Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bodoh 15


Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Bagian 15



"You-Suhu, kalau ia dilepas, ia berbahaya sekali!"

   Akan tetapi Yousuf hanya tersenyum menyindir seakan-akan mentertawakan sikap Boan Sip yang begitu ketakutan. Sebaliknya, Lin Lin ketika merasa bahwa kedua lengan tangannya telah bebas, merasa terkejut sekali. Tadi ia telah mengerahkan tenaganya, akan tetapi tali yang mengikat tangannya bukan tali biasa, terbuat dari semacam kain yang dapat mulur hingga tak mudah diputuskan dengan tenaga Lweekang. Akan tetapi, orang asing ini hanya meraba saja dan ikatan itu telah terlepas! Ia tak tahu bahwa Yousuf adalah seorang ahli sulap yang berdasarkan ilmu sihir, maka jangankan baru belenggu biasa saja, biar belenggu baja sekalipun, orang Turki ini pasti akan dapat membukanya dengan mudah! Lin Lin yang merasa gemas dan marah sekali kepada Boan Sip, ketika merasa dirinya telah bebas segera meloncat maju dan menyerang Perwira itu sambil berseru,

   "Manusia rendah, saat ini aku hendak mengadu jiwa dengan kau!"

   Lin Lin lalu menyerang dengan pukulan yang paling berbahaya dan ketika Boan Sip hendak menangkis, tiba-tiba perahu itu miring hingga Boan Sip kehilangan keseimbangan tubuhnya! Lin Lin menjadi girang sekali karena merasa yakin bahwa kali ini ia tentu akan dapat memukul mampus musuh besarnya ini, akan tetapi tiba-tiba dari samping meluncur sehelai sabuk sutera hijau yang panjang dan lemas dan tahu-tahu sabuk itu telah melingkar pergelangan tangan yang melakukan pukulan hingga sekarang menjadi gagal. Ketika ia hendak melepaskan sabuk yang melibat pergelangan tangan lengannya, tiba tiba Yousuf menarik ujung sabuk yang dipegangnya dan tubuh Lin Lin menjadi limbung dan hampir jatuh!

   "Nona, sabar dan tenanglah. Kini kau berada di dalam perahuku dan aku berhak melarang semua orang yang berada di sini untuk sembarangan bergerak dan membikin goncang perahuku! Apakah kau ingin perahuku ini terguling dan kita semua tenggelam?"

   Lin Lin ketika merasa betapa tarikan sabuk itu amat kuat, maklum bahwa orang Turki ini memiliki kepandaian tinggi, maka untuk sejenak menjadi ragu-ragu. Apalagi ketika mendengar bahwa perahu itu mungkin tenggelam di tengah sungai, ia lalu berdiri dengan bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Sebaliknya Boan Sip yang hampir saja menjadi korban pukulan Lin Lin menjadi marah sekali. Ia menuding ke arah muka Lin Lin sambil membentak,

   "Perempuan rendah! Aku telah berlaku baik dengan menawan dan menjagamu baik-baik, tak pernah mengganggumu, oleh karena aku sayang padamu. Akan tetapi sekarang, baru saja kau terlepas dari belenggu, gerakanmu pertama kali adalah untuk membinasakan aku! Benar-benar kau tak boleh diberi kesempatan hidup lagi!"

   Sambil berkata demikian, Boan Sip lalu mencabut Golok besarnya dan maju menyerang Lin Lin dengan muka buas! Lin Lin bukanlah seorang gadis lemah dengan cepat ia dapat mengelak dan balas menyerang dengan kepalan tangannya.

   "Hai, tahan, tahan!"

   Teriak Yousuf, akan tetapi dalam marahnya, Boan Sip tidak mempedulikan teriakan ini. Tiba-tiba sebuah sinar hijau berkelebat dan tahu-tahu Golok di tangan Boan Sip telah terlepas dari pegangan dan ternyata gagangnya telah tergulung oleh sutera hijau yang dilepas oleh Yousuf.

   (Lanjut ke Jilid 14)

   Pendekar Bodoh (Seri ke 03 - Serial Pendekar Sakti)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 14

   "Yo-Suhu! Apa maksudmu menyerangku?"

   Tanya Boan Sip dengan muka merah.

   "Saudara Boan! Kau berada di dalam perahuku dan siapa pun adanya kau, orang-orang di dalam perahuku harus tunduk kepadaku! Nona, kau masuklah ke dalam bilik kecil dan beristirahatlah, selama ada aku di sini, jangan kau takut diganggu orang! Saudara Boan, tidak ingatkah kau sedang berhadapan dengan siapa, maka kau berani memperlihatkan kekerasanmu?"

   Suara orang Turki ini sekarang terdengar amat berpengaruh dan Lin Lin mulai menaruh kepercayaan kepada orang asing yang aneh dan lihai ini, maka oleh karena ia memang merasa lelah sekali, ia lalu masuk ke dalam bilik itu dan memasang palang pintunya. Karena merasa aman dan lega bahwa dirinya terhindar dari kekuasaan Boan Sip, gadis yang telah beberapa lama tak dapat tidur dengan hati tenteram, kini segera pulas di atas sebuah pembaringan Bambu yang kasar! Sebaliknya, di luar bilik, sambil duduk di lantai perahu, Yousuf lalu memberi teguran dan nasihat kepada Boan Sip yang mendengarkan dengan muka merah dan kepala ditundukkan. Siapakah adanya orang Turki yang berpengaruh dan lihai ini? Dia ini sebenarnya adalah seorang penyelidik dari Angkatan Perang Turki yang telah siap di perbatasan Tiongkok dan hendak menyerbu. Yousuf sebenarnya masih seorang bangsawan keturunan Pangeran dan oleh karena kepandaiannya yang tinggi.

   Maka ia telah terpilih untuk menjadi Pemimpin mata-mata dan diam-diam mengadakan kontak dengan para Perwira bangsa Han yang dapat dibujuk untuk bersekutu dengan tentara Turki dan untuk bersama-sama menjatuhkan pemerintah yang sekarang. Di antara Perwira-Perwira yang mengadakan hubungan dengannya, terdapat Boan Sip yang diam-diam juga melakukan pengkhianatan oleh karena pengaruh harta, hadiah dan janji-janji yang muluk dari Yousuf. Sesungguhnya, tentara Turki ini sekali-kali tidak ingin menjajah Tiongkok, akan tetapi mereka ini mempunyai tujuan tertentu, yaitu untuk menguasai sebuah pulau kecil di pantai Laut Tiongkok, oleh karena menurut penyelidik mereka yang terdiri dari Yousuf dan beberapa orang kawannya di pulau kecil itu terdapat sumber emas yang besar, bahkan menurut keterangan mereka ini, di situ terdapat sebuah bukit penuh dengan logam berharga ini.

   Boan Sip yang menjadi pengkhianat negara itu telah lama mengadakan perhubungan dengan Yousuf bahkan hari ini telah berjanji untuk mengadakan pertemuan di sungai itu, hingga bukan tidak disengaja bahwa Yousuf telah menanti di sungai dengan perahunya. Akan tetapi, adanya Lin Lin di situ adalah terjadi di luar rencana Yousuf. Boan Sip yang mewakili kawan-kawannya atau rombongan Perwira dan Pejabat tinggi yang bersekutu dengan pihak Turki, mendapat tugas untuk membuktikan cerita pihak Turki tentang pulau emas, oleh karena rombongan Perwira pengkhianat ini belum percaya akan keterangan yang diberikan oleh orang-orang Turki. Demikianlah, maka perahu Yousuf yang membawa Boan Sip dan Lin Lin itu meluncur cepat menurut aliran Sungai menuju ke laut.

   "Saudara Boan,"

   Kata Yousuf dalam pelayaran itu.

   "tugas kita kali ini adalah tugas penting dan besar maka janganlah urusan pribadi mengacau tugas penting ini. Kalau kiranya engkau tidak sanggup mentaati aku yang dalam hal ini lebih berkuasa daripada kau, maka kau boleh turun dan meninggalkan perahu ini."

   Boan Sip mendengar kata-kata orang Turki ini dengan tunduk. Ia maklum akan kelihaian dan kekuasaan Yousuf maka ia tidak berani membantah.

   "Akan tetapi, bagaimanakah dengan gadis ini?"

   Tanyanya.

   "Apakah tidak lebih baik dia disingkirkan agar jangan menjadikan penghalang bagi pekerjaan kita?"

   Yousuf menggeleng kepala dengan keras.

   "Tidak bisa, tidak bisa, tidak bisa! Mengapa engkau tidak bisa memikir dengan lebih luas dan hati-hati? Gadis itu telah melihat perahuku, dan yang lebih penting lagi, ia telah melihat aku! Hal ini berbahaya sekali oleh karena ia tentu merasa heran melihat seorang asing di sini dan kalau hal ini ia ceritakan di luaran, bukankah akan mendatangkan kecurigaan dan menjadi berbahaya sekali? Apalagi ia telah melihat bahwa kita saling kenal?"

   "Nah, mengapa kau tidak membinasakan dia saja? Lemparkan dia ke dalam air sungai dan habis perkara! Kau takkan terancam bahaya sedangkan aku pun akan dapat melenyapkan seorang musuh besar!"

   Kata Boan Sip lebih lanjut. Kembali Yousuf menggeleng-geleng kepala dan menggunakan tangan kirinya untuk membikin beres sorbannya yang terbuat daripada kain kuning.

   "Ini lebih-lebih tidak boleh lagi! Kami bangsa Turki mempunyai sebuah kepercayaan suci yang kami pegang teguh. Kepercayaan-kepercayaan ini banyak sekali macamnya dan di antaranya ialah bahwa dalam melakukan sebuah tugas mulia dan besar, sekali-kali kami tidak boleh menurunkan tangan jahat kepada orang-orang wanita!"

   Boan Sip mengangguk-angguk maklum dan ia sama sekali tidak pernah mengira bahwa orang Turki yang cerdik ini sebetulnya hanya menggunakan alasan kosong belaka dan bahwa pada hakekatnya Yousuf merasa kasihan dan suka kepada Lin Lin!

   Demikianlah, perahu itu meluncur terus makin cepat membawa Lin Lin yang masih tertidur di dalam bilik perahu, dan makin lama sungai yang dilalui perahu makin lebar, tanda bahwa mereka telah tiba dekat laut. Tiba-tiba para penumpang perahu itu terkejut sekali oleh karena perahu itu telah tertumbuk oleh sebuah perahu lain dengan keras! Yousuf dan Boan Sip segera memandang dan mereka melihat sebuah perahu kecil melintang di depan perahu mereka dan di dalam perahu itu duduk dua orang yang memegang dayung. Dua orang ini bukan lain Si Nelayan Cengeng Kong Hwat Lojin dan muridnya Ma Hoa, gadis yang berpakaian sebagai seorang pemuda itu! Bagaimana mendadak Nelayan Cengen dan Ma Hoa dapat muncul di sungai itu?? Ini adalah akibat daripada malapetaka yang menimpa keluarga Ma Hoa yang perlu dituturkan lebih dulu agar jalan cerita dapat diikuti dengan lancar.

   Sebagaimana diketahui, ketika Nelayan Cengeng bersama muridnya, dibantu oleh Ang I Niocu dan Lin Lin, melabrak para Perwira yang dipimpin oleh Beng Kong Hosiang, Suheng dari Hai Kong Hosiang, maka seorang Perwira dapat mendengar percakapan mereka dan dapat mengetahui rahasia Ma Hoa bahwa "pemuda"

   Itu adalah gadis atau puteri dari Ma Keng In, Perwira Sayap Garuda! Hal ini tentu saja dibongkar oleh Perwira itu dan pada suatu hari Ma Keng In ditangkap oleh para Perwira atas perintah Kaisar! Tidak saja Ma Keng In yang ditangkap, akan tetapi juga seluruh keluarganya, dan mereka ini semua dijatuhi hukuman mati sebagai Pemberontak-Pemberontak atau pengkhianat! Untung sekali bahwa Ma Hoa dapat melarikan diri. Di depan sidang pengadilan yang memeriksa perkaranya, Ma Keng In yang jujur secara gagah mengakui bahwa Ma Hoa adalah anaknya, bahkan dengan suara lantang, Perwira ini berkata,

   "Memang Ma Hoa adalah anakku, dan aku merasa menyesal dan bosan dengan kedudukan dan pekerjaan sebagai Perwira Sayap Garuda, dan aku merasa sebal dan benci melihat sepak terjang kawan-kawan sejawatku, yang menjadi Perwira Kerajaan tidak untuk menjaga keamanan rakyat bahkan sebaliknya berlaku sewenang-wenang dan mengandalkan pengaruh untuk menindas dan mencekik orang-orang lemah! Aku Ma Keng In, merasa berbabagia bahwa anakku yang tunggal itu tidak mengikuti jejakku yang sesat, dan benar-benar menjadi seorang pelindung rakyat yang gagah perkasa! Aku kutuk perbuatan-perbuatan kawan sejawatku di bawah pimpinan Beng Kong Hosiang dan Hai Kong Hosiang, Pendeta-Pendeta palsu yang kejam dan jahat!"

   Tentu saja ucapannya ini merupakan keputusan terakhir dan ia beserta keluarganya semua mendapat hukuman mati! Ketika Ma Hoa mendengar malapetaka yang dialami oleh seluruh keluarganya itu ia jatuh pingsan di bawah kaki gurunya, Si Nelayan Cengeng! Ketika ia siuman kembali ia menangis tersedu-sedu dan gurunya menangis pula bahkan lebih keras dan lebih hebat daripada tangis muridnya sendiri. Tiba-tiba Ma Hoa berdiri dan mencabut Pedangnya.

   "Suhu, saksikanlah sumpah Teecu! Aku bersumpah untuk membasmi para Perwira durna penjahat-penjahat liar yang mempergunakan kedudukan dan pangkat untuk menjadi kedok kejahatan mereka!"

   Nelayan Cengeng menghiburnya dan kemudian ia membawa muridnya yang bersedih itu untuk melakukan perjalanan hingga mereka tiba di sungai yang mengalir di sebelah Utara. Di dalam perjalanan mereka, Nelayan Cengeng dan Ma Hoa tiada hentinya memusuhi para Perwira yang bertugas dan dari seorang Perwira mereka dapat mendengar tentang pengkhianatan beberapa orang rombongan mereka yang mengadakan hubungan dengan para mata-mata bangsa Turki dan mereka yang dengan diam-diam mengadakan persekutuan dengan orang-orang Mongol!

   Makin bencilah Nelayan Cengeng dan muridnya terhadap Perwira-Perwira Sayap Garuda yang palsu ini. Selain memusuhi para Perwira yang bertemu dengan mereka juga kedua orang ini sekalian mencari-cari jejak Cin Hai dan Kwee An, serta mengharapkan untuk bertemu dan menggabung dengah Ang I Niocu dan Lin Lin. Dan kebetulan sekali, pada pagi hari ketika mereka berdua mendayung perahu ke mudik, mereka melihat sebuah perahu besar bergerak ke hilir. Mata Nelayan Cengeng yang tajam segera melihat adanya seorang yang berpakaian Perwira Sayap Garuda di dalam perahu itu, dan melihat pula seorang Turki. Maka sengaja ia menabrakkan perahunya yang kecil kepada perahu depan itu hingga mengejutkan para penumpang perahu di depan itu! Dua orang pendayung perahu Yousuf marah sekali dan mereka lalu mendamprat kepada nelayan tua itu,

   "Eh, tua bangka kurang ajar! Apakah matamu telah buta?"

   Nelayan Cengeng tertawa bergelak mendengar makian ini.

   "Ha, ha, ha, ha! Kalau mataku buta, bagaimana aku bisa menumbuk perahumu?"

   Sambil berkata demikian, ia mengangkat dayungnya dan memukul ke badan perahu di depan itu sekerasnya. Perahu itu bergoncang hebat dan bolong! Nelayan Cengeng sengaja memukul di bagian yang berada di bawah permukaan air, hingga sebentar saja air sungai mengalir masuk ke dalam perahu Yousuf! Bukan main marah dan terkejutnya kedua orang pendayung itu. Mereka berteriak-teriak,

   "Celaka! Perahu bocor! Perahu bocor! Celaka, kita bertemu dengan orang gila!"

   Memang hebat pukulan dayung yang dilakukan oleh Nelayan Cengeng itu oleh karena bagian yang pecah demikian besarnya hingga sebentar saja air yang mengalir masuk sudah demikian banyaknya sukar dibendung lagi!

   "Kurang ajar!"

   Terdengar Yousuf berseru dan tubuhnya lalu meloncat, diikuti oleh Boan Sip yang merasa kuatir sekali melihat betapa perahu yang ditumpanginya mulai tenggelam dan miring! Kedua pendayung itu pun tidak berdaya lagi dan mereka keduanya lalu menceburkan diri ke dalam air! Terdengar Nelayan Cengeng tertawa bergelak-gelak, seakan-akan kejadian itu merupakan suatu hal yang lucu sekali, bahkan Ma Hoa dalam kesedihannya ikut tersenyum melihat perbuatan gurunya yang nakal.

   "Hayo kita kejar mereka, Suhu!"

   Serunya ketika melihat Boan Sip yang berpakaian Perwira.

   "Memang aku hendak mengejar mereka!"

   Kata Suhunya lalu mendayung perahu kecil ke pinggir. Pada saat itu terdengar suara memanggil yang keluar dari perahu Yousuf yang sudah hampir tenggelam,

   "Cici Hoa! Lo-cianpwe!!"

   "Eh, itu Lin Lin!"

   Kata Ma Hoa dengan girang sekali dan Lin Lin yang telah membuka pintu bilik dan melihat bahwa perahu yang ditumpanginya hampir tenggelam, segera menggenjot tubuhnya yang melayang ke perahu Ma Hoa!

   "Lin Lin! Bagaimana kau bisa berada di perahu itu?"

   Tanya Ma Hoa dengan heran.

   "Cici! Tangkap penjahat besar itu! Perwira itu adalah Boan Sip, musuh besarku! Mereka tadi menawanku di dalam perahu!"

   Bukan main marahnya Ma Hoa mendengar ini. Ia dan gurunya sudah sampai di pinggir dan di situ Boan Sip bersama Yousuf telah menanti dengan muka marah! Lin Lin tak membuang waktu lagi, ia melompat dan menerjang Boan Sip yang menangkis sambil tersenyum mengejek.

   "Sekarang terpaksa aku harus membunuhmu!"

   Katanya.

   Akan tetapi pada saat itu, dari samping berkelebat sinar Pedang yang cepat gerakannya hingga ia menjadi terkejut sekali. Tidak tahunya, Ma Hoa yang sudah tiba di situ lalu menyerang dengan Pedangnya. Melihat datangnya serangan yang lihai ini, Boan Sip lalu melompat ke pinggir sambil mencabut Goloknya dan bertempurlah mereka dengan hebat dan seru, Lin Lin yang tidak bersenjata lalu menghampiri perahu Ma Hoa dan mengambil keluar sebuah dayung. Dengan dayung ini ia lalu mengeroyok Boan Sip lagi dengan melancarkan pukulan-pukulan sengit. Sementara itu, Nelayan Cengeng berhadapan dengan Yousuf yang masih kelihatan tenang-tenang saja. Ketika orang tua ini telah datang dekat, Yousuf berkata dalam bahasa Han yang cukup lancar,

   "Nelayan tua, apakah tiba-tiba Setan yang berkeliaran di sungai ini memasuki tubuhmu hingga tanpa sebab kau memukul pecah perahuku? Kalau betul demikian halnya, jangan kuatir, aku sudah biasa mengusir iblis yang memasuki tubuh manusia!"

   Ucapan ini dikeluarkan oleh Yousuf setengah bersungguh-sungguh setengah mengejek oleh karena betapapun juga ia merasa mendongkol sekali melihat perahunya dirusak orang tanpa sebab. Untuk sesaat Nelayan Cengeng tercengang mendengar ini, kemudian ia tertawa bergelak sampai mengeluarkan air mata dari kedua matanya. Yousuf tidak tahu akan keanehan orang tua ini yang selalu mengeluarkan air mata, ia menjadi curiga.

   "Ah, benar-benar ada Setan memasuki tubuhmu!"

   Yousuf tangannya dilempangkan ke depan menuju ke arah dada dan kepala Nelayan Cengeng, kemudian ia membentak keras sambil mendorongkan kedua tangannya ke depan.

   "Setan penasaran, keluarlah kamu dari tubuh orang tua ini!"

   Tiba-tiba suara tertawa Nelayan Cengeng terhenti oleh karena orang tua ini menjadi kaget sekali. Dorongan orang Turki ini mengeluarkan angin yang aneh dan ia merasa seakan-akan semangatnya hendak didorong keluar dari tubuhnya. Ia tidak tahu bahwa benar-benar Yousuf mengeluarkan aji kesaktiannya untuk mengusir roh jahat yang disangka bersembunyi di dalam tubuhnya. Cepat-cepat Nelayan Cengeng mengerahkan Lweekangnya untuk memukul kembali tenaga dorongan yang dahsyat ini hingga Yousuf berseru,

   "Aha, Setan dari manakah berani melawan tenagaku? Apakah benar-benar kau tidak mau keluar dari tubuh orang tua ini?"

   Sikap Nelayan Cengeng menjadi sungguh-sungguh, oleh karena ia mengerti bahwa orang Turki ini bukan sedang main-main dan menyangka betul-betul ia sedang kemasukan Setan sungai. Maka ia segera menjura dan berkata,

   "Tuan, kau sungguh lihai dan baik, bahkan kau terlampau baik terhadap kami orang-orang Han, terutama terhadap Perwira itu yang bersama-sama denganmu di dalam perahu. Kebaikan itu selalu mengandung maksud tersembunyi yang kurang sempurna. Salahkah dugaan ini?"

   Terkejut hati Yousuf mendengar ini, dan ia berlaku hati-hati.

   "Ah, jadi aku telah salah sangka? Maaf, maaf. Perwira yang sedang bertempur itu memang kenalanku, akan tetapi apakah salahnya berkenalan di antara dua bangsa? Nelayan tua, tenagamu hebat sekali, dan apakah maksudmu merusak perahuku dan mengganggu perjalananku?"

   "Kalau Tuan tidak bersama dengan Perwira itu, aku orang tua tidak nanti berani berlaku kurang ajar. Akan tetapi ketahuilah, bahwa Perwira itu telah melakukan kejahatan besar dan bahwa ia telah berani menawan seorang gadis yang menjadi sahabat muridku! Agaknya Tuan juga melindungi Perwira itu!"

   "Hem, siapa yang hendak melindungi dia?"

   Kata Yousuf yang percaya penuh akan kegagahan Boan Sip. Akan tetapi ketika ia menengok dan memandang ke arah pertempuran, ia menjadi terkejut sekali. Biarpun Boan Sip berkepandaian tinggi, akan tetapi oleh karena dikeroyok oleh Lin Lin dan Ma Hoa yang tidak rendah ilmu Pedangnya, Perwira ini menjadi terdesak hebat.

   Terutama dayung di tangan Lin Lin yang mengamuk hebat amat mendesaknya hingga kini Boan Sip hanya dapat menangkis sambil main mundur saja. Yousuf merasa terkejut dan khawatir. Betapapun juga Boan Sip adalah seorang utusan pihak Perwira Kerajaan untuk menyaksikan dan membuktikan adanya pulau emas itu. Kalau Boan Sip sampai kalah dan tewas, bagaimanakah pekerjaan yang sedang dikerjakan ini dapat menjadi beres? Ia memang tidak suka kepada Boan Sip, akan tetapi demi tugas pekerjaannya, ia harus membantu. Yousuf membuat gerakan dan hendak melompat membantu Boan Sip, akan tetapi tiba-tiba ia melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu Nelayan Cengeng telah berdiri di depannya sambil bertolak pinggang.

   "Biarlah yang muda bertempur melawan yang muda pula. Kita tua sama tua boleh main-main, kalau kau kehendaki. Dengarlah, orang asing, aku sama sekali tidak hendak mengganggumu kalau saja engkau tidak turun tangan terlebih dulu. Biarkan Perwira keparat itu berkelahi melawan muridku dan musuhnya, dan takkan mengganggu sedikit pun!"

   Kini Yousuf maklum bahwa pertempuran tak dapat dihindarkan lagi, maka ia lalu memandang kepada nelayan tua itu dengan penuh perhatian. Ia melihat bahwa nelayan ini biarpun kelihatan seperti seorang biasa akan tetapi mempunyai sepasang mata yang bersinar-sinar aneh, maka ia dapat menduga bahwa orang ini tentulah seorang ahli lweekeng yang tinggi ilmu kepandaiannya.

   "Kakek Nelayan, engkau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, maka engkau berani main-main. Ketahuilah aku bernama Yousuf, dan di dalam negeriku, aku disebut Malaikat Pengusir Iblis! Kau minggirlah dan percayalah bahwa aku pun tak hendak mengganggu kedua anak muda itu. Aku hanya ingin mencegah terjadinya pertumpahan darah di antara mereka dan sahabatku!"

   Mendengar kata-kata ini, Nelayan Cengeng dapat mempercayai omongannya, oleh karena semenjak tadi pun ia maklum bahwa orang asing ini bukanlah orang jahat atau curang. Akan tetapi, setelah muridnya Lin Lin berhasil mendesak Boan Sip, mana ia memperbolehkan lain orang menolong Perwira jahat itu?

   "Tidak bisa, Saudara You Se Fei (lidahnya tidak dapat menyebut nama Yousuf). Kalau kau bergerak, aku Khong Hwat Lojin pun terpaksa bergerak juga!"

   "Bagus! Marilah kita mencoba-coba kepandaian!"

   Sambil berkata demikian, Yousuf menarik keluar sebatang Pedang hitam yang ujungnya melengkung ke atas dan kelihatannya tajam sekali! Pedang ini memang luar biasa indah, oleh karena pada gagangnya nampak dihias emas permata yang berkilauan! Nelayan Cengeng juga bersiap sedia dengan dayung yang sejak tadi terpegang di tangannya.

   "Lihat Pedang!"

   Yousuf berseru sambil menubruk maju. Gerakannya gesit dan cepat, sedangkan kedua kakinya berdiri di atas ujung jari kaki, tanda bahwa ia sedang mempergunakan ilmu Ginkangnya yang aneh dan lihai. Cara berdiri macam ini membuat ia cepat sekali dapat bergerak dan mengubah kedudukan. Melihat serangan ini, tahulah Khong Hwat Lojin bahwa ia berhadapan dengan orang pandai maka ia pun segera menggerakkan dayungnya dan mereka berdua lalu bertempur dengan hebat. Pedang di tangan Yousuf mengeluarkan angin dan menimbulkan bunyi bagaikan Suling sedangkan dayung di tangan Nelayan Cengeng berputar seperti kitiran angin dan membuat debu mengepul ke atas! Demikianlah, di pagi hari yang cerah sunyi di tepi sungai itu, terjadilah pertempuran yang amat hebat dan dahsyat,

   Sehigga dua orang pendayung perahu Yousuf yang telah berenang ke tepi, kini ke duanya berjongkok dengan tubuh menggigil karena ketakutan. Kepandaian Nelayan Cengeng untuk daerah Utara sudah amat terkenal dan jarang ada jago dapat menandinginya, akan tetapi kini ia bertemu dengan seorang jago dari bangsa lain yang memiliki silat tinggi dan sama sekali asing baginya. Demikianpun Yousuf, baginya ilmu silat Kakek nelayan ini hebat dan aneh hingga keduanya berlaku hati-hati sekali oleh karena tak dapat menduga lebih dulu perkembangan gerakan lawan. Sementara itu, Boan Sip sudah lelah sekali. Keringatnya mengucur membasahi seluruh tubuhnya dan wajahnya menjadi pucat oleh karena ia harus menghadapi serangan dua singa betina yang sedang mengamuk hebat! Sambil bertempur, Lin-lin berkata,

   "Cici, kita harus buat mampus anjing ini. Dia inilah biang keladi malapetaka yang menimpa keluarga Kwee! Engko An tentu akan sangat berterima kasih kepadamu apabila engkau dapat membunuh anjing penjilat ini."

   Mendengar ucapan ini, tentu saja Ma Hoa menjadi makin bersemangat untuk segera merobohkan Boan Sip, untuk membuktikan setia dan cintanya kepada tunangannya yang selalu terbayang di depan matanya itu! Ia mengertak gigi dan mainkan Pedangnya dalam serangan yang paling berbahaya,

   Sedangkan Lin Lin juga menggunakan dayung di tangannya untuk menyerang kalang kabut hingga Boan Sip makin terdesak saja. Ketika Boan Sip sedang melangkah mundur dengan bingung, tiba-tiba ia menginjak sebuah batu yang bundar licin hingga ia tergelincir dan terhuyung lalu terjatuh di atas tanah. Lin Lin dan Ma Hoa menubruk dan Pedang Ma Hoa yang menusuk dadanya serta dayung Lin Lin yang menghantam kepalanya membuat nyawa Boan Sip melayang pada saat itu juga! Melihat betapa musuh besarnya telah menggeletak di atas tanah dalam keadan tak bernyawa, Lin Lin tiba-tiba merasa girang dan terharu sekali. Girang bahkan ia berhasil membunuh manusia yang amat dibencinya ini dengan tangan sendiri, dan terharu oleh karena teringat kepada orang tuanya. Tiba-tiba ia menjatuhkan diri berlutut dan berkata perlahan,

   "Ayah, anak yang puthau (tak berbakti) baru berhasil membalas dendam kepada anjing terkutuk ini!"

   Kemudian ia menangis terisak-isak ingat kepada Ayahnya, ibu tirinya, dan saudara-saudaranya yang terbunuh mati oleh Boan Sip dan kawan-kawannya. Ma Hoa juga ikut merasa terharu dan sambil memeluk pundak Lin Lin, Ma Hoa lalu menangis pula. Sementara itu, pertempuran yang terjadi antara Si Nelayan Cengeng dan Yousuf, masih berlangsung dengan ramai sekali. Akan tetapi, setelah bertempur hampir seratus jurus, Yousuf akhirnya harus mengakui keunggulan lawan. Dayung Si Nelayan Cengeng sungguh-sungguh hebat dan lihai sekali. Perlahan tapi tentu, orang Turki itu terdesak mundur dan terpaksa mempergunakan Ginkangnya untuk menghindarkan diri dari sambaran dayung! Pada saat Yousuf sudah terdesak sekali, tiba-tiba terdengar Lin Lin berseru,

   "Kong Hwat Locianpwe! Jangan mencelakai dia! Dia adalah penolongku!"

   Mendengar seruan ini, Nelayan Cengeng cepat melirik dan ketika ia melihat bahwa Boan Sip sudah dibinasakan ia lalu tertawa bergelak dan melompat mundur menahan gerakan dayungnya. Yousuf menjura sangat dalam sampai sorbannya hampir menyentuh tanah.

   "Kau orang tua sungguh hebat sekali dan patut menjadi guruku!"

   "Ah, jangan kau terlalu memuji, Saudara Yo Se Fei! Kepandaianmu pun hebat dan mengagumkan!"

   Jawab Si Nelayan Cengeng. Kemudian Yousuf memandang ke arah Lin Lin dan senyumnya melebar serta pandangan matanya melembut.

   "Nona, kau benar-benar seorang berbudi tinggi."

   Ketika pandangan matanya melihat mayat Boan Sip yang menggeletak di atas tanah ia menghela napas dan berkata.

   "Memang hukum alam adil sekali. Dia memang orang jahat dan sudah sepatutnya mati di ujung senjata!"

   Melihat sikap orang asing ini, Nelayan Cengeng menjadi tertarik hatinya. Ia memegang tangan orang itu dan berkata,

   "Sahabat, kita adalah sama orang gagah, biarpun kita berkebangsaan lain! Marilah kita bersahabat dan menuturkan riwayat masing-masing."

   "Apakah kau terpengaruh pula oleh keadaan negara dan politiknya, orang tua?"

   Nelayan Cengeng tertawa terkekeh hingga kembali air matanya mengalir.

   "Siapa sudi memperhatikan keadaan politik yang jahat? Tidak, bagiku politik hanya satu yaitu yang jahat harus dibasmi dan yang baik dibela! Kau orang asing asal saja jangan mengganggu tanah air dan bangsaku, aku akan menjadi sahabat baikmu!"

   Kembali Yousuf menghela napas.

   "Kalian orang-orang Han memang aneh dan patut dikagumi! Kalian berjiwa Patriot dan mencinta tanah air dan bangsa, akan tetapi kalian tidak mau terlibat dalam urusan ketata negaraan dan segala politiknya yang serba berbelit-belit! Sebenarnya, mengapakah kalian bermusuhan dengan Perwira itu?"

   Lin Lin maju dan memberi penjelasan.

   "Perwira itu adalah seorang jahat yang oleh karena ditolak lamarannya oleh Ayah terhadap diriku, lalu mengajak kawan-kawannya untuk membasmi keluargaku. Ayah serta kakak-kakak dan juga Ibuku telah dia bunuh habis. Tinggal aku dan seorang kakakku yang masih hidup. Ketika aku bertemu dengan dia dan bertempur, atas bantuan gurunya yang juga jahat ia berhasil menawanku dan membawaku ke sebuah tempat tahanan. Kemudian ia membawa aku lari dan bertemu dengan kau."

   "Hm, pantas, pantas! Pantas kau membunuhnya, memang hutang nyawa harus dibayar jiwa pula!"

   "Dan kau hendak pergi ke manakah Saudara? Aku mendengar dari percakapanmu bahwa kau hendak pergi ke sebuah pulau dengan Perwira itu,"

   Kata pula Lin Lin.

   Yousuf termenung sejenak. Tiba-tiba ia mendapat pikiran yang tak disengaja. Telah lama ia mempunyai sebuah cita-cita untuk dapat menduduki tahta Kerajaan. Ketika ia dan beberapa orang kawannya yang merantau mendapatkan pulau emas itu, telah timbul dalam hatinya cita-cita ini. Dengan memiliki semua harta kekayaan itu, mudah saja baginya untuk merebut kekuasaan Raja Turki yang sekarang dan menggantikannya. Memang masih ada darah Pangeran dalam tubuh Yousuf dan sayangnya ia adalah seorang miskin. Kalau saja pulau itu dapat terjatuh ke dalam tangannya! Kini, melihat Lin Lin, ia merasa sangat tertarik dan suka. Ia merasa yakin bahwa di dalam kehidupannya yang dulu tentu ada hubungan sesuatu antara dia dan Lin Lin,

   oleh karena entah mengapa, ia merasa suka sekali dan rela membela gadis itu, biar dengan jiwanya sekalipun. Perasaan inilah yang merupakan cita-cita ke dua baginya, dan timbul setelah ia bertemu dengan Lin Lin. Ia juga ingin mendapatkan harta di Pulau Emas itu, mengangkat diri sendiri menjadi Raja dan membujuk Lin Lin agar suka menjadi permaisurinya. Inilah cita-citanya dan inilah pikiran yang pada saat itu mengaduk hati dan otaknya. Ia telah melihat kegagahan Nelayan Cengeng dan muridnya yang ternyata seorang gadis pula, telah menyaksikan pula kegagahan Lin Lin yang tidak lemah. Kalau ditambah dengan dia sendiri menjadi empat orang, dan bukankah empat orang gagah yang tangguh, kuat, akan sanggup mengusir musuh yang manapun juga? Untuk menjawab pertanyaan Lin Lin ia mengangguk,

   "Memang benar, Nona Lin Lin, aku hendak pergi menuju ke sebuah Pulau Emas. Sayang sekali perahu telah rusak dan tenggelam."

   Mendengar disebutnya Pulau Emas, Nelayan Cengeng tertarik sekali dan ia lalu berkata,

   "Saudara Yo Se Fei! Benar-benar adakah pulau dongeng itu? Semenjak aku masih kecil, seringkali aku mendengar dongeng tentang Pulau Emas, dan dalam beberapa hari ini, telah dua kali aku mendengar pula tentang Pulau Emas ini."

   Yousuf memandangnya tajam.

   "Telah dua kali? Lo-Enghiong, dari siapa pulakah kau mendengar tentang Pulau Emas ini?"

   Nelayan Cengeng lalu menceritakan bahwa beberapa hari yang lalu, dalam perantauannya dengan Ma Hoa, ia bertemu dengan seorang bangsa Mongol tua yang juga menyebut akan adanya Pulau Emas itu, bahkan orang Mongol itu dalam mengobrol telah membuka rahasia bahwa Pangeran Vayami, Pemimpin Agama Buddha Merah itu, juga hendak mencari pulau ini. Yousuf terkejut sekali mendengar ini.

   "Ah, sudah kusangka bahwa Pangeran Vayami tentu mempunyai maksud tertentu dengan kunjungannya ke pedalaman dan hendak menghadap Kaisar Tiongkok! Tidak tahunya, ia juga menghendaki pulau itu. Ah, kita harus cepat ke sana, jangan sampai didahului orang!"

   Melihat bahwa orang Turki ini pucat dan bingung, Nelayan Cengeng bertanya lagi,

   "Saudara yang baik, sebetulnya pulau itu dimanakah letaknya dan apa namanya?"

   Yousuf telah habis sabar, akan tetapi oleh karena maklum bahwa Kakek nelayan yang gagah ini merupakan tenaga bantuan yang amat berguna, ia bersabar dan menerangkan dengan singkat,

   "Pulau itu bernama Kim-San-To (Pulau Gunung Emas) dan berada di sebelah Timur pantai Tiongkok. Kalau belum tahu jalannya, memang sukar sekali mencari pulau yang berada di antara puluhan pulau-pulau kecil lain itu."

   
Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Nelayan Cengeng menjadi sangat tertarik hatinya dan demikianlah, kedua orang ini bercakap-cakap dan Yousuf dengan amat sabarnya menjawab tiap pertanyaan Nelayan Cengeng sehingga Kakek nelayan ini akhirnya terbangkit pula keinginan tahunya dan ia ingin sekali melihat dan menyaksikan dengan mata sendiri keadaan pulau yang telah dikenal dalam dongeng itu. Sementara itu, Lin Lin lalu menceritakan kepada Ma Hoa tentang semua pengalamannya dan ketika Ma Hoa bertanya di mana adanya Ang I Niocu, ia menjawab,

   "Siapa yang dapat mengetahui dimana adanya dia sekarang."

   Lin Lin menghela napas khawatir.

   "Sungguh sial sekali, belum juga kami bertemu dengan Hai-ko, sekarang Cici Im Giok sudah harus berpisah lagi denganku! Ah, sekarang menjadi makin ruwet, karena selain harus mencari Hai-ko dan Ang-ko, aku pun harus mencari Cici Im Giok! Eh, Enci Hoa, semenjak tadi aku saja yang banyak mengobrol sedangkan kau hanya menjadi pendengar saja. Kau ceritakanlah, bagaimanan kau bisa sampai di sini dan menolong aku?"

   Memang Ma Hoa orangnya agak pendiam dan tak banyak bicara. Kini mendengar pertanyaan Lin Lin, tiba-tiba kedua matanya menjadi merah dan ia mengeraskan hati untuk menahan keluarnya air matanya. Lin Lin terkejut dan memegang lengannya.

   "Enci Ma Hoa, apakah yang telah terjadi? Kau nampak pucat sekali!"

   Dengan mengeraskan hati, Ma Hoa lalu menceritakan malapetaka yang menimpa keluarganya, akan tetapi ketika melihat betapa sepasang mata Lin Lin yang lebar itu memandangnya dengan terbelalak dan dari kedua matanya itu mengalir butiran-butiran air mata karena terharu dan kasihan, Ma Hoa tak dapat menahan lagi kesedihannya. Ia mengakhiri penuturannya dengan kata-kata yang sukar keluarnya,

   "Adik Lin, habislah seluruh keluargaku, mereka telah binasa semua, tinggal aku seorang diri... sebatangkara...!"

   Lin Lin memeluk gadis itu dan keduanya lalu bertangis-tangisan oleh karena memang terdapat banyak persamaan antara mereka berdua, oleh karena seperti juga Ma Hoa, keluarga Lin Lin juga habis binasa.

   "Enci Hoa, jangan kau khawatir, bukankah kau masih mempunyai kawan-kawan baik seperti Suhumu itu dan aku dan Engko An? Juga Hai-ko dan Enci Im Giok adalah kawan-kawan yang baik dan yang senantiasa bersiap sedia membantu dan menolongmu!"

   Mendengar hiburan ini, agak redalah kesedihan yang menekan hati Ma Hoa dan mereka berdua lalu memandang ke arah Yousuf yang masih bercakap-cakap dengan Nelayan Cengeng. Sebuah permufakatan telah dicapai oleh kedua orang ini, yaitu Nelayan Cengeng telah mengambil keputusan untuk ikut Yousuf mencari Pulau Emas!

   "Hai, Ma Hoa dan Lin Lin, ke marilah! Jangan hanya bertangis-tangisan saja, ada kabar baik yang harus dibicarakan bersama!"

   Si Nelayan Cengeng berkata dan kedua orang gadis itu lalu menghampiri mereka sambil menyusut air mata dengan saputangan. Nelayan Cengeng lalu memberitahukan bahwa mereka bertiga akan ikut Yousuf mencari Pulau Emas itu.

   "Akan tetapi, Locianpwe, bagaimana dengan usahaku mencari saudara dan kawan-kawanku?"

   Nelayan Cengeng tersenyum.

   "Dengarlah, Lin Lin. Kita tidak tahu ke mana perginya mereka itu dan tanpa petunjuk yang tepat, ke manakah kita harus mencari mereka! Pula, dari Saudara Yo Se Fei ini aku mendengar bahwa besar sekali kemungkinan Pangeran Vayami juga akan pergi mencari Pulau Emas ini hingga bukan tak mungkin bahwa Hai Kong Hosiang akan menemani rombongan Pangeran Vayami itu. Sudah terang bahwa Cin Hai, Kwee An, maupun Ang I Niocu mengejar-ngejar Hwesio itu dan apabila Hwesio itu berada dalam rombongan Pangeran Vayami, tentu mereka akan menuju ke pulau itu pula! Nah, bukankah ini lebih baik daripada kita berkeliaran tidak karuan tanpa tujuan tertentu?"

   Lin Lin menganggap alasan ini cukup kuat, oleh karena ia tahu bahwa Ang I Niocu sedang mencari Cin Hai dan Kwee An, sedang kedua pemuda itu mengejar Hai Kong Hosiang, maka kalau benar Hwesio itu pergi juga mencari pulau emas, memang bukan tak mungkin mereka semua menuju ke tempat yang sama! Maka akhirnya ia berkata,

   "Terserah kepada Locianpwe saja, aku yang muda dan bodoh hanya menurut dan percaya penuh kepadamu, orang tua!"

   Mendengar persetujuan yang keluar dari mulut gadis ini, Yousuf menjadi girang sekali, akan tetapi ia menyembunyikan perasaannya ini dan berkata,

   "Nah, kita berempat bisa berangkat sekarang juga, akan tetapi, perahumu begitu kecil. Sayang sekali perahuku telah tenggelam!"

   Nelayan Cengeng biarpun sudah tua, akan tetapi pandangan matanya tajam. Melihat wajah orang Turki itu berseri-seri ketika mendengar kata-kata persetujuan yang diucapkan oleh Lin Lin, di dalam hatinya timbul kecurigaan yang membuatnya menjadi hati-hati. Akan tetapi, sambil tertawa ia menjawab pertanyaan Yousuf,

   "Apakah susahnya untuk mendapatkan perahu yang tenggelam?"

   Setelah berkata demikian, Kakek nelayan ini lalu memperlihatkan kepandaiannya di dalam air yang benar-benar hebat. Ia menanggalkan jubah luarnya dan dengan pakaian ringkas lalu meloncat ke dalam air.

   Tubuhnya yang kurus itu terjun ke dalam air tanpa bersuara seakan-akan sebatang anak panah dilepas ke dalam air saja. Agak lama semua orang menanti dengan hati berdebar, kecuali Ma Hoa yang sudah maklum akan kepandaian gurunya. Kemudian air itu bergelombang hebat dan dari bawah muncullah tubuh perahu Yousuf yang tadi tenggelam! Ternyata Si Nelayan Cengeng telah mendapatkan tubuh perahu itu dan menariknya ke atas permukaan air dalam keadaan miring hingga tidak ada air yang memasuki tubuh perahu itu. Kemudian Si Nelayan Cengeng berenang cepat ke pinggir dan sekali ia menggerakkan tangan, perahu besar itu dapat didorongnya ke pinggir hingga meluncur cepat dan mendarat di pinggir sungai! Yousuf segera menarik perahu itu ke atas dan tiada hentinya memuji.

   "Ah, kau betul-betul gagah luar biasa. Di darat kau telah membuat aku kagum, akan tetapi kepandaianmu di air ini betul-betul membuat aku tunduk!"

   Sambil berkata demikian Yousuf lalu menjura di depan Kong Hwat Lojin yang telah melompat ke darat. Akan tetapi Kakek nelayan itu hanya tertawa sambil mengeringkan tubuhnya dengan jubah luarnya yang tadi ditanggalkan, lalu berkata,

   "Sudahlah di antara kawan sendiri mana ada aturan puji-memuji? Lebih baik kita sekarang memperbaiki perahumu ini agar dapat segera berangkat!"

   Kedua orang itu lalu memperbaiki badan perahu yang tadi pecah berlubang karena pukulan dayung Si Nelayan Cengeng dan sebentar saja perahu itu telah baik kembali. Yousuf lalu memerintahkan kedua orang pembantunya untuk pergi dari situ oleh karena ia tak memerlukan tenaga mereka lagi. Ia merogoh kantongnya dan memberi empat potong uang emas kepada dua orang itu yang menerimanya dengan girang. Setelah itu, maka berangkatlah Yousuf bersama Si Nelayan Cengeng, Ma Hoa, dan Lin Lin. Perahu mereka meluncur cepat oleh karena selain terbawa hanyut oleh aliran sungai yahg deras, juga dibantu oleh tenaga dayung Si Nelayan Cengeng yang kuat sekali. Sebelum senja hari, perahu mereka telah sampai di mulut sungai dan memasuki laut yang luas!

   Baik kita tinggalkan dulu Lin Lin bersama kawan-kawannya yang menuju ke Pulau Kim-San-To itu, dan kita mengikuti pengalaman Kwee An! Ketika terjadi perkelahian bebas di atas perahu Pangeran Vayami dan menerima tendangan di betisnya yang dilakukan oleh Pangeran Mongol itu hingga ia terjatuh ke dalam sungai, Kwee An telah mencoba tenaga dan kepandaiannya yang dipelajari dari Nelayan Cengeng untuk berenang ke pinggir. Akan tetapi, aliran air sungai itu amat deras dan kuatnya, hingga usahanya gagal bahkan tubuhnya hanyut dengan cepatnya!

   Baiknya Kwee An telah mendapat latihan dari Nelayan Cengeng, kalau tidak, pasti ia akan tenggelam atau tubuhnya akan hancur terbentur pada batu-batu karang yang banyak menonjol di permukaan air. Ia lalu mengeluarkan kepandaiannya dan menggunakan gerakan Ular Air Menyeberang Laut berenang sambil mengikuti aliran air dalam cara berlenggang-lenggok bagaikan seekor ular hingga ia dapat menghindarkan diri daripada tubrukan dengan batu-batu karang. Ia masih dapat melihat betapa perahu di mana Cin Hai masih bertempur seru melawan Hai Kong Hosiang itu terbakar hebat, hingga diam-diam ia menjadi gelisah, menguatirkan keselamatan kawannya itu. Akan tetapi, sungai itu mengalir dalam sebuah tikungan yang tajam sekali hingga ia harus mencurahkan seluruh perhatiannya untuk menjaga keselamatan dirinya sendiri.

   Setelah hanyut jauh sekali, sedikitnya terpisah lima li dari tempat di mana ia terjatuh, aliran air mulai lemah dan dengan hati girang Kwee An berenang ke pinggir dengan maksud setelah dapat mendarat akan segera lari kembali ke tempat tadi dan membantu Cin Hai. Akan tetapi, tiba-tiba ia menjadi terkejut sekali oleh karena melihat beberapa ekor binatang aneh yang berenang cepat menuju ke arah dirinya. Kwee An cepat berenang ke tepi, akan tetapi, kembali ia terkejut oleh karena binatang-binatang seperti yang sedang berenang di tengah sungai itu, terdapat pula di darat dan memenuhi tepi sungai. Agaknya mereka sedang berjemur diri di pantai itu dan jumlah yang berada di pantai bahkan ada seratus lebih. Binatang-binatang yang terlihat oleh Kwee An ini adalah binatang sebangsa buaya,

   Akan tetapi lebih menyerupai cecak besar dan panjangnya sampai ada sepuluh kaki dan mulutnya terbuka lebar. Ketika Kwee An tiba di tepi, maka binatang-binatang yang berada di pantai itu pun lalu maju merangkak dan menyerbu. Kwee An menjadi bingung. Untuk naik ke darat, puluhan ekor binatang buas ini telah siap menanti sedangkan untuk tinggal di dalam air, dari tengah telah berenang beberapa belas ekor yang menuju kepadanya. Ia pikir, lebih baik menghadapi puluhan ekor di darat daripada belasan ekor di air, oleh karena binatang itu dapat berenang cepat sekali sedangkan kepandaiannya di dalam air masih rendah. Ia lalu terus berenang ke pinggir dan ketika air telah menjadi dangkal hingga sampai ke paha, dari tepi telah turun lima ekor yang terbesar dan cepat menyerbunya dengan mulut ternganga lebar.

   Kwee An lalu menggenjot tubuhnya melompat hingga kedua kakinya melewati permukaan air dan ketika dua ekor buaya itu menyambar dengan mulut mereka yang runcing, ia lalu menendangkan kaki kanan ke arah kepala binatang itu dan mempergunakan kepala itu sebagai batu lonpatan ke darat. Akan tetapi jumlah binatang-binatang itu terlalu banyak hingga ke mana saja ia melompat, ia selalu disambut oleh beberapa ekor buaya yang menyerbunya dengan dahsyat dan liar. Kwee An lalu mempergunakan kecepatan dan seluruh tenaganya untuk melawan. Ia menendang, memukul, menangkap ekor dan membanting, hingga sebentar saja puluhan ekor binatang kena dibinasakan. Akan tetapi yang datang makin banyak saja hingga Kwee An kehabisan tenaga dan menjadi ngeri dan jijik.

   Binatang-binatang yang masih hidup segera menerkam dan menyerang yang terluka dan makan daging kawan-kawannya sendiri, sedangkan yang lain-lain masih saja menyerbu dengan hebat. Oleh karena merasa ngeri melihat banyaknya binatang yang mengeroyoknya, dan oleh karena tenaganya tadi memang telah banyak dihabiskan untuk melawan air hingga ia menjadi lelah sekali, maka Kwee An berlaku kurang cepat hingga tiba-tiba ia merasa kaki kirinya sakit sekali. Ia menengok dan melihat bahwa seekor buaya telah berhasil menggigit betis kaki kirinya. Cepat Kwee An berjongkok dan sekali tangannya bergerak, maka dua buah jari tangannya berhasil memasuki rongga mata buaya yang menggigit itu! Binatang itu merasa kesakitan dan tak terasa pula mulut yang menggigit betis mengendor hingga dengan cepat melepaskan kakinya!

   Darah mengucur membasahi kaus kaki dan celananya, dan dengan muka meringis kesakitan, pemuda itu menjadi begitu marah hingga ia lalu mengamuk hebat! Ia mencabut Pedangnya dan dengan senjata ini ia menghajar semua buaya yang berani mendekat hingga mayat binatang itu sampai bertumpuk-tumpuk dan malang melintang di sekitarnya. Tiba-tiba terdengar suara suitan keras dan aneh! Buaya-buaya yang masih hidup dan belum terluka, lalu nampak terkejut dan buru-buru mereka lari ke sungai! Kwee An sudah terlalu lemah, maka kepalanya menjadi pening dan pemandangan matanya berkunang-kunang. Ia melihat seorang gemuk tetapi pendek sekali berdiri di depannya dengan sebuah cambuk panjang di tangan dan suara orang itu terdengar keras dan besar ketika menegur,

   "Pemuda kurang ajar dari manakah berani mengganggu dan membunuh hewan ternakku?"

   Kwee An yang sudah lelah dan pusing itu, merasa seperti bertemu dengan iblis sungai, oleh karena siapakah orangnya yang menganggap buaya-buaya itu sebagai hewan ternaknya selain iblis sungai? Pemuda itu tak dapat menguasai dirinya lagi oleh karena lapar, lelah, dan lemas kehilangan banyak darah.

   "Aku... aku... lelah..."

   Katanya dan ia lalu roboh terguling dan pingsan.

   Tubuhnya roboh di atas mayat-mayat binatang yang tadi diamuknya! Ketika ia sadar kembali, Kwee An mendapatkan dirinya telah berbaring di atas balai-balai Bambu dalam sebuah kamar yang terbuat daripada Bambu pula. Ia segera bangun dan mengeluh oleh karena kaki kirinya terasa sakit dan perih. Ketika ia teringat akan luka di kakinya oleh gigitan buaya itu, ia segera menengok ke arah betisnya dan ternyata bahwa kakinya telah dibalut erat-erat. Ia dapat menduga bahwa orang pendek yang disangkanya iblis sungai itu tentu yang telah menolongnya, maka ia merasa berterima kasih sekali. Biarpun keluhan suaranya perlahan sekali, akan tetapi ternyata telah didengar orang, oleh karena dari luar pintu kamar segera terdengar suara orang,

   "Eh, anak muda, kau sudah bangun?"

   Ketika Kwee An memandang, ternyata penolongnya yang pendek itu muncul dari pintu dengan sepiring masakan yang masih mengepul berada di tangan kirinya. Si Kate memasuki bilik itu dan berkata sambil tertawa.

   "Nah, kau makanlah. Kesehatanmu tentu akan pulih lagi seperti sediakala!"

   Ketika Kwee An hendak bangkit untuk menghaturkan terima kasih, tiba-tiba ia merasa lehernya seakan-akan tercekik dan dadanya berdebar keras. Wajahnya tentu akan terlihat menjadi pucat sekali kalau saja kulit mukanya tidak memang sudah pucat sekali hingga tidak nampak perubahan itu. Pada saat itu ia telah mengenal orang pendek ini yang bukan lain adalah Hek Moko, Si Iblis Hitam yang lihai dan yang dulu pernah bertempur dengan Cin Hai di depan rumahnya! Kwee An berpikir cepat dan ia segera memaksa mulutnya bersenyum. Sambil menerima piring itu ia berkata dengan pura-pura masih lemas tak bertenaga,

   "Terima kasih, Lopek. Kau baik sekali dan atas pertolonganmu ini aku mengucapkan banyak-banyak terima kasih."

   Kwee An sengaja berbuat seakan-akan ia tidak kenal kepada Si Iblis Hitam ini. Ia maklum bahwa iblis ini pun tidak tahu siapa adanya dia dan kalau iblis ini tahu bahwa Cin Hai berada dekat, tentu ia akan pergi mengejarnya!

   "Kau makanlah yang enak. Aku hendak mengurus hewan ternakku lebih dulu! Kau gagah sekali dan telah berhasil membunuh dua puluh empat ekor hewanku hingga aku menderita rugi bukan sedikit!"

   Katanya lalu keluar dari pintu dengan langkah-langkahnya yang pendek tetapi cepat. Kwee An menarik napas lega. Ternyata iblis itu tidak mengenal dan tidak mencurigainya, hingga untuk sementara waktu ia akan selamat. Ia maklum bahwa Iblis Hitam ini lihai sekali apalagi kalau di situ ada pula Iblis Putih yang tinggi besar oleh karena menurut penuturan Cin Hai, kedua Iblis Hitam Putih atau Hek Pek Moko ini jarang sekali berpisah. Sambil memikirkan jalan untuk melarikan diri dari tempat berbahaya ini, Kwee An yang telah merasa lapar sekali, lalu makan daging yang masih panas mengepul di atas piring itu.

   Ia tidak tahu masakan daging apakah ini, akan tetapi oleh karena perutnya lapar sekali, ia tidak peduli dan segera makan daging itu. Di luar dugaannya semula, daging ini rasanya manis dan harum serta gurih sekali hingga sebentar saja sepiring besar daging itu telah habis memasuki perutnya! Kemudian ia turun dari pembaringan dan mencoba berjalan. Ia dapat berjalan, akan tetapi dengan pincang dan tak mungkin untuk melarikan diri, oleh karena ia belum dapat mempergunakan ilmu lari cepat. Kwee An menjadi bingung dan ia amat menguatirkan nasib Cin Hai yang masih bertempur di atas perahu melawan Hai Kong Hosiang yang lihai itu, karena perahunya telah dibakar oleh Pangeran Vayami! Tak lama kemudian, Hek Moko masuk ke dalam kamar itu sambil tertawa-tawa. Jubahnya yang hitam itu melambai-lambai di belakangnya.

   "Ha, kau sudah makan! Bagaimana, enakkah hidanganku itu?"

   KweeAn tersenyum.

   "Enak sekali, entah daging apakah yang Lopek suguhkan tadi?"

   Tiba-tiba Hek Moko tertawa bergelak-gelak dan suara ketawanya membuat bulu tengkuk KweeAn berdiri oleh karena memang suara ini amat menyeramkan.

   "Ha-ha, anak muda. Memang kau pantas merasakan masakan daging luar biasa itu. Ketahuilah, daging yang kau makan itu adalah daging hewan ternakku!"

   Kwee An tercengang dan sama sekali tidak pernah menduga bahwa daging buaya yang liar itu demikian enaknya. Kini ia mengerti mengapa Iblis Hitam ini memelihara hewan ternak yang luar biasa ini.

   "Apakah memang pekerjaan Lopek memelihara hewan ternak yang luar biasa ini?"

   Hek Moko mengangguk-angguk.

   "Memang inilah pekerjaanku sejak dulu! Tadinya buaya ini hanya ada beberapa belas pasang saja akan tetapi sekarang telah menjadi beratus-ratus pasang banyaknya! Dan hanya orang gagah dan orang besar saja yang mendapat kesempatan merasakan kenikmatan daging hewan ternakku ini. Tahukah kau bahwa untuk daging seekor saja Kaisar berani membayar dengan tiga puluh potong uang emas? Ha, ha, ha!"

   "Lopek, kau benar-benar orang luar biasa dan baik hati. Aku telah berlancang tangan membunuh banyak hewan ternakmu, akan tetapi kau tidak marah kepadaku, sebaliknya kau telah menolong dan merawatku. Sungguh aku berhutang budi kepadamu!"

   "Hush! Jangan kau berkata begitu. Di antara Ayah dan anak tidak ada perhitungan budi!"

   Kwee An terkejut dan heran sekali, oleh karena ia benar-benar tidak mengerti akan maksud kata-kata Iblis Hitam ini. Di antara Ayah dan anak? Apa maksudnya? Kembali Si Iblis Hitam tertawa bergelak-gelak,

   "Ya, di antara Ayah dan anak tidak ada perhitungan budi dan kau akan menjadi anakku yang baik!"

   Bukan main terkejutnya Kwee An. Ia pikir bahwa Iblis Hitam ini telah menjadi gila dan mengaku dia sebagai anaknya. Akan tetapi ia maklum akan kelihaian iblis ini, maka ia pikir untuk sementara waktu baik ia tidak membantahnya dan tinggal diam saja.

   "Eh, anak muda yang gagah. Kau bernama siapa dan mengapa kau bisa hanyut di sungai ini?"

   Sambil bertanya demikian, Iblis Hitam itu memandang dengan mata tajam dan pandang mata menyelidiki.

   "Namaku Kwee An,"

   Jawab pemuda itu dan tiba-tiba ia mendapat sebuah pikiran baik. Ia maklum bahwa iblis ini lihai sekali dan kepandaiannya mungkin sekali lebih tinggi daripada kepandaian Hai Kong Hosiang, maka ia lalu melanjutkan.

   "Dan aku hanyut karena perbuatan seorang Hwesio bernama Hai Kong Hosiang."

   Benar saja, disebutnya nama Hwesio ini membuat Hek Moko memandang heran.

   "Hai Kong? Bagaimana kau bertemu dengan Hwesio itu?"

   "Aku adalah seorang perantau dan ketika aku hendak menyeberang sungai ini, aku bertemu dengan Hai Kong Hosiang. Kami berebut perahu dan kami berkelahi. Akan tetapi aku kalah dan ia melemparku ke dalam sungai."

   "Ha, ha, ha! Kau benar-benar patut menjadi puteraku! Kau telah bertempur melawan Hai Kong dan kau tidak mendapat luka! Bagus, bagus! Aku tidak suka akan namamu dan mulai sekarang kau bernama Siauw Moko (Iblis Kecil)."

   Kwee An merasa mendongkol sekali, akan tetapi ia tidak begitu bodoh untuk memperlihatkan perasaan ini. Ia hanya berkata,

   "Lopek, aku telah berhutang budi kepadamu maka tentu saja aku tidak berani membantah kehendakmu. Akan tetapi, nama yang kau berikan kepadaku itu kurang sedap didengar!"

   Hek Moko memandangnya dengan mata melotot.

   "Apa? Kurang sedap didengar? Hai, anak muda, sampai di manakah kepandaianmu hingga kau merasa kurang patut bernama Siauw Moko? Ketahuilah, aku yang bernama Hek Moko memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi darimu. Kau harus menurut segala kata-kataku oleh karena kau adalah anakku Siauw Moko yang dulu telah meninggal, akan tetapi sekarang kau hidup kembali. Anakku yang baik, jangan kuatir, aku akan melatihmu dan dalam beberapa bulan saja jangan kata baru seorang Hai Kong Hosiang, biar ada tiga orang Hai Kong, engkau tak usah merasa takut lagi!!"

   Setelah berkata demikian, Hek Moko lalu maju memeluk dan menciumi muka Kwee An sebagai seorang Ayah menciumi anaknya dengan penuh kasih sayang! Kwee An merasa terkejut, takut, dan juga terharu sekali.

   Ia dapat menduga bahwa dulu tentu Iblis Hitam ini mempunyai seorang putera dan putera itu meninggal dunia. Dan ketika melihatnya, iblis ini teringat kepada puteranya hingga tiba-tiba saja mengakui ia sebagai anaknya! Akan tetapi diam-diam Kwee An merasa girang juga oleh karena ia akan menerima pelajaran silat dari Kakek iblis yang berbahaya dan lihai ini! Memang dugaan Kwee An itu tepat. Dulu, Hek Moko mempunyai seorang putera yang wajahnya hampir sama dengan wajah Kwee An. Dan puteranya ini meninggal dunia karena terserang semacam penyakit berbahaya. Padahal ia telah menunangkan puteranya itu dengan puteri Pek Moko, yaitu Pek Bin Moli yang cantik jelita dan berotak miring. Tentu saja kematian puteranya ini membuat Hek Moko menjadi sedih dan membuat ia menjadi makin jahat, liar dan gila!

   Bersama Pek Moko yang menjadi sutenya, ia merupakan sepasang hantu yang menjagoi seluruh daerah Tibet dan mendengar namanya saja, semua orang telah ketakutan setengah mati. Tempat tinggal Hek Pek Moko memang tidak tentu dan mereka ini merantau dari satu ke lain jurusan. Akan tetapi, kebanyakan mereka selalu berdua dan jarang nampak mereka berpisah. Kali ini Pek Moko tidak nampak bersama Suhengnya oleh karena Iblis Putih ini sedang pergi mencari anak perempuannya, yaitu Pek Bin Moli yang telah lama minggat dan mencari suaminya, yaitu Ong Hui Lin yang menjadi Piauwsu dan mengadakan perhubungan dengan Giok-Gan Kui-bo kakak seperguruan Ang I Niocu sehingga timbul perkelahian antara Giok-Gan Kui-bo dan Pek Bin Moli dan akhirnya Pek Bin Moli dapat menemukan kembali suaminya itu yang dibawanya pergi!

   

Pendekar Sakti Eps 2 Dara Baju Merah Eps 9 Dara Baju Merah Eps 7

Cari Blog Ini