Ceritasilat Novel Online

Jodoh Si Mata Keranjang 23


Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 23



"Hek Tok Siansu, engkau bermain-main dengan seekor cacing tanah untuk apa? Cacingmu itu hanya pantas untuk menakut-nakuti anak perempuan saja!"

   Hek Tok Siansu terkejut karena dalam pandang matanya sendiri, naga hitam jadi-jadian itu benar-benar berubah menjadi seekor cacing hitam! Dia membaca mantram lagi dan mengerahkan tenaga sihir sekuatnya, menggerakkan kedua tangannya ke arah bayangan naga yang berubah menjadi cacing sehingga kini perlahan-Iahan, cacing itu membesar dan menjadi naga kembali. Hay Hay diam-diam kagum. Kakek ini boleh juga, memiliki kekuatan sihir yang ampuh. Maka, dia pun merendahkan tubuhnya, tangan kanannya mengambil segenggam tanah dan melontarkan tanah itu ke arah bayangan naga sambil membentak,

   "Hek Tok Siansu, engkau tidak dapat mengubah kenyataan. Asal dari tanah kembali menjadi tanah!"

   Genggamam tanah itu disambitkan ke arah bayangan, nampak sinar hitam menyambar ke arah naga jadi-jadian dan bayangan itu pun lenyap, yang nampak hanya tanah berhamburan jatuh kembali ke bawah. Kembali Hek Tok Siansu membaca mantram dan tubuhnya membuat gerakan berputar seperti gasing dan mulutnya terdengar berkata

   "Angin hanya terasa dan tidak nampak, aku menggunakan ilmu angin, bersatu dengan angin...!"

   Suaranya bergema di udara, tubuhnya berputar semakin cepat dan akhirnya bayangannya pun tidak nampak, hanya terdengar bunyi angin berdesir timbul dari gerakannya berputar cepat itu! Sungguh hebat ilmu ini karena tentu saja lawan menjadi bingung melawan seseorang yang tidak nampak dan hanya terasa sambaran anginnya.

   Sambil berputar itu Hek Tok Siansu meluncur ke arah Hay Hay. Disangkanya bahwa ilmu yang mengandung kekuatan sihir itu sekali ini mempengaruhi lawannya, maka dia pun cepat menyerang dengan pukulan maut dari arah belakang Hay Hay. Akan tetapi, Hay Hay yang memiliki kekuatan sihir amat kuat itu tentu saja tidak terpengaruh dan kalau orang lain tidak dapat melihat bayangan kakek itu, dia sendiri dapat mengikuti dengan baik maka dia pun tahu bahwa kakek itu menyerangnya dari belakang. Dia tersenyum dan membiarkan kakek itu mengira dia terpengaruh. Hal ini bahkan dia pergunakan untuk keuntungannya. Karena mengira dia terpengaruh, kakek itu sudah yakin bahwa serangannya akan mengenai sasaran dan dia merasa tidak perlu bersikap waspada menjaga diri.

   "Wuuuuutttttt...!!"

   Ketika serangan itu sudah datang dekat dan Hek Tok Siansu merasa yakin lawannya sekali ini akan dapat dipukul roboh dengan pukulan beracun, tiba-tiba saja dengan cepat bukan main Hay Hay telah melempar tubuh ke samping, dan kakiya mencuat dari samping menyambar ke arah dada lawan. Hek Tok Siansu yakin bahwa lawannya akan roboh dengan tubuh menjadi hitam seperti arang terkena pukulan racun hitamnya,

   Maka dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika tiba-tiba saja tubuh Hay Hay mengelak dan kaki pemuda itu bahkan menyambar ke dadanya secepat kilat! Hek Tok Siansu yang tidak menyangka sama sekali, mencoba untuk mengelak dengan miringkan tubuhnya. Biarpun dadanya terhindar dari tendangan, namun kaki Hay Hay masih mengenai pangkal lengan kirinya, membuat dia terpelanting dan kalau dia tidak cepat menjatuhkan diri bergulingan, tentu tubuhnya akan terbanting keras. Dan dia pun terus bergulingan seperti seekor binatang trenggiling, dan setiap kali tubuhnya bangkit dia mengirim pukulan seperti seekor katak berjongkok dan kedua tangan yang didorongkan ke arah Hay Hay itu mengandung tenaga sik-kang yang amat dahsyat. Namun, Hay Hay selalu dapat menghindarkan diri dari serangan aneh ini, ilmu campuran antara binatang trenggiling yang bergulingan dan binatang katak.

   "Haiiiiittttt!"

   Gin Hwa Cu membentak marah karena sudah dua kali dia terpelanting oleh tendangan kaki Han Siong. Kemarahannya membuat dia nekat karena dia merasa dipermainkan lawan. Pedangnya membuat gerakan melingkar-lingkar dan bagaikan badai mengamuk dia pun menerjang ke arah Han Siong.

   Seluruh tenaganya dia kerahkan untuk penyerangan itu, tanpa memperdulikan segi perlindungan diri karena dia sudah nekat hendak mengadu nyawa. Melihat kenekatan lawan, Han Siong maklum bahwa kalau dia tidak cepat merobohkan lawan dan selalu mengalah, keadaan dapat berbahaya baginya. Melawan orang nekat amatlah berbahaya, maka dia pun mempercepat gerakan pedangnya. Ilmu pedang Kwan-im-kiamsut yang sudah dikuasainya dengan sempurna itu membuat lawan menjadi bingung. Seperti para tokoh Pek-lian-kauw, Gin Hwa Cu ini juga memiliki banyak macam ilmu hitam di samping ilmu silatnya yang lihai. Karena maklum bahwa dalam hal ilmu silat, agaknya dia tidak akan menang melawan orang muda yang tangguh dan yang memiliki ilmu pedang luar biasa itu, dia lalu mencoba untuk menyerang dengan ilmu lain.

   Tiba-tiba saja dia mengeluarkan suara nyanyian yang aneh, nadanya tinggi sampai seperti melengking-lengking. Suara ini seperti pedang runcing menusuk ke dalam telinga Han Siong! Inilah ilmu yang berbahaya sekali bagi lawan karena suara melengking itu dapat membuat lawan menjadi bingung dan telinga seperti ditusuk benda tajam. Bahkan kalau lawan kurang kuat, suara ini dapat menyerang kedalam kepala dan mematikan! Ilmu ini didorong oleh tenaga sakti yang bercampur dengan ilmu hitam. Namun, Pek Han Siong, adalah seorang pemuda bekas Sin-tong (anak ajaib). Selain dia memang memiliki pembawaan lain sejak lahir, memiliki dasar lebih kuat secara batiniah, juga dia telah berkenalan dengan ilmu sihir sejak kecil dari ibunya, bahkan kemudian menerima pelajaran ilmu sihir yang ampuh dari Ban Tok Lojin, seorang di antara Delapan Dewa.

   Oleh karena itu, dia memiliki kekuatan sihir yang hebat sehingga menghadapi serangan suara dari Gin Hwa Cu, dia bersikap tenang saja. Dengan tenaga saktinya, dia dapat menutup kedua telinganya sehingga tidak terpengaruh. Sebaliknya, dia mempercepat gerakan pedangnya mendesak. Gin Hwa Cu terkejut. Pemuda itu bukan saja tidak terpengaruh oleh serangan suaranya, sebaliknya malah mendesaknya secara gencar sehingga terpaksa dia memutar pedangnya dan terhuyung-huyung. Karena terdesak, maka perhatiannya terpecah dan suara lengkingannya itu menjadi kacau dan sumbang, bahkan menurun, dan sebuah tendangan kaki Han Siong membuat dia terpelanting. Dengan kaget dan gentar, Gin Hwa Cu yang terpelanting itu dapat bergulingan utnuk menghindarkan diri dari serangan susulan lawan.

   Namun, Han Siong adalah seorang pendekar gagah sejati yang sudah tidak mau menyerang lawan yang sudah roboh, maka melihat tendangannya membuat tosu Pek-lian-kauw itu terguling-guling, dia hanya berdiri tegak dan memandang saja. Kesempatan itu dipergunakan Gin Hwa Cu untuk memulihkan diri. Dada kanannya terasa nyeri oleh tendangan tadi, akan tetapi dia sudah melompat bangun dan mulut berkemik-kemik, lalu dia mengembangkan jubahnya dan melambaikannya ke atas kepalanya. Ini merupakan ilmu sihir untuk membuat dirinya tidak nampak oleh orang lain! Setelah memutar jubah di atas kepala dan yakin bahwa dia lenyap dari pandang mata lawan, diapun tiba-tiba meloncat kedepan dan pedangnya meluncur, menusuk ke arah dada Han Siong yang disangkanya tidak dapat melihatnya dan tentu dadanya akan tertembus pedang.

   "Wuuuuttt... singgg... Cappp!"

   Sinar pedang berkilat, sebuah dada tertembus pedang yang cepat tercabut kembali, darah muncrat dan robohlah tubuh Gum Hwa Cu! Kiranya ilmunya menghilang itu tidak mempengaruhi Han Siong sehingga pendekar itu melihat jelas semua gerakan lawan. Ketika Gin Hwa Cu menusukkan pedangnya dengan keyakinan pasti akan berhasil sehingga tidak melakukan penjagaan diri sama sekali, dengan mudah Han Siong miringkan tubuh dan menggeser kaki kesamping dan pada saat tubuh lawan berkelebat ke depan, diapun menggerakkan pedangnya yang menembus dada Gin Hwa Cu. Ketika tubuh tosu itu roboh dan tewas, Han Siong sudah melompat meninggalkannya untuk membantu isterinya, Siangkoan Bi Lian.

   Wanita muda yang cantik jelita dan gagah perkasa ini sebetulnya tidak perlu dibantu. Biarpun lawannya, Lian Hwa Cu, amat lihai, namun Bi Lian dapat mengimbanginya, bahkan setelah ia memainkan Kwan-im-kiam-sut, tosu Pek-lian-kauw itu menjadi sibuk sekali. Kawan-im-kiam-sut merupakan ilmu pedang yang nampak lembut, gerakannya halus seperti gerakan wanita cantik menari pedang, atau seperti Dewi Welas Asih Kwan Im beterbangan dan bermain di awan, namun di balik keindahan dan kelembutan gerakan itu terkandung kekuatan yang dahsyat sekali. Melihat isterinya mendesak lawan dan tidak terancam bahaya, Han Siong tentu saja tidak mau melakukan pengeroyokan. Bukan saja dia tidak mau bertindak curang, juga dia tahu bahwa kalau dia turun tangan mengeroyok, tentu isterinya akan merasa tidak senang.

   Maka dia hanya berdiri menjadi penonton sambil siap membantu atau melindungi kalau lawan isterinya mempergunakan kekuatan sihir terhadap isterinya. Diapun memperhatikan perkelahian yang terjadi di situ. Sim Ki Liong terdesak hebat. Pria yang sudah terlalu banyak menumpuk dosa ini, yang beberapa kali ingin bertaubat namun selalu gagal, repot bukan main menghadapi desakan Kui Hong yang mengamuk bagaikan seekor naga betina marah. Sim Ki Liong sudah mengluarkan semua kepandaiannya. Akan tetapi, semua gerakan silatnya dikenal Kui Hong, maka tentu saja gadis perkasa ini mampu membuyarkan semua serangan Ki Liong, dan sebaliknya, dengan menggunakan ilmu-ilmu yang tak pernah dipelajari lawan, Kui Hong mendesak terus.

   Sebetulnya, sudah lama Kui Hong memaafkan kesalahan yang diperbuat Ki Liong ketika pemuda ini pernah merayunya, kemudian bahkan melarikan diri minggat dari pulau Teratai Merah dan melarikan pula pedang pusaka milik kakek dan neneknya. Kebenciannya terhadap Ki Liong pernah lenyap berganti perasaan iba ketika Mayang memintakan ampun untuk Ki Liong demi cinta kasih gadis adik tiri Hay Hay itu terhadap Ki Liong. Akan tetapi, setelah melihat kenyataan bahwa pemuda ini mengkhianati cinta Mayang, bahkan kembali bergaul dengan golongan sesat dan terjun kembali menjadi orang jahat, Kui Hong marah bukan main dan ia sudah mengambil keputusan bahwa sekali ini ia harus membunuh pemuda jahat ini.

   Demi Mayang, demi dunia persilatan, karena kalau di biarkan hidup, pemuda ini hanya akan mendatangkan banyak bencana bagi orang banyak. Sambil membela diri mati-matian, memutar pedangnya seolah sinar pedangnya bergulung-gulung itu menjadi perisai baginya, di dalam hatinya Ki Liong menyesal bukan main. Seperti serangkaian gambar yang diputar, dia melihat betapa dia tersesat, terbujuk oleh nafsu-nafsunya sendiri sehingga akhirnya dia kini harus menghadapi akibat yang mencelakakan dirinya. Dia seolah melihat mata pedang sduah menempel di lehernya, tidak ada jalan keluar lagi, dan dia merasa takut dan menyesal mengapa dia yang tadinya sduah tertolong oleh Mayang, menyia-nyiakan cinta kasih Mayang dan terbujuk oleh Su Bi Hwa, wanita iblis yang kini menggeletak tanpa nyawa.

   "Sing-sing-singgg...!"

   Ki Liong menggerakkan pedangnya dengan nekat, mengerahkan tenaga sakti Thian-te-sin-kang dan pedangnya memainkan jurus ilmu pedang Gin-hwa-kiamsut menyambar-nyambar dengan dahsyat. Namun, Kui Hong sudah mengenal baik ilmu dari kakeknya itu. Ia menyambut dengan tangkisan kedua pedangnya, kemudian, pada saat yang baik ia melihat kesempatan dan kedua pedangnya menyambut pedang Ki Liong dengan menggunting dari kanan kiri. Pedang Ki Liong tertahan dan ketika dia mengerahkan tenaga, tiba-tiba saja pedang di tangan kiri Kui Hong sudah meluncur ke depan sedangkan pedangnya yang kanan masih tetap menempel pedang lawan. Ki Liong melihat luncuran sinar itu dengan mata terbelalak, tidak sempat lagi menghindar dan dia seolah melihat betapa pedang itu memasuki dadanya.

   "Ohhhhhh...!"

   Ki Liong melepaskan pedangnya, mendekap dada yang terluka, lalu terhuyung. Kui Hong sudah meloncat kebelakang dan berdiri tegak dengan sepasang pedang di tangan, matanya memandang tajam. Ki Liong mundur dan terhuyung, memandang kepada Kui Hong dengan mata yang membayangkan kedukaan dan ketakutan, lalu diapun jatuh terjengkang dan tewas. Kui Hong menoleh dan melihat betapa Hay Hay masih bertanding melawan Hek Tok Siansu dan Bi Lian masih menandingi seorang tosu Pek-lian-kauw yang tangguh. Juga ia melihat Han Siong berdiri nonton. Ia mengerutkan alisnya.

   "Pek Han Siong, bagaimana sih engkau ini? Menjadi penonton saja dan tidak membantu Bi Lian dan Hay-ko?"

   Tegurnya. Han Siong tersenyum.

   "Aku tidak mau dikatakan curang dan..."

   "Ih, bodoh sekali, dalam pertandingan mengadu ilmu, memang tidak boleh melakukan pengeroyokan dan kecurangan, menang atau kalah harus seperti seorang pendekar sejati. Akan tetapi, yang kita hadapi ini adalah segerombolan tokoh sesat yang tidak segan melakukan segala macam kejahatan dan kecurangan. Mereka tadi pun mengeroyok kami. Kita hadapi mereka untuk membasmi kejahatan, bukan untuk mengadu ilmu. Nah, terserah padamu, akan tetapi aku akan membantu Hay-ko!"

   Setelah berkata demikian, tanpa banyak cakap lagi Kui Hong sudah melompat dan terjun ke dalam lapangan perkelahian, sepasang pedangnya menyambar dahsyat ke arah tubuh Hek Tok Siansu!

   "Sing...! Sing...!!"

   Dua sinar berkliat, membuat Hek Tok Siansu terkejut karena dia tahu bahwa sepasang pedang itu lihai dan berbahaya sekali. Cepat dia menggerakkan kedua lengannya dan ujung lengan baju yang panjang itu menyambt sepasang pedang. Bagaikan dua ekor ular saja, lengan baju itu menangkap dan membelit sepasang pedang Kui Hong. Gadis itu terkejut, berusaha menarik kembali sepasang pedangnya, namun belitan ujung lengan baju itu terlampau kuat dan sepasang pedang itu tidak dapat terlepas lagi. Melihat ini, Hay Hay menyerang dari samping. Tentu saja Hek Tok Siansu maklum bahwa serangan Hay Hay jauh lebih berbahaya daripada sepasang pedang itu, maka terpaksa dia melepaskan libatan kedua ujung lengan bajunya pada pedang-pedang itu untuk dapat meloncat ke belakang dan mengelak.

   "Hay-ko, mari kita basmi tosu iblis ini!"

   Kata Kui Hong yang sudah bergerak menyerang lagi. Namun, lebih mudah mengeluarkan ucapan itu daripada melaksanakannya. Hek Tok Siansu adalah seorang datuk yang sudah memiliki tingkat kepandaian tinggi sekali sehingga walau kini dikeroyok oleh Hay Hay dan Kui Hong, tetap saja dia dapat mempertahankan diri dengan ilmu-ilmu pukulannya yang dahsyat. Kadang dia mengeluarkan ilmu pukulan Angin Taufan, kadang mengerahkan tenaga sakti dan menyerang dengan ilmu pukulan Gelombang Samudera, bahkan kadang dia mengejutkan Kui Hong dengan serangan bergulingan seperti trenggiling, dan melancarkan pukulan jarak jauh dengan dorongan kedua tangannya sambil berjongkok dan dari perutnya keluar suara berkokokan.

   Sementara itu, mendengar ucapan Kui Hong, Han Siong diam-diam kagum dan mengangguk membenarkan. Memang, perkelahian itu bukanlah adu kepandaian diantara orang-orang gagah, melainkan sebuah pertempuran antara mereka melawan segerombolan orang sesat. Tugas mereka adalah membasmi orang sesat. Akan tetapi karena dia melihat bahwa isterinya sama sekali tidak membutuhkan bantuan, bahkan Bi Lian mendesak tosu yang menjadi lawannya, diapun ragu-ragu untuk membantu. Dia tidak ingin mengecewakan hati isterinya. Maka, dia tidak mau membantu secara langsung, hanya berseru dengan suara berwibawa, sambil menudingkan telunjuknya ke arah Lian Hwa Cu yang sedang repot menghindarkan rangkaian serangan Bi Lian.

   "Lian-moi, tosu lawanmu itu hanya seorang yang kerdil dan lemah, sedangkan engkau memiliki tubuh raksasa dan bertenaga raksasa, kenapa tidak segera merobohkannya?"

   Mendengar ucapan itu, diam-diam Bi Lian merasa heran karena ia tidak mengerti mengapa suaminya mengatakan ia bertubuh dan bertenaga raksasa sedangkan lawannya seorang kerdil dan lemah. Akan tetapi, keheranannya bertambah menjadi terkejut sekali ketika melihat bahwa lawannya benar-benar dalam pandangannya menjadi seorang yang kerdil, hanya setinggi lututnya! Sebaliknya, tosu itu pun terbelalak ketika mendengar ucapan itu kini melihat betapa lawannya menjadi seorang wanita yang tinggi besar menakutkan! Sebagai seorang ahli sihir, dia pun segera menyadari bahwa ucapan tadi mengandung tenaga yang amat kuat dan telah mempengaruhinya, maka cepat dia mengerahkan kekuatan batinnya untuk membuyarkan pengaruh yang menakutkan itu.

   Namun, pada saat itu Bi Lian sudah menyerang dengan pedangnya dan karena pedang itupun nampak besar dan panjang sekali, lebih panjang dari pada tingi tubuhnya, maka mengelak pun amat sukar bagi Lian Hwa Cu dan pinggangnya tersabet ujung pedang. Diapun terjungkal roboh dam tidak mampu bangkit kembali karena beberapa saat kemudian dia tewas. Baru dua hari suami isteri ini saling berjumpa. Seperti yang telah diduga oleh Pek Han Siong, isterinya itu pergi mencari Hay Hay untuk meminjam mustika kemala penghisap racun ke Cin-ling-pai. Di Cin-ling-pai, Bi Lian tidak bertemu dengan Hay Hay, bahkan mendengar bahwa Kui Hong juga pergi mencari Hay Hay ke kota raja. Ia pun segera pergi ke kota raja. Han Siong yang juga mengejar isterinya itu, melakukan perjalanan cepat, tidak seperti Bi Lian yang mencari Hay Hay.

   Oleh karena itu, dua hari yang lalu, Han Siong berhasil menyusul Bi Lian dan suami isteri ini merasa gembira dan bahagia bukan main. Mereka baru saja melangsungkan pernikahan, akan tetapi di tengah perayaan itu datang gangguan yang membuat mereka saling berpisah. Dan pertemuan dengan suami tersayang itu semakin menjadi berbahagia ketika ia mendengar dari Han Siong bahwa ayahnya telah di sembuhkan oleh obat yang ditinggalkan Hek Tok Siansu. Dapat dibayangkan betapa suami isteri ijni selama dua hari dua malam itu menumpahkan kerinduan dan kasih sayang hati masing-masing sebagai pengantin baru yang berbulan madu. Dan pada hari ke dua, ketika mereka sedang berbulan madu di sebuah rumah penginpan, tidak melanjutkan usaha mereka mencari Hay Hay,

   Dari dalam kamar penginapan itu mereka mendengar suara orang yang amat mereka kenal, yaitu suara Hek Tok Siansu! Mereka mengintai dan melihat serombongan orang memasuki rumah penginapan itu, langsung menuju ke ruangan belakang. Suami isteri ini terkejut dan heran mengenal adanya Sim Ki Liong di antara rombongan itu. Selain Hek Tok Siansu dan Sim Ki Liong, ada pula dua orang tosu dan seorang wanita cantik yang tidak mereka kenal. Tadinya Bi Lian hendak menerjang keluar, mengingat bahwa Hek Tok Siansu adalah musuh besar yang bersama mendiang Ban Tok Siansu telah menyerang ayahnya. Akan tetapi suaminya merangkulnya dan mencegahnya, membisikkan bahwa yang melukai Siangkoan Ci Kang adalah Ban Tok Siansu, dan bahwa Hek Tok Siansu malah meninggalkan obat penawar racun yang telah menyembuhkan ayah mertuanya itu.

   Betapapun juga, ketika pada keesokan harinya pagi-pagi sekali rombongan itu pergi, seperti yang mereka dengar dari pelayan rumah penginapan, Han Siong dan Bi Lian merasa tertarik dan melakukan perjalanan cepat mengejar ke arah perginya rombongan itu, yaitu ke arah kota raja. Dan akhirnya mereka melihat Hay Hay dan Kui Hong dikeroyok oleh rombongan itu, terdesak dan keadaannya gawat. Maka, tanpa diminta lagi mereka lalu terjun ke dalam pertempuran dan mereka berdua akhirnya dapat merobohkan dua orang tosu Pek-lian-kauw. Kini mereka memandang ke arah perkelahian antara Hek Tok Siansu yang dikeroyok oleh Hay Hay dan Kui Hong. Mereka tidak maju membantu, karena mereka ingat bahwa bagaimanapun juga, Hek Tok Siansu telah memberi obat penawar racund an menyembuhkan Siangkoan Ci Kang.

   "Kita tidak boleh mencampuri, apalagi pihak Hay Hay dan Kui Hong sama sekali tidak membutuhkan bantuan,"

   Kata Han Siong dan isterinya mengangguk membenarkan.

   Tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dan suara orang riuh mendatangi ke arah tempat itu. Han Siong dan Bi Lian mengangkat muka memandang dan mereka terkejut ketika melihat rombongan orang yang tidak kurang dari seratus orang datang dari arah kota Cang-cow yang temboknya sudah nampak dari situ. Dan rombongan ini tanpa banyak cakap lagi menggunakan senjata mengepung Kui Hong dan Hay Hay yang sedang bertanding melawan Hek Tok Siansu, dan dari sikap mereka jelas bahwa mereka berpihak kepada Hek Tok Siansu! Padahal, mereka itu terlihat seperti para petugas keamanan dari kota Cang-cow, sebagian mengenakan seragam, akan tetapi di antara mereka terdapat pula orang barat yang bermata biru, adapula orang asing yang pendek dan mengingatkan Han Siong pada orang Jepang, dan ada pula beberapa orang tosu seperti dua orang tosu yang mereka lawan tadi, yaitu tosu Pek-lain-kauw!

   Maklum bahwa Hay Hay dan Kui Hong berada dalam bahaya, suami isteri muda ini tanpa banyak cakap lagi, segera mereka menerjang ke arah gerombolan orang yang baru tiba itu dan mengamuk dengan pedang mereka. Segera puluhan orang mengeroyok suami isteri ini. Melihat itu, Kui Hong yang tahu bahwa kekasihnya tidak akan kalah melawan Hek Tok Siansu, segera meloncat dan membantu suami isteri itu, menghadapi pengeroyokan banyak orang. Kini terjadi pertempuran yang amat hebat. Tiga orang ini, Cia Kui Hong, Siangkoan Bi Lian, dan Pek Han Siong mengamuk dan diantara para pengeroyok banyak yang roboh bergelimpangan terkena sambaran sinar pedang mereka yang bergulung-gulung!

   Betapapun gagah perkasanya tiga orang pendekar ini, menghadapi pengeroyokan puluhan orang yang mendekati seratus jumlahnya, apalagi di situ terdapat orang Pek-lian-kauw, jagoan-jagoan bajak laut Jepang, dan beberapa orang Portugis yang pandai mempergunakan pedang tipis panjang dan runcing, mereka terdesak juga dan terpaksa harus memutar pedang menjadi gulungan sinar yang menjadi perisai diri mereka. Pertandingan antara Hay Hay dan Hek Tok Siansu juga amat seru. Hek Tok Siansu juga merasa penasaran dan marah bukan main ketika tadi terdesak karena masuknya Kui Hong ke dalam perkelahian. Kini dia melawan Hay Hay satu lawan satu, dan dia merasa penasaran. Apalagi hatinya besar karena munculnya rombongan para rekan dari kota Cong-cow. Memang Su Bi Hwa, yang kini telah tewas, seorang wanita amat cerdik dan luas hubungannya.

   Ketika mereka bertiga melarikan diri dari kota raja, atas petunjuk Bi Hwa, mereka lari ke Cong-cow dan di kota itu ternyata Su Bi Hwa mempunyai hubungan dengan para tosu Pek-lian-kauw yang bersekutu dengan orang Portugis dan pejabat Cong-cow, juga dengan bajak-bajak laut Jepang. Tentu saja Su Bi Hwa, Sim Ki Liong dan Hek Tok Siansu diterima dengan baik oleh pejabat Cong-cow yang bersekutu dengan orang Portugis, yaitu kepala daerah Yong Ki Hok dan wakilnya, yaitu Ouw Seng. Dua orang pejabat yang merencanakan pemberontakan karena mengandalkan kekuatan orang Portugis ini membutuhkan orang-orang pandai. Apalagi Hek Tok Siansu, Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong datang diperkenalkan oleh orang-orang Pek-lian-kauw. Ketika mendengar dari mata-mata yang melakukan penjagaan di sepanjang jalan di luar kota bahwa Hay Hay dan Cia Kui Hong menuju ke kota Cong-cow,

   Hek Tok Siansu, Su Bi Hwa, Sim Ki Liong dan dibantu dua orang tosu Pek-lian-kauw yang lihai, melakukan penghadangan. Agar tidak menarik perhatian, maka tidak dikirim pasukan, apalagi Hek Tok Siansu memastikan bahwa pihak mereka tentu akan cukup kuat untuk meringkus atau membunuh Hay Hay dan Kui Hong. Hanya ada beberapa orang mata-mata saja yang melakukan pengintaian untuk melihat hasil penghadangan terhadap dua orang musuh itu. Para mata-mata inilah yang cepat mengirim laporan ke kota Cong-cow ketika pihak mereka kewalahan. Kepala daerah Yong Ki Hok cepat mengirim serombongan orang-orang yang terdiri dari campuran persekutuan mereka, namun kedatangan rombongan itu terlambat karena di antara lima orang jagoan mereka yang kini masih dapat bertahan hanyalah Hek Tok Siansu seorang,

   Sedangkan empat orang yang lain, yaitu dua orang tosu Pek-lian-kauw yang tadinya disombongkan oleh para orang Pek-lian-kauw sebagai jagoan tangguh, juga Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong, telah tewas! Melihat munculnya gerombolan yang mempunyai banyak orang tangguh itu, Hay Hay merasa khawatir juga. Biarpun dia yakin akan kehebatan ilmu kepandaian Han Siong, Bi Lian dan Kui Hong, namun jelas nampak bahwa mereka mulai terhimpit oleh banyaknya musuh. Maka, diapun mengambil keputusan untuk cepat merobohkan Hek Tok Siansu. Namun, ternyata kakek ini pun berusaha mati-matian, bukan hanya untuk melindungi dirinya, melainkan juga untuk membalas dengan serangan yang amat dahsyat, yang membuat Hay Hay tidak berani bersikap lengah.

   "Aaauuughhhhhhhh!!"

   Hek Tok Siansu kini mengirim serangan dengan ilmunya Angin Taufan yang dahsyat, dengan kedua lutut di tekuk dia meloncat ke depan dan mendorongkan kedua telapak tangannya ke arah Hay Hay. Pendekar ini maklum bahwa kalau dia tidak cepat mengalahkan orang ini, maka tiga orang temannya akan terancam bahaya. Sekali ini dia tidak lagi mengelak atau menangkis, melainkan dia mengerahkan sin-kang pula dan menyambut dorongan itu dengan dorongan kedua telapak tangannya pula.

   "Plakkk!!"

   Dua pasang telapak tangan saling bertemu dan melekat! Keduanya mengerahkan tenaga sakti yang melalui telapak tangan mereka mempunyai kekuatan untuk membunuh lawan yang kuat sekali pun.

   Keduanya tak mau kalah karena mundur berarti hancur. Mengalah berarti terancam maut. Kini keadaan mereka sudah terlanjur, kedua pasang telapak tangan itu sudah saling melekat dan terjadi adu sin-kang yang tak dapat dilihat orang lain. Tubuh mereka tergetar dan dari ubun-ubun kepala mereka keluar mengepul uap tebal! Dalam adu tenaga itu, Hay Hay maklum bahwa tenaga lawannya sunggguh amat dahsyat. Walaupun dia tidak dapat dikatakan lebih lemah, namun dia tidak berani menganggap diri lebih kuat. Andaikata ada selisihnya, maka dia hanya menang sedikit saja dan ini tidak cukup untuk dapat merobohkan lawan dalam waktu singkat. Tahulah Hay Hay bahwa adu tenaga sin-kang ini akan berlangsung lama sebelum dia akan mampu mengalahkan kakek itu.

   Kini hanya tinggal mengadu daya tahan dan kekuatan napas saja karena tenaga mereka seimbang. Kalau saja Kui Hong tidak meninggalkannya untuk membantu Han Siong dan Bi Lian, tentu dengan bantuan kekasihnya itu dia akan mampu mendapat kemenangan tanpa banyak membuang waktu. Akan tetapi dia tidak menyalahkan Kui Hong. Memang Han Siong dan Bi Lian lebih perlu dibantu. Tiba-tiba seorang tosu Pek-lian-kauw yang datang bersama rombongan itu, meloncat ke belakang Hay Hay yang berdiri dengan kedua lutut di tekuk dan kedua lengan diluruskan, dengan telapak tangan menempel pada kedua telapak tangan Hek Tok Siansu. Tosu Pek-lain-kauw itu tanpa banyak cakap lagi sudah menghantamkan telapak tangan kanannya ke punggung Hay Hay dengan pengerahan sin-kang yang cukup dahsyat.

   "Plakkk!"

   Telapak tangan itu menempel di punggung Hay Hay dan tenaga yang kuat memasuki tubuh Hay Hay melalui punggung itu. Si tosu terkejut karena sama sekali tidak ada perlawanan dari orang yang dipukulnya, bahkan tenaga sin-kang dari telapak tangannya itu seperti menembus punggung dan memang hal itu di sengaja oleh Hay Hay. Dengan tingkatnya yang tinggi berkat gemblengan Sang Lojin, dia dapat menerima dan menampung tenaga dari hantaman tosu itu dan langsung menyalurkan hawa itu ke arah kedua telapak tangannya sehingga tenaganya bertambah besar menghadapi kedua telapak tangan Hek Tok Siansu.

   "Uhhhh...!"

   Hek Tok Siansu menyemburkan darah dari mulutnya dan dia memandang kepada tosu Pek-lian-kauw itu. Dia tidak berani membuka mulut melarangnya karena mengeluarkan kata-kata berarti memecah tenaga dan hal ini akan membahayakan nyawanya.

   Akan tetapi membiarkan saja tosu itu membantunya dan juga mendorongnya ke ambang maut karena lawannya yang masih muda itu mampu memanfaatkan serangan tosu itu untuk memperbesar tenaga sin-kangnya! Akan tetapi, tosu Pek-lian-kauw itu biarpun dia seorang tokoh yang lihai, namun dia terlalu memandang rendah Hay Hay. Menerima dan menyalurkan tenaga lawan demi keuntungan diri sendiri merupakan ilmu yang amat langka, maka dia sama sekali tidak pernah mengira bahwa pemuda itu mampu melakukan hal itu, dan disangkanya bahwa Hek Tok Siansu sudah terluka dan lemah, maka diapun ketika melihat kakek itu menyemburkan darah, bermaksud untuk membantunya dan kini tangan kirinya di hantamkan ke punggung Hay Hay sambil mengerahkan seluruh sisa tenaganya.

   "Dessssss...!!"

   Akibatnya hebat sekali. Hek Tok Siansu kembali menyemburkan darah dan diapun terjengkang, sedanglan tubuh Hay Hay bergulingan menjauh. Ketika pemuda ini meloncat bangun, wajahnya agak pucat dan napasnya terengah, namun dia tidak terluka, sedangkan ketika dia menoleh ke arah Hek Tok Siansu, kakek itu rebah terlentang dan telah tewas! Kini barulah tosu Pek-lian-kauw itu tahu apa yang terjadi. Hek Tok Siansu tewas karena tanpa disadarinya dia telah membantu pemuda itu yang mampu menerima dan menyalurkan tenaga hantamannya tadi untuk menyerang Hek Tok Siansu. Dia pun menjadi marah, lalu meneriaki kawan-kawannya untuk mengeroyok Hay Hay.

   Biarpun kini bertambah dengan Hay Hay, tetap saja para pendekar itu kewalahan menghadapi pengeroyokan musuh yang sedemikian banyaknya. Mereka segera bergabung membentuk sebuah lingkaran dengan saling membelakangi. Empat orang pendekar atau dua pasang orang muda perkasa itu masing-masing menghadap empat penjuru sehingga pihak musuhnya hanya dapat menyerang mereka dari depan dan kanan kiri saja. Kalau saja Hay Hay dan Han Siong tidak memiliki kekuatan sihir yang hebat di samping ilmu silat mereka, agaknya mereka berempat tidak akan dapat bertahan terlalu lama. Namun, kedua orang muda perkasa ini berulang-ulang mengeluarkan bentakan-bentakan yang menggetarkan, membuat banyak pengeroyoknya terjungkal tanpa dipukul, terpelanting atau terjengkang karena pengaruh suara yang mengandung kekuatan sihir Hay Hay dan Han Siong.

   Namun, mereka tidak melihat kesempatan untuk melarikan diri karena pengepungan itu berlapis-lapis dengan datangnya bala bantuan bagi musuh yang mengalir keluar dari kota Cong-cow. Keadaan benar-benar gawat! Bahkan empat orang pendekar muda itu sudah menerima beberapa kali serangan yang mendatangkan luka di tubuh mereka, walaupun berkat kelihaian mereka, luka-luka itu tidaklah parah. Keadaan yang amat gawat bagi dua pasang pendekar itu tiba-tiba berubah ketika terdengar suara tambur dan sorak-sorai, diikuti munculnya pasukan pemerintah yang besar jumlahnya! Di antara para panglima dan perwira yang memimpin pasukan itu terdapat pula Mayang, Cang Hui dan Tan Cin Nio! Bahkan Cang Sun yang tidak pernah bertempur itu terdapat pula diantara mereka.

   Tentu saja gerombolan pemberontak itu tidak mudah di basmi, bahkan pasukan-pasukan yang dipimpin langsung oleh Menteri Yang Ting Hoo itu terus menyerbu ke dalam kota Cong-cow, bergabung dengan pasukan pemerintah yang masih setia kepada pemerintah dan tidak ikut terseret ke dalam gerombolan persekutuan pemberontak. Hay Hay, Kui Hong, Han Siong dan Bi Lian tidak ikut menyerbu ke kota itu, melainkan menumpang dalam kereta besar bersama Cang Sun, Mayang, Cang Hui dan Cin Nio, kembali ke kota raja. Dua pasang pendekar itu sempat saling mengobati luka-luka kecil di tubuh mereka, kemudian mereka semua menghadap Menteri Cang Ku Ceng yang menyatakan penyesalannya bahwa keluarganya sampai diselundupi orang-orang macam Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong sehingga hampir saja mendatangkan malapetaka,

   Bukan hanya bagi keluarga, melainkan juga bagi istana kerajaan. Menteri Cang Ku Ceng dengan keluarganya menyambut gembira ketika puteranya, Cang Sun menyatakan keinginannya untuk menikah dengan Mayang dan Cin Nio sekaligus! Dalam kesempatan ini, Cang Sun yang tentu saja sudah di bujuk oleh Mayang, minta kepada ayahnya agar suka menjadi wali bagi Hay Hay untuk mengajukan pinangan ke Cin-ling-pai, meminang Cia Kui Hong untuk menjadi jodoh Hay Hay. Bahkan dia menyatakan, tentu saja atas desakan Mayang pula, bahwa hari pernikahannya akan dibarengkan dengan hari pernikahan Hay Hay. Menteri Cang Ku Ceng yang merasa betapa besar jasa Hay Hay selama ini, menyatakan setuju.

   Orang-orang Portugis, untuk sekian kalinya, kembali di halau pergi oleh pasukan pemerintah dari kota Cong-cow. Banyak diantara mereka yang tewas bersama sekutu mereka di Cong-cow dan sisanya di halau pergi, melarikan diri dengan kapal-kapal mereka ke lautan. Akan tetapi, agaknya pemerintah kerajaan Beng tidak pernah jera menghadapi kecurangan orang-orang Portugis. Memang tertanam kebencian dan kecurigaan terhadap orang-orang kulit putih karena ulah orang-orang Portugis yang merupakan pendatang orang kulit putih pertama di daratan China. Akan tetapi pemerintah dan para pedagang melihat keuntungan besar dengan adanya perdagangan antara bangsa pribumu dengan orang-orang asing barat itu. Rempah-rempah yang dianggap kurang berharga di daratan Cina, amat dihargai oleh orang-orang kulit putih, dan Rempah-rempah itu ditukar dengan benda-benda asing yang langka didapat di daratan.

   Perdagangan yang dianggap menguntungkan kedua pihak inilah yang membuat pemerintah kerajaan merasa sayang untuk menolak sama sekali kedatangan orang-orang Portugis. Akhirnya, beberapa tahun kemudian, dalam tahun 1557, pemerintah yang di dukung oleh pejabat daerah yang memperoleh banyak keuntungan melalui pajak dan sogokan perdagangan itu, mengijinkan orang-orang Portugis untuk mendarat di Macao, sebuah semenanjung di Kanton, sebuah tempat yang terpencil dan jauh dari kota-kota yang penting. Bahkan sebuah pasukan yang kuat ditempatkan di perbentengan untuk mencegah orang-orang Portugis masuk ke pedalaman. Karena ulah orang-orang Portugis inilah maka sampai bertahun-tahun lamanya, rakyat Cina tidak percaya kepada orang-orang kulit putih, biarpun mereka itu bukan orang Portugis, melainkan dari daratan Europa yang lain, seperti Belanda dan Inggeris.

   Cia Hui Song dan isterinya, Ceng Sui Cin, tentu saja menerima dengan penuh penghormatan ketika utusan Menteri Cang Ku Ceng datang untuk meminang Kui Hong, dijodohkan dengan Tang Hay. Suami isrteri ini sekarang yakin bahwa jodoh berada di tangan Tuhan, dan kalau puteri mereka sudah saling mencinta dengan Tang Hay, merekapun tidak mampu menghalangi. Tak lama kemudian, dilangsungkan pernikahan pada hari yang sama antara Tang Hay dan Cia Kui Hong, dan antara Cang Sun dan kedua orang isterinya, yaitu Mayang dan Cin Nio. Perayaan pengantin kembar itu dirayakan secara besar-besaran di kota raja, di gedung istana keluarga Menteri Cang Ku Ceng, dihadiri oleh para pejabat tinggi dan oleh tokoh-tokoh persilatan. Diantara mereka, hadir pula, tentu saja Pek Han Siong dan isterinya tecinta, yaitu Siangkoan Bi Lian.

   Sampai disini selesailah sudah kisah JODOH SI MATA KERANJANG ini, disertai harapan pengarang semoga kisah ini, selain dapat menghibur pembacanya, juga mengandung manfaat bagi kita semua. Sampai jumpa kisah PENDEKAR KELANA.

   TAMAT

   dino, http://indozone.net/literatures/literature/92

   20 Desember 2005 jam 6:34pm

   


Pendekar Mata Keranjang Eps 41 Pendekar Mata Keranjang Eps 41 Kumbang Penghisap Kembang Eps 28

Cari Blog Ini