Pendekar Mata Keranjang 41
Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 41
"Kita harus minta bala bantuan."
Kata Min-san Mo-ko kepada muridnya, tanpa malu-malu lagi. Ji Sun Bi mengangguk.
"Benar, dan kurasa hanya ada dua orang saja di antara perserikatan kita yang akan mampu menandinginya. Pertama tentu saja Lam-hai Giam-lo sendiri, akan tetapi Bengcu kita itu tak mungkin turun tangan sendiri. Dan ke dua adalah Ki Liong. Baiknya aku segera mengundangnya ke sini untuk memperkuat kita."
Min-san Mo-ko yang maklum akan kelihaian Ki Liong yang kini dikenal sebagai Sim Ki liong, pembantu utama dari Lam-hai Giam-lo, mengangguk menyetujui. Berangkatlah Ji Sun Bi secepatnya, kembali ke dataran tinggi Yunan yang tidak berapa jauh lagi dari situ, sedangkan Min-san Mo-ko dan lima orang pendeta Pek-lian-kauw itu hanya membayangi Hay Hay dari kejauhan, tidak berani turun tangan.
Dan karena Hay Hay mengambil keputusan untuk tinggal selama tiga hari di kota Wei-ning dan berpesiar di Telaga Cao, maka Ki Liong dapat tiba di situ bersama Ji Sun Bi sebelum Hay Hay meninggalkan tempat itu. Pada hari terakhir itu pagi-pagi sekali Hay Hay sudah duduk di tepi telaga, di tempat yang paling sepi, sambil memegang setangkai pancing. Kemarin ketika berperahu, dia melihat bahwa di bagian ini justeru banyak sekali ikannya, dan dia ingin sekali mengail ikan di situ dan kalau mendapatkan ikan lalu dipanggangnya di situ pula. Untuk keperluan ini dia sudah membawa bumbu dan gatam dari rumah penginapan. Akan tetapi sial baginya. Sampai satu jam lebih dia duduk di situ, tak seekorpun ikan mencium umpannya! Dia menganggap dirinya sial, padahal hari masih terlampau pagi dan agaknya ikan-ikan masih belum waktunya keluar dari sarang mencari makanan.
"Huh, apakah kalian masih tidur? Ataukah belum waktunya sarapan pagi? Atau pergi melancong sekeluarga kalian?"
Hay Hay mengomel panjang pendek akan tetapi dia lalu tertawa geli, mentertawakan diri sendiri. Mana mungkin ada ikan tidur? Dan dia termenung. Bagaimana kalau ikan beristirahat dan tidur? Apakah juga ada waktu makan seperti manusia, makan pagi, siang dan malam sebanyak tiga kali? Ataukah asal lapar lalu makan tanpa waktu? Dan pernahkan keluarga ikan itu bersenang-senang, pelesir bersama anak isterinya? Gambaran ini demikian menggelitik hatinya sehingga dia pun tertawa dengan bebas karena ditempat itu tidak terdapat orang lain.
"Ha-ha-ha, engkau sudah gila, Hay Hay!"
Demikian dia berkata, lalu mengangkat pancingnya, mengganti dengan umpan yang baru dan mulai memancing lagi. Memancing adalah suatu pekerjaan yang mengasyikkan. Kalau dia tidak membiarkan pikirannya melamun, mengingat-ingat hal yang lalu atau membayangkan hal mendatang, maka pikiran menjadi tenang dan hening, dan kalau semua perhatiannya ditujukan kepada tali pancing di permukaan air telaga, keadaannya hampir sama dengan kalau dia bersamadhi.
Tenang dan damai, demikian keadaan seorang yang sedang mengail kalau pikirannya tidak melayang-layang, melainkan tenggelam dalam keheningan. Dia menjadi lupa waktu, lupa keadaan, tidak menyadari bahwa satu jam telah lewat pula dan kini sinar matahari pagi mulai menciptakan sinar keemasan pada permukaan air telaga. Dan agaknya sinar matahari pagi itu yang menggugah ikan-ikan karena mulailah dia merasa betapa ujung tali pancingnya bergerak-gerak, tanda bahwa umpannya mulai ada yang menciumnya! Tentu saja seluruh perhatian Hay Hay dicurahkan ke ujung pancingnya sehingga dia tidak tahu akan datangnya sebuah perahu kecil yang di dayung oleh seorang gadis menuju ke tempat dia mengail. Hay Hay baru sadar ketika ikan-ikan yang mulai mencium umpannya itu tiba-tiba melepaskan umpan dan permukaan air berombak, lalu terdengar suara dayung memukul air.
"Haiii..!"
Dia mengangkat mukanya dan berteriak marah.
"Apakah engkau tidak tahu bahwa di sini ada orang sedang mengail ikan? Engkau datang mengganggu sehingga ikan-ikan yang sudah mulai mendekati umpan pancingku, kini lari cerai-berai ketakutan karena datangnya perahumu!"
Perahu itu telah datang dekat, dan penumpangnya yang tadi mendayung perahu itu bangkit berdiri. Karena orang itu tadinya tertutup mukanya oleh sebuah caping lebar pelindung muka itu dari panas matahari, maka setelah orang itu berdiri dan mendorong caping ke belakang, baru nampak oleh Hay Hay bahwa penumpang perahu yang ditegurnya itu ternyata adalah seorang gadis remaja yang tersenyum manis sekali! Gadis yang usianya paling banyak delapan belas tahun, pakaian dan wajahnya sederhana, namun tubuh yang mulai mekar ranum itu menarik sekali, sedangkan wajah yang sederhana tanpa bedak gincu itu memiliki daya tarik yang amat kuat, mungkin karena kelembutan dan kepolosan yang terpancar pada wajah yang berseri itu.
"Maaf, aku tidak tahu bahwa aku mengganggumu."
Kata gadis itu, dan suaranya juga lunak halus.
"Maaf, maaf! Setelah ikan-ikan itu pergi jauh? Aih, engkau tidak tahu bahwa engkau telah merampas sedikitnya seekor ikan besar untuk sarapanku, padahal perutku sudah lapar dan sejak tadi aku sudah siap untuk memanggang ikan hasil pancinganku!"
Kata Hay Hay, mulai berkurang kemarahannya melihat betapa gadis itu bersikap dan berbicara demikian lunak dan halus. Gadis itu masih tersenyum ramah dan sinar matanya mengandung penyesalan.
"Ah, kalau begitu aku berhutang seekor ikan padamu, bung! Nah, biar kubayar hutang itu!"
Gadis itu masih berdiri di atas perahunya, dan dayung itu dipegangnya dengan tangan kanan. Kini matanya mengamati permukaan air telaga yang mulai tenang lagi setelah berhenti meluncur. Tiba-tiba dayungnya menyambar ke bawah, terdengar air terpukul dan gadis itu berjongkok, lalu tangan kirinya mengambil seekor ikan sebesar betis yang sudah mengambang karena mati terpukul dayungnya.
"Nah, inilah hutangku padamu, bung!"
Katanya sambil melemparkan ikan itu ke darat, di belakang Hay Hay. Melihat ini Hay Hay terbelalak dan dia semakin tertarik. Gadis remaja yang lembut dan halus sikap dan tutur sapanya itu ternyata seorang gadis yang memiliki ilmu kepandalan hebat sehingga dengan mudah dapat menangkap seekor ikan yang dipukul dengan dayungnya. Hay Hay tersenyum lebar, merasa penasaran karena agaknya gadis itu hendak memamerkan kepandaiannya.
"Hemm, aku ingin mengail, bukan menangkap ikan begitu saja. Engkau tidak tahu seninya orang mengail, Nona. Kalau aku mau, tentu akan dapat pula menangkap ikan semudah seperti yang kau lakukan itu!"
Hay Hay bangkit berdiri dan memandang permukaan air. Air yang jernih itu membuat dia dapat melihat beberapa ekor ikan berenang tak jauh dari situ. Dia menggerakkan tangkai pancirignya yang terbuat dari bambu itu. Tangkai itu meluncur ke dalam air dan ketika dia mencabutnya kembali, ujungnya sudah menusuk seekor ikan yang menggelepar-gelepar. Dia melepaskan ikan itu di atas darat, kemudian dengan cepat tangkai pancingnya masih dua kali lagi meluncur dan dalam waktu yang cepat dia sudah menangkap tiga ekor ikan yang cukup gemuk!
"Ah, kiranya engkau seorang yang amat lihai, yang menyamar sebagai seorang pengail. Maaf kalau aku bersikap kurang hormat, dan maafkan sekali lagi bahwa tadi aku telah mengganggu tanpa kusengaja."
Gadis itu memberi hormat dari perahunya, kemudian duduk kembali dan dengan perlahan mendayung perahunya ke tengah.
"Heiii, Nona! Nanti dulu!"
Hay Hay berteriak.
"Engkau sudah bersalah padaku dan aku tidak mau memaafkan sebelum menghukummu!"
Gadis itu menahan perahunya, alisnya berkerut karena ia mengira bahwa pemuda di pantai itu akan bersikap kurang ajar. Akan tetapi dengan suara tetap lembut penuh kegembiraan, ia bertanya.
"Aku memang bersalah, akan tetapi tidak kusengaja dan aku sudah minta maaf. Hukuman apa yang akan kau jatuhkan kepadaku?"
"Lihat!"
Hay Hay menunjuk ke arah empat bangkai ikan tadi.
"Karena ulahmu di sini empat ekor ikan yang tidak berdosa telah mati. Kalau tidak dimakan dagingnya, itu namanya suatu pemborosan dan sia-sia namanya. Karena itu, aku akan menghukummu agar engkau membantuku menghabiskan daging empat ekor ikan ini. Aku sudah siap dengan bumbu-bumbunya dan kalau dipanggang, daging ikan ini lezat sekali!"
Lenyaplah kerut-merut pada alis gadis itu dan ia pun tertawa, lalu mendayung perahu ke tepi.
"Baiklah, aku terima hukuman itu!"
Katanya sambil tersenyum.
"Aku pun lapar sekali!"
Ia meloncat ke darat dan menarik tali perahu itu ke darat. Demikian mudahnya gadis itu menarik perahu ke darat, padahal pantai itu agak terjal, hal ini menunjukkan bahwa ia memang bukan gadis sembarangan dan memiliki tenaga yang kuat. Mereka kini berdiri berhadapan, saling pandang dan Hay Hay semakin tertarik.
Gadis ini tidak cantik sekali, akan tetapi pembawaannya demikian polos dan wajar, dan tubuhnya indah, memiliki daya tarik besar. Memang banyak dia temui wanita cantik yang kurang begitu kuat daya tariknya, seolah-olah setangkai bunga yang tidak begitu harum. Akan tetapi gadis ini bagaikan setangkai bunga sederhana yang amat harum semerbak, yang memiliki daya tarik besar dan membuat orang suka sekali berdekatan dan bicara dengannya. Sepasang matanya demikian lembut, keibuan dan penuh kesabaran, mulutnya juga selalu tersenyum ramah, wajahnya yang tanpa bedak itu kemerahan dan segar bagaikan setangkai bunga mawar merah bermandi embun. Pakaiannya juga sederhana, namun bahkan menonjolkan keindahan tubuhnya yang sedang mekar. Agaknya masing-masing merasa puas dengan apa yang mereka pandang dan nilai, karena keduanya tersenyum dan gadis itu berkata,
"Mari kubantu engkau memanggang ikan."
Keduanya tidak banyak cakap, melainkan sibuk membersihkan sisik ikan-ikan itu, membuang isi perutnya, mencuci dengan air telaga dan melumurinya dengan bumbu yang sudah dipersiapkan oleh Hay Hay. Tak lama kemudian masing-masing memegangi dua tusuk bambu, memanggang dua ekor ikan di atas api membara dan terciumlah bau yang sedap.
"Aduh sedapnya. Perutku menjadi semakin lapar saja!"
Kata gadis itu dan cuping hidungnya kembang kempis, lucu sekali.
"Ha-ha-ha, air liurku tak dapat kutahan lagi!"
Hay Hay juga berkata dan dia tertawa, merasa gembira bukan main. Kehadiran gadis ini sungguh merupakan berkah baginya, membuat hari nampak demikian cerah dan suasana demikian gembira dan indah. Bukan main! Tak lama kemudian, keduanya sudah mengganyang ikan-ikan itu dan terasa gurih, manis dan lezat bukan main. Gadis itu tidak kelihatan malu-malu. Ia memiliki watak yang terbuka dan polos, namun lembut, tidak liar seperti watak Kui Hong atau Bi Lian. Sama sekali tidak kelihatan galak, walaupun kadang-kadang sinar matanya mencorong penuh wibawa. Sebentar saja, daging ikan-ikan itu telah habis, tinggal kepala, ekor dan tulang-tulangnya saja.
"Sayang tidak ada minuman."
"Jangan khawatir, Nona. Aku membawa sebotol anggur."
Hay Hay mengeluarkan botol anggur dari buntalannya.
"Aku kurang begitu suka minum arak."
"Ini bukan arak keras, melainkan anggur yang halus. Rasanya manis dan enak, tidak memabokkan asal tidak terlampau banyak, dan menghangatkan perut. Cobalah!"
Hay Hay menyodorkan botol yang terisi anggur hampir penuh itu sambil membuka tutupnya. Gadis itu mendekatkan mulut botol ke bawah hidungnya.
"Hemm, baunya memang harum. Akan tetapi mana cawannya? Akan kucoba sedikit, untuk menghilangkan amis ikan tadi dari mulut."
"Aku tidak membawa cawan, Nona. Minumlah saja dari botol, mengapa?"
"Ihh, mulut botol akan berbau amis oleh mulutku yang habis makan panggang ikan."
"Apa salahnya? Mulutku juga."
Kata Hay Hay. Gadis itu tersenyum, kemudian menuangkan isi botol itu, diterima oleh mulutnya yang terbuka sehingga ia dapat minum anggur itu tanpa menyentuh bibir botol dengan bibirnya. Melihat mulut gadis itu terbuka, melihat rongga mulut yang merah sehat, gigi yang putih berkilau dan lidah yang merah jambu, bibir yang basah kemerahan pula, Hay Hay menelan ludah. Seorang gadis yang sehat dan bersih, dan memiliki daya tarik yang amat kuat justeru oleh kesederhanaannya!
"Hemm, engkau terlalu sopan, Nona."
Katanya setelah gadis itu mengembalikan botol anggur. Gadis itu tidak menanggapi, melainkan memuji.
"Anggurmu sungguh enak."
"Dan ini untuk mencuci dan menyegarkan mulut!"
Kata Hay Hay, mengeluarkan empat buah pir dan memberikannya kepada gadis itu dua buah. Wajah itu nampak berseri.
"Heii! Engkau seperti tahu saja akan buah kesukaanku!"
Teriaknya dan ia pun segera makan buah pir yang banyak airnya itu, segar dan manis rasanya, dan memang merupakan pencuci mulut yang segar untuk menghilangkan amis dan dari daging ikan tadi. Mereka kini makan buah dan duduk berhadapan di atas rumput. Tiba-tiba Hay Hay tertawa,
"Sungguh lucu sekali!"
"Apanya yang lucu?"
Gadis itu bertanya heran lalu memandangi tubuhnya, membereskan rambutnya yang agak awut-awutan karena ia mengira dirinya yang nampak lucu.
"Kita sudah menangkap ikan bersama, makan ikan dan minum anggur, kini makan buah bersama, seperti dua orang sahabat karib yang saling mengenal selama bertahun-tahun. Padahal kita baru saja saling jumpa secara kebetulan, bahkan kita belum mengenal nama masing-masing. Apakah Kau kira tidak sepatutnya sudah kalau kita saling memperkenalkan nama? Namaku adalah Hay Hay."
"Dan namaku Ling Ling."
"Heii! Nama kita juga mirip, hanya satu suku kata yang diulang. Ling Ling, nama yang indah dan manis sekali, sesuai dengan orangnya!"
Ling Ling adalah Cia Ling, puteri tunggal dari Cia Sun. Seperti telah kita ketahui, Cia Ling atau panggilannya Ling Ling ini meninggalkan tempat tinggal ayahnya di dusun Ciangsi-bun di sebelah selatan kota raja, berkunjung ke Cin-ling-pai. Kemudian ia meninggalkan Cin-ling-pai untuk melanjutkan perjalanannya merantau dan mencari pengalaman sebelum pulang ke rumah orang tuanya.
Dalam perjalanannya inilah ia mendengar akan persekutuan para tokoh dunia hitam yang kabarnya bersarang di dataran tinggi Yunan. Ia merasa tertarik. Persekutuan orang jahat itu tentu akan ditentang oleh para pendekar, pikirnya, mengingat akan cerita ayahnya tentang pengalaman ayahnya dahulu ketika masih muda, di mana para pendekar selalu siap untuk menentang gerakan para penjahat di dunia kang-ouw. Inilah kesempatan baik untuk meluaskan pengetahuan, pikirnya. Demikianlah, gadis gagah perkasa ini tanpa ragu lagi lalu melakukan perjalanan menuju ke selatan, ke Yunan. Dan ketika tiba di Telaga Cou, dara perkasa ini tertarik sekali dan menyewa perahu kecil sampai perjumpaannya yang tak disangka-sangka dengan seorang pemuda yang aneh dan menarik hatinya.
Gadis ini mengalami cukup banyak godaan dan halangan di sepanjang perjalanannya, namun berkat ilmu silatnya yang tinggi, ia mampu mengatasi semua halangan, bahkan banyak menghajar orang-orang jahat yang berani mengganggunya, baik untuk merampok perbekalannya atau pun untuk mengganggu dirinya sebagai seorang gadis muda yang cukup menarik dan yang melakukan perjalanan sendirian saja. Kini, mendengar kata-kata Hay Hay yang mengatakan bahwa namanya indah dan manis sekali sesuai dengan orangnya, gadis ini memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik, dan sepasang alisnya berkerut sedikit. Namun, suaranya masih terdengar lembut dan sabar ketika ia bertanya.
"Apa maksudmu?"
Ia mulai merasa curiga, mengira bahwa Hay Hay tiada bedanya dengan para lelaki yang pernah dijumpainya di dalam perjalanan yaitu pada akhirnya lelaki-lelaki itu hanya ingin merayunya dan menjatuhkannya! Akan tetapi Hay Hay tersenyum lebar dan memandang dengan polos.
"Apa maksudku? Sudah jelas. Namamu itu, Ling Ling, terdengar merdu seperti nyayian dan indah manis, seperti pemiliknya. Apakah engkau belum tahu bahwa engkau adalah seorang gadis yang amat menarik, sederhana namun manis dan mengandung daya tarik bagaikan besi sembrani, Adik Ling Ling?"
Kalau tadinya Ling Ling sudah siap untuk menegur atau bahkan menghajar pemuda itu andaikata berani kurang ajar, kini gadis itu bimbang. Pemuda ini memang memujinya, bahkan kata-katanya mirip rayuan akan tetapi pandang matanya dan suaranya sama sekali bukan seperti para pria lain yang hendak berkurang ajar kepadanya. Mata itu demikian polos, dan suaranya juga datar saja seolah-olah bicara tentang kecantikannya merupakan hal yang lumrah dan sewajarnya, seperti seorang memuji keindahan setangkai bunga saja! Karena itu, ia pun tidak dapat marah, melainkan mengamati wajah pemuda itu dengan penuh selidik.
"Hemm, baru sekarang ada orang mengatakan bahwa aku manis menarik. Hay-ko (Kakak Hay), katakan, apanya sih yang manis menarik?"
Senang hati Hay Hay disebut Hay-ko setelah tadi dia menyebut Ling-moi (Adik Ling), terdengar demikian akrab dan mesra, seperti kakak beradik, atau seperti... pacar saja!
"Ha-ha, apamu yang menarik, Ling-moi? Entahlah, sukar untuk menentukan. Mungkin matamu yang lembut itu, atau mulutmu yang selalu tersenyum atau juga hidungmu yang cupingnya dapat kembang kempis lucu, atau rambutmu yang hitam panjang awut-awutan itu. Atau kesemuanya ditambah kesederhanaanmu, kelembutanmu, pakaianmu yang sederhana namun bahkan menonjolkan keindahan bentuk tubuhmu, waah, pendeknya engkau manis menarik!"
Kini Ling Ling tertawa. Bukan, bukan perayu kurang ajar yang mempunyai niat buruk, pikirnya. Pemuda ini lain sama sekali daripada para pria lainnya. Pria lainnya yang dijumpai, selalu memandang kepadanya dengan sinar mata yang jelas membayangkan kebangkitan nafsu berahi, senyum-senyum buatan untuk memikat, kata-kata rayuan yang juga isinya penuh dengan daya pikat, mata dan mulut yang jelas mengandung kekurangajaran. Akan tetapi pemuda ini lain sama sekali. Biarpun rayuannya maut, lebih manis dan menyenangkan dibandingkan semua rayuan yang pernah didengarnya, namun sinar mata pemuda ini polos dan bersih dari nafsu, dan tidak ada nampak bayangan keinginan untuk memikat, apalagi kurang ajar. Maka ia pun tertawa.
"Hi-hik, Hay-ko, engkau sungguh seorang perayu besar! Rayuanmu yang maut itu bisa membuat kepala seorang gadis menjadi tujuh keliling dan membuat ia bertekuk lutut dan takluk kepadamu! Apakah engkau seorang laki-laki mata keranjang yang suka merayu wanita?"
Hay Hay menarik napas panjang.
"Sudah mejadi nasibku barangkali, sudah suratan takdir bahwa selama hidupku, aku akan dicap sebagai seorang laki-laki mata keranjang! Hampir semua wanita menganggap aku mata keranjang dan perayu besar!"
"Tapi engkau memang perayu besar, Hay-ko. Selama hidupku, belum pernah aku dipuji laki-laki seperti yang kau lakukan tadi!"
Ling Ling berkata, akan tetapi sambil tersenyum. Kembali Hay Hay menarik napas panjang.
"Itulah nasibku! Aku sama sekali tidak pernah merayumu, Ling-moi. Aku hanya jujur dan terus terang saja, mengatakan apa adanya. Memang engkau manis menarik, habis aku harus berkata bagaimana?"
"Apakah engkau selalu memuji setiap orang wanita yang kau jumpai?"
"Iya, sebagian besar. Karena bagiku, setiap orang wanita itu seperti juga bunga. Bunga itu bermacam-macam, baik bentuknya maupun warnanya, akan tetapi adakah bunga yang buruk? Semua indah dan semua cantik, dalam coraknya sendiri, memiliki keistimewaan sendiri. Dan aku memandang wanita seperti memandang bunga, aku selalu kagum akan keindahan seorang wanita seperti kagum kepada keindahan bunga. Salahkah kalau aku memuji keindahan itu?"
"Memuji keindahan bunga lalu ingin memetiknya?"
"Ah, tidak! Aku bukan perayu, Ling-moi! Aku suka akan keindahan, bagaimana mungkin aku ingin merusak keindahan itu? Tidak, aku hanya cukup puas dengan memandangnya, mengamati dan mengagumi kecantikannya."
Ling Ling memandang kagum.
"Engkau seorang laki-laki yang aneh, terlalu jujur dan tentu banyak mengalami hal-hal yang menyusahkan karena kejujuranmu itu, Hayko."
Tiba-tiba terdengar suara orang, suara yang parau dan kasar,
"Heh-heh, kiranya engkau sudah berada di sini, Nona manis!"
Hay Hay masih duduk dan hanya memutar tubuh untuk memandang saja. Akan tetapi Ling Ling sudah meloncat dan bangkit berdiri. Hay Hay memperhatikan tiga orang yang muncul itu.
Mereka itu adalah tiga orang laki-laki yang usianya antara empat puluh dan lima puluh tahun. Ketiganya mengenakan pakaian serba putih! Yang dua orang bertubuh tinggi besar dan nampak kokoh kuat, dengan lengan berotot dan sepasang mata yang liar, muka mereka kehitaman, seorang berjenggot panjang dan seorang lagi tanpa jenggot. Orang ke tiga, yang pakaiannya juga putih seperti dua orang terdahulu, lebih tua beberapa tahun, akan tetapi orang ke tiga ini bertubuh pendek gendut seperti bola. Yang membuat Hay Hay terkejut adalah muka orang ini, karena muka ini agak pucat. Hal ini bukan berarti bahwa orang gendut itu berpenyakitan. Kepucatan mukanya berbeda dengan pucatnya orang yang tidak sehat. Hay Hay mengenal orang itu sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi hanya dengan melihat mukanya.
Dia pernah mendengar dari para gurunya bahwa di dunia kang-ouw banyak terdapat ilmu sesat di antaranya latihan hawa sakti yang dapat membuat wajah orang itu menjadi pucat, akan tetapi semakin pucat wajahnya, semakin kuat sin-kang sesat yang dilatihnya. Dugaan Hay Hay ini memang tepat. Tiga orang itu adalah anggauta perkumpulan Kui-kok-pang (Perkumpulan Lembah Iblis), sebuah perkumpulan di Lembah Iblis yang berada di lereng Gunung Hong-san. Perkumpulan Kui-kok-pang ini dipimpin oleh ketuanya yang bernama Kim San, seorang yang berilmu tinggi dan mukanya sepucat mayat. Seperti juga ketuanya, semua anggauta Kui-kok-pang mengenakan pakaian serba putih, dan ketinggian tingkat mereka dapat dilihat dari keadaan muka mereka. Yang lebih pucat berarti lebih tinggi kedudukannya dan ilmu kepandaiannya.
Dua orang tinggi besar yang mukanya kehitaman, dengan kepucatan yang hampir tidak nampak karena kulit muka yang hitam, menunjukkan bahwa mereka berdua adalah anggauta-anggauta biasa saja yang masih rendah tingkatnya, dan mereka lebih mengandalkan tenaga otot daripada tenaga sakti. Akan tetapi orang ke tiga, yang bertubuh pendek gendut seperti bola, mukanya pucat dan ini menunjukkan bahwa tingkatnya lebih tinggi daripada kedua orang temannya yang bermuka hitam. Ketika mendengar teguran parau dan kasar tadi, Ling Ling cepat menengok. Ketika melihat dua orang laki-laki tinggi besar yang mukanya kehitaman, seketika wajah Ling Ling berubah merah dan ia pun meloncat bangun, berdiri sambil bertolak pinggang, sepasang matanya mengeluarkan sinar berapi ketika memandang kepada mereka.
"Hemm, kiranya kalian anjing-anjing hitam yang kurang ajar itu berani muncul kembali! Apakah kalian masih belum jera dan minta dihajar lagi?"
Kata Ling Ling. Dua orang laki-laki muka hitam itu saling pandang, kemudian mereka menoleh kepada laki-laki perut gendut sambil berkata.
"Nah, engkau dengar sendiri, Suheng! Ia memang seorang gadis yang sombong dan memandang rendah kepada kita!"
Kata Si Hitam yang berjenggot kambing. Si Pendek perut gendut melangkah maju menghadapi Ling Ling. Sejenak dia tidak bicara apa pun, hanya mengamati wajah gadis itu dengan sinar mata mencorong, kemudian dia berkata, suaranya kecil seperti suara tikus terpencet, sehingga terdengar lucu dan berlawanan dengan tubuhnya yang gendut.
"Nona, agaknya engkau tidak tahu, bahwa kami adalah orang-orang Kui-kok-pang! Agaknya Nona baru saja memasuki dunia kang-ouw, seperti burung yang baru belajar terbang sehingga tidak mengenal kami. Oleh karena itu, kalau Nona mau bersikap manis dan minta maaf, kami pun akan menyudahi urusan ini dan menganggap bahwa Nona masih kanak-kanak yang tidak tahu akan kebesaran Kui-kok-pang."
Mendengar disebutnya nama Kui-kok-pang, diam-diam Hay Hay terkejut karena dia sudah mendengar akan nama besar perkumpulan itu. Akan tetapi dia harus tahu dulu akan duduk perkaranya sebelum berpihak, maka sebelum Ling Ling yang bersikap tenang namun marah itu menjawab, dia sudah mendahului.
"Ling-moi, apakah yang telah terjadi antara engkau dengan dua orang saudara dari Kui-kok-pang ini?"
Ling Ling yang sudah siap menjawab kata-kata Si Gendut pendek itu dengan kata-kata keras, mendengar pertanyaan Hay Hay, lalu menoleh kepada pemuda itu.
"Hay-ko, aku tidak tahu apakah dua orang jahanam ini anggauta Perkumpulan Lembah Iblis, atau perkumpulan apa, akan tetapi kemarin sore, ketika aku memasuki kota, di tengah perjalanan di luar kota itu, mereka menghadangku dan bersikap kurang ajar, hendak mengganggu aku. Tentu saja aku menghajar mereka sampai mereka lari tunggang-langgang seperti dua ekor anjing dipukul. Dan sekarang, mereka muncul lagi bersama seekor anjing gemuk lainnya yang agaknya hendak menggonggong lebih keras daripada mereka."
Hay Hay menahan senyum karena geli hatinya. Kini dia tahu bahwa dua orang Kui-kok-pang yang bertubuh tinggi besar itu, seperti kebanyakan pria yang kasar dan kurang ajar, kemarin mencoba mengganggu Ling Ling yang dianggapnya seorang gadis cantik yang lemah. Mereka tertumbuk batu karang dan dihajar,dan kini mereka datang dengan seorang kawan mereka yang mereka sebut suheng, tentu untuk membalas dendam kepada gadis itu. Hay Hay maklum bahwa kalau dibiarkan saja, tentu Ling Ling akan berkelahi melawan tiga orang Kui-kok-pang itu, maka dia lalu menghadapi laki-laki pendek gendut, menjura dan berkata dengan ramah.
"Sobat, kalau adikku ini telah kesalahan tangan terhadap dua orang saudaramu ini, biarlah aku yang memintakan maaf, harap urusan ini dihabiskan sampai di sini saja."
Si Pendek Gendut itu memandang sejenak kepada Hay Hay, lalu dengan alis berkerut dia pun berkata, nada suaranya penuh ketinggian hati.
"Orang muda, aku tidak tahu siapa engkau dan mengapa pula engkau mencampuri urusan kami. Nona ini yang telah menghina orang-orang kami, maka ialah yang harus minta maaf sendiri dan membuktikan penyesalannya dengan menghibur kami selama sehari semalam. Baru kami mau sudah. Kalau tidak begitu, biar ada seribu orang yang memintakan maaf, kami tidak akan mau menerimanya."
Sikap Si Pendek Gendut itu demikian sombong dan Ling Ling sudah menjadi semakin marah saja.
"Hay-ko, jangan mencampuri urusan ini. Biar kuhajar manusia busuk ini!"
Bentak Ling Ling dan sekali meloncat ia sudah berhadapan dengan Si Pendek Gendut itu.
"He, babi gendut, jangan engkau membuka mulut sembarangan saja kalau tidak ingin aku menghancurkan mulutmu yang busuk!"
Muka yang pucat itu mendadak menjadi merah sekali, akan tetapi segera menjadi pucat kembali, dan sepasang mata yang sipit dari Si Pendek Gendut itu seperti mengeluarkan sinar berapi. Mendengar makian gadis itu, dia marah sekali. Tadinya dia mengira bahwa setelah mendengar nama besar Kui-kok-pang, gadis itu akan menjadi ketakutan dan menyerah. Tak tahunya gadis itu malah memakinya babi gendut! Padahal dia adalah seorang tokoh Kui-kok-pang, tingkat tiga yang ditakuti orang karena ilmu kepandaiannya sudah tinggi. Di bawah Ketua Kui-kok-pang, hanya ada tiga orang yang bertingkat dua sebagai pembantu-pembantu utama ketua, dan hanya ada lima orang, termasuk dia, yang menduduki tingkat ketika sebagai orang-orang yang dipercaya ketua dan sering bertindak sebagai utusan atau wakil ketua. Dan kini, gadis manis ini berani menghinanya setelah dia tertarik dan ingin memiliki gadis ini untuk menghibur hatinya.
"Bocah sombong, berani engkau menghina tuanmu? Agaknya engkau sudah bosan hidup!"
Nafsu berahinya yang tadi timbul setelah dua orang anak buahnya membawanya menemui gadis yang pernah menghajar mereka itu, kini lenyap sama sekali oleh penghinaan yang dilontarkan Ling Ling, berubah menjadi kemarahan dan kebencian yang berbau darah dan maut. Begitu kata-katanya berhenti, tubuhnya sudah menerjang dengan dahsyatnya ke depan, kedua tangannya membentuk cakar dan menyerang dengan cakaran dan cengkeraman seperti seekor biruang marah. Dari kerongkongannya juga keluar gerengan seperti binatang buas.
Akan tetapi, dari kedua tangan yang membentuk cakar itu, menyambar hawa yang amat kuat, didahului uap putih dan bau yang amis seperti darah! Melihat serangan ini, terkejutlah Hay Hay karena dia mengenal serangan ilmu Pukulan yang mengandung racun dan amat jahat, ciri khas Pukulan yang biasa dipergunakan para tokoh golongan hitam. Hampir dia berteriak memperingatkan Ling Ling, bahkan semua urat syaraf di tubuhnya sudah menegang karena dia pun siap untuk melindungi gadis itu dari serangan dahsyat lawannya, kalau saja dia tidak melihat gerakan Ling Ling yang membuat dia terbelalak. Dengan amat mudahnya, ringan dan bagaikan bulu tertiup angin, gadis itu menggerakkan kakinya dan terkaman yang dahsyat itu dapat dihindarkan dengan amat mudahnya! Yang membuat Hay Hay terbelalak heran bukan karena melihat kelihaian Ling Ling. Sudah banyak dia bertemu gadis yang berilmu tinggi,
Maka dia tidak akan heran melihat munculnya gadis-gadis lihai lainnya lagi. Akan tetapi dia terbelalak heran karena dia mengenal gerak langkah kaki yang dipergunakan Ling Ling untuk menghindarkan diri dari serangan dahsyat Si Pendek Gendut tadi. Itulah Ilmu Langkah Ajaib Jiauw-pouw-poan-soan! Tak salah lagi, walaupun belum sempurna benar, namun mudah dikenal langkah-langkah rahasia itu! Padahal, ilmu langkah ajaib itu adalah ciptaan gurunya See-thian Lama atau juga yang disebut Go-bi San-jin! Bagaimana gadis itu mampu memainkan langkah ajaib itu? Dan kini lenyapnya kekhawatiran dari hati Hay Hay. Bukan saja gadis itu pandai ilmu Jiauw-pouw-poan-soan yang akan membuat gadis itu pandai menyelamatkan diri dari serangan yang betapa hebat pun, juga gadis itu memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang demikian hebat.
Dan ketika gadis itu membalas dengan tamparan-tamparan kedua tangannya yang mengeluarkan angin keras mencicit tanda bahwa telapak tangan itu mengandung tenaga sakti yang amat kuat, Hay Hay menahan seruan kagum. Tadi, ketika gadis itu menangkap ikan dengan dayungnya, dia sudah menduga bahwa Ling Ling adalah seorang gadis yang memiliki kepandaian silat. Akan tetapi, perbuatan menangkap ikan itu mudah saja dan dia tidak mengira bahwa gadis itu ternyata memiliki ilmu silat yang tinggi bahkan dapat memainkan ilmu langkah ajaib Jiauw-pouw-poan-soan! Kini dia tidak khawatir lagi, bahkan mengkhawatirkan nasib Si Pendek Gendut karena dia pun tahu bahwa Ling Ling jauh lebih lihai dibandingkan lawannya. Si Pendek Cendut juga terkejut ketika melihat tamparan gadis itu mengandung angin Pukulan bercuitan mengejutkan.
Dia mencoba untuk mengelak, bahkan menangkis untuk kemudian dilanjutkan cengkeraman pada lengan Ling Ling. Akan tetapi, begitu lengannya tersentuh lengan Ling Ling yang mengandung kekuatan Thian-te Sin-kang, tubuh Si Gendut itu terjengkang ke belakang dan di lain saat tubuh itu sudah menggelundung seperti sebuah bola ditendang! Akan tetapi, dia sudah meloncat bangun lagi dengan muka merah dan dia sudah mencabut senjatanya, yaitu sebuah pedang pendek yang berwarna hitam, tanda bahwa pedang itu agaknya sudah sering kali dilumuri racun! Dua orang anggauta Kui-kok-pang yang tinggi besar dan berkulit hitam, ketika melihat betapa suheng mereka dalam beberapa jurus saja sudah terjengkang, segera mencabut golok masing-masing dan mereka pun maju mengepung!
Gadis itu dikepung tiga orang lawan yang kesemuanya bersenjata tajam! Namun, Ling Ling berdiri tegak sambil bertolak pinggang dengan kedua tangannya, tenang-tenang saja dan tersenyum, seperti seorang guru melihat tingkah tiga orang anak kecil yang bandel dan nakal! Hay Hay juga memandang dengan tersenyum. Dia masih percaya penuh bahwa gadis itu akan mampu melindungi dirinya. Dengan Jiauw-pouw-poan-soan saja, dia percaya gadis itu akan mampu menghindarkan diri dari kepungan tiga batang senjata tajam itu. Apalagi agaknya gadis itu memiliki lain-lain ilmu yang juga amat hebat. Dugaan Hay Hay memang tidak meleset. Tingkat kepandaian Si Pendek Gendut bersama dua orang pembantunya itu masih jauh di bawah tingkat Ling Ling yang sejak kecil menerima gemblengan ayah ibunya.
Ketika Si Pendek Gendut menyerang dengan pedangnya, dan dua orang pembantunya juga, menerjang dengan golok mereka, tiba-tiba saja mereka bertiga itu terkejut karena melihat gadis itu menyelinap dan hanya nampak bayangan berkelebat dan orangnya sudah lenyap. Ketika Si Gendut membalik, gadis itu sudah berada di belakangnya, berdiri dengan santai dan tersenyurn manis! Dia membalik, pedangnya membacok lagi dengan golok mereka. Menghadapi pengeroyokan dengan senjata ini, Ling Ling kembali menyelamatkan diri dengan langkah-langkah anehnya. Tubuhnya bergeser ke kanan kiri, memutar dan dara itu sudah keluar dari kepungan tiga senjata tajam. Melihat betapa di antara tiga orang lawannya, yang paling kuat adalah Si Pendek Gendut, maka ia lalu menyerang dengan totokan jari telunjuk.
Cepat sekali jari telunjuknya mencuat dan menotok ke arah pundak Si Gendut Pendek. Totokan ltu cepat bukan main dan tak mungkin dapat dihindarkan oleh lawan. Itulah Ilmu Thiam-hiat-hoat (menotok jalan darah) yang amat ampuh, yaitu It-sin-ci (Satu Jari Sakti). Begitu pundaknya tersentuh telunjuk kiri gadis itu, seketika Si Pendek Gendut merasa betapa tubuhnya lemas kehilangan tenaga. Pedangnya terlepas dan tubuhnya terkulai jatuh. Akan tetapi, begitu tubuhnya rebah dia bergulingan dan tak lama kemudian dapat meloncat bangkit kembali sambil menyambar pedangnya yang tadi terlepas. Hal ini mengejutkan hati Ling Ling, juga mengherankan hati Hay Hay. Jelaslah bahwa Si Pendek Gendut itu tadi terkena totokan yang lihai dan melihat dia terkulai, hal itu berarti bahwa totokan mengenai sasarannya dengan tepat.
Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akan tetapi bagaimana mungkin begitu terkulai jatuh, Si Pendek Gendut itu dapat meloncat bangun kembali setelah bergulingan? Baik Hay Hay maupun Ling Ling tidak tahu bahwa Kui-kok-pang adalah sebuah perkumpulan golongan sesat yang pernah dipimpin oleh orang-orang berilmu tinggi. Beberapa macam ilmu aneh diturunkan oleh para pimpinan itu, dan Si Pendek Gendut itu ternyata telah pula mewarisi sebuah di antara ilmu-ilmu aneh, yaitu yang disebut Ilmu Kekebalan Trenggiling Besi. Ilmu ini adalah semacam ilmu kekebalan terhadap totokan lawan. Biarpun tadinya tubuh telah terpengaruh totokan lihai, asal tubuh itu dapat rebah di atas tanah, maka akan timbul kekuatan sehingga dia dapat bergulingan dan pengaruh totokan itu pun akan membuyar dengan sendirinya! Kui-kok-pang didirikan oleh sepasang suami isteri yang memiliki kepandaian tinggi sekali.
Si Suami berjuluk Kui-kok Lo-mo, dan isterinya Kui-kok Lo-bo, yaitu kakek dan nenek Lembah Kui-kok. Mereka selalu berpakaian putih dan muka kedua orang suami isteri ini pun putih seperti muka mayat, dengan mata mencorong. Ilmu kepandaian suami isteri ini hebat bukan main, dan nama Kui-kok-pang perkumpulan yang mereka dirikan, amat terkenal di dunia persilatan. Akan tetapi, suami isteri ini, di dalam kebesarannya, bernasib sial karena bentrok dengan Raja dan Ratu Iblis, dua orang tokoh yang menjadi datuk terbesar di dunia hitam sehingga Kui-kok Lo-mo dan Kui-kok Lo-bo tewas di tangan Ratu Iblis yang sakti. Kini yang menjadi Ketua Kui-kok-pang adalah Kim San, seorang murid suami isteri itu yang paling banyak mewarisi ilmu kepandaian mereka. Kui-kok-pang bangkit kembali dan kini menyusun kekuatan dengan bekerja sama di bawah pimpinan Lam-hai Giam-lo.
Seperti para pembantu lain yang bersekutu di dalam gerornbolan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo, para tokoh Kui-kok-pang tidak ketinggalan bekerja keras untuk menggembleng anak buah mereka, juga seperti para pembantu lain, berkeliaran mencari teman baru untuk ditarik menjadi anggauta kelompok mereka untuk memperkuat pasukan yang sedang mereka susun. Si Gendut Pendek bersama beberapa orang anak buahnya juga sedang bertugas mencari teman ketika mereka berkeliaran sampai ke daerah T elaga Cao. Dua orang di antara mereka, yang bertubuh tinggi besar, bertemu dengan Ling Ling di tengah jalan yang sepi. Melihat seorang dara muda yang cantik melakukan perjalanan seorang diri, tentu saja menimbulkan nafsu kedua orang anggauta Kui-kok-pang yang sudah biasa melakukan segala jenis kejahatan itu.
Mereka bermaksud menggoda, akan tetapi mereka kecelik dan akibat dari godaan itu, mereka berdua dihajar oleh Ling Ling sehinnga mereka terpaksa melarikan diri dalam keadaan babak-belur. Mereka lalu mengadu kepada pimpinan mereka, yaitu Si Pendek Gendut. Orang ini adalah seorang laki-laki yang lemah terhadap wanita cantik. Mendengar bahwa dua orang anak buahnya baru saja dihajar oleh seorang gadis cantik, hatinya merasa penasaran dan bersama kedua orang anak buahnya itu, dia pun segera mencari gadis itu dan akhirnya dapat menemukan Ling Ling sedang bercengkerama dengan Hay Hay. Demikianlah sedikit tentang Kui-kok-pang. Tidak mengherankan kalau Si Pendek Gendut itu mampu membebaskan pengaruh totokan It-sin-ci dari Ling Ling karena kebetulan dia mewarisi satu di antara ilmu-ilmu yang aneh,
Yang ditinggalkan Kui-kok Lo-mo dan Kui-kok Lo-bo, yaitu Ilmu Kekebalan Trenggiling Besi. Kini Si Gendut telah meloncat bangun dan menyerang lagi, diikuti oleh dua orang pembantunya yang menjadi besar hati melihat betapa suheng mereka tadi, biarpun sempat roboh, dapat bangkit kembali dengan cepat dan agaknya hal ini mengejutkan gadis i tu yang memandang dengan mata terbelalak. Memang kebangkitan Si Gendut yang tidak tersangka-sangka itu agak mengejutkan hati Ling Ling, akan tetapi tidak membuatnya menjadi gugup. Begitu melihat tiga orang itu sudah maju lagi menerjangnya, ia menyelinap di antara bayangan tiga buah senjata tajam itu, menggunakan langkah-langkah ajaibnya, dan setelah membiarkan tiga orang lawannya menyerang sampai empat lima jurus dan ia melihat kesempatan terbuka,
Tiba-tiba sambil membuat gerakan memutar dalam langkah-langkahnya, ia menyerang secara bertubi-tubi ke arah tiga orang lawan itu dengan jurus-jurus cepat dari Ilmu silat San-in Kun-hoat (Ilmu Silat Awan Gunung), satu di antara ilmu silat Cin-ling-pai yang halus dan hebat. Terdengar teriakan-teriakan ketika tubuh tiga orang itu berturut-turut roboh dan dua batang golok terlepas dari pegangan pemiliknya. Tubuh Si Pendek Gendut untuk kedua kalinya roboh. Kembali dia menggunakan ilmunya Trenggiling Besi, bergulingan dan melompat bangun. Akan tetapi melihat betapa dua orang pembantunya begitu dapat bangun terus melarikan diri dengan terpincang-pincang Si Gendut itu pun agaknya sudah kehabisan nyali dan dia pun tanpa banyak cakap lagi sudah memutar tubuh dan melarikan diri menyusul dua orang anak buahnya!
Hay Hay tertawa dan bertepuk tangan memuji. Dia merasa kagum sekali, bukan hanya karena kelihaian Ling Ling, akan tetapi terutama sekali dia merasa girang dan kagum karena jelas nampak olehnya betapa di dalam perkelahian itu, Ling Ling telah mengalah dan sama sekali tidak pernah menggunakan tangan besi. Kalau saja gadis itu menghendaki, dengan mudah ia akan mampu merobohkan mereka bertiga untuk tidak dapat bangun kembali, tewas atau setidaknya terluka parah. Akan tetapi tidak, gadis itu jelas hanya ingin menundukkan mereka tanpa ingin melukai. Ini saja sudah membuktikan bahwa Ling Ling adalah seorang gadis yang memiliki watak halus, penyabar dan sama sekali tidak kejam. Berbeda dengan banyak pendekar wanita yang ringan tangan dan kadang-kadang ganas terhadap penjahat. Gadis ini seorang pemaaf besar!
"Hebat sekali, Ling-moi! Engkau membuat aku kagum!"
Kata Hay Hay memuji. Ling Ling tersenyum.
"Apanya sih yang patut dipuji? Biarpun aku belum pernah melihat kepandaianmu, aku berani memastikan bahwa engkau jauh lebih pandai daripada aku, Hay-ko."
"Hemm, darimana engkau dapat memastikan seperti itu, Adikku yang manis?"
"Dari sikapmu, Hay-ko, juga ketika engkau menangkap ikan dengan pancinganmu tadi. Engkau bersikap sederhana hanya untuk menutupi kelihaianmu, Hay-ko."
Hay Hay memandang kagum.
"Ling-moi, engkau memang seorang gadis yang luar biasa sekali. Aku masih terheran-heran, darimana engkau mahir memainkan ilmu langkah ajaib Jiauw-pouw-poan-soan itu.?"
Kini Ling Ling memandang penuh selidik.
"Nah, tidak keliru dugaanku. Baru melihat engkau sudah dapat mengenal gerakanku. Betapa tajamnya pandang matamu, Hay-ko. Menurut Ayah, karena ilmu itu merupakan ilmu simpanan, jarang atau mungkin tidak ada orang yang mengenalnya, dan engkau begitu melihat gerakanku, segera mengenalnya. Aku mempelajarinya dari Ayah, Hay-ko. Dan bagaimana engkau dapat mengenal ilmu kami itu?"
Akan tetapi Hay Hay tidak menjawab, melainkan memandang dengan mata terbelalak, lalu bertanya lagi,
"Apakah nama keluargamu Cia?"
Ling Ling mengangguk heran. Bagaimana pula pemuda ini tahu atau dapat menduga akan nama keluarganya?
"Dan Ayahmu bernama Cia Sun?"
Gadis itu bengong, lalu tersenyum.
"Wah, ini namanya sudah keterlaluan, Hay-ko. Engkau membuat aku semakin bingung, heran dan penasaran. Engkau dapat mengetahui segalanya tentang diriku. Apakah engkau menguasai ilmu meramal? Jangan membikin aku bingung keheranan, Hay-ko. Bagaimana engkau dapat menduga demikian tepat?"
"Karena ilmu langkah tadilah, Ling-moi. Ketahuilah bahwa Ayahmu yang bernama Cia Sun itu adalah Suhengku."
"Ahhh.? Bagaimana mungkin? Ayah tidak pernah bercerita bahwa dia mempunyai seorang sute seperti engkau!"
"Memang, dia sendiri pun tidak tahu bahwa aku adalah sutenya."
"Tapi... tapi, guru Ayahku ada dua. Yang seorang adalah kakekku sendiri."
"Aku tahu, tentu Kakekmu, pendekar sakti yang tinggal di Lembah Naga itu, bukan? Akan tetapi yang kumaksudkan adalah gurunya yang berjuluk See-thian Lama atau Go-bi San-jin.."
"Jadi kalau begitu engkau adalah murid dari Locianpwe itu? Dari Sukong (kakek Guru) Go-bi San-jin?"
"Benar, Ling-moi. Karena itu aku mengenal ilmu langkahmu tadi. Ayahmu adalah murid Suhu Go-bi San-jin, oleh karena itu dia adalah suhengku."
"Dan engkau adalah paman guruku! Ah, Susiok (Paman Guru) harap maafkan aku yang tadi bersikap kurang hormat karena belum mengenal Susiok."
Kata Ling Ling sambil menjura dengan hormat kepada pemuda itu.
"Eiiit, jangan begitu, Ling-moi!"
Kata Hay Hay. Hay Hay cepat membalas penghormatan gadis itu.
"Aku lebih senang menjadi kakak dan adik denganmu, seperti sekarang ini. Sebut saja aku Hay-ko seperti tadi, Ling-moi."
"Aku tidak berani, Susiok."
Kata Ling Ling, sikapnya hormat.
"Aihh, aku mendadak merasa menjadi tua sekali kalau engkau menyebutku paman guru, Ling-moi. Padahal, usiaku baru dua puluh satu tahun lebih!"
Gadis itu menatap wajahnya dan berkata, sikapnya sungguh-sungguh, namun tetap ramah dan halus.
"Susiok, satu di antara pelajaran yang kuterima dari Ayah adalah agar aku menghormati orang tua, dan agar aku selalu mengingat akan tatasusila dan sopan santun. Biarpun engkau masih muda, pantas menjadi kakakku, akan tetapi kenyataannya, engkau adalah adik seperguruan dari Ayah. Oleh karena itu maka sudah semestinya dan sepatutnya kalau aku menyebut Susiok kepadamu. Dan harap Susiok jangan menyebut adik kepadaku, karena hal itu tentu akan menjadi bahan tertawaan orang lain."
Hay Hay mengerutkan alis.
"Aih, masa bodoh pandangan dan pendapat orang lain. Ling-moi, engkau terlalu memegang peraturan!"
Gadis itu tersenyum, sikapnya tenang dan halus, dan pandang matanya seperti menggurui.
"Susiok, apa akan jadinya dengan manusia kalau tidak memegang peraturan? Hidup tidak mungkin dapat bebas dari peraturan, Susiok. Tanpa peraturan, kehidupan akan menjadi bebas dan liar, tanpa batas-batas lagi sehingga takkan ada bedanya dengan kehidupan binatang. Maaf, Susiok, sejak kecil Ayah mengajarkan kepadaku agar mentaati peraturan, karena itulah aku tidak berani melanggar."
Wajah Hay Hay berubah agak merah dan tiba-tiba dia pun tertawa.
"Baiklah, Ling Ling. Biar aku sebut namamu begitu saja kalau engkau bertekad menyebut aku Susiok. Ada benarnya memang pendapatmu tadi. Tanpa peraturan, hidup akan menjadi liar dan kacau. Akan tetapi, terlalu memegang peraturan, hidup pun akan menjadi kaku. Di dalam segala hal memang dibutuhkan kebijaksanaan, karena hanya kebijaksanaanlah yang akan dapat membuat kita mempertimbangkan, mana yang benar, mana yang baik dan mana yang buruk. Baiklah keponakanku yang manis, sekarang ceritakan kepada Paman Gurumu ini, bagaimana engkau, seorang dara remaja, (Lanjut ke Jilid 39)
Pendekar Mata Keranjang (Seri ke 09 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 39
dapat tiba di tempat ini melakukan perjalanan seorang diri. Dan ceritakan pula keadaan Suheng Cia Sun sekeluarganya yang tidak pernah kutemui itu."
Dengan singkat Ling Ling menceritakan keadaan orang tuanya betapa ayah dan ibunya tinggal di dusun Ciang-sibun di sebelah selatan kota raja, hidup sederhana dan bertani.
"Aku pergi meninggalkan rumah dengan perkenan Ayah dan Ibu, Susiok. Aku ingin meluaskan pengalaman dan juga aku berkunjung ke Cin-ling-pai, karena Ibuku adalah murid ketua yang lama dari Cin-ling-pai dan Ayahku masih keluarga dekat dengan keluarga Cin-ling-pai."
Karena urusan di Cin-ling-pai merupakan urusan keluarga, maka Ling Ling tidak bercerita tentang keributan di Cin-ling-pai karena pemunculan Kui Hong, kemudian Hui Lian. Kalau ia menyebut nama kedua orang gadis ini, tentu Hay Hay akan terkejut dan girang karena dia sudah mengenal baik kedua orang gadis itu.
"Setelah bertemu keluarga Cin-ling-pai, aku melanjutkan perjalananku dan di tengah perjalanan inilah aku mendengar akan gerakan persekutuan para tokoh kang-ouw yang dipimpin oleh datuk-datuk sesat dan kabarnya yang diangkat menjadi bengcu adalah seorang datuk sesat berjuluk Lam-hai Giam-lo. Kabarnya, persekutuan golongan hitam ini bermaksud hendak mengadakan pemberontakan. Mendengar berita ini, aku merasa yakin bahwa para pendekar tentu akan menentangnya, Susiok. Karena itulah aku akan bermaksud hendak melakukan penyelidikan di sarang mereka, yaitu di Pegunungan Yunan."
Hay Hay mengangguk-angguk gembira.
"Wah, sungguh kebetulan sekali. Aku pun sedang menuju ke sana, Ling Ling. Aku pun mendengar akan gerakan itu, bahkan aku mendengar sendiri langsung dari Menteri Yang Ting Hoo."
Gadis itu terbelalak.
"Kau maksudkan Yang Thai-jin, yang terkenal sebagai seorang menteri yang tiong-sin (setia) itu? Aku mendengar dari Ayah bahwa di kota raja terdapat dua orang menteri setia yang bijaksana, yaitu Menteri Yang Ting Hoo dan Menteri Cang Ku Cing. Jadi Susiok ini.. utusan pribadi Menteri Yang Ting Hoo? Ah, betapa bangga aku mendengarnya!"
Gadis itu memandang dengan wajah berseri, bangga bahwa utusan pribadi seorang yang demikian terkenal bijaksana seperti Menteri Yang ternyata adalah susioknya sendiri! Hay Hay tersenyum dan menggeleng kepalanya,
"Memang aku telah bertemu dengan Yang Mulia Menteri Yang Ting Hoo, dan beliau menceritakan semua tentang gerakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo itu, juga beliau minta bantuanku agar aku suka melakukan penyelidikan ke Pegunungan Yunan. Akan tetapi, hal itu bukan berarti bahwa aku menjadi utusan pribadi beliau, Ling Ling. Aku bukan seorang pejabat pemerintah."
"Ah, Susiok terlalu merendahkan diri. Bagaimanapun juga, Susiok pernah bercakap-cakap dengan Yang Mulia Menteri Yang Ting Hoo, bahkan dimintai tolong untuk membantu pemerintah menentang gerakan itu. Hal ini saja sudah luar biasa sekali, dan aku ikut merasa gembira. Susiok, kebetulan sekali kita saling berjumpa di sini dan kita mempunyai tujuan yang sama. Karena itu, dengan gembira aku akan membantu penyelidikanmu, Susiok. Tadinya aku memang meragu dan bingung, apa yang akan kulakukan. Aku belum mengenal tokoh-tokoh pendekar yang mungkin banyak terdapat didaerah Yunan, dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."
"Bagus, kita bekerja sama, Ling Ling. Kulihat kepandaianmu sudah cukup untuk dapat kau pergunakan membela diri, akan tetapi hendaknya engkau berhati-hati, karena menurut keterangan yang kuperoleh, persekutuan itu memiliki banyak sekali tokoh sesat yang amat lihai sebagai anggauta. Dapat dipastikan bahwa kita akan bertemu dengan lawan-lawan tangguh."
"Aku tidak takut, apalagi ada Susiok di sampingku!"
Kata gadis itu gembira. Hay Hay tersenyum. Baru sekali ini dia bertemu seorang gadis yang begitu bertemu telah merasa yakin akan kepandaiannya sehingga sukarlah baginya untuk berpura-pura lagi. Gadis ini memiliki watak yang amat lembut, sabar pemaaf dan sama sekali tidak tinggi hati.
"Ling Ling, bagaimana engkau dapat begitu yakin akan kemampuanku?"
"Mudah saja, Susiok. Caramu menangkap ikan, sikapmu yang ramah dan terbuka. Kemudian, ketika aku bertanding melawan tiga orang Kui-kok-pang, Susiok diam saja tidak membantu, berarti bahwa Susiok telah tahu bahwa aku akan keluar sebagai pemenang. Semua itu diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa Susiok adalah sute dari Ayah. Bagaimana aku tidak akan merasa yakin bahwa Susiok memiliki ilmu kepandaian yang tinggi sekali?"
Hay Hay tertawa.
"Ha-ha, sungguh aku beruntung sekali. Tanpa mimpi lebih dulu, tahu-tahu aku menemukan seorang keponakan yang sudah begini besar, merupakan seorang gadis yang cantik manis, lembut dan lihai ilmu silatnya, di samping cerdik bukan main."
"Wah, Susiok memang pandai sekali memuji orang."
Kata Ling Ling dan mukanya berubah kemerahan, akan tetapi mulutnya tersenyum. Jelas bahwa ia merasa senang sekali dan tanpa disadarinya, memang sejak pertemuan pertama tadi gadis ini telah tertarik dan jatuh.
"Aku memang suka memuji kepada apa yang memang patut dipuji, Ling Ling. Marilah kita melanjutkan perjalanan. Mudah-mudahan saja orang-orang Kui-kok-pang tadi sudah jera dan tidak akan datang mengganggumu lagi. Sebaiknya kita masuk ke kota Wei-ning lebih dulu, untuk makan siang dan membeli makanan kering untuk bekal di perjalanan."
Ling Ling setuju dan mereka pun meninggalkan tepi telaga, memasuki kota Wei-ning. Sama sekali Hay Hay tidak menyangka bahwa yang mengintai dan mengancam mereka bukanlah orang-orang Kui-kok-pang saja, melainkan segerombolan orang yang lebih lihai lagi.
Mereka adalah anak buah Lam-hai Giam-lo yang sudah bergabung dengan orang-orang Kui-kok-pang yang juga merupakan rekan mereka, dan di antara mereka itu terdapat orang-orang Pek-lian-kauw, juga Min-san Mo-ko, Ji Sun Bi, dan Sim Ki Liong! Min-san Mo-ko dan Ji Sun Bi merasa jerih ketika melihat bahwa pemuda yang mengalahkan orang-orang Pek-lian-kauw itu bukan lain adalah Hay Hay yang mereka tahu amat lihai itu. Maka, cepat mereka mengundang Sim Ki Liong untuk membantu mereka. Dan kini, pemuda murid Pendekar Sadis itu sudah muncul dan bersama teman-temannya, sudah melakukan pengintaian ketika Hay Hay berjalan bersama seorang gadis yang telah menghajar para anggauta Kui-kok-pang itu memasuki kota Wei-ning. Sim Ki Liong adalah seorang pemuda yang cerdik sekali. Dari hasil penyelidikan mata-mata yang disebar oleh Lam-hai Giam-lo,
Dia tahu bahwa kini di daerah Wei-ning banyak berdatangan orang-orang gagah, pendekar-pendekar yang sikapnya mencurigakan. Dia sudah menduga bahwa tentang kemunculan para pendekar ini sedikit banyak ada hubungannya dengan gerakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo, sungguhpun belum ada pendekar yag secara berterang memusuhi mereka. Terutama sekali di kota Wei-ning, dia melihat banyak berkeliaran orang-orang yang dari sikap dan pakaian mereka yang aneh-aneh mudah diduga bahwa mereka bukanlah orang-orang sembarangan. Oleh karena itu, dia tidak setuju ketika kawan-kawannya bermaksud menyerbu pemuda yang oleh Min-san Mo-ko dikatakan bernama Hay Hay dan katanya amat lihai itu. Apalagi ketika melihat betapa pemuda itu kini bergabung dengan gadis yang menurut laporan para anggauta Kui-kok-pang juga amat lihai.
"Kita tidak boleh turun tangan secara gegabah."
Katanya kepada Ji Sun Bi dan Min-san Mo-ko.
"Bukan aku takut menghadapi mereka berdua. Dengan kekuatan kita sekarang, kiranya kita akan mampu mengalahkan mereka. Akan tetapi harus diingat bahwa di Wei-ning kini terdapat banyak orang aneh yang mungkin saja tidak akan membiarkan kita bergerak. Jangan kita membangunkan macan-macan tidur hanya karena urusan kedua bocah itu. Dan bukankah bengcu kita sudah berpesan bahwa sebaiknya membujuk orang-orang pandai untuk bergabung lebih dulu sebelum turun tangan?"
"Lalu apa yang kita lakukan sekarang, Sim-kongcu?"
Sim Ki Liong memang oleh para pembantu Lam-hai Giam-lo disebut kongcu (tuan muda) atau juga Taihiap (pendekar besar) karena pembawaannya yang halus dan berpakaian rapi seperti seorang pelajar, juga karena semua orang tahu betapa pemuda ini memiliki kepandaian yang amat tinggi.
"Kalian harap bersembunyi saja dan bersiap-siap menanti tanda dariku. Aku akan mencoba untuk menghubungi mereka secara baik-baik. Siapa tahu aku akan berhasil membujuk mereka, atau setidaknya memancing mereka agar keluar kota. Kalau sudah berada di luar kota, di tempat sepi, barulah kita boleh turun tangan terhadap mereka, kalau mereka tidak mau kubujuk untuk bekerja sama."
"Akan tetapi hati-hatilah, Kongcu. Pemuda yang bernama Hay Hay itu memiliki ilmu silat yang amat lihai."
Ji Sun Bi memesan.
"Juga hati-hati terhadap ilmu sihirnya. Selain ilmu silat yang lihai, juga kekuatan sihirnya berbahaya sekali."
Sambung Min-san Mo-ko dan para pendeta Pek-lian-kauw yang sudah merasakan kekuatan sihir pemuda itu, mengangguk membenarkan.
"Jangan khawatir, aku mampu menjaga diri,"
Kata Ki Liong dengan bangga terhadap diri sendiri. Mereka lalu berpencar dan Ki Liong memasuki kota Wei-ning seorang diri, dengan gaya seorang pelajar tinggi yang sedang melancong.
Siluman Gua Tengkorak Eps 5 Asmara Berdarah Eps 21 Pendekar Sadis Eps 36