Ceritasilat Novel Online

Kumbang Penghisap Kembang 28


Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo Bagian 28



"Kalau sobat mau membantu kami, kami memang hendak mencari seorang perwira pengawal she Tang di kota raja..."

   Hay Hay yang dengan kekuatan sihirnya telah membuat mereka memandangnya sebagai seorang gadis cantik itu memandang dengan penuh perhatian dan dia melihat betapa lima orang itu nampak kaget.

   "Perwira she Tang...? Bagaimana rupa orang itu?"

   Tentu saja Hay Hay tidak mampu menjelaskan karena dia sendiripun belum pernah melihatnya. Dia hanya mendengar berita bahwa di kota raja terdapat seorang perwira muda she Tang yang membual bahwa dia adalah putera Ang-nong-cu. Tentu saja Hay Hay tidak menganggap sebagai bualan belaka, karena memang benar bahwa Ang-hong-cu adalah seorang she Tang! Kalau hanya membual, bagaimana nama keturunan itu demikian tepat? Padahal, tak seorang mengetahui bahwa Ang-hong-cu adalah seorang she Tang.

   "Dia... dia seorang perwira pengawal yang masih muda,"

   Akhirnya Hay Hay hanya dapat menerangkan apa yang diketahuinya. Namun agaknya hal itu sudah cukup karena lima orang itu nampak lega mendengar keterangan itu.

   "Jangan khawatir, kami akan membantu ji-wi mencarinya. Kami akan menemui ji-wi sio-cia (nona berdua) di kota raja. Silakan melanjutkan perjalanan, nona Ma Hwa dan Ma Yang."

   Mereka lalu meminggirkan kuda mereka, membiarkan Hay Hay dan Mayang lewat. Setelah melewati lima orang itu, Mayang menegur kakaknya.

   "Hay-ko, kenapa engkau memperkenalkan namaku dan mengapa pula engkau menyamar sebagai seorang wanita?"

   "Mayang, orang yang kita cari ini lihai bukan main. Dia belum tahu namamu, akan tetapi dia sudah mengenal namaku, juga wajahku. Karena itu, tidak ada salahnya kalau engkau memperkenalkan rupa dan nama. Akan tetapi bagiku, lebih baik aku bersembunyi dan tidak sembarangan memperlihatkan diri."

   "Koko, begitu takutkah engkau terhadap Ang-hong-cu?"

   "Bukan takut, adikku, melainkan aku harus berhati-hati. Kalau dia tahu bahwa aku datang mencarinya di kota raja, dan kalau benar dia berada di sini, tentu dia akan lebih dulu melarikan diri. Dia lihai bukan main, juga licik dan pandai menyamar. Kita tidak ada waktu main-main dengan Ho-han-pang, maka lebih baik kita segera melepaskan diri dari mereka, karena kita memiliki tugas yang lebih penting. Sebaiknya kalau kita dapat masuk ke kota raja sebelum hari menjadi gelap sekali."

   Mereka lalu membalapkan kuda mereka. Setelah tiba di kota raja dan masuk melalui pintu gerbang tanpa menimbulkan kecurigaan, mereka menyewa dua buah kamar dalam sebuah rumah penginapan di kota raja. Mereka menyerahkan dua ekor kuda mereka kepada pelayan untuk di pelihara dan diberi makan.

   Tentu saja Hay Hay sama sekali tidak pernah mengira bahwa yang dinamakan Ho-han-pang adalah sebuah perkumpulan yang dipimpin oleh Ang-hong-cu sendiri! Tidak pernah menduga bahwa lima orang anggauta Ho-han-pang itu adalah anak buah ayah kandungnya yang dicari-carinya. Seperti telah diceritakan di bagian depan, setelah keluar dari pekerjaannya sebagai perwira pasukan pengawal, dan telah membuat jasa-jasa, bukan hanya menangkap calon pembunuh kaisar, akan tetapi juga dia dianggap berjasa telah membuat daerah kota raja menjadi aman, keluar dengan terhormat, Ang-hong-cu Tang Bun An lalu menghilang dan muncullah Han Lojin memimpin Ho-han-pang! Usahanya untuk menjadi seorang beng-cu atau pemimpin besar di dunia kang-ouw, mempersatukan atau lebih tepat lagi menalukkan semua tokoh dunia kang-ouw dan mengangkat diri sebagai beng-cu atau semacam raja, mulai berkembang dengan baik.

   Hal ini berkat bantuan Sim Ki Liong, Tang Cun Sek, dan Ji Sun Bi. Terutama sekali Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi yang amat banyak sekali hubungannya dengan para tokoh kang-ouw, telah menarik banyak tokoh kang-ouw untuk mengakui Han Lojin sebagai Beng-cu! Biarpun kini perkumpulan Ho-han-pang mulai berpengaruh, mulai diakui para tokoh kangow, namun Han Lojin tetap bersikap waspada. Dia selalu menyebar anak buahnya yang dipercaya untuk melakukan pengamatan di kota raja dan sekitarnya. Kalau ada tokoh kang-ouw atau perkumpulan yang agaknya tidak mau tunduk, cukup dengan mengutus Sim Ki Liong, Tang Cun Sek atau Ji Sun Bi saja, mereka yang menentang itu pasti dapat ditundukkan. Tidak usah dia sendiri yang turun tangan!

   Han Lojin bukan orang bodoh. Dia tahu bahwa selama para pembesar di kota raja, terutama para pejabat tinggi, mendukung Ho-han-pang, maka perkumpulannya itu akan semakin maju pesat. Maka, diapun selalu menjaga agar Ho-han-pang mendatangkan kesan baik. Dia memesan dengan ancaman keras kepada semua anak buahnya agar tidak melakukan perbuatan terlarang dan melanggar hukum. Tidak boleh mencuri atau merampok, tidak boleh bersikap kasar terhadap rakyat, bahkan harus selalu menentang kejahatan. Tentu saja mereka itu diberi jaminan yang cukup. Kalau ada yang melanggar, Han Lojin tidak segan untuk memberi hukuman dan menyiksanya sehingga semua anak buahnya menjadi takut dan taat. Bahkan diapun melarang keras anak buah Ho-han-pang untuk memperkosa wanita, hal yang biasanya dia sendiri suka melakukannya.

   Mereka itu boleh saja memilih seorang gadis yang disukai sebagai isteri, akan tetapi harus dengan cara lain, tidak boleh memperkosa. Dan anak buah Ho-han-pang banyak mendapatkan dari Ji Sun Bi dalam hal menundukkan gadis yang mereka pilih. Banyak sudah para wanita berjatuhan dan terpaksa menjadi isteri seorang di antara anggauta-anggauta Ho-han-pang karena telah "dijatuhkan"

   Secara yang tidak wajar, walaupun bukan dengan kekerasan. Ji Sun Bi mempunyai banyak akal untuk membantu para anak buah Ho-han-pang untuk menjatuhkan seorang wanita, dengan ramuan obat, dengan rayuan dan bermacam akal lagi. Beberapa orang gadis bahkan menyerahkan diri kepada seorang "pendekar"

   Yang menyelamatkannya dari ancaman perampok ganas yang hendak memperkosanya. Tentu saja semua itu hanya permainan saja, siasat yang diatur oleh Ji Sun Bi!

   Demikianlah, Ho-han-pang dikenal oleh rakyat di kota raja dan sekitarnya sebagai perkumpulan orang-orang gagah yang menentang kejahatan, akan tetapi juga kenyataannya, banyak gadis yang menyerahkan diri menjadi isteri dari para anggauta Ho-han-pang itu. Dan tentu saja Han Lojin sendiri belum dapat membebaskan diri dari kerakusannya terhadap wanita. Setelah menjadi Beng-cu, baru beberapa bulan saja, dia sudah berhasil mengumpulkan banyak wanita muda yang cantik-cantik untuk menjadi pelayan dan pembantu dalam rumahnya di puncak bukit dalam hutan. Nampaknya saja belasan orang gadis cantik itu menjadi pelayan dan pembantu, padahal sesungguhnya mereka dijadikan pemuas berahi Han Lojin yang tetap melakukannya karena rasa bencinya terhadap wanita dan ingin mempermainkan mereka.

   Maka, dalam beberapa bulan saja sudah beberapa kali dia berganti pelayan. Ada kalanya belum sampai satu bulan dia sudah mengeluarkan seorang gadis pelayan dari dalam rumahnya karena bosan, dan gadis itu dihadiahkan kepada seorang di antara para anak buahnya untuk diperisteri. Anak buah ini tentu saja menerima dengan kedua tangan terbuka karena "hadiah"

   Seorang gadis dari bengcu sudah dapat dipastikan amat cantik menarik! Dan gadis itu sendiripun tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima. Ia sudah ternoda, kalau dicampakkan begitu saja oleh beng-cu, mereka tentu akan terlantar dan mereka juga tidak berani pulang ke rumah orang tua karena malu. Di antara para pelayan ini, tiada seorangpun yang diperkosa oleh Han Lojin. Semua dijatuhkan dengan bantuan siasat Ji Sun Bi!

   Dalam keadaan mabok atau lupa diri karena pengaruh ramuan obat, gadis-gadis itu menyerahkan diri dengan suka rela kepada Beng-cu dan mereka baru menyesal setelah terlanjur dan hanya mampu menerima nasib! Ketika Han Lojin menerima Sim Ki Liong sebagai pembantu, dia sudah berjanji bahwa kalau pengaruhnya sudah mulai berkembang, akan mudah saja mencari orang-orang yang menjadi musuh besar pemuda perkasa itu, yaitu Siangkoan Ci Kang. Dan dia memegang teguh janjinya. Setelah banyak tokoh kang-ouw mulai mengakui kedudukannya sebagai Beng-cu di dunia kang-ouw Han Lojin menyebar penyelidik ke seluruh penjuru untuk mencari keterangan tentang Siangkoan Ci Kang. Demikianlah, perlahan-lahan Han Lojin mulai memperkuat kedudukannya sebagai ketua Ho-han-pang dan juga sebagai beng-cu baru di dunia kang-ouw.

   "Dua orang gadis Tibet katamu?"

   Han Lojin minta penjelasan ketika dia mendengar laporan anak buahnya, si kumis tipis dan empat orang temannya.

   "Benar sekali, Pangcu (ketua)."

   Kata si kumis tipis. Semua anak buah Ho-han-pang menyebut Pangcu (ketua) kepada Han Lojin sebagai ketua perkumpulan itu. Akan tetapi para pembantunya yang utama seperti Sim Ki Liong, Tang Cun Sek, Ji Sun Bi dan para tokoh kang-ouw yang mengakui kedudukan Han Lojin sebagai bengcu, dan tidak menjadi anggauta Ho-han-pang, menyebutnya Beng-cu (pemimpin).

   "Dua orang gadis peranakan Tibet yang cantik jelita bukan main. Belum pernah kami bertemu dengan dua orang gadis secantik itu!"

   "Benar, Pangcu. Terutama yang lebih tua, yang bernama Ma Hwa. Dan yang muda bernama, Ma Yang."

   Lima orang anggauta Ho-han-pang ini termasuk anggauta lama, bahkan telah menjadi anak buah sejak Han Lojin masih menjadi perwira Tang Bun An. Tentu saja mereka termasuk orang-orang kepercayaan dan merekapun sudah tahu bahwa ketua mereka adalah seorang laki-laki yang suka mengumpulkan gadis cantik. Akan tetapi, Han Lojin bukanlah seorang laki-laki yang mudah tertarik wanita cantik kalau dia tidak melihat sendiri.

   "Kau bilang tadi bahwa mereka datang ke kota raja untuk mencari perwira Tang?"

   "Benar, Pangcu. Akan tetapi yang mereka cari adalah seorang perwira Tang yang masih muda. Mungkin yang mereka maksudkan adalah perwira Tang Gun yang telah dihukum buang itu."

   Kata si kumis tipis yang juga tahu akan peristiwa penangkapan Tang Gun yang kemudian dihukum buang, dan sampai kini tidak ada lagi kabar ceritanya. Han Lojin mengerutkan alisnya, lalu menyuruh mereka mundur. Dia sendiri termenung. Kalau ada orang mencari Tang Gun, seperti dia dahulu, tentu karena tertarik mendengar bahwa Tang Gun membual sebagai putera Ang-hong-cu! Dan ini hanya berarti bahwa dua orang gadis cantik itu tentu dua di antara para pendekar wanita yang mencarinya! Dia mengingat-ingat para pendekar wanita yang pernah ditemuinya ketika terjadi pembasmian gerombolan pemberontak pimpinan Lam-hai Giam-lo. Di antara mereka, yang paling mengesankan hanya beberapa orang, yaitu Cia Kui Hong, Kok Hui Lian, Siangkoan Bi Lian, Pek Eng, dan Cia Ling.

   Dua yang terakhir itu, Pek Eng dan Cia Ling, tak pernah dapat dia lupakan karena mereka menjadi korban perkosaannya. Kalau yang muncul adalah dua orang di antara mereka, dia tidak merasa heran karena para wanita pendekar itu memang memusuhinya. Akan tetapi jelas Kui Hong tidak termasuk hitungan. Cia Kui Hong yang telah menjadi ketua Cin-ling-pai itu telah berjanji dan dia merasa yakin bahwa gadis perkasa itu tidak akan melanggar janjinya sendiri. Akan tetapi, agaknya juga bukan gadis-gadis pendekar lainnya itu yang kini mencari perwira Tang Gun. Menurut anak buahnya, dua orang gadis itu bernama Ma Hwa dan Ma Yang, dan mereka adalah dua orang gadis peranakan Tibet. Karena merasa tidak enak dan penasaran, Han Lojin lalu memanggil Sim Ki Liong, pembantu utamanya karena pemuda ini merupakan seorang yang berilmu tinggi.

   Bahkan dalam hal ilmu silat, dia sendiri tidak akan mudah dapat mengalahkan Sim Ki Liong yang telah menguasai ilmu-ilmu silat tinggi dari Pulau Teratai Merah itu. Ki Liong sudah menjadi seorang pemuda lain sejak menjadi pembantu Han Lojin. Berkat ilmu penyamaran yang hebat dari Han Lojin, pemuda itu mengenakan kedok tipis, setipis kulit mukanya sehingga wajahnya berubah sama sekali. Kini dia tidak khawatir akan dikenal oleh para pendekar. Demikian pula Tang Cun Sek mengenakan kedok tipis yang merobah bentuk mukanya, seperti juga Ji Sun Bi. Han Lojin tidak ingin para pembantunya itu dikenal orang. Dia mengatakan bahwa penyamaran itu hanya untuk sementara saja. Kalau kedudukan Ho-han-pang sudah kuat benar, maka tidak ada halangannya kelak tiga orang pembantunya itu memperlihatkan wajah yang sebenarnya.

   "Kau selidiki dua orang gadis itu,"

   Kata Han Lojin setelah menceritakan kepada Ki Liong tentang pelaporan anak buah Ho-han-pang tadi.

   "Selidiki yang jelas siapa mereka, dan mengapa pula mereka mencari perwira Tang. Kalau mereka itu mencurigakan dan dapat merugikan kita, jangan kau ragu. Tangkap atau bunuh mereka, akan tetapi lakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan kekacauan di kota raja. Mengertikah engkau?"

   Ki Liong mengangguk dan tersenyum.

   "Itu urusan kecil saja, Beng-cu. Apa sih artinya dua orang gadis Tibet? Malam ini juga aku akan mendapatkan keterangan lengkap tentang mereka, dan kalau perlu malam ini juga kutangkap mereka dan kuhadapkan kepada Beng-cu."

   "Bagus! Aku percaya akan kesanggupanmu, Ki Liong. Dan kau tahu, kalau bukan urusan penting, aku tidak akan mengutusmu, cukup anak buah saja. Jadi, urusan ini penting sekali karena hatiku merasa tidak enak."

   Sim Ki Liong lalu meninggalkan puncak bukit yang kini menjadi perkampungan besar dan pusat perkumpulan Ho-han-pang itu, dan diapun memasuki kota raja dan mulai dengan penyelidikannya. Karena memang Han Lojin memasang banyak sekali penyelidik dan anak buahnya di kota raja, maka bukan pekerjaan sukar bagi Ki Liong untuk mencari tahu di mana adanya dua orang gadis Tibet, dia tidak menemui kesulitan. Menurut para penyelidik, yaitu anak buah Ho-han-pang yang berada di kota raja, tidak ada dua orang gadis Tibet. Yang ada hanya seorang saja gadis Tibet bersama seorang pemuda yang mengaku sebagai kakaknya. Dan mereka menyewa dua buah kamar di rumah penginapan Hok Likoan. Tentu saja dia merasa heran sekali.

   Bukankah menurut keterangan Beng-cu, lima orang anak buah Ho-han-pang itu melaporkan bahwa yang perlu diselidiki itu dua orang gadis Tibet yang cantik-cantik dan mereka bernama Ma Hwa dan Ma Yang? Bagaimana sekarang yang ada hanya seorang saja gadis Tibet bersama kakak laki-lakinya? Dan menurut para penyelidik, gadis Tibet yang berada di rumah penginapan Hok Likoan itu serupa benar dengan seorang di antara dua orang gadis Tibet, yaitu yang muda. Ciri-cirinya yang menonjol adalah tubuhnya tinggi ramping dengan kulit yang putih kemerahan, pinggulnya besar dan bulat, rambutnya panjang dikepang dua, wajahnya manis, matanya agak sipit, hidungnya mancung besar dan mulutnya kecil. Akan tetapi gadis Tibet pertama, yang kabarnya lebih cantik jelita dibandingkan adiknya, tidak nampak dan sebagai gantinya adalah seorang pemuda kakak gadis Tibet itu yang tampan.

   Karena penasaran, maka malam hari itu juga Ki Liong mendatangi rumah penginapan itu. Kebetulan sekali, pada saat itu dua orang kakak beradik yang hendak diselidikinya itu sedang makan malam di rumah makan sebelah rumah penginapan itu. Begitu dia melihat pemuda yang mengaku kakak dari gadis Tibet, hampir saja Sim Ki Liong terpelanting jatuh saking kagetnya ketika dia mengenal pemuda itu yang bukan lain adalah Hay Hay atau Tang Hay, pemuda yang amat ditakutinya karena dia tahu betapa saktinya pemuda itu. Dia tahu bahwa Hay Hay bukan saja amat tinggi ilmu silatnya, akan tetapi juga memiliki ilmu sihir yang amat kuat. Kini mengertilah dia mengapa lima orang anggauta Ho-han-pang itu melihat dua orang gadis Tibet. Tentu Hay Hay telah menggunakan sihirnya sehingga lima orang itu melihat dia sebagai seornag gadis.

   Setelah dia merasa yakin bahwa pemuda itu benar Tang Hay, cepat Sim Ki Liong meninggalkan tempat itu dengan jantung berdebar. Bahkan tadi ketika dia bertemu pandang dengan Hay Hay, dia merasa napasnya sesak, sungguhpun dia tahu bahwa tak seorangpun akan dapat mengenal wajahnya yang sudah berubah sama sekali oleh penyamaran yang dilakukan Han Lojin. Dan memang Hay Hay sama sekali tidak mengenal Sim Ki Liong dengan wajah barunya itu. Kalau dia tadi memandang tajam adalah karena dia melihat pemuda tampan itu mengerling ke arah Mayang dan dia. Dengan napas masih memburu, malam itu juga Ki Liong menghadap han Lojin. Tentu saja Han Lojin terkejut bukan main melihat pembantu utamanya itu kelihatan gugup dan seperti orang ketakutan! Juga telah berani minta menghadap pada malam itu juga, tanda bahwa dia datang membawa berita yang teramat penting.

   "Hayaaa, celaka, Beng-cu..."

   Han Lojin mengerutkan alisnya dan memandang marah.

   "Ki Liong, kenapa engkau? Sungguh tak kusangka engkau dapat menjadi seorang penakut macam ini! Hayo katakan, mengapa engkau kelihatan begini ketakutan?"

   Wajah Ki Liong menjadi merah dan dia baru menyadari bahwa sikapnya tadi memang memalukan sekali.

   "Maaf, Beng-cu. Saya tidak takut, hanya... eh, kaget sekali karena menemukan orang yang sama sekali tidak saya sangka-sangka. Karena terkejut itulah maka saya menjadi gugup dan ingin cepat-cepat memberi laporan kepada Beng-cu."

   Kini sudah kembali harga dirinya. Dia adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, berilmu tinggi, bahkan murid dari Pendekar Sadis dan isterinya, majikan Pulau Teratai Merah yang terkenal di seluruh dunia kang-ouw. Tidak sepatutnya dia memperlihatkan sikap ketakutan seperti tadi.

   "Katakanlah, Ki Liong, jangan seperti anak kecil. Siapa orang itu?"

   Kini ada perasaan was-was di hati Han Lojin karena dia cukup mengenal kegagahan dan kelihaian Ki Liong. Kalau sampai seorang yang memiliki kelihaian seperti Ki Liong sampai begitu ketakutan, maka tentu orang yang ditakutinya itu benar-benar orang luar biasa.

   "Dia adalah Hay Hay..."

   Sepasang mata Han Lojin terbelalak dan dia merasa betapa jantungnya berdebar penuh keregangan.

   "Dia... ? Dia... yang datang...?"

   Sejenak kedua orang berdiam diri, tidak ada yang mengeluarkan suara karena keduanya melamun. Terbayanglah semua peristiwa yang pernah mereka alami, ketika Han Lojin bertanding melawan Hay Hay puteranya sendiri dan terdesak hebat. Juga Ki Liong membayangkan ketika dia bertanding melawan Hay Hay dan hampir saja dia celaka, bahkan akhir-akhir ini pedang pusaka yang dibawanya dari Pulau Teratai Merah, yaitu pedang pusaka Gin-hwa-kiam, juga dirampas oleh pemuda yang memiliki kesaktian hebat itu.

   Akan tetapi Han Lojin segera dapat menguasai hatinya yang agak terguncang mendengar bahwa musuhnya nomor satu yang ditakutinya, juga merupakan putera kandungnya, kini telah datang ke kota raja dan sudah jelas niatnya. Tentu untuk mencari dia! Dia segera teringat akan kedudukannya dan kalau tadinya dia merasa gentar, kini dia dapat menguasai hatinya, bahkan otaknya yang cerdik segera mengatur siasat untuk dapat menundukkanTang Hay. Kalau saja pemuda yang lihai itu, juga putera kandungnya sendiri itu, dapat membantu dia seperti halnya Tang Cun Sek, tentu kedudukannya akan menjadi semakin kuat! Benar! Dia harus dapat membujuk atau kalau perlu memaksa Tang Hay untuk membantu usahanya menjadi Beng-cu di seluruh dunia kang-ouw!

   "Ki Liong, cepat kau pergi panggil Sun Bi dan Cun Sek ke sini!"

   Ki Liong memandang Han Lojin.

   "Sekarang?"

   "Ya, sekarang juga. Cepat, kutunggu!"

   Ki Liong segera pergi ke kamar kedua orang itu dan tak lama kemudian dia bersama Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek sudah berada di dalam ruangan duduk di mana Han Lojin masih menanti dengan alis berkerut. Dua orang itupun terkejut setengah mati mendengar dari Ki Liong bahwa Hay Hay telah tiba di kota raja. Maka, mendengar bahwa Beng-cu memanggil, mereka bergegas datang dan kini empat orang itu sudah duduk mengelilingi meja dan bicara dengan wajah serius. Biarpun wajahnya membayangkan kecemasan, namun Han Lojin dengan suara tenang menggambarkan siasatnya untuk menghadapi Tang Hay atau Hay Hay. Sampai jauh malam baru mereka mengakhiri perundingan itu dan pergi ke kamar masing-masing untuk beristirahat karena besok mereka mempunyai tugas yang penting dan berat sebagai pelaksanaan siasat yang telah diatur oleh Han Lojin!

   Pagi-pagi sekali Hay Hay sudah mandi kemudian keluar dari dalam kamarnya di rumah penginapan Hok Likoan. Dia melihat pintu kamar Mayang masih tertutup dan diapun tidak mau mengganggu adiknya yang tentu lelah setelah pada hari-hari yang lalu melakukan perjalanan jauh itu. Biarlah adiknya melepas lelah dan beristirahat. Diapun pagi-pagi bangun untuk mulai dengan penyelidikannya tentang perwira Tang, dan dia tidak akan menyelidik jauh-jauh. Pagi hari itu tentu dia akan dapat minta keterangan dari karyawan rumah penginapan itu secara santai, karena hari masih pagi dan sepi. Ketika dia melihat tukang kebun rumah penginapan itu menyapu pekarangan diluar bangunan, dia melihat kesempatan baik sekali. Tukang kebun itu sudah setengah tua, tentu sudah lama berada di kota raja. Maka dihampirinya tukang kebun yang sedang menyapu pekarangan itu.

   "Selamat pagi, paman."

   Tegurnya. Tukang kebun itu mengangkat muka dan memandang heran. Baru sekali ini selama bertahun-tahun menjadi pegawai kasar dan yang dianggap rendah, yaitu menjadi tukang kebun, dia mendapat salam demikian akrabnya dari seorang tamu hotel!

   "Selamat pagi, kongcu!"

   Jawabnya gembira.

   "Sepagi ini sudah bekerja, paman? Rajin amat?"

   Tukang kebun itu menghentikan gerakan sapunya dan memandang sambil tersenyum. Seorang tuan muda yang amat ramah, pikirnya.

   "Kalau kesiangan sedikit, para tamu akan berlalu lintas di sini dan selain sukar, juga akan
(Lanjut ke Jilid 26)
Ang Hong Cu (Seri ke 10 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 26
mengganggu tamu."

   Hay Hay melihat sebatang sapu bersandar di dinding luar. Diambilnya sapu itu dan diapun mulai menyapu, membantu pekerjaan si tukang kebun.

   "Eh, jangan, kongcu. Pakaianmu nanti kotor...!"

   Kata si tukang kebun dengan heran.

   "Aih, tidak mengapa, paman. Aku ingin membantumu menyapu. Aku ingin engkau segera menyelesaikan pekerjaan mu ini, karena aku ingin mengajakmu bercakap-cakap sebentar."

   Biarpun dia bukan tukang sapu dan tidak biasa menyapu pekarangan, akan tetapi berkat tenaganya yang besar dan kecekatan gerakannya, sebentar saja Hay Hay dapat menyelesaikan pekerjaan itu. Si tukang kebun terheran-heran melihat seorang tamu, seorang tuan muda, dapat mengayun tangkai sapu sedemikian mahir dan cepatnya. Dengan hati girang diapun melayani Hay Hay mengajaknya bercakap-cakap.

   "Paman, aku hendak bertanya sedikit, harap paman suka membantuku dan memberi keterangan sejujurnya."

   "Pertanyaan apakah, kongcu? Tentu saya akan menjawab sejujurnya."

   "Begini, paman. Aku ingin mencari keterangan tentang seorang perwira di kota raja ini, seorang perwira she Tang yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Pernahkah engkau mendengar tentang Tang-ciangkun itu?"

   Tukang kebun itu memandang kepada Hay Hay dengan wajah berkerut. Nama Ang-hong-cu merupakan nama yang asing baginya.

   "Saya pernah mendengar tentang seorang perwira she Tang, akan tetapi entah dia itu putera siapa..."

   "Tidak apa, paman. Perwira she Tang yang paman ketahui itu, di mana dia tinggal?"

   Tukang kebun itu menggeleng kepala.

   "Dia sekarang telah mengundurkan diri, tidak menjadi perwira istana lagi. Entah ke mana perginya. Dia pernah berjasa kepada Sri Baginda Kaisar, demikian beritanya, dan dia diangkat sebagai perwira pengawal. Akan tetapi, sudah berbulan-bulan, mungkin sudah ada setahun, dia mengundurkan diri dan entah ke mana. Demikianlah yang saya dengar kongcu. Saya kurang memperhatikan urusan seperti itu, dan maaf kalau saya tidak memberi keterangan secukupnya."

   "Keteranganmu sudah cukup berharga, paman,"

   Kata Hay Hay berbohong karena sesungguhnya dia merasa kecewa sekali mendengar keterangan yang tidak lengkap itu.

   "Akan tetapi, tahukah paman siapa nama perwira itu dan berapa kira-kira usianya?"

   "Saya sendiri belum pernah melihatnya, hanya mendengar kabar saja bahwa dia setengah tua, lima puluhan tahun lebih, dan namanya... namanya Tang... Bo An atau semacam itu."

   Hay Hay merasa semakin kecewa.

   Kalau benar perwira itu putera Ang-hong-cu, tentu usianya tidak lima puluh tahun lebih! Dan mana ada orang bernama Bo An (Tidak Selamat). Mungkin Bu An atau Bun An. Biarpun dia menduga bahwa tentu bukan perwira setengah tua itu yang dimaksudkan sebagai putera Ang-hong-cu, yang mengaku demikian dan merupakan satu-satunya jejak baginya untuk menyelidiki Ang-hong-cu, namun tidak ada cara lain baginya kecuali menyelidiki orang itu. Akan tetapi perwira setengah tua itu telah mengundurkan diri! Siapa tahu, masih ada orang di bekas tempat tinggalnya yang dapat bercerita lebih banyak, terutama sekali memberitahu kepadanya di mana sekarang perwira itu tinggal. Bagaimanapun juga, she perwira setengah tua itu juga Tang, dan hal ini saja sudah menarik perhatiannya.

   "Terima kasih sekali atas semua keterangan itu, paman. Sedikit lagi, di manakah rumah perwira Tang itu?"

   Tukang kebun itu memandang heran.

   "Sudah saya katakan bahwa saya tidak tahu ke mana dia pergi dan tidak tahu di mana rumahnya sekarang, kongcu."

   "Maksudku, bukan rumahnya yang sekarang, melainkan rumahnya dahulu ketika dia masih menjadi perwira di kota raja ini."

   "Ahh, kalau itu saya tahu. Siapa yang tidak tahu gedung perwira Tang yang amat terkenal itu?"

   Lalu dia memberi petunjuk di mana adanya bekas rumah perwira Tang. Hay Hay mengucapkan terima kasih, lalu meninggalkan tukang kebun itu yang melanjutkan pekerjaannya.

   Dia tidak tahu betapa setelah dia pergi, wajah ketololan dari tukang kebun itu berubah. Matanya berkilat dan mulutnya terhias senyum, tanda seseorang yang merasa puas akan pelaksanaan tugasnya. Melihat betapa daun pintu Mayang masih tertutup, Hay Hay tidak mau mengganggu adiknya. Biar Mayang tidur sampai sepuasnya. Pula, yang akan di selidikinya hanyalah bekas tempat tinggal seorang perwira Tang yang agaknya lain dari pada yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Dia akan melakukah penyelidikan ini sebagai iseng-iseng saja, sebagai jalan-jalan pagi selagi hawa udara masih sejuk dan bersih. Maka, diapun segera menggapai seorang pelayan rumah penginapan yang sedang mencuci lantai dengan kain basah, pekerjaan yang dilakukan setiap pagi sebelum para tamu bangun.

   "Toako,"

   Kata Hay Hay kepada pelayan yang usianya sekitar tiga puluh tahun itu.

   "maukah engkau menyampaikan pesan untuk adikku perempuan di kamar itu kalau ia terbangun nanti dan mencari aku?"

   Pelayan itu mengangguk-angguk.

   "Tentu saja, kongcu. Sudah menjadi tugas kami untuk melayani setiap orang tamu."

   "Nah, kalau dia terbangun nanti, katakan bahwa aku pergi berjalan-jalan mencari hawa pagi yang segar, dan agar ia menanti kembaliku untuk makan pagi bersama."

   Pelayan itu mengangguk.

   "Baik, kongcu. Akan saya sampaikan pesan kongcu kepada siocia."

   Hay Hay mengeluarkan dua keping uang kecil dan memberikannya kepada si pelayan yang menerimanya dengan ucapan terima kasih. Hay Hay lalu pergi meninggalkan rumah penginapan itu lalu mengambil jalan ke arah bekas tempat tinggal Tang -ciangkun melalui jalan raya yang masih sepi. Diapun tidak tahu betapa pelayan yang tadi mencuci lantai itu berubah sikapnya, bahkan lalu menyelinap masuk dan berbisik-bisik dengan tukang kebun tadi, dan beberapa orang pelayan lain. Tidak sukar bagi Hay Hay untuk menemukan gedung yang megah itu karena dia sudah mendapat gambaran dari tukang kebun di rumah penginapan. Seperti juga rumah-rumah lain, gedung itu masih nampak sunyi di pagi hari itu.

   Di waktu sepagi itu, hanya burung-burung dan orang-orang miskin saja yang sudah keluar dari sarang dan rumah untuk mencari nafkah hidup sehari-hari. Orang-orang kaya, bangsawan, dan mereka yang malas baru akan bangun setelah matahari naik tinggi. Orang-orang seperti ini tidak pernah dapat menikmati indahnya pagi hari, sejuknya hawa pagi, segarnya mandi pagi yang kemudian menyegarkan pula badan sepanjang hari. Orang yang terbiasa bangun pagi-pagi sekali, mandi air dingin, memulai kehidupan di hari itu dengan kegembiraan dan semangat yang timbul karena guyuran air dingin di pagi hari, akan selalu merasa segar badan dan batinnya selama sehari itu. Sebaliknya, orang yang terlalu banyak tidur, yang bangun terlampau siang, tidak akan kebagian suasana gembira dan penuh semangat di pagi hari itu,

   Begitu bangun diserang panasnya sinar matahari yang sudah naik tinggi, menimbulkan kelesuan dan kemalasan di sepanjang hari itu. Karena itu, bukan hanya omong kosong kalau para budiman jaman dahulu mengatakan bahwa siapa tidur tidak terlalu malam dan bangun pagi-pagi, akan banyak rejeki dan tubuh sehat hati bahagia! Setidaknya, yang jelas badan menjadi segar dan sehat! Gedung bekas tempat tinggal perwira Tang itu masih nampak sepi, bahkan lampu gantung di luar rumah masih belum dipadamkan. Akan tetapi sepagi itu, sudah nampak seorang berpakaian pelayan atau tukang kebun menyirami bunga-bunga di pekarangan depan, taman bunga yang terawat rapi. Ketika tukang kebun itu melihat seorang pemuda berdiri di pintu pagar dan memandang-mandang ke dalam, dia segera menghampiri dan menegur.

   "Sobat, siapakah engkau dan ada keperluan apa berdiri di sini mengamati rumah ini?"

   Sikapnya tidak bermusuh, akan tetapi mengandung kecurigaan. Kebetulan sekali, pikir Hay Hay. Kesempatan baik baginya untuk mencari keterangan.

   "Maaf, lopek,"

   Katanya sambil memandang kakek yang usianya tentu lebih dari lima puluh tahun namun tubuhnya masih kokoh kuat agaknya berkat terbiasa kerja keras.

   "Aku hanya mengagumi gedung yang megah ini. Bukankah ini rumah Tang-ciangkun?"

   "Orang muda, jangan ngawur! Ini adalah rumah perwira Su, bukan perwira Tang!"

   "Akan tetapi, bukankah dahulu perwira Tang tinggal di rumah ini?"

   Bantah Hay Hay dengan sikap seolah dia sudah mengenal benar perwira Tang.

   "Semua orang juga sudah tahu, akan tetapi sudah setahun lebih rumah ini menjadi tempat tinggal Su-ciangkun."

   "Dan ke manakah pindahnya Tang-ciangkun?"

   "Mana aku tahu? Kabarnya dia mempunyai rumah peristirahatan di luar kota, di luar kota raja sebelah utara ada bukit dan kabarnya di sanalah tempat tinggal barunya. Akan tetapi, baru saja Tang-ciangkun lewat di jalan ini. Dia menunggang kuda di pagi hari, dan mungkin dia pulang ke rumah peristirahatannya."

   "Ah, benarkah?"

   Hay Hay bertanya penuh semangat.

   "Baru saja dia lewat, kalau engkau cepat-cepat melakukan pengejaran, mungkin masih dapat melihatnya."

   "Terima kasih, lopek!"

   
Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kata Hay Hay dan begitu dia berkelebat, diapun lenyap dari depan kakek itu. Tukang kebun itu tertegun, matanya terbelalak dan mulutnya ternganga. Lalu dia menarik napas panjang.

   "Aihhh"., pantas saja Beng-cu berpesan agar aku berhati-hati kalau bertemu pemuda itu. Kiranya dia memiliki kesaktian seperti setan, dapat menghilang!"

   Dan diapun bergidik.

   Hay Hay memang mengerahkan tenaga dan kepandaiannya untuk melakukan pengejaran. Kalau dia dapat bertemu muka dengan perwira Tang, mungkin saja dia akan dapat mendengar tentang perwira Tang yang lain, yang dikabarkan membual sebagai putera Ang-hong-cu itu. Karena hari masih pagi dan sepi, maka dia dapat dengan leluasa berlari cepat menuju ke pintu gerbang utara, tidak perduli akan keheranan tukang kebun yang melihat dia seperti menghilang. Untung bahwa pintu gerbang utara sudah dibuka sejak pagi, ada saja orang-orang yang keluar dari pintu gerbang, yaitu mereka yang mempunyai keperluan keluar kota untuk berdagang atau untuk urusan lain. Ketika dia keluar dari pintu gerbang, dia melihat debu mengepul di depan, dan tahulah dia bahwa di depan sana ada orang menunggang kuda yang dibalapkan. Melihat ada dua orang petani memanggul cangkul berlenggang seenaknya dari depan, dia cepat bertanya kepada mereka.

   "Sobat, tahukah kalian siapa penunggang kuda itu tadi?"

   Dia menuding ke arah penunggang kuda yang tentu telah lebih dahulu berpapasan dengan mereka.

   "Ah, dia? Dia adalah Tang-ciangkun..."

   Kata seorang di antara mereka. Mendengar ini, dengan girang Hay Hay melompat dan berlari cepat seperti terbang meninggalkan dua orang petani itu setelah mengucapkan terima kasih. Dua orang petani itu berdiri bengong memandang, karena selama hidupnya belum pernah berlari secepat itu. Hay Hay tidak tahu bahwa dua orang itu saling pandang dan tersenyum, dan seorang di antara mereka menjulurkan lidah.

   "Wuiii... lihai dan berbahaya sekali orang itu!"

   Hay Hay mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengejar penunggang kuda di depan. Karena debu mengepul tebal dia tidak dapat melihat kuda dan penunggangnya, akan tetapi debu itu yang menunjukkan ke mana penungang kuda itu pergi. Ketika penunggang kuda itu mendaki bukit dan tiba di lereng yang berhutan, debu pun menghilang karena jalan yang dilalui berumput. Setibanya di luar hutan, Hay Hay terpaksa menghentikan larinya. Dia kehilangan jejak. Memang dapat dia melacak jejak kaki, akan tetapi hal itu akan memakan waktu lama dan tentu orang yang dikejarnya itu telah pergi jauh. Dia tidak dapat terlalu lama pergi. Mayang akan menanti, dan akan merasa khawatir.

   Bagaimanapun juga, dia telah tahu ke arah mana Tang-Ciangkun itu pergi. Dia akan kembali ke rumah penginapan lebih dulu, dan mengajak Mayang untuk kembali ke tempat ini, mencari sampai berhasil menemukan bekas perwira Tang, untuk menanyakan apakah bekas perwira itu mengenal Perwira Tang muda yang mengaku putera Ang-hong-cu. Dia lalu menuruni lereng bukit itu dan kembali ke kota raja. Matahari telah naik tinggi ketika dia tiba kembali di rumah penginapan Hok Likoan. Dia segera menghampiri kamar Mayang. Melihat pintu kamar itu masih tertutup, dia merasa heran. Begitu lelahkah adiknya itu sehingga sesiang itu belum juga bangun? Dia mengetuk daun pintu kamar itu, memanggil-manggil. Akan tetapi tidak ada jawaban. Seorang pelayan losmen itu, yang malam tadi menerima mereka, menghampirinya.

   "Percuma diketuk, kongcu. Siocia tidak berada di dalam kamar ."

   "Tidak berada di dalam kamarnya? Lalu ia ke mana?"

   Tanya Hay Hay, sambil memandang ke kanan kiri untuk melihat kalau-kalau adiknya berada di dekat situ.

   "Entah ke mana, kongcu. Tadi ia duduk di depan kamar, lalu datang seorang tamu, bicara dengan siocia kemudian mereka pergi tergesa-gesa meninggalkan rumah penginapan."

   "Apakah ia tidak meninggalkan pesan?"

   "Siocia sendiri tidak meninggalkan pesan, akan tetapi baru saja sebelum kongcu datang, tamu yang tadi mengajak siocia pergi, datang lagi dan menyerahkan sesampul surat agar saya berikan kepada kongcu."

   "Apa? Cepat serahkan suratnya itu kepadaku!"

   Hay Hay berseru dan hatinya mulai merasa tidak nyaman. Ketika pelayan itu menyerahkan surat dalam sampul segera dibuka sampulnya dan dibacanya kertas yang mengandung tulisan yang rapi dan indah itu. Singkat saja bunyinya, singkat namun membuat jantungnya berdebar penuh ketegangan.

   Tang Hay.
Kalau ingin bicara tentang nona
Mayang, silakan datang sendiri ke
tempat kami.
Ho-han Pang-cu.

   Celaka, demikian teriak Hay Hay dalam hatinya. Semuanya jelas baginya kini. Dia telah terjebak! Dia seperti seekor harimau yang dipancing keluar meninggalkan sarang. Sengaja orang memancingnya menjauhi rumah penginapan itu dan sementara dia pergi jauh, Mayang juga keluar dan tentu telah ditangkap. Betapapun lihainya gadis itu, kalau dikeroyok, apalagi kalau lawan-lawannya pandai, tentu ia dapat ditawan. Dia membayangkan kembali apa yang telah dialaminya sejak pagi tadi.

   Tukang kebun rumah penginapan itu! Dia yang pertama melempar umpan memancingnya, dengan mengatakan dimana rumah Tang-ciangkun. Kemudian pelayan di rumah dulu menjadi tempat tinggal Tang-ciangkun, memancingnya dengan memberitahukan bahwa Tang-ciangkun baru saja lewat berkuda. Dan dua orang petani yang ditanyainya tentang penunggang kuda yang lewat. Mereka semua memancing sehingga dia semakin jauh meninggalkan rumah penginapan, meninggalkan Mayang seorang diri. Dia memandang keluar dan melihat seorang tukang kebun sedang mencabuti rumput di taman pekarangan. Orangnya masih muda, jelas bukan tukang yang dibantunya pagi tadi dan ditanyainya tentang perwira Tang.

   "Diakah tukang kebun di rumah penginapan ini?"

   Tanyanya kepada pelayan itu sambil menunjuk ke arah orang yang bekerja di pekarangan. Pelayan itu memandang keluar lalu mengangguk.

   "Benar, kongcu. Dia A Kiat tukang kebun kami."

   "Apa selain dia ada tukang kebun lain? Yang lebih tua?"

   Pelayan itu menggeleng kepala.

   "Tidak ada lagi, kongcu."

   Hemm, jelas bahwa tukang kebun pagi tadi palsu, atau diselundupkan dan menyamar sebagai tukang kebun. Tentu anggauta Ho-han-pang.

   "Sobat, tolong beritahukan, di mana adanya pusat perkumpulan Ho-han-pang?"

   Pelayan itu tidak nampak heran. Nama Ho-han-pang sudah terkenal di seluruh kota raja dan banyak sudah para tamu yang menanyakan tempat itu. Banyak tokoh kang-ouw berkunjung ke sana.

   "Di luar kota raja, melalui pintu gerbang utara, terdapat sebuah bukit dan di sanalah pusat Ho-han-pang..."

   Belum habis dia bicara, Hay Hay sudah berkelebat lenyap dari situ. Hay Hay sudah tahu di mana dia harus mencari Mayang. Kiranya penunggang kuda tadi adalah orang Ho-han-pang pula, dan tentu di sana pula sarang perkumpulan Ho-han-pang itu. Akan tetapi dia masih menduga-duga dengan hati mengandung keheranan mengapa Ho-han-pang memusuhinya? Dan bagaimana pula mereka itu mengenalnya, mengenal namanya? Apa yang telah terjadi dengan Mayang? Pagi hari itu ia terbangun dan melihat betapa sudah ada sinar matahari pagi membayang di tirai dan kaca jendela, ia pergi ke kamar sebelah, kamar Hay Hay. Akan tetapi, ternyata kakaknya itu tidak berada di kamarnya. Selagi ia termangu dan menduga-duga ke mana kakaknya pergi, tiba-tiba pelayan rumah penginapan datang menghampiri.

   "Selamat pagi, nona."

   "Selamat pagi. Eh, paman, di mana kakakku?"

   "Pagi-pagi sekali dia sudah pergi, nona. Dan ada seorang tamu sejak tadi menunggu nona keluar dari kamar. Dia bilang ada urusan penting sekali."

   "Tamu? Aku tidak mempunyai kenalan di sini..."

   Mayang berkata ragu.

   "Entahlah, nona. Akan tetapi dia bilang penting sekali dan ada hubungannya dengan kakakmu...

   "

   "Ahhh...! Suruh dia masuk!"

   Kata Mayang begitu mendengar bahwa tamu itu datang untuk bicara tentang Hay Hay. Tamu itu seorang laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahunan dan sikapnya lembut, wajahnya bukan wajah orang jahat dan agaknya boleh dipercaya. Begitu bertemu, dia mengangkat kedua tangannya dan berkata,

   "Nona, saya datang membawa pesan dari kakakmu. Dia hanya menyuruh saya datang menemui nona di sini dan mengatakan bahwa kakakmu telah menemukan jejak dan nona diminta sekarang juga menyusulnya di sana."

   Mayang mengerutkan alisnya.

   "Hemm, bagaimana aku dapat percaya kebenaran omonganmu? Kita tidak saling mengenal dan..."

   "Nona, hal itu sudah saya katakan kepada Tang taihiap, kakakmu akan tetapi dia hanya mengatakan bahwa dia dan nona sedang melakukan penyelidikan tentang seorang perwira she Tang di kota raja dan bahwa kini dia telah mendapatkan jejaknya maka dia minta agar nona secepatnya menyusul ke sana."

   "Di mana dia?"

   "Saya akan menjadi penunjuk jalan, nona. Di sebelah timur kota raja dan..."

   "Baik, mari kita pergi! Paman pelayan harap keluarkan dua ekor kuda kami. Sebaiknya kita menunggang kuda agar lebih cepat,"

   Tambahnya kepada laki-laki stengah tua itu.

   "Sebaiknya begitu, nona. Kedua kakiku sudah lelah sekali ketika melakukan perjalanan cepat ke sini tadi."

   Mereka lalu menunggang dua ekor kuda itu dan melarikan kuda ke luar kota raja melalui pintu gerbang sebelah timur. Begitu ke luar dari pintu gerbang, laki-laki itu mempercepat larinya kuda. Mayang mengikuti dari belakang dan ketika mereka tiba di kaki bukit yang sunyi, tiba-tiba pria itu menghentikan kudanya. Mayang hendak bertanya, akan tetapi dari balik pohon-pohon dan semak-semak bermunculan belasan orang, dipimpin oleh dua orang pemuda yang tampan dan gagah.

   "Hemmm, apa artinya ini?"

   Mayang bertanya, alisnya berkerut.

   "Turunlah, nona. Kita sudah sampai dan nona akan dapat bertemu dengan Tang Taihiap."

   Kata pembawa berita itu yang sudah meloncat turun. Dia bahkan membantu Mayang memegangi kendali kuda. Gadis itupun melompat turun, pandang matanya dengan waspada menyapu belasan orang yang nampaknya bersikap gagah, bukan seperti gerombolan penjahat itu. Pembawa berita itu menuntun dua ekor kuda ke bawah sebatang pohon dan belasan orang itu kini mengepung Mayang. Barulah Mayang merasa curiga dan melihat betapa dua orang pemuda gagah itu berdiri di depan dan bersikap sebagai pimpinan, ia lalu menghadapi mereka dan mengamati dengan sinar mata tajam penuh selidik. Mereka berdua itu lebih pantas menjadi pendekar dari pada penjahat. Yang seorang masih muda, paling banyak dua puluh tiga tahun usianya.

   Wajahnya tampan dengan tubuh sedang yang kokoh, sikapnya halus dan senyumnya sopan. Akan tetapi dalam pandang matanya terdapat sesuatu yang membuat Mayang merasa marah dan bulu tengkuknya meremang. Pandang mata pemuda tampan itu seolah menggerayangi dan meraba-raba seluruh bagian tubuhnya. Pria yang ke dua tebih tua, usianya tiga puluh tahunan, tubuhnya tinggi besar dan gagah perkasa, kulit mukanya putih dan matanya mencorong, wajahnya juga tampan. Yang membuat Mayang merasa semakin tidak enak adalah ketika ia melihat pembawa berita tadi, setelah menambatkan dua ekor kuda di batang pohon, kini berdiri di belakang dua orang pemuda itu dan jelaslah bahwa pembawa berita itu merupakan anak buah mereka pula. Ia mulai merasa terjebak, seperti seekor kelinci yang dikepung oleh segerombolan srigala berkedok domba.

   "Siapakah kalian? Mengapa mengepungku? Di mana adanya kakakku?"

   Tanyanya dan sikapnya sudah siap siaga. Ketika berangkat tadi ia telah membawa buntalan pakaiannya dan juga senjatanya yang ia andalkan, yaitu sebatang cambuk penggembala. Sedikitpun ia tidak merasa takut dikepung belasan orang pria itu, akan tetapi ia khawatir bukan main memikirkan Hay Hay. Dua orang pemuda yang memimpin serombongan orang itu bukan lain adalah Cun Sek dan Ki Liong. Inilah hasil siasat yang dilakukan Han Lojin, yang dirundingkan semalam dengan para pembantu utamanya itu.

   Han Lojin menyebar anak buahnya menyusup ke rumah penginapan, menyamar sebagai tukang kebun. Hal ini mudah saja dilakukan karena boleh dibilang semua perusahaan di kota raja tentu akan memenuhi permintaan Ho-han-pang yang telah membuat nama baik dengan menciptakan suasana tenang dan tenteram di kota raja. Dan tepat seperti yang diduga Hay Hay setelah pemuda ini kehilangan adiknya dan menyadari, si tukang kebun di rumah penginapan, pelayan di bekas rumah Tang Ciangkun, juga dua orang petani itu adalah orang-orang Ho-han-pang yang menyamar dan yang bertugas untuk melemparkan umpan memancing Hay Hay keluar dari kota raja, menjauhi Mayang. Han Lojin sendiri lalu menunggang kuda dan membiarkan dirinya dikejar Hay Hay. Maksudnya tentu saja hanya untuk memancing Hay Hay agar jauh meninggalkan Mayang seorang diri.

   Setelah tiba di bukit di mana dia memimpin Ho-han-pang, sebuah bukit yang kini telah dilengkapi dengan banyak jebakan dan perangkap berbahaya dia menghilang ke dalam hutan. Menurut rencananya, kalau Hay Hay mengejar terus, pemuda itu akan menghadapi banyak jebakan berbahaya. Andaikata pemuda lihai itu dapat melewati semua jebakan dengan selamat, maka dia akan berhadapan dengan Han Lojin, Ji Sun Bi dan puluhan orang pembantunya dan akan dikeroyok! Sementara itu, Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek bertugas untuk pergi menangkap Mayang! Untuk ini, Sim Ki Liong menyuruh seorang anak buah untuk mengundang Mayang keluar kota raja dengan alasan dipanggil Tang Hay. Dan gadis yang masih kurang pengalaman itu masuk perangkap dengan amat mudahnya.

   Kini, Mayang sudah berhadapan dengan Ki Liong dan Cun Sek, dalam keadaan terkepung. Beberapa lamanya, pertanyaan Mayang itu tidak ada yang menjawab. Sim Ki Liong seperti terpesona, dan Cun Sek juga kagum. Ki Liong seketika jatuh cinta kepada gadis peranakan Tibet yang memiliki kecantikan yang khas itu. Akan tetapi, tentu saja Ki Liong tidak berani menyimpang dari pada perintah yang sudah digariskan oleh Beng-cu. Dia dan kawan-kawannya hanya mendapat tugas menangkap gadis peranakan Tibet itu, tidak boleh mengganggunya sama sekali. Menangkap gadis peranakan Tibet itu hanya merupakan siasat Han Lojin untuk menundukkan Tang Hay dan memaksa puteranya itu untuk menaluk dan membantunya! Maka, gangguan terhadap Mayang tentu saja dapat merusak siasatnya yang sudah diatur sebaiknya demi keuntungan dirinya.

   "Haiiii! Apakah kalian semua ini tuli atau gagu? Engkau yang datang membawa berita tentang kakakku. Di mana sekarang kakakku berada?"

   Mayang menbentak, suaranya mengandung kemarahan dan kini ia sudah mengeluarkan sebatang pecut panjang, seperti yang biasa dipergunakan para penggembala ternak. Ki Liong saling pandang dengan Cun Sek dan keduanya tersenyum, semakin kagum karena sebagai orang-orang gagah, tentu saja mereka suka sekali melihat sikap gadis cantik yang demikian pemberani dan tabah. Sim Ki Liong yang memimpin pasukan kecil yang ditugaskan menangkap Mayang, segera melangkah maju dan sambil tersenyum dia berkata,

   "Nona manis, harap jangan marah dulu. Sepanjang yang kuketahui yang namanya Tang Hay itu tidak mempunyai seorang adik perempuan. Bagaimana engkau mengaku dia sebagai kakakmu? Sebenarnya, kakak ataukah pacar?"

   Sepasang mata yang agak sipit jeli itu mencorong karena hati Mayang menjadi panas karena marah.

   "Apakah dia itu kakakku, pacarku atau apakupun, apa hubungannya dengan kamu orang bermulut lancang? Hayo katakan di mana dia atau aku akan menghajar orang yang datang membawa berita palsu!"

   Karena semua orang itu adalah orang-orang yang memiliki kepandaian silat dan tidak ada seorangpun dari mereka pernah mengenal Mayang tidak pernah melihat gadis ini mengeluarkan kepandaian, maka melihat seorang gadis berusia delapan belas tahun mengeluarkan ancaman seperti itu dan agaknya sama sekali tidak gentar menghadapi pengepungan belasan orang gagah, mereka merasa kagum akan tetapi juga geli. Mereka merasa seperti melihat seorang anak kecil yang manja. Memang Sim Ki Liong pernah melihat beberapa orang dara pendekar seperti Cia Kui Hong, Pek Eng, Siangkoan Bi Lian, Cia Ling, Kok Hui Lian dan beberapa orang lagi. Akan tetapi gadis-gadis seperti mereka itu yang memiliki ilmu yang amat tinggi tidaklah banyak. Apalagi gadis di depannya ini seorang peranakan Tibet, dan bawaannya hanya sebatang cambuk penggembala! Diapun tersenyum mengejek.

   "Nona, pembawa berita itu adalah seorang anak buah Ho-han-pang yang gagah perkasa. Jangan kau samakan seperti seekor kambing saja yang dapat kau hajar dengan cambukmu itu."

   Semua orang tertawa mendengar ini, juga laki-laki setengah tua yang tadi membawa berita kini tersenyum mengejek. Diapun tentu saja tidak takut kepada gadis Tibet itu, apalagi di situ terdapat banyak temannya dan dua orang pimpinan Ho-han-pang yang amat lihai.

   "Nona kecil, kalau aku tidak mengatakan di mana adanya kakakmu, habis engkau mau apa? Ingin aku melihat bagaimana engkau akan menghajarku dengan cambuk itu, ha-ha".!"

   Dan semua orangpun tertawa geli. Sepasang mata Mayang seperti mengeluarkan kilat saking marahnya. Namun, sikapnya tetap tenang ketika ia melangkah maju.

   "Baik, kalian lihat bagaimana aku menghajarnya!"

   Baru saja ucapannya itu habis, segera nampak sinar berkelebat dibarengi suara ledakan tiga kali.

   "Tar! Tar! Tarrr!"

   Ada sinar menyambar-nyambar ke arah pembawa berita tadi yang menjadi terkejut dan mencoba untuk mengelak. Akan tetapi sia-sia saja. Sinar yang menyambar itu terlalu cepat baginya dan setelah tiga kali mukanya disambar, dia terhuyung ke belakang, menutupi muka dengan kedua tangan dan merintih-rintih. Sementara itu, Mayang sudah menarik kembali cambuknya dan berdiri sambil tersenyum mengejek, sikapnya tenang sekali.

   Sim Ki Liong melompat ke dekat pembawa berita yang menutupi muka dengan kedua tangan sambil mengaduh-aduh itu. Dia menangkap dan menarik kedua tangan itu sehingga mukanya kini nampak dan semua orang mengeluarkan seruan tertahan. Kiranya tiga kali ledakan pecut itu telah mengakibatkan wajah itu menderita hebat sekali. Lecutan pertama menyayat kulit muka dan membuat guratan melintang, lecutan ke dua membuat guratan membujur, dua guratan silang yang mengeluarkan darah, dan lecutan ke tiga membuat bukit hidung itu hancur dan rata dengan pipi! Kini berubahlah pandang mata semua orang terhadap gadis Tibet itu. Sim Ki Liong sendiri melangkah maju menghadapi Mayang dan menatap wajah gadis yang sikapnya amat tenang itu dengan sinar mata kagum sekali, akan tetapi juga penasaran.

   "Hemm, kiranya engkau mempunyai sedikit ilmu memainkan cambuk, nona."

   "Tidak perlu banyak cakap lagi. Katakan di mana kakakku, kalau tidak terpaksa aku akan menghajar kalian semua seperti sekumpulan kerbau tolol!"

   Mayang nemotong ucapan Sim Ki Liong. Merah kedua telinga pemuda ini karena dia dimaki di depan banyak anak buah Ho-han-pang! Kesenangannya terhadap wanita cantik tidaklah sebesar keangkuhan dirinya, maka makian seorang gadis secantik Mayangpun membuat perutnya terasa panas sekali. Akan tetapi dia masih merasa terlalu tinggi untuk turun tangan sendiri menangkap seorang gadis remaja.

   "Tangkap bocah ini akan tetapi jangan melukainya. Kepung dan tangkap, belenggu kaki tangannya!"

   Bentak Sim Ki Liong memberi aba-aba. Belasan orang anak buah Ho-han-pang itu seperti mendapatkan perintah yang amat menyenangkan. Mereka itu dengan gembira bergerak maju mengepung ketat dan hendak berlumba agar dapat lebih dulu meringkus tubuh gadis yang denok manis itu. Melihat betapa belasan orang yang mengepungnya itu sudah mulai bergerak, dengan kedua tangan dijulurkan hendak mencengkeram dan menangkapnya, Mayang lalu menggerakkan cambuknya dengan cepat.

   Cambuk itu berputar-putar ujungnya, seperti ujungnya berubah menjadi belasan banyaknya dan terdengar suara meledak-ledak dan mencicit saking cepatnya cambuk itu bergerak. Ujung cambuk itu mematuk, menyengat, melecut dan para pengeroyok itu jatuh bangun, mengaduh-aduh karena lecutan cambuk itu sungguh amat nyeri. Di bagian tubuh mana saja ujung cambuk mematuk, tentu kulit menjadi pecah berdarah dan terasa panas dan perih. Karena mereka tidak dibenarkan menggunakan senjata, tidak boleh melukai, hanya maju dengan tangan kosong maka kini mereka menjadi gentar dan merekapun mundur menjauhkan diri dari jangkauan cambuk yang panjang. Marahlah Sim Ki Liong. Dia memberi tanda dengan mata kepada Cun Sek dan dua orang pemuda ini lalu meloncat ke depan dan menggerakkan tangan hendak menangkap lengan Mayang.

   "Wuuuttt!"

   Mayang terkejut ketika merasa betapa ada angin pukulan yang kuat sekali, dan tangan pemuda tinggi besar itu dari samping menyambar ke arah pundaknya. Karena tangan itu mengandung tenaga dahsyat, Mayang cepat menangkis dengan tangan kiri sambil menggerakkan cambuknya menghantam dari atas ke arah kepala lawan.

   "Dukk...! Tarrr...!"

   Mayang mengeluarkan teriakan kecil ketika merasa tubuhnya tergetar dan terhuyung oleh pertemuan lengannya yang menangkis. Ia tidak tahu bahwa pemuda tinggi besar itu adalah Tang Cun Sek, murid dari Cing-ling-pai yang telah menguasai tenaga Thian-te Sin-ciang (Tenaga Sakti Langit Bumi).

   Akan tetapi, gadis ini lihai dan biarpun pertemuan tenaga itu membuat ia terhuyung ke belakang, namun tetap saja cambuknya menyambar dan melecut ke arah kepala Tang Cun Sek yang tadi menyerangnya. Cun Sek terkejut, cepat miringkan kepalanya, namun ujung cambuk itu masih sempat mencium dan mencabik ujung pita rambutnya! Dengan marah Cun Sek lalu menerjang dan kini dia menyerang dengan pukulan dari ilmu silat Thai-kek Sin-kun. Kembali Mayang terkejut, akan tetapi pukulan yang datangnya dari kanan kiri dengan kedua tangan itu dapat dihindarkannya dengan meloncat jauh ke belakang dan cambuknya kembali menyambar kini ke arah leher Cun Sek. Cun Sek yang sudah marah itu mengeluarkan kepandaiannya. Dia mengerahkan tenaga sin-kangnya ke lengan kiri, menangkis sinar cambuk yang menyambar.

   "Prattt!"

   Ujung cambuk mengenai lengan dan melibat. Cun Sek sengaja membiarkan lengannya dilibat, lalu tangan kanannya menangkap cambuk itu menariknya. Mayang mempertahankan dan selagi keduanya mengerahkan tenaga saling tarik, saat itu dipergunakan oleh Sim Ki Liong untuk menyerang. Tangannya menotok ke arah tengkuk Mayang. Gadis itu berusaha untuk mengelak, namun karena ia sedang mengadu tenaga dengan Cun Sek, gerakannya lambat dan jari tangan yang kuat dan ampuh dari Ki Liong masih sempat mengenai jalan darah di pundaknya., Mayang mengeluh, dan iapun terpelanting roboh dengan tubuh lemas. Sim Ki Liong segera meringkusnya dan dalam keadaan pingsan, Mayang dibawa pergi oleh rombongan orang Ho-han-pang itu.

   Ketika Mayang siuman dan membuka matanya, ia segera teringat akan apa yang telah menimpa dirinya. Cepat ia hendak bangkit, akan tetapi hanya untuk mendapatkan kenyataan bahwa kaki tangannya terbelenggu dan ia tidak mampu bangkit. Ia menenangkan hatinya, lalu membuka mata untuk menyelidiki keadaannya. Ia rebah telentang di atas sebuah pembaringan di dalam kamar yang luasnya kurang lebih lima kali tujuh meter. Sebuah kamar yang cukup mewah. Dinding dan langit-langit kamar itu dicat putih bersih, dimeriahkan oleh gantungan kain sutera beraneka warna. Pembaringan itu sendiri berkasur tebal, dengan tilam kain sutera merah, kelambu kehijauan. Ada sebuah meja kecil bundar dekat pembaringan, dengan empat buah bangku terukir indah. Ia seorang diri saja di kamar itu. Ia mengingat-ingat. Ia dihadang serombongan orang Ho-han-pang yang lihai sekali, terutama dua orang pemuda tampan yang memimpin rombongan itu. Ia dikeroyok dan kalah.

   

Pendekar Mata Keranjang Eps 43 Asmara Berdarah Eps 39 Pendekar Mata Keranjang Eps 47

Cari Blog Ini