekat dan menoleh kepada Yu Lee sambil berkata.
"Bocah tahukah kau siapa dia yang membasmi semua keluargamu ini?"
Yu Lee mengangkat muka memandang kepada si iblis betina dengan sinar mata menyala-nyala penuh kebencian.
"Siapa lagi kalau bukan iblis betina yang tadi namanya disebut Hek-siauw Kui-bo ini, locianpwe (orang tua gagah)?"
"Engkau betul. Dia ini si iblis betina yang ganas dan keji lagi pula pengecut dan hanya berani membunuh orang-orang yang bukan lawannya. Kebetulan sekali aku si tua bangka paling benci segala macam iblis, maka telah menciptakan ilmu tongkat Ta-kui-tung-hwat (Ilmu Tongkat Pemukul Iblis).
Sejak tadi, dada Hak-siauw Kui-bo serasa dibakar saking panas dan marah. Ia tidak mamandang sabelah mata kepada kakek jembel itu, sekarang siapa kira, mendengar namanya kakek ini bukannya takut, bahkan lebih-lebih tidak memandang mata kepadanya, malah berani menghina dan memakinya iblis cilik segala! Ia seorang yang sombong dan angkuh, siapa kira di tempat ini bertemu batunya. Kakek pengemis itu agaknya lebih angkuh dan lebih sombong darinya!
"Jembel tua bangka buruk! Engkau membuka mulut lebar-lebar? Engkau tidak melihat Siauw-bin-mo Hap Tojin dan Tho-tee-kong Liong Losu itu. Mereka adalah tokoh besar, akan tetapi karena berani menentang kau lihat buktinya. Engkau ini tua bangka jembel lekas sebutkan nama agar aku tahu siapa yang kubunuh kali ini!"
Namun si kakek ini sama sekali tidak meladeninya melainkan terus berkata pula kepada Yu Lee dengan sikap sama sekali tak menghiraukan si iblis yang kini sudah makin dekat.
"Eh, bocah baik, siapakah namamu?"
"Locianpwe, boanpwe (saya yang rendah) bernama Yu Lee."
"Engkau masih kecil sudah tahu aturan, itu bagus. Tidak seperti iblis cilik ini yang kurang ajar, terhadap seorang kakek seperti aku Han It Kong masih banyak lagak!"
Kakek itu lalu membuang ludah ke bawah, akan tetapi menuju ke arah Hek-siauw Kui-bo dan tepat jatuh ke atas lantai di depan kakinya.
Hampir meledak rasa dada iblis betina itu saking marahnya. Baru kali ini selamanya ia merasa dihina dan tidak dipandang sebelah mata secara keterlaluan sekali. Ia mengingat-ingat namun tidak merasa kenal dengan nama Han It Kong.
"Jembel busuk, aku akan membuat kau mati dengan tubuh hancur!"
Bentaknya dan sambil berteriak yang menyerupai bunyi lengking atau lolong srigala. Hek-siauw Kui-bo menerjang maju. Sulingnya berkelebat menjadi sinar hitam, mengeluarkan bunyi mengerikan sebagai imbangan teriakannya tadi.
Saking marahnya, ia telah mengeluarkan pukulan maut yang paling berbahaya terhadap diri kakek tadi.
Namun kakek yang mengaku bernama Han It Kong itu dengan sikap tenang sekali menyambut terjangan dahsyat itu. Tubuhnya tak tampak berkisar dari tempatnya, juga kedua kakinya tetap berdiri tegak. Hanya tangan kanannya yang memegang tongkat itu bergerak membuat lingkaran-lingkaran beberapa kali di depan tubuhnya dan...... suling hitam Hek-siauw Kui-bo tidak dapat maju lagi.
Iblis betina ini berseru keras karena merasa seakan-akan suling hitamnya terbetot dan dikuasai gerakan lawan karena di luar kehendaknya, tangannya yang memegang suling itu sudah ikut membuat lingkaran-lingkaran meniru gerakan kakek itu.
Hek-siauw Kui-bo mengeluarkan pekik kaget sambil mengerahkan tenaga membetot sulingnya. Kali ini ia berhasil menghendaki gerakannya yang otomatis itu akan tetapi sebelum ia sempat melompat mundur, terdengar suara.
"plak"
Dan pinggulnya yang besar telah kena dihajar oleh tongkar si kakek itu sampai terasa pedas dan panas!
"Yu Lee, kau lihat iblis kecil telah kena dihajar satu kali oleh Ilmu tongkat pemukul iblis!"
"Bagus! Harap hajar lagi sampai mampus locianpwe!"
Yu Lee bersorak lupa akan kedukaannya dan bergembira menyaksikan musuh besar ini pantatnya dipukul sampai mengeluarkan bunyi nyaring.
Hek-siauw Kui-bo memuncak kemarahannya, namun ia berhati-hati. Tongkat itu menghantam dari depan bagaimana bisa mengenai pantatnya yang berada di belakangnya? Benar-benar ilmu tongkat yang luar biasa sekali. Akan tetapi karena sedikitpun ia tidak terluka oleh pukulan itu, hatinya menjadi besar dan menganggap bahwa kakek aneh ini hanya memiliki ilmu silat yang lihai, akan tetapi tidak memiliki tenaga yang besar.
Sambil berteriak menyeramkan ia menerjang lagi, kini sulingnya membuat gerakan aneh dan cepat sekali sehingga dalam sekali serangan itu ia telah melakukan totokan terhadap semua jalan darah di tubuh lawan. Bukan sembarang totokan, melainkan totokan maut. Satu saja di antara totokan bertubi ini mengenai sasaran, berarti nyawa lawan tercabut.
"Ilmu yang keji dan rendah!"
Kakek itu berseru akan tetapi tidak bergerak dari tempatnya. Hanya tongkat bambunya yang kini menyambar-nyamhar ke depan dan terdengar suara....
"tak, tok, tak, tok,"
Tujuhbelas kali dan semua totokan Hek-siauw Kui-bo yang amat lihai itu dapat ditangkis.
Pada totokan terakhir, samhil menangkis, tongkat itu mendadak melanjutkan dengan gerakan mengait dan..... suling itu telah kena terkait dan terlepas dari tangan Hek-siauw Kui-bo karena ketika mengait ujung tongkat menotok telapak tangan yang memegang suling sehingga iblis betina itu terpaksa melepaskan sulingnya.
Hek-siauw Kui-bo mengeluarkan jerit keras dan tiba-tiba tangan kirinya bergerak menyambar dan mencengkeram ke arah anggauta kemaluan kakek itu.
"Manusia rendah tak tahu malu!"
Kakek itu terkejut juga dan cepat menangkis dengan tangan kiri.
Kiranya Hek-siauw Kui-bo melakukan serangan ganas dan rendah ini dengan maksud mengalihkan perhatian karena di detik berikutnya, tangan kanannya sudah dapat merampas kembali, sulingnya yang tadi menempel pada ujung tongkat lawan.
"Pintar juga kau!"
Kata si kakek, akan tetapi sambil berkata demikian, tongkatnya bergerak aneh dan.
"plokk!"
Sekali lagi pantat yang besar itu sudah dihajar tongkat lagi. Padahal si iblis betina sudah melompat cepat untuk menghindar, namun sia-sia, tetap saja ia mengalami penghinaan ini.
"Huah, ha, ha, ha! Pantatnya tidak kalah tebal dengan mukanya! Gaplok yang keras lokai (jembel tua)!"
Tiba-tiba terdengar suara tertawa-tawa dan ternyata itu adalah suara Siauw-bin-mo Hap Tojin yang sudah sadar dari pingsannya dan kini masih rebah sambil menonton pertandingan yang aneh itu.
Dapat dibayangkan betapa marahnya Hek-siauw Kui-bo. Akan tetapi disamping rasa marah dan penasaran iapun terheran-heran akan kesaktian kakek ini.
Mendengar ejekan si tosu, kemarahannya meluap-luap dan diam-diam ia memasukkan jarum-jarum beracun ke dalam sulingnya, lalu untuk ketiga kalinya ia menyerang lagi dengan gerakan sulingaya yang melenggak-lenggok seperti ular, sukar sekali diduga ke mana suling itu hendak menyerang.
Mendadak terdengar suara mendesis halus dan sinar hijau menyambar dari lubang suling meluncur ke arah sembilan jalan darah terpenting dari tubuh Han It Kong sedangkan suling hitam itu sendiri berperak-gerak menutup jalan keluar di sekitar tempat kakek itu berdiri.
Dengan demikian maka kakek ini diserang oleh jarum-jarum berbisa tanpa dapat mengelak karena tak ada lubang lagi untuk jalan keluar.
Akan tetapi Han It Kong memang tidak mau mengelak, bahkan kini tongkatnya bergerak secara aneh mengejar bayangan suling dan ia sama sekali tidak perduli akan sinar hijau yang menyerbu ke arah sembilan pusat jalan darah di tubuh depan.
"Tua bangka sombong, mampus kau?"
Teriak si iblis betina kegirangan ketika ia melihat betapa semua jarum rahasianya mengenai sasaran secara tepat sekali.
Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Praakkk"". Plookkk!"
Suara ini adalah suara pecahnya suling hitam disusul pukulan ketiga kalinya pada pinggul yang penuh daging, sehingga saking kaget dan nyeri si wanita iblis menjerit dan loncat jauh ke belakang.
Dengan mata terbelalak dan muka pucat ia memandang. Kakek itu sama sekali tidak apa apa dan sembilan batang jarumnya semua runtuh ke tanah begitu mengenai tubuh Han It Kong.
Sebaliknya suling hitamnya kena dipukul pecah berantakan dan pinggulnya kembali kena dihajar.
"Tua bangka busuk, engkau telah menghina orang! Biar aku mengadu nyawa denganmu hari ini!"
Setelah mengeluarkan seruan bercampur isak ini Hek-siauw Kui-bo menubruk ke depan, mengembangkan kedua tangannya seperti harimau menerkam.
"Perempuan keji. Engkau masih berani bertingkah di depan Ong-ya?"
Suara kakek itu menjadi keren dan galak, tangan kirinya bergerak ke depan dan ..... tubuh iblis betina itu seperti terbanting oleh tenaga dahsyat ke kiri, jatuh bergulingan di atas tanah! Ketika ia bangun sambil mengeluarkan rintihan perlahan. Wanita itu memandang dengan mata terbelalak.
"Apa...... apakah saya berhadapan dengan".. Siauw-ong-ya (Raja Muda) Han It Kong yang berjuluk Sin-kong-ciang (Tangan Sinar Sakti)?"
"Tidak ada raja muda, yang ada sekarang hanya si jembel Han It Kong,"
Jawab kakek itu.
"Engkau tidak lekas pergi dari sini?"
Hek-siauw Kui-bo menjura dan berkata.
"Kali ini aku mengaku kalah, kelak masih ada waktu untuk mengadakan perhitungan lagi."
Setelah berkata demikian, iblis betina itu melompat dan terus menghilang ke dalam kesuraman fajar yang mulai menyingsing. Dari kejauhan terdengar lengking tangis yang makin lama makin menjauh dan akhirnya menghilang.
Siauw-bin-mo Hap Tojin dan Tho-tee-kong Liong Losu yang telah sadar pula dari pingsannya, kini melangkah maju dan memberi hormat kepada kakek jembel itu.
"Sudah sejak muda pinto mendengar nama besar Sin-kong-ciang Han-siauw-ongya, baru sekarang dapat melihat orangnya dan menyaksikan kesaktiannya. Sungguh pinto merasa takluk dan terimalah hormat dari Siauw-bin-mo Hap Tojin, Ong-ya!"
Kata si tosu.
"Omitohud! Sebelum mati. dapat bertemu muka dengan patriot besar Han tayhiap, sungguh merupakan kebahagiaan hidup!"
Tho-tee-kong Liong Losu juga berseru memberi hormat.
Kakek jembel itu menghela napas panjang, mukanya tersembunyi di bawah topi yang lebar itu. Kemudian terdengar suaranya bernada sedih.
"Biarpun baru sekarang bertemu jiwi (tuan berdua) namun sepak terjang jiwi disamping Yu-sicu sudah lama saya dengar, perjuangan kita boleh gagal seperti sudah ditakdirkan Tuhan, namun selama semangat kita masih hidup menurun kepada anak cucu dan murid, pada suatu hari akan tiba saatnya kaum penjajah Mongol dapat terusir dari tanah air!"
Ia menghela napas lagi dan memandang ke arah peti mati Yu Tiang Sin.
"Yu-sicu banyak jasanya terhadap rakyat dan negara, sayang ia terlampau banyak menanam permusuhan pribadi. Jiwi sudah berusaha sekuat tenaga menyelamatkan keluarganya, tidak percuma Yu-sicu bersahabat dengan jiwi. Sayang sekali kedatangan saya terlambat sehingga tidak dapat mencegah terjadinya pembunuhan-pembunuhan ini. Sungguh saya merasa tidak enak terhadap arwah Yu-sicu. Untuk menebus kelalaian, biarlah saya menghabiskan sisa usia yang tak seberapa lama lagi ini untuk memberi bimbingan cucunya yang tinggal seorang ini. Yu Lee hayo ikut bersamaku!"
Kakek ini mengulurkan tangan kiri dan entah bagaimana, tubuh Yu Lee tahu-tahu sudah melayang dan berada dalam pondongannya.
Kemudian, sekali kakek itu menggerakkan kakinya tubuhnya sudah lenyap dari depan Siauw-bin-mo Hap Tojin dan Tho-tee-kong Liong Losu!
"Ha, ha, ha! Tua bangka Yu Tiang Sin biarpun kehilangan semua keluarganya namun benar-benar masih bernasib baik. Seorang cucunya, yang tinggal satu-satunya telah menjadi murid Sin-kong-ciang!"
"To-yu (sabahat), bagaimana kau masih bisa mengatakan sahabat kita Yu Tiang Sin bernasib baik kalau semua anak cucunya dibasmi seperti ini?"
Tho-tee-kong Liong Losu mencela sambil mengeluarkan obat untuk ditelan dan memunahkan hawa beracun akibat totokan suling hitam itu, juga kepada si tosu ia memberi sebutir obat pulung yang diterima oleh temannya tanpa berterima kasih lagi.
"Liong Losu betapa dia tidak bahagia? Bandingkan saja dengan kau atau pinto. Secuil daging setetes darahpun diluar tubuh kita tidak punya. Sedangkan tua bangka Yu masih mempunyai saorang cucu yang biarpun cengeng akan tetapi menjadi murid Sin-kong-ciang!
"Ha, ha, ha, belasan tahun lagi kalau kita tidak sudah mampus, tentu akan terbuka mata kita menyaksikan sepak terjang seorang pendekar muda yang sakti akan tetapi".. cengeng!"
"Omitohud! To-yu, engkau terlalu memandang rendah anak itu. Tidakkah jelas nampak sifat-sifat baik kepadanya? Sinar matanya tajam berpengaruh, nyalinya lebih besar dari pada kita, berani dia menyerang Hek-siauw Kui-bo! Kelak tentu Hek-siauw Kui-bo takkan dapat banyak tingkah lagi di depannya."
"Ah, dasar Sin-kong-ciang Han It Kong yang bekerja kepalang tanggung. Iblis macam itu. kenapa tidak dibunuh saja?"
"To-yu, hal begitu saja mengapa kau masih mengherankan? Han taihiap adalah seorang cianpwe yang tingkatnya sudah amat tinggi. Mana dia sudi mengotorkan tangan dengan pembunuhan, apalagi membunuh seorang yang dia anggap hanya seorang iblis cilik seperti Hek-siauw Kui-bo? Disamping Han It Kong taihiap terkenal sebagai patriot sejati dan hanya terhadap kaum penjajah ia mau membunuh tanpa perhitungan lagi. Sedangkan Hek-siauw Kui-bo adalah bangsa sendiri, biarpun jahat akan tetapi urusannya dengan Yu-kiam-sian adalah urusan prihadi. Tentu saja akan dianggap tidak adil kalau Han It Kong taihiap mencampuri dan menurunkan tangan maut."
"Ha, ha, ha, ha! Engkau dan dia terlalu banyak pakai aturan, Liong Losu. Hari ini kita berdua mendapat kenyataan bahwa kepandaian kita sama sekali tidak ada harga. Akan tetapi kalau seorang berilmu seperti Han It Kong masih ingin meninggalkan kepandaiannya kepada seorang murid apakah kita harus bersikap kikir dan membawa kepandaian kita yang tidak seberapa ini bersama ke dalam neraka?"
"Omitohud! Harap To-yu jangan bicara tentang neraka. Mengerikan! Akan tetapi pendapatmu itu benar. Pinceng juga pikir lebih baik mengundurkan diri dan memilih murid-murid yang baik."
Dua orang pandeta itu lalu pergi dari situ menjelang pagi. Sunyi sepi di rumah keluarga Yu itu. Sunyi yang mengerikan. Mayat-mayat orang berserakan dari ruangan depan sampai tengah dan belakang, darah berceceran. Ngeri menyeramkan.
Peristiwa yang akan menggegerkan dusun Ki-bun, akan tetapi yang akan membuat para penduduk Ki-bun selalu berada dalam keheranan dan dugaan-dugaan yang tak pernah akan dapat dibuktikan kehenarannya.
Akan tetapi mereka semua tahu bahwa ada seorang cucu kakek Yu yang tidak diketemukan mayatnya bersama anggauta keluarga lain, yaitu Yu Lee.
Namun tak seorangpun di antara mereka dapat menduga ke mana perginya anak berusia delapan tahun itu, seperti juga mereka tak dapat menduga siapa yang melakukan pembunuhan dan pembasmian keji terhadap seisi rumah keluarga Yu.
Lima belas tahun kemudian!
Pagi hari itu amat ramai di dalam rumah makan "Lok-nam"
Di kota Ho-pak yang besar dan banyak dikunjungi pedagang dari luar kota. Lok-nam adalah rumah makan terbesar di kota Ho-pak, terkenal dengan masakan-masakannya yang lezat dan beraneka macam.
Banyak masakan yang tak ada di rumah makan lain, dapat dipesan di Lok-nam, diantaranya sop buntut menjangan, kuwah daging ular goreng, kodok gulai, yang besarnya seperti ayam. Tidak lupa tim cakar bebek yang lezat, gurih dan kenyil-kenyil.
Semua itu kalau dimakan dengan dorongan arak Hang-ciu yang harum dan keras, dapat membuat orang jadi lupa segala.
Bahkan ada yang bergurau mengatakan bahwa walaupun ada mertua lewat lupa untuk ditawari! Baru setelah perut jadi gendut, orang akan menjadi "sakit gigi"
Karena rekening yang bisa menguras isi kantung, ditambah lagi oleh bahaya sakit perut!
Memang biasanya rumah makan Lok-nam selalu ramai, karena pemiliknya pandai berusaha. Di sebelah rumah makan ini pemiliknya membuka sebuah po-koan (rumah judi) dan inilah yang membuat rumah makan itu selalu jadi ramai. Mereka yang menang berjudi biasanya amat royal menghamburkan uang.
Di pagi hari itu sudah banyak orang makan di dalam restoran Lok-nam. Karena belasan orang yang menjadi tamu restoran itu kesemuanya adalah laki-laki juga para pelayan dan pengurus semuanya laki-laki, riuh rendah suara orang bergurau di situ.
Omongan-omongan kotor dan cabul diselingi gelak tawa mengotori hawa bersih yang masuk dari luar. Apalagi pada saat itu terdapat lima orang jagoan atau tukang pukul rumah judi yang sedang dijamu oleh seorang tamu yang malam tadi berhasil mendapat kemenangan besar dalam perjudiaan.
Mereka berlima ini bicara riuh rendah tentang pelacur-pelacur di kota Ho-pak seperti orang membicarakan kelezatan bermacam-macam masakan saja. Tanpa ditutup-tutupi blak-blakan dan tidak ada rahasia sehingga para tamu lain yang mendengarkannya ikut-ikutan tersenyum. Telinga laki-laki memang paling suka mendengarkan percakapan semacam itu.
Derap kaki kuda yang berhenti di depan rumah makan tidak menarik perhatian mereka yang tengah bergurau.
Akan tetapi ketika penunggangnya melompat turun dari atas kuda, menyerahkan kuda kepada penjaga di luar kemudian melangkah masuk ke dalam restoran, serentak semua percakapan berhenti dan semua mata, termasuk mata pelayan dan pengurus restoran, memandang ke arah orang yang baru masuk itu dengan pandang mata kagum dan penuh gairah.
Wanita itu masih muda, kiranya tidak lebih dari duapuluh lima tahun usianya. Pakaiannya serba merah, merah muda. Dan tali rambutnya sampai pakaiannya dari sutera tipis sehingga terbayang pakaian dalam merah tua, dan sepatunya yang kecil, semuanya berwarna merah muda.
Hanya pakaiannya karena membayangkan pakaian dalam merah itu, tampak lebih terang warnanya. Rambutnya hitam panjang, wajahnya berbentuk bulat telur dengan kulit muka yang sudah halus putih itu menjadi lebih menarik karena bedak dan gincu (pemerah) tipis-tipis.
Sepasang matanya lebar amat tajam pandang matanya, hidung kecil mancung dan mulut yang berbentuk indah dan selalu mengulum senyum. Dari sudut mata yang meruncing disertai kerling tajam dan sudut bibir yang mengulum senyum penuh daya tariknya inilah terbayang sifat wanita yang berdarah panas, bernafsu dan romantis.
Pendeknya seorang wanita yang muda belia yang cantik jelita dan manis dengan bentuk tubuh yang menggairahkan.
Scorang pelayan muda agaknya lebih cepat sadar daripada teman-temannya yang masih terlongong. Ia cepat lari menghampiri wanita ini dan sambil membungkuk-bungkuk berkata.
"Selamat pagi, nona. Silakan duduk, di sebelah kiri itu masih banyak meja kosong, silakan....!"
Gadis cantik itu mengangkat muka, menyapu ruangan restoran dengan pandang matanya yang tajam kemudian mengebut-ngebut pakaiannya di bagian paha dan pinggang untuk membersihkan debu, dan mengikuti pelayan itu ke sudut ruangan sebelah kiri di mana terdapat beberapa meja yang masih kosong. Sapuan pandang matanya tadi membuat ia tahu bahwa dirinya menjadi pusat perhatian semua orang, akan tetapi ia tidak mengacuhkan hal ini dan bersikap seolah-olah di tempat itu tidak ada orang yang memandangnya.
Ia berkata kepada pelayan yang sambil tersenyum-senyum membersihkan meja di depan nona itu dengan sehelai kain yang selalu tersampir di pandaknya.
"Keluarkan arak hangat yang paling baik lebih dulu."
Suaranya nyaring namun merdu, dan bening.
Si pelayan cepat pergi untuk melayani permintaannya.
Ketika pelayan datang membawa arak hangat, nona itu memesan beberapa masakan kemudian setelah pelayan pergi mulai minum arak dari guci arak. Berturut-turut ia minum tiga cawan arak penuh dan caranya minum jelas membuktikan bahwa nona ini kuat minum dan sudah biasa.
Hal ini tentu saja membuat semua orang menjadi heran. Nona itu kelihatannya bukan seorang nona kang-ouw (dunia persilatan) yang biasa merantau dan biasa pula hidup menghadapi kekerasan dan kesukaran, biasa pula minum arak.
Pakaiannya begitu mewah, tak tampak membawa senjata. Satu-satunya hal yang membayangkan bahwa dia seorang nona perantau adalah kedatangannya yang menunggang kuda dan kenyataan bahwa ia seorang nona yang asing suaranya, bicara seperti orang utara.
Melihat nona cantik jelita memasuki restoran seorang diri, kumatlah perangai gila-gilaan lima orang jagoan dari Lok-nam po-koan (rumah judi Lok-nam) yang sudah setengah mabok itu.
Kalau tadi mereka bercakap-cakap tentang pelacur-pelacur tanpa memperdulikan tata susila,
(Lanjut ke Jilid 03)
Pendekar Cengeng (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 03
sekarang malah mereka sengaja memperkuat suara mereka. bicara tentang hal-hal yang cabul dan mesum! Para tamu lainnya yang masih mengenal kesopanan, merasa tidak enak hati dan malu kepada wanita muda itu. Diam-diam mereka memikir dan memperhatikan.
Akan tetapi aneh sekali, si nona pakaian merah itu enak-enak saja minum dan makan masakan yang dihidangkan. Seakan-akan semua percakapan cabul itu tidak terdengar olehnya atau seperti terdengar sebagai percakapan lumrah saja.
Sudah lajimnya laki-laki yang berwatak kasar, ketika lima orang jagoan melihat nona itu masih makan minum sambil berseri wajahnya seakan-akan tidak terjadi apa-apa, mereka menjadi makin berani dalam usaha mereka membangkitkan reaksi pada wanita muda belia yang cantik itu.
"Ah, A-cong,"
Terdengar seorang di antara mereka yang mukanya berlubang-lubang bekas penyakit cacar mencela kawannya yang bermuka kuning.
"Semua ceritamu tentang pelacur-pelacur itu tidak ada gunanya. Betapapun cantik manis wajah mereka, namun mereka itu tiada lain hanyalah bunga-bunga layu yang tak menarik lagi, bunga-bunga yang sudah dipetik dari tangkainya. Berilah aku setangkai bunga segar yang masih berada di pohonnya, hemmm....... bunga merah yang masih mekar di hutan bermandikan embun pagi"".. ambooii, akan kucampakkan bunga-bunga layu yang tak berharga itu!"
"Ha-ha-ha, Lui-heng (kakak Lui), pagi ini tiba-tiba kau menjadi pintar bicara yang muluk-muluk! Awas, Lui-heng, mawar merah banyak durinya!"
Lima orang itu tertawa-tawa sambil memandang ke arah nona itu secara terang-terangan.
Si muka bopeng she Lui itu lalu bangkit berdiri, mengebut-ngebutkan jubahnya dan tertawa.
"Ha-ha-ha-ha, oleh sebab berduri itu maka semakin menarik. Tiada bunga yang tak merindukan kumbang! Makin banyak kumbang mendekatinya, makin bangga hatinya. Aku rasa bunga merah ini tak terkecuali. Biarlah aku menjadi kumbang pertama menghampirinya, kalau perlu boleh tertusuk duri asal kemudian mendapatkan hadiah madu. Ha-ha-ha!"
Dengan langkah, tidak tetap karena terlalu banyak minum arak, si muka bopeng ini menghampiri meja nona itu, kemudian dengan sikap dibuat-buat ia menjura dan berkata.
"Nona yang cantik seperti dewi, bolehkah saya menemani nona minum arak?"
Para tamu mulai merasa khawatir dan sebagian dari pada mereka sudah cepat-cepat membayar dan meninggalkan tempat itu. Namun ada pula yang sengaja hendak menonton keributan dengan hati berdebar tegang.
Pada masa itu, teguran yang dilakukan seperti si muka bopeng itu adalah pelanggaran tata susila yang besar dan setiap orang wanita yang ditegur laki-laki asing seperti itu, tentu akan menjadi marah. Kalau tidak memaki tentu segera meninggalkan penegur itu tanpa mengacuhkannya.
Dan mereka ingin sekali melihat sikap bagaimana yang akan diambil nona yang cantik itu. Akan tetapi mereka kecelik.
Nona itu memoleh dan tersenyum lebar.
"Mau menemani aku minum? Boleh, duduklah asal engkau sanggup menghabiskan seguci arak wangi sekali minum!"
Sikap dan sambutan kata-kata nona tidak hanya mengherankan semua tamu, bahkan si muka bopeng sendiri melongo keheranan. Tadinya ia mengira kalau wanita itu akan marah-marah serta memakinya dan ia akan menggodanya. Siapa kira, nona ini menerimanya baik-baik bahkan menyuruhnya duduk dengan syarat supaya ia menghabiskan seguci arak sekali minum! Ia menoleh ke arah kawan-kawannya yang menyeringai lebar lalu tertawa.
"Ha-ha-ha-ha, nona manis. Seguci arak bagi aku orang she Lui bukan apa-apa dan sanggup menghahiskannya sekali minum asal""". Nona menemani aku minum dan menghabiskan seguci juga. Jadi sama-sama itu namanya rukun dan serasi. Bukankah begitu?"
Sambil tertawa si muka bopeng ini mengira bahwa ia telah mengalahkan si nona dengan tantangannya.
Tentu sekarang nona itu akan menolak dan marah-marah, baru ia akan menggodanya. Akan tetapi kembali ia melongo. Dengan sikap tenang nona itu menggapai memanggil pelayan.
"Pelayan bawa ke sini dua guci penuh arak yang paling tua dan harum serta paling keras. Biar mahal asal keras dan awas, jangan membohongi aku, aku mengenal arak baik!"
Pelayan itu yang menganggap semua ini sebagai lelucon yang menguntungkan restoran, segera lari menuju ke gudang dan mengambil dua guci arak simpanan.
"Duduklah, bopeng. Aku terima tantanganmu, kita masing-masing minum seguci arak!"
Kata nona itu. Ucapannya begitu wajar sehingga orang she Lui yang dipanggil "bopeng"
Ini tidak menjadi tersinggung, apalagi ia sudah mulai terheran-heran.
Sementara itu, empat orang jagoan lainnya menjadi gembira menyaksikan perkembangan ini.
"Wah, Lui-heng benar-benar-bernasib baik sekali pagi hari ini!"
Teriak seorang.
"Tentu malam tadi bermimpi memangku bulan purnama!"
Teriak yang lain.
Juga para tamu, para pelayan lain bahkan para pengurus restoran kini semua menonton dua orang yang duduk berhadapan dan hendak mengadu kekuatan minum arak, seorang nona muda belia yang cantik jelita dan seorang laki-laki yang terkenal jagoan, tukang pukul dan penjaga keamanan di Lok-nam Po-koan, sungguh lawan yang sama sekali tak seimbang! Dan tantangan nona itu benar luar biasa sekali.
Meminum seguci arak sekali tenggak bukanlah hal yang mudah dilakukan setiap orang biasa. Bahkan si muka hopeng sendiri tidak sanggup malakukan hal ini. Dikarenakan saja si nona juga mau menemani minum seguci, maka ia menjadi malu untuk mundur dan menduga bahwa nona ini tak bakal dapat menghabiskan seguci arak sekali minum!
Ketika dua guci arak datang dan dibuka, baunya keras menyerang hidung. Arak tua yang keras bukan main!
Nona itu mengembang-kempiskan hidungnya dan berkata sambil tersenyum lebar sehingga tampaklah deretan gigi putih hersih seperti mutiara.
"Arak baik sekali! Nah, kau bilang hendak menemani aku minum, bukan? Hayo kita minum!"
Sambil berkata begitu si nona terus mengambil seguci arak dan membawa ke mulutnya sambil melirik si muka bopeng.
Orang she Lui itu mulai kaget. Iapun mengambil arak di depannya, akan tetapi tidak segera membawa ke mulutnya.
"Nona, betulkah kau bisa menghabiskan arak seguci itu sekali minum?"
"Mengapa tidak?"
"Ah, mana bisa aku percaya.......?"
"Hemmm, kau mau menemaniku atau tidak? Kalau tidak sanggup, bilang saja dan lekas pergi dari sini!"
Tentu saja si muka bopeng tidak mau menjadi bahan ejekan orang. Ia membusungkan dada dan berkata,
"Siapa bilang aku tidak sanggup, hanya aku tak percaya engkau mampu melakukannya. Kalau engkau sekali minum dapat menghabiskan seguci arak itu, barulan aku percaya dan arak itu pun akan kuminum habis sekali tengggak."
Wanita itu tersenyum dingin.
"Biarlah, betapapun juga kau takkan mampu menarik kembali janjimu."
Setelah berkata demikian, nona baju merah itu lalu mulai minum araknya. Lehernya panjang dan berkulit putih halus. Kini leher itu bergerak-gerak naik turun ketika terdengar suara menggelogok-gelogok dan arak dari dalam guci tertuang masuk melalui kerongkongannya, semua orang memandang dengan mata terbelalak.
Tak seorangpun di antara semua laki-laki yang hadir sanggup melakukan hal itu.
Seguci arak itu paling sedikit ada duapuluh cawan, cukup untuk diminum lima orang. Biarpun banyak orang mampu menghabiskan seguci arak akan tetapi diminum secawan demi secawan bukannya langsung menenggak dari guci sampai habis tanpa berhenti.
"Hayo minumlah arakmu!"
Kata nona itu setelah menaruh guci kosong di atas meja dan menggunakan sehelai saputangan sutera merah menghapus bibirnya. Mukanya tetap tenang, tetap kemerahan kedua pipinya, sama sekali tidak memperlihatkan pengaruh arak yang sekian banyaknya itu.
Si muka bopeng mulai menoleh kanan kiri. Melihat wajah-wajah orang tersenyum memandang ke arahnya. Ia merasa malu kalau sama sekali tidak meminum araknya.
Biarlah ia minum sekuatnya, seperempat atau sepertiga guci kemudian berbenti dan melayani tuntutan nona ini dengan godaan, demikian pikirnya, dengan lagak dibuat-buat si muka bopeng itu lalu mengangkat guci araknya dan mulailah ia menggelogok.
Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nampak lehernya bergerak-gerak. Akan tetapi ini cuma sebentar. Belum ada seperempat, guci memasuki perutnya ia sudah merasa tidak kuat lagi. Lehernya serasa tercekik, kepalanya pening dan tubuhnya gemetar.
Si muka bopeng maklum kalau dipaksakan terus ia akan roboh terguling. Akan tetapi alangkah kagetnya dia ketika hendak menurunkan guci itu dari mulutnya, ia tidak mampu menggerakkan tangan yang memegang guci.
Lengan itu kini menjadi kaku sehingga guci itu tetap menempel dan isinya tertuang terus. Ketika ia mau menggerakkan tubuh serta melepaskan tahu-tahu tubuhnya tak bisa pula ia gerakkan.
Sementara itu arak mengalir terus, si muka bopeng hendak menutup kerongkongannya serta membiarkan lagi arak mengalir keluar dari mulut, akan tetapi tiba-tiba ia merasa lehernya nyeri sekali, membuat ia jadi megap-megap dan arak terus turun memasuki perutnya melewati kerongkongan.
Si muka bopeng terkejut sekali dan menjadi ketakutan. Akan tetapi karena ia tidak mampu bergerak terpaksa semua arak memasuki perutnya dan ia tersedak-sedak dan terbatuk-batuk.
Begitu guci itu habis isinya, si muka bopeng tiba-tiba merasa dapat bergerak lagi. Ia terhuyung-huyung dan jatuh ke bawah seperti sehelai kain basah, tiada tenaga sama sekali dan rebah tertelungkup mengeluarkan suara mengorok seperti seekor babi disembelih. Dari mulutnya menetes-netes keluar arak bercampur buih.
Riuh-rendah empat orang teman si muka bopeng dan para tamu lain tertawa-tawa mentertawakan si muka bopeng yang demikian mabuknya sampai tidak ingat orang lagi.
Juga nona baju merah itu tertawa sedikit pun tidak tampak mabuk. Malah ia memanggil pelayan untuk membayar harga makanan dan arak.
Ketika ia mengeluarkan sebuah kantung dari bungkusan di pundaknya dan membuka kantung itu semua orang melongo. Kantung itu penuh dengan emas dan perak. Secara royal sekali ia membayar pelayan dan memberi persen. Kemudian nona itu bertanya kepada empat orang jagoan yang sambil tertawa-tawa berusaha membangunkan si muka bopeng yang masih ngorok.
"Aku mendengar di sini ada sebuah po-koan yang besar, betulkah itu dan di manakah tempatnya?"
Para tukang pukul itu bukanlah orang baik-baik. Tadinya mereka hendak mempermainkan nona itu karena cantik jelitanya akan tetapi setelah menyaksikan kekuatannya minum arak tadi, lalu menduga bahwa si nona bukan orang sembarangan.
Kemudian mereka melihat adanya kantong uang terisi penuh emas dan perak, maka timbul niat buruk di hati mereka.
"Betul sekali, nona. Bahkan kami berlima adalah penjaga-penjaga po-koan. Apakah nona suka berjudi? Marilah, kami antarkan. Kebetulan sekali tidak begitu ramai keadaan di po-koan sepagi ini."
Dengan langkah tenang nona itu lalu mengikuti mereka menuju ke rumah judi yang letaknya di sebelah restoran itu. Si muka bopeng terpaksa digotong ke rumah judi karena tak dapat disadarkan.
Ruangan judi itu cukup lebar, di dalamnya terdapat lima buah meja judi yang masing-masing dijaga oleh seorang pengawal. Memang sepagi itu belum banyak tamu, hanya ada belasan orang.
Semua orang memandang dengan heran ketika melihat nona itu masuk bersama empat orang tukang pukul dan seorang jagoan yang mabuk keras.
Setelah para tukang pukul itu menyatakan bahwa nona itu hendak berjudi, makin besar keheranan mereka semua. Akan tetapi karena tukang pukulnya memberi tahu dalam bahasa rahasia mereka, bahwa nona itu adalah seorang yang membawa uang emas dan perak banyak sekali, bandit-bandit judi itu jadi kegirangan.
"Silakan, nona,"
Kata seorang yang bertubuh gemuk dan menjadi bandar kepala di situ.
"Nona hendak bermain apakah?"
Nona itu menyapu ruangan dengan pandang matanya yang tajam, kemudian menghampiri sebuah meja judi yang di atasnya terdapat sebuah mangkok dan dadu.
"Aku suka main dadu."
Katanya.
Semua tamu mendekati meja itu. Bahkan para tamu ikut pula menonton, karena baru pertama kali ini melihat seorang nona cantik hendak main judi dalam sebuah po-koan.
"Baiklah nona. Biar saya sendiri yang melayani nona,"
Kata si bandar gemuk sambil memberi isyarat agar pegawai di belakang meja itu mundur.
Setelah berkata, lalu si gendut itu mengambil dadu terus memasukannya ke dalam mangkok dan dengan gerakan seorang ahli ia memutar-mutar dadu di dalam mangkok itu secara cepat sekali.
Suara nyaring terdengar ketika dadu itu berputaran di dalam mangkok kemudian secepat kilat bandar itu menumpahkan mangkok ke atas meja dengan biji dadu terdapat di dalamnya. Ketika menutupkan mangkok tadi kedua tangannya bergerak cepat sekali sehingga dadu itu tidak tampak sama sekali ketika mangkok dibalikkan. Ini semua membuktikan keahlian bandar judi yang sudah masak.
"Silakan, nona"""
Si bandar judi yang gemuk itu berkata sambil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi yang kecil-kecil serta renggang.
Nona itupun tersenyum manis sambil melihat ke seputarnya. Semua muka menatapnya dengan pandang mata heran, kagum serta tegang. Ia lalu mengeluarkan kantungnya dan membuka tali kantung. Dengan tenang sekali ia mengeluarkan sepuluh tail perak, menaruhnya di atas gambar tulisan "ganjil"
Di atas meja.
Dadu itu segi empat dan pada enam permukaan diberi angka satu sampai dengan angka enam. Angka ganjil adalah satu tiga lima. Sedangkan angka dua empat enam adalah angka genap. Apabila memasang ganjil atau genap, jika kena menerima jumlah pasangan. Tetapi apabila memasang pada sebuah angka tertentu apabila menang akan menerima jumlah empat kali lipat pasangan.
Melihat nona itu sudah memasang, sekali pasang sepuluh tail perak. Para tamu ramai-ramai mulai pasang pula. Ada yang pasang ganjil, pasang genap, ada pula yang memasang nomer-nomer tertentu.
Setelah semua orang menaruh pasangan di atas meja, si bandar gemuk yang tadi terseyum dengan gerakan kilat dan sambil mengeluarkan seruan nyaring, membuka mangkok itu.
Dan jelas tampak dadu itu menggeletak di atas meja dengan nomor empat di atasnya. Bandar menggaruk semua uang pasangan, kecuali pasangan pada angka genap dan pasangan pada angka empat yang mendapat hadiah sebagaimana mestinya.
Nona yang kehilangan pasangannya itu masih tenang saja, bahkan memperbesar pasangannya lagi sampai menjadi limapuluh tail perak sekali pasang.
Semua melongo. Inilah main judi besar-besaran. Sekali dua kali gadis itu menarik kemenangan. akan tetapi setelah ia mulai memasang dengan taruhan besar sampai seratus tail perak sekali pasang, ia selalu kalah sampai akhirnya habislah semua peraknya.
Namun dengan sikap tenang nona itu masih terus memasang kini malah mulai menggunakan uang emas!
Para tamu menjadi tegang. Ada yang merasa kasihan kepada gadis cantik ini. Ada yang diam-diam memakinya bodoh. Akan tetapi yang lebih tegang adalah si bandar judi yang gemuk, juga para bandar lain yang menonton.
Bayangkan saja! Nona itu sekarang memasangkan semua sisa uangnya pada nomor lima. Taruhan yang dipasangkan adalah duapuluh lima tail emas! Kalau menang, berarti bandar harus membayar empat kali jadi seratus tail emas dan hal ini berarti pula bahwa semua kekalahan nona itu akan dapat ditebus.
Melihat bahwa para tamu lain kehilangan nafsunya memasang melainkan lebih suka menonton gadis yang luar biasa itu berjudi dengan tambah gila-gilaan, bandar menjadi makin gelisah.
Kalau hanya melayani nona ini, sekali bintang nona ini menjadi terang dengan taruhan sebesar itu bandar akan menjadi bangkrut! Dengan teriakan nyaring ia membuka mangkok penutup dan...... dadu meperlihatkan angka lima!
Di antara para tamu ada yang bersorak, dan ributlah mereka membicarakan kemenangan ini. Bandar gendut menghapus peluh dengan saputangannya dan para pembantunya menghitung uang pembayaran kepada nona yang menang.
Nona itu tetap tersenyum tenang, kemudian memasang lagi dengan taruhan yang membuat semua orang membelalakkan mata. Berapakah yang ia pasangkan? Seluruh uang dan kemenangannya, berjumlah seratus duapuluh lima tail emas!
"Gila ......!"
"Sekali kalah, habis dia......!"
"Masa sebegitu banyak dipasangkan semua?"
Bermacam-macam komentar orang, akan tetapi gadis itu tersenyum lebar dan menoleh ke belakang ke arah para tamu yang menonton sambil berkata suaranya halus serta merdu menarik.
"Namanya juga berjudi. Akibatnya hanya dua macam. Menang atau kalah. Kecil besar sama!"
Bandar gendut itu menatap jumlah uang yang dipertaruhkan pada tulisan "ganjil"
Dengan mata melotot dan ia tidak segera memutar dadunya. Agaknya ia merasa jerih dan ragu-ragu.
"Hayo lekas putar. Mengapa ragu-ragu! Apakah bandar takut kalah?"
Tanya si nona dengan suara mengejek dan semua tamu tertawa karena memang lucu kalau ada bandar jadi takut kalah.
"Eh, Agong gendut. Kau kenapa? Kalau ragu-ragu jangan main, biar aku melayani nona ini!"
Terdengar suara parau.
Semua arang menengok.
Kiranya dia seorang laki-laki usia limapuluh tahun bertubuh tinggi besar bermuka hitam, pakaiannya mewah dan matanya buta yang sebelah kiri. Melihat orang ini, si gendut cepat-cepat mengundurkan diri dan berkata kepada nona itu,
"Maafkan, nona. Karena taruhanmu luar biasa besar, maka saya menjadi ragu-ragu dan gugup. Majikan kami datang, biarlah majikan kami sendiri yang menjadi bandar!"
Nona itu memandang tajam dan kini semua tamu juga mengenal si muka hitam yang buta sebelah matanya itu. Dia seorang she Lauw yang dijuluki It-gan Hek-hauw (Macan Hitam Bermata Satu), seorang tokoh besar dunia pejahat di kota Ho-pak, bahkan terkenal di seluruh Propinsi An-hwa dan kini setelah banyak mengumpulkan harta lalu hidup sebagai orang kaya-raya di kota Ho-pak. Losmen serta rumah judi Lok-nam adalah miliknya.
Tadi memang ada pegawai secara diam-diam memberi laporan perihal nona yang berjudi dengan taruhan luar biasa itu, maka ia lalu datang sendiri buat melihatnya khawatir kalau-kalau yang datang itu adalah seorang musuh serta sengaja mau mencari gara-gara.
Hatinya lega ketika melihat seorang nona yang tidak ia kenal juga sikapnya tidak seperti seorang nona kang-ouw, akan tetapi melihat caranya bertaruh, timbul kekhawatirannya kalau-kalau rumah judinya akan bangkrut maka cepat-cepat menyuruh si gendut mundur dan maju sendiri sebagai bandar.
Siluman Gua Tengkorak Karya Kho Ping Hoo Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo