Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bodoh 9


Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Bagian 9



Perwira she Boan ini adalah pengganti Kwee-Ciangkun dan menjadi kepala penjaga keamanan Kota Tiang-An, dan ia adalah seorang Perwira Sayap Garuda yang terkenal memiliki kepandaian tinggi. Ketika melihat kecantikan Lin Lin, orang she Boan itu mengajukan lamaran tetapi yang ditolak keras oleh Kwee In Liang dan Lin Lin. Oleh karena inilah maka ia menaruh hati dendam hingga beberapa hari yang lalu ia sengaja mengganggu Lin Lin dan Ayahnya di dalam hutan. Oleh karena ini maka kedatangan Biauw Suthai dalam pesta itu tidak hanya menggirangkan hati Lin Lin, tetapi juga membuat Kwee In Liang bernapas lega. Selain Biauw Suthai, di situ nampak juga seorang wanita berusia kurang lebih tiga puluh tahun dan berpakaian serba putih. Sikapnya pendiam dan tak banyak bicara, akan tetapi sinar matanya berpengaruh.

   Ini adalah murid pertama dari Biauw Suthai yang bernama Bwee Leng dan yang memiliki kepandaian tinggi hingga terkenal dengan nama Pek I Toanio atau Nyonya Gagah Baju Putih. Bwee Leng adalah seorang wanita yang telah menjadi janda. Juga nyonya ini berhasil dibujuk oleh Lin Lin yang menjadi Sumoinya. Memang, baik Biauw Suthai maupun Bwee Leng sangat sayang kepada Lin Lin. Perjamuan berjalan dengan gembira diselingi oleh datangnya tamu-tamu yang mengucapkan selamat kepada tuan rumah. Arak wangi dan hidangan-hidangan dikeluarkan oleh pelayan yang sibuk melayani para tamu. Tiba-tiba seorang di antara para tamu, seorang Kakek yang berpakaian sebagai seorang petani yang telah terkenal di antara para tamu sebagai seorang Pendekar tua dari Selatan yang bernama Bhok Ki Sun, berdiri dari tempat duduk nya. Sambil menjura kepada tuan rumah yang duduk tak jauh dari situ, ia berkata,

   "Kwee-Enghiong, aku orang tua selain menghaturkan selamat kepadamu dengan doa supaya kau diberkahi panjang umur, juga menyatakan kegirangan hatiku mendengar bahwa kau telah bertemu kembali dengan puterimu yang baru kembali dari belajar silat. Kau memang beruntung sekali, Kwee-Enghiong, karena puterimu telah menjadi murid dari Biauw Suthai yang terkenal lihai, dan yang kulihat hadir di sini. Kuharap Kwee-Enghiong suka berlaku murah dan memberi kepuasan kepada sepasang mataku yang tua ini untuk menikmati keindahan ilmu silat Kwee-Siocia. Bagaimana Cuwi sekalian, apakah usulku ini tidak cukup baik?"

   Tanyanya kepada semua yang hadir.

   Di tempat itu hadir banyak pemuda-pemuda yang telah mendengar tentang puteri keluarga Kwee yang tersohor cantik jelita dan kabarnya telah mempelajari ilmu silat tinggi, maka tentu saja mereka merasa gembira sekali dan menyambut dengan tepuk sorak gembira. Sebetulnya di luar tahunya semua orang, Kwee In Liang yang cerdik telah minta bantuan Bhok Ki Sun yang menjadi kawan baiknya, untuk sengaja mengeluarkan usul ini agar terbuka jalan baginya mencari seorang mantu yang cocok. Maka sekarang, sambil tersenyum lebar ia berdiri dari tempat duduknya dan menjura kepada semua tamunya sambil berkata,

   "Cuwi sekalian, Bhok-Enghiong terlalu memuji, apakah kebisaan anakku yang muda? Tetapi karena di pesta ini tidak ada hiburan apa-apa, sudah menjadi kewajiban kami untuk mengadakan sesuatu yang kiranya dapat menghibur dan menggembirakan Cuwi sekalian. Lin Lin, kau penuhilah permintaan Bhok-Enghiong setelah mendapat perkenan dari Gurumu!"

   Lin Lin adalah seorang gadis yang lincah dan tabah. Menghadapi sekian banyak mata yang memandang ke arahnya, sedikit pun ia tidak merasa gugup. Dengan tenang ia minta ijin dari gurunya dan setelah Biauw Suthai memberi persetujuannya, dara ini dengan tabahnya menuju ke tempat bersilat yang memang sudah disediakan di tempat itu, tepat di tengah-tengah ruang yang luas itu. Setelah menjura sebagai pemberian hormat kepada semua yang hadir, Lin Lin lalu mulai bersilat dengan gayanya yang indah dan cepat. Ia memainkan ilmu Silat Pat-Kwa-Kun-Hwat atau Ilmu Silat Pat-Kwa yang mempunyai gerakan selain indah, juga cepat sekali hingga sebentar saja mata orang yang tak begitu tinggi ilmu silatnya menjadi kabur dan melihat seakan-akan tubuh gadis itu berubah menjadi tiga empat orang.

   Tepuk sorak terdengar riuh rendah menyambut ilmu silat yang memang hebat ini. Tiba-tiba baru saja Lin Lin menghentikan ilmu silatnya, terdengar suara orang tertawa mengejek dari luar. Suara tertawa ini terdengar nyaring sekali hingga semua tamu menengok keluar. Juga Kwee In Liang memandang keluar dan ia menjadi pucat karena yang datang adalah Boan Sip dan empat orang lain yang juga memakai tanda Sayap Garuda pada topi mereka dan kesemuanya memakai jubah merah, tanda bahwa mereka ini adalah Perwira-Perwira kelas satu. Yang menarik hati ialah bahwa di antara mereka ini terdapat seorang Perwira yang usianya telah lebih dari lima puluh tahun tetapi tampaknya masih gagah dan kuat.

   "Sungguh bagus, orang-orang bergembira dan berpesta pora sampai lupa mengundang sahabat!"

   Perwira tua itu berkata keras dan dialah yang tadi mengeluarkan suara ketawa itu. Kwee In Liang sudah kenal kepada Perwira tua ini, karena dia ini adalah Ma Ing, seorang yang terkenal sekali karena memiliki kepandaian tinggi dan menjadi salah seorang di antara para Perwira terkemuka di Istana. Diam-diam orang she Kwee ini merasa terkejut sekali karena ia maklum bahwa pihak musuh sangat kuat dengan adanya Ma Ing ini. Akan tetapi ia dapat menetapkan hatinya dan cepat-cepat maju menyambut sambil menjura memberi hormat,

   "Ngo-wi yang mulia, silakan duduk di dalam."

   Boan Sip sambil tertawa menyeringai mendahului masuk diikuti oleh kawan-kawannya. Mereka berlima masuk ke ruang itu sambil mengangkat dada dan dengan tindakan kaki lebar, sama sekali tidak memandang mata kepada sekalian yang hadir. Boan Sip langsung menghampiri Lin Lin yang masih berdiri ditengah ruang tempat bermain silat dan sambil menyeringai ia berkata,

   "Kwee-Siocia, ilmu silatmu tadi sungguh-sungguh indah dipandang dan manis sekali!"

   Lin Lin memandang dengan mata melotot dan gadis ini marah sekali karena teringat betapa beberapa hari yang lalu ia telah tertangkap oleh orang she Boan ini dan hampir saja diculik pergi! Hampir saja ia tak dapat menahan kesabaran hatinya dan memaki atau menyerangnya akan tetapi pada saat itu dari luar terdengar suara yang nyaring,

   "ie-ie!!"

   Lin Lin cepat menengok dan melihat Cin Hai, diikuti oleh seorang gadis cantik jelita berbaju merah. Cin Hai langsung berlari menghampiri Loan Nio atau Nyonya Kwee yang duduk di bagian tamu wanita. Loan Nio yang belum diberitahu oleh suaminya tentang perjumpaannya dengan Cin Hai, berdiri memandang dengan mata terbelalak kepada pemuda tampan yang menghampirinya, Cin Hai menjatuhkan diri berlutut sambil berkata,

   "Ie-ie, aku Cin Hai menghadap. Apakah selama ini Ie-ie baik-baik saja?"

   "Cin Hai, kau kah ini?"

   Loan Nio menubruk dan mengangkat bangun anak itu, sementara tak tertahan lagi air matanya mengucur keluar dari kedua matanya. Cin Hai juga mengeluarkan air mata dari kedua matanya karena terharu dan girang. Kemudian ia memperkenalkan Ang I Niocu kepada ie-ienya.

   "Ie-ie, ini adalah Nona Kiang Im Giok yang sangat berbudi dan telah banyak menolongku."

   Loan Nio memandang Ang I Niocu dengan kagum dan mempersilakan gadis itu duduk di bagian tamu wanita. Ketika bertemu dengan Biauw Suthai lalu berkata,

   "Eh, tidak tahunya Ang I Niocu yang datang. Silakan, silakan, aku masih ingat akan pertolonganmu di gua dulu itu!"

   Dengan ramah Biauw Suthai memperkenalkan Ang I Niocu kepada Pek I Toanio dan mereka segera bercakap-cakap dengan gembira. Sementara itu, Lin Lin juga lari menghampiri mereka dan diperkenalkan dengan Ang I Niocu, sedangkan Cin Hai lalu menghampiri ie-Thionya untuk memberi hormat dan mengnaturkan selamat. Dengan ramah Kwee In Liang lalu menyuruh pemuda itu duduk di tempat tamu. Sementara itu, Boan Sip dan kawan-kawannya melihat kesibukan tuan rumah karena datangnya seorang pemuda dan seorang gadis baju merah, menjadi tidak puas dan merasa betapa mereka dipandang ringan dan tidak dilayani seperti tamu agung.

   "Eh, eh apakah tuan rumah lebih mementingkan kedatangan budak itu dari pada kami?"

   Boan Sip dengan sikap sombong berkata sambil bertolak pinggang. Ketika Kwee In Liang memandang ke arahnya, ia berkata.

   "Kwee Lo-Enghiong, kau telah tahu akan maksud kedatanganku. Maka sekarang juga aku minta keputusanmu dan marilah kau memberi sedikit pengajaran kepadaku, untuk melanjutkan main-main yang kita lakukan di dalam hutan beberapa hari yang lalu. Aku telah berjanji akan datang, apakah kau tidak berani menyambutku?"

   Bukan main marahnya hati Kwee In Liang mendengar kata-kata orang yang tidak sopan dan sikap yang kasar menantang ini. Ia maklum bahwa kepandaiannya masih kalah jika dibandingkan dengan Perwira muda ini, akan tetapi ia tidak mau memperlihatkan kelemahannya.

   "Orang she Boan! Agaknya kau telah melupakan kesopanan dan sengaja datang membawa kawan-kawanmu untuk mengacau pestaku!"

   Orang tua ini lalu bertindak maju. Akan tetapi, tiba-tiba Lin Lin telah mendahului Ayahnya dan dengan sekali lompatan ia telah menghadapi Boan Sip.

   "Orang she Boan, engkau menjabat pangkat tetapi tidak mengenal aturan! Kami tidak mengundang akan tetapi engkau telah menebalkan muka untuk datang di pesta kami. Apakah engkau tidak malu? Kalau hendak datang mengajak pibu, apakah engkau tidak dapat memilih lain hari?"

   "Ha, ha, ha!"

   Boan Sip tertawa mengejek.

   "Kalau mengadu kepandaian hanya mengandalkan keberanian, tak perlu memilih waktu dan tempat. Sekarang kebetulan sekali, banyak orang menjadi saksi, kalau pihak Tuan rumah mempunyai kegagahan, silakan maju memperlihatkan kepandaian!"

   "Bangsat, apa kau kira kami takut kepadamu?"

   Lin Lin berseru dan meraba punggung untuk mencabut senjatanya akan tetapi pada saat itu berkelebat bayangan putih yang datang dari pihak tamu wanita dibarengi bentakan,

   "Manusia sombong jangan jual banyak tingkah di sini!"

   Bayangan itu ternyata adalah Pek Toanio yang mewakili Sumoinya dan langsung ia menyerang dengan tamparan keras ke arah pipi Boan Sip.

   Akan tetapi Boan Sip siang-siang sudah dapat memaklumi akan kelihaian wanita ini karena tamparannya mendatangkan angin pukulan dahsyat dan gerakannya ketika melompat tadi ringan sekali. Ia mengangkat tangan menangkis dan sepasang lengan beradu keras. Boan Sip terkejut sekali karena ia terdorong ke samping sampai terhuyung-huyung! Sementara itu Lin Lin mengundurkan diri dan duduk di dekat gurunya yang memandang dengan sikap tenang. Kwee Tiong dan ketiga orang adiknya ketika melihat sikap Boan Sip yang sombong dan sengaja datang mengacau itu, menjadi marah sekali dan mereka berempat sambil mencabut Pedang lalu maju menghampiri dengan sikap mengancam. Akah tetapi Kwee In Liang yang maklum bahwa kepandaian mereka ini masih terlampau rendah untuk menghadapi Boan Sip, segera membentak,

   "Jangan kurang ajar, kalian mundurlah dulu!"

   Kwee Tiong merasa penasaran sekali akan tetapi ia tidak berani membantah Ayahnya, maka bersama adiknya ia lalu berdiri dan bersiap sedia menghalau musuh yang kurang ajar itu. Boan Sip yang melihat hal ini lalu tertawa bergelak-gelak.

   "Ha, ha! Kwee Lo-Enghiong agaknya tahu akan kebodohan putra-putranya, maka tak mengijinkan anak-anaknya maju, bahkan telah mengumpulkan orang-orang gagah untuk mewakilinya! Sungguh cerdik!"

   Kemudian ia berkata kepada Pek I Toanio.

   "Tidak tahu siapakah Lihiap yang begitu baik hati mewakili tuan rumah menyambutku?"

   "Orang she Boan, kalau sikapmu tidak begini menjemukan dan kesombonganmu tidak begitu besar, siapa yang sudi melayanimu? Akan tetapi engkau telah lupa akan sopan santun dan tidak memandang mata kepada tuan rumah dan para tamunya. Apakah kau kira engkau seorang saja yang memiliki kepandaian? Orang lain boleh engkau hina, tetapi aku Pek I Toanio tak sudi menerima hinaan dari orang macam engkau!"

   Memang Pek I Toanio biarpun pendiam, akan tetapi kalau sudah mengeluarkan kata-kata, selalu tajam dan berterus terang. Boan Sip pernah mendengar nama ini dan maklum akan kelihaiannya, akan tetapi ia tidak takut.

   "Hmm, apakah benar-benar engkau hendak mencoba kepandaianku?"

   Tanyanya.

   "Siapa yang sedang main-main padamu?"

   Jawab Pek I Toanio dengan senyum mengejek hingga kemarahan Boan Sip makin meluap.

   "Kalau begitu kau mencari penyakit sendiri!"

   Bentaknya dan ia lalu maju menyerang. Pek I Toanio cepat berkelit dan membalas menyerang hingga sebentar saja mereka berdua bertempur dengan seru. Sementara itu, Cin Hai semenjak datang dan duduk di kursi terdepan, beberapa kali bertukar pandang dengan Lin Lin dan gadis yang sedang marah itu apabila terbentur pandangan matanya dengan Cin Hai, lalu tersenyum seakan-akan minta maaf bahwa ia tidak bisa menyambut sebagaimana mestinya karena terganggu oleh para Perwira kasar itu. Kebetulan sekali Kwee Tiong dan ketiga orang adiknya berdiri di dekat tempat ia duduk. Kwee Tiong hanya mengerling kepadanya tanpa ambil peduli. Cin Hai tahu akan hal ini, akan tetapi ia tersenyum dan berdiri pula lalu menghampiri mereka.

   "Tiong-ko, bagaimana, apakah engkau mendapat kemajuan besar?"

   Tanyanya dengan manis. Kwee Tiong memandang ke arahnya dengan acuh tak acuh, tetapi untuk kesopanan ia menjawab juga,

   "Biasa saja, dan engkau sendiri telah belajar apakah?"

   Juga Kwee Sin, Kwee Siang dan Kwee Bun menghampiri Cin Hai untuk melihat dan bertanya kepada anak muda ini. Sikap mereka tidak seangkuh Kwee Tiong, akan tetapi rata-rata mereka memandang rendah kepada Cin Hai.

   "Aah, aku tidak belajar apa-apa,"

   Jawab Cin Hai sederhana. Ketika Cin Hai sedang bercakap-cakap dengan Kwee Bun, Kwee Tiong menegur mereka,

   "Sudahlah, jangan banyak cakap. Sekarang bukan waktunya mengobrol. Lihat tamu kita bertempur untuk kita, tidak pantas kita hanya mengobrol saja!"

   Memang benar ucapan Kwee Tiong ini, karena pada saat itu pertempuran sedang berlangsung hebat. Boan Sip sungguh lihai dan gerakan-gerakannya selain cepat, juga mantap dan keras hingga Pek I Toanio harus mengeluarkan segenap kepandaiannya untuk melayani lawan yang kosen ini. Cin Hai hanya memandang sebentar tetapi ia tidak tertarik melihat pertempuran itu. Sebaliknya ia celingukan ke sana ke mari mencari Kwee An dengan matanya. Mengapa ia tidak melihat Kwee An? Ia lalu menowel lengan Kwee Bun dan ketika pemuda ini berpaling, ia bertanya sambil berbisik,

   "Di manakah adanya Saudara Kwee An?"

   "Dia pergi merantau, sudah empat tahun belum kembali."

   Ketika Cin Hai hendak bertanya lagi, Kwee Tiong menengok kepada mereka dengan pandangan tak senang, hingga Cin Hai dan Kwee Bun tidak melanjutkan percakapan mereka. Sebetulnya pada saat itu, perhatian Kwee Tiong tidak tertuju sepenuhnya kepada pertempuran yang sedang berlangsung dengan hebatnya, akan tetapi sebagian besar tertuju kepada Dara Baju Merah yang duduk di dekat ibu tirinya. Dalam pandangan matanya, Ang I Niocu nampak demikian cantik dan ayu hingga sepasang matanya seakan-akan tertarik oleh besi sembrani,

   Ingin sekali Kwee Tiong memperlihatkan kegagahannya dan melawan musuh agar dapat menarik perhatian dan kekaguman gadis jelita itu. Ia merasa heran sekali mengapa Cin Hai, anak tolol itu dapat datang bersama-sama dengan seorang gadis demikian cantiknya! Ang I Niocu ketika melihat jalannya pertempuran, di dalam hati juga merasa terkejut. Baginya, kepandaian Pek I Toanio cukup tinggi dan hebat, akan tetapi ternyata bahwa orang she Boan itu lebih lihai lagi dan gerakan-gerakannya diperhebat oleh ilmu cengkeraman dari Mongol yang sukar diduga gerakannya, hingga beberapa kali kalau tidak berlaku cepat tentu lengan Pek I Toanio sudah kena dicengkeram! Diam-diam Ang I Niocu menguatirkan keadaan paman dari Cin Hai, karena baru seorang lawan saja sudah begini tinggi kepandaiannya, belum lagi yang empat lainnya!

   Ia maklum bahwa di situ ada Biauw Suthai yang berkepandaian tinggi, akan tetapi sampai di manakah tingkat kepandaian kawan-kawan Boan Sip yang duduk dengan muka tenang dan sombong itu? Ia mengerling ke arah Cin Hai yang duduk sambil memandang ke sana ke mari dan yang tidak memperhatikan jalannya pertempuran, dan pada saat Ang I Niocu memandang kepada Cin Hai, pandangan matanya terbentur dengan pandangan mata Kwee Tiong. Ia terkejut dan cepat mengalihkan pandangan matanya dan hatinya merasa tak senang. Ia tahu bahwa pemuda tinggi tampan itu adalah putera dari Kwee In Liang karena tadi ia melihat betapa Kwee Tiong dan adik-adiknya hendak turun tangan tetapi mereka dicegah oleh Kwee In Liang. Mengapa pemuda itu memandangnya begitu macam? Apakah kebetulan saja?

   Sekali lagi Ang I Niocu mengerling ke arah Kwee Tiong dan tetap saja ia melihat betapa pemuda itu menatapnya dengan pandangan mata penuh arti! Ang I Niocu merasa sebal dan marah, akan tetapi diam saja dan sama sekali tidak mau memandang ke arah anak muda itu lagi. Pertempuran itu benar-benar berjalan seru dan hebat. Pek I Toanio adalah murid pertama dari Biauw Suthai dan memiliki kepandaian tinggi dan sudah hampir mewarisi kepandaian gurunya, maka dapat dibayangkan betapa lihainya. Akan tetapi Boan Sip adalah seorang Perwira Sayap Garuda kelas satu hingga tentu saja kepandaiannya sudah cukup tinggi, karena kalau tidak berkepandaian tinggi, ia yang masih muda tidak akan dapat menduduki pangkat yang besar itu, Karena rata-rata Perwira Sayap Garuda kelas satu adalah orang-orang yang telah berusia tinggi dan sedikitnya berusia hampir lima puluh tahun.

   Setelah bertempur beberapa puluh jurus dengan hebat, tiba-tiba Boan Sip merubah gerakannya dan sekarang ia mulai menyerang dengan limu Golok Keledai Gila Bergulingan. Tubuhnya berguling-guling ke arah lawan dan sambil bergulingan tubuhnya tertutup dan terlindung oleh perisai, sedangkan Golok menyambar-nyambar ke arah kaki lawan! Ilmu gerakan ini benar-benar berbahaya dan cepat dan ke mana saja Pek I Toanio loncat menghindar, selalu Boan Sip dengan cepat mengejar sambil bergulingan dan melancarkan serangan berbahaya. Ia tidak hanya bergulingan sambil menyerang kaki akan tetapi secara tiba-tiba ia bangun dan menyerang dengan Golok itu kemudian bergulingan pula! Diserang secara begini, Pek I Toanio menjadi gugup sekali dan tidak berdaya melancarkan serangan balasan.

   Ia menjadi gemas dan penasaran lalu melakukan sebuah gerakan dan serangan nekad. Sambil berseru nyaring Pek I Toanio lalu menjatuhkan diri bergulingan dalam gerak tipu Daun Kering Tertiup Angin! Ia mengimbangi gerakan lawan dan sambil bergulingan ia membabat dengan Pedangnya dari samping dan karena serangannya ini hampir menempel lantai, maka tak mungkin tertangkis dengan perisai. Pada saat itu terdengar teriakan kaget dan ternyata bahwa Cin Hai lah yang berteriak itu. Seperti lakunya seorang yang bingung dan gugup pemuda ini menyambar bangku yang didudukinya dan melemparkan bangku itu dengan sambaran ke arah mereka yang sedang bertempur sambil bergulingan! Kwee Tiong dan adik-adiknya serta orang-orang lain yang duduk dekat Cin Hai merasa heran sekali melihat perbuatan pemuda ini.

   Sementara itu, pada saat Cin Hai melemparkan bangkunya, Pek I Toanio setelah Pedangnya kena tangkis, lalu bergulingan pergi menjauhi Boan Sip yang telah siap untuk melempar Goloknya. Ketika mendapat kesempatan baik dan pada saat tubuh Pek I Toanio yang bergulingan pergi membelakanginya, ia lalu menyambitkan Goloknya ke arah punggung lawan! Akan tetapi, tepat pada saat itu, bangku yang dilempar oleh Cin Hai telah tiba di antara mereka hingga sebelum Golok itu terlepas dari tangan Boan Sip, ia keburu menahan gerakannya kembali dan tidak jadi melontarkan Goloknya. Boan Sip melompat berdiri dengan marah sekali, sedangkan Pek I Toanio juga sudah bangun berdiri. Boan Sip sambil bertolak pinggang memandang sekeliling, lalu menegur dengan suara nyaring,

   "Tuan rumah tidak kenal malu dan sengaja membantu secara diam-diam! Siapakah yang begitu berani mati melempar bangku tadi?"

   Sementara itu, dengan marah Kwee Tiong menegur Cin Hai,

   "Cin Hai, engkau bodoh dan lancang tangan! Apa maksudmu melemparkan bangku tadi?"

   Cin Hai pura-pura gugup dan bingung.

   "Aku... aku merasa ngeri melihat pertempuran itu dan berusaha memisahkannya!"

   Semua orang yang mendengar ini tertawa geli dan diam-diam Kwee Tiong mentertawakan Cin Hai.

   Mengapa ia masih begini bodoh, pikirnya! Di antara semua orang merasa heran dan mentertawakan Cin Hai karena ketololannya, hanya Biauw Suthai dan Pek I Toanio saja yang mempunyai pikiran lain. Pek I Toanio insyaf akan kesalahan gerakannya tadi yang membuka punggungnya ketika ia bergulingan dan hal ini pun diketahui baik oleh gurunya, dan mengapa secara kebetulan sekali pemuda itu melemparkan bangku pada saat yang demikian tepat hingga jiwa Pek I Toanio terbebas dari ancaman? Bahkan Ang I Niocu sendiri tidak tahu akan hal ini karena ia tidak kenal gerakan-gerakan Pek I Toanio, dan Gadis Baju Merah ini pun merasa agak heran melihat perbuatan Cin Hai. Sekali lagi Boan Sip berseru,

   "Tuan rumah berlaku curang! Hayo keluarkan dia yang telah berani mengganggu,"

   Katanya dengan lagak sombong, sementara itu, atas isyarat gurunya, Pek I Toanio kembali ke tempat duduknya setelah menjura kepada Kwee In Liang dan menyatakan penyesalannya karena tidak berhasil mengalahkan lawannya. Tiba tiba Kwee Tiong yang diikuti oleh ketiga orang adiknya meloncat dengan Pedang di tangan sambil membentak,

   "Orang she Boan jangan sombong! Yang melempar bangku adalah adik keponakanku yang tolol dan bodoh, tak perlu engkau memusuhi dan menantangnya. Kalau engkau memang gagah, aku Kwee Tiong yang akan melawanmu!"

   Boan Sip memandang kepada Kwee Tiong dengan senyum sindir. Pemuda ini mengeluarkan ucapan gagah, akan tetapi ternyata sekali maju membawa tiga orang adiknya. Melihat gerakan mereka, Boan Sip memandang sebelah mata dan berkata sambil tertawa,

   "Ha, ha, kalian ini putera-putera Kwee In Liang? Aneh, Harimau itu ternyata hanya mempunyai putera-putera berupa kucing yang hanya pandai mengeong!"

   Kwee In Liang hendak memanggil putera-puteranya, akan tetapi Kwee Tiong sudah tak dapat menahan lagi marahnya. Ia lalu berseru keras dan menubruk dengan Pedangnya diikuti oleh ketiga orang adiknya yang menyerang dengan berbareng. Boan Sip mengeluarkan suara di hidung dan gerakkan Goloknya menangkis. Sekali tangkis saja, dua dari empat buah Pedang saudara-saudara Kwee itu terlempar.

   Dan Boan Sip melanjutkan gerakannya dengan serangan pembalasan. Baiknya Perwira muda ini masih ingat bahwa keempat anak muda ini adalah kakak-kakak dari Lin Lin yang ia rindukan, maka tidak berniat mencelakakan mereka, hanya ingin menggoda dan memperlihatkan kegagahannya saja. Maka serangan-serangannya hanya nampak hebat mengerikan karena Goloknya menyambar nyambar hebat, akan tetapi tidak digerakkan cepat hingga keempat anak muda itu masih dapat berkelit ke sana ke mari dengan wajah pucat. Tiba-tiba Cin Hai memegang sebuah bangku yang ditinggalkan oleh dua orang tamu yang berdiri karena tegangnya menonton pertempuran itu dan dengan bangku di tangan, Cin Hai lari menuju ke tempat pertempuran. Lalu ia menyerang Boan Sip secara membabi buta sambil berseru berkali-kali,

   "Jangan membunuh kakak-kakakku, jangan mencelakakan kakak-kakakku!"

   Mendapat serangan kacau-balau itu, Boan Sip terkejut dan melihat penyerangnya. Karena ia tujukan perhatiannya kepada penyerang baru ini, maka keempat saudara Kwee dapat mundur, sedangkan Cin Hai masih terus mengobat-abitkan bangkunya. Boan Sip ketika melihat bahwa pemuda inilah yang tadi menghalangi kemenangannya atas Pek I Toanio menjadi marah sekali.

   "Orang tolol, engkau mencari mampus!"

   Bentaknya dan ia lalu menggunakan Goloknya menyerang. Akan tetapi Cin Hai mengobat-abitkan bangkunya yang cukup panjang hingga Boan Sip menjadi bingung. Gerakan pemuda ini tidak teratur dan kacau balau, bahkan seperti gerakan orang gila mengamuk, akan tetapi justru inilah yang membingungkan Boan Sip.

   Gerakan silat dapat diduga karena teratur, akan tetapi gerakan-gerakan menggila ini sungguh membingungkan dan sebelum ia dapat menyerang, sebuah kaki daripada bangku yang diobat-abitkan itu telah mengenai tubuh belakangnya hingga terdengar suara "Buk!"

   Karena bokongnya kena dihajar kaki bangku. Semua orang tertawa geli melihat tingkah laku Cin Hai yang mereka anggap sebagai seorang pemuda tolol itu, akan tetapi karena pemuda itu dalam ketololannya berani membela keempat pemuda Kwee, biarpun mereka mentertawakannya, akan tetapi di dalam hati mereka suka kepadanya. Maka bersoraklah para tamu melihat betapa tanpa disengaja kaki bangku itu dapat memukul bokong Boan Sip yang sombong. Sementara itu, Cin Hai sambil mengobat-abitkan bangkunya berkata kepada Kwee Tiong dan adik-adiknya,

   "Engko Tiong, kau ajaklah adik-adikmu mundur, biar aku tahan mengamuknya Babi hutan ini!"

   Kembali terdengar suara orang-orang tertawa karena pemuda yang dari gerak-geriknya ternyata bahwa ia tidak mengerti ilmu silat itu dengan sikap gagah sekali membuka mulut besar dan hendak membela keempat saudara Kwee dan menghadapi Boan Sip yang lihai. Sungguh satu pemandangan yang lucu mengherankan! Akan tetapi, keadaan ini merupakan tamparan hebat bagi keangkuhan dan kesombongan Boan Sip. Kembali ia menyerang sambil memaki-maki. Ketika bangku itu menyambar kembali, dengan gemas Boan Sip membacok kaki bangku dengan Goloknya. Mana bisa kayu itu dapat menahan bacokan Golok Boan Sip. Dengan mudah saja kaki bangku itu terbabat putus. Akan tetapi sungguh malang bagi Boan Sip, yakni dalam pandangan semua orang yang menonton pertempuran itu,

   Ketika kaki bangku itu terbabat putus ternyata saking tajam Golok yang membabat, kaki bangku itu melayang dan kebetulan sekali dapat menampar pipi Boan Sip! Terdengar suara "plok!"

   Dan pipi Boan Sip yang kena dilanggar potongan kaki bangku itu menjadi merah kulitnya dan terasa pedas sekali! Hal ini terlihat jelas oleh semua orang dan kembali terdengar sorak riuh rendah karena ternyata biarpun tolol dan tidak mengerti ilmu silat, agaknya pemuda tolol itu sedang "Hok-khi" (beruntung), maka secara kebetulan sekali lawannya kena tamparan kaki bangku yang dipotongnya sendiri! Pada saat itu, di bagian tamu di mana tadi Cin Hai duduk, terjadilah lain hal yang menimbulkan tertawa geli. Ternyata dua orang tamu yang tadi berdiri melihat pertempuran seru antara Kwee Tiong dibantu adiknya dan Boan Sip hingga bangku mereka diambil oleh Cin Hai di luar tahu mereka,

   Ketika melihat betapa dua kali Boan Sip kena terpukul kaki bangku, mereka begitu gembira hingga sambil tertawa terkekeh-kekeh, mereka menjatuhkan diri di atas bangku di belakang mereka. Akan tetapi suara mereka segera terganti seruan kaget dan kesakitan karena mereka berdua ternyata menjatuhkan diri ke belakang yang kosong dan tidak ada bangkunya lagi, maka tentu saja mereka terjengkang dan jatuh tunggang langgang! Orang-orang di sekitarnya tertawa bergelak dan kedua orang itu berdiri sambil meringis kesakitan, akan tetapi ketika mereka mengetahui bahwa bangku yang berhasil menghajar Boan Sip adalah bangku yang tadi mereka duduki, maka berserilah wajah mereka! Boan Sip marah sekali dan ia menyerang bagaikan kerbau gila. Bangku di tangan Cin Hai sudah tak karuan lagi macamnya bekas bacokan Golok.

   "Eh, eh, tak tahu malu! Menyerang orang yang tidak memegang senjata!"

   Cin Hai memaki dengan suara mengejek. Kata-kata ini mengingatkan Boan Sip bahwa jika ia nanti membunuh anak muda tolol yang tak bersenjata ini dengan Goloknya, maka ia tentu akan dipandang rendah oleh orang-orang gagah. Pula untuk menyingkirkan bangku dari tangan pemuda bodoh ini, lebih mudah menggunakah tangan kosong. Maka, ia lalu membanting Golok dan perisainya di atas lantai hingga mengeluarkan suara berkerontangan, lalu sambil mendelikkan mata ia memaki,

   "Baik, aku telah membuang senjataku, orang gila! Tunggulah aku akan mencekik lehermu!"

   "Mengapa bermain cekik-cekikan? Kita bukan sedang bermain adu Gulat!"

   Jawab Cin Hai dengan muka lucu hingga kembali semua orang tertawa. Sementara itu, Lin Lin merasa heran sekali, dan juga kagum. Ia heran dan kecewa melihat bagaimana Cin Hai setelah dewasa berubah menjadi seorang pemuda tolol, akan tetapi ia juga merasa kagum melihat betapa dalam ketololannya, Cin Hai ternyata mempunyai hati yang tabah, bersemangat, dan berani membela kakak-kakaknya!

   Juga, Kwee In Liang menggeleng-gelengkan kepala karena ia ikut merasa malu mempunyai seorang keponakan setolol itu. Bahkan Biauw Suthai yang mempunyai pemandangan tajam dan pengalaman luas dapat pula dikelabuhi oleh aksi Cin Hai yang ketolol-tololan hingga diam-diam wanita tua ini bersiap sedia menolong jiwa anak muda yang tolol tapi pemberani itu, Loan Nio duduk dengan wajah pucat, hendak mengeluarkan suara saking terperanjat, dan kuatirnya. Ketika Cin Hai mengangkat bangku menyerang kembali, Boan Sip menyambut bangku itu dengan kedua tangannya dan ia membetot. Akan tetapi, alangkah terkejutnya ketika ternyata bahwa ia tidak mampu membetot bangku itu dari tangan Cin Hai! Ia terkejut dan heran sekali. Apakah mungkin pemuda tolol ini memiliki tenaga sebesar itu? Ia membetot kembali dan Cin Hai mempertahankan sambil mengeluarkan suara

   "Uhh... uh..."

   Dan demikian keduanya saling membetot mempertahankan, sedikit pun tak mau mengalah!

   Bangku itu sebentar terbetot ke kanan, sebentar terbetot, ke kiri hingga seakan-akan kedua orang itu sedang mengadu tenaga membetot-betot bangku hingga air muka keduanya berubah merah! Yang merasa gembira sekali adalah para penonton. Mereka bersorak riuh rendah dan lupa bahwa kedua orang itu sebenarnya sedang berkelahi dan lupa pula bahwa Boan Sip sedang marah besar dan dari kedua matanya mengeluarkan nafsu membunuh karena benci dan marahnya kepada pemuda tolol itu! Pada saat itu mereka merasa seakan-akan sedang menonton dua orang mengadu tenaga dengan menarik-narik bangku sebagai gantinya tambang yang biasa digunakan untuk mengadu tenaga bertarik-tarikan! Maka terdengarlah suara-suara yang memihak kepada Cin Hai sambil berteriak-teriak,

   "Hayo, tarik... tarik...! Keluarkan tenagamu..."

   Jika bangku itu terbetot ke arah Cin Hai, maka semua orang berseru gembira,

   "Hayo... lebih keras lagi... tarik...!"

   Akan tetapi apabila bangku itu terbetot ke arah Boan Sip, terdengar teriakan-teriakan lain yang mengandung kekuatiran,

   "Awas... pertahankan... jangan sampai kalah...!"

   Untuk beberapa lamanya kedua orang itu saling tarik, saling betot dan saling keluarkan tenaga, Boan Sip makin marah dan penasaran saja. Tenaganya untuk membetot bangku ini lebih dari pada tujuh ratus kati, akan tetapi sungguh aneh sekali bahwa pemuda tolol ini dapat mempertahankannya sedemikian rupa. Ia lalu mengerahkan seluruh tenaganya dan dengan tenaga yang tidak kurang dari seribu kati kuatnya. Dan tiba-tiba Cin Hai mengendurkan pegangannya hingga dengan cepat sekali bangku itu terbetot ke arah Boan Sip dan terbawa tubuhnya yang terhuyung-huyung ke belakang ini. Akan tetapi Cin Hai tidak melepaskan pegangannya hingga tubuhnya ikut terbetot dengan bangku itu.

   Tarikan Boan Sip kian kerasnya hingga karena tenaga bertahan dilepas secara tiba-tiba, tidak mampu lagi Perwira itu bertahan dan terlempar ke belakang terhuyung-huyung ke belakang dan akhirnya jatuh terjengkang dengan bangku dan tubuh Cin Hai menimpa di atasnya. Orang-orang tertawa geli dan bersorak-sorak. Akan tetapi pada saat itu Lin Lin sudah melompat ke tempat itu karena gadis ini yakin bahwa ketika tubuh Cin Hai menimpa di atas tubuh Boan Sip, maka Perwira itu dapat memberi pukulan maut kepada pemuda itu. Dan alangah herannya Lin Lin ketika tanpa terlihat, tahu-tahu Ang I Niocu juga berada di situ dan cepat sekali Dara Baju Merah ini telah memegang tangan Cin Hai dan membetotnya! Ternyata bahwa Ang I Niocu juga kena ditipu oleh ketololan Cin Hai dan menguatirkan keselamatan pemuda ini. Akan tetapi, ketika orang-orang melihat Boan Sip merangkak bangun,

   Ternyata dari mulut Perwira muda itu mengalirkan darah dan ia berdiri dengan terhuyung-huyung. Karena terlalu menghabiskan tenaga dan tiba-tiba bangku dilepas, maka tenaganya membalik dan telah melukainya sendiri hingga ia mendapat luka dalam yang hebat juga! Kawan-kawannya segera menghampiri dan menuntunnya duduk di atas sebuah bangku. Ma Ing segera mengetuk pundak dan mengurut-urut dadanya, dan memberinya sebuah pil untuk ditelan. Boan Sip lalu duduk diam dan mengatur napas untuk memulihkan tenaganya kembali. Lin Lin dan Ang I Niocu kembali ke tempat duduk masing-masing dan Cin Hai dengan mendapat sambutan tepuk tangan dan tertawa geli, dipanggil oleh ie-ienya, yakni di bagian para tamu wanita. Ketika Biauw Suthai memandang pemuda itu, teringatlah wanita gagah ini, ia lalu berdiri dan menghadapi Cin Hai.

   "Bukankah kita pernah bertemu?"

   Tanyanya mengingat-ingat.

   "Sudah, Suthai,"

   Jawab Cin Hai.

   "Sudah empat kali kita bertemu."

   "Empat kali?"

   Biauw Suthai mengingat-ingat.

   "Ya, empat kali. Pertama kali ketika engkau menculik Adik Lin Lin. Ke dua kalinya ketika engkau menolongku dari serangan Biauw Leng Hosiang, ketiga kalinya di dalam Gua Tengkorak, dan ke empat kalinya... sekarang ini!"

   Biauw Suthai tertawa senang.

   "Ah, benar... pantas saja kalau begitu. Memang semenjak dulu engkau telah memiliki keberanian yang besar!"

   Lin Lin memandang kepada Cin Hai dengan kagum, lalu berkata,

   "Hai-ko, kau benar-benar gagah berani!"

   Dan aneh sekali, mendengar pujian dan melihat sinar mata gadis ini Cin Hai merasa demikian girang hingga ia tersenyum dan tiba-tiba mukanya menjadi merah. Ang I Niocu dari tempat duduknya melayangkan pandang tajam ke arah kedua anak muda ini. Sementara itu, Kwee Tiong dan adik-adiknya merasa iri hati dan jengkel melihat betapa Cin Hai yang tolol itu mendapat pujian dari orang-orang.

   "Sungguh menjemukan, sungguh menyebalkan...!"

   Kwee Tiong bersungut-sungut. Pada saat itu seorang Perwira lain yang bertubuh pendek dan bermuka hitam, meloncat masuk ke dalam arena. Dengan tertawa dingin ia menggulung lengan bajunya ke atas hingga nampak sepasang tangannya yang pendek dan berkulit halus putih, jauh berbeda dengan warna kulit mukanya. Ia memandang ke sekeliling dan berkata kepada Kwee In Liang,

   "Kwee-Ciangkun..."

   
Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Aku bukan seorang pembesar lagi, jangan kau menyebutku Ciangkun."

   Kwee In Liang memotong. Perwira kate itu tertawa,

   "Kwee Lo-Enghiong,"

   Katanya lagi.

   "Pertempuran antara Boan Sute dan Pek I Toanio, berakhir dengan seri karena kedatangnya gangguan dari pemuda tolol tadi, dan pertempuran antara Boan Sute dan pemuda itu tidak termasuk hitungan karena itu bukanlah pertempuran. Jadi keadaan pihak kami masih belum ada yang kalah belum ada yang menang. Sekarang kuharap kau suka maju, atau boleh kau mengajukan pemuda tolol setengah gila tadi untuk menghadapiku, dalam sebuah pertempurah sungguh-sungguh! Tetapi, tentu anak bodoh itu tidak berani!"

   "Siapa yang tidak berani?"

   Tiba-tiba Cin Hai berteriak.

   "Mentang-mentang mukanya hitam, jangan membuka mulut besar!"

   Terdengar orang-orang tertawa keras karena geli mendengar ini. Muka Perwira yang hitam itu menjadi lebih hitam lagi karena darah mengalir ke mukanya.

   (Lanjut ke Jilid 09)

   Pendekar Bodoh (Seri ke 03 - Serial Pendekar Sakti)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 09

   "Anjing tolol, jangan kau suka berbuat kepada lain orang sesuatu yang kau sendiri tak suka orang lain berbuat kepadamu! Kau datang-datang memaki orang, mengapa kau tidak suka mendengar disebut muka hitam?"

   Sambil berkata demikian, Cin Hai bangun berdiri hendak menyambut tantangan orang itu, akan tetapi Loan Nio yang duduk di dekatnya lalu memegang pundaknya dan mencegahnya membuat onar lebih jauh. Tiba-tiba Ang I Niocu berdiri sambil tersenyum. Ia mengangguk kepada Biauw Suthai, lalu menghampiri Kwee In Liang dan bertanya,

   "Kwee Lo-Enghiong, bolehkah aku mewakili Saudara Cin Hai?"

   Kwee In Liang yang merasa bahwa ia sendiri tidak berdaya, hanya menganggukkan kepala dengan bingung. Setelah mendapat perkenan Kwee In Liang, dengan sekali gerakan kaki tubuhnya, melayang cepat dan tahu-tahu telah berdiri di depan Perwira muka hitam tadi. Semua orang memuji keindahan gerakan ini dan Perwira muka hitam itu terkejut sekali. Ia maklum bahwa ia menghadapi seorang lawan yang lihai dan tangguh, maka ia tidak berani main-main dan segera menjura dengan hormat.

   "Tuan rumah telah berhasil mengumpulkan pembela-pembela yang pandai. Bolehkah kiranya aku mengetahui nama Lihiap dan apa hubungan Lihiap dengan Kwee-Enghiong?"

   Ang I Niocu tersenyum dan orang-orang heran mendengar betapa tiba-tiba Ang I Niocu mengucapkan sajak,

   "Berkawan sebatang Pedang Menjelajah ribuan li tanah dan air Tanpa maksud, tiada tujuan, Hanya mengandalkan kaki dan hati. Kau hendak bertanya nama? Lihat pakaian dan Pedang. Dan cari sendiri siapa namaku!"

   Perwira itu memikir-mikir sebentar sambil memandang pakaian Ang I Niocu dengan penuh perhatian. Kemudian ia berkata dengan kaget,

   "Ah, bukankah Lihiap ini Ang I Niocu?"

   Ang I Niocu tersenyum manis, dan sekalian orang yang hadir, juga Kwee In Liang, Kwee Tiong dan semua adiknya terkejut sekali. Telah lama nama ini sangat tersohor akan tetapi tak seorang pun pernah menyangka bahwa orangnya sedemikian muda dan cantiknya!

   "Apakah artinya nama bagi kita? Hal itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan pibu yang kita hadapi. Dan tentang perhubungan dengan keluarga Kwee yang kau tanyakan tadi, terus terang saja aku pun hanya seorang tamu biasa bahkan tamu yang tak diundang seperti juga kalian! Akan tetapi, karena maksudku baik aku diterima dengan baik pula, tidak seperti kalian hanya datang mengacau!"

   "Maaf, maaf! Tidak tahu bahwa Lihiap adalah Ang I Niocu maka berlaku kurang hormat. Pertempuran ini tak dapat dilanjutkan!"

   Kata Si Muka Hitam.

   "Bukan karena aku tidak menghormat Lihiap, akan tetapi karena kami datang khusus untuk mengadu kepandaian dengan keluarga Kwee, maka aku Tan Song takkan mau melayaninya!"

   Mendengar kata-kata ini, Ang I Niocu tak berdaya dan ia tak dapat memaksa, maka ia lalu bertindak ke tempatnya semula setelah berkata,

   "Kalau begitu, masih kuharapkan lain kali kau suka memperlihatkan kepandaianmu yang membuat kau sombong ini, Tan-Ciangkun!"

   Tan Siong merasa malu dan marah mendengar sindiran ini, akan tetapi ia memang cerdik dan pura-pura tak mendengar sindiran yang disengaja oleh Ang I Niocu itu.

   "Hie, orang she Kwee, bagaimanakah? Apakah kau dan kaum kerabatmu tidak berani menghadapi aku? Mana pemuda gila yang menjadi keponakanmu tadi, suruh ia keluar, jangan sembunyi di dalam pelukan ibunya saja!"

   Bukan main hebatnya hinaan ini dan Cin Hai sudah bermaksud hendak bertindak memperlihatkan kepandaian, akan tetapi pada saat itu dari luar berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu seorang pemuda berpakaian seperti seorang Sasterawan telah berada di situ. Pemuda ini langsung menuding muka Tan Siong dan berkata,

   "Manusia sombong yang suka mengacau! Jangan kau menghina Ayahku, aku putera ke lima siap menghadapimu!"

   "An-ji..."

   Kwee In Liang dan Loan Nio berseru hampir berbareng, akan tetapi karena pada saat itu Kwee An sedang menghadapi musuh, maka mereka hanya memandang dengan girang dan juga kuatir. Apalagi Kwee An hanya memiliki kepandaian silat yang masih rendah saja. Hanya saja cara melihat masuknya Kwee An tadi timbul harapan baru dalam hatinya.

   Ia sendiri yang berkepandaian cukup, hampir tak melihat gerakan Kwee An yang demikian cepat! Cin Hai dengan jelas dapat melihat bahwa ketika masuk tadi, Kwee Ang telah mempergunakan Ilmu Loncat Naga Sakti Mengejar Mustika dan bahwa ilmu loncat ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempelajari Keng-Sin-Sut atau ilmu berlari cepat dan telah memiliki Ginkang tinggi. Maka ia tahu bahwa Kwee An telah mempelajari silat dari orang pandai. Juga Ang I Niocu, Biauw Suthai, Pek I Toanio, dan Lin Lin mengetahui hal ini hingga mereka menjadi girang. Akan tetapi, Cin Hai adalah seorang yang sangat teliti dan hati-hati. Biarpun maklum bahwa Kwee An memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi ia masih merasa kuatir dan pada saat yang tegang itu, tiba-tiba ia berlari-lari menghampiri Kwee An sambil berteriak,-teriak

   "Kwee An... Kwee An..."

   Kwee An cepat berpaling dan wajahnya yang cakap itu berseri girang melihat Cin Hai.

   "Cin Hai, engkau juga datang??"

   Mereka lalu berpelukan karena memang dengan Kwee Ang, semenjak dahulu Cin Hai mempunyai perhubungan yang akrab. Ketika mereka berpelukan, dengan perlahan sekali Cin Hai berbisik,

   "Dia mempunyai Pek-Mo-Jiu."

   Akan tetapi dengan suara keras ia berkata.

   "Kwee An, engkau begini gagah perkasa! Ah, Si Muka Hitam ini sebentar lagi akan bermuka biru!"

   Setelah berkata demikian, Cin Hai lalu bertindak kembali ke tempat duduknya. Semua orang tertawa mendengar olok-oloknya kepada Muka Hitam. Diam-diam Kwee An heran melihat sikap Cin Hai yang ketolol-tololan, padahal bisikan tadi menyatakan bahwa mata Cin Hai tajam sekali. Ia sendiri kalau tidak diberi tahu tentu tak akan menyangka, karena memang seorang yang memiliki Pek-Mo-Jiu, tidak nampak dari luar, tidak seperti halnya Hek-Seejiu atau Ang-See-Jiu, karena orang yang memiliki ilmu ini, tangannya hitam atau merah.

   Pek-Mo-Jiu atau Tangan Iblis Putih adalah semacam ilmu yang dipelajari dengan melatih tangan dan lengan sedemikian rupa menggunakan bubuk perak putih yang dicampur obat-obat kuat dan digosok-gosokkan ke seluruh lengan tangan, juga melatih dengan memukul-mukul bubuk perak kasar hingga kebal dan keras dan memiliki tenaga luar biasa! Pertempuran antara Kwee An dan Tan Song segera dimulai dan dalam beberapa gebrakan saja Cin Hai dapat tahu bahwa Kwee An telah mempelajari ilmu silat dari Kim-San-Pai, sebuah cabang persilatan dari Go-Bi-San yang mempunyai banyak cabang persilatan itu. Pernah dulu Bu Pun Su memberi tahu kepadanya tentang cabang persilatan ini yang biarpun kurang ternama, akan tetapi sesungguhnya memiliki ilmu silat yang tinggi.

   Dan sekarang Cin Hai membuktikan sendiri hingga ia merasa girang sekali karena Kwee An yang baik hati dan sederhana itu ternyata memiliki kepandaian silat yang tidak saja lebih tinggi dari Lin Lin, Akan tetapi agaknya tak kalah dengan kepandaian Si Muka Hitam ini! Benar saja seperti dugaan Cin Hai semula, Tan Song yang maklum bahwa lawannya yang masih muda ini memiliki kepandaian tinggi dan merupakan lawan yang tangguh, lalu berusaha mencapai kemenangan mengandalkan kedua tangannya yang memiliki tenaga Pek-Mo-Jiu. Ia mengerahkan tenaga dan kepandaian melancarkan seragan kilat yang dapat membawa maut. Akan tetapi Kwee An berlaku hati-hati sekali. Ginkang pemuda ini sudah mencapai tingkat tinggi dan ia memiliki ilmu meringankan tubuh yang lebih tinggi daripada lawannya maka ia mempergunakan Ginkangnya untuk bergerak ke sana ke mari demikian cepatnya laksana seekor burung kepinis!

   Orang-orang bersorak gembira melihat pertunjukkan ini, karena pertempuran mereka seakan-akan seekor ular yang mengejar burung yang terlalu gesit dan cepat untuk dapat dicaploknya. Kwee An mengeluarkan ilmu silat Kim-San-Pai yang lihai dan balas menyerang dengan totokan-totokan ke arah urat dan jalan darah lawan. Pernah terjadi kelambatan pergerakan Kwee An yang hampir saja mencelakakan anak muda ini karena Tan Song mempergunakan kesempatan itu untuk mengirim sebuah pukulan maut yang keras ke arah dada Kwee An. Semua orang terkejut, bahkan Ang I Niocu mengeluarkan seruan tertahan. Kwee An merasa betapa angin pukulan Pek-Mo-Ciang ini mengiris kulit dadanya, akan tetapi berkat kegesitannya, ia segera melempar diri ke belakang sambil menggerakan kedua kakinya menendang ke depan bergantian.

   Untung saja ia mempergunakan Ilmu Gerakan Kera Jatuh Dari Cabang ini, karena kalau saja ia tidak mempergunakan gerakan ini dan tidak menendangkan kedua kakinya, tentu lawannya akan menubruk maju dan mengirim serangan ke dua. Cepat sekali Kwee An menggunakan kedua tangan menekan lantai hingga tubuhnya dapat mencelat ke atas kembali dan kini ia menghadapi lawannya yang tangguh dengan lebih hati-hati. Setelah bertempur seratus jurus lebih, lambat laun Tan Song mulai terdesak. Kwee An yang muda dan bertenaga kuat itu melancarkan serangan-serangan yang terlihai dari Kim-San-Pai dan karena cabang persilatan ini memang tak banyak dikenal orang, maka Tan Song menjadi bingung menghadapi gerakan-gerakan yang aneh ini. Cin Hai merasa gembira sekali dan ia bersorak-sorak gembira sambil berseru-seru

   "Hayo, Kwee An, hantam terus... hantam terus..."

   Semua penonton melihat dan mendengar Cin Hai ikut merasa gembira karena mereka ini hampir semua berpihak kepada tuan rumah dan membenci Perwira-Perwira Sayap Garuda yang terkenal jahat. Kwee In Liang merasa girang sekali melihat bahwa puteranya yang tadinya disangka bodoh dan paling lemah di antara semua puteranya yang lain, ternyata kini datang-datang membawa pulang kepandaian yang sangat tinggi, bahkan mungkin lebih tinggi daripada Lin Lin! Ketika mendapat kesempatan baik, pada saat lawannya terhuyung mundur karena serangan yang datang bertubi-tubi, Kwee An lalu melangkah maju dan memukul dengan tangan kiri ke arah mata lawan.

   Tan Song cepat mengelak tetapi segera berteriak kaget karena tiba-tiba kaki kanan Kwee An melayang dan menendang lawan yang tidak menyangka dan sedang berada dalam posisi yang lemah itu. Tak ampun lagi dada Tan Song berkenalan dengan ujung sepatu Kwee An dan Perwira pendek itu berteriak kesakitan lalu roboh sambil memegangi dadanya! Kawan-kawannya lalu datang menolong dan mengangkatnya ke pinggir. Kwee In Liang lalu menghampiri Kwee An. Ayah dan anak ini berpelukan. Lalu Kwee An digandeng oleh Ayahnya menuju ke tempat duduk Loan Nio dimana Kwee An disambut oleh Loan Nio dengan terharu dan girang. Juga saudara-saudaranya lalu datang menyerbu menghujani pertanyaan dalam suasana gembira. Mereka ini merasa bangga sekali akan kepandaian Kwee An.

   "Nah, inilah baru disebut kepandaian aseli,"

   Kata Kwee Tiong sambil mengerling ke arah Cin Hai.

   "Diam-diam engkau mengeluarkan tenaga dan dengan jujur engkau mengalahkan orang she Tan yang tangguh itu. Engkau sungguh hebat, An!"

   Kwee Tiong menepuk-nepuk pundak adiknya dengan wajah bangga sekali. Pada saat itu Perwira ke tiga masuk ke dalam arena adu silat. Perwira ini bertubuh tinggi kurus dan gerak-geriknya lambat tetapi penuh mengandung tenaga sedangkan sepasang matanya tajam berpengaruh. Melihat sepintas lalu saja Cin Hai dapat mengetahui bahwa orang ini adalah seorang ahli Lweekeh yang tangguh. Perwira ini sebenarnya adalah kakak Tan Song dan bernama Tan Bu, sedangkan kepandaian ilmu silatnya masih jauh lebih tinggi daripada Tan Boan Sip. Tetapi adatnya pendiam dan tidak sombong. Setelah berdiri di tengah-tengah arena, Tan Bu lalu menjura ke arah Kwee In Liang dan berkata dengan suaranya yang besar,

   "Kwee-Enghiong, puteramu tadi sungguh lihai, kalau kiranya tidak terlalu lelah dan sudi memberi pelajaran kepdaku yang bodoh, aku akan merasa gembira sekali!"

   Kwee An hendak maju lagi, tetapi ia ditahan oleh Kwee In Liang.

   "Kau terlalu lelah, baru saja datang sudah bertempur dengan musuh tangguh. Kalau sekarang kau maju lagi, maka kau akan terlalu letih. Lebih baik beristirahat dulu."

   "Habis siapa yang akan maju melayani Perwira itu?"

   Tanya Kwee An. Tiba-tiba Bhok Ki Sun yang menjadi kawan Kwee In Liang berdiri dan berkata,

   "Biarlah aku yang tua ikut meramaikan pesta ini dan mencoba-coba tenaga."

   Muka Kwee In Liang berseri. Ia maklum bahwa kepandaian Bhok Ki Sun jago tua dari Selatan ini cukup lihai dan lebih tinggi daripada kepandaianya sendiri, maka ia cepat menjura sambil berkata,

   "Kalau kau sudi membantu, aku merasa berhutang budi besar sekali."

   Bhok Ki Sun lalu bertindak maju dan menghampiri Tan Bu. Jago tua yang berpakaian seperti seorang petani sederhana ini lalu menjura dan berkata,

   "Belum tahu siapa nama Ciangkun dan apakah pendirian Ciangkun sama dengan pendirian Tan-Ciangkun bahwa orang luar tidak boleh membantu Tuan rumah? Aku Bhok Ki Sun karena menjadi kawan baik dari Kwee In Liang, maka mengajukan diri untuk melayanimu."

   Berbeda dengan Tan Song, Tan Bu ini mempunyai pendirian yang lebih adil, maka ia menjawab,

   "Aku bernama Tan Bu dan maafkan ucapan adikku yang berpikiran pendek tadi. Kalau Bhok Lo-Enghiong hendak turun tangan, aku merasa gembira sekali dan marilah kita bermain-main sebentar!"

   Bhok Ki Sun adalah seorang anak murid dari Kun-Lun-Pai, maka ia pun memiliki tenaga Lweekang yang cukup sempurna. Setelah keduanya menjura dan saling memberi hormat, pertempuran segera dimulai. Keduanya bergerak lambat-lambatan dan lemas, seperti biasa ahli-ahli lweekeh bergerak. Akan tetapi setelah beberapa kali beradu lengan dan mendapat kenyataan bahwa pihak lawan sama kuatnya, mereka lalu mempercepat gerakan mereka dan tidak hanya mengandalkan tenaga Lweekang semata.

   Mereka lalu mengeluarkan kecepatan dan kelihaian ilmu silat masing-masing, maka pertempuran segera berubah cepat dan hebat. Dan beberapa puluh jurus kemudian ternyatalah bahwa Bhok Ki Sun bukanlah lawan Tan Bu karena orang tua itu segera terdesak hebat. Ilmu silat Tan Bu benar-benar mengagumkan karena selain sukar diduga, juga mempunyai pecahan dan perubahan gerakan yang banyak sekali macamnya dan yang kesemuanya dilakukan dengan gerak cepat. Beberapa kali Bhok Ki Sun hampir celaka karena serangan lawan hingga akhirnya ia pikir lebih baik mundur sebelum terluka dalam pertempuran yang sebetulnya lebih bersifat mengukur kepandaian ini. Dengan gerakan Ikan Hiu Menerjang Ombak Bhok Ki Sun meloncat ke belakang dan berjumpalitan hingga tubuhnya terpental jauh. Ia turun sambil merangkapkan kedua tangannya dan berkata,

   "Tan-Ciangkun, kepandaianmu sungguh luar biasa dan aku Bhok Ki Sun mengaku kalah!"

   Ia lalu menjura kepada Kwee In Liang sebagai pernyataan maafnya karena tak berhasil membela nama keluarga Kwee. Pek I Toanio tertarik sekali melihat kepandaian Tan Bu, maka setelah mendapat perkenan dari gurunya, ia lalu maju menggantikan Bhok Ki Sun.

   "Ingin sekali aku merasai kelihaian Tan-Ciangkun bermain senjata,"

   Kata Pek Toanio sambil mencabut Pedang di tangan kanan dan mengeluarkan juga sebuah Hudtim (Kebutan) di tangan kiri. Nyonya baju putih ini memang pernah mempelajari ilmu memainkan Hudtim dan Pedang dari gurunya.

   "Baik, baik. Aku pun telah melihat permainanmu yang lihai tadi dan ingin sekali mencobanya,"

   Jawab Tan Bu yang segera mengambil senjatanya, yakni sebatang Toya panjang yang ujungnya dipasangi kaitan. Setelah saling memberi hormat, maka kedua orang ini lalu menggerakkan senjata masing-masing dalam pertempuran, yang jauh lebih hebat dan seru dari pada ketika Tan Bu bertempur melawan Bhok Ki Sun dengan tangan kosong. Sinar Pedang Pek I Toanio bergulung-gulung dibarengi menyambarnya Hudtimnya yang cukup lihai, hingga permainannya mendatangkan pemandangan yang menarik sekali.

   Akan tetapi permainan Toya dari Tan Bu juga mengagumkan, dan berbareng mengerikan. Toya itu sangat berat dan digerakkan dalam putaran yang demikian cepatnya hingga mendatangkan angin berkesiur yang dirasai oleh semua penonton yang duduk di situ! Baru anginnya saja sudah memiliki tenaga hebat hingga menggerakkan pakaian dan rambut orang di sekitarnya, apalagi jika terkena kemplang Toya yang berat dan digerakkan cepat ini! Baru bertempur dalam beberapa belas jurus saja, Pek I Toanio telah maklum bahwa jika ia mengadu tenaga, maka ia tentu akan kalah. Maka ia lalu berkelebat ke sana ke mari menghindarkan diri dari sabetan Toya, sambil menggunakan kesempatan-kesempatan baik untuk membalas menusuk dengan Pedang atau memukul jalan darah dengan ujung kebutan.

   Ketika Tan Bu menggunakan gerak tipu Hing-sau-chian-kun atau Serampang Bersih Ribuan Tentara dan tiba-tiba memutarkan Toyanya ke arah Pek I Toanio sambil berseru keras, nyonya itu melompat ke atas melewati kepala lawannya. Akan tetapi cepat bagaikan kitiran angin, Toya Tan Bu telah mengejar tubuh yang di atas itu dan cepat menusuk ke arah Pek I Toanio! Serangan ini berbahaya sekali hingga semua orang menahan napas. Akan tetapi, Pek I Toanio benar-benar memiliki Ginkang yang sempurna. Melihat bahwa serangan lawan ini berbahaya sekali dan baginya tiada waktu lagi untuk berkelit dan untuk menangkis ia akan kalah tenaga maka ia segera memperlihatkan kegesitannya. Ketika ujung Toya menyambar ke arahnya, ia mementangkan kaki dan menggunakan ujung kaki kanannya ditotolkan ke ujung Toya itu lalu ia mengikuti gerakan Toya yang menyerangnya sambil tidak lupa mengebutkan Hudtimnya ke arah jalan darah Kin-Hu-Hiat di pundak kanan Tan Bu!

   Gerakan ini luar biasa indah dan beraninya hingga Tan Bu sama sekali tidak menduga dan pundaknya kena terpukul tertotok oleh ujung Hudtim yang tiba-tiba berubah keras, sedangkan tubuh Pek I Toanio terbawa oleh dorongan Toya dan mencelat ke atas kepalanya hampir tebentur kepada tiang yang melintang di atas! Pek I Toanio tak kalah kagetnya. Totokannya tadi telah mengenai tempat di tubuh lawan dengan tepat sekali, akan tetapi Tan Bu kelihatan biasa saja seakan-akan tak pernah terpukul, apa lagi terluka! Cepat nyonya ini meluncur turun dan ia merasa bahwa melawan terus takkan ada gunanya, karena harus ia akui bahwa kepandaian lawannya dalam memainkan senjata sungguh-sungguh hebat dan lebih tiggi daripada kepandaiannya sendiri. Maka ia lalu menjura dan berkata,

   

Pendekar Sakti Eps 24 Pendekar Sakti Eps 17 Dara Baju Merah Eps 2

Cari Blog Ini