Ceritasilat Novel Online

Jodoh Si Mata Keranjang 7


Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 7



"Kita harus membebaskan ayah dan ibu sekarang juga, dan kita basmi orang-orang Pek-lian-kauw itu!"

   Bentak Kui Hong dengan muka yang menjadi kemerahan saking marahnya.

   "Tenangkan hatimu, Hong-moi. Menghadapi orang-orang Pek-lian-kauw yang licik dan curang, penuh tipu muslihat, kita harus cerdik dan menggunakan siasat."

   "Aku tidak takut! Kita tunggu apa lagi? Sudah jelas mereka menawan kong-kong, ayah, ibu dan adik Kui Bu. Mereka mempengaruhi Gouw Susiok dan suheng ini, mereka menguasai Cin-ling-pai dan hendak menghancurkan Cin-lingpai, mengadu domba dengan partai-partai lain! Mari kau bantu aku menghancurkan dan membasmi gerombolan jahat ini, hay-ko!"

   "Tenang dan ingatlah, Hong-moi. Ingat bahwa kong-kongmu, juga ayah dan ibumu, mereka bertiga adalah yang berkepandaian tinggi. Namun tetap saja mereka sampai tertawan! Tentu Pek-lian-kauw menggunakan akal busuk! Kita harus cerdik dan jangan sampai tertipu. Pula, andaikata kita sekarang menggunakan kekerasan, bagaimana engkau akan menghadapi para tokoh partai besar itu besok lusa?"

   "Akan kuhancurkan gerombolan itu dan akan kupaksa mereka mengaku di depan para Lo-cian-pwe bahwa Pek-lian-kauw yang melakukan semua pembunuhan itu!"

   "Hemm, mudah di bicarakan akan tetapi tidak mudah untuk dilaksanakan. Pek-lian-kauw merupakan perkumpulan yang jahat dan licik. Bagaimana kalau mereka itu sempat meloloskan diri? Tetap saja Cin-ling-pai yang akan di tuduh melakukan semua pembunuhan itu. Kita harus menangkap basah mereka, kita hadapi kelicikan mereka dengan siasat."

   Kui Hong diam-diam tertegun. Ia dapat melihat kebenaran ucapan kekasihnya. Biarpun hatinya tidak sabar, terpaksa ia mengangguk.

   "Lalu apa yang akan kita lakukan, Hay-ko? Aku khawatir sekali akan keselamatan keluargaku."

   "Kita pergunakan Ciok Gun untuk memancing! Kalau tadinya Ciok Gun menjadi alat mereka, kini kita menyadarkan Ciok Gun hingga dia dapat membantu kita memancing mereka itu melanjutlan perbuatan mereka sampai besok lusa. Di depan para Lo-cian-pwe itu, kita telanjangi mereka, kita buka rahasia mereka sehingga mereka tidak sempat mengelak atau melarikan diri."

   "Tapi, aku khawatir sekali akan nasib keluargaku!"

   "Tidak perlu khawatir, Hong-moi. Mereka menawan keluargamu hanya dengan maksud agar keluargamu tidak sempat menghalangi rencana mereka."

   "Tapi, bagaimana kalau nanti suheng Ciok Gun mereka kuasai lagi? Bisa hancur berantakan semua siasatmu!"

   "Jangan khawatir, Hong-moi. Kalung batu kemala ini akan mampu melindunginya dari pengaruh sihir orang-orang Pek-lian-kauw."

   Hay Hay mengeluarkan kalung itu lalu memasangnya di leher Ciok Gun, disembunyikan di balik bajunya.

   "Terserah kepadamu, Hay-ko. Akan tetapi, hati-hati jangan sampai gagal. Ini menyangkut keselamatan kakek, ayah, ibu dan adikku, juga menyangkut nama baik Cin-ling-pai."

   "Aku mengerti, Hong-moi, dan jangan khawatir."

   Hay Hay lalu membebaskan totokan Ciok Gun. Murid Cin-ling-pai ini telah dibebaskan dari belenggunya, dan setelah totokannya bebas, dia tersadar, membuka mata, memandang dengan heran wajah Hay Hay yang tidak di kenalnya. Kemudian dia melirik ke kiri dan begitu melihat Kui Hong, dia cepat bangkit duduk dan memandang heran.

   "Sumoi... eh, Pangcu! Di mana kita? Apa yang terjadi dan siapa... siapa saudara ini...?"

   Lega rasa hati Kui Hong. Dari sikap, pandang mata dan suaranya, jelas bahwa suhengnya telah kembali normal.

   "Hemm, suheng Ciok Gun. Apakah engkau tidak ingat lagi apa yang telah kau lakukan selama ini sehingga engkau mencelakakan keluarga kong-kong dan membahayakan keadaan Cin-ling-pai?"

   Tanya Kui Hong dengan suara penuh teguran. Ditanya demikian, Ciok Gun termenung dan meraba-raba dahinya, mengingat-ingat. seperti bayangan yang samar-samar, ada sebagian peristiwa yang diingatnya, terutama sekali kakek gurunya, uwa gurunya dan keluarga Cia Kui Bu yang kini meringkuk dalam tempat tahanan! Dan begitu teringat akan keadaan dirinya, betapa dia tidak mampu menolak dan tunduk serta taat akan semua kehendak Tok-ciang Bi Moli yang hina, wajahnya berubah merah sekali.

   "Pangcu, apakah yang telah terjadi? Seperti mimpi buruk saja... dalam mimpi itu aku melihat betapa kakek guru, juga ayah ibumu dan adikmu, menjadi tawanan dan aku... aku... mengapa aku membantu iblis betina dan kawan-kawannya itu? Apa yang sesungguhnya terjadi atas diriku?"

   "Tenanglah, Ciok-toako (kakak Ciok), engkau hanya menjadi korban kekuatan sihir dan bius orang-orang Pek-lian-kauw,"

   Kata Hay Hay menghiburnya. Ciok Gun memandang ke arah Hay Hay dengan alis berkerut.

   "Siapakah engkau? Pangcu, apakah orang ini boleh dipercaya? Di Cin-ling-pai sekarang berkeliaran banyak orang jahat!"

   Kui Hong makin maklum bahwa jalan pikiran suhengnya masih kacau.

   "Ketahuilah, Suheng. Dia adalah Pendekar Tang Hay, sahabat baikku yang boleh di percaya. Bahkan engkau dapat pulih kembali pikiranmu karena pertolongannya. Dia yang mengusir pengaruh sihir dan pembius yang tadinya meracunimu, dan membuat engkau menjadi hamba dan alat dari iblis betina itu dan kawan-kawannya."

   Mendengar ini, Ciok Gun segera memberi hormat kepada Hay Hay.

   "Ah, maafkan aku, Taihiap (pendekar besar). Aku... aku masih bingung..."

   "Toako, kau raba kalung yang kugantungkan di lehermu itu. Sembunyikan kalung itu baik-baik di balik bajumu. Mustika itu kupinjamkan kepadamu dan selama engkau mengenakan mustika itu sebagai kalungmu maka orang-orang Pek-lian-kauw itu tidak dapat mempengaruhimu dengan sihir lagi."

   "Pek-lian-kauw...?"

   Ciok Gun terkejut.

   "Benar, suheng. Kita telah terancam oleh orang-orang Pek-lian-kauw. Seperti kau katakan tadi, ketika engkau masih dalam pengaruh sihir dan dicengkeram mereka, agaknya Pek-lian-kauw mengirim Pek-lian Sam-kwi dan Tok-ciang Bi Moli untuk mengacau Cin-ling-pai. Mereka datang ke sini dan entah dengan akal bagaimana mereka dapat menawan kong-kong, ayah, ibu dan adikku. Mereka dapat menguasaimu dengan bius dan sihir sehingga engkau menjadi alat mereka. Dan susiok Gouw Kian Sun mereka kuasai dengan jalan mengancam dia bahwa kalau dia tidak tunduk, maka keluarga Cia akan dibunuh!"

   "Ah, aku ingat sekarang! Dalam mimpi buruk itu, aku... Aku membantu mereka. Aku yang memancing dan menjebak... ah, apa yang telah kulakukan? Benarkah semua itu terjadi? Aku... aku menjadi pengkhhianat, aku membantu orang jahat menangkapi orang-orang yang kuhormati dan kumuliakan?"

   "Semua itu telah terjadi, diluar kesadaranmu karena engkau terbius dan tersihir, Suheng. Dan bukan itu saja. Orang-orang Pek-lian-kauw telah memaksa Gouw Susiok menikah dengan Su Bi Hwa itu, dan juga mengadu domba Cin-ling-pai. Mereka membunuh dan memperkosa murid-murid para tokoh partai besar dan menggunakan nama murid Cin-ling-pai..."

   "Ah, benar...! Aku ingat sekarang! Aduh, Pangcu. Dosaku besar sekali. Aku mengaku berdosa, aku siap menerima hukuman. Hukumlah, bunuhlah aku, Pangcu. Dosaku tak dapat diampuni lagi..."

   Dan Ciok Gun, orang yang biasanya tenang dan pemberani itu, kini menangis seperti anak kecil!

   "Ciok-taoko, hentikan tangismu yang tidak ada gunanya itu,"

   Kata Hay Hay.

   "Engkau melakukan semua itu diluar kesadaranmu, oleh karena itu tidak perlu engkau menyesali perbuatanmu. Yang terpenting sekarang adalah melakukan sesuatu untuk menebus semua itu, untuk menyelamatkan keluarga Cia dan untuk menyelamatkan Cin-ling-pai dan menghancurkan para penjahat. Maukah engkau membantu kami?"

   Ciok Gun mengusap air matanya dan dengan penuh semangat dia berkata,

   "Tang Taihiap, aku siap mengorbankan nyawaku untuk menebus dosa, untuk menyelamatkan keluarga Cia dan Cin-ling-pai!"

   "Bagus! Kalau begitu, dengarkan rencana kami baik-baik."

   Mereka lalu berbisik-bisik mengatur rencana mereka seperti yang dikemukakan Hay Hay. Mereka tidak lama berunding di situ karena Hay Hay dan Kui Hong segera pergi meninggalkan Ciok Gun agar jangan sampai pertemuan mereka itu diketahui oleh orang-orang Pek-lian-kauw.

   Perhitungan Hay Hay memang tepat. Tak lama setelah dia dan Kui Hong pergi, muncul Lan Hwa Cu, Siok Hwa Cu, Kim Hwa Cu dan Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa di hutan itu. Empat orang ini tadi berindap-indap memasuki hutan dan setelah mereka mengintai dan hanya melihat Ciok Gun seorang disitu, mereka segera berloncatan menghampiri. Mereka melihat Ciok Gun dalam keadaan pingsan tertotok. Dengan gelisah Su Bi Hwa lalu membebaskan totokan itu dan Ciok Gun siuman kembali. Dia bangkit duduk dan memandang mereka dengan sikap biasa, siap menanti perintah! Akan tetapi, Su Bi Hwa masih merasa khawatir dan curiga, maka ia memberi isyarat kedipan mata kepada tiga orang gurunya.

   "Ciok Gun, berdirilah engkau!"

   Tiba-tiba Lan Hwa Cu berseru dengan suara garang. Bagaikan boneka hidup, Ciok Gun bangkit berdiri dengan tegak, wajahnya dingin, matanya tidak membayangkan perasaan dan sikapnya siap siaga. Bi Hwa maju menghampirinya, lalu merangkulnya dan mencium pipinya. Ciok Gun tetap tidak membuat gerakan melawan atau menyambut, seperti arca batu saja. Lalu Bi Hwa melepaskan rangkulannya dan mengayun tangan.

   "Plakk!"

   Keras sekali tamparan itu dan akibatnya, tubuh Ciok Gun terhuyung. Akan tetapi tetap saja dia tidak melawan, dan berdiri lagi dengan tegak. Empat orang itu saling pandang dan mengangguk. Lalu Bi Hwa memegang tangan Ciok Gun.

   "Ciok Gun, duduklah dan ceritakan apa yang telah kaualami ketika engkau diajak pergi Cia Kui Hong tadi."

   Mereka duduk diatas tanah berumput di bawah pohon dan Ciok gun bercerita dengan suara yang wajar, seperti biasa.

   "Pangcu membawaku ke sini dan ia memaksaku mengaku. Kukatakan bahwa aku tidak tahu apa-apa, bahkan disini semua biasa dan wajar. Ia membujuk dan mengancam, bahkan menghajarku, akan tetapi aku tidak mengatakan sesuatu diluar kehendak kalian. Ia menyerangku, menotok dan karena ilmu kepandaiannya tinggi, aku tertotok dan dan tidak ingat apa-apa lagi."

   Lan Hwa Cu mengangguk-angguk.

   "Gadis itu memang lihai bukan main. Agaknya setelah merobohkan Ciok Gun, ia mencariku dan menyerangku. Ia berbahaya sekali."

   "Sebaiknya kalau kita tangkap gadis itu juga,"

   Kata Kim Hwa Cu.

   "Ya, dan berikan ia kepadaku. Akan kubebaskan ia dari keliarannya!"

   Kata Siok Hwa Cu sambil tersenyum kejam.

   "Aih, sam-wi Suhu terlalu sembrono. Serahkan saja kepadaku."

   "Ha-ha, Bi Hwa. Apakah engkau ditulari pengakit suheng Lan Hwa Cu? Dia seorang pria yang hanya suka kepada pria, tidak menyukai wanita. Apakah sekarang seleramu juga beralih kepada sesama wanita?"

   Siok Hwa Cu mengejek.

   "Bukan begitu maksudku, ji Suhu (guru ke dua). Cia Kui Hong itu lihai ilmu silatnya. Hal itu lebih baik lagi. Kalian tentu ingat bahwa lusa adalah hari yang dijanjikan Kui Hong kepada para pemimpin partai-partai persilatan besar itu. Tentu akan terjadi pertandingan hebat dan kalau mereka saling bertanding, berarti mereka akan kehilangan tenaga. Kalau sudah loyo semua, mudah bagi kita untuk membabat mereka. Bukankah begitu? Untung bahwa Ciok Gun masih teguh dan menjadi pembantu kita yang setia. Rencana kita dilanjutkan. Kita menanti sampai lusa dan selama dua hari ini, kita tinggal bersembunyi saja dan pesan kepada anak buah agar jangan melakukan sesuatu yang akan menggoncangkan keadaan. Cia Kui Hong pasti tidak akan menemukan apa-apa sampai esok lusa."

   "Bagus, dengan anak buah kita, kita akan berjaga-jaga. Kalau mereka semua sudah saling serang dan menjadi lemah, kita turun tangan,"

   Kata Lan Hwa Cu.

   "Akan tetapi bagaimana dengan Ciok Gun? Kalau kita bertempur, tentu saja kami bertiga tidak dapat mengendalikannya."

   Bi Hwa menoleh kepada Ciok Gun yang duduk seperti patung. Selama berada di bawah pengaruh sihir tiga orang tosu itu, memang dia seperti boneka hidup dan hanya akan mengadakan reaksi kalau empat orang itu mengajaknya bicara.

   "Ciok Gun!"

   Kata Bi Hwa sambil memegang lengannya. Ciok Gun menoleh dan memandang kepada Bi Hwa dengan pandang mata kosong.

   "Apa yang dapat kulakukan untukmu, Moli?"

   Tanyanya.

   "Esok lusa kalau terjadi pertempuran, apa yang dapat kau lakukan untuk kami?"

   "Aku akan membantu dengan taruhan nyawa!"

   Katanya kaku.

   "Membantu apa?"

   "Apa saja! Kalau perlu, aku dapat menjaga para tawanan itu, atau membunuh mereka kalau kalian kehendaki,"

   Kata pula Ciok Gun.

   "Bagus!"

   Tiba-tiba Lan Hwa Cu berkata.

   "Memang sebaiknya dia diberi tugas untuk menjaga dan membunuh mereka semua kalau sampai usaha kita gagal. Mereka itu berbahaya dan kita tidak dapat mempercayakan kepada anak buah kita. Ciok Gun yang paling tepat dan dapat diandalkan untuk menjamin agar mereka tidak sampai dapat meloloskan diri."

   Mereka semua bersepakat untuk mengatur siasat, yaitu membiarkan para tokoh partai persilatan besar memperebutkan kebenaran dan bentrok dengan Cin-ling-pai, apalagi kalau sampai gadis ketua Cin-ling-pai yang lihai itu terbunuh atau setidaknya terluka.

   Kalau sudah sejauh itu, membebaskan keluarga Cia juga tidak mengapa, bahkan lebih baik karena para tokoh Cin-ling-pai itu pasti tidak tinggal diam dan permusuhan akan menjadi semakin menghebat. Kalau sudah begitu, maka tugas mereka untuk mengadu domba dan menghancurkan Cin-ling-pai berhasil baik. Akan tetapi, andaikata siasat mengadu domba itu gagal dan Cin-ling-pai tidak sampai bertempur melawan partai-partai lain, masih belum terlambat untuk membunuh para tawanan itu. Dan untuk tugas ini, Ciok Gun yang telah menjadi seperti boneka hidup itu pasti akan mampu melaksanakannya dengan baik. Asap beracun akan dapat disemprotkan dari luar kamar tahanan dan betapapun lihainya, keluarga Cia itu takkan mampu membela diri, apalagi melepaskan diri.

   Hari yang telah dijanjikan Cia Kui Hong kepada para tokoh partai-partai besar itu pun tiba. Pagi-pagi sekali, rombongan demi rombongan dari perkumpulan Bu-tong-pai, Kun-lun-pai, Go-bi-pai dan Siauw-lim-pai telah mendaki puncak dan menanti di pekarangan depan bangunan yang menjadi pusat perkumpulan Cin-ling-pai. Sepuluh orang tokoh Go-bi-pai dipimpin oleh Poa Cin An. Yang Tek Tosu memimpin lima orang tosu Kun-lun-pai. Tiong Gi Cinjin memimpin tujuh orang Bu-tong-pai, sedangkan dari Siauw-lim-pai hanya dua orang saja, yaitu Thian Hok Hwesio dan Thian Ki Hwesio. Wajah semua orang nampak tegang, juga banyak diantara para mereka yang nampak penasaran dan marah. Cia Kui Hong juga sudah siap menyambut mereka. Puluhan orang anak buah Cin-ling-pai sudah menerima perintah untuk berbaris rapi di kanan kiri sepanjang pekarang yang luas itu,

   Dan diberanda juga berdiri murid-murid yang tingkatnya lebih tinggi, dalam keadaan siap siaga, tinggal menunggu perintah ketua mereka. Para anggauta Cin-ling-pai yang baru, yaitu anak buah Pek-lian-kauw yang diselundupkan Bi Hwa dan dijadikan anggauta Cin-ling-pai, berkelompok membentuk barisan pula di sebelah kanan kiri pekarangan, bercampur dengan para anggauta Cin-ling-pai yang aseli. Kui Hong tahu akan hal ini dan ia pun diam saja, pura-pura tidak tahu. Akan tetapi ia yakin bahwa seluruh anggauta Cin-ling-pai yang aseli mengenal dan mengetahui nama anggauta baru dan mana yang lama. Selama dua hari itu, Bi Hwa bersikap ramah dan biasa, sama sekali tidak memperlihatkan sikap lain. Hanya Gouw Kian Sun yang nampak gelisah dan tak menentu, sedangkan wajah Ciok Gun tetap dingin dan acuh.

   Akan tetapi, pada pagi hari itu, Ciok Gun tidak nampak diantara para murid Cin-ling-pai. Setelah para tamu berkumpul di pekarangan, terdengar suara canang dipukul di sebelah dalam dan daun pintu yang tinggi, lebar dan tebal itu dibuka dari dalam. Semua tamu memandang ke arah pintu yang terbuka lebar itu dan dari dalam keluarlah Cia Kui Hong, di dampingi Gouw Kian Sun dan Su Bi Hwa. Kui Hong nampak tenang saja, agung berwibawa. Gouw Kian Sun kelihatan pucat, muram dan gelisah, sedangkan isterinya yang melangkah di sampingnya kelihatan tersenyum-senyum manis sekali, dengan sepasang mata yang lincah. Setelah tiba di luar, Kui Hong memandang ke kanan kiri, ke arah anak buah Cin-ling-pai dan ia pun bertanya kepada mereka yang berdiri di beranda dan yang bersikap hormat kepadanya.

   "Dimana suheng Ciok Gun? Kenapa aku tidak melihat dia di sini?"

   Para anggauta Cin-ling-pai saling pandang dan tidak ada yang tahu. Kui Hong mengerutkan alisnya dan ia pun menoleh kepada Gouw Kian Sun.

   "Susiok, kenapa aku tidak melihat Ciok-suheng? Di mana dia?"

   Kian Sun melirik ke arah isterinya dan dia nampak bingung. Bi Hwa dengan cepat berkata,

   "Ah, apa engkau lupa? Pangcu, saya lihat tadi Ciok Gun rebah saja di kamarnya karena dia merasa tidak sehat, demam."

   Kui Hong mengangguk-angguk.

   "Ah, kiranya dia sakit."

   Lalu dengan tenang ia melangkah terus menuruni beranda dan berhenti di ujung tangga menghadapi para tamu. Ia mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat.

   "Kiranya cu-wi Lo-cian-pwe (para orang tua gagah sekalian) telah berada di sini. Selamat datang dan selamat pagi kami ucapkan."

   "Pangcu, sudah terlalu lama kami menanti. Kami telah memenuhi permintaan Pangcu untuk menanti lagi selama tiga hari. Nah, pagi ini kami datang menagih janji. Serahkan pembunuh puteriku itu kepada kami, dan kami tidak akan mengganggu Cin-ling-pai lebih lama lagi,"

   Kata Poa Cin An.

   "Kami juga minta diserahkannya pembunuh dari Gu Kay ek, murid kami!"

   Kata Tiong Gi Cinjin tokoh Bu-tong-pai dengan suara galak.

   "Serahkan para murid curang dari Cin-ling-pai kepada kami!"

   Kata pula Yang Tek Tosu. Hanya dua orang hwesio Siauw-lim-pai yang tidak mengeluarkan ucapan, akan tetapi merekapun memandang kepada Cia Kui Hong dengan sinar mata menuntut. Tuntutan mereka itu mendatangkan kegaduhan karena semua anggauta rombongan itu mengeluarkan suara penasaran. Cia Kui Hong mengangkat tangan ke atas.

   "Harap cu-wi tenang dan dengarkan baik-baik keteranganku. Aku jamin bahwa mereka yang berdosa pasti akan kuserahkan kepada cu-wi!"

   Mendengar ucapan ini, tentu saja semua orang tertarik dan mereka pun diam, memandang kepada gadis itu dengan sinar mata penuh harap.

   "Cu-wi,"

   Kui Hong berkata, suaranya lantang sekali.

   "Tiga hari yang lalu ketika cu-wi menuntut, aku memang menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus kulakukan. Akan tetapi selama tiga hari ini aku melakukan penyelidikan dan semuanya kini sudah menjadi terang. Para pembunuh itu sudah berada di antara kita!"

   Gouw Kian Sun memandang kepada gadis itu dengan sinar mata kaget dan heran, Su Bi Hwa mengerutkan alisnya. Semua tokoh persilatan itu makin tegang.

   "Ketahuilah, cu-wi yang terhormat. Tidak ada seorangpun diantara murid Cin-ling-pai yang melakukan perbuatan jahat, memperkosa dan membunuh itu. Kami Cin-ling-pai telah kebobolan! Empat orang tokoh Pek-lian-kauw bersama dua puluh orang anak buah mereka telah menyusup ke Cin-ling-pai dan menguasai pimpinan selagi aku pergi. Mereka menawan keluarga Cia dan mereka mengancam Gouw Susiok, juga membuat suheng Ciok Gun menjadi boneka hidup dengan bius dan sihir!"

   Tentu saja ucapan ini membuat semua orang terkejut bukan main. Wajah Su Bi Hwa berubah pucat, lalu kemerahan. Kian Sun sendiri terbelalak memandang ketuanya, dan wajahnya pucat, sinar matanya penuh kegelisahan karena dia khawatir bahwa pembongkaran rahasia itu akan membahayakan keselamatan nyawa keluarga Cia. Semua tamu terbelalak dan memandang tidak percaya, bahkan ada yang mengira bahwa gadis yang menjadi ketua Cin-ling-pai itu mencari alasan kosong untuk menghindarkan Cin-ling-pai dari tuduhan. Para murid Cin-ling-pai juga terkejut dan saling pandang. Dua puluh orang anak buah Pek-lian-kauw meraba gagang senjata mereka. Suasana tegang dan menggelisahkan.

   "Sudah kujanjikan akan menyerahkan mereka yang berdosa. Bukan hanya satu orang dua orang, melainkan dua puluh orang anak buah Pek-lian-kauw dengan empat orang pimpinan mereka!"

   "Omitohud..., keterangan Cin-ling-pangcu terlalu aneh untuk dapat diterima bagitu saja, Pangcu, tunjukkan mana orang-orang Pek-lian-kauw yang mengacau itu!"

   Kata Thian Hok Hwesio dari Siauw-lim-pai.

   "Tiga orang tosu Pek-lian-kau yang terkenal dengan sebutan Pek-lian Sam-kwi sampai sekarang masih bersembunyi, akan tetapi Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa sudah berada di sini! Ia memaksa susiok Gouw Kian Sun menjadi suaminya agar ia dapat mengendalikan Cin-ling-pai dari dalam! Inilah ia iblis betina itu!"

   Melihat kenyataan betapa ketuanya sudah mengetahui segalanya, timbul bermacam perasaan di dada Gouw Kian Sun. Dia merasa lega karena ketuanya sudah tahu, akan tetapi berbareng gelisah karena keselamatan keluarga Cia terancam. Di samping itu, diapun merasa malu bahwa dia telah dijadikan alat dan terpaksa membantu iblis-iblis itu, dan merasa menyesal mengapa dia tidak dapat menghindarkan diri dari tekanan yang membuat dia berkhianat terhadap Cin-ling-pai. Saking marahnya, tiba-tiba dia berteriak marah dan menyerang "isterinya"

   Yang berdiri di sebelahnya.

   "Tok-ciang Bi Moli, aku bersumpah untuk mengadu nyawa denganmu!"

   Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa sudah waspada. Tadipun dia sudah tahu bahwa permainannya telah diketahui orang. Akan tetapi ia masih tenang karena ia yakin bahwa keluarga Cia masih ada dalam kekuasaannya, ketua Cin-ling-pai dan semua anggautanya tidak akan berani melawannya. Begitu melihat Kian Sun menyerangnya, karena ia sudah siap siaga sebelumnya, dengan mudah ia mengelak ke samping dan begitu kakinya menendang, dada Kian Sun tercium ujung sepatunya sehingga tokoh Cin-ling-pai ini hampir terjengkang!

   Sebetulnya, dalam hal ilmu silat, tingkat Kian Sun seimbang dibandingkan iblis betiina itu dan dia tidak akan mudah di kalahkan. Akan tetapi selama ini, Kian Sun menderita tekanan batin yang hebat, yang membuat dia lemah lahir batin sehingga gerakannya lambat dan kepekaannya berkurang. Ketika dia dapat menguasai keseimbangannya dan hendak menyerang lagi, Tok-ciang Bi Moli sudah turun dari atas beranda itu, ke sebelah kiri dan ternyata ia telah berada dekat tiga orang tosu yang munculnya dengan tiba-tiba. Melihat tiga orang gurunya sudah berada di situ, muncul dari tempat persembunyian mereka, Su Bi Hwa tertawa bergelak karena hatinya menjadi besar. Suara ketawanya membuat semua orang memandang ngeri karena tawa itu mengandung kekejaman luar biasa.

   "Ha-ha-ha-ha, kiranya Cin-ling-pai masih ada orang yang cerdik. Engkau memang cerdik sekali, Cia Kui Hong. Akan tetapi kecerdikanmu tidak ada gunanya!"

   Kui Hong memang sengaja belum turun tangan dan membiarkan saja wanita iblis itu bergabung dengan tiga orang tosu yang sekarang baru dilihatnya. Juga ia melihat betapa dua puluh orang anggauta baru Cin-ling-pai yang sesungguhnya adalah orang-orang Pek-lian-kauw kini telah memisahkan diri dan bergabung pula dengan empat orang pemimpin mereka. Kui Hong tersenyum mengejek.

   "Pek-lian Sam-kwi dan Tok-ciang Bi Moli! Kedok kalian telah terbuka, dan semua locianpwe yang berada di sini sekarang mengetahui siapa yang sesungguhnya melakukan semua kejahatan itu dan berusaha merusak nama baik Cin-ling-pai. Akan tetapi, kenapa kalian melakukan ini? Kenapa kalian berusaha menghancurkan Cin-ling-pai?"

   Kembali Su Bi Hwa tertawa,
(Lanjut ke Jilid 07)
Jodoh Si Mata Keranjang (Seri ke 11 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 07
"Ha-ha-hi-hi-hik, kecerdikanmu masih picik, Pangcu! Sejak dahulu, semua pimpinan Cin-ling-pai selalu memusuhi Pek-lian-kauw. Entah berapa banyaknya anggauta kami yang tewas di tangan orang-orang Cin-ling-pai. Nenek moyangmu adalah musuh-musuh besar kami. Dan sekarang engkau masih bertanya kenapa kami memusuhi Cin-ling-pai?"

   "Iblis betina busuk!"

   Gouw Kian Sun kini membentak lagi.

   
Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Engkau dan Pek-lian Sam-kwi harus kubasmi dari permukaan bumi ini!"

   Dia pun sudah mencabut pedangnya.

   "Jangan bergerak!"

   Teriak wanita cantik itu.

   "Ingat, kalau kami diserang, maka semua keluarga Cia akan mampus! Mereka masih berada di tangan kami, dan setiap saat kami dapat memerintahkan Ciok Gun untuk membunuh mereka! Ha-ha-ha, Pangcu. Kunci kemenangan terakhir masih berada didalam tanganku!"

   Kini bukan saja Su Bi Hwa yang tertawa, juga tiga orang tosu Pek-lian-kauw itu tertawa karena mereka merasa yakin akan kemenangan mereka, mereka yang yakin bahwa dengan adanya kenyataan bahwa keluarga Cia masih mereka tawan, orang-orang Cin-ling-pai ini tidak akan berani menggunakan kekerasan terhadap mereka. Mendengar ini, Kian Sun menahan gerakannya dan wajahnya menjadi pucat kembali. Apakah mereka tetap masih tidak berdaya menghadapi orang-orang Pek-lian-kauw itu? Akan tetapi, Kui Hong tersenyum lebar.

   "Iblis-iblis busuk dari Pek-lian-kauw. Hari kematianmu telah tiba dan kalian masih berani bicara besar?"

   Kui Hong menoleh ke kiri dan semua menengok, juga empat orang tokoh Pek-lian-kauw dan dua puluh orang anak buah mereka itu. Dan muncullah Ciok Gun dengan pedang di tangan, bersama empat orang yang bukan lain adalah Cia Kong Liang, Cia Hui Song, Ceng Sui Cin, dan Cia Kui Bu! Tentu saja semua tamu menjadi terheran-heran dan suasana menjadi berisik. Hanya Kui Hong seorang tersenyum-senyum karena tentu saja ia telah mengetahui segalanya. Ia bersama Hay Hay telah menjalankan siasat dengan tepat, dan dibantu oleh Ciok Gun dengan baik sekali.

   Seperti yang direncanakan, Ciok Gun berhasil membujuk empat orang tokoh Pek-lian-kauw itu untuk menjaga para tawanan dan kalau perlu membunuh mereka! Oleh karena itu, ketika semua orang Pek-lian-kauw hadir dalam pertemuan antara pimpinan Cin-ling-pai dan para wakil perkumpulan besar yang mendendam, Ciok Gun seorang tidak hadir karena dia bertugas menjaga para tawanan! Setelah semua orang Pek-lian-kauw pada pagi hari itu pergi meninggalkan sarang rahasia mereka, meninggalkan Ciok Gun seorang diri saja di ruangan tahanan bawah tanah, Ciok Gun lalu membuka pintu tahanan dengan kunci yang dipegangnya. Melihat masuknya Ciok Gun, kakek Cio Kong Liang yang tadinya duduk bersila dalam samadhi membuka matanya dan memandang kepada cucu murid itu dengan marah.

   "Ciok Gun, murid murtad! Dosamu bertumpuk-tumpuk, tidak takutkah engkau menghadapi hukumanmu di neraka kelak?"

   Kui Bu juga berdiri di depan Ciok Gun dengan kedua tangan terkepal dan mata mendelik.

   "Ciok Gun, aku tidak mangakuimu sebagai suheng lagi! Engkau musuh besar kami, dan kelak kalau aku sudah besar, aku sendiri yang akan membunuhmu untuk membalaskan dendam ini!"

   Ciok Gun memandang kepada anak itu dengan muka sedih, akan tetapi dia tidak menjawab ucapan mereka, melainkan diam sana dan dengan kuncinya, dia membuka tempat tahanan Cia Hui Song dan Ceng Sui Cin. Tentu saja semua orang itu terkejut dan heran, akan tetapi sebelum mereka sempat berbuat atau berkata sesuatu, Ciok Gun menjatuhkan diri dan membentur-benturkan dahinya dilantai.

   "Teecu Ciok Gun telah melakukan dosa besar tanpa teecu sadari. Akan tetapi sekarang teecu telah sadar dan teecu membantu sumoi Cia Kui Hong untuk membasmi orang-orang Pek-lian-kauw yang menimbulkan semua kekacauan ini. Harap Su-kong, Supek, Supek-bo dan Adik Kui Bu mengikuti saya dan bersikap sebagai tawanan saya, sesuai dengan rencana yang telah diatur oleh sumoi Cia Kui Hong."

   Dia bangkit berdiri dan empat orang itu diam-diam girang bukan main. Kiranya Kui Hong telah pulang dan menyelamatkan mereka dengan menyadarkan Ciok Gun. Demikianlah, mereka yang "digiring"

   Oleh Ciok Gun yang memegang pedang telah tiba di pekarangan markas Cin-ling-pai. Melihat munculnya Ciok Gun yang menggiring empat tawanan itu, Su Bi Hwa dan tiga orang gurunya terkejut dan heran bukan main. Juga mereka melihat bahaya besar karena kini para tokoh Cin-ling-pai telah keluar dari tahanan!

   "Ciok Gun, kuperintahkan kau! Bunuh empat orang tawanan itu dengan pedangmu!"

   Teriak Su Bi Hwa dan tiga orang gurunya juga mengerahkan kekuatan sihir mereka untuk menguasai Ciok Gun. Ciok Gun tidak memperlihatkan reaksi apa pun mendengar ucapan Su Bi Hwa, akan tetapi ia melangkah menghampiri Su Bi Hwa dengan kepala tetap ditundukkan. Su Bi Hwa mengira bahwa Ciok Gun kurang dapat menangkap perintahnya, maka setelah Ciok Gun berada di depannya, ia berteriak lagi dengan suara melengking,

   "Ciok Gun, pergunakan pedangmu...!"

   "Baik, kupergunakan pedangku!"

   Tiba-tiba Ciok Gun menjawab dan memotong perintah itu. Pedangnya digunakan menusuk ke arah dada Su Bi Hwa! Wanita ini terkejut bukan main! Akan tetapi ia memang lihai, dan biarpun serangan itu amat tiba-tiba dan tidak tersangka-sangka datangnya, ia masih dapat melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik dan terhindar dari tusukan pedang.

   "Jahanam busuk kalian! Mampuslah!"

   Ciok Gun membentak dan kini menyerang ke arah tiga orang tosu Pek-lian-lauw.

   "Suheng, jangan...!"

   Kui Hing berseru karena ia tahu betapa lihainya orang-orang Pek-lian-kauw itu.

   Namun Ciok Gun yang merasa menyesal, sedih dan sakit hati sekali kepada orang-orang Pek-lian-kauw, tidak memperdulikan teriakan itu dan ia menyerang mati-matian. Tiga orang tosu itu pun terkejut melihat kenyataan bahwa murid Cin-ling-pai yang tadinya telah menjadi robot bagi mereka, kini tidak mau mentaati perintah, bahkan menyerang mereka dengan dahsyat! Tiga orang Pek-lian-kauw itu ini mengerti bahwa pengaruh sihir mereka terhadap Ciok Gun telah lenyap, entah bagaimana, dan tidak perlu lagi mencoba untuk menguasainya. Maka, melihat Ciok Gun menyerang dengan pedang, mereka bertiga menggerakkan tangan menyambut. Ada yang menangkis pedang dengan kebutan, dan ada pula yang menyerang.

   "Tranggg... Dukkk...!"

   Pedang di tangan Ciok Gun terlempar dan tubuh murid Cing-ling-pai itu pun terjengkang. Darah muncrat dari mulutnya dan dengan sepasang mata mendelik memandang ke arah empat orang Pek-lian-kauw itu, Ciok Gun roboh dan tewas seketika. Dua pukulan yang diterimanya dari Lan Hwa Cu dan Siok Hwa Cu selagi Kim Hwa Cu menangkis pedangnya, terlampau hebat bagi murid Cin-ling-pai itu dan nyawanya terengut seketika.

   Melihat ini, marahlah Kui Hong. Ia sendiri tidak menyangka bahwa Ciok Gun akan senekat itu. Padahal menurut siasat yang telah direncanakannya bersama Hay Hay, Ciok Gun hanya bertugas pura-pura dalam keadaan masih terpengaruh sihir agar dia ditugaskan menjaga tawanan, kemudian pada pagi hari itu membawa para tawanan ke Cin-ling-pai untuk membuka kedok orang-orang Pek-lian-kauw. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Ciok Gun yang merasa berdosa dan menyesal, telah mengadu nyawa dan tewas di tangan tiga orang tosu Pek-lian-kauw yang lihai itu. Sebelum ia melakukan sesuatu, tiga orang tosu Pek-lian-kauw itu telah mengangkat kedua tangan ke atas dan Siok Hwa Cu memimpin dua orang saudaranya, mengeluarkan suara memerintah yang mengandung getaran kuat sekali.

   "Haiii, orang-orang Cin-ling-pai. Di sebelahmu terdapat musuh! Seranglah musuh terdekat sebelum kalian diserang!"

   Terjadilah keanehan. Para anggauta Cin-ling-pai tiba-tiba bergerak dan saling pukul! Terjadi kekacauan dan pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara orang yang tawa bergelombang, disusul suara yang nyaring melengking.

   "Saudara-saudara Cin-ling-pai, jangan menyerang saudara sendiri!"

   Dan para murid Cin-ling-pai kini terbelalak melihat bahwa mereka sedang berkelahi melawan saudara seperguruan sendiri. Tentu saja mereka semua menghentikan gerakan dan memandang bingung. Yang tertawa dan berteriak itu adalah Hay Hay. Kini dia menghampiri tiga orang tosu dan Su Bi Hwa sambil tersenyum-senyum. Pek-lian Sam-kwi terkejut sekali ketika mendengar suara ketawa itu dan melihat betapa pengaruh sihir mereka membuyar begitu pemuda yang memakai pakaian biru dan sebuah caping petani lebar itu muncul. Melihat pemuda itu menghampiri mereka sambil tersenyum-senyum, Siok Hwa Cu yang berperut gendut menyambut dengan bentakan.

   "Anjing dari mana berani datang menentang kami?"

   Dia memberi isyarat kepada dua orang saudaranya dan tiga orang Pek-lian-kauw itu mengerahkan kekuatan sihir mereka, memandang wajah Hay Hay dan Siok Hwa Cu menunjuk ke arah muka pemuda itu sambil berseru nyaring.

   "Engkau anjing yang baik, hayo merangkak dan menggonggong!"

   Dalam suara ini terkandung getaran yang amat kuat karena bukan hanya tenaga Siok Hwa Cu seorang yang mendukung suara itu, melainkan tenaga sihir mereka bertiga dipersatukan. Hay Hay merasa betapa kekuatan yang dahsyat memaksanya sehingga dia tidak dapat mempertahankan lagi dan dia pun jatuh berlutut dan berdiri dengan kaki dan tangannya seperti seekor anjing! Melihat ini, Ceng Sui Cin marah bukan main. Tahulah pendekar wanita yang galak ini bahwa tiga orang Pek-lian-kauw mempergunakan sihir. Akan tetapi selagi dengan marah ia hendak ke depan untuk menyerang, lengannya disentuh Kui Hong yang sudah berdiri di dekatnya.

   "Ibu, biarkan saja. Hay-koko akan sanggup melayani sihir mereka."

   Ceng Sui Cin dan suaminya, Cia Hui Song, memandang puteri mereka dengan heran. Puteri mereka menyebut Hay-koko dengan suara yang demikian mesra. Dan merekapun ingin sekali melihat bagaimana pemuda bercaping lebar itu akan mampu menghadapi kekuatan sihir tiga orang Pek-lian-kauw! Padahal kini pemuda itu telah merangkak seperti anjing.

   Tang Hay atau biasa di sebut Hay Hay bukanlah pemuda biasa. Bukan saja dia telah mewarisi ilmu-ilmu silat yang tinggi, akan tetapi juga dia pernah menjadi murid Pek Mau San-jin dan digembleng dengan ilmu sihir yang kuat sekali. Biarpun demikian, andaikata kemudian dia tidak bertemu Song Lojin yang membuat semua ilmunya, baik silat maupun sihir, menjadi semakin matang, kiranya akan sulit baginya untuk dapat melawan kekuatan sihir gabungan dari Pek-lian Sam-kwi. Kini, ketika merasa betapa dia hampir lumpuh dan sudah jatuh berlutut, bahkan ada dorongan kuat agar dia menggonggong seperti anjing, diapun teringat akan pelajaran yang diterimanya dari Song Lojin dalam keadaan seperti itu. Dia meraba dan menekan tengah dahinya sambil memusatkan kekuatan batinnya, dan seketika dia pun pulih dan dapat mengatasi pengaruh yang menekannya. Dan diapun, dalam keadaan masih merangkak, tertawa bergelak! Suara ketawanya menggetarkan jantung semua orang.

   "Ha-ha-ha-ha-ha! Kalian ini Pek-lian Sam-kwi dan juga Tok-ciang Bi Moli empat orang Pek-lian-kauw mengajak aku bermain menjadi anjing? Ha-ha-ha-ha-ha, memang kalian berempat bersemangat anjing! Mari kita bermain-main, kalau aku mengonggong, kalian mulailah saling berlumba memperebutkan anjing betina itu dan saling serang. Hayo, mulailah!"

   Semua orang melihat betapa dalam keadaan masih berdiri dengan kaki tangan, Hay Hay mulai mengeluarkan suara seperti seekor anjing menggonggong. Suaranya keras dan memang mirip anjing menggonggong!

   "Hung-hung-haunggg... huk-huk-hunggg...!"

   Dan semua orang terbelalak. Mereka melihat betapa Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa dan tiga orang Pek-lian Sam-kwi itu tiba-tiba saja berlutut dan merangkak-rangkak seperti juga yang dilakukan Hay Hay!

   Dan terjadilah hal yang aneh sekali. Tiga orang tosu itu merangkak dan berloncatan hendak menerkam Su Bi Hwa yang menyalak-nyalak dan menyingkir, dan tiga orang tosu itu kini saling serang seperti tiga ekor anjing jantan memperebutkan anjing betina! Dan Hay Hay terus menggonggong. Makin keras gonggongannya, makin hebat pula tiga orang tosu itu saling serang, saling gigit sampai pakaian mereka koyak-koyak! Sedangkan Su Bi Hwa merangkak-rangkak sambil menyalak-nyalak! Sungguh merupakan penglihatan luar biasa sekali. Jika ada tosu yang terkena gigitan lawan, dia pun menguik-nguik seperti anjing tulen yang kesakitan! Kalau tadi semua orang nonton dengan heran, kini mereka mulai tertawa dan terpingkal-pingkal melihat peristiwa aneh yang lucu itu.

   Setelah merasa cukup mempermainkan empat orang tokoh Pek-lian-kauw itu, Hay Hay meloncat berdiri dan dia pun tertawa. Begitu dia menghentikan suara menggonggong seperi anjing, otomatis empat orang tokoh Pek-lian-kauw itu pun menghentikan gerakan mereka. Su Bi Hwa melompat berdiri dengan muka pucat memandang ke arah Hay Hay. Tiga orang tosu itu pun berloncatan berdiri. Muka mereka merah sekali dan mereka berusaha untuk membereskan pakaian mereka yang koyak-koyak. Ketiganya saling pandang, kemudian menghadapi Hay Hay dengan marah bukan main. Mereka menyadari bahwa mereka berhadapan dengan seorang pemuda yang memiliki kekuatan sihir yang amat hebat sehingga mereka bertiga pun tidak mampu melawannya dan dibuat malu di depan banyak orang!

   Tanpa banyak cakap lagi, Kim Hwa Cu yang bertubuh tinggi kurus dengan muka kuning itu telah mencabut senjatanya, yaitu sepasang pedang. Gerakannya diikuti Siok Hwa Cu si perut gendut bertubuh pendek bermuka hitam itu yang mencabut sepasang golok besar, Lan Hwa Cu, orang pertama dari Pek-lian Sam-kwi, juga sudah mengeluarkan senjatanya, yaitu sabuk dan ujungnya bola dan bintang baja. Sementara itu, Tok-ciang Bi Moli maklum bahwa keadaan pihaknya terancam bahaya. Tidak ada lagi sandera, tidak ada lagi kekuatan sihir yang dapat di andalkan. Kini merekalah yang terjepit dan terancam, dan satu-satunya jalan hanyalah membela diri dan mencoba untuk lolos dari tempat itu! Maka, iapun sudah mencabut pedangnya, lalu meloncat ke depan Kui Hong sambil membentak nyaring.

   "Cia Kui Hong, bagaimanapun juga, masih belum terlambat bagiku untuk membunuhmu sebagai ketua Cin-ling-pai!"

   Berkata demikian, pedangnya sudah meluncur ke arah dada ketua Cin-ling-pai itu. Kui Hong memang sudah siap siaga, maka ia pun tadi sudah mencabut sepasang pedangnya.

   "Tranggg...!!"

   Nampak bunga api berpijar dan Su Bi Hwa merasa betapa lengan tangannya bergetar hebat.

   "Hemm, iblis betina. Engkaulah yang akan kukirim ke neraka, tempat yang cocok dan tepat untukmu!"

   Kata Kui Hong dan ia pun melanjutkan dengan teriakan perintah kepada anak buahnya.

   "Para murid Cin-ling-pai, cepat basmi gerombolan Pek-lian-kauw yang menyusup menjadi anggauta Cin-ling-pai!"

   Para murid Cin-ling-pai yang jumlahnya lima puluh orang lebih itu segera berteraiak-teriak dan mereka menyerbu dua puluh orang anak buah Pek-lian-kauw yang tadinya mereka sangka sebagai anggauta-anggauta baru pilihan ketua dan isteri ketua! Terjadilah pertempuran yang seru karena orang-orang Pek-lian-kauw yang menjadi anak buah Pek-lian Sam-kwi juga orang-orang yang lihai, dan mereka merasa sudah tersudut sehingga mereka melawan mati-matian. Adapun Pek-lian Sam-kwi sendiri maju mengepung Hay Hay yang amat mereka benci karena mereka tadi dipermainkan dengan sihir menjadi tiga ekor anjing yang saling terkam. Akan tetapi, nampak dua bayangan berkelebat dan Cia Hui Song bersama isterinya Ceng Sui Cin, sudah berada dekat Hay Hay dan masing-masing menyambut seorang lawan.

   Cia Hui Song menghadapi Lan Hwa Cu, sedangkan Ceng Sui Cin menghadapi Kim Hwa Cu. Suami isteri pendekar ini tidak mempergunakan senjata, akan tetapi mereka sama sekali tidak gentar menghadapi lawan yang memegang senjata. Hay Hay sendiri sudah menyambut serangan Siok Hwa Cu si pendek gendut bermuka hitam. Melihat betapa ternyata Cin-ling-pai tidak bersalah, dan yang melakukan semua pembunuhan, perkosaan dan semua perbuatan jahat adalah orang-orang Pek-lian-kauw yang menyusup ke dalam Cin-ling-pai, tentu saja para tokoh partai persilatan besar menjadi marah sekali. Maka, begitu melihat para murid Cin-ling-pai menyerbu dua puluh orang gerombolan Pek-lian-kauw, tanpa diminta lagi, para tokoh itu segera mengamuk dan membantu orang-orang Cin-ling-pai, menyerang anggauta Pek-lian-kauw yang tentu saja menjadi semakin terdesak.

   Tok-ciang Bi Moli menjadi gentar. Baru sekarang ia bertemu tanding yang benar-benar membuat ia kewalahan. Tak disangkanya sama sekali bahwa gadis muda yang menjadi lawannya itu memang lihai bukan main, dan pantas menjadi ketua Cin-ling-pai. Kiranya Cia Kui Hong memiliki tingkat kepandaian yang jauh melampaui paman gurunya, yaitu Gouw Kian Sun. sudah mati-matian Su Bi Hwa melakukan perlawanan, bahkan ia perkuat dengan kepandaian sihirnya, namun semua itu percuma saja. Tidak ada serangannya yang mampu menembus benteng sinar hitam sepasang pedang di tangan ketua Cin-ling-pai itu. Bahkan makin lama ia semakin terdesak. Tadinya Su Bi Hwa mengharapkan bantuan tiga orang gurunya.

   Akan tetapi ketika ia dapat melirik ke arah mereka, ia mendapat kenyataan yang amat mengejutkan dan mencemaskan. Tiga orang gurunya itu, jagoan-jagoan Pek-lian-kauw tingkat dua, juga dalam keadaan terdesak seperti keadaannya sendiri. Tidak mungkin mengharapkan bantuan mereka. Su Bi Hwa adalah seorang gadis yang amat cerdik. Dengan sekilas pandang saja ia sudah dapat mengetahui keadaan dan cepat ia sudah dapat mencari jalan keluar. Su Bi Hwa kini hanya mampu memutar pedangnya untuk melindungi dirinya, terus main mundur atas desakan Kui Hong yang mengambil keputusan untuk membunuh wanita iblis yang amat berbahaya itu. Ketika Kui Hong mendesak dengan babatan pedang kiri ke arah kaki disusul tusukan pedang kanan ke arah dada, Su Bi Hwa menghindar dengan loncatan ke atas lalu ke belakang. Akan tetapi kakinya terpeleset dan iapun jatuh terpelanting.

   Ia bergulingan dan tangan kirinya bergerak. Jarum-jarum beracun meluncur ke arah Kui Hong. Ketua Cin-ling-pai ini memutar pedang dan semua jarum itu runtuh. Ia mengira bahwa iblis betina itu sudah tersudut dan ia hendak mendesak terus. Tiba-tiba Kui Hong terkejut karena tahu-tahu Su Bi Hwa telah meloncat ke dekat Kui Bu dab anak itu sudah di tangkap dan dipanggulnya dengan tangan kiri! Kiranya iblis betina itu tadi sengaja mundur-mundur mendekati anak itu. Ayah dan ibu anak itu sedang bertanding melawan dua orang di antara Pek-lian Sam-kwi, dan kakek Cia Kong Liang juga ikut membantu para murid Cin-ling-pai mendesak dan menyerbu orang-orang Pek-lian-kauw. Dalam keributan itu, tidak ada orang yang menjaga Cia Kui Bu karena semua orang mengira anak itu dalam keadaan aman. Bukankah pihak musuh terdesak dan hanya tinggal menanti saat terbasmi saja?

   "Kalau kau kejar, akan kubunuh anak ini!"

   Kata Su Bi Hwa sambil meloncat hendak melarikan diri. Kui Hong tertegun! Dalam keadaan terancam seperti itu, ia tahu bahwa iblis betina itu bukan hanya menggertak kosong. Tentu akan benar-benar dibunuhnya Kui Bu kalau ada yang berani menghalangi larinya. Baru saja Su Bi Hwa yang memondong tubuh Kui Bu lari sejauh kurang lebih lima puluh meter, tiba-tiba dari balik semak belukar melompat sesosok bayangan yang menubruknya dan bayangan itu nekat merangkul pinggangnya sehingga terseret sampai beberapa meter.

   "Lepaskan, keparat!"

   Su Bi Hwa berseru, akan tetapi bayangan itu yang bukan lain adalah Gouw Kian Sun, sudah menangkap kedua lengannya dan menarik sekuat tenaga! Karena tarikan ini, maka pondongan Su Bi Hwa terhadap Kui Bu terlepas. Anak itu terjatuh dan anak yang sudah tahu akan bahaya itu sudah menggelundung lalu meloncat dan lari. Dengan kemarahan meluap, Bi Hwa dapat melepaskan lengan kanannya dan sekali pedangnya berkelebat, tubuh Kian Sun terkulai mandi darah. Sebelum Bi Hwa sempat mengejar Kui Bu, Kui Hong sudah datang menyambar tubuh adiknya itu dan melindunginya. Akan tetapi kesempatan itu dipergunakan Su Bi Hwa untuk melarikan diri. Kui Hong hendak mengejar, akan tetapi melihat keadaan Kian Sun, ia berhenti dan memeriksa. Akan tetapi ia tahu bahwa Gouw Kian Sun tidak dapat diselamatkan lagi.

   "Gouw Susiok..."

   Katanya sedih.

   "Pangcu... aku... aku berdosa... aku girang dapat menyelamatkan adikmu Kui Bu... maafkan aku... lebih baik aku mati..."

   Katanya dengan sukar dan lehernya terkulai. Gouw Kian Sun tewas. Kui Hong merasa kasihan sekali. Paman gurunya ini tidak bersalah. Kalau Kian Sun terpaksa menuruti semua kehendak orang-orang Pek-lian-kauw, hal ini dilakukan hanya karena ingin menyelamatkan keluarga Cia yang sudah disandera.

   Dan memang sebaiknya kalau susioknya tewas. Itu merupakan jalan keluar terbaik. Ia dapat membayangkan betapa kalau terus hidup, susioknya akan selalu menderita batin hebat sekali. Bagaimanapun alasannya, tetap saja dimata orang luar dia dianggap pengkhianat dan pengecut. Bahkan dia telah melangsungkan pernikahannya dengan Tok-ciang Bi Moli dan mengundang semua tokoh kang-ouw menjadi saksi! Namanya akan tercemar. Dia akan selalu ternoda aib yang memalukan. Pertempuran itu tidak berlangsung terlalu lama. Pek-lian Sam-kwi yang bertemu dengan lawan yang amat tangguh, seorang demi seorang makin terdesak hebat. Dua puluh anggauta Pek-lian-kauw, tidak seorangpun mampu lolos! Semua tewas ditangan para anggauta Cin-ling-pai yang dibantu oleh para tokoh perkumpulan besar.

   Kim Hwa Cu yang ditandingi Ceng Sui Cin, sudah menderita luka-luka oleh tangan lawan. Biarpun tidak memegang senjata, puteri Pendekar Sadis itu selalu menekan lawannya. Karena ia menguasai Bu-eng Hui-teng, yaitu ilmu meringankan tubuh yang membuat tubuhnya ringan dan selincah burung walet, sepasang pedang Kim Hwa Cu tak dapat berbuat banyak. Tubuh nyonya yang perkasa itu bagaikan bayangan saja, selalu luput disambar pedang. Sebaliknya, karena cepatnya gerakan wanita itu, beberapa kali Kim Hwa Cu terkena tamparan yang amat kuat sehingga beberapa kali dia terpelanting. Dia sudah mencoba mempergunakan kekuatan sihirnya, akan tetapi selalu gagal karena setiap kali dia menggunakan sihirnya, selalu pemuda bercaping itu membuyarkannya dengan suara atau tawanya. Bahkan beberapa kali dia menyerang lawan dengan paku beracun, namun ini pun sia-sia karena Ceng Sui Cin selalu dapat mengelak.

   Pedang kiri di tangan Kim Hwa Cu telah terlepas dan terlempar, dan karena maklum bahwa dia tidak akan dapat meloloskan diri, Kim Hwa Cu melawan dengan nekat, menggunakan pedang kanannya. Tosu Pek-lian-kauw yang tinggi kurus ini memang lihai. Selain pandai memainkan pedang pasangan, dia pun memiliki sin-kang yang dapat membuat lengannya mulur panjang. Masih dibantu lagi dengan senjata rahasianya paku beracun yang berbahaya, juga ilmu sihirnya yang waktu itu sama sekali tidak dapat dia pergunakan karena dia kalah pengaruh oleh Hay Hay. Mukanya yang kekuningan itu kini menjadi semakin kuning pucat karena bagaimanapun juga, dia mulai merasa gentar, takut akan ancaman bahaya maut di tangan nyonya yang cantik dan lihai itu. Tadi, menggunakan sepasang pedang saja dia terdesak, apalagi sekarang pedangnya tinggal sebatang. Dia terdesak terus dan main mundur.

   Adapun Lan Hwa Cu, tosu tertua dari Pek-lian sam-kwi yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa akan tetapi yang gerak-gerik dan suaranya seperti wanita itu, juga repot sekali ketika bertanding melawan Cia Hui Song. Dia sudah menggunakan senjatanya yang berbahaya, yaitu sehelai sabuk sutera yang ujungnya dipasangi bola baja dan bintang baja. Sabuknya menjadi bayangan bergulung-gulung dan dua ujungnya itu menjadi bola-bola dan bintang-bintang yang banyak, dan terdengar suara ebrsuitan ketika senjata itu menyambar-nyambar, namun lawannya adalah seorang pendekar yang sudah memiliki ilmu kepandaian yang matang. Cia Hui Song bukan saja murid pewaris ilmu-ilmu yang ampuh dari Cin-ling-pai, akan tetapi juga semua ilmunya disempurnakan dan dimatangkan oleh gemblengan mendiang Siang-kiam Lo-jin, seorang di antara Delapan Dewa yang menjadi datuk di dunia persilatan puluhan tahun yang lalu.

   Hui Song memiliki gin-kang yang hebat sehingga tubuhnya bagaikan bayangan saja ketika dihujani serangan. Semua serangannya luput. Akan tetapi, Hui Song maklum bahwa lawannya juga lihai dan senjata lawan itu berbahaya kalau hanya dilawan dengan tangan kosong. Maka, ketika pada suatu saat, kedua ujung sabuk itu, yaitu bola dan bintang baja menyambar dari kanan kiri, dia melompat dengan lemparan tubuhke belakang, berpok-sai (bersalto) sampai lima kali ke belakang dan ketika turun kembali ke atas tanah, dia sudah menyambar sebatang senjata toya yang berada di atas tanah. Banyak senjata berserakan di atas tanah, yaitu senjata-senjata dari mereka yang telah roboh dan tewas atau terluka berat. Dengan toya ditangan, dia menyambut datangnya lawan yang sudah mengejar dan menyerang lagi.

   Begitu dia menggerakkan toya melawan, Lan Hwa Cu menjadi terkejut. Toya itu tidak takut akan sabuknya. Bahkan ketika dia sengaja emlilitkan sabuknya pada toya lawan, toya yang terlilit itu terus saja meluncur ke depan menotok ke arah dadanya! Dia terpaksa melepaskan lilitan sabuknya dan meloncat ke belakang. Namun, kini dia terus terdesak oleh gerakan toya yang seolah-olah telah berubah menjadi seekor naga sakti itu. Dia terdesak hebat, dan tak lama kemudian, punggungnya kena dihantam toya sehingga dia menjerit seperti wanita, jatuh bergulingan. Akan tetapi karena memang dia kebal, dia dapat meloncat bangun dan menyerang mati-matian. Tosu Pek-lian-kauw yang melawan Hay Hay adalah Siok Hwa Cu. Tosu bertubuh gendut pendek bermuka hitam ini memang merupakan tosu paling lihai diantara Pek-lian Sam-kwi.

   Biarpun tubuhnya gendut pendek seperti bola, namun dia dapat bergerak cepat dan selain pandai memainkan golok besar, dia juga mempunyai sin-kang yang amat dahsyat. Kalau dia sudah berjongkok dan mengeluarkan sin-kangnya, tiada ubahnya seekor katak buduk yang besar dan begitu perutnya mengeluarkan bunyi berkoko, sambaran tangannya mengandung kekuatan yang kuat dan beracun! Selain ini, dia pun amat kejam, senjata rahasianya adalah golok-golok kecil yang dinamakan huito (pisau terbang). Masih ada lagi keistimewaannya, yaitu rambutnya. Rambut yang sudah bercampur uban itu, yang biasanya digelung ke atas, dapat ie pergunakan sebagai senjata pecut yang berbahaya bagi lawan. Dia seperti dua orang saudaranya, dia pun seorang ahli sihir. Akan tetapi lawannya adalah Tang Hay atau Hay Hay yang dikenal sebagai Pendekar Mata Keranjang.

   Pada waktu itu, Hay Hay telah memiliki tingkat kepandaian yang amat hebat dan tinggi. Bukan hanya ilmu silatnya, akan tetapi juga dia memiliki ilmu sihir yang jauh lebih kuat dibandingkan tiga orang Pek-lian Sam-kwi digabung menjadi satu! Tentu saja kini menghadapi Siok Hwa Cu seorang diri, Hay Hay dapat mempermainkan sesuka hatinya. Andaikata dia dikeroyok tiga sekalipun, belum tentu dia kalah. Apalagi satu lawann satu. Ketika dia melihat keadaan pertempuran menguntungkan di pihak Cin-ling-pai, Hay Hay pun tidak segera merobohkan lawannya, bahkan mempermainkannya. Apalagi ketika dia melihat bahwa kawanan Pek-lian-kauw sudah kocar-kacir, dan banyak anak buah Cin-ling-pai yang tidak lagi kebagian lawan dan hanya menjadi penonton, dia semakin mempermainkan lawannya.

   "Heii, kodok buduk, kepandaianmu hanya segini saja, dan engkau sudah berani mencoba-coba mengacau Cin-ling-pai? Sungguh tak tahu diri. Hayo keluarkan semua kepandaianmu!"

   Berulang kali Hay Hay mengejek sambil mengelak ke kiri dan ketika golok menyambar lewat, kakinya menendang ke arah perut yang gendut itu.

   "Blukk!"

   Dan Siok Hwa Cu terhuyung ke belakang, Hay Hay sengaja memegangi kaki kanannya yang menendang tadi, berjingkrak seperti orang kesakitan.

   "Aduh, perutmu memang keras dan bau! Ihhh!"

   Melihat kelucuan ini, para murid Cin-ling-pai tertawa-tawa. Wajah Siok Hwa Cu menjadi merah kehitaman dan matanya yang besar itu semakin melotot menakutkan.

   Dia maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang pemuda yang amat lihai dan mempunyai kekuatan sihir yang hebat. Maka, kini dia menggigit golok besarnya dan kedua tangannya sudah bergerak cepat. Sinar-sinar kilat meluncur ke arah Hay Hay ketika belasan pisau terbang meluncur dan terbang ke arah tubuhnya, dari leher sampai kaki! Kalau dia mau mengelak saja, belasan batang hui-to (pisau terbang) itu tentu tidak ada yang akan mengenai sasaran. Akan tetapi dia khawatir kalau pisau-pisau itu akan mengambil korban orang-orang yang berada di belakangnya. Maka, cepat Hay Hay mengambil topi capingnya yang lebar dan yang tergantung dipunggung. Dengan caping besar itu dia membuat gerakan seperti sebuah perisai dan semua pisau terbang itu menancap pada capingnya!

   

Pendekar Mata Keranjang Eps 32 Pendekar Mata Keranjang Eps 22 Kumbang Penghisap Kembang Eps 28

Cari Blog Ini